· iii bartong jaya medan, indonesia terbitan pertama 2015 © bartong jaya 2015 hak cipta...
TRANSCRIPT
i
ii
BAHASA KOMUNIKASI PARTAI POLITIK LOKAL
DI ACEH
Dr. Ridwan Hanafiah, M.A.
BARTONG JAYA
2015
iii
Bartong Jaya Medan, Indonesia Terbitan Pertama 2015 © Bartong Jaya 2015 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperba-nyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini, dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN: 979 3647 07 4 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Bahasa Komunikasi Partai Politik Lokal Aceh/ Ridwan Hanafiah—
Medan: Bartong Jaya, 2015. xv, 226 p.; ilus.; 21 cm Bibliografi ISBN: 979-3647-07-4
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur bagi Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah memberi kemudahan dan kemurahan kepada penulis sebagai peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penulisan buku ini dengan baik. Demikian pula salawat dan salam kepada Nabi Muhammad yang telah memberikan tunjuk ajar berupa risalah Islam, bagi rahmat kepada seluruh alam, yang dalam hal ini penulis jadikan dasar dalam menulis buku ini.
Buku ini ditulis dengan bersumber pada materi disertasi penulis, namun diolah kembali dalam bentuk buku ilmiah dalam judul Bahasa Komunikasi Partai Politik Lokal di Aceh. Di dalam buku ini penulis membicarakan pemilihan bahasa oleh pengurus (pengelola) parlok dalam menciptakan kohesi sosial dalam komunikasi politik oleh partai lokal di pemerintahan Aceh. Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu, penulis menggunakan sebaran kuesioner dan melakukan wawancara terhadap pengurus parlok di dua lokasi, yaitu Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen.
Penyelesaian buku ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis sebagai peneliti dengan bantuan materi data yang merupakan data empirik dari berbagai pihak. Ilkmu utama yang penulis gunakan dalamkonteks ini adalah sosiolinguistik. Kelemahan atau kesalahannya tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan buku ini.
Dalam konteks penyelesaikan buku ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun material. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak berikut ini. 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H., M.Sc. (CTM), Sp.A.
(K) sebagai Rektor (2010-2015), dan para Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
v
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana USU serta Direktur I dan II beserta Staf Akademik dan Administrasinya.
3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor Linguistik USU beserta Dosen dan Staf Administrasinya.
4. Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. dan Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP sebagai ilmuwan linguistik di FIB USU yang telah mengarahkan pola pikir penulis serta membimbing penulis dengan penuh kecermatan dan kedisiplinan dalam rangka penulisan buku ini.
5. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, dan Pembantu Dekan I, II, dan III (Dr. M. Husnan Lubis, M.A., Drs. Samsul Tarigan, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A.) dan Dr. Muhizar Mukhtar, M.S. sebagai Ketua Departemen Sastra Inggris, beserta teman seprofesi penulis di Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
6. Orang tua penulis, Ayahanda H. Hanafiah Harun dan Ibunda Djuairiah Sulaiman yang dengan tulus memberikan dukungan semangat dan doa dengan penuh kasih sayang tanpa ada hentinya.
7. Keluarga penulis, istri tercinta Hj. Tetty Sartika Siregar dengan perhatian dan kasih sayang, ketiga anak penulis yaitu Fazlah Putri, S.H., Winna Hartini, S.Sos., MSP dan Irfan Ananda yang selalu memberikan dukungan dan doa dengan penuh kasih sayang yang merupakan suatu motivasi positif dalam menyelesaikan penulisan buku ini.
8. Keluarga besar penulis, yaitu Ibrahim Hanafiah, A.Md., Drs. Azhar Hanafiah, Chadijah Hanafiah, dan Dra. Khuzaimah Hanafiah.
9. Sahabat-sahabat penulis, Abangda H. Syamsul Arifin, S.E., Abangda Zaidan B.S., Abangnda dr. H. T. Syaifuddin S., saudaraku H. Yuslin Siregar, Abangda Manahan Lubis dan
vi
saudaraku H. T. Sulaiman yang telah banyak memberikan dukungan selama ini.
10. Saudaraku Amir Purba, M.A., Ph.D., saudaraku Drs. H. Humaizi, M.A., saudaraku Dr. Nasruddin M.N., M.Eng. Sc, Dr. Irawati Khahar, M.Pd, dan Saudaraku Syaiful Hidayat, S.S. yang telah banyak memberikan dukungan dalam mendiskusikan masalah bahasa dan komunikasi politik.
11. Sahabat mahasiswa Program Doktor Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU Angkatan ke-5 Tahun 2008.
12. Prof. H.T. Amin Ridwan, Ph.D. (Alm.) dan ibu, abangda H.T. Razman Aziz (Alm.) dan Kakanda Dra. Siti Amnah Razman, M.A. yang telah memberikan semangat untuk belajar, dan kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi untuk penulis selama perkuliahan dan penyelesaian buku tentang bahasa komunikasi politik ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan kemuliaan, memberikan kemurahan rezeki dan kesehatan kepada kita semua. Amin. Medan, Juli 2015 Ridwan Hanafiah
vii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......... iv DAFTAR ISI .......... vii DAFTAR LAMPIRAN, TABEL, DAN GAMBAR .......... x DAFTAR SINGKATAN .......... xiv BAB I PENDAHULUAN .......... 1
1.1 Latar Belakang .......... 1 1.2 Pemerintahan Aceh .......... 11 1.3 Pemerintahan Kota Langsa dan Kabupaten Bireun .......... 18 1.4 Fokus Kajian .......... 20 1.5 Pentingnya Kajian .......... 21
BAB II DISKUSI SAINTIFIK SEPUTAR KAJIAN .......... 24
2.1 Deskripsi Teoretis .......... 24 2.2 Konsep Kedwibahasaan/Bilingualisme .......... 26
2.3 Konsep dan Variabel Penelitian .......... 29 2.4 Pemilihan Bahasa .......... 30 2.5 Kohesi Sosial .......... 32 2.6 Teori Komunikasi .......... 35 2.6.1 Komunikasi Lisan .......... 36 2.6.2 Komunikasi Politik .......... 38 2.7 Partai Politik Lokal .......... 39 2.8 Hasil Penelitian Terdahulu .......... 41 2.9 Kerangka Konseptual .......... 45
BAB III RESPONDEN DAN PILIHAN BAHASANYA .......... 49 3.1 Deskripsi Identitas Responden .......... 49 3.2 Distribusi Data Responden ..........53 3.2 Data dan Analisis Statistik .......... 56
viii
3.2.1 Data dan Analisis Persentase Frekuensi .......... 56 3.2.2 Data dan Analisis Deskriptif .......... 84 3.2.3 Uji Persyaratan Analisis .......... 87
BAB IV KORELASI VARIABEL DAN ALASAN PEMILIHAN BAHASA .......... 89
4.1 Hasil Penelitian .......... 89 4.1.1 Variabel Bebas Pemilihan Bahasa .......... 90 4.1.2 Korelasi Variabel Pemilihan Bahasa dengan Variabel Terikat .......... 91 4.2 Pembahasan Pemilihan Bahasa .......... 93 4.2.1 Pembahasan Pemilihan Bahasa dan Alasannya .......... 97 4.2.1.1 Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Partai ..........98 4.2.1.2 Pemilihan Bahasa dalam Kampaye Politik pada Pemilu Tahun 2009 .......... 98 4.2.1.3 Pemilihan Bahasa di Luar Rapat Resmi dengan Sesama Anggota Partai .......... 99 4.2.1.4 Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Masyarakat Umum ..........100 4.2.1.5 Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik Sesama Parlok yang Berbeda .......... 101 4.2.1.6 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Strategi dan Program Parlok .......... 102 4.2.1.7 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pembangunan dan Pemberdayaan Parlok dalam Masyarakat ...... 102 4.2.1.8 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2009-2014 ..........103 4.2.1.9 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota DPR-RI/DPD-RI Periode 2009-2014 ...... 104 4.2.1.10 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota DPRA/DPRK Periode 2009-2014 .......... 105 4.2.1.11 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan
ix
Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, Bupati/Wali Bupati di Pemerintahan Aceh Periode 2009-2014 .......... 105 4.2.1.12 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Isu-isu Nasional NKRI .......... 106 4.2.1.13 Pemilihan Bahasa secara Resmi Sesama Parlok di DPRK .......... 106 4.2.1.14 Pemilihan Bahasa secara Resmi di DPRK dengan Sesama Parlok yang Berbeda .......... 108 4.2.1.15 Pemilihan Bahasa dalam Lobi-lobi Politik di DPRK dengan Sesama Parlok yang Berbeda .......... 108 4.2.1.16 Pemilihan Bahasa secara Tidak Resmi di DPRK dengan Sesama Parlok yang Berbeda .......... 109 4.2.1.17 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Kanun (Perda) Secara Resmi di DPRK .......... 110 4.2.1.18 Pemilihan Bahasa dalam Membahas APBD Secara Resmi di DPRK .......... 111 4.2.1.19 Pemilihan Bahasa dalam Dengar Pendapat dengan Pemerintah secara Resmi di DPRK ..........112 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......... 114 5.1 Simpulan .......... 114 5.2 Saran .......... 116 DAFTAR PUSTAKA ........... 117 LAMPIRAN ………. 124
x
DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN LAMPIRAN Tabel 1.1: Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Pemerintahan Aceh Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 .......... 12 Tabel 1.2: Kepadatan Penduduk Pemerintahan Aceh Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa/km²), Tahun 2004-2009 ..........14 Tabel 3.1: Nama Partai Responden .......... 49 Tabel 3.2: Frekuensi Jabatan Responden dalam Partai.......... 50 Tabel 3.3: Frekuensi Ayah Kandung .......... 50 Tabel 3.4: Frekuensi Ibu Kandung .......... 51 Tabel 3.5: Frekuensi Status Kawin .......... 51 Tabel 3.6: FrekuensiSuku Istri .......... 51 Tabel 3.7: Frekuensi Bahasa Percakapan .......... 52 Tabel 3.8: Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Partai .......... 56 Tabel 3.9: Pemilihan Bahasa dalam Kampanye Politik pada Pemilu Tahun 2009 .......... 57 Tabel 3.10: Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Sesama Anggota Partai di Luar Rapat Resmi .......... 57 Tabel 3.11: Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Masyarakat Umum dalam Kapasitas sebagai Pengurus Partai .......... 58 Tabel 3.12: Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik dengan Anggota Parlok Lain .......... 58 Tabel 3.13: Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik dalam Membahas Stategi/Program Partai .......... 59 Tabel 3.14: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pembangunan/Pemberdayaan Partai dengan Masyarakat .......... 59 Tabel 3.15: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Periode 2009-2014 .......... 60 Tabel 3.16: Pemilihan Bahasa Membahas Pemilihan Anggota DPR-RI/DPD-RI Periode 2009-2014 .......... 61 Tabel 3.17: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota DPRA/ DPRK Periode 2009-2014 .......... 61 Tabel 3.18: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Rencana Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, Bupati/Wakil Bupati
xi
Periode 2009-2014 .......... 62 Tabel 3.19: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Isu-isu Nasional NKRI .......... 62 Tabel 3.20: Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Resmi di DPRK dengan Sesama Anggota Partai Lokal .......... 63 Tabel 3.21: Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Resmi di DPRK Sesama Parlok dengan Parlok yang Berbeda .......... 64 Tabel 3.22: Pemilihan Bahasa dalam Lobi Politik dengan Parlok yangBerbeda .......... 64 Tabel 3.23: Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi tidak Resmi di DPRK Dengan Parlok yang Berbeda .......... 65 Tabel 3.24: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Perda secara Resmi di DPRK .......... 65 Tabel 3.25: Pemilihan Bahasa dalam Membahas APBD Secara Resmi di DPRK .......... 66 Tabel 3.26: Pemilihan Bahasa pada Dengar Pendapat dengan Pemerintah .......... 67 Tabel 3.27: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Parlok .......... 68 Tabel 3.28: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Kampanye Politik pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 .......... 68 Tabel 3.29: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Sesama Parlok di Luar Rapat Resmi .......... 69 Tabel 3.30: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Masyarakat Umum dalam Kapasitas Pengurus Parlok .......... 70 Tabel 3.31: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik dengan Anggota Parlok lain .......... 71 Tabel 3.32: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Stategi/Program Parlok .......... 72 Tabel 3.33: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pembangunan dan Pemberdayaan Parlok .......... 73 Tabel 3.34: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden Periode 2009-2014 .......... 74 Tabel 3.35: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota DPRRI/DPD RI .......... 75 Tabel 3.36: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota DPRA/DPRK Periode 2009-2014 .......... 76 Tabel 3.37: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Gubernur/
xii
Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, Bupati/Wakil Bupati Periode 2009-2014 .......... 76 Tabel 3.38: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Isu-isu Nasional NKRI .......... 77 Tabel 3.39: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Resmi di DPRK dengan Sesama PARLOK .......... 78 Tabel 3.40: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Resmi di DPRK dengan Sesama PARLOK yang Berbeda .......... 79 Tabel 3.41: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Lobi-lobi Politik di DPRK dengan Sesama Parlok yang Berbeda .......... 80 Tabel 3.42 : Alasan pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Tidak Resmi di DPRK dengan Sesama Anggota Parlok yang Berbeda .......... 81 Tabel 3.43: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Kanun/Perda secara Resmi di DPRK .......... 82 Tabel 3.44: Alasan Pemilihan Bahasa RAPBD secara Resmi di DPRK .......... 83 Tabel 3.45: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Dengar Pendapat dengan Pemerintah .......... 84 Tabel 3.46: Deskriptif Statistik Pemilihan Bahasa .......... 85 Tabel 3,47: Deskriptif Statistik Alasan Pemilihan Bahasa .......... 86 Tabel 3.48: Tests of Normality .......... 87 Tabel 4.1: Korelasi Pemilihan Bahasa dengan Kohesi Sosial .......... 92 Gambar 3.1: Histogram Variabel Bebas Pemilihan Bahasa .......... 53 Gambar 3.2: Histogram Variabel Alasan Pemilihan Bahasa .......... 54 Gambar 3.3: Histogram Variabel Bebas Sikap Bahasa .......... 55
Lampiran 1: Tabulasi Data Responden .......... 124 Lampiran 2: Deskriptif Statistik Pemilihan Bahasa .......... 130 Lampiran 3: Data Uji Validitas dan Reabilitas .......... 132 Lampiran 4: Data Statistik Frekuensi dan Deskriptif .......... 138 Lampiran 5: Data Uji Normalitas .......... 178 Lampiran 6: Lembaran Berita Surat Kabar .......... 183 Lampiran 7: Tabel Uji Data Kuantitatif .......... 190 Lampiran 8: Hasil Pemilu 2009 di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen ...... 197
xiii
Lampiran 9: Kuesioner Hasil Penelitian .......... 203 Lampiran 10: Deskripsi Wawancara di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen ...... 213
xiv
DAFTAR SINGKATAN APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah B-1 Bahasa Pertama B-2 Bahasa Kedua BA Bahasa Aceh BA/BI Bahasa Aceh/Bahasa Indonesia dalam Campur Kode BI Bahasa Indonesia DPD Dewan Perwakilan Daerah DRPD Dewan Perwakilan Rayat Daerah DPRA Dewan Perwakilan Rakyat Aceh DPRK Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota GAM Gerakan Aceh Merdeka Golkar Golongan Karya Ho Lambang Hipotesis Nol Ha Lambang Hipotesis Alternatif KPU Komisi Pemilihan Umum LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia MoU Memorandum of Understanding MPU Majelis Permusyawaratan Ulama NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia Parlok Partai Politik Lokal Perda Peraturan Daerah Pemilu Pemilihan Umum Polri Kepolisian Republik Indonesia PA Partai Aceh PAAS Partai Aceh Aman Sejahtera PAN Partai Amanat Nasional PBA Partai Bersatu Atjeh PBB Partai Bulan Bintang PDA Partai Daulat Atjeh PDI-P Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan PKS Partai Keadilan Sejahtera PPP Partai Persatuan Pembangunan PRA Partai Rakyat Aceh RI Republik Indonesia SIRA Partai Suara Independen Rakyat Aceh SPSS Statistical Product and Service Solution. TNI Tentara Nasional Indonesia
xv
UU Undang-Undang UUD Undang-Undang Dasar X-1 Lambang Variabel Bebas Pertama X-2 Lambang Variabel Bebas Kedua Y Lambang Variabel Terikat
Bab I: Pendahuluan
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dimiliki oleh dan menjadi ciri khas manusia yang menggunakannya. Pada umumnya manusia selalu menggunakan bahasa dalam beraktivitas antarsesamanya dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam ilmu linguistik manusia disebut pula homo longuens. Walau begitu besarnya arti bahasa dalam kehidupan manusia, tetapi kita selalu melupakan untuk memikirkan peranan bahasa. Koentjaraningrat (1967) mengatakan bahwa bahasa merupakan unsur vital dalam kebudayaan.1 Suatu kebudayaan yang tinggi derajatnya didukung oleh suatu bahasa dengan kesusastraan yang tinggi, walaupun suatu bahasa pada dasarnya hanya berfungsi sebagai alat komunikasi praktis antarsesama penuturnya. Levi-Strauss (1963) juga mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan hasil dari aktivitas manusia. Hubungan bahasa dan kebudayaan ini dapat menjelaskan berbagai fenomena dan sistem kekerabatan sebagai rangkaian hubungan simbolis.2
Dilihat dari fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi manusia, maka bahasa dapat dikaji berdasarkan teori bahasa, baik secara internal, eksternal, dan interdisplin. Kajian internal merujuk pada struktur internal bahasa dalam arti linguistik, sedangkan kajian eksternal merupakan kajian yang melibatkan faktor-faktor yang
1Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1967).
2Edith Kurzweil, Jaring Kuasa Strukturalisme: Dari Lévi-Strauss sampai Foucault (Terjemahan Nurhadi dari The Age of Structruralism, Lévi-Strauss to Foucault) (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), p. 25.
Bab I: Pendahuluan
2
berada di luar bahasa yang melibatkan lebih dari disiplin ilmu bahasa saja tetapi ke bidang ilmu lain seperti sosiolinguistik, antropolinguistik, akustik, dan lain-lain.
Nababan (1984) mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan studi atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat yang mempelajari atau membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa.3 Di dalam hal ini, Wijaya (2006) menyimpulkan pendapat berbagai ahli ke dalam tiga hubungan antara bahasa dengan struktur masyarakat penuturnya. Ketiganya adalah: (i) hubungan struktur bahasa mempengaruhi masyarakat di mana struktur bahasa menentukan cara-cara yang dipakai penutur bahasa dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari; (ii) hubungan masyarakat mempengaruhi bahasa di mana budaya masyarakat tampak dalam struktur bahasa yang digunakannya; dan, (iii) hubungan itu dapat ada tetapi dapat tidak ada sama sekali, antara bahasa dan budaya.4 Di dalam tiga konteks sosiolinguistik seperti di atas, penelitian ini sangatlah perlu dilakukan.
Di dalam hubungan bahasa dan masyarakat, kebanyakan masyarakat bahasa di Indonesia menggunakan bahasa daerah atau bahasa etnik mereka sebagai bahasa pertamanya. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia secara formal mendapat pendidikan bahasa Indonesia secara resmi di sekolah sejak dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Pendidikan bahasa Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum pendidikan nasional. Walaupun demikian, pendidikan bahasa daerah juga dipelihara dan dijaga oleh pemerintah melalui kurikulum yang berisi unsur lokal menurut daerah masing-masing di semua provinsi di Indonesia. Dengan demikian, pada umumnya bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi masyarakat bahasa di Indonesia yang tinggal di pedesaan atau perkampungan di
3P.W.A. Nababan, Sosiolingistik: Suatu Pengantar (Jakarta: Gramedia, 1984),
p 2. 4I Dewa Putu Wijaya dan Muhammad Rohmadi, Sosiolinguistik: Kajian Teori
dan Analisis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), p. 8.
Bab I: Pendahuluan
3
daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia dan yang menjadi bahasa pertama adalah bahasa daerah masing-masing.
Sebaliknya, bagi mereka yang lahir dan tinggal di perkotaan dan di kawasan industri menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan selanjutnya mempelajari bahasa daerah mereka sebagai bahasa kedua yang didorong oleh keinginan memiliki identitas etnik. Maka karena itu, dapat dimengerti jika dikatakan bahwa hal yang lumrah atau biasa bagi masyarakat Indonesia berkedudukan sebagai masyarakat bahasa yang bilingual.
Indonesia kaya dengan bahasa-bahasa daerah. Kedudukan bahasa daerah sebagai bahasa suku atau juga disebut bahasa etnik dipelihara oleh negara. Bahasa daerah itu ditentukan kedudukannya dalam penjelasan UUD 1945 Bab XV pasal 36 mengamanatkan bahwa, “Di daerah-daerah yang memiliki bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya), bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.”5 Penyataan bahwa bahasa daerah yang dipelihara rakyatnya dengan baik-baik akan dihormati oleh negara berarti bahasa daerah tersebut secara sah mempunyai hak hidup untuk digunakan oleh rakyatnya. Sebaliknya, pernyataan bahwa bahasa daerah tersebut akan dipelihara juga oleh negara mengisyaratkan bahwa negara berkewajiban melestarikan bahasa daerah dengan mengupayakan pembinaan dan pengembangannya.6 Dengan demikian, bahasa daerah pada masing-masing daerah berfungsi sebagai alat komunikasi para penutur bahasa daerah tersebut masing-masing, untuk memperkaya bahasa nasional dan sebagai pendukung nilai-nilai budaya nasional.
Secara politik, bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intradaerah atau intramasyarakat di samping bahasa Indonesia, selain itu juga dipakai sebagai sarana
5UUD 1945: Naskah Asli dan Perubahannya (Jakarta: Pustaka Pergaulan). 6Hasan Alwi. ”Pelestarian Bahasa Daerah dalam Rangka Pembinaan Bahasa
Indonesia.” Makalah Seminar Nasional VII Bahasa dan Sastra Indonesia, Medan, 7-9 Juli 1977, p. 49.
Bab I: Pendahuluan
4
pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia.7 Pernyataan ini memberi isyarat bahwa bahasa daerah dan bahasa Indonesia digunakan dalam komunikasi masyarakat. Hal ini diperkuat oleh fungsi bahasa daerah sebagai: (i) lambang kebanggaan daerah; (ii) lambang identitas daerah; dan, (iii) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Di samping itu, dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai: (i) pendukung bahasa nasional; (ii) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain; dan, (iii) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah.8 Dengan demikian, negara menjamin eksistensi bahasa daerah dan bahasa Indonesia sehingga masyarakat Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi bilingual atau multilingual.
Bahasa daerah, di satu sisi memberikan hak hidup dalam sistem pendidikan nasional—tetapi di sisi lain menimbulkan kekhawatiran persepsi generasi muda terhadap bahasa daerahnya. Hal ini disebabkan bahasa daerah hanya digunakan di tingkat sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk tujuan memperlancar pengajaran bahasa Indonesia, sehingga berkonotasi langsung terhadap ketidakperluan penggunaan bahasa daerah di tempat yang penduduknya lancar berbahasa Indonesia.
Mahsun (2000) memandang persoalan pemilihan bahasa daerah di sekolah secara psikologis telah membentuk persepsi peserta didik akan kurang pentingnya bahasa dan kultur yang mereka miliki yang terekam dalam bahasa ibu mereka dan secara tidak langsung membentuk pola pikir negatif terhadap bahasa ibunya yang dapat
7Hasan Alwi dan Dendy Sugono (ed.), Politik Bahasa: Rumusan Seminar Politik Bahasa (Jakarta: Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional, 2003), p. 4.
8Mahsun, “Bahasa Daerah sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Kondisi Kebhinnekaan dalam Ketunggalan Masyarakat Indonesia: Ke Arah Pemikiran dalam Mereposisi Fungsi Bahasa Daerah,” dalam Hasan Alwi dan Dendy Sugono (ed.), Politik Bahasa (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2000), p. 40.
Bab I: Pendahuluan
5
mengurangi kebanggaan terhadap bahasa dan kultur etniknya.9 Persepsi ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus namun diperlukan reorientasi terhadap perundang-undangan sebagai landasan hak hidup bahasa daerah. Persepsi yang merugikan perkembangan bahasa daerah ini menjadi daya tarik peneliti untuk menempatkan bahasa Aceh sebagai bagian integral bahasa daerah di Indonesia.
Pernyataan bahwa bahasa daerah itu dipelihara oleh rakyatnya dan dipelihara oleh negara berarti bahasa daerah itu memiliki peranan yang penting dalam sistem komunikasi etnik. Komunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dilindungi oleh UUD 1945 dan tentunya dilindungi oleh negara. Negara memiliki kewajiban melindungi dan melestarikan bahasa daerah itu. Kondisi ini menempatkan bahasa dan politik sebagai satu kesatuan. Menurut Spolsky (2008), “Language is regularly used in the exercise of political power.”10 Bahasa secara teratur menjalankan kekuasaan politik. Bahkan, Spolsky menyatakan bahwa, “There are more subtle uses of language in politics. The use of a regional or a social dialect by a political leader is often a claim to a specialized ethnic identity.”11 Bahasa digunakan secara halus dalam politik. Hal itu diperlihatkan dalam dialek sosial seorang pemimpin politik yang secara tegas memberikan klaim identitas etnis khusus kekuasaan politik. Salah satu bahasa daerah (etnik) yang digunakan dalam komunikasi politik di Indonesia adalah bahasa Aceh (selanjutnya disebut dengan BA).
BA digunakan oleh masyarakat Aceh yang menetap di Pemerintahan Aceh, khususnya penduduk yang tinggal di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Kota Langsa merupakan kota yang berpenduduk heterogen yang terdiri dari suku Aceh, Jawa, Melayu, Minangkabau, Karo, dan Mandailing. Kelompok masyarakat yang menjadi penduduk Kota Langsa hidup membaur satu sama lainnya dalam aktivitas sehari-hari menurut profesi masing-masing. Di
9Ibid. 10Bernard Spolsky, Sociolinguistics (Oxford: Oxford University Press, 2008),
p. 58. 11Ibid.
Bab I: Pendahuluan
6
dalam pembauran ini mereka memilih menggunakan bahasa Indonesia (selanjutnya disebutkan dengan BI) dan bahasa campuran antara BI dengan bahasa daerah (alih kode/campur kode) sebagai bahasa komunikasi berinteraksi antara satu suku dengan suku lainnya dan dalam kehidupan bermasyarakat telah terjadi persentuhan sosial antara satu suku dengan suku lainnya.
Sebaliknya, Kabupaten Bireuen memiliki profil yang berbeda dengan Kota Langsa, karena penduduk Kabupaten Bireuen adalah kabupaten lebih homogen jika kita bandingkan dengan penduduk Kota Langsa. Di dalam kehomogenan ini, peneliti berasumsi bahwa masyarakat Bireuen memiliki kecenderungan menggunakan BA sebagai bahasa ibu mereka.
Selain beberapa hal yang telah disebutkan terdahulu, ada suatu kondisi yang memosisikan BA menjadi penting dalam sistem komunikasi di Aceh, terutama dalam komunikasi politik. Hal ini terjadi sebelum adanya partai lokal di Aceh dan bahkan sebelum MoU (Memorandum of Undersatanding) Helsinki pada 15 Agustus 2005. Masyarakat Aceh pada saat itu menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari, terutama dalam lingkungan pendidikan dan perkantoran. Bahkan, pengadilan umum dan pengadilan agama terpaksa menggunakan penerjemah BA ke dalam bentuk BI karena masyarakat Aceh yang berperkara tidak fasih atau tidak mau memilih menggunakan BI dalam komunikasinya. Hal ini menandakan bahwa BI menjadi bahasa resmi dalam komunikasi formal/resmi. Dengan kata lain, bahwa BA bukan sebagai bahasa resmi dalam sistem komunikasi di Aceh karena BI adalah bahasa komunikasi resmi pemerintah dalam wilayah hukum NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Faktor penting lain adalah kondisi kebahasaan ini disebabkan Aceh pada masa konflik antara Pemerintah RI dengan pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka) antara tahun 1980 hingga tahun 2004. Oleh karena itu, Aceh pada masa itu dikawal dan dijaga oleh anggota TNI dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut dan anggota POLRI yaitu Polisi dan Brimob yang ditugaskan untuk menjaga keamanan di Aceh.
Bab I: Pendahuluan
7
Di dalam aspek kebahasaan, konflik ini memunculkan pilihan bahasa yang dimengerti oleh kedua belah pihak yang bertikai. Akibatnya, masyarakat menguasai dua bahasa untuk menghindarkan kecurigaan dan tuduhan berpihak pada salah satu pihak yang berkonflik. Caranya, bila bertemu dengan TNI/POLRI maka masyarakat Aceh berkomunikasi dalam BI sedangkan bila bertemu dengan GAM atau anggota masyarakat, maka masyarakat Aceh berkomunikasi dalam BA. Dari aspek budaya, Tim Peneliti LIPI menyimpulkan bahwa konflik di Aceh tersebut berdampak hilangnya identitas asli Aceh pada masa Orde Baru.12
Secara kemasyarakatan, anggota TNI dan POLRI boleh dikatakan kesulitan atau bahkan sama sekali tidak memahami bahasa Aceh atau bahasa-bahasa daerah Aceh. Jadi, bukan karena mereka tidak mau berbahasa Aceh sehingga tetap memilih menggunakan BI dalam berkomunikasi dengan masyarakat Aceh. Di samping anggota TNI dan POLRI tidak memahami BA, pemilihan BI oleh mereka sebagai aparat negara dalam melaksanakan tugas negara di wilayah konflik. Dalam situasi dan kondisi ini, terpaksa masyarakat yang beradaptasi menggunakan BI dalam berkomunikasi dengan aparat pemerintah, terutama TNI dan POLRI. Kondisi tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat lama, yaitu antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun atau dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2005. Pada masa itu, mulai pada tingkat anak-anak, remaja, pemuda, dan orang tua pun sudah mulai memilih menggunakan BI yang kurang sempurna dari segi ucapan dan susunan kata dalam berkomunikasi. Kondisi kebahasaan seperti ini, semakin memperkuat kemampuan anak-anak, remaja, dan pemuda dalam pembelajaran BI di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah sehingga tingkat keterampilan berbahasa anak-anak, remaja, dan pemuda Aceh dalam menggunakan BI menjadi lebih baik.
12J. Anto dan Pemilianna Pardede, Meretas Jurnalisme Damai di Aceh: Kisah
Reintegrasi Damai dari Lapangan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan KIPPAS, 2007), p 61.
Bab I: Pendahuluan
8
Akan tetapi, setelah penandatangan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 dan setelah lahirnya partai politik lokal di Aceh pada Pemilu Legislatif 2009, maka muncullah suatu fenomena baru bagi masyarakat Aceh dalam berkomunikasi, yaitu memilih menggunakan BA hampir pada semua situasi dan kesempatan. Di dalam situasi ini juga peneliti berasumsi bahwa pemilihan BA lebih dominan daripada BI, atau BA dan BI dipilih secara campur kode atau alih kode dalam komunikasi politik oleh partai politik lokal (selanjutnya disebut dengan parlok) dalam aktivitas mereka, baik secara internal maupun eksternal.
Fenomena penggunaan bahasa dari BI ke BA menjadi realitas kebahasaan di Aceh. Asumsi peneliti bahwa masyarakat Aceh pasca-MoU Helsinki lebih mengutamakan memilih sistem komunikasi dalam BA dalam kehidupan sehari-hari dan menggantikan posisi BI dan BI/BA (campur kode) dengan posisi BI yang pernah dominan pada masa konflik di era Orde Baru. Dengan alasan di atas, penelitian ini mencoba untuk menjelaskan pemilihan bahasa yang digunakan dan memberikan alasan mengapa parlok (partai lokal) memilih menggunakan BA dalam berkomunikasi baik secra internal dan eksternal. Apakah ada hubungan yang signifikan pemilihan bahasa dengan kohesi sosial dalam komunikasi politik parlok di Pemerintahan Aceh? Jawaban pertanyaan ini dideskripsikan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif dari kondisi kebahasaan masyarakat Aceh, terutama masyarakat yang heterogen bertempat tinggal di Kota Langsa dan masyarakat yang homogen bertempat tinggal di Kabupaten Bireuen.
Sistem komunikasi politik yang menjadi fokus penelitian ini bersifat internal dan eksternal. Komunikasi politik secara internal dalam penelitian ini adalah pemilihan bahasa dalam komunikasi politik oleh parlok dalam aktivitas politik di lingkungan masing-masing parlok. Sedangkan secara eksternal adalah pemilihan bahasa yang dipakai oleh parlok dalam berkomunikasi dengan parlok lainnya. Parlok pada Pemilu Legislatif 2009 di Aceh adalah: (i) Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS); (ii) Partai Daulat Atjeh (PDA); (iii) Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA); (iv).
Bab I: Pendahuluan
9
Partai Rakyat Aceh (PRA); (v) Partai Bersatu Atjeh (PBA); dan, (vi) Partai Aceh (PA).
Sebaliknya, yang dimaksudkan dengan informal dalam tulisan ini adalah suatu komunikasi politik pada tataran tidak resmi, misalnya dalam komunikasi lisan secara santai, tidak resmi, pembicaraan komunikasi personal ataupun antara sesama pengurus partai dalam situasi tidak resmi, baik di lingkungan kantor partai maupun di tempat lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi formal adalah suatu situasi komunikasi yang terjadi secara internal dan eksternal parlok dan juga dalam komunikasi politik antara satu parlok dengan parlok lainnya untuk keperluan organisasi partai. Hal tersebut dapat terjadi dalam pertemuan-pertemuan atau rapat resmi atau pertemuan resmi partai di DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota).
Berdasarkan penjelasan kondisi di atas maka yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini adalah adanya suatu kondisi bahwa sebelum era damai di Pemerintahan Aceh pada masa Orde Baru yaitu pada era 1980-an dan pada awal era reformasi tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 kondisi pemilihan bahasa lebih memihak kepada BI dan BI/BA dalam bentuk tukar kode dan ganti kode (code swiching and code mixing) dan bahkan dalam banyak situasi masyarakat Aceh pada waktu itu dengan terpaksa harus memilih menggunakan BI walaupun dengan BI yang tidak fasih atau jauh dari kurang sempurna. Hal ini terjadi karena pada masa itu masyarakat Aceh diawasi atau dipantau dan dijaga oleh ABRI, Polisi, Brimob, karena daerah Aceh berada dalam situasi konflik. Anggota militer/TNI, Polisi dan Brimob dalam berkomunikasi dengan masyarakat hanya menggunakan BI dikarenakan mereka tidak mampu berbahasa Aceh dan sekaligus mereka menunjukkan identitas sebagai alat negara yang bertugas di daerah konflik. Bagi masyarakat yang tidak memilih BI sebagai bahasa komunikasi, mereka (tentara, polisi, dan brimob) menganggap bahwa masyarakat tersebut tidak setia kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Di dalam situasi demikian, masyarakat dengan terpaksa harus memilih menggunakan BI, khususnya dalam komunikasi
Bab I: Pendahuluan
10
mereka ataupun berkomunikasi sesama anggota masyarakat dihadapan para tentara, polisi, dan brimob. Hal ini berakibat sering terjadi kesalahpahaman serta berbeda pengertian dan pemahaman arti atau makna dalam pemilihan penggunaan BI di antara alat negara tersebut dengan masyarakat Aceh pada waktu itu. Akan tetapi, hal yang demikian tidak terjadi lagi setelah penandatanganan MoU perjanjian damai antara GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dengan Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki (Finlandia) pada tanggal 15 Agustus 2005. Pasca MoU tersebut mengurangi situasi konflik di Aceh, di mana masyarakat kembali bebas berkomunikasi dalam BA, walaupun BI juga masih digunakan secara campur kode atas keinginan masyarakat itu sendiri.
Di samping hal yang demikian, kelahiran parlok ada hubungannya dengan perjuangan masyarakat Aceh yang secara historis erat kaitannya dengan perjanjian Helsinki pada 15 Agustus 2005. Bahkan, pengurus parlok Partai Aceh (selanjutnya disebutkan PA) terdiri dari anggota-anggota yang terdaftar dalam GAM ditambah sebagian dari orang-orang pergerakan yang masa itu mendirikan parlok Suara Independen Rakyat Aceh (selanjutnya disebut SIRA) dan sebagian masyarakat yang memiliki nuansa politik mendirikan parlok lainnya dengan jumlah 6 (enam) parlok. Pada masa Orde Baru dan masa konflik di Aceh, parlok belum lahir. Partai nasional yang berstatus kantor pusat partai atau DPP (Dewan Pimpinan Pusat) berada di Jakarta. Pada waktu itu, partai nasional memilih menggunakan BI dalam berkomunikasi dan menggunakan BA hanya sebagai pelengkap BI. Bahkan, juru kampanye pada masa itu didatangkan dari Dewan Pengurus Pusat atau juru kampanye dari tokoh-tokoh pendukung kampanye memilih lagu-lagu dalam BI bukan memilih menggunakan BA atau kesenian Aceh. Perubahan yang menarik untuk diteliti pasca lahirnya parlok di Aceh adalah indikasi parlok lebih cendrung memilih menggunakan bahasa daerah yaitu BA serta kesenian Aceh dalam berkomunikasi, baik sesama mereka ataupun dengan masyarakat umum. Selain itu, adanya gejala pemilihan BA lebih dominan berbanding BI di tingkat eksekutif Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di
Bab I: Pendahuluan
11
Pemerintahan Aceh. Berdasarkan pengamatan peneliti sejak tahun 2006, ada suatu fenomana social dan budaya baru yang terjadi terhadap pemilihan bahasa dan sikap bahasa pasca lahirnya parlok di Pemerintahan Aceh dibandingkan dengan masa-masa kekuasaan partai nasional atau pada masa-masa terjadinya konflik antara GAM dengan Pemerintahan RI sebelum tahun 2005. Pemilihan dan sikap bahasa ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosiopolitis di Aceh selepas saja tahun 2005. Sebagai sebuah entitas etnik, masyarakat Aceh menginginkan eksistensinya diakui dan dihormati. 1.2 Pemerintahan Aceh
Daerah Aceh yang terletak di bagian paling barat Republik
Indonesia memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk jalur perdagangan dan kebudayaan yang menghubungkan Timur dengan Barat. Secara geografis, Pemerintahan Aceh terletak antara 2º-6º Lintang Utara dan 95º-98º Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata di atas 125 meter di atas permukaan laut. Luas daerah Aceh 57.736,557 km² dengan daerah melingkupi 119 pulau, 35 gunung, dan 73 sungai.13 Secara administratif, daerah Aceh mempunyai batas-batas sebelah utara berbatasan dengan Selat Melaka; sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara; sebelah Timur berbatasan dengan Selat Melaka; dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.14
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara
13Aceh dalam Angka: Aceh in Figures 2006 (Banda Aceh: Badan Pusat
Statistik dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, 2006), pp. 3-4. 14Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, Pasal 3.
Bab I: Pendahuluan
12
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang gubernur.15
Pemerintahan Aceh memiliki 13 suku sebagai penduduk asli, yaitu: Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon, dan Nias. Suku Pakpak dan Nias merupakan kelompok suku yang lama menetap di Aceh. Masing-masing suku memiliki bahasa sesuai dengan nama sukunya. Populasi suku-suku bangsa ini, menurut sensus penduduk tahun 2010, antara lain menunjukkan suku Aceh menjadi penduduk mayoritas di Pemerintahan Aceh. Komposisi penduduk Aceh tersebut adalah: Aceh (50,32%), Jawa (15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%), Minangkabau (1,09%), dan lain-lain (10,09%).
Tabel 1.1:
Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Pemerintahan Aceh Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010
Kabupaten/Kota Regency/City
Laki-laki/ Male
Perempuan/ Female
Jumlah/ Total
Rasio Jenis Kelamin/ Sex ratio
1. Simeulue 41.245 39.034
80.279
105,66
2. Aceh Singkil 51.638
50.575
102.213
102,10
3. Aceh Selatan 99.616
102.387
202.003
97,29
4. Aceh Tenggara 89.305
89.547
178.852
99,73
5. Aceh Timur 179.682
179.598
359.280
100,05
6. Aceh Tengah 88.812
86.517
175.329
102,65
7. Aceh Barat 87.682
85.214
172.896
102,90
8. Aceh Besar 179.495
170.730
350.225
105,13
9. Pidie 183.675
194.603
378.278
94,38
10. Bireuen 191.006
198.018
389.024
96,46
11. Aceh Utara 262.101
267.645
529.746
97,93
15Ibid., Pasal 1 Ayat 2.
Bab I: Pendahuluan
13
12. Aceh Barat Daya 62.633
63.358
125.991
98,86
13. Gayo Lues 39.468
40.124
79.592
98,37
14. Aceh Tamiang 126.724
124.268
250.992
101,98
15. Nagan Raya 70.039
68.631
138.670
102,05
16. Aceh Jaya 39.973
36.919
76.892
108,27
17. Bener Meriah 61.871
59.999
121.870
103,12
18. Pidie Jaya 64.958
67.900
132.858
95,67
19. Banda Aceh 115.296
108.913
224.209
105,86
20. Sabang 15.580
15.067
30.647
103,40
21. Langsa 73.930
74.974
148.904
98,61
22. Lhokseumawe 84.893
85.611
170.504
99,16
23. Subulussalam 33.956
33.360
67.316
101,79
Jumlah/ Total 2.243.578
2.242.992
4.486.57
0
100,03
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh–Sensus Penduduk
2010 Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa kabupaten/kota
yang paling banyak penduduknya adalah Kabupaten Aceh Utara. Akan tetapi, Kota Langsa dan Kabupaten Bieruen yang menjadi lokasi penelitian termasuk wilayah yang banyak penduduknya. Kota Langsa berpenduduk 148.904 jiwa menjadi peringkat ketiga kota terbanyak penduduknya di Pemerintahan Aceh dan Kabupaten Bieruen berpenduduk 389.024 jiwa menjadi peringkat kedua kabupaten terbanyak penduduknya pada Pemerintahan Aceh.
Ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, Kota Banda Aceh menjadi kota terpadat di Pemerintahan Aceh. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh adalah 3.459 jiwa/km². Kota Langsa menduduki posisi terpadat ketiga setelah Kota Lhokseumawe. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Langsa adalah 535 jiwa/km².
Bab I: Pendahuluan
14
Akan tetapi, Kabupaten Bireuen tercatat sebagai kabupaten terpadat di Pemerintahan Aceh dengan tingkat kepadatan penduduk 189 jiwa/km². Dengan demikian, Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen yang dijadikan lokasi penelitian ini adalah kota/kabupaten yang berpenduduk signifikan dari aspek kuantitas dalam Pemerintahan Aceh.
Tabel 1.2: Kepadatan Penduduk Pemerintahan Aceh Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa/km²), Tahun 2004-2009
Kabupaten/Kota Regency/ City
Tahun/Year
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1. Simeulue 35 38 39 39 40 40 2. Aceh Singkil 40 41 43 37 39 39 3. Aceh Selatan 51 52 53 54 55 56 4. AcehTenggara 40 40 41 42 42 42 5. Aceh Timur 52 50 51 52 55 56 6. Aceh Tengah 49 27 38 39 42 44 7. Aceh Barat 66 67 62 52 52 54 8. Aceh Besar 112 110 113 104 104 105 9. Pi d i e 113 114 115 131 133 135
10. Bireuen 183 185 187 187 188 189 11. Aceh Utara 148 149 152 158 160 165
12. Aceh Barat Daya 66 68 68 52 53 53
13. Gayo Lues 12 12 13 13 13 13 14. Aceh Tamiang 118 121 122 123 124 125 15. Nagan Raya 28 31 32 31 32 32 16. Aceh Jaya 21 16 17 18 20 22 17. Bener Meriah - 73 75 76 77 79 18. Pidie Jaya - - - 224 228 236
Bab I: Pendahuluan
15
19. Banda Aceh 3.920 2.916 2.939 3.582 3.551 3.459 20. Sabang 241 240 243 195 191 191 21. Langsa 516 525 530 531 535 535 22. Lhokseumawe 766 854 865 872 877 879 23.
. Subulussalam - - - 64 64 66
Aceh 71 68 71 72 74 75
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh
Aceh pada awal kemerdekaan Indonesia berkedudukan sebagai Keresidenan dalam Provinsi Sumatera, dengan residennya yang pertama T. Nyak Arif dan wakil residennya T.M. Ali Panglima Polem. Keresidenan Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Sumatera berada dalam Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Undang-undang ini membagi Provinsi Sumatera menjadi 3 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Keresidenan Aceh menjadi provinsi setelah keluarnya peraturan Wakil-wakil Perdana Menteri pengganti peraturan pemerintah Nomor 8/Des.WKPM tahun 1949 yang membagi Provinsi Sumatera Utara menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli Sumatera Timur sejak 1 Januari 1950, dengan Tgk. M. Daud Beureueh sebagai Gubernur Aceh.16
Pembentukan Provinsi Aceh pada masa PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) mengalami masalah legalitas. Hal ini menimbulkan kesulitan pemerintah RI karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22/1948 dan mempersulit usaha pemerintah merealisasikan semua hasil yang dicapai dalam Konperensi Meja Bundar (KMB). Oleh karena itu, diadakan perundingan-perundingan akhirnya dicapai kesepakatan bahwa
16Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), pp. 176-186.
Bab I: Pendahuluan
16
Aceh tetap sebagai keresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menimbulkan mosi negatif dari Pemerintah Daerah dan DPR Aceh terhadap pemerintah pusat yang menginginkan Aceh tetap diberi status otonomi sebagai provinsi. Bahkan, dampak dari penggabungan kembali menimbulkan peristiwa pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di Aceh yang dipimpin oleh Tgk. M. Daud Beureueh.17
Akhirnya, setelah melalui perundingan-perundingan maka keluar Undang-Undang Nomor 24/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh yang terpisah dari Provinsi Sumatera Utara. Gubernur pertama Provinsi Aceh adalah Ali Hasjmi yang menjalankan roda pemerintahan sejak 27 Januari 1957. Gejolak politik tidak mengalami perubahan yang signifikan di Aceh. Maka, berdasarkan keputusan Perdana Menteri Nomor 1/MISSI/1959 dan disahkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tanggal 26 Mei 1959 Provinsi Aceh diberi status “Daerah Istimewa”. Dengan predikat tersebut, Aceh memiliki hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan.18 Status ini mengalami penyempurnaan lagi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 18/2001 yang meningkatkan status keistimewaan Aceh menjadi daerah otonomi khusus dengan nama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.19
Sejak pengakuan pemerintah RI terhadap otonomi Aceh maka sistem pemerintahan Aceh mengalami penyempurnaan terus-menerus sesuai dengan ciri khas keislamannya. Hal ini menjadi kenyataan setelah keluar undang-undang tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh. Di dalam undang-undang ini tercantum pasal yang berbunyi, “Penyelenggaraan kehidupan beragama di daerah
17Ibid, p 186. 18Aceh dalam Angka, ibid., p. iv. 19Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Bab I: Pendahuluan
17
diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat.”20
Pelaksanaan syariat Islam menjadi ciri keistimewaan Aceh mengalami penyempurnaan kembali dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintah Aceh. Di dalam undang-undang ini, penamaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berubah menjadi Pemerintahan Daerah Aceh yang disingkat Pemerintah Aceh. Di dalam undang-undang ini tercantum pasal keistemawan Aceh sebagai daerah berbasis agama Islam dalam pasal yang berbunyi, “Pembagian urusan pemerintahan yang berkaitan dengan syari’at Islam antara Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota diatur dengan Qanun Aceh.”21
Di dalam kehidupan sehari-hari, pengaruh agama dan kebudayaan Islam sangat besar di Aceh sehingga daerah ini mendapat julukan “Seuramo Mekkah” (Serambi Mekah).22 Hal ini didukung oleh komposisi agama di Aceh dengan agama Islam (97,6%), Kristen (1,7%), Budha (0,55%), dan Hindu (0,08%).23 Oleh karena itu, segala aspek kehidupan di daerah Aceh harus didasarkan pada syariat Islam. Hal ini tercermin dalam semboyan kehidupan bermasyarakat yang telah menjadi pegangan umum sejak lama di Aceh, “Adat bak Po Teumeureuhom; hukom bak Syiah Kuala; Qanon bak Putro Phang; Reusam bak Laksamana” (adat dari Sultan, hukum dari Ulama, Qanun dari Putri Pahang, Reusam dari Laksamana).24
Di dalam menjalankan sistem pemerintahannya, Pemerintahan Aceh dipimpin oleh seorang gubernur dan wakil gubernur yang berkedudukan di ibu kota Banda Aceh. Secara konstitusional, gubernur mengemban amanah rakyat melalui anggota legislatif hasil
20Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, Pasal 4 Ayat 1.
21Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh, Pasal 13 Ayat (1).
22Menuju Aceh Baru Nanggroe Aceh Darussalam (Banda Aceh: Lembaga Informasi Nasional, 2001), p. 2.
23Ibid, p. 17. 24Ibid, p. 34.
Bab I: Pendahuluan
18
pemilu. Sesuai dengan hasil Pemilu 2009, Pemerintahan Aceh menempatkan 13 anggota DPR RI. Mereka berasal dari Partai Demokrat (7 orang), PKS dan Partai Golkar masing-masing 2 orang, serta PAN dan PPP masing-masing 1 orang. Di samping memilih anggota DPR RI, Pemilu Legislatif di Pemerintahan Aceh memilih anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh). Untuk anggota DPD yang berasal dari Aceh terpilih Tgk. Abdurrahman BTM., H.T. Bachrum Manyak, Dr. Ahmad F. Hamid, M.S., dan Ir. H.T. A. Khalid, M.M. Untuk pemilihan anggota DPRA, dari 69 kursi yang tersedia dikuasai oleh Partai Aceh dengan raihan 33 kursi (47,8%), Partai Demokrat 10 kursi (14,5%), Partai Golkar 8 kursi (11,6%), PAN 5 kursi (7,3%), PKS 4 kursi (5,8%), PPP 3 kusi (4,4%), serta Partai Daulat Aceh, PDI-P, PKPI, PBB, dan Partai Patriot masing-masing 1 kursi (1,5%).
1.3 Pemerintahan Kota Langsa dan Bireun
Kota Langsa merupakan salah satu kota besar di Pemerintahan
Aceh yang terletak di daerah pantai Selat Malaka dan memiliki penduduk multietnis. Kota ini memiliki luas wilayah 262,41 km² dan terletak pada posisi 04º24’ 35,68”-04º33’ 47,03” Lintang Utara serta 97º53’ 14,59”-98º04’ 42,16” Bujur Timur. Kota ini terletak pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 28ºC-32ºC. Secara geografis, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka, sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Tamiang, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, serta di sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Timur.25
Sebelum ditetapkan sebagai Kota, Langsa adalah ibu kota Kabupaten Aceh Timur. Kota ini bersatus Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 64 Tahun 1991 tanggal 22 Oktober 1991. Kedudukan Langsa semakin menguat
25BPS Kota Langsa, Langsa dalam Angka 2005 (Langsa: BPS dan BAPPEDA Kota Langsa, 2005), p. 1.
Bab I: Pendahuluan
19
setelah keluar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang pemekaran Kota Langsa dari Kabupaten Aceh Timur. Pejabat pertama Walikota Langsa adalah H. Azhari Aziz, S.H., M.M. yang dilantik oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, 2 November 2000 di Banda Aceh. Kemudian, hasil Pilkadasung 2006 terpilih Drs. Zulkifli Zainon, M.M. sebagai Walikota Langsa yang dilantik oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 14 Maret 2007 di Kota Langsa.
Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Kota Langsa berjumlah 117.256 jiwa yang tersebar di 5 kecamatan. Pada awalnya, Kota Langsa terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Langsa Barat, Kecamatan Langsa Kota, dan Kecamatan Langsa Timur dengan jumlah desa sebanyak 45 Desa (Gampong) dan 6 Kelurahan. Kemudian, berdasarkan Qanun Kota Langsa No. 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Langsa Lama dan Langsa Baro sehingga Kota Langsa memiliki 5 kecamatan dengan ibu kota bernama Langsa Kota.
Kabupaten Bireuen disahkan oleh Pemerintah RI pada 12 Oktober 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Bireuen terletak pada 4º.54’-5º.21’ Lintang Utara dan 96º.20’.97º.21’ Bujur Timur. Luas kabupaten ini adalah 1.901,21 Km² (190.121 Ha). Secara administratif, di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya.26
Penduduk Bireuen berjumlah 349.085 jiwa yang tersebar di 10 kecamatan sesuai dengan hasil Sensus Penduduk 2000. Kebanyakan penduduk hidup dari pertanian sebagai lapangan kerja utama. Selain penghasil beras, Bireuen juga dikenal dengan komoditas kacang kedelai. Secara persentase, sebanyak 33,05 persen bekerja di sektor agraris. Sisanya tersebar di berbagai lapangan usaha seperti jasa
26BPS Kabupaten Bieruen, Bireuen dalam Angka 2007 (Bireuen: Badan Pusat
Statistik dan Bappeda Kabupaten Bireuen, 2007), p. 1.
Bab I: Pendahuluan
20
(21,62 persen), perdagangan (10,20 persen), dan industri (5,50 persen).27
Bireuen merupakan kabupaten yang berada di jalur strategis, antara Banda Aceh dan Medan serta berbatasan dengan Takengon, Aceh Tengah. Posisi strategis ini menempatkan Bireuen sebagai “daerah konflik” antara Pemerintah RI dengan GAM. Bahkan, dalam peta GAM, Bireuen termasuk wilayah Batee Iliek dalam kekuasaan Panglima Perang Dawis Djeunieb. Akibatnya, kontak senjata antara TNI dengan GAM kerap terjadi di wilayah ini sehingga muncul perundingan damai pada awal Maret 2003. Perundingan damai yang ditangani oleh Komite Keamanan Bersama atau JSC (Joint Security Committee) dengan menjadikan Kecamatan Peusangan sebagai zona damai di Aceh menyusul pemberlakuan demiliterisasi GAM dan relokasi prajurit TNI. Tujuannya, mewujudkan rasa damai dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan di Aceh. 1.4 Fokus Kajian
Lahirnya partai politik lokal dalam sistem Pemerintahan Aceh
di Pemerintahan Aceh merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan secara khusus bagi masyarakat Aceh, terutama masyarakat Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Tentunya keberadaan parlok ini memberikan suatu fenomena baru dalam masyarakat, utamanya masyarakat Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Fenomena yang timbul adalah fenomena berbahasa, baik pemilihan bahasa maupun kohesi sosial yang muncul dari bahasa sebagai alat komunikasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan kepada masalah berdasarkan persoalan sosiolinguistik.
Menurut Mahsun (2005), salah satu bidang penelitian sosiolinguis-tik adalah merujuk kepada penggunaan bahasa dan profesi yang terdiri dari politisi, akademisi, guru, ulama, dan
27Ibid, pp. 27-133.
Bab I: Pendahuluan
21
wartawan.28 Di dalam melihat fenomena yang baru tersebut, khususnya fenomena berbahasa para politisi dalam aktivitas politik oleh parlok dalam komunikasi politik, maka penelitian ini memfokukskan kajian kepada masalah utama yang menjadi target penelitian. Adapun fokus kajian dari penelitian yang dituliskan dalam buku ini adalah: bahasa apa yang dipilih dan alasan apa suatu bahasa dipilih oleh pengurus partai politik lokal dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh?
1.5 Pentingnya Kajian
Penelitian ini penting dilakukan untuk mendapat jawaban
tentang pemilihan bahasa oleh parlok dalam sistem Pemerintahan Aceh dalam komunikasi politiknya. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan perhatian kepada komunikasi lisan secara internal dan eksternal di dalam dan di luar parlok, komunikasi kelompok dalam lingkungan internal parlok, dan komunikasi eksternal dengan parlok lainnya, baik dalam domain informal maupun formal. Penelitian ini ingin menemukan suatu fenomena pemilihan bahasa oleh parlok di Pemerintahan Aceh dalam komunikasi politik dalam hubungan bahasa dengan identitas partai, dalam hubungannya sesama parlok dan parlok lainnya yang disebabkan oleh pemilihan BA, BA/BI, dan BI dalam komunikasi politik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperlukan penetapan pentingnya penelitian. Secara terperinci, pentingnya penelitian ini ditetapkan dalam tiga sasaran sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui secara pasti tentang pemilihan bahasa dan
alasan pemilihan suatu bahasa oleh pengurus parlok dalam komunikasi politik di Aceh.
2. Untuk mengetahui alasan pemilihan bahasa dalam komunikasi politik oleh parlok di Pemerintahan Aceh dalam pemilu legislatif 2009 secara internal dan eksternal di Pemerintahan Aceh.
28Mahsun, Metode Pernelitian Bahasa: Tahapan strategi, metode, dan
tekniknya (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), p. 208.
Bab I: Pendahuluan
22
Penelitian ini juga penting untuk memberi manfaat akademis, teoretis, dan praktis sebagai berikut: 1. Secara akademis, penelitian ini dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan bahasa, khususnya bidang kajian sosiolinguistik. Kajian ini memperkaya penelitian sosiolinguistik, terutama dalam fenomena pemilihan bahasa dalam situasi politik kekinian di Pemerintahan Aceh.
2. Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan manfaat yang luas dalam pengaplikasian teori yang telah umum berlaku dengan sebuah fenomena baru dalam komunikasi masyarakat politik lokal yang terhimpun dalam parlok yang sebelumnya tidak pernah ada. Kajian Pemilihan bahasa sudah sering dilakukan dalam konteks sosial, tetapi kajian sosiolinguistik yang berhubungan dengan parlok belum pernah ada. Hal ini disebabkan sebelumnya tidak pernah ada parlok, baik di Pemerintahan Aceh secara lokal maupun di Indonesia secara nasional.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Pemerintahan Aceh dan Pemerintah Pusat untuk melihat secara lebih kritis tentang pemilihan bahasa dan alasannya dalam perpolitikan lokal di Aceh. Hasil penelitian ini dapat juga digunakan dalam rangka menjaga tingkat kohesi sosial politik antara sesama partai politik lokal dengan partai politik nasional di Pemerintahan Aceh untuk tujuan keharmonisan politik secara lokal di Aceh dan nasional dengan memanfaatkan potensi bahasa. Penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk mengetahui nilai kedaerahan parlok dalam bingkai keindonesiaan secara lebih luas dan menyeluruh di Pemerintahan Aceh. Untuk itu pihak pemerintah dapat menjaga situasi pemilihan bahasa dalam masyarakat sebagaimana diinginkan oleh masyarakat dengan cara menyosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang kedudukan bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi masyarakat dan kedudukan BI sebagai bahasa nasional yang merupakan alat pemersatu bangsa. Pemerintahan Aceh harus berupaya untuk menjaga kedudukan BA sebagai aset
Bab I: Pendahuluan
23
daerah yang merupakan warisan leluhur yang harus dijaga dan dihormati, walaupun demikian Pemerintah Aceh harus menjaga keseimbangan antara posisi BI dan BA dalam rangka keperluan dan kepentingan nasional dan daerah.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
24
BAB II DISKUSI SAINTIFIK SEPUTAR KAJIAN
2.1 Deskripsi Teoretis
Peter Trudgill (1984) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang meninjau bahasa sebagai gejala sosial dan kebudayaan. Oberwart dalam Milroy (1980) menyiasat pemilihan bahasa dalam masyarakat bilingual berdasarkan analisis jaringan sosial. Kajian ini menunjukkan bahwa jaringan sosial merupakan sesuatu yang dapat menjelaskan gejala pemilihan atau gangguan bahasa. Scotton (1983) mengatakan bahwa tingkah laku pemilihan bahasa untuk kepentingan “negosiasi identitas.” Di dalam tradisi kajian sosiolinguistik yang maksimum dilakukan dengan pendekatan interaksi seperti yang dilakukan oleh Goffman (1961, 1963), Garfinkel (1967), yang telah menjadi dasar kajian atau penelitian Gumperz (1976). Pendekatan interaksi biasanya menggunakan pengamatan (observasi) langsung dalam melakukan kajian atau penelitian tentang pemilihan dan penggunaan bahasa.1
Menurut Spolsky (2008), “Language is regularly used in the exercise of political power.”2 Bahasa secara teratur menjalankan kekuasaan politik. Bahkan, Spolsky menyatakan bahwa, “There are more subtle uses of language in politics. The use of a regional or a social dialect by a political leader is often a claim to a specialized ethnic identity.”3 Bahasa digunakan secara halus dalam politik. Hal itu
1Bahren Umar Siregar, D. Syahrial Isa, dan Chairul Husni, Pemertahanan Bahasa dan Sikap Bahasa (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), p. 16.
2Bernard Spolsky, op.cit., p. 58. 3Ibid.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
25
diperlihatkan dalam dialek sosial seorang pemimpin politik yang secara tegas memberikan klaim identitas etnis khusus kekuasaan politik.
Hubungan linguistik dengan masyarakat inilah yang menjadi fokus perhatian sosiolinguistik. Cakupan sosiolinguistik ini dengan jelas diungkapkan oleh Spolky (2008) berikut ini.
Sociolinguistics is the field that studies the relation between language
and society, between the uses of language and the social structures in which the users of language live. It is a field of study that assumes that human society is made up of many related patterns and behaviours, some of wich are linguistic.4
Berdasarkan pengertian sosiolinguistik yang diberikan oleh
Spolsky, sosiolinguistik adalah bidang yang mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat, antara pemilihan bahasa dan struktur sosial di mana pemilihan penggunaan bahasa hidup. Dengan demikian, sosiolinguistik merupakan bidang studi yang mengasumsikan bahwa masyarakat terdiri atas banyak pola dan perilaku yang beberapa di antaranya berkaitan dengan linguistik.
Spolsky (2008) membedakan sosiolinguistik menjadi dua kelompok kajian, yakni mikrososiolinguistik dan makrososiolinguistik. Mikrososiolinguistik memiliki ruang lingkup yang terbatas sebagaimana penjelasan berikut ini:
At what is often called the micro end of sociolingistics, the
sociolinguist’s goal might be to show how specific differences in pronunciation or grammar lead members of a speech community to make judgements about the education or econimic status of a speakers.5 [Huruf miring oleh penulis, termasuk kutipan-kutipan langsung berikutnya]
Berdasarkan penjelasan di atas, pada apa yang sering disebut
akhir sebagai mikrososiolingistik bertujuan untuk menunjukkan bagaimana perbedaan tertentu dalam pengucapan atau tata bahasa
4Ibid., p. 3. 5Ibid, p. 6.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
26
suatu masyarakat bahasa. Perbedaan tersebut dilakukan untuk membuat penilaian tentang pendidikan atau status ekonomi dari penutur bahasa. Hal ini berbeda dengan cakupan makrososiolinguistik sebagaimana dijelaskan oleh Spolsky (2008) berikut ini:
At the other –the macro- end of the spectrum, sometimes labelled
the sociology of language as distinct from sociolinguistics, the scholar’s primary attention turn from the specific linguistic phemomena to the whole of a language or variety (a term we use to include any identifiable kind of language). In macrosociolinguistics, we treat language (and a specific language) alongside other human cultural phenomena.6
Berdasarkan penjelasan Spolsky tersebut, makrososiolinguistik,
kadang-kadang berlabel sosiologi bahasa yang ditempatkan berbeda dengan sosiolinguistik. Perhatian utama dari femomena linguistik ini ditujukan khusus untuk seluruh bahasa atau variasi (istilah yang digunakan untuk memasukkan setiap identifikasi bahasa). Di dalam makrososiolinguistik, kita memperlakukan bahasa (dan bahasa tertentu) bersama fenomena budaya manusia. Hal ini sesuai dengan fokus penelitian bahasa dalam komunikasi politik oleh parlok di Pemerintahan Aceh, yang mengidentifikasi bahasa bersama fenomena budaya pemakai bahasa tersebut.
2.2 Konsep Kedwibahasaan/Bilingualisme
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan istilah kedwibahasaan, yaitu berkenaan dengan pemilihan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai pemilihan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.7 Alih kode yang terjadi dalam sosiolinguistik dijelaskan oleh Spolky (2008) sebagai berikut:
6Ibid. 7Abdul Chaer dan Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), p. 122.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
27
There are various kinds of code switching. Immigrants often use many words from their new language in their old language, because many of the people they speak to know both languages. In situations like this, bilinguals often develop a mixed code. In such a case, we might want to distinguish between code switching of the two languages and the mixed variety.8
Menurut Spolky dalam penjelasan di atas, ada berbagai jenis alih
kode. Para imigran sering memilih menggunakan banyak kata dari bahasa baru mereka dalam bahasa lama mereka, karena banyak orang yang berbicara dan mengetahui kedua bahasa itu. Di dalam situasi seperti ini, bilingual sering mengembangkan kode campuran. Bahkan, di dalam kasus seperti itu, kita mungkin ingin membedakan antara alih kode dari dua bahasa dan berbagai campuran kode.
Esensi bahasa di bidang sosiolinguistik dalam suatu negara menarik perhatian. Dalam hal ini, Brass (2005) mengatakan, “Contemporary research in sociolinguistic has also revealed considerable variation in the capacities of individuals and groups to command more than one linguistic code.”9 Menurut Brass, penelitian baru-baru ini di bidang sosiolinguistik menekankan variasi besar dalam komposisi bahasa negara, dalam perkembangan bahasa-bahasa yang berbeda dan dalam kapasitas perseorangan dan kelompok untuk mengharuskan kode bahasa berbeda. Fenomena berbahasa seperti ini terjadi di India dan Indonesia di mana bahasa minoritas menjadi bahasa negara dengan bahasa asing dan bahasa etnis lain menjadi bahasa yang memiliki hak hidup yang sama dalam sistem komunikasi masyarakatnya.
Untuk dapat memilih menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa tersebut. Pertama adalah bahasa ibu atau bahasa pertamanya (disingkat B-1). Kedua adalah bahasa yang lain sebagai bahasa keduanya (disingkat B-2). Orang yang memiliki kemampuan menggunakan dua bahasa sekaligus disebut dengan orang yang bilingual, atau masyarakat yang memiliki
8Bernard Spolsky, op.cit., p. 49. 9Brass, Paul R, Language, Religion and Politics in North India,(Lincoln:
iUniverse, Inc., 2005), p. 25.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
28
kemapuan menggunakan dua bahasa sekaligus yaitu B-1 dan B-2 adalah masyarakat yang bilingual. Oleh karena itu, pada kenyataanya orang Aceh atau masyarakat Aceh pada umumnya orang yang bilingual atau masyarakat yang bilingual, karena memiliki kemampuan berbahasa Aceh sebagai bahasa ibu dan mampu menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Konsep bilingualisme adalah kebiasaan memilih menggunakan dua bahasa dalam interaksi komunikasi dengan orang lain dan merupakan perilaku pemilihan dua bahasa atau dua kode secara bersamaan dalam interaksi dan komunikasi verbal (Budiarsa, 2006). Di dalam konsep kedwibahasaan tampak jelas adanya persentuhan atau kontak antara B-1 dan B-2. Frekuensi tinggi rendahnya kontak B-1 dan B-2 sangatlah tergantung pada ruang gerak atau tingkat aktivitas komunikasi penutur dua bahasa itu sendiri. Sebagai suatu konsekensi dari efek kontak kedua bahasa adalah akan terjadi suatu proses saling pengaruh-mempengaruhi antara B-1 dan B-2 baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Pengaruh yang terjadi memungkinkan positif terhadap B-1 atau negatif terhadap B-2.
Masyarakat Aceh pada umumnya adalah masyarakat tutur yang terbuka. Artinya, masyarakat Aceh mempunyai hubungan tutur antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, baik hubungan secara sosial kemasyarakatan maupun hubungan komunikasi politik yang dibangun oleh partai politik, baik parlok maupun partai politik nasional. Hal ini tentunya akan mengalami apa yang disebut dengan istilah kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan. Sebagai akibatnya, salah satu akibat dari kontak bahasa yang terjadi dalam masyarakat Aceh adalah bilingualisme atau yang kita sebut dengan kedwibahasaan. Dengan demikian, pada umumnya masyarakat Aceh tidak asing dengan memilih menggunakan BA dan BI dalam komunikasi sehari-hari dalam bentuk tukar kode atau alih kode.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
29
2.3 Konsep dan Variabel Penelitian
Penelitian sosiolinguistik ini memusatkan perhatian pada pemilihan bahasa dalam komunikasi politik parlok pada sistem komunikasi di Pemerintahan Aceh. Bahasa yang diteliti adalah bahasa yang dipilih digunakan oleh pengurus parlok, yakni BA, BA/BI (campur kode) dengan BA dominan, BA/BI (campur kode) dengan BI yang dominan dipilih, dan BI dalam komunikasi politik, kedua bahasa ini atau percampuran kedua bahasa ini memainkan peran penting dalam komunikasi parlok pada Pemilu Legislatif 2009. Pada satu sisi, BA dan BI digunakan masyarakat secara bersamaan dengan asumsi frekuensi BA yang paling banyak penuturannya. Di sisi lain, dengan asumsi BI menempati frekuensi paling banyak yang dipilih dalam penuturan masyarakat. Asumsi kondisi yang demikianlah yang menjadi stimulus awal dalam kajian sosiolinguistik dalam kasus parlok di Pemerintahan Aceh. Penelitian ini menggunakan gabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Secara kuantitatif, penelitian ini menetapkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini fokus kepada pemilihan bahasa (X-1). Sebaliknya, secara kualitatif, faktor yang mempengaruhi setiap variabel menjadi fakta pendukung dalam analisis kuantitatif. Dengan demikian, penelitian sosiolinguistik ini menggunakan data kuantitatif berdasarkan variabel bebas dan variabel terikat, dan data kualitatif hanya digunakan untuk pembuktian atas respon kuantitatif. Penggabungan ini merupakan bagian yang menyatu dalam mengungkapkan hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat dalam komunikasi politik pengurus parlok di Pemerintahan Aceh. Komunikasi politik ini mengandung unsur-unsur komunikasi politik pengurus parlok itu sendiri, hal ini memungkinkan ada pengaruhnya dengan kohesi sosial dalam masyarakat pada Pemilu Legislatif 2009 dan juga memungkinkan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap parlok tersebut.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
30
2.4 Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa adalah kebiasaan berbahasa seorang penutur di dalam peristiwa bahasa tertentu dengan petutur (mitra bicara) pada ranah-ranah pemakaian bahasa.10 Pemilihan bahasa dalam masyarakat homogen memiliki kecenderungan yang tidak sama dengan pemilihan bahasa dalam masyarakat heterogen. Di dalam penelitian ini, penggunaan bahasa masyarakat homogen merujuk pada pemilihan bahasa masyarakat Kabupaten Bireuen sedangkan bahasa masyarakat heterogen mengacu pada bahasa masyarakat Kota Langsa.
Bahasa yang menjadi sasaran pengidentifikasian dalam pemilihan bahasa adalah BA, BA/BI dengan BI yang dominan dan BA/BI dengan BI yang dominan dan BI. Kedua bahasa ini dalam ranah pemakaian bahasa memiliki kecenderungan pendominasian di mana pada domain tertentu BA mendominasi tetapi pada domain yang lain BI mendominasi pemilihan bahasa, baik di Kota Langsa maupun Kabupaten Bireuen. Ranah pemakaian bahasa itu sendiri terbagi dalam beberapa aspek, seperti bahasa dalam komunikasi politik secara internal dan eksternal ataupun bahasa dalam komunikasi politik dengan masyarakat dan pemerintah.
Pemilihan bahasa muncul akibat adanya pemilihan penggunaan bahasa di mana masyarakat memiliki alasan tersendiri untuk menggunakan bahasa tertentu. Di dalam pemilihan bahasa, masyarakat memiliki alasan berdasarkan faktor kebiasaan, rasa bangga, rasa puas, atau berdasarkan faktor merasa akrab memilih suatu bahasa. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat mempunyai latar belakang sosial dan kebahasaan dalam memilih bahasa yang menjadi alat komunikasi. Di dalam penelitian ini, komunikasi terjadi secara politis dalam usaha menumbuhkan respon positif dari masyarakat terhadap parlok pada Pemilu Legislatif 2009 di Pemerintahan Aceh.
Di dalam konteks pemilihan bahasa, Fasold (1984) menegaskan bahwa sosiolinguistik menjadi studi karena adanya pemilihan bahasa.
10Bahren Umar Siregar, D. Syahrial Isa, dan Chairul Husni, op.cit., p. 10.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
31
Asumsinya banyak bahasa dalam masyarakat, yang mana bahasa-bahasa tersebut dipilih oleh masyarakat sebagai alat komunikasi mereka. Oleh karena itu, deskripsi tentang kemungkinan adanya pemilihan bahasa bergantung pada adanya pemilihan penggunaan variasi bahasa sehingga dapat dilakukan kajian sosiolinguistik dengan menggunakan rumus statistik terhadap pemilihan bahasa tersebut.11
Pemilihan bahasa merupakan faktor penting untuk mengungkapkan pemikiran dan hubungan sosial pemakai bahasa. Spolsky (2008) menjelaskan posisi multilungual dalam pemilihan bahasa sebagai berikut.
Why does multilingualism and language contact entail so much
emotional reaction? The answer lies not in the practical communication realm, but in teh symbolic function of language and varieties. One of the most commom ways of identifying a person is by his or her language. Because language is language you speak is an important identity group for you. There are other markers of ethnic identity, such as food or clothing or religion. But language has a special role, in part because it organizes thought and in part because it establishes social relations.12
(Terjemahan penulis: Mengapa multilingualisme dan bahasa memerlukan reaksi emosional begitu banyak? Jawabannya terletak tidak di dunia komunikasi praktis, tetapi dalam fungsi simbolik bahasa dan varietas. Salah satu cara yang paling umum mengidentifikasi seseorang adalah dengan bahasanya. Karena bahasa yang dipilih digunakan adalah identitas penting bagi sesuatu kelompok. Ada penanda identitas etnis lain, seperti makanan atau pakaian atau agama. Tapi bahasa memiliki peran khusus, sebagian karena mengatur pemikiran dan sebagian karena menetapkan hubungan sosial).
Berdasarkan penjelasan di atas, pemilihan bahasa menjadi penting
karena bahasa menjadi identitas personal dan komunal. Oleh karena itu, pemilihan bahasa memiliki argumentasi tersendiri atau alasan khusus setiap pemakai bahasa. Alasan pemilihan bahasa dapat berupa alasan kebiasaan dan fasih bertutur sehari-hari tetapi dapat pula karena perasaan puas hati atau rasa bangga memilih menggunakan
11Ralph Fasold, The Sociolinguistics of Society (Oxford: Blackwell, 1984), p.
180. 12Bernard Spolsky, ot.cit., p. 57.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
32
bahasa tertentu dan juga dengan alasan merasa akrab dengan memimilih menggunakan bahasa komunikasinya. Hal seperti inilah yang menjadi fokus penelitian terhadap bahasa dalam komunikasi politik oleh pengurus parlok di Pemerintahan Aceh.
2.5 Kohesi Sosial
Secara linguistik, Halliday dan Hasan (1976) mengatakan ada
sesuatu yang menciptakan suatu wacana (the property of being a text), yaitu keadaan unsur-unsur yang saling merujuk dan berkaitan secara semantik yang disebut kohesi. Kohesi diciptakan secara formal oleh alat bahasa yang disebut pemarkah kohesi (cohesive marker), misalnya kata ganti, kata tunjuk, kata sambung, dan kata yang diulang, baik secara gramatikal maupun leksikal. Dengan demikian, sebuah wacana menjadi padu karena setiap bagian pembentuk wacana mengikat bagian yang lain secara wajar.13
Secara lebih luas, kohesi sosial (social cohesion) dapat didefinisikan sebagai perekatan yang dibangun oleh suatu komunitas berdasarkan ikatan kefamilian, klan dan geneologi dalam bingkai keetnikan. Kohesi sosial dapat terjadi secara intramasyarakat yang secara historis menempati satu wilayah dan menjaga tata adat dan tata sosial yang sama; dan kohesi sosial antarmasyarakat yang terbentuk melalui pertemuan sosial lintas masyarakat karena adanya saling butuh hingga saling membantu. Kohesi sosial intramasyarakat terbentuk melalui mekanisme kesadaran kekerabatan sedangkan kohesi sosial antarmasyarakat didorong mekanisme pragmatis-ekonomis.14
Di dalam konteks masyarakat Aceh, kohesi sosial yang muncul berkaitan erat dengan penyelesaian konflik pasca-MoU Helsinki
13Untung Yuwono. “Wacana,” Pesona bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, dalam Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder, peny. (Jakarta: Gramedia, 2006), p. 96.
14Kohesi Sosial, Perekat yang Selalu harus Dikelola. Makalah disampaikan pada kegiatan Diskusi Pengayaan Hasil-hasil Internalisasi 7 Tematik Asesmen Pokja PDA Maluku Utara, yang diselenggarakan oleh UNDP di Kantor UNDP, 5 April 2005, p. 1.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
33
merujuk pada pemahaman kohesi secara lebih luas. Menurut Widjajanto (2004) dalam proses penyelesaian suatu konflik berdimensi kekerasan terdapat empat tahap penyelesaian konflik. Tahap pertama, upaya militer mengendalikan dan menghentikan siklus kekerasan. Di dalam hal ini yang paling penting adalah bagaimana aksi kekerasan dapat segera direduksi pada level paling minimal sehingga mampu meminimalisasi korban dan menjadi prasyarat proses penyelesaian yang lebih mengedepankan pendekatan politik. Tahap kedua, penyelesaian politik (political settlement) dalam proses negosiasi antarpihak yang bertikai. Tahap ketiga, berusaha menemukan solusi konflik secara komprehensif dengan menerapkan problem solving approach, yang terbaik bagi kedua pihak diaplikasikan secara empirik. Tahap keempat adalah peace-building yang meliputi tahap transisi, rekonsiliasi, dan konsolidasi. Tahap ini merupakan tahapan terberat dan memakan waktu lama karena berorientasi struktural dan kultural. Hal terpenting dalam tahap ini adalah pulihnya kepercayaan dan kohesi sosial masyarakat sehingga integrasi masyarakat secara harmonis dapat dicapai dan tidak menyisakan potensi kerawanan di masa mendatang.15 Untuk itu, menurut Amien (2005), “Kohesi sosial diekspresikan dalam bentuk nilai-nilai bersama (shared values), partisipasi aktif pada kegiatan sosial budaya, saling percaya dan kelembagaan sosial berjalan baik.”16
Kohesi sosial dalam konteks sosial masyarakat berhubungan erat dengan karakter masyarakat. Menurut Robert Melton dalam DeFleur dan Ball-Rokeach (1989), karakter masyarakat secara struktural fungsional dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Masyarakat pada dasarnya merupakan suatu sistem di mana
bagian-bagian yang ada di dalamnya saling berhubungan satu
15Syamsul Hadi, dkk. Disentegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal, dan
Dinamika Internasional (Jakarta: CIRES dan Yayasan Obor Indonesia, 2007), pp. 177-178.
16A. Mappadjantji Amien. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2005), p. 263.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
34
sama lainnya; sebagai suatu organisasi yang saling berkaitan, berkelanjutan, dan dengan aktivitas-aktivitas yang terpola.
2. Secara alamiah suatu masyarakat cenderung untuk menciptakan situasi keseimbangan dinamis. Jika terjadi situasi yang tidak harmonis maka paksaan akan digunakan untuk menciptakan kembali solidaritas.
3. Seluruh aktivitas masyarakat yang terpola akan merupakan bagian dari usaha untuk memelihara stabilitas sistem yang ada.
4. Pada umumnya aktivitas-aktivitas yang berkelanjutan dan terpola merupakan faktor yang sangat diperlukan bagi eksistensi suatu sistem untuk tetap survive.17 Di dalam konflik, faktor bahasa memegang peranan penting.
Penggunaan bahasa yang sama menjadi faktor penentu dalam penyelesaian konflik. Untuk memilih bahasa yang berterima oleh semua komponen masyarakat harus mempertimbangkan kohesi sosial. Oleh karena itu, Spolsky (2008) memberi simpulan adanya konflik pemilihan dan penggunaan bahasa dalam sikap bahasa masyarakat sebagaimana penjelasannya berikut ini.
Multilingual society inevitably face conflict over language choice.
Some aspects of concern for language choice can be explained pracyically, politically, or economically. The speakers of a language are in a stronger position when their language is used for national or international communication, or for government, or for trade and commerce, or for education.But the role of language in establishing social identity adds an additional, nonmaterial dimension to the conflict.18
Pendapat Spolsky di atas memberi penjelasan bahwa masyarakat
multilingual pasti menghadapi konflik atas pemilihan bahasa. Beberapa aspek perhatian untuk pilihan bahasa antara lain aspek pemilihan bahasa, politik, dan ekonomi. Para penutur bahasa berada dalam posisi yang lebih kuat ketika bahasa mereka digunakan untuk komunikasi nasional atau internasional, atau untuk pemerintah,
17M.L. DeFleur dan S.J. Ball-Rokeach, Theories of Mass Communication. Fifth
Edition, (New York: Longman Inc., 1989), p. 32. 18Bernard Spolsky, ot.cit., p. 57.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
35
perdagangan, dan pendidikan. Akan tetapi, peran bahasa dalam membangun identitas sosial menambah dimensi, yakni dimensi nonmateri untuk konflik. Tambahan dimensi nonmateri ini berindikasi kuat posisi penting bahasa dalam membangun kohesi sosial. 2.6 Teori Komunikasi
Setiap manusia sangat ingin berhubungan dengan manusia
lainnya, dan hubungan itu dibangun dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi setiap orang atau setiap manusia dapat menyampaikan atau menyatakan tentang sesuatu apa yang ada dalam pikiran serta perasaannya kepada orang lain yang diinginkannya. Hal ini dilakukan oleh manusia karena adanya suatu keinginan yang merupakan kebutuhan untuk hidup dengan lingkungannya. Secara sederhana dan mudah dimengerti, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan antarpribadi atau antarindividu.
Para ahli mendefinisikan komunikasi menurut sudut pandang masing-masing. Carl I. Hovland dalam Cangara (2009) mengatakan bahwa komunikasi adalah merupakan suatu upaya yang sistimatis untuk merumuskan secara tegas tentang asas-asas penyampaian imformasi serta pembentukan pendapat dan pembentukan sikap. Definisi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi bukan saja merupakan proses penyampaian informasi, akan tetapi komunikasi juga merupakan suatu proses pembentukan pendapat umum atau pendapat masyarakat dan juga berfungsi untuk mengubah prilaku sesuatu kelompok masyarakat. Dalam menyampaikan informasi kepada umum atau khalayak ramai diperlukan komunikasi yang komunikatif untuk tujuan mengubah sikap, pendapat dan perilaku umum yang menerima suatu informasi.19
Definisi komunikasi yang lain dicetuskan oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri dalam komunikasi antarmanusia (human communication). Mereka mengatakan bahwa, “Komunikasi adalah suatu transaksi proses simbolik yang
19Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), p. 31.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
36
menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan cara membangun hubungan antarsesama manusia, pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku dan berusaha mengubah sikap dan tingkah laku.”20
Di samping pendapat di atas, Lasswel (2009) mengatakan bahwa cara yang akurat untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan cara menjawab pertanyaan “Who says what in which channel to whom with what effect?” sehingga paradigma Lasswell meliputi lima unsur komunikasi yaitu komunikator (communicator), pesan (message), media (channel), komunikan (receiver), dan efek (effect).21 Dengan demikian, di dalam komunikasi harus ada pihak yang terlibat sebagaimana terdapat dalam definisi komunikasi yang diungkapkan oleh Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid (1981), bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih melakukan penukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian yang mendalam.22
Komunikasi pragmatis dalam pengertiannya mengandung tujuan tertentu, ada komunikasi yang dikakukan secara lisan, tatap muka, atau komunikasi melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi dan film, maupun komunikasi bukan media massa, seperti komunikasi melalui surat, telefon, papan pengumuman, poster, spanduk, dan bentuk lainnya. Dengan demikian, definisi komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan tentang sesuatu atau untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
2.6.1 Komunikasi Lisan
Komunikasi lisan (word-of-mouth communication) merupakan
suatu aktivitas penukaran ide atau pikiran. Di dalam komunikasi lisan,
20Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta:
Rajawali Press, 2009), p. 19. 21Ibid. 22 Marhaeni Fajar, op.cit., p. 32.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
37
bahasa yang dipilih digunakan adalah bahasa lisan atau bahasa percakapan. Bentuk lazim dari komunikasi lisan adalah percakapan langsung antara satu orang dengan satu orang lainnya atau percakapan langsung antara satu komunikator dengan beberapa kumunikan. Untuk tercapainya nilai yang efektif antara komunikator dengan komunikan maka ada beberapa hal yang diperlukan oleh komunikator, yaitu kepercayaan dari pihak komunikan, daya tarik, dan kekuatan.
Dalam komunikasi lisan, kemampuan menyampaikan pesan yang merupakan ide, pikiran serta gagasan serta kemampuan mendengarkan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan akan memberikan nilai yang efektif. Artinya, pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami serta dimengerti oleh komunikan, baik itu komunikan perorangan ataupun komunikan kelompok atau massa. Dalam tahap yang lebih lanjut, kemampuan dalam menyampaikan pesan juga merupakan cakupan kemampuan menyakinkan komunikan oleh komunikator.
Muhammad (2007) mengatakan bahwa dalam komunikasi lisan dan tulisan dan komunikasi yang menggunakan perangkat keras atau yang menggunakan peralatan elektronik akan muncul beberapa kemungkinan tipe pesan dalam organisasi sebagai berikut: (i) dyadic; (ii) kelompok; dan, (3) publik. Dalam hal dyadic exchange ada keperluan (need) oleh pihak komunikator adalah untuk memperoleh rasa prestise, untuk mengilangkan suatu keraguan dari pihak komunikan, untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang-orang yang sama ide atau prinsip, dan untuk mendapatkan manfaat yang nyata. Kemudian, dalam tujuan/hubungan dengan jaringan formal secara internal dan eksternal, dan jaringan informal secara internal dan eksternal dari segi tugas, pemeliharaan, kemanusiaan, dan pembaruan baik secara verbal atau nonverbal. Hal ini menunjukkan bahwa satu pesan dalam organisasi dapat dilihat dari bermacam-macam penggolongan, yaitu suatu pesan dalam jaringan komunikasi formal dapat bersifat internal dan eksternal, baik itu komunikasi dyadic, kelompok, dan publik.23
23Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2007).
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
38
2.6.2 Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan
politik. dalam fungsi komunikasi politik yang terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik. Perloff dalam Budiharjo (1982) mengatakan bahwa, “Process by which a nation’s leadership, media, and citizency exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy.”24Kegiatan komunikasi yang dapat dianggap sebagai komunikasi politik adalah berdasarkan konsekuensinya, harus aktual dan memiliki nilai yang potensial yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Dengan demikian, yang memiliki cakupan komunikator yaitu politisi, profesional, aktivis dengan memiliki pesan, persuasi, media khalayak, dan akibat.
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yaitu menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi politik masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa dalam penggabungan kepentingan (interest aggregation) dan perumusan kepentingan (interest articulation) untuk memperjuangkan menjadi public policy, baik secara internal maupun eksternal.25 Di dalam hal ini, politisi adalah orang yang bercita-cita untuk atau ingin memegang jabatan pemerintahan, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, atau menteri.
Meskipun komunikasi politik tidak dapat menghindarkan diri dari membicarakan kekuasaan tetapi komunikasi politik memiliki hubungan yang erat dengan bahasa. Menurut Graber dalam Cangara (2009), komunikasi politik tidak hanya retorika melainkan juga mencakup simbol-simbol bahasa, seperti bahasa tubuh serta tindakan-tindakan politik seperti boikot, protes, dan unjuk rasa.26 Bahkan, Cangara (2009) riset komunikasi politik tidak terbatas pada perilaku voting pemilih saja, melainkan sudah mencakup peta politik baik berdasarkan hasil pemilu sebelumnya maupun kecenderungan
24Budiardjo Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1982). 25Ibid. 26 Hafied Cangara, op.cit., p. 36.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
39
perilaku politik pemilih dengan melihat berbagai aspek, seperti bahasa politik dan sosio-demografinya.27 Dengan demikian, komunikasi politik merupakan suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik di mana penggunaan dan pemilihan bahasa menentukan keberhasilan komunikasi tersebut. 2.7 Partai Politik Lokal
Di dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa
kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini memberikan makna bahwa rakyat memiliki kedaulatan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, sesuai dengan Undang-undang RI nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah, bahwa peserta pemilu anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah partai politik sedangkan peserta pemilu DPD adalah orang perseorangan. Dengan demikian, partai politik merupakan saluran untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat sekaligus berfungsi sebagai sarana untuk rekrutmen pemimpin yang baik, di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Sedangkan pemilu merupakan bentuk legitimasi yang diberikan rakyat kepada partai politik untuk mewakilinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat menjadi fondasi legitimasi pemerintah dan DPR RI, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Menurut Lijphart dan Friederich dalam Supardan (2008), konsep dasar partai politik mengacu pada sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pemimpin partainya. Berdasarkan penguasaan ini memberikan kemanfaatan bagi anggota dan partai politiknya, baik bersifat idiil maupun material.28 Menurut Dadang Supardan (2008), tujuan partai politik adalah untuk
27Ibid. 28Dadang Supardan, op.cit., p. 571.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
40
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik—biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakasaan yang mereka tetapkan.29
Untuk mewujudkan tujuan politik, setiap partai politik mengikuti pemilihan umum. Menurut Dadang Supardan (2008), “pemilihan umum adalah suatu kegiatan politik untuk memilih atau menentukan orang-orang yang duduk di dewan legislatif maupun eksekutif.”30 Di Indonesia, KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada Pemilu Legislatif 2009 menetapkan jumlah Partai Politik Peserta Pemilu sebanyak 44 (empat puluh empat) partai politik yang terdiri dari 38 (tiga puluh delapan) partai politik nasional dan 6 (enam) partai politik lokal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (nama resmi Aceh sebelum menjadi: Pemerintahan Aceh). Pembentukan parlok di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah berdasarkan pada Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM yang ditandatangani bersama di Helsinnki, Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005.
Di dalam nota kesepahaman antara RI dan GAM yang ditandatangi bersama itu, pada ayat I.2 sub 1.2.1 dalam nota dituliskan dan disepakati sebagai berikut.
Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak Nota
Kesepahaman ini, pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan Nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, pemerintah RI dalam tempo satu tahun, atau paling lambat 18 (delapan belas) bulan sejak Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut. (Lihat Nota Kesepahaman antara RI dan GAM di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005)31
29Ibid. 30Ibid, p. 570. 31J. Anto, dkk., Resolusi Konflik Melalui Jurnalisme Damai: Panduan untuk
Peliputan Konflik Aceh (Medan: KIPPAS, 2005), p. 38.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
41
Adapun keenam partai lokal yang disahkan pemerintah sesuai dengan UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 dan ketetapan KPU tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1. Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS) berasaskan Islam. 2. Partai Daulat Atjeh (PDA) berasaskan Islam (Ahlul Sunnah
Waljamaah I’tiqadan Mazhab Syafi’i amalan). 3. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) berazaskan Islam. 4. Partai Rakyat Aceh (PRA) berasaskan Pancasila. 5. Partai Aceh (PA) berasaskan Pancasila, UUD 1945, dan Kanun
Meukuta Alam Al-Asyi. 6. Partai Bersatu Atjeh (PBA) berasaskan akhlak politik mulia
berlandaskan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Keenam parlok berkantor pusat di ibukota Pemerintahan Aceh,
yaitu Kota Banda Aceh. Untuk kantor di Kota Langsa berkedudukan sebagai pemimpin wilayah Kota Langsa. Demikian juga kedudukan kantor di Bieruen berkedudukan sebagai pemimpin wilayah Kabupaten Bieruen. Keenam parlok tersebut memiliki kantor yang tetap serta aktif dalam kegiatan politik serta kegiatan sosial masyarakat. 2.8 Hasil Penelitian Terdahulu
Mahsun (2005) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian
Bahasa menyatakan bahwa bidang linguistik yang berhubungan dengan pemakaian bahasa merupakan salah satu bagian dari bidang antardisiplin yang disebut sosiolinguistik.32 Sosiolinguistik didefinisikan sebagai subbidang interdisipliner bahasa dengan sosiologi yang mengkaji fenomena kebahasaan dalam kaitannya dengan faktor sosial, termasuk kelas sosial, jenis kelamin, usia, dan etnisitas. Di dalam waktu yang bersamaan, mengkaji fenomena sosial dengan menggunakan penjelasan atas dasar evidensi kebahasaan.33 Batasan ini tentu memiliki argumentasi yang sangat penting, karena bagaimanapun bahasa hadir dalam kehidupan manusia yang
32Mahsun, op.cit., p. 202. 33Lihat Gunawan (2002) dan Hudson (1995).
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
42
bersosialisasi, bahasa tidak hadir dalam situasi manusia itu dalam kesendirian.
Pemakaian bahasa dapat dimaknai sebagai penggunaan bahasa menurut dimensi ragam atau verietas, gaya resmi atau santai juga mencakup dimensi “siapa yang menggunakan bahasa itu.” Ikhwal tentang siapa yang menggunakan bahasa itu tentulah masyarakat tuturnya yang dalam hal ini adalah masyarakat itu sendiri yang tidak homogen, ia selalu hadir dalam bentuk heterogen. Artinya, dalam masyarakat tutur itu akan terpolarisasi kelompok-kelompok sosial yang masing-masing memiliki kesamaan fitur. Maka, sosiolinguistik memandang bahwa suatu bahasa tidak pernah homogen, akan tetapi bahasa selalu terdiri dari ragam-ragam yang terbentuk menurut kelompok-kelompok sosial yang ada. Dengan bertitik tolak pada pengertian pemilihan bahasa seperti yang disebutkan di atas, maka Mahsun membagi kajian sosiolinguistik ke dalam 23 (dua puluh tiga) topik, satu di antara ke-23 topik tersebut adalah topik ‘Pemilihan Penggunaan Bahasa dan Profesi (politisi, guru, akademisi, ulama, wartawan dan sebagainya).34 Tentunya bagi politisi dalam pemilihan bahasa dan profesi dalam kajian ini adalah berlaku bagi orang-orang yang berada dalam partai politik, dalam hal ini adalah mereka yang secara resmi tercatat atau tercantum namanya sebagai pengurus parlok di Kota Langsa dan Kabupaten Bieruen, Pemerintahan Aceh.
Penelitian tentang pemilihan bahasa atau juga disebutkan dengan penelitian pemakaian atau penggunaan bahasa telah banyak dilakukan oleh peneliti bidang sosiolinguistik sebelumnya. Umpamanya, penelitian yang dilakukan oleh Koentjaraningrat (1967) dan Clifford Geertz (1976) tentang penggunaan bahasa dalam masyarakat Jawa dengan temuan adanya perbedaan tingkat variasi bahasa di kalangan wong cilik dengan saudagar dan masyarakat para priayi.35
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian C.R.J. Roos (1965) tentang pemilihan bahasa masyarakat kelas atas (upperclass) dan kelas bawah (non-upper class) dalam
34Mahsun, op.cit. p. 232. 35Abdul Chaer dan Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), p. 51.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
43
masyarakat Inggeris. Penelitian William Labov (1966) tentang penggunaan bunyi <th> antara antara penduduk New York, Amerika Serikat dari kelas sosial ekonomi. Penelitian Trudgill (1984) tentang Penggunaan bahasa Kanarese, yakni keluarga Dravida dari India Selatan atas kaum Brahmin dan kaum bukan Brahmin di dua kota, yakni kota Bangalore dan kota Dharwar. Demikian juga penelitian Trudgill (1984) tentang pemilihan bahasa Inggeris standard dan nonstandar di Kota Cornwall dan Kota Aberdeen. Kemudian, penelitian Fishman (1972) terhadap penduduk Kota New York tentang perbedaan ciri-ciri fonologis yang terjadi dengan cara-cara tertentu dan peristiwa-peristiwa tertentu.
Tanner (1976) dalam penelitiannya tentang pemilihan bahasa oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia yang melanjutkan studi di Amerika Serikat sejumlah 26 orang. Tanner berkesimpulan bahwa masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi antarsuku, baik dalam situasi formal maupun informal.36 Farid M. Onn, dkk. (1987), melakukan penelitian di Kampung Asun Kunluang di bahagian Utara Alor Setar Kubang Pasu Kedah tentang ‘Penukaran kod dan refleksi sosial dalam masyarakat Melayu” didapati bahwa pola pemilihan bahasa mencerminkan keadaan sosial. Farid berkesimpulan bahwa kriteria umur, pendidikan dan situasi mempengaruhi pemilihan bahasa dalam berinteraksi. Husein Widjaja Kusumah (1986) mengkaji gejala-gejala tukar kod dalam masyarakat dwibahasa yaitu masyarakat bahasa Sunda dan bahasa Indonesia di Bandung. Widjaya Kusuma berkesimpulan bahwa sering terjadi pemilihan bahasa dalam tukar kode dalam berkomunikasi sesama masyarakat Kota Bandung.
Teo Kok Seong (1986) dalam kajiannya tentang penghayatan bahasa Malaysia di kalangan masyarakat Cina di Kampong Baru, Sungai Chua Kajang. Dalam kajian tersebut, Teo berkesimpulan bahwa ada tiga faktor penting yang dapat mempengaruhi penghayatan bahasa Malaysia di kalangan masyarakat Cina yaitu; (1) rasa
36Ibid, p. 205.
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
44
perkauman (2) faktor demografi (3) faktor nonlinguistik yaitu faktor politik kerajaan tentang bahasa negara.
Marasigan (1983) tentang kajian fenomena pemilihan bahasa dalam percakapan harian dalam masyarakat dwibahasa di Kota Manila Pilipina, Marasigan berkesimpulan bahwa masyarakat lebih senang dan memilih campur kode dan tukar kode dalam komunikasi mereka. Wanpen Thatawakorn (1981) mengkaji tentang fenomena pemilihan bahasa oleh wanita keturunan Yao di Thailand, dari hasil kajiannya Thatawakorn berkesimpulan bahwa wanita keturunan Yao menggunakan bahasa Yao dalam pembicaraan topik yang ringan. Bahasa Yao digunakan untuk membicarakan kebudayaan Yao dan bahasa Thai digunakan untuk membicarakan tentang budaya Thai, dan masalah intelektual.
Hanafiah (1997) mengadakan penelitian tentang pemilihan bahasa oleh masyarakat Aceh di Kota Medan dalam komunikasi sesama suku. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa masyarakat Aceh yang berumur di bawah 20 tahun kurang berminat menggunakan bahasa Aceh. Mereka lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan sangat sedikit masyarakat Aceh di Medan yang menggunakan bahasa Aceh berbanding bahasa Indonesia. Sebagian besar masyarakat Aceh menggunakan bahasa campur (campur kode BA/BI) dalam komunikasi informal sedangkan dalam komunikasi formal rata-rata menggunakan bahasa Indonesia.
Siregar (1996) mengkaji pemilihan bahasa atau language choice tentang masyarakat Indonesia di Australia. Siregar berkesimpulan bahwa pemilihan bahasa merupakan tipikal perilaku berbahasa dari masyarakat yang bilingual atau multilingual. Bagi masyarakat yang menggunakan lebih dari satu bahasa, bahasa ibu (B-1) dan bahasa lain di luar bahasa ibu (B-2) dapat memungkinkan terjadinya variasi atau keragaman bahasa dari aspek penggunaannya dan fenomena masyarakat yang bilingual melahirkan kemungkinan adanya interferensi bahasa.
Dari hasil penelitian para ahli bahasa di atas, ditemukan berbagai hasil penelitian berkaitan dengan bahasa dan konteks sosialnya. Akan tetapi, tidak ditemukan hasil penelitian terhadap pemilihan bahasa
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
45
dalam komunikasi politik oleh partai politik, terutama dalam sistem Pemerintahan Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan demikian, penelitian terhadap pemilihan bahasa Aceh serta bahasa Indonesia dalam komunikasi politik parlok di Pemerintahan Aceh merupakan kajian awal pascakonflik dan kekerasan yang melanda masyarakat Aceh. 2.9 Kerangka Konseptual
Pemilihan bahasa dalam konsep penelitian ini adalah pemilihan
satu bahasa di antara bahasa yang ada dalam suatu masyarakat bahasa. Dalam hal ini masyarakat Aceh yang merupakan masyarakat bilingual yang maknanya masyarakat yang memahami BA sebagai bahasa suku dan juga memahami BI sebagai bahasa nasional. Keberadaan BA bagi masyarakat Aceh adalah merupakan bahasa ibu dan BI merupakan bahasa kedua. Pemilihan bahasa dalam masyarakat yang homogen memiliki kecendrungan yang berberbeda dengan masyarakat yang heterogen. Dalam kerangka konsep penelitian ini disesuaikan dengan wilayah penelitian yaitu Kota Langsa yang memiliki masyarakat yang hiterogen dan Kabupaten Bireuen yang memiliki masyarakat yang homogen.
Bahasa yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah BA, BA/BI dengan BA yang dominan, BA/BI dengan BI yang dominan dan BI. Ranah pemilihan bahasa dalam kajian ini terbagi dalam dua katagori yaitu komunikasi politik oleh Parlok dalam aktivitas internal partainya misalnya pemilihan bahasa dalam rapat-rapat internal parlok dan katagori kedua dalam aktivitas parlok secara eksternal dalam komunikasi politik dengan masyarakat serta komunikasi politik parlok di DPRK dalam sistem Pemerintahan Aceh.
Dalam masyarakat memilih suatu bahasa tertentu untuk tujuan komunikasi tentunya memiliki alasan-alasan atau argumen tertentu, ada yang disebabkan oleh kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, rasa bangga dan senang, rasa puas hati, atau juga masyarakat beragumentasi karena merasa akrab memilih menggunakan sesuatu bahasa, hal yang demikian dapat terjadi disebabkan oleh latar
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
46
belakang sosial bagi masyarakat pemilih bahasa itu sendiri. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah parlok dalam kominikasi politik yang memiliki latar belakang sosial politik lokal di Pemerintahan Aceh.
Merujuk pada pendapat Spolsky (2008) menjelaskan bahwa posisi masyarakat multilingual atau bilingual dalam pemilihan bahasa adalah salah satu cara yang paling umum untuk mengidentifikasi seseorang adalah dengan bahasanya, karena bahasa yang digunakan adalah kelompok identitas yang penting. Ada penanda identitas etnis yang lain, seperti makanan, pakaian atau agama. Tetapi bahasa memiliki peran kusus, sebahagian karena mengatur pemikiran dan sebahagian karena menetapkan hubungan sosial.
Untuk menjawab masalah pemilihan bahasa dalam komunikasi politik parlok di Pemerintahan Aceh dapat dilakukan dengan pola kuesioner nomor 1 sampai nomor 19 dan data tersebut dianalisis secara kuantitatif serta pembuktian empirik dapat dijumpai pada data kualitatif yang merupakan hasil observasi dan wawancara mendalam.
Sikap bahasa merupakan kepercayaan, penilaian serta pandangan terhadap suatu bahasa. Penutur atau masyarakat suatu bahasa memiliki suatu kecendrungan untuk berprilaku terhadap bahasa mereka, sikap bahasa dapat dinilai secara positif atau secara negatif. Sikap bahasa positif diikuti dengan aksi positif serta sikap negatif akan diikuti oleh aksi negatif. Dalam situasi kontak bahasa, monolingual dan bilingual biasanya memiliki sikap positif terhadap bahasa yang dianggap lebih berprestise dan berhubungan secara normal dengan kekuatan politik yang lebih kuat. Sikap terhadap bahasa sering kali dihadapkan dengan sikap pemilih suatu bahasa, bahkan sikap pemilih bahasa dapat dikaitkan dengan sentimen politik atau sosial. Dalam penelitian ini, sikap bahasa diukur dengan ungkapan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju dalam memilih suatu bahasa.
Hasil pengukuran sikap bahasa dapat menghasilkan sikap positif dan sikap negatif sesuai dengan indikator sikap bahasa penuturnya. Merujuk pada Garvin dan Mathiot (1986) Sumarno (2004) dalam sikap bahasa terdapat tiga ciri pokok yaitu: (1) kesetiaan bahasa
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
47
(loyalty language), yang mendorong masyarakat mempertahankan bahasa mereka, (2) kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong masyarakat mengembangkan dan menggunakan bahasanya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat, (3) kesadaran aturan atau norma bahasa (awereness of the norm) yang dapat mendorong masyarakat penuturnya berbahasa dengan cermat dan santun. Yang menjadi penting dalam konteks konseptual pada penelitian ini adalah adanya kecendrungan suatu masyarakat memiliki sikap bahasa tertentu secara positif untuk mempertahankan bahasa sebagai identitas mereka, karena bahasa tersebut milik mereka dan juga memiliki kemungkinan suatu masyarakat beradaptasi menggunakan bahasa kedua mereka untuk tujuan menjaga hal-hal yang positif dalam masyarakat dan dalam berpolitik.
Kohesi sosial (social cohesion) dapat didefinisikan sebagai perekatan yang dibangun oleh suatu komunitas berdasarkan ikatan kefamilian, klan serta geneologi dalam bingkai keetnikan. Kohesi sosial dapat terjadi secara intra masyarakat yang secara historis menempati satu wilayah dan menjaga tata adat dan tata sosial yang sama; kohesi sosial antarmasyarakat yang terbentuk melalui pertemuan sosial lintas masyarakat karena adanya saling membutuhkan satu sama lain hingga terjadilah aktivitas saling membantu antara mereka. Kohesi sosial intramasyarakat terbentuk melalui mekanisme kesadaran kekerabatan, sedangkan kohesi sosial antarmasyarakat didorong oleh mekanisme pragmatis.
Dalam konteks parlok dalam masyarakat Aceh, kohesi sosial muncul berkaitan erat dengan penyelesaian konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia melalui MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dan selanjutnya pada Pemilu Legistatif 2009 lahirlah enam parlok di Pemerintahan Aceh.
Menurut pandangan Halliday dan Hasan (1976) bahasa adalah semiotik sosial, oleh sebab itu pemilihan bahasa dapat dihubungkan dengan kohesi sosial melalui perilaku berbahasa. Perilaku berbahasa dapat dilihat dari ikatan kefamilian, klen, geneologi dalam bingkai keetnikan. Dalam konteks penelitian ini dapat diasumsikan bahwa pemilihan penggunaan BA dan sikap positif mendukung kohesi sosial
Bab II: Diskusi Saintifik Seputar Kajian
48
dalam aktivitas komunikasi parlok, baik secara internal maupun eksternal.
Dalam kerangka konsep pemikiran tentang komunikasi politik dalam penelitian ini, konsep komunikasi politik merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan politik oleh masyarakat politik yang tergabung dalam suatu partai politik dalam hal ini adalah parlok kepada masyarakat umum baik secara individu ataupun secara kelompok, baik dalam komunikasi secara internal dalam parlok dalam posisi rapat-rapat partai maupun secara eksternal dalam komunikasi parlok dengan anggota masyarakat dan juga komunikasi di DPRK dalam bentuk rapat-rapat resmi. Kegiatan komunikasi yang dapat dianggap sebagai komunikasi politik adalah berdasarkan konsekwensinya, harus aktual dan memiliki nilai potensial yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Dengan demikian, yang memiliki cakupan sebagai komunikator dalam konsep ini adalah politisi yang tergabung dalam parlok di Pemerintahan Aceh yang memiliki pesan-pesan politik untuk disampaikan kepada pengurus partai juga disampaikan kepada masyarakat serta memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat, berguna untuk membangun masyarakat dalam forum resmi di DPRK. Komunikasi politik yang demikian adalah merupakan salah satu fungsi parpol, dalam hal ini parlok menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi politik masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa dalam penggabungan kepentingan (interest aggregation) serta perumusan kepentingan (interest articulation) untuk memperjuangkan menjadi public policy. Dalam hal aktifitas komunikasi dimaksud yang dilakukan oleh parlok tidak dapat menghindari diri dari pemilihan penggunaan bahasa.
Menurut Graber dalam Cangara (2009), komunikasi politik tidak hanya retorika belaka, melainkan juga mencakup simbol-simbol bahasa. Dengan demikian, komunikasi politik merupakan suatu proses terhadap aktivitas politik di mana pemilihan bahasa dapat menentukan keberhasilan komunikasi tersebut.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
49
BAB III RESPONDEN DAN
PILIHAN BAHASANYA
3.1 Deskripsi Identitas Responden Setelah kuesioner dinyatakan valid dan reabel maka dilakukan
pengambilan data di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Responden yang mengembalikan kuesioner berjumlah 30 orang yang terdiri dari 15 responden dari Kota Langsa dan 15 responden dari Kabupaten Bireuen. Seluruh responden merupakan pengurus parlok yang berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil hasil analisis diketahui bahwa data responden valid dan dari hasil frekuensi nama partai, jabatan partai, ayah kandung, ibu kandung, status kawin, suku istri, dan bahasa percakapan terdapat identitas responden sebagai berikut.
Tabel 3.1:
Nama Partai Responden
Nama Partai Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Partai Aceh (PA) Partai Bersatu Atjeh (PBA) Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)
30
100.0
100.0
100.0
Dari hasil hasil analisis diketahui bahwa responden penelitian adalah
berasal dari Partai Aceh (PA), Partai Bersatu Atjeh (PBA) dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) sebagai partai yang memiliki
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
50
kursi di DPRK di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen hasil Pemilu legislatif tahun 2009 di Pemerintahan Aceh.
Tabel 3.2:
Frekuensi Jabatan Responden dalam Partai
Komposisi Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Pengurus 28 93.3 93.3 93.3
Ketua 2 6.7 6.7 100.0 Total 30 100.0 100.0
Dari hasil hasil analisis tentang jabatan responden dalam partai
diketahui bahwa ketua partai dari Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen mengembalikan kuesioner. Komposisi responden adalah ketua (6,7%) dan pengurus (93,3%) dengan catatan komposisi ini berdistribusi seimbang antara jumlah responden dari Langsa dan Bireuen di Pemerintahan Aceh.
Tabel 3.3:
Frekuensi Ayah Kandung
Suku Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Suku Aceh 28 93.3 93.3 93.3
Bukan Suku Aceh 2 6.7 6.7 100.0 Total 30 100.0 100.0
Dari hasil hasil analisis tentang ayah kandung responden diketahui
bahwa mayoritas responden memiliki ayah kandung bersuku Aceh. Hal ini terlihat dari komposisi frekuensi ayah kandung sebanyak 28 orang (93,3%) berasal dari suku Aceh sedangkan 2 orang (6,7%) bukan berasal dari suku Aceh. Dengan demikian, ayah kandung responden bersifat homogen atau mayoritas berasal dari suku Aceh, baik responden yang berasal dari Kota Langsa maupun Kabupaten Bieruen.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
51
Tabel 3.4: Frekuensi Ibu Kandung
Suku Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Suku Aceh 23 76.7 76.7 76.7
Bukan Suku Aceh 7 23.3 23.3 100.0 Total 30 100.0 100.0
Dari hasil hasil analisis tentang ibu kandung diperoleh fakta yang
berbeda dibandingkan dengan frekuensi ayah kandung. Ibu kandung responden masih didominasi oleh suku Aceh, yakni sebanyak 23 orang (76,7%). Akan tetapi, jumlah ibu kandung yang bukan berasal dari suku Aceh mengalami peningkatan sebanyak 5 orang sehingga berjumlah 7 orang atau sebesar 23,3%.
Tabel 3.5:
Frekuensi Status Kawin
Status Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Kawin 30 100.0 100.0 100.0
Dari hasil hasil analisis tentang status perkawinan responden diperoleh fakta bahwa seluruh responden telah berumah tangga sesuai dengan syariat Islam. Artinya, 100% laki-laki yang menjadi pengurus Partai Aceh di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen telah berkeluarga dengan resmi.
Tabel 3.6:
Frekuensi Suku Istri
Suku Frekuensi Persen
Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Suku Aceh 27 90.0 90.0 90.0 Bukan Suku Aceh 3 10.0 10.0 100.0 Total 30 100.0 100.0
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
52
Dari hasil hasil analisis tentang suku istri diperoleh fakta bahwa
mayoritas istri reponden penelitian ini berasal dari suku Aceh. Sebanyak 27 orang (90%) istri responden berasal dari suku Aceh dan hanya 3 orang (10%) yang bukan berasal dari suku Aceh. Dengan demikian, dominasi mayoritas suku Aceh masih tergambar sebagai karakteristik utama responden penelitian ini.
Tabel 3.7: Frekuensi Bahasa Percakapan
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 10 33.3 33.3 33.3
Bahasa Indonesia 1 3.3 3.3 36.7 BA dan BI 19 63.3 63.3 100.0 Total 30 100.0 100.0
Dari hasil hasil analisis diketahui bahwa bahasa yang digunakan
oleh responden dalam percakapan sehari-hari adalah BA dan BI. Artinya, pemilihan penggunaan sekaligus BA dan BI menempati penguasaan berbahasa responden, yakni sebesar 19 orang 63.0 %. Sebaliknya, terdapat responden yang dalam komunikasi sehari-hari memilih menggunakan BA, yakni sebanyak 10 orang 33,3% dan yang hanya berbahasa Indonesia sebagai bahasa utama sehari-hari hanya 1 orang (3,3%).
Berdasarkan hasil hasil analisis dapat disimpulkan bahwa responden penelitian ini didominasi oleh karakter suku Aceh. Karakter responden yang mayoritas suku Aceh ini terlihat dari asal suku ayah kandung, ibu kandung, dan istri responden secara mayoritas memperlihatkan hubungan geneologis suku Aceh. Bahkan, dari aspek kebahasaan, pilihan utama responden dalam berbahasa sehari-hari adalah bahasa Aceh. Jika tidak ingin menggunakan bahasa Aceh secara mutlak, responden lebih memilih menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni bahasa Aceh dan bahasa Indonesia.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
53
3.2 Distribusi Data Responden
Distribusi data pada kuesioner penggunaan bahasa dengan N = 30 adalah normal. Hal ini dapat dilihat dari tabel statistik berikut ini yang memperlihatkan posisi skewness dan kurtosis. Menurut Priyatno (2009), skewness dan kurtosis digunakan untuk mengukur distribusi data dengan normal atau tidak.1 Dari hasil statistik penggunaan bahasa didapat rasio skewness dengan standard error of skewness adalah 0,257/0,427= 0,60 yang berarti data berdistribusi normal sedangkan rasio kurtosis dengan standard error of kurtosis adalah -1,912/0,833= -2,30 yang berarti data tidak berdistribusi normal. Hasil statistik tersebut memperlihatkan besarnya rasio tidak sepenuhnya berada di antara -2 sampai 2 maka dapat dikatakan bahwa data penggunaan bahasa tidak seluruhnya berdistribusi normal. Dari gambar berikut ini, kurva histogram membentuk seperti gunung atau lonceng sehingga dapat dikatakan data tidak terdistribusi dengan normal. Hal ini terlihat dari garis yang melengkung terlalu mendatar atau kurva platikurtik.2
Gambar 3.1: Histogram Variabel Bebas Pemilihan Bahasa
1Duwi Priyono, op.cit., p. 30. 2Sudjana, Metoda Statistika. Edisi ke-5 (Bandung: Tarsito, 1992), p.100.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
54
Di samping frekuensi data pemilihan bahasa terdapat frekuensi data
alasan pemilihan bahasa, sikap bahasa, dan Kohesi Sosial. Distribusi data pada kuesioner pemilihan bahasa dengan N = 30 dapat dilihat dari tabel statistik berikut ini yang memperlihatkan posisi skewness dan kurtosis. Dari hasil statistik pemilihan bahasa dan alasan pemilihan bahasa didapati rasio skewness dengan standard error of skewness adalah 0,947/0,427 = 2,22 yang berarti data tidak berdistribusi normal sedangkan rasio kurtosis dengan standard error of kurtosis adalah 0,489/0,833 = 0,59 yang berarti data berdistribusi normal. Hasil statistik tersebut memperlihatkan besarnya rasio tidak sepenuhnya berada di antara -2 sampai 2 sehingga dapat dikatakan bahwa data pemilihan bahasa dan alasan pemilihan bahasa tidak seluruhnya berdistribusi normal. Dari gambar berikut ini, kurva histogram membentuk seperti gunung atau lonceng sehingga dapat dikatakan data pemilihan bahasa tidak seluruhnya terdistribusi dengan normal.
Gambar 3.2: Histogram Variabel Alasan Pemilihan Bahasa
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
55
Untuk distribusi data pada kuesioner Kohesi Sosial dengan N = 30 adalah tidak normal. Hal ini dapat dilihat dari tabel statistik berikut ini yang memperlihatkan posisi skewness dan kurtosis. Dari hasil statistik Kohesi Sosial didapat rasio skewness dengan standard error of skewness adalah -1,617/0,427=-3,79 sedangkan rasio kurtosis dengan standard error of kurtosis adalah 2,616/0,833=3,14. Hasil statistik tersebut memperlihatkan besarnya rasio tidak berada di antara -2 sampai 2 maka dapat dikatakan bahwa data kohesi sosial tidak berdistribusi normal. Dari gambar berikut ini, kurva histogram membentuk seperti gunung atau lonceng yang runcing dinamakan kurva leptokurtik3 sehingga dapat dikatakan Kohesi Sosial tidak terdistribusi dengan normal. Dengan demikian, analisis Kohesi Sosial akan difokuskan pada analisis nonparamitrik yang tidak mempersyaratkan distribusi data yang normal.
Gambar 3.3: Histogram Variabel Terikat Kohesi Sosial
3Idem.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
56
3.3 Data dan Analisis Statistik
3.3.1 Data dan Analisis Persentase Frekuensi
Setelah kuesioner diterima kembali dari 30 responden, maka
diperoleh hasil frekuensi jawaban responden terhadap pernyataan 1-19 dalam kuesioner. Dalam hal ini terdapat pertanyaan 1-19 untuk pemilihan bahasa dan alasan pemilihan bahasa yang menggunakan penomoran yang sama. Pada tahap pertama dideskripsikan pertanyaan 1-19 untuk pemilihan bahasa dan tahap kedua dideskripsikan pertanyaan 1-19 untuk alasan pemilihan bahasa. Dari hasil analisis untuk pemilihan bahasa diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.8: Pemilihan Bahasa dalam Rapat-rapat Internal Partai
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 20 66.7 66.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BA
9 30.0 30.0 96.7
BA dan BI lebih banyak BI
1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.8 di atas diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini memilih menggunakan BA dalam rapat-rapat internal partai. Pemilihan BA mendominasi sebanyak 20 orang (66,7%), yang memilih BA/BI dengan lebih banyak BA sejumlah 9 orang (30.0%) responden, dan yang memilih BA/BI dengan BI yang lebih banyak hanya 1 orang responden (3.3%) sedangkan BI tidak menjadi pilihan dalam rapat-rapat internal partai.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
57
Tabel 3.9: Pemilihan Bahasa dalam Kampanye Politik pada Pemilu Tahun 2009
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 17 56.7 56.7 56.7
Bahasa Indonesia 1 3.3 3.3 60.0 BA dan BI lebih banyak BA
11 36.7 36.7 96.7
BA dan BI lebih banyak BI
1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.9 diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini memilih menggunakan bahasa yang bervariasi. Artinya, semua pilihan bahasa digunakan oleh pengurus parlok dengan frekuensi terbesar pada pemilihan penggunaan BA (56,7%). Selebihnya, memilih BA/BI sejumlah 11 orang responden dengan BA yang lebih banyak sejumlah (36,7%), yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan 1 orang responden (3,3%), dan juga yang memilih BI saja hanya 1 orang responden (3,3%). Dengan demikian, pemilihan BA menjadi bahasa utama dalam kampanye Pemilu tahun 2009.
Tabel 3.10:
Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Sesama Anggota Partai di Luar Rapat Resmi
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 19 63.3 63.3 63.3 BA dan BI lebih banyak BA 10 33.3 33.3 96.7 BA dan BI lebih banyak BI 1 3.3 3.3 100.0 Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.10 diperoleh fakta bahwa responden
penelitian ini memilih menggunakan BA sejumlah 19 responden (63,3%), dan dalam berinteraksi juga memilih BA/BI dengan BA yang
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
58
lebih dominan sejumlah 10 orang responden (33,3%). Jadi, hanya 1 orang responden (3,3%) yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang lebih dominan dalam berinteraksi dengan sesama anggota partai di luar rapat-rapat resmi parlok.
Tabel 3.11:
Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Masyarakat Umum dalam Kapasitas Pengurus Partai
Bahasa
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif
Persen Valid Bahasa Aceh 17 56.7 56.7 56.7
BA dan BI lebih banyak BA 12 40.0 40.0 96.7 BA dan BI lebih banyak BI 1 3.3 3.3 100.0 Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.11 diperoleh hasil bahwa responden
penelitian ini memilih menggunakan BA dalam berkomunikasi dengan masyarakat umumsebanyak 17 orang 56,7% dan sejumlah 12 orang 40.0% memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan, dan hanya 1 orang 3.3% pengurus parlok yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan dalam berkomunikasi dengan masyarakat.
Tabel 3.12: Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik dengan Anggota Parlok Lain
Bahasa
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif
Persen Valid Bahasa Aceh 17 56.7 56.7 56.7
Bahasa Indonesia 1 3.3 3.3 60.0 BA dan BI lebih banyak BA 10 33.3 33.3 93.3 BA dan BI lebih banyak BI 2 6.7 6.7 100.0 Total 30 100.0 100.0
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
59
Berdasarkan Tabel 3.12 diperoleh hasil bahwa responden penelitian ini memilih menggunakan bahasa yang bervariasi dalam berinteraksi dengan anggota parlok lainnya. Meskipun demikian, pemilihan penggunaan BA masih mendominasi dengan jumlah 17 responden atau 56,7%, dan responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang lebih banyak dipilih adalah 10 orang 33.3%. Selebihnya, sebesar 6,7% atau 2 orang responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan, sedangkan yang memilih menggunakan BI saja hanya 1 orang atau (3.3%) dalam berinteraksi dengan anggota parlok lainnya.
Tabel 3.13:
Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik dalam Membahas Strategi/Program Partai
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 18 60.0 60.0 60.0 BA dan BI lebih banyak BA 11 36.7 36.7 96.7 BA dan BI lebih banyak BI 1 3.3 3.3 100.0 Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.13 diperoleh jawaban bahwa responden
penelitian ini memilih BA secara dominan dalam berinteraksi politik untuk membahas strategi/keinginan/program partai politik. Perinciannya, sebanyak 60.0 % atau 18 orang,dan 11 orang responden atau 36.7 % memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan. Hanya 3,3% atau 1 orang responden yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan dipilih dalam membahas strategi partai politiknya.
Tabel 3.14: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pembangunan/Pemberdayaan Partai
dengan Masyarakat
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 17 56.7 56.7 56.7
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
60
BA dan BI lebih banyak BA 11 36.7 36.7 93.3 BA dan BI lebih banyak BI 2 6.7 6.7 100.0 Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.14 diperoleh jawaban bahwa responden
penelitian ini memilih menggunakan BA dalam interaksi politiknya sejumlah 17 responden atau setara dengan 56.7 %, dan yang menggunakan BA/BI dengan BA yang lebih banyak sejumlah 11 orang responden atau 36.7 %. Selebihnya, sebesar 6,7% atau 2 orang responden memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan dalam interaksi politik dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan parlok dalam masyarakat.
Tabel 3.15: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Presiden/Wakil Presiden
Periode 2009-2014
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 50.0 50.0 50.0 Bahasa Indonesia 1 3.3 3.3 53.3 BA dan BI lebih banyak BA 12 40.0 40.0 93.3 BA dan BI lebih banyak BI 2 6.7 6.7 100.0 Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.15 diperoleh fakta jawaban bahwa responden
memilih menggunakan bahasa yang bervariasi dalam membahas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI. Meskipun demikian, pemilihan BA masih mendominasi dengan jumlah 15 responden atau 50.0% responden, dan 12 orangresponden 40.0% yang memilih BA/BI dengan BA yang lebih dominan, dan2 orang 6.7% yang memilih BA/BI dengan BI yang lebih dominan, dan 1 orang responden atau setara dengan 3.3% yang memilih menggunakan BI saja dalam membicarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2009 – 2014.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
61
Tabel 3.16: Pemilihan Bahasa Membahas Pemilihan Anggota DPR-RI/DPD-RI
Periode 2009-2014
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 16 53.3 53.3 53.3 BA dan BI lebih banyak BA 12 40.0 40.0 93.3 BA dan BI lebih banyak BI 2 6.7 6.7 100.0 Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan hasil data bahwa responden penelitian ini lebih
banyak memilih BA dalam interaksi politik dalam membahas tentang pemilihan anggota DPR-RI dan DPD-RI periode 2009-2014. Sebanyak 53,3% atau 16 orang responden memilih BA dan 12 responden 40.0 % memilih menggunakan BA/BI dengan BA lebih dominan dipilih. Hanya 6,7% atau 2 orang responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan dipilih.
Tabel 3.17:
Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota DPRA/DPRK Periode 2009-2014
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 16 53.3 53.3 53.3
BA dan BI lebih banyak BA
12 40.0 40.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.17 diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini lebih banyak memilih menggunakan BA dalam interaksi politik dalam membahas pemilihan anggota DPRA dan DPRK periode 2009-2014. Sebanyak 53,3% atau 16 orang responden, dan yang memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan sejumlah 12
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
62
orang responden atau 40%, dan hanya 2 orang responden 6,7% memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang lebih banyak dipilih.
Tabel 3.18: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Rencana Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur,
Walikota/ Wakil Walikota. Bupati/Wakil Bupati Periode 2009-2016
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 50.0 50.0 50.0 BA dan BI lebih banyak BA
14 46.7 46.7 96.7
BA dan BI lebih banyak BI
1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.18 diperoleh fakta bahwa responden dalam penelitian ini lebih banyak menggunakan BA dalam interaksi politik dalam membahaspemilihan Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur NAD Periode 2011 -2016 yang akan datang. Sebanyak 15 orang atau 50% responden menggunakan BA, dan 14 orang responden atau 46,7% yang memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan. Hanya 3,3% atau 1 orang responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan.
Tabel 3.19:
Pemilihan Bahasa dalam Membahas Isu-isu Nasional NKRI
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 13 43.3 43.3 43.3
Bahasa Indonesia 3 10.0 10.0 53.3 BA dan BI lebih banyak BA
12 40.0 40.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
63
Berdasarkan Tabel 3.19 diperoleh fakta jawaban bahwa responden
dalam penelitian ini lebih bervariasi menggunakan bahasa dalam interaksi politik dalam membahas isu-isu nasional NKRI. Meskipun demikian, sebanyak 13 orang responden 43,3% responden memilih menggunakan BA, dan yang memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan sejumlah 12 orang atau 40%, serta yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan sejumlah 2 responden atau setara dengan 6.7%, dan yang memilih menggunakan BI saja adalah sejumlah 3 orang responden atau 10%.
Tabel 3.20:
Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Resmi di DPRK dengan Sesama Anggota Partai Lokal
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 16 53.3 53.3 53.3
Bahasa Indonesia
3 10.0 10.0 63.3
BA dan BI lebih banyak BA
11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 4.20 diperoleh fakta jawaban bahwa responden penelitian ini lebih banyak memilih menggunakan BA dalam interaksi komunikasi secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang sama. Sebanyak 16 orang responden 53,3% memilih menggunakan BA, dan 36,7% atau 11 orang responden memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang lebih dominan. Selebihnya, sebanyak 10% atau 3 orang responden saja yang memilih menggunakan BI.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
64
Tabel 3.21: Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Resmi di DPRK
Sesama Parlok dengan Parlok yang Berbeda
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 14 46.7 46.7 46.7
Bahasa Indonesia 4 13.3 13.3 60.0 BA dan BI lebih banyak BA
12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.21 diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini lebih banyak memilih menggunakan BA dalam interaksi politik secara resmi diDPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda. Sebanyak 14 orang responden 46,7%, dan 12 orang responden atau 40 % memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan, dan sejumlah 4 orang atau sebanyak 13,3% responden yang memilih menggunakan BI saja dalam interaksi komunikasi politik.
Tabel 3.22: Pemilihan Bahasa dalam Lobi Politik dengan Parlok yang Berbeda
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 17 56.7 56.7 56.7
Bahasa Indonesia 2 6.7 6.7 63.3 BA dan BI lebih banyak BA
11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.22 diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini lebih banyak yang memilih menggunakan BA dalam interaksi politik komunikasi secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda dalam melakukan lobi-lobi politik. Sebanyak 56,7% responden atau 17 orang yang memilih menggunakan BA, dan yang memilih BA/BI dengan BA yang dominan sejumlah11 orang
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
65
responden atau 36,7% dan yang memilih BI saja hanya 2 orang responden atau 6,7% .
Tabel 3.23:
Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Tidak Resmi di DPRK dengan Parlok yang Berbeda
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 18 60.0 60.0 60.0
BA dan BI lebih banyak BA
11 36.7 36.7 96.7
BA dan BI lebih banyak BI
1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.23 diperoleh jawaban bahwa responden dalam penelitian ini lebih banyak memilih menggunakan BA dalam interaksi komunikasi secara tidak resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda. Sebanyak 18 orang responden atau 60% responden menggunakan BA dan 11 orang responden atau 36,7% memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang lebih dominan dipilih, hanya 3,3% atau 1 orang responden yang memilih BA/BI dengan BI yang lebih dominan.
Tabel 3.24: Pemilihan Bahasa dalam Membahas Perda secara Resmi di DPRK
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 14 46.7 46.7 46.7
Bahasa Indonesia
5 16.7 16.7 63.3
BA dan BI lebih banyak BA
5 16.7 16.7 80.0
BA dan BI lebih banyak BI
6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
66
Berdasarkan Tabel 3.24 diperoleh jawaban bahwa responden dalam
penelitian ini lebih banyak memilih menggunakan BA dalam interaksi politik membahas Perda secara resmi di DPRK sejumlah 18 orang responden atau 46,7%, responden yang memilih BA/BI dengan BA yang dominan sejumlah 16,7% atau 5 orang responden dan dijumpai sejumlah 20% atau 6 orang responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang lebih dominan, dan yang memilih menggunakan BI saja adalah 5 orang responden atau setara dengan 16.7 %. Hal ini nampak lebih bervariasi dalam memilih satu bahasa dengan yang lainnya.
Tabel 3.25:
Pemilihan Bahasa dalam Membahas APBD secara Resmi di DPRK
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 12 40.0 40.0 40.0
Bahasa Indonesia 7 23.3 23.3 63.3 BA dan BI lebih banyak BA
5 16.7 16.7 80.0
BA dan BI lebih banyak BI
6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.25 diperoleh fakta bahwa responden
penelitian ini lebih bervariasi menggunakan bahasa dalam interaksi politik dalam membahas APBD secara resmi di DPRK. Sebanyak 12 orang (40%) responden memilih BA, serta responden yang memilih BA/BI dengan BA yang dominan adalah 5 responden atau 23.3 %, selanjutnya yang memilih BA/BI dengan BI yang lebih dominan adalah 20% atau setara dengan 6 orang responden, dan selanjutnya mereka yang memilih BI saja sejumlah 7 orang atau 23.3%.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
67
Tabel 3.26: Pemilihan Bahasa pada Dengar Pendapat dengan Pemerintah
Bahasa Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid Bahasa Aceh 10 33.3 33.3 33.3
Bahasa Indonesia 7 23.3 23.3 56.7 BA dan BI lebih banyak BA
6 20.0 20.0 76.7
BA dan BI lebih banyak BI
7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.26 diperoleh jawaban bahwa responden penelitian ini lebih berimbang menggunakan bahasa dalam interaksi politik dalam dengar pendapat dengan pemerintah. Sebanyak 33,3% atau 10 responden memilih menggunakan BA dan 6 orang atau 20% memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang lebih dominan, dan masing 7 responden atau 23.3% yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan demikian juga dengan responden yang memilih BI hanya 7 orang atau 23,3%.
Berdasarkan uraian pertanyaan 1-19 variabel pemilihan bahasa bahasa maka dilacak juga alasan responden memilih menggunakan bahasa sesuai dengan ranah penggunaan bahasa tersebut. Jawaban pertanyaan pemilihan bahasa memiliki faktor latar belakang pemilihan bahasa yang dalam penelitian ini dipusatkan pada lima sebab. Faktor sebab diajukan dengan pertanyaan, “Mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut?” Jawaban pertanyaan ini secara terstruktur difokuskan pada empat jawaban, yaitu: (a) Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi; (b) Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut; (c) Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut; (d) Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut.
Secara berurutan, tabel hasil frekuensi SPSS berkaitan dengan alasan pemilihan bahasa akan dideskripsikan dan dianalisis.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
68
Tabel 3.27: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Parlok
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena
kebiasaan dan fasih dalam komunikasi
21 70.0 70.0 70.0
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 73.3
karena puas hati memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 86.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.27 pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 21 responden 70% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 13,3% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Dari jawaban tersebut hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam rapat internal partai.
Tabel 3.28: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Kampaye Politik pada
Pemilu Legislatif Tahun 2009
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
14 46.7 46.7 46.7
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
69
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 50.0
karena puas hati memilih bahasa tersebut
10 33.3 33.3 83.3
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
5 16.6 16.6 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.28 pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA tidak disebabkan faktor kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 14 responden 46,7%. Akan tetapi, alasan penggunakan bahasa ini terdapat 33,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 13,3% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 3,3% karena orang lain mudah memahami apa yang saya bicarakan dalam kampanye politik pemilu 2009.
Tabel 3.29: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Sesama Parlok di Luar Rapat Resmi
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
17 56.7 56.7 56.7
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 60.0
karena puas hati memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 73.3
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
8 26.7 26.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
70
Berdasarkan Tabel 3.29 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta
bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 17 responden 56,7% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 8 orang responden atau 26,7% memilih karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 4 responden 13,3% menjawab karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Dari jawaban tersebut hanya 1 orang responden atau 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam berinteraksi dengan sesama anggota internal partai di luar rapat-rapat resmi partai.
Tabel 3.30:
Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Masyarakat Umum dalam Kapasitas Pengurus Parlok
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena
kebiasaan dan fasih dalam komunikasi
8 26.7 26.7 26.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
12 40.0 40.0 66.7
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
6 20.0 20.0 86.7
Karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.30 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Jawaban ini dipilih oleh 12 responden 40% sedangkan jawaban lain berfrekuensi hampir berimbang, yakni 26,7% atau setara dengan 8 orang responden memilih karena kebiasaan
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
71
dan fasih dalam komunikasi, serta 6 responden 20% memilih karena merasa bangga terhadap BA, dan selanjutnya yang memilih karena merasa akrab adalah 4 responden atau setara dengan 13.3% dalam berinteraksi dengan masyarakat umum dalam kapasitas sebagai pengurus partai.
Tabel 3.31: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik dengan Anggota Parlok Lain
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
20 66.7 66.7 66.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
7 23.3 23.3 90.0
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 96.7
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.31 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 20 responden 66,7%sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 6,7% karena merasa akrab memilih menggunakan bahasa tersebut dan 23,3% karena merasa puas hati menggunakan bahasa tersebut. Jawaban tersebut hanya 3,3% yang memilih karena merasa bangga memilih bahasa tersebut dalam interaksi politik dengan anggota partai lain sesama parlok.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
72
Tabel 3.32: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Starategi/Program Parlok
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
19 63.3 63.3 63.3
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 66.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 73.3
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
8 26.6 26.6 96.7
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.32 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih menggunakan bahasa tersebut. Jawaban ini dipilih oleh 19 responden 63,3% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 26,6% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 6,7% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut, hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga menggunakan bahasa tersebut dalam hal membahas strategi/keinginan/program partai politik.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
73
Tabel 3.33: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pembangunan dan Pemberdayaan Parlok
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan dan
fasih dalam komunikasi
10 33.3 33.3 33.3
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 36.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
7 23.3 23.3 60.0
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
12 40 40 100
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.33 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 10 responden 33,3% sedangkan jawaban lain berfrekuensi agak berimbang, yakni 40% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 23,3% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Jawaban itu hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan parlok.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
74
Tabel 3.34: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Presiden/Wakil Presiden
Periode 2009-2014
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi
8 26.7 26.7 26.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
9 30.0 30.0 56.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
9 30.0 30.0 86.7
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.34 alasan pemilihan bahasa diperoleh jawab bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan oleh alasan yang bervariasi. Sebanyak masing-masing 30% memilih jawaban karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Kemudian, sebanyak 26,7% memilih jawaban karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Dari jawaban itu, dan hanya 13,3% memilih karena bangga terhadap BA dalam membahas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2009 – 2014.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
75
Tabel 3.35: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota
DPR-RI/DPD-RI
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi
11 36.7 36.7 36.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
7 23.3 23.3 60.0
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
8 2 6.7
26.7 86.7
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.35 alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 11 responden 36,7% sedangkan jawaban lain yakni 26,7% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 23,3% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Dari jawaban tersebut, hanya 13,3% atau 4 responden yang merasa bangga memilih bahasa tersebut dalam membahas pemilihan anggota DPR RI dan DPD RI periode 2009 – 2014.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
76
Tabel 3.36: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota
DPRA/DPRK Periode 2009-2014
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
6 20.0 20.0 20.0
karena puas hati memilih bahasa tersebut
8 26.7 26.7 46.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
10 33.3 33.3 80.0
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.36 alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena alasan yang berimbang. Sebanyak 33,3% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan 26,7% karena merasa puas hati memilih bahasa tersebut. Kemudian, terdapat 20% atau 6 responden yang merasa bangga memilih bahasa tersebut dalam membahas pemilihan anggota DPRA dan DPRK periode 2009 – 4014.
Tabel 3.37: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur
Walikota/Wakil Walikota, Bupati/ Wakil Bupati Periode 2009-2014
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
15 50.0 50.0 50.0
karena puas hati memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 63.3
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
77
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
7 23.3 23.3 86.7
Karena bangga memilih bahasa tersebut
4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.37 dalam alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta jawaban bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena kebiasan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 15 responden 50% sedangkan jawaban lain berfrekuensi berimbang, yakni 23,3% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut serta masing-masing 13,3% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut dan karena merasa bangga memilih bahasa tersebut dalam membahas rencana pemilihan Walikota/Wakil Walikota dan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh periode 2009 – 2014.
Tabel 3.38: Alasan Pemilihan Bahasa Isu-isu Nasional NKRI
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
12 40.0 40.0 40.0
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 46.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
3 10.0 10.0 56.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
13 43.4 43.4 100.0
Total 30 100.0 100.0
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
78
Berdasarkan Tabel 3.38 pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan alasan yang bervariasi. Jawaban yang ditujukan karena kebiasan dan fasih dalam komunikasi 40% atau setara responden, dan alasan karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut 43.4%. Jawaban lain, 10% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut dalam interaksi politik membahas isu-isu nasional NKRI.
Tabel 3.39: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Resmi di DPRK dengan Sesama Parlok
Alasan
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif
Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
14 46.7 46.7 46.7
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 53.3
karena puas hati memilih bahasa tersebut
7 23.3 23.3 76.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
7 23.4 23.4 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.39 dalam alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta jawaban bahwa dominasi penggunaan BA disebabkan karena kebiasan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 14 responden 46,7% sedangkan jawaban lain berfrekuensi berimbang, yakni 16,7% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan 23,3% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut, dan hanya 6,7% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam interaksi komunikasi secara resmi dengan sesama parlok.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
79
Tabel 3.40: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Resmi di DPRK dengan
Sesama Parlok yang Berbeda
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi
15 50.0 50.0 50.0
karena puas hati memilih bahasa tersebut
8 26.7 26.7 76.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
5 16.7 16.7 93.3
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.40 alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi penggunaan BA disebabkan karena disebabkan kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi yaitu15 responden 50% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 26.7% memilih karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut dan 16,7% atau 5 orang responden, dan yang memilih karena merasa akrab memilih bahasa tersebut adalah 6,7% atau 2 responden dalam interaksi politik dengan sesama anggota parlok yang berbeda.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
80
Tabel 3.41: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Lobi-lobi Politik di DPRK
dengan Sesama Parlok yang Berbeda
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
18 60.0 60.0 60.0
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 66.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 70.0
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
9 30 30 100
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.41 alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 18 responden 60% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 30% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan 6,7% merasa bangga dan senang memilih bahasa tersebut. Hanya, sebanyak 3,3% menyatakan karena puas hati memilih bahasa tersebut dalam lobi-lobi politik di DPRK dengan sesama parlok yang berbeda.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
81
Tabel 3.42: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Tidak Resmi di DPRK
dengan Sesama Anggota Parlok yang Berbeda
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
11 36.7 36.7 36.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
8 26.7 26.7 63.3
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
9 30.0 30.0 93.3
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.42 tentang alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi penggunaan BA disebabkan karena alasan bervariasi perimbangan frekuensinya. Sebanyak 36,7% menyatakan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi, 30% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut serta 26,7% karena puas hati memilih bahasa tersebut. Dari jawaban tersebut hanya terdapat 6,3% yang menyatakan merasa bangga memilih bahasa tersebut dalam interaksi komunikasi secara tidak resmi di DPRK dengan sesama anggota parlok yang berbeda.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
82
Tabel 3.43: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Membahas Kanun/Perda secara Resmi
di DPRK
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persen
Valid karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi
8 26.7 26.7 26.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
7 23.3 23.3 50.0
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
3 10.0 10.0 60.0
karena merasa bangga memilih bahasa tersebut
12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.43 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta jawaban bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan karena alasan yang bervariasi perimbangan frekuensinya. Sebanyak 40% menyatakan merasa bangga memilih bahasa tersebut dan 10% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut. Kemudian, sebanyak 23,3% karena puas hati memilih bahasa tersebut dan 26,7% karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi membahas kanun/peraturan daerah secara resmi di DPRK.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
83
Tabel 3.44: Alasan Pemilihan Bahasa RAPBD secara Resmi di DPRK
Alasan Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen Valid karena kebiasaan dan
fasih dalam komunikasi
13 43.3 43.3 43.3
karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut
1 3.3 3.3 46.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
5 16.7 16.7 63.3
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
11 36.6 36.3 76.7
Total 30 100.0 100.0
Tabel 3.44 alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta jawaban bahwa dominasi penggunaan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 13 responden 43,3% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 36,6% karena merasa akrab menggunakan bahasa bahasa dan 16,7% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam membahas APBD secara resmi di DPRK.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
84
Tabel 3.45: Alasan Pemilihan Bahasa dalam Dengar Pendapat dengan Pemerintah
Alasan
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif
Persen Valid karena kebiasaan
dan fasih dalam komunikasi
5 16.7 16.7 16.7
karena puas hati memilih bahasa tersebut
9 30.0 30.0 46.7
karena merasa akrab memilih bahasa tersebut
3 10.0 10.0 56.7
karena merasa bangga memilh bahasa tersebut
13 43.3 43.3 100.0
Tota 30 100.0 100.0
Berdasarkan Tabel 3.45 alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi pemilihan penggunaan BA disebabkan bangga memilih bahasa tersebut. Jawaban ini dipilih oleh 13 responden 43,3% sedangkan jawaban lain, yakni 30% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut dan 16,7% karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Dari jawaban tersebut hanya 3,3% yang menyatakan karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dalam dengar pendapat dengan pemerintah.
3.3.2 Data dan Analisis Deskriptif
Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa di antara data
kuesioner, terdapat uraian pernyataan setiap variabel yang memiliki mean rendah dan mean tinggi. Mean yang rendah menjadi faktor penyebab rendahnya kualitas yang dibangun dalam pernyataan positif pada uraian pertanyaan yang bersangkutan. Sebaliknya, mean yang tinggi menjadi gambaran ideal yang diharapkan oleh uraian pertanyaan yang dibangun oleh pernyataan positif terhadap suatu keadaan. Oleh
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
85
karena itu, mean keduavariabelbebas dan mean variabel terikat menjadi target deskripsi dan analisis data kuantitatif dalam penelitian ini.
Tabel 3.46: Deskriptif Statistik Pemilihan Bahasa
Pemilihan Bahasa N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pertanyaan 1 30 1 4 1.70 1.022 Pertanyaan 2 30 1 4 1.87 1.042 Pertanyaan 3 30 1 4 1.77 1.040 Pertanyaan 4 30 1 4 1.90 1.062 Pertanyaan 5 30 1 4 1.90 1.094 Pertanyaan 6 30 1 4 1.83 1.053 Pertanyaan 7 30 1 4 1.93 1.112 Pertanyaan 8 30 1 4 2.03 1.098 Pertanyaan 9 30 1 4 2.00 1.114 Pertanyaan 10 30 1 4 2.00 1.114 Pertanyaan 11 30 1 4 2.03 1.066 Pertanyaan 12 30 1 4 2.10 1.062 Pertanyaan 13 30 1 3 1.83 .950 Pertanyaan 14 30 1 3 1.93 .944 Pertanyaan 15 30 1 3 1.80 .961 Pertanyaan 16 30 1 4 1.83 1.053 Pertanyaan 17 30 1 4 2.10 1.213 Pertanyaan 18 30 1 4 2.17 1.177 Pertanyaan 19 30 1 4 2.33 1.184 Total 30 19 60 37.07 18.084 Valid N (listwise) 30
Berdasarkan hasil Deskriptif Statistik variabel pemilihan bahasa
diketahui bahwa secara umum pemilihan bahasa dinilai dengan skor mendekati 2 atau cukup. Akan tetapi, untuk uraian pertanyaan nomor 1 dinilai paling rendah dengan skor 1,70. Sebaliknya, untuk uraian pertanyaan nomor 19 dinilai paling tinggi dengan skormean 3.63. Maka
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
86
pembahasan akan difokuskan pada keadaan sebagaimana nilai mean yang tercantum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.47:
Deskriptif Statistik Alasan Pemilihan Bahasa
Alasan Pemilihan
Bahasa N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pertanyaan 1 30 1 4 1.70 1.149 Pertanyaan 2 30 1 5 2.23 1.278 Pertanyaan 3 30 1 4 2.10 1.348 Pertanyaan 4 30 1 5 2.93 1.363 Pertanyaan 5 30 1 5 1.80 1.215 Pertanyaan 6 30 1 5 2.00 1.414 Pertanyaan 7 30 1 5 2.83 1.487 Pertanyaan 8 30 1 5 3.03 1.402 Pertanyaan 9 30 1 5 2.80 1.518 Pertanyaan 10 30 1 5 3.33 1.373 Pertanyaan 11 30 1 5 2.50 1.614 Pertanyaan 12 30 1 5 2.73 1.617 Pertanyaan 13 30 1 5 2.30 1.393 Pertanyaan 14 30 1 5 2.30 1.418 Pertanyaan 15 30 1 5 2.10 1.494 Pertanyaan 16 30 1 5 2.70 1.418 Pertanyaan 17 30 1 5 3.37 1.650 Pertanyaan 18 30 1 5 2.70 1.685 Pertanyaan 19 30 1 5 3.63 1.474 Total 30 26 88 49.10 15.528 Valid N (listwise)
30
Berdasarkan hasil deskriptif statistik variabel alasan pemilihan
bahasa diketahui bahwa secara umum alasan pemilihan bahasa dinilai
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
87
dengan skor mendekati 4 atau agak baik. Akan tetapi, untuk uraian pertanyaan nomor 1 dinilai paling rendah dengan skor 1,70. Sebaliknya, untuk uraian pertanyaan nomor 19 dinilai paling tinggi dengan skor 3,63.
3.3.3 Uji Persyaratan Analisis
Uji persyaratan analisis dilakukan dengan uji normalitas data. Uji normalitas merupakan salah satu pengujian data untuk mengetahui data terdistribusi secara normal sehingga dapat menentukan analisis parametrik atau analisis nonparametrik. Tes normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smimov menggunakan kriteria pengujian apabila signifikansi < 0,05 maka data berdistribusi normal. Akan tetapi, apabila signifikansi >0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.4 Berdasarkan ketentuan ini, hasil test of normality dari SPSS 17 akan diuji terhadap normalitas data pemilihan bahasa serta alasan pemilihan bahasa.
Tabel 3.48:
Tests of Normality
Variabel
Penelitian
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Pemilihan Bahasa
.298 30 .000 .754 30 .000
Alasan Pemilihan Bahasa
.204 30 .003 .915 30 .020
a) Lilliefors Significance Correction
4Duwi Priyanto, op.cit., p 46.
Bab III: Responden dan Pilihan Bahasanya
88
Dari hasil di atas diketahui bahwa signifikansi variabel penelitian ini berada pada rentang 0,000-0,124. Untuk signifikansi penggunaan bahasa adalah 0,000 yang berarti kurang dari 0,050 (0,000 < 0,050); signifikansi pemilihan bahasa 0,003< 0,050. Dengan demikian, data yang tidak terdistribusi normal terdapat pada variabel pemilihan bahasa serta alasan pemilihan bahasa, dan variabel kohesi sosial.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
89
BAB IV KORELASI VARIABEL DAN
ALASAN PEMILIHAN BAHASA
4.1 Hasil Penelitian
Dari hasil analisis diketahui bahwa di antara data kuesioner, terdapat item pernyataan setiap variabel yang memiliki mean rendah dan mean tinggi. Mean yang rendah menjadi faktor penyebab rendahnya kualitas yang dibangun dalam pernyataan positif pada uraian pertanyaan yang bersangkutan. Sebaliknya, mean yang tinggi menjadi gambaran ideal yang diharapkan oleh uraian pertanyaan yang dibangun oleh pernyataan positif terhadap suatu keadaan. Oleh karena itu, mean pada kedua variabel bebas dan mean variabel terikat menjadi target deskripsi dan analisis data kuantitatif dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil deskriptif statistik variabel pemilihan bahasa diketahui bahwa secara umum pemilihan bahasa dinilai dengan skor mendekati 2 atau cukup. Akan tetapi, untuk uraian pertanyaan nomor 1 dinilai paling rendah dengan skor 1,70. Sebaliknya, untuk uraian pertanyaan nomor 19 dinilai paling tinggi dengan skor 2,33.
Berdasarkan hasil deskriptif statistik variabel pemilihan bahasa diketahui bahwa secara umum pemilihan bahasa dinilai dengan skor mendekati 4 atau baik. Akan tetapi, untuk uraian pertanyaan nomor 1 dinilai paling rendah dengan skor 1,70. Sebaliknya, untuk uraian pertanyaan nomor 19 dinilai paling tinggi dengan skor 2,63.
Berdasarkan hasil deskriptif statistik variabel sikap bahasa diketahui bahwa secara umum pemilihan bahasa dinilai dengan skor mendekati 3 atau cukup. Akan tetapi, untuk uraian pertanyaan nomor 20 dinilai paling rendah dengan skor 1,17. Sebaliknya, untuk uraian pertanyaan nomor 28 dinilai paling tinggi dengan skor 3,07.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
90
Berdasarkan hasil deskriptif statistik variabel kohesi sosial diketahui bahwa secara umum pemilihan bahasa dinilai dengan skor mendekati 3 atau cukup. Akan tetapi, untuk uraian pertanyaan nomor 33 dinilai paling rendah dengan skor 1,60. Sebaliknya, untuk uraian pertanyaan nomor 34 dinilai paling tinggi dengan skor 2,60.
4.1.1 Variabel Bebas Pemilihan Bahasa
Pertanyaan nomor 1 untuk pemilihan bahasa diberi apresiasi yang berbeda antara pengurus parlok di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Pengurus parlok bersikap alamiah dalam memberi argumentasi terhadap pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan BA sebagai bahasa daerahnya. Secara umum, pengurus parlok lebih banyak memilih BA karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Walaupun demikian, ada faktor lain, umpamanya karena bangga dan senang memilih BA yaitu pada domain membahas Kanun (Perda) kuesioner nomor 17 dengan persentase yang agak tinggi yaitu 40%. Hal ini dianggap suatu kewajaran biasa karena Parlok baru pertama memiliki kesempatan secara resmi membahas Kanun (Perda) untuk keperluan masyarakat. Rasa puas hati dan merasa akrab memilih BA daripada dalam komunikasi politik untuk kepentingan rapat-rapat internal partai.
Meskipun pernyataan nomor 1 mendapat apresiasi cukup baik, tetapi pernyataan ini berada pada posisi paling akhir dalam peringkat mean pemilihan bahasa. Setelah dilakukan crosstab, diketahui bahwa terdapat faktor yang menjadi penyebab kelemahan, seperti kedudukan dalam parlok dan asal suku orang tua. Perincian pembahasan ini dapat diuji pada tabel crosstabs (lampiran 3) sebagai berikut: (1) Berdasarkan jabatan parlok diperoleh hasil crosstab yang
menyatakan bahwa ketua dan pengurus parlok lebih banyak memilih BA berbanding BI dengan alasan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Nilai hitung Chi square kedudukan dalam parlok responden untuk pertanyaan ini (2,640) <Chi square tabel (7,815) dan signifikasi (0,450 > 0,05) sehingga Ho diterima. Akan tetapi, berdasarkan hasil symmetric measures diperoleh
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
91
Approx. Significantcontingency coefficient sebesar 0,186 atau mendekati 0 yang berarti hubungan yang terjadi sangat lemah.
(2) Berdasarkan orang tua (ibu kandung) responden diperoleh hasil crosstab yang menyatakan bahwa lebih banyak yang memiliki ibu kandung dari suku Aceh memilih BA karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Bahkan, yang bukan suku Aceh pun lebih banyak menggunakan BA daripada BI. Nilai Chi square hitung untuk ayah kandung (6,303) <Chi square tabel (7,815) dan signifikasi (0,098 > 0,05) sehingga Ho diterima. Akan tetapi, berdasarkan hasil symmetric measures diperoleh Approx. Significantcontingency coefficient sebesar 0,417 atau mendekati 0 yang berarti hubungan yang terjadi sangat lemah.
Pertanyaan nomor 1 pemilihan bahasa menanyakan alasan pemilihan BA dengan kalimat tanya: “Mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut?” Pertanyaan ini memperoleh jawaban: karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Artinya, alasan pemilihan bahasa yang tidak bervariasi dan tingkat signifikansinya lemah dalam komunikasi politik pada rapat-rapat internal parlok. Hal ini bertentangan dengan koefisien korelasi seluruh pertanyaan pemilihan bahasa terhadap kohesi sosial di mana terdapat hubungan antara pemilihan bahasa dengan kohesi sosial. Pertentangan ini antara lain karena faktor kedudukan dalam parlok dan asal suku orang tua yang bersuku Aceh sehingga menumbuhkan kebiasaan mereka berbahasa Aceh sejak masa kecil. 4.1.2 Korelasi Variabel Pemilihan Bahasa dengan Variabel
Terikat
Hubungan pemilihan bahasa dengan varibel terikat dalam penelitian ini adalah hubungan antara variabel bebas dengan kohesi sosial, dan diteliti berdasarkan isian jawaban responden dalam kuesioner. Setelah dilakukan olah data dengan menggunakan SPSSmaka terlihat hasil sebagai berikut.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
92
Tabel 4.1: Korelasi Pemilihan Bahasa dengan Kohesi Sosial
Pemilihan Bahasa Pemilihan Bahasa Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) N 30
Berdasarkan hasil analisis dari pemilihan bahasa dengan kohesi
sosial diperoleh hasil bahwa korelasi pemilihan bahasa dengan kohesi sosial memberikan nilai koefisien -0,676. Menurut Priyatno (2009), dalam perhitungan korelasi akan didapat koefisien korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabel. Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Jika nilai semakin mendekati 1 atau -1 maka hubungan semakin erat tetapi jika mendekati 0 maka hubungan semakin lemah, baik bersifat positif maupun negatif.1 Oleh karena koefisien variabel pemilihan bahasa mendekati -1, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang moderat atau cukup berarti antara pemilihan bahasa dengan kohesi sosial di mana sifat hubungannya adalah negatif. Menurut Kriyantono (2010), hubungan negatif berarti setiap kenaikan nilai X diikuti penurunan secara proporsional nilai Y2.
Setelah diperoleh tingkat keeratan hubungan variabel pemilihan bahasa dengan kohesi sosial maka dilakukan uji signifikansi. Pengujian signifikansi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan signifikan atau tidak di antara variabel yang ada. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan ketentuan jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima sedangkan jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak.3Apabila Ho diterima berarti Ha ditolak dan apabila Ho ditolak
1Duwi Priyatno, op.cit., p 107. 2Rachmad Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai
Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), pp. 173-174.
3Duwi Priyatno, op.cit., p. 113.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
93
berarti Ha diterima. Dari hasil di atas diperoleh tingkat signifikansi sebesar 0,000. Karena tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak. 4.2 Pembahasan Pemilihan Bahasa
Pembahasan terhadap pemilihan bahasa oleh pengurus parlok dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh yang dianalisis dengan program SPSS diperoleh simpulan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan bahasa, pemilihan bahasa, dan sikap bahasa dengan kohesi sosial dalam komunikasi politik pengurus parlok di Pemerintahan Aceh, terutama di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Akan tetapi, korelasi tersebut memiliki sifat yang khas antara satu variabel bebas dengan variabel terikat. Sifat hubungan variabel bebas pemilihan bahasa dan sikap bahasa terhadap variabel terikat kohesi sosial adalah positif dan dapat juga negatif.
Menurut Kriyantono (2010), hubungan yang bersifat negatif terjadi “bila semakin kecil nilai variabel X maka semakin besar nilai variabel Y” atau sebaliknya “semakin besar nilai variabel X maka semakin kecil nilai variabel Y”. Sebaliknya, hubungan bersifat positif terjadi “bila semakin besar nilai variabel X maka semakin besar pula nilai variabel Y” atau sebaliknya “semakin kecil nilai variabel X maka semakin kecil nilai variabel Y”.4 Apabila diaplikasikan pada hasilkorelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat maka terdapat nilai koefisien antara -0,676 (pemilihan bahasa) sampai -0,664 dan nilai koefisien 0,460 (sikap bahasa). Hal ini berarti, hubungan negatif pemilihan bahasa dengan kohesi sosial memberi pertanda bahwa keinginan yang besar dari masyarakat untuk menggunakan bahasa Aceh dengan alasan pemilihan karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi dapat mempengaruhi kohesi sosial dengan masyarakat pengguna bahasa yang lain. Apalagi, nilai koefisien korelasi sikap bahasa terhadap kohesi sosial hanya 0,460 atau mendekati nol, yang memberi makna bahwa sikap bahasa
4Rachmat Kriyantono, op.cit., p. 173.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
94
masyarakat Aceh belum memberikan konstribusi yang tinggi terhadap kohesi sosial.
Dari hasil olah data dengan SPSS, diperoleh pertanyaan yang lemah dan kuat. Untuk variabel bebas pemilihan bahasa, pertanyaan 1 menjadi pertanyaan yang lemah dan pertanyaan 19 menjadi pertanyaan yang kuat sebagaimana ditunjukkan dengan mean-nya yang rendah dan tinggi. Pertanyaan ini berkorelasi langsung dengan hal sama pada variabel bebas pemilihan bahasa. Pertanyaan 1 “(Bahasa apakah yang digunakan dalam rapat-rapat internal partai?)” sebagai pertanyaan variabel penggunaan bahasa harus diberi alasan dalam variabel pemilihan bahasa dengan pertanyaan “(Mengapa Abu/Teungku/ ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut?)”.Demikian juga dengan pertanyaan 19 “(Bahasa apakah yang digunakan dalam dengar pendapat dengan pemerintah?)” harus diberi alasan dengan pertanyaan “(Mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut?)”.
Untuk variabel sikap bahasa, pertanyaan didesain dalam bentuk pernyataan. Dari 12 pertanyaan maka pertanyaan 20 menjadi pertanyaan yang lemah dan pertanyaan 28 sebagai pertanyaan yang kuat. Pertanyaan 20 berisi pernyataan, “Bahasa Aceh merupakan identitas suku.” Sebaliknya, pertanyaan 28 berisi pernyataan, “Bahasa Indonesia mudah dipahami daripada Bahasa Aceh dalam rapat partai.” Kedua pertanyaan ini memberi pengaruh signifikan terhadap tidak adanya hubungan sikap bahasa dengan kohesi sosial dalam komunikasi politik pengurus parlok di Pemerintahan Aceh.
Untuk variabel terikat kohesi sosial, terdapat 4 pertanyaan dengan mean bervariasi. Dari variasi tersebut, maka pertanyaan 33 menjadi pertanyaan yang lemah dan pertanyaan 34 menjadi pertanyaan yang kuat. Pertanyaan 33 berbunyi, “Bagaimana perasaan Abu/Teungku/ Sdr(i) ketika menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi politik?” Sebaliknya, pernyataan 34 berbunyi, “Bagaimana perasaan Abu/Teungku/Sdr(i) ketika menggunakan bahasa Aceh dan bahasa Indonesia secara bercampur dengan bahasa Aceh yang lebih banyak dalam komunikasi politik?”
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
95
Pertanyaan nomor 1 diberi apresiasi yang berbeda antara pengurus parlok di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Pengurus parlok di Kota Langsa bersikap pragmatik dalam memperlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Aceh sebagai bahasa daerahnya. Pengurus parlok di Kota Langsa lebih banyak menggunakan bahasa Aceh dan bahasa Indonesia dengan lebih banyak bahasa Aceh sebesar 60% dan menggunakan bahasa Aceh saja sebesar 33,3%. Selebihnya, sebesar 6,7% menggunakan bahasa Aceh dan bahasa Indonesia lebih banyak bahasa Indonesia dalam komunikasi politik untuk kepentingan rapat-rapat internal partai.
Sebaliknya, pengurus parlok di Kabupaten Bireuen lebih bersifat ekslusif dalam memperlakukan bahasa Aceh. Di Bireuen, semua pengurus menggunakan bahasa Aceh dalam komunikasi politik pada rapat-rapat internal partai. Dengan demikian, pengurus parlok menggunakan bahasa secara pragmatik. Artinya, pengurus parlok yang bertempat tinggal di daerah dengan masyarakat yang heterogen lebih memilih menggunakan BA dan BI atau BA/BI. Akan tetapi, pengurus parlok yang bertempat tinggal di daerah dengan masyarakat yang homogen tetap memilih menggunakan BA, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Meskipun pernyataan nomor 1 mendapat apresiasi cukup baik, tetapi pernyataan ini berada pada posisi paling akhir dalam peringkat mean pemilihan bahasa. Setelah dilakukan crosstab, diketahui bahwa terdapat faktor yang menjadi penyebab kelemahan, seperti kedudukan dalam parlok dan asal suku orang tua. Di dalam pembahasan ini, Ha mengindikasikan ada hubungan sedangkan Ho tidak ada hubungan. Jika nilai Chi square hitung <Chi square tabel maka Ho diterima dan jika nilai Chi square hitung >Chi square tabel maka Ho ditolak. Kemudian, jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima dan jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak.5
Berikut ini dilakukan pembahasan crosstab berdasarkan kedudukan dalam parlok dan asal suku orang tua sesuai dengan
5Duwi Priyatno, op.cit., p. 52.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
96
jawaban responden di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Perincian pembahasan ini dapat diuji pada tabel crosstabs (lampiran 3). (2) Berdasarkan kedudukan dalam parlok diperoleh hasil crosstab
yang menyatakan bahwa ketua dan pengurus parlok lebih banyak menggunakan bahasa Aceh daripada bahasa Indonesia. Nilai hitung Chi square kedudukan dalam parlok responden untuk pertanyaan ini (1,071) <Chi square tabel (5,991) dan signifikasi (0,585 > 0,05) sehingga Ho diterima. Akan tetapi, berdasarkan hasilsymmetric measures diperoleh Approx. Significantcontingency coefficient sebesar 0,186 atau mendekati 0 yang berarti hubungan yang lemah. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan antara kedudukan pengurus dalam parlok dengan penggunaan bahasa. Akan tetapi, hubungan terjadi bersifat lemah sehingga ketiadaan hubungan antara kedudukan pengurus dalam parlok juga bersifat lemah.
(3) Berdasarkan orang tua (ibu kandung) responden diperoleh hasil crosstab yang menyatakan bahwa lebih banyak yang memiliki ibu kandung dari suku Aceh menggunakan bahasa Aceh. Bahkan, yang bukan suku Aceh pun lebih banyak menggunakan bahasa Aceh daripada bahasa Indonesia. Nilai Chi square hitung untuk ayah kandung (4,565) < Chi square tabel (5,991) dan signifikasi (0,102 >0,05) sehingga Ho diterima. Akan tetapi, berdasarkan hasil symmetric measures diperoleh Approx. Significantcontingency coefficient sebesar 0,363 atau mendekati 0 yang berarti hubungan yang terjadi lemah. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan yang sifnifikan antara kesukuan ibu kandung dengan penggunaan bahasa. Bahkan, hubungan yang terjadi lemah sehingga peristiwa kebahasaan mengikuti pola pemerolehan bahasa yang bersifat alamiah, sesuai dengan pewarisan bahasa yang berlaku dalam masyarakat, yakni berbicara dalam bahasa Aceh seperti orang tua berbicara dalam bahasa Aceh dengan orang lain.
Pertanyaan nomor 1 pemilihan bahasa (Bahasa apakah yang dipilih dalam rapat-rapat internal partai?) memperoleh jawaban: bahasa Aceh. Bahasa Aceh lebih banyak digunakan daripada bahasa
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
97
Indonesia di mana 20 responden memilih penggunaan bahasa Aceh dan 10 responden yang memilih penggunaan bahasa Aceh dan bahasa Indonesia dengan bervariasi lebih banyak bahasa Aceh atau lebih banyak bahasa Indonesia. Kondisi ini memunculkan kontradiksi dalam komunikasi politik yang terbangun antara variabel pemilihan bahasa dengan Kohesi Sosial. Kedua faktor penyebab tersebut menerima Ho. Artinya, hubungan yang ada tidak didukung oleh penggunaan bahasa yang tidak bervariasi. Bahkan, cenderung mengarah pada dominasi bahasa Aceh dan memarginalkan bahasa Indonesia dalam rapat-rapat internal parlok di Kota Langsa, terutama di Kabupaten Bieruen.
Dukungan Ho dari latar belakang kedudukan dalam parlok dan asal suku orang tua ini bertentangan dengan koefisien korelasi penggunaan bahasa yang justru menolak Ho dalam hubungannya dengan kohesi sosial sesuai dengan praktik berbahasa sehari-hari pengurus parlok. Artinya, pertanyaan 1 penggunaan bahasa ini menjadi titik lemah variabel penggunaan bahasa dalam menolak Ho. Faktor penyebabnya antara lain kedudukan pengurus dalam parlok dan asal suku orang tua didominasi oleh suku Aceh. Akibatnya, pengurus parlok tetap menggunakan bahasa Aceh dalam menciptakan kohesi sosial dalam komunikasi politiknya. Padahal, kondisi Aceh pasca-MoU Helsinki memperlihatkan karakteristik Kota Langsa yang berpenduduk heterogen dan Kabupaten Bireuen yang berpenduduk homogen. Ditinjau secara geografis, karakteristik penduduk Aceh tidak dapat digeneralisasikan sebagai homogen atau heterogen saja, melainkan berdimensi homogen pada masyarakat pedesaan dan heterogen pada masyarakat perkotaan. 4.2.1 Pembahasan Pemilihan Bahasa dan Alasannya
Setelah kuesioner diterima kembali dari 30 responden, maka diperoleh hasil frekuensi jawaban responden terhadap peryataan 1-19 dalam kuesioner. Dalam hal ini,pertanyaan 1-19 untuk pemilihan bahasa yang juga menggunakan penomoran yang sama. Pada tahap pertama dideskripsikan pertanyaan 1-19 untuk pemilihan bahasa dan
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
98
alasan pemilihan bahasa. Dari hasil statistik untuk pemilihan bahasa dan alasan pemilihan suatu bahasa diperoleh hasil sebagai berikut. 4.2.1.1 Pemilihan Bahasa dalam Rapat Internal Partai
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa responden
penelitian ini memilih BA dalam rapat-rapat internal partai. Pemilihan BA mendominasi sebanyak 20 orang (66,7%) sedangkan BI hanya dipilih digunakan sebagai pendamping BA. Bahkan, BI tidak menjadi pilihan utama dalam rapat internal partai.
Pemilihan bahasa tersebut jika dilihat dari segi alasan, dominasi dengan pemilihan BA disebabkan faktor kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 14 responden (46,7%). Akan tetapi, alasan pemilihan penggunakan bahasa ini terdapat 33,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 16,6% karena merasa akrab memilih menggunakan bahasa tersebut.
Pemilihan bahasa dalam rapat internal parlok menunjukkan bahwa Parlok memilih BA dengan prosentasi yang dominan dan pemilihan tersebut kabanyakan disebabkan oleh faktor kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi dan selanjutnya disebabkan oleh karena rasa bangga terhadap BA, sementara kedudukan BI sebagai pendamping BA dalam artian bahwa BI juga masih tetap dipilih dalam bentuk campur kode dengan BA yang masih dominan. Hal ini disebabkan oleh karena merasa akrab dalam berkomunikasi khususnya di Kota Langsa
4.2.1.2 Pemilihan Bahasa dalam Kampaye Politik pada Pemilu
Tahun 2009
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden penelitian ini memilih menggunakan bahasa yang bervariasi. Artinya, semua pilihan bahasa digunakan oleh pengurus parlok dengan frekuensi terbesar pada penggunaan BA56,7%. Selebihnya, memilih BA/BI dengan BA lebih banyak atau dominan 36,7%,BA/BI dengan BIlebih
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
99
dominan3,3%, dan hanya 3,3%. Dengan demikian, pemilihan BA menjadi bahasa utama dalam kampanya Pemilu legislatif tahun 2009.
Pemilihan BA yang dominan disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 21 responden (70%) sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 13,3% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan karena puas hati memilih bahasa tersebut. Dari jawaban itu, hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa parlok lebih dominan memilih BA untuk berkampanye dengan alasan karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, dan parlok juga tetap memilih BA/BI dengan posisi BA yang dominan dengan argumentasi merasa akrab memilih kedua bahasa tersebut dalam bentuk campur kode, dan hanya 3.3 % saja parlok yang memilih BA karena marasa bangga dan senang memilih bahasa dalam berkomunikasi.
4.2.1.3 Pemilihan Bahasa di Luar Rapat Resmi dengan Sesama
Anggota Partai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden penelitian ini memilih BA. BA dipilih secara dominan oleh 19 responden (63,3%), pemilihan BA/BI lebih banyak BA terdapat 33,3%. Jadi, hanya 3,3% responden yang mengutamakan pemilihan BI dalam berinteraksi dengan sesama anggota partai diluar rapat resmi parlok.
Pemilihan BA lebih disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 17 responden (56,7%) sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 26,7% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan 13,3% karena puas hati memilih tersebut. Dari jawaban itu, hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam berinteraksi dengan sesama anggota internal partai di luar rapat resmi.
Dalam domain di luar rapat resmi BA juga masih dominan dipilih oleh parlok disebabkan oleh karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, akan tetapi campur kode BA/BI dengan BA yang dominan juga menjukkan prosentasi yang tinggi yaitu 33,3 padahal
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
100
dalam situasi tidak resmi di luar rapat, dan alasan pemilihan campur kode tersebut pada alasan merasa akrab memilih bahasa tersebut. Rasa bangga hanya 3.3% biasanya pada pemilihan bahasa suku yaitu BA. 4.2.1.4 Pemilihan Bahasa dalam Interaksi dengan Masyarakat
Umum
Berdasarkan fakta dari jawaban responden bahwa responden dalam penelitian ini memilih BA dalam berkomunikasi dengan masyarakat umum. Sebanyak 56,7% pengurus parlok berbahasa Aceh dalam kapasitas sebagai pengurus/anggota partai untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Kondisi mayoritas ini masih ditambah oleh 40% responden dwibahasawan yang memilih BA/BI dengan BA lebih banyak, dan hanya 3,3% yang mengutamakan memilih BI.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut. Jawaban ini dipilih oleh 12 responden 40% sedangkan jawaban lain berfrekuensi hampir berimbang, yakni 26,7% karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi, 20% karena merasa bangga memilih bahasa tersebut, dan 13,3% karena merasa akrab dalam berinteraksi dengan masyarakat umum dalam kapasitas sebagai pengurus partai.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan perbedaan dengan domiain sebelumnya, kalau sebelumnya pemilihan BA karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Akan tetapi, dalam domain interaksi dengan masyarakat memiliki alasan yang berbeda parlok dalam memilih BA yaitu karena merasa puas hati memilih bahasa tersebut dan alasan kebiasaan berada pada alasan yang kedua. Dalam hal ini, bahwa parlok memilih suatu bahasa juga sangat dipengaruhi oleh audiennya, dan bagaimana mengikat audiennya agar komunikasi mereka dapat memberikan kepuasan batin bagi masyarakat. Selanjutnya, yang memilih suatu bahasa karena bangga, hal ini biasanya terjadi pada pengurus parlok yang memilih BA. Alasan rasa puas hati pada pemilihan BA dapat terjadi juga di daerah yang berpenduduk homogen dan juga terjadi pada daerah yang
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
101
berpenduduk hiterogen dengan memilih BA/BI dalam berkomunikasi dengan masyarakat.
4.2.1.5 Pemilihan Bahasa dalam Interaksi Politik Sesama Parlok
yang Berbeda
Hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa responden penelitian ini memilih bahasa yang bervariasi dalam berinteraksi dengan anggota parlok lainnya. Meskipun demikian, pemilihan BA masih mendominasi dengan jumlah 17 responden atau 56,7% mutlak berbahasa Aceh dan yang memilih BA/BI dengan BA yang dominan sebesar 33,3%. Selebihnya, sebesar 6,7% memilih BA/BI dengan BI yang dominan, dan terdapat 1 orang responden 3,3% yang memilih BI dalam berinteraksi dengan anggota parlok lainnya.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 20 responden 66,7% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 6,7% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 23,3% karena puas hati memilih bahasa tersebut. Dari jawaban tersebut, hanya 3,3% yang memilih karena merasa banggamemilih bahasa tersebut dalam interaksi politik dengan anggota partai lain sesama parlok.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa BA dominan dipilih dalam interaksi politi sesama parlok yang berbeda dan alasanya yang dominan adalah karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Selanjutnya adalah pemilihan BA/BI dengan BA yang dominan dengan alasan karena puas hati memilih bahasa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan bahasa dalam interaksi sesama parlok yang berbeda deperlukan saling puas hati dalam berkomunikasi. Unsur alasan akrab dan rasa bangga dan senang kurang membawa pengaruh dalam komunikasi antar parlok yang berbeda.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
102
4.2.1.6 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Strategi dan Program Parlok
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan fakta bahwa
responden dalam penelitian ini memilih BA secara dominan dalam berinteraksi politik untuk membahas strategi/keinginan/program partai politik. Perinciannya, sebanyak 60% responden memilih BA, dan 36,7% memilih BA/BI dengan BA yang dominan. Jadi, hanya 3,3% yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan dalam membahasa strategi partai politiknya.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih menggunakan bahasa tersebut. Jawaban ini dipilih oleh 19 responden (63,3%) sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 26,6% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut, dan 6,7% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut, hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga memilih bahasa tersebut dalam hal membahas strategi/keinginan/program partai politik.
Pemilihan bahasa pada domain ini menunjukkan bahwa parlok mengutamakan memilih BA dalam membahas strategi dan program parlok dengan alasan merekamereka terbiasa dan fasih memilih menggunakan BA, akan tetapi bahasa dalam bentuk campur kode juga menjadi pilihan mereka pada level kedua dengan argumentasi merasa akrab. 6,7 % yang memilih karena puas hati dan 3,3 % yang menjawab karena bangga dan senang memilih BA. 4.2.1.7 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pembangunan dan
Pemberdayaan Parlok dalam Masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden mendominasi memilih menggunakan BA dalam interaksi politiknya. Responden yang memilih menggunakan BA sebesar 56,7% dan yang memilih BA/BI dengan BA yang lebih dominan sebesar 36,7%. Selebihnya, sebesar 6,7% memimilih BA/BI dengan BI yang dominan. Jadi, dalam
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
103
interaksi politik dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan parlok dalam masyarakat lebih banyak memilih BA berbanding BI.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 10 responden 33,3% sedangkan jawaban lain berfrekuensi agak berimbang, yakni 40% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan 23,3% karena puas hati memilih bahasa tersebut. Dari jawaban itu, hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan parlok.
Pemilihan bahasa dalam domain ini bahwa parlok memilih BA dengan alasan yang paling dominan karena merasa akrab, dan juga mereka memilih BA/BI dengan BA yang dominan karena sebab kebiasaan dan fasih dalam berkominikasi. Pangurus parlok memimilih BA/BI dengan BI yang dominan umumnya disebabkan karena alasan puas hati, hanya 1 orang responden yang menyatakan karena rasa bangga dan senang memilih BA dalam pembangunan dan pemberdayaan parlok dalam masyarakat. Hal ini memberi makna bahwa parlok tetap memilih BA akan tetapi parlok juga tetap memilih BI dalam bentuk campur kode dengan BA.
4.2.1.8 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Presi-
den/Wakil Presiden 2009-2014
Hasil penelian menunjukkan bahwa responden memilih menggunakan bahasa yang bervariasi dalam membahas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI. Meskipun demikian, pemilihan bahasa didominasi oleh BA yaitu 50% dan responden yang memilih BA/BI dengan BA yang dominan berada pada urutan kedua yaitu 40%. 10% responden yang memilih BI dalam membicarakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden RI.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan oleh alasan yang bervariasi. Sebanyak masing-masing 30% memilih jawaban karena merasa akrab memilih BA, dan karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Kemudian,
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
104
sebanyak 26,7% memilih jawaban karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Dari jawaban tersebut, 13,3% yang memilih BI karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut dalam membahas pemilihan Presiden dan wakil Presiden RI.
Pemilihan BI dalam domain ini menunjukkan perensate yang tinggi berbanding pemilihan BI dalam domain yang lain sebelumnya. Akan tetapi BA tetap menjadi pilihan utama pengurus parlok dan BA/BI dengan BA yang dominan menjadi pilihan yang kedua. Hal ini bermakna bahwa pemilihan BI menjadi tinggi karena objek pembicaraan atau pembahasan tentang masalah pimpinan nasional.
4.2.1.9 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota
DPR-RI/DPD-RI Periode 2009-2014
Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden lebih banyak memilih BA dalam interaksi politik dalam membahas tentang pemilihan anggota DPR-RI dan DPD-RI periode 2009-2014 sebanyak 53,3%.Responden yang memilih BA/BI dengan BA yang dominan 40%. Jadi, hanya 6,7% responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan dalam membahas tentang pemilihan anggota DPR-RI dan DPD-RI.
Pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 11 responden atau 36,7%sedangkan jawaban lain yakni 26,7% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan 23,3% karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut. Dari jawaban dimaksud, hanya 13,3% yang merasa bangga dan senang memilih bahasa tersebut dalam membahas pemilihan anggota DPR RI dan DPD RI.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa BA menjadi pilihan utama parlok, dan pilihan ini disebabkan kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Selanjutnya, pemilihan BA/BI dengan posisi BA yang dominan dan disebabkan oleh sebab merasa akrab memilih bahasa tersebut. Parlok yang memilih BA/BI dengan dominasi BI yang lebih banyak disebabkan perasaan puas hati. Hal ini
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
105
bermakna bahwa hanya 13,3% yang menyatakan karena bangga dan senang memilih BA dalam berkomunikasi.
4.2.1.10 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Anggota
DPRA/DPRK Periode 2009-2014
Hasil penelitian diperoleh fakta bahwa responden lebih banyak memilih BA dalam interaksi politik dalam membahas pemilihan anggota DPRA dan DPRK periode 2009-2014. Sebanyak 53,3% responden memilih BA dan 40% memilih BA/BI dengan posisi BA yang dominan. Hanya 6,7% responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BI yang dominan dalam membahas pemilihan anggota DPRA dan DPRK.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi oleh pemilihan bahasa disebabkan karena alasan yang agak berimbang. Sebanyak 33,3% karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dan 26,7% karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Kemudian, terdapat 20% yang merasa bangga dan senang memilih bahas tersebut dalam membahas pemilihan anggota DPRA dan DPRK.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menjukkan bahwa BA menjadi pilihan utama parlok dengan argumentasi disebabkan oleh karena merasa akrab, dan pemilihan BA/BI dengan posisi BI yang dominan dengan alasan merasa puas hati, dan bagi yang memilih BA/BI dengan posisi BI yang lebih dominan memiliki argumentasi yang sama. Hal ini bermakna bahwa parlok memiliki rasa bangga dan senang terhadap BA dalam membahas pemilihan anggota DPRA dan DPRK. 4.2.1.11 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Pemilihan Guber-
nur/Wakil Gubernur, WaliKota/Wakil Walikota, Bupati/ Wakil Bupati di Pemerintahan Aceh Periode 2009-2014
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa responden
lebih banyak memilih BA dalam interaksi politik dalam membahas
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
106
pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh, Walikota /Wakil Walikota, Bupati/Wakil Bupati Periode 2011 -2016 Sebanyak 50% responden memilih menggunakan BA, dan 46,7% memilih BA/BI dengan BA yang dominan. Jadi, hanya 3,3% responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan posisi BI yang dominan.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 15 responden 50% sedangkan jawaban dengan alasan lainnya berfrekuensi berimbang, yakni 23,3% karena merasa akrab memilih menggunakan bahasa tersebut serta masing-masing 13,3% karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut dan karena merasa bangga memilih bahasa tersebut dalam membahas rencana pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh, Walikota/Wakil Walikota, Bupati/Wakil Bupati.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa pemilihan BA sebagai bahasa pilihan utama parlok dengan sebab kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Pilihan selanjutnya bagi sejumlah pengurus parlok adalah pada BA/BI dengan posisi BI yang dominan, pemilihan ini disebabkan merasa akrab. Alasan ini juga berlaku untuk pemilihan BA/BI dengan BI yang dominan. Hanya 13.3% saja yang memilih BA karena alasan merasa puas hati.
4.2.1.12 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Isu-isu Nasional
NKRI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini lebih bervariasi menggunakan bahasa dalam interaksi politik dalam membahas isu-isu nasional NKRI. Meskipun demikian, sebanyak 43,3% responden memilih BA, dan 40% memilih BA/BI dengan BA yang dominan. Selebihnya, sebanyak 10% responden hanya memilih menggunakan BI. Dan hanya 6,7% responden yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan alasan yang bervariasi. Jawaban paling banyak ditujukan karena kebiasan dan fasih dalam komunikasi 40%,
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
107
dan karena alasan merasa akrab memilih bahasa tersebut (43.4%). Hanya 10% karena alasan puas hati memilih bahasa tersebut dalam interaksi politik membahas isu-isu nasional NKRI.
Pemilihan bahasa dalam domain ini bermakna bahwa parlok memilih BA sebagai bahasa utama dengan alasan karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Pilihan BA/BI dengan BA yang dominan sebagai bahasa pilihan kedua dikarenakan oleh sebab merasa akrab dan alasan ini juga berlaku untuk pilihan BA/BI dengan BI yang dominan. Hanya 10% yang memilih BA karena rasa bangga dan senang memilih bahasa tersebut.
4.2.1.13 Pemilihan Bahasa secara Resmi Sesama Parlok di DPRK
Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden lebih banyak memilih BA dalam interaksi komunikasi secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang sama 53,3% dan 36,7% memilih BA/BI dengan posisi BA yang dominan. Selebihnya, sebanyak 10% responden yang memilih BI dalam interaksi secara resmi di DPRK.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 14 responden 46,7% sedangkan jawaban lain berfrekuensi berimbang, yakni 16,7% karena merasa akrab memilih menggunakan bahasa tersebut, dan 23,3% karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut, hanya 6,7% yang menyatakan karena bangga menggunakan bahasa tersebut dalam interaksi komunikasi secara resmi dengan sesama parlok di DPRK.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa BI mendapat tempat oleh parlok dengan prosentase 10%. Alasan pemilihan BI ini pada umumnya karena alasan merasa akrab dan dalam situasi resmi. Walaupun dalam posisi situasi resmi pada umumnya Parlok memilih BA sebagai bahasa komunikasi dengan alasan kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, akan tetapi juga memilih BA/BI dalam bentuk campur kode dengan posisi BA yang dominan karena alasan puas hati.
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
108
4.2.1.14 Pemilihan Bahasa secara Resmi di DPRK dengan
Sesama Parlok yang Berbeda
Berdasarkan hasl pinelitian bahwa responden lebih dominan BA dalam interaksi politik secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda. Sebanyak 46,7% responden memilih BA, dan 40% memilih BA/BI dengan BA yang dominan. Jadi, hanya sebanyak 13,3% responden yang memilih BI dalam komunikasi mereka.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh jawaban bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena alasa kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi dengan jumlah responden 21 responden atau 70% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 13,3% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut dan karena puas hati menggunakan bahasa tersebut. Dari jawaban itu, masing-masing 6,7% yang menyatakan karena bangga memilih bahasa tersebut dalam interaksi politik dengan sesama anggota parlok.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa parlok tetap memilih BA sebagai alat komunikasi mereka karena alasan kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi. Akan tetapi parlok juga dalam situasi resmi di DPRK memilih BA/BI dengan BA yang dominan karena alasan mereka agar merasa akrab dengan sesama parlok, dan juga yang lebih menggembirakan 13,3 % anggota parlok memilih BI saja dalam berkomunikasi, secara kualitatif mereka beralasan karena agar anggota Partai nasional lainnya juga memahami dan agar lebih dekat dalam berkomunikasi. Artinya Parlok tidak menolak BI dalam berkomunikasi, hal ini tergantung pada situasi yang ada. 4.2.1.15 Pemilihan Bahasa dalam Lobi-lobi Politik di DPRK
dengan Sesama Parlok yang Berbeda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini lebih banyak memilih BA dalam interaksi politik komunikasi
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
109
secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda dalam melakukan lobi-lobi politik. Sebanyak 56,7% responden memilih menggunakan BA dan 36,7% memilih menggunakan BA/BI dengan posisi BA yang dominan. Hanya deijumpai 6,7% responden yang memilih menggunakan BI dalam interaksi politik sesama parlok yang berbeda dalam lobi-lobi politi di DPRK.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 18 responden 60% sedangkan jawaban lain berfrekuensi minor, yakni 30% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut, dan 6,7% karena alasan merasa bangsa dan senang memilih menggunakan bahasa tersebut. Hanya sebanyak 3,3% menyatakan karena puas hati memilih bahasa tersebut.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa parlok memilih BA sebagai bahasa pilihan utama karena alasan kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, dan mereka juga tetap memilih BA/BI dengan BA yang dominan karena disebabkan oleh karena alasan akrab. Dalam kontek lobi-lobi politik antar parlok, sebahagian pengurus parlok tetap masih memilih menggunakan BI, walaupun hanya 3.3% saja. Bagi pengurus parlok yang bangga dan senang memilih BA hanya 6.7%. 4.2.1.16 Pemilihan Bahasa secara Tidak Resmi di DPRK dengan
Sesama Parlok yang Berbeda
Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden dalam penelitian ini lebih banyak memilih BA dalam interaksi komunikasi secara tidak resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda. Sebanyak 60% responden memilih menggunakan BA, dan 36,7% menggunakan BA/BI denga BA yang dominan. Jadi, hanya 3,3% responden yang memilih menggunakan BA/BI dengan BA yang dominan dalam komunaksi tidak resmi di DPRK.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena alasan yang bervariasi dengan
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
110
perimbangan frekuensinya. Sebanyak 36,7% menyatakan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi dan 30% karena merasa akrab memilih menggunakan bahasa tersebut serta 26,7% karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut. Dari jawaban itu, terdapat 6,3% yang menyatakan merasa bangga dan senang memilih bahasa tersebut dalam interaksi komunikasi secara tidak resmi di DPRK dengan sesama anggota parlok yang berbeda.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa dalam situasi tidak resmi BI tidak menjadi bahasa pilihan dalam mereka berkomunikasi, bahasa utama yang menjadi pilihan parlok adalah BA dikarenakan kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi serta memilih BA/BI dengan BI yang dominan disebabkan oleh karena merasa akrab dalam berkomunikasi, dan rasa bangga dan senang memilih BA tatap muncul dalam domain ini walaupun hanya 6.7 %.
4.2.1.17 Pemilihan Bahasa dalam Membahas Kanun (Perda)
secara Resmi di DPRK
Berdasarkan Hasil penelitian bahwa responden dalam penelitian ini lebih banyak memilih BA dalam interaksi politik membahas Perda secara resmi di DPRK. Meskipun demikian, pemilihan bahasa lebih bervariasi yaitu sebanyak 46,7% responden memilih BA, dan 16,7% menggunakan BA/BI dengan posisi BA yang dominan. Hanya dijumpai 20% responden yang memilih BA/BI dengan posisi BI yang lebih dominan, dan hanya 16,7% yang hanya memilih BI dalam membahas Kanun (perda) secara resmi di DPRK.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena alasan yang bervariasi perimbangan frekuensinya. Sebanyak 40% menyatakan merasa bangga dan senang memilih bahasa tersebut dan 10% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut. Kemudian, sebanyak 23,3% karena puas hati memilih bahasa tersebut dan 26,7% karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi membahas peraturan daerah secara resmi di DPRK.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa pengurus parlok dalam membahas Kanun/Perda memilih BA karena disebabkan
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
111
merasa bangga dan senang yaitu dengan persentasi 40%, dan merasa puas hati memilih BA/BI dengan BA yang dominan 23.3%, dan juga yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan, yang memilih BA yang disebabkan oleh faktor kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi mencapai 26.7%. Walaupun demikian, masih dijumpai pengurus parlok yang memilih BI dalam domain ini. Akan tetapi yang menjadi perhatian peneliti adalah pada pemilihan BA dengan 46,7% dan sebabnya karena merasa bangga dan senang . Hal ini berbeda dengan pemilihan bahasa pada domain yang lain, kebanggaan ini disebabkan karena yang dibahas adalah kanun/perda yang merupakan produk peraturan di daerah untuk kepentingan masing-masing kabupaten/kota dalam rangka kepentingan masyarakatnya.
4.2.1.18 Pemilihan Bahasa dalam Membahas APBD secara Resmi
di DPRK
Berdasarkan hasil penelitian bahwa bahwa responden dalam penelitian ini lebih bervariasi memilih bahasa dalam interaksi politik dalam membahasAPBD secara resmi di DPRK. Sebanyak 40% responden memilih BA, dan 16,7% memilih menggunakan BA/BI dengan posisi BI yang lebih dominan, hanya dijumpai 20% responden yang memilih BA/BI dengan BI yang dominan. 23,3% yang hanya memilih BI dalam membahas APBD secara resmi di DPRK.
Untuk pemilihan bahasa dalam domain tersebut diatas tentu memiliki alasan yang bervariatif yaitu pemilihan BA yang mencapai 40% disebabkan alasan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Jawaban ini dipilih oleh 13 responden 43,3%, sedangkan jawaban lain berfrekuensi mendekati, yakni 36,6% karena merasa akrab memilih bahasa tersebut, dan 16,7% karena puas hati memilih menggunakan bahasa tersebut. Hanya 3,3% yang menyatakan karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut dalam membahas APBD secara resmi di DPRK.
Pemilihan bahasa dalam domain ini menunjukkan bahwa pemilihan BA lebih disebabkan oleh karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi, dan selanjutnya pemilihan BA/BI dengan BI
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
112
yang dominan dengan alasan karena merasa akrab memiliki persentasi yang sangat mendekati, artinya BA menjadi pilhan utama parlok dalam membahas APBD dalam domain ini adalah tentang pemilihan BI dengan persentase yang tinggi yaitu 23.3 % dan disebabkan oleh karena puas hati memilih BI dalam membahas APBD, hal ini kemungkinan dalam membahas APBD lebih kepada membahas angka-angka dalam ekonomi dan parlok tidak dapat menghindar dari BI. Kenapa demikian, karena dalam BA kurang adanya istilah ekonomi yang khusus dan memang selama ini masih menyebutkan istilah perencanaan dan keuangan dalam BI.
4.2.1.19 Pemilihan Bahasa dalam Dengar Pendapat dengan
Pemerintah secara Resmi di DPRK
Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden dalam penelitian ini lebih berimbang memilih bahasa dalam interaksi politik dalam dengar pendapat dengan pihak pemerintah. Sebanyak 33,3% responden memilih BA, dan 20% memilih BA/BI dengan BA yang dominan. Kemudian, dijumpai 23,30% responden yang memimilh BA/BI dengan BI yang dominan,serta dengan persentase yang sama, yakni 23,3% responden memilih BI saja dalam dengar pendapat di DPRK.
Alasan pemilihan bahasa diperoleh fakta bahwa dominasi pemilihan BA disebabkan karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut. Jawaban ini dipilih oleh 13 responden 43,3% sedangkan jawaban lain, yakni 30% karena puas hati memilih bahasa tersebut, dan 16,7% karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Dari jawaban tersebut, hanya 3,3% yang menyatakan karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut dalam dengar pendapat dengan pihak pemerintah.
Pemilihan bahasa dalam domain ini memiliki nuansa yang sangat berberbeda dengan domain-lainnya. Pemilihan BA dengan persentase hanya 43.3% disebabkan oleh karena bangga dan senang. Selanjutnya, pemilihan BA/BI dengan BA yang dominan atau BI yang dominan memiliki argumentasi karena puas hati memilih bahasa tersebut, serta 23.3% lainnya memilih BI karena disebabkan keakraban antara
Bab IV: Korelasi Variabel dan Alasan Pemilihan Bahasa
113
sesama peserta dalam rapat dengan pendapat. Artinya, ada kelompok pengurus parlok yang tetap bertahan dengan BA karena anggapan bahwa rapat tersebut dalam wilayah berbahasa Aceh dan ingin mempertahankan BA sebagai bahasa identas parlok. Hal ini terungkap pada wawancara mendalam dengan anggota parlok yang juga sebagai anggota DPRK.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
114
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan penelitian tentang pemilihan bahasa dan sikap bahasa dalam komunikasi politik oleh partai politik lokal di Pemerintahan Aceh adalah sebagai berikut. 1. Bahasa yang dipilih oleh partai politik lokal dalam komunikasi
politik di Pemerintahan Aceh adalah bahasa Aceh (BA) dengan persentase 47,36% yaitu dalam rapat internal partai, dalam kampanye politik, dalam interaksi sesama pengurus partai,dalam komunikasi dengan masyarakat umum,dalam membahas strategi politik partai, dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan partai, dalam komunikasi di DPRK dengan sesama anggota partai politik baik dengan partai politik lokal yang sama ataupun dengan partai politik lokal yang berbeda. Partai politik lokal yang memilih menggunakan BA dan BI (campur kode) dengan posisi BA yang dominan adalah 52,63% yaitu dalam aktifitas membahas strategi pemberdayaan partai politik lokal, dalam membahas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2009-2014, dalam komunikasi politik membicarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota periode 2011-2016, membahas APBD dan dengar pendapat dengan pemerintah. Akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu seperti dengar pendapat dengan ABRI/TNI dan Polri ataupun instansi lainnya, partai politik lokal memilih menggunakan BA dan BI dengan posisi BI lebih dominan dan bahkan jika ada peserta dalam dengar pendapat tersebut samasekali tidak memahami BA maka partai politik lokal memilih menggunakan BI. Pemilihan bahasa yang dilakukan oleh parlok dalam komunaksi politik kebanyakan atau dominan
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
115
disebabkan oleh karena bangga dan senang 73.60 % kebiasaan dan fasih adalah 15.78%, selanjutnya yang memilih karena disebabkan merasa akrab 5.10% dalam berkomunikasi, dan yang memilih karena puas hati 5,52 %.
2. Dilihat dari perbandingan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel adalah t-hitung 2,05 dan nilai t-tabel 1,70. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai t-hitung > t-tabel (t-hitung 2,05 > t-tabel 1,70). Hasil ini dapat menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemilihan bahasa, alasan pemilihan bahasa dan sikap bahasa dengan kohesi sosial karena nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel. Maka dengan demikian, penelitian ini menolak hipotesis nol (H0), dan menerima hipotesis alternatif (Ha) pada taraf 훼 = 0,05 atau 95 %.
3. Terakhir adalah yang berkaitan dengan uji teori Spolsky (2008), di mana Spolsky mengatakan bahwa, “Language is regularly used in exercise of political power.” Artinya, bahasa secara teratur menjalankan kekuasaan politik. Spolsky juga mengatakan, “There more subtle uses of language in politics, the use of regional or social dialect by a political leader is often a claim to a specialized ethnic identity.“ Bahwa, bahasa digunakan secara halus dalam politik. Hal itu diperlihatkan dalam dialek sosial seseorang pemimpin politik yang secara tegas memberikan klaim identitas etnik khusus dalam kekuasaan politik. Teori Spolsky tersebut menunjukan bahwa benar bahasa itu dipilih secara teratur dalam menjalankan kekuasaan politik. Bahasa juga dipilih digunakan secara halus dalam politik oleh seseorang pemimpin politik dalam memperlihatkan identitas etnik dalam kekuasaan politik. Hal tersebut terbukti dalam penelitian ini, di mana pengurus parlok sebagai pemimpin partai di Pemerintahan Aceh memilih BA dan BA/BI dengan BA yang dominan dalam hampir semua domain penelitian dalam rangka kekuasaan politik dan klaim identitas etnik sebagai orang Aceh. Akhirnya, parlok memenangkan mayoritas kursi di DPRK dan DPRA dari hasil Pemilu Legislatif tahun 2009.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
116
5.2 Saran
Setelah penelitian ini memperoleh simpulan, peneliti menyarankan dua hal. Pertama, penelitian terhadap pemilihan bahasa dalam komunikasi politik oleh parlok di Pemerintahan Aceh perlu dilanjutkan dan dikerjakan secara lebih mendetail lagi. Saya sebagai peneliti masih kurang puas dengan temuan-temuan yang diperoleh dalam disertasi ini. Saya yakin masih banyak hal-hal yang belum terungkap secara luas dan mendalam dan mungkin juga ada sesuatu yang sangat penting yang belum terlihat dalam penelitian ini, misalnya, “Bagaimanakah hubungan pemilihan bahasa dengan nilai nasionalisme?” Kemudian, “Apakah pemilihan bahasa daerah dalam komunikasi politik di daerah dapat memberikan nilai negatif atau positif terhadap nasionalisme?”
Kedua, diharapkan kepada semua pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Aceh serta pihak universitas yang memiliki Program Studi Linguistik agar memberikan respon yang lebih besar lagi untuk penelitian semacam ini. Hal ini disebabkan Pemerintahan Aceh serta masyarakatnya masih mengharapkan uluran pikiran dan bantuan konsep untuk menjadikan Aceh damai sepanjang masa, baik masa lalu maupun masa depan. Hal yang demikian, mungkin faktor bahasa dapat memberikan sumbangan kedamaian di Aceh, dan tentunya harus dimulai dengan pola penelitian yang akurat yang berbasis budaya dan bahasa, yang mungkin kedua basis ini dapat memberikan nilai-nilai positif dalam membangun kedamaian Aceh ke depan.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
117
DAFTAR PUSTAKA
Akmajian, Adrian, et. al. 2001. Linguistics: An Introduction to Language and
Communication. Fourth Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Alwi, Hasan. 1977. ”Pelestarian Bahasa Daerah dalam Rangka Pembinaan Bahasa
Indonesia” dalam Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dalam Menghadapi Pasar Bebas: Makalah Seminar Nasional VII Bahasa dan Sastra Indonesia, Medan, 7-9 Juli 1977. Medan: Himpunan Pembina Bahasa Indonesia.
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono (ed.). 2003. Politik Bahasa: Rumusan Seminar
Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. Amien, A. Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan,
Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anto, J. et.al. 2005. Resolusi Konflik Melalui Jurnalisme Damai: Panduan untuk
Peliputan Konflik Aceh. Medan: Yayasan KIPPAS. Anto, J dan Pemilianna Pardede. 2007. Meretas Jurnalisme Damai di Aceh: Kisah
Reintegrasi Damai dari Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan KIPPAS.
Anwar, K. 1981. The Development and Use of National Language. Yokyakarta:
Gadjah Mada Univerity Press. Arifin, Anwar.1984. Strategi Komunikasi. Bandung: Armico. Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. 2006. Aceh dalam Angka: Aceh in Figures 2006. Banda Aceh: Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Bonvillain, Nancy. 2003. Language, Cultue, And Communication. New Jersey:
Prentice Hall. BPS Kabupaten Bieruen.2007. Bireuen dalam Angka 2007. Bireuen: Badan Pusat
Statistik dan Bappeda Kabupaten Bireuen.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
118
BPS Kota Langsa. 2005. Langsa dalam Angka 2005. Langsa: BPS dan BAPPEDA Kota Langsa.
Brass, Paul R. 2005. Language, Religion and Politics in North India. Lincoln:
Universe, Inc. Budiardjo, Miriam. 1982. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Budiarsa, Made. 2006. “Penggunaan Bahasa Dalam Ranah Parawisata di Beberapa
Hotel Di Kuta Kabupaten Badung Bali.” Disertasi pada Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Camaro, Deborah, et. al. 1992. Researching Language: Issues Of Power ang method.
New York: Routledge, Chapman ang Hall, Inc. Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Suatu Kajian Teoretik, Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta. Crystal, David. 1980. A First Dictionary of Linguistics And Phonetics. Cambridge:
Cambridge University Press. DeFleur, M.L. dan S.J. Ball-Rokeach. 1989. Theories of Mass Communication. Fifth
Edition. New York: Longman Inc. Depkom Info. 2009. Profil Partai Politik, Peserta Pemilihan Umum Tahun 2009.
Jakarta: Depkom Info. Djajasudarman, Fatimah. 2001. Kumpulan artikel alih kode/ campur kode pada
sejumlah Jurnal Ilmiah Linguistik. Medan: Pascasarjana USU. Djuli, A.R. 2011. “Bahasa Aceh sebagai Bahasa Nanggroe,” dalam Surat Kabar
Umum Tjoet Nyak Dhien, Edisi 10-Tahun 2011, Halaman 12 dan 15. Dittmer, N. 1976. Sosiolinguistics: A Critical Survey of Theory and Application.
London: Edward Arnold.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
119
Fajar, Ibnu, dkk. 2009. Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Fasold, Ralph. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Blackwell. Fishman, J.A. 1972. The Sociology of Language. Rowler, Mass: Newbury House. Fry, Gerald, Supang Chantavanich, dan Amrung Chantavanich. 1981. “Merging
Quantitative and Qualitative Research Techniques: Toward a New Research Paradigm,” dalam Anthropology 7 Education Quarterly, Volume 12, Nomor 2.
Giglioli, Pier Paulo. 1973. Language and social context. Australia: Penguin Books
Australia Ltd. Hadi, Syamsul, dkk. 2007. Disentegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal, dan
Dinamika Internasional. Jakarta: CIRES dan Yayasan Obor Indonesia. Hamidi. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UPT Universitas
Muhammdiyah Malang. Hanafiah, Ridwan. 1997. “Pemilihan Bahasa oleh Masyarakat Aceh di Kota Medan”.
Tesis Master Linguistik pada Universitas Kebangsaan Malaysia. Haris, Syamsuddin. 2007. Partai dan Parlemen Lokal: Era transisi Demokrasi
Indonesia. Jakarta: LIPI Press. Hartmann, F.C. Stork. 1972. Dictionary of Language and Linguistics. London:
Applied Science Publisher Ltd. Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics. Second edition. Cambridge: Press Syndicate of
the University of Cambridge. Irtanto. 2008. Dinamika Politik Lokal: Era Otonomi Daerah. Yokyakarta: Pustaka
Pelajar. Jendra, Made Iwan Indrawan. 2010. Sociolinguistics: The Study of Societies’
Languages. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kawilarang, Harry. 2008. Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki. Banda Aceh:
Bandar Publishing.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
120
“Kohesi Sosial, Perekat yang Selalu harus Dikelola.”Makalah disampaikan pada
kegiatan Diskusi Pengayaan Hasil-hasil Internalisasi 7 Tematik Asesmen Pokja PDA Maluku Utara, yang diselenggarakan oleh UNDP di Kantor UNDP, 5 April 2005.
Kridalaksana, Harimurti, 2001. Kamus Linguistik. Edisi ketiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum. Kriyantono, Rachmad. 2010.Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh
Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Kusuma, Husien Wijaya. 1986. Alih Kode antara Bahasa Indonesia dan Bahasa
Sunda di Masyarakat Dwibahasa Indonesia-Sunda di Kota Bandung. Jakarta: Nusa Indah.
Liliweri, Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yokyakarta: Pustaka
Pelajar. Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yoyakarta:
LKiS. Liliweri, Alo. 199. Komunikasi antar pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan strategi, metode, dan tekniknya.
Jakarta: RajaGrafindo Persada. Mahsun. 2000. “Bahasa Daerah sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Kondisi
Kebhinnekaan dalam Ketunggalan Masyarakat Indonesia: Ke Arah Pemikiran dalam Mereposisi Fungsi Bahasa Daerah,” dalam Hasan Alwi dan Dendy Sugono (ed.), Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Mantra, Ida Bagoes. 2008. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial.
Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber tentang Metode-metode Baru(Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi dari Qualitative Data Analysis). Jakarta: Universitas Indonesia
Milroy, L. 1980. Language and Social Networks. Oxford: Blacwell.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
121
Mohamed, Noriah. 2003. Beberapa Topik Asas Sosiolinguistik. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.
Mufid, Muhammad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyana, Dedy. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Roskarya. Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Yokjakarta: Gadjah Mada
University Press. Nimmo, Dan. 1982. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda. Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Malang: Cespur. Olii, Helena. 2007. Opini Publik. Jakarta: Indeks. Parera, Yance, dkk. (peny.). 2001. Menuju Aceh Baru Nanggroe Aceh Darussalam.
Banda Aceh: Lembaga Informasi Nasional. Priyatno, Duwi. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: Andi. Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU. 2009. Buku Pedoman Tata
Cara Penulisan Tesis Dan Disertasi. USU Medan: PPs Linguistik. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2003. Pedoman Penulisdan
Proposal dan Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Rahmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Roskarya. Rahardi, Kunjana. 2002. Pragmatik: Kesantunan Inperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Ridwan, Amin. 2003. Buku Kerja Kebahasaan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Santoso, Anang. 2003. Bahasa Politik Pasca Orde Baru. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
122
Seregar, Hetty, dkk. 1994. Komunikasi untuk Martabat Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Siregar, Bahren Umar. 1996. Code Alternation in Bilingual Speech Behaviour,
Bahasa Indonesia-English Mixing. Medan: USU Press. Siregar, Bahren Umar. 1996. Language Choice, Linguistics Diversity in Bilingual
Indone- Sian speech behaviour. Medan: USU Press. Siregar, Bahren Umar, D. Syahrial Isa, dan Chairul Husni. 1998. Pemertahanan
Bahasa dan Sikap Bahasa: Kasus Masyarakat Bilingual di Medan. Jakarta: Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Soetrisno, Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian. Yogyakarta:
Andi. Spolsky, Bernard. 2008. Sociolinguistics. Oxford: Oxford University Press. Sudjana. 2000. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2008. Metode Pelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Sumarsono, Piana Pratana. 2004. Sosiolinguistik, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Politik: Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta: Bumi Aksara. Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan
SPSS 17. Yogyakarta: Andi. Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss. 1996. Human Communication: Prinsip-prisip
Dasar,.Bandung: Remaja Rosdakarya. Trudgill, Peter. 1984. Sosiolinguistik: Satu Pengenalan (Terjemahan Nik Safiah
Karim dari Sociolinguistic: An Introduction). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka Malaysia.
Umar, Husein. 2008. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan: Paradigma
Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Bab IV: Responden dan Sikap Bahasanya
123
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Jakarta: Fokus Media.
Pemerintahan Aceh (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh): Dilengkapi dengan Penunjuk.Jakarta: Tatanusa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Harvarindo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
UUD 1945: Naskah Asli dan Perubahannya. Jakarta: Pustaka Pergaulan. Wardaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Basil Black
Well, Inc. Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2010. Sosiolinguistik: Kajian Teori
dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Weinrich, Uriel. 1968. Languages In Contact, Finding and Problem. The Hauge:
Mouton Young, Lynne, 1990. Language s Behaviour, Language As Code. Amsterdam: Jonh
Ben Jamin BS. Yuwono, Untung. 2006. “Wacana,” Pesona bahasa: Langkah Awal Memahami
Linguistik, Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder (peny.). Jakarta: Gramedia.
124
LAMPIRAN
Lampiran 1: Tabulasi Data Responden
1. TABULASI DATA IDENTITAS RESPONDEN
No. Identitas Responden Res. 7 8 9a 9b 10a 10b 11
1 1 1 1 1 1 1 3 2 2 1 1 2 1 1 3 3 2 1 1 2 1 2 3 4 2 1 1 2 1 1 3 5 2 1 1 1 1 2 3 6 2 1 1 1 1 1 3 7 2 1 1 1 1 1 3 8 2 1 2 1 1 1 3 9 2 1 1 1 1 1 3 10 2 1 1 1 1 1 3 11 2 1 1 1 1 1 3 12 2 1 1 2 1 1 3 13 2 1 1 1 1 1 3 14 2 1 1 1 1 1 3 15 2 1 1 2 1 1 3 16 2 1 1 2 1 1 1 17 2 1 1 1 1 1 1 18 2 1 1 1 1 1 1 19 2 1 1 2 1 1 1 20 2 1 1 1 1 1 1 21 2 1 1 1 1 1 3 22 2 1 1 1 1 1 3 23 2 1 1 1 1 1 3 24 2 1 1 1 1 1 3 25 1 1 1 1 1 1 2 26 2 1 1 1 1 1 1 27 2 1 1 1 1 1 1 28 2 1 1 1 1 1 1 29 2 1 2 1 1 2 1 30 2 1 1 1 1 1 1
125
TABULASI DATA PEMILIHAN BAHASA. No. Res.
PERTANYAAN PEMILIHAN BAHASA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2
4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
5 1 1 1 1 1 1 1 4 4 4 4 4 3 3 1 1 2 2 2
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4
11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4
12 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
13 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 1 3 3 3
14 1 1 1 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3
15 1 3 1 3 4 1 4 4 4 4 1 4 2 2 2 4 2 2 2
16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1
18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
19 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 3
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
24 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 3 2 1 2 1 1 1 2 2
25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1
26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
27 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1
28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2
29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3
126
30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
JLH. 1,7 1,9 1,7 1,9 1,9 1,9 2,0 2,0 2,0 1,9 2,1 2,4 2.,0 2,0 1,8 1,8 2,1 2,2 2,2
Keterangan : a. 1 - 1,9 = Bahasa Aceh (BA)
b. 2 – 2,9 = BA dan Bahasa Indonesia (BI) dengan BA Dominan c. 3 – 3,9 = BA/BI dengan BI lebih Dominan d. 4 = BI
127
3. TABULASI DATA ALASAN PEMILIHAN BAHASA
No. Res.
NOMOR PERTANYAAN ALASAN PEMILIHAN BAHASA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1 3 2 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 1 1 1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 1 1 1 1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 1 1 1 1 1 1 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 6 4 1 4 4 1 1 1 4 4 4 1 4 1 4 1 4 4 4 4 7 1 1 4 1 1 4 1 1 4 4 4 1 1 1 1 1 4 4 4 8 4 4 1 1 1 4 1 4 1 4 4 1 1 4 4 1 4 4 4 9 1 1 1 4 1 4 4 1 4 4 4 4 1 4 1 4 4 4 4
10 1 4 4 4 1 1 4 4 4 4 1 4 1 1 4 4 4 4 4 11 1 1 1 4 4 1 4 4 1 4 1 4 4 1 4 4 4 1 4 12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 4 4 4 4 13 3 4 1 4 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 4 1 4
14 1 1 1 4 1 1 1 4 1 1 1 4 1 1 1 1 4 1 4
15 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 16 1 3 1 3 1 1 1 3 3 3 1 1 4 1 1 3 3 3 3 17 1 3 1 3 3 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 18 1 3 1 3 3 1 3 3 3 4 1 1 3 3 1 3 3 1 3 19 1 3 1 1 1 1 1 1 4 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 1 1 1 3 1 3 3 3 1 3 3 3 3 3 1 3 1 1 3 21 1 3 1 3 3 1 4 3 1 4 1 1 3 3 1 1 4 3 4 22 1 3 4 4 1 1 3 3 1 3 1 3 1 1 1 4 3 1 3 23 1 1 1 3 1 2 3 3 3 3 1 2 3 3 1 4 1 1 3 24 1 1 3 1 3 1 2 4 4 4 1 1 2 3 2 3 3 2 3 25 1 1 3 3 1 1 4 3 3 1 1 4 4 1 1 3 1 1 1 26 3 3 1 3 1 1 3 1 1 1 1 3 3 1 2 1 3 1 1 27 1 3 3 3 1 1 3 1 1 1 3 2 2 3 1 1 1 3 3 28 1 3 4 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 3
29 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 1 3 1 4 1 3 3 4
30 1 1 4 3 3 1 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 1 1 JLH 1,5 2,5 2,1 2,7 1,7 2,1 2,7 2,9 2,1 3,3 2,3 2,5 2,2 2,1 1,9 2,5 2,6 2,4 3,0
128
Keterangan : a. 1 - 1,9 = Karena kebiasaan dan fasih dalam berkomunikasi b. 2 – 2,9 = Karena bangga dan senang memilih bahasa tersebut c. 3 – 3,9 = Karena puas hati memilih bahasa tersebut d. 4 = Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
129
4. TABULASI DATA SIKAP BAHASA
No. Res.
NOMOR PERTANYAAN SIKAP BAHASA
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 1 1 2 2 3 2 1 3 3 1 1 1 2 1 1 3 2 3 1 1 2 2 1 1 1 3 1 1 2 2 2 2 1 2 3 1 1 1 4 1 1 3 2 3 1 1 2 3 1 1 1 5 1 2 3 2 3 1 1 2 3 1 1 1 6 2 1 2 3 3 2 1 3 3 1 1 1 7 1 2 3 2 3 1 1 2 3 1 1 1 8 2 2 3 2 3 2 1 3 3 2 1 1 9 1 2 3 3 3 2 1 2 3 1 1 1 10 2 2 2 2 3 2 1 2 3 1 1 2 11 2 2 3 2 3 1 1 3 3 2 1 1 12 1 1 2 2 3 2 1 3 3 2 1 1 13 1 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 1 14 1 2 2 3 3 3 1 3 3 2 1 2 15 1 2 2 3 2 3 1 3 2 2 2 2 16 1 1 1 2 1 2 2 3 3 1 1 2 17 1 1 1 2 2 1 1 4 4 2 2 2 18 1 1 1 2 2 2 2 4 4 2 2 2 19 1 1 1 2 2 1 3 4 3 2 1 1 20 1 1 1 1 2 4 2 3 4 2 2 2 21 1 1 1 1 2 2 2 3 4 1 4 4 22 1 1 2 1 1 3 2 4 4 2 2 2 23 1 1 1 2 2 1 2 3 3 2 2 2 24 1 1 1 1 2 3 2 3 3 3 2 2 25 1 1 2 3 3 2 2 4 3 3 2 2 26 1 1 1 1 2 3 2 3 1 3 3 3 27 1 1 1 1 1 2 2 3 4 2 2 2 28 2 2 2 1 1 3 2 3 3 2 2 2 29 1 1 1 2 1 3 2 3 4 3 2 2 30 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 JLH 1,1 1,6 1,8 1,9 2,4 2,0 1,5 2,8 3,0 1,7 1,6 1,6
130
Keterangan : a. 1 - 1,9 = Sangat setuju
b. 2 – 2,9 = Setuju c. 3 – 3,9 = Kurang setuju d. 4 = Tidak setuju
Lampiran 2: Deskriptif Statistik Pemilihan Bahasa
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pertanyaan 1 30 1 4 1.70 1.022
Pertanyaan 2 30 1 4 1.87 1.042
Pertanyaan 3 30 1 4 1.77 1.040
Pertanyaan 4 30 1 4 1.90 1.062
Pertanyaan 5 30 1 4 1.90 1.094
Pertanyaan 6 30 1 4 1.83 1.053
Pertanyaan 7 30 1 4 1.93 1.112
Pertanyaan 8 30 1 4 2.03 1.098
Pertanyaan 9 30 1 4 2.00 1.114
Pertanyaan 10 30 1 4 2.00 1.114
Pertanyaan 11 30 1 4 2.03 1.066
Pertanyaan 12 30 1 4 2.10 1.062
Pertanyaan 13 30 1 3 1.83 .950
Pertanyaan 14 30 1 3 1.93 .944
Pertanyaan 15 30 1 3 1.80 .961
Pertanyaan 16 30 1 4 1.83 1.053
Pertanyaan 17 30 1 4 2.10 1.213
Pertanyaan 18 30 1 4 2.17 1.177
Pertanyaan 19 30 1 4 2.33 1.184
Total 30 19 60 37.07 18.084
Valid N (listwise)
30
131
Hasil Deskriptif Alasan Pemilihan Bahasa
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pertanyaan 1 30 1 4 1.70 1.149
Pertanyaan 2 30 1 4 2.23 1.278
Pertanyaan 3 30 1 4 2.10 1.348
Pertanyaan 4 30 1 4 2.93 1.363
Pertanyaan 5 30 1 4 1.80 1.215
Pertanyaan 6 30 1 4 2.00 1.414
Pertanyaan 7 30 1 4 2.83 1.487
Pertanyaan 8 30 1 4 3.03 1.402
Pertanyaan 9 30 1 4 2.80 1.518
Pertanyaan 10 30 1 4 3.33 1.373
Pertanyaan 11 30 1 4 2.50 1.614
Pertanyaan 12 30 1 4 2.73 1.617
Pertanyaan 13 30 1 4 2.30 1.393
Pertanyaan 14 30 1 4 2.30 1.418
Pertanyaan 15 30 1 4 2.10 1.494
Pertanyaan 16 30 1 4 2.70 1.418
Pertanyaan 17 30 1 4 3.37 1.650
Pertanyaan 18 30 1 4 2.70 1.685
Pertanyaan 19 30 1 4 3.63 1.474
Total 30 26 88 49.10 15.528
Valid N (listwise)
30
132
Lampiran 3: Data Uji Validitas dan Reabilitas
1. Scale: Uji Validitas Kuesioner Penggunaan Bahasa
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.991 19
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Pertanyaan 1 1.80 1.033 30
Pertanyaan 2 1.80 1.033 30
Pertanyaan 3 1.80 1.033 30
Pertanyaan 4 2.00 1.054 30
Pertanyaan 5 1.80 1.033 30
Pertanyaan 6 2.00 1.054 30
Pertanyaan 7 2.00 1.054 30
Pertanyaan 8 2.10 .994 30
Pertanyaan 9 Pertanyaan 10
2.00 2.00
1.054 1.054
30
30
Pertanyaan 11 2.20 1.033 30
Pertanyaan 12 2.00 1.054 30
Pertanyaan 13 1.80 1.033 30
Pertanyaan 14 2.00 1.054 30
133
Pertanyaan 15 2.00 1.054 30
Pertanyaan 16 2.00 1.054 30
Pertanyaan 17 2.40 1.506 30
Pertanyaan 18 2.40 1.506 30
Pertanyaan 19 2.50 1.581 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Pertanyaan 1 36.80 365.289 .910 .991
Pertanyaan 2 36.80 365.289 .910 .991
Pertanyaan 3 36.80 365.289 .910 .991
Pertanyaan 4 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 5 36.80 365.289 .910 .991
Pertanyaan 6 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 7 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 8 36.50 366.056 .926 .991
Pertanyaan 9 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 10 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 11 36.40 369.822 .790 .992
Pertanyaan 12 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 13 36.80 365.289 .910 .991
Pertanyaan 14 36.60 373.156 .688 .993
Pertanyaan 15 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 16 36.60 362.044 .975 .991
Pertanyaan 17 36.20 344.178 .999 .991
Pertanyaan 18 36.20 344.178 .999 .991
Pertanyaan 19 36.10 342.767 .974 .991 Hasil Proses SPSS.
134
Scale: Uji Validitas Kuesioner Pemilihan Bahasa
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.944 19
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Pertanyaan 1 1.30 .675 30
Pertanyaan 2 2.70 1.636 30
Pertanyaan 3 2.60 1.776 30
Pertanyaan 4 2.70 1.636 30
Pertanyaan 5 2.10 1.197 30
Pertanyaan 6 2.10 1.449 30
Pertanyaan 7 2.30 1.418 30
Pertanyaan 8 2.70 1.252 30
Pertanyaan 9 3.60 1.174 30
Pertanyaan 10 3.80 .789 30
Pertanyaan 11 3.00 1.491 30
Pertanyaan 12 2.10 1.449 30
Pertanyaan 13 2.60 1.430 30
Pertanyaan 14 2.60 1.430 30
135
Pertanyaan 15 2.20 1.549 30
Pertanyaan 16 3.00 1.155 30
Pertanyaan 17 3.50 1.581 30
Pertanyaan 18 3.30 1.767 30
Pertanyaan 19 3.80 1.398 30 Hasil Proses SPSS.
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Pertanyaan 1 50.70 340.011 .722 .943
Pertanyaan 2 49.30 312.900 .740 .940
Pertanyaan 3 49.40 306.933 .777 .939
Pertanyaan 4 49.30 326.233 .500 .945
Pertanyaan 5 49.90 330.100 .619 .942
Pertanyaan 6 49.90 315.656 .790 .939
Pertanyaan 7 49.70 319.122 .736 .940
Pertanyaan 8 49.30 328.011 .637 .942
Pertanyaan 9 48.40 332.267 .580 .943
Pertanyaan 10 48.20 332.844 .868 .941
Pertanyaan 11 49.00 318.222 .714 .940
Pertanyaan 12 49.90 330.989 .481 .945
Pertanyaan 13 49.40 325.822 .592 .943
Pertanyaan 14 49.40 321.156 .688 .941
Pertanyaan 15 49.80 312.178 .801 .939
Pertanyaan 16 49.00 329.778 .652 .942
Pertanyaan 17 48.50 317.611 .680 .941
Pertanyaan 18 48.70 314.678 .648 .942
Pertanyaan 19 48.20 316.844 .796 .939 Hasil Proses SPSS.
136
Scale: Uji Validitas & Reabelitas Sikap Bahasa
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.837 12
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Pertanyaan 20 1.30 .483 30
Pertanyaan 21 1.30 .483 30
Pertanyaan 22 1.60 .843 30
Pertanyaan 23 2.00 .667 30
Pertanyaan 24 1.90 .738 30
Pertanyaan 25 2.30 .823 30
Pertanyaan 26 1.60 .516 30
Pertanyaan 27 2.40 1.174 30
Pertanyaan 28 2.90 1.101 30
Pertanyaan 29 1.60 .516 30
Pertanyaan 30 1.50 .527 30
Pertanyaan 31 1.60 .516 30
137
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Pertanyaan 20 20.70 24.900 .595 .823
Pertanyaan 21 20.70 24.900 .595 .823
Pertanyaan 22 20.40 23.378 .480 .827
Pertanyaan 23 20.00 24.667 .436 .829
Pertanyaan 24 20.10 24.322 .431 .830
Pertanyaan 25 19.70 24.011 .410 .833
Pertanyaan 26 20.40 23.600 .824 .809
Pertanyaan 27 19.60 22.711 .350 .851
Pertanyaan 28 19.10 21.656 .501 .831
Pertanyaan 29 20.40 24.044 .728 .814
Pertanyaan 30 20.50 24.278 .663 .818
Pertanyaan 31 20.40 24.044 .728 .814 Hasil Proses SPSS.
138
Lampiran 4: Data Statistik Frekuensi dan Deskriptif
Case Processing Summary Penggunaan Bahasa
Cases
Valid Missing Total
N Persen N Persen N Persen
Pertanyaan 1 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 2 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 3 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 4 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 5 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 6 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 7 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 8 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 9 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 10 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 11 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 12 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 13 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 14 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 15 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 16 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 17 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 18 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 19 30 100.0% 0 .0% 30 100.0% Hasil Proses SPSS.
139
Descriptives
Statistic Std. Error
Pertanyaan 1 Mean 1.70 .187
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.32
Upper Bound 2.08
5% Trimmed Mean 1.63
Median 1.00
Variance 1.045
Std. Deviation 1.022
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .868 .427
Kurtosis -1.064 .833
Pertanyaan 2 Mean 1.87 .190
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.48
Upper Bound 2.26
5% Trimmed Mean 1.81
Median 1.00
Variance 1.085
Std. Deviation 1.042
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .479 .427
Kurtosis -1.592 .833
140
Pertanyaan 3 Mean 1.77 .190
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.38
Upper Bound 2.16
5% Trimmed Mean 1.70
Median 1.00
Variance 1.082
Std. Deviation 1.040
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .701 .427
Kurtosis -1.358 .833
Pertanyaan 4 Mean 1.90 .194
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.50
Upper Bound 2.30
5% Trimmed Mean 1.85
Median 1.00
Variance 1.128
Std. Deviation 1.062
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .396 .427
Kurtosis -1.730 .833
Pertanyaan 5 Mean 1.90 .200
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.49
Upper Bound 2.31
141
5% Trimmed Mean 1.83
Median 1.00
Variance 1.197
Std. Deviation 1.094
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .549 .427
Kurtosis -1.421 .833
Pertanyaan 6 Mean 1.83 .192
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.44
Upper Bound 2.23
5% Trimmed Mean 1.78
Median 1.00
Variance 1.109
Std. Deviation 1.053
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .545 .427
Kurtosis -1.576 .833
Pertanyaan 7 Mean 1.93 .203
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.52
Upper Bound 2.35
5% Trimmed Mean 1.87
Median 1.00
Variance 1.237
142
Std. Deviation 1.112
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .462 .427
Kurtosis -1.573 .833
Pertanyaan 8 Mean 2.03 .200
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.62
Upper Bound 2.44
5% Trimmed Mean 1.98
Median 1.50
Variance 1.206
Std. Deviation 1.098
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .265 .427
Kurtosis -1.660 .833
Pertanyaan 9 Mean 2.00 .203
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.58
Upper Bound 2.42
5% Trimmed Mean 1.94
Median 1.00
Variance 1.241
Std. Deviation 1.114
Minimum 1
Maximum 4
143
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .321 .427
Kurtosis -1.686 .833
Pertanyaan 10 Mean 2.00 .203
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.58
Upper Bound 2.42
5% Trimmed Mean 1.94
Median 1.00
Variance 1.241
Std. Deviation 1.114
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .321 .427
Kurtosis -1.686 .833
Pertanyaan 11 Mean 2.03 .195
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.64
Upper Bound 2.43
5% Trimmed Mean 2.00
Median 2.00
Variance 1.137
Std. Deviation 1.066
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .113 .427
144
Kurtosis -1.884 .833
Pertanyaan 12 Mean 2.10 .194
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.70
Upper Bound 2.50
5% Trimmed Mean 2.06
Median 2.00
Variance 1.128
Std. Deviation 1.062
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .159 .427
Kurtosis -1.570 .833
Pertanyaan 13 Mean 1.83 .173
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.48
Upper Bound 2.19
5% Trimmed Mean 1.81
Median 1.00
Variance .902
Std. Deviation .950
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 2
Skewness .354 .427
Kurtosis -1.873 .833
145
Pertanyaan 14 Mean 1.93 .172
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.58
Upper Bound 2.29
5% Trimmed Mean 1.93
Median 2.00
Variance .892
Std. Deviation .944
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 2
Skewness .140 .427
Kurtosis -1.943 .833
Pertanyaan 15 Mean 1.80 .176
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.44
Upper Bound 2.16
5% Trimmed Mean 1.78
Median 1.00
Variance .924
Std. Deviation .961
Minimum 1
Maximum 3
Range 2
Interquartile Range 2
Skewness .429 .427
Kurtosis -1.858 .833
146
Pertanyaan 16 Mean 1.83 .192
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.44
Upper Bound 2.23
5% Trimmed Mean 1.78
Median 1.00
Variance 1.109
Std. Deviation 1.053
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .545 .427
Kurtosis -1.576 .833
Pertanyaan 17 Mean 2.10 .222
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.65
Upper Bound 2.55
5% Trimmed Mean 2.06
Median 2.00
Variance 1.472
Std. Deviation 1.213
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .541 .427
Kurtosis -1.342 .833
Pertanyaan 18 Mean 2.17 .215
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.73
Upper Bound 2.61
147
5% Trimmed Mean 2.13
Median 2.00
Variance 1.385
Std. Deviation 1.177
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .471 .427
Kurtosis -1.293 .833
Pertanyaan 19 Mean 2.33 .216
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.89
Upper Bound 2.78
5% Trimmed Mean 2.31
Median 2.00
Variance 1.402
Std. Deviation 1.184
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness .227 .427
Kurtosis -1.463 .833 Hasil Proses SPSS.
148
Frekuensi Alasan Pemilihan Bahasa di Kota Langsa
Pertanyaan 1
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
BA dan BI lebih banyak BA
9 60.0 60.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 2
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 3 20.0 20.0 20.0
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BA
10 66.7 66.7 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
149
BA dan BI lebih banyak BA
12 80.0 80.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 5
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 3 20.0 20.0 20.0
BA dan BI lebih banyak BA
10 66.7 66.7 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 6
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 3 20.0 20.0 20.0
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 7
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
150
Pertanyaan 8
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 1 6.7 6.7 6.7
BA dan BI lebih banyak BA
12 80.0 80.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 9
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 1 6.7 6.7 6.7
BA dan BI lebih banyak BA
12 80.0 80.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 10
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 11
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
BA dan BI lebih banyak BA
12 80.0 80.0 93.3
151
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 12
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 1 6.7 6.7 6.7
BA dan BI lebih banyak BA
12 80.0 80.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 13
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 26.7
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 14
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 26.7
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 15
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 26.7
152
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 16
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 3 20.0 20.0 20.0
BA dan BI lebih banyak BA
11 73.3 73.3 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 17
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BA 5 33.3 33.3 60.0
BA dan BI lebih banyak BI 6 40.0 40.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 18
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BA 5 33.3 33.3 60.0
BA dan BI lebih banyak BI 6 40.0 40.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 19
Frekwensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BA 4 26.7 26.7 53.3
BA dan BI lebih banyak BI 7 46.7 46.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
153
Frekuensi Alasan Pemilihan Bahasa di Kabupaten Bireuen
Pertanyaan 1
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 2
Frekwensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 5
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 6
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 7
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
154
Pertanyaan 7
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 8
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 9
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 10
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 11
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 13 86.7 86.7 86.7
BA dan BI lebih banyak BA
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 12
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 12 80.0 80.0 80.0
Bahasa Indonesia 3 20.0 20.0 100.0
155
Pertanyaan 12
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 12 80.0 80.0 80.0
Bahasa Indonesia 3 20.0 20.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 13
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 14
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 12 80.0 80.0 80.0
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 93.3
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 15
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 16
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 15 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 17
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
156
Pertanyaan 17
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 14 93.3 93.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 18
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 12 80.0 80.0 80.0
Bahasa Indonesia 3 20.0 20.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 19
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 10 66.7 66.7 66.7
Bahasa Indonesia 3 20.0 20.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BA
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Case Processing Summary Pemilihan Bahasa
Cases
Valid Missing Total
N Persen N Persen N Persen
Pertanyaan 1 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 2 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 3 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 4 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 5 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 6 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 7 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 8 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
157
Pertanyaan 9 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 10 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 11 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 12 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 13 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 14 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 15 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 16 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 17 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 18 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 19 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Total 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Pertanyaan 1 Mean 1.70 .210
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.27
Upper Bound 2.13
5% Trimmed Mean 1.61
Median 1.00
Variance 1.321
Std. Deviation 1.149
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness 1.224 .427
Kurtosis -.214 .833
158
Pertanyaan 2 Mean 2.23 .233
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.76
Upper Bound 2.71
5% Trimmed Mean 2.17
Median 2.50
Variance 1.633
Std. Deviation 1.278
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness .380 .427
Kurtosis -1.216 .833
Pertanyaan 3 Mean 2.10 .246
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.60
Upper Bound 2.60
5% Trimmed Mean 2.06
Median 1.00
Variance 1.817
Std. Deviation 1.348
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 3
Skewness .530 .427
Kurtosis -1.645 .833
Pertanyaan 4 Mean 2.93 .249
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.42
Upper Bound 3.44
159
5% Trimmed Mean 2.93
Median 3.00
Variance 1.857
Std. Deviation 1.363
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness -.222 .427
Kurtosis -.971 .833
Pertanyaan 5 Mean 1.80 .222
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.35
Upper Bound 2.25
5% Trimmed Mean 1.69
Median 1.00
Variance 1.476
Std. Deviation 1.215
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness 1.152 .427
Kurtosis .059 .833
Pertanyaan 6 Mean 2.00 .258
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.47
Upper Bound 2.53
5% Trimmed Mean 1.91
Median 1.00
Variance 2.000
160
Std. Deviation 1.414
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness .862 .427
Kurtosis -1.068 .833
Pertanyaan 7 Mean 2.83 .272
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.28
Upper Bound 3.39
5% Trimmed Mean 2.81
Median 3.00
Variance 2.213
Std. Deviation 1.487
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness -.099 .427
Kurtosis -1.462 .833
Pertanyaan 8 Mean 3.03 .256
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.51
Upper Bound 3.56
5% Trimmed Mean 3.04
Median 3.00
Variance 1.964
Std. Deviation 1.402
Minimum 1
Maximum 5
161
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness -.385 .427
Kurtosis -1.090 .833
Pertanyaan 9 Mean 2.80 .277
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.23
Upper Bound 3.37
5% Trimmed Mean 2.78
Median 3.00
Variance 2.303
Std. Deviation 1.518
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness -.081 .427
Kurtosis -1.532 .833
Pertanyaan 10 Mean 3.33 .251
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.82
Upper Bound 3.85
5% Trimmed Mean 3.37
Median 4.00
Variance 1.885
Std. Deviation 1.373
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 1
Skewness -.653 .427
162
Kurtosis -.637 .833
Pertanyaan 11 Mean 2.50 .295
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.90
Upper Bound 3.10
5% Trimmed Mean 2.44
Median 2.00
Variance 2.603
Std. Deviation 1.614
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness .317 .427
Kurtosis -1.661 .833
Pertanyaan 12 Mean 2.73 .295
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.13
Upper Bound 3.34
5% Trimmed Mean 2.70
Median 3.00
Variance 2.616
Std. Deviation 1.617
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness .098 .427
Kurtosis -1.717 .833
Pertanyaan 13 Mean 2.30 .254
163
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.78
Upper Bound 2.82
5% Trimmed Mean 2.22
Median 2.00
Variance 1.941
Std. Deviation 1.393
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness .485 .427
Kurtosis -1.202 .833
Pertanyaan 14 Mean 2.30 .259
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.77
Upper Bound 2.83
5% Trimmed Mean 2.22
Median 2.00
Variance 2.010
Std. Deviation 1.418
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness .437 .427
Kurtosis -1.314 .833
Pertanyaan 15 Mean 2.10 .273
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.54
Upper Bound 2.66
5% Trimmed Mean 2.00
164
Median 1.00
Variance 2.231
Std. Deviation 1.494
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness .816 .427
Kurtosis -1.124 .833
Pertanyaan 16 Mean 2.70 .259
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.17
Upper Bound 3.23
5% Trimmed Mean 2.67
Median 3.00
Variance 2.010
Std. Deviation 1.418
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness -.126 .427
Kurtosis -1.515 .833
Pertanyaan 17 Mean 3.37 .301
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.75
Upper Bound 3.98
5% Trimmed Mean 3.41
Median 3.50
Variance 2.723
Std. Deviation 1.650
165
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 4
Skewness -.439 .427
Kurtosis -1.409 .833
Pertanyaan 18 Mean 2.70 .308
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.07
Upper Bound 3.33
5% Trimmed Mean 2.67
Median 3.00
Variance 2.838
Std. Deviation 1.685
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
Interquartile Range 3
Skewness .231 .427
Kurtosis -1.672 .833
Pertanyaan 19 Mean 3.63 .269
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.08
Upper Bound 4.18
5% Trimmed Mean 3.70
Median 4.00
Variance 2.171
Std. Deviation 1.474
Minimum 1
Maximum 5
Range 4
166
Interquartile Range 2
Skewness -.696 .427
Kurtosis -.752 .833
Total Mean 49.10 2.835
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 43.30
Upper Bound 54.90
5% Trimmed Mean 48.22
Median 44.50
Variance 241.128
Std. Deviation 15.528
Minimum 26
Maximum 88
Range 62
Interquartile Range 20
Skewness .974 .427
Kurtosis .485 .833 Frekuensi Pemilihan Bahasa di Kota Langsa
Pertanyaan 1
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 8 53.3 53.3 53.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 60.0
BA dan BI lebih banyak BA
2 13.3 13.3 73.3
BA dan BI lebih banyak BI
4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
167
Pertanyaan 2
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BA
4 26.7 26.7 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BI
5 33.3 33.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 6 40.0 40.0 40.0
BA dan BI lebih banyak BI
5 33.3 33.3 73.3
Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 5
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 11 73.3 73.3 73.3
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 80.0
168
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 6
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 7 46.7 46.7 46.7
BA dan BI lebih banyak BI
7 46.7 46.7 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 7
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
BA dan BI lebih banyak BI
6 40.0 40.0 73.3
Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 8
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 3 20.0 20.0 20.0
BA dan BI lebih banyak BI
8 53.3 53.3 73.3
Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 9
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 4 26.7 26.7 26.7
169
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 33.3
BA dan BI lebih banyak BI
6 40.0 40.0 73.3
Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 10
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
BA dan BI lebih banyak BI
8 53.3 53.3 66.7
Bahasa Indonesia 5 33.3 33.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 11
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
BA dan BI lebih banyak BI
6 40.0 40.0 73.3
Bahasa Indonesia 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 12
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 3 20.0 20.0 20.0
BA dan BI lebih banyak BI
7 46.7 46.7 66.7
Bahasa Indonesia 5 33.3 33.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 13
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
170
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BI
3 20.0 20.0 86.7
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 14
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 7 46.7 46.7 46.7
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 53.3
BA dan BI lebih banyak BI
5 33.3 33.3 86.7
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 15
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 6 40.0 40.0 40.0
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 46.7
BA dan BI lebih banyak BI
6 40.0 40.0 86.7
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 16
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
BA dan BI lebih banyak BA
1 6.7 6.7 40.0
171
BA dan BI lebih banyak BI
7 46.7 46.7 86.7
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 17
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 1 6.7 6.7 6.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 20.0
Bahasa Indonesia 12 80.0 80.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 18
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BI
4 26.7 26.7 53.3
Bahasa Indonesia 7 46.7 46.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 19
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 1 6.7 6.7 6.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 20.0
Bahasa Indonesia 12 80.0 80.0 100.0
Total 15 100.0 100.0 Pemilihan Bahasa di Kabupaten Bireuen
Pertanyaan 1
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 13 86.7 86.7 86.7
172
BA dan BI lebih banyak BA
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 2
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
BA dan BI lebih banyak BA
10 66.7 66.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 8 53.3 53.3 53.3
BA dan BI lebih banyak BA
4 26.7 26.7 80.0
BA dan BI lebih banyak BI
3 20.0 20.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 2 13.3 13.3 13.3
BA dan BI lebih banyak BA
12 80.0 80.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 5
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
173
BA dan BI lebih banyak BA
6 40.0 40.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 6
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 12 80.0 80.0 80.0
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 86.7
BA dan BI lebih banyak BA
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 7
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 40.0
BA dan BI lebih banyak BA
7 46.7 46.7 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 8
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
BA dan BI lebih banyak BA
9 60.0 60.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 9
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 7 46.7 46.7 46.7
174
BA dan BI lebih banyak BA
6 40.0 40.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 10
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BA
8 53.3 53.3 80.0
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 11
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 10 66.7 66.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BA
4 26.7 26.7 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 12
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 73.3
BA dan BI lebih banyak BA
3 20.0 20.0 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
175
Pertanyaan 13
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 5 33.3 33.3 33.3
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 46.7
BA dan BI lebih banyak BA
6 40.0 40.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 14
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 8 53.3 53.3 53.3
BA dan BI lebih banyak BA
7 46.7 46.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 15
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 12 80.0 80.0 80.0
Bahasa Indonesia 2 13.3 13.3 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 16
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 6 40.0 40.0 40.0
BA dan BI lebih banyak BA
7 46.7 46.7 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
176
Pertanyaan 16
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 6 40.0 40.0 40.0
BA dan BI lebih banyak BA
7 46.7 46.7 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 17
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 7 46.7 46.7 46.7
BA dan BI lebih banyak BA
7 46.7 46.7 93.3
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 18
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BA
5 33.3 33.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Pertanyaan 19
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 4 26.7 26.7 26.7
BA dan BI lebih banyak BA
9 60.0 60.0 86.7
BA dan BI lebih banyak BI
1 6.7 6.7 93.3
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 100.0
177
Pertanyaan 18
Frekuensi Persen Valid Persen Kumulatif Persen
Valid Bahasa Aceh 9 60.0 60.0 60.0
Bahasa Indonesia 1 6.7 6.7 66.7
BA dan BI lebih banyak BA
5 33.3 33.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
Case Processing Summary Sikap Bahasa
Cases
Valid Missing Total
N Persen N Persen N Persen
Pertanyaan 20 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 21 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 22 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 23 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 24 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 25 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 26 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 27 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 28 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 29 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 30 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pertanyaan 31 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Total 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
178
Lampiran 5: Data Uji Normalitas
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Persen N Persen N Persen
Penggunaan Bahasa
30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Pemilihan Bahasa
30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Sikap Bahasa 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Kohesi Sosial 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Penggunaan Bahasa
Mean 37.07 3.302
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
30.31
Upper Bound
43.82
5% Trimmed Mean 36.80
Median 25.00
Variance 327.030
Std. Deviation 18.084
Minimum 19
Maximum 60
Range 41
Interquartile Range 37
Skewness .257 .427
Kurtosis -1.912 .833
Pemilihan Bahasa
Mean 49.10 2.835
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
43.30
179
Upper Bound
54.90
5% Trimmed Mean 48.22
Median 44.50
Variance 241.128
Std. Deviation 15.528
Minimum 26
Maximum 88
Range 62
Interquartile Range 20
Skewness .974 .427
Kurtosis .485 .833
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Penggunaan Bahasa .298 30 .000 .754 30 .000
Pemilihan Bahasa .204 30 .003 .915 30 .020
a. Lilliefors Significance Correction
180
Tests of Normality Penggunaan Bahasa
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pertanyaan 1 .420 30 .000 .641 30 .000
Pertanyaan 2 .364 30 .000 .700 30 .000
Pertanyaan 3 .403 30 .000 .659 30 .000
Pertanyaan 4 .368 30 .000 .685 30 .000
Pertanyaan 5 .361 30 .000 .718 30 .000
Pertanyaan 6 .386 30 .000 .673 30 .000
Pertanyaan 7 .366 30 .000 .706 30 .000
Pertanyaan 8 .327 30 .000 .740 30 .000
Pertanyaan 9 .349 30 .000 .716 30 .000
Pertanyaan 10 .349 30 .000 .716 30 .000
Pertanyaan 11 .334 30 .000 .697 30 .000
Pertanyaan 12 .283 30 .000 .781 30 .000
Pertanyaan 13 .343 30 .000 .689 30 .000
Pertanyaan 14 .305 30 .000 .715 30 .000
Pertanyaan 15 .364 30 .000 .665 30 .000
Pertanyaan 16 .386 30 .000 .673 30 .000
Pertanyaan 17 .284 30 .000 .783 30 .000
Pertanyaan 18 .239 30 .000 .815 30 .000
Pertanyaan 19 .203 30 .003 .836 30 .000
Total .298 30 .000 .754 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
181
Tests of Normality Pemilihan Bahasa
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pertanyaan 1 .429 30 .000 .625 30 .000
Pertanyaan 2 .299 30 .000 .800 30 .000
Pertanyaan 3 .359 30 .000 .701 30 .000
Pertanyaan 4 .253 30 .000 .854 30 .001
Pertanyaan 5 .412 30 .000 .675 30 .000
Pertanyaan 6 .394 30 .000 .680 30 .000
Pertanyaan 7 .224 30 .000 .845 30 .000
Pertanyaan 8 .224 30 .001 .847 30 .001
Pertanyaan 9 .249 30 .000 .827 30 .000
Pertanyaan 10 .220 30 .001 .844 30 .000
Pertanyaan 11 .324 30 .000 .770 30 .000
Pertanyaan 12 .258 30 .000 .808 30 .000
Pertanyaan 13 .291 30 .000 .811 30 .000
Pertanyaan 14 .320 30 .000 .787 30 .000
Pertanyaan 15 .369 30 .000 .702 30 .000
Pertanyaan 16 .251 30 .000 .819 30 .000
Pertanyaan 17 .239 30 .000 .793 30 .000
Pertanyaan 18 .277 30 .000 .794 30 .000
Pertanyaan 19 .256 30 .000 .797 30 .000
Total .204 30 .003 .915 30 .020
a. Lilliefors Significance Correction
182
Tests of Normality Sikap Bahasa
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pertanyaan 20 .503 30 .000 .452 30 .000
Pertanyaan 21 .423 30 .000 .597 30 .000
Pertanyaan 22 .254 30 .000 .794 30 .000
Pertanyaan 23 .308 30 .000 .785 30 .000
Pertanyaan 24 .291 30 .000 .774 30 .000
Pertanyaan 25 .250 30 .000 .853 30 .001
Pertanyaan 26 .342 30 .000 .710 30 .000
Pertanyaan 27 .278 30 .000 .799 30 .000
Pertanyaan 28 .328 30 .000 .776 30 .000
Pertanyaan 29 .268 30 .000 .790 30 .000
Pertanyaan 30 .296 30 .000 .726 30 .000
Pertanyaan 31 .259 30 .000 .738 30 .000
Total .142 30 .124 .963 30 .377
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality Kohesi Sosial
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pertanyaan 32 .488 30 .000 .492 30 .000
Pertanyaan 33 .300 30 .000 .749 30 .000
Pertanyaan 34 .300 30 .000 .749 30 .000
Pertanyaan 35 .368 30 .000 .649 30 .000
Total .280 30 .000 .782 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
183
Lampiran 6: Lembaran Berita Surat Kabar
184
185
186
187
188
189
190
Lampiran 7: Tabel Uji Data Kuantitatif
A. T Table Statistics B. R Table (Pearson Product Moment) C. Chi-Square Statistic Table D. T-Count Statistic
191
192
Hasil t-hitung Pemilihan Bahasa dan Sikap Bahasa
t- hitung = r √푛 − 2 √1 − 푟 = 0,36 √28 1− 0,36² = 0,36 . 5,29 √1 − 0,13 = 1,91 √0,9 = 1,91 0,93 = 2,05 Dengan demikian, t hitung 2,05 lebih besar dari t tabel 1,70 (2,05 > 1,70)
193
194
195
196
197
Lampiran 8: Hasil Pemilu 2009 di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen
198
199
200
201
202
203
Lampiran 9: Kuesioner Penelitian
I. Bahagian A: Data Responden 1. Nama lengkap:…………..…………………………….. 2. Tempat/tanggal lahir :…………………………………. 3. Suku : …………………………………………………. 4. Alamat tempat tinggal…………………....................... 5. Pendidikan terakhir: ..………………………………… 6. Bahasa pengantar diwaktu bersekolah: ……………….
a. Sekolah Dasar (SD/MIN) : ……………………. b. Sekolah menengah (SPMP/SMI) : …………… c. Sekolah menengan Atas ( SMA/MTs)...………. d. Sekolah Tinggi/ Universitas……………………
7. Jabatan Dalam Partai: ………………………………… 8. Nama Partai Lokal: ………………………………….. 9. Orang Tua Kandung.
a. Ayah/ Bapak Kandung 1. Suku Aceh. 2. Bukan Suku Aceh b. Ibu Kandung 1. Suku Aceh
2. Bukan Suku Aceh. 10. Status Kawin :
a. Kawin b. tidak/belum kawin :
11. Isteri suku : a. Suku Aceh b. Bukan Suku Aceh.
12. Bahasa yang dikuasai/ dipakai/ digunakan dalam percakapan sehari-hari. a. Bahasa Aceh b. Bahasa Indonesia c. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia. Mohon Perhatian Dalam bahagian B/C/D, Abu/Teungku/Ibu/ Sdr(i) di kehendaki untuk menjawab pertanyaan berikut ini dengan sebaik-baiknya yang sesuai dengan situasi yang sebenarnya yang terjadi
204
dalam penggunaan/ pemilihan bahasa yang di gunakan dalam berkomunikasi dan mohon kiranya Abu/Teungku /Ibu/ Sdr(i) memberikan tanda (X) pada jawaban yang telah kami sediakan pada pertanyaan –pertanyaan sebebagi berikut: II. Bahagian B : Penggunaan/ Pemilihan Bahasa . 1. Bahasa apakah yang di gunakan dalam rapat-rapat internal partai ?
1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia (BA/BI) ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia (BA/BI) ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) Mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
2. Bahasa apakah yang digunakan dalam kampanye politik dalam pemilu tahun 2009? 1. Bahasa Aceh(BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4. Bahasa Indonesia (BI) Mengapa Abu/teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
3. Bahasa apakah yang digunakan/dipakai/dipilih dalam berinteraksi dengan sesama anggota internal partai di luar rapat-rapat resmi ?
1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4. Bahasa Indonesia (BI) Mengapa Abu/teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
205
4. Bahasa apakah yang digunakan dalam berinteraksi denganmasyarakat umum dalam kapasitas pengurus/anggota partai ? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4. Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut?. 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
5. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dengan anggota partai lainnya sesama partai politik Lokal? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4. Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
6. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas strategi/keinginan/ program partai politik? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
7. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas tentang pembangunan dan pemberdayaan partai lokal dalam masyarakat di Kota langsa ? 1. Bahasa Aceh (BA)
206
2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
8. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas tentang pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2009 – 2014 ? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4. Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
9. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas tentang pemilihan anggota DPR-RI dan DPD-RI periode 2009 – 2014 ? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
10. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas tentang pemilihan anggota DPRA dan DPRK periode 2009 – 2014 ? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI)
207
mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
11. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas tentang rencana pemilihan Walikota/ wakil walikota Langsa ,Bupati dan Wakil Bupati Bireuen serta Gubernur /wakil Gubernur NAD Periode 2011 -2016 yang akan datang ? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
12. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi politik dalam membahas tentang isu-isu Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
13. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi komunikasi secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang sama ?. 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak B.Aceh) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak B. Indonesia) 4. Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut?
208
1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
14. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi komunikasi secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda?
1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
15. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi komunikasi secara resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda dalam melakukan lobi-lobi politik? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
16. Bahasa apakah yang digunakan dalam interaksi komunikasi secara tidak resmi di DPRK dengan sesama anggota partai politik lokal yang berbeda? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komu nikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut
209
3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
17. Bahasa apakah yang digunakan dalam membahas peraturan daerah (PERDA) secara resmi di DPRK?
1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
18. Bahasa apakah yang digunakan dalam membahas Anggaran pendapatan Daerah (APBD) secara resmi di DPRK ?
1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA)
3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia ( BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
19. Bahasa apakah yang gunakan dalam dengar pendapat dengan pemerintah? 1. Bahasa Aceh (BA) 2. Bahasa Aceh dan bahasa Indonesia ( lebih banyak BA) 3. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia ( lebih banyak BI) 4.Bahasa Indonesia (BI) mengapa Abu/Teungku/ibu/sdr(i) memilih menggunakan bahasa tersebut? 1. Karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi 2. Karena bangga dan senang menggunakan bahasa tersebut 3. Karena puas hati menggunakan bahasa tersebut 4. Karena merasa akrab menggunakan bahasa tersebut
III. Bahagian C : Sikap Bahasa
210
20. Bahasa Aceh merupakan identitas suku. 1. sangat setuju 2. setuju. 3 .kurang setuju. 4. tidak setuju
21. Bahasa Aceh merupakan identitas politik partai lokal. 1. Sangat setuju. 2. Setuju 3. kurang setuju 4. Tidak setuju.
22. Bahasa Aceh dapat menyampaikan gagasan politik partai lokal dengan baik. 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. kurang setuju 4. Tidak setuju
23. Bahasa Aceh merupakan alat komunikasi masyarakat Aceh di kota Langsa/Kabupaten Bireuen.
1. Sangat setuju. 2. Setuju 3. kurang setuju 4. Tidak setuju
24. Bahasa Aceh dapat menyampaikan pesan politik dengan baik di kota Langsa/Kabupaten Bireueun.
1.sangat setuju 2. Setuju 3. kurang setuju 4. Tidak setuju
25. Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi masyarakat pada umumnya diKota Langsa/ Kabupaten Bireuen. 1. Sangat setuju 2. setuju 3 .kurang setuju 4. tidak setuju
26. Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu masyarakat di kota Langsa/ Kabupaten Bireuen.
211
1. sangat setuju 2. setuju 3 .kurang setuju 4. tidak setuju
27. Bahasa Indonesia mudah menyampaikan pesan politik partai lokal . 1. sangat setuju 2. setuju 3. kurang setuju 4. tidak setuju
28. Bahasa Indonesia mudah dipahami daripada Bahasa Aceh dalam rapat partai. 1. sangat setuju 2. setuju 3 .kurang setuju 4..tidak setuju
29. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia sama kedudukan dalam partai lokal 1. sangat setuju 2. setuju 3. kurang setuju 4. tidak setuju
30. Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa Indonesia. 1. sangat setuju 2. setuju 3. kurang setuju 4. tidak setuju
31. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi politik di Kota Langsa/ Kabupaten Bireuen.
1. sangat setuju 2. setuju 3. kurang setuju 4. tidak setuju
Bahagian D : Kohesi Sosial. 32. Bagaimana perasaan Abu/Teungku/sdr(i) ketika menggunakan Bahasa Aceh dalam
komunikasi politik. 1. Senang 2. sangat senang 3. kurang senang
212
4. tidak senang 33. Bagaimana perasaan Abu/Teungku/sdr(i) ketika menggunakan Bahasa Indonesia
dalam komunikasi politik. 1. Senang 2. sangat senang 3. kurang senang 4. tidak senang
34. Bagaimana perasaan Abu/Teungku/sdr(i) ketika menggunakan bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia secara bercampur dengan bahasa Aceh yang lebih banyak dalam komunikasi politik.
1. Senang 2. sangat senang 3. kurang senang 4. tidak senang
35. Bagaimana perasaan Abu/Teungku/sdr(i) ketika menggunakan bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia secara bercampur dengan bahasa Indonesi yang lebih banyak dalam komunikasi politik
1. Senang 2. sangat senang 3. kurang senang 4. tidak senang 5. sangat tidak senang
Medan, 20 April 2010,rh.
213
Lampiran 10: Deskripsi Wawancara di Kota Langsa dan Kabupaten Bireun
1. Dalam rapat musyawarat meupakat dalam peureuteu lokal di Kota Langsa geupakeuk Bahasa Aceh (BA), dan Bahasa Indonesia (BI) miseu jih dalam membuka musyawarat.
- Dalam rapat internal partai lokal memilih menggunakan bahasa Aceh (BA), dan bahasa Indonesia misalnya dalam dalam membuka rapat secara resmi:
- Assalamualaikum hai teungku (tgk) Pengurus Partai, alhamdulillah syukur keupada Allah ka neulangkah bak tadoek pakat urue nyoue dalam masalah program peuretei ukeu, supaya Partai Aceh di Kota Langsa hidup di tengah-tengah masyarakat.
- Dalam rapat urounyoe geutanyoe mandum taneuk peugeut beu saboeh suara dalam tapeugeut peureuteu supaya na meunafaat bagi masyarakat yang ka geubie dukungan kepada kita semua sehingga kita mendapat enam kursi di DPRA.
2. Lam keumpaye puliteuk bak pemilu thon 2009 peuretei lokal geu guei BA/ BI - Assalamuleikum warahmatullahi wabarakatuh …. - Pakiban syiara lon mandum?, pu haba … sihat mandoem…? - Bak Uroenyoe mandum geutanyoe wajeub ta meu syukoe atas nikmat dan
rahmat Allah Yang Maha peungaseuh lagi maha peunyayang, karena bak urounyoe ateuh idhin Allah poeu geutanyou. geutanyoe akan mendengar nasehat dari pimpinan geutanyoe keutua pereuteu Aceh (PA)
- Lon tuan informasikan bacuet Bak ummi, bak abu ngan syiara lon mandum yang ka hadir bak urounyo, beu neu teupoe lhe droe neuh mandum bahwa Peureteu Aceh meurupakan perute yang laheu akibat perjuangan mandum ureung Aceh… yang diseutujui dan ka geu teukeun di Helsinki, Firlandia bak tanggal 15 Agustus tahun dua ribu empat yang lalu, dan peureuteu nyou meurupakan alat perjuangan untuk membangun Nangroe Aceh nyoe ke masa depan.
- Jadi mandoum geutahyoe beusaboeh kheun lam pemilunyoe untuk tapileuh pimpinan geutanyoe yang Islam dan nyang teum bangun nanggroe yang aman dan sejahtera. Nanggroe Aceh beu aman dan dameu beu seujahtra Donya ngeun akhirat.
- Lam peumilu ukeu adakjeut beuk tapilih ureung laien seulaen ureung droe theuh yang ka geupeujuangkan nasib kita semua melalui peruteu droetheuh atra ureung Aceh dan merupakan partai untuk orang lain yang tinggal duduk menetap di Aceh kusnya di Kota Langsa.
214
3. Di lua rapat-rapat resmi, lam hubungan peugah haba ngeng seusama anggota peureute lokal geu pakeuk BA dalam berkomunikasi. Tapi kadang-kadang meujampu sit bacut ngen BI karena kebiasaan dalam berkomunikasi sehari-hari. - Hai syiara … pakiban hai teungku? pue na haba yang ingin neusampaikan? - Hoe neu meulangkah nyan … kenou neujak ileu, tajeub kupi ileu bacuet, ini ada kopi
enak dari Gayo. - Oma hai syiara … neupeu meuah hai, lon langkah bak khanduri di gampoeng, na
ureung meukawein … - Kajeut meuyeu meunan … - Nanti sore kalau mungkin kita ketemu sebentar ya … yang penting kita bahas - Entreuik seupoet tameurempauk siat, ulon tuan preuh bak keude pak Haji joni, di
depan rumah sakit Cut Nyak Dhien… na hai yang peunteung basyut lon neuk tanyeung …
- “Pakiban hai keutua kita, … soe yang neumaksud, … yang saya maksud adalah ayah Saidi, … apakah beliau sehat …? ka saboeh minggu hana loun kaleun ayah … salam saya ya …
- assalamualaikoem, … 4. Lam hubungan ngen masyarakat pengurouh peureteu lokal geupakeuk Bahasa Aceh.
- Pue haba teungku? Pat teungku langkah? - Hai teungku, … ulontuan peureule meutupue bacut, bagaimana peunutoeh
peureuteu teuntang hai masalah kareutu anggota peureuteu? pu mandum geutayoe wajeub na kareutu anggota peureteu ... dan pakiban tapeugeut urusan masalah nyan?
- peureule lon pesampoe bak teungku, Geutanyou tengeuh tapreuh peunutoeh Bak Keutua rayeuk pusat di Banda Aceh …, mengenai uleu sagoe peureuteu, bak mandum wilayah keucamatan, … dan uleu wilayah teungeuh geu keurija beusabouh pikeu ngeun mandum KPA lang na bak sagoeu …
- Peureuteu nyou peureuteu droe teuh mandum… kareuna lageunyan peunutouh pih na bak Geutanyoe mandum…Lam hai nyoe geutanyoe peureula ta saba .
- InsyaAllah , … entruek wateu kana penutouh, kamoe peu sampoe bak Teungku dan mandum masyarakat …
- Kajeut menyeu meunan … teurimeng gaseu that teungku… mudah-han pereuteu geutanyoe maju di masa mendatang …
6.Dalam hubungan komunikasi politik sesama anggota dan pengurus partai lokal menggunakan BA/BI
215
geutanyoe nyang peureuteu lokal harus tapeusabouh seumangat dan tapeusabouh fikiran bak tacoek kesimpulan, agar kita bersatu padu lam konsep ngen pekerjaan. Insyaallah hana halangan, … yang penting untuk rakyat beuna manfaat ... meunye hana faedah di teurimeung leu masyarakat nyan yang payah tapikeu ileu…bak kamou meubacut pieh hana halangan … sebagai wakie asoeu nangroe, ulon tuan lakeu beu sabouh pikeu ngeun buet bak tapeugeut nanggroe, kusujieh dalam tabangun Kota Langsa. Langkah puliteuk peureuteu Lokal lam musyawarat untuk peugeut peureteu geu pakeuk BA/BI
- Dalam interaksi politik partai lokal untuk membangun strategi politik menggunakan BA/BI
- Geutanyoe mandum penguruh peureuteu wajeub tapeu udeup geunareuh pereuteu, menyeu geutanyoe hana tapikeu dan hana tapubut lageu kheun peureuteu, sang-sang geutanyou nyoe hana yuem bak masyarakat , peureuteu pih treup bak treup hana lhe dingieng leu rakyat kota langsa baik yang na di pusat kota ataupun di desa-desa.
- nyan keuh geutanyoe mandum beuna lam pikeuran pakiban cara bak tapeu udeup peureteu lokanya mileuk ureung leu … pakiban cara pieh hai rakyat wajieb ta pikeu beusama- sama supaya rakyat beuk kecewa.
- Meyoe lagenyan tapubut Lon tuan poikeu peureteu nyo ukeu leubeuh mesyeuhu, karena masyarakat kita melihat poe yang tapeugeut di dprk.
7.Lam membicarakan masalah pemilihan Presiden ngeun waki presiden RI thon 2009-2014 peureteu lokal menggunakan BA/BI. Dalam membicarakan masalah pemilihan presiden dan wakil presiden RI tahun 2009-2014 paratai lokal menggunakan BA/BI -Assalamualaikoem warahmatullahi wabarakatuh, … Nyoe di geutanyoe katroek bak pemilu untuk kita pilih presiden ngen wakie presiden … Di geutanyoe mandum lon tuan pikeu seupakat bahwa di geutanyoe untuk ta sukseskan pemilu thon nyoe, karena geutanyoe berkewajiban untuk memilih dan dipilih … bak kali nyoe geutanyoe harus tapeu sukses pemilu. Seubagai penguruoh peureteu geutanyoeu wajeub tapeutimang hai nyoe, kareuna geutanyoe ureung aceuh katarasa udeup lam situasi aman dan damai.insya Allah bak ache-akhe nyoe, kareuna helsinky..geutanyoe ka dameu.
216
Yang sangat penteung harus tabithe bak masyarakat dan bak anggota pereuteu untuk pakiban cara peumilu di nanggroAceh beu sukses beuk na masalah yang hanageut.
8. Lam musyawarat untuk peumilihan anggota DPR RI, DPD.RI ngen anggota DPRA/DPRK peureuteu lokal geu gui BA/BI
Dalam musyawarah , Partai Lokal dalam membicarakan pemilihan anggota DPR.RI, DPD.RI, anggota DPRA/DPRK memilih menggunakan BA/BI - pemilu bak kali nyoe, na padup-padup hai yang peurele that ta pikeu … - Yang phon that masalah peumilihan anggota DPRA ngen anggota DPRK … yang
beuna peurhatian geutanyoe mandum … pakiban cara suara untuk peureteu geu tanyou beuk kureung lageu yang ka na gereuh peureteu … meunyoe geutanyou nyou taeim manteng ataupun taduk tenang mantenug bak lon pikeu getanyou kalah di rumouh drouteuh … mandum rakyat harus geu tupuo pakibat seumagat peureuteu nyou untuk tabangun nanggro ngeun peumeurintah aceh … lon kira untuk bireuen beuk sampaie hantrok lageu yang ka tagareuh lam rapat pereuteu …
- Lam kampanyepiuh geu tanyou haruh ta peudeuh identitas peureteu geitanyou … dan pih masyarakat geutanyou ka careung lam bi suara … yang penting that ubeuna syiara masieung-maseng harus na tanggung jaweub geutanyo mandum … wateu kempayeu beu seumangat bacuet … beuk lemeuh that … dan tapeudeuh druoteuh sebagou ureunbg Aceh …
- Nyang berhubungan dengan pemilihan DPR RI ngen DPD RI … ta seurahkan bak rakyat manteng … menyeu pih jeut yang kita pilih adalah ureng aceh yang na pikeu ke Aceh, beuk geupikeu untuk pribadi dan golongan.
9. Lam membahas isu-isu nasional ngen hai NKRI peureteu lokal memilih pakeuk BA/BI -Dalam membahas isu-isu nasional dan masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, partai Lokal menggunakan BA/BI Lam kampanyeu, peureuteu teutap taat keupada UUD thon sireubeu seukureng reutoh peut plouh limeung dan hai nyou sabeu tabie theu bak ureung nanggroe…bahwa peumerintah aceh adalah teutap dalam wilayah republik Indonesia…dan peureteu lokal menjunjung tinggi bahasa Indonesia seubagai bahasa persatuan dan bahasa nasional, … tapi sebagai ureung nanggro bahasa Aceh tangui sebagi identitas partai dan identitas ureung Aceh dan hai nyoe di jamin leu UUD 1945 … dan mandum uu yang na di Indonesia teutap berlaku di naggroe Aceh … dan masalah laen secara nasional harus tapeurhatikan … dan mandum program nasional harus tadukung supaya program nasional pih lancar di Aceh, dan tentunya ada manfaat yang rayeuk untuk rakyat.
217
10. Berbicara resmi ngen peureute di internal dan ngen peureuteu lokal laeun pu keuh untuk loby atau bak tingkat keuputusan - Di Kota Langsa, peureuteu lokal dalam mandum hai berupaya teutap peugah haba ngeun bahasa Aceh dan juga bercampur denga bahasa Indonesia, karena penduduk di Kota Lansa nyoe sangat beragam. urusan peureteu seca internal ataupih peugah hai ngen peureuteu lokal laeun … supaya pue nyang kamoe meukesud ceupat ta meuphoum…biasa jiuh lageu nyan … Pokok jiuh urusan rakyat, nanggroe dan urusan laeun pih teutap bahasa Aceh menjadi pilihan Dan pih lam lheu hai meunye keun lam bahasa Aceh kureung mangat bak tapeugah haba.
11. Dalam membahas peraturan daerah (kanun), APBD dan dengue pendapat ngeng peumerintah..yang menjadi bahasa komunikasi adalah bahasa Aceh meujampu ngen bahasa Indonesia … Pakeun lagenyan..kareuna Lam rapat umum … paripurna ataupun dengar pendapat yang ada di dalam gedung DPRK belum tentu semuanya mengerti dan memahami BA..seperti misalnya pejabat kepolisian, TNI dan unsur lain-lainnya, tidaklah enak kalau dalam mkesempatan yang demikian tameututou lam bahasa Aceh secara keseluruhan, tentunya bahasa Indonesia tetap kita gunakan sebagai bahasa persatuan. Hal ini biasanya muncul kalau ada pertanyaan dari ureung yang ta undang … dan menanyakan sesuatu dengan menggunakan bahasa Indonesia, … hal ini tentu kita harus memberikan jawaban dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi jika ada peserta rapat yang mulai pembicaraannya dgn menggunakan bahasa Aceh tentunya partai lokal meresponnya dengan bahasa Aceh dan biasanya bercampur dengan bahasa Indonesia … Hal ini sangat tergantung pada situasi dalam rapat atau musyawarat … baik di DPRK atau di Luar kantoe DPRK.
Deskripsi Wawancara di Kabupaten Bireuen
1. - Lam rapat musyawarat meupakat dalam peureuteu lokal geupakeuk Bahasa Aceh, miseu jih dalam geubuka musyawarat.
- Dalam rapat musyawarah parlok menggunakan Bahasa Aceh, misalnya dalam pengantar pembukaan rapat.
- Assalamualaikum hai teungku (tgk) penguruh peureuteu, alhamdulillaha syukur keupada Allah ka neulangkah bak tadoek pakat urue nyoue dalam masalah tameusyauwarah program peuretei ukeu.
218
- Assalamualaikum saudara –saudara pengurus partai, Syukur kehadhirat Allah Yang Maha Kuasa bahwa kita sebagai pengurus partai sudah berada di tempat ini untuk kita bermusyawarah dalam rangka program partai dan untuk masa depan partai.
- Lam rapat urounyoe geutanyoe mandum taneuk peugeut beu saboeh soe dalam tapeugeut peureuteu supaya na meunafaat beugie masyarakat yang ka geubie dukungan keu peureuteu geutanyou
- Dalam rapat hari ini kita semua agar satu suara atau satu pemikiran untuk kita membangun partai, agar partai kita dapat memberikan manfaat kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada kita (BI)
2. - Lam keumpaye puliteuk bak pemilu thon 2009 peuretei lokal geu guei -Dalam kampanye Politik pada pemilu 2009 partai lokal memilih menggunakan bahasa Aceh -Assalamuleikom warahmatullahi wabarakatuh …. Pakiban syiara lon mandum ?, pu haba … sihat mandoem…? Uroenyoe mandum geutanyoe wajeub ta meu syukoe keupada Allah Yang Maha peungaseuh ngen maha peunyayang, kareuna bak urounyoe ateuh idhin poeu geutanyou ..mandoem geutanyoe ka tameu rempeuk di lapangan bola ngeun tujuan geutanyoe tadengeu peutuah ngen nesihat dari pimpinan geutanyoe keutua pereuteu Aceh (PA) Lon tuan peugah bacuet theuh Bak ummi, bak abu ngan syiara lon mandum yang ka hadir bak urounyo, beu neu teupoe lhe droe neuh mandum bahwa Peureteu Aceh meurupakan perute yang laheu akibat perjuangan mandum ureung Aceh..yang di seutujui dan kge teukeu di Helsinki, Firlandia bak tanggai 15 buleun agustus thoun dua rebeu peut yang ka ulikoet..dan peureuteu nyou meurupakan alat juang untuk tabangun nangroe aceh nyoe kareuna Allahuta’ala. Jadi mandoum geutahyoe beusaboeh kheun lam pemilunyoe untuk tapileuh pimpinan geutanyoe yang islam dan nyang senang keu nanggroe Aceh beu aman dan dameu beu seujahtra Donya ngeun akhirat… Lam peumilu ukeu adajeut beuk tapilih ureung laien seulaen ureung droe theuh yang ka geupeujuangkan na peruteu droetheuh atra ureung aceh aselie , keun peurteu ureung lua Aceh … pakiban bak droeu neh mandum na sabouh kheun geutanyoe ?... -Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Semoga kita sehat walafiat semuanya, … hari ini kita semuanya wajib bersyukur kehadhirat Allah SWT, Allah Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang,..karena pada haa
219
hari ini atas izin allah, semua kita dapat bertemua untuk tujuan semua kita akan mendengarkan nasehat dan petunjuk dari ketua partai kita yaitu Partai Aceh (PA). Saya menyampaikan sedikit informasi pada Kaum Ibu dan pada Ayah, teugku serta seluruh saudara-saudara yang telah hadir pada hari ini. Untuk kita ketahui bersama bahwa partai Aceh merupakan partai yang lahir karena perjuangan rakyat Aceh yang telah disetuji dalam MOU Helsinki, Firlandia pada tanggal 15 agustus 2005 yang lalu, dan parati ini merupakan alat juang untuk membangun Aceh ke depan karena Allah Subhanahu Wataala. Jadi semua kita masyarakat Aceh harus satu perkataan dalam Pemilu untuk memilih pimpinan kita dan wakil kita yang islami dan yang senang kepada Aceh juga kepoada ureung Aceh yang damai sejahtera dunia dan akhirat. Dalam pemilu yang akan dapat kita harapkan agar yang kita pilih adalah orang kita yang telah memperjuangkan lahirnya partai Aceh yaitu benar-benar orang Aceh, … dan bagaimana pada Ubu, tgk dan saudara-saudara semua, apakah kita satu paham semuanya …?
3. - Di lua rapat-rapat resmi, lam hubungan peugah haba ngeng seusama anggota peureute lokal geu pakeuk BA - Di luar rapat–rapat resmi, dalam hubungan komunikasi sesama anggota partai
lokal, pengurus dan anggota parlok menggunakan bahasa Aceh. - Hai syiara … pakiban hai ?, pue na haba yang bu mangat bacut theuh? - Hoe neu meulangkah nyan … kenou neujak ileu, tajeub kupi ileu bacuet - Oma hai syiara … neupeu meuah hai, lon neujauk bak khanduri di gampoeng, na
ureung meukawein.. - Kajeut meuyeu meunan … - Entreuik seupoet tameurempauk siat, ulon tuan preuh bak keude kupinyou
beuh,..na hai yang peunteung basyut lon neuk tanyeung … - “ Pakiban hai masalah peutuha“, - Pakiban ta peugeut“ nyoe na meuperakah bacut theuh, pakiban tapakat syiara-
syiara yang aleun mengaut sabouh sue mandum masalah peutuha di DPRK … sanga Lon pikeu beutoi pikeuran droeneuh…tamupakat ileuh..alheuh nyan baroe taduk pakat di peureteu … keun jeut lageu nyan ...
- Sang jeut meunan….. - BI : - apakabar saudara-semuanya, apakah ada kabar yang menggembirakan?
-mau kepada pak,,?..mari singgah sebebentar, kita minum kopi sedikit ya? -mohon maaf saya, saya mau ketempat undanga kenduri sebenta..ada saudara kita
yang menikah …
220
- ya … tidak masalah,kalau demikian … - kalau ada waktu nanti sore kita ketemu sebentar, ada masalah yang ingin saya tanyakan … saya tunggu di kadai kopi nanti sore,..ada masa;lah yang ingi saya tanyakan pada tengku … - bagaimana masalah tentang ketua ( maksudnya masalah ketua fraksi di DPRK) - bagaimana kita sepakati, … ini ada masalah sedikit da nada perbedaan pendapat dalam hal ketua … Kita maunya harus dalam satu suara semuanya, … jangan terjadi beda pendapat yang dapat memecahkan kita,… itu penting … Saya kira nanti setelah kami kerjakan sesuatu, karena ada kesibukanb sedikit..setelah ini baru kita duduk bersama untuk kita musyawah,..bagaimana pendapat teungku …?
- Hal yang demikian saya kira sangat baik - Ya … kalau demikian … 4. -Lam hubungan ngen masyarakat pengurouh peureteu lokal geu ngui bahasa aceh
-Dalam hubungan dengan masyarakat, pengurus partai lokal memilih menggunakan bahasa aceh dalam berkomunikasi. -assalamualaikoem, … teungku piyoeh Pue haba teungku?, Pat teungku langkah? -Hai teungku, … ulontua peureule meutupue bacut, pakiban peunutoeh peureuteu teuntang hai masalah kareutu anggota peureuteu?, … pu mandum geutayoe wajeub na kareutu anggota peureteu….dan pakiban tapeugeut urusan masalah nyan?... - uronyou peureule lon pesampoe bak teungku, Geutanyou tengeuh tapreuh peunutoeh Bak Keutua pusat di Banda Aceh …, mengenai uleu sagoe peureuteu, bak mandum wiyah keucamatan,… dan uleu wilayah teungeuh geu keurija beusabouh pikeu ngeun mandum uleu KPA lang na bak sagoeu… Peureuteu nyou peureuteu droe teuh mandum … kareuna lageunyan peunutouh pih na bak Geutanyoe mandum … Lam hai nyoe geutanyoe peureula saba siat … Insya Allah, … entruek wateu kana penutouh, kamoe peu sampoe bak Teungku dan mandum masyarakat … Kajeut menyeu meunan … teurimeng gaseu that … -Dalam hubungan dengan masyarakat partai lokal menggunakan bahasa Aceh -Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh, … singgah teungku …, darimana teungku? -Saya mengetahi sedikit..bagaimana kesimpulan partai tentang kartu anggota partai …
221
-Apakah semua kita wajib memiliki kartu anggota partai…?, dan bagaimana cara mengurusnya …? -Perlu saya sampaikan kepada teungku bahwa kita juga sedang menunggu keputusan partai di tingkat pusat di banda Aceh ... -mengenai yang berhubungan dengan pimpinan paerati di tingkat kecamatan dan tingkat wilayah di tingkat Kabupaten dan Kota sedan dipikirkan bagaimana agar kita satu pandangan dan satu pendapat..dan hal ini turut dibantu oleh KPA di masing-masing tingkat. - Partai ini adalah partai kita semua, tentunya keputusanpun pada kita semuanya.., akan tetapi kita harus bersabar sejenak. - InsyaAllah jika sudah ada keputusan, kami akan sampaiakan pada teungku dan seluruh masyarakat. Ya..kalau demikian suatu yang sangat baik..dan terimakasih.
5. - Lam hubungan hai politik seusama anggota peureute lokal geu pakeuk BA - Dalam hubungan dengan masalah Politik parlok menggunakan Bahasa Aceh. -adakjeut geutanyoe nyang peureuteu lokal tapeusabouh seumangat dan tapeusabouh ateu bak tacoek peunutouh … - Insyaallah hana halangan, … yang penteung untuk rakyat beuna faedah..meunye hana faedah di teurimeung leu masyarakat nyan yang payah tapikeu ileu … bak kamou meubacut pieh hana halangan … -Geutanyoe mandum bak uroenyoe sebagoe wakie asoeu nangroe, ulon tuan lakeu beu sabouh pikeu ngeun buet bak tapeugeut nanggroe. -Kalau dapat kita dari Parlok kita satukan semangat dan kita satukan ide atau pemikiran dalam semua keputusan -Insyaallah tidak ada halangan untuk itu, … yang penting ada manfaat untuk rakyat, … kalau tidak berfaedah untuk rakyat harus kita piker dulu..pada pihak kami sedikitpun tidak ada unsur keberatan … kami setuju. -Kita semua pada hari ini sebagai wakil rakyat sebagai isi negeri Aceh, ... saya meminta kita harus satu persepsi dan sepaham dam membangun nanggroe Aceh.
6. -. Langkah puliteuk peureuteu Lokal lam musyawarat untuk peugeut peureteu geu pakeuk BA -Laangkah politik Paarlok dalam bermusyawarah untuk membangun partai, menggunakan Bahasa Aceh. -Geutanyoe mandum penguruh peureuteu wajeub tapeu udeup geunareuh pereuteu, menyeu geutanyoe hana tapikeu dan hana tapubut lageu kheun
222
peureuteu, sang-sang geutanyou nyoe hana yuem bak masyarakat nanggroe, peureuteu pih treup bak treup hana lhe dingieng leu rakyat nanggroe. - Karena nyan keuh geutanyoe mandum beuna lam pikeurang geutanyou bak
tapeu udeup peureteu lokanya mileuk ureung nanggroe … pakiban cara pieh hai rakyat wajieb ta pikeu beusama- sama mandum geutanyoe …
- Meyoe lagenyan tapubut Lon tuan poikeu peureteu nyo ukeu leubeuh mesyeuhu lom …
-Kita semua pengurus parlok wajib kia bangun partai ini, apabila kita tidak berfikir untuk membangun partai sesei dengan keputusan partai, barangkali kita semua tidak ada nilai sedikitpun dimata masyarakat. Dan partaipun lama kelamaan tidak lagi diperdulikan oleh masyarakat. -Oleh karena itulah kita semua harus berfikir untuk membngun partai ini karena ini adalah milik masyarakat, dan bagaimanpun juga nasib rakyab kita fikirkan bersama-sama oleh kita semua. -Kalau yang demikian dapat kita kerjakan, saya kira partai lokal ini kedepan lebih hidup lagi.
8- Lam membicarakan masalah pemilihan Presiden ngeun waki presiden RI thon
2009-2014 peureteu lokal teutep pakeuk bahasa aceh -Dalam membicarakan masalah presiden dan Wakil Presiden RI pada pemilu 2009 paratai lokal menggunakan bahasa Aceh. -Assalamualaikoem warahmatullahi wabarakatuh, … Nyoe di geutanyoe katroek bak pemilu untuk tapileuh presiden ngen wakie presiden … Di geutanyoe mandum lon tuan pikeu seupakat bahwa di geutanyoe untuk ta sukseskan pemilunyou. Seubagai penguruoh peureteu geutanyoeu wajeub tapeutimang hai nyoe, kareuna geutanyoe ureung aceuh sebagai ureung nanggroe katarasa udeup lam situasi aman dan tereuteb … hanleu di musue budeu ... artijieh madsyarakat geutanyoe yang dari jameun hana pereunah tenang … insya Allah bak ache-akhe nyoe, kareuna helsinky..geutanyoe ka dameu. Yang sangat penteung haruh tabithe bak masyarakat utamajih bak anggota pereuteu untuk pakiban cara peumilu di nanggronyou beu sukses beuk na masalah yang hanageut.
223
Bah pieh lageu yan pulang pikeu siet bak geutanyoe mandum … yang lebeuh geut peumilihan presiden ngen wapres haruh berjalan degeng geut…nyan yang penting … -Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. -Kita semua sekarang sudah tiba pada masa Pemilu, memilih Presiden dan Wakil Presiden - bahwa kita semua sepakat dan wajib mensuksesekan pemilu kali ini - Sebagai pengurus partai kita semuanya harus kita jaga, karena kita semua sekarang ini sedang merasakan rasa aman dan tertib. Tidak ada mendengar suara senjata, dari bdahulu kita jarang sekali hidup dalam situasi dengan rasa aman dan tertib. Insya Allah pada ahkir-akhir ini karena Helsinki kita sudah aman dan damai.. Yang paling penting kita harus menyampaikan pada masyarakat umum utamanya pada anggota partai untuk bagaiman caranya pemilu di Aceh harus sukses, dan jangan ada masalah yang kurang baik, walaupun demikian terserah pada kita semua, akan tetapi sebaiknya pemilu Presiden dan wakil Presiden harus berjalan dengan baik.
9. Lam musyawarat untuk peumilihan anggota DPR RI, DPD.RI ngen anggota
peureuteu lokal geu ngui BA. - Dalam musywarah Partai dalam rangka pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, dan anggota
DPRA serta DPRK Parlok menggunakan bahasa Aceh. - Lam hai peumilu bak kali nyoe, na padup-padup hai yang peurele that ta pikeu …
Yang phon that masalah peumilihan anggota DPRA ngen anggota DPRK … yang beuna peurhatian geutanyoe mandum ..pakiban cara suara untuk peureteu geu tanyou beuk kureung lageu yang ka na gereuh peureteu….meunyoe geutanyou nyou taeim manteng ataupun taduk tenang manteung bak lon pikeu getanyou kalah di rumouh drouteuh … mandum rakyat harus geu tupuo pakibat seumagat peureuteu nyou untuk tabangun nanggro ngeun peumeurintah Aceh … lon kira untuk bireuen beuk sampaie hantrok lageu yang ka tagareuh lam rapat pereuteu …
- Lam kampanyepiuh geu tanyou haruh ta peudeuh identitah peureteu geitanyou … dan pih masyarakat geutanyou ka careung lam bi suara … yang peunting that ubeuna syiara masieung-maseng haruh na tanggung jaweub geutanyo mandum … wateu kempayeu beu sangat bacuet … beuk lemeuh that … dan tapeudeuh druoteuh sebagou ureung Aceh …
224
- Nyang meu hubung ngen DPR RI ngen DPDRI … ta seurahkan bak rakyat manteng…menyeu pih jeut yang tapailih yang ureng aceh yang na pikeu ke Aceh, beuk geupikeu untuk drougeuh manteung …
Dalam hal pemilu pada kali ini, ada beberapa hal yang sangat perlu kita fikirkan. Yang pertama sekali adalah masalah pemilihan anggota DPRA dan anggota DPRK, yang ada perhatian dari kita semua. Bagaimana caranya suara untuk partai kita (PA) jangan kurang seperti yang telah di gariskan oleh partai … kalau kita semua ini hanya diam saja dan hanya duduk saja dengan tenang saya kira kita akan kalah di rumah sendiri. Semua rakyat harus tau dan wajib mengetahui bagaiman semangat partai lokal untuk membangun aceh ..dan saya kira untuk kabupaten Bireuen jangan sampai terjadi kekurangan suara seperti yang telah kita tetapkan dalam rapat partai.
- Dalam kampaye kita harus menunjukan identitas partai kita, dan masyarakat sudah pintai dalam memilih dan memberikan suaranya mereka.yang sangat penting adalah seluruh keluarga masing-masing harus kita bertanggung jawab, dan dalam kampanye kita harus bersemangat, jangan lemah,..kita tunjukkan bahwa kita ini adalah orang Aceh.
- Yang berhubungan dengan suara untuk DPR RI, kita serahkan saja pada rakyat. Kalau bias kita pilih orang aceh yang mau perduli untuk Aceh, jangan hanya mereka berfikir untuk kepentingan pribadinya saja.
10. Lam membahas isu-isu nasional ngen hai NKRI peureteu lokal memilih pakeuk BA. - Dalam membahas isu-isu nasional dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) partai Lokal menggunakan bahasa Aceh. Lam kampanyeu, peureuteu teutap taat keupada UUD thon sireubeu seukureng reutoh peut plouh limeung dan hai nyou sabeu tabie theu bak ureung Nanggroe … bahwa peureteu dan peumerintah aceh adalah teutap dalam wilayah republik Indonesia … dan peureteu lokal menjunjung tinggi bahasa Indonesia seubagai bahasa persatuan dan bahasa nasional ... tapi sebagai ureung Nanggro bahasa aceh tangui sebagoe identitas ureung Aceh dan hai nyoe di jamin leu UUD 1945 … dan mandum uu yang na di Indonesia teutap berlakudi naggroe Aceh … dan masalah laen secara nasional haroh tapeurhatikan ..dan pih mandum program nasional haroos tadukung supaya program nasional pih lancar di Aceh. -Dalam Kampaye. Partai lokal tetap taat kepada UUD 1945 dan dalam hal ini kita selalu kita sampaikan kepada seluruh masyarakat Aceh … bahwa partai dan pemerintah Aceh adalah tetap dalam wilayah republik Indonesia dan partai lokal menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional. Akan tetapi sebagai orang Aceh atau bangsa Aceh, bahasa Aceh dipakai sebagai bahasa identitas Aceh atau orang aceh dan hal ini
225
dilindungi oleh UUD 1945 … dan seluruh undang-undang tetap berlaku di Aceh..dan seluruh hal-hal yang berkaitan atau berhubungan dengan Nasional harus kita perhatikan dan seluruh program nasional harus kita dukung, agar program nasional berjalan lancar di Aceh kususnya di pemerintah Kabupaten Bireuen. 11. lam bicara resmi ngen peureute lokal (PA) di internal dan ngen peureuteu lokal laeun pu keuh untuk loby atawa bak tingkat keuputusan BA menjadi pihan bahasa yang di pakeuk. -Dalam pembicaraan resmi dalam partai lokal (PA) secara internal dan dalam komunikasi dengan partai lokal lainnya , apakah dalam kepewrluan lobi partai di tingkat keputusan bahasa Aceh menjadi bahasa pilihan yang dipakai. -kamou di Bireuen lam peureuteu lokal dalam mandum hai kamou teutap peugah haba ngeun bahasa Aceh..pu keuh urusan peureteu seca internal ataupih peugah hai ngen peureuteu lokal laeun … supaya pue nyang kamoe meukesud ceupat ta meuphoum … biasa jiuh lageu nyan … Pokok jiuh urusan rakyat, nanggroe dan urusan laeun pih teutap bahas Aceh peunting bagi kamou peureute lokal … Dan pih lam lheu hai meunye keun lam bahasa Aceh kureung paih bak tapeugah haba … -Kami di Bireuen dalam partai lokal dalam semua hal kami tetap menggunakan bahasa Aceh, apakah untuk urusan partai secara internal ataupun dalam komunikasi dengan partai lokal lainnya, agar apa yang kami maksudkan cepat dan mudah dipahami, … biasanya demikian … - Hal yang penting untuk semua urusan rakyat, urusan aceh secara keseluruhan dan urusan lainnya bahasa aceh tetap penting bagi kami partai lokal (PA) - Dan juga banyak hal dalam komunikasi kalau bukan dalam bahasa aceh kurang cocok atau kurang serasi dalam berkomunikasi. 12.- Lam membahas peraturan daerah (kanun), APBD dan dengue pendapat ngeng peumerintah..yang menjadi bahasa komunikasi nyan bahasa Aceh meujampu ngen bahasa Indonesia … - Dalam membahas peraturan Daerah (Kanun), APBD dan acara denger pendapat dengan pihak pemerintah ,..yang menjadi bahasa komunikasi adalah bahasa aceh dan bercampur baur dengan bahasa Indonesia. Pakeun lagenyan … kareuna Lam rapat umum..paripurna ataupun dengar pendapat yang ada di dalam gedung DPRK belum tentu semuanya mengerti dan memahami BA..seperti misalnya pejabat kepolisian, TNI dan unsur lain-lainnya ,..jadi hana geut pas menye tameututou lam bahasa Aceh secara keseluruhan … lheu basa aceh atawa bahas indinesia … hai nyan teu ikat ngan keadaan.
226
-Kenapa demikian,..karena dalam rapat umum … paripurna ataupun dengar pendapat di gedung DPRK belum tentu semuanya dapat mengerti dan dapat memahami bahasa aceh,..seperti misalnya pejabat Kepolisian, TNI dan unsur lainnya ... jadi bagi kami rasanya tidak enak jika secara keseluruhan menggunakan bahasa aceh..maka oleh karena itu kami menggunakan bahasa aceh dan bahasa Indonesia,..masalah banyaknya bahasa aceh atau bahasa Indonesia sangat tergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya kata pembukaan: Assalamualaikom Warahmatullahi wabarakatuh, … Misalnya dalam pembuka: assalamualaikum warahmatullahi wabara katuh … Bapak-bapak, saudara sekalian yang kami hormati, syiara lon mandum … marilah kita bersyukur kpd Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih dan Maha penyayang yang telah memberikat seumangat ngen kesehatan kepada kita semua … Bapak-bapak saudara sekalian yang kami hormati, saudara kami semuanya … Marilah kita bersyukur kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih dan Maha Penyanyang yang telah melimpahkan semangat dan kesehatan kepada kita semua …
227
Tentang Penulis A. Data Pribadi
Nama Lengkap: Dr. Drs. Ridwan Hanafiah, SH, MA Tempat/Tanggal Lahir: Peudada, 5 Juli 1956 NIP: 19560705198903.1.002 Nomor Karpeg: E 630177 Jabatan Fungsional: Lektor Kepala Pangkat/Golongan: IV/b Pekerjaan: Staf Pengajar Departemen Sastra Inggris Instansi:Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan
Alamat Kantor: Jln. Universitas No. 19, Medan 20155
Nomor Telepon Kantor: 061-8215956 Nomor Faksimili Kantor: 061-8215956 Nama Ayah: H. Hanafiah Harun Nama Ibu: Djuairiah Sulaiman Alamat Rumah: Jln. Nuri II N0.106, Perumnas Mandala, Percut Sie. Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Nomor Telepon Rumah: 0617340752 E-pos: [email protected] HP: +6281370888301 B. Keluarga Nama Istri: Hj. Tetty Sartika Siregar Nama Anak: 1. Fazlah Putri, SH 2. Winna Hartini, S.Sos, M.SP 3. Irfan Ananda, S.Sos C. Riwayat Pendidikan 1. Madrasah Islam Negeri (MIN) 7 Tahun Peudada, Lulus Tahun 1970 2. SMP Negeri I Bireuen, Lulus Tahun 1973 3. SMPP Negeri Banda Aceh, Lulus Tahun 1976 4. S1 Fakultas Keguruan (FK), Jurusan Bahasa Inggris 1977-1979 (6
semester)/ Sarjana Muda (BA). 5. S1 Fakultas Sastra USU Medan, Jurusan Sastra Inggris, 1980-1982 ( Lulus)
228
6. S1 Fakultas Hukum Universitas Al Wasliyah Medan, 1984-1989 ( Lulus) 7. Program S2, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia 1994-1997
(Lulus) 8. Sand-wich Program : UTAH State University, Logan City USA,2010-2011 9. Program S3 Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
(USU), Medan, Oktober 2008 – November 2011. D. Pengalaman Kerja
a) Tugas Profesi Dosen
No Pangkat Gol. Ru-
ang
Berlaku terhitung
mulai Tanggal
Surat Keputusan
Pejabat Nomor Tanggal/ Tahun
1. CPNS III/a 1 Maret 1989 Dikbud 328/PT.05.H151/SK/C.89 17-7-1989 2. PNS/ Penata
Muda III/a 1 Mei 1990 Dikbud 277/PT.05.H2/SK/c.90 17-4-1990
3. Penata Muda TK.I
III/b 1 April 1993 Dikbud 1178/PT.05.H2/SK/C.93 6-10-1993
4. Penata III/c 1 April 2001 Diknas 679/705/2.SK.KP.2001 6-9-2001 5. Penata TK. I III/d 1 April 2004 Diknas 818/705/2.SK/KP.2004 22-7-2004 6. Pembina IV/a 1 April 2007 Diknas 32518/A4.51/KP.2007 30-7-2007 7. Pembina TK I IV/b 1 April 2011 Diknas 11143/A4.3/KP/2011 2-3-2011
b) Tugas Lain
1. Staf Ahli Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan tahun 2011 sampai sekarang.
2. Anggota tim Evaluasi / Penilaian Buku dan Jurnal USU tahun 2012 sampai sekarang.
3. Ketua Koperasi Keluarga Besar USU (KKB – USU) tahun 2014 sampai 2017.
4. Anggota Senat Akademik USU (SA USU) tahun 2014 sampai 2019. 5. Nara Sumber untuk Pemberdayaan dan Pembangunan SDM Pemuda
Tingkat Nasional tahun 2014. 6. Nara Sumber Pembinaan Pemuda Indonesia di Perbatasan yang
Berbasis pada Budaya Indonesia Tingkat Nasional tahun 2014. 7. Nara Sumber Pemberdayaan Kewirausahaan Pemuda Indonesia
Tingkat Nasional di Bukit Tinggi Sumatera Barat tahun 2014. 8. Nara Sumber Penguatan Organisasi Kepemudaan Tingkat Nasional di
Padang Sumatera Barat tahun 2014. 9. Ketua Program Studi Magister (S2) Magister Bahasa Inggris FIB USU
2014 sampai sekarang. 10. Anggota Senat Akademik (SA) USU 2014 sampai 2019
229
E. Penulisan Karya Ilmiah di dalam Buku, Jurnal, dan Prosoding I. Buku
No. Tahun Judul NamaPenerbit 1 2006 Nilai Budaya Dalam Turi-turian Mandailing. Penerbit, Bartong Jaya Medan,
ISBN,979-3647-14-5 2 2007 Linguistik Kontrastif : Suatu Pengantar Penerbit, Bartong Jaya
Medan,ISBN,979-3647-020-6 3 2009 Meta Bahasa Semantik Alami, makna asali “ Atribut”
Kata Pujian Dalam Bahasa Aceh Dialek Peusangan NAD Seri Seminar Internasional Budaya Melayu Serumpun. Penerbit, Bartong Jaya, Medan . ISBN 979—3847-02-11.
4. 2014 Informasi dan Peraturan Akademik FIB USU (Ketua Tim Penyusun)
Fakultas Ilmu Budaya USU
II. Jurnal
No. Tahun Judul NamaJurnaldanPenerbit 1 2005 Antropologi Linguistik : Suatu Pengenalan Dasar Jurnal “Englonesia ”. Jurnal Ilmiah
Linguistik Dan Sastra. Volume 1, Nomor1. Mei 2005
2 2007 Teori Dasar Antropologi Linguistik Jurnal “Studi Kultura“ Jurnal Budaya, ISSN 1412.8585
III. Seminar
No. Tahun Judul Tempat Keterangan
1 2009 Seminar Internasional Budaya Melayu Serumpun USU, Medan Pemakalah 2 2009 Seminar Internasional Semiotik dan Hubungan Alam
Melayu dengan Cina USU, Medan Pemakalah, Ketua
Pelaksana 3 2010 Seminar Internasional Hubungan Budaya Melayu
Serumpun Kuala Lumpur-Medan USU, Medan Pemakalah
Pembanding 4 2010 Bimbingan Tehnis Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik “Alat Bukti Elektronik (Digital Evidence)
Medan Peserta
5 2010 Bedah Buku dan Peluncuran Parijs van Soematra FS USU, Medan Peserta 6 2010 Seminar Nasional Penerjemahan USU, Medan Peserta
Moderator 7 2010 Seminar American Council onthe Teaching of Foreign
Languages USA, Boston Peserta
8 2010 Intermountain Tesol Conference USA, Weber Peserta
230
State University 9 2010 Asian Section Forum, Multilingual Society USA, Utah State
University Pemakalah
10 2011 Seminar Internasional Perkembangan Sastra Bandingan di Indonesia
FIB USU, Medan Peserta
11 2011 Seminar Internasional Pemikiran Tengku Luckman Sinar tentang Kemelayuan dan Keindonesiaan
FIB USU, Medan Peserta
12 2011 Seminar Pelestarian Kebudayaan Nasional yang Berlandaskan Pancasila “Mari Mencintai Budaya Sendiri”
Hotel Madani, Medan
Pemakalah
13 2011 Internasional Seminar and Workshop “New Method in Teaching English As a Foreign Language”
FIB USU, Medan Ketua Panitia
14 2011 Seminar Antar Bangsa “Mengungkap Peradaban Asia Tenggara dalam Situs Padang Lawas dan Situs Sungai Batu Kedah”
FIB USU, Medan Peserta
15 2013 Seminar Nasional tentang Bahasa dan Budaya Jakarta Peserta F. Organisasi
No Nama Organisasi
Kedudukan dalam
Organisasi
Dari tahun s/d tahun
Tempat Nama Pimpinan Organisasi
1. OSIS MIN Sekretaris 1969-1970 Bireuen Usman P. 2. OSIS SMPN Wk. Ketua 1972-1973 Bireuen Sulaiman 3. OSIS SMPPN Wk. Ketua 1975-1976 B. Aceh Sukirman 4. HMI Wk. Ketua 1980-1982 USU Medan Alam Subur 5. Senat
Mahasiswa Wk. Ketua 1981-1982 USU Medan Alam Subur
6. Gema MKGR Wk. Ketua 1986-1990 Sumut Wagirin Arman 7. KNPI Sumut Wk. Ketua 1989-1991 Sumut Manahan Nasution 8. KNPI Sumut Wk.
Sekretaris 1991-1993 Sumut Syamsul Arifin
9. ICMI Asia Tenggara
Wk. Sekretaris Umum
1995-1997 Kuala Lumpur
Prof. Dr. Abdullah Ali, M.Sc.
10. Majelis Pemuda Indonesia (MPI)
Anggota Majelis Wil. Sumatera Utara
2009-sekarang
Sumut DR. Bahdin Nur Tanjung, SE, MM
231
G. Kursus dan Penataran - Basic Training HMI tahun 1977 di Banda Aceh. - Intermediate Training HMI tahun 1978 di Sabang – Aceh. - Advance Training HMI tahun 1979 di Banda Aceh. - Penataran Kader Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3)
tahun 1987 di Jakarta. - Penataran P4 Tingkat Nasional 140 jam untuk Penatar Tingkat
Nasional tahun 1997. - Penataran Kewaspadaan Nasional (TARPADNAS/LEMHANAS)
Untuk Pemuda Angkatan VIII tahun 1997-1998 di Cibubur Jakarta.
H. Penghargaan
1. Penerima Satya Lencana masa bakti 10 tahun dan 20 tahun dari Presiden RI
2. Duta Besar RI Kulala Lumpur 3. Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Sumut) 4. Dinas Pendidikan Sumut 5. Dinas Pemuda dan Olah Raga Sumut. 6. Yayasan Amali Indonesia
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 17 Nopember 2014 Hormat saya,
Dr. Drs. Ridwan Hanafiah, S.H., M.A.