ksm os, pterigium os, pseudofakia od, dm tipe ii

35
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Periode 4 Mei s/d 6 Juni 2015 RS Family Medical Center (FMC), Sentul Laporan Ujian Katarak Senilis Matur OS, Pterigium Grade II OS, Pseudofakia OD, Diabetes Melitus tipe II Oleh: Gita Puspitasari 112014147 Pembimbing : dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M

Upload: gitapuspitasari

Post on 17-Sep-2015

399 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Case Ujian

TRANSCRIPT

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Periode 4 Mei s/d 6 Juni 2015

RS Family Medical Center (FMC), Sentul

Laporan Ujian Katarak Senilis Matur OS, Pterigium Grade II OS, Pseudofakia OD, Diabetes Melitus tipe II Oleh:

Gita Puspitasari

112014147

Pembimbing :

dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : April 2015SMF ILMU PENYAKIT MATARumah Sakit Family Medical Center-Sentul

Tanda Tangan

Nama

: Gita PuspitasariNIM

: 11-2014-147

.............................

Dr. Pembimbing: dr. Saptoyo Argo Marosidi, Sp.M

.............................STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama

: Ny. AUmur

: 57 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga Alamat

: Gang.kembang Tanggal Pemeriksaan : 27 Mei 2015

II. ANAMNESIS

Auto anamnesis : 27 Mei 2015 Keluhan Utama:

Penglihatan pada mata kiri buram sejak 1,5 tahun sebelum datang ke poli RS FMCKeluhan tambahan: Mata kiri berair dan terkadang merah Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengatakan penglihatan pada mata kirinya buram sejak 1,5 tahun sebelum masuk poli RS FMC. Pasien mengatakan penglihatnnya buram secara perlahan dan semakin lama semakin memburuk. Menurut pasien penglihatan buram dirasakan saat melihat jauh dan dekat . Pasien mengatakan penglihatannya buram seperti tertutup asap. Pasien mengatakan silau jika melihat cahaya. Pasien mengatakan juga buram pada mata kanannya tetapi tidak seberat pada mata kirinya. Keluhan seperti melihat pelangi tidak ada.

Pasien mengatakan matanya terkadang merah, dan berair terutama pada mata kirinya. Keluhan seperti adanya kotoran pada mata disangkal oleh pasien. Pasien juga mengatakan pada mata kirinya terasa seperti ada yang menganjal, sehingga pasien sering mengucek matanya. Pasien mengatakan ketika berjalan tidak pernah tersandung. Keluhan seperti sakit di sekitar mata, sakit kepala, mual dan muntak tidak ada. Keluhan gatal pada mata, penglihatan yang hilang secara mendadak, trauma pada mata di sangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sejak usia 48 tahun, pengobatan untuk diabetes terkontrol hingga sekarang. Pasien mengatakan masih menjalani pengobatan dan terakhir cek satu bulan yang lalu gula darah sewaktu 134 mg/dL. Riwayat seperti hipertensi, alergi, astma, dislipidemia dan asam urat di sangkal oleh pasien. Pasien mengatakan pada mata kanannya 4 bulan yang lalu telah melakukan operasi katarak. Operasi di lakukan di PMI. Pasien mengatakan riwayat sakit pada mata sebelumnya tidak ada, penggunaan kaca mata dan trauma pada mata tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga:

Pasien mengatakan kakak pasien memiliki riwayat katarak, dan pernah di lakukan operasi pada kedua matanya. Riwayat penggunaan kaca mata di keluarga tidak ada. Sakit mata lainnya di keluarga tidak ada. Riwayat penyakit di keluarga seperti hipertensi, asam urat, diabetes melitus, alergi dan astma tidak ada. Riwayat Kebiasaan:

keluar rumah menggunakan kendaran sepeda motor tidak menggunakan helm III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: Tekanan Darah: 130/80 mmHg

Nadi

: 70 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit

Suhu

: 36.7oCB. STATUS OPTHALMOLOGISODPEMERIKSAANOS

0,2 ph 0,25 Visus1/300 ph tidak ada perbaikan

15,6Tonometri schiotz 15,6

OrthoforiaPosisi Bola MataOrthoforia

Tenang PalpebraTenang

Injeksi konjungtiva KonjungtivaInjeksi konjungtiva

Arkus senilis + CorneaArkus senilis +, jaringan fibrovaskular terbata pada limbus

DalamCOADalam

Isokor, ukuran 3 mm, bulat, sentral, refleks cahaya langsung dan tak langsung (+), RAPD (-)PupilSulit di nilai

Berwarna coklat Iris Berwarna coklat

Jernih LensaKeruh

JernihVitreusSulit di nilai

RF (+), Papil bulat, Batas Tegas, CDR 0,4 A/V 2:3 reflek makula (+), eksudat (-), perdarah (-) FundusSulit di nilai

Pergerakan Bola Mata

Baik pada 4 kuadran Konfrontasi TestBuruk pada 4 kuadran

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dilakkukan pemeriksaan slit lamp hasilnya didapatkan

Gambar 1. Arkus senilis OD

Gambar 2. KSM OS + arkus senilis OS

Gambar 3 . pterigium OS

V. RESUME

Seorang wanita berusia 57 tahun datang dengan keluhan pengkihatan mata kirinya buram sejak 1,5 tahun yang lalu. Penglihatan buram secara perlahan yang semakin lama semakin memburuk, penglihatan pada kanan juga bura tetapi tidak seberat mata kiri. Pasien mengatakn mata kananya sudah menjalani operasi katarak 4 tahun yang lalu. Menurut pasien penglihatan buram dirasakan saat melihat jauh dan dekat . Pasien mengatakan penglihatannya kabur seperti tertutup asap. Pasien mengatakan silau jika melihat cahaya.

Pasien mengatakan matanya terkadang merah, dan berair terutama pada mata kirinya. Pasien juga mengatakan pada mata kirinya terasa seperti ada yang menganjal, sehingga pasien sering mengucek matanya. Pasien mengatakan ketika berjalan tidak pernah tersandung. Keluhan seperti sakit di sekitar mata, sakit kepala, mual dan muntak tidak ada. Keluhan gatal, kotoran pada mata, penglihatan yang hilang secara mendadak, trauma pada mata di sangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak usia 48 tahun, pengobatan untuk diabetes terkontrol hingga sekarang. Pasien mengatakan masih menjalani pengobatan dan terakhir cek gula darah sewaktu 134 mg/dL. Riwayat seperti hipertensi, alergi, astma, dislipidemia dan asam urat di sangkal oleh pasien. Riwayat sakit pada mata sebelumnya tidak ada, penggunaan kaca mata dan trauma pada mata tidak ada. Riwayat keluarga menderita katarak di ketahui adalah kakak pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua matanya, riwayat pemakainan kaca mata, hipertensi, diabetes melitus, alergi dan asma tidak ada.

ODPEMERIKSAANOS

0,2 ph 0,25 Visus1/300 ph tidak ada perbaikan

15,6Tonometri schiotz 15,6

Injeksi konjungtiva KonjungtivaInjeksi konjungtiva

Arkus senilis + CorneaArkus senilis +, jaringan fibrovaskular terbata pada limbus

DalamCOADalam

Isokor, ukuran 3 mm, bulat, sentral, refleks cahaya langsung dan tak langsung (+), RAPD (-)PupilSulit di nilai

Jernih LensaKeruh

JernihVitreusSulit di nilai

RF (+), Papil bulat, Batas Tegas, CDR 0,4 A/V 2:3 reflek makula (+), eksudat (-), perdarah (-) FundusSulit di nilai

Pergerakan Bola Mata

Baik pada 4 kuadran Konfrontasi TestBuruk pada 4 kuadran

VI. DIAGNOSIS KERJA1. Katarak senilis matur OS 2. Pterigium grade 1 OS

3. Pseudofakia OD

4. Diabetes melitus tipe II VII. DIAGNOSIS BANDING 1. Katarak diabetika 2. Pseudopterigium OS VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Gula darah sewaktu

2. Gula darah puasa

IX. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

:

Non medikamentosa : 1. Melakukan rujukan ke ilmu penyakit dalam untuk mengkontrol penyakit diabetes melitus

2. Melakukan rujukan kepada spesialis mata dengan fasilitas ruang dan alat operasi yang memadai, untuk di lakukan pengangkatan tindakan operasi katarak.

Edukasi:1. Memberitahu kepada pasien mengenai keadaan kataraknya, dan perlu di lakukan operasi katarak

2. Menggnakan alat pelindung kepala saat helm ketika berkendaraan dengan motor

3. Meberitahu kepada pasien setelah operasi untuk kontrol teratur , dan kotrol gula darah dengan teratur mengkonsumsi obat yang telah di anjurkan. X. PROGNOSIS1. Pseudofakia OD , Katarak Senilis Matur OS

OCCULI DEXTRA (OD)OCCULI SINISTRA (OS)Ad Vitam

:

Bonam

Bonam

Ad Fungsionam:

Dubia ad bonamDubia ad bonam

Ad Sanationam:

Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

2. Pterigium Grade II

OCCULI DEXTRA (OD)OCCULI SINISTRA (OS)Ad Vitam

:

Bonam

Bonam

Ad Fungsionam:

Dubia ad bonamDubia ad bonam

Ad Sanationam:

Dubia ad bonam Dubia ad bonam

3. Diabetes Melitus tipe II

OCCULI DEXTRA (OD)OCCULI SINISTRA (OS)Ad Vitam

:

Bonam

Bonam

Ad Fungsionam:

Bonam

Bonam

Ad Sanationam:

Bonam

Bonam

TINJAUAN PUSTAKAPendahuluan

Mata merupakan organ perifer yang sangat penting bagi manusia, karena kita ketahui mata berperan untuk sistem penglihatan. Mata menerima rangsangan dari luar yang kemudian di tangkap oleh media refraksi sehingga akan di teruskan ke otak melalui lintasan visual. Media refraksi yang seperti sudah di ketahui terdiri dari kornea, COA, lensa, COP, vitreus, dan retina (makula luteal). Salah satu bagian yang penting adalah lensa, dimana jika terjadi suata keadaan patologi pada bagian lensa yang sering terjadi dan penyebab kebutaan pertama adalah katarak.

Lensa adalah sutau struktur bikonveks, avaskular, jernih dan hampir transparan sempurna. Lensa terdiri dari tiga bagian, yaitu nukleus, korteks dan kapsul. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel yang menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Nukleus lensa lebih tebal daripada korteksnya. Semkain bertambahnya usia, laminar epitel subkapsular terus di produksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitasnya. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan akomodasinyua. Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang jauh mauopun yang dekat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat mengalami berbagai gagguan seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan dislokasi.1

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat keduanya. Kataraak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berabagia hal, tetapi biasanya berkaitan dengan proses degeneratif. 1 Tujuan presentasi kasus

Merupakan kasus demonstrasi agar sebagai dokter umum dapat mengenali gejala gejala klinis dari kasus katarak yang merupakan penyebab kebutaan terbanyak. Dengan adanya presentasi kasus katarak ini di harapkan dapat membantu dokter umum dalaam mendiagnosa dan membantu memberikan solusi dengan merujuk pasien kepada spesialis mata dengan peralatan operasi yang memadai. Masalah dalam penanganan corpus alienum

Katarak merupakan penyebab kebutaan pertama, sehingga sebagai dokter umum di harapkan mampu untuk mendiagnosa katarak dan merujuk ke spesialis mata dengan peralatan operasi yang memadai untuk tatalaksana selanjutnya, supaya angka kebutaan karena katarak dapat di turunkan. Definisi Katarak

Katarak merupakaan suatu keadaan abnirmalitas dari lensa, dimana lensa menjadi keruh sehingga penglihatan menjadi buram. Kekeruhan pada lensa diakibatkan hidrasi atau penambahan cairan, denaturasi protein lensa aaupun akibat keduanya. Katarak juga merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Kataraak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berabagia hal, tetapi biasanya berkaitan dengan proses degeneratif.1Etiologi

Penyebab katarak samapi saat ini masih belum diketahui secara pasti, kebanyakan katarak disebabkan oleh proses degeneratif, dappat terjadi proses kongenital, penyakit sstemik seperti diabetes melitus, hipertensi dan hipoparatiroidisme. Penyakit lokal pada mata juga dapat menjadi katarak seperti uveitis, galaukoma, trauma. Bahan toksis dan keracunan obat-obataan seperti kortikosteroid, ergot. Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut, data statistik menunjukan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 55% orang berusia 75-85 tahun daya penglihatan berkurang akibat katarak.2,3Katarak Senilis

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan didunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya.Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan. Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,diduga multifaktorial, diantaranya antara lain.3a) Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetikb) Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.c) Faktor imunologikd) Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.e) Gangguan metabolisme umum (DM, Galaktosemia).Katarak umumnya terjadi karena faktor usia, meskipun etiopatogenesis belum jelas, namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak senilis adalah:3,41) Herediter. Cukup berperan dalam insidensi, onset dan kematangan katarak senilis pada keluarga yang berbeda.

2) Nutrisi. Defisiensi nutrisi seperti protein, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E, vitamin C) dan elemen penting lainnya mengakibatkan katarak senilis lebih cepat timbul dan lebih cepat matur.

3) Dehidrasi. Terjadinya malnutrisi, dehidrasi dan perubahan ion tubuh juga akan mempengaruhi katarak.

Patofisiologi katarak belum sepenuhnya dimengerti, walaupun demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang meyimpang. Katarak senilis adalah katarak yang berkaitan dengan usia, penuruna penglihatan, dengan karakteristik penebalan lensa yang terjadi secara terus-menerus dan progresif. Katarak di bagi berdasarkan maturitasnyaa : 2 Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Gambar 4. Katarak isipien (sumber: sumber: sweetspearls.com) Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak imatur. Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Gambar 5. Katarak imatur (sumber: sumber: sweetspearls.com) Katarak matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

Gambar 6. Katarak matur (sumber: sumber: sweetspearls.com) Katarak hipermatur. Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.

Katarak morgagni . Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.

Gambar 7. Katarak morgagni (sumber: sumber: xianide.blogspot.com)Katarak senile umumnya dibagi menjadi 4 stadium yaitu (a) stadium insipien, (b) stadium imatur, (c) stadium matur, dan (d) stadium hipermatur.2,3Tabel 1. Stadium katarak senilis berdasarkan maturitasnya InsipienImaturMaturHipermatur

KekeruhanRinganSebagianSeluruhMasif

Cairan LensaNormalBertambah (air masuk)NormalBerkurang (air+masa lensa keluar)

IrisNormalTerdorongNormalTremulans

Bilik Mata DepanNormalDangkalNormalDalam

Sudut Bilik MataNormalSempitNormalTerbuka

Shadow TestNegatifPositifNegatifPseudopos

Penyulit-Glaukoma-Uveitis+glaukoma

Pemeriksaan

Pada kasus ini perlu juga di lakukan pemeriksaan fisik pada mata. Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada pasien ini terdapat penurunan visus , katarak sering berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan baik untuk jauh maupun dekat. Ketajaman pennglihatan dekat l;ebih sering menurun dibanding dengan ketajaman penglihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak.

Kemudian di lakukan pemeriksaan segmen anterior pada saat inspeksi perhatikan secara keseluruhan dari palpebra, konjungtiva, kornea, pupil, iris, COA. Kemudian di lakukan juga pemeriksaan gerakan bola mata dan tekanan bola mata. Pemeriksaan ophtalmoskop juga di lakukan untuk melihat apakah ada kelainan pada bagian segmen posterior. Manisfestasi klinis

seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat penurunan visus secara progresif dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, penglihatan silau, miopisasi, diplopian monokuler, dana dan adanya bintik hitam. 5

Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa dan mengganggu kehidupan sosial sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit. Terdapat dua jenis pembedahan pada katarak yaitu Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) atau ekstraksi intrakapsular dan Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi ekstrakapsular yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), phacoemulsifikasi (Phaco Emulsification).5,61. Intra-Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Mengeluarkan lensa secara bersama-sama dengan kapsul lensa. Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang telah mengalami degenerasi. Pengambilan lensa dilakukan secara in toto sebagai satu potongan utuh, dimana nukleus dan korteks diangkat didalam kapsul lensa dengan menyisakan vitreus dan membrana Hyaloidea. Kapsula posterior juga diangkat sehingga IOL tidak dapat diletakkan di bilik mata posterior. IOL dapat diletakkan di bilik mata anterior dengan risiko infeksi kornea. Selain itu tidak ada lagi batasan antara segmen anterior dan posterior yang dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi lainnya seperti vitreus loss, cystoid macular edema, dan endophtalmitis. Teknik ini digunakan dalam kasus tertentu antara lain bila terjadi subluksasio lensa atau dislokasi lensa. 5,62. Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE)

Nukleus dan korteks diangkat dari kapsul dan menyisakan kapsula posterior yang utuh, bagian perifer dari kapsula anterior, dan zonula zein. Teknik ini selain menyediakan lokasi untuk menempatkan intra ocular lens (IOL), juga dapat dilakukan pencegahan prolaps vitreus dan sebagai pembatas antara segmen anteror dan posterior. Sebagai hasilnya, teknik ECCE dapat menurunkan kemungkinan timbulnya komplikasi seperti vitreusloss, edema kornea. 5,63. FakoemulsifikasiFakoemulsifikasi merupakan bentuk EKEK yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Teknik operasi ini tidak berbeda jauh dengan cara ECCE, tetapi nucleus lensa diambil dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (emulsifier). Dibanding ECCE, maka irisan luka operasi lebih kecil sehingga setelah diberi IOL rehabilitasi visus lebih cepat, di samping itu penyulit pascabedah lebih sedikit ditemukan. 5,64. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik. 5,6Pterigium Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini b iasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak bagian c]sentral atau daerah kornea. Pteigium mudah terjadinya peradangan dan bila terjadi iritasi , akan berwarna merah serta dapat mengenai kedua mata. 7Derajat pertumbuhn pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh peertumbuhan pterigiumnya itu sendiri, dan dapat di bagi menjadi : 7 Derajat 1 : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat II : jika pterigium sudah melebihi limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea

Derajat III: jika pterigium sudah melebihi derajat II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal

Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan Etiologi

Hingga saat ini etiologi pasti terjadinya pterigium masik tidak diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium adalalah oaoaran ultraviolet, iritasi kronis akibat debu, udara yang panas, trauma kecil berulang pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu, beberapa kondisi kekeurangan fungsi lakrimal baik secara kuantitas maupun kualitas berpotensi menimbulkan pterigium. Di duga paparan ultraviolet dapat menyebabkan pterigium karena sinar ultraviolet yaang diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Selain itu faktor herediter menjadi salah satu faktor resiko yang menyebabkan pterigium. 7Manisfestasi klinis Pterigium biasanya terjadi pada kedua mata, namun jarang terlihat simetris karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lainnya. Selain secra langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultraviolet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung. Perluasan pterigium dapat samapi ke medial dan lateral limbus sehingga menutupu sumbu penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur. Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapata juga terjadi pada bagian temporal. 7Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pada pasien seperti mata sering berair dan tampak merah, merasa ada benda asing (mengganjal), timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh permukaan pterigium. Pada pterigium derata III, IV dapat terjadi penurunan kejataman penglihatan, dan dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. 7Penatalaksanaan Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat I dan II yang megalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid yang diberikan 3 kali sehari selama 5-7 hari. diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dbenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea. Pada pterigium derajat III dan IV dilakukan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah abulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior untuk menurnkan angka kekambuhan. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan.7Pseudofakia

Pseudofakia adalaha suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi katarak . Lensa ini akan memberikan penglihatan yang lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk seumur hidup. Lensa ini tisak akan menggangu dan tidak perlu perawatan khusus dan tidak akan di tolak oleh tubuh. 8Letak di lensa di dalam bola mata dapat bermacam-macam8 Pada bilik mata depan, yang ditempatkan di depan iris dengan kaki penyokokngnya bersandar pada sudut bilik mata

Pada daerah pupil, dimana bagian ini meliuti lenda pada pupil dengan fiksasi pupil

Pada bilik maa belakang, yang terletak pada kedudukan lensa normal di belakamg iris. Lensa di keluarkan dengan ekstraksi lensa kapsular.

Pada kapsul lensa

Gambar 8. Pseudofakia (sumber: npradesia.blogspot.com)Diabetes melitus tipe II

Diabetes melitus adalah sutau penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Diabtets neilitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan diabetes melitus tipe I. Penyebab DM tipe II adalah karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini di sebut sebagai resistensi insulin. Selain resistensi insulin, pada penderita DM tipe II dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans secara autoimun sebagaimana terjadinya pada penderita DM tipe I. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe II hanya bersifat relatif, dan tidak absolut. Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuri, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Diagnosis DM dapat dipastikan apabila hasilpemeriksaan kadara glukosa darah sewaktu 200 mg/dL dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL. 9Tabel 2. Kriteria diagnostik Gula darah (mg/dL) menurut WHO

Bukan DiabetesPra DiabetesDiabetes

Puasa