volume 1 nomor 1 januari 2017 - journal.fisika.or.id

34
ISSN 2548-9011 http://journal.fisika.or.id/rf Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 Risalah Fisika Vol. 1 No. 1 Halaman 1 - 27 Yogyakarta, Januari 2017 ISSN 2548-9011

Upload: others

Post on 04-Apr-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

ISSN 2548-9011

http://journal.fisika.or.id/rf

Volume 1

Nomor 1

Januari 2017

Risalah Fisika Vol. 1 No. 1 Halaman 1 - 27 Yogyakarta, Januari 2017 ISSN 2548-9011

Page 2: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

ISSN 2548-9011 http://journal.fisika.or.id/rf

mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam bidang fisika teori, fisika terapan, dan pendidikan fisika

EDITOR KETUA

Dr. Pramudita Anggraita, Himpunan Fisika Indonesia

EDITOR

Anto Sulaksono, Fisika Bintang dan Struktur Nuklir, Universitas Indonesia

L.T. Handoko, Fisika Partikel Teori, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Nazli Ismail, Fisika Bumi, Universitas Syiah Kuala

Ni Nyoman Rupiasih, Biofisika dan Polimer, Universitas Udayana

Terry Mart, Fisika Nuklir dan Partikel Teori, Universitas Indonesia

Santoso Soekirno, Fisika Instrumentasi, Universitas Indonesia

MITRA BESTARI

Ariadne L. Juwono, Fisika Material, Universitas Indonesia

Bambang Heru Iswanto, Fisika Komputasi, Universitas Negeri Jakarta

Budhy Kurniawan, Fisika Material, Universitas Indonesia

Esmar Budi, Fisika Material, Universitas Negeri Jakarta

Mirza Satriawan, Fisika Partikel Teori, Universitas Gadjah Mada

Yetty Supriyati, , Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta

ADMINISTRASI

Dewita

Frida Iswinning Dyah

Idrus Abdul Kudus

Sumadi

Penerbit:

Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Komplek Batan Indah Blok L No 48 Serpong Tangerang 15314, Banten Indonesia

Phone: +62-21-7561609

Fax: +62-21-7561609

E-mail: [email protected]

Page 3: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Pengantar Redaksi i

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017)

ISSN 2548-9011

PENGANTAR REDAKSI

Risalah Fisika (RF) merupakan kelanjutan dari Jurnal Fisika Himpunan Fisika

Indonesia sebagai jurnal resmi yang diterbitkan oleh Himpunan Fisika Indonesia (HFI)

sejak tahun 1992-2001 dalam bentuk cetak dan kemudian secara on-line hingga tahun

2011 dengan ISSN 0854-3046 dan Akreditasi Nomor 242/Akred-LIPI/P2MBI/

05/2010. Jurnal terbit secara berkala enam bulanan (Juni dan Desember).

Dalam pertemuan HFI di Denpasar pada tanggal 16 Oktober 2014 diputuskan

untuk melanjutkan penerbitan secara on-line dengan nama baru yaitu Risalah Fisika,

tanpa penyebutan Himpunan Fisika Indonesia untuk menghindari pengulangan kata

fisika. Selain Risalah Fisika juga direncanakan penerbitan Journal of the Indonesian

Physical Society (JIPS) dalam bahasa Inggris, sebagai kelanjutan dari Physics Journal

of the Indonesian Physical Society yang pernah diterbitkan sebelumnya dalam bentuk

cetak 1996-2001 dengan ISSN 1410-8860.

Penyiapan situs, editor, mitra bestari, dan permintaan makalah (paper call) baru

dapat dilakukan pada pertengahan 2016. Makalah-makalah yang diterbitkan dalam

Risalah Fisika nomor pertama ini (Volume 1, Nomor 1, Januari 2017) masuk dan

diterima untuk diterbitkan antara Juni hingga Desember 2016, terdiri dari 5 makalah-

makalah di bidang fisika teori, material, pendidikan, dan instrumentasi. Penerbitan

lebih dari 5 makalah tiap nomor akan dipertimbangkan jika cukup banyak makalah

yang masuk dan dapat diterima untuk diterbitkan.

Penerbitan Risalah Fisika nomor berikutnya (Volume 1, Nomor 2) direncanakan

pada bulan Juli 2017. Segenap Editor Jurnal Fisika mengundang komunitas fisika

untuk aktif berpartisipasi mengirimkan naskah ke situs http://journal.fisika.or.id/rf

(bahasa Indonesia) maupun http://journal.fisika.or.id/jips (bahasa Inggris).

Ketua Redaksi

Page 4: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

ii Pengantar Redaksi

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 20

ISSN

Page 5: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4

ISSN 2548-9011

1

Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-

Skalar (masuk/received 4 Juni 2016, diterima/accepted 28 Juni 2016)) Neutrino Mass Generation in Spinor-Scalar Correspondence Model

Albertus Hariwangsa Panuluh*, Mirza Satriawan** *Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Kampus III USD, Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282

[email protected]

**Departemen Fisika, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Sekip Utara Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Abstrak – Model pengembangan dari model standar dengan prinsip korespondensi spinor-skalar telah dibangun.

Diperkenalkan enam buah medan skalar baru sebagai partikel korespondensi bagi spinor model standar. Berbagai

eksperimen telah menunjukkan adanya osilasi neutrino, dan hal ini dapat terjadi jika neutrino memiliki massa. Oleh

karena itu, setiap model pengembangan model standar harus mampu menjelaskan massa neutrino. Massa neutrino

dalam model korespondensi spinor-skalar dapat dibangkitkan dengan menggunakan mekanisme seesaw dan dapat

memiliki nilai massa yang sangat kecil.

Kata kunci: model standar, massa neutrino, supersimetri, mekanisme seesaw

Abstract – We have build an extension of standard model base on the spinor-scalar correspondence principle. Six new

scalar fields have been introduced as the corresponding particles for the spinors in the standard model. Many

experiments have indicated that neutrinos is oscillating, which can happen only if neutrinos have masses. Thus every

extension of the standard model has to be able to explain the neutrino mass. Neutrino mass in the spinor-scalar

correspondence model can be generated using seesaw mechanism, and can have a very small value.

Key words: standard model, neutrino mass, supersymmetry, seesaw mechanism

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, fisika partikel

juga telah mengalami perkembangan. Keberhasilan tim

CMS dan ATLAS di LHC mendeteksi partikel boson

Higgs merupakan salah satu pencapaian besar fisikawan

partikel pada era ini [1]. Terdapat empat jenis interaksi di

alam semesta, yaitu interaksi kuat, lemah, elektromag-

netika, dan gravitasi. Model standar (MS) fisika partikel

berhasil menjelaskan tiga jenis interaksi (kecuali

gravitasi). Di dalam MS hanya ada satu partikel skalar

yaitu boson Higgs yang berperan untuk membangkitkan

massa partikel-partikel dalam MS.

MS dikatakan belum lengkap karena tidak mampu

menjelaskan beberapa hal di antaranya: osilasi neutrino

[2], masalah hierarki [3], ketaksimetrian barion di alam

semesta [4], dan keberadaan materi gelap [5]. Oleh

karena itu para fisikawan partikel masih berupaya untuk

memperluas MS.

Salah satu model pengembangan MS yang mampu

menyelesaikan masalah hierarki adalah supersimetri

(SUSY) [6]. Supersimetri adalah suatu simetri antara

boson dan fermion. Model pengembangan supersimetrik

untuk MS disebut Model Standar Supersimetrik Minimal

(MSSM) di mana setiap partikel dalam model standar

memiliki pasangan-super (superpartner) nya, yaitu setiap

boson memiliki pasangan fermion dan setiap fermion

memiliki pasangan boson. Selain masalah hierarki, pada

perkembangannya terkini SUSY mampu menjelaskan

banyak hal di antaranya: momen magnet muon, penyatu-

an kopling ketiga interaksi pada energi tinggi (Grand

Unified Theory), dan partikel SUSY yang paling ringan

(Lightest Supersymmetric Particle) diduga mampu

menjadi kandidat materi gelap [7].

Banyak masalah dalam MS yang dapat dijelaskan

menggunakan SUSY. Namun partikel SUSY yang paling

ringan, yaitu neutralino, belum ditemukan, maka boleh

diduga neutralino dan semua gaugino sebenarnya tidak

ada di alam. Ini berarti aljabar SUSY harus dirombak

agar tidak menyertakan sektor medan tera. Tetapi

merombak aljabar SUSY agar tidak menyertakan sektor

tera bukanlah hal yang mudah, dan hingga saat ini belum

dapat diwujudkan. Akan tetapi ide menggunakan simetri

SUSY hanya pada sektor skalar dan spinor tanpa sektor

tera dapat direalisir dengan sederhana, yaitu berupa

korespondensi antara spinor dan skalar. Kami telah

mengusulkan model Korespondensi Spinor Skalar (KSS)

di pustaka [8]. Pada model ini untuk setiap partikel spinor

dengan bilangan kuantum tera tertentu terdapat partikel

skalar korespondensinya dengan bilangan kuantum tera

yang sama, demikian pula sebaliknya, sedangkan untuk

sektor medan tera tidak memiliki pasangan kores-

pondensi. Konsekuensi dibangunnya model KSS adalah

adanya peluruhan nukleon (proton dan neutron) yang

tidak terdeteksi dalam MS, serta adanya partikel

leptoquark yang melanggar bilangan lepton dan barion

[8]. Status terakhir terkait dengan peluruhan nukleon dari

kolaborasi Sudbury Neutrino Observatory (SNO)

diperoleh nilai batas bawah untuk waktu hidup nukleon

adalah 292 10inv tahun [9].

Page 6: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4

ISSN 2548-9011

2

Neutrino merupakan partikel yang masih misterius

hingga saat ini. Awalnya diperkenalkan oleh Pauli pada

tahun 1930 sebagai sebuah partikel yang membawa

energi yang hilang pada peluruhan beta. Dalam MS,

hanya ada neutrino kidal. Beberapa model pengembangan

MS memperkenalkan singlet neutrino tak-kidal. Model

KSS juga memperkenalkan singlet neutrino tak-kidal.

Selain itu, dahulu diduga neutrino tidak bermassa.

Namun hasil eksperimen yang dilakukan oleh SNO,

Super Kamiokande, dan beberapa detektor neutrino lain

menunjukkan bahwa neutrino yang berasal dari matahari

mengalami osilasi (berubah flavor) [10]. Peristiwa osilasi

neutrino hanya dapat berlangsung jika neutrino memiliki

massa.

Atas dasar fakta ini, neutrino pada semua model

pengembangan MS harus mampu menjelaskan massa

neutrino. Dalam penelitian ini akan diteliti pembangkitan

massa neutrino.

II. MODEL KSS

Model KSS merupakan pengembangan dari MS dengan

memperkenalkan enam buah medan skalar yang masing-

masing medan skalar merupakan pasangan dari medan

spinor yang ada di MS ditambah dengan neutrino tak-

kidal. Tabel 1 menunjukkan isi partikel dalam model

KSS, dengan e

L

L

le

adalah dublet lepton (2)LSU

dan L

L

uq

d

adalah dublet quark.

Bentuk potensial skalar dalam model KSS paling

umum yang invarian terhadap transformasi tera SM dan

melibatkan semua medan skalar dalam model KSS adalah

sebagai berikut [8] 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1 2 3 4 5| | | | | | | | | |V

2 2 4 4 4 4

6 1 2 3 4| | | | | | | | | |

4 4 2 2 2 2

5 6 21| | | | | | | | | | | |

2 2 2 2 2 2

3 4 5| | | | | | | | | | | |

2 2 2 2 2 2

1 2 3| | | | | | | | | | | |

2 2 2 2 2 2

4 21| | | | | | | | | | | |

2 2 2 2 2 2

3 1 2| | | | | | | | | | | |

2 2 † †

1 2| | | | ( ) ( )

† †

3 4( ) ( ) (1)

dengan simbol Yunani selain medan partikel (μ1,....,δ4)

adalah tetapan.

Supaya foton dan gluon tidak bermassa setelah

mengalami perusakan simetri secara spontan

(spontaneous symmetry breaking), maka hanya medan

skalar yang memiliki muatan elektromagnetik neutral

Tabel 1. Medan spinor dan medan skalar disertai dimensi

wakilan dan bilangan kuantum dalam model KSS.

Medan

Spinor

Medan

Skalar (3) (2) (1)C L YSU SU U

Ll 1,2,-1

Re 1,1,-2

R 1,1,0

Rd 3,1,-2/3

Lq 3,2,1/3

Ru 3,1,4/3

yaitu dan yang boleh mempunyai nilai harap vakum

(Vacuum Expectation Value, VEV) yang tak nol. Bentuk

VEV bagi medan dan ditunjukkan dalam persamaan

1

02

, (2)

dengan dan

adalah VEV bagi medan skalar

dan . Dengan melakukan substitusi persamaan (2) ke

persamaan (1), diperoleh nilai potensial skalar pada

keadaan dasar/vakum setelah perusakan simetri secara

spontan

2 2 2 2 4 4 2 2

1 3 1 3 2

1 1 1

2 4 2V . (3)

Dari persamaan (3) dapat diperoleh nilai minimum

dari potensial skalar dan dapat diperoleh nilai VEV bagi

masing-masing medan skalar

2 2

2 3 1 3

2 3 1

2 4

4

,

2 2

2 1 3 1

2

2 3 1

2

4

. (4)

III. PEMBANGKITAN MASSA

A. Massa Partikel Skalar

Untuk membangkitkan massa keenam partikel skalar

dalam model KSS maka dilakukan ekspansi di sekitar

VEV setiap medan skalar. Bentuk ekspansinya

ditunjukkan sebagai

1, ,

02

hh h

1

2

, ,h

h hh

. (5)

Page 7: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4

ISSN 2548-9011

3

Dari bilangan kuantum serta dimensi wakilan grup

teranya, tidak lain adalah medan Higgs SM (yang

terotasi) sehingga nilai

tak lain adalah nilai VEV

untuk partikel Higgs MS yaitu 246 GeV [11]. Persamaan

(5), disubstitusi ke persamaan (1), kemudian setelah

dilakukan penjabaran dan suku campuran diabaikan,

maka massa bagi keenam medan skalar

2

12m

,

2

38m

,

2 2 2

1 1 2

1

2m

,

2 2 2

3 1 4

1

2m

,

2 2 2

4 2 5

1 1 1

4 2 2m

,

2 2 2

5 3 6

1

2m

. (6)

B. Lagrangian Yukawa dan massa elektron, up dan down

quark

Massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d)

dapat dibangkitkan dengan membangun Lagrangian

Yukawa yang paling umum dalam model KSS. Bagian

lagrangian Yukawa, setelah perusakan simetri spontan

yang akan memberikan massa fermion adalah

( ) ( ) ( )c c c

v L R l R R R R d R RG l G e G G d

L

q L R u R qu L R

c

RG q G u G q u

c c c

qd L R e L R ul R RG q d G l e G u e

c c c c

l d L R ql L L d u R RG l d G q l G d u

.c c c c c

R R qq L ld L L LG d d G q q G l l h c (7)

dengan berbagai koefisien G adalah tetapan kopling

interaksi Yukawa, yang secara umum harus berupa

matriks untuk menampung informasi tentang ketiga

generasi fermion.

Persamaan (7) memuat suku yang dapat membangkit-

kan massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d)

yaitu suku c

e L RG l e ,

q u L RG q u dan

c

q d L RG q d berturut-

turut. Dari ketiga suku tersebut diperoleh

1

2e e

m G

,

1

2u q u

m G

,

1

2d q d

m G

. (8)

yakni massa elektron (e), up quark (u), dan down quark

(d).

IV. PEMBANGKITAN MASSA NEUTRINO

Terdapat beberapa cara untuk membangkitkan massa

neutrino, salah satunya adalah mekanisme seesaw tipe-1

[12]. Suku lagrangian untuk mekanisme seesaw secara

umum adalah

2

c

R L R R

Mf . (9)

Dari persamaan (7) dapat diperoleh bentuk Lagrangian

yang memuat suku yang sama seperti persamaan (9) di

atas, yaitu

. .c

L R R RG G h c

L (10)

Kemudian setelah medan skalar dan memperoleh

VEV masing-masing

dan

, maka persamaan (10)

menjadi

c

L R R RG G

L (11)

yang diagram Feynman-nya ditunjukan pada Gambar (1).

Dengan membandingkan persamaan (11) dengan persa-

maan (9), maka diperoleh 2M G

dan f G

.

Gambar 1. Diagram Feynman mekanisme seesaw pembang-

kitan massa neutrino

Massa neutrino dapat diperoleh dengan cara

melakukan diagonalisasi matriks massa neutrino dari

persamaan (11)

0 m

m M

(12)

dengan m G

adalah massa Dirac. Maka massa

neutrino dalam model KSS adalah

2m

mM

, (13)

yang dapat bernilai sangat kecil jika 2

M m . Karena

semua kopling konstan di persamaan (7) tidak berdimensi

maka dengan alasan kealamian (naturalness) nilainya

semestinya berorde satu, sehingga di sini diasumsikan

bahwa semua kopling konstan di persamaan (7) berorde

satu, maka vϕ2/vη ≈ 10

-9 GeV. Dengan memasukkan nilai

vϕ = 246 GeV, maka dapat diperkirakan nilai νη ≈ 6,05

× 1013

GeV yang tidak lain sebanding dengan massa M.

Mekanisme yang telah dideskripsikan tersebut tidak

Page 8: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4

ISSN 2548-9011

4

berbeda jauh dengan mekanisme seesaw tipe-1 di pustaka

[13]. Perbedaannya di sini nilai M berasal dari VEV

medan skalar η.

Hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah

matriks campuran neutrino dalam model KSS. Isu lain

yang dapat untuk diteliti adalah masalah ketidaksimetrian

barion di alam semesta. Salah satu cara untuk

menyelesaikan masalah tersebut adalah leptogenesis yang

dihasilkan melalui peluruhan neutrino singlet.

VI. KESIMPULAN

Model korespondensi spinor-skalar (KSS) merupakan

salah satu model yang dapat menjadi alternatif lain dari

SUSY yang tidak mengharuskan adanya gaugino. Dalam

model ini massa neutrino dapat dibangkitkan

menggunakan mekanisme seesaw dan massa neutrino

memiliki nilai m2/M dan akan bernilai sangat kecil jika M

>> m2.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas

Sanata Dharma dan Program Studi Fisika, FMIPA

Universitas Gadjah Mada atas segala bentuk

dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini.

PUSTAKA

[1] The ATLAS Collaboration, Observation of a new particle

in the search for the Standard Model Higgs boson with the

ATLAS detector at the LHC, Physics Letter B, vol. 716,

Issue 1, 17 September 2012, pp. 1-29.

[2] A. Aguilar, et al., Evidence for Neutrino Oscillations from

the Observation of Electron Anti-neutrinos in a Muon

Anti-Neutrino Beam, Physical Review D, vol. 64, no.

112007, 13 November 2001.

[3] L. Susskind, Dynamics of spontaneous symmetry

breaking in the Weinberg-Salam theory, Physical Review

D, vol. 20, no. 2619, 15 Nopember 1979.

[4] S. Davidson, M. Losada, A. Riotto, A New perspective on

baryogenesis, Physical Review Letters, vol. 84, no. 4284,

8 Mei 2000.

[5] P. Gondolo, G. Gelmini, Compatibility of DAMA dark

matter detection with other searchers, Physical Review D,

vol. 71, no. 123520, 10 Juni 2005.

[6] J. Wess, B. Zumino, Super gauge transformation in four

dimensions, Nuclear Physics B, vol. 70, 1974, pp. 39-50.

[7] V. Berezinsky, A. Bottino, J. Ellis, N. Fornengo, G.

Mignola, S. Scopel, Neutralino dark matter in

supersymmetric models with non-universal scalar mass

terms, Astroparticle Physics, Vol. 5, 1-26, 1996.

[8] A. H. Panuluh, Istikomah, F. Fauzi, dan M. Satriawan,

Model Korespondensi Spinor-Skalar, Prosiding

Pertemuan Ilmiah XXIX HFI DIY & Jateng, April 2015,

pp. 119-123.

[9] S. N. Ahmed, et al., Constraints on Nucleon Decay via

Invisible Modes from the Sudbury Neutrino Observatory,

Physics Review Letter, Vol. 92, 2004.

[10] Y. Fukuda, et al., Evidence for Oscillation of

Atmospheric Neutrinos, Physics Review Letter, Vol. 81,

1998.

[11] K. A. Olive, et al., Review of Particle Physics, Chinese

Physics C, Vol. 38, 2014.

[12] M. Fukugita dan T. Yanagida, Physics of Neutrinos and

Applications to Astrophysics, Springer-Verlag, 2003.

[13] R. N. Mohapatra dan G. Senjanovic, Neutrino Mass and

Spontaneous Parity Nonconservation, Physics Review

Letter, Vol. 44, 1980.

Page 9: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan ...

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8

ISSN 2548-9011

5

Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil

Spectroscopy Ellipsometry Dengan Menggunakan Metode Matriks

Transfer (masuk/received 26 Juni 2016, diterima/accepted 31 Agustus 2016 )) Graphene Dielectric Constant Modeling of Spectroscopy Ellipsometry

Result Using Matrix Transfer Method

Thomas Aquino Ariasoca, Iman Santoso Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

[email protected]

Abstrak – Telah dilakukan pemodelan konstanta dielektrik graphene pada substrat SiC hasil spectroscopy

ellipsometry dengan menggunakan metode matriks transfer untuk melakukan perhitungan persamaan Fresnel dalam

pemodelan optik. Matriks transfer didefinisikan dalam perkalian matriks interface I dan matriks layer L yang

menunjukkan pengaruh dari lapisan permukaan dan badan dari suatu medium terhadap keseluruhan sistem. Pengaruh

kekasaran lapisan didefinisikan menggunakan pendekatan medium efektif. Pemodelan konstanta dielektrik kemudian

dilakukan dengan menggunakan inversi Newton-Raphson dari persamaan ellipsometry. Hasil dari penelitian

menunjukkan perhitungan dengan menggunakan metode matriks transfer dapat menghasilkan nilai yang sama dengan

perhitungan persamaan Fresnel biasa.

Kata kunci: matriks transfer, pemodelan optik, konstanta dielektrik, graphene, substrat SiC

Abstract – Modeling the dielectric constant of graphene on SiC substrate of spectroscopy ellipsometry result has been

done by using transfer matrix method to calculate the Fresnel equation in optical modeling. The transfer matrix is

defined by multiplication of interface matrix I and layer matrix L that show the effect of interface and body layer of a

medium to a system. The effect of surface roughness is defined by using effective medium approximation. Then modeling

of dielectric constant is done by using Newton-Raphson inversion method from ellipsometry equation. Result shows that

calculation using transfer matrix method gives same result as calculation of ordinary Fresnel equation.

Keywords: transfer matrix, optical modeling, dielectric constant, graphene, SiC substrate

I. PENDAHULUAN

Graphene adalah alotropi karbon yang berbentuk

lembaran heksagonal 2-dimensi [1]. Graphene pada

dasarnya adalah dasar pembentukan beberapa material

berbasis karbon seperti grafit. Graphene memiliki sifat

optik dan kelistrikan yang unik seperti transport elektron

balistik, efek kuantum Hall, dan tingkat transparansi

optik yang tinggi [2], sehingga banyak dilakukan kajian

untuk memanfaatkan keunikan sifat graphene tersebut ke

dalam pengembangan teknologi elektronik [2].

Salah satu bentuk graphene yang sering dikaji adalah

graphene epitaxial multilayer, yaitu graphene yang

terdiri dari beberapa lapisan graphene. Karena adanya

orientasi yang berbeda di antara lapisan yang terdekat

terhadap substrat, struktur pita graphene epitaxial

multilayer hampir identik dengan graphene monolayer

terisolasi. [3]

Pengkajian sifat optik Graphene seperti perhitungan

konstanta dielektrik, indeks bias, dan konduktivitas optik

dapat dilakukan dengan metode spectroscopy

ellipsometry karena sangat sensitif terhadap keberadaan

lapisan tipis pada orde 0,01 nm [4]. Perhitungan sifat

optik dari metode ellipsometry dapat dilakukan dengan

melakukan pemodelan optik. Untuk sistem banyak

lapisan, persamaan Fresnel yang diselesaikan dari

pemodelan optik akan semakin rumit, sehingga

diperlukan metode matriks transfer untuk mempermudah

perhitungan persamaan Fresnel tersebut. Dalam makalah

ini akan dikaji penggunaan matriks transfer dalam

menyelesaikan persamaan Fresnel yang muncul pada

permasalahan ekstraksi konstanta dielektrik material

graphene epitaxial multilayer.

II. LANDASAN TEORI

Dimisalkan suatu sistem optik dengan media linear,

homogen, dan isotropik dengan jumlah layer n dan

berada di antara medium 0 dan substrat n+1. Ketika

cahaya datang dari medium 0, sebagai akibat dari

transmisi dan refleksi cahaya pada medium, akan ada

cahaya yang datang dari substrat n+1, sehingga akan

terjadi medan planar yang merambat maju (+) dan medan

planar yang terpantul (-) dari gelombang cahaya yang

terjadi pada sistem optik tersebut.

Medan E untuk cahaya yang merambat menuju sistem

optik dengan layer n kemudian didefinisikan ke dalam

bentuk [5]

(1)

Page 10: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan.......

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8

ISSN 2548-9011

6

dengan z adalah koordinat perambatan gelombang planar.

Bila cahaya yang merambat dari medium 0 merambat

dalam koordinat z’ dan cahaya yang merambat dari

substrat dalam koordinat z”, serta koordinat z’ dan z”

saling pararel, maka berdasarkan sistem linear, E(z’) dan

E(z”) dapat direlasikan dalam sebuah matriks

transformasi [5]

(2)

dengan matriks S merupakan matriks hamburan yang

didefinisikan dalam perkalian matriks interface I dan

matriks layer L yang menunjukkan pengaruh dari lapisan

permukaan dan badan dari suatu medium terhadap

keseluruhan sistem, sehingga matriks S dapat ditulis

sebagai [5]

(3)

matriks interface I dan matriks layer L dapat

didefinisikan ke dalam bentuk matriks . Matriks I

sendiri didefinisikan oleh [5]

(4)

dengan adalah koefisien refleksi pada medium i dan j,

dan adalah koefisien transmisi pada medium i dan j.

Matriks dapat didefinisikan dalam [5]

(5)

dengan adalah beda fase yang terjadi pada medium j.

Metode matriks transfer kemudian diimplementasikan

ke dalam persamaan spectroscopy ellipsometry yang

dituliskan oleh persamaan [4]

(6)

dengan dan merupakan koefisien refleksi dari sistem

yang ditinjau. Nilai koefisien refleksi dapat dicari dengan

menggunakan persamaan Fresnel [4]

(7)

(8)

dengan dan adalah konstanta dielektrik pada

medium 0 dan 1, serta dan adalah sudut sinar yang

datang menuju medium medium 0 dan 1.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

Sistem optik yang diteliti adalah sistem graphene pada

susbtrat SiC dengan memperhitungkan efek kekasaran

lapisan interface yang dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan medium efektif [4]

(9)

Tetapan adalah konstanta dielektrik dari medium

efektif, konstanta dielektrik medium a, konstanta

dielektrik medium b, dan adalah rasio volume dari

medium a.

Pemodelan optik yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah untuk sistem bulk SiC, graphene pada SiC, dan

graphene pada SiC dengan efek interface. Pemodelan

optik yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pemodelan optik (a) SiC, (b) graphene di

atas SiC, dan (c) graphene di atas SiC

dengan 2 interface layer

Perhitungan koefisien Fresnel dilakukan dengan

menggunakan matriks transfer. Untuk sistem 3 layer

persamaan matriks hamburan dapat ditulis sebagai

(10)

(11)

sehingga koefisien refleksi total sistem dapat ditulis

dalam

(12)

dengan S11 dan S21 merupakan komponen dari matriks

hamburan .

Untuk sistem 5 layer, persamaan matriks hamburan

dapat ditulis sebagai

Page 11: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan ...

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8

ISSN 2548-9011

7

(13)

(14)

dan koefisien refleksi total sistem ditulis dalam

(15)

dengan S11 dan S21 merupakan komponen dari matriks

hamburan .

Kemudian metode Newton-Raphson digunakan untuk

menghitung nilai konstanta dielektrik [6]. Pertama-tama,

persamaan dibuat ke dalam bentuk

(16)

yang merupakan persamaan pembuat nol yang akar-

akarnya merupakan nilai persamaan dielektrik. Nilai

akar-akar tersebut kemudian dicari dengan menggunakan

persamaan Newton-Raphson

(17)

Algoritma perhitungan konstanta dielektrik tersebut dapat

dilihat pada Gambar 2, sedangkan data ellipsometry yang

digunakan untuk mengekstrak nilai konstanta dielektrik

diperoleh dari pengukuran ellipsometry dari grup

spektroskopi dari National University of Singapore

(NUS) [3]. Hasil perhitungan dengan matriks transfer untuk sistem

3 lapisan kemudian dibandingkan dengan hasil

perhitungan dengan menggunakan persamaan Fresnel

untuk sisten 3 layer yang ditunjukkan oleh

(18)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyelesaian dari persamaan (16) akan menghasilkan

nilai konstanta dielektrik yang merupakan bilangan

kompleks. Gambar 3 menunjukkan perbandingan nilai

konstanta dielektrik bagian real (garis sambung) dan

bagian imajiner (garis putus-putus) dari graphene di atas

substrat SiC dengan metode matriks transfer dan

persamaan Fresnel biasa.

Gambar 2. Diagram alir Algoritma Newton-Raphson.

Gambar 3. Perbandingan hasil perhitungan konstanta

dielektrik graphene di atas substrat SiC

dengan persamaan Fresnel biasa dan

metode matriks.

Terlihat bahwa perhitungan dengan menggunakan

metode matriks transfer menghasilkan nilai konstanta

dielektrik yang sama dengan perhitungan menggunakan

persamaan (18). Penggunaan matriks transfer selanjutnya

dapat digunakan untuk mempermudah perhitungan

koefisien refleksi untuk sistem banyak layer.

Hasil perhitungan konstanta dielektrik graphene pada

substrat SiC dengan memperhitungkan efek interface

dapat dilihat pada Gambar 4. Terlihat bahwa perubahan

ketebalan interface mempengaruhi nilai konstanta

dielektrik yang dihitung.

Page 12: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan.......

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8

ISSN 2548-9011

8

Gambar 4. Hasil perhitungan konstanta dielektrik

graphene di atas substrat SiC dengan

variasi (a) interface pertama, dan (b)

interface kedua.

Keberadaan interface pada pemodelan optik sistem

graphene pada substrat SiC membuat perubahan pada

nilai konstanta dielektrik jika dibandingkan dengan

pemodelan optik tanpa memperhitungkan keberadaan

interface. Namun keberadaan puncak serapan masih tetap

sama pada titik energi 4,5 eV. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang

menunjukkan bahwa puncak serapan dari graphene pada

substrat SiC terjadi pada energi 4,5 eV [3]. Keberadaan

puncak serapan tersebut diprediksi terjadi karena adanya

interaksi elektron-hole pada graphene [6]. Selain itu, hal

ini menunjukkan bahwa penggunaan metode matriks

transfer dalam perhitungan konstanta dielektrik dapat

digunakan untuk sistem optik banyak lapisan.

V. KESIMPULAN

Telah dilakukan perhitungan konstanta dielektrik

graphene pada substrat SiC dengan menggunakan metode

matriks transfer dalam pemodelan optik sistem

multilayer. Dari perhitungan, hasil perhitungan dengan

metode matriks transfer memiliki nilai yang sama dengan

perhitungan menggunakan metode Fresnel biasa. Pada

perhitungan sistem graphene pada susbtrat SiC dengan

memperhitungkan keberadaan interface, terjadi

perubahan pada nilai konstanta dielektrik, namun bentuk

kurva dan keberadaan puncak serapan pada titik 4,5 eV

tetap sama.

PUSTAKA

[1] Geim, A.K. and Novoselov, K.S., 2007. The rise of

graphene. Nature materials 6 (3), pp.183-191.

[2] Kravets, V.G., Grigorenko, A.N., Nair, R.R., Blake, P.,

Anissimova, S., Novoselov, K.S. and Geim, A.K., 2010.

Spectroscopic ellipsometry of graphene and an exciton-

shifted van Hove peak in absorption, Physical Review

B 81 (15), p.155413.

[3] Santoso, I., Wong, S.L., Yin, X., Gogoi, P.K., Asmara,

T.C., Huang, H., Chen, W., Wee, A.T. and Rusydi, A.,

2014. Optical and electronic structure of quasi-

freestanding multilayer graphene on the carbon face of

SiC. EPL (Europhysics Letters) 108 (3), p.37009. [4] Fujiwara, H., Spectroscopic Ellipsometry Principles and

Applications, John Wiley & Sons, Ltd, England. 2007.

[5] Azzam, R.M.A., and Bashara, N.M., Ellipsometry and

Polarized Light, North-Holland Publishing Company,

New York. 1977.

[6] Subama, E., Perhitungan Konstanta Dielektrik Graphene

Nanostructured Pada Substrat SiC dan SiO2/Si Hasil

Pengukuran Spectroscopy Ellipsometry Dengan

Menggunakan Metode Inversi Newton-Raphson, Thesis

master, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2015

Page 13: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

9

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14

ISSN 2548-9011

Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah

Pertama di Kota Palangka Raya (masuk/received 22 Juni 2016, diterima/accepted 10 November 2016)) A Study of Secondary School Understanding about Physical Science

Concepts in Palangka Raya

Theo Jhoni Hartanto* *Prodi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya, Jl. H. Timang, Palangka Raya 73112

[email protected]

Abstrak – Tujuan dari studi ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman siswa SMP di Kota Palangka Raya terhadap

konsep-konsep fisika. Konsep-konsep fisika yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah konsep gerak jatuh, arus

listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel penelitian

112 siswa kelas IX yang berasal dari tiga SMP di Kota Palangka Raya tahun 2015, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN

8. Pemahaman konsep siswa dianalisis dengan menggunakan certainty of response index (CRI). Berdasarkan hasil

analisis data diperoleh siswa yang paham konsep di SMPN 1 hanya sebesar 8,89%, siswa yang paham konsep di SMPN

6 dan SMPN 8 memperoleh persentase yang sama sebesar 11,49%. Berdasarkan temuan itu, dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar siswa di masing-masing sekolah sasaran penelitian ini masih memiliki pemahaman konsep yang rendah.

Banyak miskonsepsi yang ditemukan pada konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang.

Kata kunci: konsep fisika, gerak jatuh, berat dan massa, listrik arus searah, gelombang, gaya

Abstract – The purpose of this study was to describe the secondary school understanding about physical science

concepts in Palangka Raya. The physical science concepts consist of falling motion, electric current, force, weight and

mass, and the wave. One hundred and twelve Grade 9 students from 3 secondary schools across Palangka Raya

participated in the study. The students understanding was analyzed using certainty of response index (CRI). The finding

suggest that Grade 9 students from 3 secondary school in Palangka Raya had a poor understanding about physical

science concepts. The students who understand about physical science concepts on SMPN 1 Palangka Raya only

amounted to 8.89%, whereas on SMPN 6 and SMPN 8 Palangka Raya obtained the same percentage about 11.49%.

There are many misconceptions discovered in this study related to the concept of falling motion, electric current, force,

weight and mass, and wave.

Key words: physical science concepts, falling motion, mass and weight, direct current, wave, force

I. PENDAHULUAN

Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam

(IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam. Fisika

memiliki banyak konsep khas atau seringkali dinamakan

sebagai konsep fisika. Beberapa contoh konsep fisika itu

diantaranya adalah gerak, perambatan cahaya, pembiasan

cahaya, pemantulan cahaya, kalor, kalor jenis, tekanan,

kuat arus listrik, gaya, suhu, dan masih banyak lagi

konsep lainnya. Konsep-konsep ini dipelajari oleh siswa

di sekolah, baik SMP maupun SMA. Pemahaman

terhadap konsep fisika ini sangat penting bagi siswa,

khususnya siswa sekolah menengah pertama sebagai

bekal untuk mempelajari fisika di jenjang satuan

pendidikan yang lebih tinggi. Pemahaman yang benar dan

mendalam terhadap konsep akan memungkinkan siswa

itu menerapkan pemahamannya dalam berbagai

keperluan.

Pembelajaran IPA (khususnya yang berkaitan dengan

fisika) di sekolah seolah-olah hanya mengisi otak siswa

dengan berbagai materi ajar yang harus di hafal. Siswa

merasakan bahwa belajar IPA fisika adalah seperti belajar

mengingat rumus-rumus, memecahkan permasalahan

matematika, dan sebagian siswa meyakini bahwa fisika

tidak berhubungan dengan dunia nyata [1]. Siswa yang

belajar fisika tidak menemukan kemenarikan dari fisika

dan banyak diantara mereka melewati pelajaran fisika

tanpa memiliki pemahaman konseptual yang baik

mengenai fisika itu sendiri [2].

Pada pembelajaran IPA fisika di SMP, konsep-konsep

arus listrik searah, gerak, gaya, berat dan massa, serta

gelombang merupakan beberapa konsep yang diajarkan

di kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Guru mungkin

merasa bahwa konsep-konsep ini mudah dimengerti oleh

siswa, apalagi bila siswa dapat mengerjakan soal-soal

hitungan yang diberikan guru tentang konsep-konsep itu.

Tetapi, apakah benar bahwa mereka sudah mengerti

dengan benar terhadap konsep yang telah mereka

pelajari? Apakah mereka dapat memberikan jawaban

yang secara ilmiah dapat dibenarkan apabila mereka

diminta untuk memberikan jawaban tentang konsep-

konsep fisika itu?

Guru sangat jarang atau bahkan tidak pernah

melakukan pelacakan terhadap pemahaman konsep

Page 14: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

10 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14

ISSN 2548-9011

siswanya. Guru seolah “tidak peduli” apakah siswanya

sudah memahami konsep dengan benar atau bahkan

masih bertahan dengan konsepsi yang salah. Padahal,

mengetahui pemahaman konsep siswa merupakan hal

yang sangat penting bagi seorang guru untuk perbaikan

dan peningkatan kualitas pembelajarannya [3].

“Ketidakpedulian” guru seperti ini akan menyebabkan

pemahaman yang salah yang mungkin akan terbawa oleh

siswa sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini telah

dibuktikan oleh peneliti ketika mengampu Mata Kuliah

Fisika Dasar I, banyak mahasiswa tahun pertama yang

memiliki pemahaman yang salah terhadap konsep-konsep

fisika yang seharusnya sudah pernah mereka pelajari di

SMP atau SMA. Pemahaman yang salah ini seringkali

disebut miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan konsepsi

anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya

yang berbeda dengan konsepsi ilmiah; konsepsi yang

tidak cocok dengan konsepsi ilmuwan; pemahaman

terhadap ide, peristiwa, atau obyek yang berbeda dengan

pemahaman ilmiah [4-6]. Hasil ini kemungkinan besar

karena mahasiswa memperoleh pemahaman yang salah

dan bertahan sejak tingkat satuan pendidikan

sebelumnya. Pembelajaran yang tidak memperhatikan

miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya

akan menghasilkan pada rendahnya prestasi belajar siswa

[7,8].

Dalam tulisan ini akan ditunjukkan apa yang muncul

dari hasil tes yang berkaitan dengan pemahaman siswa

terhadap konsep-konsep fisika yang ada di sekolah

menengah, khususnya siswa dari beberapa SMP di Kota

Palangka Raya. Harapannya adalah hasil penelitian ini

akan memberikan gambaran pemahaman siswa terhadap

konsep IPA (fisika) di SMP untuk selanjutnya, dapat

memberikan dasar bagi guru (pengajar) dalam merancang

pembelajaran untuk mengurangi potensi miskonsepsi

pada siswa.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif.

Dalam penelitian ini tidak ada perlakuan yang diberikan

pada sampel penelitian [9]. Penelitian ini bertujuan untuk

untuk mendeskripsikan pemahaman siswa terhadap

konsep-konsep IPA (fisika) yang dipelajari di jenjang

SMP, khususnya di SMP Kota Palangka Raya.

Tes pemahaman konsep disusun dan dikembangkan

berdasarkan beberapa hasil penelitian dan referensi [5,

10,11,13,14]. Tes ini terdiri dari 6 butir soal dalam

bentuk certainty of response index (CRI). CRI terdiri dari

dua bagian, yaitu (1) pertanyaan dalam bentuk pilihan

ganda disertai alasan responden memilih pilihan jawaban

pada pertanyaan dan (2) keyakinan responden terhadap

pilihan jawaban jawaban [10,12]. Rubrik mengenai

paham konsep dengan metode CRI ini ditunjukkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Rubrik CRI untuk setiap jawaban.

No. Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi

1. Benar Benar 2,5 Paham

konsep

dengan baik

2. Benar Benar 2,5 Paham

konsep tetapi

kurang

percaya diri

dengan

jawabannya

3. Benar Salah 2,5 Miskonsepsi

4. Benar Salah 2,5 Tidak Paham

Konsep

5. Salah Benar 2,5 Miskonsepsi

6. Salah Benar 2,5 Tidak Paham

Konsep

7. Salah Salah 2,5 Miskonsepsi

8. Salah Salah 2,5 Tidak Paham

Konsep

Tes diberikan kepada beberapa sampel, yaitu siswa

kelas IX yang berjumlah 112 orang dari tiga SMP di

Palangka Raya, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8

yang sudah mempelajari konsep gerak jatuh, arus listrik,

gaya, berat dan massa, serta gelombang. Selanjutnya,

dicari persentase rata-rata siswa yang paham konsep,

tidak memahami konsep, atau miskonsepsi dari tiap butir

soal.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, berdasarkan hasil analisis data, diperoleh

persentase rata-rata pemahaman konsep siswa di tiga

SMP yang menjadi sasaran penelitian. Data persentase

pemahaman konsep siswa untuk tiap butir tes

pemahaman konsep di masing-masing sekolah sasaran

penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase pemahaman konsep siswa di SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8.

No. Konsep Butir

Soal

Persentase

SMPN 1 SMPN 6 SMPN 8

P M TP P M TP P M TP

1. Gerak jatuh 1 10,00 33,33 56,67 10,34 68,97 20,69 0,00 79,31 20,69

2. Gaya 2 0,00 60,00 40,00 0,00 65,52 34,48 10,34 41,38 48,28

3. Gelombang 3 0,00 50,00 50,00 0,00 68,97 31,03 6,90 55,17 37,93

4. Berat & massa 4 10,00 26,67 63,33 3,45 55,17 41,38 13,79 27,59 58,62

5. Arus listrik searah 5 16,67 23,33 60,00 20,69 31,03 48,28 20,69 34,48 44,83

6 16,67 30,00 53,33 34,48 20,69 44,83 17,24 17,24 65,52

Rata-rata 8,89 37,22 53,89 11,49 51,73 36,78 11,49 42,53 45,98

Keterangan: P = Paham Konsep, M = Miskonsepsi, TP = Tidak Paham Konsep

Page 15: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

11

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14

ISSN 2548-9011

Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh bahwa

sebagian besar siswa di beberapa SMP di Kota Palangka

Raya masih banyak yang tidak paham konsep. Persentase

paham konsep dapat dikatakan kecil, bahkan juga

ditemukan miskonsepsi pada siswa. Terlihat bahwa

persentase rata-rata menunjukkan bahwa yang paham

konsep hanya sebesar 8,89% siswa di SMPN 1 dan

11,49% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8. Persentase rata-

rata siswa yang miskonsepsi dan tidak paham konsep

sangat besar.

Pemahaman Konsep Gerak Jatuh

Berdasarkan data hasil tes menunjukkan bahwa konsep

gerak jatuh masih banyak ditemukan pemahaman yang

salah. Siswa di SMP yang menjadi sampel penelitian

memahami bahwa benda yang berukuran besar (benda

yang „berat‟ menurut siswa) akan jatuh mencapai tanah

lebih awal daripada benda yang kecil ukurannya (benda

„ringan‟ menurut siswa). Ketika pada tes ditanyakan

sebuah kelereng kecil dan kelereng besar dijatuhkan

bersamaan dari ketinggian yang sama (gesekan diabai-

kan), 33,33% siswa di SMPN 1, 68,97% siswa di SMPN

6, dan 79,31% siswa di SMPN 8 menjawab kelereng

besar yang jatuh lebih dahulu mencapai tanah. Hasil ini

juga relevan dengan berbagai referensi dan hasil-hasil

yang diperoleh penelitian-penelitian sebelumnya [10,11,

14]. Selain itu, sebesar 56,67% siswa di SMPN 1 dan

20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 tidak mengetahui

sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab

pertanyaan). Hanya sedikit siswa di tiga SMPN tersebut

yang memahami konsep gerak jatuh dengan benar. Siswa

yang memahami dengan benar memiliki jawaban apabila

gesekan diabaikan, massa obyek tidak mempengaruhi

gerak jatuh benda.

Miskonsepsi dan ketidakpahaman yang tinggi

berkaitan dengan konsep gerak jatuh ini diakibatkan dua

hal, yaitu pengalaman siswa dan kurangnya penekanan

terhadap konsep dalam kegiatan pembelajaran.

Miskonsepsi yang cukup tinggi ini (sebesar 33,33%)

sangat erat kaitannya dengan pengalaman siswa. Menurut

Ref [17] miskonsepsi muncul dari penjelasan-penjelasan

yang berasal dari apa yang didengar dan apa yang dilihat.

Sebelum belajar tentang gerak jatuh, siswa telah memiliki

konsep bahwa benda yang lebih berat akan sampai di

tanah terlebih dahulu dibandingkan dengan benda yang

ringan. Jika siswa diperhadapkan dengan permasalahan

yang demikian, maka secara spontan siswa akan

menjawab sesuai dengan konsep awal yang telah mereka

miliki. Melalui intuisinya, siswa beranggapan bahwa

benda yang berat selalu lebih cepat jatuh daripada benda

yang ringan [10,11,14]. Selain itu, miskonsepsi dan

ketidakpahaman muncul karena kurangnya penekanan

terhadap konsep dalam pembelajaran. Ref [18]

menyatakan bahwa konsepsi siswa yang keliru tidak

dapat diubah hanya dengan mempresentasikan informasi

baru semata. Pembelajaran melalui transfer informasi

berpotensi menyebabkan terjadinya miskonsepsi [19].

Pemahaman Konsep Gaya

Konsep gaya berkaitan dengan Hukum I Newton.

Siswa ditanyakan apabila sebuah benda berada di atas

lantai yang licin dan bergerak lurus beraturan (kelajuan

tetap), kemudian benda tersebut dikerjakan gaya F dan F'

yang arahnya saling berlawanan dan nilainya sama besar.

Sebesar 60% siswa di SMPN 1, 65,52% siswa di SMPN

6, dan 41,38% siswa di SMPN 8 menjawab benda akan

berhenti bergerak dengan alasan gaya F dan gaya F'

menghambat gerakan benda sehingga benda akan

berhenti bergerak. Sebesar 40% siswa di SMPN 1,

34,48% di SMPN 6, dan 48,28% di SMPN 8 tidak

mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak

menjawab pertanyaan dalam tes). Tidak ada siswa yang

memahami konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan

SMPN 6, dan hanya 10,34% siswa di SMPN 8 yang

paham.

Berdasarkan hasil ini, sekali lagi, pengalaman siswa

nampaknya bekerja dalam konsep ini dan masih

kurangnya penekanan terhadap konsep dalam kegiatan

pembelajaran. Siswa belum sepenuhnya paham bahwa

sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tetap akan

terus bergerak dengan kecepatan tetap kecuali resultan

gaya bekerja pada benda itu tidak sama dengan nol.

Seharusnya, benda akan tetap bergerak dengan kelajuan

tetap karena resultan dari gaya F dan F' sama dengan

nol. Jadi, gaya F dan gaya F' bukanlah sebagai

penghambat gerak benda.

Pemahaman Konsep Gelombang

Pada konsep gelombang, siswa SMP masih memiliki

pemahaman yang salah. Dalam tes, ditanyakan: Budi

melemparkan batu ke tengah kolam, sehingga muncul

gelombang air yang merambat dari tempat batu jatuh

menuju tepi kolam. Sebesar 50% siswa di SMPN 1,

68,97% siswa di SMPN 6, dan 55,17% siswa di SMPN 8

mengalami miskonsepsi menjawab bahwa air yang

mengenai tepi kolam adalah air yang berasal dari tengah

kolam (tempat jatuhnya batu). Artinya, siswa masih

memahami bahwa medium (air) ikut merambat bersama

gelombang. Siswa memiliki pemahaman bahwa “air ikut

berjalan” atau air ikut merambat bersama gelombang.

Sebesar 50% siswa di SMPN 1, 31,03% siswa di SMPN

6, dan 37,93% siswa di SMPN 8 tidak mengetahui sama

sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab

pertanyaan dalam tes). Pada soal yang berkaitan dengan

konsep gelombang ini, tidak ada siswa yang memahami

konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan SMPN 6, hanya

6,90% siswa yang yang paham di SMPN 8. Hasil seperti

ini relevan dengan penelitian yang lain [13].

Perkembangan kognitif siswa menjadi sumber dari

tingginya miskonsepsi pada konsep gelombang. Ref [20]

menyatakan bahwa miskonsepsi dapat bersumber dari

tingkat perkembangan kognitif siswa. Siswa SMP

kesulitan untuk memahami bahwa gelombang membawa

energi dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini terjadi

karena siswa SMP masih dalam tahap operasional

konkret di mana siswa baru dapat berpikir dengan hal-hal

yang nyata, yang dapat dilihat oleh indera [5]. Dalam

konteks konsep gelombang ini, siswa lebih mudah

melihat airnya daripada energinya sehingga lebih mudah

bagi mereka untuk menjawab airlah yang berpindah

dalam perambatan gelombang.

Page 16: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

12 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14

ISSN 2548-9011

Pemahaman Berat dan Massa

Seperti yang telah dipelajari bahwa berat dan massa

merupakan besaran yang berbeda. Namun demikian,

banyak jawaban yang salah terhadap konsep berat dan

massa. Berdasarkan hasil tes pemahaman konsep, sebesar

26,67% siswa di SMPN 1, 55,17% siswa di SMPN 6, dan

27,59% siswa di SMPN 8 menjawab massa dan berat

merupakan besaran yang sama. Sebesar 63,33% siswa di

SMPN 1, 41,38% siswa di SMPN 6, dan 58,62% siswa di

SMPN 8 tidak tahu sama sekali konsep yang ditanyakan

(tidak menjawab pertanyaan dalam tes).

Berdasarkan hasil tes, hanya 10% siswa di SMPN 1,

3,45% siswa di SMPN 6, dan 13,79% siswa di SMPN 8

yang bisa menjawab benar. Siswa-siswa yang menjawab

benar ini bisa membedakan antara massa dan berat.

Massa (mass) berkaitan dengan besaran skalar yang

merupakan ukuran jumlah materi yang dimiliki benda

dan tidak bergantung pada lokasi dimana benda itu

berada. Berat (weight) berkaitan dengan besaran vektor

yang merupakan gaya gravitasi yang bekerja pada benda

dan dipengaruhi lokasi dimana benda itu berada.

Hasil tes ini mengindikasikan siswa di SMP sasaran

masih belum paham konsep berat dan massa dengan

benar. Hasil ini berkaitan dengan bahasa keseharian

siswa. Dalam bahasa keseharian siswa, istilah berat dan

massa seringkali disamakan, inilah yang menjadi salah

sumber miskonsepsi pada konsep berat dan massa. Ref

[10] menyatakan bahwa satu sumber miskonsepsi adalah

bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa dalam kesehariannya mengenal istilah berat dalam

bahasa sehari-hari, misalnya “berat” badan (yang

seharusnya massa badan). Pemakaian istilah seperti ini

akan menjadi sumber kesalahan terhadap konsep massa

dan berat.

Pemahaman Konsep Arus Listrik

Pada tes disajikan rangkaian listrik arus searah seperti

pada Gambar 1. Pada Gambar 1 diperlihatkan rangkaian

listrik yang terdiri dari 4 lampu yang identik (Lampu 1,

Lampu 2, Lampu 3, dan Lampu 4) serta sebuah baterai.

Gambar 1. Rangkaian listrik arus searah pada tes

Jawaban dominan berkaitan dengan rangkaian listrik

pada Gambar 1 adalah 60% siswa di SMPN 1, 48,28%

siswa di SMPN 6, dan 44,83% siswa di SMPN 8 tidak

tahu konsep berkaitan dengan rangkaian (tidak menjawab

pertanyaan dalam tes). Sebesar 23,33% siswa di SMPN 1,

31,03% siswa di SMPN 6, dan 34,48% siswa di SMPN 8

memiliki miskonsepsi. Menurut siswa yang miskonsepsi,

keempat lampu pada rangkaian itu terangnya berbeda-

beda (tidak sama) karena terang atau tidak terang nyala

lampu bergantung pada posisi lampu terhadap baterai.

Semakin dekat dengan kutub positif baterai, semakin

terang nyala lampu. Akibatnya, jika lampu dirangkai

seperti pada Gambar 1, siswa yang miskonsepsi menja-

wab bahwa Lampu 1 menyala lebih terang daripada

Lampu 2, Lampu 2 menyala lebih terang daripada Lampu

3, dan Lampu 3 menyala lebih terang daripada Lampu 4.

Menurut siswa, perbedaan nyala lampu ini karena

Lampu 1 lebih dahulu menerima arus listrik dari baterai,

kemudian arus diberikan kepada Lampu 2, Lampu 3, dan

Lampu 4. Miskonsepsi seperti ini pernah ditemukan di

beberapa penelitian dan dikenal sebagai model konsumsi

arus, yaitu besar arus listrik dalam rangkaian seri

berkurang pada setiap hambatan/lampu [11,14, 15, 16].

Berdasarkan hasil tes, hanya 16,67% siswa di SMPN 1,

20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 yang bisa

menjawab benar. Siswa yang menjawab benar ini sudah

memahami karakteristik rangkaian seri bahwa keempat

lampu menyala dengan terang yang sama karena nilai

arus yang mengalir melalui lampu sama besar.

Hasil yang tidak jauh berbeda ditemukan ketika

rangkaian listrik dalam susunan paralel dengan (Gambar

2). Pada Gambar 2, Lampu 1 identik dengan Lampu 2

dan nilai hambatan R sama.

Gambar 2. Rangkaian listrik paralel pada tes

Berdasarkan hasil analisis data hasil tes, sebanyak

53,33% siswa di SMPN 1, 44,83% siswa di SMPN 6, dan

65,52% siswa di SMPN 8 tidak tahu konsep berkaitan

dengan rangkaian (tidak menjawab pertanyaan dalam tes)

dan sebanyak 30% siswa di SMPN 1, 20,69% siswa di

SMPN 6, dan 17,24% siswa di SMPN 8 mengalami

miskonsepsi. Ada dua bentuk jawaban siswa yang

dominan berkaitan dengan Gambar 2. Pertama, nyala

Lampu 2 lebih terang daripada nyala Lampu 1. Siswa

yang jawabannya seperti ini memiliki alasan bahwa

terang atau tidaknya nyala lampu dipengaruhi oleh letak

resistor R yang berada di depan lampu. Resistor R yang

berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu,

kemudian “sisanya” akan diteruskan ke Lampu 1

sehingga nyala Lampu 1 lebih redup. Lampu 2 yang

berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu,

kemudian “sisanya” akan diteruskan ke R sehingga nyala

R

Page 17: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

13

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14

ISSN 2548-9011

Lampu 2 lebih terang. Artinya, berdasarkan jawaban

siswa ini, posisi resistor R mempengaruhi nyala lampu

dan model konsumsi arus listrik masih terjadi dalam

rangkaian paralel ini lampu. Kedua, apabila Lampu 2

dilepas, maka Lampu 1 padam. Sebaliknya, apabila

Lampu 1 dilepas, maka Lampu 2 padam. Pada bentuk

jawaban kedua ini mengindikasikan bahwa siswa belum

paham tentang karakteristik rangkaian paralel. Hasil ini

ini relevan dengan hasil penelitian sebelumnya tentang

rangkaian listrik [11].

Miskonsepsi pada konsep arus listrik ini banyak

berkaitan dengan model konsumsi arus listrik. Model

seperti ini muncul karena seseorang memandang sesuatu

secara humanistik, perilaku obyek dipahami seperti

perilaku manusia [20]. Misalnya, lampu yang paling

dekat dengan kutub positif baterai akan menyala lebih

terang. Lampu yang berada dekat kutub positif akan

menjadi lampu pertama yang ”mengonsumsi” arus listrik

dari baterai kemudian “sisa” arus akan diberikan ke

lampu kedua yang berada “dibelakang” lampu pertama

sehingga nyala lampu kedua akan lebih redup

dibandingkan lampu pertama.

Gambaran Solusi terhadap Temuan Penelitian

Hasil penelitian membuktikan bahwa pemahaman konsep

siswa di beberapa SMPN di kota Palangka Raya yang

menjadi tempat penelitian masih rendah walaupun siswa

itu sudah pernah menerima dan mempelajari materi yang

di-tes-kan dalam penelitian ini. Penting bagi pengajar

untuk mengetahui pemahaman konsep yang dimiliki

siswa-nya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

[3,17]. Namun demikian, pengajar sangat jarang atau

bahkan tidak pernah melakukan pelacakan terhadap

pemahaman konsep siswanya. Pengajar hanya berfokus

“menuangkan” materi-materi ke dalam kepala siswa

untuk mencapai target kurikulum, tidak memperdulikan

apakah siswa sudah memahami atau tidak memahami

konsep yang mereka pelajari.

Pengajar perlu memberikan penekanan terhadap

konsep-konsep fisika yang dipelajari siswa supaya siswa

mempunyai pemahaman yang benar. Penting bagi

pengajar untuk mengetahui konsep fisika yang dipahami

siswa. Pengajar perlu memberikan kesempatan bagi

siswanya untuk mengungkapkan pemahaman tentang

konsep fisika yang dipelajari. Berdasarkan ungkapan

siswa, pengajar akan memahami apakah siswanya

miskonsepsi atau tidak. Pengajar mempertemukan antara

konsep yang dimiliki siswa dengan konsep fisika yang

sebenarnya [10,11,20]. Misalnya, siswa diberikan suatu

masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari,

kemudian diminta memberikan prediksi terhadap masalah

itu. Pengajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk

menguji prediksinya tadi melalui percobaan dalam

kelompok belajar atau demonstrasi di depan kelas.

Apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, siswa

mengalami konflik kognitif yang dapat menghasilkan

perubahan dalam struktur kognitifnya. Pengajar

mengarahkan siswa menuju ke konsep fisika yang benar.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas

diperoleh bahwa masih banyak siswa SMP di tiga sekolah

di Kota Palangka Raya yang belum memahami konsep fisika dengan benar, bahkan banyak ditemukan

miskonsepsi pada siswa-siswa SMP tersebut. Miskon-

sepsi yang ditemukan antara lain: (a) Model konsumsi

arus listrik: terang-tidak terang nyala lampu bergantung

pada letak lampu terhadap baterai, semakin dekat dengan

kutub positif baterai, semakin terang nyala lampu; (b)

Terang atau tidaknya nyala lampu pada rangkaian listrik

dipengaruhi oleh letak resistor R yang berada di depan

atau di belakang lampu; (c) Benda yang berukuran besar

selalu lebih cepat jatuh daripada benda yang lebih kecil

ukurannya; (d) Pemahaman siswa mengenai Hukum I

Newton belum dikuasai dengan baik; (e) Materi medium

rambatan gelombang ikut berpindah bersama energi

gelombang ; dan (f) siswa banyak yang salah terhadap

konsep berat dan massa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan,

penulis menyarankan bahwa perlu bagi pengajar untuk

merancang kegiatan pembelajaran yang bertujuan

menanamkan konsep yang benar pada siswa-nya. Dalam

pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pengajar sebaiknya

tidak hanya menekankan penguasaan pada perhitungan

matematika saja, tetapi sebaiknya pemahaman konsep-

konsep yang benar perlu diberi banyak perhatian.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh dosen

dan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Fisika

Universitas Palangka Raya. Ucapan terimakasih juga

disampaikan kepada pihak SMPN 1, SMPN 6, dan

SMPN 8 Kota Palangka Raya yang telah membantu

dalam menyelesaikan kegiatan penelitian ini.

PUSTAKA

[1] M. Sahin, Exploring University Students'

Expectations and Beliefs About Physics and Physics

Learning in Problem Based Learning Context,

Eurasia Journal of Mathematics, Science,

Technology Education, Vol. 5 (4), 2009, pp. 321-

333.

[2] Benckert and Pettersson, Learning Physics in Small-

Group Discussions-Three Examples, Eurasia

Journal Of Mathematics, Science, and Technology

Education, Vol. 4 (2), 2008, pp. 121-134.

[3] R. Archer and S. Bates, Asking the right questions:

Developing diagnostic tests in undergraduate

physics, School of Physics and Astronomy

University of Edinburgh, 2008.

[4] R. W. Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran,

Erlangga, 2011.

[5] Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika:

Konstruktivistik dan Menyenangkan, Universitas

Sanata Dharma Press, 2007.

[6] Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam

Pembelajaran, Pustaka Pelajar, 2013.

Page 18: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

14 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14

ISSN 2548-9011

[7] Quijas and L.M. Aguilar, Overcoming

misconceptions in quantum mechanics with the

time evolution operator, Eur. J. Phys, Vol. 28,

2007, pp. 147–159.

[8] D.W. Hestenes and G. Swackhamer, The Force

Concept Inventory, The Physics Teacher, Vol.30,

1992, pp. 141-158.

[9] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,

Alfabeta, 2011.

[10] M. Ibrahim, Seri Pembelajaran Inovatif: Konsep,

Miskonsepsi, dan Cara Pembelajarannya,

Universitas Negeri Surabaya Press, 2012.

[11] Van den Berg, Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi,

Universitas Kristen Satya Wacana, 1991.

[12] A. Hakim, Liliasari, and A. Kadarohman, Student

Concept Understanding of Natural Products

Chemistry in Primary and Secondary Metabolites

Using the Data Collecting Technique of

Modified CRI, International Online Journal of

Educational Sciences, Vol. 4 (3), 2012, pp.544-

553.

[13] R. Astuti, B. Sanjaya, N. Triwijayanti, F.S.

Rondonuwu, Konsepsi Mahasiswa Tentang Cepat

Rambat Gelombang Pada Permukaan Air,

Prosiding Seminar Nasional Penelitian,

Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA

Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Mei

2009, pp. PF 83 – PF 87.

[14] M. Allen, Misconceptions in Primary Science,

Open University Press, McGraw-Hill Companies,

2010.

[15] Chia-Hsing Tsai, Hsueh-Yu Chen, Ching-Yang

Chou, and Kuen-Der Lain, Current as the Key

Concept of Taiwanese Students' Understandings

of Electric Circuits', International Journal of

Science Education, Vol. 29 (4), 2007, pp.483–496.

[16] D.M. Shipstone, A study of children‟s

understanding of electricity in simple DC circuits,

European Journal of Science Education, Vol.

6(2), 1984, pp.185–198.

[17] A.R. Saavedra and V.D. Opfer, Teaching and

Learning 21st Century Skills: Lessons from the

Learning Sciences. RAND Corporation, 2012.

[18] Richard I. Arends, Learning to Teach : Belajar

untuk Mengajar Edisi Ketujuh Buku Satu, Pustaka

Pelajar, 2008.

[19] Wasis dan Mikrajuddin Abdullah, Pendidikan

Astronomi dalam Kurikulum Sekolah, Prosiding

Seminar Pendidikan Astronomi, Bandung,

Oktober 2011, pp.39–42 .

[20] Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perbaikan Konsep

dalam Pendidikan Fisika, Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2013.

Page 19: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran…

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 15-19

ISSN 2548-9011

15

Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah

Dekat untuk Sistem Pengukuran Konsentrasi Sedimen Layang

(masuk/received 6 September 2016, diterima/accepted 30 November 2016)A

Development of Simple Near Infrared Spectroscopy for Measurement

System of Suspended Sediment Concentration

Lia Yuliantini1, Iful Amri

1, Mitra Djamal

1,2

1Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132 2Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung 35365

[email protected]

Abstrak – Telah dibuat sistem pengukuran secara real-time konsentrasi sedimen layang menggunakan spektroskopi

sederhana berbasis inframerah dekat. Metode pengukuran sedimen layang yang telah berkembang saat ini adalah

metode gravimetrik, instrumen optik, dan sistem akustik. Akan tetapi metode gravimetrik tidak dapat digunakan untuk

pengukuran secara real-time sedangkan instrumen optik dan sistem akustik memerlukan biaya yang cukup mahal dan

rumit dalam pengoperasiannya. Sistem pengukuran pada penelitian ini relatif murah dan sederhana yaitu terdiri dari

inframerah dekat sebagai pemancar (transmitter), fotodioda sebagai penerima (receiver), dan mikrokontroler sebagai

antarmuka sensor dengan PC. Setelah itu instrumen yang telah dibuat dikalibrasi menggunakan larutan tanah. Tanah

yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan lalu disaring menggunakan ayakan dengan lubang ayakan berdiameter

kurang dari 2 mm. Tanah yang sudah disaring ditumbuk sampai halus dan ditimbang. Masa tanah divariasikan (15, 18,

21, 24, 27, 30 dan 33 g) dan ditambahkan air sebanyak 500 ml sehingga diperoleh konsentrasi sedimen layang dari

0,030 sampai 0,060 g/ml. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan konsentrasi sedimen layang dengan

tegangan keluaran fotodioda adalah eksponensial dengan nilai R-square 0,98778. Fungsi transfer yang diperoleh

berupa logaritmik dengan R-square 0,99105. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai transmisi

semakin menurun sedangkan nilai absorpsi larutan semakin meningkat seiring bertambahnya konsentrasi sedimen

layang. Kesalahan untuk instrumen ini yaitu di bawah 8,2%.

Kata kunci: fotodioda, hukum Beer-Lambert, inframerah dekat, konsentrasi sedimen layang, real-time

Abstract – The real-time measurement system of suspended sediment concentration has been developed using simple

near infrared spectroscopy. Currently, the measurement method of suspended sediment concentration that has been

developed is the gravimetric method, optical instrument, and acoustic system. However, the gravimetric method can not

be used for real time measurement while optical instrument and acoustic system are expensive and complicated. The

measurement system in this research is low-cost and simple. It consists of near infrared as transmitter, photodiode as a

receiver, and microcontroller as the interface between sensor and PC. Subsequently, the instrument is calibrated by

using the soil. Before calibrating, the soil is dried and then filtered by a sieve having holes of less than 2 mm in diameter.

The filtered soil is pounded into powder and weighted. The mass of soil is varied (15, 18, 21, 24, 27, 30 and 33 g) and

500 ml of water is added to obtain suspended sediment concentration from 0.030-0.060 g/ml. The result shows that the

relationship between suspended sediment concentration and the output voltage of photodiode are exponential with R-

square of 0.98778, while the transfer function is logarithm with R-square of 0.99105. Based on data from this study, it

shows that transmittance decreases while absorbance increases when suspended sediment concentration increases. The

instrument error is less than 8.2%.

Key words: Beer-Lambert law, near infrared, photodiode, real time, suspended sediment concentration

I. PENDAHULUAN

Sungai secara alami memiliki dua fungsi utama yaitu

mengalirkan air dan mengangkut sedimen hasil erosi

pada daerah aliran sungai [1]. Konsentrasi sedimen

layang [C] pada aliran sungai sangat penting diukur untuk

mengetahui pola distribusi dari sedimentasi yang ber-

hubungan dengan komponen yang terkandung pada air

sungai seperti bahan pencemar dan organisme hidup.

Kehadiran sedimen layang pada permukaan air me-

nentukan pula kualitas dari air tersebut [2]. Sedimen

layang tersebut dapat menjadi indikator polusi pada

permukaan air.

Pengukuran konsentrasi sedimen layang yang telah

berkembang saat ini adalah metode gravimetrik, ins-

trumen optik, dan sensor akustik [3]. Metode gravimetrik

adalah salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat

(komponen) yang telah diketahui dengan cara

pengukuran berat komponen dalam keadaan murni

setelah melalui proses pemisahan. Metode gravimetrik

cukup akurat digunakan untuk pengukuran konsentrasi

sedimen layang. Akan tetapi metode ini tidak dapat

Page 20: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

16 Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran …

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2016) 15 - 19

ISSN 2548-9011

digunakan untuk pemantauan secara real-time karena

harus dilakukan terlebih dahulu proses pemisahan antara

larutan dengan sedimen layang yang cukup lama. Metode

lain untuk pengukuran konsentrasi sedimen layang yaitu

menggunakan laser grain-size analyzer yang telah

berhasil dilakukan oleh Liu Xiao et al., yang mampu

mengukur konsentrasi sedimen layang dari 68,1 g/ml

sampai 145,4 g/ml [4]. Selain itu Ramazan et al.

menggunakan metode acoustic backsttering system

(ABS) untuk mengukur konsentrasi sedimen layang pada

skala laboratorium dengan jangkau pengukuran 0,0 g/ml

hingga 0,001 g/ml [5]. Namun metode-metode ini

memerlukan biaya yang cukup besar dan rumit dalam

pengoperasiannya.

Penelitian ini menawarkan sistem pengukuran secara

real-time dengan biaya yang relatif murah dan sederhana

menggunakan spektroskopi inframerah dekat. Sistem

pengukuran ini mampu mengukur konsentrasi sedimen

layang dari 0,030-0,060 g/ml dengan sumber tegangan

5V DC. Sistem yang dibuat terdiri dari transmiter

inframerah dekat dan penerima fotodioda. Untuk antar-

muka sensor dengan PC digunakan mikrokontroler

ATMega328, dan LabVIEW digunakan untuk menam-

pilkan besar konsentrasi sedimen layang yang terukur.

Program ini menampilkan pula grafik perubahan konsen-

trasi sedimen layang terhadap waktu dan mampu

menyimpan data pengukuran dalam bentuk txt.

II. LANDASAN TEORI

Ketika inframerah dekat berinteraksi dengan unsur-unsur

tanah yang berada di dalam air sungai, maka sebagian

cahaya akan diserap dan sebagian lagi diteruskan. Cahaya

yang diteruskan akan memiliki panjang gelombang yang

khas sesuai dengan unsur tanah yang dilewatinya.

Penelitian tentang unsur-unsur tanah dengan menggu-

nakan sinar tampak dan inframerah dekat telah banyak

dikembangkan. V. Rossel et al. telah sukses melakukan

pengukuran kadar tanah liat, warna dan komposisi

mineral pada tanah dengan menggunakan spektroskopi

sinar tampak dan inframerah dekat [6]. Selain itu, G.

Siebielec et al. telah menganalisis kadar logam pada

tanah dengan cahaya tampak dan inframerah dekat pada

jangkauan panjang gelombang 400-2500 nm [7]. Pada

penelitian lainnya, Y. He dan H. Song mengukur

kandungan N, P, K, dan pH pada tanah dengan

menggunakan panjang gelombang 350-2500 nm [8].

Penyerapan yang terjadi antara sinar tampak dan

inframerah tersebut mengikuti hukum Beer yang

dijelaskan oleh persamaan [9]

,0

1

I

IT

(1)

,][ LCaA (2)

,][

0

LCaeII (3)

,logTA (4)

dengan T dan A adalah transmisi dan absorpsi cahaya, I1

adalah intensitas cahaya setelah melewati larutan, I0

adalah intensitas cahaya sebelum melewati larutan, a

adalah koefisien serapan, L adalah panjang lintasan

cahaya, dan [C] adalah konsentrasi sedimen layang.

Hukum Beer-Lambert adalah salah satu hukum dasar

yang berhubungan dengan penyerapan oleh larutan.

Tegangan sesudah dilewatkan pada larutan adalah

sebanding dengan intensitas cahaya pada jarak L dari

sumbernya [3] yaitu

LeVV 0 , (5)

dengan V0 adalah tegangan instrumen sebelum cahaya

ditembakkan pada larutan dan α merupakan jumlah

konsentrasi sedimen layang yang dikalikan dengan

koefisien serapannya.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

Blok diagram sistem yang telah dibuat dapat dilihat pada

Gambar 1. Blok diagram ini terdiri dari pemancar

inframerah dekat, fotodioda, mikrokontroler dan PC.

Infra Red Fotodioda Mikrokontroler PCGrafik [C]

dan waktu

Nilai

Konsentrasi

sedimen layang

Pengguat

diferensiator

Gambar 1. Blok diagram sistem monitoring konsentrasi sedimen layang.

Sumber cahaya yang digunakan adalah LED infra-

merah dekat yang diterima oleh fotodioda. Inframerah

dekat dan fotodioda diletakkan di dalam pralon berukuran

1 inci, jarak antara keduanya adalah 0,8 cm. Ketika

larutan dilewatkan ke dalam kontainer, tegangan keluaran

dari fotodioda berubah. Selisih antara tegangan keluaran

fotodioda dan tegangan referensi (4,78 V) dikuatkan oleh

penguat diferensiator kemudian dideteksi oleh mikro-

kontroler. Mikrokontroler yang digunakan adalah

ATMega328 Arduino UNO yang memiliki 14 pin

input/output, di mana 6 pin digunakan sebagai output

PWM, 6 pin input analog dan 16 MHz resonator keramik.

Mikrokontroler ini digunakan juga sebagai antarmuka

sensor dan PC. Sinyal diolah di PC dan ditampilkan

menggunakan bantuan perangkat lunak LabVIEW dan

LINX MakerHub package. Front panel LabVIEW

menampilkan nilai konsentrasi sedimen layang dan grafik

hubungan antara waktu dengan konsentrasi sedimen

layang. Selain itu, program ini dibuat dapat menyimpan

data pengukuran dalam bentuk txt. Skema rangkaian dari

instrumen yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 2 yang

terdiri dari rangkaian transmitter dan receiver sinar

inframerah, serta rangkaian pengkondisi sinyal. Rangkai-

an pengkondisi sinyal yang digunakan adalah penguat

Page 21: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran…. 17

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 15 - 19

ISSN 2548-9011

instrumentasi AD620 sebagai penguat diferensiator dan

konverter negatif sederhana menggunakan ICL7660

sebagai pengubah polarisasi tegangan dari positif menjadi

negatif. Tegangan negatif ini digunakan untuk catu daya

AD620. Keluaran dari rangkaian penguat dihubungkan

dengan mikrokontroler dan diolah di PC. Untuk

keperluan pengambilan data dibuat kontainer pengukuran

(9,5×7,6×20 cm3) seperti ditunjukkan pada Gambar 3

yang berfungsi untuk menampung larutan tanah.

Gambar 2. Skema rangkaian transmitter, receiver dan

pengkondisi sinyal.

Gambar 3. Desain kontainer pengukuran larutan tanah.

Faktor yang mempengaruhi kinerja dari alat yang

dibuat saat kalibrasi yaitu sample pretreatment. Sample

pretreatment atau perlakuan sampel sebelum diuji coba

yaitu dengan mengeringkan dan mengayak tanah terlebih

dahulu. Untuk menghilangkan kerikil dan sisa-sisa

tanaman pada tanah dilakukan penyaringan menggunakan

ayakan dengan lubang ayakan tersebut berdiameter

kurang dari 2 mm [10]. Setelah disaring, tanah yang

sudah tidak mengandung kerikil dan sisa tanaman

ditumbuk sampai halus. Pada penelitian ini ukuran

partikel tanah tidak diperhitungkan dalam pengukuran

karena tanah yang dipakai dianggap sangat halus.

Kemudian tanah ditimbang sesuai Tabel 1 dan

dicampurkan dengan 500 ml air. Konsentrasi sedimen

layang hitung [CH] diperoleh dari persamaan (6).

V

mCH ][ , (6)

dengan m adalah masa tanah dalam satuan gram dan V

adalah volume air (ml). Pada sampel 7, tegangan Vout

fotodioda sudah saturasi sehingga data [CH] yang

diperoleh tidak valid dan pada titik tersebut tidak

dilakukan pengambilan data lagi.

Tabel 1. Data konsentrasi sedimen layang hitung [CH] (g/ml).

No Nama Masa

tanah (g) [CH] (g/ml)

1 Sampel 1 15 0,0305

2 Sampel 2 18 0,0337

3 Sampel 3 21 0,0451

4 Sampel 4 24 0,0489

5 Sampel 5 27 0,0542

6 Sampel 6 30 0,0646

7 Sampel 7 33 -

Air di dalam kontainer dicampur dengan tanah yang

sudah halus, diaduk sebanyak 10 kali dan didiamkan

selama 15 detik agar larutan menjadi tenang dan tegangan

fotodioda menjadi stabil. Pengambilan data dimulai saat

kran kontainer dibuka. Setiap penambahan konsentrasi

tanah, tegangan fotodioda diukur dan disimpan untuk

mendapatkan persamaan kalibrasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan LabVIEW sebagai

antarmuka mikrokontroler dengan PC. Front panel

LabVIEW dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Front panel LabVIEW.

Kotak isian Serial Port digunakan sebagai koneksi

mikrokontroler dengan PC sedangkan Al Channel adalah

pin mikrokontroler yang digunakan (A0). Selain itu

perintah menyimpan data dilakukan dengan cara

mengklik tombol “Save”.

Grafik fungsi transfer diperoleh dengan memplot

konsentrasi sedimen layang hitung [CH] dalam satuan

g/ml sebagai sumbu x dan tegangan keluaran fotodioda

(Vout) dalam satuan volt sebagai sumbu y (lihat Gambar

5). Grafik ini berbentuk logaritmik dengan nilai R-square

0,99105. Persamaan fungsi transfer yang diperoleh dari

Gambar 5 adalah

Vout = 13,35285 − [−3,07352ln[CH] −0,01648)]. (7)

Grafik kalibrasi diperoleh dengan memplot tegangan

keluaran fotodioda (Vout) dalam satuan volt sebagai

sumbu x dan konsentrasi sedimen layang dalam satuan

g/ml sebagai sumbu y. Grafik ini berbentuk eksponensial

dengan nilai R-square 0,98778. Grafik kalibrasi dapat

Page 22: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

18 Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran …

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2016) 15 - 19

ISSN 2548-9011

n

dilihat pada Gambar 6. Persamaan kalibrasi yang

diperoleh adalah

[Cu] = 0,01925exp(Vout/3,8925) + 0,00097 (8)

dengan [Cu] adalah konsentrasi sedimen layang ukur.

Persamaan (8) ini dimasukkan ke dalam kotak formula

pada blok diagram LabVIEW sehingga front panel

LabVIEW menampilkan konsentrasi sedimen layang

secara real-time.

0.02 0.04 0.06 0.08

0

2

4

Tegangan Vout (Volt)

Fit Curve 1

Te

ga

ng

an

Vo

ut (V

olt)

Konsentrasi Sedimen Layang Hitung [CH] (gr/ml)

Gambar 5. Grafik perubahan nilai besaran tegangan keluaran

fotodioda sebagai fungsi perubahan nilai konsen-

trasi sedimen layang hitung [CH].

Tabel 2 memperlihatkan data pengamatan konsen-

trasi sedimen layang yang diambil. Agar konsentrasi

sedimen layang ukur [Cu] memiliki kesalahan yang relatif

0 2 4

0.02

0.04

0.06

0.08

Konsentrasi Sedimen Layang (gr/ml)

Fit Curve 1

Ko

nse

ntr

asi S

ed

ime

n L

aya

ng

H

itu

ng

[C

H] (g

/ml)

Tegangan Vout (Volt)

Gambar 6. Grafik perubahan nilai variabel konsentrasi sedimen

layang hitung [CH] sebagai fungsi perubahan nilai

tegangan keluaran fotodioda.

kecil maka digunakan faktor koreksi rata-rata yang meng-

ikuti persamaan

n

C

C

U

H

n

][

][

, (9)

dengan [CH] adalah konsentrasi sedimen layang hitung,

[Cu] adalah konsentrasi sedimen layang ukur dan n adalah

jumlah sampel. Faktor koreksi rata-rata yang diperoleh

adalah 0,98186. Kemudian faktor koreksi rata-rata n

Tabel 2. Data pengamatan dan perbandingan konsentrasi sedimen layang hitung [CH] dengan pengukuran [Cu].

No Sampel Vout (V) [CH]

(g/ml) [Cu] (g/ml)

[Cα]

(g/ml) αn

Kesalahan

(%) T (%) A (%)

1 Sampel 1 0,1036 0,0300 0,0305 0,02997 0,9827 0,0862 97,9279 0,90937

2 Sampel 2 1,2578 0,0360 0,0337 0,03306 1,0693 8,1766 74,8444 12,5841

3 Sampel 3 2,2411 0,0420 0,0451 0,04427 0,9316 5,3953 55,1788 25,8228

4 Sampel 4 2,6042 0,0480 0,0489 0,04797 0,9825 0,0689 47,9157 31,9523

5 Sampel 5 3,2103 0,0540 0,0542 0,05319 0,9968 1,4940 35,7941 44,6189

6 Sampel 6 3,6172 0,0600 0,0646 0,06346 0,9283 5,772 27,6550 55,8226

dikalikan dengan konsentrasi sedimen layang ukur [Cu]

dan diperoleh konsentrasi sedimen layang hasil koreksi

[Cα] yang semakin mendekati nilai konsentrasi sedimen

layang hitung [CH].

Gambar 7 merupakan grafik perbandingan antara

konsentrasi sedimen layang ukur [Cu] dan konsentrasi

sedimen layang hasil koreksi [Cα] untuk setiap sampel.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa [Cα] hampir berimpit

dengan [Cu]. Hal ini mengindikasikan bahwa data yang

diperoleh cukup valid, sehingga pengukuran yang

dilakukan sudah cukup baik.

Grafik hubungan kesalahan dan konsentrasi sedimen

layang dapat dilihat pada Gambar 8. Kesalahan paling

kecil terdapat pada konsentrasi 0,0480 g/ml sebesar

0,0689% sedangkan kesalahan paling besar terdapat pada

konsentrasi 0,036 g/ml sebesar 8,1766%. Kesalahan ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel

tanah yang berbeda-beda dan proses pengadukan sampel

yang kurang sempurna sehingga mempengaruhi tingkat

kehomogenan dari larutan. Kesalahan untuk instrumen ini

yaitu di bawah 8,2 %. Nilai ini jauh lebih baik dari

penelitian sebelumya yang memperoleh nilai kesalahan di

bawah 20% [11].

1 2 3 4 5 6

0.025

0.030

0.035

0.040

0.045

0.050

0.055

0.060

0.065

[C ] (g/ml)

[CH] (g/ml)

[C] (g

/ml)

Sampel

Gambar 7. Grafik evolusi nilai variabel konsentrasi sedimen

layang hitung [CH] dan konsentrasi sedimen la-

yang hasil koreksi [Cα] terhadap setiap sampel.

Page 23: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran…. 19

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 15 - 19

ISSN 2548-9011

0.03 0.04 0.05 0.06

0

3

6

9

Error (%)

Kesa

lah

an

(%

)

Konsentrasi Sedimen Layang Hitung [CH] (g/ml)

Gambar 8. Grafik perubahan nilai kesalahan instrumen (%)

terhadap nilai konsentrasi sedimen layang hitung

[CH].

Transmisi dan absorpsi diperoleh dari persamaan (1)

dan (4) dengan tegangan sesudah dilewatkan pada larutan

adalah sebanding dengan intensitas cahaya pada jarak L

dari sumbernya [3]. Grafik transmisi dan absorpsi dapat

dilihat pada Gambar 9, terlihat bahwa nilai transmisi

semakin menurun sedangkan nilai absorpsi semakin

meningkat dengan bertambahnya konsentrasi sedimen

layang. Hal ini sesuai dengan hukum Beer-Lambert yang

dijelaskan sebelumnya. Menurut persamaan (1) dan (4),

jika transmisi (T) dari inframerah yang sudah dilewatkan

pada larutan tanah sebesar 50% maka absorpsi (A) dari

larutan tersebut adalah 30%. Hal ini karena absorpsi (A)

adalah bentuk logaritmik dari transmisi (T).

0.02 0.04 0.06 0.08

0

50

100

T (%)

A (%)

Konsentrasi Sedimen Layang (gr/ml)

Gambar 9. Grafik perubahan nilai variabel transmisi dan

absorpsi larutan tanah terhadap perubahan ni-

lai konsentrasi sedimen layang.

V. KESIMPULAN

Telah dibuat alat ukur konsentrasi sedimen layang

dengan menggunakan sumber cahaya inframerah dekat

dan fotodioda. Sistem ini menggunakan mikrokontroler

ATMega328 dan LabVIEW sebagai antarmuka perangkat

keras dengan perangkat lunak pada PC. Konsentrasi

sedimen layang divariasikan dengan nilai 0,030; 0,036;

0,042; 0,04; 0,054; dan 0,060 g/ml. Fungsi transfer yang

diperoleh berupa fungsi logaritmik dengan nilai R-square

0,99105. Hubungan konsentrasi sedimen layang terhadap

tegangan keluaran sensor adalah eksponensial dengan

nilai R-square adalah 0,98778. Dari pengamatan

diketahui bahwa nilai transmisi semakin menurun

sedangkan nilai absorpsi semakin meningkat dengan

bertambahnya konsentrasi sedimen layang. Nilai

kesalahan paling kecil yaitu 0,0689% pada konsentrasi

sedimen layang sebesar 0,0480 g/ml dengan nilai faktor

koreksi sebesar 0,9825. Kesalahan untuk instrumen ini

yaitu di bawah 8,2%, yang lebih baik dari penelitian

sebelumnya yaitu di bawah 20%. Secara umum,

spektroskopi yang dikembangkan sudah cukup baik

karena sistem pengukuran yang digunakan sudah valid.

Selain itu sistem pengukuran ini pun sudah mampu

mengukur konsentrasi sedimen layang secara real-time

menggunakan LabVIEW.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ucapkan terima kasih yang berlimpah kepada rekan kerja kami di laboratorium elektronika FMIPA-ITB yang telah banyak membantu dan membagi ilmunya.

PUSTAKA

[1] R. Diansari, Analisis Perhitungan Muatan Sedimen

(Suspended Load) pada Muara Sungai Lilin Kabupaten

Musi-Banyuasin, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, vol.

2, 2014, pp. 225-230.

[2] M. A. Lodhi, D. C. Rundquist, L. Han, et al., Estimation of

Suspended Sediment Concentration in WAter Using

Integrated Surface Reflectance, Geocarto International,

vol. 13, 1998, pp. 11-14.

[3] J. Guillen, A. Palanques, P. Piug, et al., Field calibration of

optical sensors for measuring suspended sediment

concentration in the western Mediterranean, Scientia

Marina, vol. 64, no. 4, 2000, pp. 427-435.

[4] L. Xiao, F. Xiuli, L. Jie, et al., Laboratory Application of

Laser Grain-Size Analyzer in Determining Suspended

Sediment Concentration, J. Ocean Univ. China, vol. 13,

no. 375-380, pp. 375-380.

[5] R. Meral, A. Smerdon, H. Merdun, et al., Estimation of

Suspended Sediment Concentration by Acoustic Equations

for Soil Sediment, African Journal of Biotechnology, vol.

9, no. 2, 2010, pp. 170-177.

[6] V. Rossel, A. A. Cattle, S. R. Ortega, et al., In situ

measurements of soil colour, mineral composition and clay

content by vis-NIR spectroscopy, Geoderma, vol. 150,

2009, pp. 253-266.

[7] G. Siebielec, W. G. McCartthy, T. I. Stucynski, et al., Near

and mid infrared reflectance spectroscopy for measuring

soil metal content, J. Environ. Qual, vol. 33, 2004, pp.

2056-2069.

[8] Y. He, H. Song, A. Garcia, et al., Prediction of soil

macronutrients content using infrared spectroscopy,

Proceedings SPIE Conference Remote Sensing and

Infrared Devices and System, vol. 6031, Changchun,

Agustus 2005, pp. (603117-1)-(603117-10).

[9] J. W. Robinson, Atomic Spectroscopy, Marcel Dekker,

Inc., 1996.

[10] B. Stenberg, R. A. Rossel, A. M. Mouazen, et al., Visible

and Near Infrared Spectroscopy in Soil Science, In:

Advances in Agronomy, vol. 107, Elsivier Inc., United

Kingdom, 2010, pp. 164-206.

[11] E. D. Thosteson and D. M. Hanes, A Simple Methode for

Determining Sediment Size and Concentration from

Multiple Frequency Acoustic Backscatter Measurement,

Journal of Acoustical Society of America, vol. 104, no. 2,

1998, pp. 820-830.

Page 24: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

20 Ucapan Terima Kasih

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 20

ISSN 2548-9011

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada para mitra bestari yang telah terlibat dalam penilaian makalah-

makalah yang diterbitkan dalam Risalah Fisika Vol. 1 No. 1 Januari 2017:

1. Dr. Anto Sulaksono (Universitas Indonesia)

2. Dr. Budhy Kurniawan (Universitas Indonesia)

3. Prof. Dr. Yetty Supriyati (Universitas Negeri Jakarta)

4. Dr. Santoso Soekirno (Universitas Indonesia)

Page 25: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 21

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

Pengembangan Spektrometer Cahaya Tampak Menggunakan LED

RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa

(masuk/received 16 September 2016, diterima/accepted 14 Desember 2016)A

Development of Visible Light Spectrometer using RGB LED to Determine

Glucose Concentration

Mona Berlian Sari*, Yogie Sanjaya

*, Mitra Djamal

*,**

*Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia

**Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung 35365, Indonesia

[email protected]

Abstrak – Rancang bangun spektrometer menggunakan sumber cahaya dari cahaya tampak telah dibuat. Pada

penelitian ini diukur nilai absorbansi, transmitansi, dan konsentrasi larutan glukosa. Spektrometer menggunakan satu

sensor fotodioda, dua LED RGB sebagai sumber cahayanya dan dua sampel holder. Pergerakan sensor dikontrol

menggunakan motor stepper. Keluaran sensor diolah di mikrokontroller ATMega 8 dan dikirim ke PC. Interface

tampilan PC menggunakan GUI Visual Basic. Otomatisasi gerak sensor oleh motor stepper membuat pengukuran lebih

efisien, dimana pada satu kali pengukuran dapat langsung dibandingkan larutan standar dan larutan yang diukur.

Secara keseluruhan sistem menggunakan komponen dengan harga yang murah. Berdasarkan data hasil pengukuran,

absortivitas tertinggi diperoleh jika sumber yang digunakan adalah LED hijau yaitu dengan kisaran 0,47-0,9. Kesalahan

pengukuran konsentrasi menggunakan LED hijau berkisar antara 1,94% sampai 4,76% sedangkan secara keseluruhan

kesalahan pengukuran konsentrasi berkisar antara 0,12% sampai 5,43%.

Kata kunci: spektrometer, absorpsi, konsentrasi glukosa, cahaya tampak, mikrokontroler

Abstract – A spectrometer prototype using light source from visible light have been made. This research aims to detect

the absorbance, transmittance, and concentration of glucose solution. The spectrometer uses one photodiode sensor, two

RGB LED as light source and two sample holders. The sensor movement is controlled by stepper motor automatically.

Sensor output is processed by ATMega 8 microcontroller and sent to a PC. Data display is based on Visual Basic GUI

Interface. The automatic sensor motion by stepper motor results an efficient measurement, where the standard solution

and measured solution can be compared directly at one measurement. Overall the system uses low cost components.

Based on measurement data, the highest absortivity obtained from green LED was about 0.47-0.9. The error of

concentration measurement using green LED is about 1.94% to 4.76%, and overall the error of concentration

measurement is about 0.12% to 5.43%.

Key words: spectrometer, absorption, glucose concentration, visible light, microcontrollers

I. PENDAHULUAN

Konsentrasi larutan merupakan parameter yang sangat

penting dalam perancangan produk, pengujian hasil

industri dan lain sebagainya. Konsentrasi larutan

menyatakan suatu besaran atau kadar suatu zat di dalam

cairan [1]. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengukur konsentrasi ialah menggunakan spektroskopi.

Spektroskopi merupakan metode yang memanfaatkan

gejala yang ditimbulkan akibat interaksi cahaya dengan

materi. Alat yang digunakan pada metode spektroskopi

ialah spektrometer [2].

Dari beberapa energi gelombang elektromagnetik, salah

satunya adalah cahaya tampak. Panjang gelombang untuk

cahaya tampak adalah sekitar 350 nm-750 nm dengan

frekuensi 4-7,4×1010

Hz [3]. Larutan dengan pH 7

menyerap spektrum cahaya tampak dengan panjang

gelombang 400-600 nm [4]. Warna merah pada cahaya

tampak memiliki panjang gelombang 650 nm, warna hijau

memiliki panjang gelombang 510 nm, sedangkan warna

biru memiliki panjang gelombang 475 nm [5]. Metode

serapan radiasi elektromagnetik dalam interval cahaya

tampak menggunakan spektrometer visible light.

Saat ini pengembangan spektrometer menggunakan

sumber cahaya tampak untuk berbagai aplikasi telah

banyak dilakukan baik yang diproduksi oleh perusahaan

atau hasil penelitian ilmiah. Pengadaan spektrometer di

berbagai laboratorium pendidikan membutuhkan biaya

yang tidak sedikit karena pada umumnya spektrometer

yang dijual dipasaran memiliki harga yang sangat mahal.

Terdapat beberapa penelitian mengenai pembuatan

spektrometer seperti pembuatan spektrometer berbasis

Arduino dan Labview [6], spektrometer prisma

menggunakan WebCam [2], maupun spektrometer

WebCam menggunakan keping DVD sebagai kisi difraksi

[7]. Spektrometer tersebut memiliki berbagai kelebihan

dan kekurangan. Dengan menggunakan WebCam dapat

dilihat secara langsung warna spektrum yang dihasilkan.

Namun penelitian seperti ini bersifat kualitatif dan rentan

terhadap kesalahan pengamatan. Hasil citra yang terekam

pada WebCam berupa spektrum warna harus

dibandingkan dengan referensi untuk mengetahui

Page 26: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

22 Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

intensitas dan panjang gelombangnya. Performa

spektrometer dan interferensi dipengaruhi oleh lebar

celah, guratan pada kisi, serta kestabilan dan intensitas

sumber cahaya yang digunakan harus tinggi [7]. Analisis

data harus memperhatikan penyeleksian gambar dan

posisi piksel setiap warna [2].

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi

larutan glukosa. Pendeteksian konsentrasi glukosa dalam

larutan menggunakan metode spekroskopi telah banyak

digunakan seperti pengukuran konsentrasi glukosa

menggunakan metode spektroskopi inframerah dan

spektroskopi Raman [8]. Pada penelitian ini dikembang-

kan alat ukur konsentrasi glukosa menggunakan cahaya

tampak. Spektrometer ini menggunakan dua buah LED

RGB sebagai sumber cahaya, satu buah photodiode

sebagai sensornya, dan dua buah sample holder. Sampel

pertama merupakan larutan yang diukur dan sampel kedua

adalah larutan standar. Hasil pengukuran yang

ditampilkan di PC berupa data kuantitatif nilai

transmitansi, absorbansi, dan konsentrasi larutan yang

diukur.

Keunggulan sistem ini dapat dilihat dari segi

otomatisasi pergerakan sensor menggunakan motor

stepper. Akibatnya, pada satu kali pengukuran dapat

dibandingkan nilai transmitansi dan absorbansi larutan

standar dengan larutan yang diukur secara langsung.

Otomatisasi pergerakan sensor ini dapat meningkatkan

efisiensi proses pengukuran. Secara keseluruhan sistem

menggunakan komponen dengan harga yang murah.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan

spektrometer yang murah namun spesifikasinya dapat

memenuhi kebutuhan laboratorium pendidikan dalam

upaya peningkatan pemanfaatan teknologi sebagai media

pembelajaran.

II. LANDASAN TEORI

Ketika energi radiasi menumbuk suatu permukaan

material, energi tersebut akan berinteraksi dengan atom

dan molekul dari material [3]. Energi yang dipancarkan

dapat diserap, ditransmisi, dipantulkan, dihamburkan oleh

bahan atau dipendar tergantung pada struktur bahan

seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Interaksi radiasi dengan bahan.

Absorbsi cahaya adalah peristiwa penyerapan cahaya

oleh suatu bahan yang dilewati oleh cahaya tersebut [2]. Menurut Hukum Lambert-Beer: “Bila suatu cahaya

monokromatis melalui suatu media yang transparan maka

intensitas cahaya yang diteruskan sebanding dengan

ketebalan dan kepekatan media”. Absorbansi dalam

setiap daerah energi dinyatakan sebagai

A = ɛ cb

dengan A merupakan nilai absorbansi, ɛ merupakan

absortivitas molar (dm3mol

-1cm

-1), c merepresentasikan

konsentrasi molar (moldm-3

) dan b adalah panjang

lintasan (cm).

Nilai suatu absorbansi dan absortivitas tergantung pada

panjang gelombang. Oleh sebab itu, nilai absorbansi tidak

diukur secara langsung melainkan harus dihitung

menggunakan perbandingan intensitas dari sebagian

cahaya yang ditransmisikan melewati sampel. Jika I

adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel dan I0

adalah besar intensitas cahaya yang diukur sebelum

melewati sampel, fraksi intensitas cahaya yang

ditransmisikan (T) dapat dirumuskan sebagai [9]

T = I/I0, (1)

A = log10 (1/T). (2)

Pada umumnya sebuah sistem elektronik dibangun

mengunakan mikrokontroller. Mikrokontroller merupakan

sebuah sistem mikroprosesor yang dibangun pada satu

chip [10]. AVR ATMega 8 adalah mikrokontroler CMOS

8-bit berarsitektur AVR RISC yang memiliki 8 kbyte in

System Programmable Flash. Mikrokontroler dengan

konsumsi daya rendah ini mampu mengeksekusi instruksi

dengan kecepatan maksimum 16MIPS pada frekuensi

16MHz. ATMega 8 memiliki 28 pin. Konfigurasi pin

ATMega 8 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Konfigurasi pin ATMega 8.

Pada penelitian ini digunakan juga motor stepper.

Motor stepper merupakan salah satu komponen

elektronika yang gerakan rotornya dapat dikontrol dengan

memberikan pulsa-pulsa yang dihasilkan dari sistem

digital seperti mikroprosesor dan komputer. Gerakan

motor stepper sesuai dengan pulsa-pulsa digital yang

diberikan [11]. Seperti halnya motor DC biasa, motor

stepper juga dapat berputar dalam dua arah yaitu searah

jarum jam (CW) atau berlawanan arah jarum jam (CCW)

yaitu dengan memberikan polaritas yang berbeda. Namun,

tidak seperti motor AC dan DC yang berputar secara

kontinu, perputaran motor stepper adalah secara

incremental atau langkah per langkah (step by step).

Bagian-bagian dari motor stepper tersusun atas rotor,

stator, bearing, casing dan sumbu. Sumbu merupakan

pegangan dari rotor. Ketika rotor berputar sumbu ikut

berputar. Stator memiliki dua bagian yaitu pelat inti dan

Page 27: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 23

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

lilitan. Pelat inti dari motor stepper ini biasanya menyatu

dengan casing. Motor stepper yang digunakan adalah

motor stepper unipolar dengan resolusi 1,8 derajat per

step. Motor stepper bergerak setiap satu langkah dengan

besar sudut 1,8 derajat, jadi untuk satu putaran penuh

membutuhkan 200 step. Pada umumnya penggunaan

motor stepper digandeng dengan IC ULN2003A.

Secara teoritis, sebuah motor stepper dapat digerakkan

langsung oleh mikrokontroller. Namun pada kenyataan-

nya, arus dan tegangan yang dikeluarkan oleh

mikrokontroller tidak cukup untuk menggerakkan motor

stepper. Gerbang-gerbang TTL mikrokontroller hanya

mampu mengeluarkan arus dalam orde miliampere dan

tegangan antara 2 sampai 2,5 volt. Sementara untuk

menggerakkan motor stepper dibutuhkan arus yang lebih

besar (dalam orde ampere) dan tegangan berkisar antara 5

sampai 24 volt. Untuk mengatasi masalah tersebut

diperlukan piranti tambahan yang dapat memenuhi

kebutuhan arus dan tegangan untuk menggerakkan motor

stepper.

Rangkaian driver motor stepper merupakan rangkaian

open collector, di mana output pada rangkaian ini

terhubung dengan ground untuk mencatu lilitan-lilitan

motor stepper. Digunakan IC ULN2003A sebagai driver

motor stepper. IC ULN2003A adalah IC yang tersusun

atas 7 buah Darlington array. IC ULN2003A mempunyai

arus keluaran sampai 500 mA. Pada saat ketujuh driver

tersebut ON, IC ini dapat mencatu daya sampai 230 W.

ULN2003A mempunyai input serial yang dapat dipilih

untuk operasi TTL atau CMOS 5V.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Blok Diagram Sistem Spektrometer

Sistem yang dibuat tersusun dari komponen-komponen

elektronika dengan blok diagram pada Gambar 3.

Gambar 3. Blok diagram sistem spektrometer cahaya

tampak menggunakan LED RGB.

Berdasarkan Gambar 3, sistem spektrometer yang

dibuat terdiri dari sumber cahaya, sistem optik, sistem

kontrol, sistem sensor, signal conditioning, mikrokon-

troler, dan tampilan data. Sumber cahaya yang digunakan

adalah sumber cahaya tampak, yaitu LED RGB yang

menghasilkan tiga warna yaitu merah, hijau dan biru.

Perubahan warna ini dikontrol melalui mikrokontroler.

Sensor yang digunakan adalah sensor photodiode. Sensor

ini dapat mendeteksi perubahan intensitas cahaya yang

terjadi. Tegangan keluaran sensor akan berubah

bergantung pada intensitas cahaya yang mengenainya.

Tegangan keluaran sensor diperkuat melalui rangkaian

amplifier. Rangkaian amplifier ini menggunakan IC

LM358 sebagai IC penguat yang bertugas untuk

menguatkan sinyal keluaran sensor photodiode untuk

selanjutnya diolah di mikrokontroler. Exit slit diletakkan

pada bagian depan sensor photodiode, berfungsi untuk

memfokuskan cahaya yang telah melalui sampel agar

cahaya yang jatuh tepat pada sensor photodiode fokus

pada satu titik. Sistem kontrol digunakan untuk

menggerakkan sensor photodiode. Fungsi ini dijalankan

oleh motor stepper.

Data hasil pengukuran dikirim ke PC melalui

komunikasi serial untuk selanjutnya ditampilkan di PC

menggunakan GUI Visual Basic. Pada sistem ini

digunakan mikrokontroler ATMEGA8 yang bertugas

mengendalikan transmisi data dan juga mengontrol kerja

setiap blok yang digunakan. Mikrokontroller ATMEGA8

memiliki memory internal sebesar 8 kb sehingga dengan

terhubungnya sistem ini ke PC memory penyimpanan data

dapat ditingkatkan dengan signifikan. Gambar 4

menunjukkan desain susunan perangkat keras sistem yang

dibuat.

Gambar 4. Desain perangkat keras sistem spektrometer cahaya

tampak menggunakan LED RGB.

3.2 Pembuatan Program Interface

Perangkat lunak yang digunakan terdiri dari dua bagian

perangkat lunak, yaitu perangkat lunak mikrokontroler

ATMega 8 dan perangkat lunak tampilan PC berbasis

Visual Basic. Visual Basic digunakan untuk membuat

program tampilan data hasil pengukuran. Interface yang

digunakan antara sumber pulsa dan PC adalah

mikrokontroler ATMega 8. Dalam sistem ini

mikrokontroler ATMega 8 memiliki peranan yang penting

dalam menerima data, mengolah data dan mengirimkan

data ke sistem PC. Mikrokontroler ATMega 8 diprogram

menggunakan CodeVision AVR.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Blok Rangkaian

Gambar 5 menunjukkan rangkaian sistem yang dibuat.

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat blok rangkaian yang

digunakan dalam pembuatan spektrometer cahaya tampak

yang disusun mengacu pada blok diagram serta desain

perangkat keras pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 5a

menunjukkan sumber cahaya dan tempat sampel yang

digunakan, Gambar 5b merupakan catu daya teregulasi

Page 28: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

24 Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

yang digunakan untuk mengaktifkan sistem. Sistem

minimum ATMega 8 dapat dilihat pada Gambar 5c. Pada

Gambar 5c juga dapat dilihat IC ULN2003A yang

digunakan untuk menggerakkan motor stepper pada

Gambar 5d. Sensor dan rangkaian penguat sinyal

keluarannya dapat dilihat pada Gambar 5e. Sketsa

rangkaian elektronik sistem spektrometer secara lengkap

dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 5. (a) Sumber cahaya dan tempat sampel (b) catu daya

teregulasi (c) sistem minimum ATMega 8 dan IC

ULN2003A (d) motor stepper (e) rangkaian sensor

dan amplifier.

Gambar 6. Rangkaian elektronik sistem.

Rangkaian terdiri dari sistem minimum ATMega 8,

rangkaian pengendali motor stepper dan rangkaian

penguat sensor photodiode. Sumber cahaya yang

digunakan adalah LED RGB (Gambar 5a). LED RGB

memiliki 3 buah warna yang dapat berubah-ubah

tergantung kebutuhan. Pada sistem ini perubahan warna

pada LED yang digunakan dikontrol melalui PWM

mikrokontroller. Catu daya yang digunakan adalah catu

daya teregulasi dengan keluaran 5V. Tegangan 5V ini

diperoleh melalui IC7805 dengan pull-up kapasitor

sehingga dihasilkan tegangan DC teregulasi sebesar 5V

yang stabil. Catu daya ini digunakan sebagai sumber daya

bagi sistem. Rangkaian catu daya dapat dilihat pada

Gambar 5b. Penggunaan motor stepper pada Gambar 5d

digandeng dengan IC ULN2003A. Selanjutnya, tegangan

keluaran sensor photodiode diperkuat melalui rangkaian

op-amp amplifier. Rangkaian penguat op-amp mengguna-

kan IC LM358 yang merupakan IC penguat operasional

ganda (dual operational amplifiers).

4.2 Pembuatan Blok Program

4.2.1 Program Sistem Instrumen Spektrometer

Cahaya Tampak

Pemrograman sistem spektrometer cahaya tampak terdiri

dari program pembacaan sensor dan motor stepper.

Pemrograman menggunakan Code Vision AVR. Program

dimulai dari pembacaan nilai sensor. Lampu LED merah

dinyalakan. Tegangan yang dibaca dari rangkaian sensor

diubah menjadi intensitas yang persamaannya diperoleh

dari kalibrasi sensor. Data kemudian dikirim ke komputer

melalui komunikasi serial untuk ditampilkan ke GUI.

Begitupun untuk sumber cahaya warna hijau dan biru

secara berurutan. Setelah pembacaan nilai intensitas pada

sampel yang diuji selesai, sensor digerakkan oleh motor

stepper menuju sampel standar. Flowchart program

pembacaan sensor dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir pemrograman.

Pembacaan sensor dimulai kembali dari sumber LED

berwarna merah, hijau dan biru secara berurutan. Setelah

pembacaan selesai, motor digerakkan berlawanan arah

untuk menuju ke posisi semula. Pengukuran selesai.

Untuk mengulangi pengukuran, ditekan tombol reset yang

ditempatkan pada bagian luar box sistem.

4.2.2 Pembuatan Interface

Interface yang digunakan antara sistem sensor dan PC

adalah Mikrokontroller ATMega8. Dalam sistem ini

Page 29: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 25

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

mikrokontroller digunakan untuk mengontrol pergerakan

motor stepper untuk memindahkan posisi sensor dari

sampel standar ke sampel yang diuji. Mikrokontroller

juga memiliki peranan yang penting dalam menerima

data, mengolah dan mengirimkan data ke sistem PC. Data

yang dikirimkan ke PC akan ditampilkan dalam software

yang dibuat menggunakan Visual Basic.

Tampilan PC menggunakan Graphical User Interface

(GUI) berbasis software Visual Basic dihubungkan ke

mikrokontroller melalui komunikasi serial. GUI adalah

antarmuka pada sistem operasi atau komputer yang

menggunakan menu grafis agar mempermudah para

penggunanya untuk berinteraksi dengan komputer.

Komunikasi serial sendiri merupakan komunikasi standar

yang sering digunakan dalam sistem instrumentasi sebagai

interface antara PC dan sistem instrumen yang dibuat.

Kecepatan transfer data yang digunakan ialah pada baud

rate 9600. Dari PC dapat dilihat tampilan data hasil

pengukuran absorbansi dan konsentrasi sampel. Dengan

menyamakan address antara mikrokontroller dan sistem

komputer berbasis Visual Basic maka data dari

mikrokontroler dapat diterima dan ditampilkan oleh

komputer.

4.3 Pengujian Alat

Pengujian alat dilakukan melalui berbagai tahapan, di

antaranya adalah kalibrasi sistem sensor menggunakan

lightmeter untuk mendapatkan persamaan yang

menyatakan hubungan tegangan keluaran sensor terhadap

intensitas cahaya. Selanjutnya, kalibrasi sistem sensor

terhadap konsentrasi larutan glukosa (ppm) untuk

memperoleh persamaan yang merepresentasikan

hubungan antara intensitas cahaya dan konsentrasi larutan.

Pengujian alat juga dilakukan dengan mengukur nilai

absorbansi, transmitansi dan konsentrasi sampel.

4.3.1 Hubungan intensitas cahaya dan tegangan

keluaran sensor

Kalibrasi sensor diperlukan untuk mengetahui hubungan

tegangan keluaran sensor dan intensitas cahaya.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan persamaan yang

nantinya akan digunakan untuk mengkonversi nilai

tegangan keluaran sensor menjadi nilai intensitas cahaya

yang dapat diolah dan digunakan pada penentuan nilai

absorbansi dan transmitansi larutan. Kalibrasi dilakukan

dengan membandingkan tegangan keluaran sensor dan

pembacaan intensitas cahaya menggunakan alat standar

yaitu Light Meter tipe LX-101A. Dari hasil pengukuran

dapat diplot grafik seperti pada Gambar 8.

Dari data dan plot grafik yang dilakukan dilihat bahwa

tegangan keluaran naik secara linier seiring dengan

kenaikan intensitas cahaya yang mengenainya. Hubungan

intensitas cahaya dan tegangan keluaran sensor dinyatakan

oleh persamaan

I = 9,9168V – 0,1192 (sumber LED merah),

I = 66,543V + 0,2434 (sumber LED hijau),

I = 3,569V – 0,0095 (sumber LED biru).

Gambar 8. Hubungan tegangan keluaran sensor

dan intensitas cahaya.

Persamaan tersebut diperoleh dengan memplot data

hasil pengukuran tegangan keluaran sensor dan

membandingkannya dengan alat standar. Koefisien regresi

yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan sumber

cahaya LED merah adalah 1, LED hijau 0,9959, dan LED

biru 0,9932. Artinya, hasil pengukuran tidak menyimpang

dari yang sebenarnya.

4.3.2 Hubungan intensitas cahaya dan konsentrasi

larutan

Untuk memperoleh persamaan hubungan besaran

intensitas cahaya dengan konsentrasi sampel, sampel

diatur konsentrasinya terlebih dahulu. Artinya, sampel

larutan disiapkan pada berbagai konsentrasi. Sampel yang

digunakan adalah larutan glukosa dengan 8 konsentrasi

berbeda. Pada saat pengukuran harus dihindari proses

preparasi sampel yang kurang bagus dan komposisi

larutan yang kurang presisi sehingga nilai tegangan dan

warna larutan tidak linear dari yang seharusnya.

Selanjutnya sampel yang telah disiapkan diukur.

Proses pengukuran dilakukan dengan menyinari sampel

dengan sumber cahaya LED RGB kemudian mengukur

intensitas cahaya yang telah melewati sampel

menggunakan alat standar yaitu Light Meter tipe LX-

101A dan membandingkannya dengan pembacaan

tegangan keluaran sensor photodioda seperti terlihat pada

Gambar 9. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah

dilakukan dapat diplot data seperti pada Gambar 10.

Gambar 9. Set eksperimen pengukuran intensitas cahaya yang

melewati sampel menggunakan Light Meter dan Sensor

Dari hasil plot grafik yang dilakukan diperoleh

hubungan intensitas cahaya dan konsentrasi larutan (ppm)

sensor yang dinyatakan dalam persamaan

Sumber

Cahaya

Sampel Exit Slit

Light

Meter

Sensor photodiode

Page 30: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

26 Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

Gambar 10. Hubungan konsentrasi larutan (ppm)

dan intensitas cahaya.

C = 1190,5e-0,057I

(sumber LED merah),

C = 1166,6e-0,022I

(sumber LED hijau),

C = 1369,9e-0,458I

(sumber led biru),

dengan C adalah konsentrasi larutan dalam ppm. Hasil

plot grafik untuk menentukan persamaan ini memiliki

koefisien regresi 0,9171 untuk sumber LED merah,

0,9119 untuk LED hijau, dan 0,9554 untuk LED biru.

Semua nilai regresi mendekati 1, artinya hasil pengukuran

tidak jauh menyimpang dari nilai yang sebenarnya.

4.4 Hasil Pengukuran

4.4.1 Preparasi Sampel

Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan 1 gram

glukosa yang dilarutkan dalam 1 liter aquades. Hasilnya

adalah larutan glukosa dengan konsentrasi 1000 ppm.

Larutan ini kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur.

Selanjutnya larutan diencerkan. Proses pengenceran

menggunakan persamaan

V1C1 = V2C2

Gambar 11. Preparasi sampel (a) pemanasan sampel (b) sampel

hasil pemanasan.

Dari hasil pengenceran yang dilakukan dihasilkan

larutan glukosa yang konsentrasinya berbeda-beda untuk

dijadikan sampel pada pengukuran yaitu larutan glukosa

dengan konsentrasi 1000 ppm; 950 ppm; 902,5 ppm;

857,375 ppm; 814,5063 ppm; 773,78 ppm; 735,092 ppm;

dan 698,34 ppm. Ke dalam larutan ini masing-masing

ditambahkan 10 tetes benedict kemudian dipanaskan pada

suhu 100°C. Selanjutnya sampel yang telah dipanaskan

diukur pada alat yang dibuat untuk dibaca nilai

absorbansinya. Hasil pemanasan larutan glukosa yang

telah ditambahkan benedict dapat dilihat pada Gambar 11.

Dari Gambar 11 terlihat warna larutan menjadi merah

bata. Hal itu menandakan terdapatnya kadar glukosa di

dalam larutan yang disebabkan karena sifat larutan

benedict akan berubah warna jika terdapat kandungan

glukosa di dalamnya.

4.4.2 Data

Dari hasil pengukuran diperoleh nilai absorbansi,

transmitansi dan konsentrasi larutan yang ditampilkan

pada tampilan PC. Pada Tabel 1, 2, dan 3 disajikan data

hasil pengukuran yang telah dilakukan.

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran menggunakan LED merah.

No. CH

(ppm) T A

CU

(ppm)

% Kesalahan

Relatif

1 1000 0,13 0,88 1034,79 3,48 %

2 950 0,26 0,58 898,42 5,43 %

4 857,38 0,30 0,53 868,46 1,29 %

5 814,51 0,36 0,44 806,93 0,93 %

6 773,78 0,42 0,37 758,29 2,00 %

7 698,34 0,45 0,34 733,00 4,96 %

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran menggunakan LED hijau.

No. CH

(ppm) T A

CU

(ppm)

% Kesalahan

Relatif

1 1000 0,13 0,90 973,42 2,66 %

2 950 0,16 0,80 931,60 1,94 %

4 857,38 0,19 0,72 891,57 3,99 %

5 814,51 0,22 0,66 853,26 4,76 %

6 773,78 0,32 0,49 737,06 4,75 %

7 698,34 0,34 0,47 715,79 2,50 %

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran menggunakan LED biru.

No. CH

(ppm) T A

CU

(ppm)

% Kesalahan

Relatif

1 1000 0,27 0,57 1025,17 2,52 %

2 950 0,36 0,44 929,40 2,17 %

4 857,38 0,45 0,34 842,58 1,73 %

5 814,51 0,48 0,32 815,48 0,12 %

6 773,78 0,56 0,25 751,48 2,88 %

7 698,34 0,59 0,23 727,31 4,15 %

Keterangan:

CH : konsentrasi yang dihitung (ppm)

T : transmitansi

A : absorbansi

CU : konsentrasi yang diukur (ppm)

Berdasarkan data hasil pengukuran, CH merupakan

konsentrasi yang diperoleh melalui metode perhitungan

menggunakan rumus pengenceran, sedangkan

transmitansi, absorbansi, dan CU diperoleh dari sistem

spektrometer yang dibuat menggunakan persamaan yang

telah diproses di mikrokontroler. Selanjutnya kesalahan

relatif pengukuran diperoleh dengan membandingkan

konsentrasi yang diukur dengan konsentrasi yang

dihitung.

Pada proses pengukuran dapat dilihat absortivitas

tertinggi diperoleh jika sumber yang digunakan adalah

Page 31: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 27

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27

ISSN 2548-9011

LED merah yaitu dengan kisaran 0,47-0,9. Persentasi

kesalahan pengukuran konsentrasi menggunakan LED

hijau berkisar antara 1,94% sampai 4,76% sedangkan

secara keseluruhan persentasi kesalahan relatif

pengukuran berkisar antara 0,12% sampai 5,43%. Plot

persentasi kesalahan relatif pengukuran pada setiap

konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Persentase kesalahan relatif pengukuran

pada setiap konsentrasi.

Penelitian ini dapat dijadikan alternatif dalam

pengukuran yang membutuhkan spektrometer, yang dapat

digunakan untuk pengukuran menggunakan larutan

lainnya yang peka terhadap cahaya RGB, dan dapat

dikembangkan untuk mengetahui kadar glukosa dalam

darah.

V. KESIMPULAN

Telah dikembangkan spektrometer sederhana mengguna-

kan sumber cahaya tampak untuk mengukur kadar

glukosa suatu larutan. Alat ini terdiri dari sumber cahaya,

sampel, slit, sensor, dan tampilan data. Sistem terdiri dari

sistem sensor menggunakan penguat amplifier berbasis IC

LM358, motor stepper menggunakan ULN2003A, dan

mikrokontroler ATMega 8. Tampilan data digunakan

Visual Basic. Dari data hasil pengukuran diperoleh

absorbansi larutan glukosa menggunakan sumber LED

merah berkisar antara adalah 0,34 sampai 0,88, menggunakan sumber LED hijau 0,47 sampai 0.9, dan

dengan menggunakan sumber LED biru berkisar antara

0,23 sampai 0,57, dengan kesalahan relatif rata-rata di

bawah 5,43%. Absortivitas tertinggi diperoleh jika sumber

yang digunakan adalah LED hijau. Persentasi kesalahan

pengukuran konsentrasi menggunakan LED hijau berkisar

antara 1,94% sampai 4,76% sedangkan secara keseluruhan

persentasi kesalahan relatif pengukuran konsentrasi

berkisar antara 0,12% sampai 5,43%. Keunggulan sistem

terletak pada sistem kontrol dan otomatisasi gerak sensor

yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses

pengukuran. Keunggulan sistem juga dapat ditinjau dari

segi nilai ekonomis dimana sistem menggunakan

komponen-komponen yang murah.

PUSTAKA

[1] R. Djarot Sugiarso, Perbandingan Pereduksi Natrium

Tiosulfat (Na2S2O3) dan Kalium Oksalat (K2C2O4) pada

Analisa Kadar Besi dalam Multivitamin secara Spektometer

UV-VIS, Journal of Mathematics and Sciences Universitas

Airlangga, Vol. 1, No. 2, 2011, hal. 1-11.

[2] Lailatin Nuiyah dan Gancang Saroja, Studi Pembuatan

Spektrometer DVD untuk Menentukan Relasi Konsentrasi

Larutan Gula dengan Intensitas Spektrum, Physics Student

Journal Universitas Brawijaya, Vol. 2, No. 1, 2014, hal. 635-638.

[3] R.S. Khandpur, Handbook Analytical Instruments second

edition, Tata Mc-Graw-Hill, New Delhi, 1989.

[4] Muhammad Arshad Khosa, S. Sakhawat Shah, dan

Muhammad Faizan Nazar, UV-Visible Spectrometric Study

and Micellar Enhanced Ultrafiltration of Alizarin Red S

Dye, Journal of Dispersion Science and Technology, Vol.

32, No. 11, 2011, pp. 1634-1640.

[5] Laras Andria Wardani, Validasi Metode Analisis dan

Penentuan Kadar Vitamin C pada Minuman Buah Kemasan

dengan Spektrofotometri UV-Visible, Skripsi, FMIPA UI,

Depok, 2012.

[6] Wenny Wahyuni, Nanda Novita, Fajriani, et al., Rancang

Bangun Alat Ukur Transmisi dan Absorpsi Cahaya

Berbasis Arduino dan LabVIEW, Prosiding SNIPS ITB, 8-9

Juni 2015, hal. 105-108.

[7] Supliyadi, Khumaedi, dan Sutikno, Percobaan Kisi Difraksi

dengan menggunakan Keping DVD dan VCD, Jurnal

Pendidikan Fisika Indonesia ISSN 1693-1246, Vol. 6, No.

1, 2010, hal. 26-29.

[8] S. Firdous, M. Nawaz, M. Ahmed, et al., Measurement of

Diabetic Sugar Concentration in Human Blood using

Raman, Laser Physics, Vol. 22, No. 6, 2012, pp. 1090-

1094.

[9] A. Gobrecht, R. Bendoula, J.M. Roger, et al., Combining

linear polarization spectroscopy and the Representative

Layer Theory to measure the Beer–Lambert law absorbance

of highly scattering materials, Journal of Analytica Chimica

Acta 853, 2015, pp. 486–494.

[10] C.M. Gilmore, Microprocessors: Principles and

Applications, Mc Graw-Hill, Singapore 1995.

[11] R. Zamora, et al., Sistem Pengendalian Motor Stepper

Tanpa Kabel Berbasis Mikrokontroller AT89C51. Jurnal

Rekayasa Elektrik, Vol.4, No.2, 2005, hal. 29-33.

Page 32: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

28 SFN 2017

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 20

ISSN 2548-9011

Ikuti perkembangannya di https://conference.fisika.or.id/Events/detail/6

Simposium Fisika Nasional ke-30 (SFN XXX) adalah kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Fisika Indonesia (HFI). Kegiatan ini adalah agenda tahunan HFI dan diselenggarakan berpindah dari satu kota besar ke kota besar lain. SFN XXX tahun 2017 dilaksanakan oleh HFI cabang Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta di Yogyakarta pada tanggal 6 s.d. 8 September 2017 dengan mengangkat tema "Physics for the Sustainability". Tujuan utama simposium adalah menampilkan, membangun, dan menyebarluaskan hasil riset interdisiplin dari berbagai cabang ilmu fisika. Peneliti dari universitas, institut, dan industri yang bekerja di beragam bidang fisika di undang untuk berpartisipasi dan menampilkan hasil risetnya sebagai pemakalah atau menyampaikan wawasannya sebagai peserta. Simposium ini mencakup, namun tidak dibatasi, berbagai bidang berikut: fisika teori dan komputasi, fisika material dan teknologi nano, biofisika dan fisika medik, fisika nuklir dan partikel, geofisika, astrofisika, fisika instrumentasi, laser dan optoelektronika, fisika energi dan lingkungan, dan bidang fisika lain.

Organized by

Page 33: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

PETUNJUK

PENULISAN DAN PENYERAHAN

MAKALAH

1. Contoh (template) yang berisi petunjuk penulisan dan formulir penyerahan makalah dapat diunduh

(download) di situs Risalah Fisika (http://journal.fisika.or.id/rf).

2. Makalah yang ditulis dalam Microsoft Word dengan format sesuai contoh (template) disertai formulir

penyerahan makalah (sebagai supplementary file) yang telah diisi dan ditandatangani oleh semua

penulis dapat diunggah (upload) melalui situs Risalah Fisika setelah melakukan pendaftaran.

3. Pendaftaran dalam situs akan memberikan nama pengguna (user name) dan sandi pengguna

(password) untuk masuk dalam situs dan memeriksa status makalah tersebut.

4. Pada pendaftaran mohon diberikan data pengguna lengkap dengan alamat surat elektronik (email) dan

telepon (khususnya telepon gengggam/handphone) untuk komunikasi lebih lanjut dengan penulis.

5. Jika terjadi kesulitan dalam pendaftaran dan pengunggahan makalah maupun masalah lain terkait

dengan Risalah Fisika, dapat dihubungi pengelola melalui alamat elektronik: [email protected].

Page 34: Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 - journal.fisika.or.id

ISSN 2548-9011

Volume 1 Nomor 1

Januari 2017

Daftar Isi

Pengantar Redaksi……………………………………………………………………………………………… i

Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Albertus Hariwangsa Panuluh, Mirza Satriawan ............................................................................ 1

Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry

Dengan Menggunakan Metode Matriks Transfer

Thomas Aquino Ariasoca, Iman Santoso .......................................................................................... 5

Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama

di Kota Palangka Raya

Theo Jhoni Hartanto ………………………………………………………………………………… 9

Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat

untuk Sistem Pengukuran Konsentrasi Sedimen Layang

Lia Yuliantini, Iful Amri, Mitra Djamal ……………………………………………………………. 15

Ucapan Terima Kasih ………………………………………………………………………………….. 20

Pengembangan Spektrometer Cahaya Tampak Menggunakan LED RGB

untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa

Mona Berlian Sari, Yogie Sanjaya, Mitra Djamal ………………………………………………….. 21