· web view2020/10/16 · jaminan kebahagiaan dalam beragama dengan nilai-nilai tauhid disusun...
TRANSCRIPT
JAMINAN KEBAHAGIAAN DALAM BERAGAMA DENGAN
NILAI-NILAI TAUHID
Disusun Oleh :
KELOMPOK 13
Adzkia Menizar Aulia 19321071
Agung Dwi Gumelar 19321089
Ahmat Eka Saputra 19321066
M Rizky Febrianto 19321080
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN DESAIN
UNIVERSITAS INFORMATIKA DAN BISNIS INDONESIA
2019-2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya makalah yang berjudul “JAMINAN KEBAHAGIAAN DALAM
BERAGAMA DENGAN NILAI-NILAI TAUHID”, guna memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari materi pembahasan maupun tutur kata, serta kami sangat
mengharapkan ide, saran, dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan
pada kesempatan mendatang.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu
amal ibadah kami serta dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang
membutuhkan.
Bandung, 17 Oktober 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penulisan…………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 3
2.1 Makna Agama Islam……………………………………………… 3
2.2 Karakteristik Agama Islam……………………………………….. 3
2.2.1 Islam Agama Yang Sempurna……………………………. 3
2.2.2 Islam Sebagai Agama Tauhid (Tauhidullah)……………... 4
2.2.3 Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil’alamin……………… 5
2.2.4 Agama Yang Mengajarkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar….. 6
2.3 Model Beragama Berdasarkan Tauhidullah………………………. 6
2.3.1 Tauhidullah Adalah Tujuan Allah Menciptakan Manusia ... 7
2.3.2 Hak Allah Yang Harus Ditunaikan Setiap Hamba-Nya…... 8
2.3.3 Fondasi Dan Landasan Utama Ajaran Islam……………… 8
2.3.4 Ajaran Paling Utama Diantara Cabang-Cabang Keimanan.. 9
2.3.5 Tauhidullah Dapat Menghapuskan Dosa-Dosa…………… 9
2.3.6 Jaminan Allah Memasukkan Seseorang Ke Dalam Syurga . 10
2.4 Alasan Harus Beragama…………………………………………… 11
2.5 Agama Dapat Membahagiakan Manusia………………………….. 13
2.6 Nilai-nilai Tauhid Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan Beragama.. 14
2.6.1 Kebahagiaan Sesuai Dengan Tauhid……………………… 15
2.6.2 Agama Menjamin Kebahagiaan…………………………... 16
BAB III PENUTUP……………………………………………………….. 18
3.1 Kesimpulan……………………………………………………….. 18
3.2 Saran……………………………………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebahagiaan dalam islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir
dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki islam dan mewujud dalam diri seorang
hamba yang mampu menunjukan sikap tobat (melakukan introspeksi dan
koreksi diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai kebenaran ilahiah,
mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, islam, dan kehidupan,
serta menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam
menjalani kehidupan pribadi, sosial dan profesional. Pada sisi lain,
kebahagiaan itu menjadi tidak lengkap jika tidak berlandaskan nilai-nilai
tauhid..
Hidup bahagia di dunia dan selamat di akhirat merupakan idaman
setiap orang, bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan.
Tidak sedikit manusia yang mengorbankan segala-galanya untuk
meraihnya. Menggantungkan cita-cita menjulang setinggi langit dengan
puncak tujuan tersebut, yaitu bagaimana meraih kebahagiaan hidup. Dan
ini menjadi cita-cita setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir
terhadap Allah.
Apabila kebahagiaan itu terletak pada harta benda yang tertumpuk-
tumpuk, mereka telah mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya.
Nyatanya, itu tak pernah diraih dan membuat pengorbanannya sia-sia.
Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan,
mereka juga telah siap mengorbankan apa saja demi memperoleh apa saja
yang diinginkannya. Tapi tetap saja kebahagiaan itu tidak akan pernah
didapatkannya. Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketenaran nama,
mereka telah berusaha untuk meraihnya dengan apapun juga dan mereka
tidak mendapati apa yang disebut kebahagiaan.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dan karaketristik agama menuju tuhan?
2. Bagaimana model beragama yang benar berdasarkan tauhidullah?
3. Apa Alasan Harus beragama?
4. Apakah agama dapat membahagiakan manusia?
5. Apa saja nilai tauhid sebagai jalan menuju kebahagiaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
a) Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka dapat dituliskan
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep dan karakteristik agama menuju tuhan.
2. Untuk mengetahui model beragama yang benar berdasarkan
tauhidullah.
3. Untuk mengetahui alasan harus beragama.
4. Untuk mengetahui alasan agama dapat membahagiakan manusia.
5. Untuk mengetahui nilai-nilai tauhid sebagai jalan menuju
kebahagiaan.
b) Manfaat Penulisan
1. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai konsep
dan karakteristik agama menuju tuhan.
2. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai model
beragama yang benar berdasarkan tauhidullah.
3. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai alasan
harus beragama.
4. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai alasan
agama dapat membahagiakan manusia.
5. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai nilai-nilai
tauhid sebagai jalan menuju kebahagiaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Agama Islam
Islam merupakan kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan,
ketaatan, kepatuhan (kepada kehendak Allah SWT), berasal dari kata
salama yang artinya patuh/ menerima. Berakar dari huruf sin, lam, mim.
Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela dan tidak
cacat. Dari perkataan salamat tersebut timbul ungkapan
assalammu’alaikum yang mengandung doa dan harapan semoga anda
selamat, damai, dan sejahtera yang telah membudaya dalam masyarakat
Indonesia. Pengertian Islam sendiri dapat dipahami dari surat berikut:
“Hai, orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan-syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-
Baqarah: 208)
Sedangkan menurut Syekh Muhammad Naquib Al-Attas dalam
bukunya yang berjudul “Islam dan Filsafat Sains” menjelaskan definisi
Islam adalah penyerahan diri kepada Tuhan. Dari segi terminologis, Islam
adalah cara hidup. Cara bagaimana manusia perlu mengatur hidup mereka
di atas dunia.
2.2 Karakteristik Agama Islam
2.2.1 Islam Agama Yang Sempurna
Islam dikenal sebagai agama yang sempurna berarti
sempurna dalam mengatur segala bidang termasuk di dalamnya
hablumminallah (hubungan manusia dengan Allah SWT),
hablumminannas (hubungan manusia dengan sesama manusia),
3
dan hablumminalalam (hubungan manusia dengan alam
sekitarnya). Tak luput pula Islam pun turut mengatur segala aspek,
mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar dalam kehidupan
sehari-hari sebagai contoh rukun-rukun serta doa-doa di setiap
melakukan aktivitas seperti saat ingin makan, istinja, thaharah, dsb
yang mana tidak ada agama lain yang mengatur hal tersebut selain
Islam.
2.2.2 Islam Sebagai Agama Tauhid (Tauhidullah)
Sementara itu sejak diturunkan, Islam mendasarkan dirinya
pada pemusatan perhatian kepada Tuhan. Ia didasarkan pada tauhid
(ke-esaan Tuhan). Kata tauhid adalah konsep dalam Islam yang
mempertegas keesaan Allah, atau mengakui bahwa tidak ada
sesuatupun yang setara dengan Dzat, Sifat, dan Asma Allah.
Tauhid dapat dipecah dalam 3 aspek yakni bertauhid dalam
kekuasaan Tuhan (rububiyyah), ibadah (uluhiyyah) dan dalam
nama dan sifat Allah (Asma wa Sifat) berikut penjabarannya :
1. Rububiyyah
Rububiyah memiliki arti mempercayai dan mengakui
bahwa hanya Allah dengan menggunakan nama Rabb satu-
satunya yang memiliki serta memelihara seluruh Alam
Semesta. Hal ini termaktub dalam Al Quran surat Az Zumar
ayat 62: “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia
memelihara segala sesuatu.”
2. Uluhiyyah / Ibadah
Memiliki pengertian bahwa hanya kepada Allah setiap
ibadah dialamatkan, dan hanya Allah semata yang layak
disembah. Hal ini pun tercantum dalam doa iftitah yang biasa
kita baca sehari-hari dalam sholat “inna sholati wa nusuki wa
mahyaya wa mamati lillahi robbil ‘aalamin.. Sesungguhhnya
sholatku, ibadahku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan
4
Semesta Alam..” Jadi, tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya
tauhid uluhiyyah.
3. Asma Was Sifat
Memiliki pengertian bahwa sesuai nama dan sifat
(karakteristik) Allah yang tercantum dalam Asmaul Husna
yang disebutkan baik oleh Al Qur'an maupun diriwayatkan oleh
Rasulullah SAW adalah hanya berhak disandang oleh Allah itu
sendiri dan kita wajib untuk meyakininya. Memiliki pengertian
bahwa sesuai nama dan sifat (karakteristik) Allah yang
tercantum dalam Asmaul Husna yang disebutkan baik oleh Al
Qur'an maupun diriwayatkan oleh Rasulullah SAW adalah
hanya berhak disandang oleh Allah itu sendiri dan kita wajib
untuk meyakininya.
2.2.3 Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil’alamin
Salah satu karakteristik agama Islam yang lain adalah Islam
agama rahmatan lil’alamin. Sebagaimana disebutkan dalam surat
Al-Anbiya ayat 107: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Maknanya
ialah bahwa kehadiran Islam di dunia membawa rahmat,
keberkahan, kedamaian, dan keadilan bagi seluruh manusia di
bumi. Ciri-ciri Islam sebagai rahmatan lil’alamin adalah:
1. Orang Lain Ikut Menikmatinya
Menikmati kebenarannya dan kebaikannya walaupun
mereka nonmuslim dari aspek dan juga dari perilaku
pengikutnya yang santun, simpatik, hormat, dsb.
2. Orang Lain Merasakan Faedahnya
5
Kemajuan yang diraih umat Islam terasa manfaatnya oleh
orang nonmuslim. Misalnya, dunia ilmu pengetahuan kini
memakai angka 0 sampai 9.
3. Orang Lain Terangkat Martabatnya
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kebenaran
turut mengangkat martabat orang-orang yang berada di
sekitarnya. Misalnya dalam kisah Bilal bin Rabbah, budak
hitam yang diperjualbelikan oleh kaum kafir Quraisy kemudian
menjadi orang penting Rasulullah SAW setelah ia masuk
Islam.
4. Siapapun Sangat Membutuhkannya
Islam tidak eksklusif hanya diperuntukkan untuk umat
Islam sendiri tapi seluruh manusia di muka bumi.
5. Tak Satupun Orang Yang Merasa Tidak Terbantu Olehnya
Keagungan Islam yang membawa kebaikan turut
membantu siapa saja. Misalnya pada masa The Golden Age.
Perkembangan IPTEK seperti matematika, fisika, kimia,
kedokteran, astronomi, dll, yang kini lebih maju di Barat
berasal dari kemajuan yang dicapai oleh dunia Islam.
2.2.4 Islam Agama Yang Mengajarkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Karakteristik agama Islam yang terakhir adalah amar ma’ruf
nahi munkar yang memiliki arti menyuruh kepada perbuatan yang
baik dan mencegah dari perbuatan yang buruk. Allah SWT
berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali-Imran: 110)
6
2.3 Model Beragama Berdasarkan Tauhidullah
Kata “tauhid” di dalam bahasa Arab merupakan
bentuk masdar dari kata kerja wahhada-yuwahhidu-tawhidan, yang arti
harfiyahnya: menyatukan, mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu
satu. Dengan demikian, secara bahasa, tauhidullah berarti menyatukan
Allah, mengesakan Allah atau mengakui bahwa Allah itu satu. Sedangkan
secara istilah, tauhidullah bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal
yang merupakan kekhususan bagi Allah, serta tidak menyekutukan-Nya
dengan apapun baik dalam hal rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya,
maupun asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.
Allah SWT berfirman:
أحد ( الله هو مد) (1قل الص يولد) (2الله ولم يلد له) 3لم يكن ولم
أحد ( 4-1: الإخلاص ) –4كفوا
Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa (1). Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (2). Dia tiada beranak dan
tidak pula diperanakkan (3), dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia (4). (Qs. al-Ikhlas: 1-4)
2.3.1 Tauhidullah Adalah Tujuan Allah Menciptakan Manusia Dan
Jin
Dalam ajaran Islam, tauhidullah adalah merupakan esensi
dari keimanan kepada Allah swt. Tauhidullah memiliki kedudukan
dan keutamaan yang sangat kuat bahkan salah satunya merupakan
tujuan Allah menciptakan manusia dan jin.
Allah Ta’ala berfirman,
ليعبدون – إلا والإنس الجن خلقت 56الذاريات : وما
7
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56)
Makna menyembah Allah dalam ayat ini, sebagaimana ditafsirkan
oleh para ulama salaf, adalah mentauhidkan Allah SWT.
2.3.2 Tauhidullah Adalah Hak Allah Yang Harus Ditunaikan Setiap
Hamba-Nya
Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya artinya
mentauhidkan Allah dalam beribadah. Sehingga seseorang tidak
boleh menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam
beribadah kepada-Nya. Dia, wajib membersihkan diri dari syirik
dalam ibadah. Orang yang tidak membersihkan diri dari syirik
maka belumlah dia dikatakan sebagai orang yang beribadah kepada
Allah saja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
. رواه شيئا به يشركوا ولا الله يعبدوا أن العباد على الله حق فإن
مسلم و البخاري
“Sungguh Hak Allah yang harus ditunaikan hamba yaitu mereka
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun…” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.3.3 Tauhidullah Adalah Fondasi Dan Landasan Utama Ajaran
Islam
Menurut Muhammad bin Abdul Wahab, Thogut adalah
sebutan yang mencakup seluruh apa apa yang diibadahi selain
Allah dan ia rela untuk diibadahi, baik berupa al ma’buud (sesuatu
yang diibadahi), atau al matbuu’ (yang diikuti), atau al muthoo’
(yang ditaati) pada hal hal yang tidak termasuk dalam ketaatan
kepada Allah dan Rosul-Nya.
8
Allah Ta’ala berfirman:
واجتنبوا الله اعبدوا أن رسولا ة أم كل في بعثنا ولقد
36النحل : الطاغوت –
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu” (QS An Nahl: 36)
2.3.4 Tauhidullah Adalah Ajaran Yang Paling Utama Diantara
Cabang-Cabang Keimanan
Menurut paparan Hadist Riwayat Muslim iman memiliki
tujuh puluh tujuh dan yang paing utama merupakan landasan
tauhidullah.
Rasulullah SAW bersabda:
« فأفضلها شعبة وستون بضع أو وسبعون بضع الإيمانوالحياء الطريق عن الأذى إماطة وأدناها الله إلا إله لا قول
مسلم ». رواه الإيمان من شعبة
“Iman itu ada tujuh puluh tujuh atau enam puluh tujuh cabang:
yang paling utama adalah perkataan ‘Laa Ilaaha Illallah’, dan
yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang
menyakitkan dari jalan.dan malu adalah salah satu cabang iman”
(HR.Muslim).
2.3.5 Tauhidullah Dapat Menghapuskan Dosa-Dosa
Tauhidullah dapat mendatangkan ampunan Allah dan
menghapuskan dosa-dosa yang telah di perbuat.
Rasulullah saw bersabda dalam sebuah Hadits Qudsi:
9
ثم خطايا الأرض بقراب أتيتنى لو إنك آدم ابن يا الله قال
لقيتنى رواه مغفرة بقرابها لأتيتك شيئا بى تشرك لا
الترمذى
Allah berfirman “Wahai anak adam, jikalau kamu datang
kepadaku dengan membawa dosa seisi bumi, kemudian kamu
menjumpaiku (dalam keadaan) tidak menyekutukan-Ku dengan
sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan
membawa seisi bumi ampunan.” [HR. At-Tirmidzi].
2.3.6 Tauhidullah Dapat Mendatangkan Jaminan Allah Berupa
Memasukkan Seseorang Ke Dalam Syurga
Beribadah dan taat kepada Allah dengan tidak
menyekutukannya dan percaya bahwa Allah adalah tuhan satu-
satunya maka dia akan mendapat jaminan masuk ke dalam Syurga.
Nabi bersabda:
دا محم وأن ، له شريك لا وحده الله إلا إله لا أن شهد من
ألقاها وكلمته ورسوله الله عبد عيسى وأن ، ورسوله عبده
الجنة الله أدخله حق والنار حق والجنة منه وروح مريم إلى . مسلم البخاري رواه العمل من كان ما على
“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada sembahan (yang
hak) kecuali Allah semata tidak ada sekutu baginya, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan bahwa ‘Isa adalah
hamba-Nya, rasul-Nya dan kalimat-Nya yang Allah anugerahkan
kepada Maryam dan ruh dari-Nya (diantara ruh-ruh yang Allah
ciptakan), dan surga itu benar adanya, dan neraka itu benar
adanya niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga, atas
apa yang dia amalkan.” [HR. Bukhary dan Muslim].
Nabi SAW bersabda:
10
« لقيه ومن الجنة دخل شيئا به يشرك لا الله لقى من
مسلم » رواه النار دخل به يشرك
“Barangsiapa yang bertemu Allah (dalam keadaan) tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk
surga, dan barangsiapa yang bertemu Allah (dalam keadaan)
menyekutukan-Nya dengan sesuatu maka dia akan masuk neraka.”
[HR.Muslim].
2.4 Alasan Harus Beragama
Manusia adalah satu spesies makhluk yang unik dan istimewa
dibanding makhluk-makhluk lainnya, termasuk malaikat. Karena, manusia
dicipta dari unsur yang berbeda, yaitu unsur hewani/materi dan unsur
ruhani/immateri. Memang dari unsur hewani manusia tidak lebih dari
binatang, bahkan lebih lemah darinya. Bukankah banyak di antara
binatang yang lebih kuat secara fisik dari manusia ? Bukankah ada
binatang yang memiliki ketajaman mata yang melebihi mata manusia ?
Bukankah ada pula binatang yang penciumannya lebih peka dan lebih
tajam dari penciuman manusia ? Dan sejumlah kelebihan-kelebihan
lainnya yang dimiliki selain manusia. Sehubungan ini Allah Swt
berfirman : "Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah" (QS An-
Nisa, 4 : 28); "Allah telah menciptakan kalian lemah, kemudian menjadi
kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah dan tua." (QS Rum : 54).
Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa.
Karena itu, sangatlah tidak pantas bagi manusia berbangga dengan
penampilan fisiknya, di samping itu penampilan fisik adalah wahbi
sifatnya (semata-mata penberian dari Allah, bukan hasil usahanya).
Kelebihan manusia terletak pada unsur ruhani (mencakup hati dan akal,
keduanya bukan materi). Dengan akalnya, manusia yang lemah secara
fisik dapat menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya.
Karena unsur inilah Allah menciptakan segala yang ada di langit dan di
bumi untuk manusia (lihat surat Luqman ayat 20). Dalam salah satu ayat
Alquran ditegaskan : "Sungguh telah Kami muliakan anak-anak, Kami
11
berikan kekuasaan kepada mereka di darat dan di laut, serta Kami
anugerahi mereka rezeki. Dan sungguh Kami utamakan mereka di atas
kebanyakan makhluk Kami lainnya." (QS Al-Isra, 17 : 70).
Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi
(bilquwwah) yang perlu difaktualkan (bilfi’li) dan ditampakkan. Oleh
karena itu, jika sebagian manusia lebih utama dari sebagian lainnya, maka
hal itu semata-mata karena hasil usahanya sendirinya. Karenanya, dia
berhak bangga atas yang lainnya. Sebagian mereka ada pula yang tidak
berusaha memfaktualkan dan menampakkan potensinya itu, atau
memfaktualkannya hanya untuk memuaskan tuntutan hewaninya, maka
orang itu sama dengan binatang, bahkan lebih hina dari binatang (QS Al-
A’raf, 7 : 170; Al-Furqan : 42). Termasuk ke dalam unsur ruhan adalah
fitrah. Manusia memiliki fitrah yang merupakan modal terbesar manusia
untuk maju dan sempurna. Din adalah bagian dari fitrah manusia.
Dalam kitab Fitrat (edisi bahasa Parsi), Syahid Muthahhari
menyebutkan adanya lima macam fitrah (kecenderungan) dalam diri
manusia yaitu mencari kebenaran (hakikat), condong kepada kebaikan,
condong kepada keindahan, berkarya (berkreasi), dan cinta (isyq) atau
menyembah (beragama). Sedangkan menurut Syeikh Ja’far Subhani,
terdapat empat macam kecenderungan pada manusia, dengan tanpa
memasukkan kecenderungan berkarya seperti pendapat Syahid Muthahhari
(kitab Al-Ilahiyyat, juz 1). Kecenderungan beragama merupakan bagian
dari fitrah manusia. Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk
cenderung beragama , dalam arti manusia mencintai kesempurnaan yang
mutlak dan hakiki serta ingin menyembah Pemilik kesempurnaan tersebut.
Syeik Taqi Mishbah Yazdi, dalam kitab Ma’arif al-Qur’an juz 1 hal. 37,
menyebutkan adanya dua ciri fitrah, baik fitrah beragama maupun lainnya,
yang terdapat pada manusia, yaitu pertama kecenderungan (fitrah) tersebut
diperoleh tanpa usaha atau ada dengan sendirinya, dan kedua fitrah
tersebut ada pada semua manusia walaupun keberadaannya pada setiap
orang berbeda, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Dengan demikian,
manusia tidak harus dipaksa beragama, namun cukup kembali pada dirinya
12
untuk menyebut suara dan panggilan hatinya, bahwa ada Sesuatu yang
menciptakan dirinya dan alam sekitarnya.
Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun
untuk menentukan siapa atua apa yang pantas dicintai dan disembah bukan
merupakan bagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat
menentukannya. Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa manusia harus
beragama, adalah bahwa beragama merupakan fitrah manusia. Allah
Ta’ala berfirman, "Maka hadapkanlah wajahmu kepada din dengan lurus,
sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan." (QS. Rum: 30).
2.5 Agama Dapat Membahagiakan Manusia
Secara teologis,beragama itu adalah fitrah. Jika manusia hidup
sesuai dengan fitrahnya, maka ia akan bahagia. Sebaliknya, jika ia hidup
tidak sesuai dengan fitrahnya, maka ia tidak akan bahagia. Secara
historis, pada sepanjang sejarah hidup manusia, beragama itu merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki.
Banyak buku membicarakan atau mengulas kisah manusia mencari
Tuhan. Umpamanya buku yang ditulis oleh Ibnu Thufail. Buku ini
menguraikan bahwa kebenaran bisa ditemukan manakala ada keserasian
antara akal manusia dan wahyu. Dengan akalnya, manusia mencari
Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan. Namun, penemuannya itu perlu
konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia dapat menemukan yang
hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas segala
nikmat yang diperolehnya terutama nikmat bisa menemukan Tuhan
dengan akalnya itu.
Secara horizontal, manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya
dan lingkungannya baik flora maupun fauna. Secara vertikal manusia
lebih butuh berinteraksi dengan Zat yang menjadi sebab ada dirinya.
Manusia dapat wujud/ tercipta bukan oleh dirinya sendiri, namun oleh
13
yang lain. Yang menjadi sebab wujud manusia tentulah harus Zat Yang
Wujud dengan sendirinya sehingga tidak membutuhkan yang lain. Zat
yang wujud dengan sendirinya disebut wujud hakiki, sedangkan suatu
perkara yang wujudnya tegantung kepada yang lain sebenarnya tidak
ada/ tidak berwujud.
Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud
idhāfī. Wujud idhāfī sangat tergantung kepada wujud hakiki. Itulah
sebabnya, manusia yang sebenarnya adalah wujud idhāfī yang sangat
membutuhkan Zat yang berwujud secara hakiki, itulah Allah. Jadi,
manusia sangat membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan,
mematikan, memuliakan, menghinakan, mengayakan,memiskinkan, dan
Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang Berkuasa atas segala
sesuatu.
2.6 Nilai-nilai Tauhid Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan Beragama
Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir
dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri
seseorang hamba yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan
introspeksi dan koreksi diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai
kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam,
dan kehidupan, serta menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan
keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial, dan profesional. Pada
sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak lengkap jika tidak mewujud dalam
kehidupan konkret dengan jalan membahagiakan orang lain.
Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir
dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri
seseorang hamba yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan
introspeksi dan koreksi diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai
kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam,
dan kehidupan, serta menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan
14
keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial, dan profesional. Pada
sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak lengkap jika tidak mewujud dalam
kehidupan konkret dengan jalan membahagiakan orang lain.
Berikut pendapat dari beberapa ahli mengenai makna kebahagiaan:
a) Al-Alusi : bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa
mencapai keinginan atau cita-cita yang dituju dan diharapkan
b) Ibnul Qayyim al-Jauziyah : kebahagiaan adalah perasaan senang dan
tentram karena hati sehat dan ber!ungsi dengan baik.
c) Al Ghazali: bahagia terbagi menjadi dua antara lain:
1. Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi yang dapat
diperoleh dengan modal iman, ilmu dan amal.
2. Bahagia majusi adalah kebahagiaan duniawi yang dapat
diperoleh baik itu orang yang beriman maupun yang tidak
beriman
2.6.1 Kebahagiaan Sesuai Dengan Tauhid
Tauhid sebagai landasan meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat karena keamanan serta petunjuk di dunia dan akhirat hanya
akan dicapai oleh para ahli tauhid. Allah berfirman, “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS Al An’aam: 82). Berkata Ibnu Katsir pada ayat ini:
“Yaitu mereka yang memurnikan ibadahnya untuk Allah saja dan
tidak berbuat kesyirikan dengan sesuatu apapun, mereka
mendapatkan keamanan pada hari kiamat dan petunjuk di dunia
dan akhirat.” Jadi memang tauhidlah yang akan menghantarkan
kepada kebahagiaan yang hakiki. Karena khilafah di muka bumi
serta kehidupan yang damai, aman, dan sentosa berbangsa dan
benegara hanya akan diraih melalui tauhid. Allah berfirman, “Dan
15
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholih, bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka
bumi.”
Beberapa karakteristik hati yang sehat menuju kebahagiaan sesuai
dengan tauhid diantaranya:
1. Selalu beriman kepada Allah dan menjadikan Al Qur’an
sebagai obat untuk hati.
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat.
3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah.
4. Selalu mengingat Allah.
5. Selalu menyadarkan diri apabila melupakan Allah karena
urusan dunia.
6. Selalu mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan
kebahagiaan ketika menjalankan sholat.
7. Selalu memperhatikan waktu agar tidak terbuang sia-sia.
8. Selalu berorientasi kepada kualitas amal selama hidup.
2.6.2 Agama Menjamin Kebahagiaan
Dalam agama terdapat aturan-aturan yang telah allah
sampaikan melalui ayat-ayat yang terkandung dalam Al Qur’an
dan diperkuat juga oleh as-sunnah yaitu hadis-hadis riwayat.
Aturan itu berupa perintah yang harus dilakukan dan larangan yang
harus dijauhi. Oleh karena itu, dengan mengikuti perintah yang
telah allah tetapkan itulah yang akan menjamin kebahagiaan kita
baik dunia dan keselamatan akhirat.
Dengan mengikuti perintah allah dengan baik dan benar
maka allah akan membalasnya dengan kebahagiaan dunia serta
keselamatan akhirat, dan hal itu telah dijamin oleh allah swt dalam
ayat AL-QURAN.
16
Berikut ayat yang menjelaskan tentang kebahagiaan dunia
dan akhirat: QS.Al-A’raaf [7] : ayat 156 . dan tetapkanlah untuk
kami kebajikan didunia ini dan diakhirat ; sesungguhunya kami
kembali ( bertaubat ) kepada Engkau. Allah berfirman : “ siksa-ku
akan kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-ku
untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman”.
Kebahagiaan dunia adalah kebahagiaan yang bersifat
sementara dan tidak kekal, karena suatu hari nanti akan datang hari
dimana bumi dan seluruh isinya serta alam semesta ini akan hancur
lebur tak tersisa kehidupan lagi didalamnya yaitu hari kiamat.
Sedangkan keselamatan akhirat atau kebahagiaan akhirat adalah
kebahagiaan yang bersifat kekal abadi karena akhirat adalah tempat
kehidupan yang kekal untuk selama-lamanya. Jadi,kebahagiaan
dunia dan keselamatan akhirat itu akan dicapai jika kita patuh dan
taat serta bertakwa kepada allah swt dengan mengikuti apa yang
diperintahkan dan menjauhi larangannya.
17
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Tujuan hidup manusia adalah sejahtera di dunia dan bahagia di
akhirat. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahagia di dunia dan bahagia
di akhirat. Kebahagiaan yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi. Untuk menggapai kebahagiaan termasuk mustahil tanpa landasan
agama. Agama yang dimaksud adalah agama tauhidullah. Kebahagiaan
hakiki itu adalah milik Allah, kita tidak dapat meraihnya kalau tidak
diberikan Allah. Untuk meraih kebahagiaan itu, maka ikutilah cara-cara
yang telah ditetapkan Allah dan agama-Nya. Jalan mencapai kebahagiaan
selain yang telah digariskan Allah adalah kesesatan dan penyimpangan.
Jalan sesat itu tidak dapat mengantar kita ke tujuan akhir yaitu
kebahagiaan. Karena didalamnya ada unsur syirik. Dan syirik adalah
landasan teologis yang sangat keliru dan tidak diampuni. Jika landasannya
salah, maka bangunan yang ada diatasnya juga salah dan tidak mempunyai
kekuatan alias rapuh. Oleh Karena itu, hindarilah kemusyrikan supaya
pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat. Landasan itu akan kokoh dan kuat
kalau berdiri diatas tauhidullah.
18
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya akan lebih fokus dan lebih details lagi dalam
menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih
banyak tentunya. Sehingga kritik dan saran dari para pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI (dalam Al-Qur’an Digital)
Fadloli, Zaini Munir. 2015. Pemahaman Tauhidullah di
http://tuntunanislam.id/pemahaman-tauhidullah/ (Akses 14 Oktober 2019)
Yusuf, Abu Hamzah. 2003. Bulletin al Wala wal Bara Edisi ke-7 Tahun ke-1 di
http://fdawj.atspace.org/awwb/th1/7.htm (Akses 14 Oktober 2019)
Tarbawiyah. 2018. Tauhidullah di https://tarbawiyah.com/2018/02/10/tauhidullah/
(Akses 14 Oktober 2019)
Munawar, Rahmat., Syahidin. 2005. Fungsi Masjid. (Modul). Jakarta:Direktorat
Urusan Agama Islam Kemenag RI. 2005. Sejarah Masjid. (Modul). Jakarta:
Direktorat Urusan Agama
Islam Kemanag RI. Syahidin & Rahmat Munawar. 2005. Koordinasi Lintas
Sektoral Masjid, (Modul). Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam
Kemenag RI.
19