neurorsaugm.files.wordpress.com  · web view± 2msmrs os tengah mengendarai motor dalam keadaan...

30
REFLEKSI KASUS TETANUS Pembimbing: dr. Fajar Maskuri, M. Sc, Sp. S Disusun oleh: Afnindyas Atika K. S. 14/365516/KU/17179 Klp 18201 BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

REFLEKSI KASUS

TETANUS

Pembimbing:

dr. Fajar Maskuri, M. Sc, Sp. S

Disusun oleh:

Afnindyas Atika K. S.

14/365516/KU/17179

Klp 18201

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019

Page 2: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

A. IDENTITAS PASIEN

Nomor RM : 12****

Nama : Tn P.A.S

Tanggal Lahir : 25 Mei 1985

Umur : 33 thn 10 bln

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Dusun Sumberagung 02/01, Bonotapung, Riau

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 05 April 2019

Bangsal / Ruangan : ICU

B. SUBJEKTIF/ANAMNESA

Diperoleh dari catatan rekam medik di ruang ICU.

a) Keluhan Utama

Sulit menelan dan badan kaku

b) Riwayat Penyakit Sekarang

± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan

terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon jati dan

tungkai kanan terkena knalpot motor. Setelah kecelakaan tersebut OS kemudian

diberikan perawatan luka di RS PKU Bantul.

± 1MSMRS OS mulai mengeluhkan mulut sulit dibuka, kesulitan menelan dan

badan terasa nyeri dan kaku.

± 2HSMRS OS dirawat inap di RS Panembahan Senopati sebelum kemudian

dirujuk ke RSA UGM dengan diagnosa tetanus grade II-III dan butuh perawatan

ICU.

HMRS OS demam, mulut kaku dan keluhan sulit menelan semakin memberat,

seluruh badan terasa kaku, kejang (+).

c) Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan serupa : disangkal

2. Riwayat stroke : disangkal

3. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

4. Riwayat penyakit jantung : disangkal

5. Riwayat penyakit DM : disangkal

6. Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal

2

Page 3: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

7. Riwayat alergi : disangkal

d) Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat stroke : disangkal

e) Riwayat Sosial Ekonomi

Riw. Imunisasi tetanus sebelumnya (?)

Riw. Pemberian Anti Tetanus Serum pada saat perawatan luka di RS PKU

Bantul tidak diketahui

Pasien merantau ke Yogyakarta, hidup terpisah dari keluarga dan dikatakan

memiliki riw. gangguan kejiwaan

f) Anamnesis Sistem

1. Sistem cerebrospinal : Kejang (+), Pandangan kabur (-/-), mata

kunang-kunang (-/-), nyeri kepala (-), riwayat vertigo (-)

2. Sistem kardiovascular : Riw. HT (-), riw. penyakit jantung (-), nyeri

dada (-)

3. Sistem respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)

4. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak

ada keluhan

5. Sistem neuromuskuler : Mulut kaku dan sulit dibuka (+), sulit

menelan (+), nyeri dan kaku pada otot ekstremitas dan badan (+),

kelemahan anggota gerak (-), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga

berdenging (-)

6. Sistem urogenital : BAK (+) normal tidak ada keluhan

7. Sistem integumen : Luka pada tungkai kanan

g) Resume Pasien

Pasien laki-laki usia 33 tahun datang dengan keluhan sulit membuka

mulut, sulit menelan dan badan terasa kaku. 2MSMRS OS mengalami

kecelakaan jatuh dari motor dan mendapat luka pada tungkai kanan, OS

mendapatkan perawatan luka di RS PKU Bantul. 1MSMRS OS mulai

mengeluhkan sulit membuka mulut, sulit menelan dan badan mulai terasa

nyeri dan kaku. 2HSMRS OS dirawat di RS Panembahan Senopati dengan

3

Page 4: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

diagnosa tetanus grade II-III sebelum kemudian dirujuk ke RSA UGM karena

membutuhkan perawatan ICU. HMRS keluhan memberat, kejang (+).

Riwayat keluhan serupa sebelumnya, hipertensi, DM, dan alergi

disangkal oleh pasien. Pada keluarga pasien juga tidak pernah ada yang

merasakan hal serupa. Riwayat imunisasi tetanus pasien serta pemberian Anti

Tetanus Serum saat perawatan luka tidak diketahui.

C. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : nyeri dan kaku otot wajah, badan, dan ekstremitas

Diagnosis Topis : neuromuscular

Diagnosis Etiologi : infeksi bakteri

DISKUSI I

A. DEFINISI TETANUS

Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluhkan nyeri dan kaku pada

otot wajah, yang kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas setelah

mengalami kecelakaan jatuh dari motor.

Tetanus didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang

mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot

menyeluruh tanpa penyebab lain, dan terdapat riwayat luka atau kecelakaan

sebelumnya. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan

oleh toksin dari Clostridium tetani. Pada luka dimana terdapat keadaan yang anaerob,

seperti pada luka kotor dan nekrotik, bakteri ini memproduksi tetanospasmin.

Neurotoksin tersebut menghambat pengeluaran neurotransmitter inhibisi pada sistem

saraf pusat sehingga mengakibatkan kekakuan otot.

B. EPIDEMIOLOGI

Terjadi secara sporadik dan hampir selalu terjadi pada orang yang belum imun;

orang dengan imun parsial atau fully-immunized yang gagal mempertahankan kadar

imunitas juga dapat terinfeksi.

Pada negara berkembang tetanus masih menjadi masalah kesehatan publik

yang besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia, dengan angka

kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000-500.000 per

4

Page 5: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

tahun. Sebagian besar kasusnya adalah tetanus neonatorum, namun angka tetanus

pada dewasa juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan kurang adekuatnya

program imunisasi. Di Indonesia, pada tahun 1997-2000 angka kejadian tetanus

sebesar 1,6-1,8 per 10.000 kelahiran hidup, dengan angka kematian akibat tetanus

neonatorum sebesar 7,9%. Tahun 2014, sekitar 24 negara belum bebas tetanus

neonatorum termasuk Indonesia.

C. ETIOPATHOGENESIS

Clostridium tetani adalah bakteri gram positif anaerob, motil dengan habitat di

tanah, inanimate environment, feses binatang, dan kadang pada feses manusia. Bakteri

ini berbentuk batang dan memproduksi spora terminal sehingga memiliki tampakan

khas seperti stik drum di bawah mikroskop. Sporanya tahan terhadap banyak agen

disinfektan fisik maupun kimiawi, serta mampu bertahan pada air mendidih selama

±20 menit.

Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Istilah

“tetanus prone wound” adalah luka yang mudah menimbulkan penyakit tetanus

contohnya luka dengan patah tulang terbuka, luka tembus, luka dengan berisi benda

asing, terutama pecahan kayu, luka dengan infeksi pyogenic, luka dengan kerusakan

jaringan yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superfisial yang nyata

berkontaminasi dengan tanah atau pupuk kotoran binatang di mana luka itu terlambat

lebih dari 4 jam baru mendapat topical desinfektansia atau pembersihan secara bedah.

Ketika menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan

melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi rendah, toksin ini mampu

menimbulkan efek (dosis letal minimum 2,5 ng/kg).

Clostridium tetani membutuhkan tekanan oksigen yang rendah untuk

berkembang biak dan bermultiplikasi. Clostridium tetani memproduksi 2 toksin,

tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin adalah toksin heterodimer yang

memiliki 2 rantai, heavy chain (mediasi pengikatan toksin pada neuron) dan light

chain (enzim zinc endopeptidase: blokade pelepasan neurotransmitter). Saat sel

vegetatif autolysis, toksin di sitoplasma akan dilepas. Toksin ini ditrasnportasikan

secara intra-axonal menuju nucleus motorik di system saraf pusat (SSP).

Kontaminasi luka dengan spora germinasi dan produksi toksin pada luka

(hanya pada luka dengan potensi oksidasi-reduksi rendah seperti jaringan mati, akibat

benda asing, dan lainnya). Syaratnya harus 1) imunitas inadekuat, dan, 2) Setidaknya

5

Page 6: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

2 dari: luka penetrasi dalam, koinfeksi bakteri lain misal luka gigit, jaringan mati,

benda asing, atau iskemia lokal.

Sel vegetatif mulai memproduksi 2 jenis toksin: tetanolysin (oxygen-labile

hemolysin) dan tetanospasmin (heat-labile neurotoxin) pada sitoplasma sel

vegetatif lysis akibat paparan oksigen melepaskan toksin ke jaringan sekitar hingga

ke darah dan limfa.

Heavy-chain berikatan pada reseptor asam sialat pada permukaan neuron motorik

internalisasi dalam endosome transport retrograde ke spinal cord dan brainstem

(dipengaruhi panjang saraf) asidifikasi endosome light-chain lepas ke sitosol

neuron menghambat pelepasan neurotransmitter inhibitorik seperti glycine dan

GABA secara ireversibel

◦ Aktivitas eksitatorik menjadi tak teregulasi spastic paralysis dan

instabilitas otonom

◦ Peningkatan resting firing rate neuron motorik rigiditas otot

◦ Instabilitas neuron hypersympathteic state dan uncontrolled adrenalin

release

D. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi C. tetani sebelum gejala pertama muncul berkisar 3-21 hari

(rata-rata 8 hari). Lebih pendek waktunya pada tetanus neonatorum sebab serabut

saraf masih pendek dibandingkan orang dewasa. Lebih lama pada port de entree yang

jauh dari SSP (misalnya tangan atau kaki). Semakin pendek masa inkubasi berarti

bertambah berat penyakit yang ditimbulkannya.

1. Tetanus Generalisata

Bentuk yang paling sering dijumpai dari tetanus, dicirikan sebagai rigiditas dan

spasme otot yang luas.

Secara umum, gejala muncul dari kepala berupa trismus/lockjaw (rigiditas

m.masseter) risus sardonicus (rigiditas otot wajah) disfagia atau kekakuan pada

leher, bahu, dan punggung ophistotonus rigiditas otot perut (perut papan)

rigiditas otot proksimal ekstremitas. Tangan dan kaki biasanya tidak terkena. Refleks

tendon dalam akan meningkat.

Gangguan otonom akibat produksi cathecolamine berlebih bisa muncul berupa

hipersimpatis seperi demam sangat tinggi tanpa gangguan kesadaran, hipertensi atau

6

Page 7: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

hipotensi labil, takikardia, aritmia, hiperhidrosis, konstriksi perifer, stasis

gastrointestinal, peningkatan sekresi trakeal, dan peningkatan kadar adrenalin.

Gangguan ini maksimal tampak pada minggu kedua tetanus berat.

2. Tetanus Lokal

Sangat jarang terjadi. Gejala muncul berupa kontraksi tonik dan spastik otot biasanya

sesuai letak port de entrée (hanya sebatas daerah terdapat luka). Diagnosis lebih sulit

dari tetanus generalisata dan dapat berkembang menjadi tetanus generalisata.

3. Tetanus Sefalik

Salah satu bentuk tetanus lokalisata dan manifestasi tetanus paling jarang. Timbul

apabila port de entree ada pada daerah kepala sehingga infeksi SSP lebih dini terjadi

dan umumnya hanya melibatkan nervus cranialis. Masa inkubasi hanya sekitar 1-2

hari. Gejala muncul sebagai spasme yang melibatkan lidah dan tenggorokan sehingga

terjadi disartria, disfonia, dan disfagia. Dapat berkembang menjadi tetanus

generalisata, tetanus ophthalmologic, supranuclear oculomotor palsy serta Sindrom

Horner.

4. Tetanus Neonatorum

Biasanya muncul akibat perawatan tali pusar yang buruk pada nenoatus dengan ibu

yang belum memiliki imunitas. Progresi gejala lebih cepat karena panjang saraf yang

relatif lebih pendek dari orang dewasa. Gejala yang tampak serupa dengan tetanus

generalisata, anak yang awalnya mampu menyusu dan menangis dengan normal pada

2 hari pertama kehidupannya namun kehilangan kemampuan ini pada hari ke 3-28

serta menjadi kaku dan spasme.

E. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

- Pertanyaan seputar waktu terkena luka hingga onset muncul gejala untuk

menentukan derajat keparahan

- Lokasi dan kebersihan luka untuk menentukan faktor resiko

- Riwayat imunisasi untuk menentukan status imunitas

- Berdasarkan WHO, adanya trismus atau risus sardonicus atau spasme otot

yang nyeri serta didahului oleh riwayat trauma sudah mampu menegakkan

diagnosis

7

Page 8: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

2. Pemeriksaan fisik

- Trismus (lockjaw): perasaan kaku pada

rahang dan leher, menyebabkan penderita

kesulitan membuka mulut, kesulitan

mengunyah dan menelan akibat kontraksi

dari M. masseter. Penderita dapat diminta

untuk memasukkan 3 jari secara vertikal ke

rongga mulut, normalnya rongga mulut

dapat terbuka maksimal, maka apabila ada restriksi dapat dikatakan sebagai

trismus.

- Risus sardonicus: kontraksi pada otot wajah (otot bibir

mengalami retraksi, mata tertutup parsial karena kontraksi M.

orbicularis oculi, dan alis terelevasi karena spasme otot

frontalis), membuat wajah memiliki tampakan menyeringai.

- Opisthotonus: hiperekstensi akibat spasme pada otot leher,

punggung hingga kaki sehingga menyebabkan perubahan

bentuk badan menjadi melengkung. Sehingga pada saat kejang, maka posisi

badan penderita akan melengkung dan bila ditelentangkan hanya bagian kepala

dan bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring.

- Masseter spasm reflux: Pada pasien tetanus, apabila faring posterior disentuh

dengan spatula lidah, dapat timbul spasme refleks dari M. masseter daripada

refleks muntah. Manuver ini memiliki sensitivitas 94% dan spesifitas 100%,

namun sulit dilakukan pada pasien dengan trismus berat.

- Chvostek sign: Tes dilakukan dengan mengetuk jaras N. facialis di depan

tragus telinga dan mengamati kontraksi abnormal dari otot-otot wajah

ipsilateral (biasanya kedutan pada hidung atau tepi bibir menuju ke sumber ketukan). Adanya kontraksi abnormal dapat ditemukan pada penderita tetanus (walaupun pemeriksaan ini tidak begitu spesifik), hipokalsemia, atau hypomagnesemia.

3. Pemeriksaan penunjang

8

Page 9: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

- Gold standard: kultur dari jaringan luka. Namun bakteri Clostridium tetani

bisa dikultur dari luka apapun tanpa bermanifestasi menjadi tetanus dan sering

tidak ditemukan pada luka pasien dengan manifestasi tetanus.

- Darah rutin (leukositosis)

- EMG (discharge kontinu dari motor unit dan pemendekan/hilangnya periode

tenang setiap potensial aksi)

- Serum antitoksin (kadar ≥0,1 IU/mL dikatakan protektif dan kemungkinan

tetanus lebih rendah).

F. KLASIFIKASI

Menggunakan Ablet Score untuk menilai derajat keparahan dan kemungkinan

gangguan jalan napas sehingga penggunaan ventilasi mekanik dapat dipertimbangkan.

Tetanus Severity Score untuk menilai mortalitas pasien tetanus. Nilai ≥8

memiliki high risk mortality. Sensitivitas 65% dan Spesifitas 91%.

Philip Score untuk menilai mortalitas dan kebutuhan akan perawatan intensif.

Sensitivitas 80% dan Spesifitas 51%.

Interpretasi <9 : ringan, dapat rawat jalan

10-16 : sedang, rawat ruangan biasa

≥17 : berat, rawat ruang intensif

≥14 : high mortalitiy rate

9

Figure 1. Ablet Score

Page 10: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Dakar Score untuk prediksi mortalitas pasien tetanus. Sensitivitas 25% dan

Spesifitas 96%.

10

Page 11: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Nilai 0 – 1 : ringan, mortalitas 10%

2 – 3 : sedang, mortalitas 10-20%

4 : berat, mortalitas 40%

D. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis/ GCS = E4M6V5= 15

c. TD : 140/80 mmHg

d. Nadi : 92 x/menit, Reguler

e. Pernapasan : 24 x/menit, Reguler

f. Suhu : 38,1oC

g. Kepala : Normosefali, tidak ada kelainan

h. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek kornea (+), Ptosis

(-), Eksoftalmus (-)

OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek kornea (+) Ptosis

(-), Eksoftalmus (-)

i. THT : Rhinorea (-), otorhea (-)

j. Mulut : Trismus 1 jari, faring dan laring sulit dinilai

k. Leher : Leher kaku, pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba

membesar, trachea ditengah

l. Thoraks :

1) Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

11

Figure 4. Dakar Score

Page 12: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Palpasi : ictus cordis teraba LMS ICS 5

Perkusi : Batas kiri bawah:ICS 5 mid axilaris anterior sinistra

Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra

Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra

Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), cardiomegali (-)

2) Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, retraksi dada (-)

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan dan kiri

Auskultasi : Suara dasar paru (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

m. Abdomen : datar, teraba keras, timpani, BU menurun, hepar-lien-ren sulit

diraba

n. Ekstremitas : Epistotonus (+), muscle rigidity (+), akral hangat (+/+), CRT

< 2 detik, edema (-/-), luka pada tungkai kanan

Status Psikiatrikus

a. Cara berpikir : Wajar, sesuai umur

b. Tingkah laku : Dalam batas normal

c. Ingatan : Baik, amnesia (-)

d. Kecerdasan : Baik, sesuai tingkat pendidikan

Status Neurologis

a. Sikap : Simetris, lateralisasi (-)

b. Gerakan abnormal : Spasme otot

c. Cara berjalan : Sulit dinilai

d. Kognitif : Dalam batas normal

Pemeriksaan Saraf Kranial

12

Page 13: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Nervus Pemeriksaan Kanan Kanan

13

Page 14: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

N. I. Olfaktorius Daya penghidu TVD TVD

N. II. Optikus

Daya penglihatan N N

Pengenalan warna TVD TVD

Lapang pandang TVD TVD

N. III. Okulomotor

Ptosis - -

Gerakan mata ke medial + +

Gerakan mata ke atas + +

Gerakan mata ke bawah + +

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

N. IV. Troklearis

Strabismus divergen - -

Gerakan mata ke lat-bwh - -

Strabismus konvergen - -

N. V. Trigeminus

Menggigit N N

Membuka mulut Berkurang Berkurang

Sensibilitas muka N N

Refleks kornea + +

Trismus + +

Gerakan mata ke lateral N N

Strabismus konvergen - -

N. VII. Fasialis Kedipan mata + +

Lipatan nasolabial - -

14

Page 15: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Sudut mulut Dbn Dbn

Mengerutkan dahi Dbn Dbn

Menutup mata + +

Menggembungkan pipi Normal Normal

Daya kecap lidah 2/3 ant Tdk dilakukan Tdk dilakukan

N. VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara bisik Dbn Dbn

Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan

Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan

Arkus Faring TVD

Daya Kecap 1/3 Belakang Tdk dilakukan

Reflek Muntah Tdk dilakukan

Sengau TVD

Tersedak TVD

N. X (VAGUS) Keterangan

Arkus faring TVD

Reflek muntah Tdk dilakukan

Bersuara Dalam batas normal

Menelan TVD

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala Dalam batas normal

Sikap Bahu Dalam batas normal

15

Page 16: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Mengangkat Bahu Dalam batas normal

Trofi Otot Bahu Tidak

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Sikap lidah Tidak ada deviasi

Artikulasi TVD

Tremor lidah TVD

Menjulurkan lidah TVD

Kekuatan lidah TVD

Trofi otot lidah TVD

Fasikulasi lidah TVD

Fungsi Motorik

Gerakan

Kekuatan

Refleks Fisiologis

Refleks Biceps Normal Normal

Refleks Triceps Normal Normal

Refleks ulna dan radialis Normal Normal

Refleks Patella Normal Normal

16

eutrofieutrofiTrofi

eutrofieutrofi

4/4/4

4/4/4 4/4/4

hipertonus

4/4/4

hipertonus

bebas

bebas

bebas

bebas

hipertonusTonus hipertonus

Page 17: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Refleks Achilles Normal Normal

Refleks Patologis

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Mendel Bachterew - -

Rosollimo - -

Hofman Trommer - -

Fungsi Sensorik

Kanan Kanan

Eksteroseptif Terasa Terasa

Rasa nyeri Terasa Terasa

Rasa raba Terasa Terasa

Rasa suhu Terasa Terasa

Propioseptif Terasa Terasa

Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : positif

Kernig sign : negatif

Brudzinski I : negatif

Brudzinski II : negatif

Brudzinski III : TDN

Brudzinski IV : TDN

17

Page 18: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hematologi

Hemoglobin 13 g/dl 11.7 – 15.5 g/dl

Leukosit 11.800 3.6 – 11.0 ribu

Hematokrit 38,7 % 35 – 47%

Trombosit 375 ribu 150 – 400 ribu

Kimia Klinik

Glukosa Sewaktu 99 mg/dl 74 – 106 mg/dL

Ureum 28,4 mg/dl 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 0,9 mg/dl 0.45 – 0.75 mg/dl

Elektrolit

Na 140 mmol/L

K 3,7 mmol/L

Cl 100 mmol/L

DISKUSI II

PROFILAKSIS

Ada 4 faktor yang perlu diperhatikan untuk profilaksis ketika mengalami trauma agar tidak terjadi tetanus:1. Pemberian vaksin tetanus

18

Page 19: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Pemberian ini ditujukan sebagai booster terhadap pasien yang luka yang telah mendapat vaksinasi tetanus sebelumnya, tujuannya untuk menaikkan titer antitoksin dan akan memberikan perlindungan yang efektif dalam jangka waktu yang lama. Pemberian vaksin tetanus pada saat luka terhadap pasien yang sama sekali belum pernah divaksinasi terhadap tetanus, tidaklah dapat menjamin perlindungan terhadap tetanus, karena untuk mendapatkan antitoksin dalam serum sampai di garis proteksi minimal dibutuhkan waktu 2 – 3 minggu, sedangkan masa inkubasi tetanus ada yang lebih cepat.  Dalam hal inilah diperlukan pemberian antitoksin (immunisasi pasif) bersamaan dengan pemberian toksoid tetanus tadi.

2. Perawatan luka secara bedah yang benarPencegahan secara bedah ini bertujuan untuk membuang C. tetani yang berkontak dengan luka, membuang jaringan yang tidak vital lagi untuk mencegah suasana anaerob, dan sebaik mungkin melakukan rekonstruksi luka sehingga terjadi suasana aerob.  Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan:◦ Luka dirawat secepat mungkin◦ Teknik aseptik dengan memakai sarung tangan steril, mencuci kulit sekitar luka

dengan cairan yang cukup sebelum tindakan bedah.◦ Menutup luka dengan kasa steril waktu mencuci luka tadi.◦ Cahaya haruslah cukup agar secara cermat mengidentifikasi jaringan yang vital

seperti saraf dan pembuluh darah.◦ Instrumen harus lengkap, pembantu cukup agar penarikan jaringan secara halus

untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih besar.◦ Perdarahan dikontrol dengan instrumen yang tepat dan benang yang cukup kecil

agar jaringan nekrotik minimum yang tinggal di dalam luka.◦ Jaringan diperlukan secara halus agar jaringan menambah jaringan nekrotik

dalam luka.◦ Dibersihkan secara komplit dengan memakai pisau untuk meratakan pinggir luka

yang compang – camping, mengangkat jaringan yang sudah diragukan vitalitasnya, mengangkat benda asing sampai tidak ada yang tertinggal.

3. Pemberian antitoksin tetanusAntitoksin tetanus pada dasarnya ada 2◦ Heterologous antitoksin

Heterologous antitoksin (ATS) diambil dari serum kuda yang telah divaksinasikan sebelumnya.  Jadi mengandung protein kuda (protein asing) dan pemberian kedua dan seterusnya menimbulkan reaksi sensitivity yang hebat sampai dapat terjadi anafilaktik shock.  Oleh sebab itu sebelum pemberian perlu ditest lebih dahulu.

◦ Tetanus Immunoglobulin (human)Diambil dari serum manusia.  Dalam perdagangan bermacam – macam nama seperti Hu-Tet, Hyper-Tet, Homo-Tet dan sebagainya.  Jenis ini jarang sekali menimbulkan reaksi hipersensitivity, kalau ada sangat ringan antitoksin diberikan harus dengan indikasi yang jelas.

19

Page 20: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

Indikasi pemberian antitoksin tetanus adalah:a. Luka yang kotor atau tetanus proma wound yang terjadi pada orang yang belum

pernah mendapat immunisasi aktif, atau orang itu dengan proteksi tetanus parsial.b. Pengobatan pasien dengan tetanus.

Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human) untuk profilaksis adalah:–     Orang dewasa :           250 u – 500 u–     Anak di atas 10 tahun :           250 u–     Anak 5 – 10 tahun :           125 u–     Anak di bawah 5 tahun :           75 u

Tetanus immuno-globulin (human) ini bertahan dalam darah selama 1 bulan.  Untuk pengobatan penderita tetanus diberikan dosis 3000 – 6000 unit intra muskuler pada otot gluteus, sebagian diinfitrasikan sekitar luka.Antitoksin serum kuda (ATS) diberikan bila human antitoksin tidak ada, dosisnya untuk profilaksis 1500 – 3000 unit bagi orang dewasa, anak – anak sesuai umur.  ATS bertahan dalam darah 7 – 14 hari.  Untuk pengobatan penderita tetanus dosis ATS adalah 20.000 – 40.000 unit.  Antitoksin untuk profilaksis diberikan secara simultan dengan vaksin tetanus tetapi dengan spuit dan jarum yang berbeda, juga tempat penyuntikan harus berbeda, gunanya agar jaringan terjadi aglutinasi antara keduanya.4. Pemberian antibiotika dan identifikasi catatan medis emergensi

INDIKASI IMUNISASI

DATA VAKSINASI

LUKA BERSIH LUKA KOTOR

Tetanus Toksoid

Tetanus Antitoksin

Tetanus Toksoid

Tetanus Antitoksin

Tidak pernah mendapat vaksinasi atau tidak diketahui Ya Tidak Ya Ya

Satu kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya

Dua kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya

Tiga kali mendapat vaksinasi tetanus Tidak/Ya Tidak Tidak/Ya Tidak/Ya

TATALAKSANA

Tujuan terapi tetanus adalah:

1. Menghentikan produksi toksin

◦ Manajemen luka Luka dibersihkan dari jaringan mati dan kotoran

◦ Antibiotik

20

Page 21: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

IV Metronidazole 500 mg (setiap 6-8 jam) ATAU IV Penicilin G aqueous 2-

4 juta unit (setiap 4-6 jam) ATAU IM Penicilin G Prokain/Benzathin 1,2

juta/hari ATAU IV Doxycycline 100 mg/12 jam ATAU IV Tetracyclin 2

g/24 jam selama 7-10 hari.

Apabila ada infeksi tambahan ganti IV Cefazolin 1-2 gram/8 jam ATAU IV

Cefuroxime 2 g/6 jam ATAU IV Ceftriaxone 1-2 gram/24 jam.

2. Netralisasi toksin bebas

◦ Menggunakan HTIG (human tetanus immunoglobulin) 3000-6000 IU IM

dalam dosis terbagi dengan beberapa dosis diinjeksikan dekat luka.

◦ Imunisasi aktif tetanus: Tetanus tidak memberikan proteksi imunitas jangka

panjang, sehingga tetap diperlukan imunisasi aktif Tetanus Toxoid (Tdap

atau Td) dengan seri lengkap (3 dosis untuk anak >7 thaun dan dewasa)

Dosis I: segera setelah diagnosis

Dosis II: jarak 4-8 minggu dari dosis I

Dosis III: jarak 6-12 bulan dari dosis II

Diinjeksikan pada tempat yang berbeda dari injeksi HTIG.

3. Kontrol spasme otot

◦ Ruang Isolasi kedap cahaya dan suara

◦ Terapi Farmakologi

a. Golongan benzodiazepin: efektif mengendalikan rigiditas, spasme, dan

memberi efek sedasi. Pasien tetanus lebih toleransi terhadap efek sedasi dan

depresi benzodiazepin sehingga perlu mendapatkan dosis lebih tinggi.

First line: IV Diazepam 10-30 mg/1-4 jam (maks 500 mg/hari) ATAU IV

Midazolam bila perlu diazepam dosis tinggi.

Second line: IV Inf Propofol ATAU IV Barbiturat ATAU IV Chlorpromazine

ATAU IV Phenothiazine. Tapi lebih direkomendasikan mengganti ke agen

neuromuscular blocking.

b. Agen Neuromuscular Blocking: bila sedasi saja tidak cukup. Gunakan IV Inf

Vecuronium (short-acting) ATAU IV Pancuronium (long-acting, tapi

menghambat reuptake catecholamine memperburuk instabilitas otonom).

Hanya gunakan bila support ventilasi bisa diberikan.

21

Page 22: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

c. Baclofen: GABA-B receptor agonist. Intrathecal bolus 1000 mcg ATAU IV

Inf 20 mcg/jam.

4. Manajemen gangguan otonom

◦ Magnesium Sulfat: presynaptic neuromuscular blocker, menghambat

pelepasan catecholamine dari saraf simpatis, dan menurunkan sensitivitas

reseptor catecholamine. Dosis loading 40-80 mg/kg selama 30 menit lalu

infus kontinu 2 gram/jam (berat >45 kg atau usia <60 tahun) atau 1,5

gram/jam (berat ≤ 45 kg atau usia ≥60 tahun).

◦ Beta Blocker: IV Labetalol 0,25 – 1,0 mg/min

◦ Morfin: infus kontinu 0,5 – 1.0 mg/kg/jam. Selain mengkontrol gejala

otonom dapat menginduksi sedasi

◦ Obat lain: IV Atropine ATAU IV Clonidine ATAU Epidural Bupicavaine

5. Manajemen Jalan Napas

◦ Karena kebutuhan imobilitas jangka panjang di ICU selama beberapa minggu

kebutuhan ventilasi mekanik

◦ Intubasi hanya diperbolehkan selama beberapa minggu awal

meningkatkan risiko infeksi nosokomial, trauma laring dan trakea, stenosis

trakea

◦ Diperlukan early tracheostomy lebih mudah untuk pembersihan trakea dan

pulmonary toilet

6. Manajemen suportif umum

◦ Nutrisi Kebutuhan energi tetanus amat tinggi karena spasme otot dan

hipersimpatis early nutritional support. Enteral feeding dipertimbangkan

pertama apabila kebutuhan kalori masih bisa dicukupi dengan cara ini. Dapat

dilakukan pemasangan pipa PEG (percutaneus endoscopic gastrotomy) untuk

mengurangi kejadian refluks gastroesofageal

◦ Stress Ulcer dan pendarahan Profilaksis dengan sucralfat atau agen

antisekretori (H2RA atau PPI)

◦ Thromboembolisme Imobilisasi lama predisposisi untuk DVT IV

heparin/UFH ATAU IV LMWH ATAU antikoagulan lainnya

22

Page 23: neurorsaugm.files.wordpress.com  · Web view± 2MSMRS OS tengah mengendarai motor dalam keadaan mengantuk dan terjatuh di sawah. Saat terjatuh bagian telinga kanan OS terkena pohon

◦ Ulcus Decubitus Beri bantalan pada titik-titik tulang keras seperti dibawah

tumit, tulang ekor, bahu, dan siku. Hindari memposisikan kepala lebih dari

30 derajat.

E. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Tetanus grade III

Diagnosis Topis : Neuromuscular

Diagnosis Etiologi : Infeksi bakteri

F. PLANNING

a. Terapi :

- O2 NK 3 lpm

- IVFD Tutofusin 20 tpm

- Inj. PCT 500mg/8j k/p

- Drip diazepam 30mg habis dalam 8 jam inj. Diazepam 10mg bila kejang

(bolus lambat)

- Inj. Metronidazole 500mg/6j

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j

b. Raber THT untuk pasang NGT

c. Raber bedah untuk debridement luka

d. Raber syaraf untuk kejang

23