volume1_nomor3.pdf

Upload: yoga-nurzaman

Post on 11-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara ForikesAnalisis Perbedaan Berat Badan Sebelum dan Sesudah Menggunakan Alat Kontrasepsi

TRANSCRIPT

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    1/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 1

    EDITORIAL

    Dewan Redaksi menyampaikan rasa syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepadasemua penulis pada penerbitan Volume I Nomor 3 ini, meskipun jumlah judul yang terhimpun

    sedikit berkurang. Seluruh dukungan, dan kontribusi atas penulisan ini sangat berarti demikepentingan bersama khususnya dalam memotivasi para peneliti yang konsisten terhadappeningkatan penulisan pada jurnal kesehatan yang semakin berkualitas.

    Publikasi rutin ketiga ini menampilkan sepuluh judul penelitian kesehatan dalam berbagaibidang. Kami ucapkan terimakasih kepada para kontributor naskah ilmiah, khususnya parapeneliti dari Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang dan Politeknik Kesehatan KemenkesSurabaya yang telah turut serta melengkapi isi jurnal ini baik dari segi kuantitas maupunkualitas. Rasa terimakasih juga kami sampaikan kepada para pembaca yang telah

    memberikan kepercayaan kepada jurnal ini sebagai sumber informasi penelitian kesehatan.

    Untuk meningkatkan jangkauan penyebarluasan informasi hasil-hasil penelitian, jurnal ini jugadipublikasikan melalui situs internet: www.suaraforikes.page.tl.

    Harapan Dewan Redaksi semoga para penulis, sejawat dan praktisi kesehatan, para dosen, dimanapun berada senantiasa eksis berperanserta dalam mempresentasikan artikel gunapengembangan dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian.

    Redaksi

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    2/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 2

    DAFTAR ISI

    Analisis Perbedaan Berat Badan Sebelum dan Sesudah Menggunakan Alat KontrasepsiImplant Lebih Dari 5 Tahun

    Sutami, Kokoeh Hardjito

    181-186

    Hubungan Pengetahuan Dengan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Penderita KustaSuwoyo, Siti Asiyah, Intajul Fikriyah

    187-196

    Pengaruh Paket Pendidikan Kesehatan Rindu Terhadap Kesiapan Ibu Merawat BayiPrematur Setelah Pulang dari Rumah Sakit di Kediri

    Erna Rahma Yani, Muhammad Mudzakkir, Koekoeh Hardjito

    197-204

    Perbedaan Kekuatan Kontraksi Uterus Pada Ibu Postpartum Antara Sebelum dan

    Sesudah Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)Indah Rahmaningtyas, Ribut Eko Wijanti, Koekoeh Hardjito

    205-209

    Karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Sampai tribulan II Tahun 2009 di KotaKediri

    Siti Asiyah, Suwoyo, Mahaendriningtyastuti

    210-222

    Hubungan Antara Konsumsi Makanan Sumber Energi Dengan Status GiziTumirah, Sriani, Sherly Jeniawaty

    223-227

    Pengaruh Layanan Bimbingan Belajar Terhadap Faktor Yang Mempengaruhi KesulitanBelajar

    Sriami

    228-230

    Rancang Bangun Rotating Biological Contractor (RBC) Dengan Menggunakan MediaPolyvinyl Chloride (RBC) Untuk Menuunkan Kadar Amoniak

    Beny Suyanto

    231-236

    Efektifitas Limbah Serbuk Gergaji Kayu Kelapa dan Kayu Randu Dalam MengeliminirLogam Besi Pada Limbah Cair

    Beny Suyanto, Hery Koesmantoro

    237-242

    Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Partisipasi Ibu Mengikuti Senam Hamil (di URJ PoliHamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

    Sri Ratnawati, Sri Utami

    243-248

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    3/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 181

    ANALISIS PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH MENGGUNAKANALAT KONTRASEPSI IMPLANT LEBIH DARI 5 TAHUN

    Sutami *, Koekoeh Hardjito **

    ABSTRAKPertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15% pertahun hingga 2, 49%

    pertahun. Kegiatan yang dilakukan untuk membatasi pertumbuhan penduduk, umumnyadengan mengurangi jumlah kelahiran. Di Indonesia menerapkan pengendalian penduduk,dengan menggalakkan program Keluarga Berencana. Susuk (implant) merupakan salah satumetode kontasepsi hormonal. Banyak wanita memperlihatkan tingkat penerimaan dankepuasan yang tinggi terhadap sistem implant.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan berat badan sebelum dansesudah menggunakan alat kontrasepsi implant lebih 5 tahun di Desa Morosari Kecamatan

    Sukorejo Kabupaten Ponorogo. Desain penelitian yang dipakai adalah cross sectional.Dari hasil penelitian didapatkan, berat badan ibu sebelum menggunakan implant

    sebagian besar antara 46-50 kg. Berat badan ibu setelah menggunakan implant lebih dari 5tahun sebagian besar antara 51-55 kg. Dari hasil uji t diketahui terdapat perbedaan beratbadan sebelum dan sesudah menggunakan alat kontrsepsi implant lebih 5 tahun.

    Rekomendasi dari penelitian ini diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahamantentang alat kontrasepsi KB implant, terutama yang berhubungan dengan perubahan beratbadan akseptor KB implant.

    Kata Kunci: Berat badan, alat kontrasepsi Implant.

    * : Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo** : Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang

    PENDAHULUAN

    Latar BelakangPertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15% pertahun hingga 2,49%

    pertahun. Tingkat petumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor utama fertillitas,mortilitas dan migrasi.

    Kegiatan untuk membatasi pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangijumlah kelahiran. Indonesia menerapkan pengendalian penduduk dengan menggalakkanprogram KB (Rustanto, 2009). Gerakan KB di Indonesia telah berhasil dengan baik. Totalfertility rate (TFR) turun dari 5,6 pada tahun 1970 menjadi 2,6 tahun 2002/2003. Pada tahun1997, dua pertiga (66,67%) perempuan menikah di Indonesia menggunakan kontrasepsimodern, salah satunya implant sebanyak 11,0% (Widyastuti dkk, 2009).

    Pilihan kontrasepsi sekarang memungkinkan wanita atau pasangan memilih kontrasepsiyang paling sesuai untuk keadaan khusus mereka (Llewellyn, 2002). Ada berbagai metode KByang disesuaikan dengan kebutuhan dan indikasi pasien yang ingin memilihnya. Susuk

    (norplant) adalah salah satu metode kontrasepsi hormonal. Banyak wanita memperlihatkantingkat penerimaan dan kepuasan yang tinggi terhadap norplant(Varney dkk, 2007).

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    4/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 182

    Pada tahun 2009, peserta KB aktif pengguna implant di Kabupaten Ponorogo sebanyak7.492 (5,2%), di Kecamatan Sukorejo sebanyak 746 akseptor (8,7%) (Badan KeluargaBerencana Kab. Ponorogo, 2009). Sedangkan di Desa Morosari sebanyak 64 akseptor(20,2%), dengan akseptor yang lebih dari 5 tahun sebanyak 32 orang (UPTD Sukorejo, 2009).

    Secara keseluruhan angka kehamilan pada pemakai implant adalah 0,2 per 100 wanitadalam tahun pertama pemakaian, dengan angka kehamilan kumulatif 3,9 per 100 wanita pertahun kelima. Efektifitas implant tidak tergantung pada keterlibatan pemakai secara teratur(Wulansari dan Hartanto, 2007). Efektifitas jangka panjang yang sangat baik membuktikanbahwa implant adalah salah satu kontrasepsi reversibel paling efektif (Anna dan Aiesa, 2006).

    Sebagian wanita yang menggunakan implantmengalami efek samping, tersering adalahperubahan pola perdarahan haid (Wulansari dan Hartanto, 2007). Efek samping yang lebihjarang adalah peningkatan nafsu makan dan peningkatan berat badan (Varney dkk, 2007).

    Dari hasil studi pendahuluan tanggal 15 Februari 2010 di Desa Morosari, didapatkan 10pengguna kontrasepsi implant, 1 orang mengalami peningkatan berat badan 6-7%, 6 orangmengalami peningkatan berat badan 3-4%, dan 3 orang tak mengalami kenaikan berat badan.

    Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan: 1) mengidentifikasi berat badan ibu sebelum menggunakan

    implant, 2) mengidentifikasi berat badan ibu sesudah menggunakan implant lebih dari 5tahun, 3) menganalisis perbedaan berat badan ibu sebelum dan sesudah menggunakanimplantlebih dari 5 tahun.

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Populasi penelitian cross sectional pada tanggal 10-17 Juni 2010 ini adalah semuaakseptor KB implant lebih dari 5 tahun di Desa Morosari Kecamatan Sukorejo KabupatenPonorogo dengan sampel sebesar 32 orang. Variabel bebas penelitian ini adalah penggunaanalat kontrasepsi implant, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah berat badan.

    Data berat badan sebelum menggunakan implantdiambil dari data sekunder (kartu KBdan K4 KB), sedangkan sesudah menggunakan implantdiukur secara langsung menggunakantimbangan berat badan. Data dianalisis dengan uji t 2 sampel berpasangan, dengan =5%.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    Jml(Orang)

    31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 BB (Kg)

    Gambar 1. Berat Badan Ibu Sebelum Menggunakan Implant

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    5/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 183

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    Jml(O

    rang)

    31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75BB (Kg)

    Gambar 1. Berat Badan Ibu Sesudah Menggunakan Implant Lebih Dari 5 Tahun

    0

    20

    40

    60

    80

    Jmlorang)

    Bertambah Turun TetapKriteria

    Gambar 1. Perubahan Berat Badan Ibu Sesudah Menggunakan Implant Lebih Dari 5 TahunRerata peningkatan berat badan responden 2,95 kg. Hasil uji-t didapatkan nilai t hitung=

    18,456, lebih besar dari nilai t tabel= 2,0399, maka H0 ditolak (terdapat perbedaan yangsignifikan antara berat badan sebelum dan sesudah menggunakan implantlebih dari 5 tahun.

    Sebelum menggunakan implant,berat badan mayoritas adalah 46-50 kg (25%), urutankedua 51-55 kg dan 56-60 kg (18,75%), urutan ketiga 36-40 kg dan 41-45 kg (12,50%), urutankeempat 30-35 kg (6,25%), dan urutan terakhir 61-65 kg dan 66-70 kg (3,13%) (Gambar 1).

    Berat badan merupakan salah satu indikator untuk menentukan status gizi seseorang.Berat badan merupakan indikator status gizi yang mudah berubah. Banyak sekali faktor yang

    dapat menyebabkan perubahan berat badan seseorang. Menurut Depkes RI (2000), beratbadan merupakan salah satu ukuran tubuh yang sering dipakai untuk memberikan gambaranstatus energi dan protein seseorang. Berat badan merupakan antropometri yang sangat labilkarena ada beberapa faktor yang mempengaruhi berat tubuh. Faktor internal mencakup faktor-faktor hereditas seperti gen, regulasi termis, dan metabolisme. Faktor eksternal mencakupaktivitas fisik, dan asupan makanan. Selain itu kebiasaan hidup dan pola makan lebih dominandalam mempengaruhi berat badan seseorang bila dibandingkan faktor internal.

    Sesudah menggunakan implantlebih dari 5 tahun, berat badan mayoritas adalah 51-55kg (25 %), urutan kedua 41-45 kg, 56-60 kg, dan 61-70 kg (15,62%), urutan ketiga 41-45 kg

    (12,5%), urutan keempat 36-40 kg (6,25%), dan urutan terakhir 30-35 kg, 66-70 kg, dan 71-75kg (3,13%) (Gambar 2).

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    6/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 184

    Berat badan ibu sesudah menggunakan implant mengalami perubahan. Berat badanmayoritas sebelum menggunakan KB implant 46-50 kg, sedangkan mayoritas setelahmenggunakan implantlebih dari 5 tahun menjadi 51-55 kg.

    Dengan adanya implant, dapat terjadi efek samping yaitu peningkatan berat badan.

    Peningkatan berat badan rata-rata dapat terjadi setelah pemakaian lebih dari 5 tahun.Perubahan ini disebabkan oleh efek dari levonorgestrel. Ada banyak faktor yangmenyebabkan kenaikan berat badan seseorang dalam waktu lebih dari 5 tahun, yaitu estrogenmenurun diikuti oleh menurunnya produksi kelenjar tiroid sehingga mengakibatkan beratbadan meningkat terutama pada wanita menjelang menopause.

    Selain itu kenaikan berat badan pemakai implant dipengaruhi oleh perasaan tenang.Dengan memakai implant ibu tidak kawatir terjadi kehamilan sehingga dapat berpengaruhpada peningkatan berat badan. Faktor makanan dan aktifitas fisik juga dapat mempengaruhiberat badan ibu. Banyaknya konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat dan lemakdan kurangnya aktifitas fisik dapat mempengaruhi peningkatan berat badan. Faktor gen jugadapat mempengaruhi berat badan seseorang. Peningkatan berat badan juga dapatdipengaruhi oleh bertambahnya usia seseorang.

    Hanafi (2008) menyatakan bahwa ibu-ibu yang sudah memakai implant, yaitu suatu alatkontrasepsi yang dipasang dibawah kulit pada lengan bagian atas, mengandung hormonsteroid dan digunakan untuk jangka lama. Salah satu di antaranya adalah implantLevonorgestrel (LNG), merupakan bahan bioaktif yang dewasa ini banyak digunakan. Hormonini menghambat ovulasi, mengurangi gerakan saluran telur (tuba Fallopii), perubahan padaendometrium dan mengentalkan lendir serviks. Varney (2007) menyatakan bahwapeningkatan berat badan merupakan salah satu efek samping yang jarang dari pemakaian KB

    implant. Wanita yang meggunakan implantlebih sering mengeluhkan peningkatan berat badandibandingkan penurunan berat badan. Penilaian perubahan berat badan pada penggunaimplant dikacaukan oleh perubahan olahraga, diet, dan penuaan (Arini, 2009). Dua faktoreksternal yang sangat dominan mempengaruhi berat badan adalah aktivitas fisik dan asupannutrisi. Karena untuk melakukan aktivitas fisik seseorang, manusia memerlukan sejumlahenergi. Jika energi yang diberikan oleh makanan tidak cukup, maka energi diperoleh dari hasilpemecahan lemak di dalam tubuh.

    Keadaan berat badan ibu setelah memakai implantlebih dari 5 tahun adalah mayoritasmeningkat: 25 orang (78,12%), selebihnya menurun: 3 orang (9,37%), dan tetap: 4 orang

    (12,5%).Di samping adanya efek samping implant, perbedaan berat badan seseorang juga

    dipengaruhi oleh: pertama faktor makan yang melebihi kebutuhan tubuh. Hal ini dapatdisebabkan oleh kebiasaan makan yang berlebih atau cara memilih makanan yang salah.Kedua kurang menggunakan energi. Pekerjaan yang dilakukan sehari-hari dapatmempengaruhi gaya hidup seseorang. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktifitas fisikakan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktifitas fisik tersebut diperlukan untukmembakar kalori dalam tubuh. Bila pemasukan kalori berlebihan dan tidak diimbangi denganaktifitas fisik maka berat badan seseorang akan meningkat. Ketiga penuaan. Pada perempuan

    yang sedang mengalami menopause dapat terjadi penurunan fungsi hormon tiroid.Kemampuan untuk menggunakan energi akan berkurang dengan menurunnya fungsi hormon

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    7/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 185

    ini. Hal tersebut terlihat dengan menurunnya metabolisme tubuh sehingga menyebabkanpeningkatan berat badan. Keempat faktor kecepatan metabolisme basal yang rendah. Hal inidisebabkan energi yang dikonsumsi lebih lambat untuk dipecah menjadi glikogen sehinggaakan lebih banyak lemak yang disimpan di dalam tubuh. Hanafi (2008) menyatakan,

    perbedaan berat badan itu akibat adanya efek samping pemakaian implant terhadap beratbadan ibu, kenaikan berat badan selama lebih dari 5 tahun pemakaian implant(sekitar 2-3 kg).Sutarna dkk (2009) menyatakan efek samping yang mungkin terjadi dari pemakaian implantadalah penambahan berat badan yang signifikan. Ayurai (2009) juga menyatakanketerbatasan implantsalah satunya adalah peningkatan atau penurunan berat badan.

    Kenaikan berat badan tersebut akibat pengaruh aktifitas androgenik LNG berupa efekmetabolik yang menyebabkan peningkatan nafsu makan (Hanafi, 2008). Sedangkan kenaikanberat badan terjadi karena hormon ini mempengaruhi proses metabolisme lemak dankolesterol dalam tubuh (Piogama, 2009). Efek ini tergantung pada potensi androgennya. Makinkuat potensi androgennya, makin besar efek buruknya pada metabolisme lemak (Mariyono,2003). Metabolisme lemak merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan beratbadan. Pemakaian KB hormonal dapat meningkatkan proses pembentukan kolesterol danlemak. Tetapi efek samping ini bersifat individual karena ada beberapa orang yangmenggunakan KB implant tetapi tidak mengalami kenaikan berat badan (Piogama, 2009).Perbedaan berat badan yang terjadi pada akseptor KB implant adalah adanya efek sampingyang ditimbulkan dari livonorgestrel. Levonorgestrel mempengaruhi peningkatan nafsu makan.Selain itu Levonorgestreljuga mempengaruhi metabolisme lemak dan kolesterol dalam tubuh.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan penelitian adalah mayoritas berat badan ibu sebelum mengunakan implant46-50 kg, mayoritas berat badan ibu sesudah menggunakan implantlebih dari 5 tahun 51-55 kg,dan terdapat perbedaan berat badan sebelum dan sesudah menggunakan KB implant lebihdari 5 tahun.

    Disarankan petugas KB di lahan memberikan konseling secara berulang, setidaknyaharus meliputi: pemahaman terhadap efektifitas relatif metode, penggunaan metode secarabenar, cara kerja, efek samping yang umum terjadi, risiko kesehatan serta manfaat metode,tanda dan gejala yang mengharuskan klien kembali ke klinik, informasi tentang kembalinya

    kesuburan sesudah penghentian suatu metode.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Bari Saifudin, Afandi Biran, Enriguito, 2003. Buku Panduan Praktis PelayananKontrasepsi. Jakarta: yayasan Bina pustaka Sarwono Prawiroharjo.

    Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y Kuncara, 2009. Buku Ajar Keperawatan PediatrikWong.Cetakan I. Jakarta: EGC

    Arini, 2009. Kontrasepsi Implant. http://arini.staf.gunadarma.ac.id. Akademi kebidanan widyakarsa Jayakarta. Diakses tanggal 14 Juni 2010 jam 14.00 WIB.

    Ayurai, 2009. Implant/susuk http://ayurai-wordpress.com/2009/06/18/implant-susuk. Diaksestanggal 14 Juni 2010 jam 14.00 WIB.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    8/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 186

    Badan Keluarga Berencana Kab. Ponorogo, 2009. Umpan Balik Hasil Pencapaian ProgramKeluarga Berencana Kabupaten Ponorogo Bulan Desember. Ponorogo.

    Cunningham. F. Gary, Hartono Andry, Suyono Joko. Y, 2006. Obstetri Williams. Edisi 21.Jakarta. EGC.

    Derek Llewellyn-Jones, 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi.Cetakan I. Jakarta:Hipokrates.DepKes RI, 2000. Pedoman Kerja Tenaga Gizi Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan.Dinkes Jabar, 2006. Informasi obat Levonorgestrel. http://www.clearinsyntec.com/ diakses

    tanggal 5 Februari 2010 jam 16.00 WIB.Dyah Noviawati & Sujiyatini, 2008.Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Cetakan I.

    Yogyakarta: Mitra CendikaGlasier Anna dan Gabibil Aiesa, 2006. Dasar-dasar Obstetri dan Genekolog. Catakan I.

    Jakarta: Hipokrates.Hanafi Hartanto, 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.Hanifa Wiknjosastro 2002. Ilmu Kebidanan. Cetakan keenam. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

    Sarwono Prawiroharjo.Hanifa Wikjosastro, 2005. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Cetakan keempat. Jakarta: Yayasan Bina

    Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Hendrawan, 2009.Keluarga Berencana. www.bahtera.org/kateglo/ diakses tanggal 8 Februari

    2010 jam 15.15 WIBIda Bagus Gde Manuaba, 1999.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Monica Ester.

    Jakarta: ArcanIndriani K Sumadikarya, 2009Rekomendasi Praktik Pilihan Untuk Penggunaan Kontrasepsi.

    Edisi 2. Cetakan I. Jakarta: EGC.Irsan Hanafi, 2008. Kontrasepsi yang Dipilih Tidak Cocok? http://www.parentguide.co.id

    diakses tanggal 8 Februari 2010 jam 15.00 WIBKB-Keluarga Berencana, 2008. KB-Keluarga Berencana Implant. http://KB-Keluarga

    berencana.blogspot.com/2008.05/implant.htmlPiogama, 2009. Kontrasepsi yang Dipilih Tidak Cocok?.http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/kb-susuk-menyebabkan-berat-badan-naik/.

    Diakses tanggal 14 Juni 2010 jam 14.15 WIB.

    Pita Wulansari dan Huriawati. Hartanto, 2007.Ragam Metode Kontrasepsi. Cetakan I: EGCRustanto, 2009. Kependudukan. http://id.wikipedia.org/wiki/penduduk. diakses tanggal 5Februari 2010 jam 16.15 WIB

    Suyanto & Ummi Salamah, 2009. Riset Kebidanan. Cetakan keempat. Jogyakarta: MitraCendikia.

    UPTD Sukorejo, 2009.Pencapaian Akseptor KB Krcamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo,Bulan Desember.

    Varney Helen, Jan M.Kriebs, Carolyn L. Gegor. 2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC

    Yani Widyastuti, Anita Rahmawati, Yuliasti Eka Pramaningrum. 2009. Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta: Fitramaya.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    9/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 187

    HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERSEPSI KEPALA KELUARGATERHADAP PENDERITA KUSTA

    Suwoyo*, Siti Asiyah*, Intajul Fikriyah*

    ABSTRACTLeprosy belongs to the oldest disease in the world, which is caused by Mycobacterium

    Leprae. This disease infects the skin and side nerve. Lack of right informations regardingleprosy, makes people often think it is a hereditary disease, or disease caused by curse,magic, as well as sexual intercourse during menstruasion. This wrong thought makes thelepers afraid or even hide themselves. The purpose of this research is knowing the relationbetween knowledge and perseption of the head of household in lepers, in the working area ofBalowerti Public Health Center, Kediri City.

    The population of the research consisted of 1960 heads of household, live in the working

    area of Balowerti Public Health Center, Kediri Town. The sampel has been researchedconsisted of 1960 respondents using Multistage Random Sampling. The variable independentwas about leprosy knowledge of the head of household, while its dependent variable was theperseption of the heads of household to lepres. Datas analysis was performed by usingSpearman Rho statistical tests.

    The Result of research shewed that heads of household having less knowledge categoryamoun to 80 respondents (45,5%), those having medium knowledge category are 76respondents (43,2%), while those having good knowledge category are 20 responden(11,3%). Heads of househoul having less perception category amount to 76 responden

    (43,2%), those having medium perception category are 71 respondents (40,3%), and thosehaving good perception category are 29 respondents (16,5%). Result of the data analysing, bythe use of Sepearman Rho Statistical Tests at = 0,05 shewed that correlation coefficient is,627** and level of significance 0,000 is < 0,05. This mean H0 was rejected and H1 wasaccepted. Accordingly, thereis a relation between the head of households knowledge andperception in lepers, in the working area of Balowerti Public Health Center, Kediri Town.

    Based on the result of the research, it couldbe concluded that there was a relationbetween knowledge and perception of the head of the householdin lepers, in the working areaof Balowerti Public Health Center, Kediri Town.

    Keywords: knowledge, perception, society, leprosy

    * : Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.

    PENDAHULUAN

    Latar BelakangKusta termasuk penyakit tertua di dunia. Kusta disebabakan oleh mycobacterium leprae,

    penyakit ini menyerang kulit dan syaraf tepi, jika tidak segera diobati dapat menimbulkanhilangnya rasa dan kelumpuhan otot pada daerah kaki, tangan dan muka. Beban berat yang

    harus di tanggung oleh pendrita kusta selain karena penyakitnya, juga karena masih kuatnya

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    10/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 188

    stigma yang tertanam di Masyarakat. Minimnya informasi yang benar mengenai penyakit ini,membuat masyarakat kerap menganggap kusta sebagai penyakit kutukan (Susanto, 2009).

    Kebanyakan masyarakat menganggap penyakit kusta adalah penyakit menular, kutukandan penderita harus di asingkan. Anggapan masyarakat yang demikian itu menyebabkan

    penderita takut untuk keluar rumah, bahkan untuk berobatpun harus sembunyi-sembunyi.Minimnya pengetahuan masyarakat yang benar dan pasti tentang penyakit kustamenyebabkan persepsi yang keliru, takut berdekatan dengan penderita (Ngeljaratan, 2008).

    Jumlah kasus yang tercatat pada tahun 1997 sebanyak 890.000 penderita di seluruhdunia. Kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 55 negara atau wilayah, 91%dari jumlah kasus berada di 16 negara dan sekitar 82% nya berada di Brazil, India, Indonesia,Myanmar dan Nigeria. Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2002 terdapat 12 ribu kasuskusta, 2003-14 ribu kasus dan semakin meningkat pada tahun 2007 mencapai 17 ribu kasus.Indonesia menempati nomor ke tiga di Dunia setelah India dan Brazil . Jumlah penderita kustabaru di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 12.000 orang, namun pada awal tahun 2008angka itu melonjak pesat menjadi sekitar 17.000 (Susanto, 2009).

    Sebanyak 17 provinsi di Indonesia masih tergolong sebagai daerah endemis kusta.Kebanyakan di Indonesia timur, seperti Papua, Kalimantan, Halmahera, Sulawesi Selatan danyang terbanyak Jawa Timur. Tingkat rata-rata kecacatan penderita penyakit kusta di Indonesiacukup tinggi, yakni mencapai 8,7 persen per kasus kejadian per tahun (Hernani, 2007).

    Di Provinsi Jawa Timur kusta merupakan penyakit endemis. Berdasarkan data di kantorDinas Kesehatan setempat, sepanjang tahun 2006 ini sudah tercatat 6.317 kasus. Tahunsebelumnya terdapat 6.326 penderita dan pada tahun 2004 terdapat 6.061 penderita..Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Bambang Giatno. Rata-rata tiap tahun

    di provinsi ini ada penambahan jumlah penderita sebanyak 6-7 ribu orang.Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kediri dari laporan triwulan I tahun 2009

    ditemukan penderita baru kusta sebanyak 11 orang. Di puskesmas Balowerti didapatkanpenemuan terbanyak yaitu 8 orang, Puskesmas Mrican 2 orang dan Puskesmas Ngronggo 1orang. Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 6 April 2009 di Puskesmas Balowerti KotaKediri didapatkan data penderita kusta sebanyak 12 orang, dan semuanya berobat kepuskesmas secara teratur. Dari hasil wawancara terhadap 5 orang di wilayah PuskesmasBalowerti melalui, 3 orang mengatakan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukanyang mudah menular dan penderitanya harus di asingkan, 1 orang mengatakan bahwa

    penyakit kusta itu merupakan penyakit keturunan dan 1 orang mengatakan bahwa penyakitkusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang penularannya membutuhkanwaktu yang lama sehingga tidak perlu mengasingkan penderita kusta.

    Banyak hambatan untuk memberantas penyakit yang dinilai sebagian masyarakatsebagai penyakit kutukan, keturunan, dan akibat guna-guna ini. Salah satu penyebab sulitnyapemberantasan adalah akibat anggapan yang salah dari masyarakat. Menurut Kepala DinasKesehatan Kalimantan Selatan Drg. Rosihan Adhani akibat anggapan yang salah demikianlahtimbul ketakutanan yang berlebihan terhadap penyakit kusta, hingga jadi penghambatprogram pemberantasan kusta, padahal penyakit itu tidak hanya mengancam pada aspek

    medis, tapi juga mengganggu aspek sosial dan ekonomi penderita (Zainuddin, 2008).

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    11/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 189

    Menurut Sunanti Zalbawi, melalui wawancara mendalam pada masyarakat di dapatkan48% kepala keluarga tidak tahu tentang penyabab penyakit kusta, kepercayaan masyarakatbahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan tuhan masih ada.

    Untuk itu diperlukan upaya yang sungguh-sunguh untuk melakukan edukasi dan

    advokasi tentang penyakit kusta kepada masyarakat, sehingga stigma negatif terhadappenyakit ini terkikis, dan muncul kepedulian yang lebih besar kepada penderita kusta.

    Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi pengetahuan Kepala Keluarga tentang

    kusta, 2) mengidentifikasi persepsi Kepala Keluarga tentang penderita kusta, 3) menganalisishubungan pengetahuan dan persepsi Kepala Keluarga terhadap penderita kusta di wilayahpuskesmas Balowerti Kota Kediri.

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Penelitian di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri pada tanggal 9-17 juli 2009 inimenerapkan desain adalah cross sectional.Populasi penelitian adalah semua kepala keluargadi wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri sejumlah 1960 yang terbagi dalam 8 RW dan 33RT. Sampel penelitian adalah sebagian kepala keluarga di Wilayah Puskesmas Balowerti KotaKediri dengan anggota keluarga ada yang menderita kusta dan atau kepala keluarga dengananggota keluarga tidak menderita kusta, kepala keluarga yang bersedia menjadi responden,kepala keluarga yang bisa baca dan tulis. Teknik sampling yang diterapkan adalah multistagerandom samplin. Cara samplingnya adalah semua kepala keluarga di wilayah PuskesmasBalowerti yang terbagi dalam 8 RW. Cluster Random Sampling dilakukan dengan cara

    melakukan randomisasi untuk menentukan RW yang terpilih. Kemudian setelah mendapatkanRW yang terpilih untuk menentukan sampel individu dilakukan Simple Random Sampling.

    Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan kepala keluarga tentangkusta, dan variabel dependen adalah persepsi kepala keluarga terhadap penderita kusta.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Hasil penelitianSampel pada penelitian ini sebanyak 176 KK yang berada di Wilayah Puskesmas

    Balowerti Kota Kediri. Semua KK yang terpilih menjadi responden adalah KK yang dalam

    keluarganya tidak ada yang menderita kusta.

    1. Karakteristik Pendidikan RespondenKarakteristik pendidikan responden disajikan pada Gambar 1, yang menunjukkan bahwa

    dari 176 responden, sebagian besar KK berpendidikan SMP yaitu ada 67 responden (38%).

    Gambar 1. Karakteristik Pendidikan Responden di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    12/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 190

    2. Karakteristik Pekerjaan RespondenKarakteristik pekerjaan responden disajikan pada Gambar 2, yang menunjukkan bahwa

    sebagian besar responden mempunyai pekerjaan swasta yaitu 81 (46%) dari 176 responden.

    Gambar 2. Karakteristik Pekerjaan Responden di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri.

    3. Pengetahuan KK tentang kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri.Distribusi responden berdasarkan indikator pengetahuan tentang kusta selengkapnya

    dapat dilihat dalam Tabel 1, yang menunjukkan bahwa sebagian besar KK mempunyaipengetahuan dalam kategori kurang tentang kusta, yaitu sebanyak 80 responden (45,5%).

    Tabel 1. Pengetahuan KK Tentang Kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota KediriNo Pengetahuan Jumlah Persentase (%)123

    KurangSedang

    Baik

    807620

    45,543,211,3

    Jumlah 176 100

    4.

    Persepsi KK terhadap penderita kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri.Distribusi responden berdasarkan indikator persepsi terhadap penderita kusta dapat di

    lihat dalam Tabel 2, yang menunjukkan bahwa sebagian besar KK mempunyai persepsi dalamkategori kurang terhadap penderita kusta yaitu sebanyak 76 responden (43,2%).

    Tabel 2 : Persepsi KK terhadap penderita kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota KediriNo Persepsi Jumlah Persentase (%)12

    3

    KurangSedang

    Baik

    7671

    29

    43,240,3

    16,5Jumlah 176 100

    5. Hubungan Antara Pengetahuan dan Persepsi KK Terhadap KustaPengetahuan dan persepsi KK terhadap Penderita kusta di Wilayah Puskesmas

    Balowerti Kota Kediri disajikan pada Tabel 3, yang menunjukkan bahwa bahwa: 1) kelompokresponden dengan pengetahuan kurang, mayoritas memiliki persepsi kurang, 2) kelompokresponden dengan pengetahuan sedang, mayoritas juga memiliki persepsi sedang, 3)kelompok responden dengan pengetahuan baik mayoritas juga memiliki persepsi baik

    terhadap penderita kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri. Maka, tampak bahwasemakin baik tingkat pengetahuan, semakin baik pula persepsi KK terhadap penderita kusta.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    13/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 191

    Tabel 3. Hubungan Antara Pengetahuan dan Persepsi KK Terhadap Penderita Kustadi Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri.

    PersepsiKurang (%) Sedang (%) Baik (%) Jumlah (%)

    Pengetahuan Kurang (%) 58 (72,5,0) 22 (27,5) 0 (0,0) 80 (100)Sedang (%) 17 (22,4) 44 (57,9) 15 (19,7) 76 (100)

    Baik (%) 1 (5,0) 5 (25,0) 14 (70,0) 20 (100)Jumlah (%) 76 (43,2) 71 (40,3) 29 (16,5) 176 (100)

    Uji Spearman Rho disajikan pada Tabel 4, dengan nilai sig (2-tailed) 0,000. Karena nilai ini0,5 dan keeratannya

    pada level 63%. Tabel 4: Correlations Spearmans rho

    Pengetahuan Persepsi

    Spearman'srho

    Pengetahuan Correlation Coefficient1.000 .627(**)

    Sig. (2-tailed) . .000N 176 176

    Persepsi Correlation Coefficient .627(**) 1.000Sig. (2-tailed) .000 .

    N 176 176

    Pembahasan1. Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Kusta

    Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar KK berpengetahuan kurang.Kurangnya pengetahuan KK dipengaruhi oleh kurang intensifnya penyuluhan kesehatan yangdidapat oleh KK. Karena jarak puskesmas dengan pabrik gudang garam yang dekat 450 m,sebagian besar KK di Wilayah Puskesmas Balowerti adalah sebagai pegawai swasta,sehingga tidak bisa mengikuti penyuluhan. Tenaga kesehatan memfokuskan penyuluhan pada

    penderita kusta, sehingga penderita kusta akan rutin berobat dan sembuh dari penyakitnya.Padahal masyarakat juga perlu mendapatkan informasi ataupun penyuluhan untukmeningkatkan pengetahuan tentang kusta sehingga masyarakat pengetahuannya lebih baik.Dengan pengetahuan yang baik, masyarakat tidak akan takut atau menyudutkan penderitakusta. Perlu adanya tindak lanjut dari tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkanpengetahuan masyarakat tentang kusta di daerah penderita kusta.

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukanpenginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindramanusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besarpengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Dengantingginya pendidikan diharapkan tingkat pengetahuan seseorang berubah sehingga

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    14/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 192

    memudahkan dalam menerima. Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacammedia massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Dengan banyaknyapendengar penyuluhan maka pengetahuan seseorang akan bertambah (Notoatmodjo, 1996).

    Kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman

    Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Ditjen PPM& PL, 2002).Kebanyakan masyarakat menganggap penyakit kusta merupakan penyakit menular,

    kutukan dan penderita harus diasingkan. Anggapan masyarakat itu menyebabkan penderitatakut untuk keluar rumah, bahkan untuk berobatpun harus sembunyi-sembunyi.

    Masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan, sehingga pendapattentang kusta merupakan penyakit yang sangat menular tidak dapat di obati, penyakitketurunan, kutukan tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan (Zulkifli, 2003).

    Masyarakat Indonesia saat ini masih terdapat lepropobia atau ketakutan masyarakatakan tertular penyakit kusta. Akibatnya, penanganan penderita kusta jadi terhambat. Penderitakusta malu memeriksakan diri sehingga penyakitnya menjadi kronis dan menimbulkan cacatpada tubuhnya. Ironisnya, kusta dianggap sebagai penyakit kutukan sehingga masyarakatbiasa mengucilkan penderita, bahkan penderita yang sudah sembuh (Bambang, 2004).

    Pengertian yang keliru di masyarakat tentang penyakit kusta, yakni sebagai penyakitketurunan, akibat guna-guna atau akibat berhubungan seks saat haid, menjadikan penderitatakut dan malah bersembunyi. Kusta juga dianggap tidak bisa disembuhkan (Hernani, 2007).

    Dari uraian di atas dapat diasumsikan bahwa pendidikan yang rendah akanmempengaruhi tingkat pengetahuan, sehingga dari hasil penelitian didapatkan 80 responden(45,5%) berpengetahuan rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya penyuluhan yang di

    terima serta pendidikan responden yang rendah yaitu terdapat 67 responden (38%)berpendidikan SMP, sehingga responden menganggap penyakit kusta merupakan penyakitketurunan, kutukan Tuhan yang tidak dapat di sembuhkan.

    Dari 176 responden sebanyak 91 responden (52%) menjawab kusta adalah penyakitketurunan dan sebanyak 121 responden (68,7%) menjawab bahwa penyakit kusta dapatmengakibatkan lepasnya jari-jari tangan maupun kaki.

    Banyaknya responden yang berpengetahuan rendah mengakibatkan adanya hambatanuntuk memberantas penyakit kusta yang dinilai sebagian masyarakat sebagai penyakitkutukan Tuhan. Dengan pengetahuan yang rendah, masyarakat akan mengucilkan penderita

    kusta karena masyarakat menganggap penyakit kusta tidak bisa disembuhkan.

    2. Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Penderita Kusta

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar persepsi KK terhadap penderitakusta dalam kategori kurang.

    Persepsi adalah pengalaman yang terbentuk berupa data yang didapat melalui indera,hasil pengolahan otak dan ingatan (Widayatun,1999). Objek stimulus yang mengenai alatindra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi jugadapat datang dari dalam diri individu yang yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf

    penerima sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    15/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 193

    Stigma negatif membuat banyak penderita kusta menyembunyikan diri atau dikucilkanmasyarakat sekitarnya. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan LingkunganDepartemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan, ada persepsi keliru sebagianmasyarakat bahwa kusta adalah penyakit keturunan, akibat guna-guna, dan salah makan.

    Kusta dianggap sangat menular dan tidak dapat disembuhkan (Susanto, 2009).Sebagian besar masyarakat mengucilkan mereka yang terserang kusta, sehingga orangmenderita kusta sulit melakukan aktifitas layaknya orang normal karena stigma yang ada dimasyarakat. Imagemasyarakat yang memfonis penderita kusta dengan pendapat yang tidakbaik itulah yang akhirnya membuat para penderita kusta takut untuk berobat dan berdampakpada lambannya penanggulangan (Zainuddin, 2008).

    Penderita kusta sulit untuk diterima di tengah masyarakat, masyarakat menjauhipenderita, merasa takut dan menyingkirkannya. Masyarakat mendorong keluarga danpenderita diasingkan (Zulkifli, 2003).

    Banyaknya responden yang memiliki persepsi kurang dipengaruhi oleh kurangnyainformasi tentang penyakit kusta yang benar sehingga mengakibatkan persepsi yang kurangbaik terhadap penderita kusta. Dengan persepsi yang kurang akan memunculkan stigmanegatif terhadap penderita kusta, sehingga penderita kusta akan memiliki harga diri yangrendah dan hal ini akan mengurangi proses penyembuhan bagi penderita kusta. Persepsi jugaterbangun oleh mitos yang sesat tentang kusta, persepsi masyarakat harus diubah dari masabodoh, tidak peduli dan tidak manusiawi menjadi ikhas dan manusia yang penuh rasa kasihsayang. Masyarakat sepatutnya melihat mereka yang nasibnya kurang beruntung dari segikesehatan justru sebagai kelompok yang harus dikasihi, disayangi, diperhatikan dan diperlakukan lebih baik dari perlakuan buruk sebelumnya. Untuk merubah persepsi tersebut

    perlu diberikan informasi yang benar, sehingga struktur berfikir yang keliru bisa diperbaiki.Banyak KK yang menganggap bahwa penderita kusta harus dikucilkan, juga bahwa

    penderita kusta tidak akan sembuh dari penyakitnya meskipun sudah berobat.Persepsi masyarakat yang kurang akan memberikan dampak yang buruk bagi penderita

    kusta karena akan menimbulkan penyebaran penyakit yang lebih luas kepada masyarakat.Dengan persepsi masyarakat yang kurang akan muncul tindakan yang diskriminatif terhadappenderita kusta di dalam masyarakat, akibatnya penderita kusta sulit melakukan aktifitasseperti orang normal lainnya, karena stigma negatif yang ada di masyarakat.

    3.

    Hubungan Antara Pengetahuan dan Persepsi KK Terhadap Penderita KustaHasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar KK berpengetahuan kurang, dan

    persepsi responden sebagian besar dalam kategori kurang. Hal tersebut dipengaruhi olehminimnya informasi atau penyuluhan kesehatan tentang kusta di masyarakat. Kebanyakanmasyarakat mempunyai pengetahuan yang kurang sehingga penimbulkan persepsi yangnegatif pula terhadap penderita kusta dengan demikian kebanyakan masyarakat takutberdekatan dengan penderita kusta, mereka khawatir akan tertular panyakit tersebut.

    Hasil uji Spearmen rhomenunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan denganpersepsi masyarakat terhadap penderita kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri.

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukanpenginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    16/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 194

    manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besarpengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Dengantingginya pendidikan diharapkan tingkat pengetahuan seseorang berubah sehinggamemudahkan dalam menerima. Dengan majunya teknologi akan tersedia pula berbagai media

    massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Dengan banyaknya pendengarpenyuluhan maka pengetahuan seseorang akan bertambah (Notoatmodjo, 1996).Masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan, sehingga pendapat

    tentang kusta merupakan penyakit yang sangat menular tidak dapat di obati, penyakitketurunan, kutukan tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan (Zulkifli, 2003).

    Pengertian yang keliru di masyarakat tentang kusta, yakni kusta adalah penyakitketurunan, sakit akibat guna-guna atau akibat hubungan seks saat haid, menjadikan penderitamenjadi takut dan bersembunyi. Kusta juga dianggap tak bisa disembuhkan (Hernani, 2007).

    Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, pertamamenyerang saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas,sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis, kecuali saraf pustat (Daili dkk, 2005).

    Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitumerupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera (Walgito B, 2002).Objek stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. stimulus dapat datang dari luarindividu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang yangbersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

    Minimnya pengetahuan masyarakat yang benar dan pasti tentang masalah penyakitkusta menyebabkan persepsi yang keliru, masyarakat takut berdekatan dengan penderita

    (Ngeljaratan, 2008). Hingga saat ini masyarakat umum tidak punya pengetahuan cukuptentang kusta, sehingga mengakibatkan munculnya stigma negatif dan tindakan diskriminatifterhadap penderita kusta di dalam masyarakat. Stigmatisasi itu membuat banyak penderitakusta menyembunyikan diri atau dikucilkan masyarakat sekitarnya. Direktur JenderalPengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra YogaAditama menyatakan, ada persepsi keliru sebagian masyarakat bahwa kusta adalah penyakitketurunan, akibat guna-guna, dan salah makan. Kusta dianggap sangat menular dan tidakdapat disembuhkan (Susanto, 2009).

    Sebagian besar masyarakat mengucilkan penderita kusta, sehingga mereka sulit

    melakukan aktifitas layaknya orang normal karena stigma di masyarakat. Imagemasyarakatyang memfonis penderita kusta dengan pendapat yang tidak baik itulah yang membuat parapenderita takut berobat dan berdampak pada lambannya penanggulangan (Zainuddin, 2008).

    Akibat minimnya pengetahuam dan informasi tentang kusta pada masyarakat, penderitasulit untuk diterima di tengah masyarakat, masyarakat menjauhi penderita, merasa takut danmenyingkirkannya. Masyarakat mendorong keluarga dan penderita diasingkan (Zulkifli, 2003).

    Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan kurang akan mempengaruhi persepsi seseorangterhadap penderita kusta, hal ini di buktikan dari hasil penelitian yand di lakukan pada KK diWilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri didapatkan sebagian besar masyarakat

    berpengetahuan kurang dan persepsi kurang. Juga dari hasil uji Spearman rho yangmembuktikan adanya hubungan antara pengetahuan dan persepsi terhadap penderita kusta.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    17/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 195

    Pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap penderitakusta, sehingga masyarakat akan mempunyai pandangan yang keliru terhadap penderitakusta, hal ini akan mengakibatkan penderita kusta menjadi takut untuk melakukan aktifitassehari-hari seperti masyarakat yang lain, akibatnya penanganan penderita kusta jadi

    terhambat dan penderita kusta malu memeriksakan diri sehingga penyakitnya menjadi kronisdan menimbulkan cacat pada tubuh penderita kusta.Masyarakat beranggapan penderita kusta harus di asingkan, karena kusta adalah

    penyakit kutukan dan menjadi aib, sehingga sulit disembunyikan, padahal tidak demikian,penyakit kusta bisa diobati meskipun prosesnya agak lama sekitar 6-18 bulan terapi. Jikapenyakit ini disembunyikan akan menjadi masalah yang berlarut-larut.

    Untuk merubah persepsi seseorang di perlukan waktu yang lama, namun dengan upayaberkelanjutan dari tenaga kesehatan diharapkan leprophobia dapat dihilangkan. Salah satucaranya adalah dengan terus menekan agar tidak menganggap rendah mereka yang yangterkena kusta, karena mereka juga tidak menghendaki terkena penyakit itu. Leprophobia initimbul karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkansangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya dan mitos yang menjijikan terhadappenderita kusta tanpa alasan yang rasional.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan dari penelitian di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri ini adalah: 1)pengetahuan KK tentang kusta sebagian besar dalam kategori kurang, 2) persepsi KKterhadap penderita sebagian besar dalam kategori kurang, 3) ada hubungan pengetahuan dan

    persepsi KK terhadap penderita kusta, 4) semakin rendah tingkat pengetahuan KK tentangkusta maka persepsi masyarakat terhadap penderita kusta cenderung negatif pula.

    Saran yang diajukan antara lain:1) Diharapkan masyarakat meningkatkan pengetahuanyang lebih mendalam tentang kusta, sehingga masyarakat dapat lebih mengerti dan tidakmempunyai persepsi yang salah terhadap penderita kusta, 2) Diharapkan institusimenggunakan penelitian ini sebagai sumbangan fikiran dan pengetahuan dengan persepsimasyarakat terhadap penderita kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri, 3)Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan dengan lebih mendetail, dengan melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kusta di Wilayah Puskesmas Balowerti Kota Kediri, 4.

    Diharapkan perawat meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit kusta,dengan waktu disesuaikan dengan waktu yang memungkinkan masyarakat bisa berkumpul.

    DAFTAR PUSTAKA

    __________(2005). Penyakit Kusta dan Kepedulian Kita. Bersumber dari.http://pestagagasan.com [Di akses tanggal 30 Maret 2009.

    Bambang. (2004). Indonesia targetkan bebas kusta pada 2005. Bersumber darihttp://Pdpersi.co.id [di akses tanggal 27 April 2009]

    Daili, Sjamsoe. dkk (2005). Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: MedikalMultimedia Indonesia

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    18/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 196

    DIT JEN PPM & PL. (2002). Buku Pedoman Pemberantasan Penyaki Kusta.JakartaDIT JEN PP & PL. (2007). Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. JakartaElia, Ana. (2008). Lawan Stigma Kusta. Bersumber dari http://manadocyti.com [di akses

    tanggal 08 MEI 2009]

    Entjang, indan. (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Citra Aditia BaktiGuntoro. (2007). Tempat Penderita Kusta Berharap. Bersumber darihttp://www.sinarharapan.co.id [di akses tanggal 30 Maret 2009]

    Hernani. (2007). Indonesia Masih menjadi Negara Ketiga Terbanyak Penderita Kusta di Dunia.Bersumber dari http://www.cybermeb.cbn.net.id [di akses tanggal 30 Maret 2009]

    Hidayat, A.aziz. Alimul. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.Jakarta; Salemba Medika

    Maramis, willy. F. (2006). Ilmu Prilaku Dalam Pelayanan kesehatan. Surabaya: UniversitasAirlangga

    Mutakin, Awan dkk (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia.Bandung: GenesindoNabhani. (2007). Masyarakat. Bersumber dari http://www.id.wikipedia.org [di akses tanggal 16

    April 2009]Ngeljaratan. (2008). Penderita Kusta Kita. Bersumber dari http://www.fajar.co.id [di akses

    tanggal 30 April 2009]Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka CiptaNotoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rinika CiptaNursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metedeologi Penelitian Ilmu Keperawatan

    Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: SalembaMedika

    Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: PedomanSkripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

    Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Mitra Husada Kediri (2007). Panduan PenulisanSekripsi.Kediri : Ekskarno.

    Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.Susanto. (2009). Penyakit Kusta Tidak Mudah Menular. Bersumber dari

    http://www.kesehatan.kompas.com [di akses tanggal 02 April 2009]Walgito, Bimo. (2002). Teori Perilaku. Jakarta. EGCWidayatun, Tri Rukmi. (2001). Ilmu Prilaku. M.A. Fajar interpratama.

    Zainuddin. (2008). Kusta Masih Menjadi Persoalan Serius di Kalimantan Selatan.bersumberdari http://hasanzainuddin.com [di akses tanggal 29 Maret 2009]

    Zalbawi, Sunanti dkk. (2004). Evaluasi Model Penanggulangan Penyakit Kusta di DaerahEndemis Dengan Pendekatan Sosial Budaya di Bayusangkah Kabupaten BangkalanMadura. Bersumber dari http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id [di akses tanggal 29Maret 2009]

    Zulkifli. (2003). Penyakit Kusta dan Masalah yang di Timbulkannya. Bersumber darihttp://library.usu.ac.id [di akses tanggal 30 Maret 2008]

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    19/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 197

    PENGARUH PAKET PENDIDIKAN KESEHATAN RINDU TERHADAP KESIAPAN IBUMERAWAT BAYI PREMATUR SETELAH PULANG DARI RUMAH SAKIT DI KEDIRI

    Erna Rahma Yani*, Muhammad Mudzakkir**, Koekoeh Hardjito*

    ABSTRACT

    Low birth weight (LBW) and preterm birth are the most cause of infant death. After goinghome there is a problem of preterm infant care due to inadequate and inability mother toanticipate the emergency condition that threat the baby. The purpose of this study is to identifythe influence of RINDU health education package to mother readiness for nurturing pretermbaby at home.

    The design of the study is quasi-experimental with pretest-posttest control group. Thesamples of this study was 50 mothers of preterm infant treated in Aura Syifa, Melinda,Muhammadiyah, and Gambiran district hospital at Kediri. The samples was devided in twogroups, 25 participants of intervention group and 25 participants of control group.

    Descriptive statistic were gotten the data that almost 56% mother were 25thyears, 88%had the under junior high school, 52% participants had income more than Rp 450.000,00 and76% had no experience to preterm infant care. There are significant differences in thereadiness of the mother in intervention and control group for caring preterm infant at home(p=0,000; =0,05). Readiness of mother take care of preterm infant is not influenced by age,education, incomes and experience ( p>0,05). RINDU health education package effectivelyused to improve knowledge, attitude, and skill of mother to care the preterm babies at home.Nursing services in hospital should be using RINDU a health education package as an

    independent nursing intervention programe for preterm infants mother.

    Key words: mother readiness, knowledge, attitude, skill, preterm infant.

    * : Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.** : Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri

    PENDAHULUAN

    Latar BelakangAngka kematian bayi (AKB) adalah indikator kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak.

    Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 menunjukkan AKB sebesar 35per 1.000 kelahiran hidup pada periode 1998-2002. Angka ini tergolong tinggi jikadibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand (Badan PerencanaanPembangunan Nasional, 2007). Salah satu penyebab kematian neonatus tersering adalahbayi berat lahir rendah (BBLR) baik cukup bulan maupun kurang bulan (prematur).

    Pertumbuhan dan perkembangan BBLR setelah lahir mungkin akan mendapat banyak

    hambatan. Perawatan setelah lahir diperlukan bayi untuk dapat mencapai pertumbuhan danperkembangannya. Kemampuan ibu untuk memahami sinyal dan berespons terhadap bayi

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    20/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 198

    prematur, berinteraksi dan memberkian dekapan, dalam bentuk perawatan metode kanguru,merupakan beberapa hal yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan danperkembangan bayi prematur setelah lahir.

    Bayi prematur dengan berat minimal 18002000 g sudah aman untuk dibawa pulang

    asalkan tidak ada kelainan atau faktor penyulit akibat belum sempurnanya organ tubuh. Beratbadan 2000 g setara dengan usia kehamilan 34 minggu, sehingga bayi sudah memiliki refleksisap dan pola nafas teratur. Sebelum pulang, bayi harus mampu minum secara aktif.Trachtenbarg dan Goleman (1998) menambahkan kriteria sosial pemulangan bayi prematurberupa kemampuan orangtua merawat bayi prematur di rumah. Kriteria ini sesuai denganrekomendasi dari American Academy of Pediatrics (AAP), meliputi pengetahuan, sikap danketerampilan ibu untuk merawat bayi prematur di rumah. Kemampuan ibu untuk berespons,berinteraksi dan memberikan dekapan perlu dipersiapkan selama bayi masih di rumah sakit.

    Salah satu faktor yang menghambat kesiapan ibu merawat bayi adalah tidak efektifnyapenerimaan informasi akibat stres, kecemasan dan depresi yang dialami ibu pascapersalinan.Kesulitan ibu merawat bayi prematur di rumah juga berkaitan dengan masihkurangnya keterlibatan ibu selama perawatan di rumah sakit. Survey yang dilakukan McKim(1993) di Kanada terhadap 56 ibu bayi prematur didapatkan 48% ibu mengalami kesulitanmerawat bayi setelah pulang dari rumah sakit. Mereka mendatangi pelayanan kesehatankembali karena bayi mengalami apnea selama di rumah, ibu memerlukan informasi spesifiktentang kolik, dan jadwal kunjungan ke rumah sakit berikutnya.

    Pendidikan kesehatan yang efektif akan meningkatkan kepercayaan diri dan kesiapanibu untuk merawat bayi prematur di rumah. Kemampuan ibu berespons yang tepat terhadapsinyal yang diberikan bayi dan menghasilkan interaksi antara keduanya yang dapat dilihat

    selama pemberian ASI. Interaksi yang sejak di ruang perawatan menunjukkan sensitifitas ibuyang lebih baik dalam mengenal sinyal yang diberikan oleh bayi (Browne & Talmi, 2005).

    Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)Gambiran di kota Kediri, bimbingan perawatan bayi prematur di rumah diberikan kepada ibudan keluarga pada saat bayi diperbolehkan pulang. Umumnya bayi prematur yang dirawat diRSUD Gambiran adalah pasien rujukan dan dirawat tanpa didampingi orangtua. Pada saatbayi diperbolehkan pulang, ibu dan keluarga dihubungi untuk datang ke rumah sakit danmendapatkan bimbingan tentang perawatan bayi di rumah. Bimbingan diberikan untukpemberian ASI, memonitor suhu tubuh bayi dan mempertahankan kehangatan, perawatan

    metode kanguru, dan perawatan tali pusat. Satu hari setelah pulang dari rumah sakit, ibu danbayi dianjurkan untuk melakukan kontrol ke poli KIA sekaligus mengevaluasi kemampuan ibumelakukan perawatan di rumah. Pendidikan kesehatan yang diberikan dalam waktu singkatdengan banyak topik dirasakan kurang efektif. Meskipun tak ada laporan resmi tentangrehospitalisasi bayi prematur di Kota kediri, namun diketahui selama proses bimbingan masihbanyak ibu yang mengalami kesulitan dalam memberikan ASI setelah pulang dari rumah sakit.

    Tujuan Penelitian1.

    Mengidentifikasi kesiapan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) ibu merawat bayi

    prematur sebelum dan sesudah periode intervensi pada kelompok intervensi dan kelompokkontrol.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    21/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 199

    2.

    Mengidentifikasi perbedaan kesiapan (pengetahuan, sikap, dan ketertampilan) ibu sebelumdan sesudah periode intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

    3.

    Mengidentifikasi perbedaan kesiapan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) ibu setelahperiode intervensi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

    4.

    Mengidentifikasi hubungan karakteristik responden dengan kesiapan (pengetahuan, sikap,dan keterampilan) ibu merawat bayi prematur.

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Penelitian dilaksanakan di rumah sakit yang ada di kota Kediri yaitu RSUD Gambiran,RSIA Melinda, RS Muhamammadiyah, dan RSIA Aura Syifa di Kediri. Penelitian inimenggunakan quasi-experimental design dengan pendekatan rancangan pretestposttestcontrol group design. Rancangan ini digunakan karena kontrol eksperimen secara penuh tidakmungkin dilakukan dan tidak menggunakan dasar random dalam menentukan kelompokintervensi atau kontrol (Wood & Haber, 2006).

    Populasi penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan bayi prematur di rumah sakit dikota Kediri. Sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang ibu yang melahirkan bayi prematur dirumah sakit di kota Kediri pada saat dilakukan penelitian 4 Mei sampai 14 Juni 2009 dengankriteria inklusi sebagai berikut: a) bersedia menjadi responden, b) ditegakkan diagnosis medismelahirkan bayi prematur, c) bayi memerlukan perawatan secara intensif dan terpisah denganibu, d) ibu akan merawat bayi di rumah setelah pulang dari rumah sakit, e) ibu bisa membacadan menulis. Kriteria eksklusi yaitu ibu yang melahirkan bayi prematur dengan: a) bayimeninggal dunia, b) ibu mengalami penurunan kesadaran, c) ibu memerlukan perawatan di

    ruang intensif, d) ibu dirujuk ke rumah sakit lain, e) ibu mengundurkan diri berpartisipasi.Paket RINDU (respons, interaksi, dan dekapan ibu), merupakan paket pendidikan

    kesehatan untuk ibu bayi prematur yang diberikan selama bayi dirawat di rumah sakit. PaketRindu diberikan dengan menggunakan satu booklet yang berisi panduan cara merawat bayiprematur, meliputi respons, interaksi, dan dekapan ibu. Pendidikan kesehatan akan dilakukandi ruang perawatan pasien. Kegiatan pre-testdilakukan pada hari kedua setelah persalinandan sebelum mendapatkan paket pendidikan kesehatan, dengan harapan pada hari kedua ibutelah memasuki fase taking holdsehingga telah memiliki kesiapan untuk belajar, sedangkanpost-testdilakukan setelah pasien menyelesaikan paket pendidikan kesehatan RINDU. Pre-

    test dan post-testdilakukan dengan menggunakan kuesioner yang mengukur pengetahuan,sikap dan keterampilan ibu dalam melakukan perawatan bayi prematur.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Hasil PenelitianKarakteristik responden yang merupakan ibu bayi prematur diidentifikasi berdasarkan

    umur, pendidikan, pendapatan keluarga, dan pengalaman merawat bayi prematur. Ujihomogenitas dilakukan untuk mengetahui kesetaraan kedua kelompok responden sebelumdiberikan intervensi pendidikan kesehatan RINDU.

    Uji homogenitas menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna untuk umur ibu(p=1,000;=0,05), pendapatan keluarga, pendidikan (p=0,667;=0,05). Sebelum diberikan

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    22/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 200

    intervensi, tidak ada perbedaan bermakna pengalaman merawat bayi pada kedua kelompok(p=0,741;=0,05), pengetahuan (p=0,490; =0,05), dan sikap (p=1,000; =0,05).

    Perbedaan kesiapan diidentifikasi dari perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilanantara kondisi pre-test dengan post-testpada masing-masing kelompok. Analisis perbedaan

    dilakukan dengan uji McNemar. Perubahan masing-masing variabel disajikan Tabel 1 dan 2.

    Tabel 1. Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Ibu Saat Pre-Testdan Post-TestpadaKelompok Intervensi di Kediri Bulan Mei-Juni 2009

    Pre-test(n=25)

    Post-test(n=25)Total p valueBaik Tidak Baik

    f % f % F %Pengetahuan 0,000

    Baik 0 0 0 0 0 0

    Tidak Baik 23 92 2 18 25 100Total 23 92 2 18 25 100Sikap 0,000

    Positif 5 20 0 0 5 20Negatif 15 60 5 20 20 80Total 20 80 5 20 25 100

    Keterampilan 0,000Terampil 0 0 0 0 0 0Tidak Terampil 25 100 0 0 25 100Total 25 100 0 0 25 100

    Tabel 2. Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Ibu Saat Pre-Testdan Post-TestPada Kelompok Kontrol di Kediri Bulan Mei-Juni 2009

    Pre-test(n=25)

    Post-test(n=25)Total p valueBaik Tidak Baik

    f % f % f %Pengetahuan 0,625

    Baik 1 4 1 4 2 8Tidak Baik 3 12 20 80 23 92Total 4 16 21 84 25 100

    Sikap 0,125Positif 5 20 0 0 5 20Negatif 4 16 16 64 20 80Total 9 36 16 64 25 100

    Keterampilan

    Terampil 0 0 0 0 0 0Tidak Terampil 0 0 25 100 25 100Total 0 0 25 100 25 100

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    23/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 201

    Pada kelompok intervensi tidak didapatkan ibu yang memiliki pengetahuan baik saatpre-test dan saat post-test didapatkan 92% memiliki pengetahuan baik. Analisis dengan ujiMcNemar pada kelompok intervensi menunjukkan ada perbedaan bermakna sebelum dansesudah intervensi, untuk pengetahuan (p=0,000; =0,05), sikap (p=0,000; =0,05), dan

    keterampilan ibu (p=0,000; =0,05). Pada kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaanbermakna pengetahuan ibu sebelum dan sesudah intervensi (p=0,625 =0,05), sikap (p=0,125=0,05) dan keterampilan seluruh ibu (100%)post-test. Kondisi kedua kelompok setelah post-test dapat dilihat dalam table 3 berikut.

    Tabel 3. Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Ibu setelah Periode IntervensiPada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di Kediri Mei-Juni 2009

    VariabelIntervensi Kontrol pValue

    f % F %Pengetahuan

    0,000Baik 23 92 4 16

    Tidak Baik 2 18 21 84Jumlah 25 100 25 100Sikap

    0,004Positif 20 80 9 36Negatif 5 20 16 64Jumlah 25 100 25 100

    Keterampilan

    0,000

    Terampil 25 100 0 0

    Tidak Terampil 0 0 25 100Jumlah 25 100 25 100

    Setelahpost-testanalisis dengan chi-squaremenunjukkan adanya perbedaan bermaknapengetahuan ibu setelah post-test antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol(p=0,000; =0,05), sikap (p=0,004; =0,05), dan keterampilan ibu (p=0,000; =0,05).

    PembahasanIbu yang melahirkan bayi prematur di Kediri selama bulan Mei sampai dengan Juni 2009

    sebagian besar (56%) berumur lebih dari 25 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang

    diperoleh Kaaresen, et al. (2006) di Norwegia, didapatkan rata-rata umur ibu yang melahirkanbayi prematur adalah usia 30,7 tahun dengan standar deviasi 4,8. Penelitian yang dilakukanMcCormick, et al. (2008) di California juga menunjukkan umur rata-rata ibu yang melahirkanbayi prematur adalah 31,5 tahun dengan standar deviasi 7,5.

    Pendidikan kesehatan merupakan aktifitas pembelajaran yang dirancang oleh perawatsesuai kebutuhan klien. Pencapaian tujuan pendidikan kesehatan akan lebih mudah denganpenggunaan alat bantu dan peraga yang sesuai dan dapat meningkatkan kemudahanpenerimaan informasi. Menurut Nies dan McEwen (2001) penggunaan alat bantu berupatulisan akan lebih menghasilkan peningkatan pengetahuan daripada dengan kata-kata.

    Paket pendidikan kesehatan RINDU dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupabooklet dan alat peraga. Pemilihan alat bantu dilakukan dengan tujuan membantu

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    24/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 202

    penggunaan indera sebanyak-banyaknya. Menurut Notoatmodjo (2003a) kurang lebih 75%dari pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, sedang sisanya melalui indera yang lain.Dengan penggunaan bookletdan alat peraga, informasi yang disampaikan melalui mata lebihbanyak, sehingga informasi akan lebih mudah diterima oleh ibu sebagai peserta didik.

    Penggunaan media pembelajaran visual berupa booklet, poster, leafletbanyak dilakukandalam pendidikan kesehatan dan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan. Penelitianyang dilakukan Mintarsih (2007) di Tasikmalaya menunjukkan bahwa setelah diberi perlakuanpendidikan kesehatan menggunakan media booklet dan poster, pengetahuan dan sikapkelompok intervensi meningkat secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    25/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 203

    Paket pendidikan kesehatan RINDU memberikan kesempatan kepada ibu untuk melatihketerampilan merawat bayi prematur. Pelaksanaan pendidikan kesehatan pada hari ke duadan ke tiga efektif meningkatkan keterampilan ibu, meskipun keterampilan masih berupapraktik dengan menggunakanphantoom.

    Sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan paket RINDU ibu pada kelompokintervensi maupun kontrol memiliki persamaan karakteristik. Kondisi pengetahuan, sikap, danketerampilan ibu pun bersifat homogen. Setelah diberikan pendidikan kesehatan, didapatkan64% ibu pada kelompok intervensi siap merawat bayi pematur, sedang pada kelompok kontroltidak didapatkan ibu yang siap merawat bayi prematur (p=0,00). Hasil penelitian ini sesuaidengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2009) yang mengidentifikasi perbedaanmetode demonstrasi dan belajar mandiri tentang sikap dan pengetahuan ibu di Kebumen.Wibowo mendapatkan bahwa metode ceramah dan demonstrasi lebih efektif dibandingkanmetode belajar mandiri dengan modul pendidikan kesehatan (p=0,000).

    Hasil penelitian ini mendukung penelitian Tram, et al. (2003) di Vietnam tentangpengaruh pendidikan kesehatan kepada ibu terhadap pengetahuan, sikap dan praktik ibu.Tram mendapatkan perubahan bermakna pengetahuan ibu sebelum dan sesudah diberikanintervensi (p

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    26/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 204

    Azwar, S. (2003). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Edisi 2. Yogyakarta: PustakaPelajar Offset.

    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2007). Laporan pencapaian millenniumdevelopment goals Indonesia. Jakarta: Kementerian Negara Perencanaan

    Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan nasional.Bang, A.T., Bang, R. A., Reddy, H. M., Deshmukh, M. D., & Baitule, S. B. (2005). Reducedincidence of neonatal morbidities: effect of home-based neonatal care in rural Gadchiroli,India. Journal of Perinatilogy, 25, S51-S61.

    Browne, J.V. & Talmi, A. (2005). Family-based intervension to enhance infant-parentrelationships in the neonatal intensive care unit. Journal of Pediatric Psychology,30(8),667-677.

    Kaaresen, P.I., Ronning, J.A., Ulvund, S.E., & Dahl, L.B. (2006). A randomized controlled trialof the effectiveness of an early-intervention program in reducting parenting stress aftaerpreterm birth. Pediatrics,118(1), 9 19.

    McCormick, M.C., Escobar, G.J., Zheng, Z., & Richardson, D.K. (2008). Factors influencingparental satisfaction with neonatal intensive care among the families of moderatelypremature infants. Pediatrics,121(6), 1111 1118.

    McKim, E.M. (1993). The difficult first week at home with a premature infant.http://www3.interscience.wiley.com diperoleh 14 Pebruari 2009.

    Mintarsih,W. (2007). Pendidikan kesehatan menggunakan booklet dan poster dalammeningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi di KabupatenTasikmalaya. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Tesis.

    Muthmainnah, M. (2006). Efektifitas pendidikan kesehatan pada periode awal pos partum

    dengan metode CPDL terhadap kemampuan ibu primipara merawat bayi di propinsiJambi. Program Pascasarjana FIK UI. Tesis. Tidak dipublikasikan.

    Nies, M.A., & McEwen, M. (2001). Community health nursing: Promoting the health ofpopulation(3rded.), USA: W.B. Saunders Company.

    Notoatmodjo, S. (2003a). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.Trachtenbarg, D.E. & Golemon, T.B. (1998). Care of the premature infant: part 1 Monitoring

    growth and development.American Academy of Family Physician57(9), 21-28.Tram, T.T., Anh, N.T.N., Hung, N.T., Lan, N.T., Cam, L.T., Chuong, N.P., et al. (2003). The

    impact of health education on mothers knowledge, attitude and practice (KAP) of

    Dengue Haemorrhagic Fever. Dengue Bulletin27, 174-180.Utami, S. (2008). Pengaruh metode pelatihan terhadap kemampuan ibu dalam deteksi dini

    perkembangan anak usia 0-2 tahun (studi di wilayah kerja Puskesmas TanahKalikedinding Surabaya). [email protected]., diperoleh tanggal 20 Juni2009.

    Wibowo, P. (2009). Perbedaan metode demonstrasi dan mandiri tentang sikap danpengetahuan ibu di Kebumen. Tesis. Universitas Islam Indonesia.

    Wood, G.L., & Haber, J. (2006). Nursing research methods and critical appraisal forevidencebased practice. St.Louis, Missouri. Mosby Elsyvier

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    27/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 205

    PERBEDAAN KEKUATAN KONTRAKSI UTERUS PADA IBU POST PARTUMANTARASEBELUM DAN SESUDAH MELAKSANAKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD)

    Indah Rahmaningtyas*, Ribut Eko Wijanti*, Koekoeh Hardjito*

    ABSTRAKAngka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000

    kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagaisebab. Salah satu penyebab perdarahan setelah melahirkan adalah karena lemahnyakontraksi uterus. Untuk mengatasi perdarahan post-partum, bisa dikurangi dengan menyusuisedini mungkin dalam kurun waktu kurang dari 30 menit setelah bayi lahir, karena isapan bayipada payudara akan menstimulasi produksi oksitosin secara alami. Oksitosin membantuuterus untuk berkontraksi, sehingga dapat mengontrol perdarahan setelah persalinan.

    Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh inisiasi menyusu dini terhadap terjadinya

    kontraksi uterus pada ibu post-partum, dengan desain One Group Pre-Post Test. Populasipenelitian adalah seluruh ibu yang melahirkan di RSIA Swasta Kota Kediri. Teknikpengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Penelitian ini dilakukan daritanggal 14 s/d 20 Oktober 2009 dengan besar sampel yang diperoleh 31 responden.

    Terdapat 34 persalinan normal, tetapi hanya 31 yang dilanjutkan dengan IMD. Data dari31 responden dianalisis menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test dengan nilai signifikansisebesar 0,000, berarti Ho ditolak (ada pengaruh penerapan IMD terhadap kontraksi uteruspada ibu post-partum. Dengan hasil penelitian tersebut maka perlu disosialisasikan lebihgencar kepada masyarakat umum terutama kepada ibu hamil, tentang pentingnya IMD.

    Kata kunci : IMD, post-partum, bayi baru lahir.

    * : Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang

    PENDAHULUAN

    Latar BelakangBerdasar Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003, Angka

    Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mash berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidupatau setiap jam ada 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab, sehingga

    upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Sebagian besar penyebab utama kematianibu di negara berkembang adalah faktor obstetri langsung, yaitu perdarahan post partum,infeksi dan eklamsi (Mochtar, 1998). Salah satu penyebab perdarahan setelah melahirkanadalah lemahnya kontraksi uterus, yang terjadi karena ibu kelelahan saat meneran selamapersalinan berlangsung, faktor lain yang mempengaruhi kontraksi uterus adalah tertinggalnyajaringan plasenta di dalam uterus (Manuaba, 1998). Perdarahan post partum bisa dikurangidengan menyusui sedini mungkin dalam kurun waktu kurang dari 30 menit setelah bayi lahir,karena isapan bayi pada payudara akan menstimulasi produksi oksitosin secara alami.Oksitosin membantu uterus untuk berkontraksi, sehingga dapat mengontrol perdarahan

    setelah kelahiran (Manuaba, 1998). Cara ini merupakan bagian dari manajemen aktif kala III.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    28/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 206

    Hasil studi pendahuluan (24 Januari 2008 di RSIA Melinda Kediri) pada catatanpersalinan tahun 2007 adalah: perdarahan post partum dalam 24 jam setelah persalinanadalah 16 dari 312 persalinan normal (5,1%), secara umum disebabkan oleh atonia uteri.

    Yang menjadikan kendala adalah ibu masih enggan melakukan IMD, apalagi ibu

    primipara. Beberapa faktor yang menyebabkan ibu belum mau melakukan IMD adalah karenaibu belum siap menerima bayinya, dengan alasan masih takut, geli, lemas dan kurangmemahami manfaat IMD. Padahal manfaat menyusu dini akan mempercepat kontak antaraibu dan bayi, sehingga bayi cepat mendapatkan kehangatan dan kenyamanan (Roesli. 2008).

    Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi kontraksi uterus ibu postpartum sebelum

    IMD, 2) mengidentifikasi kontraksi uterus ibu post partum setelah IMD, 3) menganalisperbedaan kekuatan kontraksi uterus ibu post partum antara sebelum dan sesudah IMD.

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Penelitian analitik dengan desain One Group Pre-Post Testini mencari hubungan sebabakibat dengan melibatkan satu kelompok subyek yang diobservasi sebelum dilakukanintervensi, kemudian diobservasi lagi setelah dilakukan intervensi. Populasi penelitian adalahseluruh ibu yang melahirkan normal di RSIA Swasta di Kota Kediri. Sampel diperoleh denganteknik accidental sampling. Variabel independen adalah inisiasi menyusu dini pada bayi barulahir, dan variabel dependen adalah kontraksi uterus pada ibu post-partum. Tempat dan waktupenelitian di RSIA di Kota Kediri, yaitu RSIA Muhammadyah, RSIA Citra Keluarga dan RSIA

    Melinda, pada tanggal 7 s/d 20 Oktober 2009.Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

    No Variabel Definisi Parameter Alat Uku Skala

    1.

    2.

    Variabelindependen:inisiasimenyusudini

    Variabeldependen:Kontraksiuterus

    Meletakkan bayi di dada ibusetidaknya 60 menit sampai bayimenyusu, dengan naluri danupayanya sendiri bayi dapatmenetek, bersamaan dengankontak dini kulit bayi di dada ibu.

    Kekuatan uterus berkontraksisetelah melahirkan.

    Menyusu

    Kontraksi uterusteraba: lembek,sedang, keras,sangat keras.

    Lembarobservasi

    Lembarobservasi

    nominal

    Ordinal

    Teknik Pengolahan data dilaksanakan dengan cara melakukan tabulasi data hasilobservasi perbedaan kontraksi uterus sebelum dan sesudah dilakukan inisiasi menyusu dinidengan cara palpasi fundus uteri, selanjutnya dilakukan pengurangan skala kontraksi yangdiperoleh sebelum dan sesudah dilakukan inisiasi menyusu dini, dengan hasil sebagai berikut :

    Nilai 0: tidak ada perubahan; Nilai 1: sedikit meningkat (lebih keras sedikit); Nilai 2: meningkat(lebih keras moderat); Nilai 3: sangat meningkat (keras). Untuk mengetahui dan menganalisis

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    29/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 207

    hasil eksperimen pre-test dan post-test terhadap ada tidaknya pengaruh inisiasi menyusu diniterhadap kontraksi uterus pada ibu post-partum, dilakukan Wilcoxon Signed Ranks Test.Hipotesis penelitian diterima, bila nilai signifikansi Kontraksi Uterus sebelum dilakukan IMDc Kontraksi Uterus setelah dilakukan IMD = Kontraksi Uterus sebelum dilakukan IMD

    Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi dengan naluri dan upayanya sendiri dapatmenetek segera dalam satu jam setelah lahirbersamaan dengan kontak dini kulit bayi di dadaibu. Bayi dibiarkan setidaknya 60 menit di dada ibu sampai dia menyusu (Linkages, 2007).

    Pelaksanaan IMD di RSIA Swasta di Kota Kediri.Pelaksanan IMD di RSIA Swasta di Kota Kediri menunjukkan hasil yang bagus yaitu

    91%, ini sejalan dengan program pemerintah yang bertujuan menurunkan angka kematian

    bayi. Penerapan IMD dapat menyelamatkan 22% nyawa bayi yang meninggal sebelum usiasatu bulan dalam satu jam pertama kelahiran. Penerapan IMD segera setelah bayi dilahirkan

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    30/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 208

    berguna juga dalam menyukseskan program ASI ekslusif sampai bayi berumur 6 bulan dandilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun dilengkapi makanan tambahan (Yuliati, 2008).

    Dada ibu akan menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencaripayudara, kondisi ini akan menurunkan kematian bayi karena kedinginan (hypothermia). Ibu

    dan bayi akan merasa lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil, bayi akanlebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. Saat bayi merangkak mencaripayudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu danmenelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni dikulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan (Roesli, 2008).

    Selain kondisi bayi yang diuntungkan dari program tersebut, ternyata dampak positif lainbisa dijumpai pada ibu salah satunya adalah adanya kondisi kontraksi uterus yang semakinbaik karena dipicu oleh hormon oksitosin yang dipicu oleh isapan pada puting susu ibu.

    Kontraksi Uterus sebelum pelaksanaan IMDSebelum dilakukan IMD, distribusi ontraksi uterus adalah lembek: 6 responden, sedang:

    9 responden, keras: 16 responden, dan sangat keras: tak ada. Hal ini dikarenakan segerasetelah plasenta lahir dan membran-membran dikeluarkan, terjadi konstriksi vaskuler dantrombus untuk menutupi tempat tumbuhnya plasenta dengan suatu nodul-nodul yang iregulerdan area elevasi (Irene, 2000). Sebelum IMD sebagian besar kontraksi uterus keras (51,6%)kemungkinan dikarenakan mekanisme konstriksi vaskuler dan trombus, sehingga fundus uteriteraba keras. Kontraksi uterus sedang lembek mungkin disebabkan oleh mekanisme konstriksivaskuler dan trombus kurang efektif. Kontraksi uterus ini akan diperkuat oleh adanyapeningkatan hormone oksitosin, yang selain dapat membantu kontraksi uterus juga membantu

    mengurangi perdarahan ibu (Roesli, 2008).Pengeluaran oksitosin dipicu oleh hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan

    bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting (Roesli, 2000). Begitupentingnya peran oksitosin dalam meningkatkan kontraksi uterus, maka sudah selayaknya bilabayi diupayakan untuk segera menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupannya.

    Kontraksi Uterus setelah pelaksanaan IMDSetelah pelaksanaan IMD didapatkan peningkatan kontraksi uterus, yang semula tidak

    ada responden dengan kontraksi uterus sangat keras, setelah dilakukan IMD ada 4 responden

    dengan kontraksi sangat keras. Dari 6 responden yang semula berkontraksi uterus lembek, 5responden mengalami peningkatan. Pada saat ibu menyusui bayinya oksitosin akandisekresikan oleh kelenjar pituitrin posterior akibat dari respon yang distimulikan pada putingsusu sebagai dampaknya uterus berkontraksi. Kekuatan kontraksi uterus ditentukan olehintensitas, lamanya dan frekuensi kontraksi (Mander, R. 1998).

    Masih adanya kekuatan kontraksi uterus yang tidak maksimal pasca IMD dapatdisebabkan oleh kondisi psikis ibu post partum yang tidak stabil, hal ini sesuai denganpendapat Sulistya GG bahwa sekresi hormon pituitrin, prolaktin dan oksitosin selain denganpengisapan dipengaruhi oleh emosi ibu. Sehingga untuk memberikan kondisi kesehatan yang

    terbaik bagi bayi dan ibu post partum maka perawatan selama kehamilan sangat diperlukanyang tidak hanya aspek fisik ibu saja tetapi juga aspek mental emosional ibu.

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    31/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 209

    SIMPULAN DAN SARANSimpulan penelitian adalah: 1) perbandingan frekuensi kekuatan kontraksi uterus

    sebelum pelaksanaan IMD adalah berimbang, 2) frekuensi kekuatan kontraksi uterus setelah

    pelaksanaan IMD mayoritas keras, 3) ada perbedaan kekuatan kontraksi uterus antarasebelum dan sesudah melaksanakan IMD.Saran yang diajukan adalah: 1) perlu proses sosialisasi ke masyarakat umum terutama

    ibu hamil tentang pentingnya pelaksanan IMD, 2) perlu sosialisasi kepada masyarakat tentangmanfaat dan keuntungan dari proses pelaksanaan IMD untuk ibu maupun bayi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Depkes, RI. 2001. Panduan Manajemen Laktasi.Jakarta : Dit Gizi Masyarakat Depkes.Ganiswarna , SG. 2003.Farmakologi dan Terapi.Edisi 4. Jakarta : Gaya Baru.Handerson, C and Jones, K (ed). 1997. Essential Midwifery. Anjarwati, R, dkk. 2005 (alih

    bahasa). Jakarta : EGC.Jimenez, SLM.1992. The Pregnant Womans Comfort Guide. Maria, P. 1999 (alih bahasa).

    Jakarta : Arcan.Liewellyn, JD. 1994. Fundamentals of Obstetrics and Gynecology 6 edition.Hadyanto. 2001

    (alih bahasa). Jakarta : Hipokrates.Linkages. 2007. Melahirkan, Memulai Pemberian ASI dan Tujuh Hari Pertama Setelah

    Melahirkan. Academy for Educational Development. 1825 Connecticut Avenue, NW,Washington, DC 20009.

    Long, BC. 1989. Essential of Medical-Surgical Nursing A Nursing Process Approach.Karnaen,R, dkk. 1996 (alih bahasa). Bandung : Yayasan IAPK.

    Mander, R.1998. Pain in Childbearing and its Control.Sugiarto, B. 2003 (alih bahasa). Jakarta: EGC.

    Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untukPendidikan Bidan.Jakarta : EGC.

    Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri,jilid I. Jakarta : EGC.Soekijo Notoadmojo. 2002.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.Smeltze, SC. 1996. brunner and Suddarths Tex Book of Medical-Surgical Nursing Vol I.

    Waluyo, A. 2001 (alih bahasa). Jakarta : EGC.Utami Roesli. 2008. Inisiasi Menyusu Dini.Jakarta : Pustaka Bunda.Varney, H. 1998. Varneys Pocket Midwife 6 edition.Pakaryaningsih, E. 2001 (alih bahasa).

    Jakarta : EGC.WHO. 2003. Perawatan dalam Kelahiran Normal, Jakarta : EGC.Yulianti. 2008. Studi Kualitatif mengenai Gambaran Niat Ibu Hamil dalam Penerapan Proses

    Inisiasi Menyusu Dini di Rumah Sakit Islam Jakarta tahun 2008.Jakarta : PerpustakaanUniversitas Indonesia

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    32/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 210

    KARAKTERISTIK BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)SAMPAI TRIBULAN II TAHUN 2009 DI KOTA KEDIRI

    Siti Asiyah*, Suwoyo*, Mahaendriningtyastuti**

    ABSTRACTThe low birth weight infant is one of the risk factor that has contribution to the infants

    death. The purpose of this research is to know the discription of the caracteristic of low birthweight infant, by identified case from mothers factor, pregnancys factor and from other factor.

    This research is a discriptive research by using purposive sampling technique. The datacollection by using check list form. The location of this research are in 9 Public Health Centrein Kediri city. This research is only use one variable, which is the caracteristic of low birthweight infant, and the research sampling are 41 people.

    From the data analizing, it can be identified that most of low birth weight infant are

    caused by mothers factor that caused by anemia during the pregnancy (67%). From thepregnancy factor, the biggest is caused by pregnancy complication (22%). While from otherfactor, as much as 7% is caused by genetic factor. Thats why, it is necessary to make thepriority of the program to reduce the low birth weight infant case.

    Key words: infant, low birth weight

    * : Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.** : Dinas Kesehatan Kota Kediri

    PENDAHULUAN

    Latar belakangMenurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian

    neonatal sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam satu tahun, sekitar 89.000 bayi usia 1bulan meninggal. Dengan kata lain setiap 6 menit ada satu neonatus meninggal di Indonesiaoleh berbagai sebab. Penyebab utama kematian neonatal adalah Bayi Berat Lahir Rendah(BBLR), sebanyak 29 % (Depkes, 2007). Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR)diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering

    terjadi di negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah (Depkes, 2007). Secara statistikmenunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara berkembang dan angka kematiannya35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (Meta, 2008).

    Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerahlain, yaitu berkisar antara 2,0%-15,1% (Joeharno, 2006). Secara nasional berdasarkan analisalanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkanpada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%(Meta, 2008). Di Provinsi Jawa Timur, BBLR masih menjadi penyebab kematian neonataltertinggi, pada tahun 2007 sebesar 40,7% dan 2008 sebesar 41,4%. Sedangkan prevalensiBBLR sendiri mengalami peningkatan yaitu 1,26% pada tahun 2005; 1,55 % pada tahun 2006dan 2,2 % pada tahun 2008 (Data LB3 KIA Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2008). Untuk Kota

  • 5/21/2018 volume1_nomor3.pdf

    33/70

    Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098

    Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 211

    Kediri, pada tahun 2008 BBLR juga merupakan penyebab kematian neonatal tertinggi, yaitusebesar 62,6%. Sedangkan sampai tribulan II tahun 2009, BBLR menyumbangkan angkasebesar 42,1% terhadap kematian neonatal (lampiran 16). Selain itu, juga terdapat trendpeningkatan kasus BBLR, dari 66 kasus selama tahun 2008 menjadi 91 kasus sampai tribulan

    II tahun 2009 ini (Data LB3 KIA Dinkes Kota Kediri, 2009).Kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi padamasa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama padamasalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan punkurang (Joeharno, 2008). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi, dan anak serta memberikan dampak jangka panjangterhadap kehidupannya di masa depan. Bayi dengan berat lahir rendah umumnya mengalamiproses hidup masa depan kurang baik, memiliki resiko tinggi untuk meninggal dalam usiabalita jika dibandingkan dengan bayi non BBLR. Bila tidak meninggal pada awal kelahiran,bayi BBLR akan tumbuh dan berkembang lebih lambat, apalagi jika kekurangan ASI eksklusifdan makanan pendamping ASI yang tidak cukup. Maka bayi BBLR cenderung besar menjadibalita dengan status gizi rendah. Bayi BBLR yang dapat bertahan hidup, dalam lima tahunpertama akan mempunyai resiko lebih tinggi dalam tumbuh kembang secara jangka panjangkehidupannya jika dibandingkan dengan bayi non BBLR (Pioda, 2007 ).

    Menurunkan insiden BBLR hingga sepertiganya menjadi salah satu tujuan utama AWorld Fit for Children hingga tahun 2010, sesuai deklarasi dan rencana kerja United NationGeneral Assembly Special Session on Children in 2002 (Rahayu, 2009). Perbaikan dalamangka kematian perinatal dapat dicapai dengan pengawasan antenatal untuk semua wanitahamil dan dengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi

    keselamatan janin dan neonatus (Sarwono, 2002 ).

    Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi kasus BBLR karena faktor ibu, 2)

    mengidentifikasi kasus BBLR karena faktor kehamilan, 3) mengidentifikasi kasus BBLR karenafaktor lain, 4) mendapatkan gambaran penyebab terbanyak kejadian BBLR.

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Penelitian yang dilakukan di 9 wilayah Puskesmas di Kota Kediri pada tanggal 1928November 2009 ini menggunakan desain peneli