web-bentuk pelayanan prima yang mungkin diminati mayarakat 2

15
BENTUK PELAYANAN PRIMA YANG MUNGKIN MENJADI HARAPAN MASYARAKAT DI SEBUAH RUMAH SAKIT UMUM Oleh Drs. Helmy Ali, MM (Widyaiswara Madya BKPP Aceh) A. Pendahuluan Didalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berhadapan dengan yang namanya “pelayanan” (service). Kita ke SPBU, misalnya, kita tidak pernah mengisi bensin sendiri, bukan ? Jika tidak berarti ada orang lain yang memberikan uluran tangannya untuk kita. Begitu juga kita ke Rumah Sakit, kita tidak pernah menangani sendiri “proses” pemeriksaan kesehatan sampai kita memperoleh obat atau dirawat di ruang rawat inap. Kita pasti mendapat “pelayanan” (service) dari sejumlah orang, mulai dari satpam, petugas parkir, petugas kartu, perawat, dokter, sampai dengan tukang masak, bahkan, pengelola kantin, petugas kebersihan, dan sejumlah petugas lainnya. Jika demikian, kalau kita berubat ke rumah sakit berarti cukup banyak orang (petugas) yang seharusnya mengulurkan tangannya untuk memberikan pelayanan kepada kita (pasien). Jika tidak, maka tingkat pelayanan Rumah Sakit itu sering dikatakan kurang baik bahkan tidak baik (tergantung berapa komponen yang tidak dapat disediakan di sana). Pasti anda yang bertanya, apakah petugas Rumah Sakit tidak pernah jemu memberikan pelayanan kepada pengunjung Rumah Sakit ? Jawabannya tentu tidak, karena kita sebagai manusia selalu berhajat akan “pelayanan”. Pada saat kita ke Rumah Sakit, kita dilayani oleh dokter, perawat, pegawai Rumah Sakit, dan sejumlah orang lain yang terlibat dengan pelayanan di Rumah Sakit. Akan tetapi, besok lusa ban mobil atau ban honda dokter, perawat atau siapa saja yang terlibat dengan Rumah Sakit kempes (bocor), maka mereka pasti memerlukan pelayanan dari tukang tempel ban. Atau mungkin juga mereka memerlukan jasa pelayanan dari

Upload: aiu-tika

Post on 09-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

FILE PELAYANAN PRIMA

TRANSCRIPT

  • BENTUK PELAYANAN PRIMA YANG MUNGKIN

    MENJADI HARAPAN MASYARAKAT DI

    SEBUAH RUMAH SAKIT UMUM

    Oleh

    Drs. Helmy Ali, MM

    (Widyaiswara Madya BKPP Aceh)

    A. Pendahuluan

    Didalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berhadapan dengan yang namanya

    pelayanan (service). Kita ke SPBU, misalnya, kita tidak pernah mengisi bensin sendiri,

    bukan ? Jika tidak berarti ada orang lain yang memberikan uluran tangannya untuk kita.

    Begitu juga kita ke Rumah Sakit, kita tidak pernah menangani sendiri proses

    pemeriksaan kesehatan sampai kita memperoleh obat atau dirawat di ruang rawat inap. Kita

    pasti mendapat pelayanan (service) dari sejumlah orang, mulai dari satpam, petugas

    parkir, petugas kartu, perawat, dokter, sampai dengan tukang masak, bahkan, pengelola

    kantin, petugas kebersihan, dan sejumlah petugas lainnya.

    Jika demikian, kalau kita berubat ke rumah sakit berarti cukup banyak orang

    (petugas) yang seharusnya mengulurkan tangannya untuk memberikan pelayanan kepada

    kita (pasien). Jika tidak, maka tingkat pelayanan Rumah Sakit itu sering dikatakan kurang

    baik bahkan tidak baik (tergantung berapa komponen yang tidak dapat disediakan di sana).

    Pasti anda yang bertanya, apakah petugas Rumah Sakit tidak pernah jemu memberikan

    pelayanan kepada pengunjung Rumah Sakit ?

    Jawabannya tentu tidak, karena kita sebagai manusia selalu berhajat akan

    pelayanan. Pada saat kita ke Rumah Sakit, kita dilayani oleh dokter, perawat, pegawai

    Rumah Sakit, dan sejumlah orang lain yang terlibat dengan pelayanan di Rumah Sakit.

    Akan tetapi, besok lusa ban mobil atau ban honda dokter, perawat atau siapa saja yang

    terlibat dengan Rumah Sakit kempes (bocor), maka mereka pasti memerlukan pelayanan

    dari tukang tempel ban. Atau mungkin juga mereka memerlukan jasa pelayanan dari

  • seorang tukang pangkas, saloon, binatu, dll. mereka akan mencari orang-orang itu untuk

    mendapatkan jasa pelayanannya untuk melayani dokter, perawat atau siapa saja di

    Rumah Sakit yang pernah memberikan pelayanan kepada kita.

    Kalau begitu, kita sebagai manusia kadang-kadang menjadi orang yang memberikan

    pelayanan kepada orang lain, tetapi di lain waktu kita yang menjadi orang yang dilayani

    oleh orang lain. Dengan demikian, secara umum batasan pengertian pelayanan sangat

    elastis, artinya tidak dapat ditarik garis pembatas secara kongkrit kecuali untuk profesi-

    profesi tertentu, seperti: tukang pangkas, tukang bengkel, tukang ojek, tukang becak,

    tukang binatu, dll. Orang-orang itu menyediakan jasa pelayanan kepada kita, tetapi kita

    tidak mungkin memberikan pelayanan seperti itu, karena kita tidak memiliki keterampilan

    seperti itu.

    Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara (Menpan) No. 81

    Tahun 1993, pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah, termasuk Rumah Sakit,

    merupakan bentuk pelayanan pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan kesehatan

    bagi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kepmenpan

    No. 81 Tahun 1993).

    Melihat batasan pengertian di atas, pelayanan yang diberikan oleh petugas Rumah

    Sakit kepada konsumen bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki oleh penerima

    pelayanan (Daviddow dan Uttal, 1989). Menyangkut pelayanan Rumah Sakit, yang

    dimaksudkan dg konsumen adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang

    dilakukan oleh Rumah Sakit dan petugas yang telah ditunjuk sebagai pemberi pelayanan

    itu.

    Pelayanan yang tidak berwujud, dimaksudkan adalah pelayanan itu hanya dapat

    dirasa oleh konsumen. Norman (1991) menggambarkan karakteristik pelayanan sebagai

    berikut: a) Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, karena bukan berbentuk benda dan

    berbeda sifatnya dg barang; b) Pelayanan, kenyataannya terdiri dari tindakan dan berbentuk

    pengaruh yg sifatnya tindakan sosial; c. Produksi dan konsumsi pelayanan tdk dapat

    dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi bersamaan dan di tempat yang sama.

  • Karakteristik tersebut diatas mungkin dapat dijadikan dasar bagaimana memberikan

    pelayanan yang terbaik (prima) di sebuah Rumah Sakit. Pengertian yang lebih luas seperti

    yang dikemukakan Daviddow dan Uttal, bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang

    dilakukan untuk mempertinggi nilai kepuasan konsumen (pelanggan).

    Yun, Yong, and Loh (1998), menyatakan bahwa pelayanan adalah penghubung

    pertama mata rantai aktivitas untuk system Total Quality Manajemen (TQM). Sejalan

    dengan itu, Christopher (1992) menyatakan bahwa pelayanan dapat diartikan sebagai suatu

    system manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinam-

    bungan antara waktu pemesanan dan waktu barang/jasa itu diterima dan digunakan dengan

    tujuan untuk memenuhi kebutuhan/harapan konsumen dalam jangka panjang.

    B. Makna Pelayanan

    Pelayanan dapat bermakna suatu bentuk aktivitas yang menggambarkan perhatian,

    bantuan, dan penghargaan kepada konsumen yang dapat memberikan kepuasan bagi

    mereka. Melalui pelayanan yang baik (prima) akan melahirkan kedekatan antara produsen

    dan konsumen, menimbulkan kesan menyenangkan, sebagai kenangan yg sulit dilupakan.

    Pelayanan yang baik (prima), khususnya menyangkut pelayanan Rumah Sakit, juga

    akan menimbulkan kesan/kenangan yang menyenangkan bagi konsumen (pasien dan

    keluarganya). Selain itu, pelayanan yang baik juga akan menumbuhkan kesan dan citra

    yang baik di hati konsumen, yang selanjutnya dapat menjadi faktor pendorong konsumen

    untuk bekerja sama, berperan aktif dalam kegiatan sosial Rumah Sakit itu, bahkan dapat

    menjadi promotor Rumah Sakit tersebut.

    Sementara pelayanan yang tidak baik akan menimbulkan kesan yang tidak baik

    bahkan menjengkelkan di hati konsumen. Disamping itu akan muncul citra buruk di mata

    konsumen, yang akan mendorong konsumen mengeluarkan bermacam pernyataan yang

    tidak baik, seperti mau mati ? berobat saja di Rumah Sakit X !. Atau beredarnya anekdot

    (yang pernah beredar sekitar 20 tahun yang lalu), ceritanya kira-kira begini: Ketika

    seorang pasien Rumah Sakit X meninggal, malaikat datang dan bertanya padanya: siapa

  • namamu ? sambil membolak-balik buku notesnya. Si Mati menjawab: nama saya Fulan.

    Malaikat membolak balik lagi halaman-halaman buku notesnya untuk mencari nama Fulan.

    Karena tidak dijumpai nama Fulan dalam buku notesnya, Malaikat berkata: Nama kamu

    belum ada dalam daftar yang mati hari ini, dimana kamu berobat ?, di Rumah Sakit X,

    Malaikat jawab si mati. Malaikat berkata: pantas kamu mati sebelum waktunya !

    Semua mengakui bahwa anekdot di atas itu tidak benar, bahkan bisa menjadi dosa

    bagi yang menciptakan cerita seperti itu, tetapi orang-orang mengembangkan anekdot itu

    karena kesal akan pelayanan Rumah Sakit tersebut. Akibat rasa kesal seperti itu mereka

    lupa dausa ! Oleh karena itu sebuah Rumah Sakit perlu menerapkan pelayanan yang baik

    (prima) agar muncul citra baik dimata konsumen (masyarakat).

    Tujuan dari pelayan prima adalah memberikan kepuasan kepada konsumen

    (masyarakat) sesuai dengan keinginan mereka. Untuk mencapai tingkat kepuasan itu,

    diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan konsumen,

    Zeithami at al. (1990).

    Sejalan dengan itu, dimensi yang sangat melekat pada mutu pelayanan adalah sbb.:

    a) Tidak Nyata, yaitu hal-hal yang ada kaitan dengan kondisi ruangan, fasilitas fisik,

    peralatan, tenaga kerja dan cara berkomunikasi dg konsumen yg sesuai standard; b) Daya

    Uji, yaitu menyangkut kemampuan petugas pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat

    seperti dijanjikan (standar); c) Daya Tanggap: yaitu kemauan petugas pelayanan yang

    bersikap membantu konsumen (masyarakat), cepat dan tdk ditunda-tunda; d) Ketrampilan:

    yaitu menyangkut kualitas petugas mengenai keahlian, kecakapan dan pengetahuan yang

    dibutuhkan untuk pelayanan tersebut; e) Keramahan: yaitu menyangkut sikap petugas yang

    ramah-tamah, sopan-santun, menghargai pasien, penuh perhatian kpd pasien, dan

    bersahabat sehingga pasien tdk merasa asing di tmp itu; f. Kredibilitas: yaitu menyangkut

    ketulusan, kepercayaan, kejujuran dlm memberi pelayanan; g. Keamanan: berkenaan

    dengan kondisi tempat itu yang ada jaminan bebas/jauh dari bahaya, resiko atau keragu-

    raguan sehingga pasien memiliki rasa aman berada di tempat itu ; h. Akses: yaitu yang

    berkenaan dengan lokasi tempat itu yang mudah dicapai dan kondisi jalan yang baik

  • sehingga pasien tidak diguncang oleh bebatuan di jalan, tempat itu juga mudah dijangkau

    atau dihubungi dengan telpon; i. Komunikasi: yaitu menyangkut komunikasi antara

    pemberi layanan dan yang dilayani (pasien) dengan bahasa atau gesture (bahasa isyarat) yg

    mudah dipaham; j. Pengertian: yaitu menyangkut dengan adanya upaya petugas pelayanan

    yang ingin mengenal konsumen (masyarakat) dan kebutuhannya.

    Ketika kegiatan pelayanan berlangsung di Rumah Sakit, disana ada pihak yang

    melayani dan dilayani. Wujud dari proses melayani dan yang dilayani itulah yang

    disebut dengan layanan. Layanan boleh berbentuk benda seperti bensin di SPBU. atau

    jasa ketika kita naik bus kota, ojek atau becak. Akan tetapi ada pula yang abstrak seperti

    pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Mengapa abstrak ? karena yang dilayani tdk dapat

    melihat wujud nyata dari pelayanan yang diberikan itu, kecuali merasakan sentuhan-

    sentuhan tangan dokter dan alat medis di tubuhnya.

    Dengan demikian wujud dari pelayanan ada yang disebut tangible berupa barang-

    barang yang nyata dan dapat dilihat seperti photo X-Ray, photo USG, obat-obatan, dll.

    Tetapi, ada juga dalam wujud pelayanan yang bersifat intangible yaitu berupa layanan

    yang tidak dapat dilihat seperti informasi/nasihat yang diberikan oleh dokter.

    Nilai dari kedua jenis pelayanan tersebut (tangible dan intangible) boleh jadi prima

    atau tidak prima karena tergantung pada bungkusan yang membalut pelayanan itu. Khusus

    di Rumah Sakit, mutu pelayanan yang ada sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan

    dengan di masa lalu. Salah satu permasalahannya adalah menyangkut bangunan/ruangan,

    fasilitas, peralatan, dan waktu yang tersedia.

    Memang yg paling sering menuai kritik dari konsumen (masyarakat) adalah

    menyangkut bangunan/ruangan, peralatan, perkakas, pola tingkah laku pemberi layanan yg

    kurang baik, kurang ramah dan kurang perhatian kepada pasien.

    C. Tahapan Pelayanan

    Proses pelayanan di Rumah Sakit bukan saja meliputi kegiatan-kegiatan pada saat

    pasien bertatap muka secara langsung dengan petugas pelayanan (perawat dan dokter).

  • Sebenarnya proses pelayanan prima seharusnya sudah harus dimulai jauh sebelum dan

    sesudah proses tatap muka dg perawat dan dokter terjadi. Petugas Rumah Sakit sebenarnya

    sangat menyadari bahwa pelayanan yg diperlukan di Rumah Sakit tdk akan pernah menjadi

    pelayanan prima jika tidak secara tuntas mencakup semua proses seperti tersebut di atas.

    Pelayanan prima adalah pelayanan paripurna, sebelum petugas bertatap muka dg

    pelanggan mereka harus mempersiapkan banyak hal, seperti menata ruangan, menyiapkan

    bahan dan peralatan, menyiapkan arsip/record pelanggan (pasien), dll. Setelah selesai tatap

    muka dg pelanggan, petugas masih harus berbenah, merekam data pelayanan, menyusun

    laporan, menyimpan arsip, mengganti peralatan, dll. Nah, sungguh berat tugas-tugas yang

    harus dilakukan oleh petugas tersebut (dokter, perawat dan semua petugas Rumah Sakit).

    Dg demikian, berdasarkan tahapan pelayanan, pelayanan di Rumah Sakit dpt dibagi

    3 jenis, yaitu: a) Pelayanan pratransaksi: kegiatan pelayanan sblm melakukan tatap muka

    dengan dokter/perawat; b). Pelayanan saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat tatap

    muka dengan dokter/perawat; c). Pelayanan Pasca Transaksi: kegiatan pelayanan sesudah

    tatap muka dengan dokter/perawat.

    Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan

    citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan. Sebagai contoh seorang warga

    masyarakat yang sedang sakit diantar oleh keluarganya ke Rumah Sakit. Citra keprimaan

    pelayanan Rumah Sakit bukan saja ketika si sakit bertatap muka dengan petugas medis

    (dokter/perawat), melainkan proses pelayanan sudah harus dimulai sejak kenderaan yang

    membawa si sakit memasuki pintu gerbang Rumah Sakit. Satpam dengan wajah penuh

    hormat mengarahkan kenderaan menuju tempat mengantar pasien; di sana disambut oleh

    petugas parkir dan setelah menurunkan pasien, petugas parkir dengan penuh hormat

    mengarahkan mobil itu ke tempat parkir.

    Jadi, proses pelayanan dimulai sejak kenderaan memasuki pintu gerbang, kemudian

    mobil pembawa pasien diarahkan ke tempat parkir, sementara si pasien diarahkan ke UGD,

    melakukan registrasi, kemudian ke ruangan pemeriksaan (rekam medis, dll.), dan setelah

    itu ke ruang rawat inap untuk dirawat atau dizinkan pulang. Semua proses pelayanan itu

  • dilaksanakan secara professional sehingga tidak terkesan diabaikan atau tidak

    dihiraukan.

    D. Prinsip Pelayanan Prima

    Bentuk bentuk pelayanan prima yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang

    berjumlah puluhan/bahkan ratusan orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis

    berbeda satu sama lain. Dari sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung sebagai

    pelayanan prima, karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu:

    a. Mengutamakan Pelanggan (Pasien)

    Pelanggan (pasien/masyarakat), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan yg

    diberikan di Rumah Sakit. Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah ada, dan pelanggan

    memiliki kekuatan untuk menghentikan atau meneruskan pelayanan itu. Mengutamakan

    Pelanggan diartikan sbb.: 1). Prosedur pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan

    kenyamanan pelanggan (pasien), bukan untuk memperlancar pekerjaan petugas Rumah

    Sakit; 2). Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada

    prosedur yang berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external harus

    diutamakan dari pada pelanggan internal; 3). Jika pelayanan memiliki pelanggan tak

    langsung selain langsung, maka dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk

    keduanya. Pelayanan bagi pelayan tak langsung perlu lebih diutamakan.

    b. Sistem yang Efektif

    Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan yg

    memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika

    perpaduan itu cukup baik, pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah

    berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design pengembangan, setiap

    pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat

    mencapai batas maximum.

    Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah

    tatanan yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu

  • melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri, nilai, sikap

    dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses pelayanan sebagai soft

    system harus berjalan efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada

    diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan.

    c. Melayani Dengan Hati Nurani

    Sebaik apapun design dan prosedur sebuah pelayanan, tetap petugas yang harus

    berhadapan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Saat-saat terjadinya transaksi, penilaian

    konsumen terhadap mutu pelayanan yang diberikan petugas juga berlangsung. Pimpinan

    Rumah Sakit benar-benar menyadari bahwa sikap dan perilaku petugas yang baik sering

    menutupi kekurangan sarana-prasarana yang ada.

    Dalam transaksi tatap muka dengan konsumen, yang utama adalah keaslian sikap

    dan perilaku yang sesuai dengan nurani. Perilaku/sikap yang dibuat-buat atau berlebihan

    sangat mudah dikenali oleh konsumen dan dapat memperburuk penilain mereka. Keaslian

    perilaku hanya bisa muncul pada pribadi yang sudah matang, pribadi yang sudah

    menghayati makna kehidupan yang baik dan buruk.

    d. Perbaikan Berkelanjutan

    Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses

    pelayanan petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin baik

    mutu pelayanan yang diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen yang

    semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan meluas.

    e. Memberdayakan Pelanggan

    Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat

    digunakan sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk

    menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.

    Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan

    citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan. Sebagai contoh seorang warga

    masyarakat yang sedang sakit diantar oleh keluarganya ke Rumah Sakit. Citra keprimaan

    pelayanan Rumah Sakit bukan saja saat si sakit bertatap muka dengan petugas medis,

  • melainkan proses pelayanan telah dimulai sejak kenderaan memasuki pintu gerbang RS.

    Satpam mengarah kenderaan menuju tempat mengantar pasien; di sana disambut oleh

    petugas parkir dan setelah menurunkan pasien, mobil diarahkan ke tempat parkir.

    Jadi proses pelayanan dimulai sejak di pintu gerbang, kemudian ke tempat parkir, ke

    UGD, melakukan registrasi, kemudian ke ruangan pemeriksaan (rekam medis, dll.), dan

    setelah itu ke ruang rawat inap atau dizinkan pulang. Semua proses pelayanan itu

    dilaksanakan secara professional sehingga tidak terkesan diabaikan/ tidak dihiraukan.

    f. Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan

    Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan

    pelanggan memang tidak mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan

    pengembangan dengan menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya

    saja pengembangan itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang optimum.

    Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas pengembangan sbb.:

    a) Pelayanan utama: Jenis pelayanan yang memiliki prioritas tertinggi, yaitu yang

    langsung berkaitan dengan upaya pencapaian visi dan misi organisasi. Sebagai contoh

    fungsi ruang inap Rumah Sakit, jenis pelayanan utamanya adalah menyediakan kamar-

    kamar inap untuk pasien rawat inap. b) Pelayanan pendukung: Jenis pelayanan prioritas

    kedua, yaitu yang dibutuhkan ketika sedang memanfaatkan pelayanan utama. Di Rumah

    Sakit pelayanan semacam ini meliputi kantin/cafee, saluran telpon, internet, dll. Peranan

    pelayanan pendukung ini dirasakan sangat penting, karena pelayanan utama tdk dapat

    berfungsi dengan baik tanpa pelayanan pendukung. c) Pelayanan tambahan: jenis

    pelayanan yang memiliki prioritas paling rendah, yaitu yang mungkin dibutuhkan

    pelanggan pada saat mereka sedang memanfaatkan pelayanan utama atau pendukung.

    Pelayanan ini meliputi mushalla, kios surat kabar/majalah, kios buah-buahan, dsb. Tanpa

    adanya pelayanan tambahan, pelayanan utama/pendukung masih dapat berjalan dg baik,

    namun dg adanya pelayanan tambahan akan menjadi nilai tambah bagi kondisi pelayanan

    secara umum.

  • Tantangan yang sangat mendasar dalam mengimplimentasikan pelayanan prima

    berbasis pelanggan di Rumah Sakit adalah karakteristik pelanggan (pasien/masyarakat)

    yang sangat beraneka ragam (memiliki karakteristik yang berbeda-beda), misalnya: 1) ada

    pelanggan yang gemar berdebat. 2) ada pelanggan yang pendiam. 3) ada pelanggan yang

    hobbi berbicara terus, dan 4) ada pelanggan yang sabar. Pelanggan-pelanggan dengan

    karakteristik yang seperti itu memerlukan penanganan secara khusus dengan menggunakan

    pendekatan tertentu dengan system pelayanan yang sesuai dengan keinginan mereka.

    Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gaspersz (1997); keberhasilan

    pengembangan pelayanan prima di Rumah Sakit sangat tergantung pada dua hal pokok,

    yaitu (1) adanya dukungan dari manajemen puncak untuk menerapkan prinsip-prinsip

    kualitas dalam organisasi, dan (2) prinsip-prinsip kualitas itu diakomodasikan kedalam

    system manajemen kualitas. Oleh karena itu, manajemen bertanggung jawab dalam

    menetapkan kebijaksanaan untuk kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan.

    Keberhasilan dalam implimentasi kebijaksanaan ini, menurut Gaspersz sangat

    tergantung pada komitmen manajemen terhadap pengembangan dan perbaikan system

    manajemen kualitas. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kualitas pelayanan

    mulai dari waktu tunggu, waktu proses hingga waktu penyelesaian suaru produk pelayanan

    dalah sbb.:

    1) Akurasi pelayanan, berkaitan dengan realibilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-

    kesalahan; 2) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan terutama bagi

    mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan, seperti: satpam, petugas parkir,

    receptionist, perawat, dokter, dll. 3) Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan

    pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan; 4) Kelengkapan, menyangkut lingkup

    pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung pelayanan; 5) Kemudahan mendapatkan

    pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani,

    banyaknya fasilitas pendukung, dll. 6) Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi

    untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dalam pelayanan, dll. 7)

    Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll. 8)

  • Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang/tempat

    pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir, ketersediaan informasi, petunjuk-

    petunjuk, dll. 9) Atribut pendukung pelayanan, seperti lingkungan, kebersihan, ruang

    tunggu, dll.

    Salah satu tujuan inti yang ingin dicapai dari strategi pelaksanaan pelayanan prima

    adalah mengembalikan citra aparatur pemerintah yang sirna di hati masyarakat melalui

    penyajian pelayanan prima kepada masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan yang terbaik

    adalah pelayanan yang menyediakan nilai tambah bagi pelanggan, dekat dengan pelanggan

    dalam melakukan transaksi, mengenali kemungkinan terjadinya masalah, dan bertindak

    cepat, tepat dan akurat dalam menyelesaikan keluhan pelanggan serta menyediakan cara

    dan wewenang kepada staf di garis depan untuk bertindak dalam memperbaiki kesalahan

    dan mengenali apa yang dihargai oleh pelanggan ketika terjadi masalah (Willington

    Patricia, 1998).

    Merujuk pada pendapat Willington di atas, maka strategi dalam manajemen

    pelayanan pelanggan dapat dilihat pada tiga dimensi utama, yaitu:

    a. Pilih strategi yang meliputi: seleksi strategi, evaluasi strategi, yang kemudian

    menghasilkan pilihan strategi;

    b. Analisis strategi yang meliputi: lingkungan, harapan obyektif, dan wewenang, serta

    sumber daya;

    c. Implimentasi strategi yang meliputi: perencanaan sumber daya, dan struktur organisasi,

    serta manusia dan system.

    Sementara dalam konteks pelayanan pelanggan, Loh, Yong dan Yung (1998)

    berpendapat bahwa ada beberapa masalah strategis yang perlu diketahui, yaitu: a) Seberapa

    penting pelayanan pelanggan ? b) Apa dimensi pelayanan pelanggan ? c) Apa komponen

    pelayanan pelanggan yang diprioritaskan ? d) Bagaimana tingkat pelayanan yg diinginkan

    untuk setiap komponen pelayanan konsumen ? e) Kebijaksanaan apa saja yg diberikan untk

    menangani pelanggan pada tingkat ekstrem? f. Bagaimana mencapai kesesuaian antara

    pandangan pelanggan dengan pelayanan yang diberikan ?

  • Perlu dicatat bahwa, kesan (image) pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan

    dapat dibentuk, melalui: kualitas produk dan layanan yang diberikan, cara memberikan

    pelayanan, dan hubungan antar pribadi yang terbentuk melalui layanan yang prima. Sejalan

    dengan itu, Hopson Barrie and Scally Mike (1991), menawarkan strategi pelayanan sedikit

    lebih baik dari harapan pelanggan, seperti: a) Tentukan bidang usaha utama; b) Kenali

    pelanggan dan pesaing; c). Ciptakan visi, misi yg dapat membawa organisasi ke masa

    depan yang ideal; d.Tentukan saat-saat yang berharga; e). Berikan pelayanan yang terbaik

    kepada semua orang; f). Menciptakan pengalaman pelanggan; g). Mengubah keluhan

    menjadi senyuman; h). Dekat dengan pelanggan; i). Merancang/menerapkan pelayanan

    yang bermuara kpd kepuasan pelanggan; j). Mempersiapkan standar pelayanan; k). Kenali

    dan berikan penghargaan untuk pelayanan yang istimewa; l). Mengembangkan program

    pelayanan sesuai dinamika perubahan.

    Sementara Clark G. & Armistead C.G. (1992) mengajukan 5 (lima) tahap

    pengembangan strategi pelayanan pelanggan, yaitu:

    a. Memahami apa yang diderita pelanggan ketika semua unsur pelayanan menjadi sibuk

    (Apakah pelanggan tdk dapat berhubungan dengan kita ?, apakah pelanggan harus

    menunggu lebih lama ?, Apakah petugas di garis depan kurang menaruh perhatian

    terhadap kebutuhan pelanggan ?, Apakah keluhan pelanggan bertambah ?, dll.)

    b. Mengenali tanda-tanda ketika batas tahap kapasitas telah tercapai ?

    c. Membuat kebijakan untuk membatasi kegiatan bagian layanan, ini meliputi system

    prioritas untuk merespon permintaan.

    d. Mengembangkan system informasi, ini memberikan kesempatan kepada petugas garis

    depan menjelaskan kepada pelanggan tentang apa yang terjadi;

    e. Mendorong pelanggan untuk berani menyampaikan keluhan bila mendapat layanan

    yang kurang memuaskan.

    Pelaksanaan pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat memerlukan

    kesungguhan untuk bergerak ke jalur yang benar, baik oleh pelanggan maupun petugas

    yang melayani. Hal ini dapat ditempuh melalui menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  • 1. Apakah kita telah mempunya pemikiran tentang sifat layanan dan dukungan yang akan

    kita sajikan kepada pelanggan ?

    2. Apakah kita mengetahui siapakah pelanggan kita dan bagaimana nilai mereka bagi

    layanan dan dukungan kita ?

    3. Apakah kita sudah memahami tentang desakan akan kualitas pelayanan kita kepada

    pelanggan ?

    4. Apakah kita mempunyai target yang jelas dalam menyajikan pelayanan yang prima

    kepada pelanggan ?

    5. Apakah kita mengetahui masalah potensial yang menyebabkan kesalahan di dalam

    system layanan kepada pelanggan ?

    6. Apakah kita telah mempunyai indikator untuk mengukur keberhasilan pelayanan yang

    diberikan kepada pelanggan ?

    Jika kita berhasil menjawab dan melaksanakan jawaban atas pertanyaan itu dengan

    baik dan benar, maka kita akan berada pada posisi yang memperoleh keuntungan dari

    strategi pengembangan pelayanan yang disajikan kepada pelanggan. Selain itu, jawaban

    atas pertanyaan itu merupakan kepedulian kita terhadap pelayanan prima aparatur birokrasi

    kepada masyarakat.

    Kesimpulan

    Pelayanan prima hanya akan berhenti sebagai angan-angan saja, jika tidak diterapkan

    secara nyata dalam penyelenggaraan se hari-hari pada setiap jenis pelayanan di lembaga

    masing-masing. Aplikasi pelayanan prima bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan

    tingkat kesungguhan (komitmen), penguasaan dan konsistensi tindakan yang tinggi.

    Komitmen untuk melaksanakan pelayanan prima secara sungguh-sungguh tentu

    sangat pribadi. Hanya diri sendiri yang mengetahui, menilai, mengukur dan

    membangkitkannya dalam aktivitas yang nyata. Akan tetapi, komitmen selain merupakan

    prasyarat untuk keberhasilan pelayanan prima, juga merupakan salah satu hasil utama dari

  • penyelenggaraan pelayanan prima. Setiap kali melaksanakan pelayanan prima, akan

    diperoleh rasa kepuasan sampai pada kadar tertentu.

    Kepuasan itulah yang mendorong seseorang untuk melakukan lebih sungguh-sungguh

    pelayanan seperti itu. Sebenarnya, upaya untuk mewujudkan pelayanan prima memerlukan

    waktu dan perhatian. Hal ini karena organisasi kita dan masyarakat yang dilayani tumbuh

    dan berkembang secara dinamis. Dengan demikian, aplikasi pelayanan prima akan lebih

    tepat jika dianggap sebagai proses pembelajaran organisasi yang tidak berkesudahan.

    Sebuah upaya pencarian yang tiada henti terhadap wujud nyata dari pelayanan prima.

    Dilihat dari proses belajar, aplikasi pelayanan prima merupakan upaya perbaikan

    secara bertahap dan berkelanjutan. Langkah-langkah perbaikan perlu dilakukan dg

    mengikuti siklus pengembangan pelayanan. Jika siklus itu diulang secara teratur dari waktu

    ke waktu, maka akan menghasilkan semacam alur spiral dari perkembangan pelayanan,

    menuju ke bentuk yang paling baik (prima).

    Daftar Kepustakaan

    Anonim, (2000), Perilaku Pelayanan Prima, Diklat Pelayanan Prima, LAN RI, Jakarta.

    Anonim, (2000), Management Kualitas Pelayanan Prima, PT Pinter Konsultama, Jakarta.

    De Vyre, C. (1994), Good Service, Good Business, Practice Hall, Sydney.

    Foster, Timothy R. V. (1999), Customers Care, Kogan Page, New York.

    Gaspersz, Vincent (1997), Edisi Bahasa Indonesia, Manajemen Kualitas dalam Industri

    Jasa, PT Gramedia Indonesia, Jakarta.

    Hardjosoekarto, S. (1994), Beberapa Perspektif Pelayanan Prima, Bisnis & Birokrasi,

    No. 3, Vol. IV, 1994. Jkt

    Hopson, Barrie & Scally Mike (1991) 12 Steps to Success Through Service, Lifeskills

    Inc. Ltd. New York.

  • Morgan, Robecca L. (1996), Calming Upset Customers, Crip. Publication Inc. N., York.

    Macaulay, S & S Cook (1997), How to Improve Your Customer Service, PT. Gramedia,

    Jakarta.

    Sugiarto, Endar (1999), Psychologi Pelayanan dalam Industri Jasa, PT Gramedia, Jakarta.

    Tjiptono, Fandy (1997), Total Quality Service, PT. Andi, Yokyakarta.

    Walker, Dennis (1996), Customers First Eds. Bahasa Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta

    Willington, Patricia (1998), Strategi Kepedulian pada Pelanggan. Batam Centre, Batam.