yayan akhyar israr, s.ked riri julianti, s · pdf file- morbus hansen - herpes zooster -...

18
0 Author s: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S.Ked Faculty of Medicine – University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 © Files of DrsMed FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk

Upload: vunhu

Post on 30-Jan-2018

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

0

Author s:

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

Riri Julianti, S.Ked

Faculty of Medicine – University of Riau

Pekanbaru, Riau 2009

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk

Page 2: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

1

PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma,

neoplasia, atau proses autoimun.1 Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di

seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan

perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.2,3

Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan.1 Morbiditas akibat uveitis

terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan

tekanan intra okuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul

katarak akibat penggunaan steroid.2 Oleh karena itu, diperlukan penanganan

uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan

oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang

tepat.1

Page 3: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

2

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI UVEA

Uvea terdiri dari tiga bagian, iris, badan siliaris, dan koroid. Bagian ini

adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, bagian

ini mensuplai darah keretina 4. Uvea dibagi menjadi 3 bagian : Iris dibagian

anterior , badan silier di tengah dan koroid diposterior 5

Gamabar 1. Anatomi uvea

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Page 4: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

3

Gambar 2. Histologi dari uvea (Dikutip dari kepustakaan 8)

Iris terdiri dari 3 lapisan yaitu :

a) Lapisan anterior iris terdiri dari fibroblast, melanosit, dan kolagen

b) Lapisan tengah iris (stroma) merupakan bagian paling besar dari iris terdiri

dari sel berpigmen dan non pigmen, matrik kolagen, mukopolisakarida,

pembuluh darah, saraf, otot spingter pupil

c) Bagian posterior : otot dilatator pupil dan sel berpigmen 6

Gambar 3. Histologi iris secara umum (Dikutip dari kepustakaan no. 10)

Page 5: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

4

Badan Silier terletak anta iris pada bagian anterior dan oraserata pada

bagian posterior. Bagian anterior sekitar 25 mm dari dari pars plica ( corona

siliaris) yang terdiri dari 70- -80 bagian badan yang memproduksi aquos humor.

Pada corpus siliaris terdapat otot soliarui yang yang terdiri dari 3 bagian porsi

longitudinal , obliq dan sirkular yang mengatur akomodasi dengan mengatur

ketegangan dari zonular dan outflow cairan aquos dengan mengatur tegangan

antara trabekula dan skleral spur 6.

Gambar. 4 Makroskopik dari badan silier (1) dan zonula lensa (2) ( Dikutip dari kepustakaan nomor 10)

Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina

dan sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang,

dan kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di

bagian luar terdapat suprakoroidal 6. (Gambar 5)

Page 6: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

5

Gambar 5. Lapisan koroid

(Dikutip dari kepustakaan 6 )

2. UVEITIS

a. Definisi

Uveitis merupakan peradangan pada jaringan uvea (iris, badan silisr dan

koroid) akibat infeksi, trauma, neoplasia atau proses autoimmun1

b. Epidemiologi

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,

angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya

uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis

pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus

dan uveitis non-granulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya

berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis. 11

c. Klasifikasi

Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu

klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. 12

1) Klasifikasi anatomis (Gambar 6) 12

a) Uveitis anterior

- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris

- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata

Bruch’s membrane

Pigment Epitelium

Suprachoroid

Smaller choroidal Vessels

Larger choroidal Vessels

Page 7: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

6

b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada posterior dan retina

perifer

c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas

basis vitreus

d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea

Gambar 6. Klasifikasi uveitis secara anatomis (Dikutip dari kepustakaan 4)

2) Klasifikasi klinis 12

a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan

berlangsung selama < 6 minggu

b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-

bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset

tidak jelas dan bersifat asimtomatik

3) Klasifikasi etiologis 12

a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain

dari luar tubuh

b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam

tubuh

- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing

spondylitis

- Infeksi yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis),

virus (herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm

(toksokariasis)

Page 8: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

7

- Uveitis spesifik idiopatik yaitu uveitis yang tidak berhubungan

dengan penyakit sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus

yang membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch)

- Uveitis non-spesifik idiopatik yaitu uveitis yang tidak termasuk ke

dalam kelompok di atas.

4) Klasifikasi patologis 12

a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada

koroid

b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan

sel-sel raksasa multinukleus

(Gambar 7)

Gambar 7. Klasifikasi patologis uveitis: (a) non-granulomatosa; (b) granulomatosa (Dikutip dari kepustakaan 13)

Tabel 1. Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa

Non Granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi Sakit Nyata Tidak ada atau ringan Fotofobia Nyata Ringan Penglihatan kabur Sedang Nyata Merah sirkumkorneal Nyata Ringan Persipitat keratik Putih halus Kelabu besar Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur

(bervariasi) Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang Tempat Uvea anterior Uvea posterior Perjalanan Akut Menahun Rekurens Sering Kadang-kadang Sumber : General ophthamology , vaughan’s asbury’s

Page 9: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

8

d. Etiologi

Etiologi dari uveitis diterangkan pada tabel berikut :

Tabel 2. Etiologi uveitis anterior antara lain 4

Autoimun Infeksi Keganasan Lain-lain

- Artritis juvenile idiopatik

- Sindroma Reiter - Kolitis ulserativa - Uveitis yang dicetus

oleh lensa - Sarkoidosis - Penyakit Crohn - Psoriasis

- Sifilis - Tuberkulosis - Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis

- Sindroma masquarade

- Retinoblastoma - Leukimia - Limfoma - Melanoma

maligna

- Idiopatik - Trauma - Sindroma Posner-

Schlossman - Iridosiklitis

heterokrom Fuch - Retinal detachment

Tabel 3. Etiologi uveitis Posterior 4

Autoimun Infeksi Keganasan

- Penyakit Behcet - Sindroma Vogt-Koyanagi-

Harada - SLE - Granulomatosis Wegener - Ophtalmia simpatika - Vaskulitis retina

- Virus : CMV, Herpes, rubella, robeola

- Bakteri : Tuberkulosis, sifilis, borellia, bakteri gram (+)/(-) patogen

- Jamur : Candida, Histoplasma, kriptokokus, aspergilus

- Parasit : toxoplasma, toxocara, sistiserkus, onkoserka

- Limfoma intaokuler

- Melanoma maligna

- Leukimia - Lesi metastasis

Tabel 4. Etiologi Panuveitis 4

Autoimun Infeksi Keganasan Lain-lain

- Penyakit Behcet - Ophtalmia simpatika - Sindroma Vogt-

Koyanagi-Harada - Sarkaidosis

- Tuberkulosis - Sifilis - Onkoserkiasis - Leptospirosis - Sistiserkosis

- Sindroma Masquerade : retinoblastoma, leukemia

- Multiple sklerosis

- Retinal intraocular foreign body

Page 10: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

9

e. Gambaran Klinis

1) Uveitis anterior

Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah,

penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata

terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat. 15

Tanda-tanda objektif adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic

precipitate (KP), nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel vitreus

anterior. 15 (Gambar 8)

(a) (b)

Gambar 8. (a) Uveitis anterior atau iritis dengan injeksi silier tetapi tanpa

adanya sinekia (b) Uveitis anterior atau iritis dengan injeksi

silier dan irregular pupil (dikutip dari kepustakaan no. 10)

Kadangkala mata akan tampak putih dan sedikit nyeri. Pemeriksaan COA

dengan mikoroskop slitlamp menampakkan white cells dan flare. Kumpulan dari

white cells yang kecil pada endotel kornea disebut sebagai keratik presipitat.

Kumpulan dari sel mononuklear akan membentuk nodul pada iris . Pupil yang

irregular menunjukkan adanya perlengketan antara tepi iris dan permukaan

anterior dari lensa (sinekia posterior).Sinekia anterior atau posterior pada uveitis

akan menjadi predisposisi dari glaukoma. Sel-sel ini kadang kala akan berada di

vitreus dan kadang kala akan menimbulkan edema pada retina (disebut juga

udema makular).14, 4

Page 11: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

10

(a) (b)

Gambar 9. Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul

Koeppe dan Busacca; (b) nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di

bagian inferior (dikutip dari kepustakaan no. 11)

(a) (b) (c)

Gambar 10. (a) Iris normal (b) iris dengan sinekia anterior (c) Sinekia posterior (dikutip dari kepustakan no. 4)

2) Uveitis intermediet

Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang

penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid

kronik. Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus

(vitritis) dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus. (Gambar

11)

Page 12: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

11

Gambar 11. Gambaran pars planitis (Dikutip dari kepustakaan 8)

3) Uveitis posterior

Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan.

Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis

aktif pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan

penglihatan sentral.

Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus (seperti

sel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis,

retinitis, dan vaskulitis.

4) Panuveitis

Panuveitis merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih merata di

semua unsur di traktus uvealis. Ciri morfologi khas seperti infiltrat geografik

secara khas tidak ada.5

a. Sindroma Behcet

Sindroma Behcet merupakan vaskulitis obliteran sistemik yang penyebabnya

tidak diketahui. Penyakit ini lebih banyak ditemui pada daerah mediterania, timur

tengah, dan asia (terutama Jepang) dibandingkan dengan wilayah Amerika dan

Eropa.

Kriteria mayor dan minor untuk menengakkan diagnosis sindroma Behcet

dapat dilihat pada tabel 5. Empat kriteria mayor meliputi trias klasik (ulkus

aphtosa rekuren, ulserasi genital, dan uveitis rekuren) ditambah dengan lesi-lesi

kulit. Tampilan komplit dari sindroma Behcet bila semua kriteria mayor tersebut

Page 13: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

12

ditemukan selama munculnya sindroma ini. Penyakit ini dikatakan inkomplit

apabila hanya 3 gejala yang ditemukan atau apabila uveitis ditemukan dengan

salah satu dari ke empat gejala mayor di atas.

Tabel 5. Kriteria diagnosis sindroma Behcet

Kriteria Mayor Kriteria Minor

1. Ulkus Aphtosa rekuren pada mulut

2. Lesi kulit

a. Erupsi mirip eritema nodosum

b. Tromboflebitis subkutan

c. Hiepriritabilitas

3. Lesi mata

a. Iritis hipopion rekuren atau

iridosiklitis

b. Korioretinitis

4. Ulkus genital

1. Gejala artritis

2. Lesi gastrointestinal

3. Epididimitis

4. Lesi vaskular

5. Gangguan sistem saraf pusat

a. Sindroma Brainstem

b. Meningoenchepalitis

c. Confusional type

Tipe dari sindroma Behcet :

1. Tipe komplit : keempat kriteria mayor

2. Tipe inkomplit :

a. Tiga dari empat kriteria mayor

b. Hipopion iritis rekuren atau korioretinitis tipikal dan salah satu dari

kriteria mayor lain.

3. Suspect : ditemukan 2 kriteria mayor

4. Kemungkinan : ditemukan 1 kriteria mayor

Penyakit ini terutama ditemukan pada usia 20-40 tahun, dan lebih banyak

mengenai pria dibanding wanita. Ulkus aphtosa rekuren merupakan gejala mayor

yang paling sering ditemukan, yang didapatkan pada 98% kasus dalam penelitian

yang dilakukan di Jepang. Manifestasi pada mata ditemukan pada lebih dari 79%

pasien, namun hanya 25% yang menimbulkan keluahan. Temuan klasik pada

kasus ini adalah uveitis hipopion. Hipopion ini ikut bergerak mengikuti

pergerakan/posisi kepala. Ini menandakan periode akut, akan berakhir dalam

Page 14: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

13

beberapa minggu. Keterlibatan segmen posterior paling sering ditemukan,

biasanya pada pria, dan pada kasus berat dapat mengakibatkan kebutaan.

Keterlibatan retina diakibatkan oleh terjadinya vaskulitis oklusif, biasanya

berhubungan dengan perdarahan retina, eksudat, atau vitritis. Serangan berulang

dapat mengakibatkan membesarnya daerah nonperfusi pada retina.

Berbagai jenis obat telah dipakai untuk pengobatan manifestasi okuler dari

sindroma Behcet. Kortikosteroid topikal dan midriatikum diindikasikan untuk

kasus uveitis anterior. Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada kasus

inflamasi berat pada segmen posterior, namun efektifitasnya terus menurun

sejalan dengan waktu. Colchicine (0,6 mg PO) mungkin membantu saat terjadinya

serangan akut. Mayoritas pasien akan membutuhkan terapi imunosupresif.

Clorambucil (dosis 6-12 mg/ hari) dan azathioprine (2,5 mg/kg/hari) dalam

kombinasi dengan kortikosteroid sistemik dosis rendah terbukti efektif dalam

mengontrol progresifitas dari sindroma Brehcet, terutama kasus dengan

manifestasi okuler. Efek terapi mungkin belum akan tampat sebelum 4-6 minggu

setelah terapi dimulai. Monitoring hematologi ketat dibutuhkan selama pasien

menjalani terapi. Cyclosporin juga dilaporkan efektif pada pasien-pasien ini

Jika tidak ditangani, sindroma Behcet dapat menimbulkan kebutaan. Uveitis

anterior yang rekuren dapat mengakibatkan glaukoma atau katarak, sementara

uvetis pada segmen posterior dapat mengakibatkan iskemia pada retina dan

neovaskularisasi sekunder retina atau iris, atopi optik, perdarahan vitreous

rekuren, kontraksi vitreous dan lepasnya retina.

b. Opthalmia Simpatika

Adalah uveitis granulomatosa bilateral yang menghancurkan, yang timbul

sepuluh hari sampa beberapa tahun setelah cedera mata tembus di daerah korpus

siliare, atau setelah kemasukan benda asing. 90% kasus terjadi dalam satu tahun

setelah cedara. Penyebabnya tidak diketahui, namun penyakitnya diduga berkaitan

dengan hipersensitifitas terhadap beberapa unsur berpigmen di uvea. Kondisi ini

sangat jarang terjadi setelah bedah intra okuler tanpa komplikasi terhadap katarak

atau glaukoma. 5

Page 15: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

14

Mata yang cedera (terangsang) mula-mula meradang dan mata sebelahnya

(yang simpatik) meradang kemudian. Secara patologik terdapat uveitis

granulomatosa difus. Sesl-sel epiteloid, bersama sel raksasa dan limfosit,

membentuk tuberkel tanpa perkijauan. Dari traktus uvealis proses radsang itu

menyebar ke nervus optikus dan ke pia dan arachnoid sekitar nervus optikus. 5

Pasien mengeluh tentang fotopobia, kemerahan, dan kaburnya penglihatan.

Jika ada riwayat trauma, cari parut tempat masuk ke mata. Dengan slit lamp atau

kaca pembesar tampak KP dan kilauan dalam kamera anterior kedua mata.

Mungkin ada nodul iris. Sel-sel vitreous dan eksudat putih-kekuningan dilapis

dalam dari retina (nodul dalen fuchs) tampak di segmen posterior.

Opthalmia simpatika dapat dibedakan dari uveitis granulomatosa lain

karena riwayat trauma atau bedah okuler dan lesinya bilateral, difus, dan

(umumnya) akut, bukannya unilateral, setempat, dan menahun.

Pengobatan yang dianjurkan untuk mata yang cedera berat (misal : luka

tembus melalui sklera, korpus siliaris, lensa dan vitreous hilang) adalah enukleasi

segera untuk mencegah ophtalmia simpatika. Jika enukleasi dapat terlaksanan

dalam 10 hari setelah cedera hampir tidak kemungkinan timbul opthalmia

simpatika, meskipun begitu bila radang dalam mata itu telah lanjut biasanya

kurang bijaksana mengeluarkan mata yang cedera, karena mungkin pada akhirnya

mata itulah yang lebih baik dari kedua mata yang sudah sangat buruk itu. 5

c. Uveitis Tuberkulosis

Uveitis tuberkulosis mungkin difus namun khas terlokalisir dalam bentuk

korioretinitis granulomatosa nekrotikan berat. Tuberkel itu sendiri atas sel-sel

raksasa dan sel-sel epiteloid sehingga sering terjadi nekrosis perkijauan. 5

Pasien mengeluh tentang penglihatan kabur, mata merah, jika segmen

anterior terkena ditemukan nodul iris, dan KP “Mutton fat” pada pemeriksaan slit

lamp. Jika yang terkena adalah koroid dan retina maka akan tamapak masa

setempat yang menutupi vitreous seperti berkabut. 5

Sifat terlokalisir dari uveitis tuberkulosis membantu membedakan dengan

opthalmia simpatika. Secara patologik dibedakan dengan nekrosis perkijauan.

Pupil dilebarkan dengan atrofin 1% (1 tetes 2-3 kali perhari), dan obat anti

Page 16: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

15

tuberkulosis diberikan secara sistemik jika cukup yakin setelah beberapa bulan

penyembuhan penyakit ini akan meninggalkan jaringan rusak permanen dan

penglihatan kabur karna parut pada retina. 5

Penatalaksanaan

Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam

penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati

penyebabnya. Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis,

yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat

infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai.

Penatalaksanaan uveitis meliputi pemberian obat-obatan dan terapi operatif,

yaitu

1) Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan

sikloplegia

2) Pemberian antiinflamasi non steroid

3) Pemberian obat jenis sitotoksik seperti ankylating agent (siklofosfamid,

klorambusil), antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor

(siklosporin)

4) Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan

biopsi korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi) bila

diperlukan.

5) Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak,

mengontrol glaukoma dan vitrektomi.

Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien,

mencegah pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia.

Memberikan kenyamanan dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan

sfingter pupil dengan menggunakan atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2

minggu.

Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian

steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi

pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi

kornea, dan efek samping sistemik.

Page 17: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

16

Komplikasi

Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO)

akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau

penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi

nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi

corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema

diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment.

Page 18: Yayan Akhyar Israr, S.Ked Riri Julianti, S · PDF file- Morbus Hansen - Herpes zooster - Herpes simplek - Onkosersiasis - Leptospirosis - Sindroma masquarade - Retinoblastoma - Leukimia

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis

PERDAMI. Jakarta: PP PERDAMI, 2006. 34. 2. WebMD. Iritis and Uveitis 2005; http://www.emedicine.com. [diakses tanggal

29 Maret 2009] 3. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and Choroid

In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd Edition, Boston: Little, Brown and Company, 1980. 143-144.

4. Roque MR. Uveitis 2007; http://www.uveitis.com/ph.images.uveitis/jpg/files [diakses tanggal 29 Maret 2009]

5. Emmett T. Cunningham. Uveal tract In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill, 2007

6. Rao NA, Forster DJ. Basic Principles In: Berliner N, editors. The Uvea Uveitis and Intraocular Neoplasms Volume 2. New York: Gower Medical Publishing, 1992. 1.1

7. __________. http://www.uveitis.org/images/ED1uveitis.pdf [diakses tanggal 29 Maret 2009]

8. __________. http://biology.clc.uc.edu/.JPG [diakses tanggal 29 Maret 2009] 9. __________. http://www.siumed.edu..htm [diakses tanggal 29 Maret 2009] 10. Kuehnel wolfgang.sensory organ in Color Atlas of Cytology, Histology, and

Microscopic Anatomy.germany. 2003. 470-472 11. WebMD. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous 2005;

http://www.emedicine.com. [diakses tanggal 29 Maret 2009] 12. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P,

Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill, 2007.

13. El-Asrar AMA, Struyf S, Van den Broeck C, et al. 2007. Expression of chemokines and gelatinase B in sympathetic ophthalmia. http://www.nature.com/.../ fig_tab/6702342f1.html [diakses tanggal 29 Maret 2009]

14. ________. http://medweb.bham.ac.uk/easdec/eyetextbook/Uveitis/uveitis.htm. [diakses tanggal 29 Maret 2009]

15. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 3rdEdition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. 152-200.

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk