p-issn 2527-497x e-issn 2580-4448 jurnal...

85
p-ISSN 2527-497X INFRASTRUKTUR JURNAL Vol. 1 No. 01 Desember 2015 e-ISSN 2580-4448

Upload: nguyenkhanh

Post on 18-May-2018

329 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

Page 1: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR i

Vol. 1 No.01 Desember 2015

p-ISSN 2527-497X

INFRASTRUKTURJURNAL

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

e-ISSN 2580-4448

Page 2: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No.01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTURii

Susunan Redaksi Jurnal Infrastruktur

Pengarah : Prof. Dr. Ir. Anita Firmanti Eko Susetyowati, MT.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Penanggung Jawab : Ir. Asep Arofah Permana, MT., MM.

Mitra Bestari : Ir. Waskito Pandu, M.Sc. (Pusdiklat Menjafung Kementerian PUPR)

Dr. Wijoyo Prakoso (Universitas Indonesia)

Eko Andi Suryo, Ph.D. (Universitas Brawijaya Malang)

Dr. Irwan Santoso (Instiitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya)

Waldopo, M.Pd. (Pustekom Kemendiknas)

Nursama Heru, Ph.D (Poltekkes Jakarta/ Universitas Nasional Jakarta)

Redaktur : Ir. Yusdiana Caya, M.Si

Dewan Penyunting : Drs. Haris Marzuki Susila

Diana Febrianti, S.Kom., MMT

Luthfi Ainuddin, ST

Redaksi

Desain : Lamtiur Gustina, A.Md

Fotografer : Imam Syahid Izzatur Rahim, A.Md

Sekretariat : Mardiyan Syah, A.Md

Rosna Kumala Sary, SE

Dini Prilia Gamarlin, S.Sos., M.Si

Website : bpsdm.pu.go.id/jurnal

Email : [email protected]

Alamat : Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan FungsionalBadan Pengembangan Sumber Daya ManusiaKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. Sapta Taruna Raya Komplek PU Pasar Jumat Jakarta Selatan 12330Telp. 021-759 08822 Email. [email protected]

Jurnal Volume No Hal Jakarta p-ISSN e-ISSN

INFRASTRUKTUR 1 01 001 - 080 Desember 2015 2527-497X 2580-4448

INFRASTRUKTURJURNAL

Vol. 2 No. 01 April 2017Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Page 3: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR iii

Vol. 1 No.01 Desember 2015

DAFTAR ISI

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

Pengantar Redaksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

1. EVALUASI KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN (PPIP) DI SATMINKAL CIPTA KARYA PROPINSI NUSA TENGGARA BARATIrwantoro

1 - 1

2. AMANAJEMEN PERALATAN KONSTRUKSI JALAN DI DAERAH TERPENCIL DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN Studi Kasus: Jalan Nasional Mamberamo–Elelim, Papua

Ahmad Afifi

1 - 7

3. PENENTUAN METODE PENGUKURAN PENCAPAIAN OUTCOME Studi Kasus: Direktorat Jenderal Bina KonstruksiAmelia Dewi Safitra Ningtyas, Hasfarm Dian Purba, Yudhistira Adi Nugroho

1 - 12

4. SOLIDITAS TIM DALAM MELAKSANAKAN PROYEK PENELITIAN PRACETAK BETON BERTULANG BRIKON ATAU FABRIKASI KONSTRUKSI (PRECAST CONCRETE) PADA PEMBANGUNAN RUMAH BRIKON DI LOKA TEKNOLOGI PERMUKIMAN MEDANHaris Hadihanafi

1 - 19

5. APLIKASI GEOTEKSTIL PADA LAPIS PONDASI PERKERASAN KAKU DI ATAS TANAH LUNAK STUDI KASUS PELEBARAN JALAN SUPADIO PONTIANAKIra Falkiya

1 - 27

6. PEMBANGUNAN INSFRASTRUKTUR BENDUNGAN TITAB DI KABUPATEN BULELENG PROPINSI BALI SEBAGAI JALUR PEMENUHAN AIR BAKU BAGI MASYARAKAT SEKITARDolly Indra Nastur

1 - 35

7. KAJIAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PEDESAAN (SPAMDES) KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROVINSI DI YOGYAKARTAAyu Erlinna

1 - 41

8. HUBUNGAN ANTARA KEMELIMPAHAN LARVA POLYCENTROPODIDAE (TRICHOPTERA) DAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI WADUK SEMPOR, KEBUMEN, JAWA TENGAHKisworo Rahayu, Rr. Vicky Ariyanti

1 - 47

9. APLIKASI PENGEBORAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL DRILLING) SEBAGAI METODE PENYELIDIKAN TANAH LAPANGANDALAM PERENCANAAN KONSTRUKSI STUDI KASUS: UNDERPASS KATAMSO MEDANEfran Kemala Hamonangan

1 - 52

10. STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS DALAM PENDAYAGUNAAN RUMAH SUSUN SEWA COKRODIRJAN, KOTA YOGYAKARTAMaria Immaculata Krisna Adyasari

1 - 58

Lampiran Abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 68

Lampiran Pedoman Penulisan Jurnal Infrastruktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 78

Page 4: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No.01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTURiv

PENGANTAR REDAKSIZaman telah berputar dari waktu ke waktu. Ada ucapan yang mengatakan “Jas Merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sungguh telah berhamburan perjalanan manusia dengan bergelimpangan peristiwa dan data. Namun seringkali peristiwa tidak dianalisa menjadi berita, data tidak diolah menjadi karya, serta semua berlalu dan orang kembali tertipu, seakan-akan manusia berjalan di ruang hampa. Manusia harus bisa mengambil hikmah, pengetahuan, kesimpulan dari peristiwa dengan berpikir lebih mendalam melalui kegiatan penelitian.

Sesungguhnya ada hubungan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan pembangunan bangsa untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik, untuk menuju dimensi baru pembangunan Indonesia. Penerbitan jurnal ini merupakan perwujudan dari tujuan reformasi birokrasi, yaitu untuk mendorong terwujudnya organisasi yang efektif dan efisien melalui manajemen pengetahuan. Hakekat manajemen pengetahuan adalah memanfaatkan kekayaan pengetahuan yang dimiliki organisasi, termasuk belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lampau. Pengalaman masa lampau seringkali hanya bertumpuk dalam lembaran laporan dan arsip, akhirnya dimakan rayap dan hilang diterpa waktu.

Jurnal ilmiah ini merupakan kajian terjadap peristiwa yang ada dalam organisasi, arti terkait pembangunan dengan fokus khususnya pada pembangunan infrastruktur di bawah kemeneterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dengan publikasi hasil penelitian, maka distribusi pengetahuan akan lebih luas.

Penerbitan perdana Jurnal Infrastruktur ini umumnya diambil dari hasil observasi mendalam selama 3 bulan oleh CPNS Tahun 2014 di tempat On The Job Training (OJT). Melalui bimbingan penulisan oleh Tim Ahli, serta melalui koreksi tim mitra bestari (reviewer) akhirnya tulisan ini dapat disajikan secara ilmiah dan logis.

Kami berharap, semoga para pembaca, khususnya para fungsional di Kementerian PUPR dengan kesempatan kerja lebih lama dalam berbagai proyek kegiatan terkait infrastruktur, serta dengan menggunakan kemampuan berpikir lebih matang, maka Jurnal Infrastruktur ini akan dipenuhi permintaan publikasi.

Redaksi

Jurnal Infrastruktur

Page 5: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 1

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

EVALUASI KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEDESAAN (PPIP)

DI SATMINKAL CIPTA KARYA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

Irwantoro

Pelaksana Operasi dan PemeliharaanBalai Wilayah Sungai Sumatera IV,

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Email: [email protected]

Abstract

This research was conducted to give overview of community involvement in the Rural Infrastructure Development Program (PPIP) in 2014-2015 and its impact, as well as data and information obtained can be used for learning in similar activities in the future. Descriptive analysis methods used in these studies using the full population, namely: the number of PPIP targets 88 villages in East Nusa Tenggara Province. The result of this research showed that rural infrastructure development project is so functional and directlytouch the villager with high quality and competitive product, but still low level of sustainability. Thefore, the project focus is needed on the future, such as (1) improving aspects of community organizing, (2) transparency, and (3) accountable, and (4) sustainable.

Keywords: involvement, rural, infrastructure

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang pemberdayaan masyarakat dalam proses Program Pembangunan infrastruktur Perdesaan (PPIP) Tahun 2014 - 2015 dan dampak yang ditimbulkan, serta data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk pembelajaran pada kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan full population, yaitu di 88 desa sasaran dari jumlah total 88 desa yang mendapatkan PPIP di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek pembangunan infrastruktur perdesaan sangat fungsional dan menyentuh secara langsung kepada masyarakat pedesaan dengan tingkat kualitas pekerjaan yang sangat terjaga, namun masih rendah tingkat pemeliharaan dan keberlanjutannya. Karena itu, dibutuhkan fokus perhatian proyek pada masa yang akan datang, seperti (1) meningkatkan aspek pengorganisasian masyarakat, (2) transparansi, dan akuntabel, serta (3) berkelanjutan.

Kata Kunci: pemberdayaan, perdesaan, infrastruktur

Page 6: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 2

1. PENDAHULUAN

Sebagian besar penduduk Indonesia masih bertempat tinggal di kawasan permukiman perdesaan, dimana tingkat kemiskinannya ditinjau dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan, memiliki tingkat persentase yang cukup tinggi (data Sensus Penduduk tahun 2000).

Salah satu masalah yang dihadapi dalam peningkatan ekonomi lokal adalah kurang tersedianya infrastruktur yang memadai, terutama di daerah perdesaan, Kondisi pelayanan infrastruktur perdesaan umumnya masihkurang, hal ini terlihat dari sebagian besar penduduk di desa tertinggal harus menempuh jarak sejauh 6-10 km ke pusat pemasaran (terutama pusat kecamatan), bahkan di desa lainnya penduduk harus menempuh jarak lebih dari 10 km dengan kondisi jalan yang memprihatinkan. Penduduk yang terlayani air minum perpipaan perdesaan masih sangat rendah, selebihnya masih mengambil langsung dari sumber air yang belum terlindungi. Sementara itu, banyak petani di desa tertinggal memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha (lahan marjinal). Dengan kondisi tersebut maka dibutuhkan strategi penanganan penyediaan infrastruktur perdesaan yang dapat mendukung terjaminnya peningkatan dan keberlanjutan kegiatan perekonomian di perdesaan (Pedoman PPIP, 2014)

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaaan (PPIP) dicanangkan oleh Pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2007. PPIP ini merupakan salah satu perwujudan dari beberapa program yang sesuai dan sejalan dengan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Fokus yang ditekankan dalam SNPK yaitu bidang kesehatan, pendidikan, dan penyediaan kebutuhan dasar seperti infrastruktur, sanitasi, dan gender. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur terutama di wilayah perdesaan menjadi salah satu program prioritas dalam penanggulangan kemiskinan di desa tertinggal. Salah satu dari rencana berskala besar program infrastruktur perdesaan yang dilaksanakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum sesuai dengan SNPK adalah PPIP.

Ditjen Cipta Karya menetapkan bahwa PPIP memiliki 2 (dua) tujuan yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka menengah. Tujuan jangka panjang yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Di sisi lain, tujuan jangka menengah yaitu untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap infrastruktur dasar dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan infrastruktur perdesaan. Selain itu, PPIP juga memiliki beberapa sasaran, yaitu:

(1) Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat,

berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. (2) Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan infrastruktur perdesaan, (3) Meningkatnya jumlah penanganan desa tertinggal yang sejalan dengan RPJMN 2010-2015, (4) Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan di perdesaan, (5) Terlaksananya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

Pembangunan infrastruktur perdesaan tersebut, dilakukan dengan pemberdayaan secara penuh masyarakat setempat dalam setiap tahapan (tahap perencanaan s/d tahap operasional dan pemeliharaan). Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan infrastruktur perdesaan akan memberikan beberapa dampak, antara lain (1) kualitas pekerjaan yang dihasilkan, (2) keberlangsungan operasional dan pemeliharaan infrastruktur tersebut, (3) kemampuan masyarakat dalam membangun suatu kemitraan dengan berbagai pihak, serta (4) penguatan kapasitas masyarakat untuk mampu mandiri memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam wilayahnya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi

Perdesaan adalah daerah (kawasan) desa. Sementara pedesaan adalah wilayah permukiman yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, dan air sebagai syarat penting untuk terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di tempat itu. Infrastruktur perdesaan didefinisikan sebagai infrastruktur yang bersifat fisik dan memberikan akses terhadap pelayanan dasar maupun pelayanan sosial serta ekonomi bagi masyarakat pedesaan (Asnudin, 2005).

Infrastruktur perdesaan didefinisikan sebagai infrastruktur yang bersifat fisik dan memberikan akses terhadap pelayanan dasar maupun pelayanan sosial serta ekonomi bagi masyarakat pedesaan (Asnudin, 2005).

2.2. Jenis Infrastruktur Perdesaan

Jenis infrastruktur perdesaan yang menjadi cakupan pembiayaan PPIP untuk tahun anggaran 2014 - 2015, antara lain berupa (1) Infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, berupa jalan dan jembatan perdesaan, (2) Infrastruktur yang mendukung produksi pangan, berupa irigasi perdesaan, dan (3) Infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat perdesaan, berupa penyediaan air minum dan sanitasi perdesaan (Pedoman PPIP, 2014)

2.3. Kriteria Infrastruktur Perdesaan

Dalam memilih jenis infrastruktur yang akan

Page 7: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 3

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

dilaksanakan di desa sasaran PPIP 2014-2015, harus mempertimbangkan faktor-faktor, antara lain: (1) Memenuhi kebutuhan infrastruktur yang mendesakbagi masyarakat miskin dan diusulkan oleh masyarakat melalui musyawarah desa, (2) Langsung memberikan manfaat bagi masyarakat setempat terutama kelompok miskin, (3) Penyediaan lahan untuk infrastruktur disediakan oleh masyarakat, dan (4) Dapat dilaksanakan dan berfungsi pada tahun anggaran 2015, serta (5) Memprioritaskan pemberian kesempatan kerja kepada tenaga kerja setempat dan penggunaan material lokal, dan (6) Penggunaan teknologi sederhana yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat atau teknologi yang sesuai dengan kebutuhan setempat, (7) Merupakan infrastruktur yang dapat dikelola oleh masyarakat, (8) Menjamin keberlangsungan fungsi infrastruktur yang dibangun, (8) Tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sosial dan budaya.

2.4. Gambaran Masyarakat Perdesaan

Masyarakat perdesaan pada umumnya dihadapkan pada permasalahan sebagai berikut: (1) Terbatasnya lapangan kerja berkualitas, (2) Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, (3) Tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan, (4) Rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan, (5) Rendahnya tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana perdesaan, (6) Rendahnya kualitas SDM di perdesaan, (7) Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi bagi peruntukkan lain, (8) Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, (9) Lemahnya kelembagaan dan organisasi yang berbasis masyarakat, (10) Lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan (Pedoman PPIP, 2014).

2.5. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan program-program pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat adalah dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Di desa/ Kelurahan, kegiatan tersebut dikelola oleh lembaga keswadayaan masyarakat dibantu oleh tim-tim khusus yang dibentuk sesuai kebutuhan melalui musyawarah masyarakat desa/ kelurahan.

Lembaga keswadayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga kemasyarakatan yang dibentuk dan ditetapkan oleh masyarakat di setiap desa/ kelurahan, yang berfungsi secara kolektif dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri di desa/kelurahan, dan bertanggung jawab kepada masyarakat melalui musyawarah desa/ kelurahan. Lembaga keswadayaan masyarakat tersebut bertanggungjawab atas, pengorganisasian, perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan PNPM Mandiri di desa/ kelurahan. Mekanisme dan prosedur pembentukan Lembaga Keswadayaan

Masyarakat dan pelaksanaan musyawarah antar desa/kelurahan tersebut diatur dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri dan petunjuk teknis masing-masing program, dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu tanggal 15 Agustus - 15 September 2015 di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat yang mencakup delapan kabupaten, yaitu Kab. Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara, Sumbawa, Sumbawa Besar, Dompu dan Bima terdiri atas 88 desa Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) tahun 2014 - 2015. Lokasi pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan full population, yaitu 88 desa sasaran.

3.2. Metode Analisis

Pendekatan yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif.

Analisis data dalam pendekatan kualitatif terdiri atas tiga proses kegiatan, yaitu: reduksi data, tampilan (display) data, dan penulisan kesimpulan.

Analisis kualitatif dalam penelitian tentang tinjauan dampak pemberdayaan masyarakat terhadap program pembangunan infrastruktur perdesaaan dilakukan dengan cara berikut ini. 1) Reduksi data dilakukan dengan cara membaca transkrip wawancara dan dokumen-dokumen yang akan dianalisis lalu membuat catatan atas data tersebut. Selain catatan, data juga bisa dibuat menjadi ringkasan data (summary), dan menyajikan/tampilan data dengan bentuk teks naratif, tabel, dan grafik. 2) Kemudian data-data hasil survey dianalisis dan didiskusikan. Hasil dari analisis dan diskusi adalah memberikan gambaran dalam bentuk teks naratif tentang dampak pemberdayaan masyarakat terhadap mutu konstruksi infrastruktur.

Page 8: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Hasil PPIP Propinsi NTB

Gambar 1. Sebaran Lokasi PPIP di Provinsi NusaTenggara Barat

Pada Gambar 1 di atas, menggambarkan sebaran lokasi pelaksanaan PPIP yang hampir merata di seluruh kepulauan Lombok dan Sumbawa.

Jenis infrastruktur PPIP 2014-2015 di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang menjadi skala prioritas di setiap desa sasaran secara umum adalah infrastruktur jalan perdesaan, mencakup Jalan Lingkungan, Jalan Usaha Tani, Jalan Nelayan dan pembukaan jalan baru dengan swadaya tanah masyarakat. Dalam satu desa dimungkinkan mengerjakan beberapa proyek seperti jalan, jembatan, saluran irigasi dan sanitasi lingkungan sekaligus, sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh masyarakat desa (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi jenis Infrastruktur

No Jenis Infrastruktur Prosentase

1Pembangunan Jalan dan Jembatan

85%

2 Irigasi dan Saluran Air 14%

3 Sanitasi Lingkungan 1%

Proses menentukan skala prioritas melalui rembug desa yang membahas tentang hasil identifikasi yang telah dilaksanakan sebelumnya dan membahas tentang upaya-upaya pemecahan permasalahannya, serta kesepakatan dalam penanganannya. Rembug desa dilaksanakan dalam bentuk diskusi terbuka yang diharapkan mampu merumuskan alternatif pemecahan masalah yang dapat dituangkan dalam rumusan penanganan yang sesuai dengan kondisi desa saat ini.

Sarana yang dibangun lebih didasarkan atau ditentukan oleh masyarakat sehingga memungkinkan tumbuhnya keswadayaan/ partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaannya. Di sisi lain, sarana yang dibangun juga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam

mengelola dan memelihara setelah proyek berakhir, serta penguatan kembali modal-modal sosial yang ada pada masyarakat, seperti dalam bentuk gotong-royong dan kerja bakti.

Infrastruktur jalan menjadi skala prioritas usulan yang dominan di tingkat desa (85%). Hal ini terkait dengan beberapa faktor, antara lain: (1) prasarana aksesibilitas yang ada belum terpenuhi, seperti akses menuju kantong-kantong produksi pertanian dan perikanan dan akses yang menghubungkan antara desa sekitarnya, (2) pelibatan tenaga kerja lebih besardalam implementasi program, dan (3) proses pelaksanaannya lebih singkat di banding dengan infrastruktur jenis yang lain, serta (4) pemerataan manfaat kepada banyak warga, dan (5) memiliki basis dengan keterampilan masyarakat.

Konstruksi jalan yang paling dominan adalah dengan menggunakan rabat beton hamper di seluruh desa sebanyak 75% sisanya adalah penaburan dan pemadatan Pasir batu/ kerikil dan pembukaan jalur jalan baru sebanyak 25%. Untuk sarana Irigasi dan aliran air menggunakan pasangan batu kali dengan kualitas yang terjaga.

Dari sisi fungsi atau kegunaan, sarana yang dibangun, yaitu: (1) Meningkatkan aksesibilitas masyarakat pedesaan, (2) membuka hubungan antar warga desa, dan (3) meningkatkan akses produktivitas usaha ekonomi (tani dan nelayan), serta (4) memudahkan hubungan sosial antar warga.

Page 9: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 5

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Tabel 2. Mutu Pelaksanaan

No Jenis InfrastrukturMutu Pelaksanaan

Keamanan Keselamatan Kenyamanan Kemudahan

1 Pembangunan Jalan dan Jembatan Baik Baik Cukup Baik

2 Irigasi dan Saluran Air Baik Cukup Cukup Cukup

3 Sanitasi Lingkungan Baik Cukup Kurang Baik

4.2. Mutu Pelaksanaan

Mutu infrastruktur hasil program PPIP 2014-2015 (Tabel 2) menunjukkan bahwa pada umumnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar mutu pelaksanaan PPIP. Standar mutu yang digunakan berdasarkan beberapa faktor, yaitu: (1) keamanan, (2) keselamatan, dan (3) kenyamanan, serta (4) kemudahan. Kualitas pekerjaan infrastruktur PPIP 2014-2015 di Propinsi NTB yang melibatkan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksana menunjukkan bahwa: 1) Pembangunan sarana infrastruktur yang dilaksanakan masyarakat pada umumnya memiliki tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi disertai dengan ke swadayaan tenaga, materi dan tanah masyarakat,(2) Kualitas sarana yang dibangun oleh masyarakat memiliki kualitas sedang cenderung baik.

4.3. Kemampuan SDM

Kemampuan sumber daya masyarakat perdesaan dalam pembangunan infrastruktur menunjukkan bahwa: (1) tingkat keahlian cukup tinggi, dikarenakan masyarakatnya local juga banyak yang berprofesi sebagai buruh bangunan, (2) tingkat keterampilan cukup baik, dan (3) tingkat produktivitas kerja yang cukup tinggi (Tabel 3), bahkan untuk kaum wanita pun turut ambil bagian dalam kegiatan fisik sehingga tidak ada pembedaan jenis kelamin.

4.4. Pengelolaan Proyek

Pengelolaan proyek PPIP NTB 2014-2015 melibatkan Masyarakat desa sendiri dengan dibantu Fasilitator Masyarakat (FM) yang telah dilatih sebelumnya oleh Perangkat dan komponen pelaksana dari tingkat desa, kabupaten, propinsi sampai tingkat pusat. Sistem pengelolaan PPIP dengan dilaksanakan dengan beberapa prinsip, yaitu berdasarkan hasil musyawarah (acceptable), secara terbuka (transparent), dan dapat dipertanggungjawabkan (accountable), serta berkelanjutan (sustainable). Tingkat pengelolaan program PPIP di Propinsi NTB menunjukkan bahwa:

(1) Tujuan menciptakan transparansi dan akuntabilitas, yang mendasari prinsip pengelolaan proyek sudah cukup optimal tercapai, 2) Praktek local governance telah berlangsung di tingkat masyarakat sekalipun dalam bentuk yang sederhana dan skala kecil, seperti: akses anggota masyarakat pada pembukuan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) sebagai pelaksana proyek di tingkat desa, informasi tentang pekerjaan proyek. Hal ini bisa terwujud karena komunikasi yang intens dan lancar antara perangkat dan pelaksana daerah dengan masyarakat (3) Dalam bentuk yang lebih nyata, bentuk monitoring warga telah dilakukan melalui aktifnya LSM (dalam arti positif) untuk ikut memperlancar kegiatan PPIP dan adanya pertemuan rutin dalam melihat perkembangan kondisi fisik yang juga di sponsori oleh perangkat/pelaksana daerah.

4.5. Dampak Pelaksanaan PPIP di Propinsi NTB

Pembangunan infrastruktur perdesaan yang telah dilaksanakan di 88 desa sasaran PPIP 2014-2015 di Propinsi Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa proyek sarana dan prasarana yang dibangun pada dasarnya cukup sukses untuk membantu masyarakat karena memiliki dampak, antara lain: (1) Dampak ekonomi, seperti mengurangi waktu tempuh terutama untuk mengangkut hasil pertanian dan perikanan, mengurangi kebutuhan

air, dan perluasan usaha baru, serta meningkatkan harga jual tanah, dan meningkatkan fungsi lahan (tidur), (2) Dampak lainnya, seperti meningkatkan keterampilan pengadministrasian, lingkungan yang lebih nyaman (tidak banjir, rumah lebih tertata), meningkatkan kemampuan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian, dan (3) menguatkan modal-modal sosial yang ada pada masyarakat, seperti dibentuk kelompok pemanfaat dan pemelihara sarana sebagaimana disain proyek.

Tabel 3. Kemampuan SDM

No Jenis InfrastrukturKemampuan

Keahlian Keterampilan Produktivitas

1 Pembangunan Jalan dan Jembatan Baik Baik Baik

2 Irigasi dan Saluran Air Baik Baik Cukup

3 Sanitasi Lingkungan Baik Cukup Cukup

Page 10: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 6

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

PPIP merupakan salah satu proyek Cipta Karya yang azas pekerjaannya adalah pemberdayaan masyarakat, jadi semua alur pekerjaan dan keuangan diserahkan dan di selesaikan oleh masyarakat dengan dibantu oleh Fasilitator Desa.

Kegiatan PPIP di Propinsi Nusa Tenggara Barat dilakukan dengan sangat baik, akan tetapi ada kekurangan dalam administrasi dan pelaporan, sehingga perlu di lakukan perbaikan kembali sehingga bisa sempurna

Kecenderungan pekerjaan yang dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat lebih baik hasilnya daripada pekerjaan oleh Kontraktor dan dengan hasil yang lebih cepat pula

Hampir semua desa yang mendapatkan Dana PPIP juga memberikan swadaya berupa; tenaga, Uang atau Tanah untuk disumbangkan demi kelancaran kegiatan ini.

5.2. Saran

Untuk tahun-tahun yang akan datang , diharapkan program ini dapat tetap ada karena program ini sangat menyentuh ke masyarakat perdesaan, walaupun issue-nya akan berpindah ke Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal akan tetapi produknya sama dengan PPIP versi Cipta Karya.

DAFTAR PUSTAKA

Asnudin, A. (2005). Pembangunan Infrastruktur Perdesaan dengan Pelibatan Masyarakat Setempat, Palu: Sulawesi Tengah.

Bakri, N. (2011). Evaluasi Program Pembangunan Jaringan Jalan Perdesaan dengan pelibatan masyarakat di kabupaten polewali mandar Propinsi Sulawesi Barat. Jakarta.

Direktorat Jendral Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (2014).Pedoman Teknis Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan. Jakarta, Dirjen Cipta Karya

Gani. F.S. (2015). Tahapan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) di Kabupaten Gorontalo,Gorontalo: Universitas Gorontalo.

Pedoman PPIP. (2014) Pedoman Pembangunan Infrastruktur Perdesaan. Kementerian PU dan Perumahan Rakyat.

Page 11: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 7

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

MANAJEMEN PERALATAN KONSTRUKSI JALAN DI DAERAH TERPENCILDALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN

Studi Kasus: Jalan Nasional Mamberamo-Elelim, Papua

AhmadAfifi

Analis Jalan JembatanBalai Pelaksanaan Jalan Nasional III,

Direktorat Jenderal Bina MargaKementerian Pekerjaan Umum dan Perumhan Rakyat

Email: [email protected]

Abstract

Nowadays, construction project develops rapidly and complicated whether in physical term or cost term. Practically, projects are lack of construction resources such as human, material, and also equipment. Construction equipment is an important factor related to construction method in order to produce output like roads. The availability of construction equipment can influence cost, quality, and time required to fulfilla kind of certain work in a road development project. In case of study on Mamberamo – Elelim Road Development Project in Papua, there is limited construction equipment. This problem was caused by the project location that situated on remote area. Also, the location was inaccessible through land transportation. To overcome the problem, equipment management is required. The research was conducted by observing the indicated location to understand the situation in the field. It was located 400 km from downtown of Jayapura city which was remote and surrounded by forests. The equipment mobilization to the location required 2-3 days from the port so that the equipment became limited. Therefore, the limited equipment problem could be faced with equipment management such as equipment scheduling, operator, borrow-use shifting system, equipment combination, and maintenance.

Keywords: equipment, management, road, limited, remote

Abstrak

Dewasa ini, proyek konstruksi berkembang semakin pesat dan rumit apabila ditinjau dari segi fisik maupun biaya.Pada praktiknya di lapangan, suatu proyek memiliki keterbatasan pada sumberdaya konstruksi yaitu manusia, material, dan juga peralatan.Peralatan konstruksi/alat berat termasuk faktor penting yang tidak bisa dilepaskan dalam metode pelaksanaan konstruksi dalam rangka menghasilkan produk yang salah satunya adalah jalan.Ketersediaan alat konstruksi tersebut dapat mempengaruhi biaya, mutu, dan jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan tertentu pada proyek pembangunan jalan.Pada studi kasus pembangunan jalan Mamberamo – Enelim di Papua, ditemukan adanya masalah keterbatasan peralatan konstruksi.Keterbatasan peralatan tersebut terjadi akibat lokasi proyek yang berada pada daerah terpencil yang relatif sulit dijangkau melalui jalur darat.Untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen peralatan perlu dilakukan.Penelitian dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi untuk mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan. Lokasi proyek berada 400 km dari pusat kota Jayapura dengan kondisi tempat berada pada daerah terpencil dan dikelilingi hutan. Mobilisasi alat ke lokasi membutuhkan waktu 2-3 hari dari pelabuhan sehingga alat yang tersedia menjadi terbatas.Untuk itu, keterbatasan alat yang ada dapat dihadapi dengan manajemen peralatan antara lain penjadwalan, operator, sistem shift pinjam-pakai, kombinasi peralatan, dan pemeliharaan alat berat.

Kata Kunci: peralatan, manajemen, jalan, keterbatasan, terpencil

Page 12: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 8

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini, proyek konstruksi berkembang semakin pesat dan rumit apabila ditinjau dari segi fisik maupun biaya. Pada praktiknya di lapangan, suatu proyek memiliki keterbatasan pada sumberdaya konstruksi yaitu manusia, material, dan juga peralatan.Hal ini membutuhkan suatu manajemen proyek mulai dari tahap awal hingga tahap penyelesaian pekerjaan. Dengan meningkatnya tingkat kompleksitas proyek dan semakin langkanya sumberdaya, maka peningkatan sistem pengelolaan proyek dibutuhkan secara baik dan terintegrasi (Ahuja, et al. 1994).

Peralatan merupakan salah satu aspek yang dibutuhkan pada proyek konstruksi.Peralatan konstruksi/ alat berat termasuk faktor penting yang tidak bisa dipisahkan dalam metode pelaksanaan konstruksi dalam rangka menghasilkan produk yang salah satunya adalah jalan.Ketersediaan alat konstruksi tersebut dapat mempengaruhi biaya, mutu, dan jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan tertentu pada proyek pembangunan jalan.

Pada studi kasus pembangunan jalan Mamberamo – Enelim di Papua,ditemukan adanya keterbatasan peralatan konstruksi. Keterbatasan peralatan tersebut terjadi akibat lokasi proyek yang berada pada daerah terpencil yang relatif sulit dijangkau melalui jalur darat. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu adanya manajemen peralatan pada pekerjaan pembangunan jalan di daerah yang terpencil.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Peralatan konstruksi merupakan alat yang diguna-kan untuk membantu manusia mengatasi keter-batasannya (kekuatan, kemampuan, keselamatan, dsb) dalam suatu pekerjaan konstruksi. Beberapa manfaat penggunaan peralatan konstruksi antara lain: Meningkatkan output rate secara efektif dan efisien, Mengurangi biaya konstruksi dan beban tenaga manual, Meningkatkan tingkat produktivitas, Menghindari risiko pada pekerjaan yang berbahaya, dan Menjaga mutu pekerjaan (konsistensi)

Secara umum, faktor-faktor penting yang merupakan pokok dalam manajemen peralatan konstruksi mencakup antara lain: pemilihan alat, kepemilikan alat, pengoperasian/ penggunaan alat, rencana pemeliharaan dan perbaikan, serta penggantian komponen peralatan (Tenriajeng, 2003)

Pemilihan alat penting untuk dilakukan karena sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi alat. Faktor-faktor tersebut mencakup masalah: tipe dan ukuran alat, efisiensi alat, kondisi tempat kerja dan pengaturannya, tipe pekerjaan, serta pengalaman operator. Faktor-faktor dalam pemilihan peralatan konstruksi diantaranya adalah Faktor ekonomi

(biaya kepemilikan dan operasi), Faktor karakteristik perusahaan, Faktor karakteristik lokasi, Faktor karakteristik pemberi tugas, Faktor karakteristik pabrik, Faktor pertimbangan tenaga kerja, dan Faktor desain dan K3

Pada faktor karakteristik lokasi, kemudahan akses untuk mobilisasi peralatan konstruksi menjadi penting terutama pada daerah terpencil. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 1992, daerah terpencil adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, dll.

Langkah-langkah pemilihan peralatan konstruksi yaitu sebagai berikut:

A. Menelaah isi kontrak pekerjaan, seperti rencana kerja, spesifikasi yang digunakan, dan sebagainya;

B. Menentukan proses kerja, material yang dibutuhkan, dan kualitas serta kuantitas sumber material;

C. Mempertimbangkan jumlah pekerjaan, kebutuhan waktu, syarat pekerjaan, dan kondisi keselamatan kerja;

D. Menentukan kombinasi peralatan yang mungkin digunakan dalam pekerjaan.

Pemilihan peralatan konstruksi dapat dibedakan atas 2 yaitu single purpose dan multipurpose. Pemilihan dengan single purpose yaitu pemilihan peralatan kapasitas beragam (ringan hingga berat) dan sedikit feature dengan produktivitas terbatas dan tertentu yang secara umum digunakan dalam kombinasi/ rangkaian dengan peralatan lain. Pemilihan dengan multipurpose yaitu pemilihan peralatan dengan kapasitas terbatas dan banyak feature dengan produktivitas yang beragam.

Peralatan konstruksi tentunya memerlukan tenaga untuk menjankan fungsinya yaitu untuk mobilitas dan mekanisme pergerakan. Sumber pembangkit tenaga peralatan dapat digolongkan atas self-propelled dan external sources. Jenis sumber tenaga peralatan konstruksi yaitu: motor bakar, motor listrik, compressed air, dan tenaga hidraulik.Peralatan konstruksi yang dapat digunakan untuk pembangunan jalan antara lain excavator, dump truck, loader, scraper, grader, bulldozer, stone crusher, dan sebagainya.

Dalam kepemilikan alat, terdapat tiga alternatif kepemilikan yaitu membeli, menyewa, atau

Page 13: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 9

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

menyewa dengan rencana membeli.Alternatif ini dipilih berdasarkan kondisi keuangan.

Dalam pengoperasian alat, direncanakan metode kerja paling efektif berdasarkan gambar posisi alat, urutan kerja, cara kerja, dan sebagainya. Perencanaan metode kerja yang baik dilakukan untuk memaksimalkan produksi alat dan mengantisipasi terjadinya kerusakan alat.Di samping itu, operator perlu memperhatikan buku petunjuk manual pengoperasian alat dan menjalankan alat dengan terlatih, terampil, dan mengerti karakteristik alat yang bersangkutan.

Untuk rencana pemeliharaan dan perbaikan alat, perlu diperhatikan beberapa petunjuk penting sebagai berikut:

A. Pelaksanaan pemeliharaan dengan kategori periodik, harus berpedoman pada jadwal penggunaan dan ketentuan pelaksanaan perawatan yang dicantumkan di dalam buku petunjuk manual pemeliharaan alat yang dikeluarkan oleh pabrik

B. Perlu dipahami ketentuan dan cara pemeliharaan sebagaimana tercantum dalam buku petunjuk manual pemeliharaan atau petunjuk-petunjuk yang diperoleh dari literatur peralatan

C. Semua komponen alat harus dikenakan pemeliharaan periodik sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam manual pemeliharaan

D. Pemeliharaan harus dilakukan oleh mekanik yang mampu dan kompeten, agar pemeliharaanya terlaksana dengan baik

E. Setiap alat harus dibuatkan buku Riwayat Alat, yang dicatat setiap kali dilakukan pemeliharaan atau perbaikan alat. Catatan tersebut mencakup waktu pemeliharaan, mekanik atau bengkel yang mengerjakannya, dan bahan atau suku cadang yang dipakai/diganti

F. Setiap penggantian suku cadang, perlu diteliti terlebih dahulu data sebelumnya serta penyebab kerusakan

G. Untuk pemeliharaan harian, dilakukan sebelum alat beroperasi dan operator alat dilibatkan

H. Untuk pemeliharaan mingguan atau bulanan, harus dijadwalkan agar tidak menganggu keseimbangan kombinasi alat di lapangan yang berakibat menurunnya produksi atau progres lapangan

I. Biaya pemeliharaan dan perbaikan dicatat dalam buku khusus

J. Untuk menunjang peralatan agar tidak rusak selama dipakai, maka kondisinya harus dijaga untuk selalu siap operasi sepanjang waktu

Peralatan konstruksi tentunya dapat mempengaruhi kualitas suatu pekerjaan konstruksi. Indikator pada peralatan konstruksi yang berpengaruh signifikan terhadap capaian mutu proyek pekerjaan jalan antara lain: (a) kondisi laik pakai peralatan konstruksi; (b) keterampilan operator alat berat; (c) produktivitas peralatan; (d) jumlah alat berat sesuai spesifikasi; (e) kesesuaian alat dengan kondisi medan kerja(Permono, 2006)

Selain itu, manajemen peralatan juga berhubungan dengan aspek K-3. Menurut Saiful (2001), berdasarkan hasil penelitiannya, kualitas penerapan manajemen peralatan akan dapat menaikkan kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) suatu proyek konstruksi. Hal ini dipengaruhi oleh kesesuaian alat dengan kondisi tempat kerja, pengawasan operasional alat, serta pengalaman operator.

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasi kondisi nyata yang terjadi di lapangan pada saat pekerjaan pembangunan jalan berlangsung.Lokasi penelitian ini berada pada wilayah Provinsi Papua dengan objek penelitian pada proyek pembangunan jalan nasional Mamberamo – Enelim. Observasi ini dilakukan pada 7-14 Agustus 2015. Selain itu, juga dilakukan kajian literatur terkait manajemen peralatan konstruksi. Alat yang digunakan dalam observasi berupa kamera digital dan kamera ponsel.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi yang dilakukan berupa dokumentasi kondisi di lapangan dan peralatan yang berada pada lokasi proyek pembangunan Jalan Nasional Mamberamo–Enelim, Papua (Gambar 1) adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Lokasi Jalan Mamberamo - Elelim, Papua

Pada Gambar 1 di atas, dapat dilihat papan informasi proyek pembangunan Jalan Nasional Mamberamo – Elelim, Papua yang menjadi objek penelitian. Lokasi proyek ini berada hampir 400 km dari pusat kota Jayapura. Perjalanan ke lokasi tersebut secara umum

Page 14: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 10

hanya dapat ditempuh dengan jalan darat dengan menggunakan transportasi angkutan darat seperti mobil LV (Light Vehicle).Waktu tempuh perjalanan yang ditempuh kira-kira mencapai 10 jam.Medan jalan yang dilalui kebanyakan masih berupa tanah timbunan sehingga ketika cuaca kering sering berdebu dan ketika cuaca hujan sering berlumpur dan sulit untuk dilalui kendaraan.

Gambar 2. Kondisi proyek yang terpencil (hutan)

Pada Gambar 2 di atas, dapat dilihat kondisi sekitar objek yang diteliti berada pada daerah yang terpencil yang terletak di sekitar hutan.Selain itu, jumlah sarana dan prasarana di lokasi tersebut masih tergolong rendah.

Gambar 3. Alat berat yang digunakan (excavator)

Pada Gambar 3 di atas, dapat dilihat salah satu alat berat yang digunakan pada pekerjaan pembangunan jalan yaitu excavator.Alat berat tersebut banyak

digunakan untuk pekerjaan tanah seperti pekerjaan galian dan timbunan.

Pada kasus ini, peralatan konstruksi yang digunakan tidak memadai.Jumlah peralatan konstruksi yang ada hanya terbatas.Hal ini disebabkan karena untuk mobilisasi alat berat ke daerah terpencil(Mamberamo, Papua) relatif membutuhkan waktu yang lama yaitu 2-3 hari dengan menggunakan trailer melalui jalan darat dari pelabuhan.

Manajemen peralatan yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah keterbatasan peralatan tersebut antara lain:

A. Melakukan optimasi penjadwalan penggunaan alat dengan lebih efektif dan efisien. Penjadwalan yang baik dapat menurunkan jumlah waktu yang diperoleh untuk menyelesaikan pekerjaan. Jadwal yang ada dioptimasi berdasarkan korelasi jumlah peralatan dan jumlah tenaga kerja/operator yang tersedia

B. Meningkatkan jumlah tenaga kerja yang ahli dan terampil dalam pengoperasian alat beratuntuk meningkatkan produktivitas pekerjaan dan mengurangi risiko kemungkinan kerusakan pada alat berat

C. Menambah jumlah tenaga kerja/ operator alat untuk mengantisipasi keterlambatan penyelesaian pekerjaan mengingat jumlah waktu proyek yang cenderung bersifat tetap dan tidak dapat diubah dengan mudah

D. Menerapkan sistem shift pada pemakaian alat berat dengan kerjasama pinjam pakai alat dengan pihak kontraktor lain

E. Menggunakan kombinasi peralatan konstruksi yang dapat dilakukan dalam pekerjaan agar produktivitas alat dapat ditingkatkan

F. Melakukan pemeliharaan peralatan secara periodik sesuai dengan petunjuk pemeliharaan alat yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengetahui laik fungsi alat dan mengantisipasi kerusakan alat yang dapat menghambat pelaksanaan pekerjaan

G. Menambah alat berat yang digunakan. Walaupun demikian, hal ini tidak direkomendasikan karena membutuhkan biaya yang sangat besar baik dari biaya pengadaan maupun biaya mobilisasi alat

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa manajemen peralatan konstruksi dapat menjadi solusi untuk menghadapi masalah keterbatasan peralatan yang ada pada daerah terpencil seperti di Mamberamo, Papua.Manajemen peralatan yang dapat dilakukan yaitu pada aspek penjadwalan,

Page 15: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 11

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

operator, sistem shift pinjam-pakai, kombinasi peralatan, dan pemeliharaan alat berat.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat dikemukakan adalah bahwa perlu dilakukan secara konsisten dan komprehensif agar manajemen peralatan yang dilakukan dapat berfungsi secara efektif.Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan untuk menjamin terlaksananya pengelolaan peralatan dengan baik serta menjamin kesehatan dan keselamatan kerja operator pada pada penggunaan alat berat di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, H. N., Dozzi, S. P., & Abourizk, S. (1994). Project Management Techniques in Planning and Controlling Construction Project. John Willey & Sons.

Permono, S. L. (2006). Analisis Pengaruh Penempatan Tenaga Kerja Serta Ketersediaan Material Dan Peralatan Konstruksi Terhadap Capaian Mutu Jalan. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.(1992). Pengertian Daerah Terpencil dan Jenis Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan/Atau Kenikmatan Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991.Jakarta

Saiful, A. (2001). Pengaruh Kualitas Penerapan Manajemen Peralatan Terhadap Peningkatan Kinerja Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K-3) Pada Tahap Pelaksanaan Proyek Konstruksi Bangunan Tinggi Di Wilayah Jabotabek. Jakarta: Universitas Indonesia.

Tenriajeng, A. T. (2003). Pemindahan Tanah Mekanis. Jakarta: Gunadarma.

Page 16: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 12

PENENTUAN METODE PENGUKURAN PENCAPAIAN OUTCOMEStudi Kasus: Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

AmeliaDewiSafitraNingtyas1

Hasfarm Dian Purba2

Yudhistira Adi Nugroho3

Penata Ruang1

Analis Investasi dan Pasar Ko2

Penyusun Monev dan Pelaporan3

1Direktorat Jenderal Cipta Karya2Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

3Inspektorat JenderalKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

Indonesia as developing country has been steadily grown and increased in any sectors. One of which is the construction sector that contributed was about 6-7% in Indonesian economy. The Ministry of Public Works and Housing through the Directorate General of Construction Development is the institution that provides guidance the construction services in Indonesia. The Directorate General had prepared many programs to reach the construction sector growth. In fact, that program has problems in relation between sub output by output and the measurement of output to the outcome. Hence, writer has done a study was intended to produce solutions to measurement of the outcome in the Directorate General for construction effectively and efficiently. The typical of research analysis is descriptive quantitative by using logic model analysis and scoring analysis. Based on logic model analysis, obtained clear causative relation between sub output and output. That relations was followed up with scoring analysis. The result of this analysis was the measurement of outputachievement to outcome. This methods would be tools for measuring the success and evaluating each program that had been arranged in the strategic plan of the Directorate General of Construction Development 2015 - 2019.

Keywords: sub output and output, relation, measurement

Abstrak

Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami pertumbuhan dan peningkatan diberbagai sektor. Salah satunya adalah sektor konstruksi yang memberikan kontribusi sebesar 6 -7% dalam perekonomian Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi menjadi institusi yang melakukan pembinaan penyelenggaraan jasa konstruksi secara nasional. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi telah menyusun program-program untuk mendukung pertumbuhan sektor konstruksi. Akan tetapi dalam implementasinya, program-program tersebut mengalami permasalahan dalam keterhubungan antara output dan sub output program serta pengukuran output terhadap pencapaian outcome. Oleh karena itu, penulis melakukan suatu kajian yang bertujuan untuk menghasilkan solusi terhadap pengukuran pencapaian outcome di Direktorat Jenderal Bina Konstruksi secara efektif dan efisien. Analisis dalam penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan logic model analysis dan scoring analysis. Berdasarkan logic model analysis diperolehhubungan kausatif yang jelas antara sub output dengan output. Dari hubungan sub ouput dan output tersebut dilanjutkan dengan scoring analysis. Analisis tersebut menghasilkan suatu cara pengukuran pencapaian output terhadap outcome yang telah ditetapkan. Metode pengukuran pencapaian outcome tersebut akan menjadi alat untuk mengukur keberhasilan dan mengevaluasi setiap program yang telah disusun dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Tahun 2015 - 2019.

Kata Kunci: sub pengeluaran, hubungan, pengukuran

Page 17: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 13

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

1. PENDAHULUAN

Konstruksi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menyediakan atau membangun infrastruktur. Kegiatan ini dilakukan dengan menitikberatkan pada dua hal utama, yaitu regulasi atau peraturan dan sumber daya. Konstruksi merupakan kegiatan yang bersifat strategis bagi aspek perekonomian, sebab dalam proses tersebut terjadi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan per kapita dan taraf hidup masyarakat, penciptaan lapangan pekerjaan, dan sebagainya. Dampak positif lain yang ditimbulkan antara lain penyerapan tenaga kerja dengan jumlah yang cukup besar, yaitu sekitar 6 juta tenaga kerja/tahun. Selain itu, jasa konstruksi juga berperan dalam mendayagunakan sumber daya lainnya, seperti keuangan, mesin/teknologi, manajemen pengelolaan, material dan transportasi. Produk yang dihasilkan berupa bangunan sarana dan prasarana (infrastruktur), yang menunjang terlaksananya pembangunan nasional.

Guna mewujudkan sinergitas pembangunan pada seluruh aspek Sumber Daya Konstruksi, diperlukan pembinaan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pembinaan ini dilakukan secara nasional oleh Badan Pembina Konstruksi di dalam struktur organisasi Kementerian Pekerjaan Umum. Pada tahun 2015, sehubungan dengan adanya perubahan struktur organisasi Kementerian Pekerjaan Umum menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dilakukan pula perubahan struktur organisasi Badan Pembina Konstruksi menjadi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dengan adanya perubahan tersebut, maka kewenangan, tugas dan fungsi yang diemban oleh Ditjen Konstruksi menjadi semakin luas. Jika sebelumnya hanya terfokus pada kegiatan pembinaan dan pemberdayaan kegiatan konstruksi, saat ini ditambahkan dengan kewenangan untuk melakukan pengaturan melalui penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kebijakan di bidang penyelenggaraan konstruksi. Tentu saja hal tersebut juga berdampak pada rencana strategis, program, dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Konstruksi.

Selama ini, evaluasi terhadap pencapaian program dan kegiatan hanya dilakukan secara kualitatif. Dimana pencapaian masing-masing indicator output hanya dilihat sebagai checklist terhadap target yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dikatakan kurang tepat, sebab meskipun dapat menggambarkan kesesuaian/ketidaksesuaian output terhadap target, namun prosentase atau tingkat keberhasilan pencapaian output belum dapat diukur secara konkret. Di samping itu, belum terdapat metode untuk mengukur tingkat capaian output terhadap outcome. Oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan metode untuk mengevaluasi ketepatan pencapaian output terhadap target, serta dampaknya terhadap

outcome. Dalam penentuan metode ini, langkah yang dilakukan adalah melakukan pengelompokan output dan sub output yang memiliki pengaruh terhadap outcome dengan menggunakan Logic Model. Metode ini juga diharapkan dapat mengevaluasi keberhasilan capaian output dan sub output terhadap target yang telah ditentukan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logic Model Analysis (Analisis Model Logika)

Analisis ini merupakan visualisasi logis suatu program untuk menunjukkan adanya hubungan sebab akibat (W.K. Kellogg Foundation, 2004).

Penggunaan logic model analysis dalam evaluasi capaian output terhadap outcome berfungsi untuk menggambarkan proses berjalannya suatu program dan mengklarifikasi mekanisme pelaksanaan program di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi. Gambaran tersebut menghasilkan suatu hubungan kausatif antara sub out terhadap output sehingga dapat diukur dan dievaluasi.

2.2. Scoring Analysis (Analisis Pembobotan)

Analisis pembobotan merupakan suatu cara untuk mengekspresikan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya (Saaty, 1980). Ada banyak metode pembobotan yang dapat digunakan. Dalam penelitian ini, penulis ini menggunakan metode pembobotan ranking. Metode ranking adalah metode yang paling sederhana untuk pemberian nilai bobot. Setiap parameter yang digunakan akan disusun berdasarkan ranking. Penentuan ranking ini bersifat subjektif dan sangat dipengaruhi oleh persepsi pengambil keputusan.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Logic Model

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Logic Model (Gambar 1). Metode ini merupakan visualisasi logis suatu program untuk menunjukkan hubungan kausatif (sebab akibat). Dengan menggunakan metode ini, hubungan antara suatu dampak terhadap penyebabnya dapat digambarkan secara nyata. Penggunaan Logic Model dalam evaluasi capaian output terhadap outcome merupakan penggambaran proses berjalannya suatu program/kegiatan dan mengklarifikasi mekanisme masing-masing tahap pelaksanaan program dan kegiatan dimaksud.

Gambar 1. Alur proses pelaksanaan program dan kegiatan

Input Proses Output Outcome

Sumber Daya yang Digunakan

Aktivitas yang

Dilakukan

Produk yang

Dihasilkan

Manfaat yang

Diperoleh

Page 18: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 14

Logic model dapat digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap:

A. Program yang sudah ada (eksisting), berfungsi untuk membantu memahami dan menguji asumsi-asumsi yang melandasi program yang sedang berjalan.

B. Program baru, berfungsi untuk memperjelas cara kerja suatu program dalam menyelesaikan masalah dengan batasan asumsi tertentu, serta untuk mengembangkan sistem pengukuran dan evaluasi kinerja.

Secara umum, manfaat dari penggunaan Logic Model adalah sebagai berikut:

A. Menggambarkan alur logika program dan kegiatan

B. Memberikan penekanan pada hubungan yang paling penting antara tindakan dan hasil.

C. Membangun pemahaman bersama di berbagai level organisasi dan para pemangku kepenti-ngan.

D. Membantu dalam mengelola hasil dan menginformasikan desain program.

E. Menemukan kesenjangan (gap) dalam logika program untuk kemudian menyelesaikannya.

Penggunaan Logic Model (W.K. Kellogg Foundation, 2004) dilakukan dengan mengelompokkann variabel berupa sub output dan output ke dalam bentuk matriks atau diagram sesuai dengan kesamaan sifat dan kontribusinya dalam mencapai outcome. Hal ini didasarkan pada adanya hubungan sebab akibat antara sub output dan output terhadap outcome dimaksud.

Selain itu, untuk menggambarkan keterhubungan antara sub output dan output terhadap pencapaian outcome, juga dilakukan pembobotan menggunakan metode perbandingan berpasangan (Saaty, 1980). Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi capaian berdasarkan produk yang dihasilkan. Pelaksanaannya juga menggunakan evaluasi formatif dengan variabel yang dikembangkan dari kriteria William N. Dunn (1999), selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Kategori Evaluasi sebagai Acuan Penilaian Variabel

Kategori Pertanyaan

EfektivitasApakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

EfisiensiSeberapa banyak upaya/ sumber daya yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?

KecukupanSeberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan untuk memecahkan masalah?

PemerataanApakah biaya manfaat didistribusikan secara merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?

ResponsivitasApakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan/ preferensi atau nilai-nilai kelompok tertentu?

KetepatanApakah hasil yang dicapai benar-benar berguna atau tepat sasaran?

Sumber: William N. Dun (1999)

3.2. Variabel Penelitian

Dalam pengklasifikasian ini, penulis menyusun beberapa asumsi yang dijadikan dasar pemetaan masing-masing output terhadap outcome yaitu :

A. Kata kunci (keyword) dari masing-masing outcome berhubungan langsung dengan output

B. Masing-masing sub output memiliki efektivitas terhadap lebih dari satu outcome

C. Ada beberapa Sub output dan output memberikan dampak secara langsung terhadap pencapaian outcome

Dengan menggunakan dasar asumsi tersebut, maka dapat disusun hubungan sebab akibat (logic model) antara sub output dan output terhadap outcome berdasarkan kata kunci outcome sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Bina Konstruksi Tahun 2015-2019. Output dan suboutput (diukur dengan menggunakan satuan indikator) beserta capaiannya tersebut menjadi variabel dalam penelitian ini. Secara rinci, variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

A. Outcome 1: meningkatnya kapitalisasi konstruksi oleh badan usaha sebesar 3%Output yang berhubungan:

1. tersusunnya kebijakan dan strategi kapitalisasi konstruksi dan pengusahaan infrastruktur oleh badan usaha nasional, sub output:

a. tersusunnya kebijakan dan strategi pola investasi dan pola pembiayaan infrastruktur

b. tersusunya NSPK penyelenggaraan investasi infrastruktur

Page 19: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 15

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

2. terselenggaranya fasilitasi kapitalisasi dan pengusahaan infrastruktur oleh badan usaha nasional, sub output:

a. terselenggaranya fasilitasi investasi infrastruktur dan pengelolaan resiko

b. tersusunnya profil pasar konstruksi nasional dan internasional

3. tersusunnya standar dan pedoman peningkatan kompetensi SDM konstruksi, sub output:

a. tersusunnya standar kompetensi kerja konstruksi

b. tersusunnya modul peningkatan kompetensi

c. tersusunnya standar dan pedoman penyelenggaraan peningkatan kompetensi kerja konstruksi

d. tersusunnya standar dan pedoman pengembangan profesi jasa konstruksi

e. tersusunnya standar dan pedoman produktivitas kerja konstruksi

B. Outcome 2: meningkatnya persentase BUJK yang berkualifikasi besar sebanyak 25 BUJKOutput yang berhubungan:

1. Terselenggaranya kelembagaan pembinaan jasa konstruksi, suboutput:

a. Tersusunnya standar dan pedoman kelembagaan pemerintah dan masyarakat

b. Tersusunnya profil kinerja kelembagaan pemerintah dan masyarakat

c. Tersusunnya standar dan bidang Usaha Jasa Konstruksi

d. Tersusunnya profil kinerja bidang Usaha Jasa Konstruksi

2. Tersedianya informasi rantai pasok konstruksi, sub output:

a. Tersusunnya standar dan pedoman bidang material dan peralatan konstruksi

b. Tersusunnya profil kinerja bidang material dan peralatan konstruksi

3. Tersusunnya standar dan pedoman peningkatan kompetensi SDM konstruksi, sub output:

a. tersusunnya standar kompetensi kerja konstruksi

b. tersusunnya modul peningkatan kompetensi

c. tersusunnya standar dan pedoman penyelenggaraan peningkatan kompetensi kerja konstruksi

d. tersusunnya standar dan pedoman pengembangan profesi jasa konstruksi

e. tersusunnya standar dan pedoman produktivitas kerja konstruksi

4. Terlaksananya kerjasama dan pemberdayaan peningkatan kompetensi SDM konstruksi, sub output:

a. tersusunnya profil fasilitator/ instruktur/asesor/ manajer pemberdayaan

b. terselenggaranya penyetaraan kompetensi

c. tersusunnya profil kinerja peningkatan produktivitas kerja konstruksi

d. tersusunnya standar dan pedoman kerjasama dan pemberdayaan

C. Outcome 3: meningkatnya penerapan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi sebesar 8 %.

Output yang berhubungan:

1. Terselenggaranya pembinaan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi, sub output:

a. Tersusunnya standar dan pedoman bidang sistem penyelenggaraan konstruksi

b. Terlaksananya pemantauan dan evaluasi pelaksanaan sistem penyelenggaraan konstruksi

c. Tersusunnya standar dan pedoman bidang kontrak konstruksi

d. Tersusunnya profil pelaksanaan kontrak konstruksi

e. Tersusunnya standar dan pedoman bidang konstruksi berkelanjutan

f. Tersusunnya standar dan pedoman bidang konstruksi berkelanjutan

g. Tersusunnya standar dan pedoman bidang manajemen mutu

h. Tersusunnya profil pelaksanaan manajemen mutu

2. Tersedianya layanan teknis dan administrasi pembinaan jasa konstruksi, sub output:

a. Terselenggaranya dokumen perencanaan, program dan anggaran, dan laporan evaluasi kerja

Page 20: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 16

b. Terselenggaranya layanan informasi dan komunikasi publik

c. Terkelolanya akuntansi keuangan, pengelolaan BMN, dan layanan umum rumah tangga dan perlengkapan

d. Terlaksananya layanan mutasi pegawai, pengembangan pegawai, dan penyelenggaraan ortala

e. Pertimbangan/ opini hukum dan penyusunan peraturan dan perundang-undangan

f. Terlaksananya pembinaan oleh provinsi

D. Outcome 4: meningkatnya produktivitas industri konstruksi sebesar 35 %.Output yang berhubungan:

1. Tersusunnya standar dan pedoman peningkatan kompetensi SDM konstruksi, sub output:

a. tersusunnya standar kompetensi kerja konstruksi

b. tersusunnya modul peningkatan kompetensi

c. tersusunnya standar dan pedoman penyelenggaraan peningkatan kompetensi kerja konstruksi

d. tersusunnya standar dan pedoman pengembangan profesi jasa konstruksi

e. tersusunnya standar dan pedoman produktivitas kerja konstruksi

2. Terlaksananya kerjasama dan pemberdayaan peningkatan kompetensi SDM konstruksi

a. Tersusunnya profil fasilitator/ instruktur/ asesor/ manajer pemberdayaan

b. Terselenggaranya penyetaraan kompetensi

c. Tersusunnya profil kinerja peningkatan produktivitas kerja konstruksi

d. Terlaksananya (Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, 2015) pengembangan kompetensi dan produktivitas konstruksi bersama lembaga pemerintah dan/masyarakat

f. Tersusunnya profil kinerja pelaksanaan pemberdayaan

g. Terlaksananya fasilitasi pemberdayaan pengguna dan penyedia jasa konstruksi

h. Terlaksanannya penyiapan penyerapan kompetensi konstruksi

i. Terlaksananya pemberdayaan tenaga kerja konstruksi mandiri

3. Tersedianya rantai pasok konstruksi

a. Tersusunnya standar dan pedoman bidang material dan peralatan konstruksi

b. Tersusunnya profil kinerja bidang material dan peralatan konstruksi

4. Tersedianya layanan teknis dan administrasi pembinaan jasa konstruksi

a. Tersedianya dokumen perencanaan, program dan anggaran, dan laporan evaluasi kerja

b. Terlaksananya layanan mutasi pegawai, pengembangan pegawai, dan penyelenggaraan ortala

c. Terkelolanya akuntansi keuangan, pengelolaan BMN, dan layanan umum rumah tangga dan perlengkapan

d. Terselenggaranya layanan informasi dan komunikasi publik

e. Pertimbangan/ opini hukum dan penyusunan peraturan dan perundang-undangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap analisis pertama yaitu mengelompokkan output dan sub output yang memiliki pengaruh terhadap outcome menggunakan Logic Model (Gambar 2). Berikut merupakan salah satu pengelompokan output dan sub output terhadap outcome:

Page 21: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 17

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Gambar 2. Pengelompokan output dan sub output sesuai dengan outcome1: meningkatnya kapitalisasi konstruksi oleh badan usaha.

Dari diagram tersebut, dapat diketahui output-output yang berkontribusi secara bersama dalam mewujudkan suatu outcome. Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada adanya hubungan sebab akibat antara sub output dan output terhadap outcome dimaksud. Analisis selanjutnya dilakukan dengan menetapkan bobot untuk masing-masing output dan suboutput sebagai variabel penelitian. Pembobotan dilakukan dengan membagi nilai output maksimal (100%) dengan jumlah satuan output/ produk yang dihasilkan untuk memperoleh nilai satuan. Selanjutnya, nilai satuan dikalikan dengan bobot sesuai kriteria William N. Dunn (1999) sehingga menghasilkan koefisien satuan. Koefisien satuan yang telah diperoleh dikalikan jumlah target selama lima tahun, dan menghasilkan nilai scoring output. Secara matematis, dapat dirumuskan menjadi:

Koefisien output =100 %

x bobotjenis output

Nilai output = koefisien output x jumlah target

Nilai pengaruh =nilai output

x 100%jml nilai output slrh target

Keterangan:

Nilai output : nilai untuk mengukur besar pengaruh output terhadap outcome

Jenis output : banyaknya jenis output yang dicapai

Bobot : nilai kepentingan yang dibuat ber-dasarkan teori Dunn

Jumlah target

: banyaknya item target yang dicapai dalam waktu 5 tahun

Nilai pengaruh

: prosentase besarnya pengaruh capaian suatu output terhadap pencapaian outcome secara menyeluruh

Page 22: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 18

FUNGSI PEMBINAAN DITJEN BINA KONSTRUKSI

INDIKATOR NILAI BOBOT KOEFISIENTARGET DALAM 5 TAHUN

NILAI OUTPUT

NILAI PENGARUH

(%)

Pengaturan

Draft NSPK 0.11

3

0.33 28 9.24 55.532

Draft Standar Kompetensi Kerja Konstruksi

0.11 0.33 10 3.3 9.119

Modul 0.11 0.33 15 4.95 13.678

Pemberdayaan

Orang 0.11

4

0.44 0 0 0.000

Penyelenggara 0.11 0.44 40 17.6 48.632

Angkatan 0.11 0.44 0 0 0.000

Pengawasan

Profil 0.11 2 0.22 2 0.44 1.216

Laporan 0.111

0.11 2 0.22 0.608

Dokumen 0.11 0.11 4 0.44 1.216

Total 0.99 10 36.19 100

Tabel 2. Hasil Perhitungan Pengaruh Output terhadap Outcome 1

Dari hasil perhitungan, diperoleh matriks penilaian untuk masing-masing outcome, sebagai berikut:

Berdasarkan tabel hasil perhitungan pengaruh output terhadap outcome dimaksud, dapat diketahui bahwa yang memiliki nilai pengaruh terbesar dalam hal mencapai outcome 1 (meningkatnya kapitalisasi konstruksi oleh badan usaha nasional) adalah Penyusunan Draft NSPK. Besarnya nilai pengaruh tersebut disebabkan oleh banyaknya jumlah draft NSPK yang harus diselesaikan oleh Ditjen Bina Konstruksi dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu sebanyak 28 NSPK. Hal ini mengindikasikan pentingnya keberadaan pedoman dan kebijakan di bidang konstruksi sebagai aturan dasar dan jaminan hokum terlaksananya kapitalisasi konstruksi, sehingga BUJK Nasional dapat bersaing dengan BUJK asing secara positif. Dengan demikian, kegiatan pembinaan yang menjadi proritas pada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi ialah aspek pengaturan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:

A. Logic Model Analysis menunjukkan adanya hubungan kausatif (sebab-akibat) yang sangat jelas dan logis antara sub output dengan output dalam Rencana Strategis 2015-2019 Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.

B. Sub output dan output merupakan variabel-variabel yang dapat diukur dalam penilaian pencapaian outcome Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

C. Metode yang digunakan dalam mengukur pencapaian output terhadap outcome ialah

Sumber: Hasil Analisis, 2015

menggunakan bobot dan nilai. Dengan menggunakan metode maka dapat diketahui besaran persentase dari masing-masing variable terhadap outcome.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan ialah sebagai berikut:

A. Penelitian ini dapat diterapkan pada semua satuan administrasi pangkalan (satminkal) yang ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Hal ini dikarenakan hasil penelitian ini bersifat umum dan dapat diadaptasi dengan sederhana.

B. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu kajian yang lebih mendalam terkait penentuan bobot dan nilai dari masing-masing variabel yang digunakan. Hal ini dikarenakan bobot dan nilaipada penelitian ini masih bersifat subjektif.

C. Ruang lingkup metode pengukuran pencapaian outcome dapat ditinjau lebih luas dan mendalam seperti pengukuran berdasarkan dampak yang diperoleh oleh masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi. (2015). Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi 2015-2019. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Dunn, W. N. (1999). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Saaty, T. L. (1980). The Analytic Hierarchy Process, Planning, Priority Setting, Resource Allocation. New York: McGraw-Hill Companies.

Page 23: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 19

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

W.K. Kellogg Foundation. (2004). Logic Model Development Guide. Michigan: W.K. Kellogg Foundation.

Page 24: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 20

SOLIDITAS TIM DALAM MELAKSANAKAN PROYEK PENELITIANPRACETAK BETON BERTULANG BRIKON ATAU FABRIKASI KONSTRUKSI

(PRECAST CONCRETE) PADA PEMBANGUNAN RUMAH BRIKONDI LOKA TEKNOLOGI PERMUKIMAN MEDAN

HarisHadihanafi

Peneliti Penataan Ruang PertamaBadan Penelitian dan Pengembangan,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The research of precast reinforced BRIKON concrete or fabrication of construction has become an alternative solution or choice for house construction using precast system to help reduce the housing backlog for low-income communities (MBR) in Indonesia. The Brikon House is a development of house construction using Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) method. The research was conducted by building a prototype of Brikon House located at the Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan. The aim of this research was to determine the solidity of the research team during their research acts. Hopefully this research would give scientifically benefit value to Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan for their following research activities. This was a participated observatory research. The develpment construction of Brikon House prototype gave new innovation towards housing technology development. But there were still a problem about the lacking of coordination between research team and building contractor. The building contractor also got some other projects which were not followed by the addition of manpower. Thus the Brikon House development was implicated with the delay of construction which made it behind the planning schedule. The recommendation for such situation would be a reformation of project management within the building contractor. As an addition, the research team and the official commitment maker (PPK) should give more concern about the coordination with the building contractor.

Keywords: brikon, innovation, team solidity, coordination, contractor

Abstrak

Pracetak beton bertulang BRIKON atau Fabrikasi Konstruksi, menjadi solusi bagi alternatif pembangunan rumah dengan sistem pra cetak untuk membantu mengurangi backlog rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Rumah Brikon merupakan pengembangan dari pembangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). Dalam penelitian ini dilakukan dengan membangun Rumah contoh Rumah Brikon di area Kantor Loka Teknologi Pemukiman Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui soliditas tim penelitian dalam kegiatan penelitian pracetak beton bertulang Brikon. Manfaat penelitian ini sebagai sumbangsih pengetahuan untuk Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan dalam melakukan kegiatan atau pelaksanaan proyek penelitian pembangunan rumah contoh. Jenis penelitian yang digunakan yaitu observatif partisipatif. Pembangunan Rumah contoh dengan menggunakan Brikon memberikan inovasi bagi pengembangan teknologi pembangunan rumah. Pelaksanaan pembangunan rumah contoh Brikon yang telah berlangsung tersebut merupakan inovasi teknologi pembangunan rumah, namun pada saat konstruksi masih terdapat hambatan. Hambatan yang terjadi, antara lain masih minimnya koordinasi antara tim peneliti dengan kontraktor pelaksana pembangunan rumah Brikon dan kontraktor pelaksana proyek memiliki banyak proyek lain yang tidak diikuti dengan penambahan tenaga sehingga menghambat pekerjaan dan mengakibatkan keterlambatan konstruksi sesuai rencana awal. Saran dapat dilakukan dengan adanya perbaikan manajemen proyek yang lebih baik dari kontraktor pelaksana, yang dapat dilakukan oleh tim peneliti dan PPK serta perlu ada koordinasi yang lebih intens oleh tim peneliti dan PPK.

Kata Kunci: brikon, inovasi, Soliditas tim, koordinasi, kontraktor.

Page 25: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 21

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

1. PENDAHULUAN

Program Sejuta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Indonesia telah diupayakan oleh berbagai pihak agar program tersebut tercapai, salah satu caranya percepatan penyediaan perumahan melalui pengembang perumahan dan distributor pracetak untuk dapat mengaplikasikan teknologi pracetak pada rumah susun serta rumah tapak. (http://pu.go.id/berita/10680/Kementerian-PUPR)

Pracetak untuk hunian rumah mulai banyak dikembangkan di Indonesia, salah satu bentuk dari pracetak untuk rumah yaitu Brikon. Kegiatan penelitian BRIKON atau disebut juga dengan Fabrikasi Konstruksi atau dalam istilah bahasa inggris disebut dengan precast concrete. Brikon ini berbeda dengan cara membangun rumah secara konvensional, perbedaan tersebut berada pada pracetak beton bertulang brikon sebagai struktur bangunan rumah tinggal. (Prasetyo, 2015)

Brikon merupakan pengembangan dari pembangunan rumah dengan metode rumah RISHA atau Rumah Instan Sederhana Sehat, RISHA pertama kali ditemukan oleh Prof (R). Dr. Arief Sabaruddin sejak tahun 2005 dan telah efektif diaplikasikan untuk rumah bantuan pada bencana alam Tsunami di Aceh serta untuk pembangunan rumah susun bagi masyarakat. Sedangkan Rumah dengan metode Brikon pada Loka Teknologi Permukiman Medan, penelitian tersebut dilakukan oleh Kepala Loka Tekkim Medan atau Yuri H.P., ST., MT.

Pengembangan rumah dengan metode pracetak tersebut bertujuan untuk membantu mengurangi backlog rumah bagi MBR di Indonesia. Perbedaan metode membangun rumah Brikon dengan membangun rumah secara konvensional tersebut merupakan inovasi baru dalam membangun rumah yang biasa dilakukan secara konvensional, hal ini dapat juga diumpamakan dengan permainan anak-anak, yaitu lego. Perbedaan antara rumah RISHA dengan Rumah Brikon dapat dilihat pada Gambar 1.

Rumah RISHA dan Rumah Brikon memiliki perbedaan pada pertemuan sambungan antara panel brikon pada sloof, kolom, dan balok dengan menggunakan box baja sebagai join, sedangkan sambungan panel rumah RISHA pada sloof, kolom, dan balok tanpa menggunakan box baja. Awalnya penulis membuat tulisan ini setelah mengikuti kegiatan On The Job Training (OJT) Tahap II selama 3 bulan dan diikutkan dengan beberapa kegiatan yang ada di kantor, salah satunya kegiatan penelitian pracetak beton bertulang Brikon dalam proyek penelitian pembangunan rumah dengan menggunakan metode rumah Brikon di area Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan.

Pelaksanaan penelitian pracetak beton bertulang Brikon dalam proyek pembangunan rumah contoh Brikon di area Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan masih mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaan konstruksinya. Hambatan tersebut dapat dilihat dari masih belum tercapainya progres 60 % pembangunan rumah hingga pertengahan bulan oktober tahun 2015 oleh tim penelitian rumah murah dan brikon sesuai dengan rencana awal penelitian.

Rumah yang rencananya akan dibangun oleh kontraktor pelaksana sesuai dengan kontrak perjanjian pekerjaan dengan tim peneliti yaitu ingin membangun 3 rumah contoh, antara lain 1 rumah Risha di Aceh, 1 Rumah Brikon di Aceh, dan 1 Rumah Brikon di area Loka Tekkim Medan untuk dimanfaatkan bangunan mess kantor. Adanya permasalahan belum tercapainya progres proyek penelitian pembangunan rumah sesuai dengan rencana awal, maka penulis tertarik untuk mengetahui apa penyebab hal tersebut dalam hal soliditas tim pada pelaksanaan kegiatan proyek penelitian pembangunan Rumah contoh Brikon tersebut.

Tujuan pada tulisan jurnal ini dapat diuraikan pada penjelasan di bawah ini, tujuannya antara lain untuk mengetahui soliditas tim penelitian dalam kegiatan penelitian pracetak beton bertulang Brikon pembangunan rumah contoh Brikon di Loka Tekkim Medan. Dan Untuk mengetahui kelebihan antara pembangunan rumah Brikon dengan pembangunan Rumah secara konvensional.

Gambar 1. A. RISHA, B. BRIKON (Prasetyo, 2015)

Page 26: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 22

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Rumah dengan Metode Pracetak Beton Bertulang BRIKON

Penjelasan mengenai pracetak beton bertulang Brikon merupakan pembuatan struktur beton pracetak dengan menggunakan box baja dan baut untuk bangunan satu dan dua lantai. Pembuatan rumah Brikon merupakan teknologi rumah pracetak beton bertulang dan box-baja sebagai join. Pembangunan rumah dengan metode pracetak beton bertulang brikon, memiliki perbedaan dengan pembangunan rumah konvensional pada tahap pelaksanaan konstruksi, dimana pembangunan rumah brikon tahap pelaksanaan konstruksi pada struktur bangunannya dilakukan secara pracetak sehingga tinggal menyambungkan antar panel brikon sebagai sloof, balok, serta kolom bangunan, sedangkan pada pembangunan rumah konvensional proses konstruksi pada struktur bangunan dilakukan pada saat pembangunan rumah berlangsung. Hal ini memungkinkan pembangunan rumah menggunakan metode pracetak dengan brikon dapat dilakukan dengan lebih cepat.

2.2. Pembangunan Rumah Secara Konvensional

Menurut kumpulan istilah dan definisi (2014) rumah sederhana adalah rumah yang dibangun oleh masyarakat berdasarkan pengalaman praktis. (Sekretariat Balitbang PU, 2014). Menurut kumpulan istilah dan definisi (2014) bangunan gerdung dan perumahan adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung kegiatan kehidupan bermasyarakat (SNI 2835:2008). (Sekretariat Balitbang PU, 2014).

Menurut Kamaludin (2008) rekapitulasi pekerjaan konstruksi rumah meliputi pekerjaan pendahuluan, pekerjaan pemasangan fondasi, pekerjaan beton, pemasangan bata merah dan pelesteran, pekerjaan pemasangan kusen dan pintu, pekerjaan pemasangan kayu kap dan atap, pekerjaan pemasangan plafon, pekerjaan pemasangan keramik, pekerjaan pembuatan sanitari, instalasi air, instalasi listrik, dan pekerjaan pengecatan. (Kamaludin,. 2008)

Penjelasan dari beberapa referensi di atas menerangkan bahwa pembangunan rumah yang dibangun oleh masyarakat berdasarkan kepada pengalaman praktis secara umum, yang mana fungsi rumah tersebut untuk menampung kegiatan masyarakat. Pengalaman praktis untuk pembangunan rumah itu dilakukan dengan beberapa tahap pekerjaan, salah satunya pekerjaan beton hingga terakhir pengecatan atau pekerajaan finishing.

2.3. Faktor-Faktor Keterlambatan Pekerjaan

Faktor-faktor keterlambatan pekerjaan menurut Kamaludin (2008), antara lain :

A. Pemilik rumah yang tertunda-tunda mengambil keputusan, apabila ini terjadi, segeralah memberi teguran, baik lisan maupun tulisan, apabila keterlambatan melebihi waktu 2 minggu, anda dapat menghentikn semua kegiatan konstruksi.

B. Terdapat 2 hal yang membuat kontraktor sebagai biang keterlambatan, yakni kelalaian dan kesulitan menambah tenaga kerja akibat terbentur budget. Kelalaian yang disengaja oleh kontraktor dapat berakibat pemberian sanksi oleh owner. Sanksi yang diberikan berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau teguran. Sedangkan masalah kesulitan menambah tenaga kerja dapat disiasati dengan pemberian penjelasan kepada owner. Kontraktor harus menjelaskan bahwa ketepatan jadwal penyelesaian proyek tergantung pada penambahan tenaga kerja.

C. Adanya perubahan gambar dan penambahan tenaga kerja. Perlu dibuat kesepakatan kembali antara kedua belah pihak, seperti penambahan jangka waktu penyelesaian atau penambahann tenaga kerja untuk menyelesaikan masalah ini.

Faktor-faktor keterlambatan pekerjaan di atas dapat disimpulkan meliputi pemilik rumah yang menunda pengambilan keputusan, kelalaian dan kesulitan menambah tenaga kerja akibat terbentur budjet, dan adanya perubahan gambar.

2.4. Soliditas atau Kerjasama Tim dalam Proyek Pembangunan

Menurut Soegoto (2009) soliditas atau kerjasama tim yaitu suatu unit dari dua atau lebih orang-orang yang mengemban misi dan tanggung jawab kolektif ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Soegoto, 2009)

Menurut Robins (2008) Tim yang efektif memiliki berbagai karakteristik yang sama: sumber-sumber yang memadai, kepemimpinan yang efektif, suasana kepercayaan, serta evaluasi kinerja dan sistem penghargaan yang mencerminkan kontribusi tim. (Robin et al., 2008)

Menurut Soegoto (2009) bentuk soliditas kerjasama tim yaitu tim pemecahan masalah, tim swakelola, tim fungsional, tim lintas fungsional, tim virtual. (Robin et al., 2008)

A. Tim pemecahan masalah adalah dibentuk untuk menentukan cara meningkatkan mutu, membuat efisiensi kerja, atau menata lingkungan kerja yang lebih baik.

B. Tim swakelola adalah kerjasama tim dimana para anggota bertanggungjawab atas seluruh proses atau operasi. Tim fungsional / kerjasama tim komando adalah dibentuk sesuai struktur organisasi vertikal suatu perusahaan.

C. Tim lintas fungsional adalah kerjasama tim

Page 27: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 23

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

fungsional silang, atau kerjasama tim horizontal, dibentuk oleh karyawan dari berbagai bidang-bidang dan keahlian fungsional. Tim-tim ini dapat memudahkan pertukaran informasi memperbaiki koordinasi antar departemen, mendorong solusi baru untuk permasalahan masalah organisasi, membantu pengembangan atas kebijakan dan prosedur organisasi yang baru, gugus tugas tim ini dibentuk untuk bekerja pada suatu kegiatan yang spesifik dengan batas waktu yang spesifik.

D. Tim virtual adalah kerjasama tim yang menggunakan teknologi komunikasi untuk menyertakan karyawan yang secara geografis jauh untuk bersama-sama mencapai sasaran.

Penjelasan dari pakar di atas mengenai bentuk kerjasama tim dapat disimpulkan, meliputi tim pemecah masalah, tim swakelola, tim lintas fungsional, dan tim virtual. Penjelasan pada beberapa pakar di atas maka dapat disimpulkan bahwa soliditas atau kerjasama tim merupakan kegiatan berasama-sama antar individu-individu yang memiliki tugas dan tanggung jawab serta saling bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi, yang mana dalam tim juga memiliki karakteristik yang sama dalam memberikan kontribusi bagi tim,

3. METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah observasi partisipatif, dimana peneliti mengamati objek secaralangsung dan berperan serta selama 3 bulan yaitu bersamaan dengan kegiatan On The Job Training (OJT) Tahap II pada tanggal 03 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2015 di Loka Teknologi Permukiman Medan, Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Balitbang Kementerian PU PR.. Sampel pada penelitian ini yaitu Kepala Loka atau Ketua Tim Penelitian Pracetak beton bertulang Brikon, PPK, dan penanggung jawab kontraktor pelaksana. Hasil observasi akan dianalisis secara kualitatif deskriptif menjadi gambaran yang terjadi di lapangan. Metode pengolah data, menggunakan data observasi dan wawancara yang telah terkumpul di lapangan kemudian dilakukan analisis deskriptif dengan menggunakan tinjauan pustaka.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pembangunan rumah Brikon, ukuran panel Brikon yang digunakan untuk membangun rumah Brikon terdapat beberapa ukuran panel, antara lain panel Brikon ukuran 1 meter dan 1, 4 meter (Gambar 2).

Panel beton bertulang brikon ukuran 1 meter dengan ukuran 1,4 meter digunakan untuk membuat variasi dalam membangun sebuah rumah. Kegiatan penelitian rumah Brikon yang penulis ikuti merupakan penerapan teknologi rumah murah di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener

Meriah yang wilayahnya mengalami kejadian gempa bumi pada tahun 2013 yang bertujuan memberikan contoh model Rumah kepada masyarakat melalui pemerintah daerah berupa teknologi pracetak untuk rumah tahan gempa Sistem Risha dan Brikon. (Robin et al., 2008)

Penulis dalam melakukan survei kegiatan konstruksi

Gambar 2. Panel Brikon 1 m dan 1,40 m serta box baja Brikon

Gambar 3. Proses Pembangunan Rumah Brikon

Page 28: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 24

di lapangan ikut dalam tahap proses pembuatan panel untuk rumah Brikon serta proses pembangunan rumah dengan menggunakan metode Rumah Brikon di area Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk mess kantor Loka Teknologi Permukiman Medan. Gambar pelaksanaan pembangunan rumah sistem brikon dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3, proyek pembangunan rumah Brikon yang dilakukan dengan sistem sambungan antar panel balok/ kolom beton bertulang brikon yang dirangkai antara panel brikon 1 meter dan panel brikon 1,4 meter serta box baja sebagai join.

Pelaksanaan pembangunan rumah Brikon, pelaksana pembangunannya dilakukan oleh kontraktor lokal yang mana proyek pembangunan tersebut dipimpin oleh Bapak Sulis. Namun dalam pelaksanaan pembangunan rumah brikon tersebut pihak pelaksana tidak dapat melaksanakan proyek rumah brikon sesuai dengan jadwal kontrak pekerjaan yang telah ditetapkan yaitu pada pertengahan bulan Oktober progres pembangunan rumah Brikon pada lokasi area kantor dan lokasi di Aceh harus sudah 60% namun saat ini masih belum tercapai. Hal ini karena pihak pimpinan kontraktor proyek pembangunan rumah brikon menganggap bahwa belum tercapainya progres tersebut terjadi karena adanya perubahan pada cetakan panel dan box baja brikon yang diubah menyesuaikan dengan baut yang akan disambungkan dengan box baja brikon. Gambar di bawah ini merupakan contoh cetakan panel beton bertulang brikon ukuran 1 meter yang telah diubah, perubahan cetakan tersebut dilakukan karena pekerjaan pracetak beton bertulang ini masih merupakan produk penelitian yang sedang diuji coba, cetakan panel brikon yang sedang dilakukan perubahan, dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 : Cetakan panel Brikon yang mengalami perubahan cetakan

Cetakan panel beton bertulang brikon di atas sedang diubah menyesuaikan dengan perubahan dalam perakitan antar panel brikon agar dapat teraplikasikan dengan mudah membentuk struktur bangunan dengan sistem pracetak beton bertulang Brikon untuk rumah tinggal. Perubahan cetakan panel pada panel Brikon wajar terjadi karena brikon merupakan penelitian yang sifatnya pengembangan sehingga masih mengalami perubahan-perubahan, Brikon merupakan pengembangan dari sistem pembangunan rumah pracetak dari yang sebelumnya, yaitu rumah sistem RISHA.

Kegiatan penelitian Brikon juga secara bersamaan dilakukan dengan pengujian di laboratorium, khususnya pada panel brikon yang berukuran 1 meter dan 1,4 meter. Pengujian panel brikon tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 5: Pengujian Panel Brikon di Puslitbang perumahan dan permukiman di Bandung

Gambar di atas merupakan pengujian panel brikon di laboratorium balai struktur di Bandung. Pengujian tersebut untuk mengetahui kekuatan dari sambungan antar panel brikon serta pengujian untuk struktur rumah tahan gempa. Adanya pengujian yang terus dilakukan tersebut menunjukkan bahwa masih dimungkinkannya terjadi perubahan-perubahan.

Permasalahan adanya keterlambatan progres pembangunan rumah sistem brikon tersebut sesuai dengan yang telah dijadwalkan atau direncanakan, yaitu dikarenakan oleh adanya perubahan cetakan brikon yang menyesuaikan karena adanya pengembangan perubahan ukuran panel brikon ukuran 1 meter dan 1,4 meter. Selain itu pemimpin proyek memiliki banyak proyek lain selain membangun rumah Brikon dan rumah murah sesuai perjanjian pekerjaan namun juga memiliki perkerjaan lain sehingga menjadikan pekerjaan tidak dapat dikerjakan dengan fokus. Seiring dengan hal tersebut pimpinan kontraktor juga dalam melaksanakan pekerjaan tidak diikuti dengan penambahan tenaga untuk menyelesaikan rumah Brikon, sehingga hal ini membuat terjadinya keterlambatan pelaksanaan proyek penelitian pembangunan rumah brikon, waktu pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang telah dijadwalkan sesuai

Page 29: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 25

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

perjanjian kontrak pekerjaan.

4.2. Pembahasan

Kelebihan dari pembangunan rumah dengan metode beton bertulang Brikon dibandingkan dengan rumah konvensional adalah sistem struktur pracetak beton bertulang memiliki banyak keunggulan dibanding dengan sistem struktur konvensional beton bertulang, terutama pada kecepatan pembangunan dilokasi/ on-site, namun sistem pracetak mempunyai kelemahan yaitu pada sistem sambungan sehinga di dalam perencanaannya struktur pracetak diasumsikan seperti struktur rangka monolit (Robin et al., 2008)

Kelebihan pada brikon di atas menerangkan bahwa brikon lebih unggul dalam hal kecepatan atau waktu pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan dengan cepat dibandingkan dengan pembangunan rumah konvensional. Kelebihan lain dari Brikon, yaitu model sistem pracetak beton untuk bangunan rumah yang memenuhi kehandalan bangunan tahan gempa dan pembebanan sesuai fungsi bangunan sebagai hunian. (Robin et al., 2008)

Pada pembangunan rumah brikon di Loka Teknologi Permukiman Medan, masih belum tercapai progres 60% pada pertengahan Bulan Oktober 2015. Pihak dari owner atau pemilik pekerjaan telah mengirimkan surat peringatan kepada kontraktor perihal keterlambatan progres pembangunan rumah brikon.

Pihak kontraktor pelaksana meminta tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan melalui adendum pekerjaan kepada PPK atau pemilik proyek. Menurut teori pada tinjauan pustaka ketika terjadi keterlambatan pekerjaan oleh kontraktor, hal ini terjadi karena ada kelalaian dan kesulitan menambah tenaga kerja. Kelalaian yang dilakukan oleh kontraktor pada pembangunan rumah brikon ini terjadi karena adanya proyek lain oleh kontraktor pelaksana, yang membuat pelaksanaan kerja menjadi tidak fokus serta tenaga juga sering diajak mengerjakan pekerjaan yang lainnya terlebih dahulu sehingga hal ini menjadi menghambat pelaksanaan pekerjaan.

Selain itu, mengingat proyek penelitian pembangunan rumah tahan gempa dengan sistem brikon merupakan masih dalam pengujian, sehingga ada penyesuaian atau perubahan-perubahan sehingga juga menjadi faktor dalam keterlambatan progres pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah brikon.

PPK setelah mengirimkan surat tertulis kepada pimpinan kontraktor yang menyatakan bahwa progres belum mampu mencapai presentase sesuai dengan yang telah direncanakan, maka memutuskan untuk mengunjungi pelaksanaan pekerjaan pada awal bulan Oktober dan meminta kepada pimpinan

proyek untuk segera mengebut pekerjaan konstruksi rumah brikon. Anggota tim penelitian juga selama 2 bulan sekali mengunjungi ke lapangan untuk melihat kondisi serta perkembangan terkait dengan pembangunan rumah brikon dan rumah murah.

Adanya keterlambatan proyek pembangunan proyek tersebut untuk kedepannya, sebaiknya perlu dilakukan dengan adanya perbaikan kerjasama tim pada bentuk kerjasama tim lintas fungsional yang lebih baik dengan memberikan solusi pemecahan masalah kepada pimpinan proyek pembangunan dari kontraktor pelaksana yang lebih profesional lagi, hal ini dapat dilakukan oleh tim peneliti dan PPK dengan memberikan teguran secara tertulis dan lisan agar kontraktor pelaksana proyek pembangunan rumah brikon dapat menyelesaiakan proyek tersebut sesuai dengan rencana awa pada perjanjian kontrak pekerjaan.

Teguran atau lesan sebaiknya dilakukan dengan lebih awal lagi serta perlu adanya bentuk soliditas atau kerjasama tim pada lintas fungsional atau melibatkan banyak bidang fungsional yang berbeda, maka memungkinkan adanya pemecahan masalah dan memudahkankan pertukaran informasi dan memperbaiki koordinasi baik antara tim peneliti maupun kepada kontraktor pelaksana pembangunan rumah brikon.

Pernyataan tersebut, maka diperlukannya peran serta anggota pada penelitian brikon juga perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam hal efektivitas tim, dalam hal ini untuk meningkatkan kontribusi masing-masing anggota dalam pemecahan masalah yang dihadapi pada saat pelaksanaan konstruksi pembangunan rumah brikon serta membantu dalam progres pelaksanaan pembangunan rumah sistem brikon dengan tepat waktu. Kerjasama tim yang kuat juga diperlukan, seperti setiap individu atau anggota memiliki peran dan tanggung jawab dalam membantu pencapaian tujuan bersama.

Melihat dari permasalahan yang ada pada proyek penelitian pembangunan rumah sistem brikon di lapangan, hal tersebut menunjukkan bahwa masih kurang maksimalnya koordinasi dan kerjasama tim sehingga terjadinya keterlambatan progres pekerjaan hingga dikirimkannya surat teguran dari owner kepada kontraktor pelaksana. Langkah yang perlu dilakukan antara lain melakukan briefing, rapat atau pertemuan diskusi masalah progres konstruksi pembangunan rumah brikon oleh tim peneliti, serta koordinasi kepada pihak kontraktor sehingga sebelum masalah muncul sudah dapat diantisipasi melalui koordinasi secara rutin.

Selain itu hal yang dapat dilakukan yaitu dengan koordinasi dan pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh Tim penelitian dan PPK dengan lebih ketat lagi agar kontraktor lebih tepat dalam penyelesaian pelaksanaan proyek pembangunan rumah brikon. Memberikan saran kepada pemimpin

Page 30: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 26

proyek pembangunan rumah brikon agar saat pelaksanaan pembangunan proyek lebih fokus pada pekerjaan sesuai dengan perjanjian kontrak pekerjaan dan tidak terlalu banyak mengurusi proyek lainnya. Hal ini agar ketika ada perubahan pada design atau perencanaan awal dapat dengan cepat direspon atau dilakukan perubahan sehingga penyelesaian proyek pembangunan dapat dikerjakan sesuai dengan rencana awal.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pembangunan rumah Brikon merupakan inovasi dalam pembangunan rumah yang menggunakan sistem pracetak. Model pembangunan rumah Brikon merupakan pengembangan dari rumah model RISHA dan RUSPIN, yang cara kerja pembangunannya seperti permainan anak-anak atau biasa disebut dengan permainan lego. Perbedaan antara rumah Brikon dan rumah konvensional dapat dibedakan dari tahapan pelaksanaan konstruksi rumah tinggal apabila rumah dengan sistem Brikon maka struktur beton bertulang bangunan dilakukan dengan sistem pracetak pada panel-panel brikon yang saling disambungkan dan box baja sebagai join. Sedangkan pada rumah konvensional tahapan pelaksanaan konstruksi pada struktur bangunannya dilakukan dengan pekerjaan beton pada saat pembangunan berlangsung. Hal tersebut yang membedakan antara rumah sistem brikon dengan rumah konvensional.

Hasil dari penelitian di lapangan bahwa dalam pembangunan rumah Brikon yang merupakan kegiatan penelitian masih terjadi keterlambatan progres pembangunan rumah, karena beberapa faktor, antara lain pihak pelaksana pembangunan rumah Brikon atau kontraktor pelaksana yang menyesuaikan cetakan panel brikon karena dilakukan beberapa perubahan-perubahan, selain itu karena pihak kontraktor pelaksana memiliki banyak pekerjaan lain selain mengerjakan rumah brikon namun tidak dilakukan penambahan tenaga sehingga dapat memperlambat progres pembangunan. Adanya hal tersebut, maka memerlukan adanya soliditas atau kerjasama tim yang baik agar dapat meminimalisir adanya keterlambatan dari jadwal yang telah ditetapkan, soliditas atau kerjasama tim dapat dilakukan dengan adanya peningkatan soliditas tim atau kerjasama tim pada bentuk kerjasama tim lintas fungsional melalui adanya koordinasi baik secara internal dan eksternal, karena pada tahap konstruksi pembangunan soliditas tim pada tim peneliti masih kurang maksimal dalam melakukan koordinasi serta untuk mengantisipasi sebelum masalah muncul sudah dapat teratasi dan koordinasi untuk upaya pemecahan masalah yang terjadi pada saat pelaksanaan proyek penelitian konstruksi pembangunan rumah brikon di lapangan. Sehingga dengan adanya soliditas tim atau kerjasama tim yang baik, maka penyelesaian proyek pembangunan dapat dikerjakan sesuai

dengan jadwal telah ditetapkan.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk mengatasi beberapa permasalahan yang ada di lapangan tersebut dapat diselesaikan melalui adanya perbaikan manajemen proyek pada kontraktor pelaksana pembangunan rumah brikon yang dapat dilakukan oleh tim peneliti dan PPK melalui perlu dilakukan briefing, rapat atau pertemuan diskusi masalah progres konstruksi pembangunan rumah brikon oleh tim peneliti, serta koordinasi antara tim peneliti kepada pihak kontraktor sehingga sebelum masalah muncul sudah dapat diantisipasi melalui koordinasi secara rutin. Selanjutnya teguran owner kepada kontraktor pelaksana, ketika progres konstruksi belum memenuhi agar target konstruksi tercapai sesuai dengan perjanjian kontrak pekerjaan, selain itu dibutuhkan koordinasi yang lebih rutin lagi oleh tim peneliti dan PPK dalam memantau atau memonitor progres pembangunan rumah Brikon serta memperingatkan kepada pemimpin proyek agar lebih fokus serta membantu memecahkan permasalahan yang ada di lapangan pada saat pengerjaan rumah brikon sehingga dapat terlaksana sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Menurut Susanto (2010) tim yang baik adalah tim yang dinamis, dapat mengubah kelemahan dan ancaman menjadi peluang, peluang menjadi kekuatan, dan kekuatan disinergikan untuk meraih tuuan. (Susanto, 2010).

Pembangunan rumah brikon apabila telah dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak perjanjian pekerjaan dan dapat telah teruji, maka alternatif pembangunan rumah dengan metode pracetak beton bertulang brikon dapat diwujudkan dengan lebih baik. Rumah brikon tersebut juga mampu memberikan kontribusi pada pengurangan backlog pembangunan rumah serta menjadi inovasi rumah tahan gempa di Indonesia. Selanjutnya pada penelitian ini masih diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk melengkapi kekurangan data pada tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian PUPR. (2015). Percepat Pembangunan Rusun Dengan Teknologi Pracetak diunduh pada website http://pu.go.id/berita/10680/Kementerian-PUPR-Percepat-Pembangunan-Rusun-Dengan-Teknologi-Pra-Cetak, pada tanggal 2 November 2015, pukul 19.10 WIB.

Prasetyo, Yuri H. (2015). Paparan Interim teknologi pra cetak beton bertulang Brikon untuk bangunan rumah dua lantai.

Prasetyo, Yuri H. (2015). Paparan presentasi Kajian Akademis Loka Teknologi Permukiman Medan.

Page 31: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 27

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil. (2014). Kumpulan Istilah Dan Definisi. Jakarta: Sekretariat Balitbang Kementerian PU.

Kamaludin, Y.A. (2008). Buku Pintar Membangun Rumah. Jakarta : Trans Media Pustaka.

Soegoto, E.S. (2009). Enterpreneurship menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta : PT Elex Media Komputindo..

Robins, S.P. dan Timothy A. Judge T.A. (2008). Perilaku Organisasi 1 (edisi terjemahan 12). Jakarta: PT Salemba Empat..

Susanto, A.B. 2010. 60 Management Gems: Applying Management Wisdom in Life. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 32: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 28

APLIKASI GEOTEKSTIL PADA LAPIS PONDASI PERKERASAN KAKU DI ATAS TANAH LUNAK

Studi Kasus: Pelebaran Jalan Supadio Pontianak

Ira Falkiya

Penata TeknikBalai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

Majority of Pontianak are peatlands which are located in the lowlands, which have low bearing capacity to sustain the existing structure on it, one of which is the construction of highway structures. As showed in Supadio road widening project, it is necessary stabilize the bearing capacity of soft soil with CBR < 6%. The stabilization process used wooden pile and capping layer foundation. It is necessary to separate the wooden foundation structure with the capping layer using geotextiles sheet in order to avoid contamination of the support layer by fine grained material from the soft soil, which could resulted in decrease of carrying capacity and premature damage such as cracks. Additionally, the geotextiles sheet also provide reinforcement in the form of detention drag effect on road pavement foundation structure due to the friction and binding with the soil material. Therefore the Supadio road widening project on STA. 0 + 400 to STA 2 + 750 using the sheet to support the capping layer, also serves as a separator and strengthen the foundation layer of pavement. Woven filter used is Geotextile with a tensile strength of 100 kN.

Keywords: road widening, stabilization of soft soils, woven filters, geotextiles, separator layers cantilever

Abstrak

Kota Pontianak merupakan daerah rawa (lahan basah) terletak di dataran rendah, hal ini tidak menguntungkan dalam daya dukung tanah untuk menopang struktur yang ada, salah satunya pembangunan struktur jalan raya. Sejalan dengan studi kasus yang diambil yaitu pekerjaan pelebaran Jalan Supadio (Pontianak) dengan kondisi tanah dasar memiliki CBR < 6%, sehingga diperlukan penanganan untuk memperkuat daya dukung tanah lunak. Stabilisasi daya dukung tanah lunak yang dipergunakan pada studi kasus yaitu dengan menggunakan pondasi khsusus berupa cerucuk dan lapis pondasi penopang (capping layer). Dalam aplikasi dilapangan, diperlukan pemisah antara struktur pondasi khusus dengan lapisan penopang berupa anyaman filter (geotekstil) agar tidak terjadi kontaminasi lapis penopang oleh material berbutir halus dari tanah dasar lunak dibawahnya, yang berakibat penurunan daya dukung serta terjadi kerusakan dini seperti retak. Selain itu adanya anyaman filter juga memberikan efek perkuatan berupa tahanan tarik pada struktur pondasi perkerasan jalan karena adanya proses gesekan dan saling mengikat dengan material tanah. Oleh karena itu pada paket pekerjaan pelebaran Jalan Supadio (Pontianak) di STA 0+400 sampai STA 2+750 mempergunakan anyaman filter untuk mendukung struktur lapis penopang yang berfungsi sebagai separator sekaligus menambah perkuatan lapisan pondasi perkerasan. Anyaman filter yang dipergunakan merupakan Geotekstil dengan kuat tarik 100 kN.

Kata Kunci: pelebaran jalan, stabilisasi tanah lunak, anyaman filter, geotekstil, separator lapis penopang

Page 33: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 29

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

1. PENDAHULUAN

Semakin padatnya lalu lintas pada Jalan Supadio hingga mencapai ± 717,09 juta ESA (survei ini dilakukan oleh Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional) serta adanya program penyeragaman lebar jalan menjadi minimal 7 meter untuk meningkatkan pelayanan jalan bagi masyarakat ]menjadi alasan dibuatnya satu paket kontraktual untuk pelebaran jalan Supadio dengan hasil akhir lebar jalan sebesar 7m sepanjang 2,75 km.

Lokasi pelebaran jalan terletak di daerah tanah lunak dimana CBR ± 2% (CBR < 6%) sehinggan diperlukan penanganan stabilisasi tanah dasar. Penanganan yang diberikan berupa perbaikan tanah dasar dengan menggunakan pondasi khusus (pondasi cerucuk kayu) serta menggunakan lapis penopang berupa timbunan pilihan. Agar kedua struktur ini dapat bekerja secara maksimal maka diperlukan suatu separator anyaman filter agar kontaminasi lapis penopang oleh material berbutir halus dari tanah dasar lunak dibawahnya. Separator anyaman filter yang dipergunakan adalah geotekstil dengan kuat tarik 100 kN yang sekaligus berfungsi menambah perkuatan lapisan pondasi perkerasan jalan.

Penggunaan geotekstil belakangan ini menjadi suatu trend, karena pemasangannyayang mudah (tidak memerlukan banyak alat berat dalam pemasangannya), biaya murah, serta memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai perkuatan, separator, filter, serta drainase. Namun masih banyak yang belum pahamtentang penggunaan geotekstil yang benar sesuai dengan standar yang ada, sehingga masi ada beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pekerjaan di lapangan. Oleh karena itu dibuat suatu tinjauan dari paket pekerjaan pelebaran Jalan Supadio (Pontianak) untuk mengetahui bagaimana seharusnya aplikasi anyaman filter yang benar sesuai dengan spesifikasi umum edisi 2010 (Revisi 3) DJBM PU.

Pada tinjauan ini, hanya dibahas tentang langkah – langkah pelaksanaan pekerjaan anyaman filter pada lapis pondasi perkerasan jalan diatas tanag lunak. Sehingga hanya ditinjau dari segi kualitas pekerjaan apakah sesuai dengan spesifikasi atau tidak. Untuk perencanaan dan hal yang berkaitan dengan kuantitas tidak dibahas dalan jurnal tinjauan ini.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Pekerjaan Pelebaran Jalan Supadio (Pontianak)

Paket peleberan jalan Supiadio (Pontianak) merupakan paket salah satu kontraktual pada PPK Pontianak – Tayan pada Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Kalimantan Barat DJBM Kementerian PUPR (Gambar 1). Paket pelebaran berada di 0O 5’ 49.632” lintang selatan dan 109O 22’ 46.0920”

bujur timur untuk titik awal pekerjaan. Sedangkan untuk korrdinat akhir pekerjaan berada di 0O 7’ 1.20” lintang selatan dan 109O 23’ 37.14” bujur timur. Pelebaran jalan di lakukan pada satu sisi jalan saja yaitu jalur dari arah kota Pontianak ke Bandara Supadio.

Lebar awal jalan supadio adalah 5,5 meter dan akan dilakukan pelebaran sebesar 1,75 m (termasuk bagian transisi jalan selebar 0,25m). Sehingga nantinya jalan mempunya lebar sebesar 7 m. Panjang efektif dari pekerjaan ini adalah 2,75 km (STA. 0+000 hingga STA. 2+750). Pekerjaan dibagi menjadi dua jenis yaitu pada STA. 0+000 hingga STA. 0+400 tidak menggunakan pondasi cerucuk kayu, anyaman filter berupa geotekstil, dan lapis penopang berupa timbunan pilihan. Sedangakan sisanya STA. 0+400 hingga STA. 2+750 memiliki kondisi tanah dasar dengan CBR ± 2% sehingga perlu digunakan penanganan stabilitas daya dukung berupa pondasi cerucuk kayu, anyaman filter berupa geotekstil, dan lapis penopang.

Gambar 1. Penampang melintang pelebaran Jalan Supadio (Pontianak)

2.2. Perkerasan Jalan di Atas Tanah Lunak

Sesuai Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah dengan Geosintetik No. 003/BM/2009 Direktorat Bina Teknik DJBM PU, Tanah lunak didefinisikan sebagai tanah lempung atau gambut dengan kuat geser kurang dari 25 kN/m2 berdasarkan Panduan Geoteknik 1 No. Pt T-08-2002-B (DPU,2002a). Jika menggunakan korelasi dari AASHTO M288-06 (CBR≈30 cu), maka nilai kuat geser ini setara dengan nilai CBR lapangan kurang dari 1. Sedangkan pada Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013 DJBM PU mendefinisikan tanah lunak sebagai tanah terkonsolidasi normal (normally consolidated) atau terkonsolidasi agak over yang biasanya lempung atau lempung kelanauan dengan niali CBR < 3% dan kuat geser

Page 34: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 30

(qc) kurang dari 7,5 kPa hingga kedalaman 1 – 5 meter. Karenanya untuk pekerjaan perkerasan jalan di atas tanah lunak harus dilakukan analisis yang lebih mendalam dan diperlukan metode – metode penanganan khusus.

Ada beberapa penanganan untuk kondisi perkerasan jalan di atas tanah lunak diantaranya:

A. Bila kedalaman tanah lunak < 1 m, maka pembuangan seluruh lapisan tanah lunak dilakukan namun perlu memperhatikan biaya konstruksi yang ada. Jika biaya sedikit maka dipertimbangkan menggunakan lapis penopang.

B. Bila kedalaman tanah lunak > 1 m, maka penanganan dengan lapis penopang harus dipertimbangkan.

C. Bila kedalaman tanah lunak memerlukan waktu pra-pembebanan maka dipertimbangkan menggunakan drainase vertikal dengan bahan strip.

2.3. Lapis Penopang

Lapis penopang merupakan bagian pondasi dari struktur perkerasan jalan (Gambar 2). Lapisan ini pada umumnya dipergunakan untuk mendukung daya dukung pada tanah lunak di bawah perkerasan jalan.

Gambar 2. Strutur perkerasan jalan diatas tanah lunak dengan lapisan penopang (Sumber : Manual Desain Perkeran Jalan DJBM PU (Nomor 02/M/

BM/2013))

Lapis penopang harus memenuhi beberapa persyartan sebagai berikut:

A. Material yang dipergunakan adalah timbunan pilihan, kecuali bila lapisan berada di bawah air pala timbunan pilihan berbutir hendaknya dipergunakan.

B. Kemampuan untuk memberikan lantai pekerjaan yang kuat selama masa pelaksanaan.

C. Hendaknya paing tidak berada di atas muka air banjir dan/atau standar desain minimum dari muka air tanah ke permukaan tanah dasar.

D. Pembentukan alur (rutting) akibat lalu lintas konstruksi ≤ 40 mm.

E. Kemungkinan pemadatan 95% MDD (Maximum Dry Density) pada bagian bawah lapisan tidak tercapai oleh karena itu perlu perhatian penuh

agar pemadatan maksimum dapat tercapai khususya pada perkerasan kaku, sehingga tidak terjadi retak akibat dari penurunan tanah yang berbeda.

F. Hendaknya diberi seperator geotekstil antara lapis penopang dan tanah dasar.

2.4. Anyaman Filter

Anyaman filter plastik yang dipergunakan haruslah sesuai dengan Spek. Umum 2010 Rev.3 Divisi 2 Seksi 2.4.2 dimana menyebutkan jika anyaman filter plastik harus berupa anyaman geotekstil sintetis yang disetujui oleh direksi pekerjaan. Geotekstil merupakan salah satu jenis dari geosintetik, dimana Menurut ASTM D4439 geosintetik adalah suatu produk berbentuk lembaran yang terbuat dari bahan polimer lentur yang digunakan dengan tanah, batuan atau material geoteknik lainnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu pekerjaan, struktur atau sistem.

Geotekstil berbentuk seperti tekstil pada umumnya, tetapi terdiri dari serat – serat sintetis sehingga selain lentur, juga tidak ada masalah penyusutan seperti pada material dari serat alam seperti wol, katun ataupun sutera. Menurut modul Direktorat Bina Teknik DJBM PU volume 1 tentang klasifikasi dan fungsi Geosintetik, berdasarakan proses pembuatannya geotekstil dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu teranyam atau woven dan tak teranyam atau non-woven. Sesuai dengan Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 3) DJBM PU geotekstil dapat berfungsi sebagai drainase bawah permukaan, separator (pemisah), dan stabilisator (perkuatan).

2.5. Geotekstil Sebagai Separator

Dalam hal geotekstil sebagai separator (pemisah) berfungsi mencegah terjadinya pencampuran antara tanah dasar dengan agregat penutupnya (Gambar 3). Adanya lapis geosintetik pada lapis antar muka lapis pondasi agregat dan tanah dasar yang lunak memperbaiki keseluruhan kinerja struktur perkerasan jalan, dengan masa layan yang panjang, karena fungsinya sebagai pemisah (separator), filter, drainase, danperkuatan (Holtz et al., 1997; Shukla, 2005).

Pada PedomanDPU DJBM No. 003/BM/2009 meyebutkan bahwa pada saat pelaksanaan dan masa operasional pada struktur jalan bisa terjadi kontaminasi lapis pondasi agregat oleh material berbutir halus dari tanah dasar lunak dibawahnya, sehingga berakibat penurunan daya dukung serta terjadi kerusakan dini seperti retak. Oleh akrena itu perlu digunakan lapis geotekstil agar permasalahan ini tidak terjadi. Didukung pernyataan dalam Manual Desain Perkeran Jalan DJBM PU (Nomor 02/M/BM/2013) hendaknya di berikan separator geotekstil antara timbunan pilihan dan tanah lunak asli.

Page 35: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 31

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Gambar 3. Konsep Geosintetik sebagai separator pada struktur perkerasan jalan

(Shukla dan Yin, 2006)

2.6. Geotekstil Sebagai Stabilisator (Perkuatan)

Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah dengan Geosintetik No. 003/BM/2009 Direktorat Bina Teknik DJBM PU menjelaskan, geotekstil yang berfungsi sebagai perkuatan memiliki sifat tarik yang dimanfaatkan untuk menahan tegangan atau deformasi pada struktur tanah. Ketika tanah dan geosintetik digabungkan, material komposit (tanah yang diperkuat) tersebut menghasilkan kekuatan tekan dan tarik tinggi sehingga dapat menahan gaya yang bekerja dan deformasi. Pada tahapan tersebut, geosintetik berlaku sebagai bagian tahanan tarik (gesekan, adhesi, saling mengikat (interlocking) atau pengurungan (confinement)) yang digabungkan ke tanah/ timbunan dan menjaga stabilitas massa tanah.

Pada saat pengaplikasian geotekstil pada suatu pekerjaan, diperlukan suatu panjang penyaluran atau penjangkaran berupa tumpang tindih. Sesuai hasil penelitian dari Anil Kumar dan Ilamparuthi (2009) bahwa panjang penyaluran perkuatan berpengaruh terhadap meningkatnya daya dukung yang diperoleh. Pedoman No. 003/BM/2009 Direktorat Bina Teknik DJBM PU menyebutkan lebar tumpang tindih minimal 0.3 m disarankan untuk seluruh aplikasi geosintetik.

Pada kondisi pelebaran jalan, Umumnya, perencanaan perkuatan untuk bagian timbunan baru (pelebaran) menggunakan asumsi tidak adanya kontribusi dari perkuatan geosintetik dibawah timbunan lama. Dengan demikian penyambungan geosintetik baru dengan yang lama pun tidak dibutuhkan.

2.7. Prosedur Pelaksanaan Pemasangan Geotekstil

Sesuai Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 3) DJBM PU, langkah-langkah pelaksanaan penghamparan geotekstil sebagai separator dan stabilitator sebagai berikut:

A. Persiapan lokasi pemasangan geoteksil. Lokasi pemasangan haruslah bersih dari benda-benda

seperti sampah serta tebang seluruh pohon hingga rata dengan tanah, namun sisakan beberapa vegetasi penutup seperti rumput. Permukaan tanah harus rata.

B. Buka dan hampar geotekstil secara hati – hati serta harus dihampar secara manual agar tidak terjadi kerutan dan lipatan pada tanah datar yang telah disiapkan. Sebisa mungkin tidak menyeret geotekstil.

C. Tepi dari geotekstil harus di tumpang tindihkan (overlap), dijahit, atau di gabung sesuai gambar rencana. Tabel 1. menunjukkan ketentuan tumpang tindih.

Tabel 1. Ketentuan Tumpang Tindih (Overlap)

Nilai CBR Tanah Tumpang Tindih Minimum

> 3 300 - 450 mm

1 - 3 0,6 - 1,0 m

0,5 - 1 1 m atau dijahit

kurang dari 0,5 dijahit

semua ujung gulungan 1 m atau dijahit

Overlap dilakukan ketika timbunan diatas geotekstil telah dipadatkan. Selama pemadatan bagian overlap harus di tahan sedemikan hingga tidak ikut tertimbun oleh timbunan yang ada.

D. Sebelum penimbunan, pastikan geotekstil tidak mengalami kerusakan selama pemasangan. Jika terjadi kerusakan, tambal daerah yang rusak dengan jarak seperti ketentuan tumpang tindih.

E. Penghamparan timbunan dilakukan dengan cara penumpahan ujung (lend dumping) dari tepi geotekstil. Penumpahan material berupa gundukan dengan tinggi sebaiknya kurang dari 1 m untuk menghindari terjadinya keruntuhan daya dukung setempat. Kendaraan berat di larang melintas langsung diatas geotekstil.

F. Gundukan material timbunan kemudian disebar sedemikan hingga sesuai dengan elevasi rencana.

G. Setiap hamparan geotekstil harus ditimbun dengan bahan lapis pondasi bawah tambahan, dan dipadatkan sesuai rencana.

H. Pemadatan menggunakan alat pemadat yang sesuai, dan alat pemadat tidak diperbolehkan untuk memutar arah atau berbelok.

I. Jika setelah pemadatan timbunan muncul kerusakan pada geotekstil, maka area yang rusak harus di perbaiki.

2.8. Prosedur Pengawasan Pemasangan Geotekstil

Pengawasan terhadap pelaksanaan pemasangan geotekstil sangat berpengaruh terhadap kinerja

Page 36: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 32

geotekstil itu sendiri baik sebagai separator maupun stabilisator. Dibutuhkan pengawasan lapangan dengan jumlah yang cukup agar setiap pekerjaan dapat termonitor dengan baik. Untuk itu pengawasan harus dilaksanakan secara benar pada tiga hal dibawah ini:

A. Bahan yang dikirim ke lokasi pekerjaan telah sesuai dengan kebutuhan

B. Geotekstil tidak rusak baik sebelum dan selama pekerjaan berlangsung

C. Tahapan pekerjaan yang dibutuhkan telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan rencana dan standar yang ada

Dalam pengawasan juga harus memperhatikan kondisi geotekstil. Beberapa faktor yang mengakibatkan rusaknya geotekstil sehingga menurunkan kinerja selama umur rencana:

A. Terpapar langsung sinar ultra violet

B. Kurangnya tumpang tindih yang memadain

C. Tegangan pemasangan yang tinggi

D. Tanah dasar yang berbatu

E. Ketebalan lapisan timbunan terlalu tipis, dan dipadatkan dengan alat berat

F. Ukuran butiran timbunan yang besar (Gradasi Buruk)

G. Geosintetik mempunyai berat yang ringan dan kekuatan yang rendah

Untuk menghindari kerusakan pada geotekstil, selama penyimpanan gulungan geotekstil diletakkan diatas tanah dan ditutupi secukupnya, sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat merusak. Misalkan temperatur di atas 71OC, sinar matahari, senyawa kimia (asam atau basa), alat konstruksi, api/percikan las, serta kondisi lingkungan lain yang dapat merusak

2.9. Pertimbangan Biaya Pekerjaan Geotekstil

Sesuai Pedoman No. 003/BM/2009 Direktorat Bina Teknik DJBM PU, analisa biaya untuk pekerjaan timbunan dengan geotekstil harus diperhatikan agar tidak terjadi masalah-masalah yang dapat menghambat pekerjaan. Hal yang perlu dipertimbangkan antara lain;

A. Biaya pembelian dan pengiriman geosintetik;

B. Biaya penyiapan lokasi

C. Biaya instalasi geosintetik

D. Biaya pembelian, pengangkutan, penimbunan dan pemadatan material timbunan serta biaya untuk

material tambahan (jika terjadi penurunan)

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan hasil obeservasi, yaitu pengamatan lapangan secara langsung tentang kegiatan yang dilakukan yaitu paket pekerjaan peleberan jalan Supiadio (Pontianak), salah satu paket kontraktual pada PPK Pontianak – Tayan pada Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Kalimantan Barat DJBM Kementerian PUPR.

Tinjauan pekerjaan dilakukan pada tanggal 1 – 2 September 2015 pagi pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB dan berlokasi di Jalan Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Penulisan ini dikhususkan untuk meninjau satu pekerjaan saja, yaitu pekerjaan pemasangan anyaman filter berupa geotekstil diatas tanah lunak.

Peralatan yang dipergunakan selama peninjauan pekerjaan adalah kamera digital dan alat tulis yang dipergunakan untuk merekam semua informasi yang ada selama pekerjaan berlangung. Selain meninjau pekerjaan, informasi juga diperoleh dari kegiatan tanya jawab dengan pihak penyedia jasa. Setelah data diperoleh, selanjutnya dibandingkan dengan spesifikasi atau standar yang ada sehingga diketahui bagian mana saja yang perlu dilakukan perbaikan dan memberikan solusi yang tepat agar pekerjaan bisa dilanjutkan dengan hasil sesuai rencana.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Geotekstil yang dipergunakan dalam paket pelabaran Jalan Supadio (Pontianak) merupakan tipe wovendengan kuat tarik 100 kN. Pada pekerjaan ini geotekstil berperan menjadi separator antara lapisan tanah dasar lunak berpondasu cerucuk kayu dengan lapis penopang berupa timbunan pilihan dengan ketebalan 25 cm. Lebar geotekstil yang digunakan dalam struktur perkerasan jalan sebesar ± 285 cm degan bagian overlap kanan dan kiri masing-masing 30 cm

Sebelum di hampar geotekstil harus disimpan dengan baik, diletakkan diatas tanah, tidak terpapar sinar matahari secara langsung dan terus menerus (Gambar 4).

Page 37: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 33

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Gambar 4. Penyimpanan geotekstil sebelum digunakan

Penghamparan anyaman filter plastik atau geotekstil dilakukan setelah kegiatan pemancangan pondasi cerucuk kayu. Selanjutnya pekerjaan yang dilakukan (dilapangan) adalah:

A. Persiapan lokasi pekerjaan dilakukan sedemikian hingga kondisi tanah di bawah geotekstil harus bersih dari segala benda-benda asing yang dapat mempengaruhi kerja geotekstil terhadap tanah, tidak diperbolehkan adanya batu batu yang tajam yang membuat geotekstil robek/rusak, serta tidak diperbolehkan adanya genangan air.

B. Geotekstil dihampar secara manual serta dirapikan sehingga tidak ada lagi lipatan serta kerutan (Gambar 5).

Gambar 5. Penghamparan geotekstil

C. Bagian overlap selebar 30 cm dipersiapkan sebelum penimbunan agar tidak ikut tertimbun, dengan cara ditahan dengan batang kayu sedemikian hingga tidak merusak lapisan geotekstil (Gambar 6).

Gambar 6. Pengangkuran lipatan geotekstil

D. Kemudian dilakukan penghamparan lapis penopang berupa timbunan pilihan (Gambar 7). Penuangan materian timbunan dilakukan dengan dump truck, kemudian disebar dengan bantuan alat excavator, dan diratakan serta dirapikan oleh pekerja harian hingga elevasi yang direncanakan.

Gambar 7. Penghamparan timbunan pilihan

4.2. Pembahasan

Setelah membandingkan pekerjaan yang berlangsung dilapangan dengan standar pekerjaan yang ada di Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 3) DJBM PUdan Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah dengan Geosintetik No. 003/BM/2009 Direktorat Bina Teknik DJBM PU, sebagian pekerjaan sudah sesuai. Namun masi ada satu kesalahan yang terjadi, yaitu pada beberapa

Page 38: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 34

tempat masi terjadi kesalahan dalam penghamparan geotekstil dan penimbunan lapis penopang.

Kasus ini terjadi pada STA. 2+450 sampai STA. 2+500. Terdapat pekerjaan geotekstil yang kurang benar, karena penghamparan geotekstil tidak disertai dengan lipatan pada bagian tepi dan langsung ditimbun dengan timbunan pilihan. Pada saat itu juga pihak konsultan mengumpulkan mandor, beberapa pekerja harian dari pihak kontraktor (penyedia jasa) untuk dilakukan penjelasan tentang kesalahan pekerjaan yang telah terjadi. Kemudian pihak konsultan merekomendasikan untuk harus dilakukan pembongkaran dan pekerjaan ulang terhadap pekerjaan penghamparan geotekstil dan pekerjaan timbunan pilihan. Setelah mendapatkan pengarahan, dari pihak kontraktor sebagai penyedia jasa kemudian memulai menyusun rencana pekerjaan ulang pemasangan geotekstil serta penimbunan lapis penopang.

Gambar 8. Kesalahan pekerjaan pemasangan geotekstil dan perbaikannya

Selain hambatan pekerjaan dilapangan, terdapat satu hambatan lain yaitu pada saat penyediaan bahan geotekstil. Pada awal pelaksanaan pelebaran jalan, untuk pekerjaan geotekstil berpotensi tidak terlaksana sesuai jadwal, karena produk yang direncanakan pada kontrak yaitu geotekstil dengan kuat tarik 100 kN (satu lapis) tidak ada dipasaran Indonesia sehingga harus di import dari luar negeri.

Kemudian disarankan menggunakan geotekstil dengan kuat tarik 52 kN/m (dua lapis) yang ada di pasaran. Namun harus disertai dengan data teknis (tes kuat tarik) agar mutu tetap terjaga.

Beberapa hambatan diatas seharusnya bisa dihindari jika perencaan dilakukan dengan lebih matang. Karena setelah perencanaan teknis, dilakukan perkiraan biaya. Seharusnya ketika barang tidak ada dipasaran Indonesia, perkiraan biaya produksi sukar untuk ditentukan. Jadi ketika perkiraan biaya tidak konkret maka sebaiknya langsung dicari alternatif lain dalam bahan yang akan dipergunakan. Pencarian alternatif bahan lain ini akan lebih baik dilakukan sebelum kontrak berlangsung agar pada saat pekerjaan berlangsung bisa diselesaikan tepat waktu tanpa banyaknya perubahan yang bisa memperlambat pekerjaan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Sebagian besar pekerjaan pemasangan geotekstil pada lapis pondasi perkerasan kaku di atas tanah lunakstudi kasus pelebaran jalan supadio (pontianak) sudah sesuai dengan standar yang berlaku di DJBM Kementerian PUPR yaitu Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 3) DJBM PU dan Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah dengan Geosintetik No. 003/BM/2009 Direktorat Bina Teknik DJBM PU.

Permasalahan pengadaan bahan geotekstil dapat cepat teratasi dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak perencana dan penyedia jasa sehingga diperoleh alternatif dalam pengadaan bahan geotekstil dengan kualitas yang sama dan tidak mempengaruhi mutu dari perkuatan geotekstil.

5.2. Saran

Pada saat merencanakan, harus mempertimbangkan bahan yang dipergunakan dalam pekerjaan apakah tersedia di dalam negeri atau tidak. Sehingga dapat menghindari kegiatan impor dari luar negeri, yang dapat menghambat jalannya pekerjaan. Serta perlunya briefing sebelum di mulai pekerjaan dilapangan, sehingga apa saja yang akan dikerjakan pada hari tersebut dapat terlaksana sesuai rencana. Kemudian pada akhir pekerjaan dilakukan evaluasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi pada hari tersebut tidak terulang kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Anil Kumar, SV dan Ilamaparuthi, K. (2009). Response of Footing on Sand Slopes. GEOTIDE. India Geotechnical Sociaty.

Direktorat Bina Teknik DJBM Kementerian PU. (2009). Modul Pelatihan Geosintetik (Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan Tanah dengan Geosintetik). Jakarta:

Page 39: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 35

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Direktorat Bina Teknik DJBM Kementerian PU.

Direktorat Bina Teknik DJBM Kementerian PU. (2009). Perencanaan dan Pelaksanaan perkuatan tanah dengan geosintetik. Jakarta: Direktorat Bina Teknik DJBM Kementerian PU.

DJBM Kementerian Pekerjaan Umum. (2013). Manual Desain Perkerasan Jalan. Jakarta: DJBM Kementerian Pekerjaan Umum.

DJBM Kementerian PU. (2010). Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3). Jakarta: DJBM Kementerian Pekerjaan Umum.

Holtz RD., Christopher BR., Berg RR. (1998). Geosynthetic Design and Construction Guidelines. Report No. FHWA HI-95-038. Federal Highway Administration, U.S. Department of Transportation, Washington D.C., USA, April 1998.

Shukla, S.K. (2005). Geosynthetic and their Applications. London : Thomas Telford.

Sukhla, SK dan Yin, JH. (2005). Fundamentals of Geosynthetic Engineering. London : Taylor & Francis

Page 40: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 36

PEMBANGUNAN INSFRASTRUKTUR BENDUNGAN TITABDI KABUPATEN BULELENG PROPINSI BALI SEBAGAI JALUR

PEMENUHAN AIR BAKU BAGI MASYARAKAT SEKITAR

Dolly Indra Nastur

Penata AdvokasiDirektorat Jenderal Penyediaan Perumahan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The development economy sector in rural areas should be supported with adequate facilities , it aims to boost the growth of the national economy as a whole , these facilities among others, the construction of Titab Dam in Buleleng Bali Province, where the majority of the population around having subsistence farmers. Buleleng was producing 135 905 tons of rice in 2013 . This shows how important the use of raw water around the dam construction Titab . The method used is a method of direct research (empirical method) and the aim of this study is to determine the importance of the construction of Titab Dam to the surrounding community.

Keywords: titab dam, buleleng district, raw water

Abstrak

Perkembangan perekonomian di suatu perdesaan harus ditunjang dengan fasilitas yang memadai, hal ini bertujuan untuk mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan, fasilitas tersebut antara lain pembangunan Bendungan Titab di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali, dimana mayoritas penduduk sekitar mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Kabupaten Buleleng pada tahun 2013 memproduksi 135.905 Ton padi, hal ini menunjukkan betapa pentingnya penggunaan air baku disekitar Bendungan Titab. Metode yang digunakan merupakan metode penelitian langsung. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya pembangunan Bendungan Titab bagi masyarakat sekitar.

Kata Kunci: bendungan titab, kabupaten buleleng, air baku

Page 41: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 37

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

1. PENDAHULUAN

Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah pedesaan, salah satu masalah yang dihadapi dalam peningkatan perekonomian lokal adalah kurang tersedianya insfrastruktur yang memadai terutama di daerah pedesaan. Kondisi yang seperti ini menjadi salah satu program nawacita pada kabinet di era pemerintahan kabinet kerja dimana pembangunan insfrastruktur di daerah pedesaan menjadi salah satu prioritas utama yang harus direalisasikan, hal ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian penduduk di daerah pedesaan. Pembangunan infrastruktur dilakukan di daerah-daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan sangat berpengaruh dimana berguna untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Pembangunan insfrastruktur juga memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi.

Pembangunan insfrastuktur yang ada di Indonesia salah satunya adalah pembangunan Bendungan Titab yang ada di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali, dimana pembangunan tersebut sudah dilakukan studi sejak tahun 2000, berupa master plan bagi pembangunan Bendungan Titab yang akan berfungsi dan melayani kebutuhan akan air baku bagi masyarakat sekitar. Masyarakat nantinya akan merasakan manfaat Bendungan Titab yang berada di Desa Ularan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng, Desa Ringdikit Kecamatan Kabupaten Buleleng, Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng. Oleh sebab itu Para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam kegiatan pembangunan infrastruktur Bendungan Titab, yang terdiri dari pemerintah sebagai pemilik (owner) sekaligus pembuat kebijakan (policy maker), pengusaha/kontraktor sebagai penyedia jasa yang peduli terhadap infrastruktur bendungan, haruslah bersama-sama melaksanakan dan mengawasi kegiatan pembangunan sehingga infrastruktur bendungan yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagaimana mestinya tapi juga berwawasan lingkungan sehingga produk infrastruktur yang dihasilkan ramah terhadap lingkungan dan bermanfaat bagi kehidupan perekonomian masyarakat sekitar daerah tersebut.

Kebutuhan akan air yang dibutuhkan masyarakat di daerah tersebut belakangan ini menggunakan air bawah tanah dikarenakan terbatasnya sumber air baku permukaan. Sembilan puluh persen kebutuhan air bersih masyarakat di Kabupaten Buleleng dipenuhi dari sumber air baku air tanah. Kebutuhan akan air bersih yang semakin meningkat seiring dengan jumlah pendudk yang terus bertambah menyebabkan pengambilan air tanah sebagai sumber air baku semakin meningkat. Besarnya volume air hujan yang meresap ke dalam tanah akan

menentukan tercapai atau tidaknya keseimbangan kondisi air tanah. Keseimbangan atau kelestarian air tanah akan tercapai apabila pemanfaatan air tanah tersebut dipergunakan sebagai mestinya, namun apabila air tanah dipakai secara tidak semestinya akan menimbulkan masalah yang akan terjadi dan akan menimbulkan efek yang besar bagi masyarakat sekitar.

Dari latar belakang tersebut maka perlu dilakukan kajian dan analisis berupa dampak pemanfaatan air baku sebelum dibangunnya Bendungan Titab yang dipergunakan secara berlebihan, serta untuk mengetahui jika tidak adanya pembangunan insfrastruktur pembangunan bendungan titab tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Bendungan dalam arti luas penahan air sungai, dibuat dari batu, tanah atau batang-batang kayu permanen dibuat dari batu bata atau beton. Biasa digunakan untuk pengairan tanah pertanian. Bendungan-bendungan modern dibuat dari beton guna menampung air untuk keperluan pengairan, pengendalian banjir, pembangkit tenaga listrik seperti bendungan jati luhur (Jawa Barat) dan Asahan (Sumatera Utara). Khusus untuk pembangkitan tenaga listrik ialah bendungan Ubruk (Jawa Barat), bendungan sungai tuntang (Jawa Tengah) dan bendungan Kali Konto (Jawa Timur). (Franklin Book Program Inc, 2007 ).

Guna memenuhi kebutuhan air bersih di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali, air permukaan tanah berperan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat sekitar yang sebagian besar digunakan bagi keperluan irigasi persawahan, hal ini menjadi perhatian yang sangat besar bagi Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam menangani permasalahan yang akan dihadapi jika pemakaian air tanah tersebut tidak terkendali sebagai mana mestinya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2013 Kabupaten Buleleng memproduksi padi sebesar 135.905 Ton (Sumber buleleng.bps.go.id). Hal inilah yang menjadi bukti bahwa masyarakat sekitar merupakan bermata pencaharian sebagai petani, sehingga pengadaan air baku sangat diperlukan bagi masyarakat sekitar khususnya petani.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah observasi secara langsung dilapangan terhadap proses Pemanfaatan Air baku dan Pembangunan infrastruktur Bendungan Titab di Kabupaten Buleleng Bali. pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015. Hasil observasi akan dianalisis secara kualitatif deskriptif menjadi gambaran yang terjadi di lapangan, analisis deskriptif juga dilakukan dengan menggunakan tinjauan pustaka. Observasi lapangan meliputi data hidrologi, waduk, bendungan utama, bendungan pengelak (coffer dam), saluran pengelak, data bangunan pelimpah, bangunan pengambilan serta data oulet air baku/ irigasi.

Page 42: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 38

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Secara umum berdasarkan hasil observasi lapangan dapat diperoleh data teknis rencana Pembangunan Bendungan Titab di Kabupaten Buleleng berdasarkan hasil pelaksanaan detail desain meliputi:

A. Hidrologi

1. Luas DPS : 69,54 Km

2. Panjang Sungai : 25 Km

3. Debit Rata-Rata : 3,058 m3/det.

4. Jumlah Hujan/ Tahun : 1770 mm

5. Suhu Udara : 25,30o C

6. Kelembaban Udara : 75,02 %

7. Kecepatan Angin : 0,23 m/detik

B. Waduk

1. Luas genangan : 68,83 Ha

2. Volume tampungan Total : 12,80 Juta M3

3. Volume Tampungan Efektif : 10,08 Juta M3

4. Volume Tampungan Mati : 2,19 juta M3

C. Bendungan Utama

1. Tipe Bendungan : urugan batu

randam inti tegak

2. Debit Banjir Rencana :

(Q1000th) : 676,31 m3/det

(QPMF) : 1.174,30 m3/det

3. Debit rata-rata tahunan : 3.058 m3/det

4. Elevasi Puncak : EL. 162,40

5. Lebar puncak : 12.00

6. Kemiringan hulu : 1 : 2,25

7. Kemiringan Hilir : 1 : 2, 00

8. Panjang Timbunan : 210,00 m

9. Tinggi Bendungan : 60,00 m

D. Bendungan Pengelak (Coffer Dam)

1. Tipe Bendungan : urugan batu

random inti

miring

2. Debit banjir Rencana

(Q 50 th) : 459,22 m3/dt

3. Elevasi puncak : EL 122,00

4. Lebar Puncak : 8,00

Gambar 1. Lokasi Pembangunan Bendungan Titab

Page 43: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 39

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

5. Kemiringan Hulu : 1 : 2,25

6. Tinggi Coffer Dam : 18,50 m

E. Saluran Pengelak

1. Tipe : Konduit

2. Dimensi : 3,20 m lebar x

5,50 m tinggi

3,00 m lebar x

5,50 m tinggi

3. Debit Rencana

Q50th inflow : 459,22 m3/dt

Q50 Outflow : 385,09 m3/dt

4. Elevansi Inlet Konduit : El. 103,00 m

5. Elevasi Outlet Konduit : El. 96,00 m

6. Panjang Konduit : 391,08 m

a. Bangunan Pelimpah

1) Tipe

2) Elevasi Ambang3) Lebar Ambang4) Elevasi Sal.

Pengarah5) Lebar Sal Transisi6) Panjang Saluran

Transisi7) Lebar Sal Peluncur8) Panjang Saluran

Peluncur9) Lebar Peredam

Energi10) Panjang Peredam

Energi11) Elv. Dasar Peredam

Energi

: Pelimpah samping tanpa pintu

: El. 156,00 m: 30.00 m

: EL. 152,00 m: 20,00 m

: 110,00 m: 20,00 m

: 117,00 m

: 20,00 m

: 34,00 m

: EL. 90,50 m

b. Bangunan Pengambilan (Intake)

Tipe : Tower Tenggelam

(Submergible Tower)

Dimensi : 3,00 x 3, 00 m

Trashrack : Lebar 3.00 m tinggi 1,50 m

pada 4 sisi

c. Shaft intake irigasi

Bentuk : bujur sangkar

Dimensi dalam : 1,20 m x 1.20 m

Tinggi : 23,18 m

Bangunan Pengeluaran :

d. Outlet Air Baku / Irigasi

Tipe : Hollow Jet Valve dengan

guard gate

Diameter : 0,80 m

Elevasi : 97,75 (center line)

Debit rencana : 3,50 m3/dt

Gambar 2. Daerah Aliran Tukad Bendungan Titab

4.2. Pembahasan

A. Dampak Pemanfaatan Air Baku di Kabupaten Buleleng Bali

Pemenuhan air bersih sekarang ini sangat terbatas, hal ini dikarenakan minimnya potensi ketersediaan air permukaan bawah tanah. Salah satu solusi pemanfaatan air permukaan tanah merupakan salah satu harapan yang akan tercapai apabila masyarakat sadar akan akibat yang akan dialami jika pemanfaatan air tersebut sesuai dengan yang dipakai oleh masyarakat tersebut.

Penelitian yang dilakukan di Pembangunan Bendungan Titab yang berada di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali, dimana masyarakat sekitar masih sangat membutuhkan air baku bagi kelangsungan perekonomian ataupun kehidupan sehari-hari, karena didaerah tersebut merupakan kondisi perbukitan yang belum diaturnya tentang penggunaan air baku. Sebagai contoh dilokasi pembangunan bendungan titab tersebut ada sebuah hydrant untuk menyalurkan air disekitar pembangunan.

Dengan adanya pompa hydrant ini masyarakat

Page 44: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 40

sangat terbantu untuk mendapatkan air baku untuk keberlangsungan perekonomian maupun kehidupan mereka sehari-hari, pompa hydrant ini tidak memerlukan listrik untuk menggunakannya, melainkan hanya tekanan air yang dapat berfungsi untuk menyalurkan air kerumah warga yang jaraknya kurang lebih 150 m dari pompa hydrant ini.

Pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dampak negatif. Pengambilan air tanah melalui sumur sumur akan mengakibatkan lengkung penurunan air tanah, jika laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur yang melebihi dari pengisiannya yang berasal dari hujan, maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara pemanen. Sedangkan pengambilan air tawar yang berakibat penurunan muka air tanah tawar dan kenaikan muka air laut yang mengakibatkan terjadinya intrusi air laut.

Jika potensi air tanah dimanfaatkan secara optimal dan berwawasan kelestarian sumber daya tersebut, maka diharapkan kebutuhan air bersih masyarakat Kabupaten Buleleng Propinsi Bali akan terpenuhi. Pemanfaatan air tanah tersebut sangat dibutuhkan bagi masyarakayat sekitar bagi kelangsungan perekonomian yang lebih baik. Pemanfaatan air tanah ini harus diperlukan pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

Sulitnya mendapatkan air bersih akibat terbatasnya sumber air permukaan, mendorong meningkatnya pengambilan air bawah tanah. Air tanah merupakan sumber daya yang memiliki nilai komoditi. Air tanah dapat diperjualbelikan sehingga memberikan keuntungan. Keadaan ini telah mendorong masyarakat membuat sumur guna mengambil air tanah dan diperjual belikan. Keinginan untuk memperbaiki ekonominya merupakan salah satu masyarakat mengambil air tanah, yang selanjutnya menyebabkan masyarakat lebih mengutamakan untuk mendapatkan pendapatan daripada memperhatikan kelestarian sumber daya tersebut, apalagi di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali ini merupakan dataran tinggi berbukit yang sangat susah mencari mata air dimusim kemarau yang panjang.

B. Pembangunn Infrastruktur Bendungan Titab

Pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali oleh masyarakat di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali akan berakibat sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar disegala bidang, hal ini tentunya akan mengakibatkan kekurangan air baku yang susah didapatkan oleh masyarakat sekitar.

Untuk menjaga ketersediaan debit air bawah tanah perlu diadakan upaya dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya air bawah tanah,

pemerintah dalam hal ini Pemerintah maupun pemerintah daerah harus mengeluarkan norma yang mengatur tentang pemenfaatan air tanah, sehingga pemanfaatan air tanah tidak terkendali dapat diatur oleh norma yang ada tersebut.

Sungai/ Tukad Saba adalah salah satu potensi Sum-ber Daya Air di bali bagian Utara, yang dapat dikem-bangkan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan air akibat peningkatan perkembangan pen-duduk dengan segala kegiatannya.

Sungai/ tukad saba yang hulunya terletak di Kabupaten Tabanan dan bermuara pada kawasan kegiatan ekonomi di Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng, selalu mengalami banjir pada saat musim penghujan dan kekeringan pada saat musim kemarau.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun waduk yang juga ber-manfaat untuk pengembangan kawasan, konservasi sumber daya air, pengembangan pariwisata, perta-nian, perikanan dan penyediaan listrik.

Beberapa studi/ kajian yang telah dilakukan berkaitan dengan pembangunan Waduk Titab adalah sebagai berikut :

A. Pola induk/ master plan pengembangan sumber air (2000);

B. Studi kelayakan waduk titab di kabupaten buleleng (2003);

C. Detail desain waduk titab dikabupaten buleleng (2004);

D. Analisis Dampak Lingkungan waduk titab di kabupaten buleleng (2006);

E. Model test waduk titab di kabupaten buleleng (2007);

F. Studi penyelidikan geologi tambahan dan penyempurnaan desain bendungan titab dalam proses sertifikasi desain (2009);

G. Studi LARAP Rencana Pembangunan Bendungan Titab di kabupaten Buleleng (2009).

H. Sertifikasi Desain Bendungan Tiiab.

Pembangunan bendungan titab ini sangat berguna bagi masyarakat sekitar, apabila pembangunan bendungan titab ini tidak dikerjakan pembangunannya maka di masa yang akan datang penggunaan air tanah tidak dapat dirasakan lagi oleh masyarakat sekitar karena sulit menemukan air bersih yang bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar. Perekonomian masyarakat sekitar akan berakibat tidak stabil dikarenakan susahnya pemenuhan akan air bersih yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

Page 45: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 41

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian atau pemaparan dan kajian yang telah dilakukan dalam karya ilmiah ini, maka sampailaj penelitian bahwa Pemanfaatan air baku di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali harus diatur didalam peraturan perundang undangan, sehingga tidak adanya pemakaian secara berlebihan yang berakibat bagi perekonomian masyarakat sekitar. Pembangunan infrastruktur bendungan titab memang sudah benar yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat sekitar bendungan titab tersebut.

5.2. Saran

Harus adanya regulasi dari Pemerintah maupun pemerintah daerah yang secara tegas mengatur pemanfaatan air baku di sekitar bendungan titab, yang nantinya bendungan ini akan diresmikan pada akhir tahun 2015. Pengawasan pemanfaatan air baku bendungan titab terus dilakukan oleh semua pelaku (stake holder) sehingga dapat saling mengawasi penggunaan air baku tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Franklin Book Program Inc, (2007). Ensiklopedi Umum. Yogyakarta : Kanisius

Soekanto, S dan Mamuji, S (2012). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Press

Sugiharto, (2007). Peran Strategis BUMN Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Hari Ini dan masa Depan. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo & BUMN Executive Club,

www.bulelengkb.bps.go.id

Page 46: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 42

KAJIAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PEDESAAN (SPAMDES)KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROVINSI DI YOGYAKARTA

Ayu Erlinna

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatJalan Pattimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Email: [email protected]

Abstract

PDAM Tirta Handayani as enterprises in Gunung Kidul who serve public in drinking water may be said that have not been work optimally. Based on data from the MDG Roadmap DIY in 2012, PDAM Tirta Handayani has an installed capacity of 474 l / sec, home connection 36 .545 units as well as coverage of new services capable of reaching 26.75%. Most of the people in Gunung Kidul use river water, springs, and wells drilled as the source of their drinking water. Satker Pengelolaan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) DI.Yogyakarta in cooperation with the Regional Government of the province of DI. Yogyakarta seeks to facilitate the public in Gunung Kidul district in facilitating drinking water through the Rural Water Development System (SPAMDES). However, there are still some obstacles in SPAMDES programs that need to be assessed so as to make the program sustainable until next year.

Keywords: SPAMDES, drinking water, Gunung Kidul

Abstrak

PDAM Tirta Handayani sebagai BUMD di Kabupaten Gunung Kidul yang melayani masyarakat dalam bidang air minum dapat dikatakan belum mampu bekerja secara optimal. Berdasarkan data dari Roadmap MDGs DIY pada tahun 2012, PDAM Tirta Handayani memiliki kapasitas terpasang sebesar 474 l/dtk, sambungan rumah sebanyak 36.545 serta cakupan pelayanan baru mampu mencapai angka 26,75%. Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Gunung menggunakan menggunakan air sungai, mata air, serta sumur bor sebagai sumber air minum mereka. Satker Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) bidang Air Minum provinsi DI. Yogyakarta bekerjasama dengan Pemerintah Daerah provinsi DI. Yogyakarta berusaha untuk memfasilitasi masyarakat di kabupaten Gunung Kidul dalam mempermudah mendapatkan air minum melalui program Sistem Pengembangan Air Minum Perdesaan (SPAMDES). Namun demikian masih terdapat beberapa kendala dalam program SPAMDES yang perlu dikaji sehingga mampu menjadikan program tersebut berkelanjutan hingga tahun berikutnya.

Kata Kunci: SPAMDES, air minum, Gunung Kidul

Page 47: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 43

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

1. PENDAHULUAN

Cakupan pelayanan air minum di wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini sudah cukup tinggi, namun untuk meningkatkan dan mempertahankan pelayanan yang telah ada perlu disiapkan suatu rencana strategis kegiatan yang seiring dengan arah kebijakan pembangunan nasional, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sumber: Roadmap MDGs DIY: PAMMASKARTA DIY

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa cakupan pelayanan PDAM Tirta Handayani untuk kabupaten Gunung Kidul baru mampu mencapai 26,75%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebanyak 74,25% warga harus mampu memenuhi kebutuhan air minum mereka secara mandiri. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui Satuan Kerja Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) DI. Yogyakarta bekerjasama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten untuk memfasilitasi warga dalam memenuhi kebutuhan air minum mereka.

Salah satu program yang dilaksanakan adalah Sistem Pengembangan Air Minum Perdesaan (SPAMDES). Dalam program SPAMDES, masyarakat penerima bantuan dari pemerintah memiliki wewenang dan tanggungjawab untuk mengelola sistem yang telah dibangun. Untuk itulah tersedianya kelompok kerja menjadi syarat utama dalam pengajuan proposal untuk bantuan SPAMDES.

Namun demikian meskipun telah terbentuk kelompok kerja, program SPAMDES belum dapat berjalan secara efektif di beberpa dusun di Kabupaten Gunung Kidul. Kendala bukan hanya disebabkan karena faktor teknis tetapi juga faktor non teknis, diantaranya sumber daya manusia yang belum mumpuni untuk mengelola SAMDES yang telah terbangun.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah mengidentifikasi kendala yang ada pada SPAM Perdesaan di kabupaten Gunung Kidul, serta memberikan rekomendasi solusi terhadap permasalahan yang ada pada SPAM Perdesaan di Kabupaten Gunung Kidul.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kabupaten Gunung Kidul

Gunung Kidul merupakan sebuah kabupaten di provinsi DI. Yogyakarta dengan ibukota Wonosari. Secara administratif Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari 18 kecamatan dengan luas wilayah 1.485,36 Km2 (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Kecamatan di Kab. Gunung Kidul Tahun 2013

No Kecamatan Luas (Km2) Desa Pedukuhan

1 Panggang 99,8 6 442 Purwosari 71,76 5 323 Paliyan 58,07 7 504 Saptosari 87,83 7 605 Tepus 104,91 5 836 Tanjungsari 71,63 5 727 Rongkop 83,46 8 1008 Girisubo 94,57 8 829 Semanu 108,39 5 10610 Ponjong 104,49 11 11911 Karangmojo 80,12 9 10412 Wonosari 75,51 14 10313 Playen 105,26 13 10114 Patuk 72,04 11 7215 Gedangsari 68,14 7 6716 Nglipar 73,87 7 5317 Ngawen 46,59 6 6718 Semin 78,92 10 116

LuasKeseluruhan 1.485,36

Sumber: Gunung Kidul Dalam Angka 2013

Untuk mencapai pelayanan air minum yang optimal untuk masyarakat proivinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diperlukan ketersediaan sumber air baku untuk air minum yang handal dan didukung dengan ketersediaan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang mampu menyediakan air minum yang memenuhi kebutuhan baik kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas. Berikut adalah data terkait insfrastruktur SPAM yang telah ada di Provinsi DIY pada tahun 2012 (Tabel 1).

Tabel 1. Pelayan SPAM Provinsi DIY (Sistem Perpipaan) Tahun 2012

No Kota/ Kab

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kapasitas Terpasang

(l/dt)

Sambungan Rumah

(unit)

Cakupan Pelayanan

(%)

PDAM SPAMDES PDAM SPAMDES PDAM SPAMDES

1 Yogyakarta 392.967 550 - 33.65 - 42,96 -

2 Sleman 1.105.317 271 215 21.387 22.872 9,67 10,34

3 Bantul 921.682 258 134 15.903 10.550 8,62 5,72

4 Gunungkidul 682.924 474 184 36.545 12.229 26,75 8,95

5 Kulon Progo 393.211 205 66 12.502 3.738 15,89 4,76

Total 3.496.100 1.758 599 120.012 49.399 17,16 7,95

Page 48: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 44

Terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana air bersih, Kabupaten Gunung Kidul memiliki hambatan utama berupa kondisi topografi wilayahnya yang berbukit-bukit sehingga menyulitkan pembangunan jaringan perpipaan oleh PDAM Tirta Handayani. Dikarenakan hal tersebut sebagian besar masyarakat memanfaatkan sumber air bawah tanah untuk digunakan sebagai air minum mereka.

2.2. Sistem Penyediaan Air Minum

Di dalam PP No 16 tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum dikatakan bahwa Sistem Penyediaan Air Minum merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.

SPAM sendiri dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit

pelayanan, dan unit pengelolaan serta bukan jaringan perpipaan yang meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.

Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat pengguna/ pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Sementara itu, pengembangan SPAM memiliki pengertian sebagai kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, dan hukum)dalam kesatuan yang utuh untuk melkasanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik

Penyusunan kebijakan pelaksanaan pengelolaan air minum mempunyai tiga pendekatan pengelolaan yaitu pengelolaan berbasis lembaga (Tipe A), kombinasi dari pengelolaan berbasis lembaga dan pengelolaan berbasis masyarakat (Tipe B), serta pengelolaan berbasis masyarakat (Tipe C).

Tipe A: Pengelolaan Berbasis Lembaga

Pengambil keputusan tertinggi dalam sistem manajemen ini adalah lembaga. Perumusan rencana, rancangan, operasi, dan pemeliharaan dikendalikan oleh suatu lembaga. Contoh lembaga Tipe A antara lain: Perusahaan Daerah Air Minum, Perusahaan Daerah Kebersihan, dan Perusahaan Daerah Air Limbah.

Tipe B: Pengelolaan Bersama Lembaga dan Masyarakat

Pendekatan Tipe B ini merupakan kerjasama antara suatu lembaga dengan masyarakat. Kerjasama didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak

dengan tetap mempertimbangkan aspek komersial, namun segala urusan didalamnya sepenuhnya terserah kepada anggota masyarakat yang bersangkutan.

Tipe C: Kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan atas seluruh aspek yang menyangkut air minum berada di tangan anggota masyarakat. Mulai dari tahapa awal identifikasi kebutuhan pelayanan air minum, perencanaan teknis, pelaksanaan pembangunan, hingga pengelolaan operasioanl.

2.3. Satker PAMS DI. Yogyakarta

Berdasarkan SK Nomor 052/KPTS/PAMS-DIY/2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja pada Satuan Kerja Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) DI. Yogyakarta (Gambar 1) disebutkan bahwa Satker PAMS DIY memiliki tugas pokok untuk mendukung Pemerintah Daerah, Kabupaten/ Kota dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral DI. Yogyakarta dalam penyelenggaraan pelaksanaan pembinaan bidang penyediaan air minum dan sanitasi di daerah dalam pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi yang memadai, mudah, murah serta terjangkau oleh MBR dan mendorong perwujudan kondisi lingkungan yang sehat, tertib, tertata dan terencana.

Gambar 1. Struktur Organisasi Satker PAMS DI. Yogyakarta

Sumber: POK TA. 2014, Ditjen Cipta Karya, DI. Yogyakarta

3. METODE PENELITIAN

Tulisan ini merupakan pengamatan langsung dilapangan, dimana peneliti mengamati objek secara langsung dan berperan serta selama 2.5 bulan yaitu pada tanggal 5 Agustus - 30 Oktober 2015. Penelitian juga dilakukan berdasarkan tinjauan pustaka yang memusatkan isu-isu penting terkait peran masyarakat dalam Sistem Penyediaan Air Minum Perdesaan (SPAMDES) di Kabupaten Gunung Kidul provinsi DI. Yogyakarta.

Page 49: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 45

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Dalam penelitian ini penulis berusaha menggam-barkan fenomena sosial dari implementasi SPAM-DES di Kabupaten Gunung Kidul provinsi DI. Yogya-karta. Selanjutnya memberikan rekomendasi solusi terhadap kendala yang terdapat pada program SPAMDES.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun anggaran 2015-2019 Satker PAMS DI.Yogyakarta melaksanakan program baru untuk meningkatkan kualitas pelayanan penyediaan air minum kepada masyarakat di provinsi DI. Yogyakarta. Berikut adalah tabel program baru yang dilaksanakan oleh Satker PAMS DI. Yogyakarta (Tabel 3).

Tabel 3. Program Bidang Air Minum Satker PAMS DI. Yogyakarta TA. 2015-2019

No Program Bidang Air Minum Satker PAMS DIY TA. 2015-2019

1 SPAM PDAM Terfasilitasi

2 SPAM Non PDAM Terfasilitasi

3 SPAM Perkotaan

4 SPAM Kawasan Khusus

5 SPAM Berbasis Masyarakat

6 SPAM Regional

Sumber: Satker PAMS DI. Yogyakarta, 2015

SPAM Non PDAM Terfasilitasi memiliki pengertian sebagai bantuan program SPAM jaringan perpipaan kepada masyarakat (setiap dusun/desa) tanpa melalui PDAM dengan dana APBN melalui Satker PAMS DI. Yogyakarta dan biasa disebut dengan SPAMDES.

Detail kegiatan yang dilaksanakan yaitu:

A. Pembangunan unit air baku (intake, pipa transmisi, aksesoris, dan lainnya);

B. Unit produksi (IPA, broncapturing, sumur bor, dan lainnya);

C. Pengadaan pompa dan mekanikal elektrikal;

D. Pengadaan unit distribusi utama;

E. Monitoring dan evaluasi

Untuk mendapatkan bantuan SPAMDES dari Satker PAMS DI. Yogyakarta, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi calon penerima bantuan, yaitu:

A. Memiliki sumber air baku (sungai, mata air, sumur bor);

B. Memilki kelompok kerja yang akan mengelola jaringan air minum;

C. Memiliki lahan yang bersedia untuk diserahterimakan kepada Pemda sebagai lokasi

dibangunnya reservoir;

D. Memiliki daftar tunggu warga yang bersedia untuk menggunakan jaringan air minum yang sudah diberikan;

E. Belum mendapatkan jaringan air minum dari PDAM setempat.

Sedangkan mekanisme pelaksanaan SPAMDES dilakukan mulai T-1 (tahun sebelum kegiatan pembangunan dikerjakan) dan dikerjakan secara kontraktual dengan kontraktor pelaksana hingga pekerjaan selesai, yaitu pengelolaan SPAMDES.

Gambar 2. Mekanisme Pelaksan SPAMDES Satker PAMS DI. Yogyakarta

Sumber: Satker PAMS DI. Yogyakarta, 2015

4.1. Pengajuan Proposal

Pengajuan proposal bantuan SPAMDES dibuat oleh Kepala Dusun yang membutuhkan bantuan ditujukan kepada Satker PAMS DI. Yogyakarta Bidang Air Minum. Secara garis besar proposal berisikan data kondisi lokasi (dusun/desa) yang akan mendapatkan jaringan perpipaan beserta kelengkapan administrasi yang dibutuhkan.

4.2.VerifikasiLokasi

Verifikasi lokasi dilaksanakan oleh Tim Teknis Satker PAMS DI. Yogyakarta setelah mendapatkan proposal dari dusun/ desa calon penerima bantuan. Kegiatan survey yang dilaksanakan, yaitu:

Page 50: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 46

A. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah (Balai Desa/ Kecamatan) untuk mendapatkan perizinan dan informasi terkait gambaran umum lokasi yang akan di verifikasi;

B. Memetakan jalan yang akan dibangun jaringan transmisi dan distribusi menggunakan GPS untuk mengukur besar sudut, koordinat dan ketinggian lokasi;

C. Mengukur panjang jalan yang akan dipasangi jaringan SPAMDES menggunakan meteran manual atau measuring wheel;

D. Mengukur perbedaan tinggi profil jalan yang akan dipasangi pipa transmisi menggunakan theodolit.

4.3. Perhitungan RAB dan Asesoris

Perhitungan RAB beserta asesoris yang dibutuhkan dilakukan setelah selesai verifikasi lokasi. Dana yang dianggarkan untuk satu SPAM berkisar antar 500 juta – 600 juta rupiah, disesuaikan dengan kebutuhan dusun/desa calon penerima bantuan.

4.3. Pelelangan

Proses pelelangan dilaksanakan secara umum oleh POKJA tersendiri yang sudah dibentuk oleh Kepala Satker. Kontraktor pemenang lelang selanjutnya harus berkoordinasi dengan Tim Teknis Satker PAMS Di. Yogyakarta untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan waktu yang disepakati.

4.4. Pelaksanaan Konstruksi

Pelaksanaan konstruksi dilaksanakan dalam waktu satu tahun anggaran. Dikerjaan oleh kontraktor pemenang lelang dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

4.5. Pengelolaan

Pengelolaan bangunan SPAM menjadi tanggungjaw-ab kelompok kerja yang telah dibentuk oleh Kepala Dusun/ Desa dengan pengawasan dan pendampin-gan oleh Satker PAMS DI. Yogyakarta.

Namun demikian dikarenakan keterbatasan kualitas Sumber Daya Manusia yang handal dalam mengelola membuat beberapa SPAMDES yang telah terbentuk di DI. Yogyakarta mangkrak (tidak beroperasi) dan terbengkalai.

4.6. Kendala Pelaksanaan SPAMDES

Dalam pelaksanaan atau implementasi sebuah program terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penghambat/ kendala yang mengakibatkan program tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kendala yang dihadapi dapat berupa hal teknis maupun non teknis.

Pada program SPAMDES di Kabupaten Gunung Kidul, sebagian besar kendala berupa faktor non teknis, diantaranya yaitu:

A. Proses serah terima tanah hibah (lokasi dibangunnya reservoir) milik warga kepada Pemerintah Daerah;

B. Minimnya kualitas Sumber Daya Manusia yang mengelola SPAMDES. Hal ini dikarenakan sebagian besar warga yang menjadi pengurus di kelompok kerja belum memiliki ilmu terkait manajemen/ pengelolaan yang baik;

C. Sebagian besar massyarakat di Kabupaten Gunung Kidul masih menganggap air adalah sesuatu yang dapat diperoleh secara gratis, sehingga masyarakat sedikit keberatan terhadap masalah pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk operasional SPAMDES.

4.7. Rekomendasi Pelaksanaan SPAMDES

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan penulis terhadap kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan SPAMDES antara lain:

Serah terima tanah yang akan dijadikan sebagai lokasi dibangunnya reservoir dapat dimasukkan kedalam salah satu persyaratan yang harus dilengkapi warga pada saat pengajuan bantuan SPAMDES. Untuk melegalkan persyaratan tersebut Pemerintah Daerah/ Satker PAMS DI. Yogyakarta disarankan membuat formulir kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan tanah kepada Pemerintah Daerah yang ditandatangani oleh pemilik tanah beserta aparatur Pemda yang berwenang.

A. Pelatihan dan pendampingan kepada kelompok kerja untuk mengelola SPAMDES dapat menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas SDM terkait pengelolaan teknis maupun finansial yang harus dilakukan oleh kelompok kerja. Satker/ Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan Universitas ataupun Konsultan Individual untuk menjadi Fasilitator yang bertugas untuk mengajarkan dan membimbing anggota kelompok kerja terkait perawatan alat agar dapat beroperasi dengan baik serta sistem pengelolaan yang harus digunakan agar nilai investasi yang sudah ada dapat berkembang dan memberikan keuntungan bagi kelompok kerja..

B. Memberikan sosialisasi dan pengertian kepada masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul terkait pentingnya pengelolaan air bersih karena merupakan SDA yang harus dijaga agar dapat digunakan secara berkelanjutan. Sosialisasi dapat dilaksanakan melalui workshop maupun kumpul warga di Balai Desa dengan menghadirkan narasumber.

Page 51: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 47

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari kajian dapat diambil kesimpulan secara umum berkenaan dengan kendala dan rekomendasi yang dihadapi dalam pengelolaan SPAMDES, antara lain bahwa minimnya kualitas Sumber Daya Manusia yang mengelola SPAMDES dapat ditingkatkan melalui pelatihan serta pendampingan oleh Pemerintah Daerah/ Satker PAMS DI. Yogyakarta secara berkala kepada kelompok kerja.

5.2. Saran

Dalam mewujudkan keberlanjutan suatu program diperlukan kerjasama antara Pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah memiliki wewenang dan tanggungjawab untuk memberikan fasilitas sarana prasarana serta membimbing masyarakat untuk mengelola aset yang telah diserahkan kepada mereka. Sedangkan masyarakat memiliki kewajiban untuk menggunakan aset dengan baik dan benar sesuai peruntukkan serta menjaga aset agar dapat digunakan hingga periode desain peruntukkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Cipta Karya,”POK Tahun Anggaran 2014 provinsi DI. Yogyakarta”, 2015

Gunung Kidul Dalam Angka, BPS, 2013.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

POK TA. 2014, Ditjen Cipta Karya, DI.Yogyakarta

Satker PAMS 2015. Satuan Kerja Pengembangan Air Minum dan Sanitasi DI. Yogyakarta, 2015

Satmoko Yudo, ”Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat”, BPPT, 2005.

Page 52: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 48

HUBUNGAN ANTARA KEMELIMPAHAN LARVA POLYCENTROPODIDAE (TRICHOPTERA) DAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI WADUK SEMPOR,

KEBUMEN, JAWA TENGAH

Kisworo Rahayu1, Rr. Vicky Ariyanti2

Penata Pengelolaan Sumber Daya1, Teknik Pengairan Ahli Pertama2

Direktorat Jenderal Sumber Daya AirKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

The purpose of this research to know the abundance Polycentropodidae larva in Sempor Reservoir. Related to abundance Polycentropodidae larva with sediment characteristic and its factors. The sediment samples was taken by using a Petersen Dredge, 25 x 30 cm2 sampling area and the water sample on sediment’s surface was taken using Van Dorn Water Sampler in four different stations, that were station I (Pakuwuhan), station II (Pengantalan), station III (Kumambang), and station IV (Kedungwringin). To obtain Polycentropodidae larva’s sample, the sediment was filtered by using bentos mest net, size of 20, 40, and 60. The sample were identified and calculated. Analysis data by using Anava test dan DMRT test, to know the related of abundance with environment factor’s by using Correlation test. The result showed that the highest of abundance Polycentropodidae larva 53,3 ind/m2 in station IV (Kedungwringin), and the lowest 4 ind/m2 in station II (Pengantalan). Phisical dan chemistry characteristic of sediment influence the abundance Polycentropodidae larva. The environment factor’s that has a lot of influence in abundance Polycentropodidae larva are Ca, N, detritus and depth.

Keywords: sempor reservoir, polycentropodidae larva, sediment characteristic

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemelimpahan larva Polycentropodidae di Waduk Sempor, hubungan kemelimpahan larva Polycentropodidae dengan karakteristik sedimen dan faktor yang mempengaruhinya. Sampel sedimen diambil dengan menggunakan Petersen Dredge ukuran 25 x 30 cm2 dan sampel air permukaan diambil dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler, di empat stasiun yang berbeda, yaitu stasiun I (Pakuwuhan), stasiun II (Pengantalan), stasiun III (Kumambang), dan stasiun IV (Kedungwringin). Untuk mendapatkan sampel larva Polycentropodidae, sedimen disaring menggunakan saringan bentos bertingkat ukuran 20,40 dan 60 mesh kemudian sampel diidentifikasi dan dihitung. Analisis data menggunakan Anava tes dan tes DMRT serta untuk mengetahui hubungan dengan faktor lingkungan menggunakan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemelimpahan larva Polycentropodidae tertinggi 53,3 ind / m2 di stasiun IV (Kedungwringin), dan terendah 4 ind / m2 di stasiun II (Pengantalan). Karakteristik fisik dan kimia sedimen berpengaruh terhadap kelimpahan larva Polycentropodidae. Parameter lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kemelimpahan larva Polycentropodidae adalah kadar Ca, N, detritus dan jeluk/kedalama.

Kata kunci: waduk sempor, larva polycentropodidae, karakteristik sedimen

Page 53: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 49

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

I. PENDAHULUAN

Waduk merupakan suatu kolam besar tempat mengumpulkan dan menyimpan air (stored water) dengan jalan membendung sungai. Saat ini pemakaian waduk tidak sekedar untuk pengairan dan pengendali air banjir semata, tetapi untuk berbagai keperluan seperti pembangkit tenaga listrik tenaga air, penggerak mesin-mesin kebutuhan perkotaan, mengairi kanal-kanal dan perikanan (Anonim, 1980).

Waduk Sempor merupakan danau buatan yang berlokasi di Desa Sempor, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Waduk ini mempunyai daerah tangkapan air hujan yang berada pada sisi selatan Pegunungan Serayu Selatan. Pada daerah tangkapan ini mengalir Sungai Pletuk, Sungai Bleduk dan Sungai Penusupan yang ditampung untuk mengisi air waduk. Secara astronomi, daerah tangkapan Waduk Sempor terletak pada 7 30’ 00’’ sampai 7 35’ 00’’ dan antara 109 25’57’’ sampai 109 33 27’’ BT. Daerah tangkapanWaduk Sempor terdiri dari 3 buah sub daerah tangkapan, yaitu: Sub daerah tangkapan Sungai Pletuk dengan luas 23,5 km2, Sub daerah tangkapan Sungai Bleduk dengan luas 15,4 km2, dan Sub daerah tangkapan Sungai Penusupan dengan luas 4,1 km2.

Waduk Sempor yang beroperasi mulai awal tahun 1978, berada pada daerah tangkapan waduk (cathment area) seluas kurang lebih 43 km2

dengan kondisi fisik yang kompleks. Daerah ini memiliki kemiringan yang bervariasi dari 25 – 50o. Penggunaan lahan pada pada jenis tanah pod solik dan regosol sebagian besar berupa hutan dan non hutan. Luas daerah non hutan ini mencapai 42% daerah tangkapan waduk yang terdiri dari sawah, tegal dan perkampungan (Mardjohan, 1980). Kondisi ini bila terus dipertahankan akan sesuai dengan fungsi hutan, yaitu sebagai sabuk hijau (green belt), sebagai daerah tangkapan air hujan dan sebagai daya dukung perairan Waduk Sempor. Haryanto (1999), melaporkan bahwa telah terjadi penebangan kayu hutan (logging) di sekitar Waduk Sempor terutama yang berada pada daerah aliran Sungai Pengantalan sekitar 36 m2 setiap tahunnya. Penebangan merupakan masalah besar karena dapat menyebabkan erosi dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi waduk. Peningkatan sedimen dan eutrofikasi akan mempercepat pendangkalan waduk dan mempengaruhi kondisi ekologi perairan waduk. Harsono dalam Anonim (2002) menyebutkan bahwa hingga akhir September 2012, sedimentasi pendangkalan Waduk Sempor mencapai 12 juta m3. Selain itu hal yang tidak mungkin dihindari adalah masuknya aliran sungai kedalam waduk membawa angkutan sedimen yang akan diendapkan sehingga menyebabkan pendangkalan waduk. Peningkatan material-material yang masuk ke dalam suatu perairan khususnya waduk akan membuat perubahan lingkungan waduk tersebut.

Kondisi sedimen di suatu perairan dapat menggambarkan proses erosi di daerah tangkapannya, selain itu dapat pula mencerminkan produktivitas danau atau waduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kemelimpahan Larva Polycentropodidae di Waduk Sempor dan hubungan kemelimpahan Larva Polycentropodidae dengan karakteristik sedimennya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kedudukan taksonomi dan ciri umum Polycentropodidae

Klasifikasi Polycentropodidae (Caddisfly Larvae).

Phylum : Arthopoda

Kelas : Insekta

Divisio : Endopterygota

Ordo : Trichoptera

Familia : Polycentropodidae (Stehr, 1987)

Larva Polycentroterdistribusi di berbagai macam habitat akuatik mulai dari rawa-rawa, waduk dan sungai. Bentuk badannya kecil dan lembut (delicate) Larva Polycentropodidae termasuk dalam divisio Endopterygota (holometabola) maka ia bermetamorfosisi secara sempurna, yaitu dari telur yang diletakkan pada masa bergelatin, permukaan air atau tanah yang lembab. Telur kemudian akan menetas setelah 3-4 hari dan menjadi larva yang tinggal di dalam sedimen di dasar sungai atau danau.

Keunggulan keberadaan larva Polycentropodidae pada komunitas danau yang kaya nutrien diperkiakan tidak hanya sebagai anggota komunitas, tetapi juga sebagai agen dari siklus nutrien. Larva yang ada di habitat akuatik kebanyakan merupakan detritivor dan pemakan tanaman akuatik (Stehr, 1987). Larva melakukan adapatasi untuk dapat hidup di dalam sedimen perairan dan untuk menghindari dari arus bawah perairan dengan cara membangun sebuah bangunan dari butiran pasir dan detritus (caddis) (Ward, 1992).

Meskipun larva Polycentropodidae tidak dianggap memberikan manfaat ekonomi yang besar, akan tetapi mereka merupakan komponen penting organisme indikator biologi untuk mengetahui kualitas perairan (Mackay&Wiggins, 1978). Larva Polycentropodidae biasanya sebagai makanan untuk ikan dan vertebrata akuatik lainnya. Larva Polypodidae mempunyai variasi sensitifitas terhadap berbagai macam pencemaran dam kemampuan hidup pada temperatur yang tinggi serta kadar okseigen yang rendah (Rosenberg&Resh, 1993).

2.2. Kemelimpahan

Kemelimpahan suatu organisame merupakan ba-

Page 54: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 50

nyaknya individu dari suatu populasi yang dite-mukan pada seluruh area tertentu. Kemelimpahan menggambarkan besarnya populasi pada suatu area. Kemelimpahan suatu populasi diperngaruhi oleh kompetitor atau pemangsa, kondisi fisik ling-kungan dan tingkat sumber daya (Odum, 1971).

2.3. Sedimen dan sedimentasi

Sedimen merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam ekosistem perairan. Hal ini disebabkan sedimen berfungsi sebagai habitat organisme. Sedimen adalah material-material yang terangkut dalam bentuk suspense atau mineral yang diendapkan (bed load) oleh air atau angin (Linsely, 1949). Sumber sedimen berasal dari suatu bahan yang didalamnya tidak hanya terdapat aktivitas mekanis saja akan tetapi juga terdapat aktivitas biologi berupa aktivitas biomassa vegetasi atau biomassa hewani (Goenadi, 2003). Salah satu akhir dari perjalanan materi yang terbawa oleh air adalah waduk sebagai tempat penampungan air.Di waduk ini, materi dapat mengalami pengendapan karena berbagai faktor yang mempengaruhi. Gaya gravitasi, berat materi, berkurangnya kecepatan dan turbulensi air sungai merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pengendapan tersebut. Oleh karena pengendapan materi tersebut berlangsung di waduk, maka proses itu biasa dikenalsebagai sedimentasi waduk atau “reservoir sedimentation” (Gupta, 1979).

Materi-materi yang diendapkan dapat berupa muatan dasar (bed load) dan muatan suspensi (suspensi load). Yang dimaksud muatan dasar adalah partikel-partikel sedimen yang bergerak dengan cara meluncur pada lapisan dasar sungai, sedangkan muatan suspense adalah partikel-partikel yang bergerak diatas muatan dasar dan bercampur dengan aliran (Hsien Wen Sien, 1971). Disamping muatan di atas terdapat muatan terlarut, yang merupakan komposisi kimia dari air, yang dihasilkan dari berbagai gas serta dapat pula dihasilkan dari bahan yang dilarutkan selama perjalanannya melalui batuan atau larutan yang berasal dari reaksi kimia serta hasil-hasil yang disebabkan oleh aktivitas manusia (John, 1971). Hal tersebut dapat menyebabkan sedimen menjadi tempat akumulasi nutrient dan bahan-bahan yang bersifat toksis dan menjadi penyebab dasar kerusakan lingkungan dalam ekosistem perairan tawar.

3. METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel sedimen menggunakan alat Petersen Dredge, pengambilan sampel air permukaan menggunakan Van Dorn Water Sampler. Alat yang lain adalah kantong plastik untuk tempat sedimen, jerigen air untuk tempat sampel air, saringan bentos bertingkat ukuran 20, 40 dan 60 mesh untuk menyaring sampel sedimen, termometer untuk mengukur temperatur, pH meter untuk mengukur derajat keasaman, DO kit untuk

mengukur kandungan oksigen terlarut. Penelitian meliputi 3 tahap penelitian yaitu:

A. Persiapan, berupa survei lapangan, persiapan alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian

B. Pelaksanaan di lapangan

1. Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada empat lokasi yaitu Stasiun I (Pakuwuhan), Stasiun II (Pengantalan), Stasiun III (Kumambang) dan Stasiun IV (Kedungwringin), masing-masing stasiun diambil sebanyak 20 kali ulangan secara random. Pengambilan sampel menggunakan alat petersen Dredge 25 x 30 cm2.

2. Pengukuran parameter fisik-kimia, meliputi : pengukuran suhu, transparansi cahaya, DO, CO2 bebas, alkalinitas, pH, kesadahan,

C. Pengamatan laboratorium berupa pengukuran N tersedia, P tersedia, C-organik dan tekstur tanah serta identifikasi bentos.

Analisis Data dari sampel bentos yang diperoleh dengan Petersen dredge 25 x 30 cm2 diekspresikan dalam satuan luas area meter persegi. Kemelimpahan bentos dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

N =O

x 10.000A.S

dengan :

N = Kemelimpahan

A = Luas mulut dredge

S = Jumlah pengambilan dengan dredge

O = Jumlah individu yang terhitung (WELCH, 1952)

Analisis korelasi untuk menguji hubungan perubahan antara variabel. Hasil penelitian yang dianalisis korelasinya meliputi korelasi antara larva Polycentropodidae dengan parameter lingkungan sedimen, tipe sedimen dan detritus.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan adanya kemelimpahan larva Polycentropodidae yang cenderung berbeda di empat stasiun pengamatan yaitu Stasiun I (Pakuwuhan), Stasiun II (Pengantalan), Stasiun III (Kumambang) dan Stasiun IV (Kedungwringin).

Hasil kemelimpahan di daerah penelitian dijabarkan pada Tabel 1 berikut ini.

Page 55: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 51

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Tabel 1. Kemelimpahan Larva Polycentropodidae di Waduk Sempor

StasiunKemelimpahan (ind/m2)

Agustus November Februari

I 3.3 0 4

II 0 4 0

III 20 8 7.3

IV 33.3 6 14

Perbedaan kemelimpahan larva Polycentropodidae di empat stasiun selama bulan Agustus, November dan Februari diduga disebabkan kondisi habitat baik secara fisik maupun kimia antar stasiun satu dengan lainnya berbeda. Perbedaan kondisi habitat dapat mempengaruhi kemelimpahan larva Polycentropodidae. Larva Polypocentropodidae yang melimpah di Stasiun IV (Kedungwringin) disebabkan di Stasiun IV memiliki kondisi fisik dan kimia lingkungan yang cocok atau sesuai dengan kehidupan larva antara lain jeluk yang dangkal, kandungan oksigen yang mencukupi dan detritus yang melimpah. Kondisi lingkungan juga berkaitan dengan keadaan cuaca saat penelitian. Peningkatan curah hujan ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan air yang akan mengakibatkan pertambahan volume waduk dan memperluas daerah genangan. Adanya penggenangan daerah di sekitar waduk yang sebagian besar merupakan pohon pinus, pohon jati dan semak akan segera mengalami pembusukan

Tabel 2. Karakteristik Sedimen Waduk Sempor

Lokasi Strata (m) Tekstur Sedimen C-Organ-

ik (%)Rasio C:N

Bahan

Organik (%)

Lempung (%)

Pasir (%)

Debu (%)

Stasiun I 1,225 120,46 1,68 69,72 4,2 26,090 – 5 lempung5 – 10 lempung 10 – 15 geluh lempung db 15 – 20 lempung 20 – 25 lempung Stasiun II 1,09 76,52 1,81 53,71 7,3 38,950 – 5 lempung db 5 – 10 lempung 10 – 15 geluh lempung db 15 – 20 lempung 20 – 25 lempung Stasiun III 0,82 48,27 2,03 28,85 9,31 61,830-5 pasir 5 – 10 lempung 10 – 15 geluh lempung db 15 – 20 lempung 20 – 25 lempung Stasiun IV 0,81 78,35 1,58 30,98 18,98 50,040 – 5 lempung db 5 – 10 lempung 10 – 15 geluh lempung db

menjadi sampah organik. Penggenangan ini diduga dapat mengakibatkan pertambahan jumlah mineral di perairan yang disuplai dari mineral daratan yang sekarang tergenang, akibat penggenangan tersebut akan mempersubur perairan. Meningkatnya mineral dan material tersuspensi di perairan dapat berasal dari erosi lahan sekitarnya oleh air hujan dan masuk ke perairan danau atau waduk. Dalam perairan yang subur akan menjadikan kemantapan populasi organisme yang ada di dalamnya termasuk larva Polycentropodidae.

A. Parameter lingkungan perairan Waduk Sempor

Parameter lingkungan perairan berupa pengukuran faktor fisik, kimia perairan yaitu pengukuran suhu, transparansi, pH, alkalinitas, oksigen terlarut, karbondioksida terlarut, kesadahan, berat kering detritus, kadar C-organik, N tersedia, P tersedia dan tekstur sedimen

B. Karakteristik sedimen Waduk Sempor

Karakteristik fisik sedimen Waduk Sempor umumnya disusun oleh fraksi lempung (0 < 63 um), kecuali pada tepian dengan kedalaman 0-5 m di Stasiun III disusun terutama oleh pasir (Tabel 2). Karakteristik kimia sedimen dicirikan dengan rendahnya bahan organik, umumnya di bawah 10 % ( > 100 mg.g-1 sedimen), proporsi karbon organik < 4 % dan rasio C:N relatif tinggi.

Page 56: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 52

Fraksi lempung dan debu, dominan pada sedimen Waduk Sempor, bahkan berdasarkan kajian lebih lanjut ternyata pada lokasi yang dalam terutama Stasiun I (Pakuwuhan), lempung yang merupakan fraksi halus menunjukkan proporsi yang cukup tinggi yaitu 69,72 %. Keadaan alami dan ukuran daerah tangkapan danau atau waduk merupakan penentu masukan material yang mengendap. Daerah sekitar Waduk Sempor sebagian besar merupakan hutan, yaitu 57,67% dari seluruh luas cathment area Waduk Sempor memberikan kontribusi berupa seresah dengan komponen erosi yang rendah dan menunjang tingginya proporsi lempung tersebut.

C. Hubungan larva Polycentropodidae dengan karakteristik sedimen Waduk Sempor

Larva Polycentropodidae merupakan salah satu serangga akuatik dari ordo Trichoptera yang pada tahapan larvanya berada pada sedimen perairan. Oleh karena itu karakteristik sedimen merupakan faktor yang menentukan distribusi dan kemelimpahan serangga akuatik khususnya larva Polycentropodidae. Dari hasil analsisi terhadap sampel sedimen di perairan Waduk Sempor diketahui ada 3 tekstur sedimen di keempat stasiun yaitu lempung, lempung debuan dan geluh lempung debuan serta terdapat perbedaan komposisi sedimen antara lempung, pasir dan debu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedimen di keempat stasiun memiliki kandungan pasir relatif lebih rendah dibanding lempung dan dijumpai kemelimpahan larva Polycentropodidae relatif berbeda pula. Adanya perbedaan komposisi sedimen di perairan Waduk Sempor diduga berpengaruh terhadap kemelimpahan larva Polycentropodidae.

Hasil analisis korelasi antara tekstur sedimen dengan kemelimpahan larva Polycentropodidae menunjukkan bahwa kandungan pasir dalam sedimen berpengaruh negatif terhadap kemelimpahan larva. Substrat pasir dan kerikil paling sedikit kandungan makanannya. Sedangkan kandungan lempung dalam sedimen menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap kemelimpahan larva Polycentropodidae. Semakin tinggi kandungan lempung semakin tinggi pula kemelimpahan larva Polycentropodidae.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kemelimpahan larva Polycentropodidae tertinggi yaitu 53,3 ind/m2 di Stasiun IV (Kedungwringin) dan kemelimpahan terendah yaitu 4 ind/m2 di Stasiun II (Pengantalan). Karakteristik fisik dan kimiawi sedimen waduk berpengaruh terhadap kemelimpahan larva Polycentropodidae. Parameter lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kemelimpahan larva Polycentropodidae adalah kadar Ca, N, detritus dan jeluk.

5.2. Saran

Kualitas air di Waduk Sempor perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Hal ini mengacu pada melimpahnya larva Polycentropodidae terutama di daerah Stasiun IV (Kedungwringin).

DAFTAR PUSTAKA

Goenadi, S. (2003). Sedimen Transport, dalam makalah Seminar Nasional Optimalisasi Fungsi Danau Sebagai Mikrokosmos.

Gupta, B.L. (1979). Water Resources Engineering and Hydrology. New Delhi: New Chand Jain.

Haryono, E. (1999). Distribusi dan Kemelimpahan Larva Chironomus sp (Diptera Chironomidae) di Waduk Sempor. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.

Linsely, R.K., Kohler, M.A & Paulhus, IKH. (1949). Applied Hydrology. New York : McGraw-Hill..

Mackay, R.J & Wiggins, G.B. (1978). Ecological Diversity in the Trichoptera. Annual Review of Entimology. Diunduh dari http://www. Tolweb.org/ tree?group=Trichoptera&contgroup=Endopterygota tanggal 2 Maret 2013.

Mardjohan. (1980). Studi Volume Penimbunan Sedimen di Waduk Sempor Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Geografi. UGM. Yogyakarta.

Rosenberg, D.M. & Resh V.H. (editors). (1993). Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. New York: Chapman and Hall.

Stehr, F.W. (1987). Immature Insect. Volume 2. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company..

Ward, J.V.(1992). Aquatic Insect Ecology. Biology and Habitat. New York: John Willey and Sons Inc.

Page 57: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 53

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

APLIKASI PENGEBORAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL DRILLING) SEBAGAI METODE PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN DALAM

PERENCANAAN KONSTRUKSI Studi Kasus: Underpass Katamso Medan

Efran Kemala Hamonangan

Analis Jalan JembatanDirektorat Jembatan,

Direktorat Jenderal Bina Marga,Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Email: [email protected]

Abstract

Geotechnical drilling is one of type in soil investigation to find soil parameters for construction. There are many service providers or contractors in Indonesia conducting geotechnical drilling, but some are still not following the rules and standard guidelines. Geotechnical drilling in Medan Katamso Underpass Project followed the rules and guidelines. In general, soil condition at that location was quite good, so it did not require special handling construction work on it. Some errors occurred in the field in geotechnical drilling were the wash boring before SPT test, ununiformity of drilling rods, UDS sample taken by driving the tube, Split-barrel sampler, UDS tubes, inproper hammer SPT, soilidentification,the number of hammer blows per minute, uncertified machine and operator, and inproper transport process and sample storage.

Keywords: soil investigation, geotechnical drillings, SPT, UDS tubes

Abstrak

Pengeboran geoteknik merupakan salah satucara dalam penyelidikan tanah untuk mencari parameter– parameter tanah untuk konstruksi. Banyak penyedia jasa ataupun kontraktor di Indonesia yang melakukan pengeboran geoteknik, namun beberapa masih ada yang belum mengikuti aturan dan pedoman standar yang berlaku.Pengeboran geoteknik pada Proyek Underpass Katamso Medan sudah mengikuti aturan dan pedoman yang berlaku. Kondisi tanah secara umum pada lokasi tersebut cukup baik sehingga tidak diperlukan penanganan khusus pekerjaan kontruksi diatasnya. Beberapa kesalahan yang pernah terjadi dilapangan dalam pengeboran geoteknik ialah melakukan wash boring sebelum pengujian SPT, panjang stang bor yang tidak seragam, pengambilan sampel UDS yang salah, Split-barrel sampler , Tabung UDS, dan hammer SPT tidak sesuai spesifikasi, identifikasi jenis tanah yang kurang tepat, jumlah pukulan hammer per menit yang tidak sesuai spesifikasi, alat dan operator yang tidak bersertifikasi, serta proses transportasi dan penyimpanan sampel yang tidak sesuai spesifikasi.

Kata Kunci: penyelidikan tanah, pengeboran geoteknik, SPT, tabung UDS

Page 58: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 54

1. PENDAHULUAN

Konstruksi bawah tanah sudah menjadi hal yang biasa dalam dunia konstruksi sipil, seperti basement, terowongan dan underpass. Indonesia sebagai negara yang besar, memiliki tanah yang bervariatif dan sebagian besar merupakan tanah lempung. Oleh sebab itu, penyelidikan tanah lapangan maupun laboratorium sangat dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dimana kontruksi tersebut akan di bangun.

Penyelidikan tanah merupakan upaya untuk mendapatkan informasi bawah tanah guna perencanaan konstruksi di bawah tanah. Penyelidikan tanah harus mencapai kedalaman dimana tanah memberikan daya dukungnya atau mengkontribusi penurunan akibat struktur yang akan dibangun.

Banyak metode penyelidikan tanah yang sudah berkembang saat ini, baik penyelidikan tanah lapangan maupun laboratorium.Salah satu metode yang umum dilakukan di dunia termasuk Indonesia dalam penyelidikan tanah lapangan ialah pengeboran geoteknik.

Banyak kontraktor atau penyedia jasa penyelidikan tanah yang ada di Indonesia, namun tidak semua penyedia jasa tersebut memiliki kemampuan atau metode kerja yang sesuai dengan pedoman ataupun metode standar yang ada, termasuk dalam pengerjaan pengeboran geoteknik. Hal ini banyak dibuktikan dengan banyaknya kegagalan konstruksi akibat kesalahan dalam pengambilan data, terutama data lapangan.

Tulisan ini ditujukan untuk mengetahui aplikasi pengeboran geoteknik dalam penyelidikan tanah dalam studi kasus Underpass Katamso, Medan, serta kesalahan – kesalahan apa saja yang sering terjadi saat melakukan survey penyeldikan tanah lapangan, terutama dalam jenis pengetesan SPT, mengingat betapa pentingnya penyelidikan tanah di lapangan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum, penyelidikan tanah meliputi pengumpulan informasi lokasi seperti sejarah terdahulu atau penyelidikan tanah terdahulu, peninjauan lapangan, penyelidikan tanah dengan metode yang sudah standar, pengambilan contoh sampel tanah untuk uji laboratorium, serta pengujian sampel tanah di laboratorium

Maksud dan Tujuan dilakukannya pengeboran geoteknik ialah:

A. Mengetahui kondisi lapisan geologis tanah/ batuan

B. Mengidentifikasi jenis tanah/ batuan

C. Mengetahui engineering properties tanah/ batuan

D. Mengetahui tinggi muka air tanah.

Pengeboran geoteknik (Gambar 1) terdiri atas pengeboran tanah, pengujian SPT, identifikasi jenis tanah dan pengambilan sampel tanah.

Gambar 1. Pengeboran geoteknik (Proyek Underpass Katamso Medan)

Pengeboran geoteknik di Indonesia berdasarkanASTM (American Society for Testing and Materials)D-2113 “Rock Core Drilling an Sampling of Rock for Site investigation”, untuk uji SPT menggunakan ASTM D-1586 “Penetration Test and Split-Barrel Sampling of Soils” yang di sandur oleh SNI 4153 tentang SPT. Selain itu untuk indentifikasi jenis tanah menggunakan ASTM D-2488 “Description and Identification of Soils (Visual-Manual Procedure)”.

Dalam pengambilan sampel, maka standar yang dipakai ialah ASTM D-1587 “Thin-Walled Tube Sampling of Soils for Geotechnical Purpose” dan ASTM D-4220 “Preserving and Transporting Soil Samples” untuk standar penyimpanan dan pengiriman sampel tanah UDS (Undisturbed Sample) atau sampel tanah tak terganggu , sehingga sampel tersebut diharapkan tetap terjaga kualitasnya seperti asli saat diambil dari dalam tanah.

Untuk pengeboran geoteknik, minimal diperlukan alat–alat sebagai berikut : a. Mesin bor b. Mesin pompa air c. Stang penginti d.Stang bor e.Casing f.Split Spoon Sampler g. Hammer SPT h. Boring machine tools. Pengeboran geoteknik dilakukan sampai kedalaman yang diperlukan sesuai dengan perencanaan atau biasanya sampai ditemukan lapisan tanah keras atau batuan.

SPT (Standart Penetration Test) merupakan metode pengujian utama dalam pengeboran geoteknik (Gambar 2). Biasanya pengujian SPT dilakukan dengan interval tertentu tergantung spesifikasi teknis yang disarankan oleh konsultan perencana. SPT akan menghasilkan suatu data yang biasa disebut N-SPT yang ditampilkan dalam suatu format yang disebut Bor-Log. Bor-Log ini yang akan dipakai dasar untuk perhitungan lebih lanjut untuk menentukan parameter– parameter kekuatan

Page 59: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 55

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

tanah seperti nilai Cu (Compression Undrained), φ (Friction Angle), dan parameter - parameter lain untuk keperluan desain.

Gambar 2. Metode pengujian SPT (SNI 4153)

Pengujian SPT umumnya dilakukan dengan metode “free fall hammer”, baik dengan manual hammer atau automatic hammer, menggunakan split-barrel sampler (Gambar 3). Perhitungan nilai SPT (N-SPT)ialah jumlah pukulan palu seberat 140 lbs (63 kg) yang dijatuhkan dengan ketinggian 30” (76.2 cm) untuk penetrasi tanah 3 x 15 cm. Nilai SPT dinyatakan dengan N yang diperoleh dari jumlah tumbukan yang diperlukan untuk penetrasisplit-barrel sampler dari 2 x 15 cm terakhir.

Gambar 3. Split-barrel sampler(ASTM D-1586)

Untuk identifikasi jenis tanah atau yang sering disebut “logging” sesuai dengan ASTM D-2488, dikerjakan oleh seorang yang ahli dalam mengidentifikasi jenis – jenis tanah berdasarkan teori ataupun pengalaman di lapangan. Orang tersebut biasanya disebut “logger”.Alat dan bahan yang digunakan cukup sederhana, yaitu pisau dan air suling, namun terkadang dibutuhkan juga HCL, tabung reaksi, dan kaca pembesar untuk identifikasi yang lebih rinci. Untuk standar yang lebih baik lagi, bisa menggunakan Munsell Soil Colour Chart sebagai standar warna untuk tanah. Hasil dari identifikasi jenis tanah dimasukkan juga kedalam format bor-log.

Pada proses pengambilan sampel tanah tak terganggu (Undisturbed Sample), berdasarkan standar ASTM D-1587 menggunakan tabung sampel

dengan diameter dan panjang tabung yang diatur dalam ASTM. Tabung UDS lebih baik menggunakan diameter yang lebih besar untuk mengurangi kerusakan sampel akibat “tensile fracture” (Rogers,2006). Tabung tersebut ditekan oleh mesin bor yang dihubungkan dengan stang bor. Proses pengambilan sample UDS tidak boleh dipukul karena akan menyebabkan sampel tanah terganggu.

Tabel 1 Spesifikasi Tabung UDS (ASTM D-1587)

Pengambilan sampel harus sangat hati-hati mengingat sampel tersebut harus dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.

Rangkaian terakhir dari pengeboran geoteknik ialah penyimpanan dan pengiriman sampel ke laboratorium, seperti yang diatur dalam ASTM D-4220.Untuk sampel UDS, harus di kemas dengan baik menggunakan kotak khusus sehingga posisi tabung UDS tetap tegak berdiri.Untuk tanah hasil pengeboran, diletakkan pada core box dan ditutup serta diberi label.

Gambar 4. Core box (Proyek Underpass Katamso Medan)

Gambar 5. Kotak pengiriman sampel UDS (Inventaris PT. Promisco Sinergi Indonesia)

Page 60: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 56

3. METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah observasi langsung ke lapangan, merupakan pengalaman pribadi penulis dalam melakukan pengeboran geoteknik di selama 2 bulan yaitu pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015 di Medan Sumatra Utara. Penelitian didasarkan pula kepada hasil penelitian terdahulu tentang pengeboran geoteknik Proyek Underpass Katamso, Medan yang di survey pada bulan Mei sampai bulan Juni 2015.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapat dalam pengeboran geoteknik ialah boring logatau biasa disebut “bor-log”.Untuk Proyek Underpass Katamso, jumlah titik pengeboran geoteknik berjumlah 9 titik (Gambar 6), tersebar di sepanjang lokasi underpass tersebut. Pada pengeboran geoteknik ini interval SPT yang di kerjakan ialah per 2 meter kedalaman, sehingga dengan kedalaman 30 meter, maka didapatkan jumlah SPT per titik bor ada 15 pengujian SPT.

Gambar 6. Lokasi 9 titik pengeboran geoteknik (Proyek Underpass Katamso Medan)

Sampel UDS didapatkan pada BH-01, 02, 07, 08, dan 09.Pada setiap lubang bor tersebut diperoleh 1 sampel UDS untuk pengujian di laboratorium. Sampel UDS didapatkan pada kedalaman 0-10 meter.

Berdasarkan hasil borlog, bisa terlihat lapisan – lapisan tanah pada lokasi pembangunan underpass ini. Lapisan pertama terdiri dari tanah timbunan lempung bercampur batu krikil berwarna coklat tua dengan konsistensi loose, non-plastis, dan memiliki kadar air yang rendah. Lapisan kedua terdiri dari tanah lempung dengan sisipan pasir berwarna abu – abu muda bercampur kuning dengan konsistensi medium to stiff clay, plastisitas tinggi, dan memiliki kadar air tinggi. Lapisan ketiga terdiri dari lempung, pasir dan sisipan lanau berwarna abu – abu dengan konsistensi hard, plastisitas sedang, dan memiliki kadar air tinggi.

Tabel 2. Bor-Log BH-01 (Proyek Underpass Katamso Medan X = 465001,398 ; Y = 391059,726)

Tabel 3. Bor-Log BH-08 (Proyek Underpass Katamso Medan X = 464860,836 ; Y = 391126,203)

Page 61: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 57

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

Lapisan keempat terdiri dari pasir bercampur lanau berwarnaabu – abu muda dan abu – abu dengan konsistensi dense to very dense, non-plastis, dan memiliki kadar air tinggi.Untuk kedalaman muka air tanah bervariasi diantara 0 – 10 m dibawah permukaan tanah.

5.2. Pembahasan

Merujuk pada hasil yang diperoleh pada pengeboran geoteknik di Proyek Underpass Katamso, secara umum tanah dilokasi tersebut tergolong jenis tanah yang baik untuk pembuatan konstruksi, sehingga tidak diperlukan perlakukan khusus untuk pengerjaan konstruksinya, seperti PVD (Prefabricated Vertical Drain), pergantian tanah dasar, ataupun penanganan khusus lainnya. Terlihat pula dari nilai N-SPT pada bor-log, tanah mulai keras pada kedalaman 10 meter dari permukaan tanah. Sehingga dengan kedalaman galian underpass sedalam 8 meter, konstruksinya bisa menggunakanmetode galian terbuka ataupun metode galian top down.

Dari pengamatan penulis, pekerjaan pengeboran teknik di Proyek Underpass Katamso sudah mengikuti standar dan pedoman yang berlaku untuk pengeboran teknik.

Berdasarkan pengalaman pribadi dari penulis dalam pekerjaan pengeboran teknik sebelumnya, baik sebagai supervisi ataupun penyedia jasa pengeboran geoteknik, beberapa kali menemukan pengeboran geoteknik yang tidak sesuai standar dan pedoman yang berlaku. Kesalahan - kesalahan yang sering terjadi ialah:

A. Melakukan pencucian lubang bor (wash boring) sebelum melakukan pengujian SPT.

B. Panjang stang bor yang tidak seragam, sehingga posisi pengujian SPT tidak sesuai dengan interval yang ditentukan.

C. Tabung UDS yang karatan ataupun ujung bawahnya tumpul sehingga sampel UDS didalamnya menjadi terganggu.

D. Pengambilan sampel UDS dipukul yang seharusnya ditekan. Hal ini akan berakibat rusaknya sampel UDS dalam tabung.

E. Split-barrel sampler untuk pengujian SPT, tidak sesuai dengan ukuran standar yang diatur dalam ASTM, sehingga hasilnya tidak akurat

F. Identifikasi jenis tanah saat loggingtidak tepat sehingga penentuan parameter tanah yang digunakan untuk perhitungan kekuatan tanah menjadi tidak tepat

G. Hammerpenumbuk yang digunakan untuk pengujian SPT beratnya tidak sesuai ketentuan, sehingga energi yang diterima oleh Split-barrel samplerlebih kecil dari seharusnya.

H. Jumlah pukulan per menit dari hammer yang seharusnya 30 – 40 pukulan per menit.

I. Kondisi alat secara keseluruhan serta keahlian seorang operator (master bor) dalam rangkaian pekerjaan (Widianti, Wiguna, Adi, 2007), sehingga diperlukan kondisi alat dan operator yang memiliki sertifikasi dalam pengeboran geoteknik.

J. Proses transportasi sampel UDS ke laboratorium serta penyimpanan sampel tidak sesuai dengan ASTM, seperti tidak menggunakan kotak UDS saat pengiriman ke laboratorium, tabung sampel UDS di letakkan miring yang seharusnya berdiri, dan penyimpanan sampel tidak pada suhu ruangan.

Dalam pekerjaan pengeboran geoteknik, walaupun kontraktor penyedia jasa telah melakukan sesuai dengan standar dan pedoman yang ada, masih ada faktor–faktor lain yang bisa menyebabkan hasil nilai SPT menjadi kurang akurat, antara lain:

A. Keakuratan dalam menentukan bedrock bisa jenis tanahnya mengandung gravel (Rogers,2006) (Gambar 7).

B. Nilai SPT yang cendrung membesar bisa dibaca pada kedalaman lapisan tanah yang bagian bawahnya terdapat lapisan yang lebih keras (5*diameter Split-barrel sampler) (Rogers,2006) (Gambar 8).

C. Tidak cocok untuk penentuan parameter tanah untuk kondisi tanah lunak karena N-SPTakan terbaca 0.

Gambar 7. Pengujian SPT pada tanah mengandung gravel(Rogers,2006)

Page 62: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 58

D. Nilai kekuatan tanah tidak bisa didapatkan secara menerus seperti pengujian CPT (Cone Penetration Test), tetapi hanya pada interval yang ditentukan oleh spesifikasi teknis proyek.

Gambar 8. Pengujian SPT pada lapisan tanah yang dekat dengan lapisan yang lebih keras (Rogers,2006)

Selain itu nilai SPT harus dikoreksi lagi akibat faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian SPT yaitu tekanan overburden, rasio energi, diameter lubang bor, panjang stang bor, dan metode sampling SPT (Robertson dan Wide, 1997). Dari faktor – faktor tersebut akan didapatkan nilai SPT sebagai berikut:

N60 = N CN CE CB CS CR

Tabel 3. Rekomendasi Nilai Koreksi Untuk Nilai SPT (Robertson dan Wide, 1997 modifikasi dari

Skempton, 1986)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Proyek Underpass Katamso Medan sudah melakukan pengeboran geoteknik sesuai pedoman dan aturan

standar yang berlaku. Kondisi tanah pada Proyek Proyek Underpass Katamso Medan secara umum baik untuk dibuat konstruksi diatasnya.

Kesalahan yang pernah terjadi dilapangan dalam pengeboran geoteknik ialah melakukan wash boring sebelum pengujian SPT, panjang stang bor yang tidak seragam, pengambilan sampel UDS yang dipukul, Split-barrel sampler, Tabung UDS, dan hammer SPT tidak sesuai spesifikasi, identifikasi jenis tanah yang kurang tepat, jumlah pukulan hammer per menit yang tidak sesuai spesifikasi, kondisi alat dan operator yang tidak bersertifikasi, serta proses transportasi dan penyimpanan sampel yang tidak sesuai spesifikasi.

Secara umum, pengujian SPT memiliki faktor – faktor yang mempengaruhi nilai SPT, sehingga dibutuhkan faktor koreksi untuk nilai SPT yang akan dijadikan bahan sebagai acuan parameter tanah. Pengujian SPT dalam pengeboran geoteknik tidak cocok untuk tanah–tanah lunak serta dalam menentukan parameter tanah secara menerus.

5.2. Saran

Sebagai insan PUPR yang berada dalam Kementerian teknis, harus memiliki wawasan tentang penyelidikan tanah. Penyedia jasa pengeboran geoteknik harus dipastikan sudah mengikuti pedoman dan aturan standar seperti ASTM dan SNI agar hasil atau data yang dijadikan rujukan teknis parameter tanah, sesuai dengan kondisi dilapangan. Diperlukan pengujian lain seperti CPT (Cone Penetration Test), VST (Vane Shear Test), ataupun pengujian lain sebagai pembanding data yang didapatkan dari pengujian SPT ataupun pengujian pada tanah – tanah lunak.

DAFTAR PUSTAKA

Hamonangan, Efran (2013). Studi Pengaruh Siklus Basah Kering terhadap Kuat Geser dan Pengembangan Tanah Ekspansif Artifisial dengan Stabilisasi Pasir. Tesis Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Widianti, D., Wiguna, I., dan Adi, T. (2007). Pengaruh Penyelidikan Tanah Terhadap Penyimpangan Pemancangan. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V, Surabaya.

ASTM D-1586 (1999). Penetration Test and Split-Barrel Sampling of Soils. American Society for Testing and Materials, USA

ASTM D-1587 (2000). Thin-Walled Tube Sampling of Soils for Geotechnical Purpose. American Society for Testing and Materials, USA

ASTM D-2113 (1999). Rock Core Drilling and Sampling of Rock for Site investigation. American Society for Testing and Materials, USA

Page 63: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 59

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

ASTM D-2488 (2000). Description and Identification of Soils (Visual-Manual Procedure). American Society for Testing and Materials, USA

ASTM D-4220 (1995). Preserving and Transporting Soil Samples. American Society for Testing and Materials, USA

Robertson, P dan Wride, C.E (1997). Cyclic liquefactionand its evaluation based on the SPT and CPT. In Proceedings of the NCEER Workshop on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils : Technical Report NCEER-97-0022, National Center for Earthquake Engineering Research, Buffalo, New York.

Rogers, J.D (2006). Subsurface Exploration Using the Standard Penetration Test and the Cone Penetrometer Test. Enviromental & Engineering Geoscience. Vol. 12. No.2. USA

Bowles, J.E. (1979) Physical and Geotechnical Properties of Soils. New York : McGrawhill Book Company.

Das, B.M. (1990). Principle of Geotechnical Engineering. Terjemahan oleh Noor Endah & Indra Surya Mochtar, Jakarta : Erlangga.

Holtz, R.D dan Kovacs, W.D. (1981) . An Introduction to Geotechnical Engineering. London : Prentice-Hall International. Inc.

SNI 4153.(2008). Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT. Badan Standarisasi Nasional

Page 64: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 60

STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS DALAM PENDAYAGUNAAN RUMAH SUSUN SEWA COKRODIRJAN, KOTA YOGYAKARTA

Maria Immaculata Krisna Adyasari

Peneliti PermukimanBadan Penelitian dan Pengembangan,

Kemeterian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The notion of public rental flats development has been initiated since 1980’s with the publication of Law number 16 of 1985 about public housings. Cokrodirjan Flats that has been built in 2004 is one of the development scheme of vertical housing in Yogyakarta City. The self-management system that is emphazised on community participation is the main characteristic of Cokrodirjan Flats that makes it unique. However, for achieving sustainability on its utilization, this management system requires high community capacity to take role on management. This research is conducted to investigate how much the community capacity on Cokrodirjan Flat’s utilization. Further, this research tries to find options of strategy to build community capacity. Conducted in descriptive qualitative methods, this research reveals that Cokrodirjan Flat’s residents have high value in community capacity. They have high social bonding resultantly as they have high kinship. Its decision making process is more consensus. Norm and ethics play main roles in controlling utilization. However, capacity building is still needed to be done to increase the quality of its human resources because of due to low educational level of residents and administrators, flats performance are still constantly shabby.

Keywords: strategy, capacity, development, public rental flats, utilization

Abstrak

Gagasan pembangunan rumah susun telah diinisiasi sejak tahun 1980-an dengan diterbitkannya UU no. 16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rusunawa Cokrodirjan merupakan salah satu implementasi penerapan skema hunian susun di Kota Yogyakarta yang dibangun pada tahun 2004. Rusunawa Cokrodirjan termasuk rumah susun yang unik di Kota Yogyakarta karena dikelola secara swakelola dan menekankan pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Untuk mencapai sustainabilitas pengelolaan rumah susun, pola swakelola tentunya membutuhkan daya dukung kapasitas masyarakat yang cukup sebagai pelaku pengelola. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi sejauh mana kapasitas masyarakat dalam pendayagunaan Rusunawa Cokrodirjan sebagai sampel rusunawa dengan pola pengelolaan swakelola. Lebih lanjut, kajian ini berusaha untuk menemukan opsi strategi untuk pengembangan kapasitas masyarakat. Penelitian dikembangkan dengan metode kualitatif deskriptif. Penelitian menemukan bahwa Rusunawa Cokrodirjan memiliki kapasitas yang cukup tinggi di tataran komunitas. Ikatan sosial antar penghuni cukup tinggi karena masih membawa struktur sosial kampung. Kelebihan dari pola pengelolaan ini yaitu proses pengambilan keputusan yang lebih konsensus. Norma dan etika menjadi kekuatan untuk proses kontrol utilisasi. Namun demikian, pengembangan kapasitas masih perlu dilakukan karena kualitas sumber dayanya masih rendah.

Kata Kunci: strategi, pengembangan, kapasitas, pendayagunaan, rumah susun sewa

Page 65: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 61

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

1. PENDAHULUAN

Ide pembangunan rumah susun telah muncul di Indonesia sebagai salah satu solusi penyediaan rumah layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah sejak tahun 1980-an. Undang-undang tentang rumah susun pertama kali dibentuk pada tahun 1985 dan kemudian diperbaharui menjadi Undang-undang no.20 tahun 2011 tentang rumah susun. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pembangunan rumah susun dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan backlog perumahan dan sekaligus sebagai upaya merevitalisasi kawasan permukiman kumuh. Pembangunan rumah susun memperhatikan aspek lingkungan dan memiliki peranan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan sebagai antisipasi berkembangnya permukiman kumuh di kawasan perkotaan padat penduduk.

Berdasarkan UU Rumah Susun no.20 tahun 2011, terdapat dua jenis rumah susun umum, yaitu Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami). Perbedaan kedua jenis rusun ini yaitu pada status kepemilikan dan sasaran penghuninya. Rusunawa adalah rusun dengan sistem sewa, disewakan oleh pemerintah untuk golongan MBR dengan penghasilan di bawah Rp. 2.500.000,00 atau golongan berpenghasilan menengah ke bawah dengan penghasilan (Rp 2.500.000,00 – Rp 4.000.000,00).

Pengembangan rusunawa memiliki tanggung jawab meningkatkan aset dan kapabilitas MBR. Rusunawa telah mencapai tujuannya meningkatkan aset kepemilikan rumah layak huni bagi MBR dengan harga terjangkau dan memberikan jaminan ketersediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar. Namun demikian, Dinas PUP-ESDM DI Yogyakarta pada tahun 2013 menemukan bahwa keberlanjutan rusunawa masih menjadi problematika akibat kurang jelasnya regulasi untuk pembangunan manusianya. Pengembangan rusunawa masih terbatas pada peningkatan kualitas fisik dibandingkan dengan kualitas manusia di dalamnya. Pernyataan ini didukung pula dengan pernyataan Rosadi (2010) bahwa pengembangan rusunawa baru berfokus pada peningkatan kondisi fisik, dan kurang menyentuh pada aspek ekonomi dan sosialnya.

Mokh Subkhan (2008) melalui studi tentang pengelolaan rusunawa di Cengkareng, Jawa Barat, menemukan pula bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan Rusunawa Cengkareng adalah aspek sosial dari penghuni rusunawa itu sendiri, termasuk keterbatasan waktu untuk pemeliharaan lingkungan, dan juga keterbatasan kapasitas penghuni. Sementara itu, OECD Afrika mengindikasikan bahwa batasan kapasitas merupakan hambatan utama bagi pembangunan berkelanjutan. OECD (2006) menyebutkan bahwa tanpa kapasitas yang memadai, upaya pembangunan akan sulit untuk menuju

keberhasilan, meski telah didukung dengan nilai pendanaan yang tinggi (OECD, 2006). Oleh karena itu, inspeksi terhadap kapasitas pendayagunaan sangat penting untuk dilakukan dalam rangka memastikan rusunawa dapat berkelanjutan.

Kota Yogyakarta hingga tahun 2013 telah memiliki 3 lokasi rusunawa untuk MBR. Rusunawa tersebut antara lain Rusunawa Cokrodirjan, Rusunawa Juminahan, dan Rusunawa Jogoyudan. Rusunawa di Kota Yogyakarta dibangun dengan menggunakan skema relokasi dan revitalisasi. Berlokasi di kawasan bantaran Sungai Code, Rusunawa Cokrodirjan dan Juminahan diperuntukkan khusus bagi masyarakat lokal yang pada mulanya menempati tanah bantaran Sungai Code membentuk kawasan kumuh perkotaan (slum). Dengan latar belakang tersebut, Rusunawa Cokrodirjan menetapkan penghunian 60% unit untuk masyarakat lokal (dibuktikan dengan KTP daerah setempat) dan 40% unit untuk masyarakat pendatang.

Rusunawa Cokrodirjan termasuk dalam rusunawa dengan pola pengelolaan yang unik. Rusun ini tidak menggunakan pola pengelolaan UPT seperti pola ideal yang diatur dalam UU rumah susun. Rusunawa ini menggunakan pola pengelolaan swakelola yang menekankan pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan. Bab II pasal 3 Perwal no. 85 tahun 2004 menjelaskan tentang tujuan pembangunan rusunawa ini, yaitu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi MBR dengan jaminan hukum, meningkatkan daya dan hasil guna tanah dengan memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan permukiman yang lengkap. Berdasarkan peraturan ini, Rusunawa Cokrodirjan dibangun dengan asas “Pola Pengelolaan dengan Pemberdayaan Masyarakat”, yaitu mengutamakan inisiatif masyarakat dalam proses: (1) Sosialisasi, dengan menjadi anggota tim; (2) Proses desain, dengan memberi masukan atau usulan pada awal pembangunannya; (3) Konstruksi, masyarakat lokal sebagai tenaga kerja; dan (4) Pengelolaan, sebagai manajemen/ pengelola (HRC, 2009).

Sistem pengelolaan swakelola Rusunawa Cokrodirjan dituangkan dalam Keputusan Walikota Yogyakarta no.85 tahun 2004 tentang Pengelolaan Rumah Susun Milik Pemkot Yogyakarta. Pengelola rusunawa swakelola adalah Badan Pengelola yang bertanggung jawab kepada Badan Pembina dan Badan Pengawas. Badan Pengelola terdiri atas seorang manajer dan staf-staf administrasi yang dipilih oleh Dinas Sosial Kota Yogyakarta pada awal penghunian rusunawa Cokrodirjan. Sedangkan Badan Pembina dan Pengawas adalah Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi bersama dengan Badan Hukum, dan dinas-dinas terkait di Kota Yogyakarta.

Dilihat dari latar belakang pembentukan organisasi pengelolanya, Rusunawa Cokrodirjan memiliki pola pengelolaan yang berbeda dengan Rusunawa lainnya, seperti contoh di Kabupaten Sleman.

Page 66: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 62

Adyasari (2014) dalam penelitian sebelumnya membahas mengenai perbedaan pola pengelolaan swakelola di Kota Yogyakarta dan pola UPT di Kabupaten Sleman. Dibandingkan dengan pola UPT di Kabupaten Sleman, pola swakelola belum memiliki pedoman khusus untuk peningkatan kapasitas masyarakat, baik pengelola dan penghuninya. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengetahui tingkat kapasitas masyarakat dalam Rusunawa Cokrodirjan. Sebagaimana disebutkan dalam OECD, bahwa kapasitas masyarakat berperan sangat penting untuk mendukung sustainabilitas sebuah infrastruktur. Oleh karena itu, perlu sebuah kajian untuk mengetahui strategi pengembangan kapasitas masyarakat dalam pendayagunaan rusunawa supaya penghuni dan pengelola rusunawa dapat berdaya untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi sejauh mana kapasitas masyarakat dalam pendayagunaan Rusunawa Cokrodirjan sebagai sampel rusunawa dengan pola pengelolaan swakelola. Lebih lanjut, kajian ini berusaha untuk menemukan opsi strategi untuk pengembangan kapasitas masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada pemangku kepentingan, untuk dapat merumuskan strategi pengembangan rusunawa ke depan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Hunian vertikal atau rumah susun merupakan salah satu solusi untuk penanganan perumahan dan permukiman kumuh sekaligus mencegah tumbuhnya enclaves kumuh baru sebagai konsekuensi dari pesatnya pembangunan kawasan perkotaan yang menuai dampak seperti meningkatnya kepadatan penduduk, tingginya kepadatan bangunan, rendahnya kualitas infrastruktur serta makin langkanya lahan yang diperuntukkan bagi permukiman.

Pengelolaan rusunawa merupakan upaya memelihara prasarana, sarana, dan utilitas rusunawa serta lingkungan yang menjadi tanggung-jawabnya secara efisien agar dapat mencapai usia teknis dan usia ekonomis sebagaimana direncanakan. Pengelolaan rusunawa meliputi kegiatan teknis, persewaan, pemasaran dan pembinaan penghuni sewa, serta administratif dan keuangan yang menuntut kemampuan penanggungjawab lokasi dalam mengorganisasi sumber daya manusia yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana terbangun serta utilitas terpasang (Departemen Pekerjaan Umum, 2007:3). Pengelolaan rusunawa paska konstruksi menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2011 pasal 57 ayat 3 dimungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan subsidi biaya pengelolaan bagi rusunawa tersebut. Pengelolaan rusunawa merupakan tahap lanjut yang menjadi tanggung jawab semua pemangku kepentingan termasuk

masyarakat berkaitan dengan keberlanjutan kemanfaatan yang harus senantiasa dijaga, dimulai sejak gedung rusunawa tersebut dinyatakan layak untuk dihuni. Namun demikian, pada kenyataannya proses serah terima aset rusunawa dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah memakan waktu yang cukup lama. Sebelum serah terima aset, rusunawa di Kota Yogyakarta tidak mendapatkan alokasi APBD. Pengelolaan bergantung sepenuhnya pada pendapatan sewa unit hunian dan sewa unit bukan hunian, seperti ruang usaha dan ruang pertemuan yang dapat disewakan.

Pengelolaan Rusunawa Cokrodirjan dipegang oleh sebuah Badan Pengelola. Badan Pengelola dipimpin oleh seorang Kepala dengan sebutan Manajer yang berada di bawah dan bertangungjawab kepada Kepala Instansi yang menangani bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi. Penetapan pimpinan dan pembantu pimpinan serta staf pada Organisasi Badan Pengelola berdasarkan hasil rekruitmen terhadap pelamar yang memenuhi persyaratan dan lulus seleksi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Penetapan pimpinan dan pembantu pimpinan tersebut dilaksanakan oleh Walikota.

Untuk mengawasi proses berjalannya pengelolaan rusunawa, pemkot Yogyakarta membentuk Tim Pembina dan Pengawas dengan susunan organisasi yang terdiri dari sekda, kepala instansi, dan pejabat eselon III, camat, lurah, serta perwakilan tokoh masyarakat dan penghuni rusunawa setempat. Tugas Tim Pembina dan Pengawas yaitu:

3. METODE PENELITIAN

Kajian ini bertujuan untuk menginvestigasi kapasitas masyarakat dalam pendayagunaan rumah susun sewa dengan pola pengelolaan swakelola, serta menemukan strategi pengembangan kapasitas masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kajian ini dilakukan melalui beberapa tahap seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Metodologi Penelitian

Kajian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis menggunakan data sekunder. Data mengenai kapasitas penghuni dan pengelola Rusunawa Cokrodirjan diperoleh dari hasil penelitian

Page 67: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 63

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

sebelumnya mengenai “Jejaring dan Kapasitas dalam Pendayagunaan Rumah Susun Sewa” (2014). Data sekunder lainnya diperoleh melalui UU dan peraturan, jurnal, serta penelusuran internet. Studi literatur dilakukan pada setiap tahapan, sebagai alat kroscek dengan teori.

Analisis didahului dengan identifikasi kapasitas masyarakat dalam 3 level: personal, komunitas, dan sistem. Selanjutnya kondisi eksisting kapasitas masyarakat ini akan menjadi tolok ukur analisis strategi pengembangan kapasitas masyarakat dalam pendayagunaan rumah susun sewa.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Rusunawa

Rumah susun Cokrodirjan terletak di Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta. Rusunawa ini terdiri dari 72 unit hunian dengan harga sewa IDR 75,000 sampai dengan IDR 85,000 per bulan (tahun 2013). Biaya tersebut belum termasuk biaya listrik, sampah, dan air. Rusunawa tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal seumur hidup. Tiap penyewa memiliki periode penyewaan 3 tahun yang dapat diperpanjang maksimal 1 kali periode. Setelah 6 tahun tinggal di rusunawa tersebut, masyarakat dianggap telah mapan dan mampu untuk menyewa rumah yang lebih baik lagi.

Rusunawa Cokrodirjan (Gambar 2) terdiri dari 4 lantai. Lantai dasar digunakan untuk ruang PAUD, balai serba guna, ruang ME (Machine and Engineering) untuk pengendalian listrik dan air, tempat bermain anak-anak, kantor pengelola, ruang unit usaha, dan ruang parkir. Di setiap unit tersedia kamar mandi, toilet, dapur, dan ruang jemur. Ruang utama rusun biasanya disekat semi permanen oleh penghuni untuk dijadikan bagian ruang tidur dan ruang tamu/ ruang keluarga.

Gambar 2. Kondisi Rusunawa CokrodirjanSumber: Adyasari, 2014

4.2. Deskripsi Karakteristik Penghuni

Rusunawa Cokrodirjan dihuni oleh masyarakat dari beberapa golongan usia. Mayoritas penghuni Rusunawa Cokrodirjan berusia produktif, yaitu antara 25 sampai dengan 40 tahun. Sisanya berusia 40 hingga 55 tahun, dan sekitar 10% penghuni berusia di atas 55 tahun.

Berdasarkan tingkat pendidikannya, penghuni rusun di Kota Yogyakarta didominasi oleh masyarakat dengan latar belakang pendidikan SMA. Lebih dari separuh jumlah penghuni berpendidikan terakhir SMA, sementara sisanya berpendidikan terakhir SD dan SLTP.

Pekerjaan pokok penghuni Rusunawa Cokrodirjan sangat bervariasi. Berdasarkan jenis pekerjaan pokok, sebagian besar penghuni, yaitu sebanyak 44%, bekerja sebagai buruh. Kelompok ini adalah kelompok buruh becak, buruh cuci, dsb. Jumlah penghuni yang bekerja sebagai pedagang juga cukup banyak di rusun ini, yaitu sebanyak 22%. Sementara itu, 13% penghuni bekerja wirausaha/ wiraswasta, sebagai contoh penjahit dan lapak jasa pembuatan souvenir. Selanjutnya 10% penghuni bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta, 3% penghuni bekerja tidak tetap, dan 3% penghuni tidak bekerja/ tidak memiliki pekerjaan.

Mayoritas penghuni berpenghasilan rendah di bawah 1 juta rupiah per bulan. Kepemilikan aset penghuni rusun di Kota Yogyakarta tergolong rendah. Mayoritas masyarakat belum memiliki aset seperti kendaraan beroda empat, tanah, dan rumah. Tingkat saving money penghuni juga rendah (Adyasari, 2014:75).

Gambar 3. Karakteristik Penghuni Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pokok

Sumber: Adyasari, 2014Berdasarkan Pedoman Penyiapan Penghuni dan Pengelola Rusun (Kementerian PU, 2014), proses awal penyiapan penghuni dan pengelola adalah menemukenali adaptasi masyarakat terhadap utilisasi rusunawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer Rusunawa Cokrodirjan, pada awal pembangunannya, memang Rusunawa Cokrodirjan

Page 68: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 64

melalui proses penolakan dari masyarakat. Maka, pada tahun 2004 Pemerintah Kota Yogyakarta menggunakan pendekatan sosial kepada masyarakat bantaran sungai dengan membuat kesepakatan bersama (MoU) yang berisi kesepakatan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan rusunawa. Beberapa staff dan satu manajer diangkat dari masyarakat setempat, melalui seleksi oleh Dinas Sosial. Manajer dan staf bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta. Setiap komponen Badan Pengelola ini mendapatkan gaji dari pemerintah kota.

Pada mulanya, skema ini direncanakan untuk menjadi tahapan awal pengelolaan sementara aset rusun belum diserahterimakan dari Kementerian PU kepada Pemerintah Kota Yogyakarta. Namun, dalam perjalanannya, pola pengelolaan ini tetap digunakan hingga tahun 2014 dengan keunggulan pengelolaan partisipatif. Perbedaan mendasar yang terdapat dalam pengelolaan ini adalah seluruh komponen pengelolanya adalah masyarakat lokal, berasal dari RT/RW setempat, atau penghuni rusunawa itu sendiri. Sehingga dengan ikatan sosial yang sudah kuat dalam tatanan sosial masyarakat kampung, trust antara penghuni dan pengelola lebih mudah terbentuk. Tentunya hal ini memudahkan proses utilisasi rusunawa. Adyasari (2014) juga menyebutkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat menjadi lebih konsensus, setiap penghuni bebas mengutarakan aspirasi. Sanksi yang dikenakan jika terjadi pelanggaran lebih kepada sanksi sosial. Etika lebih banyak berperan dibandingkan dengan aturan.

4.3. Eksisting Kapasitas Personal, Komunitas, dan SistemKapasitas Personal

Kapasitas personal menyangkut pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kreativitas. Meskipun memiliki keistimewaan pola pengelolaan dibandingkan dengan Rusunawa UPT, jika ditinjau dari tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi penghuninya, Rusunawa Cokrodirjan masih lemah dalam hal kapasitas sumber dayanya. Sehingga, untuk mengangkat wakil dari penghuni menjadi pengelola diperlukan upaya khusus untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas dalam mengelola rusun. Begitu pula dengan proses pendayagunaannya. Apabila masyarakat penghuni kurang memiliki bekal pengetahuan yang cukup untuk memelihara PSU rusunawa, maka akan menurunkan kualitas lingkungan rusunawa.

Salah satu contoh yaitu pengetahuan penggunaan fire extinguisher sebagai alat penanganan bencana kebakaran. Utilitas proteksi kebakaran sudah tersedia di dalam rusun, tetapi tidak dipergunakan sebagaimana fungsinya akibat kurangnya pengetahuan akan penggunaan utilitas pemadam kebakaran.

Gambar 4. Kondisi jaringan proteksi kebakaran Rusunawa Cokrodirjan

Sumber: Adyasari, 2014Dalam rangka mengembangkan kapasitas, calon penghuni sebelum menempati rusunawa perlu diberikan pengetahuan mengenai tata cara penghunian rumah vertikal. Budaya bertempat tinggal di landed housing (rumah tapak) masih mengakar pada lapisan masyarakat ini. Pengenalan mengenai utilitas proteksi kebakaran (sprinkler, hidran, dan fire extinguisher), penggunaan sistem shaft sampah, penggunaan fasilitas sanitasi, dan utilitas lainnya yang tersedia dalam rusun sangat perlu untuk diberikan secara berkala, manakala terdapat penghuni baru yang akan tinggal di rusunawa tersebut.

Beberapa poin penting yang perlu diberikan atau ditanamkan kepada calon penghuni antara lain:

A. Pengetahuan individu terhadap regulasi dan kelembagaan pengelola;

B. Pengetahuan individu terhadap peraturan dan tata cara;

C. Pengetahuan individu dan kemampuan/ keahlian dalam mengatasi sendiri permasalahan utilitas;

D. Kemauan untuk ikut dalam proses kontrol serta rasa memiliki (sense of ownership) dalam proses perencanaan dan implementasi program-program dan kegiatan komunitas.

4.3.1. Kapasitas Komunitas

Kapasitas komunitas yaitu mengenai kerjasama, toleransi, trust, dan menerima ide. Menurut Jackson dkk (2003), kapasitas komunitas dapat diindikasikan kuat, jika:

A. Setiap orang berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di dalam komunitas;

B. Setiap penghuni dapat mengemukakan pendapat dalam forum komunitas;

C. Penghuni memiliki persepsi positif terhadap komunitasnya;

D. Setiap orang dalam rusun ikut serta dalam kegiatan perayaan bersama;

E. Setiap orang dari setiap bagian (golongan) dalam

Page 69: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 65

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

komunitas terlibat dalam aktivitas komunitas.

Di Rusunawa Cokrodirjan terdapat paguyuban penghuni yang diketuai oleh satu orang wakil dari penghuni rusunawa pada setiap blok. Ketua paguyuban ini yang menjembatani komunikasi dan koordinasi antara pemerintah ataupun pengelola dengan masyarakat penghuni. Ketua dipilih melalui musyawarah bersama penghuni dan pengelola bersama.

Kapasitas komunitas tampak dalam kerjasama yang dilakukan dalam mengelola air bersih untuk bersama. Jaringan air bersih dari PDAM tidak melayani Rusunawa Cokrodirjan karena tidak sesuai dengan daya beli kelompok MBR yang tinggal di Rusunawa. Manajer Rusunawa Cokrodirjan juga menyebutkan bahwa pernah ada jaringan PDAM yang melayani rusunawa pada tahun 2005. Akan tetapi, akibat biaya maintenance yang overbudget ketika ada kerusakan pipa dan pompa, penggunaan layanan PDAM dihentikan hingga saat ini. Melihat kendala ini, kreativitas penghuni muncul untuk mendayagunakan sumur dalam milik bersama di sekitar rusunawa. Melalui musyawarah dan kesepakatan bersama RT/RW setempat, warga rusunawa dan non-rusunawa bersepakat untuk mengelola air bersama. Untuk keperluan konsumsi, penghuni rusunawa dapat mengambil air bersih dari sumur-sumur kampung tanpa dikenakan biaya. Sebaliknya, untuk keperluan cuci dan mandi, warga kampung non-rusunawa dapat mengambil air dari sumur rusunawa.

Sistem yang terbentuk dalam strata sosial masyarakat dalam pendayagunaan infrastruktur air bersih ini mengindikasikan bahwa terjadi ikatan sosial (social bridging) yang kuat antara komunitas penghuni rusunawa dengan penghuni kampung sekitar rusunawa. Kegiatan sosial memang masih berlangsung dalam tingkatan RT/RW dan melibatkan penghuni rusunawa. Wakil dari RT/RW yang berada pada tingkatan Badan Pengelola juga mampu memfasilitasi aspirasi dari dalam rusunawa ke luar rusunawa (lingkungan kampung), serta sebaliknya, aspirasi dari warga kampung ke dalam rusunawa.

Kapasitas komunitas yang telah terbentuk dalam kawasan rusunawa akan sangat baik jika dikembangkan lagi. Relasi sosial yang telah terbentuk dapat menjadi modal bagi pembentukan kaderisasi.

4.3.2. Kapasitas Sistem

Kapasitas sistem yaitu meliputi kemampuan regulasi, proteksi, dan fasilitasi. Kapasitas sistem dalam pendayagunaan rusunawa yang kuat dapat diindikasikan melalui:

A. Peraturan dan regulasi mudah untuk dipahami

B. Persyaratan dan administrasi mudah

C. Pengelola memiliki kelembagaan yang jelas sehingga ketika terjadi permasalahan/ gangguan, penghuni mengetahui ke mana mereka harus menyampaikan laporan/ keluhan

D. Terdapat wakil dari penghuni yang duduk dalam level organisasi pengelola

E. Kerusakan dan gangguan dapat segera ditangani

F. Pengelola memiliki keahlian dan kreativitas tinggi untuk memecahkan permasalahan, memberikan layanan, dan mengelola utilitas

Kapasitas sistem juga terkait dengan kemampuan sistem pengelolaan untuk menjalin jaringan (networking). Rusun Kota Yogyakarta yang dikelola oleh Dinas Sosial memiliki jaringan lebih banyak kepada program-program pemberdayaan dan UKM yang ditangani langsung oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi. Dengan jumlah penghuni yang bekerja di sektor industri rumah tangga cukup banyak, program yang diselenggarakan adalah Kelompok Usaha Bersama (KUBE), kegiatan simpan pinjam (Baskoro), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program lain terkait kesejahteraan dan pendidikan yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Pendampingan Raskin, Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askes Gakin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kesemuanya merupakan program yang diselenggarakan pemerintah daerah.

Rusunawa Cokrodirjan belum memiliki jaringan dengan stakeholder lain seperti akademisi atau NGO untuk mengawasi penyelenggaraan rusun. Hanya terdapat kegiatan anual dari universitas untuk melakukan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) di rusunawa yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Dengan regulasi daerah, rusunawa telah memfasilitasi membuka network dengan badan pengawas. Namun demikian, ditemukan role-sharing yang kurang jelas dalam struktur kelembagaan penyelenggara rusun Kota Yogyakarta.

Terkait dengan pengawasan secara partisipatif, pada rusun swakelola dibentuk regulasi bahwa penghuni dari daerah lokal menempati quota minimal 60% dari jumlah unit. Dengan sistem prioritas ini, pengawasan terhadap utilisasi menjadi lebih mudah. Penghuni lokal yang telah memiliki kekerabatan tersebut dengan mudah mengawasi penghuni pendatang. Namun, kelemahan dari sistem ini yaitu munculnya gap antara penghuni dari masyarakat lokal dan pendatang. Penghuni dari masyarakat lokal lebih dominan terlibat dalam forum dibandingkan dengan masyarakat pendatang.

4.4. Strategi Pengembangan Kapasitas

Garlick dalam Sue McGinty (2003:9), menyebutkan bahwa terdapat lima unsur dalam penguatan kapasitas masyarakat, yaitu knowledge building, leadership, networking, valuing community, dan information gathering.

Page 70: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 66

Gambar 5. Strategi Pengembangan Kapasitas(McGinty, 2003)

Dengan demikian strategi yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kapasitas personal, komunitas, dan sistem di antaranya:

A. Membangun pengetahuan, meliputi peningkatan keterampilan, mewadahi penelitian dan pengembangan, dan bantuan belajar,

B. Peningkatan kepemimpinan/ kemampuan untuk mengembangkan secara bersama dan mempengaruhi apa yang terjadi di wilayah,

C. Perluasan jaringan, meliputi usaha untuk membentuk kerjasama dan aliansi,

D. Penghargaan terhadap komunitas untuk bersama-sama mencapai tujuan,

E. Pemberian dukungan informasi, meliputi upaya untuk mengumpulkan, mengakses dan mengelola informasi yang bermanfaat.

Dalam rusunawa dengan sistem swakelola seperti Rusunawa Cokrodirjan, penguatan kapasitas perlu upaya yang besar. Penguatan kapasitas tidak hanya dilakukan kepada pengelola, tetapi juga kepada penghuni.

4.4.1. Knowledge Building

Pembangunan kapasitas dalam ranah pengetahuan sangat pokok untuk dilakukan. Rusunawa Cokrodirjan masih memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah, sehingga pengetahuan mengenai pendayagunaan rusunawa penting sekali untuk diberikan. Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003). Proses penyerapan pengetahuan diharapkan tidak hanya dalam tataran tahu (know), tetapi sampai dengan tataran sintetis (syntetis), yaitu mampu menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, dan menyesuaikan, sehingga timbul kreativitas dalam pendayagunaan rusunawa.

Pembangunan pengetahuan dapat dilakukan melalui pembinaan dan penyuluhan dari pengelola/ wakil dari pemerintah daerah kepada calon penghuni dan penghuni rusunawa.

Knowledge building perlu dilakukan pula kepada pengelola rusunawa. Pedoman penyiapan pengelola rusunawa dalam Surat Edaran Menteri PU no. 7 tahun 2013 dapat dijadikan acuan seleksi dan pembekalan calon pengelola rusunawa swakelola.

4.4.2. Leadership

Pada kelompok penghuni, kepemimpinan dibutuhkan untuk mengajak seluruh penghuni melakukan tindakan nyata pemeliharaan lingkungan rusunawa. Pembentukan kader-kader, sebagai contoh kader penggerak PKK, kader lansia sehat, kader kebersihan lingkungan rusunawa. Di Rusunawa Cokrodirjan, kader yang sudah terbentuk yaitu kader posyandu, yang secara rutin mengadakan kegiatan posyandu. Pembentukan kader-kader ini perlu diikuti dengan pemberian penghargaan pada kader berprestasi. Dengan demikian, masyarakat terpacu untuk melakukan gerakan-gerakan positif untuk pengembangan masyarakat dan lingkungan rusunawa.

4.4.3. Networking

Networking atau perluasan jaringan penting sekali untuk dilakukan. Jaringan berfungsi untuk mendukung sistem pembiayaan operasional rusunawa, maupun untuk memaksimalkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pada kasus Rusunawa Cokrodirjan, benar bahwa pengelolaan rusunawa berada di bawah Dinas Sosial. Dengan kebijakan ini, pengembangan rusunawa tidak hanya terpusat pada pengembangan lingkungan fisiknya saja, tetapi juga kuat dalam pengembangan manusianya. Program-program pemberdayaan masyarakat dari Dinas Sosial mudah diakses oleh penghuni dan pengelola rusunawa. Akan tetapi, nampaknya tidak ada program khusus yang diberikan untuk kawasan pengembangan rusunawa MBR. Program-program terpusat di kelurahan dan kecamatan setempat, dan sosialisasi yang terbatas menyebabkan penghuni kekurangan informasi bahkan tidak tahu menahu mengenai program pemberdayaan tersebut. Dalam hal ini, pengelola rusunawa perlu memiliki kompetensi khusus, sigap tanggap pada peluang program-program pemberdayaan yang dicanangkan pemerintah daerah. Pengelola harus dapat memfasilitasi informasi aktual kepada penghuni rusunawa.

Perluasan jaringan juga dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan sektor swasta. Dalam FGD pengelola-pengelola rusunawa dan Dinas PUP-

Page 71: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 67

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

ESDM di Kota Yogyakarta (2013) disebutkan bahwa pengelola sudah memiliki kemauan berinovasi untuk menjalin kerjasama dengan sektor pariwisata, seperti hotel-hotel di sekitar rusunawa supaya bekerjasama memberikan kegiatan pemberdayaan berupa pelatihan keterampilan memasak dan perekrutan tenaga kerja untuk jasa pengepakan sabun, dan sebagainya. Upaya ini diharapkan dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi penghuni rusunawa, sehingga meningkatkan taraf ekonominya.

4.4.4. Valuing community

Karena terdiri dari komponen masyarakat lokal, sebenarnya kapasitas komunitas dalam rusunawa swakelola sudah cukup kuat. Adanya kinship (hubungan kekerabatan) memungkinkan interaksi sosial yang luwes di antara anggota komunitas. Untuk menjunjung tinggi nilai kekerabatan dalam komunitas penghuni rusunawa, budaya setempat dan semangat gotong royong perlu untuk terus dipertahankan. Strategi penguatan komunitas dalam hal ini dapat dilakukan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan bersama. Seperti kegiatan perayaan kemerdekaan di skala lingkungan kampung, hingga kegiatan bersama yang mengajak masyarakat luas untuk berkunjung ke rusunawa.

4.4.5. Information gathering

Ketersediaan dan kelancaran arus informasi menjadi kunci bagi pengembangan kapasitas. Seperti disebutkan sebelumnya, informasi mengenai program pemberdayaan harus mudah diakses oleh penghuni dan pengelola. Pemerintah daerah perlu melakukan sosialisasi lebih khusus untuk kawasan pengembangan rusunawa karena penanganan sosial masyarakat kawasan rusunawa tentunya berbeda. Terlebih lagi pemerintah daerah harus dapat memberikan layanan informasi mengenai pola pembiayaan rumah murah, jika penghuni telah mengalami habis masa sewa di rusunawa. Kasus yang terjadi, penghuni yang telah habis masa sewa unitnya belum mampu untuk berpindah ke hunian layak baru, sehingga kembali mengontrak rumah di lingkungan kumuh, kemudian mendaftar kembali untuk giliran sewa rusunawa berikutnya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Rusunawa Cokrodirjan sebagai rusunawa dengan pola pengelolaan swakelola telah memiliki kapasitas komunitas yang cukup kuat dengan adanya ikatan sosial yang tinggi antar penghuni, karena masih membawa struktur sosial kampung. Kelebihan dari pola pengelolaan ini yaitu proses pengambilan keputusan lebih konsensus. Norma dan etika menjadi kekuatan untuk proses kontrol utilisasi. Namun demikian, pengembangan kapasitas masih perlu dilakukan karena kualitas sumber dayanya

masih rendah.

5.2. Saran

Rusunawa dengan pola pengelolaan swakelola sangat perlu pengembangan kapasitas penghuni dan pengelola. Pengembangan kapasitas tersebut dapat dilakukan melalui 5 strategi:

A. Membangun pengetahuan, meliputi peningkatan keterampilan, mewadahi penelitian dan pengembangan, dan bantuan belajar,

B. Peningkatan kepemimpinan/ kemampuan untuk mengembangkan secara bersama dan mempengaruhi apa yang terjadi di wilayah,

C. Perluasan jaringan, meliputi usaha untuk membentuk kerjasama dan aliansi,

D. Penghargaan terhadap komunitas untuk bersama-sama mencapai tujuan,

E. Pemberian dukungan informasi, meliputi upaya untuk mengumpulkan, mengakses dan mengelola informasi yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Chaskin, R.J. (2001). Building Community Capacity. New York: Walter de Gruyter, Inc.

Departemen Pekerjaan Umum. (1987). Petunjuk Perencanaan Kawasan Permukiman. Jakarta.

Jackson, S.F., Cleverly, S., Poland, B., Burman, D., Edwards, R., and Robertson, A. (2003). Working with Toronto Neighborhoods Toward Developing Indicators of Community Capacity. Health Promotion International vol 18, no 4.

Lichterman, Paul. 2009. Social Capacity and the Styles of Group Life. Los Angeles: American Behavioral Scientist.

McGinty, Sue (2003) The literature and theories behind community capacity building. Dalam McGinty, Sue, (ed.) Sharing Success: an Indigenous Perspective. Common Ground Publishing , Altona, VIC, Australia.

OECD, Organization for Economic Co-operation and Development. (2006). The Challenge of Capacity Development, Working Towards Good Practice. Perancis: OECD,

Peraturan Walikota no. 45 Tahun 2009, tentang Pengelolaan Keuangan Rumah Susun Sederhana Sewa Milik Pemerintah Kota Yogyakarta.

Peraturan Walikota Yogyakarta no. 44 Tahun 2009, tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Milik Pemerintah Kota Yogyakarta.

Page 72: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 68

Rosadi, Meta Grizanda Meizy. 2010. Efektivitas Pembangunan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) dalam Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh, Studi Kasus Rusunawa Gemawang, Rusunawa Jogoyudan, dan Rusunawa Cokrodirjan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Thesis MPKD.

Soeprapto, Prof.Dr.H.R. Riyadi, MS. 2010. The Capacity Building For Local Government Toward Good Governance. World Bank.

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum no. 7 tahun 2013, tentang Pedoman Penyiapan Pengelola dan Penghuni Rumah Susun.

Page 73: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 69

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

EVALUASI KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEDESAAN (PPIP)

DI SATMINKAL CIPTA KARYA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

Irwantoro

Pelaksana Operasi dan PemeliharaanBalai Wilayah Sungai Sumatera IV,

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Email: [email protected]

Abstract

This research was conducted to give overview of community involvement in the Rural Infrastructure Development Program (PPIP) in 2014-2015 and its impact, as well as data and information obtained can be used for learning in similar activities in the future. Descriptive analysis methods used in these studies using the full population, namely: the number of PPIP targets 88 villages in East Nusa Tenggara Province. The result of this research showed that rural infrastructure development project is so functional and directlytouch the villager with high quality and competitive product, but still low level of sustainability. Thefore, the project focus is needed on the future, such as (1) improving aspects of community organizing, (2) transparency, and (3) accountable, and (4) sustainable.

Keywords: involvement, rural, infrastructure

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang pemberdayaan masyarakat dalam proses Program Pembangunan infrastruktur Perdesaan (PPIP) Tahun 2014 - 2015 dan dampak yang ditimbulkan, serta data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk pembelajaran pada kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan full population, yaitu di 88 desa sasaran dari jumlah total 88 desa yang mendapatkan PPIP di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek pembangunan infrastruktur perdesaan sangat fungsional dan menyentuh secara langsung kepada masyarakat pedesaan dengan tingkat kualitas pekerjaan yang sangat terjaga, namun masih rendah tingkat pemeliharaan dan keberlanjutannya. Karena itu, dibutuhkan fokus perhatian proyek pada masa yang akan datang, seperti (1) meningkatkan aspek pengorganisasian masyarakat, (2) transparansi, dan akuntabel, serta (3) berkelanjutan.

Kata Kunci: pemberdayaan, perdesaan, infrastruktur

Page 74: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 70

Lampiran

MANAJEMEN PERALATAN KONSTRUKSI JALAN DI DAERAH TERPENCILDALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN

Studi Kasus: Jalan Nasional Mamberamo-Elelim, Papua

AhmadAfifi

Analis Jalan JembatanBalai Pelaksanaan Jalan Nasional III,

Direktorat Jenderal Bina MargaKementerian Pekerjaan Umum dan Perumhan Rakyat

Email: [email protected]

Abstract

Nowadays, construction project develops rapidly and complicated whether in physical term or cost term. Practically, projects are lack of construction resources such as human, material, and also equipment. Construction equipment is an important factor related to construction method in order to produce output like roads. The availability of construction equipment can influence cost, quality, and time required to fulfilla kind of certain work in a road development project. In case of study on Mamberamo – Elelim Road Development Project in Papua, there is limited construction equipment. This problem was caused by the project location that situated on remote area. Also, the location was inaccessible through land transportation. To overcome the problem, equipment management is required. The research was conducted by observing the indicated location to understand the situation in the field. It was located 400 km from downtown of Jayapura city which was remote and surrounded by forests. The equipment mobilization to the location required 2-3 days from the port so that the equipment became limited. Therefore, the limited equipment problem could be faced with equipment management such as equipment scheduling, operator, borrow-use shifting system, equipment combination, and maintenance.

Keywords: equipment, management, road, limited, remote

Abstrak

Dewasa ini, proyek konstruksi berkembang semakin pesat dan rumit apabila ditinjau dari segi fisik maupun biaya.Pada praktiknya di lapangan, suatu proyek memiliki keterbatasan pada sumberdaya konstruksi yaitu manusia, material, dan juga peralatan.Peralatan konstruksi/alat berat termasuk faktor penting yang tidak bisa dilepaskan dalam metode pelaksanaan konstruksi dalam rangka menghasilkan produk yang salah satunya adalah jalan.Ketersediaan alat konstruksi tersebut dapat mempengaruhi biaya, mutu, dan jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan tertentu pada proyek pembangunan jalan.Pada studi kasus pembangunan jalan Mamberamo – Enelim di Papua, ditemukan adanya masalah keterbatasan peralatan konstruksi.Keterbatasan peralatan tersebut terjadi akibat lokasi proyek yang berada pada daerah terpencil yang relatif sulit dijangkau melalui jalur darat.Untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen peralatan perlu dilakukan.Penelitian dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi untuk mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan. Lokasi proyek berada 400 km dari pusat kota Jayapura dengan kondisi tempat berada pada daerah terpencil dan dikelilingi hutan. Mobilisasi alat ke lokasi membutuhkan waktu 2-3 hari dari pelabuhan sehingga alat yang tersedia menjadi terbatas.Untuk itu, keterbatasan alat yang ada dapat dihadapi dengan manajemen peralatan antara lain penjadwalan, operator, sistem shift pinjam-pakai, kombinasi peralatan, dan pemeliharaan alat berat.

Kata Kunci: peralatan, manajemen, jalan, keterbatasan, terpencil

Page 75: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 71

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

PENENTUAN METODE PENGUKURAN PENCAPAIAN OUTCOMEStudi Kasus: Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

AmeliaDewiSafitraNingtyas1

Hasfarm Dian Purba2

Yudhistira Adi Nugroho3

Penata Ruang1

Analis Investasi dan Pasar Ko2

Penyusun Monev dan Pelaporan3

1Direktorat Jenderal Cipta Karya2Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

3Inspektorat JenderalKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

Indonesia as developing country has been steadily grown and increased in any sectors. One of which is the construction sector that contributed was about 6-7% in Indonesian economy. The Ministry of Public Works and Housing through the Directorate General of Construction Development is the institution that provides guidance the construction services in Indonesia. The Directorate General had prepared many programs to reach the construction sector growth. In fact, that program has problems in relation between sub output by output and the measurement of output to the outcome. Hence, writer has done a study was intended to produce solutions to measurement of the outcome in the Directorate General for construction effectively and efficiently. The typical of research analysis is descriptive quantitative by using logic model analysis and scoring analysis. Based on logic model analysis, obtained clear causative relation between sub output and output. That relations was followed up with scoring analysis. The result of this analysis was the measurement of outputachievement to outcome. This methods would be tools for measuring the success and evaluating each program that had been arranged in the strategic plan of the Directorate General of Construction Development 2015 - 2019.

Keywords: sub output and output, relation, measurement

Abstrak

Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami pertumbuhan dan peningkatan diberbagai sektor. Salah satunya adalah sektor konstruksi yang memberikan kontribusi sebesar 6 -7% dalam perekonomian Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi menjadi institusi yang melakukan pembinaan penyelenggaraan jasa konstruksi secara nasional. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi telah menyusun program-program untuk mendukung pertumbuhan sektor konstruksi. Akan tetapi dalam implementasinya, program-program tersebut mengalami permasalahan dalam keterhubungan antara output dan sub output program serta pengukuran output terhadap pencapaian outcome. Oleh karena itu, penulis melakukan suatu kajian yang bertujuan untuk menghasilkan solusi terhadap pengukuran pencapaian outcome di Direktorat Jenderal Bina Konstruksi secara efektif dan efisien. Analisis dalam penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan logic model analysis dan scoring analysis. Berdasarkan logic model analysis diperolehhubungan kausatif yang jelas antara sub output dengan output. Dari hubungan sub ouput dan output tersebut dilanjutkan dengan scoring analysis. Analisis tersebut menghasilkan suatu cara pengukuran pencapaian output terhadap outcome yang telah ditetapkan. Metode pengukuran pencapaian outcome tersebut akan menjadi alat untuk mengukur keberhasilan dan mengevaluasi setiap program yang telah disusun dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Tahun 2015 - 2019.

Kata Kunci: sub pengeluaran, hubungan, pengukuran

Page 76: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 72

Lampiran

SOLIDITAS TIM DALAM MELAKSANAKAN PROYEK PENELITIANPRACETAK BETON BERTULANG BRIKON ATAU FABRIKASI KONSTRUKSI

(PRECAST CONCRETE) PADA PEMBANGUNAN RUMAH BRIKONDI LOKA TEKNOLOGI PERMUKIMAN MEDAN

HarisHadihanafi

Penata Barang Milik NegaraDirektorat Jenderal Sumber Daya Air,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The research of precast reinforced BRIKON concrete or fabrication of construction has become an alternative solution or choice for house construction using precast system to help reduce the housing backlog for low-income communities (MBR) in Indonesia. The Brikon House is a development of house construction using Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) method. The research was conducted by building a prototype of Brikon House located at the Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan. The aim of this research was to determine the solidity of the research team during their research acts. Hopefully this research would give scientifically benefit value to Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan for their following research activities. This was a participated observatory research. The develpment construction of Brikon House prototype gave new innovation towards housing technology development. But there were still a problem about the lacking of coordination between research team and building contractor. The building contractor also got some other projects which were not followed by the addition of manpower. Thus the Brikon House development was implicated with the delay of construction which made it behind the planning schedule. The recommendation for such situation would be a reformation of project management within the building contractor. As an addition, the research team and the official commitment maker (PPK) should give more concern about the coordination with the building contractor.

Keywords: brikon, innovation, team solidity, coordination, contractor

Abstrak

Pracetak beton bertulang BRIKON atau Fabrikasi Konstruksi, menjadi solusi bagi alternatif pembangunan rumah dengan sistem pra cetak untuk membantu mengurangi backlog rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Rumah Brikon merupakan pengembangan dari pembangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). Dalam penelitian ini dilakukan dengan membangun Rumah contoh Rumah Brikon di area Kantor Loka Teknologi Pemukiman Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui soliditas tim penelitian dalam kegiatan penelitian pracetak beton bertulang Brikon. Manfaat penelitian ini sebagai sumbangsih pengetahuan untuk Kantor Loka Teknologi Permukiman Medan dalam melakukan kegiatan atau pelaksanaan proyek penelitian pembangunan rumah contoh. Jenis penelitian yang digunakan yaitu observatif partisipatif. Pembangunan Rumah contoh dengan menggunakan Brikon memberikan inovasi bagi pengembangan teknologi pembangunan rumah. Pelaksanaan pembangunan rumah contoh Brikon yang telah berlangsung tersebut merupakan inovasi teknologi pembangunan rumah, namun pada saat konstruksi masih terdapat hambatan. Hambatan yang terjadi, antara lain masih minimnya koordinasi antara tim peneliti dengan kontraktor pelaksana pembangunan rumah Brikon dan kontraktor pelaksana proyek memiliki banyak proyek lain yang tidak diikuti dengan penambahan tenaga sehingga menghambat pekerjaan dan mengakibatkan keterlambatan konstruksi sesuai rencana awal. Saran dapat dilakukan dengan adanya perbaikan manajemen proyek yang lebih baik dari kontraktor pelaksana, yang dapat dilakukan oleh tim peneliti dan PPK serta perlu ada koordinasi yang lebih intens oleh tim peneliti dan PPK.

Kata Kunci: brikon, inovasi, Soliditas tim, koordinasi, kontraktor.

Page 77: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 73

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

APLIKASI GEOTEKSTIL PADA LAPIS PONDASI PERKERASAN KAKU DI ATAS TANAH LUNAK

Studi Kasus: Pelebaran Jalan Supadio Pontianak

Ira Falkiya

Penata TeknikBalai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

Majority of Pontianak are peatlands which are located in the lowlands, which have low bearing capacity to sustain the existing structure on it, one of which is the construction of highway structures. As showed in Supadio road widening project, it is necessary stabilize the bearing capacity of soft soil with CBR < 6%. The stabilization process used wooden pile and capping layer foundation. It is necessary to separate the wooden foundation structure with the capping layer using geotextiles sheet in order to avoid contamination of the support layer by fine grained material from the soft soil, which could resulted in decrease of carrying capacity and premature damage such as cracks. Additionally, the geotextiles sheet also provide reinforcement in the form of detention drag effect on road pavement foundation structure due to the friction and binding with the soil material. Therefore the Supadio road widening project on STA. 0 + 400 to STA 2 + 750 using the sheet to support the capping layer, also serves as a separator and strengthen the foundation layer of pavement. Woven filter used is Geotextile with a tensile strength of 100 kN.

Keywords: road widening, stabilization of soft soils, woven filters, geotextiles, separator layers cantilever

Abstrak

Kota Pontianak merupakan daerah rawa (lahan basah) terletak di dataran rendah, hal ini tidak menguntungkan dalam daya dukung tanah untuk menopang struktur yang ada, salah satunya pembangunan struktur jalan raya. Sejalan dengan studi kasus yang diambil yaitu pekerjaan pelebaran Jalan Supadio (Pontianak) dengan kondisi tanah dasar memiliki CBR < 6%, sehingga diperlukan penanganan untuk memperkuat daya dukung tanah lunak. Stabilisasi daya dukung tanah lunak yang dipergunakan pada studi kasus yaitu dengan menggunakan pondasi khsusus berupa cerucuk dan lapis pondasi penopang (capping layer). Dalam aplikasi dilapangan, diperlukan pemisah antara struktur pondasi khusus dengan lapisan penopang berupa anyaman filter (geotekstil) agar tidak terjadi kontaminasi lapis penopang oleh material berbutir halus dari tanah dasar lunak dibawahnya, yang berakibat penurunan daya dukung serta terjadi kerusakan dini seperti retak. Selain itu adanya anyaman filter juga memberikan efek perkuatan berupa tahanan tarik pada struktur pondasi perkerasan jalan karena adanya proses gesekan dan saling mengikat dengan material tanah. Oleh karena itu pada paket pekerjaan pelebaran Jalan Supadio (Pontianak) di STA 0+400 sampai STA 2+750 mempergunakan anyaman filter untuk mendukung struktur lapis penopang yang berfungsi sebagai separator sekaligus menambah perkuatan lapisan pondasi perkerasan. Anyaman filter yang dipergunakan merupakan Geotekstil dengan kuat tarik 100 kN.

Kata Kunci: pelebaran jalan, stabilisasi tanah lunak, anyaman filter, geotekstil, separator lapis penopang

Page 78: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 74

Lampiran

PEMBANGUNAN INSFRASTRUKTUR BENDUNGAN TITABDI KABUPATEN BULELENG PROPINSI BALI SEBAGAI JALUR

PEMENUHAN AIR BAKU BAGI MASYARAKAT SEKITAR

Dolly Indra Nastur

Penata AdvokasiDirektorat Jenderal Penyediaan Perumahan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The development economy sector in rural areas should be supported with adequate facilities , it aims to boost the growth of the national economy as a whole , these facilities among others, the construction of Titab Dam in Buleleng Bali Province, where the majority of the population around having subsistence farmers. Buleleng was producing 135 905 tons of rice in 2013 . This shows how important the use of raw water around the dam construction Titab . The method used is a method of direct research (empirical method) and the aim of this study is to determine the importance of the construction of Titab Dam to the surrounding community.

Keywords: titab dam, buleleng district, raw water

Abstrak

Perkembangan perekonomian di suatu perdesaan harus ditunjang dengan fasilitas yang memadai, hal ini bertujuan untuk mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan, fasilitas tersebut antara lain pembangunan Bendungan Titab di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali, dimana mayoritas penduduk sekitar mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Kabupaten Buleleng pada tahun 2013 memproduksi 135.905 Ton padi, hal ini menunjukkan betapa pentingnya penggunaan air baku disekitar Bendungan Titab. Metode yang digunakan merupakan metode penelitian langsung. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya pembangunan Bendungan Titab bagi masyarakat sekitar.

Kata Kunci: bendungan titab, kabupaten buleleng, air baku

Page 79: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 75

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

KAJIAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PEDESAAN (SPAMDES)KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROVINSI DI YOGYAKARTA

Ayu Erlinna

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatJalan Pattimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Email: [email protected]

Abstract

PDAM Tirta Handayani as enterprises in Gunung Kidul who serve public in drinking water may be said that have not been work optimally. Based on data from the MDG Roadmap DIY in 2012, PDAM Tirta Handayani has an installed capacity of 474 l / sec, home connection 36 .545 units as well as coverage of new services capable of reaching 26.75%. Most of the people in Gunung Kidul use river water, springs, and wells drilled as the source of their drinking water. Satker Pengelolaan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) DI.Yogyakarta in cooperation with the Regional Government of the province of DI. Yogyakarta seeks to facilitate the public in Gunung Kidul district in facilitating drinking water through the Rural Water Development System (SPAMDES). However, there are still some obstacles in SPAMDES programs that need to be assessed so as to make the program sustainable until next year.

Keywords: SPAMDES, drinking water, Gunung Kidul

Abstrak

PDAM Tirta Handayani sebagai BUMD di Kabupaten Gunung Kidul yang melayani masyarakat dalam bidang air minum dapat dikatakan belum mampu bekerja secara optimal. Berdasarkan data dari Roadmap MDGs DIY pada tahun 2012, PDAM Tirta Handayani memiliki kapasitas terpasang sebesar 474 l/dtk, sambungan rumah sebanyak 36.545 serta cakupan pelayanan baru mampu mencapai angka 26,75%. Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Gunung menggunakan menggunakan air sungai, mata air, serta sumur bor sebagai sumber air minum mereka. Satker Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) bidang Air Minum provinsi DI. Yogyakarta bekerjasama dengan Pemerintah Daerah provinsi DI. Yogyakarta berusaha untuk memfasilitasi masyarakat di kabupaten Gunung Kidul dalam mempermudah mendapatkan air minum melalui program Sistem Pengembangan Air Minum Perdesaan (SPAMDES). Namun demikian masih terdapat beberapa kendala dalam program SPAMDES yang perlu dikaji sehingga mampu menjadikan program tersebut berkelanjutan hingga tahun berikutnya.

Kata Kunci: SPAMDES, air minum, Gunung Kidul

Page 80: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 76

Lampiran

HUBUNGAN ANTARA KEMELIMPAHAN LARVA POLYCENTROPODIDAE (TRICHOPTERA) DAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI WADUK SEMPOR,

KEBUMEN, JAWA TENGAH

Kisworo Rahayu1, Rr. Vicky Ariyanti2

Penata Pengelolaan Sumber Daya1, Teknik Pengairan Ahli Pertama2

Direktorat Jenderal Sumber Daya AirKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

The purpose of this research to know the abundance Polycentropodidae larva in Sempor Reservoir. Related to abundance Polycentropodidae larva with sediment characteristic and its factors. The sediment samples was taken by using a Petersen Dredge, 25 x 30 cm2 sampling area and the water sample on sediment’s surface was taken using Van Dorn Water Sampler in four different stations, that were station I (Pakuwuhan), station II (Pengantalan), station III (Kumambang), and station IV (Kedungwringin). To obtain Polycentropodidae larva’s sample, the sediment was filtered by using bentos mest net, size of 20, 40, and 60. The sample were identified and calculated. Analysis data by using Anava test dan DMRT test, to know the related of abundance with environment factor’s by using Correlation test. The result showed that the highest of abundance Polycentropodidae larva 53,3 ind/m2 in station IV (Kedungwringin), and the lowest 4 ind/m2 in station II (Pengantalan). Phisical dan chemistry characteristic of sediment influence the abundance Polycentropodidae larva. The environment factor’s that has a lot of influence in abundance Polycentropodidae larva are Ca, N, detritus and depth.

Keywords: sempor reservoir, polycentropodidae larva, sediment characteristic

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemelimpahan larva Polycentropodidae di Waduk Sempor, hubungan kemelimpahan larva Polycentropodidae dengan karakteristik sedimen dan faktor yang mempengaruhinya. Sampel sedimen diambil dengan menggunakan Petersen Dredge ukuran 25 x 30 cm2 dan sampel air permukaan diambil dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler, di empat stasiun yang berbeda, yaitu stasiun I (Pakuwuhan), stasiun II (Pengantalan), stasiun III (Kumambang), dan stasiun IV (Kedungwringin). Untuk mendapatkan sampel larva Polycentropodidae, sedimen disaring menggunakan saringan bentos bertingkat ukuran 20,40 dan 60 mesh kemudian sampel diidentifikasi dan dihitung. Analisis data menggunakan Anava tes dan tes DMRT serta untuk mengetahui hubungan dengan faktor lingkungan menggunakan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemelimpahan larva Polycentropodidae tertinggi 53,3 ind / m2 di stasiun IV (Kedungwringin), dan terendah 4 ind / m2 di stasiun II (Pengantalan). Karakteristik fisik dan kimia sedimen berpengaruh terhadap kelimpahan larva Polycentropodidae. Parameter lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kemelimpahan larva Polycentropodidae adalah kadar Ca, N, detritus dan jeluk/kedalama.

Kata kunci: waduk sempor, larva polycentropodidae, karakteristik sedimen

Page 81: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 77

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

APLIKASI PENGEBORAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL DRILLING) SEBAGAI METODE PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN DALAM

PERENCANAAN KONSTRUKSI Studi Kasus: Underpass Katamso Medan

Efran Kemala Hamonangan

Analis Jalan JembatanDirektorat Jembatan,

Direktorat Jenderal Bina Marga,Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Email: [email protected]

Abstract

Geotechnical drilling is one of type in soil investigation to find soil parameters for construction. There are many service providers or contractors in Indonesia conducting geotechnical drilling, but some are still not following the rules and standard guidelines. Geotechnical drilling in Medan Katamso Underpass Project followed the rules and guidelines. In general, soil condition at that location was quite good, so it did not require special handling construction work on it. Some errors occurred in the field in geotechnical drilling were the wash boring before SPT test, ununiformity of drilling rods, UDS sample taken by driving the tube, Split-barrel sampler, UDS tubes, inproper hammer SPT, soilidentification,the number of hammer blows per minute, uncertified machine and operator, and inproper transport process and sample storage.

Keywords: soil investigation, geotechnical drillings, SPT, UDS tubes

Abstrak

Pengeboran geoteknik merupakan salah satucara dalam penyelidikan tanah untuk mencari parameter– parameter tanah untuk konstruksi. Banyak penyedia jasa ataupun kontraktor di Indonesia yang melakukan pengeboran geoteknik, namun beberapa masih ada yang belum mengikuti aturan dan pedoman standar yang berlaku.Pengeboran geoteknik pada Proyek Underpass Katamso Medan sudah mengikuti aturan dan pedoman yang berlaku. Kondisi tanah secara umum pada lokasi tersebut cukup baik sehingga tidak diperlukan penanganan khusus pekerjaan kontruksi diatasnya. Beberapa kesalahan yang pernah terjadi dilapangan dalam pengeboran geoteknik ialah melakukan wash boring sebelum pengujian SPT, panjang stang bor yang tidak seragam, pengambilan sampel UDS yang salah, Split-barrel sampler , Tabung UDS, dan hammer SPT tidak sesuai spesifikasi, identifikasi jenis tanah yang kurang tepat, jumlah pukulan hammer per menit yang tidak sesuai spesifikasi, alat dan operator yang tidak bersertifikasi, serta proses transportasi dan penyimpanan sampel yang tidak sesuai spesifikasi.

Kata Kunci: penyelidikan tanah, pengeboran geoteknik, SPT, tabung UDS

Page 82: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 78

Lampiran

STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS DALAM PENDAYAGUNAAN RUMAH SUSUN SEWA COKRODIRJAN, KOTA YOGYAKARTA

Maria Immaculata Krisna Adyasari

Peneliti PermukimanBadan Penelitian dan Pengembangan,

Kemeterian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The notion of public rental flats development has been initiated since 1980’s with the publication of Law number 16 of 1985 about public housings. Cokrodirjan Flats that has been built in 2004 is one of the development scheme of vertical housing in Yogyakarta City. The self-management system that is emphazised on community participation is the main characteristic of Cokrodirjan Flats that makes it unique. However, for achieving sustainability on its utilization, this management system requires high community capacity to take role on management. This research is conducted to investigate how much the community capacity on Cokrodirjan Flat’s utilization. Further, this research tries to find options of strategy to build community capacity. Conducted in descriptive qualitative methods, this research reveals that Cokrodirjan Flat’s residents have high value in community capacity. They have high social bonding resultantly as they have high kinship. Its decision making process is more consensus. Norm and ethics play main roles in controlling utilization. However, capacity building is still needed to be done to increase the quality of its human resources because of due to low educational level of residents and administrators, flats performance are still constantly shabby.

Keywords: strategy, capacity, development, public rental flats, utilization

Abstrak

Gagasan pembangunan rumah susun telah diinisiasi sejak tahun 1980-an dengan diterbitkannya UU no. 16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rusunawa Cokrodirjan merupakan salah satu implementasi penerapan skema hunian susun di Kota Yogyakarta yang dibangun pada tahun 2004. Rusunawa Cokrodirjan termasuk rumah susun yang unik di Kota Yogyakarta karena dikelola secara swakelola dan menekankan pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Untuk mencapai sustainabilitas pengelolaan rumah susun, pola swakelola tentunya membutuhkan daya dukung kapasitas masyarakat yang cukup sebagai pelaku pengelola. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi sejauh mana kapasitas masyarakat dalam pendayagunaan Rusunawa Cokrodirjan sebagai sampel rusunawa dengan pola pengelolaan swakelola. Lebih lanjut, kajian ini berusaha untuk menemukan opsi strategi untuk pengembangan kapasitas masyarakat. Penelitian dikembangkan dengan metode kualitatif deskriptif. Penelitian menemukan bahwa Rusunawa Cokrodirjan memiliki kapasitas yang cukup tinggi di tataran komunitas. Ikatan sosial antar penghuni cukup tinggi karena masih membawa struktur sosial kampung. Kelebihan dari pola pengelolaan ini yaitu proses pengambilan keputusan yang lebih konsensus. Norma dan etika menjadi kekuatan untuk proses kontrol utilisasi. Namun demikian, pengembangan kapasitas masih perlu dilakukan karena kualitas sumber dayanya masih rendah.

Kata Kunci: strategi, pengembangan, kapasitas, pendayagunaan, rumah susun sewa

Page 83: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 79

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

PEDOMAN PENULISAN JURNAL INFRASTRUKTUR

JUDUL ARTIKEL

(HURUF KAPITAL, Verdana, 12 pt, bold, centered, tidak lebih dari 12 kata)(satu baris spasi kosong, 12 point font)

Penulis Pertama1), Penulis Kedua2), dst (Verdana, 10 pt, bold, centered, dengan gelar)

(satu baris spasi kosong, 10 point font)

1Institusi (Verdana, 10 pt)2Institusi (Verdana, 10 pt)

E-mail: [email protected] (Verdana, 10 pt)(satu baris spasi kosong, 10 point font)

Abstract (Verdana, 9 pt, bold, at most 200 words)

(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstract should be written in English. The abstract is written with Verdana size 9, and single spacing. The abstract should summarize the content of the paper, including problems, the aim of the research, research method, and the results, and the conclusions of the paper. It should not contain any references or displayed equations. The abstract should be no more than 200 words.

(satu baris spasi kosong, 9 point font)Keywords: up to 5 keywords in English (Verdana, 9 pt, italics)

(dua baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak (Verdana, 9 pt, bold)

(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak dalam Bahasa Indonesia. Ditulis dengan font Verdana size 9 dan single spacing. Abstrak harus merangkum isi makalah, termasuk permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil, dan kesimpulan dari makalah. Abstrak tidak mengandung referensi dan/atau persamaan.Tidak boleh lebih dari 200 kata.

(satu baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)

Kata Kunci: terdiri dari 5 kata kunci (Verdana, 9 pt, italics)(dua baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)

1. PENDAHULUAN

Template ini digunakan sebagai pedoman penulisan Jurnal Infrastruktur di Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional Badan Pengembangan Sumbar Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Artikel harus memuat Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode penelitian, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, serta Daftar Pustaka. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia menggunakan jenis huruf Verdana, font size 9, spasi 1.5, rata kiri kanan, margin kiri – kanan – atas – bawah masing-masing 3 cm, menggunakan kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm). Panjang naskah 8 – 12 halaman, termasuk gambar dan tabel. Bagian pendahuluan meliputi: latar belakang, rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dan tujuan penelitian. Penulisan bagian-bagian dari pendahuluan ini tanpa menggunakan subbab/subjudul. Sumber referensi berasal dari sumber-sumber primer (jurnal) terbitan 5 tahun terakhir. Sumber acuan yang dicantumkan di awal kalimat ditulis menggunakan sistem Nama (tahun), sedangkan bila dicantumkan di akhir kalimat menggunakan sistem (Nama, tahun). Kutipan langsung lebih dari 3 baris, ditulis menggunakan spasi 1, indentasi kiri-kanan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan topik/ masalah yang dibahas (dapat berupa definisi), yang digunakan untuk menjawab masalah yang dibahas. Tinjauan Pustaka tidak sekedar berisi kutipan dari berbagai sumber, tetapi harus ditarik benang merahnya sehingga penulis mempunyai kesimpulan sendiri. Dalam Tinjauan Pustaka, dapat disertakan hipotesis yaitu jawaban sementara atas masalah yang dibahas (jika diperlukan).

3. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian setidak-tidaknya menguraikan pendekatan yang digunakan dalam penelitian, populasi dan sampel penelitian, menjelaskan definisi operasional variabel beserta alat pengukuran data atau cara mengumpulkan data, dan metode analisis data.

Apabila alat pengukuran data menggunakan kuesioner, maka perlu dicantumkan hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Cara penyajian pada bagian ini dapat dilakukan: 1) pembahasan terpisah dari hasil atau 2) pembahasan menyatu dengan penyajian hasil. Hasil yang dimaksud adalah rangkuman hasil-hasil analisis data, bukan hasil penelitian dalam bentuk data mentah. Hasil analisis data dari software pengolah data statistik, disajikan dengan mengetik ulang dalam tabel yang disesuaikan dengan kebutuhan, bukan dengan cara meng-copy output hasil analisis. Contoh penyajian data dalam bentuk tabel seperti Tabel 1. (Lampiran tidak diperbolehkan ada dalam jurnal ini. Jika ada lampiran, mohon disertakan ke dalam Hasil dan Pembahasan)

Page 84: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

Vol. 1 No. 01 Desember 2015

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 80

Lampiran

Tabel 1. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Sumber: Data sekunder yang diolah, Tahun 2015

Contoh penyajian data dalam bentuk gambar, grafik dan sejenisnya seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Uji Structural Equation Model (SEM) Sumber: Data primer yang diolah, 20155. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan merupakan ringkasan atas temuan penelitian dan implikasinya. Saran diberikan untuk pengembangan dan penelitian lanjutan.

Saran dibuat berdasarkan kelemahan, pengalaman, kesulitan, kesalahan, temuan baru yang belum pernah dibahas dan berbagai kemungkinan arah pembahasan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka merupakan bagian akhir dari makalah, ditulis dalam urutan alfabetis mengikuti APA Style (http://www.apastyle.org/). Susunannya memuat: nama penulis, tahun publikasi, judul paper atau textbook, nama jurnal atau penerbit, dan halaman. Berikut ini beberapa contoh cara penulisan daftar pustaka menurut APA Style.

Daftar Pustaka : Berdasarkan Jumlah Penulis

Jika ada 2 (dua) Orang Penulis.Wegener, D. T., & Petty, R. E. (1994). Mood management across affective states: The hedonic contingency

hypothesis. Journal of Personality & Social Psychology, 66, 1034-1048.

Jika ada 3 (tiga) sampai 7 (tujuh) Orang Penulis.Kernis, M. H., Cornell, D. P., Sun, C. R., Berry, A., Harlow, T., & Bach, J. S. (1993). There’s more to self-esteem

than whether it is high or low: The importance of stability of self-esteem. Journal of Personality and Social Psychology, 65, 1190-1204.

Jika ada lebih dari 7 (tujuh) Orang Penulis.Miller, F. H., Choi, M. J., Angeli, L. L., Harland, A. A., Stamos, J. A., Thomas, S. T., . . . Rubin, L. H. (2009). Web

site usability for the blind and low-vision user. Technical Communication 57, 323-335.

Jika Organisasi sebagai Penulis.American Psychological Association. (2003).

Jika Penulis tidak diketahui.Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.).(1993). Springfield, MA: Merriam-Webster.

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama.Berndt, T. J. (1981).Berndt, T. J. (1999).Berndt, T. J. (1999). Friends’ influence on students’ adjustment to school. Educational Psychologist, 34, 15-28.Berndt, T. J., & Keefe, K. (1995). Friends’ influence on adolescents’ adjustment to school. Child Development,

66, 1312-1329.Wegener, D. T., Kerr, N. L., Fleming, M. A., & Petty, R. E. (2000). Flexible corrections of juror judgments:

Implications for jury instructions. Psychology, Public Policy, & Law, 6, 629-654.Wegener, D. T., Petty, R. E., & Klein, D. J. (1994). Effects of mood on high elaboration attitude change: The

mediating role of likelihood judgments. European Journal of Social Psychology, 24, 25-43.

Page 85: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2017/07/3.-Isi-Edisi-1... · Pelibatan masyarakat perdesaan dalam pembangunan ... berupa jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 81

Vol. 1 No. 01 Desember 2015Lampiran

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama di tahun yang sama.Berndt, T. J. (1981a). Age changes and changes over time in prosocial intentions and behavior between

friends. Developmental Psychology, 17, 408-416.Berndt, T. J. (1981b). Effects of friendship on prosocial intentions and behavior. Child Development, 52, 636-

643.

Jika pustaka diambil dari Pendahuluan, Kata Pengantar, Dan Penutup.Funk, R., & Kolln, M. (1998). Introduction. In E.W. Ludlow (Ed.), Understanding English Grammar (pp. 1-2).

Needham, MA: Allyn and Bacon.Daftar Pustaka : Artikel dalam Periodik

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Volume.Harlow, H. F. (1983). Fundamentals for preparing psychology journal articles. Journal of Comparative and

Physiological Psychology, 55, 893-896.

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Terbitan.Scruton, R. (1996). The eclipse of listening. The New Criterion, 15(30), 5-13.

Artikel dalam Majalah.Henry, W. A. (1990, April 9). Making the grade in today’s schools. Time, 135, 28-31.

Artikel dalam Koran.Schultz, S. (2005, December 28). Calls made to strengthen state energy policies. The Country Today, pp. 1A,

2A.

ReviewBaumeister, R. F. (1993). Exposing the self-knowledge myth [Review of the book The self-knower: A hero

under control ]. Contemporary Psychology, 38, 466-467.Daftar Pustaka : Sumber-Sumber lain

Ensiklopedia.Bergmann, P. G. (1993). Relativity. In The new encyclopedia britannica (Vol. 26, pp. 501-508). Chicago:

Encyclopedia Britannica.

Abstrak dalam Disertasi.Yoshida, Y. (2001). Essays in urban transportation (Doctoral dissertation, Boston College, 2001). Dissertation

Abstracts International, 62, 7741A.

Dokumen Pemerintahan.National Institute of Mental Health. (1990). Clinical training in serious mental illness (DHHS Publication No.

ADM 90-1679). Washington, DC: U.S. Government Printing Office.

Prosiding Seminar.Schnase, J. L., & Cunnius, E. L. (Eds.). (1995). Proceedings from CSCL ‘95: The First International Conference

on Computer Support for Collaborative Learning. Mahwah, NJ: Erlbaum.Daftar Pustaka : Sumber Non-Cetak lain

Interview, Email, dan Komunikasi Personal.(E. Junaedi, Interview, 4 January 4, 2008).A. Herman mengklarifikasi terkait kesalahan dalam pembangunan Jalan Tol di Gresik (Interview, 10

Desember, 2008).