warta penelitian perhubungan...majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi...

83

Upload: others

Post on 02-Apr-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020 P-ISSN 0852 - 1824 E-ISSN 2580 - 1082

KEMENTERIAN PERHUBUNGANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110Telepon (021) 34832945 Fax 3483306061

Website httpbitlywarlitperhubEmail wartapenelitianperhubungangmailcom

Akreditasi Sinta 2 (Ristekdikti) No 10EKPT2019

Penanggung Jawab 1 Ir Umiyatun Hayati Triastuti MSc 2 M Yugihartiman ATD MSc (Eng)Dewan Redaksi Redaktur 1 Tonny Agus Setiono SSiT MT 2 Chairunnisa SSos MA

Mitra Bestari (Peer Reviewer) 1 Andyka Kusuma ST MSc PhD (Transportasi Jalan UI)

2 Dr Ir Ganding Sitepu MSc (Transportasi Laut amp SDP UNHAS)

3 Dr Chairul Paotonan ST MT (Transportasi Laut amp SDP UNHAS)

4 Dr Ir Misliah MsTr (Transportasi Laut amp SDP UNHAS)

5 Dr Khairul Ummah ST MT (Transportasi Udara ITB)

6 Ir Toto Indriyanto MSc PhD (Transportasi Udara ITB)

7 Yossyafra ST MEng SC PhD (Transportasi Jalan amp Perkeretaapian

Universitas Andalas)

8 Dr Johny Malisan DESS (Transportasi Laut amp SDP Balitbanghub)

9 Dr Ir Herawati Zetha Rahman MT (Transportasi Jalan amp Perkeretaapian UP)

10 Dr Nahdalina ST MT (Transportasi Udara Universitas Gundarma)

11 Ir Theo Johannes Frans Kalangi MT (Transportasi Laut amp SDP STIP)

12 Javensius Sembiring ST MT (Transportasi Udara ITB)

Editor 1 Tinton Dwi Atmaja ST MT

2 Tazkiyah SH MT

3 Teguh Himawan ST MT

4 Siti Fadilah ST MT

5 Marlia Herwening SE MT

6 Erna Mei Lestari SE MAk

7 Debora Sitorus SAP

Lay Out Editor 1 Edward Dolok Surungan Siahaan SE

2 Beny Ambonive SIP

3 Bayu Nugroho SKom

Sekretariat Miyarni Tety Sulastri ST MAP Gita Juniar AMd Agnes Agustina Annisa SKom Yeni Deswita Sri Chatuti Tri Hastuti Budi Aji Purwoko SSiT Dorkas Pakpahan SE Santi Yuniarti SAP Nuraini Wulandari Dewi Wachyuni

ALAMAT REDAKSISEKRETARIAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGANJalan Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Telepon (021) 34832945 Faksimil (021) 34833060 61Website httpbitlywalitperhubEmail wartapenelitianperhubungangmailcom

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan merupakan majalah ilmiah sebagai wahana untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajian bidang transportasi darat kereta api laut udara dan multimoda Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari Maret-April Mei-Juni Juli-Agustus September-Oktober November-Desember) Mulai tahun 2017 terbit sebanyak 2 kali dalam setahun (edisi Januari-Juni dan Juli-Desember) dan telah terakreditasi Sinta peringkat 2 dari Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi dengan nomor 10EKPT2019 tanggal 4 April 2019

uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan salam sejahtera untuk para pembaca Warta Penelitian Perhubungan kembali menerbitkan tulisan dari peneliti dan akademisi di bidang transportasi Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 bulan Juli - Desember 2020 memuat 7 (tujuh) tulisan dengan mengangkat tema seputar isu strategis usulan pengembangan analisis dan evaluasi sarana serta prasarana transportasi di

Indonesia

Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat di Indonesia BRT menerapkan konsep one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada satu objek saja yaitu shelter BRT mempunyai beberapa kendala yang dihadapi seperti minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT yang terjadi di Solo Oleh sebab itu dibutuhkan peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga layanan yang diberikan sesuai potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan menikt Operasional BRT Purwokero-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana wanita lebih sering mennggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Fauzan Romadlon dkk dalam tulisannya berjudul Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga perspektif penumpang wanitardquo melakukan satu pendekatan melalui aplikasi layanan yang ditinjau dari aspek financing kenyamanan dan traceability

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Ichda Maulidya dalam tulisannya berjudul ldquoKinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawangrdquo menganalisis kinerja pelayanan bus dengan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat untuk mengetahui kinerja pelayanan bus di terminal Sei Ambawang

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Imma Widyawati Agustin dkk dalam tulisannya berjudul ldquoStudi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaanrdquo membuat model peluang kecelakaan monil di Kota Surabaya berdasarkan pada data karakterisasi jalan dan pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil dengan menggunakan metode analisis generalized linear model (GLM)

Selain tulisan yang diulas diatas masih terdapat tulisan lainnya yang menarik untuk dibaca pada edisi ini Akhirnya kami dari Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan pemikirannya dalam bentuk karya ilmiah yang dapat menambah wacana serta isi dari Warta Penelitian Perhubungan ini semoga membawa manfaat bagi kita semua dan dapat mendorong kemajuan Warta Penelitian Perhubungan sebagai wadah informasi bagi masyarakat tentang pengetahuan di bidang transportasi

Salam Redaksi

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Pengantar Redaksi

P

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Terakreditasi Sinta 2 (Ristekdikti) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid TransitPerspective of Female Passengers ___________________________________________________________________ 68-76Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 _ 77-82Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei AmbawangService Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang ____________________________ 83-92 Ichda Maulidya

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area _______________________ 93-102Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar SemarangMultidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City _ 103-112Masmian Mahida

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area ________ 113-124Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin PilotPhases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender ____________________ 125-131Abadi Dwi Saputra

DAFTAR ISI

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGANVolume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria di mana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang

Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = e45 - 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 2: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

Penanggung Jawab 1 Ir Umiyatun Hayati Triastuti MSc 2 M Yugihartiman ATD MSc (Eng)Dewan Redaksi Redaktur 1 Tonny Agus Setiono SSiT MT 2 Chairunnisa SSos MA

Mitra Bestari (Peer Reviewer) 1 Andyka Kusuma ST MSc PhD (Transportasi Jalan UI)

2 Dr Ir Ganding Sitepu MSc (Transportasi Laut amp SDP UNHAS)

3 Dr Chairul Paotonan ST MT (Transportasi Laut amp SDP UNHAS)

4 Dr Ir Misliah MsTr (Transportasi Laut amp SDP UNHAS)

5 Dr Khairul Ummah ST MT (Transportasi Udara ITB)

6 Ir Toto Indriyanto MSc PhD (Transportasi Udara ITB)

7 Yossyafra ST MEng SC PhD (Transportasi Jalan amp Perkeretaapian

Universitas Andalas)

8 Dr Johny Malisan DESS (Transportasi Laut amp SDP Balitbanghub)

9 Dr Ir Herawati Zetha Rahman MT (Transportasi Jalan amp Perkeretaapian UP)

10 Dr Nahdalina ST MT (Transportasi Udara Universitas Gundarma)

11 Ir Theo Johannes Frans Kalangi MT (Transportasi Laut amp SDP STIP)

12 Javensius Sembiring ST MT (Transportasi Udara ITB)

Editor 1 Tinton Dwi Atmaja ST MT

2 Tazkiyah SH MT

3 Teguh Himawan ST MT

4 Siti Fadilah ST MT

5 Marlia Herwening SE MT

6 Erna Mei Lestari SE MAk

7 Debora Sitorus SAP

Lay Out Editor 1 Edward Dolok Surungan Siahaan SE

2 Beny Ambonive SIP

3 Bayu Nugroho SKom

Sekretariat Miyarni Tety Sulastri ST MAP Gita Juniar AMd Agnes Agustina Annisa SKom Yeni Deswita Sri Chatuti Tri Hastuti Budi Aji Purwoko SSiT Dorkas Pakpahan SE Santi Yuniarti SAP Nuraini Wulandari Dewi Wachyuni

ALAMAT REDAKSISEKRETARIAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGANJalan Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Telepon (021) 34832945 Faksimil (021) 34833060 61Website httpbitlywalitperhubEmail wartapenelitianperhubungangmailcom

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan merupakan majalah ilmiah sebagai wahana untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajian bidang transportasi darat kereta api laut udara dan multimoda Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari Maret-April Mei-Juni Juli-Agustus September-Oktober November-Desember) Mulai tahun 2017 terbit sebanyak 2 kali dalam setahun (edisi Januari-Juni dan Juli-Desember) dan telah terakreditasi Sinta peringkat 2 dari Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi dengan nomor 10EKPT2019 tanggal 4 April 2019

uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan salam sejahtera untuk para pembaca Warta Penelitian Perhubungan kembali menerbitkan tulisan dari peneliti dan akademisi di bidang transportasi Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 bulan Juli - Desember 2020 memuat 7 (tujuh) tulisan dengan mengangkat tema seputar isu strategis usulan pengembangan analisis dan evaluasi sarana serta prasarana transportasi di

Indonesia

Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat di Indonesia BRT menerapkan konsep one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada satu objek saja yaitu shelter BRT mempunyai beberapa kendala yang dihadapi seperti minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT yang terjadi di Solo Oleh sebab itu dibutuhkan peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga layanan yang diberikan sesuai potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan menikt Operasional BRT Purwokero-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana wanita lebih sering mennggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Fauzan Romadlon dkk dalam tulisannya berjudul Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga perspektif penumpang wanitardquo melakukan satu pendekatan melalui aplikasi layanan yang ditinjau dari aspek financing kenyamanan dan traceability

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Ichda Maulidya dalam tulisannya berjudul ldquoKinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawangrdquo menganalisis kinerja pelayanan bus dengan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat untuk mengetahui kinerja pelayanan bus di terminal Sei Ambawang

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Imma Widyawati Agustin dkk dalam tulisannya berjudul ldquoStudi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaanrdquo membuat model peluang kecelakaan monil di Kota Surabaya berdasarkan pada data karakterisasi jalan dan pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil dengan menggunakan metode analisis generalized linear model (GLM)

Selain tulisan yang diulas diatas masih terdapat tulisan lainnya yang menarik untuk dibaca pada edisi ini Akhirnya kami dari Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan pemikirannya dalam bentuk karya ilmiah yang dapat menambah wacana serta isi dari Warta Penelitian Perhubungan ini semoga membawa manfaat bagi kita semua dan dapat mendorong kemajuan Warta Penelitian Perhubungan sebagai wadah informasi bagi masyarakat tentang pengetahuan di bidang transportasi

Salam Redaksi

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Pengantar Redaksi

P

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Terakreditasi Sinta 2 (Ristekdikti) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid TransitPerspective of Female Passengers ___________________________________________________________________ 68-76Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 _ 77-82Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei AmbawangService Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang ____________________________ 83-92 Ichda Maulidya

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area _______________________ 93-102Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar SemarangMultidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City _ 103-112Masmian Mahida

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area ________ 113-124Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin PilotPhases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender ____________________ 125-131Abadi Dwi Saputra

DAFTAR ISI

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGANVolume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria di mana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang

Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = e45 - 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 3: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan salam sejahtera untuk para pembaca Warta Penelitian Perhubungan kembali menerbitkan tulisan dari peneliti dan akademisi di bidang transportasi Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 bulan Juli - Desember 2020 memuat 7 (tujuh) tulisan dengan mengangkat tema seputar isu strategis usulan pengembangan analisis dan evaluasi sarana serta prasarana transportasi di

Indonesia

Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat di Indonesia BRT menerapkan konsep one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada satu objek saja yaitu shelter BRT mempunyai beberapa kendala yang dihadapi seperti minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT yang terjadi di Solo Oleh sebab itu dibutuhkan peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga layanan yang diberikan sesuai potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan menikt Operasional BRT Purwokero-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana wanita lebih sering mennggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Fauzan Romadlon dkk dalam tulisannya berjudul Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga perspektif penumpang wanitardquo melakukan satu pendekatan melalui aplikasi layanan yang ditinjau dari aspek financing kenyamanan dan traceability

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Ichda Maulidya dalam tulisannya berjudul ldquoKinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawangrdquo menganalisis kinerja pelayanan bus dengan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat untuk mengetahui kinerja pelayanan bus di terminal Sei Ambawang

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Imma Widyawati Agustin dkk dalam tulisannya berjudul ldquoStudi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaanrdquo membuat model peluang kecelakaan monil di Kota Surabaya berdasarkan pada data karakterisasi jalan dan pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil dengan menggunakan metode analisis generalized linear model (GLM)

Selain tulisan yang diulas diatas masih terdapat tulisan lainnya yang menarik untuk dibaca pada edisi ini Akhirnya kami dari Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan pemikirannya dalam bentuk karya ilmiah yang dapat menambah wacana serta isi dari Warta Penelitian Perhubungan ini semoga membawa manfaat bagi kita semua dan dapat mendorong kemajuan Warta Penelitian Perhubungan sebagai wadah informasi bagi masyarakat tentang pengetahuan di bidang transportasi

Salam Redaksi

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Pengantar Redaksi

P

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Terakreditasi Sinta 2 (Ristekdikti) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid TransitPerspective of Female Passengers ___________________________________________________________________ 68-76Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 _ 77-82Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei AmbawangService Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang ____________________________ 83-92 Ichda Maulidya

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area _______________________ 93-102Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar SemarangMultidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City _ 103-112Masmian Mahida

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area ________ 113-124Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin PilotPhases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender ____________________ 125-131Abadi Dwi Saputra

DAFTAR ISI

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGANVolume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria di mana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang

Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = e45 - 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 4: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Terakreditasi Sinta 2 (Ristekdikti) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid TransitPerspective of Female Passengers ___________________________________________________________________ 68-76Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 _ 77-82Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei AmbawangService Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang ____________________________ 83-92 Ichda Maulidya

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area _______________________ 93-102Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar SemarangMultidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City _ 103-112Masmian Mahida

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area ________ 113-124Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin PilotPhases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender ____________________ 125-131Abadi Dwi Saputra

DAFTAR ISI

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGANVolume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria di mana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang

Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = e45 - 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 5: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria di mana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang

Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = e45 - 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 6: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = e45 - 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 7: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Integrasi Antar Moda dengan Penerapan Transit Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata kunci Integrasi Antar Moda Transit Oriented Develompment

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 3866

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto dan Erika Meinovelia(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 77-82

This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

DDC 3866

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana dan Nuansa Aita Putri(Institut Teknologi Telkom Purwokerto)

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 68-76

The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Kumpulan AbstrakAbstract Collection

Terakreditasi Sinta 2 (RISTEKDIKTI) No 10EKPT2019Tanggal 4 April 2019

WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Lembar abstrak boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya

Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

P-ISSN 0852-1824E-ISSN 2580-1082

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 387736

Ichda Maulidya

(Badan Litbang Perhubungan)

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 83-92

Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the driversrsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passengerrsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passengerrsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future

Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance Customer Satisfaction Index (CSI)

DDC 71178

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana dan Sri Muljaningsih

(Universitas Brawijaya)

Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 93-102

Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = e45 - 0707 Road Width which shows only the width of the road body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313)

Keywords Accident-model car-driver generalized-linear-model surabaya-city

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 38773

Masmian Mahida(Universitas Diponegoro)

Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 102-112

Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

DDC 3866

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli dan Lasma Kezia(Universitas Brawijaya)

Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 113-124

Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

DDC 388322Abadi Dwi Saputra

(Inspektorat Jenderal Kemenhub)

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender

Warlit PerhubVol 32 No 2 Juli - Desember 2020 Hal 125-131

Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilotrsquos condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keywords Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21318 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Kajian Pra-Implementasi Aplikasi Layanan pada Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga Perspektif Penumpang Wanita

Fauzan Romadlon1 Ratna Dwi Lestari2 Firdhayanti Lestiana3 Nuansa Aita Putri4 Fakultas Rekayasa Industri dan Desain Institut Teknologi Telkom Purwokerto1234

Jalan DI Panjaitan No 128 Purwokerto 53147 Indonesia E-mail fauzanittelkom-pwtacid

Diterima 23 Maret 2020 disetujui 9 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Operasional Bus Rapid Transit (BRT) Purwokerto-Purbalingga didominasi oleh wanita Wanita mempunyai karakteristik perjalanan yang berbeda dengan pria dimana mereka lebih sering menggunakan transportasi umum sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan BRT Salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan adalah dengan aplikasi layanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita dalam kaitannya dengan ketiga aspek pelayanan yaitu financing kenyamanan dan traceability Metode yang digunakan adalah survei dan observasi langsung ke penumpang wanita BRT di Purwokerto dan Purbalingga Hasil yang diperoleh adalah pada aspek financing faktor signifikansi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan dan traceability dipengaruhi faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi penumpang wanita BRT Ketiga aspek ini dapat diterapkan dengan sebuah aplikasi layanan yang berfokus pada e-payment BRT location tracking dan bus capacity information demi mendukung keamanan dan kenyamanan penumpang wanita BRT

Kata kunci Aplikasi Layanan Perspektif Penumpang Wanita Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

Abstract

Pre-implementing Study of Service Application on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit Perspective of Female Passengers The operations of Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) are dominated by women Women have different travel characteristics than men where they use public transportation more often so an increase in BRT services is needed One approach that can be implemented is a service application This study was conducted to determine the perspective of female passengers in terms of three aspects of services including financing comfort and traceability The method used was a survey and direct observation of BRT female passengers in Purwokerto and Purbalingga The obtained results in the aspect of the financing were that the significant factor was affected by the type of work of female passengers Meanwhile the comfort and traceability aspects were affected by the ratio of age residence and ownership of private vehicles These three aspects can be applied with a service application that focuses on e-payment BRT location tracking and bus capacity information to support the safety and comfort of BRT female passengers

Keywords Service Application Perspective Female Passengers Bus Rapid Transit Purwokerto-Purbalingga

1 Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya zaman transportasi umum yang dikenal dengan nama Bus Rapid Transit (BRT) mulai berkembang pesat tidak hanya pada kota-kota besar namun sudah sampai ke berbagai daerah BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat nyaman aman dan tepat waktu dari segi infrastruktur kendaraan dan jadwal [1] Selain itu BRT juga menerapkan sistem one stop bus yang berarti bus hanya dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang pada suatu objek saja yaitu shelter (halte) [2] BRT kini hadir dan sedang berkembang di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta Solo Yogyakarta Semarang Purwokerto-Purbalingga dan lainnya Hadirnya BRT merupakan upaya untuk menyediakan transportasi yang dapat menambah pilihan transportasi umum dan menambah tingkat serta kualitas layanan transportasi publik [3]

Pada penerapannya BRT bertujuan untuk menghubungkan titik-titik peluang kerja baru [4] dan aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan [5] Selain itu pengoperasian BRT pada negara berkembang akan meningkatkan pendapatan negara atau wilayah tersebut [6] dengan mempertimbangkan area transit yang mudah dituju (transit catchment area) Transit catchment area ini diukur berdasarkan densitas jaringan moda pola pemberhentian moda urban gravity dan kualitas pelayanan [7] Di sisi lain BRT mempunyai beberapa kendala yang harus siap dihadapi Hambatan tersebut adalah minimnya partisipasi masyarakat atau keengganan masyarakat dalam menggunakan BRT [8] Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Solo dimana BRT atau biasa disebut Batik Solo Trans mengalami kekurangan penumpang atau pengguna dikarenakan kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi [9] Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah peninjauan terhadap persepsi pengguna sehingga dapat dibuat perencanaan yang

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

69

potensial untuk meningkatkan kepuasan penumpang dan meningkatnya jumlah penumpang [10]

Faktanya transportasi umum didominasi oleh penumpang wanita dengan persentase 56 karena wanita lebih sering menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi [11] Sementara itu mobilitas wanita urban yang menggunakan BRT di Purwokerto dan Purbalingga telah mencapai angka 70 lebih [12] Tingginya penumpang wanita yang menggunakan transportasi umum membutuhkan sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama berkendara dengan tujuan kesetaraan gender (gender equality) seperti penggunaan halte yang sesuai standar minimum layanan BRT [13] Ditambah lagi kecenderungan wanita dalam melakukan perjalanan adalah dengan menempuh perjalanan yang pendek mengutamakan transportasi publik dan pada skala harian wanita lebih jarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding pria [14] Selain itu berdasarkan intensitas bepergiannya wanita lebih sedikit melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang lebih lama dikarenakan terbatasnya akses transportasi [15] serta penumpang wanita adalah habitual users (pengguna biasa) yang sering menggunakan BRT dan sering mengandalkan harga tiket yang terjangkau [16]

Di sisi lain tidak sedikit pula wanita yang enggan menggunakan transportasi umum Faktor yang memengaruhi wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kurangnya kenyamanan yang diberikan oleh transportasi umum Banyak transportasi umum yang sudah tidak layak digunakan tetapi masih beroperasi Faktor utama alasan wanita enggan menggunakan transportasi umum adalah kejahatan yang sering terjadi di ranah publik Oleh karena itu dibutuhkan sebuah investasi nyata berupa infrastuktur yang nyaman dan lebih aman dalam mengakses transportasi publik [17] Ditambah lagi adanya isu pelecehan seksual pada wanita dimana 60 kasus terjadi di angkutan umum khususnya pada BRT Hal tersebut terjadi terutama ketika wanita bepergian pada malam hari penerangan bus yang kurang dan sendirian ketika berada di bus [18]

Salah satu investasi infrastrukur tersebut adalah implementasi aplikasi yang terhubung secara real time baik oleh pengguna maupun operator BRT Di tambah lagi ke depan BRT akan terintegrasi dengan konsep future-based service dimana teknologi tersebut mampu memberikan informasi penumpang kontrol pelayanan sistem tiket mengukur performa dan navigasi bus secara real time [19] Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kajian awal penerapan aplikasi layanan yang didalamnya memuat aspek financing kenyamanan dan traceability [20] Aspek financing digunakan untuk mempermudah sistem pembayaran yang dilakukan dengan konsep e-payment kemudian aspek traceability untuk memudahkan dalam positioning BRT serta keamanan

penumpang dan aspek kenyamanan untuk meningkatkan kenyamanan selama berkendara dengan BRT

2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini meliputi metode pengumpulan data pengolahan data dan analisis data

21 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada responden wanita yang pernah dan sedang menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) Metode yang digunakan adalah dengan survei dan observasi lapangan kemudian pengambilan sampel pada 300 penumpang wanita BRT secara proporsional di kedua daerah Data yang diambil berupa data demografis penumpang wanita yang terdiri atas tempat tinggal rasio umur pekerjaan dan kepemilikan kendaraan pribadi Selain itu data yang dikumpulkan adalah anggapan atau perspektif penumpang wanita terkait pelayanan BRT meliputi faktor financing kenyamanan dan traceability Adapun cakupan pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 [20]

Berdasarkan Tabel 1 aspek financing meliputi P1 dan P2 dimana penekanan hanya kepada pembayaran manual atau dengan e-payment (elektronik) Faktanya pembayaran manual di dalam BRT masih diterapkan sedangkan pembayaran dengan e-payment belum diterapkan atau diakomodir Berdasarkan pertanyaan tersebut anggapan konsumen terutama penumpang wanita diperlukan apakah BRT harus menambah model layanan pembayarannya Selanjutnya aspek kenyamanan tercakup pada kode P3 hingga P7 Pada P3 penumpang diminta untuk menilai apakah kualitas pendingin udara pada BRT sudah layak Selanjutnya diukur anggapan penumpang apakah tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman (P4) penggunaan kursi prioritas berlaku dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan (P5) pemisahan penumpang wanita dengan penumpang pria terutama untuk mengurangi resiko kejahatan baik pelecehan maupun kejahatan yang lain (P6) dan mengukur tingkat kenyamanan ketika BRT melaju apakah kecepatan yang telah ditentukan dipatuhi oleh pengemudi BRT (P7) Lebih lanjut lagi pada aspek ketiga adalah traceability atau pelacakan Hal ini diwujudkan untuk meningkatkan keamanan pengguna baik sebelum mengakses BRT dan setelah turun dari BRT Keamanan pengguna juga berpengaruh pada tingkat penggunaan moda yang berkelanjutan Aspek ini diakomodir kode P8 hingga P14 Pada P8 masyarakat diminta untuk menyatakan apakah aman dan nyaman ketika menunggu BRT di halte Selanjutnya keamanan juga diukur setelah penumpang turun dari BRT (P9) jam operasional BRT telah mengakomodir pengguna terutama wanita

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

70

(P10) penumpang rela menunggu bus selanjutnya bila BRT yang ditunggu telah penuh (P11) BRT memfasilitasi titik awal perjalanan wanita pengguna BRT (P12) mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita (P13) dan operator BRT sebagai penyedia jasa meluncurkan aplikasi dengan basis GPS (Global Positioning System) untuk memonitor keberadaan bus sehingga penumpang mampu berestimasi ketika menuju halte terdekat (P14)

22 Pengolahan Data

Data diolah secara kuantitatif Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk mengukur perspektif penumpang wanita terhadap layanan pengoperasian BRT Perspektif ini diukur menggunakan skala Likert Skala Likert yang digunakan yaitu dengan rentang satu hingga lima dimana satu berarti sangat tidak setuju hingga angka lima adalah sangat setuju Semua data yang digunakan adalah data primer atau data yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan wawancara langsung kepada penumpang wanita BRT

23 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis statistika deskriptif dan statistika non-parametrik Statistika deskriptif yang digunakan untuk menyajikan metode analisis data pada penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) Metode ANOVA digunakan untuk menganalisis tingkat signifikan antara pertanyaan yang ada mengenai ketiga aspek yang bersangkutan yaitu aspek financing kenyamanan dan traceability dengan demografis pengguna BRT (alfa 5) Software yang digunakan untuk menganalisis data adalah Minitab 16

Adapun hipotesis untuk aspek financing terdapat pada persamaan 1 dan 2

H 0 microa0 = microa1 (1) H1 microa0 ne microa1 (2)

Aspek kenyamanan terdapat pada persamaan 3 dan 4

H0 microb0 = microb1 (3) H1 microb0 ne microb1 (4)

Aspek traceability terdapat pada persamaan 5 dan 6

H0 microc0 = microc1 (5) H1 microc0 ne microc1 (6)

Jika p-value lt α maka H0 ditolak artinya terdapat signifikansi antara demografis dengan perspektif dari ketiga aspek

3 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini meliputi demografis penumpang wanita BRT hasil uji ANOVA harapan penumpang wanita pada penerapan aplikasi layanan BRT dan implikasi serta rekomendasi pada implementasi aplikasi layanan

31 Demografis Penumpang Wanita BRT

BRT Purwokerto-Purbalingga merupakan moda transportasi baru di bawah Kementrian Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Moda transportasi ini mempunyai persamaan manajemen dengan BRT di Semarang yaitu di bawah bendera Trans Jateng BRT ini mempunyai rute terminal Bulupitu Purwokerto hingga terminal Bukateja Purbalingga dimana rute BRT ini melewati pusat keramaian di kedua kota tersebut Peta dan rute perjalanan BRT Purwokerto-Purbalingga dapat dilihat pada Gambar 1[21] Selain

Tabel 1 Daftar Pertanyaan yang Diajukan pada Penumpang Wanita BRT

Aspek Kode Deskripsi

Financing P1 Pembayaran dalam bentuk manual atau konvensional

P2 Pembayaran dalam bentuk e-payment

Kenyamanan P3 Pendingin udara telah memberikan kenyamanan penumpang

P4 Tempat duduk yang telah disediakan sudah nyaman

P5 Penggunaan kursi prioritas telah diterapkan secara efektif

P6 Pemisahan penumpang wanita dan pria telah mampu mengurangi resiko kejahatan

P7 Kenyamanan ketika BRT melaju

P8 Keyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang

P9 Keyamanan dan keamanan ketika setelah turun dari BRT

Traceability P10 Jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan perjalanan penumpang wanita

P11 Penumpang wanita rela menunggu BRT selanjutnya bila kapasitas penuh

P12 BRT mengakomodir titik awal perjalanan penumpang wanita

P13 BRT mengakomodir tujuan perjalanan penumpang wanita

P14 BRT meluncurkan fitur GPS untuk memonitor keberadaan BRT

Sumber Hasil Olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

71

itu BRT ini dipersiapkan sebagai moda transportasi publik utama akses bandara Jenderal Soedirman di Bukateja Purbalingga

Sebagai faktor utama dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data pada wanita pengguna BRT untuk melihat keterkaitan antara demografis dengan layanan BRT Demografis penumpang wanita BRT ditunjukkan pada Tabel 2 Berdasarkan hasil kuesioner pada Tabel 2 hasil yang diperoleh pada kategori tempat tinggal yaitu sebagian besar responden bertempat tinggal di Purbalingga dengan persentase 60 Kategori usia diperoleh hasil bahwa umur dengan rentang 15 hingga 25 tahun memiliki responden paling banyak yaitu dengan persentase 48 dan rentang umur paling rendah yaitu kurang dari 15 tahun dengan persentase 133 Pada kriteria pekerjaan hasil yang diperoleh yaitu responden paling banyak berprofesi sebagai pelajar atau mahasiswa dengan persentase 44 sisanya sebagai karyawan ibu rumah tangga dan pegawai negeri sipil Terakhir adalah kategori jenis kendaraan yang sering digunakan responden untuk bepergian sehari-hari dan diperoleh bahwa responden mendominasi penggunaan BRT dengan persentase 5633 diikuti dengan menggunakan kendaraan pribadi sebanyak 3567 dan responden paling sedikit terdapat pada respons kendaraan lainnya seperti menggunakan ojek online ojek konvensional maupun becak dengan persentase 8

Selain itu dilakukan juga pemetaan kecamatan pada dua daerah yaitu Purwokerto dan Purbalingga dengan tujuan untuk mengetahui spesifikasi tempat tinggal dari 300 responden yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Berdasarkan Gambar 2 persentase terbesar didominasi oleh pengguna BRT di kabupaten Purbalingga yang berasal dari Kecamatan Kalimanah dengan persentase 2778 dan Kecamatan Bukateja yang persentasenya sebesar 2667 Kedua

kecamatan ini merupakan kecamatan terdekat dimana terdapat halte BRT Pada Kecamatan Kalimanah halte terdekat dan teramai adalah di Terminal Purbalingga sedangkan di Kecamatan Bukateja merupakan terminal atau titik akhir perjalanan BRT

Gambar 3 menunjukkan sebaran penumpang di wilayah Purwokerto Berdasarkan persentase diperoleh bahwa persentase terbesar merupakan

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 2 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purbalingga

Sumber Hasil Olahan 2019 Gambar 3 Persebaran Penumpang Wanita BRT Domisili Purwokerto

Sumber [21] Gambar 1 Peta Rute BRT Purwokerto-Purbalingga

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

72

penumpang wanita dari Kecamatan Sokaraja sebesar 5750 dan Kecamatan Purwokerto Selatan sebesar 2833 Kecamatan Sokaraja merupakan sentra oleh-oleh serta jalur pertemuan kendaraan dari arah Purbalingga Yogyakarta dan Purwokerto Selain itu di daerah ini juga terdapat banyak sekolah dimana banyak siswanya menggunakan BRT sebagai transportasi andalan Selain itu di Kecamatan Purwokerto Selatan banyak penumpang wanita menggunakan BRT dikarenakan akses yang mudah ke halte BRT Halte BRT terpadat di Teminal Bulupitu yaitu terminal utama di Purwokerto untuk angkutan bus antarkota dan antarprovinsi

32 Hasil Uji ANOVA Data yang telah terkumpul kemudian diuji

ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat signifikansi antara faktor-faktor demografis dengan perspektif pengguna yang meliputi financing kenyamanan dan traceability Adapun hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 3

Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan respons P1 P2 dan P10 menunjukkan nilai p-value kurang dari 005 pada faktor pekerjaan Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada perspektif terhadap pembayaran konvensional (P1) pembayaran dalam bentuk e-payment (P2) dan jam operasional BRT telah mengakomodir kebutuhan penumpang wanita BRT (P10) yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan penumpang wanita BRT Selanjutnya respons P3 P6 P10 P11 dan P12 memiliki nilai p-value di bawah 005 pada faktor rasio umur Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor rasio umur mempengaruhi perbedaan perspektif penumpang wanita yang menggunakan BRT pada kualitas pendingin udara (P3) pemisahan tempat

duduk antara penumpang wanita dan penumpang pria (P6) jam operasional telah mengakomodasi kebutuhan penumpang wanita (P10) menunggu BRT selanjutnya bila penuh (P11) dan BRT telah memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang (P12)

Lebih lanjut lagi respons P5 P8 P9 dan P12 menunjukkan nilai p-value di bawah 005 pada faktor tempat tinggal atau domisili penumpang Hasil ini menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal memengaruhi perbedaan perspektif pada respons terhadap efektifitas kursi prioritas (P5) kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT datang (P8) dan ketika turun dari BRT (P9) serta BRT memfasilitasi titik awal keberangkatan penumpang wanita menuju tujuannya (P12) Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi Faktor ini memiliki signifikansi perbedaan dari respons pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita (P6) kenyamanan ketika BRT melaju (P7) kenyamanan dan keamanan setelah turun dari BRT (P9) BRT mengakomodir titik awal perjalanan (P12) dan perlunya fitur GPS pada BRT untuk monitoring posisi BRT (P14)

33 Harapan Penumpang Wanita pada Penerapan Aplikasi Layanan BRT

Harapan ketiga aspek dari perspektif penumpang wanita dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan Tabel 4 mayoritas penumpang wanita berharap penerapan aplikasi layanan khususnya pada ketiga aspek diimplementasikan Hal ini menujukkan persentase yang tinggi yaitu 5167 diikuti aspek kenyamanan sebesar 2567 dan traceability sebesar 2133 Sisanya adalah fitur financing dan lainnya dengan persentase masing-masing 100 dan 033 Ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi oleh operator BRT

Tabel 2 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori Sub-Kategori Jumlah Persentase

Tempat tinggal Domisili

Purwokerto 120 4000

Purbalingga 180 6000

Umur

lt15 tahun 4 133

15-25 tahun 144 4800

26-35 tahun 82 2733

gt35 tahun 70 2333

Pekerjaan

Pelajar mahasiswa

132 4400

Karyawan 62 2067

Ibu rumah tangga

86 2867

PNS 19 633

Lainnya 1 033

Kendaraan

BRT 169 5633

Kendaraan pribadi

107 3567

Lainnya 24 800

Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 3 Hasil Uji ANOVA

Respons p-value Faktor P1 0002

Pekerjaan

P2 0002

P10 0001

P3 0032

Rasio umur

P6 0033

P10 0008

P11 0008

P12 0001

P5 0022

Domisili

P8 0040

P9 0023

P12 0005

P6 0033

Kendaraan pribadi

P7 0045

P9 0023

P12 0036 P14 0030

Sumber Hasil olahan 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

73

secara berkala Hal ini diperkuat dengan pengalaman penumpang wanita BRT dalam melakukan perjalanan Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5

Berdasarkan informasi pada Tabel 5 sangat wajar bila para penumpang wanita BRT mayoritas memilih penerapan ketiga aspek pada implementasi aplikasi layanan Penerapan tersebut tergambarkan dengan sekitar 70 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan saat hendak menuju halte Sisanya para penumpang wanita tersebut berjalan kaki Hal ini dapat diasumsikan bahwa letak tempat tinggal mereka rata-rata jauh dari halte BRT terdekat Bila diasumsikan mereka yang berjalan kaki adalah 05 hingga 15 Kilometer dari halte BRT berarti mayoritas pengguna BRT bertempat tinggal lebih dari 15 Kilometer sehingga mereka membutuhkan kendaraan tambahan menuju halte terdekat Selain itu lebih dari 50 penumpang wanita BRT menggunakan kendaraan tambahan untuk menuju ke tujuan akhir mereka sisanya berjalan kaki Hal ini menujukkan bahwa BRT telah mengakomodir

destinasi atau tujuan penggunanya Secara umum BRT telah mampu menjadi penghubung pusat-pusat bisnis maupun kantor-kantor publik di kedua wilayah

Sebagai informasi tarif yang diterapkan BRT ini adalah Rp 4000 untuk penunpang umum dan Rp 2000 untuk pelajar atau mahasiswa dan veteran Tarif tersebut adalah tarif sekali jalan dan tidak bergantung jarak tempuh (tarif progresif) BRT ini menempuh jarak sekitar 39 Kilometer dengan waktu tempuh rata-rata dari titik awal (Terminal Bulupitu Purwokerto) ke titik akhir (Terminal Bukateja Purbalingga) adalah 90 menit [22] Tabel 5 pada kategori estimasi biaya per-perjalanan menunjukkan bahwa BRT merupakan salah satu angkutan umum penunjang multimoda BRT menghubungkan antarmoda transportasi di kedua wilayah Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 93 penumpang mengeluarkan biaya lebih dari Rp 4000 sebagai biaya perjalanan mereka

Lebih lanjut lagi mayoritas atau sekitar 7133 waktu tunggu penumpang wanita di halte adalah 10 hingga 15 menit Waktu tunggu ini dipengaruhi jumlah bus yang melakukan perjalanan tiap menitnya dan tingkat kemacetan Selain itu bila penumpang wanita berada pada jam sibuk mereka harus rela menunggu bus selanjutnya dikarenakan kapasitas bus yang telah penuh Berdasarkan estimasi perjalanan hampir 60 penumpang wanita menghabiskan waktu di BRT antara 15-30 menit atau

Tabel 4 Persentase Harapan Penerapan Aplikasi Layanan

Aspek Jumlah Persentase

Financing 3 100

Kenyamanan 77 2567

Traceability 64 2133

Ketiganya 155 5167

Lainnya 1 033 Sumber Hasil Olahan 2019

Tabel 5 Informasi Pengalaman Wanita Pengguna BRT

Kategori SubKategori Jumlah Persentase

Estimasi biaya per perjalanan pada multimoda (Rp)

lt 4000 19 633

4000-10000 165 5500

11000-15000 68 2267

gt 15000 48 1600

Kendaraan menuju halte

Diantar 97 3233

Ojek 92 3067

Becak 24 800

Jalan kaki 87 2900

Kendaraan setelah turun dari BRT

Dijemput 34 1133

Ojek 106 3533

Becak 12 400

Jalan kaki 148 4933

Estimasi waktu tunggu

lt10 menit 48 1600

10-15 menit 214 7133

16-20 menit 34 1133

gt20 menit 4 133

Estimasi perjalanan

lt15 menit 11 367

15-30 menit 178 5933

31-60 menit 102 3400

gt60 menit 9 300 Sumber Hasil Olahan 2019

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

74

bila dikonversi dengan jarak adalah sekitar 15-30 kilometer Waktu tersebut adalah waktu tempuh normal antara Purwokerto-Purbalingga sehingga keberadaan bus ini telah menjadi alternatif atau pilihan baru di masyarakat dan membantu mobilitas mereka

34 Implikasi dan Rekomendasi pada Implementasi Aplikasi Layanan

Implementasi BRT di Purwokerto dan Purbalingga sudah mendekati tahun ketiga Hingga saat ini pengguna moda transportasi ini masih didominasi oleh wanita Berdasarkan fenomena ini wanita lebih mengandalkan transportasi umum dalam hal ini BRT dibanding menggunakan kendaraan pribadi Oleh karena itu operator BRT hendaknya tanggap dalam memahami fenomena tersebut

Berdasarkan aspek financing operator BRT disarankan mengimplementasikan e-payment baik dengan e-money dalam bentuk fisik maupun menggunakan aplikasi Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pengguna BRT serta memudahkan operator dalam menghitung jumlah penumpang per harinya Jumlah penumpang ini dapat diketahui dari banyaknya pembayaran yang dilakukan Ditambah lagi bila penumpang telah berlangganan kemungkinan BRT dapat meluncurkan kartu atau aplikasi dimana penumpang yang berlangganan mendapat diskon sehingga BRT menjadi pilihan utama Di samping itu operator akan mudah dalam memonitor berapa pendapatan per hari serta akuntansi keuangan akan tercatat secara otomatis tanpa harus dicek secara manual

Pada aspek kenyamanan faktor rasio umur memberikan signifikansi pada fasilitas pendingin udara dan tempat duduk di BRT Penumpang wanita merasakan bahwa pendingin udara pada BRT telah memenuhi standar serta tempat duduk yang diberikan juga sesuai Ditambah lagi pemisahan antara penumpang wanita dan pria juga telah sesuai arahan dari co-driver BRT

Selanjutnya faktor domisili memiliki signifikansi dengan respons terhadap penggunaan kursi prioritas kenyamanan dan keamanan ketika menunggu BRT dan kenyamanan dan keamanan ketika turun dari BRT Kursi prioritas hendaknya difungsikan dengan baik terutama bagi ibu hamil lansia disabilitas dan ibu yang membawa anak kecil Hal ini memerlukan bantuan dari co-driver untuk mengatur penggunaan kuris prioritas tersebut Selain itu domisili yang berbeda memberikan respons yang berbeda terkait ketiga hal tersebut terutama tingkat keamanan di sekitar halte baik ketika akan naik atau setelah turun BRT Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan hate BRT harus diperhatikan oleh operator mengingat tidak semua halte berada pada pusat-pusat keramaian atau pusat kota

Faktor terakhir adalah kepemilikan kendaraan pribadi yang berpengaruh signifikan terhadap respons pemisahan penumpang kenyamanan ketika BRT melaju dan kenyamanan ketika turun dari BRT Respons ini menunjukkan bahwa beberapa penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi masih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika berada di BRT Hal ini terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap wanita seperti sexual harassment pencopetan atau pencurian Sehingga mereka belum menjadikan BRT sebagai pilihan utama Selain itu adanya kekhawatiran ketika BRT melaju apakah sesuai prosedur yaitu antara 30-40 kmjam atau terkesan ugal-ugalan Ketika tidak sesuai dengan prosedur kecepatan yang dipersyaratkan BRT dapat membahayakan penumpang dan pengguna jalan yang lain Respons terakhir adalah terkait keamanan dan kenyamanan ketika turun dari BRT Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka berjalan kaki atau menggunakan ojek setelah turun dari BRT Keamanan dan kenyamanan ketika turun hingga tujuan akhir merupakan tantangan pengelola BRT Pengelola dapat bekerja sama dengan operator transportasi lain seperti transportasi daring sehingga mampu memberikan kemudahan pada penumpang wanita hingga ke tujuan akhir

Pada aspek traceability faktor rasio umur berpengaruh pada jam operasional BRT kerelaan menunggu bila BRT penuh dan pengakomodiran titik awal penumpang wanita Pada jam operasional hingga saat ini penumpang wanita BRT merasa nyaman dan terfasilitasi sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya yaitu mulai pukul 0500 - 1930 WIB Akan tetapi beberapa karyawan yang bekerja pada shift malam terutama di atas jam operasional tidak mendapatkan pelayanan sehingga lebih mengutamakan kendaraan pribadi Meskipun begitu jam operasional tersebut merupakan jam produktif penumpang wanita di kedua wilayah ini Selanjutnya faktor rasio umur menjadi faktor yang signifikan terhadap respons penumpang wanita pada kerelaan menunggu bus ketika sudah penuh Hal ini dikarenakan beberapa penumpang wanita menghindari terjadinya kejahatan Selain itu mereka lebih memilih bus yang lebih longgar sehingga kenyamanan dan keamanan dapat terjamin Hal ini terjadi terutama pada penumpang wanita yang naik dari halte sibuk seperti dari teminal bus pasar atau pusat perbelanjaan pusat pabrik atau perkantoran dan pusat kota

Selain itu faktor rasio umur domisili dan kepemilikan kendaraan pribadi juga berpengaruh signifikan terhadap respons wanita pada pengakomodiran titik awal perjalanannya Hal ini menunjukkan bahwa halte BRT telah menjangkau domisili mereka Selain itu BRT juga telah mampu menjadi moda transportasi alternatif dan andalan

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76 Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri

75

warga BRT mampu mengubah perspektif beberapa penumpang wanita untuk beralih dari kendaraan pribadi ke BRT demi kenyamanan dan keamanan serta tarif yang terjangkau

Terakhir adalah faktor kepemilikan kendaraan pribadi yang memiliki signifikansi terhadap respons terhadap fitur GPS sebagai aplikasi tambahan untuk memonitor keberadaan BRT Penumpang wanita yang memiliki kendaraan pribadi memiliki respons yang berbeda dikarenakan fitur ini merupakan fitur baru yang tidak terpasang di semua kendaraan pribadi Selain itu bila BRT menambahkan fitur berupa tracking GPS hal tersebut akan berdampak pada minat penumpang wanita untuk lebih mengutamakan BRT

Berdasarkan hubungan demografis dengan respons penumpang wanita terhadap ketiga aspek tersebut operator BRT perlu memberikan sebuah inovasi layanan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan dan keamanan ketika menunggu dan turun dari BRT Hal ini dapat diimplementasikan dengan sebuah aplikasi layanan yang memonitor keberadaan BRT Aplikasi ini juga harus mampu mengidentifikasi apakah BRT yang ditunggu penuh atau tidak sehingga penumpang wanita yang hendak menggunakan BRT dapat mengestimasi waktu perjalanan dari titik awal mereka sehingga kekhawatiran akan keamanan dan kenyamanan selama menunggu di halte dapat diminimalisir Lebih lanjut lagi keberadaan atau operasionalitas BRT hendaknya didukung dengan kendaraan feeder Kendaraan atau angkutan feeder ini berfungsi sebagai penghubung para penumpang yang akan menaiki BRT Feeder dapat menghubungkan penumpang ke halte terdekat Akan tetapi melihat jangkauan atau luas wilayah kedua kota ini perlu diperhitungkan bagaimana konsep feeder yang sesuai sehingga cost-nya sesuai

Berdasarkan ketiga aspek tersebut dibutuhkan sebuah aplikasi berbasis mobile yang mampu menghubungkan kebutuhan penumpang wanita dengan layanan BRT Aplikasi tersebut dapat menyediakan menu e-payment BRT location tracking dan bus capacity information Selain itu untuk memberikan feedback dalam pelayanan penumpang wanita dapat memberikan saran dan kritik kepada operator BRT terhadap pengalaman mereka selama perjalanan menggunakan BRT

4 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penumpang wanita BRT Purwokerto-Purbalingga dengan kaitan pra-implementasi aplikasi layanan pada tiga aspek yaitu financing kenyamanan dan traceability Pada aspek financing perspektif yang beragam dipengaruhi oleh pekerjaan penumpang wanita Sedangkan aspek kenyamanan

dan traceability BRT dipengaruhi aspek rasio umur domisili dan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh penumpang wanita BRT Secara umum penumpang wanita BRT setuju ketiga aspek tersebut diterapkan sebagai upaya meningkatkan pelayanan dalam operasionalitas BRT terhadap keamanan dan kenyamanan Nantinya penerapan aplikasi layanan yang berbasis mobile dapat terhubung dengan server operator BRT yang mampu memberikan kemudahan dalam pembayaran (e-payment) memberikan posisi akurat dan kapasitas BRT serta dapat menjadi jembatan informasi terhadap pengalaman pengguna khususnya penumpang wanita Penelitian lebih lanjut dapat berfokus pada implementasi aplikasi layanan dengan penekanan pada peningkatan keamanan dan kenyamanan khususnya penumpang wanita

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penyedia dana penelitian Para penumpang wanita BRT atas kesediaan dalam pemberian informasinya dan tim penelitian dari Prodi Teknik Industri dan Sistem Informasi IT Telkom Purwokerto

Daftar Pustaka

[1] Dwiryanti AE Ratnasari AR Analisis Kinerja Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Koridor II Terboyo-Sisemut Studi Kasus Rute Terboyo-Sisemut Kota Semarang Tek PWK 20132(3)756-764

[2] Ryan Irfana W Laila Nugraha A Awaluddin M Pembuatan Aplikasi Peta Rute Bus Rapid Transit (BRT) Kota Semarang Berbasis Mobile GIS Menggunakan Smartphone Android J Geod Undip 20198(1)315ndash331

[3] Wirawan PW Riyanto DE Khadijah K Pemodelan Graph Database Untuk Moda Transportasi Bus Rapid Transit J Inform 201610(2)1271-1279

[4] Pasha O Wyczalkowski C Sohrabian D Lendel I Transit effects on poverty employment and rent in Cuyahoga County Ohio Transp Policy 202088(January)33-41

[5] Lee J Miller HJ Measuring the impacts of new public transit services on space-time accessibility An analysis of transit system redesign and new bus rapid transit in Columbus Ohio USA Appl Geogr 201893(February)47-63

[6] Merkert R Mulley C Hakim MM Determinants of bus rapid transit (BRT) system revenue and effectiveness ndash A global benchmarking exercise Transp Res Part A Policy Pract 2017106(May 2016)75-88

[7] OrsquoConnor D Caulfield B Level of service and the transit neighbourhood - Observations from Dublin city and suburbs Res Transp Econ 201869(September 2017)59-67

[8] Lindau LA Hidalgo D de Almeida Lobo A Barriers to planning and implementing Bus Rapid Transit systems Res Transp Econ 2014489-15

[9] Guerra E Gamble J Taylor J Bus rapid transit in Solo Indonesia Lessons from a low ridership system Case Stud Transp Policy 2019(November)0-1

Fauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

76

[10] Wan D Kamga C Liu J Sugiura A Beaton EB Rider perception of a ldquolightrdquo Bus Rapid Transit system - The New York City Select Bus Service Transp Policy 20164941-55

[11] Prajitno AFH Machsus M Basuki R et al Analisa Pola Perjalanan dan Karakteristik Penumpang Bus Trans Sidoarjo J Apl Tek Sipil 201816(2)47

[12] Fauzan Romadlon Yudha Saintika Ridership Preferences on Purwokerto-Purbalingga Bus Rapid Transit (BRT) Service unpublished

[13] Arpan Y Analisis Brand Association Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Bandar Lampungrsquo GEMA J Gentiaras Manaj dan Akunt 20146(2)

[14] Queiroacutes M Costa N Knowledge on Gender Dimensions of Transportation in Portugal Dialogue and Universalisme 20123(1)47-69

[15] Pablo J Bocarejo S Lecompte MC S JPB ScienceDirect ScienceDirect ScienceDirect Transport systems and their impact con gender equity Transport systems and their impact con gender equity b Transp Res Procedia 2017254245-4257

[16] Zolnik EJ Malik A Irvin-Erickson Y Who benefits from bus rapid transit Evidence from the Metro Bus System (MBS) in Lahore J Transp Geogr 201871(June)139-149

[17] Martinez D Salgado E Yantildeez-pagans P Connecting to Economic Opportunity  The Role of Public Transport in Promoting Women rsquo s Employment in Lima 2018

[18] Orozco-Fontalvo M Soto J Areacutevalo A Oviedo-Trespalacios O Womenrsquos perceived risk of sexual harassment in a Bus Rapid Transit (BRT) system The case of Barranquilla Colombia J Transp Heal 201914(July)100598

[19] Elhajj M Ochieng WY Urban bus positioning Location based services and high level system architecture Case Stud Transp Policy 2020

[20] Sun S Duan Z Modeling passengersrsquo loyalty to public transit in a two-dimensional framework A case study in Xiamen China Transp Res Part A Policy Pract 2019124(August 2018)295-309

[21] Jateng P Pemprov Jateng Siapkan Rute Lain Trans Jateng Dinas Perhubungan Provinsi Jateng httpwwwperhubunganjatengprovgoidreadpemprov-jateng-siapkan-rute-lain-trans-jateng Published 2017

[22] Sari H BRT Trans Jateng Purwokerto-Purbalingga Diresmikan Jawa poscom Published 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 68-76

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21546 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Analisis Tailwind Penyebab Go-Around pada 38 Bandara di Indonesia dalam Periode Januari-Februari 2020

Achmad Fahruddin Rais1 Bambang Wijayanto2 Erika Meinovelia3

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika123 Jl Angkasa 1 No 2 Kemayoran Jakarta Indonesia

E-mail achmadraisbmkggoid

Diterima 19 Mei 2020 disetujui 23 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Studi ini berfokus pada analisis tailwind penyebab go-around pada 38 bandara di Indonesia dalam periode Januari-Februari 2020 Dalam studi ini dilakukan perbandingan tailwind laporan pilot tailwind observasi permukaan (10 m) dan tailwind pada ketinggian 1000 ft untuk mengetahui akurasi tailwind yang dilaporkan oleh pilot Literatur menyebutkan bahwa angin kecepatan tinggi di troposfer bawah berkaitan dengan wind gust yang berasal dari awan cumulonimbus (Cb) Dengan dasar tersebut maka dilakukan analisis perbandingan laporan pilot terhadap keberadaan awan Cb sampai sejauh 40 km dari runway in use dengan menggunakan kombinasi kriteria brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 dan brightness temperature (BT) kanal IR1 citra satelit Himawari-8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailwind laporan pilot lebih besar daripada tailwind angin permukaan dan 1000 ft serta kebanyakan tailwind laporan pilot tersebut berkaitan dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar atau di luar runway

Kata kunci Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

Abstract

An Analysis of Go-Around-Causing Tailwind at 38 Airports in Indonesia in the Period of January-February 2020 This study focused on analyzing the tailwind that causing go-around at 38 airports in Indonesia in the period of January to February 2020 We made a tailwind comparison of the pilot report surface observation (10 m) and observation of 1000 ft to determine the accuracy of the tailwind reported by the pilot The literature stated that high-speed winds in the lower troposphere were related to wind gust coming from cumulonimbus (Cb) clouds so we compared pilot report to the presence of Cb clouds as far as 40 km from the runway in use by using a combination of brightness temperature difference (BTD) IR1-IR2 channels and brightness temperature (BT) IR1 channel of Himawari-8 satellite imagery The results showed that the tailwind of the pilot report was larger than the tailwind of surface and 1000 ft observations and most of the tailwind was related to the potential wind gust that emerged from the Cb clouds either around or outside the runway

Keywords Cumulonimbus go-around tailwind wind gust

1 Pendahuluan

Aktivitas penerbangan sipil di Indonesia terus berkembang Jumlah pergerakan pesawat mengalami peningkatan dari 317104 pada tahun 2014 menjadi 541966 pada tahun 2018[1] Jumlah trafik juga mengalami peningkatan dari 111000bulan pada tahun 2014 menjadi 220587bulan pada tahun 2018 [2] Pesatnya peningkatan tersebut tentunya juga memperbesar tingkat resiko kecelakaan sehingga kajian yang berkaitan dengan tingkat keselamatan penerbangan terus diperlukan

Go-around adalah tindakan yang penting untuk keselamatan dalam penerbangan Studi menunjukkan bahwa sebanyak 54 potensi kecelakaan pesawat dapat dicegah dengan melakukan go-around [3] Go-around adalah tindakan kru udara untuk tidak melanjutkan approachlanding dan mengikuti prosedur untuk melakukan approach lain atau mengalihkan ke bandara lain [4] Go-around dapat disebabkan oleh

tailwind dengan kecepatan lebih besar dari 10 kt [3] Berdasarkan tipe pesawat nilai minimal tailwind untuk melakukan go-around adalah 10 kt secara umum kecuali untuk tipe 146-200 dengan nilai minimal 5 kt [5] Tailwind adalah komponen kecepatan angin yang dihitung berdasarkan proyeksi kecepatan angin terhadap arah runway in use [6] sehingga pesawat mengalami dorongan saat landing

Angin dengan kecepatan tinggi pada lower troposphere di Indonesia biasanya diakibatkan oleh wind gust dari awan cumulonimbus (Cb) [7][8][9] Keberadaan wind gust ini bisa menjauhi lokasi awal awan Cb yang diperlihatkan oleh signature-nya [10] dengan jarak yang bisa mencapai puluhan kilometer [11] Selain itu di Indonesia juga terdapat westerly wind burst yang bisa menyebabkan angin dengan kecepatan tinggi di Sumatera [12] dan siklus diurnal yang dapat menyebabkan angin gt10 ms [13]

Pada penelitian tailwind di Indonesia Perdana dan Putra [14] serta Alfuady dkk [15] meneliti tailwind

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

78

tanpa menyebutkan runway in use sehingga tailwind yang dianalisis bisa menjadi headwind Sedangkan Fadholi [16] hanya menggunakan runway 34 (RW34) yang bisa saja menjadi headwind untuk RW16 Untuk menutupi kekurangan penelitian sebelumnya dalam penelitian ini runway in use menjadi hal yang diperhatikan Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tailwind di bandara se-Indonesia pada periode Januari-Februari 2020 berdasarkan laporan go-around oleh pilot

2 Metodologi

Data laporan pilot didapatkan dari tabulasi 230laporan go-around akibat tailwind periode Januari-Februari 2020 oleh AirNav Indonesia di 38 bandara di Indonesia Laporan tersebut memuat waktu kejadian go-aroud runway in use dan tailwind yang dilaporkan pilot Studi juga menggunakan data angin permukaan dan laporan awan Cb secara visual dalam METAR dan SPECI data angin 1000 ft dan data citra satelit Himawari-8 kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 4 km Periode semua data tersebut adalah Januari-Februari 2020

Untuk mendapatkan tailwind dilakukan perhitungan dengan rumus [6]

119879119879119879119879 = minus119891119891119891119891 lowast cos (119889119889119889119889119889119889 minus 119903119903119903119903119903119903) (1)

Tw adalah tailwind (kt) ff adalah kecepatan angin (kt) ddd adalah arah angin (derajat) dan rrr adalah arah runway in use (derajat) Angin yang digunakan adalah angin permukaan (10 m) dan angin 1000 ft Tailwind tersebut kemudian akan dibandingkan dengan laporan pilot dalam scatter plot diagram

Pada studi terdahulu angin dengan kecepatan tinggi di Indonesia umumnya diakibatkan oleh wind gust dari awan Cb baik sel awan Cb di sekitar runway ataupun jauh di luar runway Jarak maksimal yang digunakan untuk awan Cb di sekitar runway adalah radius 4 km dari koordinat karena menyesuaikan dengan resolusi Himawari-8 dan di luar runway adalah 40 km sesuai dengan jarak paling jauh

berdasarkan penelitian Wakimoto [17] Jarak 40 km

dihitung pada arah membelakangi runway in use sehingga memungkinkan wind gust yang terbentuk menjadi tailwind Keberadaan awan Cb di sekitar runway didasarkan laporan visual dalam METAR dan SPECI serta identifikasi objektif dengan citra satelit Himawari-8 Sementara itu keberadaan awan Cb berjarak maksimal 40 km dari runway didasarkan pada citra satelit Himawari-8 Identifikasi objektif tersebut berdasarkan nilai treshold brightness temperature difference (BTD) kanal IR1-IR2 yang bernilai -2˚K sampai 2˚K [18] dan batas maksimalbrightness temperature (BT) kanal IR sebesar 259˚K[19] seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Pengolahandata kanal-kanal satelit tersebut menggunakanSATAID (Gambar 2) Pewarnaan piksel sesuai Gambar3 dan lokasi area sekitar runway (radius 4 km)ditandai dengan lingkaran ungu

3 Hasil dan Pembahasan

Selama periode laporan go-around ada empatbandara di mana pilot paling banyak melakukan go-around akibat tailwind yaitu Bandara Internasional Ahmad YaniWAHS (35 kali) Bandara KomodoWATO (28 kali) Bandara Internasional AdisuciptoWAHH (20 kali) dan Bandara SupadioWIOO (15 kali) Banyaknya kasus pada 4 bandara tersebut belum tentu menandakan tingkat kerawanan tailwind yang tinggi di bandara-bandara tersebut tetapi bisa jadi terdapat tailwind saat pesawat tidak sedang dalam fase approach maupun landing atau pesawat yang landing pada runway di mana angin yang berhembus menjadi headwind pada bandara lain Sebanyak 77 laporan go-around akibat

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 1 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 2 Tampilan software SATAID

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Ilustrasi treshold Cb dengan citra satelit Himawari-8

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

79

tailwind terjadi pada 04-14 UTC Kecepatan tailwind paling tinggi yang dilaporkan pilot adalah 33 kt

Hal yang terkadang dilakukan oleh pilot adalah membandingkan tailwind indikator di pesawat dengan tailwind observasi di permukaan Padahal kecepatan angin tersebut bisa saja berbeda dan perbedaan inilah yang membentuk windshear Jika petugas meteorologi menerima laporan pilot tersebut maka petugas meteorologi akan menerbitkan windshear warning [20] Gambar 3 menunjukkan bahwa umumnya observasi tailwind permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot karena sebagian besar nilai berada di sebelah kiri garis hitam Garis korelasi linier (biru) juga berada di sebelah kiri garis hitam dengan nilai R2 hanya mencapai 0018 Hanya 65 tailwind ge10 ktdari laporan pilot yang sesuai dengan tailwind observasi permukaan Meskipun kecepatan tailwind observasi di permukaan lebih kecil daripada tailwind laporan pilot tetapi tailwind observasi di permukaan ge3 kt mampu menunjukan tailwind laporan pilot ge10kt sebanyak 675

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tailwind yang dilaporkan pilot lebih besar dari pada observasi angin 1000 ft (kebanyakan nilai di sebelah kiri garis hitam) Garis korelasi linier (biru) juga berada di bagian kiri garis hitam Hanya sebagian kecil tailwind laporan pilot yang bernilai sama dengan observasi tailwind 1000 ft (di sekitar garis hitam) Nilai R2 antara keduanya juga bernilai sangat kecil yaitu 0099 Dengan threshold tailwind 10 kt tailwind laporan pilot memiliki akurasi 406 Karakteristik lebih tingginya kecepatan angin sensor pesawat terhadap data observasi angin udara atas juga dikemukakan dalam penelitian Schwartz dan Benjamin [21]

Pada Tabel 1 laporan go-around akibat tailwind di WAHS terkait dengan awan Cb di sekitar runway sebanyak 714 dan awan Cb di luar runway sebanyak 57 Runway in use pada bandara ini adalah RW13 Salah satu kasus awan Cb terlihat di sekitar runway (Gambar 5 sebelah kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut runway (Gambar 5 sebelah kanan) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa awan Cb (piksel merah) berada di sekitar runway dan sebelah barat laut RW13 pada jarak 31 km Berbeda dengan WAHS awan Cb terkait tailwind yang menyebabkan go-around di sekitar RW17 sebanyak 25 dan di luar RW17 sebanyak 321 di WATO Pada Gambar 6 salah satu kasus awan Cb terpantau jelas di sekitar RW17 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat laut RW17 (kanan) pada jarak 32 km Di WAHH 30 kasus go-around akibat tailwind terkait dengan awan Cb di sekitar RW09 dan 25 kasus terkait dengan awan Cb di sebelah barat RW09 Ada 45 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pada Gambar 7 salah satu kasus tailwind terkait awan Cb tampak terlihat jelas baik awan Cb di sekitar RW09 (kiri) dan awan Cb di sebelah barat RW09 (kanan) pada jarak 32 km Di WIOO hampir semua laporan go-around akibat tailwind berkaitan dengan awan Cb yang totalnya sebanyak 933 Secara rinci

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 3 Grafik scatter plot antara observasi tailwind permukaan dengan tailwind laporan pilot Garis biru adalah garis korelasi linier dan garis hitam adalah garis korelasi linear ideal (R2 = 1)

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 4 Sama dengan Gambar 2 tetapi yang dibandingkan adalah tailwind laporan pilot terhadap tailwind observasi 1000 ft

Tabel 1 Persentase keberadaan Cb di sekitar runway (radius 4 km) dan di luar runway (radius 40 km) pada 4 bandara terbanyak dilaporkan go-around

Bandara Cb di sekitar runway

Cb di luar runway

WAHS 714 57 WATO 25 321 WAHH 30 25

WIOO 733 20 Sumber hasil olahan 2020

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

80

733 terkait dengan awan Cb di sekitar RW15 dan 20 terkait dengan awan Cb di sebelah barat laut RW15 Gambar 8 menunjukan dengan jelas keberadaan awan Cb di sekitar (kiri) dan di 35 km sebelah barat laut (kanan) RW15 WIOO pada salah satu kasus go-around akibat tailwind Secara umum pada 38 bandara di Indonesia awan Cb yang berada

di sekitar runway sebanyak 467 sedangkan yang berada di luar runway sebanyak 287 Hanya 246 laporan go-around akibat tailwind yang tidak berkaitan dengan awan Cb Pengaruh awan Cb pada tailwind juga diperlihatkan pada penelitian Tse dkk [22] di Bandara Internasional Hongkong

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 5 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WAHS (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 6 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW17 WATO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2) 77ndash82 Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia

81

4 Kesimpulan

Laporan go-around akibat tailwind periodeJanuari-Februari 2020 dianalisis dalam tulisan ini dengan membandingkan tailwind laporan pilot dengan data observasi tailwind ketinggian permukaan dan 1000 ft serta menganalisis keberadaan dan jarak awan Cb yang terdeteksi dari kombinasi kanal-kanal satelit Himawari-8 Hasil menujukkan bahwa tailwind angin permukaan ge3 ktbisa menjadi indikator tailwind ge10 kt padaketinggian saat approach meskipun terdapat perbedaan kecepatan tailwind di permukaan dan

ketinggian saat approach Selain itu kecepatan tailwind pada pesawat saat approach lebih besar dari nilai observasi tailwind 1000 ft dan kebanyakan tailwind yang dialami pesawat terkait dengan potensi wind gust yang muncul dari awan Cb baik di sekitar runway atau di luar runway sampai dengan jarak 40 km

Dalam menghindari tailwind yang menyebabkan go-around pilot sebaiknya memperhatikan tailwind yang terdeteksi di permukaan saat akan melakukan approach atau landing meskipun nilainya tidak sama dengan indikator tailwind di pesawat Untuk kajian selanjutnya diperlukan studi lebih dalam yang

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 7 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW09 WAHH (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Sumber hasil olahan 2020 Gambar 8 Distribusi spasial awan Cb (merah) di sebelah barat laut (kiri) dan di sekitar RW13 WIOO (kanan) Lingkaran ungu menandakan area radius 4 km dari runway

Achmad Fahruddin Rais Bambang Wijayanto Erika Meinovelia Warta Penelitian Perhubungan 2019 30(2)77ndash82

82

melibatkan data observasi dan pemodelan atmosfer terhadap cuaca pada area radius 40 km dari runway untuk mengetahui mekanisme dan prediksi aktivitas awan Cb yang menghasilkan tailwind

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Pusat Meteorologi Publik BMKG dan AirNav Indonesia atas penyediaan data yang diperlukan dalam kajian ini

Daftar Pustaka

[1] Pustikom Statistik Perhubungan Buku I 2018 JakartaKementerian Perhubungan 2018

[2] Indonesia National Air Carriers Association Menjelang Setengah Abad Industri Penerbangan Nasional INACA Jakarta Indonesia National Air Carriers Association2019

[3] T Blajev ldquoFinal Report to Flight Safety Foundation Go-Around Decision-Making and Execution Projectrdquo2017

[4] ldquoElevator - SKYbrary Aviation Safetyrdquo Flight SafetyFoundation 2019 httpswwwskybraryaeroindexphpGo_Around (accessed Sep 07 2020)

[5] G W H van Es and A K Karwal ldquoSafety aspects oftailwind operationsrdquo Flight Safety Foundation 2001httpswwwskybraryaerobookshelfbooks1148pdf (accessed Dec 23 2020)

[6] ICAO ldquoAERODROME METEOROLOGICALOBSERVATION AND FORECAST STUDY GROUP (AMOFSG) NINTH MEETINGrdquo Canada Sep 2011

[7] L F and T H Muzayyanah ldquoInterpretasi Radar Cuacasebagai Kajian Puting Beliung dan Angin KencangWilayah Jawa Timur (Studi Kasus Sidoarjo BangkalanDan Pasuruan)rdquo STMKG 2020httpsperpusstmkgacidview-pdfphpid=401

[8] S and S T P Mujiasih ldquoIdentifikasi Echo RadarPotensi Angin Kencang Wilayah Kuta Selatan Balirdquo2016

[9] I K M dan W N P Satriyabawa ldquoAnalisis KejadianPuting Beliung di Stasiun Meteorologi JuandaSurabaya menggunakan Citra Radar Cuaca dan ModelWRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016)rdquo2016

[10] R Yunita ldquoDeteksi Gust Front SignatureMenggunakan Radar Doppler di Stamet SyamsudinNoor Banjarmasin (Studi Kasus 21 April 2016)rdquo 2016

[11] A A A dan N J T Nugraha ldquoSimulation of Wind Gustndash Producing Thunderstorm Outflow over Mahakam

Block Using WRFrdquo the 2017 International Symposium on Earth Hazard and Disaster Mitigation 2017

[12] T H SETO et al ldquoObservational Study on WesterlyWind Burst over Sumatra Indonesia by the EquatorialAtmosphere Radarrdquo J Meteorol Soc Japan 2006 doi102151jmsj84a95

[13] M D Yamanaka ldquoPhysical climatology of Indonesianmaritime continent An outline to comprehendobservational studiesrdquo Atmospheric Research 2016doi 101016jatmosres201603017

[14] Y H and I D G A P Perdana ldquoKejadian Crosswind diLandasan Pacu Bandara Supadio Pontianak Tahun2016rdquo presented on Seminar Nasional IptekPenerbangan dan Antariksa XXI 2017 2017

[15] I J A S and B W Y Alfuady N ldquoAnalisis KomponenAngin Permukaan di Landasan Pacu Bandara DouwAturure-Nabirerdquo presented on Seminar NasionalFisika dan Aplikasinya 2017 2017

[16] A Fadholi ldquoAnalisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway ) Bandara Depati Amir PangkalpinangrdquoStatistika 2013

[17] R M Wakimoto ldquoThe life cycle of thunderstorm gustfronts as viewed with Doppler radar and rawinsondedatardquo Mon Weather Rev no 110(8) pp 1060ndash10821982 doi 1011751520-0493(1982)110lt1060TLCOTGgt20CO2

[18] D P Y Suseno and T J Yamada ldquoTwo-dimensionalthreshold-based cloud type classification using mtsatdatardquo Remote Sens Lett 2012 doi1010802150704X2012698320

[19] A Hamada N Nishi H Kida M Shiotani and SIwasaki ldquoCLOUD TYPE CLASSIFICATION BY GMS-5INFRARED SPLIT-WINDOW MEASUREMENTS WITHMILLIMETER-WAVE RADAR AND TRMMOBSERVATIONS IN THE TROPICSrdquo in Proceedings of the 2nd TRMM International Science Conference 2004 pp 4ndash7 Accessed Dec 23 2020 [Online]httpwww-climkugikyoto-uacjphamadapdftrmm2ndpdf

[20] International Civil Aviation Organization ldquoMeteorological Service for International AirNavigationrdquo Annex 3 to the Convention onInternational Civil Aviation 2013 httpwwwicaoint

[21] B Schwartz and S G Benjamin ldquoA comparison oftemperature and wind measurements from ACARS- equipped aircraft and rawinsondesrdquo Weather Forecast 1995 doi 1011751520-0434(1995)010lt0528ACOTAWgt20CO2

[22] S M Tse P W Chan and W K Wong ldquoA case studyof missed approach of aircraft due to tailwindassociated with thunderstormsrdquo Meteorol Appl 2014 doi 101002met1296

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21307 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

Kinerja Pelayanan Bus dan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang

Ichda MaulidyaPuslitbang Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan

Jl Medan Merdeka Timur No 5 Jakarta Pusat 10110 Indonesia E-mail ichda_maulidyaymailcom

Diterima 17 Desember 2019 disetujui 27 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Terminal Sei Ambawang sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga dan meningkatkan pelayanan bagi para pengguna bus dan terminal Keberadaan Terminal Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial Penelitian ini menganalisis kinerja pelayanan bus dengan melibatkan sebanyak 31 indikator yang dikaji dan Terminal Sei Ambawang sebanyak 41 indikator yang dikaji menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengukuran dilakukan terhadap 60 responden menggunakan skala Likert Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 301 sehingga atribut tersebut perlu dijaga kualitasnya sedangkan nilai IKM terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja pelayanan bus ke depannya pihak operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan para penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya Di sisi lain atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut tersebut dalam kondisi baik dan memadai Namun atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai IKM terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Kata kunci Sei Ambawang kinerja pelayanan bus dan terminal dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Abstract

Service Performance of Bus and Inter-State Border Terminal of Sei Ambawang Sei Ambawang Terminal as an Inter-State Border (ALBN) Terminal located in West Kalimantan Province was built to improve connectivity between regions both domestically and with neighboring countries and to improve services for bus and terminal users The existence of the Sei Ambawang Terminal is expected to facilitate the community in accessing neighboring countries to boost economic and social activities This study analyzed the performance of bus services by involving 31 indicators studied and Sei Ambawang Terminal of 41 indicators using the Customer Satisfaction Index (CSI) The measurement was made on 60 respondents using a Likert scale From the results it is known that the levels of user satisfaction on the performance of bus and terminal services in the Sei Ambawang Terminal were 7454 and 7173 respectively It indicates that bus and terminal users were satisfied with the service performance at Sei Ambawang Terminal The highest attributes in bus service performance satisfaction were the drivers rsquo expertise and ease in getting tickets with an average value of 301 so that the quality of the attributes need to be maintained while the lowest CSI value was the attribute of baggage identification with an average value of 27 Therefore to improve the performance of bus service it needs to provide baggage identification on each passenger rsquos luggage containing passenger data so that they are easily recognized not exchanged and safety guaranteed On the other hand the highest attributes in the satisfaction of terminal service performance included the attributes of bus arrival lane conditions signsdirections in the terminal and the regularity of load and unload passenger rsquos system with an average value of 313 It indicates that the three attributes were in good and adequate condition However the attribute of the Automatic Teller Machine (ATM) was at the lowest CSI value which was 210 Therefore the operator of Sei Ambawang Terminal needs to provide ATM facilities to improve the performance of the terminal services in the future Keywords Sei Ambawang bus and terminal service performance and Customer Satisfaction Index (CSI)

Abstrak

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

84

1 Pendahuluan

Terminal Sei Ambawang yang berlokasi diKecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat berfungsi sebagai Terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dan merupakan pintu masuk dari negara tetangga ke Indonesia Terminal tersebut tidak hanya melayani rute antar negara saja tetapi juga melayani turun dan naiknya penumpang Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Terminal ALBN Sei Ambawang tersebut dibangun untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah baik di dalam negeri maupun dengan wilayah negara tetangga Hal tersebut sesuai dengan agenda prioritas yang tercantum dalam salah satu butir Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Oleh karena itu Kementerian Perhubungan berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana transportasi di kawasan perbatasan termasuk wilayah Kalimantan Barat Dengan terhubungnya antarwilayah tersebut maka keberadaan Terminal ALBN Sei Ambawang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses wilayah negara tetangga untuk mendongkrak kegiatan perekonomian maupun sosial

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dalam mendorong peningkatan aspek ekonomi dan sosial adalah menyediakan armada bus dengan berbagai tujuan Bus ALBN yang tersedia di Terminal Sei Ambawang melayani beberapa trayek yang menghubungkan tiga negara yaitu Indonesia (Pontianak) Malaysia (Kuching) dan Brunei Darussalam

Pemilihan angkutan umum sebagai pilihan moda perjalanan oleh pengguna di wilayah ini terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan operasi bus Jika dilihat dari perspektif pelanggan maka dimensi kualitas sangat kompleks Terdapat banyak cara untuk meningkatkan kualitas layanan termasuk mengurangi kepadatan meningkatkan frekuensi layanan ruang tunggu yang lebih baik dan informasi kepada pengguna yang lebih baik [1] Konsumen juga dapat mempertimbangkan kenyamanan di halte bus dan waktu untuk menunggu atau sekedar kenyamanan tempat duduk [2] Selain itu masyarakat merasakan kualitas layanan angkutan umum dan dampak lingkungan yang baik karena mereka lebih cenderung menggunakan transportasi umum dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi [3]

Di sisi lain layanan kualitas bus juga dapat didefinisikan dengan menggunakan berbagai atribut yang mencakup item seperti cakupan layanan frekuensi layanan jam layanan dan keandalan layanan [4] Selain itu peningkatan atribut

ketersediaan layanan dapat mendorong peningkatan jumlah penumpang bus [5]

Pada saat ini survei kepuasan pelanggan dinilai sebagai metode terbaik yang dilakukan untuk mengukur layanan kualitas bus maupun terminal Dengan mengidentifikasi atribut utama yang menawarkan nilai dan mempengaruhi kepuasan penumpang maka strategi alternatif bus dapat dirancang sehingga lebih banyak orang khususnya pemilik mobil pribadi dapat beralih dan memilih layanan tersebut [6] Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis kinerja pelayanan Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan

2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada kajian ini terdiri daripengumpulan dan pengolahan data

21 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait

211 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dan kuesioner pelayanan bus dan terminal yang disebarkan untuk penumpang sejumlah 60 responden Hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Analisis IKM dipilih untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan dalam hal ini adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk bus maupun terminal yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Analisis IKM tersebut mewakili ukuran kualitas layanan berdasarkan persepsi penggunakonsumen pada aspek layanan yang dinyatakan dalam tingkat kepentingan dibandingkan dengan penggunaharapan konsumen yang dinyatakan dalam tingkat kepuasan [7]

Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-500 Bila sampel dibagi dengan kategori jumlah anggota sampel setiap kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 [8] Oleh karena itu kajian ini menggunakan sampel minimum berupa masing-masing 30 responden pengguna bus AKAP dan 30 responden pengguna Terminal Sei Ambawang

Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data [9]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

85

Kuesioner komprehensif didesain untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi penumpang pola perjalanan dan kepuasan pengguna bus maupun terminal [10] Kuesioner tersebut terbagi menjadi tiga bagian meliputi data pribadi responden (usia jenis kelamin pendidikan dan jenis pekerjaan) informasi perjalanan (asal dan tujuan perjalanan) dan tingkat kepuasan pengguna bus dan terminal Beberapa manfaat penggunaan informasi tentang kepuasan antara lain dapat membantu menyajikan status kepuasan pelanggan saat ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang penting memantau hasil kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu dan membantu memberikan perbandingan kepada organisasi lain [11]

Penentuan pemilihan indikator yang akan diukur dalam kuesioner berdasarkan pemenuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pengguna agar dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan bus dan Terminal Sei Ambawang Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan skala ordinal yaitu memberi nilai atau skor untuk jawaban yang dipilih dari daftar pertanyaan dari nilai yang paling rendah sampai yang paling tinggi Pedoman pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan ketentuan untuk jawaban berbobot rendah diberi skor 1 dan seterusnya hingga jawaban berbobot tinggi diberi skor 4

212 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku-buku literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian ini Data sekunder pada studi ini bersumber dari pihak lain (instansi lain) maupun berbagai sumber

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mendatangi instansi-instansi terkait guna mendapatkan data yang dibutuhkan dan mencari berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian

22 Pengolahan Data

Pengolahan data pada kajian ini dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dengan tampilan berupa tabel dan grafik

3 Hasil dan Pembahasan

31 Jumlah Penumpang dan Kendaraan di TerminalSei Ambawang

Terminal Sei Ambawang melayani penumpang sebanyak 3000 hingga 8000 orang ke berbagai tujuan setiap harinya Penumpang tersebut melakukan perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri Sementara ini beberapa bus ALBN yang masuk ke Terminal Sei Ambawang antara lain Damri SJS Kitara Bintang Jaya ADBS (Indonesia) Eva dan Biaramas (Malaysia)

Untuk bus AKDP antara lain Damri Borneo Trans Holiday Khatulistiwa Holiday Marus Tanjung Niaga TSM Sentosa Hidayah dan ATS sedangkan untuk bus AKAP hanya Damri dengan trayek Pontianak-Pangkalan Bun Rata-rata jumlah bus AKDP yang berangkat setiap hari dari Pontianak ke tujuan masing-masing sebanyak 15 sampai dengan 18 bus Jadwal keberangkatan bus dari Terminal Antar Negara ke Malaysia adalah pukul 700 dan 2100 setiap harinya Jumlah kedatangan dan keberangkatan bus dan penumpang selengkapnya terlihat pada gambar 1

Sumber [12] Gambar 1 Produksi Terminal Sei Ambawang Tahun 2017 dan 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Kedatangan Kend (2017) 445 400 408 378 399 394 369 341 317 327 300 326

Kedatangan Pnp (2017) 7869 4891 5501 5317 6272 8694 5022 4209 3183 3451 3322 5472

Kedatangan Kend (2018) 313 272 308 319 323 374 342 341 271 267 267 273

Kedatangan Pnp (2018) 4649 3908 3380 3310 4538 8095 4027 4368 3263 2950 3379 5174

Keberangkatan Kend (2017) 448 404 418 392 422 402 397 365 337 344 314 344

Keberangkatan Pnp (2017) 5650 5874 5094 4532 4452 5235 7052 3726 3684 3175 2709 5650

Keberangkatan Kend (2018) 331 289 327 326 331 369 363 360 284 303 306 301

Keberangkatan Pnp (2018) 3459 3295 3608 2582 2568 5930 5778 3900 3486 3372 3069 5554

0100020003000400050006000700080009000

10000

Jum

lah

Ken

dara

an d

an

Penu

mpa

ng

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

86

Dari gambar 1 diketahui bahwa jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang terbanyak pada tahun 2017 terjadi pada bulan Juni tepatnya pada masa lebaran yaitu sebanyak 8694 orang datang dan 5235 orang berangkat namun jumlah tersebut mengalami penurunan hingga akhir tahun 2017 Begitu juga untuk tahun 2018 lonjakan kedatangan dan keberangkatan penumpang tertinggi terjadi pada periode lebaran bulan Juni yaitu sebanyak 8095 orang datang dan 5930 orang berangkat

32 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

Terminal Sei Ambawang menyediakan sarana untuk memfasilitasi kebutuhan penumpang baik fasilitas utama maupun penunjang Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak ada di terminal untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya penumpang calon penumpang sopir maupun masyarakat yang memerlukan jasa terminal angkutan umum sedangkan fasilitas penunjang merupakan pelengkap dalam pengoperasian terminal Fasilitas utama dan pendukung di Terminal Sei Ambawang selengkapnya tersaji dalam tabel 1

33 Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Penyelenggaraan Transportasi Darat di Terminal Sei Ambawang

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka peningkatan keselamatan penyelenggaraan transportasi darat di Terminal Sei Ambawang antara lain mempersiapkan kendaraan yang memenuhi dan

mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan mengoperasikan kendaraan dan mengangkut penumpang sesuai izin dan kapasitas yang diizinkan menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan Selain itu memeriksa kondisi kelengkapan fasilitas utama dan fasilitas pendukung kendaraan sebelum beroperasi memeriksa kelengkapan administrasi berupa Surat Tanda Kendaraan buku uji surat izin mengemudi surat perintah kerja bagi awak bus manifes penumpang tiket dan sebagainya Di samping itu juga perlu mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi dan awak kendaraan serta menyiapkan alat keselamatan dengan jumlah yang cukup dan dapat digunakandifungsikan sebagaimana mestinya

34 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan profil terhadap obyek penelitian yang dapat memberikan penilaian kepuasan terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal

341 Usia Responden

Kategori usia responden pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam enam golongan yaitu lt 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun dan gt 60 tahun Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas usia responden berkisar antara 21-30 tahun yaitu sebesar 4000 dan pada posisi kedua diduduki oleh rentang usia antara 31-40 tahun sebanyak 2667 Selain itu porsi 1667 lainnya berusia le 20 tahun dan sisanya sebanyak 1333

Tabel 1 Fasilitas Utama dan Penunjang di Terminal Sei Ambawang

No Pertanyaan Tingkat Kinerja (Performance)

Ada Tidak Ada A FASILITAS UTAMA 1 Jalur pemberangkatan bus V 2 Jalur kedatangan bus V 3 Loket penjualan karcistiket V 4 Ruang tunggu V 5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus V

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus V 7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang V 8 Pusat informasi V 9 Rambupertunjuk dalam terminal V

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) V 11 Layanan bagasi (Lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan) V 12 Ruang penitipan barang V 13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana V

B FASILITAS PENUNJANG 14 Fasilitas ibadahmushola V 15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita V 16 Ruang khusus manuladisabilitas V 17 Toilet umum V 18 Ruang khusus merokok V 19 ATM V 20 Pertokoankantin V 21 Posko kesehatan V

Sumber [13]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

87

berusia antara 42-50 tahun serta rentang usia 51-60 tahun sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 2

342 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin responden pada kajian ini

didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 6333 sedangkan sisanya sebanyak 3667 berjenis kelamin laki-laki seperti tersaji pada gambar 3

343 Pendidikan Pada kajian ini sebagian besar responden

merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SLTAsederajat yaitu sebanyak 4667 sedangkan pada posisi kedua yaitu sebanyak 2333 merupakan responden berpendidikan S1 Pada urutan berikutnya yaitu masing-masing sebesar 1333 merupakan responden dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4 maupun SLTPsederajat sedangkan sisanya berpendidikan SD dengan persentase sebesar 333 Data hasil analisis selengkapnya terlihat pada gambar 4

344 Pekerjaan Pada kuesioner kajian ini jenis pekerjaan

responden terbagi menjadi PNSTNIPolri pegawai swasta wiraswasta pelajarmahasiswa dan lainnya Dari hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 5667 merupakan pegawai swasta porsi 20 lainnya masih berstatus pelajarmahasiswa sedangkan 1333 berprofesi sebagai wiraswasta dan sisanya sebanyak 1000 memiliki pekerjaan lainnya seperti terlihat pada gambar 5

345 Asal Jika ditinjau dari asal keberangkatan maka

sebagian responden berasal dari Kalimantan Barat yaitu sebanyak 6667 sedangkan sebanyak 2667 responden berasal dari Malaysia dan sisanya sebanyak 667 berasal dari Provinsi Jawa Timur seperti terlihat pada gambar 6

346 Tujuan Tujuan perjalanan dari pengguna bus di

Terminal Sei Ambawang terbagi dalam dua wilayah yaitu dalam negeri dan luar negeri

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Karakteristik Usia Responden

le 20 Th1667

21-30 th4000

31-40 th2667

41-50 th1333

51-60 th333

gt 60 th0

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Laki-laki3667

Perempuan6333

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Karakteristik Tingkat Pendidikan Usia Responden

SD333 SLTP

sederajat1333

SLTA sederajat

4667

D1D2D3D4

1333

S12333

S2S30

Sumber Hasil Analisis 2018Gambar 5 Karakteristik Pekerjaan Responden

PNS TNI POLRI

0

Pegawai Swasta5667

Wiraswasta1333

Pelajar Mahasiswa

2000

Lainnya1000

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 6 Karakteristik Asal Keberangkatan Responden

Jawa Timur667

Kalimantan Barat6667

Malaysia2667

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 7 Karakteristik Tujuan Responden

Kalimantan Barat30

Kalimantan Tengah

43

Malaysia27

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

88

Dari gambar 7 diketahui bahwa responden pada penelitian ini mayoritas menuju ke Provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan Bus AKAP yaitu sebesar 43 Berikutnya sebanyak 30 hanya melakukan perjalanan di dalam Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan Bus AKDP yaitu sebesar 30 sedangkan sebanyak 27 lainnya merupakan pengguna Bus Antar Lintas Batas Negara (ALBN) dengan tujuan negara Malaysia

347 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam Menggunakan Bus

Konsep kualitas layanan penumpang mencakup aspek-aspek layanan transportasi yang tidak selalu terdefinisi dengan baik dan mudah diukur Kualitas layanan dalam hal seperangkat atribut bagi setiap pengguna dianggap sebagai sumber utilitas (kepuasan) dalam pelayanan [14]

Sebelumnya telah diatur peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek [15] SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan Jenis pelayanan yang dimaksud meliputi keamanan keselamatan kenyamanan keterjangkauan kesetaraan dan keteraturan

Dalam penelitian ini teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari setiap unsur pelayanan Dalam hal ini terdapat dua perhitungan IKM yaitu IKM Bus dengan 31 unsur atau indikator yang dikaji dan IKM Terminal dengan 41 unsur indikator yang dikaji Indikator yang dikaji tersebut menggambarkan mutu pelayanan untuk bus dan terminal yang diukur berdasarkan pemenuhan nilaiukuranjumlah jenis pelayanan Hasil pengukuran tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif atas opini masyarakat antara harapan dan kebutuhan dalam mendapatkan pelayanan dari pihak penyelenggara pelayanan publik

Selanjutnya nilai rata-rata bobot tertimbang dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119861119861119861119861119861119861) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

31= 0032 (1)

119861119861119861119861119861119861119861119861119861119861 119899119899119899119899119899119899119899119899119899119899 119903119903119899119899119861119861119899119899 minus 119903119903119899119899119861119861119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (119879119879119905119905119903119903119905119905119899119899119899119899119899119899119899119899) = 119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119887119887119887119887119887119887119887119887119887119887

119869119869119869119869119869119869119869119869119869119869ℎ 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 = 1

41= 0024 (2)

Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut

119868119868119868119868119868119868 = 119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119889119889119869119869119906119906119889119889 119906119906119889119889119869119869119869119869119889119889 119901119901119901119901119906119906119906119906119901119901119901119901119906119906119889119889 119901119901119901119901119906119906 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906119879119879119887119887119887119887119869119869119869119869 119869119869119906119906119906119906119869119869119906119906 119910119910119869119869119906119906119910119910 119887119887119901119901119906119906119889119889119906119906119889119889

times 119873119873119899119899119899119899119899119899119899119899 119861119861119905119905119903119903119861119861119899119899119905119905119861119861119899119899119899119899119905119905 (3)

Bobotnilai tertimbang IKM bus dan terminal 1jumlah indikator yang dikaji hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut pada tabel 2

Indeks kepuasan masyarakat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat pengguna layanan ini terhadap pelayanan yang telah diberikan kepadanya Indeks ini digunakan sebagai tolok ukur dari kualitas pelayanan bus dan terminal apakah telah memenuhi standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan oleh pemerintah Kepuasan masyarakat dapat diketahui dengan melihat kualitas pelayanan dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dimulai dengan menganalisis setiap item atau sub-indikator yang ada dalam setiap indikator Setiap item dalam satu indikator dianalisis kemudian skor keseluruhan item dalam satu indikator tersebut dicari rata-ratanya untuk menganalisis kualitas dari kinerja setiap indikator Setelah semua indikator diukur kemudian total skor keseluruhan dari 31 dan 41 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan indeks kepuasan masyarakat di Terminal Sei Ambawang

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dari total 31 atribut sebesar 7454 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan bus di Terminal Sei Ambawang Kepuasan penumpang tertinggi terletak pada atribut keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 310 Oleh karena itu kedua atribut tersebut perlu dijaga agar senantiasa berkualitas baik Di sisi lain nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 277 Dengan demikian untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya maka operator bus perlu menyediakan tanda pengenal bagasi untuk memudahkan identifikasi barang bawaan penumpang

348 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terminal

Standar pelayanan terminal penumpang di terminal angkutan jalan wajib disediakan dan

Tabel 2 Nilai Persepsi Interval IKM Interval Konversi IKM

Nilai Persepsi

Nilai Interval

IKM

Nilai Interval Mutu

Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan Konversi IKM

1 100 ndash 175

25 ndash 4375 D Tidak Baik

2 176 ndash 250

4376 ndash 6250 C Kurang Baik

3 251 ndash 325

6251 ndash 8125 B Baik

4 326 ndash 400

8126 ndash 10000 A Sangat Baik

Sumber [16]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

89

dilaksanakan oleh penyelenggara terminal

penumpang angkutan jalan mencakup [17] pelayanan keselamatan keamanan kehandalanketeraturan kenyamanan kemudahanketerjangkauan dan kesetaraan

Standar pelayanan terminal penumpang

merupakan pedoman bagi penyelenggara terminal

angkutan jalan dalam memberikan pelayanan jasa kepada seluruh pengguna terminal Dalam hal ini penyelenggara terminal penumpang angkutan jalan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis pencabutan izin penyelenggaraan terminal penumpang denda administratif dan sanksi pegawai

Tabel 3 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Bus

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi

(Rata-rata x 0032)

A B C D = C X 0032

1 Kondisi tempat duduk 303 010

2 Kondisi kaca jendela 303 010

3 Rak bagasi atas 303 010

4 Bagasi bawah 297 010

5 Fasilitas kebersihan (tempatkantung sampah) 280 009

6 Kaca film yang mengurangi cahaya matahari 303 010

7 Ketersediaan visual audio untuk hiburan 287 009

8 Ketersediaan gorden 293 009

9 Pengatur suhu ruanganAC 303 010

10 Reclining seattempat duduk yang bisa diatur 293 009

11 Penumpang mendapatkan tiket 303 010

12 Ada tanda pengenal bagasi 277 009

13 Ada tanda pengenal awak kendaraan 303 010

14 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 287 009

15 Terdapat informasi trayek yang dilayani (asal tujuan) dan identitas kendaraan (asal-tujuan dan nama perusahaan) 303 010

16 Kondisi fisik pengemudi 303 010

17 Keahlian pengemudi 310 010

18 Ketersediaan alat pemecah kaca 303 010

19 Ketersediaan alat pemadam api 300 010

20 Ketersediaan pintu darurat 307 010

21 Jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas angkut 307 010

22 Terdapat ruang khusus merokok di dalam bus 290 009

23 Kemudahan mendapatkan tiket 310 010

24 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanggap terhadap keluhan penumpang 300 010

25 Operator (Awak kendaraanperusahaan angkutan) tanngap terhadap gangguan kendaraan 303 010

26 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan 293 009

27 Adanya kompensasi terhadap keterlambatankedatangan bus

297 010

28 Memberikan pelayanan sesuai dengan trayek dan rute yang telah ditentukan

303 010

29 Tarif terjangkau bagi penumpapng 303 010

30 Terdapat ruangtempat duduk untuk yang berkebutuhan khusus (ibu menyusuimebawa anaklansiadisabilitas)

287 009

31 Terdapat ruang penyimpanan kursi roda 287 009

Jumlah (Nilai Indeks) 298

Nilai IKM Konversi 7454

Mutu Pelayanan B

Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

90

Tabel 4 Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Terminal

Variabel Atribut Nilai Rata-rata

Nilai Konversi (Rata-rata x 0024)

A B C D = C X 0024

1 Kondisi jalur pemberangkatan bus 307 007

2 Kondisi jalur kedatangan bus 313 008

3 Loket penjualan karcistiket 303 007

4 Kondisi ruang tunggu 300 007

5 Media informasi kedatangan dan keberangkatan bus 280 007

6 Informasi pelayanan dari perusahaan bus 303 007

7 Fasilitas pengawasan keselamatan penumpang 307 007

8 Pusat informasi 290 007

9 Rambupetunjuk dalam terminal 313 008

10 Media informasi audio visual (angkutan lanjutan lokasi penting) 266 006

11 Layanan bagasi (lost and foundkehilangan dan pencarian barang bawaan)

297 007

12 Ruang penitipan barang 290 007

13 Fasilitas evakuasi kondisi daruratbencana 283 007

14 Fasilitas ibadahmushola 303 007

15 Ruang tunggu ibu menyusuihamilbawa balita 300 007

16 Ruang khusus manuladisabilitas 253 006

17 Toilet umum 237 006

18 Ruang khusus merokok 250 006

19 ATM 210 005

20 Pertokoankantin 280 007

21 Posko kesehatan 243 006

22 CCTV 283 007

23 Posko keamanan 300 007

24 Kecukupan petugas keamanan 283 007

25 Terdapat informasi layanan gangguan keamanan (no telpWASMS) 293 007

26 Keteraturan sistem naik turun penumpang 313 008

27 Pemeriksaan kesehatan pengemudi sebelum keberangkatan bus 280 007

28 Pemeriksaan kelaikan kendaraan sebelum keberangkatan 280 007

29 Ketersediaan dan berfungsinya alat pemadam api di terminal 287 007

30 Pendingin udarakipas angin di ruang tunggu 277 007

31 Larangan merokok selain di tempat yang sudah ditentukan 277 007

32 Fasiltas hiburanaudio visual di ruangan tunggu 266 006

33 Petugas terminal tanggap terhadap keluhan penumpang 310 008

34 Petugaspihak terminal tanggap terhadap adanya kemungkinan keterlambatan kedatangan bus 297 007

35 Petugas tanggap terhadap adanya gangguan keamanan 300 007 36 Kepastian waktu kedatangan dan keberangkatan bus 290 007

37 Jaminan keselamatan di terminal 300 007

38 Jaminan keamanan di terminal 300 007

39 Jaminan kepastian penumpang terangkut 310 008

40 Petugaspihak terminal tanggap terhadap para penumpang berkebutuhan khusus (disabilitasorang sakitmanulaibu hamil dan membawa anak)

307 007

41 Terdapat kursi roda untuk membantu penumpang berkebutuhan khusus 283 007

Jumlah (Nilai Indeks) 287

Nilai IKM Konversi 7173 Mutu Pelayanan B Kinerja Unit Pelayanan Baik

Sumber Hasil Survei 2018

Ichda Maulidya Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92

91

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh nilai Customer Satisfaction Index (CSI) sebesar 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna terminal di Terminal Sei Ambawang merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Sei Ambawang Dari total 41 atribut di atas atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turun penumpang merupakan atribut dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu masing-masing sebesar 313 Hal ini berarti bahwa ketiga atribut tersebut bernilai baik dan memadai serta sesuai dengan keinginan para pengguna terminal sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) memiliki nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Oleh karena itu penyelenggara Terminal Sei Ambawang diharapkan untuk menyediakan fasilitas ATM tersebut guna meningkatkan kinerja pelayanan terminal ke depannya

4 Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna terhadap kinerja pelayanan bus dan terminal di Terminal Sei Ambawang masing-masing sebesar 7454 dan 7173 Hal ini menandakan bahwa para pengguna bus dan terminal merasa puas terhadap kinerja pelayanan di Terminal Antar Lintas Batas Negara Sei Ambawang Atribut tertinggi dalam kepuasan kinerja pelayanan bus adalah keahlian pengemudi dan kemudahan mendapatkan tiket dengan nilai rata-rata sebesar 310 sedangkan nilai CSI terendah terletak pada atribut tanda pengenal bagasi dengan nilai rata-rata sebesar 27 Oleh karena itu untuk perbaikan kinerja pelayanan bus ke depannya operator bus perlu memberikan tanda pengenal bagasi pada setiap barang bawaan penumpang yang berisi identitas penumpang agar mudah dikenali tidak tertukar dan terjamin keamanannya

Di sisi lain atribut tertinggi pada kepuasan kinerja pelayanan terminal meliputi atribut kondisi jalur kedatangan bus rambupetunjuk dalam terminal dan keteraturan sistem naik turunnya penumpang dengan nilai rata-rata sebesar 313 Hal ini menandakan bahwa ketiga atribut dalam kondisi baik dan memadai sedangkan atribut keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan atribut dengan nilai CSI terendah yaitu sebesar 210 Dengan demikian pihak penyelenggara Terminal Sei Ambawang perlu menyediakan fasilitas ATM untuk perbaikan kinerja pelayanan terminal ke depannya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan data dan informasi pendukung penelitian ini serta Tim Penelitian atas bantuan dan kerjasamanya

Daftar Pustaka

[1] T Litman ldquoValuing Transit Service QualityImprovementsrdquo J Public Transp 2008 doi1050382375-09011123

[2] P Prioni and D Hensher ldquoMeasuring Service Qualityin Scheduled Bus Servicesrdquo J Public Transp 2001 doi1050382375-0901324

[3] M N Borhan D Syamsunur N Mohd Akhir M R MatYazid A Ismail and R A Rahmat ldquoPredicting the useof Public Transportation a Case Study from PutrajayaMalaysiardquo Sci World J 2014 doi1011552014784145

[4] M M Rohani D C Wijeyesekera and A T A KarimldquoBus Operation Quality Service and the Role of BusProvider and Driverrdquo 2013 doi101016jproeng201302022

[5] X Hu L Zhao and W Wang ldquoImpact of Perceptions of Bus Service Performance on Mode Choice PreferencerdquoAdv Mech Eng 2015 doi1011771687814015573826

[6] A A Nwachukwu ldquoAssessment of passengersatisfaction with intra-city public bus transportservices in abuja nigeriardquo J Public Transp 2014 doi1050382375-09011715

[7] L Eboli and G Mazzulla ldquoA new customer satisfaction index for evaluating transit service qualityrdquo J PublicTransp 2009 doi 1050382375-09011232

[8] Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung CV Alfabeta 2012

[9] Sugiyono ldquoMetodePenelitian Kuantitatif Kualitatifdan RampD Bandung PT Alfabetrdquo Sugiyono (2017)MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampDBandung PT Alfabet 2017

[10] M A Javid T Okamura and F Nakamura ldquoPublicSatisfaction with Service Quality of Daewoo Urban Bus Service in Lahorerdquo J East Asia Soc Transp Stud 2015

[11] K Ilieska ldquoCustomer Satisfaction Index ndash as a Base forStrategic Marketing Managementrdquo TEM J 2013

[12] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Bulanan Produksi Terminal Sei Ambawangrdquo2018

[13] Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan BaratldquoLaporan Monitoring Natal dan Tahun Barurdquo 2018

[14] D A Hensher ldquoCustomer service quality andbenchmarking in public transport contractsrdquo Int JQual Innov 2015 doi 101186s40887-015-0003-9

[15] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orangdengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayekrdquo2013

[16] ldquoKeputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP25MPAN22004 Tentang PedomanUmum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintahrdquo

[17] K Perhubungan ldquoPeraturan Menteri PerhubunganRepublik Indonesia Nomor PM 40 Tahun 2015Tentang Standar Pelayanan PenyelenggaraanTerminal Penumpang Angkutan Jalanrdquo 20

[18] Institute for Transportation amp Development Policy

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 83-92 Ichda Maulidya

92

ldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute for Transportation amp Development Policy New York 2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[19] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Available httpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[20] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[21] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[22] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[23] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang danPurwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017[Online] Available wwwperaturangoid

[24] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[25] ArchanaG and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[26] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York City

Pedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New York Apr 2006

[27] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[28] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[29] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[30] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm Univ Mahasaraswati Mataram 2009

[31] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[32] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[33] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[34] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21513 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

Studi Simulasi Model Kecelakaan Pengendara Mobil untuk Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas di Daerah Perkotaan

Imma Widyawati Agustin1 Christia Meidiana2 dan Sri Muljaningsih3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya12 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya3 Jl Veteran Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

E-mail immasaitamaubacid

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 26 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Berbagai permasalahan transportasi yang sering dialami dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kejadian kecelakaan Jumlah kejadian kecelakaan ini didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Penelitian ini bertujuan membuat model peluang kecelakaan mobil di Kota Surabaya yang didasarkan pada data karakteristik jalan dan karakteristik pengendara untuk mengetahui tindakan yang tepat dalam menurunkan angka kecelakaan mobil Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis generalized linear model (GLM) untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan dan regresi logistik biner untuk melihat model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara mobil Penelitian ini difokuskan pada six ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi dan sedang serta diwakilkan dengan 348 responden pengendara mobil Dari hasil analisis GLM didapatkan model peluang kecelakaan McA = 11989011989045 minus 0707 Lebar badan jalan yang menunjukkan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil Hal ini dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan model peluang kecelakaan di mana perilaku pengendara yang mempengaruhi peluang kecelakaan mobil adalah membawa surat berkendara seperti SIM dan STNK (X 36) mematuhi lampu lalu lintas (X310) memberi tanda berbelokdarurat (X311) menggunakan sabuk pengaman (X312) dan mengantuk saat mengendarai (X313)

Kata kunci Model kecelakaan pengendara mobil generalized-linear-model Kota Surabaya

Abstract Simulation Study of Car Accident Model to Improve Traffic Safety in the Urban Area Various transportation problems that are often experienced with high traffic density one of which is a traffic accident The number of accidents is dominated by private vehicles such as motorbikes and cars This study aimed to make a car accident model in Surabaya Ciy based on the road and the driver characteristics to find out the right actions in reducing the number of car accidents The study used the analysis of generalized linear model (GLM) and binary logistic regression It focused on six road segments that have the highest and moderate accident rates and it was represented by 348 respondents of car drivers The results of the GLM analysis obtained a probability model of McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119929119929119929119929119929119929119929119929 119934119934119934119934119929119929119934119934119934119934 which shows only the width o f the roa d body that affects the chances of a car accident It can be interpreted that if the road width has increased by 10 from the previous road width the GLM approach model predicts an increase in the number of car accidents by 84 victims Furthermore the driverrsquos behavior that affects the chances of a car accident include carrying a driver license and vehicle registration (X36) obeying a traffic light (X310) giving a turningemergency sign (X311) using a seat belt (X312) and being drowsy when driving (X313) Keywords Accident model car driver generalized-linear-model Surabaya City

1 Pendahuluan

Tingkat keparahan tersangka kecelakaan mobil diKota Surabaya didominasi oleh kelompok tersangka dengan cedera ringan sebanyak 473 (70) sedangkan persentase terendah ada pada kelompok keparahan cedera sebanyak 83 (12) [1] Hasil penelitian dari [2] bertujuan untuk menjadi acuan berpikir tentang interaksi manusia dan kendaraan dengan melihat kemajuan yang ada sekarang dan dalam skenario saat ini yang akan menjadikan kendaraan di pasar yang

sangat berbeda dari apa yang kita gunakan saat ini Ditemukan bahwa cedera ringan lebih kecil kemungkinannya untuk dilaporkan daripada cedera serius di Republik Ceko Prancis dan Yunani sedangkan kasus sebaliknya terjadi di Belanda dan Inggris [3] Dalam proyek lsquoin safetyrsquo fokus utama adalah pada langkah-langkah yang tidak terlalu jauh dari pasar Langkah-langkah yang lebih inovatif dapat dibayangkan dan harus dikembangkan Penilaian keamanan atas tindakan yang tidak ada berdasarkan kesamaan dengan tindakan infrastruktur adalah opsi

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

94

yang dapat diambil Pada tahap selanjutnya dalam proyek data dari kegiatan pemodelan dan evaluasi situs percontohan dapat digunakan untuk penilaian efek keselamatan [4] Temuan menarik terkait dengan parameter yang mencerminkan pengalaman kecelakaan pengemudi di mana terbukti bahwa responden dapat membedakan antara kecelakaan yang terjadi di daerah perkotaan versus pedesaan serta kecelakaan antara pengemudi versus penumpang [5] Mengingat adanya insiden kecelakaan jalan penting untuk memperhatikan persimpangan dan pejalan kaki Lebih dari 50 kecelakaan perkotaan terjadi di persimpangan dengan keterlibatan jumlah pejalan kaki yang signifikan [6]

Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengemudi yang menginginkan batas kecepatan lebih tinggi adalah mereka yang lebih sering melanggar batas kecepatan Batas kecepatan yang tidak tepat adalah pembenaran umum semua batas kecepatan beruntungnya ini hanya ditemukan secara signifikan untuk jalan perkotaan Temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa pada jalan non-perkotaan semua yang melampaui batas kecepatan sadar bahwa mereka melanggar batas yang mereka anggap tepat [6] Dalam eksperimen yang melibatkan peristiwa tak terduga dan beberapa peristiwa berulang setidaknya dalam beberapa kasus dapat merancang secara berulang sehingga data perilaku yang dikumpulkan dari pengaturan ini dapat digunakan bersama dengan data dari pengaturan yang tidak terduga Dengan menggunakan prosedur ini seseorang dapat secara signifikan meningkatkan jumlah data yang dikumpulkan sesuatu yang sangat berguna misalnya pemodelan pengendara mobil [7] Pelatihan pertolongan pertama berbasis pengalaman yang berfokus pada pengetahuan dan keterampilan serta pengaturan psikologis adalah pengetahuan bagi pengemudi yang tidak efektif yang dapat membantu mengurangi jumlah kematian dan cedera serius pada kesehatan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas [8]

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa kota besar Kota memiliki aliran pergerakan yang sangat tinggi karena kota merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta di negara Indonesia Masalah transportasi di kota-kota besar seperti Surabaya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang rata-rata di atas 3 Selain itu pembangunan infrastruktur atau peningkatan jumlah dan lebar jalan masih sangat kecil yaitu kira-kira di bawah 1 per tahun [9] Jumlah kendaraan di Kota Surabaya mencapai 2126168 unit dengan persentase kendaraan bermotor 78 mobil 16 dan 6 sisanya

adalah kendaraan seperti bus truk dan transportasi berat lainnya [10]

Jumlah kendaraan yang tinggi ini dapat memicu peningkatan kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya Kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1338 kecelakaan [11] Jumlah kecelakaan didominasi oleh kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil Mobil berada di posisi kedua yang menyumbang aliran pergerakan transportasi terbanyak setelah sepeda motor di Kota Surabaya Meskipun jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil tidak sebanyak sepeda motor mobil dapat menyebabkan tingkat keparahan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar daripada sepeda motor [12] Dari 1338 kecelakaan di Kota Surabaya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil pada 2017 berjumlah 461 kecelakaan dengan kondisi 71 orang meninggal dan 47 orang terluka parah [11] Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang cara meningkatkan keselamatan lalu lintas terutama bagi pengendara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tinggi

Perbedaan karakteristik pengemudi mobil seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas [13] Berdasarkan data tingkat kecelakaan dan faktor kecelakaan lalu lintas di atas perlu dikaji kemungkinan model kecelakaan yang melibatkan karakteristik jalan dan pengendara di Kota Surabaya Lokasi penelitian berada di jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi hingga sedang dari semua jalan di Kota Surabaya

Kecelakaan lalu lintas menurut [14] adalah peristiwa tak terduga dan tidak disengaja di jalan yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda Menurut [15] kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor pengemudi (faktor manusia) faktor kendaraan faktor jalan dan faktor lingkungan Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berkaitan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi pada tabrakan Contoh-

Tabel 1 Wilayah Studi Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Klasifikasi

Kecelakaan

Jalan Ahmad Yani 225 Tertinggi

Jalan Dr Ir H Soekarno 11 Sedang

Jalan Raya Darmo 8 Sedang

Jalan Raya Diponegoro 9 Sedang

Jalan Raya Mastrip 1675 Tertinggi

Jalan Tambak Osowilangun 1075 Sedang

Sumber Hasil Analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

95

contoh yang mencakup perilaku pengemudi termasuk penglihatan dan ketajaman pendengaran kemampuan untuk mengambil keputusan dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan Keyakinan dalam keterampilan mengemudi akan tumbuh di luar kendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan bahkan lebih besar [16]

Perbedaan karakteristik pengemudi seperti aspek sosial ekonomi pergerakan dan perilaku dapat mempengaruhi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor pengemudi [13] Faktor manusia yang disebabkan oleh perilaku pengemudi mobil sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan mobil di Kota Surabaya Penyebab utama adalah faktor kurangnya disiplin pengguna jalan yaitu pengemudi yang mengendarai kendaraan melampaui batas kecepatan dan pejalan kaki yang tidak berhati-hati [17]

Data kecelakaan mobil tahun 2017 menunjukkan bahwa 3110 pengemudi tidak memiliki SIM saat mengemudi [11] Selain itu dalam penelitian lain di Pontianak dengan 94 responden perilaku yang mengakibatkan kecelakaan adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 67 tidak secara rutin merawat kendaraan sebesar 447 dan mengemudi saat kondisi jalan gelap sebesar 17 [18] Selain faktor manusia faktor jalan juga memicu kecelakaan lalu lintas berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banjarmasin Tengah tahun 2015 di mana terdapat jalan yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas seperti jalan gelap di 18 jalan dari 21 jalan jalan tanpa spidolrambu di 7 jalan dari 21 jalan lubang di 4 jalan dari 21 jalan dan jalan banjir di 4 jalan dari 21 jalan [19]

2 Metodologi

Wilayah studi penelitian ditentukan berdasarkanklasifikasi kecelakaan mobil di Kota Surabaya pada tahun 2014-2017 yang terbagi menjadi tertinggi sedang dan terendah [20] Penentuan interval kelas dilakukan menggunakan rumus Sturgess seperti berikut

119870119870119870119870 = 119883119883119883119883minus119883119883119883119883119896119896

= 225minus0253

= 742 (1)

Keterangan

Ki Panjang kelas interval yang digunakan

Xt Nilai tertinggi suatu data yang diperoleh

Xr Nilai terendah suatu data yang diperoleh

K Jumlah pembagian kelas yang diinginkan

Tabel 2 menunjukkan ruas jalan yang menjadi fokus penelitian memiliki rata-rata kecelakaan berkisar antara 768 sampai 2250 Dari total 343 ruas jalan di Kota Surabaya yang pernah mengalami kecelakaan mobil tahun 2014 sampai tahun 2017 terdapat enam ruas jalan yang terpilih menjadi lokasi

studi penelitian Dua ruas jalan tergolong dalam klasifikasi jalan dengan tingkat kecelakaan tertinggi dan empat ruas jalan tergolong dalam klasifikasi tingkat kecelakaan sedang

Penentuan objek sampel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu berdasarkan populasi kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya dalam satu tahun terakhir Jumlah kepemilikan kendaraan mobil di Kota Surabaya sampai tahun 2016 adalah sebesar 348115 pemilik kendaraan mobil yang didapat berdasarkan data Kota Surabaya dalam Angka Tahun 2017 Jumlah sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan asumsi tingkat ketepatan data 95 Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar 348 responden Selanjutnya sampel tersebut akan didistribusikan ke dalam enam ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan mobil sedang dan tertinggi di Kota Surabaya Tahun 2014-2017 Jumlah tersebut ditentukan dengan melihat rata-rata kecelakaan mobil pada masing-masing ruas jalan [21] Distribusi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

21 Teknik Analisis

Generalized Linear Model (GLM) digunakan untuk membuat model kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Langkah-langkah dalam melakukan analisis Generalized Linier Model (Gambar 1) adalah sebagai berikut

211 Mengumpulkan data

Salah satu komponen yang penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam pengumpulan data Kesalahan yang dilakukan dalam

Tabel 2 Klasifikasi Rentang Nilai Berdasarkan Rata -Rata Kejadian Kecelakaan

Klasifikasi Rata-Rata Kecelakaan

Total Jalan

Keterangan

Tertinggi 1533-2250 2 Terpilih

Sedang 768-1533 4 Terpilih

Terendah 025-767 337 Tidak

Sumber Arta et al 2017

Tabel 3 Distribusi Jumlah Sampel Penelitian

Ruas Jalan Rata-Rata

Kecelakaan Proporsi Sampel

Jumlah Responden

Jalan Ahmad Yani 225 34829 100

Jalan Dr Ir H Soekarno

11 34814 49

Jalan Raya Darmo 8 34810 36

Jalan Raya Diponegoro 9 34812 40

Jalan Raya Mastrip 1675 34821 75

Jalan Tambak Osowilangun

1075 34814 48

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

96

proses pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit Selain itu hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan sebelumnya

212 Menentukan variabel dependen dan variabel independen

Variabel independen (independent variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain Variabel dependen (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen Kedua tipe variabel ini merupakan kategori variabel penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian karena mempunyai kemampuan aplikasi yang luas Dari data yang diperoleh pada proses pengumpulan data selanjutnya peneliti harus mengklasifikasikan dan menentukan data yang termasuk ke dalam variabel independen dan data yang termasuk dalam variabel dependen Penentuan kedua variabel ini berdasarkan teori keilmuan terkait

213 Statistika Deskriptif

Pada deskripsi data diberikan ukuran tendensi pusat ukuran posisi dan ukuran variasi yang kesemuanya menggambarakan karakteristik data Ukuran numerik yang menggambarkan beberapa karakteristik dari populasi adalah parameter sedangkan ukuran numerik yang menggambarkan karakteristik dari data pengamatan (sampel) adalah

statistik yang mana tujuannya adalah untuk menduga atau mengestimasi parameter Sebagai contoh rata-rata penjualan yang diperoleh dari populasi keseluruhan adalah parameter sedangkan rata-rata penjualan dari suatu sampel yang representatif adalah statistik Statistik ini yang dijadikan sebagai penduga parameter

214 Pengujian Linieritas

Uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan uji Generalized Linier Models Secara umum uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier secara signifikan atau tidak Data yang baik seharusnya memiliki hubungan yang linier antara variabel independen dan variabel dependen

215 Identifikasi Distribusi Variabel Dependen dan Pemilihan Fungsi Link

Identifikasi variabel dependen perlu dilakukan dengan fitting distribution yaitu mencocokan data pada kurva distribusi Setelah distribusi variabel dependen diketahui kemudian ditentukan fungsi link yang berkaitan dengan distribusi tersebut

216 Pemodelan Generalized Linier Model

Melakukan pemodelan Generalized Linier Model dengan memasukan semua variabel independen dan dependen Menggunakan uji parameter untuk menyeleksi parameter yang masuk ke dalam model selanjutnya menggunakan uji kecocokan model untuk menyeleksi model yang signifikan

217 Pemilihan Model Terbaik

Metode pemilihan model GLM terbaik ini digunakan untuk memilih model yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen (y) dan variabel independen (x) Pada setiap hubungan antara variabel Y dan variabel X terdapat beberapa model yang mampu menggambarkan beberapa kriteria untuk pemilihan model terbaik antara lain Akaikersquos InformationCriterian (AIC) Bayesian Information Criterion (BIC) dan Root Mean Square Error (RMSE) Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC BIC dan RMSE terkecil

Generalized Linier Models (GLM) bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen Keunggulan GLM dibandingkan dengan regresi linier biasa terletak pada distribusi (bentuk kurva) variabel dependen Variabel dependen pada GLM tidak diisyarakatkan berdistribusi normal (kurva lonceng simetris) akan tetapi distribusi-distribusi yang termasuk keluarga eksponensial yaitu Binomial Poisson Binomial Negative Normal Gamma Invers Gaussian Metode ini digunakan karena kecelakaan mobil tidak dapat diprediksi kejadiannya baik waktu lokasi maupun pengaruh penyebab kecelakaan tersebut [22] Model yang

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 1 Proses Analisis GLM

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

97

digunakan pada analisis ini berupa persamaan eksponensial

McA = k FLOW βθ EXP (β1X1+ β2X2+ β3X3+) (2)

Di mana McA adalah jumlah kecelakaan yang melibatkan pengendara mobil per tahun 2014-2017 FLOW adalah volume lalu lintas dalam satuan smpjam Sementara itu k dan β adalah parameter-parameter yang akan diestimasi dan x adalah variabel penjelas

Uji validitas digunakan untuk memastikan validnya suatu instrumen penelitian yang bersifat deskriptif atau dapat dijelaskan dengan melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung Uji validitas yang digunakan adalah metode spearmen rho Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala dan alat ukur yang sama Uji reliabiltas menggunakan teknik Cronbachrsquos Alpha di mana variabel x yang reliabel memiliki kriteria instrumen dengan koefisien (r) gt 06 [23]

Binari Logistik digunakan untuk membuat model peluang kecelakaan berdasarkan karakteristik pengendara mobil (Gambar 2) Regresi logistik biner menggunakan variabel respon dikotomi yaitu 1 sebagai kejadian dan 0 untuk tidak ada kejadian Regresi Logistik digunakan dikarenakan nilai kemungkinan variabel dependennya berada pada rentang 0-1 Hal ini membedakan dengan regresi linier biasa di mana nilai variabel respon (dependen)-nya bernilai lt 0 atau gt 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel respon (y) dan variabel penjelas (x) Variabel respon merupakan variabel untuk mengetahui peluang pengendara mobil mengalami kecelakaan Variabel penjelas merupakan sub-aspek dari karakteristik pengendara aspek perilaku Pembentukan model logit didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 119865119865(1205731205730 + 12057312057311198831198831119894119894) = 11+119890119890minus119911119911

= 1

1+119890119890minus1205731205730+1205731205731119883119883119897119897119897119897 (3)

Selanjutnya berdasarkan pembentukan model logit di atas maka struktur model yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut

119875119875(119870119870) = 11+119890119890minus(1205731205730+12057312057311199091199091+1205731205730+12057312057321199091199092+1205731205730+12057312057331199091199093+⋯ ) (4)

Dengan

P(i) = Peluang kejadian kecelakaan

E = Bilangan alam (271828)

β = Koefisien variabel penjelas (predictor) X = Variabel penjelas (predictor)

3 Hasil dan Pembahasan

Jalan Ahmad Yani memiliki fungsi jalan ArteriPrimer dengan tipe jalan 102 D Panjang badan jalan sebesar 973103 meter dengan lebar badan jalan keseluruhan lajur 25 meter Volume lalu lintas yang

terdapat pada ruas jalan ini tercatat sebesar 967523 smpjam dengan kecepatan arus bebas sebesar 4360 kmjam Jalan ini memiliki median jalan dan bahu jalan dengan lebar masing-masing 15 meter untuk median jalan dan 1 meter untuk bahu jalan (Tabel 4 dan Gambar 3)

Jalan Ahmad Yani terdapat di antara Kecamatan Wonocolo dan Kecamatan Gayungan memiliki lebar 25 meter yang terbagi menjadi dua jalur utama di mana jalur sebelah barat memiliki dua fungsi sebagai jalur lambat dan jalur cepat untuk arus menerus Jumlah lajur mencapai sepuluh lajur dengan tujuh

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 2 Proses Regresi Logistik

Tabel 4 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

Karakteristik

Tipe Jalan 102 D

Panjang Jalan 973103 Meter

Lebar Jalur Efektif 245 Meter

Lebar Lajur 25 Meter

Jumlah Lajur 10 Lajur

Lebar Bahu 2 Meter

Lebar Median 2 Meter

Fungsi Hierarki Arteri Primer

Jumlah Arah 4 Arah

Volume Lalu Lintas 967523 Smpjam

Kecepatan Arus 4360 Kmjam

Perkerasan Jalan Aspal

Kondisi Bahu Jalan Aspal

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

98

pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan mayoritas memiliki kriteria maksud tujuan pergerakan bekerjasekolahkuliah dengan persentase sebesar 59 57 untuk kelompok pengendara mobil dengan jarak tempuh 5-10 km 61 untuk kelompok pengendara mobil dengan

Tabel 5 Tingkat Signifikansi Aspek Sosial Ekonomi terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X11 Jenis Kelamin 0037 Signifikan

2 X12 Usia 0031 Signifikan

3 X13 Pendidikan Terakhir 0037 Signifikan

4 X14 Pekerjaan 0016 Signifikan

5 X15 Penghasilan 0019 Signifikan

6 X16 Status Kepemilikan Mobil

0021 Signifikan

7 X17 Jumlah Mobil 0029 Signifikan

8 X18 Ukuran rumah tangga 0015 Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 3 Karakteristik Jalan Ahmad Yani

lajur berada di sebelah barat untuk memberikan tingkat pelayanan tinggi terhadap arus yang masuk dari luar Kota Surabaya sedangkan jalur sebelah timur hanya memiliki tiga lajur yang merupakan jalan utama mengarah ke Kota Malang (Gambar 3 dan Gambar 4)

Gambar 5 merupakan salah satu contoh kondisi geometrik persimpangan jalan yang terdapat di ruas Jalan Ahmad Yani berbelok ke arah Jalan Gayung Kebonsari Raya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 pengendara mobil di Kota Surabaya di dapatkan bahwa mayoritas memiliki kriteria jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 598 40 untuk kelompok usia di bawah 25 tahun 54 untuk kelompok pendidikan terakhir di perguruan tinggi 52 untuk kelompok pekerjaan karyawan swasta 41 untuk kelompok penghasilan Rp 2500001-Rp 5000000 78 untuk status kepemilikan mobil milik sendiri 57 untuk kelompok jumlah kepemilikan mobil 1 buah dan 62 untuk kelompok ukuran rumah tangga lebih dari 3 orang

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub aspek sosial ekonomi (Tabel 5) didapatkan hasil yang menyatakan bahwa seluruh sub-aspek memiliki

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 4 Jalan Ahmad Yani

Sumber Hasil Analisis 2019 Gambar 5 Karakteristik Geometrik Persimpangan Jalan Ahmad Yani - Gayung Kebonsari Raya

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

99

waktu tempuh 15-30 menit 67 untuk kelompok pengendara mobil dengan waktu memulai pergerakan pukul 0500 ndash 0859 dan 45 untukkelompok pengendara mobil dengan intensitas penggunaan mobil rutin (5-7 hari) dan sedang (3-4 hari)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek pergerakan (Tabel 6) diketahui bahwa seluruh sub-aspek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Berdasarkan hasil analisis terhadap 348 responden pengendara mobil di Kota Surabaya didapatkan bahwa mayoritas memiliki perilaku dengan persentase sebesar 48 pengendara yang mengikuti kursus mengemudi 71 pengendara yang memiki pengalaman mengendarai lebih dari dua tahun 71 pengendara yang mengetahui fungsi marka dan rambu lalu lintas 58 pengendara yang mengetahui dan memeriksa kondisi mesin mobil 49 pengendara yang memiliki kemampuan

perawatan atau perbaikan mobil 49 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) 59 pengendara yang memiliki kecepatan rata-rata di atas 80 kmjam 55 pengendara yang menggunakan handphone atau headset saat mengendarai 60 pengendara yang makan atau minum saat mengendarai 65 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas 70 pengendara yang menggunakan tanda berbelok atau darurat 66 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman 29 pengendara yang mengantuk saat mengendarai dan 36 pengendara yang bersenda gurau saat mengendarai (Tabel 7)

Dari seluruh analisis tabulasi silang pada sub-aspek perilaku (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa hanya enam sub-aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil di Kota Surabaya

Model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan yang dapat dibentuk adalah McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah jumlah kecelakaan mobil dan lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter

Hasil permodelan peluang di atas menunjukan lebar badan jalan mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil Intepretasi dari model tersebut adalah bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Permodelan peluang kecelakaan pada penelitian ini diawali dengan melakukan uji validitas Variabel yang sudah dinyatakan valid dan konsisten akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

Tabel 6 Tingkat Signifikansi Aspek Pergerakan terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi

Variabel p-value Keterangan

1 X21 Maksud Tujuan Pergerakan 0026 Signifikan

2 X22 Jarak Tempuh 0025 Signifikan

3 X23 Waktu Tempuh 0023 Signifikan

4 X24 Waktu Memulai Pergerakan 0018 Signifikan

5 X25 Intensitas Penggunaan Mobil 0015 Signifikan

Tabel 7 Tingkat Signifikansi Aspek Perilaku terhadap Pengalaman Kecelakaan

No Notasi Variabel p-value Keterangan

1 X31 Mengikuti Kursus Mengemudi 0954 Tidak Signifikan

2 X32 Pengalaman Mengendarai Lebih dari 2 Tahun 0835 Tidak Signifikan

3 X33 Mengetahui Fungsi Marka amp Rambu Lalu Lintas 0711 Tidak Signifikan

4 X34 Mengetahui dan Memeriksa Kondisi Mesin 0414 Tidak Signifikan

5 X35 Memiliki Kemampuan Perawatan atau Perbaikan Mobil 0992 Tidak Signifikan

6 X36 Membawa Surat Berkendara (SIM dan STNK) 0000 Signifikan

7 X37 Kecepatan Rata-Rata gt 80 kmjam 0034 Signifikan

8 X38 Menggunakan Handphone atau Headset saat Mengendarai 0078 Tidak Signifikan

9 X39 Makan atau Minum saat Mengendarai 0103 Tidak Signifikan

10 X310 Mematuhi Lampu Lalu Lintas 0000 Signifikan

11 X311 Menggunakan Tanda Berbelok atau Darurat 0000 Signifikan

12 X312 Menggunakan Sabuk Pengaman 0000 Signifikan

13 X313 Mengantuk saat Mengendarai 0000 Signifikan

14 X314 Bersenda Gurau saat Mengendarai 0548 Tidak Signifikan

Sumber Hasil Analisis 2019

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

100

dimasukkan ke dalam persamaan Regresi Logistik Biner dan didapatkan hasil permodelan pada masing-masing ruas jalan adalah Jalan Ahmad Yani yaitu 119884119884119869119869119869119869 119860119860ℎ119898119898119898119898119898119898 119884119884119898119898119884119884119894119894 = (3021 ndash 1845(11988311988336) minus 2976 (119883119883310)

minus3516 (119883119883312) minus 3289 (119883119883313))

Jalan Dr Ir H Soekarno yaitu

119884119884119869119869119869119869119863119863119883119883119868119868119883119883119867119867119878119878119878119878119890119890119896119896119898119898119883119883119884119884119878119878 = (1712 ndash 2012(119883119883311) minus2377 (119883119883312))

Jalan Raya Darmo yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119898119898119883119883119898119898119878119878 = 0851 + 2960(11988311988332) minus 2728 (11988311988336)

Jalan Raya Diponegoro yaitu

119884119884119869119869119869119869 119877119877119898119898119877119877119898119898 119863119863119894119894119863119863119878119878119884119884119890119890119863119863119878119878 = 3202 minus 3811(119883119883310) minus3683 (119883119883312)

Jalan Raya Mastrip yaitu

119884119884119869119869119869119869119877119877119898119898119877119877119898119898 119872119872119898119898119872119872119883119883119883119883119894119894119863119863 = 1856 ndash 2551(119883119883310) minus 3328 (119883119883312) minus3343 (119883119883313)

Jalan Tambak Osowilangun yaitu

119884119884119869119869119869119869119879119879119898119898119898119898119879119879119898119898119896119896 119874119874119872119872119878119878119874119874119894119894 = 3556 minus 3549 (119883119883310) minus3323 (119883119883312)

Permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah dengan menggabungkan hasil permodelan dari kedelapan ruas jalan wilayah studi yaitu Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Darmo Jalan Diponegoro Jalan Mastrip dan Jalan Tambak Osowilangon Berikut hasil penggabungan model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara

119884119884119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312)minus 1304 (119883119883313)

Di mana Y berupa nilai kejadian kecelakaan mobil X36 Membawa surat berkendara (SIM dan STNK) X310 Mematuhi lampu lalu lintas X311 Memberi tanda berbelokdarurat X312 Menggunakan sabuk pengaman X313 Mengantuk saat mengendarai

Dari persamaan yang telah terbentuk di atas maka permodelan dapat diintepretasikan bahwa konstantanya adalah sebesar 1743 Artinya jika variabel perilaku pengendara yang berpengaruh pada permodelan nilainya konstan atau diabaikan maka dapat diartikan bahwa terdapat 1 pengendara mobil yang mengalami kecelakaan di Kota Surabaya Koefisien regresi variabel membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) adalah sebesar -1081 Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) adalah sebesar -1341 Artinya jika pengendara mematuhi lampu lalu lintas maka pengendara

tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) adalah sebesar -2446 Artinya jika pengendara memiliki perilaku memberi tanda berbelokdarurat maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) adalah sebesar -2339 Artinya jika pengendara memiliki perilaku menggunakan sabuk pengaman maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-) Koefisien regresi variabel mengantuk saat mengendarai (119883119883313) adalah sebesar -1304 Artinya jika pengendara memiliki perilaku mengantuk saat mengendarai maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif (-)

Perhitungan simulasi peluang penurunan kecelakaan mobil dilakukan setelah didapatkan hasil dari permodelan peluang kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Perhitungan simulasi ini bertujuan untuk melihat apakah hasil permodelan yang didapatkan telah sesuai dengan kondisi saat ini serta memprediksi kondisi terbaik untuk menurunkan tingkat kecelakaan di Kota Surabaya Simulasi permodelan ini hanya dilakukan pada model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan Perhitungan model dilakukan dengan memasukkan jumlah pengendara yang memilih variabel yang signifikan pada permodelan kecelakaan mobil di Kota Surabaya yaitu membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) dan mengantuk (119883119883313)

Terdapat 176 pengendara yang memilih jawaban tidak membawa surat berkendara (SIM dan STNK) dan sisanya ada 172 pengendara yang membawa surat berkendara (SIM dan STNK) (11988311988336) 121 pengendara memilih jawaban tidak mematuhi lampu lalu lintas dan sisanya ada 227 pengendara yang mematuhi lampu lalu lintas (119883119883310) 104 pengendara memilih jawaban tidak memberi tanda berbelokdarurat dan sisanya ada 244 pengendara yang memberi tanda berbelokdarurat (119883119883311) 120 pengendara memilih jawaban tidak menggunakan sabuk pengaman dan sisanya ada 228 pengendara yang menggunakan sabuk pengaman (119883119883312) 100 pengendara memilih jawaban tidak mengantuk dan sisanya ada 248 pengendara yang mengantuk (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (11988311988336) minus 1341 (119883119883310)minus 2446(119883119883311) minus 2339 (119883119883312) minus 1304 (119883119883313)

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = 1743minus 1081 (2) minus 1341 (2) minus 2446(2)minus 2339 (2) minus 1304 (2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93ndash102 Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih

101

119936119936119870119870119878119878119883119883119898119898 119878119878119878119878119883119883119898119898119879119879119898119898119877119877119898119898 = minus15279

Nilai permodelan Y Kota Surabaya = -15279 asymp -15 yang berarti terdapat penurunan 15 pengendara mobil yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya Sementara itu untuk Y aktual pengendara yang tidak mengalami kecelakaan mobil di Kota Surabaya adalah 136 pengendara mobil Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan rumus peluang regresi logistik berdasarkan permodelan kecelakaan mobil yang telah dihasilkan di Kota Surabaya adalah

119875119875(119934119934) = 120783120783120783120783+119942119942minus(119936119936) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus119936119936 119922119922119929119929119934119934119929119929 119930119930119930119930119930119930119929119929119930119930119929119929119930119930119929119929)) = 120783120783

120783120783+(119942119942minus120783120783120787120787120784120784120789120789120784120784))=

9999

Berdasarkan hasil perhitungan simulasi dapat diketahui bahwa peluang tidak mengalamikecelakaan pada pengendara mobil di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada permodelan adalah sebesar 9999

4 Kesimpulan

Terdapat enam ruas jalan yang memiliki tingkatkecelakaan mobil dengan klasifikasi tertinggi dan sedang yaitu pada Jalan Ahmad Yani Jalan Dr Ir H Soekarno Jalan Raya Darmo Jalan Raya Diponegoro Jalan Raya Mastrip dan Jalan Raya Tambak Osowilangun Rata-rata fungsi jalan tersebut tergolong jalan arteri dan kolektor

Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang(crosstabs) didapatkan hasil sebagai berikut (a) Aspek sosial ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi jenis kelamin usia pendidikan terakhir pekerjaan penghasilan status kepemilikan mobil jumlah kepemilikan mobil dan ukuran rumah tangga (b) Aspek pergerakan yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi maksud tujuan pergerakan jarak tempuh waktu tempuh waktu memulai pergerakan dan intensitas penggunaan mobil (c) Aspek perilaku yang memiliki pengaruh signifikan terjadinya kecelakaan mobil meliputi membawa surat berkendara (SIM dan STNK) kecepatan rata-rata gt 80 kmjam mematuhi lampu lalu lintas menggunakan tanda berbelok atau darurat menggunakan sabuk pengaman dan mengantuk saat mengendarai

Dari hasil analisis Generalized Linear Model didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik jalan sebagai berikut McA = 119942119942120786120786120787120787 minus 120782120782120789120789120782120782120789120789 119819119819119819119819119819119819119819119819119819119819 119819119819119819119819119835119835119819119819119835119835 119843119843119819119819119843119843119819119819119835119835 di mana McA adalah Jumlah kecelakaan mobil lebar badan jalan adalah lebar badan jalan dalam meter Hasil permodelan peluang ini menunjukan bahwa hanya lebar badan jalan yang mempengaruhi jumlah kecelakaan mobil di Kota Surabaya Dapat diintepretasikan bahwa jika lebar badan jalan memiliki peningkatan 10 dari lebar badan jalan sebelumnya maka model

pendekatan dengan GLM memprediksi akan terjadi peningkatan jumlah kecelakaan mobil sebanyak 84 korban Dari hasil analisis regresi logistik biner didapatkan hasil model peluang kecelakaan mobil berdasarkan karakteristik pengendara sebagai berikut 119936119936 = 1743 minus 1081 (119883119883 36) minus 1341 (119883119883 310) minus 2446(119883119883 311) minus 2339 (119883119883 312) minus1304 (119883119883 313) di mana Y adalah nilai kejadian kecelakaan mobil X36 adalah membawa surat berkendara (SIM dan STNK) Artinya jika pengendara memiliki perilaku membawa surat berkendara (SIM dan STNK) maka pengendara tersebut berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecelakaan karena dianggap sudah disiplin dalam aturan berkendara dan dikarenakan memiliki nilai koefisien variabel negatif X310 adalah mematuhi lampu lalu lintas X311

adalah memberi tanda berbelokdarurat X312 adalah menggunakan sabuk pengaman dan X313 adalah mengantuk saat mengendarai

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota penelitian yang terlibat dalam penelitian pemodelan kecelakaan pengendara mobil di Kota Surabaya Juga kepada tim laboratorium EIIS Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu terima kasih banyak atas kerjasamanya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya atas hibah penelitian unggulan yang diberikan kepada penulis

Daftar Pustaka

[1] I W Agustin ldquoAnalysis of Car Accident at the Location of Black-Spot and Rating for Accident-Prone Roads inSurabayardquo 2019

[2] S Damiani E Deregibus and L Andreone ldquoDriver-vehicle interfaces and interaction Where are theygoingrdquo Eur Transp Res Rev 2009

[3] G Yannis E Papadimitriou A Chaziris and JBroughton ldquoModeling road accident injury under-reporting in Europerdquo Eur Transp Res Rev 2014

[4] M Wiethoff et al ldquoA methodology for improving road safety by novel infrastructural and invehicletechnology combinationsrdquo Eur Transp Res Rev 2012

[5] C Antoniou ldquoA stated-preference study of thewillingness-to-pay to reduce traffic risk in urban vsrural roadsrdquo Eur Transp Res Rev 2014

[6] F Russo and A Comi ldquoFrom the analysis of Europeanaccident data to safety assessment for planning therole of good vehicles in urban areardquo Eur Transp Res Rev 2017

[7] G Yannis G Louca S Vardaki and G KanellaidisldquoWhy do drivers exceed speed limitsrdquo Eur TranspRes Rev 2013

[8] O Benderius G Markkula K Wolff and M WahdeldquoDriver behaviour in unexpected critical events and in repeated exposures ndash A comparisonrdquo Eur Transp Res Rev 2014

Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 93-102

102

[9] V Kureckova V Gabrhel P Zamecnik P Rezac AZaoral and J Hobl ldquoFirst aid as an important trafficsafety factor ndash evaluation of the experiencendashbasedtrainingrdquo Eur Transp Res Rev 2017

[10] Aloisius de Rozari and Yudi Hari Wibowo ldquoFaktor-faktor Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas diJalan Utama Kota Surabayardquo J Penelit Adm Publik 2015

[11] Badan Pusat Statistik Surabaya ldquoKota Surabaya Dalam Angka Tahun 2016rdquo Badan Pusat Statistik Surabaya 2017

[12] Polantas Kota Surabaya ldquoData Kepolisian KecelakaanLalu Lintasrdquo Polantas Surabaya Surabaya 2017

[13] T Permanawati H Sulistio and A Wicaksono ldquoModelPeluang Kecelakaan Sepeda Motor BerdasarkanKarakteristik Pengendara (Studi Kasus SurabayaMalang dan Sragen )rdquo J Rekayasa Sipil 2010

[14] Kementerian Perhubungan ldquoUndang-Undang Nomor22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan AngkutanJalanrdquo Kementerian Perhubungan 2009httpsperaturangoidperaturanindex-lembaran-negarahtmlLembaranNegaraSearch5Bjenis_peraturan_id5D=ampLembaranNegaraSearch5Bnomor5D=22ampLembaranNegaraSearch5Btahun5D=2009ampLembaranNegaraSearch5Btentang5D=

[15] E Wiranto A Setyawan and A SumarsonoldquoEVALUASI TINGKAT KERAWANAN KECELAKAANPADA RUAS JALAN BOYOLALI - AMPEL KM 29+000 -34+000rdquo Matriks Tek Sipil vol Volume 2 N no 22014

[16] Hermawan S Agung Haryadi Bambang Kushardjoko and Wahyudi ldquoHubungan Uji Berkala KendaraanBermotor Dengan Kecelakaan Lalu Lintas Di KotaCirebonrdquo Universitas Diponegoro 2013

[17] A Zanuardi and H Suprayitno ldquoAnalisa KarakteristikKecelakaan Lalu Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabayamelalui Pendekatan Knowledge Discovery inDatabaserdquo J Manejemen Aset Infrastruktur Fasilitas 2018

[18] I Arfan and W Wulandari ldquoStudi EpidemiologiKejadian Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota Pontianakrdquo J Vokasi Kesehat 2018

[19] M Azizirrahman E Normelani and D ArisantyldquoFaktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu LintasPada Daerah Rawan Kecelakaan di KecamatanBanjarmasin Tengah Kota Banjarmasinrdquo J Pendidik Geogr vol 2 Nomor 3 2015

[20] I Benny Gede D Arta and E Saraswati ldquoKajianSpasial Tingkat Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas diSebagian Ruas Jalan Kota Denpasarrdquo J Bumi Indones vol 6 Nmor 2 2017

[21] N Zuriah Metodologi Penelitian Sosial danPendidikan (Teori - Aplikasi ) Jakarta Bumi Aksara2006

[22] A Suraji N Tjahjono and Widodo ldquoAnalisis FaktorKendaraan Sepeda Motor terhadap Kecelakaan LaluLintasrdquo 2010

[23] A E Sujianto Analisis Statistik dengan SPSS 160Jakarta Jakarta Prestasi Pustaka 2009

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

Pendekatan Multidimensional Scaling untuk Penilaian Status Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Semarang

Masmian Mahida Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl Prof H Soedarto SH Tembalang Semarang Jawa Tengah 50275 E-mail masmianmahida19pwkundipacid

Diterima 24 Februari 2020 disetujui 17 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Kota Semarang dalam mewujudkan kota pintar dari sektor transportasi telah memiliki layanan IT area traffic control system (ATCS) Teknologi ATCS merupakan sistem monitoring pengendalian lalu lintas jalan berbasis teknologi informasi pada suatu kawasan di persimpangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan Pada praktiknya masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Oleh karena itu akan dilakukan penilaian terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS yang ditinjau dari dimensi input proses dan output guna memperoleh faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS Penelitian penilaian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan dukungan analisis Multidimensional Scaling Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS dan penyebaran kuesioner kepada tiga pakar yang terkait teknologi ATCS Hasil temuan penelitian dapat dijadikan input pada pengembangan teknologi ATCS Kota Semarang sehingga terwujud kota pintar terutama di sektor transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan nilai baik dengan atribut sensitif kerangka tata kelola IT Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif dukungan lingkungan inovatif Sementara itu status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output menunjukkan nilai cukup dengan atribut sensitif efektifitas biaya

Kata Kunci Keberlanjutan ATCS Kota Pintar Multidimensional Scaling

Abstract Multidimensional Scaling Approach for Sustainability Assessment of ATCS Technology of Semarang Smart City Semarang City in realizing a smart city from the transportation sector has had an IT area traffic control system (ATCS) service ATCS technology is a road traffic control monitoring system based on information technology in an area at an intersection that aims to optimize road network performance Practically there is still a technical problem related to the electricity supply When the PLN electricity supply has been off for more than three hours the ATCS service is not functioning because the backup electric battery is only capable of three hours Therefore an assessment will be carried out to the sustainability status of ATCS technology in terms of the input process and output dimensions to obtain factorsattributes that affect the sustainability of ATCS technology The research used a descriptive qualitative-quantitative method using Multidimensional Scaling analysis Data collection was conducted by field observation interviews with ATCS technology managers and distributing questionnaires to three experts related to ATCS technology The results of the research findings can be used as input for the development of ATCS technology for developing smart city Semarang especially in the transportation sector The results showed that the sustainability status of ATCS technology on the input dimension is good with sensitive attributes IT governance framework The sustainability status of the ATCS technology in the process dimension showed sufficient value with the sensitive attributes of innovative environmental support While the status of the sustainability of the ATCS technology in the output dimension showed sufficient value with the cost-effectiveness sensitive attribute

Keywords Sustainability ATCS Smart City Multidimensional Scaling

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21367 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access di bawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

104

1 Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi intelligent transportation system (ITS) dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan penanganan kemacetan menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan dewasa ini [1] Di era revolusi industri 40 sekarang ini investasi pada infrastruktur transportasi perkotaan menggunakan teknologi manjadi tumpuanpenerapan kota pintar [2]

Penerapan kota pintar Semarang dari aspek transportasi yang menggunakan sistem monitoring teknologi ATCS (area traffic control system) merupakan langkah dalam memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas Sistem monitoring teknologi ATCS di Kota Semarang sudah dimulai pada tahun 2016 dan dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Semarang Sistem ini sangat membantu dalam memonitor dan mengendalikan lalu lintas jalan pada kawasan persimpangan sehingga dapat menghindari kemacetan Manajemen siklus lampu lalu lintas dengan menggunakan teknologi ATCS dilaksanakan mengacu pada input data lalu-lintas yang real time dan pengamatan lalu lintas pada titik-titik persimpangan Hingga awal tahun 2019 instrumen ATCS telah dipasang pada 36 titik persimpangan di Kota Semarang seperti Akpol A Yani- Ki Mangun S Abdul Rahman S Tugu Mudadan Simpang Lima Kelebihan sistem ATCS adalahuser atau masyarakat dapat mengakses sistem ATCSmelalui aplikasi android untuk melihat keadaantraffic lalu lintas yang akan mereka lewati

Inovasi teknologi ATCS merupakan implementasi Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Semarang Kota Pintar sebagai pedoman pengembangan kota pintar Kota Semarang [3] Inovasi ini merupakan ejawantah atau wujud penerapan konsep kota pintar melalui teknologi terkini yang memberikan dampak terhadap pelayanan yang efektif dan efisien serta peningkatan kualitas kehidupan [4]

Temuan di lapangan mengacu pada hasil interview dengan pengelola aplikasi menunjukkan bahwa masih terdapat kendala teknis terkait suplai listrik yakni pada saat suplai listrik PLN mati lebih dari tiga jam maka layanan ATCS tidak berfungsi karena baterai listrik cadangan hanya mampu bertahan tiga jam Dukungan teknis berupa sumber daya listrik yang terkelola dengan cerdas mutlak dalam kota pintar yang terintegrasi dan berkelanjutan [5]

Atas dasar acuan tersebut maka penulis melakukan penelitian penilaian pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang untuk menemukan faktoratribut yang berpengaruh pada keberlanjutan teknologi ATCS dan status keberlanjutannya yang ditinjau dari dimensi input proses dan output sebagai dasar untuk evaluasi

teknologi informasi (teknologi ATCS) [6] Pada penelitian ini penulis menggunakan istilah penilaian (assessment ) yang merupakan salah satu definisi operasional dari aspek evaluasi Penelitian penilaian keberlanjutan ini memfokuskan pada self-evaluation yakni penulis menilai dengan menggunakan perspektif regulator dan pengelola serta bukan pada perspektif pelanggan atau user Temuan dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi input dalam pengembangan kota pintar Semarang khususnya sektor transportasinya

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data primer menjadi penting untuk penelitian penilaian keberlanjutan ini sehingga akan dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan interview serta penyebaran kuesioner Pengamatan di lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran nyata pengoperasian teknologi ATCS seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2 Interview langsung pada pengelola teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait masalah dan tantangan pada layanan teknologi ATCS Kemudian penyebaran kuesioner dilakukan untuk mendapatkan keterwakilan data yang sesuai dengan penelitian

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 1 Control room teknologi ATCS Dinas Perhubungan Kota Semarang

Sumber Dokumen pribadi 2019 Gambar 2 Tampilan simpangan Jalan AYani via android playstore ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

105

penilaian ini melalui purposive sampling dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang sebagai pengelola teknologi ATCS Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Semarang sebagai regulator sistem teknologi informasi Kota Semarang dan PT Dinustek mewakili konsultan teknologi informasi Kota Semarang Kemudian metode isian kuesioner dilakukan melalui scoring dan memakai skala ordinal Terakhir metode pengumpulan data sekunder menggunakan referensi dari studi literatur tentang smart city

22 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif Temuan penelitian kualitatif dilaksanakan melalui metode pengamatan lapangan dan interview guna mendukung analisis Sementara itu penelitian kuantitatif yang dilaksanakan melalui metode penyebaran kuesioner akan digunakan sebagai analisis pada hubungan antara variabel yang memengaruhi dan variabel yang dipengaruhi [7]

23 Analisis Data

Penelitian penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Pintar Semarang dengan menggunakan analisis MDS (multidimensional scalling) melalui penilaian cepat multidisiplin

(multidisciplinary rapid appraisal) atau Rapid appraisal-ATCS (Rap-ATCS) Rap-ATCS adalah modifikasi metode Rapfish (Rapid Appraisal of Fisheries) yakni teknik penilaian terhadap multidisiplin Metode Rapfish dikembangkan oleh University of British Columbia Kanada dan dipakai pertama kali untuk menilai status keberlanjutan pada perikanan Karena penelitian penilaian teknologi ATCS ini mengadopsi Rapfish maka Rap-ATCS akan memakai prinsip-prinsip pada metode Rapfish yakni (1) akan digunakan untuk menilai cepat pada statuskeberlanjutan dengan mengacu pada beberapaatribut (2) atribut-atribut yang digunakan akandiredefinisi atau diganti sesuai dengan informasiyang ada [8] (3) adalah metode pengambilankeputusan mengacu pada multikriteria dengan skalamultidimensi dan (4) memakai teknik ordinasiuntuk menentukan status keberlanjutan [9]

Oleh karena itu nilai status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang melalui analisis MDS ini memiliki beberapa langkah yakni (1) langkah pemilihan atribut untuk penilaian status keberlanjutan teknologi ATCS pada tiap-tiap dimensi (input proses dan output) pada Tabel 1 yang merujuk pada benchmark pelayanan IT yang baik (2) langkah menilai atribut dengan skala ordinal mengacu pada kriteria keberlanjutan pada tiap

Tabel 1 Dimensi dan atribut penelitian teknologi ATCS Kota Semarang

Dimensi Atribut Keterangan Sumber

Input Kerangka tata kelola IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung tata kelola IT mencakup kebijakan standar prosedur dan IT Balanced Scorecard

Megawati 2017 [10]

Roadmap terintegrasi

Aplikasi IT pada kota pintar harus memiliki roadmap terintegrasi berorientasi service device dan teknologi

Lee 2013 [11]

Framework sistem IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung framework sistem IT yang terintegrasi dari sisi hardware (perangkat keras) software (perangkat lunak) dan teknologi jaringan

Washburn 2010 [12]

Infrastruktur jaringan IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung peralatan jaringan (saluran fiber optic dan jaringan wi-fi) dan public access points (wireless hotspot)

Sideridis 2009 [13]

Proses Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung kolaborasi dan kerjasama seluruh stakeholders baik pemerintah maupun komponen masyarakat swasta LSM dan pendidikan

Lindskog 2004 [14]

Dukungan lingkungan inovatif

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung lingkungan inovatif yang membutuhkan pengembangan SDM berketerampilan kreatif institusi berorientasi inovasi dan ruang kolaborasi virtual

Komninos N 2009 [15]

Biaya operasional

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung biaya operasional yang mencakup profesional IT operasi pemeliharaan pelatihan dan konsultansi

Chourabi 2012 [16]

Interoperabilitas platform IT

Aplikasi IT pada kota pintar harus didukung platform IT yang menjamin interoperabilitas pada sisi aplikasi dan service (kemampuan berbagai aplikasi untuk berinteraksi dengan aplikasi lainnya)

Muntildeoz 2011 [17]

Output Efisiensi waktu

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efisiensi waktu yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Efektifitas biaya

Aplikasi IT pada kota pintar harus dapat menciptakan efektifitas biaya yang terintegrasi dengan tata kota

Zhang 2017 [18]

Pelayanan publik efisien

Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan pemerintah untuk melakukan kekuatan transformatifnya sehingga membuat pelayanan publik lebih efisien

Ericsson 2014[19]

Jaringan sosial Aplikasi IT pada kota pintar memungkinkan masyarakat melakukan kekuatan transformatifnya sehingga menguatkan jaringan sosial

Ericsson 2014 [19]

Sumber Hasil olahan penulis 2019

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

106

dimensi dan analisis MDS dan (3) langkah menyusun indeks pada status keberlanjutan teknologi ATCS Kota Semarang Kemudian temuan analisis MDS menunjukkan (1) status atau indeks tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS dan (2) leveragesensitive attribute yang merupakan atribut berpengaruh pada status keberlanjutan pada tiap-tiap dimensi pada teknologi ATCS

Posisi titik status keberlanjutan akan digambarkan menjadi dua dimensi yakni ordinat vertikal dan horizontal dan diwakilkan dengan garis datar yaitu ekstrim buruk memiliki nilai indeks 0 dan ekstrim baik memiliki nilai indeks 100 Skala nilai pada indeks status keberlanjutan teknologi ATCS dengan range antara 0ndash100 di mana apabilamemiliki nilai lebih besar sama dengan 50 artinya berkelanjutan namun apabila kurang dari 50 artinya belum berkelanjutan (Tabel 2) [20] Ordinasi status keberlanjutan merupakan gambaran terkait status keberlanjutan masing-masing dimensi mengacu pada skor tiap atributnya Titik nilai indeks pada sumbu axis (x) mengambarkan status keberlanjutan teknologi ATCS dan ordinat (y) menunjukkan variasi skor pada tiap atribut yang diteliti [21]

Dalam mendukung kevalidan ordinasi menggunakan MDS analisis ordinasi akan ditambah dengan pengujian normalisasi layakan model (nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Apabila nilai S lt 025 dan nilai R2 mendekati 1 maka model dinilai baik Kemudian analisis leverage (mengacu pada nilai Root Mean Square (RMS) terbesar) dan Monte Carlo (jika hasil simulasi memiliki perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak) [21] Sebagaimana kita ketahui khusus simulasi Monte Carlo dapat mengetahui adanya ketidakpastian rambatan sensitivitas performa dan reliabilitas sebuah model [22]

24 Persamaan

MDS merupakan teknik analisis statistik multivariat yang berfungsi dalam menentukan posisi suatu obyek dengan mengacu terhadap kesamaan atau ketidaksamaannya [23] Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi status keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian mengetahui ketidakseimbangan antardimensi MDS

juga teknik analisis data berupa gambar geometrik yang mendeskripsikan kesamaan obyek berdasarkan jarak euklidian [24] Dapat diinfomasikan bahwa jarak euklidian dihitung melalui persamaan (1)

d = (|1199091199091minus 11990911990922| + |1199101199101 minus 11991011991022| + |1199111199111 minus 11991111991122| +⋯ ) (1)

Rap-ATCS memiliki sebaran poin banyak sehingga sulit untuk divisualisasi sehingga dibuat visual jadi satu dimensi yakni bad dan good Selanjutnya pada penggunaan metode ordinasi posisi sebuah obyek diproyeksikan melalui regresi jarak euclidian (dij) dari poin i ke poin j dengan poin asal δij menggunakan persamaan (2) kemudiandilakukan usaha intercept pada persamaan (2) sama dengan 0 (a=0) Oleh karena itu persamaan (2) berubah menjadi persamaan (3)

119889119889119894119894119894119894 = 119886119886 + 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 120634120634 = 119890119890119890119890119890119890119890119890119890119890 (2)

119889119889119894119894119894119894 = 120573120573120573120573120573120573120573120573 + 120634120634 (3)

3 Hasil dan Pembahasan

Sejumlah data yang dipakai untuk analisis adalahdata observasi lapangan meliputi situasi control room teknologi ATCS dan pantauan real time lalu lintas via teknologi ATCS wawancara dengan para stakeholder dan isian kuesioner Sebagai contoh berdasarkan wawancara dengan pengelola teknologi ATCS salah satu kendala aspek teknis adalah matinya layanan teknologi ATCS jika pada saat itu terjadi listrik padam lebih dari tiga jam karena listrik cadangan internal untuk teknologi ATCS hanya mampu bertahan hingga tiga jam Kendala lainnya adalah aspek perilaku pengguna jalan yang terpantau lewat kamera teknologi ATCS di mana ada yang tidak menaati peraturan rambu lalu lintas yang telah diatur teknologi ATCS di persimpangan jalan Kendala aspek teknis menjadi sangat penting untuk diatasi karena berdampak pada keberlanjutan pelayanan teknologi ATCS terlebih di saat lalu lintas padat Sementara itu kendala aspek perilaku pengguna jalan juga perlu dilakukan penertiban oleh petugas lalu lintas Sedangkan data isian kuesioner akan digunakan untuk bahan analisis status keberlanjutan teknologi ATCS ini dengan output indeks pada dimensi input proses dan output serta faktoratribut yang berpengaruh

31 Analisis Status Keberlanjutan Teknologi ATCS pada Dimensi Input Proses dan Output

Grafik keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input proses dan output akan disimbolkan meliputi bentuk belah ketupat berwarna biru adalah besaran indeks bentuk persegi berwarna merah adalah reference anchors yang mengacu pada formula menunjukkan bahwa pada sumbu x untuk Good memiliki nilai maksimal 100 dan Bad memliki nilai minimum 0 sedangkan sumbu y untuk Up

Tabel 2 Kategori status keberlanjutan teknologi ATCS mengacu pada nilai indeks analisis rapfish

Indeks Kategori

le 249 Buruk

25-499 Kurang Berkelanjutan

50-749 Cukup berkelanjutan

˃75 Baik

Sumber[20]

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

107

adalah setengah maksimum skor atribut (50) dan Down adalah setengah minimum skor atribut (-50) dan bentuk segitiga berwarna hijau adalah anchors yang menunjukkan batas

Berdasarkan hasil analisis MDS status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input memiliki nilai 8124 dengan kategori baik dan jika dilihat posisi nilai 8124 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan baik Gambar 3 menunjukkan grafiknya

Analisis MDS juga didukung dengan analisis kelayakan model Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi input sebesar 015 pada nilai S dan 094 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S

lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik

Pada sisi lain hasil analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi proses memiliki nilai 7362 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 7362 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasipenurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukupGambar 4 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi mengacu pada besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi proses Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi proses sebesar 016 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti adalah baik Terakhir analisis MDS pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi output dengan nilai 6025 atau berkategori cukup berkelanjutan dan jika dilihat posisi nilai 6025 berada pada posisi di bawah nilai 0 pada sumbu x dan y Secara statistik hal ini menunjukkan indikasi penurunan meskipun statusnya berkelanjutan cukup serta Gambar 5 menunjukkan grafiknya

Analisis kelayakan model menggunakan uji normalisasi dengan mengacu besaran nilai stress (S) dan koefisien determinasi (R2) juga dilakukan pada dimensi output Perhitungan metode Rap-ATCS menunjukkan nilai S dan R2 untuk teknologi ATCS pada dimensi output sebesar 019 pada nilai S dan 092 untuk nilai R2 Oleh karena itu dalam kaidah analisis kelayakan model menyebutkan model yang baik ialah memiliki nilai S lt 025 dan R2 mendekati 1 Artinya model yang diteliti bernilai baik

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 3 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi input

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 4 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi proses

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 5 Hasil ordinasi teknologi ATCS pada dimensi output

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

108

32 Analisis Leverage Keberlanjutan Teknologi ATCS di Dimensi Input Proses dan Output

Analisis leverage dilakukan untuk menemukan factor pengungkit (leverage factors) dalam status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input Temuan analisis leverage pada dimensi input ditampilkan Gambar 6 Secara visual faktor pengungkit digambarkan dalam bar memanjang adalah atribut yang dinilai Untuk dimensi input faktor pengungkitnya adalah ldquokerangka tata kelolaITrdquo yang memiliki pengaruh besar terhadap statuskeberlanjutan di mana memiliki angka Root Mean

Square (RMS) senilai 1875 Hal ini menyatakan apabila ada intervensi pada ldquokerangka tata kelola ITrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Gambar 7 adalah dimensi proses di mana memiliki faktor pengungkit ldquodukungan lingkunganinovatifrdquo yang memiliki pengaruh terbesar padastatus keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1970 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquodukungan lingkungan inovatifrdquomaka akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 6 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input

1875

596

672

756

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Kerangka tata kelola IT

Roadmap terintegrasi

Framework sistem IT

Infrastruktur jaringan IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 7 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi proses

659

1970

821

672

0 5 10 15 20 25

Kolaborasi dan kerjasama stakeholders

Dukungan lingkungan inovatif

Biaya operasional

Interoperabilitas platform IT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

109

Terakhir Gambar 8 menunjukkan dimensi output di mana memiliki faktor pengungkit ldquoefektifitas biayardquo yang memiliki pengaruh terbesarpada status keberlanjutan di mana memiliki angka RMS senilai 1087 Hal ini menyatakan bahwa jika terdapat intervensi pada ldquoefektifitas biayardquo makaakan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutannya

33 Analisis Monte Carlo pada Dimensi Input Proses dan Output

Simulasi Monte Carlo mengambarkan hasil simulasi berupa perbedaan nilai ordinasi sedikit maka hasil ordinasi MDS telah dapat mengatasi adanya kesalahan acak melalui metode ldquoscatter

plotrdquo Berdasarkan simulasi monte carlo yangrunning sebanyak 25 perulangan pada dimensi input dengan confidence 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7862 (Gambar 9) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 8124 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sedangkan simulasi Monte Carlo yang di-running sebanyak 25 perulangan pada dimensi proses dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 7200 (Gambar 10) dan apabila disandingkan

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 8 Leverage factors status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi output

942

1087

904

660

0 2 4 6 8 10 12

Efisiensi waktu

Efektifitas biaya

Pelayanan publik efisien

Jaringan Sosial

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Status scale 0 to 100)

Att

ribu

te

Leverage of Attributes ATCS

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 9 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi input

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 10 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi proses

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

110

dengan nilai ordinasi MDS yakni 7362 terlihat tidak berbeda banyak Artinya kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Simulasi Monte Carlo yang running sebanyak 25 perulangan pada dimensi output dengan confidence range 95 persen menyajikan nilai rata-rata 5930 (Gambar 11) dan apabila disandingkan dengan nilai ordinasi MDS yakni 6025 terlihat tidak berbeda banyak Artinya bahwa kejadian kesalahan penyusunan skor untuk tiap atribut pada analisis ordinasi terbilang kecil sehingga dengan mengacu pada temuan simulasi Monte Carlo tersebut disimpulkan bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Tabel 3 menyajikan resume nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output Pada dimensi input teknologi ATCS memiliki status berkelanjutan baik Karena teknologi ATCS telah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi maka tata kelola lalu lintas menjadi lebih efektif dan efisien Kemudian keberlanjutan pada dimensi proses untuk teknologi ATCS adalah cukup berkelanjutan Oleh karenanya perlu memfokuskan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo yangmerupakan atribut sensitifnyapengungkit Dan dimensi output untuk teknologi ATCS juga cukup berkelanjutan Hal ini kemungkinan juga dikarenakan adanya faktor lain sehingga mengakibatkan keberlanjutannya cukup Tetapi

kalau merujuk pada analisis leverage yang memiliki faktor sensitifpengungkit ldquoefektifitas biayardquo untukitu perlu intervensi di faktor tersebut sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Tabel 4 menunjukkan atribut sensitiffaktor pengungkit pada status keberlanjutan teknologi ATCS untuk dimensi input proses dan output yang mana dasar penentuannya mengacu pada nilai RMS Dapat diamati jika dilakukan intervensi pada atribut sensitifnya pada tiap dimensi tersebut maka memungkinkan dapat mempengaruhi status keberlanjutannya

Kemudian Tabel 5 menunjukkan resume nilai uji normalisasi meliputi stress (S) dan koefisien determinasi (R2) pada tiga dimensi tersebut di mana menunjukkan bahwa model baik karena sesuai kriteria S lt025 dan R2 mendekati 1 Begitu juga dengan hasil simulasi Monte Carlo yang apabila disandingkan dengan ordinasi MDS dan berderajat kepercayaan (confidence range) 95 persen mempunyai perbedaan kecil artinya bahwa terdapat akurasi dalam analisis ordinasi MDS dalam menilai sebuah objek

Sumber Hasil analisis 2019 Gambar 11 Hasil analisis Monte Carlo teknologi ATCS pada dimensi output

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Othe

r Dist

ingis

hing

Fea

ture

s

Sustainability Status

Rap Smart City Ordination - Monte Carlo Scatter Plot

Tabel 3 Ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Nilai indeks Keterangan

Input 8124 Baik

Proses 7362 Cukup berkelanjutan

Output 6025 Cukup berkelanjutan

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 4 Atribut sensitif indeks keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Atribut RMS

Input Kerangka tata kelola IT 1875

Proses Dukungan lingkungan inovatif

1970

Output Efektifitas biaya 1087

Sumber Hasil analisis 2019

Tabel 5 Hasil analisis Rap-ATCS terhadap status keberlanjutan teknologi ATCS

Dimensi Stress R2 Indeks

MDS

Indeks Monte Carlo

Perbedaan Nilai Indeks

MDS dan Monte Carlo

Input 015 094 8124 7862 262

Proses 016 092 7362 7200 162

Output 019 092 6025 5930 095

Sumber Hasil analisis 2019

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112 Masmian Mahida

111

4 Kesimpulan

Status keberlanjutan teknologi ATCS pada dimensi input menunjukkan skor baik dengan atribut sensitif ldquokerangka tata kelola ITrdquo Hal ini dikarenakan pada dimensi input sudah didukung adanya fasilitas perangkat teknologi informasi yang terintegrasi sehingga membuat tata kelola lalu lintas lebih efektif dan efisien Kondisi ini mengindikasikan bahwa implementasi konsep smart city pada Kota Semarang untuk case study teknologi ATCS telah diterapkan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi [25][26]sehingga terwujud efisiensi

Sementara itu dimensi proses dan output menunjukkan status cukup berkelanjutan Dimensi proses perlu memperhatikan aspek ldquodukungan lingkungan inovatifrdquo jika mengacu pada atribut sensitifnya Apabila terdapat intervensi pada aspek tersebut yang mencakup pengembangan SDM dengan melakukan kolaborasi antara sisi keterampilan (skills) institusi (institution) dan teknologi (technology) dimungkinkan dapat menaikkan status keberlanjutannya Hal sama pada dimensi output penting untuk memprioritaskan aspek ldquoefektifitas biayardquo yang merupakan atribut sensitifnya Di mana konsep efektifitas biaya adalah bagaimana teknologi ATCS dapat berkontribusi dalam proses perencanaan kota dan memberi dampak pada efektifitas biayacost

Hasil penelitian penilaian keberlanjutan ini yang memiliki output berupa indeks keberlanjutan dan atributfaktor yang berpengaruh sangat tepat untuk input bagi pengembangan teknologi ATCS dalam mendukung terciptanya kota pintar Semarang pada khususnya dan nasional pada umumnya

Ucapan Terima Kasih

Pertama kami sampaikan terima kasih kepada para dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan kedua kami juga ucapkan terima kasih kepada para stakeholders yang terlibat dalam penelitian ini khususnya pada Pemerintah Kota Semarang

Daftar Pustaka

[1] M Li K Boriboonsomsin G Wu W-B Zhang and MBarth ldquoTraffic energy and emission reductions atsignalized intersections a study of the benefits ofadvanced driver informationrdquo Int J Intell TranspSyst Res 2009

[2] A Caragliu C Del Bo and P Nijkamp ldquoSmart Cities inEurope Smart Cities in Europerdquo Proc 3rd Cent EurConf Reg Sci 2009

[3] Walikota Semarang ldquoPeraturan Walikota SemarangNomor 22 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Pelaksanaankampung tematikrdquo 2018 Accessed Dec 24 2020[Online]

[4] B Cohen ldquoThe Top 10 Smart Cities On The PlanetrdquoFast Company 2012

[5] J M Barrionuevo P Berrone and J E Ricart CostaldquoSmart Cities Sustainable Progressrdquo IESE Insight2012

[6] W Davis ldquoHIPO (hierarchy plus input-process-output)rdquo in The Information System ConsultantrsquosHandbook 1998

[7] J Brannen Mixing Methods qualitative andquantitative research USA Routledge 1992

[8] T J Pitcher and D Preikshot ldquoRAPFISH A rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheriesrdquo Fish Res 2001

[9] A Fauzi and S Anna Pemodelan sumber dayaperikanan dan kelautan untuk analisis kebijakanJakarta Gramedia Pustaka Utama 2005

[10] Megawati Angraini and B Sukma NegaraldquoPerancangan Panduan Tata Kelola TeknologiInformasi Pada Universitas Islam Menggunakan ItGovernance Frameworkrdquo J Ilm Rekayasa dan ManajSist Inf 2017

[11] J H Lee R Phaal and S H Lee ldquoAn integrated service-device-technology roadmap for smart citydevelopmentrdquo Technol Forecast Soc Change 2013

[12] L E Washburn D Sindhu U Balaouras S Dines R

A Hayes N M amp Nelson ldquoHelping CIOs UnderstandlsquoSmart Cityrsquo Initiatives Defining the Smart City ItsDrivers and the Role of the CIOrdquo Cambridge MAForrester Res Inc 2010

[13] A B Sideridis and C Z Patrikakis Next GenerationSociety Technological and Legal Issues vol 26 BerlinHeidelberg Springer Berlin Heidelberg 2009

[14] H Lindskog ldquoSmart communities initiativesrdquo Proc3rd ISOneWorld Conf 2004

[15] N Komninos ldquoIntelligent cities towards interactiveand global innovation environmentsrdquo Int J InnovReg Dev 2009

[16] Chourabi et al ldquoUnderstanding smart cities Anintegrative frameworkrdquo 2012

[17] J M Hernaacutendez-Muntildeoz et al ldquoSmart cities at theforefront of the future internetrdquo Lect Notes ComputSci (including Subser Lect Notes Artif Intell LectNotes Bioinformatics) 2011

[18] S Zhang ldquoThe role of information and communication technology for smart city development in ChinardquoTallin 2017

[19] Ericsson ldquoNetworked Society City Index 2014rdquo 2014Accessed Dec 24 2020 [Online]

[20] U N Rembet M Boer D G Bengen and A FahrudinldquoStruktur Komunitas Ikan Target di Terumbu KarangPulau Hogow Dan Putus-Putus Sulawesi Utarardquo JPerikan dan Kelaut Trop 2011

[21] T J Pitcher ldquoRapfish a rapid appraisal technique forfisheries and its application to the code of conduct for responsible fisheriesrdquo FAO Fish Cicular 1999

[22] M J Fryer and R Y Rubinstein ldquoSimulation and theMonte Carlo Methodrdquo J R Stat Soc Ser A 1983

[23] P J F Groenen and M van de VeldenldquoMultidimensional Scalingrdquo in Encyclopedia of

Masmian Mahida Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 103-112

112

Statistics in Behavioral Science Chichester UK John Wiley amp Sons Ltd 2004

[24] N Jaworska and A Chupetlovska-Anastasova ldquoAReview of Multidimensional Scaling (MDS) and itsUtility in Various Psychological Domainsrdquo TutorQuant Methods Psychol 2009

[25] M L Marsal-Llacuna J Colomer-Llinagraves and JMeleacutendez-Frigola ldquoLessons in urban monitoring

taken from sustainable and livable cities to better address the Smart Cities initiativerdquo Technol ForecastSoc Change 2015

[26] W Castelnovo G Misuraca and A Savoldelli ldquoSmartCities Governance The Need for a Holistic Approachto Assessing Urban Participatory Policy Makingrdquo SocSci Comput Rev vol 34 no 6 pp 724ndash739 Dec2016

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21525 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Integrasi Antarmoda dengan Penerapan Transit-Oriented Development pada Kawasan Kota Lama Semarang

Rosa Asiga Cahya Adhianti1 Ria Ronauli2 Lasma Kezia3

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya123 Jl MT Haryono 167 Kota Malang 65145 Jawa Timur Indonesia

Email rosaacayahoocom

Diterima 28 Februari 2020 disetujui 15 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun utama pertama di kota Semarang yang merupakan salah satu pusat pergerakan di kota tersebut Stasiun Semarang Tawang terletak di wilayah Kota Tua Semarang Semarang Tawang adalah tempat pemberhentian kereta api sebagai alat transportasi darat jarak jauh tetapi moda transportasi lain diperlukan untuk mencapai Stasiun Tawang Semarang Dengan demikian diperlukan adanya integrasi antarmoda dengan menerapkan konsep Transit-Oriented Development Penelitian ini menggunakan analisis pedestrian TOD metric dan analisis aksesibilitas Analisis pedestrian dilakukan dengan menggunakan data kuantitafif yaitu data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP sedangkan analisis aksesbilitas dilakukan dengan mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Berdasarkan hasil observasi skor kawasan Kota Tua Semarang adalah 56 poin di mana artinya kawasan tersebut cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Dalam rangka meningkatkan nilai TOD yang didukung dari hasil ketiga analisis rekomendasi pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan jalur pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Kata Kunci Integrasi Antarmoda Transit-Oriented Develompment

Abstract Intermodal Integration by Implementing Transit-Oriented Development in Semarang Old Town Area Semarang Tawang Station is the first major station in the city of Semarang which is one of the center of the movement in the city Semarang Tawang Station is located in Semarang Old Town Area Semarang Tawang is a train stop point as a means of long-distance land transportation but other modes of transportation are needed to reach Semarang Tawang Station Thus there is a need for intermodal integration in Semarang Old Town Area by applying the concept of Transit-Oriented Development This research used pedestrian analysis TOD Metric and accessibility analysis The pedestrian analysis was carried out using quantitative data which was data on the width of the pedestrian geometry and the number of pedestrians The TOD metric used the observation method with an assessment tool in the form of the TOD Standard from ITDP while the accessibility analysis was carried out by describing the Trans Semarang BRT route that passed through Semarang Tawang Station Based on observations the score of the Semarang Old Town area was 56 points which means that the area was quite satisfactory in fulfilling transit-based urban development To increase the TOD value which was supported by the results of the three analyzes development recommendations can be made by adding pedestrian lanes cycling lanes BRT shelters as modes of transfer parking for taxis parking for bicycles inside and outside the station adding hotels and shopping centers around Semarang Tawang Station

Keywords Intermodal Integration Transit-Oriented Development

1 Pendahuluan

TOD atau pembangunan berorientasi transitbertujuan untuk mengintegrasikan desain ruang kota Dengan kata lain pembangunan ini bertujuan untuk menyatukan orang kegiatan bangunan dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah [1] Selain itu Transit-Oriented Development (TOD) merupakan salah satu konsep pengembangan kawasan perkotaan yang mengutamakan pemanfaatan transportasi publik daripada kendaraan pribadi Tujuan pengembangan kawasan dengan konsep TOD yaitu guna mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dengan

meningkatkan penggunaan transportasi umum massal dan mempromosikan pembangunan tanpa menciptakan sprawl [2] Penerapan konsep TOD pada kawasan perkotaan sejatinya merupakan ciri dari penerapan smart growth [3] Sesuai dengan penerapan smart growth pengembangan lahan pada kawasan TOD harus mempromosikan efisiensi pengembangan lahan Tata guna lahan sendiri memiliki interaksi dengan transportasi secara dinamis yang ditandai dengan selalu berubahnya pola tata guna lahan dan jaringan transportasi perkotaan [4] Perubahan dari pola tata guna lahan berkaitan erat dengan tingkat aksesibilitas yang

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

114

diberikan oleh sistem transportasi untuk menunjang mobilitas dari suatu area menuju area lain

Stasiun kereta api merupakan fasilitas operasi kereta api yang berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turunnya penumpang danatau bongkar muat barang danatau untuk keperluan operasi kereta api [5] Kawasan Perkotaan Kedungsepur memiliki 25 stasiun di mana Stasiun Semarang Tawang merupakan stasiun besar pertama di Kota Semarang yang menjadi salah satu pusat pergerakan di dalam kota [6] Stasiun Semarang Tawang menjadi pilihan pertama ketika akan bepergian menggunakan kereta api karena jadwal pemberangkatan keretanya yang banyak dan fasilitasnya yang sudah mampu melayani masyarakat Stasiun Semarang Tawang adalah sebuah titik pemberhentian kereta api sebagai sarana transportasi darat jarak jauh namun diperlukan moda angkutan lain untuk mencapai Stasiun Semarang Tawang Dengan demikian Stasiun Semarang Tawang tidak hanya menjadi sebuah destinasi dari stasiun lain namun juga sebagai origin dari moda transportasi lain

Salah satu penelitian TOD di kawasan stasiun menggunakan objek Stasiun Gubeng Surabaya Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD [3] Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng serta pembangunan sarana dan prasarana dengan jenis kegiatan guna lahan yang beragam menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan tersebut dengan melakukan tiga tahapan analisis salah satunya adalah mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat menjadi rekomendasi pengembangan dengan tetap menyesuaikan kondisi yang ada di kawasan transit Stasiun Gubeng [7]

Berdasarkan penelitian di Stasiun Gubeng tersebut tentang area transit dengan konsep TOD serta melihat potensi yang ada di kawasan Kota Tua Semarang terlihat bahwa daerah Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang juga dapat menerapkan konsep TOD yang dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan kawasan Kota Tua Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang menjadi area transit dengan menggunakan penilaian berupa TOD Standard dari ITDP

2 Metodologi

Metodologi penelitian merupakan langkah yangdilakukan peneliti guna mencapai tujuan yang diinginkan Dalam penelitian ini terdapat tiga analisis yaitu analisis pedestrian dengan menggunakan data kuantitafif berupa data lebar geometri pedestrian dan jumlah pejalan kaki sedangkan untuk TOD metric menggunakan metode observasi dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Analisis selanjutnya adalah analisis aksesbilitas yang mendeskripsikan rute BRT Trans Semarang yang melewati Stasiun Semarang Tawang Gambar 1 merupakan kerangka metode dalam penelitian ini

21 Analisis Pedestrian

Analisis pedestrian dilakukan dengan menghitung jalur pejalan kaki LOS (Level of Service) [8] Data yang digunakan untuk analisis ini adalah lebar geometri pejalan kaki dan jumlah pejalan kaki Rumus arus pejalan kaki yang digunakan adalah

Q15 = Nm 15WE (1)

Keterangan Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menit (orangmmenit) Nm = Jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menit (orang) WE = Lebar efektif trotoar (m) WE = WT ndash B WT = Lebar total trotoar (m) B = Lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki (m)

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 1 Kerangka Metode

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

115

Untuk menghitung nilai ruang untuk pejalan kaki pada saat arus 15 menit yang terbesar digunakan rumus

S15 = 1D15 (2)

tersedia ruang yang cukup bagi pejalan untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan normal hingga nilai F yang berarti ruang gerak yang sempit [9]

22 TOD Metrix

Konsep TOD merupakan pengaturan secara spasial berupa pengalokasian pusat aktivitas di sekitar area transit atau infrastruktur transit seperti stasiun atau terminal Pembangunan di sekitarnya didasarkan pada karakteristik kompak penggunaan

lahan campuran (mix use) dan lingkungan yang dapat mendukung bagi pejalan kaki di area yang terjangkau untuk berjalan dari dan menuju area transit atu fasilitas transit Analisis yang digunakan dalam konsep TOD yaitu multi criteria evaluatiom (MCE) dengan alat penilaian berupa TOD Standard dari ITDP Variabel dalam TOD Strandard berupa walk cycle connet transit mix densify compact dan shift

Keterangan S15 = Ruang pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar(m2orang) D15 = Kepadatan pada saat arus 15 menit yang terbesar (orangm2)

Penilaian tingkat pelayanan pedestrian terbagi menjadi 6 tingkatan mulai dari nilai A yang berarti

Tabel 2 Matriks penilaian TOD

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Walk

Jalur Pejalan Kaki

100 bull Hitung total bagian jalur pejalan kaki yang berbatasan langsung dengan blok

bull Hitung jalur pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran yang pertama untuk

menghitung persentase dari kelengkapan jaringan jalur pejalan kaki

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Penyebrangan Pejalan Kaki

100 bull Hitung total persimpangan yang membutuhkan fasilitas jalurpenyeberangan pejalan kaki

bull Hitung total persimpangan dengan fasilitas jalur penyeberangan pejalan kaki yang memenuhi kualifikasi

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung persentase dari persimpangan yang lengkap

90 atau lebih

80 atau lebih

Kurang dari 80

Muka Bangunan yang Aktif

90 atau lebih bull Hitung jumlah total bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki yang terkualifikasi sebagai muka

bangunan aktif secara visual (lihat detail di atas) bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase muka bangunan yang aktif

80 atau lebih

70 atau lebih

60 atau lebih

50 atau lebih

Kurang dari 50

Muka Blok yang Permeable

5 atau lebih bull Hitung total panjang muka blok yang berbatasan dengan jalur pejalankaki publik dan bagi dengan 100 m Hitung jumlah pintu masuk disepanjang jalur pejalan kaki publik

bull Hitung total jalan masuk sepanjang jalur pejalan kaki publik

3 atau lebih

Kurang dari 3

Peneduh dan Pelindung

75 atau lebih bull Hitung jumlah bagian jalur pejalan kaki bull Hitung jumlah jalur pejalan kaki yang menyediakan elemen peneduh

atau pelindung yang cukup bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung

persentase jalur pejalan kaki yang terlindungi secara cukup

Kurang dari 75

Cycle

Jaringan Infrastruktur Sepeda

bull Jika tersedia nilainya 1 jika tidak tersedia nilainya 0 Parkir Sepeda di Stasiun

Tabel 1 Tingkat Pelayanan Pedestrian

Tingkat Pelayanan

(S15)Ruang Pejalan Kaki (m2org)

(Q15) Arus (orgmmenit)

A gt56 lt16

B 56 gt16-23

C gt22-37 gt23-33

D gt11-22 gt33-49

E gt075-14 gt49-75

F lt075 gt75

Sumber [10]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

116

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Angkutan Umum Parkir Sepeda pada Bangunan Akses ke dalam Gedung

Connect

Blok-Blok Kecil

ge 500 m

bull Hitung jumlah blok yang berada di dalam wilayah pembangunan bull Ukur atau estimasi panjang setiap blok

ge 400 m ge 300 m ge 200 m ge 100 m

lt 100 m 0

Memprioritaskan Konektivitas

Tidak Tersedia bull Memetakan semua persimpangan kendaraan bermotor di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Memetakan semua persimpangan jalur pejalan kaki di wilayahpembangunan dan ke garis tengah jalan di sekitarnya

bull Hitung semua persimpangan sebagai berikut (a) Persimpangan empatarah = 1 persimpangan (b) Persimpangan tiga arah atau persimpangan T = 075 persimpangan (c) Persimpangan lima arah = 125 persimpangan

bull Bagi pengukuran kedua dengan pengukuran pertama untuk menghitung rasio konektivitas prioritas

le 50

le 100

Transit

Jarak Berjalan Kaki Menuju Angkutan Umum

bull Identifikasi jalan masuk gedung yang terjauh dari stasiun angkutan umum Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

bull Hitung jarak berjalan terjauh menuju stasiun terdekat Jika le 1000 m = 0 gt 1000 m = 1

Mix

Tata Guna Lahan Komplementer

50 hingga 60 dari total luas lantai

bull Menentukan rasio campuran komplementer (keseimbangan antarapenggunaan permukiman dan non-permukiman) di wilayahpembangunan

bull Menentukan rasio campuran komplementer dari sekitar daerah layananstasiun

bull Menentukan jika pengembangan yang diusulkan akan meningkatkanatau mendorong keseimbangan dari penggunaan permukiman dan non-permukiman di daerah layanan stasiun

51 hingga 70 dari total luas lantai

71 hingga 80 dari total luas lantai

Lebih dari 80 total luas area

bull AksesMenuju Pelayanan Lokal

bull AksesMenuju TamanBermain

3 tipe bull Memetakan jalan masuk semua gedung dan gedung utama bull Memetakan semua sumber makanan segar bull Memetakan semua sekolah dasar dan fasilitas kesehatan yang

terkualifikasi bull Menandai semua gedung dengan jalan masuk dalam jarak 500 m dari

sumber makanan segar dan 1000 m dari sekolah dasar atau menengahdan fasilitas kesehatan atau apotek

2 tipe

1 tipe

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

Densify Kepadatan Non-Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

bull Hitung pengembangan kepadatan non-permukiman dengan jumlahpekerjaan dan rata-rata pengunjung atau dengan KLB

bull Identifikasi proyek perontohan sebagai dasar dan hitung kepadatannon-permukimannya

bull Bandingkan proyek pengembangan dengan proyek yang menjadi dasaracuan tersebut Kepadatan lebih tinggi

dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun Kepadatan 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun Kepadatan lebih dari 5 di bawah acuan dasar

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

117

Variabel Indikator Penilaian Metode Pengukuran

Kepadatan Permukiman

Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

bull Hitung total kepadatan unit rumah pada area proyek bull Hitung total kepadatan unit rumah pada acuan dasar yang digunakan

pada Metrik 6A1 bull Bandingkan proyek pengembangan dengan acuan dasar bull Tentukan lokasi proyek apakah berada di dalam atau di luar jarak 500

meter (m) dari stasiun angkutan publik Kepadatan lebih tinggi dari acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m lebih padat dari area cakupan 1000 m

Kepadatan 5 di bawah acuan dan area cakupan 500 m tidak lebih padat dari area cakupan 1000 m

Total kepadatan permukiman lebih dari 5 di bawah acuan

Compact

Area Perkotaan

Hitung jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan yang telah terbangun Lebih dari 90 = 8 sampai dengan 90 = 6 sampai dengan 80 = 4 sampai dengan 70 = 2 sampai dengan 60 = 0

Pilihan Angkutan Umum

Identifikasi semua layanan angkutan umum reguler dengan kapasitas tinggi yang berlaku Jika terdapat tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi = 2 terdapat sistem bike share = 2 tambahan rute angkutan umum reguler = 1

Shift

Parkir Off-Street

bull Hitung luas kumulatif dari semua area parkir off-street dan jalur masuk yang sesuai kriteria bull Hitung total luas lahan bull Bagi pengukuran pertama dengan pengukuran kedua untuk menghitung rasio dari area parkir terhadap

luas lahan

Jika 0 hingga 10 dari luas lahan = 8 11 hingga 15 dari luas lahan = 7 16 hingga 20 dari luas lahan = 6 21 hingga 25 dari luas lahan = 5 26 hingga 30 dari luas lahan = 4 31 hingga 40 dari luas lahan = 2 Lebih dari 40 dari luas lahan = 0

Tingkat Kepadatan Akses Kendaraan Bermotor (Driveway)

bull Hitung total panjang muka blok dan bagi dengan 100 m bull Hitung total driveway yang memotong trotoar

Jika 2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok = 1 lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok = 0

Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan Bermotor

bull Hitung luas total jalur lalu lintas termasuk tapi tidak menghitung jumlah ruang persimpangan bull Hitung luas total area parkir on-street bull Jumlah kedua pengukuran tersebutbull Hitung luas total lahan proyek pembangunan diperluas hingga ke titik tengah dari jalan di sekitarnyabull Bagi hasil yang diperoleh pada tahap ketiga dengan hasil yang diperoleh pada tahap 4 untuk menghitung

persentase dari lahan yang diaspal untuk lalu lintas kendaraan bermotor

Jika 15 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 6 20 atau kurang dari luas lahan pembangunan = 3 lebih dari 20 dari luas lahan pembangunan = 0

Sumber [11]

23 Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi [12] Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu biaya dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan [13] Selain faktor jarak geografis dan morfologi wilayah terdapat banyak faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas

wilayah di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ketersediaan jalan sarana transportasi kualitas dan kuantitas jalan dan tata guna lahan [14] Terdapat hubungan erat antara tingkat perkembangan wilayah dengan aksesibilitas wilayah yaitu semakin tinggi aksesibilitas akan diikuti dengan kecenderungan perkembangan wilayah yang semakin cepat [15]

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

118

3 Hasil dan Pembahasan

Stasiun Tawang yang terletak di kawasan KotaLama Semarang memiliki berbagai potensi yang dapat dirancang sebagai area perencanaan TOD Potensi tersebut adalah kawasan wisata cagar budaya (yang telah ditetapkan sebagai Pusat Warisan Dunia) industri tua dan industri kreatif yang mendukung wisata cagar budaya dan kawasan perumahan kepadatan tinggi [16] Ketiga hal ini akan membantu memaksimalkan realisasi konsep TOD karena akan ada banyak orang yang pergi dan datang dari daerah Kota Lama Semarang

31 Analisis Pedestrian

Berdasarkan Direktorat Penataan Ruang Nasional LOS (Level of Service) pada jalur pedestrian ditentukan dengan perhitungan tingkat pelayanan ruang pejalan kaki dan arus pejalan kaki pada interval 15 menit Survei arus pejalan kaki ini didasarkan oleh waktu dengan jumlah pengguna kereta terbanyak di Stasiun Tawang yaitu pada pukul 2100 Kemudian pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 15 menit sehingga diperoleh data pada tabel 3

Q15 = Nm 15WE

Q15 = 64 1508 = 534 (orangmmenit)

Pedestrian flow dalam interval waktu 15 menit (Q15) yaitu 534 peoplemminute dengan service level E yang berarti sangat lambat

S15 = 1D15 S15 = 143 = 00234 (m2orang)

Ruang pejalan kaki terbesar pada interval 15 menit (S15) adalah 00234 (m2orang) dengan klasifikasi F yang berarti ruang gerak sangat sempit sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan yang menyediakan kendaraan atau dalam kondisi tertentu pejalan kaki tidak dapat bergerak sama sekali

32 Matriks TOD

Penilaian TOD dilakukan di area dalam radius 500 meter dari Stasiun Semarang Tawang Penentuan jari-

jari didasarkan pada ketentuan TOD di mana ada perkiraan jarak berjalan kaki maksimum yang nyaman ke dan dari area stasiun Berdasarkan hasil observasi lapangan dengan dibantu dengan indikor yang ada pada masing masing variabel TOD Matrix didapati bahwa nilai TOD Stasiun pada kawasan Kota Lama Semarang adalah 56 Nilai tersebut masuk pada klasifikasi Bronze di mana artinya kawasan Kota Lama Semarang termasuk dalam kriteria penilaian cukup memuaskan dalam memenuhi pembangunan perkotaan berbasis transit Gambar berikut merupakan peta jangkauan TOD serta rincian penilaian pada masing masing variabel TOD

321 Walk

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Walk TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel walk pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 3 Arus Pejalan Kaki pada Pedestrian Stasiun Tawang

Jam

Jumlah Orang yang Lewat

Keluar ke Pintu

Masuk

Masuk ke Pintu

Keluar

Kanan Stasiun ke Pintu

Masuk 1515-1530 30 20 38 1530-15-45 17 11 9 1545-1600 8 6 44 1600-1615 20 33 26 1900-1915 64 28 29 1915-1930 31 9 13 1930-1945 40 16 17 1945-2000 35 19 23

Sumber Hasil Survei 2018

Tabel 4 Penilaian Walk

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Walkways Area jalan

100 3 3 Kondisi jalur pejalan kaki area Stasiun Semarang Tawang baik Panjangnya 35 m dan trotoar paving di daerah tersebut sedang dibangun dan terletak di dekat zona penurunan

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80

0

Crosswalk Penyeberangan

100 3 0 Tidak semua persimpangan di sekitar area Stasiun Semarang tersedia untuk penyeberangan pejalan kaki

90 atau lebih

2

80 atau lebih

1

Kurang dari 80 0

Frontage Aktif secara Visual

90 atau lebih

6 2 Daerah di sekitar

Stasiun Semarang Tawang memiliki 50 permukaan bangunan yang aktif secara visual karena beberapa material dan jendela masih tidak transparan sehingga kegiatan di dalam bangunan tidak terlihat

80 atau lebih

5

70 atau lebih 4

60 atau lebih 3

50 atau lebih 2

Kurang dari 50 0

Bagian Depan secara Fisik Permeabel

5 atau lebih 2 2 Daerah Stasiun Semarang Tawang memiliki 5 toko atau lebih termasuk pintu masuk gedung dan akses pejalan kaki per 100 meter per blok

3 atau lebih 1

Kurang dari 3

0

Shade dan Shelter

75 atau lebih

1 0 Jalur teduh pejalan kaki di Stasiun Semarang Tawang terdiri dari naungan alami dan buatan seperti pohon arcade dan kanopi Tapi tidak semua jalur pejalan kaki memiliki naungan

Kurang dari 75 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

119

Hasil dari matriks penilaian walk pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat jalur penyebarangan jalan shelter serta ketersediaan jalur pedestrian yang belum merata sehingga total poin untuk variabel walk adalah dari nilai maksimal 13

322 Cycle

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Cycle TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel cycle pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 5

Hasil dari matriks penilaian cycle pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa belum terdapat fasilitas untuk pesepeda seperti jalur sepeda parkir sepeda di stasiun parkir sepeda pada bangunan dan akses sepeda pada bangunan sehingga penyediaan fasilitas untuk pesepeda dapat menjadi prioritas pembangunan

323 Connect

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Connect TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel connect pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 6

Hasil dari matriks penilaian connect menunjukkan bahwa pada kawasan Kota Lama Semarang terdapat beberapa blok berukuran 150 m dan jalur persimpangan yang dapat menghubungkan

beragam aktivitas terutama akses terhadap fasilitas dasar dan transportasi umum dengan total poin 13

324 Transit

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Transit TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel transit pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 7

Hasil dari matriks penilaian transit menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki menuju tempat transit yaitu Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter sehingga mendapatkan poin 1

325 Mix

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Mix TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel mix pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 8

Hasil dari matriks penilaian mix pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat akses menuju pelayanan lokal seperti rumah sakit pasar dan sekolah pada jangkauan 500 sampai 1000 meter dari stasiun serta proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman sekitar 71 hingga 80 namun belum terdapat akses menuju taman dan tempat bermain sehingga total poin untuk variabel mix adalah 7 Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah sarana yang dapat menunjuang aktivitas transit seperti pusat perbelanjaan dan hotel

326 Densify

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Densify TOD Standard

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 2 Jangkaun TOD 500 meter

Tabel 6 Penilaian Cycle

Indikator Range Poin Catatan

Penilaian

Jalur sepeda Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda di Stasiun

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Parkir Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Akses Sepeda pada Bangunan

Tidak tersedia 0 0 Tidak

tersedia Tersedia 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 7 Penilaian Connect

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Small Block

ge 500 m 0

8 Beberapa blok berukuran 150 m

ge 400 m 2 ge 300 m 4 ge 200 m 6 ge 100 m 8

lt 100 m 10

Konektivitas Prioritas

Tidak tersedia 0

5

4 jalur persimpangan dari satu persimpangan dan 3 jalur persimpangan dari 3 persimpangan

le 50 3

le 100 5

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 5 Penilaian Transit

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Jarak Berjalan Kaki menuju Transit

le 1000 m 1

1

Jarak terjauh dari Halte BRT ke Stasiun Semarang Tawang tidak lebih dari 500 meter

gt 1000 m 0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

120

oleh ITDP penilaian variabel densify pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 9

Hasil dari matriks penilaian densify pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa

kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m sedangkan kepadatan permukiman lebih tinggi dibandingkan acuan sehingga total poin yang

Tabel 8 Penilaian Mix

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Penggunaan Komplementer 50 hingga 60 dari total luas lantai

8 4 Proporsi penggunaan lahan permukiman dan non-permukiman di daerah Semarang Kota Lama sekitar 71 hingga 80

51 hingga 70 dari total luas lantai

6

71 hingga 80 dari total luas lantai

4

Lebih dari 80 total luas area 0

Akses Menuju Pelayanan Lokal

3 Tipe 3 3 Gedung di daerah Semarang Kota Lama sebesar 80 di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan dan 3 tipe

2 Tipe 2 1 Tipe 1

Kurang dari 80 gedung berada di dalam jarak yang ditentukan menuju tipe pelayanan lokal yang ditetapkan

0

Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain Kurang dari 80 0 0

- 80 atau lebih 1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 9 Penilaian Densify

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Kepadatan Non-Permukiman Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

7 5 Kepadatan non-hunian lebih tinggi dari cakupan dasar dan area yang dialokasikan yaitu 500 m tidak lebih padat jika dibandingkan dengan area 1000 m

Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

5

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak 500 m dari stasiun

3

Kepadatan non-permukiman sama dengan atau 5 di bawah acuan dasar dan berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Kepadatan non-permukiman lebih dari 5 di bawah acuan dasar

0

Kepadatan Permukiman Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun angkutan umum

8 6 Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibandingkan acuan dan proyek berada di antara 500 dan 1000 m dari stasiun angkutan umum

Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

6

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun

4

Total jumlah unit rumah per hektar sama dengan atau 5 di bawah acuan dan proyek berada dalam jarak antara 500 dan 1000 m dari stasiun

2

Total jumlah unit rumah per hektar lebih dari 5 di bawah acuan

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124 Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

121

didapat untuk variabel densify adalah 11 dengan nilai maksimal 15

327 Compact

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Compact TOD Standard oleh ITDP penilaian variabel compact pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 10

Hasil dari matriks penilaian compact pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah cukup memenuhi variabel compact dengan persentase lahan terbangun lebih dari 90 serta terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi yaitu BRT Trans Semarang sehingga nilai yang diperoleh yaitu 10

328 Shift

Berdasarkan hasil pengamatan beserta analisis yang didasarkan pada variabel Shift TOD Standard

oleh ITDP penilaian variabel shift pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 11

Hasil dari matriks penilaian shift pada kawasan Kota Lama Semarang menunjukkan bahwa terdapat parkir off-street di sekitar area stasiun dengan persentase 11 hingga 15 serta terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok sehingga total poin variabel shift yaitu 8

33 Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah tingkat kenyamanan yang dicapai oleh orang-orang yang dalam hal ini yaitu Stasiun Semarang Tawang Stasiun Semarang Tawang terletak di Jalan Tawang Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Lokasi dari stasiun tersebut kira-kira 5 km dari pusat kota Dalam mencapai Stasiun Semarang Tawang terdapat angkutan publik yaitu BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang Gambar 3 merupakan peta Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Tabel 10 Penilaian Compact

Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Lahan yang Dapat Dibangun

Lebih dari 90 8 8 Persentase lahan terbangun lebih dari 90 Sampai dengan 90

6

Sampai dengan 80

4

Sampai dengan 70

2

Kurang dari 60

0

Pilihan Angkutan

Umum

Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi

2 2 Terdapat pilihan layanan angkutan umum berkapasitas tinggi BRT Trans Semarang di sekitar area stasiun

Sistem bike share 2 Tambahan rute angkutan umum reguler

1

Sumber Hasil Analisis 2018

Tabel 11 Penilaian Shift Indikator Cakupan Poin Catatan Penilaian

Parkir off-street 0 hingga 10 dari luas lahan 8 7 Alokasi parkir off-street yang tersedia di sekitar area stasiun adalah 11 hingga 15 11 hingga 15 dari luas lahan 7

16 hingga 20 dari luas lahan 6 21 hingga 25 dari luas lahan 5 26 hingga 30 dari luas lahan 4 31 hingga 40 dari luas lahan 2 Lebih dari 40 dari luas lahan 0

Kepadatan Driveway

2 atau lebih sedikit driveway per 100 m muka blok

1 1 Terdapat 2 atau lebih sedikit jalan masuk kendaraan per 100 m blok

Lebih dari 2 driveway per 100 m muka blok

0

Sumber Hasil Analisis 2018

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

122

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rute III A menguhubungkan Pelabuhan Tanjung Emas dengan Taman Diponegoro dengan jenis guna lahan dominan berupa permukiman Rute III A ini melewati Jalan Coaster Jalan Ronggowarsito Jalan Pengapon Jalan Raden Patah Jalan MT Haryono Jalan Pattimura Jalan Dokter Cipto Jalan Kompol Maksum Jalan Dokter Wahidin Jalan Teuku Umar Jalan Setia Budi 2 Jalan Sultan Agung Jalan Diponegoro Jalan

Veteran Jalan Dokter Kariadi Jalan Menteri Supeno Jalan Simpang Lima Jalan Gajahmada Jalan Pemuda Jalan Imam Bonjol Jalan Empu Tantular Jalan Tawang Jalan Pengapon dan Jalan Ronggowarsito Sedangkan untuk persebaran halte pada rute III A dapat dilihat pada Gambar 4

Berdasarkan Gambar 4 halte bus yang terdapat pada rute III A sebanyak 39 unit di mana halte dihitung dengan satu arah yaitu pergi Hal tersebut dikarenakan rute III A melingkar (loop searah jarum jam) dengan keberangkatan awal berada pada Pelabuhan Tanjung Emas kembali lagi menuju Pelabuhan Tanjung Emas dengan tujuan Taman Diponegoro

4 Kesimpulan

Berdasarkan TOD Metric dari ITDP tahun 2017radius cakupan TOD yaitu 500 meter dan hal ini diaplikasikan pada Kota Lama Semarang Konsep TOD pada Kota Lama Semarang yaitu dengan membuat titik perpindahan antartransportasi publik dengan radius 500 meter seperti pada TOD Cerver [17] di mana terdapat daerah komersial dan perumahan perkantoran dan ruang terbuka hijau Selain mempertimbangkan radius cakupan kawasan TOD penelitian ini juga mempertimbangkan penilaian dari analisis TOD Hasil penilaian TOD kawasan Kota Lama Semarang yaitu 56 poin yang termasuk dalam klasifikasi bronze Hasil penilaian tersebut dapat menjadi rekomendasi pengembangan di mana dengan didukung oleh jalur pedestrian dan aksesibilitas pengembangan di daerah Kota Lama Semarang khususnya Stasiun Semarang Tawang dapat dilakukan dengan adanya penambahan jalur

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 3 Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Sumber Hasil Analisis 2018 Gambar 4 Persebaran Halte Rute III A Pelabuhan Tanjung Emas-Taman Diponegoro

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia

123

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (1) 113-124

pedestrian jalur pesepeda halte BRT sebagai tempat peralihan moda tempat parkir untuk taksi adanya parkir sepeda di dalam dan di luar stasiun penambahan hotel dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Semarang Tawang

Ucapan Terima Kasih

Artikel jurnal ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari Universitas Brawijaya dikarenakan adanya pengadaan fasilitas Kami juga berterima kasih kepada Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP yang memberikan dukungan terhadap penelitian ini Selain itu kami juga berterima kasih kepada dosen kami Imma Widyawati Agustin ST MT PhD untuk bimbingannya dalam pembuatan artikel jurnal ini

Daftar Pustaka

[1] Institute for Transportation amp Development PolicyldquoTOD Standard 30 New Yorkrdquo Institute forTransportation amp Development Policy New York2017 [Online] Available httpwwwitdp-indonesiaorglibrarytod-standard-3

[2] Z Bishop ldquoTransit-Oriented Development Benefitsand Studiesrdquo 2015 [Online] Availablehttpwwwindianacrossrailscomresearchtransitorienteddevelopmentpdf

[3] D K Jati K Nurhadi and E F Rini ldquoKesesuaianKawasan Transit di Kota Surakarta BerdasarkanKonsep Transit Oriented Developmentrdquo Reg JPembang Wil dan Perenc Partisipatif 2017 doi1020961regionv12i212542

[4] K D M E Handayani and P G AriastitaldquoKeberlanjutan Transportasi di Kota Surabaya MelaluiPengembangan Kawasan Berbasis TOD (TransitOriented Development)rdquo J Tataloka 2014 doi1014710tataloka162108-115

[5] I Ministry Of Transportation ldquoUndang-UndangRepublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 TentangPerkeretaapianrdquo Indones Minist Transp pp 04ndash252007

[6] P R Indonesia ldquoPeraturan Presiden Nomor 78 Tahun2017 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Demak Ungaran Salatiga Semarang dan

Purwodadi (Lampiran II)rdquo no 78 pp 154ndash188 2017 [Online] Available wwwperaturangoid

[7] V S Ramadhani and S Sardjito ldquoPenentuan PrioritasPengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubengdengan Konsep Transit Oriented Developmentrdquo J Tek ITS 2018 doi 1012962j23373539v6i224950

[8] ArchanaG and and ReshmaEK ldquoAnalysis of PedestrianLevel of Service For Crosswalk at Intersections ForUrban Conditionrdquo GIAP Journals 2013 [Online]Available wwwgiapjournalscomijsrtm

[9] A M Burden and M R Bloomberg ldquoNew York CityPedestrian Level of Service Study Phase Irdquo New YorkApr 2006

[10] Pemerintah Indonesia ldquoDirektorat Penataan RuangNasional tentang Pedestrianrdquo Sekretariat NegaraJakarta 2011

[11] I for T and D Policy ldquoTOD Standard V30rdquo New York2017 [Online] Availablehttpswwwitdporgpublicationtod-standard

[12] I B Mantra Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia  Seri Kelima 1999

[13] A P Suthanaya ldquoAnalisis Aksesibilitas PenumpangAngkutan Umum Menuju Pusat Kota Denpasar diProvinsi Balirdquo Ganec Swara Media Inf Ilm UnivMahasaraswati Mataram 2009

[14] H Fithra Konektivitas Jaringan Jalan DalamPengembangan Wilayah Di Zona Utara Aceh Aceh CV Sefa Bumi Persada 2017

[15] S Hariona Tricahyo Sumadi I J Papia Franklin and IIndradjaja Makainas ldquoHubungan AksesibilitasTerhadap Tingkat Perkembangan Wilayah KecamatanDi Kota Tomohonrdquo SPASIAL Perenc Wil dan Kota vol 4 no 1 pp 149ndash158 2017 [Online] Availablehttpsejournalunsratacidindexphpspasialarticleview15664

[16] W Salasa H Wakhido B H Setiadji and E EYulipriyono ldquoEvaluasi Sistem Pelayanan Transit AntarKoridor Bus Rapid Transit Trans Semarangrdquo J Karya Tek Sipil S1 Undip vol 4 no 4 pp 505ndash511 2015Accessed Dec 29 2020 [Online] Availablehttpejournal-s1undipacidindexphpjkts

[17] R Cervero and et all ldquoTransit-Oriented Developmentin the United States Experiences Challenges andProspectsrdquo Transit-Oriented Dev United States ExpChallenges Prospect Aug 2004 doi101722623360

Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 113-124

124

Halaman ini sengaja dikosongkan

doi httpdxdoiorg1025104warlitv32i21508 0852-1824 2580-1082 copy2020 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (httpscreativecommonsorglicensesby-nc-sa40) Nomor akreditasi (RISTEKDIKTI) 10EKPT2019 (Sinta 2)

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

Pengaruh Waktu Terbang (Phases of Time) Terhadap Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Ditinjau

dari Perbedaan Jenis Kelamin Pilot

Abadi Dwi Saputra

Inspektorat Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Jl Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta Pusat 10110 Indonesia

E-mail abadidwisaputragmailcom

Diterima 26 Maret 2020 disetujui 28 November 2020 diterbitkan online 31 Desember 2020

Abstrak

Manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem operasional penerbangan namun manusia cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kondisi waktu kerja yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi seorang pilot Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda Penelitian menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya Dimensi tersebut adalah beban waktu (time) beban usaha mental (effort) dan beban tekanan psikologis (stress) Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi beban kerja mental yang dialami pilot berdasarkan waktu terbang adalah baik untuk pilot pria dan wanita diketahui bahwa kondisi beban mental pilot tertinggi pada saat penerbangan dilakukan pada dini hari (0000 ndash 0559) pada saat libur dan saat peak season

Kata kunci Kecelakaan Pesawat Jenis Kelamin Pilot SWAT

Abstract

Phases of Time Effect to the Pilot Mental Workload In terms of Differences Pilot Gender Humans as a component of the system or sub-system although be able well adapted to the flight operational but humans tend to be unstable and also most sensitive to the effects that can impact on his condition Different working time conditions are also expected to affect a pilots condition The purpose of this study is to determine the mental workload of pilot in terms of differnces pilot gender if faced with different phases of time conditions Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique method (SWAT) this method using combine of three dimensions with their levels The dimensions are time load mental effort load and psychological stress load The result of studies shows that the condition of mental workload experienced by pilots refers to phases of time is in general (on average) in the high category (overload) While the overall showed that more pilots emphasize time factor in considering the factors of mental workload The most burdensome conditions of a flight for man and woman pilot is when the pilot was conducted in the early morning on weekends and during peak seasons

Keyword Aircraft Accident Pilot Gender SWAT

1 Pendahuluan

Kecelakaan pesawat terbang sesungguhnyaberkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan penerbangan dan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penerbang seorang diri tetapi dipengaruhi oleh satu atau lebih gabungan dari tiga faktor utama dalam penerbangan yaitu manusia (man) mesin (machine) dan media (medium) Faktor manusia (man) meliputi kesiapan manusia yaitu kesiapan penerbang beserta awak lainnya Faktor mesin (machine) menunjuk pada pesawat terbang itu sendiri atau dalam hal ini adalah mesin pesawat terbang sedangkan faktor media (medium) meliputi gejala alam yaitu keadaan cuaca medan ketinggian dan angin serta hambatan infrastruktur yang ada Pada umumnya suatu kecelakaan pesawat

terbang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dalam SMM (Safety Management Manual) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) [1] membagi faktor penyebab kecelakaan pesawat terbang dalam 4 (empat) kelompok yaitu software (kebijakan prosedur dan lain-lain) hardware (prasarana dan sarana) environment (lingkungan dan cuaca) dan liveware (manusia) Dari keempat faktor tersebut di atas oleh FAA (Federal Aviation Administration) disimpulkan ada 3 (tiga) faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yaitu faktor cuaca (weather) faktor pesawat yang digunakan (technical) dan faktor manusia (human factor) [2] Sedangkan apabila dipersentasekan diketahui bahwa faktor cuaca (weather) memiliki persentase sebesar 132 penyebab kecelakaan pesawat 271

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

126

disebabkan oleh armada (pesawat) yang digunakan dan hampir 66 dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kesalahan manusia (human error) dalam mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri [3]

Mengacu dari data-data di atas faktor penyebab utama adalah faktor manusia (human factor) sehingga konsekuensinya kesalahan faktor manusia selalu diletakkan pada individu dalam hal ini penerbang (pilot) Manusia memiliki karakteristik yang unik manusia sebagai komponen sistem atau sub-sistem meskipun mampu beradaptasi dengan baik terhadap suatu sistem namun manusia tetap memiliki keterbatasan cenderung labil dan juga paling sensitif terhadap pengaruh yang dapat berdampak pada kondisi dirinya Kecelakaan penerbangan umumnya terjadi pada masa-masa kritis dan disaat yang sama kondisi manusia sedang menurun Untuk memperkecil pengaruh manusia (pilot) dalam konteks terjadinya kecelakaan pesawat terbang baik accident maupun incident perlu dilakukan berbagai perbaikan yang terkait sebab-sebab yang mempengaruhi kondisi pilot

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara kecelakaan pesawat terbang dengan faktor manusia (human factor) baik yang berasal dari dalam individu pilot itu sendiri (internal factor) dalam hal ini adalah jenis kelamin pilot maupun kondisi yang berasal dari luar (external factor) dalam hal ini adalah faktor waktu operasional penerbangan Kondisi waktu kerjawaktu operasional penerbangan yang berbeda-beda juga diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dari seorang pilot Terlepas dari faktor kebiasaan dimana tubuh manusia memiliki waktu kerja dan istirahat sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap kondisi mentalnya maupun sebaliknya [4] hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Sungkawaningtyas [5] De Mello etal [6] Li etal [7] Rosekind etal [8] Goode [9] Tvaryanas dan MacPherson [10] Pruchniki etal [11] Conway etal [12] dan Saleem dan Kleiner [13] yang menyimpulkan bahwa faktor waktu disinyalir juga memiliki hubungan terhadap terjadinya kecelakaan Sementara itu apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin pilot yang dimasukan dalam foktor internal pilot diketahui bahwa secara empiris hasil penelitian yang dilakukan oleh Vail dan Ekman [14] McFadden [15] dan Bazargan dan Guzhva [16] menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat terbang dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dari seorang pilot

Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai beban kerja mental seorang pilot apabila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) jika

dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda yang berpotensi dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

2 Metodologi

21 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari kuesioner SWAT yang diisi oleh responden dalam hal ini adalah pilot pesawat terbang sipilkomersial yang menerbangkan pesawat terbang berjadwal (Aircraft Operation Certificated (AOC) 121) Dalam metode SWAT yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat acuan dalam menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian namun diutamakan yang memiliki satu profesi yang sejenis atau kesamaan profesi Subjek penelitian yang diambil sebagai sampel berjumlah 10 responden yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita Survei dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner SWAT untuk diisi oleh pilot dan dilakukan pada saat pilot tidak dalam kondisi on duty melainkan pada saat off duty hal ini dimaksudkan agar responden dalam menjawab pertanyaan diharapkan dapat terjawab dengan baik dan jelas Kuesioner SWAT yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yaitu model untuk pembuatan skala berupa pairwase comparasion procedure dan model penilaian beban kerja yang dialami subjek dalam melaksanakan pekerjaannya Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan nilai terhadap beban kerja (T E dan S) yang dialaminya

22 Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam mengidentifikasikan nilai beban kerja mental yang dialami oleh pilot dalam melaksanakan operasional penerbangan berdasarkan waktu terbang (phases of time) jika ditinjau dari perbedaan jenis kelamin (gender) pilot

221 Pengurutan Kartu SWAT

Dalam analisis digunakan penyusunan kartu oleh subjek utamanya adalah untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pembuatan skala akhir yang berdasarkan persepsi tiap kelompok tentang beban kerja yang dialaminya Pada tahap ini responden diminta untuk melakukan pengurutan kartu SWAT sebanyak 27 kartu ini dibuat berdasarkan kombinasi dari tiga dimensi beban kerja yang memiliki tingkatan rendah sedang dan tinggi dimana dari setiap kartu tersebut memiliki tiga

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

127

dimensi ketiga dimensi tersebut yaitu beban waktu (Time load) beban usaha (Effort load) dan beban stres (Phsycological Stress load) Dari setiap dimensi pada kartu SWAT tersebut diberikan kombinasi skala yang berbeda untuk setiap kartunya dimana skala yang ditetapkan adalah 1 2 3 Skala tersebut berdasarkan pada tingkat beban mental yang paling rendah hingga yang paling tinggi kemudian skala tersebut dipresentasikan menggunakan pernyataan-pernyataan yang dapat menunjukan bobot dari beban kerja mental tersebut [17]

222 Pengolahan Data Scale Development

Proses Scale Development dilakukan dengan meng-input hasil pengurutan 27 kombinasi kartu terhadap dimensi operasional penerbanagan yang diteliti dalam penelitian ini yakni waktu terbang (phases of time) Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok (Group Scaling Solution (GSS)) yang berarti hasil yang diperoleh dari responden cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja mental pilot Namun jika nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) kecil (lt 075) berarti data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu pilot [17] baik berdasarkan Prototyped Scaling Solution (PSS) maupun Individual Scaling Solution (ISS) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja pilot

223 Tahap Penilaian Beban Kerja Mental

Tahap penilaian situasi beban kerja mental dari uraian pekerjaan tugas dan tanggung jawab diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk dihitung masing-masing dimensi beban kerjanya Setelah skala akhir dibentuk kemudian setiap kondisi pengoperasian pesawat diberi nilai berdasarkan peringkat yang telah diberikan oleh masing-masing pilot Peringkat yang diberikan oleh pilot dan akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir akan menunjukkan beban kerja operator apabila SWAT ratingnya berada dinilai 40 kebawah maka beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah Sedangkan apabila SWAT ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60 maka beban kerja orang tersebut berada pada level menengah atau sedang dan apabila nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100 maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya tinggi (overload) [17]

3 Hasil dan Pembahasan

31 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui beban kerja mental pilot ditinjau dari perbedaan jenis kelamin jika dihadapkan pada kondisi waktu (phases of time) operasional penerbangan yang berbeda-beda maka akan diteliti sebanyak 10 responden pilot yang terdiri dari 5 pilot pria dan 5 pilot wanita

32 Analisis SWAT

Pengumpulan data SWAT dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kartu-kartu kombinasi beban kerja mental yaitu berupa lembaran yang dibuat secara khusus untuk dapat mendukung pelaksanaan pengumpulan data Setelah itu responden dalam hal ini pilot pesawat terbang diminta untuk mengurutkan kartu-kartu tersebut berdasarkan persepsi dari masing-masing responden tentang tingkatan beban kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi Kartu yang diurutkan berjumlah 27 buah masing-masing merupakan kombinasi tingkatan dari ketiga dimensi SWAT yaitu kartu N terdiri atas kombinasi beban kerja 111 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) rating rendah Sedangkan kartu I terdiri atas kombinasi beban kerja 333 yang berarti berisi waktu (T) usaha mental (E) dan tekanan psikologis (S) ber-rating tinggi Hasil dari aplikasi kuesioner SWAT digunakan sebagai input software SWAT untuk penskalaan (scale development) dan penilaian (event scoring) yang merupakan langkah penerapan metode SWAT Dalam penelitian ini faktor waktu terbang (phases of time) dibagi menjadi delapan kondisi yaitu kondisi operasi penerbangan dilaksanakan pada pagi hari (morning (600 am -1159 am)) siang hari (afternoon (1200 pm - 1759 pm)) malam hari (night (1800pm - 2359 pm)) dini hari (early morning (000 am - 559 am)) pada saat hari kerja (weekday) saat hari libur (weekend) saat periode peak season dan pada saat periode non-peak season

Berdasarkan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT pada tahap Scale Development akan didapatkan nilai Kendallrsquo s Coefficient of Concordance (W) Jika nilai koefisien ge 075 m aka data yang digunakan adalah data kelompok Maksudnya hasil yang diperoleh dari 10 responden pilot pesawat terbang dalam penelitian cukup homogen sehingga dapat mewakili beban kerja pilot Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

128

responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Nilai koefisien Kendall untuk kedua kelompok pilot dapat dilihat pada Tabel 1

Dari hasil Tabel 1 didapat nilai koefisien Kendall tiap-tiap kondisi waktu terbang (periode jam hari dan musim) untuk masing-masing responden pilot yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin lebih besar dari 075 sehingga dapat dikatakan bahwa indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara responden yang diteliti dalam penelitian ini relatif sama dan homogen Jika nilai koefisien Kendall lebih kecil dari 075 maka data terlalu heterogen dan pengukuran beban kerja mental akan dilakukan perindividu responden (pilot) dimana hasilnya tidak dapat dikatakan mewakili nilai beban kerja mental pilot Namun meskipun data diolah sebagai kelompok nilai per individu tetap dapat disajikan Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran nilai prototype Nilai prototype menunjukkan dimensi paling dominan yang dirasakaan sebagai beban mental oleh responden Dari hasil pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan software SWAT diperoleh nilai kepentingan untuk setiap dimensi T (Time) E (Effort) dan S (Stress) sesuai dengan Tabel 2 hasil yang ada menunjukan bahwa pilot bekerja dengan pembagian

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa pada seluruh kondisi waktu terbang (phases of time) yang dibagi menjadi delapan kondisi yang berpengaruh dalam operasional penerbangan dimensi yang memberikan kontribusi dalam beban kerja mental pilot untuk masing-masing kelompok berdasarkan jenis kelamin (gender) baik pilot pria maupun pilot wanita memiliki kesamaan hasil yakni berturut-turut dari yang terbesar sampai dengan terkecil adalah dimensi time (beban waktu) effort (beban usaha mental) dan stress (beban tekanan psikologis) Tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi yang dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah dimensi beban usaha waktu

(time) maka semua responden dalam penelitian ini mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental seorang pilot dimana dimensi beban waktu tergantung dari ketersediaan waktu yang ada dan kemampuan melangkahi dalam suatu aktifitas Hal ini berkaitan erat dengan apakah subjek atau responden dalam hal ini pilot pesawat terbang dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah diberikan Sedangkan faktor beban usaha mental (effort) dianggap cukup penting dan faktor beban tekanan psikologis (stress) kurang begitu penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot jika dihadapkan pada kondisi waktu terbang (phases of time) yang diteliti dalam penelitian ini

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah skala SWAT diperoleh adalah menentukan

Tabel 1 Koefisien Kendall

Waktu Terbang (Phases of Time) Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam - Pagi (0600am-1159am) 08354 08343 - Siang (1200am-1759pm) 07946 08878 - Malam (1800pm-2359pm) 08833 08917 - Dini hari (0000am-559am) 08670 08997 Periode Hari - Weekday (Senin-Jumat) 09141 09243 - Weekend (Sabtu-Minggu) 09323 09430 Periode Musim - Peak Season 09032 09261 - Non Peak Season 08996 09127

Tabel 2 Nilai Relatif Setiap Kondisi ()

Waktu Terbang (Phases of Time)

Dimensi Beban Kerja

Mental

Pilot Pria

Pilot Wanita

Periode Jam

- Pagi (0600amndash 1159am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6504

2096

1400

5821

1976

2203

- Siang (1200amndash 1759pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

4664

2817

2519

6434

2465

1101

- Malam (1800pmndash 2359pm)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6314

1934

1752

6527

2167

1307

- Dini hari (0000amndash 559am)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6451

2440

1108

7101

1959

940

Periode Hari

- Weekday (Senin-Jumat)

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6567

2051

1382

6836

1983

1182

- Weekend (Sabtu-Minggu) Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

7657

1670

674

6947

2042

1011

Periode Musim

- Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6840

2079

1080

7581

2138

281

- Non Peak Season

Time (T)

Effort (E)

Stress (S)

6005

2437

1558

6644

2103

1253

Sumber hasil olahan 2015

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

129

nilai beban kerja mental yaitu dengan cara mengkonversikan nilai SWAT (SWAT score) yang diperoleh dari responden terhadap skala SWAT (SWAT scale) atau yang lebih dikenal dengan event scoring Penilaian atau event scoring yang diberikan oleh responden dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan level pada nilai skala akhir yang terbentuk Nilai skala akhir yang didapat akan menunjukan beban kerja mental responden beban kerja mental yang dialami responden termasuk dalam kategori rendah jika skala SWAT (0-40) moderat atau sedang jika skala SWAT (41-60) dan tinggi jika skala SWAT (61-100) Data hasil konversi skala SWAT untuk masing-masing responden yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin pilot dapat dilihat pada tabel 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SWAT sesuai tabel 3 untuk mengetahui nilai beban kerja mental responden tertinggi dari tiap-tiap responden dapat diketahui dari nilai rata-rata (mean) beban mental pada masing-masing kondisi waktu penerbangan (phases of time) dengan demikian didapatkan bahwa kondisi yang paling terbebani atau yang memiliki nilai beban kerja mental tertinggi baik bagi pilot pria dan wanita apabila dilihat dari periode waktu (hour period) adalah operasi penerbangan yang dilakukan pada periode dini hari (early morning) yaitu pada pukul 0000 am ndash 0559 am dengan nilai rata-rata beban kerja mental bagi pilot pria adalah 6938 (overlaod) dan pilot wanita adalah 808 (overlaod) Hal ini dikarenakan secara alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari dan tidak diciptakan sebagai makhluk malam (nocturnal creature) artinya pada siang hari dengan adanya matahari yang menyebabkan lingkungan menjadi terang membuat manusia mempunyai naluri untuk

bekerja dan beraktifitas dan sebaliknya karena pengaruh ketiadaan cahaya matahari (gelap malam) menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat atau tidur pada malam hari Kehidupan ini mengikuti suatu ritme kehidupan biologis yang disebut dengan ritme circadian (circadian rhythm) ketika siklus atau ritme tersebut terganggu akibat dari perubahan jam aktivitas dimana tubuh yang seharusnya berada pada fase istirahat atau relaks dituntut untuk beraktifitas sehingga menyebabkan hilangnya waktu istirahat (tidur) maka dampak buruk akan terjadi baik bersifat fisik maupun psikis yang hal ini dapat mempengaruhi beban kerja mental bagi seorang pilot [18] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh De Mello et al [6] mengenai penyebab kecelakaan pesawat udara ditinjau dari kesalahan manusia (human factor) adalah dengan dilihat dari shift kerja (waktu) dari si pilot itu sendiri dalam penelitiannya menunjukan bahwa periode pagi (0000-1159) memiliki resiko yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan (1146) dibandingkan dengan periode sore dari pukul 1200 ndash 1759 dengan rasio 1105 dan periode malam antara pukul 1800 ndash 2359 (rasio 1104)

Sedangkan jika ditinjau dari periode hari (week period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 8384 (overlaod) dan pilot wanita adalah 8276 (overlaod) terjadi apabila penerbangan dilakukan pada saat hari libur atau weekend Sedangkan untuk periode musim (season period) diketahui beban mental bagi pilot pria adalah 9294 (overlaod) dan pilot wanita adalah 7936 (overlaod) terjadi pada saat peak season hal ini dikarenakan dalam dunia penerbangan khususnya yang terjadi di Indonesia dikenal siklus arus penumpang yaitu musim padat penumpang (peak season) yang biasa

Tabel 3 Hasil Konversi Skala Pilot

Responden

Waktu Terbang (Phases of Time) Periode Jam Periode Hari Periode Musim

Pagi Siang Malam Dini Hari

Weekday Weekends Peak Season

Non Peak Season

Pilot Pria 1 487 488 282 100 510 548 100 522 2 567 267 651 872 510 662 100 522 3 465 488 651 996 510 994 100 224 4 100 488 282 876 425 994 647 522 5 100 488 651 597 151 994 100 224

Rata-rata 6064 3462 447 6938 4212 8384 9294 4028 Pilot Wanita

1 612 234 858 100 525 899 100 457 2 499 0 858 685 525 899 951 567 3 100 636 564 685 525 894 100 364 4 392 402 858 100 562 899 100 567 5 499 636 359 660 358 547 17 567

Rata-rata 478 3348 5278 808 499 8276 7936 5044 Sumber hasil olahan 2015

Abadi Dwi Saputra Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131

130

berlangsung selama liburan sekolah liburan akhir tahun liburan keagamaan atau lebaran Selain itu pada waktu tersebut biasanya terjadi penambahan jadwal jumlah penerbangan (extra flight) yang dilakukan oleh operator penerbangan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang Penambahan jumlah penerbangan ini berbanding lurus dengan meningkatnya arus lalu lintas udara khususnya yang terjadi di Indonesia yang itu semua dapat mempengaruhi beban kerja mental pilot dalam melaksanakan tugasnya

Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa kondisi yang dirasa paling membebani baik bagi pilot pria dan pilot wanita apabila dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan jika dilihat dari dimensi waktu terbang (phases of time) adalah penerbangan yang dilakukan pada dini hari (0000 am ndash 0559 am) pada saat hari libur dan pada saat peak season diketahui beban kerja mental yang yang terlampau tinggi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang disebut dengan kelelahan psikis (boredom) yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya perasaan-perasaan kelelahan keletihan kelesuan dan berkurangnya tingkat kewaspadaan Kemampuan seorang pilot dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan (pilot judgement) sangat penting dalam keselamatan operasional penerbangan Pengambilan keputusan (pilot judgement) merupakan salah satu mata rantai yang penting dan utama dalam tindakan penerbangan terlebih-lebih dalam menghadapi suatu keadaan yang darurat (emergency situation) atau situasi yang berbahaya (dengerous situation) Beban kerja mental yang terlalu tinggi (overload) merupakan stresor penting dalam penerbangan yang dapat memberikan dampak negatif bagi tingkat kelelahan (fatigue) Seperti diketahui bahwa salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah karena faktor stres dan kelelahan (fatigue) yang melanda seorang pilot Manifestasi fatigue dapat berupa perasaan letih (feeling of tiredness) atau menurunnya kinerja (drop performance) dalam keadaan lelah (fatigue) seorang pilot cendrung kaku dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan dan juga menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman untuk dilakukan atau dalam kata lain kelelahan dapat menyebabkan menyempitnya rentang perhatian dalam arti penerbang cenderung untuk memusatkan pandangan pada hal-hal yang membuat dia khawatir dibanding dengan aspek yang sebetulnya lebih penting hal ini apabila tidak diperhatikan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang [19][20]

4 Kesimpulan

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis SWAT ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan baik pilot pria maupun pilot wanita beban kerja mental yang mereka alami akan meningkat atau berada pada level tertinggi (overload) apabila mereka dihadapkan pada kondisi operasional penerbangan dilakukan pada waktu dini hari (early morning (0000 ndash 0559 am)) saat hari libur (weekend) dan memasuki periode peak season Beban kerja yang tinggi atau overload dapat mengakibatkan rasa letih lelah dan stress diketahui pula bahwa salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh manusia adalah faktor kelelahan (fatigue) seorang pilot Dalam keadaan fatigue pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pilot (pilot judgement) cendrung kaku dan tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman Keadaan ini dapat menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan dan tentunya dapat berakibat fatal dan dapat menjadi sumber terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang

Ucapan Terima kasih

Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini kiranya penelitian ini dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya Akhir kata penulis ucapkan terima kasih

Daftar Pustaka

[1] ICAO (2009) Doc 9859 Safety Management Manual ndashSecond Edition International Civil AviationOrganization Montreal Canada

[2] Pakan W (2008) Faktor Penyebab KecelakaanPenerbangan Di Indonesia Tahun 2000-2006 Warta Ardhia Vol 34 Hal 1-18

[3] Susetyadi A Masrifah S dan Yuliawati E (2008)Pengkajian Kinerja Pilot Dalam MenunjangKeselamatan Penerbangan Jurnal Penelitian Perhubungan Udara Vol 34 Hal 159-177

[4] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan EtsemMB (2014) Analisis Pengaruh Waktu Terbang(Phases of Time) Terhadap beban kerja Mental PilotPesawat Terbang Dengan Menggunakan MetodeSubjective Workload Asessment Technique (SWAT)Prosiding FSTPT Vol 2 No1 Hal 1335-1349

[5] Sukawaningtyas M (2007) Kelelahan Pilot danStrategi Mengatasinya Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tidak Dipublikasikan

[6] De Mello MT Esteves AM Pires MLN SantosDC Bittencourt LRA Silva RS and Tufik S (2008)Relationship Between Brazilian Airline Pilot Errors andTime of Day Brazilian Journal of Medical andBiological Research Brazil [on line] Dari

Warta Penelitian Perhubungan 2020 32 (2) 125-131 Abadi Dwi Saputra

131

httpdxdoiorg101590S0100-879X2008001200014

[7] Li G Rebok GW Qiang Y and Baker SP (2009)Geographic Region Weather Pilot Age and Air Carrier Crashes a case-control study Aviation Space and Environmental Medicine

[8] Rosekind MR Gregory KB and Mallis MM (2006)Alertness Management in Aviation OperationsEnhancing Performance and Sleep Aviation Spaceand Environmental Medicine 77 (12)

[9] Goode JH (2003) Are Pilots at Risk of Accident dueto Fatigue Journal of Safety Research

[10] Tvaryanas AP and MacPherson GD (2009) Fatiquein Pilots of Remotely Piloted Aircraft Before and AfterShift Work Adjusment Aviation Space andEnvironmental Medicine 80 (5)

[11] Pruchnicki SA Wu LJ and Belenky G (2010) AnExploration of The Utility of Mathematical ModelingPredicting Fatique from SleepWake History andCircadian Phase Applied in Accident Analysis andPrevention The Crash of Comair Flight 5191 Accident Analysis and Prevention (43) 1056-1061

[12] Conway GA Mode NA Berman MD Martin Sand Hill A (2005) Flight Safety in Alaska ComparingAttitudes and Practices of High and Low Risk AirCarriers Aviation Space and EnvironmentalMedicine 76 (1)

[13] Saleem JJ and Kleiner BM (2005) The Effects ofNighttime and Deteriorating Visual Condition on PilotPerformance Workload and Situation Awareness inGeneral Aviation for both VFR and IFR ApproachesInternational Journal of Applied Aviation Studies 5(1)

[14] Vail GJ and Ekman LG (1986) Pilot ErrorAccidents Male vs Female Applied Ergonomics 17 (4)297-303 [on line] Darihttpkasetsartjournalkuacthkuj_files2010A1006241047025528pdf

[15] McFadden KL (1997) Predicting Pilot Error Incidentsof US Airline Pilots Using Logistic Regression Journal of Applied Ergonomics Human Factors in Technology and Society 28 (3)

[16] Bazarqan M and GuzhvaVS (2011) Impact ofGender Age and Experience of Pilot on GeneralAviation Accidents Collegue of Business Embry-Riddle Aeronautical University United States [online] Dari httpacels-cdncomS00014575100036721-s20-S0001457510003672-mainpdf

[17] Reid GB (1989) Subjective Workload AssessmentTechnique (SWAT) A userrsquo s Guide (U) AmstrongAerospace Medical Research Laboratory Ohio

[18] Saputra AD Priyanto S Muthohar I dan BhinnetyM (2015) Aplikasi Pengukuran Beban Kerja MentalDalam Menganalisis Pengaruh Waktu Terbang (Phasesof Time) Terhadap Usia Pilot Prosiding FSTPT Hal 13-25

[19] Saputra AD (2016) Analisis Berbagai Kondisi yangMempengaruhi Beban Kerja Mental Pilot DalamKaitannya Dengan Potensi Kecelakaan PesawatTerbang Disertasi Program Doktor TeknikTransportasi Fakultas Teknik Sipil dan LingkunganUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta TidakDipublikasikan

[20] Mustopo W I (2012) Faktor Psikologi Pada Fatiguedan Konsekuensinya Terhadap KeselamatanPenerbanga

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Panduan ini merupakan format bagi penulis untuk menulis makalah yang siap dipublikasikan dalam jurnal Warta Penelitian Perhubungan Para penulis harus mengikuti petunjuk yang diberikan dalam panduan ini Format penulisan artikel ini terdiri dari Abstrak Pendahuluan Metodologi Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka

1 Ketentuan Umum Penulisan Jurnal Warta Penelitian Perhubungan- Naskah diusulkan belum pernah ataupun tidak sedang diproses untuk dipublikasikan dalam jurnal atau media lain- Naskah ringkas diketik menggunakan tipe Times New Roman 12 pt dengan spasi 15 (line spacing = 15 lines)- Ukuran kertas A4- Menggunakan format satu kolom - Panjang naskah maksimal 20 halaman termasuk gambar grafik dan tabel

2 Struktur Naskah Warta Penelitian PerhubunganNaskah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut

a Judul Artikel- Judul ditulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan

ditempatkan simetris di tengah- Judul ditulis Bahasa Inggris menggunakan huruf Times New Roman 16 pt maksimal 12 kata spasi 1 dan ditempatkan

ditempatkan sebelum kalimat abstrak Bahasa Inggris

b Nama Penulis- Nama penulis ditulis di bawah judul Jarak antara judul dan nama penulis diberi satu spasi kosong dengan ukuran

huruf 12 pt- Nama penulis terdiri dari nama penulis pertama penulis kedua dan penulis ketiga yang ditulis tanpa menggunakan

gelar dengan huruf 11 pt- Nama bidang penelitianJurusan para penulis Instansi Fakultas ditulis di bawah nama penulis Jarak antara nama

penulis dan lembaga diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt - E-mail penulis pertama ditulis di bawah nama lembaga E-mail ditulis dengan huruf 11 pt Jarak antara nama lembaga

dan e-mail diberi satu spasi kosong dengan ukuran huruf 11 pt

c Abstrak- Abstrak merupakan ikhtisar yang memuat latar belakang atau permasalahan tujuan metode penelitian hasil dan

kesimpulan- Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia)- Kata ldquoabstractrdquo dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris Jarak antara e-mail dan kata ldquoabstractrdquo

diberi dua spasi kosong dengan ukuruan huruf 10 pt- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Abstrak bahasa Indonesia diletakkan setelah abstrak bahasa Inggris Kata ldquoabstrakrdquo sebagai penanda abstrak bahasa

Indonesia dicetak tebal dengan ukuran huruf 10 pt dan diletakkan simetris dengan jarak satu spasi kosong ukuran huruf 11 pt

- Teks abstrak bahasa Indonesia ditulis setelah kata ldquoabstrakrdquo dengan jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt

- Teks abstrak bahasa Inggris ditulis setelah kata ldquoabstractrdquo dengan jarak dua spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 ndash 300 kata dengan menggunakan huruf Times New

Roman 10 pt dengan spasi satu- Di bawah teks abstrak dicantumkan kata kunci (keyword) yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) kata dan

atau kelompok kata yang ditulis sesuai urutan abjad Antara kata kunci dipisahkan oleh koma()- Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dengan ukuran huruf 10 pt dan dicetak miring (italics) Jarak antara abstrak

bahasa Inggris dan keyword adalah satu spasi kosong dengan ukuran 10 pt

d Pendahuluan- Pendahuluan berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan Perhatikan hal-hal yang menyebabkan mengapa

suatu penelitian tersebut menarik untuk dilakukan dengan merumuskan suatu permasalahan Tujuan penelitian diuraikan dengan dalam bentuk paragraf yang runtut dan sistematis juga mencakup tinjauan terhadap teori yang mendasari atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (state of the art)

- Pendahuluan ditulis setelah keyword dengan jarak tiga spasi kosong dan ukuran huruf 12 pt- Tulisan ldquoPendahuluanrdquo menggunakan huruf 12 pt dengan cetak tebal- Ada jarak satu spasi kosong dengan ukuran huruf 10 pt sebelum menulis isi pendahuluan

e Metodologi- Menjelaskan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi subyekbahan

yang diteliti alat yang digunakan rancangan percobaan atau desain yang digunakan teknik pengambilan sampel variabel yang akan diukur teknik pengambilan data analisis dan model statistik yang digunakan

f Hasil dan Pembahasan- Hasil analisis penelitian ditulis ringkas Analisis dapat disajikan dengan dukungan tabel grafik atau gambar sesuai

kebutuhan untuk memperjelas penyajian analisis secara verbal- Berisi hasil analisis dan evaluasi terhadap data interpretasi hasil analisis dan bahasan untuk memperoleh jawaban

nilai tambah dan kemanfaatan terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian Hasil analisis harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

g KesimpulanKesimpulan bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan ringkasan melainkan penjelasan singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam bentuk paragraf Kesimpulan harus menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian Segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan) harus dicapai sebagai upaya cek dan ricek

h Ucapan Terima KasihSebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah atau dalam penelitian danatau pengembangan Disebutkan siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih baik secara organisasiinstitusi pemberi donor ataupun individu

i Daftar ReferensiDaftar referensi hanya pustaka yang digunakan yang tertulis pada naskah yang diusulkan Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dengan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendeley Zotero Endnotes atau fitur aplikasi microsoft word Jumlah daftar acuan paling sedikit sepuluh dan 80-nya adalah sumber acuan primer (jurnal prosiding) yang diterbitkan lima tahun terakhir Daftar acuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber non-elektronik dan sumber elektronik

3 Format Penulisana Penulisan Persamaan

Penomoran persamaan harus bersesuaian dengan urutan kemunculan rumus atau persamaan tersebut dalam teks Penomoran ditulis dalam tanda kurung dengan menggunakan marjin kanan seperti dalam (1) Anda direkomendasikan untuk menggunakan equation editor untuk membuat sebuah persamaan Beri tanda titik pada akhir sebuah persamaan yang merupakan bagian dari sebuah kalimat seperti yang terdapat pada dengan semua besaran disajikan penjelasannya setelah persamaan misal J adalah besaran utama i dan k menyatakan indeks pada jumlahan simbol besaran ditulis dengan bentuk huruf italics

(1)

b Tabel Gambar dan PersamaanTabelJudul tabel ditempatkan persis di atas tabel rata kiri dengan menggunakan font TNR 10 pt Kata lsquoTabelrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan bold sedangkan judul tabel ditulis dengan normal (Sentence case) Penomoran judul tabel dengan menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) Tabel ditempatkan pada sisi tengah Isi tabel menggunakan font TNR 10 pt dengan spasi 1 Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan pada bagian bawah tabel rata kiri ditulis dengan menggunakan font TNR 10 pt

GambarGambar dapat berupa grafik matriks foto diagram dan sejenisnya ditempatkan pada bagian tengah halaman (centered) Judul gambar ditulis di bawah gambar dengan menggunakan font TNR 10 pt ditempatkan pada bagian kiri gambar Kata lsquoGambarrsquo dan lsquoAngkarsquo ditulis dengan menggunakan bold menggunakan penomoran Arab (1 2 3 dst) sedangkan isi ditulis dengan menggunakan sentence case Penyertaan sumber atau informasi ditempatkan di bawah judul gambar rata kiri italics menggunakan font TNR 10 pt Gambar dimuat dalam format file jpg jpeg atau tif dengan warna atau hitamputih kecuali warna mengandung arti tertentu dengan resolusi paling sedikit sebesar 300 dpi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN

Sumber Hasil analisis 2018

Gambar 1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar sumber (Pengarang Tahun halaman)

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks PenulisA

Arbie Sianipar Vol 32 No 1 Hal 11-20Achmad Fahruddin Vol 32 No 2 Hal 68-76Abadi Dwi Saputra Vol 32 No 2 Hal 125-131

FFauzan Romadlon Ratna Dwi Lestari Firdhayanti Lestiana Nuansa Aita Putri Vol 32 No 2 Hal 68-76

IIchda Maulidya Vol 32 No 2 Hal 83-92Imma Widyawati Agustin Christia Meidiana Sri Muljaningsih Vol 32 No 2 Hal 93-102

LLita Yarlina Harry Yanto LB Evy Lindasari Arman Mardoko Vol 32 No 1 Hal 33-42

MMasmian Mahida Vol 32 No 2 Hal 103-112

PPriyambodo Vol 32 No 1 Hal 1-10Prasadja Ricardianto Syahrial Nasution Maria Angelin Naiborhu Wegit Triantoro Vol 32 No 1 Hal 59-66

RR Widodo Djati Sasongko Vol 32 No 1 Hal 21-32Rosa Asiga Cahya Adhianti Ria Ronauli Lasma Kezia Vol 32 No 2 Hal 113-124

TTri Kusumaning Vol 32 No 1 Hal 43-52Teguh Pairunan Putra Vol 32 No 1 Hal 53-58

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32 Nomor 2 Juli - Desember 2020

Indeks Kata KunciA

Angkutan penyeberangan Angkutan barang Aplikasi Layanan ATCS

BBandar Udara Abdul Rachman Saleh

Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri Bus Rapid Transit

CCumulonimbus

DDistribusi beban Dermaga

EEvaluasi

GGround handling Gelombang Go-around

generalized-linear-model

IIndeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Integrasi

Antarmoda

JJenis Kelamin Pilot

KKelaikan berlayar Kota Malang Kapal Kinerja pelayanan bus dan terminal Kota-Surabaya

Keberlanjutan Kota pintar Kecelakaan pesawat

MModel Kecelakaan Multidimensional Scaling

PPengembangan kegiatan MICE Pelabuhan

Pengoperasian Pemecah gelombang terapung Pendidikan Peluang Pelabuhan cerdas Perspektif

Penumpang Wanita Purwokerto-Purbalingga Pengendara mobil

RRevolusi industri Rancangan dasar

SSarana prasarana SWOT Strategi

Sumber daya manusia Sei Ambawang SWAT

TTantangan Tailwind Transit-Oriented Develompment

UUPPKB Losarang

WWind gust

Page 8: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 9: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 10: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 11: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 12: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 13: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 14: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 15: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 16: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 17: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 18: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 19: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 20: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 21: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 22: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 23: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 24: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 25: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 26: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 27: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 28: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 29: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 30: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 31: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 32: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 33: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 34: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 35: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 36: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 37: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 38: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 39: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 40: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 41: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 42: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 43: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 44: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 45: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 46: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 47: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 48: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 49: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 50: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 51: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 52: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 53: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 54: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 55: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 56: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 57: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 58: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 59: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 60: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 61: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 62: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 63: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 64: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 65: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 66: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 67: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 68: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 69: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 70: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 71: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 72: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 73: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 74: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 75: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 76: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 77: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 78: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 79: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 80: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 81: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)
Page 82: Warta Penelitian Perhubungan...Majalah ini pada tahun 2015 terbit 6 kali dalam setahun (edisi Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Oktober, November-Desember)