vol 2. no. 2 september 2011 issn :...

103

Upload: truongngoc

Post on 03-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 2: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899

Jurnal

Socio Humaniora

PENANGGUNG JAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum :

Ir Setyo Utomo, MP Sekretaris :

Dr. Hermayawati, S.Pd., M.Pd

Dewan Redaksi : Dr. Kamsih Astuti, MA

Awan Santosa, SE., M.Sc

Penyunting Pelaksana : Tutut Dewi Astuti, SE., M.Si Dra. Indra Ratna KW, M.Si

Restu Arini, S.Pd Sumiyarsih, SE., M.Si

Pelaksana Administrasi :

Gandung Sunardi Hartini

Guest Editor :

Prof. Dr. Bimo Walgito

Alamat Redaksi Sirkulasi : LPPM Mercu Buana Yogyakarta Jl. Wates Km 10 Yogyakarta

Tlp (0274)6498212 Pesawat 133 Fax (0274)6498213 E-mail : [email protected]

Jurnal yang memuat ringkasan laporan hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit 2 kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan formatdi jurnal Sosio Humaniora dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

Page 3: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’ALAIkum wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga Jurnal “Sosio-Humaniora” ini dapat diterbitkan. Jurnal ini memuat berbagai

hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang ekonomi, psikologi dan

kependidikan, yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta dan terbit dua kali dalam

setahun.

Jurnal Sosio-Humaniora Volume ke-2 ini menyuguhkan 9 (sembilan) judul hasil

penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat yaitu sebagai berikut: “Pengaruh Iklan

dan Promosi Harga Terhadap Ekuitas Merek”, Bisnis MICE Sebagai Potensi Unggulan

Pariwisata di Yogyakarta”, ”Faktor yang Menentukan Omzet Penjualan Jamu”,

“Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga, dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Melalui Pendampingan Kader PAUD Desa Sumbersari, Moyudan, Sleman,

Yogyakarta”, Hubungan Antara Kepribadian Narsistik Dengan Perilaku Konsumtif

Pada Remaja di Yogyakarta”, ”Peningkatan Kompetensi Berbahasa Inggris Fungsional

Kontekstual Bagi Calon Pekerja Migran Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman”,

”Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial/

Social Disclosure”, “Pengaruh Struktur Kepemilikan Institusional dan Kualitas Audit

Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)”.

Redaksi menyadari penerbitan jurnal Sosio-Humaniora Volume ke-2 ini masih

banyak kekurangannya, oleh karena itu saran yang membangun dari para pembaca

sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga jurnal ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, September 2011-09-17

Redaksi

Page 4: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

iii

ISSN: 2087-1899

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

PENGARUH IKLAN DAN PROMOSI HARGA TERHADAP EKUITAS MEREK Agus Mahendra Wibowo

1

BISNIS MICE SEBAGAI POTENSI UNGGULAN PARIWISATA DI YOGYAKARTA M. Agus Prayudi

16

FAKTOR YANG MENENTUKAN OMZET PENJUALAN JAMU

Siti Eny Walsiati

25

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) MELALUI PENDAMPINGAN KADER PAUD DESA SUMBERSARI, MOYUDAN, SLEMAN, YOGYAKARTA Sri Muliati Abdullah, Rahma Widyana dan Kamsih Astuti

37

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN NARSISTIK DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI YOGYAKARTA Yusi Ambarwati dan Ranni Merli Safitri

53

PENINGKATAN KOMPETENSI BERBAHASA INGGRIS FUNGSIONAL KONTEKSTUAL BAGI CALON PEKERJA MIGRAN KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN Hermayawati

61

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (SOCIAL DISCLOSURE) Nugraeni

74

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Imannuel Wiryawan & Martinus Budiantara

88

PEDOMAN PENULISAN NASKAH 100

Page 5: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

1

PENGARUH IKLAN DAN PROMOSI HARGA TERHADAP EKUITAS MEREK

Agus Mahendra Wibowo

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKP Yogyakarta

ABSTRACT

Marketing communications may provide the means for developing strong, customer-based brand

equity. Among marketing communication tools, advertising and price promotion have always

played a pivotal role. Hence, this research examines the effect of perceived advertising spending

and price promotion on brand equity across experience goods/services. Jean was chosen as

goods because it’s quality can be judged well before and after purchase or use it and bank was

chosen as experience products due to its quality is unable to judge before use and able to judge

quality after use. This research finds that advertising has significant positive impact on brand

equity for both goods product and experience product. However, price promotion, for goods

product, has significant negative impact on brand awareness and brand association and, for

experience product (banking service), has positive effect on perceived quality and brand loyalty.

In order to build strong brand equity effectively, managers must invest in the advertising but

considering product categories when applying price promotion.

Key Word: Advertising, Price Promotion, Brand Equity, Product Category

PENDAHULUAN

Ekuitas merek, ukuran dari nilai

keseluruhan merek, adalah konsep kunci

dalam manajemen merek. Ekuitas merek

diidentifikasi sebagai sumber keunggulan

kompetitif bagi banyak organisasi. Keller

(2003) menyebut konsep ekuitas merek

sebagai "efek diferensial pengetahuan merek

terhadap respon konsumen ". Selanjutnya,

Keller mengusulkan (1) pengetahuan merek

sebagai pusat definisi ekuitas merek dan

tingkat pengetahuan merek meningkatkan

probabilitas pemilihan merek, (2)

mendefinisikan pengetahuan merek dalam

hal kesadaran merek dan image, dan (3)

brand awareness sebagai "kekuatan jejak

merek di memori dan kemampuan konsumen

untuk mengidentifikasi merek di bawah

kondisi yang berbeda" dan mendefinisikan

citra merek sebagai "persepsi mengenai

sebuah merek yang tercermin oleh asosiasi

merek dalam memori konsumen".

Ekuitas merek-pelanggan adalah satu

set yang berhubungan dengan asosiasi merek

yang dimiliki oleh konsumen dalam memori.

Dalam perspektif ini, ekuitas merek

dianggap sebagai keyakinan, mempengaruhi,

dan pengalaman subyektif lain yang

berkaitan dengan merek (yaitu, sikap

terhadap merek, brand image, dll), penelitian

yang ada terhadap ekuitas merek digunakan

untuk mengidentifikasi empat "komponen"A

Page 6: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

2

kognitif dari ekuitas merek berbasis

pelanggan seperti sikap terhadap merek,

kekuatan preferensi, pengetahuan merek,

dan merek heuristik (Girish dan Clayton,

2004). Untuk memperluas ekuitas merek

dengan memasukkan konstruksi, seperti

loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi

kualitas, dan asosiasi merek

Ekuitas merupakan seperangkat aset

dan kewajiban terkait dengan merek, yang

menambah nilai atau mengurangi nilai dari

sebuah produk dalam hubungannya dengan

pelanggan. Nilai ekuitas merek berasal dari

lima aset ekuitas merek (loyalitas merek,

kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi

merek dan aktiva lainnya), di mana persepsi

kualitas dan asosiasi merek merupakan dua

aset yang paling penting. Semua aset

ekuitas merek ini memberi nilai tambah bagi

perusahaan dan pelanggan.

Loyalitas merek didasarkan pada

pelanggan dapat mempertahankan serangan

dari pesaing, dan dampak upaya-upaya

pemasaran produsen yang lebih kompetitif

untuk menarik pelanggan setia dari merek

lain yang tidak memuaskan. Kesadaran

merek bisa memberikan keakraban untuk

merek dan sinyal dari kekukuhan dan janji

jika pelanggan tahu merek, dan pada saat itu

akan mempengaruhi pertimbangan

pelanggan untuk merek dan pengaruh lebih

lanjut atas pemilihan konsumen terhadap

merek ketika merek itu sudah hafal.

Kualitas yang dirasakan dapat

mempengaruhi keputusan pembelian dan

loyalitas merek secara langsung, terutama

bila pelanggan belum dirangsang oleh

bujukan atau tidak dapat membuat analisis

rinci. Asosiasi Merek dapat membantu

pelanggan untuk berurusan dengan atau

mengingat informasi dan menjadi dasar

perbedaan produk, yang akan memberikan

alasan pembelian bagi pelanggan dan timbul

perasaan positif (Ali Hasan, 2010).

Aset merek eksklusif lainnya (paten,

merek dagang, distributor dll) lebih sulit

diukur dari perspektif pelanggan. Dalam hal

ini, ini membuat kesan kualitas, loyalitas

merek, kesadaran merek dan asosiasi merek

sebagai variabel ukuran ekuitas merek

berdasarkan prestasi atau kinerja merek

(Keller, 2003). Dari sudut pandang ini dapat

ditemukan bahwa ekuitas merek dapat

membawa nilai bagi konsumen dan

produsen. Nilai pelanggan dari ekuitas

merek adalah dasar untuk menciptakan nilai

produsen. Dalam lima aset ekuitas merek,

loyalitas merek dapat dipengaruhi oleh

dimensi kunci lain (kesadaran merek, kesan

kualitas dan asosiasi merek) dari ekuitas

merek, sehingga loyalitas merek dapat

Page 7: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

3

Iklan

Harga

Promosi

Katego

ri

Produk

Ekuitas

Merek

• Persepsi Kualitas

• Loyalitas Merek

• Kesadaran

dianggap sebagai dasar utama dari ekuitas

merek dan independen dari dimensi lain

Berdasarkan uraian diatas maka fokus

penelitian dirumuskan sebagai berikut : (1)

apakah iklan berpengaruh terhadap ekuitas

merek untuk produk barang dan produk

pengalaman/jasa. (2) apakah harga promosi,

untuk produk barang, memiliki dampak

terhadap kesadaran merek dan asosiasi

merek, dan (3) apakah produk pengalaman

(layanan perbankan), berpengaruh terhadap

persepsi kualitas dan loyalitas merek.

KONSTRUKSI TEORITIS DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

Gambar 1 menunjukkan kerangka

konseptual, yang menjelaskan efek dari

belanja iklan dan harga promosi pada ekuitas

merek, diantarai oleh peran kategori produk

sebagai variable moderator.

Hubungan Iklan dan Brand Equity

Periklanan pengeluaran, sebagai alat

komunikasi pemasaran utama di pasar

konsumen, harus dipertimbangkan ketika

menentukan efek dari komunikasi

pemasaran pada konsumen, dan persepsi

bahwa pesan memprovokasi antara individu-

individu target yang berbeda (Angel dan

Manuel, 2005). Keller (2003) mencatat

bahwa komunikasi pemasaran berkontribusi

terhadap ekuitas merek. Artinya,

komunikasi yang efektif memungkinkan

formasi kesadaran merek dan citra merek

yang positif.

Ketika konsumen melihat belanja iklan

yang tinggi, ini memberikan kontribusi

untuk persepsi mereka tentang tingkat

kepercayaan bahwa manajer pemasaran

dalam produk, belanja iklan yang dirasa

memiliki efek positif, tidak hanya pada

ekuitas merek secara keseluruhan, tetapi

juga pada masing-masing elemen yang

terdiri dari; kesadaran, persepsi dan kualitas,

asosiasi dan loyalitas merek. Loyalitas

merek dianggap sebagai dimensi dan hasil

dari ekuitas merek (Morgan, 2000).

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Page 8: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

4

Hubungan antara kualitas yang

dirasakan dan pengeluaran untuk

komunikasi pemasaran dibenarkan oleh

penelitian yang berbeda. Hubungan antara

belanja komunikasi pemasaran dan investasi

pada merek, yang melibatkan persepsi

kualitas yang lebih tinggi. Hubungan antara

investasi dalam komunikasi pemasaran dan

kualitas mempengaruhi tidak hanya kualitas

merek dirasakan, tetapi juga mendukung

keputusan pembelian dengan meningkatkan

nilai produk, penerima iklan menganggap

pengeluaran iklan dirasakan pada merek

sebagai upaya menegaskan kembali

keputusan pembelian.

Skala ariabel ekuitas merek seperti

"brand awareness" dan "sikap merek" dapat

menggunakan "efek paparan" untuk

meningkatkan evaluasi pelanggan terhadap

merek. "Efek paparan" akan berarti jika

dampak beberapa tujuan pemasaran terjadi

secara berulang. Konsumen akan memiliki

lebih banyak sikap positif untuk tujuan

pemasaran jika dampak yang muncul secara

teratur. "Efek paparan " merupakan faktor

kunci untuk mengubah preferensi dan sikap.

Validasi pengaruh "efek paparan" pada

"pengetahuan merek", " sikap merek ",

"keakraban merek", pembelian dan

kepercayaan. Hubungan antara investasi

dalam komunikasi pemasaran dan kualitas

mempengaruhi tidak hanya kualitas merek

yang dipersepsikan, tetapi juga mendukung

keputusan pembelian dengan meningkatkan

nilai produk. Oleh karena itu pengeluaran

iklan cenderung positif terhadap ekuitas

merek. Berdasarkan logika ini hipotesis

yang akan diuji secara empiris diusulkan

tentang pengeluaran iklan dan ekuitas merek

sebagai berikut.

H1 : Pengeluaran Iklan Mempengaruhi Ekuitas Merek

H1a : Iklan pengeluaran yang positif berkaitan dengan persepsi kualitas. H1b : Iklan pengeluaran yang positif berkaitan dengan loyalitas merek. H1c : Iklan pengeluaran yang positif berkaitan dengan brand awareness. H1d : Iklan pengeluaran yang positif berkaitan dengan asosiasi merek.

Hubungan antara Harga Promosi dan

Brand Equity

Promosi penjualan mengikis ekuitas

merek, dan biasanya, harga disesuaikan oleh

produsen sebagai metode promosi langsung

untuk meningkatkan pembelian pelanggan.

Sebagian besar efek dari pemotongan harga

terlihat dalam jangka pendek pilihan merek.

Promosi meningkatkan sensitivitas harga

pada pelanggan yang tidak setia. Akan

tetapi umumnya tidak tahan saat efek jangka

panjang dipertimbangkan. Dalam hal ini,

dengan menggunakan harga promosi berarti

penurunan ekuitas merek. Harga dianggap

sebagai standar skala kualitas produk tidak

Page 9: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

5

langsung oleh pelanggan. Ini adalah konsep

bahwa harga berkorelasi positif dengan

kualitas produk, yaitu harga yang lebih

tinggi, lebih baik kualitasnya.

Penggunaan harga promosi memiliki efek

negatif terhadap ekuitas merek, karena

dianggap bahwa konsumen merasakan

hubungan negatif antara ekuitas merek dan

perlu menggunakan insentif untuk penjualan

yang mempengaruhi tingkat kemapanan

harga (Donthu dan Lee, 2000). Penjualan

promosi pada umumnya, dan khususnya

harga promosi, dianggap melemahkan

ekuitas merek meskipun memili manfaat

jangka pendek yang mereka berikan kepada

konsumen (Yoo, Donthu dan Lee, 2000).

Secara keseluruhan, efek jangka

panjang harga promosi penjualan yang

negative, oleh karena itu harga promosi

mungkin memiliki pengaruh negatif pada

persepsi pelanggan diferensial membuat

kesadaran persepsi pelanggan pada kualitas,

dan kemudian mempengaruhi ekuitas merek

produk dan kesediaan pembelian pelanggan.

Kegiatan berdasarkan penurunan harga dapat

menempatkan merek dalam bahaya,

konsumen akan terprovokasi dengan

ketidakstabilan, kebingungan dan

variabilitas menyebabkan kualitas image

tidak stabil. Oleh karena itu, penelitian ini

mengusulkan hipotesis untuk diuji secara

empiris adalah sebagai berikut :

H2 : Harga promosi mempengaruhi ekuitas merek;

H2a : Harga promosi negatif yang terkait dengan persepsi kualitas; H2b : Harga promosi negatif yang terkait dengan loyalitas merek; H2c : Harga promosi negatif yang terkait

dengan brand awareness; H2d : Harga promosi negatif yang terkait

dengan asosiasi merek.

Kategori Produk

Kategori produk ditetapkan pada

sebuah kontinum produk barang (goods),

pengalaman (experience), atau kepercayaan

(credence) --- GEC, atas dasar evaluasi

pelanggan terhadap barang/jasa dengan cara

yang berbeda. Produk barang didominasi

oleh informasi atribut lengkap bisa diperoleh

sebelum membeli, pada produk pengalaman

/jasa, pelanggan dapat mengevaluasi setelah

mengkonsumsi, dan barang kepercayaan

didominasi oleh atribut bahwa pelanggan

tidak dapat memverifikasi bahkan setelah

digunakan . Atribut barang dapat dianalisis

dalam tiga sifat, pengalaman, produk barang

dan kepercayaan. Produk barang memiliki

karakteristik yang dapat diidentifikasi

melalui pemeriksaan dan sebelum membeli.

Pengalaman, di sisi lain, memiliki fitur yang

terungkap hanya melalui konsumsi.

Kenyataan bahwa konsumen tidak bisa

memastikan kualitas dan nilai kepercayaan,

Page 10: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

6

produk, dan pengalaman. Produk barang,

seperti yang didefinisikan oleh kerangka

GEC, bahwa ketidakpastian pra-pembelian

adalah rendah. Pada pengalaman, dan

kepercayaan yang ditandai dengan

ketidakpastian yang lebih tinggi, sehingga

strategi iklan untuk penjual barang mungkin

akan sangat berbeda dari kepercayaan dan

produk pengalaman. Meskipun, hubungan

positif antara kualitas merek dan belanja

iklan yang diharapkan, hubungan akan

berbeda dengan produk yang berbeda. Oleh

karena itu, penelitian ini mengusulkan

hipotesis yang akan diuji secara empiris

dirumuskan sebagai berikut :

H3: Dampak iklan terhadap ekuitas merek

untuk produk barang berbeda dari yang

non barang/jasa (pengalaman dan

kepercayaan).

Variabilitas produk barang / jasa

rendah juga membuatnya layak bagi

konsumen untuk memperoleh pengetahuan

penuh tentang kinerja produk sebelum

membeli. Harga akan menjadi pendorong

utama untuk pelanggan. Untuk layanan

kepercayaan, harga mungkin bukan atribut

yang paling penting. dan pengetahuan

meningkat sepanjang ada kontinuitas dari

kepercayaan untuk jasa.

Karena kesulitan mendapatkan

informasi prepurchase, maka memberikan

informasi tambahan dapat mengurangi risiko

bagi pelanggan. Selain itu, kepercayaan

barang/jasa sangat profesional dan terkait

dengan tingkat variabilitas yang lebih tinggi,

hal ini lebih sulit bagi pelanggan untuk

menilai kualitas atau pengalaman,

kepercayaan barang/jasa, harga murah

sehingga dapat menjadi petunjuk bagi

keterbatasan kualitas.

Peneliti berpendapat bahwa dampak

harga promosi pada ekuitas merek untuk

produk barang/jasa berbeda dari yang non-

produk barang (pengalaman dan

kepercayaan). Maka hipotesis yang

diusulkan untuk diuji secara empiris adalah :

H4 : Dampak promosi harga pada ekuitas

merek untuk produk barang/jasa berbeda

dari yang non-produk (pengalaman dan

kepercayaan) barang / jasa.

METODE PENELITIAN

Definisi dan Pengukuran

Penelitian ini berfokus pada tiga

konstruksi yaitu iklan, promosi harga dan

ekuitas merek. Pengeluaran periklanan,

sebagai alat komunikasi pemasaran utama di

pasar konsumen, harus dipertimbangkan

ketika menentukan efek dari komunikasi

Page 11: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 12: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 13: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 14: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

10

merek, terutama pada persepsi kualitas,

loyalitas merek dan asosiasi merek.

Analisis Regresi

Jean

Iklan berpengaruh positif signifikan

terhadap persepsi kualitas (β 0,343, t =>

1,645), loyalitas merek (β 0,232, t => 1,645),

kesadaran merek (β 0,566, t => 1,645) dan

asosiasi merek (β = 0,481, t> 1,645). Harga

promosi berpengaruh negatif signifikan

terhadap brand awareness (β =- 0,180, t <-

1,645) dan asosiasi merek (β =- 0,108, t <-

1,645) Harga promosi pengaruh negatif tidak

signifikan terhadap persepsi kualitas (β =-

0,078,> t - 1,645). Selain itu, harga promosi

tidak berpengaruh signifikan terhadap

loyalitas merek (β 0,013, t = <1,645).

Bank

Iklan berpengaruh positif signifikan

terhadap persepsi kualitas (β 0,296, t =>

1,645), loyalitas merek (β 0,149, t => 1,645),

kesadaran merek (β 0,174, t => 1,645) dan

asosiasi merek (β = 0,329, t> 1,645). Harga

promosi berpengaruh positif signifikan

terhadap persepsi kualitas (β = 0,231),

loyalitas merek (β = 0,209). Harga promosi

tidak berpengaruh signifikan terhadap brand

awareness (β =- 0,038) dan asosiasi merek (β

= 0,073). Analisis korelasi menggambarkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara

biaya iklan dan promosi harga. Untuk

menghindari dampak collinearity antara

variabel independen, penelitian ini

mengadopsi diagnostik collinearity. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa VIF

(Variance Inflation Factor) kurang dari 10.

Artinya, tingkat collinearity tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

estimasi model regresi.

Riset ini mencoba untuk memperluas

ekuitas merek dengan menggunakan

konstruksi loyalitas merek, kesadaran merek,

kesan kualitas dan asosiasi merek.

Spesifikasi konseptual bisa bermasalah

karena konstruksi yang sama muncul untuk

memainkan peran ganda. Sebagai contoh,

loyalitas merek dianggap sebagai dimensi

dan hasil dari ekuitas merek. Oleh karena

itu, penelitian ini lebih lanjut meneliti

hubungan antara loyalitas merek, kesadaran

merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek

dengan memperlakukan loyalitas merek

sebagai variabel terikat. Tabel 13

menunjukkan bahwa, untuk jean, persepsi

kualitas berpengaruh positif signifikan

terhadap loyalitas merek (β 0,392, t =>

1,645) dan asosiasi merek berpengaruh

positif signifikan terhadap loyalitas merek (β

= 0,317, t> 1,645). Kesadaran merek tidak

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas

merek bank (β =- 0,037, t> -1,645). Persepsi

Page 15: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

11

kualitas, kesadaran merek dan asosiasi

merek semua berpengaruh positif signifikan

terhadap loyalitas merek (β 0,380, t =>

1,645), (β 0,158, t => 1,645), (β = 0,269, t>

1,645).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis di atas,

penelitian ini menemukan iklan yang

memiliki hubungan positif yang signifikan

terhadap ekuitas merek produk barang dan

produk jasa. Selanjutnya, hasil analisis

regresi menemukan bahwa promosi harga

tidak berpengaruh signifikan terhadap

loyalitas merek merek jean. Hal ini karena

konsumen tertarik terhadap merek oleh

utilitas transaksi yang memberikan harga

promosi (sesaat), dan ketika akhir promosi,

mereka kehilangan minat pada merek.

Dengan demikian, perubahan loyalitas

merek setelah berakhirnya promosi tidak

mungkin terjadi kecuali merek ini dianggap

unggul dan memenuhi kebutuhan konsumen

lebih baik daripada merek pesaing.

Meskipun harga promosi tidak memiliki

dampak yang signifikan terhadap persepsi

kualitas, arah dan harapan tetap menjadi

nilai negatif. Saat melihat kekuatan penjelas

dari model regresi, adjusted R ², ada

perbedaan besar antara kekuatan penjelas

dari pengeluaran iklan dan harga promosi

untuk dimensi ekuitas merek. Kedua

variabel independen menjelaskan kesadaran

merek (adjusted R ² = 0,364) dan asosiasi

merek (adjusted R ² = 0,245) lebih baik dari

melihat kualitas (adjusted R ² = 0,119) dan

loyalitas merek (adjusted R ² = 0,044). Ini

membuktikan bahwa marketer harus

mempertimbangkan faktor penting lainnya

ketika menyelidiki loyalitas merek.

Selain itu, ditemukan bahwa promosi

harga secara signifikan berpengaruh positif

terhadap persepsi kualitas dan loyalitas

merek bank. ini mungkin karena bank

adalah layanan industri berskala besar.

Ketika Bank menggunakan harga promosi

berjangka pendek, konsumen tidak akan

mempertanyakan kepada orang lain tentang

kualitas pelayanan bank, atau harga seperti

tingkat bunga dan biaya layanan dapat

menjadi salah satu faktor kunci bagaimana

pelanggan menilai kualitas bank. Penelitian

ini juga menemukan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara harga

promosi dan kesadaran merek atau asosiasi

merek, karena dan tinggi rendahnya harga

bisa sama-sama kuat terkait merek dalam

memori yang membawa manfaat kepada

konsumen.

Riset ini menunjukkan bahwa iklan

berpengaruh positif signifikan terhadap

ekuitas merek produk jean dan bank.

Namun, tingkat dampaknya tidak sama,

Page 16: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

12

hasilnya, dapat diketahui bahwa iklan

memiliki dampak lebih tinggi pada empat

dimensi ekuitas merek produk barang (jean)

(koefisien standar) dari pada yang produk

bank.

Harga promosi berpengaruh moderat

yang berbeda pada ekuitas merek karena

perbedaan kategori produk, ini berarti bahwa

harga promosi membuat pengaruh

bertentangan mengenai produk tangible dan

intangible. Harga promosi dalam kesadaran

merek dan asosiasi merek jean memiliki

dampak negatif signifikan. Namun,

berpengaruh positif terhadap persepsi

kualitas dan loyalitas merek di industri

perbankan. Loyalitas merek konsumen pada

produk barang dapat ditingkatkan, jika

identifikasi integral pada kualitas produk dan

asosiasi merek yang baik dapat ditingkatkan.

Loyalitas merek sangat dipengaruhi oleh tiga

dimensi ekuitas merek produk layanan bank.

Kekuatan variable penjelas

pengeluaran iklan dan harga promosi pada

ekuitas merek (adjusted R ²), pengeluaran

periklanan dan harga promosi memiliki

kekuatan penjelas yang lebih baik pada

kesadaran merek jean dan asosiasi merek

pada layanan perbankan. Dalam layanan

perbankan, R ² nilai disesuaikan dari

kekuatan penjelas pengeluaran iklan dan

harga promosi menunjukkan 0,178 pada

persepsi kualitas, 0,083 pada loyalitas

merek, 0,016 pada kesadaran merek, dan

0.125 pada asosiasi merek.

Dengan kata lain, adjusted R ² nilai-

nilai dari kekuatan penjelas pengeluaran

iklan dan harga promosi pada layanan

perbankan semuanya kurang dari 15%. Ini

menunjukkan bahwa pengaruh variabel

moderator terhadap ekuitas merek non

produk barang yang berbeda.

KESIMPULAN

Penelitian ini meneliti iklan di kategori

produk barang dan non barang. Di kedua

kategori, merek dengan anggaran iklan yang

lebih tinggi menghasilkan tingkat yang lebih

tinggi secara substansial dari ekuitas merek.

Riset ini mencatat bahwa perusahaan

periklanan berkontribusi terhadap ekuitas

merek dan loyalitas meningkat. Belanja

iklan menunjukkan hubungan kausal yang

menguntungkan bagi tiga dari empat dimensi

ekuitas merek. Semakin tinggi belanja iklan

untuk merek, semakin baik kualitas produk

seperti yang dirasakan oleh konsumen,

semakin tinggi tingkat kesadaran merek dan

asosiasi yang lebih terkait dengan produk,

pembentukan loyalitas merek. Artinya,

kegiatan periklanan yang efektif

memungkinkan formasi kesadaran merek

Page 17: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

13

dan kualitas yang dirasakan positif, loyalitas

merek dan asosiasi merek.

Untuk meringkas, iklan memiliki efek

positif terhadap ekuitas merek. Oleh karena

itu, hipotesis H1a, H1b, H1c dan H1d

diterima. Pertanyaan penelitian yang

menyangkut penelitian ini adalah apakah

harga promosi dapat memberikan kontribusi

terhadap konstruksi ekuitas merek. Harga

promosi memiliki efek negatif terhadap

ekuitas merek dalam jangka panjang. Harga

promosi sebagai insentif untuk

meningkatkan penjualan telah terbukti

memiliki efek negatif terhadap ekuitas

merek.

Meskipun mereka dapat menyebarkan

manfaat jangka pendek kepada konsumen,

dari perspektif strategis menunjukkan efek

negatif ini dapat mempengaruhi kualitas

yang dirasakan dari produk buruk, karena

manfaat yang diperoleh melalui harga

promosi tidak bertahan lama, dan tidak

menularkan keamanan atau keyakinan

bahwa merek harus menginspirasi berkaitan

dengan utilitas yang diharapkan.

Namun, mengadopsi perspektif

pengetahuan merek berbasis ekuitas merek

konsumen, riset ini menunjukkan bahwa

harga promosi dari bank berguna untuk

menciptakan ekuitas merek karena efek

positif pada persepsi kualitas, loyalitas

merek dan asosiasi merek. Namun

demikian, statistik produk barang

membuktikan bahwa promosi harga

memiliki dampak negatif yang signifikan

pada kesadaran merek dan asosiasi merek.

Oleh karena itu, H2 sebagian diterima.

Riset ini menguji secara sistematik

driver kemungkinan perbedaan di kategori

produk dan implikasi dari temuan ini.

Hasilnya membuktikan bahwa kategori

produk memang memiliki efek moderat di

antara harga promosi dan ekuitas merek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kategori produk yang memoderasi hubungan

antara iklan, harga promosi dan ekuitas

merek. Pengaruh iklan dan harga promosi

pada ekuitas merek berbeda dari produk

barang dan non barang (pengalaman dan

kepercayaan). Dibandingkan produk barang,

produk jasa secara positif lebih efektif

beriklan di ekuitas merek.

Arah dan dimensi dampak harga

promosi pada ekuitas merek dalam kategori

berbagai produk berbeda. Dalam produk

jean, memiliki dampak negatif yang

signifikan pada kesadaran merek dan

asosiasi merek. Produk non barang (bank),

memiliki dampak positif yang signifikan

terhadap kualitas dan loyalitas merek.

Kategori produk memberikan sebuah efek

moderator pada hubungan antara ekuitas

Page 18: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

14

merek dan harga iklan atau promosi.

Dengan demikian hipotesis H3 dan H4

diterima.

Implikasi Manajerial

Banyak perusahaan besar

menghabiskan ratusan miliar pada

komunikasi pemasaran, seperti iklan dan

harga promosi. Apakah iklan dan harga

promosi memperkuat atau melemahkan

ekuitas merek? Bagaimana seharusnya

manajer mengalokasikan sumber daya

keuangan untuk iklan dan harga promosi?

Mengapa bisnis bersedia untuk membayar

begitu banyak untuk nama merek? Untuk

membangun ekuitas merek yang kuat dan

efisien, manajer harus berinvestasi dalam

iklan, namun mempertimbangkan kategori

produk ketika menerapkan harga promosi.

Karena harga promosi bisa menyiratkan

rendahnya kualitas produk barang, mungkin

tidak meningkatkan ekuitas merek.

Meskipun memiliki manfaat dalam

jangka pendek dengan harga promosi,

mungkin tidak sesuai dengan persepsi

kualitas tinggi, dan akan mengurangi ekuitas

merek dalam jangka-panjang. Manajer

seharusnya tidak menggunakan harga

promosi. Manajer harus menerapkan

marketing mix yang akurat untuk

mengoperasikan dan mengelola merek.

Dengan demikian mereka dapat

meningkatkan loyalitas pelanggan dan

meningkatkan laba perusahaan. Untuk

produk non barang, harga promosi dapat

meningkatkan kualitas dan loyalitas merek.

Di pasar yang kompetitif dan dinamis,

para manajer harus menyadari pentingnya

komunikasi pemasaran untuk seluruh merek.

Untuk tujuan ini, manajer harus

memasukkan foresight strategis dalam

perencanaan pemasaran dengan melihat ke

depan dan penalaran mundur dalam

membuat keputusan yang optimal. Dengan

melihat ke depan, setiap manajer merek,

ramalan masa depan rencananya dan

mengantisipasi keputusan harus dibuat oleh

merek pesaing lainnya; dengan penalaran

mundur, manajer harus secara optimal

keputusan yang dibuat dapat sebagai

tanggapan terhadap strategi terbaik dari

semua merek.

Oleh karena itu, terlepas dari produk

barang atau non barang, persepsi pelanggan

dalam pengeluaran iklan memiliki dampak

positif terhadap ekuitas merek. Dari hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa

pengeluaran iklan dirasakan oleh pelanggan

mendekati angka 3 untuk industri jeans dan

kategori perbankan di-point 5. Oleh karena

itu, bagaimana mempromosikan pengeluaran

iklan dirasakan oleh pelanggan adalah upaya

Page 19: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

15

masa depan untuk manufaktur, khususnya

untuk industri perbankan.

Keterbatasan penelitian dan saran

Beberapa keterbatasan penelitian ini.

Pertama, riset ini berkonsentrasi pada efek

pengeluaran iklan dan harga promosi. Oleh

karena itu direkomdasikan Interaksi upaya

pemasaran lain yang perlu dipelajari,

misalnya harga, kekuatan distribusi dan citra

toko. Kedua, riset ini hanya menekankan

pada perbandingan non produk barang dan

produk barang. Setiap perbandingan produk

barang, pengalaman dan kepercayaan tidak

tercakupi. Sepadan dengan kerangka GEC,

disarankan agar penelitian mendatang dapat

melibatkan analisis lebih mendalam dan

perbandingan lebih dari dua jenis produk dan

diusulkan untuk menguji model pengukuran

pada sampel konsumen lain. Ketiga, subjek

penelitian ini adalah mahasiswa, oleh karena

itu penelitian mendatang dapat memperluas

sampel ke konsumen umum, dan Keempat,

penelitian masa depan dapat mengungkap

hubungan sebab dan akibat jika

menggunakan analisis longitudinal.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Hasan, 2010. Marketing-ed3.

Yogyakarta: Media Presindo. hlm 84,

142-162.

Angel F. Villarejo-Ramos, Manuel J.

Sa´nchez-Franco. 2005, ‘The impact

of marketing communication and

price promotion on brand equity’,

Brand Management, vol.12, No.6,

431-444.

Girish N. Punj, Clayton L. Hillyer. 2004. ‘A

cognitive model of customer-based

brand equity for frequently

purchased products: conceptual

framework and empirical results’,

Journal of Consumer Psychology,

14(1&2), 124-131.

Keller, K. L. 2003, ‘Strategic Brand

Management’, Upper Saddle River,

NJ: Prentice-Hall.

Martin, F. A. 2000 ‘Medicio´n de la calidad

de servicio percibida en el transporte

pu´ blico urbano: Metodologı´a y

relacio´n con variables de

marketing’, doctoral dissertation,

University of Seville, Spain.

Morgan, R. P. 2000. ‘A consumer-oriented

framework of brand equity’,

International Journal of Market

Research, 42, 65–78.

Yoo, B., Donthu, N. and Lee, S. 2000 ‘An

examination of selected marketing

mix elements and brand equity’,

Journal of the Academy of Marketing

Science, Vol. 28, No. 2, pp. 195–211.

Page 20: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

16

BISNIS MICE SEBAGAI POTENSI UNGGULAN PARIWISATA DI YOGYAKARTA

M. Agus Prayudi

Dosen Akademi Pariwisata Indraphrasta Yogyakarta

Abstract

Mice in the tourism industry is type of tourism activity in which a large group, usually carefully

planned, take departure together for particular purpose. The mice world is a world that has not

received optimal attention from the tourism agent in Indonesia . Mice is very promising,

especially for the Yogyakarta city, which is the education and tourism city and of course often to

be the scene of meetings and exhibitions either regional, national and even international. Mice

business is very reasonable to be developed in Yogyakarta because the city has various

advantages either the hotel facilities, convention hall, human resources, means and

infrastructure of transportation, telecommunications networks and availability the type of

culinary and handicrafts tourism.

Keywords: Mice, Meeting, Incentive, Convention and Exhibition

Pariwisata merupakan salah satu industri

raksasa dunia yang mendorong pertumbuhan

sektor ekonomi paling cepat. Pada 2008,

diperkirakan wisatawan di dunia mencapai

920 juta, tetapi karena terjadinya krisis

global, jumlah kunjungan menurun 4%

menjadi 880 juta pada 2009. Walau terjadi

penurunan, industri pariwisata terutama di

Asia Pasifik sudah kembali pulih, sehingga

pada 2010 kontribusi pariwisata pada PDB

mencapai 9,2% (US $5.751 milyar) dengan

pertumbuhan 0,5% serta menciptakan 235,8

juta kesempatan kerja (8,1% dari

kesempatan kerja dunia) (Kusmayadi, 2010

diktipari .org).

Salah satu penentu perkembangan

dunia pariwisata di suatu daerah adalah

terbukanya daerah itu terhadap pertumbuhan

pariwisata di tingkat lebih luas, baik nasional

maupun internasional. Di Indonesia,

peningkatan kepercayaan dari dunia

internasional terhadap negara ini sebagai

tujuan wisata yang menarik mendorong

tumbuhnya bisnis MICE (Meeting,

Incentive, Conference, and Exhibition),

terutama sejak 2007.

Dampak besar bisnis MICE dapat

dilihat dari perolehan devisa pariwisata

dengan diadakannya sejumlah kegiatan

konvensi internasional skala besar seperti

PATA Travel Mart dan Global Climate

Change yang berhasil diadakan di Indonesia

pada 2010. Peran Departemen Kebudayaan

dan Pariwisata (Depbudpar), para pelaku

Page 21: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

17

bisnis MICE, INCCA (Indonesia Congress

and Convention Association), dan perguruan

tinggi penting dalam mendukung

perkembangan dan pertumbuhan bisnis

MICE dalam konteks promosi pariwisata di

Indonesia, terutama di sepuluh kota besar

yang ditetapkan sebagai destinasi unggulan

MICE, antara lain: Jakarta, Bandung,

Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan, Batam,

Padang, Makasar dan Ma-nado. Keberadaan

Direktorat MICE di Depbudpar diharapkan

mampu mendorong semakin meningkatnya

industri jasa MICE di negara ini.

A. Apa Bisnis MICE?

Bisnis MICE merupakan bisnis jasa

kepariwisataan yang bergerak di seputar

Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran

(Meeting, Incentive, Convention, and

Exhibition, yang disingkat MICE). Keempat

jenis kegiatan kepariwisataan ini merupakan

usaha untuk memberi jasa pelayanan bagi

suatu pertemuan sekelompok orang,

khususnya para pelaku bisnis, cendekiawan,

eksekutif pemerintah dan swasta, untuk

membahas berbagai persoalan yang

berkaitan dengan kepentingan bersama,

termasuk memamerkan produk-produk

bisnis.

Pertama, meeting merupakan rapat atau

pertemuan sekelompok orang yang

tergabung dalam sebuah asosiasi, di mana

perusahaan yang mempunyai kesamaan

minat dengan tujuan dan kepentingan

membahas suatu permasalahan bersama.

Kedua, incentive mengacu pada perjalanan

insentif yang merupakan suatu kegiatan

perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu

perusahaan untuk karyawan dan mitra usaha

sebagai imbalan penghargaan atas prestasi

mereka yang berkaitan dengan

penyelengaraan konvensi yang membahas

perkembangan kegiatan perusahaan yang

bersangkutan dan/atau kegiatan pameran.

Ketiga, convention, yaitu pertemuan

sekelompok orang (negarawan, usahawan,

cendekiawan, profesional dan sebagainya)

untuk mambahas masalah yang berkaitan

dengan kepentingan bersama, biasanya

dengan jumlah peserta banyak.

Keempat, exhibition, yaitu bentuk

kegiatan mempertunjukkan, memperagakan,

memperkenalkan, mempromosikan, dan

menyebarluaskan informasi hasil produksi

barang atau jasa maupun informasi visual di

suatu tempat tertentu dalam jangka waktu

tertentu untuk disaksikan langsung oleh

masyarakat dalam meningkatkan penjualan,

memperluas pasar dan mencari hubungan

dagang.

Usaha jasa MICE tidak dapat

dipisahkan dari mata rantai usaha di bidang

kepariwisataan dan berbagai sektor usaha

Page 22: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

18

lainnya. Penyelenggaraan MICE selalu

melibatkan banyak sektor usaha atau industri

dan banyak pihak, yang menimbulkan

pengaruh ekonomi berlipat ganda (multiplier

effect) yang menguntungkan dan dapat

dirasakan oleh banyak pihak, khususnya

karena daya-pengeluaran finansial (spending

power) dari segmen MICE tinggi, sekitar 8-

10 kali wisatawan biasa. Di antara pihak

yang potensial mendapatkan keuntungan

besar bisnis MICE adalah Percetakan, Hotel,

Perusahaan Sovenir, Biro Perjalanan Wisata,

Transportasi, Professional Conference

Organizer (PCO), Usaha Kecil dan

Menengah (UKM), dan Event Organizer.

B. Potensi Perkembangan Bisnis MICE

di Indonesia

Secara global, industri MICE di

berbagai kawasan ASEAN, Asia Pasifik,

Eropa dan Amerika Serikat pada 2007 rata-

rata mengalami pertumbuhan dua digit, dan

kondisi ini memiliki dampak positif terhadap

industri MICE di Indonesia. Intinya, kondisi

global bisnis itu mendorong bisnis MICE di

negara ini. Pada dekade 1990-an, bisnis

MICE menjadi bagian penting dari

perkembangan kepariwisataan di Indonesia,

walaupun di negara-negara industri maju

bidang pariwisata ini sudah jauh lebih

berkembang sebelumnya. Pesatnya

perkembangan bisnis MICE terjadi seiring

semakin terbukanya perdagangan

internasional dan berkembang pesatnya

teknologi informasi dan transportasi. Kota

besar khususnya Jakarta, dan kota-kota besar

lain yang berdekatan, masih menyumbang

persentase terbesar dalam mendatangkan

tamu yang menginap dalam kerangka bisnis

MICE.

Dalam kapasitas sebagai pengambil

kebijakan, pemerintah sudah mengatur dunia

pariwisata melalui Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

yang menyebutkan ada 13 sektor usaha

pariwisata, yaitu: (1) Daya Tarik Wisata, (2)

Kawasan Pariwisata, (3) Jasa Transportasi

Wisata, (4) Jasa Perjalanan Wisata, (5) Jasa

Makanan & Minuman, (6) Penyediaan

Akomodasi, (7) Penyelenggaraan Kegiatan

Hiburan & Rekreasi, (8) Penyelenggaraan

Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi

& Pameran, (9) Jasa Informasi Pariwisata,

(10 Jasa Konsultan Pariwisata, (11) Jasa

Pramu Wisata, (12) Wisata Tirta, dan (13)

Spa. Terkait dengan MICE, pada Mei 2009

diterbitkan Peraturan Menteri Kebudayaan

dan Pariwisata Nomor

18/UM.001/MKP/2009 tentang Pedoman

Penggunaan Jasa dan Produk Usaha Mikro

Kecil Menengah dalam Kegiatan Pertemuan,

Perjalanan Insentif, Konferensi dan

Pameran. Diharapkan, kesempatan terbuka

Page 23: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

19

lebar bagi pelaku UMKM untuk

mempromosikan jasa dan produknya dalam

kegiatan pertemuan, perjalanan insentif,

konferensi, dan pameran atau bisnis MICE.

Sejumlah penyelenggaraan kegiatan MICE

di Indonesia terbukti memberi kontribusi

konkret dalam pembangunan ekonomi,

antara lain berbentuk penerimaan cadangan

devisa dalam waktu relatif singkat,

penerimaan pajak, penyerapan tenaga kerja

dan pengembangan infrastruktur di kota

besar seperti Batam, Medan, Jakarta,

Bandung, Semarang, Yogyakarta, Bali,

Makassar, dan Manado.

Penghasilan besar dari bisnis MICE itu

dapat diperoleh dari subsektor bisnis MICE,

antara lain: usaha akomodasi seperti hotel,

wisma, dan losmen; usaha jasa penyewaan

audio visual, usaha konsumsi baik berbentuk

restoran maupun perusahaan jasa boga atau

katering; usaha suvenir yang meliputi pusat

perbelanjaan, toko-toko hadiah, perusahaan

kerajinan dari berbagai bahan tekstil

pakaian, kulit, kerajinan bambu, kayu, dan

rotan; usaha jasa hiburan seperti orkestra,

sendratari, sanggar kesenian dan kebudayaan

serta lawak, dan usaha jasa pengiriman cepat

(ekspres) dan pelayaran (shipping). Semua

jenis usaha ini bisa dikelola oleh UMKM

atau setidaknya melibatkan banyak sektor

UMKM, terutama di kota-kota besar seluruh

Indonesia.

C. Bisnis MICE di Yogyakarta

Yogyakarta adalah daerah tujuan

wisata utama di Pulau Jawa, Indonesia.

Kombinasi unik antara candi-candi kuno,

sejarah, tradisi, budaya, pendidikan dan

kekuatan alam menjadikan Yogyakarta

sangat menarik untuk dikunjungi. Kota ini

merupakan daerah tujuan wisata MICE yang

banyak diminati berbagai kalangan, karena

memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk

mendukung kegiatan itu. Di kota ini,

misalnya, banyak terdapat hotel dan gedung

pertemuan yang mempunyai standar MICE

dan siap menggelar berbagai kegiatan, baik

skala nasional maupun internasional.

Berdasarkan data kantor Dinas

Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY), sampai sekarang di daerah ini tercatat

terdapat 33 hotel berbintang, dan 835 hotel

melati, di samping sejumlah gedung

pertemuan yang dapat mendukung

Yogyakarta sebagai tujuan wisata MICE.

Banyaknya peserta seminar, komvensi,

pameran maupun kegiatan lainnya berskala

nasional maupun internasional yang digelar

di Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa

posisi Yogyakarta sebagai salah satu daerah

pariwisata berbasis MICE semakin kokoh.

Page 24: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

20

Pengembangan kegiatan bisnis MICE

menjadi salah satu prioritas program

pengembangan pariwisata karena kegiatan

yang digelar di kota akan berdampak positif

terhadap sektor pariwisata. Forum

Silaturahmi Insan Pariwisata (Fosipa)

Indonesia yang berpusat di Yogyakarta

mempunyai anggota dari kalangan pelaku

usaha wisata, baik pengelola hotel, restoran,

jasa transportasi wisata, dan pramuwisata se

Jawa-Bali serta sebagian Sumatera. Di

samping itu, banyaknya kegiatan MICE

dapat memberikan keuntungan, yaitu

meningkatkan penghasilan, termasuk para

pemangku kepentingan (stakeholder)

pariwisata. Misalnya, produk kerajinan,

rumah makan atau restoran, dan hotel

banyak diuntungkan banyaknya kegiatan

MICE, baik nasional, regional maupun

internasional.

Sebagai kota wisata, Yogyakarta terus

berbenah dan menambah berbagai fasilitas

yang dibutuhkan wisatawan. Bertambahnya

hotel, restoran, pusat perbe-lanjaan dan

fasilitas olah raga tentu semakin

memanjakan para wisatawan untuk merasa

nyaman berkunjung ke Yogyakarta. Selain

itu, kondisi kota ini yang aman menjadi

daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk

mengadakan acara skala nasional, regional

maupun internasional, baik seminar,

pameran, pertemuan, dan lain sebagainya.

Dengan kondisi seperti itu banyak pelaku

jasa wisata menyambut optimis dan

mendukung berbagai kegiatan dalam

kerangka bisnis MICE. Sekarang, fasilitas

kebutuhan untuk masyarakat termasuk

wisatawan di Yogyakarta semakin lengkap.

Ketika wisatawan mau belanja, misalnya,

pilihan wisata belanja semakin banyak

tersedia, mengingat semakin banyak

didirikannya pusat perbelanjaan mo-dern di

berbagai sudut kota ini.

Tidak hanya urusan belanja, untuk

wisata MICE yang lain di Yogyakarta sangat

memadai. Banyak hotel berbintang, Jogja

Expo Center (JEC), Malioboro Mall,

Ambarukmo Plasa, termasuk Gedung Pasifik

Hall di Jalan Magelang, adalah beberapa

tempat konvensi dan pameran yang banyak

diminati para pengunjung. Dibandingkan

lainnya, Pasifik Hall masih unggul karena

tempatnya yang luas dan fasilitas yang

memadai. Tempatnya juga stategis dan

mudah dijangkau. Banyak masyarakat dari

luar Yogyakarta mau mengikuti seminar,

pertemuan kantor, pa-meran sampai hajatan

pernikahan menggunakan tempat ini.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui

bahwa salah satu fasilitas sangat penting

dalam suatu penyelenggaraan konvensi

adalah ruang pertemuan (hall) dan hotel.

Page 25: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

21

Pertumbuhan hotel dan jumlah kamar

berikut fasilitas-fasilitasnya secara langsung

akan berpengaruh terhadap penyediaan

fasilitas pendukung untuk usaha wisata

MICE. Di antara hotel yang sangat terkenal

untuk penyelenggaraan bisnis MICE antara

lain: hotel Bintang 5 (Aquila Prambanan

Hotel dan Melia Purosani Hotel); hotel

Bintang 4 (Natour Garuda Hotel, Santika

Hotel, Sahid Garden Hotel, Yogya

International Hotel, Jayakarta Hotel,

Radisson Plaza Hotel); hotel Bintang 3

(Mutiara Hotel, Puri Artha Hotel, Sriwedari

Hotel & Cottages, Phoenix Heritage Hotel);

hotel Bintang 2 (Mendut Hotel, Matahari

Hotel); hotel Bintang 1 (Cakra Kembang

Hotel, Air Langga Hotel, Dwi Pari Hotel)

(Dinas Pariwisata Yogyakarta, 2007).

Perkembangan hotel yang ada di

Yogyakarta sangat dipengaruhi pula oleh

akses dari dan/atau ke dunia pariwisata

internasional. Dibukanya Bandar Udara

Adisucipto Yogyakarta sebagai bandar udara

internasional pada 21 Februari 2004 telah

membuka peluang sangat lebar bagi

pengembangan pariwisata internasional,

termasuk bisnis MICE di kota budaya ini.

Lokasi geografisnya yang strategis jelas

membuat kota Yogyakarta mudah dijangkau

baik menggunakan transportasi udara

maupun darat. Untuk transportasi udara,

jarak Bandara Adisucipto hanya sekitar 8 km

dari pusat kota, dan didukung dengan

transportasi lokal yang relatif memadai,

terutama armada angkutan darat dalam kota,

seperti taksi, transjogja, bis umum, kereta

api dengan tarif relatif murah. Kondisi ini

didukung dengan kondisi jalan yang baik

dan lalu-lintas yang relatif tidak sering

mengalami kemacetan. Hal ini sangat

berpengaruh pada kenyamanan dan

kemudahan bagi wisatawan konvensi, baik

selama berlangsungnya konvensi maupun

setelah acara itu selesai.

Selain itu, ada juga fasilitas yang

sangat mendukung berkembangnya bisnis

MICE, yaitu tersedianya sarana

telekomunikasi secara memadai. Yogyakarta

banyak memiliki tempat yang melayani jasa

telekomunikasi yang dapat digunakan untuk

tujuan lokal, interlokal, dan interlokal.

Berkembangnya Warnet (Warung Internet),

jaringan telpon kabel yang dipadu dengan

speedy dari Telkom, jaringan komunikasi

wireless untuk koneksi Internet, dan

pesatnya perkembangan inovatif berbagai

merek komputer dan HP dengan kualitas

jauh lebih tinggi memperbesar peluang

berkembangnya pariwisata, termasuk bisnis

MICE. Semua fasilitas telekomunikasi

tersebut sangat membantu pengguna jasa

Page 26: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

22

telekomunikasi, baik untuk penduduk lokal

maupun untuk wisatawan.

Akhirnya, kehadiran wisatawan di

Yogyakarta tidak dapat dilepaskan juga dari

berkembangnya wisata kuliner di kota

budaya ini. Berdirinya berbagai hotel

berbintang yang menyediakan berbagai jenis

masakan dan fasilitas restoran yang bertaraf

internasional sangat mendukung

pertumbuhan bisnis MICE internasional. Di

lokasi tengah kota dan pinggiran kota juga

terdapat rumah makan dengan berbagai tipe

dengan berbagai jenis makanan seperti

Indonesian Food, Chinese Food, European

Food, Sea Food, Pizza, Fried Chicken,

Thailand Food, Japanese Food, dan lain-lain

menambah khasanah wisata kuliner di

Yogyakarta. Dengan demikian Yogyakarta

mempunyai jumlah dan jenis rumah makan

yang cukup banyak untuk melayani selera

wisatawan, termasuk mereka yang terlibat

dalam penyelenggaraan bisnis MICE.

Beragamnya fasilitas penyelengga-raan

pariwisata di Yogyakarta menjadi daya tarik

luar biasa dalam penyelenggaraan acara

pertemuan, insentif, konvensi dan pameran

untuk memeriahkan obyek-obyek wisata

yang ada. Pengembangan yang disengaja

atas bisnis MICE ini tentu akan memicu

perkembangan acara itu di masa yang akan

datang. Karena itu, dapat dikatakan bahwa

usaha wisata MICE memiliki dampak

berlipatganda (multiplier effect) yang sangat

kaitannya dengan mata-rantai usaha

kepariwisataan lainnya, mulai dari usaha

yang besar seperti hotel berbintang, usaha

transportasi, akomodasi sampai usaha

terkecil dan informal seperti usaha

pembuatan dan penjualan cenderamata. Pada

tingkat yang lebih riil, di antara pihak yang

mendapat keuntungan dari perkembangan

bisnis ini adalah: pengusaha transportasi,

baik tingkat lokal, interlokal, nasional

maupun internasional; akomodasi, baik hotel

berbintang maupun tak-berbintang; restoran;

hibur-an; shooping; cenderamata. Akhirnya,

pemerintah juga dapat menetapkan pajak

dengan lebih banyak obyek dan subyek

pajak terkait dengan berbagai acara bisnis

MICE yang diadakan di berbagai gedung

pertemuan besar.

Uraian mengenai keterkaitan antar-

sektor usaha yang berhubungan dengan

penyelenggaraan bisnis MICE tersebut

memperlihatkan keunggulan bisnis MICE

dibandingkan atraksi atau usaha pariwisata

lainnya. Penyelenggaraan suatu acara bisnis

MICE akan memberikan efek berlipat ganda

(multiplier effect) yang lebih luas dan lebih

besar terhadap sektor-sektor pendukung

pariwisata yang lain.

Page 27: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

23

D. Kendala Bisnis MICE di Yogyakarta

Dalam perkembangannya sekarang,

harus diakui bahwa Yogyakarta juga

menghadapi kendala dalam pengembangan

bisnis MICE. Sebagaimana disebutkan di

atas, bisnis MICE banyak berhubungan

dengan kombinasi kepentingan khusus

antara bisnis dan pertemuan, insentif,

konvensi dan pameran. Dalam kerangka itu,

diperlukan banyak upaya pemenuhan

fasilitas MICE yang memadai dan layanan

yang ramah serta berkualitas. Hanya saja,

sumber daya manusia yang mensuplai bisnis

ini belum memadai, baik di dalam maupun

di luar hotel, sehingga adaka-lanya

pelaksanaan acara dalam kerangka bisnis

MICE tidak berlangsung dengan baik dan

tidak sedikit yang kurang memuaskan.

Pembenahan fasilitas harus terus dilakukan,

termasuk dalam masalah peralatan dengan

teknologi tinggi seperti alat presentasi audio

visual, sound system, lighting, komputer,

telekomunikasi pada setiap kamar dengan

jaringan internasional, dan serupa itu.

Di samping itu, dalam kerangka

pemasaran, program promosi untuk bisnis

MICE juga masih relatif terbatas atau

parsial. Masing-masing hotel masih

membuat program pemasaran untuk wisata

MICE dan mempromosikan fasilitas MICE

sendiri-sendiri. Promosi restoran,

transportasi, obyek dan atraksi wisata yang

terkait dengan bisnis MICE cenderung tidak

diikutsertakan menjadi satu informasi. Fakta

seperti itu sebenarnya juga menunjukkan

semakin ketatnya persaingan yang terjadi di

antara pelaku usaha wisata MICE, baik

tingkat lokal, nasional, regional maupun

internasional.

Padahal, kalau ditangani dengan baik,

program pemasaran terpadu yang melibatkan

berbagai pihak yang terkait dengan wisata

konvensi dapat menyediakan informasi dan

menyajikannya dalam bentuk promosi yang

utuh dan dapat meraih pasar secara bersama-

sama. Sinergi ini sangat penting jika para

pelaku bisnis MICE ingin dapat bersaing

kuat dalam pariwisata MICE di tingkat

internasional. Singapura menjadi salah satu

negara pesaing besar di dalam bisnis MICE,

baik dari jalur Australia sampai Korea

maupun dari Asia Pasifik ke Eropa dan

Amerika Serikat. Dengan kualitas sumber

daya manusia yang tidak memadai, para

pelaku bisnis MICE di Indonesia, dalam hal

ini Yogyakarta cenderung akan kalah saing.

Dalam konteks itu, keterpaduan dan

koordinasi antara pemerintah dan swasta

dalam kerangka kemitraan sangat penting,

begitu pula dengan kiprah dari para

pengelola perguruan tinggi, baik universitas,

Page 28: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

24

sekolah tinggi, institut, politeknik dan serupa

itu.

E. Penutup

Berdasarkan uraian di atas, dapat

disimpulkan bahwa bisnis MICE sangat

layak dikembangkan di Yogyakarta karena

kota ini memiliki berbagai keunggulan, baik

dilihat dari fasilitas perhotelan, gedung

pertemuan, sarana dan prasarana

transportasi, jaringan telekomunikasi dan

ketersediaan berbagai jenis wisata termasuk

kuliner dan kerajinan. Rasa aman tinggal di

Yogyakarta cenderung membuat banyak

wisatawan tinggal lebih lama, yang pada

gilirannya akan menimbulkan efek yang

berlipat ganda dari bisnis wisata MICE.

Dengan predikat sebagai kota wisata, kota

Yogyakarta sangat potensial dikembangkan

lebih lanjut menjadi kawasan tujuan wisata

MICE dengan cakupan fasilitas yang lebih

luas dan berkualitas. Untuk itu, sinergi di

antara para bisnis MICE dalam kegiatan

promosi dan pemasaran serta kemitraan

antara pemerintah dan swasta dalam

pengembangan dan penyelenggaraan acara

MICE, terutama untuk tingkat nasional,

regional dan internasional untuk

membangun daya saing dan keunggulan

bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Fandy Tjiptono, 2006, Pemasaran Jasa, Malang, Bayumedia Publishing.

Philip Kotler, John Bower, James Makens, 2002, Pemasaran Perhotelan dan

Kepariwisataan, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, PT Prenhallindo.

Oka A. Yoeti, 2003, Manajemen Pemasaran

Hotel, PT Perca, Jakarta

---------------, 2007, Hotel Marketing, Jakarta, PT Perca.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Page 29: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

25

FAKTOR YANG MENENTUKAN OMZET PENJUALAN JAMU

Siti Eny Walsiati

Staf Pengajar di Akademi Pariwisata Indraphrasta

Abstract

Jamu is an herbal traditional product. Jamu often considered by society as alternative way from

chemical medicines. In order to increase the quality and keep the hygiene, Jamu must be

managed and produced in modern way. Some factors, which are considered as important aspect

of selling number; are: condition and capability of the seller, market condition, company

condition, promotion, as well as customer service quality.

Keyword: jamu, selling number

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak berabad abad lamanya, jamu

dipercaya memiliki khasiat tinggi untuk

menjaga kesehatan termasuk mengobati

berbagai penyakit. Jenis jamu tertentu juga

dipercaya dapat mempertajam aura

kecantikan seorang perempuan termasuk

membuatnya awet muda. Namun, rasa pahit

dan bau kurang enak jamu seringkali

mengalahkan keinginan mereguk khasiatnya.

Istilah “JAMU” merupakan sebutan

orang Jawa terhadap obat hasil ramuan

tumbuh-tumbuhan asli baik daun, batang dan

akar dari alam. Jamu sebenarnya merupakan

seni dalam pengobatan tradisional. Tidak

ada yang dapat memastikan kapan

munculnya tradisi minum jamu. Masyarakat

Indonesia paling tidak sudah mempunyai

tradisi meracik dan meminum jamu sejak

periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini

dibuktikan dengan adanya Prasasti

Madhawapura dari jaman Majapahit yang

menyebut adanya profesi ‘tukang meracik

jamu’ yang disebut Pada relief candi

Borobudur (th 800 – 900 masehi) juga

menggambarkan adanya kegiatan peracikan

jamu.

Beberapa hal yang membedakan antara

jamu dengan obat kimia modern, salah

satunya adalah bahan pembuatnya. Jamu

menggunakan berbagai macam tumbuh-

tumbuhan yang langsung diambil dari alam.

Sedangkan obat kimia modern dihasilkan

dari senyawa bahan-bahan kimia sintetis.

Oleh karena itu, tingkat efek samping jamu

relatif sangat minim dibanding dengan obat

Page 30: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

26

kimia modern. Dengan kata lain jamu

merupakan obat alami yang bebas efek

samping.

Seiring merebaknya gaya hidup sehat

dan alamiah, jamu kembali ditengok orang.

Jamu yang sesungguhnya adalah racikan

berbagai dedaunan berkhasiat obat dipercaya

minim efek samping, tidak seperti obat-

obatan kimia. Terpuruknya perekonomian

Indonesia beberapa tahun belakangan ini

juga membawa dampak diliriknya kembali

jamu dalam membantu mengobati berbagai

penyakit yang oleh beberapa masyarakat

terutama kalangan ekonomi menengah

dianggap paling efektif dilihat dari segi

harganya yang relatif lebih terjangkau.

Konsumsi obat-obatan tradisional di

masyarakat, seperti jamu godok, dalam

beberapa tahun terakhir terus mengalami

peningkatan. Bermacam-macam jamu untuk

berbagai penyakit seperti asam urat, diabetes

mellitus, ataupun kolesterol tinggi banyak

diminati masyarakat. Produksi jamu-jamuan

tersebut pun terus bertambah. saat ini

masyarakat banyak mencari jamu-jamuan

berbahan dasar mentah. Kekhawatiran

masyarakat terhadap efek samping obat-

obatan kimia secara langsung memang

meningkatkan konsumsi jamu-jamuan

berbahan mentah. Mereka lebih tenang

ketika melihat sendiri bahan- bahan jamu

dan yakin tidak ada campuran lain di

dalamnya. Konsumen pun tidak keberatan

meski harus menyeduh sendiri ramuan

bahan-bahan jamu yang dibeli.

Gencarnya promosi budaya back to

nature yang mendorong masyarakat kembali

pada pemanfaatan bahan-bahan alami juga

banyak memengaruhi peningkatan

permintaan masyarakat akan jamu. Menurut

Sidik Raharjo (31), pimpinan produsen jamu

godok dan instan Merapi Farma di Sariharjo,

Ngaglik menyatakan dalam harian Kompas

(16/07/2007) bahwasanya saat ini konsumen

juga semakin pintar. Mereka dapat memilih

obat-obatan yang paling sedikit mengandung

risiko atau efek samping negatif.

Selain itu, turunnya daya beli

masyarakat untuk mengonsumsi obat-obatan

kimia yang semakin mahal juga mendorong

masyarakat untuk mencari obat-obat

alternatif yang mereka percayai aman untuk

dikonsumsi. Pasca gempa 27 Mei, sebagian

masyarakat yogyakarta, khususnya yang

tinggal di Bantul kehilangan pekerjaan

pokok mereka, sehingga praktis dalam hal

pengobatan mereka lebih mengadalkan akan

khasiat jamu dibandingkan dengan obat-

obatan kimia yang harganya melambung.

Bahan-bahan rempah pembuat jamu

sebenarnya banyak terdapat di daerah

pedesaan akan tetapi kurang diperdayakan

Page 31: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

27

oleh masyarakat untuk membuat bahan

ramuan jamu sendiri oleh karena repot serta

memakan waktu dalam pembuatannya dan

tidak tahan lama dalam penyimpanannya.

General Manager Operation PT Air

Mancur, James M Sinambela, Selasa (24/6)

dalam harian Kompas mengatakan, selain

meningkatkan standardisasi produk,

pengusaha jamu juga harus melakukan

inovasi produk. Saat ini masyarakat

cenderung menginginkan obat-obatan yang

murah, tanpa efek samping tetapi juga

praktis tanpa repot membuatnya atau

memperolehnya.

PEMBAHASAN

A. Jamu

Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional

dari Indonesia. Belakangan populer dengan

sebutan herba atau herbal (Depdikbud.1995).

Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa

bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-

akaran), daun-daunan dan kulit batang, buah.

Ada juga menggunakan bahan dari tubuh

hewan, seperti empedu kambing atau

tangkur buaya.

Pembuatan jamu Nusantara ini telah

berlangsung sejak zaman batu. Hal ini dapat

dilihat dari salah satu relief Candi

Borobudur yang menggambarkan kegiatan

meramu, menumbuk, dan memanfaatkan

daun, akar, serta umbi tanaman untuk obat

dan perawatan kecantikan. Di candi terbesar

ini juga tergambar jelas pahatan pohon

kalpataru yang melambangkan alam sebagai

sumber kesehatan.

Dalam sejarahnya, ilmu jejamuan ini

semula ini hanya dimiliki oleh bangsawan di

dalam keraton untuk menjaga keindahan

raga dan kesehatan mereka. Kemudian, pada

awal abad XVII, ahli botani Belanda

bernama Jacobus Bontius menemukan 60

jenis tanaman obat berkhasiat di Indonesia,

dan menulisnya dalam buku Histiria

Naturalist et Medica Indiae. Penemuan ini

dilanjutkan oleh Van Rheede, lalu

disempurnakan Gregorius Everhardus

Rumphius yang berdiam di Maluku dan

menghimpunnya dalam buku Herbarium

Amboinense. Sementara pada masa

pendudukan Jepang, saat obat-obatan

modern sudah banyak dijumpai, terbitlah

buku Formularium Medicamentorum

Soloensis (Kompas, 9/10/2004)

Akhirnya, ilmu jamu-jamuan yang

semula hanya dikuasai kerabat keraton pun

menyebar kepada masyarakat luas, terutama

di sekitar tembok keraton. Lambat laun,

jamu pun mengalami komersialisasi

sehingga mulai diperjualbelikan di warung,

oleh tabib, atau dijajakan berkeliling oleh

Page 32: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

28

tukang-tukang jamu Jawa berkebaya yang

cantik. Bakul jamu yang gandes luwes itu

biasanya berjualan bersama, dan berangkat

berbondong-bondong berkeliling kampung

sambil menggendong keranjang berisi botol

jamu.

Industrialisasi jamu saat ini sudah

berkembang dengan munculnya pabrik-

pabrik jamu besar seperti Nyonya Meneer,

Sido Muncul pada, dan Air Mancur. Kini,

pasar jamu telah dipenuhi oleh sekitar 600

produsen jamu dari skala rumah tangga

sampai pabrik besar dengan ribuan pekerja.

Jamu pun dikenal lebih banyak orang,

terlihat dari makin menjamurnya outlet jamu

di berbagai sudut kota, iklannya yang

berjejal di berbagai media, dan omzet

penjualan yang mencapai sekitar Rp 2,4

triliun per tahun

Dalam industri jamu terdapat tiga jenis

produk, yaitu jamu tradisional yang masih

mempertahankan resep warisan leluhur,

jamu yang dikembangkan berdasarkan

referensi, serta fitofarmaka. Fitofarmaka

berasal dari tanaman yang sudah melalui

proses uji klinis dan pre uji klinis

persyaratan formal produk pengobatan

(Ibid).

Namun kini, seiring dengan

perkembangan zaman, jamu tradisional

kalah saing dengan jamu-jamu buatan

prabrik. Hal ini terlihat dari sedikitnya

penjual jamu gendong atau keliling yang

meramu bahan jamunya sendiri. Hanya jamu

tertentu seperti kunir asem dan beras kencur

yang masih diolah tangan sendiri.

Sedangkan untuk jamu lain, sudah tersedia

bahan serbuk buatan pabrik yang tinggal

seduh saja kemudian ditambahkan dengan

bahan-bahan lain seperti telur atau madu.

Meskipun prinsip pembuatan jamu

pada dasarnya sama, cara pembuatan yang

dipilih tukang jamu gendong atau keliling

lain-lain. Ada yang menggunakan cara

tumbuk, ulek, atau pipis. Bakul jamu yang

bermodal menggunakan blender. Ada pula

penjual yang tinggal mencampur bahan-

bahan yang sudah berupa serbuk. Alam

tropis ini memberikan kesempatan 30.000

spesies flora untuk tumbuh, dan 8.000 jenis

di antaranya adalah tanaman yang memiliki

khasiat obat. Meski baru ratusan spesies

yang telah termanfaatkan sebagai bahan

baku obat tradisional atau jamu. Dan

tanaman obat yang paling populer bagi

orang Jawa adalah jahe, kencur, kunyit,

temulawak, temu ireng, kapulaga, lengkuas,

serta lempuyang

Berdasarkan cara pembuatan, jamu

dibedakan menjadi jamu pipis, seduhan,

infus, serbuk, pil, kapsul, dan sirup. Selain

itu ada juga jamu parem, pilis, lulur, dan

Page 33: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

29

mangir. Jamu pipis dan seduhan merupakan

jamu yang paling tradisional, paling dikenal

masyarakat luas, dan bertahan sampai kini.

Jamu ini pula yang selalu dijajakan penjual

jamu keliling ke kampung-kampung.

Semuanya berfungsi sama, untuk

menyembuhkan, merawat, dan mencegah

penyakit. Sementara parem, pilis, lulur, dan

mangir lebih banyak diasosiasikan sebagai

jamu perawatan kecantikan.

Penjualan jamu secara nasional turun

30 persen pada Juni dan Juli 2007 (Kompas

3/8/2007).Hal itu disebabkan sebagian

konsumen khawatir adanya jamu yang

menggunakan bahan kimia obat sebagai

campurannya. Untuk mendongkrak kembali

omzet penjualan jamu maka Badan

Pengawas Obat dan Makanan sebaiknya

menyosialisasikan jamu yang baik kepada

masyarakat. Mengontrol pengrajin-pengrajin

jamu yang nakal serta perlu adanya inovasi

baru yang berhubungan dengan jamu agar

menyarakat mempunyai alternatif lain cara

mengkonsumsi jamu.

Beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam mengkonsumsi jamu (yahoo.com

6/12/2007) yaitu :

1. Kulit kapsul dan bahan perekat tablet

jamu

Jamu dengan bentuk kapsul perlu

dikaji ulang terkait dengan aspek apakah

kulit kapsul tersebut halal atau tidak. Bahan

dasar pembuatan kulit kapsul adalah gelatin

yang bersumber dari tulang dan kulit

binatang. Selain itu, bahan perekat pada

pembuatan tablet dan kaplet juga perlu

diwaspadai. Biasanya digunakan magnesium

stearat yang merupakan turunan dari lemak

sebagai pengikat.

2. Alkohol dalam jamu cair

Jamu cair perlu dicermati sebab adanya

penggunaan alkohol. Jamu cair biasanya

berasal dari ekstraksi bahan aktif dari bahan

jamu. Proses ekstraksi ini --selain

menggunakan air--, kadang-kadang

menggunakan alkohol. Pada jamu instan

berbentuk bubuk, alkohol biasanya telah

diuapkan hingga kering. Namun pada jamu

cair biasanya residu alkoholnya masih cukup

tinggi, sehingga menjadikannya tidak halal.

3. Penambahan telur mentah ketika

akan meminum jamu seduh

Telur yang sering dipakai oleh para

tukang jamu adalah telur ayam kampung

atau telur bebek. Dengan kandungan gizinya

yang lengkap, telur ini dikenal sebagai

makanan yang memberikan efek kesehatan.

Telur disajikan mentah atau setengah

matang. Dari segi kandungan gizi, telur

mentah lebih baik, karena proteinnya belum

mengalami kerusakan (denaturasi). Namun

Page 34: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

30

pada kondisi dimana wabah virus flu burung

cukup marak, penggunaan telur mentah ini

perlu dipertimbangkan.

4. Penggunaan anggur obat dalam jamu

Bahan yang sering dianggap obat dan

banyak dikonsumsi masyarakat adalah

anggur obat atau sering dikenal dengan

nama anggur kolesom. Bahan ini adalah

minuman fermentasi yang terbuat dari

perasan buah anggur. Dari segi bahan dan

proses pembuatan sama persis dengan

pembuatan wine atau minuman keras yang

berasal dari anggur. Dalam minuman ini

juga ditambahkan ramuan-ramuan lain yang

dianggap berkhasiat bagi kesehatan.

5. Penggunaan senyawa-senyawa kimia

sintetik dalam jamu

Belakangan ini, sering terdengar razia

terhadap produk jamu yang ternyata

dicampur dengan senyawa-senyawa sintetik

obat di dalamnya. Hal ini bertentangan

dengan ketentuan tentang definisi jamu.

Keberadaan senyawa-senyawa kimia di

dalamnya berbahaya karena interaksinya

dengan bahan lain dan efeknya terhadap

tubuh tidak dianalisis secara akurat.

6. Tanggal kadaluwarsa jamu

Kebanyakan produk jamu rumahan,

tanggal kadaluwarsanya sering tidak

dicantumkan. Padahal jamu tetap memiliki

masa pakai. Simplisia dalam jamu bisa

berjamur. Keberadaan air dalam jamu cair

juga memungkinkan tumbuhnya bakteri.

7. Penggunaan simplisia hewan

Jamu dipersepsikan oleh masyarakat

awam sebagai obat yang berasal dari

tumbuhan. Padahal tidak selalu demikian.

Definisi simplisia (jamu) secara farmasi

ialah bahan alamiah yang digunakan sebagai

obat dan belum mengalami pengolahan apa

pun. Kecuali dinyatakan lain, ia berupa

bahan yang dikeringkan. Simplisia terdiri

dari dua jenis, yakni simplisia nabati dan

hewani. Keduanya merupakan bagian utuh,

bagian, atau eksudat dari masing-masing

tumbuhan atau hewan dan bukan merupakan

senyawa kimia murni.Jika jamu

menggunakan simplisia hewan, tentu

kehalalan menjadi terkait dengan

penyembelihan hewan tersebut

B. Faktor – Faktor Penentu Omzet

Penjualan

1. Wirausaha

Pada umumnya masyarakat

menganggap wirausaha sinonim dengan

pengusaha. Pengusaha yang hebat berarti

wirausaha yang hebat , yang unggul.

Anggapan itu banyak benarnya namun untuk

keperluan pembinaan dan pengembangan

yang sistematis, operasional dan berjenjang,

Page 35: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

31

ada baiknya digunakan pengertian yang

lebih tajam.

Pekerja bebas, pengusaha dan

wirausaha kesemuanya adalah orang-orang

yang terlibat langsung dalam kegiatan usaha

(bisnis). Pekerja bebas adalah orang yang

melakukan suatu usaha yang mandiri atau

tanpa majikan akan tetapi tidak berorientasi

untuk memperoleh keuntungan. Bila pekerja

bebas bekerja bersama-sama dalam suatu

ruangan maka koordinasinya yang biasanya

adalah pemasok modal utama bukan sekedar

pekerja bebas, tetapi pengusaha, karena

disitu telah berlangsung proses perusahaan.

Wirausaha dapat dipahami dari menguraikan

istilah tersebut. Wira berarti utama, gagah,

luhur, berani, teladan, atau pejuang.

Sedangkan wirausaha berarti pejuang yang

gagah, luhur, berani dan pantas menjadi

teladan dalam bidang usaha. Dengan kata

lain wirausaha adalah orang-orang yang

mempunyai sifat kewirausahaan yaitu :

keberanian mengambil resiko, keutamaan,

kreatifitas dan keteladanan dalam menangani

nusaha atau perusahaan dengan berpijak

pada kemauan dan kemampuan sendiri.

Pada dasarnya suatu bentuk usaha jasa atau

barang apapun baik itu berbentuk

perusahaan mapuan home industri tidak

lepas dari unsur manajemen yaitu : (a)

Sumber daya manusia yang baik (man); (b)

Sumber dana yang mencukupi (money); (c)

Peralatan dan mesin yang tepat guna

(machine); (d) Cara kerja yang efektif

(methods); (e) Pasar dan langganan yang

setia (markets).

Man atau manusia adalah unsur utama

dari suatu perusahaan, haruslah mampu

mengelola usaha yang dijalankannya. Unsur

permodalan, peralatan, tata cara dan

pemasaran tidak dapat perlepas dari

keberhasilan sebuah perusahaan kecil.

Pengusaha yang handal dapat

dikualifikasikan sebagai berikut : (a)

Memiliki rasa percaya diri atau sikap

mandiri yang tinggi untuk berusaha mencari

penghasilan dan keuntungan melalui

perusahaan; (b) Mau dan mampu menangkap

peluang usaha yang menguntungkan; (c)

Mau dan mampu bekerja keras dan tekun

dalam menghasilkan barang dan jasa serta

mencoba cara kerja yang lebih tepat dan

efisien; (d) Mau dan mampu berkomunikasi,

tawar-menawar dan musyawarah dengan

berbagai pihak yang besar pengaruhnya pada

kemajuan usahanya terutama para pembeli

atau langganan; (e) Menghadapi hidup dan

menangani usaha dengan terencana, jujur,

hemat dan disiplin; (f) Mencintai kegiatan

usahanya; (g) Mau dan mampu

meningkatkan kapasitas diri sendiri dan

kapasitas perusahaandengan memanfaatkan

Page 36: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

32

dan memotivasi orang lain; (h) Berusaha

mengenal dan mengendalikan lingkungan

serta menggalang kerjasama yang

menguntungkan dengan berbagai pihak.

2. Strategi Bisnis

Strategi bisnis adalah serangkaian

komitmendan tindakan yang terintegrasi dan

terkoordinasi, yang dirancang untuk

menyediakan nilai kepada para pelanggan

dan mendapatkan keunggulan kompetitif

dengan mengeksploitasi kompetensi-

kompetensi inti dari pasar produk individual

dan spesifik (Thomson.2001:151). Jadi

strategi bisnis merefleksikan keyakinan

perusahaan tentang dimana dan bagaimana

ia memiliki keunggulan dibandingkan

dengan lawan-lawannya. Berkaitan dengan

lingkungan persainagn perusahaan dan

interaksi yang dimiliki perusahaan maka

sudah selayaknya semua karyawan

memahami apa yang menjadi keunggulan

perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan tentang

strategi perusahaan dimasa dating dan

keunggulan kompetitif yang menjadi

dasarnya harus dipecahkan dengan cepat

untuk memungkinkan dilakukannya

tindakan-tindakan strategis yang efektif.

Para pelanggan adalah dasar dari

keberhasilan strategi bisnis. Perusahaan

perusahaan terus menerus menekankan

pentingnya hubungan antara membangun

relasi dan mengirimkan jasa ke pelanggan

dan kinerja keuangan perusahaan. Tiga isu

penting tentang strategi bisnis yaitu

a. Siapa : Menentukan pelanggan yang

akan dilayani

Pelanggan dapat dibagi menjadi

kelompok-kelompok berdasarkan perbedaan

dalam kebutuhan mereka. Disebut sebagai

segmentasi pasar, ini merupakan suatu

proses dimana melaluinya orang-orang

dengan kebutuhanyang sama dikelompokkan

kedalam individu dan kelompok yang dapat

diidentifikasi. Segmentasi pasar merupakan

proses dua langkah dalam menamakan pasar

produk yang luas dan mensegmentasikan

mereka untuk memilik pasar sasaran dan

mengembangkan bauran pemasaran yang

cocok. Hampir setiap cirri manusia dan

organisasi yang dapat diidentifikasi bias

digunakan untuk membagi suatu pasar

kedalam bsegmen-segmen yang berbeda satu

sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi

segmentasi pelanggan misalnya : (i) faktor

demografis (usia, pendapatan, seks dll); (ii)

faktor sosiodemografis (kelas social, tahap

dalam siklus hisup berkeluarga); (iii) faktor

geografis (perbedaan kultural, regional dan

nasional); (iv) faktor psikologis (gaya hidup,

cirri-ciri kepribadian); (v) faktor persepsi

(segmentasi manfaat, pemetaan persepsi).

Page 37: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

33

b. Apa : menentukan kebutuhan pelanggan

yang ingin dipuaskan

Ketika sebuah perusahaan memutuskan

siapa yang akan ia layani, ia harus secara

bersamaan mengidentifikasi kebutuhan

kelompok pelanggan sasaran yang dapat

dipuaskan oleh barang dan jasanya. Suatu

keunggulan kompetitif tambahan meningkat

bagi mperusahaan-perusahaan yang mampu

mengantisipasi dan kemudian memuaskan

kebutuhan yang sebelumnya tidak diketahui

oleh pelanggan. Kemampuan yang secara

positif dan kontinu memberi kejutan pada

para pelanggannya memungkinkan

perusahaan itu menghasilkan laba rata-rata

karena selalu menciptakan kembali dirinya

dari waktu ke waktu.

c. Bagaimana : Menentukan kompetensi

inti yang diperlukan untuk memuaskan

kebutuhan pelanggan

Perusahaan menggunakan kompetensi-

kompetensi intinya untuk menerapkan

strategi penciptaan-nilai dan memuaskan

kebutuhan pelanggan.

3. Tipe-tipe Strategi Bisnis

a. Strategi kepemimpinan biaya

Strategi kepemimpinan biaya adalah

serangkaian tindakan integratif yang

dirancang untuk memproduksi atau

mengirimkan barang-barang atau jasa pada

biaya paling rendah, relatif terhadap para

pesaing dengan ciri-ciri yang dapat diterima

para pelanggan. Implementasi yang efektif

dari strategi kepemimpinan biaya ini

memungkinkan perusahaan menghasilkan

laba di atas rata-rata selain adanya faktor-

faktor kompetitif yang kuat seperti berikut.

Pertama, persaingan dengan para

pesaing yang sudah ada. Memiliki posisi

biaya rendah merupakan pertahanan yang

berharga dalam menghadapi para pesaing,

karena posisi yang menguntungkan sebagai

pemimpin biaya, para pesaing akan ragu

dengan basis harga.

Kedua, kekuatan tawar-menawar

pembeli (pelanggan). Pelanggan yang

berkuasa dapat mendesak pemimpin biaya

untuk mengurangi harga-harganya, tapi

harga tersebut tidak akan didesak sampai

ketingkat harga dimana pesaing industri

lainnya dapat menghasilkan laba-di atas rata-

rata.

Ketiga, kekuatan tawar menawar

suplier. Pemimpin biaya beroperasi dengan

margin yang lebih besar dari para

pesaingnya. Diantara banyak keuntungan,

margin lebih tinggi yang relatif dengan

margin para pesaing memungkinkan

pemimpin biaya untuk menerapkan kenaikan

harga suplier. Dengan cara laian, pemimpin

biaya yang kuat dapat mndesak para suplier

Page 38: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

34

untuk menahan harga mereka, mengurangi

margin mereka dalam proses tersebut.

Keempat, peserta potensial. Melalui

usaha yang terus menerus untuk mengurangi

biaya ketingkat yang lebih rendah dari para

pesaingnya, pemimpin biaya menjadi sangat

efisien. Karena mereka meningkatkan

margin laba, tingkat efisien yang selalu

diperbaiki ini menjadi halangan masuk yang

signifikan bagi peserta bisnis yang potensial.

Margin laba pemimpin biaya yang rendah

mengharuskan pemimpin biaya untuk

menjual produknya dalam volume yang

lebih besar untuk mendapatkan laba di atas

rata-rata.

Kelima, Produksi pengganti. Ketika

dihadapkan dengan kemungkinan substitusi,

pemimpin biaya lebih memiliki fleksibilitas

dari para pesaingnya. Untuk mmpertahankan

para pelanggannya, pemimpin biaya dapat

mengurangi harga barang atau jasanya.

Tetap dengan harga yang lebih rendah dan

kualitas yang dapat diterima, pemimpin

biaya meningkatkan kemungkinan

pelanggan akan memilih produknya daripada

produk pengganti.

b. Strategi diferensiasi

Strategi diferensiasi adalah

serangkaian tindakan integratif yang

dirancang untuk memproduksi barang atau

jasa yang dianggap para pelanggan berbeda

dalam hal-hal yang penting bagi mereka.

Dengan strategi diferensiasi, atribut dan

karakteristik unik produk perusahaan (selain

biaya) memberikan nilai bagi pelanggan.

Strategi ini memusatkan diri pada investasi

dan pengembangan ciri yang terus menerus

dan bukan fokus pada biaya, yang

membedakan barang dan jasanya dalam hal

yang dihargai oleh pelanggan, yaitu sebagai

berikut.

Pertama, persaingan dengan para

pesaing yang sudah ada. Pelanggan

cenderung menjadi pembeli yang setia

terhadap produk yang didiferensiasi dengan

cara-cara yang bermakna bagi mereka.

Ketika kesetiaan mereka pada barang

meningkat, kepekaan pelanggan terhadap

kenaikan harga berkurang.

Kedua, kekuatan tawar-menawar pembeli

(pelanggan). Keunikan diferensiasi barang

dan jasa mengisolasi suatu perusahaan dari

persaingan kompetitif dan mengurangi

kepekaan pelanggan terhadap kenaikan

harga.

Ketiga, kekuatan tawar-menawar

suplier. Karena perusahaan yang

mengimplementasikan strategi diferensiasi

membebankan harga premium untuk produk

produknya, suplier harus memasok bahan-

bahan yan berkualias tinggi. Adapun biaya

suplier yang relatif tinggi dibebankan pada

Page 39: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

35

biaya tambahan perlengkapan ke pelanggan

dengan menaikkan harga dari produk

uniknya.

Keempat, Peserta potensial. Loyalitas

pelanggan dan kebutuhannya untuk

mengatasi keunikan produk diferensial

merupakan hambatan yang substansial bagi

masuknyan peserta bisnis potensial.

Memasuki suatu industri dengan kondisi

seperti ini menuntut investasi sumberdaya

yang signifikan dan kemauan untuk bersabar

mencari loyalitas pelanggan.

Kelima, Produk pengganti. Perusaan-

perusahaan yang menjual barang dan jasa

bermerek pada pelnggan yang loyal

memiliki posisi yang efektif dalam

menghadapi produk-produk substitusi.

Sebaliknya, perusahaan yang tidak meiliki

loyalitas merek lebih tunduk pada pelanggan

yang biasanya mereka akan beralih produk

yang menawarkan bentu-bentuk diferensiasi

yang melayani fnsi yang sama.

C. Faktor – Faktor Lain (Swastha dan

Irawan : 1990)

Pertama, Kondisi organisasi

perusahaan. Pada perusahaan besar, biasanya

masalah penjualan ditangani oleh bagian

tersendiri (Bagian Penjualan) yang dipegang

orang-orang yang ahli dibidang penjualan.

Kedua, Faktor yang tidak kalah pentingnya

adalah : periklanan, peragaan, kampanye,

pemberian hadiah sering mempengaruhi

penjualan. Dalam hal ini diperlukan dana

yang tidak sedikit. Dalam bentuk promosi

dengan kemasan yang menarik bagi pembeli.

Ketiga, Harga yang terjangkau, pemberian

pelayanan dan tempat penjualan yang

strategis.

KESIMPULAN

Produk jamu banyak diminati semua

kalangan masyarakat, sebagai produk

pengganti pengobatan non medis yang lebih

murah dan terjangkau harganya. Namun

dalam pengelolaan bisnis jamu harus

memperhatikan faktor-faktor seperti konsep

wirausaha, konsep strategi bisnis, strategi

diferensiasi produk. Disamping itu tempat

yang strategis sangat dibutuhkan konsumen

untuk mudah memperoleh produk jamu yang

tetap higienis dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Darwin Bangun, 1989, Manajemen

Perusahaaan, Dep. P & K, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta.

Geofferey G. Meredith, 1992, Kewirausahaan Teori dan Praktek, PT. Pustaka Binawan Pressindo.

Gilarso T. 1992, Ilmu Ekonomi Bagian

Makro, Yogyaakrta, Kanisius

http://www.geocities.com/jamuherbacure/Jamu.htm

Page 40: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

36

http://id.wikipedia.org/wiki/Gula#Pembuatan_gula

Indriyo Gitosudarmo, 1996, Pengantar

Bisnis, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta

Kompas. 9 Oktober 2004. Jamu Gendong

Bertahan Ditengah Himpitan Industri

________16 Juli 2007. Industri Kecil.

Konsumsi Jamu Tardisional Terus

Alami Peningkatan

________ 27 Juli 2007. Industri Jamu

Indonesia hadapi Tantangan Besar

________ 3 Agustus 2007. Obat-obatan.

Penjualan Jamu Turun

LPPM, 1996, Manajemen Umum, Modul 1 Proses Manajemen, Pendidikan Manajemen Multi Media, Jakarta

Marbum, B.N. 1996, Manajemen

Perusahaan Kecil, PT. Pustaka Binaman Presendo, Jakarta.

Michael A. Hitt., dkk, 2001. Manajemen

Strategi Daya saing dan Globalisasi. Jakarta. Salemba Jakarta

Tarsi Tarmudji, Manajemen Bisnis, Liberty, Yogyakarta

Wisnu Giyono. 2002. Jiwa Wirausaha

Penduduk Desa Tertinggal di DIY. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Akpar Buana Wisata

Page 41: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

37

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KELUARGA

DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) MELALUI PENDAMPINGAN

KADER PAUD DESA SUMBERSARI, MOYUDAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

Sri Muliati Abdullah

Rahma Widyana

Kamsih Astuti

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

The center of early childhood education (ECE) is the right of organizational community to be the

center of early childhood stimulation activities. ECE will be able to have an optimal role when

supported by adequate resources both human resources, financial resources and educational

facilities. Given the importance of early childhood education as a place of early learning for the

next generation, the SCT team was moved to take part in coaching and mentoring in early

childhood education. The purpose of the activities is to educate, to train, and to assist trainers of

early childhood education, became a pilot group in early childhood education in Sumbersari.

Then this group stimulates the formation of new ECE in the village, to educate the cadres of the

PKK in early childhood education, giving direction in the administration of early childhood

education, to empower communities, build awareness and increase of community participation in

early childhood education programs. Group partners are four nonformal groups of early

childhood education under PKK Sumbersari guidance that will be a pilot and nine pioneering

groups of early childhood education will be initiated its establishment. The method for the

application of science and technology are: (a) Education and training for trainers of early

childhood childhood education, about Early Childhood Development, Education and early

childhood learning, and socialization and community empowerment and (b) Assistance pilot

trainer to provide guidance for the others PKK cadres to initiated the establishment of early

childhood education. The implementation of this community service for 3 months. Outcomes from

these activities is a pilot group on early childhood education that stimulates the formation of

another group of early childhood education in the village Sumbersari. At the end of activities, all

of dukuh in the village Sumbersari (13 dukuh) has been established early childhood education,

this means that each dukuh in the village Sumbersari already has a group of early childhood

education providers.

Keywords: early childhood group, the PKK cadres Sumbersari Village, education, training,

mentoring.

Page 42: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

38

Pendahuluan

Desa Sumbersari memiliki wilayah

seluas 546.000,5 Ha, dengan jarak 3 km dari

pusat kecamatan Moyudan, 15 km dari pusat

Kabupaten Sleman, dan 12 km dari pusat

propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

ini terdiri dari 13 dusun yaitu Dusun

Tegalrejo, Klisat, Nasri, Semingin, Tumut,

Menulis, Tiwir, Blendung, Bendosari,

Ngaglik, Gesikan, Nglahar, dan Sombangan.

Berdasarkan data penduduk per Desember

2008, jumlah penduduk berusia 0-6 tahun

sebanyak 579 jiwa. Menyikapi hal ini, mulai

tahun 2007, PKK desa Sumbersari merintis

pendirian lembaga Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD) jalur nonformal sebagai upaya

penumbuhan dan pengembangan anak usia

dini khususnya yang berusia praTK. PAUD

ini menerima peserta didik usia 2 sampai 5

tahun. Diharapkan setelah anak mengikuti

PAUD ini dapat siap masuk sekolah Taman

Kanak-Kanak. Tujuan didirikannya lembaga

PAUD ini sesuai dengan isi UU no. 20 tahun

2003, pasal 1, butir 14 yaitu seperti berikut:

“Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

adalah “suatu upaya pembinaan yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

lanjut.”

Permasalahan Mitra

Dalam perjalanan selama hampir 2

tahun, PAUD desa Sumbersari telah

menunjukkan suatu kemajuan. Namun tidak

dapat disangkal, kendala atau hambatan juga

banyak dialami. Berdasarkan hasil focus

group discussion (FGD) yang dilakukan tim

pengusul proposal dengan para kader PKK

desa dan kader PAUD dari 4 dusun pada

tanggal 21 Mei 2009, diperoleh data

permasalahan yang dapat dikategorikan

menjadi dua yaitu permasalahan pengelolaan

PAUD dan permasalahan masyarakat.

1. Permasalahan pengelolaan oleh Kader

PAUD, meliputi:

a. Penyelenggaraan PAUD belum

melingkupi seluruh dusun desa

Sumbersari. Baru 4 dari 13 dusun yang

berinisiatif menyelenggarakan PAUD.

Kesadaran perangkat dusun, khususnya

kader PKK dari 9 dusun yang lain untuk

memberi pelayanan PAUD, perlu

dimunculkan.

b.Kegiatan PAUD di 4 dusun belum dapat

dilaksanakan sesuai jadwal. Hal ini

terkait dengan jumlah pendidik yang

sangat terbatas. Ketika pendidik sedang

Page 43: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

39

mempunyai kesibukan bekerja atau

mempunyai acara keluarga, mereka tidak

masuk. Bahkan ketika semua pendidik

saat itu berhalangan hadir, PAUD

diliburkan. Hal ini menimbulkan kendala

dalam rutinitas penyelenggaraan PAUD.

c. Kualifikasi tingkat pendidikan dan

latar belakang pendidikan para

pendidik PAUD yang kurang

memenuhi persyaratan. Ketentuan

ideal pendidik PAUD adalah S1

PAUD. Para pendidik PAUD belum

ada yang memenuhi ketentuan

tersebut. Hanya pendidik PAUD dusun

Blendung yang tingkat dan latar

belakang pendidikannya mendekati

ideal.

d. Kurang terpenuhinya persyaratan

kualifikasi tingkat pendidikan dan latar

belakang pendidikan para pendidik

PAUD, menyebabkan besarnya

kebutuhan untuk mengetahui dan

mengembangkan kurikulum. Meskipun

rambu-rambu kurikulum dari

pemerintah telah ada, namun pendidik

merasakan banyak keterbatasan dalam

mengembangkan kurikulum.

Sebenarnya para pendidik telah

mengikuti beberapa pelatihan tentang

PAUD, namun dirasakan cukup untuk

memenuhi pengetahuan mereka

tentang kurikulum.

e. Terbatasnya kondisi tempat kegiatan,

ruang dan alat untuk belajar, ruang

bermain serta minimnya alat

permainan edukatif dirasakan pula

sebagai kendala proses belajar

mengajar.

2. Permasalahan masyarakat, meliputi:

a. Masyarakat dari 4 dusun yang

mempunyai PAUD (Dusun Menulis,

Blendung, Tiwir, dan Nglahar) belum

seluruhnya aktif mengikutsertakan

anaknya mengikuti kegiatan PAUD.

Kalaupun telah terdaftar belum

seluruhnya aktif mengantar anaknya

sesuai jadwal hari kegiatan PAUD.

Ketika orangtua sedang mempunyai

kesibukan, anak tidak diantar ke

PAUD. Bahkan di Kelompok Bermain

PAUD dusun Nglahar, jumlah anak

berkurang cukup banyak.

b. Partisipasi masyarakat untuk terlibat

sebagai pendidikan PAUD masih

rendah. Hal ini dikarenakan pekerjaan

sebagai pendidik PAUD merupakan

pekerjaan sosial / sukarela (tidak ada

imbalan gaji), sehinggahanya sedikit

yang bersedia bergabung sebagai

pendidik PAUD.

Page 44: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

40

Gambaran Ipteks yang ditransfer pada mitra:

Metode Penerapan IPTEKS

Berdasarkan identifikasi permasalahan di

atas, tim dan mitra menetapkan metode

penerapan ipteks yakni :

1. Peningkatan pengetahuan dan

ketrampilan melalui pendidikan dan

pelatihan, khususnya pada kader dari 4

PAUD. Secara rinci, materi pelatihan

kader PAUD adalah sebagai berikut.

a. Perkembangan anak usia dini, meliputi:

Perkembangan anak usia dini,

Permasalahan perkembangan anak usia

dini, deteksi dini terhadap

penyimpangan perkembangan anak

usia dini dan dinamika keluarga dalam

mewujudkan pengasuhan yang ideal

untuk anak usia dini Pendidikan dan

pembelajaran anak usiagaraan, wadah

Kelompok PAUD percontohan

dgn pengetahuan dan

ketrampilan yang diperoleh dari

pendampingan TIM dapat

melakukan penberdayaan

masyarakat

• membangun kesadaran kader

PKK dusun untuk merintis

PAUD • memberikan contoh dan

arahan tentang penyelenggaraan PAUD

• mengedukasi masyarakat ttg PAUD

LUARAN :

PAUD percontohan dapat

menstimulasi terbentuknya

PAUD-PAUD lain di desa

Sumbersari

Permasalahan

PAUD tingkat

dusun di Desa

Sumbersari

PENDAMPINGAN INTEGRATIF

(khususnya untuk kelompok PAUD percontohan)

Transfer metode pendidikan anak usia dini:

o teknik stimulasi dan pendidikan anak usia

dini o sosialisasi dan pengayaan kurikulum PAUD

o penyelenggaraan wadah pendidikan anak usia dini yang ideal di PAUD tingkat dusun

o metode pendidikan pada keluarga tentang

PAUD

Page 45: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 46: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 47: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 48: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 49: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 50: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 51: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 52: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 53: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 54: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 55: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 56: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 57: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 58: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 59: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 60: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 61: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 62: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 63: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk
Page 64: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

61

PENINGKATAN KOMPETENSI BERBAHASA INGGRIS FUNGSIONAL

KONTEKSTUAL BAGI CALON PEKERJA MIGRAN KECAMATAN MOYUDAN

KABUPATEN SLEMAN

Hermayawati, dkk

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

The District of Moyudan, Sleman Yogyakarta has a relatively high unemployment rate with the

job seekers of 6.109 male and 5.293 female. Most of them (especially female) desiredly want to

work at overseas as Indonesian Overseas Workers, or Tenaga Kerja Indonesia (TKI). The

problem is, they must not merely have job-skill, but also have to be able to use the target

language in the job target country, at least English as a means of communication with their new

environment. In facts, several research showed that they are not able to communicate in English

well. Meanwhile, English is a key instrument to communicate especially with their employers.

Based on this fact, this program of Ipteks bagi Masyarakat (IbM) aimed at conducting English

training especially for community of the migrant workers candidates. The training program was

held by using Functional English Learning Model (Materi Ajar Bahasa Inggris Fungsional

/MABIF). The training was conducted for 24 meetings and followed by 40 participants. They

consisted of 20 undergraduates degree, 17 higher level students, and 3 person were the

graduates of Senior Highschools. This program resulted: (1) MABIF with level of significance of

α = 0.04; (2) Article of Publication in a Daily Regional Newspaper (Kedaulatan Rakyat) and a

Journal (Socio-Humaniora); (3) Training Certificate showed Functional English Mastery; and

(4) the Existence/the establishment of Association of Moyudan’s Overseas Worker Candidates

(Paguyuban Calon Pekerja Migran di Moyudan) to keep the project sustainability. Kata kunci:

Functional English, Migrant, MABIF

PENDAHULUAN

Kecamatan Moyudan berjarak 15 Km

dari pusat Kota Yogyakarta dan 4 Km dari

perguruan tinggi Penulis. Sebagai salah satu

wilayah Kabupaten Sleman Daerah Istimewa

Yogyakarta, Moyudan wajib ikut serta

dalam mewujudkan visi daerahnya, yaitu

menuju masyarakat Sleman yang lebih

sejahtera pada tahun 2010. Masalahnya,

hingga saat ini angka pengangguran masih

relatif tinggi dan tentunya perlu solusi.

Menurut data yang ada di Kecamatan,

jumlah pencari kerja mencapai 6.109 laki-

laki dan 5.293 perempuan dan di antaranya

ingin bekerja di luar negeri sebagai Tenaga

Kerja Indonesia di luar negeri (TKI).

Page 65: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

62

Mekipun termasuk wilayah yang

subur, kebanyakan penduduk usia muda di

wilayah Kecamatan Moyudan kurang

berminat untuk bertani atau pun menjadi

perajin. Berdasarkan data yang ada, terdapat

sekitar 40 orang pencari kerja yang tertarik

untuk bekerja di luar negeri, baik di sektor

domestik (sebagai penatalaksana rumah

tangga/PRT) maupun di sektor formal,

terutama sebagai buruh pabrik. Dengan

bekerja di luar negeri, mereka berharap akan

mendapatkan penghasilan yang jauh lebih

tinggi dibanding di Indonesia sehingga akan

dapat menyejahterakan keluarga mereka.

Permasalahan utama yang dihadapi

oleh mitra program adalah: kebanyakan

pencari kerja migran kurang mampu

berbahasa Inggris. Padahal, bahasa Inggris

merupakan sarana utama untuk

berkomunikasi dengan lingkungan bekerja

mereka di luar negeri. Hal ini dapat

dimaklumi jika mengingat bahwa kualitas

sumber daya manusia Indonesia berada di

urutan paling bawah di antara negara-negara

Asia-Pasifik lain (Madya, 2001: 1;

Gunarwan, 2004: 11-12). Selain itu, hasil

penelitian bersama antara Lembaga

Penelitian Universitas Indonesia dan

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Depnakertrans) tahun 2000, yang berjudul:

“Situasi TKI di Sembilan Negara”,

menyimpulkan bahwa TKI kurang diminati

di sembilan negara Asia-Pasifik dan Timur

Tengah, yaitu Singapura, Malaysia, Taiwan,

Hong Kong, Korea, Jepang, Saudi Arabia,

Iran, dan Amerika. Pengguna jasa di

sembilan negara tersebut lebih memilih

tenaga kerja dari Philipina, India, dan

Vietnam, yang dipandang lebih terampil

dalam berkomunikasi dan mengurus rumah

tangga dibandingkan dengan TKI

(Depnakertrans, 2000: i-ii). Implikasinya,

proses pelatihan bahasa asing (Inggris)

Calon TKI (CTKI) kurang optimal.

Optimalisasi pelatihan bahasa Inggris salah

satunya dapat dilakukan dengan

meningkatkan kualitas materi ajarnya

(Hermayawati, 2007: 323-324).

Materi ajar merupakan komponen

kunci dan sarana pembantu ketercapaian

tujuan program pembelajaran dan pelatihan

pada semua tataran belajar. Untuk itu

penyusunannya mestinya disesuaikan

dengan analisis kebutuhan target (Richards,

2001: 21, 257). Pemilihan atau penyusunan

materi ajar tidak terlepas dari kualitas guru

atau pun perencana program yang

bersangkutan. Namun pada kenyataannya,

berbagai hasil penelitian menunjukkan

bahwa guru, perencana program

pembelajaran dan pelatihan seringkali

kurang tepat dalam memilih atau pun

Page 66: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

63

menyusun materi ajar bagi peserta didiknya.

Dengan kata lain, muatan materi ajar yang

digunakan para guru seringkali tidak sesuai

dengan kebutuhan peserta didik yang

notabene sama dengan kebutuhan pengguna

lulusan (Hermayawati, 2005: 47-51; 2007:

323-324). Sebagai akibatnya, output dan

outcome-nya kurang berterima di dunia kerja

(Depnakertrans, 2000: i-ii) karena kurang

sesuai dengan tuntutan yang ditargetkan.

Permasalahan tersebut di atas

menunjukkan bahwa bahasa bersifat

kompleks (Byram & Fleming, 1998: 11),

baik menyangkut tata bahasa maupun dalam

hal berinteraksi dan beradaptasi dengan

budaya mereka (Koentjaraningrat, 2002:

132-133). Bahasa merupakan alat

komunikasi yang paling efektif. Tanpa

penguasaan bahasa yang digunakan sehari-

hari, orang akan kesulitan berinteraksi,

termasuk para TKI di lingkungan bekerja

mereka.

Kesalahpahaman dalam berinteraksi

yang terjadi secara terus menerus dari waktu

ke waktu antara pekerja dan majikan dapat

memicu kekerasan yang berujung pada

penolakan terhadap pekerja yang

bersangkutan. Jika terjadi secara masal, tentu

hal tersebut akan mengakibatkan rendahnya

posisi tawar (bargaining position) para

pencari kerja di luar negeri. Atas dasar

berbagai kenyataan sebagaimana disebutkan

di muka, model MABIF secara normatif

telah disesuaikan dengan kebutuhan program

IbM ini.

METODE

1. Pelaksanaan Program

Sesuai dengan fenomena permasalahan

yang ada, program IbM ini menggunakan

metode penyuluhan, pendidikan dan latihan.

Materinya menggunakan Model Materi Ajar

Bahasa Inggris Fungsional (MABIF) yang

sebenarnya merupakan temuan penelitian

disertasi yang berjudul: “Pengembangan

Materi ajar Bahasa Inggris dengan

Pendekatan Fungsional (Penelitian

Pengembangan di PJTKI Jakarta)”

(Hermayawati, 2008: 324-325) yang telah

terbukti efektif dan sengaja digunakan

menjadi Model Pembelajaran dalam

Program ini. Model Materi Ajar Bahasa

Inggris Fungsional (MABIF) sebenarnya

secara khusus didesain bagi para calon

tenaga kerja Indonesia (CTKI) yang sedang

menjalani pelatihan di Perusahaan Jasa

Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Jakarta.

Namun demikian, model ini telah juga telah

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

peserta pelatihan dan users mereka di luar

negeri. Sebagai ilustrasi, ciri-ciri MABIF

disajikan pada Tabel 1.

Page 67: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

64

Tabel 1. Ciri-Ciri Materi Ajar Bahasa Inggris Fungsional/ MABIF

No.

Aspek Bahasa

yang Dipelajari

Materi Ajar Bahasa Inggris Fungsional/MABIF

1. Bentuk Wacana Materi ajar ditampilkan dalam bentuk percakapan otentik (Authentics

Dialogues, Monologues) yang sesuai dengan tujuan dan analisis kebutuhan target.

2. Aspek Linguistik Pengembangan aspek linguistik difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pembelajar, yaitu penguasaan speaking skill yang melibatkan aspek struktur, kosakata, pelafalan, kefasihan, dan pemahaman pertuturan (listening

comprehension).

3. Aspek Semantik Kosakata yang sebagian besar diakses dari materi ajar lama disajikan secara kontekstual dan terpadu dalam bentuk dialog dengan mengacu pada konsep Minimum-adequate Vocabulary.

4. Aspek Pragmatik/ Budaya

Aspek pragmatik yang terkait dengan budaya penutur target disajikan secara terpadu (embedded) di dalam wacana.

5. Keterampilan berbahasa (L.Skills)

Keterampilan berbicara (speaking skill) yang meliputi unsur struktur, kosakata, pelafalan, kefasihan/kecepatan bertutur, dan pemahaman (listening

comprehension).

6. Keterkaitan antarkonsep (Networking)

Ada keterkaitan antarmateri/antarkonsep berbahasa (yaitu penggunaan fungsi bahasa “Imparting and seeking factual informations” yang tersaji dalam bentuk wacana dan tercantum secara berurutan di dalam Bab atau Unit Pokok Bahasan) secara luwes dan seimbang.

7. Tata Ringkasan (Structured

Summaries)

Materi ajar diurutkan dari mudah ke sulit; sederhana ke agak kompleks; disertai tampilan language focus dan sentence patterns yang dapat digunakan sebagai dasar pemahaman pertuturan target bagi pembelajar.

8. Tampilan Naskah Materi ajar dibuat menarik bagi penggunanya karena pertuturan ditampilkan dalam bentuk dialog-dialog otentik disertai dengan ilustrasi yang dapat memperjelas pemahaman konsep pertuturan target.

2. Pelaksanaan Kegiatan

Program kegiatan IbM ini didasarkan

atas asumsi sebagai berikut: (a) para peserta

diklat rata-rata memiliki kemampuan awal

(intakes) bahasa Inggris pada taraf

pembelajaran pemula (threshold dan/atau

false-beginning level), yaitu pembelajar yang

sudah pernah belajar bahasa Inggris selama

bertahun-tahun tetapi tetap tidak mampu

menggunakannya; (b) setelah mengikuti

pelatihan, peserta diklat akan mampu

menggunakan fungsi-fungsi bahasa target

yang cocok dengan level kemampuan

mereka, yaitu “imparting and seeking

factual informations” untuk berkomunikasi

dengan orang lain, baik di dalam maupun di

luar pelatihan; (c) jika hal itu terjadi, para

peserta akan mampu berkomunikasi

menggunakan bahasa target tersebut dengan

Page 68: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

65

para pengguna (users), manakala mereka

bekerja di luar negeri; dan (d) instruktur dan

peserta pelatihan akan dapat

menyebarluaskan Model MABIF yang yang

memungkinkan untuk dipelajari sendiri oleh

penggunanya.

Pelaksanaan program IbM ini

melibatkan 40 orang partisipan. Instruktur

diklat adalah dua orang dosen pendidikan

bahasa Inggris (PBI) dan sekaligus adalah

Ketua dan Anggota Tim IbM. Dalam

melaksanakan diklat, instruktur dibantu oleh

lima orang mahasiswa PBI FKIP Universitas

Mercu Buana Yogyakarta. Sebagai

gambaran, berikut ini disajikan langkah-

langkah pelaksanaan programnya.

Mengidentifikasi masalah � menentukan

masalah utama � menganalisis kebutuhan

program � menentukan tujuan �

menyusun/mengembangkan materi diklat �

memberikan pengarahan tentang pelaksanaan

kegiatan � melaksanakan kegiatan sesuai

jadwal � mengevaluasi program �

menganalisis hasil evaluasi � melakukan

perbaikan program � hasil akhir (terampil

berbahasa Inggris pada level ambang, diseminasi

melalui Artikel Publikasi dan Sustainability).

3. Partisipasi Mitra dalam Pelaksanaan

Program

Mitra utama program IbM ini adalah

lembaga Kecamatan Moyudan yang

didukung sepenuhnya oleh sumber daya

manusia yang ada. Dalam hal ini, lembaga

kecamatan berfungsi sebagai rekomendator

dan legitimator pelaksanaan kegiatan yang

didukung oleh empat Kalurahan yang

meliputi: Kalurahan Sumbersari, Sumber

Agung, Sumber Rahayu, Sumber Arum.

Namun atas dasar kesepakatan bersama dan

berbagai pertimbangan yang ada, kegiatan

dipusatkan di Kalurahan Sumbersari.

Pertimbangan terhadap lokasi pusat kegiatan

tersebut didasarkan pada berbagai faktor

berikut: (1) letak geografisnya yang paling

strategis di antara empat kelurahan yang ada;

(2) tempatnya luas dan lebih kondusif

dibanding tiga kelurahan lainnya; (3)

pemukiman penduduk saling berdekatan

sehingga memudahkan komunikasi

antarpelaku kegiatan; (4) Kelurahan

Sumbersari merupakan daerah terdekat

dengan perguruan tinggi Tim Pelaksana IbM

sehingga lebih memperlancar pelaksanaan

kegiatan; (5) fasilitas yang ada lebih

memadai daripada tempat lain.

4. Evaluasi Hasil Kegiatan

Evaluasi program IbM ini

menggunakan dua bentuk instrumen yang

berupa tes tulis (paper-and-pencil test) dan

tes lisan (oral production test). Untuk

keperluan tersebut penulis menyusun kisi-

kisi tes tulis dengan memadukan konsep

Gronlund (1978: 50-51) dan model

Rubrik/Panduan Penskoran Bahasa Lisan

Page 69: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

66

(O’Malley & Pierce, 1996: 67) lengkap

dengan jenjang skala penskorannya, seperti

tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Tabel Spesifikasi 90-Butir tes Tulis Penguasaan Fungsi Bahasa Target

Content Areas on:

Imparting and

seeking factual

informations

(1)

Identifying

(2)

Reporting Describing

&

Narrating)

(3)

Correcting (Agreeing

/Denying)

(4)

Asking (for

help

/invitation/

questions)

Total

Five

Variables

Total number of

test items/

descriptors

10 67 4 9 90

Tabel 2 menunjukkan bahwa tes tulis

yang berjumlah 90 butir soal meliputi

pengembangan kecakapan menggunakan

fungsi bahasa target, yaitu “imparting and

seeking factual informations” yang meliputi

kategori identifying, reporting (termasuk

describing dan narrating), correcting

(termasuk agreeing dan denying), dan asking

(for help, questions, dan invitation) (Van Ek,

1987: 113). Penentuan jumlah butir soal

pada masing-masing variabel fungsi bahasa

dilakukan dengan mempertimbangkan taraf

kepentingan dan frekuensi penggunaannya

di dalam komunikasi khusus bagi penutur

pada tataran pemula (false beginners).

Komponen kecakapan berbicara yang

diuji adalah pelafalan, kefasihan atau

kecepatan berbicara, kosakata, struktur, dan

pemahaman (terhadap pertuturan orang lain).

Kriteria yang digunakan ada dua kategori.

Secara holistik penilaian kemampuan

berbicara menggunakan Rubrik/Panduan

Penskoran Bahasa Lisan (O’malley &

Pierce, 1996: 67) dengan rentang skala 1-2,

khusus bagi level pemula seperti tercantum

pada Tabel 3.

Page 70: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

67

Tabel 3. Rubrik Penskoran Bahasa Lisan untuk Level Pemula

Rating

Scale Descriptions on Speaking Skill Speaking Skill Components

Mastery

- Begins to communicate personal and survival

needs Fluency

- Speaks in single-word utterances and short

patterns Structure/Pronunciation

- Uses functional vocabulary Vocabulary

2

- Understands words and phrases; requires

repetitions Comprehension

- Begins to name concrete objects Vocabulary/ Pronunciation

- Repeats words and phrases Fluency/Structure

1

- Understands little or no English Comprehension

Skor satu diperoleh jika peserta

mampu: menyebutkan nama objek benda

atau pun orang (begins to name concrete

objects); menirukan kata dan frase dengan

lafal yang benar (repeats words and

phrases); dan memahami pertuturan

sederhana orang lain (understands little or

no English). Peserta mendapat skor dua jika

mampu: mengucapkan tuturan pada level

bahasa pemula (begins to communicate

personal and survival needs); menggunakan

tuturan dan pola kalimat pendek (speaks in

single-word utterances and short patterns);

menggunakan kosakata fungsional (uses

functional vocabulary); memahami kosakata

atau pun frase yang terkadang perlu didengar

berulangkali (understands words and

phrases; requires repetitions).

Pengembangan butir-butir instrumen

menggunakan dua bentuk tes, yaitu tes tulis

dan tes lisan. Butir-butir tes tulis ditekankan

pada kemampuan peserta dalam

menggunakan fungsi-fungsi bahasa target.

Tes lisan yang bertujuan mengukur

kompetensi berbicara pada tataran ambang

ini menggunakan kriteria penilaian O’malley

& Pierce (1996: 76) sebagai berikut: (1)

validitas isi (content validity), yaitu

penilaian hendaknya mengukur kompetensi

pemahaman/menyimak dan berbicara, dan

aktivitas tersebut menjadi bagian

pengajaran; (2) validitas butir-butir soal

(task validity), yaitu penilaian hendaknya

benar-benar mengukur kemampuan

pemahaman dan berbicara, bukan mengukur

aspek menyangkut kognitifnya; (3)

Page 71: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

68

kesesuaian dengan tujuan dan kemampuan

menyesuaikan/ mengembangkan konsep

bahasa target (purposefulness and

transferability), yaitu penilaian hendaknya

merefleksikan tujuan memahami konteks

dan berbicara dalam kehidupan sehari-hari;

dan (4) keotentikan, yaitu penilaian

hendaknya mengukur kecakapan siswa

dalam memahami dan berbicara yang sesuai

dengan tataran peserta tes. Berikut ini

dikemukakan penjelasan masing-masing

butir kriteria penilaian tersebut.

Pertama, pengukuran validitas isi yang

dilakukan melalui kegiatan oral interview

menyangkut penggunaan fungsi-fungsi

bahasa target, dikembangkan dalam materi

ajar alternatif, yaitu kategori “imparting and

seeking factual information”, yang meliputi

fungsi-fungsi bahasa: identifying, reporting

(termasuk describing dan narrating),

correcting (yang meliputi agreeing dan

disagreeing), dan asking (termasuk di

dalamnya asking for information dan asking

for help).

Kedua, pengukuran validitas butir-

butir soal yang dilakukan melalui

pengukuran kemampuan peserta yang

berfokus pada kecakapan pemahaman,

pelafalan, kefasihan (speed of speaking),

kosakata, dan tata bahasa (O’malley &

Pierce, 1996: 68; Bailey, 2005: 2).

Penggunaan kelima komponen tersebut

diintegrasikan ke dalam penggunaan fungsi-

fungsi bahasa target tersebut di muka.

Ketiga, pengukuran kesesuaian materi

tes yang bertujuan untuk mengukur

kemampuan peserta dalam menggunakan

fungsi-fungsi bahasa target yang telah

dipelajari, terutama dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan penguji. Jika peserta

mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan

penguji dengan menggunakan bahasa target

secara tepat, maka pengukuran dapat

dikatakan sesuai dengan tujuan wawancara.

Keempat, pengukuran keotentikan

materi dilakukan melalui pengukuran

kemampuan peserta dalam memahami

tuturan dan berinteraksi dengan penguji,

termasuk pemahaman budaya dan

pragmatika bahasanya. Lingkup penguasaan

bahasanya terutama difokuskan pada

penggunaan fungsi-fungsi bahasa yang

berhubungan dengan kebutuhan interaksi

sehari-hari (survival needs) di negara target

bekerja, terutama sebagai penatalaksana

rumah tangga/PRT. Tabel 4 merupakan

Matriks Kegiatan Penilaian Bahasa Lisan

khusus bagi peserta tes (false beginners).

Selain tes tulis, tes wawancara (scored-

interview) juga dilakukan secara individual

Page 72: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

69

oleh dua orang evaluator (interviewer).

Materi tes meliputi pengukuran kemampuan

siswa dalam menggunakan fungsi-fungsi

bahasa asking: for help/for information;

identifying someone/something; dan

reporting: describing/narrating. Picture-

cued Desscriptions/Stories meliputi

pengukuran penguasaan siswa terhadap

fungsi-fungsi bahasa describing dan

correcting. Information Gap meliputi

pengukuran penguasaan peserta terhadap

fungsi-fungsi bahasa describing, asking

for/giving information, dan giving direction.

Roleplays meliputi pengukuran penguasaan

siswa terhadap fungsi-fungsi bahasa asking

for/giving information dan correcting:

agreeing/disagreeing.

Prosedur pelaksanaan tes ini mengacu

pada konsep Cohen et al. (2000: 392) dan

Richards (2001b: 296-297), yaitu bahwa

pada pelaksanaan evaluasi program bahasa,

pengumpulan data dilakukan dengan

pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Pendekatan kualitatif menghasilkan data

kualitatif, yaitu hasil pengukuran yang tidak

dapat diekspresikan secara numeriki.

Pendekatan kualitatif diperoleh dari hasil

pengumpulan berbagai informasi, yang di

antaranya adalah interviu, yang menjadi alat

pengumpul data lisan dalam kegiatan IbM

ini. Pendekatan kuantitatif menghasilkan

data kuantitatif, yaitu hasil pengukuran yang

berupa informasi numerik. Data kuantitatif

dikumpulkan dari peserta tes dengan topik

yang ditargetkan dan dapat dianalisis secara

statistik sehingga menghasilkan ketentuan-

ketentuan khusus. Berdasarkan konsep

tersebut, penulis menggunakan jenis

pendekatan ini melalui instrumen dalam

bentuk tes tulis sebagai sarana pengumpul

data numeriknya.

Tes tulis dilakukan melalui langkah-

langkah sebagai berikut: (1) membuat kisi-

kisi tes penguasaan fungsi-fungsi bahasa

target (imparting and seeking factual

informations: identifying, reporting,

correcting, dan asking), yang integratif ke

dalam keterampilan berbicara; (2)

merancang butir-butir tes; (3) menyiapkan

komponen penilaian, yaitu pedoman

penilaian, tabel konversi nilai, dan lembar

jawab; (4) melaksanakan tes tulis; dan (5)

mengadakan test-scoring dengan rentang

skor 1-90.

Tes lisan dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut: (1) wawancara

pendahuluan; (2) wawancara lanjutan; dan

(3) penyimpulan hasil wawancara.

Wawancara dimulai dengan pertanyaan-

pertanyaan sosial seperti “How are you to

day?”, “What city do you from?”, “How long

have you studied English?”, dan “Are you

Page 73: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

70

married?” untuk membiasakan peserta tes

menjawab pertanyaan secara otomatis,

karena pertanyaan-pertanyaan semacam itu

akan selalu dijumpai di mana pun, termasuk

di negara tujuan bekerja para calon pekerja

migran.

Kedua, wawancara lanjutan untuk

menjajaki kemampuan peserta tes dalam

menerapkan kelima komponen kecakapan

berbicara (termasuk pengetahuan budaya

dan pragmatika bahasa yang diekspresikan

oleh pewawancara) secara terpadu ke dalam

fungsi-fungsi bahasa ”imparting and seeking

factual informations”, seperti tuturan

berikut: “Name?; “Age?”; “Address?”;

“Destination?”; dan “Got it?”. Tes

pemahaman sosial budaya diwujudkan

dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut

ini: “What you have to do in the morning

time, when your employers have not got

up?” atau “What you have to do if there is a

call while your employers are outsides”.

Dalam hal ini, penguji secara rileks

mengamati dan menilai respons peserta tes

yang diarahkan pada penggunaan unsur-

unsur ketrampilan berbicara dan fungsi

bahasa target.

Ketiga, penyimpulan hasil wawancara

dilakukan setelah pengujian dipastikan

sesuai dengan tujuan atau target

pelaksanaannya. Penyimpulan berfokus pada

tingkat penguasaan kecakapan berbicara

menggunakan fungsi-fungsi bahasa target

dan kelima unsur keterampilan berbicara.

Wawancara diakhiri secara luwes agar

peserta tes menganggap bahwa ujian

kecakapan berbicara merupakan pengalaman

yang menyenangkan.

Keempat, melakukan pengumpulan

data dan menganalisis hasilnya. Data berupa

skor tes tulis (0 - 90) dan tes lisan yang

dilakukan dengan kriteria penskoran model

“Rubrik Penskoran Bahasa Lisan bagi

Pembelajar Level Pemula (Beginner’s

Rubric Scoring of Oral-language)” dengan

rentang skala skor 0 – 2. Tes kecakapan

berbicara dilakukan secara lisan (oral

production test) (O’malley & Pierce, 1996:

67; Bailey, 2005: 84). Namun demikian,

dalam kegiatan IbM ini penulis

menggunakan tes tulis dan tes lisan demi

menjaga kesahihan hasil pengukuran dan

keluasan target cakupan penguasaan semua

unsur dan area linguistik yang telah

diajarkan.

HASIL KEGIATAN

Hasil kegiatan IbM bagi calon pekerja

migran di Kecamatan Moyudan ini adalah

sebagai berikut. Pertama, peningkatan

kecakapan berbicara para peserta pelatihan

yang dibuktikan melalui pengujian

Page 74: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

71

efektivitas MABIF dengan taraf signifikansi

α = 0.04. Pengujian kecakapan berbicara

meliputi pelafalan, tata bahasa, kosakata,

kefasihan, dan pemahaman menggunakan

fungsi-fungsi bahasa level threshold/false

beginning (Bailey, 2005: 30), yaitu

imparting and seeking factual informations

(Van Ek, 1987: 113) serta dengan penerapan

konsep kosakata minimum (minimum-

adequate vocabulary) dan pemahaman

pengetahuan sistem gramatikal bahasa target

yang cukup untuk memahami kebutuhan

dasar komunikasi (minimum-adequate

grammar) (Wilkins, 1987: 97). Skor kedua

bentuk tes dari kedua kelompok partisipan

merupakan data pengujian yang kemudian

dianalisis menggunakan uji-t.

Kedua, sertifikasi bagi peserta

pelatihan khusus penguasaan berbahasa

Inggris untuk survival life. Sertifikasi yang

dilegalisasi oleh LPPM Universitas Mercu

Buana ini dapat digunakan sebagai bukti

rekomendasi untuk mengikuti pelatihan

lanjutan di lembaga penyelenggara pelatihan

bagi calon tenaga kerja migran yaitu PJTKI

(Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia)

dan BLKLN (Balai Latihan Kerja untuk

Luar Negeri) Depnakertrans.

Ketiga, terbentuknya “Paguyuban

Calon Tenaga Kerja Migran” khususnya di

lingkungan Kecamatan Moyudan Sleman,

Yogyakarta. Paguyuban ini dibentuk sebagai

upaya untuk menjamin keberlangsungan

(sustainability) program IbM. Paguyuban ini

berfungsi sebagai wadah kegiatan praksis

pelatihan berbahasa Inggris lisan (English

speaking club) yang anggota dan pelaksana

kegiatannya adalah para lulusan pelatihan.

Para lulusan yang merupakan pencari kerja

lulusan berbagai perguruan tinggi negeri dan

swasta membentuk kelompok belajar yang

siap bekerja di luar negeri dan bertugas

merekrut dan menyediakan fasilitas yang

diperlukan oleh para peserta pelatihan

berikutnya secara swadaya di bawah

bimbingan dosen dan mahasiswa bahasa

Inggris UMBY.

Keempat, terwujudnya Artikel

Publikasi sebagai sarana penyebarluasan

pengalaman atau pun informasi menyangkut

hasil pelaksanaan kegiatan yang dapat

digunakan sebagai referensi atau pun

inspirasi bagi peneliti dan pengabdi sejenis.

SIMPULAN

Berdasarkan berbagai penjelasan di

atas dapat disimpulkan bahwa IbM ini

menghasilkan: (1) Kecakapan berbahasa

Inggris terutama untuk survival life; (2)

Sertifikat Pelatihan Penguasaan bahasa

Inggris Fungsional; (3) terbentuknya

Page 75: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

72

Paguyuban Calon Pekerja Migran untuk

menjamin keberlangsungan (sustainability)

program IbM ini (4) Artikel Publikasi

sebagai sarana diseminasi hasil kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, Kathleen M. 2005. Practical English

Language Teaching Speaking. New York: McGraw-Hill.

Byram, Michael. & Fleming, Michael. 1998.

Language Learning in Intercultural

Perspective (Approaches through drama and ethnography). Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Brown, Douglas, H. 1996. Teaching by

Principles: An Interactive Approach to

Language Pedagogy. Englewood Cliffs, New Jersey 07632: Prentice-Hall, Inc.

---------. 2000. Principles of Language

Learning and Teaching: Fourth Edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc. A Pearson Education Company.

Cohen, Louis., et al. 2000. Research

Methods in Education. Great Britain: TJ International Ltd, Padstow, Cornwall.

Cunningsworth, Alan. 1995. Choosing Your

Coursebook. Great Britain: The Bath Press.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis kompetensi: Pengembangan Silabus. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Depnakertrans RI. 2000. Situasi TKI di 9

Negara: A Cooperative Research

between the research centre of the

University of Indonesia and The

Department of Man-power. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Depnakertrans RI.

---------. 2007. Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 81 Tahun 2006

Tentang Badan Nasional Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar

Negeri (BNP2TKI). Jakarta: Biro Hukum Depnakertrans RI.

Dubin, Fraida. & Olshtain, Elite. 1992. Course Design: Developing programs and materials for language learning. Cambridge: Cambridge University Press.

Fromkin, Victoria., et al. 2003. An

Introduction to Language. USA: Heinle, a part of Thomson Corporation.

Gronlund, Norman E. 1978. Stating

Objectives for Classroom Instruction: Second Edition. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Gunarwan, Asim. 2004. Pragmatik, Kebudayaan, dan Pengajaran Bahasa. Surakarta: UNS.

Hammerly, H. 1991. Fluency and Accuracy:

Toward Balance in Language

Teaching and Learning. Clevedon: Multilingual Matters, Ltd.

Hermayawati. 2007. The Relevance of English Learning Materials at the Senior Highschools to the Culture’s Conservation and Tourism Development in Yogyakarta City: Makalah hasil penelitian disajikan dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, terakreditasi ISSN 1693-623X Vol. 5, No. 1, edisi April 2007. Surakarta: Prodi PBI PPs UNS.

---------. 2009. Developing Functional English Learning Materials for the Migrant Domestic Worker Candidates: Makalah dalam “Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya”, PBI PPs UNS Surakarta ISSN 1693-623X Vol. 6,

Page 76: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

73

No.1, Eds. April 2009. Surakarta: PPs UNS.

Hutchinson, Tom & Waters, Alan. 1994. English for Specific Purposes: a

Learning-centred Approach. Cambridge: Cambridge University Press.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual

Teaching and Learning (Edisi Terjemahan). Bandung: MLC.

Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan

Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.

Littlewood, William. 1992. Teaching Oral

Communication: A Methodological

Framework. Cambridge, Massachusetts 02142 USA: Blackwell Publishers.

McDonough, Jo. & McDonough, Steven. 1997. Research Methods for English

Language Teachers. New York: St Martin’s Press Inc.

O’malley, J.Michael. & Pierce, Valdez, Lorraine. 1996. Authentic Assessment

for English Language Learners: Practical Approaches for Teachers. USA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Richards, J.C. 2001. Curriculum

Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.

Tomlinson, Brian. & Masuhara, Hitomi. 2004. Developing Language Course

Materials. Singapore: SEAMEO Regional Language Centre.

Van Ek. 1987. The Threshold Level (an extract). Oxford: Oxford University Press.

Wilkins, D.A. 1987. Grammatical, Situational and Notional Syllabuses (an extract). Oxford: Oxford University Press.

Page 77: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

74

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP PENGUNGKAPAN

TANGGUNGJAWAB SOSIAL / SOCIAL DISCLOSURE

Nugraeni

Staf pengajar pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

The issue which becomes a concern of community today is the role of a company to its

environment, both external environment and internal environment of the company. In addition to

profit-oriented activities, companies need to conduct other activities, such as activities to provide

a safe working environment for its employees, ensure that no pollution to its surrounding area is

produced from the production process, transparent duty stationing of employess, to produce safe

products for consumers, and maintaining the external environment to achieve corporate social

responsibility. Disclosure of social responsibility is one of the selected media to show concern of

the company to the surrounding community. CSR (Corporate Social Responsibility) disclosure is

useful as added value for a company as well as reducing the social costs arising from company

activities. In addition to above mentioned benefits of CSR, the company can gain legitimacy by

demonstrating social responsibility through CSR disclosure in the media and in the company's

annual report. Results of several studies concluded that the percentage of management

ownership and type of industry has significant influence in company policy in expressing social

information; company size and structure of ownership significantly influence the broad of

voluntary disclosure in corporate annual reports.

Keywords: management ownership, social disclosure

PENDAHULUAN

FASB Concepts Statement No. 1

dalam Kieso (2002) menyatakan bahwa

beberapa informasi yang bermanfaat lebih

baik disajikan dalam laporan keuangan, dan

beberapa lainnya lebih baik disajikan dengan

menggunakan media pelaporan keuangan

selain laporan keuangan. Isu yang sedang

menjadi perhatian masyarakat saat ini yaitu

peran suatu perusahaan terhadap

lingkungannya, baik lingkungan intern

maupun lingkungan ekstern perusahaan.

Perusahaan mempunyai peran selain

memberi manfaat positif terhadap ekonomi

juga berkontribusi terhadap menurunnya

kondisi sosial masyarakat. Beberapa

perusahaan mendapat kritik karena telah

menciptakan masalah sosial seperti polusi,

penyusutan sumber daya, limbah, mutu dan

keamanan produk, hak dan status karyawan,

keselamatan kerja dan lain-lain.

Page 78: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

75

Berubahnya kondisi lingkungan

ekonomi banyak berpengaruh pada dunia

usaha. Untuk dapat lebih bersaing,

perusahaan dihadapkan pada kondisi untuk

dapat lebih transparan dalam

mengungkapkan informasi perusahaannya,

sehingga akan lebih membantu para

pengambil keputusan dalam mengantisipasi

kondisi yang semakin berubah. Tujuan

laporan keuangan adalah menyediakan

informasi yang menyangkut posisi

keuangan, kinerja serta perubahan posisi

keuangan suatu perusahaan yang dapat

bermanfaat bagi sejumlah pengguna dalam

pengambilan keputusan. Laporan keuangan

yang disusun untuk tujuan tersebut

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

bersama sebagian besar pengguna.

Profesi akuntan sebagai penyedia informasi

tidak dapat melepaskan diri dari situasi

perkembangan perekonomian. Semakin

besar suatu usaha bisnis, semakin dirasakan

perlunya informasi akuntansi, baik untuk

pertanggung jawaban maupun untuk dasar

pengambilan keputusan. Berhubungan

dengan pengujian informasi keuangan dari

pihak luar (investor), profesi akuntan perlu

mengatur cara-cara pengujian informasi

keuangan suatu badan usaha dan memberi

jasa audit untuk menentukan kewajaran

laporan keuangan yang disusun oleh

manajemen. Agar laporan keuangan yang

sudah diperiksa oleh akuntan publik dapat

menjadi dasar yang berguna bagi

pengambilan keputusan, salah satu cara yang

dapat ditempuh adalah dengan membuat

kriteria perlunya disclosure (pengungkapan)

tertentu yang dapat mencakup semua

perusahaan publik (Irawan, 2006: 19).

Menurut Statement of Financial

Accounting Concepts (SFAC) No. 1, tujuan

pelaporan adalah untuk memberikan

informasi yang berguna bagi investor, calon

investor, kreditur, calon kreditur dan para

pemakai lainnya dalam membuat keputusan

investasi, kredit dan keputusan lainnya

secara rasional. Menurut Susanto (1992)

Subroto (2003) dan Irawan (2006) informasi

yang terkandung dalam laporan keuangan

sangat penting sebagai dasar untuk

mengalokasikan dana-dana investasi secara

efisien dan produktif. Daarough (1993)

Subroto (2003) Irawan (2006) menunjukkan

arti pentingnya informasi laporan keuangan

dengan menyatakan bahwa, perusahaan –

perusahaan memberikan laporan keuangan

kepada berbagai stakeholder, dengan tujuan

untuk memberikan informasi yang relevan

dan tepat waktu agar berguna dalam

pengambilan keputusan investasi,

monitoring, penghargaan kinerja dan

pembuatan kontrak-kontrak. Irawan (2006)

Page 79: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

76

menyatakan bahwa kualitas keputusan

investasi dipengaruhi oleh kualitas

pengungkapan perusahaan yang diberikan

melalui laporan tahunan. Agar informasi

yang disajikan dalam laporan keuangan

dapat dipahami dan tidak menimbulkan

salah interpretasi, maka penyajian laporan

keuangan harus disertai dengan

pengungkapan yang cukup (adequate

disclosure).

Saat ini pihak-pihak managerial

perusahaan semakin menyadari bahwa

perusahaan tidak lagi dihadapkan pada

tanggung jawab yang berpijak pada single

bottom line, yaitu nilai perusahaan

(corporate value) yang direfleksikan dalam

kondisi keuangannya (financial) saja, namun

juga harus berpijak pada triple bottom lines

yaitu memperhatikan masalah sosial dan

lingkungannya. Dunia usaha bukan lagi

sekedar kegiatan ekonomik untuk

menciptakan profit demi kelangsungan

usahanya, melainkan tanggung jawab sosial

dan lingkungan. Jika menggantungkan

semata-mata pada kesehatan finansial tidak

akan menjamin perusahaan akan bisa

tumbuh secara berkelanjutan (sustainable)

(Adhianta 2008)

PEMBAHASAN

Pertanggungjawaban social perusahaan

(CSR)

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam

Sulastini (2007) menyatakan bahwa

tanggung jawab perusahaan dapat dibagi

menjadi tiga level sebagai berikut :

1. Basic responsibility (BR)

Pada level pertama, menghubungkan

tanggung jawab yang pertama dari suatu

perusahan, yang muncul karena keberadaan

perusahaan tersebut seperti; perusahaan

harus membayar pajak, memenuhi hukum,

memenuhi standar pekerjaan, dan

memuaskan pemegang saham. Bila tanggung

jawab pada level ini tidak dipenuhi akan

menimbulkan dampak yang sangat serius.

2. Organization responsibility (OR)

Pada level kedua ini menunjukan

tanggung jawab perusahaan untuk

memenuhi perubahan kebutuhan

”Stakeholder” seperti pekerja, pemegang

saham, dan masyarakat di sekitarnya.

3. Sociental responses (SR)

Pada level ketiga, menunjukkan

tahapan ketika interaksi antara bisnis dan

kekuatan lain dalam masyarakat yang

demikian kuat sehingga perusahaan dapat

tumbuh dan berkembang secara

berkesinambungan, terlibat dengan apa yang

Page 80: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

77

terjadi dalam lingkungannya secara

keseluruhan.

Tanggung jawab perusahaan tidak

hanya terbatas pada kinerja keuangan

perusahaan, tetapi juga harus bertanggung

jawab terhadap masalah sosial yang

ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang

dilakukan perusahaan. Adapun Teuku dan

Imbuh (1997) Nur Cahyonowati (2003)

dalam Sulastini (2007) mendeskripsikan

tanggung jawab sosial sebagai kewajiban

organisasi yang tidak hanya menyediakan

barang dan jasa yang baik bagi masyarakat,

tetapi juga mempertahankan kualitas

lingkungan sosial maupun fisik, dan juga

memberikan kontribusi positif terhadap

kesejahteraan komunitas dimana mereka

berada. Sedangkan menurut Ivan Sevic

(Hasibuan,2001) Sulastini (2007) tanggung

jawab sosial diartikan bahwa perusahaan

mempunyai tanggung jawab pada tindakan

yang mempengaruhi konsumen, masyarakat,

dan lingkungan. Selain itu Weston dan

Brigham (1990) Sulastini (2007)

menyatakan bahwa perusahaan harus

berperan aktif dalam menunjang

kesejahteraan masyarakat luas.

Corporate Social Responsibility (CSR)

atau tanggung jawab sosial perusahaan

didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk

memberikan kontribusi bagi pembangunan

ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama

dengan para karyawan serta perwakilan

mereka, keluarga mereka, komunitas

setempat maupun masyarakat umum untuk

meningkatkan kualitas kehidupan dengan

cara yang bermanfaat baik bagi bisnis

sendiri maupun untuk pembangunan (The

World Business Council for Sustainable

Development (WBCSD) Ambadar, 2008:19

Djoe mee 2009). Konsep CSR melibatkan

tanggung jawab kemitraan antara

pemerintah, lembaga sumber daya

masyarakat, serta komunitas setempat

(lokal). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif

dan statis. Kemitraan ini merupakan

tanggung jawab secara sosial antara

stakeholders. Definisi SEA (Social

Economic Accounting): menyangkut

pengaturan, pengukuran analisis, dan

pengungkapan pengaruh ekonomi sosial dari

kegiatan perusahaan. Bertujuan untuk

mengukur dan melaporkan pengaruh

kegiatan perusahaan terhadap lingkungan,

mencakup: Financial, Managerial Social

Accounting dan Social Auditing

(Harahap,2004:349 Djoe mee 2009).

Pengungkapan (disclosure) tanggung

jawab sosial

Menurut Hackston dan Milne,

tangggung jawab sosial perusahaan sering

disebut juga sebagai corporate social

Page 81: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

78

responsibility atau social disclosure,

corporate social reporting, social reporting

merupakan proses pengkomunikasian

dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan

ekonomi organisasi terhadap kelompok

khusus yang berkepentingan dan terhadap

masyarakat secara keseluruhan (Sembiring,

2005) dalam Sri Sulastini (2007). Hal

tersebut memperluas tanggung jawab

organisasi dalam hal ini perusahaan, di luar

peran tradisionalnya untuk menyediakan

laporan keuangan kepada pemilik modal,

khususnya pemegang saham. Perluasan

tersebut dibuat dengan asumsi bahwa

perusahaan mempunyai tanggung jawab

yang lebih luas dibanding hanya mencari

laba untuk pemegang saham (Gray et.al

(1995) Hasibuan (2001) Sulastini (2007).

Menurut Gray et.al. dalam Sembiring (2005)

Sulastini (2007) ada dua pendekatan yang

secara signifikan berbeda dalam melakukan

penelitian tentang pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Pertama,

pengungkapan tanggungjawab sosial

perusahaan mungkin diperlakukan sebagai

suatu suplemen dari aktivitas akuntansi

konvensional. Pendekatan ini secara umum

akan menganggap masyarakat keuangan

sebagai pemakai utama pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan dan

cenderung membatasi persepsi tentang

tanggung jawab sosial yang dilaporkan.

Pendekatan kedua dengan meletakkan

pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan pada suatu pengujian peran

informasi dalam hubungan masyarakat dan

organisasi. Pandangan yang lebih luas ini

telah menjadi sumber utama kemajuan

dalam pemahaman tentang pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan dan

sekaligus merupakan sumber kritik yang

utama terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan.

Banyak teori yang menjelaskan

mengapa perusahaan cenderung

mengungkapkan informasi yang berkaitan

dengan aktivitasnya dan dampak yang

ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray

et.al. (1995) dalam Henny dan Murtanto

(2001) Sulastini (2007). menyebutkan ada

tiga studi yaitu :

1. Decision usefullness studies.

Sebagian dari studi-studi yang

dilakukan oleh para peneliti yang

mengemukakan teori ini menemukan bukti

bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para

pemakai laporan keuangan. Dalam hal ini

para analis, banker, dan pihak lain yang

dilibatkan dalam penelitian tersebut diminta

untuk melakukan pemeringkatan terhadap

informasi akuntansi. Informasi akutansi

Page 82: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

79

tersebut tidak terbatas pada informasi

akuntansi tradisioanal yang telah dikenal

selama ini, namun juga informasi lain yang

relatif baru dalam wacana akuntansi. Mereka

menempatkan informasi aktivitas social

perusahaan pada posisi yang moderately

important untuk digunakan sebagai

pertimbangan oleh para users dalam

pengambilan keputusan

2. Economic theory studies

Studi ini menggunakan agency theory

dan positive accounting theory, dimana teori

tersebut menganalogikan manajemen

sebagai agen dari suatu prinsipal. Dalam

penggunaan agency theory, prinsipal

diartikan sebagai pemegang saham atau

traditional users lain. Namun pengertian

prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh

interest group perusahaan yang

bersangkutan. Sebagai agen manajemen

akan berupaya mengoperasikan perusahaan

sesuai dengan keinginan publik

(stakeholder).

3. Social and political theory studies

Studi di bidang ini menggunakan teori

stakeholders, teori legitimasi organisasi, dan

teori ekonomi politik. Teori stakeholders

mengasumsikan bahwa eksistensi

perusahaan ditentukan oleh para

stakeholders. Perusahaan berusaha mencari

pembenaran dari para stakeholders dalam

menjalankan operasi perusahaannya.

Sehingga berakibat semakin besar pula

kecenderungan perusahaan mengadaptasi

diri terhadap keinginan para stakeholders-

nya.

Informasi yang diungkapkan dalam laporan

keuangan tahunan dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib

(Mandatory disclosure) dan pengungkapan

sukarela (Voluntery disclosure).

Pengungkapan wajib merupakan

pengungkapan yang diharuskan oleh

peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah

peraturan yang ditetapkan oleh lembaga

yang berwenang. Sedangkan pengungkapan

sukarela adalah pengungkapan yang

melebihi dari yang diwajibkan.

Menurut Hendriksen (2002) Hartanti

(2005) ada tiga konsep pengungkapan yang

umumnya diusulkan, adalah sebagai berikut

: (1) Pengungkapan cukup (Adequate

disclosure). Pengungkapan cukup adalah

pengungkapan minimum yang disyaratkan

oleh peraturan yang berlaku, dimana angka

yang disajikan dapat diinterpretasikan

dengan benar oleh investor (2)

Pengungkapan wajar (Fair disclosure), yaitu

Pengungkapan yang wajar secara tidak

langsung menyiratkan suatu etika, yaitu

Page 83: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

80

memberikan perlakuan yang sama kepada

semua pemakai laporan keuangan; (3)

Pengungkapan penuh (Full disclosure), yaitu

menyangkut penyajian informasi yang

relevan. Bagi sebagian orang pengungkapan

penuh berarti penyajian informasi secara

berlimpah sehingga tidak tepat. Menurut

mereka, terlalu banyak informasi akan

membahayakan. Karena penyajian rinci dan

yang tidak penting justru akan mengaburkan

informasi yang signifikan membuat laporan

keuangan sulit ditafsir.

Di Indonesia yang menjadi otoritas

pengungkapan wajib adalah Bapepam.

Setiap perusahaan publik diwajibkan

membuat laporan keuangan yang diaudit

oleh akuntan publik independen sebagai

sarana pertanggungjawaban, terutama

kepada pemilik modal. Bapepam melalui

Surat Keputusan Bapepam No. 06/PM/2000

tanggal 13 Maret 2000 tentang Pedoman

Penyajian Laporan Keuangan mensyaratkan

elemen-elemen yang seharusnya

diungkapkan dalam laporan keuangan

perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.

Kemudian untuk pedoman penyajian dan

pengungkapan laporan keuangan perusahaan

publik industri manufaktur diatur melalui

Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-

02/PM/2002 tanggal 27 Desember 2002.

Dalam Surat Edaran tersebut total item

pengungkapan wajib oleh perusahaan

manufaktur adalah 68 item.

Menurut Murtanto (2006) Sulastini

(2007), pengungkapan kinerja perusahaan

seringkali dilakukan secara sukarela

(voluntary disclosure) oleh perusahaan.

Adapun alasan-alasan perusahaan

mengungkapkan kinerja sosial secara

sukarela antara lain:

1. Internal Decision Making

Manajemen membutuhkan informasi

untuk menentukan efektivitas informasi

sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial

perusahaan. Walaupun hal ini sulit

diidentifikasi dan diukur, namun analisis

secara sederhana lebih baik daripada tidak

sam sekali.

2. Product Differentiation

Manajer perusahaan memiliki insentif

untuk membedakan diri dari pesaing yang

tidak bertanggung jawab secara sosial

kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer

tidak memisahkan pencatatan biaya dan

manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam

laporan keuangan, sehingga perusahaan yang

tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses

daripada perusahaan yang peduli. Hal ini

mendorong perusahaan yang peduli sosial

untuk mengungkapkan informasi tersebut

Page 84: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

81

sehingga masyarakat dapat membedakan

mereka dari perusahaan lain.

3. Enlightened Self-Interest

Perusahaan melakukan pengungkapan

untuk menjaga keselarasan sosialnya dengan

para stakeholder karena mereka dapat

mempengaruhi pendapatan penjualan dan

harga saham perusahaan.

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)

dalam Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2004)

Sulastini (2007) paragraf sembilan secara

implisit menyarankan untuk mengungkapkan

tanggung jawab akan masalah sosial sebagai

berikut :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”

Dalam Exposure Draft PSAK no 20

tahun 2005, Masnila (2008) tentang

Akuntansi Lingkungan bagian Pendahuluan

paragraph 01 dinyatakan bahwa :

”......perusahaan-perusahaan pada masa kini diharapkan atau diwajibkan untuk mengungkapkan informasi mengenai kebijakan dan sasaran-sasaran lingkungannya, program-program yang sedang dilakukan dan kos-kos yang terjadi karena mengejar tujuan-tujuan ini dan menyiapkan serta mengungkapkan risiko-risiko lingkungan. Dalam area akuntansi, inisiatif yang telah digunakan untuk memfasilitasi pengumpulan data dan untuk menigkatkan kesadaran perusahaan dalam hal

terdapatnya implikasi keuangan dari masalah-masalah lingkungan”.

Bagian Definisi paragraf 08 dinyatakan :

”........Pengungkapan tambahan, bagaimanapun, diperlukan atau dianjurkan agar merefleksikan secara penuh berbagai dampak lingkungan yang timbul dari berbagai aktivitas dari suatu perusahaan atau industri khusus”.

Bagian Pengungkapan paragraf 41

dinyatakan seperti berikut:

”......... Pengungkapan yang demikian itu dapat dimasukkan dalam laporan keuangan, dalam catatan atas laporan keuangan atau, dalam kasus-kasus tertentu dalam suatu seksi laporan di luar laporan keuangan itu sendiri. ......”.

Berdasarkan pernyataan PSAK di atas,

menunjukkan kepedulian akuntansi terhadap

masalah-masalah sosial yang merupakan

pertanggungjawaban sosial perusahaan.

Belum adanya standar baku yang merinci

peraturan mengenai pengungkapan sosial

mengakibatkan perusahaan memiliki

keleluasaan dan kebebasan untuk

mengungkapkan informasi sosial tersebut.

Struktur kepemilikan dan pengungkapan

tanggungjawab sosial

Pengungkapan kinerja lingkungan,

sosial dan ekonomi bertujuan untuk menjalin

hubungan komunikasi yang baik dan efektif

antara perusahaan dengan publik dan

stakeholders lainnya tentang bagaimana

perusahaan telah mengintegrasikan

corporate social responsibilty (CSR): –

lingkungan dan sosial – dalam setiap aspek

Page 85: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

82

kegiatan operasinya (Darwin, 2007).

Perusahaan juga dapat memperoleh

legitimasi dan memaksimalkan kekuatan

keuangannya dalam jangka panjang dengan

memperlihatkan tanggung jawab sosial

melalui pengungkapan CSR dalam media

termasuk dalam laporan tahunan perusahaan

(Oliver, 1991; Haniffa dan Coke, 2005; Ani,

2007) dan Kiroyan (2006). Hal ini

mengindikasikan bahwa perusahaan yang

menerapkan CSR mengharapkan akan

direspon positif oleh para pelaku pasar.

Kepemilikan asing dalam perusahaan

merupakan pihak yang dianggap concern

terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan. Negara-negara luar

terutama Eropa dan United State merupakan

negara-negara yang sangat memperhatikan

isu-isu sosial; seperti pelanggaran hak asasi

manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu

lingkungan seperti, efek rumah kaca,

pembalakan liar, serta pencemaran air. Hal

ini juga yang menjadikan dalam beberapa

tahun terakhir ini, perusahaan multinasional

mulai mengubah perilaku mereka dalam

beroperasi demi menjaga legitimasi dan

reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001;

Fauzi, 2006) dalam joernalakuntansi 2010.

Struktur kepemilikan lain adalah

kepemilikan institusional, dimana umumnya

dapat bertindak sebagai pihak yang

memonitor perusahaan. Perusahaan dengan

kepemilikan institusional yang besar (lebih

dari 5%) mengindikasikan kemampuannya

untuk memonitor manajemen. Semakin

besar kepemilikan institusional maka

semakin efisien pemanfaatan aktiva

perusahaan dan diharapkan juga dapat

bertindak sebagai pencegahan terhadap

pemborosan yang dilakukan oleh

manajemen (Faizal, 2004 dalam Arif, 2006).

Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat

menjadi pendorong perusahaan untuk

melakukan pengungkapan tanggung jawab

sosial.

Lebih lanjut dalam joernalakuntansi

2010, dalam posisi sebagai bagian dari

masyarakat, operasi perusahaan seringkali

mempengaruhi masyarakat sekitarnya.

Eksistensinya dapat diterima sebagai

anggota masyarakat, sebaliknya

eksistensinya pun dapat terancam bila

perusahaan tidak dapat menyesuaikan diri

dengan norma yang berlaku dalam

masyarakat tersebut atau bahkan merugikan

anggota komunitas tersebut. Oleh karena itu,

perusahaan, melalui top manajemennya

mencoba memperoleh kesesuaian antara

tindakan organisasi dan nilai-nilai dalam

masyarakat umum dan publik yang relevan

atau stakeholder-nya (Dowling dan Pfeffer,

1975 dalam Haniffa fan Cooke, 2005; Ani,

Page 86: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

83

2007). Keselarasan antara tindakan

organisasi dan nilai-nilai masyarakat ini

tidak selamanya berjalan seperti yang

diharapkan. Tidak jarang akan terjadi

perbedaan potensial antara organisasi dan

nilai-nilai sosial yang dapat mengancam

legitimasi perusahaan. Menurut Sethi dalam

Haniffa dan Cooke (2005); Ani (2007), hal

ini dapat menghancurkan legitimasi

organisasi yang berujung pada berakhirnya

eksistensi perusahaan.

Suchman (1995) dalam Barkemeyer

(2007) memberikan definisi mengenai

organisational legitimacy sebagai berikut:

“Legitimacy is a generalized perception or

assumption that the actions of an entity are

desirable, proper, or appropriate within

someocially constructed system of norms,

values, beliefs, and definitions”. Nasi, Nasi,

Philips, and Zyglidopoulos, 1997 dalam

Nurhayati, Brown, dan Tower, 2006 dalam

joernalakuntansi 2010, mengatakan bahwa

“Legitimacy theory focuses of the adequacy

of corporate social behaviour”. Ini berarti

bahwa society judge organisasi berdasarkan

atas image yang akan mereka ciptakan untuk

diri mereka sendiri. Selanjutnya organisasi

dapat menetapkan legitimasi mereka dengan

memadukan antara kinerja perusahaan

dengan ekspektasi atau persepsi publik

(Henderson et al, 2004, Nurhayati, et al,

2006).

Perusahaan multinasional atau dengan

kepemilikan asing utamanya melihat

keuntungan legitimasi berasal dari para

stakeholrder-nya dimana secara tipikal

berdasarkan atas home market (pasar tempat

beroperasi) yang dapat memberikan

eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang

(Suchman, 1995 dalam Barkemeyer, 2007).

Pengungkapan tanggung jawab sosial

merupakan salah satu media yang dipilih

untuk memperlihatkan kepedulian

perusahaan terhadap masyarakat di

sekitarnya. Dengan kata lain, apabila

perusahaan memiliki kontrak dengan foreign

stakeholders baik dalam ownership dan

trade, maka perusahaan akan lebih didukung

dalam melakukan pengungkapan tanggung

jawab sosial. Penelitian Tanimoto dan

Suzuki (2005), dalam melihat luas adopsi

GRI dalam laporan tanggung jawab sosial

pada perusahaan publik di Jepang,

membuktikan bahwa kepemilikan asing pada

perusahaan publik di Jepang menjadi faktor

pendorong terhadap adopsi GRI dalam

pengungkapan tanggung jawab sosial.

Susanto (dalam Marwata, 2006),

meneliti luas pengungkapan sukarela dalam

laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di

BEJ, menemukan pemilikan saham oleh

Page 87: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

84

investor asing dalam penelitian ini tidak

memiliki hubungan dengan luas

pengungkapan sukarela dalam laporan

tahunan. Kepemilikan institusional adalah

kepemilikan saham perusahaan oleh institusi

keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank,

dana pensiun, dan asset management (Koh,

2003; Veronica dan Bachtiar, 2005). Tingkat

kepemilikan institusional yang tinggi akan

menimbulkan usaha pengawasan yang lebih

besar oleh pihak investor institusional

sehingga dapat menghalangi perilaku

opportunistic manajer. Perusahaan dengan

kepemilikan institusional yang besar (lebih

dari 5%) mengindikasikan kemampuannya

untuk memonitor manajemen (Arif, 2006).

Shleifer and Vishny (1986) Barnae dan

Rubin (2005), bahwa institutional

shareholders, dengan kepemilikan saham

yang besar, memiliki insentif untuk

memantau pengambilan keputusan

perusahaan. Sebagai bentuk institusi

memerlukan pengungkapan CSR terjadi

pada perbankan Eropa, dimana perbankan di

Eropa menerapkan kebijakan dalam

pemberian pinjaman hanya kepada

perusahaan yang mengimplementasikan

CSR dengan baik. Barnae dan Rubin (2005)

dalam joernalakuntansi 2010, melakukan

penelitian untuk melihat CSR sebagai

konflik berbagai shareholder menunjukkan

hasil bahwa institutional ownership tidak

memiliki hubungan terhadap CSR.

Selanjutnya, Mani (2004) Kasmadi dan

Susanto (2006), menguji faktor-faktor yang

menentukan luas pengungkapan sukarela

dalam laporan tahunan perusahaan di India,

menemukan financial institution investment

tidak berhubungan secara signifikan

terhadap pengungkapan sukarela dalam

laporan tahunan perusahaan di India.

Anggraini (dalam Dumadia, 2009)

melakukan penelitian terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi keputusan perusahaan

untuk mengungkapkan informasi sosial di

dalam laporan keuangan tahunan pada

perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan variabel

prosentase kepemilikan manajemen, tingkat

leverage, biaya politis, dan profitabilitas.

Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa persentase kepemilikan manajemen

dan tipe industri berpengaruh signifikan

terhadap kebijakan perusahaan dalam

mengungkapkan informasi sosial. Irawan

(2006) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pengungkapan antara lain

saham publik dan status perusahaan, dimana

adanya perbedaan dalam proporsi saham

yang dimiliki oleh investor luar dapat

mempengaruhi kelengkapan pengungkapan

oleh perusahaan. Hal ini karena semakin

Page 88: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

85

banyak pihak yang membutuhkan informasi

tentang perusahaan, semakin banyak pula

detail-detail butir yang dituntut untuk dibuka

dan dengan demikian pengungkapan

perusahan semakin luas. Dessy Amalia

(2005) Kumala Dewi (2007) hasil penelitian

menujukkan bahwa ukuran perusahaan dan

struktur kepemilikan memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap luas pengungkapan

sukarela dalam laporan tahunan perusahaan.

SIMPULAN

Perusahaan memiliki kewajiban sosial

atas apa yang terjadi disekitar lingkungan

masyarakat. Selain menggunakan dana dari

pemegang saham, perusahaan juga

menggunakan dana dari sumber daya lain

yang berasal dari masyarakat (konsumen)

sehingga hal yang wajar jika masyarakat

mempunyai harapan tertentu terhadap

perusahaan. Tanggung jawab sosial adalah

suatu bentuk pertanggungjawaban yang

seharusnya dilakukan perusahaan, atas

dampak positif maupun dampak negatif yang

ditimbulkan dari aktivitas operasionalnya,

dan mungkin sedikit-banyak berpengaruh

terhadap masyarakat internal maupun

eksternal dalam lingkungan perusahaan.

Selain melakukan aktivitas yang berorientasi

pada laba, perusahaan perlu melakukan

aktivitas lain, misalnya aktivitas untuk

menyediakan lingkungan kerja yang aman

bagi karyawannya, menjamin bahwa proses

produksinya tidak mencemarkan lingkungan

sekitar perusahaan, melakukan penempatan

tenaga kerja secara jujur, menghasilkan

produk yang aman bagi para konsumen, dan

menjaga lingkungan eksternal untuk

mewujudkan kepedulian sosial perusahaan.

Disclosure dalam laporan keuangan

tahunan merupakan sumber informasi untuk

pengambilan keputusan investasi. Keputusan

investasi sangat tergantung dari mutu dan

luas pengungkapan yang disajikan dalam

laporan tahunan. Mutu dan luas

pengungkapan laporan keuangan tahunan

masing-masing berbeda. Perbedaan ini

terjadi karena karakteristik dan filosofi

manajemen masing-masing perusahaan juga

berbeda. Selain digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan, disclosure dalam

laporan keuangan tahunan juga digunakan

sebagai sarana pertanggungjawaban

manajemen keuangan atas sumber daya yang

dipercayakan.

Dengan adanya PSAK No 1 (revisi

2004) diharapkan menambah kesadaran

perusahaan untuk melaporkan kegiatan

sosialnya terhadap lingkungan sekitar

perusahaan. Geliat untuk selalu

mengungkapkan tanggung jawab sosial

dalam bentuk CSR reporting sudah nampak

Page 89: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

86

dan perusahaan mulai tidak ragu lagi. Bagi

perusahaan dengan menjalankan praktik

akuntansi dan pelaporan atas aktivitas

sosialnya diharapkan dapat memberikan

nilai tambah yang diperoleh dari para

stakeholdernya. Namun begitu tidak semua

perusahaan mengungkapkan aktivitas

sosialnya.

Pengungkapan CSR berguna bagi

perusahaan selain untuk nilai tambah

perusahaan juga mengurangi biaya sosial

yang timbul nanti dari aktivitas perusahaan.

Selain itu perusahaan juga dapat

memperoleh legitimasi dengan

memperlihatkan tanggung jawab sosial

melalui pengungkapan CSR dalam media

termasuk dalam laporan tahunan perusahaan.

Perusahaan yang menerapkan CSR

mengharapkan akan direspon positif oleh

para pelaku pasar. Kepemilikan asing dalam

perusahaan merupakan pihak yang dianggap

concern terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan. Struktur

kepemilikan lain adalah kepemilikan

institusional, dimana umumnya dapat

bertindak sebagai pihak yang memonitor

perusahaan. Kepemilikan institusi dapat

menjadi pendorong perusahaan untuk

melakukan pengungkapan tanggung jawab

sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Irawan, 2006, “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi S1, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.

David S.Gelb; Joyce A.Strawser, “Corporate

Social Responsibility and Financial

Disclosures:An Alternative

Explanation for Increased Disclosure”, Journal of Business Ethics, Vol. 33, No. 1 (Sep., 2001) pp 1-13.

Dewi Hartanti, 2005 : “ Pengaruh Faktor-faktor Fundamental Terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi S1, Universitas Negeri Semarang.

Dessy Amalia, 2005, “Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan”, Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol 1, No. 2, November 2005

Djoe2x’s Blog-http://djoe2x.wordpress.com

Edi Subiyantoro, Saarce Elsye Hatane, “Dampak Perubahan Kultur Masyarakat Terhadap Praktik Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia”, Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol. 9, No. 1, Maret 2007: 18-29

http://joernalakuntansi.wordpress.com

http://www.dumadias.blogspot.com

http://www.Theowordpower’s.webblog.com

Kieso Donald E; Jerry J.Weygandt; Terry D. Warfield, 2002, “Intermediate

Page 90: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

87

Accounting”, Edisi Kesepuluh, Jilid 3, Erlangga, Jakarta.

Kumala Dewi, 2009 “ Pengaruh Luas Pengungkapan Laporan Keuangan Tahunan Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Indonesia Terhadap Keputusan oleh Investor”, Fakultas

Ekonomi, Universitas Gunadarma, Jakarta.

Sri Sulastini, 2007, “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Social Disclosure Perusahaan Manufaktur yang telah go

public”, Skripsi S1 Universitas Negeri Semarang.

Page 91: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

88

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN KUALITAS AUDIT

TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR)

Imannuel Wiryawan (Staf Pengajar Fak Ekonomi Univ Kristen Imanuel)

Martinus Budiantara (Staf Pengajar Fak Ekonomi Univ Mercu Buana Yogyakarta)

Abstract

Companies are sometimes less aware of the importance of environment upon the success of the

business. Problems related to the environment, such as environmental pollution, should not occur

if the company's activity is accompanied by a concern for society and the environment. Such

conditions require that firms are not only oriented towards profit, but also accompanied by

attention to the surrounding environment. This study examines the effect of audit quality and

institutional ownership of corporate social disclosure responcibility.

Key word: corporate social responcibility, institutional ownership, audit quality

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh

aktivitas bisnis yang ada di suatu negara.

Perusahaan-perusahaan akan saling bersaing

untuk menjadi pemimpin di bidang industri

masing-masing. Pada mulanya, keberhasilan

perusahaan tidak banyak diikuti dengan

kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

Perusahaan kurang menyadari akan arti

pentingnya lingkungan terhadap kesusksesan

usaha. Permasalahan yang terkait dengan

lingkungan, seperti pencemaran lingkungan,

seharusnya tidak terjadi apabila aktivitas

perusahaan disertai dengan suatu kepedulian

terhadap masyarakat dan lingkungan.

Kondisi seperti ini mengharuskan

perusahaaan tidak hanya berorientasi

terhadap laba saja, namun juga disertai

dengan perhatian terhadap lingkungan

disekitarnya.

Dua motivasi yang mendasari perusahaaan

dalam mengungkapkan aktivitas CSR

(Corporate Social Respocibility) dalam

laporan keuangan. Dua motivasi tersebut

didasarkan pada teori stakeholders dan teori

legitimasi. Dalam teori stakeholders

disebutkan bahwa perusahaan akan memilih

stakeholders yang dianggap penting dan

mengambil tindakan yang dapat

menghasilkan hubungan harmonis antara

perusahaan dan stakeholdesrnya. Oleh

karena itu, perusahaan mempertimbangkan

aktivitas serta pengungkapan CSR dengan

harapan agar mempunyai hubungan yang

baik dengan para stakeholders perusahaan.

Teori legitimasi menyebutkan bahwa

perusahaan sebaiknya menunjukkan

berbagai aktivitas sosial perusahaan agar

Page 92: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

89

tujuan perusahaan diterima masyarakat. Oleh

karena itu, perusahaan mempertimbangkan

aktivitas serta pengungkapan CSR dengan

harapan memperoleh legitimasi dari publik.

Perusahaan menggunakan pengungkapan

CSR untuk membenarkan atau melegitimasi

aktivitas perusahaan di mata masyarakat.

Hal ini dikarenakan, pengungkapan aktivitas

CSR akan menunjukkan tingkat kepatuhan

suatu perusahaan seperti kepatuhan terhadap

norma-norma yang berlaku, serta harapan-

harapan publik kepada perusahaaan tersebut.

Berdasarkan studi empirik,

menunjukkan bahwa aktivitas pengungkapan

CSR beragam pada semua perusahaan

industri. Studi empirik lain juga

menunjukkan bahwa perilaku pengungkapan

CSR sangat penting dan secara sistematis

dipengaruhi oleh variasi perusahaan dan

karakteristik industri yang mempengaruhi

biaya-manfaat pengungkapan.

Beberapa literatur penelitian yang

dilakukan oleh Cooke (2005), Hossain et al.

(1995), Neu et al.(1998), dan Patten (1991),

dalam Reverte (2008) menunjukkan bahwa

terdapat beberapa variabel yang

kemungkinan menjelaskan variasi luasnya

pengungkapan CSR dalam laporan tahunan.

Munif (2010) menguji pengaruh ukuran

perusahaan (zise), keuntungan (profitability),

struktur kepemilikan (ownership structure),

leverage, sensitivitas industri (industry

sensitivity), serta pengungkapan media

(media exposure) terhadap CSR.

Pada umumnya perusahaan yang besar

mengungkapkan lebih banyak informasi

dibandingkan dengan perusahaan kecil.

Perusahaan besar pada umumnya

mempunyai jenis produk yang banyak,

sistem informasi yang canggih, serta struktur

kepemilikan yang lengkap, sehingga

memungkinkan dan membutuhkan tingkat

pengungkapan secara luas ( Suripto,

1999,Zaleha, 2005)

Penelitian yang dilakukan oleh Adams

et al. (1998), Cullen and Christopher (2002),

Hamid (2004), Haniffa dan Cooke (2005),

Hossain et al. (1995), Neu et al.(1998), dan

Patten (1991), dalam Reverte (2008)

menunjukkan hubungan yang signifikan

antara ukuran perusahaan dengan

pengungkapan sosial. Sementara Hackston

dan Milne (1996), Zaleha (2005) dan

Anggraeni (2006) tidak menemukan

hubungan dari kedua variabel tersebut.

Sensitivitas industri dapat didefinisikan

sebagai seberapa besar tingkat industri

tersebut bersinggungan langsung dengan

konsumen dan kepentingan luas lainnya.

Oleh karena itu, pada umumnya perusahaan

yang mempunyai sensitivitas industri yang

tinggi terhadap lingkungannya akan

Page 93: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

90

memperoleh perhatian yang tinggi mengenai

lingkungan tersebut dibandingkan dengan

perusahaan-perusahaan yang mempunyai

sensitivitas industri yang lebih rendah

terhadap lingkungannya. Hal ini dikarenakan

perusahaan tersebut mempunyai dampak

potensi yang lebih tinggi dalam

mempengaruhi kondisi serta keberadaan

lingkungan tersebut (Branco dan Rodrigues,

2008).

Pada beberapa penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa perusahaan-

perusahaan yang proses manufaktur

perusahaan mempunyai pengaruh negatif

pada lingkungan, maka pengungkapan dan

pelaporan akan lebih informative

dibandingkan dari industri lainnya (Reverte,

2008). Penelitian yang dilakukan oleh

Anggraini (2006) menunjukkan adanya

pengaruh yang signifikan antara sensitivitas

industri dengan pengungkapan tanggung

jawab sosial.

Pada umumnya, perusahaan dengan tingkat

leverage yang tinggi akan mengurangi

pengungkapan tanggung jawab sosial yang

dibuatnya agar tidak menjadi perhatian dari

para debtholders. Brammer dan Pavelin

(2008) dalam Reverte (2008) juga

menyatakan bahwa tingkat utang yang

rendah akan membuat para kreditor

perusahaan mengurangi tekanan yang

mendesak kebijakan manajer dalam aktivitas

CSR yang secara tidak langsung

mempengaruhi kesuksesan keuangan

perusahaa

Perusahaan yang mempunyai struktur

kepemilikan yang terdispersi, pada

umumnya akan memperbaiki kebijakan

pelaporan keuangan perusahaan dengan

menggunakan pengungkapan CSR untuk

mengurangi asimetri informasi. Sedangkan

perusahaan dengan struktur kepemilikan

yang terpusat pada umumnya lebih kurang

termotivasi untuk mengungkapkan informasi

tambahan pada kegiatan CSR perusahaan.

Hal ini dikarenakan para shareholder pada

perusahaan tersebut dapat memperoleh

informasi secara langsung dari perusahaan

(Reverte, 2008). Penelitian yang dilakukan

Brammer and Pavelin (2008); Prencipe

(2004); dalam Reverte (2008) menunjukkan

hubungan yang positif antara struktur

kepemilikan dan pengungkapan tanggung

jawab sosial.

Pengungkapan media merupakan salah

satu sumber utama pada informasi

lingkungan. Media mempunyai peran

penting pada pergerakan mobilisasi sosial,

misalnya kelompok yang tertarik pada

lingkungan (Patten, 2002b dalam Reverte,

2008). Pengungkapan CSR pada media,

diharapkan perusahaan akan mempunyai

Page 94: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

91

citra yang positif di mata publik, sehingga

perusahaan mendapatkan legitimasi atas

praktik CSR. Hal inilah yang menjadi bagian

pada proses membangun institusi,

membentuk norma yang diterima dan

legitimasi praktik CSR.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kualitas audit

terhadap pengungkapan corporate

social responcibility (CSR).

2. Bagaimana pengaruh kepemilikan

institusional terhadap pengungkapan

corporate responsibility (CSR)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kualitas

audit terhadap pengungkapan

Corporate Social Respocibility (CSR).

2. Untuk mengetahui pengaruh

kepemilikan institusional terhadap

pengungkapan Corporate Social

Responcibility (CSR).

Tinjauan dan Pengembangan Hipotesis

Corporate Social Responsibility (CSR)

Seperti dikemukakan oleh Robins

(2005) adalah sebagai berikut:

CSR is a concept whereby companies integrate

social and environmental concerns in their

business operations and stakeholder relations on

a voluntary basis; it is about managing

companies in a socially responsible manner.

Pengertian CSR menurut Wikipedia Indonesia menyatakan bahwa :

“ Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate

Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan “

Dari kedua definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa CSR dijalankan

terintegrasi dengan bisnis perusahaan,

memperhatikan kepentingan stakeholders

(pemangku kepentingan) dengan harapan

memberikan manfaat/kesejahteraan bagi

masyarakat.

Menurut Daniri (2007) CSR lahir dari

desakan masyarakat atas perilaku

perusahaan yang biasanya selalu fokus untuk

memaksimalkan laba, mensejahterakan para

pemegang saham, dan mengabaikan

tanggung jawab sosial seperti perusakan

lingkungan, eksploitasi sumber daya alam,

dan lain sebagainya. Konsep dan praktik

CSR bukan lagi dipandang sebagai suatu

cost center tetapi juga sebagai suatu strategi

perusahaan yang dapat memacu dan

menstabilkan pertumbuhan usaha secara

jangka panjang. Oleh karena itu penting

untuk mengungkapkan CSR sebagai wujud

pelaporan tanggung jawab sosial kepada

masyarakat.

Page 95: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

92

Good Corporate Governance (GCG)

Menurut Daniri (2004), dengan

mengutip riset Berle dan Means pada tahun

1934, isu GCG muncul karena terjadinya

pemisahan antara kepemilikan dan

pengelolaan perusahaan. Pemisahan ini

memberikan kewenangan kepada pengelola

(manajer/direksi) untuk mengurus jalannya

perusahaan, seperti mengelola dana dan

mengambil keputusan perusahaan atas nama

pemilik. Pemisahan ini didasarkan pada

principal-agency theory yang dalam hal ini

manajemen cenderung akan meningkatkan

keuntungan pribadinya daripada tujuan

perusahaan. Selain memiliki kinerja

keuangan yang baik, perusahaan juga

diharapkan memiliki tata kelola yang baik.

Corporate Governance atau sering disebut

dengan tata kelola perusahaan mulai banyak

dibicarakan sejak terjadinya berbagai

skandal di dunia bisnis yang melibatkan

manipulasi akuntansi. Skandal akuntansi

yang terjadi pada perusahaan-perusahaan

besar seperti Enron, Xerox, Tyco, Global

Crossing, dan Worldcom. Terungkapnya

skandal akuntansi mengakibatkan

bekurangnya kepercayaan masyarakat

khususnya masyarakat keuangan dalam

pasar uang dan pasar modal, salah satu

indikatornya adalah turunnya harga saham

secara drastis dari perusahaan yang terkena

kasus.

Persoalan tata kelola perusahaan

menjadi semakin jelas terlihat. Negara

Amerika Serikat yang dikenal sebagai

negara acuan penerapan tata kelola

perusahaan yang baik menjadi diragukan

karena kasus-kasus manipulasi akuntansi.

Ada tuduhan yang menyebutkan bahwa

pemicu munculnya kasus manipulasi justru

karena mekanisme tata kelola perusahaan di

Amerika Serikat (Mayangsari, 2003).

Penerapan Corporate Governance

diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk

memberikan keyakinan kepada para investor

akan menerima return atas dana yang

diinvestasikan, dan yakin bahwa manajer

tidak akan menggelapkan atau tidak

menginvestasikan dana ke proyek-proyek

yang tidak menguntungkan dan berkaitan

dengan bagaimana investor mengontrol para

manajer.

Corporate Governance meliputi

serangkaian hubungan antara manajemen

perusahaan, dewan direksinya (dewan

direksi dan dewan komisaris), para

pemegang saham dan stakeholders lainnya.

Corporate Governance juga merupakan

suatu yang memfasilitasi penentuan sasaran-

sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai

sarana pencapaian sasaran dan sarana

Page 96: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

93

menentukan teknik monitoring kinerja

(OECD, 1999). Corporate Governance

harus memberikan insentif yang tepat bagi

dewan direksi dan manajemen dalam rangka

mencapai sasaran, harus dapat memfasilitasi

monitoring yang efektif dan mendorong

penggunaan sumber daya yang efektif.

Penerapan good corporate governance

diyakini mampu menciptakan kondisi yang

kondusif dan landasan yang kokoh untuk

menjalankan operasional perusahaan yang

baik, efisien dan menguntungkan. Penerapan

good corporate governance dapat didorong

dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan.

Dorongan dari etika (ethical driven) datang

dari kesadaran individu-individu, pelaku

bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang

mengutamkan kelangsungan hidup

perusahaan, kepentingan stakeholders, dan

menghindari cara-cara menciptakan

keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan

dari peraturan (regulatory driven) memaksa

perusahaan untuk patuh terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kedua

pendekatan ini memiliki kekuatan dan

kelemahannya masing-masing dan seharusya

saling melengkapi untuk menciptakan

lingkungan bisnis yang sehat (KNKG,

2006).

Tujuan dari Corporate Governance

adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi

semua pihak yang berkepentingan

(stakeholders). Secara lebih rinci,

terminologi Corporate Governance dapat

dipergunakan untuk menjelaskan peranan

dan perilaku dari Dewan Direksi, Dewan

Komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan,

dan para pemegang saham (FCGI, 2001).

Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD

(2004), yang dikutip oleh FCGI dalam

terbitannya ada empat unsur penting dalam

CG yaitu:

a. Keadilan (Fairness), yaitu kepastian

perlindungan atas hak seluruh pemegang

dari penipuan (fraud) dan penyimpangan

lainnya serta adanya pemahaman yang

jelas mengenai hubungan berdasarkan

kontrak diantara penyedia sumber daya

perusahaan dan pelanggan.

b. Transparansi (Transparancy), yaitu

keterbukaan mengenai informasi kinerja

perusahaan, baik ketepatan waktu

maupun akurasinya. Hal ini berkaitan

dengan kualitas informasi akuntansi

yang dihasilkan.,

c. Akuntabilitas (Accountability), yaitu

penciptaan sistem pengawasan yang

efektif berdasarkan pembagian

wewenang, peranan, hak dan tanggung

jawab dari pemegang saham, manajer,

dan auditor.

Page 97: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

94

d. Pertanggungjawaban (Responsibility),

yaitu pertanggungjawaban perusahaan

kepada stakeholders dan lingkungan

dimana perusahaan itu berada. CG

timbul karena kepentingan perusahaan

untuk memastikan kepada pihak

penyandang dana (principal/investor)

bahwa dana yang ditanamkan digunakan

secara tepat dan efisien. Selain itu

dengan CG, perusahaan memberikan

kepastian bahwa manajemen (agent)

bertindak yang terbaik demi kepentingan

perusahaan.

Penerapan good corporate governance

diyakini mampu menciptakan kondisi yang

kondusif dan landasan yang kokoh untuk

menjalankan operasional perusahaan yang

baik, efisien dan menguntungkan. Coombes

dan Watson (2000) dalam Fachrurozi (2007)

menyatakan bahwa pemegang saham saat ini

sangat aktif dalam meninjau kinerja

perusahaan karena pemegang saham

menganggap bahwa CG yang lebih baik

akan memberikan imbal hasil yang lebih

tinggi bagi pemegang saham. Tujuh puluh

lima persen dari investor mengatakan bahwa

praktek CG paling tidak sama pentingnya

dengan kinerja keuangan ketika investor

mengevaluasi perusahaan untuk tujuan

investasi. Bahkan 80% dari investor

mengatakan akan membayar lebih mahal

untuk saham perusahaan yang memiliki CG

yang lebih baik (wellgoverned company atau

WGC) dibandingkan perusahaan lain dengan

kinerja keuangan relatif sama.

Penelitian Terdahulu

Klapper dan Love (2002) dalam

Darmawati, dkk.(2005) menemukan adanya

hubungan positif antara corporate

governance dengan kinerja perusahaan yang

diukur dengan ROA dan Tobins Q.

Penemuan penting lain adalah bahwa

penerapan corporate governance di tingkat

perusahaan lebih memiliki arti dalam Negara

berkembang dibandingkan dalam negara

maju.

Wahyuni (2005) meneliti pengaruh

antara Current ratio, ROE, Total Asset Turn

Over dan DER terhadap harga saham.

Hasilnya menunjukkan bahwa current ratio,

ROE, total asset turn over (TAT), dan DER

berpengaruh secara signifikan terhadap

harha saham.

Siallagan dan Machfoedz (2006)

meneliti hubungan mekanisme corporate

governance, kualitas laba dan nilai

perusahaan. Dalam penelitian ini mekanisme

corporate governance diproksi oleh

kepemilikan manajerial, keberadaan komite

audit, dan proporsi dewan komisaris

independen. Hasil menunjukkan bahwa

Page 98: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

95

mekanisme corporate governance

mempengaruhi nilai perusahaan (Tobin’s Q).

Yuniasih dan Wirakusuma (2007)

meneliti pengaruh kinerja keuangan terhadap

nilai perusahaan dengan

mempertimbangkan CSR dan corporate

governance sebagai variabel moderasi.

Kinerja keuangan diproksikan dengan ROA,

sedangkan corporate governance

diproksikan dengan kepemilikan manajerial.

Hasilnya mengindikasikan bahwa ROA

berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan, pengungkapan CSR dapat

memoderasi hubungan antara ROA dengan

nilai perusahaan, akan tetapi kepemilkan

manajerial tidak dapat memoderasi

hubungan antara ROA dengan nilai

perusahaan.

Nurkhin (2009) meneliti corporate

governance dan profitabilitas, pengaruhnya

terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Profitabilitas terbukti

berpengaruh positif terhadap CSR. Rahayu

Sri (2010) dalam penelitian menemukan

bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

signifikan terhadap hubungan antara ROE

terhadap Tobins Q, pengungkapan CSR

tidak mempengaruhi hubungan antara

kinerja keuangan dan nilai perusahaan.

Adhi Cahya Bramantya (2010) dalam

penelitiannya menemukan bahwa kinerja

keuangan yang terdiri dari rasio Size, ROA,

dan Leverage berpengaruh secara simultan

terhadap pengungkapan CSR. Secara parsial

kinerja keuangan yang berpengaruh terhadap

pengungkapan CSR adalah variabel Size dan

Leverage.

Hipotesis

H1 : Kualitas Audit berpengaruh positip terhadap pengungkapan CSR.

H2 : Struktur kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan CSR

H3 : Kualitas Audit dan struktur kepemilikan institusional secara bersama sama mempengaruhi pengungkapan CSR

METODE PENELITIAN

Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah seluruh perusahaan

yang termasuk dalam kelompok industri

manufaktur yang telah terdaftar di BEI.

Dipilihnya satu kelompok industry yaitu

industri manufaktur sebagai populasi

Pengungkapan CSR Kualitas Audit

Kepemilikan Institusional

Page 99: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

96

dimaksudkan untuk menghindari bias yang

disebabkan oleh efek industri (industrial

effect), dan selain itu sector manufaktur

memiliki jumlah terbesar perusahaan

dibandingkan sektor lainnya.

Sampel

Sampel penelitian ditentukan

berdasarkan purposive sampling yang berarti

pemilihan sampel berdasarkan kriteria

tertentu. Adapun kriteria perusahaan

manufaktur yang dijadikan sampel antara

lain adalah seperti berikut: (a) Semua

perusahaan yang termasuk dalam kelompok

industri manufaktur yang terdaftar di BEI

dan mempublikasikan laporan keuangan

tahun 2009; ((b) Perusahaan sampel tidak

mengalami delisting selama periode

pengamatan; (c) Tersedia laporan keuangan

perusahaan secara lengkap pada tahun 2009,

baik secara fisik maupun melalui website

www.idx.co.id atau pada website masing-

masing perusahaan; (d) Memiliki data

keuangan yang berkaitan dengan variabel

penelitian secara lengkap.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder. Data

penelitian diambil dari laporan tahunan

perusahaan yang telah diaudit dan

dipublikasikan. Data diperoleh antara lain

dari Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode dokumentasi,

yaitu mempelajari catatan-catatan

perusahaan yang diperlukan yang terdapat

didalam annual report perusahaan yang

menjadi sampel penelitian seperti informasi

pengungkapan CSR, kualitas audit, struktur

kepemilikan institusional, dan data lain yang

diperlukan. Pengukuran kinerja CSR adalah

melalui laporan kegiatannya, yakni dengan

metode content analysis yang merupakan

suatu cara pemberian skor pada pengukuran

pengungkapan sosial laporan tahunan yang

dilakukan dengan pengamatan mengenai ada

tidaknya suatu item informasi yang

ditentukan dalam laporan tahunan, apabila

item informasi tidak ada dalam laporan

keuangan maka diberi skor 0, dan jika item

informasi yang ditentukan ada dalam laporan

tahunan maka diberi skor 1.

Variabel Independen

Kualitas Audit

DeAngello (1981) mendefinisikan

audit quality sebagai “pasar menilai

kemungkinan bahwa auditor akan

memberikan a) penemuan mengenai suatu

pelanggaran dalam sistem akuntansi klien;

Page 100: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

97

dan b) adanya pelanggaran dalam

pencatatannya.“ Pada public sector, GAO

(1986) mendefinisikan audit quality yaitu

pemenuhan terhadap standar profesional dan

terhadap syarat-syarat sesuai perjanjian,

yang harus dipertimbangkan. Pengertian lain

yang digunakan berkaitan dengan studi

mengenai audit quality adalah analisis

terhadap kualitas yang ditinjau dari aturan

yang dibuat oleh aparatur pemerintah.

Kemudian dari tiga pendekatan tersebut

Schroeder (1986) dan Carcello (1992)

mengidentifikasi adanya hubungan antara

atribut kualitas audit dan kualitas audit yang

dirasakan (dalam Lowensohn, 2007).

Variabel Dependen Pengungkapan CSR

Pengungkapan CSR ad pengungkapan

informasi yang berkaitan dengan tanggung

jawab perusahaan di dalam laporan tahunan.

Pengukuran CSR mengacu pada 78 item

pengungkapan yang digunakan oleh Siregar

(2008). Pengukuran variabel ini dengan

indeks pengungkapan sosial, selanjutnya

ditulis CSR dengan membandingkan jumlah

pengungkapan yang diharapkan.

Pengungkapan sosial merupakan data

yang diungkap oleh perusahaan berkaitan

dengan aktifitas sosialnya yang meliputi 13

item lingkungan, 7 item energi, 8 item

kesehatan dankeselamatan kerja, 29 item

lain-lain tenaga kerja, 10 item produk, 9 item

keterlibatan masyarakat, dan 2 item umum.

Metode Analisis

Penelitian ini diuji dengan

menggunakan teknik analisis regresi linear

sederhana. Sebelum analisis dilaksanakan,

terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi

klasik untuk menghasilkan nilai parameter

model penduga yang sah. Nilai tersebut akan

terpenuhi jika hasil uji asumsi klasiknya

memenuhi asumsi normalitas, serta tidak

terjadi heteroskedastisitas, autokorelasi, dan

multikolinearitas.

Uji Autokorelasi

Correlations

Indeks

CSR INST UKA

D

Indeks CSR 1.000 .093 .364

INST .093 1.000 -.054

Pearson Correlation

UKAD .364 -.054 1.000

Indeks CSR . .172 .000

INST .172 . .290

Sig. (1-tailed)

UKAD .000 .290 .

Indeks CSR 107 107 107

INST 107 107 107

N

UKAD 107 107 107

Uji Signifikansi/Pengaruh Simultan (Uji

Statistik F)

Page 101: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

98

ANOVAb

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Regression .025 2 .013 8.824 .000a

Residual .148 104 .001

1

Total .173 106

a. Predictors: (Constant), UKAD, INST

b. Dependent Variable: Indeks CSR

Dari hasil uji Anova diperoleh bahwa

kepemilikan institusional dan kualitas audit

secara bersama-sama berpengaruh terhadap

pengungkapan CSR. Hal ini dapat dilihat

dari nilai signifikasnsi < 0,05

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) -.014 .021 -.697 .488

INST .019 .015 .113 1.239 .218

1

UKAD .022 .005 .370 4.075 .000

a. Dependent Variable: Indeks CSR

Dari hasil perhitungan uji t, dapat

dilihat bahwa kepemilikan institusional

secara parsial tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan CSR. Hal ini dapat dilihat

dari nilai Sig > 0,05. Sedangkan kualitas

audit secara parsial berpengaruh terhadap

pengungkapan CSR.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Fr Reni Retno. 2006. ”Pengungkapan Informasi Sosial dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi Ke-9. Padang, 23 – 26 Agustus.

Branco, M. C. dan Rodrigues, L. L. 2008. “Factors Influencing Social Responsibility Disclosure by Portuguese Companies”. Journal of

Business Ethics (2008) 83:685–701 DOI 10.1007/s10551-007-9658-z.

Page 102: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk

99

Daniri, Mas Achmad 2009. “Mengukur Kinerja Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Informasi CSR Sangat Terbatas, Bisnis Indonesia, 8 Juni 2009.

Daniri, Mas Achmad, 2008, “Jadikan GCG Bermakna”, Bisnis Indonesia, 21 Desember 2008.

Hasyir, Dede Abdul, 2009, “Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial

Pada Laporan Tahunan Perusahaan � Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta”. Working Paper in Accounting and Finance, Universitas Padjajaran Bandung.

Herawaty, Vinola, 2008, “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi 11 Pontianak 23-24 Juli 2008.

Herdinata, Christian, 2008, “Good

Corporate Governance vs Bad

Corporate Governance: Pemenuhan Kepentingan Antara Para pemegang Saham Mayoritas dan Pemegang Saham Minoritas”, The 2nd National Conference UKWMS, Surabaya.

IICG, 22 Februari 2010, “Corporate

Governance”, http://www.iicg.org.

Medley, Patrick. 1997. “Environmental

Accounting – What Does It Mean to Professional Accountants? Journal of

Accounting Auditing & Accountability”. Vol.10 No.4. p. 594-600.

Midiastuty, Pratana dan Machfoedz, Mas’udz, 2003, “Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance

dan Indikasi Manajemen Laba”, Simposium Nasional Akuntansi VI.

Nurlela, Rika dan Islahuddin, 2006, “Pengaruh Corporate Social

Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating”, Universitas Syah Kuala.

Rosmasita, Hardhina, 2007, “Faktor-faktor Yang Mempengari Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur di BEJ”, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Sabeni, Arifin, 2005, “Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate

Governance (Tinjauan Perspektif Agency Theory)”, Pidato Pengukuhan Guru Besar , Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Sekaran, Uma, 2006, “Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Edisi 4”, Salemba Empat, Jakarta.

Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Mas’udz, 2006, “Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Siregar, Baldric, 2008, “ Seminar Peran Akuntan dalam Pengukuran CSR”, Ina Garuda Yogyakarta, 11 Desember 2008.

www.srsn.com

www.yahoofinance.com

Yuniasih, Ni Wayan dan Wirakusuma, Made Gede, 2007, ”Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dan Good

Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi”, Universitas Udayana, Bali.

Page 103: Vol 2. No. 2 September 2011 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Jurnal-Sos... · merek dagang, distributor dll ... lebih banyak sikap positif untuk