vol. 2, no. 1 maret 2015

94
1 PENGARUH METODE MULTISENSORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK KELAS AWAL SEKOLAH DASAR Sri Utami Soraya Dewi E-mail: [email protected] Abstrak Membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar akademis yang penting. Meskipun demikian, ternyata cukup banyak siswa sekolah dasar di Indonesia yang belum menguasainya. Kemampuan anak untuk mengenali kata saat membaca dipengaruhi oleh cara pengajaran atau metode mengajar yang digunakan oleh guru. Penelitian ini didasarkan pada pendapat bahwa ketika murid diajar dengan menggunakan teknik atau metode yang sesuai dengan gaya belajarnya, maka mereka akan belajar lebih mudah, cepat, dan dapat mempertahankan serta menerapkan konsep-konsep lebih mudah untuk pembelajaran selanjutnya. Subyek dalam penelitian ini adalah tiga orang murid kelas satu SD yang menunjukkan prestasi membaca kurang dibanding teman- teman sebayanya. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif yang menyajikan secara rinci perubahan subjek setelah mendapat intervensi. Intervensi menggunakan metode multisensori diberikan secara klasikal selama tujuh kali pertemuan dengan durasi 60 menit di setiap sesi. Hasil perlakuan diukur dengan dengan menggunakan ERSI (The Early Reading Screening Instrument) hasil adaptasi. Kemampuan membaca permulaan anak diukur dengan meminta anak membaca wacana yang diambil dari buku pelajaran kelas satu SD yang telah dinyatakan layak sebagai buku teks oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hasil deskripsi data menunjukkan, terdapat peningkatan kemampuan anak dalam mengenal kata secara akurat walaupun tidak signifikan. Meskipun tidak terlalu tinggi peningkatannya, namun hal ini dapat menjadi hasil yang positif. Kata kunci: metode multisensori, membaca permulaan

Upload: modeling-jurnal-prodi-pgmi

Post on 24-Jul-2016

313 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Modeling: Jurnal Prodi PGMI Redaksi mengundang para akademisi, dosen, maupun peneliti untuk berkontribusi memasukkan artikel ilmiahnya yang belum pernah diterbitkan oleh jurnal lain. Naskah diketik dengan spasi 1,5 cm pada kertas ukuran A4 dengan panjang tulisan antara 15-20 halaman, 4000-6000 kata. Naskah yang masuk dievaluasi oleh dewan redaksi dan mitra bestari. Redaktur dapat melakukan perubahan pada tulisan yang dimuat untuk keseragaman format, tanpa mengubah substansinya. Alamat Redaksi: Jl. Hayam Wuruk 31 Wates Umpak Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Telp./Faks. (0321) 391424, Email: [email protected].

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

1

PENGARUH METODE MULTISENSORI DALAMMENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN

PADA ANAK KELAS AWAL SEKOLAH DASAR

Sri Utami Soraya DewiE-mail: [email protected]

AbstrakMembaca dan menulis merupakan kemampuan dasar akademis yang penting.Meskipun demikian, ternyata cukup banyak siswa sekolah dasar di Indonesiayang belum menguasainya. Kemampuan anak untuk mengenali kata saatmembaca dipengaruhi oleh cara pengajaran atau metode mengajar yangdigunakan oleh guru. Penelitian ini didasarkan pada pendapat bahwa ketikamurid diajar dengan menggunakan teknik atau metode yang sesuai dengan gayabelajarnya, maka mereka akan belajar lebih mudah, cepat, dan dapatmempertahankan serta menerapkan konsep-konsep lebih mudah untukpembelajaran selanjutnya. Subyek dalam penelitian ini adalah tiga orang muridkelas satu SD yang menunjukkan prestasi membaca kurang dibanding teman-teman sebayanya. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif yangmenyajikan secara rinci perubahan subjek setelah mendapat intervensi.Intervensi menggunakan metode multisensori diberikan secara klasikal selamatujuh kali pertemuan dengan durasi 60 menit di setiap sesi. Hasil perlakuandiukur dengan dengan menggunakan ERSI (The Early Reading ScreeningInstrument) hasil adaptasi. Kemampuan membaca permulaan anak diukurdengan meminta anak membaca wacana yang diambil dari buku pelajaran kelassatu SD yang telah dinyatakan layak sebagai buku teks oleh Badan StandarNasional Pendidikan (BSNP). Hasil deskripsi data menunjukkan, terdapatpeningkatan kemampuan anak dalam mengenal kata secara akurat walaupuntidak signifikan. Meskipun tidak terlalu tinggi peningkatannya, namun hal inidapat menjadi hasil yang positif.Kata kunci: metode multisensori, membaca permulaan

Page 2: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

2 | Pengaruh Metode Multi Sensori dalam Meningkatkan Kemampuan MembacaPendahuluanMembaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh semua siswa karenamelalui membaca siswa dapat belajar banyak tentang berbagai bidang studi(Abdurrahman, 2003). Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatanbelajar mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuanmembaca mereka (Juel, 1988 dalam Washburn dkk, 2011).Meskipun membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar akademis yangpenting, ternyata cukup banyak siswa sekolah dasar di Indonesia yang belummenguasainya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membacasiswa sekolah di tingkat sekolah dasar saat ini memiliki kecenderungan rendah. Hasilsurvei yang dilakukan Widyana (2006, dalam Ruhaena, 2008) terhadap 17 sekolahdasar di wilayah kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman DIY didapatkan 12% dari170 siswa sekolah dasar kelas satu dan dua belum dapat membaca kalimat sederhanadengan lancar. Selain itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Depdiknas2005-2006 (dalam Noor, 2008), ditemukan beberapa permasalahan berkaitandengan kemampuan baca tulis siswa seperti untuk siswa kelas satu masih sulitmembedakan ng dan ny, serta masih sulit untuk membaca lancar dan untuk siswakelas dua masih kesulitan mengenali suku kata dan merangkainya menjadi kata.Penelitian awal yang dilakukan penulis di salah satu Sekolah Dasar Negeri diSurabaya juga menghasilkan temuan adanya sebagian siswa kelas satu yang belummampu membaca dan menulis dengan lancar.Kegiatan yang berkaitan dengan masalah membaca dalam mata pelajaranbahasa Indonesia di SD/MI diupayakan dalam pembelajaran membaca permulaankhususnya pada jenjang kelas satu atau kelas dua sekolah dasar. Disebut permulaankarena pembelajaran ini merupakan peralihan dari masa bermain di TK ataulingkungan rumah ke dunia sekolah. Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa ciri-ciridari anak yang mulai menduduki bangku sekolah adalah munculnya kemampuanmembaca dan menulis (Wardani, 1995).Tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar anak dapat mengenaltulisan sebagai lambang atau simbol bahasa sehingga anak-anak dapat menyuarakantulisan tersebut (Wardani, 1995). Menurut Wrigth, dkk (1993 dalam Sukartiningsih,2004), mengajar anak untuk dapat membaca dan menulis bukan merupakan kegiatanyang mudah, karena anak-anak usia kelas awal masih berada dalam usia bermain danbelum memungkinkan untuk menghadapkan mereka pada situasi pembelajaran yangserius. Menurut Hurlock (2004) anak usia kelas satu SD masih berada pada masasenang bermain. Mueller (2006) juga mengungkapkan bahwa mengajarkan anakmembaca dibutuhkan strategi yang sesuai dengan dunia anak yaitu bermain, dengankata lain belajar dengan suasana yang menyenangkan.Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan membaca danmenulis pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar (1997 dalamSukartiningsih, 2004) membuktikan bahwa terdapat perbedaan bentuk latihanmembaca permulaan karena disebabkan faktor guru, lingkungan sosial, latar

Page 3: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 3belakang, serta sarana penunjang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Connie Juel danCicilia Minden-cupp (1999 dalam Ruhaena, 2008) menyatakan bahwa kemampuananak untuk mengenali kata saat membaca dipengaruhi juga oleh cara pengajaran ataumetode mengajar yang digunakan oleh guru.Setiap siswa memiliki kekuatan pembelajaran sensorik yang biasa disebutdengan gaya belajar (Praveen, 2011). Ada anak yang memiliki tipe belajar visual,auditori, kinestetik atau kombinasi. Suatu metode belajar belum tentu efektif untuksemua anak karena setiap anak mempunyai cara tersendiri untuk belajar (Ross, 1984dalam Sessiani, 2007). Penelitian ini menyarankan ketika murid diajar denganmenggunakan teknik atau metode yang sesuai dengan gaya belajarnya, maka merekaakan belajar lebih mudah, cepat, dan dapat mempertahankan serta menerapkankonsep-konsep lebih mudah untuk pembelajaran di masa depan.Proses membaca sendiri menggunakan ketrampilan diskriminasi visual dansuara, proses perhatian dan memori (Grainger, 2003). Salah satu program remedialmembaca yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapatdigunakan dalam pengajaran membaca permulaan adalah metode multisensori.Metode ini menggunakan beberapa alat indera untuk memperkuat proses belajardengan menstimulasi alat-alat indera siswa untuk belajar membaca sehinggadiharapkan anak dapat mengasah atau melatih sendiri kepekaan alat inderanyadalam mengenali huruf dan mengucapkannya.Kelebihan pada metode multisensori ini adalah dapat melibatkan individudengan berbagai gaya belajar misalnya beberapa orang dengan gaya belajar visual,auditori maupun kinestetik. Treichler (dalam Shams & Seitz, 2008) menyatakanbahwa orang biasanya mengingat 10% dari apa yang mereka baca, 20% dari apa yangmereka dengar, 30% dari apa yang mereka lihat dan 50% dari apa yang mereka lihatdan dengar. Proses multimodal dapat mengurangi beban kognitif karena informasidari modalitas yang berbeda dapat lebih mudah disimpan dalam memori jangkapendek dan digunakan untuk membangun representasi jangka panjang. Metode inidigunakan pada proses yang langsung dikaitkan dengan pengenalan huruf danmembaca, karena memang metode multisensori paling efektif digunakan biladikaitkan dengan materi membaca (Rahman & Dudy, 2008).Beberapa penelitian telah menunjukkan efektifitas penggunaan metodemultisensori dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada berbagaikelompok subjek, antara lain: siswa taman kanak-kanak (Sessiani, 2007), siswadengan kesulitan belajar (Riggs, 2008), kelompok siswa Afrika-Amerika (Joshi dkk,2002).Hasil penelitian Joshi dkk. (2002) menunjukkan bahwa kelompok yangmenggunakan metode multisensori memperoleh nilai yang signifikan secara statistikdalam kesadaran fonologi, dekoding dam pemahaman membaca sedangkankelompok kontrol yang menggunakan metode lain hanya memperoleh nilai padapemahaman membaca. Sessiani (2007) membuktikan bahwa metode multisensorimampu memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan

Page 4: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

4 | Pengaruh Metode Multi Sensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membacamembaca permulaan pada anak taman kanak-kanak. Metode ini dapat menjadialternatif metode membaca untuk diterapkan secara praktis di kalangan sekolahformal. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakanpenelitian mengenai pengaruh metode multisensori terhadap kemampuan membacapermulaan pada subyek anak normal usia 6-7 tahun yang kurang menunjukkanprestasi membaca yang optimal dibanding teman-teman sebayanya di sekolah.Metode multisensoriMetode multisensori ini dilaksanakan dengan bertolak dari anggapan bahwaanak akan dapat belajar dengan baik jika pembelajaran dilaksanakan denganmemanfaatkan berbagai modalitas siswa (Azwandi, 2007). Metode multisensorimenggunakan beberapa alat indera untuk memperkuat proses belajar, sebagaimanadigambarkan dalam singkatan VAKT (visual, auditori, kinestetik dan taktil atauperaba). Untuk menstimulasi seluruh alat indera ini, anak-anak mendengarkan gurumengucapkan suatu kata, mengucapkan kata tersebut kepada dirinya sendiri,mendengarkan diri mereka mengucapkan kata tersebut, merasakan gerakan otot saatmereka menelusuri kata yang tertulis, merasakan permukaan rabaan pada jarimereka, melihat tangan mereka bergerak saat menelusuri tulisan, dan mendengarkandiri mereka mengucapkan kata tersebut sambil menelusuri tulisan (Lerner, 2003).Salah satu contoh metode multisensori adalah metode Orton-Gillingham.Aktivitas-aktivitas awal dalam metode ini memfokuskan pada siswa untukmempelajari huruf tunggal dan perpaduan (blending) huruf-huruf tersebut. Siswamempelajari suatu huruf tunggal dan bunyinya dengan menggunakan teknikpenelusuran (tracing) melalui penggunaan warna dan gambar. Bunyi-bunyi tunggaltersebut kemudian dikombinasikan dalam kelompok yang lebih besar, danselanjutnya dalam kata-kata pendek (Lerner, 2003).Pendekatan lain yang juga memanafaatkan alat indera visual, auditori,kinestetik dan taktil dalam membaca adalah metode Fernald. Metode ini berbeda dariprogram multisensori yang lain karena mengajarkan suatu kata secara menyeluruh,bukan bunyi-bunyi tunggal.Yusuf (2003, dalam Sessiani, 2007) menyebutkan adanya perbedaan antarametode multisensori yang dikembangkan oleh Gillingham dan Fernald adalah, padametode Fernald anak belajar kata sebagai pola yang utuh sehingga akan memperkuatingatan dan visualisasi; sedangkan metode Gillingham menekankan pada teknikmeniru bentuk huruf satu per satu secara individual. Metode Gillingham merupakansuatu metode yang terstruktur dan berorientasi pada kaitan bunyi dan huruf, di manasetiap huruf dipelajari secara multisensoris. Metode ini digunakan untuk tingkat yanglebih tinggi dan bersifat sintesis, di mana kata diurai menjadi unit yang lebih keciluntuk dipelajari, lalu digabungkan kembali menjadi kata yang utuh.Metode multisensori, baik metode Fernald atau Gillingham memiliki kesamaandalam teknik pengajaran yang merangsang beberapa alat indera selama prosesbelajar membaca. Hal ini memperkuat anggapan bahwa melalui metode ini anak

Page 5: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 5dapat belajar membaca dengan lebih baik, ditunjang oleh proses pelaksanaan yangmudah dipraktekkan guru dan memudahkan anak–anak, serta menjadi media belajaryang menarik.Metode PenelitianSubjekSubyek dalam penelitian ini adalah murid kelas satu SD yang kurangmenunjukkan prestasi membaca optimal dibanding teman-teman sebayanya.Pemilihan murid kelas satu SD didasarkan pada penetapan Depdiknas (2004 dalamKartika, 2004) mengenai membaca permulaan yang diberikan pada anak kelas satusekolah dasar. Selain itu, pada tahun-tahun awal sekolah dasar anak diharapkansudah mampu mengubah lambang-lambang tertulis atau huruf menjadi bunyi-bunyiyang bermakna sehingga mereka dapat memahami makna dari kata atau kalimattersebut.Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobabilitasyang diperoleh lewat pengambilan sampel secara purposif (purposive sampling) yaitupengambilan subyek yang memiliki karakteristik dan kriteria tertentu (Poerwandari,2001).Pemilihan subjek dilakukan melalui proses penyaringan untuk mengetahuikemampuan membaca permulaan para siswa sebelum dikenakan perlakuan. Siswaakan diminta untuk menyebutkan satu per satu huruf yang ditunjuk untuk mengujikemampuannya dalam mengenal bentuk huruf, subyek diminta untuk menyebutkanbunyi huruf tersebut. Selain dari pengenalan huruf, subyek juga diminta untukmembaca beberapa kata yang diambil dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelassatu SD. Penyaringan juga dilakukan dengan melihat hasil nilai tugas membaca yangdiberikan oleh guru kelas.DesainTujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana pengaruhpenggunaan metode multisensori dalam meningkatkan kemampuan membacapermulaan pada anak kelas awal sekolah dasar. Berdasarkan tujuan tersebut, makapenelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Dalam Neuman (1994)penelitian deskriptif menyajikan gambaran detail spesifik dari situasi, setting sosialatau hubungan. Dalam penelitian deskriptif, peneliti memulai dengan mendefinisikansubyek dan melakukan penelitian untuk diuraikan secara akurat. Hasil dari penelitiandeskriptif adalah gambaran rinci tentang subyek.Pelaksanaan penelitian dimulai dengan tahap screening, dimana subyek akandiminta untuk menyebutkan satu per satu huruf yang ditunjuk untuk mengujikemampuannya dalam mengenal bentuk huruf, subyek diminta untuk menyebutkannama huruf tersebut. Selain dari pengenalan huruf, subyek juga diminta untuk

Page 6: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

6 | Pengaruh Metode Multi Sensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membacamembaca beberapa kata yang diambil dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelassatu SD.Pretest dan posttest menggunakan tes kemampuan membaca dengan memintaanak membaca wacana yang diambil dari buku pelajaran kelas satu SD yang telahdinyatakan layak sebagai buku teks oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).Dari tugas membaca ini akan diukur dua aspek yaitu pengenalan kata secara tepatdan kelancaran anak dalam membaca kata. Komponen pengenalan kata diukurdengan melihat berapa persen kata yang dibaca sesuai strukturnya denganmenggunakan analisis kesalahan membaca dari Argyle (1989 dalam Miller, 1993).Komponen kelancaran diukur dari waktu yang dibutuhkan anak untukmenyelesaikan membaca wacana mulai dari membaca judul hingga kata terakhir dariwacana.Pemberian intervensi kepada subjek penelitian menggunakan metodemultisensori diberikan setelah pelaksanaan pretest secara klasikal selama tujuh kalipertemuan dengan durasi 60 menit di setiap sesi. Pelaksanaan intervensi dilakukansetiap hari Senin sampai dengan Jumat setelah jam sekolah usai.

Penggalian dan analisis dataPengukuran kemampuan membaca permulaan dilakukan dengan menggunakanERSI (The Early Reading Screening Instrument) hasil adaptasi penulis, sebagai suatumetode untuk mengidentifikasi pembaca awal beresiko secara singkat, namunkomprehensif dan memungkinkan untuk adaptasi lintas budaya (Lombardiano dkk,1999). Adaptasi dilakukan dengan menyesuaikan konteks dan kurikulum pendidikandi Indonesia. ERSI meneliti prereading dan kemampuan membaca permulaan. ERSImenguji pengetahuan anak mengenai huruf alfabet, konsep kata, menemukan ejaan,dan pengertian kata untuk kata decodable dan basal (Lombardiano, 1999).Kemampuan membaca permulaan anak diukur dengan meminta anak membacawacana yang diambil dari buku pelajaran kelas satu SD yang telah dinyatakan layaksebagai buku teks oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dari tugasmembaca ini akan diukur dua aspek yaitu pengenalan kata secara tepat dankelancaran anak dalam membaca kata. Komponen pengenalan kata diukur denganmelihat berapa persen kata yang dibaca sesuai strukturnya dengan menggunakananalisis kesalahan membaca dari Argyle (1989 dalam Miller, 1993). Komponenkelancaran diukur dari waktu yang dibutuhkan anak untuk menyelesaikan membacawacana mulai dari membaca judul hingga kata terakhir dari wacana serta berapabanyak kata yang dapat dibaca secara akurat dalam waktu satu menitAnalisa data dilakukan membandingkan secara deskriptif perubahan yangterjadi setelah para subjek menjalani perlakuan. Penulis dalam meningkatkankredibilitas penelitian ini menggunakan triangulasi metode, yaitu denganmenggunakan beberapa metode pengumpulan data untuk meneliti suatu hal yangsama. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu tes kemampuan membaca,wawancara dan observasi.

Page 7: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 7

Hasil PenelitianHasil screening menunjukkan hanya tiga siswa yang memenuhi syarat menjadisubjek maka diberikan pretest guna melihat kemampuan membaca permulaansebelum diberikan perlakuan. Setelah terpilih tiga subyek, peneliti memberikaninformed consent kepada anak untuk diberikan kepada orangtua/wali masing-masing.Tabel 1.Hasil Screening

No. NamaSiswa Hasil1. AD a. Mengenal huruf tapi ada beberapa huruf yang masih lupa seperti b,d, q, v, x, z.b. Sudah bisa menyebutkan kata ibu, apa, hari, kamu, bola.2. DC a. Mengenal huruf tapi ada beberapa huruf yang masih lupa seperti d,g, f, q, v, z.b. Sudah bisa menyebutkan kata ibu, hari, kamu, tiba, bola.3. YS a. Mengenal huruf tapi ada huruf yang masih lupa seperti z.b. Sudah bisa menyebutkan kata ibu, kami, baca, apa, hari, kamu, bolaIntervensi dilakukan dengan metode multisensori yang secara garis besarmeliputi merangkai huruf-huruf menjadi suku kata dan kata. Selanjutnya penulismemberikan perangsangan visual dan auditoris dengan memperhatikan tulisan dipapan tulis berupa sebuah kata (perangsangan visual), kemudian anak mengikutipeneliti dalam mengucapkan bunyi kata tersebut (perangsangan auditoris).Perangsangan taktil diberikan setelah peneliti memastikan subyek mampu mengenalidan mengucapkan kata yang tertulis di papan tulis dengan cara mengggunakanhuruf–huruf alfabet timbul yang terbuat dari stereofoam berwarna–warni agar anak–anak dapat meraba huruf–huruf tersebut untuk merangsang taktil mereka.Tabel 2.Pelaksanaan IntervensiPertemuan TujuanI - Anak mengenal nama huruf dari awalan suatu kata (huruf b dan d).

- Anak dapat melakukan dekoding: mengenal bunyi huruf yang dihasilkandari menggabungkan K-V.- Anak dapat membaca kata sederhana yang terdiri dari dua suku katasederhana (K-V-K-V).II - Anak mengenal nama huruf dari awalan suatu kata (huruf p dan s).- Anak dapat melakukan dekoding: mengenal bunyi huruf yang dihasilkandari menggabungkan K-V.- Anak dapat membaca kata sederhana yang terdiri dari dua suku katasederhana (K-V-K-V).III - Anak mengenal nama huruf dari awalan suatu kata (huruf l dan r).- Anak dapat melakukan dekoding: mengenal bunyi huruf yang dihasilkandari menggabungkan K-V.- Anak dapat membaca kata sederhana yang terdiri dari dua suku kata

Page 8: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

8 | Pengaruh Metode Multi Sensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membacasederhana (K-V-K-V).IV - Anak mengenal nama huruf dari awalan suatu kata (huruf k dan m).- Anak dapat melakukan dekoding: mengenal bunyi huruf yang dihasilkandari menggabungkan K-V.- Anak dapat membaca kata sederhana yang terdiri dari dua suku katasederhana (K-V-K-V).V - Anak mengenal nama huruf dari awalan suatu kata (huruf n dan g).- Anak dapat melakukan dekoding: mengenal bunyi huruf yang dihasilkandari menggabungkan K-V.- Anak dapat membaca kata sederhana yang terdiri dari dua suku katasederhana (K-V-K-V).VI - Anak mengenal nama huruf dari awalan suatu kata (huruf h dan t).- Anak dapat melakukan dekoding: mengenal bunyi huruf yang dihasilkandari menggabungkan K-V.- Anak dapat membaca kata sederhana yang terdiri dari dua suku katasederhana (K-V-K-V).VII - Anak dapat mengingat bunyi huruf dan melakukan dekoding secaramandiri.Kemampuan membaca permulaan dilihat dengan mengukur dua elemenmembaca yaitu pengenalan kata (word recognition), dan kelancaran membaca(fluency). Pengenalan kata diukur dengan menghitung prosentase kata yang dibacasecara akurat dari suatu wacana yang menghasilkan nilai maksimal 100% dimanaanak dapat membaca dengan semua kata dengan baik. Nilai terendah untukpengenalan kata adalah 0% dimana anak tidak dapat membaca sama sekali.Tabel 3.Perbandingan nilai pretest dan posttest

NamaSubyek Pengenalan Kata Ada/tidakadapeningkatanWaktu Membaca Ada/tidakadapeningkatan

Jumlah Kata PerMenit (WPM) Ada/tidakadapeningkatanPretest Posttest Pretest Posttest Pretest PosttestAD 75,9 77,8 Ada (1,3) 5 menit 2 menit Ada(3 menit) 8 katapermenit 21 katapermenit Ada (13)DC 44,4 70,4 Ada (26) 7 menit 4 menit Ada(3 menit) 3 katapermenit 9 katapermenit Ada (6)YS 63 75,9 Ada(12,9) 10menit 5 menit Ada(5 menit) 3 katapermenit 8 katapermenit Ada (5)

Seperti yang terlihat dalam tabel 3. di atas, setelah diberikan perlakuan,kemampuan anak dalam mengenal kata secara akurat terdapat peningkatanwalaupun tidak signifikan. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa pada nilai pretestyang diperoleh siswa memiliki skor terendah 44,4% dan skor maksimum sebesar

Page 9: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 975,90%. Pada nilai posttest, skor terendah didapatkan subyek adalah 70,4% dan skortertinggi yang dicapai sebesar 77,80%.Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa semua siswa mengalami peningkatandalam kemampuan membaca. Hasil persentasi kemampuan membaca subyek masihberada dalam kategori frustation reading, yaitu nilai yang didapat kurang dari 90%.Hasil ini menunjukkan bahwa subyek masih sulit memahami kata-kata yang terdapatdalam bacaan. Meskipun tidak terlalu tinggi peningkatannya, namun hal ini dapatmenjadi hasil yang positif.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subyekmengalami peningkatan dalam hal keakuratan dalam mengenal kata. Peningkatankemampuan membaca ini dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis yang mencakupmotivasi, minat, emosi dan penyesuaian diri.PembahasanPiaget (1954 dalam Santrock, 2009) menyatakan bahwa ketika anak berusahamembangun pemahaman mengenai dunia, otak berkembang membentuk skema(schema). Inilah tindakan atau representasi mental yang mengatur pengetahuan.Piaget memberikan konsep asimilasi dan akomodasi untuk menjelaskan bagaimanaanak-anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka. Ketika skema lamadisesuaikan dan skema baru dikembangkan, anak tersebut mengorganisasi danmengorganisasi ulang skema lama dan skema baru. Akhirnya, organisasi tersebutpada dasarnya berbeda dari organisasi lama; organisasi tersebut adalah cara berpikiryang baru.Pada pembelajaran membaca dengan menggunakan metode multisensori,anak dihadapkan pada konsep baru mengenai cara belajar membaca denganmenggunakan alat indera mereka. Anak belajar menyebut nama-nama huruf vokaldan konsonan. Maka, anak tersebut telah mengasimilasi informasi ini ke dalamskemata yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi anak tersebut segera mempelajaribahwa penggabungan huruf konsonan dan vokal dapat menghasilkan bunyi yangberbeda-beda lalu mengakomodasi skema tersebut. Penyesuaian ini mencerminkankemampuan dirinya untuk melakukan sedikit perubahan terhadap gambarannyatentang dunianya (akomodasi).Kepekaan yang lebih tinggi pada anak yang belajar membaca denganmenggunakan metode multisensori dihasilkan dari perangsangan yang diberikanmelalui empat modalitas indera. Selain memperkuat proses persepsi sebagai gerbangmenuju proses yang lebih tinggi, hal ini juga memperkuat jalannya proses membacayang memang membutuhkan ketrampilan dan koordinasi dari berbagai alat indera.Metode multisensori memiliki tahap recall, dimana anak diberi kesempatan untukmengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Grainger(2003) repetisi yang dilakukan dalam metode membaca perlu dilakukan untuk

Page 10: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

10 | Pengaruh Metode Multi Sensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membacamengatasi problem memori apa saja dan membantu prosesing otomatis yangmemungkinkan anak-anak mengenali kata-kata dengan cepat.Menurut Thorndike dalam hukum latihannya (law of exercise), kemahirandalam membaca dapat kita latih berulang-ulang pada bagian-bagian pelajaran denganurutan yang benar secara teratur untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hukumkesiapan (law of readiness) juga terkait dengan salah satu prinsip perkembanganyang menyatakan bahwa kematangan menentukan menentukan siap atau tidaknyaseseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya rangsangan yang diterimaanak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan perubahan perilaku sampaimereka dinyatakan siap menurut taraf perkembangannya. Kesiapan membaca iniantara lain berupa membaca dari kiri ke kanan, bagaimana mengidentifikasi huruf-huruf alphabet, bagaimana menuliskan nama mereka serta belajar membaca kata-kata yang biasanya terdapat dalam tanda-tanda umum.Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembanganmerupakan hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan adalahterbukanya karakteristik yang secara potensial ada pada individu dan berasal darilatihan atau pengulangan suatu tindakan yang nantinya menimbulkan perubahandalam perilaku (Hurlock, 2004). Pengulangan materi ini bisa dilakukan oleh gurumaupun orangtua yang ada di rumah untuk memperlancara kemampuan membacaanak. Seperti yang dikemukakan oleh Vygotsky (dalam Santrock, 2009), fungsi-fungsimental mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial. Vygotsky menyatakanbahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep yang lebih sistematis, logis, danrasional yang merupakan hasil dari dialog bersama pembimbingnya yang terampil.Implikasi utama teori Vygotsky dalam pengajaran adalah bahwa para siswamembutuhkan banyak kesempatan untuk belajar dengan guru, orangtua dan temansebaya yang lebih terampil. Kurangnya pendampingan orangtua dalam proses belajardan tingkat pendidikan orang tua yang rendah, membuat proses pendampinganbelajar para subjek menjadi terhambat. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh Hidayah (2012) yang menyebutkan bahwa lingkungan sosialberpengaruh paling kuat terhadap kegiatan membaca adalah literasi di rumah(22,2%), dan keterlibatan orangtua dan lingkungan di sekolah lebih rendah (4,4%).Tidak adanya motivasi dari orangtua untuk mendorong anaknya supaya belajar ataumelakukan suatu kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan membaca juga turutmempengaruhi motivasi anak. Lebih lanjut, menurut Eanes (1998, dalam Rahim,2006), cara yang paling penting untuk mendapatkan pengaruh positif pada sikapmembaca ialah dengan memberikan model membaca yang menyenangkan danmemperlihatkan antusias guru dalam mengajar dan perhatian orang tua untukmenemani anak belajar di rumah.Kesulitan yang dialami para subjek dapat dikaitkan dengan penyebabmunculnya permasalahan dalam membaca yang dikemukakan oleh Westwood(2001), yaitu kurangnya pengajaran tentang korespondensi huruf-suara, kurangnyawaktu untuk latihan membaca, stimulasi perkembangan bahasa yang kurang tepat,

Page 11: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 11kurangnya kesadaran fonemik, pengaruh sosial dan budaya, serta faktor intrinsiksiswa dan respon afektif terhadap kegagalan.Lemahnya akurasi dalam mengidentifikasi kata dan kelancaran membacadapat dikaitkan dengan faktor pengetahuan tentang korespondensi huruf dan suara,serta kesadaran fonemik. Bahwa untuk dapat membaca secara lancar, seorang anakmembutuhkan otomatisasi terhadap suatu kata sehingga anak tidak lagi terpaku padadekoding perhuruf (Chall, 1989 dalam Lerner, 2003). Otomatisasi (automaticity)merujuk pada kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit usaha atautanpa usaha. Latihan memungkinkan peningkatan kemampuan anak-anak untukmengodekan banyak informasi yang semakin banyak secara otomatis. Sebagaicontoh, setelah anak-anak belajar membaca dengan baik, mereka tidak memikirkansetiap huruf dalam sebuah kata sebagai satu huruf, melainkan mereka mengodekanseluruh kata. Sementara itu, yang terjadi dalam penelitian ini adalah kurangfamiliarnya anak terhadap konsep bunyi huruf atau fonem. Anak terbiasamenyebutkan nama huruf atau silabel ketika ditanyakan bunyi dari beberapa bentukhuruf. Hasil penelitian ini menunjukkan anak sudah mampu mengenali rangkaianbunyi yang membentuk suatu kata yang terdiri dari dua silabel dengan struktur yangsederhana.Perubahan kemampuan anak dalam membaca sebagai akibat dari intervensidapat dilihat pada perhatian anak kepada bentuk huruf, bunyi, pengucapan sertapenulisan yang semakin intens. Kurangnya perhatian anak terhadap bentuk huruf,pengucapan serta penulisan huruf atau suku kata dapat menghambat anak dalamproses recording dan decoding. Dengan penggunaan metode multisensori yangditerapkan kepada anak, maka diharapkan perhatian anak terhadap stimulus ataurangsangan yang diberikan dapat diterima dengan baik. Perubahan dalamketrampilan kognitif anak-anak bergantung pada ketrampilan yang semakin baikdalam melakukan pengodean informasi yang relevan dan mengabaikan informasiyang tidak relevan.Metode multisensori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu padametode Gillingham, yaitu metode yang terstruktur dan berorientasi pada kaitan bunyidan huruf. Metode ini menggunakan huruf-huruf secara individual dan olehkarenanya memakan waktu lebih lama yaitu lima jam pelajaran selama dua tahun.Dibandingkan dengan saat pelaksanaan intervensi yang hanya tujuh hari, makahasilnya akan sangat jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatankemampuan membaca siswa yang signifikan tidak dapat dicapai dalam waktu yangsingkat, karena diperlukan pembiasaan dalam langkah-langkah membaca, perhatianserta memori untuk mengingat bagaimana gabungan huruf-huruf seharusnya dibacasehingga menghasilkan sebuah kata. Metode ini juga lebih efektif jika diterapkansecara individual.SimpulanBerdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa metode multisensoridalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak kelas awal sekolah

Page 12: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

12 | Pengaruh Metode Multi Sensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membacadasar walaupun hasilnya tidak terlalu signifikan. Meningkatnya kemampuanmembaca siswa dapat memberikan dampak positif terhadap motivasi siswa dalammenyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru serta mengikuti kegiatanpembelajaran hingga tuntas.Daftar PustakaAbdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:Penerbit Rineka Cipta.Azwandi, Y. (2007). Media Pembelajaran ABK. Departemen Pendidikan NasionalDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.Grainger, J. (2003). Problem Perilaku, Perhatian dan Membaca pada Anak. Jakarta: PTGramedia Widiasarana Indonesia.Hurlock. (2004). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.Joshi, R.M., Dahlgren, M., & Boulware-Gooden, R. (2002). Teaching Reading in an InnerCity School Through a Multisensory Teaching Approach. Annals of Dyslexia, 52,229-242. ISSN 0736-9387.Kartika, E. (2004). Memacu Minat Membaca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal PendidikanPenabur, 3 (8), 113-128.Lerner, J.W. (2003). Learning Disabilities: Theories, Diagnosis, and Teaching Strategies(9th ed.). Boston: Houghton Mifflin Company.Lombardiano, L.J., dkk. (1999). The Early Reading Screening Instrument: A Methodfor Identifying Kindergarteners at Risk for Learning to Read. InternationalJournal of Language and Communication Disorders. 34 (2). 135-150.Miller, W.H. (1993). Complete Reading Disabilities Handbook: Ready-to-Use Techniquesfor Teaching Reading Disabled Students. San Fransisco: Jossey-Bass.Mueller, S. (2006). Panduan Belajar Membaca dengan Benda-benda di Sekitar UntukUsia 3-8 Tahun. Jakarta: Erlangga.Neuman, W.L. (1994). Social Research Method: Qualitative and QuantitativeApproaches (Second Edition). Boston: Allyn & Bacon.Noor, I.H.M. (2008). Model Membaca, Menulis, dan Berhitung di Sekolah Dasar.[On-Line]. Diakses pada tanggal 16 Maret 2011 darihttp://www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/071/j71_06.pdf.Poerwandari, K. (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Page 13: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 13Praveen. (2011). What is Multisensory Teaching Techiques [Online]. Diakses padaTanggal 5 Oktober 2011 dari http://www.lexiconreadingcenter.org/what-is-multisensory-teaching-techniques.html.Rahim, F. (2006). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.Rahman, N.Z. & Dudy, W. (2008). Sarana Bermain Edukatif untuk Anak Disleksia.Jurnal Ilmu Desain 3 (1), 11-22.Riggs, E.R. (2008). Multisensory Approaches to Spelling and Reading Instruction forStudents with Learning Disabilities. Master Degrees. Athens: Ohio University.Ruhaena, L. (2008). Pengaruh Metode Pembelajaran Jolly Phonics terhadapKemampuan Baca-Tulis Permulaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris padaAnak Prasekolah. Jurnal Penelitian Humaniora, 9 (2), 192-206.Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan: Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Humanika.Sessiani, L.A. (2007). Pengaruh Metode Multisensori dalam Meningkatkan KemampuanMembaca Permulaan pada Anak Taman Kanak-kanak (Studi Eksperimental di TKABA 52 Semarang). Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi UniversitasDiponegoro.Shams, L. & Seitz, A.R. (2008). Benefits of Multisensory Learning. Trends in CognitiveSciences. 12 (11). DOI: 10.1016/j.tics.2008.07.006.Sukartiningsih, W. (2004). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Membaca dan MenulisPermulaan di Kelas 1 Sekolah Dasar melalui Media Kata Bergambar. JurnalPendidikan Dasar, 5 (1), 51-60.Wardani, I.G.A.K. (1995). Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Anak Berkesulitan Belajar.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan TinggiProyek Pendidikan Tenaga Guru.Washburn, E.K., Joshi, R.M., & Cantrell, E.B. (2011). Are Preservice Teachers Preparedto Teach Struggling Readers? Annals of Dyslexia, 61, 21-43. DOI:10.1007/s11881-010-0040-y.Westwood, P. (2001). Reading and Learning Difficulties: Approach to Teaching andAssessment. Victoria, Australia: The Australian Council for Educational ReseachLtd.

Page 14: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

14

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING ANDLEARNING (CTL) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

IPA PADA SISWA TUNARUNGU DI SLB B/C

Yeni Fitria WijayaE-mail: [email protected]

AbstrakTujuan dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa penerapanmotode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapatmeningkatkan hasil belajar IPA pada siswa tunarungu kelas V di SLB B/C BinaBangsa Ngelom Taman Sidoarjo.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain subyek tunggal(single subject design) desain A – B. Teknis analisis data yang digunakan adalahteknik grafik statistic deskriptif sederhana dengan menggunakan metode analisisvisual suatu grafik yang meliputi analisis dalam kondisi dan antar kondisi.Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu kelas V SLB B/C Bina BangsaNelom Taman Sidoarjo dengan jumlah subyek sebayak 2 orang. Metodepengumpulan data yang digunakan adalah metode test dan metode observasi.Hasil penelitian dalam kondisi dan antar kondisi serta grafik menunjukkanbahwa terlihat adanya perubahan perilaku dengan indikator siswa dapatmenggunakan benda-benda sekitar untuk kegiatan pembelajaran, keaktifanbertanya, kualitas inkuiri siswa, keaktifan siswa dalam melakukan percobaanserta kuantitas menirukan pemodelan terhadap hasil belajar IPA denganpenerapan pembelajaran CTL dengan hasil penelitian menunjukkan peningkatandengan panjang kondisi 5 pada baseline (A) dan 7 pada intervensi (B) secarastabil dengan arah trend yang sama-sama positif (+), kecenderungan stabilitaskedua subyek mencapai 86% dan dn data overlapdari analisis antar kondisikedua subyek adalah 0% sehingga adanya pengaruh intervensi terhadap targetperilaku yaitu hasil belajar IPA.Kata Kunci: Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Hasil belajarIPA, Tunarungu

Page 15: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 15

PendahuluanPentingnya belajar IPA dengan tujuan ampu mengikuti perkembanganteknologi yang makin maju tidak dapat diabstraksikan serta memerlukanpemahaman yang tidak cukup hanya dengan cerita-cerita karena menimbulkankebosanan pada siswa, maka diperlukan metode pembelajaran yang tepat sehinggamenimbulkan kesan dan perasaan yang menyenangkan bagi siswa. Belajarmerupakan proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yangsederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak hanya sekaligus, akantetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa (Sanjaya, 2006). Belajar dapatdimaknai sebagai suatu proses yang menghasilkan perubahan perilaku siswa. Belajartidak hanya mengingat, akan tetapi akan lebih luas dari itu yaitu mengalami. MenurutHamalik (2004), perbuatan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuanmelalui pengalaman.1Menurut Somad (1996), siswa tunarungu yang mengalami gangguanpendengaran memiliki banyak kendala dalam komunikasi. Akibat dari pendengarantersebut, siswa tunarungu memiliki daya abstraksi yang kurang dan kesulitanmemahami pesa verbal sehingga dapat menimbulkan hambatan pula dalammenerima materi pelajaran di sekolah. Salah satunya adalah materi IlmuPengetahuan Alam (IPA).2Berdasarkan uraian diatas, maka untuk meningkatkan hasil belajar siswatunarungu tentang pelajaran IPA dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang dapatmemberikan motivasi dan pemahaman tentang materi pelajaran. Salah satunyaadalah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).CTL merupakan alternatif cara bagi guru sebagai proses pembelajaran yangbertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar denganmengaitkannya terhadap konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa memilikipengetahuan atau ketrampilan.3Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL dapatmengaitkan antara materi yang diberikan guru kepada siswa dengan mengaitkandalam kehidupan sehari-hari. Secara tidak langsung dengan pembelajaran CTL inisiswa bisa langsung mendapatkan pengalaman dan belajar tanpa perlu memaksauntuk menghafal.Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan sebelumnya, diketahuibahwa pembelajaran IPA di SLB B/C Bina Bangsa Ngelom Taman Sidoarjo cenderung1 Sanjaya, W. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard Proses Pendidikan. (Bandung: Kencana,2006), hlm. 762 Somad, Permanarian & Hernawati, T., Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, 1996), hlm. 563 Bandono. (2008). Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-html.php

Page 16: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

16 | Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learningmenggunakan pendekatan konvensional. Hal ini terlihat dengan masih dominanmenggunakan metode ceramah, mencatat dan pekerjaan rumah dibandingkandengan penggunaan metode pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa.Penggunaa metode ceramah dan mencatat dalam pembelajaran IPA tidakdapat memberikan hasil belajar yang optimal. Hal ini dapat dilihat pada saat gurumenjelaskan materi di kelas siswa tunarungu kurang memperhatikan, siswacenderung berbicara sendiri dengan temannya dan ada yang bermain sendiri. Selainitu berdasarkan nilai tugas yang diberikan selama ini rendah yaitu siswa hanyamemperoleh nilai 60, 65 bahkan ada yang 50. Oleh karena itu, guru diharapkan dapatmenggunakan pembelajaran alternative sebagai upaya meningkatkan hasil belajarsiswa pada bidang studi IPA yaitu dengan menggunakan pembelajaran CTL.Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang penerapanpembelajaran CTL bidang studi IPA pada siswa tunarungu.Contextual Teaching and LearningPembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat dijelaskan sebagaikonsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengansituasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antarapengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-harisebagai anggota keluarga dan masyarakat.4 Dalam prosesnya, siswa belajar diawalidengan pengetahuan, pengalaman dan konteks keseharian yang mereka miliki yangdikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas dan selanjutnyadiajarkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.Beberapa ciri pembelajaran CTL antara lain: menyandarkan pada pemahamanmakna, pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa, siswa terlibat aktif(menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikirkritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah), pembelajaran dikaitkandengan kehidupan nyata (atau masalah yang disimulasikan) serta pengetahuan yangtelah dimiliki siswa, perilaku belajar berdasarkan motivasi intrinsik, pembelajarandapat terjadi di berbagai tempat, hasil belajar diukur melalui penerapan penilaianautentik.Metode PenelitianSubjek Subyek dalam penelitian ini berjumlah 2 siswa dengan ciri-ciri sebagaiberikut:1. Siswa tunarungu kelas V di SLB B/C Bina Bangsa Ngelom Taman Sidoarjo2. Berumur 13 tahun4 Nurhadi, dkk.. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas NegeriMalang, 2002), hlm. 34.

Page 17: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 173. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan4. Tunarungu sedang 40-65 dB5. Bahasa oral cukup baikDesain Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan “desainsubyek tunggal (single subject design)”. Kepada subjek diterapkan dua kondisi, yaitu:1. Baseline (A)Pengukuran pada kondisi baseline (A) dilakukan dengan memberikanpembelajaran yang telah dilakukan oleh guru selama ini dan memberikan posttest yang sama dengan intervensi (B). kegiatan ini dilakukan untuk mengukurhasil belajar IPA dengan pokok bahasa gaya dan pesawat sederhana pada subyekdan dilakukan dilakukan 5 sesi.2. Intervensi (B)Pengukuran pada kondisi intervensi (B) dilakukan sebanyak 7 sesi. Pada kondisiini subyek diberikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaranContextual Teaching and Learning (CTL) untuk mengetahui hasil belajar IPAdengan pokok bahasan gaya dan pesawat sederhana. Pengambilan data padakondisi ini diambil dari hasil post test dan penilaian observasi saat prosespembelajaran disetiap sese intervensi (B). rata-rata dari kedua hasil penelitiantersebut dapat dijadikan suatu data akhir pada intervensi (B).Pokok bahasan IPA yang diberikan dalam pembelajaran adalah konsep gaya,dengan standar kompetensi pemahaman hubungan antara gaya, gerak dan energi,serta fungsinya. Materi pokok yang diberikan yakni: gaya secara umum, gayagravitasi, gaya magnet, gaya gesek, pengungkit, bidang miring, dan katrol.Penggalian dan analisis dataPengukuran dilakukan pada kondisi baseline (A) dan intervensi (B). Metodepengukuran yang digunakan:1. Metode ObservasiPada penelitian ini metode observasi yang digunakan adalah observasi nonpartisipatif dengan menggunakan instrument observasi yang berupa formatkegiatan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran CTL. Instrument ini digunakansetiap sesi pada saat kondisi intervensi (B).2. Metode TestMetode tes pada penelitian ini menggunakan tes tulis yang berupa instrumentsoal pilihan ganda dan atau essay (instrument terlampir). Pemberian tes tulis inidiberikan pada setiap sesi baseline (A) dan intervensi (B).

Page 18: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

18 | Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and LearningTeknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknikstatistik deskriptif sederhana dengan menggunakan metode analisis visual suatugrafik yang meliputi analisis dalam kondisi dan antar kondisi.Hasil PenelitianBerikut ini adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian pada kondisibaseline (A) dan intervensi (B) dengan menggunakan tes tulis dan penilaianobeservasi yang disajikan dalam tiap materi pembelajaran (instrument terlampir).Berikut ini adalah tabel pengukuran hasil belajar IPA dan grafik rekapitulasi hasilbelajar IPA desain A – B pada subyek Cit dan Faz.Tabel 1.Pengukuran Hasil Belajar IPA Subyek Cit dan FazSubyek Cit FazSesi Baseline (A) Intervensi (B) Baseline (A) Intervensi (B)1.2.3.4.5.6.7.

5045604050--

8073,7582,58087,58587,5

6555605550--

71,25758575808582,5Hasil observasi disajikan dengan indikator sebagai berikut:1. Siswa dapat menggunakan benda-benda sekitar untuk kegiatan pembelajaran2. Keaktifan siswa untuk bertanya3. Kualitas inkuiri siswa pada saat kegiatan belaj ar mengajar4. Keaktifan siswa dalam melakukan percobaan5. Siswa dapat meniru pemodelan tersebut dan menghasilkan karya yang baikBerikut adalah hasil penilaian observasi:Tabel 2.Rekapitulasi Penilaian Observasi Subyek Cit dan FazSubyek Cit FazSesi Baseline (A) Intervensi (B) Baseline (A) Intervensi (B)1.2.3.4.5.6.7.

4035353045--

80758075858085

4540403035--

70758075858080

Page 19: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 19

PembahasanBerdasarkan data yang diperoleh sebelumnya, hasil analisis antar kondisiuntuk subjek Cit dan Faz menunjukkan adanya perubahan perilaku. Hal ini terlihatdari indikator siswa dapat menggunakan benda-benda di sekitarnya untuk kegiatanbelajar, keaktifan bertanya, kualitas inkuiri siswa, keaktifan siswa dalam melakukanpercobaan serta kuantitas menirukan pemodelan.Terlihat adanya perubahan arah dan efek secara positif pada kedua subjek,dari baseline (A) cenderung menurun (-) dan pada kondisi intervensi (B) cenderungnaik (+). Perubahan stablitas dari tak stabil ke stabil, dan dapat disimpulkan bahwaterdapat pengaruh yang signifkkan dari intervensi dengan menggunakanpembelajaran CTL terhadap hasil belajar IPA.Hasil belajar IPA pada siswa tunarungu dapat ditingkatkan memilih strategipembelajaran yang efektif dan memberikan motovasi sesuai dengan karakteristiksiswa tunarungu. Hal ini dikarenakan keterlambatan perkembangan kognitif padaanak tunarungu bukan disebabkan oleh rendahnya kecerdasan maupun kurangnyaketerampilan lingusitik, tetapi lebih disebabkan kurangnya latihan dan pengalaman(Alimin, 2008).Hasil observasi kedua subjek pada saat proses pembelajaran berlangsungmenunjukkan bahwa setiap pemberian intervensimenunjukkan kemajuan dalam hasilbelajar. Hal ini dapt dibuktikan dengan keaktifan siswa dalam belajar meningkatsetelah diberikan intervensi. Kedua subjek yang lebih sering melamun atau bermainsendiri menjadi lebih antusias dalam belajar dan melakukan pemodelan yang telahdicontohkan. Selain itu, minat belajar dan rasa ingin tahu atau inkuiri meningkat biladiberikan sebuah peralatan untuk melakukan percobaan. Hal ini terlihat denganpertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kerjasama yang dilakukan kedua subjek jugasangat terlihat saat melakukan percobaan yang diberikan. Kedua subjek jugamelakukan diskusi secara kompak pada saat percobaan dan membuahkan hasilpengamatan.SimpulanKesimpulan adalah uraian yang diperoleh dari hasil data yang didapat selamapenelitian. Dengan melihat data yang terkumpul dan mengelolah data tersebut, makadapat disimpulkan sebagai berikut :1. Penerapan pembelajaran CTL pada bidang studi IPA terlihat adanya perubahanperilaku dengan indicator siswa dapat menggunakan benda-benda sekitar untukkegiatan pembelajaran, keaktifan bertanya, kuatas inkuiri siswa, keaktif siswadalam melakukan percobaan serta kuantitas menirukan pemodelan ditunjukkandengan panjang kondisi 5 pada baseline (A) dan 7 pada intervensi (B) denganmeningkatnya kecenderungan arah yang sama-sama positif (+) dankecenderungan stabilitas kedua subyek mencapai 86% serta data overlap darianalisis antar kondisi kedua subyek adalah 0% sehingga adanya pengaruhintervensi terhadap target behavior yaitu hasil belajar IPA.

Page 20: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

20 | Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning2. Berdasarkan hasil analisis dalam kondisi dan antar kondisi serta grafik yang adadapat ditemukan bahwa penerapan pembelajaran CTL dapat meningkatkanperolehan hasil belajar siswa tunarungu kelas V pada bidang studi IPA di SLB B/CBina Bangsa Ngelom Taman Sidoarjo.Daftar PustakaAlimin, Z. (2008). Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan pada Anak yang

Mengalami Kehilangan Fungsi Pendengaran. (http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/ hambatan-belajar-dan-hambatan.htmlBandono. (2008). Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL). http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.phpNurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Malang: Universitas Negeri Malang.Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard Proses Pendidikan.Bandung: Kencana.Somad, Permanarian & Hernawati, T. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu.Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 21: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

21

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MORAL ALBERT BANDURA

Qumruin Nurul Laila1E-mail: [email protected]

AbstrakAlbert Bandura dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1925 di Mundare, sebuahkota kecil di barat daya Alberta, Kanada, sekitar 50 mil sebelah timur Edmonton.Berasal dari keluarga keturunan Eropa Timur. Ayahnya dari Krakow Polandiadan ibunya dari Ukraina. Pada tahun 1952 Albert Bandura menikah denganVirginia Varns dan dikaruniai dua orang anak, Mary dan Carol.Bandura belajar bersama Robert Sears, salah satu perintis teori belajar sosiallainnya dan mengambil gelar diplomanya dari University of British Columbia dangelar kesarjanaan psikologinya dari University of Iowa. Karena reputasinya, padatahun 1974 dia dipercaya menjabat sebagai Presiden Asosiasi Psikologi Amerika(APA).Sebagai ahli dibidang psikologi, dia percaya bahwa proses transfer keilmuan ataupendidikan, tak lepas dari norma-norma moral yang berlaku di masyarakathingga nilai-nilai dari norma tersebut diejawantahkan dalam prilaku siswasehari-hari.Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Albert Bandura disebutsosial kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranandalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruhlingkungan sosial. Proses tahapan-tahapan dalam pembelajaran social kognitifmeliputi: Tahap perhatian (attentional phase), Tahap penyimpanan dalamingatan (retention phase), Tahap reproduksi (reproduction phase) dan tahapmotivasi (motivation phase).Teori pembelajaran sosial ini menekankan kepada proses bagaimana anak-anakbelajar norma-norma kemasyarakatan. Jika pesan yang disampaikan bersifatpositif, anak-anak menerimanya dengan baik dan pengaruh lainnya adalah samapositifnya, maka anak itu akan cenderung untuk membesar dengan nilai-nilaiyang baik. Begitu juga sebaliknya.Kata kunci: Pendidikan, Pendidikan Moral, Social Kognitif, Albert Bandura.

1 Dosen Tetap STITNU Al Hikmah Mojokerto

Page 22: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

22 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert BanduraPendahuluanSesuai dengan tuntutan era reformasi, pendidikan agama (Islam) di lembagapersekolahan rasanya perlu diposisikan sebagai program andalan dan ruh bagipembentukan moralitas warga negara yang berbasiskan pemahaman nilai-nilai dasarkeagamaan. Dengan perkataan lain, pendidikan agama (Islam) perlu diposisikansebagai bagian penting yang misi utamanya adalah pembangunan watak, pembinaanakhlak, pendidikan moral atau pendidikan nilai.2 Dalam konteks ini, agama (Islam)tentu saja lebih dimaknai sebagai sumber nilai dan pegangan hidup. Ukurankeberhasilannya terletak pada indeks perbaikan moral (akhlak al karimah) yangtentu saja harus terpancar secara kaffah dalam segenap segi kehidupan sehingga takada celah bagi munculnya teori sosial liar yang bersebrangan dengan ajaran agamaIslam. Dengan begitu, pendidikan agama (Islam) tidak hanya tampil dan berperansebagai pemberi pegangan hidup di level masing-masing individu, tetapi juga sebagaipemberi kesejukan dan keselamatan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negarasecara keseluruhan.Namun demikian, akhir-akhir ini banyak pihak yang mempertanyakan tentangefektifitas pendidikan agama apabila dikaitkan dengan gejala degradasi moral ataukekeringan nilai di kalangan masyakat. Faktanya, masih banyaknya korupsi yangdilakukan oleh tokoh masyarakat atau Negara yang menjadi figur atau teladan,meningkatnya tingkah laku kekerasan dari para remaja dan pemuda (sikap arogan),ketidakjujuran, pencurian, krisis kewibawaan, menurunnya etos dan etika kerja,penyelewengan seksual, meningkatnya egoisme dan menurunnya tanggung jawabwarga Negara ditambah lagi beberapa tahun terakhir ini perkelahian antar pelajardan remaja sering kali terjadi, tidak hanya di kota-kota besar seperti Jakarta,Surabaya, Semarang dan lain sebagainya, tetapi sudah meluas sampai di kota-kotakecil seperti Madiun, Ponorogo dan kota-kota kecil lainnya. Dan ketika terjadiperkelahian atau tawuran antar sekolah, maka lembaga pendidikan kita menjadisasaran kritik, bahkan sampai mempertanyakan efektifitas pendidikan agama,dimana pendidikan agama itu sangat menekankan persaudaraan diantara sesamamanusia. Meskipun secara kuantitatif hasil (nilai) pendidikan agama sudah berhasilbaik, namun kualitatif hasilnya belum sesuai dengan apa yang diharapkan.3 Olehkarena itu, tidak mustahil apabila sekarang ini terjadi anggapan yang negatif ataulebih tepatnya penilaian kritis terhadap pelaksanaan pendidikan agama (khususnyadi sekolah).Dari anggapan di atas, nampaknya salah satu faktor yang menyebabkanefektifitas pendidikan agama ialah penggunaan pendekatan pembelajaran yangkurang sesuai. Sementara ini yang dapat disaksikan adalah bahwa prosespembelajaran itu terjadi sekitar transfer of knowlwdge dan bukan transfer of value

2 Mudjia Raharjo (ed), Qua Vadis Pendidikan Islam, (Malang: Cendekia Paramulya,2002), 46.3 Ibnu Hajar, Pendekatan Holistik Dalam Pendidikan Islam: dalam paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta:Pustaka Pelajar. 2001) dikutip dari Soepono, Pendidikan Agama dan Pengembangan Etika Sosial:Sebuah Upaya untuk Efektifitas Pendidikan Budi Pekerti dalam Cendekia: jurnal kependidikan dankemasyarakatan Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2006, 77.

Page 23: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 23yang condong pada content centred ketimbang student centred, materi pembelajaranpendidikan agama lebih bersifat kognitif, pendidikan agama lebih cenderungmengindoktrinasikan ajaran agama sehingga mengakibatkan kebanyakan siswahanya meningkat pengetahuannya tentang agama, tetapi keberadaannya tidakmengikat bahkan sebagian dari mereka malah menurun. Hal ini menyebabkan materipendidikan agama yang mereka terima kurang berarti karena pengalaman dan fakta-fakta yang mereka peroleh terlepas dari konteks dan bertentangan dengan hakekatkehidupan keberagamaan sendiri yang lebih menekankan pada keterkaitan danintegrasi. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan efektifitas hasil pendidikanagama kiranya perlu menggunakan pendekatan yang memungkinkan perkembangankeberagamaan semakin bermutu dengan cara terpadu.Para ilmuwan barat juga tidak mengingkari betapa pentingnya pendidikanmoral. Salah satunya adalah tokoh yang terkenal dengan teori belajar sosial (SocialLearning) atau teori pembelajaran melalui observasi (Observational Learning) yaituAlbert Bandura. Tokoh ini mengemukakan tentang proses perkembangan sosial danmoral siswa yang selalu berkaitan dengan proses belajar sebab prinsip dasar belajarhasil temuan Bandura ini adalah belajar sosial dan moral.4 Konsekuensinya, kualitasproses belajar (khususnya belajar sosial) siswa tersebut baik di lingkungan sekolahdan keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini bermakna bahwa prosesbelajar itu amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilakusosial yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum dannorma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yangbersangkutan.5Sehingga dapat dikatakan bahwa teori ini menekankan pada interaksiantara tingkah laku dan lingkungan dengan memusatkan pada pola-pola tingkah lakuyang dikembangkan oleh individu untuk mengatasi lingkungan bukan dipusatkanpada dorongan-dorongan insting.6Biografi Albert BanduraAlbert Bandura dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1925 di Mundare, sebuahkota kecil di barat daya Alberta Kanada sekitar 50 mil sebelah timur Edmonton. Diaadalah anak bungsu dan hanya satu-satunya anak laki-laki di antara enam bersaudaradari keluarga keturunan Eropa Timur. Kedua orang tuanya telah ber-emigrasi keKanada ketika mereka remaja, ayahnya dari Krakow Polandia dan ibunya dariUkraina. Ayah Bandura bekerja menjaga perlintasan kereta api jalur trans-Kanadadan ibunya bekerja di toko general Town. Pada tahun 1952 Albert Bandura menikahdengan Virginia Varns, yang bekerja menjadi staf pengajar di Universitas Perawat.Dari perkawinannya, Albert Bandura dikaruniai dua orang anak. Yang pertama4 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1995), 79.5 Ibid., 74.6 Abdul Rahman Abror, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1993), 118.

Page 24: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

24 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert Bandurabernama Mary yang lahir pada tahun 1954 dan yang kedua bernama Carol yang lahirpada tahun 1958.Seperti Skinner, dia tumbuh di sebuah kota yang sangat kecil, sekolahmenengah umumnya saja hanya memiliki 20 orang murid (Schultz, 1976, h.302).Bandura mengambil gelar diplomanya dari University of British Columbia dan gelarkesarjanaan psikologinya dari University of Iowa. Di Iowa dia belajar bersama RobertSears, salah satu perintis teori belajar sosial lainnya. Pada 1953 Bandura bergabungdengan fakultas psikologi di Stanford dan berkarya di sana sampai dia pensiun. Dibidang psikologi, Bandura sudah membangun reputasi yang demikian tinggi sehinggapada tahun 1974 dia dipercaya menjabat presiden Asosiasi Psikologi Amerika (APA).Murid-muridnya sendiri menjuluki dia generalis modern, seorang pria denganpengetahuan sangat luas di banyak bidang ilmu.7Karya-karya Albert BanduraBuku-buku yang diterbitkan (Book Publications) adalah sebagai berikut:1. Bandura, A., & Walters, R. H. Adolescent aggression. New York: Ronald Press,1959.Translation: Polish.2. Bandura, A., & Walters, R. H. Social learning and personality development. NewYork: Holt, Rinehart & Winston, 1963. Translation: Spanish.3. Bandura, A. Principles of behavior modification. New York: Holt, Rinehart &Winston, 1969.Translations: Portuguese, Spanish.4. Bandura, A. (Ed.). Psychological modeling: Conflicting theories. Chicago: Aldine-Atherton Press, 1971. Translations: German, Japanese.5. Bandura, A. Aggression: social learning analysis. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1973.Translations: German, Russian.6. Bandura, A. Social learning theory. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1977.Translations: Chinese, French, German, Italian, Japanese, Russian, Spanish.7. Bandura, A. Social foundations of thought and action: A social cognitive theory.Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1986. Translations: Chinese, Russian, Spanish.8. Bandura, A. (Ed.).Self-efficacy in changing societies. New York: CambridgeUniversity Press, 1995. Translations: Italian, Japanese, Spanish, Korean.9. Bandura, A. Self-efficacy: The exercise of control. New York: Freeman,1997.Translations: Chinese, French, Italian, Korean.Sedangkan artikel yang diterbitkan (Article/Chapter Publications) ada banyaksekali mulai tahun 1953 sampai dengan tahun 2006, diantaranya sebagai berikut:7 William Crain, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi terj. Yudi Santoso (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2007), 302&http://des.emory.edu/mfp/bandurabio.html

Page 25: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 251. Bandura, A., & Benton, A. L. (1953). "Primary" and "secondary" suggestibility.Journal of Abnormal and Social Psychology, 43, 336-340.2. Bandura, A. (1954). The Rorschach white space response and "oppositional"behavior. Journal of Consulting Psychology, 18, 17-21.3. Bandura, A. (1956). Psychotherapists' anxiety level, self-insight, andpsychotherapeutic competence. Journal of Abnormal and Social Psychology, 52,333-337.4. Bandura, A. (1957). Review of case studies in childhood emotional disabilities (Vol.2) by G.Gardner. Contemporary Psychology, 2, 14-15.5. Bandura, A. (1958). Child-rearing patterns associated with adolescent aggressivedisorders. In Physical and behavioral growth. Columbus, OH: Ross Laboratories.6. Bandura, A., & Walters, R. H., (1959). Adolescent aggression. New York: RonaldPress. (Polish edition, Agresja w okresie dorastania, C. Czap'w, Trans., Pa'stwoweWydawnictwo Naukowe, Warszawa, 1968.)7. Bandura, A., Lipsher, D. H., & Miller, P. E. (1960). Psychotherapists' approach-avoidance reactions to patients' expression of hostility. Journal of ConsultingPsychology, 24, 1-8.(Reprinted in, A. P. Goldstein & S. J. Dean [Eds.], Theinvestigation of psychotherapy.New York: Wiley, 1966.)8. Bandura, A., & Walters, R. H. (1963). Social learning and personality development.New York: Holt, Rinehart & Winston. (Spanish edition, Aprendizaje social ydesarrollo de la personalidad, de Angel Rivière, Trans., Alianza Editorial, Madrid,1974.)9. Bandura, A. (1968). Imitation. In D. L. Sills (Ed.), International encyclopedia of thesocial sciences (Vol. 7). New York: Macmillan.10. Bandura, A. (2006). Autobiography. M. G. Lindzey & W. M. Runyan (Eds.) Ahistory of psychology in autobiography (Vol. IX). Washington, D.C.: AmericanPsychological Association.8

Pemikiran Albert BanduraTeori pembelajaran yang dikemukakan oleh Bandura disebut teoripembelajaran social-kognitif dan disebut pula sebagai teori pembelajaran melaluipeniruan. Teori Bandura berdasarkan pada tiga asumsi, yaitu:a. Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya,terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebutsebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperolehpenguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses8 http://www.des.emory.edu/mfp/BanduraCV.pdf

Page 26: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

26 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert Bandurapembelajaran menurut proses kognitif individu dan kecakapan dalam membuatkeputusan.b. Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaranterjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.c. Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yangdiwujudkan dalam perilaku sehari-hari.Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut sosialkognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalampembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungansosial. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudianditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka teori Banduraini disebut teori pembelajaran melalui peniruan. Perilaku individu terbentuk melaluipeniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu prosesbagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuaian dengankeadaan dirinya dan tujuannya.Proses pembelajaran menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen(unsur) yaitu perilaku model (contoh), pengaruh perilaku model, dan proses internalpelajar. Jadi individu melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilakumodel (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskanuntuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model ialah berbagaiperilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya(minat, pengalaman, cita-cita, tujuan dan sebagainya) maka perilaku itu akan ditiru.9Setiap proses belajar dalam hal ini belajar sosial terjadi dalam urutan tahapanperistiwa. Tahap-tahap ini berawal dari adanya peristiwa stimulus atau sajianperilaku model dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentusebagai hasil atau perolehan belajar seorang siswa. Tahap-tahap dalam proses belajartersebut adalah sebagai berikut:1. Tahap perhatian (attentional phase)Pada tahap pertama ini para siswa atau para peserta didik pada umumnyamemusatkan perhatian (sebab para siswa atau peserta didik tidak bisa mengimitasisebuah model tanpa memberikan perhatian yang cukup kepada model tersebut) padaobyek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannyadibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah mereka ketahui.Untuk menarik perhatian para peserta didik, guru dapat mengekspresikan suaradengan intonasi khas ketika menyajikan pokok materi atau bergaya dengan mimiktersendiri ketika menyajikan contoh perilaku tertentu.2. Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase)9 Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Bandung:Pustaka Bani Quraisy, 2004), 44.

Page 27: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 27Pada tahap kedua ini, informasi berupa materi dan contoh perilaku model ituditangkap, diproses dan disimpan dalam memori. Para peserta didik lazimnya akanlebih baik dalam menangkap dan menyimpan segala informasi yang disampaikanatau perilaku yang dicontohkan apabila disertai penyebutan atau penulisan nama,istilah, dan label yang jelas serta contoh perbuatan yang akurat.3. Tahap reproduksi (reproduction phase)Tahap ketiga ini, segala bayangan atau citra mental (imagery) atau kode-kodesimbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalammemori peserta didik itu diproduksi kembali. Untuk mengidentifikasi tingkatpenguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh mereka membuat ataumelakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan menggunakansarana post-test.4. Tahap motivasi (motivation phase)Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalahtahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement (penguatan)bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik. Pada tahap ini,guru dianjurkan untuk memberi pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada parapeserta didik yang berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada mereka yang belummenunjukkan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti pentingpenguasaan materi atau perilaku yang disajikan model (guru) bagi kehidupanmereka. Seiring dengan upaya ini, ada baiknya ditunjukkan pula bukti-bukti kerugianorang yang tidak menguasai materi atau perilaku tersebut.10Pendidikan, ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan), adalahupaya penumbuhkembangan sumber daya manusia melalui proses hubunganinterpersonal (hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam lingkunganmasyarakat yang terorganisasi, dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga.Berdasarkan hal ini, tentu tak mengherankan apabila seorang siswa seringmenggantungkan responnya terhadap pelajaran di kelas pada persepsinya terhadapguru pengajar dan teman-teman sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswaterhadap guru dan teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungansosial para siswa dengan lingkungan sosial kelasnya dan bahkan mungkin denganlingkungan sekolahnya.Selanjutnya pendidikan baik yang berlangsung secara formal di sekolah maupunyang berlangsung secara informal di lingkungan keluarga memiliki peranan pentingdalam mengembangkan psikososial siswa. Perkembangan psikososial siswa atausebut saja perkembangan sosial siswa adalah proses perkembangan kepribadiansiswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain.Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya.Perkembangan sosial, menurut Bruno (1987), merupakan proses pembentukan10 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar , 112-113.

Page 28: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

28 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert Bandurasocial-self (pribadi dalam masyarakat) yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsadan seterusnya.Seperti dalam proses-proses perkembangan sosial dan moral siswa juga selaluberkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosialsiswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial)siswa tersebut baik di lingkungan sekolah dan keluarga maupun di lingkungan yanglebih luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuansiswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moralagama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalammasyarakat siswa yang bersangkutan.Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka mazhab (aliran pemikiran) yangberhubungan dengan perkembangan sosial. Diantara ragam mazhab, perkembangansosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan ialah; aliran teori cognitivepsychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg dan aliran teorisocial learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H. Walters. Tokoh-tokohpsikologi tersebut telah banyak melakukan penelitian dan pengkajian perkembangansosial anak-anak usia sekolah dasar dan menengah dengan penekanan khusus padaperkembangan moralitas mereka. Maksudnya, setiap tahapan perkembangan sosialanak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baikdan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.11Teori pembelajaran sosial ini menekankan kepada proses bagaimana anak-anakbelajar norma-norma kemasyarakatan. Jika pesan yang disampaikan oleh ibu bapakdan agen-agen yang lain adalah positif dan jika anak-anak menerimanya dengan baik,sedangkan pengaruh lain adalah sama maka anak itu akan cenderung untukmembesar dengan nilai-nilai yang baik. Teori pembelajaran sosial melihat bagaimananorma-norma yang diterima masyarakat dipindahkan dalam lingkungan keluarga.Jika pengajaran ini lemah atau tidak dilakukan dengan berkesan, anak-anakcenderung untuk melakukan yang sebaliknya.12Pendidik menurut Albert BanduraPendidik disini disebut juga guru. Dalam teori yang dikemukakan Bandura ini,guru berperan sebagai model atau contoh bagi murid-muridnya. Sebagai model(contoh atau teladan) tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapatsorotan murid-muridnya atau peserta didik serta orang di sekitar lingkungannyayang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Yang disebut model sendiri adalahorang-orang yang perilakunya dipelajari atau ditiru orang lain. Peranan utama modeltersebut adalah untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu (pengamat).Peranan ini dapat dirinci menjadi tiga macam yaitu:1. Sebagai contoh untuk ditiru.11 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, 74-75.12http:// [email protected]

Page 29: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 292. Untuk memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada.3. Untuk memindahkan pola-pola perilaku yang baru.13Selain itu, model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikanrangsangan kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balasapabila terjadi hubungan atau keterkaitan antara rangsangan dengan dirinya sendiri.Dalam kaitan dengan pembelajaran, ada tiga macam model yaitu:1. Live model (model hidup)Adalah model yang berasal dari kehidupan nyata, misalnya perilaku orangtua di rumah, perilaku guru, teman sebaya atau perilaku yang dilihat sehari-hari dilingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang memperoleh informasi darihubungan sosial ini.2. Symbolic model (model simbolik)Adalah model-model yang berasal dari sesuatu perumpamaan atau gambarantingkah laku dalam pikiran. Misalnya, dari cerita dalam buku, radio, TV, film ataudari berbagai peristiwa lainnya. Dalam masyarakat dewasa ini, media masamerupakan sumber model-model tingkah laku. Dari media masa seseorangmemperoleh informasi tentang situasi sosial yang luas.3. Verbal description model (deskripsi verbal)Adalah model yang dinyatakan dalam suatu uraian verbal (kata-kata) ataumodel yang bukan berupa tingkah laku tetapi berwujud instruksi-instruksi.Misalnya, petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti resep yangmemberikan arahan bagaimana membuat suatu masakan.14Proses peniruan model ini akan dipengaruhi oleh faktor kualitas model itusendiri dan kualitas individu. Model-model yang akan ditiru ditentukan oleh tigafaktor yaitu:1. Ciri-ciri model yaitu model yang memiliki ciri-ciri yang bersesuaian denganindividu akan lebih mungkin ditiru dibanding dengan model yang kurangbersesuaian. Misalnya, pakaian baju kurung akan lebih banyak dijadikan modeloleh orang-orang Islam karena banyak bersesuaian, lagu-lagu popular lebihbanyak diminati oleh kaum remaja karena bersesuaian dengan ciri-ciri remaja.2. Nilai prestise dari pada model yaitu model yang memberikan prestise. Misalnya,para penyanyi, bintang film, pemimpin, orang terkenal, pahlawan, pakar, parajuara adalah tokoh-tokoh yang memiliki prestise tinggi sehingga akan lebihmungkin dijadikan sebagai model untuk ditiru. Meniru cara berpakaian sepertiLady Diana akan merasa lebih berprestise.3. Peringkat ganjaran intrinsik artinya kualitas rasa kepuasan yang diperoleh denganmeniru suatu model. Misalnya, nonton TV akan memberikan rasa kepuasan, di13 M. Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Terapan (Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 1990), 151.14 Ibid., 151-152.

Page 30: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

30 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert Bandurasamping dapat meniru model yang diberikan dalam acara TV. Artinya aktivitas itusendiri memberikan kepuasan bagi individu yang melakukan peniruan.Sedangkan dari faktor pribadi, peniruan banyak tergantung pada kualitasindividu. Individu yang kurang memiliki rasa percaya diri akan lebih banyakmelakukan peniruan, sedangkan individu yang memiliki rasa percaya diri akanmelakukan peniruan secara selektif.15Dalam kaitan dengan pengajaran di dalam kelas, guru hendaknya merupakantokoh perilaku bagi siswa-siswanya. Proses kognitif siswa hendaknya memberikandukungan bagi proses pembelajaran, dan guru membantu siswa dalammengembangkan perilaku pembelajaran. Guru hendaknya memperhatikankarakteristik siswa, terutama yang berkenaan dengan perbedaan individual,kesediaan, motivasi dan proses kognitifnya. Hal lain yang harus diperhatikan adalahkecakapan siswa dalam pembelajaran untuk belajar, dan penyelesaian masalah dalampengajaran. Proses pembelajaran hendaknya tidak terpisah dari lingkungan sosial,artinya apa yang dilakukan dalam pembelajaran dan pengajaran hendaknya memilikiketerkaitan dan padanan dengan kehidupan sosial yang nyata.16Peserta didik menurut Albert BanduraBelajar menurut Albert Bandura itu lebih dari sekedar adanya perubahan dalamtingkah laku yang diamati; belajar adalah pencapaian pengetahuan dan tingkah lakuyang dapat diamati yang berdasar pada pengetahuan tersebut.17 Dengan kata lainindividu menguasai lebih banyak dari sekedar yang diperlihatkan oleh perilakunya.Dalam proses ini seseorang belajar dengan cara memperhatikan model dan ia sebagaipengamat membayangkan seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami olehmodel tersebut (vicarious learning). Dengan kata lain anak didik di sini dikatakansebagai pengamat.Menurut Bandura ada lima hal yang dapat dipelajari seseorang melaluipengamatan terhadap model, yaitu sebagai berikut:1. Pengamat dapat mempelajari keterampilan kognitif, afektif, atau psikomotor yangbaru, dengan cara memperhatikan (attention) bagaimana orang tersebutmelakukan hal-hal tersebut.2. Pengamatan terhadap model dapat menguatkan atau melemahkan berbagaihalangan untuk pengamat melakukan perilaku yang sama. Dengan kata lain,pengamat belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Jika iamemperhatikan seorang model melakukan sesuatu perilaku, pengamat dapatmenentukan: a. apakah ia memiliki kemampuan untuk melakukan perilakutersebut, b. apakah model tersebut mendapat hadiah (reward) atau sanksi setelah15 Mohamad Surya, Psikologi, 45-46.16 Ibid., 46.17 M. Dimyati Mahmud, Psikologi, 122.

Page 31: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 31memperagakan perilaku tersebut, dan c. apakah pengamat akan mengalamikonsekuensi yang sama apabila ia memperagakan perilaku yang sama. Jikaseorang pengamat menentukan untuk tidak memperagakan suatu perilaku setelahmelihat seorang model menderita konsekuensi negatif setelah melakukan hal yangsama, maka dampak peniruan yang seperti ini disebut pencegahan (inhibition).Akan tetapi, dapat saja terjadi bahwa pengamat yang sama menjadi lebih beranimelakukan hal di atas setelah ia melihat model yang sama melakukan hal itu tanpamengalami konsekuensi yang tidak menyenagkan.3. Para model dapat pula bertindak sebagai penganjur umum (social prompts) ataupendorong bagi para pengamat. Dengan perkataan lain, para pengamat dapatbelajar apa keuntungan dari melakukan suatu perbuatan. Ini terutama untukperbuatan-perbuatan yang bermanfaat. Contohnya, untuk mendorong orang agarmau menjadi pengajar di SMP atau SMA terbuka, menjadi orang tua asuh,melakukan imunisasi untuk anaknya dan tetap berusaha agar anak tetapbersekolah, dapat menggunakan tokoh-tokoh yang disukai masyarakat untukberperan dalam siaran iklan televisi yang dipancarluaskan ke seluruh Indonesiayang menganjurkan orang untuk menjadi orang tua asuh, tenaga sukarela untukmengajar di SMP atau SMA terbuka, dan sebagainya.4. Dengan memperhatikan model, pengamat dapat belajar bagaimana memanfaatkanlingkungan sekitar serta benda-benda yang ada di dalamnya. Seseorang mungkintidak akan terpikir untuk memanfaatkan kertas bekas fotokopi yang salah satusisinya masih kosong untuk menulis atau menggambar sampai ia melihat seorangmodel melakukannya.5. Melihat model mengekspresikan reaksi-reaksi emosional dapat membangkitkanrangsangan pengamat untuk mengekspresikan reaksi emosional yang sama. Anak-anak umumnya akan menunjukkan keriangan saat mereka melihat anak-anak lainceria, dan menunjukkan kemurungan saat melihat orang lain murung.18Sedangkan pilihan untuk meniru atau tidak meniru suatu perilaku yangdiperagakan oleh model sering tergantung pada apakah pengamat melihat sangmodel mendapat reinforcement berupa reward, punishment, motivation, emotionsetelah memperagakan suatu model1. Vicarious Reinforcement (Reward)Hasil riset menunjukkan bahwa dampak pemodelan yang mendapat penguatanberupa reward ternyata lebih efektif dari pada sekedar modeling saja tanpa suatupenghargaan apa pun. Efek dari Vicarious Reinforcement ini sangat memainkanperanan penting pada situasi-situasi di mana cukup sulit untuk menilai kualitas darisuatu perilaku. Walaupun demikian, hal ini tergantung pada seberapa besarpengamat menghargai penguatan tersebut. Perilaku yang melibatkan usaha keras18 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 195-196.

Page 32: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

32 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert Banduracenderung akan ditiru apabila pengamat melihat sang model mendapatkanpenguatan untuk memantapkan perilaku yang dicontohkan.2. Vicarious PunishmentApabila para model melakukan tindakan yang berkonsekuensi negatif makakecenderungan pengamat akan berkurang perhatiannya. Hal ini ditegaskan olehBandura bahwa: apabila pengamat melihat perilaku yang menghasilkan hukumanmaka kecil kemungkinannya perilaku tersebut ditiru dibandingkan jika merekamelihat perilaku yang mendapat penghargaan. Karena itu, para murid sebaiknyadiajarkan mengenai larangan yang harus dipatuhi dengan cara menunjukkankonsekuensi negatif apabila larangan tersebut dilanggar. Penting untuk diperhatikanapabila ada tindakan terlarang dilanggar, sebaiknya tidak dibiarkan tanpakonsekuensi hukuman karena hal tersebut dapat menimbulkan disinhibition yangakan ditirunya dengan melakukan tindakan pelanggaran tersebut oleh siswa lain.3. Vicarious MotivationDalam pengamatan terhadap model, pengamat tidak hanya mendapat informasidari perilaku yang diamati, tetapi juga dapat memotivasi mereka jika konsekuensiperilaku tersebut mempunyai nilai khusus yang berharga bagi diri pengamat. Jadi,suatu perilaku model yang diamati dan menghasilkan nilai yang berharga makapengamat akan termotivasi untuk meniru perilaku tersebut. Dalam hal ini, Banduramemberikan keterangan bahwa di dalam kelas dengan memperhatikan seorangmodel yang melakukan usaha belajar keras yang terus-menerus dan akhirnyamendapatkan hasil prestasi yang baik, maka akan memotivasi pada diri pengamatakan manfaat dari sebuah ketekunan dalam belajar.4. Vicarious EmotionBanyak emosi yang didapat melalui pengamatan terhadap model. Pengamatdapat terangsang dan kemudian mengomunikasikan perasaan tersebut melalui suara,posisi tubuh atau kinesik, ekspresi raut wajah sebagai perilaku tambahan dari apayang mereka katakana. Hal ini merupakan pengalaman langsung dari hasilpengamatan sehingga menimbulkan emosi yang sama seperti yang ditunjukkan olehmodel.5. Atribut ModelUntuk menjadi model memerlukan konsekuensi yang dapat diterima olehpengamat, hal ini menyangkut karakteristik atau atribut dari orang yang dapatdijadikan model. Makin mirip karakteristik seorang model dengan para pengamatnya,makin besar kemungkinan bahwa tindakannya akan memberikan hasil untuk ditiruatau dilakukan oleh pengamat. Akan tetapi, apabila model memiliki status,kompetensi, dan kekuasaan yang lebih tinggi dari pengamat akan memberikan hasilpeniruan yang kurang. Mengapa ini tampak seperti suatu kontradiksi? Jawabannyaadalah bahwa karakteristik seorang model perlu dipertimbangkan, karena hal iniakan menimbulkan pengaruh yang lebih besar jika perilaku tersebut ditiru. Dalam hal

Page 33: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 33ini, nilai fungsional berdasarkan penampilan fisik dan kemampuan model, akanmenyebabkan pengamat meniru, mencontoh dari perilaku sang model tersebut.19Lingkungan menurut Albert BanduraBelajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikatantara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku. Tingkah laku sebagaiinteraksi timbal balik yang terus menerus antara seseorang dan lingkungan.Pengaruh yang relatif dari setiap faktor bervariasi dalam situasi yang berbeda untuktingkah laku tertentu, oleh karena itu dalam beberapa situasi faktor lingkungan lebihmempengaruhi, padahal dalam situasi lain seseorang mengatur kejadian-kejadianlingkungan.20 Dalam proses pembelajarannya, teori belajar sosial ini, melibatkanlingkungan sosial artinya apa yang dilakukan dalam pembelajaran dan pengajaranhendaknya memiliki keterkaitan dan padanan dengan kehidupan sosial yang nyata.Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalamseting yang alami/ lingkungan sebenarnya.21Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Sosial dan Moral menurut AlbertBanduraPada dasarnya perilaku seseorang bersandar pada ukuran-ukuran moral yangdia yakini (Albert Bandura, 2003). Menurut Bandura, seseorang tidak merasa nyamanjika perbuatan yang dilakukannya menyalahi atau melanggar nilai-nilai kebaikanyang diyakininya. Perasaan tidak nyaman tersebut mencegah seseorang dariperbuatan yang diyakininya tidak baik.22Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral.Menurut Bandura seperti yang dikutip Barlow (1985), sebagian besar dari yangdipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku(modeling). Dalam hal ini seorang siswa yang belajar mengubah perilakunya sendirimelalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau meresponsebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respon-respon barudengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guruatau orang tuanya.23Prosedur –prosedur belajar sosial dan moral menurut teori belajar sosial ini adadua yaitu:1. Conditioning (pembiasaan merespon)19 Ibid., 199-200.20 Abu Ahmadi. Psikologi Sosial (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), 301.21 http://aderusliana-teori-belajar.html22 http://cfmmi-terorisme-dan-persepsi-lama-barat/06082007.html23 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 36-37.

Page 34: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

34 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert BanduraMenurut prinsip-prinsip kondisioning, prosedur belajar dalam mengembangkanperilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalammengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran ataumemberi hadiah atau mengganjar) dan punishment (hukuman atau memberihukuman). Dasar pemikirannya ialah sekali seorang siswa mempelajari perbedaanantara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment), ia senantiasa berpikir danmemutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia perbuat.Sehubungan dengan hal di atas, komentar-komentar yang disampaikan orangtua atau guru ketika mengganjar atau menghukum siswa merupakan faktor yangpenting untuk proses internalisasi atau penghayatan siswa tersebut terhadap moralstandars (patokan-patokan moral). Orang tua dan guru dalam hal ini sangatdiharapkan memberi penjelasan agar siswa tersebut benar-benar paham mengenaijenis perilaku mana yang menghasilkan ganjaran dan jenis perilaku mana yangmenghasilkan sanksi.Reaksi-reaksi seorang siswa terhadap stimulus yang ia pelajari adalah hasil dariadanya pembiasaan merespons sesuai dengan kebutuhan. Melalui proses pembiasaanmerespons (conditioning) ini, ia juga menemukan pemahaman bahwa ia dapatmenghindari hukuman dengan memohon maaf yang sebaik-baiknya agar kelakterhindar dari sanksi.2. Imitation (peniruan)Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian yang integral denganprosedur-prosedur belajar menurut teori social learning, ialah proses imitasi ataupeniruan. Dalam hal ini, orang tua atau guru seyogyanya memainkan peran pentingsebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial danmoral bagi siswa.Sebagai contoh, mula-mula seorang siswa mengamati model gurunya sendiriyang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpamanya menerima seorang tamu.Lalu, perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah tamah, dan seterusnyayang dilakukan model itu diserap oleh memori siswa tersebut. Diharapkan, cepat ataulambat siswa tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yangdicontohkan oleh modelnya itu.Kualitas kemampuan siswa dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatanterhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinyamengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilakuyang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut jugabergantung pada persepsi siswa terhadap “siapa” yang menjadi model. Maksudnya,semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasiperilaku sosial dan moral siswa tersebut.

Page 35: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 35

SimpulanMenurut Albert Bandura, proses perkembangan sosial dan moral siswa selaluberkaitan dengan proses belajar karena menentukan kemampuan siswa dalambersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moraltradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat.Teori pembelajaran ini disebut teori pembelajaran social-kognitif atau teoripembelajaran melalui peniruan. Teori ini berdasarkan pada tiga asumsi, yaitu:a. Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungansekitarnya, terutama perilaku-perilaku orang lain.b. Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya.Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan,perilaku dan faktor-faktor pribadi.c. Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yangdiwujudkan dalam perilaku sehari-hari.Secara garis besar, ada tiga hal yang menjadi pemikiran Albert Banduraberkenaan dengan pendidikan moral, yaitu:a. Albert Bandura memandang pendidik sebagai model atau teladan yang baiksebab anak selalu meniru apa yang dilakukan oleh model. Sedangkan pesertadidik merupakan subyek pendidikan yang selalu memperhatikan model (lebihcenderung sebagai pengamat).b. Tentang lingkungan, bahwa lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat)mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan moral siswa baik secaralangsung maupun tidak langsung.c. Terdapat dua metode dalam pendidikan moral, yaitu conditioning (pembiasaanmerespon) dan imitation (peniruan). Hal ini berarti membiasakan suatu perilakudengan menunjukkan mana perilaku yang mendapat rewards (hadiah) dan manayang mendapatkan punishment (hukuman) sehingga nantinya perilaku tersebutakan ditirunya. Dengan kata lain, seorang anak itu meniru suatu tindakan yangdilakukan oleh seseorang yang ada di sekitarnya apakah perilaku itu mendapathadiah atau mendapat hukuman.Daftar PustakaAbror, Abdul Rahman, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,1993.Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.Crain, William, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi, terj. Yudi Santoso,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.Hajar, Ibnu, Pendekatan Holistik Dalam Pendidikan Islam: dalam paradigma

Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Page 36: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

36 | Pemikiran Pendidikan Moral Albert BanduraMahmud, M. Dimyati, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Terapan,Yogyakarta:BPFE Yogyakarta, 1990.Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 1995.Raharjo, Mudjia (ed), Qua Vadis Pendidikan Islam, Malang: Cendekia Paramulya, 2002.Soepono, Pendidikan Agama dan Pengembangan Etika Sosial: Sebuah Upaya untukEfektifitas Pendidikan Budi Pekerti, dalam Cendekia: jurnal kependidikan dankemasyarakatan Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2006.Surya, Mohamad, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Pustaka BaniQuraisy, 2004.Uno, Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT. BumiAksara, 2006.http:// [email protected]://aderusliana-teori-belajar.htmlhttp://cfmmi-terorisme-dan-persepsi-lama-barat/06082007.htmlhttp://des.emory.edu/mfp/bandurabio.htmlhttp://www.des.emory.edu/mfp/BanduraCV.pdf

Page 37: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

37

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIFBERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN

KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASAINDONESIA DI SD MUHAMMADIYAH 4

PUCANG SURABAYA

Nadhifah1AbstrakUpaya implementasi strategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalampembelajaran bahasa Indonesia di SD diperlukan persiapan yang optimal sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Strategi pembelajaranaktif yang kemudian diaplikasikan dalam TIK diperlukan penelitian mendalamyang menerapkan strategi tersebut yakni di SD Muhammadiyah 4 PucangSurabaya.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi strategipembelajaran aktif berbasis TIK dalam perencanaan, pelaksanaan, danpengevaluasian dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD, serta bagaimanakekuatan dan kelemahan implementasi tersebut. Untuk memperoleh jawabantersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisisdeskriptif. Teknik pengumpulan data, diperoleh melalui observasi partisipasi,analisis dokumen, wawancara mendalam, dan kuesioner. Analisis data dilakukandengan koleksi data, reduksi data, trianggulasi data, dan penyajian data.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi strategi pembelajaranaktif berbasis TIK dalam perencanan dan pelaksanaan pembelajaran bahasaIndonesia di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya terealisasi dengan baikkarena kesesuaian pelaksanan pembelajaran terhadap perencanaanpembelajarannya. Sedangkan dalam pengevaluasian pembelajaran terdapatkesenjangan dengan perencanaan yang tidak mengevaluasi proses belajar siswayang terdapat dalam perencanaan pembelajaran. Kekuatan pembelajaran inisemua aspek mendukung pembelajaran dari silabus, RPP, sumber belajar, danpelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Sedangkan kelemahan terdapat padapengevaluasian yang kurang optimal dalam penilaian hasil dan tidak dilakukanremidi bagi siswa yang belum mencapai nilai minimal belajar. Selain penilaian,kelemahan terdapat pada pengolahan waktu pada RPP dan keterbatasan waktupenggunaan laboratorium komputer pada materi selain TIK.Kata kunci: Strategi Pembelajaran Aktif, Berbasis Teknologi Informasi dan

Komunikasi, Pembelajaran Bahasa Indonesia.

1 Dosen Tetap STITNU Al Hikmah Mojokerto

Page 38: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

38 | Implementasi Strategi Pembelajaran AktifPendahuluanPerkembangan kurikulum pada saat ini merupakan perwujudan sistempendidikan yang lebih berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang lebih baik.Sistem pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan, membentukwatak, dan meningkatkan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional secara umum adalahmengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Berdasarkan tujuan itu para pendidik mendapatkan amanat untuk mengembangkankemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan dalam seluruh aspek kehidupannya,yaitu aspek pengetahuan (kognitif) yang meliputi berilmu dan cakap; aspekketerampilan (psikomotor) yaitu kreatif; dan aspek sikap (afektif) yang meliputiberiman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, dan demokratis.2Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan proses pembelajaranyang inovatif dan kreatif. Seiring perkembangan kurikulum dan kemajuan teknologiinformasi dan komunikasi (TIK) yang pesat maka mengimplikasikan pengajar sebagaiperancang, pengembang, dan pelaksana kurikulum yang dituntut memilikikemampuan yang tinggi untuk selalu melaksanakan proses pembelajaran sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu pengajarmemerlukan dukungan produk TIK seperti komputer, jaringan internet, multimediadengan berbagai jenis programnya, dan peralatan pendukung yang lain.Tujuan utama pembelajaran bahasa adalah untuk mempersiapkan peserta didikberinteraksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapatbermakna bagi peserta didik dan dapat mencapai kompetensi dasar tertentu,pengajar dituntut memiliki kemampuan atau kecakapan dalam menjalankanprofesionalismenya. Disamping memiliki kemampuan penguasaan keilmuan,pengajar juga dituntut memiliki kemampuan dan penguasaan memilih danmenerapkan strategi pembelajaran yang terdiri atas pendekatan, metode, dan tekniksecara baik.Pembelajaran bahasa diperlukan strategi yang tepat agar tujuan dankompetensi tertentu dapat tercapai. Tidak semua strategi cocok digunakan untukmencapai tujuan tersebut. Strategi itu harus dipilih dengan cermat. Strategi yangdipilih adalah strategi yang bisa memberikan peluang besar bagi peserta didik untukterlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.Strategi pembelajaran bahasa Indonesia adalah tindakan pengajarmelaksanakan rencana mengajar bahasa Indonesia. Artinya, usaha pengajar dalammenggunakan beberapa variabel pengajaran bahasa Indonesia, seperti tujuan, bahan,metode dan alat, serta evaluasi agar dapat mempengaruhi peserta didik mencapaitujuan yang telah ditetapkan.2Munir, Kurikulum Berbasis TIK (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 2.

Page 39: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 39Strategi yang semakin popular dalam pembelajaran adalah strategipembelajaran aktif (active learning). Strategi ini memerlukan keterlibatan mental dankerja siswa sendiri. Siswa harus banyak menggunakan otak, mengkaji gagasan,memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalampembelajaran siswa merasa senang, bersemangat, dan penuh gairah. Siswa bahkansering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa, dan berfikir keras.3Strategi pembelajaran aktif dengan mengaplikasikan TIK dalam pembelajaranbahasa Indonesia menjadi solusi dalam mengahadapi era glabal ini. Perwujudanstrategi pembelajaran aktif berbasis TIK yang diterapkan di SD Muhammadiyah 4Pucang Surabaya mempersiapkan generasi aktif dan kreatif. Dalam pembelajaranberbasis TIK, komunikasi berperan dalam pendidikan. Agar komunikasi guru dansiswa berlangsung baik serta informasi yang disampaikan guru dapat diterima siswa,guru dapat menggunakan media pembelajaran. Komunikasi ini dapat dilihat dalammodel komunikasi yang dikemukakan Bario. Komunikasi informasi berfungsipersuasif, rekreatif, dan edukatif. Komunikasi berfungsi edukatif jika merupakanusaha sadar yang disiapkan secara terencana, terkendali, dan terevaluasi oleh orangdewasa untuk mengubah perilaku individu menuju kemandirian yang matang dankedewasaan berkomunikasi. Bentuk-bentuk ini menunjukkan komunikasi dapatbersifat abstrak atau kongkrit tergantung pada media yang digunakan. Dalamhubungan ini Edgar Dale berpendapat bahwa efektifitas komunikasi itu banyakditentukan oleh faktor ini.4Untuk mendukung proses integrasi TIK di dalam pembelajaran, makamanajemen sekolah, guru, dan siswa harus memahami 9 (sembilan) prinsip integrasiTIK dalam pembelajaran, antara lain: aktif ialah memungkinkan siswa dapat terlibataktif dengan proses belajar yang menarik dan bermakna; konstruktif ialahmemungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yangtelah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keingintahuan dan keraguanyang selama ini ada dalam benaknya; kolaboratif ialah memungkinkan siswa dalamsuatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran, ataupengalaman, menasehati, dan memberi masukan untuk sesama anggotakelompoknya; dan antusias ialah memungkinkan siswa dapat secara aktif danantusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan; dialogis ialahmemungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dandialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baikdi dalam maupun luar sekolah; kontekstual ialah memungkinkan situasi belajardiarahkan pada proses belajar yang bermakna; reflektif ialah memungkinkan siswadapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telahdipelajari sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri; multisensory ialahmemungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajarseperti audio, visual, dan kinestetik; dan high order thinking skills training ialah3Melvin L. Silberman, Actif Learning: 101 Cara Siswa Belajar Aktif (Bandung: Nusamedia, 2009), hlm.9.4Fatah Syukri, Teknologi Pendidikan (Semarang: Rasail Media Group, 2008), hlm. 5.

Page 40: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

40 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktifmemungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti pemecahanmasalah dan pengambilan keputusan.Dalam hal ini untuk mengetahui seberapa jauh implementasi strategipembelajaran aktif berbasis TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SDMuhammadiyah 4 Pucang Surabaya perlu dilakukan studi tersendiri melaluipenelitian.Tujuan umum penelitian ini ialah memaparkan dan menjelaskan implementasistrategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SDMuhammadiyah 4 Pucang Surabaya. Tujuan umum itu dirinci menjadi tujuan-tujuankhusus antara lain: 1) untuk mengetahui implementasi strategi pembelajaran aktifberbasis TIK dalam perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SDMuhammadiyah 4 Pucang Surabaya; 2) untuk mengetahui implementasi strategipembelajaran aktif berbasis TIK dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesiadi SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya; 3) untuk mengetahui implementasistrategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalam pengevaluasian pembelajaran bahasaIndonesia di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya; 4) untuk mengetahui kekuatandan kelemahan implementasi strategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalampembelajaran bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya.MetodePenelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisisdeskriptif. Analisis ini berarti suatu prosedur penelitian yang menghasilkan datadeskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yangdapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secaraholistik (utuh).5Kedudukan peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan yaknipeneliti sebagai alat pengumpul data dengan menunjukkan sikap kealamian padasetiap aktivitas pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 5A SD Muhammadiyah 4Pucang Surabaya.Jenis data penelitian ini antara lain: data yang berbentuk silabus pembelajaran,uraian guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, buku penunjangpembelajaran, perangkat lunak media pembelajaran, dan jawaban dalam wawancara;data yang berbentuk catatan atau isian pada lembar observasi mengenai aktivitasguru dan siswa; data yang berbentuk instrumen evaluasi pembelajaran, daftar nilai,dan catatan hasil observasi; data yang berbentuk silabus pembelajaran, uraian gurudalam rencana pelaksanaan pembelajaran, buku penunjang pembelajaran, perangkatlunak media pembelajaran; data yang berbentuk catatan atau isian pada lembarobservasi; jawaban dalam wawancara dari guru pembelajaran Bahasa Indonesia kelas5A; dan catatan atau isian pada lembar respon mengenai penilaian dan tanggapan5Lexy. J. Moloeng, Metodologi penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 3.

Page 41: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 41siswa terhadap pelaksanaan strategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalampembelajaran bahasa Indonesia.Subjek penelitian ini adalah guru pembelajaran bahasa Indonesia kelas 5A danseluruh siswa kelas 5A di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodedokumentasi, observasi, wawancara, dan kuesioner yang dari kesemuanya itu salingberkaitan.Teknik analisis data ini dilakukan pada setiap data masalah penelitian dimulaiketika peneliti yang sebagai key instrumen terjun ke lapangan. Dalam hal ini teknikanalisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif. Teknik ini diterapkan melaluitiga alur, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.Dalam penelitian kualitatif ini pengecekan keabsahan data diperlukan teknikpemeriksaan, antara lain: objektivitas/konfirmabilitas; kesahihaninternal/kredibilitas; kesahihan eksternal/transperabilitas; dan keterandalan/defendabilitas.6Hasil dan PembahasanHasil Persiapan yang dibuat guru dalam perencanaan pembelajaran bahasa Indonesiakelas 5 A SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya terdiri atas silabus dan RPP.Pengembangan silabus dilakukan guru mata pelajaran secara mandiri denganmempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, siswa, dan sekolah.Pada penelitian ini, pembelajaran bahasa Indonesia kelas lima pada SK Menulis:mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalambentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis, dan pada KD menulis suratundangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll.) dengankalimat efektif dan memerhatikan penggunaan ejaan. Maka, dalam silabus dijabarkantiga indikator pembelajaran bahasa Indonesia kelas 5 SD Muhammadiyah 4 PucangSurabaya pada KD menulis surat undangan sebagai berikut.a. Siswa dapat menyebutkan perbedaan unsur-unsur surat undangan resmi danpribadi.b. Siswa dapat menulis surat undangan resmi dan pribadi.c. Siswa dapat menggunakan kalimat efektif dan ejaan yang tepat dalam suratundangan resmi dan pribadi.7Dari klasifikasi di depan, pengembangan indikator dapat mengakomodasikankompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK-KD. Ranah kognitif lebih menonjol6Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: GP Press, 2009), hlm. 162.7Dokumen, Silabus Bahasa Indonesia, Surabaya: SD Muhammadiyah 4 Pucang, 2009.

Page 42: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

42 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktifdari pada ranah afektif dan psikomotorik, maka indikator yang dirumuskan berfungsiuntuk mencapai kemampuan keterampilan kognitif.Identifikasi materi pembelajaran disebutkan dalam silabus sebagai berikut.a. Pengertian surat undangan resmi dan pribadi.b. Unsur-unsur surat undangan resmi dan pribadi.c. Contoh-contoh surat undangan resmi dan surat pribadi.8Dari tiga materi pembelajaran di depan, terdapat relevansi materi denganindikator, SK-KD; struktur keilmuan; kedalaman dan keluasan materi; dan relevansikebutuhan siswa dan tuntutan lingkungan.Kegiatan pembelajaran yang termuat dalam silabus sebagai berikut.a. Menentukan topik kegiatan yang memerlukan surat undangan.b. Mendiskusikan perbedaan unsur-unsur surat undangan resmi dan pribadi.a. Menulis surat undangan resmi dan pribadi dengan kalimat efektif danmemerhatikan penggunaan ejaan.Pengalaman belajar di depan dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajarandisusun secara berurutan sesuai indikator pembelajaran dan difokuskan padakeaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara individu atau kelompok.Kegiatan penilaian dalam silabus terdapat tiga komponen antara teknik, bentuk,dan contoh instrumen tersusun secara sistematis dan berkaitan. Dengan berdasarkanindikator pembelajaran, penilaian pencapaian KD siswa dapat dilakukan.Alokasi waktu pembelajaran yang dibutuhkan dalam KD menulis suratundangan adalah dua kali pertemuan atau empat jam pelajaran dikalikan 35 menit.Berdasarkan perhitungan, alokasi waktu dalam silabus pada KD menulis suratundangan tidak setara karena alokasi dalam silabus berjumlah 4 jam pelajaransedangkan menurut perhitungan adalah 6 jam pelajaran. Menurut Bu Ika Lukita,pembelajaran menulis surat undangan cukup dibutuhkan 4 jam pelajaran karenamelihat kebutuhan waktu pembelajaran pada KD yang lain. Selain itu, penjabaranmateri pelajaran dalam buku paket terbitan yudistira lebih banyak dari pada jumlahKD yang ada yakni terdapat 25 sub bab. Hal ini, tidak tertutup kemungkinankebutuhan waktu pembelajaran dengan jumlah pertemuan yang lebih kecil, karenabisa dilihat faktor tingkat kerumitan dan keluasan materi.9Sumber belajar yang digunakan berupa buku paket pembelajaran bahasaIndonesia yang ditulis oleh tim bina bahasa diterbitkan Yudistira di Bogor pada bulanDesember 2007 dan data internet. Bu Ika Lukita menilai buku ini sesuai dengan SK-KD KTSP dan materi pembelajaran, sedangkan data dari internet berupa contoh-contoh surat digunakan untuk menunjang sumber belajar yang bisa diakses secaralangsung di kelas dengan sistem wifi.108Ibid.9Ika Lukita, Wawancara, Surabaya, 12 Januari 201010Ibid.

Page 43: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 43Penyusunan RPP sebagai perencanaan pembelajaran bahasa Indonesiamerupakan pengembangan silabus di depan. RPP merupakan pegangan guru dalampelaksanaan pembelajaran yang secara rinci memuat hal-hal yang langsung berkaitandengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu KD.Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP memuat unsur-unsurkegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pembelajaranmenulis surat undangan terdiri atas dua pertemuan.Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dua pertemuan.Pertemuan pertama, guru masuk kelas dengan mengucapkan salam. Untuk memulaipelajaran guru mengabsen siswa dan bertanya siapa yang tidak hadir. Pembelajarandilanjutkan dengan mempersiapkan media pembelajaran berupa LCD dan laptop.Tanpa disuruh, beberapa siswa putra maju membantu guru menyalakan LCD. Setelahmedia siap dipakai, guru membuka file materi pelajaran. Siswa terlihat senang karenamateri disajikan lebih menarik. Pada halaman pertama materi, guru bertanya kepadasiswa sekilas topik kegiatan yang memerlukan surat undangan. “Anak-anak,pernahkah kalian menerima surat undangan dari teman atau sahabat kalian?” Tanyaguru. Siswa menjawab “Ya, Bu”. Guru melanjutkan pertanyaan berikutnya “Apa acaradalam surat undangan yang kalian terima?”. “Ulang tahun, hitan, tasyakuran, kegiatanpramuka, dan mengikuti perlombaan”, seru siswa. “Apa lagi anak-anak?”, Tanya guru.Siswa diam sebentar dan beberapa siswa membuka buku. Sahut seorang siswa, “Suratrapat dinas, Bu”. “Bagus…, kalian sudah bisa menyebutkan topik kegiatan dalam suratundangan”, guru berkata sambil mengacung jempol.Kegiatan berlanjut pada pembagian kelompok. Guru menjelaskan kegiatanbelajar secara kelompok dengan berdiskusi. Guru membagi kelompok berdasarkankelompok heterogen. Setiap siswa mengucapkan bilangan satu sampai sepuluh. Siswayang mengucapkan bilangan satu berkumpul dengan siwa yang juga mengucapkanangka satu, dan seterusnya. Siswa mengatur tempat duduk dalam satu meja dengandua kursi. Mereka duduk berhadap-hadapan. Setelah semua siap pada setiapkelompok duduknya. Guru membuka file dan menyuruh siswa untuk mengamati duabentuk surat. Guru berkata, “Anak-anak, sebutkan perbedaan unsur-unsur surat dilayar berikut!”. Setiap kelompok menyiapkan kertas, memberi nama kelompok, danmember tempat jawaban. Saat diskusi, siswa mengamati antara surat yang di layardan di buku paket, ada juga yang berbicara serius dengan anggota kelompoknya,bertanya kepada guru tentang format penulisan, bertanya kepada kelompok lain,mengungkapkan temuan, melengkapi jawaban kelompok, dan memperhatikan temanlain yang sedang menulis jawaban. Tidak lama kemudian setelah dua puluh menit,guru memberi tanda bahwa waktu diskusi telah selesai. Siswa bergegasmengumpulkan dan ada siswa sedikit terlambat untuk mengumpulkan, guru punmenunggu. Setelah jawaban terkumpul, guru mengamati jawaban siswa. “Anak-anak,ada perbedaan surat yang termuat dalam dua surat undangan ini. Jangan dilihat dariperbedaan format penulisan atau kreatifitas layout, tetapi perhatikan unsur-unsursuratnya” kata guru. Kemudian guru mengajak siswa untuk menjawab bersamadengan menulis di papan tulis dengan membuat pemetaan. Siswa pun memahami

Page 44: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

44 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktifpenjelasan guru. Guru membuka halaman file berikutnya, dilanjutkan penjelasanmengenai pengertian surat, jenis surat undangan, dan contoh-contoh surat undangan.Sebagai penutup pertemuan pertama pembelajaran bahasa Indonesia, gurumembuka pertanyaan dan jawaban dari siswa. “Anak-anak, Apa pengertian suratundangan?, Berapa macam pembagian surat undangan, sebutkan!, sebutkan pulaunsur-unsurnya!”, Tanya guru. Semua siswa menjawan pertanyaan guru denganserentak. Pada akhir kegiatan, guru menyuruh siswa untuk menulis surat undanganresmi di rumah diketik dengan komputer.Kegiatan pertemuan kedua, guru mengajak siswa untuk belajar di laboratoriumkomputer. Guru membuka pembelajaran dengan salam. Dilanjutkan denganmembuka pertanyaan dan jawaban tentang materi pertemuan pertama. “Anak-anak,masih ingat materi kemarin tentang menulis surat undangan?”. “Masih, Bu”, jawabsiswa serentak. “Bagus, anak-anak. apa pengertian surat undangan?, Berapa macampembagian surat undangan, sebutkan!, sebutkan pula unsur-unsurnya!”, Tanya guru.Pada pertemuan ini siswa sedikit diam dan ada beberapa siswa yang mengangkattangan. Guru menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaannya. Jawaban siswa tidaklangsung diterima guru, akan tetapi ditanyakan lagi kepada siswa yang lain.Pada langkah berikutnya guru menjelaskan langkah langkah pengerjaan tugasmenulis surat pribadi menggunakan komputer. Guru memberikan kebebasan siswaduduk dengan teman yang mereka inginkan. Guru menjelaskan waktu menulis suratselama 30 menit. Saat siswa sudah siap dengan teman duduknya dengan satukomputer, guru melanjutkan membuka file soal yang harus dikerjakan. Gurumemberikan kebebasan kreatifitas siswa dalam penulisan. Selama siswamengerjakan, guru memperhatikan dan mengelilingi siswa dengan sedikit membantupemakaian komputer. Selama pembelajaran, siswa terlihat tekun dan konsentrasimenulis di komputer. Sedikit siswa bertanya tentang topik kegiatan surat dankesulitan yang dialami ketika menggunakan microsoft office word. Waktu menulissurat hampir selesai, guru memberikan kesempatan untuk menyelesaikanpengetikan. Untuk mengumpulkan tugas, guru memandu siswa untuk mengirim tugasdi computer induk guru. Setelah semua tugas terkumpul, guru dan siswa mengoreksisebagian hasil karya mereka dengan melihat unsur-unsur suratnya, kreatifitas layout,dan topik surat. Waktu pun habis. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam.Instrumen pengevaluasian yang dilakukan guru terhadap hasil kerja siswa padakompetensi menulis surat undangan resmi dan pribadi (terdapat dua macam suratundangan). Bentuk tes evaluasinya berupa tes tertulis uraianyang terdiri atas tigasoal. Soal pertama berhubungan dengan membandingkan unsure-unsur surat, soalkedua menulis surat resmi, dan soal kedua berhubungan dengan menulis suratpribadi dengan menggunakan kalimat efektif dan ejaan yang tepat dalam penulisan.Rumusan pengevaluasian kompetensi menulis surat undangan resmi danpribadi disesuaikan indikator pembelajaran yakni dari indikator kedua yakni siswadapat menulis surat undangan resmi dan pribadi dan indikator ketiga yakni siswa

Page 45: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 45dapat menggunakan kalimat efektif dan ejaan yang tepat dalam surat undangan resmidan pribadi.Terdapat kesenjangan dalam pengevaluasian yang tidak terlaksana padapengevaluasian proses. Pengevaluasian proses tidak diperhatikan pada waktu diskusisiswa pada pertemuan pertama dan kedua ketika dalam kelompok berpasangan. Halini, tidak sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang sudah disiapkan terhadappelaksanaan pembelajaran. Penilaian proses merupakan factor yang paling dominanuntuk menilai keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan pengefaluasianpembelajaran itu sendiri.Ciri-ciri jawaban yang digunakan untuk mengevaluasi hasil menulis siswadengan menggunakan rambu-rambu jawaban, deskriptor, dan skor. Rambu-rambujawaban pertama yakni bentuk surat yang kreatif memuat empat macam kreatifitassurat yakni topik surat, kesesuaian unsur-unsur surat, ide yang kreatif, dan kreatifitasbentuk layout surat. Dari rambu-rambu yang pertama ini terdapat tiga descriptoryakni kesesuaian antara tema, unsur-unsur surat, ide, dan layout dengan skor 2;kurang sesuai antara tema, unsur-unsur surat, ide, dan layout dengan skor 1; dantidak ada kesesuaian antara tema, unsur-unsur surat, ide, dan layout dengan skor 0.Rambu-rambu kedua yakni penggunaan kalimat efektif dan ejaan yang tepat dalamsurat pribadi dengan tiga macam deskriptor yakni penggunaan kalimat efektif danejaan yang tepat dengan skor 2; penggunaan kalimat efektif dan ejaan yang kurangtepat dengan skor 1; dan penggunaan kalimat efektif dan ejaan yang salah denganskor 0.Pencapaian hasil belajar siswa yang harus dipeoleh pada pembelajaran bahasaIndonesia kelas 5 di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya adalah 7 yang berartisiswa yang memperoleh nilai di bawah tujuh adalah tidak lulus dan siswa yangmemperoleh nilai tujuh ke atas adalah lulus. Pada tes tertulis pada kompetensimenulis surat undangan pribadi dari table di depan diketahui siswa yang lulusberjumlah 34 siswa dan siswa yang tidak lulus berjumlah 6 siswa.Selama pengamatan tidak dilakukan remidi bagi siswa yang tidak lulus dantidak dilakukan pengayaan bagi siswa yang lulus. Berdasarkan hasil wawancarasetelah hasil belajar siswa ini diperoleh, remidi dan pengayaan tidak dilakukankarena keterbatasan waktu penggunaan laboratorium komputer. Laboratoriumkomputer dapat digunakan selain materi TIK hanya pada hari sabtu dan jika materistudi lain belum terjadwal di laboratorium komputer.Pemerolehan data tentang kekuatan dan kelemahan strategi pembelajaran aktifberbasis TIK didapat dari kegiatan berikut.1. Hasil studi dokumentasiDalam pembelajaran bahasa Indonesia, perencanaan pelaksanaanpembelajaran sudah disusun lebih awal yang disesuaikan dengan SK-KD yangterdiri atas perumusan indikator pembelajaran, menentukan tujuanpembelajaran, menentukan materi pembelajaran, pemilihan sumber belajar,

Page 46: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

46 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktifpemilihan strategi pembelajaran, menentukan alokasi waktu, menentukan mediapembelajaran, dan merancang pengevaluasian pembelajaran.2. Hasil wawancaraPembahasan tentang perencanaan pembelajaran, persiapan yang diperlukandalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu mempersiapakan alokasi waktupembelajaran, pembuatan silabus, dan pembuatan rencana pembelajaran yangsemuanya ini dilakukan pada awal tahun pembelajaran. Hal yang penting dalamperencanaan pembelajaran ini digunakan sebagai skenario pembelajaran agarsesuai batas alokasi waktu pembelajaran dalam satu semester. Selain itu, materipembelajaran dapat disampaikan kepada siswa sesuai waktu dan tujuanpembelajaran. Materi pembelajaran disusun sesuai SK-KD yang termuat dalamKTSP maka sumber belajar yang digunakan adalah buku ajar dan jaringan datainternet. Buku yang digunakan dalam pembelajaran dari penerbit Yudistirakarena sesuai dengan SK-KD KTSP. Sedangkan penggunaan internet digunakansebagai bahan pendukung materi misalkan terdapat meteri yang dihubungkandengan teknologi atau paling tidak komputer saya bisa menyarankan anak untukmencari informasi di internet dengan fasilitas komputer di laboratoriumkomputer atau komputer umum di luar laboratorium.Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, menurut Bu Ika Lukita, terdapat halpenting yang perlu diperhatikan yaitu strategi pembelajaran. strategipembelajaran ini ditentukan berdasarkan indikator pembelajaran. Pada materimenulis surat undangan resmi dan pribadi, dipilih strategi pembelajaran aktifagar siswa dapat terampil menulis surat sesuai kemampuan dan kreatifitasmereka baik secara individu atau kelompok. Jika siswa belajar secara individusiswa dapat mengekspresikan karya mereka dan jika mereka belajar secaraberkelompok siswa dapat mengungkapkan gagasan yang terbaik dalamberdiskusi.Media pembelajaran yang dapat mendukung dalam pembelajaran menulissurat undangan dengan strategi pembelajaran aktif pada dasarnya cukupmenggunakan papan tulis dan lembar tugas siswa. Karena di kelas sudah terdapatfasilitas LCD, maka dalam RPP penggunaan fasilitas TIK ini merupakan inovasipembelajaran terkini yang perlu dilaksanakan dan dikenalkan kepada siswa padaera sekarang ini. Fasilitas LCD digunakan untuk menjelaskan materi pembelajaranagar siswa merasa senang, tidak jenuh atau pun bosan dalam pembelajaran. Selaindi kelas, dalam praktek menulis surat undangan siswa belajar di laboratoriumkomputer bertujuan agar siswa dapat mengaplikasikan secara langsung materiTIK yang telah mereka pelajari sebelumnya. Jadi dalam pembelajaran ini siswaaktif mengekspresikan ide kreatif mereka yang secara langsung ditulis dikomputer.Penggunaan fasilitas laboratorium komputer yang teradapat di sekolah inidiberikan waktu secara luang kepada guru materi lain selain materi khusus TIK.Hal ini pembelajaran TIK dapat diaplikasikan dalam materi lain. Hanya dalampenggunaan fasilitas laboratorium ini masih terdapat kesulitan karena dapat

Page 47: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 47dilakukan pada hari sabtu untuk materi lain itu pun belum bergilir dengan materiyang lain. Kalau siswa diharuskan membawa laptop mereka pasti akan membawa,tetapi untuk sementara tidak dilakukan karena melihat faktor keamanan atau jikaterdapat kerusakan kecuali terdapat kegiatan khusus dari sekolah.3. Hasil observasiPemerolehan aktifitas pembelajaran bahasa Indonesia diperoleh denganobserfasi. Adapun rincian aktivitas guru seperti pelaksanaan pembelajaran yangtelah disebutkan di depan. Selain itu ada hal-hal yang diperoleh, yaitu:Pertemuan pertama:a. Dalam pembelajaran guru sangat dekat dengan siswa sehingga tidak terlihatketegangan atau pun kelas yang diam.b. Ketika menjelaskan materi, guru menggunakan contoh (surat undangan) yangkemudian ditanyakan kepada siswa.c. Ketika penjelasan materi, guru tidak hanya duduk di meja guru tetapi berdiridi depan siswa dan lebih leluasa memerhatikan siswa yang tidakmemerhatikan.d. Guru membentuk kelompok siswa secara heterogen (bukan pilihan siswasendiri).e. Pada kegiatan diskusi, guru mengelilingi siswa dan memberikan nilai prosesdiskusi.f. Siswa cepat mengajukan pertanyaan ketika guru menjelaskan materi.g. Dalam berkelompok siswa sering menunjuk teman yang lebih dipercaya untukmenjawab dan menulis jawaban (mengklasifikasikan unsur-unsur surat resmidan pribadi dari contoh di LCD).h. Ketika waktu diskusi siswa habis, siswa belum siap mengumpulkan hasiljawab dalam diskusi.i. Dalam evaluasi, guru menggunakan cara penilaian dari siswa sendiri yangdiambil dari suara siswa yang terbanyak (vooting).j. Sebagai refleksi terhadap penjelasan dan diskusi bersama, guru memberikantugas kepada setiap siswa untuk membuat ikhtisar tentang surat undanganresmi dan pribadi.Pertemuan kedua:a. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan di laboratorium komputer.b. Guru menyakan kembali kepada siswa materi yang dibahas pada pertemuanyang pertama tentang surat undangan resmi dan pribadi.c. Guru memberikan opsi kepada siswa untuk memilih menulis surat undanganresmi atau pribadi.d. Hasil suara terbanyak siswa membuat surat undangan pribadi.e. Setiap siswa duduk berpasangan dengan teman sesukanya pada satu mejakomputer.f. Pada saat mengerjakan siswa aktif menginspirasikan idenya dan aktifmenggunakan komputer dengan saling bergantian.

Page 48: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

48 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktifg. Guru memerhatikan proses belajar siswa dan menjawab pertyanyaan siswaapabila mengalami kesuliatan materia atau penggunaan media komputer.h. Sebagian hasil karya siswa di bahas bersama dengan menyebutkan unsure-unsur suratnya.4. Hasil angket siswaPenyebaran angket diberikan kepada 40 siswa kelas 5 A SD Muhammadiyah4 Pucang Surabaya. Bentuk angket ini adalah angket terbuka yakni Pada setiapsoal ini tidak disediakan jawaban pertanyaan, tetapi responden diberi kebebasanuntuk mengisi sesuai dengan keinginan responden. Semua responden mengisi.Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahuipersepsi siswa terhadap implementasi strategi pembelajaran aktif dalampelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 4 PucangSurabaya sebagai berikut :a. Perasaan ketika belajar materi bahasa Indonesia dengan menggunakan TIK dilaboratorium komputerDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa siswa yang senang sekalibelajar materi bahasa Indonesia dengan menggunakan TIK di laboratoriumkomputer sebanyak 12,5%, siswa yang senang sebanyak 80%, dan siswa yangmerasa biasa saja sebanyak 7,5%.b. Pengerjaan tugas rumah (PR) materi bahasa Indonesia yang harusmenggunakan fasilitas TIK selain di laboratorium komputer sekolahDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa semua siswa memilikisarana pembelajaran TIK berupa komputer atau laptop di rumah.c. Kesulitan penggunaan TIK dalam pembelajaran bahasa IndonesiaDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa siswa yang mengalamikesulitan menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia dilaboratorium komputer sebanyak 17,5%, siswa yang sedikit mengalamikesulitan sebanyak 12,5%, dan siswa yang tidak mengalami kesulitansebanyak 70%.d. Keaktifan belajar dengan menggunaan TIK dalam pembelajaran bahasaIndonesiaDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penggunaan TIK dalampembelajaran bahasa Indonesia mendorong siswa lebih aktif belajar sebanyak90%, siswa yang biasa-biasa saja dalam pembelajaran sebanyak 5%, dansiswa yang tidak aktif dalam pembelajaran sebanyak 5%.e. Keberanian mengemukakan pendapat atau pertanyaan ketika menggunaanTIK dalam pembelajaran bahasa IndonesiaDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penggunaan TIK dalampembelajaran bahasa Indonesia membuat siswa berani mengemukakanpendapat atau pertanyaan sebanyak 70%, siswa yang biasa-biasa saja dalampembelajaran sebanyak 10%, dan siswa yang tidak berani mengemukakanpendapat atau pertanyaan dalam pembelajaran sebanyak 20%.

Page 49: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 49f. Motivasi belajar sebelum menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasaIndonesiaDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa motivasi belajar siswasebelum menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia yangtergolong baik sebanyak 20%, siswa yang menjawab cukup sebanyak 52,5%,dan siswa yang menjawab jelek sebanyak 27,5%.g. Motivasi belajar sesudah menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasaIndonesiaDari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa motivasi belajar siswasesudah menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia yangtergolong lebih baik sebanyak 70%, siswa yang menjawab baik sebanyak30%, dan tidak ada siswa yang menjawab jelek.PembahasanTujuan pendidikan dasar sesuai rumusan tujuan pendidikan tingkat satuanpendidikan yang mengacu pada tujuan umum pendidikan adalah meletakkan dasarkecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidupmandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.11Pencapaian tujuan pendidikan dasar dalam perencanaan pembelajaran bahasaIndonesia di SD dipersiapkan dengan memperhatikan berbagai faktor pendukungproses pelaksanaan pembelajaran. Hal ini diketahui terdapat penyusunan silabus danRPP oleh guru mata pelajaran yang digunakan sebagai bahan perencanaanpembelajaran.Pengembangan silabus yang telah dilakukan SD Muhammadiyah 4 PucangSurabaya merupakan perwujudan melakukan analisis kompetensi ke dalamkompetensi dasar dan indikator pembelajaran, analisis materi ke dalam ruanglingkup dan urutan materi, analisis proses belajar ke dalam jenis dan bentuk kegiatanbelajar mengajar, dan analisis penilaian ke dalam jenis dan alat-alat penilaian yangsemuanya itu bermuara pada pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.Penyusunan silabus didasarkan pada standar isi, yang memuat identitas matapelajaran, SK-KD, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikatorpembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.Penyusunan silabus secara sistematis sesuai prosedur perencanaan yangdiperlukan. Penyusunan silabus dengan memperhatikan berbagai modifikasi danfariasi pembelajaran berdasarkan potensi siswa, sarana pembelajaran di sekolah, dankemajuan masyarakat global. Selain itu, silabus yang secara langsung digunakanuntuk memberikan perlakuan terhadap kelompok belajar siswa tertentu dalam11Masnur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm.12.

Page 50: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

50 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktifkondisi tertentu. Karena sifat silabus yang fleksibel, disesuaikan dengan siswa yangnantinya dibutuhkan hasil pelaksanaan pembelajaran yang terbaik.Penyusunan RPP dalam rangka pengimplementasian pembelajaran yang sudahdituangkan di dalam silabus. Guru sebagai fasilitator pembelajaran menyusun RPPyang merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelasatau laboratorium. Selain itu, RPP memuat hal-hal yang berkaitan langsung denganaktifitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu KD.Dalam penyusunan RPP, guru mencantumkan SK-KD yang dilanjutkan dengantujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkahpembelajaran, sumber belajar, dan penilaian. Adapun langkah-langkah pengisiannyadisusun berdasarkan silabus, faktor pendukung pembelajaran yang berkualitasberupa strategi pembelajaran aktif, dan sarana TIK yang memadai.Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia merupakan wujud dari silabus danRPP sebagai persiapan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang berpusat padasiswa, guru tidak mendominasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Aktifitas siswamendominasi dalam kegiatan pembelajaran seperti mengamati, membandingkan,berdiskusi, melakukan Tanya jawab antar teman, dan mengembangkan kemampuandiri melalui penugasan rumah, dan mengembangkan keterampilan menulis secaraaplikatif melalui media TIK.Sebagaimana pembelajaran yang telah dilakukan, prinsip kegiatanpembelajaran mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.1. Kegiatan yang berpusat pada siswa.2. Belajar melalui berbuat.3. Mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan social.4. Belajar sepanjang hayat.5. Belajar mandiri dan belajar bersama.12Pengelolaan kelas belajar diatur secara fariasi dengan penggunaan multimediadan pengaturan tempat duduk menjadi berkelompok besar. Selain itu pengelolaanbahan pelajaran bersumber buku teks yang didukung layanan akses data internetserta pengemasan pembelajaran yang menarik.Pengelolaan waktu pembelajaran dalam penerapan menunjukkan setting yangbagus berdasarkan perencanaan alokasi waktu pembelajaran. Diketahui bahwapelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SD per jam pelajaran adalah 35 menitdan sebanyak 5 jam pertemuan seminggu. Hal ini di SD diterapkan lebih luas menjadi6 jam pertemuan karena melihat faktor materi yang perlu didalami secara intensif.Penggunaan fasilitas TIK dalam pembelajaran merupakan pendekatanpengembangan sebagai langkah awal untuk mengembangkan langkah-langkahpembelajaran TIK yang aplikatif di sekolah. Sekolah menyediakan beberapa peralatandan beberapa perangkat lunak (software). Pada tahap awal ini, pengelola sekolah12Masnur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm.48-51.

Page 51: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 51(kepala dan wakil kepala sekolah) serta guru mengkaji konsekuensi dan berbagaikemungkinan penerapan TIK pada kurikulum sekolah. Yang berbeda dari tahappengembangan ini, sistem pembelajaran bukan teacer-centered yang sifatnyatradisional tetapi student-centered. Sebagai contoh, para guru memberikan materidengan menyediakan materi, sedangkan siswa tidak mendengarkan dan mencatatmateri yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan pengelolaan strategi pembelalaranaktif yang berfariasi dalam setiap pertemuan pembelajaran. Dengan TIK, materipembelajaran dengan menggunakan akses data internet untuk menunjangpembelajaran.Penggunaan strategi pembelajaran aktif dan pengaplikasian TIK dalampembelajaran membangun gagasan dan menciptakan suasana berpikir siswa.Kegiatan belajar siswa aktif di SD Muhammadiyah 4 Pucang mengalami kegaiatansecara langsung, bereksplorasi, berinteraksi dengan teman dan guru, berkomunikasitentang apa yang mereka peroleh dari belajarnya, dan melakukan refleksi tentang apayang telah dipelajari.Faktor penting untuk mengukur hasil belajar siswa adalah pengevaluasian yangdirencanakan dengan baik. Akan tetapi penilaian tersebut akan memiliki kesenjagankarena satu penilaian yang tidak dilakukan guru selama proses pembelajaran.penilaian siswa pada proses pembelajaran akan menjadikan faktor peningkatanmotivasi belajar siswa.Pengevaluasian yang telah dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesialebih diutamakan dalam aspek kognitif. Padahal dalam kegiatan pembelajaranterdapat diskusi dan belajar berpasangan yang kedua kegaiatan ini tidak terevaluasisecara afektif atau psikomotor. Pembelajaran yang terbaik didukung denganpenilaian ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Minimal penilaian adalah ranahkognitif dan afektif, atau samapi pada psikomotorik. Ranah afektif dapat diukurmelalui penilaian proses begitu juga psikomotorik.Selain itu dalam pengevaluasian diperlukan tindak lanjut jika terdapat siswayang belum nencapai nilai minimal dalam satu KD. Tindak lanjut itu berupa remidiatau pengayaan. Dalam hal ini, guru sebagai pengevaluasi hasil belajar perlumemperhatikan sebagai bahan refleksi kemampuan siswa.Implementasi pembelajaran dinilai baik jika pembelajaran itu mencapai targetyang sesuai dan bermutu secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Untuk mencapaitarget ini banyak faktor yang berpengaruh yang perlu diperhatikan. Faktor-faktortersebut pada prinsipnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor internalyang berasal dari dalam sekolah itu sendiri, dan faktor eksternal yang berasal dariluar sekolah. Dengan menganalisis dan mengevaluasi berbagai faktor internal danfaktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja suatu madrasah, diharapkansekolah dapat mengetahui kapasitas kemampuannya saat ini, dan menentukanstrategi untuk meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.Pada prinsipnya, hal-hal yang termasuk ke dalam faktor internal yangmempengaruhi kinerja sekolah adalah hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan

Page 52: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

52 | Implementasi Strategi Pembelajaran Aktif(strength) dan kelemahan (weaknesses). Sedangkan, hal-hal yang termasuk dalamfaktor eksternal adalah yang berkaitan dengan peluang (opportunities) dan ancaman(threats) yang dapat mempengaruhi kinerja sekolah tersebut. Maka, dalam penelitianini dianalisis kondisi internal (Kekuatan dan Kelemahan) yang ada padaimplementasi strategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalam pembelajaran bahasaIndonesia di SD Muhammadiyah 4 pucang Surabaya. Dengan menganalisis kekuatan(strength) dan kelemahan (weaknesses) yang harus di hadapi, maka SDMuhammadiyah 4 Surabaya menentukan strategi pembelajaran agar dapat mampumengembangkan dan meningkatkan kualitasnya secara optimal.SimpulanSetelah membahas dan meneliti tentang implementasi strategi pembelajaranaktif berbasis TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 4Pucang Surabaya, maka peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut.1. Persiapan mengajar yang dibuat guru, indikator pembelajaran yang dirumuskansecara umum menuntut keterlibatan siswa, baik dalam aktivitas lisan, menulis,maupun tindakan atau perbuatan. Indikator pembelajaran yang dirumuskan padaumumnya menuntut aktifitas kognitif tingkat rendah (menyebutkan, menulis, danmenggunakan). Dalam persiapan mengajar yang dibuat guru, materi yang dipilihsecara umum mengacu pada rumusan indikator. Materi cenderung menantangaktifitas belajar siswa dan cukup variatif. Sumber belajar yang dicantumkanbervariasi dengan menggunakan buku teks, akses internet, contoh yang dikemasmenarik dalam power point dan sesuai dengan taraf berpikir siswa. Strategipembelajaran yang dicantumkan dalam RPP cukup bervariasi berdasarkanstrategi pembelajaran aktif dengan metode tanya jawab, diskusi, dan penugasanyang diaplikasikan dalam belajar kelompok, mandiri, dan berpasangan. Padatahap akhir, guru mencantumkan rencana penilaian yang di dalamnya mengacupada indikator pembelajaran secara variatif. Soal atau pertanyaan dibuat gurusecara rinci beserta pengolahan penilaiannya. Berdasarkan temuan-temuantersebut bahwa secara umum guru sudah optimal mengimplementasikan strategipembelajaran aktif berbasis TIK dalam perencanaan pembelajaran bahasaIndonesia yang dibuat. Dalam perencanaan pembelajaran, semua aspekmendukung upaya implementasi strategi pembelajaran aktif berbasis TIK.2. Pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa guru benyak memberikankesempatan siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar dengan bertanya danmemberikan kesempatan atau meminta siswa bertanya, berpendapat, berdiskusi,bekerja sama, dan mengekspresikan ide kreatifitas. Guru tidak mendominasidalam kegiatan pembelajaran. Guru mengembangkan materi dalam buku teksdalam bentuk yang aplikatif dan menarik karena digunakan fasilitas LCD dalampenyampaian materi atau pun penggunaan komputer oleh siswa sebagaipengaplikasian materi bahasa Indonesia dalam TIK. Strategi pembelajaran aktifdengan beberapa strateginya dilaksanakan dengan baik karena siswa lebih aktifselama pembelajaran. Berdasarkan temuan di depan, bahwa guru optimal telah

Page 53: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 53mengimplementasikan strategi pembelajaran aktif berbasis TIK dalampelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran, semua aspekmendukung upaya implementasi strategi pembelajaran aktif berbasis TIK sesuaiperencanaan dalam silabus dan RPP.3. Pengevaluasian pembelajaran bahasa Indonesia menunjukkan bahwa guru telahmerencanakan penilaian proses dan hasil belajar. Tetapi dalam pelaksanaan, guruhanya melakukan penilaian hasil belajar. Berdasarkan temuan penelitian di depanbahwa guru masih belum optimal mengimplementasikan strategi pembelajaranaktif berbasis TIK dalam pengevaluasian pembelajaran bahasa Indonesia. Dalampengevaluasian terdapat kesenjangan antara perencanaan dan pelaksanaanevaluasi belajar siswa.4. Kekuatan dalam strategi pembelajaran katif berbasis TIK dalam pembelajaranbahasa Indonesia adalah terdapat perencanaan pembelajaran yang baik dansesuai dengan langkah-langkah penyusunan silabus dan RPP, selain itupelaksanaan pembelajaran yang baik karena siswa lebih merasa senang denganpembelajaran yang aplikatif seperti pengaplikasian peralatan TIK dalam prosespembelajaran. Selain kekuatan, kelemahan dalam pembelajaran tersebut adalahterdapat kesenjanagan dalam perencanaan pengevaluasian terhadap pelaksanaanevaluasi yang dilakukan guru hanya melakukan penilaian hasil belajar, sedangkanpenilaian proses diabaikan. Selain penilaian, kelemahan terdapat padapengolahan waktu pada RPP dan keterbatasan waktu penggunaan laboratoriumkomputer pada materi selain TIK.SaranMenghadapi berbagai permasalahan yang timbul dalam implementasi strategipembelajaran aktif berbasis TIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SDMuhammadiyah 4 Pucang Surabaya, penulis menawarkan beberapa saran untukmengatasi permasalahan tersebut, diantaranya:1. Menambah jam pelajaran dalam alokasi waktu pembelajaran sesuai dengan bebanSK-KD guna lebih memperdalam materi bahasa Indonesia mengingat adanyakendala pada alokasi waktu yang tersedia.2. Mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana TIK yang kurang efektif dilaboratorium komputer dengan cara guru dituntut untuk bekerjasama denganguru TIK dengan mengaplikasikan materi secara dangsung dalam materi TIK gunamenyiasati keadaan yang tidak bisa dihindari dengan memaksimalkan sarana danprasarana yang ada hingga kekurangan yang ada dapat diatasi.Selama kegiatan pembelajaran, guru tidak hanya berkeliling memperhatikansiswa selama diskusi atau bekerja sama dengan kelompok, akan tetapi dibarengidengan mengevaluasi proses belajar siswa selama berdiskusi. Dengan demikian,pengevaluasian proses belajar dan hasil belajar siswa akan terealisasi.

Page 54: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

54 | Implementasi Strategi Pembelajaran AktifDaftar PustakaAqib, Zainal. Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Bandung: Yrama Widya,2009.Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PTRineka Cipta, 2002.__________. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.Dawud. Perspektif Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: Penerbit UniversitasNegeri Malang, 2008.Hasyim, Mohammad. Strategi Pembelajaran Aktif.http://teacheracim.blogspot.com/2008/12/strategi-pembelajaran-aktif.html (15Oktober 2009)Iskandar. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aplikasi untuk Penelitian Pendidikan,

Hukum, Ekonomi dan Manajemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama, dan Filsafat.Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.Iskandarwassid. dan Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:Remaja Rosdakarya, 2008.Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.Moloeng, Lexy J. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya,1993.Moloeng, Lexy J. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya,2007.Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo. Pengembangan Model KurikulumTingkat Satuan Pendidikan pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.Mulyasa, Enco. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta,2008.Muslih, Masnur. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Dasar Pemahaman danPengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.M. Dahlan, Y. Al-Barry. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya: Target Press, 2003.Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana, 2007.Satori, Djam’an. dan Aan Komariah. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta,2009.

Page 55: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 55Silbermen, Melvin L. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:Nusamedia, 2009.Soekoto, Isma B., Darisman, Muh., dan Adenita. Bahasa Indonesia 5. Bogor: Yudistira,2007.Sujana, Nana. dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar BaruAlgensindo, 2004.Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010._______. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009.Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.Suyatno. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Penerbit SIC, 2004.Syukri, Fatah. Teknologi Pendidikan. Semarang: Rasail Media Group, 2008.Tarigan, Henry Guntur. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Bahasa. Bandung:Angkasa, 2008.UNESCO. Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan: Kurikulum untukSEkolah dan Program Pengembangan Guru. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan KonseptualOperasional. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.Wirjokusumo, Iskandar. dan Soemardji Ansori. Metode Penelitian Kualitatif BidangIlmu-Ilmu Sosial Humaniora (Suatu Pengantar), Surabaya: Unesa UniversityPress, 2009.Zaini, Hisyam, Munthe, Bermawy, dan Sekar Ayu Aryani. Strategi Pembelajaran Aktif.Yogyakarta: Pustaka Intan Madani, 2008.

Page 56: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

56

PEMBELAJARAN TEMATIK YANG IDEAL DI SD/MISun Haji1

AbstrakAnak usia sekolah / 6-12 tahun disebut masa sekolah, karena anak sudahmenamatkan taman kanak-kanak sebagai lembaga persiapan bersekolahyang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar, Karena anak sudahberusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi, perkembangan aktivitasbermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan padawaktu melakukan aktivitas itu sendiri. Disebut masa matang untuksekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru,yang dapat diberikan oleh sekolah (Nasution Noehi, 1993: 44).Menurut Banett, dkk., karakteristik anak usia SD, antara lain sebagaiberikut. (1) Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dantertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri. (2)Senang bermain dan lebih suka bergembira. (3) Suka mengatur dirinyauntuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobausaha-usaha baru. (4) biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untukberprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasandan menolak kegagalan-kegagalan. (5) Belajar secara efektif ketika merasapuas dengan situasi yang terjadi. (6) Belajar dengan cara bekerja,mengobservasi, berinisiatif dan mengajar anak-anak lainnya ( MulyaniSumantri & Nana Syaodih, 2000: 12).Kata kunci: Pembelajaran Tematik

1 Dosen Tetap STITNU Al Hikmah Mojokerto

Page 57: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 57

PendahuluanMenurut Piaget, anak usia SD tingkat perkembangan mentalnya berada padatahap operasional konkrit (6-10 tahun) dan tahap operasional formal (11-14 tahun).Siswa SD kelas III, IV dan V berada pada tahap operasional konkrit dengan ciri-ciri:(1) anak mulai memandang dunia secara obyektif; (2) anak mulai berpikiroperasional; (3) menggunakan hubungan sebab akibat dan prinsip ilmiah sederhana;dan (4) dapat memahami konsep dan subtansi volume, panjang, lebar, luas dan berat(Santroch, 2007: 228).Siswa kelas VI berada pada tahap operasional formal dengan ciri-ciri; (1) dapatmenggunakan pemikiran yang lebih tinggi; (2) dapat membuat hipotesis, melakukanpenyelidikan, mengubungkan bukti dan teori; (3) dapat bekerja dengan rasio danprobabilitas; (4) dapat memahami penjelasan yang rumit mencakup rangkaiandeduktif dan logika.Karakteristik anak SD terletak pada perkembangan yang bersifat holistik atauterpadu. Perkembangan fisik tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan mental,sosial dan emosional. Aspek perkembangan tersebut saling berkaitan dan akanterpadu dengan pengalaman kehidupan dan lingkungan. Perkembangan anak SDdapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu dimensi sosial-emosional dan dimensiperkembanngan bahasa dan kognisi.Perkembangan fisik anak usia SD memang tidak sepesat pertumbuhan yangterjadi pada usia lima tahun sebelumnya. Akan tetapi kemampuan anak dalammengendalikan tubuhnya dan kemampuan duduk serta merta berada dalam suatuperiode yang relative lama merupakan ciri perkembangan fisik anak usia sekolahdasar.Menurut Papalia (2001: 324) bila dibandingkan dengan masa anak-anak awal,pertumbuhan tinggi dan berat selama masa anak-anak pertengahan lebih lambat.Dimana perkembangan fisik akan sedikit berkurang pada anak-anak pertengahandaripada pada tahun-tahun awal anak-anak. Anak laki-laki akan sedikit lebih besardari anak perempuan pada awal mula periode ini, namun anak perempuanmengalami lonjakan pertumbuhan pada masa puber awal dan kemudian cenderunglebih besar daripada anak laki-laki pada ahir masa anak-anak. Nutrisi dan kesehatanamat mempengaruhi perkembangan fisik anak, kekurangan nutrisi dapatmenyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif.Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yangmenunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjangpertumbuhan dan perkembangan anak. (Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih,2002:24)Denga demikian kegiatan fisik merupakan hal yang penting bagi anak usia SD,tidak hanya akan memperhalus perkembangan keterampilan dan harga dirinya tetapijuga bagi perkembangan aspek kognisinnya. Misalnya, pada saat anak menghadapisuatu konsep abstrak, aktivitas fisik akan sangat dibutuhkan. Aktivitas itu akan

Page 58: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

58 | Pembelajaran Tematik yang Ideal di SD/MImemberikan pengalaman nyata bagi anak untuk memahami arti suatu konsepabstrak,1. Dilihat dari dimensi perkembangan sosial emosionalKeterlibatan dalam kehidupan kelompok (kerjasama) bagi anak usia SDmerupakan minat dan perhatiannya. Perkembangan hubungan sosial-emosional danadanya keasadaran etis normatif pada anak usia SD. Kompetensi sosial positif danproduktif akan berkembang pada usia ini, seperti kemampuan bekerja sama,kesadaran berkompetensi, menghargai karya orang lain, toleransi, kekeluargaan danaspek budaya lainnya.Setelah anak mulai masuk sekolah ia berhubungan dengan anak lain dan mulaiminatnya untuk bermain di rumah sendirian atau dengan 1 atau 2 orang teman.Menemani orang tuanya untuk bepergian, pesta atau pertemuan dengan keluargadianggapnya sebagai hal yang membosankan. Ia menjadi anggota dari suatu “ peergroup ” atau kelompok sebaya dan kelompok ini lambat laun akan menggantikankelompok keluargadalam menerapkan pengaruh atas tingkah laku dan sikapnya(Suyatinah, 2004: 22).2. Dilihat dari dimensi perkembangan bahasa dan kognisiPiaget menyatakan bahwa perkembangan kognisi pada anak usia SD beradadalam tahapan dua masa transisi, yaitu masa transisi dari tahap operasional konkritke tahap operasional formal (Santrock, 2007: 228). Skema perkembangan kognitifpada tahap ini berkaitan dengan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah,seperti mengklasifikasi, memahami keadaan sesuatu yang tetap atau tidak berubah,mengurutkan sesuatu, juga pada tahap anak sekolah dasar ini, perkembangankognisinya memperlihatkan kearah kemampuan atau kecakapan berfikir secarasimbolik, yaitu berpikir yang lebih logis, abstrak dan imajinatif. Meski demikian, anakusia SD masih memerlukan bantuan objek nyata untuk berpikir tersebut.Angela Anning menjelaskan perkembangan dan masa belajar anak sebagaiberikut: (1) Kemampian berpikir anak berkembang secara sekuensial dari konkritmenuju abstrak. (2) Anak harus siap menuju ke tahap perkembangan berikutnya dantidak boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif yangtinggi, misalnya, dalam hal membaca permulaan, mengingat angka dan belajarkonservasi. (3) Anak belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung, khususnyamelalui aktivitas bermain. (4) Anak memerlukan pengembangan kemampuanpenggunaan bahasa yang dapat digunakan secara efektif di sekolah. (5)Perkembangan sosial anak bergerak dari egosentris menuju kepada kemampuanuntuk berempati dengan yang lain. (6) Setiap anak sebagai individu, masing-masingmemiliki cara belajar yang unik (Suhardjo, 2006: 36).Pengenalan dan pemahaman tentang karakteristik siswa menjadi salah satudasar yang sangat penting dalam memberikan pembelajaran dengan beragam modelyang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Oleh karena itu, merupakan hal yang

Page 59: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 59harus diupayakan oleh guru dalam mengenal dan memahami hal-hal yang berkaitandengan siswanya.Peserta didik kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini yang masihmelihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) sehingga pembelajarannyamasih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialaminya.Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usiatersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulaimemandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lainsecara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikirsecara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untukmengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakanketerhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakanhubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair,panjang, lebar, luas, dan berat.Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderunganbelajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:1. KonkritKonkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrityakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titikpenekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatanlingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna danbernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya,keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dankebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.2. IntegratifPada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagaisuatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplinilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum kebagian demi bagian.3. HierarkisPada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahapmulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungandengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitanantar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .Pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD kelas I – III yang terpisah untuk setiapmata pelajaran, akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikirholistik sehingga sering kali terdapat permasalahan pada kelas awal (I-III)diantaranya adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah.Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yangtermuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal

Page 60: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

60 | Pembelajaran Tematik yang Ideal di SD/MIsekolah dasar yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai jika dikelola dalampembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik. Untuk memberikangambaran tentang pembelajaran tematik yang dapat menjadi acuan dan contohkonkret, disiapkan model pelaksanaan pembelajaran tematik untuk SD/MI kelas Ihingga kelas III.Pengertian Pembelajaran TematikPembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, dalam pengertian lain Pembelajaran tematik adalah pembelajaranterpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaransehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik.Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokokpembicaraan. Dan dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai matapelajaran. Sebagai contoh, tema “Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika, biologi,kimia, dan matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain,seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dankedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyakpada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematikadalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuksecara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskanrasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.2Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut:1. Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasioleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakupberbagai mata pelajaran.2. Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami.3. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidakterbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas. Gurudapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbgai aspekkehidupan.4. Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagaisudut pandang.5. Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi biasdikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.Sedangkan keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalahsebagai berikut:1. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.2 http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/tematik.pdf, hlm 1

Page 61: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 612. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakanpendekatan proses belajar yang integratif.3. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa – yang dikaitkan dengan minat,kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiridan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.4. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.5. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehinggameningkatkan apresiasi dan pemahaman.3Pendekatan Pembelajaran TematikSecara umum, pendekatan dapat dipahami sebagai cara pandang terhadap obyekyang akan mewarnai seluruh jalannya proses pembelajaran (aktif, pasif, dialogis,PAKEM, Contextual teaching and learning/CTL, dsb). Romiszowski dalam MilanRianto: 2000 mejelaskan tentang pendekatan pembelajaran yang diibaratkan sebagairentangan antara dua ujung yang saling berlawanan seperti ekspositori dandiskoveri/inkuiri. Ekspositori menunjukkan pendekatan dengan dominasi peran guruselama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan diskoveri/inkuiri menunjukkandominasi siswa selama proses pembelajaran dan peran guru hanya sebagai fasilitator.Batasan pendekatan inkuiri di sini adalah kegiatan penemuan yang dilakukansiswa sendiri mulai dari merumuskan masalah, mengumpulkan data/informasi,menganalisis, menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, table, dll, sertamengkomunikasikannya kepada pihak lain. Tetapi, Jamarah dan Zain (2002)menjabarkan tentang jenis-jenis pendekatan pembelajaran seperti: (1) individual, (2)kelompok (3) bervariasi, (4) edukatif, (5) pengalaman, (6) pembiasaan, (7)emosional, (8) rasional, (9) fungsional.Pendekatan seperti yang disebutkan di atas tidak akan dibahas semuanya padamakalah ini, karena pembahasan hanya akan difokuskan pada PAKEM, DD/CT.1) Pendekatan Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)

Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan yangberpusat pada siswa selama proses pembelajaran. Mereka terlibat langsung, baikdalam membangun pemahamannya sendiri maupun dalam menemukan konsep/ilmuyang dibelajarkan oleh guru melalui kegiatan yang merujuk metode tertentu.Pembelajaran kreatif adalah pemberian kesempatan proses berfikir secaraoptimal, mendalam dan inovatif, serta mengolah pengetahuan menjadi pemahamanbaru yang nantinya dapat bermakna bagi kehidupan siswa dimaksud.

3 http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/tematik.pdf, hlm 1-2

Page 62: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

62 | Pembelajaran Tematik yang Ideal di SD/MIPembelajaran efektif adalah kesesuaian atau pembelajaran yang tepat sasaran,dimana materi yang dibelajarkan sesuai dengan kemauan, kebutuhan siswa baikuntuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.Pembelajaran yang menyenangkan adalah pengkondisian suasana yangmenyenangkan utamanya ketika siswa mempelajari pengetahuan di kelas, sehinggamereka betah dan tidak merasa bosan.

2) Pendekatan contextual teaching and learningContextual teaching and learning atau sering disingkat dengan CTL adalahpendekatan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yangdibelajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa mengkontruksipengetahuan nya sendiri kemudian menghubungjkannya dengan kehidupankeseharian mereka. Proses pembelajarannya berlangsung alamiah dlm bentukkegiatan siswa bekerja dan mengalami. Komponen utama pembelajaran ContekxtualTeaching and Learning adalah : (1) konstruktivisme, (2) bertanya, (3)menemukan/inquiry, (4) masyarakat belajar, (5) permodelan, (6) serta penilaian

authentic.Ciri-ciri kelas yang menggunakan pendekatan CTL, salah satunya adalah adanyapemajangan hasil kinerja siswa yang terpampang di dinding kelas. Kunci dan Strategimembelajarkan CTL adalah: (1) relating, yaitu belajar dikaitkan dgn kontekskehidupan nyata, (2) experiencing, belajar ditekankan kepada penggalian, penemuan,dan penciptaan, (3) applying, belajar bilamana dipresentasikan di dlm kontekspemanfaatannya, (4) cooperating, belajar melalui komunikasi inter/antar personal,(5) transfering, belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi konteksbaru.Hubungan Pembelajaran Tematik dengan Standar IsiDalam kerangka dasar dan struktur kurikulum yang dikeluarkan .Badan StandarNasional Pendidikan, dijelaskan bahwa untuk kelas I, II, dan III SD/MI pembelajarandilaksanakan melalui pendekatan tematik. Mata pelajaran yang harus dicakup adalah(1) pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3) bahasa Indonesia, (4)matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (6) ilmu pengetahuna sosial, (7) seni budayadan keterampilan, dan (8) pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan.Dalam pembelajaran tematik, standar kompetensi dan kompetensi dasar yangtermuat dalam standar isi harus dapat tercakup seluruhnya karena sifatnya masihminimal. Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum tingkat satuanpendidikan (KTSP), standar itu dapat diperkaya dengan muatan lokal atau ciri khassatuan pendidikan yang bersangkutan.44 http://mgmpips.wordpress.com/2008/04/12/tahap-pelaksanaan-pembelajaran-tematik/

Page 63: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 63

Merancang Pembelajaran TematikPembelajaran tematik memerlukan perencanaan dan pengorganisasian agardapat berhasil dengan baik. Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam merancangpembelajaran tematik, yaitu (1) memilih tema, (2) mengorganisir tema, (3)mengumpulkan bahan dan sumber, (4) merancang kegiatan dan proyek, dan (5)mengimplementasikan satuan pelajaran.1. Memilih TemaTopik untuk pembelajaran tematik dapat berasal dari beberapa sumber,beberapa di antaranya :a. Topik-topik dalam kurikulumb. Isu-isuc. Masalah-masalahd. Event-event khususe. Minat siswaf. LiteraturDalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:a. Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa:b. Dari yang termudah menuju yang sulitc. Dari yang sederhana menuju yang kompleksd. Dari yang konkret menuju ke yang abstrak.e. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswaf. Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasukminat, kebutuhan, dan kemampuannya52. Mengorganisasikan TemaPengorganisasian tema dilakukan dengan menggunakan jaringan tema yangdirangcang harus dapat menghubungkan antara kompetensi dasar dan indikatordengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antaratema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran.6 Jaringan tema inidapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.Berikut ini contoh jaringan tema dalam pembelajaran tematik :5 http://mgmpips.wordpress.com/2008/04/12/tahap-pelaksanaan-pembelajaran-tematik/6 http://mgmpips.wordpress.com/2008/04/12/tahap-pelaksanaan-pembelajaran-tematik/

Page 64: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

64 | Pembelajaran Tematik yang Ideal di SD/MI

MATEMATIKA

Membilang ataumenghitung secara urut Menyebutkan banyakbenda Memblandingkan duakumpulan benda melaluiistilah lebih banyak,lebih sedikit, atau samabanyak Membedakan berbagaibentuk sesuai dengancirinya Tema :

LINGKUNGANMinggu : I (satu)

PENDIDIKAN JASMANI,OLAHRAGA, DAN

ESEHATAN

Menerapkan konseparah dalam berjalan,berlari dan melompat. Berjalan denganberbagai pola langkahdan kecepatan.

BAHASA INDONESIA

Membedakan berbagaibunyi/suara tertentu secaratepat. Menirukan bunyi/suaratertentu seperti: suaraburung, ombak, kendaraan,dan lain-lain. Mengenal bunyi bahasa. Menyebutkan data diri(nama, kelas, sekolah, dantempat tinggal) dengankalimat sederhana Menyebutkan namaorangtua dan saudarakandung Menanyakan data diri dannama orangtua sertasaudara teman sekelas Menjiplak berbagai bentukgambat, lingkaran, danbentuk huruf.

SENI BUDAYA DANKETERAMPILAN

Mengelompokkanberbagai jenis: bintikgari, bidang, warna danbentuk pada benda duadan tiga dimensi di alamsekitar. Bergerak bebas sesuaiirama musik Menyebutkan unsurrupa di lingkungansekolah.

ILMU PENGETAHUANALAM

Menyebutkan namabagian-bagian tubuh Menyebutkan kegunaanbagian-bagian tubuh Mengelompokkan bendadengan berbagai carayang diketahui anak. Menunjukkan sebanyak-banyaknya benda yangmempunyai warna,bentuk dan ciri tertentuKewarganegaraan Menyebutkan jeniskelamin anggotakeluarga. Meyebutkan agama-agama yang ada diIndonesia

ILMU PENGETAHUANSOSIAL

Menyebutkan namalengkap dan namapanggilan Menyebutkan alamattempat tinggal.

Page 65: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 65

3. Mengumpulkan Bahan dan SumberPembelajaran tematik berbeda dengan pembelajaran berdasarkan bukupakettidak hanya dalam mendesain, melainkan juga berbagai bahan yang digunakan. Inilahbeberapa sumber :a. Sumber-sumber yang tercetakb. Sumber-sumber visualc. Sumber-sumber literaturd. Artifac4. Mendesain Kegiatan dan ProyekBeberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pembelajarantematik, diantaranya:a. Integrasikan bahasa – membaca, menulis, berbicara, dan mendengar.b. Hendaknya bersifat holistik.c. Tekankan pada pada pendekatan “hands-on, minds-on”.d. Sifatnya lintas kurikulum.5. Mengimplementasikan Pembelajaran TematikBeberapa kemungkinan implementasi:a. Lakukan pembelajaran tematik sepanjang hari, untuk beberapa hari.b. Lakukan pembelajaran tematik selama setengah hari untuk beberapa hari.c. Gunakan pembelajaran tematik untuk satu atau dua mata pelajaran.d. Gunakan pembelajaran tematik untuk beberapa mata pelajaran.e. Gunakan pembelajaran tematik untuk kegiatan lanjutan.Tahapan Kegiatan dalam Pembelajaran TematikPelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakantiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/pendahuluan, kegiatan inti,dan kegiatan penutup. Alokasi waktu untuk setiap tahapan adalah kegiatanpembukaan kurang lebih satu jam pelajaran (1 x 30 menit), kegiatan inti 3 jampelajaran (3 x 30 menit) dan kegiatan penutup satu jam pelajaran (1 x 30 menit)1. Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaanKegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaranuntuk mendorong siswa menfokuskan dirinya agar mampu mengikuti prosespembelajaran dengan baik.

Page 66: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

66 | Pembelajaran Tematik yang Ideal di SD/MISifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap inidapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akandisajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatanfisik/jasmani, dan menyanyi.2. Kegiatan IntiDalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untukpengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan pembelajarandilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapatdilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.3. Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak LanjutSifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contohkegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan adalahmenyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral,musik/apresiasi musik.Contoh jadwal pelaksanaan pembelajaran perhari dapat dijabarkan menjadi :Contoh 1:

Kegiatan Jenis kegiatanKegiatan pembukaan Anak berkumpul bernyanyi sambil menari mengikuti iramamusikKegiatan inti a) Kegiatan untuk pengembangan membacab) Kegiatan untuk pengembangan menulisc) Kegiatan untuk pengembangan berhitungKegiatan penutup Mendongeng atau membaca cerita dari buku ceritaContoh 2:

Kegiatan Jenis kegiatanKegiatan pembukaan Waktu berkumpul (anak menceritakan pengalkaman,menyanyi, melakukan kegiatan fisik sesuai dengan tema)Kegiatan inti a) Pengembangan kemampuan menulis (kegiatan kelompokbesar)b) Pengembnagan kemampuan berhitung kegiatan kelompokkecil atau berpasangan)c) Melakukan pengamatan sesuai dengan tema, misalnyamengamati jenis kendaraan yang lewat pada tematransporasi, menggambar hewan hasil pengamatanKegiatan penutup a) Mendongengb) Pesan-pesan moralc) Musik/menyanyi

Page 67: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 67

Penilaian dalam Pembelajaran TematikPenilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk mendapatkanberbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentangproses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anakdidik melalui program kegiatan belajar.Tujuan Penilaian pembelajaran tematik adalah:1. Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan2. Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang terjadidalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran3. Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan,keterampilan dan sikap siswa4. Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan,dan pemantapan).Beberapa prinsip yang harus dicermati dalam pembelajaran tematik, antara lain:1. Penilaian di kelas I dan II mengikuti aturan penilaian mata-mata pelajaran lain disekolah dasar. Mengingat bahwa siswa kelas I SD belum semuanya lancarmembaca dan menulis, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan padapenilaian secara tertulis.2. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan kemampuan yangharus dikuasai oleh peserta didik kelas I dan II. Oleh karena itu, penguasaanterhadap ke tiga kemampuan tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas.3. Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-masingKompetensi Dasar dan Hasil Belajar dari mata-mata pelajaran.4. Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses belajar mengajarberlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita pada kegiatan awal, membacapada kegiatan inti dan menyanyi pada kegiatan akhir.5. Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalammengambil keputusan siswa misalnya: Penggunaan tanda baca, ejaan kata,maupun angka.Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Tes mencakup: tertulis, lisan, atauperbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan porto folio. Dalam kegiatanpembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih banyak digunakan adalah melaluipemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui pengamatan yang laludicatat pada sebuiah buku bantu. Sedangkan Tes tertulis digunakan untuk menilaikemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan tandabaca, kata atau angka.Berikut adalah contoh penilaian yang dapat dilakukan guru:

Page 68: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

68 | Pembelajaran Tematik yang Ideal di SD/MIA. Kewarganegaraandan PengetahuanSosial : Tes Lisan- Menyebutkan peristiwa/kegiatan yang dialami- Mengemukakan peristiwa/kegiatan yang berkesan- Mengekspresikan perasaan waktu memberi kesan.B. Bahasa Indonesia : Perbuatan- Kelancaran membaca- Melafalkan kata- Melagukan/intonasi- Cara bertanya jawabTugas- Melengkapi kalimatC. Ilmu PengetahuanAlam : Perbuatan- Mendemonstrasikan cara menggosok gigi: Lisan- Menyebutkan cara memelihara gigi- Menjelaskan manfaat menggosok gigiPada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk mengkaji ketercapaianKompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata pelajaran yang terdapat padatema tersebut. Dengan demikian penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melaluitema, melainkan sudah terpisah-pisah sesuai dengan Kompetensi Dasar, Hasil Belajardan Indikator mata pelajaran sehingga nilai akhir pada laporan (raport)dikembalikan pada kompetensi mata pelajaran yang terdapat pada kelas satu dan duaSekolah Dasar, yaitu: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam,Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya danKeterampilan.

Daftar PustakaDarmyanti Zuhdi, Budiasih. 1996/1997. Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia dikelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.Akhadiyah, Sabarti, dkk. 1995. Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: IKIP Jakarta.Team pengembang PGSD. 1997. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Debdikbud.”Pembelajaran Tematik“ dalam http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/tematik.pdf“pembelajaran tematik di SD merupakan terapan dari pembelajaran terpadu“ dalamhttp://www.duniaguru.com/doc/matematika/SD/PembelajaranTematik.pdf

Page 69: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 69http://mgmpips.wordpress.com/2008/04/12/tahap-pelaksanaan-pembelajaran-tematik/Dawud, Perspektif Pembelajaran Bahasa Indonesia (Malang; IKIP Malang, 2008)Dr. Suyatno, Teknik Pembelajaran Bahasa Dan Sastra, 2004, Surabaya: Penerbit SICTim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa,2008Prof. Dr. Iskandar Wassid, M.Pd dan Dr. H. Dadang Sunendar, M.Hum, StrategiPembelajaran Bahasa, Bandung: Rosda Karya.

Page 70: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

70

MADRASAH BERMUTU BERBASIS MANAJEMENMUTU TERPADU (MMT)

Didik Supriyanto1e-mail: [email protected]

AbstrakMembahas tentang madrasah merupakan hal menarik di era kontemporer.Mengingat, madrasah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang lebihdekat dan familiar dengan rakyat daripada sistem pendidikan formal lainnya. Dalamanalisis para pakar pendidikan, madrasah juga lebih strategis dalam pencapaian PUS-EFA (Pendidikan untuk Semua-Education for All), karena madrasah lebih murahdalam hal pembiayaan dan lebih mudah dijangkau oleh rakyat kebanyakan (grassroot). Hal ini yang menjadikan madrasah semakin menemukan signifikansinya dalamkompetisi global saat ini, sehingga madrasah dapat dikatakan sebagai lembagapendidikan Islam formal yang amat berkontribusi dalam pemberantasan buta hurufrakyat (Indonesia). Untuk tetap bisa eksis dalam percaturan global, maka madrasahperlu menerapkan berbagai strategi agar bisa tetap berdaya dan bermutu. Salah satustrategi di bidang manajemen (pengelolaan) yang bisa diterapkan madrasah untukmenuju ke arah lembaga (madrasah) yang bermutu adalah ”Manajemen MutuTerpadu”. Dalam praksisnya, manajemen mutu terpadu berpijak pada pengelolaanberbagai sumber daya atau potensi yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara total(terpadu) dan saling terkait -satu dengan yang lain- dalam memajukan danmengembangkan madrasah agar menjadi lembaga pendidikan yang bermutu. Dalampenerapannya, manajemen mutu terpadu tidak selalu mengandalkan biaya yangbesar, tetapi pemanfaatan secara optimal berbagai potensi yang dimiliki. Dalamkaitan ini, peran kepala sekolah/madrasah sangat diperlukan dalam mengarahkanpengelolaan berbagai potensi yang dimiliki lembaga (madrasah) dalam menujukeberdayaan dan kebermutuannya.Kata Kunci: Madrasah Bermutu dan Manajemen Mutu Terpadu

1 Dosen Tetap STITNU Al Hikmah Mojokerto

Page 71: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 71

PendahuluanDalam catatan historis, keberadaan (existing) pendidikan Islam formal, ditandaidengan munculnya madrasah -sebagai lembaga dan jalur pendidikan. Sebagaimanasekolah pada umumnya, di dalam madrasah berlangsung proses komunikasipedagogis antara pendidik dan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yangtelah ditentukan.2 Secara historis pula, kelahiran madrasah menjadi lambangkebangkitan sistem pendidikan Islam.3Akan tetapi dalam perjalanannya, madrasah -juga lembaga pendidikan Islamyang lain- terus menghadapi pilihan yang tidak mudah, yaitu diantara kebutuhankeagamaan dan kebutuhan duniawi. Di satu sisi, madrasah dituntut bisa berfungsimeningkatkan pemahaman ilmu-ilmu agama dan kemampuan mengamalkan ajaranIslam. Sementara di sisi lain lembaga ini dituntut berfungsi menumbuhkankemampuan peserta didik dalam memenuhi kebutuhan hidup yang tidak seluruhnyabisa dipecahkan dengan ilmu agama.4Sebenarnya, keberadaan madrasah yang dituntut untuk memproduk lulusanyang ahli ilmu agama dan ilmu umum sebagaimana tersebut di atas, merupakanpeluang strategis untuk menjadikan madrasah sebagai lembaga sekolah yang ungguldan lebih bermutu dibanding dengan sekolah yang lain, tetapi dalam praksisnya halitu tidak semudah membalik telapak tangan. Kecenderungan madrasah hanya bisamemproduk lulusan yang ahli ilmu keagamaan tetapi lemah dalam hal ilmu umum;sekolah yang bisa memproduk lulusan yang ahli ilmu umum biasanya dipenuhi olehsekolah umum.Oleh karena itu, merupakan hal penting dan mendesak untuk meningkatkankualitas madrasah dengan program pengembangan madrasah bermutu melaluiberbagai strategi. Sekarang ini, mutu menjadi satu-satunya hal yang sangat pentingdalam pendidikan. Hal ini dalam rangka memproduk output pendidikan yang dapatmemenuhi kebutuhan masyarakat. Output pendidikan yang tidak siap menjadi warganegara yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat secara produktif danbertanggung jawab, hanya akan menjadi beban masyarakat. Output yang tidak siapitu bisa terjadi karena produk pendidikan yang tidak terfokus pada mutu, yangakhirnya hanya memberatkan anggaran kesejahteraan sosial saja; akhirnya merekamerasa terasing dari masyarakatnya.5

2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), 158.3 Abdullah Idi & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 20.4 Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), 187.5 Jerome, S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Cet. III, terj. Yosal Iriantara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2006), 1.

Page 72: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

72 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)Memahami Kondisi Riil MadrasahBerbeda dengan kondisi sekolah umum, madrasah mengalami sejumlahpersoalan.6 Pertama, mayoritas madrasah pada semua jenjang adalah berstatusswasta, bahkan madrasah yang berstatus negeri pada awalnya adalah madrasahswasta yang dikonversi menjadi madrasah negeri. Proporsi MI, Mts, dan MA Negerihanya 5 %.

Kedua, masyarakat yang memilih madrasah lebih banyak didorong oleh motifpraktis-ekonomis. Selain biayanya murah, madrasah juga memenuhi kebutuhan dasarmasyarakat di bidang pengetahuan dan keterampilan praktis keagamaan. Dimadrasah, ilmu akademik dasar seperti baca, tulis, dan hitung –betapapun rendahkualitasnya- bisa diperoleh murid, dan pada saat yang sama mereka pun memperolehdasar keagamaan.Ketiga, rendahnya sumber daya kependidikan. Hal ini dapat dilihat dari 1)rendahnya kualitas guru, 2) rendahnya kemampuan manajerial kepala madrasah, dan3) birokrasi pada departemen Agama sangat lemah dilihat dari kurangnya sumberdaya yang bisa menentukan kebijakan, perencanaan, dan manajemen.Sekitar 75 % guru madrasah berlatar belakang pendidikan agama dan hanya 25% yang sesuai bidangnya. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa 75 % gurumadrasah tergolong mismatch (tidak sesuai bidang keilmuannya), sedangkan yang

match (sesuai bidangnya) hanya 25 %, itupun masih terbagi ke dalam dua kelompok,qualified (mampu mengajar dengan baik) dan sebagian underqualified (tidak mampumengajar dengan baik). Dapat dipastikan bahwa 100 % kepala madrasah berlatarbelakang pendidikan agama. Dengan latar belakang seperti itu, kepala madrasahkurang mampu mengembangkan inovasi pendidikan, kurang mampu menguasaiprinsip manajemen, sistem administrasi yang lemah, dan monitoring serta evaluasicapaian pendidikan belum bisa dilakukan.Dengan demikian, tidak ada kata lain kecuali bahwa mutu pendidikan madrasahharus diperbaiki. Apabila mutu pendidikan madrasah hendak diperbaiki, maka perluada pimpinan madrasah yang berasal dari kalangan profesional pendidikan. Setelahitu, manajemen mutu (terpadu) merupakan sarana yang memungkinkan paraprofesional pendidikan dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan. Pengetahuanyang diperlukan untuk memenuhi perbaikan sistem pendidikan, sebenarnya sudahada dalam komunitas pendidikan itu sendiri.7Upaya perbaikan madarasah dalam rangka peningkatan mutu telah dilakukansejak lama, namun masih banyak menghadapi kendala, seperti masih banyaknya guruyang underqualified dan guru yang mismatch, kurangnya sarana yang mendukungkegiatan belajar mengajar, serta lemahnya manajerial kepemimpinan madrasah.Meski demikian, ada beberapa madrasah yang memiliki prestasi dan reputasi cukup6 Ali Maksum, “Pembaruan Sistem pendidikan Madrasah”, Nizamia (Surabaya: Fakultas Tarbiyah IAINSunan Ampel, 2005), Vol. 8 No. 1, 38-39.7 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., 2.

Page 73: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 73baik, dan mampu bersaing dengan sekolah umum. Ini dibuktikan denganmeningkatnya minat masyarakat untuk belajar di madrasah, seperti yang terjadi diMIN Malang, MTs Brebes, MTs Al-Hikmah Surbaya, dan sebagainya, sehingga banyakmadrasah yang menolak murid baru karena keterbatasan lokal belajar. Prestasi yangdiraih madrasah ini menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi madrasah sangatmungkin diatasi dan dicarikan solusinya.8Pendidikan harus merubah paradigmanya; norma-norma dan keyakinan lamaharus dipertanyakan. Madrasah mesti belajar untuk bisa berjalan dengan sumberdaya yang sedikit. Para profesional pendidikan harus membantu para siswamengembangkan keterampilan yang akan mereka butuhkan untuk bersaing dalamperekonomian global. Sayang kebanyakan madrasah sering memandang bahwa mutuakan meningkat hanya jika masyarakat bersedia memberi dana yang lebih besar.Padahal dana bukanlah hal utama dalam perbaikan mutu pendidikan. Mutupendidikan akan meningkat bila kepala sekolah mengembangkan sikap baru yangterfokus pada kepemimpinan, kerja tim, koperasi, akuntabilitas dan pengakuan.Dengan demikian, madrasah yang bermutu, harus siap dengan segala perubahan dantidak stagnan.Dengan paradigma baru di bidang pendidikan, khususnya kebijakan pendidikanyang demokratis, maka ke depan, peluang untuk memajukan pendidikan madrasahsangat luas dan terbuka. Demokratisasi pendidikan tersebut misalnya, dalam halmanajemen madrasah/sekolah, perlu dikembangkan school based management (SBM)atau manajemen berbasis sekolah/madrasah (MBS/M). Melalui MBM, peranmadrasah yang sesungguhnya akan bisa dilihat, sebagaimana visi dan misi pertamamadrasah didirikan; yakni disamping menjawab kebutuhan masyarakat di bidangilmu keagamaan, juga diusahakan memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang ilmupengetahuan umum.Komponen Madrasah BermutuMutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yangdihasilkan. Mutu bukanlah benda magis atau sesuatu yang rumit, namun sesuatu yangdidasarkan pada akal sehat. Setiap program mutu selalu mencakup empat (4)komponen penting.9 Pertama, adanya komitmen untuk berubah, serta kepala sekolahmesti memperlihatkan komitmennya terhadap perubahan. Mutu adalah perubahan,dan berfikir tentang perubahan sering menimbulkan rasa takut pada pada banyakorang. Komitmen untuk berubah akan membantu mengurangi ketakutan pada orang-orang di lingkungan sekolah. Harap diingat bahwa tidak semua hal akan berjalan baikpada saat awal. Semua orang harus bersiap untuk menerima kegagalan. Kegagalan ituhal yang biasa, asalkan saja mau belajar dari kegagalan itu.8 Said Agil Husin Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qurani dalam Sistem Pendidikan Islam (Jakarta:Ciputat Press, 2003), 202-203.9 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., ix-xi.

Page 74: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

74 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)Kedua, madrasah mesti menyadari bagaimana kondisinya sekarang ini. Banyakkegagalan yang disebabkan karena pimpinan sekolah tidak menyadari kondisisebenarnya sekolah. Upaya untuk memecahkan masalah dimulai sebelummasalahnya sendiri jelas. Oleh karena itu, sebelum mengikhtiarkan perubahan yangberhasil, pihak madrasah mesti mengetahui bagaimana sistem sekolah sekarangberjalan.Ketiga, pihak madarasah mesti memiliki visi masa depan yang jelas, dan semuaorang di madrasah mesti berpegang pada visi itu. Visi merupakan mercusuar yangmejadi pedoman bagi tim madrasah dalam pengembangan madrasah bermutu. Setiapprogram mutu akan menghadapi kesulitan. Visi kepala madrasah akan membantusetiap orang untuk tetap terfokus dan berkomitmen terhadap transformasi mutu.Keempat, pihak madrasah mesti memiliki rencana untuk mengimplementasikanmutu di madrasah. Rencana yang dibuat hendaknya memberikan serangkaianpedoman pada tim yang akan melaksanakan proses implementasi. Rencana mutumesti merupakan sebuah dokumen hidup. Baik faktor internal maupun eksternalyang memiliki dampak terhadap pendidikan akan berubah. Rencana mesti secararutin diperbaharui untuk mencerminkan perubahan ini. Tidak ada program mutuyang stagnan dan tidak ada dua program mutu yang identik. Program mutu harusmencerminkan lingkungan pendidikan madrasah.

Karakteristik Madrasah BermutuSampai saat ini masih dijumpai adanya berbagai persepsi beragam tentangpengertian madrasah bermutu. Sebagian berpendapat bahwa madrasah bermutuadalah madrasah yang memadukan antara keunggulan dalam bidang ilmupengetahuan, keterampilan, dan teknologi dengan keunggulan dalam bidangkeimanan dan ketakwaan. Keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, keterampilandan teknologi selama ini dimiliki oleh sekolah umum. Sementara keunggulan dalambidang pengetahuan keagamaan, keimanan, dan ketakwaan dimiliki oleh lembagapendidikan madrasah atau pesantren. Sintesis dari keunggulan yang dimiliki kedualembaga pendidikan itu kemudian mengambil bentuk sekolah pesantren (BoardingSchool) atau madrasah.10Gagasan menyatukan kelebihan sekolah umum (ilmu umum) dengan kelebihansekolah pesantren (ilmu agama) dalam wadah sekolah (madrasah) sehingga menjadimadrasah bermutu patut dijadikan renungan untuk difikirkan dalam memenuhikebutuhan masyarakat. Dimana kebutuhan masyarakat sekarang sering bertumpupada dua hal makro, yakni spiritualitas dan teknologi (juga ilmu sosial dan ilmualam). Selama ini pesantren unggul di bidang spiritualitas sementara sekolah umumunggul di bidang iptek. Dengan demikian apabila dua keunggulan itu diintegrasikan,maka akan terpenuhilah kebutuhan masyarakat, dan ini semestinya dimiliki oleh10 Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Grassindo,2001), 252.

Page 75: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 75madrasah.11 Konsep pemaduan yang dimaksud adalah hal-hal yang positif dari kedualembaga. Hal-hal yang negatif dari kedua lembaga harus ditinggalkan.Menurut Said Agil Husin Munawar,12 dalam hal kurikulum, perlu dikembangkankurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dengan ketentuan ini, maka kurikulum yangberlaku secara nasional adalah kurikulum minimal yang harus diajarkan kepadapeserta didik. Madrasah dapat mengembangkan, menjabarkan, bahkan menambahbahan kajian sesuai kebutuhan. Dengan begitu, ciri khas dan keunggulan masing-masing madrasah dapat ditumbuhkan kembali, dan kurikulum dapat dikembangkansesuai dengan kebutuhann riil masyarakat.Tradisi untuk mempelajari ilmu-ilmu agama seperti ketaatan dalammenjalankan ibadah, akhlak yang mulia, kemandirian, kesabaran, kesederhanaan,adalah nilai-nilai pendidikan yang perlu dipelihara di madrasah. Sementara tradisikritis, inovatif, kreatif, dinamis, progresif, terbuka, rasa percaya diri, dan lain-lainyang biasa ditemukan dalam tradisi sekolah umum perlu juga diadopsi olehmadrasah dalam rangka menuju madrasah yang lebih bermutu.Dalam hal operasional, karakteristik sekolah bermutu bisa dilihat dari beberapapoin berikut ini:131. Terfokus pada kostumer.Agar sekolah mengembangkan fokus mutu, setiap orang dalam sistem sekolahmesti mengakui bahwa setiap output lembaga pendidikan adalah kostumer. Sekolahmemiliki kostumer internal dan eksternal. Kostumer internal adalah orang tua, siswa,guru, administrator, staf dan dewan sekolah yang berada di dalam sistem pendidikan.Kostumer eksternal adalah masyarakat, perusahaan, keluarga, militer dan perguruantinggi yang berada di jalur organisasi, namun memanfaatkan output pendidikan.142. Keterlibatan totalSetiap orang perlu terlibat dalam transformasi mutu. Manajemen mestimemiliki komitmen untuk memfokuskan pada mutu. Transformasi mutu diawalidengan mengadopsi paradigma baru pendidikan. Cara fikir dan cara kerja lama harusdisingkirkan. Dalam bidang pendidikan, memang sungguh sulit untukmengembangkan paradigma baru pendidikan. Ada dua keyakinan pokok yangmenghalangi penciptaan mutu dalam sistem pendidikan.Pertama, banyak profesional pendidikan yakin bahwa mutu pendidikanbergantung pada besarnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan. Lebih banyak

11 Ide ini juga pernah dikemukakan oleh Wahjoetomo dengan memakai sampel perguruan tinggi umumdan pesantren demi memformat perguruan tinggi alternatif masa depan demi memenuhi harapan dankebutuhan masyarakat, yaitu perguruan tinggi yang di satu sisi bisa memenuhi kebutuhan imtak (imandan takwa) dan di sisi lain bisa memenuhi kebutuhan iptek. Lihat Wahjoetomo, Perguruan TinggiPesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 9.12 Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., 203-204.13 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., 11-14.14 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 40.

Page 76: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

76 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)uang yang diinvestasikan dalam pendidikan maka lebih tinggi juga mutu pendidikan.Hal ini tidak sepenuhnya benar. Lebih dari satu dekade negara bagian Connecticutmenginvestasikan jutaan dollar AS dalam sistem pendidikannya. Biaya pendidikanper siswa di sana tertinggi secara nasional. Para guru dan administrator punmendapat gaji yang tinggi, tetapi ternyata rasio guru dan siswa merupakan yangterendah secara nasional.Kedua, banyak profesional pendidikan yang tepat memandang pendidikansebagai sebuah jaringan anak manis. Mereka bersikukuh untuk bertahan dari tarikanprofesional non pendidikan yang mempengaruhi perubahan sistem. Banyakprofesional pendidikan secara terbuka menyatakan bahwa mereka memilikikomitmen terhadap transformasi mutu, namun mereka tidak mengembanghkanfilosofi baru dalam pendidikan. Mutu pendidikan tidak akan mengalami perbaikanyang signifikan sampai ada penyelesaian terhadap kedua masalah tadi.15Saat ini kita telah memasuki era globalisasi yang ditandai denganperkembangan dan kemajuan di berbagai bidang. Seiring dengan itu dapat disaksikanbahwa tidak satupun bangsa dan negara di dunia yang mampu hidup sendiri tanpabekerja sama satu dengan yang lain. Di sinilah diperlukan keterlibatann semua pihakterkait dalam pengembangan madrasah bermutu.3. PengukuranSecara tradisional ukuran mutu atas keluaran sekolah adalah prestasi siswa.Ukuran dasarnya adalah hasil ujian. Bila hasil ujian bertambah baik, maka mutupendidikan pun membaik. Para profesional pendidikan mesti belajar untuk mengukurmutu. Mereka perlu memahami pengumpulan dan analisa data yang diperlukandalam proses yang sedang dibahas.Menurut Nata,16 madrasah bermutu juga bisa dilihat dari kualitas lulusannyayang tidak hanya menguasai materi-materi yang diajarkan, tetapi juga proses untukmencapai dan menguasai matei tersebut. Dengan demikian, madrasah bermutu,disamping mampu mencerdaskan para lulusannya dengan menguasai ilmupengetahuan yang relevan untuk kehidupan, juga harus memberikan kemampuanseseorang untuk menguasai cara atau proses mendapatkan ilmu pengetahuan.4. Memandang pendidikan sebagai sistem dan mempunyai berkomitmen pada mutuPendidikan mesti dipandang sebagai sebuah sistem. Ini merupakan konsep yangamat sulit difahami oleh para profesional pendidikan. Umumnya, orang yang bekerjadalam bidang pendidikan memulai perbaikan sistem tanpa mengembangkanpemahaman yang penuh atas cara sistem tersebut bekerja. Dalam sebuah analisisrinci atas perguruan tinggi di Inggris belum lama ini, ternyata cukup mengejutkan.Perguruan tinggi itu tak punya catatan tertulis mengenai proses atau prosedur kerja.Fungsi-fungsi berjalan karena memang selalu dijalankan. Dengan memandang

15 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 11-13.16 Abudin Nata, Op.Cit., 256.

Page 77: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 77pendidikan sebagai sistem, maka para profesional pendidikan dapat mengeliminasipemborosan dan dapat memperbaiki mutu setiap proses pendidikan.Kepala madrasah/ sekolah harus memiliki komitmen pada mutu. Bila merekatidak memiliki komitmen, proses transformasi mutu tidak akan dapat dimulai karenakalaupun dijalankan pasti gagal. Setiap orang perlu mendukung upaya mutu. Mutumerupakan perubahan budaya yang menyebabkan organisai mengubah carakerjanya. Orang biasanya tidak mau berubah, tapi manajemen harus mendukungperoses perubahan dengan memberi pendidikan, perangkat, sistem dan proses untukmeningkatkan mutu.17Dalam hal strategi dan metode pembelajaran, para guru dapat berkreasi danberinovasi dalam menjadikan murid memahami dan menguasai materi pelajaran.Dalam hal pengembangan potensi siswa, pimpinan sekolah dapat menciptakansuasana yang kondusif serta program-program khusus untuk mengembangkan bakatdan minat. Dalam hal lingkungan belajar, pihak penyelenggara pendidikan dapatmenentukan desain dengan budaya yang berkembang di daerahnya.185. Perbaikan berkelanjutanKonsep dasarnya, mutu adalah segala sesuatu yang dapat diperbaiki. Menurutfilosofi manajemen lama, kalau belum rusak, janganlah diperbaiki. Mutu didsarkanpada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada proses yangsempurna. Menurut filosofi manajemen yang baru, bila tidak rusak, perbaikilah,karena bila tidak diperbaiki, orang lain yang akan melakukannya. Inilah konsepperbaikan berkelanjutan.Menurut Hussain dan Ashraf, sistem pendidikan Islam, termasuk madrasah,yang dinamis itu harus memiliki dua ciri pokok. 1) Memiliki ciri-ciri dasar yang tidakberubah, yang membedakannya dengan sistem-sistem lain. Jika ciri-ciri ini hilangmaka hilang pula lah sistem tersebut. 2) Mempunyai satu mekanisme untukmengubah ciri-ciri yang tidak mendasar. Jika sistem itu tidak ada, maka sistem itutidak akan dapat menyesuaikan dirinya dengan perubahan ruang dan waktu. Jikademikian, sistem akan stagnan dan lalu menghilang.19Untuk itu, diperlukan dua kemampuan sekaligus; 1) Menangkap esensi terdalamdari eksistensi pendidikan madrasah di Indonesia yang mungkin tidak bisadigantikan oleh peran lembaga lain, dan 2) Kejelian melihat situasi yang berkembang,yang menuntut perubahan pendidikan Islam secara konstruktif, sebagai langkahadaptif dan antisipatif. Dalam kenyataannya, kebutuhan terhadap dua hal tersebutmencerminkan interaksi antara aspek teoritis (idealis) dan aspek realistis(empiris).2017 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., 41-42.18 Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., 204.19 Syed Sajjad Hussain dan Syed Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam (Bandung:Gema Risalah Press, 1993), 65.20 Ali Maksum, Op.Cit., 30.

Page 78: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

78 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)Di sini di butuhkan program berkala dalam rangka peningkatan mutu sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan Islam, dan ini merupakan langkah kunciuntuk mencapai keunggulan mutu. Semua komponen yang terlibat dalam prosespendidikan, baik secara internal maupun eksternal, hendaknya memiliki standardkompetensi dan perhatian yang bermutu agar satu sama lain dapat bekerja sebagaisatu tim yang handal. Keunggulan pendidikan, bukan hanya terletak pada kurikulumdan proses pendidikannya, tetapi juga pada kepemimpinan, kecakapan tenagaadministrasi, kehandalan tenaga edukatif, ketekunan tenaga konseling, dan perhatianorang tua serta masyarakat. Pada akhirnya indikator-indikator itu akan memperkuatmanajemen berbasis sekolah (MBS).21Lebih lanjut, mutu berasal dari kepala madrasah, siswa dan staf. Kepalamadrasah mesti menciptakan paradigma baru pendidikan untuk komunitasnya.Pendidikan mesti dinilai atas kontribusinya untuk mengembangkan siswa menjadiwarga negara yang bernilai dan dipersiapkan agar lebih baik dalam menghadapitantangan akademik dan bisnis di masa depan. Madrasah bermutu membangunlingkungan yang memungkinkan setiap orang membawa ukuran perbaikan mututerhadap proses kerjanya sendiri.22Prinsip dan Kiat Menuju Madrasah BermutuPara profesional pendidikan sekarang ini kurang memiliki pengetahuan ataupengalamann yang diperlukan untuk menyiapkan para siswanya memasuki pasarkerja global. Tradisi rupanya menghalangi proses pendidikan untuk melakukanperubahan yang diperlukan agar programnya sesuai dengan kebutuhan siswa.Masyarakat menuntut mutu pendidikan diperbaiki, namun masyarakat engganmendukung dunia pendidikan untuk mengupayakan perbaikan. Banyak profesionalpendidikan yang takut pada perubahan dan tidak tahu cara menjawab tantanganzaman.23Para profesional pendidikan perlu sadar, program mutu di dunia komersialtidak bisa dijalankan dalam bidang pendidikan. Mengingat proses kerja, budaya, danlingkungan organisasi di kedua bidang itu berbeda. Para profesional pendidikanharus diberi program mutu yang khusus dirancang untuk pendidikan. Salah satukomponen penting program mutu dalam pendidikan adalah mengembangkan sistempengukuran yang memungkinkan para profesional pendidikan mendokumentasikandan menunjukkan nilai tambah pendidikan bagi siswa dan komunitasnya.Penyelesaian yang cepat tidak akan memecahkan masalah pendidikan; penyelesaianharus bertahap (steep by steep).Beberapa prinsip pokok dari Deming –pakar mutu- yang dapat diterapkandalam bidang pendidikan dalam rangka mencapai mutu adalah sebagai beikut.21 Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., 248.22 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., 14-15.23 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 4-5.

Page 79: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 791. Anggota dewan sekolah dan administrator harus menetapkan tujuan mutupendidikan yang akan dicapai.2. Menekankan pada upaya pencegahan kegagalan pada siswa, bukanmendeteksi kegagalan setelah peristiwanya terjadi.3. Asal diterapkan secara ketat, penggunaan metode kontrol statistik dapatmembantu memperbaiki outcomes siswa dan administratif.24Sementara itu beberapa pandangan Juran –juga ahli mutu- tentang mutu adalah:1. Meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir.2. Perbaikan mutu merupakan proses berkesinambungan bukan program sekalijalan.3. Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah danadministrator.4. Pelatihan massal merupakan prsyarat mutu.5. Setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan.25Menuju Madrasah Bermutu melalui Manajemen Mutu TerpaduLazimnya sebuah organisasi, persoalan yang dihadapi sekolah/madrasah biladianalisa lebih mendalam bermuara pada masih miskinnya sistem manajemen yangdigunakan. Kepemimpinan yang tidak efektif, adiministrasi yang belum tertata,sistem informasi yang tidak/kurang dikelola dengan baik serta kurangnyaketerlibatan dan peran serta berbagai pihak dalam pengembangan pendidikanmerupakan sebagian indikasi dari sekolah sebagai organisasi yang belum efektif.Menyadari kompleksnya organisasi sekolah, menuntut sistem manajemen yangkomprehensif dan efektif dari para pengelola pendidikan dengan mendasarkan padakondisi obyektif (kebutuhan dan potensi) yang dimiliki sekolah agar dapatmeningkatkan mutu pendidikannya.26Di samping banyak model manajemen yang bisa diterapkan dalam rangkamengembangkan mutu (seperti MBS, MBM, dll.), Manajemen Mutu Terpadu (MMT)atau Total Quality Management (TQM), apabila diterapkan secara tepat, merupakanmetodologi yang dapat membantu para profesional pendidikan menjawab tantanganlingkungan masa kini. MMT dapat dipergunakan untuk mengurangi rasa takut danmeningkatkan kepercayaan di lingkungan madrasah.MMT bisa digunakan sebagai perangkat untuk membangun aliansi antarapendidikan, bisnis dan pemerintahan. Aliansi pendidikan memastikan bahwa paraprofesional pendidikan (madrasah) memberikan sumber daya yang dibutuhkan24 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 8.25 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 9.26 Lapis, “Menuju Pendidikan Mutu melalui Demokratisasi Sekolah”, Lapis, No. 01/November 2005, 8.

Page 80: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

80 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)untuk mengembangkan program-program pendidikan. MMT membentukinfrastruktur yang fleksibel yang dapat memberikan respons yang cepat terhadapperubahan tuntutan masyarakat. MMT dapat membantu madrasah menyesuaikan diridengan keterbatasan dana dan waktu. MMT memudahkan madrasah mengelolaperubahan.27Transformasi menuju madrasah bermutu diawali dengan mengadopsi dedikasibersama terhadap mutu oleh dewan sekolah, administrator, staf, siswa, guru danmasyarakat. Prosesnya diawali dengan mengembangkan visi dan misi mutu untuksetiap madrasah. Visi mutu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kostumer,mendorong keterlibatan total komunitas dalam program, mengembangkan sistempengukuran nilai tambah pendidikan, menunjang sistem yang diperlukan staf dansiswa untuk mengelola perubahan, serta perbaikan berkelanjutan dengan selaluberupaya keras membuat produk madrasah menjadi lebih baik.28Kepala Madrasah sebagai Pioner Pengembangan MutuKepala madrasah berperan dalam memberi arah pada madrasah. Dialah yangharus memiliki visi masa depan, dan dia juga yang berkemampuan mengajak paraguru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai miliknya. Ini mengacu padakonsep tanggung jawab bersama. Para guru dan staf memiliki komitmen untukmewujudkan visi tersebut. Mungkin banyak orang yang menentang posisi dewansekolah, pengawas dan administrator (kepala sekolah) sebagai pemilik visi untuksekolah. Mereka menyatakan bahwa visi hendaknya dibuat oleh semua orang bukanhanya oleh manajemen lapis atas. Padahal sebenarnya, visi bagi setiap sistempendidikan dibangun oleh dewan sekolah dan pengawas berdasar masukan darikomunitas dan staf. Kalau diskemakan bentuknya bisa seperti “piramida”.Pemimpin mutu dalam pendidikan memiliki kemampuan untukmenggambarkan visi dari para stafnya di sekolah dan mengilhami para staf untukmengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mewujudkan visi tersebut. Iniyang disebut dengan konsep tanggung jawab bersama dan pemberdayaan. Di sinidibutuhkan model kepemimpinan yang demokratis.29Munculnya paradigma baru menuju pendidikan demokratis antara lainmemperbesar partisipasi masyarakat dalam pendidikan melalui manajemen berbasissekolah serta pengembangan pelibatan siswa dalam perencanaan operasionalpengembangan proses pembelajaran menurut semua pihak/masyarakat sekolahuntuk dapat bekerja sama, terlibat aktif dan berpartisipasi untuk meningkatkankualitas sekolah masing-masing.3027 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., 10.28 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 10-11.29 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 17.30 Lapis, “Menuju Pendidikan Mutu melalui Demokratisasi Sekolah”, Loc.Cit.

Page 81: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 81Pemberdayaan/partisipasi tidaklah berarti tiap orang akan jadi berbuat apasaja yang diinginkannya. Pemberdayaan berarti orang didorong untuk terbuka,kreatif dan inovatif dalam menemukan cara kerja baru untuk mencapai visinya.Tanggung jawab bersama dan pemberdayaan berarti bahwa orang didorong untukterbuka, kreatif dan inovatif untuk menemukan cara baru dalam bekerja di dalamsistem yang memungkinkan setiap orang mencapai visi dalam keseluruhan sistem.Prinsip mengakui adanya interdependensi antara orang dan fungsi. Pemimpin mutuyang mencerahkan mendorong para stafnya untuk mencapai tujuan utama organisasi–perbaikan mutu berkelanjutan.31Dalam piramida kepemimpinan mutu, dewan sekolah, pengawas dan kepalasekolah (administrator) harus memberikan kepada staf dan guru sejumlah sumberdaya yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Ini berarti kekuasaan absolutyang dimiliki kepala sekolah tidak bisa dipertahankan lagi. Kata otoritas dankekuasaan sudah dihapus dari kosa kata pemimpin mutu, namun tidak berarti kepalasekolah tidak memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan. Ketika kepalasekolah diminta membuat keputusan, keputusan tersebut merefleksikan kepedulian,pendapat, sikap dan kepentingan seluruh komunitas.Lantas, bagaimana peran guru dan staf dalam piramida kepemimpinan mutu?Dalam piramida kepemimpinan mutu, setiap orang adalah pemimpin. Untukmencapai visi mutu pendidikan, guru mesti mengajak siswanya untuk memandangdirinya sebagai pemilik visi dan mesti berkeinginan untuk mendengarkan danbertindak berdasarkan gagsan inovatif dan kreatif siswa guna mencapai visi tersebut.Guru harus menghilangkan otoritas absolut di ruang kelas.32Sudah menjadi rahasia umum bahwa carut marutnya kondisi pendidikanIndonesia tidak terlepas dari persoalan guru baik itu berkenaan dengan jumlah,kualitas maupun kesejahteraannya. Terlebih yang dihadapi oleh madrasah, yangnotabene lahir dan dibesarkan masyarakat, tapi kurang mendapat perhatian daripemerintah. Seolah sebuah takdir, madrasah lahir di lingkungan masyarakat miskinyang membutuhkan pendidikan, hidup dalam serba keprihatinan dan berakhir ibarat“hidup segan mati tak mau”.Demikian juga kondisi guru-gurunya yang sebagian besar adalah guru honoreryang direkrut tanpa tuntutan kualifikasi standard profesi selain kemauan mengabdidan beramal bagi lingkungannya yang memerlukan pengetahuan dan mereka dibayardengan honor di bawah upah minimum regional. Sebagian besar mereka tidakmemiliki latar belakang pendidikan yang sesuai (mismatch). Kondisi seperti ini jelasakan berdampak pada mutu lulusan yang dihasilkan madrasah, dimana guru sampaisaat ini merupakan sumber utama proses belajar mengajar.33 Meski demikian, gurutidak boleh bersikap otoriter atau absolut.31 Jerome, S. Arcaro, Op.Cit., 17-18.32 Jerome, S. Arcaro, Ibid., 18-19.33 Lapis, “Guru dulu dong…please…”, Lapis, No. 01/November 2005, Op.Cit., 11.

Page 82: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

82 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)Dalam konteks Indonesia, sebagai aktualisasi dari paradigma baru pendidikannasional, pemerintah secara sistematis menyosialisasikan empat hal berikut. 1)Partisipasi masyarakat dalam mengelola pendidikan (community based education). 2)Otonomi dan desentralisasi pendidikan. 3) Sumber daya manusia yang profesional. 4)Sarana dan sumber daya pendidikan yang memadai. Sesuai dengan tuntutanmasyarakat demokratis, maka masyarakat harus ikut secara aktif di dalammenyelenggarakan pendidikannya. Community based education menuntut masyarakat(orang tua, pemimpin masyarakat lokal-nasional), dunia kerja dan industri terlibataktif dalam membina pendidikannya.34Sebuah Catatan AkhirHal yang menarik dicatat, ternyata yang mempelopori pertama kali berdirinyamadrasah adalah masyarakat secara perseorangan. Inilah yang membuatkemandirian madrasah lebih bisa dimiliki dan tidak banyak tergantung padapemerintah, baik dalam hal manajemen maupun operasional bahkan pembiayaan.Pembiayaan kebanyakan diperoleh madrasah dari harta wakaf dan sumbanganmasyarakat (wali murid).Akan tetapi dalam perjalanannya, pembiayaan yang hanya mengandalkan wakafmasyarakat/swasta ternyata tidak bisa lancar sebagaimana yang diharapkan.Kenyataan menunjukkan bahwa peranan swasta untuk pembiayaan pendidikan dasardi Indonesia termasuk rendah. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalampendidikan perlu digalakkan, ditingkatkan, dan dihargai.35Peningkatan partisipasi masyarakat atau swasta perlu dilakukan dalam rangkapengembangan mutu madrasah/sekolah. Dalam pengembangan madrasah bermutu,tidak harus dalam bentuk biaya SPP yang mahal. Meski SPP mahal bisa mensupportpeningkatan mutu madrasah, tetapi ini tidak bersifat mutlak. Biaya sekolah yangmahal justru akan semakin menciptakan kesenjangan strata kelas sosial; yang kayasemakin jaya, yang miskin semakin terkikis.Ivan Illich melalui karyanya “Pendidikan sebagai Praktik Pembebasan”; KeithWittson dengan karyanya Education in the Third World, termasuk orang-orang yangmengkritik sistem sekolah dengan biaya mahal. Mereka berpendapat bahwapendidikan sebagai tulang punggung kemajuan bangsa telah salah alur, ia telahmenjadi barang komoditi yang cukup mahal dan hanya dapat dibeli oleh mereka yangpunya kemampuan ekonomi yang memadai.36Pendidikan telah lepas landas dari akarnya, ia tidak lagi menjadi milik lapisanmasyarakat, bangsa, dan negara. Kritik yang mereka majukan itu pada dasarnyabertolak dari keinginan untuk melakukan reformasi terhadap dunia pendidikan yangdinilainya kurang berpihak kepada kaum lemah, dan kondisi yang terjadi di Amerika34 Ali Maksum, Op.Cit., 32.35 H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 22-24.36 Abudin Nata, Op.Cit., 253.

Page 83: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 83Latin (Brazil) itu juga terjadi di Indonesia dan negara-negara dunia ketiga padaumumnya. Kultur sekolah yang kurang memihak kepada kaum yang lemah inilahsebagai hal negatif dan perlu diberantas.37 Boleh lah sekolah itu biayanya mahaldalam rangka mencapai mutu yang baik dan unggul, tetapi semestinya pembebananpembiayaan tidak sepenuhnya dirasakan rakyat; mesti ada subsidi yang cukup daripemerintah.Oleh karena dewasa ini di Indonesia ada program pemerintah berupa BOS(biaya operasional sekolah) atau BOM (Biaya Operasional Madrasah), sebagaikompensasi dari kenaikan BBM, dan madrasah juga bisa menikmatinya, maka hal inisemestinya bisa memberikan support kepada madrasah untuk lebih bisamengembangkan lembaganya menjadi lembaga yang bermutu. Kemandirianmadrasah harus tetap dipelihara disamping tetap memanfaatkan subsidi daripemerintah. Jangan hanya mengandalkan subsidi dari pemerintah melalui BOS atauBOM, sebab program tersebut hanya bersifat insidental.Demi kemajuan madrasah, sudah tentu berbagai peluang harus secara maksimaldimanfaatkan untuk kemajuan madrasah. Peluang ini menuntut semuapenyelanggara pendidikan baik pimpinan madrasah, pengurus yayasan, maupun paraguru, untuk memiliki sifat kreatif dan inovatif.38 Pelibatan secara partisipatif dandemokratis terhadap semua pihak (stakeholders) madrasah juga perlu dilakukandemi mencapai madrasah yang bermutu dan unggul.Daftar PustakaAl-Munawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-Nilai Qurani dalam Sistem Pendidikan

Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2003)Freire, Paulo, Sekolah Kapitalisme yang Licik (Yogyakarta: LKiS, 1998)Hussain, Syed Sajjad & Syed Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam(Bandung: Gema Risalah Press, 1993)Idi, Abdullah & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta: TiaraWacana, 2006)Jerome, S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Cet. III, terj. Yosal Iriantara (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006)Lapis, “Menuju Pendidikan Mutu melalui Demokratisasi Sekolah”, Lapis, No.01/November 2005Lapis, “Guru dulu dong…please…”, Lapis, No. 01/November 2005Mulkhan, Munir, Nalar Spiritual Pendidikan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), 187.37 Paulo Freire, Sekolah Kapitalisme yang Licik (Yogyakarta: LKiS, 1998), 29.38 Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., 204.

Page 84: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

84 | Madrasah Bermutu Berbasis Manajemen Mutu Terpadu (MMT)Maksum, Ali, “Pembaruan Sistem pendidikan Madrasah”, Nizamia (Surabaya: Fakultastarbiyah IAIN Sunan Ampel, 2005), Vol. 8 No. 1Nata, Abudin, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Grassindo,2001)Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994)Tilaar, H.A.R., Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2000)Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan (Jakarta:Gema Insani Press, 1997)

Page 85: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

85

PENDEKATAN SEJARAH DALAM STUDI ISLAMMokh. Fatkhur Rokhzi1e-mail: murahrizeki@@gmail.com

AbstrakTulisan ini fokus membahas tentang karakteristik pendekatan sejarah sebagaisalah satu pendekatan di dalam Studi Islam dengan didahului pembahasanseputar aspek Studi Islam. Islam telah menjadi kajian yang menarik minat banyakkalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi dipahamihanya dalam pengertian historis dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomenayang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentangbagaimana seorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam telah menjadisebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian sahdari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkinhanya dari satu aspek, karenanya dibutuhkan metode dan pendekataninterdisipliner. Kajian agama, termasuk Islam, seperti disebutkan di atasdilakukan oleh sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial danhumanities, sehingga muncul sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama,antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya,sarjana Barat bukan hanya menjadikan masyarakat Barat sebagai lapanganpenelitiannya, namun juga masyarakat di negara-negara berkembang, yangkemudian memunculkan orientalisme. Sarjana Barat sebenarnya telah lebihdahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap fenomena Islam dari pelbagaiaspek: sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin, ekonomi, perkembangantingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan, perkembanganminat dan kajian intelektual, dan seterusnya.Kata Kunci: Pendekatan Sejarah dan Studi Islam

1 Dosen Tetap STITNU Al Hikmah Mojokerto

Page 86: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

86 | Pendekatan Sejarah dalam Studi IslamPendahuluanAgama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umatmanusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam khususnya, sebagaiagama yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan banyakbanyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikirankegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudutpandang yang dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu adalah pendekatansejarah. Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami dalam berbagaidimensinya. Betapa banyak persoalan umat Islam hingga dalam perkembangannyasekarang, bisa dipelajari dengan berkaca kepada peristiwa-peristiwa masa lampau,sehingga segala kearifan masa lalu itu memungkinkan untuk dijadikan alternatifrujukan di dalam menjawab persoalan-persoalan masa kini. Di sinilah arti pentingnyasejarah bagi umat Islam pada khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuanataukah ia dijadikan pendekatan didalam mempelajari agama.Bila sejarah dijadikan sebagai sesuatu pendekatan untuk mempelajari agama,maka sudut pandangnya akan dapat membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau.Sebab sejarah sebagai suatu metodologi menekankan perhatiannya kepadapemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala,termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas di dalam pendekatansejarah. Karena itu penelitian terhadap gejala-gejala agama berdasarkan pendekatanini haruslah dilihat segi-segi prosesnya dan perubahan-perubahannya. Bahkan secarakritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan,perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan jugamampu memahami gejala-gejala struktural yang menyertai peristiwa. Inilahpendekatan sejarah yang sesungguhnya perlu dikembangkan di dalam penelitianmasalah-masalah agama.Studi Islam sebagai Disiplin IlmuMunculnya istilah Studi Islam, yang di dunia Barat dikenal dengan istilah IslamicStudies, dalam dunia Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya telahdidahului oleh adanya perhatian besar terhadap disiplin ilmu agama yang terjadipada abad ke sembilan belas di dunia Barat. Perhatian ini di tandai denganmunculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku Intruduction toThe Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis P. Tiele(1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda.Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancismempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) dansebagainya. Amirika menghasilkan tokoh seperti William James (1842-1910) yangdikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timurmenampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) dari Polandia, Mircea Elaide dariRumania. Itulah sebagian nama yang dikenal dalam dunia ilmu agama, walaupuntidak seluruhnya dapat penulis sebutkan di sini.

Page 87: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 87Tidak hanya di Barat, di Asia pun muncul beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepangmuncul J. Takakusu yang berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abadkesembilan belas dan T. Suzuki dengan sederaetan karya ilmiahnya tentang ZenBudhisme. India mempunyai S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupunfilsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions(1950), dan P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yangditerbitkan di London pada 1959. dan filsafat analitis.1Berbeda dengan dunia Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di dunia Islamtelah lama muncul. Dalam dunia Islam dikenal beberapa tokoh dalam berbagaidisiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti AbuHanifah, Al-Syafi’I, Malik, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenaltokoh seperti Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, dan sebagainya pada sekitarabad kedua dan keempat hijriyah. Dan akhirnya muncul tokoh-tokoh abadkesembilan belas seperti: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Abad kedua puluhseperti Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun muncultokh-tokoh besar dari berbagai aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, danMu’tazilah. Penulis bidang ini antara lain; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughnydan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh seperti al-qusyairi yang terkenal dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w.456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulisal-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, dan sebagainya.2Walaupun secara realitas studi ilmu agama (baca: studi Islam [agama])keberadaannya tidak terbantahkan, tetapi dikalangan para ahli masih terdapatperdebatan di sekitar permasalahan apakah ia (Studi Islam) dapat dimasukkan kedalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmupengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan ini banyakdikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah misalnyamengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atauDirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, lalu apabedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakandi luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tersebut menurut Amin Abdullah,pangkal tolak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian studi Islam atau DirasahIslamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antarayang bersifat normative dan histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurangpas kalau dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran historiesnampaknya relevan.1 W.B. Sidjabat, Penelitian Agama: Pendekatan dari Ilmu Agama”, dalam Mulyanto Sumardi (ed.),Penelitian Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982, h. 70-742 Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta:Teraju, 2002, h. 21

Page 88: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

88 | Pendekatan Sejarah dalam Studi IslamTidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkandosen dan guru juga mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang guru ataudosen yang tidak mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yangdiajarkan. Sehingga banyak murid atau mahasiswa yang tidak memahami apa yangmereka pelajari, sungguh ironis.Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani olehmisi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadarmuatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecualidalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.3Dengan demikian secara sederhana dapat ditemukan jawabannya bahwa dilihatdari segi normatif sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits, makaIslam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya paradigmailmu ilmu pengetahuan yaitu paradigma analitis, kiritis, metodologis, historis, danempiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dansubyektif. Sedangkan jika dilihat dari segi historis, yakni Islam dalam arti yangdipraktekkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam kehidupanmanusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah.Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkanperbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudutnormatif, maka Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yangberkaitan dengan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat darisudut histories atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampilsebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).Selanjutnya studi Islam sebagaimana yang dikemukakan di atas, berbeda puladengan apa yang disebut sebagai Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yangdikemukakan oleh Sayyed Husen Nasr adalah sains yang dikembangkan oleh kaummuslimin sejak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, dan lainsebagainya.4Dengan demikian sains Islam mencakup berbagai pengetahuan modern yangdibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuanyang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupanmanusia. Sedangkan pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnyadiambil dari ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi olehsejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an dan akhlak.Berdasarkan uraian di atas, berkenaan dengan Studi Islam sebagai sebuahdisiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan persoalan metode dan pendekatan3 Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996, Cet. ke-1, h. 1064 Syed Husen Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.) Hasti Tarekat, dari judul asli A Young Muslim’sGuide in The Modern World, Bandung: Mizan, 1995, Cet. ke-2., h. 93

Page 89: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 89yang akan dipakai dalam melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yang menjaditopik utama dalam kajian makalah ini.Metode dan pendekatan dalam Studi Islam mulai diperkenalkan oleh parapemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 dan menjadi mejadi matakuliah barudengan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup PerguruanTinggi Agama Islam di Indonesia.Pertumbuhan dan Obyek Studi IslamStudi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukandi Masjid. Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin,Sejarawan Islam kontemporer, berada di Hijaz berpusat Makkah dan Madinah; Irakberpusat di Basrah dan Kufah serta Damaskus. Masing-masing daerah diwakili olehsahabat ternama.5Pada masa keemasan Islam, pada masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam dipusatkan di Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan pada pemerintahan Islam diSpanyol di pusatkan di Universitas Cordova pada pemerintahan Abdurrahman IIIyang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yang didirikan olehDinasti Fathimiyah dari kalangan Syi’ah.Studi Islam sekarang berkembang hampir di seluruh negara di dunia, baik Islammaupun yang bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN.Ada juga sejumlah Perguruan Tinggi Swasta yang menyelengggarakan Studi Islamseperti Unissula (Semarang) dan Unisba (Bandung).Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan di beberapa negara,antara lain di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch UniversityIndia, Studi Islam di bagi mnjadi dua: Islam sebagai doktrin di kaji di FakultasUshuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah danJurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam dari Aspek sejarah di kaji di FakultasHumaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi,Islamic Studies Program di kaji di Fakultas Humaniora yang membawahi juga ArabicStudies, Persian Studies, dan Political Science.Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan di Chicago University. Secaraorganisatoris, studi Islam berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah dan JurusanBahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebihmengutamakan kajian tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik,dan bahasa-bahasa non-Arab.Di Amerika, studi Islam pada umumnya mengutamakan studi sejarah Islam,bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu sosial. Studi Islam diAmerika berada di bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.5 Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Tt. Tc., h. 86

Page 90: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

90 | Pendekatan Sejarah dalam Studi IslamDi UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin dansejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu sosial, sejarah, dan sosiologi. DiLondon, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies(Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang memiliki berbagai jurusan bahasa dankebudayaan di Asia dan Afrika.6Dengan demikian obyek studi Islam dapat dikelompokkan menjadi beberapabagian, yaitu, sumber-sumber Islam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam, SejarahIslam, aliran dan pemikiran tokoh, studi kawasan, dan bahasa.Metode dan Pendekatan Sejarah dalam Studi IslamJika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) menjadi disiplin ilmutersendiri. Maka telebih dahulu harus di bedakan antara kenyataan, pengetahuan, danilmu. Setidaknya ada dua kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama,kenyataan yang disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dianggap nyatakarena kita bersepakat menetapkannya sebagai kenyataan; kenyataan yang dialamiorang lain dan kita akui sebagai kenyataan. Kedua, kenyataan yang didasarkan ataspengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya dua jeniskenyataan itu, pegetahuan pun terbagi menjadi dua macam; pengetahuan yangdiperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalamanlangsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayaiapa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melaluipengalaman kita sendiri.7Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, tetapi ada satu hal yang mesti diingat,bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangunapa yang diketahui menjadi sesuatu yang sahih (valid) atau benar (true).Kesahihan pengetahuan benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumberpengetahuan yang kita peroleh melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumbertradisi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui warisan atau transmisi darigenerasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan kedua adalah autoritas(authority), yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui penemuan-penemuan baruoleh mereka yang mempunyai wewenang dan keahlian di bidangnya. Penerimaanautoritas sebagai pengetahuan bergantung pada status orang yang menemukannyaatau menyampaikannya.Berbeda dengan pengetahuan, ilmu dalam arti science menawarkan dua bentukpendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experiencedreality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus untuk menemukan6 Atang Abdul Hakim, & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda Karya, h. 127 Earl Babbie, The Practice of Social Research, California: Wadasworth Publishing Co., 1986, hlm. 5

Page 91: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 91kenyataan itu. Ilmu menawarkan pendekatan khusus yang disebut metodologi, yaituilmu untuk mengetahui.Metode terbaik untuk memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah(scientific method). Untuk memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahamipengertian ilmu. Ilmu dalam arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam artipengetahuan (knowledge). Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawalipenjelajahannya dari pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu.Ilmu dalam pengertian ini tidak mempelajari ihwal surga maupun neraka karenakeduanya berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Demikian juga mengenaikeadaan sebelum dan sesudah mati, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-halseperti ini menjadi kajian agama. Namun demikian, pengetahuan agama yang telahtersusun secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, dapat juga dinyatakansebagai ilmu agama.Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ danmatbu’. Ilmu yang mempunyai sifat yang pertama ialah ilmu yang keberadaanobyeknya tidak memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyektersebut. Sifat ilmu yang kedua, ialah ilmu yang keberadaan obyeknya bergantungpada pengetahuan dan keinginan si subyek.Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu di bagi kepada dua cabang besar. Pertamailmu tentang Tuhan, dan kedua ilmu tentang makhluk-makhluk ciptaan Tuhan. Ilmupertama melahirkan ilmu kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmutafsir, hadits, fiqh, dan metodologi dalam arti umum. Ilmu-ilmu kealaman denganmenggunakan metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.Ilmu pada kategori kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakandengan ilmu menurut pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yangdidasarkan atas prosedur metode ilmiah dan kaidah-kaidahnya. Yang dimaksudmetode di sini adalah cara mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yangsistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tersebut disebutmetodologi. Dengan demikian metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang merupakan gabungan dari metode deduktif dan induktif.Dalam kontek inilah ilmu agama dalam Studi Islam (Islamic Studies) yang menjadidisiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari dengan menggunakan prosedur ilmiah. Yakniharus menggunakan metode dan pendekatan yang sistematis, terukur menurutsyarat-syarat ilmiah.Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalammemahami Islam. Penguasaan dan ketepatan pemilihan metode tidak dapat dianggapsepele. Karena penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang dapatmengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasaimetode hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Olehkarenanya disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentuperlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuanyang dimilikinya dapat dikembangkan.

Page 92: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

92 | Pendekatan Sejarah dalam Studi IslamDiantara metode studi Islam yang pernah ada dalam sejarah, secara garis besardapat dibagi menjadi dua. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahamiagama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebutdengan agama lainnya. Dengan cara yang demikian akan dihasilkan pemahamanIslam yang obyektif dan utuh. Kedua metode sintesis, yaitu suatu cara memahamiIslam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional,obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiahdigunakan untuk memahami Islam yang nampak dalam kenyataan histories, empiris,dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahamiIslam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative iniseseorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama agama yang mutlak benar.Hal ini di dasarkan kerena agama berasal dari Tuhan, dan apa yang berasal dariTuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan denganmelihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspekkehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.8Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkindpandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harusterus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan(approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknikpenelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama.Diantaranya adalah pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis,psikologis, histories, kebudayaan, dan pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yangdimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atauparadigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalammemahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwaagama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaanyang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangkaparadigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitianilmu sosial, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.9Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis tidak akan menguraikan secarakeseluruhan pendekatan yang ada, melaikan hanya pendekatan historis sesuaidengan judul di atas, yakni pendekatan histories.Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagaiperistiwa dengan memperhatikan unsure tempat, waktu, obyek, latar belakang, danpelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacakdengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibatdalam peristiwa tersebut.108 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, h. 112-1139 Taufik Abdullah dan M Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta;Tiara Wacana Yogyakarta, 1990, Cet. ke-2, h. 9210 Taufik Abdullah, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987), h. 105.

Page 93: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

Vol. III, No. 1, Maret 2015 | 93Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alamyang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanyakesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yangada di alam empiris dan histories.Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karenagama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisisosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yangmendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah.Ketika ia mempelajari al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa padadasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisikonsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekaliistilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yang khusus,doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan padaumumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkindiangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-Qur’an, atau bias jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukungadanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itukemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan dengan demikian,lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yangbersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf,munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep tentangfuqara’, masakin, termasuk yang konkret.Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksudmembentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka padabagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajakdilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah.11 Melalui pendekatan sejarahini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan denganpenerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agamakeluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secarabenar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’anatau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebutdengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an.Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalamsuatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memeliharasyari’at dari kekeliruan memahaminya.11 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, h. 48

Page 94: Vol. 2, No. 1 Maret 2015

94 | Pendekatan Sejarah dalam Studi IslamPenutup

Islamic Studies atau Pengkajian Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tuaseumur dengan kemunculan Islam sendiri. Pengkajian Islam dalam sejarahpanjangnya mewujud dalam berbagai tipe dan menyediakan lahan yang sangat kayabagi kegelisahan akademik dari kalangan insider maupun outsider. Jika Studi outsiderterwadahi dalam bentuk Orientalisme atau Islamologi, maka kajian insidermemunculkan model ngaji yang berorientasi pengamalan, apologis yang membericounter terhadap orientalisme, Islamisasi ilmu yang berupaya memberikan landasanparadigma Islam bagi ilmu-ilmu sekuler atau studi Islam klasik yang bersifat kritisnamun masih berorientasi pada pengamalan.Sebagai objek studi, Islam harus didekati dari berbagai aspeknya denganmenggunakan multidisiplin ilmu pengetahuan untuk mengurai fenomena agama ini.Salah satunya adalah melalui pendekatan sejarah yang tidak dapat diabaikan begitusaja bagi seseorang yang ingin memahami tentang Islam dengan benar.Daftar PustakaAbdullah, M. Amin, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996Abdullah, Taufik dan M Rusli Karim, (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah

Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990Abdullah, Taufik, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, ttBabbie, Earl, The Practice of Sosial Research, California: Wadasworth Publishing Co.,1986Praja, Juhaya S., Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya diIndonesia, Jakarta: Teraju, 2002Sayyed Husen Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.) Hasti Tarekat, dari judul asli AYoung Muslim’s Guide in The Modern World, Bandung: Mizan, 1995Sumardi, Mulyanto, (ed.), Penelitian Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982Hakim, Atang Abdul, dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Rosda).Nata, Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.