wod - refleksi transformatif penerapan kebijakan global pemberantasan narkoba di indonesia

3
W R ON DRUGS Refleksi Transformatif Penerapan Kebijakan Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia i RINGKASAN NASKAH Negara Republik Indonesia meratifikasi Konvensi Tunggal PBB tahun 1961 tentang Obat-obatan Narkotika pada tahun 1976, enam belas tahun pasca dilansirnya kesepakatan internasional tersebut. Menyusul ratifikasi ini, Republik Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat setelah proklamasi kemerdek aan tahun 1945 mengesahkan UU narkotikanya sendiri, yaitu UU No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Pengaturan mengenai obat-obatan narkotika di Indonesia sebenarnya sudah diimplementasikan sejak zaman penjajahan Belanda, dimana telah sejak lama opium (yang secara medis zat aktifnya dikenal sebagai narkotika) menjadi komoditas sebagaimana layaknya berbagai tanaman berkhasiat di samping pangan, rempah- rempah, serta hasil bumi lainnya yang kemudian menumbuhkembangkan kolonialisme pada masa itu. Kesepakatan internasional mengenai obat-obatan yang memiliki khasiat psikoaktif dilansir lagi oleh PBB pada tahun 1971. Kali ini mengenai Bahan-bahan Psikotropika. Di tahun yang sama Presiden AS Richard Nixon menobatkan’ obat-obatan terlarang (obat dan bahan yang menjadi obyek kesepakatan PBB tahun 1961 dan 1971) sebagai musuh masyarakat Amerika No. 1 dan mempropagandakan ‘perang terhadap narkoba’. Perang sebagai sebuah propaganda selalu saja berhasil meraup dana, melalui dukungan parlemen tentunya, dalam jumlah yang fantastis. Namun sayangnya perang sendiri selalu menimbulkan korban. Dan khusus mengenai perang terhadap narkoba yang telah lebih dari empat puluh tahun dilancarkan, hasilnya tidak pernah dimenangkan. Bahkan di AS sendiri sebagai negara yang menggagasnya. Hingga kini. Setelah dua puluh lima tahun, RI akhirnya meratifikasi Konvensi PBB tahun 1971 tentang Bahan-bahan Psikotropika dan setahun kemudian

Upload: sketchpowder

Post on 12-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tulisan ini mengulas kemudaratan perang terhadap narkoba yang telah berlangsung lebih dari empat puluh tahun. Perang terhadap narkoba sebagai derivatif kebijakan global pelarangan dan pemidanaan zat-zat psikoaktif turut pula terjadi bahkan dilakukan oleh Indonesia. Kata-kata yang tersusun dalam naskah ini merupakan perenungan atas implementasi kebijakan global pemberantasan atau perang terhadap narkoba di Indonesia yang, seperti juga dialami negara manapun, tidak pernah dimenangkan walaupun telah berpuluh-puluh tahun berlangsung dengan anggaran bertriliun-triliun rupiah. Untuk mendapatkan naskah berbentuk buku silakan kunjungi http://rumahcemara.org/shop/

TRANSCRIPT

  • WAR ON DRUGS Refleksi Transformatif Penerapan Kebijakan Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia

    i

    RINGKASAN NASKAH

    Negara Republik Indonesia meratifikasi Konvensi Tunggal PBB tahun 1961

    tentang Obat-obatan Narkotika pada tahun 1976, enam belas tahun pasca

    dilansirnya kesepakatan internasional tersebut. Menyusul ratifikasi ini,

    Republik Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat setelah proklamasi

    kemerdekaan tahun 1945 mengesahkan UU narkotikanya sendiri, yaitu UU

    No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Pengaturan mengenai obat-obatan

    narkotika di Indonesia sebenarnya sudah diimplementasikan sejak zaman

    penjajahan Belanda, dimana telah sejak lama opium (yang secara medis

    zat aktifnya dikenal sebagai narkotika) menjadi komoditas sebagaimana

    layaknya berbagai tanaman berkhasiat di samping pangan, rempah-

    rempah, serta hasil bumi lainnya yang kemudian menumbuhkembangkan

    kolonialisme pada masa itu.

    Kesepakatan internasional mengenai obat-obatan yang memiliki

    khasiat psikoaktif dilansir lagi oleh PBB pada tahun 1971. Kali ini

    mengenai Bahan-bahan Psikotropika. Di tahun yang sama Presiden AS

    Richard Nixon menobatkan obat-obatan terlarang (obat dan bahan yang

    menjadi obyek kesepakatan PBB tahun 1961 dan 1971) sebagai musuh

    masyarakat Amerika No. 1 dan mempropagandakan perang terhadap

    narkoba. Perang sebagai sebuah propaganda selalu saja berhasil meraup

    dana, melalui dukungan parlemen tentunya, dalam jumlah yang fantastis.

    Namun sayangnya perang sendiri selalu menimbulkan korban. Dan khusus

    mengenai perang terhadap narkoba yang telah lebih dari empat puluh

    tahun dilancarkan, hasilnya tidak pernah dimenangkan. Bahkan di AS

    sendiri sebagai negara yang menggagasnya. Hingga kini.

    Setelah dua puluh lima tahun, RI akhirnya meratifikasi Konvensi PBB

    tahun 1971 tentang Bahan-bahan Psikotropika dan setahun kemudian

  • Ringkasan Naskah

    ii

    meratifikasi Konvensi PBB tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran

    Gelap Narkotika dan Psikotropika lalu mengesahkan dua UU sekaligus:

    tentang Psikotropika (UU No. 5 tahun 1997) dan tentang Narkotika (UU

    No. 22 tahun 1997 revisi UU No. 9 tahun 1976). Sebagaimana konvensi-

    konvensi internasional yang menjadi acuannya, terutama konvensi tahun

    1988, kedua UU tersebut represif, sarat akan pelarangan dan pemidanaan.

    Ancaman-ancaman sanksi untuk kepemilikan narkotika meningkat dari

    hukuman penjara maksimal 3 tahun pada UU Narkotika 1976 menjadi 10

    tahun dan denda lima ratus juta rupiah pada UU Narkotika 1997, dan

    mencapai titik tertingginya yaitu maksimal hukuman penjara 12 tahun dan

    denda delapan miliar rupiah pada UU Narkotika 2009.

    Tulisan ini mengulas kemudaratan perang terhadap narkoba yang telah

    berlangsung lebih dari empat puluh tahun. Perang terhadap narkoba

    sebagai derivatif kebijakan global pelarangan dan pemidanaan zat-zat

    psikoaktif turut pula terjadi bahkan dilakukan oleh Indonesia. Kata-kata

    yang tersusun dalam naskah ini merupakan perenungan atas implementasi

    kebijakan global pemberantasan atau perang terhadap narkoba di

    Indonesia yang, seperti juga dialami negara manapun, tidak pernah

    dimenangkan walaupun telah berpuluh-puluh tahun berlangsung dengan

    anggaran bertriliun-triliun rupiah. Tentu perenungan sebuah kebijakan

    global yang diterapkan di dalam sebuah wilayah domestik perlu pula

    merambah dimensi ruang dan waktu dengan bentangan yang luas disertai

    kepatutan wilayah-wilayah perenungannya. Atas perambahan untuk

    kemudian melebur berbagai dimensi di antaranya politik, ekonomi, dan

    budaya yang terbingkai dalam sejarah kemanusiaan, maka perenungan

    atau refleksi terhadap kebijakan global pemberantasan narkoba di

    Indonesia selayaknya memuat daya gerak transformatif.

    Dokumen ini berupaya merambah berbagai dimensi untuk didiskusikan

    dengan mengusung sejumlah tema yang mewakili tiap-tiap dimensi.

    Tema-tema yang diusung antara lain: ribuan tahun pemanfaatan potensi

    napza oleh umat manusia; perang terhadap narkoba di tengah-tengah

    komodifikasinya; motif ekonomi, politik, dan budaya atas kebijakan

    pelarangan napza; alternatif-alternatif pendekatan logis untuk mengakhiri

    perang yang telah berlangsung lebih dari empat dekade; serta usulan

  • WAR ON DRUGS Refleksi Transformatif Penerapan Kebijakan Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia

    iii

    prinsip, strategi, tata kelola, dan peran masyarakat dalam pembaruan

    kebijakan napza nasional. Sistematika penguraian tema-tema tersebut

    mengupayakan rangkaian sejarah kemanusiaan yang bergerak maju

    mengikuti perkembangan zaman. Dengan demikian wilayah-wilayah

    perenungan dapat secara optimal menghidangkan tawaran untuk

    melakukan aksi yang didasari oleh wawasan, argumentasi, serta

    pemikiran-pemikiran transformatif yang faktual.

    Walaupun kala itu belum selesai sebagai sebuah tulisan berwujud buku

    utuh, penggalan-penggalan dokumen ini sejak 2007 kerap digunakan

    sebagai materi advokasi terutama pada masa proses legislasi 2004-2009

    untuk merevisi UU Narkotika dan Psikotropika RI tahun 1997. Dokumen ini

    bukanlah naskah akademik ataupun RUU tandingan sebagai bahan

    pembuatan sebuah kebijakan publik oleh para anggota legislatif. Namun

    tidaklah berlebihan jika dokumen ini dapat disetarakan dengan dua

    bentuk tulisan bahan pembuatan kebijakan publik tersebut, terlebih saat

    ditujukan untuk kepentingan pendidikan sebagai bagian integral sebuah

    proses advokasi. Karena selain tema-tema yang telah disebutkan pada

    paragraf di atas, dokumen ini memuat refleksi mendalam, kerangka

    argumentasi, hingga usulan konkrit untuk memuat daya gerak

    transformasi ke sebuah ranah dengan asas-asasnya yang mutlak berupa

    keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum; dimana ketiganya

    merupakan rujukan utama dalam perundang-undangan serta berbagai

    upaya perlindungan rakyat. Dengan demikian represivitas sebagai dasar

    pemikiran untuk memberantas dan memerangi narkoba dapat secara

    sistemik tergantikan oleh daya upaya transformatif untuk sebuah

    perundang-undangan yang melindungi rakyat melalui penguasaan seluruh

    aspek ekonomi narkoba oleh negara dari mulai bahan baku berupa

    tanaman yang dibudidayakan hingga tumbuh liar dengan tujuan

    menurunkan nilai ekonomisnya hingga tak bernilai sama sekali; tanaman-

    tanaman industri inovatif yang menghasilkan produk jadi untuk

    mensubstitusi komoditas-komoditas yang dikonsumsi masyarakat secara

    massal; serta produk-produk untuk konsumsi tubuh, terutama produk

    farmasi yang penyerahannya hingga ke tangan konsumen diatur negara.

    Dengan cara inilah perang terhadap narkoba dapat diakhiri, bukan dengan

    cara memberantas dan berhadap-hadapan dengan sindikat.