workshop implementasi kurikulum 2013 - uny

Upload: byocreed21

Post on 10-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

workshop kurikulum 2013

TRANSCRIPT

STRATEGI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN

PENDAHULUAN

Pada saat ini kita menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Informasi tersebar demikian cepatnya tanpa batas ruang dan waktu. Salah satu komponen penting dari adanya kemajuan IPTEK adalah PENDIDIKAN. Melalui pendidikan semua orang dapat mempelajari dan menguasai IPTEK secanggih apapun dari orang lain maupun dari negara lain. Selain itu hanya dengan pendidikan kita mampu menyeleksi secara bijak dan baik pengaruh kemajuan IPTEK berpegang pada kesesuaiannya dengan falsafah negara kita. Hal ini karena tidak semua kemajuan IPTEK dapat kita adopsi dan terapkan di negara kita, sehingga perlu adanya filter yang berdasar pada kepribadian bangsa.

Setiap negara memiliki suatu pedoman penyelenggaraan pendidikan yang disebut kuri-kulum nasional yang dalam pelaksanaannya dijabarkan sampai tingkat terbawah, yaitu kurikulum tingkat pembelajaran, baik yang berupa silabus maupun RPP. Oleh karena itulah kurikulum harus mampu mengakomodasikan kemajuan IPTEK yang ada agar tidak ketinggalan jaman dan mampu mengejar kemajuan negara lain. Berdasarkan hal ini maka kurikulum perlu selalu diperbaiki (bukan disempurnakan, karena tidak ada kurikulum yang sempurna) untuk setiap jangka waktu tertentu. Perubahan kurikulum harus tetap berpijak pada tiga landasan, yaitu filsafat, sosial budaya, dan psikologi. Perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang wajar dilakukan di negara manapun di dunia ini (Olivia, 1992).

Perubahan kurikulum di Indonesia dilakukan sebagai upaya ke arah peningkatan kualitas pendidikan, karena di era globalisasi sangat dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di tingkat pembelajaran memegang peranan penting dalam mendukung terciptanya SDM yang berkualitas.

Ronald Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi dalam pendidikan akhirnya keberhasilannya tergantung kepada guru. Tanpa guru yang mampu menguasai bahan ajar dan memahami cara mendidik yang baik, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Hal ini berarti seorang guru diharapkan mampu menguasai bidang ilmu yang diajarkan dengan baik dan mendalam sekaligus memiliki kompetensi pedagogik yang dapat membekalinya menjadi pendidik yang berkualitas.

Roy Barnes (2005) menyatakan bahwa perubahan kurikulum akan berhasil bila gurunya mau berubah. Lebih lanjut dikatakan bahwa guru sangat penting dalam menentukan berhasil tidaknya inovasi kurikulum. Beberapa pendapat tersebut mengarah pada satu makna, bahwa perubahan/inovasi kurikulum akan berhasil sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan guru dalam menangkap perubahan yang terjadi dan kemudian melaksanakan.

Saat ini kita menghadapi implementasi Kurikulum 2013, yaitu kurikulum yang diharapkan mampu membawa perubahan berbagai paradigma dalam proses pembelajaran ke arah pening-katan kualitas pendidikan. Oleh karena itu penting bagi kita yang berkecimpung di dunia pendidikan, baik pendidik, tenaga kependidikan, dan semua pihak yang berkaitan dengan pelaksa-naan pendidikan di Indonesia, untuk mempersiapkan diri sebagai bentuk kompetensi adaptif dan antisipatif terhadap segala kemungkinan perubahan yang terjadi. Sosialisasi Kurikulum 2013 telah dilakukan secara serentak terhadap asesor-asesor (dosen-dosen) dari LPTK penyelenggara PLPG seluruh Indonesia agar dalam PLPG guru-guru dapat tersertifikasi sekaligus memahami esensi Kurikulum 2013 seperti harapan yang terkandung di dalamnya. Bagaimanakah implementasi Kurikulum 2013 di lapangan, antara harapan yang ingin dicapai dan kenyataan yang terjadi di lapangan, adakah terjadi kesenjangan atau tak ada kendala yang berarti? Mari kita sharingkan.RASIONAL LAHIRNYA KURIKULUM 2013

Banyak isu berkembang dengan adanya kemunculan Kurikulum 2013, diantaranya yang tercatat oleh Kemdikbud sebagai isu yang paling ramai adalah terkesan mendadak, tanpa evaluasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan, tidak melibatkan guru atau asosiasi profesi pendidik, kurang sosialisasi, menghapus atau mengurangi mata pelajaran yang mendukung di persaingan global (Bahasa Inggris dan TIK), dan dianggap tidak menjawab apa yang dibutuhkan peserta didik..Semua isu tersebut terjadi, karena memang seolah-olah Kurikulum 2013 muncul tiba-tiba tanpa ada hal-hal yang mendasari kemunculannya. Tentu saja hal tersebut tidak tepat, karena tidak mungkin seorang Menteri melakukan sesuatu berskala nasional tanpa dasar-dasar pemikiran yang kuat. Kurikulum 2013 dilahirkan setelah melalui analisis yang mendalam, baik terhadap berbagai masalah yang dihadapi dalam bidang pendidikan selama ini maupun kajian terhadap pelaksanaan kurikulum sebelumnya. Melalui perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan.Pada Pasal 3 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan itu harus dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang berpedoman pada kurikulum. Selain amanah UU tersebut, ada dua hal yang mendasari adanya perbaikan kurikulum 2006, yaitu adanya tantangan internal dan eksternal yang harus dihadapi bangsa kita.

Tantangan internal yang dimaksud adalah adanya tuntutan pendidikan yang mengacu pada delapan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi dan dicapai, yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian pendidikan. Sesuatu yang standar kalau dapat dicapai pasti akan membawa dampak positif bagi perkembangan dan peningkatan pendidikan bangsa kita. Tantangan internal lainnya adalah melimpahnya SDM pada usia produktif yang sebagian besar dipandang tidak kompeten di dunia kerja, sehingga menjadi beban pembangunan. Beban tersebut dapat berubah menjadi modal pembangunan jika mereka dibina menjadi SDM yang kompeten, dan perubahan tersebut hanya dapat dilakukan melalui perbaikan pendidikan, seperti kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pendanaan, dan pengelolaan. Dengan berubahnya beban pembangunan menjadi modal pembangunan, maka mereka bersama-sama dapat membangun dan meningkatkan kualitas hidup bangsa.Tantangan eksternal yang dihadapi bangsa kita di masa-masa mendatang relatif banyak dan mau tidak mau membutuhkan persiapan dalam menghadapinya. Tantangan tersebut meliputi globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA; masalah lingkungan hidup; kemajuan teknologi informasi; konvergensi ilmu dan teknologi; ekonomi berbasis pengetahuan; kebangkitan industri kreatif dan budaya; pergeseran kekuatan ekonomi dunia; pengaruh dan imbas teknosains; mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan; dan materi TIMSS dan PISA yang menjadi standar internasional kemajuan dunia pendidikan.Tantangan eksternal lainnya berupa kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki anak didik di Indonesia untuk menghadapi masa depan, seperti kemampuan: berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang bertanggungjawab, mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas dalam kehidupan, kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan rasa tanggungjawab terhadap lingkungan. Selain itu adanya persepsi masyarakat bahwa pendidikan terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, beban siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter juga merupakan tantangan eksternal yang perlu dipikirkan. Pendidikan di masa depan juga harus mewaspadai perkembangan pengetahuan dan pedagogi di bidang Neurologi, Psikologi, dan kecenderungan pembelajaran yang berdasarkan penemuan dan kolaboratif (observation based discovery learning dan collaborative learning). Tantangan-tantangan tersebut menjadi pemicu bagi bangsa kita untuk memikirkan bagaimana bentuk pendidikan nantinya agar generasi penerus bangsa kita mampu dan siap menerima tongkat estafet dalam menjaga dan melestarikan bangsa, sehingga mampu berada dalam deretan negara yang diperhitungkan di kancah dunia.Jika sekitar sepuluh tahun yang lalu permasalahan makro dunia pendidikan kita berkaitan dengan kuantitas, kualitas, relevansi, efisiensi dan efektivitas pendidikan, maka sekarang ini kita mendapat tambahan satu permasalahan yang krusial, yaitu pembinaan generasi muda. Hal ini karena maraknya perkelahian pelajar (bahkan mahasiswa), narkoba, kecurangan dalam ujian, gejolak masyarakat (social unrest) yang mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertang-gungjawab, sehingga dikhawatirkan mengarah pada disintegrasi bangsa. Belum lagi setiap hari kita disuguhi perkara korupsi yang dilakukan oleh para pejabat yang notabene bukan orang biasa, tetapi memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Ditambah lagi adanya fenomena plagiarisme yang berkembang di lingkungan akademik.Berdasarkan kajian masalah tersebut, maka dilakukan pembenahan di dunia pendidikan yang dimulai dengan membenahi kurikulum. Dengan adanya kurikulum baru diharapkan akan terjadi perubahan paradigma, baik pada diri pendidik, peserta didik, maupun pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, ke arah peningkatan kualitas pendidikan. Dengan demikian tujuan pendi-dikan nasional untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global akan tercapai.PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud RI No 69/2013).

Kurikulum 2013 memberikan sentuhan-sentuhan perubahan pola pikir dalam rangka melaksanakan dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan menjawab tantangan internal dan ekternal. Ada empat hal yang dibenahi dari Kurikulum 2006 (KTSP) oleh Kurikulum 2013, yaitu:1. Penataan Pola Pikir dan Tata KelolaPada Kurikulum 2013 terdapat perubahan dalam hal penataan pola pikir perumusan kuriku-lum, seperti (1) SKL yang semula diturunkan dari SI tetapi sekarang diturunkan dari kebutuhan, (2) SI diturunkan dari SKL melalui Kompetensi Inti yang bebas mapel, (3) semua mapel berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan, (4) materi pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai, dan (5) semua mapel diikat oleh Kompetensi Inti.Jika pada KTSP setiap mapel memiliki SKL, maka pada Kurikulum 2013 SKL setiap mapel sama. Sebagai contoh, mapel Kimia pada KTSP memiliki 5 SKL, tetapi pada Kurikulum 2013 memiliki SKL yang sama dengan semua mapel pada ketiga aspek (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). SKL yang sama dikarenakan SKL diturunkan dari kebutuhan yang sama. Misalnya untuk aspek keterampilan, kualifikasi kemampuan yang dirumuskan dalam SKL untuk SMA dan setingkatnya adalah Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah konkret dan abstrak sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah dan sumber-sumber lain secara mandiri. Jika dicermati rumusan tersebut sesuai dengan situasi saat ini bahwa semua peserta didik SMA dan setingkatnya diharapkan mampu mengembangkan keterampilannya bukan hanya dari yang dipelajari di sekolah, tetapi juga dari sumber-sumber belajar lain secara mandiri. Pada mapel kimia, peserta didik selain memperoleh keterampilan berpraktikum di sekolah, diharap-kan mereka juga mampu mengembangkan keterampilan penggunaan alat dan pengenalan bahan di luar yang dipraktikumkan di sekolah. Penataan lainnya, bahwa masalah pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan menjadi tanggung jawab semua mapel. Jika sebelumnya masalah penanaman karakter lebih dibebankan pada mapel Pendidikan Agama dan PKn, maka pada Kurikulum 2013 ditekankan pada semua mapel. Meskipun sebelum Kurikulum 2013 lahir kita telah mengembangkan Silabus yang menyisipkan karakter di dalamnya, namun dengan adanya kebijakan tertulis dalam Kurikulum 2013 menjadi anjuran yang bersifat mengikat pada semua jenjang pendidikan.Jika KTSP merumuskan kompetensi dari materi pelajaran, maka pada Kurikulum 2013 sebaliknya. Hal ini berarti pada Kurikulum 2013 guru dibebaskan untuk mengembangkan materi pelajaran asalkan tetap mengacu pada kompetensi yang ingin dicapai. Dengan demikian guru yang kreatif dan inovatif serta berwawasan luas dapat mengembangkan seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya materi yang diajarkan. Sebaliknya guru yang minimalis akan mengajarkan materi pela-jaran yang biasa-biasa saja tanpa pengembangan keluasan dan kedalaman konsep yang berarti.Pada Kurikulum 2013 kita mengenal istilah Kompetensi Inti (KI) yang dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Ada 4 KI yang dimun-culkan, yaitu KI-1 untuk sikap spiritual; KI-2 untuk sikap sosial; KI-3 untuk pengetahuan; dan KI-4 untuk keterampilan. KI kelas dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mapel dimana KI kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, artinya semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI. Kurikullum 2013 juga melakukan penyempurnaan pola pikir, seperti (1) perubahan teacher centered menuju student centered; (2) satu arah menjadi interaktif; (3) terisolasi menjadi pembe-lajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet); (4) pasif menjadi aktif mencari (diperkuat dengan penerapan pendekatan saintifik); (5) individual ke team work oriented; (6) alat tunggal menjadi berbasis alat multimedia; (7) berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users); (8) ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi jamak (multidisciplines); dan (9) pasif menjadi kritis. Semua perubahan paradigma atau pola pikir tersebut sejalan dengan kemajuan di era globalisasi, sehingga seharusnya dipahami oleh para pendidik sebagai suatu dorongan untuk maju dan berkembang mensejajarkan dengan negara-negara yang telah maju bidang pendidikannya.

Pelaksanaan kurikulum selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai daftar mapel. Pendekatan Kurikulum 2013 untuk SMA/MA diubah sesuai dengan kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata kelola, yaitu (1) tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi kolaboratif; (2) penguatan manajeman sekolah melalui penguatan kemampuan manajemen kepala sekolah sebagai pimpinan kependidikan (educational leader); dan (3) penguatan sarpras untuk kepentingan manajemen dan proses pembelajaran.

Langkah penguatan tata kelola secara konkret dilakukan melalui beberapa hal, yaitu (1) menyiapkan buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari: buku pegangan peserta didik dan buku pegangan guru; (2) menyiapkan guru supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat mereka manfaatkan; dan (3) memperkuat peran pendam-pingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah dalam pelaksanaan pembelajaran.

2. Pendalaman dan Perluasan MateriIndonesia telah empat kali berpartisipasi dalam TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study), yaitu tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011, tetapi hanya mengikutkan peserta didik grade 8 (peserta didik kelas 8 SMP/MTs). Capaian peserta didik kelas 8 di Indonesia terhadap empat kali keikutsertaan dalam TIMSS dalam Sains berada di papan bawah dibandingkan capaian peserta didik setingkat di beberapa negara di Asia (Hongkong, Japan, Korea, Taiwan, Malaysia, Thailand). Rata-rata skor prestasi Sains peserta didik Indonesia pada TIMSS tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011 secara berturutan adalah 435, 420, 433, dan 406 dan menempati peringkat 32 dari 38 negara (tahun 1999), peringkat 37 dari 46 negara (tahun 2003), peringkat 35 dari 49 negara (tahun 2007), dan peringkat 40 dari 42 negara (tahun 2011) (Das Salirawati, 2012).Hasil TIMSS dan PISA menjadi salah satu alasan Mendiknas berpikir untuk melakukan perubahan Kurikulum 2006 (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Hasil TIMSS menunjukkan bahwa peserta didik kita sangat piawai ketika menghadapi soal yang bersifat teoretis dan hafalan dan terpuruk jatuh ketika menghadapi soal yang mengungkap aspek tingkat tinggi, yaitu soal yang memerlukan aplikasi (applying) dan penalaran (reasoning). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pembelajaran di Indonesia relatif belum memadai dalam memberikan bekal kepada peserta didik untuk menciptakan pembelajaran yang menantang, artinya pembelajaran yang mampu mengajak peserta didik untuk menggunakan konsep-konsep yang dipelajarinya dalam menyelesaikan soal dan menggunakan logika berpikirnya (menalar). Oleh karena itu implementasi Kurikulum 2013 juga merancang program pelatihan guru yang direncanakan akan dilakukan secara periodik bagi guru-guru di setiap jenjang sekolah, agar senantiasa guru berkesempatan untuk mengembangkan keprofesionalannya dalam wadah yang kondusif dan terarah.

Selain itu, capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Hal inilah yang mendasari dilakukannya pendalaman (berkaitan dengan tingkat penguasaan) dan perluasan materi (berkaitan dengan banyaknya konsep yang diajarkan) yang relevan bagi peserta didik. Langkah yang dilakukan yang berkaitan dengan pendalaman dan perluasan materi adalah (1) evaluasi ulang ruang lingkup materi, yaitu dengan meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam skala internasional; (2) evaluasi ulang kedalaman materi sesuai dengan tuntutan perbandingan internasional (sampai dengan reasoning); dan (3) menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.3. Penguatan ProsesSesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengem-bangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.

Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik dalam menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok, maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).

Dengan melihat kerangka kompetensi abad 21 (Sumber: 21st Century Skills, Education, Competitiveness. Partnership for 21st Century, 2008) menunjukkan bahwa di abad 21 ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap negara agar dapat berkompetisi secara internasional, yaitu kecakapan dalam kehidupan dan karir (life and career skills), kecakapan dalam pembelajaran dan berinovasi (learning and innovation skills), dan kecakapan yang berkaitan dengan informasi, media, dan teknologi (information, media, and technology skills).Untuk menghadapi abad 21 penting dikembangkan kecakapan yang berkaitan dengan kehidupan dan karir, dimana pendidikan harus mampu mencetak peserta didik yang fleksibel dan adaptif, berinisiatif dan mandiri, menguasai keterampilan sosial dan budaya, produktif dan akun-tabel, dan diperlukan kepemimpinan dan tanggung jawab. Sedangkan dari segi kecakapan pembelajaran sangat penting diciptakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif, berpikir kritis, dan meningkatkan intensitas komunikasi dan kolaborasi. Pada abad 21 harapannya setiap peserta didik melek informasi, melek media, dan melek teknologi informasi dan komunikasi.Penguatan proses dilakukan atas dasar keyakinan bahwa proses pembelajaran tidak cukup hanya meningkatkan pengetahuan (melalui core subjects), tetapi harus dilengkapi kemampuan kreatif dan kritis, berkarakter kuat, seperti bertanggung jawab, sosial, toleran, produktif, adaptif, dan lain-lain. Disamping itu didukung dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan komunikasi. Dalam hal penilaian pendidikan, maka penguatan proses dilakukan dengan cara mendu-kung keseimbangan penilaian: tes standar serta penilaian normatif dan sumatif; menekankan pada pemanfaatan umpan balik berdasarkan kinerja peserta didik, dan membolehkan pengembangan portofolio peserta didik. Selain itu juga ditekankan perlunya mempersiapkan proses penilaian yang tidak hanya berupa tes, tetapi dilengkapi dengan penilaian lain, termasuk portofolio peserta didik.

Dalam hal pengembangan profesional, penguatan proses dilakukan dengan cara mencipta-kan latihan pembelajaran, dukungan SDM dan infrastruktur; memungkinkan pendidik untuk berko-laborasi, berbagi pengalaman dan integrasinya di kelas; memungkinkan peserta didik untuk belajar yang relevan dengan konteks dunia; dan mendukung perluasan keterlibatan komunitas dalam pembelajaran, baik langsung maupun online. Semua penguatan proses tersebut hanya dapat dilakukan jika terdapat dukungan lingkungan pendidikan yang memadai.Menurut Dyers, J.H. et al (2011), 2/3 dari kemampuan kreativitas seseorang diperoleh melalui pendidikan, 1/3 sisanya berasal dari genetik. Kebalikannya berlaku untuk kemampuan inteligensi, yaitu 1/3 dari pendidikan, 2/3 sisanya dari genetik. Kemampuan kreativitas diperoleh melalui berbagai aktivitas personal, yaitu observing (mengamati), questioning (menanya), associating (menalar), experimenting (mencoba), dan aktivitas interpersonal yang berupa networking (membentuk jejaring). Oleh karena itu pembelajaran berbasis inteligensi tidak akan memberikan hasil siginifikan (hanya peningkatan 50%) dibandingkan yang berbasis kreativitas (sampai 200%).

Hal inilah yang mendorong bangsa kita berpikir tentang perlunya merumuskan kurikulum berbasis proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik, atau melalui penerapan pendekatan saintifik. Disamping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. 4. Penyesuaian Beban

Salah satu alasan yang sering diungkapkan guru adalah beban mengajar yang terlalu berat, sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk pengembangan diri. Meskipun kita ketahui, bahwa pengembangan diri seorang guru sebenarnya dapat dilakukan kapan saja asalkan ada kemauan untuk melakukan, namun pada Kurikulum 2013 ini tetap memperhatikan keluhan beban berat guru tersebut. Demikian juga dengan peserta didik, banyak keluhan diungkapkan sebagai hal yang memberatkan dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Kurikulum 2013 mencoba melakukan penyesuaian beban. Adapun penyesuaian beban yang dimaksud adalah: PelakuBebanPenyelesaian

GuruMenyusun silabusDisediakan buku pegangan guru

Mencari buku yang sesuai

Mengajar beberapa mapel dengan cara berbedaPendekatan tematik terpadu mengguna-kan satu buku untuk semua mapel, se-hingga dapat selaras dengan kemam-puan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge

Mengajar banyak mapel

Menggunakan Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran yang lain, sehingga selara

Menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembahasan

Peserta didikMempelajari banyak mapel

Mempelajari mapel dengan cara berbeda

Membeli bukuPenyediaan buku teks oleh pemerintah/ daerah

Membeli LKS

Berdasarkan uraian empat sasaran pengembangan kurikulum tersebut diharapkan akan tercapai keseimbangan antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk membangun soft skills dan hard skills. Dengan demikian mulai dari tingkat SD menuju Perguruan Tinggi akan terjadi peningkatan dan pengembangan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill), sedangkan sikap (attitude) akan semakin mantap dan terinternalisasi sebagai bagian dari kehidupan peserta didik. Hal ini sejalan dengan prosedur pengembangan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 yang dilakukan dengan cara mempertahankan SK-KD lama yang sesuai dengan SKL baru, merevisi SK- KD lama disesuaikan dengan SKL baru, dan menyusun SK-KD baru. Akhirnya harapan terbesar dilahirkannya Kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang: produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.ELEMEN PERUBAHAN KURIKULUM 2013

Berkaitan dengan implementasi Kurikulum 2013, ada 4 Standar Nasional yang mengalami perubahan, yaitu Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, dan Stan-dar Penilaian Pendidikan. Oleh karena itu dibuat empat Permendikbud baru untuk mengatur keempat Standar tersebut, yaitu Permendikbud No. 54/2013 tentang SKL, Permendikbud No. 65/2013 tentang Standar Proses, Permendikbud No. 66/2013 tentang Standar Penilaian Pendi-dikan, dan Permendikbud No. 67 70 tahun 2013 tentang SI.

Ditinjau dari elemen kompetensi lulusan, maka perubahan yang terjadi adalah adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Sedangkan ditinjau dari kedudukan mapel, maka kompetensi yang semula diturunkan dari mapel berubah menjadi mapel dikembangkan dari kompetensi. Jadi, jika pada kurikulum sebelumnya materi pelajaran telah disiapkan baru kemudian dirumuskan kompetensi, maka pada Kurikulum 2013 sebaliknya. Dengan dirumuskan terlebih dahulu kompe-tensi, maka berarti guru diberi kebebasan untuk berkreasi mengembangkan materi asalkan ber-tujuan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Pada elemen Struktur Kurikulum (mapel dan alokasi waktu), terjadi perubahan pada semua jenjang sekolah. Pada jenjang SD terjadi beberapa perubahan, yaitu holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya), jumlah mapel dari 10 menjadi 6, dan jumlah jam bertambah 4 JP/mgg akibat perubahan pendekatan pembelajaran. Adapun mapel yang dihilangkan adalah IPA dan IPS (menjadi tematik di mapel lain), Muatan Lokal, dan Bahasa Inggris, sedangkan keenam mapel yang dipertahankan meliputi Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Kesenian.

Pada jenjang SMP terjadi beberapa perubahan, yaitu TIK menjadi media semua mapel, tidak berdiri sendiri sebagai mapel, pengembangan diri terintegrasi pada setiap mapel dan ekstrakurikuler, jumlah mapel dari 12 menjadi 10, dan jumlah jam bertambah 6 JP/mgg akibat perubahan pendekatan pembelajaran.Pada jenjang SMA terjadi beberapa perubahan, yaitu ada mapel wajib dan ada mapel pilihan, pengurangan mapel yang harus diikuti peserta didik, jumlah jam bertambah 1 JP/mgg akibat perubahan pendekatan pembelajaran. Sedangkan pada jenjang SMK terjadi beberapa perubahan, yaitu penambahan jenis keahlian berdasarkan spektrum kebutuhan (6 program keahlian, 40 bidang keahlian, 121 kompetensi keahlian), pengurangan adaptif dan normatif, penambahan produktif, dan produktif disesuaikan dengan trend perkembangan di Industri.Ditinjau dari proses pembelajaran, ada beberapa elemen perubahan, yaitu Standar Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta; belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat ; guru bukan satu-satunya sumber belajar; dan sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan. Proses pembelajaran di SD sepenuhnya menerapkan pendekatan tematik integratif dari kelas I VI, sedangkan di SMP IPA dan IPS juga masing-masing diajarkan secara terpadu. Pada jenjang SMA terdapat mapel wajib dan pilihan sesuai dengan bakat dan minat, sedangkan di SMK kompetensi keterampilan disesuaikan dengan standar industri.

Penilaian hasil belajar yang diterapkan pada Kurikulum 2013 adalah penilaian berbasis kompetensi, pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Pada Kurikulum 2013 juga berusaha untuk memper-kuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal). Penggunaan PAP dapat memacu guru untuk melaksanakan pembelajaran yang ideal, sehingga peserta didik mampu mencapai skor ideal seperti yang diharapkan. Selain itu, penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga KI & SKL, dan kurikulum baru ini juga mendorong pemanfaatan portofolio sebagai instrumen utama penilaian.

KURIKULUM 2013, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Setiap munculnya kebijakan baru pasti memberikan angin segar tentang hal baru yang dipandang lebih baik daripada kebijakan yang diperbarui. Demikian juga dengan Kurikulum 2013 tentu berharap akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan, baik dalam hal kondisi proses pembe-lajaran yang lebih baik, kinerja pendidik yang semakin meningkat, sarpras yang semakin lengkap dan memadai, maupun kelebihan lain yang dicoba ditata ulang. Namun demikian dalam implemen-tasinya tentu banyak kendala yang dihadapi, mulai dari sosialisasi yang terkesan sangat singkat waktunya, sampai pada kesiapan SDM yang menerapkan dalam proses pembelajaran. Beberapa masalah yang mungkin ditemukan di lapangan antara lain:1. Masalah yang Berkaitan dengan Pendalaman dan Perluasan Materi Pelajaran

Pada Kurikulum 2013, guru dibebaskan mengembangkan materi pelajaran, baik kedalaman maupun keluasan materi yang akan diajarkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya tipe guru yang idealis dan guru yang minimalis. Bagi guru yang idealis, maka akan menyambut perubahan tersebut sebagai ajang menunjukkan dan mengekplorasi kemampuan yang dimilikinya dengan mengembangkan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya materi yang diampunya. Sebalik-nya bagi guru minimalis, perubahan tersebut akan diterima dengan apatis dan tidak ada semangat maupun kemauan untuk mengembangkan materi yang diajarkannya. Tipe guru seperti ini biasanya sangat menikmati dengan kemapanan cara mengajar yang telah dilakukannya selama ini, karena menurutnya baik-baik saja dan peserta didik tidak ada yang protes.

Kedua tipe guru ini sama-sama akan mengalami masalah dalam implementasi Kurikulum 2013. Bagi guru idealis yang telah mengembangkan materi sedemikian rupa, tetapi jika pada kenyataannya nantinya Ujian Akhir Nasional hanya mendasarkan pada materi dasar seperti kuri-kulum sebelumnya tentu akan mematahkan semangatnya untuk berkreasi dan berinovasi mengem-bangkan materi pelajaran. Sebaliknya bagi guru minimalis kondisi tersebut akan menguntungkan. Permasalahannya, lalu apa arti perubahan tersebut bagi peningkatan kualitas pendidikan? Oleh karena itu jika memang guru diberi kebebasan mengembangkan materi pelajaran, maka sistem UAN haruslah diubah, minimal yang mampu mengakomodasikan perubahan tersebut.

Bagi semua guru, pengembangan materi pelajaran dapat dilakukan melalui pengayaan materi setiap konsep yang ada dalam mapel tersebut. Di era yang serba canggih saat ini, sudah bukan jamannya jika seorang guru hanya berpegang pada satu sumber belajar dan melek teknologi juga harus dikuasai. Oleh karena itulah TIK di SMP dihapuskan, karena TIK tidak hanya kemampuan yang harus dimiliki guru TIK, tetapi harus dimiliki semua guru. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Constance Blasie & George Palladino (2005) bahwa pengetahuan dan penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran adalah kemampuan yang harus dikuasai oleh para guru, terutama guru sekolah lanjutan.

Dengan demikian pengayaan materi dapat dilakukan guru dengan mudah melalui penggunaan berbagai sumber belajar, seperti jurnal-jurnal dan buku-buku yang dapat diakses langsung melalui internet, buku-buku pengayaan dan ensiklopedia yang banyak beredar di pasaran (dari dalam negeri maupun luar negeri), dan referensi lainnya berupa hasil penelitian yang dapat dikaitkan dengan konsep kimia tertentu.

Guru yang tidak mampu mengembangkan ilmunya bukanlah guru masa depan, karena ia akan tertinggal dengan kemajuan IPTEK yang demikian pesat. Menurut Ball (1988: 22) pengu-asaan guru terhadap bidang ilmunya merupakan sesuatu yang fundamental dan mutlak. Guru yang menguasai bidang ilmunya akan mampu berbuat yang terbaik bagi peserta didiknya, ia tahu bagaimana membuat pelajaran lebih menarik dan bagaimana menjelaskan materi tersebut kepada anak didiknya, ia memiliki pengetahuan tetapi juga tahu bagaimana menyampaikan (Jean Rudduck & Julia Flutter, 2004 : 78).

Meskipun pada pelaksanaan Kurikulum 2013 akan disediakan buku peserta didik yang berisi substansi pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar, buku panduan guru yang berisi panduan pelaksanaan proses pembelajaran dan panduan pengukuran dan penilaian hasil belajar, serta silabus, namun kreativitas guru dalam mengembangkan materi pelajaran tetap dituntut. Semua yang ada di sekitar kita dapat dijadikan sumber belajar, asalkan memenuhi kriteria sumber belajar yang baik, yaitu ekonomis (tidak perlu berharga mahal), praktis (mudah digunakan), mudah (tersedia di sekitar kita), fleksibel (dapat digunakan untuk berbagai tujuan), dan bermakna (sesuai tujuan dan mampu membangkitkan motivasi dan minat belajar) (Sudrajat, 2008). Dengan demikian buku teks, media cetak, media elektronik, nara sumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran, semua dapat digunakan sebagai sumber belajar.

2. Masalah Penerapan Berbagai Pendekatan dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013Pada Kurikulum 2013 selain CTL masih relevan diterapkan, ada beberapa pendekatan sebagai strategi penyampaian materi yang dianjurkan, yaitu: pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning), pembelajaran penemuan (discovery learning), pendekatan saintifik (scientific approach), dan tematif integratif.

Khusus mengenai pendekatan saintifik diwajibkan untuk diterapkan pada setiap jenjang pendidikan dengan pola pembelajaran yang dimulai dari mengamati, menanya, mengolah, menya-jikan, menyimpulkan, dan mencipta. Sedangkan untuk pendekatan yang lain, diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Selama ini sebagian besar guru kemungkinan pernah menerapkan pendekatan problem based learining, tetapi untuk project based learning kemungkinan relatif sedikit yang menerapkan. Perbedaan keduanya adalah project based learning lebih dari sekedar memecahkan masalah, karena permasalahan yang diangkat sebagai proyek memerlukan pemecahan yang lebih kompleks dengan menggabungkan lebih dari satu konsep. Project based learning pemecahannya memerlukan aktivitas lebih dari sekedar membaca buku atau membuka internet, tetapi peserta didik melakukan action (tindakan nyata) untuk mengerjakan proyek tersebut (Mel Silberman, 1996).

Metode discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Dengan metode discovery, peserta didik didorong oleh rasa ingin tahu (curiousity) untuk mengeksplorasi dan belajar sendiri. Pemahaman suatu konsep didapat peserta didik melalui proses. Dengan metode ini lebih ditekankan kepada proses penemuan konsep dan bukan pada produknya. Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.

Pada kenyataannya tidak semua guru piawai dalam menerapkan pendekatan yang dianjur-kan, terutama pendekatan saintifik yang bersifat wajib. Selain karakteristik setiap mapel yang khas, juga adanya kendala alokasi waktu yang terkesan singkat untuk dapat menerapkannya sesuai prosedur dari setiap pendekatan. Namun demikian dengan latihan dan penggunaan secara terus-menerus, maka guru akan semakin piawai menerapkannya. Hal ini hanya akan terwujud jika setiap guru memiliki motivasi dan kemauan yang tinggi untuk mencoba menerapkannya.

Permasalahan lain yang mungkin dihadapi, katakanlah bahwa guru sudah termotivasi dan memiliki kemauan, bagaimana dengan peserta didiknya? Apakah mereka dapat mengikuti tahap demi tahap dalam penerapan pendekatan tersebut? Akan menjadi masalah jika ternyata peserta didik tidak mau diajak maju, padahal guru sudah mau maju. Oleh karena itu bukan hal yang mudah untuk mengubah sesuatu yang baru, butuh proses dan waktu.Bagi guru sains, dimana dalam proses perolehan konsepnya harus menerapkan praktik sebagai penguatan terhadap penguasaan materi di kelas, maka penting untuk mencoba mengem-bangkan pendekatan-pendekatan tersebut yang dikaitkan dengan praktikum. Praktikum sangat penting dilakukan mengingat pembelajaran sains, termasuk kimia tidak dapat dilakukan tanpa adanya laboratorium (Amy J. Phelps & Cherin Lee, 2003). Pada penerapan discovery learning, guru dapat meminta peserta didik melakukan praktikum berbasis lingkungan, yaitu praktikum yang menggunakan alat dan bahan kimia yang ada dalam kehidupan sehari-hari untuk menemukan suatu konsep. Sebagai contoh, peserta didik diminta membuat indikator alami dan menyelidiki sifat asam basa dari berbagai larutan yang ada di sekitarnya hingga diperoleh konsep tentang sifat asam dan basa berdasarkan indikator yang mereka buat. Pada penerapan problem based learning, bisa saja peserta didik disuguhi masalah yang ada kaitannya dalam kehidupan, misalnya dicarikan masalah berbasis kontroversi yang ada di masyarakat agar menarik bagi mereka. Sebagai contoh, ketika guru mengajarkan materi tentang Unsur Golongan Halogen, maka dapat dihubungkan dengan isu adanya masyarakat yang masih menderita GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium). Masalah yang dapat dikemukakan bisa mulai dari mengapa garam harus diberi iodium? Mengapa garam sudah diberi iodium tetapi masih banyak masyarakat yang menderita GAKI? Adakah makanan lain yang dapat menjadi sumber iodium? Apa pentingnya iodium bagi tubuh kita? Benarkah iodium dapat menyebabkan kita pintar? Bagaimanakah cara mendeteksi adanya iodium dalam garam? Isu lain yang dapat diungkap misal-nya tentang formalin/boraks dalam makanan, MSG, merkuri dalam kosmetik, gas klorin pada percampuran detergen dengan pemutih, dan lain-lain.3. Masalah yang Berkaitan dengan Tantangan Soal-soal dalam TIMSS

Banyak soal yang ditanyakan dalam TIMSS yang memang tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia, menyebabkan kita harus berpikir ulang tentang kecukupan materi yang kita berikan pada peserta didik (asas adekuasi). Selain itu, peserta didik kita belum terbiasa memecahkan soal yang berkaitan dengan aplikasi konsep dalam kehidupan dan soal yang memerlukan penalaran. Oleh karena itu, pada Kurikulum 2013 seorang guru dituntut untuk dapat menciptakan pembe-lajaran yang menantang, sehingga mampu membangkitkan sikap kritis, logis, kreatif, dan inovatif pada peserta didik. Berikut ini beberapa contoh soal yang termasuk dalam kognitif tingkat tinggi (penerapan dan penalaran) yang ada dalam TIMSS 2011:

Soal-soal seperti di atas hanya dapat dijawab jika peserta didik terbiasa diajarkan untuk selalu mengaitkan materi pelajaran dengan aplikasinya dalam kehidupan.

4. Masalah yang Berkaitan dengan Penilaian Kompetensi Inti

Pada Kurikulum 2013 terdapat 4 KI yang harus ditagih dalam bentuk penilaian. Ketika guru ingin melakukan penilaian aspek kognitif (KI-3), mungkin tidak mengalami kendala, karena sudah biasa dilakukan. Namun ketika akan melakukan penilaian aspek afektif, yaitu sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2), juga aspek keterampilan (KI-4), guru mengalami kendala dalam hal format penilaian yang akan digunakan. Banyak contoh format penilaian sikap dan aspek keterampilan yang dapat diacu dari berbagai buku maupun hasil penelitian, namun format penilaian tersebut tidak selalu cocok untuk kondisi sekolah dan karakteristik peserta didik, sehingga perlu dimodifikasi agar sesuai dengan informasi yang dibutuhkan guru.Kurikulum kita secara konsep memang sangat bagus diterapkan pada kelas kecil (small class), tetapi kenyataan di lapangan masih banyak sekolah dengan kelas besar (large class). Seorang guru yang hanya memiliki sepasang mata tentu tidak akan mampu mengamati 40 50 peserta didik dalam waktu bersamaan untuk penilaian sikap. Oleh karena itu dalam setiap pertemuan yang dirancang dalam RPP, sebaiknya guru tidak terlalu banyak keinginan untuk menilai banyak sikap, karena apa yang dirancang dalam RPP ditagih dalam penilaian. Semua konsep pasti memiliki aspek sikap sosial yang menonjol untuk dinilai, sehingga hal itu dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan sikap sosial yang akan dinilai untuk setiap pertemuan. Sebagai contoh, setiap pertemuan kita hanya memunculkan dua sikap sosial untuk dinilai, sehing-ga tidak memberatkan kita dalam pengambilan nilai, terutama jika menilai melalui teknik observasi.

Bagaimana dengan penilaian sikap spiritual? Nampaknya sulit bagi guru untuk menilai sikap yang berkaitan dengan spiritual, namun jika sikap spiritual tersebut kita hubungkan dengan konsep tertentu, pasti lebih mudah bagi kita merumuskan pernyataan dalam instrumen penilaiannya. Seba-gai contoh, kita akan kesulitan jika diminta menilai rasa bersyukur, karena hal itu sangat luas dan sulit dioperasionalkan, tetapi ketika di belakang kata bersyukur dikaitkan dengan suatu konsep dari materi pelajaran, maka pasti kita dapat mengoperasionalkan.Portofolio yang dianjurkan pada kenyataannya di lapangan banyak yang kesulitan untuk melakukannya. Kendala yang utama adalah kelas yang diampu oleh guru bukanlah kelas kecil yang hanya terdiri dari 10 15, tetapi kelas besar dengan jumlah 30 50 peserta didik. Hal ini tentunya memerlukan kerja ekstra guru untuk mengumpulkan setiap hasil karya dan kerja tiap-tiap peserta didik dalam satu file yang saling terpisah. Kerja ini dapat diperingan dengan cara memberikan tugas yang sama atau sejenis, sehingga mempermudah dalam koreksi. Hal ini karena kerja terberat dalam portofolio bukan pada pengumpulannya, tetapi pada pengoreksian hasil karya.

PENUTUPSecara konseptual Kurikulum 2013 sangat bagus ditinjau dari berbagai aspek yang ditawar-kan, seperti pendekatan saintifik yang dianjurkan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, sistem penilaian terhadap empat Kompetensi Inti yang mampu menggambarkan kemampuan pe-serta didik secara komprehensif, dan penataan tata kelola dan pola pikir yang semakin sempurna. Namun pada kenyataannya SDM kita, khususnya pendidik relatif belum siap mengimplementasikan semua rancangan yang ada dalam Kurikulum 2013. Implementasi memang merupakan bagian terberat dari adanya kebijakan baru, karena selalu ada pro kontra diantara pelaksana di lapangan. Bagi mereka yang menerima 100%, tentu ada optimisme di dalam jiwanya bahwa perubahan kebijakan yang digulirkan pasti akan membawa dampak positif bagi dunia kerjanya yang selama ini ditekuni. Bagi yang menerima setengah hati, ada sedikit keraguan akan keberhasilan kebijakan baru jika diterapkan. Namun bagi yang 100% menolak kebijakan, pastilah mereka pesimis dan ada rasa sinis dengan keberhasilan yang dituju kebijakan baru tersebut.

Siapapun mereka, menerima, setengah hati menerima, atau menolak, semua pasti memiliki alasan atau argumen sendiri-sendiri. Namun sesungguhnya sebagai insan akademik tentu kita berharap agar selalu positive thinking terhadap setiap kebijakan baru sambil berusaha mengimple-mentasikan semampu dan sebaik mungkin. Bukankah kita harus mencoba sesuatu yang baru terlebih dahulu, baru kemudian dapat berkomentar, bukan kalah sebelum perang?

Sebagai pendidik sudah sewajarnya kita selalu berusaha mengembangkan diri dan mening-katkan profesionalisme dengan selalu memperluas wawasan ilmu yang kita miliki dan mengikuti setiap kemajuan IPTEK yang ada. Ada maupun tiada perubahan kurikulum, kita harus berusaha memajukan pendidikan, meskipun hanya di lingkungan sekolah kita. Semoga kita menjadikan profesi pendidik sebagai panggilan jiwa dan ladang kebaikan, bukan karena keterpaksaan. Amiin.DAFTAR PUSTAKA

Amy J. Phelps & Cherin Lee. (2003). The power of practice: what students learn from how we teach. Journal of Chemical Education, 80 (7), 829 832.

Ball, D. L. (1988). Unlearning to teach mathematics. East Lansing: Michigan State University, National Center for Research on Teacher Education.

Constance Blasie & George Palladino. (2005). Implementing the professional development standards: a research departments innovative masters degree program for high school chemistry teachers. Journal of Chemical Education. 82 (4), 567 570.

Das Salirawati. (2012). Profil kemampuan peserta didik indonesia menurut benchmark lnter-nasional. Seminar Nasional Hotel Salak Heritage. Bogor. tanggal 3 Desember 2012.

Depdikbud. (2013). Permendikbud Nomor 69 tahun 2013: tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA. Jakarta: Kemendikbud RI.

Depdiknas. (2003). UU RI No. 20/2003: Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

_________ (2005). PP RI No. 19/200: Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.Dyers, J.H. et. al (2011), Innovators DNA. New York: Harvard Business ReviewJean Rudduck & Julia Flutter. (2004). How to improve your school. New York : Continuum.

Mel Silberman. (1996). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif.. Yogyakarta: Yappendis.

Olivia, Peter, F. (1992). Developing the Curriculum. New York : Harper Collins Publishers.

Ronald Brandt. (1993). What do you mean professional. Educational Leadership. Nomor 6, 50, March.Sudrajat, Akhmad. (2008). Sumber belajar untuk mengefektifkan pembelajaran siswa. http:// akhmadsudrajat.wordpress.com.diakses tanggal 2 Februari 2013, jam 20.00 WIB.

Roy Barnes. (2005). Moving towards technology education : Factors that facilitated teachers implementation of a technology curriculum. Journal of Technology Education. 17 (1), 6 18.

*) Makalah disampaikan pada Workshop Chemistry and English Competition 2014 dengan tema Implemen-tasi Kurikulum 2013 dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UNY, di Ruang Seminar FMIPA UNY, Sabtu, 29 Mei 2014.

**) Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Yogyakarta

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI

PENINGKATAN KUALITAS GURU DAN PESERTA DIDIK *)

Dr. Das Salirawati, M.Si **)

PAGE 17