volume 1 nomor 1 halaman 1-49

52
VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2016 Halaman 1-49

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2016

Halaman 1-49

Page 2: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

i MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

MBK

Diterbitkan oleh: Akademi Keperawatan Serulingmas Cilacap

Alamat:

Jalan Raya Maos No. 505 Kecamatan Maos Cilacap, Jawa Tengah

Telepon: 0282695452, Fax:0282695452, Email: [email protected]

Website:

http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

SUSUNAN DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab: Direktur

Akademi Keperawatan Serulingmas Cilacap

Pemimpin Redaksi (Editor in Chief): Andin Sefrina, Ns., M.Kep., Sp.An.

Editor:

Intan Diah Pramithasari, Ns., M.Kep. Siti Rochana, Ns., M.Kep.

Sakiyan, Ns., M.Kep.

Staf Administrasi: Astanto Yuni Aryadi, S.Kom

Penerbitan perdana: Desember 2016 Diterbitkan setiap empat bulan

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

MBK menerima artikel asli (hasil penelitian

atau tinjauan hasil penelitian keperawatan),

yang belum pernah dipublikasikan dalam

media lain. Redaksi berwenang untuk

menerima atau menolak artikel yang masuk,

dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan

kepada penulis. Redaksi juga berwenang

mengubah isi artikel, sebatas tidak akan

mengubah makna artikel.

Persyaratan artikel:

1. Diketik pada format halaman A4 satu kolom, dengan semua margin 3 cm, menggunakan huruf Arial 10, maksimum sebanyak 10 halaman.

Softcopy naskah harus dikirim secara online melalui website yang tertera pada informasi redaksi di bagian kiri halaman ini

Isi artikel:

1. Judul ditulis dalam Bahasa Indonesia maksimal 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.

2. Penulis ditulis di bawah judul, pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis berada di dalam kurung. Di paling bawah dituliskan alamat email dari salah satu penulis.

3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 0,5 cm. Abstrak harus dilengkapi dengan 2-5 kata kunci.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 0,5 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 0,5 cm. Penulisan metode penelitian disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan.

6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 0,5 cm. Bagian ini boleh dilengkapi dengan tabel dan gambar (foto, diagram, gambar grafis, dan sebagainya). Judul tabel ditulis di atas tabel pada posisi di tengah, sedangkan judul gambar ditulis di bawah gambar juga pada posisi di tengah.

7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 0,5 cm. Hasil penelitian dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain, disertai dengan opini peneliti.

8. Kesimpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 0,5 cm.

9. Referensi ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (selain baris pertama masuk 0,5 cm) rata kiri dan kanan, menggunakan APA Style.

Redaksi

Volume 1 Nomor 1 Halaman 1 – 49 Desember 2016 ISSN 2548-7221

Page 3: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

ii MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

PENGANTAR REDAKSI

Selamat bertemu dengan publikasi pertama Media Berbagi Keperawatan (MBK) pada Volume 1 Nomor 1, bulan Desember 2016. Pada nomor perdana ini kami menyajikan artikel-artikel hasil penelitian dalam bidang keperawatan. Kami menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah mendukung MBK dalam rintisan aktivitas penerbitan, semoga karya-karya yang dipublikasikan pada nomor rintisan ini dapat berkontribusi bagi kemajuan IPTEK keperawatan di Indonesia.

Anda dapat mengunduh seluruh isi dari jurnal keperawatan ini melalui http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk. Mohon doa restu agar MBK dapat menerbitkan edisi kedua pada tahun 2017 mendatang. Terimakasih.

Redaksi

DAFTAR ISI

1 PENGARUH PELATIHAN TES PERKEMBANGAN DENVER II TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER POSYANDU DI WILAYAH PUSKESMAS MAOS Puji Suwariyah

1-7

2 PENGARUH KUALITAS PERAWATAN KATETER MENGGUNAKAN SOP DAN TIDAK MENGGUNAKAN SOP DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG INTERNA RSUD PIRU THUN 2016 Lukman La Basy, Risman Tunny, Ratnasari Rumakey, Moh. Samsul Arifin

8-16

3 HUBUNGAN PERILAKU AGRESIF PASIEN DENGAN TINGKAT STRESS PERAWAT DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU TAHUN 2016 Hadija Latuconsina, Abujar Wakanno, Hasna Tunny, Patma Patihua

17-23

4 PRESTASI BELAJAR SISWA BERDASARKAN POLA ASUH YANG DITERAPKAN OLEH ORANG TUA SISWA SEKOLAH DASAR INPRES 1 DESA LUHU KECAMATAN HUAMUAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Frengky Aipasa, Endah Fitriasari, La Rakhmat Wabula

24-31

5 HUBUNGAN KEPUASAN PERAWAT TERHADAP SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN DENGAN KINERJA PENDOKUMENTASIAN PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS Intan Diah Pramithasari

32-35

6 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT DI DUSUN PATINEA DESA KAWA KECAMATAN SERAM BARAT KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2016 Ira Sandy Tunny, M Taufan Umasugi, Sahrir Sillehu

36-42

7 PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSUD CILACAP TAHUN 2015 Esti Oktaviani Purwasih, Sakiyan, Rachmat Susanto

43-49

Page 4: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

1 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

PENGARUH PELATIHAN TES PERKEMBANGAN DENVER II TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER POSYANDU DI WILAYAH PUSKESMAS MAOS

Puji Suwariyah (Akper Serulingmas Cilacap)

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penyimpangan perkembangan pada bayi/anak usia dini sering kali sulit dideteksi dengan

pemeriksaan fisik. Tes perkembangan Denver II dikembangkan untuk membantu petugas

kesehatan dalam mendeteksi masalah perkembangan bayi/anak di usia dini. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap

pengetahuan dan keterampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos. Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif dengan desain pre experimental with one grup pre and

posttest without control grup design. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 25 kader

dengan tekhnik sampel menggunakan total sampling. Uji yang digunakan adalah uji wilcoxon.

Pengetahuan responden sebelum diberikan pelatihan paling banyak adalah baik sebanyak 11

(44,0%) dan setelah berpengetahuan baik sebanyak 16 responden (64,0%). Ketrampilan

responden sebelum diberikan pelatihan sebagian besar kurang sebanyak 21 (84,0%) dan

setelah ketrampilan baik sebanyak 23 (92,0%). Hasil Uji Wilcokson menunjukkan bahwa ada

pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap pengetahuan (p value 0,003) dan

ketrampilan (p value 0,000) kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos.

Kata Kunci: Ketrampilan, Pelatihan Denver II, Pengetahuan

PENDAHULUAN

Anak pra sekolah merupakan anak dalam tahapan usia emas yang mengalami perkembangan pesat terutama perkembangan mental emosional. Perlu adanya deteksi dini perkembangan mental emosional anak agar apabila terdapat gangguan mental emosional anak bisa segera di intervensi karena perkembangan anak berpengaruh pada fase selanjutya. Bayi dengan resiko tinggi terjadi penyimpangan perkembangan perlu mendapat prioritas, terutama bayi premature, berat lahir rendah, riwayat asfiksia, hiperbilirubinemia, infeksi intrapartum, ibu diabetes mellitus, gemeli,dll. Perawat, bidan dan dokter harus menguasai skrining perkembangan dengan metode Denver II.

Denver II Menurut studi yang dilakukan oleh The Public Health Agency of Canada, adalah metode tes yang paling banyak digunakan untuk skrining masalah perkembangan bayi/anak. Tes ini bermanfaat dalam mendeteksi masalah perkembangan yang berat. Akan tetapi, DDST telah dikritik tidak reliabel dalam memprediksikan masalah-masalah yang kurang berat dan spesifik. Kritik ini juga dilontarkan terhadap versi DDST yang telah direvisi, yaitu Denver II. Terhadap kritik tersebut Frankenburg menjelaskan bahwa tujuan pokok dari DDST bukan untuk menetapkan diagnosis akhir, melainkan sebagai metode cepat untuk mengidentifikasi bayi/anak yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Namun pada kenyataannya, saat dilapangan kader Poyandu Balita tidak mengetahui apa itu Denver II dan bagaimana cara menggunakannya. Hal ini menjadi suatu permasalahan dalam membantu tenaga kesehatan untuk memantau perkembangan anak. Permasalahan ini disebabkan karena kader tidak pernah diajarkan bahkan diberikan pelatihan tentang Denver sehingga mereka tidak memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang baik dalam memahami tentan Denver II.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Kusumawardani (2013) dengan judul pengaruh pelatihan deteksi dini perkembangan mental emosional anak pada kader posyandu di wilayah Puskesmas, Sewon II, Bantul. Metode Penelitian menggunakan pre eksperimental one group pretest postest dengan sampel 32. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan kader posyandu sebelum pelatihan mayoritas tergolong tingkat pengetahuan rendah dengan jumlah 32 kader (82%), dan pengetahuan setelah pelatihan mayoritas kader memiliki tingkat pengetahuan sedang dengan jumlah 17 kader (43,7%). Kader mayoritas memiliki tingkat motivasi sedang dengan jumlah 22 kader (56,4%) dan mayoritas memiliki tingkat keterampilan

Page 5: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

2 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

cukup dengan jumlah 28 kader (71,8%). Terdapat peningkatan pengetahuan kader posyandu sebelum dan setelah pelatihan dengan perbedaan rerata ± SD adalah 3,7 ± 2,93.

Denver II adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan bayi/anak usia 0-6 tahun yang dilakukan secara berkala dengan 125 tugas perkembangan. Denver II lebih menyeluruh tapi ringkas, sederhana dan dapat diandalkan, yang terbagi dalam 4 sektor yakni: Sektor Personal Sosial (kemandirian bergaul), Sektor Fine Motor Adaptive (Gerakan gerakan halus), Sektor Language (Bahasa), dan Gross Motor (Gerakan gerakan kasar). Denver II dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain: a. Untuk mengetahui dan mengikuti proses perkembangan b. Untuk mengatasi secara dini bila ditemui kelainan c. Menilai tingkat perkembangan bayi/anak sesuai dengan usianya. d. Menilai tingkat perkembangan bayi/anak yang tampak sehat. e. Menilai tingkat perkembangan bayi/anak yang tidak menunjukkan gejala kemungkinan

adanya kelainan perkembangan. f. Memastikan bayi/anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan. g. Memantau bayi/anak yang berisiko mengalami kelainan perkembangan. Penilaian

Pada setiap item, kita perlu mencantumkan inisial penilaian di area kotak yang berwarna putih (dekat tanda 50%) a. P = Pass/lulus/lewat Bayi/anak dapat melakukan tugas perkembangan dengan baik atau orang tua/pengasuh

melaporkan secara terpercaya bahwa bayi/anak dapat menyelesaikan tugas perkembangan/ item tersebut (item yang bertanda L).

b. F = Fail/gagal Bayi/anak tidak dapat melakukan tugas perkembangan dengan baik atau orang

tua/pengasuh melaporkan secara terpercaya bahwa bayi/anak tidak dapat melakukan tugas perkembangan/item tersebut (item yang bertanda L).

c. No = No opportunity/tidak ada kesempatan Bayi/anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan tugas perkembangan pada

pemeriksaan/uji coba karena ada hambatan yang dapat menyebabkan bayi/anak tidak bisa melanjutkan uji coba.Skor ini hanya boleh dipakai pada uji coba dengan tanda R.

d. R = Refusal/menolak Bayi/anak menolak untuk melakukan tugas perkembangan untuk item tersebut. Penolakan

dapat dikurangi dengan mengatakankepada bayi/anak apa yang harus dilakukannya dan tidak diskor sebagai penolakan (khusus item tanpa tanda L).

Interpretasi Penilaian Individual

a. Advance/ lebih Bila bayi/anak mampu melakukan tugas perkembangan “Pass” pada uji coba tugas

perkembangan/item sebelah kanan garis usia. b. Normal: Penilaian item “Normal”Nilai ini tidak perlu diperhatikan dalam penilaian tes secara

keseluruhan.Nilai “Normal” dapat diberikan pada bayi/anak dalam kondisi berikut: Bayi/anak “Gagal” (G) atau “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item di sebelah kanan

garis usia. Bayi/anak “Lulus/Lewat” (L), “Gagal” (G), atau “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item di daerah putih kotak (daerah 25%-75%).

c. Delayed (penundaan / kelambatan) Apabila Penilaian item T= “Terlambar” (D = Delayed). Nilai “Terlambat” diberikan jika

bayi/anak “Gagal” (G) atau “Menolak” (M) melakukan tugas untuk item di sebelah kiri garis usia sebab tugas tersebut memang ditujukan untuk bayi/anak yang lebih muda.

Interpretasi Test / Uji Coba Denver II

a. Normal Normal. Intrpretasi NORMAL diberikan jika tidak ada skor “Terlambat/delayed’(0 T/D)

dan/atau maksimal1 Peringatan/caution” (1 P/C). Jika hasil ini didapat, lakukan pemeriksaan ulang pada kunjungan berikutnya.

Page 6: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

3 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

b. Suspek Bila didapat > 2 ‘caution’ dan atau > 1 ‘delayed’ lakukan uji ulang 1 – 2 minggu untuk

menghilangkan faktor sesaat seperti: rasa takut, keadaan sakit, kelelahan. c. Untesable/Tidak dapat diuji Bila ada skor “refusal” pada > 1 uji coba yang terletak disebelah kiri garis usiaatau menolak

pada > 1 tugas perkembangan yang ditembus garis usia pada daerah prosentase 75 – 90.

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: “Ada pengaruh pelatihan tes perkembangan denver II terhadap pengetahuandan keterampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos” METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain pre experimental with one grup pre and posttest without control grup design. Pengukuran variabel penelitian dilakukan sebelum dan setelah pemberian pelatihan Denver II. Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah perlakuan (Sugiyono, 2011). Penelitian dilakukan bertujuan mengetahui pengaruh pengaruh pelatihan tes perkembangan denver II terhadap pengetahuan dan keterampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2015 berlokasi di Wilayah Puskesmas Maos. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader yang ada di Wilayah Maos sebanyak 25 kader. Tekhnik sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling. Sehingga jumlah sampel penelitian yaitu 25 responden. HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Pengetahuan Kader Posyandu Sebelum Dan Sesudah Pelatihan Tes Perkembangan Denver II di Wilayah Puskesmas Maos

Pengetahuan Pre Post

f % f %

Baik Cukup Kurang

11 6 8

44,0 24,0 32,0

16 8 1

64,0 32,0 4,0

Jumlah 25 100 25 100

Pada tabel 1. menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan pelatihan Denver II paling banyak adalah baik sebanyak 11 responden (44,0%) setelah diberikan pelatihan pengetahuan responden masih tetap didominasi berpengetahuan baik sebanyak 16 responden (64,0%).

Tabel 2. Keterampilan kader posyandu sebelum dan sesudah pelatihan tes perkembangan Denver II di Wilayah Puskesmas Maos

Ketrampilan Pre Post

f % f %

Baik Cukup Kurang

- 4 21

- 16,0 84,0

23 2 -

92,0 8,0 -

Jumlah 25 100 25 100

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa ketrampilan responden sebelum diberikan pelatihan Denver II sebagian besar kurang sebanyak 21 responden (84,0%) setelah diberikan pelatihan ketrampilan responden sebagian besar memiliki ketrampilan yang baik sebanyak 23 responden (92,0%).

Tabel 3. Pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap pengetahuan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos

Variabel Menurun Meningkat Tetap P value

Pengetahuan Pre- Pengetahuan Post

0 10 15 0,003

Page 7: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

4 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tabel 3 merupakan hasil uji wilcokson, dimana sebelumnya peneliti melakukan uji normalitas untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji shapiro wilk. Hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal, sehingga peneliti menggunakan uji non paramatik yaitu uji wilcokson. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa diperoleh nilai p value sebesar 0,003, artinya ada pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap pengetahuan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos.

Tabel 4. Pengaruh Pelatihan Tes Perkembangan Denver II Terhadap Keterampilan Kader Posyandu di Wilayah Puskesmas Maos

Variabel Menurun Meningkat Tetap P value

Ketrampilan Pre- Ketrampilan Post

0 24 1 0,000

Tabel 4. merupakan hasil uji wilcokson, dimana sebelumnya peneliti melakukan uji normalitas untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji shapiro wilk. Hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal, sehingga peneliti menggunakan uji non paramatik yaitu uji wilcokson. Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa diperoleh nilai p value sebesar 0,000, artinya ada pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap ketrampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos PEMBAHASAN Pengetahuan kader posyandu sebelum dan sesudah pelatihan tes perkembangan Denver II di Wilayah Puskesmas Maos

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan pelatihan Denver II paling banyak adalah baik sebanyak 11 responden (44,0%) setelah diberikan pelatihan pengetahuan responden masih tetap didominasi berpengetahuan baik sebanyak 16 responden (64,0%). Baiknya pengetahaun responden karena didukung bahwa responden aktif dalam mencari informasi terkait dengan kesehatan anak khususnya tumbuh kembang anak, seperti sering bertanya kepada tenaga kesehatan yang ada disekitarnya yaitu bidan desa.

Pengetahuan baik yang dimiliki responden juga didukung dengan status mereka yaitu sebagai seorang kader, dimana ibu telah memiliki pengalaman yang banyak tentang masalah tumbuh kembang anak. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain (Notoadmojo, 2007). Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. Pengalaman yang banyak diperoleh dari lamanya menjadi seorang kader. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Dharmas (2015) bahwa semakin lama menjadi kader maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh kader, sehingga pengetahuan semakin baik.

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan menurut Solikhati dkk (2012) bahwa pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

Pada saat pengukuran pengetahuan sebelum diberikan pelatihan ditemukan ada 8 kader yang memiliki pengetahuan kurang dan 6 kader berpengetahuan cukup. Pengetahuan kurang yang dimiliki kader dikarenakan mereka belum pernah mengetahui dan mendengar tentang tes perkembangan Denver II. Kader yang memiliki pengetahuan cukup mereka sebelumnya sudah pernah mengetahui tentang tes perkembangan Denver II, namun belum mengetahui secara keseluruhan.

Pengetahuan yang kurang pada kader dikarenakan mereka juga kurang begitu aktif dalam mencari informasi terkait dengan permasalahan tumbuh kembang anak. Selain itu, kader juga

Page 8: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

5 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

hanya berpendidikan tamatan SD. Sesuai dengan teori Notoadmodjo (2011), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah tingkat pendidikan. Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas jika dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Menurut asumsi peneliti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kader maka semakin baik pula cara menerima informasi yang didapat sehingga tingkat pengetahuaanya tentang tes perkembangan Denver II akan semakin baik.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa setelah dilakukan pelatihan tes perkembangan Denver II kader mengalami peningkatan pengetahuan. Kader yang awalnya berpengetahuan kurang ada 8 kader setelah diberikan pelatihan berkurang menjadi 1 kader, kader yang awalnya berpengetahuan cukup hanya 6 bertambah menjadi 8 kader dan kader yang awalnya hanya ada 11 kader berpengetahuan baik bertambah menadi 16 kader. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu perubahan tingkat pengetahuan pada diri kader itu sendiri.

Keterampilan kader posyandu sebelum dan sesudah pelatihan tes perkembangan Denver II di Wilayah Puskesmas Maos

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ketrampilan responden sebelum diberikan pelatihan Denver II sebagian besar kurang sebanyak 21 responden (84,0%) setelah diberikan pelatihan ketrampilan responden sebagian besar memiliki ketrampilan yang baik sebanyak 23 responden (92,0%). Kurangnya ketrampilan kader tentang penggunaan Denver II karena mereka belum terbiasa dalam menggunakannya bahkan belum pernah menggunakan. Pada penelitian ini juga ditemukan ada sebagian responden memiliki ketrampilan yang cukup. Hal ini karena kader sebelumnya sudah mengetahui tentang denver developmental screening test (DDST), namun mereka belum bisa sepenuhnya mengaplikasikan atau mempraktikan secara benar tentang penggunaan denver developmental screening test (DDST).

Keterampilan kader posyandu merupakan suatu teknik yang dimiliki oleh kader dalam memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan dan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Kader posyandu balita yang memiliki keterampilan baik merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pelaksanaan sistem pelayanan di posyandu. Hal tersebut karena dengan adanya pelayanan kader yang terampil akan mendapat tanggapan yang positif dari ibu-ibu yang memiliki balita sehingga akan mendorong ibu-ibu rajin ke posyandu (Azwar, 1996 dalam Dinks Lumajang, 2014). Ketrampilan dalam penelitian ini dikhususkan pada penggunaan tes Denver II.

Keterampilan menurut Sukiarko (2007), merupakan kemampuan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan dengan menggunakan angota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Ketrampilan ada 3 macam yaitu kemampuan dasar bersifat manusia (human skill), kemampuan teknik (technicall skill) dan kemampuan membuat konsep (conceptual skill). Keterampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat, prosedur dan teknik yang berhubungan dengan bidangnya. Keterampilan manusia adalah kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti dan mengadakan motifasi kepada orang lain. Keterampilan konsep adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama didalam pekerjaan, pekerjaan itu dapat memberikan keterampilan sedangkan keterampilan kader posyandu lebih pada keterampilan teknis dalam kegiatan posyandu.

Terampilnya kader setelah diberikan pelatihan tes perkemmbangan Denver II karena kader telah mengetahui tentang DDST. Utriani (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ketrampilan seorang kader dapat dipengaruhi oleh beberapa macam faktor yaitu umur, tingkat pendidikan, masa kerja, mengikuti pelatihan, mengikuti pembinaan, mendapat dukungan petugas kesehatan dan memiliki sikap yang positif. Kader yang memiliki keterampilan baik akan memberikan suatu pelayanan yang baik pula, khususnya dalam mengatasi masalah tumbuh kembang anak.

Pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap pengetahuan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa diperoleh nilai p value sebesar 0,003, artinya ada pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap

Page 9: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

6 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

pengetahuan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pelatihan memberikan dampak yang positif yaitu pengetahuan kader setelah dilakukan pelatihan tes perkembangan Denver II mengalami perubahan atau peningkatan menjadi lebih baik. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewanti (2009) bahwa ada pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan kader posyandu dalam menerapkan standar pemantauan pertumbuhan balita. Salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yaitu pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi balita.

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak secara dini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan tumbuh kembang anak pada tes perkembangan Denver II adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan bayi/anak usia 0-6 tahun. Penggunaan tes perkembangan Denver II dapat digunakan untuk pemantauan bayi/anak dalam resiko terhadap perkembangannya. Perkembangan anak/bayi yang optimal pada usia dini akan menjadi penentu bagi tahap-tahap perkembangan selanjutnya.

Kader memiliki peran penting dalam pencapaian perkembangan anak/bayi yang optimal pada usia dini. Oleh karena itu, diharapkan kader memiliki pengetahuan yang baik tentang permasalahan tumbuh kembang anak. Agustin (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ketika kader kurang mengetahui tentang perkembangan balita, deteksi dini perkembangan pun tidak mampu mereka lakukan dan juga tidak dilaporkan ke tenaga kesehatan sehingga keterlambatan perkembangan pada balita tidak diatasi dengan cepat. Dampaknya adalah balita akan beresiko mengalami keterlambatan untuk perkembangan berikutnya. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan kader dalam mendeteksi adanya gangguan perkembangan karena tidak tahu tentang tahapan perkembangan sesuai usia.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan tingkat pengetahuan yaitu ada 10 responden yang mengalami peningkatan dan 15 yang tetap. Peningkatan tersebut ditunjukkan dari kurang baik menjadi baik, kurang baik menjadi cukup ataupun cukup menjadi baik. Adanya peningkatan pengetahuan setelah kegiatan pelatihan ini disebabkan kooperatifnya kader dimulai dari awal pelatihan sampai selesai. Aktifnya partisipasi kader dikarenakan mereka ingin mengetahui tentang pentingnya deteksi tumbuh kembang anak. Hasil penelitian ini juga didukung hasil penelitian Sukesi (2013) bahwa adanya peningkatan pengetahuan tentang cara deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang anak setelah dilakukan pelatihan. Pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap keterampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa diperoleh nilai p value sebesar 0,000, artinya ada pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap ketrampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pelatihan memberikan dampak yang positif yaitu ketrampilan kader setelah dilakukan pelatihan tes perkembangan Denver II mengalami perubahan atau peningkatan menjadi lebih baik Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil pnelitian Nugraha (2010) bahwa ada pengaruh pelatihan tentang DDST terhadap kompetensi pendidik paud dalam pemantauan perkembangan anak pra sekolah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Maulida (2013) bahwa adanya peningkatan ketrampilan tentang cara deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang anak setelah dilakukan pelatihan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 25 kader yang mengalami peningkatan setelah diberikan pelatihan ada 24 yang mengalami peningkatan dan 1 kader yang tetap setelah dilakukan pelatihan. Adanya peningkatan ketrampilan kader ketika praktik mengisi format tes DenverII menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh demonstrasi yang dilakukan oleh kader setelah selesai pelatihan dan saat pelaksanaan posyandu secara langsung dengan melakukan pengukuran tumbuh kembang anak secara mandiri. Pada pelatihan Denver II seseorang akan belajar dari tidak tahu menjadi tahu dan dengan pendekatan edukatif akan dapat memacu perkembangan potensi, sehingga kader yang awalnya hanya memiliki ketrampilan kurang baik akan menjadi baik. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Sudarmiati (2005) bahwa 95% kader yang mengikuti pelatihan mampu mendemonstrasikan cara melakukan stimulasi tumbuh kembang balita dengan menggunakan alat permainan edukasi (APE).

Page 10: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

7 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Hasil penelitian Ekowati (2015) menunjukkan bahwa metode pelatihan dengan demonstrasi dan praktik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan ketrampilan kader. Pelatihan dengan metode ini memberikan kesan yang mendalam pada kader. Kader juga dilibatkan dalam kegiatan yaitu praktik, sehingga mereka lebih mudah dalam mendalaminya. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Mardiana (2011) bahwa ada perbedaan keterampilan kader posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesudah pelatihan KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pengaruh pelatihan tes perkembangan Denver II terhadap pengetahuan dan keterampilan kader posyandu di Wilayah Puskesmas Maos. REFERENSI Agustin. (2011). Gambaran pengetahuan kader di posyandu desa cipacing tentang

perkembangan pada balita. Artikel Ilmiah. Universitas Padjadjaran Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dewanti. (2009). Pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan, keterampilan, kepatuhan kader

posyandu dalam menerapkan standar pemantauan pertumbuhan balita di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Tesis. UGM.

Dharmawan. (2015). Hubungan karakteristik terhadap pengetahuan dan sikap kader kesehatan tentang pentingnya data di buku KIA. Artikle Ilmiah. UNDIP.

Ekowati. (2015). Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader tentang antropometri melalui pelatihan pengukuran antropometri. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kusumawardani. (2013). Pengaruh pelatihan deteksi dini perkembangan mental emosional anak pada kader posyandu di wilayah Puskesmas, Sewon II, Bantul. Skripsi. UGM.

Mardiana. (2011). Pelatihan terhadap keterampilan kader posyandu. Jurnal Keshatan masyarakat, 7 (1).

Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka. Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metode penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nugraha. (2010). Pengaruh pelatihan tentang DDST terhadap kompetensi pendidik paud

dalam pemantauan perkembangan anak pra sekolah. Artikel Ilmiah. Sugiyono. (2007). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Solikhati dkk. (2012). Jenis-jenis pengetahuan. Makalah. Universitas Diponegoro Semarang Utriani. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan kader posyandu dalam

menginterpretasikan hasil penimbangan pada kartu menuju sehat (KMS). Skrispi. Universitas Jember.

Page 11: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

8 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

PENGARUH KUALITAS PERAWATAN KATETER MENGGUNAKAN SOP DAN TIDAK MENGGUNAKAN SOP DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUANG

INTERNA RSUD PIRU THUN 2016

Lukman La Basy (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

Risman Tunny (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

Ratnasari Rumakey (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

Moh. Samsul Arifin (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

ABSTRAK

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih yang di sebabkan oleh bakteri, firus dan jamur. Faktor terjadinya Infeksi saluran kemih merupakan proses pemasangan dan perawatan kateter yang tidak sesuai dengan setandar oprasional prosedur (sop), karena kateter merupakan salah satu sarana masuknya agent atau mikroorganisme kedalam tubuh. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh kualitas perawatan kateter menggunakan sop dan tidak menggunakan sop di ruang Interna RSUD Piru Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental Dengan Rancangan Post Test Only Control Group Design ada 3 responden dengan masing – masing kelompok, pengambilan sampel secara non probabiliti sampling yang di laksanakan secara accidental sampling. Variabel yang di teliti adalah kualitas perawatan kateter menggunakan sop dan tidak menggunakan sop. Data di ambil dengan metode pengamatan langsung menggunakan istrument checklist observation. Data tersebut kemudian di analisis dengan uji mann whitney. penelitian ini menunjukkan bahwa uji statistik Mann Whitney U Test di dapatkan nilai segnifikasi p =0,000 dimana p < α atau 0,000 < 0,05. Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kualitas perawatan kateter menggunkan sop terhadap kejadian infeksi saluran kemih di ruang interna rsud piru, yaitu pada kualitas perawatan kateter tanpa menggunakan sop dapat mengakibatkan terjadinya infeksi saluran kemih. Ada pengaruh kualitas perawatan kateter menggunkan sop terhadap kejadian infeksi saluran kemih di Ruang Interna RSUD Piru Tahun 2016. Kata kunci: kualitas, perawatan, kateter, menggunakan sop, tidak menggunakan sop, infeksi saluran kemih LATAR BELAKANG

Pelayanan kesehatan berkualitas perlu ditunjang dengan pelayanan keperawatan yang berkualitas, pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, karena 90% pelayanan kesehatan rumah sakit di berikan oleh perawat, sehingga dengan pelayanan kesehtan dapat menemukan secara dini kejadian atau resiko terjadinya infeksi (costy, 2013)

Saluran kemih merupakan salah satu organ yang paling sering terjadi infeksi bakteri. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Purnomo, 2013). Saluran kemih sering merupakan sumber bakteriemia yang disebabkan oleh penutupan mendadak oleh batu atau instrumentasi pada infeksi saluran kemih, seperti pada hipertrofi prostat dengan prostatitis (Sari, 2015).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar infeksi saluran kemih di sebabkan oleh bakteri, tetapi firus dan jamur juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering di sebabkan oleh Escherichia coli. Infeksi saluran kemih sering terjadi pada anak perempuan dan wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih (Corwin,2009)

Page 12: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

9 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang di dapat pasien setelah 3x24 jam setelah di lakukan perawatan di rumah sakit. Salah satunya infeksi nosokomeal yang sering terjadi adalah infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih paling sering di sebabkan oleh pemasangan dower kateter yaitu sekitar 40%. Dalam beberapa studi prospek, telah di laporkan bahwa tingkat infeksi saluran kemih (ISK) yang berhubungan dengan pemasangan dower kateter berkisar antara 9% - 23% (20). Menurut literatur lain didapatkan pemasangan dower kateter mempunyai dampak terhadap 80% terjadi infeksi saluran kemih (Hasbuallah, 2014).

Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK), sering terjadi pada pasien yang terpasang dower kateter dan di rumah sakit. Diketahui bahwa pemasangan dower kateter merupakan salah satu sarana masuknya agent atau mikroorganisme ke dalam tubuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial saluran kemih dan dapat diubah untuk meminimalkannya adalah prosedur pemasangan, lama pemasangan dan kualitas perawatan kateter (Samaradana. 2014)

Infeksi Saluran Kemih dapt di cegah melalui penerapan kewaspadaan umum. Penerapan kewaspadaan umum merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan, pemberi pelayanan maupun pengguna jasa termasuk pasien dan pengunjung. Hal ini tentunya pemberi pelayanan kesehatan terutama perawat sangat berperan penting terhadap pencegahan infeksi saluran kemih, perawat merupan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien dan bahan infeksius di ruang rawat dalam menilai kinerja perawat salah satunya adalah dengan melakukan penilaian terhadap kegiatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sesui dengan setandar oprasional prosedur dan setandar asuhan keperawatan (Mangkunegara, 2013).

Prosedur pemasangan kateter perlu memperhatikan teknik aseptik dan benar sehingga tidak menimbulkan iritasi atau trauma pada saluran kemih yang dapat menjadi sumber infeksi. Lamanya waktu pemasangan kateter sebaiknya tidak terlalu lama, karena semakin lama terpasang kateter angka kejadian infeksi saluran kemih sem akin tinggi. Apabila ada advis dokter untuk melepas dower kateter maka harus dilepas secepat mungkin dan bila terpasang lebih dari 7 hari maka penggantian dower kateter baru harus dilakukan. Pemberian perawatan kateter yang berkualitas tinggi akan dapat mengurangi tingkat terjadinya infeksi nosokomial saluran kemih (Sait, 2005)

Kualitas perawatan kateter merupakan tingkat pemberian pelayanan keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada pasien terpasang dower kateter mutlak dilakukan untuk meminimalkan dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi saluran kemih.(Depkes RI, 2013).

Standar Prosedur Operasional (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator - indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya disebut dengan Hospital Acquired Infection (HAIs) Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu kejadian HAIs yang paling sering terjadi dikarenakan pemasangan kateter yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ada. (Atmoko, 2011)

Kateter sangat beresiko terjadinya infeksi bakteriurea 5% sampai 10% per hari. Kemudian di ketahui, pasien akan mengalami bakteriurea setelah penggunaan kateter selama sepuluh hari. Infeksi saluran kemih merupakan penyebab terjadinya lebih dari 1/3 dari seluruh infeksi yang di dapat di rumah sakit. Sebagian besar infeksi ini ( sedikitnya 80%) disebabkan prosedur invasif atau instrumentasi saluran kemih yang biasanya berupa kateterisasi (Smlitzer, 2013).

Infeksi saluran kemih (ISK) masih menjadi masalah utama dunia. Kejadian infeksi ini menyebabkan Leng Of Stay (LOS), mortalias dan health care meningkat. Transmisinya sendiri melalui tiga cara yaitu mikro organisme (bakteri) transien dan rasiden dari kulit pasien itu sendiri, bakteri dari petugas kesehatan ke pasien dan bakteri dari lingkungan rumah sakit. Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai transmisi infeksi ini (Costy, 2013).

Survei yang di lakukan Wordld Health Organization (WHO) terhadap 55 rumah sakit di 14 negara menunjukan 8,7% dari rumah sakit tersebut terdapat pasien dengan infeksi saluran kemih (ISK), Selain itu survei mengatakan bahwa 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi akibat perawatan di rumah sakit (Porto, 2013) sedangkan di indonesia, penelitian yang di

Page 13: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

10 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

lakukan di 11 rumah sakit di jakarata menunjukan 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi saluran kemih (Zaenal, 2013).

Menurut WHO sebanyak 25 juta kematian diseluruh dunia pada tahun 2013, hanya disebabkan oleh penyakit infeksi (WHO, 2013). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi dengan keterlibatan bakteri tersering di komunitas dan hampir 10% orang pernah terkena ISK selama hidupnya. Sekitar 150 juta penduduk di seluruh dunia tiap tahunnya terdiagnosis menderita infeksi saluran kemih. Prevalensinya sangat bervariasi berdasar pada umur dan jenis kelamin, dimana infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria yang oleh karena perbedaan anatomis antara keduanya (Rajabnia, 2006).

Di negara maju pun, infeksi yang di dapat di rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi misalnya, di Amirika Serikat, ada 13.000 atau (2,3 % ) kematian setiap tahun nya akibat infeksi saluran kemih (ISK), prifalensi penggunaan kateter urin merupakan menyebabkan terjadinya nfeksi yang menghasilkan konplikasi infeksi dan kematian, Sementara itu kurang dari 5% kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia. Infeksi saluran kemih yang berkaitan dengan kateter adalah penyebab utama infeksi sekunder aliran darah nosokomial. Sekitar 17% infeksi bakterimia nosokomial bersumber dari infeksi saluran kemih dengan angka kematian sekitar 10%. Sedangkan data infeksi saluran kemih di indonesia dapat di lihat dari dta surfailens yang di lakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2013 diperoleh angak infeksi saluran kemih (ISK) cukup tinggi yaitu sebesar 6-16% dengan rata – rata 9,8% (Coasty, 2013).

Infeksi Saluran Kemih Di Indonesia prevalensinya masih cukup tinggi, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita ISK di indonesia adalah 90-100 kasus, atau 100.000 penduduk per tahunnya, pada tahun 2011 sekitar 130 kasus Infeksi saluran kemih dan pada tahun 2011-2013 mencapai 210 kasus, baru bertambah pada tahun 2014 menjadi 301 kasus , dan 465 kasus di tahun 2015 ( Depkes RI, 2015 ).

Berdasarkan data yang di dapat di RSU Piru, penderita infeksi saluran kemih (ISK) tahun 2011 sebanyak 0,4% orang, pada tahun 2012 sebanyak 0,6% orang, pada tahun 2013 sebanyak 0,5% orang, 2014, 0,5 orang, 2015, 0,7 orang, sampai april 2016 sebanyak 0,8 orang. Jadi total penderita infeksi saluran kemih baik yang di rawat jalan maupun yang rawat inap adalah sebesar 3, 5%.

Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) tentang ”FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Rawat Inap Usia 20 Tahun Ke Atas Dengan Kateter Menetap di RSUD Tugurejo Semarang”. Dalam hasil penelitian ini diperoleh ada pengaruh antara lama penggunaan kateter dengan kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien yang menggunakan kateter menetap (p value = 0,0001), dengan RP 81,00 artinya pasien dengan lama penggunaan kateter > 3 hari memiliki peluang untuk mengalami ISK

pengaruh antara perawatan kateter dengan kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien yang menggunakan kateter menetap (p value =0,009), dengan nilai RP 19,00 yang berarti bahwa pasien dengan pemasangan kateter yang kateternya tidak dirawat secara rutin setiap hari mempunyai peluang 19 kali untuk mengalami kejadian ISK dibandingkan dengan pasien dengan pemasangan yang kateternya dirawat secara rutin

Dari data yang di dapat dan wawancara dengan beberapa perawat di RSU piru dan pihak rumah sakit pada tanggal 21 mei 2016 sepanjang bulan januari – april dari 17 pasien yang terpasang kateter 8 diantaranya terdapat tanda- tanda infeksi saluran kemih (ISK) dan hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari petugas kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas dan studi pengambilan data awal yang di lakukan di RSU Piru menunjukan kejadian infeksi saluran kemih yang masih mengalami peningkatan dari setiap tahunnya. Oleh karana itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kualiats Perawatan Kateter Menggunakan SOP Dan Tidak Mrnggunakan SOP Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih Di Ruang Interna Rsu Piru Tahun 2016”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group design. Dalam penelitian ini ada dua kelompok sampel yang akan di beri perlakuan kualiatas perawatan kateter menggunakan sop, sementara kelompok yang lain di beri perlakuan kualitas perawatan kateter tanpa menggunakan sop. Kemudian, akan di lakukan observasi terjadinya gejala infeksi saluran kemih (ISK) hasil obserfasi akan di kontrol / di

Page 14: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

11 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

bandingkan dengan hasil observasi yang mengunakan perlakuan berbeda. Pada penelitian ini kelompok perlakuannya ada dua macam dan di observasi setelah di lakukan perlakuan

Populasi dalam penelitian ini bersifat infinitive yaitu populasi yang tidak dapat di ramal kan / di pastikan berapa jumlah nya atau populasi dengan jumlah tidak terbatas. Penelitian ini menggunakan sampling aksidental ( accidental sampling ), yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu. Sampel dalam penelitian berjumlah 6 orang, terbagi menjadi 3 orang diberi perlakukan perawatan kateter menggunakan SOP dan 3 orang lainnya diberi perlakuan perawatan kateter tanpa menggunakan SOP.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini di peroleh menggunakan istrumen penelitian lembar observasi. Teknik pengumpulan data yang di gunakan oleh peneliti terdiri atas data primer dan data sekunder.

Stelah pengambilan data dilakukan dan data di peroleh, maka selanjutnya di lakukan pengolahan data yang meliputi beberapa bagian yaitu : editing, conding, dan tabulating.

Setelah data di olah, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan softwer Computer SPSS. Adapun analisa yangdigunakan yaitu : analisa univariat, dengan menggunakan uji mann whitny dengan kemaknaan(α = 0,005.) HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Umur Di Ruang Perawatan Interna RSUD PiruKabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Umur (Tahun) Frekuensi %

31-40 41-50 51-60

0 1 4

0 16,7 66,6

Total 6 100

Berdasarkan Tabel 1 diatas karakteristik responden berdasarkan umur diperoleh responden

paling banya berada pada umur 51-60 Tahun dan sebanyak 4 orang (66,6%). Sedangkan untuk umur 20-30 tahun dan range umur 41-50 tahun berjumlah masing-masing 1 orang (16,7%). Hasil penelitian diketahui karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang digambarkan melalui tabel berikut. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Perawatan Interna RSUD

Piru Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki Perempuan

2 4

33,3 66,7

Total 6 100

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 6 responden yang di teliti, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (33,3) dan jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 4 orang (66,7%)

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan Di Ruang Perawatan Interna RSUD Piru Tahun 2016

Pekerjaan Frekuensi %

Petani 3 50

Wiraswasta 1 16,7

Nelayan 1 16,6

PNS 1 16,7

Total 6 100

Berdasarkan tabel 3 karakteristik responden berdasarkan pekerjaan diperoleh responden terbanyak bekerja sebagai petani sebanyak 3 orang (50%).

Page 15: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

12 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tabel 4. Tabel Observasi Kejadian ISK Menurut Perawatan Kateter Dengan Menggunakan SOP di Ruang Interna RSUD Piru Tahun 2016

Kejadian ISK Frekuensi %

Mengalami 0 0 Tidak Mengalami 3 100

Total 3 100

Tabel 4. menunjukkan bahwa dari 3 responden dengan perawatan kateter menggunakan SOP, semuanya (100%) tidak mengalami Infeksi Saluran Kemih.

Tabel 5. Tabel Observasi Kejadian ISK Menurut Perawatan Kateter Tidak Menggunakan SOP di Ruang Interna RSUD Piru Tahun 2016

Kejadian ISK Frekuensi %

Mengalami 0 0 Tidak Mengalami 3 100

Total 3 100

Tabel 5 di menunjukkan bahwa dari 3 responden dengan perawatan kateter tidak menggunakan SOP, semuanya (100%) mengalami Infeksi Saluran Kemih. Tabel 6. Tabel Observasi Stadium ISK Menurut Perawatan Kateter Tidak Menggunakan SOP

di Ruang Interna RSUD Piru Tahun 2016

Kejadian ISK Frekuensi Persen

Tidak Ada ISK Stadium Dini

Stadium Lanjut Awal Stadium Lanjut

0 0 2 1

0 0

66,7 33,3

Total 3 100

Tabel.6 menunjukkan bahwa dari 3 orang responden pada perawatan kateter tanpa menggunakan SOP yang terbukti dari tabel sebelumnya mengalami infeksi saluran kemih (ISK), terdapat 2 responden (66,7%) yang menunjukkan stadium lanjut awal dimana terdapat tanda dissurasi, nikuri dan nyeri suprapubik. Sedangkan, 1 responden (33,3%) lainnya menunjukkan stadium lanjut Infeksi saluran kemih dimana terdapat tanda demam, dissurasi, nikuri dan nyeri supra pubik.

Tabel 7. Pengaruh Kualitas Perawatan Kateter Menggunakan SOP Dan Tidak Menggunakan SOP Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di Ruang Interna RSUD Piru Kabupaten

Seram Bagian Barat Tahun 2016

GRUP N MEAN ANK SUM RANK P

Perawatan kateter menggunakan SOP 3 5 16

0,000 Perawatan Kateter Tanpa Menggunakan SOP 3 2 6

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa hasil analisis statistic dengan menggunakan uji statistic Mann Whitney U Test didapatkan nilai signifikansi p = 0,000, dimana nilai p <α atau 0,000< 0,05. Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kualitas perawatan kateter terhadap kejadian infeksi saluran kemih di Ruang Interna RSUD Piru, yaitu pada perawatan kateter tanpa menggunakan SOP dapat menyebabkan timbulnya kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK).

PEMBAHASAN

Karaktistik responden

Dalam penelitian ini faktor umur/usia dalam range 51-60 thun. Pasien yang terpasang kateter memiliki resiko yang lebih besar daripada dewasa. Hal ini karena lansia sudah terjadi penurunan daya imun.

Menurut Ramanth (2013) Perempuan lebih rentan menderita penyakit infeksi saluran kemih dibandingkan dengan laki – laki. Penyebabnya adalah karena uretra perempuan lebih pendiek

Page 16: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

13 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

sehingga mikro organisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih yang letaknya dekat dengan daerah perianal.

wanita, umum nya akan memiliki risiko yang tinggi terjadi infeksi nosokomial saluran kemih karena uretra, vagina dan anus terletak berdekatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis pekerjaan yang paling dominan yaitu petani sebnyak 3 responden (50%),

Petani umum nya memiliki tingkat aktifitas yang banyak dan sering berkontak langsung dengan berbagai macam bakteri, kurang nya pengetahuan petani akan kebersihan diri dan lingkungan mereka mengagap biasah dan tidak terbebani atau terjadi sesuatu yang mengacam kesehatan mereka. Sehingga memudahkan bakteri menempel atau masuk kedalam tubuh meraka.

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan kelancaran aliran urine pada system drainase kateter

Kualitas perawatan kateter

Kualitas perawatan kateter merupakan tingkat pemberian pelayanan keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada pasien-pasien terpasang kateter dower mutlak dilakukan untuk meminimalkan dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial saluran kemih.

Dari hasil penelitian terdapat 3 responden yang diberikan perawtan kateter dengan menggunakan SOP dan 3 lainnya diberikan perawatan kateter tanpa menggunakan SOP. Kualitas perawatan kateter yang baik yaitu yang menggunakan SOP mungkin dipengaruhi oleh pemahaman responden tentang prosedur operasional dan prosedur pencegahan infeksi yang baik. Sedangkan tanpa menggunakan SOP dapat menimbulkan infeksi saluran kemih. Kualitas perawatan kateter didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang dilakukan oleh perawat yang meliputi standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi saluran kemih. Untuk menilai kedua unsur tersebut, peneliti melakukan observasi keadaan pasien yang terpasang kateter setelah dilakukan tindakan perawatan kateter. Observasi dilakukan selama pasien mulai terpasang kateter sampai dilepas atau hari kesepuluh. Hal ini dilakukan karena kejadian infeksi saluran terjadi setelah pasien dirawat minimal 2x24 jam.

Adanya kateter indwelling dalam traktus uninarius dapat menimbulkan infeksi. Kolonisasi bakteri ( bakteriurea ) akan terjadi dalam waktu dua minggu pada separu dari pasien – paien yang menggunakan kateter urin, dan dalam waktu empat sampai enam minggu sesudah pemasangan kateter hampir semua pasien ter infeksi(Marlli, 2014).

Kejadian infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk gijal itu sendiri, akibat proliferasi oleh mikroorganisme. Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus dan jamur juga dapat mmenjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering di sebabkan oleh Escherichi Coli.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada 3 responden yang mengalami infeksi saluran kemih dari 6 responden yang di observasi. Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosokomeal yang sering terjadi. Beberapa peneliti menyebutkan, infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi nosokomeal dan di laporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi sesudah instrumentasi, terutama oleh kateterisasi. Dari 3 responden yang mengalami infeksi saluran kemih, 2 diantaranya berada pada stadium lanjut awal dimana terdapat tanda dissurasi, nikuri dan nyeri suprapubik. Sedangkan, 1 responden (33,3%) lainnya menunjukkan stadium lanjut Infeksi saluran kemih dimana terdapat tanda demam, dissurasi, nikuri dan nyeri supra pubik

Pengaruh kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih

Berdasarkan hasil uji statitistik diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian Infeksi Saluran Kemih di Ruang Interna RSUD Piru Kabupaten Seram Bagian Barat.

Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi. Beberapa peneliti menyebutkan, infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi nosokomial

Page 17: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

14 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

dan di laporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi sesudah instrumentasi, terutama oleh kateterisasi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada kualitas perawatan kateter tanpa menggunakan SOP menjadi tidak efektif sehingga menimbulkan infeksi saluran kemih.

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan kelancaran aliran urine pada system drainase kateter. Perawatan kateter merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi. Perawatan kateter yang tidak sesuai dengan SOP dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme. Daerah yang memiliki resiko masuknya mikrooganisme adalah daerah insersi kateter, kantung drainase, sambungan selang, klep, dan sambungan antara selang dan kantong. Menurut asaumsi peneliti terjadinya infeksi saluran kemih lebih banyak pada perempuan di bandingkan dengan laki - laki karena perempuan memiliki uretra lebih pendek sehingga mikroorganisme dari kuman lebih mudah mencapai kandung kemh yang letak nya dekat dengan aderan parienal

Prosedur pemasangan kateter perlu memperhatikan teknik aseptik dan benar sehingga tidak menimbulkan iritasi atau trauma pada saluran kemih yang dapat menjadi sumber infeksi. Pemberian perawatan kateter yang berkualitas tinggi atau yang menggunakan SOP akan dapat mengurangi tingkat terjadinya infeksi saluran kemih akibat kateterisasi, sebaliknya perawatan kateter yang tidak menggunakan SOP akan tidak memperhatikan teknik asepsis dan anti sepsis sehingga dapat memungkinkan bakteri dan masuk dan menenyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Kasmad Sujianto, dengan Judul Hubungan Antara Kualitas Perawatan Kateter Dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Saluran Kemih di RS Dr.Soemani Semrang, didapatkan hasil Kualitas perawatan kateter yang kurang angka kejadian infeksinya lebih tinggi yaitu sekitar 83,3%.

Hal ini mungkin terjadi karena adanya pemindahan mikroorganisme dari tangan perawat dan masuk ke dalam tubuh pasien. Selain itu juga faktor-faktor risiko tinggi yang mengakibatkan kejadian infeksi saluran kemih seperti hospes yang sudah menjelang lansia (berumur 55 tahun) sehingga sudah terjadi penurunan daya imun sehingga mudah terjadi infeksi.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa dari 3 responden yang kualitas perawatan kateter efektif yaitu menggunakan SOP tidak mengalami infeksi saluran kemih. Keluhan yang dirasakan berupa nyeri tetapi akibat iritasi pada saat pemasangan kateter. KESIMPULAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa: 1. Ada pengaruh kualitas pperawatan kateter menggunkan SOP terhadap kejadian infeksi

saluran kemih di Ruang Interna RSUD Piru dengan nilai p = 0,000 2. 5.1.2 Ada pengruh kualitas perawatan kateter tanpa menggunakan SOP terhadap

kejadian infeksi saluran kemih di Ruang Interna RSUD Piru dengan nilai p = 0,000

Saran

1. Diharapkan RSUD Piru khusunya kepada tim pengendali infeksi RSUD Piru, untuk menerapkan kebijakan tentang Satuan Oprasional Prosedur(SOP) perawatan kateter.

2. Hasil penelitian diharapka berguna sebagai bahan baca dan acuan belajar. Menambah literatur bagi mahasiswa selajutnya yang akan mengembangkan penelitian serta dapat di gunakan sebagai acuan peneliti. Serta di harap kan dapat di lakkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil yang di dapatkan lebih terlihat jelas.

REFERENSI

Annamma Jocab, 2014. Buku Ajara Clinical Nursing Prosedures, jilid dua. Atmoko, 2011. Buku Acuan Pelatihan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit., Rumah Sakit Dr.

Wahidin Sudirohusodo, Makassar Aditama, 2010. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika

Page 18: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

15 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Costy pandjaitan. ( 2013). Infeksi saluran kemih di rumah sakit harus di antisipasi. Online: //http://www.politik indonesia . comdiakses 10 april 2016.

Coyle, E.A., & Prince, R.A., 2008, Urinary Tract Infections and Prostatitis, In Dipiro J.T. (Online) Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 17 April 2016.

Corwin, E.J. (2009). Patofisiologi: Buku saku (Nike budhi subekti, penerjemah). Jakarta: EGC Gibson, J. (2011). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. (On Line)

http://www.snihc.com/patientEducation. Diakses 17 April 2016. Hasbullah, T. 2012. Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit . (Online).

Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 17 April 2016 Iskandar, A. (2011). Guidelines Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan

Genetalia Pria. EGC: Jakarta Kasmad, Untung Sujianto, dan Wahyu Hidayati. 2007. Hubungan antara Kualitas Perawatan

Kateter dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Saluran Kemih. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. (Online). Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 17 mei 2016

Multaqin arif ( asuhan keperawatan gangguan perkemihan). Jakarta salemba medika 2014. Mangkunegara P. A. A. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan Kesembilan .

Bandung : Remaja Rodakarya. Manski, D. (2011). Urinary tract infections: causes, pathogens and risk faktors. Diakses

tanggal 28 april 2016, dari http://www.urologytextbook.com/urinary-tractinfection-causes.html.

Menkes RI ( 2013 ) no 1333/menkes /sk/x11/2013 tentang setandar rumah sakit Marlili, 2012. Buku Panduan Praktikum Keperawatan Medikal Bedah 2: Irigasi Kateter.STIKES

‘Aisyiyah Yogyakarta:Yogyakarta. Margareth TH , asuhan keperawatan medikal bedah/penyakit dalam/ nuha medika yogyakarta

, 2013 Murwani . (2012). Buku Saku Prosedur Klinis Keperawatan. Edisi 5. Alih Bahasa: Esti W

dan Devi Y. Hal 561-599. Jakarta. EGC. Noer, M and Soemyarso, Ninik. (2006). Infeksi Saluran Kemih. Diakses 12 Maret 2016.

URL : http://old.pediatrik.com/isi03.php?page =html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110

Notoatmordjo, (2013) Metodologi Penelitian Kesehatan Ed, Ref – jakarta reneka cipta Perry, A. G,dkk. 2005. Buku SAku Keterampilan dan Prosedur.

(Online).Http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 11 Maret 2016

Putri, R.A. (2012). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Rawat Inap Usia 20 Tahun Ke Atas dengan Kateter Menetap di RSUD Tugurejo Semarang. Semarang : STIKES Telogorejo

Potter, (2010) standar oprasional prosedure. (Online).Http://www. Das.pso.cdu/dily aliance/pdf diakses 13 agustus 2016

Purnomo, 2011. Epidemiology of Urinary Tract Infections: Incidence, Morbidity,and Economic Cost. http://www.ncbi.nih.gov/pubmed/12601337. (diakses tanggal 12 juli 2016).

Rajapnia, S. 2006. Prevention of Nosocomial Urinary Tract Infections. (On Line). Http://ahcpr.gov/clinic/ptsafety/chap15b.htm. Diakses 3 April 2016..

Ramzan, M., Bakhsh, S., Salam, A., Khan, G., & Mustafa, G.(2004). Risk faktors in urinary tract infection. Gomal Journal of Medical Sciences, 2(2), p. 50-53. Diakses tanggal 28 april 2016, dari http://www.gjms.com.pk/ojs786/index.php/gjms/article/download/32/32

Ramanth, 2013 .Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Sari, Edelweisela P. 2015. Hubungan Barrier Nursing dan Kateterisasi Urine dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Urinary Tract Infection pada Pasien Terpasang Indwelling Kateter Tahun 2013–2014 (Studi di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya). Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Semaradana, Wayan GP. 2014. Infeksi Saluran Kemih Akibat Pemasangan Kateter – Diagnosis dan Penatalaksanaan. Fakultas Kedokteran Udayana CDK-221, vol. 41, no. 10, hal. 11–12.

Page 19: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

16 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Samui liman ( asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan urinari). Salemba medika medika 2013.

Samsudin/buku ajar farmakoterapi kardiovaskular dan renal Jakarta : salemba medika 2013 Smeltzer, S. C. & Bare, B. G, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, edisi 8, Jakarta : EGC. Septiari.(2013). Hubungan Antara Pemasangan Kateter Tetap Dengan Kejadian Infeksi Saluran

Kemih Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Lapatarai Kabupaten Barru,1,1-2. Sepalanita, W. (2012). Pengaruh Perawatan Kateter Urine Indwelling Model American

Association Of Critical Care Nurses (AACN) TerhadapBakteriuria di RSU Raden Mattaher Jambi. Thesis. Jakarta: FIK Universitas Indonesia

Saint, S. 2005 , No date. Prevention of Nosocomial Urinary Tract Infections. (On Line). Http://ahcpr.gov/clinic/ptsafety/chap15b.htm. Diakses 3 April 2016..

WHO, (2013) Word aliance of patient safety and WHO guedelines on handhgiene in health core advanced draft , asummary cleans hands, WWW.who . int/patient safety, 2016.

WHO, Media Centre. Nocommunicable diseases. Updated March 2013. Acces 18 Agustus 2016. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en

Zainal, A (2013 ) waspada , rumah sakit jadi sarang infeksi nasokomial. Online :http:/www.neraca.co.id Zukarnain, (2006). Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih.

Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,12(3). p. 110-113. Diakses tanggal 28 juli 2016, dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-3-02.pdf.

Page 20: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

17 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

HUBUNGAN PERILAKU AGRESIF PASIEN DENGAN TINGKAT STRESS PERAWAT DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU TAHUN 2016

Hadija Latuconsina

(Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada) Abujar Wakanno

(Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada) Hasna Tunny

(Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada) Patma Patihua

(Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

ABSTRAK

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun diberbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah, salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia. Pekerjaan yang dianggap paling dapat membuat stress adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap jiwa karena perawat selalu berhadapan langsung dengan karakteristik pasien yang berpotensi membahayakan lingkungan, orang lain dan diri sendiri, hal ini merupakan tantangan bagi seorang perawat yang bekerja di ruang rawat inap jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku agresif pasien dengan tingkat stress perawat di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku tahun 2016. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan desain penelitian deskriptif korelatif assosiatif menggunakan pendekatan cross sectional, sampel penelitian ditentukan menggunakan metode total sampling yang berjumlah 28 perawat. penelitian dilaksanakan mulai dari tanggal 18 juli -18 agustus di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Pengolahan data menggunakan uji Chi-Square dan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil dalam penelitian ini menunjukan ada hubungan antara perilaku agresif pasien dengan tingkat stress perawat dengan nilai signifikan p Value = 0,011. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa 18 orang perawat mengalami stress ketika berhadapan dengan pasien yang berperilaku agresif dan 10 orang perawat merasa stress ketika berhadapan dengan pasien yang tidak berperilaku agresif.

Kata kunci: Perilaku Agresif, Pasien Agresif, Stress Perawat. PENDAHULUAN

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun diberbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Menurut data dari World Health Organisasi (WHO) pada tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa menghawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012). Setiap tahun lebih dari satu juta orang mengalami gangguan jiwa diseluruh dunia dan 450.000 orang berperilaku agresif (WHO, 2007).

Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia. Gejala skizofrenia dapat berupa gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif yang sering menjadi ketakutan tersendiri bagi perawat maupun pasien lain. Beberapa penderita skizofrenia sering melakukan tindakan agresif seperti tindakan kekerasan, bunuh diri, atau membunuh, merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. (Kaplan & Sadock, 2007)

Di Indonesia menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional berjumlah 6% dari populasi orang dewasa. Nilai ini menurun dibandingkan tahun 2007 sebesar 11,6%. Bila dihitung menurut jumlah populasi orang dewasa Indonesia saat ini sebanyak lebih kurang 170.000.000 berarti terdapat 1.020.000 orang yang mengalami gangguan mental emosional. Insiden perilaku kekerasan pada gangguan jiwa tidak lebih dari satu persen dibandingkan populasi masyarakat umumnya. Ini berarti di Indonesia

Page 21: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

18 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

dapat diperkirakan sekitar 2,2 juta penduduknya beresiko untuk melakukan perilaku kekerasan (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian dari Sunu Narendara Setiawan tahun 2015, tentang tingkat stres perawat yang merawat pasien dengan perilaku agresif ada 30 perawat diantaranya 43,3% pada kategori ringan, 30% pada kategori berat, 20% pada kategori panik, dan 6,7% mengalami sedang.

Dampak yang dirasakan oleh perawat setelah menangani pasien dengan perilaku agresif dapat berupa dampak negatif. Dampak tersebut juga bisa terbentuk oleh persepsi yang salah, dampak fisik maupun dampak secara psikologis. Ketakutan yang ditimbulkan oleh perilaku kekerasan klien akan menimbulkan sikap negatif dalam memberikan asuhan keperawatan selanjutnya, dan dampak psikologis baik pada diri perawat maupun klien lainnya (As'ad & Soetjipto, 2010)

Tantangan terbesar perawat psikiatri dalam penangganan agresifitas pasien dan kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya stres pada perawat sendiri apa bila pemahaman dan koping individu perawat tidak bagus. Stres dapat memberi stimulus terhadap perubahan dan pertumbuhan, yang dikatakan sebagai stres yang positif, namun terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penyesuaian yang buruk, penyakit fisik dan ketidakmampuan mengatasi masalah (Hawari, 2010).

Tabel 1. Prevalensi Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Pada Tahun 2013 s/d 2016 april

Diagnosa 2013

Tahun 2014

2015

2016

Halusinasi 292 186 294 76

ISOS 1 3 3 6

HDR 2 2 3

PK 56 30 47 31

DPD 30 25 15

Dari gambaran data di atas terlihat bahwa jumlah perilaku agresif di Rumah Sakit Khusus

Daerah Provinsi Maluku dari tahun 2013 ke tahun 2016 mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak stabil.

METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif assosiatif

yaitu mencari hubungan dari dua variable yang di hubungkan (Sugiono, 2010). Dengan pendekatan cross sectional metode survey. Populasi dalam penelitian ini seluruh perawat pria dan wanita di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku di ruang rawat inap jiwa (Ruang Akut, Sub Akut Laki, Sub Akut Wanita dan Psikosomatik) berjumlah 31 orang perawat. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu keseluruhan dijadikan sampel, dengan jumlah sampelnya 28 perawat, karena ada 2 perawat tidak masuk kerja dan 1 perawat sedang cuti dengan kriteria :

Kriteria Inklusi a. Perawat di Rumah Sakit Khusus Daerah Ambon b. Bersedia menjadi responden c. Bertugas di ruang perawatan jiwa Kriteria Ekslusi a. Tidak masuk kerja b. Sedang cuti, sakit dalam waktu yang lama.

Tempat penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Penelitian ini dilaksanakan pada 18 Juli-18 Agustus tahun 2016. Pada penelitian ini proses pengumpulan data menggunakan kuesioner dimana terdiri dari 3 kuesioner meliputi kuesioner a. Karakteristik Responden, kuesioner b. Mengukur tingkat stres perawat dan kuesioner c. Perilaku agresif.

Page 22: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

19 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Setelah pengambilan data dilakukan dan data diperoleh, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang meliputi beberapa bagian yaitu: Editing, Coding, Cleaning, dan Describing. Setelah data diolah, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square dengan kemaknaan

(𝑎 = 0,05).

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Tahun 2016

No Umur (n) %

1 21-30 18 64.3

2 31-40 5 17.8

3 41-50 4 14.3

4 51-60 1 3.6 Total 28 100%

Berdasarkan tabel 1 didapatkan kategori umur dengan jumlah responden terbanyak dengan

usia 21-30 tahun sebanyak 18 responden (64,3%) dan jumlah responden terendah dengan usia 51-60 tahun hanya 1 orang (3,6%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Tahun 2016

No Pendidikan (n) %

1 SPK 1 3.6 2 D3 22 78.6 3 S1 5 17.8

Total 28 100

Berdasarkan tabel 2 diperoleh data berdasarkan tingkat pendidikan yang mempunyai jumlah

responden terbanyak dengan tingkat pendidikan D3 sebanyak 22 responden (78,6%) dan jumlah responden terendah dengan tingkat pendidikan SPK hanya 1 responden (3,6%).

Tabel 3. Skor Perilaku Agresif Pasien Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Tahun

2016

Perilaku Pasien (n) %

Tidak Agresif 2 18.2 Agresif 9 81.8

Total 11 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa skor perilaku pasien agresif sebanyak 9 responden

(81,8%) dan tidak berperilaku agresif sebanyak 2 responden (18,2%).

Tabel 4. Skor Stress Perawat Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Tahun 2016

Stress Perawat (n) %

Normal 1 3.6 Stress Ringan 6 21.4 Stress Sedang 19 67.9 Stress Berat 2 7.1

Total 28 100

Page 23: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

20 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Berdasarkan tabel 4 menunjukan skor stress perawat yang mempunyai jumlah responden terbanyak dengan tingkat stress sedang sebanyak 19 responden (67,9%), dan jumlah responden terendah dengan tingkat stress ringan sebanyak 6 responden (21,4%).

Tabel 5. Distribusi Perilaku Agresif Pasien Dengan Tingkat Stress Perawat Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Tahun 2016

Per. Pasien

Stres Perawat Total P (Value)

Normal S. Ringan S. Sedang S. Berat

N % N % N % N % N %

Agresif 0 0.0 2 11.1 16 88.9 0 0.0 18 100 0.011

Tidak agresif 1 10 4 40 3 30 2 20 10 100

Jumlah 1 3.6 6 21.4 19 67.9 2 7.1 28 100

Hasil analisis hubungan antara perilaku agresif pasien dengan tingkat stres perawat

diperoleh bahwa ada sebanyak 18 pasien (64%) yang berperilaku agresif dengan 2 perawat (11,1%) mengalami stress ringan dan perawat yang mengalami stress sedang sebanyak 16 perawat (88,9%) Sedangkan ada sebanyak 10 pasien (36%) yang berperilaku tidak agresif dengan 1 perawat (3,6%) mengalami stress normal, 4 perawat (40%) mengalami stress ringan, 3 perawat (30%) mengalami stress sedang dan yang mengalami stress berat sebanyak 2 perawat (20%).

Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai p pearson chi-square = 0,011 (<0,05) maka H0 di tolak artinya ada hubungan antara perilaku agresif pasien dengan tingkat stress perawat di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku.

PEMBAHASAN Perilaku Agresif Pasien

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui pasien yang berperilaku agresif sebanyak 9 responden (82%) dan yang tidak berperilaku agresif sebanyak 2 responden (18%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukuan oleh Elita tahun 2011 bahwa angka kejadian perilaku kekerasan disimpulkan berdasarkan skala likert dan kejadian yang dialami perawat. Kekerasan fisik yang dilakukan pasien pada diri sendiri (84%) merupakan bentuk perilaku kekerasan yang paling sering terjadi di ruang rawat inap jiwa RSJ Tampan. Kemudian diikuti dengan kekerasan berupa ancaman fisik kepada perawat (79%), penghinaan kepada perawat (77%) dan kekerasan verbal (70%).

Penelitian yang dilakukan oleh The National Aliance For the Mentaly III tahun 2009 Menyatakan Bahwa 10,6% pasien dengan gangguan mental serius seperti skizoprenia paranoid

melukai orang lain dan 12,2% mengancam mencederai orang lain. Penelitian tersebut ditunjang oleh Davies tahun 2009 yang mengungkapakan bahwa pasien dengan kondisi kedaruratan psikiatri dapat melakukan perbuatan yang beresiko membahayakan diri, berkeinginan bunuh diri atau penelantaran diri sendiri hingga keadaan yang menimbulkan resiko pada orang lain. Beberapa pasien bahkan dapat bertindak agresif, mengancam atau bertindak kejam, serta melakukan perilaku yang dapat menimbulkan cedera fisik atau psikologis pada orang lain atau menimbulkan kerusakan harta benda. Situasi ini dapat menyebabkan stressor bagi perawat.

Hal ini terjadi karena faktor keadaan lingkungan, dimana psikiatri intensive care unit ditempati oleh pasien dengan karakteristik pasien psikiatri akut. Dimana kondisi pasien yang sering melakukan perselisihan dengan melakukan protes terhadap staf perawat dengan tujuan menolak tindakan perawatan maupun pengobatan yang akan dilakukan (protest and refusal of treatmen). Karena pasien tidak mengetahui atau menyadari alasan dirinya dibawa ke ruang rawat. Pada beberapa keadaan, pasien dengan perilaku kekerasan tidak dapat diajak berkomunikasi, pasien kadang-kadang berteriak mengancam, dan mengejek atau menghina menggunakan kata kasar kepada perawat dan pasien lainnya (NAMI, 2015).

Menurut teori Keliat (2010), perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi dan intimidasi. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.

Page 24: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

21 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti berasumsi bahwa Tingginya angka perilaku agresif pasien dianggap sebagai penyebab tingginya tingkat stress perawat. Perilaku agresif ini dapat terjadi Karena pasien agresif tidak mengetahui atau menyadari alasan dirinya dibawah ke Rumah Sakit sehingga ia sering menolak tindakan perawatan maupun pengobatan yang akan dilakukan.

Stress Perawat

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 28 perawat yang bertugas di Ruang Rawat Inap Jiwa RSKD Provinsi Maluku didapatkan hasil distribusi stress perawat terbanyak adalah yang memiliki stress sedang dengan perilaku pasien agresif sebanyak 16 responden (57,1%) dan tidak agresif sebanyak 3 responden (10,7%), responden yang memiliki stress ringan dengan perilaku pasien agresif sebanyak 2 responden (7,1%) dan tidak agresif sebanyak 4 responden (14,2%), responden yang mengalami stress berat dengan perilaku pasien agresif 0 dan tidak agresif sebanyak 2 orang (7,1%) dan responden yang mengalami stress normal dengan perilaku pasien agresif 0 dan yang tidak agresif hanya 1 responden (3,6%)

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Aiska tahun 2014 di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta didapatkan perawat yang mengalami stress sedang sebanyak 63 orang (60,0%), stress ringan sebanyak 28 orang (26,7%), stress berat sebanyak 11 orang (10,5%) dan stress berbahaya sebanyak 3 orang (2,8%). Penelitian tersebut ditunjang Christina tahun 2008 tentang stress kerja pada perawat psikiatri menemukan bahwa perilaku kekerasan, dan observasi pasien dengan potensial suicide merupakan penyebab stress yang paling sering pada perawat psikiatri selain itu, kurangnya suport dari manajemen juga merupakan sumber stress bagi perawat psikiatri. Manajemen yang kurang mengerti terhadap kebutuhan perawat dalam menyediakan lingkungan yang aman, membuat perawat tidak mampu melakukan observasi pasien dalam level yang aman sehingga memungkinkan perawat dalam mengalami perilaku kekerasan dari pasien yang berpotensi menyebabkan stress.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan The National Institute Occupational Safety and Health (ANAOH) menempatkan kejadian stress kerja pada perawat berada diurutan paling atas hal ini disebabkan oleh karakteristik pasien yang negative, tugas-tugas perawat, pengorganisasian administrasi, keterbatasan sumber daya, penampilan staf, konflik staf dan masalah penjadwalan.

Menurut Yosep (2010), stress sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stress dalam hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepandanan antara keadaan atau kondisi dan system sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya.

Hawari (2010), mengklasifikasikan sumber stress secara umum yaitu stressor internal dan eksternal, stressor internal berasal dari dalam diri seseorang (misalnya demam, kondisi kehamilan, menopouse atau suatu keadaan emosi), sedangkan stressor eksternal yang berasal dari luar diri seseorang (misalnya lingkungan kerja, pekerjaan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, serta tekanan dari pasangan). Sedangkan menurut Yada Katoh tahun 2011 menyebutkan bahwa stress perawat jiwa disebabkan oleh 4 faktor yaitu : kemampuan interpersonal perawat, sikap pasien, sikap atasan, kolaborasi atau komunikasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang perawat yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 18 Agustus 2016 di Ruang Akut, perawat mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan stress pada perawat jiwa diantaranya perawat sering merasa stress ketika jumlah pasien yanng sangat banyak sedangkan perawat jaga pada masing-masing sift sekitar 2-3 orang perawat, tunjangan yang diterima oleh perawat berbeda sementara beban kerja sama antara honorer dan PNS dan ada pula perawat yang mengatakan sering merasa stress jika perawat memiliki masalah pribadi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti berasumsi bahwa nurut asumsi peneliti stress perawat terbanyak pada kategori stress sedang, dimana Stress sedang pada perawat jiwa disebabkan oleh perilaku agresif pasien dan ada pula faktor lain yang dapat menyebabkan stress pada perawat jiwa diantaranya jumlah pasien yang sangat banyak, tunjangan yang diterima antara pegawai honorer dan PNS berbeda dan masalah pribadi yang dialami oleh perawat sendiri.

Page 25: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

22 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Stress pada perawat jiwa tidak sampai ke tingkat stress berat ketika menangani pasien yang berperilaku agresif, karena perawat jiwa sudah terbiasa dengan sikap pasien yang berperilaku agresif. Hubungan Perilaku Agresif Pasien Dengan Tingkat Stress Perawat

Hubungan perilaku agresif pasien dengan tingkat stress perawat di peroleh nilai p = 0,011 yang menunjukan p < α atau 0,011 < 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara perilaku agresif pasien dengan tingkat stress perawat di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Setiawan tahun 2015 yang menggunakan uji Spearman Rank menunjukan adanya korelasi positif namun sangat lemah antara perilaku agresif pasien dengan stress perawat di psikiatri Intensive Care Unit dengan nilai r 0,189 dan p Value 0,01 pada taraf signifikansi (α) sebesar 0,05.

Penelitian tersebut ditunjang Aji tahun 2014 yang mengemukakan bahwa seluruh subyek yang merupakan perawat mengalami stress ketika harus berhadapan dengan perilaku agresi dari pasien gangguan mental. Stress yang dialami perawat berdampak secara biologis dimana subyek mengalami kecemasan dan berdampak pula secara psikososial yang secara spesifik berpengaruh terhadap emosi dan kognisi perawat itu sendiri, pada subyek penelitian diketahui bahwa emosi dan kognisi perawat menjadi terganggu ketika mengalami stress misalnya ketika subyek merasa respon dalam menghadapi pasien menjadi berkurang karena kurangnya sensitifias terhadap orang lain. Walaupun mengalami stress tidak satupun dari ketiga subyek yang melakukan pengabaian atau menghindar dari situasi tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Koeswara tahun 2010 pasien dengan kondisi kedaruratan psikiatri dapat melakukan perilaku yang beresiko membahayakan diri, berkeinginan bunuh diri atau penelantaran diri sendiri hingga keadaan yang menimbulkan resiko pada orang lain. Beberapa pasien bahkan dapat bertindak agresif, mengancam atau bertindak kejam, serta melakukan perilaku yang dapat menimbulkan cedera fisik dan psikologis pada orang lain atau menimbulkan kerusakan harta benda. Situasi ini merupakan stressor bagi perawat.

Tingkat stress adalah angka dan intensitas kejadian yang dirasakan oleh seseorang akibat ketegangan. Tingkat stress bervariasi antar individu tergantung dari sumber stress, dan persepsi individu mengenai stress. Stress berat yang dialami seseorang mungkin merupakan stress ringan pada orang lain , meskipun mungkin dengan sumber stress yang serupa (Hawari, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningrum tahun 2012 di ruang Psikiatri Intensif RS Dr. H. Marzoeki Bogor Perawat mengalami stress sedang berkaitan dengan aktivitasnya dalam merawat pasien dengan perilaku kekerasan, terutama ketika mengalami perilaku kekerasan secara fisik dari pasien dan kesulitan melakukan komunikasi dengan pasien.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti berasumsi bahwa perawat yang bekerja di Rumah Sakit berpotensi untuk mengalami stress dalam melakukan asuhan keperawatan, melayani pasien dan yang memyebabkan stress perawat lebih tinggi yaitu dengan menangani pasien yang berperilaku agresif. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya perilaku agresif antara lain : pasien menolak untuk dirawat, melarikan diri dari perawatan, dapat berontak ketika dirawat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku agresif pasien dengan tingkat stress perawat di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku Tahun 2016. Saran 1. Bagi Rumah Sakit, diselengarakan pelatihan-pelatihan untuk perawat mengenai strategi

menghadapi pasien dengan perilaku kekerasan guna untuk menekan angka kejadian terjadinya perilaku kekerasan di Ruang Rawat Inap Jiwa.

Page 26: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

23 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

2. Bagi Institusi Pendidikan, sebagai bahan referensi pada mata kuliah Sistem Neuropsikiatrik sehingga dapat memberikan gambaran nyata tentang kondisi lahan praktikum dan dapat dijadikan acuan untuk mempersiapakan para peserta didik yang akan turun ke lahan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya, agar melakukan penelitian berkelanjutan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perilaku agresif pasien dengan stress perawat.

REFERENSI Asaad & Soejipto (2010) . Agresif pasien dan strategi coping perawat. Jurnal psikologi

indonesia. Aisaka, Selviani (2014). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat stress kerja

perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Aji, Aditya (2014) coping stress perawat dalam menghadapi agresi pasien di Rumah Sakit Jiwa

Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Antasari (2006). Menyikapi perilaku agresif anak Yogyakarta: kanisius. Badan Penelitian dan Pengembangan (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta : Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI (2013). Defenisi Perawat Profesional. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Depression Anxiety Stres Scales (DASS), 2010. DASS FAQ (Frequently Asked Questions).

Available online at: http://www2.psy.unsw.edu.au/groups/dass/DASSFAQ.htm#_14.What_does_the_stresscale_me

a [diakses 28 Mei 2016]. Dr. Fattah, Hanurawan (2010). Psikologi Sosial, Bandung PT. Remaja Rosdiakarya. Dr. Sylvia, Rim (2003). Mendidik dan menerangkan disiplin pada anak pra sekolah. Jakarta PT.

Gramedia. Elitta, Veny (2011) persepsi perawat tentang perilaku kekerasan yang dilakukan pasien di ruang

rawat inap jiwa. Hawari, D (2010). Manajemen Stres Cemas Dan Depresi Jakarta: FKUI. Idwar (2009). Perilaku Masyarakat Dalam Penanganan Gangguan Jiwa di Kota Langsa Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Kaplan, H.I Sadock (2007) Synopsis of Psychiatric: Behavioral Science Clinical. USA P

hiladelphia. Keliat, Budi (2010). Penatalaksanaan Stres. Jakarta : EGC. Koeswara (2008). Teori-Teori Kepribadian. Jakarta : UM Konstantinos, N. Cristina (2008). Faktor Influencing Stress and Job Satisfaction of Nurses

Working in Psyciatric Units; A Research Review. Health Suerch Journal Volume 2, Issue4.www.hsggr.

NAMI (2015). Model Nurses Job Stres. SA: Nami-Journal. Nita, Fitria (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP & SP Tindakan Keperawatan untuk

Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan/Nita Fitria-Jakarta Medika, 2014- Cetakan ke Lima.

Notoadmojo, S. (2014). Metodelogi Penelitian Kesehatan (Revisi ed.). Jakarta PT. Rineka Cipta.

Nursalam (2010). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Potter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Nursing. Jakarta : EGC. Robert a. Barnea dan Down Byrnea (2005). Psikologi Sosial Jilid 2: Jakarta Elangga. Sudarma. (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta EGC. Sugiono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Stuart,G.W. Laraia (2007). Principles and Practice of Psyciatric Nursing. Edisi 8 Missouri:

MosbY. Yosep (2010). Keperawatan Jiwa. Revisi ke 3 Bandung: PT Reflika Aditama.

Page 27: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

24 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

PRESTASI BELAJAR SISWA BERDASARKAN POLA ASUH YANG DITERAPKAN OLEH ORANG TUA SISWA SEKOLAH DASAR INPRES 1 DESA LUHU KECAMATAN HUAMUAL

KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Frengky Aipasa (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

Endah Fitriasari (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

La Rakhmat Wabula (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada)

ABSTRAK

Siswa yang tak berprestasi siswa tidak peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan

pelajaran di sekolah, siswa selalu acuh tak acuh dengan tugas atau PR yang di berikan oleh bapak dan ibu guru, dan sebagai orang tua tidak pernah memperhatikan dan memberikan motifasi terhadap anak, orang tua selalu membiarkan anak bermain dan menontong TV di saat jam belajar, anak tidak pernah di kontrol oleh orang tua. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua dan siswa kelas 3 SD Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat, berjumlah 27 orang. Penelitian ini bertujuan menggambarkan pola asuh orang tua siswa. Subyek penelitian yaitu seluruh orang tua dan siswa yang berada di kelas 3 Sekolah Dasar (SD) Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat. Data diperoleh secara langsung dari responden melalui kuesioner yang di isi oleh responden sambil melakukan observasi prestasi belajar anak. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif berupa distribusi frekuensi. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1) berdasarkan pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 9 responden, 2) berdasarkan pola asuh Demokratis yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 11 responden, 3) berdasarkan pola asuh Permisif yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 5 responden, 4) berdasarkan pola asuh Penelantar yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 2 responden. Kata kunci: Pola asuh Orang Tua, prestasi belajar siswa PENDAHULUAN

Orang tua merupakan figur untuk berinteraksi yang paling awal dan paling kuat dalam pembentukan kerangka dasar konsep diri. Saat masa anak-anak, orang-orang yang memiliki pengaruh besar dalam perkembagan konsep diri individual adalah orang yang paling dekat dengan diri individual yang disebut significan others, yaitu orang tua (Ghufron, 2010).

Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai / norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukan sikap dan perilaku baik, sehingga dijadikan panutan bagi anaknya (Theresia, 2009).

Anak adalah sang peniru semua aktifitas orang tua selalu di pantau dan di jadikan model yang ingin di capainya, semua perilaku orang tua termasuk kebiasaan buruk yang di lakukan akan mudah di tiru oleh anak (Wibowo, 2012).

Hasil penelitian dilakukan oleh IEA, Asosiasi Internasional yang secara berkala meriset pencapaian bidang pendidikan masyarakat dunia, tentang kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar di sejumlah Negara, termasuk Indonesia, menunjukan bahwa

Page 28: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

25 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

kemampuan siswa SD di Indonesia sangat rendah di bawah rata-rata. Dari 33 negara yang diteliti, siswa SD di Indonesia berada di urutan ke 32 (Eriyanti, 2010).

Kualitas pendidikan di Maluku saat ini masih rendah dan bisa dibilang memprihatinkan. Banyak siswa yang tidak mendapatkan pasokan buku yang memadai. Dan yang fatalnya lagi adalah mahalnya biaya sekolah. Kondisi inilah yang menghambat Maluku untuk bisa bangkit mengatasi masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Minimnya kualitas dan fasilitas pendidikan tentunya berdampak secara signifikan terhadap prestasi belajar pada siswa. Selain itu kualitas lulusan di Maluku menurun dari tahun ketahun, pada tahun 2009 presentase kelulusan 98%, pada tahun 2010 presentase 97% dan pada tahun 2011 presentase kelulusan 96,5% (Dinas pendidikan Maluku 2014).

Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti bahwa di Sekolah SD Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat. Merupakan salah satu Sekolah Dasar yang dimana terdapat sekelompok siswa kelas 3 yang berjumah 27 siswa. 13 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

Siswa kelas 3 merupakan siswa yang memiliki prestasi belajar yang bervariasi setiap semester. Dari 27 siswa yang memiliki prestasi yang baik hanya 5 orang dengan katagori nilai rata-rata 9,44-8,67. Dan siswa yang memiliki prestasi belajar menurun 7 orang dengan katagori nilai rata-rata 7,00-7,22 sedangkan siswa dikatagori dengan prestasi belajar yang tetap 15 orang dengan nilai rata-rata 6,00-6,56.

Pada siswa dengan prestasi belajarnya menurun diakibatkan oleh beberapa . faktor di antara nya, faktor sikap dan faktor malas. Faktor sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa, sedangkan faktor malas siswa menganggap belajar disekolah hanyalah suatu kewajiban tanpa dibarengi niat dan minat untuk mengulagi pelajaran dirumah. Tugas maupun PR yang diberikan oleh bapak dan ibu guru di sekolah sering di abaikan jika orang tua tidak menyuruhnya untuk mengerjakannya. Dan sebagai orang tua tidak perlu memarahi anak karena nilainya menurun. sebaiknya sebagai orang tua kita juga mengintropeksi diri, mungkin ada kesalahan pada diri kita sebagai orang tua, dalam pengawasan belajar malahan kurang mengawasinya dengan tidak mengotrol kekurangan-kekurangan yang ada pada diri anak (Baumrid, 2010).

Sedangkan pada siswa yang prestasin belajarnya tetap dikarenakan siswa tidak peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran di sekolah, siswa selalu acuh tak acuh dengan tugas atau PR yang di berikan oleh bapak dan ibu guru, dan sebagai orang tua tidak pernah memperhatikan dan memberikan motifasi terhadap anak, orang tua selalu membiarkan anak bermain dan menontong TV di saat jam belajar. Anak tidak pernah di kontrol oleh orang tua (Jhon W, 2011). METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif untuk menjelaskan prestasi belajar anak dari berbagai pola asuh orang tua pada anak kelas 3 di Sekolah Dasar (SD) Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua dan siswa kelas 3 SD Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat, berjumlah 27 orang.

Sampel pada penelitian ini yaitu seluruh orang tua dan siswa yang berada di kelas 3 Sekolah Dasar (SD) Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat. Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan mengunakan data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui kuesioner yang di isi oleh responden sambil melakukan observasi prestasi belajar anak. Kuesioner terdiri dari 24 pertayaan, di dalam 24 pertayaan sudah di pilah-pilahkan antara pola asuh otoriter, demokrasi, permisif dan pola asuh penelantar, setiap pertayaan terdiri dari dua jawaban Ya dan Tidak, jika responden menjawab Ya maka mendapatkan Nilai 1. Dan jika Responden menjawab Tidak, maka mendapatkan Nilai 0. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder :

HASIL PENELITIAN

Page 29: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

26 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Orang Tua Di Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Umur n %

26-30 31-40 >40

8 13 6

29,6 48,2 22,2

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 1 diatas menjelaskan bahwa dari 27 responden mempunyai umur berbeda-beda, yang terbanyak yaitu pada umur 31-40 tahun sebanyak 13 (48,2%) responden, dan paling sedikit yaitu pada umur >40 tahun sebanyak 6 (22,2%) responden. Responden yang paling muda berumur 26-30 tahun sebanyak 8 (29,6%) responden.

Tabel 2 Distribusi frekuensi Berdasarkan Pendidikan Orang Tua Di Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Pendidikan n %

Tidak Tamat SD 2 7,5 SD 12 44,4

SMP 6 22,2 SMA 6 22,2 D3 1 3,7

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 2 diatas menjelaskan bahwa dari 27 responden memiliki pendidikan yang

berbeda-beda dan yang paling banyak yaitu SD sebanyak 12 (44,4%) responden dan paling sedikit yaitu D3 sebanyak 1 (3,7%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Di Desa Luhu Kecamatan

Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Pekerjaan Jumlah Persentase

Tani 21 77,8 Wiraswasta 3 11,1

PNS 3 11,1

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 3 diatas menjelaskan bahwa responden yang memiliki pekerjaan yang paling banyak yaitu tani sebanyak 21 (77,8%) responden dan paling sedikit yaitu PNS sebanyak 3 (11,1%) responden.

Tabel 4 Karakteristik berdasarkan prestasi belajar siswa kelas 3 SD Inpres 1 Desa luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Prestasi belajar siswa n %

Sangat Baik 5 18,5 Baik 7 25,9 Cukup 15 55,6

jumlah 27 100

Berdasarkan Hasil penelitian sesuai Tabel 4 menunjukan bahwa dari 27 responden, lebih banyak responden yang mempunyai prestasi belajar dengan katagori Nilai Cukup sebanyak 15 (55,6%) Responden, sedangkan katagori Baik sebanyak 7 (25,9%) Responden dan katagori Sangat Baik sebanyak 5 (18,5%) responden.

Tabel 6 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pola Asuh Otoriter Di Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Page 30: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

27 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Pola Asuh Otoriter n %

Otoriter 9 33,3 Tidak Otoriter 18 66,7

Jumlah 27 100

Dari hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa dari 27 responden, lebih banyak responden memiliki pola asuh tidak otoriter yaitu sebanyak 18 (66,7%) responden dan yang otoriter sebanyak 9 (33,3%) responden.

Tabel 7 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan pola Asuh Demokratis Di Desa luhu

Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2016

Pola Asuh Demokrasi n %

Demokratis 11 40,7 Tidak demokratis 16 59,3

Jumlah 27 100

Hasil penelitian sesuai tabel 7 menunjukkan bahwa dari 27 responden, yang memiliki pola

asuh demokratis yaitu sebanyak 11 (40,7%) Responden, dan yang tidak demokratis yaitu sebanyak 16 (59,3%) Responden.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pola Asuh Permisif Di Desa luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2016

Pola Asuh Permisi n %

Permisif 5 18,5

Tidak Permisif 22 81,5

Jumlah 27 100

Hasil penelitian sesuai tabel 8 menunjukkan bahwa dari 27 responden, yang memiliki pola

asuh permisif yaitu sebanyak 5 (18,5%) Responden dan yang memiliki pola asuh tidak permisif sebanyak 22 (81,5%) Responden.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pola Asuh Penelantar Di Desa luhu kecamatan huamual Kabupaten seram bagian barat Tahun 2016

Pola Asuh Penelantar n %

Penelantar 2 7,4

Tidak Penelantar 25 92,6

Jumlah 27 100

Hasil penelitian sesuai tabel 9 menunjukkan bahwa dari 27 responden, orang tua yang memiliki pola asuh penelantar sebanyak 2 (7,4%) responden dibandingkan dengan yang tidak memiliki pola asuh penelantar sebanyak 25 (92,6%) responden

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar responden berdasarkan Pola Asuh Di Desa luhu kecamatan huamual Kabupaten seram bagian barat Tahun 2016

Prestasi Belajar

Sangat baik Baik cukup Total

n % n % n % n %

Pola Asuh Otoriter 1 11,11 3 33,33 5 55,56 9 100 Demokratis 3 27,27 3 27,27 5 45,56 11 100 Permisif 1 20,00 1 20,00 3 60,00 5 100 Penelantar 0 0 0 0 2 100,00 2 100

Berdasarkan tabel 9 di ketahui bahwa dari 4 pola asuh yang di teliti, ada 11 orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis dengan prestasi belajar siswa katagori sangat baik 27,27%,

Page 31: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

28 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Baik 23,27% dan cukup 45,56%. Sedangkan pada pola asuh penelantar hanya memiliki katagori prestasi Cukup sebanyak 2 respenden

PEMBAHASAN

Gambaran Pola Asuh Otoriter Dengan Preastasi belajar siswa kelas 3 Sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu.

Dari hasil penelitian diketahui masih ada 9 orang tua dengan pola asuh otoriter, diantara ke 9 orang tua yang masih menerapkan pola asuh otoriter ada 11,11% anak yang memiliki prestasi belajar dengan katagori sangat baik, 33,33% anak dengan Prestasi belajar katagori Baik, dan 56,56% anak dengan prestasi belajar katagori nilai Cukup. Hal ini disebabkan karena beberapa hal yaitu kemampuan pengawasan dan memberi perhatian kepada anak sehingga anak cenderung mengatur waktu belajar dengan baik. Erma Lestari, (2013), Menjelaskan bahwa pola asuh otoriter menitik beratkan pada kedisplinan. Orang tua adalah seseorang yang dipercaya , dipatuhi, dan mengatur peraturan dalam keluarga. Orang tua melakukan pengawasan terhadap anak dengan ketatdan bersifat membatasi. Apabila anak melanggar peraturan atau melakukan kesalahan akan mendapat hukuman. Dampak pola asuh otoriter jika diterapkan secara berlebihan akan membuat anak memiliki sikap acuh, pasif, terlalu patuh, kurang inisiatif dan kurang kreatif.

Menurut Aisyah (2010), pola asuh otoriter ini dapat mengakibatkan anak menjadi panakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, mudah curiga pada orang lain dan mudah stress. Selain itu, orang tua seperti ini jiga akan membuat anak tidak percaya diri, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang , suka melanggar normal, kepribadian lemah dan seringkali menarik diri dari lingkungan sosialnya, bersikap menunggu dan tak dapat merencanakan sesuatu dengan baik. Gambaran Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu.

Dari hasil penelitian terdapat 11 anak dengan pola asuh demokratis, di antara 11 orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis ada 3 anak yang memiliki prestasi belajar dengan katagori sangat baik, 3 anak memiliki prestasi belajar dengan katagori baik dan 5 anak dengan prestasi belajar katagori nilai cukup. Dari hasil penelitian diketahui prestasi belajar siswa semakin baik dengan pola asuh demokratis sehingga anak dapat melakukan hal-hal yang dia inginkan ada pengawasan dari orang tua.

Menurut Jhon W, (2011), pola asuh demokratis mendorong anak untuk mandiri akan tetapi orang tua menetapkan batas-batas dan kontrol terhadap tindakan yang dilakukan anak. Orang tua juga mengedepankan musyawarah serta memperlihatkan kehagatan dan kasih sayang kepada anak. Dan pola asuh demokratis adalah hak hak dan kewajiban antara anak dan orang tua seimbang, orang tua dan anak saling melengkapi, orang tua melatih anak untuk bertanggung jawab dan menentukan tingkah lakunya sendiri menuju kedewasaan.

Menurut Yusnia (2013), pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistik terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memeberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatanya kepada anak-anak bersifat hangat. Gambaran Pola Asuh Permisif Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.11 terdapat 5 orang tua dengan pola asuh

permisif. Di antara 5 orang siswa dengan pola asuh permisif ada 20,00% siswa dengan prestasi belajar katagori sangat baik, 20,00% siswa dengan prestasi belajar katagori baik dan 60,00% siswa dengan prestasi belajar katagori cukup. Pola asuh permisif Aisya, (2010), berpendapat bahwa orang tua memberi kebebasan sebanyak mungkin kepada anak untuk

Page 32: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

29 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

mengatur dirinya sendriri, anak tidak di tuntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak di control oleh orang tua. Orang tua yang bergaya permisif cenderung memberikan banyak kebebasan kepada anaknya. Apabila anaknya berbuat salah , ai cenderung membiarkan tanpa memberikan hukuman atau teguran.

Menurut Wibowo, (2012), Pola asuh permisif memberikan kebebasan yang besar kepada anak. Meskipun hubungan antara orang tua dan anak hangat, tetapi kontrol yang diberikan sangat sedikit. Orang tua cenderung membiarkan apapun perilaku anaknya dan jarang member hukuman. Orang tua biasanya lebih banyak mengunakan pertimbagan dan penjelasan pada anaknya tentang peraturan keluarga dan kurang memberikan batas pada perilaku anak bahkan cenderung hati-hati untuk bersikap tegas pada anak.

Menurut Elsya, (2010), pola asuh permisif mempunyai ciri diantaranya, dominasi terhadap anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, control dan perhatian orang tua sangat kurang. Anak-anak yang dimanja akan tumbuh menjadi generasi yang kurang percaya diri, cengeng dalam menghadapi masalah, lambat untuk dewasa, mudah dibujuk serta ditipu dan kurang dapat menghargai orang lain, kurang mandiri dan kurang memiliki kepedulian sosial Gambaran Pola Asuh Penelantar Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.11 terdapat 2 anak dengan pola asuh penelantar, tetapi memiliki prestasi belajar dengan katagori cukup. Hal ini disebabkan orang tua telah memberikan pola asuh yang penelantar pada anak dan tidak mempunyai pengawasan serta perhatian dan kasih sayang yang baik.

Menurut Husain (2011), pola asuh penelantar adalah orang tua pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

Menurut Baumrid (2010), pola asuh penelantar adalah pola asuh yang sering dilakukan oleh orang tua yang terlalu sibuk bekerja mengejar materi. Namun anak tidak memperoleh materi, kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tua. Orang tua terlalu pelit dan membatasi kebutuhan anak. Pola asuh penelantar ini juga diperoleh dari orang tua yang memiliki gangguan jiwa seperti depresi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 9 responden.

2. Berdasarkan pola asuh Demokratis yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 11 responden.

3. Berdasarkan pola asuh Permisif yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 5 responden.

4. Berdasarkan pola asuh Penelantar yang diterapkan oleh orang tua siswa sekolah Dasar Inpres 1 Desa Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat pada anak di rumah sebanyak 2 responden.

Saran

Di harapkan dapat memperoleh gambaran tentang pola asuh orang tua yang efektif yang dapat diterapkan di lingkungan masyarakan padaa anak sehingga anak menjadi pribadi yang baik sesuai dengan yang di harapkan terutama untuk prestasi belajar anak di rumah. Bagi SD Inpres 1 Desa Luhu sebagai bahan pertimbagan dalam memecahkan masaalah tingkat

Page 33: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

30 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

pengetahuan dan sistem belajar anak di dalam kelas. Demikian juga bagi orang tua diharapkan kepada orang tua umtuk lebih meningkatakan pengetahuan agar dapat member pengawasan dan pola asuh yang baik bagi anak dan diharapkan kepada orang tua untuk lebih meluangkan waktu, member perhatian serta member kasih sayang kepada anak sehingga akan merasa bahwa orang tua selalu ada untuknya serta sifat dan perilakunya dapat terdidik dan terkontrol dengan baik sesuai perkembagan usianya.

REFERENSI

Ahmadi dan Supriyano, 2013. KTI hubungan status gizi dengan prestasi belajar anak. Aisyah, 2010. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan ahlak anak usia 7-12

tahun diketapang tengerang. Aiyuda, 2009. Hubungan pola tidur dengan prestasi belajar mehasiswa keperawatan di

Universitas Adven Indonesia bandung. Andi, dkk, 2011. Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin terhadap

Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. Volume 01, Nomor 02. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Antanasia, 2013. Pengasuhan dan Penanaman Nilai terhadap Anak Usia Dini. Jurnal Makna. Volume 01, Nomor 01. Bekasi: Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa Universitas Islam.

Antari , 2014. Hubungan pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah terhadap kemandirian belajar siswa

Baumrid, 2010. Pola interaksi antara anak dengan orang tua universitas pendidikan Indonesia. Casmini, 2013. Universitas Pendidikan Genesha Jurusan PGSD Vol 2 No 1 Tahun 2007

hubungan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa SD kelas IV semester genap di kecamatan melaya-jembaran

Chaderinsaputra, 2012. Faktor-faktor penyebab timbulnya pola asuh otoriter pada anak usia dini playgorub flamboyan kecamatan telaga biru Kabupaten Gorontalo.

Dariyo, 2010. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akutansi kelas XI IPS di SMA Negeri 26 Bandung.

Depdiknas, 2008. Tentang sistem pendidikan nasional, Yogyakarta : Media Abadi Deka putri Nuryanti, 2011. Hubungan antara motivasi berprestasi dan presepsi terhadap pola

asuh orang tua dengan prestasi belajar psikologi. Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal psikologi pendidikan dan perkembagan. Vol 2, no 01.

Dina, 2011. pengaruh pola asuh orang tua dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar KKPI kelas X program keahlian TKJ dan TAV di SMK piri 1 Yogyakarta.

Dinas pendidian Maluku. Pelaksanaan pendidikan tahun 2014. Erma Lestari, 2013. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas XI di

MAN Malang 1.skripsi. malang:program sarjana islam Negeri Maulana Malik. Eriyanti, 2010. IEA, Asosiasi internasional Evaluation of Educational. Ghufron, 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Kecerdasan Majemuk Siswa SD.

Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Hurlock, 2008. Faktor-faktor yang mempegaruhi prestasi belajar. Jakarta Bhineka cipta. Husain, 2011. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap konsep diri positif peserta didik MI

Tsamrotul Huda II jatirogo boning Demak. Jhon W, 2011. Pengaruh kedisiplinan belajar dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar

praktik kejuruan siswa kelas XI jurusan teknik pemesinan SMK Negeri Yogyakarta Junaidi, 2010. Perang orang tua dalam dalam meningkatkan prestasi belajar anak. Tersedia

dalam http//www scribd com/doc. Di akses pada tanggal 15 juli 2014. Kusumastuti, 2010. Pengaruh lingkungan terhadap prestasi belajar bahasa Indonesia siswa

kelas XII madrasah aliyah muallimin makasar Lestari S, 2012. Sikologi Keluarga: penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga.

Jakarta: Kencana. Mariah, 2010. Hubungan antara pola asuh orang tua dengan kebiasaan belajar terhadap

prestasi belajar siswa SD kelas IV semester genap dikecamatan melayan-jembrana. Metha S, 2011. Pengaruh pola asuh anak usia balita terhadap perkembagan tingkah laku anak.

Skripsi, semarang : Istitusi Agama Islam Negeri Notoatmodjo, 2010. Pengaruh sikap siswa mengenai mata pelajaran produktif akutansi

terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 14 bandung. Skripsi pada FPOK UPI Bandung.

Page 34: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

31 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Nursalam, 2010. Konsep dan penerapan metodologi penelitia ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: salemba.

Saifulrrijal, 2010. Hubungan antara pemahaman materi, motivasi belajar, dan prestasi belajar pada siswa kelas VIII SMP taman dewasa ibu pawiyata Yogyakarta tahun 2012.

Suparyanto, 2010. Konsep pola asuh pada anak. (0nline) http//:dr Suparyanto. Blogspot.com. diakses pada selasa tanggal 11 November 2014 pukul 10.15 WIB.

Syah, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2012.

Syaiful Bahri Djamarah, 2014. Hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas V SD Se-Gugus Wonokerto Turi Sleman

Tridhonanto, 2014. Hubungan pola asuh orang tua dengan disiplin belajar siswa kelas IV dan V sekolah dasar Negeri Se-Gugus 1 Sidoarum Kecamatan Godean Kabupaten Sleman.

Theresia, 2009. Faktor-faktor yang memepegaruhi pola asuh orang tua. Trianto, 2009. Evaluasi kemampuan guru dalam mengiplementasi pembelajaran tematik di SD

Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Wibowo, 2012. Pola komunikasih orang tua dan anak dalam keluarga. Jakarta : Reneka Cipta. Yudi Premana, I made. 2011. Hubungan Antara Pola Asuh Keluarga, Disiplin Belajar, dan Minat

Belajar Dengan Prestasi Belajar Teknologi Informasi dan Komunikasih (TIK) pada siswa kelas VII semester Genap di SMP Negeri 3 Singaraja Tahun ajaran 2010/2011. Singaraja: Undiksha.

Yusnia, 2013. Hubungan pola Asuh Orang Tua dengan prestasi belajar siswa Mts Al-Falah Jakarta Timur. Skiripsi Jakarta : Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Page 35: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

32 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

HUBUNGAN KEPUASAN PERAWAT TERHADAP SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN DENGAN KINERJA PENDOKUMENTASIAN PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BANYUMAS

Intan Diah Pramithasari (Akademi Keperawatan Serulingmas Cilacap)

Email: [email protected]

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informasi, juga telah merambah pada aspek pelayanan kesehatan. Sistem Informasi Keperawatan (SIKep) meupakan salah satu bentuk pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pelayanan keperawatan, yang didalamnya memuat sistem pendokumentasian asuhan keperawatan. Penerapan sistem ini, diharapakan mampu meningkatkan kinerja perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan. Namun, pengadopsian sistem tersebut belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Sehingga, perlu dilakukan pengukuran keberhasilan penerapan sistem informasi tersebut yang dapat dilihat dari kepuasan pengguna sistem yang diharapkan mampu memberi dampak terhadap kinerja pengguna sistem tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Banyumas. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 76 orang. Sedangkan penilaian kinerja perawat diperoleh melalui observasi dokumentasi keperawatan, yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dan memenuhi kriteria tertentu. Hasil penelitian ini menjukkan bahwa berdasarkan standar minimal pelayanan, kinerja perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan berbasis komputer di RSUD Banyumas dalam kategori baik (52,6%). Sebagian besar perawat juga cukup puas terhadap sistem pendokumentasian yang ada (65,8%). Namun dari hasil analisis, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepuasan perawat terhadap sistem dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian berbasis komputer. Kata kunci: Kepuasan Sistem, Kinerja Pendokumentasan. PENDAHULUAN

Perkembangan pembangunan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu

yang tidak bisa dihindari, serta mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia (Kusumadewi,

2009). Perkembangan tersebut, diharapkan dapat membantu segala jenis kegiatan dalam upaya meningkatkan efisiensi, efektivitas, komunikasi, kolaborasi dan daya saing organisasi,

tidak terkecuali disektor pelayanan kesehatan (Purba, 2007). Penerapan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan Sistem Informasi Keperawatan

(SIKep) merupakan bentuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi disektor pelayanan kesehatan. Melalui sistem ini, informasi dapat diperoleh secara akurat, tepat waktu serta relevan guna peningkatan pengetahuan dan pelayanan kesehatan (Kusumadewi, 2009).

SIKep merupakan kombinasi ilmu komputer, informasi dan keperawatan yang terdiri dari program pengklasifikasian pasien, pengembangan staf, penjadwalan, laporan berjenjang dan pendokumentasian asuhan keperawatan yang terintegrasi sebagai bukti akuntabilitas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Sukihananto, 2010).

Angelina et.al (2006) menyatakan bahwa penggunaan sistem pencatatan keperawatan elektronik yang terintegrasi dengan standar keperawatan internasional akan menghasilkan kualitas pelayanan yang baik, berpusat pada pasien, efisien, mempermudah pengambilan keputusan serta mendukung kecakapan dan keakuratan perencanaan keperawatan dalam clinical pathway process. Rajkovic (2006) dalam hasil penelitiannya juga mengatakan bahwa salah satu jaminan kualitas suatu pelayanan kesehatan, bisa dicapai dengan menggunakan sistem yang canggih diantaranya dengan menghadirkan model penyediaan data based dan menggunakan software prototype untuk mengatur pendokumentasian keperawatan.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas merupakan salah satu rumah sakit yang telah mengembangkan SIK sejak tahun 2006. Namun, penggunaan sistem ini belum

Page 36: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

33 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

dimanfaatkan secara maksimal oleh perawat, sistem ini hanya digunakan dalam proses pendokumentasian asuhan keperawatan saja.

Menurut hasil wawancara, evaluasi keberhasilan serta keuntungan atas pemakaian SIK belum dilakukan oleh pihaknya, Pertimbangan besarnya biaya yang harus dihabiskan untuk proses evaluasi, serta belum adanya tim evaluasi sistem pendokumentasian menjadi alasan belum dilakukannya proses evaluasi tersebut.

Pengadopsian sistem informasi dalam organisasi merupakan salah satu bentuk investasi yang cukup mahal. Meskipun demikian, investasi yang mahal belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi (Budiyanto, 2009). Sehingga, perlu dilakukan pengukuran keberhasilan pengadopsian sistem informasi dalam organisasi yang melibatkan pengguna sistem (Jogiyanto, 2007).

Keberhasilan penerapan sistem informasi tersebut dapat dilihat dari faktor intensitas penggunaan sistem serta kepuasan pengguna sistem yang diharapkan mampu memberi dampak terhadap kinerja pengguna sistem tersebut (Bayu, 2013).

Berdasarkan masalah tersebut, perlu dilaksanakan evaluasi terhadap tingkat kepuasan perawat terhadap penggunaan sistem serta dampaknya terhadap kinerja perawat khususnya dalam pendokumentasian, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan sistem informasi yang mampu menunjang kinerja dan pelayanan keperawatan yang ada.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Banyumas yang berjumlah 218 orang dan tersebar di 18 ruang rawat inap.

Sampel dalam penelitian ini adalah perawat di ruang rawat inap RSUD Banyumas yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan sampel dokumentasi keperawatan yang disusun oleh perawat

Teknik sampling untuk responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 76 orang. Kriteria inklusi sampel adalah perawat pelaksana ruang rawat inap RSUD Bayumas yang telah bekerja minimal selama 1 tahun, tidak sedang cuti, tidak sedang tugas belajar, melakukan dokumentasi keperawatan berbasis komputer dan telah mengikuti pelatihan SIK.

Teknik pengambilan jumlah sampel dokumentasi dilakukan dengan cara purposive sampling. Kriteria inklusi sampel dokumentasi pasien adalah dokumentasi asuhan keperawatan pasien di rawat inap yang didokumentasikan dengan sistem berbasis computer pada 1 bulan terakhir dan merupakan dokumentasi pasien yang telah pulang.

Penilaian tingkat kepuasan perawat terhadap sistem pendokumentasian berbasis computer diperoleh melalui kuisioner yang telah diuji coba sebelumnya pada 30 orang perawat di rumah sakit yang sama namun terdapat di ruang yang berbeda. Kuisioner tersebut meliputi aspek tangible, reliability, assurance, flexibility dan responsiveness system.

Sedangkan untuk penilaian kinerja perawat dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dokumentasi keperawatan yang telah disusun oleh Depker tahun 2005. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23-29 Juni 2015.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kepuasan perawat terhadap sistem informasi keperawatan

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkannya (Muadi, 2009).

Faktor kepuasan dalam penelitian ini menggambarkan tingkat kepuasan perawat terhadap sistem pendokumentasian yang ada berupa software dan hardware yang digunakan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan berbasis komputer.

Berdasarkan hasil total skor kepuasan perawat terhadap sistem, diperoleh skor minimal 13, maksimal 24 dengan rata-rata nilai 17,13, standar deviasi 2,229 dan nilai modus 18 yang dibagi dalam 3 kategori berdasarkan kuartil yaitu kurang puas (skor < 16), cukup puas (skor 16-18) dan puas (skor > 18).

Page 37: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

34 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tabel 3. Distribusi frekuensi kepuasan perawat terhadap SIK di RSUD Banyumas Juni 2015

Variabel Frekuensi Persentase

Puas Cukup puas Tidak puas

8 50 18

10,5 65,8 23,7

Total 76 100

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat merasa cukup puas terhadap sistem (65,8%). Indeks kepuasan tersebut terdiri dari 5 kategori, yaitu: tangible, reliability, assurance, empathy dan responsiveness sistem. Sehingga dapat dilihat gambaran tingkat kepuasan berdasarkan kategori adalah sebagi berikut:

Tabel 4. Distribusi frekuensi kepuasan perawat terhadap SIK berdasarkan aspek

No. Sub variabel Kategori

Puas Cukup Kurang Puas

1. Tangible 6

7,9% 62

81,6% 8

10,5%

2. Reliability 5

6,6% 41

53,9% 30

39,5%

3. Assurance 6

8,6% 51

67,1% 19

24,4%

4. Flexibility 6

7,9% 62

81,6% 8

10,5%

5. Responsiveness 7

9,2% 49

64,5% 20

26,3%

Kinerja pendokumentasian perawat di RSUD Banyumas

Hasil skoring kinerja perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan, diperoleh skor minimal 50, maksimal 100 dengan rata-rata nilai 84,70, dan standar deviasi 14,502 yang kemudian dibagi dalam 2 kategori berdasarkan standar pelayanan minimal Depkes yaitu kinerja kurang (skor < 85), dan baik (skor ≥ 85). Sehingga, berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat di RSUD Banyumas memiliki kinerja pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik (52,6%).

Tabel 5. Distribusi frekuensi kinerja pendokumentasikan perawat di RSUD Banyumas Juni 2015 (n=76)

Kategori kinerja Frekuensi Persentase

Baik Kurang

40 36

52,6 47,4

Total 76 100

Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis bivariat ini menggunakan chi square (pada data kategorik) dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 5%) dengan ketentuan yaitu ada hubungan yang bermakna apabila p value < 0,05 dan tidak ada hubungan apabila p value > 0,05.

Tabel 6. Analisis bivariat kepuasan dengan kinerja perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan berbasis komputer

Kepuasan terhadap sistem Kinerja Baik Kinerja Kurang Total

P value n % n % n

Puas Cukup puas Tidak puas

5 27 8

62,5 54,0 44,4

3 23 10

37,5 46,0 55,6

8 50 18

0,659

Total 40 52,6 36 47,4 76

Berdasarkan analisis, didapatkan nilai p value > α. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kepuasan perawat terhadap sistem pendokumentasian

Page 38: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

35 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

dengan kinerja perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan berbasis komputer di RSUD Banyumas.

Namun, berdasarkan proporsi data dapat diketahui bahwa perawat dengan kinerja pendokumentasian baik didominasi oleh perawat yang merasa puas dengan sistem pendokumentasian yang ada (62,5%).

Menurut Irawan yang dikutip oleh Muadi (2009), kepuasan merupakan persepsi individu terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Analisa lebih lanjut, juga terdapat pada teori Harzberg dalam Gibson (2003) yang menyebutkan bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator instrinsik (pencapaian prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang) dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaaan faktor-faktor ekstrinsik (upah, keamanan kerja, kondisi kerja, prosedur perusahaan, mutu penyeliaan dan mutu hubungan interpersonal).

Apabila kepuasan tersebut dapat dicapai, maka akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat bagi individu untuk bertindak dan bekerja, sehingga akan menghasilkan kinerja yang tinggi (Gibson, 2003). Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat bahwa sistem pendokumentasian berbasis komputer merupakan salah satu contoh faktor ekstrinsik penggerak motivasi individu untuk menghasilkan kinerja.

Kesenjangan hasil penelitian ini dengan teori yang ada, dapat disebabkan karena adanya hubungan yang tidak langsung antara kepuasan perawat terhadap prosedur kerja (penggunaan sistem komputer) dengan motivasi dan kinerja perawat.

Hal ini juga dijelaskan dalam teori Harzberg yang menyebutkan bahwa, keberadaan faktor-faktor eksternal, tidak selalu memotivasi individu, tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan (Gibson, 2003).

KESIMPULAN

Berdasarkan standar minimal pelayanan yang dikembangkan oleh Depkes, maka dapat dinyatakan bahwa kinerja perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan berbasis komputer di RSUD Banyumas dalam kategori , baik (52,6%), sebagian besar perawat juga cukup puas terhadap system pendokumentasian yang ada (65,8%). Namun dari hasil analisis, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepuasan perawat terhadap sistem dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian berbasis komputer.

REFERENSI

Sri Kusumadewi. Informatika Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009. Eris Lidya Purba. Akseptansi dan Kepuasan Pengguna Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS)

di RSUD Pematangsiantar. Tesis. Universitas Gadjah Mada. 2007. Sukihananto. Hubungan Dokumentasi Keperawatan Berbasis Komputer Dengan Daya Berpikir

Kritis Perawat Pada Pelaksanaan Proses Keperawatan di RSUD Banyumas. Tesis. Universitas Indonesia. 2010.

Angelina, et. al. Consumer-Centered Computer-Supported Care for Healthy People Journal. Building an Innovation electronic Nursing Record Pilot Structure with Nursing Clinical Pathway. H. A. Park et. al. (Eds.). IOS Press. 2006.

Rajkovic, et. al. Consumer-Centered Computer-Supported Care for Healthy People Journal. E-Nursing Documentation as a Tool for Quality Assurance. H. A. Park et. al. (Eds.). IOS Press. 2006.

Budiyanto. Evaluasi Kesuksesan Sistem Informasi Dengan Pendekatan Model DeLone dan McLean. Studi Kasus Implementasi Billing Sistem di RSUD Kabupaten Sragen. Tesis. Universitas Sebelas Maret. 2009.

Jogiyanto. Sistem Informasi Keperilakuan. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2007. Andika Bayu S dan Izzati Muhimmah. Evaluasi Faktor-Faktor Kesuksesan Implementasi Sistem

Informasi Manajemen Rumah Sakit di PKU Muhammadiyah Sruweng dengan Menggunakan Metode Hot-Fit. Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV. Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri. Universitas Islam Indonesia. 2013.

Muadi. Hubungan Iklim dan Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap BRSUD Waled Kabupaten Cirebon. Tesis. UI. 2009.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donelly, J.H. Organisasi: Perilaku struktur, proses. Jilid I. Alih Bahasa: Ardiani Nunuk. Jakarta: Binarupa Aksara. 2003.

Page 39: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

36 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT DI DUSUN PATINEA DESA KAWA KECAMATAN SERAM BARAT KABUPATEN SERAM

BAGIAN BARAT TAHUN 2016

Ira Sandy Tunny (Sekolah Tinggi Kesehatan Maluku Husada)

M Taufan Umasugi (Sekolah Tinggi Kesehatan Maluku Husada)

Sahrir Sillehu (Sekolah Tinggi Kesehatan Maluku Husada)

Email: [email protected])

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat. Desain yang digunakan adalah cross sectional berlokasi di Dusun Patinea Desa Kawa Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Populasi target adalah masyarakat yang berada di Dusun Patinea, dalam hal ini adalah kepala keluarga sehingga di dapatkan jumlah populasi sebanyak 145 kepala keluarga. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, selanjutnya data dianalisis menggunakan uji statistik Chi-square. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil: 1) Tingkat pengetahuan masyarakat di dusun patinea masih tergolong rendah, dengan jumlah responden kategori tidak baik pengetahuannya sebanyak 133 responden dengan persentase (91.7%) sedangkan baik perilakunya sebanyak 12 responden dengan presentase (8.3%), 2) perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea masih tergolong rendah, dimana peneliti di dapatkan jumlah responden yang tidak baik perilakunya sebanyak 135 responden dengan presentase (93.1%) sedangkan yang baik perilakunya sebanyak 10 responden dengan presentase (6.3%), 3) ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa kecamatan seram barat kabupaten seram bagian barat dengan nilai p value = 0.038

Kata kunci: Perilaku Kesehatan, Pengetahuan, Masyarakat LATAR BELAKANG

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2011).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Wawan, 2010).

Berdasarkan data WHO, di perkirakan terdapat lebih 2 milyar manusia perhari terkena dampak dari kekurangan mengkonsumsi air minum di lebih dari 40 negara di dunia. 1,1 milyar tidak mendapatkan air yang memadai untuk di konsumsi dan 2,4 milyar tidak mendapakan sanitasi air minum untuk dikonsumi yang layak sedangakan pada tahun 2050 diperkirakan bahwa 1 dari 4 orang terkena dampak dari kekurangan air bersih ( WHO, 2013).

Di Dunia istilah perilaku kesehatan sudah lama dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan pesatnya, khususnya dibidang antropologi medis dan kesehatan masyarakat. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kita hanya berbicara mengenai prilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitanya dengan kesehatan. Kenyataanya banyak sekali prilaku yang

Page 40: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

37 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya, atau melakukanya dengan alasan yang sama sekali berbeda (Gochman, 2008).

Kesehatan merupakan suatu hal yan paling penting dalam kehidupan manusia, baik kesehatan jasmani maupun rohani dapat memberikan dampak positif bagi diri manusia itu sendiri. Namun dewasa ini kesehatan indonesia masih rendah di daerah terpencil pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat sangat kurang, kemajuan teknologi saat ini memang membawa nilai positif dalam berbagai bidang tetapi masih kurang dalam bidang kesehatan, kesehatan memang sangat di butuhkan oleh masyarakat indonesia agar terbangunnya kualitas sumberdaya manusia yang baik (Lansida, 2011).

Di indonesia sendiri dengan jumlah penduduk yang telah mecapai lebih dari 200 juta jiwa , kebutuhan air minum untuk engkonsumsi menjadi semakin berkurang kecenderungan untuk mengkonsumsi air minum di perkirakan terus naik hingga 15-35% sedangkan ketersediaan air bersih ntuk dikonsumsi cenderung berkurang akibat kerusakan alam dan pencemaran lingkungan sekitar 119 juta rakyat indonesia belum memliki asks terhadap air bersih untuk d konsumsi. (WHO, 2011).

Dari penelitian yang di lakukan oleh Fratika et al (2012) dengan judul hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat kelurahan imandi dengan tindakan pemanfaatan puskesmas imandi menentukan hasil : berdasarakan hasil penelitian, di peroleh responden yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas ada 18 responden (19,6%) yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas 74 responden (80,4% dari angka-angka ini menunjukan bahwa sebagian besar masyrakat kelurahan imandi memanfaatkan untuk memilih dukun beranak.

Data menunjukkan bahwa seram bagian barat (SBB) hanya sekitar 35% penduduk sakit yang mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tampaknya cukup banyak penduduk yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan, terbukti 55,4% persalinan terjadi di fasilitas kesehatan dan masih banyak, yaitu 43,2% melahirkan di rumah. Dari jumlah ibu yang melahirkan di rumah, 51,9% ditolong bidan dan masih ada 40,2% ditolong dukun bersalin, Data menunjukkan bahwa setahun sebelum survei, 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan namun masih ada kesenjangan antara pedesaan (72,5%) dan perkotaan (91,4%). Masih tingginya pemanfaatan dukun bersalin serta keinginan masyarakat untuk melahirkan di rumah terkait dengan faktor-faktor sosial budaya. Salah satu sebab mendasar masih tingginya kematian ibu dan anak adalah budaya, selain faktor-faktor yang lain seperti kondisi geografis, penyebaran penduduk atau kondisi sosial ekonomi. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan tradisional seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, sering kali membawa dampak positif atau negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.( Riskesdas Maluku , 2013).

Dusun patinea salah satu dusun di desa kawa kecamatan seram barat kabupaten seram bagian barat. Masyarakat didusun ini cenderung kurang memiliki pengetahuan yang berpengaruh pada perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehar-hari mereka tidak memiliki pengetahuan dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini dapat di lihat dengan adanya kejadian persalinan yang di tangani oleh dukun beranak di bandingkan dengan pertolongan bidan desa. Menurut prawira harjo dalam Andika dkk (2015) kepercayaan masyarakat terhadap ketrampilan dukun beranak berkaitan dengan nilai budaya setempat. Biasanya dukun beranak menolong persalinan tanpa memperhatikan keamanan, kebersihan, dan mekanisme sebagaimana mestinya sehingga dapat terjadi berbagai konplikasi yang berakibat kematian. Proses pelayanan dukun beranak di dusun patinea juga tidak di penuhi standar minimal medis oleh para dukun seperti dengan praktek yang tidak steril dalam memotong tali pusat dengan menggunakan sebilah bambu.

Di samping itu kurangnya faktor pengetahuan dapat dilihat juga pada perilaku masyarakat yang lebih senang mengkonsumsi air hujan tanpa di masak dibandingkan mengkonsumsi air yang di masak. Menurut Reski P.N (2014), Tingginya kadar flour dalam air hujan dapat membahayakan kesehatan tubuh jika tidak dilakukan pengolahan sebelumnya.

Perilaku lain yang menonjol adalah kebiasaan minum kopi yang di lakukan oleh para lansia maupun orang sakit. Menurut Estien Y. (2015) dampak negatif terhadap bahaya menkonsumsi kopi bagi tubuh selain dari kafein, juga dapat menyebabkan pengeluaran asam lambung dan pepsin, selain itu kafein dapat meiritasi saluran cerna sehingga berbahaya jika di minum saat perut masih kosong, demikian juga dapat membahayakan pada pencernaan atau saluran usus.

Page 41: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

38 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu di lakuakan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat didusn patinea desa kawa kecamatan seram barat kabupaten seram bagian barat tahun 2016. METODE PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional bermaksud mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di Dusun Patinea desa kawa kecamatan seram barat kabupaten seram bagian barat. Populasi target dalam penelitian adalah masyarakat yang berada di dusun patinea, dalam hal ini adalah kepala keluarga sehingga di dapatkan jumlah populasi sebanyak 145 kepala keluarga.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan instrumen penelitian kuesioner dan dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kerumah-rumah dengan 145 responden. Setelah pengambilan data dilakukan dan data diperoleh,maka selanjutnya dilakukan pengolaan data yang meliputi beberapa bagian yaitu: editing, coding, dan tabulating. Setelah data diolah, selanjutnya di lakukan analisis data dengan menggunakan uji statistik Chi-square

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi umur responden pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di Dusun Patinea Desa Kawa Kec. Seram Barat Kab Seram Bagian Barat Tahun 2016

No Umur n %

1 2 3 4

20 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 - 60 tahun

40 28 42 35

27.6 19.3 29.0 24.1

Total 145 100.0

Tabel 1 menunjukan bahwa dari 145 responden yang paling banyak berusia 41-50 tahun

yaitu 42 (29,0%) dan paling sedikit berusia 31-40 tahun yaitu 28 (19,3%)

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin responden pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di Dusun Patinea Desa Kawa Kec. Seram Barat Kab Seram Bagian Barat Tahun

2016

No Jenis kelamin n % Ket

1 Laki-Laki 145 100.0

Tabel 2 menunjukan bahwa yang di teliti adalah kepala keluarga sebanyak 145 (100.0).

Tabel 3. Distribusi pendidikan responden pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat

Di Dusun Patinea Desa Kawa Kec. Seram Barat Kab.Seram Bagian Barat Tahun 2016

No pendidikan n % Ket

1 2 3 4

SD SMP SMA S1

102 34 7 2

70.3 23.4 4.8 1.4

Total 145 100.0

Tabel 3 Tabel menunjukan bahwa dari 145 responden yang paling banyak berpendidikan SD

102 responden yaitu (70.3%) dan paling sedikit berpendidikan SMA 7 responden yaitu (4.8%) dan SMP 34 responden yaitu (23.4%), S1 2 (1.4%)

Page 42: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

39 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tabel 4. Distribusi pendidikan responden pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di Dusun Patinea Desa Kawa Kec. Seram Barat Kab. Seram Bagian Barat Tahun 2016

No Pekerjaan N % Ket

1 2 3

PNS Nelayan Petani

1 69 75

.7 47.6 51.7

Total 145 100.0

Tabel 4 menunjukan banyak pekerjaan yaitu petani 75 (51.7%) dan paling sedikit 69 nelayan

(47.6%), PNS 1 (7%)

Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan di Dusun Patinea Desa Kawa Kec. Seram Barat Kab. Seram Bagian Barat Tahun

2016

Pengetahuan n %

baik tidak

12 133

8.3 91.7

total 145 100

Berdasarkan tabel 5 di atas di ketahui bahwa dari 145 responden yang baik

pengetahuannya sebanyak 12 responden dengan persentase (8.3%), sedangkan tidak baik pengetahuannya sebanyak 133 responden dengan persentase (91.7%).

Tabel 6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku masyarakat di Dusun Patinea Desa Kawa Kec. Seram Barat Tahun 2016

Perilaku Frekuensi Persen %

Baik tidak baik

10 135

6.9 93.1

Total 145 100.0

Berdasarkan table 6 di atas di ketahui bahwa dari 145 responden yang baik perilakunya

sebanyak 10 responden dengan presentase (6.9%) sedangkan yang tidak baik perilakunya sebanyak 135 responden dengan persentase (93.1%). Tabel 7. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di Dusun Patinea

Desa Kawa Kec. Seram Barat Kab. Seram Bagian Barat Tahun 2016

Pengetahuan Perilaku Total P-value

baik Tidak baik

n % n % N %

Baik Tidak baik

3 7

30. 70.

9 126

6.7 93.3

12 133

8.3 91.7

0,038

Total 10 100. 135 100. 145 100.

Tabel 7 menunjukan dari 145 responden yang menyatakan bahwa pengetahuan dengan

perilaku yang baik yaitu sebanyak 3 responden (30.0%) responden yang menyatakan tidak baik yaitu 7 responden (100.0%), responden yang menyatakan pengetahuan dengan perilaku tidak baik 126 responden (93.3%) dan yang menyatakan tidak baik pengetahuan dan perilaku sebanyak 9 responden (6.7%). Hasil uji statistik di peroleh nilai p=0.038<p 0.05 hal ini menunjukan bahwa ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa kec. Seram barat kab. Seram bagian barat.

Page 43: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

40 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

PEMBAHASAN Pengetahuan Masyarakat

Hasil analisis univariat di jelaskan bahwa dari 145 responden yang pengetahuannya baik

sebanyak 12 responden dengan prsentase (8.3%) sedangkan yang tidak baik pengetahuannya sebanyak 133 responden dengan presentase (91.7%). Pernyataan in didukung oleh teori yang ditemukan oleh Aulia (2012) menyatakan bahwa pengetahuan dengan perilaku masyarakat yaitu: pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terbentuk setelah seseorang melakukan pengeinderaan terhadap suatu obyek tertentu. Terdapat beberapa tingkatan dari pengetahuan yakni 1. Tahu. Tahu diartikan hanya sebagai memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah

mengamati sesuatu. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dalam dilakukan dalam beberapa hal seperti penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.

4. Analisis. Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah. Salah satu tanda seseorang sudah mencapai tahap ini adalah orang tersebut mampu membedakan, memisahkan, mengelompokkan, atau membuat diagram terhadap suatu obyek.

5. Sintesis. Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Secara lebih sederhana, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi. Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap obyek tertentu. Penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau yang telah ada sebelumnya. Dari hasil penelitian di atas, peneliti berasumsi kepada responden agar mencari informasi

pentinganya pengetahuan dalam diri tentang kesehatan masyarakat dalam berbagai bentuk seperti mendengarkan penyuluhan-penyuluhan kesehatan,serta informasi dari media cetak dan elektronik sehingga dapat mengetahui pentingnya pengetahuan dalam diri tentang kesehatan.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aulia Faris Akbar, pada bulan november tahun 2012 di ponorogo utara kabupaten ponorogo, menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat di kabupaten ponorogo masih tergolong tinggi, dimana saat penelitian didapatkan responden dengan riwayat pengetahuannya kurang mncapai 125 dengan persentase (92.6%) dari 425 responden (Aulia, 2012) Perilaku masyarakat

Hasil analisisis Univariat di jelaskan bahwa, dari 145 responden yang perilakunya baik sebanyak 10 responden dengan persentase (6.5%) sedangkan yang tidak baik perilakunya sebanyak 135 responden dengan persentase (93.1%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Khoirul Mustofa pada tahun 2013 di wilayah Kabupaten sigi Sulawesi Tengah. Penelitian tersebut menyatakan bahwa responden yang perilakunya tidak baik sebanyak 229 responden dengan persentase (60.1%) di bandingakan dengan responden yang perilakunya baik 129 responden dengan persentase (52.1%) dari 358 responden (khoirul, 2013).

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati dari luar Menurut Skinner, perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap suatu rangsangan dari luar. Berdasarkan bentuk respons terhadap stimulus, perilaku dapat dibagi menjadi dua yakni: 1. Perilaku tertutup (covert behavior). Perilaku tertutup terjadi apabila respon dari suatu

stimulus belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Respon seseorang terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap

Page 44: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

41 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

terhadap stimulus tersebut. Bentuk covert behavior yang dapat diamati adalah pengetahuan dan sikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku terbuka terjadi apabila respon terhadap suatu stimulus dapat diamati oleh orang lain. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam suatu tindakan atau praktik yang dapat dengan mudah diamati oleh orang lain. Dari hasil penulisan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahawa ada hubungan

signifikan hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa kec seram barat kab seram bagian barat tahun 2016. Hasil observasi yang saya lakukan bahwa di dusun patinea desa kawa menyatakan pengetahuan dengan perilaku sangat mempengaruhi terhadap kesehatan masyarakat di dusun patinea

Hubungan penelitian ini sanma dengan hasil Menurut Notoadmojo 2010, pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal terdiri dari pendidikan, minat, pengalaman, dan usia. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari ekonomi, kebudayaan, dan kebudayaan.

Adapun perilaku, terdapat banyak teori yang menjelaskan faktor yang mempengaruhi perilaku. Didalam bidang perilaku kesehatan, terdapat 3 teori yang menjadi acuan didalam penelitian mengenai kesehatan di masyarakat yakni teori WHO 2010. Menurut teori Lawrence Green 2011, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Faktor perilaku dipengaruhi oleh 3 hal yakni: 1. Faktor-faktor predisposisi, yakni faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku

seseorang. Faktor-faktor ini terwujud dalam Teori Lawrence Green . 2. Faktor-faktor pendukung, yakni faktor-faktor yang memfasilitasi suatu perilaku. Yang

termasuk kedalam faktor pendukung adalah sarana dan prasarana kesehatan. 3. Faktor-faktor pendorong, yakni faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

suatu perilaku. Faktor-faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi perilaku masyarakat Hubungan tingakat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat.Terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa selain itu, di dapatkan Pvalue 0,038 artinya yang pengetahuannya dengan perilakunya tidak baik (91.7%) dari 133 responden di bandingkan yang baik pengetahuannya dengan perilakunya (8.3%) dari 12 responden.

Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa pada tahun 2016 di peroleh hasil analisis 0.038 nilai tersebut peroleh hasl uji chi-squere yaitu nilai p value =0.005 secara stastik berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa tahun 2016.

Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirul Musthofa (2011), yang meneliti hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di ponerogo utara yang menyatakan bahwa baik tidaknya pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat yang sangat meningkat dan adanya suatu hubungan antara pengetahuan dengan perilaku. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang “hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa kecamatan seram barat kabupaten seram bagian barat tahun 2016” dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tingkat pengetahuan masyarakat di dusun patinea masih tergolong rendah, dengan jumlah

responden an kategori tidak baik pengetahuannya sebanyak 133 responden dengan persentase (91.7%) sedangkan baik perilakunya sebanyak 12 responden dengan presentase (8.3%).

2. Perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea masih tergolong rendah, dimana peneliti di dapatkan jumlah responden yang tidak baik perilakunya sebanyak 135 responden dengan presentase (93.1%) sedangkan yang baik perilakunya sebanyak 10 responden dengan presentase (6.3%).

Page 45: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

42 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat di dusun patinea desa kawa kecamatan seram barat kabupaten seram bagian barat dengan nilai p value = 0.038

Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran

yaitu: 1. Masyarakat di harapkan menambah wawasan pengetahuan dengan cara memperbanyak

mengikuti kegiatan-kegiatan yang bisa menambah wawasan masyarakat agar mengetahui betapa pentingnya pengetahuan dalam diri seperti pengetahuan tentang persalianan yang harus dlakukan oleh tenaga kesehatan, pengetahuan minum kopi di pagi hari,dan pengetahuan hidup bersih dan sehat.

2. Dinas kesehatan SBB diharapkan menambah jadwal kegiatan penyuluhan untuk diadakan di desa-desa atau dusun-dusun tertinggal.

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi atau sumber bacaan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

REFERENSI Azwar, 2012, perilaku pencegahan terhadap penyakit jakarta: media grup Andika, 2015 ibu hamil memilih persalinan ke dukun beranak di desa tanjung kapur. Aulia, 2012. “Pengetahuan dengan perilaku kesehatan masyarakat” (Online) (http//Pdf

pengetahuan dengan perilaku masyarakat.com) Batmanghidj, J. 2012 perilaku di Indonesia, Jakarta: Penerbit UI Depkes Republik indonesia, 2011 pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, jakarta penada

media grup Khoiru M, 2013. http//google..pengetahuan dengan perilaku//com WHO, 2011. Kebiasaan minu air bersih Yogyakarta: Pustaka Pelajar Depkes Republik Indonesia, 2013 perilaku hidup bersih dan sehat PHBS,jakarta media grup Eka sari T, 2013 perilaku PHBS Etnjang, 2012 pengertian tentang masyarakat Estien Y. M.Si, 2015 fakta bahaya tentang kopi, jakarta Akademik analis kesehatan delima

husada gresik Gocman, R, 2011 perilaku kesehatan masyarakat di indonesia, jakarta : penerbit UI Johanes,M 2011 perilaku terhadap lingkungan kesehatan, jakarta media grup. Lansida, B, 2011 pengetahuan masyarakat : jakarta Gadjah Mada University Mubarak, 2012 pengetahuan masyrakat, jakarta media grup Notoatmojo, S 2011 promosi kesehatan ilmu pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

Jakarta: Pernada Media Grup Riskesdes maluku, 2013 perilaku kesehatan masyarakat,: jakarta rineka cipta Reski P. Ningrum, 2014, kebiasaan konsumsi air hujan, makassar unifersitas hasanudin Sarwono, B 2011 pengertian perilaku masyarakat kesehatan,jakarta media grup Wawan, 2010 proosi kesehatan dan pengetahuan masyarakat :BSE (buku sekolah elektronik) WHO, 2013 mengkonsumsi air bersih Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.

Page 46: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

43 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSUD CILACAP TAHUN 2015

Esti Oktaviani Purwasih

(Akper Serulingmas Cilacap)

Sakiyan (Akper Serulingmas Cilacap)

Rachmat Susanto (Akper Serulingmas Cilacap)

Email: [email protected]

ABSTRAK

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002) setelah dua kali pengukuran terpisah (Nuraini, 2015). Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu (Djohan, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh musik religi terhadap penurunan tekanan darah. Desain penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimental Design dengan rancangan Pre test-Post test Kontrol Group Design. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling berjumlah 60 responden, terbagi dalam kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil uji komparatif menggunakan Paired t-Test pada kelompok intervensi maupun kontrol menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan tekanan sistolik pre dan post intervensi dengan p value =0,000 (p value < 0,05). Sedangkan tekanan diastolik pada kelomp ok intervensi menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan pre dan post intervensi dengan p value =0,001 (p value < 0,05). Pada kelompok kontrol menunjukkan ada perbedaan yang cukup signifikan tekanan diastolik pre dan post intervensi dengan p value = 0,005 (p value < 0,05). Hal ini berarti ada pengaruh yang sangat signifikan pemberian terapi musik terhadap penurunan tekanan darah. Kata kunci: Hipertensi, Terapi Musik PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002) setelah dua kali pengukuran terpisah (Nuraini, 2015). Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Nuraini, 2015).

Gambaran prevalensi hipertensi di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi (Riskesdas, 2013).

Djohan (2003) menjelaskan jika musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi, seperti lagu-lagu relaksasi, lagu popular, maupun lagu atau musik klasik. Akan tetapi, yang paling dianjurkan adalah musik atau lagu dengan tempo sekitar 60 ketukan per menit yang bersifat rileks. Tidak terkecuali dengan jenis musik yang bernuansa Islami, religi atau rohani (Aizid, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utomo dan Santoso (2014) tentang studi pengembangan terapi musik Islami sebagai relaksasi untuk Lansia, menyimpulkan bahwa hasil akhir penghitungan angket peserta terapi musik Islami sebagai relaksasi untuk lansia berjumlah 80, 94% (sangat efektif). Hasil penelitian Suherly, dkk (2012) tentang perbedaan tekanan darah pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik menunjukkan ada perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik (p value = 0,000). Penelitian yang dilakukan Diyono dan Mawarni (2015) juga menunjukkan ada pengaruh terapi musik terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.

Page 47: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

44 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Hasil studi pendahuluan pada bulan September 2015, didapatkan data jumlah pasien hipertensi di ruang rawat inap RSUD Cilacap dari bulan Juni sampai Agustus 2015 berjumlah 42 pasien. Pasien berjenis kelamin laki-laki berjumlah 20 orang, sedangkan pasien perempuan berjumlah 22 orang dengan kisaran usia 8-84 tahun. Di RSUD Cilacap belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh terapi musik religi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik Religi terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Cilacap”.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimental Design dengan rancangan Pre test-Post test Kontrol Group Design (Dharma, 2011). Penelitian ini bermaksud untuk membandingkan antara tekanan darah pasien hipertensi terhadap pemberian hanya captopril 5 mg pada kelompok kontrol dengan pemberian terapi musik religi dan captopril 5 mg pada kelompok intervensi.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam. Sampel penelitian ini menggunakan pasien yang berada di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Cilacap dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil secara purposive sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi: 1) Mampu mendengar dengan baik 2) Pasien hipertensi 3) Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini meliputi: 1) Pasien tuli 2) Mengalami penurunan kesadaran 3) Tidak bersedia 4) Tidak menyukai musik religi

Instrumen Penelitian

Pengumpulan data penelitian menggunakan 5 jenis alat, yaitu mp3 Bimbo berjudul “Tuhan”, headphone, tensimeter, stetoskop dan kuesioner.

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data

Semua pasien yang telah dipilih menjadi responden dan memasuki kriteria inklusi dibagi dalam dua kelompok. Kelompok eksperimen (A) adalah kelompok yang diberi terapi musik religi dan obat captopril 5 mg. Kelompok kontrol diberi inisial B adalah kelompok pasien hipertensi yang hanya diberikan obat captopril 5 mg. Responden diberi informed consent bila responden setuju maka dilanjutkan pada tahap pengukuran tekanan darah dengan menggunakan skala numeric sebelum diberi obat captopril. Satu jam setelah diberikan captopril pada kelompok intervensi dilakukan terapi musik religi dan diukur tekanan darahnya, sedangkan pada kelompok kontrol satu jam setelah diberikan captopril langsung diukur tekanan darahnya.

Analisis digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi musik religi pada penurunan tekanan darah pasien hipertensi. Analisis yang digunakan Paired T test untuk kelompok berpasangan. Disimpulkan adanya pengaruh/perbedaan jika p value < 0.05 dan tidak ada perbedaan jika p value < 0.05 (Dahlan, 2011).

HASIL PENELITIAN

Hasil analisis data responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 60 % dan laki-laki sebanyak 40%. Sebanyak 31,7% responden yang berumur 36-45 tahun dan 68,3% responden berumur 46-60 tahun. Responden yang bekerja sebagai petani sebanyak 58,3,7 %, ibu rumah tangga 21,7,7 %, swasta 18,3%, dan buruh 1,7%. Status pendidikan responden yaitu sebanyak 67% SD, SMP 20%, dan SMA 10 %, dan tidak sekolah 2,5%.

Page 48: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

45 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

1) Tekanan darah sistolik a) Sebelum intervensi dan setelah intervensi pada kelompok kontrol

Tabel 1. Distribusi berdasarkan tekanan sistolik kelompok kontrol (n=60)

Sistolik Pre Post

Jml % Jml %

Normal Ringan

- 12

- 40

1 28

3,3 93,3

Sedang 17 56,7 1 3,3 Berat 1 3,3 - -

Tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi didapatkan 40% ringan, 56,7 berat, dan 3,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 3,3% normal, 93,4% ringan dan 3,3% sedang.

b) Sebelum intervensi dan setelah intervensi pada kelompok intervensi

Tabel 2. Distribusi tekanan sistolik kelompok intervensi (n=60)

Sistolik Pre Post

Jml % Jml %

Normal Ringan

- 13

- 43,3

28 2

93,3 6,7

Sedang 16 53,3 - - Berat 1 3,3 - -

Tekanan sistolik pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi didapatkan 43,3% ringan, 53,3% Sedang dan 3,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 93,3% normal dan 6,7% ringan.

2) Tekanan darah diastolik a) Sebelum intervensi dan setelah intervensi pada kelompok kontrol

Tabel 3. Distribusi tekanan diastolik kelompok kontrol (n=60)

Diastolik Pre Post

Jml % Jml %

Normal Ringan

- 1

- 3,3

3 -

10 -

Sedang 4 13,3 - - Berat 25 83,3 27 90

Tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi didapatkan 3,3% ringan, 13,3% sedang dan 83,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 10% normal dan 90% berat.

b) Sebelum intervensi dan setelah intervensi pada kelompok intervensi

Tabel 4. Distribusi tekanan diastolik pada kelompok intervensi (n=60)

Diastolik Pre Post

Jml % Jml %

Normal Ringan

- -

- -

30 -

100 -

Sedang 9 30 - - Berat 21 70 - -

Page 49: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

46 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tekanan diastolik pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi didapatkan 30% Sedang dan 70% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 100% normal.

Hasil uji normalitas untuk variabel tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi

menggunakan Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai p value > 0,05. Hasil menunjukkan data terdistribusi dengan normal.

Tabel 5. Uji komparatif variabel tekanan darah sistolik (n=60)

Korelasi Jumlah Korelasi Sig.

Intervensi 30 0,971 0,000

Kontrol 30 0,968 0,000

Hasil uji kormparatif menggunakan Paired t Test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan dengan p value < 0,05 yaitu sebesar 0,000.

Tabel 6. Uji komparatif variabel tekanan darah diastolik (n=60)

Korelasi Jumlah Korelasi Sig.

Intervensi 30 0,573 0,005

Kontrol 30 0,498 0,001

Hasil uji kormparatif menggunakan paired t Test pada kelompok intervensi menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan dengan p value < 0,05 yaitu sebesar 0,001. Pada kelompok kontrol juga menunjukkan ada perbedaan yang cukup signifikan dengan p value < 0,05 yaitu sebesar 0,005.

PEMBAHASAN

Jumlah tertinggi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yaitu responden perempuan sebanyak 60 %. Sedangkan jumlah responden laki-laki sebanyak 40 %. Susanto (2012) dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang sama yaitu jumlah responden tertinggi berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan 61,8%, sedangkan laki-laki 38,2%. Winarto (2011) penelitiannya juga menunjukkan hasil yang sama yaitu jumlah responden tertinggi berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan 65,8%, sedangkan laki-laki 34,2%. Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin tahun 2007 maupun 2013 prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Tisna (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak (56.5%) dibandingkan laki-laki (43,5%).

Jumlah reponden berdasarkan umur pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol didapatkan responden yang berumur 36-45 tahun sebanyak 31,7 % dan umur 46-60 tahun sebanyak 68,3%. Susanto (2012) dalam penelitiannya didapatkan bahwa hasil estimasi interval 95% rata-rata umur pasien hipertensi pada kelompok intervensi adalah diantara 46,05 sampai 50,13 tahun. Hasil estimasi interval 95% rata-rata umur pasien hipertensi pada kelompok kontrol adalah diantara 45,55 sampai 49,39 tahun. Agrina, dkk (2011) dalam penelitiannya didapatkan responden yang mengalami hipertensi berumur 40-50 tahun sebesar 45% dan responden yang berumur 51-65 tahun sebesar 55%. 1) Pekerjaan

Jumlah tertinggi responden berdasarkan data pekerjaan pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol yaitu bekerja sebagai petani sebanyak 58,3% dan terendah bekerja sebagai buruh 1,7%. Tisna (2009) dalam penelitiannya menunjukkan reponden yang bekerja sebanyak 36% sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 60,9 %. Namun dalam penelitiannya tidak disebutkan jenis pekerjaannya karena responden dibagi ke dalam kelompok bekerja dan tidak bekerja.

2) Pendidikan Jumlah tertinggi responden berdasarkan status pendidikan pada kelompok intervensi yaitu responden yang berpendidikan SD sebanyak 67,5% dan terendah tidak sekolah sebesar 2,5%. Susanto (2012) dalam penelitiannya menunjukkan jumlah tertinggi responden berdasarkan status pendidikan pada kelompok intervensi yaitu responden berpendidikan SD

Page 50: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

47 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

sebanyak 48,5%. Berbeda dengan Agrina, dkk (2012) dalam penelitiannya didapatkan jumlah tertinggi responden berdasarkan status pendidikan yaitu SLTA 36,7 %.

3) Tekanan darah sebelum intervensi dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol a) Tekanan Sistolik

Tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi didapatkan 40% ringan, 56,7% sedang dan 3,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 3,3% normal, 93,3% ringan, dan 3,3% sedang. Hal ini menunjukkan ada perbedaan sebelum dilakukan intervensi dan sesudah intervensi. Sedangkan tekanan sistolik pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi didapatkan 43,3% ringan, 53,3% sedang dan 3,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 93,3% normal dan 6,7% ringan. Hal ini menunjukkan ada perbedaan sebelum dilakukan intervensi dan sesudah intervensi. Manfaat terapi musik (Djohan, 2013) yaitu menurunkan tekanan darah dan mengubah persepsi waktu. Rihiantoro, dkk (2008) dalam hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh terapi musik terhadap status hemodinamika pasien koma yaitu MAP (p value = 0,031), frekuensi jantung (p value = 0,015) dan frekuensi napas (p value = 0,000). Hasil penelitian Tangahu, dkk (2015) juga menunjukan adanya pengaruh terapi music klasi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia (p value = 0,001).

b) Tekanan Diastolik Tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi didapatkan 3,3% ringan, 13,3% sedang dan 83,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 10% normal dan 90% berat. Hal ini menunjukkan ada perbedaan sebelum dilakukan intervensi dan sesudah intervensi. Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi didapatkan 30% sedang dan 70% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan responden 100% normal. Hal ini menunjukkan ada perbedaan sebelum dilakukan intervensi dan sesudah intervensi. Hasil penelitian Purbashinta (2014) menunjukan adanya pengaruh terapi musik terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi (p value = 0,000). Penelitian yang dilakukan Nafilasari (2013) juga menunjukkan adanya perbedaan tekanan darah pada lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik instrumental (p value < 0,05).

4) Perbedaan tekanan darah kelompok intervensi dan kelompok kontrol Hasil uji komparatif menggunakan Paired t-Test pada kelompok intervensi maupun kontrol menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan tekanan sistolik pre dan post intervensi dengan p value =0,000 (p value < 0,05). Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok intervensi menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan pre dan post intervensi dengan p value =0,001 (p value < 0,05). Pada kelompok kontrol menunjukkan ada perbedaan yang cukup signifikan tekanan diastolik pre dan post intervensi dengan p value = 0,005 (p value < 0,05). Dahlan (2011) menyimpulkan adanya pengaruh / perbedaan jika p value < 0.05). Hasil penelitian Suherly, dkk (2012) menunjukkan ada perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien sebelum dan sesudah pemberian terapi music klasik (p value = 0,000). Penelitian yang dilakukan Diyono dan Mawarni (2015) juga menunjukkan ada pengaruh terapi musik terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Rangsangan musik mengaktivasi jalur-jalur spesifik di dalam beberapa area otak, seperti sistem Limbik yang berhubungan dengan perilaku emosional. Dengan mendengarkan musik , sistem Limbik ini teraktivasi dan individu menjadi rileks. Saat keadaan rileks inilah tekanan darah menurun. Selain itu pula alunan musik dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul yang disebut nitric oxide (NO). Molekul ini bekerja pada tonus pembuluh darah sehingga dapat mengurangi tekanan darah (Tim Terapi Musik, 2011).

KESIMPULAN Kesimpulan 1) Jumlah responden penderita hipertensi di bangsal penyakit dalam RSUD Cilacap bulan

Oktober-November 2015 sebanyak 60 responden, dengan karakeristik: 61,8% berjenis kelamin perempuan, 68,3% responden berumur 46-60 tahun, 58,3% bekerja sebagai petani, dan 67,5% berpendidikan SD.

2) Tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi didapatkan 40% ringan, 56,7% sedang dan 3,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 3,3%

Page 51: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

48 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

normal, 93,3% ringan, dan 3,3% sedang. Tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi didapatkan 3,3% ringan, 13,3% sedang dan 83,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 10% normal dan 90% berat.

3) Tekanan sistolik pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi didapatkan 43,3% ringan, 53,3% sedang dan 3,3% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan 93,3% normal dan 6,7% ringan. Tekanan diastolik pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi didapatkan 30% sedang dan 70% berat. Setelah dilakukan intervensi didapatkan responden 100% normal.

4) Hasil uji komparatif menggunakan Paired t-Test pada kelompok intervensi maupun kontrol menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan tekanan sistolik pre dan post intervensi dengan p value =0,000 (p value < 0,05). Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok intervensi menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan pre dan post intervensi dengan p value =0,001 (p value < 0,05). Pada kelompok kontrol menunjukkan ada perbedaan yang cukup signifikan tekanan diastolik pre dan post intervensi dengan p value = 0,005 (p value < 0,05).

Saran 1) Pasien

Sebaiknya mendengarkan terapi musik religi sebagai tambahan terapi untuk menurunkan tekanan darah.

2) Perawat Sebaiknya perawat dapat memberikan pengetahuan tentang manfaat terapi musik religi dan memberikan terapi musik religi terhadap pasien hipertensi.

3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sebaiknya mengembangkan penelitian tentang pengembangan terapi musik religi pada penyakit lain, seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, dan stroke.

REFERENSI Agrina, dkk. (2011). Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi dalam Pemenuhan Diet Lansia.

ISSN 1907, Volume 6, No. 1, April 2011. Aizid, Rizem. (2011). Sehat Dan Cerdas Dengan Terapi Musik. Yogyakarta: Laksana. Dahlan, M. Sopiyudin. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba

Medika. Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Diyono & Mawarni, Putri. (2015). Efek Terapi Musik untuk Menurunkan Tekanan Darah pada

Pasien Hipertensi di Desa Taraman Sragen Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Kesehatan Kosala, Vol. 3, No.2 Tahun 2015.

Djohan. (2003). Psikologi Musik. Yogyakarta: Best Publisher. Nafilasari, Mike Yevie. (2013). Perbedaan Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi Sebelum dan

Sesudah diberikan Terapi Musik Instrumental di Panti Wreda Pengayoman PELKRISS Kota Semarang. Skripsi: Stikes

Nuraini, Bianti. (2015). Artikel Review Risk Factors of Hipertension.J MAJORITY, Volume 4 Nomer 5, Februari 2015.

Rihiantoro, Tori; dkk. (2008). Pengaruh Terapi Musik terhadap Status Hemodinamika pada Pasien Koma di Ruang ICU di Sebuah Rumah Sakit di Lampung. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 2, Juli 2008.

Riskesdas. (2013). Infodatin Hipertensi. Diakses tanggal 5 September 2015 dari http://www.depkes.go.id/

Smeltzer S dan Bare B. (2002). Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Volume 2. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran Indonesia EGC.

Suherly, Muhammad, dkk. (2012). Perbedaan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Musik Klasik di RSUD Tugurejo Semarang.diakses tanggal 5 September 2015 dari http://www.e-jurnal.com

Susanto, Rachmat. (2012). Pengaruh Paparan Warna terhadap Retensi Short Term Memory pasien Hipertensi Primer. Tesis: Universitas Indonesia.

Page 52: VOLUME 1 NOMOR 1 Halaman 1-49

MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN, Volume 1 Nomor 1, Desember 2016 ----------------- ISSN 2548-7221

49 MEDIA BERBAGI KEPERAWATAN - http://www.journal.akperserulingmas.ac.id/ojs/index.php/mbk

Tangahu, Ade Lastia, dkk. (2015). Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan tekanan Darah pada Pasien Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kabupaten Bone Bolango. Skripsi: Universitas Negeri Gorontalo.

Tim Terapi Musik. (2011). Terapi Musik untuk Melancarkan Peredaran Darah. Diakses tanggal 5 September 2015 dari http://www.terapimusik.com

Tisna, Nandang. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat Antihipertensi di Puskesmas Pamulang kota Tangerang Selatan Propnsi Banten Tahun 2009. Skripsi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Utomo, Ayad Wahyu dan Santoso, Agus. (2014). Studi Pengembangan Terapi Musik Islami Sebagai Relaksasi Untuk Lansi. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 2014, 3.1: 62-75.

Winarto, Eko; Yetti, Krisna; dan Mustikasari. (2011). Penurunan Tekanan Darah Pada Klien Hipertensi Primer Melalui Terapi Hypnosis. Jurnal Keperawatan Indonesia, 2011, 14.1.