your life is your message -...

25

Upload: vudung

Post on 22-Aug-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah
Page 2: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

S

Your Life is Your Message ISMATU ROPI

ebuah surel (surat elektronik) dari Tara Butler, seorang staf pada Prizes Office ANU (the Australian National University), yang saya

terima melalui telpon genggam pada dini hari tanggal 28 Juni 2103 benar-benar membuat saya termangu. Isinya hanya 3 paragraf pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah menghilangkan rasa kantuk pada pagi itu. “Congratulations, you have been awarded the Ann Bates Postgraduate Prize for Indonesian Studies for 2012! Please see the attached correspondence for further details about your prize.” Paragraf lainnya berisi tentang prosedur administratif yang harus dilakukan. Selebihnya adalah sebuah penegasan kembali ucapan penghargaan. “Again, congratulations on your achievement, and we look forward to hearing from you. If you have any questions, please feel free to contact us…”

Saya betul-betul tidak percaya dengan kalimat-kalimat dalam surel itu sampai saya membuka lampiran (attachment) yang disertakan. Sebuah surat resmi berlogo lengkap dengan tanda tangan dari pejabat yang berwenang. Isinya jelas dan singkat. Sebuah surat penghargaan buat saya dari kampus itu atas prestasi menghasilkan disertasi terbaik (the Most Outstanding Thesis) dalam kajian Indonesia di ANU.

Tak pernah terbayangkan saya untuk mendapatkan penghargaan itu. Jika dirunut ke belakang, tak terlintas juga dalam benak saya dalam keadaan sadar untuk memiliki kesempatan belajar

Page 3: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

323

dan menyelesaikan program pascasarjana di luar negeri. Menempuh pendidikan tinggi di dua kampus berbeda yang termasuk 50 universitas terbaik dunia di dua negara yang berbeda, Kanada dan Australia. Jika ditarik ke belakang lebih jauh lagi, mungkin tak pernah juga ada peluang untuk menetap di luar negeri (the land above the wind) ditemani istri saya, Eka Indrawati, bersama buah hati kami, Alefa Passadhya Raihani dan Qisthi Vinaya Mahathira, untuk waktu yang cukup lama. Rasanya tak ada jalan untuk mencapai prestasi atau merasakan pengalaman berharga itu. Semua itu hanya mimpi. Mimpi orang kecil dari keluarga yang penuh keterbatasan.

Apa yang saya alami dan saya dapati adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang menjawab setiap doa. Seperti yang pernah dikatakan sebuah kata mutiara: “God gives you answer in three ways. He says ‘Yes’ and gives you whatever you want. He say ‘No’ and gives you something better, or He says ‘Wait’ and gives you the Best.”

Saya adalah orang yang meyakini nilai yang ada di balik kata-kata mujarab itu. Saya adalah satu dari jutaan anak manusia dari keluarga pendatang yang hidup pas-pasan di salah-satu sudut kota besar Jakarta yang percaya bahwa hidup kita bisa menjadi sebuah pesan yang memberikan inspirasi dan ibrah untuk yang lain. Your life is your message seperti yang pernah diungkap oleh Mahatma Gandhi, sang filsuf dan tokoh besar dunia dari India. Saya percaya bahwa setiap mimpi keberhasilan yang diyakini akan menjelma menjadi sebuah doa. Saya juga percaya bahwa setiap doa tulus yang diperjuangkan akan menjadi sebuah etos penyemangat hidup. Saya yakin bahwa adalah hak Tuhan sepenuhnya menjawab setiap doa, tapi adalah kewajiban manusia untuk memperjuangkan mimpi-cum- doa dengan cara yang terbaik. A Home is Where the Heart is

Saya dilahirkan dan besar di belahan barat Jakarta. Ayah (almarhum HM Ropi Machmud) dan ibu saya (Hj Siti Rohila) berasal dari Palembang Sumatera Selatan yang merantau untuk sebuah keinginan memperbaiki nasib. Saya ingat benar rumah keluarga kami di perkampungan Tomang Asli. Sebuah rumah petak berdinding anyaman bambu dengan lantai dari tanah yang mengkilap dan keras karena sering terinjak. Ada sebuah sumur tua di belakang rumah kami, dan pohon mangga rimbun yang bayangannya membuat

Page 4: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

324

suasana terasa mencekam pada hampir setiap senja. Buat kami, pohon yang berdiri kokoh itu seolah makhluk besar dengan rambut terjuntai yang menyeringai dan mengintai kami; anak-anak Ayah dan Emak yang masih belia.

Rumah sederhana inilah yang menjadi kediaman kami bertahun-tahun. Sampai suatu saat Ayah mendapatkan rezeki yang besar (kata Emak, ayah sering bekerja sampingan sebagai makelar tanah dadakan) dan semuanya tiba-tiba berubah. Ayah membangun rumah. Kami kemudian memiliki rumah besar yang layak dengan pohon mangga kokoh yang tetap dipertahankan di pekarangan belakang. Bedanya pohon mangga yang sama telah kehilangan keangkerannya. Berangsur menjadi tempat buat saya dan kakak saya memanjat tinggi nyaris sampai pucuknya.

Inilah rumah buat kami, dan inilah juga rumah singgah yang menampung banyak ‘saudara kampung’. Entah itu artinya saudara sedarah dari kampung atau dianggap saudara karena tinggal sekampung. Tak ada bedanya buat kami. Mereka terus silih berganti datang menjadi penghuni. Kadang hanya untuk beberapa hari. Ada juga yang satu atau dua bulan. Tapi beberapa di antara mereka ‘betah’ bertahun-tahun. Rumah kami tak ubahnya barak di mana kamar-kamar dijejali begitu banyak orang. Saya ingat benar Ayah mempunyai dua tempat tidur besar cukup tinggi yang di bawahnya dapat diisi penghuni. Salah satunya adalah saya. Kami yang belia pada masa itu menjadi anak ‘kolong’. Anak kolong tempat tidur yang menjadikan bagian bawah ranjang sebagai tempat bermain dan beristirahat.

Betapapun begitu, kami bisa bertahan sedemikian lama dan menikmatinya. Kami merasa menjadi keluarga yang sangat besar dalam pengertian yang sebenarnya. Sedemikian besar sehingga Emak setiap hari harus menyiapkan dua meja yang berbeda memenuhi kebutuhan makan kami semua dan keluarga dari kampung itu. Rumah kami pada waktu itu tak ubahnya seperti kuntum bunga yang mengundang banyak kumbang untuk datang. Silih berganti seolah tak ada henti.

Tapi seperti halnya bunga yang pada gilirannya layu, para kumbang-pun perlahan beringsut pergi. Begitu juga dengan rumah kami. Sesuatu yang didapat dengan sangat cepat, akan juga pergi dengan logika yang sama. Rumah itu selanjutnya menjadi saksi dari sebuah sejarah keberhasilan Ayah yang instan. Setelah itu, semuanya

Page 5: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

325

kembali biasa-biasa saja. Para ‘saudara’ yang sebelumnya sering tiba-tiba datang mengetuk pintu kami untuk singgah atau menetap sekian lama pun berangsur hilang dari peredaran. Rumah besar itu tiba-tiba menjadi rumah kami yang sebenarnya. Anak Ayah dan Emak.

Tentu contoh keberhasilan instan Ayah mendirikan rumah bukan satu-satunya potret tentang keluarga kami. Sebagai keluarga pendatang di sebuah daerah yang disebut ‘tempat jin buang anak’ (itulah julukan yang diberikan untuk daerah Tomang!) di mana hanya segelintir ‘orang seberang’ berminat untuk tinggal, mimpi untuk mencapai keberhasilan yang diraih dengan susah payah adalah etos yang terus diturunkan oleh Ayah dan Emak.

Ayah buat saya adalah orang yang tak putus asa memompa semangat. Ayah adalah contoh keuletan, keberanian menentukan sikap dan kerja keras itu sendiri. Saya masih ingat cerita yang sering disampaikan kepada kami tentang perjalanan pertamanya ke Jakarta. Katanya, beliau pergi dari kampungnya di pedalaman Kayu Agung Komering Ilir hanya dengan berbekal seekor ayam jago. Hanya seekor ayam! Ayam itulah, yang dijual Ayah di kota terdekat, yang menjadi ongkos membeli tiket dan bekal hidup ke Jakarta. Hanya dengan modal minim itu, beliau yang juga masih begitu belia pada waktu itu pergi ke Jakarta sendirian dengan segudang cita-cita setelah ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di kampung.

Terus terang, sebenarnya tak ada yang sungguh-sungguh tahu kebenaran cerita itu. Sebab tak pernah ada satu-pun dari kami yang pernah berani mempertanyakan kesahihannya. Sebagaimana galibnya cerita rakyat (folklore) yang pernah kita dengar, rasanya tak pernah ada orang yang mempertanyakan kebenaran folklore. Tak pernah ada orang mempertanyakan logika cerita tentang perlombaan lari yang dimenangkan oleh kura-kura ketika melawan kelinci. Yang dilihat adalah hikmah di balik cerita itu. Yakni pelajaran hidup tentang keuletan dan kerja keras serta tentang upah bagi sebuah kesombongan. Keuletan sang kura-kura; dan kesombongan sang kelinci menyepelekan lawannya. Seperti juga folklore kura-kura dan kelinci itu, cerita Ayah bukan diuji wujud kevalidannya. Buat kami, cerita itu bernilai dan membekas menjadi pelajaran hidup yang kami paham maksudnya ketika kami beranjak dewasa. Bahwa ada perjuangan untuk mencapai cita-cita. Ada cita-cita yang harus terus diperjuangkan.

Page 6: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

326

Ibu saya adalah perempuan istimewa. Emak, sebagaimana kami semua memanggilnya, adalah mata air yang tak pernah kering. Pendidikan Emak cukup tinggi untuk masanya. Emak sempat menyelesaikan pendidikan menengah di Palembang. Untuk pendidikan ini, beliau pergi dari kampung; tinggal jauh dari orang tua menumpang di kediaman saudara sekampung. Emak adalah sumber kebajikan dan kasih sayang buat kami semua. Emak pelita yang terus menerangi kami sekeluarga. Saya masih terkenang dengan senda gurau Emak mengucapkan who is the time now? mencandai kami yang sedang belajar bahasa Inggris. Berkali-kali kami mengatakan kepadanya bahwa yang benar adalah what is the time now tapi Emak tetap ‘teguh’ pada pendirian sembari tersenyum seolah merayakan kemenangan. Inilah salah-satu cara Emak membuat hati kami riang dalam keterbatasan.

Bagi Ayah dan Emak, pendidikan adalah segala-galanya. Seperti suatu saat pernah diungkap Emak, tak lama setelah mereka menikah, bayangan tentang kehidupan yang jauh lebih baik dan keinginan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak-anak mereka adalah alasan utama yang menguatkan kepergian ke Ibukota negeri ini. Cerita itu tak hanya sekali dituturkan. Berkali-kali. Itulah yang selalu tertanam dalam benak kami, anak-anaknya. Kepergian mereka ke Jakarta tak ubahnya seperti memasuki pintu yang tak ada jalan kembali. The Door of No Return jika meminjam istilah yang digunakan oleh para imigran Sierra Leone yang ‘dipaksa’ meninggalkan tanah kelahiran mereka pergi ke benua Amerika. Kepergian mereka layaknya cerita tentang Tariq bin Ziyad seorang jendral Muslim yang memimpin ekspedisi ke Spanyol pada abad ketujuh Masehi. Tariq membakar semua kapal dan persediaan makanan setibanya di tanah baru itu. Tak ada kesempatan untuknya dan semua prajuritnya kembali pulang. Begitu dilalui, tak ada jalan untuk kembali. Tak mungkin surut-langkah atau berpikir ulang. Tak ada harapan berbelok atau memutar haluan. Begitu juga apa yang dilakukan Ayah dan Emak. Mereka dengan sadar memilih untuk melewati ‘the door of no return’ itu. Mereka dengan keberanian tanpa syarat telah sengaja ‘membakar kapal masa lalu kehidupan mereka’ untuk tidak pernah kembali ke kampung halaman.

Hanya saja sebagaimana galibnya cerita idealisme, mimpi tentang hidup layak dan mimpi pendidikan tinggi buat anak-anak di tanah seberang sering berbenturan dengan realitas pragmatisme

Page 7: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

327

hidup yang serba pas-pasan. Ayah bekerja sebagai pegawai negeri biasa di sebuah kantor kecamatan yang kerap menyambi kerja serabutan. Emak hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang seluruh hidupnya dibaktikan untuk membesarkan kami, buah hati mereka.

Saya adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Empat di antaranya laki-laki, dua kakak (Amar Sadikin dan Sukasah Syahdan), saya sendiri, dan adik saya (Hazairin). Selebihnya adalah dua kakak perempuan (Dewi Pertiwi dan Arena Prima) serta si bungsu (Aslamawati). Dengan jumlah keluarga yang cukup besar ini, tentu kemampuan Ayah dan Emak sangat terbatas memenuhi semua kebutuhan. Hidup kami tentu penuh kekurangan. Saya masih ingat betul bagaimana Emak berusaha berhutang sana sini saat pembayaran uang sekolah tiba. Emak menjadi ‘palang pintu’ menahan rasa malu keluarga kami ketika Ayah belum bisa membayar hutang-hutang itu tepat waktu.

Ada saatnya hari-hari menjadi masa yang sangat ditunggu seperti pada beberapa hari menjelang Lebaran Idul Fitri. Inilah saatnya dan mungkin satu-satunya kesempatan tahunan bagi kami memiliki baju dan sepatu baru. Biasanya kami harus menambah satu ukuran lebih besar agar baju dan sepatu itu bisa digunakan untuk waktu yang lebih lama. Dan ketika keadaan ekonomi keluarga kami jauh lebih memprihatinkan, masih terekam juga keputusan berat yang diambil kakak laki-laki tertua saya untuk berhenti kuliah. Ia mengorbankan pendidikannya dengan memilih bekerja agar kami, adik-adiknya, bisa tetap melanjutkan sekolah.

Pada gilirannya, hidup serba kekurangan inilah yang menguatkan kami semua untuk menghargai kerja dengan tangan sendiri. Kami harus mencukupi keinginan dan kebutuhan masing-masing dengan cara kreatif. Entah itu berjualan petasan pada bulan Ramadhan atau menjajakan es keliling kampung atau menitipkan termos es kebo itu ke warung terdekat. Mengajar kursus atau membuat kerajinan yang bisa dijual pernah dilakukan sekedar untuk mendapat uang jajan. Menyemir sepatu juga menjadi pilihan salah satu dari kami. Intinya, segala yang ingin kami miliki dan raih menjadi ladang yang penuh kalkulasi dan perhitungan; dan tentunya diusahakan sendiri-sendiri.

Alhamdulillah, karena keinginan untuk hidup lebih baik dan dorongan yang tak henti dari Ayah dan Emak untuk pendidikan tinggi, lima orang dari kami meraih gelar sarjana Strata 1. Pada

Page 8: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

328

gilirannya nanti, tiga orang di antara kami juga menyelesaikan pendidikan di tingkat Strata 2. Sampai hari ini saya berhasil menyelesaikan studi Strata 3. Hanya sayangnya Ayah tidak bisa menyaksikan saya menyelesaikan studi doktoral ini. Ayah meninggal dunia hanya dua hari menjelang keberangkatan saya ke Australia. Saya pergi ke negeri Kanguru itu dengan kesedihan yang luar biasa. Namun perasaan kehilangan inilah yang kemudian menjadi api yang memicu saya untuk menyelesaikan program pendidikan ini sebaik-baiknya. Saya mendedikasi jerih payah perjuangan saya itu untuk mengenangnya. Allahumma ighfir lahu wa-rhamhu wa-’afihi wa’ fu anhu. Saya yakin jika Ayah masih ada, ia tentu sangat bangga ketika tahu bahwa saya telah mendapatkan gelar akademik tertinggi formal itu. Apalagi kalau beliau juga tahu bahwa disertasi yang saya tulis mendapatkan perhargaan. Sebagaimana kegembiraan yang saya lihat dari raut muka Emak ketika mendengarnya, jika Ayah masih ada bersama kami, saya akan mengabarkan langsung berita yang menyenangkan ini. Ayah, I wish I could tell you directly this news. Belajar di Pondok Pesantren Daar el-Qolam

Perjalanan panjang hidup saya tak mungkin lepas dari

pendidikan yang pernah saya lalui. Selepas SMP, saya memutuskan untuk menjadi santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam Gintung Jayanti Tangerang. Sebuah keputusan besar yang mengubah cara hidup dan kepribadian saya. Saya ingat benar betapa kagetnya Ayah ketika saya utarakan keinginan untuk belajar di pondok. Tak ada dalam silsilah panjang keluarga kami, sejarah belajar Islam secara formal atau mengecap pengalaman menjadi santri yang tinggal di pondok. Kakak dan adik saya semuanya belajar di sekolah umum. Kalaupun kami belajar agama, itu dilakukan dengan mengikuti pengajian ba’da magrib di masjid atau mendatangi rumah ustadz bersama-sama teman sebaya.

Masuk akal memang jika Ayah bingung dan terkejut dengan keinginan saya itu. Tak ada saudara pula yang bisa dimintai pendapat tentang pendidikan pondok pesantren. Ditambah lagi, memang keluarga kami tidak berakar kuat atau menjadi bagian tradisi organisasi keagamaan yang sering dilihat orang secara dikotomis; antara NU dan Muhammadiyah. Karenanya kami sekeluarga tidak begitu tahu dan peduli perbedaan antara keduanya.

Page 9: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

329

Apalagi pemikiran Ayah tentang agama cukup maju untuk masanya. Ayah benar-benar secara rasional misalnya memisahkan antara kehidupan agama dengan realitas politik. Inilah yang pada masa itu membuat kami kadang ‘dimusuhi’, utamanya ketika musim Pemilihan Umum (Pemilu) tiba. Sebab ketika hampir semua orang di sekitar lingkungan rumah kami memihak dan memilih salah-satu partai politik berbasis agama, Ayah justru mengambil posisi yang berseberangan. Jadilah kami seolah common enemy buat warga kampung karena pendirian politiknya.

Kegelisahan ini pernah saya utarakan kepada Ayah pada suatu hari. Saya ungkapkan kerisauan saya karena beberapa kawan saya seakan mengambil jarak karena pandangan Ayah yang berbeda dengan orang tua mereka. Jawaban Ayah pada waktu itu sangat datar dan singkat. Buatnya, tidak ada yang religious dalam Pemilu. Kalaupun ada simbol agama yang digunakan, baginya itu sama sekali bukan agama. “Itu hanya sebatas simbol yang bukan menjadi arah sujud kita. Semata-mata gambar tak ubahnya dua gambar lain yang menjadi kontestan Pemilu,” katanya. Saya sungguh-sungguh bingung dengan argumennya, dan butuh waktu yang cukup lama sampai saya dewasa untuk bisa sepenuhnya paham arti dari pandangan politik Ayah itu.

Terus terang saya tidak tahu apa ada kaitan antara sikap ayah tentang politik agama dengan cara pandangnya terhadap pendidikan Islam seperti pesantren. Yang pasti, betatapun kami cukup akrab dengan kata itu, rasanya tak pernah ada pembicaraan dalam keluarga kami untuk menjadikan pesantren tempat kami menuntut ilmu. Bisa jadi alasannya semata-mata karena minimnya pengetahuan kami tentang pondok pesantren, dan tak ada contoh yang bisa diikuti yang membuat keluarga kami memilih lembaga pendidikan itu.

Perkenalan saya dengan dunia pondok juga memang kebetulan. Suatu hari ada ‘saudara sekampung’, yang tidak begitu jelas sebenarnya kaitannya dengan kami. Ia bertandang ke rumah menumpang untuk bermalam. Ia datang bersama seorang anak muda dengan berkemeja tangan panjang. Saya ingat namanya Sarbini. Saya memanggil dia Kak Sar. Saya sempat berbincang dengannya dan terpesona dengan kepandaian berbahasa Arab dan Inggris. Tiba-tiba ia berbicara dengan Bahasa Arab yang saya tak tahu sama sekali apa artinya. Pada lain kesempatan, ia peragakan kemampuan berbahasa Inggris yang menurut saya pada waktu itu tak ubahnya seperti

Page 10: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

330

seorang penutur asli. Kak Sar adalah santri di Pondok Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur tahun kelima (setingkat Kelas 11 di SMU). Saya benar-benar terkesima ketika ia juga bercerita tentang kehidupan di pondok pesantren. Tiba-tiba saya ingin sekali seperti dia. Belajar di pondok pesantren, dan bisa bicara bahasa asing sekaligus.

Butuh beberapa hari buat Ayah mencerna keinginan saya ini, dan pada akhirnya beliau mendukungnya; membawa saya ke Pondok Daar el-Qolam. Sangat sederhana alasannya. Selain mungkin sebatas ‘coba-coba’ (mungkin Ayah berpikir saya hanya bisa bertahan dalam hitungan hari atau bulan), Pondok ini tidak terlalu jauh dari Jakarta. Mungkin Ayah juga ingin menenangkan kegundahannya melepas anaknya pergi dengan memilih tempat terdekat. Apalagi memang ada tetangga kami yang juga menyekolahkan anaknya di tempat itu. Dalam benaknya, paling tidak ada teman sepermainan yang saya kenal untuk masa-masa awal di Pondok.

Saya juga masih ingat bagaimana keberangkatan saya ke Pondok dengan tergesa-gesa. Setelah shalat jumat, Ayah meminta saya memasukkan baju ke dalam koper hitam. Koper tua yang telah berganti warna karena usang pertanda terlalu sering digunakan. “Kita berangkat sekarang ke Pondok. Ayah sudah dapat alamatnya,” ungkap Ayah. Saya ternganga, dan tiba-tiba saja waktu berputar sedemikian cepat.

Saya pergi bersama Ayah hanya dalam bilangan menit dengan koper berisi baju seadanya; tanpa bekal lain atau makanan yang dipersiapkan sebagaimana lazimnya sebuah perjalanan lama. Saya tak sempat pamit kepada kakak dan adik karena mereka sedang berada di sekolah masing-masing. Saya tak sempat mengucapkan kata perpisahan kepada siapapun kecuali kepada Emak. Saya melihat Emak berusaha untuk tabah dengan mata berkaca-kaca. Emak berdiri mematung dengan ketegaran yang luar biasa. Beliau baru terlihat bergerak merengkuh badan saya yang kecil dan ringkih ketika saya mendekat memeluknya untuk berpamitan. Emak memeluk lama sekali dan saya mendengar degup jantungnya. Saya ingat Emak memalingkan muka perlahan menghapus air matanya karena beliau juga tidak tahu rencana Ayah yang serba mendadak ini.

Saya tiba di Pondok pada waktu petang, dan Ayah kembali ke Jakarta sore itu juga meninggalkan saya di Pondok sendirian. Saya ditemani oleh seorang Ustadz menghadap seseorang yang berumur

Page 11: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

331

paruh baya dengan topi koboi berwarna coklat muda di kepalanya. Beliau bertanya beberapa hal kepada saya dan Ustadz pengantar itu, dan mempersilahkan kami pergi langsung menuju asrama. Baru beberapa hari kemudian, saya mengetahui seseorang yang saya temui tempo hari adalah Kyai Ahmad Rifai Arief, pemimpin Pondok kami.

Ustadz itu membantu saya menemukan ranjang kosong di salah-satu sudut kamar di sebuah asrama, dan setelah itu ia pergi membiarkan saya duduk di atas ranjang sendirian. Tak lama berselang ada sekelompok santri senior datang dan meminta saya dengan sangat sopan mempersiapkan diri berangkat ke masjid untuk shalat magrib berjamaah. Rupanya mereka tahu bahwa saya baru datang dalam bilangan jam. Saya bergegas mengganti celana dengan kain dan bersiap menyambut petang.

Inilah shalat magrib pertama sepanjang hidup saya di sebuah lembaga pendidikan pondok pesantren pada sebuah masjid tua bercat kusam berjendela besar di sekeliling. Sebuah masjid dengan tempat wudhu yang pada masa itu tak ubahnya seperti sebuah telaga. Semuanya ada di situ pada air statis yang sudah berubah warna dan rasanya; saling melengkapi antara kerumunan kaki para santri yang membungkuk mengambil air wudhu dengan sekawanan ikan yang berenang di dasar kolam. Inilah pengalaman pertama saya, dan saya masih tidak begitu percaya bahwa saya telah menjadi seorang santri ketika pendidikan dan pengajaran di Pondok sudah berlangsung lebih dari satu bulan.

Belajar dan tinggal di Pondok selama beberapa tahun membuka mata hati saya tentang makna dan tujuan hidup. Terlepas dari pelajaran-pelajaran agama dan umum yang begitu padat dan melelahkan, Pondok melatih saya untuk berusaha memahami esensi beragama tapi pada saat yang sama menggembleng saya untuk bisa bertahan hidup. Inilah bagi saya pelajaran hidup yang tak pernah ada dalam kurikulum sekolah.

Saya selalu ingat pesan Kyai saya, almarhum KH Ahmad Rifai Arief, utamanya tentang prinsip-prinsip dasar yang menjadi ruh Pondok seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, budi pekerti dan kebebasan. Banyak juga filsafat hidup yang sangat bernas (salah satunya dari pelajaran mahfuzhat) yang baru saya pahami maknanya ketika saya dewasa. Kata-kata bijak tentang kesabaran, integritas, persistensi, kebajikan ilmu yang diajarkan dalam mata pelajaran itu

Page 12: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

332

menjadi rambu untuk kehidupan yang sebenarnya ketika saya telah menyelesaikan pendidikan menengah saya di Pondok.

Bagi saya hidup di Pondok tak ubah sebagai hidup di dunia yang sebenarnya dalam versi mini. Di Pondok, dalam kehidupan berskala kecil dan terbatas, selain bertafaqquh fi din, kita belajar untuk berinteraksi, belajar untuk bersimpati, memahami perbedaan dan menghargai orang lain. Tentu hidup di Pondok dengan ratusan bahkan ribuan orang dengan cara berpikir dan tabiat berbeda merupakan sebuah tantangan tersendiri. Saya mungkin bisa membaca berbagai buku tentang teori perbedaan, tetapi hidup di Pondok memberikan kesempatan merasakan langsung perbedaan itu yang karena itu saya belajar bagaimana menerima keragaman. Keragaman cara pikir; cara bersikap dan cara hidup. Saya mungkin bisa membaca bermacam buku tentang tips kesuksesan hidup, tetapi hidup di Pondok mengajarkan bagaimana saya bisa memaknai kehidupan yang bermanfaat dan yang paling penting mensyukurinya.

Hidup di Pondok juga mengajarkan banyak hal yang berkaitan dengan keterampilan hidup (life skills). Saya masih ingat pada suatu saat Kyai Rifai memergoki saya sedang asyik menghaluskan kayu bermaksud membantu tukang yang sedang bekerja membuat kusen pintu. Saya beringsut mundur beberapa langkah lalu diam menunggu hukuman. Kyai Rifai malah memanggil saya untuk mendekat, dan meminta salah-seorang pekerjanya untuk memperagakan bagaimana melakukan itu dengan baik. Rupanya Pak Kyai sudah memperhatikan saya dari kejauhan; melihat minat saya dengan keterampilan itu dan berusaha mencarikan jalan agar saya benar-benar paham caranya; sebuah cara yang terbaik yang diajarkan Pondok agar kami bisa mengasah keterampilan yang kami minati. Pengalaman hidup di Pondok inilah yang pada gilirannya menjadi ruh penuntun saya untuk berusaha menjadi lebih baik dalam bersikap dan bekerja terutama setelah saya menyelesaikan pendidikan di tempat itu. Horizon Pendidikan IAIN Jakarta

Selepas pendidikan di Pondok Pesantren, saya mencoba mendaftar di IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya memilih Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin tanpa

Page 13: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

333

perhitungan dan pengetahuan. Semata-mata hanya karena kawan karib saya memilih jurusan yang sama. Kami sama-sama diterima masuk, dan betapa senangnya saya.

Sayangnya kebahagiaan sering tidak berlangsung lama. Bertukar menjadi kesedihan. Hari kedua kami mengikuti orientasi pengenalan studi di IAIN, kawan saya memberi kabar yang membuat hari itu menjadi kelam. Ia memutuskan untuk meninggalkan IAIN karena ia diterima di perguruan tinggi negeri yang lain. Ibarat naik bis bersama karena merasa punya tujuan yang sama, tiba-tiba ia meloncat turun dan mencari bis lain. Saya seperti terperangkap tak berdaya di bis itu. Saya tidak punya alasan untuk turun atau meloncat, dan berganti bis lain seperti dia. Mau tidak mau, suka tidak suka saya harus tetap di dalam bis ini sampai ke tujuan.

Tetapi selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa, setiap keputusan dan setiap pilihan. Sikap ini yang juga sering ditanamkan oleh Kyai Rifai. “Coba dan coba lagi. Pupuk rasa sabar. Jangan mudah menyerah. Kamu tidak pernah mempunyai seekor ayam dengan cara memecahkan telur.” Itu kata-kata dari Kyai Rifai yang selalu terngiang. Persis seperti yang pernah diungkap Anthony de Mello bahwa kadang hidup itu tak ubahnya seperti permainan kartu. Tak ada kesempatan untuk memilih. “Dalam permainan kartu yang disebut hidup ini orang main kartu dengan kartu yang ada di tangannya sekuat daya dan kemampuannya. Mereka yang hanya mau main dengan kartu yang tidak ada di tangannya melainkan dengan kartu yang seharusnya diberikan kepadanya; mereka ini gagal di dalam hidup. Kita tidak ditanya apa kita mau main. Itu bukan pilihan. Kita harus main. Pilihannya itu adalah caranya,” ungkap de Mello.

Jadi apapun yang saya dapat dan punyai, itulah yang terbaik buat saya. Tidak ada pilihan. Yang membedakan adalah cara memperlakukan atau memandangnya. Itulah yang menjadi pilihan dan cara pandang dalam kegamangan saya kuliah di IAIN karena kepergian karib saya itu. Ya sudah. Nikmati saja. Dan ketika semuanya sudah mulai berjalan, saya betul-betul menikmati belajar agama-agama yang ada di dunia. Saya menyukai bidang itu karena saya memasuki sebuah belantara yang tak banyak orang berusaha untuk menyingkapnya. Banyak tantangan dan kesalahpahaman ketika saya mulai menekuni dan mempelajari apa yang diyakini dan

Page 14: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

334

dipercayai orang lain yang kadang memiliki logika yang berbalik dengan agama dan keyakinan yang saya peluk selama ini.

Kuliah di Jurusan Perbandingan Agama IAIN Jakarta mengajarkan banyak hal buat saya tentang keragaman dan kekayaan kehidupan agama tidak hanya di tanah air tetapi di dunia. Saya sangat terkesan dengan beberapa dosen kami yang penuh kesahajaan dan dedikasi. Dalam segala keterbatasan, mereka tidak hanya mengajarkan kami tetapi juga mendidik kami untuk berani melihat persoalan secara proporsional dalam memahami agama-agama yang ada. Tidak secara ekstrem berada di salah satu pendulum: kiri atau kanan. Keduanya bisa sama ekstremnya dan sama merusaknya. Lebih dari itu, beberapa dosen kami menjadi role model yang menjadi inspirasi kami para mahasiswanya. Anak-anak muda yang sedang mencari identitas dan kejatidirian. Dari sekian banyak dosen yang mengajar dan mengampu kami, salah-satu yang saya kagumi adalah Professor Zaini Muchtarom.

Pak Zaini, begitu kami memanggil beliau, menjadi prototype dari seorang dosen yang ‘sempurna’ dan contoh dari keberhasilan. Beliau begitu mempesona dengan karisma dan bahasa tubuhnya. Saya menyukai kuliah-kuliahnya yang banyak memberikan inspirasi tidak hanya tentang ilmu perbandingan agama, tetapi yang lebih penting tentang pengalamannya sekolah di luar negeri. Pak Zaini kerap bercerita tentang universitas yang menjadi almamaternya: McGill University Montreal Kanada. Cerita beliau tentang perpustakaan yang begitu lengkap; tentang seorang tenaga perpustakaan (yakni pustakawati yang sangat cantik) yang katanya begitu cekatan membantu para mahasiswa memburu berbagai buku; tentang professor-professor hebat yang sabar melayani pertanyaan para mahasiswa; dan tentang pengalaman suhu pada titik nadir di Montreal pada musim dingin. Cerita-cerita yang tersublimasi menjadi mimpi yang ingin juga saya rasakan.

Saya tidak ingin berhenti menjadi pendengar yang ternganga dengan cerita-cerita itu. Saya ingin mengunjungi perpustakaan yang beliau katakan dan membaca buku-buku yang ada di sana. Saya ingin bertemu pustakawati itu. Saya ingin bertanya kepada professor yang hebat, dan saya ingin merasakan mengigil kedinginan pada musim di mana salju turun perlahan. Saya ingin merasakannya sendiri. Jika ada pepatah yang mengatakan hujan batu di negeri sendiri lebih baik

Page 15: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

335

daripada hujan emas di negeri orang lain, maka buat saya, saya ingin mengalami hujan emas itu. Saya ingin merasakan bedanya.

Keinginan kuat untuk mengalami suka duka sekolah di luar negeri pada gilirannya membuka mimpi tentang beasiswa. Sebab, dengan latar belakang keluarga yang pas-pasan, satu-satunya cara untuk mewujudkan mimpi itu hanyalah meraih beasiswa. Inilah yang mendorong saya untuk belajar secara otodidak bahasa Inggris dengan harapan yang tinggi semoga kemampuan berbahasa ini akan mempermudah jalan untuk meraih cita-cita tadi. Hanya saja pada akhirnya saya pun harus realistis. Belajar bahasa sendiri seolah tak ada ukuran kemajuannya. Apalagi pintu beasiswa masih terlalu samar. Kuncinyapun belum jelas ada di mana. Jalannyapun belum jelas arah ke mana.

Selepas saya menyelesaikan gelar sarjana Strata 1, saya mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai jurnalis di sebuah majalah dua-mingguan yang sangat besar dan terkenal pada waktu itu: Majalah Forum Keadilan. Dari sekitar 800 aplikan, setelah melewati berbagai tes dan wawancara, saya diterima bekerja di bawah Pak Karni Ilyas, seorang jurnalis kawakan yang menjadi icon bagi dunia jurnalistik di tanah air dewasa ini. Pak Karni mengajarkan kami para jurnalis muda bagaimana menjadi seorang penulis yang baik dengan data yang juga kuat. Menulis dengan logika yang linear. Saya belajar banyak sekali dari pengalaman jurnalistik dan menulis di majalah ini.

Tapi itu hanya saya lakukan dalam beberapa bulan. Sebuah surat yang ditandatangani Rektor IAIN Jakarta, pada waktu itu adalah Profesor Quraish Shihab, memanggil saya kembali ke kampus untuk mengikuti Program Pembibitan Calon Dosen IAIN se-Indonesia. Mimpi tentang tinggal di luar negeri tiba-tiba kembali bersemi. Program Pembibitan Dosen dan Beasiswa ke McGill University

Buat saya yang memupuk mimpi tentang sekolah di luar negeri, program ini adalah kunci dari pintu yang memungkinkan apa yang dicitakan menjadi terwujud. Program ini memang tidak menawarkan beasiswa, tapi memberikan jalan dan persiapan untuk berkompetisi meraih beasiswa belajar di perguruan tinggi ternama utamanya di luar negeri. Program ini tidak hanya membantu saya

Page 16: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

336

dan dua puluh sembilan kawan lain dari IAIN se-Indonesia untuk merajut mimpi sekolah di luar negeri itu, tetapi juga memperkaya pengembangan integritas keilmuan serta memberikan tips pengalaman penting bagaimana bisa ‘bertahan’ dan menikmati kehidupan di negeri orang. Dengan bekal yang diberikan dalam program ini, diharapkan kami, para peserta, dapat menimba pengalaman akademis dan sosial; melakukan pemilihan dan pemilahan secara kritis apa yang bisa diambil dan dikembangkan untuk kemajuan pendidikan tinggi Islam di tanah air. Harapannya, peran yang dimainkan setelah selesai nanti memberikan warna dan kontribusi bagi pengembangan tradisi keilmuan itu dalam konteks keIslaman dan keIndonesiaan.

Berkat persiapan dalam program ini pula ditambah beberapa bulan kursus bahasa Inggris tambahan di Pulau Dewata Bali, saya mendapat kesempatan untuk mengambil program Master di McGill University. Sebuah universitas yang berada kota Montreal Kanada. Kota ini adalah kota budaya yang mengagumkan; kota dengan lanskap yang menggabungkan arsitektur bangunan-bangunan tua dengan gedung-gedung modern menjulang yang menantang langit.

Secara pribadi kesempatan belajar di McGill University ini tidak hanya memberikan banyak perspektif keilmuan baru kepada saya tetapi memberikan kesempatan saya membuktikan cerita-cerita Pak Zaini yang saya dengar ketika menjadi mahasiswanya. Kesempatan sekolah ini memuluskan mimpi saya menjadi kenyataan. Merasakan sendiri apa yang diceritakan beliau secara langsung. Saya mengunjungi perpustakaan yang beliau katakan, dan membaca buku-buku yang ada di sana. Saya bertemu dengan pustakawati yang diceritakan Pak Zaini itu, Salwa Ferahian, perempuan Arab Nestorian yang memang tetap mempesona di usia yang paruh baya. Saya belajar dan berdiskusi dengan professor yang hebat itu; dan saya juga merasakan gigil kedinginan pada musim di mana salju turun perlahan. Saya merasakan sendiri hujan emas. Dan saya sekarang tahu bedanya dengan hujan batu di negeri sendiri seperti yang dikatakan pepatah itu.

Beruntung juga bagi saya, sebagai pengantin baru pada waktu itu, saya bisa mengajak istri saya menemani hari-hari saya di Montreal ini. Kehadiran pendamping dalam studi di luar negeri ini bukan semata-mata banyak membantu untuk hal-hal yang domestik, tetapi juga membuat cerita kami tentang luar negeri menjadi semakin

Page 17: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

337

lengkap. Sering kali istri saya datang membawa masakan untuk makan siang. Seolah sedang berpiknik, kami menggelar picnic rug membuka makanan dan menikmatinya seolah tak peduli dengan orang yang lalu lalang. Di Montreal ini, kami sama-sama menikmati musim panas yang begitu menyengat; sama-sama menggigil ketika musim dingin; merasakan temaramnya musim gugur sambil memungut daun-daun mapple berwarna kuning kecoklatan yang mulai berguguran; dan menikmati mekarnya bunga-bunga tulip pada musim semi. Kami menikmatinya bersama-sama dengan ritme yang saling melengkapi.

Secara akademik belajar di McGill memberi perspektif yang sangat beragam dalam memahami studi-studi Islam, dan diskursus Islam Indonesia. Tentu saja pengalaman belajar ini memiliki tantangan baik secara akademik, kultural maupun sosial bagi saya yang baru pertama kali belajar di universitas di luar negeri. Saya sangat menyukai mata kuliah tentang perkembangan tafsir al-Qur’an yang diampu oleh Professor Issa Boulatta. Metode pengajarannya tak ubahnya seperti di pesantren; sorogan di mana seorang mahasiswa diminta membaca sebuah teks di depan Professor, dan menjelaskan artinya. Ia juga sering menggunakan cara bandongan dimana beliau membaca naskah dan kami mahasiswanya secara saksama mendengarkan lalu berdiskusi. Di universitas ini pula, saya memahami secara lebih proporsional sejarah Islam di Indonesia di bawah bimbingan Professor Howard Federspiel. Menurut saya, beliau berhasil menyuguhkan potret dan rekaman panjang yang bertautan tentang dinamika sejarah Islam di Indonesia sejak masa lampau sampai periode mutakhir.

Di McGill saya mengambil minor studi tentang agama-agama. Awalnya, Professor Federspiel, sebagai Direktur Program Kerjasama McGill-IAIN, memang meminta saya untuk pindah dari Institute of Islamic Studies ke Faculty of Religious Studies. Menurutnya, saya ‘kurang cocok’ belajar Islam karena kebanyakan publikasi yang saya tulis di media massa lebih banyak tentang diskursus agama-agama ketimbang tentang kajian Islam. Tawaran ini tentu membuat saya antusias. Hanya saja, pada akhirnya saya juga harus realistis. Fakultas itu tidak memiliki seorangpun yang tahu tentang kajian agama-agama di Indonesia. Sangat teknis dan klise sekali tentu saja tetapi begitulah kenyataannya. Saya akhirnya tetap attached secara administratif di Institut itu tetapi mengambil beberapa mata kuliah

Page 18: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

338

yang berkaitan dengan agama-agama seperti sejarah Gereja dan Yahudi di Fakultas Studi Agama-Agama baik secara resmi atau hanya menjadi salah-seorang mahasiswa pendengar.

Untuk tugas akhir tesis, saya melakukan riset tentang Kristen di Indonesia. Utamanya menyoroti bagaimana sarjana Muslim Indonesia mempersepsikan dengan sejarah, ajaran dan doktrin Kristen. Saya belajar banyak dari berbagai literatur yang ditulis oleh para sarjana Muslim kenamaan itu. Hanya saja semakin saya membaca karya mereka, semakin banyak saya mendapatkan berbagai kesalahpahaman dan kekeliruan dalam merekonstruksi agama Kristen ini.

Tentu apa yang mereka lakukan harus diletakkan dalam konteks masing-masing untuk merespon sebuah situasi dan persoalan yang dihadapi. Sebab hampir selalu ada preseden yang melingkupinya. Menurut saya, penggambaran dan proyeksi atas agama-agama lain yang dibuat oleh para sarjana Muslim Indonesia merupakan bagian dari proses, sebagaimana yang diungkap oleh Irincinschi dan Zelletin, making selves and marking others untuk menjelaskan identitas dan menegaskan otentitas agama sendiri.

Bisa dipahami bahwa sejatinya gambaran-gambaran itu bisa jadi memang ini sebagai bagian untuk upaya menjaga marwah keimanan umat Muslim (guarding the faith of ummah) akibat derasnya arus Kristenisasi yang ditengarai sedang terjadi di tanah air. Masuk akal kalau banyak tulisan sarjana Muslim itu menjadi sangat normatif, ideologis dan monolitik karena kebanyakan sumber-sumber yang dirujuk sebenarnya mengansu pada tulisan yang dibuat oleh para penulis Muslim sendiri di belahan dunia yang lain yang berupaya memproyeksikan sejarah dan worldview agama orang lain. Mungkin karya-karya ini dimaksudkan sebagai bagian dari mekanisme pertahanan diri (self defence mechanism) ketika agama yang dianut terancam. Jadi semacam amunisi dakwah tertulis melangkapi dakwah lisan. Oleh sebab itu tulisan itu cenderung bersifat ideologis, imaginatif sampai ahistoris. Model penulisannya-pun bervariasi. Dari yang sangat apologistis, polemis sampai provokatif. Tentu ada, walau sangat sedikit, beberapa karya cukup baik karena didukung dengan data dan metodologi yang secara akademis bisa dipertanggungjawabkan.

Semakin saya mengkajinya, tentu semakin bisa saya memahami latar belakangnya. Sebagian karya bersifat ideologis itu memang

Page 19: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

339

dilatarbelakangi oleh kontestasi politik panjang hubungan agama-agama, utamanya dengan (Yahudi)-Kristen dan Islam. Yang lain bersifat imaginative-cum-ahistoris sebagai bagian dari ‘konsekuensi’ dalam upaya merekonstruksi gambaran-gambaran tentang agama dan komunitas agama lain yang terkandung dalam nomenklatur tafsir al-Qur’an dan Hadith sendiri. Mungkin juga sebabnya karena memang keterbatasan literatur utama (first hand) yang bisa diakses, atau memang semata-mata karena dangkalnya pemahaman.

Saya banyak belajar dari tipologi, model dan materi tulisan-tulisan itu, dan tetap menaruh rasa hormat yang sangat tinggi kepada para pioneer atas jerih payah mereka membuka cakrawala baru tentang hubungan Islam dan Kristen di tanah air itu. Inilah bekal penting yang saya bawa pulang ke tanah air. Kembali Ke Kampus untuk Mengajar dan Meneliti

Sekembalinya dari Montreal dengan gelar Master ini, saya menjadi bagian dari korps dosen muda di almamater saya, Fakultas Ushuluddin IAIN/UIN Jakarta. Di Fakultas Ushuluddin, saya mengajar beberapa mata kuliah seperti Sejarah Agama-Agama, Islam dalam Kajian Barat, Agama-Agama Lokal di Indonesia, Kristen di Indonesia, Judaisme dan Gerakan Agama Modern (New Religious Movement). Mata kuliah-mata kuliah itu adalah bidang yang saya minati, betatapun masih sangat sulit mendapatkan bahan-bahan dalam bahasa Indonesia yang secara akademik bisa dijadikan acuan utama dalam proses belajar-mengajar.

Harus diakui bahwa keinginan saya untuk memperluas cakrawala mahasiswa dengan memperkenalkan berbagai literatur mata kuliah-mata kuliah tersebut dalam bahasa asing bukan hal yang mudah tanpa kendala. Sebab salah-satu masalahnya adalah minimnya kemampuan para mahasiswa dalam penguasaan bahasa asing. Betatapun begitu, saya ingin tetap memperkenalkan kepada para mahasiswa betapa kayanya literatur sudah ada jika mereka memiliki kemampuan bahasa asing yang lebih baik. Saya ingin di antara mereka, ada beberapa yang mendapatkan kesempatan sekolah lebih tinggi seperti yang saya rasakan.

Pengalaman saya belajar di McGill juga membuka cakrawala tentang pentingnya pengalaman passing over. Sebuah pengalaman untuk mau masuk ke jantung agama orang lain mempelajari esensi

Page 20: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

340

ajaran agama mereka dan kembali ke tradisi agama sendiri dengan suasana batin yang jauh lebih kaya. Saya ingat persahabatan saya dengan salah-satu mahasiswa di tempat saya belajar itu. Namanya Alan Guinter. Ia adalah seorang pendeta muda yang pernah mengabdikan dirinya di Rawalpindi Pakistan selama beberapa tahun. Saya sering sekali berdiskusi tentang Kristen dengannya hampir di setiap kesempatan bertemu. Pada saat yang sama sering pula ia mengorfirmasikan pemahamannya tentang ajaran Islam yang dipelajarinya kepada saya. Hubungan kami pada akhirnya lebih dari sekedar berbagi pengetahuan dan pengalaman agama, tetapi juga etika. Saya belajar banyak darinya tentang makna kebaikan hati dan ketulusan persahabatan pada saat di mana jalan hidup kami bersimpangan. Saya rasa inilah inti dari dialog yang beradab. Saling menghormati dan berusaha memahami bahwa perbedaan di dunia adalah hal yang tidak bisa dibantah. Bukan sebagai retorika teoritis semata tapi sebagai realitas wajar dalam keseharian. Tuhan memang menciptakan dunia ini dalam keberagaman. Jadi, sia-sialah mereka yang dengan keegoisannya ingin menjadikan kehidupan di dunia ciptaan Tuhan ini menjadi seragam.

Cara pandang dengan model passing over semampunya saya terapkan dalam mengajar para mahasiswa di Fakultas saya. Yang paling sederhana dan memungkinkan, saya terus mendorong para mahasiswa untuk ‘akrab’ membaca buku-buku dan literatur yang ditulis oleh para penganut agama itu sendiri. Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Professor Wilfred Cantwel Smith, seorang tokoh kenamaan studi agama. Menurutnya, jika seorang peneliti agama berusaha mendeskripsikan sebuah agama atau ajaran agama, dan penganut agama dari tradisi bersangkutan mengamini cara pandang dan deskripsi itu, maka artinya ia ‘cukup berhasil’ memahami apa agama dan tradisi itu. Tapi jika penganut agama itu menyatakan bahwa pandangan peneliti atau peminat itu salah atau kurang tepat, maka pada dasarnya ia memang ‘gagal’ memahami realitas agama itu. Saya kerap menekankan cara pandang Professor Smith ini sebagai barometer keberhasilan studi yang dilakukan. Bagi saya, apa yang disebut dengan deskripsi sebuah ajaran agama tertentu harus juga bisa diterima dan dipahami oleh penganut yang bersangkutan, dan ini adalah bagian terpenting dari studi agama-agama secara akademik.

Page 21: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

341

Selain mengajar di Fakultas, saya juga bergabung menjadi peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta sejak tahun 1999. Saya masih ingat benar bagaimana saya menjadi bagian di lembaga ini. Professor Azyumardi Azra-lah yang mengajak saya untuk pertama kalinya menginjakkan kami di gedung lembaga penelitian ini. Saat itu beliau adalah Pembantu Rektor 1 IAIN Jakarta. Setahu saya, kak Edi (begitu kami memanggilnya) pernah membaca tulisan saya yang terbit di sebuah jurnal internasional di Inggris. Mungkin tulisan itu dianggap cukup bagus, beliau memanggil saya untuk bertemu. Buat saya pada waktu itu, diminta datang oleh orang yang memiliki nama besar seperti beliau adalah hal yang luar biasa. Apalagi mendapat tawaran menjadi peneliti di sebuah lembaga yang didirikannya. Sebuah kehormatan yang saya mesti bayar dengan loyalitas dan kerja keras.

PPIM UIN Jakarta ibarat rumah kedua bagi saya. Lembaga ini tentu memberikan banyak kesempatan untuk ikut berbagai penelitian tapi pada saat yang sama memberikan kebebasan saya menekuni minat kajian agama-agama. Sambil terus belajar untuk menjadi penulis, berbagai penelitian yang dilakukan PPIM memperkaya pemahaman saya betapa menariknya menelaah peran agama dalam realitas kehidupan sosial di tanah air yang begitu komplek dan cepat berubah arah. Kawan-kawan di PPIM seperti Professor Jamhari, Professor Oman Fathurahman, Professor Murodi, Din Wahid, Saiful Umam, Dadi Darmadi, Jajang Jahroni, Ali Munhanif, Fuad Jabali, Arief Subhan, Idris Thaha dan Didin Syafruddin serta yang lain yang tidak bisa disebut satu persatu adalah figur-figur tulus yang terus membantu. Persahabatan, kolegialitas dan kesetiakawanan antar-peneliti di lembaga ini membuat saya merasa berhutang yang tidak pernah bisa saya bayar.

Di PPIM-lah setiap dari kami membentuk dan mengembangkan keahlian masing-masing sambil terus bekerja sama dalam tim kokoh yang saling mendukung. Di lembaga ini juga saya memulai penelitian baru saya tentang posisi negara dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan yang heterogen di Indonesia. Inilah yang kemudian menjadi motif yang kuat bagi saya untuk meneruskan studi lanjutan dalam bidang regulasi agama untuk tingkat doktoral.

Page 22: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

342

Berlabuh di ANU Menyempurnakan Mimpi Buat saya, alasan untuk kembali ke bangku kuliah setelah

sekian lama berkiprah di kampus tidak semata-mata untuk meraih gelar formal tertinggi tingkat doktoral tetapi juga meneruskan mimpi saya yang belum rampung. Alasan ini bisa sangat pragmatis namun pada saat yang sama bisa juga idealis. Pragmatisme di sini menyangkut masalah karir, beasiswa yang tersedia dan juga umur yang semakin menua. Sementara idealisme yang dimaksud tentu menyangkut keinginan untuk menyelesaikan sebuah mimpi dan cita-cita yang harus terus dipelihara dan karena itu layak diperjuangkan. Idealisme ini juga menyangkut tempat pendidikan yang menurut saya terbaik untuk dipilih.

Di sini, sebagaimana dalam tradisi pesantren, kepakaran dan keterkenalan pengasuh atau kyai dalam bidang tertentu menjadi alasan utama seorang santri untuk memilih sebuah pondok sebagai tempat menuntut ilmu. Oleh karena itu, bimbingan dari seorang ahli yang mumpuni dalam bidang tertentu menjadi semacam persyaratan penting. Analogi ini sedikit banyak mirip dengan apa yang terjadi ketika saya memutuskan melanjutkan pendidikan ke ANU (The Australian National University), sebuah universitas yang berada di jantung kota Canberra Australia dengan beasiswa yang sangat kompetitif dan bergengsi dari Pemerintah Australia melalui AusAid.

Studi yang saya lakukan di ANU menyangkut tentang kebijakan negara atas agama; sebuah kajian interdisipliner di bawah bimbingan Professor Greg Fealy, seorang Indonesianis kenamaan, berusaha menggabungkan pemahaman suatu materi kebijakan hukum dengan konteks sosial politik yang menjadi alasan bagi munculnya berbagai regulasi dalam bidang agama itu. Sepanjang pengetahuan saya, studi semacam ini masih sangat terbatas. Kalaupun ada beberapa kajian dan penelitian tentang hal itu biasanya bersifat ad-hoc atau case studies (studi-studi kasus) untuk kurun periode tertentu. Tanda ada penjelasan yang memadai tentang konteks sosial politik yang melingkupinya, dan kaitan satu regulasi dengan yang lainnya dalam mata rantai kebijakan negara.

Agaknya kelangkaan ini tentu cukup mengherankan mengingat Indonesia merupakan negara yang menjadikan agama sebagai basis nilai utama. Indonesia memang bukan negara agama tetapi negara yang menjadikan nilai-nilai agama sebagai pilar

Page 23: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

343

kehidupan bernegara. Buat saya adalah tetap penting untuk menelaah peran negara bagi kemaslahatan kehidupan agama dalam ranah publik di mana pemerintah memainkan peran pengelolaan secara netral dan proposional.

Memang penelitian saya ini membuktikan bahwa masih terdapat banyak persoalan yang sangat mengganjal ketika pembicaraan tentang sejauhmana negara berhak untuk mengatur kehidupan umat beragama, dan sejauhmana agama menjadi faktor penyeimbang kekuasaan negara diangkat ke permukaan. Harus ada proposionalitas dalam hal tersebut secara teoritis maupun praktis. Singkat kata, inilah yang menjadi perhatian utama saya untuk bidang yang sedang tekuni melengkapi perhatian saya tentang sejarah agama-agama yang sebelumnya saya tekuni.

Kesan terpenting lain yang didapat dari pengalaman belajar di ANU ini adalah masalah hubungan antara mahasiswa dan pembimbing. Hubungan ini biasanya dibangun pada standar akademik yang sangat tinggi tapi pada saat yang sama didasarkan pada perkawanan dan kolegialitas yang sangat akrab. Saya betul-betul menikmati diskusi dengan Pak Greg ketika saya melakukan bimbingan. Saya berhutang budi kepada Pak Greg. Beliau adalah salah-satu contoh dari seorang akademisi yang menguasai bidang keahliannya secara detil. Kami bisa berdebat berjam-jam dengan membandingkan berbagai literatur yang dipakai sambal minum kopi atau teh. Tak ada jarak yang dibangun antara kami sehingga masing-masing kami cukup bebas untuk mengeksplorasi setiap gagasan, ide dan kemungkinan. Saya belajar banyak darinya bagaimana memperlakukan mahasiswa, dan menjadi seorang yang tegas tapi pada saat yang sama juga penuh perhatian. Saya juga terkesan dengan kesantunannya. Saya menjadikannya potret seorang akademisi yang layak untuk digugu dan ditiru.

Terlepas dari kajian yang saya tekuni itu dan kesan saya terhadap model relasi yang dibangun antara dosen dan mahasiswa di ANU, saya tentu menikmati kehidupan kami, saya dan keluarga, di Canberra; hari-hari kami di ibukota negara Australia. Kami betul-betul mengalami suka-duka menjadi sebuah keluarga secara lengkap. Saya memiliki banyak sekali family time yang begitu mewah ketika kita berada di tanah air. Kami menikmati setiap langkah yang kami ayun melewati musim panas yang menyengat, dan bertahan dalam

Page 24: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

344

gigil di musim dingin. Kami mengalami semuanya langsung dengan rasa syukur.

Menyeimbangkan Hidup dengan Membantu Pondok

Saya merasa hidup saya cukup lengkap dan saya mensyukuri

ini. Karenanya, selain mengajar dan meneliti di kampus UIN Jakarta, saya menyisihkan sedikit waktu untuk mengabdi di Pondok Pesantren Daar el-Qolam; tempat saya dulu pernah dibesarkan, tempat saya belajar memaknai hidup pada masa di mana sebuah eksistensi diri dibentuk.

Buat saya, kembali ke Pondok adalah bagian dari pulang kampung secara spiritual (spiritual recharging), mengisi kembali aki kehidupan pribadi saya. Saya merasa, ketetapan hati menyediakan sedikit waktu yang ada untuk semampunya membantu memperbaiki lembaga pendidikan ini merupakan bagian dari upaya menyeimbangkan hidup saya sendiri. Membuat diri saya bermakna namun pada saat yang sama membangkitkan kenangan yang pernah saya alami. Sebab kerap saya merindukan suasana saat menjadi santri dulu dimana saya dan kawan-kawan berangkat ke masjid berlatar matahari yang perlahan terbenam meninggalkan warna keemasan di ujung langit pada suatu petang. Saya masih sering merindukan lantunan azan pada dini hari memanggil kami untuk bergegas ke rumah Tuhan yang pernah saya alami lebih dari duapuluh tahun silam.

Inilah esensi dari pulang kampung karena pada dasarnya kita adalah makhluk in illo tempore meminjam ungkapan Mircea Eliade, seorang tokoh studi agama-agama yang sangat terkenal. Pada dasarnya setiap dari kita selalu ingin kembali ke suatu masa ideal yang menyenangkan, dan terekam baik menjadi memori. Sebuah waktu kehidupan kemanusiaan primordial yang bersifat siklis berputar-balik yang karenanya setiap dari kita ingin selalu kembali ke masa silam. Dengan itulah sebenarnya manusia modern menjalani hidupnya kini dan akan datang.

Buat saya, Pondok saya seperti halnya rumah besar kami di Tomang adalah tempat yang penuh kenangan dan kebajikan. Di sana ada tawa dan tangis saya. Ada kegembiraan dan kesedihan yang mungkin sama banyak bilangannya. Keduanya membentuk saya; sebagaimana diri saya sekarang. Keduanya bagian dari in illo tempore

Page 25: Your Life is Your Message - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41761/1/Ismatu Ropi... · pendek. Sangat singkat untuk sebuah kabar yang telah

YOUR LIFE IS YOUR MESSAGE

345

yang terekam baik dalam benak saya. Itulah sepenggal sejarah hidup yang selalu menjadi pesan buat saya maupun mungkin untuk orang lain. Karena hidup saya adalah pesan yang saya bawa. My life is my message. Semoga itu adalah pesan yang baik. Wa allah a’lam bi al-shawab.