@ukdwsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. karenanya dalam dialog...

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Agama adalah untuk dan oleh manusia. Agama adalah jalan manusia mengenal Tuhannya. Melalui agama, manusia mendapatkan pedoman-pedoman menjalani hidupnya. Agama seharusnya dapat membantu penganutnya memperoleh kedamaian. Untuk itu, seharusnya agama bermanfaat bagi manusia. Faktanya, agama tidak dirasakan manfaatnya sebagaimana mestinya. Agama tidak selalu membawa kedamaian tetapi ketidakadilan, ketakutan, dan permusuhan. Seperti yang terjadi di Indonesia, menurut pemantauan the Wahid Institute, pada tahun 2013 terjadi sebanyak 245 kasus atau peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB). Wilayah yang paling banyak kasus intoleransi antar umat beragama adalah Jawa Barat (40 kasus). Bentuk intoleransi yang paling banyak dilakukan adalah menghambat/melarang/penyegelan rumah ibadah (28 kasus), kemudian diikuti pemaksaan keyakinan (19 kasus), melarang/menghentikan kegiatan keagamaan (15 kasus), dan pada peringkat empat kriminalisasi atas dasar agama (14 kasus). Pelaku intoleransi yang dilakukan oleh negara paling banyak dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten (32 tindakan). Pada peringkat kedua, dengan jumlah yang tidak jauh berbeda yaitu 30 tindakan, dilakukan oleh aparat kepolisian. Sementara pelaku intoleransi dari aktor non-negara paling tinggi dilakukan oleh pelaku kelompok: masa tanpa identitas (57 tindakan), pelaku institusi: MUI (18 tindakan), pelaku individu: tidak teridentifikasi (11 tindakan). Korban intoleransi dibagi menjadi tiga yaitu korban institusi, korban individu, dan korban kelompok. Yang melibatkan negara, korban institusi paling banyak jumlahnya yaitu gereja. Sedangkan korban individu dan kelompok paling banyak yaitu Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sedangkan yang melibatkan aktor non-negara, korban institusi paling banyak adalah gereja. Korban kelompok paling banyak diderita oleh jemaat Syiah, dan korban individu paling banyak adalah anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia. 1 Konflik antar agama yang terjadi, atau dapat dikatakan konflik yang mengatas namakan agama yang terjadi di Indonesia terjadi karena beberapa sebab. Konflik tersebut bisa terjadi karena faktor historis yaitu ingatan dan trauma pada masa kolonial di mana kemudian menimbulkan 1 The Wahid Institute, Laporan Tahunan: Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2013, (Jakarta: The Wahid Institute, 2014), h. 23-29 @UKDW

Upload: duongtram

Post on 25-Jul-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Agama adalah untuk dan oleh manusia. Agama adalah jalan manusia mengenal Tuhannya.

Melalui agama, manusia mendapatkan pedoman-pedoman menjalani hidupnya. Agama

seharusnya dapat membantu penganutnya memperoleh kedamaian. Untuk itu, seharusnya agama

bermanfaat bagi manusia. Faktanya, agama tidak dirasakan manfaatnya sebagaimana mestinya.

Agama tidak selalu membawa kedamaian tetapi ketidakadilan, ketakutan, dan permusuhan.

Seperti yang terjadi di Indonesia, menurut pemantauan the Wahid Institute, pada tahun 2013

terjadi sebanyak 245 kasus atau peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

(KBB). Wilayah yang paling banyak kasus intoleransi antar umat beragama adalah Jawa Barat

(40 kasus). Bentuk intoleransi yang paling banyak dilakukan adalah

menghambat/melarang/penyegelan rumah ibadah (28 kasus), kemudian diikuti pemaksaan

keyakinan (19 kasus), melarang/menghentikan kegiatan keagamaan (15 kasus), dan pada

peringkat empat kriminalisasi atas dasar agama (14 kasus). Pelaku intoleransi yang dilakukan

oleh negara paling banyak dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten (32 tindakan). Pada

peringkat kedua, dengan jumlah yang tidak jauh berbeda yaitu 30 tindakan, dilakukan oleh aparat

kepolisian. Sementara pelaku intoleransi dari aktor non-negara paling tinggi dilakukan oleh

pelaku kelompok: masa tanpa identitas (57 tindakan), pelaku institusi: MUI (18 tindakan),

pelaku individu: tidak teridentifikasi (11 tindakan). Korban intoleransi dibagi menjadi tiga yaitu

korban institusi, korban individu, dan korban kelompok. Yang melibatkan negara, korban

institusi paling banyak jumlahnya yaitu gereja. Sedangkan korban individu dan kelompok paling

banyak yaitu Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sedangkan yang melibatkan aktor non-negara,

korban institusi paling banyak adalah gereja. Korban kelompok paling banyak diderita oleh

jemaat Syiah, dan korban individu paling banyak adalah anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.1

Konflik antar agama yang terjadi, atau dapat dikatakan konflik yang mengatas namakan agama

yang terjadi di Indonesia terjadi karena beberapa sebab. Konflik tersebut bisa terjadi karena

faktor historis yaitu ingatan dan trauma pada masa kolonial di mana kemudian menimbulkan

1 The Wahid Institute, Laporan Tahunan: Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2013,

(Jakarta: The Wahid Institute, 2014), h. 23-29

@UKDW

Page 2: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

2

prasangka dan kecurigaan Kristenisasi dan Islamisasi. Di era modern saat ini segala media

‘penyebar’ berita seperti televisi, radio, internet yang menyebarkan berita-berita konflik antar

agama juga sedikit banyak mempengaruhi prasangka antar warga yang dapat memicu tumbuhnya

kekerasan di berbagai daerah di Indonesia. Prasangka dan kecurigaan agama yang satu dengan

yang lainnya bertumbuh subur. Hal ini merambah pada permasalah identitas serta konteks sosial.

Apakah anda Kristen atau Islam akan menjadi masalah tersendiri jika anda tinggal di Ambon

atau Poso.2

Selain agama, Indonesia juga memiliki beragam bahasa daerah, suku, budaya dan makanan khas.

Gus Dur mengungkapkan bahwa keberagaman makanan khas yang dimiliki Indonesia

merupakan fakta bahwa pluralisme merupakan rahmat Tuhan. Tidak mungkin ditiadakan, karena

merupakan realita pemberian Ilahi.3 Keberagaman Indonesia dapat menjadi berkat kekayaan

tersendiri bagi Indonesia, tetapi juga rentan akan konflik. Keanekaragaman yang ada tidak dilihat

sebagai realita rahmat Tuhan tetapi sebagai musuh besar dari kesatuan yang diidentikan dengan

keseragaman. Yang berbeda dipaksa untuk menjadi sama.

Berkaitan dengan persoalan antar agama, diperlukan adanya dialog. Hans Kung seperti dikutip

oleh Robert B. Baowollo mengatakan bahwa tidak ada keberlangsungan hidup umat manusia

tanpa sebuah etos global, tidak ada perdamaian dunia tanpa ada perdamaian di antara agama-

agama, tidak ada perdamaian di antara agama-agama tanpa ada dialog antar agama.4 Dialog

sejatinya adalah proses komunikasi dua arah. Menuntut kedua atau beberapa pihak untuk saling

mengutarakan pemikiran dan saling mendengarkan, sehingga dibutuhkan keterbukaan satu

dengan yang lainnya dengan landasan saling menghargai. Paul F. Knitter dalam bukunya Jesus

and The Other Names, menyebut dialog yang saling menghargai itu dengan sebutan dialog

korelasional. Dialog model korelasional ini berlandaskan pada persamaan dan menghargai satu

dengan yang lainnya. Dialog ini dapat terjadi hanya bila berangkat dari keyakinan yang teguh

seseorang akan agamanya. Keyakinan iman ini yang dibagikan kepada mereka yang dari agama

2 Robert B. Baowollo, Menggugat Tanggung Jawab Agama-Agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia; Sebuah

dialog antara Franz Magnis-Suseno, SJ, M. Amin Abdullah, K. H Said Aqiel Siradj, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h.

36-46 3 K. H Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan Canda Gus Dur, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. 149

4 Robert B. Baowollo, Menggugat Tanggung Jawab Agama-Agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia; Sebuah

dialog antara Franz Magnis-Suseno, SJ, M. Amin Abdullah, K. H Said Aqiel Siradj, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 34

@UKDW

Page 3: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

3

lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai

karena bisa jadi apa yang diutarakan oleh ‘yang lain‘ itu akan terasa sangat asing.5

Namun, dialog antar agama ini masih menjadi hal yang asing, terutama di Indonesia yang rawan

konflik antar agama. Seperti misal di konteks kota Cirebon6, konteks di mana gereja asal penulis

berada. Dialog antar agama tidak terlalu ‘diminati’ oleh orang-orang Kristiani di kota Cirebon.

Hanya beberapa orang saja yang aktif untuk mengikuti kegiatan dialog antar umat beragama.

Orang-orang yang aktif tersebut dari kalangan gereja-gereja arus utama seperti Lutheran dan

Calvinis, sedangkan mereka yang dari kalangan Karismatik, Pantekosta, Injili tidak aktif dalam

kegiatan dialog antar agama tersebut. Mereka baru mau berdialog ketika ada ancaman dari

GAPAS (Gerakan Anti Permutadan dan Aliran Sesat, salah satu ormas Islam garis keras di

Cirebon). Dialog yang dibangun tidak bertujuan untuk menghadapi suatu permasalahan

kemanusiaan tertentu, tetapi untuk menyelesaikan masalah atau ketakutan yang ditimbulkan dari

ancaman yang ditujukan pada mereka. Dengan kata lain, dialog untuk menyelesaikan masalah

mereka sendiri.

Kaum eksklusif baik dari kalangan Kristen maupun Islam tidak dapat bertemu dalam satu dialog

yang bersahabat demi kepentingan masyarakat. Sebab, bagi keduanya, dialog adalah untuk

mengalahkan yang lainnya, dan yang terpenting agar masuk ke dalam ‘agama saya‘. Bagi kaum

eksklusif Kristen, di luar Yesus tidak ada keselamatan. Adanya ajaran agama lain dicurigai untuk

menarik seseorang berpindah kepada agama lain tersebut. Pemahaman ini terlihat dari beberapa

pengalaman Pdt. Sugeng Daryadi dalam memimpin PGIS (Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia

Setempat). Beliau bercerita bahwa pernah kelompok eksklusif Kristen mengutarakan sebuah

usulan program di mana dalam rangka misi penginjilan, akan diadakan gerakan menginjili

keluarga terutama pembantu. Tentu saja sebagai tokoh pluralis, Pdt. Sugeng menentang hal

tersebut dengan mengutarakan beberapa alasan sehingga akhirnya rencana tersebut tidak jadi

dilaksanakan. Pengalaman lainnya adalah ketika beliau diundang oleh sebuah gereja Pantekosta

di Cirebon dalam acaranya yang mengundang seorang pembicara dari aliran Karismatik. Isi

pembicaraannya adalah bagaimana caranya mengkristenkan Indonesia di mana setiap orang

Kristen dilatih untuk menginjili teman-teman dekatnya. Hal ini dilakukan dengan berlandaskan

5 Paul F. Knitter, Jesus and The Other Names; Christian Mission and Global Responsibility, (Maryknoll, N. Y: Orbis

Books, 1996), h. 23-24 6 Konteks dialog antar agama di kota Cirebon ini merupakan hasil wawancara via telepon dengan Pdt. Sugeng

Daryadi pada tanggal 28 April 2014, pukul 20.00 WIB. Beliau adalah ketua PGIS (Persatuan Gereja-Gereja di

Indonesia Setempat) Cirebon periode (2002-2009, 2014-2019). Beliau juga adalah ketua forum lintas agama, yaitu

Forum Sabtuan.

@UKDW

Page 4: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

4

Matius 28:19-20. Bagi siapa yang berhasil melaksanakannya akan mendapat imbalan

kesempatan bersekolah secara gratis. Di Cirebon pun ada sebuah radio milik aliran Karismatik

yang juga menjadi sarana penginjilan. Hal ini membuat kalangan Islam, terutama kelompok

Islam eksklusif menjadi gerah.

Dengan pemahaman dan pandangan yang demikian, dialog antar agama di Cirebon hanya terjadi

di kalangan moderat, terutama moderat Kristen dan moderat Islam. Yang juga menjadi

keprihatinan tersendiri, FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) tidak mendukung

terciptanya kesatuan sesuai nama yang disandangnya. FKUB hanya menjadi semacam stempel,

maksudnya tugas FKUB hanya mensahkan/tidaknya sebuah tempat ibadah. Mereka tidak mau

memfasilitasi adanya dialog, meski sudah diberi masukan demikian. Sebenarnya tidak terlalu

mengherankan, karena sebagian besar pengurus FKUB di kota Cirebon adalah kalangan

eksklusif sekalipun ada yang dari kelompok NU (Nahdlatul Ulama). Namun, hal ini tentu

membahayakan cita-cita kesatuan antar umat beragama. ‘Kesatuan Umat Beragama‘ hanya

menjadi label kosong, karena kegiatan yang ditunjukkan tidak mencerminkan namanya.

Terlihat bahwa hingga saat ini di kalangan Kristen masih terdapat pemahaman bahwa misi utama

umat Kristen adalah menjadikan orang sebagai murid Kristus. Menjadikan murid tidak ada lain

artinya selain membaptisnya. Yang kemudian juga dipahami mengkristenkan orang-orang non

Kristen. Kecurigaan kristenisasi menjadi sangat beralasan di kalangan non Kristen (khususnya

kalangan Islam eksklusif).

Konteks kota Cirebon menjadi salah satu konteks konkret potret kehidupan relasi antar agama di

Indonesia. Konflik antar agama, khususnya antara Islam dengan Kristen, bukanlah sebuah

potensi lagi tetapi memang sudah kerap terjadi. Sayangnya, melihat fakta yang demikian belum

juga mampu menggerakkan kesadaran semua gereja-gereja di Cirebon untuk membangun suatu

relasi yang baik melalui dialog antar agama demi terciptanya perdamaian dan kesejahteraan

masyarakat. Di tengah keadaan yang rawan konflik antar agama ini, sebaiknya misi Kristen yang

mengutamakan orang untuk menjadi Kristen ditinjau ulang. Menurut KH Marzuki Wahid7, Jawa

Barat merupakan provinsi yang bertengger pada peringkat pertama se-Indonesia berkenaan

7 Beliau adalah Pengurus Harian Yayasan Fahmina (sebuah lembaga yang bergerak dalam persoalan dialog antar

agama , pembelaan hak dan perlindungan perempuan, serta kajian budaya lokal) dan Deputi Rektor ISIF (Institut

Studi Islam Fahmina) Cirebon

@UKDW

Page 5: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

5

dengan persoalan kasus tindak kekerasan atas nama agama sepanjang tahun 2013.8 Sebagai salah

satu kota yang berada di provinsi Jawa Barat, tentunya permasalahan di kota Cirebon turut andil

dalam menambah jumlah kasus konflik antar agama di Jawa Barat. Tinjauan ulang terhadap misi

Kristen tentu menjadi kebutuhan yang semakin mendesak.

Yang juga menjadi keprihatinan adalah peran pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh FKUB.

FKUB sebagai lembaga pemerintah tidak membantu membuka jalan untuk terciptanya

perdamaian antar agama dengan memfasilitasi dialog antar agama. Menurut keterangan Pdt.

Sugeng, ini dikarenakan mereka yang duduk sebagai pengurus di FKUB (khususnya kota

Cirebon) dari keseluruhan yaitu 17 orang pengurus, 12 diantaranya dari kalangan Islam

fundamental. Sesuai dengan peraturan pemerintah di mana agama mayoritas berarti juga

memiliki ‘kursi‘ mayoritas dalam kepengurusan FKUB. Agama selain Islam hanya mendapat

satu kursi. Menjadi bahaya tersendiri karena ternyata golongan fundamental yang eksklusif

memegang kebijakan bagi masyarakat banyak yang berbeda agama dengannya. Mereka memiliki

kuasa yang dapat menentukan keputusan seperti apa yang hendak diputuskan atau diambil.

Berkenaan dengan dialog antar agama, dalam bukunya yang berjudul Jesus and The Other

Names, Paul F. Knitter menawarkan satu cara berpikir yang unik. Ia menawarkan tentang dialog

antar agama dengan keunikan Yesus sebagai ‘jalan keselamatan‘ itu menjadi dasar atau titik

berangkat menuju dialog dengan ‘yang lain‘. Baginya, Yesus sebagai ‘jalan keselamatan‘

seharusnya tidak hanya dipahami sebagai ajaran dan tradisi gereja. Lebih dari pada itu, Yesus

sebagai ‘jalan keselamatan‘ menunjukkan Allah yang bertindak dengan kasihNya untuk seluruh

umat manusia Menjadi pengikut Kristus yang sejati berarti meneladani apa yang dilakukanNya,

apa yang sudah diteladankanNya. Oleh karena itu, ayat-ayat yang mengungkapkan Yesus

sebagai ‘jalan keselamatan satu-satunya‘ (misal 1 Kor 8:6, Yoh 1: 18, Yoh 14: 6, Kis 4: 12)

seharusnya tidak dipahami secara sempit. Jika ‘jalan keselamatan satu-satunya‘ dipakai untuk

mengungkapkan eksklusifitas, maka menurut Knitter ayat-ayat tersebut telah disalahgunakan.9

Menjadi pengikut Yesus yang setia adalah dengan meneladaniNya. ‘Jalan keselamatan satu-

satunya‘ jika tidak diikuti dengan suatu tindakan kasih yang membebaskan dari pengikut Kristus

maka hanya menjadi sesuatu yang kosong, yang hampa, tidak ada artinya. Tindakan kasih yang

8CP-08, Fahmina: Tahun 2013, Cirebon Banyak Diwarnai Konflik Kekerasan Atas Nama Agama, 01 Januari 2014,

dalam http://cirebonpost.com/index.php/component/k2/item/642-fahmina-tahun-2013-jawa-barat-banyak-

diwarnai-konflik-kekerasan-atas-nama-agama, diakses pada 06 Mei 2014 9 Paul F. Knitter, Jesus and The Other Names; Christian Mission and Global Responsibility, (Maryknoll, N. Y: Orbis

Books, 1996), h. 66-68

@UKDW

Page 6: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

6

membebaskan ini terwujud dalam dialog korelasional dan tanggung jawab global umat Kristen

bersama dengan umat beragama lainnya.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dialog yang terjadi antar agama, menurut Knitter,

merupakan dialog yang korelasional. Dialog ini menuntut masing-masing pihak yang berdialog

untuk mau saling mendengarkan dengan kerendahan hati di samping memberi kesaksian

mengenai kebenaran agamanya. Namun dialog korelasional antar agama tidak hanya

mendialogkan mengenai kebenaran agama masing-masing. Bagi Knitter, dialog tersebut juga

harus menjadi dialog yang membebaskan. Para pemeluk agama harus bisa menengok dan

bertindak untuk mereka yang menderita, baik manusia maupun alam ini. Inilah yang disebut

Knitter sebagai tanggung jawab global, artinya komitmen bersama untuk mencapai kesejahteraan

manusia dan lingkungan.10

Inilah nilai universal, berlaku bagi semua umat beragama di mana

hanya ada satu bumi dan semua agama hadir di sana sehingga memiliki tanggung jawab bersama

untuk bumi yang menderita. Inilah yang diungkapkan Knitter dalam bukunya yang berjudul Satu

Bumi Banyak Agama. Oleh karenanya, jika membahas buku Knitter yaitu Jesus and The Other

Names tidak akan lengkap jika tanpa membahas Satu Bumi Banyak Agama.

Sayangnya, di kota Cirebon, dialog yang terjadi antar umat beragama masih jarang mengangkat

masalah ekologi untuk dibahas bersama dalam dialog antar umat beragama. Ketika antar umat

beragama bertemu dalam dialog, masalah yang banyak dibahas adalah menanggulangi masalah

konflik agama khususnya Islam-Kristen. Kepolisian sendiri seakan ‘ogah-ogahan‘ untuk

menanggulangi konflik agama di Cirebon. Misal, kasus di gereja asal penulis, GKI Pamitran,

yang didatangi FPI saat berlangsung ibadah Minggu. FPI mengatakan bahwa GKI Pamitran tidak

memiliki ijin membangun gereja. Untuk itu tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan ibadah.

Memang saat itu (sekitar tahun 2010, bahkan sebenarnya sejak tahun 1989 hingga kini) GKI

Pamitran ‘terpaksa’ masih mengadakan kegiatan gereja di kapel SD BPK Penabur Cirebon di

Jalan Kromong. Penulis katakan ‘terpaksa’ sebab hingga saat ini, GKI Pamitran, yang

sebenarnya sudah memiliki tanah daerah Sukalila, tidak mendapat ijin membangun gedung

gereja dari masyarakat setempat. Padahal permasalahan ini telah digumuli sejak tahun 1989.

Ketika itu, FPI mengancam jika minggu depan masih mengadakan ibadah di kapel SD BPK

Penabur tersebut, maka FPI akan memporak-porandakan gereja. Ketika pendeta setempat

meminta bantuan kepada kepolisian, kepolisian menolak dengan halus. Hingga akhirnya banser

10

Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama; Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab Global, terj: Nico A.

Likumahuwa, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), h. 80

@UKDW

Page 7: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

7

NU yang bergerak mengamankan jalannya ibadah di minggu berikutnya setelah kedatangan FPI.

Keengganan aparat kepolisian berhadapan dengan konflik antar umat beragama semakin terasa

ketika markas Kepolisian Resor Cirebon menjadi sasaran bom bunuh diri pada April 2011.

Fokus perhatian masih lebih banyak diberikan kepada manusia yang lain yang menderita, belum

mencakup masalah ekologi. Bisa jadi ini karena konflik antar umat beragama berdampak pada

rasa aman sehingga lebih nyata dirasakan kebutuhannya ketimbang persoalan ekologi yang

dampaknya masih dirasa beberapa tahun ke depan. Padahal, seperti apa yang Knitter katakan,

dialog antar umat beragama belum cukup bahkan tidak efektif jika tidak menyangkut

pembebasan terhadap bumi yang juga menderita.

Salah satu masalah lingkungan di Jawa Barat yang juga melanda Cirebon adalah masalah banjir.

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), pada tahun 2014 ini Jawa Barat akan

mengalami cuaca yang ekstrem. Cuaca ekstrem ini ditandai dengan curah hujan yang tinggi dan

perbedaan suhu yang tajam. Berbagai daerah di Jawa Barat dilanda banjir, seperti Kabupaten

Bandung, Subang, Indramayu, Cirebon, Bekasi, Depok. Curah hujan yang tinggi bukanlah

penyebab utama dari banjir yang terjadi di berbagai daerah tersebut. Curah hujan yang tinggi

merupakan penyebab pendukung dari penyebab utama banjir. Penyebab utama banjir menurut

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat (WALHI Jabar) yaitu buruknya tata kelola

ruang dan lingkungan hidup di daerah bantaran sungai, serta salah urus Daerah Aliran Sungai

(DAS) utama di Jawa Barat. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak

memberikan perlindungan terhadap infrastruktur alam yang menopang daya dukung dan

keberlanjutan wilayah.11

Berkaitan dengan banjir di Jawa Barat, banjir yang terjadi menyebabkan berbagai kerugian, yaitu

kerugian waktu, tenaga, uang bahkan dapat menyebabkan hilangnya nyawa manusia. Banjir yang

menggenangi jalur pantura khususnya di Indramayu dan Cirebon (sebagai jalur lintas provinsi)

menyebabkan jalan-jalan di jalur pantura rusak parah. Air yang menggenang (baca: banjir)

menggerus aspal sehingga menyebabkan jalan-jalan berlubang. Jalan-jalan yang berlubang ini

dapat menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Jalan yang berlubang juga menyebabkan

11

WALHI, Banjir Akibat Dari Salah Urus Ruang dan Tata Kelola Lingkungan Hidup, dalam

http://www.walhijabar.org/banjir-akibat-dari-salah-urus-ruang-dan-tata-kelola-lingkungan-hidup/, diakses pada

05 September 2014

@UKDW

Page 8: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

8

kemacetan parah karena ada truk yang mogok. Hampir setiap hari dapat dipastikan ada saja truk

tronton yang mogok karena ban pecah atau as patah akibat jalan berlubang.12

Dari segi ekonomi, kemacetan di jalur pantura ini merugikan para pengusaha. Waktu tempuh

yang dibutuhkan untuk mendistribusikan barang menjadi semakin panjang. Waktu tempuh

normal Cirebon-Bandung yaitu tiga jam, tetapi karena macet dan jalan yang berlubang ini

menyebabkan waktu tempuh menjadi enam jam. Lebih panjangnya waktu tempuh ini

menyebabkan biaya yang dibutuhkan, misal untuk bahan bakar, menjadi bertambah. Ini tentu

saja mempengaruhi harga barang di pasaran. Harga barang menjadi tinggi (mahal). Di kalangan

pengusaha angkutan, terutama bus, juga mengeluhkan kerugian yang dideritanya akibat jalur

pantura yang rusak dan macet akibat banjir. Mereka mengalami penurunan pendapatan sebab

penumpang kebanyakan beralih pada sarana transportasi lain untuk Bandung-Cirebon.

Penurunan pendapatan ini juga berdampak pada kesulitan para pengusaha bus untuk menutup

biaya operasional bus.13

Masalah banjir merupakan satu permasalahan yang menambah daftar permasalahan lingkungan

di Cirebon yang telah ada sebelumnya, seperti misal masalah rendahnya kepedulian terhadap

mangrove di pesisir pantai Cirebon14

dan artikel dari WALHI pada tahun 2008 mengenai

menurunnya hasil udang akibat pengelolaan budidaya yang tidak tepat, abrasi laut yang

menghancurkan tambak udang, serta limbah industri yang mencemari air laut. Menurut artikel

tersebut, Cirebon telah ‘kehilangan’ predikatnya sebagai Kota Udang.15

Permasalahan lingkungan ini tidak bisa hanya diserahkan kepada satu pihak saja, yaitu

pemerintah. Permasalahan lingkungan juga merupakan tanggung jawab orang beragama.

Permasalahan lingkungan merupakan satu hal yang dapat menjadi keprihatinan bersama

(common concern) bagi setiap orang dari berbagai agama dan kepercayaan. Keprihatinan

bersama ini menjadi semacam penggerak bagi dialog korelasional antar umat beragama yang

bertanggung jawab terhadap bumi, sehingga dialog antar umat agama yang demikian dapat

12

Farid Firdaus, dkk, Jalur Pantura Rusak Parah, 17 April 2014, dalam http://www.koran-sindo.com/node/362174

diakses pada 05 September 2014 13

Adi Ginanjar Maulana, Kerusakan Jalur Bandung-Cirebon Hambat Distribusi Barang, 12 Juni 2014, dalam

http://kabar24.bisnis.com/read/20140612/78/235475/kerusakan-jalur-bandung-cirebon-hambat-distribusi-barang

diakses pada 05 September 2014 14

Ari Lukman dkk, “Analisis Kerusakan Mangrove Akibat Aktifitas Penduduk di Pesisir Kota Cirebon”, Antologi

Geografi vol. 1, edisi 2 Oktober 2013, h. 5-9 15

Asep Saefullah, Cirebon, Kota Udang yang Pudar, 16 Januari 2008, dalam

http://walhijabar.wordpress.com/2008/01/16/cirebon-kota-udang-yang-pudar/ diakses pada 05 September 2014

@UKDW

Page 9: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

9

berjalan dengan efektif. Dialog antar umat beragama dapat menjadi dialog yang benar-benar

membebaskan dan mentransformasi bumi ini menjadi lebih baik.

Pada konteks Kota Cirebon, yang terjadi adalah relasi antar agama yang tidak berjalan baik

terutama kalangan Islam eksklusif dengan orang-orang Kristen. Jangankan berdialog, bertemu

saja enggan. Ada kecurigaan Kristenisasi yang sebenarnya kecurigaan ini termasuk beralasan

karena dari kalangan Kristen eksklusif bagi kalangan Islam eksklusif jelas melakukan usaha

Kristenisasi tersebut, misal melalui siaran radio yang dimiliki dijadikan sarana penginjilan.

Relasi yang buruk ini tidak lepas juga dari pengaruh intern umat Kristen sendiri di mana masih

ada paham misi Kristenisasi yang terus diajarkan kepada jemaat awamnya. Namun di sisi lain, di

kalangan umat Kristen pun ada ketakutan terhadap kalangan Islam (khususnya kelompok Islam

eksklusif yang diwakili oleh FPI dan GAPAS). Islam dipandang identik dengan kekerasan baik

fisik maupun tekanan psikologis. Tentunya yang terjadi adalah jurang relasi yang lebar di antara

dua agama Abrahamik ini.

Tidak heran jika relasi yang ada tidak berjalan baik karena di antara relasi antar umat beragama

dibangun tembok kecurigaan dan juga eksklusifitas. Tembok eksklusifitas ini membuat orang

beragama memandang bahwa agamanyalah yang paling benar sementara yang lain salah bahkan

tidak memperoleh keselamatan. Hanya melalui agamanya-lah orang dapat memperoleh

keselamatan. Seorang yang memeluk agama tertentu memang harus memiliki keyakinan iman

yang teguh mengenai kebenaran agamanya, tetapi bagaimana jika kebenaran itu dipertemukan

dengan ‘yang dianggap kebenaran’ juga oleh yang lain? Dengan demikian, bagaimana dapat

bertanggung jawab terhadap bumi bersama dengan yang lain?

Dengan konteks kota Cirebon yang rawan konflik agama, pemikiran Paul F. Knitter terutama

dalam bukunya Jesus and The Other Names dan Satu Bumi Banyak Agama dirasa cocok oleh

penulis untuk memberikan tambahan wawasan bagi umat Kristen di kota Cirebon. Diharapkan

pendekatan Paul F. Knitter melalui dialog korelasional dapat membuat umat beragama,

khususnya umat Kristen di kota Cirebon, dapat terbuka dan menerima keberagaman ‘klaim

kebenaran‘. Juga dengan tambahan ‘bertanggung jawab terhadap bumi‘ dapat mengingatkan

bahwa juga ada tanggung jawab yang diemban untuk memperhatikan dan memelihara masalah

eko-manusiawi. Dengan demikian, umat Kristen di Kota Cirebon dapat membangun relasi yang

baik dengan umat beragama lain dengan dialog korelasional yang bertanggung jawab terhadap

bumi.

@UKDW

Page 10: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

10

Penulis memilih Paul F. Knitter karena ia adalah seorang yang ahli di bidang pluralisme agama.

Beliau adalah seorang profesor studi interreligius pada Seminari Union Theology di New York.

Paul F. Knitter tidak hanya ahli dalam studi interreligius tersebut, namun lebih dari pada itu

selama 40 tahun lebih, beliau juga menghidupi (living) realita plural dalam hidupnya. Ini terlihat

dari bagaimana beliau menceritakan pengalaman hidupnya bersama dengan umat beragama

lain.16

Ia menyebut perjalanan hidupnya tersebut sebagai perjalanan hidup yang dialogis.17

Paul

F. Knitter telah berhasil merumuskan sebuah kristologi yang pluralis di mana kristologi selama

ini merupakan pembahasan yang dihindari dalam pertemuan dengan ‘kebenaran’ yang lain (baca:

dialog antar umat beragama).18

Hasil pemikiran dan relfeksinya ini, ia tuangkan dalam bukunya

yang berjudul Jesus and The Other Names. Dalam buku tersebut, beliau hendak membuka dan

memperluas cara pandang orang Kristen mengenai Yesus Kristus.

Beliau juga bergerak di ranah Teologi Pembebasan. Ini juga yang menjadi keistimewaan Knitter,

di mana ia membuat teologi agama-agama –dialog korelasional- bergandengan tangan dengan

teologi pembebasan. Keterlibatannya dalam teologi pembebasan diawali dari keprihatinannya

terhadap pengungsi Amerika Tengah yang lari dari negara mereka untuk menghindari

penindasan dan ketidakadilan yang disebabkan oleh pemerintah negara mereka. Dari

pengalamannya tersebut, ia menyadari bahwa yang lain bukan hanya mereka yang beragama

lain, tetapi mereka yang menderita akibat ketidakadilan dan penindasan.

Pertemuannya dengan suku asli Amerika, membuatnya menarik diri pada lingkup yang lebih luas

berkaitan dengan mereka yang menderita, yaitu bumi. Bumi –hewan, tumbuhan, alam- juga

mengalami ketidakadilan dan penindasan. Bumi telah dieksploitasi sedemikian rupa demi

keuntungan pihak-pihak tertentu. Masalah eko-manusiawi ini belum terlalu banyak dibahas jika

dikaitkan dengan dialog interreligius. Selain itu, Knitter juga memberikan langkah-langkah

praktis pelaksanaan model dialog korelasional dan bertanggung jawab terhadap bumi ini. Maka

dari itu, menjadi satu hal yang menarik mengulas mengenai pemikiran Paul F. Knitter, yaitu

mengenai dialog korelasional antar umat beragama yang bertanggung jawab terhadap bumi yang

menderita.

16

Paul F. Knitter, The Vocation of an Interreligious Theologian: My Retrospective on 40 Years Dialogue, dalam

http://crcs.ugm.ac.id/interview/20/Paul-F-Knitter-My-Retrospective-on-40-Years-in-Dialogue diunduh pada 04

September 2014 17

Paul F. Knitter, Jesus and The Other Names, (Maryknoll, N. Y: Orbis Books, 1996), h. 2 18

Paul F. Knitter, The Vocation of an Interreligious Theologian: My Retrospective on 40 Years Dialogue,

http://crcs.ugm.ac.id/interview/20/Paul-F-Knitter-My-Retrospective-on-40-Years-in-Dialogue diakses pada 04

September 2014

@UKDW

Page 11: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

11

Model dialog korelasional dan bertanggung jawab terhadap bumi yang menderita yang

ditawarkannya ini pernah dipraktekkannya di Sri Lanka dan India pada saat cuti Sabbatikalnya.

India, bagi Knitter, memiliki keberagaman yang kaya tetapi juga memiliki permasalahan

kemiskinan yang kompleks. Sementara itu, untuk konteks Indonesia, pada tahun 2003 Knitter

mengajar sebagai dosen tamu di Center for Religion and Cross Cultural Studies Universitas

Gajah Mada (CRCS UGM) Yogyakarta. Di tahun yang sama, bukunya yang berjudul One Earth

Many Religions (diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta dengan judul Satu Bumi Banyak

Agama) didiskusikan di Yogyakarta. Pada bulan Mei 2006, ia bersama Farish Esack (seorang

teolog Muslim terkemuka), menjadi pembicara dalam seminar Religion and Globalization yang

diselenggarakan oleh CRCS UGM.19

Ia juga diminta menjadi pembicara dalam seminar dialog

antar umat beragama di Universitas Kristen Satya Wacana pada tahun 2004. Karenanya, Knitter

tidak asing dengan konteks Asia.

1. 2 Permasalahan

Dengan latar belakang permasalahan demikian, penulis hendak mengangkat beberapa

permasalahan:

a. Bagaimana Paul F. Knitter melihat keunikan Yesus dalam rangka model dialog korelasional

dengan umat beragama lain?

b. Bagaimana Paul F. Knitter melihat peran umat Kristen dalam rangka tanggung jawab

bersama dengan umat beragama lain untuk dunia yang lebih baik?

c. Di tengah konteks rawan konflik antar agama, apa yang dapat dilakukan umat Kristen di

kota Cirebon untuk membangun relasi yang lebih baik dengan umat beragama lain?

1. 3 Tujuan Penelitian

Dialog antar umat beragama merupakan media yang penting dalam rangka membangun relasi

yang baik di kala ‘kebenaran’ yang satu bertemu dengan ‘kebenaran’ yang lain. Maka yang

menjadi konsern utama dalam penulisan ini adalah bagaimana memandang dialog antar agama

sebagai sebuah jalan menuju dunia yang damai. Untuk meneliti hal tersebut, penulis hendak

melihat dari dua buku Paul F. Knitter yaitu Jesus and The Other Names: Christian Mission and

Global Responsibility dan Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

19

Paul F. Knitter, The Vocation of an Interreligious Theologian: My Retrospective on 40 Years Dialogue,

http://crcs.ugm.ac.id/interview/20/Paul-F-Knitter-My-Retrospective-on-40-Years-in-Dialogue diakses pada 04

September 2014

@UKDW

Page 12: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

12

Global. Di mana buku Jesus and The Other Names membahas keunikan Yesus dilihat dalam

hubungan dengan jalan keselamatan yang lain. Buku yang satu lagi yaitu Satu Bumi Banyak

Agama berbicara tentang bagaimana orang Kristen bisa terlibat dalam (sebenarnya semua agama

harus terlibat) membangun satu dunia yang lebih baik. Penulis berharap melalui buku-buku

tersebut, penulis dapat menemukan satu jawaban yang bermanfaat bagi umat Kristen di kota

Cirebon dalam kaitannya membangun relasi yang baik dengan umat beragama lain.

Dengan demikian tujuan penelitian adalah:

1. Hendak mengetahui teori Paul F. Knitter mengenai keunikan Yesus sebagai dasar dan

jalan untuk model dialog korelasional dengan umat beragama lain.

2. Kemudian, juga hendak mengetahui mengapa umat Kristen bersama dengan umat

beragama lain harus bekerja sama dalam rangka tanggung jawab terhadap bumi yang

menderita.

3. Lalu hendak melihat bagaimana kedua pemikiran Paul F. Knitter tersebut di atas dapat

memberi cara berpikir yang baru dan sebuah strategi bagi umat Kristen di kota Cirebon

dalam memulai dan membangun hubungan yang lebih baik dengan umat beragama lain.

Dengan demikian, pemikiran Paul F. Knitter dapat memberi inspirasi bagaimana

sebaiknya umat Kristen kota Cirebon memahami keunikan Yesus dalam rangka berdialog

dengan umat beragama lain dan tanggung jawab bersama dengan umat beragama lain

terhadap bumi ini.

1. 4 Judul

Melihat dari permasalahan yang diangkat dan tujuan penulisan, maka penulis mengusulkan

judul:

“Sumbangan Pemikiran Paul F. Knitter Bagi Cara Pandang Baru Umat Kristen di Kota Cirebon

dalam Kaitan dengan Dialog Antar Agama di Kota Cirebon“

1. 5 Alasan Pemilihan Judul

Dua buku Paul F. Knitter yaitu Jesus and The Other Names dan Satu Bumi Banyak Agama

menjadi buku acuan utama sebab penulis hendak membahas permasalahan dialog antar agama

dari sisi umat Kristiani, khususnya dengan latar belakang konteks Cirebon sebagai potret konkret

relasi antar agama di Indonesia, menurut pandangan Paul F. Knitter. Kedua buku ini dipilih

@UKDW

Page 13: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

13

diantara sekian banyak buku karya Paul F. Knitter karena menurut penulis, kedua buku ini dapat

memberikan suatu pandangan baru khususnya di kalangan awam mengenai keseimbangan antara

keterbukaan pada kebenaran ‘yang lain’ dan komitmen pada ajaran gereja mengenai Yesus

Kristus. Yang kemudian diikuti dengan tanggung jawab bersama, bertindak bersama mengatasi

penderitaan bumi ini. Dengan demikian, judul yang diberikan dianggap tepat untuk mewakili apa

yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dari studi pemikiran Paul F. Knitter diharapkan ditemukan

satu model atau cara pemikiran yang baru bagi umat Kristen di kota Cirebon ketika memandang

sesama yang berbeda agama dan memandang dialog antar umat beragama.

1. 6 Metode Penelitian

Penulis akan menggunakan metode deskriptif-analitis. Penulis melakukan studi literatur

berkaitan dengan permasalahan pada konteks Kota Cirebon. Selain itu, juga dilengkapi dengan

satu wawancara dengan Ketua PGIS (yang sekaligus juga Ketua Forum Sabtuan). Untuk dapat

memiliki cara pandang baru dan mewujudkan kesejahteraan eko-manusiawi di Kota Cirebon,

maka penulis mempertemukan konteks Kota Cirebon ini dengan pemikiran Paul F. Knitter. Dua

buku Paul F. Knitter yaitu Jesus and The Other Names dan Satu Bumi Banyak Agama akan

menjadi dua buku acuan utama untuk menjawab permasalahan yang diangkat. Kedua buku

tersebut juga digunakan penulis menemukan satu cara berpikir yang baru sebagai sumbangan

dari Paul F. Knitter bagi cara berpikir baru umat Kristen di kota Cirebon dalam membangun

relasi yang lebih baik dengan umat beragama lain. Penulis melihat dua buku ini dari titik

berangkatnya, yaitu dari sebuah landasan teologis bagi dialog korelasional yang kemudian

diikuti dengan suatu tindakan etis praktis, mengenai tanggung jawab bersama untuk

kesejahteraan manusia dan bumi.

1. 7 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Dalam bab satu ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan

penelitian, judul serta alasan pemilihannya, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Yesus dan Nama-Nama Lain

Pada bab ini, dijabarkan mengenai pemikiran Knitter berkenaan dengan keunikan Yesus di

tengah agama-agama lain. Keunikan Yesus ditinjau ulang, untuk semakin meneguhkan iman

tetapi di saat yang bersamaan membuka diri akan kebenaran/keunikan ‘yang lain‘.

@UKDW

Page 14: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/... · 3 lain. Karenanya dalam dialog korelasional ini diperlukan saling mendengar dan menghargai karena bisa jadi apa yang

14

BAB III Sebuah Tanggung Jawab Bersama untuk Bumi

Pada bab ketiga ini akan dijabarkan pemikiran Knitter yang berasal dari bukunya yang berjudul

Satu Bumi Banyak Agama. Dalam buku ini kalimat kunci yang penting adalah komitmen

bersama akan kesejahteraan manusia dan bumi.

BAB IV Keunikan Yesus bagi dialog yang membebaskan

Pada bab ini akan dibahas secara singkat hasil atau ringkasan dari pemikiran Paul F. Knitter yang

diungkapkan dalam bab II dan III. Setelah itu, melihat bagaimana pandangan atau pemikiran

Knitter ini dapat berguna bagi konteks umat Kristen di kota Cirebon. Berguna dalam artian

hendak melihat model pemikiran yang bagaimana yang ditawarkan oleh Paul F. Knitter bagi

umat Kristen di kota Cirebon sehingga mereka dapat hidup dalam relasi yang lebih baik dengan

umat beragama lain di samping tetap berkomitmen pada iman Kristen. Selain itu juga

mengaitkan bagaimana tanggung jawab umat Kristen bersama umat beragama lain untuk

bekerjasama bagi bumi yang menderita.

BAB V Penutup

Bab terakhir ini berisi kesimpulan seluruh pembahasan dan saran.

@UKDW