vulnus

30
PRESENTASI KASUS VULNUS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Valyandra Praszita PR, S. Ked (20070310100) Dokter Penguji : dr. Suryo Habsara, Sp.B

Upload: putrinaraheswari

Post on 02-Jan-2016

132 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vulnus

PRESENTASI KASUS

VULNUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Valyandra Praszita PR, S. Ked

(20070310100)

Dokter Penguji :

dr. Suryo Habsara, Sp.B

SMF ILMU BEDAH

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2012

Page 2: Vulnus

HALAMAN PENGESAHAN

“VULNUS”

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Valyandra Praszita PR, S. Ked

20070310100

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 13 Januari 2012

Oleh :

Dokter Penguji

dr. Suryo Habsara, Sp.B

Page 3: Vulnus

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.

Keadaaan ini dapat diakibatkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul,

perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk

luka bermacam-macam bergantung penyebabnya, misalnya luka sayat atau

vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tusuk yang

disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau vulnus

laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compang-camping

disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak rata. Luka lecet pada

permukaan kulit akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga

dapat menyebabkan luka bakar.

2. JENIS LUKA

Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka

bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk

penanganannya pun tinggi.

Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan

efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan

derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung

pada luas, dalam dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur, dan keadaan

kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi

prognosis.

Luka Sengatan Listrik

Kecelakaan akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh

karena adanya loncatan arus atau karena ledakan tegangan tinggi, antara laian

akibat petir.

Luka Akibat Zat Kimia

Page 4: Vulnus

Luka akibat zat kimia biasanya merupakan luka bakar. Luka ini dapat terjadi

akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja dan kecelakaan industri atau di

laboratorium dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan

yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, ,

cara dan lama kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan

tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan

tubuh.

Cedera Suhu Dingin

Pada waktu suhu jaringan turun akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga

sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali terjadi

vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi

sehingga timbul oedem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut terjadi

stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan.kerusakan

jaringan akibat suhu dingin terjadi karena cairan sel mengkristal. Sel saraf,

pembuluh darah dan otot lurik sangat peka terhadap suhu rendah, sedangkan kulit,

fasia, dan jaringan ikat lebih tahan. Kulit masih tampak sehat tetapi otot

dibawahnya mati.

Luka Radiasi dan Ionisasi

Radiasi adalah pancaran dan pemindahan energi melalui ruang dari suatu

sumber ke tempat lain tanpa perantara massa atau kekuatan listrik. Energi ini

dapat berupa radiasi elektromagnetik seperti cahaya, sinar roentgen, sinar gamma

dan radiasi partikel yang merupakan sinar alfa, beta, proton, neutron, atau

positron. Sinar roentgen merupakan pancaran eektromagnetik dari metal yang

ditembakelektron pada tabung hampa. Sinar gamma adalah hasil pemecahan

radioaktif yang daya tembusnya tinggi. Sinar alfa adalah inti helium yang yang

dipancarkan dari proses pemecahan raioaktif atom berat dan berdaya tembus

dangkal. Sinar beta terdiri atas elektron bermuatan negatif yang berdaya tembus

sedang, yang selain oleh pemecahan radioaktif juga dihasilkan oleh pembangkit

tenaga betatron. Sinar gamma, sinar roentgen dan neutron berdaya tembus tinggi

sehingga sangat berbahaya untuk manusia.

Luka Tembak

Luka tembak mempunyai ciri yang khas. Beratnya cedera akibat luka tembak

tidak hanya dari jaringan yang terkena tetapi juga dari jenis senjata atau peluru

yang dipakai. Beratnya cedera akibat luka tembak tergantung energi kinetik yang

Page 5: Vulnus

membentur jaringan. Besarnya energi dipengaruhi oleh massa, kecepatan dan gaya

berat peluru. Cedera luka tembak dapat disebabkan oleh peluru berkecepatan

tinggi ataupun rendah.

Luka Gigit dan Sengatan Serangga

Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan piaraan atau manusia.

Hewan liar yang biasanya menggigit adalah memang ganas dan pemakan daging

sepert harimau, singa, hiu, atau bila hewan tersebut terganggu, terkejut, disakiti,

diganggu ketika sedang memiliki anak, sedang makan atau sedang sakit. Bila

hewan menggigit tanpa alasan yang jelas harus dicurigai kemungkinan hewan

tersebut menderita penyakit menular seperti rabies.

3. FASE PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inflamasi,

proliferasi, dan remodelling yang merupakan perupaan ulang jaringan.

Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima.

Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh

berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang

terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit keluar

dari pembuluh darah yang saling melekat dan bersama jala fibrin yang terbentuk,

membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan

akan berdegranulasi melepaskan kemotraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan

fibroblast lokal dan sel endotel serta vasokonstriktor. Sementara itu, terjadi reaksi

inflamasi.

Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen.

Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan anafilatoksin C3a dan C5a yang

menyebabkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular meningkatsehingga terjadi

eksudasi, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan

oedem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjelas berupa

warna kemerahan karena kapiler yang melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri

(dolor), dan pembengkakan (tumor).

Aktivitas selular yang terjadi yaitu pergerakan leukosit menembus dinding

pembuluh darah (diapedesis) menuju karena daya kemotaksis. Leukoasit

mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.

Page 6: Vulnus

Monosit dan limfosit yang kemudian muncul, ikut menghancurkan dan memakan

kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebutjuga fase lamban karena reaksi

pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat

lemah. Monosit yang berubah menjadi makrofag ini juga menyekresi bermacam-

macam sitokin dan growth factor yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka.

Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah

proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai

kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum

berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang

merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase ini serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali untuk

menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini

bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.

Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya

dalam proses remodelling, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan ikatan

intramolekul dan anatar molekul menguat.

Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblast dan kolagen

serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), membentuk jaringan

berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan

granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnyadan

berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang

terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah

atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup

seluruh permukaan luka. Dengan menutupnya permukaan luka, proses fibroplasia

dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses

pematangan dalam fase remodelling.

Fase Remodelling

Pada fase ini terjadi proses pematanagan yang terdiri atas penyerapan kembali

jaringan yang berlebih, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya

perupaan ulang jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan

dinyatakann berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha

menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan.

Oedem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan

Page 7: Vulnus

diserap kembali, kolagen yang berelebih diserap dan sisanya mengerut sesuai

besarnya regangan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang

pucat, tipis, dan lentur, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan

maksimal pada luka. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan

regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan

setelah penyembuhan. Perupaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu

tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologis.

4. CARA PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara alami. Luka

akan terisi oleh jaringan granulasi dan lalu ditutup oleh jaringan epitel. Penyembuhan

ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini

biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik

terutama kalau lukannya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan

kontraksi hebat.

Bila luka hanya mengenai epidermis dan sebagian atas dermis, terjadi

penyembuhan melalui proses migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis

epitel. Sel epitel baru ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi

yang juga merupakan bagian dari proses penyembuhan luka. Pada penyembuhan jenis

ini, kontraksi yang terjadi biasanya tidaklah dominan.

Cara penyembuhan lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam

intentionem yang terjadi bila luka segera diupayakan bertaut, biasanya dengan

bantuan jahitan. Sebaiknya dilakukan dalam beberapa jam setelah luka terjadi. Parut

yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.

Namun penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang

terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping

seperti luka tembak sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup, yang pada

pemeriksaan pertama sukar dikenali. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan

infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan dan

dieksisi (debridemen) dahulu kemudian dibiarkan selama 4-7 hari, baru selanjutnya

dijahit. Luka akan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan

primer tertunda. Jika setelah debridemen luka langsung dijahit, diharapkan terjadi

penyembuhan primer.

Page 8: Vulnus

Pada manusia penyembuhan luka dengan cara reorganisasi dan regenerasi

jaringan hanya terjadi di epidermis, hati dan tulang yang dapat menyembuh alami

tanpa meninggalkan bekas. Organ lain termasuk kulit mengalami penyembuhan

secara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak

sama dengan jaringan semula.

5. PENYEMBUHAN JARINGAN KHUSUS

Tulang

Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi perdarahan yang

berasal dari pembuluh darah di endostium, kanal havers pada korteks dan periosteum.

Hematom yang terbentuk segera diserbu oleh proliferasi fibroblast yang bersifat

osteogenik yang berasal dari mesenkim periosteum dan sedikit dari endostium.

Fibroblast osteogenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik

antarsel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurung dalam lakuna oleh osteoid

disebut osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematom

yang berosteoid disebut kalus yang tidak tampak secara radiologis. Kalus akan

semakin padat dan tampak seperti perekat patahan.di daerah yang agak jauh dari

patahan dan pendarahannya lebih bagus, mulai terbentuk jaringan tulang karena

proses peletakkan kalsium pada osteoid, sedangkan pada lokasi patahan sendiri yang

pendarahannya lebih sedikit, osteoblast berdiferensiasi menjadi kondroblast dan

membentuk tulang rawan. Kalus eksterna dan interna yang berubah menjadi jaringan

tulang dan tulang rawan makin keras, dan setelah terisi kalsium menjadi jelas terlihat

pada pemeriksaaan radiologis. Bagian tulang rawan kemudian berubah menjadi tulang

biasa melalui enkondral. Pada saat ini patahan dikatakan telah menyambung dan

menyembuh secara klinis. Selanjutnya terbentuk tulang lamelar dan perupaan ulang

selama berbulan-bulan. Pada anak, perupaan ulang dari pembentukan kalus primer ini

disertai proses pengaturan kembali pertmbuhan epifisis sehingga sudut patahan akan

akan pulih sampai derajat tertentu.

Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan

lebih cepat karena perdarahan yang lebih banyak sehingga nekrosis yang terjadi di

pinggir patah tulang tidak banyak dan kalus interna segera mengisi rongga patah

tulang.

Penyembuhan patah tulang yang terjadi pada tindakan reduksi dan pasca

fiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Penyembuhan seperti ini

disebut penyembuhan per primam. Dengan fiksasi, daerah patahan terlindung dari

Page 9: Vulnus

stres dan tidak ada rangsang yang menimbulkan kalus sehingga setelah bahan

osteosintesis dikeluarkan, tulang kurang kuat dibandingkan dengan tulang yang

sembuh persekundam dengan kalus.

Tendo

Bila tendo yang merupakan ujung otot lurik terluka atau putus, hematom

yang terbentuk akan mengalami penyembuhan alami dan menjadi jaringan ikat yang

melekat di jaringan sekitarnya. Bagian distal akan mengalami hipotrofi karena tidak

ada yang menggerakkan. Dengan demikian tendo yang putus sama sekali tidak akan

berfungsi kembali. Agar dapat berfungsi kembali, tendo harus dijahit rapi dengan

teknik khusus disertai perawatan khusus pasca tindakan agar perlekatan dengan

jaringan sekitarnya dapat dicegah.

Fasia

Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal.

Hematom dan eksudasi yang terbentuk akan diganti dengan jaringan ikat. Bila otot

tebal, kuat dan luka robeknya tidak sembuh betul dengan atau tanpa jahitan mungkin

akan tertinggal defek yang akan menyebabkan herniasi otot.

Otot

Otot lurik dan otot polos mampu sembuh dengan membentuk jaringan ikat.

Walaupun tidak berergenerasi, faal otot umumnya tidak berkurang karena adanya

hipertrofi sebagai kompensasi jaringan otot sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot

perlu dijahit dengan baik.

Usus

Luka pada usus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh per

sekundam intentionem karena kebocoran isi usus akan menyebabkan peritonitis

umum. Penyembuhan biasanya cepat karena dinding usus memiliki perdarahan yang

kaya sehingga 2-3 minggu, kekuatannya dapat meebihi daerah yang normal.

Serabut Saraf

Trauma saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma tumpul

yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekanan akan menimbulkan

kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya masih utuh, sedangkan

tarikan menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh.

Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller karena

akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di tanduk depan sumsum

tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan selubung mielin kosong yang lama

Page 10: Vulnus

kelamaan akan kolaps atau terisi fibroblast. Sel saraf di pusat setelah 24-48 jam akan

menumbuhkan akson baru ke distal dengan kecepatan rata-rata 1mm per hari. Akson

ini akan tumbuh baik sampai ke ujungnya di organ akhir bila pertumbuhannya

meneukan selubung mielin yang utuh. Dalam selubung inilah, akson tumbuh ke distal.

Bila dalam pertumbuhannya akson tidak menemukan selubung yang kosong,

pertumbuhannya tidak maju dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang terdiri

atas akson yang tergulung. Keadaan ini disebut neuroma. Tentu saja tidak setiap

akson akan menemukan selubung mielin yang masih kosong dan yang sesuai terutama

kalau saraf tersebut merupakan campuran sensoris dan motoris. Kalau selubung

mielin sudah dimasuki akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin

menemukan selubung lagi.

Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang

relatif lebih utuh memberikan prognosis lebih baik daripada lesi tarik yang merusak

pembuluh daraj dan nutrisi. Melalui bedah mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus

dipertemukan, kemudian saraf yang terputus itu disambung dengan menjahit epi dan

perineuriumnya. Upaya ini memberikan hasil yang lebih baik.

Jaringan Saraf

Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan pulih

karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat sel

yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia dan

membentuk jaringan yang disebut gliosis.

Pembuluh Darah

Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada besarnya

luka, derasnya arus darah yang keluar dan kemampuan tamponade jaringan

sekitarnya. Pada pembuluh yang luka, serat elastin pada pembuluh darah akan

mengerut dan otot polosnya berkontraksi. Bila kerutan ini lebih kuat dari arus

darahnya yang keluar, luka akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Bila sempat

terbentuk gumpalan darah yang menyumbat luka, permuakaan dalam gumpalan

perlahan-lahan akan dilapisi endotel dan akan mnegalami organisasi menjadi jaringan

ikat.

Bila hematom sangat besar karena arus darah yang keluar kuat, bagian

tengah akan tetap cair karena turbulensi arus sedangkan dinding dalamnyaperlahan-

lahan akan dilapisi endotel sehingga terjadi aneurisma palsu.

Page 11: Vulnus

Bila pembuluh sampai putus, ujung potongan akan mengalami retraksi dan

kontraksi akibat adanya serat elastin dan otot dinding.

6. GANGGUAN PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh

(endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting meliputi

koagulopati dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan

menhambat penyembuhan luka karena hemostasis merupakan titik tolak dan dasar

fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh

terhadap luka, kematian jaringan, dan kontaminasi. Bila sistem dya tahan tubuh

selular maupun humoral terganggu, pembersihan kontaminan dan jaringan mati serta

penahanan infeksi tidak berjalan baik.

Gangguan sistem imun dapat terjadi pada infeksi virus terutama HIV,

kegaasan tahap lanjut, penyakit menahun bera seperti TB, hipoksia setempat, seperti

ditemukan pada aterosklerosis, DM, morbus raynaud, morbus burger, kelainan

vaskular (hemangioma, fistel arteriovena) atau fibrosis. Sistem imun juga dipengaruhi

oleh gizi kurang akibat kelaparan, malabsorbsi, juga oleh kekurangan asam amino

esensial, mineral mauapun vitamin serta oleh gangguan dalam metabolisme misalnya

pada penyakit hati. Selain itu, fungsi siste imun ditekan oleh keadaan umum yang

kurang baik seperti pada usia lanjut dan penyakit tertentu misalnya penyakit cushing

dan addison.

Penyebab eksogen meliputi radiasi sinar ionisasi yang akan mengganggu

mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian obat sitostastik

(obat penekan reaksi imun) misalnya setelah transplantasi organ dan kortikosteroid

juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi ,

hematom, benda asing serta jaringan mati seperti sekuester dan nekrosis sangat

menghabat penyembuhan luka.

Bila luka atau ulkus tidak kunjung sembuh, harus dilakukan pemeriksaan

kembali dengan memperhatikan fase penyembuhan luka untuk menentukan sebab

gangguan. Lakukan anamnesis lengkap dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik ,

radiologi, biakan dan kalau perlu lakukan biopsi histologik/patologik serta

pemeriksaan serologik.

Luka dikatakan kronik atau gagal sembuh bila gagal menutup atau gagal

mengalami epitelisasi dalam 30 hari. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan kembali

Page 12: Vulnus

secara teliti yang diikuti dengan terapi optimal dan luka tak kunjung sembuh

diperlukan tindakan bedah. Sekarang ini banyak dikembangkan penggunaan berbagai

balutan atau terapi tambahan untuk membantu penyembuhan luka terutama untuk luka

kronik, seperti penggunaan terapi oksigen hiperbarik, penggunaan tekanan negatif,

enzim-enzim serta berbagai jenis balutan.

7. PENANGANAN LUKA

Diagnosis

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah

ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian tentukan jenis trauma, tajam atau

tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat ringannya luka.

Tindakan

Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, bergantung dari berat dan

letak luka serta kondisi penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik,

kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat dipakai ialah larutan

povidone iodine 1% dan larutan klorheksidin 0.5%. Larutan yodium 3% atau alkohol

70% hanya digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar luka.

Kemudian daerah sekitar lapang kerja ditutup dengan kain steril dan secara

steril dilakukan kembali pembersihan luka secara mekanis dari kontaminan. Misalnya

pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau (debridemen) dan dibersihkan

dengan bilasan, guyuran atau semprotan air NaCl. Akhirnya dilakukan penjahitan

dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan banyak cairan yang

berlebihan, perlu dibuatkan penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat

mencegah lengketnya kasa misalnya kasa yang mengandung vaselin, ditabah dengan

kasa penyerap, dan dibalut dengan pembalut elastis.

8. PENYULIT

Penyulit Dini

Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis decara teliti.

Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan dikeluarkan.

Seroma adalah penumpukan cairan luka di lapang bedah. Jika seroma

mengganggu atau terlalu besar dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh, sbaiknya

dibuka dan dipasang penyalir.

Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan

dan eksisi yang memadai. Pada keadaan demikian luka harus dibuka kembali,

Page 13: Vulnus

dibiarkan terbukadan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari cairan

luka atau nanah.

Penyulit Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang

berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur.

Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan

gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya

berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa

gatal dan kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir

penyembuhan luka sekitar satu tahun, sedangkan keloid justru tumbuh.

Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi kadang sangat

mencolok terutama di wajah, leher dan tangan. Kontraktur dapat mengakibatkan cacat

berat dan gangguan pada sendi misalnya pada luka bakar.

Page 14: Vulnus

BAB II

PRESENTASI KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

No RM : 34.21.23

Nama : An. ARR

Umur : 2 tahun

Alamat : Pepe, Trirenggo, Bantul

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Tgl masuk RS : 10 Oktober 2011, jam : 17.00 WIB

2. ANAMNESA

- Keluhan Utama : OS mengeluh terdapat luka terbuka dengan darah

yang terus mengalir pada telapak kaki kanan.

- Keluhan Tambahan : -

- Riwayat Penyakit Sekarang : OS datang ke UGD RSPS dengan diantar oleh

neneknya, mengeluh terdapat luka terbuka dengan darah yang terus mengalir

pada telapak kaki kanan. Darah terus mengalir setelah OS menginjak pecahan

kaca sekitar 30 menit SMRS.

- Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat alergi / Asma : disangkal

- Riwayat Penyakit paru-paru, Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi),

DM :disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat Penyakit paru-paru : disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

- Riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) : disangkal

- Riwayat Penyakit gula (DM) : disangkal

Page 15: Vulnus

- Riwayat Asma : disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : menangis kuat, tidak tampak anemis, Kesadaran :

CM

Vital sign : TD - S 36,7 0C

N 108 x/mnt R 24 x/mnt

TB 127 Cm. BB 21 kg

Kepala : Mesochepal, rambut hitam, panjang, tidak mudah

dicabut.

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem

palpebra (-/-).

Hidung : dbn

Telinga :dbn

Mulut : dbn

Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran

kelenjar .

Thoraks

Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak

Pa : Ictus cordis kuat angkat

Pe : redup (+)

A : S1 > S2 murni, tidak ada bising

Pulmo : I : simetris tidak ada ketinggalan gerak, retraksi dada

tidak ada

Pa : vokal fremitus ka = ki

Pe : Sonor seluruh lapang paru

A : Suara Dasar : vesikuler +/+

Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)

Extremitas : Nadi teraba kuat, simetris, oedem - / -, dan varises - /

-, turgor kulit normal, capillary refill<2”.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 16: Vulnus

Tidak dilakukan

F. DIAGNOSIS

Vulnus Laceratum (T.14.1)

G. PENATALAKSANAAN

Hecting I

Pamol syrup 3x1 cth

Amoxicillin syrup 3x1 cth

H. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Page 17: Vulnus

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien telah dilakukan tindakan yang tepat karena setelah pasien datang

ke UGD segera dilakukan tindakan perwatan luka yang tepat. Seperti membersihkan

luka dari kotoran yang nampak dengan NaCl kemudian dilanjutkan dengan pemberian

larutan perhidrol ke area luka. Pengguyuran perhidrol ini dilakukan untuk

membersihkan kotoran dan jaringan-jaringa mati yang berada di dalam luka. Setelah

itu dilakukan penyempitan lapang pandang dengan duk steril. Kemudian dilakukan

hecting pada vulnus lacerativum sesegera mungkin.

Penjahitan luka dilakukan sebelum massa golden period luka terlewat. Hal ini

dilakukan agar penyembuhan luka terjadi secara sanatio per primam intentionem atau

penyembuhan luka primer. Penyembuhan luka primer ini akan memberikan hasil yang

lebih baik daripada penyembuhan luka sekunder (sanatio per sekundam intentionem)

yang akan memakan waktu penyembuhan yang lebih lama dan akan meninggalkan

luka parut yang kurang baik.

Page 18: Vulnus

BAB IV

KESIMPULAN

Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Macam

luka yang dapat terjadi beranekaragam seperti luka bakar, luka tembak, luka akibat zat

kimia, dll. Fase penyembuhan luka ada tiga yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan

fase remodelling, yang masing-masing fase memiliki karakteristik tersendiri dan

membutuhkan waktu tertentu.

Cara penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem) memiliki

hasil penyembuhan yang lebih baik daripada proses penyembuhan luka sekunder

(sanatio per sekundam intentionem) yang akan memberikan luka parut tidak beraturan

dan waktu penyembuhan yang lama.

Penyembuhan luka pada organ hepar, tulang dan epidermis akan berlangsung

tanpa meninggalkan bekas luka. Berbeda dengan penyembuhan luka pada kulit,

tendon, otot yang akan menimbulkan bekas luka parut.

Jadi dalam mendiagnosis dan memberikan penanganan pada area luka harus

dilakukan secara cepat, tepat dan teliti agar dapat memberikan hasil yang maksimal.

Page 19: Vulnus

DAFTAR PUSTAKA

Dunphy, J.E., and Way LW, eds. Current surgical diagnosis and Treatment, 5 th

ed. California; Lange medical Publication, 1981 : 1517-40.

Gardner, B. and Shaftan, Surgical Emergencies in the Child, eds. Pediatric surgical Emergencies, ed. Philadelphia : J.B Lippincott company, 1990 : 552-8.

Macraflane DA, Thomas LP, Textbook of surgery, 4th ed. London : ELBS, 1997 : 234-45.

Nylus LM, Bombeck CT, Sabiston DC Jr. eds. Textbook of surgery, 6 th ed. Philadelphia : WB Saunders company, 1988 : 1151-60.

Sjamsuhidajat R., de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, eds. Revisi, Jakarta : EGC : 1988 : 696-719.