file · web viewbericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk...

16
ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 201 3 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS VII MTs. HASYIM ASY’ARI BATU Musaffi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang ABSTRAK: Hasil observasi awal keterampilan berbicara siswa belum maksimal. Untuk mengatasi masalah ini maka diterapkan metode role playing. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara melalui metode role playing pada aspek kebahasaan dalam menggunakan intonasi, pelafalan, dan pilihan kata dan aspek non kebahasaan dari segi kelancaran, keberanian, ekspresi, dan pemahaman materi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Jenis rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini ada 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari lima tahapan yaitu, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa VIIA MTs Hasyim Asy’ari Batu berjumlah 36 siswa. Berdasarkan hasil tindakan secara keseluruhan siklus I dan II, maka dapat dikemukakan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role playing pada siswa kelas VIIA MTs. Hasyim Asy’ari Batu mengalami peningkatan secara signifikan. Dari segi kebahasaan yang meliputi: 1) intonasi, 2) pelafalan, dan 3) pilihan kata pada pratindakan rerata nilai siswa 47,57%, siklus I naik menjadi 61,83%, dan siklus II lebih meningkat menjadi 85,72%. 33

Upload: vunga

Post on 06-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS VII

MTs. HASYIM ASY’ARI BATU

MusaffiFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang

ABSTRAK: Hasil observasi awal keterampilan berbicara siswa belum maksimal. Untuk mengatasi masalah ini maka diterapkan metode role playing. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara melalui metode role playing pada aspek kebahasaan dalam menggunakan intonasi, pelafalan, dan pilihan kata dan aspek non kebahasaan dari segi kelancaran, keberanian, ekspresi, dan pemahaman materi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Jenis rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini ada 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari lima tahapan yaitu, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa VIIA MTs Hasyim Asy’ari Batu berjumlah 36 siswa. Berdasarkan hasil tindakan secara keseluruhan siklus I dan II, maka dapat dikemukakan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role playing pada siswa kelas VIIA MTs. Hasyim Asy’ari Batu mengalami peningkatan secara signifikan. Dari segi kebahasaan yang meliputi: 1) intonasi, 2) pelafalan, dan 3) pilihan kata pada pratindakan rerata nilai siswa 47,57%, siklus I naik menjadi 61,83%, dan siklus II lebih meningkat menjadi 85,72%. Aspek nonkebahasaan yang meliputi: 1) ekspresi, 2) kelancaran, penguasaan materi, dan 3) keberanian terjadi peningkat pada pratindakan rerata siswa 56,81%, siklus I naik menjadi 57,78%, dan pada siklus II meningkat menjadi 85,69%.

Kata-kata Kunci: keterampilan berbicara, metode role playing

Berbicara merupakan aspek penting yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia. Sebab, berbicara sangat membantu untuk melancarkan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial. Bericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk. Sebagai salah satu dari ke empat keterampilan berbahasa, terutama

pengajaran bahasa, Keterampilan berbicara juga dapat menunjang keterampilan bahasa lainnya seperti menyimak, membaca, dan menulis. Ke empat keterampilan tersebut saling berkaitan. Menurut Tarigan (2008:16) berbicara tidak lain adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

33

Page 2: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

Sedangkan dalam situasi formal berbicara dengan maksud untuk menyampaikan gagasan atau pendapat, dan lain sebagainya itu, bukan hal yang mudah. Sebab, bahasa yang digunakan harus baku dan komonikatif. Bahasa baku dan komonikatif tidak mengandung bahasa daerah, interferensi, pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh pendengar. Bagi seorang yang tidak terbiasa bericara di depan umum dan dalam situasi formal sering menimbulkan kegugupan, sehingga yang dikemukakan tidak runtut dan akhirnya bahasanya tidak teratur menyebabkan infomasi yang disamapaikan tidak efektif, akibatnya pendengar tidak dapat menagkap isi pembicaraan secara tepat. Sekolah merupakan lingkungan formal, oleh sebab itu siswa memerlukan persiapan dan keterampilan bericara dan dapat menjadi pembicara yang baik.

Dari observasi awal, peneliti mendapati siswa di MTs. Hasyim Asy’ari Batu kelas VIIA sebagai berikut: (a) Siswa tidak berani menyampaikan pendapat, ( b) Kurangnya interaksi siswa dengan guru, (c) metode yang digunakan cenderung konvensional sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tidak aktif, (d) siswa terlihat tidak mampu dalam keterampilan berbicara, baik dari segi kebahasaan dan non kebahasaan, dan (e) rata-rata nilai hasil ulangan harian yang dicapai siswa tersebut tergolong rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kompetensi keterampilan berbicara pada siswa kelas VIIA di MTs. Hasyim Asy’ari Batu tidak memenuhi target KKM. Sementara itu, peningkatan dalam keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Tentu dalam hal ini, seorang guru harus mampu menggunakan berbagai macam metode yang variatif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut maka metode yang digunaka adalah metode role playing. Menurut Azies dan Alwasilah (2000: 97) bermain peran (role playing) banyak digunakan dalam pengajaran berbahasa.

Role plying selain menyenangkan, ia menawarkan pelarian mental dari suasana ruang kelas. ia bisa dilakukan dengan control ketat, seperti mengikuti perkembangan logis suatu dialog dalam sebuah buku, atau bisa pula dilakukan secara relatif bebas, dengan kebebasan yang luas bagi imajinasi atau kereativitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa role playing salah satu metode yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

Menurut Yoeng (2012) Role playing sendiri artinya memerankan tokoh tertentu secara spontan dari suatu situasi, kondisi atau keadaan tertentu yang dilakukan oleh anggota kelompok belajar, dengan role playing ini akan mempu mengembangkan potensi intelektual, sosial dan emosional yang ada dalam diri sehingga mereka mampu berkomunikasi secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan serta diharapkan dapat melatih kepekaan dalam berbicara dan mampu memotivasi untuk lebih senang belajar dan berargumen dalam berbicara.

Permasalahan yang berkaitan pada siswa MTs. HasyimAsy’ari Batu kelas VIIA tersebut maka harus segera diatasi dengan merencanakan Penelitian Tidakan Kelas (PTK). PTK merupakan proses daur ulang atau siklus, prosesnya dimulai dari aspek mengembangkan perencanaan, melakukan tindakan sesuai dengan rencana, melakukan observasi terhadap tindakan, dan melakukan refleksi yaitu perenungan terhadap perencanaan, kegiatan tindakan, dan kesuksesan hasil yang diperoleh. Jadi, PTK dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Metode Role Playing pada Siswa Kelas VII MTs. Hasyim Asy’ari Batu” perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara pada aspek kebahasaan dalam pengunanaa intonasi, pelafalan, dan pilihan kata dan dari aspek nonkebahasaan dalam kelancaran berbicara, ekspresi, pemahan materi, dam keberanian.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Jenis rancangan

2

Page 3: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan sebelumnya, serta untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dikelas. Menurut Hopkins (dalam Wiraatmadja, 2012:12) mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Sedangkan menurut Arikunto, dkk, (2007:11) PTK merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil dengan mengubah cara, metode, pendekatan, atau teknik yang berbeda dari biasanya.

Sebagai bentuk penelitian tindakan kelas, prosedur kerja dalam penelitian ini mengikuti prinsip-prinsip dasar penelitian. Oleh karena itu, model rancangan penelitian yang akan digunakan adalah model spiral dari beberapa siklus kegiatan. Lebih jelasnya perhatikan berikut.

Tahap kegiatan penelitian ini berupa pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara siswa melalui metode role playing. Sesuai dengan rancangan tindakan yang dilakukan dalam beberapa siklus pembelajaran. Siklus I terdiri dari 2 pertemuan. Kegiatan pada setiap siklus meliputi kegiatan refleksi awal perencanaan tindakan, dan refleksi akhir.

Refleksi awal ada studi pendahuluan, ditemukan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara sangat kurang optimal karena siswa masih mempunyai faktor yang ada dalam dirinya yaitu rasa malu, takut salah, serta takut dimarahi guru, dilain pihak strategi guru dalam pembelajaran relatif membosankan karena masih menggunakan model tradisional yaitu metode ceramah, dari sini siswa merasa jenuh dan kurang terlibatnya proses belajar pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti sendiri akan menggunakan metode role

playing untuk mendapatkan perubahan yang signifikan dan menarik minat siswa untuk selalu belajar.

Berdasarkan refleksi awal maka disusunlah rencana pembelajaran keterampilan berbicara siswa melalui metode role playing. Beberapa siklus diwujudkan dengan perencanaan satuan pelajaran, rencana pembelajaran dan pedoman penilaian.

Pada tindakan dalam penelitian ini secara umum mencakup tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Pelasanaan pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan RPP keterampilan berbicara melalui metode role playing. Sedangkan kegiatan observasi dalam penelitian ini peneliti langsung melakukan pengamatan di kelas mulai awal pembelajaran hingga akhir selama kegiatan berlangung pada pelaksanaan penelitian tindakan sebagai perbaikan dan manfaat bahan masukan. Evaluasi dilaksanakan untuk memudahkan cara pengklasifikasian data setiap siklus, serta dapat digunakan sebagai tolok ukur pencapaian tindakan pembelajara. Pada tahap refleksi, Kegiatan yang akan dilakukan adalah perancang terhadap pembelajaran serta evaluasi terhadap hasil tindakan yang dilakukan.

Subjek penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa kelas VIIA MTs Hasyim Asy’ari Batu 2012/2013 berjumlah 36 siswa yang terdiri dari 16 siswa putri dan 20 siswa putra. Peneliti akan memilih kelas ini karena kompetensi berbicara siswa anak masih rendah meskipun sudah diajarkan. Rendahnya kemampuan berbicara tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor inetrnal dan eksternal. Faktor internal berupa ketidakpahaman siswa terhadap aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan, siswa belum terampil menggunakan ejaan, pilihan kata, penggunaan bahasa yang masih banyak mengalami kesalahan, serta pelafalan dan intonasi yang kurang. Pada aspek nonkebahasaan siswa belum terampil menyesuaikan kebiasaan berbicara yang disebabkan oleh rasa minder atau takut untuk menyampaikan pendapat-

3

Page 4: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

pendapatnya. Faktor eksternal muncul dari strategi pembelajaran guru yang masih menonton, dan masih terikat pada pola mengajar tradisional dan kurang terbuka dengan pembaharuan, sehingga dalam proses pembelajaran aktivitas dan kreatif siswa terhambat. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan tersebut. Pembelajaran dengan menggunakan metode role playing diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak dan mampu meningkatkan perkembangan hasil belajar.

Teknik Pengumpulan Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pengumpulan data melalui observasi, teknik wawancara, dan teknis tes unjuk kerja. Instrumen ini lebih menekankan pada metode observasi karena dianggap sesuai dengan penelitian dalam kemampuan berbicara dan pendokumentasian.

Skor hasil penilaian tersebut ketika dilaksanakan tindakan, diubah menjadi nilai persentase untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Pengubahan skor menjadi nilai persentase sebagai berikut:

NP =

RSM x 100%

Keterangan :NP = Nilai persentaseR = Skor yang dicapaiSM = Skor maksimal100% = Konstanta

Pengukuran keberhasilan pembelajaran keterampilan berbicara secara klasikal menggunakan rumus :

PT =

∑ T

∑ N x 100%Keterangan :PT = Persentase ketentuan siswaT = Jumlah siswa tuntas belajarN = Jumlah seluruh siswa100% = Konstanta

Tabel 1. Taraf Keberhasilan TindakanNilai Keterangan75 T Baik65 T < 75 Cukup

T < 65 Kurang

Berdasarkan kurikulum KTSP 2006 yaitu seorang siswa dikatakan tuntas belajar bila telah mencapai skor 75%, sedangkan dalam belajar setiap kelompok dikatakan tuntas bila mencapai skor 80, dan kelas disebut tuntas belajar bila dikelas tersebut terdapat 80%. Berdasarkan pernyataan tersebut maka keterampilan berbicara ini menggunakan patokan apabila nilai individu siswa mencapai nilai minimal 75 maka dianggap telah tuntas dalam belajar, patokan belajar kelompok dianggap tuntas dalam belajar jika mencapai nilai minimal 80, sedangkan untuk klasifiaksi nilai rata semua siswa mencapai 80 maka dianggap telah tuntas.

HASIL DAN PEMBAHASAANPaparan data pratindakan. Sebelum

mengadakan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi awal. Observasi awal berupa wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia MTs. Hasyim Asya’ari Batu . Berdasarkan hasil wawancara pada observasi awal, bahwa kelas VIIA yang terdiri dari 36 siswa cenderung kurang aktif dalam pembelajaran terutama pada keterampilan berbicara. Dari hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia, diperoleh informasi bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di kelas VIIA didominasi oleh metode ceramah selain itu siswa juga cenderung sulit untuk menyampikan gagasannya dalam pembelajaran keterampilan bericara dan tidak percaya diri untuk tampil di depan kelas.

Siklus PertamaSikulus I meliputi pengefektifan

pembelajaran keterampilan berbicara melalui role playing pada tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, serta refleksi penelitian.

Perencanaan tindakan pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role playing pada siklus I dirancang atau disusun secara kolaboratif antara peneliti dan guru bahasa Indonesia kelas VIIA . Rancangan

4

Page 5: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

pembelajaran disusun dalam bentuk Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana pembelajaran yang telah disusun disajikan dalam waktu 4 x 40 menit (dua kali pertemuaan). Pada tanggal 8 Mei 2013 peneliti meminta izin kepada kepala sekolah dan guru bidang studi bahasa Indonesia untuk mengadakan penelitian di sekolah MTs. Hasyim Asy’ari Batu, setelah itu peneliti sekalian mengadakan obeservasi tempat dari bagaimana pembelajaran di kelas sampai lingkungan belajar siswa. Pertemuan pertama dimulai pada tanggal 18 Mei 2013, pada jam 07.25 s/d 08.05, dilanjutkan pada pertemuan ke dua, tanggal 22 Mei 2013, pada jam 08.45 s/d 09.25 WIB.

Standar Kompetensi (SK) dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa adalah mengungkapkan pikiran, perasaan, infomasi, dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon. Sedangkan kompensi dasar (KD) yang ingin dicapai adalah menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh, keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai. Untuk mencapai SK dan KD tersebut siswa harus mencatat hal-hal yang penting dalam menceritakan tokoh idola, contohnya pilihan kata, pelafalan, ekspresi, kelancaran berbicara, keberanian saat berbicara dan penguasaan materi. Dalam hal ini, untuk merangsang siswa agar lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran berbicara, maka peneliti menggunakan metode role playing.

Pelaksanaan tindakan pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role plyaing dibagi menjadi tiga tahap pembelajaran, yaitu tahap pendahuluan, tahap inti, dan penutup.

Kegiatan pendahuluan ini dilakukan aspersepsi untuk mengawali pembelajaran. Dalam hal ini, guru membuka pelajaran dengan berdoa bersama siswa. Setelah itu guru mengabsensi siswa dan dilanjutkan dengan menyampaikankan tujuan pembelajaran, yaitu menceritkan tokoh idola melalui metode role playing.

Pada tahap kegiatan inti setiap selompok diberikan tugas oleh guru.

Pertama, mencari tokoh idolah serta mengemukakan identitas dan keunggulan tokoh idola sesuai jumlah anggota kelompok (enam tokoh idola). Dari hasil tersebut, kemudian setiap kelompok diberikan tugas lagi oleh guru untuk menceritakan tokoh idola melalui role playing. masing-masing kelompok melakasanakan tugas tersebut sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran role playing antara lain, (1) menentukan topik cerita atau naskah cerita, (2) memilih peran, (3) menentukan waktu, (4) melaksanankan permainan, dan (5) terakhir melakukan evaluasi yang dibimbing oleh guru.

Dari segi observer dengan guru pada aspek kebahasaan dan non kebahasaan dapat disimpulkan bahwa pada siklus I mengalami kesulitan peningkatan daripada pratindakan, karena dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa belum menguasai metode role playing secara maksimal, sehingga klasifikasi nilai siswa belum tuntas belajar. Dengan rendahnya peningkatan keterampilan berbicara di kelas VIIA, maka harus diaadakan tindakan siklus II dengan tunjuan pembelajaran pembicara khususnya keterampilan berbicara.

Evaluasi pembelajaran berbicara melalui metode role playing. berdasarkan proses kegiatan belajar mengajar berlangsung pada siklus I, peneliti bersama dengan observer selaku guru bidang studi bahasa Indonesia kelas VII melakukan penilaian melalui observasi mengenai kemampuan berbicara dari aspek yang meliputi: 1) intonasi, 2) pelafalan, 3) pilihan kata, 4) kelancaran, 5) keberanian, 7) ekspresi, dan 7) penguasaan materi. Data observasi yang dikumpulkan peneliti maupun observer terhadap penilaian tindakan dipergunakan sebagai bahan unutk melakukan refleksi.

Pada tindakan siklus I dari aspek kebahasaan 7 siswa dikatagorikan baik atau rerata 19,44%. Sedangkan siswa yang katagori cukup tetapi belum tuntas belajar ada 9 siswa atau rerata 25%, dan 20 siswa dikatagorikan kurang dengan rerata 55,55%. Dari hasil tersebut pada Siklus I siswa juga

5

Page 6: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

belum dikatakan berhasil belajar atau tuntas belajar karena tidak mencapai targer KKM, maskipun sedikit ada peningkatan daripada hasil belajar pratindakan. Jadi secara klasikal ada 29 siswa tidak tuntas belajar atau rerata 80.55%.

Dari apek non kebahasan pada siklus I nilai keterampilan berbicara siswa juga belum meningkat secara signifikan. Siswa yang tuntas belajar hanya 5 siswa dengan katagori baik atau rerata 13,18%. Sementara untuk siswa yang katagori cukup tetapi tidak belum dikatakan tuntas belajar ada 7 siswa dengan rerata 19,44%, dan 24 siswa katagori kurang dengan rerarat 66,66%. secara klasikal ada 31 siswa yang tidak tuntas belajar atau rerata 86,11%.

Kegiatan refleksi dilakukan secara kalobaratif antara peneliti sebagai guru praktisi dan guru bidang studi sebagai observer. Refleksi dilakukan setiap pembelajaran berakhir untuk meninjau kembali apa saja yang menjadi problem dan untuk memproyeksi pembelajaran

Siklus KeduaSiklus II merupakan usaha perbaikan

dari siklus I. Usaha ini dalakukan menyangkut perencanaan dan pelaksanaan tindakan yang belum sepenuhnya sempurna pada siklus I. siklus II ini dilaksanakan 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada tanggal 29 Mei 2013 jam 08.45 s/d 09.25 dan pertemuan kedua pada tanggal 1 Juni jam 07.25 s/d 08.05. Untuk melihat Hasil keterampilan berbicara melalui metode role playing dapat dilihat pada tabel berikut.

Perencananaan pembelajaran keterampilan berbicara melalui role playing pada siklus II dibuat kalaboratif dengan antara peneliti dan guru bidang studi. Terdapat perbedaan perencanaan yang dibuat pada siklus II dan satu. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada 1) waktu latihan role playing pada setiap kelompok. Hal ini berdasarkan hasil refeleksi pada siklus I di mana agar siswa lebih maksimal saat tampil. Kerena dengan diberikan latihan yang cukup siswa diharapkan lebih siap untuk bermain peran. 2) guru membantu siswa untuk memperbaiki naskah yang

dibuat kelompok, terutama mengenai topik cerita yang akan dimainkan. Sehingga setiap kelompok lebih mudah menentukkan langkah-langkah dalam pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role Playing. 3) guru memberikan ilustrasi pembelajaran role playing dengan menayakan video tentang pembelajaran bermain peran. Selanjutnya guru memberikan bimbingan yang intens pada setiap kelompok.

Standar Kompetensi (SK) dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa adalah mengungkapkan pikiran, perasaan, infomasi, dan pengelaman melalui kegiatan menangapi cerita dan telepon. Sedangkan kompensi dasar (KD) yang ingin dicapai adalah menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh, keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai. Untuk mencapai KD tersebut maka keterampilan berbicara ini menggunkan metode role playing. Dengan tujuan agar kompetensi keterampilan berbicara siswa lebih meningkat.

Berdasarkan kompetensi dasar, maka Perencanaan pembelajaran ini dibagi atas tiga tahap, (1) tahap pendahuluan (2) tahap inti, dan (3) tahap penutup. Tahapa pedahuluan dimulai dengan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta mengkodisikan siswa untk konsentrasi dan memotivasi siswa untuk mengikuti pelajaran. Pada tahap inti, kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan pertama, yaitu menjelakan meteri. Kedua, membentuk kelompok dan ketiga, memberikan tes berupa tes unjuk kerja dengan bermain peran. Kemudian tahap terakhir, yaitu evaluasi. Evaluasi dilakukan berdasarkan hasil obervasi terhadap penampilan siswa saat bermain peran. Sementara aspek yang dinilai dalam keterampilan berbicara ini antara lain yaitu asek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Asepek kebahasaan meliputi: (1) pilihan kata, (2) pengunaan intonasi, dan (3) pelafalan. Untuk aspek non kebahasaan yang dinilai anatara lain: (1) ekspresi, (2) kelancaran, (3) materi, dan (4) keberanian.

6

Page 7: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

Setelah melakukan rencana siklus II, lalu dilanjutkan dengan membentuk kelompok belajar. Kemudian menanata bangku untuk memisahkan antara kelompok belajara. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa dan Merencanakan 6 kelompok belajar.

Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus II disesuaikan dengan rancangan pembelajaran yang menerapkan waktu latihan bermain peran lebih lama, memberikan ilustrasi tetang bermian peran dengan menggunkan perangkat media pembelajaran berupa pemutaran video role playing, dan pembimbingan guru yang lebih intensif kepada setiap kelompok, serta membantu setiap kelompok untuk memahami teks atau naksah yang digunakan dalam bermain peran. Pada kegiatan ini meliputi tiga tahap. Antara lain yaitu, pedahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Berikut penjelasannya.

Kegiatan pada aspek kebahasaan dari segi intonasi siswa sudah mampu mengatur intonasi yang tepat. Sementara pada segi pelafalan, siswa sudah jelas dan benar pada setiap vokal, konsonan, kata, kalimat. Siswa juga sudah jelas dalam artikulasi yang diucapkan pada setiap kata atau kalimat.

Sedangkan pada pilihan kata, siswa sudah tepat, jelas, dan sistematis dan tidak lagi keliru memilih suatu kata yang tidak baku. Jadi, dari semua hal tersebut dapat dikatakan bahwa tindakan siklus II sudah mengalami peningkatan yang signifikan.

Kegiatan siswa pada aspek nonkebahasaan yang meliputi: ekspresi, kelancaran, penguasaan materi, dan keberanian. Secara keseluruhan sudah mengalami peningkatan. Dari segi ekspresi, siswa sudah piawai dalam menunjukkan mimik maupun karakter seperti tokoh idola yang diperankan serta mampu menunjukkan ekpresi denagan berbagai suasana, baik sedih, senang, dan marah. Pada segi keberanian siswa sudah tidak takut lagi untuk tampil. Terlihat mereka sangat siap dan tidak perlu dipaksa-paksa untuk tampil. Tentu hal ini, juga berdampak pada segi kelancaran siswa, di mana siswa sudah mampu berbicara dengan baik dan tidak

tersedat-sedat. Penggunkan dialek bahasa daerahnya pun tidak nampak. Kemudian dari segi penguasaan materi, siswa sudah baik dalam menguasai materi pembelajaran. Jadi pada kegiatan ini karena siswa telah telah mengalami peningkatan maka tidak perlu diadakan tindakan pembelajaran. Untuk melihat hasil dari pratindakan, siklus I, dan Siklus II berikut.

Data tabel 2 terlihat bahwa secara klasikal hasil keterampilan berbicara siswa pada pratindakan, siklus I, dan II. Pada siklus I dari aspek kebahasaan yang meliputi: 1) intonasi, 2) pelafalan, dan 3) pilihan kata, siswa dikatagorikan memiliki keterampilan berbicara pada pratindakan 5 siswa atau rerata 13,88%, pada silus I menjadi meningkat dengan rerata 19,44% yang berjumlah 7 siswa, dan pada silus II terjadi peningkatan atau rerata 86,11% dengan jumlah siswa 31. Sedangkan data siswa yang menunjukkan katagori cukup pada pratindakan ada 3 siswa denga rerata 8,33%. Pada siklus I nilai yang dikatagorikan kriteria cukup lebih meningkat dengan rerata 25% dengan jumlah siswa 9. Pada siklus II hanya 5 siswa yang masuk katagori cukup dengan nilai rerata 13,88%. Untuk data yang menunjukkan katagori kurang atau tidak tuntas dalam keterampilan berbicara pada pratindakan ada 28 siswa dengan rerata nilai 77.77%. Pada siklus I katagori kurang atau tidak tuntas belajar 20 siswa atau rerata 55,55%, dan pada suklus II terjadi peningkatan karena mayoritas siswa sudah tuntas belajar dengan nilai yang maksimal.

Data tabel 3 menunjukkan bahwa pada aspek nonkebahasaan yang meliputi: 1) ekspresi, 2) kelancaran, 3) keberanian, dan 4) penguasaan materi dalam pembelajaran. Dari pratindakan, siklus I, dan siklus II adalah sebagai berikut. Pada pratindakan 4 siswa atau rerata 11,11% telah tuntas belajar dalam keterampilan berbicara. Pada siklus I ada 7 siswa atau rerata 19,44% dikatagorikan tuntas hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pada siklus I. Pada siklus II terjadi penigkatan yang signifikan, 31 siswa atau rerata 86,11% telah dikatagorikan tuntas belajar. Katagori untuk

7

Page 8: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

siswa yang mempunyai keterampilan berbicara cukup pada pratindakan berjumlah 6 siswa atau rerata 16.66%. Pada siklus I ada 7 siswa atau rerata 19,44% yang menunjukkan katagori criteria nilai cukup. Sedangkan pada siklus II ada 4 isswa atau rerata 11,11% dikatagorikan cukup. Pada pratindakan dengan katagori siswa yang tidak tuntas belajar 26 siswa atau rerata 72,22%. Pada siklus I dengan katagori tidak tuntas belajar 24 atau rerata 66,66%, dan pada siklus II terjadi penigkatan karena siswa sudah tuntas belajar. Walaupun ada beberapa siswa yang masih belum tuntas belajar namun nilainya telah lumayan meningkat dari sebelumnya.

Dari klasifikasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pada tindakan pembelajaran dengan keterampilan berbicara melalui metode role playing hasil belajar siswa meningkat pada aspek kebahasaan mencapai 86,11%, sedangkan pada aspek nonkebahasaan menjadi 88,88%. Metode role playing atau bermain peran dapat menggairahkan semangat siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara. Dengan metode role playing siswa juga dapat lebih berekspresi dan dapat leluasa meluapkan gagasanya dengan bermain peran tanpa rasa takut dan malu. Kesimpulannya, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi dari aspek kebahasaan seperti pelafalan setiap kata, intonasi, dan pilihan kata. Dari aspek nonkebahasaan seperti, ekspresi, kelancaran, keberanian, penguasaan materi pembelajaran, rasa malas, jenuh, bosan, dan kepasifan dalam belajar siswa berhasil. Metode role playing dalam pembelajaran berbicara ternyata banyak diminati dan disenangi siswa. Apalagi mereka diajak untuk memerankan tokoh yang diidolakannya.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan, terdapat peningkatan keterampilan berbicara siswa dari siklus I sampai siklus II baik dari aspek kebahasaan dan aspek kebahasaan. Adapun pemahaman siswa setiap indikator. Berikut data hasilnya:

Berdasarkan tabel 4 tersebut terlihat bahwa keberhasilan

keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan dari pratindak, tindakan siklus I dan siklus II. Nilai tersebut berdasarkan hasil tes unjuk kerja siswa pada setiap siklus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunan metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Selain peningkatan keterampilan berbicara siswa, dari hasil analisis data, diperoleh presentase ketuntasan belajar siswa pada pratindakan, siklus I, dan siklus II dipaparkan pada table berikut ini.

Pada tabel 5 diatas dapat dilihat peningkatan ketuntasan belajar siswa, yaitu siklus I 13,88%, dan siklus II 100% berarti bahwa presentase ketuntasan belajar siswa telah mengalami peningkatan. Pada siklus II, presentase ketuntasan belajar siswa sudah mencapai KKM, yaitu 75%. Sedangkan secara klasifikasi nilai rata-rata semua siswa mencapai 80 (skala 1-100).

SIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil tindakan secara

keseluruhan siklus I dan II, maka dapat dikemukakan simpulan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role playing pada siswa kelas VIIA MTs. Hasyim Asy’ari Batu mengalami peningkatan secara signifikan.

Dari segi kebahasaan yang meliputi: 1) intonasi, 2) pelafalan, dan 3) pilihan kata. Pada pratindakan rerata nilai siswa 47,57%, siklus I naik menjadi 61,83%, dan siklus II lebih meningkat menjadi 85,72%. Sedangkan jumlah siswa yang tuntas belajar pada pratindakan 5 siswa, siklus I 7 siswa, dan pada siklus II mencapai 31 siswa. Untuk jumlah siswa yang tidak tuntas belajar pada pratindakan ada 31 siswa, siklus I 29 siswa, dan pada siklus II turun menjadi 5 siswa.

Sedangkan dari aspek nonkebahasaan yang meliputi: 1) ekspresi, 2) kelancaran, penguasaan materi, dan 3) keberanian terjadi peningkat. Pada pratindakan rerata siswa 56,81%, siklus I naik menjadi 57,78%, dan pada siklus II meningkat menjadi 85,69%. Sedangkan jumlah siswa yang tuntas belajar pada pratindakan 4 siswa, siklus I meningkat menjadi 5 siswa, dan pada siklus II

8

Page 9: file · Web viewBericara juga dapat dikatan sebagai alat mediasi atau penghubung untuk saling bertukar pikiran bahkan dapat menciptakan situasi baik dan buruk

ISSN 2337-6384 Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 4, Agustus 2013

mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 32 siswa. untuk jumlah siswa yang tidak tuntas belajar pada prarindakan mencapai 32 siswa siswa, siklus I menjadi 31 siswa, dan pada siklus II mengalami penurunan yang sangat drastis hanya 4 siswa yang tidak tuntas belajar. Peningkatam keterampilan berbicara pada pembelajaran bahasa Indonesia pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan yang sangat signifikan sesuai dengan KKM.

Hal ini menunjukkan bahwa metode role playing berhasil membuat siswa lebih aktif dan kreatif selama proses pembelajaran keterampilan berbicara. Siswa termotivasi untuk berani dalam keterampilan berbicara serta bagaimana bekerja sama dengan kelompok, dan berimajinasi. Sehingga dengan bermian peran keterampilan berbicara siswa lebih baik.

Berdasarkan hasil penelitian keterampilan berbicara melalui metode role playing dikemukakan beberapa saran, bahwa metode role playing dapat mengefektifkan pembelajaran keterampilan berbicara. Oleh karena itu, disarankan pada guru mata pelajaran bahasa Indonesia di MTs. Hasyim Asy’ari Batu untuk memanfaatkan metode role playing dalam pembelajaran keterampilan berbicara agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih efektif.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S., Suhardjono & Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Azies, Furqanul dan Chaerdal Alwasilah.2000. Pengajaran Komunikatif Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rodasakarya

Tarigan, Hanry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Rev. ed. Bandung: Angkasa Bandung.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kelas; untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan

Dosen. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Yoeng, Boe. 2012. Metode Bermain Peran (Role Playing), (Online), (http://utpkp.blogspot.com/2012/08/metode-bermain-peran-role-playing.html, akses pada 23 April 2013)

9