p-issn 2527-497x e-issn 2580-4448 jurnal...

97
p-ISSN 2527-497X INFRASTRUKTUR JURNAL PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Vol. 3 No. 02 Desember 2017 e-ISSN 2580-4448

Upload: danghuong

Post on 26-May-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR i

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

p-ISSN 2527-497X

INFRASTRUKTURJURNAL

PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONALBADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIAKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

e-ISSN 2580-4448

Page 2: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTURii

Susunan Redaksi Jurnal Infrastruktur

Pengarah : Ir. Lolly Martina Martief, MT.

Penanggung Jawab : Ir. Nicodemus Daud, M.Si.

Mitra Bestari : Ir. Edy Anto Soentoro Gondodinoto, MA.SC., Ph.D (Institut Teknologi Bandung)

Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng Subagio, DEA (Institut Teknologi Bandung)

Prof. Dr. Muhammad Yamin Jinca, MS.Tr. (Universitas Hasanuddin Makassar)

Redaktur : Drs. Canka A.S. Putri, MA.

Dewan Penyunting : Diana Febrianti, S.Kom., MMT

Lia Sari Mulyati, S.Pd., M.Pd

Luthfi Ainuddin, ST

Redaksi

Desain : Mardiyan Syah, A.Md

Fotografer : Imam Syahid Izzatur Rahim, A.Md

Sekretariat : Rosna Kumala Sary, SE

Dini Prilia Gamarlin, S.Sos., M.Si

Website : bpsdm.pu.go.id/jurnal

Email : [email protected]

Alamat : Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan FungsionalBadan Pengembangan Sumber Daya ManusiaKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. Sapta Taruna Raya Komplek PU Pasar Jumat Jakarta Selatan 12330Telp. 021-759 08822

Jurnal Volume No Hal Jakarta p-ISSN e-ISSN

INFRASTRUKTUR 3 02 001 - 093 Desember 2017 2527-497X 2580-4448

INFRASTRUKTURJURNAL

Vol. 2 No. 01 April 2017Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Page 3: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR iii

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

DAFTAR ISI

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

Pengantar Redaksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

1. ANALISIS CHANGE ORDER PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN AIR DI JAWA BARATDikdik Muh. NS

2. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA PEMELIHARAAN GEDUNG HUNIAN VERTIKALDhani Wardhana

1 - 1

1 - 9

3. MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN ANALISIS KINERJA DAN KERUSAKAN JALAN DI RUAS JALAN NONTOL SELAMA PERBAIKAN JEMBATAN CISOMANG

Ahmad Afifi, Kharisma Putri Aurum, Usman, Siti Sekar Gondoarum

1 - 17

4. HAMBATAN PENERAPAN INSENTIF DALAM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PEMERINTAH DARI PERSEPSI PENGGUNA JASAAsri Sarli, Yohanes L.D. Adianto

5. ANALISIS SEBAB-SEBAB KERUSAKAN PERKERASAN DAN ALTERNATIF PENANGANAN PADA JALAN AKSES PUSAT MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN SENTUL – BOGOR Kutowinangung-PrembunMarnala R. Chandra, Hary C. Hardiyatmo

6. MERENCANAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN DENGAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SNSE-ARSlamet Muljono

7. EVALUASI SEBAB KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR LINTAS SELATAN JAWA TENGAH Studi Kasus: Ruas JalanArdian Adhitama, Hary Christady Hardiyatmo

8. KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI ESTIMASI BIAYA PELEBARAN JALAN NASIONAL DI MALUKU UTARAJosanty Zachawerus

1 - 25

1 - 32

1 - 40

1 - 49

1 - 56

9. PEMANFAATAN PASIR SUNGAI BARITO SEBAGAI BAHAN TAMBAH AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET (HRS) BASEBambang Raharmadi

10. STUDI ALTERNATIF PENGELOLAAN BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SAMPEAN HILIR, PROVINSI JAWA TIMURYosi Darmawan Arifianto

1 - 63

1 - 73

Lampiran Abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 81

Lampiran Pedoman Penulisan Jurnal Infrastruktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 91

Page 4: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTURiv

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenan dan rahmat-Nya Jurnal Infrastruk-tur ini dapat diterbitkan. Pada penerbitan kali ini, Jurnal Infrastruktur menyajikan hasil-hasil penelitian atau kajian atas pelaksanaan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebanyak 10 (sepuluh) topik yang meliputi bidang sumber daya air, bina marga,cipta karya, dan manajemen konstruksi yang dikaji baik secara kualitatif, kuantitatif maupun gabungan keduanya.

Kami mengucapkan terima kasih dan selamat kepada para penulis yang telah memberikan kontribusi sig-nifikan dalam pengembangan ilmu dan teknologi di bidang PUPR, demikian juga kepada para mitra bestari (reviewer) yang telah meluangkan waktunya untuk menilai naskah yang dimuat pada edisi ini. Pada kes-empatan berikutnya, kami mengundang para pejabat fungsional bidang PUPR untuk mempublikasikan hasil penelitian/kajiannya maupun ide-ide atau gagasan baru yang orisinil melalui jurnal ini.

Jurnal Infrastruktur Volume 3 No. 2 Desember 2017 ini merupakan terbitan jurnal yang kelima dengan kontributor yang terdiri dari 3 (tiga) orang Pejabat Fungsional, 2 (dua) orang Mahasiswa Universitas Gajah Mada, 4 (empat) orang Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan, dan 1 (satu) orang Pelaksana Kemen-terian PUPR. Kami juga telah meluncurkan jurnal online (e-jurnal) dalam rangka memenuhi persyaratan proses akreditasi jurnal. Kami menyadari Jurnal Infrastruktur ini masih jauh dari sempurna. Namun harapan kami, jurnal ini dapat menjadi salah satu media komunikasi dan informasi ilmiah dan menjadi wadah un-tuk menuangkan buah pikiran ilmiah bagi sumber daya manusia Bidang PUPR. Selain itu diharapkan jurnal ini memberikan kontribusi positif bagi pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia di bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kualitas infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat demi kemajuan tanah air tercinta. Berkenaan dengan hal tersebut, kami masukan konstruktif dari para pembaca dan pemerhati yang dapat disampaikan kepada kami melalui alamat email yang tertera pada lembar susunan redaksi.

Akhirnya kami hanya bisa berharap, semoga karya tulis ilmiah dalam jurnal ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk berperan aktif dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi terutama di bi-dang PUPR.

Redaksi

Jurnal INFRASTRUKTUR

Page 5: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 1

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

ANALISIS CHANGE ORDER PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN AIR DI JAWA BARAT

Dikdik Muh. NS

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi Universitas Katolik Parahyangan

Email: [email protected]

Abstract

Water infrastucture construction naturally have a high risk of Change Order (CO) while the work item tends to be minimal, it should be minimized from the beginning. The purpose of this study is to identify the main causes of CO and then determine the most important factors that need to be anticipated. The method used in this study is to use descriptive analysis, based on the results of literature review and interviews and then obtained the questionnaire data. The result of identification was obtained by 11 major factor of CO cause and questionnaire data collected with total of 133 respondents who participated in this research. These respondents were clients, contractors and consultants operating in Garut, Kuningan, Cirebon, Majalengka Regency and West Java Province. Each respondent was asked to express her opinion on the frequency and cost impact of identified factors on a 1–5 Likert scale. Five factors were ranked as the most important factors causing CO: site conditions, contractors-related problem, change of schope, supervisory consultant /or internal supervisor related problems, error and negligence in design. The is path analysis also shows a statistically significant positive correlation between the frequency of CO occurrencse and cost impacts if incurred. Benefits these research findings are expected to help stakeholders minimize CO risk for their water infrastructure projects in the near future.

Keywords: change order, causative factor, construction waterworks, path analysis

Abstrak

Proyek konstruksi bangunan air secara alami memiliki tingkat risiko terjadinya Change Order (CO) cukup tinggi sementara item pekerjaannya cendrung sedikit, hal tersebut harus diminimalisasi sejak dari awal. Tujuan dari penelitian ini salah satunya dengan mengidentifikasi penyebab utama CO dan kemudian menentukan faktor paling penting yang perlu diantisipasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis deskriptif, berdasarkan hasil kajian literatur dan wawancara dan selanjutnya diperoleh data kuesioner. Hasil identifikasi diperoleh 11 faktor utama penyebab CO dan data kuesioner terhimpun dengan total 133 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Responden ini adalah kontraktor dan konsultan yang beroperasi di Kabupaten Garut, Kuningan, Cirebon, Majalengka dan Provinsi Jawa Barat. Setiap responden diminta untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai frekuensi dan dampak biaya yang ditimbulkan yang teridentifikasi pada skala Likert 1–5. Hasil dari penelitian ini terhimpun lima faktor yang digolongkan sebagai faktor terpenting yang menyebabkan CO: masalah kontraktor, kondisi fisik lapangan, perubahan ruang lingkup, masalah konsultan pengawas/pengawas internal, kesalahan dan kelalaian dalam desain. Analisis jalur juga menunjukkan korelasi positif yang signifikan secara statistik antara frekuensi terjadinya CO dan dampak biaya yang ditimbulkan. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu pemangku kepentingan meminimalisasi CO pada proyek konstruksi bangunan air ke depannya.

Kata Kunci: change order, faktor penyebab, konstruksi bangunan air, analisis jalur

Page 6: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 2

1. PENDAHULUAN

Change Order dalam proyek kontruksi sudah hampir dipastikan terjadi, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi tujuan dari konstruksi tersebut, namun bila banyak terjadi akan berdampak negatip terhadap proyek tersebut. CO dapat memunculkan terjadinya kesalahpahaman antara pengguna jasa dan penyedia jasa sehingga kesalahpahaman tersebut berujung pada ketidaksepakatan. Jika tidak tercapai kesepakatan antara pihak-pihak dari proyek, klaim atau sengketa dapat terjadi. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi pelaksanaan proyek dan memunculkan peluang ketidakberhasilan dalam menyelesaikan proyek. CO apabila tidak diantisipasi dengan baik akan berdampak besar terhadap proyek konstruksi. Semakin tinggi tingkat capaian kemajuan pekerjaan maka dampak dari CO yang diakibatkanya terhadap biaya konstruksi semakin besar (Ibbs et al., 2001).

Sebagaimana disampaikan Alaryan et al. (2014), ada lima dampak CO yang paling umum yaitu: meningkatkan biaya proyek, meningkatnya durasi aktivitas setiap item pekerjaan, tertundanya jadual penyelesaian pekerjaan, adanya penambahan anggaran tambahan untuk kontraktor dan tertundanya pembayaran. Dampak lainnya menurut Ibbs dan Chao (2015) adalah perusahaan atau organisasi dalam proyek konstruksi harus mengumpulkan data dan informasi mengenai proyek mereka, untuk mendukung pengambilan keputusan mereka agar tercapainya efisiensi biaya dan menjadi alasan penundaan jadwal penyelesaian pekerjaan.

CO bisa terjadi dalam pekerjaan proyek konstruksi jenis apapun, akan tetapi pada proyek konstruksi bangunan air kecenderungannya sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan dokumen shop drawing dan as-built drawing atau pada dokumen rincian Berita Acara Mutual Check di mana tingkat perubahannya bisa mencapai lebih dari 10%. Berdasarkan data berita acara mutual check 100% dengan RAB kontrak yang ada di Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Kuningan menunjukkan CO mulai dari tahun 2012 sampai tahun 2015 sebesar 13,37%. Sementara, menurut ketentuan yang diatur dalam Perpres No. 54 tahun 2010 menjelaskan bahwa maksimum yang diperbolehkan untuk perubahan pekerjaan adalah 10% dari nilai kontrak awal.

Penelitian tentang faktor penyebab CO proyek konstruksi sudah banyak dilakukan, khususnya isu spesifik pada proyek konstruksi bangunan air. Isu tsb. relevan mengingat karakteristiknya adalah unik, menggunakan kontrak harga satuan, lokasi proyek tersebar dan item pekerjaan sedikit dan memiliki tingkat CO yang tinggi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

CO adalah suatu kegiatan perubahan pekerjaan yang terjadi dalam proses pelaksanaan, karena adanya kondisi yang tidak diharapkan pada saat pelaksanaan yang disebabkan berbagai hal, sehingga terjadi kesepakatan untuk melakukan perubahan pada lingkup pekerjaan tersebut yang disetujui oleh penyedia jasa dan pengguna jasa, (Ndihokubwayo, 2009, Nurlaela, 2013 dan Jaydeep et al., 2015).

2.2. Aspek Legal

Aturan yang mengatur mengenai proyek yang didanai oleh pemerintah diatur oleh digunakan Perpres 54 tahun 2010 pasal 87 dan untuk proyek yang didanai pihak asing dapat digunakan FIDIC Pasal 61.1.

2.3. Tujuan CO

Tujuan daru adanya CO yaitu untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metode khusus dalam pembayaran, mengubah spesifikasi pekerjaan, persetujuan tambahan pekerjaan baru, tujuan administrasi dalam menetapkan metode pembayaran kerja extra maupun penambahannya, mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila ada perubahan spesifikasi, pengajuan pengurangan biaya insentif proposal bila ada perubahan proposal value engineering, menyesuaikan schedule, menghindari perselisihan yang terjadi antara pihak penyedia jasa dengan pengguna jasa (Fisk, 2006, dalam Wahyuni, 2010).

2.4. Tipe Change Order

CO memiliki dua tipe dasar perubahan yaitu direct change (Perubahan diajukan dalam bentuk tertulis, yang diusulkan oleh pemilik yang ditujukan kepada kontraktor untuk mengubah lingkup kerja, waktu pelaksanaan, biaya-biaya atau hal-hal lain yang berbeda yang telah dispesifikasikan dalam kontrak) dan Constructive Change (Perubahan informal adalah tindakan informal yang mengesahkan atau memerintahkan suatu modifikasi di lapangan yang terjadi oleh karena kesalahan dalam melakukan tindakan) (Hendrik dan Mega, 2008).

3. METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan pada penelitian ini menggunakan Mixed methods merupakan penggabungan metode kualitatif dengan metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menemukan hipotesis, sementara metode kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis.

Page 7: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 3

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengawas bangunan air, perencana, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ada di lingkungan Dinas PUPR di Kabupaten Kuningan, Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka dan Provinsi Jawa Barat serta pelaksana penyedia jasa yang terlibat dalam proyek bangunan air. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling di mana teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.

3.3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Sementara pada penelitian ini digunakan teknik penggabungan kuesioner dan wawancara. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini tidak terstruktur dan bersifat bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematik dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara dilakukan di lingkungan Dinas Sumber Daya Air Pertambangan Kabupaten Kuningan yang terlibat dalam proyek bangunan air (i.e. pengawas, perencana, PPK dan PPHP). Wawancara ini dilakukan untuk memberikan masukan atau informasi mengenai faktor penyebab CO yang dianggap tidak terwakili oleh studi terdahulu. Hasil dari pengelompokan faktor penyebab selanjutnya menjadi desain variabel.

Selanjutnya alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah kuesioner untuk mendapatkan persepsi responden mengenai faktor-faktor penyebab CO proyek bangunan air. Persepsi dinyatakan dalam bentuk skala ordinal. Untuk mengukur frekuensi faktor penyebab CO digunakan Skala Likert 1-5 dengan 1 = sangat jarang, 2 = jarang, 3 = sedang, 4 = sering, dan 5 = sangat sering. Sama halnya,

mengukur seberapa sering atau frekuensi terjadinya CO selama masa proyek dari faktor penyebab digunakan skala Likert 1-5 dengan 1 = sangat jarang ( < 2 kali selama masa proyek), 2 = jarang (antara 2 dan 5 kali selama masa proyek), 3 = sedang (antara 6 dan 10 kali selama masa proyek), 4 = sering (antara 11 dan 15 kali selama masa proyek) dan 5 = sangat sering ( > 15 kali selama masa proyek). Sementara untuk mengukur dampak masih digunakan skala Likert 1-5 dengan 1 = sangat kecil (< 1% terhadap nilai kontrak), 2 = kecil (antara 1% dan 5% terhadap nilai kontrak), 3 = sedang (antara 6% dan 10% terhadap nilai kontrak), 4 = besar (antara 11% dan 15% terhadap nilai kontrak), 5 = sangat besar ( > 15% terhadap nilai kontrak).

3.4. Analisis Deskriptif

Secara umum metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) Menentukan skor terhadap pernyataan kuesioner dan (2) Menentukan pengaruh dan peringkat pada variable.

3.5. Identifikasi faktor

Pelaksanaan identifikasi faktor-faktor penyebab CO dilakukan dengan dua data penelitian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, sementara data sekunder diperoleh dari hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh 4 faktor penyebab sementara hasil kajian studi literatur terdahulu diperoleh 91 faktor penyebab CO, dari data primer dan sekunder diperoleh secara keseluruhan 95 faktor penyebab CO. Selanjutnya, faktor penyebab yang terdiri dari 95 dikelompokkan dengan metode deskriptif kualitatif berdasarkan kesamaan faktor penyebab atau masih berkaitan antara faktor penyebab lainnya, dari pengelompokan tersebut menghasilkan 11 faktor penyebab. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi variabel faktor penyebab CO

Kode Variabel KeteranganReferensi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

X1 Kesalahan dan kelalaian dalam desain 1 1 1 2 3 3 3 4 1 4 7 1

X2 Masalah di lokasi proyek 1 1 1

X3 Kondisi fisik lapangan 3 1 1 1 1 2 1 1 1 1

X4 Perubahan kebijakan pemerintah/undang-undang 3 1 1 1 1

X5 Masalah pembiayaan proyek 2 2 1 1

X6 Masalah kontraktor 1 1 1 2 3

X7 Kendala keamanan dan keselamatan 1 1 2

X8 Perubahan ruang lingkup 1 1 3 1 2

X9 Kesalahan/kelalaian dalam dokumentasi kontrak 1 2 1 1 2 1

X10 Kebijakan pemilik proyek 1 2 2 1

X11 Masalah konsultan pengawas/pengawas internal 1

Jumlah 9 5 7 3 5 11 8 6 8 9 20 4

Jumlah total 95

Page 8: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 4

Keterangan: 1 = Hsieh et al. (2004), 2 = Wu et al. (2005), 3 = Oladapo et al. (2007), 4 = Hendrik dan Mega (2007), 5 = Mubarak dan Nurisra (2009), 6 = Yitmen dan Ebrahim (2010), 7 = Sandy et al. (2012), 8 = Alaryan et al. (2014), 9 = Yana et al. (2015), 10 = Zakari et al. (2015), 11 = Nurmala dan Sarwono (2015), 12 = wawancara (dilakukan dari tanggal 15 September 2016 sampai tanggal 20 November 2016).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Variabel Kuesioner

Pengujian variabel kuesioner dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas dan reliabilitas merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur instrumen atau pernyataan-pernyataan dalam kuesioner apakah valid dan reliabel untuk digunakan, atau perlu ada perbaikan, secara keseluruhan dari 34 pernyataan kuesioner menunjukkan nilai corrected item total correlation ≥ 0,4 maka semua pernyataan valid. Sementara untuk uji reliabilitas dalam penelitian ini telah ditentukan nilai rtabel yaitu 0,7. Apabila cronbach’s alpha if item deleted hasil perhitungan SPSS menunjukkan ≥ dari 0,7 maka item pernyataan tersebut dianggap tinggi atau reliabel.

4.2. Profil Responden

Jumlah kuesioner yang disebar pada penelitian ini sebanyak 180 eksemplar. Kuesioner tersebut disebar keempat Dinas PUPR yang ada di lingkungan kabupaten dan 2 dinas di lingkungan provinsi, dari jumlah tersebut yang kembali kepada peneliti sebanyak 133 sampel. Adapun profil respondennya akan dijelaskan sebagai berikut:Tabel 2. Rekapitulasi deskriptif populasi responden

4.3. Frekuensi Change Order berdasarkan sebaran wilayah

Apabila ditinjau dari populasi responden, aspek frekuensi CO yang paling dominan terjadi di Kabupaten Garut. Ada beberapa aspek yang mengakibatkan tingkat CO di Kabupaten Garut cukup tinggi yaitu: (1) wilayah geografis Kabupaten Garut yang pegunungan mengakibatkan peluang pergeseran tanah lebih tinggi, (2) luas wilayah lebih

besar dibandingkan dengan kabupaten lainnya, (3) jumlah paket pekerjaan setiap tahunnya lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten lain dan (4) sumber daya manusia dari pengelola keproyekan tenaga teknis di bidang sumber daya air masih di bawah 70%. Untuk lebih jelasnya tingkat frekuensi CO tiap wilayah dapat dilihat pada Gambar 1.

4.4. Frekuansi Change Order berdasarkan pemangku kepentingan

Dilihat dari pemangku kepentingan (i.e. pengguna jasa, penyedia jasa) maka frekuensi terjadinya CO yang lebih banyak ditimbulkan dari pihak pengguna jasa dengan rata-rata 2,39. Hal tersebut sesuai dengan inisiatif CO yang lebih banyak diakibatkan oleh pengguna jasa. Untuk frekuensi dan dampak CO dapat dilihat Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 3. Rekapitulasi sebaran pendidikan responden

Tabel 4. Rekapitulasi sebaran jabatan responden

Tabel 5. Rekapitulasi sebaran pengalaman responden

Tabel 6. Rekapitulasi nilai proyek yang dikelola terakhir

Tabel 7. Rekapitulasi durasi proyek yang dikelola terakhir

Gambar 1. Grafik frekuensi CO berdasarkan populasi responden

Page 9: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 5

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

4.5. Frekuansi Change Order berdasarkan durasi proyek

Frekuansi CO dan dampak CO berdasarkan durasi proyek menunjukkan bahwa semakin panjang penyelesain proyek, maka rata-rata frekuensi dan dampak semakin meningkat. Namun, peningkatan tersebut semakin menurun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 2. Grafik frekuensi CO pemangku kepentingan

Gambar 3. Grafik dampak CO pemangku kepentingan

4.6. Frekuansi Change Order berdasarkan nilai proyek

Fenomena yang berbeda terjadi apabila ditinjau dari aspek nilai proyek tidak berbanding lurus seperti durasi proyek. Hal tersebut terjadi karena banyaknya nilai proyek yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat 2 nilainya < Rp1 miliar, sementara nilai proyek > Rp1 miliar banyak dikelola oleh pemerintah daerah tingkat I. Hal ini dapat dilihat dari tingkat frekuensi CO berdasarkan sebaran wilayah di mana tingkat 1/Provinsi cukup kecil secara rata-rata dibandingkan dengan pemerintah daerah tingkat 2. Untuk lebih jelasnya melihat frekuensi CO dapat dilihat pada Gambar 6.

Hal yang sama terjadi pada dampak di mana nilai proyek > Rp1 miliar terjadi penurunan, ada beberapa sebab yang terjadi yaitu: (1) jumlah sampelnya sedikit, (2) sampel yang dominan ialah proyek provinsi dan (3) kinerja pengelola proyek pemerintah provinsi lebih baik di bandingkan pemerintah kabupaten. Secara keseluruhan proyek bangunan air yang ada di daerah menggunakan kontrak CO dengan volume pekerjaan berubah tetapi nilai kontrak tetap. Untuk lebih jelasnya dampak CO terhadap nilai kontrak dapat dilihat pada Gambar 7.

4.7. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Analisis deskriptif variabel ditinjau untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara masing-masing variabel serta diketahuinya urutan yang paling berpengaruh sampai dengan yang kurang berpengaruh secara rata-rata.

Gambar 4. Grafik frekuensi CO berdasarkan durasi proyek

Gambar 5. Grafik dampak CO berdasarkan durasi proyek

Gambar 6. Grafik frekuensi CO berdasarkan nilai proyek

Gambar 7. Grafik dampak CO berdasarkan nilai proyek

Page 10: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 6

Berdasarkan “dampak Change Order” (Y2) maka rata-ratanya sebesar 3,05 dan apabila dikonversi terhadap nilai kontrak maka sebesar 10,8%.

Pertama, Faktor “kondisi fisik lapangan” (X3) merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap frekuensi terjadinya CO, dengan menempati peringkat pertama. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik bangunan air sangat berbeda dengan proyek lainnya karena hubungan dengan kondisi lapangan sangat besar seperti:

A. Berkaitan dengan kondisi topografi yang dinamisProyek bangunan air sering dikerjakan di lokasi berbukit, tebing, sungai dan lokasi hamparan sawah.

B. Luas areal proyek yang dibutukan lebih besarProyek bangunan air yang banyak menggunakan luas areal ialah proyek bendungan, situ atau embung

C. Lokasi proyek yang berbeda-beda dalam satu paket pekerjaanSatu paket pekerjaan yang ada di proyek bangunan air bisa berbeda-beda lokasi item pekerjaannya misal: bendung di lokasi A sedangkan pembangunan tebing di lokasi B.

Kedua, Urutan selanjutnya variabel yang paling dominan ialah “masalah kontraktor” (X6) variabel tersebut menunjukkan bahwa kinerja penyedia jasa yang ada di daerah masih rendah, ada beberapa hal yang menyebabkan tingkat kinerja kontraktor

daerah khususnya bangunan air rendah yaitu:

A. Belum terkelolanya sistem administrasi proyek

Penyedia jasa masih banyak yang belum paham mengenai laporan harian, mingguan dan bulanan apalagi administrasi mengenai CO.

B. Pelaksana dan pekerja proyek kurang terampilProyek bangunan air memiliki karakteristik yang berbeda dengan proyek lainnya seperti banyaknya pemasangan batu muka dan siaran sementara orang yang ahli terhadappekerjaan tersebut masih minim.

C. Masih banyak kontraktor daerah tidak memiliki tenaga kerja tetapMasih banyaknya penyedia jasa yang belum memiliki tenaga tetap sehingga upaya untuk peningkatan kualitas tenaga kerjanya tidak dilakukan.

Ketiga, “perubahan ruang lingkup” (X8) tingginya perubahan terhadap perubahan ruang lingkup pekerjaan mengindikasikan:

A. Perencanaan yang dibuat tidak matang

B. Tingkat perubahan kondisi di lapangan sangat besar sekali (i.e. longsor, pergeseran dan banjir)

Tabel 8. Gambaran deskriptif variabel penelitian

Page 11: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 7

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

A. Faktor penyebab terjadinya CO pada proyek bangunan air menghasilkan 95 faktor, yang selanjutnya dikelompokkan menjadi 11 faktor utama yang terdiri dari kesalahan dan kelalaian dalam desain, masalah di lokasi proyek, kondisi fisik lapangan, perubahan kebijakan pemerintah/undang-undang, masalah pembiayaan proyek, masalah kontraktor, kendala keamanan dan keselamatan, perubahan ruang lingkup, kesalahan/kelalaian dalam dokumentasi kontrak, kebijakan pemilik proyek dan masalah konsultan pengawas/pengawas internal.

B. Secara deskriptif, faktor yang paling mempengaruhi frekuensi CO adalah faktor “kondisi fisik lapangan”. CO lebih sering terjadi di Kabupaten Garut disebabkan kesalahan pengguna jasa. Semakin panjang durasi proyek semakin tinggi frekuensi CO. CO sering terjadi pada proyek dengan nilai antara Rp500 juta sampai dengan Rp1 miliar. Dampak CO terhadap biaya proyek bangunan air di lokus penelitian termasuk tinggi. Frekuensi terjadinya CO pada proyek konstruksi bangunan air yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat 1 dan daerah tingkat 2 cukup tinggi. Dampak terjadinya CO di wilayah studi kasus termasuk kategori tinggi berkisar 10,8% dari nilai kontrak.

5.2. Saran

Penelitian ini masih memiliki kekurangan terkait metode penelitian yang tidak mempertimbangkan hubungan antar faktor, diharapkan ada penelitian selanjutnya yang mengkaji pengaruh hubungan antar faktor

DAFTAR PUSTAKA

Alaryan, A., Emadelbeltagi, Ashraf, E. & Mahmoud, D. (2014), Causes and Effects of Change Orders on Construction Projects in Kuwait. Journal of Engineering Research and Applications, Vol. 4, No. 7, 1–8.

Hendrik, S. & Mega, W. (2008). Analysis And Evaluation Change Order In Flexible Pavement (Case Study: Road Projects In East Kalimantan). Media Komunikasi Teknik Sipil, No. 1, 31–47.

Hsieh, T., Lu, S. & Wu, C. (2004). Statistical analysis of causes for change orders in metropolitan public works International. Journal of Project Management, No. 22. 679–686.

Jaydeep, N. D., Pitroda, J. & Bhavsar, J. J. (2015). A

Review on Change Order And Assessingcauses Affecting Change Order in Construction. Journal of International Academic Research for Multidisciplinary Impact Factor, Vol. 2, No.12, 152–162.

Leidy, M. R. (2008). Kajian Tentang Penerapan Kontrak Kontrak FIDIC pada Perusahaan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk. Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mubarak & Nurisra (2009). Kajian Risiko Pekerjaan Tambah Kurang Change Order pada Proyek Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 8, No. 1, 11–18.

Ndihokubwayo, R. & Haupt, T. (2009). Variation Orders on Construction Projects: Value Adding or Waste. International Journal of Construction Project Management, Vol. 1, No. 2, 1–17.

Nurlaela, S. D. (2015). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Change Order dan Pengaruhnya yang Dominan Terhadap Kinerja Biaya Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Jurnal Ilmiah Media Engineering, Vol. 3, No. 1, 42–48.

Nurmala, A. & Sarwono, H. (2015). Penyebab dan Dampak Variation Order (VO) Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi. Jurnal Konstruksia. Vol. 6, No. 2, 63–77.

Oladapo, A. (2007). A Quantitative Assessment of the Cost and Time Impact of Variation Orders on Construction Projects. Journal of Engineering Design and Technology, Vol. 5, No. 1, 35–48.

Sandy G.A., Sompie, B. F. & Rantung, J.P. (2012). Analisis Faktor-faktor Penyebab Change Order dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Waktu Pelaksanaan Proyek konstruksi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 2, No. 4, 247–256.

Wahyuni, N. (2010), “Pengendalian Change Order Terhadap Kinerja Waktu pada Konstruksi Proyek Bangunan Bertingkat Tinggi”, Tesis Magister Teknik Sipil Universitas Indonesia, Jakarta.

Wu , C., Hsieh, T. & Cheng W. (2005). Statistical Analysis of Causes for Design Change in Highway Construction on Taiwan. International Journal Project Managemen, Vol. 23, No. 7, 554–563.

Yana, G. A. (2015). Factors That Cause Design Changes In The Implementation Of Construction Project. Procedia Engineering,

Page 12: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 8

No.125, 40–45.

Yasin, N. (2003). Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yitmen, I. (2010). An Artificial Neural Network Model for Estimating the Influence of Change Orders on Project Performance and Dispute Resolution. In Proceedings of The International Conference on Computing in Civil and Building Engineering.

Zakari, N., Keyvanfara, M. Z., Majida, A., Arezou, S., Aliyu, M. & Nafisa, S. (2015). Causes of Variation Order in Building and Civil Engineering Projects in Nigeria”, Jurnal Teknologi Universitas Tektologi Malaya. No.16, 91–97.

Page 13: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 9

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA PEMELIHARAAN GEDUNG HUNIAN VERTIKAL

Dhani Wardhana

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek KonstruksiUniversitas Katolik Parahyangan BandungEmail: [email protected]

Abstract

Increased levels of housing needs in line with limited land in urban encourage quality improvement program of residential areas through land consolidation with the concept of vertical housing. For those reasons the government continues to promote the flats construction and private investors see a business opportunity by developing apartment. In fact the operating building was found to be poorly maintained. Mentioned in Constitutian No. 28 of 2002 that in the implementation of buildings, owners and users have the obligation to maintain the building periodically. The government and developer indicated this happens because of mismanagement of maintenance operations. Building managers often face obstacles in building maintenance strategies. In its application, the development of maintenance strategy is a process that involves consideration of various factors in decision making. This study aims to identify factors that influence the decision on maintenance of vertical residential building. The method used is the literature study related to building maintenance. Of the literature can be identified 21 factors that are relevant to this study purpose. Factors that have been identified are grouped into five aspects, namely building performance requirements, cost, residents, management/organization and legal.

Keywords: factors, decision making, maintenance management, vertical residential building

Abstrak

Peningkatan kebutuhan hunian seiring dengan terbatasnya lahan di perkotaan mendorong program peningkatan kualitas kawasan hunian melalui land consolidation dengan konsep hunian vertikal. Untuk itu pemerintah terus menggalakkan pembangunan rumah susun dan investor swasta melihat peluang bisnis properti pembangunan apartemen. Pada kenyataannya gedung yang beroperasi didapati kurang terpelihara. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna gedung mempunyai kewajiban memelihara gedung secara berkala. Pemerintah dan pengembang mensinyalir hal ini terjadi karena kesalahan manajemen operasional pemeliharaan gedung. Pengelola gedung sering menghadapi kendala dalam melakukan strategi pemeliharaan gedung. Pada penerapannya, pengembangan strategi pemeliharaan merupakan proses yang melibatkan pertimbangan berbagai faktor dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada pemeliharaan gedung hunian vertikal. Metode yang digunakan adalah studi literatur yang berhubungan dengan pemeliharaan gedung. Dari kajian literatur dapat diidentifikasi 21 faktor yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Faktor-faktor yang telah diidentifikasi dikelompokkan ke dalam lima aspek pemeliharaan gedung yaitu persyaratan kinerja bangunan gedung, biaya, penghuni gedung, manajemen/organisasi, dan hukum.

Kata Kunci: faktor-faktor, pengambilan keputusan, manajemen pemeliharaan, gedung hunian vertikal

Page 14: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 10

1. PENDAHULUAN

Dalam pengertian yang luas, hunian bukan hanya wujud sebuah bangunan melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kelayakan hidup yang dapat menjamin kepentingan penghuninya. Keterbatasan lahan di daerah perkotaan mengakibatkan pembangunan kawasan perumahan sudah dianggap tidak cocok lagi dalam memenuhi kebutuhan hunian masyarakat. Dalam kegiatan REI Peduli pada bulan Februari 2013 di Bekasi, Ketua Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Setyo Maharso mengatakan bahwa pemerintah pusat maupun daerah perlu kembali menata pola pembangunan kawasan dengan meningkatkan kualitas kawasan melalui land consolidation dengan konsep vertical housing. Dengan demikian, masih ada kesempatan bagi pemerintah dan pengembang untuk sama-sama menata pola pembangunan melalui konsep urban renewal (peremajaan kota) dengan memprioritaskan model hunian vertikal berupa pembangunan rumah susun atau apartemen.

Sebagai aset fisik, usia komponen dan kerusakan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi kinerja dan keandalan bangunan (Muhey, 2012). Lee dan Scott (2009) menyebutkan bahwa strategi pemeliharaan dapat diadopsi untuk memperpanjang siklus hidup bangunan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa selain untuk menjaga nilai aset fisik dan kualitas bangunan, strategi pemeliharaan harus direncanakan untuk memastikan bangunan dan pelayanan yang terkait di dalamnya berada dalam kondisi aman, sesuai untuk digunakan dan dapat mematuhi persyaratan hukum. Menurut Chan, et al., (2003), pengembangan strategi pemeliharaan merupakan proses yang melibatkan pertimbangan berbagai faktor dalam pengambilan keputusan pemeliharaan.

Proses manajemen pemeliharaan gedung adalah kunci untuk menyediakan lingkungan buatan yang lebih baik untuk pemilik, penyewa maupun penghuni gedung (Yahya dan Ibrahim, 2010). Dalam hal pemeliharaan bangunan gedung hunian, Yau (2012) menyebutkan bahwa motivasi pemeliharaan gedung hunian dilakukan untuk meningkatkan tingkat kenyamanan penghuni, melakukan pelestarian gedung atau didorong oleh faktor peningkatan nilai properti. Namun dalam beberapa kasus masih terdapat kendala dalam melakukan pemeliharaan secara terencana. Dalam pelaksanaan operasional gedung, pengelola sering mentolerir atau melakukan pembiaraan dalam melakukan pemeliharaan (Zulkarnain, et al., 2011). Yau (2012) menyatakan bahwa kerusakan bangunan hunian secara umum terjadi karena kurangnya pengetahuan pengelola bangunan gedung tentang pentingnya melakukan pemeliharaan bangunan. Dinyatakan pula bahwa kendala lain yang dihadapi oleh pengelola bangunan gedung adalah sulitnya melakukan pengambilan keputusan terhadap strategi pemeliharaan gedung

hunian karena asumsi kompleksitas pekerjaan pemeliharaan dan kurangnya pengetahuan teknis pemeliharaan bangunan gedung. Di sisi lain, sebagian organisasi pengelola gedung tidak memilik strategi pemeliharaan yang terencana dalam prioritas pengelolaan gedung (Yahya dan Ibrahim, 2010). Dikatakan selanjutnya bahwa hal ini terjadi kerena kurangnya informasi yang terkait dengan studi atau pengetahuan tentang faktor-faktor strategis dan operasional dalam pengambilan keputusan pemeliharaan. Proses pengambilan keputusan dalam pemeliharaan perumahan keluarga tunggal berbeda dengan pemeliharaan pada bangunan gedung dengan penghuni multi keluarga (Yau, 2012). Dalam hal ini dijelaskan bahwa pemeliharaan gedung ini lebih memerlukan upaya besar dalam koordinasi dan kerja sama di antara semua pemilik hunian dan pengelola gedung.

Penelitian yang terkait pemeliharaan bangunan gedung sebagian besar berfokus pada identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemeliharaan (Ahmad, et al., 2011). Namun tidak seluruh faktor dapat digunakan dalam pengambilan keputusan pemeliharaan bangunan gedung hunian vertikal. Untuk itu diperlukan penelaahan lebih lanjut terhadap faktor yang relevan untuk memenuhi proses pengambilan keputusan pemeliharaan gedung hunian vertikal.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Strategi Pemeliharaan Gedung

Dari berbagai literatur, definisi pemeliharaan bangunan gedung biasa hanya disebutkan dengan kata ‘pemeliharaan’ atau ‘maintenance’. Pada literatur lainnya, pemeliharaan juga sering disambung dengan kata perawatan atau ‘maintenance and repair’. Berikut ini adalah pengertian pemeliharaan dari beberapa literatur yang diperoleh.

A. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung: 1. Pemeliharaan bangunan gedung adalah

kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi. Pekerjaan permeliharaan meliputi jenis pembersihan, perapihan, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung.

2. Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi. Pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian bangunan,

Page 15: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 11

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi.

B. Olanrewaju dan Azis (2015) pada buku Building Maintenance Processes and Practices: The Case of a Fast Developing Country, mendefinisikan pemeliharaan sebagai “semua penyediaan layanan dan kegiatan yang diperlukan dalam rangka melestarikan, melindungi dan merawat struktur dan bentuk bangunan yang telah selesai atau setiap perbaikan atau penggantian setelahnya dengan standar saat ini untuk dapat melayani fungsinya sepanjang umur tanpa mengganggu fitur asli dan penggunaannya“.

Mengutip dari British Standards Institution BS 3811, Seeley (1987) membagi strategi pemeliharaan bangunan gedung menjadi dua bagian yaitu pemeliharaan yang direncanakan (planned maintenance) dan tidak direncanakan (unplanned maintenance). Pemeliharaan yang terencana bersifat preventif dan korektif. Pemeliharaan yang bersifat preventif dilakukan untuk mengurangi probablitas terjadinya kerusakan elemen bangunan. Aktivitas pemeliharaan ini berlangsung secara terjadwal dan dilakukan sesuai dengan rencana berdasarkan kondisi gedung dan waktu opersional yang telah ditetapkan. Pada pemeliharaan yang bersifat korektif, aktifitas pemeliharaan mencakup penggantian atau perbaikan elemen bangunan gedung yang mengalami kerusakan atau penurunan kinerja elemen gedung karena umur pakai ataupun sebab lainnya. Pemeliharaan yang tidak direncanakan juga bersifat korektif namun sering dilakukan dengan hanya memenuhi satu tujaun saja (ad hoc) dalam menanggapi kerusakan elemen tetentu. Pemeliharaan ini bersifat darurat dalam menghindari konsekuensi yang serius pada kerusakan gedung. Keterlambatan penanganan dalam melakukan aktivitas pemeliharaan ini dapat berdampak pada kerusakan unsur-unsur lain pada bangunan gedung. Melihat masing-masing keunggulan maupun kelemahan strategi pemeliharaan, maka analisis strategi pemeliharaan yang menghasilkan kerangka kerja sistematis baru untuk memilih strategi pemeliharaan maupun perawatan yang cocok untuk setiap kondisi maupun permasalahan dalam suatu bangunan.

2.2. Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan Pemeliharaan Bangunan Gedung

Sebagian besar penelitian tentang pemeliharaan bangunan gedung berfokus pada identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemeliharaan (Ahmad, et al., 2011). Secara umum penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis bobot faktor-faktor pengambilan keputusan pemeliharaan bagi pengelolaan gedung. Ofori, et al. (2015) menetapkan 15 faktor yang

mempengaruhi praktik pemeliharaan gedung kepada pemilik properti di Ghana. Talib, et al. (2014) melakukan penelitian terhadap identifikasi 10 faktor yang mempengaruhi pemeliharaan dan cacat bangunan publik di Penang, Malaysia. Colen, et al. (2010) mengidentifikasi 17 kriteria yang berhubungan dengan pemeliharaan yang bersifat prediksi pada fasad gedung. Pada penelitian lainnya terdapat faktor-faktor yang diidentifikasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada biaya pemeliharaan (Ali, 2009; Ali, et al., 2010; Kerama, 2013). Beberapa peneliti juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor dalam pengambilan keputusan pemeliharaan pada objek bangunanan gedung hunian (Waziri dan Vanduhe, 2013; Yusof, et al.,2012).

2.3. Pengelompokan Faktor dalam Pengambilan Keputusan Pemeliharaan Bangunan

Olanrewaju dan Azis (2015) menyatakan bahwa model manajemen pemeliharaan gedung berhubungan dengan aspek-aspek yang berdampak pada faktor-faktor pengambilan keputusan pemeliharaan bangunan gedung. Berdasarkan kajian literatur, sebagian faktor yang diidentifikasi bersifat bebas sedangkan sebagian lainnya melakukan pengelompokan terhadap faktor-faktor tersebut. Ervianto (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat aspek-aspek penting yang tak terpisahkan dalam melaksanakan sistem manajemen pemeliharaan yang baik. Faktor-faktor dalam sistem manajemen pemeliharaan dikelompokkan dalam dua aspek yaitu aspek organisasi dan aspek keuangan. Kerama (2013) melakukan penelitian tentang identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi biaya manajemen pemeliharaan di Kakagema Kenya. Dalam penelitiannya faktor yang diidentifikasi kemudian dikelompokkan menjadi empat kelompok faktor besar yaitu faktor penyewa/penghuni, karakteristik gedung, faktor pemeliharaan, dan faktor politik. Colen, et al., (2010) mengidentifikasi kriteria priorotas pemeliharaan fasad bangunan gedung berdasarkan tiga perspektif pengambilan keputusan pemeliharaan yaitu kinerja teknis/fisik, risiko pemeliharaan, dan biaya pemeliharaan. Yahya dan Ibrahim (2010) mengidentifikasi aspek utama dalam menentukan strategi dalam membangunan operasional pemeliharaan yaitu kebijakan pemeliharaan, manajemen strategis, manajemen fasilitas dan manajemen kinerja. Lee dan Scott (2009) mengelompokan faktor-faktor dalam strategi dan kebijakan pemeliharaan gedung ke dalam tiga elemen penting yaitu pemilihan strategi pemeliharaan, menetapkan stategi pemeliharaan dan alokasi sumber daya pemeliharaan.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang dilakukan untuk memperoleh variabel-variabel yang meliputi kegiatan penilaian sikap atau

Page 16: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 12

pendapat individu yang menekankan pada makna, penalaran, dan definisi situasi tertentu. Untuk itu metode penelitian dilakukan dalam bentuk kajian studi literatur. Kajian literatur pada penelitian ini merupakan uraian deskripsi studi pustaka dari buku-buku dan aturan yang terkait dengan teori dan strategi pemeliharaan gedung. Sumber lain yang menjadi literatur pada penelitian ini adalah jurnal-jurnal ilmiah yang melakukan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemeliharaan bangunan gedung. Variabel-variabel yang diperoleh dalam penelitian ini terkait dengan hal-hal yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemeliharaan bangunan gedung hunian vertikal.

Dalam kajian literatur terdapat beberapa perbedaan istilah dalam mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi pemeliharaan bangunan. Sebagian besar peneliti menyebutnya dengan istilah faktor sedangkan penelitian lain menyebutnya dengan istilah kriteria, variabel, maupun alasan. Namun adanya perbedaan istilah memiliki maksud dan tujuan yang sama. Dalam hal ini peneliti selanjutnya akan menggunakan sebutan faktor untuk menerjemahkan hal-hal yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemeliharaan gedung hunian vertikal. Dari sejumlah literatur di atas, terdapat beberapa kesamaan faktor-faktor yang diidentifikasi oleh peneliti terdahulu. Perbedaan jumlah faktor sebagai variabel penelitian secara umum disebabkan oleh batasan penelitian yang dilakukan, responden yang terlibat, dan perbedaan pada objek penelitian. Referensi identifikasi faktor berasal dari 11 jurnal dari kurun waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 dan dua aturan hukum berupa produk Undang-Undang RI dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.

Dalam memutuskan variabel penelitian, tahap awal yang dilakukan adalah identifikasi untuk mencari faktor-faktor relevan yang akan digunakan pada penelitian ini. Terhadap faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan proses seleksi. Seleksi dilakukan dengan cara tidak memasukkan faktor-faktor yang tidak relevan atau spesifik dengan topik dan objek penelitian. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan proses seleksi yang dilakukan melalui proses penggabungan beberapa faktor yang memiliki arti/maksud yang sama. Tahap akhir adalah melakukan pengelompokan faktor berdasarkan kesesuaian aspek-aspek manajemen pemeliharaan bangunan gedung.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil proses penggabungan dan seleksi variabel dari sumber referensi diperoleh 21 (dua puluh satu) faktor yang relevan digunakan sebagai variabel penelitian. Variabel faktor tersebut terdapat pada Tabel 1.

4.1. Pengelompokan Faktor dalam Aspek Manajemen Pemeliharaan

Faktor ketersediaan pekerja/staf pemeliharaan yang terampil memiliki dua makna penting yaitu ketersediaan dan kualitas pekerja. Pekerja/staf pemeliharaan terampil dapat diukur melalui parameter pengalaman pekerja atau mereka yang telah memiliki sertifikat keahlian pemeliharaan gedung. Keberadaan perusahaan jasa pemeliharaan gedung berarti organisasi atau perusahaan penyedia layanan pemeliharaan gedung. Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan ini biasanya berhubungan dengan tata grha melalui outsorcing penyedia tenaga kerja cleaning service atau pemeliharaan yang bersifat khusus. Pengelola gedung umumnya memiliki panduan atau standar yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan gedung. Aktivitas pemeliharaan yang dilaksanakan tanpa panduan SOP berpotensi menghasilkan aktivitas yang tidak terencana dan tidak memiliki ukuran keberhasilan pemeliharaan gedung. Aturan yang terkait dengan penerapan prinsip dan persyaratan K3 terdapat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Faktor spesifikasi material bangunan yang berkualitas termasuk diantaranya adalah sifat dasar dari bahan material bangunan dan komponen suku cadang yang digunakan. Hal lainnya yang memberikan pengaruh pada pemeliharaan adalah penggunaan material yang baru sehingga dapat menyebakan ketidaktersediaan material yang dibutuhkan. Kerusakan elemen bangunan gedung bisa diartikan sebagai berkurang atau hilangnya fungsi elemen sebuah gedung. Faktor ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan (tinggi, sedang, ringan) dan penyebab kerusakan yaitu dari faktor cuaca/lingkungan (tumbuhan, serangga dan lain-lain) dan faktor manusia. Pertimbangan lain dalam pemeliharaan yang disebabkan oleh kerusakan elemen dapat dipengaruhi aksesibilitas ke elemen gedung yang hendak dipelihara. Desain merupakan produk perencanaan bangunan yang di dalamnya terdapat keputusan perencana bangunan terhadap komponen gedung. Faktor kualitas desain meliputi efesiensi, kompleksitas, dan potensi risiko terhadap kesalahan desain yang berdampak terhadap aktivitas pemeliharaan bangunan. Optimalisasi pemeliharaan pada tahap operasional gedung dapat dilakukan dengan melibatkan ahli pemeliharaan gedung pada tahap desain. Faktor kesalahan pekerjaan selama masa konstruksi secara umum dapat disebabkan oleh kualitas tenaga kerja konstruksi yang rendah sehingga menghasilkan kualitas konstruksi yang rendah. Faktor umur gedung merupakan masa waktu pakai bangunan sesuai dengan yang direncanakan. Semakin tua bangunan akan semakin mendapatkan perhatian yang lebih dalam pemeliharaan. Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah dengan menggantikannya dengan bangunan yang baru. Perencanaan anggaran biaya cenderung terbatas

Page 17: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 13

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

No Variabel Faktor Sumber Referensi

1 Ketersediaan pekerja/staf pemeliharaan yang terampil

Olanrewaju dan Azis (2015); Ofori, et al. (2015); Talib, et al. (2014) ; Kerama (2013); Waziri dan Vanduhe

(2013); Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010)

2 Keberadaan perusahaan jasa pemeliharaan bangunan gedung Ofori, et al. (2015); Olanrewaju (2010)

3Adanya standard operational procedure (SOP) pemeliharaan gedung

Ofori, et al. (2015); Talib, et al. (2014); Waziri dan Vanduhe (2013); Olanrewaju (2010).

4Penerapan prinsip dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada aktivitas pemeliharaan

Kerama (2013);Yusof, et al. (2012); Ali, et al. (2010); Ali (2009)

5 Ketersediaan spesifikasi material bangunan yang berkualitas

Ofori, et al. (2015);Kerama (2013); Waziri dan Vanduhe (2013); De Silva, et al. (2012); Ali, et al.

(2010); Olanrewaju (2010)

6 Kerusakan elemen bangunan gedung

Olanrewaju dan Azis (2015); Talib, et al. (2014); Kerama (2013); Yusof, et al. (2012); Ali, et al. (2010)

7 Kualitas desain bangunan gedung Olanrewaju dan Azis (2015); Ofori, et al. (2015); Waziri dan Vanduhe (2013); Olanrewaju (2010)

8 Kesalahan pekerjaan selama masa konstruksi

Olanrewaju dan Azis (2015); Waziri dan Vanduhe (2013); De Silva, et al. (2012)

9 Usia/umur pakai gedung Olanrewaju dan Azis (2015); Kerama (2013); Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010); Ali (2009)

10 Anggaran biaya pemeliharaan yang terbatas

Ofori, et al. (2015); Talib, et al. (2014); Kerama (2013); Waziri dan Vanduhe (2013; Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010); Colen, et al. (2010) ); Ali (2009)

11 Pengawasan anggaran biaya pemeliharaan Kerama (2013); Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010)

12 Biaya tindakan pemeliharaan yang berulang Colen, et al. (2010)

13 Harapan pengguna/penghuni gedung hunian Kerama (2013); Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010)

14 Keluhan yang diterima dari penghuni gedung hunian Karema (2013); Ali (2009)

15 Menjaga properti layak huni Olanrewaju dan Azis (2015); Yusof, et al. (2012); Ali, et al. (2010); Colen, et al. (2010)

16 Pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan

Ofori, et al. (2015); Talib, et al. (2014); Waziri dan Vanduhe (2013);

17Adanya kebijakan pemeliharaan preventif maupun rencana pemeliharaan yang akan datang

Ofori, et al. (2015); Talib, et al. (2014); Waziri dan Vanduhe (2013); De Silva, et al. (2012); Colen, et al.

(2010)

18 Penggunaan dan pelayanan gedung

Olanrewaju dan Azis (2015); Kerama (2013); Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010)

19 Kesulitan melakukan aktivitas pemeliharaan

Talib, et al. (2014); Kerama (2013); Yusof, et al. (2012); Ali, et al. (2010); Colen, et al. (2010)

20Adanya peraturan untuk pelaksanaan sistem manajemen pemeliharaan

Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002 dan Peraturan Menteri PU No. 24 tahun 2008

21 Struktur organisasi yang efektif pada manajemen pemeliharaan

Waziri dan Vanduhe (2013); Ali, et al. (2010); Olanrewaju (2010)

dalam hal pemeliharaan gedung. Faktor ini terjadi mengingat ada banyak alokasi anggaran lain yang dikeluarkan oleh pemilik dalam pengoperasian gedung misalnya anggaran biaya pemasaran pada bangunan komersial. Namun demikian mengelola kebutuhan dana pemeliharaan menjadi sangat penting dalam pencapaian tujuan pemeliharaan gedung. Mengingat keterbatasan anggaran pemeliharaan, pengawasan anggaran biaya pemeliharaan menjadi faktor penting. Pengawasan anggaran biaya hendaknya secara baik agar penggunaan dana pemeliharaan dapat efektif dan efesien. Faktor biaya tindakan pemeliharaan yang berulang cenderung terjadi pada

pemeliharaan preventif baik aktifitas rutin maupun tindakan korektif. Dalam hal ini sistem pelaporan aktivitas pemeliharaan memiliki peran besar dalam mengatasi dampak risiko biaya tindakan pemeliharaan yang berulang. Pembeli/penyewa secara umum menuntut kenyamanan yang maksimal terhadap properti di tempat hunian mereka. Hal ini mendorong pengelola gedung untuk berusaha secara maksimalkan dapat memenuhi keinginan dan harapan penghuni gedung. Keluhan yang diterima dari penghuni merupakan umpan balik dari tingkat kepuasan penghuni pada aktivitas pemeliharaan yang dilakukan oleh pengelola gedung. Banyaknya

Tabel 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pemeliharaan Gedung Hunian Vertikal

Page 18: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 14

jumlah keluhan menjadi indikasi tingkat kepuasan pemilik terhadap pemeliharaan gedung. Gedung hunian yang beroperasi dengan baik merupakan salah satu parameter penting dalam menjaga properti layak huni. Hal lain yang dapat dilakukan untuk menjaga properti layak huni misalnya dengan menjaga penampilan gedung dengan baik. Faktor pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan terkait erat dengan kebijakan pemilik dan dari pihak pengelola gedung. Tidak adanya pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan akan berdampak pada gedung yang tidak terpelihara dengan efektif dan efesien. Kebijakan pemeliharaan dapat dilakukan melalui aktivitas perbaikan, penggantian elemen/suku cadang bangunan, inspeksi, dan pembersihan pada gedung guna menghindari efek biaya perawatan gedung yang lebih besar. Beberapa elemen bangunan mungkin perlu diganti setelah beberapa waktu pembangunannya. Oleh karena itu, dibutuhkan dibutuhkan pelaksanaan pemeliharaan preventif pada saat ini maupun kebijakan pemeliharaan yang akan datang. Bangunan gedung merupakan gabungan ruang yang teroganisir dalam memenuhi tujuan fungsi layanan gedung secara menyeluruh. Masing-masing ruang memiliki karakteristiknya sendiri. Pada ruangan dengan fungsi ruang tertentu akan terikat dengan dimensi ruang maupun elemen material tertentu. Di sisi lain penggunaan dan pelayanan gedung dapat berbeda dengan melihat siapa, di lokasi mana, dan bagaimana sebuah gedung digunakan. Frekuensi penggunaan masing-masing ruang pada gedung tersebut juga memeilik dampak terhadap strategi pemeliharaannya. Faktor kesulitan melakukan aktivitas pemeliharaan dapat disebakan oleh kesulitan akses menuju area yang dipelihara seperti area plumbing pada komponen M/E. Hal lain yang menjadi penyebab faktor ini adalah adanya kerusakan darurat. Faktor kesulitan ini akan berdampak pada buruknya kualitas pemeliharaan dan kegagalan mengeksekusi perawatan pada waktu yang tepat. Aturan yang terkait dengan pelaksanaan sistem manajemen pemeliharaan terdapat pada UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri PU No.24 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. Struktur organisasi merupakan susunan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian maupun orang-orang yang berkedudukan, tugas dan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Beberapa faktor yang berkaitan dengan struktur organisasi pemeliharaan yang efektif, diantaranya orang-orang yang terlibat dan ukuran organisasi, masalah yang terkait dengan pekerja internal, dukungan manajemen puncak, komunikasi dan sosialisasi sistem manajemen pemeliharaan serta kompetensi manajer pemeliharaan.Secara umum faktor yang telah diidentifikasi bersifat bebas tanpa merujuk pada aspek manajemen pemeliharaan gedung. Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemeliharaan bangunan gedung hunian

vertikal, maka aspek-aspek yang relevan dan penjelasannya adalah sebagai berikut:

A. Persyaratan kinerja bangunan gedungAspek persyaratan kinerja bangunan gedung adalah hal-hal yang berkaitan dengan kondisi gedung ketika sedang beroperasi atau digunakan. Definisi ini menjelaskan bahwa masalah yang diperlukan berkaitan dengan masalah perilaku selama tahap operasi. Persyaratan kinerja bangunan gedung merujuk kepada perputaran siklus hidup bangunan yang berawal dari tahap inisiasi sampai dengan operasional. Pada tahap awal siklus, faktor kualitas desain bangunan dan spesifikasi material bangunan memiliki dampak yang cukup signifikan pada pemeliharaan gedung bangunan. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan konstruksi seperti kesalahan pekerjaan selama masa konstruksi. Tahap akhir yaitu tahap operasional dimana faktor yang menjadi pertimbangan adalah faktor tingkat kerusakan elemen bangunan. Seiring berjalannya waktu pemakaian, usia atau umur pakai bangunan juga dapat menjadi faktor penting dalam pemeliharaan bangunan gedung.

B. Biaya/keuanganAspek biaya/keuangan adalah kemampuan finansial organisasi untuk pendanaan kegiatan pemeliharaan yang akan dilaksanakan, agar pelaksanaan pemeliharaan dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. Adapun kegiatan pada aspek biaya/keuangan meliputi pengalokasian anggaran pemeliharaan dan merencanakan anggaran pemeliharaan. Hal ini berkaitan erat dengan keterbatasan anggaran biaya pemeliharaan dan biaya tindakan pemeliharaan yang berulang. Pada tahap selanjutnya aspek ini berkaitan dengan kontrol atau pengawasan penggunaaan anggaran pemeliharaan secara efektif dan efesien.

C. Pengguna/penghuni gedung hunianAspek penghuni bangunan gedung adalah hal-hal yang berkaitan dengan orang-orang yang mendiami atau menempati bangunan, baik sebagai pemilik/pengelola atau penyewa gedung hunian vertikal. Dari sisi pengelolaan pemeliharaan gedung, aspek penghuni gedung dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor pertama yaitu faktor internal yang berasal dari pengelola gedung. Hal yang menjadi fokus pihak pengelola gedung yang berkaitan dengan aspek ini adalah memenuhi harapan penghuni gedung hunian dan pengelolaan dalam penggunaan/pelayanan gedung. Faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu berasal dari penyewa atau pemeilik hunian vertikal. Aspek ini terkait dengan keluhan yang diterima dari penghuni gedung dan faktor menjaga properti layak huni.

D. Manajemen dan organisasi pemeliharaan gedungAspek manajemen pemeliharaan gedung dapat dibagi menjadi dua aspek utama, yaitu aspek teknis dan aspek organisasi. Dalam hal aspek

Page 19: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 15

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

teknis, beberapa faktor yang mempengaruhi pemeliharaan bangunan gedung yaitu pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan, Standard Operational Procedure (SOP)

pemeliharaan gedung, kebijakan pemeliharaan preventif maupun rencana pemeliharaan yang akan datang. Sementara dari aspek administrasi terkait dengan aspek organisasi pemeliharaan gedung. Aspek ini berhubungan dengan pola hubungan orang-orang di bawah pengarahan pemimpin perusahaan untuk mengejar tujuan pemeliharaan gedung. Dalam organisasi terdapat aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Di dalam faktor-faktor yang berhubungan dengan pemeliharaan adalah ketersediaan pekerja/staf pemeliharaan yang terampil, keberadaan perusahaan jasa pemeliharaan gedung, dan struktur organisasi pemeliharaan gedung yang efektif.

E. Hukum dan regulasiAspek hukum dan regulasi merupakan aspek yang mengatur setiap kegiatan pemeliharaan bangunan gedung berdasarkan kebijakan, peraturan, standar teknis pengelolaan serta pemeliharaan bangunan gedung dan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Aspek hukum merujuk pada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sedangkan regulasi dapat berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi/pemilik ataupun pengelola gedung.

Faktor-faktor yang telah diidentifikasi selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kesesuaian aspek manajemen pemeliharaan bangunan gedung, seperti yang terdapat pada Tabel 2.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dari berbagai sumber literatur yang telah dihimpun dalam penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan dan saran terkait dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada pemeliharaan gedung hunian vertikal.

5.1. Kesimpulan

Terdapat 21 (dua puluh satu) faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada pemeliharaan gedung hunian vertikal yang dikelompokkan ke dalam lima aspek yang berkenaan dengan manajemen pemeliharaan

5.2. Saran

A. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis untuk mencari faktor dominan yang paling memberikan pengaruh terhadap strategi pemeliharaan gedung hunian vertikal.

B. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan terkait dengan operasional dan pemeliharaan

No. Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Pemeliharaan Gedung Hunian Vertikal

A Aspek Persyaratan Kinerja Bangunan Gedung

1 Kualitas desain bangunan gedung2 Ketersediaan spesifikasi material bangunan yang berkualitas3 Kesalahan pekerjaan selama masa konstruksi4 Kerusakan elemen bangunan gedung5 Usia/umur pakai gedung6 Kesulitan melakukan aktivitas pemeliharaanB Aspek Biaya/Keuangan1 Anggaran biaya pemeliharaan yang terbatas2 Pengawasan anggaran biaya pemeliharaan3 Biaya tindakan pemeliharaan yang berulangC Aspek Pengguna/Penghuni Gedung Hunian1 Harapan pengguna/penghuni gedung hunian2 Keluhan yang diterima dari penghuni gedung hunian3 Penggunaan dan pelayanan gedung4 Menjaga properti layak huniD Aspek Manajemen dan Organisasi Pemeliharaan Gedung1 Pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan2 Adanya Standard Operational Procedure (SOP) pemeliharaan gedung

3 Adanya kebijakan pemeliharaan preventif maupun rencana pemeliharaan yang akan datang

4 Ketersediaan pekerja/staf pemeliharaan yang terampil5 Keberadaan perusahaan jasa pemeliharaan bangunan gedung6 Struktur organisasi yang efektif pada manajemen pemeliharaanE Aspek Hukum dan Regulasi1 Adanya peraturan untuk pelaksanaan sistem manajemen pemeliharaan

2 Penerapan prinsip dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada aktivitas pemeliharaan

Tabel 2. Faktor Pemeliharaan Gedung Hunian Vertikal dalam Aspek Manajemen Pemeliharaan

Page 20: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 16

bangunan, khususnya untuk gedung hunian dan gedung vertikal. Pada lingkup penerapan, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan agar dapat mengadopsi atau menjadi bahan pertimbangan kepada pihak pemerintah dan swasta yang terlibat dalam pembangunan dan pengelolaan gedung hunian vertikal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., et al., (2015), Property Maintenance Management in Malaysian Local Authorities: The Implementation Issues, Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 9(7) April 2015, ISSN:1991-8178.

Ahmad, R., et al., (2011), Maintenance Management Decision Model for Prevewntive Maintenance Strategy On Production Equipment, J. Ind. Eng. Int., 7(13), 22-34, Spring 2011, ISSN: 1735-5702,© IAU, South Tehran Branch

Ali, A. S., (2009), Cost Decision Making in Building Maintenance Prctice in Malaysia, Journal of Facilities Management Vol. 7 No.4, pp. 293-306, Emerald Group Publishing Limited.

Ali, et al. (2010), Factors Affecting Housing Maintenance Cost in Malaysia, Journal of Facilities Management Vol. 8 No.4 pp. 285-298, Emerald Group Publishing Limited.

Chan, K. T., et al., (2003), Maintenance Practices and Energy Performance of Hotel Buildings, Strategic Planning for Energy and The Environment, Summer Vol. 23 No. 1.

Colen, F., et al., (2010), Discussion of Criteria for Prioritization of Predictive Maintenance of Building Facades, Journal Of Performance Of Constructed Facilities © Asce 2010.24.

De Silva. N., et al., (2012), Risk Factors Affectif Building Maintenance Under Tropical Conditions, Journal Of Financial Management of Property and Construction, Vol. 17 No. 3, 2012

Ervianto, W. I., 2007. Studi Pemeliharaan Bangunan Gedung (Studi Kasus Gedung Kampus). Jurnal Teknik Sipil. Program Studi Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Vol. 7, No. 3: 212-22

Kementerian Pekerjaan Umum, (2008), Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 24/PRT/M/2008, tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.

Ofori, I., et al., (2015), Establishing Factors Influencing Building Maintenance Practices: Ghanaian Perspective, Journal of Economics and Sustainable Development, Vol.6, No.24, 2015.

Olanrewaju, A. A., (2010), Quantitative Analysis Of Criteria in University Building Maintenance in Malaysia, Australasian Journal of Construction Economic and Building 10 (3).

Olanrewaju, A. L. dan Azis, A. R. A., (2015), Building Maintenance Processes and Practices: The Case of a Fast Developing Country, Springer Science+Business Media Singapore.

Kerama, N. S., (2013), Factors Affecting Housing Maintenance Management Cost in Kakamega Municipality Kenya, University of Nairobi Kenya

Seeley, I. H., (1987), Building Maintenance – Second Edition, Published by PALGRAVE Houndmills, Basingstoke, Hampshire RG21 6XS and 175 Fifth Avenue, NewYork, N.Y. 10010.

Talib, R., et al., (2014), “Assesment of Factors Affecting Building Maintenance and Defect of Public Building in Penang, Malaysia”, Architecture Research 2014, 4(2): 48-53.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Waziri, B. S., dan Vanduhe, B. A., (2013), Evaluation of Factors Affecting Residential Building Maintenance in Nigeria: User’s Perspective, Civil and Environmental Research, Vol. 3, No. 8. 2013.

Yahya, M. R. dan Ibrahim, N., (2010), Strategic and Operational Factors Influence on Building Maintenance Management Operation Process in Office High Rise Buildings in Malaysia., 1st International Conference on Sustainable Building and Infrastructure (ICSBI 2010). 5 – 17 June 2010, Kuala Lumpur, Malaysia.

Yau, Y., (2012), Multicriteria Decision Making for Homeowners’ Participation in Building Maintenance, Journal of Urban Planning And Development © Asce / June 2012, pp. 110-120.

Yusof, N. A., et al., (2012), Residents’maintenance priorities preference: the case of public housing in Malaysia, Procedia – Social and Behavior Sciences 62, pp. 508 – 513

Zulkarnain, S. H., et al.,(2011), A Review of Critical Success Factor in Building Maintenance Management Practice for University Sector, World Academy of Science, Engineering and Technology, International Journal of Civil, Environmental, Structural, Construction and Architectural Engineering Vol:5, No:5.

Page 21: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 17

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN ANALISIS KINERJA DAN KERUSAKAN JALAN DI RUAS JALAN NON TOL

SELAMA PERBAIKAN JEMBATAN CISOMANG

Ahmad Afifi1, Kharisma Putri Aurum2, Usman3, Siti Sekar Gondoarum4

Analis Jalan Jembatan1,2, Pelaksana Teknik3, Teknik Jalan dan Jembatan Muda4

1Balai Pelaksanaan Jalan Nasional III Padang, 2Balai Jembatan Khusus dan Terowongan, 3Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XIII Makassar, 4Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya

Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected], [email protected], [email protected] 3,

[email protected]

Abstract

Cisomang Bridge is a part of Purbaleunyi Toll Road (KM100+700) constructed in 2002-2004 period. This brigde become one of freight and passengger connecting transportation on east-west Java. However, in 22th of December 2016, KKJTJ, BPJT, and PT Jasa Marga stated that Cisomang Bridge sufferred from 57 cm displacement in its second pillar which surpassed the allowable displacement limit 15 cm. Consequently, the traffic on Purbaleunyi Toll Road in both directions was diverted during the bridge rehabilitation. The redirected traffic of heavy vehicles during the rehabilitation apparently contributed significantly towards the road degradation. The great vehicle loads on the non-toll road also reduced the road performance such as a long congestion in some locations. In addition, it also influenced the road and bridge pavement condition. Therefore, to decrease the risk due to the diverted traffic, management and traffic engineering are needed by conducting analysis road performance and road degradation while Cisomang Bridge is being repaired.

Keywords: cisomang Bridge, management, performance, degradation, road

Abstrak

Jembatan Cisomang merupakan bagian dari ruas tol Purbaleunyi Jawa Barat (KM 100+700) yang dibangun pada tahun 2002-2004. Jembatan ini menjadi salah satu penghubung transportasi barang dan penumpang arah barat-timur Pulau Jawa. Namun, pada tanggal 22 Desember 2016, KKJTJ, BPJT, dan PT Jasa Marga menyatakan bahwa Jembatan Cisomang mengalami pergeseran pada pilar kedua 57 cm yang melampaui batas izin 15 cm. Akibatnya, lalu lintas di jalan tol Purbaleunyi di kedua arah dialihkan menuju ruas jalan nontol selama dilakukan perbaikan jembatan. Pengalihan lalu lintas kendaran berat ke jalan nontol selama perbaikan jembatan Cisomang ternyata berdampak signifikan terhadap penurunan kondisi jalan. Besarnya volume lalu lintas di ruas jalan nontol mengakibatkan penurunan kinerja jalan seperti timbulnya kemacetan panjang di beberapa lokasi. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan penurunan kondisi struktur perkerasan jalan dan jembatan. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko akibat dampak dari pengalihan lalu lintas tersebut, perlu adanya manajemen dan rekayasa lalu lintas di ruas jalan nontol, salah satunya dengan melakukan analisis kinerja dan kerusakan jalan selama perbaikan Jembatan Cisomang.

Kata Kunci: jembatan cisomang, manajemen, kinerja, kerusakan, jalan

Page 22: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 18

1. PENDAHULUAN

Jembatan Cisomang merupakan bagian dari ruas Tol Purbaleunyi Jawa Barat (KM 100+700) yang berlokasi di Desa Cisomang, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Jembatan ini dibangun sejak tahun 2002 dan diresmikan penggunaanya oleh Pemerintah pada 3 Agustus 2004 (wikipedia). Jembatan ini menjadi salah satu penghubung transportasi barang dan penumpang arah barat-timur Pulau Jawa.

Pada hari Kamis, 22 Desember 2016, hasil diskusi Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) bersama-sama dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan PT Jasa Marga menyatakan bahwa Jembatan Cisomang (Gambar 1) mengalami pergeseran pada pilar kedua sebesar 57 cm. Pergeseran ini sudah melebihi batas izin yang dipersyaratkan yaitu 15 cm. Berdasarkan kondisi tersebut, Menteri PUPR mengeluarkan perintah untuk membatasi beban lalu lintas yang diizinkan melalui Jembatan Cisomang.

Adapun mekanisme pengalihan lalu lintas selama perbaikan Jembatan Cisomang berlangsung untuk kendaraan nontol Golongan I yaitu sbb:

A. Kendaraan menuju Bandung

1. Ruas Cipularang KM.84 s.d KM.121 (Padalarang) hanya dapat dilalui oleh kendaraan Golongan I;

2. Kendaraan selain Golongan I dialihkan menuju jalan nontol dan melakukan transaski di Gerbang Tol Sadang (KM.76) dan Gerbang Tol Jatiluhur (KM.84), dan selanjutnya dapat masuk kembali ke Jalan Tol Padaleunyi melalui Gerbang Tol Padalarang Timur (KM.121)

B. Kendaraan menuju Jakarta

1. Ruas Cipularang KM.116 s.d KM.100 hanya dapat dilalui oleh kendaraan Golongan I;

2. Kendaraan selain Golongan I dialihkan menuju jalan nontol dan melakukan transaksi di Gerbang Tol Padalarang Timur (KM.121) dan Gerbang Tol Cikamuning (KM.116), dan selanjutnya dapat masuk kembali ke Jalan Tol Cipularang melalui Gerbang Tol Sadang (KM.76) dan Gerbang Tol Jatiluhur (KM.84)

Pengalihan lalu lintas kendaran berat ke jalan nontol selama perbaikan jembatan Cisomang ternyata berdampak signifikan terhadap penurunan kondisi jalan. Besarnya volume lalu lintas di ruas jalan nontol mengakibatkan penurunan kinerja jalan seperti timbulnya kemacetan panjang di beberapa lokasi (Gambar 2). Selain itu, hal ini juga mengakibatkan penurunan kondisi struktur perkerasan jalan dan jembatan (Gambar 3). Untuk mengurangi risiko akibat dampak dari pengalihan lalu lintas tersebut, perlu adanya manajemen dan rekayasa lalu lintas, salah satunya dengan melakukan analisis kinerja dan kerusakan jalan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen adalah suatu rentetan langkah yang terpadu yang mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu sistem yang bersifat sosio, ekonomis, dan teknis (Kardaman, 1996). Menurut Malkamah S (1995), manajemen lalu lintas adalah proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu, tanpa perlu penambahan, pembuatan infrasrtuktur baru.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.

Gambar 1. Jembatan Cisomang

Gambar 2. Kondisi Ruas Jalan Nontol Sadang-Padalarang

Gambar 3. Kerusakan jalan pada ruas Jalan Ciganea

Page 23: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 19

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manejemen Kebutuhan Lalu Lintas menjelaskan bahwa identifikasi masalah lalu lintas bertujuan untuk mengetahui keadaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Identifikasi masalah lalu lintas di bidang jalan meliputi:

A. Geometrik jalan dan persimpangan;

B. Struktur dan kondisi jalan;

C. Perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan dan bangunan pelengkap jalan;

D. Lokasi potensi kecelakaan dan kemacetan lalu lintas; dan

E. Penggunaan bagian jalan selain peruntukannya.

Dengan menggunakan hubungan antara kecepatan dengan volume lalu lintas, maka dapat diketahui peningkatan arus dan hasil kecepatan kendaraan pada ruas jalan tertentu sampai terjadinya kemacetan pada jalur tersebut. Hubungan kecepatan dengan volume lalu lintas tersebut dapat dipakai sebagai dasar dalam penerapan Manajemen Lalu Lintas (Tamin, 1992)

Analisis kapasitas jalan eksisting mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 khususnya untuk Jalan Luar Kota. Tipe jalan luar kota antara lain:

A. Jalan dua-lajur-dua-arah tak terbagi (2/2UD)

B. Jalan empat-lajur-dua-arah : tak terbagi (tanpa median 4/2UD) dan terbagi (dengan median 4/2D)

C. Jalan enam-lajur-dua-arah terbagi (6/2D)

Hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu lintas dengan bobot untuk pejalan kaki, penghentian kendaraan umum, kendaraan masuk/keluar lahan di samping jalan, dan kendaraan lambat berturut-turut yaitu 0.6, 0.8, 1.0, dan 0.4. Penentuan kelas hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 1.

Persamaan dasar untuk penentuan kapasitas C adalah sesuai Persamaan 1.

(1)

Nilai Co dapat ditentukan melalui Tabel 2. NIlai masing-masing faktor koreksi lain di atas serta nilai ekivalensi mobil penumpang (emp) dapat ditentukan melalui tabel dalam MKJI 1997.

Tabel 2. Penentuan kapasitas dasar Co (MKJI, 1997)

Persamaan dasar untuk penentuan derajat kejenuhan adalah sesuai Persamaan 2.

(2)

Setelah derajat kejenuhan DS diperoleh, maka nilai derajat iringan CI juga dapat ditentukan dari persamaan empiris dari korelasi kedua nilai tersebut sesuai pada Gambar 4.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-Rata) merupakan arus lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam satu tahun (365 hari), sehingga LHRT dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp)/hari. VJP (Volume Jam Perencanaan) merupakan besaran yang dipergunakan dalam perancangan bagian-bagian dalam jaringan jalan. Satuan yang biasa digunakan adalah smp/jam. Sepanjang tahun akan terdapat 1 (satu) jam dimana volume lalu lintas tertinggi ini yang dijadikan sebagai volume jam perencanaan. Hubungan antara volume jam perencanaan dan LHRT dinyatakan sebagai faktor k-LHRT. Secara umum, VJP adalah 9% LHRT untuk jalan kota dan 11% untuk jalan antar kota.

Terkait dengan konsep perhitungan kerusakan jalan, BSN mengeluarkan faktor ekivalen beban sumbu yang juga dicantumkan dalam SNI Pd T-05-2005-B tentang Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan. Faktor ekivalen terhadap beban sumbu standar ini dibedakan untuk tipe sumbu STRT, STRG, STdRG

Tabel 1. Penentuan Kelas Hambatan Samping

Gambar 4. Hubungan DS dan DI (MKJI, 1997)

Page 24: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 20

dan STrRG. Satuan yang digunakan untuk ukuran faktor perusakan jalan oleh kendaraan adalah ESA (Equivalent Standard Axle-load). Nilai ESA untuk satu kendaraan adalah hasil penjumlahan dari nilai ESA untuk masing-masing as yang dimilikinya, dengan distribusi beban gandar untuk suatu kendaraan tertentu.

Untuk dapat digunakan dalam perhitungan umur sisa, data lalu lintas berupa jumlah kendaraan ini perlu dikonversi ke bentuk Equivalent Standard Axle Load (ESAL) dengan suatu faktor ekivalen tertentu. Pada studi ini, digunakan Vehicle Damage Factor (VDF), yaitu faktor yang menunjukkan potensi daya rusak kendaraan terhadap struktur perkerasan. VDF adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar.

Nilai C merupakan faktor disribusi arah pada ruas jalan (lihat SNI Pd T-05-2005-B). Vehicle Damage Factor (VDF) diperhitungkan dari beban kendaraan yang dibagi ke dalam sumbu-sumbu kendaraan. Jumlah beban yang ditopang oleh sumbu kendaraan ini diperhitungkan menggunakan Angka Ekivalen (AE). Angka ini merupakan ekivalen dari suatu beban kendaraan yang ditopang oleh sumbu kendaraan dan disesuaikan dengan golongan beban sumbunya.

Untuk menghitung umur sisa dari umur rencana desain perkerasan eksisting (dengan asumsi do nothing) dapat dihitung dengan memperhitungkan pertumbuhan lalu lintas i selama n tahun rencana.

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah survei dan observasi kondisi lalu lintas & kinerja kapasitas jalan. Lokasi penelitian ini berada pada 5 lokasi berbeda di sekitar Gerbang Tol Sadang dan Gerbang Tol Jatiluhur (Gambar 5) yakni 3 lokasi pada ruas jalan tol dan 2 lokasi pada ruas jalan nontol yang terkena dampak pengalihan lalu lintas selama perbaikan Jembatan Cisomang. Survei dan observasi dilakukan pada Senin 13 Februari 2017 pukul 10.00 s.d 13.30 dengan Traffic Counting (TC) masing-masing selama 15 menit. Kondisi cuaca pada saat pengambilan data di ruas jalan tol cerah, sedangkan pada ruas jalan non-tol mendung dan hujan ringan. Selain itu, juga dilakukan kajian literatur terkait manajemen dan rekayasa lalu lintas. Alat yang digunakan dalam observasi berupa stopwatch, meteran, dan kamera ponsel.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil survei dan observasi yang dilakukan berupa dokumentasi kondisi lalu lintas dan data volume lalu lintas yang melewati ruas jalan yang menjadi objek penelitian. Pada saat survei, dilakukan pencacahan lalu lintas untuk 6 jenis kendaraan yaitu kendaraan ringan atau Light Vehicle (LV), kendaraan berat atau Heavy Vehicle (HV), Bus, Truk, sepeda motor atau motorcycle (MC), dan kendaraan tidak bermotor atau unmotorized (UM). Data volume lalu lintas yang diperoleh dari 5 lokasi survei dapat dilihat pada Tabel 3. Lokasi 1 yaitu exit Gerbang Tol Sadang, lokasi 2 dan 3 masing-masing di KM 75+800 dan KM 83+800 Ruas Jalan Tol Purbaleunyi, lokasi 4 di ruas jalan nontol Sadang-Padalarang, dan lokasi 5 di Jalan Arteri Sadang – Padalarang. Berdasarkan data volume lalu lintas, dapat diketahui distribusi kendaraan yang melalui masing-masing ruas tol dan nontol sesuai Gambar 6.

Gambar 5. Lokasi Survei (Google Maps, 2017)

Page 25: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 21

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Pada Gambar 6 di atas, dapat dilihat bahwa Kendaraan Ringan paling banyak menggunakan jalan tol dibandingkan menggunakan jalan non-tol sedangkan untuk kendaraan truk dan bus paling banyak menggunakan jalan non-tol dibandingkan menggunakan jalan tol dikarenakan adanya pengalihan arus di sekitar Jembatan Cisomang.dan prasarana di lokasi tersebut masih tergolong rendah.

Setelah dilakukan survei dan observasi, dilakukan analisis kinerja jalan. Analisis kinerja jalan dimulai dari penentuan Lintas Harian Rata-rata (LHR). Data arus lalu lintas yang didapat dari kegiatan survei adalah data sampling 15 menitan sehingga perlu dianalisis dan diolah terlebih dahulu agar dapat mendekati kondisi lapangan yang sebenarnya. Untuk itu, dilakukan konversi data lapangan 15 menitan menjadi data 1 jam dan perhitungan LHR dengan menggunakan faktor-k 11%.

Volume lalu lintas yang telah didapat dari perhitungan sebelumnya merupakan jumlah kendaraan yang terdiri dari berbagai jenis. Untuk menyetarakan berbagai jenis kendaraan dalam satu nilai, dilakukan konversi nilai LHR berupa jumlah kendaraan perjam menjadi satuan mobil penumpang perjam dengan mengalikan nilai LHR dengan nilai emp (ekivalensi mobil penumpang). Ekivalensi Mobil Penumpang untuk jalan 2/2UD. Nilai emp yang digunakan dan perhitungan arus (smp/jam).

Nilai kapasitas jalan (tak terbagi) dihitung pada kedua arah menggunakan Persamaan 1 dengan perhitungan seperti pada Tabel 4.

Selanjutnya, dapat dihitung nilai derajat kejenuhan menggunakan persamaan 2 dan derajat iringan menggunakan persamaan empiris pada Gambar 4 sehingga diperoleh hasil seperti yang tercantum pada Tabel 5.

Tabel 3. Volume Lalu Lintas

Gambar 6. Distribusi Kendaraan

Tabel 4. Perhitungan kapasitas C

Tabel 5. Perhitungan DS dan DI

Page 26: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 22

Dari data yang didapat pada kedua lokasi, terlihat persentase kendaraan jenis bus yang keluar melalui ruas tol Jatiluhur sebesar 5%, sedangkan pada ruas tol Sadang sebesar 2%. Begitu pula dengan persentase kendaraan jenis truk yang lebih tinggi pada tol arah Jatiluhur 58%, sedangkan pada ruas tol Sadang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan kecenderungan pengguna bus dan truk untuk keluar di gerbang tol Jatiluhur lebih tinggi daripada gerbang tol Sadang. Perbandingan persentase preferensi exit gate dapat dilihat pada Gambar 7 di atas.

Selanjutnya, kerusakan jalan dianalisis menggunakan informasi nilai ESAL dari lalu lintas kendaraan yang melalui ruas nontol. Seperti diketahui, tingginya beban lalu lintas dari kendaraan akan berpengaruh erat terhadap penurunan kapasitas struktural perkerasan jalan. Pada studi ini, beban lalu lintas terhadap struktur perkerasan jalan dihitung sebagai Equivalent Standard Axle Load (ESAL) yang dihitung dari nilai LHR jalan pada bagian sebelumnya.

Untuk kepentingan studi ini, digunakan nilai VDF Cipularang 2002. Dengan menggunakan nilai VDF referensi tersebut nilai ESAL dihitung dengan hasil perhitungan seperti pada Tabel 6.

Untuk membandingkan beban kendaraan (ESAL) yang terjadi pada kondisi saat ini dengan kapasitas

Gambar 7. Perbandingan preferensi exit gate

Tabel 6. Perhitungan ESAL

desain perkerasan, dilakukan konversi nilai ESAL desain. Karena keterbatasan data historis layering struktur perkerasan, dengan mengasumsikan struktur perkerasan sebagai lapisan AC dengan lapis pondasi agregat kelas A, dan nilai repetisi ESAL desain 20 tahun (ESAL20) diasumsikan sebesar 10.000.000 ESAL (Manual Desain Perkerasan Bina Marga, 2013). Untuk membandingkan nilai ESAL desain dengan nilai ESAL pada kondisi saat ini, nilai repetisi ESAL selama 20 tahun diproyeksikan terlebih dahulu dengan asumsi nilai tingkat pertumbuhan sebesar 10% pertahun. Hasil perbandingan ESAL aktual terhadap ESAL desain dapat dilihat pada Tabel 7. Dari rasio nilai ESAL pada lokasi 4 dengan nilai ESAL desain, diperoleh rasio ESAL lokasi 4 sebesar 2,74 kali lebih tinggi daripada nilai ESAL desain asumsi pada tahun pembukaan. Hal ini menunjukkan beban yang sangat tinggi melebihi kapasitas struktur perkerasan pada lokasi 4.

Page 27: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 23

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei lalu lintas dan analisis faktor kerusakan jalan akibat pengalihan lalu lintas selama perbaikan Jembatan Cisomang, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

A. Kondisi lalu lintas di jalan non tol menjadi lebih padat dengan didominasi oleh kendaraan berat seperti truk dan trailer (kendaraan non Golongan I) yang dialihkan keluar dari jalan tol yang menuju Jembatan Cisomang. Selain itu, kondisi jalan non tol yang dilalui berpotensi besar mengalami kerusakan karena beban lalu lintas yang bertambah dan beban statis akibat kemacetan panjang;

B. Volume-Capacity Ratio atau Derajat Kejenuhan pada ruas jalan non tol yang ditinjau (lokasi 4 dan 5) masing –masing adalah 0,87 dan 0,51. Hal ini mengindikasikan bahwa beban lalu lintas menjadi lebih berat pada lokasi 4 karena oversaturated (V/C > 0.75) selama pengalihan lalu lintas terjadi;

C. Nilai beban lalu lintas yang melintasi struktur perkerasan jalan pada lokasi 4 dan 5 masing-masing adalah 4.074.475 ESAL dan 318.966 ESAL. Setelah dilakukan analisis dan perhitungan, lokasi 4 mengalami kondisi overload yang menyebabkan umur perkerasan bersisa 9,4 tahun dari umur.

Tabel 7. Perbandingan ESAL aktual dan ESAL Desain

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran/rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:

A. Melakukan distribusi kendaraan dengan mempertimbangkan arus lalu lintas yang keluar melalui Gerbang Tol Sadang dan Gerbang Tol Jatiluhur agar tidak terjadi penumpukan kendaraan terutama kendaraan berat pada satu titik/lokasi jalan non tol. Selain itu, potensi kerusakan jalan akibat beban overload lalu lintas juga dapat diminimalisasi sehingga kondisi jalan dapat dipertahankan sesuai dengan umur layan;

B. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dan komprehensif, disarankan untuk melakukan studi lebih lanjut dengan analisis jaringan jalan;

C. Perlu dilakukan studi tentang blackspot untuk mengantisipasi risiko kecelakaan lalu lintas kendaraan terutama pada ruas jalan yang dilalui banyak kendaraan berat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

Anonim. (2005). Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Pd-T-05-2005. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

Page 28: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 24

Anonim. (2013). Manual Desain Perkerasan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga.

Kadarman. (1991). Pengantar ilmu manajemen buku panduan mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Malkhamah, S. (1995). Survey Lampu Lalu Lintas dan Pengantar Manajemen Lalu Lintas. Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS FT Universitas Gajah Mada.

Tamin, O. Z. (1992). “Hubungan Volume,Kecepatan, dan kepadatan Lau-lintas di Ruas Jalan H.R. Rasuna Said (Jakarta). Jurnal Teknik Sipil ITB, 1-11.

Page 29: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 25

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

HAMBATAN PENERAPAN INSENTIF DALAM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PEMERINTAH

DARI PERSEPSI PENGGUNA JASA

Asri Sarli1, Yohanes L.D. Adianto2

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi1Dosen Program Magister Manajemen Proyek Konstruksi2

1,2Universitas Katolik ParahyanganEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

Implementation of government development projects with more emphasis on the goal of completion sooner or timely. Government construction work contract, many contain provisions for penalties and fines for delay in completion of contract. But is not accompanied by incentives if it can be done more quickly than the time agreed. The purpose of the study is : identifying the factors that hinder the implementation of incentives in the construction work contract and, knowing the perceptions of service users with regard to the constraints of economic, relational, legal and psychological aspects. This paper uses the method of Relative Importance Index (RII). The results obtained by the rating and the criteria for the degree of influence of factors on every aspect. The results of 23 obstacles factors according to service users obtained 15 influential factors and most influenced by aspects of Pisikologis. Perception of service users from 15 influential factors, there are ten factors that become dominant factor that is: (1) The project duration is inaccurate, (2) The absence of a standard form of incentive clauses in the contract, (3) The lack of a standard method for calculating incentive, (4) The contract terms are complex, (5) The commitment of the parties involved in the project, (6) Change orders are still frequently performed, (7) The cost of a larger project, (8) The quality of work decreases, (9) budgeting mechanism for the payment of incentives, (10) The incentives are not appropriate for all projects.Keywords: incentive, obstacle factor, perception, owner

Abstrak

Pelaksanaan pembangunan proyek pemerintah lebih ditekankan pada tujuan untuk penyelesaian lebih cepat atau tepat waktu. Kontrak kerja konstruksi pemerintah, banyak mengandung ketentuan sanksi dan denda untuk penyelesaian yang melampaui batas waktu kontrak. Namun tidak disertai dengan insentif jika dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan. Tujuan penelitian adalah :Mengidentifikasi faktor-faktor hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi dan, mengetahui persepsi dari pengguna jasa terkait faktor hambatan dari Aspek ekonomi, relasional,hukum dan pisikologis . Tulisan ini menggunakan metode Relative Importance Index (RII). Hasil penelitian dari 23 faktor hambatan menurut pengguna jasa diperoleh 15 faktor yang berpengaruh dan paling banyak dipengaruhi oleh aspek Pisikologis. Persepsi pengguna jasa dari 15 faktor yang berpengaruh, terdapat sepuluh faktor yang menjadi faktor dominan yaitu : (1) Durasi proyek yang belum akurat, (2) Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak, (3) Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif, (4) Ketentuan kontrak yang kompleks, (5) Komitmen dari para pihak proyek (6) Perintah perubahan masih sering terjadi, (7) Biaya proyek yang lebih besar, (8) Kualitas hasil pekerjaan menurun, (9) Mekanisme pengangaran pembayaran insentif, (10) Insentif tidak tepat untuk semua proyek.

Kata Kunci: insentif, faktor hambatan, persepsi, pengguna jasa

Page 30: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 26

1. PENDAHULUAN

Waktu adalah salah satu komponen yang menjadi target utama dalam suatu proyek konstruksi. Pelaksanaan pembangunan proyek pemerintah di Indonesia terkadang lebih ditekankan pada tujuan untuk penyelesaian lebih cepat atau tepat waktu. Kontrak kerja konstruksi di Indonesia khususnya untuk pembangunan proyek konstruksi pemerintah, banyak mengandung ketentuan sanksi dan denda untuk penyelesaian melampaui batas waktu sesuai kesepakatan kontrak. Namun tidak disertai dengan insentif jika dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan.

Banyak peneliti telah menganjurkan untuk pengunaan insentif sebagai alat motivasi untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam rangka mencapai tujuan kinerja (Ogwueleka dan Maritz, 2013). Salah satu cara yang inovatif untuk mengurangi durasi proyek konstruksi adalah dengan menawarkan pemberian insentif bonus untuk penyelesaian awal yang dapat memotivasi penyedia jasa (kontraktor) untuk menerapkan segala sumberdaya agar dapat menyelesaikan proyek lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan (Choi dan Kwak, 2012). Insentif harus digunakan bersamaan dengan disinsentif (sanksi dan denda) untuk mendapatkan efek yang lebih baik terhadap kinerja proyek (Meng dan gallagher, 2012).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi Pasal 22 Ayat 4 “Kontrak Kerja Konstruksi Dapat Memuat Kesepakatan Para Pihak Tentang Pemberian Insentif”. Demikian juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Pasal 23 Ayat 3 “Kontrak Konstruksi Dapat Memuat Ketentuan Tentang Insentif yang Mencakup Persyaratan Pemberian Insentif dan Bentuk Insentif”.

Oleh karena itu yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi faktor-faktor hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi. (2) Mengetahui persepsi dari pengguna jasa terkait faktor hambatan dari aspek ekonomi, aspek relasional, aspek hukum dan, aspek pisikologis.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Penguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Pengguna jasa biasa juga disebut pemilik proyek atau owner. Dalam UU No. 18 Tahun 1999 kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara penguna jasa (pemilik) dan penyedia jasa (kontraktor) dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Teori kontrak pada perinsipnya mempelajari bagaimana pelaku ekonomi dapat membangun kesepakatan kontrak yang efisien/optimal, dalam keadaan ketidak pastian

dan adanya informasi yang asimetris (Laffont dan Tirole, 1993 dalam Suryo dan Ulfa, 2013).

Perinsip dasar dari insentif kontrak yaitu untuk memanfaatkan tujuan umum penyedia jasa (kontraktor) untuk memaksimalkan keuntungan dengan memberikan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dapat menyelesaikan kontrak dengan efisien (Blyth, 1969 dalam Hasan dan Jha, 2015).

Insentif memberikan penghargaan dalam bentuk pendapatan ekstra untuk hasil dari usaha ekstra yang dilakukan. Pemberian insentif bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan komitmen dari para pihak yang terlibat dalam proyek serta kemampuan insentif untuk mendorong motivasi yang berasaskan pada prinsip-prinsip teori motivasi kerja. Dalam penjelasan UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, insentif adalah penghargaan yang diberikan kepada penyedia jasa atas prestasinya antara lain, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari pada yang diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa defenisi insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan dalam bentuk moneter/non-moneter agar pihak yang terlibat pada proyek konstruksi termotivasi untuk melakukan segala upaya agar dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti, berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan pertimbangan dalam studi ini, yaitu :

A. Contractual Incentives,Stukhart (1984), melakukan penelitian tentang teori dan konsekuensi dari penggunaan insentif dalam konteks proyek konstruksi.

B. Schedule-Based Construction Incentives, Hijleh dan Ibbs (1989), melakukan penelitian tentang penggunaan insentif untuk mempromosikan perbaikan kinerja waktu penyelesaian dalam kontrak konstruksi.

C. Incentiveidisincentive Provisions In Highway Contracts, Arditi et al.(1997) melakukan penelitian tentang perbandingan kontrak yang menggunakan insentif/disinsentif dan yang tidak menggunakan insentif/disinsentif atau hanya disinsentif.

D. Incentive / disincentive contracts: perceptions of owners and contractors, Arditi dan Yasamis (1998), melakukan penelitian tentang dasar peraturan kontrak insentif/disinsentif dalam literatur kontrak.

Page 31: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 27

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

E. Analisis kemungkinan penggunaan kontrak I/D dalam usaha pencapaian target waktu konstruksi, Angkojoyo dan Sugiyanto (2000),melakukan penelitian untuk mengetahui kemungkinan penggunaan kontrak insentif/disinsentif dalam usaha pencapaian target waktu pada perusahaan pengembang perumahan.

F. Incentive Mechanisms for Project Success, Bower et al.(2002), melakukan penelitian tentang mekanisme kontrak insentif untuk kesuksesan proyek.

G. Incentive / disinsentive contracts and its effects on industrial projects, Bubshait (2003), melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan kontrak insentif/disinsentif dalam proyek-proyek infrastuktur industri.

H. Client recommendations for financial incentives on construction project, Rose dan Manley (2010), melakukan penelitian untuk memberikan rekomendasi bagi pemilik untuk merancang dan menerapkan Financial Insentives Moneters (FIMs) dalam proyek konstruksi.

I. A Review of Incentive Issues in South African Construction Industry: The Prospects and Challenges:Ogwueleka dan Maritz (2013), melakukan penelitian tentang penerapan insentif dalam proyek konstruksi.

J. Acceptance Of The Incentive/Disincentive Contracting Strategyin Developing Construction Markets : Empirical Study From India, Hasan dan Jha (2015) melakukan penelitian tentang strategi penerapan insentif/disinsentif pada proyek konstruksi.

3. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner (variabel penelitian) merupakan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor dari kajian literatur dari penelitian terdahulu yang relevan (Tabel 1).

No Faktor-faktor Penghambat Kode Sumber Pustaka

1 Kurangnya pengetahuan tentang penerapan insentif. X1

Angkojoyo dan Sugianto (2000); Bubshait (2003); Hasan dan Jha (2015)

2 Dokumen perencanaan yang tidak lengkap X2 Hijleh dan Ibbs (1989); Hasan

Dan Jha 2015)

3 Lingkup pekerjaan proyek yang tidak jelas X3

Stukhart (1984); Hijleh dan Ibbs (1989); Rose dan Manley (2010); Hasan dan Jha (2015)

4 Durasi proyek yang belum akurat X4

Hijleh dan Ibbs (1989); Arditi, et al. (1997); Arditi dan Yasamis (1998); Angkojoyo dan Sugianto (2000); Bower et al. (2002); Hasan dan Jha (2015)

5 Definisi yang jelas tentang proyek selesai X5 Arditi dan Yasamis (1998);

Bubshait (2003);

6 Evaluasi penawaran teknis berdasarkan nilai X6

Angkojoyo dan Sugianto (2000); Rose dan Manley (2010)

7 Belum adanya bentuk standar klausal insentif dalam kontrak X7 Hasan dan Jha (2015)

8 Ketentuan kontrak yang kompleks X8

Stukhart (1984); Arditi dan Yasamis (1998); Bower et al. (2002); Bubshait (2003); Rose dan Manley (2010); Ogwueleka dan Marits (2013); Hasan dan Jha (2015)

9 Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif X9

Hijleh dan Ibbs (1989); Bower et al. (2002); Bubshait (2003); Ogwueleka dan Marits (2013); Hasan dan Jha (2015)

10 Perintah perubahan masih sering terjadi X10 Arditi dan Yasamis (1998);

Hasan dan Jha (2015)

11 Pemantauan proyek yang kontinyu X11 Hasan dan Jha (2015)

12 Komitmen dari para pihak proyek X12Ogwueleka dan Marits (2013); Hasan dan Jha (2015)

13 Jumlah staf manajerial yang lebih banyak X13 Bubshait (2003); Hasan dan

Jha (2015)

14 Upaya maksimal (tambahan) dari kontraktor X14

Angkojoyo dan Sugianto (2000); Bubshait (2003); Hasan dan Jha (2015)

15 Tenaga kerja terampil X15 Bubshait (2003); Hasan dan Jha (2015)

16 Selektif memilih subkon X16 Bubshait (2003); Hasan dan Jha (2015)

17 Peralatan kerja yang memadai X17 Bubshait (2003); Hasan dan Jha (2015)

18 Kontraktor yang berpengalaman X18 Stukhart (1984); Bower et al. (2002)

19 Manajemen tenaga kerja X19Stukhart (1984); Bubshait (2003); Hasan dan Jha (2015)

20 Biaya proyek secara keseluruhan X20

Stukhart (1984); Arditi, et al. (1997); Angkojoyo dan Sugianto (2000); Hasan dan Jha (2015)

21 Kualitas hasil pekerjaan menurun X21Angkojoyo dan Sugianto (2000); Hasan dan Jha (2015)

22 Mekanisme penganggara pembayaran insentif X22

Hasil diskusi pada seminar satu rancangan penelitian (proposal) tesis

23 Insentif tidak tepat untuk semua proyek X23

Hijleh dan Ibbs (1989); Angkojoyo dan Sugianto (2000); Ogwueleka dan Marits (2013);

Sumber : Data olahanPemilihan reponden kuesioner dilakukan dengan memperhatikan sejumlah kriteria . Kriteria utama responden kuesioner adalah orang yang berpengalaman dan memiliki jabatan dalam proyek, serta terlibat dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh anggaran dana pemerintah daerah di kota Makassar pada tahun 2015. Populasi dan sampel/responden kuesioner ini dibagikan kepada pengguna jasa (pemilik) berdasarkan jumlah 117 paket yang dilelangkan pada tahun 2015. Dengan menggunakan rumus Taro Yamane dalam Ridwan (2010), sehingga di peroleh 53 sampel. Dalam penelitian ini pengujian validitas dipergunakan product moment pearson. Uji reliabilitas dengan menggunakan pengujian Alpha. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menngunakan Softwere SPSS 22. Uji validitas dan realibilitas kuesioner dilakukan dari 15 jawaban responden yang diberikan kepada pihak pengguna jasa (pemilik) yang bekerja pada Unit Lanyanan

Tabel 1. Faktor-Faktor Hambatan Penerapan Insentif

Page 32: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 28

Pengadaan (ULP) Kota Makassar.

Instrumen penelitian disusun berdasarkan hasil identifikasi dan penentuan faktor-faktor hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi. Faktor-faktor hambatan tersebut dilihat sejauh mana insentif memberikan pengaruh agar bisa memotivasi penyedia jasa (kontraktor) untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, lebih murah, lebih baik dan sejauh mana hubungan bisnis jangka panjang dapat meningkatkan kinerja sehingga keterlambatan proyek tidak terjadi.

Oleh karena itu, faktor-faktor hambatan perlu ditinjau sejauh mana memberikan pengaruh terhadap empat aspek yaitu (1) aspek ekonomi, (2) aspek relasional, (3) aspek hukum dan, (4) aspek pisikologis, menurut pandangan pengguna jasa (pemilik) dengan menggunakan skala Likert 1 – 5 (1= tidak berpengaruh, 2= kurang berpengaruh, 3= cukup berpengaruh, 4= berpengaruh dan 5 = sangat berpengaruh).

A. Aspek EkonomiMempengaruhi secara ekomomi terkait pemenuhan kebutuhan berupa usaha-usaha untuk meningkatkan keuntungan dan meminimalkan kerugian dalam pelaksanaan proyek konstruksi. (Budisuanda, 2013; Hughes et al., 2007; Rose, 2008)

B. Aspek RelasionalMempengaruhi secara relasional terkait hubungan kerja yang berkelanjutan berupa usaha-usaha untuk mendapatkan kontrak kerja konstruksi yang baru dari pengguna jasa (pemilik) yang sama. (Rose, 2008; Hughes et al., 2007)

C. Aspek HukumMempengaruhi secara hukum terkait peraturan-peraturan berupa segala tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak mengarah ke pidana. (Budisuanda, 2013; Rose, 2008; Hughes et al., 2007)

D. Aspek PisikologisMempengaru hi secara pisikologi terkait tingkah laku seseorang untuk mau melakukan sesuatu. (Budisuanda, 2013; Hughes et al., 2007)

Pengolahan data hasil pengisian kuesioner untuk mengetahui peringkat faktor-faktor hambatan dalam setiap aspek berdasarkan persepsi pengguna jasa (pemilik) dan penyedia jasa (kontraktor) dengan menggunakan rumus Relative Importance Index (RII) yang pertama kali dipublikasikan oleh Mayer,Barnett dan Brown (1997) seperti yang dikemukakan oleh Hasan dan Jha (2015):

dimana,

W= bobot yang diberikan untuk setiap faktor hambatan

A = bobot tertinggi

N = jumlah responden total

Kemudian ditentukan kriteria penilaian berdasarkan perolehan nilai RII (Tabel 2).

Sumber : Data Olahan

Pemeringkatan dilakukan berdasarkan nilai RII yang telah diperoleh dan ke 23 faktor hambatan diurutkan mulai dari faktor hambatan yang memiliki nilai RII yang terbesar yang menjadi peringkat pertama sampai faktor hambatan yang memiliki nilai RII yang terkecil. Makin besar nilai RII suatu faktor, menunjukkan makin besar pengaruhnya terhadap hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi pemerintah di Kota Makassar.

Hasil perhitungan tersebut dapat menunjukkan gambaran secara kuantitatif mengenai seberapa besar tingkat pengaruh faktor-faktor yang ada dan bagai mana peringkat faktor-faktor tersebut dalam pengaruhnya terhadap hambatan penerapan Insentif dalam kontrak kerja konstruksi pemerintah di Kota Makassar. Setelah dilakukan urutan pemeringkatan, kemudian dilakukan penentuan penilaian berdasarkan kriteria rentan penilaian RII.

Pemeringkatan dan penentuan kriteria penilaian dilakukan terhadap masing masing aspek, sehingga diperoleh faktor hambatan yang berpengaruh sampai sangat berpengaruh dari setiap aspek.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeringkatan dan penentuan kriteria penilaian dari masing-masing aspek menurut pengguna jasa diperlihatkan pada tabel di mana dari tabel tersebut dapat memperlihatkan ke 23 faktor-faktor hambatan tersebut berada pada kriteria penilaian. lihat tabel 3 untuk Aspek Ekonomi, tabel 4 untuk Aspek Relasional , tabel 5 untuk Aspek Hukum dan tabel 6 untuk Aspek Pisikologis.

Rentang Nilai RII Kriteria penilaian0,841 – 1,000 Sangat Berpengaruh0,681 – 0,840 Berpengaruh0,521 – 0,680 Cukup Berpengaruh0,361– 0,520 Kurang Berpengaruh0,200 – 0,360 Tidak Berpengaruh

Tabel 2. Penentuan kriteria penilaian

Page 33: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 29

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Sumber : Data Olahan

Tabel 3 memperlihatkan susunan peringkat hambatan penerapan insentif pada kontrak kerja konstruksi pemerintah untuk aspek ekonomi, terdapat dua faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,841 – 1,000 dengan kriteria penilaian sangat berpengaruh. Tujuh faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,681 – 0,840 dengan kriteria penilaian berpengaruh. Dua belas faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,521 – 0,680 dengan kriteria penilaian cukup berpengaruh. Dua faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,361 – 0,520 dengan kriteria penilaian kurang berpengaruh.

Hal ini memperlihatkan bahwa menurut pengguna jasa untuk aspek ekonomi dari 23 faktor hambatan terdapat sembilan faktor yang memberikan pengaruh bahkan sangat berpengaruh. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor hambatan dipegaruhi oleh aspek ekonomi sebesar 39.13%.Tabel 4 meperlihatkan susunan peringkat hambatan penerapan insentif pada kontrak kerja konstruksi pemerintah untuk aspek relasional, terdapat tujuh faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,681 – 0,840 dengan kriteria penilaian berpengaruh. Empat belas faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,521 – 0,680 dengan kriteria penilaian cukup berpengaruh. Dua faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,361 – 0,520 dengan kriteria penilaian kurang berpengaruh.

Sumber : Data Olahan

Hal ini memperlihatkan bahwa menurut pengguna jasa untuk aspek relasional dari 23 faktor hambatan terdapat tujuh faktor hambatan yang memberikan pengaruh. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor hambatan dipegaruhi oleh aspek relasional sebesar 30,43%.

Sumber : Data olahan

Peringkat Kode Faktor Hambatan RII Kriteria Penilaian

1 X7 Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak 0,834 Berpengaruh

2 X8 Ketentuan kontrak yang kompleks 0,815 Berpengaruh

3 X22 Mekanisme pengangaran pembayaran insentif 0,785 Berpengaruh

4 X1 Kurangnya pengetahuan tentang penerapan insentif 0,781 Berpengaruh

5 X4 Durasi proyek yang belum akurat 0,777 Berpengaruh

6 X12 Komitmen dari para pihak proyek 0,774 Berpengaruh

7 X9 Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif 0,755 Berpengaruh

8 X20 Biaya proyek yang lebih besar 0,725 Berpengaruh

9 X23 Insentif tidak tepat untuk semua proyek 0,702 Berpengaruh

10 X21 Kualitas hasil pekerjaan menurun 0,687 Berpengaruh

11 X10 Perintah perubahan masih sering terjadi 0,683 Berpengaruh

12 X5 Definisi yang tidak jelas tentang proyek selesai 0,679 Cukup

Berpengaruh

13 X18 Kontraktor yang berpengalaman 0,668 Cukup Berpengaruh

14 X3 Lingkup pekerjaan proyek yang tidak jelas 0,664 Cukup Berpengaruh

15 X2 Dokumen perencanaan yang tidak lengkap 0,657 Cukup Berpengaruh

16 X6 Evaluasi penawaran teknis berdasarkan nilai 0,630 Cukup Berpengaruh

17 X11 Pemantauan proyek yang kontinyu 0,626 Cukup Berpengaruh

18 X15 Tenaga kerja terampil 0,585 Cukup Berpengaruh

19 X16 Selektif memilih subkon 0,581 Cukup Berpengaruh

20 X14 Upaya maksimal (Tambahan) dari kontraktor 0,570 Cukup

Berpengaruh

21 X19 Manajemen tenaga kerja 0,558 Cukup Berpengaruh

22 X17 Peralatan kerja yang memadai 0,547 Cukup Berpengaruh

23 X13 Jumlah staf manajerial yang lebih banyak 0,532 Cukup Berpengaruh

Tabel 5. Hasil Pemeringkatan Faktor Hambatan dan Kriteria Penilaian dari Aspek Hukum

Tabel 3. Hasil Pemeringkatan Faktor Hambatan dan Kriteria Penilaian dari Aspek Ekonomi

Peringkat Kode Faktor Hambatan RII Kriteria Penilaian

1 X22 Mekanisme pengangaran pembayaran insentif 0,883 Sangat

Berpengaruh

2 X9 Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif 0,853 Sangat

Berpengaruh

3 X7 Belum adanya bentuk standar klausal insentif dalam kontrak 0,823 Berpengaruh

4 X20 Biaya proyek yang lebih besar 0,789 Berpengaruh

5 X4 Durasi proyek yang belum akurat 0,781 Berpengaruh

6 X13 Jumlah staf manajerial yang lebih banyak 0,721 Berpengaruh

7 X23 Insentif tidak tepat untuk semua proyek 0,694 Berpengaruh

8 X21 Kualitas hasil pekerjaan menurun 0,687 Berpengaruh

9 X18 Kontraktor yang berpengalaman 0,683 Berpengaruh

10 X15 Tenaga kerja terampil 0,668 Cukup Berpengaruh

11 X10 Perintah perubahan masih sering terjadi 0,664 Cukup Berpengaruh

12 X11 Pemantauan proyek yang kontinyu 0,657 Cukup Berpengaruh

13 X17 Peralatan kerja yang memadai 0,653 Cukup Berpengaruh

14 X8 Ketentuan kontrak yang kompleks 0,653 Cukup Berpengaruh

15 X16 Selektif memilih subkon 0,649 Cukup Berpengaruh

16 X5 Definisi yang tidak jelas tentang proyek selesai 0,645 Cukup

Berpengaruh

17 X3 Lingkup pekerjaan proyek yang tidak jelas 0,634 Cukup Berpengaruh

18 X2 Dokumen perencanaan yang tidak lengkap 0,619 Cukup Berpengaruh

19 X14 Upaya maksimal (Tambahan) dari kontraktor 0,615 Cukup Berpengaruh

20 X6 Evaluasi penawaran teknis berdasarkan nilai 0,592 Cukup Berpengaruh

21 X19 Manajemen tenaga kerja 0,589 Cukup Berpengaruh

22 X12 Komitmen dari para pihak proyek 0,513 Kurang Berpengaruh

23 X1 Kurangnya pengetahuan tentang penerapan insentif 0,509 Kurang

Berpengaruh

Tabel 4. Hasil Pemeringkatan Faktor Hambatan dan Kriteria Penilaian dari Aspek Relasional

Peringkat Kode Faktor Hambatan RII Kriteria Penilaian

1 X12 Komitmen dari para pihak proyek 0,751 Berpengaruh

2 X18 Kontraktor yang berpengalaman 0,728 Berpengaruh

3 X10 Perintah perubahan masih sering terjadi 0,709 Berpengaruh

4 X4 Durasi proyek yang belum akurat 0,702 Berpengaruh

5 X16 Selektif memilih subkon 0,691 Berpengaruh

6 X21 Kualitas hasil pekerjaan menurun 0,687 Berpengaruh

7 X14 Upaya maksimal (Tambahan) dari kontraktor 0,683 Berpengaruh

8 X5 Ketentuan kontrak yang kompleks 0,649 Cukup Berpengaruh

9 X15 Tenaga kerja terampil 0,634 Cukup Berpengaruh

10 X3 Lingkup pekerjaan proyek yang tidak jelas 0,611 Cukup Berpengaruh

11 X2 Dokumen perencanaan yang tidak lengkap 0,581 Cukup Berpengaruh

12 X22 Mekanisme pengangaran pembayaran insentif 0,577 Cukup

Berpengaruh

13 X9 Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif 0,574 Cukup

Berpengaruh

14 X17 Peralatan kerja yang memadai 0,570 Cukup Berpengaruh

15 X6 Evaluasi penawaran teknis berdasarkan nilai 0,566 Cukup Berpengaruh

16 X11 Pemantauan proyek yang kontinyu 0,558 Cukup Berpengaruh

17 X23 Insentif tidak tepat untuk semua proyek 0,555 Cukup Berpengaruh

18 X19 Manajemen tenaga kerja 0,551 Cukup Berpengaruh

19 X20 Biaya proyek yang lebih besar 0,547 Cukup Berpengaruh

20 X7 Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak 0,543 Cukup

Berpengaruh

21 X8 Ketentuan kontrak yang kompleks 0,532 Cukup Berpengaruh

22 X13 Jumlah staf manajerial yang lebih banyak 0,517 Kurang Berpengaruh

23 X1 Kurangnya pengetahuan tentang penerapan insentif 0,430 Kurang

Berpengaruh

Page 34: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 30

Tabel 5 memperlihatkan susunan peringkat hambatan penerapan insentif pada kontrak kerja konstruksi pemerintah untuk aspek hukum, terdapat sebelas faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,681 – 0,840 dengan kriteria penilaian berpengaruh. Dua belas faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,521 – 0,680 dengan kriteria penilaian cukup berpengaruh.

Hal ini memperlihatkan bahwa menurut pengguna jasa untuk aspek hukum dari 23 faktor hambatan terdapat sebelas faktor hambatan yang memberikan pengaruh. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor hambatan dipegaruhi oleh aspek hukum sebesar 47,83%.

Sumber : Data olahan

Tabel 6 memperlihatkan susunan peringkat hambatan penerapan insentif pada kontrak kerja konstruksi pemerintah untuk aspek pisikologis, terdapat tiga belas faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,681 – 0,840 dengan kriteria penilaian berpengaruh dan sepuluh faktor yang memiliki nilai RII di atas rentang 0,521 – 0,680 dengan kriteria penilaian cukup berpengaruh.

Hal ini memperlihatkan bahwa menurut pengguna jasa untuk aspek pisikologis dari 23 faktor hambatan terdapat tiga belas faktor yang memberikan pengaruh. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor hambatan dipegaruhi oleh aspek pisikologis sebesar 56,52 %.

Berdasarkan kriteria penilaian menurut pengguna jasa (pemilik) dari ke empat aspek yang memberikan pengaruh terdapat 15 faktor (Tabel 7). Aspek pisikologis yang memberikan pengaruh faktor

No Faktor Hambatan Aspek Ekonomi

Aspek Relasional

Aspek Hukum

Aspek Pisikologis Total

1Kurangnya pengetahuan tentang penerapan insentif

¨ ¨ þ þ 2

2 Durasi proyek yang belum akurat þ þ þ þ 4

3Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak

þ ¨ þ þ 3

4 Ketentuan kontrak yang kompleks ¨ ¨ þ þ 2

5Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif

þ ¨ þ þ 3

6 Perintah perubahan masih sering terjadi ¨ þ þ þ 3

7 Komitmen dari para pihak proyek ¨ þ þ þ 3

8 Jumlah staf manajerial yang lebih banyak þ ¨ ¨ ¨ 1

9Upaya maksimal (Tambahan) dari kontraktor

¨ þ ¨ þ 2

10 Selektif memilih subkon ¨ þ ¨ ¨ 1

11 Perintah perubahan masih sering terjadi þ þ ¨ þ 3

12 Biaya proyek yang lebih besar þ ¨ þ þ 3

13 Kualitas hasil pekerjaan menurun þ þ þ þ 4

14Mekanisme pengangaran pembayaran insentif

þ ¨ þ þ 3

15 Insentif tidak tepat untuk semua proyek þ ¨ þ þ 3

Total 9 7 11 13

Tabel 7. Faktor Hambatan dengan Kriteria Berpengaruh pada Empat Aspek

hambatan terbesar. Hal ini memperlihatkan bahwa ada ketakutan atau keengganan dari pengguna jasa (pemilik) untuk menerapkan insentif. Ketakutan atau keengganan disebabkan kemungkinan adanya pelanggaran aturan yang dapat berdampak kepada tindakan pidana, sehingga insentif belum dapat diterapkan dalam kontrak kerja konstruksi pemerintah di Kota Makassar.

Sumber: Data olahanTabel 7 memperlihatkan faktor hambatan No 2 dan 13, berpengaruh terhadap aspek ekonomi, relasional, hukum dan pisikologis. Faktor No 3,5,12,14 & 15, berpengaruh terhadap aspek ekonomi, hukum dan pisikologis. Faktor No 6 dan 7 berpengaruh terhadap aspek relasional, hukum dan psikologis. Faktor no 11, berpengaruh terhadap aspek ekonomi, relasional dan pisikologis.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

A. Dari 23 faktor hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi pemerintah menurut pengguna jasa terdapat 15 faktor yang berpengaruh dan faktor hambatan tersebut paling banyak dipengaruhi oleh Aspek Pisikologis kemudian Aspek Hukum. Hal ini memperlihatkan bahwa ada ketakutan atau keengganan dari pengguna jasa (pemilik) untuk menerapkan insentif. Ketakutan atau keengganan disebabkan kemungkinan adanya pelanggaran aturan yang dapat berdampak kepada tindakan pidana.

B. Persepsi pengguna jasa dari 15 faktor hambatan `yang berpengaruh, terdapat sepuluh faktor yang menjadi factor dominan karena dipengaruhi oleh

Peringkat Kode Faktor Hambatan RII Kriteria Penilaian

1 X12 Komitmen dari para pihak proyek 0,762 Berpengaruh

2 X10 Perintah perubahan masih sering terjadi 0,732 Berpengaruh

3 X1 Kurangnya pengetahuan tentang penerapan insentif 0,728 Berpengaruh

4 X7 Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak 0,725 Berpengaruh

5 X4 Durasi proyek yang belum akurat 0,721 Berpengaruh

6 X21 Kualitas hasil pekerjaan menurun 0,717 Berpengaruh

7 X20 Biaya proyek yang lebih besar 0,702 Berpengaruh

8 X22 Mekanisme pengangaran pembayaran insentif 0,698 Berpengaruh

9 X8 Ketentuan kontrak yang kompleks 0,694 Berpengaruh

10 X18 Perintah perubahan masih sering terjadi 0,694 Berpengaruh

11 X23 Insentif tidak tepat untuk semua proyek 0,691 Berpengaruh

12 X14 Upaya maksimal (Tambahan) dari kontraktor 0,687 Berpengaruh

13 X9 Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif 0,683 Berpengaruh

14 X15 Tenaga kerja terampil 0,649 Cukup Berpengaruh

15 X3 Lingkup pekerjaan proyek yang tidak jelas 0,630 Cukup Berpengaruh

16 X11 Pemantauan proyek yang kontinyu 0,626 Cukup Berpengaruh

17 X19 Manajemen tenaga kerja 0,615 Cukup Berpengaruh

18 X16 Selektif memilih subkon 0,611 Cukup Berpengaruh

19 X5 Definisi yang tidak jelas tentang proyek selesai 0,608 Cukup

Berpengaruh

20 X17 Peralatan kerja yang memadai 0,600 Cukup Berpengaruh

21 X2 Dokumen perencanaan yang tidak lengkap 0,589 Cukup Berpengaruh

22 X6 Evaluasi penawaran teknis berdasarkan nilai 0,577 Cukup Berpengaruh

23 X13 Jumlah staf manajerial yang lebih banyak 0,540 Cukup Berpengaruh

Tabel 6. Hasil pemeringkatan faktor hambatan dan kriteria penilaian dari Aspek Pisikologis

Page 35: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 31

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

lebih dari dua aspek yaitu : (1) Durasi proyek yang belum akurat, (2) Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak, (3) Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif, (4) Ketentuan kontrak yang kompleks, (5) Komitmen dari para pihak proyek (6) Perintah perubahan masih sering terjadi, (7) Biaya proyek yang lebih besar, (8) Kualitas hasil pekerjaan menurun, (9) Mekanisme pengangaran pembayaran insentif, (10) Insentif tidak tepat untuk semua proyek.

5.2. Saran

Karena keterbatasan waktu dan sumberdaya maka penelitian ini hanya melihat dari persepsi pengguna jasa (pemilik) terkait faktor hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi pemerintah. Kontrak adalah kesepakatan antara pengguna jasa (pemilik) dan penyedia jasa (kontraktor). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui persepsi dari penyedia jasa (kontraktor).

DAFTAR PUSTAKA

Angkojoyo, T dan Sugianto (2000), “Analisis Kemungkinan Penggunaan Kontrak I/D Dalam Usaha Pencapaian Target Waktu”. Tugas akhir jurusan tehnik sipil fakultas tehnik universitas kristen petra.

Arditi, D., Khisty, J dan Yasamis, F. (1997), “Incentiveidisincentive Provisions In Highway Contracts”. J. Constr. Eng. Manage. 123:302-307

Arditi, D dan Yasamis, F. (1998) “Incentiveidisincentive Contracts: Perceptions Of Owners And Contractors”, J. Constr. Eng. Manage. 124:361-373

Bower, D., Ashby, G., Gerald, K., dan Smyk, W. (2002) “Incentive Mechanisms for Project Success”. J. Manage. Eng. 18:37-43

Buadisuanda (2013)”Motivasi Pelaku Proyek” (online) (http://manajemenproyekindonesia.com/?p=2642 diakses tanggal 28 Agustus 2016)

Bubshait, A., A. (2003) “Incentive/Disincentive Contracts And Its Effects On Industrial Projects”. International Journal of Project Management 21 ; 63–70

Choi, K. dan Kwak, Y., H. (2012) “Decision Support Model For Incentives/Disincentives Time– Cost Tradeoff”. Automation in Construction 21 (2012) 219–228

Hasan, A. dan Jha, N., K. (2015) “Acceptance Of The Incentive/Disincentive Contracting Strategyin Developing Construction Markets : Empirical Study From India” J. Constr. Eng. Manage. 142; 1943-7862.

Hijleh, A. F. S. Dan Ibbs W. (1989) “Schedule-Based Construction Incentives”, J. Constr. Eng. Manage. 1989.115:430-443

Hughes, W., Yohannes, I., dan Hilling, B. J. (2007) “Incentives In Construction Contracts: Should We Pay For Performance?” CIB World Building Congress 2007. 253; 2272-2283

Meng, X. dan Gallagher, B. (2012) “ The Impact Of Incentive Mechanisms On Project Performance”. International Journal of Project Management 30 (2012) 352 – 362

Ogwueleka, C., A. dan Maritz, J., M. (2013) “A Review of Incentive Issues in South African Construction Industry: The Prospects and Challenges: ICCREM 2013: pp. 83-98.

Peraturan Pemerintah (PP) (200) Nomor 29 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi

Riduwan (2010)”Metode dan Teknik Menyusun Tesis” Bandung, Alfabeta

Rose, M., T. dan Manley, 2010 “Client recommendations for financial incentives on construction projects; Engineering, Construction and Architectural Management Vol. 17 Iss 3 pp. 252 – 267.

Rose, M., T. ( 2008) “The Impact Of Financial Incentive Mechanisms On Motivation In Australian Government Large Non-Residential Building Projects” A Dissertation Submitted To The School Of Urban Development And The Faculty Of Built Environment And ngineering Of Queensland University Of Technology In Partial Fulfillment Of The equirements For The Degree Of Doctor Of Philosophy

Stukhart, G. (1984) “Contractual Incentives”; J. Constr. Eng. Manage. 1984.110:34-42

Suryo, A., R. dan Ulfa, M., A. (2013) “Teori kontrak dan implikasinya terhadap regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah. Jurnal pengadaan volume 3

Undang-Undang (1999) Nomor 18 tentang jasa konstruksi

Page 36: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 32

ANALISIS SEBAB-SEBAB KERUSAKAN PERKERASAN DAN ALTERNATIF PENANGANAN PADA JALAN AKSES PUSAT

MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN SENTUL – BOGOR

Marnala R. Chandra1, Hary C. Hardiyatmo2

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi1Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan2

1,2Universitas Gadjah MadaEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

Road segment on Indonesian Peacekeaping and Security Center (IPSC) access, Sentul – Bogor, has been damaged within 3 until 6 months after the provitional hand over (PHO). Rigid pavement along this road segment encountered damages as longitudinal cracks, transverse cracks, and block cracking on several locations. The objective of this research is to obtain the causes of road damage, investigated from the sub-grade to surface layer. Analyzing the cause of damage starts from the subgrade layer by investigating index properties and swelling test of subgrade in laboratory as well as bearing capacity test (CBR) with Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Based on the CBR value obtained, it will then be used to evaluate the thickness of concrete, subbase, and base for road layers. Laboratory test result towards soil properties shows that the subgrade has high plasticity index. For swelling test result, the subgrade is classified as high potential of swelling. The result of swelling compressive test is also considered high, therefore it becomes one of the causes of road damage. Inspected from layer thickness of the pavement, the concrete thickness has fulfilled the requirements. On the contrary, the thickness of subbase and base layers do not fulfill as required by the requirements. These may be the additional cause for road damage along this segment.

Keywords: road damage, swelling soils, rigid pavement.

Abstrak

Ruas jalan akses Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP), Sentul – Bogor mengalami kerusakan dalam rentang waktu 3 sampai 6 bulan setelah masa pelaksanaan berakhir. Perkerasan kaku pada ruas jalan ini mengalami kerusakan retak memanjang, retak melintang, hingga retak pada blok perkerasan di beberapa lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab kerusakan ditinjau dari lapisan tanah dasar (subgrade) hingga ke lapis permukaan. Analisis penyebab kerusakan dimulai dari tanah dasar (subgrade) dengan meneliti indeks propertis dan uji pengembangan sampel tanah dasar di laboratorium serta uji daya dukung (CBR) tanah dasar dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Berdasarakan hasil nilai CBR kemudian digunakan untuk mengevaluasi tebal pelat beton, tebal pondasi bawah (subbase) dan tebal pondasi jalan (base). Hasil uji laboratorium terhadap propertis tanah menunjukkan bahwa tanah dasar ter-golong memiliki nilai plastisitas yang tinggi. Untuk hasil uji pengembangan dihasilkan tanah dasar masuk ke dalam klasifikasi potensi pengembangan tinggi. Hasil uji tekanan pengembangan juga termasuk tinggi sehingga menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan. Ditinjau dari tebal susunan lapisan perkerasan, untuk tebal pelat beton yang dilaksanakan telah memenuhi persyaratan tetapi untuk tebal lapis pondasi bawah dan pondasi jalan yang dilaksanakan tidak memenuhi persyaratan. Tidak terpenuhinya persyaratan tebal lapis pondasi bawah dan pondasi jalan juga menjadi penyebab kerusakan di ruas jalan ini. Kata kunci: kerusakan jalan, pengembangan tanah, perkerasan kaku.

Page 37: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 33

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

1. PENDAHULUAN

Ruas jalan Akses Pusat Misi Pemeliharaan Per-damaian (PMPP) terletak di Jalan Anyar, Sentul, Bogor-Jawa Barat. Kondisi eksisting ruas jalan ini merupakan akses jalan ke desa Tangkil, kecamatan Citereup – Sentul, Kabupaten Bogor yang dikem-bangkan menjadi jalan akses untuk kawasan keg-iatan pelatihan militer. Oleh karena itu, volume lalu lintas yang melewati ruas ini tidak terlalu tinggi.

Kondisi perkerasan di lokasi ini mengalami keru-sakan seperti retak pada trotoar, retak pada per-kerasan kaku, dan kerusakan yang paling ekstrim yaitu badan jalan yang bergelombang. Identifika-si penyebab utama kerusakan pada ruas jalan ini adalah permasalahan pada tanah dasar.

Lapis tanah dasar untuk perkerasan jalan raya harus dapat dibentuk dan tidak memiliki potensi pengem-bangan yang tinggi. Tanah dasar dengan jenis tanah lempung dimana mengalami pengembangan dan penyusutan yang tinggi atau sering dikenal dengan jenis tanah ekspansif. Tanah ekspansif (expansive soil) adalah istilah yang digunakan pada tanah yang mempunyai potensi pengembangan atau penyusu-tan yang tinggi oleh pengaruh perubahan kadar air.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Mengidentifikasi jenis kerusakan dan memperki-rakan sebab-sebab kerusakan jalan pada per-kerasan kaku di ruas jalan akses PMPP, Sentul – Bogor.

B. Menganalisis pengaruh potensi dan tekanan pengembangan tanah dasar (subgrade) terhadap lapisan perkerasan di lokasi penelitian.

C. Menganalisis penyebab kerusakan melalui evalu-asi terhadap struktur lapisan perkerasan yang telah dilaksanakan.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Dasar

Tanah dasar sebagai pondasi jalan merupakan tanah yang memiliki ketebalan tertentu dengan material dalam galian atau urugan yang dipadatkan di bawah struktur perkerasan.

Perkerasan jalan sebagai pelindung tanah dasar, mendistribusikan beban roda kendaraan ke tanah dasar tersebut. Dukungan tanah dasar yang kurang, dapat mengakibatkan kerusakan perkerasan (Hardi-yatmo, 2011).

2.2. Tanah Ekspansif

Tanah ekspansif (expansive soil) adalah istilah yang digunakan pada tanah yang mempunyai potensi pengembangan atau penyusutan yang tinggi oleh

pengaruh perubahan kadar air (Hardiyatmo, 2014). Ketika lempung mengalami pengembangan, tekan-an pengembangan tersebut dapat mengangkat ban-gunan seperti perkerasan jalan sehingga perkerasan jalan mengalami kerusakan (Hardiyatmo, 2014). Identifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu:

A. Identifikasi secara tidak langsung

Klasifikasi potensi pengembangan menurut Chen (1983 & 1988) berdasarkan nilai batas cair dan in-deks plastisitas suatu sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

B. Identifikasi secara langsung

C. Pengujian pengembangan

Pengujian pengembangan dengan menggunakan alat oedometer yang kemudian diberikan beban. Pengembangan yang terjadi dapat dianalisis dengan Persamaan 1.

(1)

dengan S = regangan pengembangan (%), = perubahan tinggi sampel (cm).

Besarnya nilai regangan pengembangan (S) yang di-dapat kemudian diklasifikasikan menurut tabel kla-sifikasi tingkat pengembangan dari Snethen (1984) pada Tabel 2.

D. Pengujian tekanan pengembangan

Pengujian ini merupakan kelanjutan dari uji pengembangan dimana dilakukan dengan memberi-kan beban yang berangsur-angsur bertambah dan kemudian dicatat nilai regangan (%) yang terjadi di akhir pembebanan sampai kembali ke volume semula. Dari pengujian ini dapat diketahui tekanan yang mencegah tanah mengembang.

2.3. Perencanaan Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku atau Rigid pavement pada umum-nya terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berupa

Potensi Pengembangan Batas Cair (1983) Indeks Plastisitas (PI) (1988)Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

LL > 60

40 < LL < 60

30 ≤ LL ≤ 40

LL < 30

PI > 35

20 < PI ≤ 55

10 < PI ≤ 35

0 < PI ≤ 15

Tabel 1. Klasifikasi Potensi Pengembangan dengan Nilai Batas Cair dan Indeks Plastisitas

(Chen, 1983 & 1988)

Potensi pengembangan (%) Klasifikasi ekspansif< 0,5

0,5 – 1,5

> 1,5

Rendah

Sedang

Tinggi

Tabel 2. Klasifikasi Tanah ekspansif (Snethen, 1984)

Page 38: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 34

pelat beton dan lapisan material granuler yang ber-fungsi sebagai lapis pondasi bawah (subbase) terle-tak di atas tanah dasar (subgrade) yang dipadatkan. Pelat beton pada perkerasan kaku memiliki peranan kekuatan yang sangat besar dikarenakan pelat be-ton ini dengan nilai kekakuan dan modulus elastisi-tasnya yang tinggi cenderung menyebarkan beban ke area yang lebih luas ke tanah dasar (Hardiyatmo, 2015). Perkerasan kaku dapat dilengkapi dengan tulangan ataupun tidak menggunakan tulangan. Tulangan dalam perkerasan kaku berperan dalam mengendalikan retak (cracking).

2.3.1. Perancangan Tebal Perkerasan Kaku

Langkah perhitungan evaluasi terhadap tebal pelat beton pada perkerasan kaku didasarkakan pada metode AASHTO 1993. Evaluasi perhitungan dilaku-kan terhadap masing-masing lokasi berdasarkan hasil CBR dan faktor kehilangan kemampuan akibat pengembangan (ΔPSIpengembangan) yang berbeda-beda di masing-masing lokasi. Adapun persamaan perhi-tungan tebal perkerasan kaku dengan metode AAS-HTO 1993 pada Persamaan 2.

dimana,

W18 = lalu lintas rancangan (ESAL)ZR = deviasi standar normalSo = standar deviasi keseluruhanD = tebal pelat beton (in)∆PSI = kehilangan kemampuan pelayanan lalu

lintas (∆PSIlalu lintas) = kuat lentur beton (psi)Cd = koefesien drainaseJ = koefesien transfer bebanEc = modulus elastisitas beton (psi)k = modulus reaksi tanah dasar efektif

(pci)

2.3.2. Lapis Pondasi Bawah (Subbase)

Perencanaan jenis dan tebal lapis pondasi minimum dari lapis pondasi bawah digunakan pedoman Aus-troads atau Pd. T-14-2003. Dalam menentukan tebal lapis pondasi bawah berdasarkan pedoman terse-but diperlukan perhitungan jumlah repetisi sumbu dari kendaraan yang lewat dan nilai kekuatan tanah dasar (CBR) yang kemudian diplot pada Gambar 1.

(2)

Gambar 1. Tebal minimum lapis pondasi bawah un-tuk perkerasan beton

2.3.3. Pondasi Jalan Pada Tanah Ekspansif

Mengacu pada Manual desain perkerasan jalan Bina Marga dimana diperlukan persyaratan tamba-han untuk perbaikan tanah dasar dengan jenis ta-nah ekspansif disyaratkan diberi lapis peningkatan atau penopang yang juga berfungsi sebagai lapisan penutup (sealing corse). Tebal minimum lapis pen-ingkatan tanah dasar yang seharusnya dilaksanakan di lapangan dapat dilihat dalam Tabel 3.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi kerusakan jalan di lokasi ruas jalan akses PMPP yang terletak pada Jl. Anyar, Sentul, Bogor – Jawa Barat.

3.2. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data secara langsung di la-pangan (data primer). Data primer tersbut adalah pengambilan sampel tanah undisturbed dengan menggunakan tabung besi berukuran panjang 40 cm dan diameter 7 cm. Untuk mendapatkan data daya dukung tanah dasar (CBR) dilakukan dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) di lokasi penelitian. Data primer diambil pada sebelas lokasi yang berbeda terdiri dari enam lokasi yang mengal-ami kerusakan dan lima lokasi yang tidak mengal-ami kerusakan. Untuk data volume lalu lintas har-ian rata-rata (LHR) dilaksanakan survey langsung di lokasi selama 3 hari. Data sekunder yang diperoleh seperti data As build drawing dan data kualitas dari material yang digunakan seperti beton dan agregat.

3.3. Metode analisis data

Sampel tanah kemudian diuji di laboratorium un-tuk mendapatkan data indeks propertis tanah dan data potensi pengembangan tanah. Hasil dari batas cair diklasifikasikan potensi pengembangannya ber-

CBR tanah dasar

Deskripsi struktur pondasi jalan

Lalu lintas lajur desain umur

rencana 40 tahun (juta ESAL)

< 2 2 – 4 > 4

Tebal minimum peningkatan tanah

dasar (mm)

≥ 6

Perbaikan tanah dasar meliputi bahan stabi-lisasi kapur atau tim-bunan pilihan (pema-datan berlapis ≤ 200

mm tebal lepas)

Tidak perlu pening-katan

5 - - 1004 100 150 2003 150 200 300

2,5 175 250 350Tanah ekspansif (potential swell

> 5 %)400 500 600

Tabel 3. Tebal Peningkatan Tanah Dasar (MDP Jalan Bina Marga No. 02/M/BM/2013)

Page 39: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 35

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

dasarkan klasifikasi dari Chen (1983), sedangkan hasil uji pengukuran langsung diklasifikasikan ber-dasarkan potensi pengembangan menurut Snethen (1984).

Evaluasi terhadap tebal struktur perkerasan kaku yang telah dilaksanakan dilakukan dari lapis tanah dasar sampai dengan lapis permukaan. Tebal pelat beton dievaluasi menggunakan metode AASHTO 1993, tebal lapis pondasi bawah dievaluasi berdasar-kan pedoman Pd T-14-2003, dan tebal peningkatan tanah dasar dievaluasi berdasarkan manual desain perkerasan jalan Bina Marga No. 02/M/BM/2013.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil uji pendahuluan dan identifikasi ti-dak langsung

Hasil identifikasi potensi pengembangan secara ti-dak langsung berdasarkan batas cair tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Pendahuluan dan Identifikasi Secara Tidak Langsung

4.1.2. Hasil identifikasi langsung

Hasil identifikasi potensi pengembangan dan tekan-an pengembangan dari hasil pengukuran secara langsung dari alat oedometer dapat dilihat pada Ta-bel 5.

Tabel 5. Hasil uji pendahuluan dan identifikasi secara tidak langsung

Page 40: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 36

4.2. Uji Daya Dukung Tanah (CBR)

Hasil uji daya dukung tanah (CBR) DCP dapat dilihat pada Tabel 6.

4.3. Analisis Struktur Perkerasan Jalan

4.3.1. Analisis tebal perkerasan kaku

Adapun tebal perkerasan kaku pada masing-masing lokasi dengan nilai kehilangan kemampuan (∆PSI) dan kekuatan tanah dasar (CBR) yang berbeda-be-da dapat dilihat pada Tabel 7.

4.3.2. Analisis sambungan tulangan perkerasan yang digunakan

Perancangan sambungan tulangan dalam pemba-hasan ini menggunakan acuan yang dikeluarkan oleh AASHTO 1993 dilengkapi dari Pd T-14-2003 untuk sambungan dowel dan tie-bar.

Tabel 6. Hasil rata-rata nilai CBR

A. Dowel

Dengan tebal pelat yang dilaksanakan sebesar 27 cm maka diameter tulangan dowel yang seharusnya

digunakan berdasarkan AASHTO 1993 adalah 33,75 mm ≈ 34 mm, dengan jarak 300 mm dan panjang tulangan 450 mm. Berdasarkan Pd T-14-2003 diam-eter dowel maksimum adalah 36 mm untuk tebal pelat maksimum 25 cm jarak 300 mm dan panjang tulangan 450 mm. Dengan demikian penggunaan diameter dowel di lapangan sebesar 25 mm tidak memenuhi kedua persyaratan.

B. Tie-bar

Berdasarkan kedua acuan di atas penggunaan tu-langan tie-bars di lapangan dengan diameter 16 mm – 600 mm dan panjang 700 mm telah memenuhi persyaratan.

Tabel 7. Hasil tebal pelat beton di masing-masing lokasi dengan metode AASHTO 1993

Page 41: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 37

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

4.3.3. Analisis lapis pondasi bawah (subbase)

Untuk dapat mengetahui jenis dan tebal dari lapis pondasi bawah (subbase) menggunakan kurva pada Gambar 1 dengan nilai jumlah repetisi sumbu ter-jadi sebesar 1,36 x 107 dan nilai CBR tanah dasar di masing-masing lokasi. Adapun hasil jenis dan tebal lapis pondasi bawah minimum di masing-masing lo-kasi dapat dilihat pada Tabel 8.

Dalam pelaksanaan di lapangan berdasarkan as build drawing dilaksanakan pekerjaan pondasi bawah (subbase) dengan material campuran beton kurus (lean mix concrete) dengan tebal 100 mm (10 cm) di keseluruhan lokasi. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tebal lapis pondasi bawah (sub-base) tidak memenuhi persyaratan yang ada.

4.3.4. Analisis Pondasi Jalan pada Tanah Ekspansif

Mengacu pada Tabel 3.3, tebal minimum peningka-tan tanah dasar yang seharusnya dilaksanakan di lapangan berdasarkan masing-masing nilai CBR dan volume lalu lintas diatas 4 juta ESAL di masing-ma-sing lokasi dapat dilihat dalam Tabel 4.5.

Pelaksanaan di lapangan berdasarkan as build draw-ing adanya lapisan tambahan pondasi agregat kelas A dengan tebal 150 mm (15 cm). Dengan tebal lapis pondasi tersebut menunjukkan bahwa tebal pelak-sanaan di lapangan kurang dari yang dipersyaratkan dalam manual desain pondasi jalan.

4.4. Analisis Kondisi Lapangan

Hasil survey kondisi lapangan di sekitar lokasi bera-da pada daerah gersang dan dikelilingi dengan rum-put liar dan semak-semak. Kondisi ini menyebabkan kadar air pada tanah dasar tidak terjaga keseimban-gannya sehingga ketika terjadi perubahan musim menyebabkan tanah dasar mudah mengembang. Lain halnya dengan kondisi lingkungan sekitar per-kerasan yang teduh dimana kondisi keseimbangan kadar air tetap terjaga meskipun terjadi perubahan musim. Faktor inilah yang menyebabkan terdapat lokasi yang memiliki hasil potensi pengembangan tinggi dan tekanan pengembangan tinggi tapi tidak

mengalami kerusakan. Lokasi yang memiliki nilai potensi pengembangan tinggi tetapi tidak men-galami kerusakan terdapat di sta 0+750, 1+500, 2+100, dan 2+950. Kondisi di keempat lokasi ini berada di area yang teduh sehingga keseimbangan kadar air tetap terjaga.

4.5. Alternatif penanganan kerusakan per-kerasan jalan akses Sentul – Bogor

Dari hasil penelitian ini disarankan alternatif pen-anganan yang dapat diterapkan di lokasi ini, antara lain:

A. Membongkar dan mengganti material serta ser-ta dikombinasikan dengan pembuatan saluran drainase bawah permukaan. Penggantian ma-terial tanah terhadap tanah dilakukan hingga kedalaman 1,2 meter dan dilakukan penimbu-nan dengan pemadatan per lapis. Material ta-nah dasar pengganti dipastikan bukan material yang tanah yang ekspansif, tidak lolos air, dan dipadatkan melebihi kepadatan tanah lempung ekspansif.

B. Saluran drainase di bawah permukaan dapat dikombinasikan pada penanganan ini yang dilak-sanakan pada kedalaman 1,2 m dari lapis per-mukaan. Dengan adanya drainase bawah per-mukaan ini aliran air akibat muka air tanah dan rembesan dapat tersalurkan sehingga mencegah berkurangnya daya dukung tanah pondasi jalan. Seperti disyaratkan dalam spesifikasi Bina Marga

2010 revisi 3 bahwa material untuk drainase ini dapat menggunakan pipa beton berlubang ban-yak atau pipa PVC berlubang banyak dengan di-ameter 10 cm. Pemasangan pipa drainase ini di-lakukan dalam dua posisi yaitu posisi melintang dan memanjang.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 8. Tebal lapis pondasi bawah dan pondasi jalan minimum

Page 42: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 38

A. Perkerasan kaku pada ruas jalan akses Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP), Sentul – Bogor mengalami kerusakan retak, bergelom-bang, hingga blok perkerasan patah. Ditinjau dari jenis kerusakan yang terjadi, maka identi-fikasi penyebab utama kerusakan adalah faktor pengembangan dari tanah dasar sehingga diper-lukan penelitian terhadap potensi dan tekanan pengembangan dari sampel tanah dasar di labo-ratorium.

B. Hasil pengujian sampel tanah dasar pada jalan akses PMPP, Sentul - Bogor menunjukkan bah-wa subgrade merupakan tanah lempung yang memiliki plastisitas tinggi dimana berdasarkan sistem AASHTO jenis tanah termasuk klasifi-kasi A-7-5 dan A-7-6. Dari hasil klasifikasi po-tensi pengembangan berdasarkan nilai batas cair menunjukkan bahwa tanah dasar memiliki potensi pengembangan tinggi. Untuk hasil uji pengembangan langsung (direct measurement) yang selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan Snethen (1984) menunjukkan bahwa lapis tanah dasar masuk dalam klasifikasi potensi pengem-bangan yang tinggi. Hasil regangan pengemban-gan terbesar adalah 13,94% sedangkan terkecil sebesar 0,17%. Dengan potensi pengembangan tinggi menjadi salah satu penyebab kerusakan perkerasan jalan di lokasi ini.

C. Hasil analisis uji tekanan pengembangan di ke-seluruhan lokasi memiliki nilai yang lebih besar daripada tekanan akibat beban perkerasan. Nilai tekanan pengembangan terbesar terdapat pada lokasi sta 0+950 sebesar 1233,22 kPa, sedang-kan terkecil di lokasi sta 0+300 sebesar 114,89 kPa. Dari hasil ini menunjukkan bahwa di keselu-ruhan lokasi perkerasan berpotensi mengalami kerusakan akibat tekanan pengembangan tanah yang melebihi tekanan perkerasan.

D. Hasil evaluasi terhadap tebal pelat beton per-kerasan kaku yang dilaksanakan telah memenuhi hasil perhitungan tebal perkerasan dengan metode AASHTO 1993. Namun, untuk tebal la-pis pondasi bawah dan tebal lapis peningkatan tanah dasar tidak memenuhi tebal yang disyarat-kan. Tidak terpenuhinya tebal lapis pondasi bawah dan tebal peningkatan tanah dasar pada perkerasan jalan ini mengakibatkan berkurang-nya tekanan akibat perkerasan untuk menahan tekanan pengembangan tanah dasar.

E. Dari hasil analisis terhadap kondisi lapangan bahwa area di sekitar perkerasan yang gersang dengan banyaknya tumbuhan rumput liar dan semak-semak menyebabkan kondisi kadar air tanah dasar tidak terjaga keseimbangannya. Sebaliknya di area kondisi yang teduh dengan banyaknya pepohonan, keseimbangan kadar air tetap terjaga dengan baik ketika perubahan musim.

F. Dari hasil penelitian ini, perhitungan tebal per-kerasan dengan menggunakan AASHTO 1993 yang memperhitungkan faktor kehilangan pelay-anan akibat pengembangan tanah () belum me-nyelesaikan masalah akibat tanah ekspansif.

5.2. Saran

Dari hasil penelitan dan analisis yang telah dilaku-kan beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

A. Dalam pembangunan jalan baru perlu dilak-sanakan adanya penelitian terhadap tanah dasar sekurang-kurangnya untuk mengetahui klasifika-si dari tanah dasar tersebut. Dari hasil klasifikasi tanah dasar ini nantinya dapat ditentukan baik atau buruknya kualitas tanah dasar.

B. Untuk mengantisipasi pengembangan tanah aki-bat adanya aliran air liar dapat dilaksanakan pembuatan saluran di bawah permukaan per-kerasan sehingga dapat menampung aliran air yang masuk ke dalam lapisan tanah.

C. Sampel tanah untuk pengujian pengembangan diusahakan diambil dalam kondisi ketika kering atau dalam musim kemarau, sementara untuk pengujian dynamic cone penetrometer (DCP) sebaiknya dilakukan ketika tanah dalam kondisi jenuh atau di saat musim hujan.

DAFTAR PUSTAKA

American Association of State Highway and Trans-portation Officials (AASHTO), 1993. Interim Guide for Design of Pavement Structures, USA: AASHTO.

Austroads, 1992. Pavement Design, A Guide to the Structural Design of Road Pavements. Aus-tralia: Austroads.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003. Perencanaan perkerasan jalan beton semen PD T-14-2003. Jakarta: Ditjen Prasa-rana Wilayah, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Hardiyatmo, H.C, 2014 Tanah Ekspansif. Yogyakar-ta: Gadjah Mada University Press.

Hardiyatmo, H.C, 2015. Perencanaan dan Per-kerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah. 2nd ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kementerian Pekerjaan Umum, 2013. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013. Ja-karta: Ditjen Bina Marga, Kementerian Pe-kerjaan Umum.

Page 43: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 39

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Kementerian Pekerjaan Umum, 2014. Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3), Jakarta: Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.

Suryawan, Ari, 2013. Perkerasan Jalan Beton Se-men Portland (Rigid Pavement), cetakan ke-tiga. Yogyakarta: Beta Offset.

Page 44: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 40

MERENCANAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN

DENGAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SNSE-AR

Slamet Muljono

Teknik Jalan dan Jembatan MadyaBadan Pengatur Jalan Tol,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The development of road infrastructure network aims to support economic growth as well as equity. To de-sign the right strategy in line with its objectives, it is necessary to measure the magnitude of the multiplier effect of road infrastructure development for descriptive and quantitative analyzes. This paper is intended to examine the use of the multiplier measurement methodology with the analysis model of the Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM). Analyzes that can be done with IRSAM analysis model include income distribution, impact analysis of road network development policy.

Keywords: road infrastructure, quantitative analysis, income distribution, social accounting matrix, road network development policy

Abstrak

Pengembangan jaringan infrastruktur jalan bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Untu merancang strategi yang tepat sesuai dengan tujuannya, perlu untuk diukur besarnya multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan untuk dianalisis secara diskriptif dan kuantitatif. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji penggunaan metodologi pengukuran multiplier dengan model analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antar Regional (SNSE-AR). Analisis yang dapat dilakukan dengan model analisis SNSE-AR tersebut antara lain distribusi pendapatan, analisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan.

Kata Kunci: infrastruktur jalan, analisis kuantitatif, distribusi pendapatan, sistem neraca sosial ekonomi, kebijakan pengembangan jaringan jalan

Page 45: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 41

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

1. PENDAHULUAN

Presiden Joko Widodo menekankan pemerataan akan menjadi fokus 2017. Untuk itu, Presiden me-minta seluruh anggota Kabinet Kerja untuk bersa-ma-sama bekerja keras mewujudkan hal tersebut. Angka gini ratio sedikit membaik, tetapi angkanya masih pada posisi tinggi, Data BPS, rasio Gini per Maret 2016: 0,39; Maret 2015: 0,41;turun 0,02. Ta-hun 2008, rasio Gini hanya: 0,35. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), untuk mewu-judkan pemerataan sebagai jalan menanggulangi ketimpangan, Presiden perlu mewujudkan jargon-jargon yang kerap disampaikan sejak mula pemer-intahan, yaitu membangun Indonesia dari pinggi-ran, seperti yang tertulis pada Harian Republika, 17 Januari 2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkhawatirkan tingkat kesenjangan di Indonesia, di saat pereko-nomian membaik, gini ratio atau rasio kesenjangan mengalami kenaikan. Untuk menciptakan pertum-buhan ekonomi yang berkualitas, maka diperlukan instrumen dan desain pembangunan yang baik, tu-juannya agar kesenjangan tidak semakin melebar. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen untuk bisa mengatasi persoa-lan tersebut. Dilema yang dihadapi adalah mem-bagi setiap rupiah dari APBN yang bernilai ribuan triliun rupiah agar tepat sasaran. Seperti yang di publikasikan di Detik Finance, tanggal 23 Februari 2017. Tantangannya adalah bagaimana agar setiap rupiah diletakkan di mana, kepada siapa, dan dalam bentuk apa. Masalah kesenjangan merupakan tan-tangan pembangunan yang harus dihadapi, isue tersebut dapat berpotensi mengancam disintegrasi bangsa serta menyulitkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan pemerataan.

Pananggulangan ketimpangan pembangunan wilayah dapat dilakukan antara lain dengan penye-baran pembangunan prasarana infrastruktur trans-portasi termasuk jalan (Sjafrizal, 2008; Tjahjati, 2009). Infrastruktur jalan diharapkan dapat berper-an sebagai instrumen bagi pengurangan kemiski-nan, pembukaan daerah terisolasi, dan juga mem-persempit kesenjangan antar wilayah.

Untuk menyusun strategi pembangunan infrastruk-tur jalan yang tepat dalam kerangka pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi dalam perencanaan pembangunan infrastruktur jalan yang berkeadilan, diperlukan analisis secara diskriptif dan kuantitatif, sehingga dapat mengkaji permasalahan-permasalahan antara lain sbb: (a) seberapa besar multiplier effect pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan faktor produksi yang meli-puti tenaga kerja, modal dan lahan baik intra dan interregional?;(b) seberapa besar multiplier effect pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapa-tan rumahtangga intra dan interregional?;(c) se-berapa besar multiplier effect pembangunan infra-

struktur jalan dengan sektor-sektor produksi lainnya di masing-masing regional;(d) seberapa besar dam-pak kebijakan pengembangan jaringan jalan terha-dap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional serta ketimpangan nilai tambah interregional?.

Dalam studi kelayakan jalan belum mencakup anali-sis multiplier effect pembangunan infrastruktur ja-lan (Dep.Pekerjaan Umum, 2005).

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji metodologi model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antar Regional (SNSE-AR), untuk analisis multiplier effect pemban-gunan infrastruktur jalan terhadap perekonomian dan distribusi pendapatan baik intra maupun dan interregional. Hasil analisisnya diharapkan dapat menjadi masukan dalam perencanaan pembangu-nan ekonomi wilayah yang mendukung pertumbu-han ekonomi sekaligus pemerataan atau berkeadi-lan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Perekonomian

Jaringan jalan mendukung kelancaran arus orang dan barang antar/intra pusat-pusat produksi, pusat-pusat distribusi, dan pusat-pusat permukiman, serta sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah. Manfaat pembangunan jaringan jalan adalah, terwu-judnya pertumbuhan ekonomi nasional, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja langsung dan tidak langsung, menjaga kesatuan dan persat-uan nasional.

Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara investasi di bidang in-frastruktur transportasi dengan pembangunan eko-nomi (Aschauer, 1991; Forkenbrock and Foster, 1990; Babcock et al., 1997; Ozbay et al., 2003, 2006). Infrastruktur jalan juga memacu pertumbu-han industri di lokasi sekitarnya, seperti yang diper-lihatkan dari penelitian di Spanyol dimana selama periode 1980 - 1994 banyak dibangun jaringan jalan interregional dan satu dampak pentingnya adalah munculnya industri manufaktur baru (Holl, 2004).

Infrastruktur jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan me-layani lebih dari 85% angkutan penumpang dan angkutan barang. Ketersediaan infrastruktur jalan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi terutama berkaitan dengan PDB. Setiap 1% per-tumbuhan ekonomi akan mengakibatkan pertumbu-han lalulintas sebesar 1,5%. Dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan infrastruktur jalan dalam men-ciptakan peluang usaha dan menampung angkatan kerja juga sangat besar dan berpotensi untuk mem-berikan efek multiplier terhadap perekonomian lokal maupun kawasan. Sebagai contoh pembangunan

Page 46: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 42

jalan tol Cipularang sepanjang 58 km yang menelan biaya sekitar Rp. 1.6 triliun dan 100% dikerjakan oleh tenaga lokal. Proyek pembangunan ini melibat-kan 50.000 tenaga kerja, disamping menyerap jum-lah tenaga kerja yang banyak pembangunan Jalan Tol Cipularang juga meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton, 1.5 juta m3 agregat dan 500 ribu m3 pasir (Ditjen Bina Marga, 2015).

Linkage mikro pembangunan jalan dengan sektor industri dan jasa serta potensi kesempatan kerja seperti yang di ilustrasikan oleh Khazanah Nasional (2006) dalam Proposed Aggregated Trans-Jawa Ex-pressway seperti Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Potensi Lapangan Kerja

Disamping itu dari hasil pengamatan empirik yang ada di lapangan, dengan adanya pembangunan in-frastruktur jalan memiliki hubungan yang positif dan efek “saling ketergantungan” dengan harga tanah. Dengan adanya infrastruktur jalan menyebabkan harga tanah di sepanjang koridor yang ada umum-nya dapat meningkat hingga 10 kali lipat pada ta-hun-tahun pertama. Sehingga di samping manfaat jangka panjang, pembangunan infrastruktur jalan juga berpotensi untuk dapat menggairahkan dan menggerakkan roda perekonomian secara langsung untuk jangka pendek.

Gambar 2. Linkage Mikro Pembangunan Jalan dengan Sektor Industri dan Jasa

Page 47: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 43

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

2.2. Studi Empirik dengan Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Studi empirik yang berkaitan dengan ekonomi re-gional baik di mancanegara maupun di Indonesia telah dilakukan oleh banyak pihak dengan berbagai model dan pendekatan. Namun, dalam pembahasan ini lebih di fokuskan pada studi-studi yang meng-gunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM). Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan kesamaan model yang akan digunakan, serta kemiripan issue yang akan dikaji. Studi yang berkaitan dengan dis-paritas pendapatan telah dilakukan oleh antara lain Alim (2006), Hadi (2001), Achjar, Hewings dan So-nis (2003), serta Rahman dan Utama (2003)

Alim (2006) dalam disertasinya menganalisis pe-nyebab makin melebarnya kesenjangan ekonomi antara Jawa dan Sumatera selama masa pemban-gunan ekonomi. Model Interregional Social Ac-counting Matrix Jawa dan Sumatera yang diberi nama Samijasum 2002, dibangun berdasarkan data sekunder dalam bentuk matrik 59x59 dan menggu-nakan teknik cross entrophy untuk balancing.

Hadi (2001) melakukan studi tentang disparitas pendapatan antara KBI dan KTI, dalam studinya mengelompokan semua provinsi yang berada di pu-lau Jawa dan Sumatera ke dalam KBI dan semua provinsi-provinsi di luar Jawa dan Sumatera dima-sukkan ke dalam kelompok KTI. Dengan menggu-nakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi–Antar-regional (SNSE-AR) dan basis data tahun 1993, Hadi menelaah hal-hal berikut: (1) ketimpangan pemban-gunan wilayah antara KBI dan KTI, (2) keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi intra maupun antara KBI dengan KTI, (3) dampak perubahan kebijakan pembangunan terhadap disparitas KBI dengan KTI, dan (4) merumuskan strategi percepatan pemban-gunan KTI dalam mewujudkan keseimbangan pem-bangunan antarwilayah KBI dengan KTI.

Model Interregional Social Accounting Matrix (IRS-AM) juga digunakan oleh Achjar et al. (2003) un-tuk menyelidiki sifat ketergantungan interregional dengan menggunakan metoda Interregional Block Structural Path Analysis. Mereka menggunakan IRS-AM lima pulau tahun 1995 yang telah dibangun un-tuk pertama kali bagi Indonesia. Wilayah yang dili-put adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya (Other Island) yang merupakan wilayah makro. Sedangkan klasifikasi IRSAM lima pulau 1995 meliputi 5 jenis faktor produksi (4 jenis tena-ga kerja dan 1 jenis modal), 5 jenis institusi (3 jenis rumahtangga, perusahaan dan pemerintah masing-masing 1 jenis) dan 9 jenis aktivitas produksi.

Achjar et al. (2003) mengilustrasikan bahwa se-lama tiga dekade pembangunan ekonomi cend-erung terpusat di Jawa, sehingga menghasilkan suatu fenomena core-periphery yang direfleksikan oleh ketergantungan kebanyakan wilayah kepada

perekonomian Jawa. Pembahasan hasil dilakukan dalam tiga fragmen, yaitu (1) output dan pendapa-tan secara global (Global Output and Income), (2) injeksi terhadap institusi oleh wilayah makro (Injec-tion of Institutions by Macro Region), dan (3) injeksi terhadap aktivitas oleh wilayah makro (Injection of Activities by Macro Region).

Rahman dan Utama (2003) menganalisis dampak desentralisasi fiskal di Indonesia dengan mengu-nakan model IRSAM. Dalam model ini. Indonesia dikelompokkan ke dalam dua wilayah makro (mac-roregion), yaitu wilayah Jawa dan luar Jawa serta tujuh wilayah mikro (microregion) yakni Jawa Barat (termasuk Jakarta dan Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya di Timur Indonesia. Dalam konstruksi mod-el, Rahman dan Utama melakukan update data IRS-AM 1990 (102x102) yang dibangun oleh Wuryanto (1996) menjadi IRSAM 1999 (30x30).

3. METODE PENELITIAN

3.1. Konsep dan Aplikasi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam sebuah perekonomian. Sumber-sumber data untuk membuat SNSE adalah dari tabel input-output (tabel I-O), statistik pendapatan nasional serta statistik pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Oleh karena itu SNSE kelihatan lebih lengkap dibandingkan tabel I-O dan statistik pendapatan nasional, dengan menunjukkan berbagai jenis transaksi dalam suatu perekonomian. Tabel I-O hanya merekam transaksi ekonomi tanpa menunjukkan latar belakang sosial dari pelaku transaksi tersebut. Sementara SNSE berupaya melakukan klasifikasi berbagai institusi berdasarkan latar belakang sosial ekonomi pada suatu perekonomian atau aktivitas fungsional.

Sadoulet dan de Janvry (1995) juga mengungkapkan bahwa model SNSE ini sesungguhnya merupakan perluasan dari input-output model (model I-O). Ruang lingkup pemotretannya jauh lebih luas dan terperinci dibandingkan dengan model I-O. Dalam model I-O yang dipaparkan hanyalah arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor-faktor produksi, rumahtangga, pemerintah, perusahaan dan luar negeri. Sedangkan dalam model SNSE hal tersebut didisagregasi secara lebih rinci. Misalnya, rumahtangga dapat didisagregasi berdasarkan tin-gkat pendapatan atau kombinasi dari tingkat pen-dapatan dan lokasi pemukiman dan seterusnya. Di-samping itu, dalam model SNSE dapat di masukkan beberapa variabel makroekonomi, seperti pajak, subsidi, modal dan sebagainya. Model SNSE dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral dan institusi secara utuh dalam sebuah ne-raca.

Page 48: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 44

3.2. Kerangka Sederhana Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Secara garis besar, model SNSE dibagi atas empat neraca, yaitu (1) neraca faktor produksi, (2) neraca institusi, (3) neraca sektor produksi, dan (4) rest of the world. Neraca 1, 2 dan 3 adalah neraca endo-gen, yang secara diagramatik disusun dalam ben-tuk segitiga pada Gambar 3, sedangkan neraca 4 adalah neraca eksogen, berada pada lingkaran luar memagari ketiga neraca endogen. Garis panah pada

gambar segitiga tersebut melambangkan arus uang yang mengalir dari neraca sektor (aktivitas) produk-si ke neraca faktor produksi, kemudian ke neraca institusi dan selanjutnya ke neraca sektor produksi. Panah dari neraca sektor produksi 3 ke neraca fak-tor produksi 1 menyatakan bahwa kenaikan permin-taan output oleh blok neraca eksogen 4 akan men-gakibatkan kenaikan permintaan input dan sebagai imbalan atas input faktor tersebut mengalirlah uang

Gambar 3. Kerangka SNSE-ARSumber: Hadi (2001) dan Achjar et al.(2003), dalam Alim (2006)

dari blok neraca sektor produksi ke blok neraca faktor produksi. Selanjutnya bahwa sesungguhnya pemilik faktor-faktor produksi 1 tersebut adalah rumahtangga, perusahaan dan pemerintah 2. Den-gan demikian, meningkatnya permintaan input akan meningkatkan pendapatan institusi sesuai dengan besarnya input yang diserahkannya. Pendapatan in-stitusi dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa. Ini dilambangkan oleh garis panah dari blok neraca institusi 2 ke blok neraca sektor produksi 3.

Secara matematis, keempat neraca tersebut disu-sun dalam bentuk matrik, yang terdiri atas baris dan kolom. Neraca baris menunjukkan penerimaan dan neraca kolom menggambarkan pengeluaran. Setiap sel (perpotongan antara baris dan kolom) meng-gambarkan interaksi antara neraca. Makna dari se-tiap sel seperti yang terdapat di dalam Tabel 1.

Tabel 1. Struktur SNSE-AR

Sumber: Hadi, 2001; Alim, 2006

X 73 /X 37 X 76 /X 67

T 36 T 63

T 35 T 62

T 23 T 32 T 65 T 46

T21 T 25 T54

T 52

T51

T24

X 73 /X 37 X 71 /X 17 X 71 /X 17 X 71 /X 17 Keterangan := transaksi intra region= transaksi interregional

Rest of the World (7)

Faktor Produksi (4)

Sektor Produksi(3)

Sektor Produksi(3)

Rest of the World

Wilayah I Wilayah II

Faktor Produksi (1)

Institusi(3)

Institusi(5)

Page 49: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 45

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Dalam Tabel 1 terlihat bahwa SNSE dapat menggam-barkan keterkaitan antarsektor, distribusi pendapa-tan (factorial distribution dan income distribution) dan pengaruh dari konsumsi, investasi serta ekspor-impor terhadap pendapatan regional dan kesempa-tan kerja. Dalam perjalan waktu, Thorbecke (2001) mengembangkan neraca-neraca dalam SAM seder-hana menjadi enam tipe neraca, yaitu (1) neraca aktivitas produksi, (2) neraca komoditas, (3) nera-ca faktor produksi, (4) neraca institusi, (5) neraca modal (kapital), dan (6) neraca Rest of The World. Neraca aktivitas produksi merupakan neraca yang berkaitan dengan transaksi pembelian row material, intermediate goods dan sewa faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (komoditas). Pada baris neraca aktivitas (penerimaan aktivitas) meli-puti hasil penjualan komoditas pada pasar domes-tik dan pasar luar negeri, serta penerimaan subsidi ekpor dari pemerintah. Pada kolom neraca aktivitas (pengeluaran aktivitas) meliputi pengeluaran untuk impor, biaya-biaya dari jasa perdagangan dan pem-bayaran pajak tidak langsung.

Neraca institusi oleh Thorbecke (2001) dipecah lagi menjadi tiga neraca, yaitu (1) rumahtangga, (2) perusahaan, dan (3) pemerintah. Baris neraca rumahtangga meliputi penerimaan atas kompensasi tenaga kerja, keuntungan atas modal, transfer an-tara rumahtangga, penerimaan transfer dari peru-sahaan (berupa asuransi), transfer dari pemerintah dan transfer luar negeri. Sedangkan kolom neraca rumahtangga meliputi pengeluaran konsumsi, transfer antarrumahtangga, transfer kepada peru-sahaan, pembayaran pajak langsung dan tabungan pada neraca modal. Selanjutnya baris neraca pe-rusahaan (penerimaan perusahaan) meliputi laba yang ditahan, transfer dari rumah tangga dan trans-fer pemerintah.

3.3. Kerangka Analisis Pengganda SAM

Analisis pengganda di dalam model SAM dapat diba-gi ke dalam dua kelompok besar, yaitu pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda har-ga tetap (fixed price multiplier). Analisis accounting multiplier pada dasarnya sama dengan pengganda dari Leontief Inverse Matrix yang terdapat dalam model I-O. Ini berarti bahwa semua analisis peng-ganda yang terdapat dalam model I-O seperti own multiplier, other linkage multiplier dan pengganda total dapat digunakan dalam analisis SAM. Sedan-gkan analisis fixed price multiplier mengarah pada analisis respon rumahtangga terhadap perubahan neraca eksogen dengan memperhitungkan expendi-ture propensity (Isard et al., 1998).

Selanjutnya apabila diasumsikan bahwa besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, Aij yang merupakan perbandingan antara pengeluaran sek-tor ke-j untuk sektor ke-i dengan total pengeluaran ke-j (Yj), maka:

Aij = Tij / Yj ..................................(1)

atau dalam bentuk matrik adalah:

=

3332

2221

13

00

00

AAAA

AA ................(3.2)

Apabila persamaan (3.1) dibagi dengan Y, maka di-peroleh:

Y/Y = T/Y + X/Y .............................(3)

Selanjutnya persamaan (1) disubsitusikan ke persa-maan (2) menjadi:

I = A + X/Y

I – A = X/Y

(I – A)Y = X

Y = (I – A)-1 X ...............................................(4)

Jika, Ma = (I – A)-1 maka:

Y = Ma X .................................................(5)

Dimana A adalah koefisien-koefisien yang menun-jukkan pengaruh langsung (direct coefficients) dari perubahan yang terjadi pada suatu sektor terhadap sektor lainnya. Sementara itu Ma adalah pengganda neraca (accounting multiplier) yang menunjukkan pengaruh perubahan suatu sektor terhadap sektor lainnya dari seluruh SNSE.

3.4. Tahapan Penyusunan SNSE-AR

Tahapan penyusunan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antar Regional (SNSE-AR) adalah sebagai berikut:

A. Menyusun Tabel I-O Intraregional, Update IO Propinsi

B. Menyusun Tabel I-O Interregional, Matrik perda-gangan antar Propinsi sbg dasar transaksi inter regional

C. Menyusun Matrik SAM Interregional, Input Data Survai angkatan kerja nasional (Sakernas) guna menyusun matrik tenaga kerja, Input Data Survai sosial ekonomi nasional (Susenas) guna menyusun neraca rumahtangga, Input Laporan Keuangan pemerintah guna menyusun neraca pemerintah, Input Data Survei khusus badan usaha sebagai dasar penyusunan Neraca Perusa-haan, Input Balance of Payment (Bank Indone-sia) sebagai dasar Neraca Luar Negeri

Page 50: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 46

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Justifikasi Pengunaan Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Sejalan dengan kerangka pemikiran yang mengk-aji model analisis SNSE. Model ini dapat memotret seluruh neraca ekonomi baik yang endogen mau-pun eksogen, baik yang intraregional maupun in-terregional. Selain itu model ini juga dapat, (1) menjelaskan keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi serta perdagangan luar negeri, (2) memberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan seluruh data per-ekonomian wilayah, (3) dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah dan menjelaskan pengaruh dari suatu perubahan terhadap produksi, distribusi pendapatan dan permintaan serta pengaruh interre-gional, dan (4) menjelaskan struktur ekonomi intra dan interregional, struktur pendapatan dan penge-luaran rumahtangga intra dan interregional. Dengan model ini akan dapat dianalisis keterkaitan antar-wilayah antar kawasan dalam satu matrik yang kon-sisten dan kompak (Muljono, S.2010)

4.2. Metode Analisis

Analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) menggunakan nilai-nilai yang diekstrak dari tabel SNSE-AR; (2) menganalisis keterkaitan sektor-sek-tor produksi baik intra maupun interregional; (3) menganalisis efek multiplier (pengganda) output, nilai tambah, dan distribusi pendapatan institusi baik intra maupun interregional, dan (4) menga-nalisis dampak perubahan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lain (spillover effect) dan terha-dap perekonomian wilayah itu sendiri (self-generate effect), yang muaranya adalah menemukan pola ketergantungan ekonomi antar regional.

Analisis yang diharapkan dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif, antara lain untuk menjawab atau mengetahui multiplier efek pembangunan jalan terhadap perekonomian meliputi pendapatan faktor produksi, pendapatan rumahtangga dan pendapa-tan sektor produksi baik intra maupun interregional yang dilakukan dengan analisis multiplier (penggan-da) SNSE dan untuk mengetahui dampak kebijakan pengembangan infrastruktur jalan Nasional ter-hadap ketimpangan pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional, dan nilai tambah antar regional dapat dilakukan dengan analisis simulasi kebijakan.

4.2.1. Analisis Multiplier Pembangunan Infra-struktur Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi

Pertambahan pendapatan rumahtangga sebagai efek dari pembangunan infrastruktur jalan, bukan saja berasal dari faktor produksi tenaga kerja, na-mun juga dapat bersumber dari kepemilikan lahan

dan modal. Dengan kata lain, stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur jalan akan memberi efek multiplier terhadap pertambahan pendapatan faktor produksi tenaga kerja, lahan dan modal. Se-luruh fenomena ini dapat dipotret secara kompre-hensif melalui analisis multiplier SNSE-AR, khusus-nya multiplier sektor infrastruktur jalan terhadap faktor-faktor produksi.

4.2.2. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Rumahtangga

Sumber pendapatan rumahtangga berasal dari in-tra dan interregional. Sumber pendapatan intra-regional, yaitu pendapatan berbagai kelompok rumahtangga yang berasal dari berbagai sumber di dalam wilayahnya sendiri, sedangkan pendapatan rumahtangga interregional yakni pendapatan berb-agai kelompok rumahtangga yang berasal dari ber-bagai sumber wilayah lain.

Faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja, lahan dan modal seluruhnya dimiliki oleh rumahtangga. Oleh karenanya, segala perolehan pendapatan dari pemanfaatan tenaga kerja, modal dan lahan oleh suatu sektor pembangunan akan di transfer lang-sung ke rumahtangga. Dalam hal ini rumahtangga yang menerima transfer tersebut dapat distratakan menjadi rumahtangga berpendapatan rendah, se-dang dan tinggi, serta dapat dipisahkan menurut wilayah kota dan desa sebagaimana yang dilakukan dalam studi ini.

4.2.3. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi

Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di-yakini mampu menggerakkan sektor riil dan memicu kegiatan produksi, yang pada akhirnya akan men-dorong pertumbuhan ekonomi. Untuk mengungkap fenomena ini dapat diperhatikan dari besarnya nilai multiplier sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pendapatan sektor-sektor ekonomi.

Menganalisis keterkaitan sektor-sektor produksi baik intra maupun interregional. Analisis keterkaitan antara sektor-sektor produksi dapat dilihat dari dua sisi, keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keter-kaitan ke belakang menunjukkan daya penyebar, artinya kalau terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap suatu sektor tertentu maka sektor terse-but akan mendorong peningkatan output semua sektor dengan kelipatan sebesar nilai multipliernya. Backward linkages menggambarkan keterkaitan an-tarsektor (aktivitas) produksi yang berada di berada di hilir (downstream sectors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hulu (upstream sectors). Sisi pandangnya adalah dari hilir ke hulu, dimana sektor yang berada di hilir sebagai pembeli input yang dihasilkan oleh sektor yang berada di hulu.

Page 51: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 47

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Keterkaitan ke depan (forward linkages) menunjuk-kan derajat kepekaan suatu sektor tertentu terha-dap permintaan akhir semua sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor produksi maka suatu sek-tor tertentu akan memberikan respon dengan me-naikkan output sektor tersebut dengan kelipatan sebesar koefisien multipliernya. Forward linkages menggambarkan keterkaitan antarsektor (aktivi-tas) produksi yang berada di hulu (up stream sec-tors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hilir (downstream sectors). Sisi pandangnya adalah sebagai penjual input dan koefisisen multipliernya menunjukkan kemampuan menjual sektor hulu tersebut apabila terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor ekonomi. Forward linkages akan eksis apabila peningkatan produksi oleh sektor hulu (upstream sector) memberikan dampak eksternali-tas positif terhadap sektor-sektor hilir (downstream sectors).

4.2.4. Analisis Dampak Kebijakan Pengemban-gan Jaringan Jalan

Analisis dampak kebijakan pengembangan jarin-gan jalan dapat dilakukan dengan analisis simu-lasi. Analisis simulasi dilakukan untuk: (1) melihat sensitivitas perekonomian suatu wilayah terhadap perubahan ekonomi wilayah lain, (2) menelusuri struktur ekonomi interregional, dan (3) menemu-kan alternatif kebijakan pembangunan ekonomi re-gional yang bermuara pada pemerataan pendapatan rumahtangga intraregional dan interregional.

Simulasi dengan cara merubah variabel eksogen (injeksi) dalam hal ini dengan menambah pan-jang atau membangun infrastruktur jalan terhadap neraca endogen yaitu pendapatan domestik region-al bruto, kesempatan kerja, nilai tambah bruto dan distribusi pendapatan antar atau masing-masing. Skenario kebijakan pembangunan ekonomi regional diarahkan untuk meningkatkan masing-masing re-gion perekonomian agar setara. Analisis simulasi kebijakan digunakan untuk mengetahui dampak kebijakan di sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap perubahan output sektoral, pendapatan tenaga kerja dan rumahtangga. Perubahan pen-dapatan tersebut yang akan dijadikan dasar untuk melakukan analisis distribusi pendapatan.

Dalam menyusun simulasi-simulasi tersebut, penambahan panjang jalan (km/m) di ekivalenkan terlebih dahulu dalam satuan moneter (Rupiah) yaitu di kalikan dengan estímate harga satuan pen-anganan jalan rata-rata baik untuk masing-masing regional. Hasil simulasi kebijakan berupa penjaba-ran besarnya persentase perubahan pendapatan rumahtangga saat ada injeksi dana stimulus di sek-tor infrastruktur jalan serta perubahan kenaikan pendapatannya dari nilai dasar (baseline).

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Metode pendekatan analisis kuantitatif dengan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antar Regional dapat dipakai diantaranya untuk:

A. Menganalisis multiplier efek pembangunan jalan terhadap pendapatan rumahtangga, modal dan lahan baik intra maupun interregional.

B. Menganalisis multiplier efek pembangunan infra-struktur jalan terhadap pendapatan rumahtang-ga baik intra maupun interregional.

C. Menganalisis multiplier efek pembangunan jalan terhadap pendapatan sektor-sektor produksi lainnya di masing-masing regional.

D. Menganalisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional serta nilai tambah interregional.

Analisis dengan metode SNSE-AR tersebut diatas dapat dilakukan dengan berbagai asumsi untuk dis-imulasikan sampai mendapatkan hasil ideal yang di-harapkan yaitu pengembangan jaringan jalan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan berkeadilan.

5.2. Saran

Hasil analisis yang di dapat merupakan potret dari satu titik waktu, di sarankan untuk menggunakan data SNSE dua titik waktu atau lebih, sehingga mampu menjelaskan laju pertumbuhan ekonomi, perubahan kesenjangan ekonomi, perubahan distri-busi pendapatan.

Daftar Pustaka

Achjar, N., G.J.D. Hewings and M. Sonis. (2003). Two-Layer Feedback Loop Structure of the Regional Economies of Indonesia: An Inter-regional Block Structural Path Analysis. The Regional Economics Applications Laboratory (REAL) 03-T-17.(Online), (www.uiuc.edu/unit/real).

Alim, M.R. (2006). Analisis Keterkaitan dan Kesen-jangan Ekonomi Intra dan Interregional Jawa dan Sumatera. (Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 2006).

Aschauer, A.D. (1991). Transportation Spending and Economic Growth. American Public Transit As-sociation, Washington, DC.

Babcock, M., W. Emerson and M. Prater. (1997). A Model Procedure For Estimating Economic Impacts of Alternative Types of Highway Im-provement. Transportation Journal, 36 (4): 30–43.

Page 52: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 48

Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Studi Ke-layakan Proyek Jalan dan Jembatan. Pdt-19-2005-B Pedoman Konstruksi Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Ditjen Bina Marga. (2015). Rencana Strategis Direk-torat Jenderal Bina Marga Tahun 2015-2019. Ditjen Bina Marga, Jakarta.

Forkenbrock, D.J., and N.S.J. Foster. (1990). Eco-nomic Benefits of A Corridor Highway Invest-ment. Transportation Research, 24A (4): 303–312.

Hadi, S. (2001). Studi Dampak Kebijaksanaan Pem-bangunan terhadap Disparitas Ekonomi An-tarwilayah (Pendekatan Model Analisis Neraca Sosial Ekonomi). Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Holl, A. (2004). Manufacturing Location and Impacts of Road Transport Infrastructure: Empirical Evidence from Spain. Regional Science and Urban Economics, 34(3): 341-363.

Isard, W., I. J. Azis, M.P. Drennan, R.E. Miller, S. Saltzman and E. Thorbecke. (1998). Methods of Interregional and Regional Analysis. Ash-gate Publishing Company, New York.

Khazanah Nasional. (2006). Proposed Aggregated Trans-Jawa Expressway (TJE). Presentation to the Government of Indonesia, Jakarta.

Muljono, S. (2010). Dampak Pembangunan Infra-struktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Sosial Accounting Matrix. (Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sar-jana, Institut Pertanian Bogor. 2010).

Ozbay, K., E.D. Ozmen-Ertekin and J. Berechman. (2007). Contribution of Transportation In-vestments to County Output. Transport Policy, New York.

Rahman, I. K. dan S. Utama. (2003). The Inter-regional Impact of Fiscal Decentralization in Indonesia: Interregional Social Accounting Matrix Model. Paper Prepared in the 5th IRSA International Conference, Bandung.

Sadoulet, E dan A de Janvry. (1995). Quantitative Development Policy Analysis. Johns Hopkins University Press, Baltimore, Maryland.

Thorbecke, E. (2001). The Social Accounting Matrix: Deterministic or Stochastic Analysis Concept?. Paper Prepared for a Conference in Honor of Graham Pyatt’s Retirement. Institute of Social Studies, The Hague, Netherlands.

Tjahjati, B. (2009). Strategi Pengembangan Sistem Kota-Kota dalam Rangka Mengurangi Ket-impangan Pembangunan Antar Wilayah di Indonesia. Paper disampaikan pada seminar: Membangun Wilayah dengan Menjaga Kes-eimbangan dan Berkelanjutan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.

Wuryanto, L. E. (1996). Fiscal Decentralization and Economic Performance in Indonesia: An In-terregional Computable General Equilibrium Approach. (Ph.D Dissertation. Cornell Univer-sity, Ithaca.1996)

Page 53: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 49

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

EVALUASI SEBAB KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR LINTAS SELATAN JAWA TENGAH

(RUAS JALAN KUTOWINANGUN-PREMBUN)

Ardian AdhitamaHary Christady Hardiyatmo

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi1Dosen Magister Sistem dan Teknik Transportasi2

1,2Universitas Gajah MadaEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

Evaluation road pavement condition and possibility cause road damage was carried out in the Southern route of Central Java in Kutowinangun - Prembun, Kebumen. This research aim to evaluate pavement con-dition and possible caused road damage. This research is done by testing in the laboratory and testing in the field. Laboratory tests were conducted of the potential of basic soil swelling. Field testing includes soil bearing capacity test with DCP, and observation of environmental conditions. Then followed by analysis of existing pavement structure strength against traffic conditions by using AASHTO (1993). The result of the research shows that the basic soil condition based on the Unified system and the AASHTO system classifies the soil in the segment as sandy clay, inorganic clay with low to moderate plasticity. In addition, the poten-tial for the swelling of soil is generally moderate so that the damage caused by the shrinkage and swelling of the soil contributed to damage road condition. The foundation bearing capacity and the foundation soil using DCP test show some places have below required specification carrying capacity. By analysis using of AASHTO (1993) method, it is found that with the existing layer condition with the foundation support ca-pacity along with the existing base soil have been unable to serve the existing traffic load for the life of the next 10 years plan. So one of the efforts that can be done is by adding a new layer (overlay). Environmental observations also show drainage conditions that interfere with road performance.

Keywords: flexible pavement, evaluation, swelling, overlay, AASHTO

Abstrak

Evaluasi nilai kondisi dan sebab kerusakan perkerasan lentur dilaksanakan di jalur lintas selatan Jawa Tengah di ruas Kutowinangun – Prembun, Kebumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi dan penyebab kerusakan jalan. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengujian di laboratorium dan pen-gujian dilapangan. Pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh besar kecilnya potensi pengembangan tanah dasar. Pengujian dilapangan meliputi test daya dukung tanah dengan DCP, dan pengamatan kondisi lingkungan. Lalu dilanjutkan dengan analisis kekuatan struktur perkerasan eksisting terhadap kondisi lalulintas dengan menggunakan metode AASHTO (1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi tanah dasar berdasarkan sistem Unified maupun sistem AASHTO mengklasifikasikan tanah di ruas tersebut sebagai tanah pasir berlempung, lempung tak berorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang. Selain itu potensi pengembangan tanah secara umum tergolong sedang sehingga potensi kembang susut tanah berkontribusi terhadap kerusakan jalan di ruas tersebut. Hasil daya dukung pondasi dan tanah dasar dari pengujian DCP menunjukkan sebagian tempat mempunyai daya dukung dibawah yang disyarat-kan. Dengan analisis dengan menggunakan metode AASHTO (1993) didapat bahwa dengan kondisi lapisan eksisting dengan daya dukung lapis pondasi beserta tanah dasar yang ada sudah tidak mampu melayani beban lalulintas yang ada untuk umur rencana 10 tahun mendatang. Sehingga salah satu usaha yang adapat dilakukan adalah dengan penambahan lapisan baru (overlay). Hasil pengamatan lingkungan juga menunjukkan kondisi drainasi yang mengganggu kinerja jalan.

Kata Kunci: perkerasan lentur, evaluasi, potensi pengembangan, pelapisan ulang, AASHTO

Page 54: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 50

1. PENDAHULUAN

Secara kuantitas pembangunan jalan yang diwakili dengan bertambahnya jumlah panjang jalan yang dibangun tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Hal ini menyebabkan sebagian kendala yang salah satunya adalah masih terjadinya kerusakan pada jalan sehingga mengganggu kinerja jalan. Jalan lintas selatan termasuk ruas Kutowinan-gun - Prembun adalah salah satu jalur lintas utama di Pulau Jawa Tengah yang mempunyai peran san-gat penting dalam rangka menghubungkan daerah-daerah di wilayah Jawa. Sudah dilakukan upaya un-tuk perbaikan dan pemeliharaan agar kondisi selalu dalam keadaan mantap, namun kerusakan yang ter-jadi masih belum dapat diatasi.

Dari evaluasi penelitian ini diharapkan dihasilkan kemungkinan penyebab-penyebab kerusakan ja-lan dan alternatif penanganan kerusakan jalan se-hingga dapat bermanfaat sebagai masukan untuk penyelenggara jalan dalam usaha menangani dan memperbaiki kondisi jalan yang ada saat ini. Tujuan penelitian terkait dengan rumusan masalah diatas adalah mengevaluasi kondisi lapis perkerasan tanah dasar, mengevaluasi faktor-faktor yang mempen-garuhi kerusakan jalan, menganalisis kondisi jalan eksisting dan evaluasi kebutuhan perbaikannya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja secara struktural

Kapasitas dukung perkerasan lentur bergantung pada karakteristik distribusi beban dari sistem lapisan pembentuknya. Perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan dengan material yang berkualitas tinggi diletakkan di dekat permukaan. Jadi kekua-tan perkerasan lentur adalah lebih dihasikan dari kerjasama lapisan yang tebal dalam menyebarkan

beban oleh aksi perlawanan pelat terhadap beban (Hardiyatmo, 2015).

2.2. Tanah Dasar (Subgrade)

Hardiyatmo (2012) menyatakan bahwa tanah lem-pung ekpansif (expansive soil) adalah istilah yang digunakan pada material tanah atau batuan yang mempunyai potensi penyusutan atau pengemban-gan oleh pengaruh kadar air. Tanah-tanah lempung yang banyak mengandung mineral montmorillonite mengalami perubahan volume yang signifikan ke-tika air berubah. Pengurangan kadar air menyebab-kan lempung menyusut dan sebaliknya bila kadar air bertambah menyebabkan lempung mengembang. Perubahan volume tanah yang besar dapat merusak perkerasan jalan. Perubahan bentuk permukaan ta-nah akibat adanya pengembangan akan menghasil-kan permukaan yang tidak beraturan dan tekanan pengembangan yang dihasilkan dapat mengakibat-kan kerusakan serius pada perkerasan jalan yang berada di atasnya. Soedarsono (2010) menyatakan bahwa lapisan tanah dasar adalah bagian terpent-ing dari konstruksi jalan yang berfungsi untuk men-dukung beban lapis perkerasan dan beban lalulin-tas yang ada diatasnya. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan, tanah yang ditu-angkan dari tempat lain dan dapat dipadatkan atau distabilsisasi dengan kapur atau bahan lainnya

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan pada lokasi ruas jalan Kutowi-nangun - Prembun, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah di Km 70+250 sampai Km 69+250 dengan panjang 2 Km. Adapun lokasi penelitian dapat dilhat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Page 55: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 51

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

3.2. Metode pengumpulan data

Sebagai bahan evaluasi penelitian maka dilakukan pengumpulan data primer berupa penyelidikan ta-nah dasar dan kemudian dicari karakteristik tanah dasarnya di laboratorium, Pengambilan sampel ta-nah di sekitar lokasi daerah penelitian dengan jum-lah 10 buah untuk bahan pengujian di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan di bahu jalan dengan menggunakan tabung dari besi yang berukuran pan-jang 40 cm dan berdiameter 7 cm. Tabung tersebut ditanamkan ke dalam tanah dari kedalaman 50 cm sampai dengan 70 cm tergantung dari kondisi lokasi di lapangan. Pengujian daya dukung tanah dilaku-kan dengan pengujian DCP. Langkah yang dilaku-kan adalah menentukan titik setiap jarak 200 meter digali sampai permukaan lapis perkerasan paling bawah. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung lapis pondasi jalan, dilakukan di 10

tempat di tempat lokasi penelitian Data sekunder berupa profil jalan data data lalulintas dari pihak P2JN PUPR sebagai bahan pendukung evaluasi.

3.3. Metode Evaluasi

Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor pe-nyebab kerusakan dengan evaluasi karakteristik tanah dasar, daya dukung, kondisi lingkungan dan kondisi struktural eksisting apakah masih mampu melayani kondisi lalulintas saat ini dengan anali-sis AASHTO (1993). Laporan penelitian dirangkum setelah evaluasi selesai dilakukan dan akan disa-rankan alternatif penanganan kerusakan jalan yang dapat dilakukan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik tanah dasar

Rangkuman hasil pengujian pendahuluan dapat dili-hat pada Tabel 1. Menurut Chen (1975) tanah ter-

masuk dapat masuk kategori tanah expansif jika indeks platisitasnya > 35 %, sehingga berdasarkan uji tidak langsung dari hasil laboratorium dapat di-kategorikan dalam tanah tidak expansif. Berdasar-kan sistem klasifikasi Unified diperoleh hasil bahwa tanah dasar pada jalan Kutowinangun-Prembun Km 71+250 sampai dengan Km 69+250 tergolong ta-nah SC dan CL. Tanah SC tanah pasir berlempung adalah kondisi tanah berpasir yang mengandung lempung, sedangkan tanah CL adalah lempung tak berorganik dengan plastisitas rendah sampai se-dang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lem-pung berlanau, lempung kurus. Berdasarkan sistem AASHTO dihasilkan ke klasifikasi ke tanah jenis A 6 dan A 7-6. Tanah A 6 adalah adalah tanah berlem-pung dengan tingkatan tanah sedang sampai buruk sedangkan A 7-6 adalah tanah lempung dengan ba-tas plastisitas rendah.

4.2. Hasil pengujian pengembangan

Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah direct method dengan bantuan alat uji Oe-dometer. Pengujian ini menghasilkan nilai potensi pengembangan yang bervariasi. Beban yang digu-nakan saat pengujian menggunakan beban yang disesuaikan dengan kondisi lapangan yaitu sebe-sar 13 kPa sehingga berdasarkan klasifikasi dera-jat ekspansif menurut Snethen dkk (1962) pada penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Tabel 2. Ada 2 sample yang nilainya jauh diatas rata rata yaitu di lokasi Km 70+150 dan Km 69+550 yang mempu-nyai potensi derajat pengembangan sangat tinggi.

Besarnya tekanan pengujian pengembangan ini di-ukur berdasarkan kondisi beban yang diterima ta-nah di lapangan dengan perhitungan. Nilai rata-rata tekanan pengembangan dalam keseluruhan pen-gujian ini sebesar 284,1 kPa. Hal ini berarti bahwa tekanan minimal yang dibutuhkan agar tanah tidak mengembang rata–rata membutuhkan tekanan

No Sample 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Properties Km 71+150

Km

70+950

Km

70+750

Km

70+550

Km

70+350

Km

70+150

Km

69+950

Km

69+750

Km

69+550

Km

69+350

Kadar Air Asli (%) 36,02 29,4 22,61 30,24 36,11 41,06 35,52 30,39 44,82 39,01

Berat Jenis 2,70 2,65 2,70 2,67 2,64 2,67 2,71 2,61 2,70 2,70

Analisa Ukiran Butiran

Kerikil (%) 1,66 2,04 0,86 1,41 0 0 0,60 0,70 0 10,28

Pasir (%) 54,70 54,29 54,22 55,39 29,41 35,57 53,08 49,52 39,88 46,24

Lempung (%) 43,64 43,67 44,92 43,20 70,59 64,43 46,32 49,78 60,12 43,48

Lolos no 4 98,34 97,96 99,14 98,59 100 100 99,40 99,30 100 89,72

Lolos no 40 67,84 70,38 80,35 79,85 94,69 90,04 81,36 84,57 85,29 66,59

Lolos no 200 43,64 43,67 44,92 43,20 70,59 64,43 46,32 49,78 60,12 43,48

Batas-Batas

Atterberg

Batas Cair (%) 45,74 44,22 35,41 33,26 46,39 38,28 52,25 32,78 45,15 45,10

Batas Plastis (%) 26,78 24,33 22,58 22,05 24,42 23,02 27,91 19,93 26,51 27,33

IP (%) 18,95 19,89 12,82 11,21 21,96 15,26 24,34 12,85 18,64 17,76

Batas Susut (%) 14,89 25,12 24,10 7,68 18,65 19,66 19,81 20,35 19,09 21,52

Klasifikasi Tanah

Unified SC SC SC SC CL CL SC SC CL SC

AASHTO A 7-6 A 7-6 A 6 A 6 A 7-6 A 6 A 7-6 A 6 A 7-6 A 7-6

Tabel 1. Hasil Pengujian Pendahuluan Tanah Dasar

Page 56: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 52

sebesar 284,1 kPa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dilapangan potensi untuk terjadi pengem-bangan sudah pasti terjadi namun dengan tingkat yang bervariasi.

4.3. Hasil Pengujian DCP

Bila lapis perkerasan jalan memiliki kekuatan yang berbeda, maka lapisan-lapisan disekitarnya dapat diidentifikasi dan ketebalan lapisan dapat ditentu-kan. Dari setiap penetrasi / pukulan dilakukan anali-sis sehingga pada satu titik dperoleh nilai CBR pada setiap kedalaman penetrasinya. Selanjutnya hasil di analisis untuk mendapatkan nilai CBR. Hasil yang di-peroleh untuk kekuatan lapis tanah dasar bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya. Dari ha-sil pengujian CBR di lapangan dalam Tabel 3 diper-oleh rata-rata hasil pengujian tanah dasar diperoleh nilai rata-rata 6,24%. Nilai ini sudah memenuhi dari yang dipersyaratkan yaitu minimal 4 %. Dari total 10 titik yang diuji ada 3 titik yang nilainya di bawah yang dipersyaratkan. Nilai CBR tersebut akan digu-nakan sebagai dasar analisis selanjutnya.

4.4. Analisis tebal overlay perkerasan jalan (AASHTO 1993)

Analisis struktur perkerasan yang akan digunakan adalah dengan methode AASHTO (1993) untuk mengevaluasi struktural perkerasan apakah dengan kondisi eksisting mampu melayani lalulintas yang ada dan yang akan datang.

A.Kumulatif beban sumbu standar ekuivalen umur rencana (W18)

Untuk mencari jumlah kumulatif beban sumbu standar ekuivalen umur rencana(W18) maka di-gunakan beberapa sebagai berikut :

Faktor ESAL tiap kendaraan diperoleh berdasar-kan faktor angka ekuivalen yang mengacu pada structural number (SN) dan beban gandar. Asumsi digunakan tingkat pelayanan (SN) sebe-sar 5 dan beban gandar disesuaikan terhadap konfigurasi beban masing-masing kendaraan.

Lokasi PI (%) S ΔH/H (%) KlasifikasiKm 71+150 18,95 0,335 rendahKm 70+950 19,89 0,541 sedangKm 70+750 12,82 1,412 sedangKm 70+550 11,21 0,794 sedangKm 70+350 21,96 4,353 tinggiKm 70+150 15,26 18,253 tinggiKm 69+950 24,34 2,612 tinggiKm 69+750 12,85 0,612 sedangKm 69+550 18,64 7,906 tinggiKm 69+350 17,76 2,524 tinggi

Tabel 2. Hasil uji pengembangan berdasarkan derajat ekspansif

(Snethen dkk, 1984)

No LOKASI NILAI CBR SUBGRADE

1 Km 71+150 3,10

2 Km 70+950 6,30

3 Km 70+750 7,38

4 Km 70+550 10,05

5 Km 70+350 9,98

6 Km 70+150 3,71

7 Km 69+950 6,22

8 Km 69+750 3,64

9 Km 69+550 5,79

10 Km 69+350 6,24

RATA RATA 6,24

Tabel 3. Nilai CBR Tanah Dasar Hasil Uji DCP

Tabel 4. ESAL kumulatif per tahun (2016)

Page 57: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 53

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Dari data tersebut didapatkan tabel kumulatif ESAL per tahun (2016) seperti dalam Tabel 4. Jenis kendaraan dengan berat kosong < 1500 kg seperti sepeda motor dan kendaraan tak bermotor nilainya tidak diperhitungkan karena pengaruh terhadap perkerasan jalan sangat ke-cil. Sebagai dasar analisa dengan pertimbangan untuk peningkatan jalan raya maka akan digu-nakan 10 tahun sebagai umur rencananya seb-agai dasar analisa dengan pertimbangan untuk peningkatan jalan raya digunakan 10 tahun se-bagai umur rencananya. Pertumbuhan lalulintas digunakan sebesar 5 % tahun Nilai ini didasar-kan pada angka pertumbuhan ekonomi di indo-nesia per tahunnya yang dianggap pertumbuhan lalulintas seiring dengan pertumbuhan ekonomi, saka faktor pertumbuhan lalulintas (R) yang ter-jadi berdasarkan Persamaan R = (1 + i)n – 1) / i didapat nilai 12,57. Ruas jalan Kutowinangun-Prembun terdiri dari 2 lajur dan 2 arah, dengan berdasarkan tabel distribusi untuk perencanaan jalan untuk faktor distribusi lajur (DL) diperoleh 100% dan dengan faktor distribusi arah (DD) = 0,5. Kumulatif beban sumbu standar ekuivalen umur rencana pada tahun ke-10 (W18) berdasar-kan persamaan W18 = ESAL pertahun x R x DD x DL didapat nilai 20,168 x 106

B. Kehilangan kemampuan pelayanan (PSI)

Potensi kehilangan kemampuan pelayanan to-tal (total loss of serviceability) ruas Kutowinan-gun– Prembun digunakan Δ PSI sebesar 1,7 yang dikoreksi menyesuaiakan kondisi derajat pengembangan tiap segmen yang diperoleh dari hasil laboratorium.

C. Reabilitas (R)

Jalan Kutowinangun – Prembun termasuk dalam klasifikasi jalan arteri yang wilayahnya merupak-an perpaduan antara perdesaan dan perkotaan maka berdasarkan AASHTO didapat nilai re-abilitas (R) untuk perancangan akan digunakan sebesar 85 %.

D. Deviasi standar keseluruhan (So)

AASHTO (1993) menyarankan bahwa untuk per-kerasan lentur nilai S0 sebesar 0,45 sehingga dalam evaluasi ini akan digunakan nilai yang sama yaitu sebesar 0,45.

E. Modulus Resilient (MR)

Berdasarkan hasil pengujian DCP dilapangan yang dipeoleh nilai CBR tanah dasar lapangan rata-rata sebesar 6,21 %. Nilai MR dapat ditentu-kan berdasarkan CBR tanah dasar didapat nilai MR = 9313 psi.

F. Koefisien drainasi (mi)

Berdasarkan hubungan kualitas drainase dengan

persentase waktu struktur perkerasan terkena air maka mi dapat ditentukan. Nilai koefisien modifikasi layer akibat pengaruh kondisi drain-ase diambil nilai sebesar 1,2.

G. Structural number (SN)

1. Structural number jalan efektif eksisting (SN efektif)

Berdasarkan data-data dari tebal lapis per-mukaan 11,0 cm (4,33 in), lapis pondasi atas 6,0 cm (2,36 in) dan lapis pondasi bawah 18 cm (7,09 in) dan dengan koefisien lapisan permukaan (ai) yang mengacu pada lampiran AASHTO (1993) didapat nilai lapis permukaan aspal a1 : 0,2 dan lapis pondasi atas (base) a2 : 0,14 dan lapis pondasi bawah (subbase) a3 : 0,14.

Angka Structural Number (SN) pada per-kerasan eksisting dapat dihitung dengan Persamaan SN = a1.D1 + a2.D2.m2 + a3.D3.m3 didapat nilai SN efektif = 2,559.

2. Structural number yang diperlukan (SN perlu)

Berdasarkan data yang sudah ditentukan diatas berupa faktor reabilitas (R), standar deviasi keseluruhan (So), total ESAL W18, Modulus Resilient (MR) dan kehilangan ke-mampuan pelayanan (Δ PSI ) total terkoreksi, yang sudah didapatkan dari atas maka den-gan menggunakan nomogram AASHTO 1993 maupun dengan menggunakan rumus didapat SN perlu = 4,91.

Perbandingan perhitungan SN perlu dan SN eksist-ing memperlihatkan bahwa SN eksisting nilainya lebih kecil dari yang dibutuhkan (SN perlu). Ber-dasarkan analisis perhitungan dengan menggunak-an persamaan ΔD1= (SN perlu – SN eksisting) / a1 perkerasan baru maka dibutuhkan tambahan lapis permukaan setebal 5,343 in atau 12,14 cm agar dengan kondisi jalan eksisting mampu mengoko-modasi untuk perkembangan lalulintas sampai 10 tahun mendatang.

4.5. Rangkuman pengujian dan analisis

Dari semua jenis penelitian yang sudah dilakukan diatas maka cakupan penelitian yang dilakukan dapat dirangkum ke dalam Tabel 5.

Page 58: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

A. Klasifikasi tanah pada ruas Kutowinangun – Prembun dengan sistem Unified berjenis tanah SC dan CL. Tanah SC tanah pasir berlempung adalah kondisi tanah berpasir yang mengandung lempung sedangkan tanah CL adalah lempung tak berorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus. Sedangkan dengan sistem AASHTO tergolong A 6 dan A 7-6. Tanah klasifikasi A 6 dan A 7-6 adalah tergolong tanah berlempung dengan tingkatan tanah se-dang sampai buruk dengan A 7-6 adalah tanah lempung dengan batas plastisitas rendah.

B. Hasil pengujian derajat pengembangan didapat bahwa nilai potensi pengembangan tertinggi di lokasi Km 70+150 dengan nilai derajat potensi pengembangan S = 18,25% dan terendah di Km 71+150 dengan nilai S = 0,335%. Secara umum untuk ruas jalan Kutowinangun-Prembun poten-si derajat pengembangannya rata-rata nilainya sebesar S = 3,934%.

C. Dari hasil pengujian dan analisis DCP menunjuk-kan kondisi daya dukung lapis perkerasan yang tidak seragam pada lapis tanah dasar. Di bebera-pa lokasi di lapisan tanah dasar mempunyai nilai CBR dibawah nilai minimal yang dipersyaratkan sehingga berpotensi menjadi penyebab keru-sakan perkerasan jalan.

D. Agar mampu melayani beban lalulintas sampai umur rencana 10 tahun ke depan, dengan per-hitungan dengan metode AASHTO (1993) un-tuk mencapai kebutuhan nilai SN desain = 4,91 dengan kondisi struktural jalan dengan nilai SN eksisting = 2,559 maka diperlukan usaha penan-ganan dengan menambah tingkat struktural ja-lan dengan menambah tebal lapisan permukaan sebesar 12,14 cm.

Pengujian tanah dasar

Uji DCP Analisis Struktur dengan AASHTO 1993

Hasil akhir

•Berjenis tanah pasir berlem-pung (SC) dan lempung den-gan plastisitas rendah (CL)

•Potensi pengemban-gan tanah bervariasi dari rendah sampai tinggi.

•Sebagian lokasi mem-punyai CBR tanah dasar dibawah spesifikasi

•Tebal minimum sudah memenuhi syarat

•Kemampuan struktur eksisting sudah tidak mampu melayani jumlah lalulintas yang ada dan perlu overlay

•Perlu sesegera mungkin dilakukan penanganan perbaikan agar kerusakan tidak berlanjut turun drastis.

•Sebagian lokasi mempunyai CBR tanah dasar dibawah spesifikasi

•Potensi pengembangan tanah rata-rata berkategori rendah sampai tinggi.

•Sebagian berjenis pasir berlempung dan lempung

•Perlu penambahan tebal lapis per-kerasansebesar 12,14 cm

•Drainase yang cukup baik

•Muka air tanah tinggi menyebabkan kadar air tinggi dan berdampak penu-runan daya dukung lapis pondasi

Tabel 5. Rangkuman hasil evaluasi penelitian

5.2. Saran

Dengan beberapa penilaian terkait kondisi jalan tersebut maka disarankan penanganan perbaikan jalan sebagai berikut :

A. Untuk penanganan di daerah dengan dera-jat pengembangan tinggi di Km 70+150 dan 69+550 perlu perbaikan tanah ekspansif misal dengan perkuatan tanah dengan vegetasi, injeksi dengan bahan kimia ataupun dengan mengganti dengan jenis tanah tidak ekspansif. Dapat juga dengan mengurangi masuk dan keluarnya air ke lapis perkerasan seperti pemasangan membran horisontal dan vertikal.

B. Usaha penanganan dapat dilakukan dengan me-nambah tingkat struktural jalan dengan salah sa-tunya menambah tebal lapisan permukaan sebe-sar 12,14 cm.

C. Dengan kondisi pada tanah ekspansif dan lalu-lintas tinggi maka perlu dipertimbangkan peng-gunaan jenis perkerasan kaku sebagai usaha penanganan. Salah satu yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan perkerasan Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Sistem CAM di-rancang kuat menahan momen, gaya lintang dan gaya geser.

DAFTAR PUSTAKA

American Association of State Highway and Tranpor-tation Officials (AASHTO) 1993,

Interim Guide for Design of Pavement Structures, Amerika Serikat.

Croney, D and Croney P.,1991, Design and Perfor-mance of Road Pavements, Mc. Graw Hill, New York.

Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, 2014, Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3), Jakarta.

Page 59: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 55

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Departemen Pekerjaan Umum, Penanganan Tanah Expansif untuk Konstruksi Jalan,

Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.

Hardiyatmo, H.C.,2012, Mekanika Tanah I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Hardiyatmo, H.C., 2015, Perancangan Perkerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Laboratorium Geoteknik dan Mekanika Tanah, 2008, Buku Panduan Praktikum Mekanika Tanah I dan II, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM, Yogyakarta.

Snethen, D.R., and Other, US Army Engineer Water-ways Experiment Station, 1975, A Review of Engineering Experiences with Expansive Soil in Highway Sub Grade, Report No FH-WA-RD-75-48, Federal Highway Administra-tion Offices of Research and Development, Washington, D.C. 20590.

Yoder, E.J and Witcjak., M.W., 1975, Principle of Pavement Design, 2-Edition, John Willey & Son, Inc. New York.

Page 60: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 56

KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI ESTIMASI BIAYA PELEBARAN JALAN NASIONAL DI MALUKU UTARA

Josanty Zachawerus

Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Manajemen Proyek KonstruksiUniversitas Katolik Parahyangan, Bandung

Email: [email protected]

Abstract

Cost of road construction is not separated from the cost estimation. The accuracy of estimated costs required to avoid a lack of funds or cost overruns that may arise during the implementation of the road project. The estimation results of component costs more precisely and carefully, can avoid these things. Therefore, it is considered necessary to know what the cost components that significantly affect the total cost of the project for road widening work in North Maluku. This research method using descriptive statistical method by collecting secondary data Budget Plan (RAB). RAB widening roads used were 25 packages from 2012 to 2016. Results of Cost Significant Items obtained components that affect the total cost of widening the road in North Maluku is the cost component drainage work (X2) with a percentage of 10.91%, the cost of earthwork (X3) amounted to 13.48%, the cost of pavement shoulder (X4) amounted to 16.64% and the cost of asphalt work (X6) amounted to 42.64%. Significant cost which has the highest presetase asphalt work amounted to 42.64%. By obtaining a significant component, it will be easy for the owner and implementers to focus on controlling the cost of a significant item.

Keywords: cost estimate, cost items, road widening works, cost significant items.

Abstrak

Pembiayaan konstruksi jalan tidak lepas dari hasil estimasi biaya yang dilakukan. Dibutuhkan keakuratan estimasi biaya untuk menghindari terjadinya kekurangan dana maupun cost overrun yang mungkin muncul pada saat pelaksanaan proyek jalan. Hasil estimasi komponen biaya yang lebih teliti dan cermat, dapat menghindari hal-hal tersebut. Oleh karena itu dianggap perlu untuk mengetahui komponen biaya apa saja yang secara signifikan mempengaruhi total biaya proyek untuk pekerjaan pelebaran jalan yang ada di Maluku Utara. Metode penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif dengan mengumpulkan data sekunder Rencana Anggaran Biaya (RAB). RAB pelebaran jalan yang digunakan berjumlah 25 paket dari tahun 2012 sampai dengan 2016. Hasil dari Cost Significant Items diperoleh komponen yang mempengaruhi total biaya pelebaran jalan di Maluku Utara yaitu komponen biaya pekerjaan drainase (X2) dengan persentase sebesar 10,91%, biaya pekerjaan tanah (X3) sebesar 13,48%, biaya perkerasan bahu (X4) sebesar 16,64% dan biaya pekerjaan aspal (X6) sebesar 42,64%. Biaya yang signifikan yang memiliki persentase tertinggi adalah pekerjaan aspal sebesar 42,64%. Dengan diperolehnya komponen yang signifikan, maka akan mudah bagi owner dan pelaksana untuk fokus mengendalikan biaya pada komponen signifikan.

Kata Kunci: estimasi biaya, komponen biaya, pelebaran jalan, Cost Significant Items.

Page 61: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 57

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

1. PENDAHULUAN

Pembiayaan untuk penanganan konstruksi jalan tidak lepas dari hasil estimasi biaya yang dilakukan. Estimasi biaya dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam proyek. Soeharto (1995), mengatakan bahwa estimasi biaya memiliki kegunaan untuk mengetahui berapa besar biaya untuk membangun suatu proyek konstruksi atau seberapa besar investasinya. Bagi pemilik proyek (owner), salah satu kegunaan dilakukannya estimasi biaya yaitu untuk penentuan kebijakan dalam menyiapkan besarnya anggaran.

Menurut Fikri dan Sekarsari (2015) mengatakan berdasarkan perspektif pemilik proyek (owner), estimasi biaya proyek menjadi salah satu tolak ukur dalam mengevaluasi keberhasilan suatu proyek. Tidak hanya itu saja, dengan estimasi biaya yang akurat, penyedia jasa atau kontraktor mampu untuk menangani ketidakpastian yang muncul saat pelaksanaan proyek.

Keakuratan estimasi biaya dibutuhkan untuk menghindari masalah yang mungkin muncul pada saat pelaksanaan proyek jalan. Adapun permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan proyek adalah kurangnya dana maupun terjadinya pembengkakan biaya (cost overruns) pada pelaksanaan proyek. Estimasi biaya yang akurat perlu memperhitungkan keseluruhan sumber daya yaitu tenaga kerja, material, peralatan, overhead dan keuntungan.

Estimasi biaya proyek pelebaran jalan tidak lepas dari komponen atau item dari pekerjaan jalan itu sendiri. Komponen biaya untuk pekerjaan pelebaran jalan terdiri dari komponen biaya umum, biaya drainase, biaya pekerjaan tanah, biaya pelebaran perkerasan dan bahu jalan, biaya perkerasan berbutir, biaya perkerasan aspal, biaya struktur, biaya pengembalian kondisi dan pekerjaan minor. Dimana setiap komponen biaya ini terdiri item-item pekerjaan yang memperhitungkan biaya sumber daya yang diperlukan dalam proyek pelebaran jalan.

Hasil estimasi komponen biaya yang lebih teliti dan cermat, dapat menghindari hal-hal yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan proyek pelebaran jalan. Oleh karena itu dianggap perlu untuk mengetahui komponen biaya apa saja yang secara signifikan mempengaruhi total biaya proyek untuk penanganan kegiatan pelebaran jalan yang ada di Maluku Utara. Dengan diperolehnya komponen biaya yang signifikan terhadap estimasi biaya pelebaran jalan, maka akan mudah bagi owner dan pelaksana untuk fokus mengendalikan biaya pada komponen signifikan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Estimasi biaya merupakan suatu prediksi terhadap jumlah, biaya dan atau harga dari sumberdaya

yang diperlukan oleh lingkup dari suatu pilihan investasi, aset, aktivitas atau proyek. Estimasi biaya digunakan sebagai input untuk pengganggaran biaya atau analisa nilai, pengambilan keputusan dalam bisnis, aset dan perencanaan proyek, atau untuk biaya proyek dan proses pengendalian jadwal (AACE International dalam Jennyvera, 2012).

Menurut Napitupulu (2012) tujuan dari dibuatnya estimasi biaya proyek adalah: (a) sebagai dasar dalam pembuatan anggaran proyek; (b) sebagai alat untuk mengontrol biaya proyek; (c) untuk memonitor progres, dengan membandingkan anggaran biaya, biaya estimasi dengan aktual di lapangan; (d) untuk membuat suatu database biaya yang dapat digunakan untuk estimasi-estimasi berikutnya; (e) estimasi biaya dan penjadwalan merupakan 2 aktivitas yang sangat berkaitan erat.

Indrawan (2011) mengatakan bahwa, estimasi biaya proyek dikelompokkan menjadi beberapa tahapan sebagai berikut :

A. Estimasi pendahuluan, dibuat pada saat tahap awal proyek, tujuannya yaitu untuk membuat estimasi biaya pendekatan ekonomi.

B. Estimasi terperinci, dibuat dengan dasar hitungan volume pekerjaan, biaya, serta harga satuan pekerjaan.

C. Estimasi definitif, merupakan gambaran pembiayaan dan pertanggungjawaban rampung untuk suatu proyek dengan hanya kemungkinan kecil terjadi kesalahan.

Pada prakteknya proses estimasi biaya sering mengalami hambatan, berikut ini akan diuraikan hambatan yang sering terjadi dari proses estimasi biaya menurut Hajek (1994) dalam Indrawan (2011):

A. Adanya hal-hal yang terlewatkan. Contoh hal yang terlewatkan, apakah telah memperhitungkan biaya perekayasaan, bahan dan lain-lain.

B. Rincian pekerjaan yang tak memadai. Apakah

Gambar 1. Macam Estimasi Sesuai Dengan Tahapan Proyek

(Dipohusodo I, 1996)

Page 62: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 58

setiap rincian pekerjaan telah memperhatikan secara keseluruhan segenap sub sistem.

C. Salah tafsir tentang fungsi atau data proyek. Dengan adanya salah tafsir akan mengakibatkan taksiran yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.

D. Penggunaan teknik penafsiran yang salah.

E. Kegagalan mengidentifikasi dan berkonsentrasi pada unsur-unsur biaya utama. Telah ditetapkan secara statistik bahwa setiap proyek, 20% dari sub sistem akan menyebabkan 80% biaya total. Kondisi 80% biaya total yang termuat dalam 20% item-item atau komponen yang paling mahal dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki Spesifikasi Umum 2010 (revisi 3) mengenai komponen atau item pekerjaan konstruksi jalan. Spesifikasi umum merupakan standar dan panduan dalam perencanaan, selain itu spesifikasi digunakan sebagai alat untuk mengendalikan proyek ditahap pengawasan pekerjaan fisik. Dalam spesifikasi teknis Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum juga, mengatur mengenai mata pembayaran setiap item pekerjaan konstruksi jalan. Tabel 1 berikut adalah tabel komponen pekerjaan konstruksi jalan yang tercantum dalam Spesifikasi Umum 2010 (revisi 3).

Sumber: Hasil Olahan Dari Spesifikasi Umum 2010

Gambar 2. Hukum Pareto Tentang Distribusi % dari Jumlah Total Subsitem-subsistem

(Hajek, 1994)

No Komponen Pekerjaan1 Umum2 Pekerjaan Drainase3 Pekerjaan Tanah4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan5 Perkerasan Berbutir dan Perkerasan Beton Semen6 Perkerasan Aspal7 Struktur8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor9 Pekerjaan Harian10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin

Komponen ini yang menjadi sub sistem yang akan mempengaruhi total biaya proyek jalan, dimana setiap komponen ini memiliki proporsi nilai yang berbeda-beda.

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode statistik deskriptif, mencakup kegiatan pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari proyek pelebaran jalan di Maluku Utara. Data sekunder yang akan digunakan berjumlah 25 paket pelebaran jalan nasional dengan dana APBN dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. Pengolahan data diawali dengan melakukan tabulasi data bersamaan dengan mengidentifikasi variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Kemudian data akan diseragamkan harga dalam satuan per km panjang jalan, selanjutnya akan dilakukan perhitungan pengaruh time value. Tujuan dilakukannya time value yaitu untuk menyeragamkan nilai harga akibat faktor inflasi tiap tahunnya. Langkah setelah time value adalah Cost Significant Item, yaitu dengan menentukan item atau komponen yang berpengaruh terhadap biaya total pelebaran jalan. Cost Significant Item mengidentifikasi item-item dengan persentase nilai sama atau lebih besar dari 80% jumlah biaya proyek.

Variabel penelitian yang digunakan terdiri dari satu variabel terikat (Y) dan 8 variabel bebas (X). Variabel terikat yaitu total biaya proyek pelebaran jalan, sementara variabel bebas terdiri dari :

X1 : Biaya Umum

X2 : Biaya Drainase

X3 : Biaya Pekerjaan Tanah

X4 : Biaya Perkerasan Bahu

X5 : Biaya Perkerasan Berbutir

X6 : Biaya Perkerasan Aspal

X7 : Biaya Pekerjaan Struktur

X8 : Biaya Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang berhasil dikumpulkan berjumlah 25 RAB paket pelebaran jalan nasional dimulai dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. Data yang disajikan merupakan data dengan harga yang tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tahap setelah data ditabulasi adalah menyeragamkan data tersebut menjadi harga satuan per m panjang

Tabel 1. Komponen Pekerjaan Konstruksi Jalan Dalam Speksifikasi Umum 2010

Page 63: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 59

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

jalan. Jadi harga satuan pada variabel Y atau biaya total dan variabel X atau komponen item pekerjaan menjadi harga satuan per panjang jalan. Berikut ini adalah tabulasi perhitungan harga satuan per km panjang, yaitu pada Tabel 2.

Perhitungan time value diperlukan karena tahun

anggaran dari data proyek yang digunakan berbeda. Data proyek yang dimulai dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 akan diproyeksi pada tahun 2016. Berikut ini merupakan persamaan untuk menghitung time value.

........................................... 1

Dimana :

F : nilai harga pada proyek yang ditentukan;

P : total biaya proyek belum diproyeksi;

i : faktor inflasi;

n : tahun proyeksi.

Proyeksi ke tahun 2016 akan disesuaikan dengan

inflasi yang berlaku pada tahun itu. Tabel 3 berikut merupakan data inflasi yang diperoleh dai Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara.

Sumber : BPS Maluku Utara

Berikut ini adalah contoh perhitungan pengaruh time value untuk biaya total proyek (Y) tahun 2012 sampai dengan tahun 2015.

A. Time value untuk biaya total proyek tahun 2015 yang diproyeksikan pada tahun 2016.Biaya total proyek (Y) =

Tabel 2. Perhitungan Harga Satuan per km Panjang

Sumber : Data Hasil Olahan 2017 Data dalam jutaanTabel 3. Inflasi Umum di Maluku Utara

Page 64: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 60

Rp. 4.037,38 ( 1 + 0,0934)1 = Rp. 4.414,47

B. Time value untuk biaya proyek tahun 2014 yang diproyeksikan pada tahun 2016.Biaya total proyek (Y) = {Rp. 2.798,33 ( 1 + 0,0452 )1} ( 1 + 0,0934 )1

= Rp. 3.095,14

C. Time value untuk biaya proyek tahun 2013 yang diproyeksikan pada tahun 2016.Biaya total proyek (Y) = [{Rp. 2.196,82 ( 1 + 0,0978 )1

(1 + 0,0452)1] x ( 1 + 0,0934 )1= Rp. 2.756,11

D. Time value untuk biaya proyek tahun 2012 yang diproyeksikan pada tahun 2016.Biaya total proyek (Y) = [{Rp. 1.584,14 ( 1 + 0,0329 )1} ( 1 + 0,0978 )1 ( 1 + 0,0452 )1] x ( 1 + 0,0934 )1= Rp. 2.052,83

Penjelasan mengenai perhitungan time value pada point A adalah sebagai berikut:

A. Rp. 4.037,38 adalah total biaya proyek pelebaran jalan (Y) pada tahun 2015, dengan simbol (P)2015

B. (1+0,0934)1 atau (1+i)n adalah nilai inflasi umum Maluku Utara pada tahun 2015 dan tahun proyeksi.

Perhitungan secara keseluruhan data untuk kegiatan penanganan pelebaran jalan di Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan Pengaruh Time Value

Sumber : Data Hasil Olahan 2017

Penentuan Cost Significant Items dilakukan untuk mencari item atau komponen yang mempengaruhi biaya total proyek yang akan digunakan untuk mengestimasi. Item atau komponen yang digunakan untuk mengestimasi adalah kumulatif persentase komponen atau item yang memiliki nilai sama atau lebih besar dari 80% jumlah biaya. Tabel 5 berikut adalah deskripsi hasil penelitian berdasarkan data.

Gambar 3 merupakan proporsi dari komponen biaya yang mempegaruhi total biaya pelebaran jalan di Maluku Utara. Urutan komponen biaya dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi adalah biaya pengembalian kondisi dan pekerjaan minor (X8) sebesar 2,88%; biaya umum (X1) sebesar 3,14%; biaya pekerjaan struktur (X7) sebesar 4,62%; biaya perkerasan berbutir (X5) sebesar 5,68%; biaya drainase (X2) sebesar 10,91%; biaya pekerjaan

tanah (X3) sebesar 13,48%;

Tabel 5. Deskripsi Hasil Penelitian

Sumber : Hasil SPSS

Gambar 3. Proporsi Komponen Biaya Per M Panjang Jalan

Page 65: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 61

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

biaya perkerasan bahu (X4) sebesar 16,64%; dan biaya pekerjaan aspal (X6) sebesar 42,64%.

Seperti yang dijelaskan diatas Cost Significant Items diperoleh dari komponen dengan jumlah persentase sama dengan atau lebih besar dari 80%. Tabel 6 merupakan komponen yang signifikan mempengaruhi total biaya pelebaran jalan di Maluku Utara.

Total biaya proyek (Y) untuk penanganan pelebaran jalan dipengaruhi oleh komponen biaya pekerjaan drainase (X2) dengan persentase sebesar 10,91%, biaya pekerjaan tanah (X3) sebesar 13,48%, biaya perkerasan bahu (X4) sebesar 16,64% dan biaya pekerjaan aspal (X6) sebesar 42,64%.

Komponen biaya pekerjaan drainase mempengaruhi total biaya pekerjaan pelebaran jalan, disebabkan pekerjaan pelebaran jalan belum memiliki saluran atau drainase pada jalan eksisting. Pembangunan saluran atau drainase yang baru membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga biaya pekerjaan drainase signifikan terhadap total biaya pekerjaan pelebaran. Pembangunan drainase diperlukan untuk memitigasi kerusakan perkerasan jalan yang disebabkan adanya genangan air pada permukaan jalan.

Komponen pekerjaan tanah juga mempengaruhi total biaya pekerjaan pelebaran jalan, ini dikarenakan pelebaran jalan memerlukan pembukaan lahan baru maka ada pekerjaan galian dan timbunan serta penyiapan badan jalan dengan volume cukup besar. Volume yang cukup besar akan mempengaruhi biaya pada komponen pekerjaan tanah.

Komponen perkerasan bahu dan biaya pekerjaan aspal, merupakan biaya yang signifikan karena itu merupakan pekerjaan mayor untuk pekerjaan pelebaran jalan. Oleh karena itu biaya ini besar mempengaruhi total biaya pekerjaan pelebaran jalan. Ini dapat dilihat pada persentase tabel 6 dimana biaya perkerasan bahu sebesar 16,64% sementara biaya pekerjaan aspal sebesar 42,64%.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Komponen yang mempengaruhi total biaya

Tabel 6. Cost Significant Items

pekerjaan pelebaran jalan di Maluku Utara hasi dari Cost Signficant Items adalah pekerjaan drainase (X2) dengan persentase sebesar 10,91%, biaya pekerjaan tanah (X3) sebesar 13,48%, biaya perkerasan bahu (X4) sebesar 16,64% dan biaya pekerjaan aspal (X6) sebesar 42,64%. Biaya yang signifikan yang memiliki persentase tertinggi adalah pekerjaan aspal sebesar 42,64%. Dengan diperolehnya komponen yang signifikan, maka

akan mudah bagi owner dan pelaksana untuk fokus mengendalikan biaya pada komponen signifikan.

Berdasarkan hasil Cost Significant Items diperoleh komponen yang mempengaruhi total biaya pelebaran jalan di Maluku Utara.

5.2. Saran

Dari hasil ini dapat dikembangkan menjadi penelitian dengan membuat suatu model sehingga dapat memperoleh persamaan regresi untuk meramalkan estimasi total biaya proyek pelebaran jalan di Maluku Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Dipohusodo, I. (1996). Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid 2. Kanisius, Yogyakarta.

Fikri, R. M. dan Sekarsari, J. (2015). Analisis Estimasi Biaya Proyek Peningkatan Jalan Beton Di Kabupaten Tangerang Dengan Metode Cost Significant Model. Seminar Nasional Teknik Sipil V Tahun 2015. MK-338.

Handayani, F. S., Sugiyarto., Panuwun, T. P. (2015). Komponen Biaya yang Mempengaruhi Estimasi Biaya Peningkatan Jalan Provinsi. e-Jurnal Matriks Teknik Sipil.

Hajek, V., G. (1994). Manajemen Proyek Perekayasaan. Erlangga, Jakarta.

Indrawan G. S. (2011). Estimasi Biaya Pemeliharaan Jalan dengan Cost Significant Model Studi Kasus di Kabupaten Jembrana Bali. Tesis Universtias Udayana, Bali.

Jennyvera. (2012). Estimasi Biaya Konseptual Pada Konstruksi Bangunan Gedung Perkantoran Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Logic. Skripsi Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 66: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 62

Kementerian Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga. (2014). Surat Edaran No. 10/SE/Db/2014 tentang Penyampaian Standar Dokumen Pengadaan dan Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan, Jakarta.

Kaming, P. F., Wulfram, I. E., Kushartini, MG. W. (2009). Pengembangan “Cost Significant Modelling Untuk Estimasi Biaya Proyek Pengairan. Konferensi Nasional Teknik Sipil 3, Jakarta.

Napitupulu R. I. R. (2011). Pengaruh Kualitas Estimasi Biaya Terhadap Kinerja Biaya Pada Pembangunan Proyek Taman Di Suku Dinas Pertamanan Jakarta Timur. Tesis Universitas Indonesia, Jakarta.

Soeharto, I. (2005). Manajemen Proyek: dari Konseptual Sampai Operasional Jilid 1-2. Erlangga, Jakarta.

Page 67: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 63

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

PEMANFAATAN PASIR SUNGAI BARITO SEBAGAI BAHAN TAMBAH AGREGAT HALUS

PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET (HRS) BASE

Bambang Raharmadi

Teknik Jalan dan Jembatan Ahli Muda, Direktorat Jenderal Bina Marga

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

Along with the increasing construction of road infrastructure, the increasing need for basic materials of construction. To overcome this we are required to seek other material resources, by utilizing natural resources available near the job site. By utilizing available materials such as Barito river sand as a fine aggregate additive material in a mixture of Hot Rolled Sheet (HRS) Base that has gradation gap, it is expected to overcome the availability of material and give advantages in terms of time and cost of implementation in the construction of Outer Ring Road Enhancement Package Muara Teweh by keeping referring to the technical specifications. The purpose of this research is to know the characteristic of HRS-Base blend using Barito river sand as a fine aggregate added material to obtain the composition of mixture of optimum asphalt content that meet the technical specification. The procedures undertaken in the implementation of this research are to test aggregate material, Barito river sand, asphalt and HRS-Base mixture in accordance with parameters required by technical specifications. The result of the test shows that the aggregate gradation aggregate is: crude aggregate 23%, medium aggregate 25%, 41% stone ash, 10% Barito river sand and 1% filler with variation of asphalt level 4,5%, 5.0%, 5,5 %, 6.0%, 6.5 and 7.0%. From the Marshall test the optimum asphalt content of 6.375%, 6% effective asphalt content, 0.424% asphalt absorption, 2,299 gr / cm3 density, 1,030 kg stability, 3.29 mm flows, asphalt filled cavity (Void Filled Bitumen) 73%, cavities in the mix (Void In Mix) 4.9%, cavities in aggregate (Void In Mineral Aggregate) 18.27%, Marshall Quotient (MQ) 316 Kg / mm still meet the requirements of technical specifications. These results show that Barito river sand qualifies as a fine aggregate-added ingredient for HRS-Base blends.

Keywords: barito river sand, added materials, smooth aggregates, HRS-base

Abstrak

Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur jalan, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan bahan dasar konstruksi. Untuk mengatasi hal tersebut kita dituntut untuk mencari sumberdaya mate-rial lain, dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia didekat lokasi pekerjaan. Dengan meman-faatkan bahan material yang tersedia seperti pasir sungai Barito sebagai bahan tambah agregat halus pada campuran Hot Rolled Sheet (HRS) Base yang mempunyai gradasi senjang, diharapkan dapat mengatasi ketersediaan material dan memberi keuntungan dari segi waktu dan biaya pelaksanaan dalam pembangu-nan Paket Peningkatan Jalan Lingkar Luar Muara Teweh dengan tetap mengacu kepada spesifikasi teknis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik campuran HRS-Base menggunakan pasir sun-gai Barito sebagai bahan tambah agregat halus untuk memperoleh komposisi campuran kadar aspal opti-mum yang memenuhi syarat spesifikasi teknis. Prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah melakukan pengujian material agregat, pasir sungai Barito, aspal dan campuran HRS-Base sesuai dengan parameter yang disyaratkan spesifikasi teknis. Hasil pengujian didapat proporsi gradasi agregat gabungan adalah : agregat kasar 23%, agregat sedang 25%, abu batu 41%, pasir sungai Barito 10% dan filler 1% dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0%, 6,5 dan 7,0%. Dari pengujian Marshall di dapat kadar aspal optimum 6,375%, kadar aspal efektif 6%, penyerapan aspal 0,424%, kepadatan (Den-sity) 2,299 gr/cm3, stabilitas 1.030 kg, kelelehan (Flow) 3,29 mm, rongga terisi aspal (Void Filled Bitumen) 73%, rongga di dalam campuran (Void In Mix) 4,9%, rongga dalam agregat (Void In Mineral Agregat) 18,27%, Marshall Quotient (MQ) 316 Kg/mm masih memenuhi persyaratan spesifikasi teknis. Hasil ini menunjukan pasir sungai Barito memenuhi syarat sebagai bahan tambah agregat halus untuk campuran HRS-Base.

Kata Kunci: pasir sungai barito, bahan tambah, agregat halus, HRS-base

Page 68: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 64

1. PENDAHULUAN

Perkerasan (pavement) adalah lapis tambahan di atas tanah dasar dengan maksud untuk mem-perkuat daya dukung tanah dasar terhadap beban kendaraan. Sedangkan perkerasan yang digunakan untuk melayani lalulintas darat disebut perkerasan jalan. Jenis perkerasan jalan pada umumnya terdiri Konstruksi perkerasan lentur, perkerasan kaku dan perkerasan komposit.

Konstruksi perkerasan lentur adalah konstruksi yang bahan susunnya menggunakan agregat dan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapis permukaan (surface) yang terdiri dari 2 lapisan yaitu lapis non struktural (lapis aus) dan lapis struktural (lapis an-tara). Lapis pondasi dapat terdiri dari 2 lapisan yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah) seperti pada Gambar 1.

Pada tahun anggaran 2015, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Tengah berperan penting menunjang mempercepat pembangunan infrastruk-tur terutama jalan dan jembatan secara merata di 14 Kabupaten/Kota. Salah satu yang menjadi per-hatian adalah Paket Peningkatan Jalan Lingkar Luar Muara Teweh telah dilaksanakan berdasarkan kon-trak nomor 620/BM-KTRK/II/2015/063 tanggal 10 Pebruari 2015 yang dilaksanakan oleh PT. Perkasa Pembangunan Jaya dengan sumber dana APBD Provinsi Kalimantan Tengah. Panjang efektif pen-anganan adalah 1,900 Km dengan konstruksi la-pis permukaan Lataston Lapis Pondasi (Hot Rolled Sheet Base/HRS-Base).

Seiring dengan meningkatnya pembangunan infra-sturktur, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan bahan dasar konstruksi. Untuk mengatasi hal tersebut kita dituntut untuk dapat mencarai sum-berdaya material lain, misalnya dengan memanfaat-kan sumberdaya alam yang tersedia didekat lokasi pekerjaan. Dengan memanfaatkan bahan material yang tersedia seperti pasir sungai Barito sebagai bahan tambah agregat halus pada campuran HRS-Base yang mempunyai gradasi senjang, diharapkan dapat mengatasi ketersediaan material dan mem-beri keuntungan dari segi waktu dan biaya pelak-sanaan dalam pembangunan jalan tersebut dan tetap mengacu kepada spesifikasi teknis. Selain bisa menekan waktu dan biaya pelaksanaan den-

Gambar 1. Konstruksi Perkerasan Lentur

gan menggunakan pasir, menurut Spesifikasi Umum 2010 revisi 3 (2015) agar diperoleh gradasi yang benar-benar senjang, maka dilakukan pencampuran pasir halus dengan agregat pecahan mesin.

Perumusan masalah ini lebih di fokuskan untuk mengetahui karakteristik campuran HRS-Base menggunakan pasir sungai Barito sebagai bahan tambah agregat halus dan untuk memperoleh kom-posisi campuran kadar aspal optimum

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kara-kteristik campuran HRS-Base menggunakan pasir sungai Barito sebagai bahan tambah agregat halus dan untuk memperoleh komposisi campuran ka-dar aspal optimum di laboratorium yang memenuhi syarat Spesifikasi teknis.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material Agregat

2.1.1. Agregat Kasar

Agregat kasar yang tertahan pada saringan no. 4 (4,75 mm) dapat terdiri atas batu pecah, kerikil pe-cah yang keras, awet dan bersih dan harus disiap-kan dalam ukuran nominal. Material agregat kasar harus memenuhi persyaratan seperti pada Tabel

2.1.2. Agregat Halus

Agregat halus dari sumber manapun, harus terdiri atas penyaringan batu pecah dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm) yang bersih, keras, bebas dari lem-pung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Material agregat halus harus memenuhi persyaratan seperti pada Tabel 2.

Tabel 1. Persayaratan Agregat Kasar

Sumber: Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015

Tabel 2. Persayaratan Agregat Halus

Sumber : Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015

Page 69: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 65

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

2.1.3. Pasir Sungai Barito

Pasir ini merupakan pasir yang berasal dari sun-gai Barito yang berasal dari material endapan yang terbawa oleh aliran air ketika banjir dengan defosit yang sangat banyak. Menurut Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015, agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan N0. 4 (4,75 mm). Material pasir sun-gai Barito syarat sama dengan agregat halus seperti pada Tabel 3.

2.1.4. Filler

Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral ti-dak plastis lainnya. Bahan pengisi yang merupak-an mikro agregat ini harus lolos saringan No. 200 (0,075 mm).

2.1.5. Agregat Gabungan

Agregat gabungan adalah material dari agregat kasar, agregat halus, pasir dan filler harus memenuhi persyaratan gradasi ukuran butiran untuk campuran HRS-Base gradasi senjang seperti pada Tabel 4.

Tabel 3. Persyaratan Pasir

Sumber : Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015

Sumber : Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015

2.2. Material Aspal

Aspal adalah material hasil penyaringan minyak mentah dan merupakan hasil industri perminyakan. Aspal juga merupakan material untuk perekat, yang berwarna coklat sampai gelap dengan unsur pokok yang dominan adalah bitumen.

Dalam SNI 03-1737-1989, aspal keras didefinisikan sebagai suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara, pada suhu normal dan tekanan as-mofir berbentuk padat, sedangkan aspal cair adalah aspal minyak yang pada suhu normal dan tekanan asmofir berbentuk cair.

Aspal keras yang digunakan Pen 60/70 yang harus memenuhi persyaratan seperti pada Tabel 5.

2.3 Campuran HRS-Base

Jenis perkerasan Hot Rolled Sheet (HRS) Base mu-lai digunakan secara luas sejak pertengahan dekade 1980. HRS-Base adalah suatu campuran dari agre-gat bergradasi senjang, filler dan aspal keras den-gan perbandingan tertentu yang dicampur dan di-padatkan dalam keadaan panas, serta mempunyai tekstur cukup padat, rapat dan halus. Campuran HRS-Base lebih banyak mengandung material halus,

Tabel 5. Ketentuan-Ketentuan untuk Aspal Keras

Sumber : Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015

Tabel 4. Persayaratan Gradasi Agregat Gabungan Campuran HRS-Base

Page 70: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 66

sehingga memerlukan kadar aspal yang lebih ban-yak dibandingkan campuran aspal lain. Disini sudah jelas bahwa material halus khususnya filler sangat menentukan kekuatan dari campuran HRS-Base, sehingga pemakaian filler akan berpengaruh terha-dap campuran.

Persyaratan campuran yang dipakai HRS-Base ber-aspal panas seperti pada pada Tabel 6.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap material agregat kasar, agregat sedang, abu batu dari jalan Ling-kar Luar Muara Teweh, pasir dari sungai Barito, filler menggunakan semen Tonasa dan aspal keras Pen 60/70 ex. Pertamina. Tahapan penelitian di-laksanakan sesuai dengan bagan alir seperti pada Gambar 2.

Tabel 6. Ketentuan-Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Lataston

Sumber: Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karateristik Material Agregat

4.1.1. Pengujian Agregat

Dari hasil pengujian beberapa parameter untuk ma-terial agregat untuk campuran HRS-Base memenuhi persyaratan yang di ijinkan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015), dapat di lihat pada Tabel 7.

Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Page 71: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 67

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

Gradasi ukuran butir material agregat sangat pent-ing dan salah satu faktor yang mempengaruhi ter-hadapat kekuatan. Berdasarkan hasil analisis uji distribusi ukuran butir dapat di lihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 dapat plot dalam satu grafik logaritmik terlihat tren persentasi dari ukuran butir masing – masing material agregat seperti pada Gambar 3.

4.1.2. Proporsi Gradasi Agregat Gabungan

Pencampuran agregat berdasarkan proporsi yang diperoleh dari mengabungkan beberapa gradasi agregat dengan cara coba – coba (trial and error). Dari hasil proporsi gradasi gabungan diperoleh : agregat kasar 23%, agregat sedang 25%, abu batu: 41%, pasir sungai Barito 10% dan filler 1%.

Tabel 7. Hasil Pengujian Agregat

Tabel 8. Hasil Pengujian Gradasi Ukuran Butir Agregat

Gambar 3. Hasil Uji Gradasi Ukuran Butiran Agregat

Berdasarkan proporsi tersebut pencampuran agre-gat dan uji distribusi ukuran butir bisa dilaksanakan seperti dapat di lihat pada Tabel 9.

Dari Tabel 9 dapat plot dalam satu grafik logaritmik terlihat tren persentasi dari ukuran butir masing – masing material agregat seperti pada Gambar 4.

Dari hasil pengujian distribusi ukuran butir agre-gat gabungan menunjukan material untuk peker-jaan HRS-Base bergradasi senjang memenuhi per-syaratan yang di ijinkan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

Tabel 9. Hasil Pengujian Gradasi Ukuran Butir Agregat gabungan

Page 72: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 68

Berdasarkan Proporsi agregat gabungan di dapat berat jenis dan penyerapan total agregat seperti pada Tabel 10.

4.2. Karateristik Material Aspal

Dari hasil pengujian beberapa parameter untuk as-pal penetrasi 60/70 dari Pertamina memenuhi per-syaratan yang di ijinkan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015), dapat di lihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pengujian Aspal

4.3. Karakteristik Campuran HRS-Base

Setelah proporsi agregat yang memenuhi syarat didapat, maka menentukan perkiraan kadar aspal optimum. Perkiraan kadar aspal optimum didapat dari berapa beberapa metode antara lain adalah se-bagai berikut:

A. Metode Bina Marga (Berat Jenis Agregat Gabun-gan)

Persamaan penyerapan aspal (Pba) adalah seb-agai berikut:

.......(4.1)

Pba = 0,397%

Gambar 4. Hasil Uji Gradasi Ukuran Butiran Agregat Gabungan

Tabel 10. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Gabungan

Untuk menghitung perkiraan kadar aspal optimum adalah kadar aspal efektif dari spesifikasi umum revisi 3 (2015) untuk HRS-Base 5,5% ditambah pe-nyerapan aspal seperti persamaan berikut :

K Aspal Optimum = K Efektif + Pba ........ (4.2)

= 5,5 + 0,397

K Aspal Optimum = 5,898%

Diambil K Aspal Optimum 6,0 % (dibulatkan yang mendekati)

B. Metode Japan Road Association (Gradasi Agre-gat Gabungan)

Persamaan perkiraan kadar aspal optimum (P) adalah sebagai berikut :

P = 0,023 A + 0,065 B + 0,13 C + 0,11 D + 1,13 ............................................ (4.3)

A = % berat agregat tertahan saringan # 8 = 53,26%

B = % berat agregat lewat saringan # 8 dan ter-tahan saringan # 50 = 32,65%

C = % berat agregat yang lewat saringan # 50 dan tertahan saringan # 200 = 6,67%

D = % berat agregat lolos saringan # 200 = 7,42%

P = 0,023x53,26% + 0,065x32,65% + 0,13x6,67% + 0,11x7,52% + 1,13

P = 6,161%

Diambil perkiraan kadar aspal optimum (P) 6,0 % (dibulatkan yang mendekati).

Dari kedua persamaan tersebut dapat didapat perkiraan kadar aspal optimum adalah 6% di va-riasikan kadar aspal 2 diatas dan 3 di bawah K Aspal

Awal ± 0,5% yaitu, 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0%, 6,5 dan 7,0%.

Dari beberapan variasi kadar aspal yang sudah

Page 73: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 69

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

ditentukan dan proporsi agregat dicampur untuk membuat benda uji (briket) HRS-Base dengan 75 kali tumbukan muka dan belakang.

Dari hasil pengujian di laboratorium terhadap pa-rameter Marshall campuran HRS-Base adalah seb-agai berikut:

A. Kepadatan (Density)

Hasil pengujian kepadatan campuran HRS-Base dapat dilihat pada Tabel 12.

Dari Tabel 12 didapat hubungan kadar aspal dan kepadatan campuran HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 5 halaman berikut:

Dari Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa setiap penambahan kadar aspal rentang 4,5% sampai 7,0% nilai kepadatan mengalami peningkatan.

B. Stabilitas

Hasil pengujian Marshall untuk mengetahui sta-bilitas campuran HRS-Base dapat dilihat pada Tabel 13.

Dari Tabel 13 didapat hubungan kadar aspal dan stabilitas campuran HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 12. Hasil Pengujian Kepadatan Campuran HRS-Base

Gambar 5. Hubungan Kadar Aspal dan Kepadatan HRS-Base

Tabel 13. Hasil Pengujian Stabilitas Marshall Campuran HRS-Base

Dari hasil pengujian Marshall campuran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 4,5% - 7,0% didapat hasil stabilitasnya ≥ 800 kg memenuhi persyaratan yang ditentukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

C. Kelelehan (Flow)

Hasil pengujian Marshall untuk mengetahui kele-

lehan campuran HRS-Base dapat dilihat pada Ta-bel 14.

Dari Tabel 14 didapat hubungan kadar aspal dan kelelehan campuran HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 14. Hasil Pengujian Kelelehan Campuran HRS-Base

Gambar 6. Hubungan Kadar Aspal dan Stabilitas Marshall HRS-Base

Gambar 7. Hubungan Kadar Aspal dan Kelelehan HRS-Base

Page 74: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 70

Dari hasil pengujian kelelehan campuran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 4,5% - 7,0% didapat ha-sil kelelehannya ≥ 3,0 mm memenuhi persyaratan yang ditentukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

D. Rongga Terisi Aspal (Void Filled Bitumen)

Hasil pengujian Marshall untuk mengetahui rong-ga terisi aspal (VFB) campuran HRS-Base dapat dilihat pada Tabel 15.

Dari Tabel 15 didapat hubungan kadar aspal dan rongga terisi aspal campuran HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 8.

Dari hasil pengujian rongga terisi aspal cam-puran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 6,0% - 7,0% didapat hasil rongga terisi aspal nya ≥ 68% memenuhi persyaratan yang diten-tukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

E. Rongga di Dalam Campuran (Void In Mix)

Hasil pengujian Marshall untuk mengetahui rong-ga di dalam campuran (VIM) HRS-Base dapat dil-ihat pada Tabel 16.

Dari Tabel 16 didapat hubungan kadar aspal dan rongga di dalam campuran HRS-Base dapat dili-hat pada Gambar 9.

Tabel 15. Hasil Pengujian Rongga Terisi Aspal (VFB) Campuran HRS-Base

Gambar 8. Hubungan Kadar Aspal dan Rongga Terisi Aspal HRS-Base

Dari hasil pengujian rongga di dalam campuran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 5,9% - 6,75% didapat hasil rongga di dalam campuran rentang 4,0% - 6,0% memenuhi persyaratan yang ditentukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

F. Rongga Dalam Agregat (Void In Mineral Agregat)

Hasil pengujian Marshall untuk mengetahui rong-ga dalam agregat (VMA) HRS-Base dapat dilihat pada Tabel 17.

Dari Tabel 17 didapat hubungan kadar aspal dan rongga dalam agregat HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 10.

Dari hasil pengujian rongga dalam agregat HRS-Base dengan variasi kadar aspal 4,5% - 7,0% didapat hasil ≥ 18% memenuhi persyaratan yang ditentukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

Tabel 16. Nilai Rongga di Dalam Campuran HRS-Base

Gambar 9. Hubungan Kadar Aspal dan Rongga di Dalam Campuran HRS-Base

Tabel 17. Nilai Rongga Dalam Agregat Campuran HRS-Base

Gambar 10. Hubungan Kadar Aspal dan Rongga Dalam Agregat HRS-Base

Page 75: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 71

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

G. Marshall Quotient (MQ)

Hasil pengujian Marshall Quotient (MQ) HRS-Base dapat dilihat pada Tabel 18.

Dari Tabel 18 didapat hubungan kadar aspal dan Marshall Quotient HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 11.

Dari hasil pengujian Marshall Quotient campuran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 4,5% - 7,0% didapat hasil ≥ 250 kg/mm memenuhi persyaratan yang ditentukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

H. Kadar Aspal Efektif

Hasil pengujian Marshall untuk mengetahui ka-dar aspal efektif HRS-Base dapat dilihat pada Tabel 19.

Dari Tabel 19 didapat hubungan kadar aspal efektif HRS-Base dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 18. Nilai Marshall Quotient Campuran HRS-Base

Gambar 11. Hubungan Kadar Aspal dan Marshall Quotient HRS-Base

Tabel 19. Nilai Kadar Aspal Efektif Cam-puran HRS-Base

Dari hasil kadar aspal efektif campuran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 5,8% - 7,0% didapat hasil ≥ 5,5%, memenuhi persyaratan yang ditentukan (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

I. Menentukan Kadar Aspal Optimum

Kadar aspal optimum adalah jumlah aspal ide-al yang digunakan dalam campuran agar yang memenuhi persyaratan Stabilitas, Flow, VMA, VIM, density dan Marshall Quotient (Spesifikasi Umum 2010 revisi 3, 2015).

Rentang kadar aspal yang memenuhi syarat spe-sifikasi berdasarkan pengujian Marshall untuk campuran HRS-Base antara 6,0% sampai 6,75% seperti dapat dilihat pada Gambar 13.

Dari hasil Gambar 13 diambil kesimpulan untuk kadar aspal optimum adalah 6,375%. Dengan ka-dar aspal optimum 6,375% didapat hasil pengujian karakteristik Marshall dapat dilihat pada Tabel 20.

Gambar 12. Hubungan Kadar Aspal dan Kadar Aspal Efektif HRS-Base

Gambar 13. Rentang Kadar Aspal yang Memenuhi Persyaratan.

Page 76: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 72

Maka dengan penambahan pasir Sungai Barito 10 % sebagai bahan tambahan agregat halus masih memenuhi persyaratan spesifikasi teknis dan lebih ekonomis.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, maka dapat simpulkan sebagai berikut:

A. Karakteristik material agregat kasar, sedang, abu batu, pasir sei Barito dan filler memenuhi per-syaratan yang di ijinkan dengan proporsi gradsi agregat gabungan adalah : agregat kasar 23%, agregat sedang 25%, abu batu 41%, pasir sun-gai Barito 10% dan filler 1%.

B. Karakteristik material aspal semuanya memenuhi syarat yang diijinkan.

C. Dari hasil pengujian Marsahall untuk campuran HRS-Base dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0%, 6,5 dan 7,0% didapat kadar aspal optimum adalah 6,375%, kadar aspal efek-tif 6%, penyerapan aspal 0,424%, kepadatan (Density) 2,299 gr/cm3, stabilitas 1.030 kg, kele-lehan (Flow) 3,29 mm, rongga terisi aspal (Void Filled Bitumen) 73%, rongga di dalam campuran (Void In Mix) 4,9%, rongga dalam agregat (Void In Mineral Agregat) 18,27%, Marshall Quotient (MQ) 316 Kg/mm masih memenuhi persyaratan spesifikasi teknis.

D. Dari hasil pengujian parameter yang disyaratakan spesifikasi teknis, pasir sungai Barito memenuhi syarat sebagai bahan tambah agregat halus un-tuk campuran HRS-Base.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penyusunan penelitian ini, maka di saran adalah sebagai berikut:

Tabel 20. Hasil Pengujian Marshall dengan Kadar Aspal Optimum 6,375%

A. Untuk penelitian selanjutnya dalam menentukan proporsi agregat gabungan lebih banyak vari-asinya terutama untuk proporsi pasir.

B. Selain menggunakan pasir sungai dalam peneli-tian selanjutnya menggunakan hasil pembakaran cangkang kelapa sawit sebagai pengganti filler semen maupun abu batu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Metode Penentuan Kadar Aspal Japan Road Association, tekniksipil1945.blogspot.com › TEKNIK SIPIL › Transportasi

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (1980). Aspal Campuran Panas Dengan Durabilitas Tinggi

Lasmini Ambarwati, M. Zainul Arifin, Heru Bawono (2009), Pengaruh Kadar Abu Batu Bara Se-bagai Filler Terhadap Karakteristik Dan In-deks Kekuatan Sisa (IKS) Pada Campuran Hot Rolled Sheet (HRS), JURNAL REKAYASA SIPIL Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universi-tas Brawijaya Malang Volume 3, No.2 – 2009 ISSN 1978 – 5658. Hal. 131-140

Laswar Gombilo Bitu, Muhammad Kalman, Pe-manfaatan Pasir Laut Tanjung Alang Seb-agai Agregat Halus Pada Campuran HRS (Hot Rolled Sheet), Fakultas Teknik Jurusan Sipil -Unidayan- Jln. Sultan Dayanu Iksanudddin No. 100 Baubau

Pusat Litbang Prasarana Transportasi Badan Peneli-tian dan Pengembangan Kementerian Peker-jaan Umum, (2010). Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3). Jakarta

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jem-batan Badan Penelitian dan Pengembangan kementerian Pekerjaan Umum (2014). Pan-duan Pengujian Agregat dan Campuran Ber-aspal Panas. Bandung.

Page 77: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 73

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

STUDI ALTERNATIF PENGELOLAAN BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SAMPEAN HILIR,

PROVINSI JAWA TIMUR

Yosi Darmawan Arifianto

Pengadministrasi UmumBalai Diklat Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah VI Surabaya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The biggest flood in the Sampean Watershed in February 2008 showed that the Sampean Watershed condition suffered severe degraded. The flood events that occur and the identification of the increasingly high level of Sampean watershed, the background of the need for a flood management study in the Sampean watershed, in order to anticipate and minimize losses due to similar floods and to maintain and conserve existing natural resources. To overcome the flood is needed flood management efforts, one of which by increasing the capacity of the river. In flood management it is necessary to calculate the design flood discharge, which in this study uses Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, and Q100 years. The design flood discharges are then simulated along with river cross section data into HEC-RAS 3.1.3 software. Modeling results with HEC-RAS 3.1.3 show that the Sampean River is inadequate in accommodating the discharge from Q2 of 1435 m3/sec, especially in the downstream section. In this study, flood management efforts are focused on Dam of Sampean Lama until the estuary is the largest flood-affected area. Historical flood debit of 2008 at Dam of Sampean Baru Waterfall 2012.96 m3/sec is a Q 25-year flood. The proposed flood handling design was designed with a Q 50 year of 2442.36 m3/sec with regard to the high tide seawater factor of High Water Level (HWL) +2.43 m.

Keywords: flood management, sampean watershed, natural resources, river, historical flood

Abstrak

Kejadian banjir terbesar di DAS Sampean pada bulan Februari 2008 menunjukkan bahwa kondisi DAS Sampean mengalami degradasi yang parah. Peristiwa banjir yang terjadi serta identifikasi semakin tingginya tingkat kekritisan DAS Sampean, melatar belakangi perlunya dilakukan kajian pengelolaan banjir di DAS Sampean, dengan tujuan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi kerugian akibat banjir serupa serta untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam yang ada. Untuk mengatasi kejadian banjir tersebut diperlukan upaya pengelolaan banjir, salah satunya dengan cara peningkatan kapasitas sungai. Dalam pengelolaan banjir tersebut perlu dihitung debit banjir rancangan, dimana dalam studi ini menggunakan Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, dan Q100 tahun. Nilai debit banjir rancangan kemudian disimulasikan bersama dengan data penampang sungai kedalam software HEC-RAS 3.1.3. Hasil permodelan dengan HEC-RAS 3.1.3 menunjukkan bahwa Kali Sampean mengalami ketidakcukupan dalam menampung debit mulai kala ulang Q2 th yaitu sebesar 1435 m3/dt, terutama pada penampang sungai bagian hilir / muara. Dalam penelitian ini upaya pengelolaan banjir dititikberatkan pada ruas bendung sampean lama sampai muara yang merupakan daerah yang terkena dampak banjir paling besar. Debit banjir historis tahun 2008 pada Outlet DAS Bendung Sampean Baru 2012.96 m3/det merupakan banjir pada kala ulang 25 tahun. Usulan desain penanganan banjir penelitian ini didesain dengan menggunakan banjir kala ulang 50 tahun yaitu sebesar 2442.36 m3/det dengan mempertimbangkan faktor tinggi pasang surut air laut HWL +2,43 m.

Kata Kunci: pengelolaan banjir, das sampean, sumberdaya alam, sungai, banjir historis

Page 78: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 74

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Bondowoso dan Situbondo yang dilalui oleh aliran Sungai Sampean merupakan daerah cekungan berbentuk mangkuk yang dikelilingi oleh Gunung Ijen, Gunung Raung, dan Gunung Argopuro. Sungai Sampean bermata air di lereng Gunung Argopuro dan bermuara di Selat Madura. Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean sekitar 80% (delapan puluh persen) terletak di Kabupaten Bondowoso dan sisanya terletak di Kabupaten Situbondo.

Kabupaten Bondowoso dan Situbondo merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Timur yang sangat berpotensi di bidang pertanian karena keadaan tanahnya yang subur, sehingga masyarakatnya sejak jaman penjajahan Belanda berkembang menjadi masyarakat agraris.

Kejadian banjir terbesar di DAS Sampean pada bulan Februari 2008 menunjukkan bahwa kondisi DAS Sampean mengalami degradasi yang parah, disamping faktor alam berupa kondisi klimatologi yang menyebabkan curah hujan yang tinggi dengan durasi yang lama. Peristiwa banjir yang terjadi serta identifikasi semakin tingginya tingkat kekritisan DAS Sampean, melatar belakangi perlunya dilakukan kajian pengelolaan banjir di DAS Sampean, dengan tujuan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi kerugian akibat banjir serupa serta untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

Beberapa penyebab banjir antara lain adanya aliran permukaan yang berlebihan dengan intensitas hujan yang tinggi serta dengan durasi yang lama. Sungai Sampean di beberapa tempat tidak dapat menampung air, selain itu adanya pendangkalan atau sedimentasi pada dasar sungai mengurangi kapasitas pengaliran.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka permasalahan pada studi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

A. Bagaimana kapasitas sungai eksisting terhadap debit banjir rancangan pada ruas Bendung Sampean Lama - muara?

B. Bagaimana bentuk penanganan yang tepat untuk meningkatkan kapasitas sungai pada ruas Bendung Sampean Lama – muara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi ini adalah untuk memberikan usulan serta rekomendasi dalam rangka pengelolaan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean. Maksud yang diharapkan dari kajian ini adalah sebagai berikut:

A. Untuk mengetahui kapasitas sungai terhadap debit banjir rancangan pada ruas Bendung Sampean Lama - muara

B. Untuk mengetahui bentuk penanganan yang tepat untuk meningkatkan kapasitas sungai ruas bendung sampean lama - muara dalam upaya pengelolaan banjir di Kali Sampean

1.4. Batasan Masalah

Meninjau kompleksnya permasalahan di kawasan Kali Sampean, maka batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Daerah Kajian dalam penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean, terletak di Provinsi Jawa Timur, dimana upaya peningkatan kapasitas sungai dilaksanakan pada ruas Bendung Sampean Lama-muara.

B. Untuk mengetahui profil muka air berdasarkan debit banjir rencana menggunakan program Hidrologic Engineering Centre–River Analyst System (HEC-RAS) versi. 3.1.3.

C. Perhitungan debit banjir rancangan dengan metode HSS Nakayasu yang dikalibrasi dengan cara membandingkan debit historis banjir yang terukur di bendung Sampean Baru dengan debit puncak Nakayasu pada curah hujan yang terukur juga.

Gambar 1. Peta Batas Administrasi DAS Sampean

Page 79: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 75

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Hidrologi

2.1.1. Curah Hujan Daerah Rata-Rata Harian Maksimum

Untuk menghitung besarnya curah hujan daerah dalam studi ini dilakukan dengan cara polygon Thiessen.

2.1.2. Curah Hujan Rancangan

Dalam analisis curah hujan rancangan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Log Pearson III.

2.1.3. Debit Banjir Rancangan

Debit banjir rencana dapat dihitung dengan menggunakan beberapa metode empiris yang umum berlaku di Indonesia dan lain-lain yang dipilih berdasarkan kesesuaian dengan karakteristik daerah studi. Pada penelitian ini sebelum di lakukan perhitungan hidrograf banjir metode Nakayasu pada outlet DAS Kali Sampean, terlebih dahulu dilakukan validasi nilai alfa (a) dan C lahan. Validasi dilakukan dengan cara membandingkan debit historis banjir yang terukur dengan debit puncak Nakayasu pada curah hujan yang terukur juga. Debit historis banjir terukur pada Bendung Sampean Baru yaitu sebesar 2012.96 m3/det, sedangkan pada hari yang sama telah di ketahui banjir tersebut akibat curah hujan sebesar 178 mm. Sehingga terlebih dahulu di cari pola hidrograf banjir pada hujan 178 mm pada DAS Bendung Sampean Baru dengan menggunakan Unit Hidrograf Sintetis Nakayasu, dengan menggunakan parameter alfa coba coba agar nilai debit puncak yang terjadi memiliki besaran yang sama atau mendekati yaitu sebesar 2012.96 m3/det. Dengan menggunakan parameter fisik DAS Bendung Sampean Baru yakni : a(coba-coba): 2.17 dan C DAS: 0.542 didapatkan hasil debit banjir akibat curah hujan 178 mm adalah sebesar 2015.41 m3/det.

2.2. Analisis Hidrolika Sungai

Analisa hidrolika sungai dimaksudkan untuk menganalisa profil muka air banjir di sungai dengan berbagai kala ulang dari debit banjir rancangan. hidrolika sungai dalam penulisan ini menggunakan software Hydrologic Engineering Centre-River Analyst System (HEC-RAS) versi 3.1.3 yang dikembangkan oleh Hydrologic Engineering Center milik U.S Army Corps of Engineers edisi Mei 2005.

Sistem HEC-RAS mempunyai 3 komponen analisa hidrolika satu dimensi untuk: 1) Perhitungan profil permukaan air steady flow; 2) Simulasi unsteady Flow; 3) Perhitungan transport sedimen batas yang moveable. Elemen kuncinya adalah ketiga

komponen ini akan menggunakan representasi data geometrik umum dan perhitungan umum hidrolika.

Tahapan kegiatan yang dilakukan untuk analisa hidrolika adalah:

A. Penyiapan skematik sungai

B. Input data geometrik sungai, data debit banjir rancangan , data pasang surut dan angka kekasaran saluran

C. Perhitungan elevasi muka air banjir

D. Analisis output model yaitu elevasi muka air banjir untuk periode tertentu.

2.2.1. Komponen Aliran dan Persamaan dalam HEC-RAS

A. Aliran Tunak ( Steady Flow)

Komponen pada model ini digunakan untuk menghitung profil muka air pada kondisi aliran tunak (steady). Sistem ini dapat digunakan pada sebuah saluran, jaringan atau sebuah jaringan besar termasuk saluran dan saluran kecil lainnya. Komponen pada steady flow dapat dimodelkan pada kondisi aliran subkritis, superkritis, dan sistem gabungan profil muka air.

Dasar perhitungan komputer didasarkan pada solusi satu dimensi energi. Energi yang hilang disebabkan oleh gesekan (persamaan Manning) dan penyempitan dan pelebaran (koefisien tambahan dari perubahan dalam tinggi kecepatan) . Persamaan momentum bermanfaat dalam situasi dimana profil muka air mengalami perubahan tiba-tiba. Situasi ini termasuk dengan sistem perhitungan aliran gabungan (contoh: lompatan air) atau aliran pada jembatan dan perubahan muka air pada pertemuan saluran (arus di persimpangan).

B. Aliran Tidak Tunak (unsteady flow)

Komponen untuk aliran tidak tunak dikembangkan untuk perhitungan aliran subkritis. Perhitungan hidrolik untuk cross-section, jembatan, gorong-gorong dan struktur hidrolik lainnya yang dikembangkan untuk komponen aliran tunak digabungkan dengan perhitungan aliran tidak tunak. Komponen untuk aliran tidak tunak digunakan untuk model tampungan dan hubungan hidrolik dengan tampungan.

C. Profil Muka Air pada Aliran Tunak

HEC – RAS dapat melakukan perhitungan profil muka air satu dimensi untuk aliran langgeng berubah lambat laun pada saluran alami dan buatan. Aliran subkritis, superkritis, dan sistem gabungan aliran profil muka air dapat dianalisa.

Page 80: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 76

D. Persamaan Dasar

Profil muka air yang dihitung dari suatu cross-section ke cross-section berikutnya diselesaikan dengan persamaan energi yang dinamakan Metode Step Standar. Persamaan energi yang dapat dilihat sebagai berikut:

...........(1)

Keterangan:

Y1 , Y2 = tinggi kedalaman pada cross-section 1 dan 2 (m)

Z1, z2 = elevasi dsar saluran pada cross-section 1 dan 2 (m)

α1, α2 = koefisien kecepatan

v1 ,v2 = kecepatan (m/dt)

g = gravitasi (m/det2)

he = kehilangan energy (m)

Tinggi energi yang hilang (he) diantara 2 cross section disebabkan oleh kehilangan akibat gesekan dan kehilangan akibat penyempitan atau pelebaran. Persamaan tinggi energi yang hilang tersebut adalah sebagai berikut :

..........................(2)

Keterangan :

He = tinggi energi yang hilang (m)

L = panjang bidang gesekan dari 2 titik pengamatan (m)

Sf = kemiringan rata-rata dasar saluran antara 2 cros section

C = koefiisen kehilangan akibat penyempitan dan pelebaran

a1,a2 = koefisien kecepatan

V1,V2 = kecepatan (m/det)

G = gravitasi (m/det2)

L dihitung dengan menggunakan rumus :

.........................(3)

Keterangan:

Llob, Lch, Lrob = panjang bidang gesekan antara 2 cross-section 30% dari debit puncak (jam) Sebelah kiri tanggul,tengah

saluran dan kanan tanggul.

Qlob, Qch, Qrob = debit aliran di bagian kiri tanggul, tengah saluran dan kanan Tanggul.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Daerah Studi

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean secara administratif terletak di Kabupaten Bondowoso yang tersebar di 20 kecamatan, Kabupaen Situbondo yang tersebar di 4 kecamatan, dan sebagian di Kabupaten Jember yang tersebar di 2 kecamatan. Letak geografis DAS Sampean pada koordinat 113°48’27’’ - 113°48’26’’ BT dan 7°50’10’’ - 7°56’41’’ LS.

3.2. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam Studi ini antara lain:

A. Data hidrologi dan klimatologi.

B. Data Elevasi Sungai

C. Data elevasi sungai dikhususkan untuk kebutuhan penggunaan software HEC-RAS 3.1.3 dalam simulasi kejadian banjir berdasarkan debit rencana Dengan adanya elevasi sungai tersebut dapat diketahui profil aliran sungai yang digunakan dalam studi ini.

D. Data lain yang menunjang.

3.3 Langkah-Langkah Studi

Agar studi ini dapat diselesaikan secara optimal, perlu dirumuskan langkah-langkah yang sistematis. Adapun langkah–langkah pengerjaan studi adalah sebagai berikut :

A. Analisa Curah Hujan

1. Menghitung uji konsistensi data hujan dengan kurva massa ganda (double mass curve)

2. Menghitung curah hujan rerata wilayah dengan menggunakan metode Polygon Thiessen

3. Menghitung curah hujan harian maksimum yang akan digunakan dalam perhitungan selanjutnya.

4. Menghitung uji kesesuaian distribusi frekwensi dengan metode uji Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi-Kuadrat untuk menguji apakah metode untuk menghitung curah hujan rata-rata yang dipilih adalah tepat.

5. Menghitung intensitas curah hujan dan Curah Hujan Netto.

B. Analisa Debit Banjir Rancangan

Metode yang digunakan dalam menghitung debit hujan rancangan dengan periode ulang 2, 5, 10,

Page 81: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 77

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

25, 50 dan 100 tahun dengan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu.

C. Analisa Hidrolika

Analisa ini digunakan untuk mengetahui kapasitas tampungan sungai dan mengetahui pada saat yang bagaimana sungai sudah tidak mampu lagi menampung debit aliran yang melaluinya. Dalam studi ini analisa hidrolika dilakukan dengan bantuan program HEC-RAS versi 3.1.3.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Hidrologi

Jumlah stasiun hujan yang dipakai didasarkan pada kelengkapan data, validitas data dan mengacu pada kriteria kerapatan jaringan stasiun hujan minimum yang dibutuhkan (R.S. Varshney, 1979).

Pada studi ini, sebagai tujuan diperolehnya gambaran karakteristik curah hujan suatu daerah, ditentukan terlebih dahulu stasiun-stasiun pengukur curah hujan yang akan dipakai dalam analisa ini.

4.1.1. Perhitungan Curah Hujan Rancangan

Proses dan hasil perhitungan curah hujan rancangan dengan menggunakan metode Log Pearson Type III disajikan berikut:

4.2. Perhitungan Banjir Rancangan Metode Nakayasu

4.2.1. Pencarian Parameter Fisik Unit Hidrograf DAS Sampean

Parameter fisik unit hidrograf yang mempengaruhi pola lengkung dan debit puncak pada hidrograf sintetik nakayasu adalah parameter alfa dan koefisien lahan pada perhitungan distribusi hujan jam jaman. Parameter alfa setiap lokasi daerah aliran sungai akan memiliki nilai yang berbeda–beda. Sehingga pada studi ini sebelum di lakukan perhitungan hidrograf banjir nakayasu pada outlet DAS Kali Sampean maka dilakukan pengkalibrasian (validasi) nilai alfa (a) dan C lahan.

Pengkalibrasian (validasi) dilakukan dengan cara membandingkan debit historis banjir yang terukur dengan debit puncak nakayasu pada curah hujan

Tabel 1. Curah Hujan Rancangan DAS Sampean

Sumber : Hasil Peritungan

yang terukur juga. Debit historis banjir terukur yaitu bertepatan di Bendung Sampean Baru yaitu sebesar 2012.96 m3/det sedangkan pada hari yang sama telah di ketahui banjir tersebut akibat curah hujan sebesar 178 mm. Sehingga terlebih dahulu di cari pola hidrograf banjir pada hujan 178 mm pada DAS Bendung Sampean Baru dengan menggunakan Unit Hidrograf sintetis Nakayasu, dengan menggunakan parameter alfa coba coba agar nilai debit puncak yang terjadi memiliki besaran yang sama yaitu

2012.96 m3/det. Berikut adalah perhitungan kalibrasi (validasi) parameter fisik DAS Sampean:

A. Distribusi Hujan Jam Jaman pada curah hujan 178 mm

B. Coba Coba Nilai Parameter Fisik DAS Kali Sampean Terhadap Hasil Unit Hidrograf Pada

Titik Tinjau Outlet DAS Bendung Sampean Baru.

Dengan menggunakan coba coba nilai alfa yaitu 2.17 maka hasil perhitungan pola banjir sintetis nakayasu DAS Bendung Sampean Baru hujan 178 mm adalah sebagai berikut :

panjang sungai (l) : 47.469 km

luas das (das) : 768.8000 km2

a (coba – coba) : 2.17

hujan satuan : 1.00 jam

Tabel 2. Distribusi Hujan 178 mm Untuk Durasi 6 Jam

Sumber : Hasil PeritunganHUJAN EFEKTIF 96.476

Gambar 2. Unit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu DAS Bendung Sampean Baru

Page 82: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 78

Dengan menggunakan parameter fisik DAS Bendung Sampean Baru yakni : a (coba-coba) : 2.17 dan C DAS : 0.542 didapatkan hasil debit banjir akibat curah hujan 178 mm adalah sebesar 2015.41 m3/det,

4.3. Hidrograf Banjir Nakayasu DAS Outlet Muara Kali Sampean

Dengan menggunakan parameter fisik setelah kalibrasi yaitu :

panjang sungai (l) : 75.5 km

luas DAS : 1239.7700 km2

α : 2.17

tr : 3.58 jam

hujan satuan : 1.00 jam

4.4. Analisa Profil Aliran Banjir Sungai Ruas Bendung Sampean Lama-Muara

Berdasarkan hasil pemodelan HEC RAS 3.1.3 dapat disimpulkan bahwa sepanjang ruas penampang Kali Sampean akan mengalami ketidakcukupan dalam menampung debit yaitu mulai kala ulang Q 2 th terutama pada penampang sungai bagian hilir/muara. Sehingga dalam studi ini perlu di lakukan analisa desain penanganan untuk menampung luapan banjir tersebut di atas.

Gambar 3. Hidrograf Banjir Metode Nakayasu DAS Bendung Sampean Baru Curah Hujan 178 mm

Tabel 3. Rekapitulasi Debit Banjir Maksimum Tiap Kala Ulang Banjir

Sumber : Hasil Perhitungan

Ketidak cukupan ini adanya kemungkinan akibat kerusakan kerusakan banjir yang pernah terjadi, hal ini di indentifikasi terdapat sisa sisa tinggi tanggul lama di beberapa tempat.

4.5. Penanganan Banjir Kali Sampean Ruas Bendung Sampean Lama - Muara

Usulan desain penanganan banjir ini didesain dengan menggunakan banjir kala ulang 50 tahun, hal ini di dasarkan oleh banjir historis pada Outlet DAS Bendung Sampean Baru 2012.96 m3/det merupakan banjir pada kala ulang 25 tahun dengan luas DAS = 768.68 km2.

Sehingga untuk keamanan desain penanganan pada DAS Outlet Muara DAS Kali Sampean di ambil banjir desain kala ulang Q 50 th yaitu sebesar 2442.36 m3/det. Analisa desain ini juga didesain dengan mempertimbangkan faktor tinggi pasang surut HWL + 2,43 m.

Gambar 4. Profil Banjir Pada Penampang Kali Sampean Bagian Hulu

Gambar 5. Profil Banjir Pada Penampang Kali Sampean Bagian Tengah

Gambar 6. Profil Banjir Pada Penampang Kali Sampean Bagian Hilir

Page 83: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 79

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

4.5.1. Tipikal Desain Tanggul

Desain tanggul diperlukan untuk peningkatan kapasitas Kali Sampean pada ruas Bendung Sampean Lama-Muara, dimana ruas ini mengalami resiko yang besar apabila terjadi banjir. Tipe ini juga dapat dimodifikasi dengan menggunakan skur di sebelah tanggul untuk memperkuat posisi tanggul, misalnya pemberian skur setiap jarak 5 m (memanjang) dengan ketebalan 0,5 m. Berikut ini di sajikan tipikal desain tanggul yang dibutuhkan, seperti pada gambar di bawah ini:

Tipe I

Desain tipikal I adalah dengan mendesain tanggul dimensi ganda 2 trap dengan data teknis sebagai berikut :

A. Lebar Tanggul Trap 2 m

B. Kedalaman Tanggul bagian bawah: 5 m, Z = 1:1

C. Ketinggian Tanggul trap ke dua : 3 m

D. Lebar atas tanggul top side : 3 m

E. Elevasi tanggul di desain 0.75 lebih besar dari pada Muka Air Banjir Q 50 th, Z = 1:1.

4.6. Skema Pengaliran Debit di Hilir

Untuk menghindari meluapnya sungai akibat banjir, maka perlu dibuat skema pengaliran debit terutama di daerah hilir Bendung Sampean Lama. Dari hasil analisis, maka skema pengaliran debit dapat diatur sebagai berikut:

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

A. Kapasitas Kali Sampean mengalami ketidakcukupan dalam menampung debit yaitu mulai kala ulang Q 2 th, sebesar 1435,82 m3/dt, terutama pada penampang sungai bagian hilir/muara. Sehingga dalam studi ini dilakukan analisis desain penanganan untuk menampung luapan banjir tersebut di atas

B. Usulan penanganan banjir ini didesain dengan menggunakan debit banjir kala ulang 50 tahun, hal ini didasarkan oleh banjir historis pada Outlet DAS Bendung Sampean Baru 2012.96 m3/det merupakan banjir pada kala ulang 25 tahun dengan luas DAS = 768.68 km2. Sehingga untuk keamanan desain penanganan pada DAS Outlet Muara DAS Kali Sampean di ambil banjir rancangan kala ulang Q 50 th yaitu sebesar 2442.36 m3/det. Analisis ini juga didesain dengan mempertimbangkan faktor tinggi pasang surut HWL + 2,43 m. Tipikal desain tanggul yang dapat di terapkan sepanjang sungai ruas Bendung Sampean Lama–Muara dengan debit banjir Q 50 th adalah menggunakan tipikal I. Desain tipikal I adalah tanggul dengan dimensi ganda 2 trap. Desain tinggi jagaan yang digunakan adalah sebesar 0.75 m dari Muka Air banjir. Selain daripada pembuatan tanggul, upaya penanganan banjir juga dilaksanakan perbaikan dan pelebaran penampang sungai.

5.2 Saran

Berbagai pertimbangan harus dilakukan dalam membangun tanggul pengaman, termasuk pengaruh serta nilai investasi pembuatan tanggul dan biaya resiko yang mungkin bisa terjadi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang semakin besar. Saran yang bisa diberikan berdasarkan studi ini adalah:

A. Untuk kelanjutan penelitian, hendaknya melakukan analisis tentang kemungkinan cara penanggulangan banjir selain dengan peningkatan kapasitas sungai. Studi lanjutan dapat dilaksanakan dengan menganalisis kemungkinan dibuatnya floodway untuk membagi debit banjir yang mengalir di sungai utama dengan memanfaatkan adanya alur buatan.

B. Upaya pengelolaan banjir DAS Sampean sebaiknya lebih ditekankan kepada kegiatan non struktur, karena banjir yang terjadi jauh lebih besar dari kemampuan kapasitas sungai utama. Pengelolaan banjir dengan pendekatan non struktur dapat dilakukan dengan konservasi DAS, peningkatan peran serta dan pengetahuan masyarakat, serta penataan penggunaan bantaran dan sempadan

Gambar 7. Desain Tanggul Tipikal I

Gambar 8. Skema Pengaliran Debit

Page 84: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 80

sungai, yang merupakan penanganan jangka panjang untuk suatu penanganan manajemen Daerah Aliran Sungai.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Harto Br., Sri, Sudjarwadi, 1988. Model Hidrologi, Yogyakarta: Pusat Antar Universitas-Universitas Gadjah Mada.

Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. CV. Lubuk Agung. Bandung.

Pilgrim, D.H.et.al., 1991. Australia Rainfall and runoff (A guide to flood estimation) Vol. 1. The Institution of engineers, Australia National Headquarter: Barton, ACT

Soemarto, CD. 1995. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Shahin, MMA. 1976. Statistical Analysis in Hidrologi Vol II. Defl, Netherland.

Subarkah, Iman.1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Bandung: Idea Dharma.

Sosrodarsono, S dan Takeda, K (2003). Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.

S. E. Walker, K. Banasik, W. J. Northcott, N. Jiang, Y. Yuan, J. K. Mitchell, Application of the SCS Curve Number Method to Mildly-Sloped Watersheds

U.S Army Corps of Engineers edisi Mei 2005 User Manual HEC RAS 3.1.3 Centre-River Analyst System (HEC-RAS) versi 3.1.3

Page 85: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 81

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

ANALISIS CHANGE ORDER PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN AIR DI JAWA BARAT

Dikdik Muh. NS

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi Universitas Katolik Parahyangan

Email: [email protected]

Abstract

Water infrastucture construction naturally have a high risk of Change Order (CO) while the work item tends to be minimal, it should be minimized from the beginning. The purpose of this study is to identify the main causes of CO and then determine the most important factors that need to be anticipated. The method used in this study is to use descriptive analysis, based on the results of literature review and interviews and then obtained the questionnaire data. The result of identification was obtained by 11 major factor of CO cause and questionnaire data collected with total of 133 respondents who participated in this research. These respondents were clients, contractors and consultants operating in Garut, Kuningan, Cirebon, Majalengka Regency and West Java Province. Each respondent was asked to express her opinion on the frequency and cost impact of identified factors on a 1–5 Likert scale. Five factors were ranked as the most important factors causing CO: site conditions, contractors-related problem, change of schope, supervisory consultant /or internal supervisor related problems, error and negligence in design. The is path analysis also shows a statistically significant positive correlation between the frequency of CO occurrencse and cost impacts if incurred. Benefits these research findings are expected to help stakeholders minimize CO risk for their water infrastructure projects in the near future.

Keywords: change order, causative factor, construction waterworks, path analysis

Abstrak

Proyek konstruksi bangunan air secara alami memiliki tingkat risiko terjadinya Change Order (CO) cukup tinggi sementara item pekerjaannya cendrung sedikit, hal tersebut harus diminimalisasi sejak dari awal. Tujuan dari penelitian ini salah satunya dengan mengidentifikasi penyebab utama CO dan kemudian menentukan faktor paling penting yang perlu diantisipasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis deskriptif, berdasarkan hasil kajian literatur dan wawancara dan selanjutnya diperoleh data kuesioner. Hasil identifikasi diperoleh 11 faktor utama penyebab CO dan data kuesioner terhimpun dengan total 133 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Responden ini adalah kontraktor dan konsultan yang beroperasi di Kabupaten Garut, Kuningan, Cirebon, Majalengka dan Provinsi Jawa Barat. Setiap responden diminta untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai frekuensi dan dampak biaya yang ditimbulkan yang teridentifikasi pada skala Likert 1–5. Hasil dari penelitian ini terhimpun lima faktor yang digolongkan sebagai faktor terpenting yang menyebabkan CO: masalah kontraktor, kondisi fisik lapangan, perubahan ruang lingkup, masalah konsultan pengawas/pengawas internal, kesalahan dan kelalaian dalam desain. Analisis jalur juga menunjukkan korelasi positif yang signifikan secara statistik antara frekuensi terjadinya CO dan dampak biaya yang ditimbulkan. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu pemangku kepentingan meminimalisasi CO pada proyek konstruksi bangunan air ke depannya.

Kata Kunci: change order, faktor penyebab, konstruksi bangunan air, analisis jalur

Page 86: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 82

Lampiran

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA PEMELIHARAAN GEDUNG HUNIAN VERTIKAL

Dhani Wardhana

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek KonstruksiUniversitas Katolik Parahyangan BandungEmail: [email protected]

Abstract

Increased levels of housing needs in line with limited land in urban encourage quality improvement program of residential areas through land consolidation with the concept of vertical housing. For those reasons the government continues to promote the flats construction and private investors see a business opportunity by developing apartment. In fact the operating building was found to be poorly maintained. Mentioned in Constitutian No. 28 of 2002 that in the implementation of buildings, owners and users have the obligation to maintain the building periodically. The government and developer indicated this happens because of mismanagement of maintenance operations. Building managers often face obstacles in building maintenance strategies. In its application, the development of maintenance strategy is a process that involves consideration of various factors in decision making. This study aims to identify factors that influence the decision on maintenance of vertical residential building. The method used is the literature study related to building maintenance. Of the literature can be identified 21 factors that are relevant to this study purpose. Factors that have been identified are grouped into five aspects, namely building performance requirements, cost, residents, management/organization and legal.

Keywords: factors, decision making, maintenance management, vertical residential building

Abstrak

Peningkatan kebutuhan hunian seiring dengan terbatasnya lahan di perkotaan mendorong program peningkatan kualitas kawasan hunian melalui land consolidation dengan konsep hunian vertikal. Untuk itu pemerintah terus menggalakkan pembangunan rumah susun dan investor swasta melihat peluang bisnis properti pembangunan apartemen. Pada kenyataannya gedung yang beroperasi didapati kurang terpelihara. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna gedung mempunyai kewajiban memelihara gedung secara berkala. Pemerintah dan pengembang mensinyalir hal ini terjadi karena kesalahan manajemen operasional pemeliharaan gedung. Pengelola gedung sering menghadapi kendala dalam melakukan strategi pemeliharaan gedung. Pada penerapannya, pengembangan strategi pemeliharaan merupakan proses yang melibatkan pertimbangan berbagai faktor dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada pemeliharaan gedung hunian vertikal. Metode yang digunakan adalah studi literatur yang berhubungan dengan pemeliharaan gedung. Dari kajian literatur dapat diidentifikasi 21 faktor yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Faktor-faktor yang telah diidentifikasi dikelompokkan ke dalam lima aspek pemeliharaan gedung yaitu persyaratan kinerja bangunan gedung, biaya, penghuni gedung, manajemen/organisasi, dan hukum.

Kata Kunci: faktor-faktor, pengambilan keputusan, manajemen pemeliharaan, gedung hunian vertikal

Page 87: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 83

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN ANALISIS KINERJA DAN KERUSAKAN JALAN DI RUAS JALAN NON TOL

SELAMA PERBAIKAN JEMBATAN CISOMANG

Ahmad Afifi1, Kharisma Putri Aurum2, Usman3, Siti Sekar Gondoarum4

Analis Jalan Jembatan1,2, Pelaksana Teknik3, Teknik Jalan dan Jembatan Muda4

1Balai Pelaksanaan Jalan Nasional III Padang, 2Balai Jembatan Khusus dan Terowongan, 3Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XIII Makassar, 4Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya

Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected], [email protected], [email protected] 3,

[email protected]

Abstract

Cisomang Bridge is a part of Purbaleunyi Toll Road (KM100+700) constructed in 2002-2004 period. This brigde become one of freight and passengger connecting transportation on east-west Java. However, in 22th of December 2016, KKJTJ, BPJT, and PT Jasa Marga stated that Cisomang Bridge sufferred from 57 cm displacement in its second pillar which surpassed the allowable displacement limit 15 cm. Consequently, the traffic on Purbaleunyi Toll Road in both directions was diverted during the bridge rehabilitation. The redirected traffic of heavy vehicles during the rehabilitation apparently contributed significantly towards the road degradation. The great vehicle loads on the non-toll road also reduced the road performance such as a long congestion in some locations. In addition, it also influenced the road and bridge pavement condition. Therefore, to decrease the risk due to the diverted traffic, management and traffic engineering are needed by conducting analysis road performance and road degradation while Cisomang Bridge is being repaired.

Keywords: cisomang Bridge, management, performance, degradation, road

Abstrak

Jembatan Cisomang merupakan bagian dari ruas tol Purbaleunyi Jawa Barat (KM 100+700) yang dibangun pada tahun 2002-2004. Jembatan ini menjadi salah satu penghubung transportasi barang dan penumpang arah barat-timur Pulau Jawa. Namun, pada tanggal 22 Desember 2016, KKJTJ, BPJT, dan PT Jasa Marga menyatakan bahwa Jembatan Cisomang mengalami pergeseran pada pilar kedua 57 cm yang melampaui batas izin 15 cm. Akibatnya, lalu lintas di jalan tol Purbaleunyi di kedua arah dialihkan menuju ruas jalan nontol selama dilakukan perbaikan jembatan. Pengalihan lalu lintas kendaran berat ke jalan nontol selama perbaikan jembatan Cisomang ternyata berdampak signifikan terhadap penurunan kondisi jalan. Besarnya volume lalu lintas di ruas jalan nontol mengakibatkan penurunan kinerja jalan seperti timbulnya kemacetan panjang di beberapa lokasi. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan penurunan kondisi struktur perkerasan jalan dan jembatan. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko akibat dampak dari pengalihan lalu lintas tersebut, perlu adanya manajemen dan rekayasa lalu lintas di ruas jalan nontol, salah satunya dengan melakukan analisis kinerja dan kerusakan jalan selama perbaikan Jembatan Cisomang.

Kata Kunci: jembatan cisomang, manajemen, kinerja, kerusakan, jalan

Page 88: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 84

Lampiran

HAMBATAN PENERAPAN INSENTIF DALAM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PEMERINTAH

DARI PERSEPSI PENGGUNA JASA

Asri Sarli1, Yohanes L.D. Adianto2

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi1Dosen Program Magister Manajemen Proyek Konstruksi2

1,2Universitas Katolik ParahyanganEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

Implementation of government development projects with more emphasis on the goal of completion sooner or timely. Government construction work contract, many contain provisions for penalties and fines for delay in completion of contract. But is not accompanied by incentives if it can be done more quickly than the time agreed. The purpose of the study is : identifying the factors that hinder the implementation of incentives in the construction work contract and, knowing the perceptions of service users with regard to the constraints of economic, relational, legal and psychological aspects. This paper uses the method of Relative Importance Index (RII). The results obtained by the rating and the criteria for the degree of influence of factors on every aspect. The results of 23 obstacles factors according to service users obtained 15 influential factors and most influenced by aspects of Pisikologis. Perception of service users from 15 influential factors, there are ten factors that become dominant factor that is: (1) The project duration is inaccurate, (2) The absence of a standard form of incentive clauses in the contract, (3) The lack of a standard method for calculating incentive, (4) The contract terms are complex, (5) The commitment of the parties involved in the project, (6) Change orders are still frequently performed, (7) The cost of a larger project, (8) The quality of work decreases, (9) budgeting mechanism for the payment of incentives, (10) The incentives are not appropriate for all projects.Keywords: incentive, obstacle factor, perception, owner

Abstrak

Pelaksanaan pembangunan proyek pemerintah lebih ditekankan pada tujuan untuk penyelesaian lebih cepat atau tepat waktu. Kontrak kerja konstruksi pemerintah, banyak mengandung ketentuan sanksi dan denda untuk penyelesaian yang melampaui batas waktu kontrak. Namun tidak disertai dengan insentif jika dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan. Tujuan penelitian adalah :Mengidentifikasi faktor-faktor hambatan penerapan insentif dalam kontrak kerja konstruksi dan, mengetahui persepsi dari pengguna jasa terkait faktor hambatan dari Aspek ekonomi, relasional,hukum dan pisikologis . Tulisan ini menggunakan metode Relative Importance Index (RII). Hasil penelitian dari 23 faktor hambatan menurut pengguna jasa diperoleh 15 faktor yang berpengaruh dan paling banyak dipengaruhi oleh aspek Pisikologis. Persepsi pengguna jasa dari 15 faktor yang berpengaruh, terdapat sepuluh faktor yang menjadi faktor dominan yaitu : (1) Durasi proyek yang belum akurat, (2) Belum adanya bentuk standar klausal Insentif dalam kontrak, (3) Belum adanya metode standar untuk menghitung insentif, (4) Ketentuan kontrak yang kompleks, (5) Komitmen dari para pihak proyek (6) Perintah perubahan masih sering terjadi, (7) Biaya proyek yang lebih besar, (8) Kualitas hasil pekerjaan menurun, (9) Mekanisme pengangaran pembayaran insentif, (10) Insentif tidak tepat untuk semua proyek.

Kata Kunci: insentif, faktor hambatan, persepsi, pengguna jasa

Page 89: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 85

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

ANALISIS SEBAB-SEBAB KERUSAKAN PERKERASAN DAN ALTERNATIF PENANGANAN PADA JALAN AKSES PUSAT

MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN SENTUL – BOGOR

Marnala R. Chandra1, Hary C. Hardiyatmo2

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi1Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan2

1,2Universitas Gadjah MadaEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

Road segment on Indonesian Peacekeaping and Security Center (IPSC) access, Sentul – Bogor, has been damaged within 3 until 6 months after the provitional hand over (PHO). Rigid pavement along this road segment encountered damages as longitudinal cracks, transverse cracks, and block cracking on several locations. The objective of this research is to obtain the causes of road damage, investigated from the sub-grade to surface layer. Analyzing the cause of damage starts from the subgrade layer by investigating index properties and swelling test of subgrade in laboratory as well as bearing capacity test (CBR) with Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Based on the CBR value obtained, it will then be used to evaluate the thickness of concrete, subbase, and base for road layers. Laboratory test result towards soil properties shows that the subgrade has high plasticity index. For swelling test result, the subgrade is classified as high potential of swelling. The result of swelling compressive test is also considered high, therefore it becomes one of the causes of road damage. Inspected from layer thickness of the pavement, the concrete thickness has fulfilled the requirements. On the contrary, the thickness of subbase and base layers do not fulfill as required by the requirements. These may be the additional cause for road damage along this segment.

Keywords: road damage, swelling soils, rigid pavement.

Abstrak

Ruas jalan akses Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP), Sentul – Bogor mengalami kerusakan dalam rentang waktu 3 sampai 6 bulan setelah masa pelaksanaan berakhir. Perkerasan kaku pada ruas jalan ini mengalami kerusakan retak memanjang, retak melintang, hingga retak pada blok perkerasan di beberapa lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab kerusakan ditinjau dari lapisan tanah dasar (subgrade) hingga ke lapis permukaan. Analisis penyebab kerusakan dimulai dari tanah dasar (subgrade) dengan meneliti indeks propertis dan uji pengembangan sampel tanah dasar di laboratorium serta uji daya dukung (CBR) tanah dasar dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Berdasarakan hasil nilai CBR kemudian digunakan untuk mengevaluasi tebal pelat beton, tebal pondasi bawah (subbase) dan tebal pondasi jalan (base). Hasil uji laboratorium terhadap propertis tanah menunjukkan bahwa tanah dasar ter-golong memiliki nilai plastisitas yang tinggi. Untuk hasil uji pengembangan dihasilkan tanah dasar masuk ke dalam klasifikasi potensi pengembangan tinggi. Hasil uji tekanan pengembangan juga termasuk tinggi sehingga menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan. Ditinjau dari tebal susunan lapisan perkerasan, untuk tebal pelat beton yang dilaksanakan telah memenuhi persyaratan tetapi untuk tebal lapis pondasi bawah dan pondasi jalan yang dilaksanakan tidak memenuhi persyaratan. Tidak terpenuhinya persyaratan tebal lapis pondasi bawah dan pondasi jalan juga menjadi penyebab kerusakan di ruas jalan ini. Kata kunci: kerusakan jalan, pengembangan tanah, perkerasan kaku.

Page 90: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 86

Lampiran

MERENCANAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN YANG BERKEADILAN

DENGAN METODOLOGI ANALISIS MODEL SNSE-AR

Slamet Muljono

Teknik Jalan dan Jembatan MadyaBadan Pengatur Jalan Tol,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The development of road infrastructure network aims to support economic growth as well as equity. To de-sign the right strategy in line with its objectives, it is necessary to measure the magnitude of the multiplier effect of road infrastructure development for descriptive and quantitative analyzes. This paper is intended to examine the use of the multiplier measurement methodology with the analysis model of the Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM). Analyzes that can be done with IRSAM analysis model include income distribution, impact analysis of road network development policy.

Keywords: road infrastructure, quantitative analysis, income distribution, social accounting matrix, road network development policy

Abstrak

Pengembangan jaringan infrastruktur jalan bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Untu merancang strategi yang tepat sesuai dengan tujuannya, perlu untuk diukur besarnya multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan untuk dianalisis secara diskriptif dan kuantitatif. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji penggunaan metodologi pengukuran multiplier dengan model analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antar Regional (SNSE-AR). Analisis yang dapat dilakukan dengan model analisis SNSE-AR tersebut antara lain distribusi pendapatan, analisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan.

Kata Kunci: infrastruktur jalan, analisis kuantitatif, distribusi pendapatan, sistem neraca sosial ekonomi, kebijakan pengembangan jaringan jalan

Page 91: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 87

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

EVALUASI SEBAB KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR LINTAS SELATAN JAWA TENGAH

(RUAS JALAN KUTOWINANGUN-PREMBUN)

Ardian AdhitamaHary Christady Hardiyatmo

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi1Dosen Magister Sistem dan Teknik Transportasi2

1,2Universitas Gajah MadaEmail: [email protected], [email protected]

Abstract

Evaluation road pavement condition and possibility cause road damage was carried out in the Southern route of Central Java in Kutowinangun - Prembun, Kebumen. This research aim to evaluate pavement con-dition and possible caused road damage. This research is done by testing in the laboratory and testing in the field. Laboratory tests were conducted of the potential of basic soil swelling. Field testing includes soil bearing capacity test with DCP, and observation of environmental conditions. Then followed by analysis of existing pavement structure strength against traffic conditions by using AASHTO (1993). The result of the research shows that the basic soil condition based on the Unified system and the AASHTO system classifies the soil in the segment as sandy clay, inorganic clay with low to moderate plasticity. In addition, the poten-tial for the swelling of soil is generally moderate so that the damage caused by the shrinkage and swelling of the soil contributed to damage road condition. The foundation bearing capacity and the foundation soil using DCP test show some places have below required specification carrying capacity. By analysis using of AASHTO (1993) method, it is found that with the existing layer condition with the foundation support ca-pacity along with the existing base soil have been unable to serve the existing traffic load for the life of the next 10 years plan. So one of the efforts that can be done is by adding a new layer (overlay). Environmental observations also show drainage conditions that interfere with road performance.

Keywords: flexible pavement, evaluation, swelling, overlay, AASHTO

Abstrak

Evaluasi nilai kondisi dan sebab kerusakan perkerasan lentur dilaksanakan di jalur lintas selatan Jawa Tengah di ruas Kutowinangun – Prembun, Kebumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi dan penyebab kerusakan jalan. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengujian di laboratorium dan pen-gujian dilapangan. Pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh besar kecilnya potensi pengembangan tanah dasar. Pengujian dilapangan meliputi test daya dukung tanah dengan DCP, dan pengamatan kondisi lingkungan. Lalu dilanjutkan dengan analisis kekuatan struktur perkerasan eksisting terhadap kondisi lalulintas dengan menggunakan metode AASHTO (1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi tanah dasar berdasarkan sistem Unified maupun sistem AASHTO mengklasifikasikan tanah di ruas tersebut sebagai tanah pasir berlempung, lempung tak berorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang. Selain itu potensi pengembangan tanah secara umum tergolong sedang sehingga potensi kembang susut tanah berkontribusi terhadap kerusakan jalan di ruas tersebut. Hasil daya dukung pondasi dan tanah dasar dari pengujian DCP menunjukkan sebagian tempat mempunyai daya dukung dibawah yang disyarat-kan. Dengan analisis dengan menggunakan metode AASHTO (1993) didapat bahwa dengan kondisi lapisan eksisting dengan daya dukung lapis pondasi beserta tanah dasar yang ada sudah tidak mampu melayani beban lalulintas yang ada untuk umur rencana 10 tahun mendatang. Sehingga salah satu usaha yang adapat dilakukan adalah dengan penambahan lapisan baru (overlay). Hasil pengamatan lingkungan juga menunjukkan kondisi drainasi yang mengganggu kinerja jalan.

Kata Kunci: perkerasan lentur, evaluasi, potensi pengembangan, pelapisan ulang, AASHTO

Page 92: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 88

Lampiran

KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI ESTIMASI BIAYA PELEBARAN JALAN NASIONAL DI MALUKU UTARA

Josanty Zachawerus

Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Manajemen Proyek KonstruksiUniversitas Katolik Parahyangan, Bandung

Email: [email protected]

Abstract

Cost of road construction is not separated from the cost estimation. The accuracy of estimated costs required to avoid a lack of funds or cost overruns that may arise during the implementation of the road project. The estimation results of component costs more precisely and carefully, can avoid these things. Therefore, it is considered necessary to know what the cost components that significantly affect the total cost of the project for road widening work in North Maluku. This research method using descriptive statistical method by collecting secondary data Budget Plan (RAB). RAB widening roads used were 25 packages from 2012 to 2016. Results of Cost Significant Items obtained components that affect the total cost of widening the road in North Maluku is the cost component drainage work (X2) with a percentage of 10.91%, the cost of earthwork (X3) amounted to 13.48%, the cost of pavement shoulder (X4) amounted to 16.64% and the cost of asphalt work (X6) amounted to 42.64%. Significant cost which has the highest presetase asphalt work amounted to 42.64%. By obtaining a significant component, it will be easy for the owner and implementers to focus on controlling the cost of a significant item.

Keywords: cost estimate, cost items, road widening works, cost significant items.

Abstrak

Pembiayaan konstruksi jalan tidak lepas dari hasil estimasi biaya yang dilakukan. Dibutuhkan keakuratan estimasi biaya untuk menghindari terjadinya kekurangan dana maupun cost overrun yang mungkin muncul pada saat pelaksanaan proyek jalan. Hasil estimasi komponen biaya yang lebih teliti dan cermat, dapat menghindari hal-hal tersebut. Oleh karena itu dianggap perlu untuk mengetahui komponen biaya apa saja yang secara signifikan mempengaruhi total biaya proyek untuk pekerjaan pelebaran jalan yang ada di Maluku Utara. Metode penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif dengan mengumpulkan data sekunder Rencana Anggaran Biaya (RAB). RAB pelebaran jalan yang digunakan berjumlah 25 paket dari tahun 2012 sampai dengan 2016. Hasil dari Cost Significant Items diperoleh komponen yang mempengaruhi total biaya pelebaran jalan di Maluku Utara yaitu komponen biaya pekerjaan drainase (X2) dengan persentase sebesar 10,91%, biaya pekerjaan tanah (X3) sebesar 13,48%, biaya perkerasan bahu (X4) sebesar 16,64% dan biaya pekerjaan aspal (X6) sebesar 42,64%. Biaya yang signifikan yang memiliki persentase tertinggi adalah pekerjaan aspal sebesar 42,64%. Dengan diperolehnya komponen yang signifikan, maka akan mudah bagi owner dan pelaksana untuk fokus mengendalikan biaya pada komponen signifikan.

Kata Kunci: estimasi biaya, komponen biaya, pelebaran jalan, Cost Significant Items.

Page 93: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 89

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

PEMANFAATAN PASIR SUNGAI BARITO SEBAGAI BAHAN TAMBAH AGREGAT HALUS

PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET (HRS) BASE

Bambang Raharmadi

Teknik Jalan dan Jembatan Ahli Muda, Direktorat Jenderal Bina Marga

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

Along with the increasing construction of road infrastructure, the increasing need for basic materials of construction. To overcome this we are required to seek other material resources, by utilizing natural resources available near the job site. By utilizing available materials such as Barito river sand as a fine aggregate additive material in a mixture of Hot Rolled Sheet (HRS) Base that has gradation gap, it is expected to overcome the availability of material and give advantages in terms of time and cost of implementation in the construction of Outer Ring Road Enhancement Package Muara Teweh by keeping referring to the technical specifications. The purpose of this research is to know the characteristic of HRS-Base blend using Barito river sand as a fine aggregate added material to obtain the composition of mixture of optimum asphalt content that meet the technical specification. The procedures undertaken in the implementation of this research are to test aggregate material, Barito river sand, asphalt and HRS-Base mixture in accordance with parameters required by technical specifications. The result of the test shows that the aggregate gradation aggregate is: crude aggregate 23%, medium aggregate 25%, 41% stone ash, 10% Barito river sand and 1% filler with variation of asphalt level 4,5%, 5.0%, 5,5 %, 6.0%, 6.5 and 7.0%. From the Marshall test the optimum asphalt content of 6.375%, 6% effective asphalt content, 0.424% asphalt absorption, 2,299 gr / cm3 density, 1,030 kg stability, 3.29 mm flows, asphalt filled cavity (Void Filled Bitumen) 73%, cavities in the mix (Void In Mix) 4.9%, cavities in aggregate (Void In Mineral Aggregate) 18.27%, Marshall Quotient (MQ) 316 Kg / mm still meet the requirements of technical specifications. These results show that Barito river sand qualifies as a fine aggregate-added ingredient for HRS-Base blends.

Keywords: barito river sand, added materials, smooth aggregates, HRS-base

Abstrak

Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur jalan, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan bahan dasar konstruksi. Untuk mengatasi hal tersebut kita dituntut untuk mencari sumberdaya mate-rial lain, dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia didekat lokasi pekerjaan. Dengan meman-faatkan bahan material yang tersedia seperti pasir sungai Barito sebagai bahan tambah agregat halus pada campuran Hot Rolled Sheet (HRS) Base yang mempunyai gradasi senjang, diharapkan dapat mengatasi ketersediaan material dan memberi keuntungan dari segi waktu dan biaya pelaksanaan dalam pembangu-nan Paket Peningkatan Jalan Lingkar Luar Muara Teweh dengan tetap mengacu kepada spesifikasi teknis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik campuran HRS-Base menggunakan pasir sun-gai Barito sebagai bahan tambah agregat halus untuk memperoleh komposisi campuran kadar aspal opti-mum yang memenuhi syarat spesifikasi teknis. Prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah melakukan pengujian material agregat, pasir sungai Barito, aspal dan campuran HRS-Base sesuai dengan parameter yang disyaratkan spesifikasi teknis. Hasil pengujian didapat proporsi gradasi agregat gabungan adalah : agregat kasar 23%, agregat sedang 25%, abu batu 41%, pasir sungai Barito 10% dan filler 1% dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0%, 6,5 dan 7,0%. Dari pengujian Marshall di dapat kadar aspal optimum 6,375%, kadar aspal efektif 6%, penyerapan aspal 0,424%, kepadatan (Den-sity) 2,299 gr/cm3, stabilitas 1.030 kg, kelelehan (Flow) 3,29 mm, rongga terisi aspal (Void Filled Bitumen) 73%, rongga di dalam campuran (Void In Mix) 4,9%, rongga dalam agregat (Void In Mineral Agregat) 18,27%, Marshall Quotient (MQ) 316 Kg/mm masih memenuhi persyaratan spesifikasi teknis. Hasil ini menunjukan pasir sungai Barito memenuhi syarat sebagai bahan tambah agregat halus untuk campuran HRS-Base.

Kata Kunci: pasir sungai barito, bahan tambah, agregat halus, HRS-base

Page 94: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 90

Lampiran

STUDI ALTERNATIF PENGELOLAAN BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SAMPEAN HILIR,

PROVINSI JAWA TIMUR

Yosi Darmawan Arifianto

Pengadministrasi UmumBalai Diklat Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah VI Surabaya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatEmail: [email protected]

Abstract

The biggest flood in the Sampean Watershed in February 2008 showed that the Sampean Watershed condition suffered severe degraded. The flood events that occur and the identification of the increasingly high level of Sampean watershed, the background of the need for a flood management study in the Sampean watershed, in order to anticipate and minimize losses due to similar floods and to maintain and conserve existing natural resources. To overcome the flood is needed flood management efforts, one of which by increasing the capacity of the river. In flood management it is necessary to calculate the design flood discharge, which in this study uses Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, and Q100 years. The design flood discharges are then simulated along with river cross section data into HEC-RAS 3.1.3 software. Modeling results with HEC-RAS 3.1.3 show that the Sampean River is inadequate in accommodating the discharge from Q2 of 1435 m3/sec, especially in the downstream section. In this study, flood management efforts are focused on Dam of Sampean Lama until the estuary is the largest flood-affected area. Historical flood debit of 2008 at Dam of Sampean Baru Waterfall 2012.96 m3/sec is a Q 25-year flood. The proposed flood handling design was designed with a Q 50 year of 2442.36 m3/sec with regard to the high tide seawater factor of High Water Level (HWL) +2.43 m.

Keywords: flood management, sampean watershed, natural resources, river, historical flood

Abstrak

Kejadian banjir terbesar di DAS Sampean pada bulan Februari 2008 menunjukkan bahwa kondisi DAS Sampean mengalami degradasi yang parah. Peristiwa banjir yang terjadi serta identifikasi semakin tingginya tingkat kekritisan DAS Sampean, melatar belakangi perlunya dilakukan kajian pengelolaan banjir di DAS Sampean, dengan tujuan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi kerugian akibat banjir serupa serta untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam yang ada. Untuk mengatasi kejadian banjir tersebut diperlukan upaya pengelolaan banjir, salah satunya dengan cara peningkatan kapasitas sungai. Dalam pengelolaan banjir tersebut perlu dihitung debit banjir rancangan, dimana dalam studi ini menggunakan Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, dan Q100 tahun. Nilai debit banjir rancangan kemudian disimulasikan bersama dengan data penampang sungai kedalam software HEC-RAS 3.1.3. Hasil permodelan dengan HEC-RAS 3.1.3 menunjukkan bahwa Kali Sampean mengalami ketidakcukupan dalam menampung debit mulai kala ulang Q2 th yaitu sebesar 1435 m3/dt, terutama pada penampang sungai bagian hilir / muara. Dalam penelitian ini upaya pengelolaan banjir dititikberatkan pada ruas bendung sampean lama sampai muara yang merupakan daerah yang terkena dampak banjir paling besar. Debit banjir historis tahun 2008 pada Outlet DAS Bendung Sampean Baru 2012.96 m3/det merupakan banjir pada kala ulang 25 tahun. Usulan desain penanganan banjir penelitian ini didesain dengan menggunakan banjir kala ulang 50 tahun yaitu sebesar 2442.36 m3/det dengan mempertimbangkan faktor tinggi pasang surut air laut HWL +2,43 m.

Kata Kunci: pengelolaan banjir, das sampean, sumberdaya alam, sungai, banjir historis

Page 95: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 91

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

PEDOMAN PENULISAN JURNAL INFRASTRUKTUR

JUDUL ARTIKEL

(HURUF KAPITAL, Verdana, 12 pt, bold, centered, tidak lebih dari 12 kata)(satu baris spasi kosong, 12 point font)

Penulis Pertama1), Penulis Kedua2), dst (Verdana, 10 pt, bold, centered, dengan gelar)

(satu baris spasi kosong, 10 point font)

1Institusi (Verdana, 10 pt)2Institusi (Verdana, 10 pt)

E-mail: [email protected] (Verdana, 10 pt)(satu baris spasi kosong, 10 point font)

Abstract (Verdana, 9 pt, bold, at most 200 words)

(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstract should be written in English. The abstract is written with Verdana size 9, and single spacing. The abstract should summarize the content of the paper, including problems, the aim of the research, research method, and the results, and the conclusions of the paper. It should not contain any references or displayed equations. The abstract should be no more than 200 words.

(satu baris spasi kosong, 9 point font)Keywords: up to 5 keywords in English (Verdana, 9 pt, italics)

(dua baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak (Verdana, 9 pt, bold)

(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak dalam Bahasa Indonesia. Ditulis dengan font Verdana size 9 dan single spacing. Abstrak harus merangkum isi makalah, termasuk permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil, dan kesimpulan dari makalah. Abstrak tidak mengandung referensi dan/atau persamaan.Tidak boleh lebih dari 200 kata.

(satu baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)

Kata Kunci: terdiri dari 5 kata kunci (Verdana, 9 pt, italics)(dua baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)

1. PENDAHULUAN

Template ini digunakan sebagai pedoman penulisan Jurnal Infrastruktur di Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional Badan Pengembangan Sumbar Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Artikel harus memuat Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode penelitian, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, serta Daftar Pustaka. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia menggunakan jenis huruf Verdana, font size 9, spasi 1.5, rata kiri kanan, margin kiri – kanan – atas – bawah masing-masing 3 cm, menggunakan kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm). Panjang naskah 8 – 12 halaman, termasuk gambar dan tabel. Bagian pendahuluan meliputi: latar belakang, rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dan tujuan penelitian. Penulisan bagian-bagian dari pendahuluan ini tanpa menggunakan subbab/subjudul. Sumber referensi berasal dari sumber-sumber primer (jurnal) terbitan 5 tahun terakhir. Sumber acuan yang dicantumkan di awal kalimat ditulis menggunakan sistem Nama (tahun), sedangkan bila dicantumkan di akhir kalimat menggunakan sistem (Nama, tahun). Kutipan langsung lebih dari 3 baris, ditulis menggunakan spasi 1, indentasi kiri-kanan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan topik/ masalah yang dibahas (dapat berupa definisi), yang digunakan untuk menjawab masalah yang dibahas. Tinjauan Pustaka tidak sekedar berisi kutipan dari berbagai sumber, tetapi harus ditarik benang merahnya sehingga penulis mempunyai kesimpulan sendiri. Dalam Tinjauan Pustaka, dapat disertakan hipotesis yaitu jawaban sementara atas masalah yang dibahas (jika diperlukan).

3. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian setidak-tidaknya menguraikan pendekatan yang digunakan dalam penelitian, populasi dan sampel penelitian, menjelaskan definisi operasional variabel beserta alat pengukuran data atau cara mengumpulkan data, dan metode analisis data.

Apabila alat pengukuran data menggunakan kuesioner, maka perlu dicantumkan hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Cara penyajian pada bagian ini dapat dilakukan: 1) pembahasan terpisah dari hasil atau 2) pembahasan menyatu dengan penyajian hasil. Hasil yang dimaksud adalah rangkuman hasil-hasil analisis data, bukan hasil penelitian dalam bentuk data mentah. Hasil analisis data dari software pengolah data statistik, disajikan dengan mengetik ulang dalam tabel yang disesuaikan dengan kebutuhan, bukan dengan cara meng-copy output hasil analisis. Contoh penyajian data dalam bentuk tabel seperti Tabel 1. (Lampiran tidak diperbolehkan ada dalam jurnal ini. Jika ada lampiran, mohon disertakan ke dalam Hasil dan Pembahasan)

Page 96: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

Vol. 3 No. 02 Desember 2017

JURNAL INFRASTRUKTUR1 - 92

Lampiran

Tabel 1. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Sumber: Data sekunder yang diolah, Tahun 2015

Contoh penyajian data dalam bentuk gambar, grafik dan sejenisnya seperti pada Gambar 1 (resolusi minimal 150 dpi).

Gambar 1. Hasil Uji Structural Equation Model (SEM) Sumber: Data primer yang diolah, 2015

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan merupakan ringkasan atas temuan penelitian dan implikasinya. Saran diberikan untuk pengembangan dan penelitian lanjutan.

Saran dibuat berdasarkan kelemahan, pengalaman, kesulitan, kesalahan, temuan baru yang belum pernah dibahas dan berbagai kemungkinan arah pembahasan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka merupakan bagian akhir dari makalah, ditulis dalam urutan alfabetis mengikuti APA Style (http://www.apastyle.org/). Susunannya memuat: nama penulis, tahun publikasi, judul paper atau textbook, nama jurnal atau penerbit, dan halaman. Berikut ini beberapa contoh cara penulisan daftar pustaka menurut APA Style.

Daftar Pustaka : Berdasarkan Jumlah Penulis

Jika ada 2 (dua) Orang Penulis.Wegener, D. T., & Petty, R. E. (1994). Mood management across affective states: The hedonic contingency

hypothesis. Journal of Personality & Social Psychology, 66, 1034-1048.

Jika ada 3 (tiga) sampai 7 (tujuh) Orang Penulis.Kernis, M. H., Cornell, D. P., Sun, C. R., Berry, A., Harlow, T., & Bach, J. S. (1993). There’s more to self-esteem

than whether it is high or low: The importance of stability of self-esteem. Journal of Personality and Social Psychology, 65, 1190-1204.

Jika ada lebih dari 7 (tujuh) Orang Penulis.Miller, F. H., Choi, M. J., Angeli, L. L., Harland, A. A., Stamos, J. A., Thomas, S. T., . . . Rubin, L. H. (2009). Web

site usability for the blind and low-vision user. Technical Communication 57, 323-335.

Jika Organisasi sebagai Penulis.American Psychological Association. (2003).

Jika Penulis tidak diketahui.Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.).(1993). Springfield, MA: Merriam-Webster.

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama.Berndt, T. J. (1981).Berndt, T. J. (1999).Berndt, T. J. (1999). Friends’ influence on students’ adjustment to school. Educational Psychologist, 34, 15-28.

Page 97: p-ISSN 2527-497X e-ISSN 2580-4448 JURNAL …bpsdm.pu.go.id/jurnal/wp-content/uploads/2018/01/Isi_Edit.pdf · perubahan ruang lingkup, ... Berdasarkan data berita acara mutual check

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 93

Vol. 3 No. 02 Desember 2017Lampiran

Berndt, T. J., & Keefe, K. (1995). Friends’ influence on adolescents’ adjustment to school. Child Development, 66, 1312-1329.

Wegener, D. T., Kerr, N. L., Fleming, M. A., & Petty, R. E. (2000). Flexible corrections of juror judgments: Implications for jury instructions. Psychology, Public Policy, & Law, 6, 629-654.

Wegener, D. T., Petty, R. E., & Klein, D. J. (1994). Effects of mood on high elaboration attitude change: The mediating role of likelihood judgments. European Journal of Social Psychology, 24, 25-43.

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama di tahun yang sama.Berndt, T. J. (1981a). Age changes and changes over time in prosocial intentions and behavior between

friends. Developmental Psychology, 17, 408-416.Berndt, T. J. (1981b). Effects of friendship on prosocial intentions and behavior. Child Development, 52, 636-

643.

Jika pustaka diambil dari Pendahuluan, Kata Pengantar, Dan Penutup.Funk, R., & Kolln, M. (1998). Introduction. In E.W. Ludlow (Ed.), Understanding English Grammar (pp. 1-2).

Needham, MA: Allyn and Bacon.Daftar Pustaka : Artikel dalam Periodik

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Volume.Harlow, H. F. (1983). Fundamentals for preparing psychology journal articles. Journal of Comparative and

Physiological Psychology, 55, 893-896.

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Terbitan.Scruton, R. (1996). The eclipse of listening. The New Criterion, 15(30), 5-13.

Artikel dalam Majalah.Henry, W. A. (1990, April 9). Making the grade in today’s schools. Time, 135, 28-31.

Artikel dalam Koran.Schultz, S. (2005, December 28). Calls made to strengthen state energy policies. The Country Today, pp. 1A,

2A.

ReviewBaumeister, R. F. (1993). Exposing the self-knowledge myth [Review of the book The self-knower: A hero

under control ]. Contemporary Psychology, 38, 466-467.Daftar Pustaka : Sumber-Sumber lain

Ensiklopedia.Bergmann, P. G. (1993). Relativity. In The new encyclopedia britannica (Vol. 26, pp. 501-508). Chicago:

Encyclopedia Britannica.

Abstrak dalam Disertasi.Yoshida, Y. (2001). Essays in urban transportation (Doctoral dissertation, Boston College, 2001). Dissertation

Abstracts International, 62, 7741A.

Dokumen Pemerintahan.National Institute of Mental Health. (1990). Clinical training in serious mental illness (DHHS Publication No.

ADM 90-1679). Washington, DC: U.S. Government Printing Office.

Prosiding Seminar.Schnase, J. L., & Cunnius, E. L. (Eds.). (1995). Proceedings from CSCL ‘95: The First International Conference

on Computer Support for Collaborative Learning. Mahwah, NJ: Erlbaum.Daftar Pustaka : Sumber Non-Cetak lain

Interview, Email, dan Komunikasi Personal.(E. Junaedi, Interview, 4 January 4, 2008).A. Herman mengklarifikasi terkait kesalahan dalam pembangunan Jalan Tol di Gresik (Interview, 10

Desember, 2008).