waktu paruh obat

10
WAKTU PARUH OBAT FARMAKOKINETIKA Disusun Oleh : CHYNTYA YULI EKKA PUTRI (2012 51 048) FIKA LESTARI (2012 51 047) RINI DWI RIYANTI (2012 51 054) IKRAR ARUMINGTYAS (2012 51 046)

Upload: hercoffee

Post on 06-Aug-2015

2.456 views

Category:

Documents


114 download

TRANSCRIPT

Page 1: WAKTU PARUH OBAT

WAKTU PARUH OBATFARMAKOKINETIKA

Disusun Oleh :

CHYNTYA YULI EKKA PUTRI (2012 51 048) FIKA LESTARI (2012 51 047)

RINI DWI RIYANTI (2012 51 054) IKRAR ARUMINGTYAS (2012 51 046)

FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL KAMAL2012

Page 2: WAKTU PARUH OBAT

Waktu paruh biologis (T ½) suatu obat menggambarkan waktu yang dibutuhkan untuk

suatu level aktifitas obat menjadi separuh dari level aslinya atau level yang dikehendaki. Batasan

tersebut bisa juga digunakan untuk menggambarkan waktu yang dibutuhkan bagi tubuh untuk

mengeliminasi dengan metabolism atau eksresi atau keduanya, separuh dari dosis suatu obat

yang diberikan.

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme

dan ekskresi. Kedua factor ini menentukan kecepatan eliminasi obat, yang dinyatakan dengan

pengertian plasma half-life eliminasi (masa paruh, t1/2), yaitu rentang waktu dimana kadar obat

dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuhnya

Waktu paruh suatu obat dalam darah bisa ditentukan dengan memberikan obat secara

intravena, mengambil sampel obat dari pasien tersebut pada selang waktu tertentu dan menguji

sampel untuk isi obat ini. Jumlah waktu untuk kuantitas obat dalam darah yang dibutuhkan agar

berkurang menjadi separuh level puncaknya dianggap sebagai waktu paruh bioloisnya. Tipe

penentuan yang sama bisa dibuat mengikuti pemberian obat dengan rute selain intravena.

Waktu paruh biologis bervariasi secara luas antara obat, untuk beberapa obat waktu paruh

tersebut mungkin hanya beberapa menit, sedangkan untuk obat lainnya mungkin sampai

beberapa jam atau bahkan berhari-hari. Data tentang waktu paruh biologis berguna dalam

menentukan regimen dosis yang paling tepat untuk mencapai dan menjaga level obat dalam

darah yang dikehendaki. Penentuan seperti ini biasanya menghasilkan jadwal pemberian dosis

yang dianjurkan untuk suatu obat, seperti obat dimakan setiap 4 jam, 6 jam, 8 jam dan

seterusnya. Walaupun tipe anjuran ini umumnya memenuhi syarat untuk kebanyakan pasien,

anjuran tersebut tidak selamanya cocok untuk semua pasein. Pasien yang masuk pengecualian

itu terutama pasien yang tidak mempunyai kemampuan atau kemampuannya kurang dalam

mematobolisir atau mengekskresikan obat. Pasien ini umunya penderita tidak berfungsi hati atau

berpenyakit ginjal yang menahan obat yang diberikan dalam darah atau dalam jaringan untuk

periode waktu yang lebih lama karena kemapuannya yang kurang untuk mengeliminasi obat

tersebut. Waktu paruh biologis yang diperlama dari obat tersebut umunya memerlukan suat

regimen dosis tersendiri dan menghendaki pemberian obat dengan frekuensi yang kurang

dibandingkan dengan untuk pasien yang proses pengeliminasian obatnya normal.

Page 3: WAKTU PARUH OBAT

Setiap obat memiliki masa paruh yang berlainan dan dapat bervariasi dari 23 detik

(adrenalin) hingga 2 tahun lebih (obat kontras-iod organis).

Half-life berlainan pula untuk binatang percobaan dan bahkan secara perorangan pun

dapat berbeda berhubung dengan variasi individual, maka yang tercantum di atas merupakan,

nilai rata-rata saja.

Kecepatan eliminasi obat dan dengan demikian juga plasma t1/2 nya tergantung dari

kecepatan biotransformasinya dan ekskresinya. Obat dengan metabolism cepat half-life nya juga

pendek, misalnya insulin setelah injeksi s.k. dengan pesat diuraikan, t1/2 nya hanya 40 menit.

Dan obat – obat golongan adrenalin yang waktu paruhnya 23 detik. Sebaliknya zat yang tidak

mengalami biotransformasi, atau obat dengan siklus enterohepatik atau juga yang diresorpsi

kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2 nya panjang. Begitu pula obat dengan

persentase pengikatan pada protein (PP) yang tinggi, misalnya sulfametoksipiradazin: PP 85%

dengan t1/2 34 jam, dibandingkan dengan sulfamezathin: PP 30% dengan t1/2 7 jam. Digoksin

yang dikumulasi pada otot jantung mempunyai t1/2 panjang pula, lebih kurang 2 hari. Terdapat

pula obat yang waktu paruhnya mencapai 2 tahun seperti kontras-iod organis.

Beberapa harga paruh biologis

Zat obat/ produkWaktu Paruh Biologi

T 1/2

Asetaminofen ( TYLENOL, McNEIL) 2 jam Amoksisillin (POLYMOX, BRISTOL) 1 jamButabarbital Natrium ( BUTISOL, NATRIUM, WALLACE) 100 jamCimetidin (TAGAMET, SMITH, KLINE, FRENCH) 2 jam Digitoksin ( CRYSTODIGIN, LILLY) 7-9 hariDigoksin ( LANOXIN, BURROUGHS, WELLCOME) 1,5 - 2 hariDiltiazem (CARDIZEM, MARION) 3,5 jamIbuprofen ( MOTRIN, UPJOHN) 1,8 - 2 jamIndometasin ( INDOCIN, MERCK, SHARP & DOHME) 4,5 jamLitium karbonat (LITHANE, MILES) 24 jamNitrogliserin (TRIDIL, AMERICAN CRITICAL, CARE) 1-4 menit Fenobarbital Natrium (NEMBUTAL, NATRIUM, ABBOTT) 15 - 50 jamPropanolol HCl (INDERAL, AYERST) 2- 3 jamTeofilina (THEOBID, GLAXO) 4-9 jam

Page 4: WAKTU PARUH OBAT

Obat digoksin merupakan contoh yang baik dari suatu obat yang waktu paruhnya

dipengaruhi oleh keadaan patologis (sakit) pasien. Digoksin dieleminasi dalam urin. Ekskresi

digoksin melalui ginjal sebanding dengan laju filtrasi glomerulus. Pasa pasien yang fungsi

ginjalnya normal, waktu paruh digoksin adalah 1,5 sampai 2 hari. Pada pasien anuria ( tidak ada

pembentukan urin), waktu paruh bisa diperpanjang sampai 4-6 hari.

Waktu paruh biologi suatu obat dalam aliran darah bisa juga dipengaruhi oleh perubahan

dalam besarnya ke mana obat diikat, ke protein plasma atau ke komponen-komponen sel.

Perubahan dalam pola pengikatan suatu obat seperti ini bisa dihasilkan oleh pemberian suat dosis

kedua yang mempunyai afinitas lebih besar daripada obat pertama untuk tempat pengikatan yang

sama. Hasilnya adalah perpindahan obat pertama dari tempat-tempat ini digantikan dengan obat

kedua dan avaibilitasnya segera dari obat bebas yang bisa lewat dari aliran darah ke tempat-

tempat tubuh lain, termasuk yang berhubungan dengan elimnasnya.

Fungsi organ-organ eliminasi penting sekali, karena pada kerusakan hati atau ginjal half-

life dapat meningkat sampai 20 kali atau lebih. Misalnya pada penyakit ginjal tertentu t1/2

penisilin bisa naik dari 0,5 sampai lebih kurang 10 jam dan t1/2 streptomisin dari 2,5 menjadi 60

jam lebih.

Akhirnya cara pemberian obat turut menentukan nilai half-life. Misalnya t1/2 penisilin

setelah injeksi i.v. adalah 2-3 menit, sedangkan pada pemberian oral nilainya 1-2 jam.

A.U.C. (Area Under the Curve) adalah permukaan di bawah (grafik) yang

menggambarkan naik-turunnya kadar plasma sebagai fungsi dan waktu. AUC dapat dihitung

secara matematis dan merupakan ukuran untuk bio-availability suatu obat. AUC dapat digunakan

untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya

tidak mengalami perubahan.

Plasma half-life merupakan ukuran untuk lamanya efek obat, maka t1/2 bersama grafik

kadar-waktu penting sekali sebagai dasar untuk menentukan dosis dan frekuensi pemberian obat

yang rasional., dengan kata lain berapa kali sehari sekian mg. Dosis yang terlalu tinggi atau

terlalu frekuen dapat menimbulkan efek toksis, sedangkan dosis terlampau rendah atau terlalu

jarang tidak menghasilkan efek, bahkan pada kemoterapeutika dapat menimbulkan resistensi

kuman.

Page 5: WAKTU PARUH OBAT

Obat dengan half-life panjang, lebih dari 24 jam, pada umumnyacukup diberikan dosis

(pemeliharaan) satu kali sehari dan tidak perlu sampai 2 atau 3 kali, misalnya digoksin dan

sulfadimetoksin. Kecuali bila obat sangat terikat pada protein, sedangkan kadar plasma tinggi

diperlukan untuk efek terapeutiknya, sebagaimana halnya dengan fenilbutazon (t1/2 lebih kurang

60 jam, PP = 98%).

Sebaliknya, obat yang dimetabolisasi cepat dan t1/2 nya pendek, perlu diberikan sampai

3-6 kali sehari agar kadar plasmanya tetap tinggi. Misalnya oksitosin dan noradrenalin yang

eliminasinya demikian pesat, hingga perlu diberikan dengan infuse tetesan kontinu. Pengecualian

adalah obat hipertensi reserpin dengan t1/2 = ± 15 menit, namun kegiatannya bertahan lebih dari

36 jam. Begitu pula efek obat-obat hipertensi lainnya, antara lain beta-blockers dan metildopa

tidak berkorelasi dengan plasma t1/2 nya. Peristiwa ini mungkin disebabkan oleh pendudukan

reseptor secara irreversible oleh obat tersebut.

Dikarenakan dalam farmakokinetika dikenal dua orde reaksi, yaitu reaksi orde-nol dan

reaksi orde-pertama maka terdapat pula waktu paro orde-nol dan waktu paro orde-pertama

(Dipiro dkk, 1988).

Reaksi orde-nol jika jumlah obat (D) berapapun jumlahnya berkurang dengan kecepatan

tetap. D atau jumlah obat dalam t tertentu dapat diketahui dengan persamaan berikut: D = -k0.t +

D0, dimana –k0 adalah kecepatan orde-nol, t adalah waktu tertentu, dan D0 adalah jumlah obat

pada t=0. Sebagai contoh: suatu obat (10g) dilarutkan dalam gelas piala berisi 100ml air,

dicampur homogen. Kemudian dalam interval waktu tertentu, diambil dengan volume tertentu

untuk analisa kadar. Volume yang diambil diganti dengan air pada volume yang sama, maka

dihasilkan data sebagai berikut:

waktu (jam)

kadar obat (mg/ml)

0 1002 904 806 708 60

10 5012 40

Page 6: WAKTU PARUH OBAT

Tetapan kecepatan orde-nol (k0) dapat diperoleh dari persamaan diatas, pada t = 0 kadar

D0 = 100 mg/ml, pada t = 8 kadar D8 = 60 mg/ml sehingga k0 = 5 mg/ml.

Waktu paro orde-nol sebanding dengan jumlah atau kadar awal obat, dan berbanding

terbalik dengan tetapan kecepatan orde-nol (k0), seperti terlihat dari persamaan berikut: T1/2 orde-

nol = 0.5 D0 / k0. Waktu paro orde-no tidak konstan, nilainya berkurang ketika kadar obat

berkurang. Hal ini dapat diterangkan melalui contoh di atas, yang mana pada t = 2, D 2 =

90mg/ml, T1/2 orde-nol = 9 jam dan pada t = 6, D6 = 70mg/ml, T1/2 orde-nol = 7 jam. Karena

waktu paro orde-nol tidak konstan, maka tidak digunakan dalam farmakokinetik.

Reaksi orde=pertama jika jumlah obat berkurang dengan kecepatan yang sebanding

dengan jumlah obat yang tersisa. Maka jumlah obat dalam t tertentu dapat diketahi dengan

persamaan: Ln D = -k.t + Ln D0, dimana D adalah kadar obat pada t (waktu) tertentu, k adalah

tetapan kecepatan orde-pertama, dan D0 adalah jumlah obat pada t = 0.

Seperti telah disebutkan bahwa waktu paro orde-pertama adalah waktu yang diperlukan

obat agar jumlahnya menjadi setengahnya. Berapapun jumlah obat yang akan menjalani proses

berikutnya, waktu yang diperlukan agar jumlah obat menjadi setengahnya adalh tidak berubah

(Shargel dkk,2005). Waktu paro ini dapat terlihat dari persamaan T1/2 orde-pertama = 0.693/k.

Sebagai contoh pada pemberian intravena dosis tunggal untuk mengetahui harga k dan T1/2

orde-pertama. Jika kadar D0 dan harga k tidak diketahui, maka beberapa waktu setelah

pemberian obat diambil sampel darah, misalnya pada t = 3 jam diketahui D3 = 15 mg/L, dan pada

t = 6 jam diketahui D6 = 5 mg/L. Harga k dapat dicari dengan persamaan:

k = Ln (15/5) = 0,3662 jam -1

6 – 3

T1/2 orde-pertama = 0,693/3,662 = 1,89 jam, sedangkan C0 dapat dihitung dengan rumus,

C2 = C0 . e –k.t

5 = C0 . e -0,3662.6

C0 = 45 mg/L

Page 7: WAKTU PARUH OBAT

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro JT, Blouin RA, Preumer JM, Spruill WJ , 1988, Concept in Clinical

Pharmacocinetics: A Self- Intructional Course, American Society of Hospital Pharmacist,

Bethesda

Hakim, Lukman, 2007, Farmakokinetik, Bursa Ilmu Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

Shargel L, Wu-Pong S, Yu abc, 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics

5th Ed, MCgRAW-Hill Medical Publishing Division, Boston