zona kesesuaian lahan rawa pasang surut...

15
SEPA : Vol. 10 No.1 September 2013 : 103 – 117 ISSN : 1829-9946 103 ZONA KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT BERBASIS KEUNGGULAN KOMPETITIF KOMODITAS Yanti Rina D 1 dan Haris Syahbuddin 2 1 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru 2 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi E-mail: [email protected] Abstract: The research was aimed to engineer the agriculture development model in KTM tidal swampland that based on resources utilization optimizing (land, human, and material), agriculture technology amelioration and farm zoning based on competitive advantage. The research was conducted in Cahaya Baru KTM, Barito Kuala Regency, South Kalimantan whose land was tidal swampland. Data were collected by interviewing 160 respondents that had been chosen by the mean of purposive random sampling. Data was analyzed by using competitive advantage method. Research result showed that on tabukan (down part of surjan), for potential field tipology with A, B and C overflow type on wet rice field (surjan available) was afforded by using cropping pattern with new paddies variety. that turn to be more competitive than local paddy variety plant. Whereas, on A and B sulfate acid tidal swampland would be more profitable if were afforded with new paddies variety and C overflow type was afforded with local paddy variety. Vegetable plant above guludan (raise bed) on sulfate acid field typology and potential for A and B overflow typology were using cropping pattern of chili (MH)- tomato (MKI)-tomato (MKII) which most competitive. Whereas, for C type of overflow typology the cropping pattern of chili (MH) – tomato (MK I) was the most competitive. These competitive advantage were visualized on commodities competitive advantage map on 1 : 55.000 scale. Keywords: Suitability, advantage, competitive, tidal swampland PENDAHULUAN Luas lahan rawa pasang surut di Indonesia diperkirakan 20,11 juta hektar terdiri dari 2,07 juta hektar lahan pasang surut potensial, 6,71 juta hektar lahan sulfat masam, 10.89 hektar lahan gambut, dan 0,44 juta hektar lahan salin (Alihamsyah, 2002). Di Kalimantan Selatan luas lahan rawa pasang surut sekitar 182.990 ha, diantaranya seluas 99.695 ha berada di wilayah pemerintah Kabupaten Barito Kuala, dari jumlah tersebut yang sudah diusahakan seluas 78.209 ha (Diperta, 2007). Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah kawasan transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan baru yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Fungsi perkotaan dimaksud antara lain meliputi: (1) Pusat kegiatan agribisnis mencakup: pengolahan hasil pertanian menjadi barang produksi dan atau barang konsumsi, pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services), dan pemuliaan tanaman unggul, (2) Pusat pendidikan dan pelatihan di sektor pertanian, industri serta jasa, dan (3) Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya lembaga keuangan pasar – pasar grosir dan pergudangan (CV. Itnasindo Konsultan, 2007). Di Kalimantan Selatan KTM Cahaya Baru memiliki inti kegiatan ekonomi berasal dari sektor pertanian. Perbedaannya dengan daerah pertanian non KTM adalah adanya pelayanan agroindustri, jasa, lembaga finansial, pelatihan pertanian, dan berbagai pelayanan sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Dengan demikian, kemajuan KTM sangat tergantung pada perkembangan pertanian di kawasan tersebut. Menurut Idak (1982), pemanfaatan lahan rawa pasang surut gambut di Kalimantan

Upload: danganh

Post on 22-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

SEPA : Vol. 10 No.1 September 2013 : 103 – 117 ISSN : 1829-9946

103

ZONA KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT BERBASIS KEUNGGULAN KOMPETITIF KOMODITAS

Yanti Rina D1 dan Haris Syahbuddin2

1Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru 2 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

E-mail: [email protected]

Abstract: The research was aimed to engineer the agriculture development model in KTM tidal swampland that based on resources utilization optimizing (land, human, and material), agriculture technology amelioration and farm zoning based on competitive advantage. The research was conducted in Cahaya Baru KTM, Barito Kuala Regency, South Kalimantan whose land was tidal swampland. Data were collected by interviewing 160 respondents that had been chosen by the mean of purposive random sampling. Data was analyzed by using competitive advantage method. Research result showed that on tabukan (down part of surjan), for potential field tipology with A, B and C overflow type on wet rice field (surjan available) was afforded by using cropping pattern with new paddies variety. that turn to be more competitive than local paddy variety plant. Whereas, on A and B sulfate acid tidal swampland would be more profitable if were afforded with new paddies variety and C overflow type was afforded with local paddy variety. Vegetable plant above guludan (raise bed) on sulfate acid field typology and potential for A and B overflow typology were using cropping pattern of chili (MH)- tomato (MKI)-tomato (MKII) which most competitive. Whereas, for C type of overflow typology the cropping pattern of chili (MH) – tomato (MK I) was the most competitive. These competitive advantage were visualized on commodities competitive advantage map on 1 : 55.000 scale. Keywords: Suitability, advantage, competitive, tidal swampland

PENDAHULUAN

Luas lahan rawa pasang surut di Indonesia diperkirakan 20,11 juta hektar terdiri dari 2,07 juta hektar lahan pasang surut potensial, 6,71 juta hektar lahan sulfat masam, 10.89 hektar lahan gambut, dan 0,44 juta hektar lahan salin (Alihamsyah, 2002). Di Kalimantan Selatan luas lahan rawa pasang surut sekitar 182.990 ha, diantaranya seluas 99.695 ha berada di wilayah pemerintah Kabupaten Barito Kuala, dari jumlah tersebut yang sudah diusahakan seluas 78.209 ha (Diperta, 2007). Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah kawasan transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan baru yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Fungsi perkotaan dimaksud antara lain meliputi: (1) Pusat kegiatan agribisnis mencakup: pengolahan hasil

pertanian menjadi barang produksi dan atau barang konsumsi, pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services), dan pemuliaan tanaman unggul, (2) Pusat pendidikan dan pelatihan di sektor pertanian, industri serta jasa, dan (3) Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya lembaga keuangan pasar – pasar grosir dan pergudangan (CV. Itnasindo Konsultan, 2007). Di Kalimantan Selatan KTM Cahaya Baru memiliki inti kegiatan ekonomi berasal dari sektor pertanian. Perbedaannya dengan daerah pertanian non KTM adalah adanya pelayanan agroindustri, jasa, lembaga finansial, pelatihan pertanian, dan berbagai pelayanan sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Dengan demikian, kemajuan KTM sangat tergantung pada perkembangan pertanian di kawasan tersebut. Menurut Idak (1982), pemanfaatan lahan rawa pasang surut gambut di Kalimantan

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

104

untuk budidaya pertanian khususnya tanaman pangan dan perkebunan sudah dimulai sejak tahun 1920-an. Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian semakin luas setelah adanya Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) bersamaan dengan program transmigrasi dari Jawa (1969-1982). Beberapa wilayah Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) di lahan rawa pasang surut merupakan sentra produksi padi. Pengembangan pertanian di lahan rawa pada umumnya yang juga dilakukan di wilayah KTM berperan penting ketika alih fungsi lahan sawah di Jawa terjadi secara masih dan telah mencapai lebih dari satu juta hektar. Peran lahan rawa sebagai lumbung pangan baru makin strategis ketika intensitas kemarau panjang (El Nino) semakin rapat melanda sentra produksi pangan baik yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Di balik berbagai kekurangannya, seperti kemasaman tanah tinggi, miskin hara (Widjaja-Adhi et al, 1992), dan intensitas gangguan hama penyakit dan gulma yang tinggi (Ismail et al, 1994), lahan rawa memiliki keunggulan dalam hal ketersediaan air. Pada saat lahan kering dan tadah hujan, bahkan sebagian lahan irigasi tidak mungkin lagi diusahakan karena kekurangan air, lahan pasang surut masih mungkin diupayakan dengan berbagai komoditas tanaman pangan dan hortikultura.

Pengembangan pertanian di lahan rawa tidak mudah dilakukan karena selain kendala dan masalah teknis tersebut di atas, masalah sosial ekonomi dan kelembagaan merupakan masalah yang cukup berat untuk dihadapi. Petani lahan rawa pasang surut yang hampir semuanya pendatang, umumnya berasal dari lapisan ekonomi paling lemah di daerah asalnya, sehingga kekurangan modal merupakan hal yang masih dihadapi sampai saat ini. Kredit usahatani (KUT) yang mensyaratkan adanya agunan menyebabkan akses petani pada kredit tersebut terputus. Kepadatan penduduk daerah pasang surut yang relatif rendah menyebabkan kekurangan tenaga kerja selalu dirasakan terutama pada saat musim tanam tiba seperti pengolahan tanah, tanam dan panen. Lemahnya kelembagaan pendukung pertanian menyebabkan sulitnya petani mencari sumber permodalan dan pemasaran hasil panen.

Lokasi KTM penggunaan teknologi pertanian sebagian besar masih tradisional dengan produktivitas rendah, salah satunya adalah luasnya penggunaan varietas lokal, tidak tertatanya sistem pola tanam berdasarkan ketersediaan air, pemupukan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dan sifat kimia tanah dal lain-lain. Keterbatasan tersebut memicu produktivitas yang rendah. Oleh karena itu, perbaikan kearah penggunaan teknologi terbarukan yang didasarkan pada keunggulan kompetitif tanaman diharapkan mampu mengangkat keunggulan kompetitif wilayah KTM secara keseluruhan. Selama ini pengembangan beberapa jenis komoditas pertanian pada suatu daerah lebih ditentukan berdasarkan pada aspek kesesuaian teknis dan keamanan pangan semata dan belum pernah dilakukan berdasarkan aspek ekonomi wilayah. Oleh karena itu, pada penelitian ini kesesuaian lahan rawa untuk pengembangan pertanian dilakukan berbasis pada pilar pengembangan pertanian itu sendiri yaitu keunggulan kompetitif. Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta zona kesesuaian lahan pasang surut berdasarkan keunggulan kompetitif komoditasnya.

METODE PENELITIAN

Karakteristik Lahan

Berdasarkan jangkauan pengaruh air pasang membagi lahan menjadi 4 tipe luapan yaitu: (1) Tipe A: selalu terluapi air pasang, baik pasang besar (spring tide) maupun pasang kecil (neap tide). Tipe lahan ini biasanya ditemui di daerah dekat pantai atau sepanjang pantai, (2)Tipe B: hanya terluapi oleh pasang besar (spring tide), tetapi terdrainase harian, (3)Tipe C: tidak pernah terluapi walaupun pasang besar, namun permukaan air tanah kurang dari 50 cm. Drainase permanen dan air pasang mempengaruhi secara tidak langsung, dan (4)Tipe D: tidak pernah terluapi dan permukaan air tanah lebih dari 50 cm. Drainase terbatas, penurunan air tanah terjadi selama musim kemarau ketika evaporasi melebihi curah hujan. Sedangkan berdasarkan tipologi lahan terbagi menjadi 4 katagori yaitu: (1) lahan rawa pasang surut potensial, (2) sulfat masam, (3) gambut, dan (4) salin (Puslittanak, 1997; Maamun, 1996; Sarwani, 1994).

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

105

KTM Cahaya Baru meliputi Kecamatan Mandastana, Kecamatan Jejangkit, Kecamatan Belawang, Kecamatan Barambai, Kecamatan Rantau Badauh dan sebagai Pusat KTM Cahaya Baru adalah sebagian Kecamatan Cerbon dan sebagian Kecamatan Marabahan. Daerah tersebut seluruhnya merupakan daerah basis pertanian lahan pasang surut. Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 6 Tahun 2008 telah ditetapkan Kota Terpadu Mandiri (KTM), yang meliputi kawasan seluas 56.799,87 hektar.

Lokasi dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 menggunakan metode survei. Lokasi penelitian di wilayah KTM Cahaya Baru lahan rawa pasang surut Kabupaten Barito Kuala dengan Kecamatan dan desa ditentukan secara purposive. Desa tersebut adalah desa Karang Indah kecamatan Mandastana (Sulfat masam tipe luapan C), desa Karang Buah kecamatan Belawang (Sulfat masam tipe luapan B), desa Jejangkit Muara kecamatan jejangkit (Potensial tipe luapan C), Sawahan dan Simpang Nungki kecamatan Cerbon (Potensial tipe luapan C), Dandajaya kecamatan Rantau Badauh (Potensial tipe luapan B), Pandalaman Baru dan Pendalaman Lama Kecamatan Barambai (Potensial tipe luapan A). Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan dan data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden mempergunakan kuesioner terstruktur. Petani sebanyak 160 orang dipilih secara purposive dengan jumlah proporsional

terhadap tipologi lahan. Penelitian meliputi seluruh tipologi lahan (kombinasi antara tipologi luapan dan jenis lahan) dan 3 tanaman utama yang diusahakan di tipologi lahan tersebut. Data primer meliputi luas lahan garap, komoditas, pola tanam, jumlah produksi, harga output, jumlah input, harga input, alasan petani mengusahakan dan sebagainya. Data sekunder meliputi luas tanam, luas panen dan produktivitas diperoleh dari instansi terkait Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan cara yang dilakukan Adnyana dan Kariyasa (1998). Suatu tanaman B memiliki keunggulan kompetitif terhadap tanaman A, bila memiliki nilai F yang lebih besar dari produktivitas tanaman A yang dijadikan tolak ukur. Nilai F dicari dengan rumus sebagai berikut :

Atan.produkHarga

Btan.KeuntunganAtan.BiayaFB

FB merupakan kesetaraan produktivitas tanaman B terhadap produktivitas tanaman A dalam tingkat harga produk tanaman A. Tanaman B lebih kompetitif dari tanaman A, bila FB > Produktivitas tanaman A, dan sebaliknya bila FB < Produktivitas tanaman A

Untuk mempermudah, dicari nilai QB, yaitu: QB = FB / Produktivitas tanaman A QB dibaca sebagai berapa kali produktivitas tanaman B dibandingkan dengan produktivitas tanaman A pada tingkat harga produk tanaman A. QB > 1, maka tanaman B memiliki keunggulan kompetitif terhadap tanaman A.

Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan untuk Pola Tanam Padi dan Sayuran di Wilayah KTM Kabupaten Barito Kuala, 2009

No. Tipologi/tipe luapan Sawah (Ha) Guludan (Ha) Kosong (Ha)

Total (Ha) Pd. L Pd U-Pd U C-T C-T-T

1. Gambut Tipe B - - - - 1.688 1.688 2. Gambut Tipe D - - - - 566 566 3. Potensial Tipe A 6.950 - - 6.950 - 6.950 4. Potensial Tipe B - 2.982 - 2.982 - 2.982 5. Potensial Tipe C - 34.143 34.143 - - 34.143 6. Sulfat Masam A 869 - - 869 - 869 7. Sulfat Masam B - 10.137 - 10.137 - 10.137 8. Sulfat Masam C 3.234 - 3.234 - - 3.234 Total 37.376 47.261 37.376 20.938 2.254 60.568

Ket : Pd.L = padi lokal, Pd.U=padi unggul, C=cabai rawit, T= tomat

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

106

Analisis keunggulan kompetitif dilakukan berdasarkan satu siklus pola tanam padi dalam setahun. Dimana masing-masing analisis keunggulan kompetitif juga dilakukan pada pola pertanaman sayuran pada Musim Hujan bulan Oktober – Maret, dan MK I bulan April- Juni dan MK II pada bulan Juli- September Pembuatan peta, dilakukan survei dan pengamatan kesesuaian tanaman dan lahan di wilayah KTM. Kemudian hasil pengamatan

ditabulasi, dipetakan menggunakan program ARGIS diperoleh data spasial seperti pada Lampiran 1. Setelah diketahui luasan selanjutnya dioverlapkan dengan hasil analisis keunggulan kompetitif per tipe luapan dan tipologi sehingga dapat digambarkan dalam bentuk peta kesesuaian usahatani dengan skala 1 : 55.000. Luas penggunaan lahan untuk pola tanam padi lokal, padi unggul-padi unggul di sawah dan tanaman cabai-tomat, cabai-tomat-tomat di guludan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Padi Lokal TerhadapPadi Unggul di Lahan Sawah per

Tahun pada Tipologi Potensial dan Sulfat Masam, Kabupaten Barito Kuala, 2009

No.

Tipologi lahan pasang surut/pols tanam

Produksi (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

I. Potensial Tipe A 1. VUB – VUB 7.500 2.893,3 21.700.000 10.455.000 11.245.000 2. VL 2.900 3.000,0 8.700.000 2.874.220,7 5.825.997,3 VLl terhadap Fi Qi VUB – VUB 4.706,4 1,6 II Potensial Tipe B 1. VUB – VUB 7.500 2.893,3 21.700.000 10.455.000 11.245.000 2. VL 3.000 3.000,0 9.000.000 5.430.860,2 3.569.139,8 VL terhadap Fi Qi VUB – VUB 5.558,6 1,8 III Potensial Tipe C 1. VUB – VUB 6.600 2.800,0 18.480.000 14.147.997,3 4.305.002,7 2. VL 2.400 3.000,0 7.200.000 3.733.185,5 3.466.814,5 VL terhadap Fi Qi VUB – VUB 2.679,4 1,1 IV Sulfat Masam Tipe

A

1. VUB – VUB 7.500 2.893,3 21.700.000 10.455.000 11.245.000 2. VL 2.900 3.000,0 8.700.000 2.874.220,7 5.825.997,3 VL terhadap Fi Qi VUB – VUB 4.706,4 1,6 V Sulfat Masam Tipe B 1. VUB – VUB 7.300 2.800,0 20.440.000 12.226.000 8.214.000 2. VL 2.566,7 3.000,0 7,700.100 3.113.266,9 4.586.833,1 VL terhadap Fi Qi VUB – VUB 3.775,7 1,5 VI Sulfat Masam Tipe C 1. VUB – VUB 4.000 2.900,0 11.600.000 6.922.377,3 4.677.622,7 2. VL 2.800 3.200,0 8.960.000 3.437.567,8 5.522.432,2 VL terhadap Fi Qi VUB – VUB 2.536 0,90

Ket: VUB = padi unggul, VL = padi lokal Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

107

HASIL DAN PEMBAHASAN Lahan Pasang Surut Potensial Lahan dengan tipologi luapan A, baik sulfat masam maupun potensial umumnya belum memiliki infrastruktur tata air yang baik, genangan air pada lahan baik saat pasang kecil maupun besar belum dapat dikendalikan terlebih di musim hujan. Akibatnya sangat sulit untuk merubah pola tanam dari padi lokal yang masa pertanamannya 9 bulan dengan padi unggul. Pola tanam yang berkembang di lahan pasang potensial tipe A adalah padi lokal - bero. Sayuran diusahakan petani di guludan terutama pada guludan yang tidak ditanami jeruk. Pada guludan yang ditanami jeruk, sayuran ditanam sebagai tanaman sela diiantara tanaman jeruk hingga umur tanaman jeruk < 3 tahun. Hasil analisis keunggulan kompetitif pola tanam padi unggul-padi unggul lebih kompetitif dibandingkan pola tanam padi lokal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Q1 >1. Makin besar nilai Q1, pola usahatani tersebut semakin kompetitif atau menguntungkan (Tabel 2).

Pola tanam yang berkembang di lahan rawa pasang surut potensial tipe luapan B adalah padi unggul - unggul dan padi lokal - bero. Sayuran diusahakan petani di guludan terutama pada guludan yang tidak ditanami jeruk. Pada guludan yang ditanami jeruk, sayuran ditanam sebagai tanaman sela hinggá tanaman jeruk berumur 3 tahun. Hasil analisis keunggulan kompetitif menunjukkan bahwa pola tanam padi unggul-padi unggul lebih kompetitif dibandingkan menggunakan pola tanam padi lokal saja yang juga ditunjukkan dengan nilai Q1 >1 (Tabel 2).

Pola tanam yang berkembang di lahan pasang potensial tipe C adalah padi unggul dan padi lokal-bero. Sayuran diusahakan petani di bagian atas atau guludan terutama pada guludan yang tidak ditanami jeruk. Jika ditanami jeruk, sayuran diusahakan hingga umur tanaman jeruk < 3 tahun. Hasil analisis keunggulan kompetitif padi lokal terhadap padi unggul di lahan sawah disajikan pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa padi unggul –padi unggul kompetitif dibanding padi lokal. Lahan pasang surut Sulfat Masam

Lahan sulfat masam pada tipe A umumnya terdapat di sekitar sungai. Kondisi airnya

umumnya lebih dalam karena terluapi oleh pasang surut besar maupun kecil. Petani umumnya melakukan tanam padi lokal, Namun pada beberapa lokasi dapat dilakukan tanam padi unggul jika kondisi airnya dikelola dengan baik. Hasil analisis keunggulan kompetitif pola tanam padi unggul-padi unggul lebih kompetitif dibandingkan pola tanam padi lokal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Q1 >1. Makin besar nilai Q1, pola usahatani tersebut semakin kompetitif atau menguntungkan (Tabel 2). Lahan tipe luapan B dengan kondisi sulfat masam potensial merupakan lahan pasang surut yang paling baik karena genangan air dapat dikuasai, kelembaban tanah dapat dipertahankan sehingga oksida pirit dapat dihindari. Pada lahan ini seperti di Desa Karang buah dapat diusahakan tanam padi dua kali setahun baik sawit dupa (padi unggul-padi local maupun duitdupa (padi unggul-padi unggul). Varietas unggul yang digunakan petani umumnya Margasari dan Ciherang. Pengolahan tanah menggunakan traktor, semai basah dan pemupukan berimbang. Hasil analisis keunggulan kompetitif tanaman padi unggul terhadap padi lokal di lahan sawah disajikan pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa pola tanam padi unggul-padi unggul lebih kompetitif dibanding tanaman padi lokal. Varietas unggul Margasari menggantikan varietas lokal karena selain harganya yang mahal sama dengan padi lokal, juga umurnya pendek sama seperti padi unggul lainnya, dan disukai masyarakat sehingga petani mudah untuk memasarkannya. Disamping itu varietas Margasari memiliki toleransi yang tinggi terhadap besi seperti varietas Siam Unus Putih (Khairullah et al, 2005). Pola tanam dua kali setahun di desa Karang Buah dapat berkembang karena umur varietas yang lebih pendek seperti ciherang 120 hari lebih pendek dari varietas lokal. Selain itu tersedianya traktor dan thereser sangat membantu petani dalam persiapan lahan dan perontokan hasil panen

Lahan pasang surut sulfat masam tipe luapan C, seperti di Desa Sawahan dan Simpang Nungki. Pada lokasi ini nampak berbagai komoditas diusahakan petani baik tanaman pangan maupun hortikultura, bahkan karet dan kelapa sawit. Lahan ini merupakan lokasi transmigrasi sejak 2007, sehingga di lapangan tanaman karet, jeruk masih berumur

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

108

Tabel 3. Peringkat Keunggulan Kompetitif Tanaman di Lahan Sawah pada Berbagai Tipologi Lahan Kabupaten Barito Kuala, 2009

No. Tipologi lahan Urutan keunggulan tanaman Nilai Q1 1. Lahan pasang surut potensial Tipe luapan A Padi unggul-Padi unggul 1.6 Tipe luapan B Padi unggul-Padi unggul 1.8 Tipe luapan C Padi unggul-Padi unggul 1.1 2. Lahan pasang surut sulfat masam Tipe luapan A Padi unggul-Padi unggul 1.6 Tipe luapan B Padi unggul-Padi unggul 1.5 Tipe luapan C Padi lokal 1,0

muda. Menurut petani meskipun lokasinya agak tinggi namun jika musim hujan kebanjiran karena drainasenya terbatas dan kurang baik. Produksi tanaman masih rendah, sangat tergantung pada masukan yang diberikan petani. Hasil analisis keunggulan kompetitif tanaman padi lokal terhadap padi unggul-padi unggul di lahan sawah pasang surut sulfat masam tipe luapan C seperti pada Tabel 3 menunjukkan bahwa padi unggul-padi unggul tidak kompetitif dibanding padi lokal. Hal ini diduga penanaman padi unggul pada tanam kedua (MK) memerlukan air yang cukup seperti pada tipe luapan A dan B namun tidak terpenuhi sehingga produksi yang dicapai masih rendah dan tidak kompetitif. Peringkat keunggulan kompetitif tanaman di lahan sawah pada berbagai tipologi lahan di Kabupaten Barito Kuala disajikan pada Tabel 3. Hasil tersebut divisualkan dalam Peta keunggulan kompetitif tanaman di bagian bawah surjan/tabukan pada Musim Hujan dan Musim Kemarau I di daerah KTM Cahaya Baru skala 1 : 55.000 pada Lampiran 2.

Guludan Musim Hujan Hasil analisis keunggulan kompetitif tanaman cabai rawit terhadap tanaman lain di guludan (tanpa tanaman jeruk) pada berbagai tipologi lahan sulfat masam dan potensial disajikan pada Tabel 4 dan 5. Penataan lahan pasang surut baik sulfat masam maupun potensial secara umum dengan sistem surjan. Sayuran dan palawija ditanam pada bagian atas surjan, sedangkan padi ditanam di tabukan terutama pada tipe luapan A dan B. Pada tipe luapan C khususnya di lokasi penelitian, petani lebih dominan mengusahakan padi, dan hanya pada lokasi-lokasi yang agak tinggi petani menanam

palawija. Dari hasil penelitian di lahan rawa pasang surut tipe luapan C seperti di desa Simpang Jaya menunjukkan bahwa jagung manis lebih kompetitif dibanding komoditas padi (Rina, 2010).

Tipe luapan A baik pada lahan sulfat masam maupun potensial, tanaman yang diusahakan petani di guludan lebih sedikit jenisnya dibanding pada lahan tipe luapan B dan C. Pada keduanya tanaman yang diusahakan umumnya cabai rawit. Pada lahan sulfat masam dan potensial tipe B dan C, banyak tanaman diusahakan di guludan pada musim hujan antara lain cabai rawit, tomat dan terung. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas yang kompetitif adalah cabai rawit baik di lahan pasang surut sulfat masam tipe luapan B dan C maupun pada lahan pasang surut potensial tipe luapan B (Tabel 4 dan 5).

Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dibuat peringkat keunggulan kompetitif tanaman di guludan tanpa tanaman jeruk pada berbagai tipologi lahan di Kabupaten Barito Kuala pada Musim Hujan Tabel 6.

Musim Kemarau I

Tanaman sayuran dan palawija diusahakan pada musim kemarau 1 pada berbagai tipe luapan di lahan rawa potensial disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis keunggulan komoditas di lahan pasang surut potensial tipe luapan A, B, dan C berturut-turut yang paling kompetitif adalah tomat, jagung manis, terung (Tabel 7). Sedangkan pada lahan pasang surut sulfat masam secara berturut-turut adalah tomat, terung dan cabai rawit (Tabel 8). Berdasarkan uraian tersebut maka peringkat keunggulan kompetitif tanaman di guludan tanpa tanaman jeruk pada berbagai tipologi lahan di Kabupaten Barito Kuala pada Musim Kemarau

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

109

I disajikan pada Tabel 9. Komoditas tomat pada Musim kemarau 1 memiliki keunggulan kompetitif dibanding komoditas lainnya karena produksinya yang lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan dan pada bulan Mei-Juni produksi tomat dari lahan lebak belum panen raya sehingga harga masih tinggi. Musim Kemarau II Penanaman sayuran dapat dilakukan pada Musim Kemarau II di guludan pada tipe luapan A dan B, sementara pada tipe luapan C baik

potensial maupun sulfat masam, yang diusahakan petani umumnya ubikayu. Hasil analisis keunggulan kompetitif tanaman cabai rawit terhadap tanaman lainnya di guludan tanpa jeruk pada tipologi potensial dan sulfat masam disajikan pada Tabel 10 dan 11. Komoditas tomat merupakan komoditas lebih kompetitif dibandingkan komoditas cabai rawit pada tipe luapan A, dan B. Sedangkan komoditas tomat pada tipe luapan yang sama paling kompetitif dibanding cabai rawit.

Tabel 4. Analisis Keunggulan Kompetitif Tanaman Cabai Rawit terhadap Tanaman Lainnya di Guludan

tanpa Jeruk (luas 1 Ha) pada Berbagai Tipe Luapan Lahan Potensial, Kabupaten Barito Kuala, Musim Hujan, 2009

No. Tipologi Lahan pasang surut /komoditas

Produksi (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

1. Potensial Tipe A

Cabai Rawit 2500 30.000 75.000.000 33.443.381,4 41.556.618,6

II. Potensial Tipe B

1. Cabai Rawit 2500 30.000 75.000.000 33.443.381,4 41.556.618,6

2 Tomat 8000 4.000 32.000.000 5.421.973,0 26.578.027,0

3 Terung 9000 3.000 27.000.000 19.275.362,4 7.724.637,6

Cabai rawit terhadap :

Fi Qi

Tomat 2000,7 0,8

Terung 1372,3 0,5

III. Potensial Tipe C 1. Cabai Rawit 2250 30.000 67.500.000 33.443.381,4 34.056.618,6

2. Tomat 8000 4.000 32.000.000 5.421,973,0 26.578.027,0

3. Terung 9000 3.000 27.000.000 19.275.362,4 7.724.637,6

4. Kedelai 1448,0 9.000 13.032.000 4.130.000,0 8.902.000,0

Cabai rawit terhadap :

Fi Qi

Tomat 2000,7 0,9

Terung 1372,3 0,6

Kedelai 1411,5 0,6

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

110

Tabel 5. Analisis Keunggulan Kompetitif Tanaman Cabai Rawit terhadap Tanaman Lainnya di Guludan Tanpa Jeruk (luas 1 Ha) pada Berbagai Tipe Luapan Sulfat Masam, Kabupaten Barito Kuala,

Musim Hujan, 2009

No. Tipologi Lahan/Komoditas

Produksi (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

1. Sulfat Masam Tipe A

Cabai Rawit 2500 30.000 75.000.000 33.443.381,4 41.556.618,6 II. Sulfat Masam Tipe

B

1. Cabai Rawit 2500 30.000 75.000.000 33.443.381,4 41.556.618,6 2 Tomat 8000 4.000 32.000.000 5.421.973,0 26.578.027,0 3 Terung 9000 3.000 27.000.000 19.275.362,4 7.724.637,6 Cabai rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 2000,7 0,80 Terung 1372,3 0,55 III. Potensial Tipe C 1. Cabai Rawit 2250 30.000 67.500.000 33.443.381,4 34.056.618,6 2. Tomat 8000 4.000 3.200.000 5.421.973,0 26.578.027,0 3. Terung 9000 3.000 27.000.000 19.275.362,4 7.724.637,6 Cabai rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 2000,7 0,89 Terung 1372,3 0,61

Sumber : Analisis Data Primer, 2009 Tabel 6. Peringkat Keunggulan Kompetitif Tanaman di Guludan tanpa Jeruk pada Berbagai Tipe Luapan

Lahan Pasang Surut Potensial dan Sulfat Masam Kabupaten Barito Kuala Musim Hujan, 2009.

No. Tipologi lahan Urutan keunggulan tanaman Nilai Q1 1. Lahan potensial Tipe luapan A Cabai Rawit 1,0 Tipe luapan B Cabai Rawit 1,0 Tipe luapan C Cabai Rawit 1,0 2. Lahan sulfat masam Tipe luapan A Cabai Rawit 1,0 Tipe luapan B Cabai Rawit 1,0 Tipe luapan C. Cabai Rawit 1,0

Tabel 7. Analisis Keunggulan Kompetitif Tanaman Cabai Rawit terhadap Tanaman Lainnya di Guludan

tanpa Jeruk Luas 1 Ha pada Berbagai Tipe Luapan Lahan Potensial, Kabupaten Barito Kuala, Musim Kemarau 1, 2009

No. Tipologi Lahan/Komoditas

Produksi (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

I. Potensial Tipe A 1. Cabai rawit 4000 6.000 24.000.000 32.408.441,6 -8.408.441,6 2. Tomat 20.000 2.500 50.000.000 8.421.973,3 41.578.026,7 3. Terung 11.000 2.000 22.000.000 19.275.362,4 2.724.637,6 4. Jagung Manis 31.360 1.000 31.360.000 6.726.966,4 24.633.033,6 Cabai Rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 12.331,08 3,1 Terung 5.855,51 1,5 Jagung manis 9.506,91 2,4

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

111

II Potensial Tipe B 1. Cabai rawit 4000 6.000 24.000.000 32.408.441,6 -8.408.441,6 2. Tomat 20.000 2.500 50.000.000 8.421.973,3 41.578.026,7 3. Terung 11.000 2.000 22.000.000 19.275.362,4 2.724.637,6 4. Jagung Manis 31.360 1.000 31.360.000 6.726.966,4 24.633.033,6 Cabai Rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 12.331,08 3,1 Terung 5.855,51 1,5 Jagung manis 9.506,91 2,4 III. Potensial Tipe C 1. Cabai rawit 3.750 6.000 22.500.000 32.408.441,6 -9.908.441,6 2. Tomat 15.090 2.500 37.725.000 8.421.973,3 29.303.026,7 3. Terung 11.000 2.000 22.000.000 19.275.362,4 2.724.637,6 4. Jagung Manis 31.360 1.000 31.360.000 6.726.966,4 24.633.033,6 Cabai Rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 10.285,24 2,7 Terung 5.855,5 1,6 Jagung manis 9.506,9 2,5

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Tabel 8. Analisis Keunggulan Kompetitif Tanaman Cabai Rawit Terhadap Tanaman Lainnya Di Guludan Tanpa Jeruk (luas 1 Ha) Pada Berbagai Tipe Luapan Lahan Sulfat Masam, Kabupaten Barito Kuala, Musim Kemarau 1, 2009

No. Tipologi Lahan/Komoditas

Produksi (kg/kg)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

I. Sulfat Masam Tipe A

1. Cabai rawit 4000 6.000 24.000.000 32.408.441,6 -8.408.441,6 2. Tomat 20.000 2.500 50.000.000 8.421.973,3 41.578.026,7 3. Terung 11.000 2.000 22.000.000 19.275.362,4 2.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 12.331,08 3,1 Terung 5.855,51 1,5 II Sulfat MasamTipe

B

1. Cabai rawit 4000 6.000 24.000.000 32.408.441,6 -8.408.441,6 2. Tomat 20.000 2.500 50.000.000 8.421.973,3 41.578.026,7 3. Terung 11.000 2.000 22.000.000 19.275.362,4 2.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 12.331,08 3,1 Terung 5.855,51 1,5 III. Sulfat Masam Tipe

C

1. Cabai rawit 3.750 6.000 22.500..000 32.408.441,6 -9.908.441,8 2. Tomat 15.090 2.500 3.7.725.000 8.421.973,3 29.303.026,7 3. Terung 11.000 2.000 22.000.000 19.275.362,4 2.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap : Fi Qi

Tomat 10.285,24 2,7 Terung 5.855,51 1,6

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

112

Tabel 9. Peringkat Keunggulan Kompetitif Tanaman di Guludan tanpa Jeruk pada Berbagai Tipologi Lahan Kabupaten Barito Kuala Musim Kemarau I, 2009.

No. Tipologi lahan Urutan keunggulan tanaman Nilai Q1 1. Lahan pasang surut

potensial

Tipe luapan A 1 Tomat, 2. jagung manis, 3. terung, 4 cabai rawit

3,1, 2,4, 1,5 1

Tipe luapan B 1 Tomat, 2. jagung manis, 3. terung, 4 cabai rawit

3,1, 2,4, 1,5, 1

Tipe luapan C 1 Tomat, 2. jagung manis, 3. terung, 4 cabai rawit

2,7, 2,5, 1,6, 1

2. Lahan pasang surut sulfat masam

1. Tipe luapan A 1.Tomat, 2.terung, 3.cabai rawit 3,1, 1,5, 1 2. Tipe luapan B 1.Tomat, 2.terung, 3. cabai rawit 3,1, 1,5, 1 3. Tipe luapan C. 1.Tomat, 2.terung, 3.cabai rawit 2,7, 1,6, 1

Tabel 10. Analisis keunggulan kompetitif tanaman cabai rawit terhadap tanaman lainnya di guludan tanpa jeruk (luas 1 ha) pada berbagai tipe luapan lahan potensial, Kabupaten Barito Kuala, Musim Kemarau II, 2009

No. Tipologi Lahan/Komoditas

Produksi (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

I. Potensial Tipe A 1. Cabai Rawit 3.500 20.000 70.000.000 32.168.683,4 37.831.317,4 2. Tomat 15.000 5.000 75.000.000 7.671.973,3 67.328.026,7 3. Terung 10.000 4.000 40.000.000 19.275.362,4 20.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap Fi Qi

Tomat 4.974,83 1,4 Terung 2.644,67 0,8 II. Potensial Tipe B 1. Cabai Rawit 3.500 20.000 70.000.000 32.168.683,4 37.831.317,4 2. Tomat 15.000 5.000 75.000.000 7.671.973,3 67.328.026,7 3. Terung 10.000 4.000 40.000.000 19.275.362,4 20.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap Fi Qi

Tomat 4.974,83 1,4 Terung 2.644,67 0,8

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Tabel 11. Analisis keunggulan kompetitif tanaman cabai rawit terhadap tanaman lainnya di guludan tanpa jeruk (luas 1 ha) pada berbagai tipe luapan lahan sulfat masam, Kabupaten Barito Kuala, Musim Kemarau II, 2009

No. Tipologi

Lahan/Komoditas Produksi (kg/ha)

Harga (Rp/kg)

Penerimaan (Rp/ha)

Biaya produksi (Rp/ha)

Keuntungan (Rp/ha)

I. Sulfat Masam Tipe A

1. Cabai Rawit 3.500 20.000 70.000.000 32.168.683,4 37.831.317,4 2. Tomat 15.000 5.000 75.000.000 7.671.973,3 67.328.026,7 3. Terung 10.000 4.000 40.000.000 19.275.362,4 20.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap Fi Qi

Tomat 4.974,83 1,4 Terung 2.644,67 0,8

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

113

II. Sulfat Masam Tipe B

1. Cabai Rawit 3.500 20.000 70.000.000 32.168.683,4 37.831.317,4 2. Tomat 15.000 5.000 75.000.000 7.671.973,3 67.328.026,7 3. Terung 10.000 4.000 40.000.000 19.275.362,4 20.724.637,6 Cabai Rawit

terhadap Fi Qi

Tomat 4.974,83 1,4 Terung 2.644,67 0,8

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Tabel 12. Peringkat keunggulan kompetitif tanaman di guludan tanpa jeruk pada berbagai Tipologi lahan

Kabupaten Barito Kuala Musim Kemarau II, 2009.

No. Tipologi lahan Urutan keunggulan tanaman

Nilai Q1

1. Lahan pasang surut potensial 1. Tipe luapan A 1.Tomat, 2.cabai rawit, 1,4, 1,0 2. Tipe luapan B. 1.Tomat, 2.cabai rawit, 1,4, 1,0

2. Lahan pasang surut sulfat masam

1. Tipe luapan A 1.Tomat, 2. cabai rawit, 1,4, 1,0 2. Tipe luapan B 1.Tomat, 2.cabai rawit, 1,4, 1,0

Berdasarkan hasil analisis, peringkat keunggulan kompetitif tanaman di guludan tanpa tanaman jeruk pada berbagai tipologi lahan di Kabupaten Barito Kuala pada Musim Kemarau II disajikan pada Tabel 12.

Hasil tersebut divisualkan dalam Peta keunggulan kompetitif tanaman di bagian atas surjan/guludan pada Musim Hujan, Musm Kemarau I dan Musim Kemarau II di daerah KTM Cahaya Baru skala 1 : 55.000 pada Lampiran 3.

SIMPULAN

Analisis keunggulan kompetitif tanaman menunjukkan bahwa pada tabukan (bagian bawah surjan), untuk tipologi lahan potensial dengan tipe luapan A, B, C dan lahan pasang surut sulfat masam A dan B diusahakan padi unggul-padi unggul dan pada lahan pasang surut sulfat masam tipe luapan C diusahakan padi lokal. Tanaman sayuran di atas guludan (bagian atas surjan) pada tipologi lahan sulfat masam dan potensial untuk tipologi luapan A dan B, pola tanam cabai rawit (MH)– tomat (MK I) –tomat (MK II) adalah yang paling kompetitif. Sedangkan untuk tipologi lupan C yang paling kompetitif adalah pola cabai rawit (MH) – tomat (MK I). Keunggulan kompetitif

ini divisualkan dalam bentuk peta keunggulan kompetitif tanaman skala 1: 55.000. Peluang meningkatkan pendapatan petani masih cukup terbuka. Seandainya lahan dengan tipe luapan A memiliki tata air yang baik dan pola tanam padi lokal sekali setahun dapat dirubah, tentu pendapatan usahatani akan berubah pula. Oleh sebab itu perbaikan jaringan tata air di lahan tipe A sangat mendesak untuk dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa, 1998. Sumber Baru Pertumbuhan Produksi Dan Tingkat Keuntungan Kompetitif Usahatani Jagung Di Indonesia Dalam Agribisnis Tanaman Pangan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Ujung Pandang-Maros, 11 – 12 NovVember 1997. Balai Penelitian Jagung dan Serealia lain, Maros. Ujung Pandang.

Alihamsyah, T. 2002. Optimalisasi Pendayagunaan Lahan Rawa Pasang Surut. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pendayagunaan Sumberdaya Lahan di Cisarua, tanggal 6-

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

114

7 Agustus 2002. Puslitbang Tanah dan Agroklimat.

CV. Itnasindo Konsultan 2007. Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri “Cahaya Baru” Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan, Laporan Pendahuluan, CV. Itnasindo Konsultan, Banjarmasin.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2007. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru.

Idak, H. 1982. Perkembangan dan Sejarah Persawahan di Kalimantan Selatan. Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Banjarmasin.

Ismail, I.G., T. Alihamsyah, IPG. W. Adhi, Suwarno, T.Herawati, R. Taher, dan D.E. Sianturi (eds), 1994. Sewindu (1985-1993) Penelitian Pertanian di Lahan Rawa, Kontribusi dan Prospek Pengembangan, Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa - Swamps II, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dep. Pertanian, Jakarta.

Khairullah, I, Raihani, W, A. Jumberi dan S.Sulaiman. 2005. Mekanisme Toleransi Keracunan Besi pada Varietas Lokal Padi (Oryza Sativa L) Pasang Surut di Kalimantan Selatan. Jurnal Agroscientiae Nomor 1, Volume 12 tahun 2005. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.

Maamun, M.Y. 1996. Program dan Hasil Penelitian Tanaman Pangan Lahan rawa dan Lahan Kering. Prosiding Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan Rawa

dan Lahan kering (Buku 2). Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan rawa

Puslittanak. 1996. Laporan Akhir Survai Tanah Miniatur Pengembangan Lahan Rawa Daerah Kapuas Murung dan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

Rina, Y. 2010. Analisis Ekonomi dan Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan di Lahan Rawa Pasang Surut Tipe luapan C (Kasus desa Simpang Jaya dan Antarbaru Kabupaten Barito Kuala). Dalam Budi Kartiwa et al (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Tanggal 30 Nopember-1 Desember 2010 di Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Bogor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Sarwani. M. 1994. Arah dan Langkah Strategis Penelitian dan Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut dengan Penekanan pada Pengelolaan Air. Dalam Pengelolaan Air dan Produktivitas Lahan Rawa Pasang Surut (Pengalaman dari Kalimantan Selatan dan Tengah). Badan Litbang Pertanian.

Widjaja-Adhi, I.P.G., Nugroho, Didi Ardi dan A.S. Karama, 1992. Sumberdaya lahan pasang surut, rawa dan pantai: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam S.Partohardjono dan M.Syam (Eds). Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Pasang Surut dan Lebak. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Puslitbangtan. Bogor.

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

115

Lampiran 1. Peta Tipologi Lahan dan Tipe Luapan KTM Cahaya Baru

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

116

Lampiran 2. Peta Keunggulan Kompetitif Tanaman di Bagian Bawah Surjan/Tabukan pada Musim Hujan dan Musim Kemarau I di Daerah KTM Cahaya Baru

Yanti Rina D, Haris Syahbuddin : Zona Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut …

117

Lampiran 3. Peta Keunggulan Kompetitif Tanaman di Bagian Atas Surjan/Guludan pada Musim Hujan, Musm Kemarau I dan Musim Kemarau II di Daerah KTM Cahaya Baru