wahyu fajar (08121005009).docx

7
Nama : Wahyu Fajar Prakoso NIM : 08121005009 Tugas Konservasi Sumber Daya Laut Kawasan Konservasi Laut Daerah Perairan Provinsi Aceh Profil secara umum dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI) diartikan sebagai ikhtisar yang memberikan gambaran fakta tentang hal-hal khusus. Pengertian profil jejaring KKP dalam dokumen ini adalah ikhtisar yang menggambarkan tentang aspek- aspek terkait diantara KKP. Basis dalam penyusunan profil jejaring KKP dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu: 1. Spasial 2. Konservasi habitat 3. Konservasi spesies Profil jejaring berbasis spasial merupakan penampakan keterhubungan secara keruangan (spasial) antar kawasan konservasi yang disebabkan keterkaitan biofisik, sosial- budaya-ekonomi, dan/atau tata kelola. Profil jejaring berbasis habitat merupakan penampakan keterhubungan habitat antar satu kawasan konservasi dengan kawasan konservasi lainnya disebabkan keterkaitan biofisik, sosial-budaya-ekonomi, dan/atau tata kelola. Profil jejaring berbasis spesies merupakan penampakan aspek-aspek keterkaitan habitat antar satu kawasan konservasi dengan kawasan konservasi lainnya yang didasarkan atas keterkaitan biofisik, sosial- budaya-ekonomi,

Upload: wahyu-fajar-prakoso

Post on 07-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wahyu Fajar (08121005009).docx

Nama : Wahyu Fajar Prakoso

NIM : 08121005009

Tugas Konservasi Sumber Daya Laut

Kawasan Konservasi Laut Daerah Perairan Provinsi Aceh

Profil secara umum dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI) diartikan sebagai ikhtisar

yang memberikan gambaran fakta tentang hal-hal khusus. Pengertian profil jejaring KKP

dalam dokumen ini adalah ikhtisar yang menggambarkan tentang aspek-aspek terkait diantara

KKP. Basis dalam penyusunan profil jejaring KKP dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu:

1. Spasial

2. Konservasi habitat

3. Konservasi spesies

Profil jejaring berbasis spasial merupakan penampakan keterhubungan secara

keruangan (spasial) antar kawasan konservasi yang disebabkan keterkaitan biofisik, sosial-

budaya-ekonomi, dan/atau tata kelola. Profil jejaring berbasis habitat merupakan penampakan

keterhubungan habitat antar satu kawasan konservasi dengan kawasan konservasi lainnya

disebabkan keterkaitan biofisik, sosial-budaya-ekonomi, dan/atau tata kelola. Profil jejaring

berbasis spesies merupakan penampakan aspek-aspek keterkaitan habitat antar satu kawasan

konservasi dengan kawasan konservasi lainnya yang didasarkan atas keterkaitan biofisik,

sosial- budaya-ekonomi, dan/atau tata kelola. Dengan menggunakan ketiga basis ini, jejaring

KKP dapat dibentuk dengan terlebih dahulu membentuk beberapa KKP, jejaring KKP

dibentuk dari beberapa KKP yang telah ada, atau campuran diantara keduanya. (Wiadnya, et

al.2011)

Sejumlah habitat penting di wilayah pesisir dan laut seperti terumbu karang, lamun

dan mangrove perlu dilindungi dan dikelola, baik dalam bentuk kawasan konservasi perairan

maupun bentuk lainnya. Perlindungan maupun pengelolaan habitat penting melalui

pembentukan kawasan konservasi perairan perlu dilakukan dengan mengacu pada sejumlah

peraturan perundangan seperti: UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Hayati dan Ekosistemnya, PP 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, dan UU

27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Page 2: Wahyu Fajar (08121005009).docx

Perlindungan sumberdaya ikan dan mamalia laut penting untuk menjaga kelestarian

spesies. Salah satu bentuk perlindungan spesies diantaranya melalui perlindungan daerah

ruaya ikan. Ruaya merupakan satu mata rantai daur hidup yang sangat penting bagi ikan,

sehingga perlindungan habitat ruaya sangat penting dilakukan untuk menjaga kelestarian

sumberdaya ikan tersebut. Pemahaman mengenai ruaya ikan merupakan hal yang

fundamental untuk dunia perikanan, karena dengan mengetahui daur ruaya ikan maka akan

diketahui habitat penting bagi suatu stok atau sub populasi ikan. Ruaya (perpindahan) ikan

juga merupakan bentuk penyesuaian yang dilakukan oleh suatu jenis ikan untuk mencari

kondisi habitat yang sesuai bagi proses-proses daur hidupnya, seperti reproduksi dan mencari

makan. Beberapa daerah penting yang mendukung proses ruaya suatu jenis ikan adalah

daerah pemijahan (spawning ground), tempat asuhan (nursery ground), dan tempat mencari

makan (feeding ground). Tidak semua ikan melakukan ruaya, beberapa spesies ikan yang

bukan jenis peruaya tidak pernah meninggalkan habitatnya. Ikan peruaya pada waktu tertentu

meninggalkan habitatnya untuk melakukan aktivitas tertentu. Dengan demikian ada beberapa

spesies ikan yang menempati daerah ruaya yang berbeda, baik secara temporal maupun pada

tahapan perkembangan hidup (live stages) yang berbeda.

Perlindungan terhadap proses ruaya suatu spesies ikan diantaranya dilakukan melalui

pembentukan KKP. Beberapa KKP telah dibentuk dalam rangka melindungi spesies ikan dan

daur hidupnya. Selain itu, terdapat beberapa KKP yang berpotensi untuk dibentuk

berdasarkan keberadaan habitat untuk mendukung proses ruaya suatu spesies ikan tertentu.

Di Indonesia saat ini telah terbentuk sejumlah jejaring KKP dengan status

pengelolaan, basis dan tipe keterkaitan pembentukan yang berbeda-beda. Pada pasal 19 ayat

(2), PP 60 Tahun 2007, disebutkan bahwa jejaring KKP pada tingkat lokal dan nasional

dilaksanakan melalui kerjasama antar unit organisasi pengelola. Hal ini berarti bahwa KKP

dikatakan berjejaring apabila ada kerjasama antar dua atau lebih unit organisasi pengelola

KKP. Mengacu pada ketentuan ini, sejumlah jejaring KKP mulai diinisiasi dan dibangun di

Indonesia. Pembentukan jejaring dapat terbentuk dari 1 basis dan tipe keterkaitan saja, namun

juga bisa dibentuk berdasarkan kombinasi dari beberapa basis dan tipe keterkaitan. Secara

umum profil jejaring KKP di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan aspek dominan

yang menjadi basis dalam pembentukannya .(KKP, 2013)

Page 3: Wahyu Fajar (08121005009).docx

1. Jejaring Kawasan Konservasi Berbasis Spasial

a. Gambaran Umum

Perairan Provinsi Aceh mencakup tiga wilayah perairan utama di Indonesia bagian

barat, yaitu perairan Selat Malaka di sebelah timur, Laut Andaman di sebelah utara, dan

Samudera Hindia di sebelah barat. Selain wilayah pesisir yang merupakan bagian dari Pulau

Sumatera, Provinsi Aceh juga miliki gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah barat

dan utara. Pulaupulau kecil tersebut diantaranya adalah Pulau Weh, Pulau Aceh, Pulau

Simeulue dan Kepulauan Banyak. Dari sudut pandang wilayah pengelolaan perikanan,

perairan Aceh termasuk kedalam WPP 571 dan WPP 572. WPP 571 meliputi perairan Selat

Malaka hingga ke Laut Andaman, sedangkan WPP 572 meliputi wilayah Pantai Barat

Sumatera. (DKP, 2013)

Provinsi Aceh juga merupakan bagian dari ekosistem besar Teluk Benggala yang juga

merupakan bagian wilayah perairan dari beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan,

yaitu Bangladesh, Malaysia, Srilanka, India, Maladewa, Myanmar dan Indonesia. Aceh

dibatasi oleh Selat Malaka di sebelah timur dan Samudera Hindia di sebelah barat. Dua

wilayah perairan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, dimana perairan barat

didominasi oleh ekosistem terumbu karang yang membentang dari utara menuju perairan

barat hingga ke perbatasan Sumatera Utara, sedangkan perairan sebelah timur didominasi

oleh muara sungai serta ekosistem mangrove.

Terumbu karang di wilayah timur hanya ditemukan di sebagian kecil wilayah, seperti

Laweung di Pidie atau Jambo Aye di Aceh Utara. Secara umum Aceh memiliki tiga

ekosistem utama di wilayah pesisir dan laut yaitu hutan mangrove seluas 30.907,41 ha,

padang lamun dan terumbu karang seluas 15.124,57 ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh,

2011).

Selain aspek keanekaragaman hayati dan endemisme, Aceh merupakan salah satu

kawasan penting yang menghubungkan Selat Malaka, Laut Andaman dengan Samudera

Hindia. Hal ini menyebabkan kawasan ini memiliki nilai penting bagi berbagai jenis fauna

yang bermigrasi mengikuti Arus Lintas Indonesia (Arlindo) Bagian Barat seperti berbagai

jenis cetacean dan ikan-ikan pelagis penting.

Pembentukan KKP di Aceh berkembang dalam tujuh tahun terakhir. Saat ini terdapat

7 kawasan konservasi perairan di Provinsi Aceh yang tersebar di 6 kabupaten/kota dengan

Page 4: Wahyu Fajar (08121005009).docx

luas total mencakup 264.788 ha (Tabel 1). Kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang sudah

memiliki kawasan konservasi perairan adalah Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar,

Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Simeulue, dan Kabupaten Aceh

Singkil. Kawasan konservasi perairan di Aceh pertama kali dibentuk pada tahun 1982, yaitu

Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh (Kota Sabang) dibawah pengelolaan Balai Konservasi

Sumberdaya Alam (BKSDA) (KLH, 2013)

Hingga saat ini belum ada suatu kajian yang mengidentifikasi secara spesifik

keterkaitanketerkaitan ekologi dan keanekaragaman hayati laut antar kawasan konservasi

perairan di Aceh. Namun demikian, Syakur et al. (2012) melakukan kajian spasial yang

menganalisis potensi pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan di Aceh. Analisis

spasial didasarkan atas sebaran ekosistem pesisir (terumbu karang, mangrove, dan padang

lamun) serta sebaran kegiatan manusia yang berinteraksi didalamnya, khususnya kegiatan-

kegiatan perikanan. Kajian tersebut mengidentifikasi wilayah-wilayah penting di 8 kabupaten

bagi pembentukan kawasan konservasi perairan untuk mendukung pengembangan jejaring

KKP.

Gambar 1. Kawasan Konservasi dan Calon Konservasi Perairan Provinsi Aceh (KKP , 2013)

Page 5: Wahyu Fajar (08121005009).docx

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceg.2013. http://dkp.Acehprov.go.id [26 September 2015].

KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Laut Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan. Jakarta, Indonesia. 192 Hal

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2013 . Profil Jejaring KKP di Indonesia . Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta, Indonesia . 120 Hal

Pemerintah Propinsi Aceh. 2013. Draft Cetak Biru Jejaring KKP Provinsi Aceh. Pemerintah Propinsi Aceh dan Conservation International Indonesia. Aceh

Wiadnya, D.G.R., R. Syafaat, E. Susilo, D. Setyohadi, Z. Arifin, B. Wiryawan. 2011. Recent Development of Marine Protected Area in Indonesia: Policy and Governance. J. Appl. Environ. Biol. Sci., TextRoad Publication ISSN: 2090-4215