volume 4. nomor 1 juni 2018 issn 2527- 7243

27
INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 117 Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527- 7243 SEMANGAT KERJA PEGAWAI DI DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOTA LUBUKLINGGAU Oleh: 1. Sri Maya Mahasiswa Magister Manajemen STIE MURA 2. Betti Nuraini Dosen Tetap STIE MURA Abstrak Semangat kerja adalah salah satu isu sentral dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Hal ini telah banyak menarik perhatian Peneliti bidang MSDM untuk melakukan diskusi dan kajian-kajian ilmiah. Membahas masalah semangat kerja perlu diawali dengan memahami pengertian semangat kerja itu sendiri. Pratiwi (2013:8) mengatakan, semangat kerja adalah sikap individu dalam bekerja yang menunjukkan rasa kegairahan, antusias, bertanggung jawab, dan komitmen dalam melaksanakan tugas agar mencapai tujuan organisasi. Pemerintah sebagai otorisasi tertinggi dalam mengelola Negara diharapkan mampu menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh karena itu, upaya perbaikan kualitas pegawainya menjadi sangat penting. Tinggi rendahnya semangat kerja pegawai menjadi salah satu kunci tercapainya cita-cita tersebut. Hasil pengamatan awal tersebut bertolak belakang dengan berita, opini, hasil penelitian atau sejenisnya yang berkembang di kalangan masyarakat luas yang mengatakan : Pegawai yang bekerja di Instansi Pemerintahan kental dengan nuansa mangkir, datang terlambat, acuh tak acuh terhadap pekerjaannya dan lain sebagainya. Potret buram kinerja dan perilaku pegawai di Instansi Pemerintah ini diperparah lagi dengan semakin meningkatnya pelanggaran etika, disiplin dan pelanggaran hukum/ pidana yang terjadi di tengah masyarakat. Sering terdengar di media cetak dan elektronik di mana ada oknum pegawai di Instansi Pemerintah yang tertangkap tengah mangkir/ mbolos” kerja, oknum pegawai Instansi Pemerintah yang ketahuan tengah melakukan perselingkuhan sesama. Proses pembinaan semangat kerja pegawai di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Lubuklinggau sudah terbilang baik, akan tetapi masih perlu ditingkatkan lagi usaha untuk meningkatkan semangat kerja. Strategi peningkatan semangat kerja pegawai di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Lubuklinggau telah terlaksana, akan tetapi masih perlu usaha agar pegawai merasa bersemangat dalam bekerja. Kualifikasi semangat kerja di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan

Upload: others

Post on 13-Mar-2022

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 117

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

SEMANGAT KERJA PEGAWAI DI DINAS PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, DAN PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT KOTA LUBUKLINGGAU

Oleh:

1. Sri Maya

Mahasiswa Magister Manajemen STIE MURA

2. Betti Nuraini

Dosen Tetap STIE MURA

Abstrak

Semangat kerja adalah salah satu isu sentral dalam bidang

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Hal ini telah banyak menarik

perhatian Peneliti bidang MSDM untuk melakukan diskusi dan kajian-kajian

ilmiah. Membahas masalah semangat kerja perlu diawali dengan memahami

pengertian semangat kerja itu sendiri. Pratiwi (2013:8) mengatakan,

semangat kerja adalah sikap individu dalam bekerja yang menunjukkan rasa

kegairahan, antusias, bertanggung jawab, dan komitmen dalam melaksanakan

tugas agar mencapai tujuan organisasi. Pemerintah sebagai otorisasi tertinggi

dalam mengelola Negara diharapkan mampu menjadikan masyarakat Indonesia

menjadi masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh karena itu, upaya

perbaikan kualitas pegawainya menjadi sangat penting. Tinggi rendahnya

semangat kerja pegawai menjadi salah satu kunci tercapainya cita-cita tersebut.

Hasil pengamatan awal tersebut bertolak belakang dengan berita, opini, hasil

penelitian atau sejenisnya yang berkembang di kalangan masyarakat luas

yang mengatakan : Pegawai yang bekerja di Instansi Pemerintahan kental

dengan nuansa mangkir, datang terlambat, acuh tak acuh terhadap pekerjaannya

dan lain sebagainya. Potret buram kinerja dan perilaku pegawai di Instansi

Pemerintah ini diperparah lagi dengan semakin meningkatnya pelanggaran

etika, disiplin dan pelanggaran hukum/ pidana yang terjadi di tengah masyarakat.

Sering terdengar di media cetak dan elektronik di mana ada oknum pegawai di

Instansi Pemerintah yang tertangkap tengah “mangkir”/ “mbolos” kerja, oknum

pegawai Instansi Pemerintah yang ketahuan tengah melakukan perselingkuhan

sesama. Proses pembinaan semangat kerja pegawai di Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau sudah terbilang baik, akan tetapi masih perlu ditingkatkan lagi

usaha untuk meningkatkan semangat kerja. Strategi peningkatan semangat kerja

pegawai di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota Lubuklinggau telah terlaksana, akan tetapi masih

perlu usaha agar pegawai merasa bersemangat dalam bekerja. Kualifikasi

semangat kerja di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 118

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Pemberdayaan Masyarakat Kota Lubuklinggau terbilang baik, akan tetapi masih

perlu pelengkapan fasilitas (sarana dan prsarana) yang masih kurang.

Kata Kunci : Semangat Kerja, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan

Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat.

PENDAHULUAN

Semangat kerja adalah salah satu

isu sentral dalam bidang Manajemen

Sumber Daya Manusia (MSDM).

Hal ini telah banyak menarik

perhatian Peneliti bidang MSDM

untuk melakukan diskusi dan kajian-

kajian ilmiah. Membahas masalah

semangat kerja perlu diawali dengan

memahami pengertian semangat

kerja itu sendiri. Pratiwi (2013:8)

mengatakan, semangat kerja adalah

sikap individu dalam bekerja yang

menunjukkan rasa kegairahan,

antusias, bertanggung jawab, dan

komitmen dalam melaksanakan

tugas agar mencapai tujuan

organisasi.

Dari pengertian ini tampak bahwa

semangat kerja diindikasikan melalui

sikap yang dimunculkan oleh

seorang pegawai. Sikap tersebut

merupakan refleksi dari tinggi

rendahnya semangat kerja yang

dimiliki oleh pegawai yang

bersangkutan. Bila pembahasan

masalah semangat kerja dihubungkan

dengan pegawai organisasi

pemerintah, maka ini menjadi isu

sentral dan menyangkut hajat hidup

masyarakat luas. Sebab dewasa ini,

masyarakat luas sangat berharap

akan terwujudnya organisasi layanan

publik/pemerintah yang baik,

profesional, jujur, dan amanah.

Pemerintah sebagai otorisasi

tertinggi dalam mengelola Negara

diharapkan mampu menjadikan

masyarakat Indonesia menjadi

masyarakat yang adil, makmur, dan

sejahtera. Oleh karena itu, upaya

perbaikan kualitas pegawainya

menjadi sangat penting. Tinggi

rendahnya semangat kerja pegawai

menjadi salah satu kunci tercapainya

cita-cita tersebut. Untuk melihat

semangat kerja tersebut Kossen

(2012:3) mengindikasikan tinggi

rendahnya semangat kerja dengan

melihat tanda-tanda peringatan

semangat rendah pegawai seperti

kemangkiran, kelambatan, pergantian

yang tinggi, mogok dan sabotase,

serta ketiadaan kebanggan dalam

kerja. Penelitian Subagyo (2012:9)

misalnya, menyatakan, kondisi yang

ada di Instansi Pemerintah telah

mendorong perilaku pegawainya

untuk bekerja secara instant, malas-

malasan, cenderung cari muka,

dan mengutamakan pelayanan

kepada atasan daripada melayani

masyarakat. Para pegawai kurang

semangat dalam menciptakan

inovasi, kreasi dan invensi

(terobosan/ penemuan) di

lingkungan kerjanya masing-masing.

Disiplin, integritas, loyalitas,

kapabilitas dan kompetensi dalam

bekerja kurang diindahkan sehingga

berujung pada rendahnya

produktifitas kerja dan capaian

sasaran kinerja yang telah ditetapkan

sebelumnya. Survei menunjukkan

bahwa tingkat etos kerja dan

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 119

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

produktifitas kerja pegawai di

Instansi Pemerintah jauh lebih

rendah (kurang lebih dalam

prosentase 50%) dibandingkan

dengan etos kerja dan produktifitas

kerja dari pegawai yang bekerja di

sektor perusahaan swasta (Lemlit

UNPAD, 2006 dalam Subagyo,

2012:9). Dari pengamatan sederhana

dengan mempedomani pendapat

Kossen tersebut, Peneliti menemukan

bahwa terdapat semangat kerja

pegawai yang tinggi di lingkungan

Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau. Hal ini terlihat dari

sedikitnya pegawai yang mangkir

yang dibuktikan dengan tingkat

kehadiran dimana, rendahnya tingkat

pegawai yang datang terlambat,

jarangnya pergantian pegawai, tidak

adanya pemogokan dan sabotase

pegawai serta adanya rasa

kebanggaan pegawai terhadap

pekerjaannya.

Hasil pengamatan awal tersebut

bertolak belakang dengan berita,

opini, hasil penelitian atau

sejenisnya yang berkembang di

kalangan masyarakat luas yang

mengatakan : Pegawai yang

bekerja di Instansi Pemerintahan

kental dengan nuansa mangkir,

datang terlambat, acuh tak acuh

terhadap pekerjaannya dan lain

sebagainya. Potret buram kinerja dan

perilaku pegawai di Instansi

Pemerintah ini diperparah lagi

dengan semakin meningkatnya

pelanggaran etika, disiplin dan

pelanggaran hukum/ pidana yang

terjadi di tengah masyarakat. Sering

terdengar di media cetak dan

elektronik di mana ada oknum

pegawai di Instansi Pemerintah yang

tertangkap tengah “mangkir”/

“mbolos” kerja, oknum pegawai

Instansi Pemerintah yang ketahuan

tengah melakukan perselingkuhan

sesama.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembinaan

semangat kerja karyawan di

Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau?

2. Bagaimana strategi peningkatan

semangat kerja pegawai di Dinas

Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau?

3. Bagaimana kualifikasi semangat

kerja di Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak,

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau

KAJIAN TEORITIS

Semangat Kerja

Banyak pendapat yang

mendefenisikan semangat kerja,

seperti Pratiwi (2013:5) yang

mengungkapkan bahwa, semangat

kerja adalah sikap individu dalam

bekerja yang menunjukan rasa

kegairahan, antusias, bertanggung

jawab dan komitmen dalam

melaksanakan tugas agar mencapai

tujuan organisasi. yang berarti

diharapkan juga meningkatkan

produktivitas karyawan. Darmawan

(2012:8) menyebutkan, semangat

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 120

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

kerja dapat diartikan sebagai

semacam pernyataan ringkas dari

kekuatan-kekuatan psikologis yang

beraneka ragam yang menekan

sehubungan dengan pekerjaan

mereka. Semangat kerja dapat

diartikan juga sebagai suatu iklim

atau suasana kerja yang terdapat

di dalam suatu organisasi yang

menunjukkan rasa kegairahan di

dalam melaksanakan pekerjaan dan

mendorong mereka untuk bekerja

secara lebih baik dan lebih produktif.

Menurut Astuti dan Widyarini

(2012:9), semangat kerja merupakan

suatu kondisi yang mencerminkan

kegairahan, keteguhan hati dan rasa

persatuan dalam kelompok kerja

yang akan mempengaruhi seseorang

untuk bekerja lebih cepat dan lebih

baik agar mencapai suatu prestasi

kerja yang maksimal. Kossen

(2012:3) mendefenisikan semangat

kerja adalah sebagai suasana yang

ditimbulkan oleh sikap para anggota

suatu organisasi, ia dipengaruhi oleh

bagaimana para karyawan

menanggapi organisasi tersebut dan

sasaran-sasarannya dalam

hubungannya dengan mereka sendiri.

Menurut Richard M. Strees

(http://idPenelitian/pengertian-

semangat-kerja) mengatakan bahwa

semangat kerja adalah

kecenderungan anggota organisasi

berusaha lebih keras mencapai tujuan

dan kesadaran organisasi termasuk

perasaan terkait”. Selanjutnya

menurut Nitisemito (2013:75),

semangat kerja adalah melakukan

pekerjaan secara lebih giat sehingga

pekerjaan dapat diharapkan lebih

cepat dan lebih baik”. Berdasarkan

penjelasam di atas dapat disimpulkan

bahwa, semangat kerja adalah sikap

individu dalam bekerja yang

menunjukan rasa kegairahan,

antusias, bertanggung jawab dan

komitmen dalam melaksanakan tugas

agar mencapai tujuan organisasi.

yang berarti diharapkan juga

meningkatkan produktivitas

karyawan. Semangat kerja seorang

pegawai akan berdampak terhadap

kinerjanya, tidak terlepas dari

metode semangat kerja yang

diterapkan di intansi terkait. Dengan

demikian, fungsi dan tujuan dari

semangat kerja akan memengaruhi

semangat kerja, dan juga unsur-unsur

yang dapat meningkatkan semangat

kerja pegawai.

Pembinaan Semangat Kerja

Pembinaan berarti: pertunjukan,

perbuatan, daya guna, prestasi, hasil,

pelaksanaan dan pergelaran (John M.

Echols dan Hassan Shadily,

2014:425). Dari pengertian tersebut

dapat dipahami bahwa pembinaan

semangat kerja adalah prestasi kerja

atau hasil kerja seseorang setelah dia

melakukan sebuah pekerjaan.

Pembinaan adalah arahan atau

petunjuk untuk memperbaiki

kuantitas dan atau kualitas hasil kerja

individu atau sekelompok di dalam

organisasi dalam melaksanakan tugas

pokok dan fungsi yang berpedoman

pada norma, standar operasional

prosedur, kriteria dan ukuran yang

telah ditetapkan atau yang berlaku

dalam organisasi (Torang, 2014:74).

Pembinaan semangat kerja

merupakan arahan dalam

memperbaiki performa atau cara

kerja seseorang (Wirawan,

2015:238). Pembinaan semangat

kerja adalah arahan untuk

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 121

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

mencapai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan

/program/ kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi

dan visi organisasi yang tertuang

dalam perumusan skema strategis

(strategic planning) suatu organisasi

(Fahmi, 2016:137). Pembinaan

semangat kerja adalah hasil dari

pekerjaan berkaitan dengan tujuan

organisasi seperti kualitas, efisiensi,

dan kriteria lain dari efektivitas

(Wibowo, 2014:2). Dari pendapat di

atas dapat dikatakan, pembinaan

semangat kerja adalah arahan atau

binaan kuantitas dan kualitas hasil

kerja individu atau kelompok dalam

sebuah organisasi, baik organisasi

yang berorientasi kepada keuntungan

maupun tidak, selama periode

tertentu sebagai gambaran tingkat

pencapaian suatu program yang

tertuang dalam perumusan skema

strategis suatu organisasi.

Pembinaan semangat kerja berkaitan

dengan kuantitas dan kualitas hasil

kerja individu atau kelompok, sesuai

dengan prinsip-prinsip dasar

pembinaan semangat kerja yakni

tujuan, standar, target, dan waktu

yang tersedia. Fungsi pembinaan

semangat kerja untuk mengukur nilai

dan manfaat kerja karyawan,

menurunkan potensi konflik,

membangun daya saing organisasi,

membangun kedisiplinan kerja,

meningkatkan kreativitas dan inovasi

karyawan, dan menumbuhkan

kesadaran berdisiplin, sedangkan

tujuannya untuk memposisikan dan

menempatkan karyawan sesuai

dengan keahlian, kemampuan, dan

komitmennya.

Strategi Peningkatan Semangat

Kerja Karyawan

Strategi sebenarnya

mengandung banyak pengertian,

hampir setiap kegiatan manusia dapat

saja, dikatakan sebagai strategi, dan

hampir setiap langkah manusia

memerlukan energi. Secara bahasa,

strategi biasa dikatakan sebagai

“siasat, trik atau cara” (Faturrahman,

2012:3), Sedangkan secara umum

strategi mempunyai pengertian suatu

garis-garis besar haluan bertindak

dalam usaha mencapai sasaran yang

telah ditentukan. Strategi merupakan

”seni dan pengetahuan dalam

merumuskan, mengimplementasikan,

serta mengevaluasikan keputusan-

keputusan lintas-fungsional yang

memampukan organisasi mencapai

tujuannya” (David, 2012:5). Menurut

Arifin (2015:87), pengertian strategi

biasanya berkaitan dengan taktik,

terutama banyak dikenal dalam

lingkungan militer. Strategi

pendekatan pada hakikatnya adalah

pengetahuan atau seni

mendayagunakan semua faktor atau

kekuataan untuk mengamankan

sasaran pendekatan yang hendak

dicapai, melalui perencanaan dan

pengarahan dalam operasionalnya

sesuai dengan situasi dan kondisi

lapangan yang ada, termasuk

perhitungan tentang hambatan-

hambatannya baik berupa fisik

maupun non fisik seperti mental

spritual dan moral baik subjek, objek

maupun lingkungan sekitar. Strategi

ini seperti strategi psikologis dan

strategi pendekatan individu. Dalam

kamus Bahasa Indonesia

menyebutkan pengertian strategi

adalah tindakan yang dilakukan

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 122

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

seseorang, untuk mencapai apa yang

diinginkan atau merupakan sebuah

strategi. Strategi adalah aspek yang

dinamis dalam kedudukan (status)

terhadap sesuatu. Apabila seseorang

melakukan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, maka

ia menjalankan suatu upaya

(Soeharto 2012:237). Strategi

dijelaskan sebagai usaha, (syarat)

suatu cara, juga dapat dimaksud

sebagai suatu kegiatan yang

dilakukan secara sistematis,

terencana dan terarah untuk menjaga

sesuatu hal agar tidak meluas atau

timbul.

Dari pendapat di atas, Peneliti

menyimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan strategi adalah

taktik, cara atau perencanaan yang

dibuat sebagai jalan mencapai apa

yang diinginkan.

Hasil Penelitian yang Relevan

1. Sandra Alfanda (2016), “Upaya

Peningkatan Semangat Kerja

Karyawan Pada PT. Axandra Tbk

Kalimantan Barat”. Jenis

penelitian adalah kualitatif. Hasil

penelitian yaitu semangat kerja

karyawan PT. Axandra Tbk

Kalimantan Barat dapat

ditingkatkan dengan memberikan

perhatian dan motivasi kepada

karyawan.

2. Aldian (2013). “Kepuasan kerja,

semangat kerja dan komitmen

organisasional pada staf pengajar

Universitas Gunadarma”. Jenis

penelitian adalah kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan adanya

pengaruh positif dan signifikan

dari kepuasan kerja dan semangat

kerja terhadap komitmen

organisasional. Artinya, semakin

tinggi kepuasan kerja dan

semangat kerja yang dimiliki oleh

staf pengajar maka semakin tinggi

pula komitmen organisasional

yang diperlihatkannya.

3. Astuti dan Widyarini (2012),

“Persepsi keadilan, tekanan kerja

dan semangat kerja pada pegawai

negeri sipil”. Jenis penelitian

adalah kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tekanan

kerja di kalangan pegawai negeri

sipil di kalangan Instansi tersebut

tidak memberikan peranan yang

signifikan terhadap semangat

kerja. Hasil ini mengindikasikan

bahwa ada faktor lain yang lebih

dominan dalam memberikan

kontribusinya terhadap

peningkatan semangat kerja

karyawan. Dengan mengacu pada

analisis data, dapat diketahui

bahwa terdapat faktor yang cukup

mempengaruhi tingginya

semangat kerja pada subjek, yaitu

penghargaan ekonomi yang

diberikan pihak Instansi. Salah

satu bentuk penghargaan ekonomi

yang utama adalah metode

pemberian gaji yang adil yang

sesuai dengan tingkat pekerjaan.

4. Ayusari (2013), “Strategi

Peningkatan semangat kerja

karyawan divisi teknik PT.

Nusantara Persada Bandung”.

Jenis penelitian adalah kualitatif.

Hasil penelitian yaitu semangat

kerja karyawan dapat ditingkatka

melalui motivasi berupa reward

atau bonus kepada karyawan yang

memiliki kinerja yang baik.

5. Benjamin Kipchumba Tarus

(2014) the title is Effects of Job

Rotation Strategy on High

Performance Workplace, in Lake

Victoria North Water Services

Board, Kenya. The results are The

study investigates job rotation as

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 123

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

a strategy of high performance

workplace in Lake Victoria North

Water Services Board in Kenya.

High Performance Workplace is

very critical to an organization as

it determines its profitability and

given the need to sustain

competitive advantage and to

improve organizational

performance, a number of

organizations have adopted job

rotation as a strategy to sustain

their existence in the industry.

6. Martin Vaculik (2014) the title is

Competencies and Leadership

Effectiveness: Which Skills Predict

Effective Leadership? The results

are This study explores the

relationship between leadership

effectiveness and generic and

stable competencies. The results

can be applied when selecting

leaders for working groups that

have shortterm durations and do

not require frequent personal

contact.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam melakukan analisa

data, Peneliti mengacu pendapat

yang diungkapkan oleh Miles and

Huberman bahwa, “aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan

secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh”

(Sugiyono, 2016:91-99). Aktivitas

dalam analisis data, yaitu data

reduction, data display, dan

conclusion drawing/verification.

Dengan demikian, simpulan dalam

penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang

dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak. Sebab, dalam

penelitian kualitatif rumusan masalah

masih bersifat sementara dan akan

berkembang setelah Peneliti berada

di lapangan. Analisis data dalam

penelitian kualititatif “dilakukan

sejak sebelum memasuki lapangan,

selama di lapangan, dan setelah

selesai di lapangan” (Sugiyono,

2016:49).

Prosedur Analisis Data

Analisis data dilakukan

dalam bentuk : “reduction, data

display, dan conclusion

drawing/verification”.

1. Data Collection adalah semua

data yang terkumpul secara

keseluruhan mengenai studi

deskriptif strategi meningkatkan

kinerja pegawai melalui

pendidikan dan pimpinan pada

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau.

2. Data reduction adalah data yang

diperoleh dari lapangan dalam

hal ini data yang berkaitan

dengan pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau.

3. Data display (penyajian data)

adalah penyajian yang terkait

dengan Kedisiplinan padaDinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dengan

cara mengadakan

pengorganisasian data dan pola

hubungan sehingga mudah

dipahami.

4. Conclusion drawing/verification

adalah gambaran untuk penarikan

kesimpulan dan verifikasi.

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 124

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila

tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya.

Dalam hal ini tentunya

penyimpulan data mengenai

Kedisiplinan pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau.

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Penelitian

Pemerintah Kota Lubuklinggau

dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2001,

disahkan pada tanggal 21 Juni 2001

serta diresmikan menjadi Daerah

Otonom pada tanggal 17 Oktober

2001. Dalam perjalanannya sampai

Tahun 2016, Kota Lubuklinggau

diharuskan memenuhi amanat

Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 2016 tentang Perangkat

Daerah. Oleh karena itu, terbentuklah

organisasi perangkat daerah baru

yaitu Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, yang tertuang dalam

Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau

Nomor 7 Tahun 2016 tentang

pembentukan dan susunan perangkat

daerah Kota Lubuklinggau. Peraturan

Daerah tersebut lalu diturunkan ke

dalam Peraturan Walikota

Lubuklinggau No. 48 Tahun 2016

tentang susunan organisasi, tugas dan

fungsi Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat. Dengan

dasar di atas, maka sesuai dengan

amanat Peraturan Pemerintah Nomor

8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata

cara penyusunan, pengendalian dan

evaluasi pelaksanaan rencana

pembangunan daerah, yang

dijelaskan dengan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010

tentang pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008,

maka Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau harus menyusun

Review Rencana. Strategis Dinas

Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

LubuklinggauTahun 2013-2017.

Review Rencana strategis

(Renstra) Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat (yang

selanjutnya disingkat DPPPAPM)

merupakan dokumen perencanaan

perangkat daerah untuk periode 5

(lima) tahun. Ia berisi tujuan,

sasaran, strategi, kebijakan, program

dan kegiatan sesuai dengan tugas dan

fungsi perangkat daerah berpedoman

pada RPJMD dan bersifat indikatif.

Proses penyusunan Review Renstra

Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM) meliputi: (1) Persiapan

Penyusunan Review Renstra Dinas

Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM); (2) Penyusunan

rancangan Review Renstra Dinas

Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 125

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Analisis Gambaran pelayanan

SKPD

Perumusan Isu-isu

strategis berdasarkan

tusi

Perumusan Strategi dan

kebijakan

Perumusan rencana kegiatan, indikator kinerja,

kelompok sasaran dan pendanaan

indikatif berdasarkan

rencana program prioritas RPJMD

Pengolahan data dan informasi

Perumusan visi dan misi

SKPD

Perumusan Tujuan

Perumusan sasaran

Rancangan Renstra-SKPD

· Pendahuluan· Gambaran pelayanan SKPD· isu-isu strategis berdasarkan

tugas pokok dan fungsi· visi, misi, tujuan dan sasaran,

strategi dan kebijakan · rencana program, kegiatan,

indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif

· indikator kinerja SKPD yang mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD.

Perumusan indikator kinerja

SKPD yang mengacu pada

tujuan dan sasaran RPJMD

SPM

Renstra-KLdan Renstra Kabupaten/

Kota

Penelaahan RTRW

Rancangan Renstra-SKPD

Nota Dinas Pengantar Kepala SKPD perihal penyampaian Rancangan Renstra-SKPD

kepada Bappeda

Penelaahan KLHS

Renstra-KLdan Renstra Kabupaten/

Kota

Renstra-KLdan Renstra

SKPD Provinsi

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM); (3) Penyusunan

Rancangan Akhir Review Renstra

Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM); dan (4) penetapan

Review Renstra Dinas

Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM). Review Renstra

DPPPAPM memiliki keterkaitan

dengan dokumen perencanaan baik

ditingkat nasional, provinsi maupun

Kota. Keterkaitan Review Renstra

Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM) tersebut adalah dengan

RPJMD Kota Lubuklinggau, Renstra

Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak,

Renstra Dinas Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak

(PPPA) Provinsi, dan Renja Dinas

Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM).

Penyusunan Review Renstra

Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan

Pemberdayaan Masyarakat

(DPPPAPM) mengacu pada tugas

dan fungsi perangkat daerah. Hal ini

sesuai dengan Peraturan Daerah

tentang Perangkat Daerah Kota

Lubuklinggau Nomor 07 Tahun 2016

dan Peraturan Walikota

Lubuklinggau Nomor 48 Tahun 2016

tentang Susunan Organisasi, Tugas

dan Fungsi DPPPAPM Kota

Lubuklinggau, RPJMD Kota

Lubuklinggau, dan memerhatikan

Renstra Kementerian PPPA, Renstra

Dinas PPPA Provinsi Sumatera

Selatan. Tahapan penyusunan

rancangan Review Renstra

DPPPAPM Kota Lubuklinggau dapat

digambarkan dalam bagan alir

sebagai berikut:

Gambar 1

Bagan Alir Penyusunan Rancangan Review Renstra DPPPAPM

Kota Lubuklinggau

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 126

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Review Renstra DPPPAPM

memiliki kedudukan dan fungsi yang

sangat strategis, menjadi pedoman

dalam penyusunan Rencana Kerja

(Renja) DPPPAPM yang disusun

setiap tahun selama kurun waktu

lima tahun. Selain itu Renstra

DPPPAPM menjadi acuan dalam

pengendalian dan evaluasi

pembangunan pada internal OPD,

baik evaluasi Renstra maupun

evaluasi Renja.

PEMBAHASAN

Kajian Proses pembinaan

semangat kerja karyawan di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau

Permasalahan-permasalahan

yang dihadapi oleh DPPPAPM Kota

Lubuklinggau dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi adalah sebagai

berikut:

1. Permasalahan terkait kesetaraan

dan keadilan gender:

a. Masih minimnya tingkat

pelembagaan PUG,

pelaksanaan PPRG pada

perangkat daerah Kota

Lubuklinggau;

b. Masih rendahnya

keterwakilan perempuan

dalam legislatif;

c. Masih rendahnya

produktifitas pelaku ekonomi

perempuan;

d. Belum optimalnya

peningkatan kapasitas

lembaga pemberdayaan

perempuan

2. Permasalahan terkait

perlindungan hak perempuan dan

anak:

a. Belum optimalnya

peningkatan kapasitas

lembaga perlindungan

perempuan dan anak;

b. Minimnya Telepon Sahabat

Anak (TeSA) yang berfungsi;

c. Belum adanya rujukan

lanjutan bagi perempuan

korban kekerasan yang

ditindaklanjuti;

d. Belum adanya Perlindungan

Anak Terpadu Berbasis

Masyarakat (PATBM)

3. Permasalahan terkait tumbuh

kembang anak:

a. Rendahnya capaian kota

layak anak;

b. Belum terbentuknya forum

anak Kecamatan dan

Kelurahan, sedangkan di

Tingkat Kota forum anak

yang sudah terbentuk belum

mengakomodir anak dari

berbagai kalangan;

c. Rendahnya keterlibatan anak

dalam penyusunan dokumen

perencanaan daerah.

4. Permasalahan terkait peningkatan

kualitas keluarga:

a. Belum tersedianya lembaga

peningkatan kualitas

keluarga;

5. Permasalahan terkait

pemberdayaan masyarakat:

a. Belum optimalnya kapasitas

lembaga masyarakat dalam

pembangunan daerah ( LPM,

LPA dan Posyantek)

6. Permasalahan terkait

kesekretariatan:

a. Belum memiliki sistem

pengumpulan, pengolahan,

analisis dan penyajian data

gender dan anak dalam

kelembagaan data

b. Masih kurangnya kualitas dan

kuantitas SDM dalam

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 127

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

menjalankan tupoksi,

lemahnya koordinasi antar

bagian, serta penempatan

SDM yang kurang sesuai

dengan keahliannya

Rendahnya pelembagaan

PUG di perangkat daerah;

c. Sarana dan prasarana yang

masih belum memadai.

Dari penjelasan di atas, maka

Peneliti menyimpulkan bahwa

permasalahan yang ada di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau berkaitan dengan

kesetaraan dan keadilan gender,

perlindungan hak perempuan dan

anak, tumbuh kembang anak,

peningkatan kualitas keluarga, dan

kesekretariatan.

DPPAPM memiliki 25

indikator kinerja. Data disajikan

dengan cara membandingkan target

yang ada dengan realisasi capaian

kinerja. Kemudian dilihat rasio

capaian kinerja dengan cara

membandingkan antara realisasi

dengan target kinerja.

Berdasarkan rasio tersebut,

nilai setiap indikator yang mencapai

angka 1 atau =1 berarti sudah

mecapai target, nilai indikator yang

di bawah 1 atau <1 berarti masih di

bawah target, dan nilai indikator di

atas 1 atau >1 berarti

sudahmelampaui target.

Indikator pertama prosentase

keterwakilan perempuan dalam

jabatan struktural pemerintah daerah

dari Tahun 2013-2016 tidak ada yang

berhasil mencapai target, hal ini

terlihat dari semua rasio di bawah 1

(<1).

Indikator kedua proporsi

keterwakilan perempuan sebagai

anggota DPRD dari Tahun 2013-

2016 juga tidak ada yang berhasil

mencapai target, hal ini terlihat dari

semua rasio bernilai <1.

Indikator ketiga rasio KDRT

dari Tahun 2013-2016 tidak ada yang

berhasil mencapai terget, hal ini

terlihat dari semua rasio bernilai <1.

Indikator keempat jumlah

organisasi wanita aktif dari Tahun

2013-2016 sudah berhasil melampau

target kinerja, hal ini terlihat dari

semua rasio bernilai>1.

Indikator kelima partisipasi

angkatan kerja perempuan dari

Tahun 2013-2016 mengalami

fluktuasi capaian kinerja. Tahun

2013 rasionya mencapai >1 yang

berarti melampau target, Tahun 2014

<1 yang berarti di bawah target,

Tahun 2015 >1 yang berarti

melampaui terget dan Tahun 2016 <1

kembali turun di bawah target.

Indikator keenam

penyelesaian pengaduan

perlindungan perempuan dan anak

dari tindakan kekerasan dari Tahun

2013-2016 sudah berhasil mencapai

target kinerja, yakni sebesar =1.

Indikator ketujuh sampai

keenam belas merupakan indikator

baru yang belum ditetapkan

didokumen RPJMD dan dokumen

Renstra. Namun dinilai perlu untuk

dimasukkan sebagai bahan evaluasi

penilaian evalusi kinerja pelayanan

dinas. Oleh karena itu tabel belum

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 128

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

dapat menyajikan capaian rasio

masing-masing indikator.

Indikator ketujuh belas rata-

rata jumlah kelompokbinaan

lembagapemberdayaan

masyarakat(LPM) dari Tahun 2013-

2016, selalu mengalami penurunan.

Tahun 2013-2014 mencapai target

kinerja bahkan melampauinya,

namun di Tahun 2015-2016

mengalami penurunan di bawah

target kinerja, yakni <1.

Indikator kedelapan belas

tingkat swadaya masyarakat terhadap

programpemberdayaan masyarakat

dari Tahun 2013-2016 mengalami

fluktuasi capaian kinerja. Tahun

2013 rasionya mencapai <1 yang

berarti di bawah target, Tahun 2014

>1 yang berarti di atas target, Tahun

2015 <1 yang berarti turun lagi di

bawah target, dan Tahun 2016 >1

naik di atas target.

Indikator kesembilan belas

PKK aktif dari Tahun 2013-2016

sudah baik, setiap tahunnya indikator

ini mampu mencapai targetnya, yaitu

=1.

Indikator kedua puluh rata-

rata jumlah kelompokbinaan PKK

dari Tahun 2013-2016 mengalami

penurunan. Tahun 2013-2014 target

kinerja mampu dicapai dengan rasio

=1, sedangkan Tahun 2015-2016

target capaian kinerjanya selalu turun

dengan rasio <1.

Untuk indikator kedua puluh

satu sampai dua puluh lima

merupakan indikator pendukung

berjalannya operasional kantor.

Indikator ini dari Tahun 2013-2016

sudah baik, terlihat dari capaian

indikatornya yang semuanya sudah

mencapai rasio =1.

Secara umum terdapat 7

indikator yang secara konsisten

belum mencapai target kinerja atau

nilai rasionya <1, yakni:

1. Prosentase keterwakilan

perempuan dalam jabatan

struktural pemerintah daerah;

2. Proporsi keterwakilan

perempuan sebagai anggota

DPRD;

3. Rasio KDRT;

4. Partisipasi angkatan Kerja

Perempuan;

5. Rata-rata jumlah kelompok

binaan lembaga pemberdayaan

masyarakat (LPM);

6. Tingkat Swadaya Masyarakat

terhadap Program pemberdayaan

masyarakat;

7. Rata-rata Jumlah kelompok

binaan PKK.

Indikator yang capaian target

kinerjanya belum mencapai target

atau nilai rasionya masih >1, dapat

dijadikan referensi dalam menyusun

dan merumuskan isu strategis dinas.

Sedangkan lima indikator pendukung

operasional, walaupun capaian

kinerjanya sudah mencapai 100%

atau rasionya =1, tetap bisa

digunakan dalam penyusunan dan

perumusan isu strategis. Karena

organisasi setiap tahunnya

mengalami dinamisasi atau

perubahan, baik perubahan sumber

daya aparatur maupun menurunnya

dan berkurangnya umur ekonomis

sarana dan prasarana yang telah ada.

Pencapaian kinerja keuangan

secara umum sudah baik, sudah

berada diatas 90%. Namun data di

atas juga menyajikan bahwa terjadi

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 129

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

trend penurunann anggaran setiap

tahunnya. Tentu saja ini

mempengaruhi pelaksanaan program

kegiatan yang akan dilaksanakan.

Guna mengatasi

permasalahan-permasalahn tersebut,

maka diperlukan proses atau strategi

sehingga pegawai merasa

bersemangat dalam menjalankan

tugasnya. Berikut merupakan hasil

wawancara yang peneliti lakukan

kepada responden.

Berkaitan dengan ada penurunan

semangat kerja yang terjadi pada

pegawai saat melaksanakan tugasnya

di Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, jawaban bapak Drs.

H. Heri Zulianta selaku Kepada

Dinas (wawancara tanggal 15

Desember 2017, 09.30 WIB) sebagai

berikut:

Dalam bekerja terkadang ada

penurunan semangat kerja

dikarenakan banyak factor

yang menyebabkannya, bisa

karena dari dalam diri

maupun lingkungan tempat

bekerja. jadi semangat kerja

memang dapat menurun pada

semua pegawai. Penurunan

ini tidak dapat dipungkiri lagi

pasti akan terjadi..

Senada dengan pernyataan di atas ibu

Lia Widianti mengatakan :

Dalam bekerja terkadang ada

penurunan semangat kerja

dikarenakan banyak factor

yang menyebabkannya, bisa

karena dari dalam diri

maupun lingkungan tempat

bekerja. jadi semangat kerja

memang dapat menurun pada

semua pegawai. Penurunan

ini tidak dapat dipungkiri lagi

pasti akan terjadi.

Pendapat yang sama juga

diungkapkan oleh Arie Marta Redo,

S.STP., MM. selaku Kabid

(wawancara tanggal 16 Desember

2017) menjelaskan bahwa:

Dalam bekerja terkadang ada

penurunan semangat kerja

dikarenakan banyak factor

yang menyebabkannya, bisa

karena dari dalam diri

maupun lingkungan tempat

bekerja. jadi semangat kerja

memang dapat menurun pada

semua pegawai. Penurunan

ini tidak dapat dipungkiri lagi

pasti akan terjadi.

Pendapat-pendapat di atas

sejalan dengan pendapat Darmawan

(2012:8) menuliskan bahwa

semangat kerja dapat diartikan

sebagai semacam pernyataan ringkas

dari kekuatan-kekuatan psikologis

yang beraneka ragam yang menekan

sehubungan dengan pekerjaan

mereka. Semangat kerja dapat

diartikan juga sebagai suatu iklim

atau suasana kerja yang terdapat

di dalam suatu organisasi yang

menunjukkan rasa kegairahan di

dalam melaksanakan pekerjaan dan

mendorong mereka untuk bekerja

secara lebih baik dan lebih produktif.

Berdasarkan hasil wawancara

dan pendapat di atas peneliti

menyimpulkan bahwa menurunnya

semangat kerja disebabkan dari

dalam diri maupun lingkungan

tempat bekerja yang tentunya akan

mempengaruhi kinerja pegawai.

Permasalahan sesuatu yang

dapat membuat semangat kerja

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 130

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

seseorang meningkat pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, jawab responden

sebagai berikut:

Banyak usaha yang dilakukan

agar dapat membuat

semangat kerja seseorang

meningkat pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau salah

satunya adalah pemberian

motivasi. Motivasi

merupakan cara yang efektif

yang dapat dirasakan sebagai

bentuk pemberian semangat

yang sangat tepat, baik

pemberian motivasi secara

langsung seperti pujian atau

dengan motivasi tersembunyi

seperti pemberian bonus atau

sebagainya.

Berdasarkan penjelasan di

atas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa usaha yang dilakukan agar

dapat membuat semangat kerja

seseorang meningkat pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau salah satunya adalah

pemberian motivasi

Selanjutnya tingkat absensi

pegawai Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau mengalami penurunan,

adapun jawaban responden sebagai

berikut :

Tingkat absensi pegawai

Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan

Anak dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota

Lubuklinggau dapat

dikatakan berubah dan tidak

stabil. Absensi dapat

meningkat dan juga dapat

menurun. Penurunan absensi

pegawai Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan

Anak dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota

Lubuklinggau dapat

dikarenakan banyak hal yang

tidak dapat dijelaskan secara

terperinci, alasan pribadi

yang dimiliki oleh pegawai

merupakan hal yang pasti

menyebabkan penurunan

tingkat absensi tersebut.

Dari pendapat di atas, maka

peneliti menyimpulkan bahwa

absensi pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dapat dikatakan

berubah, hal ini menyatakan bahwa

semangat kerja pegawai senantiasa

mengalami perubahan.

Selanjutnya cara meningkatkan

absendi pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau agar terus meningkat,

jawaban bapak Drs. H. Heri Zulianta

selaku Kepada Dinas (wawancara

tanggal 15 Desember 2017, 09.30

WIB) sebagai berikut:

Banyak cara meningkatkan

absensi pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau agar terus

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 131

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

meningkat salah satunya

adalah meningkatkan

peraturan dan kedisiplinan.

Peraturan yang dibuat tidak

harus kaku dan monoton, jadi

peraturan yang dibuat tetap

memandang dan

memperhatikan hal-hal yang

dianggap dapat diterima jika

pegawai absen dalam

tugasnya.

Seberapa besar pegawai

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau mengajukan untuk

pindah ke dinas lain, jawaban bapak

Arie Marta Redo, S.STP., MM.

(wawancara tanggal 16 Desember

2017, 09.30 WIB sebagai berikut:

Besar pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau

mengajukan untuk pindah ke

dinas lain dapat dikatakan

relatif, karena tidak semua

pegawai yang memiliki

permasalahan pribadi untuk

mengajukan pindah ke dinas

lain.

Mengenai rasa kegelisahan yang

dialami oleh pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dalam melaksanakan

tugasnya, jawaban ibu Umi Kasum,

S.Sos (wawancara tanggal 17

Desember 2017, 09.30 WIB) sebagai

berikut:

Rasa kegelisahan yang

dialami oleh pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dalam

melaksanakan tugasnya

tentunya ada. Jadwal dan

ketentuan waktu yang

mewajibkan untuk

menyelesaikan pekerjaannya.

Hasil wawancara di atas

sejalan dengan pendapat Nitisemito

(2013:75) mengatakan bahwa

semangat kerja adalah melakukan

pekerjaan secara lebih giat sehingga

pekerjaan dapat diharapkan lebih

cepat dan lebih baik.

Sesuai dengan tugas dan

fungsinya, DPPPAPM mendukung

pencapaian misi ke dua yaitu

“meningkatkan daya saing ekonomi

dan kesejahteraan sosial”.Adapun

tujuan yang terkait dengan pelayanan

perangkat daerah adalah

“mewujudkan peningkatan kualitas

sosial kemasyarakatan”, dengan

sasaran “meningkatnya kesetaraan

gender, pemberdayaan perempuan

dan perlindungan anak”.

Sesuai dengan tugas dan

fungsinya, DPPPAPM mendukung

pencapaian Renstra Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Adapun tujuan

dan sasaran Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak yang terkait

dengan pelayanan DPPPAPM adalah

sebagai berikut

1. Meningkatkan kesetaraan gender

dalam pembangunan

Sasaran yang ingin dicapai dari

tujuan ke-1 adalah sebagai

berikut:

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 132

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

a. Meningkatnya capaian indeks

pembangunan gender

Capaian sasaran ini diukur

dengan indikator kinerja

utama (IKU): Indeks

Pembangunan Gender (IPG)

b. Meningkatnya capaian indeks

pemberdayaan gender

Capaian sasaran ini diukur

dengan indikator kinerja

utama: Indeks Pemberdayaan

Gender (IDG)

2. Meningkatkan kualitas

perlindungan hak perempuan.

Sasaran yang ingin dicapai

adalah sebagai berikut:

a. Berkurangnya kasus

kekerasan terhadap

perempuan termasuk TPPO.

1) Capaian sasaran ini

diukur dengan indikator

kinerja utama: Pravelensi

kekerasan terhadap

perempuan termasuk

TPPO; dan rasio

kekerasan terhadap

perempuan termasuk

TPPO.

2) Perbandingan antara

jumlah kekerasan

terhadap perempuan

dibagi jumlah perempuan

di atas 18 tahun.

b. Meningkatnya kualitas

penanganan kasus kekerasan

terhadap perempuan

termasuk TPPO

Capaian sasaran ini diukur

dengan indikator kinerja utama:

Persentase kabupaten/kota yang

memberikan layanan

komprehensif sesuai standar

kepada seluruh (100%)

perempuan korban kekerasan.

3. Meningkatkan perlindungan

terhadap Anak dan pemenuhan

hak anak bagi semua anak,

termasuk anak berkebutuhan

khusus

Sasaran yang ingin dicapai

adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya kota yang

mampu memenuhi hak

anak.

Capaian sasaran ini diukur

dengan indikator kinerja

utama: Persentase kota

Layak Anak

b. Meningkatnya kualitas

implementasi kebijakan

terkait perlindungan khusus

kepada anak

Capaian sasaran ini diukur

dengan indikator kinerja

utama:

1) Persentase anak yang

membutuhkan

perlindungan khusus

yang memperoleh

layanan sesuai dengan

standar

2) Persentase kota yang

menindaklanjuti seluruh

(100%) pengaduan

kasus anak yang

membutuhkan

perlindungan khusus

yang sesuai dengan

standar.

c. Meningkatnya kualitas sistem

layanan perlindungan

khusus kepada anak

Capaian sasaran ini diukur

dengan indikator kinerja

utama: Persentase lembaga

penyedia layanan

perlindungan khusus kepada

anak yang mampu

memberikan layanan

komprehensif sesuai dengan

standar

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 133

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

4. Meningkatkan partisipasi

masyarakat dan sinergitas antar

lembaga masyarakat dalam

peningkatan pemberdayaan

perempuan dan perlindungan

anak

Sasaran yang ingin dicapai adalah

sebagai berikut:

Meningkatnya partisipasi dan

sinergitas lembaga profesi dan dunia

usaha, media, dan organisasi agama

dan kemasyarakatan serta akademisi

dan lembaga riset dalam

pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak.

Untuk mengatasi masalah ini,

maka DPPPAPM perlu mengambil

kebijakan skala prioritas setiap

tahunya. Tidak semua program dan

kegiatan dapat dilaksanakan dalam

waktu satu tahun periode keuangan.

Perencanaan harus menganalisa

program dan kegiatan mana saja

yang betul-betul prioritas dan

mendesak bagi masyarakat luas.

Tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan pelayanan

DPPPAPM Kota Lubuklinggau pada

lima tahun mendatang adalah sebagai

berikut:

a. Pemahaman dan komitmen para

pengambil kebijakan mengenai

pentingnya pengintegrasian

perspektif gender di semua

bidang dan tahapan

pembangunan masih kurang;

b. Kelembagaan pengarusutamaan

gender belum berjalan secara

efektif dalam mewujudkan

kesetaraan dan keadilan gender

dalam pembangunan;

c. Pengungkapan kasus-kasus

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT) terhambat faktor

psikologis keluarga sehingga

sulit untuk mengungkap

kejahatan yang terjadi dalam

keluarga;

d. Penggunaan media sosial dan

aplikasi online oleh anak

semakin meningkat seiring

dengan kemudahan akses untuk

memiliki smartphone menjadi

tantangan dalam upaya

perlindungan anak dari

pornografi, pelecehan seksual

dan penipuan;

e. Hambatan regulasi dan

kelembagaan perlindungan anak

menyebabkan pencegahan,

penanganan, dan rehabilitasi

kasus-kasus anak belum berjalan

secara efektif;

f. Adanya norma budaya dan

agama di masyarakat yang

menghambat partisipasi

organisasi kemasyarakatan dan

dunia usaha dalam pemberdayaan

perempuan dan perlindungan

anak;

g. Pemahaman dan partisipasi aktif

masyarakat yang masih rendah

terhadap masalah perempuan dan

anak.

Peluang yang dimiliki dalam

pengembangan pelayanan

DPPPAPM Kota Lubuklinggau pada

lima tahun mendatang adalah sebagai

berikut:

a. Kebijakan kesetaraan gender dan

keadilan gender telah tertuang

dalam RPJMD, memberikan

peluang untuk meningkatkan

kesetaraan gender di daerah;

b. Terbukanya peluang kerjasama

antara pemerintah daerah dengan

lembaga PBB dalam

pemberdayaan perempuan,

perlindungan perempuan dan

anak, seperti UNICEF dan

UNDP;

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 134

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

c. Adanya dukungan kebijakan

dalam pengembangan

Kabupaten/Kota Layak Anak

memberikan peluang dalam

peningkatan kualitas pemenuhan

hak anak;

Komitmen Tim Penggerak

PKK dalam mendukung pelaksanaan

kesepakatan internasional yang telah

diratifikasi oleh pemerintah

Indonesia dalam peningkatan PPPA

(meratifikasi Ratifikasi Konvensi

CEDAW, Rencana Aksi Beijing,

Konvensi Hak Anak (KHA),

Konvensi ILO tentang

Ketenagakerjaan, Konvensi Hyogo

tentang Pengurangan Resiko

Bencana, dan Kesepakatan Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan

(SDG`s) Tahun 2015-2030).

Kajian Strategi peningkatan

semangat kerja pegawai di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau

Faktor

pertumbuhan/perkembangan pribadi

yang disebut juga Faktor yang

berorientasi pada tujuan

membicarakan tujuan utama Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dalam mendukung

pertumbuhan/perkembangan pribadi

dan motivasi diri. Skala-skala yang

terkait dalam factor ini di antaranya

adalah kesulitan (dqficulty),

kecepatan (speea), kemandirian

Hndepedence), kompetisi

(competition). Skala kesulitan

misalnya mengukur tingkat

kesulitan/hambatan yang dialami

oleh pegawai dalam pengembangan

pribadi, kecepatan, misalnya,

mengukur bagaimana tempo (cepat

atau lambatnya) pengembangan

pribadi di Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau telsebut, kemandirian

misah1ya mengukur tingkat

kemandirian pegawai dalam

mengatasi masalah dan kompetensi

mengukur tingkat kompetensi di

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau tersebut.

Kerja mendukung harapan,

memperbaiki kontrol dan merespon

perubahan. Skala- skala yang

termasuk dalam Faktor ini di

antaranya adalah formalitas

(formalitry), semokrasi (democracy),

kejetasan atumn (rule clarity),

inovasi (innovation). Skala

formalitas, misalnya, mengukur

sejauh mana tingkah laku pegawai di

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau berdasarkan aturan-

aturan perusahaan. Skala demokrasi

mengukur bagaimana pegawai.

Faktor lingkungan fisik

membicarakan sejauh mana Iklim

Kerja seperti kelengkapan sumber,

kenyamanan, serta keamanan

perusahaan. Skala-skala yang

termasuk dalam Faktor ini

diantaranya adalah kelengkapan

sumber (resource adequacy),

keamanan, dan keteraturan

lingkungan (safe ana' orderbf

environment), kenyamanan

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 135

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

lingkungan psikis (physical comhrt),

dan lingkungan fisik (matearial

environment).

Apabila definsi Iklim Kerja

dan skala-skala yang dicakupnya

diperhatikan para ahli mempunyai

penekanan yang berbeda-beda. Hal

ini, menunjukkan betapa luasnya

cakupan Iklim Kelja tersebut.

Beberapa peneliti ahli yang

mendasain instrumen Iklim Kerja

menunjuk skala yang berbeda dengan

peneliti lainnya. Salah satu skala

yang dipakai untuk mengukur Iklim

Kerja adalah School Climate Index

(SCI). Meskipun demikian,

kebanyakan para peneliti masih

merujuk skala-skala itu pada Faktor

umum yang menjadi penyebab model

kepemimpinan pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau Lubuklinggau dengan

demikian berdasarkan pada uraian-

uraian di atas, indikator yang akan

digunakan untuk mengukur Iklim

Kerja adalah (1) hubungan

(relationship), (2) perkembangan

pribadi (personal growth), (3)

perubahan dan perbaikan sistem

(system maintenance/change) dan (4)

lingkungan fisik (fisical

environment). Menyelesaikan

masalah dan tentang pembagian

tugas. Skala kejelasan aturan

mengukur sejauh mana pegawai

mampu memahami setiap aturan

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dan skala inovasi

mengukur sejauh mana warga Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau mampu menghadapi

perubahan.

Guna meningkatkan

keefektifan kinerja Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, didukung dengan

fasilitas yang kurang memadai. Di

ruang kerja inilah setiap hari pegawai

diberi arahan agar menjadi pegawai

yang handal, mampu mengemban

tugas. Untuk mengawali kinerja,

setiap pegawai diberikan motivasi.

Sejalan dengan hal ini

pendapat ibu Umi Kasum, S.Sos

(wawancara 20 Nopember 2017)

menyatakan bahwa:

Fasilitas yang ada di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau ini telah ada, akan

tetapi belum memadai. Jika ada

pegawai yang menggunakan

peralatan tersebut, maka pegawai

yang ingin menggunakan terpaksa

menunggu. Hal inilah yang membuat

pekerjaan menjadi terhambat.

Berkaitan dengan faktor-

faktor pendukung pegawai dalam

Pengelolaan Ketata Usahaan

pada Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dalam

menyelesaikan tugasnya,

responden memberikan jawaban

sebagai berikut:

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 136

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Hj. Agustina Kasi

Pemenuhan Hak Anak

(wawancara 20 Nopember 2017)

menyatakan bahwa :

Fasilitas yang masih

kurang, sehingga mesti

menunggu atau pergi ke tempat

lain untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan merupakan faktor

pendukung pegawai dalam

Pengelolaan Ketata Usahaan

pada Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dalam

menyelesaikan tugasnya. Dengan

pemberian fasilitas yang lengkap,

maka diharapkan dapat

memberikan dukungan bagi

pegawai dalam bekerja.

Selanjutnya Sahida, S.IP

selaku kabid perlindungan

perempuan dan anak

(wawancara 20 Nopember 2017)

mengatakan bahwa:

Dari hasil wawancara di

atas Brian Clegg (2012:2)

mengatakan bahwa semangat

kerja adalah “berkenaan dengan

memberi seseorang suatu

dorongan atau rangsangan, atau

singkatnya, berkenaan dengan

membangkitkan sesuatu”.

Pengertian semangat kerja disini

merupakan rangsangan atau

dorongan untuk membangkitkan

sesuatu dalam hal ini tentunya

berkaitan minat yang ada dalam

diri seserang.

Berdasarkan hasil

wawancara dan pendapat di atas

dapat dipahami bahwa motivasi

pimpinan yang kurang, sehingga

pegawai merasa tidak

bersemangat dalam mengerjakan

tugas yang diberikan. Dengan

motivasi yang diberikan

diharapkan dapat menjadikan

faktor dalam mendukung

pekerjaan.

Media lain untuk

mendukung kinerja Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau berlokasi di

kompleks Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau ini

dibimbing oleh pegawai yang

kompeten dalam bidangnya. Di

kegiatan ini dilakukan

pembiasaan-pembiasaan

berkaitan dengan pekerjaan

secara terprogram dan sistemik

agar pegawai memiliki

keleluasaan dalam bekerja secara

optimal sehingga terbentuk

pegawai yang berkarakter dan

berkepribadian dalam

menjalankan tugasnya.

Kinerja yang efektif dan

inovatif menjadi sasaran utama

dalam mengatasi kelambanan

dalam bekerja di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau. Sejalan dengan itu

dikembangkan program kelas

multimedia, yakni desain

ruangam yang dilengkapi LCD

dan komputer untuk kinerja dan

fasilitas pendukung lainnya.

Bahkan, kini dirintis fasilitas

CCTV di ruangan agar aktivitas

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 137

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

kinerja bisa dipantau dan

dimonitor untuk pengendalian

kinerja efektif. Ke depan fasilitas

ini tentu bisa menjadi media

untuk perbaikan kualitas kinerja.

Perlu dukungan dan komitmen

semua pihak untuk mewujudkan

idealisme di atas.

Dari uraian tersebut di

atas, maka dapat disimpulkan

bahwa isi program Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dalam membina

kinerja terlihat dari dengan

mengintegrasikan nilai-nilai

tanggung jawab terhadap

pekerjaan secara komprehensif.

Penyediaan fasilitas di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, dimaksudkan agar

nantinya dapat mengatasi dan

menjadi faktor-faktor pendukung

pegawai dalam Pengelolaan

Ketata Usahaan pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dalam

menyelesaikan tugasnya.

Sejalan dengan hal

tersebut Ahyari dalam Chaifatul

(2016:4) terdapat beberapa factor

yang mempengaruhi lingkungan

kerja antara lain :

1). Penerangan

Penerangan adalah cukupnya

sinar yang masuk kedalam

ruang kerja, masing - masing

pegawai intansi. Penerangan

yang ada harus sesuai dengan

kebutuhan, tidak terlalu

terang tetapi juga tidak terlalu

gelap, dengan sistesm

penerangan yang baik

diharapkan pegawai akan

menjalankan tugasnya dengan

lebih teliti, sehingga

kesalahan pegawai dalam

bekerja dapat dapat

diperkecil.

Penerangan ruangan yang

kurang membuat pegawai

terkadang merasa kurang

bersemangat dalam bekerja,

hal ini karena membuat

suasana menjadi tidak

nyaman untuk mengerjakan

sesuatu pekerjaan. Karena

penerangan yang kurang

membuat pegawai merasa

mengantuk dan tidak

bersemangat dalam

menyelesaikan pekerjaan. Hal

inilah terkadang membuat

pegawai merasa kurang

nyaman dalam bekerja.

Berdasarkan informasi

tersebut dapat dipahami

bahwa penerangan

merupakan hal yang wajib

guna menunjang kinerja

pegawai.

2). Suhu udara

Temperatur udara atau suhu

udara terlalu panas bagi

pegawai akan dapat menjadi

penyebab penurunnya

kepuasan kerja para pegawai

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 138

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

sehingga akan menimbulkan

kesalahan - kesalahan

pelaksanaan proses produksi.

Berkaitan suhu udara yang

ada di Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan

Anak dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota

Lubuklinggau. Karena letak

felapon yang renda sehingga

pegawai merasa kepanasan

saat bekerja, di samping itu

fentilasi udara yang terlalu

kecil juga membuat gerah

ruangan yang dapat

mengganggu pekerjaan

pegawai. Kipas angin yang

berukuran sedang membuat

pegawai pegawai merasa

gerah. Akibat rasa gerah ini

membuat pegawai merasa

tidak nyaman dalam bekerja.

Dari pernyataan ini menyatakan

bahwa faktor penerangan dan

suhu menjadi faktor pendukung

dalam keberhasilan pegawai

dalam menjalankan tugasnya.

faktor-faktor pendukung pegawai

dalam Pengelolaan Ketata

Usahaan pada Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dalam

menyelesaikan tugasnya

Yang dilakukan

pimpinan Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dalam

mengatasi kegelisahan dalam

bekerja yang dialami pegawai,

jawaban Drs. H. Heri Zulianta

(wawancara tanggal 15

Desember 2017, 09.30 WIB)

sebagai berikut:

Banyak hal yang dilakukan

pimpinan Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dalam

mengatasi kegelisahan dalam

bekerja yang dialami pegawai

misalnya dengan

mengajaknya berkomunikasi

secara langsung mengenai

sebab terjadinya kegelisaihan

tersebut. Pembicaraan secara

tatap muka akan memberikan

kepercayaan diri kepada

pegawai dalam menjalankan

tugasnya.

Strategi yang dilakukan oleh

pimpinan Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau dalam mengatasi

tuntutan yang diajukan oleh pegawai,

jawaban Hj. Agustina Kasi

Pemenuhan Hak Anak (wawancara

20 Nopember 2017) sebagai berikut:

Strategi yang dilakukan oleh

pimpinan Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau dalam

mengatasi tuntutan yang

diajukan oleh pegawai lebih

kepada pendekatan personal.

Strategi pendekatan personal

ini ditujukan agar pegawai

dapat mengungkapkan

keluhannya, sehingga akan

ditemukan jalan yang tepat

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 139

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

dalam mengatasi

permasalahan tersebut.

Strategi pendekatan yang

dilakukan jika pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau mengadakan

pemogokan kerja, jawaban ibu

Tariyah, SE selaku Kasi PUG & PP

Di Bid. Kualitas Keluarga sebagai

berikut:

Strategi pendekatan yang

dilakukan jika pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau

mengadakan pemogokan

kerja melalui pertemuan

khusus. Pertemuan ini

dimaksudkan agar pegawai

tidak merasa terpojok dalam

situasi tersebut. Pertemuan

dengan tatap muka (face to

face) di maksudkan dapat

memberikan informasi untuk

ditindak lanjut, karena

terkadang kesalahan tidak

hanya ada pada pegawain,

akan tetapi pimpinan juga

dapat berbuat salah tanpa

disadari.

Jika terjadi sabotase yang

dilakukan oleh pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, apa yang dilakukan

oleh pimpinan, jawaban Sahida, S.IP

selaku kabid perlindungan

perempuan dan anak (wawancara 20

Nopember 2017) sebagai berikut:

Sabotase terkadang terjadi di

dalam semua pemerintahan,

baik yang terbesar maupun

yang terkecil. Sikap bijak

dalam menghadapi

permasalahan seperti ini

sangat diperlukan oleh

pimpinan. Pimpinan tidak

harus menyalahkan

sepenuhnya pada pegawai

akan tetapi harus

memperhatikan kembali

kebijakan yang diterapkan.

Sabotase terjadi dikarenakan

tidak dapatnya sebagian

pihak untuk melaksanakan

kebijakan yang diterapkan.

Jawaban responden sejalan

dengan pendapat Hasibuan (2012:87)

bahwa tahap semangat kerja

meliputi:

a. Turunnya produktivitas kerja.

Turunnya produktivitas kerja ini

dapat diukur atau

diperbandingkan dengan waktu

sebelumnya. Produktivitas kerja

yang turun ini dapat terjadi

karena kemalasan, penundaan

pekerjaan dan sebagainya. Untuk

dapat mengetahui tinggi atau

rendahnya produktivitas kerja,

maka perusahaan harus membuat

standar kerja.

b. Tingkat absensi yang tinggi.

Pada umumnya apabila semangat

kerja turun, maka karyawan akan

malas untuk datang bekerja.

Untuk melihat apakah naiknya

tingkat absensi tersebut

merupakan indikasi turunnya

semangat kerja, maka perusahaan

tidak boleh melihat naiknya

tingkat absensi ini secara

perseorangan tetapi harus melihat

secara rata-rata.

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 140

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

c. Tingkat perpindahan karyawan

yang tinggi.

Apabila dalam perusahaan terjadi

tingkat keluar masuknya

karyawan naik daripada

sebelumnya, maka hal ini

merupakan indikasi turunnya

semangat kerja. Keluar masuknya

karyawan yang meningkat

tersebut terutama disebabkan

ketidaksenangan karyawan untuk

bekerja pada perusahaan tersebut,

sehingga karyawan berusaha

mencari pekerjaan lain yang

dianggap lebih sesuai. Tingkat

keluar masuknya karyawan yang

tinggi selain dapat menurunkan

produktivitas kerja, juga dapat

mengganggu kelangsungan

jalannya perusahaan.

Berdasarkan pendapat di atas

dapat peneliti simpulkan bahwa

strategi pendekatan yang dilakukan

jika pegawai Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau berkaitan dengan

turunnya produktivitas kerja, tingkat

absensi dan perindahan pegawai.

Kajian Kualifikasi semangat kerja

di Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau

Keberadaan Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau sekarang dapat

diibaratkan bagai dua sisi mata uang.

Keduanya bergerak menjadi kesatuan

integral yang tak dapat dipisahkan.

Dalam kegiatannya yang dijadikan

sebagai sarana pelindung

masyarakat. Hal itu ditopang dengan

pegawai yang tetap menempatkan

dunia pelayanan sebagai upaya sadar

untuk membangun kualitas diri

manusia pada umumnya.

Kondisi Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau semacam itu memang

perlu dikondisikan sebaik mungkin.

Kenyamanan pegawai dalam

menerima materi pelajaran,

khususnya Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau, sangat mendukung

kesuksesan kegiatan kerja mengajar.

Keharmonisan komunikasi antara

pegawai dan pegawai menjadi satu

hal yang sulit dihindarkan. Dengan

terciptanya kondisi lembaga

pendidikan yang semacam itu akan

sangat menentukan pegawai untuk

mudah menerima materi-materi yang

membangkitkan semangat kerja

pegawai.

Hasil pekerjaan pegawai

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau selama ini, jawaban

Mery Nopriyanti, S.ST selaku Kasi

Perlindungan Perempuan sebagai

berikut:

Hasil pekerjaan siapapun

pasti memiliki kelemahan dan

cacatnya, begitu juga dengan

hasil pekerjaan pegawai

Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan

Anak dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 141

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Lubuklinggau selama ini.

Sikap bijak dan penilaian

yang ada menjadi acuan

apakah pekerjaan yang

dilakukan telah layak.

Pekerjaan yang dilakukan

pegawai Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau masih perlu perbaikan,

jawaban ibu Paini, S.P. Kasi

Pengembangan Partisipasi dan

Ketahanan sebagai berikut:

Seperti telah dijelaskan

sebelumnya bahwa tidak ada

pekerjaan yang sempurna,

hanya saja sikap dalam

menerima kekurangan yang

dapat dimaklumkan menjadi

landasan bagaimana

pekerjaan itu dapat diterima

atau diperbaiki kembali.

Apabila hanya sebagian kecil

dan itu tidak fatal dalam

penilaian pekerjaan, maka

pekerjaan tersebut dapat

diterima. Akan tetapi

walaupun hal kecil tetapi

akan berdampak yang berat

maka perbaikan harus

senantiasa dilakukan.

Pekerjaan yang dilakukan

oleh pegawai Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau mesti dilakukan

perbaikan secara menyeluruh,

jawaban responden sebagai berikut:

Pekerjaan yang dilakukan

oleh pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau tidak

mesti dilakukan perbaikan

secara menyeluruh, karena

pegawai adalah manusia yang

memiliki kapasitas dan

kemampuan yang ada.

Apabila pekerjaan tersebut

telah sesuai dengan standar

yang ada dan masih ada

kekurangan sedikitu, maka

pekerjaan tersebut dapat

diterima dan tidak perlu

perbaikan.

Besarnya perbaikan kinerja

yang harus dilakukan pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau untuk memperbaiki

pekerjaan yang ada, jawaban

responden sebagai berikut:

Besar perbaikan kinerja yang

harus dilakukan pegawai

Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan

Anak dan Pemberdayaan

Masyarakat Kota

Lubuklinggau untuk

memperbaiki pekerjaan yang

ada tergantung dengan

standar penilaian yang ada.

Tidak semua pekerjaan harus

diperbaiki, akan tetapi

pertimbangan bahwa

pekerjaan itu telah layak

diterima merupakan

pertimbangan yang harus

dilakukan.

Solusi yang dilakukan guna

meningkatkan kinerja pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 142

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Lubuklinggau sebagai berikut: Solusi

yang dilakukan guna meningkatkan

kinerja pegawai Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau yaitu dengan

memandang potensi pada setiap

orang. Potensi yang dimiliki oleh

seseorang berbeda-beda.

Pertimbangan inilah yang senantiasa

dilakukan agar pekerjaan dapat

memperoleh hasil yang sesuai

dengan maksud dan tujuan yang

diinginkan. Dengan kata lain bahwa

solusi yang dilakukan dengan

mempertimbangkan sumber daya

manusia untuk melaksanakan tugas

tersebut.

SIMPULAN DAN

REKOMENDASI

Simpulan

1. Proses pembinaan semangat kerja

pegawai di Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau sudah

terbilang baik, akan tetapi masih

perlu ditingkatkan lagi usaha

untuk meningkatkan semangat

kerja.

2. Strategi peningkatan semangat

kerja pegawai di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau telah terlaksana,

akan tetapi masih perlu usaha

agar pegawai merasa

bersemangat dalam bekerja.

3. Kualifikasi semangat kerja di

Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau terbilang baik,

akan tetapi masih perlu

pelengkapan fasilitas (sarana dan

prsarana) yang masih kurang.

Rekomendasi

1. Hendaknya pihak Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau memperhatikan

dan melaksanakan program untuk

meningkatkan dan membina

semangat kerja pegawai

2. Perlunya memperbaiki kembali

strategi peningkatan semangat

kerja pegawai di Dinas

Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat Kota

Lubuklinggau yang mampu

meningkatkan kinerjanya

3. Kualifikasi semangat kerja

pegawai Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak

dan Pemberdayaan Masyarakat

Kota Lubuklinggau hendaknya

senantiasa ditingkatkan dengan

tujuan agar kinerja pegawai terus

meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anditasari. 2012. Hubungan antara

Persepsi terhadap Konflik

Peran dengan Semangat Kerja

Karyawan Divisi Teknik PT.

Indonesia Power Unit Bisnis

Pembangkit Listrik

Banjarnegara. Jurnal

Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Astuti dan Widyarini. 2012.

Persepsi Keadilan, Tekanan

INTERPROF (Jurnal Manajemen) Program Studi Magister Manajemen STIE MURA Page 143

Volume 4. Nomor 1 Juni 2018 ISSN 2527-

7243

Kerja dan Semangat Kerja

pada Pegawai Negeri Sipil.

Jurnal

Bruce. 2012. Human Capital

Manajemen Sumber Daya

Manusia, Jakarta: Gramedia

Clegg, Brian. 2012. Instant

Motivation. Jakarta: Erlangga

Djamarah, Syaiful Bahri D. 2012.

Psikologi Umum. Jakarta:

Rineka Cipta

Fahmi, Irham. 2013. Manajemen

Kinerja Teori dan Aplikasi,

Bandung: Alfabeta

Fahmi, Irham. 2014. Manajemen

Kinerja Teori dan Aplikasi,

Bandung: Alfabeta

Gaol, CHR. Jimmy. 2014. Human

Capital Manajemen Sumber

Daya Manusia, Jakarta:

Gramedia

Hasibuan. 2012. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipt

Hasibuan. 2013. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipt

http://idPenelitian/pengertian-

semangat-kerja

Kossen. 2012. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipta

Kuswadi. 2014. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipta

Maheswari. 2012. Manajemen

Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Rineka Cipta

Majorsy. 2013. Kepuasan Kerja,

Semangat Kerja dan

Komitmen Organisasional

pada Staf Pengajar

Universitas Gunadarma.

Jurnal

Murdhiarta. 2012. Manajemen

Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Rineka Cipta

Mukhyi dan Hudiyanto. 2012.

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Rineka

Cipta

Nitisemito 2013. Manajemen

Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Rineka Cipta

Pratiwi. 2013. Pengaruh Noise

(Kebisingan) Ruang Kerja

Terhadap Semangat Kerja

Karyawan PTP. Nusantara 4

Siodamanik. Jurnal

Siagian, Sondang P. 2013.

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Rineka

Cipta

Subagyo. 2012. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipt

Sugiyono. 2016. Penelitian

Kuantitatif, Kualiitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabet

Sunyoto, Danang. 2015.

Pengembangan Manajemen

Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Rineka Cipta

Tohardi, Ahmad. 2013. Manajemen

Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Rineka Cipt

Wibowo. 2014. Manajemen Kinerja.

Jakarta: Rineka Cipt

Wursanto. 2012. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipta