volume 1 nomor 1 januari 2017 - journal.fisika.or.id
TRANSCRIPT
ISSN 2548-9011
http://journal.fisika.or.id/rf
Volume 1
Nomor 1
Januari 2017
Risalah Fisika Vol. 1 No. 1 Halaman 1 - 27 Yogyakarta, Januari 2017 ISSN 2548-9011
ISSN 2548-9011 http://journal.fisika.or.id/rf
mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam bidang fisika teori, fisika terapan, dan pendidikan fisika
EDITOR KETUA
Dr. Pramudita Anggraita, Himpunan Fisika Indonesia
EDITOR
Anto Sulaksono, Fisika Bintang dan Struktur Nuklir, Universitas Indonesia
L.T. Handoko, Fisika Partikel Teori, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Nazli Ismail, Fisika Bumi, Universitas Syiah Kuala
Ni Nyoman Rupiasih, Biofisika dan Polimer, Universitas Udayana
Terry Mart, Fisika Nuklir dan Partikel Teori, Universitas Indonesia
Santoso Soekirno, Fisika Instrumentasi, Universitas Indonesia
MITRA BESTARI
Ariadne L. Juwono, Fisika Material, Universitas Indonesia
Bambang Heru Iswanto, Fisika Komputasi, Universitas Negeri Jakarta
Budhy Kurniawan, Fisika Material, Universitas Indonesia
Esmar Budi, Fisika Material, Universitas Negeri Jakarta
Mirza Satriawan, Fisika Partikel Teori, Universitas Gadjah Mada
Yetty Supriyati, , Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta
ADMINISTRASI
Dewita
Frida Iswinning Dyah
Idrus Abdul Kudus
Sumadi
Penerbit:
Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Komplek Batan Indah Blok L No 48 Serpong Tangerang 15314, Banten Indonesia
Phone: +62-21-7561609
Fax: +62-21-7561609
E-mail: [email protected]
Pengantar Redaksi i
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017)
ISSN 2548-9011
PENGANTAR REDAKSI
Risalah Fisika (RF) merupakan kelanjutan dari Jurnal Fisika Himpunan Fisika
Indonesia sebagai jurnal resmi yang diterbitkan oleh Himpunan Fisika Indonesia (HFI)
sejak tahun 1992-2001 dalam bentuk cetak dan kemudian secara on-line hingga tahun
2011 dengan ISSN 0854-3046 dan Akreditasi Nomor 242/Akred-LIPI/P2MBI/
05/2010. Jurnal terbit secara berkala enam bulanan (Juni dan Desember).
Dalam pertemuan HFI di Denpasar pada tanggal 16 Oktober 2014 diputuskan
untuk melanjutkan penerbitan secara on-line dengan nama baru yaitu Risalah Fisika,
tanpa penyebutan Himpunan Fisika Indonesia untuk menghindari pengulangan kata
fisika. Selain Risalah Fisika juga direncanakan penerbitan Journal of the Indonesian
Physical Society (JIPS) dalam bahasa Inggris, sebagai kelanjutan dari Physics Journal
of the Indonesian Physical Society yang pernah diterbitkan sebelumnya dalam bentuk
cetak 1996-2001 dengan ISSN 1410-8860.
Penyiapan situs, editor, mitra bestari, dan permintaan makalah (paper call) baru
dapat dilakukan pada pertengahan 2016. Makalah-makalah yang diterbitkan dalam
Risalah Fisika nomor pertama ini (Volume 1, Nomor 1, Januari 2017) masuk dan
diterima untuk diterbitkan antara Juni hingga Desember 2016, terdiri dari 5 makalah-
makalah di bidang fisika teori, material, pendidikan, dan instrumentasi. Penerbitan
lebih dari 5 makalah tiap nomor akan dipertimbangkan jika cukup banyak makalah
yang masuk dan dapat diterima untuk diterbitkan.
Penerbitan Risalah Fisika nomor berikutnya (Volume 1, Nomor 2) direncanakan
pada bulan Juli 2017. Segenap Editor Jurnal Fisika mengundang komunitas fisika
untuk aktif berpartisipasi mengirimkan naskah ke situs http://journal.fisika.or.id/rf
(bahasa Indonesia) maupun http://journal.fisika.or.id/jips (bahasa Inggris).
Ketua Redaksi
ii Pengantar Redaksi
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 20
ISSN
Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4
ISSN 2548-9011
1
Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-
Skalar (masuk/received 4 Juni 2016, diterima/accepted 28 Juni 2016)) Neutrino Mass Generation in Spinor-Scalar Correspondence Model
Albertus Hariwangsa Panuluh*, Mirza Satriawan** *Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Kampus III USD, Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282
**Departemen Fisika, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Sekip Utara Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Abstrak – Model pengembangan dari model standar dengan prinsip korespondensi spinor-skalar telah dibangun.
Diperkenalkan enam buah medan skalar baru sebagai partikel korespondensi bagi spinor model standar. Berbagai
eksperimen telah menunjukkan adanya osilasi neutrino, dan hal ini dapat terjadi jika neutrino memiliki massa. Oleh
karena itu, setiap model pengembangan model standar harus mampu menjelaskan massa neutrino. Massa neutrino
dalam model korespondensi spinor-skalar dapat dibangkitkan dengan menggunakan mekanisme seesaw dan dapat
memiliki nilai massa yang sangat kecil.
Kata kunci: model standar, massa neutrino, supersimetri, mekanisme seesaw
Abstract – We have build an extension of standard model base on the spinor-scalar correspondence principle. Six new
scalar fields have been introduced as the corresponding particles for the spinors in the standard model. Many
experiments have indicated that neutrinos is oscillating, which can happen only if neutrinos have masses. Thus every
extension of the standard model has to be able to explain the neutrino mass. Neutrino mass in the spinor-scalar
correspondence model can be generated using seesaw mechanism, and can have a very small value.
Key words: standard model, neutrino mass, supersymmetry, seesaw mechanism
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi, fisika partikel
juga telah mengalami perkembangan. Keberhasilan tim
CMS dan ATLAS di LHC mendeteksi partikel boson
Higgs merupakan salah satu pencapaian besar fisikawan
partikel pada era ini [1]. Terdapat empat jenis interaksi di
alam semesta, yaitu interaksi kuat, lemah, elektromag-
netika, dan gravitasi. Model standar (MS) fisika partikel
berhasil menjelaskan tiga jenis interaksi (kecuali
gravitasi). Di dalam MS hanya ada satu partikel skalar
yaitu boson Higgs yang berperan untuk membangkitkan
massa partikel-partikel dalam MS.
MS dikatakan belum lengkap karena tidak mampu
menjelaskan beberapa hal di antaranya: osilasi neutrino
[2], masalah hierarki [3], ketaksimetrian barion di alam
semesta [4], dan keberadaan materi gelap [5]. Oleh
karena itu para fisikawan partikel masih berupaya untuk
memperluas MS.
Salah satu model pengembangan MS yang mampu
menyelesaikan masalah hierarki adalah supersimetri
(SUSY) [6]. Supersimetri adalah suatu simetri antara
boson dan fermion. Model pengembangan supersimetrik
untuk MS disebut Model Standar Supersimetrik Minimal
(MSSM) di mana setiap partikel dalam model standar
memiliki pasangan-super (superpartner) nya, yaitu setiap
boson memiliki pasangan fermion dan setiap fermion
memiliki pasangan boson. Selain masalah hierarki, pada
perkembangannya terkini SUSY mampu menjelaskan
banyak hal di antaranya: momen magnet muon, penyatu-
an kopling ketiga interaksi pada energi tinggi (Grand
Unified Theory), dan partikel SUSY yang paling ringan
(Lightest Supersymmetric Particle) diduga mampu
menjadi kandidat materi gelap [7].
Banyak masalah dalam MS yang dapat dijelaskan
menggunakan SUSY. Namun partikel SUSY yang paling
ringan, yaitu neutralino, belum ditemukan, maka boleh
diduga neutralino dan semua gaugino sebenarnya tidak
ada di alam. Ini berarti aljabar SUSY harus dirombak
agar tidak menyertakan sektor medan tera. Tetapi
merombak aljabar SUSY agar tidak menyertakan sektor
tera bukanlah hal yang mudah, dan hingga saat ini belum
dapat diwujudkan. Akan tetapi ide menggunakan simetri
SUSY hanya pada sektor skalar dan spinor tanpa sektor
tera dapat direalisir dengan sederhana, yaitu berupa
korespondensi antara spinor dan skalar. Kami telah
mengusulkan model Korespondensi Spinor Skalar (KSS)
di pustaka [8]. Pada model ini untuk setiap partikel spinor
dengan bilangan kuantum tera tertentu terdapat partikel
skalar korespondensinya dengan bilangan kuantum tera
yang sama, demikian pula sebaliknya, sedangkan untuk
sektor medan tera tidak memiliki pasangan kores-
pondensi. Konsekuensi dibangunnya model KSS adalah
adanya peluruhan nukleon (proton dan neutron) yang
tidak terdeteksi dalam MS, serta adanya partikel
leptoquark yang melanggar bilangan lepton dan barion
[8]. Status terakhir terkait dengan peluruhan nukleon dari
kolaborasi Sudbury Neutrino Observatory (SNO)
diperoleh nilai batas bawah untuk waktu hidup nukleon
adalah 292 10inv tahun [9].
Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4
ISSN 2548-9011
2
Neutrino merupakan partikel yang masih misterius
hingga saat ini. Awalnya diperkenalkan oleh Pauli pada
tahun 1930 sebagai sebuah partikel yang membawa
energi yang hilang pada peluruhan beta. Dalam MS,
hanya ada neutrino kidal. Beberapa model pengembangan
MS memperkenalkan singlet neutrino tak-kidal. Model
KSS juga memperkenalkan singlet neutrino tak-kidal.
Selain itu, dahulu diduga neutrino tidak bermassa.
Namun hasil eksperimen yang dilakukan oleh SNO,
Super Kamiokande, dan beberapa detektor neutrino lain
menunjukkan bahwa neutrino yang berasal dari matahari
mengalami osilasi (berubah flavor) [10]. Peristiwa osilasi
neutrino hanya dapat berlangsung jika neutrino memiliki
massa.
Atas dasar fakta ini, neutrino pada semua model
pengembangan MS harus mampu menjelaskan massa
neutrino. Dalam penelitian ini akan diteliti pembangkitan
massa neutrino.
II. MODEL KSS
Model KSS merupakan pengembangan dari MS dengan
memperkenalkan enam buah medan skalar yang masing-
masing medan skalar merupakan pasangan dari medan
spinor yang ada di MS ditambah dengan neutrino tak-
kidal. Tabel 1 menunjukkan isi partikel dalam model
KSS, dengan e
L
L
le
adalah dublet lepton (2)LSU
dan L
L
uq
d
adalah dublet quark.
Bentuk potensial skalar dalam model KSS paling
umum yang invarian terhadap transformasi tera SM dan
melibatkan semua medan skalar dalam model KSS adalah
sebagai berikut [8] 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 2 3 4 5| | | | | | | | | |V
2 2 4 4 4 4
6 1 2 3 4| | | | | | | | | |
4 4 2 2 2 2
5 6 21| | | | | | | | | | | |
2 2 2 2 2 2
3 4 5| | | | | | | | | | | |
2 2 2 2 2 2
1 2 3| | | | | | | | | | | |
2 2 2 2 2 2
4 21| | | | | | | | | | | |
2 2 2 2 2 2
3 1 2| | | | | | | | | | | |
2 2 † †
1 2| | | | ( ) ( )
† †
3 4( ) ( ) (1)
dengan simbol Yunani selain medan partikel (μ1,....,δ4)
adalah tetapan.
Supaya foton dan gluon tidak bermassa setelah
mengalami perusakan simetri secara spontan
(spontaneous symmetry breaking), maka hanya medan
skalar yang memiliki muatan elektromagnetik neutral
Tabel 1. Medan spinor dan medan skalar disertai dimensi
wakilan dan bilangan kuantum dalam model KSS.
Medan
Spinor
Medan
Skalar (3) (2) (1)C L YSU SU U
Ll 1,2,-1
Re 1,1,-2
R 1,1,0
Rd 3,1,-2/3
Lq 3,2,1/3
Ru 3,1,4/3
yaitu dan yang boleh mempunyai nilai harap vakum
(Vacuum Expectation Value, VEV) yang tak nol. Bentuk
VEV bagi medan dan ditunjukkan dalam persamaan
1
02
, (2)
dengan dan
adalah VEV bagi medan skalar
dan . Dengan melakukan substitusi persamaan (2) ke
persamaan (1), diperoleh nilai potensial skalar pada
keadaan dasar/vakum setelah perusakan simetri secara
spontan
2 2 2 2 4 4 2 2
1 3 1 3 2
1 1 1
2 4 2V . (3)
Dari persamaan (3) dapat diperoleh nilai minimum
dari potensial skalar dan dapat diperoleh nilai VEV bagi
masing-masing medan skalar
2 2
2 3 1 3
2 3 1
2 4
4
,
2 2
2 1 3 1
2
2 3 1
2
4
. (4)
III. PEMBANGKITAN MASSA
A. Massa Partikel Skalar
Untuk membangkitkan massa keenam partikel skalar
dalam model KSS maka dilakukan ekspansi di sekitar
VEV setiap medan skalar. Bentuk ekspansinya
ditunjukkan sebagai
1, ,
02
hh h
1
2
, ,h
h hh
. (5)
Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4
ISSN 2548-9011
3
Dari bilangan kuantum serta dimensi wakilan grup
teranya, tidak lain adalah medan Higgs SM (yang
terotasi) sehingga nilai
tak lain adalah nilai VEV
untuk partikel Higgs MS yaitu 246 GeV [11]. Persamaan
(5), disubstitusi ke persamaan (1), kemudian setelah
dilakukan penjabaran dan suku campuran diabaikan,
maka massa bagi keenam medan skalar
2
12m
,
2
38m
,
2 2 2
1 1 2
1
2m
,
2 2 2
3 1 4
1
2m
,
2 2 2
4 2 5
1 1 1
4 2 2m
,
2 2 2
5 3 6
1
2m
. (6)
B. Lagrangian Yukawa dan massa elektron, up dan down
quark
Massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d)
dapat dibangkitkan dengan membangun Lagrangian
Yukawa yang paling umum dalam model KSS. Bagian
lagrangian Yukawa, setelah perusakan simetri spontan
yang akan memberikan massa fermion adalah
( ) ( ) ( )c c c
v L R l R R R R d R RG l G e G G d
L
q L R u R qu L R
c
RG q G u G q u
c c c
qd L R e L R ul R RG q d G l e G u e
c c c c
l d L R ql L L d u R RG l d G q l G d u
.c c c c c
R R qq L ld L L LG d d G q q G l l h c (7)
dengan berbagai koefisien G adalah tetapan kopling
interaksi Yukawa, yang secara umum harus berupa
matriks untuk menampung informasi tentang ketiga
generasi fermion.
Persamaan (7) memuat suku yang dapat membangkit-
kan massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d)
yaitu suku c
e L RG l e ,
q u L RG q u dan
c
q d L RG q d berturut-
turut. Dari ketiga suku tersebut diperoleh
1
2e e
m G
,
1
2u q u
m G
,
1
2d q d
m G
. (8)
yakni massa elektron (e), up quark (u), dan down quark
(d).
IV. PEMBANGKITAN MASSA NEUTRINO
Terdapat beberapa cara untuk membangkitkan massa
neutrino, salah satunya adalah mekanisme seesaw tipe-1
[12]. Suku lagrangian untuk mekanisme seesaw secara
umum adalah
2
c
R L R R
Mf . (9)
Dari persamaan (7) dapat diperoleh bentuk Lagrangian
yang memuat suku yang sama seperti persamaan (9) di
atas, yaitu
. .c
L R R RG G h c
L (10)
Kemudian setelah medan skalar dan memperoleh
VEV masing-masing
dan
, maka persamaan (10)
menjadi
c
L R R RG G
L (11)
yang diagram Feynman-nya ditunjukan pada Gambar (1).
Dengan membandingkan persamaan (11) dengan persa-
maan (9), maka diperoleh 2M G
dan f G
.
Gambar 1. Diagram Feynman mekanisme seesaw pembang-
kitan massa neutrino
Massa neutrino dapat diperoleh dengan cara
melakukan diagonalisasi matriks massa neutrino dari
persamaan (11)
0 m
m M
(12)
dengan m G
adalah massa Dirac. Maka massa
neutrino dalam model KSS adalah
2m
mM
, (13)
yang dapat bernilai sangat kecil jika 2
M m . Karena
semua kopling konstan di persamaan (7) tidak berdimensi
maka dengan alasan kealamian (naturalness) nilainya
semestinya berorde satu, sehingga di sini diasumsikan
bahwa semua kopling konstan di persamaan (7) berorde
satu, maka vϕ2/vη ≈ 10
-9 GeV. Dengan memasukkan nilai
vϕ = 246 GeV, maka dapat diperkirakan nilai νη ≈ 6,05
× 1013
GeV yang tidak lain sebanding dengan massa M.
Mekanisme yang telah dideskripsikan tersebut tidak
Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4
ISSN 2548-9011
4
berbeda jauh dengan mekanisme seesaw tipe-1 di pustaka
[13]. Perbedaannya di sini nilai M berasal dari VEV
medan skalar η.
Hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah
matriks campuran neutrino dalam model KSS. Isu lain
yang dapat untuk diteliti adalah masalah ketidaksimetrian
barion di alam semesta. Salah satu cara untuk
menyelesaikan masalah tersebut adalah leptogenesis yang
dihasilkan melalui peluruhan neutrino singlet.
VI. KESIMPULAN
Model korespondensi spinor-skalar (KSS) merupakan
salah satu model yang dapat menjadi alternatif lain dari
SUSY yang tidak mengharuskan adanya gaugino. Dalam
model ini massa neutrino dapat dibangkitkan
menggunakan mekanisme seesaw dan massa neutrino
memiliki nilai m2/M dan akan bernilai sangat kecil jika M
>> m2.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas
Sanata Dharma dan Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Gadjah Mada atas segala bentuk
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
PUSTAKA
[1] The ATLAS Collaboration, Observation of a new particle
in the search for the Standard Model Higgs boson with the
ATLAS detector at the LHC, Physics Letter B, vol. 716,
Issue 1, 17 September 2012, pp. 1-29.
[2] A. Aguilar, et al., Evidence for Neutrino Oscillations from
the Observation of Electron Anti-neutrinos in a Muon
Anti-Neutrino Beam, Physical Review D, vol. 64, no.
112007, 13 November 2001.
[3] L. Susskind, Dynamics of spontaneous symmetry
breaking in the Weinberg-Salam theory, Physical Review
D, vol. 20, no. 2619, 15 Nopember 1979.
[4] S. Davidson, M. Losada, A. Riotto, A New perspective on
baryogenesis, Physical Review Letters, vol. 84, no. 4284,
8 Mei 2000.
[5] P. Gondolo, G. Gelmini, Compatibility of DAMA dark
matter detection with other searchers, Physical Review D,
vol. 71, no. 123520, 10 Juni 2005.
[6] J. Wess, B. Zumino, Super gauge transformation in four
dimensions, Nuclear Physics B, vol. 70, 1974, pp. 39-50.
[7] V. Berezinsky, A. Bottino, J. Ellis, N. Fornengo, G.
Mignola, S. Scopel, Neutralino dark matter in
supersymmetric models with non-universal scalar mass
terms, Astroparticle Physics, Vol. 5, 1-26, 1996.
[8] A. H. Panuluh, Istikomah, F. Fauzi, dan M. Satriawan,
Model Korespondensi Spinor-Skalar, Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXIX HFI DIY & Jateng, April 2015,
pp. 119-123.
[9] S. N. Ahmed, et al., Constraints on Nucleon Decay via
Invisible Modes from the Sudbury Neutrino Observatory,
Physics Review Letter, Vol. 92, 2004.
[10] Y. Fukuda, et al., Evidence for Oscillation of
Atmospheric Neutrinos, Physics Review Letter, Vol. 81,
1998.
[11] K. A. Olive, et al., Review of Particle Physics, Chinese
Physics C, Vol. 38, 2014.
[12] M. Fukugita dan T. Yanagida, Physics of Neutrinos and
Applications to Astrophysics, Springer-Verlag, 2003.
[13] R. N. Mohapatra dan G. Senjanovic, Neutrino Mass and
Spontaneous Parity Nonconservation, Physics Review
Letter, Vol. 44, 1980.
Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan ...
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8
ISSN 2548-9011
5
Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil
Spectroscopy Ellipsometry Dengan Menggunakan Metode Matriks
Transfer (masuk/received 26 Juni 2016, diterima/accepted 31 Agustus 2016 )) Graphene Dielectric Constant Modeling of Spectroscopy Ellipsometry
Result Using Matrix Transfer Method
Thomas Aquino Ariasoca, Iman Santoso Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Abstrak – Telah dilakukan pemodelan konstanta dielektrik graphene pada substrat SiC hasil spectroscopy
ellipsometry dengan menggunakan metode matriks transfer untuk melakukan perhitungan persamaan Fresnel dalam
pemodelan optik. Matriks transfer didefinisikan dalam perkalian matriks interface I dan matriks layer L yang
menunjukkan pengaruh dari lapisan permukaan dan badan dari suatu medium terhadap keseluruhan sistem. Pengaruh
kekasaran lapisan didefinisikan menggunakan pendekatan medium efektif. Pemodelan konstanta dielektrik kemudian
dilakukan dengan menggunakan inversi Newton-Raphson dari persamaan ellipsometry. Hasil dari penelitian
menunjukkan perhitungan dengan menggunakan metode matriks transfer dapat menghasilkan nilai yang sama dengan
perhitungan persamaan Fresnel biasa.
Kata kunci: matriks transfer, pemodelan optik, konstanta dielektrik, graphene, substrat SiC
Abstract – Modeling the dielectric constant of graphene on SiC substrate of spectroscopy ellipsometry result has been
done by using transfer matrix method to calculate the Fresnel equation in optical modeling. The transfer matrix is
defined by multiplication of interface matrix I and layer matrix L that show the effect of interface and body layer of a
medium to a system. The effect of surface roughness is defined by using effective medium approximation. Then modeling
of dielectric constant is done by using Newton-Raphson inversion method from ellipsometry equation. Result shows that
calculation using transfer matrix method gives same result as calculation of ordinary Fresnel equation.
Keywords: transfer matrix, optical modeling, dielectric constant, graphene, SiC substrate
I. PENDAHULUAN
Graphene adalah alotropi karbon yang berbentuk
lembaran heksagonal 2-dimensi [1]. Graphene pada
dasarnya adalah dasar pembentukan beberapa material
berbasis karbon seperti grafit. Graphene memiliki sifat
optik dan kelistrikan yang unik seperti transport elektron
balistik, efek kuantum Hall, dan tingkat transparansi
optik yang tinggi [2], sehingga banyak dilakukan kajian
untuk memanfaatkan keunikan sifat graphene tersebut ke
dalam pengembangan teknologi elektronik [2].
Salah satu bentuk graphene yang sering dikaji adalah
graphene epitaxial multilayer, yaitu graphene yang
terdiri dari beberapa lapisan graphene. Karena adanya
orientasi yang berbeda di antara lapisan yang terdekat
terhadap substrat, struktur pita graphene epitaxial
multilayer hampir identik dengan graphene monolayer
terisolasi. [3]
Pengkajian sifat optik Graphene seperti perhitungan
konstanta dielektrik, indeks bias, dan konduktivitas optik
dapat dilakukan dengan metode spectroscopy
ellipsometry karena sangat sensitif terhadap keberadaan
lapisan tipis pada orde 0,01 nm [4]. Perhitungan sifat
optik dari metode ellipsometry dapat dilakukan dengan
melakukan pemodelan optik. Untuk sistem banyak
lapisan, persamaan Fresnel yang diselesaikan dari
pemodelan optik akan semakin rumit, sehingga
diperlukan metode matriks transfer untuk mempermudah
perhitungan persamaan Fresnel tersebut. Dalam makalah
ini akan dikaji penggunaan matriks transfer dalam
menyelesaikan persamaan Fresnel yang muncul pada
permasalahan ekstraksi konstanta dielektrik material
graphene epitaxial multilayer.
II. LANDASAN TEORI
Dimisalkan suatu sistem optik dengan media linear,
homogen, dan isotropik dengan jumlah layer n dan
berada di antara medium 0 dan substrat n+1. Ketika
cahaya datang dari medium 0, sebagai akibat dari
transmisi dan refleksi cahaya pada medium, akan ada
cahaya yang datang dari substrat n+1, sehingga akan
terjadi medan planar yang merambat maju (+) dan medan
planar yang terpantul (-) dari gelombang cahaya yang
terjadi pada sistem optik tersebut.
Medan E untuk cahaya yang merambat menuju sistem
optik dengan layer n kemudian didefinisikan ke dalam
bentuk [5]
(1)
Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan.......
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8
ISSN 2548-9011
6
dengan z adalah koordinat perambatan gelombang planar.
Bila cahaya yang merambat dari medium 0 merambat
dalam koordinat z’ dan cahaya yang merambat dari
substrat dalam koordinat z”, serta koordinat z’ dan z”
saling pararel, maka berdasarkan sistem linear, E(z’) dan
E(z”) dapat direlasikan dalam sebuah matriks
transformasi [5]
(2)
dengan matriks S merupakan matriks hamburan yang
didefinisikan dalam perkalian matriks interface I dan
matriks layer L yang menunjukkan pengaruh dari lapisan
permukaan dan badan dari suatu medium terhadap
keseluruhan sistem, sehingga matriks S dapat ditulis
sebagai [5]
(3)
matriks interface I dan matriks layer L dapat
didefinisikan ke dalam bentuk matriks . Matriks I
sendiri didefinisikan oleh [5]
(4)
dengan adalah koefisien refleksi pada medium i dan j,
dan adalah koefisien transmisi pada medium i dan j.
Matriks dapat didefinisikan dalam [5]
(5)
dengan adalah beda fase yang terjadi pada medium j.
Metode matriks transfer kemudian diimplementasikan
ke dalam persamaan spectroscopy ellipsometry yang
dituliskan oleh persamaan [4]
(6)
dengan dan merupakan koefisien refleksi dari sistem
yang ditinjau. Nilai koefisien refleksi dapat dicari dengan
menggunakan persamaan Fresnel [4]
(7)
(8)
dengan dan adalah konstanta dielektrik pada
medium 0 dan 1, serta dan adalah sudut sinar yang
datang menuju medium medium 0 dan 1.
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Sistem optik yang diteliti adalah sistem graphene pada
susbtrat SiC dengan memperhitungkan efek kekasaran
lapisan interface yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan medium efektif [4]
(9)
Tetapan adalah konstanta dielektrik dari medium
efektif, konstanta dielektrik medium a, konstanta
dielektrik medium b, dan adalah rasio volume dari
medium a.
Pemodelan optik yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah untuk sistem bulk SiC, graphene pada SiC, dan
graphene pada SiC dengan efek interface. Pemodelan
optik yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pemodelan optik (a) SiC, (b) graphene di
atas SiC, dan (c) graphene di atas SiC
dengan 2 interface layer
Perhitungan koefisien Fresnel dilakukan dengan
menggunakan matriks transfer. Untuk sistem 3 layer
persamaan matriks hamburan dapat ditulis sebagai
(10)
(11)
sehingga koefisien refleksi total sistem dapat ditulis
dalam
(12)
dengan S11 dan S21 merupakan komponen dari matriks
hamburan .
Untuk sistem 5 layer, persamaan matriks hamburan
dapat ditulis sebagai
Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan ...
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8
ISSN 2548-9011
7
(13)
(14)
dan koefisien refleksi total sistem ditulis dalam
(15)
dengan S11 dan S21 merupakan komponen dari matriks
hamburan .
Kemudian metode Newton-Raphson digunakan untuk
menghitung nilai konstanta dielektrik [6]. Pertama-tama,
persamaan dibuat ke dalam bentuk
(16)
yang merupakan persamaan pembuat nol yang akar-
akarnya merupakan nilai persamaan dielektrik. Nilai
akar-akar tersebut kemudian dicari dengan menggunakan
persamaan Newton-Raphson
(17)
Algoritma perhitungan konstanta dielektrik tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2, sedangkan data ellipsometry yang
digunakan untuk mengekstrak nilai konstanta dielektrik
diperoleh dari pengukuran ellipsometry dari grup
spektroskopi dari National University of Singapore
(NUS) [3]. Hasil perhitungan dengan matriks transfer untuk sistem
3 lapisan kemudian dibandingkan dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan persamaan Fresnel
untuk sisten 3 layer yang ditunjukkan oleh
(18)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyelesaian dari persamaan (16) akan menghasilkan
nilai konstanta dielektrik yang merupakan bilangan
kompleks. Gambar 3 menunjukkan perbandingan nilai
konstanta dielektrik bagian real (garis sambung) dan
bagian imajiner (garis putus-putus) dari graphene di atas
substrat SiC dengan metode matriks transfer dan
persamaan Fresnel biasa.
Gambar 2. Diagram alir Algoritma Newton-Raphson.
Gambar 3. Perbandingan hasil perhitungan konstanta
dielektrik graphene di atas substrat SiC
dengan persamaan Fresnel biasa dan
metode matriks.
Terlihat bahwa perhitungan dengan menggunakan
metode matriks transfer menghasilkan nilai konstanta
dielektrik yang sama dengan perhitungan menggunakan
persamaan (18). Penggunaan matriks transfer selanjutnya
dapat digunakan untuk mempermudah perhitungan
koefisien refleksi untuk sistem banyak layer.
Hasil perhitungan konstanta dielektrik graphene pada
substrat SiC dengan memperhitungkan efek interface
dapat dilihat pada Gambar 4. Terlihat bahwa perubahan
ketebalan interface mempengaruhi nilai konstanta
dielektrik yang dihitung.
Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan.......
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8
ISSN 2548-9011
8
Gambar 4. Hasil perhitungan konstanta dielektrik
graphene di atas substrat SiC dengan
variasi (a) interface pertama, dan (b)
interface kedua.
Keberadaan interface pada pemodelan optik sistem
graphene pada substrat SiC membuat perubahan pada
nilai konstanta dielektrik jika dibandingkan dengan
pemodelan optik tanpa memperhitungkan keberadaan
interface. Namun keberadaan puncak serapan masih tetap
sama pada titik energi 4,5 eV. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa puncak serapan dari graphene pada
substrat SiC terjadi pada energi 4,5 eV [3]. Keberadaan
puncak serapan tersebut diprediksi terjadi karena adanya
interaksi elektron-hole pada graphene [6]. Selain itu, hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan metode matriks
transfer dalam perhitungan konstanta dielektrik dapat
digunakan untuk sistem optik banyak lapisan.
V. KESIMPULAN
Telah dilakukan perhitungan konstanta dielektrik
graphene pada substrat SiC dengan menggunakan metode
matriks transfer dalam pemodelan optik sistem
multilayer. Dari perhitungan, hasil perhitungan dengan
metode matriks transfer memiliki nilai yang sama dengan
perhitungan menggunakan metode Fresnel biasa. Pada
perhitungan sistem graphene pada susbtrat SiC dengan
memperhitungkan keberadaan interface, terjadi
perubahan pada nilai konstanta dielektrik, namun bentuk
kurva dan keberadaan puncak serapan pada titik 4,5 eV
tetap sama.
PUSTAKA
[1] Geim, A.K. and Novoselov, K.S., 2007. The rise of
graphene. Nature materials 6 (3), pp.183-191.
[2] Kravets, V.G., Grigorenko, A.N., Nair, R.R., Blake, P.,
Anissimova, S., Novoselov, K.S. and Geim, A.K., 2010.
Spectroscopic ellipsometry of graphene and an exciton-
shifted van Hove peak in absorption, Physical Review
B 81 (15), p.155413.
[3] Santoso, I., Wong, S.L., Yin, X., Gogoi, P.K., Asmara,
T.C., Huang, H., Chen, W., Wee, A.T. and Rusydi, A.,
2014. Optical and electronic structure of quasi-
freestanding multilayer graphene on the carbon face of
SiC. EPL (Europhysics Letters) 108 (3), p.37009. [4] Fujiwara, H., Spectroscopic Ellipsometry Principles and
Applications, John Wiley & Sons, Ltd, England. 2007.
[5] Azzam, R.M.A., and Bashara, N.M., Ellipsometry and
Polarized Light, North-Holland Publishing Company,
New York. 1977.
[6] Subama, E., Perhitungan Konstanta Dielektrik Graphene
Nanostructured Pada Substrat SiC dan SiO2/Si Hasil
Pengukuran Spectroscopy Ellipsometry Dengan
Menggunakan Metode Inversi Newton-Raphson, Thesis
master, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2015
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
9
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14
ISSN 2548-9011
Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah
Pertama di Kota Palangka Raya (masuk/received 22 Juni 2016, diterima/accepted 10 November 2016)) A Study of Secondary School Understanding about Physical Science
Concepts in Palangka Raya
Theo Jhoni Hartanto* *Prodi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya, Jl. H. Timang, Palangka Raya 73112
Abstrak – Tujuan dari studi ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman siswa SMP di Kota Palangka Raya terhadap
konsep-konsep fisika. Konsep-konsep fisika yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah konsep gerak jatuh, arus
listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel penelitian
112 siswa kelas IX yang berasal dari tiga SMP di Kota Palangka Raya tahun 2015, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN
8. Pemahaman konsep siswa dianalisis dengan menggunakan certainty of response index (CRI). Berdasarkan hasil
analisis data diperoleh siswa yang paham konsep di SMPN 1 hanya sebesar 8,89%, siswa yang paham konsep di SMPN
6 dan SMPN 8 memperoleh persentase yang sama sebesar 11,49%. Berdasarkan temuan itu, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar siswa di masing-masing sekolah sasaran penelitian ini masih memiliki pemahaman konsep yang rendah.
Banyak miskonsepsi yang ditemukan pada konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang.
Kata kunci: konsep fisika, gerak jatuh, berat dan massa, listrik arus searah, gelombang, gaya
Abstract – The purpose of this study was to describe the secondary school understanding about physical science
concepts in Palangka Raya. The physical science concepts consist of falling motion, electric current, force, weight and
mass, and the wave. One hundred and twelve Grade 9 students from 3 secondary schools across Palangka Raya
participated in the study. The students understanding was analyzed using certainty of response index (CRI). The finding
suggest that Grade 9 students from 3 secondary school in Palangka Raya had a poor understanding about physical
science concepts. The students who understand about physical science concepts on SMPN 1 Palangka Raya only
amounted to 8.89%, whereas on SMPN 6 and SMPN 8 Palangka Raya obtained the same percentage about 11.49%.
There are many misconceptions discovered in this study related to the concept of falling motion, electric current, force,
weight and mass, and wave.
Key words: physical science concepts, falling motion, mass and weight, direct current, wave, force
I. PENDAHULUAN
Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam
(IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam. Fisika
memiliki banyak konsep khas atau seringkali dinamakan
sebagai konsep fisika. Beberapa contoh konsep fisika itu
diantaranya adalah gerak, perambatan cahaya, pembiasan
cahaya, pemantulan cahaya, kalor, kalor jenis, tekanan,
kuat arus listrik, gaya, suhu, dan masih banyak lagi
konsep lainnya. Konsep-konsep ini dipelajari oleh siswa
di sekolah, baik SMP maupun SMA. Pemahaman
terhadap konsep fisika ini sangat penting bagi siswa,
khususnya siswa sekolah menengah pertama sebagai
bekal untuk mempelajari fisika di jenjang satuan
pendidikan yang lebih tinggi. Pemahaman yang benar dan
mendalam terhadap konsep akan memungkinkan siswa
itu menerapkan pemahamannya dalam berbagai
keperluan.
Pembelajaran IPA (khususnya yang berkaitan dengan
fisika) di sekolah seolah-olah hanya mengisi otak siswa
dengan berbagai materi ajar yang harus di hafal. Siswa
merasakan bahwa belajar IPA fisika adalah seperti belajar
mengingat rumus-rumus, memecahkan permasalahan
matematika, dan sebagian siswa meyakini bahwa fisika
tidak berhubungan dengan dunia nyata [1]. Siswa yang
belajar fisika tidak menemukan kemenarikan dari fisika
dan banyak diantara mereka melewati pelajaran fisika
tanpa memiliki pemahaman konseptual yang baik
mengenai fisika itu sendiri [2].
Pada pembelajaran IPA fisika di SMP, konsep-konsep
arus listrik searah, gerak, gaya, berat dan massa, serta
gelombang merupakan beberapa konsep yang diajarkan
di kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Guru mungkin
merasa bahwa konsep-konsep ini mudah dimengerti oleh
siswa, apalagi bila siswa dapat mengerjakan soal-soal
hitungan yang diberikan guru tentang konsep-konsep itu.
Tetapi, apakah benar bahwa mereka sudah mengerti
dengan benar terhadap konsep yang telah mereka
pelajari? Apakah mereka dapat memberikan jawaban
yang secara ilmiah dapat dibenarkan apabila mereka
diminta untuk memberikan jawaban tentang konsep-
konsep fisika itu?
Guru sangat jarang atau bahkan tidak pernah
melakukan pelacakan terhadap pemahaman konsep
10 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14
ISSN 2548-9011
siswanya. Guru seolah “tidak peduli” apakah siswanya
sudah memahami konsep dengan benar atau bahkan
masih bertahan dengan konsepsi yang salah. Padahal,
mengetahui pemahaman konsep siswa merupakan hal
yang sangat penting bagi seorang guru untuk perbaikan
dan peningkatan kualitas pembelajarannya [3].
“Ketidakpedulian” guru seperti ini akan menyebabkan
pemahaman yang salah yang mungkin akan terbawa oleh
siswa sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini telah
dibuktikan oleh peneliti ketika mengampu Mata Kuliah
Fisika Dasar I, banyak mahasiswa tahun pertama yang
memiliki pemahaman yang salah terhadap konsep-konsep
fisika yang seharusnya sudah pernah mereka pelajari di
SMP atau SMA. Pemahaman yang salah ini seringkali
disebut miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan konsepsi
anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya
yang berbeda dengan konsepsi ilmiah; konsepsi yang
tidak cocok dengan konsepsi ilmuwan; pemahaman
terhadap ide, peristiwa, atau obyek yang berbeda dengan
pemahaman ilmiah [4-6]. Hasil ini kemungkinan besar
karena mahasiswa memperoleh pemahaman yang salah
dan bertahan sejak tingkat satuan pendidikan
sebelumnya. Pembelajaran yang tidak memperhatikan
miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya
akan menghasilkan pada rendahnya prestasi belajar siswa
[7,8].
Dalam tulisan ini akan ditunjukkan apa yang muncul
dari hasil tes yang berkaitan dengan pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep fisika yang ada di sekolah
menengah, khususnya siswa dari beberapa SMP di Kota
Palangka Raya. Harapannya adalah hasil penelitian ini
akan memberikan gambaran pemahaman siswa terhadap
konsep IPA (fisika) di SMP untuk selanjutnya, dapat
memberikan dasar bagi guru (pengajar) dalam merancang
pembelajaran untuk mengurangi potensi miskonsepsi
pada siswa.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif.
Dalam penelitian ini tidak ada perlakuan yang diberikan
pada sampel penelitian [9]. Penelitian ini bertujuan untuk
untuk mendeskripsikan pemahaman siswa terhadap
konsep-konsep IPA (fisika) yang dipelajari di jenjang
SMP, khususnya di SMP Kota Palangka Raya.
Tes pemahaman konsep disusun dan dikembangkan
berdasarkan beberapa hasil penelitian dan referensi [5,
10,11,13,14]. Tes ini terdiri dari 6 butir soal dalam
bentuk certainty of response index (CRI). CRI terdiri dari
dua bagian, yaitu (1) pertanyaan dalam bentuk pilihan
ganda disertai alasan responden memilih pilihan jawaban
pada pertanyaan dan (2) keyakinan responden terhadap
pilihan jawaban jawaban [10,12]. Rubrik mengenai
paham konsep dengan metode CRI ini ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rubrik CRI untuk setiap jawaban.
No. Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi
1. Benar Benar 2,5 Paham
konsep
dengan baik
2. Benar Benar 2,5 Paham
konsep tetapi
kurang
percaya diri
dengan
jawabannya
3. Benar Salah 2,5 Miskonsepsi
4. Benar Salah 2,5 Tidak Paham
Konsep
5. Salah Benar 2,5 Miskonsepsi
6. Salah Benar 2,5 Tidak Paham
Konsep
7. Salah Salah 2,5 Miskonsepsi
8. Salah Salah 2,5 Tidak Paham
Konsep
Tes diberikan kepada beberapa sampel, yaitu siswa
kelas IX yang berjumlah 112 orang dari tiga SMP di
Palangka Raya, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8
yang sudah mempelajari konsep gerak jatuh, arus listrik,
gaya, berat dan massa, serta gelombang. Selanjutnya,
dicari persentase rata-rata siswa yang paham konsep,
tidak memahami konsep, atau miskonsepsi dari tiap butir
soal.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, berdasarkan hasil analisis data, diperoleh
persentase rata-rata pemahaman konsep siswa di tiga
SMP yang menjadi sasaran penelitian. Data persentase
pemahaman konsep siswa untuk tiap butir tes
pemahaman konsep di masing-masing sekolah sasaran
penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase pemahaman konsep siswa di SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8.
No. Konsep Butir
Soal
Persentase
SMPN 1 SMPN 6 SMPN 8
P M TP P M TP P M TP
1. Gerak jatuh 1 10,00 33,33 56,67 10,34 68,97 20,69 0,00 79,31 20,69
2. Gaya 2 0,00 60,00 40,00 0,00 65,52 34,48 10,34 41,38 48,28
3. Gelombang 3 0,00 50,00 50,00 0,00 68,97 31,03 6,90 55,17 37,93
4. Berat & massa 4 10,00 26,67 63,33 3,45 55,17 41,38 13,79 27,59 58,62
5. Arus listrik searah 5 16,67 23,33 60,00 20,69 31,03 48,28 20,69 34,48 44,83
6 16,67 30,00 53,33 34,48 20,69 44,83 17,24 17,24 65,52
Rata-rata 8,89 37,22 53,89 11,49 51,73 36,78 11,49 42,53 45,98
Keterangan: P = Paham Konsep, M = Miskonsepsi, TP = Tidak Paham Konsep
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
11
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14
ISSN 2548-9011
Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh bahwa
sebagian besar siswa di beberapa SMP di Kota Palangka
Raya masih banyak yang tidak paham konsep. Persentase
paham konsep dapat dikatakan kecil, bahkan juga
ditemukan miskonsepsi pada siswa. Terlihat bahwa
persentase rata-rata menunjukkan bahwa yang paham
konsep hanya sebesar 8,89% siswa di SMPN 1 dan
11,49% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8. Persentase rata-
rata siswa yang miskonsepsi dan tidak paham konsep
sangat besar.
Pemahaman Konsep Gerak Jatuh
Berdasarkan data hasil tes menunjukkan bahwa konsep
gerak jatuh masih banyak ditemukan pemahaman yang
salah. Siswa di SMP yang menjadi sampel penelitian
memahami bahwa benda yang berukuran besar (benda
yang „berat‟ menurut siswa) akan jatuh mencapai tanah
lebih awal daripada benda yang kecil ukurannya (benda
„ringan‟ menurut siswa). Ketika pada tes ditanyakan
sebuah kelereng kecil dan kelereng besar dijatuhkan
bersamaan dari ketinggian yang sama (gesekan diabai-
kan), 33,33% siswa di SMPN 1, 68,97% siswa di SMPN
6, dan 79,31% siswa di SMPN 8 menjawab kelereng
besar yang jatuh lebih dahulu mencapai tanah. Hasil ini
juga relevan dengan berbagai referensi dan hasil-hasil
yang diperoleh penelitian-penelitian sebelumnya [10,11,
14]. Selain itu, sebesar 56,67% siswa di SMPN 1 dan
20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 tidak mengetahui
sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab
pertanyaan). Hanya sedikit siswa di tiga SMPN tersebut
yang memahami konsep gerak jatuh dengan benar. Siswa
yang memahami dengan benar memiliki jawaban apabila
gesekan diabaikan, massa obyek tidak mempengaruhi
gerak jatuh benda.
Miskonsepsi dan ketidakpahaman yang tinggi
berkaitan dengan konsep gerak jatuh ini diakibatkan dua
hal, yaitu pengalaman siswa dan kurangnya penekanan
terhadap konsep dalam kegiatan pembelajaran.
Miskonsepsi yang cukup tinggi ini (sebesar 33,33%)
sangat erat kaitannya dengan pengalaman siswa. Menurut
Ref [17] miskonsepsi muncul dari penjelasan-penjelasan
yang berasal dari apa yang didengar dan apa yang dilihat.
Sebelum belajar tentang gerak jatuh, siswa telah memiliki
konsep bahwa benda yang lebih berat akan sampai di
tanah terlebih dahulu dibandingkan dengan benda yang
ringan. Jika siswa diperhadapkan dengan permasalahan
yang demikian, maka secara spontan siswa akan
menjawab sesuai dengan konsep awal yang telah mereka
miliki. Melalui intuisinya, siswa beranggapan bahwa
benda yang berat selalu lebih cepat jatuh daripada benda
yang ringan [10,11,14]. Selain itu, miskonsepsi dan
ketidakpahaman muncul karena kurangnya penekanan
terhadap konsep dalam pembelajaran. Ref [18]
menyatakan bahwa konsepsi siswa yang keliru tidak
dapat diubah hanya dengan mempresentasikan informasi
baru semata. Pembelajaran melalui transfer informasi
berpotensi menyebabkan terjadinya miskonsepsi [19].
Pemahaman Konsep Gaya
Konsep gaya berkaitan dengan Hukum I Newton.
Siswa ditanyakan apabila sebuah benda berada di atas
lantai yang licin dan bergerak lurus beraturan (kelajuan
tetap), kemudian benda tersebut dikerjakan gaya F dan F'
yang arahnya saling berlawanan dan nilainya sama besar.
Sebesar 60% siswa di SMPN 1, 65,52% siswa di SMPN
6, dan 41,38% siswa di SMPN 8 menjawab benda akan
berhenti bergerak dengan alasan gaya F dan gaya F'
menghambat gerakan benda sehingga benda akan
berhenti bergerak. Sebesar 40% siswa di SMPN 1,
34,48% di SMPN 6, dan 48,28% di SMPN 8 tidak
mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak
menjawab pertanyaan dalam tes). Tidak ada siswa yang
memahami konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan
SMPN 6, dan hanya 10,34% siswa di SMPN 8 yang
paham.
Berdasarkan hasil ini, sekali lagi, pengalaman siswa
nampaknya bekerja dalam konsep ini dan masih
kurangnya penekanan terhadap konsep dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa belum sepenuhnya paham bahwa
sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tetap akan
terus bergerak dengan kecepatan tetap kecuali resultan
gaya bekerja pada benda itu tidak sama dengan nol.
Seharusnya, benda akan tetap bergerak dengan kelajuan
tetap karena resultan dari gaya F dan F' sama dengan
nol. Jadi, gaya F dan gaya F' bukanlah sebagai
penghambat gerak benda.
Pemahaman Konsep Gelombang
Pada konsep gelombang, siswa SMP masih memiliki
pemahaman yang salah. Dalam tes, ditanyakan: Budi
melemparkan batu ke tengah kolam, sehingga muncul
gelombang air yang merambat dari tempat batu jatuh
menuju tepi kolam. Sebesar 50% siswa di SMPN 1,
68,97% siswa di SMPN 6, dan 55,17% siswa di SMPN 8
mengalami miskonsepsi menjawab bahwa air yang
mengenai tepi kolam adalah air yang berasal dari tengah
kolam (tempat jatuhnya batu). Artinya, siswa masih
memahami bahwa medium (air) ikut merambat bersama
gelombang. Siswa memiliki pemahaman bahwa “air ikut
berjalan” atau air ikut merambat bersama gelombang.
Sebesar 50% siswa di SMPN 1, 31,03% siswa di SMPN
6, dan 37,93% siswa di SMPN 8 tidak mengetahui sama
sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab
pertanyaan dalam tes). Pada soal yang berkaitan dengan
konsep gelombang ini, tidak ada siswa yang memahami
konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan SMPN 6, hanya
6,90% siswa yang yang paham di SMPN 8. Hasil seperti
ini relevan dengan penelitian yang lain [13].
Perkembangan kognitif siswa menjadi sumber dari
tingginya miskonsepsi pada konsep gelombang. Ref [20]
menyatakan bahwa miskonsepsi dapat bersumber dari
tingkat perkembangan kognitif siswa. Siswa SMP
kesulitan untuk memahami bahwa gelombang membawa
energi dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini terjadi
karena siswa SMP masih dalam tahap operasional
konkret di mana siswa baru dapat berpikir dengan hal-hal
yang nyata, yang dapat dilihat oleh indera [5]. Dalam
konteks konsep gelombang ini, siswa lebih mudah
melihat airnya daripada energinya sehingga lebih mudah
bagi mereka untuk menjawab airlah yang berpindah
dalam perambatan gelombang.
12 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14
ISSN 2548-9011
Pemahaman Berat dan Massa
Seperti yang telah dipelajari bahwa berat dan massa
merupakan besaran yang berbeda. Namun demikian,
banyak jawaban yang salah terhadap konsep berat dan
massa. Berdasarkan hasil tes pemahaman konsep, sebesar
26,67% siswa di SMPN 1, 55,17% siswa di SMPN 6, dan
27,59% siswa di SMPN 8 menjawab massa dan berat
merupakan besaran yang sama. Sebesar 63,33% siswa di
SMPN 1, 41,38% siswa di SMPN 6, dan 58,62% siswa di
SMPN 8 tidak tahu sama sekali konsep yang ditanyakan
(tidak menjawab pertanyaan dalam tes).
Berdasarkan hasil tes, hanya 10% siswa di SMPN 1,
3,45% siswa di SMPN 6, dan 13,79% siswa di SMPN 8
yang bisa menjawab benar. Siswa-siswa yang menjawab
benar ini bisa membedakan antara massa dan berat.
Massa (mass) berkaitan dengan besaran skalar yang
merupakan ukuran jumlah materi yang dimiliki benda
dan tidak bergantung pada lokasi dimana benda itu
berada. Berat (weight) berkaitan dengan besaran vektor
yang merupakan gaya gravitasi yang bekerja pada benda
dan dipengaruhi lokasi dimana benda itu berada.
Hasil tes ini mengindikasikan siswa di SMP sasaran
masih belum paham konsep berat dan massa dengan
benar. Hasil ini berkaitan dengan bahasa keseharian
siswa. Dalam bahasa keseharian siswa, istilah berat dan
massa seringkali disamakan, inilah yang menjadi salah
sumber miskonsepsi pada konsep berat dan massa. Ref
[10] menyatakan bahwa satu sumber miskonsepsi adalah
bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa dalam kesehariannya mengenal istilah berat dalam
bahasa sehari-hari, misalnya “berat” badan (yang
seharusnya massa badan). Pemakaian istilah seperti ini
akan menjadi sumber kesalahan terhadap konsep massa
dan berat.
Pemahaman Konsep Arus Listrik
Pada tes disajikan rangkaian listrik arus searah seperti
pada Gambar 1. Pada Gambar 1 diperlihatkan rangkaian
listrik yang terdiri dari 4 lampu yang identik (Lampu 1,
Lampu 2, Lampu 3, dan Lampu 4) serta sebuah baterai.
Gambar 1. Rangkaian listrik arus searah pada tes
Jawaban dominan berkaitan dengan rangkaian listrik
pada Gambar 1 adalah 60% siswa di SMPN 1, 48,28%
siswa di SMPN 6, dan 44,83% siswa di SMPN 8 tidak
tahu konsep berkaitan dengan rangkaian (tidak menjawab
pertanyaan dalam tes). Sebesar 23,33% siswa di SMPN 1,
31,03% siswa di SMPN 6, dan 34,48% siswa di SMPN 8
memiliki miskonsepsi. Menurut siswa yang miskonsepsi,
keempat lampu pada rangkaian itu terangnya berbeda-
beda (tidak sama) karena terang atau tidak terang nyala
lampu bergantung pada posisi lampu terhadap baterai.
Semakin dekat dengan kutub positif baterai, semakin
terang nyala lampu. Akibatnya, jika lampu dirangkai
seperti pada Gambar 1, siswa yang miskonsepsi menja-
wab bahwa Lampu 1 menyala lebih terang daripada
Lampu 2, Lampu 2 menyala lebih terang daripada Lampu
3, dan Lampu 3 menyala lebih terang daripada Lampu 4.
Menurut siswa, perbedaan nyala lampu ini karena
Lampu 1 lebih dahulu menerima arus listrik dari baterai,
kemudian arus diberikan kepada Lampu 2, Lampu 3, dan
Lampu 4. Miskonsepsi seperti ini pernah ditemukan di
beberapa penelitian dan dikenal sebagai model konsumsi
arus, yaitu besar arus listrik dalam rangkaian seri
berkurang pada setiap hambatan/lampu [11,14, 15, 16].
Berdasarkan hasil tes, hanya 16,67% siswa di SMPN 1,
20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 yang bisa
menjawab benar. Siswa yang menjawab benar ini sudah
memahami karakteristik rangkaian seri bahwa keempat
lampu menyala dengan terang yang sama karena nilai
arus yang mengalir melalui lampu sama besar.
Hasil yang tidak jauh berbeda ditemukan ketika
rangkaian listrik dalam susunan paralel dengan (Gambar
2). Pada Gambar 2, Lampu 1 identik dengan Lampu 2
dan nilai hambatan R sama.
Gambar 2. Rangkaian listrik paralel pada tes
Berdasarkan hasil analisis data hasil tes, sebanyak
53,33% siswa di SMPN 1, 44,83% siswa di SMPN 6, dan
65,52% siswa di SMPN 8 tidak tahu konsep berkaitan
dengan rangkaian (tidak menjawab pertanyaan dalam tes)
dan sebanyak 30% siswa di SMPN 1, 20,69% siswa di
SMPN 6, dan 17,24% siswa di SMPN 8 mengalami
miskonsepsi. Ada dua bentuk jawaban siswa yang
dominan berkaitan dengan Gambar 2. Pertama, nyala
Lampu 2 lebih terang daripada nyala Lampu 1. Siswa
yang jawabannya seperti ini memiliki alasan bahwa
terang atau tidaknya nyala lampu dipengaruhi oleh letak
resistor R yang berada di depan lampu. Resistor R yang
berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu,
kemudian “sisanya” akan diteruskan ke Lampu 1
sehingga nyala Lampu 1 lebih redup. Lampu 2 yang
berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu,
kemudian “sisanya” akan diteruskan ke R sehingga nyala
R
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
13
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14
ISSN 2548-9011
Lampu 2 lebih terang. Artinya, berdasarkan jawaban
siswa ini, posisi resistor R mempengaruhi nyala lampu
dan model konsumsi arus listrik masih terjadi dalam
rangkaian paralel ini lampu. Kedua, apabila Lampu 2
dilepas, maka Lampu 1 padam. Sebaliknya, apabila
Lampu 1 dilepas, maka Lampu 2 padam. Pada bentuk
jawaban kedua ini mengindikasikan bahwa siswa belum
paham tentang karakteristik rangkaian paralel. Hasil ini
ini relevan dengan hasil penelitian sebelumnya tentang
rangkaian listrik [11].
Miskonsepsi pada konsep arus listrik ini banyak
berkaitan dengan model konsumsi arus listrik. Model
seperti ini muncul karena seseorang memandang sesuatu
secara humanistik, perilaku obyek dipahami seperti
perilaku manusia [20]. Misalnya, lampu yang paling
dekat dengan kutub positif baterai akan menyala lebih
terang. Lampu yang berada dekat kutub positif akan
menjadi lampu pertama yang ”mengonsumsi” arus listrik
dari baterai kemudian “sisa” arus akan diberikan ke
lampu kedua yang berada “dibelakang” lampu pertama
sehingga nyala lampu kedua akan lebih redup
dibandingkan lampu pertama.
Gambaran Solusi terhadap Temuan Penelitian
Hasil penelitian membuktikan bahwa pemahaman konsep
siswa di beberapa SMPN di kota Palangka Raya yang
menjadi tempat penelitian masih rendah walaupun siswa
itu sudah pernah menerima dan mempelajari materi yang
di-tes-kan dalam penelitian ini. Penting bagi pengajar
untuk mengetahui pemahaman konsep yang dimiliki
siswa-nya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
[3,17]. Namun demikian, pengajar sangat jarang atau
bahkan tidak pernah melakukan pelacakan terhadap
pemahaman konsep siswanya. Pengajar hanya berfokus
“menuangkan” materi-materi ke dalam kepala siswa
untuk mencapai target kurikulum, tidak memperdulikan
apakah siswa sudah memahami atau tidak memahami
konsep yang mereka pelajari.
Pengajar perlu memberikan penekanan terhadap
konsep-konsep fisika yang dipelajari siswa supaya siswa
mempunyai pemahaman yang benar. Penting bagi
pengajar untuk mengetahui konsep fisika yang dipahami
siswa. Pengajar perlu memberikan kesempatan bagi
siswanya untuk mengungkapkan pemahaman tentang
konsep fisika yang dipelajari. Berdasarkan ungkapan
siswa, pengajar akan memahami apakah siswanya
miskonsepsi atau tidak. Pengajar mempertemukan antara
konsep yang dimiliki siswa dengan konsep fisika yang
sebenarnya [10,11,20]. Misalnya, siswa diberikan suatu
masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari,
kemudian diminta memberikan prediksi terhadap masalah
itu. Pengajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk
menguji prediksinya tadi melalui percobaan dalam
kelompok belajar atau demonstrasi di depan kelas.
Apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, siswa
mengalami konflik kognitif yang dapat menghasilkan
perubahan dalam struktur kognitifnya. Pengajar
mengarahkan siswa menuju ke konsep fisika yang benar.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas
diperoleh bahwa masih banyak siswa SMP di tiga sekolah
di Kota Palangka Raya yang belum memahami konsep fisika dengan benar, bahkan banyak ditemukan
miskonsepsi pada siswa-siswa SMP tersebut. Miskon-
sepsi yang ditemukan antara lain: (a) Model konsumsi
arus listrik: terang-tidak terang nyala lampu bergantung
pada letak lampu terhadap baterai, semakin dekat dengan
kutub positif baterai, semakin terang nyala lampu; (b)
Terang atau tidaknya nyala lampu pada rangkaian listrik
dipengaruhi oleh letak resistor R yang berada di depan
atau di belakang lampu; (c) Benda yang berukuran besar
selalu lebih cepat jatuh daripada benda yang lebih kecil
ukurannya; (d) Pemahaman siswa mengenai Hukum I
Newton belum dikuasai dengan baik; (e) Materi medium
rambatan gelombang ikut berpindah bersama energi
gelombang ; dan (f) siswa banyak yang salah terhadap
konsep berat dan massa.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan,
penulis menyarankan bahwa perlu bagi pengajar untuk
merancang kegiatan pembelajaran yang bertujuan
menanamkan konsep yang benar pada siswa-nya. Dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pengajar sebaiknya
tidak hanya menekankan penguasaan pada perhitungan
matematika saja, tetapi sebaiknya pemahaman konsep-
konsep yang benar perlu diberi banyak perhatian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh dosen
dan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Palangka Raya. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada pihak SMPN 1, SMPN 6, dan
SMPN 8 Kota Palangka Raya yang telah membantu
dalam menyelesaikan kegiatan penelitian ini.
PUSTAKA
[1] M. Sahin, Exploring University Students'
Expectations and Beliefs About Physics and Physics
Learning in Problem Based Learning Context,
Eurasia Journal of Mathematics, Science,
Technology Education, Vol. 5 (4), 2009, pp. 321-
333.
[2] Benckert and Pettersson, Learning Physics in Small-
Group Discussions-Three Examples, Eurasia
Journal Of Mathematics, Science, and Technology
Education, Vol. 4 (2), 2008, pp. 121-134.
[3] R. Archer and S. Bates, Asking the right questions:
Developing diagnostic tests in undergraduate
physics, School of Physics and Astronomy
University of Edinburgh, 2008.
[4] R. W. Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran,
Erlangga, 2011.
[5] Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika:
Konstruktivistik dan Menyenangkan, Universitas
Sanata Dharma Press, 2007.
[6] Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam
Pembelajaran, Pustaka Pelajar, 2013.
14 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14
ISSN 2548-9011
[7] Quijas and L.M. Aguilar, Overcoming
misconceptions in quantum mechanics with the
time evolution operator, Eur. J. Phys, Vol. 28,
2007, pp. 147–159.
[8] D.W. Hestenes and G. Swackhamer, The Force
Concept Inventory, The Physics Teacher, Vol.30,
1992, pp. 141-158.
[9] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,
Alfabeta, 2011.
[10] M. Ibrahim, Seri Pembelajaran Inovatif: Konsep,
Miskonsepsi, dan Cara Pembelajarannya,
Universitas Negeri Surabaya Press, 2012.
[11] Van den Berg, Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi,
Universitas Kristen Satya Wacana, 1991.
[12] A. Hakim, Liliasari, and A. Kadarohman, Student
Concept Understanding of Natural Products
Chemistry in Primary and Secondary Metabolites
Using the Data Collecting Technique of
Modified CRI, International Online Journal of
Educational Sciences, Vol. 4 (3), 2012, pp.544-
553.
[13] R. Astuti, B. Sanjaya, N. Triwijayanti, F.S.
Rondonuwu, Konsepsi Mahasiswa Tentang Cepat
Rambat Gelombang Pada Permukaan Air,
Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Mei
2009, pp. PF 83 – PF 87.
[14] M. Allen, Misconceptions in Primary Science,
Open University Press, McGraw-Hill Companies,
2010.
[15] Chia-Hsing Tsai, Hsueh-Yu Chen, Ching-Yang
Chou, and Kuen-Der Lain, Current as the Key
Concept of Taiwanese Students' Understandings
of Electric Circuits', International Journal of
Science Education, Vol. 29 (4), 2007, pp.483–496.
[16] D.M. Shipstone, A study of children‟s
understanding of electricity in simple DC circuits,
European Journal of Science Education, Vol.
6(2), 1984, pp.185–198.
[17] A.R. Saavedra and V.D. Opfer, Teaching and
Learning 21st Century Skills: Lessons from the
Learning Sciences. RAND Corporation, 2012.
[18] Richard I. Arends, Learning to Teach : Belajar
untuk Mengajar Edisi Ketujuh Buku Satu, Pustaka
Pelajar, 2008.
[19] Wasis dan Mikrajuddin Abdullah, Pendidikan
Astronomi dalam Kurikulum Sekolah, Prosiding
Seminar Pendidikan Astronomi, Bandung,
Oktober 2011, pp.39–42 .
[20] Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perbaikan Konsep
dalam Pendidikan Fisika, Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2013.
Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran…
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 15-19
ISSN 2548-9011
15
Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah
Dekat untuk Sistem Pengukuran Konsentrasi Sedimen Layang
(masuk/received 6 September 2016, diterima/accepted 30 November 2016)A
Development of Simple Near Infrared Spectroscopy for Measurement
System of Suspended Sediment Concentration
Lia Yuliantini1, Iful Amri
1, Mitra Djamal
1,2
1Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132 2Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung 35365
Abstrak – Telah dibuat sistem pengukuran secara real-time konsentrasi sedimen layang menggunakan spektroskopi
sederhana berbasis inframerah dekat. Metode pengukuran sedimen layang yang telah berkembang saat ini adalah
metode gravimetrik, instrumen optik, dan sistem akustik. Akan tetapi metode gravimetrik tidak dapat digunakan untuk
pengukuran secara real-time sedangkan instrumen optik dan sistem akustik memerlukan biaya yang cukup mahal dan
rumit dalam pengoperasiannya. Sistem pengukuran pada penelitian ini relatif murah dan sederhana yaitu terdiri dari
inframerah dekat sebagai pemancar (transmitter), fotodioda sebagai penerima (receiver), dan mikrokontroler sebagai
antarmuka sensor dengan PC. Setelah itu instrumen yang telah dibuat dikalibrasi menggunakan larutan tanah. Tanah
yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan lalu disaring menggunakan ayakan dengan lubang ayakan berdiameter
kurang dari 2 mm. Tanah yang sudah disaring ditumbuk sampai halus dan ditimbang. Masa tanah divariasikan (15, 18,
21, 24, 27, 30 dan 33 g) dan ditambahkan air sebanyak 500 ml sehingga diperoleh konsentrasi sedimen layang dari
0,030 sampai 0,060 g/ml. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan konsentrasi sedimen layang dengan
tegangan keluaran fotodioda adalah eksponensial dengan nilai R-square 0,98778. Fungsi transfer yang diperoleh
berupa logaritmik dengan R-square 0,99105. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai transmisi
semakin menurun sedangkan nilai absorpsi larutan semakin meningkat seiring bertambahnya konsentrasi sedimen
layang. Kesalahan untuk instrumen ini yaitu di bawah 8,2%.
Kata kunci: fotodioda, hukum Beer-Lambert, inframerah dekat, konsentrasi sedimen layang, real-time
Abstract – The real-time measurement system of suspended sediment concentration has been developed using simple
near infrared spectroscopy. Currently, the measurement method of suspended sediment concentration that has been
developed is the gravimetric method, optical instrument, and acoustic system. However, the gravimetric method can not
be used for real time measurement while optical instrument and acoustic system are expensive and complicated. The
measurement system in this research is low-cost and simple. It consists of near infrared as transmitter, photodiode as a
receiver, and microcontroller as the interface between sensor and PC. Subsequently, the instrument is calibrated by
using the soil. Before calibrating, the soil is dried and then filtered by a sieve having holes of less than 2 mm in diameter.
The filtered soil is pounded into powder and weighted. The mass of soil is varied (15, 18, 21, 24, 27, 30 and 33 g) and
500 ml of water is added to obtain suspended sediment concentration from 0.030-0.060 g/ml. The result shows that the
relationship between suspended sediment concentration and the output voltage of photodiode are exponential with R-
square of 0.98778, while the transfer function is logarithm with R-square of 0.99105. Based on data from this study, it
shows that transmittance decreases while absorbance increases when suspended sediment concentration increases. The
instrument error is less than 8.2%.
Key words: Beer-Lambert law, near infrared, photodiode, real time, suspended sediment concentration
I. PENDAHULUAN
Sungai secara alami memiliki dua fungsi utama yaitu
mengalirkan air dan mengangkut sedimen hasil erosi
pada daerah aliran sungai [1]. Konsentrasi sedimen
layang [C] pada aliran sungai sangat penting diukur untuk
mengetahui pola distribusi dari sedimentasi yang ber-
hubungan dengan komponen yang terkandung pada air
sungai seperti bahan pencemar dan organisme hidup.
Kehadiran sedimen layang pada permukaan air me-
nentukan pula kualitas dari air tersebut [2]. Sedimen
layang tersebut dapat menjadi indikator polusi pada
permukaan air.
Pengukuran konsentrasi sedimen layang yang telah
berkembang saat ini adalah metode gravimetrik, ins-
trumen optik, dan sensor akustik [3]. Metode gravimetrik
adalah salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat
(komponen) yang telah diketahui dengan cara
pengukuran berat komponen dalam keadaan murni
setelah melalui proses pemisahan. Metode gravimetrik
cukup akurat digunakan untuk pengukuran konsentrasi
sedimen layang. Akan tetapi metode ini tidak dapat
16 Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran …
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2016) 15 - 19
ISSN 2548-9011
digunakan untuk pemantauan secara real-time karena
harus dilakukan terlebih dahulu proses pemisahan antara
larutan dengan sedimen layang yang cukup lama. Metode
lain untuk pengukuran konsentrasi sedimen layang yaitu
menggunakan laser grain-size analyzer yang telah
berhasil dilakukan oleh Liu Xiao et al., yang mampu
mengukur konsentrasi sedimen layang dari 68,1 g/ml
sampai 145,4 g/ml [4]. Selain itu Ramazan et al.
menggunakan metode acoustic backsttering system
(ABS) untuk mengukur konsentrasi sedimen layang pada
skala laboratorium dengan jangkau pengukuran 0,0 g/ml
hingga 0,001 g/ml [5]. Namun metode-metode ini
memerlukan biaya yang cukup besar dan rumit dalam
pengoperasiannya.
Penelitian ini menawarkan sistem pengukuran secara
real-time dengan biaya yang relatif murah dan sederhana
menggunakan spektroskopi inframerah dekat. Sistem
pengukuran ini mampu mengukur konsentrasi sedimen
layang dari 0,030-0,060 g/ml dengan sumber tegangan
5V DC. Sistem yang dibuat terdiri dari transmiter
inframerah dekat dan penerima fotodioda. Untuk antar-
muka sensor dengan PC digunakan mikrokontroler
ATMega328, dan LabVIEW digunakan untuk menam-
pilkan besar konsentrasi sedimen layang yang terukur.
Program ini menampilkan pula grafik perubahan konsen-
trasi sedimen layang terhadap waktu dan mampu
menyimpan data pengukuran dalam bentuk txt.
II. LANDASAN TEORI
Ketika inframerah dekat berinteraksi dengan unsur-unsur
tanah yang berada di dalam air sungai, maka sebagian
cahaya akan diserap dan sebagian lagi diteruskan. Cahaya
yang diteruskan akan memiliki panjang gelombang yang
khas sesuai dengan unsur tanah yang dilewatinya.
Penelitian tentang unsur-unsur tanah dengan menggu-
nakan sinar tampak dan inframerah dekat telah banyak
dikembangkan. V. Rossel et al. telah sukses melakukan
pengukuran kadar tanah liat, warna dan komposisi
mineral pada tanah dengan menggunakan spektroskopi
sinar tampak dan inframerah dekat [6]. Selain itu, G.
Siebielec et al. telah menganalisis kadar logam pada
tanah dengan cahaya tampak dan inframerah dekat pada
jangkauan panjang gelombang 400-2500 nm [7]. Pada
penelitian lainnya, Y. He dan H. Song mengukur
kandungan N, P, K, dan pH pada tanah dengan
menggunakan panjang gelombang 350-2500 nm [8].
Penyerapan yang terjadi antara sinar tampak dan
inframerah tersebut mengikuti hukum Beer yang
dijelaskan oleh persamaan [9]
,0
1
I
IT
(1)
,][ LCaA (2)
,][
0
LCaeII (3)
,logTA (4)
dengan T dan A adalah transmisi dan absorpsi cahaya, I1
adalah intensitas cahaya setelah melewati larutan, I0
adalah intensitas cahaya sebelum melewati larutan, a
adalah koefisien serapan, L adalah panjang lintasan
cahaya, dan [C] adalah konsentrasi sedimen layang.
Hukum Beer-Lambert adalah salah satu hukum dasar
yang berhubungan dengan penyerapan oleh larutan.
Tegangan sesudah dilewatkan pada larutan adalah
sebanding dengan intensitas cahaya pada jarak L dari
sumbernya [3] yaitu
LeVV 0 , (5)
dengan V0 adalah tegangan instrumen sebelum cahaya
ditembakkan pada larutan dan α merupakan jumlah
konsentrasi sedimen layang yang dikalikan dengan
koefisien serapannya.
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Blok diagram sistem yang telah dibuat dapat dilihat pada
Gambar 1. Blok diagram ini terdiri dari pemancar
inframerah dekat, fotodioda, mikrokontroler dan PC.
Infra Red Fotodioda Mikrokontroler PCGrafik [C]
dan waktu
Nilai
Konsentrasi
sedimen layang
Pengguat
diferensiator
Gambar 1. Blok diagram sistem monitoring konsentrasi sedimen layang.
Sumber cahaya yang digunakan adalah LED infra-
merah dekat yang diterima oleh fotodioda. Inframerah
dekat dan fotodioda diletakkan di dalam pralon berukuran
1 inci, jarak antara keduanya adalah 0,8 cm. Ketika
larutan dilewatkan ke dalam kontainer, tegangan keluaran
dari fotodioda berubah. Selisih antara tegangan keluaran
fotodioda dan tegangan referensi (4,78 V) dikuatkan oleh
penguat diferensiator kemudian dideteksi oleh mikro-
kontroler. Mikrokontroler yang digunakan adalah
ATMega328 Arduino UNO yang memiliki 14 pin
input/output, di mana 6 pin digunakan sebagai output
PWM, 6 pin input analog dan 16 MHz resonator keramik.
Mikrokontroler ini digunakan juga sebagai antarmuka
sensor dan PC. Sinyal diolah di PC dan ditampilkan
menggunakan bantuan perangkat lunak LabVIEW dan
LINX MakerHub package. Front panel LabVIEW
menampilkan nilai konsentrasi sedimen layang dan grafik
hubungan antara waktu dengan konsentrasi sedimen
layang. Selain itu, program ini dibuat dapat menyimpan
data pengukuran dalam bentuk txt. Skema rangkaian dari
instrumen yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 2 yang
terdiri dari rangkaian transmitter dan receiver sinar
inframerah, serta rangkaian pengkondisi sinyal. Rangkai-
an pengkondisi sinyal yang digunakan adalah penguat
Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran…. 17
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 15 - 19
ISSN 2548-9011
instrumentasi AD620 sebagai penguat diferensiator dan
konverter negatif sederhana menggunakan ICL7660
sebagai pengubah polarisasi tegangan dari positif menjadi
negatif. Tegangan negatif ini digunakan untuk catu daya
AD620. Keluaran dari rangkaian penguat dihubungkan
dengan mikrokontroler dan diolah di PC. Untuk
keperluan pengambilan data dibuat kontainer pengukuran
(9,5×7,6×20 cm3) seperti ditunjukkan pada Gambar 3
yang berfungsi untuk menampung larutan tanah.
Gambar 2. Skema rangkaian transmitter, receiver dan
pengkondisi sinyal.
Gambar 3. Desain kontainer pengukuran larutan tanah.
Faktor yang mempengaruhi kinerja dari alat yang
dibuat saat kalibrasi yaitu sample pretreatment. Sample
pretreatment atau perlakuan sampel sebelum diuji coba
yaitu dengan mengeringkan dan mengayak tanah terlebih
dahulu. Untuk menghilangkan kerikil dan sisa-sisa
tanaman pada tanah dilakukan penyaringan menggunakan
ayakan dengan lubang ayakan tersebut berdiameter
kurang dari 2 mm [10]. Setelah disaring, tanah yang
sudah tidak mengandung kerikil dan sisa tanaman
ditumbuk sampai halus. Pada penelitian ini ukuran
partikel tanah tidak diperhitungkan dalam pengukuran
karena tanah yang dipakai dianggap sangat halus.
Kemudian tanah ditimbang sesuai Tabel 1 dan
dicampurkan dengan 500 ml air. Konsentrasi sedimen
layang hitung [CH] diperoleh dari persamaan (6).
V
mCH ][ , (6)
dengan m adalah masa tanah dalam satuan gram dan V
adalah volume air (ml). Pada sampel 7, tegangan Vout
fotodioda sudah saturasi sehingga data [CH] yang
diperoleh tidak valid dan pada titik tersebut tidak
dilakukan pengambilan data lagi.
Tabel 1. Data konsentrasi sedimen layang hitung [CH] (g/ml).
No Nama Masa
tanah (g) [CH] (g/ml)
1 Sampel 1 15 0,0305
2 Sampel 2 18 0,0337
3 Sampel 3 21 0,0451
4 Sampel 4 24 0,0489
5 Sampel 5 27 0,0542
6 Sampel 6 30 0,0646
7 Sampel 7 33 -
Air di dalam kontainer dicampur dengan tanah yang
sudah halus, diaduk sebanyak 10 kali dan didiamkan
selama 15 detik agar larutan menjadi tenang dan tegangan
fotodioda menjadi stabil. Pengambilan data dimulai saat
kran kontainer dibuka. Setiap penambahan konsentrasi
tanah, tegangan fotodioda diukur dan disimpan untuk
mendapatkan persamaan kalibrasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan LabVIEW sebagai
antarmuka mikrokontroler dengan PC. Front panel
LabVIEW dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Front panel LabVIEW.
Kotak isian Serial Port digunakan sebagai koneksi
mikrokontroler dengan PC sedangkan Al Channel adalah
pin mikrokontroler yang digunakan (A0). Selain itu
perintah menyimpan data dilakukan dengan cara
mengklik tombol “Save”.
Grafik fungsi transfer diperoleh dengan memplot
konsentrasi sedimen layang hitung [CH] dalam satuan
g/ml sebagai sumbu x dan tegangan keluaran fotodioda
(Vout) dalam satuan volt sebagai sumbu y (lihat Gambar
5). Grafik ini berbentuk logaritmik dengan nilai R-square
0,99105. Persamaan fungsi transfer yang diperoleh dari
Gambar 5 adalah
Vout = 13,35285 − [−3,07352ln[CH] −0,01648)]. (7)
Grafik kalibrasi diperoleh dengan memplot tegangan
keluaran fotodioda (Vout) dalam satuan volt sebagai
sumbu x dan konsentrasi sedimen layang dalam satuan
g/ml sebagai sumbu y. Grafik ini berbentuk eksponensial
dengan nilai R-square 0,98778. Grafik kalibrasi dapat
18 Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran …
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2016) 15 - 19
ISSN 2548-9011
n
dilihat pada Gambar 6. Persamaan kalibrasi yang
diperoleh adalah
[Cu] = 0,01925exp(Vout/3,8925) + 0,00097 (8)
dengan [Cu] adalah konsentrasi sedimen layang ukur.
Persamaan (8) ini dimasukkan ke dalam kotak formula
pada blok diagram LabVIEW sehingga front panel
LabVIEW menampilkan konsentrasi sedimen layang
secara real-time.
0.02 0.04 0.06 0.08
0
2
4
Tegangan Vout (Volt)
Fit Curve 1
Te
ga
ng
an
Vo
ut (V
olt)
Konsentrasi Sedimen Layang Hitung [CH] (gr/ml)
Gambar 5. Grafik perubahan nilai besaran tegangan keluaran
fotodioda sebagai fungsi perubahan nilai konsen-
trasi sedimen layang hitung [CH].
Tabel 2 memperlihatkan data pengamatan konsen-
trasi sedimen layang yang diambil. Agar konsentrasi
sedimen layang ukur [Cu] memiliki kesalahan yang relatif
0 2 4
0.02
0.04
0.06
0.08
Konsentrasi Sedimen Layang (gr/ml)
Fit Curve 1
Ko
nse
ntr
asi S
ed
ime
n L
aya
ng
H
itu
ng
[C
H] (g
/ml)
Tegangan Vout (Volt)
Gambar 6. Grafik perubahan nilai variabel konsentrasi sedimen
layang hitung [CH] sebagai fungsi perubahan nilai
tegangan keluaran fotodioda.
kecil maka digunakan faktor koreksi rata-rata yang meng-
ikuti persamaan
n
C
C
U
H
n
][
][
, (9)
dengan [CH] adalah konsentrasi sedimen layang hitung,
[Cu] adalah konsentrasi sedimen layang ukur dan n adalah
jumlah sampel. Faktor koreksi rata-rata yang diperoleh
adalah 0,98186. Kemudian faktor koreksi rata-rata n
Tabel 2. Data pengamatan dan perbandingan konsentrasi sedimen layang hitung [CH] dengan pengukuran [Cu].
No Sampel Vout (V) [CH]
(g/ml) [Cu] (g/ml)
[Cα]
(g/ml) αn
Kesalahan
(%) T (%) A (%)
1 Sampel 1 0,1036 0,0300 0,0305 0,02997 0,9827 0,0862 97,9279 0,90937
2 Sampel 2 1,2578 0,0360 0,0337 0,03306 1,0693 8,1766 74,8444 12,5841
3 Sampel 3 2,2411 0,0420 0,0451 0,04427 0,9316 5,3953 55,1788 25,8228
4 Sampel 4 2,6042 0,0480 0,0489 0,04797 0,9825 0,0689 47,9157 31,9523
5 Sampel 5 3,2103 0,0540 0,0542 0,05319 0,9968 1,4940 35,7941 44,6189
6 Sampel 6 3,6172 0,0600 0,0646 0,06346 0,9283 5,772 27,6550 55,8226
dikalikan dengan konsentrasi sedimen layang ukur [Cu]
dan diperoleh konsentrasi sedimen layang hasil koreksi
[Cα] yang semakin mendekati nilai konsentrasi sedimen
layang hitung [CH].
Gambar 7 merupakan grafik perbandingan antara
konsentrasi sedimen layang ukur [Cu] dan konsentrasi
sedimen layang hasil koreksi [Cα] untuk setiap sampel.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa [Cα] hampir berimpit
dengan [Cu]. Hal ini mengindikasikan bahwa data yang
diperoleh cukup valid, sehingga pengukuran yang
dilakukan sudah cukup baik.
Grafik hubungan kesalahan dan konsentrasi sedimen
layang dapat dilihat pada Gambar 8. Kesalahan paling
kecil terdapat pada konsentrasi 0,0480 g/ml sebesar
0,0689% sedangkan kesalahan paling besar terdapat pada
konsentrasi 0,036 g/ml sebesar 8,1766%. Kesalahan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel
tanah yang berbeda-beda dan proses pengadukan sampel
yang kurang sempurna sehingga mempengaruhi tingkat
kehomogenan dari larutan. Kesalahan untuk instrumen ini
yaitu di bawah 8,2 %. Nilai ini jauh lebih baik dari
penelitian sebelumya yang memperoleh nilai kesalahan di
bawah 20% [11].
1 2 3 4 5 6
0.025
0.030
0.035
0.040
0.045
0.050
0.055
0.060
0.065
[C ] (g/ml)
[CH] (g/ml)
[C] (g
/ml)
Sampel
Gambar 7. Grafik evolusi nilai variabel konsentrasi sedimen
layang hitung [CH] dan konsentrasi sedimen la-
yang hasil koreksi [Cα] terhadap setiap sampel.
Lia Yuliantini - Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat untuk Sistem Pengukuran…. 19
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 15 - 19
ISSN 2548-9011
0.03 0.04 0.05 0.06
0
3
6
9
Error (%)
Kesa
lah
an
(%
)
Konsentrasi Sedimen Layang Hitung [CH] (g/ml)
Gambar 8. Grafik perubahan nilai kesalahan instrumen (%)
terhadap nilai konsentrasi sedimen layang hitung
[CH].
Transmisi dan absorpsi diperoleh dari persamaan (1)
dan (4) dengan tegangan sesudah dilewatkan pada larutan
adalah sebanding dengan intensitas cahaya pada jarak L
dari sumbernya [3]. Grafik transmisi dan absorpsi dapat
dilihat pada Gambar 9, terlihat bahwa nilai transmisi
semakin menurun sedangkan nilai absorpsi semakin
meningkat dengan bertambahnya konsentrasi sedimen
layang. Hal ini sesuai dengan hukum Beer-Lambert yang
dijelaskan sebelumnya. Menurut persamaan (1) dan (4),
jika transmisi (T) dari inframerah yang sudah dilewatkan
pada larutan tanah sebesar 50% maka absorpsi (A) dari
larutan tersebut adalah 30%. Hal ini karena absorpsi (A)
adalah bentuk logaritmik dari transmisi (T).
0.02 0.04 0.06 0.08
0
50
100
T (%)
A (%)
Konsentrasi Sedimen Layang (gr/ml)
Gambar 9. Grafik perubahan nilai variabel transmisi dan
absorpsi larutan tanah terhadap perubahan ni-
lai konsentrasi sedimen layang.
V. KESIMPULAN
Telah dibuat alat ukur konsentrasi sedimen layang
dengan menggunakan sumber cahaya inframerah dekat
dan fotodioda. Sistem ini menggunakan mikrokontroler
ATMega328 dan LabVIEW sebagai antarmuka perangkat
keras dengan perangkat lunak pada PC. Konsentrasi
sedimen layang divariasikan dengan nilai 0,030; 0,036;
0,042; 0,04; 0,054; dan 0,060 g/ml. Fungsi transfer yang
diperoleh berupa fungsi logaritmik dengan nilai R-square
0,99105. Hubungan konsentrasi sedimen layang terhadap
tegangan keluaran sensor adalah eksponensial dengan
nilai R-square adalah 0,98778. Dari pengamatan
diketahui bahwa nilai transmisi semakin menurun
sedangkan nilai absorpsi semakin meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi sedimen layang. Nilai
kesalahan paling kecil yaitu 0,0689% pada konsentrasi
sedimen layang sebesar 0,0480 g/ml dengan nilai faktor
koreksi sebesar 0,9825. Kesalahan untuk instrumen ini
yaitu di bawah 8,2%, yang lebih baik dari penelitian
sebelumnya yaitu di bawah 20%. Secara umum,
spektroskopi yang dikembangkan sudah cukup baik
karena sistem pengukuran yang digunakan sudah valid.
Selain itu sistem pengukuran ini pun sudah mampu
mengukur konsentrasi sedimen layang secara real-time
menggunakan LabVIEW.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ucapkan terima kasih yang berlimpah kepada rekan kerja kami di laboratorium elektronika FMIPA-ITB yang telah banyak membantu dan membagi ilmunya.
PUSTAKA
[1] R. Diansari, Analisis Perhitungan Muatan Sedimen
(Suspended Load) pada Muara Sungai Lilin Kabupaten
Musi-Banyuasin, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, vol.
2, 2014, pp. 225-230.
[2] M. A. Lodhi, D. C. Rundquist, L. Han, et al., Estimation of
Suspended Sediment Concentration in WAter Using
Integrated Surface Reflectance, Geocarto International,
vol. 13, 1998, pp. 11-14.
[3] J. Guillen, A. Palanques, P. Piug, et al., Field calibration of
optical sensors for measuring suspended sediment
concentration in the western Mediterranean, Scientia
Marina, vol. 64, no. 4, 2000, pp. 427-435.
[4] L. Xiao, F. Xiuli, L. Jie, et al., Laboratory Application of
Laser Grain-Size Analyzer in Determining Suspended
Sediment Concentration, J. Ocean Univ. China, vol. 13,
no. 375-380, pp. 375-380.
[5] R. Meral, A. Smerdon, H. Merdun, et al., Estimation of
Suspended Sediment Concentration by Acoustic Equations
for Soil Sediment, African Journal of Biotechnology, vol.
9, no. 2, 2010, pp. 170-177.
[6] V. Rossel, A. A. Cattle, S. R. Ortega, et al., In situ
measurements of soil colour, mineral composition and clay
content by vis-NIR spectroscopy, Geoderma, vol. 150,
2009, pp. 253-266.
[7] G. Siebielec, W. G. McCartthy, T. I. Stucynski, et al., Near
and mid infrared reflectance spectroscopy for measuring
soil metal content, J. Environ. Qual, vol. 33, 2004, pp.
2056-2069.
[8] Y. He, H. Song, A. Garcia, et al., Prediction of soil
macronutrients content using infrared spectroscopy,
Proceedings SPIE Conference Remote Sensing and
Infrared Devices and System, vol. 6031, Changchun,
Agustus 2005, pp. (603117-1)-(603117-10).
[9] J. W. Robinson, Atomic Spectroscopy, Marcel Dekker,
Inc., 1996.
[10] B. Stenberg, R. A. Rossel, A. M. Mouazen, et al., Visible
and Near Infrared Spectroscopy in Soil Science, In:
Advances in Agronomy, vol. 107, Elsivier Inc., United
Kingdom, 2010, pp. 164-206.
[11] E. D. Thosteson and D. M. Hanes, A Simple Methode for
Determining Sediment Size and Concentration from
Multiple Frequency Acoustic Backscatter Measurement,
Journal of Acoustical Society of America, vol. 104, no. 2,
1998, pp. 820-830.
20 Ucapan Terima Kasih
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 20
ISSN 2548-9011
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada para mitra bestari yang telah terlibat dalam penilaian makalah-
makalah yang diterbitkan dalam Risalah Fisika Vol. 1 No. 1 Januari 2017:
1. Dr. Anto Sulaksono (Universitas Indonesia)
2. Dr. Budhy Kurniawan (Universitas Indonesia)
3. Prof. Dr. Yetty Supriyati (Universitas Negeri Jakarta)
4. Dr. Santoso Soekirno (Universitas Indonesia)
Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 21
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
Pengembangan Spektrometer Cahaya Tampak Menggunakan LED
RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa
(masuk/received 16 September 2016, diterima/accepted 14 Desember 2016)A
Development of Visible Light Spectrometer using RGB LED to Determine
Glucose Concentration
Mona Berlian Sari*, Yogie Sanjaya
*, Mitra Djamal
*,**
*Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia
**Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Lampung 35365, Indonesia
Abstrak – Rancang bangun spektrometer menggunakan sumber cahaya dari cahaya tampak telah dibuat. Pada
penelitian ini diukur nilai absorbansi, transmitansi, dan konsentrasi larutan glukosa. Spektrometer menggunakan satu
sensor fotodioda, dua LED RGB sebagai sumber cahayanya dan dua sampel holder. Pergerakan sensor dikontrol
menggunakan motor stepper. Keluaran sensor diolah di mikrokontroller ATMega 8 dan dikirim ke PC. Interface
tampilan PC menggunakan GUI Visual Basic. Otomatisasi gerak sensor oleh motor stepper membuat pengukuran lebih
efisien, dimana pada satu kali pengukuran dapat langsung dibandingkan larutan standar dan larutan yang diukur.
Secara keseluruhan sistem menggunakan komponen dengan harga yang murah. Berdasarkan data hasil pengukuran,
absortivitas tertinggi diperoleh jika sumber yang digunakan adalah LED hijau yaitu dengan kisaran 0,47-0,9. Kesalahan
pengukuran konsentrasi menggunakan LED hijau berkisar antara 1,94% sampai 4,76% sedangkan secara keseluruhan
kesalahan pengukuran konsentrasi berkisar antara 0,12% sampai 5,43%.
Kata kunci: spektrometer, absorpsi, konsentrasi glukosa, cahaya tampak, mikrokontroler
Abstract – A spectrometer prototype using light source from visible light have been made. This research aims to detect
the absorbance, transmittance, and concentration of glucose solution. The spectrometer uses one photodiode sensor, two
RGB LED as light source and two sample holders. The sensor movement is controlled by stepper motor automatically.
Sensor output is processed by ATMega 8 microcontroller and sent to a PC. Data display is based on Visual Basic GUI
Interface. The automatic sensor motion by stepper motor results an efficient measurement, where the standard solution
and measured solution can be compared directly at one measurement. Overall the system uses low cost components.
Based on measurement data, the highest absortivity obtained from green LED was about 0.47-0.9. The error of
concentration measurement using green LED is about 1.94% to 4.76%, and overall the error of concentration
measurement is about 0.12% to 5.43%.
Key words: spectrometer, absorption, glucose concentration, visible light, microcontrollers
I. PENDAHULUAN
Konsentrasi larutan merupakan parameter yang sangat
penting dalam perancangan produk, pengujian hasil
industri dan lain sebagainya. Konsentrasi larutan
menyatakan suatu besaran atau kadar suatu zat di dalam
cairan [1]. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengukur konsentrasi ialah menggunakan spektroskopi.
Spektroskopi merupakan metode yang memanfaatkan
gejala yang ditimbulkan akibat interaksi cahaya dengan
materi. Alat yang digunakan pada metode spektroskopi
ialah spektrometer [2].
Dari beberapa energi gelombang elektromagnetik, salah
satunya adalah cahaya tampak. Panjang gelombang untuk
cahaya tampak adalah sekitar 350 nm-750 nm dengan
frekuensi 4-7,4×1010
Hz [3]. Larutan dengan pH 7
menyerap spektrum cahaya tampak dengan panjang
gelombang 400-600 nm [4]. Warna merah pada cahaya
tampak memiliki panjang gelombang 650 nm, warna hijau
memiliki panjang gelombang 510 nm, sedangkan warna
biru memiliki panjang gelombang 475 nm [5]. Metode
serapan radiasi elektromagnetik dalam interval cahaya
tampak menggunakan spektrometer visible light.
Saat ini pengembangan spektrometer menggunakan
sumber cahaya tampak untuk berbagai aplikasi telah
banyak dilakukan baik yang diproduksi oleh perusahaan
atau hasil penelitian ilmiah. Pengadaan spektrometer di
berbagai laboratorium pendidikan membutuhkan biaya
yang tidak sedikit karena pada umumnya spektrometer
yang dijual dipasaran memiliki harga yang sangat mahal.
Terdapat beberapa penelitian mengenai pembuatan
spektrometer seperti pembuatan spektrometer berbasis
Arduino dan Labview [6], spektrometer prisma
menggunakan WebCam [2], maupun spektrometer
WebCam menggunakan keping DVD sebagai kisi difraksi
[7]. Spektrometer tersebut memiliki berbagai kelebihan
dan kekurangan. Dengan menggunakan WebCam dapat
dilihat secara langsung warna spektrum yang dihasilkan.
Namun penelitian seperti ini bersifat kualitatif dan rentan
terhadap kesalahan pengamatan. Hasil citra yang terekam
pada WebCam berupa spektrum warna harus
dibandingkan dengan referensi untuk mengetahui
22 Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
intensitas dan panjang gelombangnya. Performa
spektrometer dan interferensi dipengaruhi oleh lebar
celah, guratan pada kisi, serta kestabilan dan intensitas
sumber cahaya yang digunakan harus tinggi [7]. Analisis
data harus memperhatikan penyeleksian gambar dan
posisi piksel setiap warna [2].
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi
larutan glukosa. Pendeteksian konsentrasi glukosa dalam
larutan menggunakan metode spekroskopi telah banyak
digunakan seperti pengukuran konsentrasi glukosa
menggunakan metode spektroskopi inframerah dan
spektroskopi Raman [8]. Pada penelitian ini dikembang-
kan alat ukur konsentrasi glukosa menggunakan cahaya
tampak. Spektrometer ini menggunakan dua buah LED
RGB sebagai sumber cahaya, satu buah photodiode
sebagai sensornya, dan dua buah sample holder. Sampel
pertama merupakan larutan yang diukur dan sampel kedua
adalah larutan standar. Hasil pengukuran yang
ditampilkan di PC berupa data kuantitatif nilai
transmitansi, absorbansi, dan konsentrasi larutan yang
diukur.
Keunggulan sistem ini dapat dilihat dari segi
otomatisasi pergerakan sensor menggunakan motor
stepper. Akibatnya, pada satu kali pengukuran dapat
dibandingkan nilai transmitansi dan absorbansi larutan
standar dengan larutan yang diukur secara langsung.
Otomatisasi pergerakan sensor ini dapat meningkatkan
efisiensi proses pengukuran. Secara keseluruhan sistem
menggunakan komponen dengan harga yang murah.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan
spektrometer yang murah namun spesifikasinya dapat
memenuhi kebutuhan laboratorium pendidikan dalam
upaya peningkatan pemanfaatan teknologi sebagai media
pembelajaran.
II. LANDASAN TEORI
Ketika energi radiasi menumbuk suatu permukaan
material, energi tersebut akan berinteraksi dengan atom
dan molekul dari material [3]. Energi yang dipancarkan
dapat diserap, ditransmisi, dipantulkan, dihamburkan oleh
bahan atau dipendar tergantung pada struktur bahan
seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Interaksi radiasi dengan bahan.
Absorbsi cahaya adalah peristiwa penyerapan cahaya
oleh suatu bahan yang dilewati oleh cahaya tersebut [2]. Menurut Hukum Lambert-Beer: “Bila suatu cahaya
monokromatis melalui suatu media yang transparan maka
intensitas cahaya yang diteruskan sebanding dengan
ketebalan dan kepekatan media”. Absorbansi dalam
setiap daerah energi dinyatakan sebagai
A = ɛ cb
dengan A merupakan nilai absorbansi, ɛ merupakan
absortivitas molar (dm3mol
-1cm
-1), c merepresentasikan
konsentrasi molar (moldm-3
) dan b adalah panjang
lintasan (cm).
Nilai suatu absorbansi dan absortivitas tergantung pada
panjang gelombang. Oleh sebab itu, nilai absorbansi tidak
diukur secara langsung melainkan harus dihitung
menggunakan perbandingan intensitas dari sebagian
cahaya yang ditransmisikan melewati sampel. Jika I
adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel dan I0
adalah besar intensitas cahaya yang diukur sebelum
melewati sampel, fraksi intensitas cahaya yang
ditransmisikan (T) dapat dirumuskan sebagai [9]
T = I/I0, (1)
A = log10 (1/T). (2)
Pada umumnya sebuah sistem elektronik dibangun
mengunakan mikrokontroller. Mikrokontroller merupakan
sebuah sistem mikroprosesor yang dibangun pada satu
chip [10]. AVR ATMega 8 adalah mikrokontroler CMOS
8-bit berarsitektur AVR RISC yang memiliki 8 kbyte in
System Programmable Flash. Mikrokontroler dengan
konsumsi daya rendah ini mampu mengeksekusi instruksi
dengan kecepatan maksimum 16MIPS pada frekuensi
16MHz. ATMega 8 memiliki 28 pin. Konfigurasi pin
ATMega 8 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Konfigurasi pin ATMega 8.
Pada penelitian ini digunakan juga motor stepper.
Motor stepper merupakan salah satu komponen
elektronika yang gerakan rotornya dapat dikontrol dengan
memberikan pulsa-pulsa yang dihasilkan dari sistem
digital seperti mikroprosesor dan komputer. Gerakan
motor stepper sesuai dengan pulsa-pulsa digital yang
diberikan [11]. Seperti halnya motor DC biasa, motor
stepper juga dapat berputar dalam dua arah yaitu searah
jarum jam (CW) atau berlawanan arah jarum jam (CCW)
yaitu dengan memberikan polaritas yang berbeda. Namun,
tidak seperti motor AC dan DC yang berputar secara
kontinu, perputaran motor stepper adalah secara
incremental atau langkah per langkah (step by step).
Bagian-bagian dari motor stepper tersusun atas rotor,
stator, bearing, casing dan sumbu. Sumbu merupakan
pegangan dari rotor. Ketika rotor berputar sumbu ikut
berputar. Stator memiliki dua bagian yaitu pelat inti dan
Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 23
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
lilitan. Pelat inti dari motor stepper ini biasanya menyatu
dengan casing. Motor stepper yang digunakan adalah
motor stepper unipolar dengan resolusi 1,8 derajat per
step. Motor stepper bergerak setiap satu langkah dengan
besar sudut 1,8 derajat, jadi untuk satu putaran penuh
membutuhkan 200 step. Pada umumnya penggunaan
motor stepper digandeng dengan IC ULN2003A.
Secara teoritis, sebuah motor stepper dapat digerakkan
langsung oleh mikrokontroller. Namun pada kenyataan-
nya, arus dan tegangan yang dikeluarkan oleh
mikrokontroller tidak cukup untuk menggerakkan motor
stepper. Gerbang-gerbang TTL mikrokontroller hanya
mampu mengeluarkan arus dalam orde miliampere dan
tegangan antara 2 sampai 2,5 volt. Sementara untuk
menggerakkan motor stepper dibutuhkan arus yang lebih
besar (dalam orde ampere) dan tegangan berkisar antara 5
sampai 24 volt. Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan piranti tambahan yang dapat memenuhi
kebutuhan arus dan tegangan untuk menggerakkan motor
stepper.
Rangkaian driver motor stepper merupakan rangkaian
open collector, di mana output pada rangkaian ini
terhubung dengan ground untuk mencatu lilitan-lilitan
motor stepper. Digunakan IC ULN2003A sebagai driver
motor stepper. IC ULN2003A adalah IC yang tersusun
atas 7 buah Darlington array. IC ULN2003A mempunyai
arus keluaran sampai 500 mA. Pada saat ketujuh driver
tersebut ON, IC ini dapat mencatu daya sampai 230 W.
ULN2003A mempunyai input serial yang dapat dipilih
untuk operasi TTL atau CMOS 5V.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Blok Diagram Sistem Spektrometer
Sistem yang dibuat tersusun dari komponen-komponen
elektronika dengan blok diagram pada Gambar 3.
Gambar 3. Blok diagram sistem spektrometer cahaya
tampak menggunakan LED RGB.
Berdasarkan Gambar 3, sistem spektrometer yang
dibuat terdiri dari sumber cahaya, sistem optik, sistem
kontrol, sistem sensor, signal conditioning, mikrokon-
troler, dan tampilan data. Sumber cahaya yang digunakan
adalah sumber cahaya tampak, yaitu LED RGB yang
menghasilkan tiga warna yaitu merah, hijau dan biru.
Perubahan warna ini dikontrol melalui mikrokontroler.
Sensor yang digunakan adalah sensor photodiode. Sensor
ini dapat mendeteksi perubahan intensitas cahaya yang
terjadi. Tegangan keluaran sensor akan berubah
bergantung pada intensitas cahaya yang mengenainya.
Tegangan keluaran sensor diperkuat melalui rangkaian
amplifier. Rangkaian amplifier ini menggunakan IC
LM358 sebagai IC penguat yang bertugas untuk
menguatkan sinyal keluaran sensor photodiode untuk
selanjutnya diolah di mikrokontroler. Exit slit diletakkan
pada bagian depan sensor photodiode, berfungsi untuk
memfokuskan cahaya yang telah melalui sampel agar
cahaya yang jatuh tepat pada sensor photodiode fokus
pada satu titik. Sistem kontrol digunakan untuk
menggerakkan sensor photodiode. Fungsi ini dijalankan
oleh motor stepper.
Data hasil pengukuran dikirim ke PC melalui
komunikasi serial untuk selanjutnya ditampilkan di PC
menggunakan GUI Visual Basic. Pada sistem ini
digunakan mikrokontroler ATMEGA8 yang bertugas
mengendalikan transmisi data dan juga mengontrol kerja
setiap blok yang digunakan. Mikrokontroller ATMEGA8
memiliki memory internal sebesar 8 kb sehingga dengan
terhubungnya sistem ini ke PC memory penyimpanan data
dapat ditingkatkan dengan signifikan. Gambar 4
menunjukkan desain susunan perangkat keras sistem yang
dibuat.
Gambar 4. Desain perangkat keras sistem spektrometer cahaya
tampak menggunakan LED RGB.
3.2 Pembuatan Program Interface
Perangkat lunak yang digunakan terdiri dari dua bagian
perangkat lunak, yaitu perangkat lunak mikrokontroler
ATMega 8 dan perangkat lunak tampilan PC berbasis
Visual Basic. Visual Basic digunakan untuk membuat
program tampilan data hasil pengukuran. Interface yang
digunakan antara sumber pulsa dan PC adalah
mikrokontroler ATMega 8. Dalam sistem ini
mikrokontroler ATMega 8 memiliki peranan yang penting
dalam menerima data, mengolah data dan mengirimkan
data ke sistem PC. Mikrokontroler ATMega 8 diprogram
menggunakan CodeVision AVR.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Blok Rangkaian
Gambar 5 menunjukkan rangkaian sistem yang dibuat.
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat blok rangkaian yang
digunakan dalam pembuatan spektrometer cahaya tampak
yang disusun mengacu pada blok diagram serta desain
perangkat keras pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 5a
menunjukkan sumber cahaya dan tempat sampel yang
digunakan, Gambar 5b merupakan catu daya teregulasi
24 Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
yang digunakan untuk mengaktifkan sistem. Sistem
minimum ATMega 8 dapat dilihat pada Gambar 5c. Pada
Gambar 5c juga dapat dilihat IC ULN2003A yang
digunakan untuk menggerakkan motor stepper pada
Gambar 5d. Sensor dan rangkaian penguat sinyal
keluarannya dapat dilihat pada Gambar 5e. Sketsa
rangkaian elektronik sistem spektrometer secara lengkap
dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 5. (a) Sumber cahaya dan tempat sampel (b) catu daya
teregulasi (c) sistem minimum ATMega 8 dan IC
ULN2003A (d) motor stepper (e) rangkaian sensor
dan amplifier.
Gambar 6. Rangkaian elektronik sistem.
Rangkaian terdiri dari sistem minimum ATMega 8,
rangkaian pengendali motor stepper dan rangkaian
penguat sensor photodiode. Sumber cahaya yang
digunakan adalah LED RGB (Gambar 5a). LED RGB
memiliki 3 buah warna yang dapat berubah-ubah
tergantung kebutuhan. Pada sistem ini perubahan warna
pada LED yang digunakan dikontrol melalui PWM
mikrokontroller. Catu daya yang digunakan adalah catu
daya teregulasi dengan keluaran 5V. Tegangan 5V ini
diperoleh melalui IC7805 dengan pull-up kapasitor
sehingga dihasilkan tegangan DC teregulasi sebesar 5V
yang stabil. Catu daya ini digunakan sebagai sumber daya
bagi sistem. Rangkaian catu daya dapat dilihat pada
Gambar 5b. Penggunaan motor stepper pada Gambar 5d
digandeng dengan IC ULN2003A. Selanjutnya, tegangan
keluaran sensor photodiode diperkuat melalui rangkaian
op-amp amplifier. Rangkaian penguat op-amp mengguna-
kan IC LM358 yang merupakan IC penguat operasional
ganda (dual operational amplifiers).
4.2 Pembuatan Blok Program
4.2.1 Program Sistem Instrumen Spektrometer
Cahaya Tampak
Pemrograman sistem spektrometer cahaya tampak terdiri
dari program pembacaan sensor dan motor stepper.
Pemrograman menggunakan Code Vision AVR. Program
dimulai dari pembacaan nilai sensor. Lampu LED merah
dinyalakan. Tegangan yang dibaca dari rangkaian sensor
diubah menjadi intensitas yang persamaannya diperoleh
dari kalibrasi sensor. Data kemudian dikirim ke komputer
melalui komunikasi serial untuk ditampilkan ke GUI.
Begitupun untuk sumber cahaya warna hijau dan biru
secara berurutan. Setelah pembacaan nilai intensitas pada
sampel yang diuji selesai, sensor digerakkan oleh motor
stepper menuju sampel standar. Flowchart program
pembacaan sensor dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir pemrograman.
Pembacaan sensor dimulai kembali dari sumber LED
berwarna merah, hijau dan biru secara berurutan. Setelah
pembacaan selesai, motor digerakkan berlawanan arah
untuk menuju ke posisi semula. Pengukuran selesai.
Untuk mengulangi pengukuran, ditekan tombol reset yang
ditempatkan pada bagian luar box sistem.
4.2.2 Pembuatan Interface
Interface yang digunakan antara sistem sensor dan PC
adalah Mikrokontroller ATMega8. Dalam sistem ini
Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 25
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
mikrokontroller digunakan untuk mengontrol pergerakan
motor stepper untuk memindahkan posisi sensor dari
sampel standar ke sampel yang diuji. Mikrokontroller
juga memiliki peranan yang penting dalam menerima
data, mengolah dan mengirimkan data ke sistem PC. Data
yang dikirimkan ke PC akan ditampilkan dalam software
yang dibuat menggunakan Visual Basic.
Tampilan PC menggunakan Graphical User Interface
(GUI) berbasis software Visual Basic dihubungkan ke
mikrokontroller melalui komunikasi serial. GUI adalah
antarmuka pada sistem operasi atau komputer yang
menggunakan menu grafis agar mempermudah para
penggunanya untuk berinteraksi dengan komputer.
Komunikasi serial sendiri merupakan komunikasi standar
yang sering digunakan dalam sistem instrumentasi sebagai
interface antara PC dan sistem instrumen yang dibuat.
Kecepatan transfer data yang digunakan ialah pada baud
rate 9600. Dari PC dapat dilihat tampilan data hasil
pengukuran absorbansi dan konsentrasi sampel. Dengan
menyamakan address antara mikrokontroller dan sistem
komputer berbasis Visual Basic maka data dari
mikrokontroler dapat diterima dan ditampilkan oleh
komputer.
4.3 Pengujian Alat
Pengujian alat dilakukan melalui berbagai tahapan, di
antaranya adalah kalibrasi sistem sensor menggunakan
lightmeter untuk mendapatkan persamaan yang
menyatakan hubungan tegangan keluaran sensor terhadap
intensitas cahaya. Selanjutnya, kalibrasi sistem sensor
terhadap konsentrasi larutan glukosa (ppm) untuk
memperoleh persamaan yang merepresentasikan
hubungan antara intensitas cahaya dan konsentrasi larutan.
Pengujian alat juga dilakukan dengan mengukur nilai
absorbansi, transmitansi dan konsentrasi sampel.
4.3.1 Hubungan intensitas cahaya dan tegangan
keluaran sensor
Kalibrasi sensor diperlukan untuk mengetahui hubungan
tegangan keluaran sensor dan intensitas cahaya.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan persamaan yang
nantinya akan digunakan untuk mengkonversi nilai
tegangan keluaran sensor menjadi nilai intensitas cahaya
yang dapat diolah dan digunakan pada penentuan nilai
absorbansi dan transmitansi larutan. Kalibrasi dilakukan
dengan membandingkan tegangan keluaran sensor dan
pembacaan intensitas cahaya menggunakan alat standar
yaitu Light Meter tipe LX-101A. Dari hasil pengukuran
dapat diplot grafik seperti pada Gambar 8.
Dari data dan plot grafik yang dilakukan dilihat bahwa
tegangan keluaran naik secara linier seiring dengan
kenaikan intensitas cahaya yang mengenainya. Hubungan
intensitas cahaya dan tegangan keluaran sensor dinyatakan
oleh persamaan
I = 9,9168V – 0,1192 (sumber LED merah),
I = 66,543V + 0,2434 (sumber LED hijau),
I = 3,569V – 0,0095 (sumber LED biru).
Gambar 8. Hubungan tegangan keluaran sensor
dan intensitas cahaya.
Persamaan tersebut diperoleh dengan memplot data
hasil pengukuran tegangan keluaran sensor dan
membandingkannya dengan alat standar. Koefisien regresi
yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan sumber
cahaya LED merah adalah 1, LED hijau 0,9959, dan LED
biru 0,9932. Artinya, hasil pengukuran tidak menyimpang
dari yang sebenarnya.
4.3.2 Hubungan intensitas cahaya dan konsentrasi
larutan
Untuk memperoleh persamaan hubungan besaran
intensitas cahaya dengan konsentrasi sampel, sampel
diatur konsentrasinya terlebih dahulu. Artinya, sampel
larutan disiapkan pada berbagai konsentrasi. Sampel yang
digunakan adalah larutan glukosa dengan 8 konsentrasi
berbeda. Pada saat pengukuran harus dihindari proses
preparasi sampel yang kurang bagus dan komposisi
larutan yang kurang presisi sehingga nilai tegangan dan
warna larutan tidak linear dari yang seharusnya.
Selanjutnya sampel yang telah disiapkan diukur.
Proses pengukuran dilakukan dengan menyinari sampel
dengan sumber cahaya LED RGB kemudian mengukur
intensitas cahaya yang telah melewati sampel
menggunakan alat standar yaitu Light Meter tipe LX-
101A dan membandingkannya dengan pembacaan
tegangan keluaran sensor photodioda seperti terlihat pada
Gambar 9. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan dapat diplot data seperti pada Gambar 10.
Gambar 9. Set eksperimen pengukuran intensitas cahaya yang
melewati sampel menggunakan Light Meter dan Sensor
Dari hasil plot grafik yang dilakukan diperoleh
hubungan intensitas cahaya dan konsentrasi larutan (ppm)
sensor yang dinyatakan dalam persamaan
Sumber
Cahaya
Sampel Exit Slit
Light
Meter
Sensor photodiode
26 Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
Gambar 10. Hubungan konsentrasi larutan (ppm)
dan intensitas cahaya.
C = 1190,5e-0,057I
(sumber LED merah),
C = 1166,6e-0,022I
(sumber LED hijau),
C = 1369,9e-0,458I
(sumber led biru),
dengan C adalah konsentrasi larutan dalam ppm. Hasil
plot grafik untuk menentukan persamaan ini memiliki
koefisien regresi 0,9171 untuk sumber LED merah,
0,9119 untuk LED hijau, dan 0,9554 untuk LED biru.
Semua nilai regresi mendekati 1, artinya hasil pengukuran
tidak jauh menyimpang dari nilai yang sebenarnya.
4.4 Hasil Pengukuran
4.4.1 Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan 1 gram
glukosa yang dilarutkan dalam 1 liter aquades. Hasilnya
adalah larutan glukosa dengan konsentrasi 1000 ppm.
Larutan ini kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur.
Selanjutnya larutan diencerkan. Proses pengenceran
menggunakan persamaan
V1C1 = V2C2
Gambar 11. Preparasi sampel (a) pemanasan sampel (b) sampel
hasil pemanasan.
Dari hasil pengenceran yang dilakukan dihasilkan
larutan glukosa yang konsentrasinya berbeda-beda untuk
dijadikan sampel pada pengukuran yaitu larutan glukosa
dengan konsentrasi 1000 ppm; 950 ppm; 902,5 ppm;
857,375 ppm; 814,5063 ppm; 773,78 ppm; 735,092 ppm;
dan 698,34 ppm. Ke dalam larutan ini masing-masing
ditambahkan 10 tetes benedict kemudian dipanaskan pada
suhu 100°C. Selanjutnya sampel yang telah dipanaskan
diukur pada alat yang dibuat untuk dibaca nilai
absorbansinya. Hasil pemanasan larutan glukosa yang
telah ditambahkan benedict dapat dilihat pada Gambar 11.
Dari Gambar 11 terlihat warna larutan menjadi merah
bata. Hal itu menandakan terdapatnya kadar glukosa di
dalam larutan yang disebabkan karena sifat larutan
benedict akan berubah warna jika terdapat kandungan
glukosa di dalamnya.
4.4.2 Data
Dari hasil pengukuran diperoleh nilai absorbansi,
transmitansi dan konsentrasi larutan yang ditampilkan
pada tampilan PC. Pada Tabel 1, 2, dan 3 disajikan data
hasil pengukuran yang telah dilakukan.
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran menggunakan LED merah.
No. CH
(ppm) T A
CU
(ppm)
% Kesalahan
Relatif
1 1000 0,13 0,88 1034,79 3,48 %
2 950 0,26 0,58 898,42 5,43 %
4 857,38 0,30 0,53 868,46 1,29 %
5 814,51 0,36 0,44 806,93 0,93 %
6 773,78 0,42 0,37 758,29 2,00 %
7 698,34 0,45 0,34 733,00 4,96 %
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran menggunakan LED hijau.
No. CH
(ppm) T A
CU
(ppm)
% Kesalahan
Relatif
1 1000 0,13 0,90 973,42 2,66 %
2 950 0,16 0,80 931,60 1,94 %
4 857,38 0,19 0,72 891,57 3,99 %
5 814,51 0,22 0,66 853,26 4,76 %
6 773,78 0,32 0,49 737,06 4,75 %
7 698,34 0,34 0,47 715,79 2,50 %
Tabel 3. Data Hasil Pengukuran menggunakan LED biru.
No. CH
(ppm) T A
CU
(ppm)
% Kesalahan
Relatif
1 1000 0,27 0,57 1025,17 2,52 %
2 950 0,36 0,44 929,40 2,17 %
4 857,38 0,45 0,34 842,58 1,73 %
5 814,51 0,48 0,32 815,48 0,12 %
6 773,78 0,56 0,25 751,48 2,88 %
7 698,34 0,59 0,23 727,31 4,15 %
Keterangan:
CH : konsentrasi yang dihitung (ppm)
T : transmitansi
A : absorbansi
CU : konsentrasi yang diukur (ppm)
Berdasarkan data hasil pengukuran, CH merupakan
konsentrasi yang diperoleh melalui metode perhitungan
menggunakan rumus pengenceran, sedangkan
transmitansi, absorbansi, dan CU diperoleh dari sistem
spektrometer yang dibuat menggunakan persamaan yang
telah diproses di mikrokontroler. Selanjutnya kesalahan
relatif pengukuran diperoleh dengan membandingkan
konsentrasi yang diukur dengan konsentrasi yang
dihitung.
Pada proses pengukuran dapat dilihat absortivitas
tertinggi diperoleh jika sumber yang digunakan adalah
Mona Berlian Sari - Spektrometer Cahaya Tampak menggunakan LED RGB untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa 27
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 21-27
ISSN 2548-9011
LED merah yaitu dengan kisaran 0,47-0,9. Persentasi
kesalahan pengukuran konsentrasi menggunakan LED
hijau berkisar antara 1,94% sampai 4,76% sedangkan
secara keseluruhan persentasi kesalahan relatif
pengukuran berkisar antara 0,12% sampai 5,43%. Plot
persentasi kesalahan relatif pengukuran pada setiap
konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Persentase kesalahan relatif pengukuran
pada setiap konsentrasi.
Penelitian ini dapat dijadikan alternatif dalam
pengukuran yang membutuhkan spektrometer, yang dapat
digunakan untuk pengukuran menggunakan larutan
lainnya yang peka terhadap cahaya RGB, dan dapat
dikembangkan untuk mengetahui kadar glukosa dalam
darah.
V. KESIMPULAN
Telah dikembangkan spektrometer sederhana mengguna-
kan sumber cahaya tampak untuk mengukur kadar
glukosa suatu larutan. Alat ini terdiri dari sumber cahaya,
sampel, slit, sensor, dan tampilan data. Sistem terdiri dari
sistem sensor menggunakan penguat amplifier berbasis IC
LM358, motor stepper menggunakan ULN2003A, dan
mikrokontroler ATMega 8. Tampilan data digunakan
Visual Basic. Dari data hasil pengukuran diperoleh
absorbansi larutan glukosa menggunakan sumber LED
merah berkisar antara adalah 0,34 sampai 0,88, menggunakan sumber LED hijau 0,47 sampai 0.9, dan
dengan menggunakan sumber LED biru berkisar antara
0,23 sampai 0,57, dengan kesalahan relatif rata-rata di
bawah 5,43%. Absortivitas tertinggi diperoleh jika sumber
yang digunakan adalah LED hijau. Persentasi kesalahan
pengukuran konsentrasi menggunakan LED hijau berkisar
antara 1,94% sampai 4,76% sedangkan secara keseluruhan
persentasi kesalahan relatif pengukuran konsentrasi
berkisar antara 0,12% sampai 5,43%. Keunggulan sistem
terletak pada sistem kontrol dan otomatisasi gerak sensor
yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses
pengukuran. Keunggulan sistem juga dapat ditinjau dari
segi nilai ekonomis dimana sistem menggunakan
komponen-komponen yang murah.
PUSTAKA
[1] R. Djarot Sugiarso, Perbandingan Pereduksi Natrium
Tiosulfat (Na2S2O3) dan Kalium Oksalat (K2C2O4) pada
Analisa Kadar Besi dalam Multivitamin secara Spektometer
UV-VIS, Journal of Mathematics and Sciences Universitas
Airlangga, Vol. 1, No. 2, 2011, hal. 1-11.
[2] Lailatin Nuiyah dan Gancang Saroja, Studi Pembuatan
Spektrometer DVD untuk Menentukan Relasi Konsentrasi
Larutan Gula dengan Intensitas Spektrum, Physics Student
Journal Universitas Brawijaya, Vol. 2, No. 1, 2014, hal. 635-638.
[3] R.S. Khandpur, Handbook Analytical Instruments second
edition, Tata Mc-Graw-Hill, New Delhi, 1989.
[4] Muhammad Arshad Khosa, S. Sakhawat Shah, dan
Muhammad Faizan Nazar, UV-Visible Spectrometric Study
and Micellar Enhanced Ultrafiltration of Alizarin Red S
Dye, Journal of Dispersion Science and Technology, Vol.
32, No. 11, 2011, pp. 1634-1640.
[5] Laras Andria Wardani, Validasi Metode Analisis dan
Penentuan Kadar Vitamin C pada Minuman Buah Kemasan
dengan Spektrofotometri UV-Visible, Skripsi, FMIPA UI,
Depok, 2012.
[6] Wenny Wahyuni, Nanda Novita, Fajriani, et al., Rancang
Bangun Alat Ukur Transmisi dan Absorpsi Cahaya
Berbasis Arduino dan LabVIEW, Prosiding SNIPS ITB, 8-9
Juni 2015, hal. 105-108.
[7] Supliyadi, Khumaedi, dan Sutikno, Percobaan Kisi Difraksi
dengan menggunakan Keping DVD dan VCD, Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia ISSN 1693-1246, Vol. 6, No.
1, 2010, hal. 26-29.
[8] S. Firdous, M. Nawaz, M. Ahmed, et al., Measurement of
Diabetic Sugar Concentration in Human Blood using
Raman, Laser Physics, Vol. 22, No. 6, 2012, pp. 1090-
1094.
[9] A. Gobrecht, R. Bendoula, J.M. Roger, et al., Combining
linear polarization spectroscopy and the Representative
Layer Theory to measure the Beer–Lambert law absorbance
of highly scattering materials, Journal of Analytica Chimica
Acta 853, 2015, pp. 486–494.
[10] C.M. Gilmore, Microprocessors: Principles and
Applications, Mc Graw-Hill, Singapore 1995.
[11] R. Zamora, et al., Sistem Pengendalian Motor Stepper
Tanpa Kabel Berbasis Mikrokontroller AT89C51. Jurnal
Rekayasa Elektrik, Vol.4, No.2, 2005, hal. 29-33.
28 SFN 2017
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 20
ISSN 2548-9011
Ikuti perkembangannya di https://conference.fisika.or.id/Events/detail/6
Simposium Fisika Nasional ke-30 (SFN XXX) adalah kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Fisika Indonesia (HFI). Kegiatan ini adalah agenda tahunan HFI dan diselenggarakan berpindah dari satu kota besar ke kota besar lain. SFN XXX tahun 2017 dilaksanakan oleh HFI cabang Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta di Yogyakarta pada tanggal 6 s.d. 8 September 2017 dengan mengangkat tema "Physics for the Sustainability". Tujuan utama simposium adalah menampilkan, membangun, dan menyebarluaskan hasil riset interdisiplin dari berbagai cabang ilmu fisika. Peneliti dari universitas, institut, dan industri yang bekerja di beragam bidang fisika di undang untuk berpartisipasi dan menampilkan hasil risetnya sebagai pemakalah atau menyampaikan wawasannya sebagai peserta. Simposium ini mencakup, namun tidak dibatasi, berbagai bidang berikut: fisika teori dan komputasi, fisika material dan teknologi nano, biofisika dan fisika medik, fisika nuklir dan partikel, geofisika, astrofisika, fisika instrumentasi, laser dan optoelektronika, fisika energi dan lingkungan, dan bidang fisika lain.
Organized by
PETUNJUK
PENULISAN DAN PENYERAHAN
MAKALAH
1. Contoh (template) yang berisi petunjuk penulisan dan formulir penyerahan makalah dapat diunduh
(download) di situs Risalah Fisika (http://journal.fisika.or.id/rf).
2. Makalah yang ditulis dalam Microsoft Word dengan format sesuai contoh (template) disertai formulir
penyerahan makalah (sebagai supplementary file) yang telah diisi dan ditandatangani oleh semua
penulis dapat diunggah (upload) melalui situs Risalah Fisika setelah melakukan pendaftaran.
3. Pendaftaran dalam situs akan memberikan nama pengguna (user name) dan sandi pengguna
(password) untuk masuk dalam situs dan memeriksa status makalah tersebut.
4. Pada pendaftaran mohon diberikan data pengguna lengkap dengan alamat surat elektronik (email) dan
telepon (khususnya telepon gengggam/handphone) untuk komunikasi lebih lanjut dengan penulis.
5. Jika terjadi kesulitan dalam pendaftaran dan pengunggahan makalah maupun masalah lain terkait
dengan Risalah Fisika, dapat dihubungi pengelola melalui alamat elektronik: [email protected].
ISSN 2548-9011
Volume 1 Nomor 1
Januari 2017
Daftar Isi
Pengantar Redaksi……………………………………………………………………………………………… i
Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar
Albertus Hariwangsa Panuluh, Mirza Satriawan ............................................................................ 1
Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry
Dengan Menggunakan Metode Matriks Transfer
Thomas Aquino Ariasoca, Iman Santoso .......................................................................................... 5
Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama
di Kota Palangka Raya
Theo Jhoni Hartanto ………………………………………………………………………………… 9
Pengembangan Spektroskopi Sederhana Menggunakan Inframerah Dekat
untuk Sistem Pengukuran Konsentrasi Sedimen Layang
Lia Yuliantini, Iful Amri, Mitra Djamal ……………………………………………………………. 15
Ucapan Terima Kasih ………………………………………………………………………………….. 20
Pengembangan Spektrometer Cahaya Tampak Menggunakan LED RGB
untuk Menentukan Konsentrasi Glukosa
Mona Berlian Sari, Yogie Sanjaya, Mitra Djamal ………………………………………………….. 21