zooplankton..biola tugas iii
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisme Laut berdasarkan tempat hidup dan cara hidupnya dapat dikelompokan atas
tiga kelompok besar yaitu, Plankton, Nekton dan Bentos. Plankton terdiri atas mikroorganisme
laut baik fitoplankton maupun zooplankton yang mengapung dan hanyut karena arus air, atau
hidup diatas maupun dekat permukaan air. Alga, diatomae, protozoa, dan larva arthropoda
merupakan organisme yang termasuk plankton. Nekton adalah organisme yang berenang
bebas dalam air laut. Misalnya ikan tuna, ikan terbang, hiu, dan sotong (cumi-cumi) dan Bentos
adalah organisme yang senang hidup di dasar laut atau pantai berlumpur, misalnya bintang
laut, bernakel, anemon laut, dan kepiting (Anggun, 2012).
Menurut Nybakken (1992) zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat
hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasanya yang
mewakili hampir seluruh filum hewan.
Zooplankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam rantai makanan
dilautan. Mereka menjadi kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen
pada tingkatan pertama dalam tropik ecologi, seperti ikan laut, mamalia laut, penyu dan hewan
terbesar dilaut seperti halnya paus pemakan zooplankton. Selain itu zooplankton juga berguna
dalam regenerasi nitrogen dilautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna bagi
bakteri dan produktivitas phytoplankton dilaut (Richardson, 2008).
Suhu merupakan faktor pembatas bagi semua organisme dilaut, tidak terkecuali oleh
zooplankton. Dengan adanya perubahan iklim yang sangat drastis memastikan beberapa
organisme laut harus melakukan adaptasi untuk bertahan hidup dilingkungannya (Sanders,
2013).
PEMBAHASAN
A. Komposisi Dan Kelimpahan Zooplankton
Komposisi jenis zooplankton sangat bervariasi di berbagai wilayah laut. Bagian terbesar
dari organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda dan hampir semuanya termasuk
kelas Crustacea. Holoplankton yang paling umum ditemukan di laut adalah Copepoda.
Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi di semua laut dan samudera, serta
merupakan herbivora utama dalam perairan-perairan bahari dan memiliki kemampuan
menentukan bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang
amat penting antara produksi primer fitoplankton dengan para karnivora besar dan kecil
(Nybakken,1992).
Romimohtarto dan Juwana (1998) menyatakan bahwa Crustacea merupakan jenis
zooplankton yang terpenting bagi ikan-ikan, baik di perairan tawar maupun di perairan laut.
Diantara anggota filum Arthropoda, hanya Crustacea yang dapat hidup sebagai plankton dalam
perairan.
Menurut Davis (1955), kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh adanya fitoplankton,
karena fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Silvania (1990) mengemukakan
bahwa di perairan fitoplankton mempunyai peranan sebagai produsen yang merupakan sumber
energi bagi kehidupan organisme lainnya. Hal ini juga didukung oleh Arinardi (1977) yang
menyatakan bahwa kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton,
karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan demikian kuantitas atau
kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya.
Zooplankton merupakan organisme penting dalam proses pemanfaatan dan
pemindahan energi karena merupakan penghubung antara produsen dengan hewan-hewan
pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Dengan demikian populasi yang tinggi dari zooplankton
hanya mungkin dicapai bila jumlah fitoplankton tinggi. Namun dalam kenyataannya tidak selalu
benar dimana seringkali dijumpai kandungan zooplankton yang rendah meskipun kandungan
fitoplankton sangat tinggi. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya “The Theory of Differential
Growth Rate” (Teori Perbedaan Kecepatan Tumbuh) yang dikemukakan oleh Steeman dan
Nielsen (1973) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan zooplankton tergantung pada
fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih lambat dari fitoplankton maka populasi
maksimum zooplankton akan tercapai beberapa waktu setelah populasi maksimum fitoplankton
berlalu.
Selain itu terdapat pula teori yang menerangkan terjadinya hubungan terbalik antara
zooplankton dan fitoplankton, teori ini dikenal dengan “Theory of Grazing” yaitu dimakannya
fitoplankton oleh zooplankton yang dikemukakan oleh Harvey et. al (1935). Bila populasi
zooplankton meningkat, pemangsaan fitoplankton akan sedemikian cepatnya sehingga
fitoplankton tidak sempat membelah diri, jika jumlah zooplankton menurun dan menjadi sedikit
maka hal ini memberi kesempatan kepada fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak
sehingga menghasilkan konsentrasi yang tinggi (Davis, 1955).
B. Distribusi Zooplankton
Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan penyebaran zooplankton.
Zooplankton beruaya ke arah mendatar dan tegak mengikuti kelompok fitoplankton dan jika
sudah mencapai tingkat kepedatan tertentu perkembangan zooplankton akan berkurang
sedangkan fitoplankton bertambah (Nybakken, 1992).
Zooplankton melakukan migrasi secara vertikal. Migrasi vertikal ialah migrasi harian
yang dilakukan oleh organisme zooplankton tertentu ke arah dasar laut pada siang hari dan ke
arah permukaan laut pada malam hari. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya
migrasi vertikal harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif
bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di
permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah permukaan laut bila
intensitas cahaya di permukaan menurun (Prasad, 1956).
Pola yang umum tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut
pada malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka bergerak lebih
ke dalam. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang pagi hari, zooplankton bergerak
lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya mempertahankan posisinya pada
kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu. Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya
matahari maksimal, zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Kemudian tatkala
intensitas cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai bergerak ke arah
permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari terbenam dan masih tinggal di
permukaan selama fajar belum tiba.
Migrasi vertikal merupakan suatu fenomena universal yang dilakukan oleh zooplankton
tertentu. Perangsang utama yaitu cahaya, namun perangsang ini dapat dimodifikasi oleh faktor
lain seperti suhu. Beberapa alasan zooplankton melakukan migrasi vertikal ialah (1) untuk
menghindari pemangsaan oleh para predator yang mendeteksi mangsa secara visual; (2) untuk
mengubah posisi dalam kolom air; dan (3) sebagai mekanisme untuk meningkatkan produksi
dan menghemat energi (Nybakken, 1992).
C. Peranan Zooplankton
Brooks (1969) menjelaskan bahwa zooplankton yang meliputi semua hewan yang
umumnya renik adalah bersifat herbivora yang memakan fitoplankton. Hampir seluruh
zooplankton sangat tergantung pada fitoplankton dan pada trophic level zooplankton
menempati tingkat kedua setelah fitoplankton (Davis, 1955).
Dalam rantai makanan, fitoplankton dimakan oleh hewan herbivora yang merupakan
konsumen pertama. Konsumen pertama ini pada umumnya berupa zooplankton yang kemudian
dimangsa pula oleh oleh hewan karnivora yang lebih besar sebagai konsumen kedua.
Demikianlah seterusnya rangkaian karnivora memangsa karnivora lain (Nontji, 1987).Sebagai
herbivora primer di ekosistem perairan, peranan zooplankton sangat penting artinya karena
dapat mengontrol kelimpahan fitoplankton. Dengan demikian zooplankton berperan sebagai
mata rantai antara produsen primer dengan karnivora besar dan kecil (Nybakken, 1992).
Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator biologi dalam menentukan perubahan kondisi perairan.
Manfaat daripada pakan alami zooplankton adalah sebagai pakan hidup primer bagi
kultivan budidaya ikan. Pada beberapa tahun akhir-akhir ini, rotifer dan naupli artemia telah
dimanfaatkan sebagai pakan awal untuk larva ikan dan crustacea. Pada usaha budidaya
komersial untuk pembenihan udang dan ikan sering menggunakan zooplankton seperti
copepoda, protozoa dan larva dari oyster dan clam tetapi untuk jenis-jenis rotifer daphnia dan
artemia mempunyai efektifitas yang lebih baik. Sebagai contoh, rotifer mempunyai kemampuan
pertumbuhan yang lebih baik dan berguna untuk bididaya perikanan karena mempunyai
kecepatan reproduksi ukuran kecil, kecepatan berenang lambat, kualitas nutrisi tinggi dan
mudah di kutur. Sebagai contoh dari sejumlah ribuan rotifer dengan pemberian pakan yang baik
dapat menghsilkan lebih dari jutaaan rotifer dalam waktu 5 – 7 hari pada kondisi temperatur air
250C.
Zooplankton juga merupakan kontrol sumber pakan hidup di dalam hatchery
(pembenihan). Secara komposisi biokomia dari rotifer dan artemia terjadi suatu hubungan yang
tertutup terhadap material yang dimakanannya. Rotifer dan artemia memakan makanan yang
spesifik untuk menghasilkan asam lemak, asam amino, vitamin dan bahkan antibiotik yang
dapat ditransfer ke larva ikan dan invertebrata. Sebagai contoh kejadian yang telah dicatat di
dalam suatu hatchery ikan “clownfish”, dimana dimana didalam bak-bak larva terjadi
pengurangan vitamin B12 dalam media yang akhirnya untuk beberapa minggu kematian larva
ikan tersebut cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh pakan hidup yang diberikan ke ikan itu
berupa rotifer yang kekurangan vitamin B12. Kekurangan vitamin B12 pada rotifer ini sebagai
akibat dari pakan fitoplankton (Pyramimonas sp.) yang dapat dikultur dan tumbuh baik dengan
tanpa trace nutrien vitamin B12. Sebagai akibatnya larva ikan juga mengalami defisiensi vitamin
B12 dalam tubuhnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelulus hidupan larva.
Selain trace nutrien vitamin, juga kandungan lemak esensial (HUFA) dalam pakan larva baik
dari jenis fitoplankton maupun zooplankton perlu diperhatikan, karena akan mempengaruhi
tingkat kelulushidupan dan daya imun larva ikan.
D. Klasifikasi Zooplankton
Arinardi et al., (1994) mengatakan bahwa beberapa filum hewan terwakili di dalam
kelompok zooplankton. Zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan antara lain :filum
Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea, Mollusca, Echinodermata, dan Chordata.
1 Protozoa
Protozoa dibagi dalam 4 kelas yaitu : Rhizopoda, Ciliata, Flagellata dan Sporozoa. Kelas
Sporozoa tidak ada yang hidup sebagai plankton karena semuanya merupakan plankton seperti
Plasmodium dan Nyzobulus yang hidup dalam tubuh manusia dan ikan. Mengenai Flagellata,
dalam hal ini ”Zooflagellata” yang hidup sebagai plankton (freeliving) sebetulnya semuanya
merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti Pyrrophyta (Sachlan, 1982).
Beberapa flagelata diklasifikasikan sebagai Fitoflagelata, akan tetapi karena memiliki
sedikit pigmen fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan ke dalam
golongan zooplankton. Jenis ini paling banyak terdapat dalam peridinia dan paling banyak
diketahui adalah Nocticula miliaris dengan ciri – ciri memiliki diameter 200 – 1200 µm dan
ditandai dengan flagelum yang panjangnya sama dengan tubuhnya, jenis ini dapat melakukan
bioluminisense (Bougis, 1976).
Cilliata sebagian besar hidup bebas di air tawar, dan ada hanya beberapa golongan
yang hidup di laut (golongan Tintinnidae). Cilliata ini merupakan zooplankton sejati di air tawar,
tetapi banyak hidup diantara Periphyton atau di dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak
detritus yang membusuk (Sachlan, 1982).
Rhizopoda merupakan zooplankton yang penting di air laut maupun air tawar, selain itu
ia juga penting untuk ilmu Paleontologi dan Geologi. Rhizopoda memiliki arti kaki- kaki yang
bentuknya seperti akar tumbuh- tumbuhan yang tidak teratur. Rhizopoda dianggap berasal dari
genera-genera alga dari Saprophytic-type seperti Chloramoeba, Gametamoeba, dan
Chrysamoeba. Rhizopora terdiri dari beberapa ordo:Amoebina, Foraminifera, Radiolaria dan
Heliozoa (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Protozoa antara lain : Paramecium,
Vorticella, Dileptus, Dinoclonium, dan Rabdonella ( Hutabarat dan Evans, 1986).
2. Cnidaria
Cnidaria terdiri dari klas Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa. Hanya pada kelas
Hydrozoa, dimana Hydra juga termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil
yang hidup sebagai plankton (Sachlan, 1982).
Bentuk morfologi Cnidaria terkadang sangat rumit walaupun memiliki struktur yang
sederhana. Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu external dan lapisan internal yang dipisahkan
oleh lapisan gelatin non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria adalah
adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan venum yang dapat melumpuhkan
mangsanya (Bougis, 1976).
Termasuk dalam filum Cnidaria yang holoplanktonik ialah ubur-ubur dari kelas Hydrozoa
dan Scypozoa, serta koloni-koloni yang kompleks dan aneh dikenal dengan nama sifonofora.
Ubur-ubur dari kelas Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan kadang-kadang
terdapat dalam jumlah besar (Nybakken, 1992). Contoh genus dari filum Cnidaria antara lain :
Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes ( Hutabarat dan Evans, 1986).
3. Ctenophora
Filum Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat dengan Cnidaria sebagian besar
bersifat planktonik. Semua Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya
dengan tentakel- tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang sangat lebar. Untuk
bergerak dalam air menggunakan deretan- deretan silia yang besar yang disebut stenes
(Nybakken, 1992). Perbedaan Ctenophora dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat
(nematocysts) pada Ctebophora tetapi memiliki sel pelengket yang disebut coloblast dimana sel
ini dapat melekatkan mangsanya (Bougis, 1976).
Ctenophora dahulu di masukkan dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di pisahkan,
karena tidak mempunyai nematokis dan hanya mempunyai struktur-struktur seperti sisir
(cteno). Spesies ini sangat transparan dan tidak berwarna (Sachlan, 1982). Contoh genus dari
filum Ctenophora antara lain : Pleurobrachia, Velamen, Beroe ( Hutabarat dan Evans, 1986).
4. Annelida
Annelida ini cukup banyak terdapat sebagai meroplankton di laut. Di perairan air tawar
jenis Annelida ini hanya terdapat lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-
ikan yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini terdapat di pantai-pantai
yang subur, seperti halnya meroplankton dari Crustacea. Larva- larva Annelida bernama
trochophore larva, jika baru keluar dari telur, berbentuk bulat atau oval, besilia dan mempunyai
tractus digesvitus agar di lautan bebas dapat memakan nanoplankton dan detritus yang halus
( Sachlan, 1982).
5. Arthropoda
Menurut Nybakken (1992) bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum
arthropoda. Dari phylum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton dan
merupakan zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea
berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang sukar dicerna.
Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan: Entomostracea atau udang-udangan tingkat
rendah dan Malacostracea atau udang-udangan tingkat tinggi. Sebagian besar dari larva
Malacostracea merupakan meroplankton dan sebagian besar mati sebagai plankton karena di
makan oleh spesies hewan yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan.
Entomostracea yang terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda dan Cirripedia,
tidak mempunyai stadium zoea seperti halnya Malocostracea. Entomostracea yang merupakan
zooplankton ialah Cladocera, Ostracoda dan Copepoda, sedangkan dari Malacostracea hanya
Mycidacea dan Euphausiacea yang merupakan zooplankton kasar atau makrozooplankton
(Sachlan, 1982).
Salah satu subkelas Crustacea yang penting bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda
adalah crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut
dan samudera. Pada umumnya copepoda yang hidup bebas berukuran kecil, panjangnya
antara satu dan beberapa milimeter. Kedua antenanya yang paling besar berguna untuk
menghambat laju tenggelamnya. Copepoda makan fitoplankton dengan cara menyaringnya
melalui rambut–rambut (setae) halus yang tumbuh di appendiks tertentu yang
mengelilingi mulut (maxillae), atau langsung menangkap fitoplankton dengan apendiksnya
(Nybakken, 1992).
Bougis (1974) menjelaskan bahwa copepoda merupakan biota plankton yang
mendominasi jumlah tangkapan zooplankton yang berukuran besar (2500 µm) pada suatu
perairan dengan kelimpahan mencapai 30% atau lebih sepanjang tahun dan dapat meningkat
sewaktu-waktu selama masa reproduksi.
Copepoda mendominasi populasi zooplankton di perairan laut dengan persentase
berkisar antara 50-80% dari biomassa zooplankton dalam ekosistem laut. Beberapa
diantaranya bersifat herbivor (pemakan fitoplankton) dan membentuk rantai makanan antara
fitoplankton dan ikan. Copepoda merupakan organisme laut yang sangat beragam dan
melimpah, dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam rantai makanan dan
ekonomi lautan (Wickstead 1976). Contoh genus dari Arthropoda antara lain Paracalanus,
Pseudocalanus, Acartia, Euchaeta, Calanus, Oithona, Microsetella (Hutabarat dan Evans,
1986).
6. Moluska
Moluska terdiri dari klas Gastropoda, Pelecypoda (Bivalvea) dan Cephalopoda. Di
periran air tawar, meroplankton dari Gastropoda dan Bivalvea tidak begitu berperan penting
(Sachlan, 1982).
Filum Moluska biasanya terdiri dari hewan-hewan bentik yang lambat. Namun, terdapat
pula bermacam moluscka yang telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai
holoplankton. Moluska planktonik yang telah mengalami modifikasi tertinggi ialah ptepropoda
dan heteropoda. Kedua kelompok ini secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk kelas
Gastropoda. Ada dua tipe pteropoda, yang bercangkang (ordo Thecosomata) dan yang
telanjang (ordo Gymnosomata).
Pteropoda bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora), cangkangnya rapuh
dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap. Pteropoda telanjang dapat
berenang lebih cepat daripada yang bercangkang. Heteropoda adalah karnivora berukuran
besar dengan tubuh seperti agar-agar yang tembus cahaya (Nybakken, 1992). Contoh genus
dari filum Moluska antara lain : Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria, Squid ( Hutabarat dan
Evans, 1986).
7. Echinodermata
Phylum Echinodermata hanya larva-larva dari beberapa ordo yang termasuk
meroplankton. Ada larva yang bentuknya seperti larva Chordata, sehingga ada anggapan
bahwa Chordata adalah keturunan Echinodermata. Genus-genus Echinodermata yang larva-
larvanya merupakan meroplankton ialah Bipinaria, Brachiolarva dan Auricularia, yang ada pada
waktunya akan mengendap semua pada dasar laut sebagai benthal-fauna (Sachlan, 1982).
Semua Echinodermata melalui fase larva pelagik dalam perkembangannya. Sama
seperi hewan lainnya lamanya menjadi larva pelagik tergantung pada telurnya, kurang baik atau
sudah bagus (Newell dan Newell, 1977). Contoh genus dari filum Echinodermata antara lain :
Echinopluteus, Ophiopluteus, dan Auricularia (Hutabarat dan Evans, 1986).
8. Chordata
Chordata termasuk dalam ordo Mamalia,menurut evolusi merupakan keturunan dari
spesies-spesies yang hidup sebagai zooplankton dan bentuknya mirip dengan larva-larva
Echinodermata. Dari 4 subfilum dari Chordata hanya ada 2 yang hidup sebagai zooplankton
yaitu Enteropneusta dan Urochordata. Larva-larva dari Enteropneusta inilah yang bentuknya
seperti larva Echinodermata, seperti Tornaria-larva (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum
Chordata antara lain : Thalia, Oikopleura, dan Fritillaria (Hutabarat dan Evans, 1986).
DAFTAR PUSTAKA
Anggun (2012) http://narulitanggun.blogspot.com/2012/10/organisme-laut.html diakses pada tanggal 16 Oktober 2013 Pukul 22.45 WITA
Arinardi, O.H. 1977. Hubungan Antara Kuantitas Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Sebelah Utara Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Oseanologi Indonesia.
Azkab, Husni, M. 2000. Struktur Dan Fungsi Pada Komunitas Lamun. LIPI Press. Jakarta.
Baka, L. 1996. Studi Beberapa Parameter Fisika dan Kimia Air di Perairan Pantai Tanjung Merdeka Kotamadya Ujung Pandang. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Bengen, D.G. 1998. Analisis Statistik Multivariabel. Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. PPS-IPB. Bogor.
Bougis, P. 1976. Marine Plankton Ecology. North-Hollanf Publishing Company. Amsterdam.
Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warm Fish Pond. Auburn University Agriculture Exp. Auburn
Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut. LIPI Press. Jakarta.
Nybakken. J. W. 1992. Biola Suatu Pendakatan Biologi. PT. Gramedia. Jakarta
Richardson, A. J. 2008. In hot water: zooplankton and climate change. – ICES Journal of Marine Science, 65: 279–295
Robert W. Sanders, 2013. http://marinebio.org/oceans/zooplankton.asp diakses pada tanggal 16 Oktober 2013 Pukul 22.50 WITA