vol 9_no 1_(2015)_optimalisasi nilai tambah bahanmaterial dan limbah industri dalam negeri

Upload: rosti-omairah

Post on 07-Jul-2018

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    1/48

    Kinerja Pengering Surya Sistem Integrasi ... (Farel H. Napitupulu, dkk)

    KINERJA PENGERING SURYA SISTEM INTEGRASIMENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR-BERSIRIP DANABSORBEN  TERMOKIMIA UNTUK PENGERINGAN KAKAO

    PERFORMANCE OF SOLAR DRYER ’S  INTEGRATED SYSTEM USING

    FLAT PLA TE-FINNED COLLECTOR AND THERMOCHEMICAL-ABSORBENT

    FOR COCOA BEAN DRYING

    Farel H. Napitupulu1, Himsar Ambarita1, dan Sari Farah Dina2 1Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara,

    Jl. Almamater, Medan – Indonesia2Baristand Industri Medan, Kementerian Perindustrian,

    Jl. Sisingamangaraja No. 24 Medan – Indonesia

    e-mail: [email protected]: 27/11/2014, direvisi: 27/03/2015, disetujui: 06/04/2015

    ABSTRACT

    Research on solar energy integration dryer using a flat plate-finned collector type and thermochemical absorbentto dry-fermented cocoa beans have been done. Installation of fins on the collector increased surface area ofabsorber and absorbed more solar energy. Drying was continued during the night using absorbent thereforeshorten the drying time. Drying of fermented cocoa beans with initial moisture content of 62.6% was carried out in18-19 June 2014 and final moisture content reached 7,6%. Solar energy during daytime was conducted at 08:30- 16:00 WIB, followed by thermochemical energy using CaCl 2  salt asabsorbent at 16:00 - 08:30 WIB the nextday. Drying was discontinued when a constant weight wasachieved. Evaluation was conducted on the ambient

    condition and potential radiation, thermal efficiency of solar collectors, the effectiveness of absorbent, and dryingkinetics model. The results showed, the weather conditions recorded during the day is in the range of airtemperature 29-38°C; relative humidity (RH) of 41-81% and solar radiation of 111-969 Watt/m

    2 . The thermal

    efficiency of solar collectors with flat plate-finned improved the average thermal efficiency of 62% compared withthe average thermal efficiency of solar collector without fins conducted the yearbefore of wich was 37%. Dryingeffectiveness was expressed as evaporation rate of water out of the cocoa bean. Solar energy evaporated waterby 80% and the rest issued during the evenings with absorbent. Drying kinetics model is exponential, its dryingtime shorter than a solar dryer type of flat plate collectors without fins.

    Keywords: solar dryers, thermochemical, flat plate-finned collector, performance

    ABSTRAK

    Penelitian tentang pengering integrasi energi surya menggunakan kolektor tipe plat datar bersirip dan termokimia

    untuk mengeringkan biji kakao-fermentasi telah dilakukan. Pemasangan sirip pada kolektor menambah luaspermukaan absorber dan meningkatkan energi surya yang diserap. Pengeringan dilanjutkan malam harimenggunakan absorben  dan dapat mempersingkat waktu pengeringan. Pengeringan biji kakao-fermentasidengan kadar air awal rata-rata 62,6% dilakukan pada 18-19 Juni 2014 hingga mencapai kadar air 7,6%. Energisurya dilakukan selama siang hari pukul 08:30-16:00 WIB, dilanjutkan dengan energi termokimia menggunakanabsorben  berupa garam CaCl2  pada malam hari pukul 16:00-08:30 WIB keesokan harinya. Pengeringandihentikan pada saat dicapai berat konstan. Evaluasi terhadap kondisi dan potensi radiasi, efisiensi termalkolektor surya, efektifitas absorben, dan model kinetika pengeringan. Hasil menunjukkan bahwa selama proses

    pengeringan berlangsung, kondisi cuaca siang hari dicatat berada pada temperatur udara 29  –  38 C;kelembaban relatif (RH) 41 –81 % dan intensitas radiasi 111 –969Watt/m

    2. Efisiensi termal kolektor surya dengan

    pemasangan sirip pada plat absorber dapat meningkatkan efisiensi termal rata-rata sebesar 62%, sedangkanefisiensi termal rata-rata kolektor surya tanpa sirip yang dilakukan tahun sebelumnya adalah 37%. Efektifitaspengeringan dianalogikan terhadap laju pengurangan kadar air. Energi surya menguapkan air dari dalam bijikakao sebesar 80%, sisanya diuapkan pada malam hari menggunakan absorben. Model kinetika pengeringan

    adalah eksponensial dan waktu pengeringan lebih singkat dibanding pengering surya tipe kolektor plat datartanpa sirip.

    Kata kunci: pengering surya, termokimia, kolektor surya tipe plat datar-bersirip, performansi

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    2/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 1 – 11

    PENDAHULUAN

    Metode pengeringan biji kakaoumumnya menggunakan energi surya danbuatan atau menggunakan udara panasyang digerakkan (forced air drying ). Sesuaipertimbangan nilai ekonomis dan kondisicuaca. Pengeringan biji kakao dengan carapenjemuran langsung masih terusberlangsung hingga saat ini. Carakonvensional ini memiliki kelemahan yaitukontaminasi produk akibat hujan, angin, uapair dan debu; penurunan mutu akibatdekomposisi, serangga dan jamur. Prosespengeringan dengan penjemuran langsung

    memerlukan tenaga kerja intensif, waktulebih lama dan memerlukan lahan lebih luas(Athul Sharma, at el.  2009). Selain sangatbergantung pada kestabilan kondisi cuaca,penjemuran langsung memerlukan waktupengeringan lebih lama yakni 4  –  5 hari(Fagunwa A.O., at el. 2009).

    Pengendalian terhadap kondisitemperatur dan kelembaban dapatmembantu pengeringan berjalan cepatuntuk mencapai kadar air aman. Olehkarena itu laju pengeringan merupakan

    faktor kritis terhadap mutu akhir biji kakao.Laju pengeringan yang terlalu cepatmenghasilkan kadar asam berlebih denganpengerasan kulit. Laju pengeringan yangterlalu lambat berpengaruh terhadap lajupertumbuhan jamur dan juga biaya (Hii C.L.,at el.  2009). Pengeringan buatanmenggunakan udara panas pada 60, 70 dan80 oC di dalam ruang pengering dengankecepatan udara hanya diakibatkan olehkonveksi alamiah yang diklaim sebesar 0,01m/s. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

    pengeringan dengan temperatur udarapengering 60oC adalah yang terbaik (HiiC.L., at el. 2009).

    Selain itu kualitas kakao terbaikdiperoleh pula dengan cara pengeringansinar matahari secara tidak langsung(Bonaparte A., at el. 1998). 

    Suhu di Indonesia berkisarantara 26 – 35ºC dan bila saat cuaca cerah akandisinari matahari selama 11-12 jam. Potensienergi surya rata-rata adalah 16 MJ/hari.Potensi energi terbarukan ini dapatdimanfaatkan untuk proses pengeringan.Salah satu jenis pengering surya yangbanyak digunakan untuk mengeringkan

    hasil-hasil pertanian adalah pengering suryatipe kolektor plat datar terbuat dari materialdengan konduktivitas termal tinggi. Tipe inidirancang untuk aplikasi yang memerlukanenergi panas pada temperatur di bawah100°C.

    Meskipun energi surya dapatdipandang sebagai energi yang bersih danramah lingkungan namun bersifat tidakkontinu. Hal tersebut dapat diantisipasidengan cara melanjutkan prosespengeringan pada malam hari,menggunakan bahan kimia adsorben,absorben  atau bahan-bahan kimiapenyimpan panas ( phase change material’s

    = PCM’s) (Lalit M. Bal, at el.  2010). Selainitu PCM’s  dapat mencegah terjadinyareabsorpsi uap air di udara ke bahan yangdikeringkan.

    Pengeringan kakao-fermentasi secarakontinu menggunakan pengering surya tipekolektor plat datar dan termokimia telahdilakukan (Dina S.F 2014). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa efisiensi termalkolektor surya plat datar berkisar antara 27-58% dan waktu pengeringan 30 jam. Untukmeningkatkan efisiensi termal ini dapat

    dilakukan dengan cara memperpaiki sistemisolasi atau meningkatkan luas permukaanplat absorber  yaitudengan menambah sirip.

    Sirip adalah peralatan tambahan yangdigunakan untuk meningkatkan kinerjasuatu peralatan penukar panas. Padadasarnya penggunaan sirip bertujuanmenambah luas bidang perpindahan panasdengan bahan yang mempunyaikonduktivitas yang baik sehingga dapatmenyimpan energi termal lebih banyak.Pengeringan kakao-fermentasi secara

    kontinu menggunakan pengering surya tipekolektor plat datar bersirip terintegrasidengan absorben  belum pernah dilakukansebelumnya

    Tujuan penelitian ini adalahmelakukan evaluasi kinerja pengering suryatipe kolektor plat datar-bersirip yang diintegrasikan dengan absorben  termokimiauntuk mengeringkan biji kakao. Evaluasiyang dilakukan meliputi potensi intensitasradiasi sebagai sumber energi termalkolektor surya selama proses pengeringanberlangsung, unjuk kerja pengering suryatipe kolektor plat datar-bersirip, efektifitaspengeringan kakao menggunakan sistem

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    3/48

    Kinerja Pengering Surya Sistem Integrasi ... (Farel H. Napitupulu, dkk)

    integrasi energi surya dan termokimiaabsorben serta mendapatkan model kinetikapengeringan biji kakao-fermentasi.

    METODE

    Bahan

    Buah kakao jenis kakao lindak (bulkcocoa) yang digunakan berasaldari petanikakao di kabupaten Tanah Karo propinsiSumatera Utara, difermentasi selama 5 harididalam kotak Styrofoam (Dina S.F 2014).

    Setelah direndam dan dicuci,   100gr bijikakao ditimbang dan dikeringkan. Bahan

    absorben  CaCl2 teknis ditimbang seberat1000 gr.

    Prosedur Percobaan

    Pengeringan biji kakao sistemintegrasi dilakukan pada tanggal 18 dan 19Juni 2014 dengan memanfaatkan energitermal matahari dari jam 8.30 –16.00 WIB.Posisi pengering dan kolektor suryaterhadap arah peredaran matahari dapatdilihat pada Gambar 1a. Pada pengeringan

    malam hari dari jam 16.00 –8.30 WIB bahantermokimia absorben  ditempatkan dibawahrak biji kakao seperti terlihat pada Gambar1.b. Demikian seterusnya sikluspengeringan dilanjutkan keesokan harinyahingga dicapai kondisi setimbang yaknitidak ada lagi penurunan berat sampel.Sebagai pembanding dilakukan jugapengeringan dengan cara penjemuranlangsung. Penurunan berat selamapengeringan berlangsung di timbangmenggunakan weight data logger   yang

    terhubung dengan komputer.Potensi energi surya diperoleh melalui

    pengukuran keadaan cuaca yang meliputi:intensitas radiasi ( pyranometer ), kecepatanangin (wind velocity sensor ) temperaturudara (ambient measurement apparatus)dan kelembaban (Tand RH smart sensor ).Keseluruhan alat ini dihubungkan denganHOBO Micro Station Data Logger .

    Unjuk Kerja Kolektor Surya Tipe PlatDatar Bersirip

    Nilai unjuk kerja kolektor suryaditentukan dengan cara menghitung

    efisiensi termalnya. Pengukuran temperaturdimulai dengan menghubungkan kabel-kabel termo kopel yang terhubung ke agilent  dan ditempelkan ke permukaan kayu, ruangkolektor, permukaan kaca, lingkungansekitar plat absorber , dan ruang pengering(Gambar 2). Data temperatur dicatat setiapmenit dan untuk perhitungan diambil nilairata-rata setiap 15 menit dengan interval  waktu perekaman yang dapat disesuaikan.Untuk mencatat data perubahan massa darisampel dipasang load cell di dalam ruangpengering, yang dihubungkan ke laptop menggunakan kabel data USB. Semua datatemperatur dan massa direkam selama

    proses pengeringan berlangsung danhasilnya disimpan dalam bentuk Microsoft  excel .

    Kolektor surya terdiri dari lapisankayu, styrofoam, rockwool   dan plat sengmemiliki panjang 2 meter dan lebar sertatebal sesuai Gambar 3. Dimensi inidigunakan untuk menentukan luas profilkehilangan panas pada setiap sisi.

    Kehilangan panas keseluruhandihitung berdasarkan besarnya totalkehilangan panas konveksi melalui udara

    lingkungan terhadap permukaan kayu,kehilangan panas konveksi melalui udara didalam kolektor terhadap permukaan plat,kehilangan panas pada sisi alas dan sisiatas dan kehilangan panas radiasi.

    Kehilangan panas pada sisi dinding-dinding dan sisi bawah/alas masing-masingdihitung menggunakan persamaan:

    Qdd  = Udd . A (Tp− Tu)..……….………(1) Qb = Ub . A (Tp− Tu).....……….………(2) 

    1

    Udd=

      1

    Aky .h l+

      tb ky

    Aky .k ky ..+

      tbsf 

    Asf ..k sf +

    tb rw

    Arw .k rw+

      tb p

    Ap .k p+

      1

    Ap .hd .….....................(3)

    1

    Ub=

      1

    Aky .h l+

      tbky

    Aky .k ky ..+

      tb sf 

    Asf ..k sf +

      tb rw

    Arw .k rw+

    tb p

    Ap .k p+

      1

    Ap .h . . .…................................(4)

    Untuk mendapatkan nilai koefisienkonveksi permukaan luar, permukaan dalamyakni hl dan hd  ,maka diselesaikan denganmenentukan bilangan Grashof, Rayleigh,

    Prandtl dan Nusselt (Yunus, A. Cengel.2003). Kehilangan panas pada sisi atasdihitung menggunakan persamaan:

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    4/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 1 – 11

    Qa  = Ua. A (Tp− Tu)…….………….…(5) Ua=   N

    C

    Tp 

    Tp −Tu N +f 

    e +

      1

    hw  

    −1+

    σTp+TuTp 2+Tu2 p +0.00591Nhw −1+ 2N+f −1+0.1333pkc

    −N …….(6)

    Kehilangan panas radiasi dihitungmenggunakan persamaan:

    Qrad   =

     A.σ .(Tp

    4− Tkc4 ) 1

    εp+

      1

    εkc−1+   1

    εkc+

      1

    εkc−1................….……(7) 

    Qloss=2 x Qdd + Qa + Qb + Qrad......(8)

    Jumlah energi surya yang diterimaselama siang hari melalui kolektor suryadihitung menggunakan persamaan:

    Qsurya   = F′ .(I.A. τ. α) − Qloss ………(9) 

    Nilai efisiensi termal kolektor suryadihitung menggunakan persamaan:

    …..(10)

    Efektifitas Pengeringan

    Efektifitas pengeringan pada sianghari dilakukan menggunakan energi termalsurya yang ditetapkan untuk melihatpengaruh intensitas radiasi terhadap lajupenguapan. Jumlah air teruapkan dapatdiketahui dari data penurunan berat sampelyang dikeringkan dari t = 0 detik hinggadicapai berat konstan.

    Efektifitas absorben  dapat diukur dariabsorpsinya dengan menimbangpertambahan berat dari absorben  setelahsiklus pengeringan pada malam hariberlangsung. Sebagai pembandingdilakukan pengeringan sistem penjemuranlangsung.

    Kinetika Pengeringan

    Profil laju pengeringan kakao secaranormal ditentukan dengan melewatkanudara yang dipanaskan melalui suatulapisan tunggal dari bahan dan mengukurperubahan kadar air dan waktu hingga

    tercapai kondisi kesetimbangan. Kurvapengeringan yang dibuat dengan mem-plotkankadar air dan waktu, digunakan untukmenggambarkan kehilangan airbahanselama proses pengeringan.

    Rasio kadar air (MR) digunakansebagai variabel fungsi yang berkaitandengan kadar air awal (Mi), kadar airsetimbang (Me) dan kadar air pada waktuaktual (Mt).

    ( )eqieqt

    M -M

    M -M

    =MR ……………………(11) 

    Untuk pengeringan yang memerlukan waktupanjang, nilai Me  relatif kecil dibanding Mtatau Mi  (Clement A. D., et al. 2009), makapersamaan 11 disederhanakan menjadi:

    MR = Mt/Mi…………………...…..(12)

     

    a bGambar 1. Pengering Sistem Integrasi: (a) energi surya pada siang hari dan

    (b) termokimia –absorben pada malam hari

    Pengering

    surya tipe

    kolektor

    Plat datar-

    dengan 7

    buah sirip

    ƞ= (^′.. .α−()))/(. ) 

    U

    S

    T B

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    5/48

    Kinerja Pengering Surya Sistem Integrasi ... (Farel H. Napitupulu, dkk)

    Gambar 2.Diagram Pengambilan Data Temperatur, Berat dan Intensitas Radiasi

    Keterangan:1. Temperatur Permukaan Kayu (T1)

    2. Temperatur Ruang Kolektor (T2) 3. Temperatur Permukaan Kaca (T3) 4. Temperatur Lingkungan Sekitar (T4) 5. Temperatur Permukaan Plat (T5) 6. Temperatur Ruang Pengering (T6)

    Gambar 3. Profil Rancangan Kolektor Surya

    T6

    Q ddQ dd

    Q b

    Q rad Q a

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    6/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 1 – 11

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Humiditas Relatif, TemperaturLingkungan dan Potensi Radiasi Surya

    Proses pengeringan pada siang haridipengaruhi oleh nilai intensitas radiasi yangditerima oleh kolektor surya sehinggamenentukan kenaikan temperatur mediapengering (udara) yang memasuki ruangpengering. Makin tinggi intensitas radiasi,temperatur udara pengering yang memasukikotak pengering akan makin tinggi.

    Dari hasil pengukuran Intensitas

    radiasi matahari diperoleh data intensitasradiasi matahari, kecepatan angin,temperatur, dan RH. Data intensitas radiasimatahari yang telah dirata-ratakan per 30menit pada tanggal 18 dan 19 Juni 2014disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

    Gambar 4. Humiditas Relatif, Temperatur

    Lingkungan dan PotensiRadiasiSurya 18 Juni 2014

    Dari Gambar 4 dan Gambar 5 dapatdilihat bahwa temperatur lingkungan selama

    pengukuran berkisar antara 29 – 38C.Pada daerah beriklim tropis seperti

    Indonesia, humiditas udara umumnyasangat tinggi sehingga operasi pengeringan

    pada suhudibawah 100 C mempunyaidrying rate yang rendah. Hal ini memberikandampak proses pengeringan akan

    memakan waktu lama dan bahkan dianggaptidak efisien. Hasil pengukuranmenunjukkan bahwa nilai humditas relatif

    berada pada rentang berbanding terbalikdengan intensitas radiasi dan temperaturudara.Hasil pengukuran terendah yakni41% pada tanggal 18 Juni dan tertinggi 75%, sedangkan pada hari kedua pengeringan(19 Juni 2014) RH terendah adalah 47%dan tertinggi 81 %.

    Gambar 5. Humiditas Relatif, TemperaturLingkungan dan Potensi RadiasiSurya 19 Juni 2014

    b. Pengaruh Intensitas Radiasi terhadapTemperatur dan RHdidalam KotakPengering

    Nilai intensitas radiasi berkorelasi padatemperatur di dalam kotak pengering(Gambar 4,5,6a dan 6.b). Tanggal 18 Juni2014 merupakan pengeringan biji kakaohari pertama menggunakan energi surya

    pada pukul 08:30 –16:00 WIB, dilanjutkandengan pengeringan menggunakan energitermokimia pada jam 16:00 –08:30 WIBkeesokan hari. Pada tanggal 18 Juni 2014intensitas radiasi matahari berada padakisaran 103 –797 Watt/m2  suhu didalamkotak pengering maksimum pada

    46C dengan RH pada kisaran 66 - 28%.Pada tanggal 19 Juni 2014 intensitas radiasimatahari berada padakisaran 165 –  782Watt/m2  suhu di dalamkotakpengering

    maksimum pada 59 C dengan RH pada

    kisaran 67- 20%. Dari data-data di atasdapat dilihat bahwa suhu di dalam kotakpengering pada hari kedua pengeringan

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    7/48

    Kinerja Pengering Surya Sistem Integrasi ... (Farel H. Napitupulu, dkk)

    berlangsung (19 Juni 2014) lebih tinggidibanding hari pertama pengeringan (18Juni 2014).

    a

    b

    cGambar 6 Temperatur dan RH di

    dalamKotak Pengering: a)18 Juni

    siang, b) 19 Juni siang, c) 18 Junimalam

    Analisis Performansi Kolektor Plat DatarDimodifikasi dengan Sirip/Fin

    Untuk menentukan besarnya efisiensitermal kolektor surya-bersirip, diperlukandata temperatur plat absorber, temperaturkaca penutup, temperatur udara lingkungan,temperatur kayu dan temperatur ruangkolektor.

    a)

    b)Gambar 7. Data Temperatur Lingkungan,

    Kaca, Kayu, Plat Absorber danRuang Kolektora) Pengukurantanggal 18 Junib) Pengukurantanggal 19 Juni

    Secara keseluruhan terlihat bahwaintensitas radiasi (Gambar 4 dan 5) begitu

    signifikan mempengaruhi temperatur platabsorber (Gambar 7a dan 7b) untukselanjutnya berdampak pada kenaikan suhu

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    8/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 1 – 11

    di ruang kolektor. Semakin tinggi intensitasradiasi yang diterima plat absorber, makasemakin tinggi pula suhu plat absorber dansuhu ruang kolektor. Nilai ini jugaberkorelasi positif terhadap suhu udaramenuju ruang pengering (Gambar 6 a dan6b).

    Untuk mendapatkan gambaranperformansi kolektor surya plat datarbersirip ini maka data-data temperatur padaGambar 7, data intensitas radiasi padaGambar 4 dan Gambar 5 digunakan untukmenghitung kehilangan panas padakolektor, meliputi kehilangan panas pada 2sisi dinding, kehilangan panas pada alas

    bawah, kehilangan panas bagian atas dankehilangan panas karena radiasimenggunakan persamaan 1 - 9.

    Hasil perhitungan efisiensi disajikanpada Gambar 8 dengan nilai efisiensi termalrata-rata 62% sedangkan efisiensi rata-ratakolektor surya tanpa sirip 37%. Dari hasil inidapat dilihat bahwa pemasangan sirip/finpada kolektor plat datar dapatmeningkatkan efisiensi termal kolektor suryakarena adanya peningkatan luaspermukaan absorber   melalui penambahan

    sirip.

    Efektifitas Pengeringan

    Dari Gambar 6.c dapat dilihat prosesabsorpsi berlangsung mendekati isotermaldan perubahan humiditas terlihat signifikanpada awal proses yakni RH 52% pada pukul16:00 dan meningkat cukup signifikan 35menit kemudian menjadi RH 66% danseterusnya cenderung datar pada RH 51-73 % hingga pukul 08:30 keesokan paginya.

    Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah air yang diuapkan pada hari pertamapengeringan (18 Juni) baik metodepenjemuran langsung maupun pengeringsurya adalah jauh lebih besar dibandingsiang hari kedua. Hal ini disebabkan oleh airyang diuapkan pada hari pertama adalah airbebas. Air bebas umumnya lebih mudahdikeluarkan dari dalam biji dibandingkandengan air terikat. Pada pengeringan suryasiang hari kedua jumlah air yangdikeluarkan jauh lebih sedikit, karena airterikat jauh lebih sulit lagi dikeluarkan daridalam biji kakao.

    Kadar air akhir biji kakao hasilpengeringan metode penjemuran langsunglebih tinggi (8,40%) dibanding metodepengering surya+termokimia 7,6%.Tingginya laju penguapan pada haripertama pada penjemuran langsung dapatmenyebabkan terjadinya pengerasan kulitbiji sehingga air sulit menembus keluar danakhirnya pengeringan berjalan lambat.

    Pengeringan biji kakao padasiang harimenggunakan energi surya mencapai 80%,sedangkan pada malam hari menggunakanabsorbenmencapai 20%. Pengering suryatipe kolektor plat datar-bersirip memerlukanwaktu 27,5 jam, sedangkan pengeringan

    dengan sistem penjemuran langsung adalah56 jam.

    Kinetika Pengeringan

    Laju pengeringan hasil percobaandisajikan dalam bentuk profil laju penurunanberat sebagai fungsi waktu. Asumsi utamayang digunakan adalah temperatur dankonsentrasi air di dalam produk adalahseragam dan hanya merupakan fungsiwaktu. Oleh sebab itu laju penurunan

    kandungan air di dalam biji kakao adalahkasus 1 dimensi dinyatakan denganbilangan kadar air tanpa dimensi (MoistureRasio, MR) yang dapat dirumuskan denganpersamaan (12). Profil laju pengeringanhasil percobaan dapat dilihat pada Gambar9. Dari profil tersebut, diperoleh bahwa padaMR secara terus menerus berkurangsejalan dengan waktu pengeringan dantidak terlihat adanya periode lajupengeringan konstan.Laju pengeringanyang diamati adalah periode laju

    pengeringan menurun.Model kinetika yang digunakan adalah

    model persamaan empirik menggunakandata laju penurunan massa biji kakaosebagai fungsi waktu. Hasil evaluasi statistikpencocokan kurva untuk model persamaanlogaritma, polinomial pangkat 2,eksponensial dan power, ditetapkan modelpengeringan energi surya+absorben  yangdilakukan adalah model power denganpersamaan adalah MR = 0,1786 t - 1,803 dengan R2  = 0,9688.

     

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    9/48

    Kinerja Pengering Surya Sistem Integrasi ... (Farel H. Napitupulu, dkk)

    Tabel 1. Pengeringan Biji Kakao

    Parameter

    Pengeringan Energisurya+absorben 

    Penjemuran langsung

    (18 – 19 Juni 2014) (18-20 Juni 2014)

    Berat sampel awal, gr 1044 1100

    Berat sampel akhir, gr 390 399

    Kadar air akhir, % 7,60 8,40

    Berat air yang diuapkan, gr

    1. Siklus energi surya (hari-1) 470,00 568

    2. Siklus desikan (malam-1) 132,80 -

    3. Siklus energi surya (hari-2) 50,40 100

    4. Siklus desikan (malam-2) - -

    5. Siklus energi surya (hari-3) - 33

    Waktu pengeringan, jam 27,5 56

    Berat awal desikan, gr 1000 -

    Pertambahan berat desikan, gr 146 -

    Gambar 8. Efisiensi Termal Kolektor Surya Vs Waktu Pengeringan

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    8:30:00

    AM

    9:00:00

    AM

    9:30:00

    AM

    10:00:00

    AM

    10:30:00

    AM

    11:00:00

    AM

    11:30:00

    AM

    12:00:00

    PM

    12:30:00

    PM

    1:00:00

    PM

    1:30:00

    PM

    2:00:00

    PM

    2:30:00

    PM

    3:00:00

    PM

    3:30:00

    PM

    4:00:00

    PM

       E   f   i  s   i  e  n  s   i   T  e  r  m  a   l ,   %

    Kolektor surya dengan sirip

    Kolektor surya tanpa sirip

    Waktu

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    10/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 1 – 11

    10 

    Gambar 9.MoistureRatio Vs Waktu Pengeringan

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan pada kondisi lingkungan selamapercobaan adalah pada kisaran temperatur

    udara 29  – 38

    C; humiditas relatif 41  – 81% dan intensitas radiasi 111 –  969 W/m2

    dapat disimpulkan bahwa pemasangan sirippada kolektor plat datar dapatmeningkatkan efisiensi termal kolektor suryadari 37 menjadi 62%. Dari penguapan airyang berlangsung, 80% menggunakanenergi surya dan 20% menggunakan energitermokimia-absorben. Waktu yangdiperlukan oleh tipe kolektor plat datar-bersirip untuk mencapai kadar air 7,7%adalah 27,5 jam sedangkan dengan

    penjemuran langsung adalah 56 jam. Hasilpencocokan kurva diperoleh modelpengeringan energi surya+absorben  yangdilakukan adalah model  power   denganpersamaan adalah MR = 0,1786 t- 1,803 dengan R2 = 0,9688.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Terimakasih disampaikan kepadaDirektorat Jenderal Pendidikan TinggiKementrian Pendidikan dan Kebudayaan

    yang telah mendanai kegiatan ini melaluibantuan Hibah Bersaing tahun 2013 sampaidengan tahun 2014.

    DAFTAR PUSTAKA

     Athul Sharma, Chen C.R., Nguyen Vu Lan,Solar-energy drying systems: Areview, Renewable and SustainableEnergy Reviews, (13): 1185  –  1210,2009.

    Bonaparte A., Zaman A., Chandra A.M.,Some Quality Characteristics of Solar-Dried Cocoa Beans in St Lucia,Journal of Science of Food and Agriculture (76): 553 – 558, 1998.

    Clement A. D., Assidjo N. E., Kouame P.,Yao K.B., Mathematical Modelling ofSun Drying Kinetics of Thin LayerCocoa (Theobroma Cacao) Beans,Journal of Applied Sciences

    Research, 5 (9): 1110 – 1116, 2009.Dina S.F, Farel H. Napitupulu, Himsar A,Efektifitas Pengeringan Kontinu BijiKakao Indonesia MenggunakanEnergi Surya dan Termokimia,Seminar Nasional Teknologi IndustriHijau, Semarang, 21 Mei 2014.

    Fagunwa A.O., Koya O.A. and FaborodeM.O., Development of an IntermittentSolar Dryer for Cocoa Beans, Agricultural Engineering International:the CIGR Ejournal. Manuscript

    number 1292, vol XI, July, 2009.

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    0.9

    1

       6  :   0   0   A   M

       6  :   4   5   A   M

       7  :   3   0   A   M

       8  :   1   5   A   M

       9  :   0   0   A   M

       9  :   4   5   A   M

       1   0  :   3   0   A   M

       1   1  :   1   5   A   M

       1   2  :   0   0   P   M

       1   2  :   4   5   P   M

       1  :   3   0   P   M

       2  :   1   5   P   M

       3  :   0   0   P   M

       3  :   4   5   P   M

       4  :   3   0   P   M

       5  :   1   5   P   M

       6  :   0   0   P   M

       6  :   4   5   P   M

       7  :   3   0   P   M

       8  :   1   5   P   M

       9  :   0   0   P   M

       9  :   4   5   P   M

       1   0  :   3   0   P   M

       1   1  :   1   5   P   M

       1   2  :   0   0   A   M

       1   2  :   4   5   A   M

       1  :   3   0   A   M

       2  :   1   5   A   M

       3  :   0   0   A   M

       3  :   4   5   A   M

       4  :   3   0   A   M

       5  :   1   5   A   M

       6  :   0   0   A   M

       6  :   4   5   A   M

       7  :   3   0   A   M

       8  :   1   5   A   M

       9  :   0   0   A   M

       9  :   4   5   A   M

       1   0  :   3   0   A   M

       1   1  :   1   5   A   M

       1   2  :   0   0   P   M

       1   2  :   4   5   P   M

       1  :   3   0   P   M

       2  :   1   5   P   M

       3  :   0   0   P   M

       3  :   4   5   P   M

       4  :   3   0   P   M

         M    o     i    s     t    u    r    e   R  a   t   i  o   (   M   R   )

    Waktu

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    11/48

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    12/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 1 – 11

    12 

    Halaman sengaja dikoso ngkan

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    13/48

    Fiksasi Emisi Karbon Dioksida… (Adi Mulyanto, dkk)

    13

    FIKSASI EMISI KARBON DIOKSIDA DENGAN KULTIVASIMIKROALGA MENGGUNAKAN NUTRISI DARI AIR LIMBAH

    INDUSTRI SUSU

    EMISSION OF CARBON DIOXIDE FIXATION BY MICROALGAE 

    CULTIVATIONUSING DAIRY MILK WASTEWATER AS NUTRIENTS 

    Adi Mulyanto dan Titin HandayaniBalai Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,

    Gedung 820 PUSPIPTEK Serpong, Tangerang – Indonesiae-mail: [email protected]

    diajukan: 27/11/2014, direvisi: 02/03/2015, disetujui: 06/04/2015

    Abstract 

    The study of carbon dioxidefixation by microalgae using dairy milk wastewater has been implemented. MicroalgaeChlorella vulgaris used is that of green algaeare able for biological waste water treatment. Microalgae cultivated inbioreactors raceway-type ponds. C.vulgaris can be grow non the waste water by addition of CO2  emission fromboiler with the approximate concentration of5.5% volume. Nutrients derived from waste water decreased until day 10, especially phosphorus was no longer qualified for the growth of microalgae. Because of that the addition of  phosphorus through NPK amounting to 35mg/L was done on day10. CO2  input affects the pH value. Feeding of 4.5 L CO2  /min.raised the pH up to 7. The efficiency of CO2  absorbed by microalgae C.vulgaris reached 96%withCO2  feeding in average of  0.2 g/L/day and produced biomass at the end of the observation as much as0.4 mg/L.

    Keywords: Raceway ponds, dairy industry, microalgae, the fixation of carbon dioxide, wastewater, nutrients.

    Abstrak

    Penelitian fiksasi karbon dioksida dengan mikroalga ini menggunakan air limbah industri susu. Mikroalga yangdigunakan adalah Chlorella vulgaris yaitu ganggang hijau yang mampu mengolah limbah secara biologis.Mikroalga dibudidayakan di dalam bioreaktor bentuk kolam tipe raceway . C. vulgaris dapat tumbuh pada air limbah industri susu dengan pemberian emisi CO2 sekitar 5,5%. Unsur kimia air limbah mengalami penurunanhingga pada hari ke 10, terutama fosfor tidak memenuhi syarat lagi untuk pertumbuhan mikroalga. PenambahanNPK 35 mg/L ke dalam nutrient pada hari ke 10 dilakukan untuk mengatasi defisiensi fosfor. Pemberian debit 4,5L CO2/menit meningkatkan pH hingga 7. Efisiensi penyerapan CO2 oleh mikroalga C. vulgaris mencapai 96%dengan pemberian CO2 rata-rata 0,2 g/L/hari dan menghasilkan biomasa pada akhir pengamatan sebanyak 0,4mg/L.

    Kata kunci: Kolam kulturRaceway, industri susu, mikroalga, fiksasi karbon dioksida, air limbah, nutrisi.

    PENDAHULUAN

    Pemanasan global merupakanfenomena peningkatan temperatur globaldari tahun ke tahun karena terjadinya efekrumah kaca yang disebabkan olehmeningkatnya emisi gas-gas sepertikarbondioksida (CO2), metana (CH4),dinitrooksida (N2O) dan CFC, sehinggaenergi matahari terperangkap dalamatmosfer bumi (Schneider 1989).

    Meningkatnya jumlah emisi gas rumahkaca (GRK) di atmosfer disebabkan olehkegiatan manusia di berbagai sektor, antara

    lain energi. Penggunaan bahan bakar fosilseperti minyak bumi, batubara dan gas alamdalam berbagai kegiatan, misalnya padapembangkitan listrik, transportasi danindustri, akan memicu bertambahnya jumlahemisi GRK di atmosfer. Walaupun sama-sama menghasilkan emisi GRK, namunemisi yang dihasilkan dari penggunaanketiga jenis bahan bakar fosil tersebutberbeda. Untuk menghasilkan energisebesar 1 kWh, pembangkit listrik yangmenggunakan batubara mengeluarkanemisi sekitar 940 gr CO2, sedangkan.Pembangkit listrik yang menggunakan

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    14/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 13 – 21

    14

    minyak bumi dan gas alam, mengeluarkanemisi masing-masing sekitar 798 dan 581gram CO2(Meiviana, 2004).

    Seiring dengan meningkatnyakonsentrasi CO2 antropogenik di atmosfer,berbagai upaya rekayasa telah dilakukanuntuk menangkap dan memendam CO2atmosferik melalui teknologi carbon captureand storage (CCS) dari sumber emisi. Salahsatu teknologi CCS yang dapat diterapkanadalah biofiksasi, yaitu menangkap danmenyimpan CO2 atmosferik denganmeningkatkan volume dan kualitasfotosintesis melalui bioreaktor mikroalga(Negoro, et al. 1993, Hamasaki, et al. 1994).

    Mikroalga adalah tanaman air yangdapat digunakan untuk menyerap emisiCO2. dan kandungan minyaknya tinggi(Borowitzka,1998). Kultur mikroalga untukfiksasi CO2 dapat diperoleh dari air limbahyang diperkaya dengan nutrisi sepertinitrogen dan fosfor. Penambahan pupukNPK dengan dosis yang tepat untukpertumbuhan mikroalga tidakmembahayakan lingkungan perairan(Yun etal.,1997).

    Biofiksasi CO2 dengan mikroalga

    didasarkan pada penggunaan energimatahari melalui fotosintesis (Steenblok,2000). Penelitian ini menggunakanmikroalga untuk penyerapan emisi CO2industri merupakan langkahpenanggulangan dampak pencemaranudara yang diakibatkan oleh aktivitasindustri.

    Dalam studi ini, air limbah industridialirkan ke dalam kolam untuk kultur mikroalgae, sehingga pendekatan iniditujukan untuk fiksasi CO2 dari gas buang

    dan pemanfaatan air limbah industry untuknutrisi mikroalgae Chlorella sp yangdibudidayakan pada bioreaktor kolam kultur  jenis raceway .

    Emisi CO2 untuk kultivasi mikroalgadilaporkan sangat berpotensi menggunakansistem bioreaktor bentuk kolam (Stepan etal., 2002) tetapi belum pernah dilakukan diIndonesia. Oleh karena itu penelitian inibertujuan memanfaatkan CO2 untuk kultur mikroalga Chlorella sp menggunakan sistemkolam jenis raceway . Limbah industripengolahan susu digunakan untukmemperkaya nutrisi.

    METODE

    Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Industripengolahan susu cair (PT Indolakto)Cicurug Sukabumi pada tahun 2012.Industri susu cair PT Indolakto, Sukabumimenggunakan 3 ketel kukus yangberbahan bakar heavy oil . Bahan bakar iniharus disimpan pada temperatur sekitar 38oC dan pada saat akan dipompa harusdipanaskan lebih lanjut antara suhu 66-121oC. Masing-masing ketel kukusberkapasitas 5 ton uap per jam. Dalam

    pengoperasiannya setiap hari, PT.Indolakto menggunakan 2 ketel kukus,sementara yang satu ada dalam posisistand by . Tekanan operasi dari boiler mencapai 8 bar. Suhu pada gas buangmencapai 230oC. Gas buang dikeluarkanmelalui cerobong (menara) setinggi kuranglebih 10 meter.

    Untuk penelitian pemanfaatan CO2dari cerobong ketel kukus yang dilakukan diPT. Indolakto, Cicurug, Sukabumi, tidakdilakukan proses desulfurisasi. Hal itu

    disebabkan karena PT. Indolaktomenggunakan gas dari Perusahaan GasNegara.

     Air limbah yang digunakan untuknutrisi diambil pada kolam IPAL terakhir dari PT Indolakto. Analisis sampel unsur kimia nutrisi yaitu N, P dan K dari air limbah dilakukan di Laboratorium Kimiadan Laboratorium Ekotoksikologi BalaiTeknologi Lingkungan-BPPT, gedung 412,Puspiptek, Serpong.

    Strain Mikroalga

    Strain mikroalga Chlorella vulgarisyang telah dikultivasi dalam mediumBenneck diaklimatisasi dan dikultivasi padakolam menggunakan medium yangmengandung pupuk NPK 35 mg/L.Kepadatan awal sekitar 300.000 sel/ml,dihitung menggunakan haemocytometer..

    Kolam Kultur  raceway 

    Kolam kultur  raceway  adalah kolamyang diberi perlengkapan pedal/baling-baling untuk proses pengadukan,

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    15/48

    Fiksasi Emisi Karbon Dioksida… (Adi Mulyanto, dkk)

    15

    penggerak elektromotor, pipa pemasukangas CO2,, pipa pemasukan air tawar, dannutrien.Kolam kultur mikroalga terbuat daribahan stainless steel denganvolume 1.000 LKedalaman air di dalam kolam 20 cm.Kolam dilengkapi dengan tutup transparanyang terbuat dari mika untuk memperkecilresiko kontaminasi terhadap kultur mikroalga. Air yang digunakan adalah air tawar.

    Kultivasi Mikroalga

    Kultivasi mikroalga dilakukan di dalamkantong plastik berukuran 20L yang

    dilengkapi dengan aerasi.Media yangdigunakan untuk perbanyakan mikroalgaadalah air hasil mikrofiltrasi yang sudahdiberi pupuk NPK dengan kadar 35 mg/L.Dosis NPK ini berdasarkan hasil penelitiansebelumnya (Handayani et al., 2014).Setelah berumur antara 3-4 minggu,kelimpahan kultur dapat mencapai sekitar 6x106 sel/ml media. Pada tingkat kepadatantersebut mikroalga dapat dipindahkan kekolam kultur volume 1000 L.

    Kolam kultur diisi dengan 950 L air 

    yang sudah disaring menggunakan prosesultrafiltrasi untuk meminimisasi terjadinyakontaminasi terhadap kultur mikroalga. Kedalam kolam dimasukkan 50 L kultur yangtelah diaklimatisasi. Setelah 3 minggu masakultur, mikroalga mulai diperlakukan denganpemberian emisi CO2 pada kolam kultur volume 1000 L.

    Pencatuan Emisi CO2 ke dalam KolamKultur 

    Pencatuan CO2 ke dalam kolamdiperlukan persediaan CO2 yangditempatkan di dalam gas holder  terbuatdari plastik. Konsentrasi CO2 di dalamkantong plastik adalah 6%. Untukmenghisap gas CO2, digunakan kompresor.Kadar CO2 nya dengan alat portable multigas detektor merk Riken type RX-515..

    Pemantauan Operasional Kolam Kultur 

    Pengambilan contoh dari kolam kultur yang dilengkapi dengan pipa dilakukan 3kali, yaitu pada pukul 09.00, 12.00, dan15.00 WIB. Parameter yang diukur ialah

    konsentrasi gas oksigen dan CO2.Pengukuran CO2 dengan portable multi gasdetektor merk Riken type RX-515.Pengukuran suhu di sekitar kolam kultur dilakukan setiap hari pukul 9.00 dan 15.00WIB. Intensitas cahaya diukur setiap haripukul 09.00 dan 15.00 WIB menggunakanalat Light Meter model LX-101A.

    Pertumbuhan mikroalga sebagai hasilrespon terhadap emisi CO2 diamati denganpenghitungan secara mikroskopis setiaphari dari jumlah sel per milimeter denganhaemocytometer .

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pencatuan CO2

    Suhu emisi dari ketel kukusmempunyai suhu yang tinggi, yaitu sekitar 210oC, sehingga perlu dilakukanpenurunan suhu hingga sesuai untukpertumbuhan mikroalga. Gas tersebutditampung dalam kantung gas untukdilakukan pengukuran kualitas gas yaituberapa konsentrasi emisi CO2. Apabilasudah diketahui kualitas emisi gas maka

    dengan menggunakan sebuah aerator, gasdialirkan ke dalam penampung gas yangsiap untuk dimasukkan ke dalam kolamkultur.

    Sistem kolam kultur yang dilengkapidengan alat penukar panas menunjukkankemampuan dalam menurunkan suhu gasbuang hingga mencapai suhu yang dapatdiadaptasi oleh mikroalga (Kraus and Bejan2003).

    Sistem pengaliran gas daripenampung ke dalam kolam kultur diatur 

    menggunakan pengatur waktu. Sebuahaerator digunakan untuk mengalirkan gaske dalam kolam. Proses pengadukan kolamdan pemasukan gas ke dalam kolamdilakukan bersamaan dan diatur olehsebuah pengatur waktu, sehingga aliran gasakan mengalami kontak dengan mediakultur dalam waktu yang lebih lama.

    Analisis Kandungan Air Limbah

     Air limbah yang digunakan untuknutrisi diambil pada kolam IPAL terakhir dariPT Indolakto. Nitrat, fosfat, dan kaliumdiperlukan sebagai nutrisi pertumbuhan

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    16/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 13 – 21

    16

    mikroalga. Karena setelah kultivasikandungan bahan kimia dalam air limbahturun (Tabel 1), maka ke dalam mediapertumbuhan ditambahkan pupuk NPK 35mg/L yang dilakukan secara kontinyu tiap10 hari.

    Penurunan kandungan kimia yangberguna untuk nutrisi mikroalga, terutamanilai nitrat, fosfat dan kalium terjadi karenadimanfaatkan sebagai nutrisi pertumbuhanmikroalga. Untuk mempertahankanpertumbuhan mikroalga, ditambahkanpupuk NPK sebanyak 35 mg/l. Penambahan

    NPK sebanyak 35 mg/l setiap 10 harisecara kontinyu.

    Analisis Fiksasi CO2 oleh Mikroalga

    Konsentrasi CO2 yang masuk kedalam kolam rata-rata 5,5 % vol.Pemasukkan gas dilakukan bertahap yaitu6,7 L/menit pada periode I dan 4,5 L/menitpada periode II. Kondisi gas masuk kedalam kolam dapat dilihat pada Tabel 2.

    Gambar 1. Rangkaian penelitian di PT. Indolakto.Kolam Kultur berukuran 1000 L (5 x 1 x 0,5) m

    3dan penampung gas berukuran 1000 L.

    Tabel 1. Sifat fisik dan kimia air limbah industri susu sebelum dan setelah digunakan untukmedia mikroalga

    Parameter Sebelum (ppm) Setelah 10 hari (ppm) Penurunan (%)

    Clorida 97,093 30,86 68

    Nitrat 1,914 0,431 77

    Fosfat 49,174 9,245 81

    Kalium 13,4 2,256 83

    Sulfat 11,250 4,213 62

    COD 45,4 7,1 84

    BOD 37,6 6,2 83pH 7,5 6 0,2

    Cerobong asap boiler

    Penukar

    panas

    Penyerap debu

    Air pendingin Blower

    Penampung gas

    Kolam kultur

    Kompresor

    Wastewater 

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    17/48

    Fiksasi Emisi Karbon Dioksida… (Adi Mulyanto, dkk)

    17

    Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa Chlorella vulgaris tumbuh denganpemberian konsentrasi CO2 5,5% dandihasilan biomasa maksimum 0,06 mg/L.Yun et al (1997) melaporkan bahwaChlorella vulgaris tumbuh baik padakonsentrasi emisi CO2 5% dan kemudianterhambat pada konsentrasi CO2 15%.Selanjutnya dilaporkan bahwa peningkatankonsentrasi CO2 secara bertahap, makadiperoleh hasil bahwa C vulgaris toleranhingga konsentrasi CO2 30%. Percobaanpeningkatan CO2 hingga 30% sangatpenting karena konsentrasi emisi CO2 yangkeluar dari cerobong asap dapat mencapai

    lebih dari 30% (Yun, et al. 1996).Mikroalga C. vulgaris mampumenyerap CO2 dengan konsentrasi 15-50%(Jennifer and Meyrick, 1979). Handayani etal. (2014) melaporkan bahwa mikroalgaEuglena sp. mampu menyerap emisi CO2dari industry susu sebesar 98,8%.

    Pertumbuhan Mikroalga

    Hasil pengamatan mikroalga Chlorellavulgarispada awalnya menunjukkan respon

    pertumbuhan yang baik dengan warnakehijauan. Setelah hari ke -10 warna hijauberubah menjadi kekuningan yang biasanyadisebabkan oleh kekurangan unsur fosfat.Hasil analisis kandungan nutrisi pada mediamenunjukkan kekurangan unsur fosfatkarena terjadi penurunan hingga 81% padahari ke-10 (Tabel 1).

    Setelah dilakukan penambahan unsur fosfat yang terkandung pada pupuk NPK(16:16:16) sebanyak 35 mg/l, warnamikroalga berubah hijau segar dan tampak

    mulai terjadi pertumbuhan. Kondisi tersebutmenunjukkan bahwa lingkungan kolamkultur telah mendukung pertumbuhanmikroalga.

    Grafik pertumbuhan mikroalga padaperiode I dan II disajikan pada Gambar 2dan 3. Chlorella adalah mikroaorganismefotosintetik yang mengubah energi cahayamenjadi senyawa karbon untukpertumbuhannya (Hirata et al., 1996).Syarat utama dalam proses penyerapanCO2 oleh mikroalga adalah menumbuhkanmikroalga dengan baik melalui pemberian

    nutrisi, sehingga terjadi proses fotosistesisdimana cahaya dan CO2 sangat berperan.Dengan demikian nutrisi dan CO2 adalahfaktor pembatas dalam pertumbuhanmikroalga. Kedua faktor tersebut telahterpenuhi dalam proses penelitian ini, makamikroalga mampu tumbuh dengan baik.

    Hubungan Debit CO2 dan pH denganPertumbuhan Mikroalga

    pH air limbah industri susu sekitar 5 meningkat hingga 5,5 pada periode1dan menjadi 7 pada periode II. Padaperiode I air limbah bersifat asam

    disebabkan oleh pengisian CO2 dengandebit 6,7 L/menit. Pengurangan debitCO2 meningkatkan pH dan jumlah selmikroalga (Gambar 4). Selama prosesterjadi penurunan pH yang disebabkan olehmeningkatnya penyerapan fosfor olehmicroalga karena aktifitas fotosintesis danrespirasi. Penyerapan fosfor dipengaruhioleh faktor lingkungan yaitu pH, suhu danintensitas cahaya.

    Mikroalga Chlorella sp adalah jenis

    mikroalga yang dapat tumbuh pada mediaair limbah. Pada penelitian ini kerapatan C.vulgaris maksimum 151,3 x 105 sel/mldengan berat kering 0,15 g/L pada periodeI, sedangkan kerapatan C. vulgarismaksimum pada periode II sebesar 889,2 x105 sel/ml dengan berat kering 0,86 g/L.Kerapatan sel mikroalga Chlorella sp. padaair limbah industri karet dan kelapa sawitmencapai maksimum 198,49 x 105 denganberat kering 0,61 mg/l pada pertumbuhanhari ke 10 (Phang and Ong, 1988).

    Kerapatan maksimum mikroalgaChlorella vulgaris pada air limbah pabrikgula adalah 159 x 105 sel/ml (Singa, 2001).Kepadatan sel C. vulgaris pada penelitianini melebihi hasil yang dilaporkan olehPhang and Ong (1988) dan Singa (2001).Hal ini disebabkan adanya penambahanCO2 selama proses pertumbuhan mikroalga.Sebab CO2 adalah merupakan faktor pembatas pertumbuhan mikroalga(Borowitzka, 1998).

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    18/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 13 – 21

    18

    Tabel 2. Kapasitas rata-rata penyerapan CO2 oleh mikroalga.

    PeriodeDebit

    (L/menit)

    MasukanCO2

    KeluaranCO2

    Serapan CO2Biomasa

    maksimum

    CO2(% vol)

    CO2(% vol)

    CO2(% vol)

    Liter/hr g/L/hari Efissiensi(%)

    (mg/L)

    I 6,7 5,5 0,4 5 160,4 0,3 91 0,15

    II 4,5 5,5 0,2 5,2 107,6 0,2 96 0,86

    Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Chlorella vulgaris sp pada periode I pemberian emisi CO2

    Gambar 3. Grafik Pertumbuhan Chlorella vulgaris sp pada periode II pemberian emisi CO

    Gambar 4. Pengaruh debit CO2 terhadap nilai pH dan pertumbuhan mikroalga.

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

       J   u   m    l   a    h   s   e    l    /   m    l   x   1   0   5

    Hari ke

    Pertumbuhan Mikroalga Periode I

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49   J   u   m    l   a    h   s   e    l    /   m    l   x   1   0   5

    Hari ke

    Pertumbuhan Mikroalga Periode II

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    78

    1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97 101 105 109

       N   i    l   a   i   p   H

    Hari ke

    pH Jumlah mikroalga sel/ml Debit CO2 (L/menit)

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    19/48

    Fiksasi Emisi Karbon Dioksida… (Adi Mulyanto, dkk)

    19

    Gambar 5. Pengaruh intensitas cahaya (lux) terhadap pertumbuhan mikroalga(x 105sel/ml).

    Suhu

    Suhu pada kolam kultur berkisar antara 27,5 – 30oC tidak berpengaruh dalampertumbuhan mikroalga, karena masihdidalam ambang batas pertumbuhanmikroalga yaitu 20-35oC (Borowitzka, 1998).

    Intensitas cahaya mempengaruhisuhu di sekitar kolam kultur. Intensitascahaya pada pukul 09.00 sekitar 20.000 lux

    dan baik untuk pertumbuhan mikroalga(Gambar 5). Penelitian menunjukkanpertumbuhan mikroalga pada kolam kultur tertutup dengan intensitas cahayamaksimum 50.000 lux menghasilkankerapatan sel mikroalga hingga 889,2 x 105

    sel/ml. Penyerapan CO2 terendah olehmikroalga yaitu 89,7% pada saat cuacamendung dan sampai tertinggi 96,2% padasaat cerah.

    Peningkatan Konsentrasi CO2

    Dinamika penyerapan CO2 tidakmenunjukkan penurunan denganmeningkatnya pemberian CO2 danpertumbuhan mikroalga cenderungmeningkat (Gambar 4). Mikroalga Euglenasp. mampu menyerap CO2 dengankonsentrasi 15-20% (Jennifer and Meyrick,1979; Anonim, 2010). Dalam penelitian ini,

    konsentrasi CO2 yang digunakan 6,71%.Berdasarkan penelitian Jennifer andMeyrick (1979) dan; Anonim (2010), makamasih ada kemungkinan pemberiankonsentrasi CO2 ditingkatkan hingga 20%.Dalam komposisi emisi gas industri sususelain CO2 terkandung juga gas CO dengankonsentrasi lebih dari 1000 ppm, akan tetapipemberian komposisi gas tersebut tidakmenunjukkan gangguan terhadap

    pertumbuhan mikroalga.

    Analisis COD (Chemical Oxygen Demand ) dan BOD (Biological Oxygen Demand ).

    COD air limbah sebesar 45,4 mg/l danBOD 37,6 mg/l yang masih di ambang batassehingga tidak membahayakan lagi bagilingkungan perairan (PP, 2001).Pertumbuhan mikroalga nilai COD dan BODtersebut terlalu tinggi, maka sebelum diberi

    mikroalga, air limbah dibiarkan terbukaberada dalam kolam kultur hingga nilai CODdan BOD tersebut turun mencapai 10 mg/l. Air limbah dengan COD dibawah 10 mg/lbaik cukup baik untuk pertumbuhanmikroalga (Handayani et al., 2014). Hal inidibuktikan dengan kemampuanpertumbuhan mikroalga (Gambar 2 dan 3).

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

            1 4 7        1        0

            1        3

            1        6

            1        9

            2        2

            2        5

            2        8

            3        1

            3        4

            3        7

            4        0

            4        3

            4        6

            4        9

            5        2

            5        5

            5        8

            6        1

            6        4

            6        7

            7        0

            7        3

            7        6

            7        9

            8        2

            8        5

            8        8

            9        1

            9        4

            9        7

            1        0        0

            1        0        3

            1        0        6

            1        0        9

       J   u   m    l   a    h   s   e    l   m   i    k   r   o   a    l   g   a    /   m

        l   x   1   0   5

    Hari ke

    Intensitas Cahaya (10 x) Lux Jumlah mikroalga sel/ml

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    20/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 13 – 21

    20

    Gambar 6. Penurunan BOD dan COD selama kultur mikroalga.

    Penelitian ini menunjukkan setelahkultur mikroalgae selama 10 hari, CODturun menjadi 7,3 mg/l (83,9%) dan BODmenjadi 6,4 mg/l (82,95). Hasil penurunanCOD dan BOD selama kultur mikroalgadisajikan pada Gambar 6. Mikroalga mampumenurunkan COD 70-80% dan BOD 80-90% (Aziz, 1992; Chinnasamy, 2009).

    Mikroalga C. vulgarismerupakanmikroalga kosmopolit yang sebagian besar hidup di lingkungan akuatik baik perairantawar, laut maupun payau yang banyakmengandung nutrisi, juga ditemukan ditanah dan di tempat lembab. Sel C. vulgarismemiliki tingkat reproduksi yang tinggi,setiap selC. vulgaris mampu berkembangmenjadi 10.000 sel dalam waktu 24 jam(Sanchez et al., 1999). Air limbah adalahperairan yang mengandung nutrisi

    pertumbuhan mikroalga (Aziz, 1992).BudidayaChlorella vulgarisdengantektik kultur bergantung pada kesesuaianantara jenis mikroalga yang dibudidayakandan beberapa faktor lingkungan, salah satuhal yang perlu diperhatikan adalah faktor pengadukan agar metabolisme selmikroalga tidak mengganggu (Dianursanti etal., 2009).

    Pemanfaatan kultur mikroalga padaindustri untuk penyerapan emisi CO2 perludilakukan kontrol dalam fotobioreaktor.

    Upaya pemanfaatan alga sebagai carbonsink  membutuhkan pengetahuan tentang jenis-jenis yang cocok dan kondisi

    lingkungan yang optimum untuk mendorongpertumbuhan yang maksimum (Jennifer etal., 1979; Anonim, 2010).

    KESIMPULAN

    Chlorella vulgaris dapat tumbuh padaair limbah industri susu dengan pemberianemisi CO2 5,5% dengan penambahan NPK.Debit CO2 mempengaruhi nilai pH danpemberian debit 4,5 L/menit dapatmenaikkan pH hingga 7. Efisiensipenyerapan CO2 oleh mikroalga C. vulgarisdapat mencapai 96% dengan pemberianCO2 rata-rata sebesar 0,2 g/L/hari danmenghasilkan biomasa pada akhir pengamatan sebanyak 0,5mg/L.

    DAFTAR PUSTAKA

     Anonim. 2001. Pengelolaan Kualitas Air danPengendalian Pencemaarn Air.Peraturan Pemerintah Nomor 82Tahun 2001 Tanggal 14 Desember.

     Anonim. 2010. CO2-Absorbing MicroalgaCultivated Using Power Plant ExhaustGas.http://japans.org/en/pages/029515. (15 November 2010).

     Aziz, M A. 1992. Feasibility of Wastewater Treatment Using the Activated-algaeProcess. Biosource Technology

    40:205-208.Borowitzka, M A. 1998. Culturing

    Microalgae in Outdoor Ponds. Algae

    Penurunan BOD dan COD

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 2 3 24 25 2 6 27 2 8 29 30

    Hari ke

       B   O   D   d   a   n   C   O   D   (   m   g   /   l

    0

    0.02

    0.04

    0.06

    0.08

    0.1

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    0.2

    BOD (mg/l) COD (mg/l) Berat Kering Biomasa mg/l)

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    21/48

    Fiksasi Emisi Karbon Dioksida… (Adi Mulyanto, dkk)

    21

    Research Group School of BiologicalSciences & Biotechnology. MurdochUniversity. Australia.

    Chinnasamy, S, Ramakrishnan, B,Bhatnager, A and Das, K C. 2009.Biomass Produstion Potential of aWastewater Algal Chlorella vulgaris ARC 1 under Elevated Levels of CO2and Temperature. Int. J. Mol. Sci.10:518-532.

    Dianursanti, Nuzulliany R, Wijanarko A danNasikin M. 2009. PeningkatanProduksi Biomassa Chlorella vulgarismelalui perlakuan teknikpemerangkapan sel dalam aliran

    sirkulasi media kultur. Pros. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia –SNTKI. Bandung, 19-20 Oktober 2009.

    Hamasaki, A., Shioji, N., Ikuta, Y., Hukuda,Y., Makita, T., Hirayama, K., Matutaki,H., Tukamota, T., andSasaki, S. 1994.Carbon Dioxide Fixation by MicroalgalPhotosynthesis Using Actual FlueGas. Appl. Biochem. Biotechnol.39/40:799-809.

    Handayani, T, Mulyanto, A dan Sopiah, N.

    2014. Penyerapan Emisi Gas BuangCO2 Oleh Mikroalga Euglena sp.Dengan Bioreaktor Kolam Kultur. J.Ecolab 8(1):1-52.

    Hirata, S., Hayashitani, M. and Tone, S.(1996). Characterization of  Chlorellacell Cultures in Batch and ContinuousOperations under a PhotoautotrophicsCondition. Jurnal of ChemicalEngineering of Japan 31(4):953-959.

    Jennifer, G.P and Meyrick, J.P.1979.Heterotrophic Carbon Dioxide Fixation

    Products of  Euglena. Plant Physiol.(1980) 65:566-568.

    Kraus, and Bejan. 2003. Heat Transfer Handbook. USA: John Wiley andSons.

    Meiviana. 2004 Faktor Lingkungan.http://aatunhalu.wordpress.com (24November 2010).

    Nakamura, T M., Olaizola, S M., Masutani.2003. Recovery and Sequestration of CO2 from Stationary CombastionSystem by Photosyntesis of Microalgae. Quarterly TechnicalProgress Report #9. US Departement

    of Energy. National EnergyTechnology Laboratory.Pittsburgh.

    Negoro, M., Hamasaki, A., Ikuta, Y., Makita,T., Hirayama, K. and Suzuki, S. 1993.Carbon Dioxide Fixation byMicroalgae Photosynthesis Using Actual Flue Gas Discharged FromBoiler. Appl. Biochem. Biotechnol.39/40:643-653.

    Phang, S M. and Ong, K C. 1988. AlgalBiomass Production in Digested PalmOil Mill Effluent. Biol. Wastes 25:177-191.

    Sanchez Miron A, Contrreras Gomez A,Garcia Camacho F, Molina Grima E,

    Chisti Y. 1999. Comparativeevaluation of compactphotobioreactors for large- scalemonoculture of microalgae. JBiotechnol 70:231-247.

    Schneider, S H. 1989. The GreenhouseEffect: Science and Policy. Science,243:771-781.

    Singa, S K. 2001. Evaluation of press mudand sugarcane mill effluent as culturemedia for the growth of  Chlorellavulgaris. M S Thesis Dept of 

     Aquaculture, BAU, Mymensingh.Steenblok. 2000. Heterotrophic Carbon

    Dioxide Fixation Products of Euglena.Plant Physiol. (1980) 65:566-568.

    Stepan, D J., Shockey, R E, Moe, T A., andDorn, R. 2002. Carbon DioxideSequestering Using MicroalgalSystems. Final Report. USDepartement of Energy. NationalEnergy Technology Laboratory.Pittsburgh.

    Yun, Y.S., Park, J.M. and Yang, J. W. 1996.

    Enhancement of CO2 Tolerance of Chlorella vulgaris by Gradual increaseof CO2 consentration. J. Chem. Tech.Biotechnol. Tech., 10:713-716.

    Yun, Y.S., Park, J.M., Lee, C I. and Yang, J.W. 1997. Carbon Dioxide Fixation by Algal Cultivation Using Wastewater Nutrients. J. Chem. Techn.Biotechnol. Tech., 10:713-716.

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    22/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 13 – 21

    22

    Halaman sengaja dikos ong kan 

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    23/48

    Pemanfaatan Limbah Alkali dari... (Nurul Mahmida Ariani, dkk)

    39

    PEMANFAATAN LIMBAH ALKALI INDUSTRI RUMPUT LAUT DAN LIMBAHPICKLING INDUSTRI PELAPISAN LOGAM SEBAGAI PUPUK ANORGANIK

    USAGE OF ALKALI WASTE FROM SEAWEED INDUSTRY AND PICKLINGWASTEAS 

    ANORGANIC FERTILIZER 

    Nurul Mahmida Ariani, Handaru Bowo Cahyono, dan Rieke YuliastutiBaristand Industri Surabaya, Kementerian Perindustrian,

    Jl. Jagir Wonokromo 360, Surabaya – Indonesiae-mail: [email protected]

    diajukan: 27/11/2014, direvisi: 19/02/2015, disetujui: 06/03/2015

    Abstract 

    Liquid waste from industrial seaweed (Eucheuma cottoni) in the treatment process using Potassium Hydroxide(KOH) have content of potassium. From process of pickling in the electroplating industri generating industrial wastewater about 2 m

    3for every 1000 m

    2 coated objects. This liquid waste containing FeCl 2  /FeCl 3, will cause

     pollution to the environment if not properly managed. By usage together wastewater from pickling and wastewater from seaweed,the environment will be maintained. The purpose of this research is to utilize wastewater fromseaweed industri and wastewater from pickling process in electroplating industri for making Anorganic fertilizer (KCl) as one of the environmental management. The output of this activity is integrated management of wastewater from seaweed and pickling process can be used as anorganic fertilizer. Wastewater from industri seaweed can be used together with the wastewater from pickling process in electroplating industri to be used asartificial fertilizers to meet the requirements of KCl fertilizer which refers to ISO 02 - 2805: 2005. Potassium asK 2 O from the wastewater treatment seaweed industri in the range of 0.08 to 0.12 % ( 800-1200 ppm ) values arehigher than the corresponding standard ISO 02-2805: 2005 amounted to 600 ppm.

    Keywords: alkali waste, pickling proces, seaweed, Liquid Fertilizer 

    Abstrak

    Limbah cair dari industri rumput laut (Eucheuma cottoni ) yang dalam proses pengolahannya menggunakanKalium Hidroksida (KOH) mempunyai kandungan Kalium. Sedangkan dari proses pickling di industri lapis listrikdihasilkan limbah cair sekitar 2 m

    3untuk setiap 1000 m

    2benda yang dilapis. Limbah cair ini mengandung

    FeCl2/FeCl3, jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Dengandimanfaatkannya secara bersama limbah pickling dan limbah cair dari rumput laut, maka lingkungan akan tetapterjaga.Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah cair dari industri rumputlaut dan limbah cair dari prosespickling di industri elektroplating untuk pembuatan pupuk Anorganik sebagai salah satu upaya pengelolaanlingkungan.Keluaran dari kegiatan ini adalah penanganan limbah secara integrasi dari limbah cair industri rumputlaut dan proses pickling yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Limbah cair dari industri rumput laut dapatdimanfaatkan secara bersama dengan limbah cair dari proses pickling di industri electroplating untuk dijadikanpupuk buatan yang memenuhi persyaratan Pupuk KCl yang mengacu pada SNI 02 – 2805:2005. Kadar kaliumsebagai K2O dari hasil pengolahan limbah cair industri rumput laut tersebut berkisar antara 0,08 - 0,12 % (800 –1200 ppm) nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai standard sesuai SNI 02 – 2805: 2005 sebesar 600 ppm.

    Kata Kunci: limbah alkali, proces pickling, rumput laut, pupuk cair 

    PENDAHULUAN

    Industri rumput laut merupakan salahsatu industri potensi inti daerah di JawaTimur seperti Madura, Pasuruan yang salahsatu produknya berupa karagenan.Kegunaan karaginan antara lain sebagai

    pengatur keseimbangan, bahan pengental,pembentuk gel, dan pengemulsi sehingga

    banyak dimanfaatkan di beberapa industri,antara lain makanan,farmasi dan kosmetik.

    Pada proses produksi karaginantersebut banyak menggunakan larutan KOH7 – 8 % pada tahap pemasakan rumput laut.Sebagai produk samping dari prosesproduksi karagenan, industri rumput laut

     juga menghasilkan limbah cairterutama dariproses pemasakan dan pencucian.Karakteristik limbah cair karagenanberwarna

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    24/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 39 – 48

    40

    coklat kehitaman dengan pHsangat tinggisekitar 12 – 13 mengandung kaliumkadar tinggi sekitar 1% - 7%. Tingginya kadar kalium pada limbah cair industri rumputrumput, berpotensi untuk dimanfaatkansebagai pupuk anorganik kalium.

    Menurut Sedayu dkk, 2007 dalamWibowo, 2012 menjelaskan bahwa limbahcair industri rumput laut yang dihasilkan dariproses pencucian mempunyai pH sangattinggi berkisar 12-13,serta memilikikandungan organik dan padatan terlarutyang tinggi. Menurut Dina, 2005,karakteristik limbah cair hasil pengolahanrumput laut di PT.BI adalah kalium = 0,87%

    - 2,88%;klorida =1,37% - 2,41%;nitrogensebagai N-total = 0,03%, fosfor sebagaiP2O5(x10

    -3) = 3,2% - 20.72% dan pH = 9,92- 11.76. Menurut Setiawan, 2007, Limbahcairindustri rumput laut mengandung NaCl,Kalium serta Lignin. Limbah cair tersebutbila dibuang langsung ke sungaidapatmenyebabkan pencemaranlingkungan, sehingga perlu dilakukanpengolahan lebih dahulu sebelum dibuangke Lingkungan. Pengolahan limbah cair rumput laut dapat dilakukan sekalian untuk

    memanfaatkanunsur kaliumsebagai pupukanorganik untuk tanaman.

    Selain limbah cair industri rumput lautyang dapat dimanfaatkan, juga limbah cair industri electroplating.Proses produksiindustri electroplating amat beragamtergantung dari tujuannya, namun padatahap awal hampir semua melalui prosespickling yaitu proses penghilangan karatpada benda yang akan dilapisimenggunakan larutan asam HCl/H2SO4.Dariproses pickling tersebut,dihasilkan limbah

    cair sekitar 2 m3 per 1000 m2 benda yangdilapis. Limbah cair ini merupakanlarutanFeCl2/ FeCl3.Karakteristik limbah cair dariproses pickling antara lain mengandungTSS=3000-5000 mg/L, HCl bebas=2-3g/L,Fe=1000 - 2000 mg/L, pH= 1 dengan debit=3 – 4m3/minggu. Kandungan Fe dan TSSmasih berada di atas nilai bakumutu limbahcair menurut Per. Gub.JATIM No 72/2013,sehingga perlu dilakukan pengolahan lebihdulu sebelum dibuang ke Lingkungan.Pengolahan limbah cair industri pelapisanlogam dapat dilakukan sekalian untukmemanfaatkan unsur Fe sebagai pupukanorganik untuk tanaman..

    Pupuk anorganik adalah pupuk yangberasal dari senyawa anorganik yangmengandung unsur hara tertentu yangdiperlukan tumbuhan.Terdapat banyak jenispupuk anorganik yang diantaranyaadalahm pupuk kalium(KCl). Ada 2 jenispupuk KCl yang beredar di pasaran, yaituKCl 80 mengandung 50% K2O dan KCl 90mengandung 53% K2O).

    Tingginya kadar kalium (KOH) dalamlimbah cair industri rumputlaut dan kadar besi (FeCl3) dalam limbah cair industripelapisan logam, berpotensi dijadikanpupuk KCl apabila kedua jenis limbahtersebut dicampur. Reaksi yang terjadi dari

    campuran tersebut adalah sebagai berikut

    3 KOH + FeCl3 3KCl + Fe(OH)3

    Hipotesanya adalah mencampurkanlimbah cair industri rumput laut yangmengandung kalium (KOH) yang bersifatbasa dengan limbah cair pickling industripelapisan logam yang mengandung besi(FeCl) dan bersifat asam akan membentukKCl yang bersifat netral. KCl dan Femerupakan mikronutrien untuk tanaman.

     Atas dasar hal tersebut di atas, telahdilakukan penelitian pemanfaatan campuranlimbah cair industri rumput laut dan limbahpickling industri pelapisan logam sebagaipupuk anorganik dengantujuan membantuindustri rumput laut dan industrielectroplating dalam meningkatkan kinerjapengelolaan lingkungannya.

    METODE

    Bahan

    Bahan yang digunakan adalah limbahcair dari proses produksi karaginan industrirumput lautdi daerahPasuruan, dan limbahcair dari proses pickling industri pelapisanlogam di daerah Surabaya. Beberapa bahanpembantudan bahan kimia untuk analisaK2O, As,Hg,Cd dan Pb dan parameter pendukung lainnya.

    Alat

    Peralatan yang digunakan pada

    percobaan pendahuluan adalah pH meter,termometer, magnetic stirrer dan beberapa

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    25/48

    Pemanfaatan Limbah Alkali dari... (Nurul Mahmida Ariani, dkk)

    41

    peralatan gelas. Peralatan untukpembuatan pupuk cair terdiri dari saturangkaian peralatan dengan kapasitas 90liter yang terdiri dari tangki bahan baku,tangki pengaduk cepat dan lambat, tangkisedimentasi, tangki penampung pupuk cair,assesoris perpipaan dan pompa (Gambar 1.)

    Rancangan Percobaan

    Karakterisasi limbah cair industri

    Limbah cair dari industri rumput lautdiambil secara grab (grab sampling ) di

    beberapa titik, sebelum dan sesudah prosespemasakan menggunakan KOH, pada bakpenampung serta pada outlet IPAL,Sedangkan pada industri lapis listrikdilakukan setelah proses pickling.Pengamatan dilakukan terhadap parameter BOD,COD, pH, Kalium, TSS, Cl2 dan lain-lan untuk Industri Rumput Laut danparameter Besi,COD,BOD,TSS,pH untuklimbah cair proses pickling sesuai sesuaiBaku Mutu Limbah Cair (BMLC)PeraturanGubernur Jatim 72/ 2013. serta beberapa

    parameter lain yang terdiri dari K2O, Kalium,

    Clorida yang berhubungan erat dengankualitas pupuk KCl. Pengujian dilakukan diLaboratorium Kimia Baristand IndustriSurabaya mengacu Metode uji mengacupada SNI serta Standard Method.

    Percobaan Pendahuluan

    Percobaan dilakukan di BaristandIndustri Surabaya, Juni – Oktober 2013.Percobaan diawali dengan karakterisasilimbah cair yang diambil dari keluaranproses produksi dari 2 (dua) industri rumputlaut. Adapun parameter yang dianalisaadalah sesuai dengan Baku Mutu Limbah

    Cair Industri Rumput Laut sesuai PeraturanGubernur JatimNo 72/ 2013 dan parameter Na dan K untuk menentukan potensipembuatan pupuk KCl.

    Kemudian dilakukan pemilihan industriyang didasarkan pada kandungan kaliumyang lebih tinggi sehingga potensi menjadipupuk KCl juga tinggi. Setelah dilakukanpemilihan industri tersebut, maka dilakukanpengambilan sampel limbah industri rumputlaut di beberapa titik sehingga diketahuisumber limbah yang paling berpotensi.

    Gambar 1. Peralatan pembuatan pupuk

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    26/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 39 – 48

    42

     Adapun titik pengambilan sampeladalah pada bak penampung IPAL(equalisasi), Inlet IPAL sebelum equalisasisetelah proses produksi, pada Outlet prosesdestruksi/ Pemasakan menggunakan KOH (segregasi limbah ), pada Bak penampungoutlet berupa sumur dangkal, Outlet IPAL.Sedangkan parameter yang dianalisisadalah parameter sesuai dengan baku mutulimbah cair industri rumput laut danparameter lainnya yang mepengaruhikesuburan tanah, diantaranya K2O, K, Na,N, P2O5 total dan lain-lain.

    Tahap berikutnya adalah percobaanpendahuluan untuk penentuan jumlah

    limbah cair industri rumput laut dan limbahcair pickling yang dicampurkan sehinggamembentuk pupuk cair KCl. Percobaandilakukan dengan variabel tetap padatemperatur dan variabel bebas padapenambahan limbah cair pickle. Limbahyang digunakan pada percobaanpendahuluan adalah limbah sintetis sesuaidengan karakteristik yang didapatkan. Untuklimbah cair rumput laut adalah denganmenggunakan larutan KOH yang diencerkansehingga konsentrasinya mendekati

    karakteristik limbah, sedangkan limbah cair pickling dibuat dari larutan FeCl sehinggamendekati karakteristik limbahnya.Pencampuran dilakukan sehingga nilai pHyang mendekati netral, yaitu dibuat 3ulangan dengan pH 5,6,7 serta denganmemperhatikan kandungan K2O.

    Ujicoba pembuatan pupuk KCl

    Ujicoba pembuatan pupuk KCldilakukan secara batch menggunakan

    limbah asli dan peralatan pada Gambar 1yang dirancang berdasarkan kondisioptimum hasil percobaan pendahuluan.Kapasitas reaktor adalah 2 liter. Secarabersama-sama, air limbah rumput laut danair limbah pickling dipompa menuju reaktor pengaduk. Pengadukan akan direncanakanselama 30 menit, kemudian air limbah yangbercampur akan menuju ke unitsedimentasi. Pada unit sedimentasi akandipisahkan padatan dan pupuk KCl cair yangbersih. Kemudian KCl cair menuju tankiproduk. Temperatur yang digunakan selamapenelitian dijaga pada suhu kamar. Adapun

    penelitian dilakukan pengulangan sehinggapH yang didapatkan mendekati netral.Pengamatan dilakukan terhadap parameter pH, kandungan K2O serta unsur-unsur haralainnya yang berpengaruh pada kondisikesuburan tanah yaitu Na, Ca, Phosphat, As, Hg,Pb, Cd, Fe. Selain itu diuji pulalogam-logam Zn, Cu, Mn, Co,Mg sehinggadapat diketahui adanya pencemaran.Sedangkan Evaluasi kualitas pupuk KCldilakukan dengan cara membandingkandengan standard pupuk KCl menurut SNI02-2805: 2005 dan Peraturan MenteriPertanian No. 43. Tahun 2011 tentangPupuk Anorganik serta petunjuk pemakaian

    pupuk KCl yang ada dipasaran

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik limbah cair 

    Industri rumput laut

    Pada mulanya karakteristik limbah,dianalisa berdasarkan Baku Mutu LimbahCair Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jatim No 72/ 2013 untuk industri pengolahan

    rumput laut, diantaranya parameter pH,Cl2,TSS, BOD, COD, NH3 serta untukmelihat potensi terbentuknya pupuk cair KCldapat dianalisa kandungan K. Adapun hasilanalisanya dapat dilihat pada Tabel 1.

    Hasil analisa limbah cair proseskaragenan dapat dilihat pada Tabel 1.Kandungan kalium pada limbah cair dariindustri A dan B masih cukup tinggi, yangdimungkinkan berasal dari bahan baku sertasisa dari penambahan KOH dalam reaksipada proses pemasakan.Limbah cair pada

    industriA mengandung TDS lebih tinggi, haltersebut dimungkinkan dari kandungan nilaigaram yang masih terikut. Demikian juga,kandungan Na dalam limbah cair industri Acukup tinggi yang berasal dari bahan baku.Kandungan nilai TSS dari kedua industrimasih tinggi dan jauh melebihi Nilai BakuMutu yang diijinkan sesuai PeraturanGubernur Jawa Timur No 72 Tahun 2013dan Peraturan Menteri Lingungan Hidup No5 Tahun 2014. Dengan pertimbangankandungan Kalium lebih tinggisertakemudahan akses, dipilih Industri A untukditeliti lebih lanjut.

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    27/48

    Pemanfaatan Limbah Alkali dari... (Nurul Mahmida Ariani, dkk)

    43

    Tabel. 1. Hasil Uji Limbah Cair Industri Rumput Laut

    NO. Parameter  Hasil Uji, mg/La) BMLC b) BMLCc)

    Industri A Industri B

    1 Na 2144 1102 K 1468 1387

    3 pH 9,02 8.3 6 - 9 6 – 9

    4 Cl2 0,63 0.3 1 1

    5 TDS 1572 350

    6 TSS 388 416 50 100

    7 CO32- 144,6 -

    8 BOD 59,44 24.37 100 100

    9 COD 199,3 151.23 250 250

    10 NH3 1,12 0.48 5 5a)

    : Nilai rata2 dari 3 kali ulangan,b)

    : BMLC industri Rumput Laut sesuai Peraturan Gubernur JatimNo 72/ 2013.c) :

    BMLC Industri Rumput Laut sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No 5/ 2014

    Selanjutnya, karakterisasi air limbahdiuji sesuai parameter dalam SNI pupukKCl, unsur yang dapat mempengaruhikesuburan tanah dan baku mutu mutulimbah cair dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur No 72 Tahun 2013. Sesuaidengan SNI pupuk KCl maka yang perludiperhatikan adalah kandungan Kaliumsebagai K2O yaitu minimal 60%, sedangkanunsur penunjang pesuburan tanah adalah K,

    Na, N, P2O5 total. Baku Mutu Limbah Cair Industri Pengolahan Rumput Laut digunakansebagai parameter uji dengan pertimbangandari segi kelayakan limbah tersebut dapatdibuang ke lingkungan. Adapun hasilkarakteristik limbah cair industri pengolahanrumput laut dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel.2.memperlihatkan karakteristiklimbah cair yang diambil dari industri industrirumput laut (A) secara sesaat/ grab dengantidak mempertimbangkan waktupengambilan dan proses yang berlangsung,

    namun dari titik pengambilan yang berbeda.Contoh I , limbah cair diambil dari bakpenampung, dimana air limbahnyamerupakan campuran yang sudah homogen(bak equalisasi). Contoh II, limbah diambilpada inlet Instalasi Pengolah Air Limbah(IPAL) yaitu limbah yang baru aja keluar dariproses produksisebelum masuk bakequalisasi. Contoh III, air limbah diambilpada titik sampling setelah proses destruksirumput laut dengan menggunakan larutan

    KOH. Contoh IV, air limbah diambil di

    tempat penampungan sementara berupasumur dangkal dan Contoh V merupakanoutlet dari IPAL yang keluar ke lingkungan.Karakteristik contoh I dan contoh II hampir sama, karena memang sama samainletIPAL. Karakteristik Contoh IV dan contoh V juga menunjukkan nilai yang hampirsamakarena juga sama sama outlet IPAL.

    Sedangkan pada contoh III terlihatkandungan K2O dan Kalium cukup tinggi

    dibandingkan dengan air limbah yangdiambil dari titik lainnya.Hal ini dikarenakanlimbah tersebut diambil dari prosessegregasi setelah proses destruksi yangmenggunakan bahan larutan KOH.

    Secara umum, nilai TSS dan TDSmasih tinggi melampaui nilai BMLC yangada. TDS yang tinggi dikarenakankandungan garam, sedangkan nilai TSSyang tinggi, dikarenakan beberapa padatanyang masih terikut.Pada ContohV air limbahyang sudah diolah dan keluar ke lingkungan,

    hanya pada parameter TSS yang masihmelebihi nilai ambang batas yangdiperbolehkan sesuai Peraturan Gubernur Jawa Timur No 72 Tahun 2013.

    Dengan mempertimbangkankandungan K2O dan kalium yang tinggimaka, limbah yang dilakukan untukpenelitian lebih lanjut adalah limbah contohIII yang merupakan segregasi keluar dariproses pemasakan menggunakan larutanKOH. Limbah ini selanjutnya disebut

    sebagai mother liquor .

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    28/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 39 – 48

    44

    Tabel.2. Hasil Uji Limbah Cair Industri Rumput Laut di beberapa Titik

    No.Paramete

    r UjiSatuan

    Hasil UjiBMLC

    SNIKclI II III IV V

    1 Cl % 0,14 0,16 0,26 0,28 0,32

    2 TDS mg/L 2754 2842 7508 1284 2828

    3 P2O5 tot mg/kg 4,09 3,87 4,79

    4 K2O mg/L 1799,16 1687,38 2611,19 30 2,7 60 %

    5 pH 7,78 11,86 12,87 13.39 8.85 6 – 9

    6 Na2CO3 mg/L 109,6 63,89 107,52 31 16

    7 K mg/L 1493,08 1400,32 2166,96 1548 1574

    8 Na mg/L 45,5 26,52 44,63 0,13 6,97

    9 N % 0,08 0,07 0,08 0,02 0,02

    10 TSS mg/L 111,72 376 220 380 52 50

    11 Amonia

    NH4% 0,04 0,03 0,03 0.007 0.003

    12 BOD mg/L 36,75 49,5 278,75 140 98 10013 COD mg/L 154,92 525,61 357,13 320 205 250

    14 Cl2 mg/L 0,91 0,72 2,5 0,75 0,17 1Catatan: Sampling secara grab, dengan titik sampling 

    I.Bak penampung IPAL (equalisasi),setelah proses produksi II. Inlet IPAL, sebelum equalisasi setelah proses produksi III.Outlet proses destruksi/ Pemasakan menggunakan KOH ( segregasi limbah )IV. Bak penampung outlet berupa sumur dangkal V. Outlet IPAL.

    Industri pelapisan logam

    Karakteristik limbah pickling industripelapisan logam didasarkan pada parameter uji limbah sesuai dengan Baku Mutu LimbahCair dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 untuk mengetahuikelayakan pembuangannya ke lingkungan,sedangkan untuk mengetahui potensiterjadinya pupuk KCl dapat dilihat daribesaran konsentrasi Cl yang ada didalamlimbah. Adapun hasil uji limbah picklingdapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel. 3. Hasil Uji Limbah Pickling dariIndustri Pelapisan Logam

    NO.Parameter Satuan

    HasilUji

    BMLC

    1 TSS mg/ L 3820 20

    2 Besi mg/ L 1655 5

    3 HCl g/ L 2.3

    4 pH - 1 6 - 9Catatan: Nilai rata2 dari 3 kali ulangan dari satu Indutri  pelapisan logam BMLC sesuai Peraturan Gubernur Jatim No 72 Tahun 2013.

    Limbah Cair dari proses pickling diIndustri pelapisan logam , hanya diambil darisatu Industri yang dalam proses picklingnya

    menggunakan larutan HCl. Sampingdilakukan 3 kali dan hasil ujinya terlihat padaTabel. 3. Nilai tersebut mempunyaikecenderungan hampir sama dengan nilaiyang ada pada acuan, dimana TSS: 3000-5000 mg/l, HCl bebas: 2 – 3g/l , Fe: 1000 -2000 mg/l, pH: 1.

    Untuk parameter Fe dan TSS masihberada jauh di atas nilai Baku Mutu yangdiijinkan sesuai dengan Peraturan Gubernur No 73 Tahun 2013. Di Industri limbahpickling ini biasanya dipisahkan, dandimanfaatkan kembali, namun akan jenuhdalam 2 (dua) minggu. Dengan nilai yang

    sangat jauh di atas ambang batas yangdiperbolehkan, maka jika langsung dibuangkelingkungan akan sangat berbahaya.Sehingga harus diolah supaya aman bagilingkungan. Untuk mengurangi biayapengolahan, maka limbah ini dimanfaatkanuntuk direaksikan dengan limbah dariindustri rumput laut menjadi KCL yangmerupakan pupuk anorganik.

    Dengan pemanfaatan kembali dualimbah cair ini, diharapkan terjadipengurangan biasa operasional IPAL

    masing-masing industri serta mendapatkannilai tambah berupa pupuk yang dapatdimanfaatkan.

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    29/48

    Pemanfaatan Limbah Alkali dari... (Nurul Mahmida Ariani, dkk)

    45

    Hasil percobaan pendahuluan

    Percobaan Pendahuluan

    Pada percobaan awal ini untukmendapatkan formlulasi perbandingancampuran masing-masing limbah cair, makadilakukan perlakuan awal. Limbah Picklingdiendapkan, endapan dipisahkan danfiltratnya yang dipakai sebagai bahan untukdireaksikan dengan limbah cair dari industrirumput laut.

    Pada percobaan awal ini, penambahanlimbah pickle dengan melihat batasan pHyang dihasilkan yaitu mendekati netral,

    makanya diambil penentuan pH antara 5sampai 7, mengingat larutan limbah picklesangat asam.

    Berdasarkan karakteristik limbah cair industri rumput laut, kandungan kalium yangterkandung didalamnya adalah 2166,96 mg/lsedangkan FeCl dalam limbah picklingadalah 2,3 gr/l maka dibuat limbah sintesis.Limbah sintesis industri rumput laut terbuatdari larutan KOH kemudian dititrasi denganFeCl sebagai sintesis dari limbah picklingsehingga pH mendekati netral. pH tersebut

    dipilih menjadi basis variabel dikarenakankondisi penggunaan pupuk pada tanahsekitar 5-7. Adapun hasil penelitianpendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.Berdasarkan hasil penelitian pendahuluantersebut maka digunakan perbandinganKOH: FeCl = 1: 1 dalam artian 1 liter limbahcair rumput laut akan direaksikan dengan 1liter limbah pickling. Pemilihan perbandingantersebut didasarkan pada kondisi tanahpertanian yang pada umumnya cenderungmenuju ke pH 6. Hasil perbandingan

    tersebut merupakan kondisi optimal yangakan digunakan dalam uji coba pembuatanpupuk KCl.

    Hasil uji coba pembuatan pupuk KCl

    Selanjutnya ratio tersebut dibuat dalamskala yang lebih besar denganmenggukanan peralatan utama berupatangki penampung masing masing limbah,

    tangki reaksi , tangki pengendap serta tangipenampung produk, yang masing-masingdilengkapi dengan asesoris pompa danpengaduk (sesuai Gambar 1). Perbandinganpercampuran yang digunakan untukmembentuk pupuk KCl adalah limbahrumput laut: limbah pickling = 1:1 dan sesuaidengan kapasitas tanki maka 50 liter limbahcair rumput laut akan direaksikan dengan 50liter limbah pickling. Perlakuan pada uji cobaini juga dibatasi pH 5 sampai 7, Hasilnyaseperti pada Tabel. 4.

    Pada Tabel 4 tersebut merupakanhasil akhir dari Hasil Pengolahan LimbahCair menjadi pupuk, kemudian dilakukan

    dievaluasi dengan Standard yang sudah adayaitu SNI 02 – 2805: 2005 sebagai PupukKCl. Sebagai bahan acuan lain jugadigunakan Peraturan Menteri Pertanian No43 Tahun 2011:Persyaratan Teknis MinimalPupuk Anorganik, Lampiran VII: PersyaratanTeknis Minimal Pupuk Anorganik Padat danCair.Tabel. 5. Standard Nasional Indonesia SNI

    02 – 2805-2005No Parameter Satuan Persyaratan

    1

    Kadar Kalium

    sebagai K2O % 602 Kadar Air % Maks 1Persyaratan K 2 O dihitung atas dasar bahan kering (adbk 

    Sebagai bahan evaluasi, StandardPupuk KCl, menurut SNI 02-2805: 2005seperti pada Pada Tabel. 5, maka Kadar Kalium (sebagai K2O) = 60 %, makaKonversi K2O ke KCl adalah sebagai berikut:Jika BM K2O = 94 ; BMKCl = 74,5 Kadar K2O/ KCl = 1,261745, maka 1 gr KCl

    sebanding dengan 1,262 gr K2O.Sedangkan Konversi K2O ke K adalahsebagai berikut: Jika BM K = 39 ; BM KCl =74,5 , maka Kadar K/KCl = 0,52349 =52,349 % , sehingga Kadar K dalam KCl =52,349 %. Jika BM KCl = 74,5 , BM K2O =94 , maka (BM KCl/ BM K2O) * 60 % =47,553 %. Jadi menurut SNI, pupuk dapatditerima jika minimal mengandung KCl =47,553 %.

    Tabel 3 Hasil Penelitian Pendahuluan

    Parameter KOH: FeCl = 1:2 KOH: FeCl = 1:1 KOH: FeCl = 2:1

    pH 5 6 7

    Kalium sebagai K2O (%) 0,06 0,09 0,12

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    30/48

    Jurnal Riset Industri (Journal of Industrial Research), Vol. 9 No. 1, April 2015, Hal. 39 – 48

    46

    Tabel. 4. Hasil Uji Limbah Cair Rumput Laut direaksikan dengan Limbah Picking

    Catatan:Kode A:Limbah Cair Rumput laut dari proses pemasakan + limbah Pickle ( FeCl ), pH 5

    Kode B:Limbah Cair dari proses + Limbah Pickle ( FeCl ), pH 6Kode C:Limbah Cair dari proses pemasakan menggunakan KOH + Limbah Pickle ( FeCl ),pH 7

    *) Peraturan Menteri Pertanian No 43 Tahun 2011:Lampiran VII:Persyaratan Teknis Minimal Pupuk AnorganikPadat dan Cair ,

    Dalam aturan pemakaian pupuk KClyang ada dipasaran, 1 gram dilarutkandalam 1 liter air, sehingga dalam 1 liter larutan kandungan KCl = 1 gr *47,553 % =0,48 gr dalam 1 liter = 475,53 mg/ liter=

    475,53 ppm. Jadi dalam 1 liter, kandunganK2O , BM K2O/ BM KCl = 600,0 ppm.

    Jika Kadar K dalam KCl = 52,349%,jadi dalam 1 liter, kandungan K = 52,349 %= 1 gr * = 0,52349 gr/liter = 523,4899mg/liter= 523,4899 ppm. Jadi dalam 1 liter,kandungan K = 523,4899 ppm.

    Dari perhitungan di atas bisa dibuatresume seperti pada Tabel 6, sehingga lebihmudah melakukan evaluasi denganstandard yang ada.

    Evaluasi data pada Tabel. 6, dapat

    disimpulkan bahwa hasil pengolahan limbahcair dari industri rumput laut denganmereaksikan dengan limbah cair proses

    pickling dari industri pelapisan logam , makadapat memenuhi persyaratan sesuai SNI 02 – 2805: 2005.

    Tabel. 6.Resume Evaluasi Hasil dengan SNI

    NoParameter 

    Sat.Nilai Hasil

    Std.pH 5 pH 6 pH 7

    1 K2O % 0,12 0,08 0,11

    mg/l 1200 800 1100 600

    2 KCl % 0,19 0,13 0,17

    mg/l 1900 1300 1700 475,5

    3 K % 0,1 0,07 0,09

    mg/l 1000 700 900 523,5

    Limbah cair dari industri rumput lautdapat dimanfaatkan secara bersama dengan

    limbah cair dari proses pickling di industripelapisan logam untuk dijadikan pupukbuatan yang diarahkan memenuhi

    Parameter Satuan A B C Peraturan Menteri

    Pertanian*)

    K2O % 0,12 0,08 0,11

    KOH % 0,28 0,18 0,25

    Phosphat % 0,28 0 0

    KCl % 0,19 0,13 0,17

    Cl - % 0,52 0,73 0,01

     As ppm < 0.005 < 0.005 < 0.005 100

    Hg ppm 10

    Pb ppm < 0.01 < 0.01

  • 8/19/2019 Vol 9_No 1_(2015)_Optimalisasi Nilai Tambah BahanMaterial Dan Limbah Industri Dalam Negeri

    31/48

    Pemanfaatan Limbah Alkali dari... (Nurul Mahmida Ariani, dkk)

    47

    persyaratan Pupuk KCl yang mengacu padaSNI 02 – 2805: 2005.

    Dari Tabel 4 Kadar kalium sebagaiK2O dari hasil pengolahan limbah cair industri rumput laut tersebut berkisar antara0,08 - 0,12 % (800 – 1200 ppm) nilaitersebut lebih tinggi dari pada standardsesuai SNI 02 – 2805: 2005 sebesar 600ppm, dengan cara membandingkan nilai diatas dengan nilai mengikuti aturanpemakaian pupuk dengan cara pemakaianbahwa 1 gr pupuk KCl dilarutkan dalam 1liter air.

    Kadar kalium berkisar 0,07 – 0,1 %(700 – 1000 ppm) nilai ini lebih tinggi dari

    nilai KCl hasil perhitungan jika mengacupada SNI 02 – 2805: 2005 yaitu 475, 5 ppm.Limbah cair juga berpotensi sebagai

    pupuk anorganic yang mengacu padaPeraturan Menteri Pertanian. Maka selaindievalusi dengan SNI 02 – 2805: 2005sebagai Pupuk KCl dengan pemenuhankadar K2O juga dilakukan Evaluasi denganperaturan perundang undangan yang lainyaitu: Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/SR.140/8/2011 tanggal