karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../uploads/2017/01/bab-i-iii.docx · web viewpembelajaran...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Minat dan motivasi belajar peserta didik terhadap pelajaran Ilmu
Pengetahuan Aalam (IPA) dirasakan masih kurang karena masih banyak
peserta didik yang menganggap materti pelajaran IPA sebagai materi yang
sulit diingat, dipahami serta sebagai hapalan. Paradigma ini tidak terlepas
dari pengamalan belajar yang dirasakan oleh peserta didik saat belajar IPA.
Berdasarkan hasil observasi langsung peneliti ke salah satu sekolah melihat
proses pembelajaran yang berlangsung ternyata pembelajaran masih
menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Dalam pembelajaran
ini informasi secara langsung diberikan oleh guru kepada siswa
menggunakan metode ceramah. Pembelajaran masih bersifat teacher-centre
sehingga guru yang mendominasi proses pembelajaran. Kontruksi
pengetahuan peserta didik melalui pembelajaran seperti ini cenderung
rendah. Peserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan
konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak
terbentuk. Sedangkan menurut Marsetio (dalam Triyanto, 2014) menyatakan
bahwa pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang juga sebagai proses,
sebagai produk, dan sebagai prosedur.
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa pembelajaran IPA tidak
terlepas dari ketiga unsur tersebut. Peserta didik harus memiliki ketiga unsur
ini. Produk ilmiah merupakan sebuah hasil dari proses ilmiah dan sikap
ilmiah yang dilakukan. Proses ilmiah dipandang sebagai suatu rangkaian
yang digunakan dalam pembelajaran IPA guna menghasilkan produk dan
sikap ilmiah. Salah satu proses ilmiah merupakan kemampuan berpikir
kritis. Dengan kemampuan berpikir kritis dihrapkan peserta didik memiliki
produk ilmiah dan sikap ilmiah yang baik. Kemampuan berpikir kritis
sangat penting untuk dimiliki oleh peserta didik karena di dalamnya terdapat
1
2
aktivitas mental dalam pengambilan suatu keputusan untuk memcahkan
masalah. Permasalah tidak hanya terdapat dalam pelajaran saja namun
dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali permasalahan yang kita hadapi.
Melalui kemampuan berpikir kritis peserta didik diharapkan dapat mengolah
segala bentuk informasi dengan baik sehingga didapatkan sebuah
kesimpulan dan tindakan yang tepat.
Hasil wawancara dengan salah satu guru IPA bahwa proses
pembelajaran IPA selalu dilakukan di kelas. Pembelajaran tidak pernah
dilakukan di luar kelas seperti memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai
media belajar. Pembelajaran yang dilakukan di kelas hanya ceramah dan
melatihkan soal-soal. Setiono (2010) menyatakan bahwa pendidikan IPA di
sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai
pendekatan, metode, dan model pembelajaran diterapkan di sekolah, hal ini
bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien
sehingga mampu menciptakan siswa yang berkulitas.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah, dalam pembelajaran di kelas
guru belum menerapkan pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) yang terdiri dari mata pelajaran kimia, fisika dan biologi.
Materi pembelajaran masih disajikan secara terpisah belum dipadukan
antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya sehingga
penguasaan konsep peserta didik belum komprehensif. Disamping belum
terciptanya pengintegrasian pembelajaran IPA, materi yang disajikanpun
masih bersifat text book belum menyajikan materi-materi yang terjadi dalam
kehidupan peserta didik, sehingga esensi dari materi yang diajarkan belum
dapat sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menghadapi segala permasalahan di atas diperlukan pendekatan
pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir peserta
didik dan pengintegrasian pelajaran IPA di sekolah. Pendekatan
pembelajaran SSI diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir
3
kritis peserta didik, karena dalam pembelajaran SSI integrasi dilakukan
terhadap konsep-konsep sains yang memiliki dampak pada kehidupan
masyarakat. Melaui pendekatan pembelajaran ini peserta didik dapat dengan
leluasa mengkonstruksi pengertahuannya secara mandiri yang difasilitasi
oleh guru. Selain kemampuan berpikir, peserta didik dapat juga
mengembangkan nilai, moral dan etika melalui pembelajaran berbasis
masalah ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh latifah dan susilo (2015)
bahwa pendekatan pembelajaran SSI dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah peserta didik lebih baik setelah diterapkan pendekatan
pembelajaran ini. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan
pembelajaran SSI berperan dalam kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Penelitian yang dilakukan oleh subiantoro dkk (2013) menyatakan bahwa
pembelajaran SSI dapat meningkatkan reflective judgment peserta didik.
Sedangkan dalam penelitian Guiterez (2015) pembelajaran SSI dapat
meningkatkan keterampilan mengambil keputusan. Dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan bahwa pembelajaran SSI tidak hanya berfokus pada
pengembangan kemampuan berpikir tetapi juga berpengaruh terhadap sikap
peserta didik.
Dalam penelitian ini materi yang dipilih yaitu tentang konsep
pemanasan global (Global Warming) dengan isu yang diangkat yaitu isu
kekeringan yang terjadi di Sukabumi. Global warming merupakan isu yang
sedang booming saat ini dan dialami dampaknya oleh masyarakat global
termasuk di Sukabumi. Penggunaan materi global warming dalam
pembelajaran SSI sudah dilakukan oleh Nuangchalerm (2010) namun dalam
penelitian ini menggunakan isu yang berbeda. Isu ini sangat sesuai untuk
digunakan karena melibatkan konsep-konsep biologi dan permasalahan
sosial di dalamnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian
sebagai upaya dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
4
berpikir kritis peserta didik melalui pendekatan pembelajaran SSI dengan
judul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Socioscientific Issues (SSI)
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pemanasan
Global”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh
pendekatan pembelajaran Socioscientific Issues (SSI) terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa pada materi pemanasan global?”.
Untuk memperjelas penelitian, rumusan masalah ini dijabarkan dalam
bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan
pendekatan pembelajaran SSI di kelas eksperimen?
2. Bagaimanakah perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas
eksperimen dengan siswa di kelas kontrol?
3. Bagaimanakah respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran
SSI?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk:
1. Mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan
pendekatan pembelajaran SSI di kelas eksperimen.
2. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas
eksperimen dengan siswa di kelas kontrol.
3. Mengetahui respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran SSI.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna sebagai
sarana informasi bagi semua pihak yang berkepentingan dan bertanggung
jawab, khususnya bagi:
1. Bagi guru
Sebagai bahan masukan bagi guru, khusunya guru mata
pelajaran biologi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
5
siswa khusunya dengan mengggunakan pendekatan pembelajaran
SSI.
2. Siswa
Membantu siswa dalam melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa setelah melakukan pembelajaran
dengan pendekatan pembelajran SSI pada fenomena gunung api.
3. Peneliti lain
Dapat dijadikan masukan untuk penelitian sejenis pada konsep
yang lain dan bidang pengetahuan yang berbeda.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pendekatan Pembelajaran Socioscientific Issues
Pendekatan pembelajaran yaitu pangkal dan titik tekan yang
mendapat perhatian utama dalam penyelenggaraan pembelajaran. Dari
faktor yang dijadikan perhatian utama ini selanjutnya ditentukan oleh
prosedur seperti apa yang akan dilakukan dan sestem pendukung apa
saja yang harus ada. Pendekatan lahir dari pandangan dan pemahaman
yang dianut (filosofi pendidikan) sekaitan dengan belajar itu sendiri.
Ada pendekatan filosifis (terdapat macam-macam aliran filsafat),
pendekatan psikologis (teori-teori belajar dan tugas-tugas
perkembangan siswa), pendekatan berorientasi siswa, pendekatan
materi pelajaran, pendekatan penggunaan media, pendekatan
berdasarkan aktivitas pembelajaran dan pendekatan berdasarkan
pengolahan pesan (Kurniawan, 2011).
Pendekatan dalam bahasa inggris dikenal sebagai approach, kata
ini berarti penghampiran, jalan, tindakan mendekati. Sedangkan
pembelajaran dalam bahasa inggris dikenal sebagai instruction yang
berarti pengajaran atau pembelajaran. Dengan begitu pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai jalan yang digunakan oleh guru
untuk menciptakan suasana yang dapat memungkinkan siswa belajar
(Setiono, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas, pendekatan merupakan suatu
upaya yang dilakukan oleh guru guna mendekatkan materi yang akan
dipelajari oleh siswa. Melalui pendekatan siswa akan lebih mudah
untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran yang akan
dipelajari karena guru berusaha mecari hal dapat mendekatkan siswa
terhadap materi pelajaran. Pendekatan bermacam-macam tergantung
guru dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
6
7
Kurniawan (2011) menyatakan bahwa secara bahasa
pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction (Inggris).
Kata pembelajaran itu sendiri memiliki variasi pemaknaan. Meskipun
demikian, dari variasi pemaknaan kata pembelajaran kebanyakan
menunjukkan pada upaya untuk membelajarkan siswa. Saylor, et al
(Kurniawan, 2011) menyatakan”instruction is the actual engagement of
the learner with planned learning opportunities”. Gagne, et al
(Kurniawan, 2011) menyatakan bahwa pembelajaran adalah
serangkaian aktivitas untuk membantu mempermudah seseorang
belajar, sehingga terjadi belajar secara optimal.
Romizowski (Kurniawan, 2011) menjelaskan bahwa
pembelajaran itu memiliki dua ciri yaitu aktivitas yang berorientasi
pada tujuan yang spesifik serta adanya sumber dan aktivitas belajar
yang telah direncanakan sebelumnya. Tujuan, sumber dan aktivitas
belajar yang ditetapkan sebelum proses belajar mengejar terjadi inilah
yang terpenting. Apakah tujuan itu ditetapkan oleh guru atau pihak luar
lainnya (instructional designer), apakah kegiatan itu menggunakan
variasi yang unik atau hanya satu metode dan apakah metode itu
diputuskan oleh guru atau siswa.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa
pembelajaran merupakan aktivitas perencanaan yang dilakukan oleh
guru meliputi perencanaan tujuan, sumber, dan aktivitas yang akan
membelajrakan siswa. Dalam pembelajaran aktivitas siswa dirancang
sedemikian rupa oleh guru guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Disamping aktivitas siswa, kondisi lingkungan pun direncanakan oleh
guru karena keduanya saling memiliki keterkaitan satu sama lain.
Socioscientific Issues (SSI) adalah strategi yang bertujuan untuk
menstimulasi perkembangan intelektual, moral dan etika, serta
kesadaran perihal hubungan antara sains dengan kehidupan sosial
(Zeidler, et al., 2005; Nuang-chalerm, 2010). SSI merupakan
representasi isu-isu atau persoalan dalam kehidupan sosial yang secara
8
konseptual berkaitan erat dengan sains (Anagun & Ozden, 2010)
dengan solusi jawaban yang relatif atau tidak pasti (Topcu, et al, 2010).
Menurut Sadler (dalam Subiantoro, 2013), SSI merujuk pada persoalan
sosial yang dilematis berkaitan dengan sains secara konseptual,
prosedural maupun teknologik. SSI merupakan topik-topik sains
dimana subjek didik dalam masyarakat tertentu berhadapan langsung
dengan situasi konflik yang menyangkut sains dan kehidupan sosialnya
(Subiantoro dkk, 2012). Situasi konflik ini dapat berimplikasi terhadap
aspek sosial, etika budaya, politik serta ekonomi dalam kehidupan
siswa (Dawson dan Venville, 2010).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa Socioscientific issues merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran yang mengorientasikan pembelajaran pada konteks sains
dan hubungannya dengan kehidupan sosial menggunakan isu-isu yang
ada di masyarakat yang berdampak pada nilai dan moral siswa. SSI
memuat isu-isu krusial yang berkaitan dengan sains secara baik secara
konseptual, prosedural maupun teknologik. Disamping itu SSI
menghadapkan siswa pada situasi konflik yang ada dalam
kehidupannya.
Zeidler dkk (2005) menyatakan bahwa dalam pembelajaran SSI
mempunyai beberapa manfaat yaitu, (1) menumbuhkan literasi sains
pada peserta didik sehingga dapat menerapkan pengetahuan sains
berbasis bukti dalam kehidupan sehari-hari, (2) terbentuknya kesadaran
sosial dimana peserta didik dapat melakukan refleksi mengenai hasil
penalaran mereka, (3) mendorong kemampuan argumentasi terhadap
proses berpikir dan bernalar ilmiah terhadap suatu fenomena yang ada
di masyarakat, dan (4) meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang
meliputi menganalisis, membuat kesimpulan, memberikan penjelasan,
mengevaluasi, menginterpretasi, dan melakukan self-regulation. SSI
sangat berkaitan erat dengan kemampuan berpikir kritis karena dalam
proses pembelajarannya siswa diharuskan secara aktif mulai dari
9
menganalisis isu-isu yang ada di masyarakat sampai membuat
kesimpulan.
Merujuk pada Callahan (2009) dan Zeidler et al. (2009), target
kemampuan IPA berbasis SSI yang dapat dikembangkan adalah
kemampuan berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif
(creative thinking) yang menunjukkan tingkat perkembangan literasi
seseorang dalam hal mengumpulkan dan menganalisis informasi atau
data dari berbagai sumber. Hal ini sesuai dengan salah satu hakikat IPA,
bahwa IPA sebagai dimensi cara berpikir (a way of thinking) yang
menjadi substansi yang mendasar pentingnya pembelajaran IPA yang
mengembangkan proses ilmiahnya untuk pembentukan pola pikir
peserta didik (Widhy H. dkk, 2013).
Menurut Gutierez (2015) salah satu tujuan dasar dari pendidikan
yaitu untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan
keterampilan mengambil keputusan siswa. Keterampilan-keterampilan
ini dapat ditingkatkan melalui integrasi SSI dalam kelas IPA karena
penerapan pengetahuan saintifik merupakan salah satu perhatian utama
dari pokok masalah. Disamping itu menurut Zeidler et al. (Gutierez,
2015) menyatakan bahwa socio-scientific memiliki serangkaian tujuan
utama dalam mendorong pengembangan moral judgment dan nilai etika
siswa terutama selama pembelajran secara terbimbing.
Levinson (Gutierez, 2015) mengajukan sebuah kerangka three-
stranded untuk guru dalam mengajar SSI: 1) kategori perbedaan
pendapat yang masuk akal; 2) komunikasi yang bersifat baik atau sifat-
sifat penting untuk terlibat dalam perbedaan pendapat yang masuk akal;
3) ide dan pengalaman yang bersifat naratif yang dapat menjelaskan
perbedaan pendapat paling baik.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam
pembelajran SSI. Menurut Gutierez (2015) metode pembelajaran yang
dapat digunakan dalama pembelajaran SSI diantaranya argumentasi,
analisis kasus, workshop, dan debat. Menurut Lathifah & Susilo (2015)
8
pembelajaran SSI dapat diterapkan dengan menggunakan metode
pembelajaran simposium. Metode simposium mengetengahkan sauatu
seri ceramah mengenai berbagai kelompok topik dalam bidang tertentu
(Hadisoewito, 2009).
Lathifah & Susilo (2015) dan Herlanti dkk (2012) dalam
penelitiannya menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran SSI.
Menurut Cross et al. (Herlanti, dkk: 2012) diskusi di kelas sangat
efektif dalam mengkonstruksi pengetahuan, karena para pelajar
mengemukakan idenya, bertanya, memberikan umpan balik, dan
mengevaluasi idenya. Menurut Herlanti, dkk (2012) diskusi
sosiosaintifik dapat berupa isu dan nonisu, isu dalam hal ini adalah
permasalahan atau konsep sains yang menimbulkan kontroversi di
masyarakat karena dipengaruhi oleh sudut pandang sosial politik.
Menurut Yamin (Lathifah & Susilo: 2015) metode simposium
adalah metode yang memaparkan suatu seri pembicara dalam berbagai
kelompok topik dalam bidang materi tertentu. Materi-materi tersebut
disampaikan oleh ahli dalam bidangnya, setelah itu peserta dapat
menyampaikan pertanyaan dan sebagainya kepada pembicara. Sebuah
simposium hampir menyerupai panel, karena simposium harus pula
terdiri atas pembicara, sedikitnya dua orang. Tetapi simposium berbeda
dengan panel di dalam cara membahas persoalan. Sifatnya lebih formal.
Seorang anggota simposium terlebih dahulu menyiapkan
pembicaraanya menurut satu titik pandangan tertentu terhadap sebuah
persoalan yang sama diadakan pembahasan dari berbagai sudut
pandangan dan disoroti dari titik tolak yang berbeda-beda.
Menurut Heuer (dalam Gutierez, 2015) menyatakan bahwa
analisis kasus merupakan pendekatan lain untuk mengintegrasikan isu-
isu socioscientific dalam kelas sains karena ini sering berpasangan
dengan moral dan isu-isu legal yang secara langsung berhubungan
dengan kehidupan siswa. Sering kali kasus-kasus ini ini akan
melibatkan teknologi dan penemuan saintifik terdepan yang harus
9
diddiskusikan di publik. Menurut Hessler (dalam Gutierez, 2015)
metode studi kasus ini merupakan sebuah alternatif yang berguna untuk
metode pembelajaran karena metode ini memberi siswa kesempatan
untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran melalui partisipasi aktif
dalam interaksi kelas. D. Johnson & R. Johnson (dalam Gutierez, 2015)
menyatakan bahwa dalam metode studi kasus, siswa memperoleh
penguasaan dan daya ingat yang lebih besar serta mengembangkan
kemampuan yang lebih besar untuk mengeneralisasikan prinsip yang
mereka sudah pelajari.
Metode argumentasi dalam kelas sains secara signifikan
memberikan sebuah kesempatan untuk meningkatkan pemahaman
konten kognitif dari sifat sains yang banyak akan argumen, ini
merupakan sebuah hasil esensial dari pendidikan sains saat ini
Osboorne, et al. (dalam Gutierez, 2015). Menurut Bell & Osborne
(dalam Gutierez, 2015) faktanya, argumentasi merupakan landasan
dalam pengembangan keterampilan proses sains siswa yang dapat
diselesaikan melalui pembelajaran kolaboratif yang memfokuskan pada
pembenaran dan klaim siswa pada isu-isu socioscientific. Hal ini karena
menurut Chowning, Griswold, Kovarik, dan Collins (2012),
pengggunaan SSI dalam proses argumentatif di dalam kelas tidak hanya
menampakan siswa pada latar belakang saintifik dari data SSI tetapi
juga pada perspektif dan prinsip etika pemangku kekuasaan. Sekolah
menengah atas di Australia, guru menyediakan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan dan mempraktikan keterampilan
argumentasi untuk mengembangkan literasi sains mereka (Dawson &
Venville, 2010).
Workshop merupakan metode lain yang dapat digunakan dalam
pembelajaran SSI. Menurut Doenie & Clarkeburn (dalam Gutierez,
2015) metode ini menggunakan bermain peran dan teknik interaktif
lainnya yang mungkin untuk dicapai walaupun dalam pengaturan kelas
besar. Selain itu siswa diberi cukup waktu untuk mengkolaborasikan
8
dengan satu sama lain dengan demikian memaksimalkan peers’
contribution dalam membentuk ide-ide mereka.
Debat merupakan metode lain yang bisa digunakan dalam
pembelajaran SSI. Yazici & Altiparmak (dalam Gutierez, 2015)
mencatat dalam penelitian mereka bahwa debat pada isu-isu bioetika
dengan bantuan presentasi fiksi ilmiah bersamaan dengan metode
watch-discuss-exhibit (pembelajaran koperatif, brain storming, pameran
poster dan grup penelitian) diamati agar menjadi metode yang paling
efektif dalam meningkatkan kesuksesan akademik siswa dan dalam
mengembangkan keputusan mereka terhadap bioetika dan
bioteknologi. Yacizi & Altiparmak (dalam Gutierez, 2015) menyatakan
bahwa melalui presentasi fiksi ilmiah, siswa membayangkan dan
membuat konstruksi baru selama diskusi etika sehingga mereka dapat
memahami kedua isu secara teoritis dan eksperimen dengan siskap
positif .
Dari beberapa metode pembelajaran SSI yang telah dikemukakan
oleh para ahli, dalam penelititan ini metode pembelajaran SSI yang
digunakan yaitu diskusi. Metode ini digunakan karena memberikan
kesempatan yang leluasa kepada siswa untuk saling menganalisis
masalah, bertanya, memberikan umpan balik, menyampaikan ide, serta
berargumentasi berdasarkan fakta dan pengetahuan baik yang sudah
dimiliki maupun mencari sendiri. Metode ini bersifat student-centre
sehingga akan melatih keterampilan berfikir siswa dengan saling
bertukar informasi. Guru membimbing siswa selama berdiskusi untuk
menjawab permasalah yang ada.
Pendekatan pembelajaran SSI bisa dipadukan dengan model
pembelajaran berbasis masalah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Agung (2012) menggunakan model pembelajaran Problem-based
Learning yang dipadukan dengan pendekatan SSI. Dalam penelitian ini
juga model yang digunakan yaitu model pembelajaran Problem-based
Learning karena model ini sangat sesuai jika dipadukan dengan
9
pendekatan SSI. Untuk sintak-sintak pembelajaran mengadaptasi sintak
dari Problem-based Learning namun untuk permasalahan yang
digunakan dalam penelitian ini mengikuti isu-isu sosioscientific.
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran PBL dengan Pendekatan SSI
Fase. Indikator Perilaku Guru Kerangka SSI
1 Orientasi peserta didik kepada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan isu sosiosaintifik, menjelaskan logistik yg dibutuhkan serta memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih
2 Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Kategori perbedaan pendapat yang masuk akal
3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Komunikasi yang bersifat baik atau sifat-sifat penting untuk terlibat dalam perbedaan pendapat yang masuk akal
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman
Ide dan pengalaman yang bersifat naratif yang dapat menjelaskan perbedaan pendapat paling baik
8
Fase. Indikator Perilaku Guru Kerangka SSI
5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja
2. Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Scriven & Paul (dalam Fisher, 2009) berpikir kritis adalah
proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengkonseptualisasi,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi
yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan
tindakan.
Menurut Ennis (2011), berpikir kritis adalah berpikir secara
beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan
tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Menurut Muhfahroyin
(2009), berpikir kritis adalah suatu proses yang melibatkan operasi
mental seperti deduksi induksi, klasifikasi, evaluasi, dan penalaran.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa berpikir
kritis adalah proses pelibatan aktivitas mental dalam menerima,
mengolah, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang
didapatkan untuk kemudian membuat suatu keputusan atau tindakan.
Dengan berpikir kritis maka siswa dituntut untuk mengolah informasi
yang didapatkan dengan berbagai sudut pemikiran sebelum menghasilkan
suatu keputusan atau tindakan.
Menurut Ennis (dalam Muhfahroyin, 2009) terdapat dua belas
indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima aspek, seperti
pada Tabel 2.1 berikut.
9
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No.
Aspek Indikator
1. Memberikan penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan Menganalisis pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan
tentang suatu penjelasan2. Membangun
keterampilan dasar Mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
3. Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
Menginduksi dan mempertimbangkna induksi
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
4. Memberikan penjelasan lanjut
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi
Mengindetifikasi asumsi5. Mengatur strategi dan
taktik Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain
Sumber: Ennis (Muhfahroyin, 2009)
Menurut Ennis (1993) kemampuan berpikir kritis dapat diukur
dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan melalui aspek dan
indikator berpikir kritis. Instrumen berpikir kritis dapat bertujuan untuk
mengukur satu aspek atau lebih dari satu aspek berpikir kritis.
Dalam penelitian ini tidak akan digunakan semua indikator karena
waktu penelitian yang terbatas namun hanya menggunakan 5 indikator
berpikir kritis yang berasal dari 2 aspek. Indikator-indikator tersebut
yaitu (1) memfokuskan pertanyaan, (2) menganalisis peretanyaan, (3)
bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan, (4)
mempertimbangkna apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, serta (5)
mengobsaervasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
8
3. Analisis Materi
Materi fenomena gunung api pada penelitian ini terfokus pada isu
erupsi gunung merapi yang terdapat di Jawa Tengah. Materi ini mencakup
kompetensi inti dan komnpetensi dasar yang ada pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam kelas VII. Seperti dijabarkan pada tabel sebagi berikut:
Tabel 2.3 Penjabaran Kompetensi inti dan Kompetensi dasar
pembelajaran Socioscientific Issues
Kompetensi Inti Kompetensi DasarKI.3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
3.10 Mendeskripsikan tentang penyebabterjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem.
KI.4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
4.13 Menyajikan data dan informasi tentang pemanasan global dan memberikan usulan penanggulangan masalah.
Bahan kajian dalam penelitian ini adalah materi pemanasan global.
Isu yang digunakan dalam materi ini yaitu isu kekeringan yang terjadi di
Sukabumi, Jawa barat. Isu ini sesuai dengan pembelajaran SSI karena
bersifat lokal dan merupakan permasalahan yang dapat dilihat bahkan
dirasakan dalam kehidupan siswa. Isu ini menyajikan hubungan antara
konsep biologi yakni pemanasan global dengan kehidupan yang ada di
masyarakat. Adapun isi materi pembelajaran yang akan digunakan dalam
penelitian ini yakni sebagi berikut.
a. Pemanasan Global
Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18°C (1.33 ± 0.32°F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
9
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-
20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah
kaca (Wahono dkk, 2014).
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi (turunnya air dari atmosfer,
misal hujan, salju). Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan
punahnya berbagai jenis hewan. Sebagian besar pemerintahan
negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi
Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas
rumah kaca (Wahono dkk, 2014).
Protokol Kyoto adalah kesepakatan internasional Konvensi
Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC atau
FCCC), yang ditujukan untuk melawan pemanasan global.
UNFCCC adalah perjanjian lingkungan hidup internasional dengan
tujuan mencapai “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik
yang berbahaya dengan sistem iklim.” Protokol Kyoto awalnya
diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, dan
mulai berlaku pada tanggal 16 Februari 2005. Pada April 2010, 191
negara telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto
(Wahono dkk, 2014).
8
b. Mekanisme dan Penyebab Pemanasan Global
Penyebab dari pemanasan global yaitu gas rumah kaca memalui
efek rumah kaca seperti yang disajikan pada Gambar 2.1.
Sumber: http://campaign-pelangi.or.id
Gambar 2.1 Efek Rumah Kaca (green house)
Atmosfer bumi terdiri atas bermacam-macam gas dengan fungsi
yang berbeda-beda. Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan
bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “gas rumah kaca”.
Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di
atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi
menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah
kaca tetap hangat. Dengan begitu, tanaman di dalamnya pun akan
dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang
cukup. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah
karbon dioksida (CO2), metana (CH4), Nitrogen Oksida (NO) dari
pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin
ruangan (CFC). Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan
global yang berbeda-beda (Wahono dkk, 2014).
Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari
CO. Contoh sebuah molekul metan menghasilkan efek pemanasan
9
23 kali dari molekul CO2. Molekul NO menghasilkan efek
pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO. Gas-gas lain seperti
chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek
pemanasan hingga ribuan kali dari CO2 (Wahono dkk, 2014).
Tabel 2.4 Jenis-jenis gas rumah kaca dan sumbernya
Gas Rumah Kaca Sumber
Karbohidrat (CO2) Pembakaran bahan bakar fosil
di sektor energi, industri,
transportasi, deforestasi, dan
pertanian.
Metana (CH4) Pertanian, perubahan tata
lahan, pembakaran biomassa,
tempat pembuangan akhir
sampah.
Nitroksida (N2O) Pembakaran bahan bakar
fosil, industri, pertanian.
Hidrofluorokarbon (HFC) Industri manufaktur, industri
pendingin (freon),
penggunaan aerosol.
Perfluorokarbon (PFC) Industri manufaktur, industri
pendingin (freon),
penggunaan aerosol.
Sulfurheksaflourida (SF6) Transmisi listrik, manufaktur,
industri pendingin (freon),
penggunaan aerosol.
Sumber: (Wahono dkk, 2014)
c. Dampak Pemanasan Global
1) Mencairnya Es di Kutub
Pemanasan global berdampak langsung pada terus
mencairnya es di daerah Kutub Utara dan Kutub Selatan.
Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19
8
juta ton! Volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya
tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya! Baru-
baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan
betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008,
sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir
1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh (Wahono
dkk, 2014).
2) Meningkatnya Level Permukaan Laut
Mencairnya es di Kutub Utara dan Kutub Selatan
berdampak langsung pada naiknya level permukaan air
laut. Para ahli memperkirakan apabila seluruh
Greenland mencair, level permukaan laut akan naik
sampai dengan 7 meter cukup untuk menenggelamkan
seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di
seluruh dunia (Wahono dkk, 2014).
3) Perubahan Iklim yang Makin Ekstrim
Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat
diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat,
tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai
tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan
makin lama makin kuat. Kita tentu menyadari betapa
panasnya suhu di sekitar kita belakangan ini. Kita juga
dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya
kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang
mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim
tanam yang seharusnya dilakukan pada musim
kemarau ternyata malah hujan (Wahono dkk, 2014).
4) Gelombang Panas yang Makin Meningkat
Pemanasan global mengakibatkan gelombang
panas menjadi makin sering terjadi dan makin kuat.
Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan
9
parah dan kegagalan panen merata (Wahono dkk,
2014).
5) Habisnya Gletser sebagai Sumber Air Bersih
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam
ketersediaan air bersih dan pada jangka panjang akan turut
menyumbang peningkatan level air laut dunia. Gletser-
gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang
mengkhawatirkan. NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960
hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan
dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 m3. Para ilmuwan
NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya
es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi
secara global, hingga meningkatnya level air laut
merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus
memanas (Wahono dkk, 2014).
8
B. Kerangka Berpikir
Bagan 2.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Pembelajaran belum
menggunakan integrasi
sosiosaintifik masih berfokus
pada teacher-centre.
Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran masih rendah karena
prinsip pembelajaran belum student-
centre.
Kemampuan berfikir kritis siswa rendah karena dalam
proses pembelajaran tidak dilatihkan.
Solusi yang dilakukan yaitu menggunakan Pendekatan Socioscientific Issues.
Siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran.
Siswa diberi kebebasan untuk
berpendapat.
Dapat meningkatkan kemampuan berfikir Kritis
serta meningkatkan moralitas dan nilai siswa dalam
menghadapi isu-isu socioscientific.
9
C. Hipotesis
Secara umum hipotesis dari penelitian ini adalah:
H0 Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara
siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran SSI dengan
siswa yang menggunakan pembelajaran Direct Instruction.
H1 Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa
yang menggunakan pendekatan pembelajaran SSI dengan siswa yang
menggunakan pembelajaran Direct Instruction.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penlitian ini yaitu kuasi
eksperimen. Dimana dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yakni variabel
bebas dan variabel terikat dengan kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Dikatakan sebagai kuasi eksperimen karena kelas kontrol pada penelitian ini
tidak dapat berfungsi sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanan eksperimen (Sugiyono, 2014).
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Nonequivalent Control Group Design. Bentuk desain penelitian ini kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrolnya tidak dipilih secara acak
(Sugiyono, 2014).
Tabel 3.1 Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design
E O1 X1 O2
K O3 X2 O4
Sumber: (Sugiono, 2014).
Keterangan:
E : Kelas Eksperimen (kelompok yang menggunakan
pendekatan pembelajaran SSI)
K : Kelas Kontrol (kelompok yang menggunakan
pembelajaran konvensional)
O1 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen
sebelum pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
SSI.
O2 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen
sesudah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
SSI.
X1 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
SSI.
35
X2 Perlakuan pembelajaran dengan pembelajaran
konvensional.
O3 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol sebelum
pembelajaran
O4 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol setelah
pembelajaran
C. Definisi Operasional
Definisi operasional ini dibuat untuk menghindari segala bentuk
penafsiran dalam penelitian ini sehingga tidak terdapat kekeliruan dari
maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Adapun definisi operasional yang
dibuat dari masing-masing variabel sebagai berikut:
a. Pendekatan Pembelajaran Sosioscientific Issues (SSI) merupakan sebuah
pendekatan pembelajaran yang mengorientasikan pembelajaran pada
konteks sains dan hubungannya dengan kehidupan sosial menggunakan
isu-isu yang ada di masyarakat yang berdampak pada nilai dan moral
siswa.
b. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal esai yang dibuat
berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis peserta didik menurut
Ennis (1985), yang terdiri dari lima indikator antara lain memfokuskan
pertanyaan, menganalisis peretanyaan, bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang suatu penjelasan, mempertimbangkna apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak, serta mengobsaervasi dan mempertimbangkan
suatu laporan hasil observasi. Kemampuan berpikir peserta didik
diperoleh dari hasil pretest yang dilakukan sebelum proses pembelajaran
dan hasil posttest yang dilakukan setelah proses pembelajaran
berlangsung. Peningkatan keamampuan berpikir kritis dapat dilihat
berdasarkan rata-rata dari nilai N-gain pada setiap indikator kemampuan
berpikir kritis.
c. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini menggunakan Direct
Instruction. Proses pembelajaran ini bersifat teacher-centre, tahapan
pembelajaran ini yaitu pertama guru menyampikan tujuan pembelajaran
36
serta motivasi, selanjutnya guru menyampaikan materi dengan metode
ceramah kemudian di akhir guru memberikan evaluasi berupa soal
uraian.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah subjek yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VII semester 2
MTs Al-Ma’tuq Sukabumi tahun ajaran 2015/2016.
2. Sampel
Penelitian ini dilakukan pada 2 kelas yaitu kelas VII-A semester 2
sebagai kelas Ekeperimen dan kelas VIII-B semester 2 sebagai kelas
kontrol tahun ajaran 2015/2016. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling (Sugiono,
2014). Teknik pengambilan sampel ini yakni dengan pertimbangan
tertentu dari guru IPA kelas VIII MTs Al-Ma’tuq Sukabumi. Teknik ini
dilakukan karena di sekolah sangat sulit untuk mengubah pengaturan
kelas yang sudah ditetapkan oleh sekolah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yakni
menggunakan instrumen penelitian berupa tes dan angket. Tes dilakukan
untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa sedangkan angket
digunakan untuk mengetahui minat dan tanggpan siswa terhadap
penerapan pendekatan pembelajaran SSI.
a. Tes kemampuan berpikir kritis
Tes kemampuan berpikir kritis terdiri dari pre-test (tes awal) dan
post-test (tes akhir) yang terdiri dari 5 soal uraian. Soal pre-test dan
post-test merupakan soal yang sama. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah
diberikan perlakuan. Alat tes digunakan untuk mengukur indikator
kemampuan berpikir kritis. Berikut indikator kemampuan berpikir
kritis yang diukur pada tiap soal.
35
Tabel 3.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Yang Akan
Dianalisis
No. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Nomor soal
1. Memfokuskan pertanyaan. 12. Menganalisis peretanyaan. 23. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan.3
4. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak.
4
5. Mengobsaervasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
5
b. Angket
Kuesioner atau angket merupakan sejumlah pernyataan tertulis
yang berfungsi untuk mengumpulkan informasi baik keadaan/data
diri, pengetahuan sikap, pengamalan atau pendapat dari responden
(Arikunto, 2013). Angket dalam penlitian digunakan untuk
mengumpulkan informasi mengenai respon atau tanggapan peserta
didik mengenai penerapan pendekatan pembelajaran SSI. Pada angket
ini terdapat 10 pernyataan. Pernyataan tersebut terdiri atas angket
tertutup dengan pilihan jawaban ya atau tidak. Teknik pengolahan data
angket dengan menggunakna persentase jumlah jawaban siswa.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Tanggapan Peserta
No. Aspek yang diamati Nomor Pernyataan1. Ketertarikan dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan pembelajaran SSI
1,3,5,7,9
2. Motivasi dalam mengikuti proses pembelajaran serta dalam berpikir kritis
2,4,10
3. Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran
6
4. Pemahaman terhadap materi yang diajarkan
8
Jenis data, sumber data, instrumen penelitian, dan teknik
pengumpulan data tersaji pada Tabel 3.4 berikut:
36
Tabel 3.4 Teknik Pengumpulan Data
No. Jenis data Sumber data Instrumen
Teknik pengumpulan
data1 Kemampuan
berpikir kritis peserta didik
Tes Soal kemampuan berpikir kritis peserta didik
Dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran
2 Angket respon peserta didik terhadap pendekatan pembelajaran SSI
Angket Lembar angket pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran SSI
Dilakukan setelah pembelajaran selesai. Peserta didik mengisi lembar angket dengan pilihan jawaban ya/tidak.
F. Teknik Anlisis Data
1. Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Teknik analisis instrumen kemampuan berpikir kritis siswa
dilakukan dengan melakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,
dan daya pembeda.
a. Uji Validitas Butir Soal
Instrumen yang digunakan harus memiliki validitas karena
instrumen yang valid dapat menghasilkan data yang valid sehingga
dapat mengukur aspek secara tepat. Arikunto (2013) menyatakan
bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mendapatkan
data yang tepat dari variabel yang diteliti. Uji validitas yang
digunakan adalah uji validitas kriteria (criteria related validity). Uji
validitas dalam penelitian ini akan menggunakan software Anates
versi 4.0.9. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan mengacu pada
yang dikemukakan oleh Arikunto (2013) seperti yang tersaji pada
Tabel 3.5.
35
Tabel 3.5. kriteria validitas butir soal
Rentang Kriteria0,80 – 1,00 Sangat tinggi0,60 – 0,79 Tinggi0,40 – 0,59 Sedang0,20 – 0,39 Rendah
0 – 0,19 Sangat rendah¿0 Tidak valid
b. Reliabilitas Butir Soal
Reliabitas soal menunjukkan keajegan terhadap beberapa kali
pengukuran pada kelompok yang sama dengan hasil yang relatif
sama. Menurut Arikunto (2013) menyatakan bahwa tes dikatakan
dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan
berkali-kali. Uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji
tingkat keajegan soal yang digunakan. Pengujian reliabilitas dalam
penelitian ini akan menggunakan software Anates versi 4.0.9.
Kriteria-kriteria yang digunakan mengacu pada yang dikemukakan
oleh Arikunto (2013) seperti yang tersaji pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 kriteria reabilitas butir soal
Rentang Kriteria0,80 – 1,00 Sangat tinggi0,60 – 0,79 Tinggi0,40 – 0,59 Sedang0,20 – 0,39 Rendah
0 – 0,19 Sangat rendah
c. Daya Pembeda
Menurut Arikunto (2013) daya pembeda soal adalah
kemampuan suatu sola untuk membedakan antara siswa
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Pengujian daya pembeda sola dilakukan dengan menggunakan
software Anates versi 4.0.9. Kriteria-kriteria yang digunakan
mengacu pada yang dikemukakan oleh Arikunto (2013) seperti yang
tersaji pada Tabel 3.7.
36
Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda
Rentang Kriteria¿0 Hubungan negatif
0,00 – 0,20 Jelek0,21 – 0,40 Cukup0,41 – 0,71 Baik0,72 – 1,00 Baik sekali
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran diuji untuk mengetahui butir soal yang
mudah dan yang sulit berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah
ditetapkan. Pengujian tingkat kesukaran ini menggunakan software
Anates versi 4.0.9. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan mengacu
pada yang dikemukakan oleh Arikunto (2013) seperti yang tersaji
pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran
Rentang Kriteria0,00 – 0,30 Sukar0,31 – 0,70 Sedang0,71 – 1,00 Mudah
2. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian
a. Menghitung nila N-gain
Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa skor tes awal dan
tes akhir kemampuan berpikir kritis siswa. Data skor tes awal dan
tes akhir dilakukan perhitungan N-Gain ternormalisasi dengan
menggunakan rumus yang diformulasikan oleh Hake (dalam
Meltzer, 2002). Kriteria penilaian hasil perhitungan N-Gain
ternormalisasi dapat dilihat pada Tabel 3.9.
N−Gain= Spost−SpreSmaks−Spre
Keterangan:
Spre : Skor tes awal
Spost : Skor tes akhir
Smaks : Skor maksimal
35
Tabel 3.9 kategori hasil perhitungan N-Gain
Perolehan N-Gain KriteriaN-gain ≥ 0,71 Tinggi
0,31 ≤N-gain ≥ 0,70 SedangN-gain ¿ 0,30 Rendah
Perbedaan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa diuji
dengan menggunakan uji statistik. Analisis data menggunakan uji
statistik dimulai dengan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas
dan dilanjutkan dengan uji hipotesis.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi
data skor tes awal dan tes akhir berdistribusi normal atau tidak.
Pengolahan data uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
uji Chi Kuadrat ( χ 2 ) dengan rumus:
( χ 2 )=∑ (Oi−Ei) 2Ei
Keterangan:
Oi = Frekuensi observasi
Ei= Frekuensi ekspektasi
Data dikatakan normal apabila dari hasil pengujian diperoleh
nilai X 2 hitung ¿ X 2
tabel. Taraf signifikansi yang digunakan yaitu
0,005 = 0,95 (saefuddin, dkk: 2009).
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilalukan untuk mengetahui apakah data
bersifat homogen atau tidak serta pengujian mengenai sama
tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Uji
dilakukan sebagai pra syarat uji perbedaan rata-rata secara
statistik. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F
dengan langkah-langkah sebagi berikut:
1) Mencari varians/standar deviasi variabel X dan Y (S2)
2) Mencari Fhitung dari varians X dan Y
F=S2besarS2kecil
36
3) Menentukan derajat kebebasan (dk)
dk1 = n1 – 1
dk2 = n2 – 1
4) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel dengan (dk1 = n1 – 1
, dk2 = n2 – 1)
Kriteria pengujian jika Fhitung < Ftabel dengan derajat kebebasan
(dk1 = n1 – 1, dk2 = n2 – 1) dan nilai alfa (α) sebesar 95% (α =
0,05). Ftabel ditentukan dengan menggunakan fungsi fx (FINV)
dalam aplikasi Microsoft Exel. Jika Fhitung < Ftabel maka data
memiliki varians yang homogen dan sebaliknya jika Fhitung > Ftabel
maka data memiliki varians yang tidak homogen.
d. Uji hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pendekatan pembelajaran SSI terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t jika
samplenya ≤ 30 dan uji-z jika samplenya > 30.
Uji-t dihitung dengan rumus:
t = X 1−X 2
SDgab .√ 1n1
+ 1n 2
dengan
Sdgab. = √ ( n1−1 ) SD1+ (n2−1 ) SD 2(n 1+n2 )−2
Keterangan:
X1 = Rata-rata kelompok eksperimen
X2 = Rata-rata kelompok kontrol
SD1. = Standar Deviasi kelompok eksperimen
SD2. = Standar Deviasi kelompok kontrol
n1 = jumlah siswa di kelompok eksperimen
n2 = jumlah siswa di kelompok kontrol
35
Jika thitung > ttabel dengan alfa (α) sebesar 95%(0,05) dengan
derajat kebebasan (dk= n1+n2-2) maka H0 diterima dan H1
ditolak, artinya terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran Ssi
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis.
Uji-z dihitung dengan rumus:
Z = χ−μhipSD /√ n
Keterangan:
χ = hasil ra-rata belajar siswa dengan pembelajaran
menggunakan pendekatan SSI
μhip = rata-rata hasil belajar kriteria tuntas (digunakan nilai 75)
SD = standar deviasi
n = jumlah sampel
Hasil tes akhir kemampuan berpikir kritis dikatakan
signifikan apabila hasil pengujian diperoleh nilai Zhitung ¿ Ztabel
digunakan untuk mengambil keputusan.
e. Analisis Data Pendukung
Data pendukung dalam penelitian ini berupa angket. Angket
digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon
siswa mengenai penerapan pendekatan pembelajaran SSI. Data hasil
angket disajikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui
kecenderungan jawaban siswa secara keseluruhan. Data hasil angket
dinilai secara kualitatif kemudian dikonversikan dalam bentuk data
kuantitatif untuk menarik kesimpulan jawaban siswa. Rumus yang
digunakan menurut (Arikunto, 2013) adalah sebagai berikut.
χ %= Σ cuplikanΣ total yangdiharapkan
Keterangan:
χ % = persentase jumlah peserta didik yang
menjawb ya/tidak
Σ cuplikan = jumlah peserta didik yang menjawab
ya/tidak
36
Σ total yang diharapkan = jumlah peserta didik yang
diharuskan menjawab
Tabel 3.10 Klasifikasi persentase jawaban siswa
Rentang (%) Keterangan75 – 100 Baik56 – 74 Cukup40 – 55 Kurang baik0 – 39 Tidak baik
(Arikunto, 2013)
G. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTs Al-Ma’tuq Sukabumi pada tahun ajaran
2015/2016 selama 3 bulan. Pengambilan data penelitian dilakukan selama 90
menit.
35
H. Alur penelitian
Studi literatur
Penyusunan proposal
Sidang proposal
Persiapan: Penyusunan instrumen Judgement/evaluasi instrumen Uji coba instrumen dan revisi
instrumen Instrumen jadi
Pelaksanaan Penelitian
Pretest
Perlakuan (Pendekatan SSI)
Postest
Angket
Pengolahan data
Hasil dan pembahasan
Studi pendahuluan
Rumusan masalah
Kesimpulan dan saran
Pretest
Perlakuan (Direct Instruction)
Postest
36
Bagan 3.1 Alur penelitian
I. Jadwal Penelitian
No Kegiatan penelitian
Januari Februari Maret April1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan proposal
2 Seminar proposal
3 Menyusun instrumen
4 Revisi instrument
5 Pelaksanaan penelitian
6 Pengolahan data
7 Revisi
35
DAFTAR PUSTAKA
Anagun, Sengul S. & M. Ozden. 2010 Teacher Candidates’ Perceptions
Regarding Socioscientific Issues and Their Competencies in Using
Socioscientific issues in Science and Technology Instruction. Journal of
Procedia Social and Behavioral Science. Vol 9: 981-985.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Callahan, Brendan E. 2009. Enhancing Nature of Science Understanding,
Reflective Judgment, and Argumentation through Socioscientific Issues.
Dissertation. University of South Florida.
http://scholarcommons.usf.edu/etd/1886/pdf. (diakses pada Januari 2016).
Dawson, Vaille & Vanville, G.J. 2010. Teaching strategies for developing
students’ argumentation skills about socio-scientific issues in high school
genetics. Research in Science Education. Vol 40 (2): 133-148.
http://dx.doi.org/10.1007/s11165-008-9104-y.
Ennis, R.H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical
Thinking Dispositions and Abilities [Online]. Tersedia:
http://faculty.ed.uiuc.edu/rhennis/documents/TheNatureofCriticalThinking
_51711_000.pdf ( diakses pada Januari 2016).
Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis sebuah pengantar.Jakarta: Erlangga.
Gutierez, Sally B. 2015. Integrating Socio-Scientific Issues to Enhance the
Bioethical Decision-Making Skills of High School Students.
International Education Studies. Vol 8 (1): 142-149.
36
Hadisoewita. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Depdiknas.
Herlanti, et.al. (2013). Kualitas Argumentasi pada Diskusi Isu Sosiosaintifik
Mikrobiologi melalui Weblog. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol 1
(2): 168-177.
Herti Patmawati. 2011. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada
Pembelajaran Elektrolit dan Non Eletrolit dengan Metode Praktikum.
Skripsi dipublikasikan. FKIP Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: CV. Pustaka Cendekia
Utama.
Lathifah, Anis Samrotul & Susilo, Herawati. 2015. Penerapan Pembelajaran
Socioscientific Issues melalui Metode Simposium berbasis Lesson Study
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa pada Mata
Kuliah Biologi Umum. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi
2015. Th III, 9-19.
Muhfahroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui
Pembelajaran Konstruktivistik. Jurnal Pendidikan dan Pembelajan. Vol
16 (1). [Online]. Tersedia: (http://www.berpikir -kritisblogspot.com).
(diakses pada Januari 2016).
Nuangchalerm, Prasart & B. Kwuanthong. 2010. Teaching “Global Warming”
through Socioscientific Issues-based Instruction. Journal of Asian Social
Science. Vol 6 (8): 42-47.
Nuangchalerm, Prasart. 2010. Engaging Students to Perceive Nature of Science
Through Socioscientific Issues-Based Instruction. European Journal of
Social Sciences. Vol 13 (1): 34-37.
Purwanti, et.al. 2013. Model Integrated Science Berbasis Socio Scientific Issues
untuk Mengembangkan Thinking Skills dalam Mewujudkan 21ST Century
Skills. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Th I, 158-164.
35
Setiono. 2010. How To Teach Biology. Bandung: Prisma Press.
Subiantoro & Handziko. 2011. Erupsi Merapi dan Potensi Pengembangan Bahan
Ajar Biologi Berbasis Representasi. Makalah pada Seminar Nasional
Biologi VIII Pendidikan Biologi FKIP UNS. ISBN: 978-979-1533-23-2,
halaman 1-11.
Subiantoro, Agung W. 2011. Socio-scientific Issues and Its Potency on Biology
Instruction for Character Education in Indonesia. Proceeding of The 4th
International Conference on Science and Mathematics Education.
Malaysia: SEAMEO RECSAM.
Subiantoro, Agung W., dkk. 2012. Lesson Study dalam Perkuliahan Biologi
Umum dengan Socioscientific Issues-based Instruction untuk Character
Building. Makalah pada Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP
UNS. ISBN: 978-602-8580-51-9, halaman 90-96.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Topcu, M.S, et.al. 2010. Preservice Science Teachers’ Informal Reasoning about
Sociocientific Issues: The Influence of Issues Context. International
Journal of Science Education. Vol 32 (18): 2475-2495.
Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Zeidler, D.L., et al. 2005. Beyond STS: A Research-Based Framework for
Socioscientific Issues Education. Journal of Science Education. Vol 89
(3): 357-377.
Zeidler, Dana L., et. al. 2009. Advancing Reflective Judgment through Socio-
scientific Issues. Journal of Research in Science Education, vol. 46 (1), p.
74-101.
Wahono dkk. (2014). Ilmu Pengetahuan Alam/ Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.—Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan