celoteholip13.files.wordpress.com€¦ · web view · 2016-03-19negara indonesia merupakan...
TRANSCRIPT
TUGAS PENGGANTI UTS
“TRADISI PINDAHAN RUMAH
DI KOTA KUDUS”
DISUSUN OLEH :
NAMA : FAUZIA RAHMA ULINUCHA
NIM : 3401415041
SEMESTER : 1
ROMBEL : 1
MATA KULIAH : Bentang Sosial Budaya Masyarakat Jawa
DOSEN : Fajar, S.Pd
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015/2016
PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai
beribu-ribu pulau yang indah dan tersebar mulai dari sabang sampai merauke.
Indonesia juga mempunyai sangat beragam suku bangsa, agama, ras, antar
golongan, bahasa, dan adat istiadat yang berbeda. Keanekaragaman itulah yang
menunjukkan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan
tradisi atau kebudayaannya. Dari beribu-ribu pulau yang ada di Indonesia tersebut,
pulau Jawalah yang paling terkenal keberadaannya, walaupun sebenarnya pulau
Jawa bukanlah pulau yang terbesar ataupun terluas yang ada di Indonesia. Namun,
pada kenyataannya pulau Jawa merupakan pulau yang paling padat penduduknya
dengan beragam tradisi atau kebudayaannya.
Pulau Jawa merupakan pulau yang mempunyai panjang ribuan
kilometer dan lebar ratusan kilometer, dimana di Pulau Jawa ini juga suku atau
orang Jawa berasal. Adanya orang atau suku Jawa di pulau tersebut tentunya ada
asal-usulnya. Asal-usul suku Jawa ini terdapat dua cerita. Cerita yang pertama
yaitu tentang kisah dua pengikut Aji Saka yang bernama Dora dan Sembada.
Keduanya mempunyai sifat yang sangat berbeda. Dora mempunyai sifat yang
munafik, tidak dapat dipercaya dan tidak menepati janji. Sedangkan sifat dari
Sembada yaitu kesetiaan dan kejujurannya terhadap Aji Saka. Aji saka
mempunyai keris yang sangat sakral. Disuatu hari Aji Saka ingin membantu para
rakyat di medangkamulan dari cengkeraman rajanya yang sangat mencemaskan
para rakyatnya. Oleh karena itu, karena kesetiaan dan kejujurannya, Sembadalah
yang disuruh untuk menjaga kerisnya, sedangkan Dora diajak oleh Aji Saka ke
Medangkamulan. Karena kesibukan Aji Saka di Medangkamulan, Aji Saka pun
memerintah Dora untuk menjemput Sembada beserta kerisnya. Namun Aji Saka
lupa akan pesannya kepada Sembada bahwa tidak ada yang boleh mengambil
kerisnya kecuali Aji Saka sendiri. Nah karena kesetiaanya kepada Aji Saka,
Sembadapun menolak ajakan dari Dora. Pertengkaran diantara keduanya pun
akhirnya terjadi, dan pada akhirnya kedua pengikut Aji Saka pun tewas. Dan
mengeluarkan kata-kata yang berbunyi hana caraka data sawala padha jayanya
maga bathanga yang merupakan huruf-huru Jawa, dan mempunyai arti ada abdi-
abdi yang setia terlibat dalam perkelahian, mereka sama-sama kuat, dan telah
menemui ajalnya. Cerita yang kedua yaitu bahwa asal usul suku atau orang jawa
itu merupakan keturunan para dewa yang juga disangkutpautkan dengan cerita
wayang.
Di pulau Jawa terdapat banyak beragam suku dan kebudayaan,
tentunya dengan tradisi dan adat istiadat yang beragam pula. Di pulau Jawa, suku
atau orang Jawalah yang merupakan mayortitas pendudukya. Masing-masing
tradisi dan adat istiadat tersebut mempunyai prosesi-prosesi atau tradisi yang
berbeda, mulai dari hal-hal yang paling sederhana sampai yang kompleks.
Misalnya adalah prosesi atau tradisi mengenai tata cara saat hendak melakukan
pindahan rumah menurut suku atau orang Jawa, khususnya di daerah asal saya
yaitu di Kota Kudus yang masih sangat kental akan tradisi dan adat istiadatnya.
Prosesi pindahan rumah tersebut, tidak dilakukan secara sembarang oleh orang
Jawa, tentunya ada tata cara atau yang sering disebut cara adat yang diterapkan di
dalamnya. Sebab, sebagian besar orang Jawa sampai sekarang masih sangat
menjaga dan “nguri-uri” atau melestarikan sekaligus menganggapnya sebagai
sebuah kesakralan.
Pada makalah ini saya akan mencoba memaparkan tentang bagaimana
prosesi atau tradisi pindahan rumah menurut suku atau orang Jawa, khususnya
masyarakat di Kota Kudus. Kemudian, hal-hal apa saja yang perlu dan wajib
diperhatikan sekaligus bahan-bahan atau alat-alat apa yang wajib ada pada saat
dilakukannya prosesi pindahan rumah.
Tujuan saya membuat makalah ini adalah agar kita atau para pembaca
mengetahui tentang bagaimana prosesi atau tradisi pindahan rumah yang
dilakukan oleh orang Jawa, mengetahui , hal-hal apa saja yang perlu dan wajib
diperhatikan sekaligus mengetahui bahan-bahan atau alat-alat apa yang wajib ada
pada saat dilakukannya prosesi atau tradisi pindahan rumah.
METODE PENELITIAN
Metode pengumpulan data dalam penulisan makalah yang saya buat ini
yaitu, yang pertama menggunakan referensi buku dan internet. Metode yang
kedua yang saya lakukan yaitu dengan cara melakukan interview atau wawancara
dengan narasumber, yaitu suatu metode dengan cara tanya jawab secara langsung
dengan seorang narasumber. Tempat pada saat saya melakukan interview atau
wawancara yaitu di Jalan Setanjung kos Dian Ratna kamar nomor 25 pada hari
sabtu 31 Oktober 2015 pukul 11.50 waktu Indoesia bagian barat sampai selesai.
Narasumbernya yaitu kebetulan ibu saya sendiri. Dan saya melakukan wawancara
ini yaitu pada saat ibu saya ke Semarang untuk keperluan menghadiri acara
pertemuan wali mahasiswa, yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Sosial.
Berikut biodata data dari narasumber :
Nama : Kiswati
Tempat/tanggal lahir : Kudus, 29 Mei 1960
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jalan Sosrokartono, gang jambu RT. 04/RW. 01, Desa
Barongan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.
Ibu Kiswati adalah orang Jawa asli yang lahir dan saat ini tinggal di
Kota Kudus, tepatnya di desa Barongan. Ibu Kiswati adalah keturunan dari Jawa
asli yang memang tradisi Jawanya masih kental dan melekat, yaitu Mbah
Soepardjo yang juga merupakan pejuang 45 dan Mbah Subasmi atau akrab
dipanggil dengan mbah jo dan mbah mi. Keduanya memang benar-benar orang
Jawa asli yang sering kita sebut dengan “kejawen”, dimana segala sesuatunya
diperhitungkan dengan dan menurut cara hitungan jawa, seperti pindahan rumah
yang akan saya bahas pada makalah ini. Ibu Kiswati lahir pada tanggal 29 Mei
1960, yang berarti sekarang berumur 55 tahun. Ibu Kiswati merupakan anak ke-11
dari 12 orang bersaudara. Orang Jawa pada zaman dahulu mempunyai banyak
anak memang dianggap banyak rejeki, seperti halnya kata pepatah yaitu “banyak
anak banyak rejeki”. Ibu Kiswati merupakan salah satu orang yang sampai
sekarang masih melestarikan budaya atau tradisi jawa. Bukan hanya tentang
pindahan rumah, sampai sekarang Ibu Kiswati masih mengkonsumsi “jamu-
jamuan”. Berbagai macam jamu ibu kiswati bisa membuatnya. Misalnya, kunir
asem, temu lawak, beras kencur, bir plethok dan masih banyak lagi. Kebiasaan-
kebiasaan membuat dan meminum jamu merupakan suatu kebiasaan atau sebuah
tradisi yang turun temurun dari kedua orang tuangnya atau nenek dan kakek saya.
Jadi, kebudayaan jawa tentang tradisi dan adat istiadatnya masih begitu
kental dan melekat pada diri Ibu Kiswati. Mengenai prosesi atau tradisi pindahan
rumah pun Ibu Kiswati masih melestarikannya dan Ibu Kiswati juga pernah
melakukannya. Sebelum di desa Barongan, Ibu Kiswati sekeluarga termasuk saya
tinggal di desa Ngembalrejo, tepatnya di Perumda Conge gang 1 RT. 05/ RW. 02
no. 8, yang kemudian pada tahun 2009 pindah ke desa Barongan sampai sekarang.
Berikut penjelasan tentang prosesi atau tradisi pindahan rumah yang saya akan
mencoba memaparkan pada hasil dan pembahasan berdasarkan dengan metode
atau hasil wawacara saya dengan narasumber.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pindahan rumah merupakan suatu tata cara atau adat istiadat yang tidak
dapat dilakukan dengan sembarangan. Semuanya penuh perhitungan dan tata cara
yang dianggap sakral. Dalam prosesi pindahan rumah tentunya ada aturannya,
tidak hanya memindahkan barang-barang dari rumah lama ke rumah baru. Hal
yang pertama yang perlu diperhatikan yaitu tentang penentuan hari saat
melakukan pindahan rumah yang tidak asal atau sembarangan. Yang perlu
diperhatikan yaitu ada weton, pasaran, dan neptu. Weton adalah hari lahir dan
pasaran. Pasaran yaitu ada pon, wage, kliwon, legi, dan pahing. Neptu adalah
jumlah dari hari dan pasaran.
Dilihat dari pemilihan hari yaitu tiap hari dan pasaran mempunyai nilai
tersendiri menurut adat atau orang jawa. Mulai dari hari senin, hari senin bernilai
4, hari selasa bernilai 3, hari rabu bernilai 7, hari kamis bernilai 8, hari jumat
bernilai 6, hari sabtu bernilai 9, dan hari minggu bernilai 5. Sedangkan untuk
pasaran, pon bernilai 7, wage bernilai 4, kliwon bernilai 8, legi bernilai 5, dan
pahing bernilai 9.Pada pandangan orang jawa juga ada bulan-bulan yang dianggap
baik, cukup baik, sangat baik, kurang baik, maupun tidak baik bahkan sangat tidak
baik untuk melakukan pindahan rumah. Menurut orang jawa, bulan yang baik
yaitu bulan bakdamulud (rabiul akhir) dan juga pada bulan ruwah (sa’ban), bulan
yang cukup baik yaitu pada bulan dulkaidah, bulan yang sangat baik yaitu pada
bulan besar, bulan yang kurang baik yaitu pada bulan jumadil akhir, bulan yang
tidak baik yaitu pada bulan sura, sapar, mulud (rabiul awal), jumadil awal, rajab,
pasa (ramadhan), sedangkan bulan yang sangat tidak baik yaitu pada bulan sawal.
Berdasarkan pada perhitungan hari, pasaran, dan juga bulan tersebut, jadi bulan
yang baik untuk melaksanakan pindahan rumah yaitu pada bulan bakdamulud,
ruwah, dulkaidah, dan juga besar.
Selain menentukan hari, hal yang perlu dan wajib dibawa serta
diperhatikan adalah alat-alat atau bahan-bahan apa saja perlu dan wajib dibawa.
Alat-alat atau bahan-bahan yang perlu dan wajib dibawa adalah biasanya ada sapu
lidi, pedaringan/semacam kendi, tempat sampah, sapu, lampu teplok, bantal
guling dan tikar. Alat-alat atau bahan-bahan tersebut juga tidak hanya dibawa
begitu saja, tentunya ada maksud dan arti tersendiri dibaliknya. Berikut
merupakan maksud dan arti dari alat-alat atau bahan-bahan tersebut :
1. Sapu lidi
Maksud dan arti dari sapu lidi yaitu diisyaratkan dengan sebuah
kebersihan. Jadi dirumah yang baru itu, diharapkan si pemilik rumah lebih
menjaga kebersihannya, baik kebersihan diri, maupun kebersihan dari
rumah yang beru itu sendiri.
2. Kendi
Maksut dan arti kendi yaitu air kendi yang sudah di persiapkan itu
kemudian di tuang ke beberapa sisi ruang dan juga jalan masuk rumah atau
pintu agar rejeki nya lumintu dan rumah menjadi tempat paling nyaman
dan tentram.
3. Bunga
Makna dan arti dari bunga adalah sebagai simbol agar rumah tersebut
mempunyai nama harum di lingkungan.
4. Pedaringan
Pedaringan yaitu seperti semacam kendi, yang terbuat dari tanah liat yang
berukuran tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Jadi, ukuran
pedaringan berukuran sedang. Di dalam pedaringan berisi beras, bumbu-
bumbu, bahan-bahan masakan, telur jawa, dan daun kluweh (kluweh yaitu
nangka yang masih muda).
a. Beras, bumbu-bumbu, dan bahan masakan.
Beras dimasukan ke pedaringan/kwali penuh, dan bawang merah,
bawang putih, cabe , garam, gula dibungkus plastik sendiri-sendiri dan
di tata di atas pedaringan/kwali yang berisi beras tadi, artinya yaitu
sebagai dapur yang di ibaratkan memakai kwali itu di harapkan agar
selalu ada yg di masak.
b. Telur
Telur diisyaratkan sebagai lauk pauk.
c. Daun kluweh
Kluweh berasal dari kata “luweh” yang berarti lebih dan yang
diisyarakan supaya rejekinya lebih-lebih.
5. Ekrak (tempat sampah)
Maksud dan arti dari ekrak atau tempat sampah itu sama halnya dengan
sapu lidi, yaitu diisyaratkan dengan sebuah kebersihan. Jadi dirumah yang
baru itu, diharapkan si pemilik rumah lebih menjaga kebersihannya, baik
kebersihan diri, maupun kebersihan dari rumah yang beru itu sendiri.
6. Sapu
Sapu ini berbeda dengan sapu lidi, yang dimaksud dengan sapu adalah
sapu yang biasanya terbuat dari sabut kelapa maupun ijuk. Maksud dan
arti dari sama juga halnya dengan sapu lidi dan ekrak atau tempat sampah,
yaitu diisyaratkan dengan sebuah kebersihan. Jadi dirumah yang baru itu,
diharapkan si pemilik rumah lebih menjaga kebersihannya, baik
kebersihan diri, maupun kebersihan dari rumah yang beru itu sendiri.
7. Lampu Teplok.
Maksud dan arti dari lampu teplok, yaitu supaya di rumah yang baru
tersebut di beri penerangan dari gusti Allah SWT dan supaya pikiran
menjadi tenang dan kemurahan rejeki.
8. Bantal dan Guling
Maksud dan arti dari bantal dan guling itu adalah supaya kerasan atau
betah tinggal di rumah yang baru dan tidurnya bisa nyenyak sekaligus
nyaman.
9. Kloso atau tikar.
Maksud dan arti dari kloso atau tikar itu adalah, bahwa semua hal yang
akan dilakukan tidak hanya dilakukan asal-asalan atau sembarang, tetapi
harus memunyai tujuan dan dasarnya yang jelas.
Berikut contoh gambarnya:
http://erna-victor.blogspot.co.id/2012/01/adat-pindah-rumah-cara-jawa.html
Prosesi atau alur pada saat pindah rumah dari rumah lama ke rumah yang
baru, yaitu biasanya dilakukan setelah sholat maghrib (ba’dal maghrib). Pemilik
rumah melakukan perjalanan dari rumah lama ke rumah baru dengan membawa
seluruh alat-alat atau bahan-bahan yang perlu dan wajib dibawa tersebut. Jalur
atau jalan yang dilewati untuk sampai kerumah yang baru yaitu sesuai dengan
kehendak si pemilik rumah, mana yang dinggap baik maka dilewati. Orang jawa
biasanya sering menyebutnya dengan “jalur naga”.
Dan hal lain yang perlu dan wajib diperhatikan adalah bahwa lampu teplok
tersebut tidak boleh mati disepanjang perjalanan mulai dari rumah lama ke rumah
yang baru. Apabila lampu tetap hidup, biasanya orang jawa menganggapnya
sebagai pembawa berkah, dan apabila lampu teplok tersebut mati, biasanya orang
jawa menganggap kurang baik. Setelah sampai dirumah yang baru, biasanya akan
diadakan khajatan yang dihadiri oleh bapak-bapak dari tetangga-tetangga baru di
lingkungan tempat tinggal atau rumahnya yang baru tersebut.
Pada saat pindahan rumah, biasanya akan memasak ayam ingkung atau
memasak ayam secara utuh tanpa memotong-motongnya. Ayam ingkung tersebut
biasanya dibumbui semacam bumbu opor. Setelah khajatan selesai, kemudian
barulah ayam ingkung tersebut dibagi dan dipotong-potong menjadi beberapa
bagian-bagian. Namun,tidak hanya ada ayam ingkung saja, biasanya juga ada pula
nasi, kerupuk, sambal goreng, sayur tewel atau gori, tahu, tempe, dan juga telur
rebus, serta pisang. Untuk pisangnya sendiri biasanya menggunakan pisang raja.
Ayam yang sudah dipotong menjadi beberapa bagian tadi kemudian dimasukkan
kedalam kardus, beserta nasi, kerupuk, sambal goreng, sayur tewel atau gori, tahu,
tempe, dan telur rebur serta pisang. Setelah tertata dengan rapi didalam kardus,
bapak-bapak yang hadir tadi membawa pulang satu kardus tersebut. Orang jawa
dalam hal semacam ini biasanya menyebutnya yaitu ‘berkatan’. Setelah acara
khajatan, biasanya keluarga, kerabat, sahabat, teman, dan tetangga-tetangga (baik
tetangga dari sekitar rumah bau maupun tetangga dari sekitar rumah lama) akan
berkunjung ke rumah orang yang baru pindah tersebut. Keluarga, kerabat, sahabat,
teman, dan tetangga lama akan datang untuk mengucapkan selamat atas rumah
barunya dengan serentep doa dan harapan. Dan untuk tetangga lama akan
mengucapkan selamat datang di desa atau tempat tinggalnya yang baru, semoga
kerasan dan betah. Dan untuk di di kota Kudus sendiri, biasanya akan dihidangkan
soto khas Kudus untuk mejamu, dalam bahasa jawa yaitu “nyogati” saat para tamu
datang.
Dan setelah itu malam harinya biasanya akan diadakan semacam
begadang, yang orang jawa biasa menyebutnya dengan “melek’an”. Untuk
melek’an atau begadang sendiri, biasanya dilakukan oleh bapak-bapak sambil
ngobrol atau orang jawa bilang “njagong” sambil merokok atau orang jawa bilang
“udud” dan juga sambil makan kacang serta minum kopi. Dalam acara begadang
atau melek’an tersebut, akan tercipta sebuah kenyamanan, keakraban, dan
kehangatan sehingga secara tidak langsung sebagai cara atau jalan untuk
perkenalan antara pemilik rumah baru dengan para tetangga bau disekitarnya.
Itulah orang jawa, yang suka mengumpul, mengobrol, dan bercengkerama
bersama.
PENUTUP
Berdasarkan dari isi dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
orang Jawa dalam melakukan sesuatu tentunya tidak sembarangan atau asal-
asalan. Tentunya ada tata cara dan ketentuannya tersendiri. Tata cara dan
ketentuang tersebut bersifat turun temurun dan masih dilestarikan hingga
sekarang. Misalnya adalah pindahan rumah tersebut, yang orang Jawa tidak asal
memindahkan barang-barang dari rumah lama ke rumah yang baru. Semuanya ada
syarat dan perhitungan yang harus dan wajib diperhatikan.
Yang pertama yaitu tentang menentukan tanggal atau hari saat akan
melakukan pindahan rumah. Pada dasarnya semua hari itu baik, namun orang
Jawa mempunyai perhitungan sendiri yaitu dengan dasar weton, pasaran dan
neptu. Weton adalah hari lahir dan pasaran. Pasaran yaitu ada pon, wage, kliwon,
legi, dan pahing. Neptu adalah jumlah dari hari dan pasaran.
Yang kedua yaitu tentang alat-alat atau bahan-bahan apa saja yang perlu
dan wajib diperhatikan, yaitu sapu lidi, kendi, bunga, pedaringan yang berisi
(beras, bumbu-bumbu dan bahan masakan, telur, dan daun kluweh), ekrak (tempat
sampah), sapu, lampu teplok, bantal dan guling, dan kloso atau tikar.
Yang ketiga yaitu proses pindahan rumah. Proses pindahan rumah dari
rumah lama ke rumah yang baru dilakukan setelah sholat maghrib atau ba’dal
maghrib, dengan membawa seluruh alat-alat atau bahan-bahan yang perlu dan
wajib dibawa tersebut.
Yang keempat yaitu hal-hal yang perlu diperhatikan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu saat memilih jalur perjalanan dari rumah lama ke rumah baru
melewati jalur atau berbelok kemana yang dianggapnya baik. Dan orang jawa
biasa menyebutnya dengan jalur naga. Selain itu ada pula lampu teplok yang tidak
boleh mati di sepanjang perjalanan dari rumah lama ke rumah yang baru. Apabila
mati dianggap kurang baik, dan apabila hidup dipercaya membawa berkah.
Indonesia adalah negara dengan beraneka ragam kebudayaan atau tradisi
yang tersebar luas dari sabang sampai merauke. Oleh karena itu sikap toleransi
antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sangat dan perlu untuk
dijaga. Dengan adanya sikap toleransi yang berada di antar kebudayaan dapat
menciptakan sebuah suasana yang rukun, damai, aman, dan tenteram. Prosesi atau
tata cara pindahan rumah menurut orang Jawa yang dilakukan secara turun-
temurun tersebut, alangkah baiknya apabila tradisi atau adat istiadat tersebut tetap
dijaga dan di “uri-uri” atau dilestarikan. Sebab apabila tidak dilestarikan nantinya
malah akan diakui sebagai tradisi atau adat istiadat bangsa atau negara lain.
Namun apabila ada yang kurang atau tidak setuju itu boleh-boleh saja, tetapi harus
tetap menghormati dan menghargai kebudayaan atau tradisi orang Jawa tersebut
dan tidak boleh meremehkannya. Sebab masing-masing kebudayaan atau tradisi
tentunya ada maksud dan tujuannya. Maksud dan tujuan tersebut pastinya
mengarah ke hal yang baik.
Sebagai warga negara Indonesia tentunya kita bangga akan adanya tradisi-
tradisi yang unik dan beragam tersebut. Sudah sepantasnya kita juga mempunyai
sikap toleransi dan saling menghormati serta menghargai tradisi atau kebudayaan
lain yang ada di Indonesia. Sesuai dengan semboyan negara kita yakni “bhineka
tunggal ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Dari semboyan
tersebut berarti bahwa dengan adanya keberagaman tradisi ata kebudayaan yang
ada di Indonesia, namun kita adalah tetap satu, yaitu Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.1984.Kebudayaan Jawa.Jakarta: PN BALAI PUSTAKA
Herusatoto, Budiono.2003.Simbolisme Dalam Budaya Jawa.Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia
https://yuniarcaturwulandari.wordpress.com/hukum/hukum-adat-kejawen/
http://erna-victor.blogspot.co.id/2012/01/adat-pindah-rumah-cara-jawa.html
LAMPIRAN
Berikut merupakan rincian dialog wawancara saya dengan Ibu Kiswati :
Topik : Prosesi atau tradisi pindahan rumah menurut orang Jawa,
khususnya di kota Kudus.
Narasumber : Ibu Kiswati
Pewawancara : Fauzia Rahma Ulinucha
Tempat : Jalan Setanjung, kos Dian Ratna kamar no. 25
Tanggal : Sabtu, 31 Oktober 2015
Waktu : 11.50 WIB – selesai
Saya : “Assalamu’alaikum.wr.wb, Ibu”
Ibu Kiswati : “Wa’alaikumsalam.wr.wb, nduk”
Saya : “Pripun kabaripun buk?”
(Bagaimana kabarnya buk?)
Ibu Kiswati : “Alhamdulillah apek, diparingi seger waras gusti Allah SWT,
kowe sehat to nduk?”
(Alhamdulillah baik, dikasih kesehatan Allah SWT, kamu sehat
kan nak?
Saya : “Alhamdulillah sehat buk. Buk kulo badhe tangklet.”
(Alhamdulillah sehat bu. Bu saya mau bertanya)
Ibu Kiswati : “Oh iyo nduk, arep takon opo ?.”
(Oh iya nak, mau tanya apa?)
Saya : “Bab prosesi pindahan griya buk.”
(tentang prosesi pindahan rumah bu)
Ibu Kiswati : “Oh yo nduk, pie?.”
(Oh iya nak, bagaimana?)
Saya : “Prosesi pindahan griya punika pripun buk?.”
(Prosesi pindah rumah itu bagaimana bu?)
Ibu Kiswati : “Prosesi kui orak iso sembarangan, orak angger usung-usung
barang seko omah kawak neng omah anyar.”
(Prosesinya tidak bisa sembarangan, tidak hanya angkat-angkat
barang dari rumah lama ke rumah baru)
Saya : “Ngoten nggih buk, ingkang perlu digatekake niku nopo buk?.”
(Begitu ya bu, yang perlu diperhatikan itu apa bu?)
Ibu Kiswati : “Sing pertama kui yaiku dino pas pindahan raiso sembarangan,
ono itung-itungan jawane.”
(Yang pertama itu harinya saat melakukan pindah rumah tidak
bisa sembarangan. Ada hitung-hitungan jawanya)
Saya : “Itung-itungan jawanipun niku pripun buk?.”
(Hitung-hitungan jawanya itu bagaimana bu?)
Ibu Kiswati : “Biasane ditentuke soko weton, pasaran lan neptu.”
(Biasana ditentukan dari weton, pasaran, dan neptu)
Saya : “Weton, pasaran, lan neptu niku nopo buk?.”
(Weton, pasaran, dan neptu itu apa bu?)
Ibu Kiswati : “Weton yaiku dino lair karo pasaran. Pasaran yaiku ono pon,
wage, kliwon, legi, lan pahing. Neptu yaiku jumlah soko dino lan pasaran.”
(Weton adalah hari lahir dan pasaran. Pasaran yaitu ada pon,
wage, kliwon, legi, dan pahing. Neptu adalah jumlah dari hari dan pasaran)
Saya : “Ngoten nggih buk, sanesipun niku wonten nopo malih buk?.”
(Begitu ya buk, yang lainnya itu ada apalagi bu ?)
Ibu Kiswati : “Biasane ono melek’an, masak iwak ingkung lan ono khajatan. ”
(Biasanya ada begadang, masak ayam secara utuh dan ada
khajatan)
Saya : “Oh ngoten buk.”
(Oh begitu bu)
Ibu Kiswati : “Iyo nduk, arep takon opo maneh?.”
(Iya nak, mau tanya apa lagi?)
Saya : “Bahan-bahan utawi alat-alat ingkang perlu lan wajib niku
punopo buk?.”
(Bahan-bahan atau alat-alat yang perlu dan wajib itu apa bu?)
Ibu Kiswati : “Oh kuwi.”
(Oh itu)
Saya : “Nggih buk.”
(Iya buk)
Ibu Kiswati : “Bahan-bahan utawi alat-alat kui jenenge ubo rampe utawi slup-
slupan”.
(Bahan-bahan utawi alat-alat itu bernama ubo rampe atau slup-
slupan)
Saya : “Ubo rampe utawi slup-slupan puniko nopo wae nggih buk?;”
(Ubo rampe atau slup-slupan itu apa saja ya bu?)
Ibu Kiswati : “Ubo rampe utawi slup-slupan biasane ono sapu sodo, kendi,
kembang, pedaringan/kwali, bumbu- bumbu, bahan masakan, ekrak, sapu, lampu
teplok, bantal guling, lan kloso.”
(Ubo rampe atau slup-slupan biasanya ada sapu lidi, kendi,
pedaringan/kwali, tempat sampah, sapu, lampu teplok, bantal guling dan tikar)
Saya : “Bahan-bahan utawi alat-alat niku wonten artinipun buk?.”
(Bahan-bahan atau alat-alat itu ada artinya bu?)
Ibu Kiswati : “Oh iyo nduk, masing-masing bahan-bahan utawi alat-alat kuwi
ono artine.”
(Oh iya nak, masing-masing bahan-bahan atau alat-alat itu ada
artinya)
Saya : “Sapu sodo artinipun nopo buk?.”
(Sapu lidi artinya apa buk?)
Ibu Kiswati : “Kuwi artine kebersihan nduk.”
(Itu artinya kebersihan nak)
Saya : “Kendi artinipun nopo buk?.”
(Kendi artinya apa bu?)
Ibu Kiswati : “Banyu ing kendi sing wes disiapke kui disok ing sisi ruang lan
dalan mlebu utawi lawang supaya rejekinya lumintu lan omah dadi panggon sing
paling tentrem.”
(Air kendi yang sudah di persiapkan itu kemudian di tuang ke
beberapa sisi ruang dan juga jalan masuk rumah atau pintu agar rejeki nya lumintu
dan rumah menjadi tempat paling menentramkan)
Saya : “Kembang artinipun nopo buk?.”
(Bunga artinya apa bu?)
Ibu Kiswati : “Kembang kanggo simbol supaya omah kuwi nduwe jeneng
wangi ing lingkungan.”
(Bunga sebagai simbol agar rumah tersebut mempunyai nama
harum di lingkungan)
Saya : “Artinipun pedaringan/kwali nopo buk.?”
(Artinya pedaringan/kwali apa bu?)
Ibu Kiswati : “Pedaringan kuwi ono isine, yaiku bumbu-bumbu lan bahan-
bahan masakan. Beras dilebokke ing pedaringan/kwali kebak, lan bawang merah,
bawang putih, cabe,garam, gula, dibungkus plastik dewe-dewe lan di toto ing
dhuwur pedaringan/kwali kui diarepke supaya ben ono sing di masak, ndog
diisyaratno lawuh, lan godhong kluweh soko kata luweh sing diisyaratno rejekine
ben luweh-luweh.”
(Pedaringan itu ada isinya, yaitu bumbu-bumbu dan bahan-
bahan masakan. Beras dimasukan ke pedaringan/kwali penuh, dan bawang merah,
bawang putih, cabe , garam, gula dibungkus plastik sendiri-sendiri dan di tata di
atas pedaringan kwali yang berisi beras tadi, artinya yaitu sebagai dapur yang di
ibaratkan memakai kwali itu di harapkan agar selalu ada yg di masak, telur
diisyaratkan sebagai lauk pauk, dan daun kluweh dari kata “luweh” yang berarti
lebih dan yang diisyarakan supaya rejekinya lebih-lebih)
Saya : “Ekrak artinipun nopo buk?.”
(Tempat sampah artinya apa bu?)
Ibu Kiswati : “Kuwi artine kebersihan nduk.”
(Itu artinya kebersihan nak)
Saya : “Sapu artinipun nopo buk?.”
(Sapu artinya apa bu?)
Ibu Kiswati : “Kuwi artine yo kebersihan nduk, padha karo sapu sodo lan
ekrak.”
(Itu artinya ya kebersihan nak, sama seperti sapu lidi dan tempat
sampah)
Saya : “Lampu teplok artinipun nopo buk?.”
(Lampu artinya apa buk?)
Ibu Kiswati : “Kuwi artine supaya neng omah sing anyar diparingi penerangan
saking gusti Allah SWT lan supaya pikiran tenang lan kemurahan rejeki.”
(Itu artinya supaya di rumah yang baru di beri penerangan dari
gusti Allah SWT dan supaya pikiran menjadi tenang dan kemurahan rejeki)
Saya : “Bantal lan guling artinipun nopo buk?.”
(Bantal guling artinya apa bu?)
Ibu Kiswati : “Bantal lan guling kuwi artine yaiku supaya kerasan manggoni
omah sing anyar lan turune bisa nyenyak tur nyaman.”
(Bantal dan guling itu artinya adalah supaya kerasa atau betah
tinggal di rumah yang baru dan tidurnya bisa nyenyak sekaligus nyaman)
Saya : “Ingkang kloso artinipun nopo buk?.”
(Yang tikar artinya apa bu?)
Ibu Kiswati : “Kloso kuwi artine kabeh sing arep dilakokke kudu ono tujuan lan
dasare.”
(Tikar itu artinya semua yang akan dilakukan harus ada tujuan
dan dasarnya)
Saya : “Oh ngoten nggih buk, berarti bahan-bahan utawi alat-alat punika
wonten maksud lan tujuanipun nggih buk?.”
(Oh begitu ya bu, berarti bahan-bahan atau alat-alat itu ada dan
tujuannya ya bu?)
Ibu Kiswati : “Yo iyo nduk, kabeh sing dilakokke kudune ono maksut lan
tujuane nduk.”
(Ya iya nak, semua yang dilakukan harus ada maksud dan
tujuannya nak)
Saya : “Nggih buk.”
(Iya bu)
Ibu Kiswati : “Arep takon opo maneh nduk?.”
(Mau tanya apa lagi nak?)
Saya : “Saklajengipun proses saking griya dangu ting griya enggal niku
pripun buk?.”
(Selanjutnya proses dari rumah lama ke rumah baru itu
bagaimana bu?)
Ibu Kiswati : “Oh kuwi nduk, oh iyoo kuwi ono tata cara lan ketentuan sing
kudu digatekake.”
(Oh itu nak, oh iya itu ada tata cara dan ketentuan yang harus
diperhatikan)
Saya : “Tata cara lan ketentuanipun niku pripun buk?.”
(Tata cara dan ketentuan itu bagaimana bu ?)
Ibu Kiswati : “Jalur perjalanan soko omah kawak neng omah anyar kui sesuai
sing dikarepno, menggok sing menurute apek sing ndi. Lampu teplok disumet
soko omah kawak lan sak dalan-dalan lampu teplok orak oleh mati.
(Jalur perjalanan dari rumah lama ke rumah baru itu sesuai
dengan apa yang dikendak, belok ke arah yang dianggapnya baik. Lampu teplok
dihidupkan dari rumah lama ke rumah baru dan di jalan lampu teploknya tidak
boleh mati.)
Saya : “Ingkang dimaksud menggok menurute sing apek sing ndi niku
pripun buk?.”
(Yang dimaksud belok yang dianggap baik itu bagaimana bu?)
Ibu Kiswati : “Kuwi ono mitos, melu utawi ngikuti jalur naga.”
(Itu ada mitos, yaitu mengikuti jalur naga)
Saya : “Ngoten nggih buk, lampu teplok ingkang mboten pareng mati
niku pripun buk?.”
(Begitu ya bu, lampu templok yang tidak boleh mati juga itu
bagaimana bu maksutnya?)
Ibu Kiswati : “Yen mati biasane dianggap kurang apek, lan neg yen urip
dianggap berkah.”
(Apabila mati biasanya dianggap kurang baik, dan apabila hidup
dianggap berkah)
Saya : “Oh ngoten nggik buk, tiyang Jawi niku kathah aturan kalih
pantangan nggih buk.”
(Begitu ya bu, orang Jawa tu banyak aturannya ya bu)
Ibu Kiswati : “Yo iyo nduk, wong urip kuwi kudu nduwe aturan, supaya bisa
kanggo kontrol tingkah lakune.”
(Ya iya nak, orang hidup itu harus punya aturan, supaya bisa
untuk mengontrol tingkah lakunya)
Saya : “Nggih buk, matursuwun nggih informasinipun ingkang
bermanfaat sanget.”
(Iya bu, terimakasih ya atas informasinya bermanfaat sekali)
Ibu Kiswati : “Yo nduk padha-padha.”
(Iya nak samaa-sama)
Saya : “Assalamu’alaikum.wr.wb, buk.”
Ibu Kiswati : “Wa’alaikumsalam.wr.wb, nduk.”