library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2013-2... · web viewadapun...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Komunitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunitas memiliki arti kelompok
organisme (orang dsb.) yg hidup dan saling berinteraksi di dl daerah tertentu;
masyarakat; paguyuban (www. kbbi.web.id. ). Komunitas merupakan sekelompok
dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan
dan habitat yang sama. Dalam komunitasmanusia, individu-individu di dalamnya
dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan
sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa
Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan
dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".
Komunitas dapat terbagi menjadi 3 komponen:
Berdasarkan Lokasi atau Tempat
Wilayah atau tempat sebuah komunitas dapat dilihat sebagai tempat dimana
sekumpulan orang mempunyai sesuatu yang sama secara geografis.
Berdasarkan Minat
Sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas karena mempunyai
ketertarikan dan minat yang sama, misalnya agama, pekerjaan, suku, ras, maupun
berdasarkan kelainan seksual.
Berdasarkan Komuni
Komuni dapat berarti ide dasar yang dapat mendukung komunitas itu sendiri.
(sumber : www.wikipedia.org)
7
8
2.1.2 Definisi Seni
Herbert Read –dalam bukunya “The Meaning of Art” merumuskan keindahan
sebagai suatu kesatuan arti hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara
pencerapan-pencerapan inderawi kita. Seni dalam menjalankan perannya tersebut,
memiliki 2 fungsi, yaitu:
1. Fungsi Individual
Seni dapat memenuhi salah satu kebutuhan manusia baik fisik maupun psikis.
Fungsi seni dalam pemenuhan salah satu kebutuhan fisik lebih cenderung dipenuhi oleh
karya seni yang memiliki fungsi dan tujuan praktis (applied arts), sedangkan kebutuhan
psikis (rasa senang, sedih, haru, ngeri, duka dsb) dapat dipenuhi oleh karya seni yang
memiliki fungsi dan tujuan ekspresi (fin earts). Fungsi individual yang dirasakan
perorangan dapat dirasakan oleh seniman dan bukan seniman yaitu melalui kegiatan
kreasi dan atau apresiasi, kegiatan berkarya atau penikmatan karya seni.
2. Fungsi Sosial
a. Fungsi sosial seni dalam bidang keagamaan; seni dapat digunakan sebagai
salah satu wahana atau media dakwah, seni arsitektur dan dekorasi dalam
tempat beribadah..
b. Fungsi sosial seni dalam bidang pendidikan; penggunaan seni sebagai media
dalam kegiatan pembelajaran, contoh: gambar/ilustrasi (seni rupa), nyanyian
(seni musik), sosio drama (seni tari, teater dan sastera).
c. Fungsi sosial seni dalam bidang komunikasi; seni yang bertujuan praktis
(appliedarts) maupun yang bertujuan ekspresi (finearts), keduanya memiliki
fungsi menyampaikan pesan dari individu, kelompok, organisasi, lembaga
atau institusi kepada khalayak.
d. Fungsi sosial seni dalam bidang hiburan atau rekreasi; dalam hal ini seni
sebagai karya yang dipertunjukan atau dipamerkan maupun seni sebagai
elemen yang menunjang sarana tempat hiburan itu sendiri baik unsur
dekorasi interior atau eksterior, arsitektur.
9
Adapun cabang – cabang kesenian ialah sebagai berikut:
1. Seni suara (musik), dengan unsur utamanya suara, misalnya: suara manusia (vokal),
suara alat musik, dsb.
2. Seni rupa, dengan unsur utamanya adalah unsur-unsur rupa.
3. Seni tari, dengan unsur utamanya gerak.
4. Seni sastera, dengan unsur utama bahasa.
5. Seni peran (teater), disajikan dengan akting meliputi unsur bahasa, gerak, dan musik.
(www. serupatigabdg.wordpress.com/tag/pengertian-seni, diakses Februari 2014)
2.1.3 Definisi Budaya
Kata budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk jamak dari buddhi
(Sanskerta) yang berarti ‘akal’ (Koentjaraningrat, 1974: 80). Sementara itu dalam
pengertian lain Pusat Kebudayaan adalah tempat membina dan mengembangkan
kebudayaan, organisasi,bangunan atau kompleks yang mempromosikan budaya dan seni
. Pusat-pusat budaya yang di dalamnya terdapat lingkungan komunitas seni, organisasi,
fasilitas swasta, pemerintah yang disponsori.(http://www.e-journal.uajy.ac.id, diakses 2
Maret 2014). Budaya dalam hal ini bukan hanya warisan peninggalan masa lalu,
sebagaimana citra kata “budaya” yang seringkali dibayangkan. Dalam kehidupan
dewasa ini pun terdapat budaya kontemporer yang berkembang di masyarakat, seperti
Budaya Urban masyarakat perkotaan yang mengedepankan kemajuan mobilitas,
kecepatan, dan sisi kepraktisan.
2.1.4 Sunda
A. Definisi Sunda
Secara etimologis, kata “Sunda” berasal dari bahasa Sanskerta “sund” atau
“suddha” yang berarti bersinar, terang, putih. Dikenal pula dalam bahasa Kawi dan
bahasa Bali, yang berarti: bersih, suci, murni, tak bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan
waspada. Dalam kaitan disiplin ilmu kebumian, Ptolemaues (90 – 168 M.), ahli geografi
berkebangsaan Yunani, dianggap sebagai orang pertama yang menyebut “Sunda” yang
10
mengacu pada nama tempat. Kata ini digunakannya untuk menunjuk suatu wilayah yang
terletak di sebelah timur India. Pada perkembangan selanjutnya, geolog Eropa generasi-
kemudian menamai Sunda untuk suatu dataran bagian barat-laut India Timur, sedangkan
bagian tenggaranya dinamai Sahul. Selanjutnya, sejumlah pulau yang terbentuk di
dataran Sunda diberi nama “Kepulauan Sunda Besar” dan “Kepulauan Sunda Kecil”.
Istilah yang pertama mengacu pada himpunan pulau yang berukuran besar yang terdiri
atas pulau-pulau Sumatera, Jawa. Madura, dan Kalimantan. Istilah yang kedua mengacu
pada gugusan pulau-pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor.
Sunda juga menjadi nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawa, Kerajaan Sunda,
yang beribukota di Pakuan Pajajaran berdiri pada abad ke-7 dan berakhir pada tahun
1579 M. Sejak keruntuhan kerajaan itu, nama Sunda terutama yang mengacu pada
pengertian geografis tidak begitu menonjol. Istilah Sunda mengemuka lagi pada awal
abad ke-20 melalui kelahiran organisasi Paguyuban Pasundan (1914). Perkumpulan ini
bertujuan meningkatkan derajat, harkat, martabat, dan kesejahteraan orang Sunda.
Organisasi ini pernah mengusulkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda agar nama
Province West Java yang dibentuk pada tahun 1926 diubah namanya menjadi Provinsi
Pasundan. Usulan tersebut disetujui oleh pemerintah kolonial, sehingga ketetapan
tentang pembentukan provinsi ini berbunyi: “…West Java, in inheemsche talen aan
teduiden als Pasoendan, ….” (Jawa Barat, dalam bahasa pribumi [Bahasa Sunda]
menunjuk sebagai Pasundan) (Muhsin. 2009).
Sementara itu Edi S. Ekadjati dalam “Kebudayaan Sunda : Suatu Pendekatan
Sejarah)”, mengemukakan bahwa Tanah Sunda merujuk pada bekas wilayah Kerajaan
Sunda Pajajaran, yang kemudian berdiri sendiri, yakni Sumedang Larang,Banten,
Cirebon, dan Galuh. Sumedang Larang dan Galuh kemudian menjadi satu wilayah
kesatuan dengan nama Priangan. Dalam perkembangan berikutnya, Priangan sering
dikatankan sebagai Pusat Tanah Sunda.
Orang Sunda memiliki hubungan yang kuat dengan alam. Adanya kepercayaan
dan kesadaran dalam menyelaraskan dengan alam setidaknya adalah suatu wujud sikap
dan karakter dimana manusia Sunda tidak akan menjadikan alam sebagai bahan
eksploitasi (Indrawardhana.2012:6). Pada hakekatnya sikap masyarakat Sunda dalam
hubungannya dengan alam, lebih bersifat menyesuakan diri dengan alam. Hal ini
11
tampak dalam hal bertani yang harus melaksanakan tradisi kepercayaan adat berupa
sesajen, tumbal-tumbal hewan, atau benda-benda yang digunakan untuk menanggulangi
permasalahan kehidupan yang dianggap atau dipercaya karena adanya aspek hubungan
dengan alam (Suryaatmana, dkk, 1993).
Dikemukakan pula dalam Lubis (1998:26): “Mata pencaharian utama penduduk
Priangan pada mulanya berladang atau ngahuma; baru kemudian bersawah. Sejak
zaman kerajaan Sunda, orang Sunda dikenal bermata pencaharian sebagai peladang. Ciri
yang menonjol pada masyarakat peladang adalah kebiasaan selalu berpindah tempat
untuk mencari lahan yang subur. Kebiasaan berladang ini berpengaruh pada tempat
tinggal. Mereka tidak memerlukan bangunan permanen yang kokoh, cukup yang
sederhana saja.
B. Falsafah Sunda
Dalam kehidupan masyarakat Sunda (Urang Sunda) menganut falsafah hidup.
Beberapa yang telah dikenal masyarakat luas di antaranya seperti silih asah, silih asuh
silih asih ,kabuyutan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, pada pakaian tradisional
Sunda, di mana kaum laki – laki mengenakan selembar kain penutup kepala yang
disebut Iket. Di dalam Budaya Sunda, Iket ini memiliki filosofi yang disebut
Makutawangsa. Akan tetapi dalam konsep umum mengenai falsafah hidup tersebut
dalam budaya Sunda terdapat konsepsi dasar, sebagai berikut:
Tritangtu
Dalam bukunya “Khasanah Pantun Sunda – Sebuah Interpretasi”, Jakob
Sumardjo mengemukakan bahwa, TriTangtu pada masyarakat sunda memang tidak bisa
dipisahkan karena tritangtu adalah azas kesatuan tiga, yang merupakan azaz dasar
masyarakat Sunda lama. TriTangtu sesungguhnya adalah gagasan berpikir filosofis
yang rasional yang digunakan untuk menjaga keselarasan dalam berkehidupan, baik
vertikal maupun horizontal. Tri artinya Tiga, sedangkan Tangtu (Bahasa Sunda) artinya
pasti atau tentu (Ensiklopedia Budaya digital Tikar Media, diakses Maret 2014).
12
TriTangtu pada dasarnya adalah sesuatu yang berpasangan, dan bila bersatu akan
menjadi tunggal. Dalam cerita pantun – pantun Sunda, kesempurnaan manusia
diperoleh setelah mencapai keharmonian dari pasangan dualistik. Hal ini juga berarti
TriTangtu merupakan sebuah filosofi primodial yang berkaitan dengan kosmologi
Sunda yang membentuk struktur segitiga sama kaki (Ziaulhaq.2008). Refleksi struktur
segitiga ini mengacu kepada Diri, Bumi, dan Negeri.
Opat Kalima Pencer
OPAT KA LIMA PANCER, dapat juga diartikan diri menyatu dengan unsur-unsur
utama alam, yaitu Angin, Cai (Air), Taneuh (Tanah) dan Seuneu (Api). Dalam Esai
“Pancasila dan “Macapat Kalima Pencer”, Jakob Sumardjo mengemukakan bahwa,
Pancasila adalah macapat kalima pencer, empat kiblat (kuaternitas) yang memusat
(sentripetal) dan menyebar (sentrifugal) ke satu pusat, Ketuhanan Yang Maha Esa,
kualitas transden di tengah manusia Indonesia.
Pancaniti
Dalam penjabarannya, yang dimaksud Pancaniti ialah lima poin sebagai berikut:
1. Niti Harti ( Tahap mengerti )
2. Niti Surti ( Tahap memahami )
3. Niti Bukti ( Tahap membuktikan )
4. Niti Bakti ( Tahap membaktikan )
5. Niti Jati (Tahap kesejatian , manunggal dengan Allah )
C. Sub Kebudayaan Sunda
Dalam ruang lingkup Kebudayaan Sunda terdapat Sub Kebudayaan Cirebon, Sub
Kebudayaan Banten, dan Sub Kebudayaan Periangan (Edi S. Ekajati, 1995: 12 dan 14).
Adapun lokasi daerah yang termasuk ke wilayah Sub Kebudayaan Periangan adalah :
Sukabumi, Cianjur, Subang, Bandung, Sumedang , Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.
13
Oleh karena itu penelitian ini akan terfokus pada aktivitas dan fasilitas untuk Pusat Seni
Budaya Sunda Priangan.
D. Seni Budaya Sunda Priangan
Sebagaimana telah dijabarkan di atas bahwa sesungguhnya Sunda Priangan ialah
merujuk kepada batas wilayah tertentu sehingga hasil – hasil kebudayaannya dapat
diterangkan dalam lingkup wilayah tersebut. Dalam istilah budaya, selain Kultur
Cirebonan dan Kultur Kaleran, dikenal Kultur Priangan. Kultur Priangan ini mencakup
kesenian dan adat budaya di sekitar daerah Kotamadya Bandung, Kabupaten Bandung,
Cianjur, Sumedang, KotaTasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bogor, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Sukabumi, Banjar, Ciamis, Kota Cimahi, dan kabupaten Garut.
Kesenian Sunda Priangan ini sendiri memuat unsur- unsur atraktif yang melibatkan
orang/penampil secara berkelompok dan interaktif terhadap penonton. Adapun bentuk
keseniannya antara lain ialah sebagai berikut:
1. Seni Tari dan Olah Tubuh
a. Tari Keurseus
Yaitu kelompok tari yang merupakan hasil proses perkembangan dari gerak-gerak
tari Tayuban. Tayub itu sendiri yaitu kata pekerjaan menarinya laki-laki yang dikain
dan dibendo, dibaju bagus bagus menghadapi beberapa orang ronggeng.Tari
Keurseus memiliki beberapa ragam, yaitu:
Gawil
Yaitu tari jenis putra bentuk tunggal dengan karakternya yang landak atau bisa
disebut juga gagah.
Kawitan
Yaitu tari putra tunggal. Di tarian ini ada beberapa karakter diantaranya lungguh,
landak atau gagah.
14
Lenyepan
Yaitu tari jenis tunggal putra dengan karakternya yang lungguh.
Gambar 2.1 Tari Keurseus
Sumber :
www.disparbud.jabarprov.go.id
b. Tari Merak
Merupakansalahsatu ragam tarian kreasi baru yang mengekspresikan kehidupan
binatang, yaitu burung Merak. Tata cara dan geraknya diambil
dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas oleh Seniman Sunda Raden Tjetje
Somantri.Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau bisa juga
lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan laki-lakinya. Iringan lagu
gendingnya yaitu lagu Macan Ucul. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra
bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu
merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.
c. Ketuk Tilu
Adalah suatu tarian pergaulan cikal bakal Jaipongan yang berasal dari Jawa
Barat dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta
perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di
suatu tempat yang cukup luas.
Istilah ketuk tilu diambil dari alat musik pengiringnya, yaitu 3 buah ketuk
(bonang) yang memberi pola irama rebab, kendang (gendang) indung (besar) dan
15
kulanter (kecil) untuk mengatur dinamika tari/kendang yang diiringi kecrek dan
goong.
Gambar 2.2 Tari Ketuk Tilu
Sumber: www.bandung.paduanwiasata.com
d. Pencak silat
Disebut juga silat adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia.
Seni bela diri ini secara luas dikenal
di Indonesia, Malaysia, Brunei,dan Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan
sesuai dengan penyebaran berbagai suku bangsa Nusantara.
Gambar 2.3 Seni Bela Diri Pencak Silat
Sumber: www. kaskus.co.id
16
2. Seni Musik
a. Angklung
Angklung adalah alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu, cara
memainkannya digoyangkan serta digetarkan oleh tangan, alat musik ini telah lama
dikenal di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Bali. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-
angkleungan” yaitu gerakan pemain Angklung dan suara “klung” yang
dihasilkannya.
Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada
dan “lung” yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada
yang tidak lengkap. Kata Angklung diambil dari cara alat musik tersebut dimainkan.
Gambar 2.4 Berbagai macam angklung
Sumber : www.angklung-udjo.co.id
Menurut Karuhun Urang Sunda jaman dahulu,kehidupan manusia diibaratkan
seperti tabung angklung. Tabung tersebut mempersonifikasikan manusia itu sendiri.
Angklung bukanlah sebuah angklung apabila ia hanya terdiri dari satu tabung saja.
Itu mengibaratkan layaknya manusia yang tidak dapat hidup sendiri (individu) tetapi
juga menggambarkan bahwa manusia hidup bersosialisasi . Tak hanya itu, tabung
angklung yang tediri dari tabung besar dan kecil mengibaratkan perkembangan
manusia. Kedua tabung tersebut mempunyai makna bahwa manusia tahu dan paham
akan batasan – batasan dirinya, layaknya kedua tabung angklung yang dibunyikan
17
beriringan menghasilkan harmonisasi, manusia pun berjalan beriringan menciptakan
keharmonisasian dalam kehidupan masyarakat.
Jenis bambu yang digunakan untuk membuat angklung umumnya ada dua,
yaiutu awi hiwing yang berwarna hitam (paling baik digunakan karena
pori/rongganya lebih rapat sehingga suara yang dihasilkan lebih stabil). Selain itu
ada pula awi temen yang berwarna putih. Jenis ini kurang baik digunakan sebagai
angklung, biasanya lebih digunakan sebagai suvenir.
Sistem penyimpanan angklung yang terbaik ialah dimainkan sesering
mungkin. Semakin sering digunakan maka rayap tidak betah berada di dalamnya,
selain itu bahan bambu akan lebih stabil. Digantung pada temperatur ruangan (room
temperature) ialah kondisi paling baik untuk menyimpan angklung, jangan disimpan
di tempat yang lembab. Selain itu ada pula cara disemprot bahan anti rayap dan
bubuk untuk mengatasi hama pada bambu.
b. Arumba
Arumba adalah kesenian musik rakyat yang bisa anda temui hampir di semua
wilayah provinsi jawa barat. Instrumen Musik Arumba ini dibuat dari bahan bambu
pilihan, bambu pilihan tersebut seperti bambu tali dan bambu wulung dan juga bambu
awi temen. Arumba ini juga dikenal dengan sebutan Angklung Arumba hal itu
dikarenakan arumba memang salah satu instrumen musik yang dikembangkan dari alat
musik angklung.
Gambar 2.5 Arumba
18
Sumber:kuliahmusikonline.blogspot.com
c. Degung Sunda
Istilah Degung diartikan sebagai seperangkat gamelan yang digunakan oleh
masyarakat Sunda, yaitu gamelan –degung. Gamelan ini memiliki karakteristik yang
berbedadengan gamelan pelog- salendro, baik dari jenis instrumennya, lagu – lagunya,
teknik memainkannya, maupun konteks sosialnya.
Berikut di antara waditra (alat – alat ) yang digunakan dalam kegiatan berkesenian
1. Bonang
Merupakan waditra jenis alat pukul ber-penclon, terbuat dari bahan logam perunggu
yang dimainkan dengan alat bantu pemukul. Bentuknya menyerupai Goong dengan
penclon yang lebih kecil.
2. Jenglong
Waditra dengan penclon terbuat dari perunggu, kuningan atau besi berdiameter 30
sampai 40 cm yang mana dalam satu ancak terdapat 6 buah kromong.
3. Saron
Merupakan waditra jenis alat pukul ber- bilah yang terdiri dari 7 atau 14 bilah.
Terbuat dari bahan logam perunggu dengan bantuan alat pemukul dan termasuk
dalamperangkat gamelan.
4. Suling
Merupakan waditra jenis alat tiup yang terbuat dari bambu berlubang (4,5,dan 6).
Dipergunakan untuk membawakan melodi lagu, baik untuk mengiringi vokal
(Tembang dan Kawih) maupun dimainkan sendiri.
5. Kendang
19
Kendang adalah waditra jenis alat tepuk dari kulit yang dimainkan dengan ditepuk.
Fungsi dari kendang ialah sebagai pengatur irama lagu. Kendang juga waditra yang
tergabung dalam perngkat gamelan.
6. Goong
Merupakan waditra jenis alat pukul ber – penclon, terbuat dari bahan logam
perunggu. Dibunyikan dengan dipukul oleh alat bantu pukul yang menghasilknan
suara paling besar (rendah). Bunyi Goong berfungsi sebagai penutup setiap akhir
kalimat dalam lagu.
Gambar 2.6 Set Degung Sunda
Sumber: www.datasunda.org
3. Seni Teater dan Sastra
a. Wayang Golek
Adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama
sangat populer di wilayah Tanah Pasundan. Wayang adalah bentuk teater rakyat yang
sangat populer, terutama di pulau Jawa dan Bali. Orang sering menghubungkan kata
“wayang” dengan “bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai
layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain dikenal wayang kulit,
yang paling populer adalah wayang golek. Istilah golek dapat merujuk kepada dua
20
makna, sebagai kata kerja kata golek bermakna 'mencari', sebagai kata
benda golek bermakna boneka kayu. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam
diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah
Sunda.
Gambar 2.7 Wayang Golek
Sumber: www.danknoer.blogspot.com
www.library.ohaiou.edu
b. Pantun Sunda
Pantun Sunda pengertiannya berbeda dengan pantun Melayu. Pantun Melayu semakna
dengan "sisindiran" Sunda, yaitu puisi yang terdiri atas dua bagian; sampiran dan isi.
Sedangkan pantun Sunda adalah seni pertunjukan. Pantun adalah cerita tutur dalam
bentuk sastra Sunda lama yang disajikan secara paparan (prolog), dialog, dan seringkali
dinyanyikan. (www. Wikipedia.org, diakses Maret 2014).
Pantun merupakan jenis pertunjukan, yaitu Teater Tutur. Jenis Teater Tutur di Indonesia
tersebar di berbagai wilayah masyarakat suku. Ada kentrung di Jawa Timur, jemblung di
Banyumas, warahan di Lampung, dingdong di Gayo, datendate di Sulawesi
Tengah,dan lain sebagainya. Dengan demikian, teater tutur merupakan gejala budaya
primodial Indonesia, karena terdapat di daerah- daerah yang mendapat pengaruh agama
dan budaya Hindu-Buddha, Islam, maupun tidak. Disebut Teater tutur, sebab
pertunjukan hanya dilakukan oleh seorang pencerita yang mengisahkan sebuah lakon
atau hanya ungkapan liris, dalam bentuk bercerita dan atau dinyanyikan, disertai
21
instrumen musik tradisional suku. Dalam Pantun sendiri, cerita dituturkan oleh juru
pantun, diceritakan atau dilagukan dengan iringan kecapi. (Sumardjo. 2003:53-54)
Oleh seorang Saini K. M, dalam pengantar buku “Simbol – Simbol Artefak Budaya
Sunda” karya Jakob Sumardjo mengatakan bahwa, ditinjau dari segi sastra maupun seni
karawitan (seni musik), seni Pantun sangatlah bermutu. Karena mutunya itu seni pantun
menjadi ilham dan sumber bagi penciptaan berbagai cabang seni Sunda dewasa ini.
Tembang Sunda, sebagai cabang seni Sunda yang diciptakan abad XIX, bersumber dari
seni Pantun. Seniman Sunda pun demikian banyak yang memanfaatkan seni pantun bagi
karya – karya, seperti Wahyu Wibisana dengan gending- karesmen (opera), koreografer
Enoch Atmadibrata bagi karya – karya tarinya, Sayudi bagi puisi Sunda moderennya,
dan juga sastrawan nasional yang mencipta bersumber dari cerita pantun seperti Ajip
Rosidi dan Utuy. T Sotani (Sumardjo. 2003:8)
Gambar 2.8 Kesenian Pantun (Teater Tutur Sunda)
Sumber: https://fbcdn-sphotos-g-a.akamaihd.net
2.1.5 Kesenian Interaktif
Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia online, interaktif berarti bersifat saling
melakukan aksi; antar-hubungan; saling aktif (www.kbbi.web). Kesenian Sunda,
sebagaimana telah dijabarkan di atas, sangat kaya akan kesenian interaktif, yang mana
dalam pertunjukannya mengedepankan interaksi antara penampil dan penonton. Dilihat
dari segi entertainment, kesenian semacam ini menjadi hiburan yang sangat
menyenangkan dan menghibur. Sementara itu, dilihat dari segi edukasi, kesenian ini
22
menjadi media yang baik sebagai pendekatan model pengajaran seni budaya, khususnya
Budaya Sunda. Bila dilihat dari beragam seni budaya Sunda, di antaranya Tari Ketuk
Tilu dan Tari Jaipong. Selain itu dalam seni musik Angklung terdapat pula jenis
Angklung Interaktif yang efektif sebagai model pembinaan seni budaya Sunda.
Angklung interaktif adalah kegiatan dimana seorang konduktor mengajak
banyak orang, yang umumnya awam, untuk bermain angklung beramai-ramai. Kegiatan
ini bisa dilakukan di tempat pariwisata atau acara ramah tamah. Pada para peserta akan
dibagikan angklung-angklung yang sudah diberi nomor sesuai nadanya. Lalu, sang
konduktor akan memimpin, biasanya dengan cara:
1. Konduktor membuka satu layar besar bertuliskan lagu dalam not angka, lalu
mengajak para peserta memainkan angklung yang tepat dengan menunjuk nada
pada layar.
2. Konduktor mengajarkan isyarat tangan untuk nada-nada tertentu pada penonton,
kemudian memimpin suatu lagu dengan memberikan isyarat yang tepat secara
berurutan untuk diikuti para peserta. Isyarat tangan ini di-adaptasi oleh Mang
Udjo, berdasar isyarat yang dikembangkan oleh John Curwen.
3. Sebelumnya, Pak Daeng Soetigna menggunakan isyarat gambar binatang untuk
melatih anak-anak TK.
(sumber : www.wikipedia.org/angklunginteraktif)
Gambar 2.9 Angklung Interaktif
23
Sumber: m.news.viva.co.id
Gambar 2.10 Model Isyarat Gambar binatang angklung Interaktif
Sumber: www. wikipedia.org
2.1.6 Definisi Discussion Lounge
A. Discussion Room
Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau
lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka / kelompok tersebut berupa salah
satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman
yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang awalnya disebut topik. Dari
topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang pada akhirnya akan
menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut (www. wikipedia.org). Dalam hal
ini discussion room merupakan sebuah ruang yang mewadahi kegiatan tersebut di atas.
Gambar 2.11 Discussion Room
24
Sumber: www.openbuilding.com
B. Lounge Area
Dalam bahasa Indonesia, Lounge berarti tempat santai. Secara istilah, Lounge
merupakan suatu tempat santai untuk menjamu tamu yang hendak melakukan kegiatan
untuk menghabiskan waktu. Seperti membaca, makan, minum, mengobrol, dan kegiatan
lainnya. (Jurnal Imaji. Vol.1 Januari 2012: 61).
Dalam pada itu, kehadiran Lounge Area yang mendukung kegiatan diskusi
(Discussion Lounge) merupakan area untuk publik di mana melalui ruang untuk
berdiskusi diharapkan terjalin interaksi sosial yang kemudian tercipta ide- ide baru,
solving problem serta pertukaran informasi yang bermanfaaat, terutama bagi regenerasi
Seni Budaya Interaktif Sunda. Selain itu area ini dapat menjadi alternatif area
kontemplasi, terutama di tengah keramaian Ibukota.
Gambar 2.12 Lounge Area
25
Sumber : www.dezeen.com
2.1.7 Furnitur
Mebel dalam bahasa inggris perabotan disebut Furniture, sedangkan kata mebel
yang kita kenal sekarang berasal dari bahasa Belanda, Meuble. Di Eropa Kontinental,
dikenal juga istilah meubles (Perancis), mӧbler (Jerman), mᴓbler (Denmark), mobili
atau mobilia (Italia). Furnitur sendiri menurut ConciseOxfordDictionary diartikan
sebagai
” The movable articles that are used to make a room or building suitable for
living or working in, such as Tables, chairs, or desks.”
Pengaruh Bahasa Inggris ke dalam sehari – hari membuat kata furnitur mulai
dominan dipakai. Furnitur sendiri aslinya berasal dari bahasa Perancis abad 16,
fourniture, dari fournir yang artinya ‘to furnish’ atau melengkapi ruangan atau
bangunan dengan mebel dan akasesorisnya. (Jamaludin.2007:9).
Dari segi kegunaan/fungsi furniture,Menurut Karl Mang dalam History of
Furniture (1978) dan Edward Lucie-Smith dalam Furniture: a Concise History (1993)
dalam Jamaluddin, sesungguhnya bisa dikategorikan ke dalam empat jenis saja:
1. Tempat menyimpan sesuatu di dalamnya
2. Tempat menyimpan sesuatu di atasnya
3. Tempat untuk Tidur
4. Mebel untuk duduk
A. Klasifikasi Sistem Operasional
Berdasarkan sistem operasionalnya, furnitur diklasifikasikan atas:
Loose Furniture
26
Mebel siap pakai yang dapat dibeli dan tersedia di pasaran. Contoh: kursi, meja,
lemari, sofa.
Built-in Furniture
Mebel atau furnitur yang dibuat menyatu dan disesuaikan dengan bentuk bangunan
dan tidak dapat dipindahkan.
Contoh: kitchen set, walk-in closet.
Outdoor Furniture
Disebut juga garden furniture atau patio, yaitu jenis furnitur yang dirancang khusus
untuk penggunaan di luar ruangan. Furnitur ini biasanya terbuat dari material yang
tahan terhadap cuaca. Contoh outdoor furniture tertua yang ditemukan yaitu di
kebun Pompeii.
Indoor Furniture
Merupakan furnitur yang berada di dalam ruangan.
Multifunction Furniture
Furnitur yang bisa digunakan untuk beberapa jenis fungsi, seperti meja lipat yang
bisa digunakan sebagai kursi, maupun tempat tidur yang dapat dilipat menjadi kursi.
Reclaimed Furniture
Merupakan furnitur yang terbuat dari bahan daur ulang, seperti potongan kayu
bekas,kardus bekas, kertas bekas, dan lain sebagainya. Furnitur ini termasuk ke
dalam kategori green design, karena menggunakan material yang ramah lingkungan.
Knock – Down Furniture
Merupakan jenis furnitur yang dapat dibongkar pasang sesuai dengan kebutuhan
penggunaan maupun penyimpanan. Biasanya jenis ini didesain dengan perlakuan
khusus pada konstruksi dan sambungannya, seperti digunakan mur palang dengan
bukaan kunci L dan sebagainya.
2.1.8. Aksesoris Interior
27
Aksesoris, dalam beberapa kamus bahasa dimengerti sebagai barang atau benda
tambahan yang berfungsi sebagai pelengkap. Benda yang dimaksud di sini dapat
berfungsi mutlak atau hanya sekedar dekorasi. Pepis (1965)dalam Honggowidjaja,
menggambarkan sebagai kumpulan benda-benda relatif kecil yang ditata dengan baik
yang akan membuat perubahan signifikan pada sebuah tatanan interior.
Aksesoris Interior menunjuk kepada benda-benda pelengkap ruang (baca :
tempat) yang benar-benar memiliki fungsi praktis serta mutlak demi penggunaan secara
optimal sebuah ruang, misalnya ruang salon kecantikan yang dilengkapi dengan meja,
kursi, cermin, lampubeserta perlengkapan rias. Sementara pada dinding atau di bagian
ruang (tempat) yang lain dari salon ini digantungkan poster atau lukisan dengan bingkai
yang indah dengan tujuan memberi suatu suasana tertentu, sekalipun sebenarnya tanpa
poster dan lukisan iniaktivitas di sebuah ruang salon ini masih bisa terlaksana. Dengan
demikian, poster atau lukisan di sini termasuk dalam kategori aksesoris dekoratif,
sedangkan meja, kursi,lampu, cermin dan perlengkapan rias lainnya termasuk dalam
kategori aksesoris fungsional, karena tanpa aksesoris yang terakhir ini aktivitas salon
tidak bisa terjadi. (Honggowidjaja:2003).
Kenyataan di lapangan menunjukkan tidak jarang sebuah aksesoris bisa
termasuk fungsional sekaligus dekoratif, misalnya sebuah cermin yang cukup besar
dengan bingkai yang mantap, serasi dan menarik dapat digunakan untuk bercermin
sekaligus berperan sebagai focal point sebuah ruang (tempat), (Honggowidjaja:2003).
John F.Pile (1988) dalam Honggowidjaja menjelaskan bahwa Aksesoris sebagai unsur
focal point, eye catching, penangkap perhatian visual, sebagai unsur surprising, yang
mampu menimbulkan kejutan yang indah sering digunakan di ruang awal setelah pintu
masuk (hall, foyer).
A. Klasifikasi Aksesoris Interior
Beberapa penulis pada prinsipnya mengkategorikan aksesoris menjadi dua
kategori, yakni aksesoris fungsional dan aksesoris dekoratif (Allen Tate & C. Ray
Smith, 1986). Aksesoris Interior dapat berperan selaku ikon:
1. Budaya
2. Benda pusaka
28
3. Benda memorabilia
4. Investasi
5. Simbol status
6. Informasi
7. Ekspresi atau pencerminan aspirasi, karakter
8. Kebiasaan perilaku
(Sumber : Honggowidjaja, S.P . 2003. Menyadari potensi aksesoris dalam upaya
Penghadiran Sebuah Tempat. Jurnal Desain Interior Petra.)
Kebijakan pemilik ataupun pengguna susunan, perletakan, posisi aksesoris yang baik
dapat diatur dengan memperhatikan prinsip-prinsip serta elemen-elemen desain disertai
dengan pengalaman kepekaan visua lpsikologisdalam memadukan macam, bahan,
warna, tekstur, pola, proporsi dan skala aksesoris. (Honggowidjaja, S.P.2003)
Di dalam kegiatannya, Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan berorientasi kepada
upaya - upaya pelestarian budaya Sunda melalui pembinaan seni interaktif. Perancangan
interior dan furnitur di sini berfungsi sebagai media pendukung yang menjembatani
kebutuhan komunitas dan perilaku manusia pengguna. Adapun macam furnitur dan
aksesoris Interior yang biasa terdapat pada ruang diskusi ialah sebagaiberikut:
1. Lighting
Gambar 2. 13 Standing Lamp
29
Sumber: www. cgaxis.com
2. Magazine Holder
Gambar 2.14 Magazine holder
Sumber: www. designlaunches.com Sumber: www. crookedbrains.net
3. Tempat Sampah (Trash Can)
Gambar 2.15 Trash Can
30
Sumber: www.buscut.blogspot.com Sumber: www.chinagift-art.com
2.1.9 Material
Mewujudkan sebuah produk interior yang baik tidak lepas dari pemilihan material
yang baik pula. Secara umum, material yang biasa digunakan untuk furnitur interior dan
aksesorisnya terbagi ke dalam 3 macam, yaitu material alami, material olahan dan
material buatan (Jamaludin.2007:87-99)
a. Material Alam
Material alami merupakan material yang terdapat di alam, baik sumber maupun cara
mendapatkannya. Material ini terbagi atas:
Kayu
Kayu merupakan material paling awal yang dikenal berkualitas baik untuk
diolah sebagai furrnitur. Kayu dapat dikatakan sebagai material klasik untuk perabot
termasuk kursi. Alasan utamanya dikarenakan ketersediaan bahan kayu di lingkungan.
Selain itu pemilihan bahan kayu tertentu juga karena faktor kekuatan kayu dan
karakteristik serat kayu yang menjadi bagian dari ornamen furnitur.
Pengolahan kayu untuk furnitur biasanya terdiri dari dua bentuk. Bentuk bidang
seperti papan biasanya untuk panel atau penutup suatu bidang seperti lemari. Sedangkan
bentuk batang atau balok, bulat atau bujur sangkar untuk bagian kaki atau struktur meja
dan kursi. (Jamaludin.2007:88-89). Sementara itu terdapat pula macam treatment kayu
solid yang dilengkungkan (bentwood), seperti dicontohkan oleh pabrik Thonet di
Austria.
Jenis kayu tropis untuk furnitur selain Jati dan Mahoni, juga kayu Ramin dengan
karakter warnanya yang cerah, Sungkai dengan serat kayunya yang lembut, Nyatoh
31
dengan karakteristik mirip Jati, dan sebagainya (Jamaludin.2007: 89). Berdasarkan sifat,
kekuatan, keawetan, dan mutunya, jenis kayu dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
Golongan 1 : Jati, Johar, Kayu Arang, Bangkirai, dan lain – lain.
Golongan 2 : Rasamala, Weru, Merawan, Sonokembang, dan lain – lain.
Golongan 3 : Mahoni, Kamper, Puspa, dan lain – lain.
Golongan 4 : Meranti, Jeugjing, dan lain – lain.
Golongan 5 : Balsa, Kemiri, dan lain – lain.
(Sumber : Surya:2002:3)
Gambar 2.16 Bermacam- macam contoh kayu
Sumber: www. akraleukainvestments.net
Rotan
Menurut Jamaludin (2007:92) di dunia, rotan paling banyak tumbuh di
Indonesia, sedikit di Malayia dan Filipina. Dengan kata lain, Indonesia merupakan
32
negara penghasil rotan terbesar di dunia, di mana vegetasinya banyak tumbuh di
Sulawesi dan Kalimantan. Rotan sendiri telah lama digunakan sebagai bahan baku
pembuatan furnitur karena karakteristiknya yang dapat dilengkungkan dengan teknologi
sederhana sehingga membuat banyak pengembangan desain yang dapat dihasilkan.
Gambar 2.17 Material Rotan
Sumber : www.energitoday.com
Bambu
Sebagaimana rotan dan kayu, bambu juga telah lama digunakan segaian bahan
baku pembuatan furnitur karena dipandang sebagai material yang eksotis. Umumnya,
pendekatan desain yang digunakan terhadap bambu ialah dengan cara memanfaatkan
bentuk tabung / tubular sebagai struktur, untuk bagian penutup, bambu dibuat dalam
bentuk pipih serta anyaman (Jamaludin: 2007.94). Bentuknya yang lentur juga menjadi
kekuatan bambu. Sayangnya, aplikasi desain yang cenderung monoton dan kurang
variasi mengakibatkan sulitnya adaptasi material bambu dengan banyak kemungkinan
desain, terutama interior, arsitektur, dan produk.
Gambar 2.18 Pemanfaatan material bambu pada Bangunan
33
Sumber : www.and-studio.blogspot.com
Logam
Material logam yang kerap digunakan pada furnitur yaitu besi, stainless steel,
aluminium, dan lain – lain. Dasar teoritis pertama terhadap penggunaan besi dalam
furnitur mungkin dikemukakan oleh Le Corbusier yang menghendaki memasukkan
furnitur ke dalam konsepnya, “machine for living”. Tujuan lainnya yaitu untuk
meminimalkan penggunaan material dan ruang. Pemakaian besi dalam desain kursi
modern sendiri dirintis oleh sekolah Bauhaus. Pada masa awal penggunaan besi pada
furnitur menuai berbagai kritik di antaranya karena penggunaan material ini pada
furnitur dianggap berkesan dingin dan keras sehingga dianggap tidak cukup nyaman
secara visual. Namun demikian, melalui penelitian Marcel Breuer, sampailah pada
kesimpulan bahwa melalui pengolahan desain yang baik maka material besi dapat
dipakai menjadi desain furnitur (Jamaludin: 2007. 95)
Gambar 2.19 Contoh Material Logam
Sumber : www. shtrade7.com
34
b. Material Olahan
Di samping itu, terdapat material olahan, yang berasal dari materi alam namun diolah
sedemikian rupa menjadi bentuk baru material yang dapat digunakan. Adapun jenisnya
antara lain ialah sebagai berikut:
Kayu Lapis
Dikenal dengan istilah plywood. Kayu lapis sebagai temuan teknologi material
abad ke – 20 telah menjadi media potensial dalam perkembangan desain modern.
Kayu yang sebelumnya menggunkan kayu solid dengan lebar terbatas, dengan
adanya kayu lapis dapat dibuat dalam ukuran yang lebih besar. Kini, penggunaan
plywood tidak hanya sebatas untuk bagian belakang lemari atau laci saja, melainkan
sudah bervariasi, salah satunya dengan teknik bending. Salah satu karya terkenal
menggunakan teknik ini ialah karya-karya Alvar Aalto yaitu kursi Paimio.
Particle Board
Jamaludin (2007: 98-99) mengungkapkan bahwa, “Particle Board merupakan
panel terbuat dari partikel/bubuk kayu yang disatukan dengan pengeleman dan
dipres”. Perlakuan dan teknik yang digunakan relatif sama dengan bahan dari
plywood dan cocok untuk digunakan pada desain yang berbentuk dasar kotak seperti
meja, rak, dan lemari.
Veneer
Veneer (Finir) adalah lembaran kayu tipis dari 0.24 mm sampai 0.6mm yang
diperoleh dari penyayatan (pengupasan) dolok kayu jenis- jenis tertentu. Muka finir
sendiri bermacam – macam, tergantung pada material yang ingin digunakan. Ada
veneer Nyatoh, Jati, bahkan bambu.
35
c. Material Buatan
Sementara itu, terdapat pula material buatan yang diformulasikan dari bahn – bahan
kimia tertentu oleh manusia sehingga membentuk bahan material baru. Material buatan
selalu berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Diantara material buatan yang
kerap digunakan pada produk interior itu adalah fiber plastik dan resin.
Fiber Plastik
Pertama kali digunakan, material plastik ialah dipakai untuk perahu. Bahan PVC
cetakan memungkinkan metode konstruksi mebel/ kursi dari bahan plastik.
Perkembangan material berbahan dasar plastik telah memunculkam material yang dapat
dibuat menjadi kursi yang cukup kuat. Contoh materi berbahan baku plastik yang
digunakan pada kursi ialah fiberglass, Plastik ABS, dan perspex.
2.2. Tinjauan Hasil Observasi
2.2.1. Saung Angklung Udjo, Bandung
A. Sejarah dan Profil
Gambar 2.20 Logo Saung Angklung udjo
36
Sumber:www.angklung-udjo.co.id
Saung Angklung Udjo (SAU) didirikan tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena dan
istrinya Uum Sumiati. SAU ini terletak di jalan Padasuka, Bandung, Jawa Barat. Cita –
cita SAU berusaha mewujudkan cita-cita Mang Udjo yaitu “Angklung sebagai seni dan
identitas budaya yang membanggakan”. SAU didirikan dengan dasar filosofi Gotong
Royong yang merupakan bagian dari budaya Sunda. Seorang Udjo merupakan
Entrepreneur sekaligus seniman, beliau memiliki sebuah motto “ keep the old ones,
treat the new ones”. Motto tersebut dikembangkandalam kegiatan di Saung Angklung
Udjo hingga saat ini.
B. Visi dan Misi
Adapun Visi dan Misi dari Saung Angklung Udjo adalah sebagai berikut:
Visi : Menjadi kawasan budaya Sunda khususnya budaya bambu yang
mendunia untuk mewujudkan wisata unggulan di Indonesia.
Misi : Melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda dengan basis
filosofi Mang Udjo, yaitu : gotong royong antar warga dan
pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat.
Personaliti Saung Aangklung Udjo diwujudkan dalam simbol SAU. Adapun esensi
identitas visual SAU ialah:
"Alunan Rumpun Bambu"
1. Alunan : SAU akan selalu bergerak dinamis, playful, dan energetic
dalam mengembangkan budaya Indonesia khususnya Sunda.
2. Rumpun : Dengan semangat kebersamaan dan gotong royong pada setiap
langkah yang kami ambil.
37
3. Bambu : Sebagai Roots dan bahan dasar sebuah angklung, dan SAU selalu
melangkah maju ke depan tanpa melupakan asal usulnya dengan
menjunjung tinggi nilai - nilai yang sudah dibangun sejak dulu.
E. Kegiatan
Terdapat berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan pembinaan seni budaya
Sunda di SAU. Salah satunya ialah pendidikan informal dan pelatihan yaitu pelatihan
alat musik Angklung beserta pengiringnya, Pencak Silat, Tari. Pendidikan di SAU
sendiri memang lebih difokuskan kepada kebudayaan Sunda dan Seni Tari di mana
peserta didik berusia antara 4 tahun hingga usia dewasa. Kelas yang diselenggarakan
setiap hari Minggu, Selasa, dan Kamis. Untuk kelas angklung besar dilaksanakan di
pendopo dengan sistem pendidikan yang dilakukan menggunakan pembelajaran partitur.
Biasanya untuk kelas Tari dan Musik kelas digabung menjadi satu. Selain itu terdapat
pula studio musik dan galeri. Studio musik diperuntukan sebagai parameter untuk geladi
bersih di lapangan (mengukur performance di tempat yang tidak terlalu besar ).
Sedangkan Galeri kecil menyimpan koleksi angklung mulai dari angklung pentatonis
hingga diatonis. Di samping itu SAU juga memproduksi angklung. Produksi Angklung
yang dilakukan sebagian di Saung Angklung Udjo dan sebagian disebar dengan mitra
pengrajin. Untuk proses sendiri finishing dan quality control dilakukan sepenuhnya di
SaungAngklung Udjo.
Gambar 2.21 Pertunjukan di Saung Angklung Udjo
38
Sumber: www. saung-angklung.co.id
Pertunjukan seni merupakan kegiatan utama dan rutin di SAU. Pertunjukan
dilakukan setiap hari di Bale Karesman dalam dua waktu pertunjukan biasanya
dilakukan dalam durasi 90 menit. Pertunjukan Angklung, seni tari, musik dan lain - lain
di SAU menggabungkan unsur tradisional dan moderen, juga kolaborasi dengan
orkestra. Pertunjukan sendiri dilakukan di dalam (internal) dan di luar SAU (eksternal).
Untuk pertunjukan internal menampilkan orkes, arumba, band, wayang, tari, dan
pertunjukan angklung massal. Sedangkan untuk eksternal dilakukan tergantung pada
pemesanan. Ada pula workshop angklung di mana pengunung dapat mencoba membuat
dan memainkan sendiri angklungnya serta membawanya pulang sebagai cinderamata.
Di samping itu Saung Angklung Udjo juga terdapat laboratorium angklung.
Laboratorium Angklung yang dimaksud ialah sebagai tempat penelitian angklung dan
koleksi angklung, mulai dari angklung pentatonis hingga angklung diatonis.Juga ada
penelitian angklung “Toel” (jenis standing angklung yang hanya 2 oktaf kini
dikembangkan hingga 4 oktaf).
Untuk target market SAU ialah masyarakat umum, yaitu mayoritas turis dan
anak – anak sekolah. Bagi masyarakat luar/ turis asing, pertunjukan dan kegiatan di
SAU diutamakan untuk memperkenalkan budaya tradisional, khususnya angklung
melaui performance yang ditampilkan.
F. Fasilitas dan Ruang Khusus
Entrance
Pada saat memasuki SAU pengunjung akan melalui restoran-restoran. Salah satu
restoran menempati paviliun sendiri, sedangkan di muka pintu masuk lebih seperti kanti
yang juga terdapat bale – bale (kursi panjang) terbuat dari bambu. Tempat ini juga
39
berfungsi sebagai waiting area sebelum memasuki galeri cinderamata atau menunggu
jadwal pertunjukan.
Galeri Cinderamata
Pada area ini terdapat banyak vitrine-vitrine yang terbuat dati Bambu. Selain itu
treatment pada beberapa rak pajang juga menarik dengan anyaman pandan yang
berkesan natural.
Gambar 2.22 Galeri Cinderamata Saung Angklung Udjo
Sumber :Siti.2014
Bale Karasmen
Merupakan tempat pertunjukan di SAU. Di sini pengunjung akan disuguhi pertunjukan
bambu petang, performance tari, angklung, arumba, orkes, dan wayang. Tempatnya
yang masif menyerupai stadium dengan sistem duduk bertingkat (tribun). Terdapat satu
panggung utama lengkap dengan peralatan set alat musik bambu, band, wayang,
gamelan, dan sound sistem.
40
Gambar 2.23 BaleKaresman
Sumber : Siti.2014
Gathering Area
Di tempat ini pengunjung, terutama rombongan yang ingin memesan hidangan
menu prasmanan dapat berkumpul dan menikmati nuansa alam diorama kampung Sunda
di SAU. Are semi outdoor ini dihiasi lampu – lampu gantung dari sangkar burung dan
dilengkapi meja- kursi dari bambu. Selain itu juga terdapat panggung mini untuk
performance tambahan atau keperluan lainnya.
Gambar 2 24 Gathering Aarea
41
Sumber : Siti.2014
Saung Walini
Venue ini merupakan tempat bersantai bagi para pengunjung yang disponsori
oleh Teh Walini. Tempatnya semacam warung sederhana dengan kursi – kursi betawi
dan meja kayu. Di lantai atasnya terdapat area untuk latihan dan menyimpan angklung.
Gambar 2.25 Saung Walini
Sumber : Siti . 2014
Area Produksi
Selain menampilkan pertunjukan musik angklung, SAU juga memproduksi alat
musik bambu ini. Ada Calung, Arumba, dan Angklung yang turut diproduksi. Terdapat
tiga bilik produksi, utamanya untuk proses tuning, pengikatan, dan finishing yang
dikerjakan di sini. Sementara proses lainnya bekerja sama dengan mitra di luar SAU.
Pada area produksi ini pengrajin menggunakan alas duduk semacam dingklik, ada yang
dilengkapi sandaran dan ada pula yang tidak. Mengerjakan produksi alat musik bambu
selama berjam – jam di lantai rupanya lebih nyaman dibandingkan menggunakan kursi
standar sehingga alas duduk rendah inilah yang menjadi andalan.
42
Gambar 2 26 Produksi Angklung SAU
Sumber : Siti.2014
Area Kantor Marketing
Kantor marketing SAU terletak di lantai atas sebuah paviliun, Tamu – tamu
tertentu diterima di ruang tamu mini pada balkon dengan set kursi bambu untuk 2 seater
dan 1 seater. Di belakang area menerima tamu terdapat kantor marketing. Sebagian
besar furnitur masih menggunakan material bambu, namun pada ruangan tertentu diisi
dengan furnitur kantor standar dengan material besi, kayu lapis, atau MDF.
Yayasan SAU
Seperti halnya area kantor marketing, yayasan SAU juga berada pada lantai atas
paviliun lainnya. Di bawahnya terdapat area berlatih sekaligus menyimpan alat musik.
43
Gambar 2.27 Yayasan SAU
Sumber : Siti.2014
Studio Musik
Studio musik diperuntukan sebagai parameter untuk geladi bersih di lapangan
(mengukur performance di tempat yang tidak terlalu besar ). Hal ini dikarenakan Bale /
pendopo SAU yang outdoor sehingga untuk performance di dalam ruangan perlu
dilakukan penyesuaian kembali. Studio ini juga seringkali digunakan sebagai area
berlatih tari.
Area Meeting
Sebuah pendopo rendah dilengkapi banyak kursi panjang (bale) dari bambu
digunakan sebagai meeting area. Di tempat ini terkadang juga digunakan sebagai tempat
latihan tari.
Storage
Tidak ada tempat khusus untuk menyimpan angklung dan alat musik lainnya
biasanya untuk performance alat musik tersebut diletakkan di belakang panggung.
44
Sementara itu alat musik yang sudah rusak atau kurang baik kondisinya diletakkan pada
sati paviliun untuk diperbaiki atau direproduksi kembali.
Gambar 2.28 Area Penyimpanan Angklung
Sumber : Siti.2014
Saung
Beberapa Saung terdapat di SAU digunakan untuk tempat berlatih tari, bela diri,
dan berlatih musik. Pada umumnya tempat berlatih angklung dan tari digabung menjadi
satu.
Gambar 2.29 Saung latihan Musik dan Tari
45
Sumber : Siti.2014
E. Elemen Interior dan Furnitur
Furnitur yang digunakan pada SAU didominasi furnitur bambu. Selain karena
memang tema yang diangkat ialah diorama kampung Sunda, juga memanfaatkan
kekayaan alam sekitar Jawa Barata (Bandung) yang masih kaya akan sumber daya
material bambu. Akan tetapi bentuk furnitur cenderung kaku dan ukurannya yang besar
seringkali justru tidak terpakai dan memenuhi satu – dua saung. Di samping itu pada
area – area tertentu di SAU juga terdapat furnitur lain sepeti kursi betawi pada restoran
dan alas duduk rendah ala dingklik yang digunakan pengrajin angklung di area
produksi.
Untuk aksesoris yang terdapat di sana tidak banyak. Ada lampu sangkar burung yang
tampak catchy pada gathering area, lalu treatment pandan dan bambu pada vitrine di
Galeri cinderamata, juga lampu gantung dari anyaman bambu.
F. Permasalahan
Ruang lingkup permasalahan interior dan furnitur yang terdapat di Saung Angklung
Udjo yaitu :
1. Belum ada SOP penyimpanan yang baik sehingga seringkali menambah cost untuk
treatment angklung.
2. Ruang kelas yang random. Kelebihannya siswa dapat memilih tempat berlatih
sendiri, namun di sisi lain aktivitas dan storage ruang kelas menjadi tidak
terkontrol.
46
2.2.2 Komunitas Salihara, Jakarta
A. Sejarah dan Profil
Gambar 2.30 Logo Komunitas Salihara
Sumber: www.salihara.org
Sudah mulai berkiprah sejak 8 Agustus tahun 2008 sebagai kantong budaya dan
pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia. Komunitas Salihara dibentuk
oleh sejumlah sastrawan, seniman, jurnalis, dan peminat seni dengan menampilkan
berbagai acara seni dan pemikiran, sebagian dari mancanegara dan berkelas dunia.
Komunitas Salihara juga dapat disebut pusat kebudayaan alternatif yang tidak
dimiliki pemerintah (pusat maupun daerah), ataupun kedutaan asing.Komunitas Salihara
terletak di Jalan Salihara nomor 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kompleks
Komunitas Salihara terdiri atas tiga unit bangunan yang berlokasi di atas tanah seluas
3.800m2 yaitu Teater Salihara, Galeri Salihara, dan ruang perkantoran. Saat ini
Blackbox Theater Salihara merupakan satu – satunya yang terdapat di Indonesia.
Kompleks ini telah diperluas dengan tambahan fasilitas studio latihan, dan wisma seni
yang disebut Anjung Salihara.
47
Dari segi bangunan, Komunitas Salihara pernah dinobatkan sebagai “Karya Arsitektur
yang menerapkan aspek ramah lingkungan “ oleh Green Design Award 2009 dan “The
Best Art Space” oleh Majalah Time Out Jakarta pada 2010.
B. Visi dan Misi
Visi
Memelihara kebebasan berpikir dan berekspresi, menghormati perbedaan dan
keanekaragaman serta menumbuhkan dan menyebarkan kekayaan artistik dan
intelektual.
Misi
1. Menciptakan, memelihara dan memperjuangkan perluasan kebebasan berpikir
dan berekspresi
2. Memfasilitasi penciptaan produk seni dan intelektual yang bermutu, dengan
menghargai kemajemukan dan kebaruan
3. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya seni dan pemikiran
4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, di dalam dan luar negeri,
berdasarkan prinsip kesetaraan dan akuntabilitas
Komunitas Salihara memprioritaskan kesenian – kesenian baru. Kebaruan
tersebut bukan hanya menandakan masyarakat pendukung kesenian yang dinamis,
namun juga sikap kreatif terhadap berbagai warisan kesenian Indonesia dan dunia.
Dalam menjalankan programnya, Komunitas Salihara bekerja sama dengan berbagai
lembaga, baik lembaga swasta maupun perorangan. Selain itu Komunitas ini juga
berusaha bekerjasama dengan sejumlah lembaga asing, seperti pusat- pusat kebudayaan
asing yang ada di Jakarta untuk mendatangkan sejumlah kelompok ke Indonesia.
C. Kegiatan
48
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Komunitas Salihara terbagi dalam 2 kategori,
yaitu kegiatan internal Komunitas Salihara dan kegiatan Eksternal, yaitu kegiatan oleh
pihak luar ataupun kerja sama dengan Kominitas Salihara. Kegiatan berkesenian juga
mewadahi lebih dari 100 mata acara, baik rutin dan tidak rutin. Untuk kegiatan rutin
sendiri di antaranya ialah sebagai berikut:
1. Festival salihara
2. Bienal sastra salihara
3. Forum seniman perempuan salihara
4. Forum teater salihara
5. Salihara jazz buzz
6. Diskusi bulanan salihara
7. Seri kuliah umum salihara
D. Fasilitas dan Ruang Khusus
Teater Salihara
Teater Salihara dapat menampung hingga 252 penonton. Inilah gedung teater black
box pertama di Indonesia. Berdinding kedap suara, teater ini dilengkapi ruang rias
berikut segala peralatan tata panggung, tata suara, dan tata cahayamodern.
Gambar 2.31 Teater Salihara
49
Sumber: (news.britishcouncil.or.id)
Galeri Salihara
Berbeda dengan bangunan galeri pada umumnya, Galeri Salihara berbentuk silinder
dengan lingkar sedikit oval. Interior dengan dinding melingkar tanpa sudut memberi
ruang pandang lebih luas. Sebuah ruang serbaguna dan kedai dengan pemandangan
terbuka terletak di bawah bangunan ini.
Gambar 2.32 Galeri Salihara
Sumber: (http://tommytoxcum.blogspot.com)
Serambi Salihara
Ruangan ini, yang terletak tepat di bawah Galeri Salihara, dapat digunakan untuk acara
diskusi, kuliah umum, atau pemutaran film, dengan daya tampung sekitar 70 orang.
Serambi Salihara juga berfungsi sebagai ruang tunggu yang menyediakan bahan bacaan
(buku, majalah, dan katalog pameran) yang hanya bisa dibaca di tempat.
50
Gambar 2.33 Serambi Salihara Digunakan dalam Forum Diskusi
Sumber : (wartakota.tribunnews.com)
Gambar 2.34 Serambi Salihara
Sumber : (http://tommytoxcum.blogspot.com)
Teater Atap
51
Atap Teater Salihara juga berfungsi sebagai penyerap air hujan dengan lantai tanah
berumput yang membuat ruangan Teater Salihara di bawahnya tetap sejuk. Sebagai
ruang teater tebuka, Teater Atap juga dilengkapi dengan fasilitas bar mini yang
menyediakan makanan dan minuman bagi penonton yang sedang menikmati
pertunjukan.
Gambar 2.35 Teater Atap
Sumber : Siti.2014
Kedai Kopitiam Oey – Salihara
Merupakan fasilitas restoran berupa kedai sederhana di muka bangunan Komunitas
Salihara. Open Area mengakomodir pengunjung merasakan teduhnya lingkungan
Komunitas Salihara yang rimbun akan pepohonan. Akan tetapi, pencahayaan yang
temaram membuat suasana di dalamnya agak gelap.
Gambar 2.36 Kedai Kopitiam Oey Salihara
52
Sumber : Siti.2014
Arsip Salihara (Tidak untuk umum)
Arsip Salihara berperan sebagai tempat penyimpanan dan pengolahan seluruh data (teks,
foto, audio, video dan komunikasi visual) program-program yang pernah diadakan di
Komunitas Salihara. Di samping itu, ia juga mengoleksi pelbagai buku dari bidang
sastra, seni, dan filsafat.
Gerai Salihara
Gerai mungil ini mulai dikelola sejak April 2011 menggabungkan berbagai cindera
mata (merchandise) karya seniman yang pernah berpameran di Galeri, tampil di
teater atau bekerja sama dengan Salihara; mendekatkan dengan para seniman atau
kelompok seni yang karya-karyanya diminati.
Gambar 2.37 Gerai Salihara
Sumber : www.salihara.org
53
Anjung Salihara
Merupakan bangunan baru dari Komunitas Salihara. Diperuntukkan bagi seniman
untuk berlatih tari dan dilengkapi wisma seniman, bagi seniman dalam dan luar
negeri. Selain itu pada bagian atas juga terdapat second roof top yang dapat
digunakan sebagai tempat berkumpul, mengadakan pertunjukan ataupun acara
lainnya.
` Gambar 2.38 Lounge pada Anjung Salihara
Sumber : Siti.2014
E. Elemen Interior dan Furnitur
Sebagian besar elemen interior pada bangungan Komunitas Salihara
menggunakan finishing material ekspose. Sebagai contoh pada lantai menggunakan
screed dan barcement, namun khusus untuk area studio latihan lantai menggunakan
parket/ laminating floor. Demikian halnya pada ceiling dan dinding. Open ceiling
54
menjadi pilihan bagi bangunan urban ini, sementar untuk dinding sebagian dicat
putih dan sebagian lain menggunakan GRC dan material bata krawangan yang
unfinished.
Mengimbangi konsep yang diangkat pada bagian dalam dan luar bangunan,
furnitur yang digunakan pun sederhana. Memang, tidak banyak furnitur yang
terdapat pada bangunan ini karena memang utamanya ditujukan bagi pertunjukan.
Seperti pada restoran Kopitiam Oey, terdapat variasi alas duduk, mulai dari kursi
bergaya Elisabenthan dan stool. Sementara itu pada area lounge di wisma Anjungan
Salihara terdapat Sali Chair dan coffee table oleh Karsa dengan desain yang tampil
cozy dan material sederhana, multiplywood dengan veneer dan kayu.
Gambar 2.39 Sali Chair
Sumber : http://karsa.co/Credentials%2001.pdf
F. Permasalahan
Bangunan gedung yang terpisah – pisah (teater-galeri-kantor) membuat banyak jalur
yang harus dilalui oleh pengunjung. Namun demikian, permasalahan tersebut diatasi
dengan adanya signage menarik pada bagian – bagian tertentu sehingga pengunjung
55
dapat mengetahui area- area yang akan dituju. Selain itu area menunggu dan loket
tiket pada “lobby” tidak demikian menarik dan agak tersembunyi sehingga mungkin
bagi mereka yang baru pertama kali berkunjung ke Komunitas Salihara tidak
menyangka jika tempat tersebut merupakan waiting area.
2.2.3 Rumah Angklung, Jakarta
Gambar 2.40 Logo Rumah Angklung
Sumber : (www.rumahangklung.com)
A. Sejarah dan Profil
Rumah Angklung Jakarta dimulai dengan digelarnya Pekan Angklung Indonesia
pada tahun 2010 oleh Arif dan Putri, founder Rumah Angklung Indonesia. Arif,
kebetulan juga memiliki latar belakang belajar angklung di Saung Angklung Udjo dan
berpengalaman di dalam dunia musik Angklung lebih kurang selama 15 tahun. Seusai
Pekan Angklung Indonesia kemudian dibentuklah “Melodi Angklung Indonesia”, yang
pada saat itu masih berbentuk Grup, yang menjadi cikal bakal Rumah Angklung kelak.
Komunitas Rumah Angklung merupakan komunitas berbasis komunikasi. Diambil
nama Rumah Angklung diambil dari kata “ rumah” sebagai media belajar, yang
akhirnya menjadi komunitas dan berdiri pada 12 Desember 2011. Arif Syarifudin
56
sebagai ketua dan Putri sebagai wakil, sedangkan Kepala pengembangan komunitas
dipegang oleh Pitel. Media asosiasi dan publikasi Rumah Angklung melalui Media
sosial, selain itu juga ada beberapa stasiun televisi yang meliput dan kemudian
menggugah kaum muda untuk bergabung.
Gambar 2.41 Tim Penampil Rumah Angklung
Sumber : (www.rumahangklung.com)
B. Visi Misi
Komunitas yang berbasis di Pasaraya, The Pride of Indonesia- Blok M, Jakarta ini
didirikan dengan tujuan memasyarakatkan Angklung, dengan kata lain mereka ingin
meyebarkan “virus” angklung kepada khalayak Masyarakat. Mereka mengemas
Angklung sedemikian rupa agar dapat diterima oleh kalangan muda dan seluruh
masyarakat. Motto/tagline Rumah Angklung ialah:
“ When Culture Becomes a Pride”
Setiap anggota komunitas diberi nama “ Ruang Awak” , di dalamnya terdapat 2
kategori: ruang awak aktif, yaitu anggota yang aktif datang setiap rabu atau sabtu
(berjumlah lebih kurang 80-100 orang) dan ruang awak pasif, yaitu anggota yang ingin
ikut serta namun karena keterbatasan waktu yang dimiliki mereka tidak datang aktif,
akan tetapi sepenuhnya mendukung kegiatan Rumah Angklung.
57
Komunitas Rumah Angklung memilih Angklung sebagai senjata karena angklung
tidak sebatas alat musik, namun juga mengandung falsafah, disiplin, gotong royong, dll.
Sering diadakan diskusi mengenai pembahasan event- event, pertunjukan yang
berhubungan dengan angklung, dan hal – hal interaktif.
Rumah Angklung senantiasa ingin menampilkan unsur kebaruan pada musik tradisi
agar dapat diterima dan tidak kalah bersaing dengan musik moderen, salah satu caranya
dengan aransemen baru untuk lagu – lagu Sunda dan lagu daerah lainnya
C. Kegiatan
Rumah Angklung membuka kelas yang dibuka sekali dalam setahun di mana pada
akhir tahun akan dieselenggarakan pertunjukan kelas. Aktivitas latihan sendiri
diadakan setiap hari rabu dan sabtu dengan sistem pengajaran yang diterapkan kelas
teori (yang berisi pelajaran not balok/ partitur, sejarah musik, sejarah musik barat,
sejarah musik Indonesia, sejarah musik tradisi, dan harmonisasi) dan kelas praktek yang
dibagi lagi dalam kelas individu dan kelas kelompok. Kelas Rabu diperuntukkan bagi
mereka yang sudah melewati kelas basic 2 dan dapat memainkan satu set angklung.
Waktu latihan yaitu pukul setengah 1 hingga pukul 3 sore atau 4 sore sedangkan kelas
Sabtu merupakan kelas berkelompok yang diadakan pada pukul 11 hingga pukul 5 sore.
D. Fasilitas dan Ruang Khusus
Fasilitas yang terdapat di Rumah Angklung memang tidak sebanyak komunitas
kesenian lain, mengingat karena memang bangunan yang digunakan bersatu dengan area
pusat perbelanjaan. Namun demikian secara keseluruhan fasilitas yang terdapat di sana
pun dapat dikatakan cukup karena menggunakan fasilitas publik dari pusat perbelanjaan
tersebut, seperti restoran, lounge, toilet, dan area beribadah (mushola). Untuk fasilitas
utama sendiri yaitu kelas menggunakan sebagian area pusat perbelanjaan. Dengan
demikian para pengunjung yang sebagian adalah wisatawan luar negeri dapat langsung
melihat proses belajar dan bermain alat musik angklung tersebut.
58
Gambar 2.42 Kegiatan belajar Angklung di Rumah Angklung
Sumber: (www.rumahangklung.com)
Gambar 2. 43 Area Belajar Musik
Sumber: (www.rumahangklung.com)
Hingga saat ini Rumah Angklung sudah menginjak tahun ketiga dalam
menyelenggarakan kelas angklung . Kini kendala utama yang dihadapi ialah antusiasme
yang tinggi untuk bergabung dalam kelas di Rumah angklung sehingga kini disediakan
gelombang kelas yang berisi kelas teori dan kemudian kelas praktek. Di setiap akhir
kelas diadakan ujian bagi peserta didiknya.
59
E. Elemen Interior dan Furnitur
Secara keseluruhan elemen interior Rumah Angklung mengikuti interior pusat
perbelanjaan Pasaraya. Lantai menggunakan parket dan sebagian homogenus tile,
sementara dinding dilapisi wallpaper bambu hijau cerah. Untuk fasilitas pelatihan musik
disediakan fasilitas duduk menggunakan kursi makan model Thonet No.01 dengan
material besi finishing cat duco hitam. Disamping itu terdapat meja dan standing untuk
partitur.
F. Permasalahan
Keterbatasan ruang membuat fasilitas untuk belajar dan berdiskusi komunitas
pencinta Angklung ini cukup terbatas. Biasanya mereka berlatih angklung menggunakan
area yang disediakan dengan fasilitas duduk kursi dan storage angklung yang cukup
rapi. Sementara terkadang mereka duduk di lantai dengan kombinasi bertingkat
(sebagian duduk bersila, sebagian duduk separuh berdiri dan beberapa di ataranya
berdiri) sambil berlatih angklung. Posisi berdiri disesuaikan komposisi angklung yang
dimainkan.
2.2.4 Kesimpulan Hasil Observasi
Berdasarkan observasi pada keempat komunitas seni budaya ini menunjukan
keberagaman, baik kegiatan maupun fasilitasnya. Di antaranya terdapat kekurangan dan
kelebihan, namun saling melengkapi sebagai sebuah wadah berkesenian, terutama seni
pertunjukan.
60
Tabel 2. 1 Tabel Perbandingan hasil Observasi Komunitas Seni Budaya
Tabel 2. 1 Tabel Perbandingan hasil Observasi Komunitas Seni Budaya
61
62
Tabel 2. 1 Tabel Perbandingan hasil Observasi Komunitas Seni Budaya
63
A. Fungsi dan Fasilitas
64
Selain itu, dapat diterangkan secara umum dari hasil observasi terhadap
Lembaga / Komunitas Seni Budaya dalam hal ini dapat merujuk kepada esensi Seni
sebagai sebuah hasil dari suatu kebudayaan. Dalam menjalankan fungsinya,Komunitas
Seni Budaya, sebagai induk dari hasil – hasil kebudayaan tersebut, yaitu:
a. Fungsi sebagai wadah berekspresi
Pusat Kebudayaan atau pusat seni budaya dapat berfungsi sebagai sarana
menyampaikan ekspresi berkebudayaan, melalui karya maupun ide – ide.
b. Fungsi edukatif/pendidikan
Meliputi kegiatan pembelajaran seni budaya kepada generasi muda, seperti
menyelenggarakan sanggar kesenian tradisional, dan lain sebagainya.
c. Fungsi rekreatif/hiburan
Pusat kebudayaan, selain menjadi bagian dari pendidikan juga merupakan sarana
hiburan alternatif bagi masyarakat, biasanya memang ditujukan bagi rekresi edukatif
(edutainment) ataupun hiburan pertunjukan kebudayaan
d. Fungsi administratif/perkantoran
Berkaitan dengan keseluruhan tugas administrasi pusat kebudayaan tersebut
e. Fungsi informatif/penerangan
Seluruh kegiatan informatif melalui media cetak, digital maupun radio/televisi dan
sebagainya.
Adapun fasilitas yang terdapat pada Pusat Seni Budaya di Indonesia mencakup:
Kantor
Menunjang fungsi adminstratif suatu pusat seni budaya atapun pusat kebudayaan. Di
dalamnya terdapat fasilitas bagi karyawan dalam mengelola dan menjalankan fungsi
serta tujuan dari lembaga kebudayaan tersebut.
Perpustakaan
Perpustakaan menyimpan berbagai dokumen dan buku – buku mengenai budaya dan
kesenian. Dokumen tersebut dapat berupa format fisik maupun digital.
65
Kelas kursus kesenian
Kelas kursus ataupun sanggar seni biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang
ingin mempelajari lebih dalam seni budaya tertentu. Kelas yang dibuka juga
tergantung kepada kesenian yang diminati atau ingin ditampilkan pada masyarakat.
Galeri Seni
Berfungsi sebagai media dalam apresiasi karya seni budaya tradisional maupun
seniman kontemporer, khusunya karya seni rupa untuk dapat dinikmati masyarakat.
Tempat Pertunjukan
Dapat berupa tempat pertunjukan seni tari, teter, musik, dan lain sebagainya. Pada
Pusat seni budaya juga terdapat amphyteater yang mengakomodir pertunjukan di
luar ruangan.
Storage
Benda hasil seni budaya, termasuk dalam seni pertunjukan kiranya memerlukan
treatment yang baik dalam penyimpanannya agar tahan lama sehingga dapat
memperkecil treatment cost lebih lanjut.
Ruang Diskusi
Ruang diskusi ini berfungsi sebagai tempat lahirnya ide – ide baru dan bertukar
pikiran atar sesama seniman maupun masyarakat luas.
B. Data Discussion Lounge pada Tempat Survei
Berdasarkan hasil survei pada ketiga tempat tersebut di atas, fasilitas khusus
berupa Discussion Lounge memang tidak dimiliki semua tempat. Berikut penjabaran
fasilitas ruang khusus dicussion lounge beserta fasilitasnya.
1. Furnitur
Pada Saung Angklung Udjo terdapat meeting area dan gathering area yang
digunakan sebagai sarana berkumpul dan duduk – duduk para pengunjung. Fasilitas
ini diakomodir dengan suasana diorama kampung Sunda yang khas, area semi
outdoor yang cukup luas, dan lingkungas sekitar yang hijau menenangkan. Pada
area ini terdapat furnitur berupa kursi bale (seukuran 2 seater sofa) terbuat dari
bambu dilengkapi dengan coffee table yang juga terbuat dari bambu. Kursi dan
66
meja kopi disusun saling berhadapan dengan komposisi meja di tengah dan kursi
mengitari pada empat penjurunya, demikian pola tersebut diulangi kembali pada
keseluruhan area. Pola ini cenderung memberikan interaksi terpisah di antara
penggunanya.
Demikian pula halnya terdapat pada Komunitas Salihara. Serambi Salihara
memiliki fasilitas duduk tunggal berupa sofa – sofa 1 seater yang biasa digunakan
pada saat forum dan kuliah umum yang juga dilengkapi dengan coffee table,
sedangkan bagi audiensi disediakan kursi lipat dengan ukuran standar dining chair.
Kursi – kursi tunggal ini disusun dengan kompisisi tertentu manakala dibutuhkan
untuk forum tertentu, dan kembali dalam posisi lounge saat ruangan tidak
digunakan untuk kegiatan diskusi yang formal/besar. Di samping itu, juga terdapat
credenza yang menjadi satu dengan built – in storage tempat meletakkan buku –
buku bacaan yang dapat dibaca di tempat saja. Sementara itu, pada Rumah
Angklung Jakarta tidak terdapat fasilitas ruang khusus discussion lounge. Untuk
mewadahi kegiatan diskusi dan berkumpul, biasa mereka lakukan pada area belajar.
Dari hasil observasi tersebut dapat dikatakan furnitur pada area berkumpul /
diskusi yang ada telah memenuhi sarana yang diperlukan, namun kebutuhan yang
diakomodir sifatnya standar dan belum mengatasi kebutuhan akan fasilitas yang
lebih spesifik misalnya dalam konteks kepraktisan.
2. Aksesoris Interior
Selain furnitur, untuk aksesoris penunjang juga terdapat aksesoris berupa
lampu –lampu gantung berbentuk sarang burung yang berfungsi sebagai accent
light pada gathering area Saung Angklung Udjo. Sedangkan di Komunitas Salihara
terdapat banyak lukisan – lukisan karya seniman, baik anggota komunitas maupun
seniman lainnya sebagai aksen pada ruang diskusi Serambi Salihara. Dalam hal ini
didapat dari hasil observasi bahwa penggunaan aksesoris ruang pada area diskusi
bukanlah menjadi hal yang utama, kehadirannya menjadi penunjang tampilan ruang
dan/atau sebagai apresiasi karya seni yang ada.
Gambar 2.44 Skema perbandingan fasilitas duduk diskusi pada tempat survei
67
(+) Konfigurasi yang tersedia sudah
mengakomodir kebutuhan diskusi
perkelompok
(-)Tidak fleksibel, Manakala dibutuhkan
untuk konfigurasi lain atau yang lebih
besar sulit dicapai
68
Sumber : Siti , 2014
2.2.5 Data Antropometri dan Ergonomi
Berikut disajikan data mengenai antropometri dan ergonomi tubuh manusia pada ruang
– ruang duduk.
Gambar 2.45 Antropometri Tubuh Manusia ketika duduk
69
Sumber : Panero & Zelnik. Human Dimension and Interior Space
Gambar 2. 46 Ergonomi Lounge Area
Sumber: Ernst Neufert. (1987). Data Arsitek. Jakarta: Erlangga.
Gambar 2.47 Ukuran Trash Can
70
Sumber: Ernst Neufert. (1987). Data Arsitek. Jakarta: Erlangga.
2.2.6 Warna
Kenyamanan dan kreativitas dapat dipengaruhi oleh warna seperti dapat
dipelajari pada alam. Karena setiap warna memiliki frekuensi tertentu, maka
pengaruhnya atas badan manusia menjadi berbeda pula. Masing – masing warna
memiliki tiga ciri khusus, yaitu sifat warna, sifat cahaya, dan kejenuhan warna. Makin
Jenuh dan kurang bercahayanya suatu warna, akan makin bergairah. Sebaliknya, hawa
nafsu dapat ditingkatkan dengan penambahan cahaya.
Berdasarkan keterangan data di atas, maka dalam perancangan ini akan
digunakan warna – warna netral dan di antaranya warna – warna yang memacu
rangsangan maupun kesan yang intim sebagai aksen.
Gambar 3. 48 Kesan Pada Warna
71
Sumber : Frick, Heinz., Suskiyatno, Bambang. 1997. Dasar-Dasar Eko-
Arsitektur
Gambar 3. 49 Efek Pada Warna
Dingin Hangat
Ketenangan Gerakan
Sumber: Siti, 2014. Visualisasi
darim Frick, Heinz.,
Suskiyatno, Bambang. 1997.
Dasar-Dasar Eko- Arsitektur
Gambar 3.50 Warna dan
maknanya
72
Sumber : www.valanif.blogspot.com
2.2.7 Furniture Mapping
A. Visual Reference
Gambar atau objek visual dapat membantu proses interpretasi citra, warna, dan bentuk
menjadi sebuah objek desain. Demikian pula halnya dengan perancangan pada
Komunitas Seni Budaya Interaktif Priangan. Image – image yang dekat dengan seni
budaya Sunda menjadi pilihan bagi referensi visual dalam perancangan ini, di antaranya
seni musik Angklung, tanaman dan anyaman bambu, Glassware karya seniman kaca
Italia, Lino Tagliapietra yaitu Sunda Collection.
Gambar 2.51 Visual Reference
73
Sumber : Siti, 2014
B. Furniture Mapping
Berdasarkan referensi visual yang telah diambil, maka didapat guidance untuk
menentukan pemetaan furnitur (Furniture Mapping). Pemetaan ini akan menjelaskan
secara umum seperti apa model, bentuk serta citra dari furnitur maupun aksesoris
interior (khususnya kursi) yang akan dibuat.
Kata kunci artlook – functional, serta modesty - luxury merupakan representasi dari
kebutuhan dan citra yang ingin dicapai. Pada pemetaan di bawah diambil furnitur dalam
wilayah functional – modesty. Functional sebagai penanda furnitur yang
mengutamakan fungsinya, sebagai alas duduk, sesuai kebutuhan pengguna. Sementara
itu modesty dalam hal ini mewakili citra kesederhanaan budaya Sunda,yang mana
74
bukanlah budaya Istana sentris, melainkan makna yang merakyat mendalam dan
melekat pada kehidupan sehari – hari.
Gambar 2.52 Furniture Mapping
75
Sumber : Siti, 2014