vulnus
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
VULNUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Valyandra Praszita PR, S. Ked
(20070310100)
Dokter Penguji :
dr. Suryo Habsara, Sp.B
SMF ILMU BEDAH
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2012
HALAMAN PENGESAHAN
“VULNUS”
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:
Valyandra Praszita PR, S. Ked
20070310100
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 13 Januari 2012
Oleh :
Dokter Penguji
dr. Suryo Habsara, Sp.B
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
Keadaaan ini dapat diakibatkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk
luka bermacam-macam bergantung penyebabnya, misalnya luka sayat atau
vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tusuk yang
disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau vulnus
laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compang-camping
disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak rata. Luka lecet pada
permukaan kulit akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar.
2. JENIS LUKA
Luka Bakar
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka
bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi.
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan
efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan
derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung
pada luas, dalam dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur, dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
prognosis.
Luka Sengatan Listrik
Kecelakaan akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh
karena adanya loncatan arus atau karena ledakan tegangan tinggi, antara laian
akibat petir.
Luka Akibat Zat Kimia
Luka akibat zat kimia biasanya merupakan luka bakar. Luka ini dapat terjadi
akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja dan kecelakaan industri atau di
laboratorium dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan
yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, ,
cara dan lama kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan
tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan
tubuh.
Cedera Suhu Dingin
Pada waktu suhu jaringan turun akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga
sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali terjadi
vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi
sehingga timbul oedem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut terjadi
stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan.kerusakan
jaringan akibat suhu dingin terjadi karena cairan sel mengkristal. Sel saraf,
pembuluh darah dan otot lurik sangat peka terhadap suhu rendah, sedangkan kulit,
fasia, dan jaringan ikat lebih tahan. Kulit masih tampak sehat tetapi otot
dibawahnya mati.
Luka Radiasi dan Ionisasi
Radiasi adalah pancaran dan pemindahan energi melalui ruang dari suatu
sumber ke tempat lain tanpa perantara massa atau kekuatan listrik. Energi ini
dapat berupa radiasi elektromagnetik seperti cahaya, sinar roentgen, sinar gamma
dan radiasi partikel yang merupakan sinar alfa, beta, proton, neutron, atau
positron. Sinar roentgen merupakan pancaran eektromagnetik dari metal yang
ditembakelektron pada tabung hampa. Sinar gamma adalah hasil pemecahan
radioaktif yang daya tembusnya tinggi. Sinar alfa adalah inti helium yang yang
dipancarkan dari proses pemecahan raioaktif atom berat dan berdaya tembus
dangkal. Sinar beta terdiri atas elektron bermuatan negatif yang berdaya tembus
sedang, yang selain oleh pemecahan radioaktif juga dihasilkan oleh pembangkit
tenaga betatron. Sinar gamma, sinar roentgen dan neutron berdaya tembus tinggi
sehingga sangat berbahaya untuk manusia.
Luka Tembak
Luka tembak mempunyai ciri yang khas. Beratnya cedera akibat luka tembak
tidak hanya dari jaringan yang terkena tetapi juga dari jenis senjata atau peluru
yang dipakai. Beratnya cedera akibat luka tembak tergantung energi kinetik yang
membentur jaringan. Besarnya energi dipengaruhi oleh massa, kecepatan dan gaya
berat peluru. Cedera luka tembak dapat disebabkan oleh peluru berkecepatan
tinggi ataupun rendah.
Luka Gigit dan Sengatan Serangga
Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan piaraan atau manusia.
Hewan liar yang biasanya menggigit adalah memang ganas dan pemakan daging
sepert harimau, singa, hiu, atau bila hewan tersebut terganggu, terkejut, disakiti,
diganggu ketika sedang memiliki anak, sedang makan atau sedang sakit. Bila
hewan menggigit tanpa alasan yang jelas harus dicurigai kemungkinan hewan
tersebut menderita penyakit menular seperti rabies.
3. FASE PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi, dan remodelling yang merupakan perupaan ulang jaringan.
Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh
berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang
terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit keluar
dari pembuluh darah yang saling melekat dan bersama jala fibrin yang terbentuk,
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan
akan berdegranulasi melepaskan kemotraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan
fibroblast lokal dan sel endotel serta vasokonstriktor. Sementara itu, terjadi reaksi
inflamasi.
Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen.
Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan anafilatoksin C3a dan C5a yang
menyebabkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular meningkatsehingga terjadi
eksudasi, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan
oedem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjelas berupa
warna kemerahan karena kapiler yang melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri
(dolor), dan pembengkakan (tumor).
Aktivitas selular yang terjadi yaitu pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju karena daya kemotaksis. Leukoasit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.
Monosit dan limfosit yang kemudian muncul, ikut menghancurkan dan memakan
kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebutjuga fase lamban karena reaksi
pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat
lemah. Monosit yang berubah menjadi makrofag ini juga menyekresi bermacam-
macam sitokin dan growth factor yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka.
Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang
merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini
bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.
Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya
dalam proses remodelling, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan ikatan
intramolekul dan anatar molekul menguat.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblast dan kolagen
serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan
granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnyadan
berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah
atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka. Dengan menutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses
pematangan dalam fase remodelling.
Fase Remodelling
Pada fase ini terjadi proses pematanagan yang terdiri atas penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya
perupaan ulang jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan
dinyatakann berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan.
Oedem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang berelebih diserap dan sisanya mengerut sesuai
besarnya regangan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang
pucat, tipis, dan lentur, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan
maksimal pada luka. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan
regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan
setelah penyembuhan. Perupaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu
tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologis.
4. CARA PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara alami. Luka
akan terisi oleh jaringan granulasi dan lalu ditutup oleh jaringan epitel. Penyembuhan
ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini
biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik
terutama kalau lukannya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan
kontraksi hebat.
Bila luka hanya mengenai epidermis dan sebagian atas dermis, terjadi
penyembuhan melalui proses migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis
epitel. Sel epitel baru ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi
yang juga merupakan bagian dari proses penyembuhan luka. Pada penyembuhan jenis
ini, kontraksi yang terjadi biasanya tidaklah dominan.
Cara penyembuhan lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam
intentionem yang terjadi bila luka segera diupayakan bertaut, biasanya dengan
bantuan jahitan. Sebaiknya dilakukan dalam beberapa jam setelah luka terjadi. Parut
yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping
seperti luka tembak sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup, yang pada
pemeriksaan pertama sukar dikenali. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan
infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan dan
dieksisi (debridemen) dahulu kemudian dibiarkan selama 4-7 hari, baru selanjutnya
dijahit. Luka akan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan
primer tertunda. Jika setelah debridemen luka langsung dijahit, diharapkan terjadi
penyembuhan primer.
Pada manusia penyembuhan luka dengan cara reorganisasi dan regenerasi
jaringan hanya terjadi di epidermis, hati dan tulang yang dapat menyembuh alami
tanpa meninggalkan bekas. Organ lain termasuk kulit mengalami penyembuhan
secara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak
sama dengan jaringan semula.
5. PENYEMBUHAN JARINGAN KHUSUS
Tulang
Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi perdarahan yang
berasal dari pembuluh darah di endostium, kanal havers pada korteks dan periosteum.
Hematom yang terbentuk segera diserbu oleh proliferasi fibroblast yang bersifat
osteogenik yang berasal dari mesenkim periosteum dan sedikit dari endostium.
Fibroblast osteogenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik
antarsel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurung dalam lakuna oleh osteoid
disebut osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematom
yang berosteoid disebut kalus yang tidak tampak secara radiologis. Kalus akan
semakin padat dan tampak seperti perekat patahan.di daerah yang agak jauh dari
patahan dan pendarahannya lebih bagus, mulai terbentuk jaringan tulang karena
proses peletakkan kalsium pada osteoid, sedangkan pada lokasi patahan sendiri yang
pendarahannya lebih sedikit, osteoblast berdiferensiasi menjadi kondroblast dan
membentuk tulang rawan. Kalus eksterna dan interna yang berubah menjadi jaringan
tulang dan tulang rawan makin keras, dan setelah terisi kalsium menjadi jelas terlihat
pada pemeriksaaan radiologis. Bagian tulang rawan kemudian berubah menjadi tulang
biasa melalui enkondral. Pada saat ini patahan dikatakan telah menyambung dan
menyembuh secara klinis. Selanjutnya terbentuk tulang lamelar dan perupaan ulang
selama berbulan-bulan. Pada anak, perupaan ulang dari pembentukan kalus primer ini
disertai proses pengaturan kembali pertmbuhan epifisis sehingga sudut patahan akan
akan pulih sampai derajat tertentu.
Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan
lebih cepat karena perdarahan yang lebih banyak sehingga nekrosis yang terjadi di
pinggir patah tulang tidak banyak dan kalus interna segera mengisi rongga patah
tulang.
Penyembuhan patah tulang yang terjadi pada tindakan reduksi dan pasca
fiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Penyembuhan seperti ini
disebut penyembuhan per primam. Dengan fiksasi, daerah patahan terlindung dari
stres dan tidak ada rangsang yang menimbulkan kalus sehingga setelah bahan
osteosintesis dikeluarkan, tulang kurang kuat dibandingkan dengan tulang yang
sembuh persekundam dengan kalus.
Tendo
Bila tendo yang merupakan ujung otot lurik terluka atau putus, hematom
yang terbentuk akan mengalami penyembuhan alami dan menjadi jaringan ikat yang
melekat di jaringan sekitarnya. Bagian distal akan mengalami hipotrofi karena tidak
ada yang menggerakkan. Dengan demikian tendo yang putus sama sekali tidak akan
berfungsi kembali. Agar dapat berfungsi kembali, tendo harus dijahit rapi dengan
teknik khusus disertai perawatan khusus pasca tindakan agar perlekatan dengan
jaringan sekitarnya dapat dicegah.
Fasia
Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal.
Hematom dan eksudasi yang terbentuk akan diganti dengan jaringan ikat. Bila otot
tebal, kuat dan luka robeknya tidak sembuh betul dengan atau tanpa jahitan mungkin
akan tertinggal defek yang akan menyebabkan herniasi otot.
Otot
Otot lurik dan otot polos mampu sembuh dengan membentuk jaringan ikat.
Walaupun tidak berergenerasi, faal otot umumnya tidak berkurang karena adanya
hipertrofi sebagai kompensasi jaringan otot sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot
perlu dijahit dengan baik.
Usus
Luka pada usus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh per
sekundam intentionem karena kebocoran isi usus akan menyebabkan peritonitis
umum. Penyembuhan biasanya cepat karena dinding usus memiliki perdarahan yang
kaya sehingga 2-3 minggu, kekuatannya dapat meebihi daerah yang normal.
Serabut Saraf
Trauma saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma tumpul
yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekanan akan menimbulkan
kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya masih utuh, sedangkan
tarikan menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh.
Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller karena
akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di tanduk depan sumsum
tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan selubung mielin kosong yang lama
kelamaan akan kolaps atau terisi fibroblast. Sel saraf di pusat setelah 24-48 jam akan
menumbuhkan akson baru ke distal dengan kecepatan rata-rata 1mm per hari. Akson
ini akan tumbuh baik sampai ke ujungnya di organ akhir bila pertumbuhannya
meneukan selubung mielin yang utuh. Dalam selubung inilah, akson tumbuh ke distal.
Bila dalam pertumbuhannya akson tidak menemukan selubung yang kosong,
pertumbuhannya tidak maju dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang terdiri
atas akson yang tergulung. Keadaan ini disebut neuroma. Tentu saja tidak setiap
akson akan menemukan selubung mielin yang masih kosong dan yang sesuai terutama
kalau saraf tersebut merupakan campuran sensoris dan motoris. Kalau selubung
mielin sudah dimasuki akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin
menemukan selubung lagi.
Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang
relatif lebih utuh memberikan prognosis lebih baik daripada lesi tarik yang merusak
pembuluh daraj dan nutrisi. Melalui bedah mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus
dipertemukan, kemudian saraf yang terputus itu disambung dengan menjahit epi dan
perineuriumnya. Upaya ini memberikan hasil yang lebih baik.
Jaringan Saraf
Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan pulih
karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat sel
yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia dan
membentuk jaringan yang disebut gliosis.
Pembuluh Darah
Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada besarnya
luka, derasnya arus darah yang keluar dan kemampuan tamponade jaringan
sekitarnya. Pada pembuluh yang luka, serat elastin pada pembuluh darah akan
mengerut dan otot polosnya berkontraksi. Bila kerutan ini lebih kuat dari arus
darahnya yang keluar, luka akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Bila sempat
terbentuk gumpalan darah yang menyumbat luka, permuakaan dalam gumpalan
perlahan-lahan akan dilapisi endotel dan akan mnegalami organisasi menjadi jaringan
ikat.
Bila hematom sangat besar karena arus darah yang keluar kuat, bagian
tengah akan tetap cair karena turbulensi arus sedangkan dinding dalamnyaperlahan-
lahan akan dilapisi endotel sehingga terjadi aneurisma palsu.
Bila pembuluh sampai putus, ujung potongan akan mengalami retraksi dan
kontraksi akibat adanya serat elastin dan otot dinding.
6. GANGGUAN PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh
(endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting meliputi
koagulopati dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan
menhambat penyembuhan luka karena hemostasis merupakan titik tolak dan dasar
fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh
terhadap luka, kematian jaringan, dan kontaminasi. Bila sistem dya tahan tubuh
selular maupun humoral terganggu, pembersihan kontaminan dan jaringan mati serta
penahanan infeksi tidak berjalan baik.
Gangguan sistem imun dapat terjadi pada infeksi virus terutama HIV,
kegaasan tahap lanjut, penyakit menahun bera seperti TB, hipoksia setempat, seperti
ditemukan pada aterosklerosis, DM, morbus raynaud, morbus burger, kelainan
vaskular (hemangioma, fistel arteriovena) atau fibrosis. Sistem imun juga dipengaruhi
oleh gizi kurang akibat kelaparan, malabsorbsi, juga oleh kekurangan asam amino
esensial, mineral mauapun vitamin serta oleh gangguan dalam metabolisme misalnya
pada penyakit hati. Selain itu, fungsi siste imun ditekan oleh keadaan umum yang
kurang baik seperti pada usia lanjut dan penyakit tertentu misalnya penyakit cushing
dan addison.
Penyebab eksogen meliputi radiasi sinar ionisasi yang akan mengganggu
mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian obat sitostastik
(obat penekan reaksi imun) misalnya setelah transplantasi organ dan kortikosteroid
juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi ,
hematom, benda asing serta jaringan mati seperti sekuester dan nekrosis sangat
menghabat penyembuhan luka.
Bila luka atau ulkus tidak kunjung sembuh, harus dilakukan pemeriksaan
kembali dengan memperhatikan fase penyembuhan luka untuk menentukan sebab
gangguan. Lakukan anamnesis lengkap dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik ,
radiologi, biakan dan kalau perlu lakukan biopsi histologik/patologik serta
pemeriksaan serologik.
Luka dikatakan kronik atau gagal sembuh bila gagal menutup atau gagal
mengalami epitelisasi dalam 30 hari. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan kembali
secara teliti yang diikuti dengan terapi optimal dan luka tak kunjung sembuh
diperlukan tindakan bedah. Sekarang ini banyak dikembangkan penggunaan berbagai
balutan atau terapi tambahan untuk membantu penyembuhan luka terutama untuk luka
kronik, seperti penggunaan terapi oksigen hiperbarik, penggunaan tekanan negatif,
enzim-enzim serta berbagai jenis balutan.
7. PENANGANAN LUKA
Diagnosis
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah
ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian tentukan jenis trauma, tajam atau
tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat ringannya luka.
Tindakan
Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, bergantung dari berat dan
letak luka serta kondisi penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik,
kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat dipakai ialah larutan
povidone iodine 1% dan larutan klorheksidin 0.5%. Larutan yodium 3% atau alkohol
70% hanya digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar luka.
Kemudian daerah sekitar lapang kerja ditutup dengan kain steril dan secara
steril dilakukan kembali pembersihan luka secara mekanis dari kontaminan. Misalnya
pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau (debridemen) dan dibersihkan
dengan bilasan, guyuran atau semprotan air NaCl. Akhirnya dilakukan penjahitan
dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan banyak cairan yang
berlebihan, perlu dibuatkan penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat
mencegah lengketnya kasa misalnya kasa yang mengandung vaselin, ditabah dengan
kasa penyerap, dan dibalut dengan pembalut elastis.
8. PENYULIT
Penyulit Dini
Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis decara teliti.
Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan dikeluarkan.
Seroma adalah penumpukan cairan luka di lapang bedah. Jika seroma
mengganggu atau terlalu besar dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh, sbaiknya
dibuka dan dipasang penyalir.
Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan
dan eksisi yang memadai. Pada keadaan demikian luka harus dibuka kembali,
dibiarkan terbukadan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari cairan
luka atau nanah.
Penyulit Lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang
berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur.
Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan
gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya
berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa
gatal dan kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir
penyembuhan luka sekitar satu tahun, sedangkan keloid justru tumbuh.
Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi kadang sangat
mencolok terutama di wajah, leher dan tangan. Kontraktur dapat mengakibatkan cacat
berat dan gangguan pada sendi misalnya pada luka bakar.
BAB II
PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
No RM : 34.21.23
Nama : An. ARR
Umur : 2 tahun
Alamat : Pepe, Trirenggo, Bantul
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Tgl masuk RS : 10 Oktober 2011, jam : 17.00 WIB
2. ANAMNESA
- Keluhan Utama : OS mengeluh terdapat luka terbuka dengan darah
yang terus mengalir pada telapak kaki kanan.
- Keluhan Tambahan : -
- Riwayat Penyakit Sekarang : OS datang ke UGD RSPS dengan diantar oleh
neneknya, mengeluh terdapat luka terbuka dengan darah yang terus mengalir
pada telapak kaki kanan. Darah terus mengalir setelah OS menginjak pecahan
kaca sekitar 30 menit SMRS.
- Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat alergi / Asma : disangkal
- Riwayat Penyakit paru-paru, Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi),
DM :disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat Penyakit paru-paru : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) : disangkal
- Riwayat Penyakit gula (DM) : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : menangis kuat, tidak tampak anemis, Kesadaran :
CM
Vital sign : TD - S 36,7 0C
N 108 x/mnt R 24 x/mnt
TB 127 Cm. BB 21 kg
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, panjang, tidak mudah
dicabut.
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-).
Hidung : dbn
Telinga :dbn
Mulut : dbn
Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran
kelenjar .
Thoraks
Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis kuat angkat
Pe : redup (+)
A : S1 > S2 murni, tidak ada bising
Pulmo : I : simetris tidak ada ketinggalan gerak, retraksi dada
tidak ada
Pa : vokal fremitus ka = ki
Pe : Sonor seluruh lapang paru
A : Suara Dasar : vesikuler +/+
Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)
Extremitas : Nadi teraba kuat, simetris, oedem - / -, dan varises - /
-, turgor kulit normal, capillary refill<2”.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
F. DIAGNOSIS
Vulnus Laceratum (T.14.1)
G. PENATALAKSANAAN
Hecting I
Pamol syrup 3x1 cth
Amoxicillin syrup 3x1 cth
H. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien telah dilakukan tindakan yang tepat karena setelah pasien datang
ke UGD segera dilakukan tindakan perwatan luka yang tepat. Seperti membersihkan
luka dari kotoran yang nampak dengan NaCl kemudian dilanjutkan dengan pemberian
larutan perhidrol ke area luka. Pengguyuran perhidrol ini dilakukan untuk
membersihkan kotoran dan jaringan-jaringa mati yang berada di dalam luka. Setelah
itu dilakukan penyempitan lapang pandang dengan duk steril. Kemudian dilakukan
hecting pada vulnus lacerativum sesegera mungkin.
Penjahitan luka dilakukan sebelum massa golden period luka terlewat. Hal ini
dilakukan agar penyembuhan luka terjadi secara sanatio per primam intentionem atau
penyembuhan luka primer. Penyembuhan luka primer ini akan memberikan hasil yang
lebih baik daripada penyembuhan luka sekunder (sanatio per sekundam intentionem)
yang akan memakan waktu penyembuhan yang lebih lama dan akan meninggalkan
luka parut yang kurang baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Macam
luka yang dapat terjadi beranekaragam seperti luka bakar, luka tembak, luka akibat zat
kimia, dll. Fase penyembuhan luka ada tiga yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan
fase remodelling, yang masing-masing fase memiliki karakteristik tersendiri dan
membutuhkan waktu tertentu.
Cara penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem) memiliki
hasil penyembuhan yang lebih baik daripada proses penyembuhan luka sekunder
(sanatio per sekundam intentionem) yang akan memberikan luka parut tidak beraturan
dan waktu penyembuhan yang lama.
Penyembuhan luka pada organ hepar, tulang dan epidermis akan berlangsung
tanpa meninggalkan bekas luka. Berbeda dengan penyembuhan luka pada kulit,
tendon, otot yang akan menimbulkan bekas luka parut.
Jadi dalam mendiagnosis dan memberikan penanganan pada area luka harus
dilakukan secara cepat, tepat dan teliti agar dapat memberikan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Dunphy, J.E., and Way LW, eds. Current surgical diagnosis and Treatment, 5 th
ed. California; Lange medical Publication, 1981 : 1517-40.
Gardner, B. and Shaftan, Surgical Emergencies in the Child, eds. Pediatric surgical Emergencies, ed. Philadelphia : J.B Lippincott company, 1990 : 552-8.
Macraflane DA, Thomas LP, Textbook of surgery, 4th ed. London : ELBS, 1997 : 234-45.
Nylus LM, Bombeck CT, Sabiston DC Jr. eds. Textbook of surgery, 6 th ed. Philadelphia : WB Saunders company, 1988 : 1151-60.
Sjamsuhidajat R., de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, eds. Revisi, Jakarta : EGC : 1988 : 696-719.