volume 8 nomor 1 maret 2011 - universitas islam nahdlatul

109

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 i

Volume 8 Nomor 1 Maret 2011

Daftar Isi Prakata Redaksi iii Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 1-14 Feri Dwi Ardiyanto, Prasetiono Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di STIENU Jepara 15-28 M. Farid khakim, Much. Imron Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Aktivitas Bisnis, Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati) 29-46 Sri Mulyani Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Pendekatan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi Pada Bank Syariah di Indonesia) 47-65 Suwanto Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah 67-78 Samsul Arifin Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue di BEI 79-92 Solikhul Hidayat Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia) Periode Tahun 2007 - 2009 93-105 Setyo Utomo

Halaman ini sengaja dikosongkan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 iii

Prakata Redaksi

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat yang telah

dilimpahkan dan dengan kerja keras tim redaksi sehingga dapat menerbitkan kembali Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis (JDEB) Volume 8 Nomor 1 Maret 2011.

Penerbitan kali ini mengetengahkan tujuh tulisan. Tema artikel, diantaranya mengenai etika bisnis, akuntansi, sistem ekonomi Islam, perbankan Islam, Spiritualitas dalam organisasi dan manajemen pemasaran global.

Redaksi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan jurnal dan pengirim artikel ilmiah yang termuat dalam edisi ini. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk mewujudkan JDEB menjadi lebih baik dan berkualitas. Kami berharap JDEB dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Ekonomi khususnya bidang manajemen dan akuntansi untuk masa-masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jepara, Maret 2011 Redaksi

1 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

PREDIKSI RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG TERDAFTAR DI BEI

Feri Dwi Ardiyanto Prasetiono

1)

Program Studi Manajemen, Fak. Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Email: [email protected]

Abtract

This research aims to test the effect of financial ratios which are CACL, CATA, WCTA, NITA, RETA, SETA, TLTA, STA, and ITO to predict the probability of financial distress in the manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange for the period of 2005-2009. Data used in this research are secondary ones which obtained from ICMD. Financial data from 2005 to 2007 are processed ones used to independent variables and data in 2008-2009 are used as guidance to determine financial distress status using a negative EPS of two consecutive years. This study used 102 manufacturing company as samples which consist of 89 non-financial distress and 13 financial distress. Hypothesis of this research are tested by analysis model of one, two and three years before financial distress. Result of data analysis using logistic regression method shows that the one year model produces the highest prediction accuracy. The test results with three analysis models also shows that the variable of CACL, WCTA and NITA significantly influence probability of financial distress. Keywords: financial distress, financial ratios, earning per share, logistic regression. Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan yang meliputi, CACL, CATA, WCTA, NITA, RETA, SETA, TLTA, STA dan ITO untuk memprediksi kemungkinan kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia, selama periode 2005-2009. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari ICMD. Data keuangan periode 2005 – 2007 digunakan sebagai basis perhitungan untuk variabel bebas dan data periode 2008 – 2009 digunakan sebagai variabel terikat. Yaitu sebagai penentu financial distress, jika suatu emiten memiliki nilai EPS negatif selama du tahun berturut-turut maka digolongkan mengalami keadaan financial distress. Sampel penelitian ini sejumlah 102 perusahaan manufaktur yang terdiri dari 89 perusahaan non-financial distress dan 13 perusahaan financial distress. Hipotesis penelitian, diuji dengan model analisis regresi logistik dengan periode satu tahun, dua tahun dan tiga tahun sebelum financial distress. Hasil analisis data menunjukkan bahwa model satu tahun menghasilkan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 2

akurasi prediksi paling besar. Pengujian pada ketiga model juga menunjukkan bahwa variabel CACL, WCTA dan NITA secara konsisten berpengaruh signifikan terhadap probabilitas financial distress. Kata kunci: financial distress, rasio keuangan, laba per lembar saham, regresi logistik Pendahuluan

Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadi kebangkrutan ataupun likuidasi. Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini. Sedangkan Elloumi dan Gueyie (2001) menggunakan Earning Per Share (EPS) negative sebagai ukuran financial distress. Almilia (2004) menggunakan perusahaan yang delisted, dan Pranowo, dkk (2010) yang menggunakan DSC (Debt Service Coverage) untuk perusahaan yang mengalami financial distress.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Platt dan Platt (2002) yang berusaha mengkaji rasio keuangan yang paling dominan dengan menggunakan model logit untuk memprediksi adanya financial distress. Hasil penelitiannya yaitu EBITDA/sales, current assets/current liabilities dan cash flow growth rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Sedangkan rasio net fixed assets/total assets, long-term debt/equity dan notes payable/total assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) menyebutkan variabel yang paling dominan menentukan financial distress adalah NI/S, CL/TA, CA/CL, Growth NI/TA.

Almilia dan Kristijadi (2003) dengan indikasi beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden.

Subagyo (2007) membuktikan bahwa financial ratios, industry relative ratios, sensitifitas terhadap indikator ekonomi makro dapat digunakan sebagai prediktor dalam model financial distress. Pranowo, dkk (2010) menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi financial distress, hasilnya menunjukkan rasio CA/CL, EBITDA/TA,

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan rasio yang berpengaruh terhadap financial distress, dinataranya penelitian Platt dan Platt (2002) dengan menggunakan model logit menemukan bahwa rasio CACL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranowo (2010) menunjukkan hasil yang positif dan signifikan.

Due date account payable to fund availability, Paid in capital (capital at book value) secara signifikan mempengaruhi financial distress perusahaan.

Penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) menunjukkan bahwa rasio CATA berpengaruh negatif terhadap financial distrees, namun penelitian lanjutan Almilia (2006) menunjukkan rasio CATA berpengaruh positif terhadap kondisi financial

3 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

distress. Pasaribu (2008) meneliti pengaruh rasio WCTA terhadap financial distress hasilnya menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan, namun hasil penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) dan Salehi (2009) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Almilia dan Silvy (2003) menemukan pengaruh rasio NITA adalah positif signifikan, tetapi namun dalam penelitian Almilia (2004) hasilnya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress. Sedangkan, rasio RETA berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi financial distress, akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Subagyo (2007) menunjukkan hasil yang sebaliknya.

Penelitian Pranowo (2010) menyimpulkan bahwa rasio SETA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Demikian pula hasil penelitian Almilia dan Silvy (2003) juga menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan antara rasio SETA dengan kondisi financial distress perusahaan. Berbeda Almilia (2004) yang menunjukkan rasio SETA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Jiming dan Weiwei (2011) meneliti pengaruh rasio TLTA terhadap financial distress hasilnya menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Sebaliknya penelitian Almilia (2006) rasio TLTA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Rasio STA berdasarkan penelitian Salehi (2009) menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap terjadinya financial distress. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jiming dan Weiwei (2011) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Rasio ITO dalam hasil penelitian Pasaribu (2008) menunjukkan berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Jiming dan Weiwei (2011) bahwa rasio ITO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap terjadinya financial distress.

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang terindikasi dalam penelitian ini adalah apakah variable-variabel Current assets to current liabilities (CACL), Current assets to total assets (CATA), Working capital to total assets (WCTA), Net Income to total assets (NITA), Retained Earnings to total assets (RETA), Shareholder’s equity to total assets (SETA), Total liabilities to total assets (TLTA), Sales to total assets (STA), Inventory turnover (ITO) berpengaruh dalam memprediksi financial distress?

Review Literatur Financial Distress

Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadi kebangkrutan ataupun likuidasi. Selanjutnya Platt juga menyoroti kurangnya definisi yang konsisten ketika perusahaan memasuki kesulitan keuangan dan mencoba untuk meringkas definisi operasional yang berbeda dari financial distress dalam satu mekanisme seleksi. Sebuah perusahaan dianggap mengalami financial distress jika salah satu kejadian berikut ini

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 4

terjadi: mengalami laba operasi bersih negatif selama beberapa tahun atau penghentian pembayaran dividen, restrukturisasi keuangan atau PHK massal.

Denis dan Denis (1990) mengidentifikasi kesulitan keuangan ketika perusahaan mengalami kerugian (laba operasi sebelum pajak atau laba bersih negatif) setidaknya selama tiga tahun berturut-turut. Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini. Perusahaan yang mempunyai Earning Per Share (EPS) negatif (Elloumi dan Gueyie, 2001). Almilia (2004) menggunakan perusahaan yang delisted, dan Pranowo, dkk (2010) yang menggunakan DSC (Debt Service Coverage) untuk perusahaan yang mengalami financial distress.

Almilia dan Kristijadi (2003) dengan indikasi beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden.

Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh rasio CACL terhadap financial distress

Current assets to current liabilities (CACL) mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancarnya (Brigham dan Houston, 2001). Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya, maka bisa dikatakan perusahaan dalam kondisi yang likuid untuk menutup kewajiban lancarnya sehingga kecil kemungkinan terjadi financial distress. Hasil penelitian Platt dan Platt (2002) menemukan bahwa rasio CACL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan hipotesis pertama yaitu :

H1

2. Pengaruh rasio CATA terhadap financial distress : Rasio CACL berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Rasio Current assets to total assets (CATA) menunjukkan porsi aktiva lancar atas total aktiva (Harahap, 2002). Semakin tinggi rasio ini, semakin besar aktiva yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan sehari-hari sehingga probabilitas perusahaan mengalami financial distress semakin kecil (Nuralata, 2007). Almilia dan Silvy (2003) dan Pasaribu (2008) menunjukkan bahwa rasio CATA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan hipotesis kedua:

H2

3. Pengaruh rasio WCTA terhadap financial distress : Rasio (CATA) berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Rasio Working capital to total assets (WCTA) merupakan rasio yang menunjukkan perbandingan modal kerja (aktiva lancar-hutang lancar) dengan total aktiva (Riyanto, 2001). Adanya modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan dalam menghadapi bahaya yang timbul karena krisis atau kekacauan keuangan. Jadi, ketersediaan modal kerja yang cukup akan menjadikan probabilitas terjadinya kesulitan likuiditas semakin kecil (Munawir, 2002). Salehi (2009) dan Almilia & Kritijadi (2003), menunjukan bahwa

5 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

rasio WCTA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan hipotesis ketiga:

H3

4. Pengaruh rasio NITA terhadap financial distress : Rasio WCTA berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Rasio Net Income to total assets (NITA) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin efektif perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dengan meningkatnya profitabilitas memungkinkan terjadinya financial distress semakin kecil (Husnan,1998). Almilia (2004) menunjukan bahwa NITA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan argumen ini, dirumuskan hipotesis keempat:

H4

5. Pengaruh rasio RETA terhadap financial distress : Rasio NITA berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Rasio Retained Earnings to total assets (RETA) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. RETA rendah menunjukkan aktiva perusahaan tidak produktif dan semakin mempersulit keuangan perusahaan dalam pendanaan ataupun investasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya financial distress. Subagyo (2007) menunjukkan RETA berpengaruh negative terhadap financial distress. Berdasarkan uraian ini, dirumuskan hipotesis kelima:

H5

6. Pengaruh rasio SETA terhadap financial distress : Rasio RETA berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Rasio Shareholder’s equity to total assets (SETA) merupakan perbandingan antara shareholder’s equity dengan total aktiva. Menggambarkan seberapa besar modal sendiri dapat menanggung aktiva yang terdapat di dalam perusahaan (Pradopo, 2011). Rasio SETA yang tinggi dapat menggambarkan tingkat keamanan yang relatif besar bagi perusahaan,

H

karena semakin kecil modal pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan sehingga kemungkinan terjadinya financial distress kecil (Samad, 2004). Almilia (2004) menunjukkan bahwa rasio SETA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Berdasarkan uraian ini, dirumuskan hipotesis keenam:

6

7. Pengaruh rasio TLTA terhadap financial distress : Rasio SETA berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Rasio total hutang terhadap total aktiva/ Total liabilities to total assets (TLTA) memperlihatkan proporsi seluruh aktiva yang didanai oleh hutang (Fraser dan Ormiston, 2008). Rasio TLTA yang tinggi dapat menimbulkan risiko financial yang tinggi. Bunga dan pokok pinjaman yang semakin tinggi jika tidak diikuti dengan hasil penjualan yang tinggi dan stabil memungkinkan terjadinya gagal bayar (Brigham dan Houston, 2001). Jiming dan Weiwei (2011) menunjukkan bahwa rasio TLTA berpengaruh positif signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan uraian ini, dirumuskan hipotesis ketujuh:

H7

: Rasio TLTA berpengaruh positif terhadap financial distress

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 6

8. Pengaruh rasio STA terhadap financial distress Rasio Sales to Total Asset (STA) juga disebut rasio perputaran total aktiva

(Harahap,2002). Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Meningkatnya penjualan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan, sehingga kemungkinan terjadinya financial distress semakin kecil. Penelitian Jiming dan Weiwei (2011) menunjukkan total assets turnover berpengaruh negatif financial distress. Berdasarkan uraian ini, dirumuskan hipotesis kedelapan:

H8

9. Pengaruh rasio ITO terhadap financial distress : Rasio STA berpengaruh negatif terhadap financial distress

Rasio Inventory turnover dihitung dengan membagi cost of goods sold (COGS) dengan average inventory (Ang, 1997). Rasio ini mengukur efisiensi perusahaan dalam mengelola dan menjual persedia. Persediaan tidak cukup, volume penjualan akan turun di bawah tingkat yang dapat dicapai. Sebaliknya, persediaan yang terlalu banyak menghadapkan perusahaan pada biaya penyimpanan, asuransi, pajak, keusangan, dan kerusakan fisik. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perputaran yang lebih baik sehingga dapat meminimalisir terjadinya financial distress. Penelitian dari Jiming dan Weiwei (2011) menunjukkan pengaruh negatif Inventory turnover terhadap financial distress. Berdasarkan uraian ini, dirumuskan hipotesis kesembilan:

H9

: rasio ITO berpengaruh negatif terhadap financial distress

Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran berdasar pengembangan hipotesis disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Financial Distress

CACL

TLTA

RETA

SETA

NITA

WCTA

CATA

STA

ITO

(-)

(+)

(-) (-) (-)

(-) (-)

(-)

(-)

7 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

Metode Penelitian Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2005-2009 ada sebanyak 168 perusahaan. Sedangkan pemilihan sampel dengan metode purposive sampling, dengan kriteria :

1) Perusahaan terdaftar di BEI selama periode penelitian tahun 2005-2009. 2) Perusahaan memiliki data laporan keuangan lengkap pada periode 2005-2009

Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 102 perusahaan sebagai sampel.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Dependen

Variabel dependen penelitian adalah status financial Distress (FD). Perusahaan dinyatakan FD jika EPS negatif berturut-turut selama 2 tahun. Status FD diberi kode angka 1. Sedangkan perusahaan tidak mengalami financial distress (NFD) apabila EPS-nya positif, kemudian diberi kode angka 0. 2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah : a. Current assets to current liabilities (CACL): rumusnya adalah aktiva lancar

dibagi kewajiban lancar. b. Current assets to total assets (CATA): rumusnya adalah aktiva lancar dibagi

total aktiva. c. Working capital to total assets (WCTA): rumusnya adalah modal kerja (aktiva

lancar - hutang lancar) dibagi total aktiva. d. Net Income to total assets (NITA): rumusnya adalah laba bersih dibagi total

aktiva. e. Retained Earnings to total assets (RETA): rumusnya adalah laba ditahan dibagi

total aktiva. f. Shareholder’s equity to total assets (SETA): rumusnya adalah shareholder’s

equity dibagi total aktiva. g. Total liabilities to total assets (TLTA): rumusnya adalah total hutang dibagi

total aktiva. h. Sales to total assets (STA): rumusnya adalah penjualan dibagi total aktiva. i. Inventory turnover (ITO): rumusnya adalah cost of goods sold (COGS) dibagi

average inventory.

Model Analisis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi

logistik (logistic regression) karena memiliki satu variabel dependen (terikat) yang non metrik (nominal) serta memiliki variabel independen (bebas) lebih dari satu (Ghozali, 2009). Model yang digunakan yaitu :

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 8

Lnp

p−1

= β0 + β1 X1 + β2 X2

Keterangan:

+ …… + βn Xn

pp−1

= Probabilitas perusahaan mengalami financial distress

β0

βi = Koefisien regresi variabel independent = Konstanta

Xi = Variabel Independen Model analisis dalam proses pengujian hipotesis dilakukan dengan tiga model,

yang terdiri dari: 1) Model 1 (satu) tahun sebelum financial distress, 2) Model 2 (dua) tahun sebelum financial distress dan 3) Model 3 (tiga) tahun sebelum financial distress.

Hasil dan Pembahasan Analisis Statistik Deskriptif

Hasil dari statistik deskriptif pada tabel 1, dapat disimpulkan bahwa nilai mean variabel CACL, CATA, WCTA, NITA, RETA, SETA, STA, dan ITO perusahaan NFD lebih besar dibandingkan perusahaan FD. Sedangkan nilai mean variabel TLTA perusahaan FD lebih besar dibandingkan perusahaan NFD.

Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel FD NFD Min. Max. Mean St. Dev. Min. Max. Mean St. Dev.

CACL 0,29 24,40 1,9067 4,03980 0,53 34,35 2,3079 2,66475 CATA 0,18 0,77 0,4746 0,16818 0,11 0,92 0,5467 0,19039 WCTA -1,34 0,41 -0,1403 0,40473 -0,32 0,86 0,2153 0,22047 NITA -0,23 0,07 -0,0279 0,06721 -0,14 0,97 0,0666 0,09190 RETA -2,07 0,38 -0,3864 0,56557 -3,51 0,72 0,0888 0,57424 SETA -1,38 0,84 0,1359 0,46857 0,00 0,95 0,4894 0,20629 TLTA 0,16 2,38 0,8603 0,46915 0,05 1,01 0,4951 0,20390 STA 0,43 3,35 1,0813 0,68740 0,22 3,24 1,2433 0,56449 ITO 2,03 16,18 5,3231 3,20569 1,28 689,22 10,0193 44,43227

Sumber : Hasil pengolahan data

Pengujian Hipotesis dan Pembahasan. Hasil uji regresi logistik dari ketiga model analisis rasio-rasio keuangan (CACL,

CATA, WCTA, NITA, RETA, SETA TLTA, STA, ITO) terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur seperti terlihat pada Tabel 2.

9 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

Tabel 2 Hasil Regresi Logistik 3 Model Analisis

No Model

Analisis Percent correct

Hipotesis terbukti Koef. Sig. Hipotesis

tak terbukti Koef. Sig.

1

Model 1 tahun sebelum financial distress (2007)

94,1

WCTA -12,353 0,049 CACL 0,897 0,014 CATA -0,655 0,903 NITA -55,137 0,070 RETA -2,236 0,148 SETA 56,706 0,219 TLTA 55,349 0,226 STA -0,699 0,727 ITO -0,053 0,557

2

Model 2 tahun sebelum financial distress (2006)

93,1

NITA -23,743 0,035 CACL 0,183 0,184 CATA -2,242 0,534 WCTA -3,073 0,323 RETA -0,219 0,782 SETA 41,410 0,230 TLTA 42,483 0,222 STA 0,365 0,779 ITO -0,005 0,760

3

Model 3 tahun sebelum financial distress (2005)

93,1

NITA -20,353 0,031 CACL 0,378 0,330 CATA 2,372 0,480 WCTA -3,821 0,290 RETA -0,352 0,744 SETA 25,116 0,418 TLTA 25,789 0,407 STA -0,692 0,592 ITO -0,005 0,851

Sumber : Hasil pengolahan data

Dari hasil uji regresi logistic Tabel 2 menunjukkan bahwa model analisis 1 tahun sebelum financial distress merupakan model analisis dengan ketepatan prediksi sebesar 94,1% sehingga dari model tersebut dapat dinyatakan pada tampilan output variable in the equation sebagai berikut :

Ln FD

FD−1

= -56,122 + 0,897CACL – 0,655CATA – 12,353WCTA – 55,137NITA –

2,236RETA + 56,706SETA+ 55,349TLTA – 0,699STA – 0,053ITO

Berikut ini hasil pengujian hipotesis: 1) Hipotesis 1 menyatakan rasio CACL berpengaruh negatif terhadap financial

distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel CACL; untuk model analisis 1 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh positif signifikan. Sementara untuk model analisis 2 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh positif tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis 1 model ini tidak terbukti. Kenyataan ini menunjukkan bahwa

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 10

semakin tinggi CACL semakin meningkatkan Current Asset yang idle, sehingga menurunkan kinerja perusahaan yang memungkinkan terjadinya financial distress semakin tinggi pada periode tahun status.

2) Hipotesis 2 menyatakan rasio CATA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel CATA; untuk model analisis 1 dan 2 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan. Sementara untuk model analisis 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh positif tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis 2 dalam model ini tidak terbukti. Meskipun pengaruhnya tidak signifikan, hasil temuan (pengaruh negatif) menunjukkan CATA yang rendah pada tahun sebelum financial distress mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress pada periode tahun status. Sedangkan pengaruh positif, menunjukkan aktiva lancar terlalu besar dimana perusahaan tidak dapat mengoptimalkannya untuk diubah menjadi kas dalam jangka waktu pendek dapat menimbulkan opportunity cost yang tidak sedikit, maka semakin besar rasio CATA mengindikasikan terjadinya financial distress.

3) Hipotesis 3 menyatakan rasio WCTA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel WCTA; untuk model analisis 1 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 3 terbukti. Sementara untuk model analisis 2 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 3 tidak terbukti. Kenyataan ini menunjukkan bahwa porsi modal kerja semakin kecil terhadap total aktiva pada tahun sebelum financial distress mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress pada periode tahun status.

4) Hipotesis 4 menyatakan rasio NITA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel NITA; untuk model analisis 1 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 4 tidak terbukti. Sementara untuk model analisis 2 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 4 terbukti. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa semakin rendah rasio NITA semakin besar probabilitas financial distress, meskipun pengaruhnya relatif kecil.

5) Hipotesis 5 menyatakan rasio RETA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variable RETA; untuk model analisis 1,2 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 5 tidak terbukti. Hasil ini menunjukkan kesesuaian tanda dengan hipotesis, artinya semakin rendah atau negatif rasio RETA pada tahun sebelum terjadi financial distress mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress pada periode tahun status.

11 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

6) Hipotesis 6 menyatakan rasio SETA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel SETA; untuk model analisis 1, 2 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh positif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 6 tidak terbukti. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi SETA memungkinkan terjadinya financial distress semakin kecil, meskipun pengaruhnya tidak cukup signifikan.

7) Hipotesis 7 menyatakan rasio TLTA berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel TLTA; untuk model analisis 1 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh positif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 7 tidak terbukti. Hasil temuan ini menunjukkan kesesuaian tanda dengan hipotesis bahwa TLTA berpengaruh positif terhadap probabilitas financial distress yang berarti TLTA yang tinggi pada tahun sebelum financial distress mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress pada periode tahun status.

8) Hipotesis 8 menyatakan rasio STA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Sedangkan hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel STA; untuk model analisis 1 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 8 tidak terbukti. Sementara untuk model analisis 2 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh positif signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 8 tidak terbukti. Hasil temuan untuk tanda yang negatif menunjukkan kesesuaian tanda dengan hipotesis yang berarti bahwa STA yang rendah pada tahun sebelum financial distress mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress pada periode tahun status.

9) Hipotesis 9 menyatakan rasio ITO berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil uji regresi logistic menunjukkan variabel ITO; untuk model analisis 1, 2 dan 3 tahun sebelum financial distress menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan, sehingga dalam model ini hipotesis 9 tidak terbukti. Hasil temuan ini menunjukkan kesesuaian tanda dengan hipotesis, hal ini berarti bahwa ITO yang rendah pada tahun sebelum financial distress mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress pada periode tahun status.

Penutup Simpulan

Sesuai hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan: 1) Hasil pengujian dengan 3 model analisis yaitu untuk model analisis 1 tahun

sebelum financial distress menunjukkan bahwa rasio CACL berpengaruh positif signifikan, rasio WCTA berpengaruh negatif signifikan terhadap probabilitas financial distress perusahaan. Sedangkan untuk model analisis 2 tahun dan 3

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 12

tahun sebelum financial distress menunjukkan bahwa rasio NITA berpengaruh negatif signifikan terhadap probabilitas financial distress perusahaan.

2) Model analisis pertama (1 tahun sebelum financial distress) memiliki ketepatan prediksi secara keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan 2 model analisis lainnya yaitu sebesar 94,1%.

3) Variabel CACL, SETA, TLTA secara konsisten memiliki tanda koefisien regresi yang positif dan variabel WCTA, NITA, RETA, ITO secara konsisten memiliki tanda koefisien regresi yang negatif pada 3 model analisis yang dilakukan, sedangkan variabel CATA dan STA memiliki tanda koefisien regresi yang tidak konsisten atau berbeda pada 3 model analisis yang digunakan.

Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1) Penelitian ini hanya menggunakan kategori status financial distress dengan satu

ukuran yaitu perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami Earning Per Share (EPS) negatif.

2) Penelitian ini hanya menggunakan rasio-rasio likuiditas, profitabilitas, financial leverage dan efisiensi.

Saran

1) Sebelum mengambil keputusan investasi, para investor sebaiknya menilai rasio-rasio keuangan yang berpengaruh signifikan terhadap financial distress perusahaan, seperti CACL, WCTA, dan NITA.

2) Untuk manajemen perusahaan, agar lebih memperhatikan rasio keuangan yang berpengaruh signifikan terhadap financial distress (CACL, WCTA, dan NITA) untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan.

3) Menggunakan atau menambahkan rasio-rasio keuangan lainnya seperti rasio aktivitas atau variabel di luar rasio keuangan, seperti struktur corporate governance untuk penelitian selanjutnya. Selain itu juga indikator lain untuk mengkategorikan kondisi financial distress pada perusahaan, misalnya DSC, laba bersih negatif, perusahaan yang delisted serta juga jenis perusahaan yang lain sebagai sampel sehingga dapat lebih bervariasi. Namun harus diperhatikan mengenai perbedaan karakter tiap jenis perusahaan tersebut.

Daftar Pustaka

Almilia, Luciana Spica, 2004, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7 No. 1, Hal 1 – 22.

Almilia, Luciana Spica, 2006, “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. XII No. 1.

13 Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Fery Dwi Ardiyanto Prasetiono

Almilia, Luciana Spica dan Meliza Silvy, 2003, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Perusahaan Pasca IPO Dengan Menggunakan Tehnik Analisis Multinomial Logit”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (Journal of Indonesial Economy & Business), Vol. 18 No. 4.

Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, 2003, “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ”, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2, Hal 183-206.

Ang, Robbert, 1997, Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market) First Edition, Mediasoft Indonesia, Jakarta.

Brigham, Eugene F. dan Joel F.Houston, 2001, Manajemen Keuangan 8ed, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Elloumi, Fathi dan Jean-Pierre Gueyie, 2001, “Financial Distress and Corporate Governance: An Empirical analysis”, Corporate Governance, vol. 1 iss.1, pp.15-23.

Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penebit Universitas Diponegoro, Semarang.

Harahap, Sofyan Syafri, 2002, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, PT Raja grafindo Persada, Jakarta.

Husnan, Suad, 1998, Manajemen Keuangan : Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Pendek) BPFE, Yogyakarta.

Indonesian Commercial Newsletter, 2008. www.datacon.co.id, diakses 25 Mei 2011

Indonesian Commercial Newsletter, 2010. www.datacon.co.id, diakses 25 Mei 2011

Jiming, Li dan Du Weiwei, 2011, “An Empirical Study on the Corporate Financial Distress Prediction Based on Logistic Model: Evidence from China’s Manufacturing Industry”, International Journal of Digital Content Technology and its Applications, Volume 5, Number 6.

Munawir, 2002, Analisa Laporan Keuangan, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Nuralata, Amelia, 2007, Analisis Pengaruh Rasio Keuangan yang Dapat Memprediksi Probabilitas Kondisi Financial Distress, Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro Semarang.

Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, 2008, “Penggunaan Binary Logit Untuk Prediksi Financial Distress Emiten di Bursa Efek Jakarta (Studi Kasus Emiten Industri Perdagangan”, Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi VENTURA, Vol. 11, No. 2, hal. 153-172.

Platt, Harlan D. dan Marjorie B. Platt, 2002, “Predicting Corporate Financial distress:

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 14

Reflection on Choice-Based Sample Bias”, Journal of Economics and Finance 26 (2), Summer, p. 184-199.

Pradopo, Agung Amin, 2011, Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Tahun 2008 Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI, Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro Semarang.

Pranowo, Koes dkk, 2010, “Determinant of Corporate Financial Distress in an Emerging Market Economy: Empirical Evidence from the Indonesian Stock Exchange 2004-2008”, International Research Journal of Finance and Economics, 52.

Samad, Abdus, 2004, “Perfomance of Interest-Free Islamic Bank Vis-à-vis Interest-Based Conventional Banks of Bahrain”, IIUM Journal of Economics and Management, 12.

Salehi, Mahdi dan Bizhan Abedini, 2009, “Financial Distress Prediction in Emerging Market: Empirical Evidences from Iran”, Business Intelligence Journal, Vol. 2 No. 2.

Subagyo, Rr. Iramani, 2007, “Model Prediksi Financial Distress di Indonesia Era Globalisasi”, PPM National Conference on Management Research.

Whitaker, R. B, 1999, “The Early Stages of Financial distress”, Journal of Economics and Finance, 23, p.123-133.

15 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

DISONANSI KOGNITIF MAHASISWA DALAM MEMILIH PROGAM STUDI MANAJEMEN DI STIENU JEPARA

M. Farid khakim

Much. Imron

1)

Program Studi Manajemen, STIENU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara Email: [email protected]

Abstract

The number of colleges and courses that are very much going to encourage prospective customers (prospective students) are more selective in your selection. This study aims to test the formation of cognitive dissonance in Management Studies Program Students in Jepara STIENU. Dimensions of cognitive dissonance involves emotional, wisdom of purchase and concern over the deal. The three dimensions are measured with a 22-item indicators. The sample was a student of Jepara STIENU Management Studies Program by 65 people taken at proportionate stratified random sampling. Analysis technique using factor analysis. The study shows that the emotional dimension, students feel happy. On the policy dimension, students feel right. And on the dimensions of attention to the student feels has Keywords: cognitive dissonance, emotional, wisdom of purchase, concern over deal

made the right decision

Abstrak

Jumlah perguruan tinggi dan program studi yang sangat banyak akan mendorong calon konsumen (calon mahasiswa) lebih selektif dalam memilihnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pembentukan disonansi kognitif pada Mahasiswa Program Studi Manajemen di STIENU Jepara. Dimensi disonansi kognitif meliputi emosional (emotional), kebijaksanaan (wisdom of purchase) dan perhatian pada kesepakatan (concern over the deal). Ketiga dimensi tersebut diukur dengan 22 item indikator. Sampel penelitian adalah mahasiswa Program Studi Manajemen STIENU Jepara sebanyak 65 orang yang diambil secara random proporsional. Teknik analisis menggunakan analisis faktor. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada dimensi emosional, mahasiswa merasa senang. Pada dimensi kebijaksanaan, mahasiswa merasa tepat. Dan pada dimensi perhatian pada mahasiswa merasa sudah mengambil keputusan yang benar. Kata kunci: cognitive dissonance, emotional, wisdom of purchase, concern over deal Pendahuluan

Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang berada di Indonesia merupakan organisasi yang bergerak dalam jasa pendidikan bagi masyarakat Indonesia yang tidak tergantung

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 16

oleh keberadaan serta kapasitas Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Aktivitas yang dilakukan PTS selalu mengacu kepada Tri dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, serta pengabdian pada masyarakat.

Tujuan PTS sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional, harus selaras dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu: Pendidikan nasional Indonesia berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, dan terampil, sehat jasmani dan rohani.

Untuk mencapai tujuan di atas, tentu saja PTS harus mempunyai kualitas yang baik dalam proses penyelenggaraan pendidikannya, serta perlu ada standar yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam kegiatan belajar mengajar yang ada di sebuah PTS, untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di atas.

Pertumbuhan perguruan tinggi, khususnya PTS, cukup pesat. Hal ini terbukti dengan banyak berdirinya perguruan tinggi di 12 kopertis seluruh Indonesia, yang sampai Januari tahun 2010 telah tercatat kurang lebih ada 2.978 PTN dan PTS (http://evaluasi.or.id/map-provinces-recap.php).

Melihat jumlah PTN serta daya tampungnya dari tahun ke tahun, maka peluang PTS sebagai alternatif menjadi sangat besar. Tentu saja peluang ini harus dibarengi dengan kualitas yang baik, karena dalam rangka menyongsong era globalisasi tidak menutup kemungkinan akan munculnya PTS-PTS lain yang diselenggarakan oleh pihak luar negeri. PTS yang berhasil tentu saja yang mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya. Situasi persaingan yang cukup ketat ini, membuat perguruan tinggi berusaha untuk terus meningkatkan kualitasnya yaitu dengan cara memberikan pelayanan-pelayanan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan dapat memuaskan mahasiswanya.

Salah satu PTS di Jepara adalah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdlatul Ulama Jepara (STIENU) yang juga tidak dapat menghindar dari persaingan yang cukup ketat ini. Seperti halnya perguruan tinggi swasta yang lainnya, STIENU Jepara juga dituntut untuk menyediakan pelayanan-pelayanan yang terbaik bagi mahasiswanya.

Dengan semakin banyaknya perguruan tinggi beserta progam studi yang ditawarkan kepada siswa-siswi selaku konsumen, maka para konsumen akan lebih selektif dalam memilih perguruan tinggi beserta progam studinya tersebut.

Kualitas pelayanan jasa yang diberikan pada setiap mahasiswa dengan latar belakang budaya yang cenderung seragam karena mereka datang dari kelompok sosial, etnis, agama, asal sekolah yang cenderung sama, akan berpengaruh pada keinginan berperilaku dari mahasiswa tersebut. Keinginan berperilaku inilah yang akan menjelaskan apakah mahasiswa atau calon akan merekomendasikan positif atau negatif kepada mahasiswa lain yang ingin melanjutkan kuliah di STIENU Jepara.

17 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

Adanya informasi, baik informasi yang positif maupun negatif mengenai Progam Studi Manajemen di STIENU Jepara, akan membuat para mahasiswa merasa dihadapkan pada suatu kondisi yang membingungkan dimana kepercayaan mereka tidak sejalan bersama. Hal inilah yang akan mengakibatkan ketidak seimbangan sikap.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalahnya adalah faktor apa sajakah yang membentuk disonansi kognitif Mahasiswa Progam Studi Manajemen di STIENU Jepara?

Tinjauan Pustaka Disonansi Kognitif

Teori Dissonansi Cognitive adalah salah satu pendekatan terhadap tingkah laku yang paling penting, berdasarkan prinsip konsistensi. Teori Dissonansi Cognitive mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk menguranngi keadaan negatif dengan cara membuat suatu keadaan sesuai dengan keadaan lainnya. Elemen kognitif adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang, bisa berupa dirinya sendiri, tingkah lakunya atau juga pengamatan sekeliling. Pengurangan disonansi dapat timbul baik dengan menghilangkan, menambah atau mengganti elemen-elemen kognitif (Solomon, dalam Japariyanto, 2006).

Cognitive Dissonance dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya (East, dalam Japariyanto, 2006).

Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya.

Seorang pelanggan akan mengalami disonansi ketika ia berada pada situasi ketidak-pastian mengenai manfaat pembelian. Dalam hal ini, kuncinya terletak pada sejauh mana provider dapat memahami kemungkinan sumber disonansi bisa saja berasal dari faktor harga dan kualitas. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan, bahwa kebingungan atau keraguan yang dialami pelanggan sehubungan dengan ketidak-pastian manfaat pembelian jasa bersumber pada peran provider dalam memberikan jasa (Gabbott dalam Poerwanto, 2000).

Cognitive Dissonance Theory dibentuk dalam tiga konsep (Festinger dalam Japariyanto, 2006) dan disajikan pada gambar 1.

1. Seseorang lebih suka untuk konsekuen dengan cognitions mereka dan tidak suka menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan sikap.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 18

2. Disonansi terbentuk dari ketidaksesuaian phsychological, lebih dari ketidaksesuaian logical, dimana dengan meningkatkan ketidaksesuaian akan meningkatkan disonansi yang lebih tinggi.

3. Disonansi adalah konsep psychological yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur. Disonansi akan dapat diselesaikan dalam satu dari tiga cara dasar yaitu : a. Change belief (ubah kepercayaan) b. Change ation (ubah tindakan) c. Change action perception (perubah persepsi dari tindakan).

Gambar 1 Teori Disonansi Kognitif

Sumber: (Festinger dalam Japariyanto, 2006)

Berdasarkan teori Cognitive Dissonance, ketidaksenangan atau ketidaksesuaian muncul ketika seseorang konsumen megang pemikiran yang bertentangan mengenai suatu kepercayaan atau suatu sikap. Contohnya: ketika konsumen telah membuat suatu komitmen memberi uang muka atau memesan sebuah produk, terutama sekali untuk produk yang mahal seperti kendaraan bermotor atau komputer. Mereka sering mulai merasa disonansi kognitif ketika mereka berpikir tentang keunikannya, kualitas positif dari merek yang tidak dipilih. Dissonance cognitive yang timbul setelah terjadinya pembelian disebut Post purchase Dissonance. Dimana pada Post purchase Dissonance, konsumen memiliki perasaan yang cenderung untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai dengan perilakunya (Schiffman dan Kanuk, dalam Japariyanto, 2006).

Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Japariyanto (2006) menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen dari sisi emosional menyatakan telah melakukan langkah yang tepat dan membuat pilhan yang tepat dalam membeli mobil Toyota Avanza. Berdasarkan analisis wisdom of purchase konsumen merasa membutuhkan dan melakukan keputusan yang tepat dalam membeli mobil merek Toyota Avanza. Berdasarkan analisis Concern Over the Deal diperoleh hasil bahwa konsumen setelah membeli Toyota Avanza, tidak

Dissonance

Action

Belief

inconsistency

Change Belief

Chage Action

Chane Action Perception

Dissonance

19 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

merasa telah melakukan suatu ketololan, tenaga penjual tidak membuat mereka bingung dan merasa nyaman dengan persetujuan yang telah dibuat.

Analisis faktor memperlihatkan bahwa secara keseluruhan disonansi konsumen terhadap mobil Avanza rendah, sedangkan dari 22 variabel dapat direduksi menjadi 3 variabel saja yaitu: pilihan tepat, keputusan tepat, persetujuan tepat.

Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah : 1. Pada penelitian terdahulu objek penelitian pada pemilik Avanza, sedangkan

pada penilitian ini objek yang diteliti adalah Mahasiswa STIENU Jepara Progam Studi Manajemen.

2. Pada penelitian terdahulu penelitian dilakukan di Surabaya, sedangkan penelitian ini dilakukan di Jepara.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah menggunakan analisis dimensi kognitif yang terdiri dari 22 item yang didesain menjadi tiga dimensi.

Alur Pikir Penelitian

Permasalahan yang berkaitan dengan ketidaksesuaian/ disonansi dapat diselesaikan dengan tiga cara: ubah kepercayaan, ubah tindakan dan ubah persepsi. Hal ini dilakukan dengan menganalisis tiga dimensi yang membentuk disonansi kognitif pada Mahasiswa STIENU Jepara Progam Studi Manjemen diantaranya adalah Emotional, Wisdom of Purchase dan Concern Over the Deal. Alur pikir penelitian disajikan pada gambar 2.

Gambar 2 Alur Pikir Pembentukan Disonansi Kognitif

Sumber: Japariyanto, 2006

Belief Action

Disonansi

Inconsistensi

Change Action Perseption

Change Action Change Belief

Emotional Wisdom of Purchase

Concern Over the Deal

Disonansi

High Dissonance/Low Dissonance

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 20

Metode Penelitian Variabel Penelitian dan definisi Operasional 1. Emotional (emosional): berkaitan dengan situasi psikologi konsumen setelah

melakukan pembelian. Konsumen secara alami mempertanyakan apakah tindakan yang dilakukannya telah tepat. Indikatornya: a. Telah membuat sesuatu yang salah, b. Putus asa, c. Menyesal, d. Kecewa dengan diri sendiri, e. Takut, f. Hampa, g. Marah, h. Cemas atau khawatir, i. Kesal dengan diri sendiri, j. Frustasi, k. Sakit hati, l. Depresi, m. Marah dengan diri sendiri, n. Muak, o. Mendapat masalah.

2. Wisdom of Purchase (kebijaksanaan): berkaitan dengan keputusan yang telah dilakukan. Konsumen mempertanyakan apakah dia telah membeli suatu barang yang benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Indikatornya: a. Telah membuat pilihan yang tepat, b. Kebutuhan, c. Keperluan, d. Pilihan.

3. Concern Over the Deal (perhatian): berkaitan dengan kekecewaan konsumen dimana pada kondisi ini konsumen cenderung kurang yakin dengan keputusan yang telah dibuatnya. Indikatornya: a. Melakukan kesalahan dengan persetujuan yang di buat. b. Melakukan suatu ketololan, c. Kebingungan,

4. Cognitive Dissonance (disonansi kognitif): suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama. Disonansi kognitif dibentuk dari tiga variabel yaitu: Emotional, Wisdom of Purchase, Concern Over the Deal.

Jenis, Sumber dan Pengumpulan Data

Data yang digunakan terdiri dari data primer, berupa tanggapan responden terhadap kuesioner, dan data sekunder berupa jumlah mahasiswa progdi manajemen

21 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

STIENU Jepara. Data yang diperlukan dikumpulkan dengan kuesioner dan wawancara. Populasi dan Sampling

Populasi penelitian adalah Mahasiswa STIENU Jepara Progdi Manajemen semester I, III dan V atau angkatan 2009, 2008 dan 2007. Sampel diambil dengan metode proportionate stratified random sampling. Penentuan ukuran sampel digunakan rumus dari Slovin (Umar, 2001):

21 NeNn

+=

Dimana : n = jumlah sampel N = Jumlah populasi e = batas kesalahan

Ukuran populasi dalam penelitian ini mengacu pada data yang diperoleh peneliti dari BAAK STIENU Jepara, yaitu Mahasiswa Reguler aktif semester II, IV dan VI sebanyak 184 mahasiswa dan batas kesalahan atau persen kelonggaran yang ditentukan adalah sebesar 10%. Jumlah sampel yang akan diambil sebagai berikut:

84,2184

=n

788,64=n Jumlah sampel yang diambil dibulatkan menjadi 65 orang dan diambil selama

periode Maret 2009. Jumlah sampel untuk masing-masing semester adalah sebagai berikut:

Semester II : 83/184 x 65 = 29,3 = 29 Semester IV : 69/184 x 65 = 24,4 = 25 Semester VI : 32/84 x 65 = 11,3 = 11 Jumlah = 65

Metode Analisis Data Uji Instrumen: Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesiner. Kriteria pengambilan keputusan:

1. rhitung > rtabel

2. r maka item pertanyaan valid

hitung < rtabel

3. r maka item pertanyaan tidak valid

hitung > rtabel

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban dari item-item pertanyaan pada suatu kuesioner. Kriteria pengambilan keputusan:

tapi negatif, maka item pertanyaan tidak valid

4. Cronbach Alpha > 0,6 maka variable tersebut reliabel 5. 0,5 < Cronbach Alpha < 0,6 maka variabel reliabelnya diragukan. 6. Cronbach Alpha < 0,5 maka variabel tersebut tidak reliabel.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 22

Analisis Faktor Analisis faktor digunakan untuk mereduksi faktor sehingga didapat faktor-faktor

yang pembentuk disonansi. Analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara sejumlah indikator yang sering bebas satu sama lain sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal.

Secara garis besar, tahapan pada analisis faktor: 1. Pemilihan indikator Setelah sejumlah indikator terpilih, maka dilakukan

‘ekstrasi’ hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Metode pencarian yang populer adalah Principal Component dan Maximum likelihood.

2. Rotasi faktor. Faktor yang terbentuk, pada banyak kasus, kurang menggambarkan perbedaan di antara faktor-faktor yang ada. Seperti pada contoh diatas, faktor 1 dengan faktor 2 ternyata masih mempunyai kesamaan-kesamaan, atau sebenarnya masih sulit dikatakan apakah isi (variabel) pada faktor 1 benar-benar layak masuk faktor 1, ataukah mungkin dapat masuk faktor 2. Hal tersebut akan mengganggu analisis, karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor yang lain. Untuk itu, jika isi faktor masih diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain.

3. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan menamakan faktor yang ada. Kemudian beberapa langkah akhir juga perlu dilakukan, yaitu validasi hasil faktor.

Analisis Data Uji Validitas

Hasil uji validitas dimensi variabel Emotional, Wisdom of Purchase dan Concern Over the Deal sebagaimana terlihat dalam tabel 1.

Tabel 1 Hasil Uji Validitas Variabel Emotional

Indikator rhitung Variabel Emotional

membuat sesuatu yang salah ,488 Putus asa ,627 Menyesal ,579 Kecewa dengan diri sendiri ,599 Takut ,266 Hampa ,517 Marah ,612 Cemas ,519 Kesal ,521 Frustasi ,580 sakit hati ,575

23 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

Depresi ,615 marah dengan diri sendiri ,665 Muak ,582 mendapat masalah ,532

Variabel Wisdom of Purchase melakukan hal yang tepat ,606 Kebutuhan ,639 Keperluan ,678 Pilihan ,764

Variabel Concern Over the Deal melakukan kesalahan dengan persetujuan yang dibuat ,575

melakukan suatu ketololan ,474 Kebingungan ,473

Sumber : Hasil Analisis dengan SPSS 15.0

Berdasarkan hasil pengujian validitas setiap item pertanyaan dari dimensi variabel emotional, wisdom of purchase dan concern over the deal dengan menggunakan bantuan progam SPSS 15.0, diperoleh bahwa rhitung lebih besar dari rtabel

, jadi dimensi variabel emotional, wisdom of purchase dan concern over the deal dapat dikatakan valid atau memiliki data yang akurat.

Uji Reliabilitas Hasil uji Reliabilitas variabel Emotional, Wisdom of Purchase dan Concern Over

the Deal sebagaimana terlihat dalam tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Emotional

Variabel Cronbach's Alpha Emotional 0,779 Wisdom of purchase 0,837 Concern over the deal 0,677

Sumber: Hasil Analisis dengan program SPSS 15.0

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa semua variabel dapat dikatakan reliabel karena nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,6, sehingga dapat dilakukan proses analisis lebih lanjut.

Analisis Faktor

Tahapan analisis faktor terdiri dari analisis korelasi indikator, rotasi indikator dan validasi faktor. 1. Analisis Korelasi Item Indikator

Tahap awal analisis faktor dengan melihat besaran korelasi antar item supaya.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 24

Hasil analisis disajikan pada tabel 3.

Tabel 3 Analisis Korelasi Dengan KMO Dan Bartlett’s Test

Variabel KMO MSA Bartlett’s Test Emotional 0,807 0,000 Wisdom of purchase 0,747 0,000 Concern over the deal 0,641 0,000

Sumber: Hasil Analisis dengan SPSS 15.0

Berdasarkan keseluruhan analisis variabel Emotional, Wisdom of Purchase dan Concern Over the Deal beserta indikatornya tidak terlihat adanya angka MSA (Measure of Sampling Adequency) yang dibawah 0,5. Sehingga ketiga variabel tersebut dapat dilakukan analisis faktor.

2. Analisis Faktor

Analisis faktor pada variabel emotional menunjukkan bahwa 15 indikator yang dimasukkan dalam analisis faktor terbentuk menjadi 4 faktor. Faktor 1 mampu menjelaskan 39,623% variasi sedangkan faktor 2 mampu menjelaskan 10,262% variasi dan sisanya 9,101% dijelaskan oleh faktor 3 serta 6,677% dijelaskan oleh faktor 4.

Rotasi indikator variabel emotional disajikan pada tabel 4.

Tabel 4 Rotated Component Matrix Indikator pada Variabel Emotional

Component

1 2 3 4 x1 .074 .802 .277 -.080 x2 .231 .673 .394 .046 x3 .082 .471 .695 .022 x4 .081 .448 .359 .494 x5 -.126 -.029 .161 .793 x6 .412 .091 .021 .736 x7 .433 .500 .023 .415 x8 .309 .635 -.052 .252 x9 .826 .157 .049 .103

x10 .187 -.066 .752 .470 x11 .555 .303 .462 -.083 x12 .223 .218 .757 .171 x13 .312 .359 .330 .492 x14 .841 .109 .215 .081 x15 .470 .240 .302 .179

Sumber : Hasil Analisis Dengan SPSS 15.0

25 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

Berdasarkan component matrix dan varimax rotated component matrix pada tabel 4, indikator-indikator yang mengelompok pada faktor faktor 1 adalah X9 (kesal atau jengkel), X11 (sakit hati), X14 (muak) dan X15 (mendapat masalah). Sedangkan yang mengelompok pada faktor 2 adalah X1 (telah membuat sesuatu yang salah), X2 (putus asa), X7 (marah) dan X8 (cemas atau khawatir). Sisanya X3 (menyesal), X10 (Frustasi), X12 (depresi) mengelompok pada faktor 3 serta X4 (kecewa dengan diri sendiri), X5 (takut), X6

Dengan melihat indikator-indikator yang membentuk masing-masing faktor beserta besarnya nilai factor loading maka penentu utama variabel emotional adalah faktor X

(hampa) mengelompok pada faktor 4.

14

Dari ke 4 indikator yang dimasukkan dalam analisis faktor untuk variabel wisdom of purchase mampu terbentuk oleh satu faktor saja. Faktor 1 tersebut mampu menjelaskan 67,542% variasi. Rotasi indikator disajikan pada tabel 5.

(muak), karena pertanyaan bernada negatif sehingga dapat diberi istilah Tidak Muak atau Senang. Ini berarti Mahasiswa merasa senang dalam memilih kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen.

Tabel 5 Rotated Component Matrix Indikator pada Variabel Wisdom of Purchase

Component 1 x16 ,774 x17 ,797 x18 ,833 x19 ,879

Sumber : Hasil Analisis dengan SPSS 15.0

Berdasarkan component matrix variabel Wisdom of purchase, indikator-indikator yang mengelompok pada faktor 1 adalah X16 (Melakukan hal yang tepat), X17

(Kebutuhan), X18 (Keperluan) dan X19 (Pilihan), sedangkan penentu utamanya yaitu faktor X19

Dari ke 4 indikator yang dimasukkan dalam analisis faktor variabel concern over the deal mampu terbentuk oleh satu faktor saja. Faktor 1 tersebut mampu menjelaskan 61,410% variasi. Rotasi indikator disajikan pada tabel 6.

(Pilihan tepat) berarti Mahasiswa dalam memilih kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen adalah pilihan yang tepat.

Tabel 6 Rotated Component Matrix Indikator Pada Variabel Concern Over The Deal

Component 1 x20 ,838 x21 ,755 x22 ,755

Sumber : Hasil Analisis Dengan SPSS 15.0

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 26

Berdasarkan component matrix variabel Concern Over the Deal, indikator-indikator yang mengelompok pada faktor 1 adalah : X20 (Melakukan kesalahan dengan persetujuan yang dibuat), X21 (Melakukan suatu ketololan) dan X22 (Kebingungan), sedangkan penentu utamanya yaitu faktor X20

(melakukan kesalahan dengan persetujuan yang dibuat), karena pertanyaan bernada negatif sehingga dapat diberi istilah Persetujuan Tepat. Ini berarti Mahasiswa tidak melakukan kesalahan dengan persetujuan yang dibuat selama kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen.

Pembahasan Variabel Emotional

Berdasarkan analisis deskriptif dengan menggunakan Mean yang kemudian dimasukkan dalam rentang skala beberapa kategori skor rata-rata. Dari dimensi variabel Emotional diperoleh hasil nilai mean keseluruhan adalah sebesar 2,1559 yang termasuk dalam kategori tidak setuju. Ini berarti sebagian besar Mahasiswa dalam memilih kuliah di STIENU Jepara Progdi Manajemen tidak merasa putus asa, menyesal, kecewa dengan diri sendiri, takut, hampa, marah, cemas, telah membuat sesuatu yang salah, kesal, frustasi, sakit hati, depresi, marah dengan diri sendiri, muak dan mendapat masalah ketika memutuskan memilih kuliah di STIENU Jepara Progdi Manajemen.

Sedangkan berdasarkan hasil dari Analisis Faktor yang mereduksi dari 15 dimensi variabel Emotional diperoleh hasil bahwa dimensi variabel Emotional terbentuk menjadi 4 faktor. Faktor 1 mampu menjelaskan 39,623% variasi sedangkan faktor 2 mampu menjelaskan 10,262% variasi dan sisanya 9,101% dijelaskan oleh faktor 3 serta 6,677% dijleaskan oleh faktor 4.

Dengan melihat component matrix dan varimax rotated component matrix bahwa indikator-indikator yang mengelompok pada faktor faktor 1 adalah X9 (kesal atau jengkel), X11 (sakit hati), X14 (muak) dan X15 (mendapat masalah). Sedangkan yang mengelompok pada faktor 2 adalah X1 (telah membuat sesuatu yang salah), X2 (putus asa), X7 (marah) dan X8 (cemas atau khawatir). Sisanya X3 (menyesal), X10 (Frustasi), X12 (depresi) mengelompok pada faktor 3 serta X4 (kecewa dengan diri sendiri), X5 (takut), X6

Dengan melihat indikator-indikator yang membentuk masing-masing faktor beserta besarnya nilai factor loading maka penentu utama variabel emotional adalah faktor X

(hampa) mengelompok pada faktor 4.

14

(muak), karena pertanyaan bernada negatif sehingga dapat diberi istilah Tidak Muak atau Senang. Ini berarti Mahasiswa merasa senang dalam memilih kuliah di STIENU Jepara Program Studi Manajemen.

Variabel Wisdom of Purchase Berdasarkan analisis deskriptif dengan menggunakan Mean yang kemudian

dimasukkan dalam rentang skala beberapa kategori skor rata-rata. Dari dimensi variabel Wisdom of Purchase diperoleh hasil nilai mean keseluruhan adalah sebesar 3,9346 yang termasuk dalam kategori setuju. Ini berarti Mahasiswa setelah memilih kuliah di

27 Disonansi Kognitif Mahasiswa dalam Memilih Progam Studi Manajemen di Stienu Jepara

M. Farid Khakim Much. Imron

STIENU Jepara Progam Studi Manajemen sebagian besar dari mereka merasa sangat membutuhkan kuliah di STIENU Jepara progam Studi Manajemen, perlu untuk kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen dan telah melakukan hal yang tepat untuk memilih kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen.

Sedangkan berdasarkan hasil dari Analisis Faktor yang mereduksi 4 dimensi variabel Wisdom of Purchase terbentuk oleh satu faktor saja. Faktor 1 tersebut mampu menjelaskan 67,542% variasi. Berdasarkan component matrix penentu utama variabel Wisdom of purhcase yaitu faktor X19

(Pilihan tepat) berarti Mahasiswa dalam memilih kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen adalah pilihan yang tepat.

Variabel Concern Over the Deal Berdasarkan analisis deskriptif dengan menggunakan Mean yang kemudian

dimasukkan dalam rentang skala beberapa kategori skor rata-rata. Dari dimensi variabel Concern Over the Deal diperoleh hasil nilai mean keseluruhan adalah sebesar 2,1897 yang termasuk dalam kategori tidak setuju. Ini berarti sebagian besar Mahasiswa setelah memilih kuliah di STIENU Jepara Progdi Manajemen tidak merasa telah melakukan suatu ketololan, pihak Progdi Manajemen tidak membuat Mahasiswa bingung serta merasa nyaman dengan persetujuan yang telah dibuat.

Sedangkan berdasarkan hasil dari analisis faktor yang mereduksi 3 dimensi variabel Concern Over the Deal mampu terbentuk oleh satu faktor saja. Faktor 1 tersebut mampu menjelaskan 61,410% variasi. Berdasarkan component matrix penentu utama variabel Concern Over the Deal yaitu faktor X20

(melakukan kesalahan dengan persetujuan yang dibuat), karena pertanyaan bernada negatif sehingga dapat diberi istilah Persetujuan Tepat. Ini berarti Mahasiswa tidak melakukan kesalahan dengan persetujuan yang dibuat selama kuliah di STIENU Jepara Progam Studi Manajemen.

Saran Beberapa saran yang dapat dikemukakan sehubungan dengan kesimpulan diatas

adalah sebagai berikut ini: 1. Berdasarkan hasil analisis penelitian yang dilakukan, maka sebaiknya Progam

Studi Manajemen SITENU Jepara lebih meningkatkan kualitasnya baik dari segi pelayanan akademik, pihak dosen maupun saran-sarana lainnya supaya kedepan semakin berkualitas dan bermutu tinggi serta semakin maju dalam mendidik dan membina Mahasiswa untuk menghasilkan sumber daya manusia kompetitif, berjiwa entrepreneur, beretika dan bermoral (akhlaqul karimah) sesuai dengan visi, misi dan tujuan dari STIENU Jepara.

2. Dengan analisis pembentukan disonansi kognitif Mahasiswa STIENU Jepara yang telah dilakukan maka dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk menentukan keputusan bagai para calon Mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi serta Progam Studi yang tepat supaya tidak terjadi disonansi kognitif di waktu kedepannya.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 28

Daftar Pustaka

Japarianto, Edwin, “Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza”, Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 2 Oktober 2006, h.81-87.

Nasuhon, M. Novar, 2008, Analisis Pembentukan Disonansi Kogndif Konsumen Pemilik Mobil Isuzu Panther Pada PT Isuindomas Putra Medan, Skripsi Universitas Sumatera Utara Medan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/11383/1/08E01540.pdf.

Poerwanto, Hendra, 2000, “Mengevaluasi Kualitas Layanan Jasa dengan Menggunakan Model 4D”, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 2, No. 2, September 2000, h. 59-67.

Polisar, Mellya dan Yongko, Ani, 2004, Analisis perbedaan disonansi konsumen pemilik mobil merk Toyota avanza pada dua kelompok konsumen pengguna dan non pengguna toyota Kijang, Skripsi Universitas Kristen Petra Surabaya.

Purwadi, Budi, 2000, Riset Pemasaran: Implementasi dalam Bauran Pemasaran, PT Grasindo, Jakarta.

Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy, 2001, Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, PT Elex Media Computindo kelompok Gramedia, Jakarta.

Simamora, Bilson, 2002, Panduan Riset Perilaku Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sweeney, Jillian C., Hauscknecht, Douglas dan Soutar, Geoffrey N., 2000, “Cognitive Dissonance after Purchase: A Multidimensional Scale”, Psychology and Marketing, vol.17.

Umar, Husein, 2003, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Cetakan kelima, Penerbit PT Raja Grafmdo Persada, Jakarta.

29 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP AKTIVITAS BISNIS, TUJUAN, KARAKTERISTIK, DAN

PENGGUNA INFORMASI AKUNTANSI SYARIAH (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

Program Studi Akuntansi, STIE Nahdlatul Ulama Jepara Email: [email protected]

Abstract

This study aims to analyze the difference between accounting students who have been taking syar'iah accounting and who have not taken the subject perceptions about objective, characteristics and users of syari'ah accounting. The object study was accounting students in Pati. This study was empirical in nature and use purposive sampling method in data collection. Data was obtained by distributing 144 questionnaires in UMK and STIENU in Pati. One hundred eighteen respondents (81,94%) that consist of 54 accounting students who have been taking syari'ah accounting and 64 accounting students who have not taken the subject give their responses. Data was analyzed by Independent Sample Test by SPSS version 16 software package. The result of the hypothesis testing on the objective, characteristics and users of syari'ah accounting shows that there is significant difference in the perception between accounting students who have been taking syar'iah accounting with accounting students who have not taken the subject. Keywords: objective syari'ah accounting, characteristics syari 'ah accounting, users syari 'ah accounting Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah tentang karakteristik aktivitas bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah dan pengguna informasi akuntansi syariah. Objek penelitian adalah mahasiswa akuntansi di perguruan tinggi karesidenan Pati. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 144 di Universitas Muria Kudus dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdlatul Ulama (STIENU). Responden yang memberikan jawaban sebanyak 118 orang yang terdiri dari 54 orang mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dan 64 orang mahasiswa yang belum menempuh. Analisis data dengan Independent Sample Test. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 30

signifikan antara mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah terhadap karakteristik aktivitas bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah dan pengguna informasi akuntansi syariah. Kata Kunci: karakteristik bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah, pengguna informasi akuntansi syariah. Pendahuluan

Aktivitas bisnis dalam Islam harus mentaati aturan dalam hukum syariah. Perusahaan hanya boleh melakukan aktivitas yang dihalalkan oleh agama, dan tidak akan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama (Jaka, 2009). Kegiatan bisnis dapat bertahan dan berkembang, karena adanya laba. Upaya memaksimalkan laba ini berpeluang memunculkan perilaku bisnis yang tidak terpuji dan menimbulkan krisis moral yang dapat merugikan banyak pihak.

Tujuan dari akuntansi syariah adalah menciptakan informasi akuntansi yang sarat nilai (etika) dan dapat mempengaruhi perilaku ideal. Triyuwono (2001) lebih menekankan pada pencarian bentuk akuntansi yang tidak saja humanis, beretika, tetapi juga memiliki landasan filosofis religius atau teologikal dari pandangan tersebut. Hameed (2002) mendefinisikan pengguna informasi akuntansi syariah adalah pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan sebagai media informasi, yaitu semua yang berkaitan dengan perusahaan termasuk masyarakat luas (stakeholder) dan tidak hanya berfokus pada pemegang saham (shareholder) dan kreditur.

Karakteristik Akuntansi syariah dilandasi surat Al Baqarah dan tujuan Akuntansi Islam yaitu terciptanya peradaban dengan wawasan humanis, transedental dan teologikal (Triyuwono, 1997). Adapun karakteristiknya sebagai berikut: (1) menggunakan nilai - nilai etika sebagai dasar penggunaan Akuntansi, (2) menstimulasi timbulnya perilaku etis, (3) bersikap adil pada semua pihak, (4) menyeimbangkan sifat egoistik dengan altruistik dan (5) memiliki kepedulian terhadap lingkungan.

Menurut Hameed (2002) perbedaan masyarakat dengan sudut pandang yang berbeda, kemungkinan akan memiliki akuntansi yang berbeda, selain itu juga tujuan dan karakteristiknya akan berbeda pula, meskipun ada upaya harmonisasi standar akuntansi tetapi setiap masyarakat akan cenderung mencapai tujuan sosial-ekonomi masing-masing. Akuntansi merupakan media informasi yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan oleh pelaku ekonomi sehingga tidak aneh bila Akuntansi dikatakan sebagai bahasa bisnis. Pengambilan keputusan bukanlah manfaat akhir yang diberikan oleh Akuntansi. Manfaat lainnya adalah adanya perubahan sikap pelaku bisnis yang disebabkan berubahnya penerapan Akuntansi (Muhammad Ishak, 1999).

Menurut Harahap (2002) Akuntansi Islam sebagai disiplin ilmu yang relatif muda, sehingga menjadi current issues yang perlu diketahui oleh akuntan (Islahuddin dan Soesi, 2002), dan upaya memajukan ekonomi dan akuntansi Islam salah satunya adalah melalui pemahaman terhadap ekonomi dan akuntansi Islam melalui perkuliahan

31 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

(Yaya dan Hameed, 2003). Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan, bertujuan menyediakan sumber pengetahuan dan pengalaman belajar (knowledge and learning experience) bagi para mahasiswanya. Mahasiswa adalah tongkat estafet dalam mengembangkan akuntansi syariah ke depan, karena nantinya juga sebagai pelaku bisnis dalam masyarakat.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Hameed (2002a, 2002b) memberikan landasan bahwa perbedaan pandangan dan nilai akan memberikan tujuan dan karakteristik yang berbeda pada Akuntansi. Islam memberikan pandangan yang jelas dan kaya akan nilai-nilai yang berimplikasi pada tujuan dan karakteristik Akuntansi Islam, yang diharapkan lebih baik untuk institusi Islam dalam mencapai tujuan mereka. Meskipun dalam penelitian yang dilakukan Sulaiman dalam Yaya dan Hameed (2004) terhadap akuntan di Malaysia menemukan bahwa antara orang muslim dan non muslim tidak berbeda dalam persepsinya terhadap cara akuntansinya.

Yaya dan Hameed (2004) telah melakukan penelitian untuk mengetahui persepsi mahasiswa akuntansi di Yogyakarta terhadap aktivitas, tujuan, tingkat kepentingan pemakai dan karakteristik akuntansi syari'ah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa mempunyai persepsi bahwa tujuan dan karakteristik akuntansi Islam berbeda dengan akuntansi konvensional sejak penelitian ini banyak didukung oleh mahasiswa, pengembangan akuntansi Islam akan hanya diberikan dengan cara memberikan informasi bahwa pemegang saham mampu untuk menjawab bahwa organisasi menjelaskan akuntabilitasnya sesuai dengan syariah dan akan mempengaruhi terhadap perilaku ekonomi dalam jalur tujuan dan nilai Islam.

Asnita dan Bandi (2007), meneliti persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa terhadap akuntansi Islam. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa baik yang belum dan yang sudah menempuh mata kuliah ekonomi Islam terhadap tujuan dan karakteristik akuntansi Islam.

Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa perlu adanya penelitian kembali mengenai perbedaan persepsi terhadap tujuan, karakteristik dan pengguna informasi Akuntansi syariah. Untuk itu peneliti tertarik mengambil tempat penelitian di Keresidenan Pati yang terkenal dengan masyarakatnya yang religius dan santri, karena dengan latar belakang lingkungan yang religius dan santri ini tidak menghasilkan perbedaan persepsi antara mahasiswa yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dan yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. Bahkan di Karesidenan Pati juga terdapat BMT terbesar di Indonesia yaitu BMT BUS (Bina Umat Sejahtera), berarti ini adalah salah satu contoh kepedulian masyarakat di karesidenan Pati dalam mengembangkan syariah. Dan di Indonesia, karya Widodo dkk (1999) tentang akuntansi untuk Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang bisa dianggap sebagai karya konkrit dan praktis tentang Akuntansi syariah.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Asnita dan Bandi (2007), namun dalam penelitian ini responden yang digunakan hanya mahasiswa

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 32

akuntansi saja. Alasan mengapa penelitian ini menarik untuk dilakukan kembali adalah untuk mengadakan sebuah kajian yang lebih meluas tentang akuntansi syariah, dilihat dari segi aktivitas bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah, dan pengguna informasi dalam akuntansi syariah karena masih banyaknya persepsi bahwa Akuntansi syariah sama dengan Akuntansi konvensional. Telaah Pustaka Review Literatur

Asnita dan Bandi (2007) melakukan penelitian yang berjudul "Akuntansi Islam Persepsi Akuntan dan Calon Akuntan". Penelitian ini membahas tujuan, user, dan karakteristik Akuntansi Islam pada akuntan pendidik dan mahasiswa Akuntansi yang telah/sedang dan yang belum menempuh mata kuliah ekonomi Islam. Untuk mengumpulkan informasi, Asnita dan Bandi menyusun kuisioner dan membaginya menjadi empat kategori: 1) Karakteristik aktivitas bisnis Islam, 2) Tujuan akuntansi Islam, 3) User akuntansi Islam, 4) Karakteristik akuntansi Islam.

Asnita dan Bandi (2007) melakukan studi untuk menghubungkan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap akuntansi Islam dengan membandingkan persepsi mahasiswa akuntansi yang telah/sedang menempuh mata kuliah ekonomi Islam, mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah ekonomi Islam dan akuntan pendidik. Penelitian tersebut membandingkan persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi di sepuluh universitas di Yogyakarta dan Surakarta dengan background Islam dan konvensional. Penelitian ini meneliti sejauh mana akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi menilai akuntansi Islam dengan akuntansi konvensional. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pendidik, mahasiswa akuntansi yang telah/sedang menempuh mata kuliah ekonomi Islam, dan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah ekonomi Islam terhadap tujuan dan karakteristik akuntansi Islam.

Yaya dan Hameed (2004) meneliti tujuan dan karakteristik akuntansi Islam. Penelitian tersebut dilakukan kepada 87 akuntan pendidik di Yogyakarta. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah akuntan pendidik di Yogyakarta percaya bahwa akuntabilitas Islam merupakan tujuan yang layak bagi akuntansi Islam. Akuntansi Islam diyakini mampu menyediakan informasi yang detail daripada akuntansi konvensional. Penelitian ini juga menemukan bahwa responden memandang shareholder merupakan users terpenting mengenai informasi akuntansi Islam, hal tersebut berbeda dengan beberapa ahli ekonomi Islam, bahwa akuntansi Islam seharusnya berorientasi untuk stakeholder bukan shareholder.

Penelitian yang dilakukan Hameed (2002a, 2002b) yang memberikan landasan bahwa perbedaan pandangan dan nilai akan memberikan tujuan dan karakteristik yang berbeda pada Akuntansi. Islam memberikan pandangan yang jelas dan kaya akan nilai-nilai yang berimplikasi pada tujuan dan karakteristik Akuntansi Islam, yang diharapkan

33 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

lebih baik untuk Institusi Islam dalam mencapai tujuan mereka. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya terletak pada jenis responden yang

hanya memfokuskan pada mahasiswa akuntansi dan mata kuliah yang dijadikan prasyarat. Akuntansi Islam sebagai disiplin ilmu yang relatif muda (Harahap, 2002) menjadi current issues yang perlu diketahui oleh akuntan (Islahuddin dan Soesi, 2002), dan upaya memajukan ekonomi Islam salah satunya adalah melalui pemahaman terhadap ekonomi dan akuntansi Islam melalui perkuliahan (Yaya dan Hameed, 2003). Dengan berkembangnya kurikulum dalam perkuliahan, dan adanya mata kuliah akuntansi syariah sebagai mata kuliah pilihan. Maka penelitian ini mengganti mata kuliah akuntansi syariah untuk membedakannya antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah.

Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada gambar 1, berikutnya kemudian diuraikan mengenai pengembangan hipotesis.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Sumber: dikembangkan untuk penelitian

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 34

Pengembangan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Hipotesis 1: karakteristik aktivitas bisnis syariah

Dunia pendidikan akuntansi di perguruan tinggi dituntut untuk terus berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan hams mampu menghasilkan lulusan profesional yang siap terjun di dunia bisnis. Gambling dan Karim dalam Harahap (2002) menimuskan "Model Kolonial" yang menyatakan

Mahasiswa Akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah Akuntansi Syariah jika masyarakatnya Islam, maka seharusnya pemerintahannya akan menerapkan ekonomi Islam, dan seharusnya akuntansinya-pun akan bersifat Islam. Selain itu akuntansi Islam diperlukan dengan alasan: akuntansi konvensional tidak cukup untuk user muslim dan organisasi Islam, Islamisasi pengetahuan, dan berdirinya organisasi-organisasi Islam (Hameed, 2002a).

Banyak yang menganggap akuntansi Islam sama dengan akuntansi konvensional. Akuntansi Islam sebagai disiplin ilmu yang relatif muda (Harahap, 2002b). Upaya untuk memajukan ekonomi Islam salah satunya adalah melalui pemahaman terhadap ekonomi dan akuntansi Islam melalui perkuliahan (Yaya dan Hameed (2003). Yaya dan Hameed (2003) dalam penelitiannya tentang sosio-religius dan pengaruhnya terhadap persepsi akuntan pendidik, menemukan bahwa ada hubungan positif antara upaya suatu institusi untuk memajukan nilai Islam dengan persepsi tidak layaknya akuntansi konvensional untuk user muslim. Semakin ada upaya untuk memajukan nilai Islam, maka akuntansi konvensional semakin diterima kurang layak untuk kepentingan user muslim. Upaya memajukan nilai Islam dalam penelitian Yaya dan Hameed (2003) tersebut dengan memasukkan mata kuliah Ekonomi Islam dalam kurikulum pendidikan.

Mahmud (1990) menyatakan bahwa setiap orang mungkin telah mengalami berbedanya suatu objek atau peristiwa yang terjadi pada latar belakang yang berbeda. Latar belakang tempat munculnya stimulus tertentu akan mempengaruhi persepsi seseorang pada stimulus-stimulus tersebut. Dengan asumsi bahwa selama proses pendidikan dan pengajaran di Perguruan Tinggi, mahasiswa memperoleh berbagai informasi yang dapat mempengaruhi persepsinya (Cikeman dan Henning: 2000).

Hameed dalam penelitiannya (2002a, 2002b) yang bersifat deskriptif dan evaluasi kritis dengan menggunakan data berupa statement teori yang dinyatakan para ahli ekonomi Islam, menarik beberapa kesimpulan, antara lain adanya perbedaan pandangan dan nilai antara Islam dan kapitalis maupun dengan ideologi lain menyebabkan sistem ekonomi dan bisnis antara keduanya juga akan berbeda. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan: HI: Terdapat perbedaan persepsi mengenai karakteristik aktivitas bisnis syariah antara mahasiswa akuntansi yang sudah dengan yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah.

35 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

2. Hipotesis 2: Tujuan Akuntansi Syariah Perbedaan prinsip sosio-ekonomi antara sistem kapitalis dengan sistem Islam

akan berimplikasi pada tujuan dan karakteristik antara akuntansi Islam dengan akuntansi kapitalis (Hameed, 2002a, 2002b). Yaya dan Hameed (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa tujuan akuntansi Islam berbeda dari tujuan akuntansi konvensional. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka responden diberikan pertanyaan untuk memilih empat alternatif tujuan utama akuntansi Islam, yaitu: a) decision usefulness, b) stewardship, c) Islamic accountability, dan d) Accountability through zakat. Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian sebagai berikut: H2: Terdapat perbedaan persepsi mengenai tujuan akuntansi syariah antara mahasiswa akuntansi yang sudah dengan yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. 3. Hipotesis 3: Karakteristik Akuntansi Syariah

Nilai Islam tentang penolakan riba dan transaksi halal dan non halal sangat berpengaruh pada aspek disclosure dan penyajian. Hal ini akan memberikan implikasi adanya perbedaan dalam informasi yang disajikan antara akuntansi yang berdasar konvensional dengan akuntansi yang berdasarkan Islam. Yaya dan Hameed (2004) menemukan bahwa akuntan pendidik percaya bahwa akuntansi Islam menyajikan informasi yang berorientasi sosial dan agama. Persepsi tersebut memberikan implikasi perlunya informasi tentang aktivitas halal dan non halal dalam sistem akuntansi Islam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis keempat sebagai berikut: H3: Ada perbedaan persepsi mengenai karakteristik akuntansi syariah antara mahasiswa akuntansi yang sudah dan yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. 4. Hipotesis 4: Pengguna Informasi Akuntansi Syariah

Karakteristik akuntansi Islam sangat berhubungan dengan users informasi akuntansi karena informasi akuntansi secara kuat dipengaruhi oleh users informasi. Dapat dipahami bahwa informasi yang tersedia merupakan hasil dari berbagai kepentingan users terhadap informasi akuntansi. Pada akuntansi konvensional, shareholder dan potensial shareholder dianggap sebagai users utama. Pandangan kapitalis beranggapan bahwa penyedia modal merupakan pusat penghasil kemakmuran. Sedangkan Islam memiliki pandangan dan nilai yang berbeda dengan kapitalis, sehingga dimungkinkan ada perbedaan user antara akuntansi Islam dan akuntansi konvensional. Yaya dan Hameed (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa akuntan pendidik percaya bahwa kepentingan user informasi akuntansi berbeda antara akuntansi Islam dan akuntansi konvensional. Pada akuntansi Islam, shareholder bukanlah user terpenting informasi akuntansi Islam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut H4: Terdapat perbedaan persepsi mengenai pengguna informasi akuntansi syariah antara mahasiswa akuntansi yang sudah dan yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 36

Metode Penelitian Desain Penelitian

Jenis penelitian merupakan penelitian pengujian hipotesis, yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel. Jenis data dalam penelitian ini adalah data subyek yaitu data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian (responden). Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dalam bentuk opini, sikap, pengalaman atau karakteristik responden (subyek) penelitian dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau angket.

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi pada perguruan tinggi di karesidenan Pati yang kurikulumnya ada mata kuliah akuntansi syariah. Alasan mengapa penelitian ini dilakukan di karesidenan Pati karena dalam penelitian ini ingin membuktikan secara empiris tentang sejauh mana tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa akuntansi di kota santri karesidenan Pati terhadap akuntansi syariah.

Mahasiswa akuntansi di wilayah karesidenan Pati yang dijadikan tempat penelitian, yaitu mahasiswa akuntansi di Universitas Muria Kudus (UMK) (113 mahasiswa) dan mahasiswa akuntansi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdlatul Ulama (STIENU) Jepara (168 mahasiswa). Mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah diwakili oleh mahasiswa akuntansi Strata 1 (S-l) yang sudah mengambil mata kuliah Teori Akuntansi. Untuk mahasiswa UMK sebanyak 28 orang dan mahasiswa STIENU sebanyak 50 orang.

2) Mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah diwakili oleh mahasiswa akuntansi Strata 1 (S-l) yang sudah menempuh mata kuliah Teori Akuntansi, dan Akuntansi Syariah. Untuk mahasiswa UMK sebanyak 25 orang dan mahasiswa STIENU sebanyak 41 orang.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian meliputi aktivitas bisnis syariah, tujuan, karakteristik dan

pengguna informasi akuntansi syariah: 1) Karakteristik aktivitas bisnis syariah: dalam menjalankan aktivitas bisnis harus

sesuai dengan syariat Islam. Karakteristik aktivitas bisnis syariah diukur dengan menggunakan pertanyaan. Item pernyataan ada 5 item dari Yaya dan Hameed (2003).

2) Tujuan akuntansi syariah: untuk memenuhi kewajiban kepada Allah, lingkungan sosial, individu yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dan pemerintah sebagai bagian dari ibadah serta membantu tercapainya keadilan sosial (Harahap 2008). Item pernyataan ada 4 item dari Yaya dan Hameed (2003).

37 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

3) Karakteristik akuntansi syariah meliputi: 1) pengukuran yaitu keutamaan untuk zakat dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan dari laba dan pendistribusiannya. 2) pengungkapan yaitu keutamaan untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajiban sesuai dengan syariah (Harahap 2008). Item pernyataan ada 5 item dari Yaya dan Hameed (2003).

4) Pengguna informasi akuntansi syariah: pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan sebagai media informasi. Item pernyataan ada 5 item dari Yaya dan Hameed (2003).

Prosedur Pengumpulan Data Untuk menjamin reliabilitas dan validitas, terlebih dahulu dilakukan pilot study

terhadap kuesioner dengan mengujicobakan kuesioner kepada calon responden terpilih sehingga maksud dari kuesioner menjadi jelas dan dapat dipahami.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada mahasiswa akuntansi Universitas Muria Kudus (UMK) dan STIENU Jepara. Pengiriman kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti dengan tujuan agar tingkat pengembalian (response rate) kuesioner lebih tinggi.

Teknik Analisis Uji Kualitas Data

Untuk meyakinkan bahwa pengukuran yang digunakan adalah pengukuran yang tepat dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan pengujian terhadap kualitas data, yaitu uji reliabilitas dan validitas data. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi instrumen yang digunakan, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji Validitas. Dimaksudkan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner dalam mengukur suatu konstruk, dilakukan dengan uji korelasional antar skor masing-masing butir dengan skor total.

Uji Normalitas Data

Uji normalitas untuk menguji distribusi data dari hasil penyebaran kuesioner. Caranya dengan uji Kolmogorov Smirnov. Jika nilai signifikansi melebihi 0,05 maka data berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka data berdistribusi tidak normal (Ghozali, 2006).

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat analisis independent sample T-test. Uji beda T-test digunakan untuk menentukan apakah dua sample independen memiliki rata-rata yang berbeda. Uji beda t-test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua rata-rata dengan standar error dari perbedaan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 38

rata-rata dua sampel yang independen. Alasan penggunaan uji t-test karena diasumsikan data berdistribusi normal, dengan rata-rata sampel mengikuti distribusi t dengan interval keyakinan 95% karena data yang digunakan secara keseluruhan pada tiap hipotesis dan akan dilihat apakah memiliki nilai rata-rata yang berbeda antara mahasiswa yang sudah dan mahasiswa yang belum mengambil mata kuliah akuntansi syariah.

Langkah awal pengujian adalah melakukan uji dengan melihat pada kesamaan atau perbedaan nilai rata-rata jawaban responden. Setelah itu melihat pada kesamaan atau perbedaan nilai varian dan mean masing-masing responden. Setelah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan nilai mean, ada dua tahapan analisis yang harus dilakukan berikutnya. Pertama, harus menguji asumsi apakah varian populasi kedua sampel tersebut sama (equal variances assumed) ataukah berbeda (equal variances not assumed) dengan melihat nilai Levene test. Setelah diketahui apakah varian sama atau tidak, langkah kedua adalah melihat nilai t-tes untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata secara signifikan (Ghozali, 2006).

Hasil Penelitian dan Pembahasan Proses Pengumpulan data

Data penelitian dikumpulkan dengan menyebarkan 144 buah kuesioner kepada mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah di Universitas Muria Kudus (UMK) dan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdatul Ulama (STIENU) Jepara.

Penyebaran dilakukan dengan mengantarkan sendiri dan langsung diambil hari itu juga, sedangkan untuk mahasiswa UMK kuesioner dititipkan kepada Ketua Program Studi Akuntansi dengan batas waktu 2 minggu. Penyebaran kuesioner untuk kelompok mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah sebanyak 64 orang, dan mahasiswa yang sudah menempuh mata kuliah mata kuliah akuntansi syariah sebanyak 54 orang. Rincian pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Rincian Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner

No Penjelasan Jumlah 1 Kuesioner yang dibagikan

- UMK - STIENU

144 eksemplar 53 ekslempar 91 ekslempar

2 Kuesioner yang kembali - UMK - STIENU

133 eksemplar 45 ekslempar 88 ekslempar

3 Respon rate 92,36% 4 Kuesioner tidak terisi lengkap 15 eksemplar 5 Kuesioner yang dapat diolah 118 eksemplar

Sumber: Data Primer yang diolah 2010

39 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

Pada tabel 1 terlihat bahwa kuesioner yang dibagikan kepada responden sejumlah 144 kuesioner. Kuesioner yang terkumpul sebanyak 133 eksemplar. Jadi respon rate dalam penelitian ini sebesar 92,36%. Jumlah ini tergolong tinggi mengingat respon rate untuk ukuran Indonesia rata-rata hanya 10% sampai 20% (Indriantoro, 1999). Dari 133 eksemplar kuesioner yang terkumpul, terdapat 15 kuesioner yang pengisiannya tidak lengkap sehingga jumlah kuesioner yang dapat diolah hanya 118 eksemplar kuesioner atau sebesar 81,94%.

Uji Kualitas Data

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas untuk pengujian kualitas data disajikan pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji validitas dan Reliabilitas

No Variabel Cronbach Alpha Kisaran Korelasi

1 Karakteristik Aktivitas Bisnis Syariah 0,733 0,620**- 0,817** 2 Tujuan Akuntansi syariah 0,719 0,664**- 0,802** 3 Karakteristik Bisnis Syariah 0,680 0,576**-0,751** 4 Pengguna Informasi Akuntansi Syariah 0,775 0,602**- 0,764**

Sumber: data primer diolah dengan SPSS 16

Berdasarkan tabel 2, Pada uji reliabilitas, konsistensi internal koefisien Cronbach's Alpha menunjukkan tidak ada koefisien yang kurang dari nilai batas minimal 0,60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2006). Hal ini menunjukkan tingkat kekonsistenan dan keakurasian yang baik. Sedangkan pada pengujian validitas dengan uji korelasional antara skor masing-masing butir dengan skor total (Pearson Correlation) menunjukkan korelasi yang positif dan tingkat signifikan pada level 0,01. Hal ini dapat diartikan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang mengukur konstruk karakteristik aktivitas bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah dan pengguna informasi akuntansi syariah adalah valid. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas disajikan pada tabel 3, sebagai berikut:

Tabel 3 Uji Normalitas Variabel Penelitian

No Variabel Nilai K-S Sig. 1 Karakteristik Aktivitas Bisnis Syariah 1,225 0,100 2 Tujuan Akuntansi Syariah 1,282 0,075 3 Karakteristik Akuntansi Syariah 1,033 0,237 4 Pengguna Informasi Akuntansi Syariah 1,048 0,222

Sumber : data primer diolah dengan SPSS 16

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 40

Tampilan tabel 3 menunjukkan nilai K-S untuk variabel karakteristik aktivitas bisnis syariah adalah sebesar 1,225 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,100. Nilai K-S untuk variabel tujuan akuntansi syariah adalah sebesar 1,282 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,075. Nilai K-S untuk variabel karakteristik akuntansi syariah adalah sebesar 1,033 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,237. Nilai K-S untuk variabel pengguna informasi akuntansi syariah adalah sebesar 1,048 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,222. Nilai signifikansi K-S masing-masing variabel dibandingkan dengan a = 0,05, maka nilai signifikansi K-S tersebut lebih tinggi dari a = 0,05. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa variabel karakteristik aktivitas bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah dan pengguna informasi akuntansi syariah secara statistik telah terdistribusi secara normal dan layak digunakan sebagai data penelitian.

Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis disajikan pada tabel 4

Tabel 4 Hasil Pengujian Hipotesis Independent sample t test

Variabel Jenis Responden Mean Levene Test Asumsi t-test

F Sig t Sig. Aktivitas Bisnis

Sudah 16,56 5,033 0,027 Equal variances not assumed 2,043 0,043 Belum 15,47

Tujuan Sudah 13,54 5,617 0,019 Equal variances not assumed 2,405 0,018 Belum 12,44

Karakteristik Sudah 16,61 12,01 0,001 Equal variances not assumed 2,317 0,022 Belum 15,45

Pengguna Informasi

Sudah 23,02 0,601 0,440

Equal variance assumed 3,517 0,001 Belum 20,69

Sumber: olah data primer dengan SPSS 16

Interpretasi hasil uji statistik pengujian hipotesis dan pembahasannya diuraikan berikut ini: 1. Pengujian Hipotesis kesatu

Dari tabel 4, terlihat rata-rata jawaban pada karakteristik aktivitas bisnis syariah untuk responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 16,56, sedangkan mahasiswa yang belum sebesar 15,47. Secara absolut rata-rata karakteristik aktivitas bisnis syariah berbeda antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum. Nilai F hitung levene test untuk karakteristik aktivitas bisnis syariah adalah sebesar 5,033 dengan probabilitas sebesar 0,027. Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,027 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian adalah tidak sama sehingga menggunakan asumsi equal variances not assumed.

Nilai t-test menggunakan asumsi equal variances not assumed sebesar 2,043

41 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,043. karena probabilitasnya sebesar 0,043 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) terdapat perbedaan signifikan antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah.

Penerimaan terhadap hipotesis yang pertama menunjukkan bahwa mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah akuntansi syariah percaya bahwa aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan secara syariah harus mentaati aturan dalam hukum syariah dan dapat membawanya kepada tujuan socio economic, dibandingkan dengan mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. Hasil uji hipotesis ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asnita dan Bandi (2007), yang mendapat hasil penelitian bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah mengempuh mata kuliah ekonomi Islam dengan yang belum menempuh mata kuliah ekonomi Islam mengenai karakteristik aktivitas bisnis syariah.

2. Pengujian hipotesis kedua

Dari tabel 4, terlihat rata-rata jawaban pada tujuan akuntansi syariah untuk responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 13,54, sedangkan untuk responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 12,44. Secara absolut jelas bahwa rata-rata pada tujuan akuntansi syariah berbeda antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. Nilai F hitung levene test untuk tujuan akuntansi syariah adalah sebesar 5,617 dengan probabilitas sebesar 0,019. Karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian adalah tidak sama sehingga menggunakan asumsi equal variances not assumed.

Nilai t-test menggunakan asumsi equal variances not assumed sebesar 2,405 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,018. Jadi untuk tujuan akuntansi syariah, oleh karena probabilitasnya sebesar 0,018 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) terdapat perbedaan signifikan antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah..

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dua, menunjukkan bahwa mahasiswa akuntansi yang telah menempuh mata kuliah akuntansi syariah lebih memahami bahwa tujuan dari akuntansi syariah adalah menciptakan informasi akuntansi yang sarat nilai (etika) dan dapat mempengaruhi perilaku ideal, tidak hanya berfokus pada pemilik modal sebagaimana yang menjadi tujuan utama dari akuntansi konvensional dengan decision usefulness, akan tetapi terfokus pada tujuan Islam

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 42

dalam kerangka ketauhidan, terciptanya keadilan masyarakat dan terjaganya keharmonisan ekosistem lingkungan.

Hasil uji hipotesis ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asnita dan Bandi (2007), yang mendapat hasil penelitian bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah ekonomi Islam dengan yang belum menempuh mata kuliah ekonomi Islam mengenai tujuan akuntansi syariah.

3. Pengujian hipotesis ketiga

Dari tabel 4, terlihat bahwa rata-rata jawaban pada karakteristik akuntansi syariah untuk responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 16,61, sedangkan untuk responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 15,45. Secara absolut jelas bahwa rata-rata pada karakteristik akuntansi syariah berbeda antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. Nilai F hitung levene test untuk karakteristik akuntansi syariah adalah sebesar 12,013 dengan probabilitas sebesar 0,001. Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,001 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian adalah tidak sama sehingga menggunakan asumsi equal variances not assumed.

Oleh karena variannya tidak sama, maka analisis uji beda t-testnya harus menggunakan asumsi equal variances not assumed sebesar sebesar 2,317 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,022 (two tail). Jadi untuk karakteristik akuntansi syariah, oleh karena probabilitasnya sebesar 0,022 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) terdapat perbedaan siginifikan antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah.

Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa H3

diterima. Alasannya karena, secara statistik apabila dilihat signifikansi dari nilai t sebesar 0,022 lebih kecil dari a = 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok reponden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah terhadap karakteristik akuntansi syariah.

4. Pengujian hipotesis keempat Dari tabel 4, terlihat bahwa rata-rata jawaban pada pengguna informasi akuntansi

syariah untuk responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 23,02, sedangkan untuk responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah adalah 20,69. Secara absolut jelas bahwa rata-rata pada pengguna informasi akuntansi syariah berbeda antara responden

43 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah. Nilai F hitung levene test untuk pengguna informasi akuntansi syariah adalah sebesar 0,601 dengan probabilitas sebesar 0,440. Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,440 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian adalah sama sehingga menggunakan asumsi equal variances assumed.

Oleh karena variannya tidak sama, maka analisis uji beda t-testnya harus menggunakan asumsi equal variances assumed sebesar sebesar 3,517 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,001 (two tail). Jadi untuk tingkat kepentingan pengguna informasi akuntansi syariah, oleh karena probabilitasnya sebesar 0,001 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) terdapat perbedaan siginifikan antara responden mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan responden mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah.

Atas dasar hasil pengujian hipotesis dan deskriptif jawaban responden maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah mengenai pengguna informasi akuntansi syariah, dimana mahasiswa akuntansi yang sudah mengambil mata kuliah akuntansi syariah mempersepsikan bahwa shareholder bukan pengguna yang paling penting diantara stakeholders sebagai pengguna lain terhadap informasi akuntansi syariah. Hasil uji hipotesis ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asnita dan Bandi (2007), yang mendapatkan hasil antara mahasiswa akuntansi yang telah menempuh mata kuliah ekonomi Islam dengan mahasiwa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah ekonomi Islam mempersepsikan bahwa shareholder tidak lebih penting dibanding pengguna informasi lain dalam akuntansi Islam, atau dengan kata lain, pengguna informasi akuntansi lain sedikit dibawah kepentingan shareholder.

Penutup Kesimpulan

Atas dasar analisis data dan pengujian hipotesis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1) Hipotesis Hi dalam penelitian ini diterima, terbukti bahwa terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah terhadap karakteristik aktivitas bisnis syariah.

2) Hipotesis H2 dalam penelitian ini diterima, terbukti bahwa terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah terhadap tujuan akuntansi syariah.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 44

3) Hipotesis H3

4) Hipotesis H

dalam penelitian ini diterima, terbukti bahwa terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah terhadap karakteristik akuntansi syariah.

4

dalam penelitian ini diterima, Terbukti bahwa terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang sudah menempuh mata kuliah akuntansi syariah dengan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah akuntansi syariah terhadap pengguna informasi akuntansi syariah.

Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya:

1) Penelitian ini hanya membedakan persepsi mahasiswa akuntansi pada perguruan tinggi tidak membedakan persepsi kelompok responden lain seperti akuntan pendidik. Sehingga hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian terdahulu.

2) Penelitian dalam sampel yang digunakan adalah mahasiswa dari dua perguruan tinggi swasta yang tidak dapat mewakili persepsi mahasiswa dari perguruan tinggi lain yang lebih besar dan kualitas pendidikannya berbeda.

3) Pertanyaan dalam kuesioner belum mencerminkan konsep akuntansi syariah secara kuat sehingga tidak berbeda jauh dengan teori akuntansi.

Implikasi Hasil Penelitian Hasil penelitian memiliki beberapa implikasi:

1) Implikasi Teoritis: Secara teoritis, konfirmasi hasil penelitian ini sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penelitian ini berimplikasi pada pengembangan pengetahuan akuntansi syariah pada mahasiswa akuntansi, yaitu mengenai karakteristik aktivitas bisnis syariah, tujuan akuntansi syariah, karakteristik akuntansi syariah, dan pengguna informasi Akuntansi syariah.

2) Implikasi Praktik: Penelitian ini akan dapat memberikan informasi mengenai pemahaman mahasiswa akuntansi terhadap akuntansi syariah sehingga dapat dijadikan dasar penyusunan kurikulum akuntansi dalam upaya untuk memberikan penjelasan yang lebih mengenai akuntansi syariah.

Saran Saran yang disampaikan sebagai berikut:

1) Penelitian mendatang sebaiknya memperluas area survei atau mencoba di luar karesidenan Pati dan menambah responden yang berbeda seperti akuntan pendidik.

2) Penelitian selanjutnya perlu memperluas lingkup pengambilan sampel, yaitu penarikan sampel dari perguruan tinggi yang lebih besar dengan kualitas yang berbeda atau membandingkan antar perguruan tinggi dengan besaran, kualitas

45 Persepsi Mahasiswa Akuntansi terhadap Tujuan, Karakteristik, dan Pengguna Informasi Akuntansi Syariah (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Karesidenan Pati)

Sri Mulyani

dan status (PTN atau PTS) berbeda kemungkinan dapat memberikan hasil yang lebih luas dan baik serta dapat digeneralisir.

3) Untuk penelitian selanjutnya agar mengembangkan instrumen penelitian sesuai dengan konsep akuntansi syariah.

Daftar Pustaka

Al Qur’an dan Terjemahannya, 1989, Departemen Agama Republik Indonesia, CV. Toha Putra, Semarang.

Asnita dan Bandi, 2007, "Akuntansi Islam : Persepsi Akuntan dan colon Akuntan", Makalah pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanudin, Makasar.

Ghozali, I, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Hair, et al, 1998, Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice Hall International, New Jersey.

Hameed, Shahul, 2002a, "Different Accounting for Different Worldviews The Need for An Islamic Accounting", Artikel disampaikan pada Regional Panel Forum on Islamic Accounting, UMY, Yogyakarta, Tidak dipublikasikan.

______, 2002b, "Nurtured By Kufr: The Western Philosophical Assumtions Underliying Conventional (Anglo - American) Accounting", Artikel disampaikan pada Regional Panel Forum on Islamic Accounting, UMY, Yogyakarta, Tidak dipublikasikan.

Harahap, Sofyan Syafri, 1997, Akuntansi Islam, Cetakan Pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta.

______, 2002, "Riset Akuntansi Islam", Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah, Vol. l,No. 1, 103-116.

______, 2008, Kerangka Teori dan Tujuan Akuntansi Syariah, Jakarta: Pustaka Quantum.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Islahuddin dan Soesi, 2002, "Persepsi Terhadap Kualitas Akuntan Menghadapi Tuntutan Profesionalisme Di Era Globalisasi", Jurnal Manajemen & Bisnis, Vol. 4, No. 1, 1-18.

Jaka, Isgiyarta, 2009, Teori Akuntansi dan Laporan Keuangan Islami, Universitas Diponegoro, Semarang.

Mahmud, M Dimyanti, 1990, Psikologi Suatu Pengantar, BPFE, Yogyakarta.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 46

Sekaran, Uma, 2003, "Metodologi Penelitian untuk Bisnis", Salemba Empat, Jakarta.

Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, 2003, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Jakarta.

Triyuwono, Iwan, 2001, " Metafora Zakat dan Shari'ah Enterprise Theory sebagai Konsep Dasar dalam Membentuk Akuntansi Syariah", Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol 5,No2, Desember.

______, 2006, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Triyuwono, Iwan dan As'udi Moh, 2001, Akuntansi Syariah: Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat, Salemba Empat, Jakarta.

Yaya, Rizal dan Shahul Hameed, 2003, “Socio-Regius Setting and Its Impact on Accounting Academicians”, International Conference Pan Pacific, Kuala Lumpur.

______, 2004, “Objectives and Characteristics of Islamic Accounting: Percepation of Muslim Accounting Academician in Yogyakarta, Indonesia”, International Conference Pan Pacific, Kuala Lumpur.

47 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH DENGAN PENDEKATAN INCOME STATEMENT

APPROACH DAN VALUE ADDED APPROACH (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

Program Studi Ekonomi Islam, Fak. Syariah IAIN Walisongo Semarang

Email: [email protected] Abstract

Purpose of this study was to obtain empirical evidence regarding differences in the financial performance of Islamic banking with the income statement approach to value added seen from the ratio of ROA, ROE, the ratio between the total net income to total earning assets, NPM, and BOPO. The study population was listed Islamic bank in Indonesia with the bank during the study period from 2003 to 2010. Analytical methods used are t test different. Based on the results of hypothesis testing showed that the average ratio of ROA, ROE, the ratio between the total net income to total earning assets, NPM, and BOPO differ significantly between the income approach to value-added approach. Likewise, the overall performance. Keywords: income approach, value-added approach, performance, Islamic banks Abstrak

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai perbedaan kinerja keuangan perbankan syariah dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah dilihat dari rasio ROA, ROE, rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif, NPM, dan BOPO. Populasi penelitian adalah bank syariah yang terdaftar di bank Indonesia dengan periode penelitian selama tahun 2003 – 2010. Metode analisis yang digunakan adalah uji beda t. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa rata-rata rasio ROA, ROE, rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif, NPM, dan BOPO berbeda secara signifikan antara pendekatan laba rugi dengan pendekatan nilai tambah. Demikian juga dengan kinerja secara keseluruhan. Kata kunci: pendekatan laba rugi, pendekatan nilai tambah, kinerja, bank syariah Latar Belakang

Terbitnya UU No. 10/1998 tentang Perbankan, yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 7/1992, memicu perkembangan perbankan syariah. UU yang memberi peluang diterapkannya Dual Banking System dalam perbankan nasional ini dengan cepat telah mendorong dibukanya divisi syariah di sejumlah bank konvensional

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 48

(Nasrullah, 2004). Secara umum yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional ada

dua hal. Pertama, hubungan antara bank dan nasabah. Hubungan bank syariah dan nasabah tercakup dalam perjanjian (akad) yang menempatkan bank syariah dan nasabah sebagai mitra sejajar dengan hak (manfaat), kewajiban dan tanggungjawab (risiko) yang berimbang. Kedua, bahwa bank syariah beroperasi berdasarkan konsep muamalah Islam yang menganjurkan keadilan dan keterbukaan serta melarang tindakan yang tidak sesuai dengan syariah Islam (Winiharto, 2004).

Adanya persaingan antar bank membawa dampak positif dan negatif bagi perkembangan sebuah bank. Dampak positifnya adalah memotivasi agar bank saling berpacu menjadi yang terbaik. Sedangkan dampak negatifnya adalah kekalahan dalam persaingan dapat menghambat laju perkembangan bank yang bersangkutan (Wahyudi, 2005).

Langkah strategis yang dapat ditempuh oleh bank dalam rangka memenangkan persaingan, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan kinerja keuangan. Peningkatan kinerja keuangan mempunyai dampak yang luar biasa kepada usaha menjaga kepercayaan nasabah agar tetap setia menggunakan jasanya. Prinsip utama yang harus dikembangkan oleh bank syariah dalam meningkatkan kinerja keuangan adalah kemampuan bank syariah dalam melakukan pengelolaan dana (Wahyudi, 2005).

Penilaian kinerja keuangan bank syariah dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan yang diterbitkan. Salah satunya dengan menganalisis tingkat profitabilitas bank syariah yang bersangkutan, dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif.

Kaitannya dengan kinerja keuangan bank syariah, dengan belum dimasukkannya laporan nilai tambah sebagai laporan keuangan tambahan dalam laporan keuangan bank syariah, maka selama ini analisis kinerja keuangan bank syariah hanya didasarkan pada neraca dan laporan laba rugi saja. Hal ini menyebabkan hasil analisis belum menunjukkan hasil yang tepat, karena laporan laba rugi merupakan laporan yang lebih memperhatikan kepentingan direct stakeholders (pemilik modal), berupa pencapaian profit yang maksimal, dengan mengesampingkan kepentingan dari pihak lain (karyawan, masyarakat, sosial dan pemerintah). Sehingga profit yang diperoleh distribusinya hanya sebatas kepada direct stakeholders (pemilik modal) saja. Sementara dengan laporan nilai tambah kemampuan bank syariah dalam menghasilkan profitabilitas dihitung dengan juga memperhatikan kontribusi pihak lain seperti karyawan, masyarakat, pemerintah dan lingkungan. Sehingga profit yang diperoleh dalam distribusinya tidak hanya sebatas pada direct stakeholders saja melainkan juga kepada indirect stakeholders (Wahyudi, 2005).

Mengacu pada penelitian sebelumnya (Wahyudi, 2005; Rindawati, 2003; Rahmawati, 2010; dan Sulistri, 2010), bahwa pendekatan nilai tambah lebih menekankan pada pendistribusian bagi hasil secara adil, sedangkan pendekatan laba

49 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

rugi hanya kepada pemilik modal saja. sehingga berdasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti menambahkan beberapa variabel untuk diuji lebih lanjut, yaitu rasio NPM dan BOPO.

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengkaji kinerja keuangan perbankan syariah jika dihitung dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah dan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai perbedaan kinerja keuangan perbankan syariah jika dihitung dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah dilihat dari rasio ROA, ROE, rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif, NPM, dan BOPO.

Telaah Pustaka Laporan Keuangan Bank Syariah

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi laporan keuangan atas kegiatan komersial dan/atau sosial. Laporan keuangan kegiatan komersial meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, Misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Laporan keuangan atas kegiatan sosial meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. Di samping itu juga termasuk, skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, Misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis (PSAK Akuntansi Syariah, par 7).

Definisi laporan keuangan dalam akuntansi bank syariah adalah laporan keuangan yang menggambarkan fungsi bank Islam sebagai investor, hak dan kewajibannya, dengan tidak memandang tujuan bank Islam itu dari masalah investasinya, apakah ekonomi atau sosial (Muhammad, 2005). Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (pengguna laporan keuangan) dalam pengambilan keputusan ekonomi yang rasional, seperti (Muhammad, 2005): Shahibul maal/pemilik dana, Pihak-pihak yang memanfaatkan dan menerima penyaluran dana, Pembayar zakat, infak, dan shadaqah, Pemegang saham, Otoritas pengawasan, Bank Indonesia, Pemerintah, Lembaga penjamin simpanan, dan Masyarakat Syariah Enterprise Theory (SET): Tuhan sebagai Pusat

Penekanan dalam Islam adalah bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengarah pada keadilan sosial dan distribusi yang lebih adil dari kekuasaan dan kekayaan. Konsep Islam tentang persaudaraan, kesetaraan dan keadilan menyiratkan adanya kebijakan redistribusi dan transfer sumber daya di antara berbagai kelompok di masyarakat. Sebuah Value added Statement menunjukkan bagaimana manfaat dari upaya perusahaan yang sedang bersama antara karyawan, pemegang saham, pemerintah

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 50

dan perusahaan itu sendiri, mungkin akan sangat berguna bagi umat Islam. Distribusi kekayaan antara sektor masyarakat yang berbeda, menurut definisi, masalah kepentingan sosial dan inilah karakteristik dari Value added Statement yang mendukung akuntabilitas dalam Islam. Dengan demikian, laporan nilai tambah dapat dianggap sejalan dengan konsep keadilan dan kerja sama yang menyebarkan Islam daripada laporan laba rugi (Sulaiman, 2001).

Syariah Enterprise Theory (SET) menurut Triyuwono (2003) dikembangkan berdasarkan pada metafora zakat yang berkarakter keseimbangan. Dalam syariah Islam, bentuk keseimbangan tersebut secara konkrit diwujudkan dalam salah satu bentuk ibadah, yaitu zakat. Zakat secara implisit mengandung nilai egoistik-altruistik, materi-spiritual, dan individu-jamaah.

Konsekuensi dari nilai keseimbangan ini menyebabkan SET tidak hanya peduli pada kepentingan individu (dalam hal ini pemegang saham), tetapi juga pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, SET memiliki kepedulian yang besar pada stakeholders yang luas. Menurut SET, stakeholders meliputi Tuhan, manusia, dan alam. Tuhan merupakan pihak paling tinggi dan menjadi satu-satunya tujuan hidup manusia. Dengan menempatkan Tuhan sebagai stakeholder tertinggi, maka tali penghubung agar akuntansi syariah tetap bertujuan pada membangkitkan kesadaran ke-Tuhan-an para penggunanya tetap terjamin. Konsekuensi menetapkan Tuhan sebagai stakeholder tertinggi adalah digunakannya sunnatullah sebagai basis bagi konstruksi akuntansi syariah. Intinya adalah bahwa dengan sunnatullah ini, akuntansi syariah hanya dibangun berdasarkan pada tata-aturan atau hukum-hukum Tuhan.

Stakeholder kedua dari SET adalah manusia. Di sini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu direct-stakeholders dan indirect–stakeholders. Direct-stakeholders adalah pihak-pihak yang secara langsung memberikan kontribusi pada perusahaan, baik dalam bentuk kontribusi keuangan maupun non-keuangan. Karena mereka telah memberikan kontribusi kepada perusahaan, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan. Sementara, yang dimaksud dengan indirect-stakeholders adalah pihak-pihak yang sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada perusahaan, tetapi secara syariah mereka adalah pihak yang memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan.

Golongan stakeholder terakhir dari SET adalah alam. Alam adalah pihak yang memberikan kontribusi bagi mati-hidupnya perusahaan sebagaimana pihak Tuhan dan manusia. Perusahaan eksis secara fisik karena didirikan di atas bumi, menggunakan energi yang tersebar di alam, memproduksi dengan menggunakan bahan baku dari alam, memberikan jasa kepada pihak lain dengan menggunakan energi yang tersedia di alam, dan lain-lainnya. Namun demikian, alam tidak menghendaki distribusi kesejahteraan dari perusahaan dalam bentuk uang sebagaimana yang diinginkan manusia. Wujud distribusi kesejahteraan berupa kepedulian perusahaan terhadap kelestarian alam, pencegahan pencemaran, dan lain-lainnya.

Penjelasan singkat di atas secara implisit dapat dipahami bahwa SET tidak

51 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

mendudukkan manusia sebagai pusat dari segala sesuatu sebagaimana dipahami oleh antroposentrisme. Tapi sebaliknya, SET menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu. Tuhan menjadi pusat tempat kembalinya manusia dan alam semesta. Oleh karena itu, manusia di sini hanya sebagai wakil-Nya (khalitullah fil ardh) yang memiliki konsekuensi patuh terhadap semua hukum-hukum Tuhan.

Tentu saja konsep SET sangat berbeda dengan ET yang menempatkan manusia –dalam hal ini stockholders–sebagai pusat. Dalam konteks ini kesejahteraan hanya semata-mata dikonsentrasikan pada stockholders. SET juga berbeda dengan Enterprise Theory yang meskipun stakeholders-nya lebih luas dibanding dengan ET, tetapi stakeholders di sini tetap dalam pengertian manusia sebagai pusat. Laporan Nilai Tambah Syariah

Sebagai konsekuensi menerima SET, maka akuntansi syariah tidak lagi menggunakan konsep income dalam pengertian laba, tetapi menggunakan nilai tambah. Dalam pengertian yang sederhana dan konvensional, nilai tambah adalah selisih lebih dari harga jual keluaran yang terjual dengan costs masukan yang terdiri dari bahan baku dan jasa yang dibutuhkan (Baydoun & Willett, 1994; Collins, 1994; Wurgler, 2000, dalam Triyuwono, 2003).

Value added Statement (VAR) atau Laporan Nilai Tambah berkaitan juga dengan Human Resources Accounting dan Employee Reporting terutama dalam hal informasi yang disajikan. Value added Statement ini sebenarnya menutupi kekurangan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, karena semua laporan ini gagal memberikan informasi total produktivitas dari perusahaan.

VAR berusaha untuk mengisi kekurangan ini ditambah dengan memberikan informasi tentang kompensasi yang diberikan kepada pegawai dan mereka yang berkepentingan (stakeholders) lainnya terhadap informasi perusahaan. Kalau laporan keuangan konvensional menekankan informasinya pada laba maka VAR menekankan pada upaya menghasilkan kekayaan. Karena laba pemegang saham, biasanya hanya menggambarkan hak atau kepentingan pemegang saham saja bukan seluruh tim yang ikut terlibat dalam kegiatan perusahaan. Value added adalah kenaikan nilai kekayaan yang dihasilkan dengan penggunaan yang produktif dari seluruh sumber-sumber kekayaan perusahaan oleh seluruh tim yang ada termasuk pemilik modal, karyawan, kreditor, dan pemerintah. Value added tidak sama dengan laba.

Kesadaran akan pentingnya VAR ini sejalan dengan peralihan penekanan tujuan manajemen dari pertama-tama memaksimalkan profit kepada pemilik modal, ke memaksimalkan nilai tambah kepada stakeholders. Masyarakat yang semakin menyadari pentingnya keadilan sosial juga merupakan salah satu penyebab munculnya VAR ini karena dianggap lebih adil dan lebih demokratis.

VAR ini merupakan alternatif pengganti laporan laba rugi dalam akuntansi konvensional. Dimana Baydoun dan Willet menjelaskan bahwa VAR merupakan laporan keuangan yang lebih menerapkan prinsip full disclosure dan didorong dengan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 52

kesadaran moral dan etika. Karena prinsip full disclosure paling tidak mencerminkan kepekaan manajemen terhadap proses aktivitas bisnis terhadap pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga kepekaan itu diwujudkan dalam informasi akuntansi melalui distribusi pendapatan yang lebih adil. Artinya bahwa dengan VAR perusahaan telah merubah mainstream tujuan akuntansinya dari decision making yang kabur bergeser ke pertanggungjawaban sosial. Konsep VAR merupakan salah satu bukti pelaporan yang menggambarkan nilai-nilai Islam.

Beberapa kegunaan dari VAR ini yaitu (Harahap, 2006): 1) Konsep ini dinilai objektif sehingga dianggap sebagai informasi yang absah sebagai dasar menghitung penghargaan dalam nilai uang. 2) Pertambahan nilai kotor merupakan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui angka reinvestasi (laba ditahan dan penyusutan). 3) Laporan ini dianggap dapat menjembatani kepentingan akuntansi dan ekonomi dengan mengungkapkan jumlah kekayaan dalam pengukuran pendapatan nasional. 4) Pertambahan nilai bersih bisa menjadi dasar distribusi kekayaan bukan pertambahan nilai kotor saja. 4) Pertambahan nilai bersih sangat cocok menjadi dasar perhitungan bonus produktivitas tenaga kerja dengan memberikan penyisihan pada perubahan modal. 5) Dengan mengurangkan biaya penyusutan akan menghindari double counting yang bisa terjadi jika ada pertukaran aktiva antara dua perusahaan. 6) Pertambahan nilai bersih sangat menguntungkan bagi konsep laba untuk semua. Ini akan mendorong spirit team atau sense of belonging dalam perusahaan. Masing-masing pihak mengetahui kontribusinya dalam proses peningkatan kekayaan perusahaan. 7) Mestinya remunerasi karyawan tidak hanya berasal dari gaji tetapi juga kenaikan kekayaan, ini konsep baru dalam dunia bisnis modern. Informasi untuk kepentingan ini disupplay oleh VAR. 8) Dapat menjadi media peramalan yang baik bagi peristiwa ekonomi yang dapat mempengaruhi kesehatan perusahaan.

Namun disamping keunggulannya ada juga beberapa keterbatasan VAR yaitu (Harahap, 2006): 2) Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan pertambahan nilai itu merasa senang bekerjasama dengan yang lain. Tidak jarang justru ada konflik, sehingga laporan ini justru bisa menimbulkan atau mempertajam konflik. 2) Ada kemungkinan dengan adanya VAR ini manajemen salah tanggap seolah ingin memaksimasi pertambahan nilai. Padahal sikap ini bisa menimbulkan inefisiensi. 3) Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat menimbulkan kepalsuan pendapat seperti: 3) Kenaikan pertambahan nilai dianggap kenaikan laba. 5) Kenaikan pertambahan nilai per unit dianggap otomatis bermanfaat bagi pemegang saham. 6) Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil atas perubahan pertambahan nilai. 7) Pertambahan nilai yang tinggi untuk tenaga kerja per unit dianggap merupakan prestasi ekonomi yang baik. 8) Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak berhak mendapatkan gaji yang tinggi. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu tentang konsep kinerja keuangan

53 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

perbankan syariah. Penelitian Wahyudi (2005) kinerja keuangan bank syariah membuktikan bahwa kinerja keuangan bank yang dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah menghasilkan nilai rasio yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan pendekatan lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan konstruksi dan konsep dari teori akuntansi kedua pendekatan tersebut.

Penelitian Rindawati (2003) tentang analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dan perbankan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio ROA, ROE, LDR dan BOPO antara perbankan syariah dan perbankan konvensional terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dibuktikan bahwa kualitas ROA dan ROE perbankan syariah lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional, yang artinya kemampuan perbankan syariah dalam memperoleh laba berdasarkan aset dan modal yang dimilki masih dibawah perbankan konvensional. Selain itu kinerja perbankan syariah lebih buruk dibandingkan kinerja perbankan konvensional, serta perbankan syariah memilki rasio LDR yang secara signifikan lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Penelitian Rahmawati (2008) tentang analisis komparasi kinerja keuangan antara bank syariah dan bank konvensional. Hasil penelitian membuktikan bahwa dilihat dari rasio likuiditas dan efisiensinya bank konvensional menunjukkan kinerja yang lebih baik, dari rasio solvabilitas kinerja bank syariah lebih baik, sedangkan dari rasio rentabilitas kedua bank menunjukkan kinerja yang baik.

Penelitian Sulistri (2010) tentang analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja keuangan perbankan syariah tahun 2003-2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbankan syariah mempunyai nilai yang baik jika ditinjau dari rasio likuiditas dan rentabilitas, sedangkan jika dilihat dari rasio CAMEL kinerja keuangan perbankan syariah masih menunjukkan kondisi yang tidak sehat.

Kerangka Pemikiran

Analisis kinerja keuangan bank syariah dapat ditinjau dari aspek besar atau kecilnya rasio kinerja keuangan bank syariah yang terdiri dari Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif, NPM, dan BOPO.

Analisis kinerja keuangan bank syariah didasarkan pada laporan keuangan, yang meliputi neraca dan laporan laba rugi yang disajikan oleh manajemen bank syariah. Neraca dan laporan laba rugi bank syariah disusun menggunakan pedoman PSAK Akuntansi Syariah. Jika ditinjau secara seksama PSAK Akuntansi Syariah tidak sepenuhnya sesuai dengan karakteristik bank syariah. Hal ini tampak pada laporan keuangan bank syariah yang masih bersifat stakeholders oriented. Kondisi ini tidak selaras dengan pendapat para pakar akuntansi syariah, bahwa tujuan laporan keuangan bisnis syariah tidak sebatas pada direct stakeholders saja melainkan kepada indirect stakeholders. Hal ini untuk memenuhi tujuan dari akuntansi syariah yaitu pemenuhan kewajiban kepada Allah, lingkungan sosial, individu oleh pihak yang terlibat dalam

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 54

kegiatan ekonomi dan membantu mencapai keadilan. Oleh sebab itu upaya untuk mengetahui kinerja keuangan lembaga ekonomi syariah termasuk dalam hal ini adalah Bank Syariah, tidak cukup hanya didasarkan pada Laporan Laba Rugi saja tetapi juga perlu didasarkan pada Laporan Nilai Tambah, agar diketahui secara riil kinerja keuangan yang telah dihasilkan.

Kerangka pemikiran disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Pengembangan Hipotesis Hipotesis 1 (H1): Perbedaan Rasio ROA

ROA merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank maka semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan asset (Sulistri, 2010). Dalam penelitian Rindawati (2003) kualitas ROA bank syariah lebih rendah jika dibandingkan dengan bank konvensional. Akan tetapi, jika mengacu pada ketentuan BI, maka perbankan syariah masih berada pada kondisi ideal. Berbeda dengan penelitian Rahmawati (2008) yang membuktikan kinerja ROA bank syariah tergolong cukup baik meskipun mengalami penurunan. Wahyudi (2005) juga membuktikan rasio ROA dengan menggunakan pendekatan laba rugi pada kondisi yang sehat. Sedangkan rasio ROA dengan menggunakan pendekatan nilai tambah menunjukkan peningkatan, hal ini dikarenakan dalam perhitungan nilai tambah dipengaruhi adanya harga pokok input dan depresiasi. Sehingga hipotesis yang digunakan adalah:

H1

: Terdapat perbedaan rasio ROA pada perbankan syariah, berdasarkan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.

Hipotesis 2 (H2): Perbedaan Rasio ROE ROE merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank memperoleh laba dan

efisiensi secara keseluruhan operasional melalui penggunaan modal sendiri. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi laba tahun berjalan dengan total modal. Semakin tinggi ROE maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh perusahaan sehingga rentabilitas bank semakin baik (Rahmawati, 2008).

Dalam penelitian Rindawati (2003) kualitas ROE bank syariah lebih rendah jika

Kinerja Keuangan Bank Syari’ah (ROA, ROE, TOTAL LABA BERSIH, TOT AKTIVA PROD, NPM, BOPO)

Income Statemen Approach (ISA)

Value Added Statement (VAA)

Uji Beda

55 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

dibandingkan dengan bank konvensional. Akan tetapi, jika mengacu pada ketentuan BI, maka perbankan syariah masih berada pada kondisi ideal. Berbeda dengan penelitian Rahmawati (2008) yang membuktikan kinerja ROE bank syariah tergolong cukup baik meskipun mengalami penurunan. Wahyudi (2005) membuktikan rasio ROE dengan menggunakan pendekatan laba rugi pada kondisi yang sehat. Wahyudi (2005) juga membuktikan rasio ROE dengan menggunakan pendekatan nilai tambah menunjukkan peningkatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Harahap (2003) yaitu ROE bank syariah dikejar sampai akhirat, sedangkan sistem akuntansi konvensional ROE-nya hanya dikejar untuk tahun ini saja. Jadi kesimpulannya, ekonomi Islam itu menguntungkan dalam dua hal yakni rentang waktunya berdimensi dunia akhirat, dan juga menguntungkan buat keadilan kepada rakyat secara keseluruhan. Sehingga hipotesis yang digunakan adalah:

H2

: Terdapat perbedaan rasio ROE pada perbankan syariah, berdasarkan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.

Hipotesis 3 (H3): Perbedaan Rasio Total Laba Bersih dengan Total Aktiva Produktif Value added Statement dalam akuntansi konvensional disebut Laporan Laba

Rugi. Akan tetapi, dari keduanya terdapat perbedaan. Value added Statement lebih menekankan pada distribusi nilai tambah yang diciptakannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya (Muhammad, 2005). Laba merupakan kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi (Harahap, 2002). Nilai tambah tidak sama dengan laba. Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan nilai tambah mengukur kenaikan kekayaan bagi seluruh stakeholders (Harahap, 2006). Rasio total laba bersih dengan total aktiva produktif digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva produktif. Sehingga hipotesis yang digunakan adalah:

H3

: Terdapat perbedaan rasio total laba bersih dengan total aktiva produktif pada perbankan syariah, berdasarkan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.

Hipotesis 4 (H4): Perbedaan Rasio NPM Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba

bersih sebelum pajak (net income) ditinjau dari sudut operating income-nya. Semakin tinggi rasio NPM suatu bank, hal itu menunjukan hasil yang semakin baik. Sebaliknya jika hasil rasio NPM semakin rendah, maka menunjukkan hasil yang semakin buruk (Sulistri, 2010).

Penelitian Sulistri (2010) yang menghitung rasio NPM berdasarkan pendekatan laba bersih membuktikan bahwa kemampuan bank syariah dalam menghasilkan laba bersih mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah pendapatan dan laba. Sedangkan jika rasio NPM dihitung berdasarkan pendekatan nilai tambah, maka perhitungannya pun berbeda. Value added tidak sama dengan laba. Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan nilai

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 56

tambah mengukur kenaikan kekayaan bagi seluruh stakeholders (Harahap, 2006). Sehingga hipotesis yang digunakan adalah:

H4

: Terdapat perbedaan rasio NPM perbankan syariah, berdasarkan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.

Hipotesis 5 (H5): Perbedaan Rasio BOPO BOPO merupakan perbandingan antara beban operasional terhadap pendapatan

operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Semakin kecil BOPO maka semakin efisien bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diterima (Sulistri, 2010).

Penelitian Wahyudi (2005) dan Rahmawati (2008) membuktikan bahwa kinerja BOPO bank syariah pada kondisi yang baik. Namun Rindawati (2003) menunjukkan kualitas BOPO bank syariah lebih rendah dibandingkan dengan bank konvensional. Akan tetapi, jika mengacu pada ketentuan BI yang menyatakan bahwa standar terbaik BOPO adalah 92 persen, maka perbankan syariah masih berada pada kondisi ideal. Jika kualitas BOPO dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah maka tidak terdapat perbedaan karena jumlah pendapatan diperhitungkan kembali dalam Laporan Nilai Tambah. Sehingga hipotesis yang digunakan adalah: H5

: Terdapat perbedaan BOPO perbankan syariah, berdasar pendekatan laba rugi dan nilai tambah.

Hipotesis 6 (H6): Perbedaan secara Keseluruhan Penelitian kinerja keuangan bank syariah dapat dilakukan dengan menganalisis

laporan keuangan yang diterbitkan. Salah satunya dengan menganalisis tingkat profitabilitas bank syariah yang bersangkutan, dengan menggunakan rasio ROA, ROE, rasio perbandingan total laba bersih dengan total aktiva produktif, NPM, dan rasio BOPO. VAR berkaitan juga dengan Human Resources Accounting dan Employee Reporting terutama dalam hal informasi yang disajikan. Kalau laporan keuangan konvensional menekankan informasinya pada laba maka VAR menekankan pada upaya menghasilkan kekayaan. Value added adalah kenaikan nilai kekayaan yang dihasilkan dengan penggunaan yang produktif dari seluruh sumber-sumber kekayaan perusahaan oleh seluruh tim yang ada termasuk pemilik modal, karyawan, kreditur, dan pemerintah. Value added tidak sama dengan laba. Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan nilai tambah mengukur kenaikan bagi seluruh stakeholders (Harahap, 2006).

VAR menggantikan Laporan Laba Rugi karena laporan nilai tambah itu lebih adil dan lebih sesuai dengan nilai dan konsep Islam (Harahap, 2003). VAR inilah yang kalau dalam akuntansi konvensional disebut Laporan Laba Rugi. Akan tetapi, dari keduanya terdapat perbedaan. VAR lebih menekankan pada distribusi nilai tambah yang diciptakannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya (Muhammad, 2005).

57 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

Sehingga hipotesis yang digunakan adalah: H6

: secara keseluruhan, terdapat perbedaan kinerja keuangan perbankan syariah, berdasarkan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.

Metodologi Penelitian Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Kinerja keuangan bank syariah dengan pendekatan laba rugi adalah gambaran mengenai prestasi atau kemampuan kinerja bank syariah dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Sedangkan kinerja keuangan bank syariah dengan pendekatan nilai tambah adalah gambaran mengenai prestasi atau kemampuan kinerja bank syariah dalam menghasilkan nilai tambah.

1) Rasio ROA adalah rasio yang menggambarkan kemampuan bank dalam mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan keuntungan. Laba bersih adalah laba (atau rugi) yang diperoleh bank setelah dikurangi dengan pajak. Nilai tambah adalah kenaikan nilai kekayaan yang degenerate atau dihasilkan dengan penggunaan yang produktif dari seluruh sumber-sumber kekayaan perusahaan oleh seluruh tim yang ada termasuk pemilik modal, karyawan, kreditur, dan pemerintah. Total aktiva adalah total aktiva yang dimiliki oleh bank baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.

2) Rasio ROE adalah perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-rata modal atau investasi para pemilik bank. Total modal adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana syirkah temporer.

3) Rasio total laba bersih dengan total aktiva produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.

4) Rasio NPM adalah gambaran efisiensi suatu bank dalam menghasilkan laba. Pendapatan adalah total penghasilan yang didapat oleh bank.

5) Tingkat efisiensi, yang diwakili oleh rasio BOPO. Pendapatan dan biaya operasional merupakan penerimaan dan pengeluaran yang diperoleh oleh suatu bank atas kegiatan operasional yang telah dilakukannya.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Bank Syariah yang disusun dalam bentuk tahunan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan kualitas aktiva produktif, dan catatan atas laporan keuangan. Sementara sampel yang digunakan adalah laporan keuangan selama tiga periode yaitu periode tahun 2003-2010.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 58

Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Bank Indonesia,

yang merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa informasi keuangan yang didapat dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh manajemen Bank Syariah yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan kualitas aktiva produktif, dan catatan atas laporan keuangan .

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik deskriptif dan analisis uji beda t-test. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan variabel-variabel dalam penelitian ini.

Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji beda t-test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sampel. Apabila t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel berarti t hitung signifikan artinya hipotesis diterima. Sebaliknya apabila t hitung yang diperoleh lebih kecil dari t tabel berarti t hitung tidak signifikan artinya hipotesis ditolak. Selain itu pengujian ini bisa dilakukan dengan melihat p-value dari masing-masing variabel. Apabila p-value < 5 persen maka hipotesis diterima dan apabila p-value > 5 persen maka hipotesis ditolak (Ghozali, 2005). Hasil dan Pembahasan Analisis Statistik Deskriptif

Hasil analisis statistik deskriptif ISA dan VAA disajikan pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian dengan ISA

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ROA_K 26 2.33 3.12 2.8665 .19549 ROE_K 26 .05 3.37 .3927 .62359 NPM_K 26 2838.00 57309.00 2.6224E4 15585.377 BOPO_K 26 83.72 118.24 89.6273 7.16414

Tabel 2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian dengan VAA

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation ROA_S 26 1.25 2.59 1.8596 .33473 ROE_S 26 15.49 54.06 26.4267 10.41557 NPM_S 26 12.08 1505.00 4.3910E2 444.75129 BOPO_S 26 67.61 85.79 78.7285 4.06930

59 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

Pengujian Hipotesis Analisis Rasio ROA

Rata-rata rasio ROA pada ISA adalah 2,8665 sedangkan pada VAA sebesar 1,8596. Pada tabel 3 disajikan hasil pengujian H1.

Tabel 3 Independent Sample T-Test untuk Rasio ROA

Levene's Test t-test F Sig. t df Sig. Mean Diff.

Equal variances assumed 6.365 .015 13.245 50 .000 1.00692 Equal variances not assumed 13.245 40.277 .000 1.00692

Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa F hitung levene test sebesar 6,365 dengan

probabilitas 0,015. karena probabiltas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian antara ISA dan VAA berbeda secara statistik. Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variances not assumed. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai t pada equal variances not assumed adalah 13,245 dengan probabilitas signifikansi 0,000 < 0,05 maka H1

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio ROA dengan perhitungan ISA dan VAA berbeda secara signifikan.

Analisis Rasio ROE Pada tabel 4 disajikan hasil pengujian hipotesis H2.

Tabel 4 Independent Sample T-Test untuk Rasio ROE

Levene's Test t-test F Sig. T df Sig. Mean Diff

Equal variances assumed 33.879 .000 -12.722 50 .000 -26.03398 Equal variances not assumed -12.722 25.179 .000 -26.03398

Berdasarkan tabel 1-2, rata-rata rasio ROE pada income statement approach

sebesar 0,3927 sedangkan pada Value added approach sebesar 26,4267. Dari tabel 4, berdasarkan levene’s test, terlihat bahwa probabilitasnya sebesar 0,000 < 0,05 sehingga angka statistik yang digunakan adalah equal variances not assume. Terlihat bahwa nilai t pada equal variances not assumed adalah -12,722 dengan probabilitas signifikansi 0,000 < 0,05 maka H2

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio ROE dengan pendekatan ISA dan VAA berbeda secara signifikan.

Analisis rasio Total Laba Bersih dengan Total Aktiva Produktif Pada tabel 4 disajikan hasil pengujian hipotesis H3.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 60

Tabel 5 Independent Sample T-Test untuk Laba Bersih/Aktiva Produktif

Levene's Test t-test F Sig. t Df Sig. Mean Diff.

Equal variances assumed 2.060 .157 2.601 50 .012 .010 Equal variances not assumed 2.601 29.364 .014 .010

Berdasarkan tabel 1-2, rata-rata rasio perbandingan laba bersih dengan aktiva

produktif pada income statement approach adalah 0,02 sedangkan pada Value added approach sebesar 0,01. Berdasarkan tabel 3, F hitung levene test sebesar 2,060 dengan probabilitas 0,157. Karena probabilitas > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian antara ISA dan VAA sama. Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variances assumed. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai t pada equal variances assumed adalah 2,601 dengan probabilitas 0,012 < 0,05 maka H3

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio perbandingan laba bersih dengan aktiva produktif dengan pendekatan ISA dan VAA berbeda secara signifikan.

Analisis Rasio NPM Pada tabel 6 disajikan hasil pengujian hipotesis H4.

Tabel 6 Independent Sample T-Test untuk Rasio NPM

Levene's Test t-test F Sig. t Df Sig. Mean Diff.

Equal variances assumed 60.024 .000 8.432 50 .000 25784.480 Equal variances not assumed 8.432 25.041 .000 25784.480

Berdasarkan tabel 1-2, rata-rata NPM pada income statement approach sebesar

26223,5769 sedangkan pada Value added approach sebesar 439,0967. Nilai probabilitas signifikansi levene test sebesar 0,000 < 0,05 sehingga nilai statistik yang digunakan adalah equal variances not assume. Dari tabel 6, terlihat bahwa nilai t pada equal variances not assumed adalah 8,432 dengan probabilitas signifikansi 0,000 < 0,05 maka H4

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio NPM dengan pendekatan ISA dan VAA berbeda secara signifikan.

Analisis Rasio BOPO Pada tabel 7 disajikan hasil pengujian H5.

61 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

Tabel 7 Independent Sample T-Test untuk Rasio BOPO

Levene's Test t-test F Sig. t Df Sig. Mean Diff.

Equal variances assumed 20.288 .000 63.788 50 .000 89.62231 Equal variances not assumed 63.788 25.000 .000 89.62231

Dari tabel 1-2, nilai rata-rata rasio BOPO pada income statement approach

sebesar 89,6273 sedangkan pada value added approach sebesar 78,7285. Berdasarkan tabel 7, nilai probabilitas signifikansi levene’s test sebesar 0,000 < 0,05 sehingga disimpulkan variannya berbeda antara ISA dengan VAA. Oleh karena itu angka statistik yang digunakan adalah equal variance not assume. Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa nilai t pada equal variances not assumed adalah 63,788 dengan probabilitas signifikansi 0,000 < 0,05 maka H5

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio BOPO dengan pendekatan ISA dan VAA berbeda secara signifikan.

Analisis Kinerja Keseluruhan Setelah diperoleh hasil dari rasio masing-masing bank, tahap selanjutnya adalah

menganalisis kinerja bank secara keseluruhan dengan menjumlahkan rasio masing-masing bank yang sebelumnya telah diberi bobot nilai yang sudah ditentukan. Variabel tersebut diberi nama “Kinerja”. Hasil pengujian hipotesisnya disajikan pada tabel 8.

Tabel 8 Independent Sample T-Test untuk Kinerja Keseluruhan

Levene's Test t-test F Sig. t df Sig. Mean Diff.

Equal variances assumed 60.039 .000 8.454 50 .000 25849.08553 Equal variances not assumed 8.454 25.040 .000 25849.08553

Berdasarkan tabel 8, terlihat bahwa nilai probabilitas signifikansi uji levene’s

sebesar 0,000 < 0,05 sehingga disimpulkan variannya berbeda antara ISA dengan VAA. Oleh karena itu angka statistik yang digunakan adalah equal variance not assume. Nilai t pada equal variances not assumed adalah 8,454 dengan probabilitas signifikansi 0,000 < 0,05 maka H6

Pembahasan

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja keseluruhan dengan pendekatan ISA dan VAA berbeda secara signifikan.

Hipotesis pertama menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio ROA antara ISA dan VAA pada tahun 2003 sampai dengan 2010 karena tingkat signifikansinya 0,000 < 0,05. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap ROA selama periode penelitian, dari dua pendekatan tersebut, secara kuantitatif VAA memiliki rasio

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 62

ROA yang lebih tinggi walaupun terdapat selisih kecil dibandingkan dengan ISA. Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan, sehingga semakin tinggi nilai ROA mengindikasikan bahwa bank telah mempunyai tingkat keuntungan yang besar dalam memanfaatkan aset yang dimiliki.

Hipotesis kedua menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio ROE antara ISA dan VAA pada tahun 2003 sampai dengan 2010 karena tingkat signifikansinya 0,000 < 0,05. Selain itu berdasarkan analisis deskriptif terhadap ROE selama periode penelitian, Value Added Approach memiliki rasio ROE yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Income statement approach. Rasio ROE merupakan indikator penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden, sehingga semakin tinggi ROE maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh perusahaan sehingga rentabilitas bank semakin baik.

Hipotesis ketiga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio perbandingan laba bersih dengan aktiva produktif antara ISA dan VAA pada tahun 2003 sampai dengan 2010 karena tingkat signifikansinya 0,012 < 0,05. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap perbandingan laba bersih dengan aktiva produktif selama periode penelitian, pendekatan Value added approach memiliki rasio lebih tinggi dibandingkan dengan Income statement approach.

Hipotesis keempat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio NPM antara ISA dan VAA pada tahun 2003 sampai dengan 2010 karena tingkat signifikansinya 0,000 < 0,05. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap NPM selama periode penelitian, pendekatan VAA memiliki rasio NPM yang lebih rendah dibandingkan dengan ISA. Rasio NPM digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih ditinjau dari sudut operating income-nya, sehingga semakin tinggi rasio NPM suatu bank menunjukkan hasil yang semakin baik.

Hipotesis kelima menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada rasio BOPO antara ISA dan VAA pada tahun 2003 sampai dengan 2010 karena tingkat signifikansinya 0,000 < 0,05. Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya, sehingga rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang baik karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi, dan yang tersedia untuk laba kecil.

Hipotesis keenam menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kinerja keseluruhan antara ISA dan VAA pada tahun 2003 sampai dengan 2010 karena tingkat signifikansinya 0,000 < 0,05. Secara kuantitatif VAA memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan ISA. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Wahyudi (2005) yang juga meneliti tentang ISA dan VAA dengan mengambil objek penelitian BSM. Dalam penelitian Wahyudi hanya menggunakan tiga variabel yaitu ROA, ROE, dan perbandingan laba bersih dengan aktiva produktif, sedangkan dalam penelitian ini ditambahkan variabel NPM dan BOPO. Secara kuantitatif ketiga variabel yang telah

63 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

dibuktikan oleh Wahyudi juga memperoleh hasil yang sama yaitu antara ISA dan VAA mempunyai perbedaan dimana rasio yang diperoleh dengan ISA lebih rendah daripada menggunakan VAA. Selain itu untuk variabel tambahan, rasio NPM dan BOPO terbukti mempunyai perbedaan yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Value added approach diketahui perolehan nilai tambah (laba) bank syariah tahun 2003-2010 lebih besar jika dibandingkan perolehan laba bersih yang menggunakan income statement approach. Perbedaan nilai yang begitu besar ini disebabkan adanya perbedaan konsep kepemilikan dan konsep teori dalam akuntansi yang digunakan. Seperti yang dijelaskan oleh Triyuwono (2003) bahwa dua arus utama pemikiran dalam akuntansi syariah telah sampai pada pemikiran diametris antara Syariah Enterprise Theory (SET) dan Entity Theory (ET), sehingga perhitungan Laporan Laba Rugi menggunakan ET sedangkan Laporan Nilai Tambah menggunakan SET.

SET memiliki cakupan akuntabilitas yang lebih luas dibandingkan dengan ET. Akuntabilitas yang dimaksud adalah akuntabilitas kepada Tuhan, manusia, dan alam (Triyuwono, 2003). Konsekuensi dari SET sebagai dasar dari pengembangan teori akuntansi syariah adalah pengakuan income dalam bentuk nilai tambah, bukan income dalam pengertian laba (profit) sebagaimana yang digunakan dalam ET. Tujuan laporan laba rugi lebih menekankan pada kepentingan stakeholders, hal ini tampak jelas ditunjukkan pada konstruksi laporan laba rugi. Dalam konstruksi laporan laba rugi dapat dilihat bahwa item seperti hak pihak ketiga atas bagi hasil, ZIS, pajak yang merupakan pihak yang secara tidak langsung telah memberikan kontribusi terhadap perolehan laba, merupakan item yang diperlakukan sebagai beban sehingga berfungsi mengurangi pendapatan.

Selain itu masih ada satu item lagi yakni karyawan sebagai pihak yang secara langsung telah memberikan andil bagi pencapaian laba juga diperlakukan sebagai beban. Berbeda dengan nilai tambah yang menggunakan konsep SET. Konsep nilai tambah memiliki kepedulian yang besar pada stakeholders yang luas, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Kepedulian ini diwujudkan dengan kesediaan manajemen untuk mendistribusikan nilai tambah kepada semua pihak yang terlibat dalam perolehan nilai tambah, yaitu pemerintah (melalui pajak), karyawan (melalui gaji), pemilik modal (melalui deviden), infak, shadaqah, dana yang diinvestasikan kembali, dan lingkungan sekitar. Laba dalam konsep nilai tambah merupakan total pendapatan, baik yang bersumber dari pendapatan operasional, pendapatan non operasional maupun revaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsep nilai tambah sangat memperhatikan nilai keadilan. Dimana semua pihak berhak merasakan setiap nilai tambah yang dihasilkan, tidak memandang apakah berasal dari operasi utama atau bukan. Tidak demikian dengan konsep laba rugi, dimana pihak ketiga hanya berhak terhadap pendapatan yang diperoleh dari operasi utama, pendapatan selain itu tidak berhak.

Dari hasil interpretasi tersebut, dapat disimpulkan adanya perbedaan penerapan teori yang digunakan dalam Laporan Laba Rugi dan Laporan Nilai Tambah. Laporan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 64

Laba Rugi menggunakan Entity Theory (ET) yang menekankan pendapatan operasi utamanya untuk dibagihasilkan dan hanya dikhususkan untuk pemilik modal, sedangkan Laporan Nilai Tambah menggunakan Syariah Enterprise Theory (SET) yang lebih menerapkan prinsip keadilan dimana nilai tambah akan didistribusikan kepada semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan nilai tambah tersebut. Penutup Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis uji statistic Independent Sample T-Test yang mengacu pada masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1) Kinerja keuangan yang diwakili oleh ROA, ROE, perbandingan laba bersih dengan aktiva produktif, NPM dan BOPO pada tahun 2003-2010 menunjukkan antara ISA dan VAA terdapat perbedaan yang signifikan.

2) Secara keseluruhan kinerja perbankan syariah yang diukur dengan pendekatan ISA dan VAA mempunyai perbedaan yang signifikan.

3) Terdapat perbedaan antara ISA dan VAA, yaitu VAA lebih mengutamakan prinsip keadilan dalam mendistribusikan nilai tambah kepada pemilik modal, karyawan, kreditor, dan pemerintah (Harahap, 2006). Sehingga dalam penelitian ini diperoleh nilai tambah (laba) yang lebih tinggi dibandingan dengan laba yang diperoleh berdasarkan income statement approach.

Keterbatasan Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan, antara lain:

1) Bank yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya terbatas pada bank syariah saja, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan.

2) Periode penelitian yang cukup pendek yaitu tujuh tahun (2003-2010) dan menggunakan data triwulan sehingga kemungkinan hasil penelitian kurang mencerminkan fenomena yang sesungguhnya.

Saran Adanya Value added Statement telah memberikan informasi yang lebih jelas bagi

pemakai laporan keuangan. Value added Statement memberikan informasi yang berkaitan dengan pendistribusian bagi hasil yang diperoleh oleh bank. Oleh sebab itu, ada baiknya Bank Syariah bersedia menerbitkan Value added Statement sebagai tambahan laporan keuangan yang diterbitkan.

Penelitian ini hanya menggunakan 5 rasio dalam mengukur kinerja perbankan, maka sebaiknya peneliti yang akan datang menggunakan lebih banyak rasio untuk mengukur kinerjanya. Selain itu, sebaiknya peneliti yang akan datang juga memperbanyak sampelnya, agar hasilnya lebih tergeneralisasi. Selain itu peneliti yang akan datang juga menambah jangka waktu tahun analisis agar lebih tahu besar peningkatan atau penurunan dari masing-masing rasio.

65 Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Menggunakan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia)

Suwanto

Daftar Pustaka

Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPPS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Harahap, Sofyan S, 2003, Krisis Akuntansi Kapitalis dan Peluang Akuntansi Syariah, Pustaka Quantum, Jakarta.

Harahap, Sofyan S. 2006, Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam, Pustaka Quantum, Jakarta.

Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Nasrullah, 2004, “Akuntansi Yang Islami (Syariah) Sebagai Model Alternatif Dalam Pelaporan Keuangan”, Jurnal Bank Indonesia.

Rahmawati, Isna, 2008, Analisis Komparasi Kinerja Keuangan Antara Bank Syariah Mandiri dan PT. Bank Rakyat Indonesia Periode 1999-2001, Skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomi Islam STAIN Surakarta-SEM Institute, Yogyakarta.

Rindawati, Ema, 2003, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional, Skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Sulaiman, Maliah, 2001, “Testing a Model of Islamic Corporate Financial Report: Some Experimental Evidence”, IIUM Journal of Economics and Management 9, no. 2 (2001): 115-39

Sulistri, Enik, 2010, Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Perbankan Syariah (2003-2003), Skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.

Triyuwono, Iwan, 2003, “Mengangkat ‘Sing Liyan’ untuk Formulasi Nilai Tambah Syariah”, Simposium Nasional Akuntansi X.

Wahyudi, Muhammad, 2005, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah Menggunakan Pendekatan Laba Rugi dan Nilai Tambah, Skripsi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Winiharto, Teguh Eko, 2004, Memahami Bagi Hasil Simpanan Di Bank Syariah, http://ibfi-trisakti.blogspot.com/2010/05/memahami-bagi-hasil-simpanan-di-bank.html. diakses tanggal 24 September 2004.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 66

Halaman ini sengaja dikosongkan

67 Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah

Samsul Arifin

PENGARUH KEPERCAYAAN, FASILITAS DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA

HOTEL JEPARA INDAH

Samsul Arifin

Jepara Trade and Tourism Center (JTTC), Jl. Jepara Kudus KM 11.5 Pecangaan

Email: [email protected]

Abstract This study aimed to examine the influence of beliefs, facilities and service quality

to customer satisfaction. What research is in Jepara Indah. The research sample is consumers who have stayed in and are willing to be interviewed or complete a questionnaire. The number of samples taken during the study period by 48 respondents. Methods of data with multiple regression analysis. Before data analysis, data quality testing validity and reliability. Results indicate if the data item is valid questionnaires and all the variables are reliable. The results show that trust, facilities and quality of services significantly influence customer satisfaction. The variables most strongly influence the facility. Keywords: trust, facilities, service quality, customer satisfaction, hospitality industry Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepercayaan, fasilitas dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen. Lokasi penelitian berada di hotel Jepara Indah. Sampel penelitian adalah konsumen yang menginap di dan bersedia untuk diwawancarai atau mengisi kuesioner. Jumlah sampel yang diambil selama periode penelitian sebanyak 48 responden. Metode analisis data dengan regresi berganda. Sebelum data dianalisis, dilakukan pengujian kualitas data dengan uji validitas dan reliabilitas. Hasil olah data menunjukkan item kuesioner bersifat valid dan semua variabel bersifat reliabel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kepercayaan, fasilitas dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Variabel yang berpengaruh paling kuat adalah fasilitas. Kata kunci: kepercayaan, fasilitas, kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, usaha perhotelan Pendahuluan

Perkembangan dunia usaha yang pesat menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin tajam, sehingga berbagai usaha dilakukan pihak perusahaan agar dapat tampil ditengah-tengah persaingan tersebut. Mereka saling berlomba agar dapat berkembang dengan harapan pasar-pasar yang masih potensial diperlakukan usaha

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 68

pemasaran yang efektif. Keberhasilan pemasaran merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan. Demikian pun dengan jasa, jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Jasa pada dasarnya merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk atau konstruksi, yang biasa dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau hotel) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2003). Dewasa ini peranan dan perkembangan sektor jasa menjadi sangat berarti dan hampir tidak mungkin lagi untuk dihindari. Salah satu jasa pelayanan itu adalah jasa pelayanan penginapan.

Peningkatan permintaan akan produk jasa, menurut Anna dalam Edy (2005) berarti semakin banyak pula muncul produsen-produsen jasa. Hal ini menyebabkan banyaknya persaingan. Perusahaan dalam hal ini harus pandai-pandai menyiasati dengan benar dan tepat untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan dan bisa mendatangkan keuntungan bagi mereka. Pemasaran modern harus berorientasi pada konsumen. Bentuk orientasi itu adalah upaya terus-menerus untuk mencapai kepuasan konsumen. Kepuasan pelanggan merupakan perbandingan antara layanan yang diterima dengan layanan yang diharapkan. Jika harapannya terpenuhi maka mereka pun akan puas dan persepsinya positif dan sebaliknya, jika tidak terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.

Kepuasan pelayanan penginapan yang tidak sesuai dengan persepsi harapan dengan yang telah dialaminya akan menimbulkan ketidakpuasan yang diungkapkan dalam bentuk keluhan, pengaduan, protes, kemarahan, pemuatan terbuka di media massa yang akan menarik perhatian masyarakat luar dan dapat merusak citra dan posisi Hotel. Oleh karena itu salah satu syarat agar hotel menjadi sukses dalam persaingan di masa depan adalah berusaha mencapai tujuan dengan menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Dengan pelayanan yang baik dan tepat oleh perusahaan maka dapat membantu perusahaan dalam perluasan daerah pemasarannya dan akan lebih meningkatkan motivasi membeli para konsumen.

Peranan hotel sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan pelanggan menjadi semakin penting bagi masyarakat. Apabila perusahaan menginginkan konsumen merasa puas disamping perlu memperhatikan kualitas pelayanan yang dihasilkan juga perlu memperhatikan strategi pelayanan yang tepat. Meskipun produk yang ditawarkan oleh Hotel Jepara Indah telah sesuai dengan selera konsumen, akan tetapi di dalam memberikan pelayanan kurang baik akan menyebabkan konsumen kurang terpuaskan. Akibatnya hilang kepercayaan konsumen terhadap produk, motivasi konsumen akan menurun, dan daerah pemasaran akan direbut oleh pesaing. Sebaliknya apabila strategi yang digunakan oleh Hotel Jepara Indah dalam pelayanan sudah tepat dan ditunjang dengan fasilitas dan kualitas produk yang baik, maka dapat memberikan kepuasan pada konsumen.

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa agar menarik dan mempertahankan

69 Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah

Samsul Arifin

pelanggan sehingga tetap menggunakan jasa pada hotel tersebut dengan pemenuhan harapan pelanggan yang dilakukan. Faktor tersebut adalah kepercayaan fasilitas dan kualitas pelayanan. Landasan Teori Kepercayaan

Kepercayaan adalah sebuah kemauan untuk percaya pada mitra pertukaran yang memiliki konfidensi (Moorman et. al, 1992). Kepercayaan adalah sebuah komitmen pada perusahaan lain akan hasil kinerja yang positif (Anderson dan Narus, 2003). Kepercayaan adalah keyakinan bahwa penyedia jasa dapat menggunakannya sebagai alat untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan nasabah yang akan dilayani. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adalah suatu kemauan atau keyakinan mitra pertukaran untuk menjalin hubungan jangka panjang untuk menghasilkan kerja yang positif (Crosby et al., 2000) dalam (Yulianto dan Waluyo, 2004:349).

Ada dua konseptualisasi yang dominan mengenai rasa percaya yaitu: 1) rasa percaya sebagai aspek afeksi ataupun aspek kognisi 2) rasa percaya sebagai aspek konasi

Afeksi berkaitan dengan perasaan dan emosi. Aspek afeksi menyangkut masalah emosional subyektif atau perasaan seseorang terhadap suatu objek. Perasaan bisa bersifat positif yaitu rasa percaya dan bersifat negatif yaitu rasa curiga. Aspek kognisi adalah proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang. Aspek kognisi yaitu merupakan ekspresi non verbal yang berupa keyakinan-keyakinan informasi yaitu keyakinan yang berhubungan dengan atribut yang dimiliki oleh suatu objek (Partanto & Yuwono, 2004 dalam Yulianto dan Waluyo, 2004:350).

Aspek konasi adalah berupa perilaku nyata atau kecenderungan perilaku mempercayai untuk mengambil resiko atau kemauan untuk terikat dalam perilaku. Aspek konasi dapat dinyatakan dengan jelas atau hanya diekspresikan.

Konsep pertama merupakan suatu persepsi rasa percaya dan konsep kedua merupakan perilaku mempercayai. Persepsi rasa percaya dan perilaku mempercayai merupakan hal penting bagi kestabilan dan kelangsungan hubungan antara dua pihak yang saling berhubungan.

Kemampuan berkomunikasi yang efektif merupakan instrumen untuk menghasilkan kepercayaan pelanggan. Komunikasi yang efektif akan membantu pelanggan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya menciptakan kepercayaan pada perusahaan penyedia jasa, karena komunikasi yang sering dan bermutu tinggi akan menghasilkan kepercayaan yang lebih besar (Morgan & Hunt, 2004 dalam Yulianto dan Waluyo, 2004:351). Konsep Fasilitas

Fasilitas adalah segala sesuatu baik benda maupun jasa yang menyertai

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 70

pelayanan yang diberikan oleh perusahaan baik perusahaan jasa maupun perusahaan industri (Oka A Youti 1987:12). Sebuah hotel akan berusaha meningkatkan fasilitas demi kepuasan konsumen sehingga kelangsungan perusahaan terus berjalan. Seorang pelanggan akan menjaga loyalitas bahkan mungkin akan menginformasikan kepada orang lain bila merasa puas dengan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan jasa dalam hal ini adalah hotel. Konsep Kualitas Pelayanan

Menurut Thorik G. dan Utus H. (2006:77) pentingnya memberikan pelayanan yang berkualitas disebabkan pelayanan (service) tidak hanya sebatas mengantarkan atau melayani. Service berarti mengerti, memahami, dan merasakan sehingga penyampaiannya pun akan mengenai heart share konsumen dan pada akhirnya memperkokoh posisi dalam mind share konsumen. Dengan adanya heart share dan mind share yang tertanam, loyalitas seorang konsumen pada produk atau usaha perusahaan tidak akan diragukan.

Pelayanan menurut Philip Kotler, (2005:46) adalah kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak pula berakibat pemilihan sesuatu. Pelayanan menurut W.J.S. Poerwadarminta (2006:76) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk keperluan orang lain. Pelayanan menurut Tjiptono (2001:6) merupakan setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tdk berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Pelayanan menurut Yazid (2001:78) merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan produk atau jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan perusahaan adalah suatu usaha yang dilakukan dalam upaya untuk dapat memberikan kepuasan pada konsumennya. Dalam hal ini pelayanan mencakup tentang kelengkapan yang digunakan, keramahtamahan, kegiatan, ketepatan serta pertanggungjawaban bila terjadi kerusakan pada produk yang sudah dibelinya. Masalah pelayanan ini sangat penting artinya bagi konsumen, oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari perusahaan. Pelayanan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa merupakan kunci kesuksesan suatu usaha di dalam menjalankan suatu usaha.

Dalam model kualitas jasa yang dirumuskan terlihat bahwa pengharapan konsumen dibentuk berdasarkan 4 hal yaitu (Kotler, 2005:56):

1) Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth), 2) Kebutuhan pribadi konsumen, 3) Pengalaman masa lalu 4) Iklan / promosi yang disampaikan perusahaan jasa.

Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan pengharapan ini, dan setelah menikmati jasa tadi, mereka akan membandingkannya dengan apa yang mereka harapkan. Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh di bawah jasa yang

71 Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah

Samsul Arifin

mereka harapkan, konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa tersebut. Sebaliknya, bila jasa yang mereka nikmati memenuhi atau melebihi pengharapannya, mereka cenderung akan memakai lagi pemberi jasa itu.

Model kualitas jasa pelayanan ini mengidentifikasi lima kesenjangan yang menyebabkan gagalnya pelayanan jasa. Kelima kesenjangan tersebut diuraikan sebagai berikut (Kotler, 2005:82).

a) Kesenjangan pengharapan pelanggan dengan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan atau bagaimana pelanggan menilai masing-masing komponen jasa.

b) Kesenjangan persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen barangkali belum menetapkan standar mutu yang jelas, atau barangkali manajemen menetapkan standar mutu yang jelas tetapi tidak realistis, atau standar mutu jelas dan realistis, tetapi manajemen tidak memiliki komitmen kuat untuk mewujudkannya.

c) Kesenjangan spesifikasi kualitas jasa dengan pemberian jasa. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pemberian jasa. Tenaga kerja barang kali belum memperoleh cukup latihan atau mempunyai beban kerja yang terlalu banyak. Selain itu moral personil yang rendah dan peralatan yang rusak juga turut berpengaruh.

d) Kesenjangan penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal. Pengharapan konsumen dipengaruhi akan janji yang diutarakan oleh pemberi jasa melalui komunikasi eksternal tadi.

e) Kesenjangan jasa yang dinikmati pelanggan dengan jasa yang diharapkan konsumen. Kesenjangan ini timbul bila satu atau lebih dari kesenjangan yang telah disebutkan tadi terjadi.

Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler (2005:36) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Pengertian kepuasan konsumen menurut Alma (2006:238) adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan dengan harapannya.

Menurut Wilkie (1990) dalam Tjiptono (2004:24) kepuasan didefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumen suatu produk atau jasa. Menurut Engle et. al dalam Tjiptono (2004:24) kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang di pilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (Outcome) tidak memenuhi harapan. Menurut Engle et.al (2005:210) kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi paska konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi harapan. Setelah melihat dari beberapa pengertian di atas maka dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup antara harapan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 72

dan hasil yang dirasakan. Kepuasan adalah suatu bentuk perasaan seseorang yang mendapatkan

pengalaman kinerja yang telah memenuhi harapannya (Kotler dan Andreasen dalam Edy, 2005). Dengan demikian tingkat kepuasan adalah fungsi dan perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Konsumen dapat memahami salah satu dari tingkat kepuasan umum, jika kinerja dibawah harapan maka konsumen akan kecewa, jika kinerja sesuai harapan maka konsumen akan puas dan apabila kinerja melebihi harapan maka konsumen akan sangat puas. Konsep kepuasan konsumen sebenarnya masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana, maupun kompleks dan rumit. Dalam hal ini peranan setiap individu dalam transaksi pembelian barang dan jasa sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk.

Konsumen dalam menyatakan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap pelayanan hotel tergantung kepada pelayanannya baik sebelum maupun sesudah konsumen merasakan pelayanan di hotel. Dengan dilakukannya penilaian terhadap kepuasan konsumen, maka dapat diketahui kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan oleh hotel, mutu pelayanan hotel dapat dilihat dari aspek kepuasan konsumen juga dapat diketahui dari harapan konsumen. Kepuasan konsisten juga akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian ulang atau pembelian yang sifatnya terus menerus terhadap pembelian jasa yang sama. Dewasa ini perhatian kepada kepuasan maupun ketidakpuasan konsumen telah semakin besar. Semakin banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap hal ini. Dengan semakin banyaknya pihak yang menawarkan produk atau jasa, maka konsumen memiliki pilihan yang semakin banyak pula. Dengan demikian kekuatan tawar-menawar konsumen akan semakin besar pula.

Menurut Schanaar dalam Tjiptono (2004), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan konsumen yang merasa puas. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat antara lain hubungan antara perusahaan dan konsumen menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas konsumen, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2004).

Pengukuran kepuasan (Kotler, 2005) dapat diukur dengan beberapa cara, kepuasan dapat diukur dengan menanyakan secara langsung kepuasan konsumen dengan menggunakan skala. Responden dapat diminta untuk memberikan peringkat seberapa besar harapan terhadap atribut tertentu dan seberapa besar yang dialaminya. Metode lain dengan meminta responden membuat daftar masalah yang dihadapi dan membuat daftar yang disarankan untuk perbaikan. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Hipotesis

Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada gambar 1.

73 Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah

Samsul Arifin

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan kerangka penelitian, hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : kepercayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen H2 : fasilitas berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen H3 : kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen H4 : Kepercayaan, fasilitas dan kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh

terhadap kepuasan konsumen Metode Penelitian Variabel Penelitian

Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi variabel dependen (kepuasan konsumen) dan variabel independen yang terdiri dari kepercayaan, fasilitas dan kualitas pelayanan.

Populasi, Sampel dan data

Populasi dalam penelitian adalah seluruh konsumen yang datang dan menginap di Hotel Jepara Indah. Jumlah responden yang diambil pada penelitian ini sebanyak 48 orang. Yaitu konsumen yang menginap di Hotel Jepara Indah selama periode penelitian dan bersedia mengisi kuesioner.

Data yang diperlukan dalam penelitian berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan berupa sejarah perusahaan, jumlah rata-rata tamu menginap selama beberapa bulan terakhir, dan profil perusahaan. Data tersebut diperoleh dari pihak hotel yang dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Data primer berupa tanggapan responden mengenai kuesioner penelitian diperoleh langsung dari konsumen yang dikumpulkan dengan wawancara atau pengisian kuesioner oleh responden. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Untuk memastikan kualitas data, sebelum data dianalisis maka dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Model analisis disajikan pada persamaan (1) sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e …(1)

Kepuasan Konsumen

Fasilitas

Kepercayaan

Kualitas Pelayanan

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 74

Keterangan: Y = kepuasan konsumen X1 = Kepercayaan X2 = Fasilitas X3 = Kualitas Pelayanan a = konstanta b1,b2,b3 = koefisien regresi e = residual

Hasil Penelitian Lokasi Penelitian dan Profil Responden

Hotel Jepara Indah merupakan hotel berbintang 3 (tiga) di Jepara yang bertaraf internasional. Hotel Jepara Indah dibangun dalam dua tahap, tahap pertama dengan kapasitas 49 kamar dan tahap kedua 55 kamar, sehingga saat ini Hotel Jepara Indah memiliki 104 kamar. Hotel Jepara Indah dibangun diatas tanah seluas 5600 m terletak di Jl. HOS. Cokroaminoto 12 Jepara, Jawa Tengah.

Profil responden yang dibahas diantaranya: jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan. 1. Jenis kelamin: Responden laki-laki sebanyak 34 atau 0,71%, sedangkan responden

dengan perempuan sebanyak 14 orang atau 0,29%. Responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Hal ini merupakan hal yang wajar karena laki-laki biasanya lebih sering melakukan perjalanan.

2. Usia: Berdasarkan rekapitulasi data, sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki umur 21-30 tahun sebanyak 22 orang atau 45,8%, responden yang memiliki umur 31-40 tahun sebanyak 13 orang atau 27,1%, responden yang memiliki umur 41-50 tahun sebanyak 8 orang atau sebesar 16,6% dan responden yang memiliki umur 51-60 tahun sebanyak 5 orang atau 10,5%.

3. Pekerjaan: Berdasarkan rekapitulasi data, sebanyak 19 orang atau 39,5% bekerja sebagai wiraswasta. Selain itu,responden yang bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 18 orang atau 37,5%, responden yang bekerja sebagai PNS sebanyak 6 orang atau 12,5%, responden yang memiliki pekerjaan lain-lain sebanyak 3 orang atau 6,24% dan sebagian kecil responden adalah mahasiswa yaitu sebanyak 2 orang atau 4,17%. Sebagian besar responden merupakan wiraswasta dalam bisnis mebel.

4. Tingkat pendidikan: Berdasarkan rekapitulasi, sebagian besar responden berpendidikan S1 sebanyak 22 orang atau 45,8%, responden berpendidikan Diploma sebanyak 12 orang atau 25%, responden yang berpendidikan SMA sebanyak 10 orang atau 20,8% dan sebagian kecil responden memiliki pendidikan S2 sebanyak 4 orang atau 8,3%.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban pelanggan yang diambil sebagai responden dalam penelitian dijelaskan sebagai berikut ini. Berdasarkan

75 Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah

Samsul Arifin

hasil pengolahan data hasil jawaban responden sebanyak 48 orang secara terperinci dapat dijelaskan bahwa rata-rata atau nilai mean dari setiap item pernyataan adalah lebih besar dari 3, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban S, sehingga dapat diartikan bahwa kepercayaan pelanggan terhadap Hotel Jepara Indah dalam kategori baik ditinjau dari kenyamanan, kepercayaan terhadap layanan petugas dan kepercayaan terhadap hotel. Konsumen pada Hotel Jepara indah merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan Hotel Jepara Indah.

Hasil Uji Validitas

Berdasarkan hasil olah datai, item pernyataan dari masing-masing variabel kepercayaan, kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen memiliki nilai corrected item total correlation (r hitung) lebih besar daripada r tabel (0,284). Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil uji instrumen variabel kepercayaan, fasilitas, kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen dikatakan valid atau menunjukkan data yang akurat. Hasil Uji Reliabilitas

Hasil Uji Reliabilitas variabel Kepercayaan (0,757), Fasilitas (0,648), Kualitas pelayanan (0,833) dan Kepuasan konsumen (0,636). Empat variabel berdasarkan nilai Cronbach alpha, lebih besar dari 0,6 jadi dapat dinyatakan bahwa variabel Kepercayaan (X1), Fasilitas (X2), Kualitas Pelayanan (X3) dan Kepuasan konsumen (Y) menghasilkan data reliabel atau dapat dipercaya. Analisis Regresi

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil olah data adalah: Y= 2,758 + 0,192(X1) + 0,591(X2) + 0,240(X3) Interpretasi persamaan diatas, sebagai berikut:

1) Nilai sebesar 2,758 merupakan nilai konstanta, artinya tanpa ada pengaruh dari ketiga variabel independen dan faktor lain, maka variabel kepuasan konsumen mempunyai nilai sebesar konstanta tersebut yaitu sebesar 2,758. Atau dapat dikatakan kepuasannya cukup.

2) Koefisien regresi 0,192 menyatakan bahwa peningkatan kepercayaan yang diberikan pada pelanggan akan meningkatkan kepuasan konsumen.

3) Koefisien regresi 0,591 menyatakan bahwa kenaikan tingkat fasilitas yang diberikan kepada pelanggan akan meningkatkan kepuasan konsumen.

4) Koefisien regresi 0,240 menyatakan bahwa kenaikan tingkat kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan akan meningkatkan kepuasan konsumen.

Berdasarkan perhitungan pada nilai adjusted Rsquare sebesar 0,523. Artinya variabel independen yang terdiri variabel kepercayaan, fasilitas dan kualitas pelayanan memberikan kontribusi sumbangan sebesar 52,3% terhadap variasi perubahan kepuasan konsumen. Dari angka tersebut berarti ada variabel independen di luar model regresi ini yang berpengaruh terhadap kepuasan konsumen yang hanya sebesar 47,7%. misalnya

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 76

faktor keterpaksaan karena Hotel Jepara Indah merupakan satu-satunya hotel berbintang tiga di Jepara.

Pengujian Hipotesis 1. Uji F

Hasil uji hipotesis F ditunjukkan oleh nilai F hitung = 18.172 lebih besar dari Ftabel = 2.82 berarti Ho ditolak dan Ha diterima, artinya secara statistik dapat dibuktikan bahwa semua variabel independen (kepercayaan, fasilitas, dan kualiatas pelayanan) berpengaruh terhadap perubahan nilai variabel dependen (kepuasan konsumen)

2. Uji t

a) Uji hipotesis t untuk variabel kepercayaan diperoleh t hitung = 2,495 lebih besar dari t tabel= 1,684 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,016 < a = 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa variabel kepercayaan (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Y) di Hotel jepara Indah.

b) Uji hipotesis t (parsial) untuk variabel fasilitas diperoleh thitung = 4,200 lebih besar dari t tabel= 1,684 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < a = 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa variabel fasilitas (X2) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Y) di Hotel Jepara Indah.

c) Uji hipotesis t (parsial) untuk variabel kualitas pelayanan diperoleh thitung = 2,036 lebih besar dari t tabel= 1,684 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,048 < a = 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa variabel kualitas pelayanan (X3) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Y) di Hotel Jepara Indah.

Penutup Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1) Variabel kepercayaan (X1), fasilitas (X2) dan kualitas pelayanan (X3) secara

parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Y). Ditunjukkan dari nilai t hitung masing–masing variabel secara berurutan 2,495, 4,200 dan 2,036 lebih besar dibandingkan t tabel (1,684).

2) Variabel kepercayaan (X1), fasilitas (X2) dan kualitas pelayanan (X3) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan konsumen. Ditunjukkan dari nilai F hitung (18,172) > F tabel (2,82).

77 Pengaruh Kepercayaan, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Jepara Indah

Samsul Arifin

Saran-saran 1) Untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, perlu adanya peningkatan

kenyamanan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Misalnya dengan cara menjaga kebersihan kamar serta merawat fasilitas hotel yang ada sehingga konsumen selalu merasa nyaman.

2) Dalam meningkatkan fasilitas pada Hotel perlu adanya tambahan fasilitas menarik dari yang telah ada dengan perawatan fasilitas yang memadai sehingga konsumen dapat merasa terpenuhi segala kebutuhannya. Misalnya dengan menambah fasilitas hot spot area.

DAFTAR PUSTAKA

Azis Slamet Wiyono dan M. Wahyuddin, 2005, Studi Tentang Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Gatot Yulianto dan Purwanto Waluyo, 2004, “Pengaruh Keefektifan Komunikasi, Kualitas Teknikal, Kualitas Fungsional dan Kepercayaan Pada Komitmen Keterhubungan Bandara Ahmad Yani Semarang”, Telaah Manajemen, Vol.1 Edisi 3.

Hifni, 2004, Ketika Komunikasi Pemasaran Menyatu, Manajemen, no 125.

Kotler, Philip, 2005, Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Jilid Dua, Erlangga, Jakarta.

Kotler, Philip, Alih Bahasa Hendro, Ronny, dan Benjamin 2004, Manajemen Pemasaran, Edisi milenium, jilid 1 & 2, PT Indeks, jakarta.

Panca Winahyuningsih, 2010, Pengaruh Kepercayaan Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Hotel Griptha Kudus, sumber: http://eprints.umk.ac.id/160/1/pengaruh_kepercayaan_dan_kualitas_pelayanan.pdf

Rachmat Latief, A. Rahman Kadir, Noer Bahry Nur, 2005, “Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar: Pendekatan Analisis Voice of Costumer (VOC)”, Jurnal analisis Pemasaran, Maret 2005, Vol 2 No. 1, h. 13-20.

Stanton, William J, 2003, Prinsip Pemasaran, Jilid I (Edisi ke 7), Jakarta.

Tjiptono, Fandy, 2001, Manajemen Jasa, Andi offset, Yogyakarta.

Tjiptono, Fandy, 2004, Strategi Pemasaran, Andi offset, Yogyakarta.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 78

Halaman ini sengaja dikosongkan

79 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP KINERJA SAHAM PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN RIGHT ISSUE

Solikhul Hidayat

Program Studi Akuntansi, STIE Nahdlatul Ulama Jepara Email:

[email protected]

Abstract This research aims at identifying firm’s tendency to execute earnings

management by accruals, and its impact to long-run market performance. The sample is drawn from firms in right issue offerings for period of 2005 - 2008, which are registered on the Indonesian Stock Exchange. In this study, earnings management is measured by two accrual variables which are discretionary current accruals and discretionary long term accruals. The long-run market performance is measured by Cumulative Abnormal Return (CAR) method with market adjusted model for periods 1 year after right issue and 2 years after right issue offerings. Then, descriptive statistics, one sample t-test, paired samples t-test are used to test the research hypotheses. Multiple regressions are used to test the hypotheses in order to know the influence of earnings management variables on the CAR. The results show: (1) earnings management finds through accruals manipulation through operating cash flow but not through production cost and discretionary expense and (2) earnings management effect stock performance 1 year after right issue offerings. Keywords: right issue, earnings management, accrual, long-run market performance Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kecenderungan perusahaan melakukan manajemen laba melalui akrual dan pengaruhnya terhadap kinerja saham. Sampel penelitian adalah perusahaan yang melakukan penawaran right issue pada periode tahun 2005 - 2008 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam studi ini, manajemen laba diukur dengan yaitu akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang. Ukuran kinerja saham diukur dengan metode Cumulative Abnormal Return (CAR) dengan market adjusted model untuk periode 1 tahun dan 2 tahun setelah penawaran right issue. Metode analisis yang digunakan adalah uji beda berpasangan dan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan: (1) manajemen laba terbukti ditemukan melalui akrual dan manipulasi aktivitas nyata melalui arus kas kegiatan operasi, dan tidak terbukti melalui biaya produksi dan biaya diskresioner, dan (2) manajemen laba mempengaruhi kinerja saham 1 tahun setelah penawaran right issue. Kata kunci: right issue, manajemen laba, akrual, kinerja saham

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 80

Pendahuluan Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang

yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Penyelenggaraan pasar modal akan mendorong percepatan aktivitas investasi yang dibutuhkan oleh sektor riil. Sebagai salah satu alternatif investasi, investor membutuhkan informasi yang relevan untuk mendukung keputusan investasi. Salah satu informasi yang perlu dianalisis adalah aktivitas emisi saham tambahan yang dilakukan oleh emiten pada periode setelah penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offering).

Salah satu contoh dari penawaran surat berharga tambahan adalah right issue. Perusahaan dapat menjual hak (right) kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru dengan harga tertentu. Pada tingkat leverage tertentu, perusahaan akan cenderung lebih memilih right issue karena ada beberapa keunggulan, penawaran saham tambahan melalui mekanisme right issue memerlukan biaya yang lebih murah.

Praktik manajemen laba yang bertujuan menaikkan laba di sekitar penawaran umum saham tambahan seperti Rangan (1998), Teoh et al. (1998), dan Shivakumar (2000) yang menjelaskan bahwa perusahaan menggunakan manajemen laba melalui akrual (accruals) di sekitar penawaran saham tambahan. Manajemen laba melalui akrual tersebut tidak mempunyai konsekuensi langsung terhadap arus kas perusahaan.

Penelitian ini bermaksud menelaah kembali apakah tindakan manajemen laba pada saat penawaran saham tambahan khususnya pada peristiwa right issue terjadi di pasar modal Indonesia. Penelitian ini dilakukan karena masih terdapat hasil yang belum konsisten dari beberapa penelitian sebelumnya dengan topik yang sama, sehingga penelitian ini masih menjadi topik yang cukup menarik. Pada tahun 2005 sampai dengan 2008 terdapat perusahaan di BEI yang melakukan right issue 59 buah, dengan kinerja saham yang kecenderungannya menurun rata-rata sampai 7%.

Tujuan penelitian adalah untuk mendeteksi perilaku perusahaan dalam melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner baik jangka pendek maupun jangka panjang, pada saat penawaran right issue dan menguji pengaruhnya terhadap return saham. Telaah Pustaka dan Pengembangan Hipotesis Manajemen Laba

Manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Wolk et al., 2001, dalam Dewi, 2004). Fischer dan Rosenzweig (1995) dalam Putra (2006) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Niken Astria, 2004), manajemen laba terjadi

81 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Asimetri informasi pada saat penawaran saham tambahan atau right issue telah mendorong pihak manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba sebelum dan sesudah penawaran saham (Teoh et al., 1998; dan DuCharme et al., 2000). Tindakan ini dilakukan manajemen dengan harapan investor memberi penilaian yang positif terhadap proses penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan. Akrual

Salah satu teknik manajemen laba yang biasa digunakan oleh manajemen adalah akrual. Akrual merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi perusahaan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi, yang bisa bersifat akrual diskresioner dan akrual non-diskresioner (Sutanto, 2000). Laporan keuangan disusun berdasarkan proses akrual, sehingga angka-angka laporan keuangan akan mengandung komponen akrual baik yang diskresioner maupun yang non-diskresioner.

Akrual diskresioner merupakan salah satu ukuran dari manajemen laba sehingga biasanya digunakan untuk mendeteksi adanya manajemen laba. Akrual diskresioner terdiri dari akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang (Whelan dan McNamara 2004). Akrual diskresioner jangka pendek memiliki waktu yang relatif pendek misalnya satu tahun atau kurang dari satu tahun (satu periode akuntansi) sedangkan akrual diskresioner jangka panjang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun (satu periode akuntansi) (Dechow, 1994). Penelitian Whelan dan McNamara (2004) menunjukkan bahwa akrual jangka pendek dan akrual jangka panjang mempunyai pengaruh yang berbeda khususnya terhadap relevansi informasi laba dan nilai buku.

Penelitian sebelumnya yang mengungkapkan adanya manajemen laba melalui akrual pada penawaran saham tambahan dilakukan oleh Rangan (1998) dan Teoh et. al. (1998). Rangan (1998) menemukan akrual abnormal yang positif yaitu menaikkan laba yang dilaporkan secara rata-rata pada perusahan selama beberapa tahun diseputar penawaran dan diikuti dengan penurunan kinerja saham setelah penawaran. Teoh et al. (1998) menemukan bukti yang sama dengan Rangan, dengan bukti tambahan bahwa perusahaan yang melakukan penawaran dengan cara menaikkan laba memiliki return saham yang rendah setelah periode penawaran tersebut. Right Issue

Right issue merupakan salah satu bentuk penawaran saham tambahan yaitu aktivitas perusahaan yang terdaftar di pasar modal yang berupa penawaran saham terbatas kepada pemegang saham lama diluar saham yang terlebih dahulu beredar di

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 82

masyarakat melalui mekanisme penawaran saham perdana (Megginson, 1997). Right issue adalah penawaran umum saham terbatas yang dilakukan oleh perusahaan untuk ditawarkan kepada pemegang saham lama dengan harga yang lebih murah, bahkan ada yang senilai nominal saham. Alasan perusahaan untuk melakukan right issue sangat beragam, misalnya pembangunan pabrik baru, penambahan modal kerja, diversifikasi produk, pembayaran utang, atau untuk rencana pengembangan perusahaan di masa yang akan datang. Setelah perusahaan melakukan right issue investor tentu sangat berharap kinerja yang dimiliki oleh perusahaan menjadi lebih baik karena dengan adanya right issue berarti dana dari pihak luar masuk ke perusahaan.

Perusahaan menerbitkan right issue dengan tujuan untuk tidak mengubah proporsi kepemilikan pemegang saham dan mengurangi biaya emisi akibat penerbitan saham baru. Pengumuman right issue yang dikeluarkan oleh perusahaan, secara teoritis dan empiris bereaksi negatif terhadap harga saham atau nilai pasar perusahaan, dan hal ini adalah kejadian yang disebabkan oleh risoko sistematik. Beberapa alasan perusahaan menerbitkan right issue antara lain adalah (Ghozali dan Solichin, 2003).

1) Right issue merupakan solusi yang cepat untuk memperoleh dana yang murah dan dengan proses yang mudah dan hampir tanpa resiko.

2) Right issue jauh lebih aman dibandingkan dengan cara lain, baik dengan pinjaman langsung atau dengan penerbitan surat hutang. Dengan right, dana masuk sebagai modal sehingga tidak membebani perusahaan sama sekali. Sedangkan jika dana diperoleh dari pinjaman, maka perusahaan harus menanggung beban bunga.

3) Minat emiten untuk melakukan right issue didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan situasi pasar modal yang dalam tahun-tahun ini berkembang pesat.

4) Dengan melakukan right issue maka jumlah lembar saham akan bertambah dan diharapkan dengan bertambahnya jumlah lembar saham akan dapat meningkatkan likuiditas saham.

Kinerja Saham

Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997, hal 503) adalah merupakan kata banda (n) yang artinya: 1. Sesuatu yang dicapai, 2. Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja.

Sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi (1997, hal 419) adalah penentuan secara periodik. Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Sedangkan pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.

83 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

Kerangka Penelitian H1 H3 H2 Pengembangan Hipotesis H1 : Perusahaan melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner jangka

pendek pada saat penawaran right issue. H2 : Perusahaan melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner jangka

panjang pada saat penawaran right issue. H3 : Manajemen laba melalui akrual pada saat penawaran right issue mempengaruhi

kinerja saham jangka panjang perusahaan. Metodologi Penelitian Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan penawaran right issue, sejumlah 125 perusahaan.

Untuk memperoleh sampel tersebut menggunakan metode purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan lima kriteria berikut, sehingga terpilih 59 perusahaan:

1) Perusahaan melakukan penawaran right issue dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Right issue digunakan sebagai proksi penawaran saham tambahan karena di Indonesia sebagian besar proses penawaran saham tambahan dilakukan dengan cara menjual hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru dengan harga tertentu.

2) Perusahaan yang masuk sebagai sampel tidak termasuk kelompok perusahaan perbankan, sekuritas, asuransi atau lembaga keuangan lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan pengaruh regulasi tertentu yang dapat mempengaruhi variabel penelitian.

3) Perusahaan menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember dengan tujuan untuk meningkatkan komparabilitas atau daya banding yang baik.

4) Mempunyai nilai buku ekuitas yang positif karena nilai buku ekuitas yang negatif dapat mengakibatkan kondisi sampel menjadi tidak homogen.

5) Perusahaan sampel memiliki data return saham untuk menghitung abnormal return untuk periode 1 tahun dan 2 tahun setelah right issue.

Jenis Data dan Metode Pengumpulannya

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Berupa data laporan keuangan perusahaan yang melakukan penawaran right issue yang dapat diperoleh dari buku

Kinerja Saham Perusahaan yang

melakukan Right Issue

Akrual Disk. Jangka Pendek

Akrual Disk. Jangka Panjang

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 84

ICMD (Indonesian Capital Market Directory), dan JSX Fact Book. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Data kas, persediaan, piutang, aktiva lancar, total aktiva, total utang, utang jangka panjang yang segera jatuh tempo yang diperoleh dari neraca.

2) Data penjualan, harga pokok penjualan, biaya-biaya, laba operasi, net income yang diperoleh dari laporan laba rugi.

3) Data arus kas bersih dari kegiatan operasi yang diperoleh dari laporan arus kas. 4) Data return saham, ukuran perusahaan serta informasi lainnya diperoleh dari

ISMD di Pojok BEJ UNDIP dan website Bursa Efek Indonesia (BEI). Variabel Penelitian dan Pengukurannya

Variabel independen dalam penelitian ini adalah manajemen laba akrual yang diproksikan dengan akrual diskresioner yang dibagi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja jangka panjang perusahaan yang diproksikan dengan ukuran kinerja saham yaitu Cummulative Abnormal Return (CAR). 1. Variabel Dependen: kinerja perusahaan

Kinerja perusahaan diukur menggunakan Cummulative Abnormal Return (CAR) dengan metode market adjusted model yang dihitung secara harian. CAR diukur dengan perhitungan sebagai berikut : (Dechow et al., 1995; dalam Dewi; 2004)

CAR i,t =( )∑ =

−r

t tir1 i.t. m

Dimana, r

i,t

adalah return saham perusahaan i pada hari t yang dihitung:

1i.t sahamPenutupan Harga1i.t sahamPenutupan Hargai.t sahamPenutupan Harga ri.t

−−−=

sedangkan mi,t

1IHSGtPenutupan Harga1IHSG.tPenutupan HargaIHSG.tPenutupan Harga mi.t

−−−=

adalah return dari Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t yang dihitung dengan rumus: (Dechow et al., 1995; dalam Dewi, 2004).

2. Variabel Independen: akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang. a. Akrual Diskresioner Jangka Pendek: dihitung dengan model modified Jones

(1991) seperti yang dijelaskan dalam Dechow et al. (1995). Dechow et al. (1995; dalam Dewi; 2004) menyatakan model Jones yang telah dimodifikasi memberikan kekuatan statistik yang tinggi untuk mendeteksi adanya manajemen laba jika terdapat akrual diskresioner yang signifikan. Prosedur yang digunakan untuk menghitung akrual diskresioner jangka pendek sebagai berikut: Teoh et al. (1998). 1) Menghitung akrual jangka pendek (current accrual) sebagai berikut:

Untuk mencari nilai akrual jangka pendek, terlebih dahulu mencari nilai

85 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

current accrual sebagai berikut: CAit

– ∆ [Utang Lancar – Utang Jk. Panjang yang Segera Jatuh Tempo = ∆ [Aktiva Lancar – Kas]

2) Mendeteksi nilai ekspektasi akrual jangka pendek sebagai berikut : Nilai ekspektasi akrual jangka pendek (expected current accrual) dari perusahaan right issue dengan adjusted industry, dilakukan dengan OLS regresi sebagai berikut:

CAit/TAit-1 = α1(1/TAit-1) + α2(∆REV it/TAit-1) + єit

Keterangan

CAit

TA : akrual jangka pendek perusahaan i pada tahun t

it-1

∆REV: total aktiva perusahaan i pada tahun t-1

it

є : perubahan pendapatan perusahaan i pada tahun t

it

3) Mencari akrual non-diskresioner jangka pendek sebagai berikut: : error term perusahaan i pada tahun t

Berdasarkan estimasi di atas, maka dilakukan perhitungan nondiscretionary current accrual tiap sampel sebagai berikut: NDCAit/TAit-1 = α1(1/TAit-1) + α2(∆REV it - ∆REC it /TAit-1

Keterangan: )

NDCAit

∆REC: akrual non-diskresioner jangka pendek perusahaan i pada tahun t

it

4) Menghitung nilai akrual diskresioner jangka pendek sebagai berikut: : perubahan piutang perusahaan i pada tahun t

Akrual diskresioner jangka pendek (DCA) untuk perusahaan i pada tahun t, diperoleh dari nilai residual persamaan berikut: DCAit = (CAit/TAit-1) – NDCAit

b. Akrual Diskresioner Jangka Panjang: akrual jangka panjang dapat dicari dengan mengurangkan total akrual dengan akrual jangka pendek. Sehingga perlu mencari nilai total akrual terlebih dahulu sebagai berikut: (Teoh et al.,1998, dalam Dewi, 2004).

TACit = NIit – CFOit.

Keterangan :

TACit

NI : total akrual perusahaan i pada tahun t

it

CFO: laba bersih sebelum pos luar biasa perusahaan i pada tahun t

it

Sedangkan nilai akrual jangka panjang dicari dengan mengurangkan total akrual di atas dengan akrual jangka pendek sebagai berikut:

: aliran kas operasi perusahaan i pada tahun t

LTACit = TACit – CAit

Keterangan :

LTACit

TAC : akrual jangka panjang perusahaan i pada tahun t

it

CA : total akrual perusahaan i pada tahun t

it

: akrual jangka pendek perusahaan i pada tahun t

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 86

Untuk memperoleh nilai akrual diskresioner jangka panjang, maka kita perlu mengestimasi nilai total akrual diskresioner dan total akrual non-diskresioner terlebih dahulu. Sama halnya dengan menghitung akrual jangka pendek, kecuali nilai total akrual (TAC) digunakan sebagai variabel dependen dan di dalam regresi dimasukkan variabel tanah, bangunan, dan perlengkapan/ peralatan (PPE) sebagai tambahan variabel penjelas. Model OLS untuk menghitung akrual diskresioner jangka panjang yang dikembangkan ini merupakan model modifikasi Jones (1991) yang juga digunakan dalam penelitian Teoh et al. (1998). TACit/TAit-1 = α1(1/TAit-1) + α2(∆REV it/TAit-1) + α3(PPEit/TAit-1) + є it

Keterangan :

TACit

∆REV: total akrual perusahaan i pada tahun t

it

PPE: perubahan pendapatan perusahaan i pada tahun t

it

TA : aktiva tetap perusahaan i pada tahun t

it-1

Sedangkan total akrual non-diskresioner dihitung kembali sebagai berikut: : total aktiva perusahaan i pada tahun t-1

NDTACit = α1(1/TAit-1) + α2(∆REV it - ∆REC it/TAit-1) + α3(PPEit/TAit-1

Keterangan : )

NDTACit

∆REC: total akrual non-diskresioner perusahaan i pada tahun t

it

Sehingga akrual non-diskresioner jangka panjang (NDLA) adalah selisih antara total akrual non-diskresioner (NDTAC) yang dihitung pada persamaan (11) di atas dengan akrual non-diskresioner jangka pendek (NDCA) yang dihitung pada persamaan (6) di atas. Dengan demikian nilai akrual diskresioner jangka panjang (DLA) adalah selisih antara akrual jangka panjang (LTAC) yang diskalakan dengan total asset dengan akrual non-diskresioner jangka panjang (NDLA) dengan persamaan sebagai berikut:

: perubahan piutang perusahaan i pada tahun t

DLAit = (LTACit/TAit-1) – NDLAJika manajemen melakukan manajemen laba melalui akrual maka akan terdapat akrual diskresioner abnormal (residual) baik jangka pendek maupun jangka panjang yang positif maupun negatif yang signifikan. Berdasarkan atas beberapa temuan penelitian sebelumnya terhadap penawaran saham tambahan dan manajemen laba melalui akrual yang dijelaskan di atas, maka peneliti memprediksi bahwa sampel akan memiliki akrual diskresioner abnormal yang positif diseputar peristiwa penawaran right issue.

it

3. Variabel Kontrol: ukuran perusahaan yang diproksikan dengan nilai log total aset (Log TAS). Ukuran perusahaan dimasukkan menjadi variabel kontrol, karena studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan merupakan ukuran bagi risiko dan ketersediaan informasi keuangan (Ohlson, 1980).

87 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

Metode Analisis Metode analisis untuk hipotesis H1 dan H2 yang menguji adanya manipulasi laba

akrual melalui akrual diskresioner jangka pendek dan jangka panjang menggunakan uji beda dua sampel berpasangan. Yaitu untuk membandingkan akrual diskresioner abnormal perusahaan satu tahun sebelum right issue dengan akrual diskresioner abnormal satu tahun setelah right issue.

Untuk menguji pengaruh manajemen laba terhadap kinerja saham jangka panjang maka dikembangkan model persamaan regresi yang dibagi dalam dua model untuk menghindari adanya korelasi yang kuat antarvariabel independen. Model Persamaan 1 (DCA):

CARt = α0 + α1DCAi + α2NDCAi + α6LOG(TASit

Model Persamaan 2 (DLA): ) + є .......................... (1)

CARt = α0 + α1DLAi + α2NDLAi + α6LOG(TASit

Keterangan : ) + є ........................... (2)

CAR : kinerja pasar diukur dengan cumulative abnormal return DCA : akrual diskresioner jangka pendek pada saat right issue NDCA : akrual non-diskresioner jangka pendek pada saat right issue DLA : akrual diskresioner jangka panjang pada saat right issue NDLA : akrual non-diskresioner jangka panjang pada saat right issue LOG(TASit

t : periode 1 tahun, 2 tahun setelah penawaran right issue. ) : nilai logaritma total aktiva perusahaan i pada tahun t

є : error term perusahaan i Untuk membuat benang merah antara hipotesis, model pengujian hipotesis dan

rencana pembahasan, maka disusun keterkaitannya pada tabel 1.

Tabel 1 Keterkaitan antara Hipotesis, Metode Analisis dan Dukungan Empiris

Hipotesis Metode Analisis Dukungan Empiris H1: Perusahaan melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner jangka pendek pada saat penawaran right issue.

Paired Sample t-Test

Apabila nilai rerata DCA signifikan pada pengujian α=5% maka hipotesis 1 diterima.

H2: Perusahaan melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner jangka panjang pada saat penawaran right issue.

Paired Sample t-Test

Apabila nilai rerata DLA signifikan pada pengujian α=5% maka hipotesis 2 diterima.

H3 : Manajemen laba pada saat penawaran right issue mempengaruhi kinerja jangka panjang perusahaan.

Analisis regresi: 1. CARt = α0 + α1DCAi + α2NDCAi + α6LOG(TASit

2. CAR) + є

t = α0 + α1DLAi + α2NDLAi + α6LOG(TASit

Jika nilai statistik F signifikan pada α=5% maka hipotesis 3 diterima.

) + є Sumber: dikembangkan untuk penelitian

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 88

Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Responden

Statistik deskriptif variabel penelitian dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation DCA 59 -3,28 4,16 ,5130 2,22996 NDCA 59 -3,04 1,02 -1,0076 1,20493 DLA 59 -2,14 3,92 ,8854 1,79040 NDLA 59 -,71 ,61 -,0472 ,38839 LOG_TAS 59 10,80 14,56 12,3680 ,87079

Sumber: Hasil Pengolahan Data Statistik

Nilai rata-rata akrual diskresioner jangka pendek (DCA) seluruh sampel perusahaan positif yakni sebesar 0,5130, sedangkan nilai akrual diskresioner jangka panjang (DLA) juga positif yakni sebesar 0,8854. Jika dibandingkan dengan nilai akrual non-diskresioner jangka pendek (NDCA) dan akrual non-diskresioner jangka panjang masing-masing sebesar -1,0076 dan -0,0472. Pengujian Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis H1 dan H2

Pengujian hipotesis H1 dan H2 menggunakan uji beda Paired Sample t-Test, hasilnya disajikan pada tabel 3. Jika benar ada manipulasi laba, maka akrual diskresioner perusahaan sebelum penawaran lebih tinggi dibandingkan akrual diskresioner setelah penawaran.

Tabel 3 Uji beda sampel berpasangan DCA & DLA

Rata-rata Paired Differences Mean diff. t Sig.

H1 DCASebelumRI 0,5929 1,44 7,211 0,000 DCASetelahRI -0,8562

H2 DLASebelumRI 1,0183 0,26 3,800 0,000 DLASetelahRI 0,7526 Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan tabel 3, nilai rata-rata DCA sebelum right issue sebesar 0,5929, yang mana nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan DCA sesudah right issue yang nilainya -0,8562. Secara statistik nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 sehingga hipotesis 1 diterima artinya terdapat perbedaan signifikan akrual diskresioner jangka pendek pada periode sebelum dibandingkan sesudah saat penawaran right issue.

Interpretasi pengujian hipotesis kesatu adalah perusahaan melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner jangka pendek pada saat penawaran right issue.

89 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

Temuan ini sejalan dengan Gumanti (2001), Rangan (1998) Teoh et. al., (1998), dan Annisa’rahman (2007) yakni perusahaan terbukti kuat melakukan manjemen laba khususnya melalui akrual diskresioner jangka pendek (DCA) baik periode sebelum right issue maupun periode setelah right issue.

Pengujian selanjutnya, hipotesis kedua, mengenai dugaan perusahaan melakukan manajemen laba melalui akrual diskresioner jangka panjang pada saat penawaran right issue. Berdasarkan tabel 3, nilai rata-rata DLA sebelum right issue sebesar 1,018, yang mana nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan DLA sesudah right issue yang nilainya 0,7526. Secara statistik nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 sehingga hipotesis 2 diterima artinya terdapat perbedaan signifikan akrual diskresioner jangka panjang pada periode sebelum dibandingkan sesudah saat penawaran right issue.

Interpretasi pengujian hipotesis kedua adalah perusahaan melakukan manipulasi laba melalui akrual diskresioner jangka panjang pada saat penawaran right issue. Temuan ini sejalan dengan Gumanti (2001), Rangan (1998) Teoh et. al., (1998), dan Annisa’rahman (2007) yakni perusahaan terbukti kuat melakukan manjemen laba khususnya melalui akrual diskresioner jangka panjang (DLA) baik periode sebelum right issue maupun periode setelah right issue.

Pengujian Hipotesis 3

Pengujian hipotesis 3 ini dilakukan berdasar atas hasil pengujian hipotesis sebelumnya. Terbukti bahwa perusahaan sampel melakukan tindakan manipulasi laba melalui akrual diskresioner baik jangka pendek dan jangka panjang. Oleh karena itu, pengujian pada hipotesis ketiga ini akan memfokuskan pada variabel yang terbukti adanya indikasi manajemen laba oleh perusahaan pada saat melakukan right issue. Variabel tersebut adalah akrual diskresioner jangka pendek (DCA), akrual diskresioner jangka panjang (DLA) dan uji pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan metode CAR 1 tahun untuk periode jangka pendek, dan CAR 2 tahun untuk periode jangka panjang setelah penawaran Right Issue.

Pengujian hipotesis 3 dilakukan dengan 2 model. Pengujian model 1 dilakukan dengan meregresikan variabel dependen CAR tahun ke-1 dan ke-2 dengan variabel independen DCA, NDCA, dan variabel kontrol LOG_TAS. Pengujian model persamaan 2 dilakukan dengan meregresikan variabel dependen CAR tahun ke-1 dan ke-2 dengan variabel independen DLA, NDLA, dan variabel kontrol LOG_TAS. Hasilnya disajikan pada tabel 4.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 90

Tabel 4 Hasil Pengujian Hipotesis ketiga

F hitung Sig. Adj R2 Model 1: CARt = α0 + α1DCAi + α2NDCAi + α4LOG(TASit) + є CAR 1 Tahun 2,929 0,029* 0,117

CAR 2 Tahun 0,845 0,503 0,021 Model 2: CARt = α0 + α1DLAi + α2NDLAi + α4LOG(TASit) + є CAR 1 Tahun 3,490 0,013* 0,147

CAR 2 Tahun 0,941 0,447 0,041 Keterangan: *) Siginifikan pada tingkat α=5%

Sumber: olah data dengan SPSS

Diketahui bahwa untuk model pertama, pengujian kinerja saham yang diukur dengan metode CAR untuk 1 tahun setelah right issue, menunjukkan nilai yang signifikan untuk model secara keseluruhan karena probabilitas sebesar 0,029 < 0,05. Sedangkan untuk kinerja saham selama 2 tahun (periode jangka panjang), hasil pengujian regresi atas model secara keseluruhan menunjukkan nilai yang tidak signifikan karena probabilitas sebesar 0,503 > 0,05.

Pada model 2, hasil pengujian menunjukkan bahwa kinerja saham yang diukur dengan metode CAR untuk 1 tahun setelah right issue, menunjukkan nilai yang signifikan untuk model secara keseluruhan karena probabilitas sebesar 0,013 < 0,05.. Sedangkan untuk kinerja saham selama 2 tahun (periode jangka panjang), hasil pengujian regresi atas model secara keseluruhan menunjukkan nilai yang tidak signifikan karena probabilitas sebesar 0,447 > 0,05.

Berdasarkan tabel 4 kolom adjusted R square pada model persamaan 1 diketahui nilai Adjusted R2 sebesar 0,117 (11,7%) pada model CAR 1 tahun atau dengan kata lain semua variabel yang dimasukkan dalam model (DCA, NDCA, dan LOG_TAS) dapat menjelaskan variasi kinerja saham selama 1 tahun yang dihitung dengan menggunakan metode CAR sebesar 11,7%. Sedangkan pada model pengujian untuk CAR 2 tahun dketahui nilai Adjusted R2

Sedangkan nilai Adjusted R

turun menjadi sebesar 0,021 (2,1%) atau dengan kata lain semua variabel yang dimasukkan dalam model CAR 2 tahun (DCA, NDCA, dan LOG_TAS) dapat menjelaskan variasi kinerja saham selama 2 tahun yang dihitung dengan menggunakan metode CAR sebesar 2,1%.

2 pada pengujian CAR 1 tahun untuk model persamaan 2 menunjukkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,147 (14,7%) yang berarti bahwa semua variabel yang dimasukkan dalam model (DLA, NDLA, dan LOG_TAS) dapat menjelaskan variasi kinerja saham selama 1 tahun yang dihitung dengan menggunakan metode CAR sebesar 14,7%. Sedangkan pada model pengujian untuk CAR 2 tahun

91 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Melakukan Right Issue

Solikhul Hidayat

diketahui nilai Adjusted R2

Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi perbedaan yang mencolok antara kedua model persamaan regresi di atas dalam menjelaskan variasi dalam variabel dependen CAR perusahaan. Namun bila dibandingkan dengan hasil pengujian antara model CAR 1 tahun dan CAR 2 tahun dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kemampuan variabel-variabel independen dan variabel kontrol yang dimasukkan dalam model dalam menjelaskan kinerja jangka panjang saham, dari 11,7% pada CAR 1 tahun menjadi 2,1% pada CAR 2 tahun untuk model persamaan 1 (DCA) dan 14,7% pada CAR 1 tahun menjadi 4,1% pada CAR 2 tahun untuk model persamaan 2 (DLA). Hal ini mengindikasikan bahwa setelah 1 tahun, kemampuan informasi akuntansi untuk menjelaskan kinerja saham menurun.

turun menjadi sebesar 0,041 (4,1%) atau dengan kata lain semua variabel yang dimasukkan dalam model CAR 2 tahun (DLA, NDLA, dan LOG_TAS) dapat menjelaskan variasi kinerja saham selama 2 tahun yang dihitung dengan menggunakan metode CAR sebesar 4,1%.

Penutup Kesimpulan

Dari hasil penelitian ditemukan adanya motivasi manajemen laba pada saat perusahaan melakukan right issue dengan menggunakan ukuran manajemen laba yang klasik, yaitu proksi akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang, juga ditemukan bahwa manajemen laba melalui akrual pada saat right issue terbukti mempengaruhi kinerja pasar dalam jangka pendek (1 tahun). Selain itu, perusahaan yang melakukan manajemen laba dalam kinerja saham dalam jangka waktu yang lebih panjang menjadi menurun.

Saran

Beberapa saran dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menggolongkan perusahaan

berdasarkan jenis industri sehingga dapat lebih spesifik diketahui pengaruh manajemen laba melalui akrual terhadap kinerja saham jangka panjang perusahaan di setiap industri.

2) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih dari tiga aktivitas dalam mendeteksi adanya manajemen laba, sehingga diharapkan hasilnya lebih valid lagi.

3) Agar tersedia data dalam laporan keuangan yang dipublikasikan, antara lain data tentang biaya riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan.

Daftar Referensi

Annisaa’rahman, dan Yanthi H, 2007, “Earnings Management melalui Accruals dan Real Activities Manipulation pada Initial Publik Offerings dan Kinerja Jangka Panjang (Studi Empiris pada Bursa Efek Jakarta)”, The 1st Accounting

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 92

Conference, Fakultas Ekonomi - Universitas Indonesia.

Dechow, P.M., S.A. Richardson dan I. Tuna, 2003, “Why Are Earnings Kinky?”, Review of Accounting Studies, Forthcoming.

Ghozali, Imam (2002), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Gumanti, Tatang A, 2000, “Earnings Management Dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) III, UI - Jakarta.

Gumanti, Tatang A, 2000, “Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 2, No. 2: 104 – 115.

Hadi, Sutrisno, 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, edisi revisi II, cetakan ke sembilan, Statistik jilid II, Yogyakarta.

Healy, Paul M. dan James M.W, 1998, “Review of the Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting”, Working Paper.

Imam Ghozali, dan Agus Sholichin, 2003. “Analisis Dampak Pengumuman Right Issue Terhadap Reaksi Pasar di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Ekonomi Perusahaan, Vol. 10 No. 1 (Maret 2003), hlm. 101.

Jones, J, 1991, “Earnings Management during Import Relief Investigations”, Journal of Accounting Research, 29: 193-228.

Kusumawardhani Niken Astria Sakina, Siregar Silvia Verinica (2004). ”Fenomena Manjemen Laba Menjelang IPO Dan Kaitannya Dengan Nilai Perusahaan Perdana Serta Kinerja Perusahaan Pasca IPO : (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang IPO Di Indonesia Tahun 2000-2003).

Putra, I Nyoman Wijaya A. (2006). “Pengaruh Right Issue Terhadap Kinerja Perusahaan di Bursa Efek Jakarta Tahun 1996 – 1999.” Buletin Studi Ekonomi. Vol. 11 No. 1.

93 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

SKEMA BONUS DEWAN DIREKSI DAN AKTIVITAS MANAJEMEN LABA

(Penelitian pada Perusahaan Manufaktur di BEI)

Setyo Utomo

Program Studi Akuntansi, STIE Nahdlatul Ulama Jepara Email:

Compensation Abstract

for managers include salaries, facilities, full benefits position and bonuses (bonus). Of the four types of compensation, bonuses (bonuses) are the most interesting discussion. Bonus schemes to encourage managers to manipulate earnings to maximize revenue bonus. The data required is the Audited Financial Statements The company went public in 2007 - 2009 were obtained from the Center for Reference Data Money Market and Capital Indonesia Stock Exchange. Samples were selected by purposive sampling method, as many as 64 selected manufacturing companies. The results showed that overall there was a positive and significant effect of bonus schemes on earnings management. These findings suggest that directors of earnings management activities to enhance their revenue bonus. Keywords: bonus, profit management, enterprise manufacturing

.

Abstrak Kompensasi bagi manajer mencakup gaji, fasilitas, santunan purna jabatan, dan

tantiem (bonus). Dari keempat jenis kompensasi, bonus (tantiem) merupakan hal yang paling menarik dibahas. Skema bonus dapat mendorong manajer memanipulasi laba untuk memaksimalkan penerimaan bonusnya. Data yang diperlukan adalah Laporan Keuangan Audited Perusahaan go publik tahun 2007 – 2009 yang diperoleh dari Pusat Data Referensi Pasar Uang dan Modal Bursa Efek Indonesia. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling, terpilih sebanyak 64 perusahaan manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan ada pengaruh positif dan signifikan dari skema bonus terhadap manajemen laba. Temuan ini menunjukkan bahwa direksi melakukan aktivitas manajemen laba untuk meningkatkan penerimaan bonus mereka Kata kunci: bonus, manajemen laba, perusahaan manufaktur. Pendahuluan

Kinerja perusahaan dinilai rendah, jika tingkat laba yang diperoleh dibanding modal yang ditanamkan juga rendah. Keterbatasan sumber daya dan kurang profesionalnya manajemen sebagai pengelola perusahaan sering dituding sebagai penyebab rendahnya kinerja perusahaan. Sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan profesionalisme dan memotivasi manajemen perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan, perlu adanya pemberian kompensasi berupa bonus

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 94

kepada manajemen supaya para manajer dapat termotivasi untuk dapat bekerja secara maksimal. penyesuaian kompensasi manajemen perusahaan sesuai dengan kompensasi profesional yang berlaku di pasar.

kompensasi bagi Direksi dan Komisaris perusahaan mencakup perhitungan gaji, fasilitas, santunan purna jabatan, dan tantiem (bonus) yang perhitungannya sebagian besar didasarkan pada ukuran kinerja keuangan khususnya laba perusahaan. Dari keempat jenis kompensasi yang diberikan kepada Direksi perusahaan tersebut, bonus (tantiem) adalah yang paling menarik untuk dibahas. Pertama, bonus diberikan kepada Direksi setiap tahun jika perusahaan membukukan "laba". Kedua, tidak seperti perhitungan ketiga jenis kompensasi lainnya, komponen perhitungan bonus tidak semata tergantung pada kinerja keuangan perusahaan tahun bersangkutan tetapi jaga pada kinerja tahun lalu dan target anggaran. Penggunaan ukuran kinerja, standar kinerja dan struktur hubungan antara pembayaran bonus dan kinerja dalam skema bonus, menjadikan skema bonus menjadi firm-spesific dan implikasinya juga lebih kompleks.

Implikasi yang muncul diantaranya: skema bonus mendorong manajer memanipulasi laba untuk memaksimalkan penerimaan bonusnya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978) (dalam Suryatingsih dan Siregar, 2007) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Manajer lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini.

Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan. Sedangkan Healy (1985) (dalam Suryatingsih dan Siregar, 2007) menemukan bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis melakukan penyesuaian diskresioner atas akrual maupun menggeser laba antar periode untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

Hasil-hasil penelitian sebagian besar mengarah pada bukti adanya pola manajemen laba dengan meningkatkan laba atau (income increasing) (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman, 1978; Dye, 1988; Scott, 1997 dalam Suryatingsih dan Siregar, 2007) dan manajemen laba dengan menurunkan laba (income decreasing) (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993; Burgstahler dan Dichev, 1997 dalam Suryatingsih dan Siregar, 2007) yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan bonus. Metode akrual biasa digunakan dalam pola manajemen laba yang ditujukan untuk memaksimalkan bonus.

Tujuan penelitian adalah menguji pengaruh skema bonus direksi terhadap manajemen laba. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh

95 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

Suryatingsih dan Siregar (2007). Perbedaan utama dengan penelitian ini adalah objek penelitian. Objek Penelitian Suryatiningsih dan Siregar (2007) adalah Badan Usaha milik Negara (BUMN), sedangkan penelitian ini perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Tinjauan Pustaka Manajemen Laba

Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih diantara beberapa cara alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi yang sama. Fleksibilitas ini dimaksudkan agar para manajer mampu beradaptasi terhadap berbagai situasi ekonomi dan menggambarkan konsekuensi yang sebenarnya dari transaksi tersebut, dan dapat juga digunakan untuk mempengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan untuk memberikan keuntungan bagi manajemen dan para permangku kepentingan. Esensi dari manajemen laba (earnings management) adalah kemampuan untuk “memanipulasi” pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan (Belkaoui, 2007).

Schipper (1989) dalam Belkoui (2007) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Fischer dan Rosenzweig (1995) dalam Belkoui (2007) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas unit tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Wild dkk (2005), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Ada tiga jenis strategi manajemen laba. Seringkali manajer melakukan satu atau kombinasi dari tiga strategi ini pada waktu yang berbeda untuk mencapai tujuan manajemen laba jangka panjang. Tiga strategi tersebut adalah:

1. Meningkatkan laba (increasing income): meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual penyebut lebih kecil dibandingkan akrual kini sehingga dapat meningkatkan laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang.

2. Mandi besar (big bath): dilakukan melalui penghapusan kerugian sebanyak

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 96

mungkin pada suatu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (sering kali pada masa resesi dimana perusahaan lain melaporkan laba yang buruk) atau saat terjadi suatu peristiwa yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk menghapus semua dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.

3. Perataan laba (income smoothing): manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau "bank" laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk. Banyak perusahaan menggunakan strategi manajemen laba ini.

Teori akuntansi positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba: (1) hipotesis program bonus (the bonus plan hypothesis), (2) hipotesis kontrak hutang (the debt covenant hypothesis), dan (3) hipotesis biaya politik (the political cost hypothesis) (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Wild dkk., 2005).

1. Motivasi bonus merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada periode berjalan. Alasannya adalah untuk meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak ada penyesuaian untuk metode yang dipilih (Belkaoui, 2000). Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program bonus manajemen menemukan bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap).

2. Motivasi kontrak muncul karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian hutang (debt covenant). Semakin tinggi rasio hutang/ekuitas suatu perusahaan, yang ekuivalen dengan semakin dekatnya perusahaan terhadap kendala-kendala dalam perjanjian hutang dan semakin besar probabilitas pelanggaran perjanjian, semakin mungkin manajer untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income (Belkaoui, 2000).

3. Motivasi regulasi politik merupakan motivasi manajemen dalam mensiasati berbagai regulasi pemerintah. Perusahaan yang terbukti menjalankan praktik pelanggaran terhadap regulasi anti trust dan anti monopoli, manajernya melakukan manipulasi laba dengan menurunkan laba yang dilaporkan (Cahan, 1992; Jogiyanto dan Ainun, 1998). Perusahaan juga melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan pengadilan terhadap perusahaan yang mengalami damage award (Hall dan Stammerjohan, 1997). Selain itu income taxation juga merupakan motivasi

97 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

dalam manajemen laba (Lilis, 2001). Pemilihan metode akuntansi dalam pelaporan laba akan memberikan hasil yang berbeda terhadap laba yang dipakat sebagai dasar perhitungan pajak.

Kompensasi bagi Manajemen

Kompensasi bagi manajer terdiri dari gaji, bonus, dan fasilitas yang diberikan kepada manajer sebagai imbalan terhadap waktu, tenaga dan fikiran yang dicurahkannya kepada perusahaan (Suadi, 2001). Kompensasi yang menarik berperan dalam usaha merekrut tenaga yang cakap, karena tenaga yang cakap menginginkan kompensasi tinggi. Peranan kompensasi yang lain adalah untuk mempertahankan tenaga yang cakap. Jika kompensasi menarik, maka kemungkinan besar manajer akan pergi ke perusahaan lain yang kompensasinya menarik.

Disamping gaji, manajer juga diberi bonus karena meningkatnya kinerja perusahaan, untuk menjaga agar manajemen yang baik tidak pindah ke perusahaan lain, dan agar manajemen tidak terpacu untuk menentukan kompensasi untuk dirinya sendiri. Bonus berupa uang atau saham dapat memacu manajemen untuk mengambil resiko, karena kompensasi mereka, untuk sebagian tergantung kepada laba perusahaan.

Skema Bonus bagi Direksi

Tantiem/Jasa Produksi (bonus) merupakan penghargaan yang diberikan oleh RUPS kepada anggota direksi setiap tahun apabila perusahaan memperoleh laba (Suryatingsih dan Siregar, 2007). Besaran maksimum bonus ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari laba dibagi. Dalam hal ini, laba dibagi adalah laba bersih setelah pajak dikurangi l) akumulasi rugi tahun sebelumnya; 2) laba penjualan aktiva; 3) laba penjualan saham anak perusahaan; dan 5) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya. Pada penelitian ini komponen skema bonus yang diteliti meliputi: laba dibagi, trend laba usaha, trend laba bersih, target laba usaha, dan target laba bersih.

Jumlah bonus maksimum yang bisa dibayarkan kepada manajer tergantung pada persentase pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga dan penyusutan, laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih baik terhadap realisasi tahun lalu maupun anggarannya serta tingkat kesehatan dikalikan dengan faktor penyesuaian. Mengingat skema bonus berdasarkan laba merupakan cara paling populer dalam memberikan penghargaan kepada manajer, maka logis bila manajer memanipulasi laba untuk memaksimalkan penerimaannya.

Siregar (2007) menemukan bukti bahwa manajer secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Gao dkk (2002) dalam Suryatingsih dan Siregar (2007) membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak oportunistik.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 98

Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Suryatingsih dan Siregar (2007) menunjukkan bahwa secara

keseluruhan ada pengaruh positif dan signifikan dari skema bonus pada manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa direksi melakukan aktivitas manajemen laba untuk meningkatkan bonus mereka. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran dapat disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Perumusan Hipotesis Pengaruh skema kornpensasi terhadap tindakan manajemen laba dalam penelitian

ini digunakan komponen-komponen perhitungan bonus dan bukan besaran bonus. Komponen perhitungan bonus yang dimasukkan ke dalam model penelitian ini

adalah: Laba dibagi, Trend Laba Usaha, Trend Laba Bersih, Target Laba Usaha, dan Target Laba Bersih.

Sehingga rumusan hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut: Ha : Laba dibagi, Trend Laba Usaha, Trend Laba Bersih, TargetLaba Usaha, dan Target Laba. Bersih, berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba. Metode Penelitian Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian dapat dikategorikan menjadi dua, variabel dependen (manajemen laba) dan variabel independen (komponen bonus). Mengingat data jumlah bonus direksi tidak tersedia, maka untuk menguji pengaruh skema bonus terhadap tindakan manajemen laba dalam penelitian ini digunakan komponen-komponen perhitungan bonus dan bukan besaran bonus (Suryatingsih dan Siregar, 2007).

Laba dibagi (PROFIT)

Trend laba usaha (TrendLU)

Trend laba bersih (TrengLB)

Target laba usaha (TargetTLU)

Target laba bersih (TargetLB)

Manajemen Laba (DAC)

99 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

komponen perhitungan bonus yang dimasukkan ke dalam model penelitian ini adalah: Laba dibagi, Trend Laba Usaha, Trend Laba Bersih, Target Laba Usaha, dan Target Laba Bersih.

1) Manajemen Laba: di-proksi dengan discretionary accrual (DAC) (Gumanti, 2007; Collin dan Hibrar dalam Belkoui, 2007) caranya dengan menghitung total akrual sebagai perbedaan antara laba bersih dan arus kas operasi. Rumusnya sebagai berikut: DACt = (TACt / Salest) - (TACt-1 / Salest-1

Keterangan: ) (1)

DACt

TAC: Discretionary accruals periode t

t

Sales: Total accruals periode t

t

TAC: Penjualan periode t

t-1

Sales: Total accruals periode t-1

t-1

Untuk TAC diperoleh dari: : Penjualan periode t-1

TACt = NOIt – CFFOt (2) Keterangan: TACt

NOI: Total accruals periode t

t

CFFO: Net Operating Income (Laba operasional bersih) periode t,

t

Penjelasan dari setiap komponen pengukuran manajemen laba : : Cash Flow From Operations (arus kas dari operasi) periode t

a) Discretionary accruals: pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Contohnya: mempercepat pengakuan pendapatan. Keputusan ada tidaknya manajemen laba: • DAC > 0 (bernilai positif) maka terjadi manajemen laba. • DAC < 0 (bernilai negatif) maka tidak terjadi manajemen laba.

b) Total Accruals: diperoleh dari laba usaha (net operating income) yang juga merupakan income before extraordinary items dikurangi dengan cash flow from operating activity. Arus kas dari aktivitas operasi ini merupakan aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas untuk kegiatan operasi.

2) Laba dibagi (PROFIT) adalah jumlah laba bersih setelah dikurangi dengan 1) akumulasi rugi tahun sebelumnya, 2) laba penjualan aktiva, 3) laba penjualan saham anak perusahaan, 4) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.

3) Trend Laba Usaha (TrendLU): konversi atas pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap Laba Usaha tahun t-1.

4) Trend Laba Bersih (TrenDLB): konversi atas pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap Laba Bersih tahun t-1.

5) Target Laba Usaha (TargetLU): konversi atas persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap anggaran Laba Usaha tahun t.

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 100

6) Target Laba Bersih (TargetLB): persentase pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap anggaran Laba Bersih tahun t.

Sampel dan Data Kerangka sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

bursa efek Indonesia (BEI) selama periode 2007 – 2009. Kriteria sampel penelitian adalah:

1) Perusahaan manufaktur go public dan listing di BEI periode 2007 sampai dengan tahun 2009.

2) Tidak dilikuidasi atau delisting pada periode penelitian. 3) Semua data yang diperlukan tersedia secara lengkap.

Hasil akhir observasi adalah 64 (perusahaan-periode) yang melakukan manajemen laba dalam laporan keuangannya. Proses pemilihan sampel disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Pengambilan sampe

Keterangan Jumlah Perhitu-ngan

Kerangka sampel 50 perusahaan manufaktur x 3 periode (2007-2009)

150 observasi (perusahaan x periode)

150

Dikurangi: 86 Perusahaan yang Laporan keuangannya menghasilkan rugi

18

Jumlah perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba

68

Jumlah sampel final 64 Sumber: BEI diolah

Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari Pusat Data Referensi Pasar Uang dan Modal Bursa Efek Indonesia dengan cara melakukan pencatatan (dokumentasi). Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Pengujian kelayakan model dilakukan dengan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Model pengujian hipotesis sebagai berikut:

DACCit= α1+ α2Profit + α3TrendLUit + α4TrendLBit + α5TargetLUit + α6TargetLBit

Keterangan: + ε ....(3)

DACC : Akrual diskresioner

101 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

Profit : Laba dibagi TrendLU : Pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga t dibagi t-1 TrendLB : Pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1 TargetLU : Persentase pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga TargetLB : Persentase pencapaian anggaran laba bersih

Hasil dan Pembahasan Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Berikut ini empat hasil pengujian asumsi klasik: 1) Uji Normalitas: berdasar hasil pengolahan, nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov

sebesar 0,152. Karena nilainya lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

2) Uji Multikolonieritas: berdasar hasil pengolahan, nilai VIF antara 1,03 – 8,029. Karena nilainya masih berada di bawah 10 maka model penelitian bebas problem nultikolinieritas.

3) Uji Heterokedastisitas: berdasarkan hasil pengolahan, dengan melihat scatterplot ZPRED-SRESID titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

4) Uji autokorelasi: berdasarkan hasil pengolahan, diperoleh nilai DW (durbin watson) sebesar 1,746. Nilai ini berada di daerah bebas autokorelasi.

Berdasarkan hasil pengujian empat asumsi klasik diatas, maka dapat disimpulkan model analisis dengan variabel independen: Laba dibagi (PROFIT), Trend Laba Usaha (TRENDLU), Trend Laba Bersih (TRENDLB), Target Laba Usaha (TARGETLU), dan Target Laba Bersih (TARGETLB) layak untuk memprediksi manajemen laba yang diproksi dengan akrual diskresioner (DACC) Hasil Analisis Regresi

Hasil pengolahan data untuk analisis regresi berganda disajikan pada tabel 2.

Tabel 2 Analisis Regresi Berganda

Variabel independen

Koefisien regresi t hitung Prob.

signifikansi konstanta 0,135 3,681 0,001 Profit 1,040 0,297 0,767 TrendLB 9,553 2,587 0,046 TrendLU -1,018 -0,820 0,416 TargetLB 0,001 4,003 0,000 TargetLU -0,002 -3,478 0,001 R : 0,640 R2

F hitung : 8,068 : 0,410 Prob. Sig (F) : 0,000

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 102

Adj R2 : 0,359 Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan hasil olah data yang disajikan pada tabel 2, dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut:

DACC = 0,135 + 1,04(Profit) – 1,018(TrendLU) + 9,553(TrendLB) – 0,02 (TargetLU) + 0,01(TargetLB) ...(4)

Nilai koefisien determinasi (koefisien determinasi disesuaikan: adjusted R2

Pengujian hipotesis diuraikan sebagai berikut:

) sebesar 0,359 artinya 35,9 persen variasi perubahan manajemen laba (DACC) dipengaruhi oleh variabel Laba dibagi (PROFIT), Trend Laba Usaha (TRENDLU), Trend Laba Bersih (TRENDLB), Target Laba Usaha (TARGETLU), dan Target Laba Bersih (TARGETLB), sedangkan variasi perubahan sebesar 64,1% ditentukan oleh sebab-sebab lain diluar model.

1. Hasil Uji F Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara simultan

terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil olah data yang disajikan pada tabel 1, diperoleh nilai F hitung sebesar 8,068 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05 maka Ha diterima. Artinya secara simultan variabel independen berpengaruh terhadap manajemen laba.

2. Hasil Uji t Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen

terhadap variabel dependen. Nilai hasil olah data disajikan pada tabel 2. Dari kelima variabel independen (bebas) yang dimasukkan kedalam model regresi. variabel laba dibagi (PROFIT), dan trend laba usaha (TRENDLU) tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untuk PROFIT dan TRENDLU sebesar 0,767 dan 0,416. Yang mana keduanya lebih besar dari 0,05.

Variabel trend laba bersih (TRENDLB), target laba bersih (TARGETLB) dan target laba usaha (TARGETLU) berpengaruh signifikan karena nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,046; 0,000; dan 0,001 lebih kecil dari 0,05.

Pembahasan

Hasil-hasil penelitian sebelumnya membuktikan sebagian besar menemukan bukti adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman, 1978; Dye, 1988; Scott, 1997 dalam Suryatingsih dan Siregar, 2007) dan the big bath accounting dan/atau income decreasing ketika kinerja atau laba rendah (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993; Burgstahler dan Dichev, 1997 dalam Suryatingsih dan Siregar, 2007) yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan bonus (the bonus plan hypothesis). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryatingsih dan Siregar (2007 menunjukkan bahwa secara keseluruhan ada pengaruh positif dan signifikan dari skema bonus pada manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa

103 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

direksi melakukan aktivitas manajemen laba untuk meningkatkan bonus mereka. Berdasarkan hasil pengujian atas hipotesis tentang pengaruh skema bonus

terhadap manajemen laba yang diproksi dengan diskresioner akrual diperoleh hasil bahwa komponen perhitungan bonus yang meliputi trend laba bersih, target laba usaha, dan target laba bersih secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan komponen bonus yang terdiri dari laba dibagi dan trend laba usa tidak berpengaruh. Komponen bonus yang berpengaruh paling kuat adalah target laba bersih.

Pengaruh target laba bersih lebih besar dari pada koefisien target laba usaha. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh pencapaian atas anggaran laba bersih tahun lalu terhadap diskresioner akrual lebih besar dari pada pengaruh pencapaian atas anggaran laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap diskresioner akrual. Lebih besarnya pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap diskresioner akrual dibanding dengan pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum bunga tersebut mengindikasikan bahwa manajemen tidak melakukan manajemen akrual yang terlalu agresif untuk mencapai anggaran laba usaha, tetapi sebaliknya melakukannya untuk mencapai anggaran laba bersih.

Hal ini mungkin disebabkan karena pencapaian anggaran laba usaha selama ini tidak terlalu menarik perhatian baik bagi direksi maupun pemegang saham yang cenderung lebih mengutamakan pencapaian anggaran laba bersih, sehingga direksi tidak terlalu termotivasi untuk mencapai tingkat laba usaha tertentu melalui diskresioner akrual.

Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan hipotesis program bonus (the bonus plan hypothesis) yang menyatakan bahwa jika kompensasi manajer (meski hanya sebagian) tergantung pada bonus yang dihubungkan dengan laba bersih, maka mereka akan berusaha meningkatkan nilai bonus saat ini dengan cara sedapat mungkin melaporkan laba yang tinggi, salah satunya dengan melakukan kebijakan akrual yang meningkatkan laba. Sebagaimana Healy (1985) dalam Suryatingsih dan Siregar (2007) yang menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Penutup Kesimpulan

Skema bonus bagi direksi perusahaan yang menggunakan laba bersih sebagai ukuran kinerja serta pencapaian laba terhadap tahun lalu dan pencapaian anggaran laba sebagai standar kinerja, diduga akan memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba melalui akrual diskresioner untuk memaksimalkan penerimaan bonus mereka. Untuk menguji kebenaran dugaan tersebut, dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skema bonus direksi perusahaan terhadap manajemen laba yang diukur dengan diskresioner akrual.

Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa skema bonus memberikan insentif kepada direksi perusahaan untuk melakukan manajemen laba melalui

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 8 No. 1 Maret 2011 104

diskresioner akrual yang meningkatkan laba guna memaksimalkan bonus yang diterimanya.

Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pertimbangan untuk perbaikan skema bonus bagi direksi perusahaan. Skema bonus sebaiknya tidak hanya didasarkan atas kinerja keuangan semata yang sifatnya jangka pendek dan sangat rentan terhadap manipulasi, tetapi semestinya juga lebih mempertimbangkan faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap kinerja manajemen perusahaan untuk jangka panjang.

Sebagai perbaikan dari penelitian ini, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk :

1) Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah komponen dari perhitungan bonus bukan besaran bonus dikarenakan tidak tersedianya data mengenai besaran bonus yang diberikan kepada direksi, maka untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi sebagai variabel bebas.

2) Memasukkan semua komponen perhitungan bonus ke dalam model penelitian sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Akan lebih baik lagi bila penelitian selanjutnya juga memasukkan komponen kompensasi lainnya seperti gaji dan insentif ke dalam model penelitian.

3) Dalam penelitian ini sampel yang digunakan terdiri dari 132 laporan keuangan yang mencatatkan laba bersih pada tahun buku antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, saran untuk penelitian selanjutnya yaitu melakukan penelitian yang melibatkan sampel yang lebih besar.

Daftar Pustaka

Arifin, Zaenal, 2005, Teori keuangan dan Pasar Modal, Ekonosia, Yogyakarta.

Arikunto, Suharsini, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Rineka Cipta, Jakarta.

Belkoui, Ahmed Riahi, 2007, Accounting Theory, 5th

Buletin Akuntansi, 2007, Staf BAPEPAM dan LK No. 8 tahun 2007.

ed, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2004, PSAK No.24 Imbalan Kerja, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Neneng Suryatingsih dan Sylvia Veronica Siregar, 2007, “Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba (Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Negara) Periode Tahun 2003 – 2006”, Simposium Nasional Akuntansi SNA 11 Pontianak.

105 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2007 - 2009

Setyo Utomo

Suadi, Arief, 2001, Sistem Pengendalian Manajemen, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

John J, Wild, K.R. Subramanyam dan Robert F. Hasley, 2005, Financial Statement Analysis, 8,h

Website Bursa Efek Indonesia,

ed, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

http:// www.idx.co.id

www, indoskrip.com