bandung .citra aditya -...

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Concursus Dalam Tindak Pidana 1. Pengertian concursus Perbarengan tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah concursus merupakan salah satu cabang yang sangat penting dari ilmu pengetahuan hukum pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang atau beberapa orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutya belum dibatasi oleh suatu putusan. Concursus memiliki 3 bentuk yakni perbarengan peraturan (concursus idealis), perbarengan perbuatan (concursus realis) dan perbarengan perbuatan berlanjut. 8 Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya perbarengan adalah : a. Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan b. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau dua orang dalam hal penyertaan) c. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili d. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus 8 P.A.F Lumintang. 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung .Citra Aditya Bakti. Hal. 671 12

Upload: trandang

Post on 24-Aug-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Concursus Dalam Tindak Pidana

1. Pengertian concursus

Perbarengan tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah

concursus merupakan salah satu cabang yang sangat penting dari ilmu

pengetahuan hukum pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan

perbarengan ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang

atau beberapa orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali

belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak

pidana berikutya belum dibatasi oleh suatu putusan. Concursus memiliki 3

bentuk yakni perbarengan peraturan (concursus idealis), perbarengan

perbuatan (concursus realis) dan perbarengan perbuatan berlanjut.8

Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

dapat menyatakan adanya perbarengan adalah :

a. Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan

b. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau

dua orang dalam hal penyertaan)

c. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili

d. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus

8 P.A.F Lumintang. 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung .Citra AdityaBakti. Hal. 671

12

Page 2: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

13

Sehubungan dengan lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan

oleh satu orang atau lebih, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu:9

a) Terjadi perbarengan, apabila dalam waktu antara dilakukannya dua

tindak pidana tidaklah ditetapkan satu pidana karena tindak pidana yang

paling awal di antara kedua tindak pidana itu. Dalam hal ini, dua atau

lebih tindak pidana itu akan diberkas dan diperiksa dalam satu perkara

dan kepada si pembuat akan dijatuhkan satu pidana, dan oleh karenanya

praktis di sini tidak ada pemberatan pidana, yang terjadi justru

peringanan pidana, karena dari beberapa delik itu tidak dipidana

sendiri-sendiri dan menjadi suatu total yang besar, tetapi cukup dengan

satu pidana saja tanpa memperhitungkan pidana sepenuhnya sesuai

dengan yang diancamkan pada masing-masing tindak pidana. Misalnya

dua kali pembunuhan (Pasal 338 KUHP) tidaklah dipidana dengan dua

kali yang masing-masing dengan pidana penjara maksimum 15 tahun,

tetapi cukup dengan satu pidana penjara dengan maksimum 20 tahun

(15 tahun ditambah sepertiga, Pasal 56 KUHP).

b) Apabila tindak pidana yang lebih awal telah diputus dengan mempidana

pada si pembuat oleh hakim dengan putusan yang telah menjadi tetap ,

maka disini terdapat pengulangan. Pada pemidanaan si pembuat karena

delik yang kedua ini terjadi pengulangan, dan disini terdapat pemberian

pidana dengan sepertiganya.

9 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2: Penafsiran Hukum PidanaDasar peniadaan pemberatan & peringanan kejahatan aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Hal. 46

Page 3: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

14

c) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan pertama kali telah dijatuhkan

pidana si pembuatnya, namun putusan itu belum mempunyai kekuatan

hukum pasti, maka disini tidak terjadi perbarengan maupun

pengulangan, melainkan tiap-tiap tindak pidana itu dijatuhkan tersendiri

sesuai dengan pidana maksimum yang diancamkan pada beberapa

tindak pidana tersebut.

2. Bentuk-bentuk Perbarengan

Ada tiga bentuk concursus yang dikenal dalam ilmu hukum

pidana, yang biasa juga disebut dengan ajaran yaitu:

a) Concursus idealis: apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan

ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum

pidana. Dalam KUHP disebut dengan perbarengan peraturan.

b) Concursus realis: apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan

sekaligus.

c) Perbuatan berlanjut: apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama

beberapa kali, dan di antara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan

yang demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap

sebagai perbuatan lanjutan.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dibahas secara rinci

mengenai ketiga bentuk perbarengan atau concursus.

a) Concursus Idealis

Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih

dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu

Page 4: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

15

perbuatan (eendaadsche samenloop), yakni suatu perbuatan meliputi

lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana

yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu

hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP bab II

Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan :

a) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana,maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu,jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidanapokok yang paling berat.

b) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yangumum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanyayang khusus itulah yang dikenakan.

Diantara para ahli hukum terdapat perbedaan pendapat

mengenai makna satu tindakan atau perbuatan. Sebelum tahun 1932,

Hoge Raad berpendirian bahwa yang dimaksud dengan satu tindakan

dalam Pasal 63 ayat 1 adalah tindakan nyata atau material. Hal ini dapat

diketahui dari arrest Hoge Raad (11 April 1927 W 11673) yaitu seorang

sopir telah dicabut surat izin mengemudinya dan dalam keadaan mabuk

mengemudikan mobil, dipandang sebagai satu tindakan saja.10

Pendapat Hoge Raad kemudian berubah yang dapat lihat dalam

Arrest Hoge Raad (15 Februari 1932, W. 12491) yaitu seorang sopir

yang mabuk mengendarai sebuah mobil tanpa lampu pada waktu malam

hari dipandang sebagai dua tindakan dan melanggar dua ketentuan

pidana. Di dalam kenyataan yang pertama adalah keadaan mobilnya,

kenyataan tersebut dapat dipandang sebagai berdiri sendiri dengan sifat

10 Adami Chazawi. op.cit. Hal. 48

Page 5: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

16

yang berbeda-beda kenyataan yang satu bukan merupakan syarat bagi

timbulnya kenyataan yang lain. Disini terdapat concursus realis.11

Sehubungan dengan pendapat Hoge Raad yang baru tersebut,

Pompe berpendapat sebagai berikut: “apabila seseorang melakukan satu

tindakan pada suatu tempat dan saat, namun harus dipandang

merupakan beberapa tindakan apabila tindakan itu mempunyai lebih

dari satu tujuan atau cakupan. Contohnya: seseorang dalam keadaan

mabuk, memukul seorang polisi yang sedang bertugas. Cakupan

tindakan tersebut adalah mengganggu lalu lintas, melakukan

perlawanan kepada pejabat yang bertugas dan penganiayaan”.

Selanjutnya Van Benmelen juga memiliki pendapat yaitu:

“Satu tindakan dipandang sebagai berbagai tindakan apabila tindakan

itu melanggar beberapa kepentingan Hukum, walaupun tindakan itu

dilakukan pada satu tempat dan saat”.

SR Sianturi menyebut pasal 63 KUHP dengan istilah

perbarengan tindakan tunggal. Maksud dari concursus idealis adalah

adanya perbarengan hanya ada dalam pikiran. Perbuatan yang

dilakukan hanyalah satu perbuatan tertapi sekaligus telah menlanggar

beberapa Pasal perundang-undangan hukum pidana. Contohnya dalah

suatu pemerkosaan di muka umum, maka pelaku dapat diancam dengan

pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285 tentang memperkosa

perempuan, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281

11 Marpaung Landen. Op. Cit. Hal. 33-34

Page 6: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

17

karena melanggar kesusilaan di muka umum. Dengan sistem absorbsi,

maka diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara. Namun, apabila

ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

sejenis dan maksimumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana

pokok yang mempunyai pidana tambahan paling berat. Sebaliknya, jika

dihadapkan pada tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok

yang tidak sejenis, maka penentuan pidana terberat didasarkan pada

urutan jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP.

Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung dalam lex

specialis derogat legi generali (aturan undang-undang yang khusus

meniadakan aturan yang umum). Jadi misalkan ada seorang ibu

melakukan pembunuhan terhadap bayinya, maka dia dapat diancam

dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun.

Namun karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus tentang tindak

pidana ibu yang membunuh anaknya, maka ibu tersebut dikenai

ancaman hukuman selama-lamanya tujuh tahun sebagaimana diatur

dalam pasal 341.12

Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa satu tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidak

selamnya sesuai dengan makna concursus idealis sebagaimana diatur

dalam pasal 63 KUHP. Satu tindakan tetap harus dipandang sebagai

beberapa perbuatan jika tindakan itu mempunyai lebih dari satu tujuan

12 Erdianto Effendi. Op. Cit. Hal. 184

Page 7: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

18

atau cakupan, meskipun tindakan tersebut timbul pada waktu yang

bersamaan bukan berarti sesuatu yang bersifat menentukan tindakan

yang memiliki sifat yang berbeda-beda dan tidak menjadi syarat bagi

timbulnya tindakan dipandang sebagai tindakan yang berdiri sendiri

tindakan ini sesuai dengan makna yang terkandung dalam concursus

realis.

Satu tindakan yang melanggar beberapa ketentuan pidana tetap

dipandang sebagai satu perbuatan apabila perbuatan tersebut timbul

pada waktu yang bersamaan, memeliki keterkaitan dengan kenyataan

yang lain dan merupakan syarat bagi timbulnya kenyataan lain. Selain

itu Pasal 63 ayat (2) KUHP menentukan bahwa jika ada aturan khusus,

aturan umum dikesampingkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 351

KUHP tentang penganiayaan dengan Pasal 356 KUHP yang juga

tentang penganiayaan tetapi dengan ketentuan lebih khusus, misalnya

penganiayaan yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya.

b) Concursus realis

Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan terjadi

apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing

perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana.13 Bisa

dikatakan Concursus realis terjadi apabila seseorang sekaligus

merealisasikan beberapa perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 65

sampai 71 KUHP. Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut :

13 Adami Chazawi. Op. Cit. Hal. 143-144

Page 8: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

19

a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandangsebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapakejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis makadijatuhkan hanya satu pidana.

b) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidanayang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih darimaksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.

Pasal 66 KUHP berbunyi :

a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masingharus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehinggamerupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokokyang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan,tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yangterberat ditambah sepertiga.

b) Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimumpidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.

Pasal 67 KUHP berbunyi :

Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, makabeserta itu tidak boleh dijatuhkan hukuman lain lagi kecualipencabutan hak-hak tertentu perampasan barang-barang yang telahdisita sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim.

Berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66. Maka dapat di

simpulkan bahwa masing-masing tindak pidana dalam perbarengan

perbuatan satu samalain harus di pandang terpisah dan berdiri sendiri

inilah yang merupakan ciri pokok dari perbarengan perbuatan. Dapat di

lihat dalam Arrest tanggal 13 maret 1933, W 12592 Hoge raad

berpendapat sebagai berikut:

“Di dalam satu kecelakaan, seseorang pengemudi mobil telah

menyebabkan matinya seseorang pengendara sepeda motor dan telah

menyebabkan seorang lainya mengalami luka berat. Apa yang

Page 9: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

20

sesungguhnya terjadi itu bukanlah satu pelanggaran, melainkan dua

akibat yang terlarang oleh undang-undang ini merupakan dua

perbuatan.” 14

c) Perbuatan berlanjut

Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan

beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-

perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang

sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van

Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan

sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan

berlanjut” adalah : 15

a) Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.

b) Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya.

c) Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.

Batas tenggang waktu dalam perbuatan berlanjut tidak di atur secara

jelas dalam undang-undang. Meskipun demikian jarak antara

perbutan yang satu dengan yang berikutnya dalam batas wajar yang

masih menggabarkan bahwa pelaksanaan tindak pidana oleh si

pembuat tersebut ada hubungan baik dengan tindak pidana (sama)

yang di perbuat sebelumnya maupun dengan keputusan kehendak

dasar semula.

14 Marpaung Landen. Loc. Cit.15 Erdianto Effendi . Op. Cit. Hal. 185

Page 10: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

21

Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut

menggunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan

pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan

yang memuat pidana pokok yang terberat. Pasal 64 ayat (2) merupakan

ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang,

sedangkan Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal

kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian

ringan), 373 (penggelapan ringan), 407 ayat (1) (perusakan barang

ringan), yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.

Apabila nilai-nilai kejahatan yang timbul dari kejahatan ringan

yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 250,-

maka menurut pasal 64 ayat 3 dikenakan aturan pidana yang berlaku

untuk kejahatan biasa. Misalnya A melakukan 3 kali penipuan ringan

(379) berturut turut sebagai suatu perbuatan berlanjut dan jumlah

kerugian yang timbul adalah lebih dari Rp. 250,- Terhadap A bukannya

dikenakan pasal 379 yang maksimumnya adalah 3 bulan penjara tetapi

dikenakan pasal 378 yang maksimumnya 4 tahun penjara.

B. Tinjauan Umum Tentang Penyelidikan Dan Penyidikan

1. Pengertian penyelidikan

Dalam pasal 1 angka 5 KUHAP memberikan pengertian penyelidikan

sebagai berikut:

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untukmencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagaitindak pidana guna menentukan atau tidaknya dilakukanpenyelidikan menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini.

Page 11: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

22

Selanjutnya pada pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, memberikan

pengertian penyelidikan sebagai berikut.

“penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untukmencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagaitindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya di lakukanpenyelidikan menurut cara yang di atur dalam undang-undang”

Dalam keputusan menteri kehakiman Nomor M. 10. PW05.

Tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHP, dijelaskan mengenai

penyelidikan sebagai berikut:

“Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri,terpisah dari dua fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakansalah satu cara atau metode atau sub dari pada fungsi penyidikan,yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupapenangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,pemeriksaan, surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan,penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada penuntutumum”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa

penyelidikkan itu merupakan tahap permulaan dari penyidikan, dimana

penyelidikan itu adalah suatu prantara yang menyeleksi apakah peristiwa

itu memenuhi syarat untuk melanjutkan pada tingkat penyidikan atau tidak

sehingga sedini mungkin dapat mencegah tindakan pelaksanaan hukum

yang dapat merendahkan harkat dan martabat manusia.

a) Tugas dan kewajiban penyelidikan

Dalam rangka penyelidikan, penyelidik memiliki wewenang

berdasarkan pasal 5 KUHAP sebagai berikut:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanyatindak pidana

b. Mencari keterangan dan alat bukti

Page 12: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

23

c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan sertamemeriksa tanda pengenal diri

d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawabe. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan

penyitaanf. Pemeriksaan dan penyitaan suratg. Mengambil sidik jari dan memotret seseorangh. Membawa dan menghadapkan seorang penyidik (tersebut huruf e s/d

h) adalah kewenangan penyelidik atau perintah penyidik

Kewenangan penyidik berdasarkan Pasal 9 KUHAP

melakukan tugas penyelidikan di seluruh wilayah Indonesia dan wajib

melaporkan kegiatan penyelidikannya kepada penyidik sedaerah

hukumnya. Kewajiban penyelidik sehubungan dengan kewenangan

yang dimiliki secara umum adalah membuat dan menyampaikan

laporan hasil pelaksanaan tindakan sesuai dengan wewenang yang

diatas (Pasal 5 ayat (1) KUHAP), sedangkan secara rinci berdasarkan

pada masing-masing kewenangan seperti tercantum diatas adalah

sebagai berikut:

a) Dalam hal menerima laporan atas pengaduan dari seseorang tentangadanya tindak pidana, penyelidik berkewajiban:1) Segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal

102 ayat (1) KUHAP)2) Segera membuat berita acara dan melaporkan kepada penyidik

sedaerah hukum (Pasal 102 ayat (3) KUHAP)3) Dalam melaksanakan penyelidikannya, penyelidik wajib

menunjukkan tanda pengenalnya (Pasal 104 KUHAP)4) Wajib memberikan surat tanda penerimaan laporan atau

pengaduan kepada pelapor atau mengadu, setelah menerimalaporan atau pengaduan. (Pasal 108 ayat (6) KUHAP)

b) Dalam hal mencari keterangan dan barang bukti, penyelidikberkewajiban segera melaporkan hasil penyelidikannya kepadaPenyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)

c) Dalam hal menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan memeriksatanda pengenal diri tersangka penyelidik berkewajiban:1) menjunjung tinggi hukum yang berlaku

Page 13: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

24

2) membuat berita acara dalam melakukan tindakan tersebut dandibuat diatas kekuatan sumpah dan jabatan (Pasal 75 ayat (2)KUHAP)

d) Dalam hal mengadakan tindakan lain menurut hukum yangbertanggung jawab, penyelidik berkewajiban menjunjung tinggihukum yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP)

e) Dalam hal melakukan1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan

penyitaan2) Pemeriksaan dan penyitaan surat3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang4) Membawa dan menghadapkan seorang penyidik adalah

kewenangan atas perintah penyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)a. Membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan

tindakan tersebut kepada penyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)b. Karena wewenang ini diberikan atas perintah penyidik, maka

kewajiban penyelidik dalam melaksanakan wewenangnyasesuai kewajiban penyidik secara rinci diatas.

2. Pengertian penyidikan

Secara terminology penyidikan tidak terlepas dari proses

penyelidikan karena penyidikan merupakan tindak lanjut dari

penyelidikan, kalau pada tingkat penyelidikan penekanannya diletakan

pada tingkat mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang di anggap

atau di duga sebagai tindakan pidana. Pada tingkat penyidikan

penekananya di titik beratkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan

barang bukti yang dengan bukti itu tindak pidana yang di lakukan menjadi

terang. Serta agar dapat menemukan siapa pelakunya. 16

R. Soesilo juga mengemukakan pengertian penyidikan ditinjau

dari sudut kata sebagai berikut: “Penyidikan berasal dari kata “sidik” yang

berarti “terang”. Jadi penyidikan mempunyai arti membuat terang atau

16 M. Yahya Harahap. 2003. pembahasan permasalahan dan penerapan KUHPpenyidikan dan penuntutan edisi ke II. Jakarta. Sinargrafika. Hal. 101

Page 14: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

25

jelas. “Sidik” berarti juga “bekas”, sehingga menyidik berarti mencari

bekas-bekas, dalam hal ini bekas-bekas kejahatan, yang berarti setelah

bekas-bekas ditemukan dan terkumpul, kejahatan menjadi terang.

Bertolak dari kedua kata “terang” dan “bekas” dari arti kata sidik

tersebut, maka penyidikan mempunyai pengertian “membuat terang suatu

kejahatan”. Kadang-kadang dipergunakan pula istilah “pengusutan” yang

dianggap mempunyai maksud sama dengan penyidikan. Dalam bahasa

Belanda penyidikan dikenal dengan istilah “opsporing” dan dalam bahasa

Inggris disebut “investigation”.

Penyidikan mempunyai arti tegas yaitu “mengusut”, sehingga dari

tindakan ini dapat diketahui peristiwa pidana yang telah terjadi dan

siapakah orang yang telah melakukan perbuatan pidana tersebut.17

Sedangkan pada proses penyidikan titik beratnya diletakkan pada

penekanan mencari serta megumpulkan bukti agar dan supaya dalam

tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang serta agar dapat

menemukan dan menentukan pelakunya. Hampir tidak ada perbedaan

makna antara keduanya (penyelidikan dan penyidikan). Antara

penyelidikan dan penyidikan saling berkaitan dan saling isi mengisi guna

dapat diselesaikannya pemeriksaan suatu peristiwa pidana. 18

Setelah tindakan penyelidikan dilakukan, di lanjutkan dengan

tindakan penyidikan, pengertian penyidikan dalam pasal 1 angka 2

KUHAP, di jelaskan bahwa:

17 R. Soesilo. 1980. Taktik dan teknik penyidikan perkara kriminal. Bogor. politera. Hal.17

18 Ibid. Hal. 109

Page 15: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

26

penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal danmenurut cara yang di atur dalam undang-undang ini untukmencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu memuatterangan tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukantersangkanya.

Dalam pasal 1 angka 1 KUHAP, di sebutkan bahwa:

penyidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia ataupeabat pegawai negeri sipil tertentu di beri wewenang khususoleh undang–undang untuk melakukan penyidikan.

Dalam pelaksanaan lebih lanjut dalam pasal 2 peraturan

pemerintah nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab Undang–

Undang Hukum Acara Pidana ( peraturan pelaksanaan KUHAP ), yaitu:

1. Penyidik adalah:a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang

sekurang–kurangnya berpangkat pembatu Letnan DuaPolisi.

b. Pejabat pengaruh muda TK I ( Golongan II/b ) atau yangdisamakan dengan itu.

2. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidiksebagai mana di maksut dalam ayat (1) huruf a, maka KomandanSektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah PembantuLetnan Dua Polisi, karena jabatanya adalah penyidik

3. Penyidik sebagai mana di maksud dalam ayat (1) huruf a, di tunukoleh kepala kepolisian indonesian sesuai dengan peraturan perundang– undangan yang berlaku.

4. Wewenang penunjuk sebagai mana di maksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat kepolisian republik indonesia sesuai denganperaturan perundang–undangan yang berlaku

5. Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, di angkatoleh mentri atas usul dari departemen yang membwahkan pegawainegeri sipil tersebut. Mentri sebelum melakukan pengangkatanterlebih dahulu mendengar perimbangan jaksa agung dan kepalakepolisian republik indonesia.

6. Wewenang pengangkatan sebagaimana dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang di tunjuk oleh mentri.

Adapun yang di maksud penyidik pegawai negeri sipil adalah

pejabat bea cukai, pejabat imigrasi, pejabat kehutanan yang melakukan

Page 16: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

27

penyelidikan sesui dengan wewenang khusus yang diberikan oleh Undang

–Undang yang menjadi dasar hukumnya masing–masing (penjelasan pasal

7 KUHAP)

Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil akan di atur sesui

dengan Undang–Undang yang menjadi dasar hukumnya masing–masing

dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi dan pengawasan

penyidik (pasal 7 ayat (2) KUHAP)

Dalam hal tindak pidana khusus di atur dalam pasal 17 PP No.27

Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP, sebagai berikut:

“penyidik dalam ketentuan khusus acara pidana sebagai manatersebut pada undang–undang tertentu sebagaimana di maksuddalam pasal 284 ayat (2) KUHAP di laksanakan oleh penyidik,jaksa dan pejabat penyidik berwenang, lainya berdasarkanperaturan perundang–undangan”

Seperti halnya di uraikan sebelumya bahwa tindakan penyidik itu

di dahului oleh tindakan penyelidikan. Dimana dikatakan bahwa

penyelidikan itu adalah tindak penyidik untuk mencari dan menemukan

suatu peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat

atau tidaknya di lakukan penyelidikan (pasal 1 angka 5 KUHAP).

a) Tugas dan kewajiban penyidik.

Adapun tugas dan kewajiban penyidik (pasal 1 ayat (2) KUHAP)

adalah:

1. Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakansebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP

2. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum dalamdua tahap yaitu:

a. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkasperkara.

Page 17: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

28

b. Dalam penyelidikan sudah dianggap selesai, penyidikmenyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang buktikepada penuntut umum.

Tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP adalah

pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan,

pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan saksi di tempat

kejadian, pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan dan penetapan

tindakanlain sesuai dengan ketentuan dalam undang–undang ini. Dalam

hal penyidik telah memulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa

yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu

kepada penuntut umum ( pasal 109 ayat (a) KUHAP ) atau dalam

prakteknya dikenal sebagai surat pemberitahuan dimulainya

penyelidikan ( SPDP ).

Sehubungan dengan pengertian telah dimulai suatu

penyelidikan, Husaian Alatas mengemukakan pendapatnya:

“penjelasan atas pasal 109 ayat (1) KUHAP tersebut sama sekali tidak

menyentuh pengertian bila saat telah di mulainya suatu penyelidikan

penjelasan tersebut hanya menjelaskan tentang prosedur atau cara

pemberitahuanya dimulainya penyelidikan yang di lakukan oleh

penyidik pegawi negeri sipil sebagaimana dimaksut pasal 6 ayat (1)

huruf b KUHAP. Saat telah dimulainya penyelidikan ia sejak penyidik

menggunakan kewenangan penyelidikan yang berkaitan dengan hak

atas tersangka, umpamanya telah di gunakan upaya berupa

penangkapan”

Page 18: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

29

Dalam keputusan menteri kehakiman nomor : M.14-PW.07.03

Tahun 1983 tentang tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP, butir 3

menyebutkan tentang pengertian “mulai melakukan penyelidikan”

adalah jika dalam kegiatan penyelidikan tersebut sudah dilakukan

tindak upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan pro justisia,

penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya.

Jika penyidik telah selesai melakukan penyelidikan, penyidik

wajib segera menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut

umum (pasal 119 ayat (1) dan pasal 8 ayat (2) KUHAP). Kemudian

penyidik waib segera melakukan penyelidikan tambahan sesuai dengan

penuntut umum (pasal 110 ayat (3) KUHAP).

Jika dalam waktu 14 hari sejak permintaan berkas, penuntut

umum tidak menyampaikan pemberitahuan kepada penyidik tentang

kekurang lengkapan berkas atau penuntut umum tidak mengembalikan

berkas perkara kepada penyidik atau penuntut umum tidak

mengembalikan berkas perkara kepada penyidik atau belum lewat 14

hari (misalnya pada hari ke 9 atau hari ke 13) oleh penuntut umum

dinyatakan bahwa berkas perkara tersebut tahap kedua berakhirlah

tenggang waktu prapenuntut dan berahirlah menjadi tahap penuntut.

C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Lalu Lintas .

1. Pengertian tindak pidana.

Istilah tindak pidana merupakan istilah yang secara resmi di

gunakan dalam peraturan perundang–undangan. Kita telah menerjemahkan

Page 19: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

30

istilah strahbaar feit yang berasal dari KUHP indonesia dan peraturan

perundang–undangan pidana lainya dengan istilah tindak pidana.

Strahbaar feit terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar, dan feit. Straf

di terjemahkan dengan pidana dan hukum, perkataan bar di terjemahkan

dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit di terjemahkan

dengan kata tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. 19

Simon, guru besar ilmu hukum pidana di universitas utrecht

belanda, memberikan terjemanhan strahbaar feit sebagai perbuatan pidana.

Menurutnya, strahbaar feit adalah perbuatan melawan hukum yang

berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung

jawab. Selain itu Simon juga merumuskan strahbaar feit itu sebagai suatu

tindakan melanggar hukum yang telah di lakukan dengan sengaja ataupu

yang tidak di sengaja oleh seseorang yang di pertanggung jawabkan atas

tindakanya dan yang oleh undang–undang telah di nyatakan sebagai suatu

tindakan yang dapat di hukum. 20

Pompe terhadap istilah strahbaar feit memberikan dua macam

definisi yaitu definisi yang bersifat teoritis dan definisi yang bersifat

perundang – undangan. Menurutnya, yang bersifat teoritis adalah:

“strahbaar feit adalah suatu pelanggaran norma (ganguan terhadap tertip

hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah

dilakukan oleh suatu pelaku, dimana dalam menjatuhkan hukuman

19 Adami chayazawi. 2002. pelajaran hukum pidana, bagian I; stesel pidana, teori-teoripemidanaan & batas berlakunya hukum pidana. Jakarta. PT. Raja Grafindo persada. Hal. 69

20 Zainal Abidin Farid. 2007. hukum pidana I. Cetakan kedua. Jakarta. sinar grafik. Hal.224

Page 20: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

31

terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi tertib hukum dan terjaminya

kepentingan umum”21

Moeljatno merumuskan istilah strahbaar feit menjadi istilah

perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang di larang oleh

suatu aturan shukum yang di sertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 22

Selanjutnya, E.ultreht merumuskan strahbaar feit dengan istilah

pristiwa pidana yang sering juga di sebut delik, karena pristiwa itu suatu

perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen–

negatif, maupun akibatnya ( keadaan yang di timbulkan karena perbuatan

atau melalaikan itu ). 23

Berdasarkan uraian pendapat pakar hukum di atas, bisa di

simpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum

yang di lakukan oleh manusia. Baik dengan melakukan perbuatan yang

tidak di perbolehkan ataupun tidak melakukan perbuatan yang telah di

tetapakan dalam peraturan perundang–undangan yang berlaku yang di

sertai dengan ancaman sanksi berupa pidana.

a. Unsur–unsur tindak pidana

Perbuatan di katagorikan sebagai tindak pidana bila memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut:

a. Harus ada perbuatan manusia.

21 P.A.F Lamitang. Op. Cit. Hal.18222 Moeljatno. 2008. asas asas hukum pidana, cetakan kedelapan. jakarta. PT. Rineka

Cipta. Hal. 5923 Erdianto Efandi. 2001. hukum pidana indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama. Hal.

98

Page 21: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

32

b. Perbuatan manusia harus sesuai dengan perumusan pasal dari

undang-undang yang bersangkutan.

c. Perbuatan itu melawan hukum (tidak ada alasan pema’af).

d. Dapat di pertanggung jawabkan. 24

Pada dasarnya unsur-unsur tindak pidana dapat kita bagi menjadi dua

macam unsur yakni:

1. Unsur subyektif yaitu unsur – unsur yang melekat pada diri si

pelaku atau yang berhubungan dengan si pelaku, dan termasuk di

dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya,

unsur-unsur subyektif itu adalah:

a) Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa).

b) Maksud atau vornamen pada suatu percobaan atau puging

seperti yang di maksud di dalam pasal 53 ayat (1)KUHP

c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat

misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,

pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti

misalnya dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340

KUHP

e) Perasaan takut atau vress seperti antara lain yang terdapat di

dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.

24 Mapaung Landen. 2005. asas, teori, praktik hukum pidana. jakarta. sinar grafika. Hal.107

Page 22: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

33

2. Unsur obyektif yaitu unsur yang ada hubunganya dengan

keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan

tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. Unsur-unsur obyektif

dari sesuatu tindak pidana itu ialah:

a) Sifat yang melanggar hukum atau wederrechtelijkheid

b) Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang

pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415

KUHP atau “ keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari

suatu perseroan terbatas “di dalam kejahatan menurut pasal

398 KUHP

c) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 25

b. Jenis-jenis tindak pidana

Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,

antara lain sebagai berikut:

a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan

antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran

yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi

“kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar

bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III

melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana

di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.

25 Lamintang. 2011. Dasar-dasar hukum pidana indonesia. Bandung. Citra Aditia bakti.Hal. 193-194

Page 23: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

34

b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana

formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil

Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang

dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan

perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang

pencurian. Tindak Pidana materil adalah inti larangannya pada

menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang

menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung

jawabkan dan dipidana.

c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak

pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja

(culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang

diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP

(pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa

orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang

lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada

kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya

seseorang dan Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.

d) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif),

perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan

untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh

orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan

Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan

Page 24: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

35

menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni,

yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak

pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan

pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224, 304 dan 552 KUHP. Tindak

Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa

tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau

tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan

dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu

tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal. 26

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis

tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana

pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak

pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif

dan pasif.

2. Kejahatan

Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan

undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama

dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina,

memperkosa dan sebagainya disusun dalam buku II KUHP pasal 104

sampai dengan pasal 488.

Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan pasal 316 ayat (2) sebagai berikut:

26 Ibid. Hal. 25-27

Page 25: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

36

(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat(2),Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.

3. Pelanggaran

Pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-

undang namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara

langsung kepada orang lain, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan

sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya dimuat dalam buku

III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569.

Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan pasal 316 ayat (1) sebagai berikut:

(1)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1),Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289,Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302,Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.

Perbedaan Tindak pidana, Kejahaan dan Pelanggaran ialah tindak

pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum baik itu kejahatan

dan pelanggaran. Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan

dengan kepentingan hukum sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan

yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh

penguasa Negara. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan

(kesengajaan atau kelapaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh

jaksa, sedangkan jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah.

Page 26: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

37

4. Tindak pidana Lalu Lintas

Sebelumnya yang harus kita pahami terlebih dahulu adalah

pengertian lalu lintas. Lalu lintas merupakan gabungan dua kata yang

masing-masing dapat diartikan tersendiri. Menurut Poerwardarminta

dalam kamus bahasa indonesia mengatakan Lalu lintas adalah:

Berjalan bolak balik dan hilir mudik, perihal perjalanan di jalan,dan bagai mana perhubungan antara sebuah tempat dengan tempatlainya. Penulis berpendapat, bahwa lalu lintas adalah setiappemakai jalan baik perorangan maupun kelompok yangmenggunakan jalan baik sebgai suatu ruang gerak/jalan kaki atautampa alat penggerak/kendaraan. Apabila di lihat dari pengertianlalu lintas itu, tidak lain adalah menyangkut gerak perpindahanorang atau barang dari satu tempat menuju ke tempat yang laindengan menggunakan jalan sebagai sarana transportasi.27

Di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan pasal 1 ayat 2:

Lalu lintas didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan sedangkan yang dimaksud dengan ruanglalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerakpindah kendaraan, orang dan/atau barang yang berupa jalan ataufasilitas pendukung.

Sedangkan dalam Pasal 1 Angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa Kecelakaan

Lalu Lintas adalah

suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengajamelibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lainyang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian hartabenda.

Berdasarkan defenisi tentang kecelakaan bahwa kecelakaan lalu

lintas merupakan kejadian yang tidak disangka-sangka atau diduga dan

27 W.J.S.Poerwdarminta. 1999. Dalam kamus bahasa indonesia. Jakarta. Balai pustaka.Hal. 56

Page 27: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

38

tidak diinginkan disebabkan oleh kenderaan bermotor, terjadi di jalan raya,

atau tempat terbuka yang dijadikan sebagai sarana lalu lintas serta

mengakibatkan kerusakan, luka-luka, kematian manusia dan kerugian

harta benda.

Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut jumlah kendaraan

yang terlibat digolongkan menjadi:

a) Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan satu

kenderaan bermotor dan tidak melibatkan pemakai jalan lain,

contohnya seperti menabrak pohon, kendaraan tergelincir, dan

terguling akibat ban pecah.

b) Kecelakaan ganda, yaitu yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih

dari satu kenderaan bermotor atau dengan pejalan kaki yang

mengalami kecelakaan di waktu dan tempat yang bersamaan.

Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a) Angle (RA), tabrakan antara kenderaan yang bergerak pada arah

yang berbeda namun bukan dari arah yang berlawanan.

b) Rear-End (RE), kenderaan yang menabrak kenderaan lain yang

bergerak searah.

c) Sideswipe (Ss), kenderaan yang bergerak yang menabrak

kenderaan lain dari samping ketika kenderaan berjalan pada arah

yang sama atau pada arah yang berlainan.

Page 28: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

39

d) Head-On (Ho), kenderaan yang bertabrakan dari arah yang

berlawanan namun bukan Sideswipe, hal ini sering disebut

masyarakat luas suatu tabrakan dengan istilah adu kambing.

e) Backing, tabrakan yang terjadi pada saat kenderaan mundur dan

menabrak kenderaan lain ataupun sesuatu yang mengakbiatkan

kerugian. 28

Ismoyo Djati kecelakaan (accident) adalah kejadian yang tak

terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian di

mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan

menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan

luka-luka atau kematian manusia atau binatang. 29

Sedangkan menurut Djajoesman menyatakan bahwa kecelakaan

adalah kejadian yang tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dengan

akibat kematian, luka-luka atau kerusakan benda-benda. Kecelakaan dapat

didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tak tentu kapan

terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi dimana

seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

mereka. Filosofi penelitian kecelakaan menganggap kecelakaan sebagai

suatu peristiwa yang acak, dari dua aspek yaitu lokasi, dan waktu (Dirjen

Hubungan Darat DLLAJ, 1997). Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu

masalah yang perlu mendapatkan perhatian lebih besar, khususnya pada

jalan jalan tol yang sebenarnya telah di rancang sebagai jalan bebas

28 Ibid. Hal. 3729 Arfandi Sade. “Kecelakaan lalu lintas”. http://arfandisade-as.blogspot.co.id. [Di akses

tanggal 12 juni 2017]

Page 29: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

40

hambatan dan dilengkapi dengan fasilitas fasilitas untuk kenyamanan,

kelancaran dan keamanan bagi lalu lintas.30

Definisi kecelakaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor: 43

tahun 1993 pasal 93 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan adalah:

suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidakdisengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalanlainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian hartabenda. Korban kecelakaan lalu lintas sebagaiman dimaksud dalamhal ini adalah terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Korban Mati, korbanluka berat dan korban luka ringan.

Secara teknis kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai sutau

kejadian yang disebabkan oleh banyak faktor yang tidak sengaja terjadi.

Dalam pengertian secara sederhana, bahwa suatu kecelakaan lalu lintas

terjadi apabila semua faktor keadaan tersebut secara bersamaan pada satu

titik waktu tertentu bertepatan terjadi. Hal ini berarti memang sulit

meramalkan secara pasti dimana dan kapan suatu kecelakaan akan terjadi.

Kurangnya kesadaran membawa malapetaka, kesadaran adalah

kesadaran akan perbuatan. Sadar artinya merasa, tau atau ingat (kepada

keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari

pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan mengerti. Manusia

sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki

yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang

berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan

tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psykologi, umur serta

30 Sri Umbang Sulastri. “pengertian lalu lintas”. http://www.umbangs.blogspot.com. [Diakses tanggal 12 juni 2017]

Page 30: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

41

jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca,

penerangan/lampu jalan dan tata ruang.

Kesadaran pengguna harus timbul dari hati dan pikiran pengguna

itu sendiri, pemerintah hanya memfasilitasi dan membuata aturan agar

nyaman, selamat di jalan. Banyak pelanggaran yang sudah dilakukan oleh

pengguna jalan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan lalu lintas

adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya

sebagai jalur lintas umum sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur

kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebutuhan masyarakat

umum. Oleh kerena itu lalu lintas selalu identik pula dengan penerapan

tata tertib bermotor dalam menggunakan jalan raya.

Dengan demikian maka pelanggaran lalu lintas adalah pengabaian

terhadap tata tertib lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan

bermotor yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan

lainnya baik hilangnya nyawa maupun luka-luka. Olehnya kita mengetahui

bahwa kesadaran dalam berlalu lintas mesti ditingkatkan karena hal ini

akan sangat menyelamatkan kita dari kecelakaan berlalu lintas.

Kecelakaan lalu lintas sendiri di dalam pasal 229 ayat (1) sampai

ayat (5) UULLAJ digolongkan menjadi :

1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan.b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang atauc. Kecelakaan Lalu Lintas berat.

Page 31: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

42

2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagai mana di maksud pada ayat (1)huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakankendaraan dan atau/barang.

3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagai mana di maksud pada ayat (1)huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dankerusakan kendaraan dan/atau barang.

4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagai mana di maksud pada ayat (1)huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggaldunia atau luka berat.

5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagai mana di maksud pada ayat (1) disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, sertaketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan.

Dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas dapat

menimpa sekaligus atau hanya beberapa hanya diantaranya. Berikut

kondisi yang digunakan untuk mengklasifikasikan korban lalu lintas yaitu:

a) Meninggal dunia adalah korban kecelakaan lalu lintas yang

dipastikan meninggal dunia akibat kecelakaan laulintas dalam

jangka paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut.

b) Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya

menderita cacat tetap atau harus dirawat di inap di rumah sakit

dalam jangka lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu

kejadian digolongkan cacat tetap jika sesuatu anggota badan

hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat

pulih kembali untuk selama-lamanya (cacat permanen/seumur

hidup).

c) Luka ringan adalah korban yang mengalami luka-luka yang tidak

memerlukan rawat inap atau harus diinap lebih dari 30 hari. 31

31 Ibid. Hal. 38

Page 32: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

43

Selanjutnya ketentuan Pasal 230 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa

perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229

Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Aparat penegak

hukum dalam menangani perkara pidana lalu lintas dapat melakukan

tindakan represif yaitu tindakan yang pada prinsipnya didasarkan para

peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP, namun dalam

hal tertentu tindakan represif tidak harus didasarkan pada peraturan

perundang- undangan dapat juga dibenarkan oleh Pengadilan.

Salah satu tindak pidana concursus dalam kecelakaan lalu lintas,

Sebagaimana dalam pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009.

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibatkecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikankendaraannya, tidak memberi pertolongan, atau tidak melaporkankecelakaan lalu lintas kepada kepolisian negara republik Indonesiaterdekat sebagaimana dimaksud dalam pasal 231ayat (1) huruf a,huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidanapenjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,(tujuh puluh lima juta rupiah).

Hal tersebut menunjukkan bahwa kelalaian hanya merupakan salah satu

unsur dari tabrak lari. Kemudian lari merupakan unsur dari kesengajaan,

yakni mengabaikan tanggung jawab setelah terjadinya kecelakaan.

Sehingga tidak dapat disebut tabrak lari jika tidak terdapat unsur lalai

sebagai perwujudan dari kecelakaan, dan melarikan diri.

Terdapat kata “dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya,

tidak memberi pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas

Page 33: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

44

kepada kepolisian negara republik Indonesia terdekat..” dalam pasal 312 di

atas. Kata tersebut secara tegas menyebutkan apabila perbuatan tersebut

dilakukan merupakan tindak kejahatan tabrak lari. Ketentuan tersebut

menjadi dasar apabila pengendara yang terlibat kecelakaan tidak berhenti,

tidak menolong korban, atau tidak melapor kepada pihak kepolisian maka

perbuatan pengemudi tersebut adalah tabrak lari.

Mengenai seseorang yang perlu ditolong, sebelum

diundangkannya UU lalu lintas telah ada ketentuan yang mengaturnya,

yakni dalam pasal 531 KUHP sebagai berikut:

Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedangmenghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikanpadanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atauorang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengankurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratusrupiah. 32

Sedangkan pembunuhan berencana sendiri telah diatur dalam pasal 340

KUHP, sebagai berikut:

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampasnyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atauselama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Sebagaimana juga diatur dalam pasal 311 UU No 22 Tahun 2009, sebagai

berikut:

1. setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraanbermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan baginyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan

32 Moeljatno. Kitap undang-undang hukum pidana. Op. Cit. Hal.193

Page 34: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

45

kendaraan dan /atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal229 ayat (2), pelaku dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahunatau denda paling banyak Rp 4.000.000,00

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan kecelakaan Lalu Lintas dengan korban lukaringan dan kerusakan kendaraan dan /atau barang sebagaimanadimaksud dalam pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda palingbanyak Rp 8.000.000,00

4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka beratsebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (4), pelaku dipidanadengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda palingbanyak Rp 20.000.000,00

5. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidanadengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda palingbanyak Rp 24.000.000,00.

Berbeda halnya dengan tabrak lari yang mengandung unsur

kelalaian dan kesengajaan, kelalaian atau kealpaan sendiri merupakan

sikap yang kurang hati-hati sehingga mengakibatkan kerugian bagi orang

lain.33 Kealpaan diantaranya diatur dalam pasal 359 KUHP, disebutkan

bahwa:

Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun ataukurungan paling lama satu tahun.

Sebagaimana pasal 316 ayat (1) adalah pelanggaran (2) adalah kejahatan.

Tabrak lari pada mulanya adalah tindak pelanggaran yang mengakibatkan

ruginya seseorang Yakni menabrak karena kelalaian, yang mana perbuatan

tersebut tidak diinginkan oleh pelaku atau tidak ada niat untuk melakukan.

Kemudian terdapat unsur kesengajaan yang merupakan bagian dari unsur

33 Sudarto. hukum pidana I. Op. Cit. Hal. 125

Page 35: Bandung .Citra Aditya - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37751/3/jiptummpp-gdl-msyafrulla-50181-3-babii.pdf · ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang

46

tabrak lari, yakni pengemudi tidak menghentikan kendaraannya, tidak

menolong, tidak melapor ke polisi terdekat.

Dari penjelasan di atas tabrak lari dalam UU No. 22 Tahun 2009

diatur secara terpisah, yakni dengan sengaja menyebabkan kecelakaan

diatur dalam pasal 311 dan tindakan melarikan diri dalam pasal 312.

Demikian dapat dikatakan bahwa tabrak lari merupakan perbarengan

tindak pidana (Concursus), yang mana melanggar pasal 311 mengenai

kesengajaan dalam berkendara, kemudian melanggar pasal 312 yakni

meninggalkan korbannya atau tidak melapor ke Kepolisian terdekat.

Mengenai Concurcus dari tindakan tabrak lari tergolong sebagai

Concurcus realis, karena terdapat dua kejadian, yakni menabrak dan

meninggalkan korbanya.