wintersong - s3.amazonaws.com · käthe-lah si cantik di keluarga kami, dengan rambut bak sinar...
TRANSCRIPT
Wintersong
Wintersong haldep.indd 1 10/10/2018 4:04:10 PM
Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Wintersong haldep.indd 2 10/10/2018 4:04:10 PM
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Wintersong
S. Jae-Jones
Wintersong haldep.indd 3 10/10/2018 4:04:10 PM
WINTERSONGBy S. Jae-Jones
Copyright © 2017 by S.Jae-JonesThis edition is published by arrangement with Thomas Dunne Books, an imprint of St. Martin’s Press
WINTERSONGAlih Bahasa: Meggy SoedjatmikoPenyunting: Grace SitungkirPenata Letak: Kum@rtDesainer sampul: Erson
Hak Cipta Terjemahan IndonesiaPenerbit PT Elex Media KomputindoHak Cipta dilindungi oleh Undang-UndangDiterbitkan pertama kali pada tahun 2018 olehPenerbit PT Elex Media KomputindoKelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta
718031692ISBN: 978-602-04-8559-1
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Wintersong haldep.indd 4 10/10/2018 4:04:10 PM
Bagian 1
PASAR GOBLIN
Janganlah para goblin kau pandang
Jangan pula beli buah-buahan mereka:
Entah di mana mereka meladang
Untuk beri makan akar-akarnya?
CHRISTINA ROSSETTI, GOBLIN MARKET
Wintersong.indd 3 10/10/2018 4:05:31 PM
B E R H AT I - H AT I L A H
T E R H A D A P G O B L I N
“Hati-hati dengan para goblin,” ujar Constanze. “Dan barang-barang
dagangan yang mereka jajakan.”
Aku terlonjak saat bayangan nenekku menyapu catatan-
catatanku, sekaligus membuyarkan pikiranku dan tumpukan kertas
folio. Aku tergeragap menutupi musikku, perasaan malu membuat
tanganku gemetar, tetapi Constanze tidak sedang bicara padaku.
Dia berdiri di ambang pintu, menatap marah ke arah adikku Käthe
yang tengah bersolek dan mematut diri di depan cermin di kamar
tidur kami—satu-satunya cermin di seluruh penginapan kami.
“Dengar baik-baik, Katharina.” Constanze menuding ke pantulan
adikku di kaca dengan jari kasar berlekuk. “Keangkuhan mengundang
cobaan, dan merupakan tanda kehendak diri yang lemah.”
Käthe tak mengacuhkannya, dia mencubit pipi dan menepuk-
Wintersong.indd 4 10/10/2018 4:05:32 PM
W I N T E R S O N G 5
nepuk rambut ikalnya agar tampak lebih penuh. “Liesl,” ujarnya seraya
meraih topi di meja rias. “Bisa kau kemari dan bantu aku dengan
ini?”
Aku memasukkan kembali catatan-catatanku ke dalam kotak
brankas kecil tempat penyimpannya. “Itu pasar, Käthe, bukan pesta
dansa. Kita hanya akan mengambil busur Josef di tempat Herr Kassl.”
“Liesl,” rengek Käthe. “Tolonglah.”
Constanze berdeham tak suka dan mengetuk-ngetuk lantai
dengan tongkatnya, tapi aku dan adikku tidak menghiraukannya.
Kami sudah terbiasa dengan pernyataan-pernyataan nenek kami
yang muram dan seram-seram.
Aku menghela napas. “Baiklah.” Kusembunyikan brankas itu di
kolong tempat tidur kami dan bangkit untuk bantu menyematkan
topi ke rambut Käthe.
Topi itu berupa karya dari sutra dan bulu-bulu yang menjulang,
sebentuk kepura-puraan yang konyol, terlebih di desa provinsi kecil
kami. Tetapi adikku juga konyol, karena itu dia dan topi tersebut
memang cocok.
“Auw!” cetus Käthe saat tak sengaja aku menusuknya dengan
jarum penyemat topi. “Lihat-lihat ke mana kau menusukkan itu.”
“Kalau begitu, belajarlah berpakaian sendiri.” Aku merapikan ram-
but ikal adikku dan memasangkan syal hingga menutupi bahunya yang
telanjang. Bagian pinggang gaunnya ditumpuk tinggi di bawah dada,
potongan sederhana gaunnya menunjukkan setiap lekuk tubuhnya.
Menurut Käthe, itu mode busana termutakhir di Paris, tetapi di
mata ku, adikku tampak seperti tak berbusana dan menggoda.
“Ck.” Käthe mematut diri di depan pantulannya. “Kau hanya iri.”
Aku menggerenyet. Käthe-lah si cantik di keluarga kami, dengan
rambut bak sinar matahari, mata sebiru musim panas, pipi merah bak
Wintersong.indd 5 10/10/2018 4:05:32 PM
S . J A E - J O N E S6
delima merekah, dan tubuh yang sintal. Di usia tujuh belas tahun, dia
sudah terlihat seperti perempuan dewasa, dengan pinggang langsing
dan pinggul indah yang ditonjolkan sangat baik oleh gaun barunya.
Usiaku hampir dua tahun lebih tua, tetapi penampilanku masih se perti
anak-anak: kecil, kurus, dan pucat. Hobgoblin cilik, Papa me nye but-
ku. Makhluk gaib, adalah panggilan Contanze untukku. Hanya Josef
yang pernah menyebutku cantik. Tidak manis, kata saudaraku itu.
Cantik.
“Ya, aku iri,” timpalku. “Sekarang, kita akan pergi ke pasar atau
tidak?”
“Sebentar.” Käthe mencari-cari dalam kotak aksesorinya. “Yang
mana menurutmu, Liesl?” tanyanya sambil mengangkat beberapa helai
pita panjang. “Merah atau biru?”
“Memang jadi soal?”
Dia menghela napas. “Kurasa tidak. Tak akan ada lagi pemuda desa
yang peduli, setelah sekarang aku akan menikah.” Käthe menariki
hiasan gaunnya dengan murung. “Hans bukan tipe yang suka barang
bagus atau bersenang-senang.”
Bibirku merapat. “Hans pria yang baik.”
“Pria yang baik, dan membosankan,” balas Käthe. “Kau lihat dia di
acara dansa malam itu? Dia tidak pernah, satu kali pun, mengajakku
berdansa dengannya. Dia hanya berdiri di pojokan dengan melotot
dengan ekspresi tak suka.”
Itu karena Käthe bergenit-genit tanpa malu dengan beberapa
prajurit Austria yang tengah dalam perjalanan ke Munich untuk
mengusir orang-orang Prancis. Gadis cantik, mereka membujukknya
dengan logat Austria yang lucu, Ayo beri kami ciuman!
“Perempuan nakal adalah buah matang,” Contanze melagukan,
“yang meminta dipetik Raja Goblin.”
Wintersong.indd 6 10/10/2018 4:05:32 PM
W I N T E R S O N G 7
Perasaan gelisah menjalar naik di tulang punggungku. Nenek kami
suka menakuti-nakuti kami dengan dongeng mengenai goblin dan
makhluk-makhluk lain yang hidup di hutan di balik desa kami, tapi
aku, Käthe, dan Josef tak pernah menganggap serius kisah-kisah nya
semenjak kami masih anak-anak. Di usia delapan belas, aku sudah ter-
lalu tua untuk dongeng-dongeng nenekku, tapi aku masih me nyukai
sensasi nikmat yang memunculkan rasa bersalah, yang mengaliri diriku
setiap kali Raja Goblin disebut-sebut. Terlepas dari semuanya, aku ma-
sih memercayai Raja Goblin. Aku masih ingin memercayai Raja Goblin.
“Oh, sana pergi berkoak di tempat lain, kau gagak tua,” Käthe
cemberut. “Kenapa kau harus selalu mematukiku?”
“Camkan kata-kataku.” Constanze memelototi adikku dari balik
lapisan renda yang sudah menguning dan kain kepar yang sudah pudar,
mata cokelat gelapnya merupakan satu-satunya yang tajam di
wajah nya yang keriput. “Jaga dirimu baik-baik, Katharina, kalau tidak,
para goblin akan datang membawamu karena kelakuanmu yang tak
ber moral.”
“Cukup, Constanze,” sergahku. “Jangan ganggu Käthe dan biarkan
kami berangkat. Kami sudah harus kembali sebelum Master Antonius
tiba.”
“Ya, pantang buat kita melewatkan audisi Josef cilik tersayang
untuk maestro biola kenamaan,” gerutu adikku.
“Käthe!”
“Aku tahu, aku tahu.” Dia menghela napas. “Berhenti khawatir,
Liesl. Dia akan baik-baik saja. Kau lebih buruk dari ayam betina yang
sudah ditunggui rubah di pintu.”
“Dia tidak akan baik-baik saja kalau tidak punya busur untuk
memainkan biola.” Aku berbalik hendak pergi. “Ayo, atau aku akan
pergi tanpamu.”
Wintersong.indd 7 10/10/2018 4:05:32 PM
S . J A E - J O N E S8
“Tunggu.” Käthe menangkap tanganku. “Boleh kulakukan sesuatu
dengan rambutmu? Rambutmu sangat indah; sayang sekali hanya kau
kepang begitu saja. Aku bisa—”
“Burung gelatik tetap saja burung gelatik, sekalipun mengenakan
bulu merak.” Aku melepaskan diri. “Tak usah buang-buang waktu. Lagi
pula—Hans atau siapa pun—tak akan memperhatikannya.”
Adikku menggerenyet saat nama tunangannya disebut. “Ya sudah,”
balasnya pendek, kemudian berjalan melewatiku tanpa berkata apa
pun lagi.
“Ka—” aku hendak memanggil, tapi Constanze menghentikanku
sebelum aku sempat menyusul.
“Jaga adikmu, Nak,” dia memperingatkan. “Awasi dia.”
“Bukannya selalu begitu?” sergahku. Dari dulu semuanya selalu
ber gantung padaku—aku dan Ibu—untuk tetap menyatukan keluarga
kami. Ibu mengurus penginapan yang menjadi tempat tinggal sekaligus
penghidupan kami; aku mengurus para anggota keluarga yang men-
jadikannya rumah.
“Oh ya?” Nenekku menatap wajahku lekat dengan bola mata
kelamnya. “Josef bukan satu-satunya yang perlu diperhatikan.”
Aku mengerutkan dahi. “Apa maksudmu?”
“Kau lupa hari ini hari apa?”
Terkadang masih lebih mudah menuruti saja keinginan Constanze
ketimbang mengabaikannya. Aku menghela napas. “Hari apa?”
“Hari matinya tahun lama.”
Gigil kembali merambati tulang punggungku. Nenekku masih
menganut hukum dan perhitungan kalender lama, dan malam terakhir
musim gugur ini merupakan waktu saat tahun yang lama mati dan
pembatas antar dunia menipis. Saat para penghuni Bawah Tanah ber-
Wintersong.indd 8 10/10/2018 4:05:32 PM
W I N T E R S O N G 9
keliaran di dunia permukaan sepanjang hari-hari musim dingin, se-
belum tahun kembali dimulai saat musim semi.
“Malam terakhir tahun ini,” ujar Constanze. “Sekarang begitu hari-
hari musim dingin mulai dan Raja Goblin berkeliaran ke luar dunianya,
mencari mempelainya.”
Aku memalingkan wajah. Dulu aku pasti ingat tanpa perlu diingat-
kan. Dulu aku ikut nenekku menaburkan garam sepanjang ambang
jendela, semua ambang pintu, semua jalan masuk, sebagai langkah
pencegahan untuk menangkal malam-malam buas ini. Dulu, dulu, itu
dulu. Tetapi aku sudah tak bisa lagi bermewah-mewah dan memanja-
kan imajinasiku. Sudah waktunya untuk meninggalkan hal-hal yang
ber sifat kanak-kanak.
“Aku tak punya waktu buat ini.” Kudorong Constanze ke samping.
“Biarkan aku lewat.”
Kesedihan membuat kerutan-kerutan di wajah nenekku semakin
dalam, duka dan rasa kesepian, bahunya yang bungkuk melengkung
tertindih beban keyakinan-keyakinannya. Sekarang ia menyandang
semua keyakinan itu seorang diri. Tak seorang pun dari kami masih
percaya pada Der Erlkönig; tak seorang pun, kecuali Josef.
“Liesl!” teriak Käthe dari bawah. “Boleh kupinjam jubah merahmu?”
“Hati-hati dalam memilih, Nak,” kata Constanze padaku. “Josef
bukan bagian permainan. Saat Der Erlkönig bermain, dia akan main
dengan niat menyimpan.”
Kata-katanya menghentikanku seketika. “Apa maksudmu?” tanya-
ku. “Permainan apa?”
“Coba kau yang beri tahu aku.” Raut Constanze terlihat suram.
“Setiap harapan yang dibuat dalam kegelapan selalu punya kon se-
kuensi, dan sang Raja Kelaliman akan menagih perhitungannya.”
Wintersong.indd 9 10/10/2018 4:05:32 PM
S . J A E - J O N E S10
Kata-katanya menggelitik benakku. Aku ingat perkataan ibuku
mengenai akal Constanze yang sudah menua dan lemah, tapi belum
pernah nenekku terlihat lebih jernih pikirannya atau lebih bersungguh-
sungguh, dan terlepas dari kemauanku sendiri, sebersit rasa takut
mulai terasa menjerat leherku.
“Apa itu artinya ‘ya’?” seru Käthe. “Karena kalau memang begitu,
aku akan mengambilnya!”
Aku mengerang. “Tidak, tidak boleh!” balasku sambil bersandar
pada birai tangga. “Aku segera ke situ, janji!”
“Janji, heh?” Constanze terkekek. “Kau banyak buat janji, tapi
berapa banyak yang bisa kau tepati?”
“Apa—” aku baru hendak berkata, tapi saat aku memalingkan
wajah ke arahnya, nenekku sudah pergi.
Di bawah, Käthe sudah mengambil jubah merahku dari gantungan-
nya, tetapi kurampas jubah itu dari tangannya dan memasangkannya
di bahuku sendiri. Kali terakhir Hans membawakan kami hadiah dari
toko kain milik ayahnya—sebelum lamarannya kepada Käthe, se belum
segala sesuatu di antara kami berubah—dia memberi kami se gulung
kain wol tebal yang indah. Untuk keluarga, katanya, tetapi semua
orang tahu bahwa pemberian itu untukku. Gulungan kain wol itu
berwarna merah darah, sangat cocok dengan rambutku yang ber-
warna gelap dan kulitku yang putih. Ibu dan Constanze mem buat kan
jubah musim dingin untukku dari kain itu, dan Käthe sama sekali tak
menyembunyikan bahwa dia sangat menginginkannya.
Kami melewati ayah kami yang memainkan melodi lama khayalan
pada biolanya di ruang depan utama. Aku menebar pandang mencari
tamu-tamu kami, tetapi ruangan itu kosong, perapiannya dingin dan
batu baranya padam. Papa masih mengenakan pakaian dari malam se-
belumnya, dan bau bir apak menggantung di sekelilingnya seperti kabut.
Wintersong.indd 10 10/10/2018 4:05:32 PM
W I N T E R S O N G 11
“Di mana Ibu?” tanya Käthe.
Ibu tak terlihat di mana pun, dan kemungkinan itu sebabnya Papa
merasa cukup berani untuk bermain di luar sini, di ruang masuk utama,
tempat siapa pun mungkin akan mendengarnya. Biola itu merupakan
topik sensitif di antara kedua orangtua kami; uang kami pas-pasan,
dan Ibu lebih suka Papa memainkan instrumennya untuk mencari
uang ketimbang untuk kesenangan belaka. Tetapi kedatangan Master
Antonius sebentar lagi mungkin telah melunakkan pundi uang sekali-
gus hati ibuku. Pemusik kenamaan itu akan mampir ke penginapan
kami untuk mengaudisi adik laki-lakiku.
“Kemungkinan sedang tidur siang,” tebakku. “Kami sudah bangun
sebelum fajar untuk membersihkan kamar-kamar bagi Master
Antonius.”
Ayah kami pemain biola yang tiada tandingannya. Dia pernah
bermain bersama para musisi terbaik istana di Salzburg. Di Salzburg-
lah, demikian Papa membanggakan diri, dia pernah menapat kehor-
matan bermain bersama Mozart, salah satu concerto mendiang kom-
ponis besar itu. Orang genius seperti itu, kata Papa, hanya muncul
sekali sepanjang hidup. Sekali dalam dua kehidupan. Tapi kadang, dia
me lanjutkan sambil melirik nakal ke arah Josef, petir memang me-
nyambar dua kali.
Josef tak ada di antara para tamu yang berkerumun. Adik laki-
lakiku itu malu berhadapan dengan orang asing, jadi kemungkinan
dia tengah bersembunyi di Hutan Goblin, berlatih hingga jari-jarinya
berdarah. Hatiku terasa pedih karenanya, bahkan ujung-ujung jariku
terasa berkedut dengan rasa sakit simpati.
“Baguslah, tak ada yang akan mencariku,” ujar Käthe ceria. Adik
perempuanku sering mencari-cari alasan untuk menghindar dari
tugas-tugasnya. “Ayo pergi.”
Wintersong.indd 11 10/10/2018 4:05:32 PM
S . J A E - J O N E S12
Di luar, udara terasa segar. Hari itu dingin tak seperti biasanya,
bahkan untuk ukuran akhir musim gugur. Cahaya terlihat jarang-
jarang, lemah dan goyah, seolah dilihat dari balik tirai atau selubung.
Kabut tipis mendekap pepohonan di sepanjang jalan menuju kota,
membuat dahan-dahannya yang panjang dan kurus jadi mirip lengan
hantu. Malam terakhir tahun ini. Di hari seperti ini, aku bisa percaya
bahwa pembatas antar dunia memang tipis.
Jalan menuju kota bergelombang dan berliang dengan bekas jejak
kereta, dan di sana-sini dihiasi dengan kotoran kuda. Aku dan Käthe
berhati-hati untuk tetap berjalan di tepian dengan rumput pendek
mati yang membantu mencegah kelembapan menyusup ke dalam
sepatu bot kami.
“Uh.” Käthe melangkah mengitari satu lagi genangan kotoran.
“Aku berharap kita punya kereta.”
“Seandainya saja harapan punya kekuatan,” timpalku.
“Maka aku akan jadi orang terkuat di dunia,” seloroh Käthe, “karena
aku punya banyak harapan. Aku berharap kita kaya. Alu berharap
kita bisa membeli apa pun yang kita inginkan. Coba bayangkan, Liesl:
bagai mana seandainya, bagaimana seandainya, bagaimana se andai-
nya….”
Aku tersenyum. Saat masih kecil, aku dan Käthe menyukai per-
mainan Bagaimana seandainya. Sekalipun imajinasi adik perempuanku
tidak mencakup hal-hal yang luar biasa, seperti imajinasiku dan Josef,
dia tetap memiliki kapasitas luar biasa untuk bermain pura-pura.
“Ya, bagaimana seandainya,” ucapku pelan.
“Ayo kita bermain,” ajak Käthe. “Dunia Imajinasi Ideal. Kau duluan,
Liesl.”
“Baiklah.” Aku membayangkan Hans, kemudian menyingkirkannya.
“Josef akan menjadi musisi terkenal.”
Wintersong.indd 12 10/10/2018 4:05:32 PM