zvtln 4l/fi - ditjenpktn.kemendag.go.idditjenpktn.kemendag.go.id/app/repository/upload/eselon 2/dit...

15
? vtlN 4l/fi > z DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.lRidwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglPwlrePll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GASDIAFRAGMA DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG lPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) YangWajibDitera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarat teknis meter gasdiafragma; b. bahwa penetapan syarat teknis meter gas diafragma, diperlukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan meter gas diafragma sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran volume gas; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan KeputusanDirektur Jendera Perdagangan Dalam Negeri; 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821), 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bag Provinsi Papua (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran NegaraRepublik lndonesia Nomor 4884), 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaranNegara Republik IndonesiaNomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)', 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4633);

Upload: hoangduong

Post on 18-May-2019

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

?vtlN4l/fi>z

DEPARTEMEN PERDAGANGANREPUBLIK INDONESIA

Menimbang

Mengingat

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERIJalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110

Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185

KEPUTUSANDIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI

NoMoR eglPwlrePll lzotoTENTANG

SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI.

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan MenteriPerdagangan Nomor 08/M-DAG lPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur,Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera danDitera Ulang, perlu mengatur syarat teknis meter gas diafragma;

b. bahwa penetapan syarat teknis meter gas diafragma, diperlukan untukmewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, danpenggunaan meter gas diafragma sebagai upaya menjamin kebenaranpengukuran volume gas;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf adan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur JenderaPerdagangan Dalam Negeri ;

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11Tambahan Lembaran Negara Republ ik Indonesia Nomor 3193);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Per l indungan Konsumen(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821),

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus BagProvinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republ ik Indonesia Nomor4151) sebagaimana telah beberapa kal i d iubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republ ik IndonesiaTahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republ iklndonesia Nomor 4884),

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah beberapa kal i d iubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republ ik IndonesiaTahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republ ik IndonesiaNomor 4844)',

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62Tambahan Lembaran Negara Republ ik lndonesia Nomor 4633);

* 10

7 .

8 "

q

16.

17

18 .

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam NegeriNomor : 29lmxr?sp h/2o1o

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan ProvinsiDaerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai lbukota Negara KesatuanRepublik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republ ik Indonesia Nomor4744),

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib danPembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syaratBagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (LembaranNegara Republ ik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4,Tambahan LembaranNegara Republ ik Indonesia Nomor 3283);

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan,Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran NegaraRepubl ik Indonesia Tahun 1987 Nomor 17, Tambahan Lembaran NegaraRepubl ik lndonesia Nomor 3351);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, danPemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republiklndonesia Nomor 4737);

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi danTugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50Tahun 2008:

Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang PembentukanKabinet Indonesia Bersatu l l;

Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentano Pembentukan danOrganisasi Kementerian Negara;

Keputusan Menteri Perindustnan dan Perdagangan Nomor61/MPP/Kepl2l1998 tentang Penyelenggarcan Kemetrologiansebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian danPerdagangan Nomor 251 IMPP lKep/6/1 999;

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor635/M PP/Kepl 1 0 12004 tentang Tanda Tera;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG lPERl3l2005 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri PerdaganganN omor 24 | M-D AG/P E R/6/2009 ;Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50/M-DAG/PER/1 0l20Qg tentangUnit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/1 0/2009 tentangPeni la ian Terhadao Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana TeknisDaerah Metrologi Legal;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAG lPERl3l2010 tentangAlat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) YangWajib Ditera dan Ditera Ulang;

13 .

4 4I t .

12.

14

15.

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam NegeriNomor . 29/wvlrep/r/2o10

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERTAMA : Memberlakukan Syarat Teknis Meter Gas Diafragma yang selanjutnyadisebut ST Meter Gas Diafragma sebagaimana tercantum dalam Lampiranyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderalrerdagangan Dalam Negeri ini.

KEDUA . ST Meter Gas Diafragma sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMAmerupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dantera ulang serta pengawasan meter gas diafragma.

KETIGA : Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini mulai berlakupada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal I ilaret 2O10

DIREKTUR JENDERALPERDAGANGAN DALAM NEGERI,

0t

SUBAGYO

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERINoMOR . 29 /prY/ffip/5/2o1oTANGGAL: J ffar"et 2o1o

Daftar lsi

BAB I Pendahuluan

1 .1. Latar Belakang

1.2. Maksud dan Tujuan

1.3. Pengert ian

BAB ll Persyaratan Administrasi

2 .1 . Ruang L ingkup

2.2. Penerapan

2.3. ldentitas

2.4. Persyaratan Meter Gas Diaphragma Sebelum Peneraan

BAB lll * Persyaratan Teknisdan Persyaratan Kemetrologian

3.1 . Persyaratan Teknis

3.2. Persyaratan Kemetrologian

BAB lV Pemeriksaan dan Pengujian

4.1 Pemeriksaan

4.2 Pengujian Tera dan Tera Ulang

BAB V Pembubuhan Tanda Tera

5.1. Penandaan Tanda Tera

5.2. Tempat Tanda Tera

BAB Vl Penutup

SUBAGYO

. DIREKTUR JENDERAL

/r=*ooCo-;;ll DALAM NEGERT, f, .L

5  

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun syarat teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP.

1.2. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Meter Gas Diafragma.

2. Tujuan

Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Meter Gas Diafragma.

1.3. Pengertian

Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan:

1. Meter gas adalah alat ukur untuk menentukan jumlah gas yang lewat.

2. Meter Gas Diafragma adalah meter gas yang penunjukan volumenya ditentukan oleh perubahan bentuk dinding.

6  

3. Debit maksimum (Q maks) adalah debit terbesar yang boleh melewati meter gas sesuai dengan kemampuan ukurnya.

4. Debit minimum (Q min) adalah debit terendah dari meter gas sesuai dengan kemampuan ukurnya.

5. Volume siklis (V) adalah volume yang sesuai dengan satu putaran/perubahan penuh ruang ukur.

6. Ruang ukur adalah ruang badan ukur yang mengukur volume gas.

7. Badan ukur adalah bagian dari meter gas yang pada saat pengukuran berlangsung, bagian dalamnya dilalui gas sekaligus menentukan volume gas yang sedang diukur baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Daerah ukur adalah daerah yang dibatasi oleh debit minimum dan debit maksimum.

9. Badan hitung adalah bagian dari meter gas yang pada saat pengukuran berlangsung digunakan untuk menunjukkan hasil pengukuran volume gas yang diukur.

10. Alat penghitung adalah bagian dari badan hitung yang menunjukkan volume gas yang diukur.

11. Skala adalah garis atau tanda lain yang tersusun secara teratur sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan nilai yang diukur.

12. Mata skala adalah daerah antara sumbu-sumbu dua garis atau tanda lain yang berurutan.

13. Volume pada kondisi meter gas adalah volume gas yang ditetapkan pada suhu dan tekanan gas tersebut diukur.

14. Volume pada kondisi dasar adalah volume gas yang ditetapkan pada suhu dan tekanan dasar gas tersebut diukur.

15. Elemen uji adalah bagian dari alat penghitung yang memungkinkan pembacaan meter gas secara teliti.

16. Alat konversi adalah alat untuk mengkonversikan volume pada kondisi meter gas ke volume pada kondisi dasar.

17. Tekanan kerja adalah perbedaan antara tekanan absolut gas yang terukur pada saluran masuk meter dengan tekanan atmosfir.

18. Volume uji adalah volume gas yang dianggap memadai setiap kali pengujian.

19. Kesalahan penunjukan adalah perbandingan yang dinyatakan dalam persen antara volume yang ditunjukan oleh alat penghitung dikurangi dengan volume sebenarnya yang melalui meter gas, dibagi dengan volume sebenarnya.

20. Ketidaktetapan adalah beda kesalahan penunjukan yang berurutan dari tiga kali pengujian pada kondisi yang sama.

21. Kondisi referensi adalah penetapan nilai-nilai tertentu dari faktor berpengaruh untuk menjamin validasi dari hasil-hasil pengukuran interkomparasi.

7  

BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI

2.1. Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur tentang persyaratan teknis dan persyaratan

kemetrologian untuk Meter Gas Diafragma.

2.2. Penerapan Syarat teknis ini berlaku untuk Meter Gas Diafragma, yaitu meter gas dengan

dinding yang dapat berubah bentuk, termasuk Meter Gas Diafragma yang dilengkapi alat konversi suhu.

2.3. Identitas 1. Meter Gas Diafragma harus dilengkapi dengan tulisan/keterangan sebagai

berikut :

a. merek pabrik;

b. model/tipe;

c. nomor seri;

d. debit Maksimum: Qmaks = …. m3/h dan/atau tanda pengenal meter dalam huruf kapital G yang diikuti oleh bilangan tertentu;

f. debit Minimum: Qmin = …. m3/h atau …. dm3/h; dan

g. tekanan kerja maksimum: Pmaks = ….. MPa ( kPa, Pa, Bar, mBar).

2. Tulisan seperti pada angka 1. harus mudah dilihat, mudah dibaca dan tidak mudah terhapus pada kondisi pemakaian meter gas secara normal.

3. Meter Gas Diafragma harus dilengkapi dengan tempat-tempat untuk pembubuhan tanda tera.

2.4. Persyaratan Meter Gas Diafragma Sebelum Peneraan 1. Meter Gas Diafragma yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau

Izin Tanda Pabrik.

2. Label tipe harus terlekat pada Meter Gas Diafragma asal impor yang akan ditera.

3. Meter Gas Diafragma yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan Izin Tanda Pabrik.

4. Meter Gas Diafragma yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk Meter Gas Diafragma asal impor sebelum ditera.

5. Meter Gas Diafragma yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya.

8  

BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN

3.1. Persyaratan Teknis

1. Bahan, Konstruksi dan Perlengkapan a. Meter Gas Diafragma harus terbuat dari bahan-bahan yang kokoh,

cukup tahan terhadap korosi, tidak mengalami kerusakan akibat gas-gas yang disalurkan serta kedap gas pada tekanan kerja maksimum.

b. Meter Gas Diafragma harus dibuat sedemikian rupa, sehingga sifat ukurnya terjamin baik.

c. Untuk Meter Gas Diafragma yang alat hitungnya bergerak positif (bertambah) hanya untuk satu arah aliran saja, maka arah tersebut harus ditunjukan oleh sebuah tanda anak panah, tanda panah tidak perlu jika aliran gas sudah ditentukan lain sesuai dengan spesifikasinya.

2. Badan hitung a. Meter Gas Diafragma harus dilengkapi dengan alat penghitung yang

menunjukan volume gas yang diukur dalam meter kubik atau satuan lain yang diizinkan (SI). Nilai mata skala tidak boleh melebihi volume yang lewat selama 1 jam pada debit minimum. Apabila volume yang lewat selama 1 jam pada debit minimum lebih kecil dari 1 m3, maka nilai mata skala sebesar-besarnya 1 m3.

b. Alat penghitung harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dengan mudah dapat dibaca dengan cara menempatkan angka-angkanya berderet.

c. Meter Gas Diafragma yang mempunyai satu alat penghitung harus menunjukkan volume pada kondisi meter.

d. Meter Gas Diafragma yang mempunyai dua alat penghitung, satu harus menunjukkan volume pada kondisi meter dan lainnya menunjukkan volume pada kondisi dasar.

f. Alat penghitung boleh berupa: 1) alat penghitung mekanik; 2) alat penghitung elektronik-mekanik/elektronik; dan 3) kombinasi dari 1) dan 2). g. Alat penghitung yang menunjukkan bagian desimal dari satuan

volumenya, harus dipisahkan dengan tanda koma dan/atau dibedakan dengan warna yang jelas.

h. Alat penghitung termasuk piringan berputar yang menunjukkan kelipatan desimal dari satuan volumenya, pada plat alat penghitung harus dibubuhi satu (atau dua, atau tiga, dan seterusnya) nol tetap dibelakang angka terakhir atau tanda “X 10” (atau “X 100” atau “X 1000” dan seterusnya), penunjukannya dalam m3.

i. Alat penghitung harus mempunyai kemampuan menunjuk volume yang lewat selama 2000 jam pada debit maksimum sebelum penunjukannya kembali ke posisi awal.

9  

j. Alat penghitung mekanik harus terdiri dari rol-rol, bagian yang nilainya terkecil boleh selain rol. Rol-rol tersebut sekurang-kurangnya bergaris tengah 16 mm.

k. Berubahnya suatu angka rol yang manapun dari alat penghitung mekanik hanya terjadi apabila rol berikutnya yang nilainya lebih rendah menunjuk angka persepuluhan terakhir.

l. Alat penghitung elektromekanik atau elektronik yang penunjukannya tidak bisa dinolkan, harus memperlihatkan penunjukan terakhir yang tetap walaupun alat mengalami gangguan fluktuasi tegangan listrik.

3. Elemen uji a. Meter Gas Diafragma harus dilengkapi dengan elemen uji yang

merupakan suatu kesatuan dengan Meter Gas Diafragma, atau dengan pengaturan yang memungkinkan penyambungan dengan elemen uji yang terdapat di luar Meter Gas Diafragma.

b. Untuk Meter Gas Diafragma yang mempunyai dua alat penghitung maka tiap alat penghitung harus mempunyai elemen uji.

c. Elemen uji yang menjadi satu dengan meter dapat berupa : 1) rol berskala yang berputar secara kontinyu; 2) jarum penunjuk yang berputar di muka piringan berskala; atau 3) piringan berskala yang berputar melewati alat penunjuk yang

tetap. Garis tengah dari piringan berskala sekurang-kurangnya 16 mm dan nilai satu putaran penuh dari jarum penunjuk dinyatakan dalam meter kubik atau satuan yang lain yang diizinkan (SI).

d. Lebar mata skala tidak boleh kurang dari 1 mm dan sama untuk seluruh skala.

e. Nilai mata skala harus dalam bentuk: 1 X 10n, 2 X 10n, 5 X 10n (n adalah bilangan bulat atau nol).

f. Dalam hal mata skala dalam bentuk 1 X 10n, 2 X 10n m3, maka semua garis skala yang menyatakan kelipatan 5 dibuat lebih panjang. Dalam hal mata skala dalam bentuk 5 X 10n, semua garis skala yang menyatakan kelipatan 2 dibuat lebih panjang dari garis-garis lainnya. Garis skala harus cukup halus untuk memungkinkan pembacaan yang mudah dan tetap.

g. Untuk meter-meter gas G 1,6 sampai dengan G 6 pembuatan elemen uji dilakukan sesuai huruf c. Untuk meter-meter gas G 10 sampai dengan G 650 elemen ujinya dapat dibuat sesuai huruf c. atau terpisah dari meter.

h. Jika elemen uji dibuat sesuai huruf c. nilai mata skala dari elemen uji dan garis-garis skalanya harus sesuai dengan persyaratan seperti tercantum pada Tabel 3.1.

10  

Tabel 3.1. Nilai Mata Skala

Tanda Pengenal Meter

Qmaks (m3/h)

Nilai Maksimum Mata Skala

(dm3)

Diberi angka pada

tiap-tiap (dm3 )

G 1,6 s/d G 6 1 - 10 0,2 1

G 10 s/d G 65 16 - 100 2 10

G 100 s/d G 650 160 - 1000 20 100

i. Untuk keperluan menangkap sinyal dari alat photo elektronik. Maka salah satu garis skala elemen uji boleh diberi tanda yang mencolok dengan ukuran yang cukup, tidak mengaburkan pembagian skala dan tidak mengganggu ketelitian pembacaan.

j. Suatu pembangkit pulsa boleh dipergunakan sebagai elemen uji dengan ketentuan:

1) nilai suatu pulsa yang dinyatakan dalam satuan volume, dibubuhkan pada data Meter Gas Diafragma dan terdiri dari sekurang-kurangnya 6 angka, jika tidak untuk nilai yang kurang dari 6 angka harus sebanding dengan kelipatan bulat atau bagian desimal dari satuan volume dan dituliskan pada plat data alat penghitung;

2) nilai pulsa dihitung dari perbandingan antara penunjukan pada Meter Gas Diafragma dengan alat dimana pulsa-pulsa dibangkitkan dengan ketidaktetapan 0,05 %;

3) pembangkit pulsa yang dapat dipindahkan harus dapat dipasang dan dilepaskan dengan mudah. Pengaruh pembangkit pulsa harus lebih kecil dari 0,1 % pada debit 0,1 Qmaks;

4) volume siklis yang berpengaruh terhadap ketelitian pengujian diatasi dengan cara menghitung jumlah pulsa-pulsa yang sesuai dengan kelipatan bulat volume siklis, atau dengan pengukuran volume yang cukup besar untuk membuat pengaruh tersebut dapat diabaikan.

4. Alat-alat tambahan a. Meter boleh dilengkapi dengan:

1) alat pembayaran dimuka;

2) alat pembangkit pulsa dengan ketentuan sambungan keluar dari alat pembangkit pulsa ini harus diberi tulisan dalam bentuk : 1 pulsa = …………………. m3 (atau dm3) atau 1 m3 = …………………. pulsa;

3) alat konversi;

4) alat justir.

b. Meter Gas Diafragma boleh dilengkapi dengan sumbu pemindah yang berfungsi sebagai penggerak alat penghitung yang dapat dilepaskan dengan ketentuan sebagai berikut:

11  

1) tidak boleh menyebabkan perubahan terhadap penunjukan pada Meter Gas Diafragma;

2) harus dibubuhi keterangan mengenai nilai konstantanya dalam bentuk 1 putaran = ……………... m3 (atau dm3); dan

3) apabila tidak dipergunakan maka ujung luarnya yang bebas harus dilengkapi dengan sebuah tutup yang dapat disegel.

c. Meter Gas Diafragma dengan harga G 1,6 s/d G 6 boleh dilengkapi dengan suatu alat yang dapat mencegah bekerjanya alat pengukur apabila gas mengalir dalam arah yang tidak diizinkan.

3.2. Persyaratan Kemetrologian

1. Klasifikasi a. Nilai-nilai yang diizinkan untuk debit maksimum dan debit minimum

dari Meter Gas Diafragma sesuai dengan Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Debit Maksimum dan Debit Minimum

Tanda pengenal G

Q maks (m3/h)

Q min (m3/h)

(nilai maksimum) 0,6 1,0 0,016 1,0 1,6 0,016 1,6 2,5 0,016 2,5 4 0,025 4 6 0,040 6 10 0,060

10 16 0,100 16 25 0,160 25 40 0,250 40 65 0,400 65 100 0,650

100 160 1,000 160 250 1.600 250 400 2,500 400 650 4,000 650 1000 6,500

b. Meter Gas Diafragma menurut tabel di atas boleh memiliki debit

minimum (Q min) dengan harga yang lebih kecil dari harga sebagaimana tabel, tetapi nilai tersebut haruslah dinyatakan dengan harga yang tercantum dalam tabel atau bagian desimal dari harga ini.

12  

2. Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) a. Batas kesalahan tera ulang adalah dua kali batas kesalahan tera. b. Batas kesalahan tera dan tera ulang dapat dilihat dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3. Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD)

Debit Q Batas kesalahan yang diizinkan

Tera Tera ulang

Qmin ≤ Q < 0,1 Qmaks 0,1 Qmaks ≤ Q < Qmaks

± 3 % ± 2 %

± 6 % ± 4 %

c. Jika seluruh kesalahan penunjukan untuk debit antara 0,1 Qmaks dan Qmaks pada pengujian tera mempunyai tanda yang sama, kesalahan tersebut tidak boleh melibihi setengah batas kesalahan yang berlaku.

3. Perbedaan antara Nilai Volume Siklik dan Nilai Volume Nominal Perbedaan antara nilai volume siklik yang diperhitungkan dan nilai volume

nominal yang disebutkan pada meter gas, tidak boleh lebih besar dari 5 % dari nilai pada kondisi referensi.

4. Hilang Tekanan Total Hilang tekanan total, jika dialirkan udara bermassa jenis 1.2 kg/m3 dan

debit yang diukur sampai dengan debit Qmaks, rata-ratanya tidak boleh melebihi nilai yang tercantum pada Tabel 3.4 dibawah ini :

Tabel 3.4. Hilang Tekanan Total

Q Maks (m3/h)

Batas Nilai Jumlah Rata-Rata dari Hilang Tekanan Total

(Pa)

Pada tera Pada tera ulang

1 s/d 10 200 220

16 s/d 65 300 330

100 s/d 1000 400 440

5. Batas Ketidaktetapan Batas ketidaktetapan yang diizinkan pada pengujian tera dan tera ulang

adalah sebesar 0,6 %.

13  

BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

4.1. Pemeriksaan

Pemeriksaan Meter Gas Diafragma dilakukan untuk memastikan bahwa Meter Gas Diafragma memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam syarat teknis ini.

4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang

Pengujian kebenaran:

1. Sebelum pengujian dilakukan, Meter Gas Diafragma harus dijalankan pada ”debit maksimum”. Volume yang melalui meter harus kira – kira 50 kali volume siklis dari meter gas tersebut.

2. Setelah Meter Gas Diafragma dipasang pada instalasi uji, harus dites kebocoran pada minimum dan maksimum tekanan kerja dari instalasi. Kebocoran harus lebih kecil dari nilai :

a. 0,1 % dari debit minimum; dan

b. 100 cm3/h.

3. Pengujian kebenaran pada tera maupun tera ulang paling sedikit dilakukan pada tiga debit, yaitu pada:

a. 1 (satu) debit Qmin;

b. 1 (satu) debit pada 0,20 Qmaks;

c. 1 (satu) debit pada Qmaks.

4. Masing – masing debit dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali pengujian.

5. Volume uji untuk tiap kali pengujian paling sedikit sebesar satu setengah kali debit per menit.

6. Meter Gas Diafragma boleh diuji dengan menggunakan udara atau gas.

7. Kesalahan penunjukan meter tidak boleh lebih besar sebagaimana tercantum dalam bab III sub bab 3.2 angka 2. dan ketidaktetapan sebagaimana tercantum dalam bab III sub bab 3.2 angka 5.

14  

BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA

5.1. Penandaan Tanda Tera Pada Meter Gas Diafragma dipasang lemping tanda tera sebagai tempat

pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Meter Gas Diafragma yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.2. Tempat Tanda Tera 1. Tera

a. Tanda Daerah ukuran sumbu panjang 8 mm, Tanda Pegawai Yang Berhak (H4) ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada lemping dari logam tahan karat berbentuk persegi panjang yang dipasang dan diikat dengan kawat segel serta dijamin dengan Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm.

b. Setiap bagian dari meter yang memungkinkan dapat dilakukan perubahan kebenaran pengukuran, harus disegel dengan Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm atau Tanda Jaminan (J) yang sesuai dengan ukurannya.

2. Tera ulang

Pembubuhan tanda tera dilakukan sesuai dengan angka 1, dengan ketentuan Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm pada angka 1 huruf a diganti dengan Tanda Sah Plombir (SP) ukuran 6 mm tahun bersangkutan.

3. Jangka Waktu Tera Ulang

Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

15  

BAB VI PENUTUP

Syarat Teknis Meter Gas Diafragma merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera Meter Gas Diafragma serta pengawasan Meter Gas Diafragma, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Meter Gas Diafragma dalam transaksi gas serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.