wasbang i
DESCRIPTION
Wawasan KebangsaanTRANSCRIPT
MEMBENTENGI DAN MELESTARIKAN KEMURNIAN BAHASA
INDONESIA DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ERA GLOBALISASI
Penyusun:
Qori’ Dwi Intansari S. 2214100141
M. Affiyana Al Hilmi 2214100192
M. Sulthon Novera Rega 2214100200
Akhmad Affan Hakim 2714100002
Muhammad Walid A. 2714100107
WAWASAN KEBANGSAAN
KELAS 2
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2015
ABSTRAK
Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa di dunia yang terkena imbas globalisasi. Semakin kayanya jumlah kosakata karena serapan dari bahasa asing dan kemajuan teknologi, dikenalnya bahasa, masyarakat, dan budaya Indonesia kepada warga dunia lainnya, serta gaya bahasa penulisan sastra di Indonesia yang berkembang adalah beberapa contoh dampak positif globalisasi. Sebaliknya, hierarki kebahasaan yang menyebabkan stigmatisasi kebahasaan serta melunturnya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan bahasa yang sadar konteks sekaligus peran bahasa Indonesia sebagai pemersatu dan identitas bangsa Indonesia teridentifikasikan telah memudar. Kondisi ini tentunya harus disiasati dengan sebuah strategi kebahasaan, antara lain dengan penggunaan bahasa asing yang semakin meluas hanya sebatas fungsi komunikasi dan menghindari terbentuknya konstruksi ideologis dengan menunda persetujuan sehingga mampu menghasilkan masyarakat pengguna bahasa yang berkarakter polifonik yang benar dan sesuai.
Kata kunci: pengaruh globalisasi, bahasa Indonesia, strategi kebahasaan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang merupakan bahasa asli kita
sebagai Warga Negara Indonesia, dan sudah menjadi tanggung jawab kita
pulasebagai Warga Negara Indonesia yang baik untuk melestarikannya. Menurut
Sunaryo (2000), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia), IPTEK tidak
dapat tumbuh dan berkembang. Bahasa Indonesia juga bukanhanya sekadar alat
komunikasi, tetapi juga sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia yangmempunyai
lebih dari 746 bahasa daerah dengan 17.508 pulau (Kepala Pusat Bahasa Depdiknas,
2011). Namun, kini kita tengah memasuki abad 21 dimana terjadi perubahan-
perubahan pada kemurnian bahasa Indonesia. Mantan Wamendikbud mengingatkan
bahwasannya ketahanan bahasa Indonesia diuji di era globalisasi ini karena mulai
menurunnya kecintaan dan kebanggaan masyarakat menggunakan bahasa persatuan
di negeri ini.. Dengan zaman yang modern dan canggih inipun perkembangan bahasa
Indonesia populer menjadi sangat pesat.
Namun, seiring berjalannya waktu, pemakaian bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa Indonesia
populer atau yang lebih dikenal dengan bahasa gaul. Umumnya, remaja sekarang
menganggap kalau tidak menggunakan bahasa gaul berarti tidak gaul atau
ketinggalan zaman. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan
pergeseran pemakaian bahasa Indonesia. Imbas dari hal ini adalah bahasa populer pun
makin meraja dikalangan masyarakat terutama para remaja, bahkan tak jarang orang
berpendidikan pun memakai bahasa populer. Hal ini dikarenakan pengaruh
globalisasi dengan tekonologi yang canggih, yang mampu memengaruhi bahasa
populer tersebut menjadi bahasa sehari-hari mereka dalam bermasyarakat.
Era globalisasi memang merupakan tantangan besar bagi seluruh dunia
termasuk bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah
pergaulan antarbangsa yang sangat kompleks. Eksistensi bahasa Indonesia populer
pun menjadi semakin pesat perkembangannya dikarenakan era globalisasi yang
terjadi sekarang ini. Belum pula ditambah sebagian daripada para pemuda Indonesia
lebih menyukai identitas bangsa lain.
Beberapa negara yang sudah menyadari pentingnya hal ini bagi bangsanya
telah membuat sebuah kebijakan publik bersifat preventif dan persuasif yang sudah
diterapkan, contoh dari negara tersebut adalah China, Jepang, Prancis, dan Jerman.
Antisipasi yang dilakukan pun cenderung bersifat defensif membangun benteng-
benteng pertahanan dari segala hal yang berpotensi memudarkan budaya atau
identitasnya sebagai sebuah bangsa.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa rasa cinta dan bangga masyarakat terhadap bahasa Indonesia kian
memudar?
2. Bagaimana langkah-langkah agar masyarakat Indonesia dapat menumbuhkan
kembali rasa cinta dan bangga yang kuat terhadap bahasa Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui faktor-faktor rasa cinta dan bangga masyarakat terhadap bahasa
Indonesia kian memudar.
2. Mengetahui langkah-langkah agar masyarakat Indonesia dapat menumbuhkan
kembali rasa cinta dan bangga yang kuat terhadap bahasa Indonesia.
1.4 MANFAAT
Menyegarkan kembali pada masyarakat khususnya kaum remaja mengenai
pentingnya berbahasa Indonesia.
Masyarakat agar lebih tergerak hatinya akan kebanggaan terhadap bahasa
Indonesia serta kebudayaannya.
Mendorong masyarakat agar melestarikan kemurnian bahasa Indonesia.
1.5 METODE
Metode yang akan kami terapkan pada makalah kami adalah tinjauan pustaka
dan wawancara, baik secara langsung maupun offline.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bahasa Indonesia
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu-Riau,
salah satu bahasa daerah yang berada di kawasan Sumatera. Pengangkatan dan
penamaan bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda pada
“Konggres Pemoeda”, 28 Oktober 1928, “lebih bersifat politis” daripada “bersifat
linguistis”. Jadi, secara linguistis, yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu
sebenarnya ialah bahasa Melayu. Tujuannya adalah ingin mempersatukan para
pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia. Ciri-ciri kebahasaannya sama
dengan bahasa Melayu. Namun, para pemuda menggunakan nama bahasa Indonesia
yang dapat memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme, bukan nama bahasa
Melayu yang berbau kedaerahan (Muslich, 2010: 26). Muslich (2010: 27)
menjelaskan bahwa butir ketiga ikrar “Soempah Pemoeda” berbunyi “Kami poetra-
poetri Indonesia, mendjoenjoeng tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”(Kami
putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia).
Ikrar yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober oleh bangsa Indonesia ini juga
memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu bangsa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (dalam Muslich, 2010: 16)
menjelaskan fungsi bahasa Indonesia, selain sebagai identitas bangsa, antara lain
sebagai (a) lambang kebanggaan nasional, (b) lambang identitas nasional (c)
pemersatu berbagai lapisan masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya
bahasa, dan (d) alat perhubungan komunikasi antarbudaya dan antardaerah.
2.2 Eksistensi Bahasa Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 378) eksistensi adalah
keberadaan. Eksistensi dalam bentuk kata benda berarti hal berada. Berdasarkan
penjelasan tersebut, eksistensi memaksudkan suatu keberadaan atau keadaan. Definisi
makna sebenarnya yang terkandung memang sulit untuk dipahami. Hal ini
disebabkan kata-kata dan bahasa sesungguhnya tidak sempurna, sehingga gagasannya
tidak dapat dinyatakan secara persis. Terlebih lagi, kata eksistensi itu mencakup hal
yang luas. Namun, bukan berarti kata tersebut tidak dapat dijabarkan (Bagoes, 2013).
Kata eksistensi dapat dipahami dengan melihat konteks kalimatnya. Misalnya,
eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam pergaulan pada era
globalisasi berarti keberadaan bahasa tersebut sebagai bahasa nasional di tengah
pergaulan pada era itu. Eksistensi juga mengandung arti adanya satu hal dalam jangka
waktu tertentu. Maksudnya, hal itu masih ada tidak sampai jangka waktu yang
ditentukan. Sebagai contoh, eksistensi bahasa Indonesia masih ada sampai sekarang.
Ini berarti bahasa Indonesia masih ada sampai sekarang.
Eksistensi bahasa Indonesia dapat dilihat dari digunakannya bahasa tersebut
hingga saat ini. Hanin (2012) mengemukakan bahwa pada era globalisasi bahasa
Indonesia telah dipakai oleh 90% dari seluruh penduduk Indonesia. Bahasa ini juga
telah dipakai di hampir semua instansi resmi pemerintahan, pendidikan, perdagangan,
transportasi, media massa, dan lain-lain. Namun, masih ada sebagian kecil penduduk
atau suku belum mengenal bahasa Indonesia. Eksistensi bahasa Indonesia juga
terlihat di negara asing. Muslich (2010: xi) mengatakan bahwa perkembangan bahasa
Indonesia di dalam negeri cukup pesat, begitu pula dengan perkembangannya di luar
negeri. Data terkhir memperlihatkan setidaknya 52 negara asing telah membuka
program bahasa Indonesia (Indonesian Language Studies). Bahkan, perkembangan ini
semakin meningkat setelah terbentuk Badan Asosiasi Kelompok Bahasa Indonesia
Penutur Asing di Bandung tahun 1999.
Eksistensi bahasa Indonesia sangat diperlukan oleh masyarakat. Masyarakat
menggunakan bahasa Indonesia untuk mengadakan sosialisasi kepada orang lain,
terutama yang berasal dari daerah lain. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
digunakan oleh mereka dari Sabang sampai Merauke, di samping bahasa daerah
meskipun ada beberapa masyarakat yang tinggal di daerah terpencil belum bisa
berbahasa Indonesia dengan baik. Eksistensi bahasa Indonesia tengah terancam pada
era globalisasi ini. Masyarakat Indonesia lebih bangga menggunakan bahasa asing
daripada bahasa nasionalnya sendiri. Masyarakat juga sering menggunakan bahasa
alay, bahasa gaul, dan bahasa sejenis yang dapat mengancam eksistensi bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu melestarikan dan menjaga eksistensi bahasa
Indonesia.
2.3 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa nasional tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
lambang kebanggaan nasional. Bahasa ini mencerminkan nilai-nilai sosial budaya
yang mendasari rasa kebangsaaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang menjadi pegangan hidup. Atas
dasar kebanggaaan ini, bahasa Indonesia dipelihara, dilestarikan, dan dikembangkan
oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun
terus dibina dan dijaga oleh masyarakat Indonesia (Muslich, 2010: 35). Sebagai
lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi sama dengan bendera
nasional, Merah Putih dan lagu nasional, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan
fungsi ini, bahasa Indonesia tentu harus memiliki identitasnya sendiri, sehingga serasi
dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya
sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya
sedemikian rupa, sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-
benar tidak diperlukan, misalnya istilah atau kata dalam bahasa Inggris yang sering
diadopsi padahal istilah atau kata tersebut ada padanannya dalam bahasa Indonesia
(Muslich, 2010: 35).
Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia.
Mereka seharusnya menggunakan bahasa Indonesia apabila sudah ada padanannnya
daripada menggunakan istilah atau kata asing. Sebagai contoh, dalam kalimat “dia
sudah tidak care denganku” sebaiknya diganti dengan “dia sudah tidak peduli
denganku.”Bangsa Indonesia sangat perlu untuk menggunakan bahasa nasional
mereka di tengah fenomena negatif yang terjadi di masyarakat, agar eksistensi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional tetap terjaga.
2.4 Dampak Positif Dan Negatif Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
Dalam era globalisasi yang berkembang pesat saat ini tentu saja banyak
berdampak pada bahasa atau alat komunikasi lisan. Terutama bahasa indonesia yang
menjadi bahasa nasional Negara Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang banyak
mengakibatkan Bahasa Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh era globalisasi.
Baik pengaruh secara positif maupun pengaruh negatif.
Dampak positif globalisasi terhadap bahasa indonesia :
a) Bahasa Indonesia mulai dikenal oleh dunia internasional. Terbukti ada
beberapa Universitas di luar negeri yang mempunyai fakultas Sastra
Bahasa Indonesia. Karena menurut mereka negeri kita ini adalah
negeri yang subur dan kaya raya. Yang mempunyai bermacam-macam
budaya, flora-fauna, serta potensi-potensi lainnya.
b) Meningkatnya pengetahuan masyarakat internasional tentang Bahasa
Indonesia.
c) Meningkatnya terjemahan buku-buku kedalam Bahasa Indonesia.
Dampak negatif globalisasi terhadap bahasa indonesia :
a) Masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar atau lebih sering menggunakan bahasa Indonesia populer.
Banyak masyarakat yang lebih bangga dan membangga-banggakan
menggunakan bahasa negeri orang lain. Atau malah mencampur-
campur bahasa indonesia dengan bahasa asing.
b) Berkurangnya minat generasi muda untuk mempelajari Bahasa
Indonesia. Generasi muda cenderung untuk lebih menyukai sesatu
yang modern atau maju. Dengan masuknya budaya-budaya asing dan
bahasanya tentu lebih menarik bagi sebagian besar generasi muda
untuk dipelajari.
c) Bercampurnya Bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa asing. Hal ini
sering terjadi dimasyarakat, baik secara lisan maupun tulisan-tulisan di
sms (sort messsage servis) dan di dunia maya (facebook, tweeter, dll).
d) Memperkaya kosakata Bahasa Indonesia. Terbukti banyaknya kata
serapan yang diserap dari bahasa asing.
2.5 Peran Bahasa Indonesia dalam Pembangunan Nasional
Sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Kenyataan sejarah itu
berarti bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan telah berfungsi secara
efektif sebagai alat komunikasi antarsuku, antardaerah, dan bahkan antarbudaya.
Bahasa Indonesia yang memiliki peran yang sangat menentukan sebagai alat
komunikasi dalam peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pada
hakekatnya pembangunan nasional dirumuskan sebagai pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya dan seutuhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan
pedomannya, dengan tujuan seutuhnya untuk menciptakan masyarakat yang adil dan
makmur dalam berbagai aspek. Pembangunan ini dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dalam jangka panjang hingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Peranan bahasa Indonesia dalam pembangunan Nasional sangat strategis, itu
tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pembangunan nasional yang selama ini
dilaksanakan oleh bangsa kita telah dilaksanakan denga Bahasa Indonesia sebagai
alat komunikasinya. Baik di bidang pendidikan, penyuluhan, pelatihan, dokumen
penting negara, dan surat kenegaraan, semuanya dikemas dalam bahasa Indonesia.
Ringkasnya Bahasa Indonesia telah mampu berfungsi sebagai alat komunikasi
dalam pembangunan bangsa ini, sehingga tidak adanya terjadinya perpecahan hanya
karena Miscomunication karena perbedaan bahasa. Bahasa Indonesia hingga kini
menjadi perisai pemersatu yang belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh
masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah. Hal ini
dapat terjadi, karena bahasa Indonesia dapat menempatkan dirinya sebagai sarana
komunikasi efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada
di Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan dan
kebudayaan, termasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah. Dengan demikian
bahasa Indoensia dan juga bahasa daerah memiliki peran penting di dalam
memajukan pembangunan masyarakat di dalam berbagai aspek kehidupan. Peran
bahasa Indoensia dan bahasa daerah semakin penting di dalam era otonomi daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, akan mendorong dan menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas daerah. Hal ini tercermin dari kewenangan-kewenangan yang telah
diserahkan ke daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan tanggung jawab.
Dengan prinsip tersebut diharapkan dapat mengakselarasi pencapaian tujuan yang
telah direncanakan dalam pembangunan masyarakat.
Era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa.
Bahasa yang semakin global dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah bahasa
Inggris, yang pemakainya lebih dari satu miliar. (Naisbi, 1991)
Di Islandia, yang jumlah penduduknya sekitar 250.000 orang, walaupun
mereka dalam ranah berdekatan dengan Inggris, negara ini masih
mempertahankan kemurnian bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris.
(Naisbi, 1991)
Di Kubekistan yang selama ini peraturan di negara bagian ini mewajibkan
penggunaan bahasa Perancis untuk semua papan nama, sekarang diganti
dengan bahasa sendiri. (Naisbi, 1991)
Demikian juga negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania,
Estonia (yang memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan
nama di negara tersebut yang selama itu menggunakan bahasa Rusia. (Naisbi,
1991)
Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-
olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya
(Tuhusetya, 2007).
Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur, Bupati, dan Walikoa seluruh
Indonesia, Nomor 1021/SJ, tanggal 16 Maret 1995, tentang Penertiban
Penggunaan Bahasa Asing.
Perancangan Disiplin Nasional tanggal 20 Mei 1995 yang salah satu butirnya
adalah penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
BAB III
ANALISIS DATA
Berdasarkan hasil dari rekapan jawaban respondet melalui pengisian
kuesioner yang dibagikan secara online, 6 dari 23 orang menggunakan bahasa
Indonesia, sedangkan yang lain menjawab menggunakan bahasa daerah atau
campuran. Untuk berbicara dengan orang lain, 5 dari 23 orang sering menggunakan
bahasa Indonesia, 15 orang menjawab kadang-kadang, dan sisanya menjawab tidak
pernah atau ketika ada pelajaran bahasa Indonesia saja.
Ketika ditanya tentang seberapa minat untuk belajar bahasa Indonesia yang
baik dan benar, 12 orang menjawab sangat berminat dan sisanya menjawab biasa-
biasa saja. Dan ketika diberi pertanyaan tentang pada saat apa menggunakan bahasa
Indonesia, ada yang menjawab sehari-hari, ada yang menjawab ketika di kelas, dan
ada yang menjawab ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.
Seluruh penjawab menjawab bahwa belajar bahasa Indonesia secara baik dan
benar itu perlu. Alasannya, sebagai orang Indonesia kita harus mempunyai rasa
nasionalisme yaitu dengan cara melestarikan bahsa Indonesia dan bangga terhadap
bahasa Indonesia. Alasan lain yaitu sebagai komunikasi yang efisien dan efektif pada
saat memasuki dunia kerja.
Dalam pembangunan nasional, bahasa Indonesian dibutuhkan untuk menjalin
komunikasi yang baik dan sebagai bahasa pemersatu berbagai macam bahasa daerah
yang ada di Indonesia.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa masih banyak orang yang tidak
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, mereka sangat memahami akan pentingnya belajar bahasa Indonesia
secara baik dan benar. Kebanyakan dari mereka setuju bahwa bahasa Indonesia
mempunyai peranan dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai bahasa pemersatu
seluruh rakyat Indonesia.
Praktik hierarki-hegemoni bahasa yang saat ini terjadi memerlukan suatu
strategi tersendiri agar masyarakat pengguna bahasa asli atau nasional tidak merasa
tertinggal dalam penguasaan bahasa asing dan sekaligus mampu menjaga serta
melestarikan bahasa nasional atau bahasa asli itu sendiri. Kasus hegemoni bahasa
Inggris di Turki, India, dan Mesir serta beberapa negara (yang pernah) terjajah
lainnya kiranya sudah cukup memberikan pelajaran bahwa globalisasi (kolonialisme-
kapitalisme) bisa menjadi suatu ancaman sekaligus peluang bagi perkembangan suatu
bahasa. Usul Spivak untuk memanfaatkan bahasa asing sebatas mekanisme
komunikasi dan bukan konstruksi ideologis yang menghasilkan kekerasan epistemis,
tampaknya dapat diterapkan. Pembelajaran sastra atau budaya suatu masyarakat yang
dipelajari hendaknya menjadi dasar dari terciptanya karakter polifonik (Cavallaro,
2004:236). Karakter polifonik ini nantinya akan menciptakan pribadi-pribadi yang
memiliki kesadaran dan toleransi mengenai keberagaman. Selain menciptakan
karakter polifonik, pembelajaran sastra atau budaya masyarakat hendaknya diimbangi
dengan kesadaran kritis melalui sejumlah interpretasi yang bisa menunda persetujuan
terhadap konstruksi ideologis yang diusulkan oleh penguasa. Strategi penciptaan
karakter polifonik yang tak terjebak kekerasan epistemis dapat di lakukan di tingkat
formal (yang biasanya menjadi semen hegemonik suatu kekuasaan). Keberadaan
bahasa asing untuk dipelajari agar bisa bertahan di era global adalah suatu kebutuhan,
namun pemeliharaan bahasa nasional dan daerah juga tak kalah penting. Hari Bahasa
atau Language Day dan Pojok Bahasa atau Language Corner adalah contoh-contoh
strategi kebahasaan yang dapat diterapkan di tingkat formal. Language Day adalah
penetapan waktu atau hari kapan suatu bahasa itu wajib dipergunakan. Bahasa yang
ditetapkan dalam Language Day sebaiknya meliputi bahasa asing, daerah, dan
nasional atau bahasa Indonesia, dan digunakan secara proporsional. Language Corner
yang lebih bernuansa santai tetap dapat diterapkan di sekolah-sekolah formal,
masyarakat, atau dalam keluarga.
Setepat apapun sebuah strategi, jika tidak didukung dengan kesadaran
berbahasa yang tinggi, tidak akan mampu mencapai situasi kebahasaan yang ideal di
suatu masyarakat. Karena itu, lembaga pemerintah seperti Dinas Pendidikan (Dasar,
Menengah, maupun Tinggi), Pusat Bahasa, dan lembaga lainnya memiliki peran yang
cukup besar untuk mengajak masyarakat Indonesia mencintai dan melestarikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan identitas bangsa Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Globalisasi sudah menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
masyarakat seperti ini. Khususnya pada golongan muda yang sudah menganggap
globalisasi terutama pengaruhnya dalam lingkup bahasa sudah cenderung banyak
mengubah kebiasaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam
pengucapan, penulisan, ataupun susunan kata menurut EYD. Masyarakat sekarang ini
menganggap penggunaan bahasa Indonesia dalam hal-hal yang resmi saja. Sedangkan
dalam keseharian bahasa Indonesia yang sudah terpengaruh globalisasi lah yang
berperan.
4.2 SARAN
Untuk mengatasi segala permasalahan bahasa di lingkungan masyarakat ini,
haruslah memperbaiki beberapa faktor. Faktor pertama adalah ketegasan pemerintah
yang telah dijelaskan dalam landasan teori, bahwasannya pemerintah harus tegas
dalam melindungi keutuhan bahasa. Faktor selanjutnya adalah mengubah pola pikir
masyarakat, bahwa bahasa Indonesia bukanlah untuk bahasa resmi saja, melainkan
harus mengalir dalam keseharian kita. Dan faktor terakhir adalah pentingnya
kolaborasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam menjalankan kedua faktor
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict. 2002. Komunitas-komunitas Terbayang (terj. Omi Intan Naomi).
Yogyakarta: Insist & Pustaka Pelajar.
Cavallaro, Dani. 2004. Critical and Cultural Theory (terj. Laily Rahmawati)
Yogyakarta: Sufi Books.
Huda, Nurul. 2004. “Membongkar Kekerasan Epistemis dalam Hermeneutika
Pascakolonial: Soal Identitas (ed. Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto). Yogyakarta: Kanisius.
Jones, Jason. 2007. “Bahasa dan Kelas Sosial” dalam Bahasa, Kekuasaan, dan
Masyarakat (ed. Linda Thomas dan Shan Wareing, terj.Sunoto dkk). Yogyakarta:
Tuhusetya, Masnur dan Oka, I Gusti Ngurah. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era
Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Naisbi, Sitla. 2007. “Bahasa dan Representasi” dalam Bahasa, Kekuasaan, dan
Masyarakat (ed. Linda Thomas dan Shan Wareing, terj.Sunoto dkk).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sari, Sartika. (2013, 6 Oktober). Bahasa Gaul, Kompleksitas Modernisasi di
Kalangan Muda [Online]. http://www.analisadaily.com/news/52721/bahasa-
gaul-kompleksitas-modernisasi-di-kalangan-muda. [Diakses pada 21 Februari
2015.]
LAMPIRAN
Hasil Survei