achmadnursamsudin.files.wordpress.com · web view... adz-dzahabi menempatkan dosa yang paling besar...

14
GERAKAN ISTIGHFAR Ma`asyiral muslimin Rohimakumullah! Mengawali khutbah jum`ah siang ini, marilah kita renungkan sejenak berapa banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita baik yang berupa harta, ilmu, atau kesehatan lebih-lebih yang berupa iman. Kemudian kita jadikan dasar untuk meningkatkan dan menyempurnakan kualitas iman dan taqwa kepada-Nya. Agama islam telah mengajarkan kepada kita bahwa sesungguhnya untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat, haruslah mempunyai bekal ‘iman’ yang dibuktikan dengan ‘amal salih’ dan didasari oleh hati yang ‘ikhlas’. Sahingga iman, amal salih dan ikhlas merupakan tiga mata rantai yang tidak boleh terpisahkan. Ketiganya harus dimiliki oleh setiap muslim yang muttaqin. Ma`asyiral muslimin Rohimakumullah Tema khutbah ini akan mengkaji “Bagaimana cara mendeteksi diri kita mendapatkan ampunan dari Allah?” Mari kita ambil beberapa kisah : 1.Imam Ahmad bin Hambal (Imam Syafi`i) yang selalu mengembara, pada suatu saat beliau merasa lelah dan ingin beristirahat sejenak di suatu masjid. Ketika beliau tidur di masjid tersebut tiba-tiba bermimpi diusir oleh seseorang, lalu beliau terbangun dan melanjutkan perjalanan, sampai beberapa kali terus begitu. Imam Ahmad bin Hambal memutuskan untuk tidak beristirahat dan tibalah di sebuah masjid yang disampingnya terdapat rumah seorang wanita tua, wanita ini setiap hari menjual gorengan dan imam Ahmad bertanya “wahai nenek, apa yang kamu ucapkan? saya melihat dari tadi mulut nenek selalu komat kamit, apa yang nenek baca? wanita tersebut menjawa saya selalu beristighfar, lalu imam Ahmad kembali bertanya “ apa keistimewaan yang nenek rasakan selama beristighfar yang tiada henti itu? setiap keinginan saya dikabulkan oleh Allah jawab nenek tersebut, Imam Ahmad kembali bertanya “ sampai saat ini adakah keinginan nenek yang belum terpenuhi ? ada yaitu saya ingin bertemu dengan seorang imam besar yaitu Imam Ahmad bin Hambal, akhirnya Imam Ahmad mengatakan kalau dirinya itu Imam Ahmad bin Hambal yang ia cari selama ini. 2.Apakah Rasulullah serta para Nabi dan Rasul terjaga dari melakukan kesalahan dalam menyampaikan agama? Kita jumpai banyak dalil yang menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul pernah berbuat dosa. Namun jika kita perhatikan setiap dalil yang menunjukkan para Nabi dan Rasul berbuat dosa selalu digandengkan dengan taubat dan ruju’nya mereka. Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Nabi yang telah dijaga kesalahannya oleh Allah (al-Ma'shum) dan diampuni dosa-dosanya, pernah melakukan kekhilafan. Contoh; Pernah sholat dluhur 2 rokaat sehingga muncul perintah sujut sahwi, ketika Rasulullah SAW sedang menerima tamu para pembesar Quraisy dan sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah di

Upload: trinhlien

Post on 14-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

GERAKAN ISTIGHFAR

Ma`asyiral muslimin Rohimakumullah!

Mengawali khutbah jum`ah siang ini, marilah kita renungkan sejenak berapa banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita baik yang berupa harta, ilmu, atau kesehatan lebih-lebih yang berupa iman. Kemudian kita jadikan dasar untuk meningkatkan dan menyempurnakan kualitas iman dan taqwa kepada-Nya.

Agama islam telah mengajarkan kepada kita bahwa sesungguhnya untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat, haruslah mempunyai bekal ‘iman’ yang dibuktikan dengan ‘amal salih’ dan didasari oleh hati yang ‘ikhlas’. Sahingga iman, amal salih dan ikhlas merupakan tiga mata rantai yang tidak boleh terpisahkan. Ketiganya harus dimiliki oleh setiap muslim yang muttaqin.Ma`asyiral muslimin Rohimakumullah

Tema khutbah ini akan mengkaji “Bagaimana cara mendeteksi diri kita mendapatkan ampunan dari Allah?”

Mari kita ambil beberapa kisah : 1. Imam Ahmad bin Hambal (Imam Syafi`i) yang selalu mengembara, pada suatu saat beliau merasa lelah dan ingin

beristirahat sejenak di suatu masjid. Ketika beliau tidur di masjid tersebut tiba-tiba bermimpi diusir oleh seseorang, lalu beliau terbangun dan melanjutkan perjalanan, sampai beberapa kali terus begitu. Imam Ahmad bin Hambal memutuskan untuk tidak beristirahat dan tibalah di sebuah masjid yang disampingnya terdapat rumah seorang wanita tua, wanita ini setiap hari menjual gorengan dan imam Ahmad bertanya “wahai nenek, apa yang kamu ucapkan? saya melihat dari tadi mulut nenek selalu komat kamit, apa yang nenek baca? wanita tersebut menjawa saya selalu beristighfar, lalu imam Ahmad kembali bertanya “ apa keistimewaan yang nenek rasakan selama beristighfar yang tiada henti itu? setiap keinginan saya dikabulkan oleh Allah jawab nenek tersebut, Imam Ahmad kembali bertanya “ sampai saat ini adakah keinginan nenek yang belum terpenuhi ? ada yaitu saya ingin bertemu dengan seorang imam besar yaitu Imam Ahmad bin Hambal, akhirnya Imam Ahmad mengatakan kalau dirinya itu Imam Ahmad bin Hambal yang ia cari selama ini.

2. Apakah Rasulullah serta para Nabi dan Rasul terjaga dari melakukan kesalahan dalam menyampaikan agama?

Kita jumpai banyak dalil yang menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul pernah berbuat dosa. Namun jika kita perhatikan setiap dalil yang menunjukkan para Nabi dan Rasul berbuat dosa selalu digandengkan dengan taubat dan ruju’nya mereka.

Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Nabi yang telah dijaga kesalahannya oleh Allah (al-Ma'shum) dan diampuni dosa-dosanya, pernah melakukan kekhilafan. Contoh; Pernah sholat dluhur 2 rokaat sehingga muncul perintah sujut sahwi, ketika Rasulullah SAW sedang menerima tamu para pembesar Quraisy dan sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah di hadapannya seorang laki-laki buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Laki-laki ini bermaksud menanyakan sesuatu kepada Rasulullah SAW.Namun, beliau merasa tidak 'suka' dengan kedatangan Ibnu Ummi Maktum ini sehingga beliau terlihat bermuka masam. Atas sikap Rasulullah SAW ini, Allah lalu menegurnya melalui firman-Nya dalam surah 'Abasa [80]: 1-42.

Bahkan, para nabi dan rasul lainnya juga pernah berbuat kekeliruan. Misalnya, Nabi Adam memakan buah khuldi, Nabi Yunus meninggalkan kaumnya, Nabi Musa membunuh lelaki keturunan Bani Israil, dan lain sebagainya. Ini semua menunjukkan bahwa manusia memang tempatnya salah dan keliru.Bila diperhatikan, kata 'manusia' yang dalam bahasa Arab berasal dari kalimat nisyan dengan jamaknya Al-Insaan memiliki makna pelupa. Hal ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya manusia itu suka lupa, lalai, salah, dan khilaf. Karena itu, benarlah bila dikatakan, manusia itu tempatnya salah dan lupa.

a. Nabi Adam dan istrinya ‘Alaihimassalam berkata:

الخاسرين من لنكونن وترحمنا لنا تغفر لم وإن أنفسنا ظلمنا نا رب قاال

Page 2: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 23)

b. Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata:

“Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Hud: 47)

c. Allah Ta’ala menceritakan tentang Nabi Daud ‘Alaihissalam:

“Nabi Daud meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik” (QS. Shad: 24-25)

Begitu juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Banyak terdapat hadits yang menunjukkan bahwa beliau tidak lepas dari kesalahan. Sebagaimana hadits: “Aisyah ditanya tentang doa yang biasa diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ia menjawab: ‘Beliau sering berdoa: ‘Ya Allah, aku berlindung dari keburukan yang telah aku perbuat dan keburukan yang belum aku perbuat’. Dalam riwayat lain: ‘Dari keburukan yang aku belum tahu’‘” (HR. Muslim no.2716)

Oleh karena itu beliau tidak pernah bosan bertaubat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:ة مر مائة إليه اليوم فى أتوب ى فإن ه الل إلى توبوا اس الن ها أي يا

“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari” (HR. Muslim no.7034)

Dengan demikian akan selaras dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:وابون الت الخطائين وخير خطاء آدم ابن كل

“Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat” (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”. Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18)

Itu sebabnya Rosulullah mengajarkan kepada umatnya agar memperbanyak Istighfar, karena hati menjadi tenang, meluaskan kesempitan, melapangkan dari kesulitan dan menjamin rezqi yang datangnya tak tersangka-sangka. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: Artinya:

“Siapa saja yang rajin beristighfar, niscaya Allah akan menyediakan keselamatan baginya dari segala kesulitan, menunjukinya jalan keluar dari segala bencana, serta memberinya rizki dari arah yang tidak terduga” (H.R. Baihaqi)

Oleh karena itu mari kita membumikan gerakan istighfar pada diri kita dan lembaga yang kita cintai ini pada even misalnya sebelum ujian berlangsung, peringatan hari-hari besar nasional, hari besar islam dan hari ulang tahun yang kita laksanakan. Utamanya anak-anak kelas XII perbanyaklah istighfar mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan, kelancaran dan akhirnya sukses sesuai dengan cita-citanya amiin.

Khutbah ini kita akhiri dengan kisah bagaimana rosulullah minta maaf kepada kaumnya ketika masa-masa akhir hidupnya : Suatu saat Rosulullah berpidato di atas mimbar “ wahai kaumku saya ini sudah dalam masa tua, kesehatanku mulai terganggu, saya takut dengan dosa-dosaku yang pernah saya lakukan, oleh karena itu saya mohon maaf atas semua kekhilafanku jika itu berat maka saya siap dihukum, tiba-tiba ada kaum/sabat yang mengangkat tangan, dia berkata saya ya Rosulullah yang pernah kau sakiti ketika perang badanku kau sambok dengan pecut, ya kalou begitu balaslah, sahabat yang lain ingin menggantikan hukuman Rosulullah, ya Rosulullah saya saja yang d cambuk, kata orang yang disakiti saya dicambuk Rosulullah-bukan orang lain, orang itu lalu mendekat Rosulullah, dia bilang ketika saya kena cambuk sebagian belakang badan saya terbuka, akhirnya ketika orang itu akan mencambuk beruba tidak jadi tetapi merangkul dan mendekap Rosulullah, sehingga Rosulullah mengatakan mudah-mudahan kau termasuk bersamaku nanti diakhirat.

Akhirnya marilah kita berdo`a semoga apa yang kita sampaikan dibarengi dengan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita bisa berjuang di jalan Allah dengan ikhlas serta mendapat ridlonya dan mudah-mudahan anak kita menjadi anak yang sholeh, khususnya anak-anak SMANSI agar dapat dibanggakan, amin ya robbal alamin.

Page 3: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

Posted in Aqidah, Manhaj

Apakah Nabi Pernah Berbuat Salah?Posted on 15 Oktober 2011

Rate This

Ana mau bertanya tentang bagaimana sebenarnya konsep kema’shuman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Sedangkan kalau kita merujuk kepada al-Qur’an dan as-sunnah, maka akan kita temukan ayat-ayat dalam al-Qur’an yang isinya menegur beliau (misalnya QS. at-Tahrim: 1 dan QS. Abasa: 1-11) dan di dalam as-sunnah maka akan kita temukan juga hal yang semisal, seperti beliau pernah shalat dzuhur 2 rakaat karena lupa, yang akhirnya beliau melakukan sujud sahwi. Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam juga ditegur oleh Allah berkenaan dengan fitnah yang terjadi pada ‘Aisyah. Mohon kiranya pa’ Ustad berkenan menjelaskan, apa dan bagaimana sebenarnya konsep kema’shuman Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Jazakumullah khairan katsiran.

UbaidAlamat: Jakarta TimurEmail: [email protected]

Al Akh Yulian Purnama menjawab:Mengenai kema’shuman Rasulullah serta para Nabi dan Rasul secara umum, perlu dibagi menjadi dua macam:

1. Kema’shuman dari kesalahan dalam menyampaikan ajaran agama

Yaitu apakah Rasulullah serta para Nabi dan Rasul terjaga dari melakukan kesalahan dalam menyampaikan agama? Jawabnya: ya. Allah Ta’ala berfirman:

والمؤمنون ه رب من إليه أنزل بما سول الر رسله  آمن من أحد بين ق نفر ال ورسله وكتبه ومالئكته ه بالل آمن كل   وأطعنا سمعنا المصير  وقالوا وإليك نا رب غفرانك

“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali“. (QS. Al Baqarah: 285)

Pada ayat di atas, setiap mu’min diwajibkan untuk beriman kepada apa yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul, ini menunjukkan bahwa ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terbebas dari kesalahan, kealpaan dan kecacatan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– berkata:

اوتوه ما بكل الايمان وجب ولهذا أامة ال باتفاق رسالاته تبليغ وفى سبحانه الله عن به يخبرون فيما معصومون عليهم الله صلوات أانبياء ال ان

“Para Nabi Shalawatullah ‘alaihim mereka ma’shum dalam mengabarkan dan menyampaikan ajaran agama dari Allah, ini disepakati para ulama. Oleh karena itulah mengimani apa yang mereka bawa adalah wajib” (Majmu’ Fatawa, 289-290/10)

2. Kema’shuman dari dosa dan maksiat

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– juga menjelaskan bahwa kema’shuman dari dosa dan maksiat terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat mereka ma’shum secara

Page 4: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

mutlak. Sebagian yang lain berpendapat bahwa mereka ma’shum dari dosa besar saja. Sebagian yang lain berpendapat bahwa mereka hanya ma’shum dalam penyampaian risalah namun tidak ma’shum dari dosa dan maksiat.

Sebagian ulama yang berpendapat bahwa para Nabi dan Rasul ma’shum secara mutlak berdalil dengan alasan logika, yaitu bagaimana mungkin kita diperintahkan untuk meneladani dan mentaati para Nabi dan Rasul jika mereka pernah berbuat dosa. Alasan logika yang lain adalah, para Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia sempurna, jika mereka berbuat dosa dan maksiat, tentu tidak sempurna lagi. Pendapat ini lemah karena hanya didasari oleh logika saja. Maka Syaikhul Islam pun menyanggahnya:

اعظم الى صاحبها بها يرفع الله يقبلها التى النصوح فالتوبة واال الرجوع وعدم ذلك على البقاء مع يكون انما فهذاالخطيئة قبل منه خيرا التوبة بعد السالم عليه داود كان السلف بعض قال كما عليه كان مما

“Logika tersebut bisa saja benar jika para Nabi dan Rasul terus-menerus berbuat dosa lalu tidak ruju’, padahal tidak demikian. Dan taubat nasuha yang diterima oleh Allah dapat mengangkat orang yang bertaubat tersebut kepada martabat yang lebih tinggi daripada sebelum ia bertaubat. Sebagaimana perkataan para salaf:

الخطيئة قبل منه خيرا التوبة بعد السالم عليه داود كان

‘Nabi Daud ‘Alaihissalam keadaannya lebih mulia setelah bertaubat daripada sebelum ia berbuat kesalahan‘” (Majmu’ Fatawa, 294/10)

Oleh karena itu kita jumpai banyak dalil yang menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul pernah berbuat dosa. Namun jika kita perhatikan setiap dalil yang menunjukkan para Nabi dan Rasul berbuat dosa selalu digandengkan dengan taubat dan ruju’nya mereka.

Nabi Adam dan istrinya ‘Alaihimassalam berkata:

الخاسرين من لنكونن وترحمنا لنا تغفر لم وإن أنفسنا ظلمنا نا رب قاال

“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 23)

Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata:

مم لل عع عه عب علي س4 لي سل سما س6 سل سأا لس سأا لن سأا س6 عب ذ7 ذعو سأا نني ع:ا ن; سر س> الخاسرين  س=ا من أكن وترحمني لي تغفر وإال

“Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Hud: 47)

Allah Ta’ala menceritakan tentang Nabi Daud ‘Alaihissalam :

ذلك له فغفرنا وأناب راكعا وخر ه رب ب;  فاستغفر آا سم سن ل@ Aذ سو ىى سف لل Cذ سل سنا Dس Eل عع ذه سل سFن ع:ا سو

“Nabi Daud meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik” (QS. Shad: 24-25)

Begitu juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Banyak terdapat hadits dari yang menunjukkan bahwa beliau tidak lepas dari kesalahan. Sebagaimana hadits:

بك . : ” ! أعوذ إني اللهم يقول كان فقالت وسلم عليه الله صلى الله رسول به يدعو كان دعاء عن عائشة سألتأعمل ” . : ” لم ما شر ومن رواية وفي أعمل لم ما وشر ، عملت ما شر من

“Aisyah ditanya tentang doa yang biasa diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ia menjawab: ‘Beliau sering berdoa: ‘Ya Allah, aku berlindung dari keburukan yang telah aku perbuat dan keburukan yang belum aku perbuat’. Dalam riwayat lain: ‘Dari keburukan yang aku belum tahu’‘” (HR. Muslim no.2716)

Page 5: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

Oleh karena itu beliau tidak pernah bosan bertaubat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Gب Fر س سم سة Hس عما عه لي سل ع:ا Iع لو سي لل ا عفى ذ; ذتو سأا ننى ع:ا سف عه Fل س ال سلى ع:ا ذبوا ذتو Jذ EFا س ال سها ذFي سأا سيا

“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari” (HR. Muslim no.7034)

Sehingga pendapat yang kuat adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:

:انه Aتى الطواHف وجميع Iالاسلا علماء أاكثر =و> هو الصغاHر دون الكباHر عن معصومون الانبياء أان ب القو> :ان فالكالم أهل اكثر قول

“Pendapat yang menyatakan bahwa para Nabi itu ma’shum dari dosa besar namun tidak ma’shum dari dosa kecil adalah pendapat mayoritas ulama dan seluruh aliran-aliran Islam yang ada, bahkan sampai-sampai ini pun merupakan pendapat mayoritas ahlul kalam” (Majmu’ Fatawa, 319/4)

Kesimpulan: pendapat yang benar –wallahu’alam-, para Nabi dan Rasul ma’shum dari dosa besar dan ma’shum dari terus-menerus melakukan dosa kecil. Mereka pernah berbuat kesalahan yang tergolong dosa kecil namun segera bertaubat dan pasti diampuni oleh Allah Ta’ala. Dengan demikian akan selaras dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

وابون الت الخطائين وخير خطاء آدم ابن كل

“Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat” (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”. Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18)

Wallahu Ta’ala A’lam

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Ustadz Kholid.Com

Aku Ada Aku mungkin tak lebih baik daripada siapapun, namun yang terpenting setidaknya aku BERBEDA!

welcome to my worldSesamar apapun, jejak kaki kita akan terus menjadi sejarah

Rabu, 15 Oktober 2008

Belajar dari Kekhilafan Nabi Adam

Tatkala Allah mengeluarkan Nabi Adam dan ibu Hawa dari surga, timbul pertanyaan yang perlu direnungkan: apakah Allah menurunkan mereka ke bumi sebagai hukuman karena melanggar laranganNya? Seandainya mereka tidak memakan buah khuldi apakah mereka tetap dikeluarkan dari surga, tidak diturunkan ke bumi?

Diturunkannya Nabi Adam dan istrinya ke bumi memang karena pelanggaran itu, namun mereka turun ke bumi tidak membawa dosa, karena Allah sudah menyambut taubat mereka (al baqarah 37). Semua nabi punya sifat maksum, terjaga dari maksiyat. Adapun pelanggaran yang dilakukan nabi Adam, tentu berbeda dengan maksiyat yang

Page 6: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

dilakukan selain nabi. Ada hikmah tasyri’ atau imtistal yang tersembunyi di balik itu semua. Dan diturunkannya Nabi Adam karena pelanggaran ini juga berdasarkan skenario Allah. Allah telah menyiapkan nabi adam dan anak cucunya sebagai kholifah di bumi (al Baqarah 30). Allah yang Maha bijaksana tak mungkin serta merta mengusir nabi Adam tanpa berbuat kesalahan. Kalau Nabi Adam tetap di surga, bagaimana beliau menjalankan tugas kekholifahannya di bumi?

Informasi ini memancing pertanyan selanjutnya, kalau Adam diciptakan untuk menghuni bumi lalu untuk apa Allah terlebih dahulu menempatkannya di surga? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab karena menyangkut masalah metafisika. Sama sulitnya dengan menjawap pertanyaan untuk apa alam diciptakan. Yang dapat kita lakukan hanyalah sebatas jangkauan akal kita, mencari hikmah transitnya nabi Adam di surga. Secara sederhana dapat dikatakan hal ini agar beliau berdua mendapatkan pengalaman hidup di surga, sehingga ketika telah diturunkan ke dunia diharapkan dapat membangun bumi sebagaimana yang mereka lihat di surga. Dr Qurays Sihab dalam bukunya membumikan Al quran menyatakan bahwa melalui transit di surga diharapkan Adam dapat menciptakan bayang-bayang surga di bumi ini dan bayang-bayang itulah yang dipandang sebagai cita-cita social ajaran Islam. Dalam surat Thaaha 118-119 dijelaskan bahwa orang yang tinggal di surga tidak akan kelaparan, telanjang dan tidak kepanasan. Inilah simbolisasi dari sandang, pangan dan papan. Di surat lain Allah menggambarkan kehidupan di surga itu penuh kedamaian, keharmonisan dan tak ada dosa (56:66). Kehidupan di surga seperti inilah yang harus diwujudkan di dunia sebagai tugas kekholifahan: memakmurkan bumi.

Selanjutnya tatkala Allah menjadikan Adam sebagai kholifah di bumi, malaikat protes: Qaaluu ataj'alu fiiha man yufsidu fiihaa wa yasfiku ad dimaa' wa nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisu laka

Allah menjawab: Qaala inni a'lamu maa laa ta'lamuuna

Yang tidak diketahui para malaikat itu adalah bahawa Adam mampu menyebut karakter/ rahasia nama-nama benda yang tidak mampu dilakukuan para malaikat. Kemampuan manusia untuk menyebut karakter benda-benda disekitarnya, menurut ahli tafsir sebagai simbolisasi dari anugrah Allah yang diberikan kepada manusia sebagai makhluk yang memilki kemampuan untuk mengenali lingkungan. Kemampuan berpikir inilah yang menyebabkan timbulnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Yang menarik dari jalan cerita yang dipaparkan alQuran tadi adalah protes malaikat yang disertai dengan ucapan “Sedangkan kami para malaikat ini selalu memuji dan mensucikan Engkau”. Menanggapi protes malaikat ini seakan-akan Allah mengatakan bahwa untuk menjadi kholifah di muka bumi ini tidak cukup hanya dengan bertasbih dan memujiKu, namun diperlukan kemampuan yang lebih dari itu: IPTEK. Jadi dapat dikatakan bahwa modal utama yang diberikan Allah kepada manusia adalah pengetahuan. Dan inilah yang dipertaruhkan Allah di hadapan malaikat.

written by ni'mah izzah rachiem on 21.51

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Label: kajian

Inilah 70 Dosa Besar ManusiaRed: Heri Ruslan

Google

Dukun Santet

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syahruddin El-Fikri

Al-Insaanu Mahallu al-khatha` wa al-nisyaan (Manusia itu tempatnya salah dan lupa). Ungkapan di atas menjadi pertanda bahwa sesungguhnya, tak ada satu pun manusia yang ada di dunia ini luput dari kesalahan atau tak pernah berbuat dosa.

Page 7: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Nabi yang telah dijaga kesalahannya oleh Allah (al-Ma'shum) dan diampuni dosa-dosanya, pernah melakukan kekhilafan. Salah satunya sebagai berikut. Saat Rasulullah SAW sedang menerima tamu para pembesar Quraisy dan sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah di hadapannya seorang laki-laki buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Laki-laki ini bermaksud menanyakan sesuatu kepada Rasulullah SAW.

Namun, beliau merasa tidak 'suka' dengan kedatangan Ibnu Ummi Maktum ini sehingga beliau terlihat bermuka masam. Atas sikap Rasulullah SAW ini, Allah lalu menegurnya melalui firman-Nya dalam surah 'Abasa [80]: 1-42.

Bahkan, para nabi dan rasul lainnya juga pernah berbuat kekeliruan. Misalnya, Nabi Adam memakan buah khuldi, Nabi Yunus meninggalkan kaumnya, Nabi Musa membunuh lelaki keturunan Bani Israil, dan lain sebagainya. Ini semua menunjukkan bahwa manusia memang tempatnya salah dan keliru.

Bila diperhatikan, kata 'manusia' yang dalam bahasa Arab berasal dari kalimat nisyan dengan jamaknya Al-Insaan memiliki makna pelupa. Hal ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya manusia itu suka lupa, lalai, salah, dan khilaf. Karena itu, benarlah bila dikatakan, manusia itu tempatnya salah dan lupa.

                                                                       ***

Dosa besarBila berbicara masalah dosa dan kesalahan, manusia tentunya pernah berbuat dosa yang kecil dan dosa besar. Dosa-dosa atau kesalahan yang diperbuat itu antara lain adalah berdusta (berbohong), memasang duri di jalan, mencuri, meninggalkan shalat, tidak menunaikan zakat, enggan melaksanakan haji walau sudah mampu, menggunjing (ghibah), korupsi, berzina, memakan harta anak yatim, dan lain sebagainya. Di antara perbuatan tersebut terdapat dosa-dosa besar dan kecil.

Apa saja dosa-dosa besar itu? Berapa banyak jumlahnya? Para ulama berbeda pendapat mengenai dosa-dosa besar itu. Ada yang mengatakan jumlahnya tujuh, 70, hingga 700. Menurut Ibnu Abbas RA, dosa besar itu ada 70 dan jumlah ini mendekati kebenaran daripada tujuh.

Dalam sebuah hadis yang disepakati oleh para ahli hadis (muttafaq alaih), dosa besar itu ada tujuh. Rasulullah SAW bersabda, ''Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan.'' Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, ''Apa saja, ya, Rasulullah?'' Nabi menjawab, ''Syirik (menyekutukan Allah dengan lainnya), membunuh jiwa (manusia) yang dilarang Allah selain dengan dasar yang dibenarkan (oleh agama), memakan harta anak yatim, memakan riba, berpaling mundur saat perang, dan menuduh zina terhadap wanita-wanita terhormat. Mereka tidak tahu-menahu dan mereka wanita-wanita beriman.'' (Muttafaq Alaih).

Berkenaan dengan ini pula, Syekh Syamsuddin Muhammad bin Qaimaz at-Turkumani Al-Fariqi ad-Dimasqi asy-Syafii Adz-Dzahabi (673-748 H/1274-1348 M) memetakan dosa-dosa besar dalam sebuah buku yang berjudul al-Kaba`ir.

Dalam kitabnya setebal 179 halaman tersebut, Adz-Dzahabi menyebutkan, ada banyak perbuatan dosa yang sering dan biasa dilakukan oleh manusia. Di antaranya terdapat perbuatan dosa besar. Dalam kitabnya ini, Adz-Dzahabi menuliskan sebanyak 70 dosa besar. Dan, ke-70 dosa besar itu antara lain adalah syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), membunuh, sihir, meninggalkan shalat, tidak mengeluarkan zakat, berbuka puasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan haji di saat mampu, dan durhaka kepada kedua orang tua.

                                                               ***

Selain itu, yang termasuk dalam dosa besar juga adalah bermusuhan dengan sanak saudara, berzina, melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis (homoseksual dan lesbian), riba, memakan harta anak yatim dan menzaliminya, berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, lari dari perang, melakukan penipuan dan kezaliman kepada rakyat, sombong, bersaksi palsu, meminum khamar, berjudi, menuduh wanita baik-baik berbuat zina, dan curang dalam melakukan pembagian harta rampasan perang.

Dosa besar lainnya adalah mencuri (korupsi), menodong, bersumpah palsu, berbuat zalim, melakukan pungutan liar (pungli), mengonsumsi dan mengoleksi barang haram, bunuh diri, kebiasaan berbohong, hakim yang jahat, menerima suap (menyogok), wanita bergaya laki-laki dan sebaliknya, serta suami yang acuh tak acuh dengan perbuatan buruk istri dan calo dalam kejahatan, mempermainkan pernikahan, riya, berkhianat, mengadu domba, ingkar janji, percaya kepada dukun dan paranormal, menyakiti tetangga, memanjangkan

Page 8: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

pakaian karena bangga dan sombong, menyakiti wali-wali Allah, berbuat makar, menyebarkan rahasia kaum Muslim, dan menghina sahabat Nabi SAW.

                                                                             ***

Dalam al-Kaba`ir ini, Adz-Dzahabi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan dosa besar ialah segala hal yang dilarang Allah sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran dan sunah serta para ulama salaf.

Ke-70 dosa besar itu, menurut Adz-Dzahabi, adalah penjabaran dari tujuh dosa besar yang disepakati oleh para ulama dan ahli hadis. Sedangkan, 70 dosa besar tersebut berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas RA.

Kitab ini terbilang sangat menarik. Mengingat, penulis menyertakan perbuatan dan kategori dosa besar itu berdasarkan dalil-dalil Alquran, hadis Nabi SAW, dan pendapat para ulama.

                                                                            ***SyirikDi dalam kitabnya ini, Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni jika Dia disetarakan dengan makhluk ciptaannya. ''Sesungguhnya, Allah tidak mengampuni jika Dia disekutukan dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.'' (Annisaa' [4]: 48, 116). Dan, mereka akan kekal di neraka (QS Almaidah [5]: 72).

Adz-Dzahabi membagi jenis syirik ini pada dua hal, yakni syirku al-akbar (syirik besar) dan syirku al-ashghar (syirik kecil). Menurut Adz-Dzahabi, yang termasuk syirik besar adalah menyekutukan Allah dengan segala sesuatu, termasuk dengan menyamakannya dengan makhluk ciptaan-Nya. Tempat orang yang melakukan perbuatan ini adalah neraka.

Sedangkan, yang termasuk dalam kategori syirik kecil, jelas Adz-Dzahabi, adalah riya, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Alquran. ''Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-nya, hendaknya ia mengerjakan amal yang salih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.'' (QS Alkahfi [18]: 110).

Dalam hadis Nabi SAW, juga disebutkan, ''Menjauhlah kalian dari syirik kecil, yakni riya.'' (Hlm 8-9).

Mengutip pendapat Fudhail bin 'Iyadh, Adz-Dzahabi menjelaskan, berbuat sesuatu dengan tujuan untuk dipamerkan kepada orang lain termasuk perbuatan syirik.

IKHLAS DALAM BERAMAL

Hadirin jamaah jum’ah siang ini ,perkenankanlah kami berwasiat. Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada ALLAH Azza WaJallah dengan menyempatkan diri menjalankan amal baik yang diperintahkan Allah serta menjauhkan diri dari segala larangan-Nya. Dengan penuh ikhlas mengabdi kepada-Nya. Dan hanya semata-mata mengharapkan ridlo Nya. Hanya dengan demikian kita akan dapat menciptakan kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.

Agama islam telah mengajarkan kepada kita bahwa sesungguhnya untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat, haruslah mempunyai bekal ‘iman’ yang dibuktikan dengan ‘amal salih’ dan didasari oleh hati yang ‘ikhlas’. Sahingga iman, amal salih dan ikhlas merupakan tiga mata rantai yang tidak boleh terpisahkan. Ketiganya harus dimiliki oleh setiap muslim yang muttaqin.

Allah Azza Wa Jalla telah berfirman :

Artinya:

“sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal salih mereka itulah manusia yang sebaik-baiknya. Balasan untuk mereka disis tuhan-Nya adalah serga Aden………….”

Page 9: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

Dalam banyak ayat Allah swt elalu membarengkan kata AMANU + WA’AMILUSH SHALIHAT. Hal itu menunjukkan bahwa pada hakekatnya ‘iman’ tanpa dibuktikan dengan ‘amal shaleh’ adalah suatu hal yang kosong. Tidak mempunyai arti yang berguna sama sekali. Sebaliknya beramal sholeh tanpa disadari oleh iman adalah sia-sia. Tidak akan mendapatkan balasan surga. Bahkan justru menjadi ‘ASH HABUN NAR’, penghuni neraka !

Bersamaan dengan itu, dalam ayat lain, Allah SWT memerintahkan kepada kita agar hendaknya kita menyembah dan mengabdi kepada-Nya dengan penuh rasa ikhlas. Semata-mata mengharapkan ridlo-Nya. Sebagaimana hal ini telah ditandaskan dalam firman-Nya yang berbunyi:

Artinya:

“Sesungguhnya Kami turunkan Kitab kepada engkau dengan sebenar-benarnya, maka sembahlah Allah, serta mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Q.S. Az Zumar: 2)

Dan firman Allah yang berbunyi:

Artinya:

“Dan mereka tiadalah disuruh, melainkan supaya menyembah Allah, serta mengikhlaskan agama bagi-Nya, (beribadah mengharap keridloan-Nya), sambil cenderung kepada tauhid ………..” (Q.S. Al Bayyinah:5).

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia!

Ikhlas dalam beribadah ibarat ruh dalam jasad. Suatu amal shalih tanpa disertai rasa ikhlas, bagaikan tubuh yang tidak bernyawa. Yang pada akhirnya akan membusuk dan sirna. Tanpa ada bekas. Dan tidak akan mendapatkan balasan. Allah Azza Wa Jalla telah berfirman:

Artinya:

“Kami lihat apa-apa yang mereka usahakan, di antara amalan, lalu Kami jadikan dia debu yang bertebaran.”(Q.S. Al Furqon:23)

Alangkah ruginya orang yang berlagak dermawan, menampakkan budi baik, serta menyumbangkan baktinya, dengan maksud agar mendapatkan pujian dan dukungan dari sesama manusia. Allah SWT tidak akan menerima amal baik yang didasari oleh nilai-nilai yang hina seperti itu. Akan tetapi yang diterima oleh Allah SWT hanyalah amal-amal yang diperuntukkan kepada-Nya. Yang hanya untuk mengharap ridla-Nya.

Untuk menumbuhkan rasa ikhlas, hendaknya kita menyadari bahwa sesungguhnya kemampuan kita melakukan amal baik, adalah semata-mata karena mendapatkan rahmat dan pertolongan-Nya. Kalau saja kita tidak mendapat rahmat dan pertolongan-Nya, tentu kita tidak akan mempu menunaikan amal baik. Jika bukan karena pemberian Allah SWT, kita tidak akan mampu bershodaqoh. Kalau bukan karena pertolongan Allah SWT, kita tidak mampu melakukan sholat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Jadi, sudah semestinya semua amal baik haruslah hanya dipersembahkan kepada Allah SWT semata. Sebagai imbalan atas rahmat dan inayah yang telah Dia berikan kepada hamba-Nya. Bahkan sebagai seorang muslim harus menyerahkan segala hidup dan matinya kepada Allah SWT. Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang berbunyi:

Artinya:

“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, semuanya bagi Allah. Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al Ah’am:162)

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia!

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ra, dalam kitab Syahrul Hikam membagi ikhlas dalam tiga macam (tingkatan):

1. Ikhlasnya para Ubbad (orang-orang yang banyak beribadah) adalah menyelamatkan amal-amal mereka dari rasa riya’, baik yang terang maupun yang samar, serta menghindarkannya dari segala sesuatu yang menjadi keinginan nafsu. Jadi mereka beramal hanya semata untuk Allah SWT. Mencari pahala dan lari dari siksaan-Nya.

Page 10: achmadnursamsudin.files.wordpress.com · Web view... Adz-Dzahabi menempatkan dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan, tidak akan mengampuni

2. Ikhlasnya para muhibbin (orang-orang yang cinta kepada Allah),adalah beramal untuk Allah SWT, hanya karena memuliakan dan mengagungkan-Nya semata. Karena Allah Azza Wa Jalla memang patut untuk itu. Bukan karena mengharap pahala maupun karena lari dari siksaan-Nya.

3. Ikhlasnya para ‘Arifin (orang-oarang yang telah ma’arifat kepada Allah), adalah beramal dan menyaksikan bahwa segala kemampuannya untuk beramal itu adalah karena pertolongan Allah SWT. Mereka tidak melihat bahwa dirinya punya kemampuan untuk beramal. Sehingga mereka beramal hanya karena pertolongan Allah SWT. Bukan karena kemampuan dan kekuatan mereka. Inilah tingkatan ikhlas yang lebih tinggi dari pada dua tingkatan ikhlas di atas.

Rasulullah SAW telah bersabda:

Artinya:

“Barang siapa berpisah dengan dunia (meninggal) dengan penuh rasa ikhlas kepada Allah semata, dan dia mendirikan sholat serta menunaikan zakat, maka dia meninggalkan dunia, sedang Allah rela kepadanya.” (H.R. Ibnu Majah).

Semoga kita termasuk hamba Allah yang mukhlisin. Amin.