wacana pembubaran tipikor daerah

Upload: s1mb4h

Post on 11-Jul-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

WACANA PEMBUBARAN PENGADILAN TIPIKOR DAERAH

Oleh :

Fanuel Mateka Rangga SNIM : 09100003

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2011

Mochtar Mohamad Bebas, KPK Prihatin

TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN Wali Kota Bekasi non-aktif Mochtar Muhammad. JAKARTA, KOMPAS.com Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin mengaku prihatin terhadap keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung yang memutus bebas Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad dari perkara korupsi. Jaksa KPK akan mengajukan kasasi atas putusan tersebut. "Ikut prihatin, kalau benar bebas, tentu KPK akan banding (kasasi)," kata Jasin melalui pesan singkat, Selasa (11/10/2011). Dia ditanya pendapatnya soal putusan bebas Mochtar. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/10/2011), majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan bahwa Mochtar tidak bersalah. Dengan demikian, kader PDI Perjuangan itu terbebas dari tuntutan 12 tahun penjara ditambah Rp 300 juta atas dugaan korupsi yang dilakukannya. Mochtar didakwa melakukan empat perkara korupsi, yakni memberikan suap untuk pemenangan Adipura Kota Bekasi, penyalahgunaan APBD Kota Bekasi, suap kepada BPK, dan penyalahgunaan anggaran makan minum sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 5,5 miliar. Jaksa penuntut umum kasus tersebut, I Ketut Sumedana, mengungkapkan hal senada. Menurutnya, tidak ada satu pun alat bukti jaksa yang dipertimbangkan majelis hakim. "Kita mengajukan personifikasi, tapi tidak diperhatikan. Surat-surat, alat bukti uang, itu semua tidak disinggung sama sekali," ungkapnya saat dihubungi wartawan.

Mahfud MD

Banyak Bebaskan Koruptor, Pengadilan Tipikor Daerah Diusulkan DibubarkanMinggu, 06 November 2011 08:37 WIB REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menilai cukup mudah membubarkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di 33 provinsi. Menurut Mahfud, Pengadilan Tipikor tidak ada gunanya dipertahankan jika terus memutus bebas terdakwa kasus korupsi. Bahkan jika pemberitaan didominasi berita kasus bebasnya koruptor, hal tersebut sangat berbahaya. Sebab, masyarakat nantinya bisa imun dan menganggap hal itu biasa. ''Mengapus Pengadilan Tipikor daerah itu tidak sulit. Karena, ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan keberadaannya,'' ujar Mahfud. Sesuai data Indonesia Corruption Watch (ICW), Pengadilan Tipikor sudah membebaskan 40 terdakwa kasus korupsi. Tipikor Surabaya membebaskan 21 terdakwa, Tipikor Samarinda 14 terdakwa, Tipikor Bandung empat terdakwa, dan Tipikor Semarang satu terdakwa. Mahfud menyatakan pemerintah perlu memikirkan mekanisme agar kasus korupsi di daerah dikembalikan ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain lebih kredibel dan tepat dalam menjatuhkan dakwaan, juga hakimnya memiliki integritas baik. Ketatnya sorotan masyarakat dan media juga membuat koruptor yang disidangkan selalu berujung pada penjara. ''Di Pengadilan Tipikor Jakarta, tak ada koruptor yang lolos. Ini berkebalikan di daerah,'' tegasnya. Mahfud menyarankan kasus kasus korupsi di daerah yang skalanya tidak besar dikembalikan ke pengadilan umum. Selain lebih profesional, hakim di daerah juga banyak yang bersih.

ANTARA/AMIRULLAH

Empat anggota DPRD Kutai Kartanegara yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana operasional DPRD Kutai Kartanegara pada 2005 senilai Rp 2,6 miliar diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis bebas di berbagai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi daerah, menjadi perhatian serius Komisi Yudisial. Terakhir, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda, Kalimantan Timur, membebaskan 14 anggota DPRD Kutai Kartanegara yang menjadi terdakwa kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah senilai Rp 2,98 miliar. Komisi Yudisial tengah menyiapkan laporan analisis mereka, terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Bandung dan Lampung yang juga membebaskan terdakwa kasus korupsi. Menurut Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Asep Rahmat Fajar, kepada Kompas di Jakarta, Kamis (03/11/2011) malam, KY tengah merampungkan laporan soal dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim Pengadilan Tipikor Bandung dan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Lampung. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung membebaskan Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Muhammad, Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat, dan Wakil Wali Kota Bogor nonaktif Ahmad Ru'yat.

Sementara di Lampung pengadilan membebaskan Bupati Lampung Timur nonaktif Satono, dan bekas Bupati Lampung Tengah Andy Achmad Sampurna Jaya. "Kalau untuk Pengadilan Tipikor Bandung dan Lampung, informasi dari masyarakat sudah bisa kami analisis, bersamaan dengan analisis putusannya, karena putusannya sudah kami pegang. Sekarang sedang proses untuk mencari apakah ada pelanggaran terhadap kode etik perilaku hakim," kata Asep. "KY sedang menganilisis putusan hakim, dan analisis informasi masyarakat serta hasil investigasi KY sendiri. Semuanya dalam rangka mencari dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim," tambah Asep. Sementara untuk bebasnya 14 terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor Samarinda, menurut Asep KY baru sebatas mengumpulkan informasi. Menurut Asep, KY juga hadir langsung dalam persidangan di Samarinda ini. "Yang pasti fenomena bebasnya terdakwa korupsi di pengadilan tipikor daerah menjadi perhatian serius kami," ujar Asep.

ANALISISPengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) yang pada awalnya

mendapatkan banyak pujian, kondisinya saat ini mulai berubah menuai kritik dan kecaman banyak pihak. Penilaian ini terjadi akibat maraknya putusan yang kontroversial, khususnya vonis bebas yang terjadi di sejumlah pengadilan tipikor di daerah. Mulai muncul wacana pembubaran pengadilan tipikor di daerah dan mengembalikan eksistensi lembaga ini kepada kondisi semula, yaitu hanya satu pengadilan tipikor di Jakarta. Alternatif lainnya adalah pembentukan pengadilan tipikor secara terbatas di sejumlah region seperti halnya pengadilan niaga ataupun pengadilan hak azasi manusia.Sebelum dibentuk pengadilan tipikor di sejumlah daerah, kinerja pengadian tipikor yang hanya di Jakarta layak diberikan apresiasi. Sejak 2004-2009, dari sedikitnya 120 terdakwa korupsi yang diproses oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, semuanya dinyatakan bersalah dan dihukum penjara atau belum ada koruptor yang divonis bebas. Vonis yang dijatuhkan ketika hanya satu pengadilan tipikor di Jakarta itu cukup memberikan efek jera terhadap koruptor. Rata-rata koruptor dihukum tiga hingga empat tahun penjara. Bandingkan saja dengan pengadilan umum di daerah. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak 2005-2010 dari 1624 terdakwa korupsi yang diadili oleh pengadilan umum, jumlah yang dibebaskan mencapai 812 orang atau 49,4 persen. Sedangkan yang divonis bersalah hanya 831 terdakwa atau 50,6 persen. Umumnya terdakwa korupsi divonis 1-2 tahun penjara di pengadilan umum.Ketika pengadilan tipikor mulai terbentuk di daerah, satu per satu putusan kontroversial terdakwa perkara korupsi dibebaskan oleh hakim tipikor. Wacana pembubaran pengadilan tipikor daerah bagaikan seperti buah simalakama. Apabila pembubaran tipikor itu dilakukan, otomatis penanganan kasus korupsi akan kembali dilakukan oleh pengadilan negeri, dan keberadaan pengadilan negeri itu sendiri tidak kalah buruknya.

Lebih dari 50 persen kasus korupsi divonis bebas di pengadilan negeri. Memang jadi perdebatan bahwa ketika vonis bebas itu muncul, masalahnya ada dimana? Apakah pembentukan pengadilan tipikornya, hakim-hakimnya yang bermasalah, atau institusi kepolisian dan kejaksaannya yang lemah dalam memberikan dakwaan. Pengadilan tipikor ini masih sebatas upaya menjalankan amanat undangundang, selebihnya masih jadi perdebatan, apakah ini efektif atau tidak. Bahkan jaksa seringkali mengeluhkan tingginya biaya untuk menghadirkan saksi dan terdakwa ke pengadilan tipikor tingkat provinsi. Dengan demikian harus dilakukan evaluasi ulang, MA bisa bekerjasama dengan KY, KPK, atau bahkan LSM untuk melihat rekam jejak hakim-hakim tipikor. Kalau hakim itu ternyata bermasalah, itu harus disingkirkan. Tetapi kalau hakimnya memiliki reputasi yang baik, namun tetap divonis bebas, problemnya justru ada di jaksanya, atau bahkan KPK. Di samping itu wacana pembubaran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) daerah, sebagai bukti ada yang salah dengan cara berpikir pengelola negara. Padahal, secara kelembagaan sudah benar ada Pengadilan Tipikor di daerah. Pembubaran tipikor daerah ini bisa dijadikan pertanda bahwa sistem manajemen di negeri ini tidak benar. Ini menyangkut kepentingan publik, ini kepentingan orang banyak. Ide pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah dirinya sudah mewantiwanti supaya jangan tergesa-gesa dalam melakukan pembentukan terutama rekruitmen hakim Tipikor daerah. Sebab, Pengadilan Tipikor memerlukan jumlah hakim yang banyak sekaligus hakim yang benar-benar baik kinerja dan kredibilitasnya. Sebnaiknya Hakim tipikor jangan hanya diisi oleh hakim yang berniat mencari pekerjaan saja. Sayangnya, Indonesia memiliki kebisaan praktek rekruitmen dengan cara membuka lamaran, lalu yang datang melamar itu diuji.

Padahal ujian itu kan hanya momen saja yang kita tidak bisa membuktikan apakah hakim yang melamar itu baik atau tidak. Dulu saat Pengadilan Tipikor dibentuk saya sudah ingatkan agar berhatihati dalam sistem rekruitmen. Meskipun ada seleksi yang didasari Undangundang, menurutnya, tidak terlalu berpengaruh banyak dalam menyaring untuk menghasilkan hakim yang baik. Kesalahan pembentukan Pengadilan Tipikor adalah karena adanya unsur ketergesa-gesaan yang akhirnya menimbulkan masalah di Pengadilan Tipikor daerah seperti sekarang ini. Seharusnya, pelajari dulu semuanya mulai dari cara mengisi hakim Tipikor hingga cara kerjanya.