vol. 15, april 2018 issn...

80
Diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa Menguak hakikat bahasa dan budaya Jurnal Bahasa dan Budaya Vol. 15, April 2018 ISSN 1978-7219 Lingua Humaniora Vol. 15 Hlm. 1167—1234 April 2018 ISSN 1978-7219

Upload: others

Post on 30-Dec-2019

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ga

ris p

oto

ng

garis potong

ga

ris p

oto

ng

garis potongg

aris

lip

at

ga

ris li

pa

tg

aris

lip

at

ga

ris li

pa

t

ga

ris p

oto

ng

garis potong

ga

ris p

oto

ng

garis potong

Diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanPusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 15, April 2018 ISSN 1978-7219

Lingua Humaniora Vol. 15 Hlm. 1167—1234 April 2018 ISSN 1978-72199 7 7 1 9 7 8 7 2 1 0 0 6

I S SN 1 9 7 8 - 7 2 1 9

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 15, April 20

18

ISSN 1978-7219Vol. 15, April 2018

Lingua Humaniora Vol. 15 Hlm. 1167—1234 April 2018 ISSN 1978-7219

Lingua Humaniora: Jurnal Bahasa dan Budaya merupakan media informasi dan komunikasi ilmiah bagi para praktisi,

peneliti, dan akademisi yang berkecimpung dan menaruh minat serta perhatian pada pengembangan pendidikan bahasa dan budaya di Indonesia yang meliputi bidang pengajaran bahasa, linguistik, sastra, dan budaya. Lingua Humaniora: Jurnal Bahasa dan Budaya diterbitkan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Penanggung Jawab UmumDr. Luizah F. Saidi, M.Pd.

Penanggung Jawab KegiatanJoko Isnadi, S.E., M.Pd.

Mitra BestariDr. Bambang Indriyanto (SEAMEO QITEP in Language)

Dr. Katubi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Ketua Dewan RedaksiYatmi Purwati, S.H., M.P.A.

Wakil Ketua Dewan RedaksiGunawan Widiyanto, S.S., M.Hum.

Sekretaris RedaksiRirik Ratnasari, M.Pd.

Anggota Dewan RedaksiDrs. Herman KartakusumaDr. Endah Ariani Madusari

Aris Supriyanto, M.Pd.Dedi Supriyanto, M.Pd.

Rosidah, S.S.Wahyuningrum, M.Pd.

Dwi Hadi Mulyaningsih, M.Pd.Dwi Yoga Peny Hadyanti, M.Pd.Dra. Elita Burhanuddin, M.Pd.

Penata Letak dan PerwajahanYusup Nurhidayat, S.Sos.

Sirkulasi dan DistribusiSari Wulan, S.E., M.Acc.

Subarno

Kependidikan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Redaksi menerima tulisan dari pembaca yang belum pernah dimuat di media lain. Naskah dapat berupa hasil penelitian atau hasil pemikiran (telaah) yang sesuai dengan visi dan misi Lingua Humaniora. Setiap naskah yang masuk akan diseleksi dan disunting oleh dewan penyunting. Penyunting berhak melakukan perbaikan naskah tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.

v

Daftar Isi

Daftar Isi ...............................................................................

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab [Asep Sopian & Vera Aulia] ...................................

Honing Writing Skills through Blogging [Isnain Evilina Dewi] ..

Kesinambungan Topik Pada Novel Wanita Itu Adalah Ibu Karya Sori Siregar [Hafizah] ................................................................

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi Profesional dan Pedagogik Guru Bahasa Jepang [Kardina Pendikarini] .................................................

Strategi Komunikasi Pemelajar BIPA Level A1: Studi Kasus Pusat

Kebudayaan Indonesia di Cairo [Dedi Supriyanto] .....................

v

1167—1179

1180—1192

1193—1201

1202—1213

1214—1225

Tindak Tutur Direktif dalam Pidato Pasambahan Adat dalam Upacara Manjapuik Marapulai di Kabupaten Solok Sumatera Barat (Kajian Sosiolinguistik) [Redo Andi Marta] ............................... 1226—1234

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1167

POTRET KESANTUNAN BERBAHASA SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

Asep Sopian Universitas Pendidikan Indonesia

Vera AuliaPPPPTK Bahasa

INTISARIPenelitian ini bertujuan menggambarkan tuturan berbahasa siswa dan respons

guru terhadap tuturan berbahasa tidak santun siswa dalam pembelajaran bahasa Arab. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah siswa XI MA Al Inayah Bandung. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) tuturan berbahasa siswa dalam pembelajaran bahasa Arab mengandung ungkapan santun dan tidak santun yang dikemukakan oleh guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa, dan 2) respons guru terhadap tuturan siswa yang tidak santun dalam pembelajaran bahasa Arab adalah bahwa guru langsung menegur siswa yang bertutur tidak santun dan diarahkan menggunakan bahasa santun yang benar dan guru menilai kesantunan siswa dari perilaku keseharian mereka di dalam dan luar kelas.

Kata kunci: kesantunan, pembelajaran, bahasa Arab

ABSTRACTThis research is an attempt to describe the students’ speech and teachers’ response

towards the student’s impolite speech in Arabic learning. Descriptive qualitative method is employed. The research subjects are the eleventh-grade students from MA Al Inayah Bandung. The Data is gathered through observation and interview. Result of the study reveals that 1) students' language speech in Arabic language learning comprise polite and irreverent expressions conveyed by teachers and students,

1168 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

students and teachers, and students and students. , and 2) the teacher's response to the students’ impolite speech in learning Arabic is that the teacher directly rebukes the students to speak improperly and is directed to using proper language and the teacher assesses the students' politeness from their daily behavior inside and outside the classroom.

Keywords: politeness, learning, Arabic

PENDAHULUANManusia adalah makhluk sosial yang memerlukan bahasa untuk berkomu-

nikasi dengan sesamanya. Dalam lingkup sosial budaya, komunikasi antarma-nusia dibatasi oleh nilai-nilai yang disepakati bersama. Dalam komunikasi, bahasa tidak saja merupakan ciri dari derajat pengguna bahasa di antara sesa-manya. Bahasa yang memiliki makna dan nilai bagi penuturnya disebut bahasa santun (Sauri, 2006:51). Oleh karena itu, agar proses komunikasi antarma-nusia dapat berlangsung dengan lancar, setidaknya manusia perlu berbahasa dengan santun dalam berkomunikasi. Bahasa santun menurut Moeliono (Sau-ri, 2006: 51) berkaitan dengan tata bahasa dan pilihan kata. Penutur bahasa menggunakan tata bahasa yang baku dan dapat memilih kata-kata yang sesuai dengan isi atau pesan yang disampaikan dan sesuai pula dengan tata yang ber-laku di masyarakat itu. Bahasa yang tidak santun adalah bahasa yang kasar dan menyakiti perasaan orang yang mendengarnya. Oleh karena itu, bahasa santun berkaitan dengan perasaan dan tata nilai moral masyarakat penggunanya.

Sauri (2006: 111-113) memaparkan hasil observasinya berkaitan dengan bertutur kata para remaja. Hasilnya menunjukkan ketidaksantunan bahasa yang digunakan dalam pembicaraan antarremaja. Umumnya, mereka meng-gunakan bahasa akrab, tidak baku, atau bahasa gaul. Penggunaan bahasa seper-ti ini, walaupun tidak termasuk bahasa kasar, bahasa tersebut kurang santun. Berbahasa santun tidak dilihat dari pilihan kosakata yang dipergunakannya saja, tetapi juga dari cara pengucapan, gaya, dan mimik penutur.

Kesantunan berbahasa dapat dipandang sebagai usaha untuk menghindari konflik antara penutur dan mitra tutur. Setiap anggota masyarakat percaya bahwa kesantunan berbahasa yang diterapkan mencerminkan budaya masyara-kat. Hal itu terjadi juga dalam masyarakat sekolah. Kesantunan berbahasa yang

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1169

ditunjukkan oleh guru dalam berinteraksi dengan siswa akan menimbulkan respons yang baik dari siswa sehingga terjadi komunikasi yang baik. Komuni-kasi yang baik akan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang maksi-mal (Montolalu, 2013:2). Demikian pula dalam pembelajaran bahasa Arab, aspek kesantunan ini tidak bisa dipisahkan. Menurut Al Fauzān (2011: 176), pembelajaran bahasa Arab dapat didefinisikan sebagai suatu upaya membela-jarkan siswa untuk belajar bahasa Arab dengan guru sebagai fasilitator dengan mengorganisasikan berbagai unsur untuk memperoleh tujuan yang ingin dica-pai. Tujuan itu adalah, sebagaimana dinyatakan Al Bantānī (2013: 86) adalah agar siswa dapat menguasai aturan bunyi, struktur, tata bahasa, kemampuan untuk menggunakan bahasa Arab secara spontan dan mengekspresikan lancar ide-idenya secara baik.

Dalam konteks inilah, penelitian yang berkaitan dengan bahasa santun ini sangatlah penting dan perlu dilakukan. Penelitian yang dilakukan Fauziah (2008) dengan subjeknya para santri di Pondok Pesantren Darul Amanah Ka-bunan Sukorejo Kendal, menyimpulkan bahwa sikap santun berbahasa Arab para santri cukup. Hal ini karena pengaruh positif berbahasa Arab terhadap kehidupan sosial santri di pondok. Artinya, semakin tinggi sikap santun ber-bahasa Arab, semakin tinggi kehidupan sosial santri. Sebaliknya, semakin ren-dah sikap santun berbahasa Arab, semakin rendah pula kehidupan sosial santri di pondok itu.

METODE Dalam penelitian ini digunakan metode dekskriptif kualitatif untuk meng-

gambarkan fenomena secara naturalistik, tentang kesantunan berbahasa siswa di MA Al-Inayah Bandung. Data dikumpulkan melalui observasi terhadap pembelajaran bahasa Arab secara langsung dan wawancara.

KESANTUNAN BERBAHASASauri (2006: 112) menyatakan bahwa berbahasa santun tidak dilihat dari

pilihan kosakata yang dipergunakan saja, akan tetapi juga dari cara peng ucapan dan gaya serta mimik penuturnya. Dalam kaitan ini, ditemukan pula gaya dan mimik yang telah menggambarkan kesantunan. Misalnya, beberapa fenome-na di kalangan remaja yang mengisyaratkan perilaku santun, sering terdengar

1170 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

seperti ucap salam, disertai senyum dan cium tangan dalam berbagai suasana. Perilaku tersebut dapat digolongkan kepada komunikasi nonverbal. Komuni-kasi nonverbal adalah proses komunikasi yang pesan disampaikan tanpa kata-kata (Bahtiar, 2011). Contohnya adalah gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekan-an, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Lebih lanjut, Sauri (2006: 78−86) menyatakan bahwa Alquran menampilkan enam prinsip kesantunan berbicara, dalam arti bahwa Alquran menuntun agar orang berbahasa santun. Keenam prinsip tersebut adalah (1) qaulān sadīdān, ucapan-ucapan yang le-mah lembut, jelas, jujur, tepat, baik, dan adil; (2) qaulān ma'rūfān, perkataan yang baik yaitu perkataan yang sopan, halus, indah, benar, penuh penghar-gaan, dan menyenangkan, serta sesuai hukum dan logika; (3) qaulān balīgān, pembicaraan yang fasih, jelas maknanya, terang serta tepat mengungkapkan apa yang dikehendakinya; (4) qaulān maysūrān, ucapan yang membuat orang lain merasa mudah, bernada lunak, menyenangkan, halus, lemah lembut dan bagus dalam bicara; (5) qaulān layyinān, ucapan yang baik dilakukan dengan lemah lembut sehingga dapat menyentuh hati orang yang diajak bicara; dan (6) qaulān karīmān, yaitu ucapan yang lemah lembut berisi pemuliaan, peng-hargaan, dan penghormatan kepada orang yang diajak bicara.

Prinsip-prinsip berbahasa santun dalam Alquran dan Hadis juga menitik-beratkan dimensi nilai yang dapat diterima semua masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) prinsip kebenaran, yakni ungkapan bahasa yang mengan-dung pesan sesuai dengan kriteria kebenaran berdasarkan ukuran dan sumber yang jelas; (2) prinsip kejujuran, yakni ungkapan bahasa yang mengandung ke-benaran apa adanya, sesuai dengan data atau realita; (3) prinsip keadilan, yakni ungkapan bahasa yang isinya sesuai dengan kemestiannya, tidak berat sebelah atau mengandung subjektivitas tertentu; (4) prinsip kebaikan, yakni ungkapan bahasa yang sesuai dengan kaidah pengucapan dan isinya menunjukkan nilai kebaikan dan kebenaran, dan diucapkan dengan situasi dan kondisi yang ada; (5) prinsip kelemahlembutan, bahasa yang mengungkapkan kerendahan hati dan kasih sayang terhadap mitra wicara sehingga lawan bicaranya itu merasa dihargai dan diberi perhatian; (6) prinsip penghargaan, yakni ungkapan baha-sa yang tidak merendahkan orang sehingga pendengar merasa diperhatikan,

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1171

dihargai, dan dihormati; (7) prinsip kepantasan, yakni ungkapan bahasa yang sesuai dengan tingkat atau status orang yang mengucapkan dan mendengar-nya; (8) prinsip ketegasan, yakni ungkapan bahasa yang jelas dan sesuai de-ngan keharusannya; (9) prinsip kedermawanan, yakni ungkapan bahasa yang mengandung penghargaan kepada orang lain; (10) prinsip kehati-hatian, yakni ungkapan bahasa yang mempertimbangkan pesan dan caranya sehingga ter-hindar dari kesalahan; dan (11) prinsip kebermaknaan, ungkapan bahasa yang berisi atau mengandung arti (Sauri, 2006: 104−105). Prinsip kesantunan Sauri dipakai dalam kajian ini.

BAHASAN1. Tuturan Siswa pada Awal Pembelajaran Bahasa Arab

Tabel 1. Deskripsi tuturan siswa di awal pembelajaran

NoTuturan Hasil

PenelitianEkspresi Emosi

NilaiPemeran dan

Situasi Respons Guru terhadap Tuturan Siswa

Sant

un

Tid

ak

Sant

un

1wa’alaikumussalām warahmatullāh wabarakātuh.

Ekspresi kebahagiaan

√murid-guru/ pertemuan

Bismillāhirrahmānnir-rahīm.assalāmu’alaikum warahmatullāh wabarakātuh.(ekspresi kebahagiaan)

2alhamdulillāh baik, pak

Ekspresi kebahagiaan

√murid-guru/ pertemuan

bagaimana kabar kalian?(Ekspresi bingung dan kebahagiaan)

3

Siapa yah?teuing atuh, Pak. Banyak kayaknya. si novi, si jamila,loba da.

Ekspresi bingung dan galau

√murid-guru/ pertemuan

siapakah yang tidak hadir hari ini?(Ekspresi bingung dan halus) dan guru langsung menasihati siswa dengan perkataan “seharusnya jawab saja dengan kata

artinya saya datang”

1172 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Data tabel di atas menunjukkan bahwa tuturan-tuturan siswa pada awal pembelajaran bahasa Arab dikategorikan santun karena pilihan kata yang dipa-kai sesuai dengan awal pembelajaran. Tuturan tersebut tidak menyakiti mitra tutur baik kepada guru maupun teman.Tuturan (1) mengandung arti doa dan disampaikan jika seseorang bertemu dengan orang lain dan dapat digolongkan bahasa santun yang termasuk prinsip qaulān karīmān dan prinsip penghar-gaan (Sauri, 2006: 125−126). Respons guru terhadap tuturan tersebut berupa ekspresi kebahagiaan. Tuturan (4) ini mudah dipahami, diucapkan, dan digu-nakan untuk memotivasi semangat siswa pada pembelajaran bahasa Arab. Tu-turan ini dapat digolongkan bahasa santun karena diucapkan dengan ekspresi kebahagiaan. Oleh karena itu, ia mengikuti prinsip qaulān sadīdān, prinsip qaulān maysūrān, dan prinsip kebermaknaan. Respons yang ditimbulkan oleh guru pun dengan ekspresi kebahagiaan. Prinsip tuturan ini sama dengan prin-sip tuturan (5).

Tuturan (3) dapat digolongkan tidak santun karena diucapkan siswa de-ngan diksi yang menyakitkan perasaan guru. Hal ini karena menggunakan ba-hasa gaul dan diucapkan dengan ekspresi bingung dan galau karena merasa be-lum sempurna menyelesaikan tugas yang diberikan. Lalu, respons guru adalah dengan wajah biasa dan memilih melanjutkan materi selanjutnya. Seharusnya, siswa bertutur “maaf, pak tadi kita dari kamar mandi” dan mengacu pada prinsip qaulān sadīdān. Respons guru terhadap tuturan tersebut dengan eks-presi bingung dan halus.

4 SemangatEkspresi kebahagiaan

√murid-guru/ pertemuan

mari kita belajar bahasa arab, semangat! (Ekspresi kebahagiaan)

5urang teu mawa bukuna ge

mimik wajah bingung

√murid-murid/ pertemuan

guru hanya terdiam berekspresi kesal, seharusnya guru menasihati langsung siswa

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1173

2.Tuturan Siswa pada Kegiatan Inti Pembelajaran Bahasa Arab

Berdasarkan tabel di atas, tuturan-tuturan siswa pada kegiatan inti pembela-jaran bahasa arab dikategorikan tidak santun karena pilihan kata yang dipakai siswa kepada guru tidak sesuai dengan situasi resmi, situasi kegiatan inti pem-belajaran. Tuturan tersebut juga menyakiti perasaan guru karena bahasa terse-but dianggap tidak layak untuk dituturkan murid kepada guru. Gerak badan juga menggambarkan ketidaksantunan karena dituturkan siswa dengan eks-

Tabel 2. Deskripsi Tuturan Siswa pada Kegiatan Inti

NoTuturan Hasil

PenelitianGestur

NilaiPemeran

dan Situasi

Respons Guru terhadap Tuturan

SiswaSant

un

Tid

ak

Sant

un

1bahasa arab, Pak.

Ekspresi kebahagiaan

√murid-guru/ belajar

belajar apa?(Ekspresi kebahagiaan)

2Pak saya tau artinya cita-cita.

Ekspresi halus

√murid-guru/ belajar

siapa yang tahu apa terjemahnya?(Ekspresi kebahagiaan)

3 ti wc, Pak.Ekspresi terkejut dan kesal

√murid-guru/ belajar

dari mana tadi kok tidak izin keluar kelas? (Ekspresi kesal dan bingung)

4

huuh…tah dengekeun, puas, matakna, kasihan deh lo.

Ekspresi marah dan kesal

√murid-murid/ belajar

sebaiknya meminta izin kalau mau keluar kelas, jangan nyelonong aja kayak ayam dan angkat tangannya, lalu jelaskan sebabnya!(Ekspresi kesal dan marah)

5kumaha teu ngarti?

Ekspresi bingung

√murid-guru/ belajar

guru terdiam dengan ekspresi kesal, seharusnya guru langsung menegur

6yang mana ih?ketemu nggak?

Ekspresi bingung

√murid-murid/ belajar

bukalah lagi halaman(Ekspresi halus)

7 yaah Bapak mah.Ekspresi bingung dan kesal

√murid-guru/ belajar

sekarang buatlah(Ekspresi halus)

1174 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

presi kesal, marah, dan bingung. Tuturan (1) dan (2) dapat digolongan santun karena diucapkan dengan diksi yang tepat dan ekspresi kebahagiaan dan halus, tepat diucapkan kepada guru, dan sesuai dengan yang pertanyaan. Tuturan ini dikategorikan dalama prinsip qaulān balīgān dan prinsip kebaikan. Respons guru terhadap tuturan tersebut ditunjukkan dengan ekspresi kebahagiaan.

Tuturan (3) ini digolongan tidak santun karena diucapkan dengan diksi yang kasar. Tuturan ini tidak tepat diucapkan siswa kepada guru karena guru adalah orang yang lebih tua daripada siswa dan layak dihormati dengan tuturan yang lembut, bernada lunak, penuh penghargaan. Tuturan tersebut digambar-kan siswa dengan ekspresi terkejut dan kesal berintonasi tinggi karena merasa dipermalukan di depan kelas. Namun, apapun alasan siswa tersebut keluar ke-las tanpa izin adalah perilaku yang tidak baik. Seharusnya, siswa menggunakan prinsip qaulān ma'rūfān dan prinsip kepantasan. Respons guru terhadap tutur-an tidak santun tersebut ditegur dengan ekspresi kesal siswa dengan harapan para siswa menyadari kesalahannya dan mengubah perilakunya. Guru mem-biasakan para siswa untuk meminta izin jika ingin keluar kelas dan menyam-paikan alasannya. Tuturan (4) dikategorikan tidak santun karena diucapkan dengan diksi yang kasar. Tuturan ini tidak tepat diucapkan siswa kepada siswa, meskipun sesama teman dikarenakan situasi yang tidak tepat atau saat pembe-lajaran sehingga dapat menyakiti perasaan teman. Dalam hal ini, teman pun layak dihormati. Hal ini digambarkan siswa dengan ekspresi kesal dan marah karena merasa dipermalukan. Seharusnya siswa menggunakan prinsip qaulān ma'rūfān dan prinsip kehati-hatian. Prinsip tuturan ini sama dengan prinsip tuturan (5). Respons guru tersebut hanya terdiam dengan ekspresi marah dan kesal tanpa menegur siswa tersebut. Seharusnya, guru langsung menegur dan mengarahkan siswa tersebut untuk berbahasa dan bersikap santun.

Tuturan (6) dikategorikan santun karena diucapkan dengan diksi yang mu-dah dipahami, nada yang lunak, dan dengan ekspresi bingung. Tuturan ini tepat digunakan oleh siswa dengan siswa karena menyenangkan hati, efektif, dan jelas. Tuturan ini dikategorikan prinsip kejujuran. Respons guru terhadap tuturan tersebut ekspresi halus dan berkata untuk menguasai kelas yang ramai dengan memberikan tugas. Tuturan (7) ini dikategorikan tidak santun karena diucapkan dengan ekspresi bingung dan kesal, intonasi sedikit tinggi kepada guru. Seharusnya, siswa melunakan intonasi karena dia sedang berbicara de-

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1175

ngan orang yang lebih tua dan layak dihormati. Namun, apapun alasan siswa tersebut adalah perilaku yang tidak baik. Siswa seharusnya menggunakan prin-sip qaulān ma'rūfān, arti perkataan yang baik yaitu perkataan yang sopan, be-nar, penuh penghargaan, dan sesuai hukum dan logika dan prinsip kepantasan, ungkapan bahasa yang sesuai dengan tingkat atau status orang yang mengu-capkan dan mendengar. Respons guru terhadap tuturan tidak santun tersebut hanya terdiam dengan ekspresi halus tanpa menegur mengarahkan untuk ber-bahasa dan bersikap santun. Guru hanya memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas sesuai kemampuannya.

Kebiasaan berbahasa tidak santun di kalangan remaja menyebabkan keti-daksantunan menjadi suatu hal yang diterima di kalangan mereka. Hal ini dapat terlihat dari reaksi mitra wicara yang merasa tidak tersinggung dengan kata-kata tidak santun itu. Sebagian kosakata tidak santun adalah kosakata bahasa gaul. Jenis kosakata tersebut sangat dipahami oleh banyak remaja. Ke-tidaksantunan dari jenis kosakata tersebut muncul karena kosakata tersebut tidak biasa digunakan di luar kelompok mereka dan sebagian masyarakat tidak memahaminya. Dalam hal ini, muncul anggapan bahwa bahasa semacam itu identik dengan perilaku preman. Oleh karena itu, bahasa gaul dipandang tidak santun jika digunakan dalam situasi resmi atau ketika remaja berbicara dengan guru atau orang tua. Ketidaksantunan tersebut akhirnya terbawa saat pembela-jaran bahasa Arab (keadaan resmi yang diungkapkan antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa).

3. Tuturan Siswa pada Akhir Pembelajaran Bahasa Arab

NoTuturan Hasil

PenelitianGestur

NilaiPemeran dan

Situasi

Respons Guru terhadap Tuturan

SiswaSant

un

Tid

ak

Sant

un

1 ya, Pak.Ekspresi kebahagiaan

√murid-guru/ perpisahan

baik saya simpulkan,bapak mewasiatkan kepada kalian,saya tutup dengan,(Ekspresi kebahagiaan)

1176 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Berdasarkan tabel di atas, tuturan-tuturan siswa pada akhir pembelajaran bahasa Arab dikategorikan santun karena pilihan kata yang dipakai siswa dan guru sesuai dengan situasi resmi, situasi akhir kegiatan pembelajaran. Penutur-annya pun dilakukan dengan lembut, ekspresi kebahagiaan menyentuh pe-rasaan mitra tutur, serta dianggap layak dituturkan murid kepada guru. Tuturan (1) digolongklan santun karena diucapkan dengan diksi yang tepat dan berwa-jah cerah; dan dikategorikan prinsip kebermaknaan. Prinsip yang digunakan adalah qaulān balīgān. Respons guru terhadap tuturan tersebut adalah dengan ekspresi kebahagiaan karena tuturan tersebut menyenangkan hati, efektif, dan tepat. Tuturan (2) mengandung arti doa, diucapkan untuk mengakhiri kegiat-an pembelajaran dengan ekspresi kebahagiaan. Dari segi makna, tuturan ini dapat digolongkan santun dan termasuk prinsip qaulān karīmān dan prinsip penghargaan. Respons guru terhadap tuturan tersebut adalah dengan ekspresi kebahagiaan karena tuturan tersebut menyenangkan hati dan bermakna.

Respons guru terhadap tuturan-tuturan siswa ketika pembelajaran baha-sa Arab dilakukan secara langsung, yakni dengan menegur siswa yang tidak berbahasa santun dengan ekspresi kesal dan menasihatinya, agar siswa-siswa tersebut menyadari kesalahannya dan mengubah perilaku tidak santunnya. Guru membiasakan para siswa untuk meminta izin apabila keluar kelas dan menyam paikan alasannya. Respons guru juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu guru hanya terdiam dan mengisyaratkan dengan ekspresi halus tanpa me-negur siswa sedikit pun. Selain itu, guru menilai sikap siswa dan ditambahkan ke penilaian dalam rapor pada kolom sikap.

Menurut Mastuhu (Maryam, 2006: 1-3), pendidikan kesantunan berbaha-sa adalah sebagai cerminan nilai sosial dan budaya yang didayagunakan untuk mengatasi problem pelajar yang meninggalkan nilai-nilai kesantunan berba-hasa yang sulit dikendalikan, dan sebagai pembentukan nilai, dalam hal ini pembentukan generasi muda, khususnya para siswa sehingga para siswa dapat

2wa’alaikumussalām warahmatullāh wabarakātuh

Ekspresi kebahagiaan

√murid- guru/ perpisahan

sampai jumpawassalāmu’alaikumwarahmatullāh wabarakātuh(Ekspresi kebahagiaan)

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1177

berbahasa santun. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Arab yang menerapkan nilai kesantunan khususnya pada tuturan-tuturan siswa ada-lah hasil akhir yang ingin dicapai individu atau kelompok yang sedang belajar bahasa Arab yang mengarahkan kepada perwujudan manusia terdidik yang mampu mengaktualisasikan tata nilai kesantunan dalam kesehariannya.

SIMPULANBerdasarkan analisis, ada tiga simpulan yang dapat ditarik. Pertama, terda-

pat tuturan berbahasa siswa yang menggunakan ungkapan santun dan tidak santun dalam pembelajaran bahasa Arab. Ungkapan santun dikemukakan oleh guru dengan siswa dan siswa dengan guru, sedangkan ungkapan tidak santun dikemukakan oleh siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Hal ini disebab-kan oleh pemahaman siswa yang kurang dalam menggunakan bahasa santun di berbagai situasi dan kondisi dan perhatian guru yang kurang saat siswa berkata tidak santun. Kedua, respons guru terhadap tuturan siswa tidak santun dalam pembelajaran bahasa Arab dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Cara langsung dengan menegur siswa dan memberi arahan untuk menggunakan bahasa santun yang sesuai dengan situasi dan kondisi sedangkan cara tidak langsung dengan guru terdiam tanpa menegur siswa dan mengisyaratkan dengan wajah kecewa. Guru menilai kesantunan siswa dari pe-rilaku sehari-hari siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Penilaian tersebut ditambahkan ke penilaian sikap dalam rapor (pada kolom sikap).

Ketiga, penerapan nilai kesantunan membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama yang solid dengan semua pihak di sekolah, baik dengan guru-guru lain, staf administrasi, maupun siswa. Upaya itu dilakukan dengan menerap-kan strategi pembelajaran berbahasa santun beserta komponen lainnya seca-ra operasional dan langkah-langkah pembelajaran yang dimulai dari persiap-an, pembukaan, penciptaan, pengecekan iklim belajar, penguatan, evaluasi, penyimpulan, hingga penutup. Berkenaan dengan hal ini, sekolah dan guru bahasa Arab juga dapat mengadakan program-program lainnya untuk me-nguatkan penerapannya, seperti program klub Arab untuk membiasakan siswa berkomunikasi dengan bahasa Arab, muhāḍarah tiga kali seminggu, baca tulis Alquran minimal satu kali seminggu. [ ]

1178 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

DAFTAR PUSTAKAAl Bantānī, A. 2013. Istikhdām Bāwir Būwint (Power Point) Fī Dawāfī’ At

Talāmīżi Ilā Ta’alūmil Lugatil-‘Arabiyyah. Afaq Al ‘Arabiyyah, 8 (1), hlm. 81−92.

Al Fauzān, A.R. 2011. Iḍāat Li Mu’allim Al Lugah Al ‘Arabiyah Li Gairin- Nāṭiqīn Bihā. Ar Riyaḍ: Muṭābi’i Al Humaiḍī.

Al Khūlī, M.A. 1989. Āsālīb Tadrīs Al Lugah Al ‘Arabiyah. Ar Riyaḍ: Jamī’ul- Huqūqul-Mahfūẓah.

Bahtiar, M.H. 2011. Komunikasi Verbal. [Daring]. Diakses dari http://makalahpsikologi.blogspot.co.id/2011/03/komunikasi-nonverbal.html?m=1

Bombang, V.K. 2013. Macam-Macam Gambar Ekspresi Wajah. [Daring]. Diakses dari https: //lelakristiantibombang.wordpress.com/2013/12/02/ macam-macam-gambar-ekspresi-wajah/amp/

Fauziah, A. 2008. Sikap Santun Berbahasa dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Sosial Santri Di Pondok Pesantren Darul Amanah Kabunan Sukorejo Kendal. (Skripsi). Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.

Mahyuddin, E. 2013. Al Kitābul-Madrasī Li Ta’limi Al Lugah Al ‘Arabiyah. Afaq Al ‘Arabiyyah, 8 (1), hlm. 93−102.

Maryam, D. 2014. Implementasi Pendidikan Berkarakter dalam Pembelajaran Bahasa Arab di SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

Maryam, S .2006. Pengembangan Pendidikan Bahasa Santun di Sekolah sebagai Salah Satu Implementasi Pembinaan Bahasa. Jurnal Kependidikan, 4 (7), hlm. 1-9.

Mubaroq, H. 2014. Teknik Tes dan Teknik Non Tes sebagai Alat Evaluasi Hasil Belajar. [Daring]. Diakses dari http://husnilmubaroq.blogspot.co.id/ 2014/12/teknik-tes-dan-teknik-non-tes-sebagai_31.html?m=1

Montolalu, D.E. dkk. 2013. KesantunanVerbal dan Non verbal pada Tuturan Imperatif Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Pangu diLuhur Ambarawa Jawa Tengah. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 2, hlm. 1-10.

Potret Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Arab

1179

Ridlo, U. 2013. Kesulitan Belajar dalam Mata Kuliah Istima' di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Afaq 'Arabiyyah, 8 (1), hlm. 49-68.

Sauri, S. 2006. Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo. Sutrisno, S.P. 2011. Pengertian Respons. [Daring]. Diakses dari https://

pratamasandra.wordpress.com/ 2011/05/11/ pengertian-respon/

1180 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

HONING WRITING SKILLS THROUGH BLOGGING

Isnain Evilina DewiPPPPTK Seni dan Budaya Kemendikbud

INTISARIPenelitian ini bertujuan mengetahui apakah blogging membantu siswa dan guru

mengasah keterampilan menulis. Banyak peneliti mengklaim bahwa blogging adalah pendekatan yang baik dan cara yang ampuh dan persuasif untuk mengajarkan siswa menulis. Sebaliknya, peneliti lain percaya bahwa blogging membuat proses penulisannya usang karena para siswa tidak menyadari bahwa teknologi dapat membantu mereka dalam belajar. Mereka percaya bahwa tidak ada nilai tambah saat siswa melakukan blogging. Namun ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa di antara 18 responden, ada peningkatan substansial dari 39% menjadi 67%. Siswa yang diperkenalkan menggunakan blogging menunjukkan peningkatan kemampuan yang luar biasa dalam menulis meskipun mereka selama ini telah terbiasa menulis. Selain itu, guru dapat memanfaatkan blog sebagai alat bantu untuk memfasilitasi mereka dalam mengevaluasi tugas siswa.

Kata kunci: kemampuan menulis, manfaat, pembelajaran bahasa berbasis blog

ABSTRACTThis study aims to investigate whether blogging help students and teachers craft

writing. Many researchers claim that blogging is a good approach and powerful and persuasive means to teach learners to write. Conversely, others believe that blogging makes the process of writing obsolete because the students do not realize that

Honing Writing Skills Through Blogging

1181

technology can help them in learning. They believe that there is no value added when students do blogging. The findings showed that among 18 respondents, there were substantial enhancements from 39% to 67%. Students who were introduced to use blogging showed remarkable improvement in writing skills although they were used to writing. Teachers can use blogging as a supplementary appliance to help them evaluate students’ assignments.

Keywords: writing skills, benefits, blog-assisted language learning

INTRODUCTIONSome people argue that blogs are ineffective tools of written communication.

However, a number of people believe that blogs are an effective and useful method of recorded articulation for teaching English as a Second Language (ESL) and English as a Foreign Language (EFL) learners to write (Davis & McGrail, 2009; Woo & Wang, 2009; Kirkup, 2010; Sun, 2010). There is an assumption that integrating technology with face-to-face classroom instruction can extend the learning beyond the school days. A survey conducted by PBS Learning Media showed that students at any levels were willingly engaged in class activities when the teachers presented technology-based activities. These students were excited to be actively participated in lessons when the teacher use various presentations such as audio-visual elements, graphic content, images, animation as interactive presentation contents. Pre-K-12 teachers also regarded that technology use in the class turn the teachers’ role. The teachers are not information source but rather plays the role as facilitator. Teachers become more flexible to build up and develop their teaching content.

Recently, a number of people who are interested in using blogs are increa-sing due to the development and advancement of technology (Ellison, Nicole B;Wu, Yuehua. 2008; Piret, Luik & Taimalu, Merle. 2016; Kuo, Y.-C., Bel-land, B. R., & Kuo, Y.-T. 2017; Lin, M. H., Groom, N., & Lin, C.-Y. 2013; Mitchell, David. 2013). In addition, the popularity of blogs is intensifying in English learning domains. I believe that blogs should be used to help teachers in teaching writing for ESL and EFL learners because blogs promote self-ex-pression, creativity and interactive discussion among users. Through blogging, students will be appropriately and totally engaged in a lesson or class to achieve

1182 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

the authentic learning. Moreover, many educators or people in educational institutions encourage the use of computer assisted language learning (CALL) as a tool to support language learning. Considering the importance of CALL, many universities include the subject of CALL as part of their curriculum, for example Murray State University, Southern Illinois University, and Emporia State University (Texas).

Weblogs, or blogs, are assumed to be powerful and persuasive means to teach students to write (Woo & Wang, 2009). It is a fact that a number of students using blogs to share ideas, thoughts, hopes and desires have been increasing recently. The impact of information communication and technology is more likely to allow people have experiences with computers; therefore, it contributes to the intensification of people using internet as well as blogs. Using blogs provide the users (students) for both sharing their thoughts and giving comments with their cyber communities which gives them opportunity to engage in social contexts. Statistic report of the progression of educational blogging conducted by Edublogs.org showed that 40.7% educators used blogs. Meanwhile, 52.5% students used public blogging. The detail percentage on what purposes students use the blogging is that 36.6% students use blogs for the sake of assignments/assessments, 33.7% for reflective blogging, 23.5% for collaboration/discussion, 21.8% for practicing reading and writing skills, 19.3% for encouraging peer learning and support, and 17.7% for digital citizenship skills. Most class blogs used blogging for the sake of assignments and delivering news which indicated 48.4%, for allocating or assigning news with extended families 40.3%, for showing and sharing links and resources 34.2%. The purpose of the research was to find out whether blogging bring positive impact on both students and teachers to be skillful in writing.

DO STUDENTS LIKE WRITING?There are several assumptions why students do not like to write. The first is

that they may not be informed or directed on how to write a composition or essay which could lead to thinking that they are unable to write. The fact that a number of students regard that passing a certain course, say a writing class, is more important than performance; their mindset may be that getting the lowest

Honing Writing Skills Through Blogging

1183

grade is fine as long as they are able to pass the course. In addition, another side of the coin is that the teacher may be such an authoritarian or one who is too tough in giving grade. When the teacher grades his/her students harshly, especially for students’ first attempt to write, the teacher unintentionally makes the students feel that they are not able to meet the superior expectations of the teacher. Therefore, the students may feel discouraged and they would think that they were not able to write. In addition, if the students often get bad grades on their writing assignment will make them judge or perceive themselves that they are not good writers.

The second reason is students do not really understand what criteria or aspects the teacher wants; therefore, they do not know where to begin. When the teacher does not give clear instructions as to what he/she is looking for in giving writing assignment may be dangerous to the students. Failure may happen when the teacher neglects to explain what students should fulfill during the time the assignment is given. It may cause unfavorable connection between the learners and writing. If students do not know what is expected to meet the expectations of the teacher, they may fail to know where to begin. The other possible reason is students feel uneasy and confused; therefore, their writing may be far from their expectations or disconnected from their own writing. The teacher who gives too much emphasis or accentuation on how a paper should be written may trigger students not to be free to express their ideas or thoughts. Therefore, students’ assignment may fail to meet the expectations. Consequently, the students will play safe rather than develop their creativity to write based on their own styles and unable to produce their original work.

Based on the fact that an increasing number of people utilizing computer-mediated technology in their daily life and a number of people using CALL are also improving, the teachers or educators may consider using blogs to be a supportive tool to facilitate language learning, especially writing.

ARE BLOGS EFFECTIVE?It is widely believed that some students do not like writing due to several

factors, such as time consuming, preparation needed, poor English class experience, unsure topic to write, etc. Teachers find it uneasy to encourage students to write; therefore, the teachers need to focus more on the content

1184 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

rather than the form as well as provide students with many opportunities to captivate in writing. The use of interactive information communication technology tools to teach writing will make students more enthusiastic, positive, engaged, and motivated (in Abidin, et. al, 2011:99). Accordingly, teachers may provide a conducive atmosphere for students in which writing will be no longer boring, frustrating, tiring and frustrating as the students will be exposed with a natural way of interacting and communicating using blogs. Using weblogs will accommodate students to connect or adjoin with other people in sharing experience, expressing thoughts, ideas, or desires which provide them with natural connection to language skills: reading, writing and speaking (Chen, et. al., 2011).

A lot of current studies examine whether or not blogs are helpful to support literacy communities as a means of reinforcing writing instructions. However, some people assume that using blogs are not effective to help students improve their writing skill. Hunt (in Ramaswarni, 2008) states blogging makes the attention to pedagogy and the process of writing obsolete. The emergence of other social network that promote collaborative platform, such as, Google docs, Wiki, and Facebook may be the factor that users of bogs are decreasing. In my opinion, people would not continue blogging when they did not perceive blogging was extremely advantageous for them. In addition, Lehnmann (in Ramaswari, 2008) posits, “blogging for the sake of blogging is fine, but what is the value added?” Lehnmann argues that because most children are familiar with technology, the crucial thing to take into consideration is that these children may not know how the technology can facilitate them in learning and change them as students. He contends that if a child knows well how to use twitter, it does not guarantee that he/she recognizes and comprehends how to achieve his/her goal in learning specific skill better. In other words, the child is unable to identify and look into himself how to be an exceptional student of certain subject, say, English language.

The researchers that investigatethe significant points of blogs argue that blogs are helpful tools for learners to put in place, categorize, or storetheir self-expression (Lacina & Griffith, 2010). As a place for students to write their thoughts, feelings, experiences, or ideas will create a forum for them to give and receive comments or feedbacks. Through this forum, the learners will have

Honing Writing Skills Through Blogging

1185

a good opportunity to work collaboratively in writing especially in making draft, revising, and editing in a virtual world. Alvermann states that “blogs will connect the literacies of the home to school” (in Lacina and Griffith, 2010:317). Considering that blogs are useful media for students to learn to write, it would be a good idea for teachers to help students in guiding them to create their own blogs. Lacina and Block posit that integrating blogging into classroom writing instruction is more likely motivate students to participate actively in the writing process (in Lacina and Griffith, 2010:317).

When the teacher intends to implement blogs for the first time, the teacher should give guidance for students on how to comments or making initial posts, for example telling not post hateful, abusive, or profane material, and be respectfulwhile commenting. When students are going to respond to other student’s blogs whether they agree or disagree with other’s posting they should tell the reasons by giving details or adding information when necessary. Instead of writing a comment of “you are wrong,” it would be better when commenting which is supported by reasons such as “You are spreading lies by telling that the ideal way to eat cassava leaf is in raw form. The raw cassava leaves are toxic. They are supposed to be boiled to neutralize the poison.”Giving prior rules in commenting of substance when blogging;the students will have the dynamic interaction and conversation around a topic will be more likely run smoothly.

In the digital age, the information and communication technology in teaching writing provides a number of opportunities for students to work collaboratively. Vygotsky’s theory says that social contribution affects the development of cognition. Every child’s cultural develops twice, the first occurs in social level and the second happens in individual level. Facilitating students to work collaboratively which foster others’ work or opinion acceptance and respect rather than own composition. The idea of assigning students to work together will offer a number of benefits for them, such as how to overcome problems that will lead them to be more understandable about differences that they will face in their real lives. In addition, their anxiety levels may also be reduced as working together may be easier than working alone just like the idiom:“two heads are better than one.”When someone has less anxiety in learning, it is more likely that her/his motivation will increase; therefore, it will bring positive effect on the final achievement. Blogs motivate students

1186 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

“to be more actively engaged in knowledge creation, sharing their ideas, and viewpoints in writing with others and publishing their works” (Krishnamurthy & Richardson, in Chen, et. al., 2011: E1).

Davis and McGrail (2009:76) postulate that blogging was beneficial and allowing students to be self-directed learners. None of the participants wrote the same thing, but all were on a path to explore, attempt, and investigate their own understandings. They did not only learn how to post material to their wall but also deal with their confusion or anxiety to give comments or not immediately get any feedback from others. As they were informed that their posting allowed guests to read and give comments; thus, it motivated the students to write the best they can. According to a research conducted by Brooks and Brooks, 1993; and Jensen, 1994 students show that they learn or develop their brain when they moved from their comfort zone. The findings of the research showed that using blogs in teaching writing bring positive effect on children which revealed possibilities and promise of self-directed learning. Students enjoyed blogging activities especially during giving comments and replying to it (Davies & McGrail, 2009). It seemed that these working exercises were their favoritewhich was indicated by it was the first thing the students did as soon as they came to the blogging class.

Recent educational study has given an incessant list of recommendations to use blogs in an academic setting due to the useful benefits for students (in Kirkup, 2010). Among of these are as an aggregator of resources. An aggregator refers to a web site to collect and combine certain types of material, news, knowledge, or opinion from many different online sources that is frequently updated and consolidates it in one place for viewing (dictionary.com); one of examples is news aggregator. Blogs can be used as a tool to actualize and generate association or affiliation that provides the fellow students to interact and communicate. By interacting with others will allow students to have connection with their communities which may provide an opportunity to produce a productive writing (Gregg 2006, in Kirkup, 2010).A productive writing is described as a narrative about the self or as a medium for someone to express their own story. I would say that a productiveessay may be regarded as writing creatively as what Gergan (in Kirkup, 2010) argues as “multiphrenic” identity; which means, an identity that is actualized using various narratives and

Honing Writing Skills Through Blogging

1187

is demonstrated by virtue of varied of media. Moreover, using such an advanced technology which is particular and distinctive; that is for sure incomparable with the traditional printed media such as letters. Blogs apparently can be used to develop and engage with to explicitly produce or initiate both personal and professional identities.

The emergence of blogging started in the 1990s can be considered as a relatively new site with little research to examine the benefit in academic setting. Bachenheimer (in Ramaswarni, 2008) conducted a research on the importance of blogging for students. The findings revealed that students who regularly use blogs were better in both writing in overall as well as specifically developing their ability in writing research papers. When students do blogging on a regular basis, they are more likely get used to conveying their ideas, thoughts, and feelings. So, the idiom of “practice makes perfect” represents this. The more the students practice to articulate their ideas and facilitate them actuate or establish what to say, the better and easier for them to write. Moreover, when students enjoy writing or their confidence is getting better, they will tend to write more that will lead to be productive writers. The use of blogs as a medium to write is more likely help them to be more well-organized students in articulating their thoughts, synthesizing their research and having advantages of receiving positive feedback from their peers.

Working collaboratively using blogs may foster cooperation rather than competition among students for the shared goals.Ramaswari (2008) posits that collaborative blogging as a means to develop elementary expository writing skill. There were 18 respondents involved in the study who were divided in several groups in which each group would write a “collaborative essay” on a certain topic. Then, they were asked to communicate with other users from other educational institutions. There were scheduled to have regular communication to allow them revise or edit one’s essay. For example, when one student posted his/her writing and other students would give their comments, questions, or feedback. Next, the pre-service teachers would also give feedback. The overall purpose was to promote students’ collaborative work for shared goals through online social interactions. The methodology was collected by delivering surveys to students regarding students’ attitudes before and after conducting assignments.The results showed there were

1188 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

significant improvements from 39% to be 67%. This means that before treatment, 39% students said that before blogging, they had already loved writing; however, after they were introduced and used blogs, the number rose to 67%. So, it can be concluded that students’ positive general attitudes contributed to writing development (Ramaswarni, 2008). Another result was the students’ quality of writing was proven to be improved. The most interesting finding from the research was that students’ motivation remained stable during the nine-week blogging project due to their enthusiasm and happiness whenever they received any comments from their peers.

Assigning students to initiate critical thinking by giving a series of guidance, such as giving evidence when describing or elaborating the facts, providing evidence in argument, giving justifications as well as contributing own ideas or opinions. When students are able to follow the guidance well, they are more likely able to get through learning process which promotes critical thinking and good writing. It is necessary that students are to be exposed with various questions ranging from the easiest to the most difficult ones. The main intention giving the activity is to evaluate students’ comprehension. Therefore, the students are “forced” to use critical thinking instead of using old method, that is, regurgitation (p. 434). Students who are trained to impose critical thinking will make them to be better as it may become their habit by giving students an educational tool, that is weblogs that is believed to promote efficiency and effectiveness.

IS DIGITAL LITERACY MEANINGFUL FOR TEACHERS?Using blogs are not only beneficial for students but also for teachers. Several

advantages of blogs to a teacher are as following: blogs are apparently being able to be used as an additional and supporting aid for teachers. As a matter of fact, a teacher can ask students to submit their assignment or paper using this social network. Instead of asking students to hand in their homework directlyin paper-based that may be heavy to bring, submitting it online will be more convenient for the teacher. Furthermore; the teacher is not necessarily to take any computers in the intended room, say in the classroom. He/she may check his/her students in any place as long as there is an internet connection; so, the blogs save the teacher’s time. Moreover, the students’ writing can be

Honing Writing Skills Through Blogging

1189

kept in one place that will be easy to be read from any computer which is connected to internet access (Hashemi & Najafi, 2011:602).

A teacher may also use blogs to keep his/her notes that will be easily to be noticed or looked at in a chronological order. Blogs will offer him/hera welcome place to prepare materials for the next classes based on the previous materials as he/she has recorded material.The teacher will be more organized when he/she has a “vault” to keep his/her precious commodity. Blogs are more likely facilitate a teacher to conduct his/her job or duty to be more manageable and more commodious. In addition to this, the teacher can provide cumulative response or evaluation to the students when there is any recurrent mistake to be written on a “public feedback area”. However, when the teacher is going to give personal comment or feedback can be addressed to each student’s personal blog.

EVALUATION OF BLOG ENTRIESAssessing the effects of the use of blogs towards writing skills needs a

measurement procedure. Two measurement procedures as stated by Sun (2010) are as follow: teachers may evaluate based on students’ first and last three entries and analyze the complexity of the structures whether the organization, the fluency, lexical choice, and the grammar are all acceptable or not. In assessment, reliability plays one of the most important aspects. Having more than one rater will make the reliability stronger, two raters will be sufficient. These raters do not need to notice the names of the writers before giving scores to avoid from being subjective. Raters also need to consider the time of grading, for example, in one time of scoring, they will only check all students’ first entry writing in one time to avoid of being fatigue. We may be well aware that being fatigue may influence the reliability. Evaluating the first three and last three blog entries will ensure the reliability of data. The second measurement is focusing on students’ syntactic complexity. The blog entries consisting of the first and last three passages will lead a teacher to examine and analyze the multiplicity and complication of the structures. The clauses which build or building blocks of the unity of overall sentences are considered as indicators of syntactic complexity.

1190 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

CONCLUSIONIn conclusion, using blogs in teaching both EFL and ESL writing are

effective for any level, adults and young learners. The results show that (a) blogging model is effective to improve students’ quality of writing specifically when there is peer feedback; (b) students will try to write the best they can as they realize that their posting may be read by audiences from the whole world; and (c) blogging offer students to write rich, authentic, and meaningful pieces of writing which focus more on the content rather than telling irrelevant or fruitless details; therefore, the inferior writing is able to be minimalized.

Using blogs are also beneficial for teachers for many reasons. Blogs can be used as a supporting aid to make teachers’ load of work lighter. For example, in a traditional class, students may submit their assignment in a paper-based that may be heavy to carry. However, using blogs will make teachers to correct students’ paper in any computer anytime and anywhere as long as there is any internet connection. In addition, the teacher can also give his/her feedback on the students’ personal blogs. Another reason is that a teacher can use blogs as a place to keep his/her material based on a chronological order. By doing so, she/he will have a record that may guide him/her to be in the right track. [ ]

REFERENCESAbidin, M. J. Z., Majid, P. M., & Fauziah, A. H. 2011. Blogging promoting

peer collaboration in writing. International Journal of Business, Humanities, and Technology. Vol. 1, No. 3, pp. 98-105.

Ahmed, Istiaque. 2017. Some Positive Effects of Technology in Our Education System. Retrieved from http://edge.ascd.org/some-positive-effects-of-technology-in-our-education-system on February 1, 2018.

Brookover, Sophie. 2007. Why We Blog. Library Journal; New York. Vol. 132, Iss. 19 page 28.

Chen, Y. L., Liu, E., Shih, R. C., Wu, T. C., & Yuan, S. M. 2011. Use of peer feedback to enhance elementary students’ writing through blogging. British Journal of Educational Technology. Vol. 42, No. 1, pp. E1-E4. doi:10.1111/j.1467-8535.2010.01139.x

Honing Writing Skills Through Blogging

1191

Davis, A. P., & McGrail, E. M. 2009. The joy of blogging. Journal of Educational Leadership. pp. 74-77.

Ellison, Nicole B;Wu, Yuehua. 2008. Blogging in the Classroom: A Preliminary Exploration of Student Attitudes and Impact on Comprehension. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia. Vol. 17, 1, pp. 99 – 122.

Hashemi, M. & Najfi, V. 2011. Using blogs in English language writing classes. International Journal of academic research. Vol. 3 Issue 4, p. 599 -604.

http://dictionary.reference.com. Retrieved on August 28, 2017.Kirkup, Gill. 2010. Academic blogging: academic practice and academic

identity. Journal of London Review of Education. Vol. 8, No. 1, pp. 75-84. Doi: 10.1080/14748460903557803.

Kuo, Y.-C., Belland, B. R., & Kuo, Y.-T. 2017. Learning through Blogging: Students’ Perspectives in Collaborative BlogEnhanced Learning Communities. Educational Technology & Society. Volume 20 (2), 37–50.

Lacina, J. & Griffith, R. 2012. Blogging as a means of crafting writing. Journal of the Reading Teacher. Vol. 66 issue 4, pp. 316 –320. Doi: 10.1002/TRTR.01128.

Lin, Ming Huei. 2015. Learner-Centered Blogging: A Preliminary Investigation of EFL Student Writers’ Experience. Educational Technology & Society, 18 (4), 446–458.

Lin, M. H., Groom, N., &Lin, C.-Y. 2013. Blog-Assisted Learning in the ESL Writing Classroom: A Phenomenological Analysis. Educational Technology & Society, 16 (3), 130–139.

McCorkle, B. 2010. Intensive Reading and Writing II, “Reading, Writing, Blogging.” Composition Studies. pp. 108 – 119.

Mitchell, David. 2013. Blogging to Improve Literacy at Key Stage 2. The School Librarian; Wanborough Vol. 61, Iss. 3, pp. 129 – 131.  

Piret, Luik & Taimalu, Merle. 2016. Factors of Participants and Blogs that Predict Blogging Activeness During Teaching Practice and Induction Year. International Review of Research in Open and Distance Learning, suppl. Special Issue: Research Papers in Online Learning.  Vol. 17, Iss. 1.

Ramaswarni, R. 2008. The prose and a few cons, too of blogging. THE Journal. Vol. 35 Issue 11, p21-25. 5p.

1192 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Sun, Yu-Chih. 2010. Extensive writing in foreign language classrooms: a blogging approach. Innovations in Education &Teaching International. Vol. 47 Issue 3, p327-339. Doi: 10. 1080/14703297.2010.498184

Waters, Sue. 2016. The Current State of Educational Blogging (2012 – 2015). https://www.theedublogger.com/2016/01/15/educational-blogging-2015/

Woo, H. L., & Wang, Q. 2009. Using Weblog to promote critical thinking – an exploratory study. Proceedings of world academy science, engineering and technology. Volume 37, pp. 439 – 431.

Kesinambungan Topik pada Novel Wanita Itu Adalah Ibu Karya Sori Siregar

1193

KESINAMBUNGAN TOPIK PADA NOVEL WANITA ITU ADALAH IBU

KARYA SORI SIREGAR

HafizahUniversitas Bhayangkara Jakarta Raya

ABSTRACTThis study aims to determine the level of topic continuity in Sori Siregar’s

“The Woman is Mother”, with the focus on written discourse. The method used is descriptive qualitative with content analysis. A third of 18 chapters in the novel is randomly selecteds,resulting in chapters two, five, nine twelve, fourteen and seventeen. The instrument is the researcher himself who assisted with data analysis table with criteria analysis through three observations, namely pronominalization, deletion and redesignation. Result of analysis indicates that there are 36 paragraphs and 107 pairs of sentences in six chapters in the novel. Twenty six out of 36 paragraphs, or 72.2%, have a high degree of topic continuity which can be seen form the deletion in the paragraphs. Ten paragraphs or 27.8% have a low level of continuity of the topic. It can be concluded that the novel has so high topic continuity level that its content and message can be well understood by its readers.

Keywords: continuity of the topics, novel, discourse

INTISARIPenelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kesinambungan topik dalam novel Wanita

itu adalah Ibu karya Sori Siregar, yang difokuskan pada wacana tulis. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan analisis isi. Sepertiga dari 18 bab dalam novel dipilih secara acak dan didapatkan bab dua, lima, sembilan, dua belas, empat belas, dan

1194 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

tujuh belas. Instrumennya adalah peneliti sendiri, dibantu tabel analisis data dengan kriteria analisis melaui tiga pengamatan, yaitu pronominalisasi, pelesapan, dan penyebutan ulang yang diikuti itu. Hasil analisis menunjukkan, dari enam bab novel itu, terdapat 36 buah paragraf dan 107 pasangan kalimat. Dari 36 buah paragraf itu, 26 paragraf atau 72,2% memiliki tingkat kesinambungan topik yang tinggi yang terlihat dari terjadinya pelesapan pada paragrafnya. Sepuluh paragraf atau 27,8% memiliki tingkat kesinambungan topik yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa novel tersebut memiliki tingkat kesinambungan topik yang tinggi sehingga isi dan amanat yang disampaikan pengaranganya dapat dipahami pembacanya.

Kata Kunci: kesinambungan topik, novel, wacana

PENDAHULUANSalah satu wacana tulis yang banyak dijumpai dewasa ini adalah novel.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia dan paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Dengan membaca novel, seseorang akan dapat mengetahui budaya-budaya daerah atau bangsa lain tanpa harus mengujungi daerah atau negara-negara tersebut satu per satu, karena novel merupakan cerminan budaya yang disampaikan oleh pengarangnya.

Bagi sebagian orang, membaca novel hanya menikmati cerita yang disuguhkan. Mereka hanya mendapat kesan secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca novel yang terlalu panjang dan yang baru dapat diselesaikan setelah berkali-kali membaca, akan menyebabkan pembaca hanya dapat menyelesaikan beberapa bagian, dan memaksa pembacanya untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya (Nurgiyantoro, 2005:11). Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman dan penghayatan yang baik terhadap sebuah novel agar isi atau amanat yang disampaikan pengarangnya dapat tersampaikan secara utuh kepada pembaca. Novel yang baik adalah novel yang dibangun oleh unsur-unsur wacananya, yang mencakupi satuan bahasa, kalimat, klausa, koherensi, kohesi, kesinambungan, berupa wacana tulis atau lisan dan runtut dari awal hingga akhir (Tarigan, 1987:25). Pembaca perlu memahami unsur-unsur tersebut agar dapat menghayati novel itu.

Kesinambungan Topik pada Novel Wanita Itu Adalah Ibu Karya Sori Siregar

1195

Novel Wanita Itu Adalah Ibu (WIAI) karya Sori Siregar mengisahkan seorang suami yang ditinggal mati istrinya. Karena rasa cintanya yang sangat mendalam kepada almarhumah istrinya, dia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa kembali mencintai orang lain. Kisah yang diceritakan dalam novel ini mampu menggugah nurani pembaca. Namun, ada kalanya pembaca salah memahami novel tersebut sehingga sering terjadi salah tafsir mengenai isi atau amanat yang disampaikan pengarang. Salah satu cara mengurangi salah tafsir sehingga pembaca lebih memahami dan menghayati novel yang dibaca adalah melihat kesinambungan topik-topik dalam novel tersebut. Hal ini karena kesinambungan topik antarkalimat pada paragraf dalam novel sangat menentukan pemahaman pembaca terhadap novel itu. Semakin tinggi tingkat kesinambungan topiknya, semakin tinggi tingkat pemahaman pembaca terhadap wacana. Demikian pula sebaliknya.

Pada wacana, kesinambungan topik sangat penting karena berhubungan dengan pemahaman pembaca terhadap wacana. Pemahaman di sini bermakna tidak terjadi salah tafsir mengenai maksud dan amanat yang ingin disampaikan pengarang sehingga dapat ditangkap dan diterima oleh pembacanya. Kesinambungan topik diciptakan secara serasi dan padu oleh pengarangmya dengan memerhatikan keserasian cerita mengenai topik. Topik adalah yang dibicarakan dalam wacana (Baryadi, 1993: 11). Ini berarti topik menjiwai seluruh bagian dalam wacana. Topik juga menyebabkan lahirnya wacana dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi karena suatu wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan, dan wacana dapat berfungsi sebagai alat komunikasi jika wacana tersebut mengandung sesuatu yang dibicarakan.

METODE Sumber data penelitian ini adalah novel berjudul Wanita Itu Adalah Ibu karya

Sori Siregar terbitan Balai Pustaka pada 1993, cetakan kedua. Ancangannya adalah kualitatif dengan teknik analisis isi. Kriteria analisis didasarkan pada satu pengamatan, yaitu pelesapan konstituen.

Data dikumpulkan dengan (1) membaca, memahami, dan menghayati seluruh isi novel secara cermat dan teliti; (2) memilih 1/3 secara random bagian-bagian dari novel tersebut sebanyak enam bab dari delapan belas bab yang ada, yaitu bab 2, 5, 9, 12, 14, dan 17; (3) membuat nomor dari setiap bagian

1196 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

yang telah dipilih; dan (4) menentukan jumlah paragraf dari setiap bab pada novel tersebut. Analisis data dilakukan dengan (1) mendekontekstualisasikan paragraf pada bab dalam novel yang telah dipilih secara acak, (2) membuat pasangan kalimat berdasarkan paragraf yang telah didekontekstualisasikan, (3) menganalisis pasangan kalimat tersebut sesuai dengan tingkat kesinambungan topiknya dalam wacana, (4) mengklasifikasikan paragraf-paragraf tersebut sesuai dengan tingkat kesinambungan topik wacananya, (5) memasukkan teks wacana dalam novel yang telah dianalisis ke dalam tabel analisis, dan (6) menyimpulkan tingkat kesinambungan topik wacana pada novel.

HASIL DAN BAHASAN Dari hasil analisis data tiap bab dapat dinyatakan bahwa tiap paragraf

memiliki tingkat kesinambungan topik yang berbeda baik tinggi maupun rendah yang dapat diketahui melalui pelesapan konstituennya. Pelesapan konstituen ini didasarkan pada tiga pengamatan, yaitu pronominalisasi, pelesapan, dan penyebutan ulang melalui pronomina itu.

Paragraf dengan Tingkat Kesinambungan Topik TinggiTingkat kesinambungan topik dikatakan tinggi apabila terdapat pelesapan

di dalam suatu paragraf atau wacana. Hal ini dapat dilihat pada contoh 1 Bab 2 Paragraf 1 pasangan kalimat (1) dan (2) berikut.

1. Setelah perkawinanya dengan Tonton, Prapti dan suaminya pindah ke rumah yang telah mereka beli.

2. Ø Ditinggalkan oleh putri yang sangat dikasihinya itu, Hezan merasa dirinya dilambung-lambungkan dalam sepi yang berkepanjangan.

Terjadi pelesapan nomina Hezan pada kalimat 2. Seharusnya kalimat ini berbunyi (Hezan ditinggalkan oleh putri yang sangat dikasihinya itu, Hezan merasa dirinya dilambung-lambungkan dalam sepi yang berkepanjangan). Selain pelesapan, terjadi pronominalisasi empat kali. Pronominal nya pada kata perkawinannya yang terdapat pada kalimat (1) merujuk pada Prapti yang juga terdapat pada kalimat yang sama, yakni Setelah perkawinanya dengan Tonton, Prapti dan suaminya pindah ke rumah yang telah mereka beli. Pronominalisasi terjadi pada pronomina nya yang terdapat pada kata suaminya pada kalimat

Kesinambungan Topik pada Novel Wanita Itu Adalah Ibu Karya Sori Siregar

1197

(1). Pronominal nya merujuk pada nomina Prapti yang juga terdapat pada kalimat yang sama. Pronominalisasi terjadi pada pronominal nya pada kata dikasihinya yang terdapat pada kalimat (2). Pronomina nya merujuk pada Hezan yang juga terdapat pada kalimat (2) yakni Ditinggalkan oleh putri yang sangat dikasihinya itu, Hezan merasa dirinya dilambung-lambungkan dalam sepi yang berkepanjangan. Selain itu, pronominalisasi terjadi pada pronominal mereka pada kalimat (1). Pronominal mereka merujuk pada Parpti dan Tonton yang juga terdapat pada kalimat yang sama. Pada pasangan kalimat tersebut terjadi pelesapan konstituen dengan cara pronominalisasi dan pelesapan.

Mohon perhatikan contoh 2 bab 5 paragraf 9 kalimat (4) dan (5) berikut.4. Karena itu dia lebih suka ngobrol atau baca surat kabar.5. Tetapi karena surat kabar sudah selesai dibaca ø sampai iklan, ia lebih

suka kalau ngobrol saja.Terjadi pelesapan nomina Bahrum pada kalimat (5). Apabila tidak terjadi

pelesapan, seharusnya kalimat berbunyi (Tetapi karena surat kabar sudah selesai dibaca Bahrum sampai iklan, ia lebih suka kalau ngobrol saja). Juga terjadi pronominalisai pada pronominal ia yang terdapat pada kalimat (5). Pronomina ia pada kalimat merujuk pada nomina Bahrum yang terdapat pada kalimat (2). Pada pasangan kalimat tersebut terjadi pelesapan konstituen dengan cara dipronominalkan dan pelesapan sehingga tingkat kesinambungan topiknya tinggi.

Pelesapan nomina terjadi pada contoh 3 bab 9 paragraf 19 kalimat (1) dan (2) berikut ini.

1. Setelah ø mengucapkan kata-kata itu, Hezan keluar diikuti ramlan.2. Di ujung jalan kecil Ramlan memberi isyarat kepada istrinya untuk

tinggal.Terjadi pelesapan nomina Hezan pada kalimat (1) klausa pertama. Apabila

tidak terjadi pelesapan, kalimat ini berbunyi (Setelah Hezan mengucapkan kata-kata itu, hezan keluar diikuti ramlan). Selain pelesapan, juga terjadi pronominalisasi. Proses dipronominalkan terjadi pada pronominal nya pada kata istrinya yang terdapat pada kalimat (2). Pronomina nya pada kalimat tersebut merujuk pada nomina Ramlan yang terdapat pada kalimat yang sama, yakni Di ujung jalan kecil Ramlan member isyarat kepada istrinya untuk

1198 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

tinggal. Pada pasangan kalimat tersebut terjadi pelesapan konstituen dengan cara pronominalisasi dan pelesapan sehingga memiliki tingkat kesinambungan topik yang tinggi.

Mohon dicermati contoh 4 bab 14 paragraf 28 kalimat (3) dan (4) di bawah ini.

3. Anakku Prapti dan menantuku Tonton memintaku untuk berumah tangga lagi mencari pengganti istri yang sudah meninggal.

4. Di balik permintaan itu, keinginan ø yang sederhana.Terjadi pelesapan nomina Hezan pada kalimat (4). Jika tidak terjadi

pelesapan, kalimat ini akan berbunyi (Di balik permintaan itu, keinginan Hezan yang sederhana). Terjadi penyebutan ulang yang diikuti itu pada kalimat (4). Itu pada kalimat ini merujuk pada permintaan Prapti dan Tonton agar Hezan kembali menikah yang terdapat pada kalimat (3), yakni Anakku Prapti dan menantuku Tonton memintaku untuk berumah tangga lagi mencari pengganti istri yang sudah meninggal. Pelesapan konstituen dan penyebutan ulang pada pasangan kalimat tersebut menandakan bahwa paragraf itu memiliki tingkat kesinambungan topik tinggi.

Paragraf dengan Tingkat Kesinambungan Topik RendahTingkat kesinambunagn topik dikatakan rendah apabila hanya terdapat

pronominal atau penyebutan ulang dengan diikuti itu tanpa pelesapan di dalam paragraf atau wacana tersebut. Mohon perhatikan contoh 1 bab 12 paragraf 25 kalimat (1) dan (2) berikut.

1. Tonton mengangguk.2. Lalu mereka bergegas ke kamar bersalin.Pronominalisasi terjadi pada pronomina mereka pada kalimat (2).

Pronomina mereka ini merujuk pada Tonton dan Hezan yang terdapat pada paragraf sebelumnya. Pada pasangan kalimat tersebut hanya terjadi pronominalisasitanpa pelesapan dan penyebutan ulang yang diikuti itu. Oleh karena itu, paragrafnya memiliki tingkat kesinambungan topik yang rendah.

Dari hasil analisis 36 buah paragraf mengenai tingkat kesinambungan topik pada novel WIAI, dapat diketahui bahwa 26 paragraf atau 72,2% di antaranya memiliki tingkat kesinambungan topik tinggi dan 10 paragraf atau 27,8% memiliki tingkat kesinambungan topik rendah. Tinggi atau rendahnya suatu

Kesinambungan Topik pada Novel Wanita Itu Adalah Ibu Karya Sori Siregar

1199

topik didasarkan pada ada atau tidaknya pelesapan di dalamnya. Dikatakan memiliki tingkat kesinambungan topik tinggi apabila terdapat topik yang penyebutannya dilesapkan. Pelesapan terjadi apabila sebuah kalimat atau paragraf dapat dimengerti oleh pembaca atau pendengarnya tanpa menuliskan atau menyebutkan secara utuh bagian kalimatnya. Sementara itu, dikatakan memiliki tingkat kesinambungan topik rendah apabila tidak terdapat topik yang penyebutannya dilesapkan atau di dalam paragraf tersebut sama sekali tidak terjadi pelesapan.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah tingkat kesinambungan topik yang tinggi yaitu 26 paragraf atau 72,2% yang memperlihatkan bahwa penulis novel WIAI mengembangkan topik-topiknya secara berkesinambungan sehingga wacana yang dibentuk menjadi runtut, padu, dan serasi. Dengan tingkat kesinambungan topik yang tinggi, yang terlihat dari wacananya yang runtut, padu dan serasi; pembaca dapat dengan mudah memahami isi yang terdapat di dalamnya dan mengetahui amanat yang ingin disampaikan penulisnya. Selain itu, dengan tingkat kesinambungan topik yang tinggi, pembaca tidak akan merasa bosan membaca novel sampai selesai.

Sementara itu, jumlah tingkat kesinambungan topik yang rendah adalah 10 paragraf atau 27,8% yang memperlihatkan bahwa ada sebagian kecil pada novel tersebut yang tidak mudah dimengerti dan dipahami oleh pembacanya.

Tabel 1 Rekapitulasi Tingkat Kesinambungan Keseluruhan Bab

BabJumlah Paragraf

Jumlah Pasangan Kalimat

Jumlah Pelesapan Konstituen

Jumlah Tingkat Kesinambungan Topik

1 2 3 Tinggi Rendah

2 5 19 24 10 - 4 15 7 30 32 8 5 5 29 10 20 22 9 3 6 412 3 12 3 6 1 2 114 7 19 29 9 3 5 217 4 7 9 5 1 4 -

Jumlah 36 107 118 47 13 26 10% 72,2% 27,8%

Keterangan: 1. Dipronominalkan

2. Dilesapkan

3. Disebut ulang dengan diikuti itu

1200 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Hal ini terlihat dari penulisnya yang harus menuliskan struktur katanya secara lengkap.

SIMPULAN DAN SARANDari hasil dan bahasan mengenai tingkat kesinambungan topik dalam novel

WIAI, dapat diketahui bahwa novel tersebut memiliki tingkat kesinambungan topik yang tinggi. Terbukti, dari 36 paragraf yang dianalisis dan dipilih secara acak, 26 paragraf atau 72,2% memiliki tingkat kesinambungan topik yang tinggi dengan total pelesapan 47 buah; sedangkan 10 paragraf atau 27,8% memiliki tingkat kesinambungan topik yang rendah. Paragraf yang memiliki tingkat kesinambungan topik tinggi yaitu paragraf (1), (2), (3), (4), (6), (7), (9), (11), (12), (15), (16), (19), (20), (21), (22), (23), (24), (26), (28), (29), (30), (31), (33), (34), (35), dan (36). Dengan 72,2% tingkat kesinambungan topik itu, pembaca dapat dengan mudah memahami dan menghayati isi dan amanat yang disampaikan pengarangnya. Selain itu, kesinambungan antartopik dapat menghindari salah penafsiran terhadap novel itu. Sementara itu, sepuluh paragraf yang memiliki tingkat kesinambungan topik rendah yaitu paragraf (5), (8), (10), (13), (14), (17), (18), (25), (27), dan (32). Rendahnya tingkat kesinambungan topik itu dapat dilihat dari penggunaan pronomina dan penyebutan ulang yang diikuti itu. Akibatnya, pembaca kesulitan memahami isi dan amanat yang disampaikan pengarang. Dari hasil penelitian ini, disarankan agar peneliti lain dapat menjadikan penelitian terhadap tingkat kesinambungan topik ini sebagai batu loncatan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dangan objek yang berbeda. [ ]

DAFTAR PUSTAKAAchmad, HP. 2000. Wacana dan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta:

Universitas Negeri Jakarta._______. 2005. Aspek Kohesi Wacana. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta._______. Pragmatik Wacana. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.Bayardi, I. Praptomo. 1993. “Kesatuan Topik dalam Wacana Eksposisi, Wacana

Deskripsi, dan Wacana Narasi Dalam Bahasa Indonesia”. dalam Masyarakat Linguistik Indonesia.

Kesinambungan Topik pada Novel Wanita Itu Adalah Ibu Karya Sori Siregar

1201

Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Terjemahan I. Soetikno. Jakarta: Gramedia.

Moeliono, Anton M. dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Samsuri. 1987. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.Siregar, Sori. 1993. Wanita Itu Adalah Ibu. Jakarta: Balai Pustaka.Tarigan, Hendry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

1202 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

KONTRIBUSI PROGRAM DIKLAT TINGKAT DASAR DI PPPPTK BAHASA TERHADAP

KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU BAHASA JEPANG

Kardina PendikariniPPPPTK Bahasa

ABSTRACTThis study aims to describe the correlation between education and training

programs and Japanese language teacher competence, the effectiveness of training programs that have been implemented, and know the description of Japanese language teacher competence today were conducted. This research is a descriptive quantitative research. Samples are taken from Japanese language teachers in Jabodetabek. Data were collected using surveys and tests, with the instrument in the form enclosed questionnaire and test items. The data analysis technique used was prerequisite test analysis with linear test, and hypothesis test used was simple regression analysis.The result indicated that implementation of the training program itself is considered to be running well and effectively with a mean score of 52. Meanwhile, the average score of pedagogic competence and professional competence of Japanese language teachers is in the moderate category with a mean score of 59.8 for pedagogic competence and 59.4 for professional competence. Based on data analysis, education and training had positive influence, significant, and had strong categorized toward the Japanese language teacher competency which shown by the value of correlation coefficient between X to Y

1 is 0,552 and between X to Y

2 is 0,588.

Correlation between X to Y1 shown bythe similarity regression Y

1 = 5.446+1.044X for

the pedagogic competence and Y2 = -8,617+1,308X for professional competence with

the coefficient determination (r2) was 0,305 for pedagogic competence and 0,346 for

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi ...

1203

professional competence which mean 30,5% Japanese language teacher’s pedagogic competence and 34,6% Japanese language teacher’s professional competence were influenced by education and training.

Keywords: education, training, Japanese language teacher competence

INTISARIPenelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara program diklat dan

kompetensi guru bahasa Jepang, mengambarkan program diklat yang telah dilaksanakan, dan kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepang. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan sampel guru bahasa Jepang di wilayah Jabodetabek. Instrumennya berupa kuesioner tertutup dan soal tes. Data dianalisis dengan korelasi Pearson Product Moment dan analisis regresi linear sederhana. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelaksanaan program diklat dinilai sudah berjalan dengan baik dan efektif dengan persentase 82,54%. Rerata nilai kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru bahasa Jepang berada pada kategori sedang dengan nilai rerata 59,8 untuk kompetensi pedagogik dan 59,4 untuk kompetensi profesional. Hasil penghitungan data program diklat memiliki kontribusi yang positif terhadap kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepan, hubungan yang positif dengan kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepang. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai koefisien korelasi antara X dengan Y1 sebesar 0,552 dan antara variabel X dengan Y2 sebesar 0,588 yang masuk kedalam kategori cukup kuat. Hubungan variabel X dengan Y1 ditunjukkan melalui persamaan regresi Y1 = 5,446 + 1,044X dan hubungan variabel variabel X dengan Y2 ditunjukan melalui persamaan regresi Y2 = -8,617 + 1,308X. Melalui penghitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (r2) antara variabel X dengan Y1 adalah sebesar 30,5% dan sebesar 34,6% antara variabel X dengan Y2.

Kata Kunci : pendidikan, pelatihan, kompetensi guru bahasa Jepang,

PENDAHULUANSeorang guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam

membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa. Karena pentingnya peranan guru dalam menentukan keberhasilan pendidikan, hendaknya guru mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya. Profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi seiring dengan

1204 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi saat ini. Upaya pengembangan keprofesionalan guru sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 7 dalam undang-undang itu mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Selanjutnya, pada pasal 20 dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Musfah (2011:18) menjelaskan bahwa secara teoretis pengembangan kemampuan guru dilakukan melalui banyak hal seperti digambarkan dalam bagan berikut ini.

Dari beberapa penjelasan mengenai guru dan pengembangan profesionalismenya dapat dipahami bahwa seorang guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dan memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya, dan salah satu upaya pengembangan

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi ...

1205

kompetensi guru adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan.Berdasarkan data yang diperoleh dari PPPTK Bahasa, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, diketahui bahwa bahwa masih ada sekitar 728 guru bahasa Jepang dari jumlah keseluruhan 991 guru yang telah mengikuti UKG yang kompetensinya masih rendah dan harus mengikuti diklat tingkat dasar, 172 orang di diklat tingkat lanjut, 78 orang di diklat tingkat menengah, dan 13 orang di diklat tingkat tinggi. Masih rendahnya kompetensi guru bahasa Jepang diduga disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kurangnya motivasi guru untuk mengembangkan diri baik secara mandiri maupun melalui kegiatan MGMP, guru lebih berfokus pada tugas adminitrasi di tempat bertugas, selalu berkutat dengan materi dan bahan ajar yang sama, dan kurang mendapatkan pelatihan. Dari faktor-faktor tersebut, penelitian ini hanya akan berfokus pada masalah pelatihan guru.

Berdasarkan ulasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa program diklat termasuk salah satu faktor yang dapat memengaruhi kompetensi seorang guru. Namun, sejauh mana program diklat memberikan pengaruh positif terhadap kompetensi guru bahasa Jepang selama ini belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan program diklat dengan kompetensi guru bahasa Jepang, menggambarkan program diklat yang telah dilaksanakan, dan menggambarkan kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepang.

DIKLAT, KOMPETENSI GURU, DAN MODEL EVALUASIPendidikan dan pelatihan pada dasarnya adalah usaha-usaha untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, agar menghasilkan kinerja yang berhasil guna dan berdaya guna (Daryanto dan Bintoro, 2014). Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru kemudian dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi empat kompetensi, yakni kompetensi sosial, kepribadian, profesional, dan pedagogik. Kompetensi profesional, menurut batasan Badan Standar Nasional Pendidikan, adalah kemampuan penguasaan

1206 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi (a) konsep, struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional. Sementara itu, kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (2) pemahaman tentang peserta didik; (3) pengembangan kurikulum/silabus; (4) perancangan pembelajaran; (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (6) evaluasi hasil belajar; dan (7) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Evaluasi merupakan salah satu elemen penting di dalam sebuah program pendidikan dan pelatihan (diklat). Evaluasi dalam sebuah program pelatihan bertujuan mengukur keberhasilan suatu program pelatihan dalam menciptakan perbedaan keadaan kemampuan/kompetensi peserta pelatihan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan serta mengukur efisiensi dan keefektifan program pelatihan ditinjau dari dana yang dikeluarkan dengan hasil peningkatan kompetensi peserta pelatihan yang diperoleh. Kirkpatrick dalam bukunya Evaluating Training Program mengajukan idenya mengenai model evaluasi empat level yang kemudian dikenal dengan nama Kirkpatrick’s Four Levels of Training Evaluation. Menurut Kirkpatrick, keefektifan pelaksanaan program pelatihan dapat terlihat dengan menggunakan model evaluasi empat level, yaitu reaction, learning, behaviour, dan result. Model Kirkpatrick ini dipakai dalam penelitian ini.

METODE PENELITIANMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah guru bahasa Jepang yang berada di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Instrumen yang digunakan berupa kuesioner tertutup dan soal tes, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan analisis regresi linear sederhana.

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi ...

1207

HASIL DAN BAHASANSecara umum pendidikan dan pelatihan guru bahasa Jepang yang diikuti

oleh guru bahasa Jepang selama dua tahun terakhir dianggap sudah efektif. Hal ini terlihat dari nilai pencapaian keefektifan pendidikan dan pelatihan (diklat) sebesar 82,54%. Efektivitas ini diukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukakan pada model evaluasi pelatihan Kirkpatrick’s Four Levels of Training Evaluation yaitu reaction, learning, behaviour, dan result.

Berdasarkan data variabel pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diolah menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistic 23 for windows diperoleh skor tertinggi adalah 63 dan skor terendah adalah 43. Hasil analisis menunjukan rerata (mean) sebesar 52, median 51, modus 50, dan standar deviasi 4,995. Selanjutnya data disajikan pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Histogram Skor Keefektifan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Berdasarkan hasil pengolahan data pada empat dimensi model evaluasi pelatihan Kirkpatrick’s Four Levels of Training Evaluation, didapatkan hasil seperti pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1Deskripsi Dimensi Variabel Pendidikan dan Pelatihan

Dimensi Pencapaian (%) KategoriReaction 83,70 TinggiLearning 86,25 TinggiBehaviour 82,083 Tinggi

Result 76,67 Tinggi

1208 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Gambaran Kompetensi Pedagogik GuruSecara umum tingkat kompetensi pedagogik para guru bahasa Jepang di

wilayah Jabodetabek masuk ke dalam kategori sedang. Hal ini ditunjukkan oleh rerata nilai kompetensi pedagogik guru sebesar 59,75. Nilai tertinggi yang diperoleh guru adalah 70 dari skala 100. Jumlah guru yang memiliki nilai dibawah 50 atau masuk ke dalam kategori rendah adalah 4 orang guru atau sebanyak 20%, 11 orang berada pada kategori sedang atau sebanyak 55%, sedangkan 5 orang lainnya atau sebanyak 25% berada pada kategori tinggi. Kecenderungan variabel kompetensi pedagogik guru kemudian disajikan dalam diagram pie (pie chart) pada gambar 2 berikut .

Penilaian tingkat kompetensi pedagogik guru pada penelitian ini didasarkan pada sepuluh dimensi dengan tingkat pencapaian untuk setiap dimensi variabel kompetensi pedagogik guru dijelaskan sebagai berikut .

Tabel 2Deskripsi variabel kompetensi pedagogik guru

Dimensi Pencapaian (%) KategoriMenguasai Karakteristik Peserta Didik 46 RendahMenguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran 41,3 RendahMengembangkan kurikulum 35 RendahMenyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 35,3 RendahMemanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran 53,3 TinggiMemfasilitasi pengembangan potensi peserta didik 66,7 TinggiBerkomunikasi secara efektif dengan peserta didik 63,3 TinggiMenyelenggarakan penilaian hasil belajar 25,3 RendahMemanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pembelajaran

43,3 Rendah

Melakukan tindakan reflektif 48,3 Rendah

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi ...

1209

Gambaran Kompetensi Profesional GuruSecara umum tingkat kompetensi profesional para guru bahasa Jepang di

wilayah Jabodetabek masuk ke dalam kategori sedang. Hal ini ditunjukkan oleh rerata nilai kompetensi profesional guru sebesar 59,40. Nilai tertinggi yang diperoleh guru adalah 76 dari skala 100. Jumlah guru yang memiliki nilai dibawah 48 atau masuk ke dalam kategori rendah adalah 4 orang guru atau sebanyak 20%, 12 orang berada pada kategori sedang atau sebanyak 60%, sedangkan 4 orang lainnya atau sebanyak 20% berada pada kategori tinggi. Kecenderungan variabel kompetensi pedagogik guru kemudian disajikan dalam diagram pie (pie chart) pada gambar 3 berikut.

Penilaian tingkat kompetensi profesional guru pada penelitian ini didasarkan pada lima dimensi dengan tingkat pencapaian untuk setiap dimensi variabel kompetensi profesional guru dijelaskan sebagai berikut.

Menguasai Karakteristik Peserta Didik 46 RendahMenguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran 41,3 RendahMengembangkan kurikulum 35 RendahMenyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 35,3 RendahMemanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran 53,3 TinggiMemfasilitasi pengembangan potensi peserta didik 66,7 TinggiBerkomunikasi secara efektif dengan peserta didik 63,3 Tinggi

Tabel 3Deskripsi Dimensi Variabel Kompetensi Profesional Guru

Dimensi Pencapaian (%) KategoriMenguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu

45,5 Rendah

1210 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan analisis korelasi dan analisis regresi sederhana. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menguraikan pengaruh pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kompetensi guru bahasa Jepang, dalam hal ini adalah kompetensi pedagogik dan profesional guru. Pengujian hipotesis dilakukan dengan perhitungan program IBM SPSS Statistics 23 for windows. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Hasil penghitungan data analisis korelasi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi antara X terhadap Y1 sebesar 0,522 dengan nilai signifikansi 0,0012 < 0,005 dan nilai koefisien korelasi antara antara X terhadap Y2 sebesar 0,588

Dimensi Pencapaian (%) KategoriMenguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

56 Tinggi

Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif

48 Rendah

Mengembangkan Keprofesionalan secara berkelanjutan

35 Rendah

Memanfaatkan TIK untuk mengambangkan diri 80 Tinggi

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi ...

1211

dengan nilai signifikansi 0,006<0,05 menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel diklat dengan kompetensi pedagogic dan profesinal guru Bahasa Jepang dengan kategori cukup kuat.

Selanjutnya, hasil penghitungan data analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa Koefisien determinasi antara X terhadap Y1 (r

2xy1) sebesar

0,305 berarti pendidikan dan pelatihan (diklat) mampu mempengaruhi 30,5% perubahan kompetensi pedagogik guru bahasa Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa 69,5% kompetensi pedagogik guru dipengaruhi oleh faktor atau variabel lain. Sementara itu, koefisien determinasi antara X terhadap Y 2 (r

2xy2) sebesar

0,346 berarti pendidikan dan pelatihan (diklat) mampu mempengaruhi 34,6% perubahan kompetensi profesional guru bahasa Jepang, yang berarti 65,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor atau variabel lainnya selain diklat.

Berdasarkan angka-angka tersebut, dapat disusun persamaan regresi satu prediktor Y1 = 5,446 + 1,044X untuk kompetensi pedagogik yang berarti bahwa jika nilai koefisien diklat naik satu satuan maka nilai kompetensi pedagogik akan naik sebesar 1,044. Sementara itu, persamaan regresi satu prediktor untuk kompetensi profesional adalah Y2 = -8,617 + 1,308X yang berarti bahwa jika nilai koefisien diklat naik satu satuan; nilai kompetensi profesional akan naik sebesar 1,308. Koefisien regresi antara X terhadap Y1 (rxy) sebesar 1,044 dan koefisien regresi antara X terhadap Y2 (rxy) sebesar 1,308 bernilai positif, maka pendidikan dan pelatihan (diklat) dinilai berpengaruh terhadap kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepang. Tabel 4 juga menunjukan bahwa diperoleh nilai thitung sebesar 2,809 untuk Y1 dengan nilai signifikansi 0,012<0,05 dan sebesar 3,085 untuk Y2 dengan nilai signifikansi 0,006<0,05 , jika dibandingkan dengan ttabel sebesar 2,100 pada taraf signifikansi 5% maka thitung pada Y1 dan Y2 lebih besar dari ttabel yang berarti Ha ditolak dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru bahasa Jepang.

SIMPULANDari hasil pengolahan data disimpulkan bahwa program diklat berkontribusi

positif terhadap kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepang, memiliki hubungan yang positif dengan kompetensi pedagogik dan profesional

1212 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

guru bahasa Jepang. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai koefisien korelasi yang antara X dengan Y1 sebesar 0,552 dan antara variabel X dengan Y2

sebesar 0,588 yang masuk kategori cukup kuat. Hasil nilai signifikansi juga memperlihatkan hasil yang signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,012 antara variabel X terhadap Y1 dan sebesar 0,006 antara variabel X terhadap Y2.

Nilai koefisien regresi antara X terhadap Y1 (rxy) sebesar 1,044 dan koefisien regresi antara X terhadap Y2 (rxy) sebesar 1,308 juga dinilai bernilai positif. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan (diklat) berpengaruh terhadap kompetensi pedagogik dan profesional guru bahasa Jepang. Pelaksanaan program diklat dinilai sudah berjalan dengan baik dan efektif dengan persentase 82,54%. Rata-rata nilai kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru bahasa Jepang berada pada kategori sedang dengan nilai rerata 59,8 untuk kompetensi pedagogik dan 59,4 untuk kompetensi profesional. [ ]

DAFTAR PUSTAKA Alma B. 2009. Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar).

Bandung : Alfabeta.Daryanto & Bintoro. 2014. Manajemen Diklat. Yogyakarta : Penerbit Gava

Media.Kirkpatrick, D.L & Kirkpatrick J.D. 2006. Evaluating Training Programs ; The

Four Levels. San Fransisco: Berret- Koehler Publishers, IncMusfah, J. 2015. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber

Belajar Teori dan Praktik. Jakarta : Prenadamedia Group.Notoatmodjo, S. 2015. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka

Cipta.Salam, D S. 2012. Analisis Pelatihan Terhadap Kompetensi Pedagogik dan

Profesional Guru Serta Dampaknya Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Tesis Magister Pendidikan pada Jurusan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.Yuniarsih T. dan Siwatno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori,

Aplikasi, dan Isu Penelitian). Bandung: Alfabeta.

Kontribusi Program Diklat Tingkat Dasar di PPPPTK Bahasa Terhadap Kompetensi ...

1213

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

1214 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

STRATEGI KOMUNIKASI PEMELAJAR BIPA LEVEL A1: STUDI KASUS

PUSAT KEBUDAYAAN INDONESIA DI CAIRO

Dedi SupriyantoPPPPTK Bahasa Kemdikbud

ABSTRACTThe purpose of this study is to describe the form and implementation of

communication strategies used by the learners of A1 basic level at the Indonesian Culture Center (Puskin), Cairo, Egypt. The method used is a case study that captures and describes the findings. The data are the verbal and non-verbal behavior of Egyptian students who are basic level A1 or grade 1 Indonesian learners at the Indonesian Culture Center. Result of study indicates that there are 17 kinds of communication strategies which used by the learners. Three out of them are the most commonly used in communication. It has been found three new communication strategies out of the existing theory. There are also six kinds of communication strategy related to the first languange transfer and two kinds related to the second language transfer.

Keywords: communication strategies, Indonesian language, foreign learner, level A1

INTISARIPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan implementasi strategi

komunikasi yang digunakan pemelajar level dasar A1 dalam pembelajaran BIPA di Pusat Kebudayaan Indonesia (Puskin) di Cairo Mesir. Metode yang digunakan adalah

Strategi Komunikasi Pemelajar BiIPA Level A1: Studi Kasus Pusat Kebudayaan ...

1215

studi kasus yang memotret dan mendeskripsikan temuan. Datanya adalah perilaku verbal dan non-verbal pemelajar Mesir yang merupakan pemelajar bahasa Indonesia level dasar A1 atau tingkat 1 di Pusat Kebudayaan Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemelajar menggunakan 17 jenis strategi komunikasi dalam menggunakan bahasa Indonesia. Tiga dari 17 strategi itu paling sering digunakan oleh pemelajar dalam berkomunikasi dan juga ditemukan tiga strategi baru yang digunakan oleh pemelajar di luar teori strategi komunikasi yang ada. Selain itu ada 6 strategi komunikasi yang berkaitan dengan transfer bahasa pertama dan dua strategi berkaitan dengan transfer bahasa kedua.

Kata Kunci: strategi komunikasi, bahasa Indonesia, penutur asing, level A1

PENDAHULUANIndonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak

di dunia. Jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di berbagai negara ini tentunya akan memengaruhi penyebaran bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, bahasa Indonesia kini merupakan salah satu bahasa yang banyak dipelajari oleh masyarakat internasional baik di benua Asia, Afrika, Eropa, Australia, maupun Amerika. Banyak perguruan tinggi dan lembaga yang telah menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) sejak lama, baik melalui kerja sama dengan KBRI setempat maupun secara mandiri. Selain itu, orang asing yang berminat belajar bahasa Indonesia semakin hari semakin bertambah, bahkan dari tahun ke tahun lembaga yang menyelenggarakan pembelajaran BIPA pun semakin menjamur, baik di dalam maupun di luar negeri.

Mesir merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pemelajar bahasa Indonesia yang sangat banyak. Negara yang wilayahnya sebagian besar terletak di benua Afrika ini memiliki lebih dari seribu pemelajar bahasa Indonesia, baik yang masih mengikuti pembelajaran maupun sudah lulus level yang telah ditentukan. Di antara lembaga di Mesir yang menyelenggarakan pembelajaran BIPA adalah Pusat Kebudayaan Indonesia di Cairo, sebuah lembaga di bawah Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo yang telah berdiri dan aktif menyebarluaskan bahasa dan budaya serta seni Indonesia sejak tahun 1987.

1216 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Para pemelajar bahasa Indonesia di Puskin sangat senang dan aktif dalam menggunakan dan mempraktikkan bahasa Indonesia, baik di dalam maupun di luar kelas. Bahkan tidak sedikit pemelajar yang masih berada di level/tingkat dasar, yaitu tingkat A1 bersungguh-sungguh ingin menggunakan dan mempraktikkan bahasa Indonesia sehari-hari. Mereka tidak ingin kalah dari pemelajar level atau tingkat yang lebih tinggi dalam menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan mereka berusaha untuk bisa berkomunikasi dengan berbagai cara agar dapat berkomunikasi dengan baik, lancar, dan dapat dipahami. Banyak hal menarik yang digunakan para pemelajar tingkat dasar ini dalam berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Strategi komunikasi merupakan salah satu cara yang mereka terapkan untuk mencapai tujuan agar bisa berkomunikasi dengan baik kepada siapa pun dalam bahasa Indonesia baik verbal maupun nonverbal. Strategi ini ternyata cukup berhasil diterapkan oleh mereka sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pertanyaannya, strategi komunikasi apa yang digunakan oleh pemelajar BIPA asal Mesir ini, khususnya mereka yang masih berada di tingkat dasar atau level A1 yang aktif dan sedang mempelajari bahasa Indonesia di Puskin, Cairo, Mesir? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan implementasi strategi komunikasi yang digunakan pemelajar pada level tersebut.

TEORITipologi Torone (1980) dalam Ghazali (2010: 141) memandang bahwa

strategi komunikasi berfungsi menjembatani kesenjangan antara pengetahuan linguistik dari pemelajar bahasa kedua dengan lawan bicaranya dalam situasi komunikasi nyata. Untuk mengatasi masalah-masalah komunikasi, pemelajar bahasa kedua dapat menggunakan (a) strategi transfer dari bahasa pertamanya (seperti penerjemahan, beralih menggunakan bahasa pertama, menggunakan gerak tubuh), (b) strategi bahasa kedua yang artinya kira-kira sama (approximation) dengan yang dimaksud, membuat kata baru atau menjelaskan dengan perumpamaan), atau (c) strategi reduksi (berhenti menjelaskan dan beralih ke masalah lain atau menghindari topik yang tidak dikuasai). Pemelajar asing menggunakan strategi komunikasi untuk menyiasati keterbatasannya dalam bahasa kedua. Dengan strategi komunikasi dapat ditempuh beberapa cara berkomunikasi secara sadar untuk menciptakan

Strategi Komunikasi Pemelajar BiIPA Level A1: Studi Kasus Pusat Kebudayaan ...

1217

perubahan pada diri dengan mudah dan cepat. Strategi komunikasi ini telah dicoba oleh peneliti untuk diteliti menyangkut perilaku verbal dan nonverbal mereka dalam berkomunikasi dan berinteraksi di dalam dan di luar kelas. Tentunya strategi komunikasi yang digunakan para pemelajar bahasa Indonesia ini banyak dipengaruhi oleh bahasa pertamanya, yakni bahasa Arab, sehingga mereka terkadang mengesampingkan kaidah-kaidah kebahasaan dari bahasa target yakni bahasa Indonesia. Menurut Purwoko (2010: 85-90), terdapat sepuluh bentuk strategi komunikasi yang dilakukan penutur asing dalam mengemukakan maksudnya, yaitu (1) topikalisasi, (2) cek pemahaman, (3) cek konfirmasi, (4) parafrase, (5) back-channel, (6) umpan balik, (7) dekomposisi, (8) strategi interpretatif, (9) frame/pembatas, dan (10) koreksi diri. Lebih lanjut, Purwoko menjelaskan bahwa para penutur asing yang mempunyai keterbatasan kosakata dan pemahaman tata bahasa cederung membuat beberapa strategi untuk memperlancar komunikasi, seperti (1) pendekatan, (2) pembentukan kata, (3) parafrasa, (4) peminjaman, (5) peragaan, (6) ganti topik, dan (7) menghindari topik.

METODE Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Kebudayaan Indonesia (Puskin), Cairo,

Mesir dari April hingga November 2017. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang merupakan bagian dari penelitian deskriptif, yaitu suatu bentuk penelitian yang ditujukan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik itu fenomena alamiah maupun fenomena yang direkayasa manusia (Sukmadinata, 2007:72). Sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa level dasar A1 atau tingkat 1 yang mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia baik di kelas maupun di luar kelas yang berjumlah 89 orang. Adapun data penelitian berupa perilaku verbal dan non-verbal yang berjumlah 243 data yang terdiri dari 10 data pelesapan, 9 data pengulangan tuturan, 25 data peminjaman istilah asing, 6 data penggunaan koreksi diri, 10 data penggunaan istilah yang mirip, 21 data penggunaan kata yang serupa atau berdekatan maknanya, 22 data penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, 7 data nada gantung, 11 data penggunaan pertanyaan balikan, 19 data penggunaan benda-benda di sekitar, 14 data penggunaan gerakan tubuh dan ekspresi atau peragaan, 26 data pengucapan dan penulisan huruf

1218 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

yang sering terjadi, 10 data paraftrase, 15 data metonimia, 14 data reduksi (menghindari topik), 12 data topikalisasi, dan 12 data suara mulut. Data yang telah diperoleh Instrumen penelitiannya berupa pedoman observasi. Data dianalisis dengan teori Tipologi dari Tarone (1980).

HASIL DAN BAHASANAda tujuh belas temuan berkaitan dengan strategi komunikasi yang dilakukan

oleh mahasiswa level dasar A1 Pusat Kebudayaan Indonesia (Puskin), Cairo, Mesir dalam berinteraksi dan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia berkaitan dengan perilaku verbal maupun nonverbal, baik di dalam maupun di luar kelas. Berikut bahasan temuan itu. Pertama adalah pelesapan. Pemelajar bahasa Indonesia melakukan pelesapan yang berbentuk penghilangan kata depan, imbuhan, dan subjek. Contoh pelesapan kata depan seperti kalimat berikut ini, “Saya pergi rumah kemarin.” Maksudnya adalah “Saya pulang ke rumah kemarin.” Adapun contoh pelesapan imbuhan seperti kalimat, “Saya meminjam adik saya tas ini.” Yang dimaksud kalimat tersebut adalah “Saya meminjamkan adik saya tas ini.” Contoh pelepasan imbuhan lainnya adalah “Buku saya bawa Asmaa.” Maksudnya adalah “Buku saya terbawa atau dibawa Asmaa.” Kemudian untuk contoh pelesapan subjek di antaranya ketika seorang pemelajar berkata kepada pemelajar lainnya di depan kelas dengan melesapkan subjek orang kedua tunggal (kamu) seperti kalimat berikut ini, “Mau pulang?” Maksud pemelajar itu bertanya kepada kawannya adalah “Kamu mau pulang?” Strategi yang dilakukan oleh pemelajar ini ternyata cukup efektif bagi mereka untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lawan bicaranya dalam bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran di dalam dan di luar kelas, strategi komunikasi dalam bentuk pelesapan dapat ditemukan dalam komunikasi sehari-hari baik lisan maupun tulis. Umumnya pemelajar melakukan pelesapan ketika menggunakan imbuhan dan unsur kalimat, seperti subjek dan predikat.

Kedua adalah pengulangan tuturan. Pengulangan tuturan merupakan strategi mengulangi apa yang dituturkan oleh pengajar atau rekan mitra bicara. Strategi ini sering dilakukan oleh pemelajar BIPA, seperti pertanyaan yang diajukan oleh pengajar, “Pukul berapa Anda bangun pagi hari ini?” Mereka mungkin belum memahami maksud pertanyaan itu sehingga mereka mengulangi pertanyaan tersebut untuk memastikan dan mendapatkan

Strategi Komunikasi Pemelajar BiIPA Level A1: Studi Kasus Pusat Kebudayaan ...

1219

kesempatan menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Kemudian mereka mengulang pertanyaan di atas dengan pengulangan yang serupa, “Pukul berapa Anda bangun pagi hari ini?” Adapula contoh ketika pengajar bertanya kepada salah seorang pemelajar, “Apakah Saraa punya pertanyaan?” Kemudian pemelajar menjawab dengan mengulangi tuturan atau pertanyaan guru “Punya pertanyaan?” Contoh lainnya tatkala ada pemelajar berkata kepada kawannya, “Nanti malam kamu mau kemana, Ahmad?” Kemudian temannya menjawab dengan mengulang pertanyaan yang sama, “Malam nanti kamu mau kemana?”. Dalam pembelajaran di dalam dan di luar kelas, ada pemelajar yang kerap menggunakan pengulangan tuturan dalam berkomunkasi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang hal yang belum mereka pahami dalam berkomunikasi.

Ketiga adalah peminjaman istilah asing. Peminjaman istilah dari bahasa Inggris dan bahasa ibu (bahasa Arab) merupakan strategi yang juga membantu ketika mereka tidak mengetahui kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia sehingga digunakan istilah Inggris dan bahasa Arab. Contohnya penggunaan istilah Inggris pada kalimat“Saya okay dengan pendapat Anda.” Maksud dari kalimat itu adalah “Saya setuju dengan pendapat Anda.” Selain itu, ada yang menggunakan istilah dari bahasa ibu ketika mereka mengatakan ”Muhammad ingin yamsyi.” Maksudnya “Muhammad ingin berjalan.” Ada pula yang mengatakan “Kami naik kereta api dari Mahathah Buhuts.” Yang dimaksud adalah “Kami ingin naik kereta api dari Stasiun Buhuts.” Adapula yang menggunakan peminjaman istilah asing dalam bahasa Inggis dan bahasa ibu, seperti “Welcome Pak Dedi, wa laa ansaaka.”Maksud dari kalimat ini adalah “Selamat datang Pak Dedi, saya tak akan melupakan Anda.” Strategi ini juga terjadi di luar kelas.

Keempat adalah penggunaan koreksi diri. Strategi ini dilakukan pemelajar dengan menyempurnakan apa yang dituturkannya agar pengajar atau rekan mitra bicara lebih mengerti maksud tuturan pemelajar tersebut. Contohnya pada kalimat “Kami, rumah kami baru.” Pada kalimat tersebut kata “kami” yang merupakan subjek berubah bentuk menjadi frasa dengan tujuan untuk memperjelas makna yang dituturkannya. Contoh lainnya ketika pemelajar mengatakan “Baik, Pak! Kami siap mengerjakan!” artinya bahwa mereka mengatakan benar-benar siap untuk mengerjakan atau melaksanakan tugas yang

1220 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

diberikan oleh gurunya. Penggunaan strategi komunikasi dalam bentuk koreksi diri kadang dilakukan oleh pemelajar terutama ketika berkomunikasi secara lisan. Kelima adalah penggunaan istilah yang mirip, yang dilakukan secara lisan dan tulis. Strategi ini dilakukan untuk menjelaskan sesuatu yang tidak mereka ketahui dalam bahasa Indonesia kemudian mereka menyebutkan sesuatu yang mirip dalam bahasa Arab. Contohnya ada pemelajar yang mengatakan, “Saya suka makan bubur adas.” Kata bubur “adas” (sejenis kacang dari Mesir yang berwarna agak coklat kehijauan) selalu digunakan untuk menyebut bubur “kacang hijau”, karena “adas” setelah dimasak bentuk dan rasanya mirip bubur kacang hijau. Adapula yang mengatakan, “Makaroni enak.“ Kata “makaroni” digunakan untuk menyebut mi dalam bahasa Indonesia, karena bentuk dan rasanya sama seperti mi dalam bahasa Indonesia.

Keenam adalah penggunaan kata yang serupa atau berdekatan maknanya. Pemelajar sering pula menggunakan kata yang serupa atau memiliki arti berdekatan. Sebagai contoh, dalam sebuah tulisan ada pemelajar yang menulis “Mereka orang yang tidak bagus.” Maksudnya adalah “Mereka orang yang tidak baik.” Karena kata “bagus” dan “baik” merupakan kata yang serupa dan berdekatan maknanya. Ada pula pemelajar yang mengatakan, “Pulpen ini cantik.” Maksudnya adalah “Pulpen ini bagus” atau “Pulepn ini indah.” Ditemukan pula pemelajar yang mengatakan “Anda tidak sedih,Pak!” maksud dari kalimat ini adalah, “Anda jangan sedih, Pak!” Karena pemelajar belum memahami penggunaan kata “jangan”, ia menggunakan kata ”tidak” untuk mengutarakan maksudnya. Ketujuh adalah penerjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab. Strategi ini terkadang dilakukan pemelajar secara harfiah sehingga kalimatnya kadang merupakan campuran bahasa Arab dan Indonesia. Apalagi terkadang pemelajar menggunakan bahasa Arab amiyah (pasaran) dalam menerjemahkan. Contohnya kalimat ”Dilwati (Alaan) kita bertemu.” Yang dimaksud adalah “Sekarang kita bertemu.” Ada pula yang menggunakan kalimat “Saya maa fii musykilah.” Maksudnya adalah “Saya tidak ada masalah.” Adapula yang mengataan “Ya, Saya mau pergi ke sana bukhrah/ghadan!”, maksudnya “Ya, Saya mau pergi ke sana besok!” Strategi ini sering dilakukan oleh pemelajar ketika berkomunikasi baik secara secara lisan maupun tulis.

Strategi Komunikasi Pemelajar BiIPA Level A1: Studi Kasus Pusat Kebudayaan ...

1221

Kedelapan adalah nada gantung. Strategi ini dipakai pemelajar secara lisan dan tulis untuk meminta bantuan lawan bicara atau pengajar secara tidak langsung terhadap suatu hal yang belum diketahui. Contohnya pada kalimat “Bisa makan?” Maksudnya pemelajar meminta penjelasan apakah ia boleh memakan? sehingga ia bertanya dengan nada gantung tersebut. Adapula yang mengatakan “Saya, Pak!” ketika ditanya, “Ya, silakan Anda membaca wacana unit 2 sekarang!” Selain itu masih ada beberapa nada gantung yang digunakan oleh pemelajar sebagai strategi komunikasi seperti “Bisa, Pak?” untuk memastikan apakah boleh ikut kegiatan, kemudian “Siapa, ya?” untuk bertanya siapa yang membawa kue ke dalam kelas hari ini. Kesembilan adalah penggunaan pertanyaan balikan. Strategi ini dipakai secara lisan dan tulis oleh pemelajar untuk memperoleh tanggapan dari pengajar atau rekan-rekannya. Sebagai contoh, pada kalimat tanya “Boleh, Pak?”, pemelajar meminta kepastian dan tanggapan dari pengajar setelah pengajar mengatakan “Kamu boleh ikut semua dalam kegiatan nanti!”. Kesepuluh adalah penggunaan benda-benda di sekitar. Strategi ini dipakai untuk membantu pemelajar dalam menjelaskan sesuatu kepada pengajar dan teman-temannya. Contohnya pemelajar menunjuk atau memegang keranjang sampah untuk menjelaskan alat yang berhubungan dengan kebersihan atau sebuah tempat untuk menampung sampah. Selain itu, ada yang menunjuk atau merangkul kawannya untuk menyatakan dan menunjukkan bahwa kemarin saya pergi bersama “dia”, ada pula yang mengeluarkan sapu tangan dari tasnya untuk menunjukkan bahwa kemarin saya telah membeli barang tersebut. Strategi ini dipakai secara secara lisan dan tulis. Pemelajar menggunakan benda-benda yang mudah dijangkau dan ada di sekitar mereka untuk mempermudah jalannya komunikasi.

Kesebelas adalah penggunaan gerakan tubuh dan ekspresi atau peragaan. Strategi ini dipakai pemelajar untuk menjelaskan maksud tertentu, seperti mengepalkan tangan untuk menjelaskan sesuatu yang kuat atau dengan menggoyangkan telapak tangan untuk menjelaskan perihal ketidaksetujuan atau ketidakmauan. Adapula yang senyum malu-malu tatkala mereka tidak bersedia maju dan menjelaskan pendapatnya. Bahkan ketika mereka benar-benar tidak mau melakukan sesuatu mereka menggelengkan kepala sambil menggoyangkan jari telunjuk tangan kanannya. Ada pula yang menggoyangkan satu jari telunjuk diiringi kedipan mata untuk meminta agar kita jangan

1222 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

melakukan sesuatu. Gerakan tubuh dan ekspresi ini merupakan gerakan yang umum diketahui pemelajar dalam berkomunikasi di negara mereka. Keduabelas adalah pengucapan dan penulisan huruf yang sering muncul. Pengucapan konsonan /p/ alih-alih /b/ dan sebaliknya sering juga dijumpai. Sebagai contoh, “Senang persama teman.” Seharusnya “Senang bersama teman”. Contoh lain, “Alhamdulillah, saya paik.” , yang seharusnya “Alhamdulillah, saya baik.” Kesalahan pengucapan ini terjadi karena dalam bahasa Arab tidak terdapat pengucapan dan penulisan huruf /p/, sehingga ketika pemelajar mengucapkan atau menulis huruf /p/ dalam bahasa Indonesia justru mereka menggunakan huruf ب (ba) dalam bahasa Arab yang pengucapannya mirip konsonan /b/ dalam bahasa Indonesia.

Ketigabelas adalah parafrasa, yang dilakukan secara lisan dan tulis, yakni menjelaskan hal yang sama dengan cara yang berbeda. Contoh, pemelajar ingin menjelaskan bahwa dia berlibur ke kota Iskandariyah bersama keluarga kemarin, dengan parafrasa “Saya di hari libur kemarin pergi bersama keluarga berjalan-jalan di Iskandariyah, banyak taman dan tempat pemandangan yang indah-indah di sana, jauh sekali tempatnya dari Cairo.” Keempat belas adalah pemakian metonimia, yakni pemakaian merek suatu produk untuk menjelaskan arti benda yang dimaksud, seperti halnya ketika ada kegiatan pameran produk-produk Indonesia, ada pemelajar yang mengatakan “Saya sering pulang naik Tramco.” Maksudnya adalah dia suka pulang ke rumah naik kendaraan mini bus ukuran tiga perempat. Mereka menunjukkan suatu benda dengan merek atau ciri khususnya untuk menyampaikan sesuatu agar lawan bicara dapat memahaminya dengan baik. Kelimabelas adalah pemakain reduksi untuk menghindari topik. Pemelajar berhenti menjelaskan sesuatu kemudian beralih ke masalah lain atau menghindari topik yang tidak dikuasai dan beralih ke topik lain yang dikuasai. Sebagai contoh, ada pemelajar yang baru saja mengatakan, “Saya suka baju ini!” Ketika salah seorang temannya bertanya, ”Mengapa suka baju ini?”, pemelajar tersebut beralih ke topik lain dengan mengatakan, “Aah, sukaaaa..., ayo kita menyanyi lagi.” Pemelajar tersebut tidak menjawab dengan detail pertanyaan temannya tetapi ia lebih memilih mengajak temannya malanjutkan dan melakukan aktivitas lain (menyanyi). Boleh jadi, pemelajar tersebut belum menguasai jawaban sehingga ia menghindari topik pembicaraan tentang baju dan beralih ke topik lain (menyanyi).

Strategi Komunikasi Pemelajar BiIPA Level A1: Studi Kasus Pusat Kebudayaan ...

1223

Keenambelas adalah topikalisasi, yang dapat membantu pemelajar dalam berkomunikasi. Mereka membicarakan satu topik untuk mendapatkan informasi lebih detail dan mendalam. Ada pelajar yang mengatakan, “Kita bicara bahasa Indonesia saja, ya”, ada pula di lain waktu pemelajar yang mengatakan, “Iya, cerita jalan-jalan saja sekarang” dan “Ayo, baca buku ini." Membicarakan satu topik lebih mendalam dalam strategi komunikasi sering dilakukan oleh pemelajar ketika berkomunikasi baik secara secara lisan maupun tulis. Mereka berusaha mengubah unsur kalimat menjadi topik pembicaraan dengan memilih satu topik yang lebih fokus, misalnya tentang penggunaan bahasa Indonesia, jalan-jalan, keluarga, dan lainnya. Ketujuhbelas adalah penggunaan suara mulut untuk membantu pemelajar dalam berkomunikasi terutama secara lisan. Ini dilakukan sebagai jeda untuk berpikir dalam mengungkapkan kata-kata berikutnya yang akan diucapkan. Ada pelajar yang mengatakan, “Hmm.....nanti kami akan mencoba ya, Pak!” Ada pula pemelajar yang mengatakan, “Kami sekarang paham karena eeh.......ini mudah sekali.” Suara mulut tersebut merupakan bagian dari strategi komunikasi yang digunakan pula oleh para pemelajar saat berkomunikasi sehari-hari. Strategi ini dilakukan agar komunikasi tetaplancar dan sesuai tema pembicaraan.

Perlu dinyatakan bahwa strategi komunikasi di atas dipergunakan oleh para pemelajar dalam setiap kesempatan berkomunkiasi baik secara lisan maupun tulis sehingga pada saat yang bersamaan dapat terjadi beberapa strategi yang sama atau berbeda yang digunakan oleh mereka saat menggunakan bahasa Indonesia. Semua itu dilakukan agar mereka dapat berkomunikasi dengan baik satu sama lain.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh belas bentuk strategi komunikasi yang digunakan pemelajar di Pusat Kebudayaan Indonesia (Puskin), Cairo, tingkat/level A1 atau tingkat 1 dalam pembelajaran BIPA baik di dalam maupun di luar kelas. Strategi komunikasi yang paling sering digunakan adalah peminjaman istilah asing, penggunaan kata yang serupa atau berdekatan maknanya, dan penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Ada pula tiga strategi lain yang ditemukan di luar teori di atas yakni penggunaan istilah yang mirip, penggunaan kata yang serupa

1224 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

atau berdekatan maknanya, dan penggunaan suara mulut. Selain itu, terdapat beberapa strategi komunikasi yang berkaitan dengan transfer bahasa pertama dan kedua. Yang termasuk dalam transfer bahasa pertama adalah peminjaman istilah asing, penggunaan istilah yang mirip, penggunaan kata yang serupa atau berdekatan maknanya, penerjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab, penggunaan gerakan tubuh dan ekspresi atau peragaan, dan pengucapan dan penulisan huruf yang sering terjadi; sedangkan yang termasuk dalam transfer bahasa kedua adalah penggunaan pertanyaan balikan dan metonimia.

Ada lima saran yang dapat disampaikan dari hasil bahasan penelitian ini. Pertama, pengajar bahasa Indonesia disarankan semaksimal mungkin memakai bahasa Indonesia dalam pembelajaran di dalam dan di luar kelas. Kedua, penyelenggara kegiatan pembelajaran BIPA sebaiknya menyediakan dan memperbanyak buku, majalah, koran, media, pamflet, mading, dan perangkat lain dalam bahasa Indonesia. Ketiga, pengajar BIPA disarankan selalu memotivasi pemelajar agar mereka tetap bersemangat belajar bahasa Indonesia dan tidak takut melakukan kesalahan. Keempat, pengajar BIPA sebaiknya mempelajari dan memahami lebih mendalam konsep strategi komunikasi yang digunakan oleh pemelajar sehingga dapat membantu mereka lebih baik dan lancar dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa Indonesia. Kelima, diperlukan penelitian lanjutan dan lebih mendalam berkaitan dengan desain atau model strategi komunikasi baik untuk pembelajaran BIPA level dasar dan level yang lebih tinggi sehingga mampu mendukung pemelajar dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam bahasa Indonesia. [ ]

DAFTAR PUSTAKAArifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Bandung:

Armico.Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif.

Jakarata: Raja Grafindo Persada.Ghazali, S. 2010. Pemelajaran Keterampilan Berbahasa: Dengan Pendekatan

Komunikatif-Interaktif. Bandung: Refika Aditama. Kesuma, Tri Mastyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta: Carasvatibooks.

Strategi Komunikasi Pemelajar BiIPA Level A1: Studi Kasus Pusat Kebudayaan ...

1225

Purwoko, Herudjati. 2008. Discourse Analysis Kajian Wacana bagi Semua Orang. Jakarta: Indeks.

_______. 2010. Penelitian Tindakan Kelas dalam Pengajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Indeks.

Sumarsono. 2002. Sosiolingistik. Yogyakarta: Sabda.Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta.Winarno. 1978. Studi Kasus dalam Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

1226 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM PIDATO PASAMBAHAN ADAT DALAM UPACARA

MANJAPUIK MARAPULAI DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT

(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

Redo Andi MartaUniversitas Mahaputra Muhammad Yamin

ABSTRACTThis study aims to describe of directive speech acts in a speech in the ceremony

manjapuik marapulai Pasambahan in Solok of West Sumatra province. This research is a qualitative study using descriptive methods. The research object is customary speech at the ceremony manjapuik marapulai Pasambahan in Solok of West Sumatra province. The results showed that the directive speech acts that dominate the narrative contained in the customary speech at the ceremony manjapuik marapulai in Solok of West Sumatra are request, question, prohibition, order, permit and advice. There are four utterances in speech act of request, five utterances in the speech act of question and one utterance in the speech act of advice which is the longest and filled with advice upheld by the Minangkabau people to govern life in Minangkabau society.

Keywords: directive speech act, Pasambahan speech

INTISARIKajian ini bertujuan mendeksripsikan tindak tutur direktif dalam pidato

pasambahan adat dalam upacara manjapuik marapulai di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif.

Tindak Tutur Direktif dalam Pidato Pasambahan Adat dalam Upacara Manjapuik ...

1227

Objeknya adalah pidato pasambahan adat dalam upacara manjapuik marapulai di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur direktif yang mendominasi tuturan dalam pidato pasambahan adat upacara manjapuik marapulai di Kabupaten Solok adalah permintaan, pertanyaan, larangan, perintah, perizinan, dan nasihat. Terdapat empat tuturan dalam tindak tutur permintaan, lima tuturan dalam tindak tutur pertanyaan, dan satu tuturan dalam tindak tutur nasihat tetapi merupakan tuturan terpanjang dan sarat dengan petuah adat yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau sebagai peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau.

Kata kunci: tindak tutur direktif, pidato pasambahan

PENDAHULUANMasyarakat Minangkabau merupakan masyarakat yang kaya akan budaya

daerah. Setiap daerah memiliki tata cara adat yang berbeda-beda dan akan menonjolkan ciri khasnya masing-masing. Pelaksanaan tata cara adat baik dalam upacara perkawinan, kematian, maupun pengangkatan penghulu di setiap daerah Minangkabau berbeda-beda. Perbedaan ini terungkap dalam petatah lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain belalangnyo, lain nagari lain adatnyo. Berdasarkan perbedaan itu, Minangkabau sarat dengan petatah-petitih, pituah, mamangan, dan pidato-pidato adat. Jenis-jenis pidato pasambahan adat di Minangkabau meliputi pidato pasambahan untuk mamakan siriah, pasambahan caro mampaiyokan, pasambahan mamintak izin ka baralek, pasambahan pangangkatan panghulu dan pasambahan manjapuik marapulai. Setiap pidato yang diungkapkan masyarakat Minangkabau dalam setiap kegiatan yang dilakukan selalu diawali dan diwarnai dengan pidato pasambahan pembukaannya.

Pidato pasambahan sangat penting peranannya bagi masyarakat Minangkabau. Melalui prdato ini, ninik mamak, pihak bapak, kaum kerabat, serta bako dapat berkomunikasi dalam tata cara adat. Pidato pasambahan dalam acara perkawinan ini banyak ragamya. Salah satunya pidato pasambahan adat yang digunakan dalam acara baralek atau upacara perkawinan yang dinamakan manjapuik marapulai. Pidato ini diucapkan sesuai dengan upacara yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh, acara baralek atau upacara perkawinan di

1228 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Minangkabau selalu disertai dengan pidato pasambahan baik dari pihak pangka, pihak bapak, maupun maupun pihak bako. Pidato ini berfungsi sebagai saluran untuk meminta, menyuruh atau berupa pertanyaan.

Acara manjapuik marapulai merupakan salah satu rangkaian acara baralek atau upacara perkawinan di Kabupaten Solok. Pada acara ini sebelum marapulai dibawa, ninik mamak akan berpidato, yakni pidato yang di dalamnya pihak si pangka dan pihak ujuang saling berkomunikasi melalui pidato adat. Pertanyaannya, bagaimana pelaksanaan tindak tutur direktif dalam pidato pasambahan pada upacara manjapuik marapulai yang disampaikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam berkomunikasi pada acara tersebut? Kajian ini menggambarkan pelaksanaan tindak tutur direktif oleh pemeran serta komunikasi pada upacara manjapuik marapulai.

TEORIPenelitian ini menggunakan teori tindak tutur. Dua di antara para ahli yang

mengklasifikasikan tindak tutur itu adalah Austin (1962) dan Searle (1969). Austin mengklasifikasikan tindak tutur yang bermodus deklaratif menjadi dua, yaitu tindak tutur konstantif dan performatif. Tindak tutur konstantif adalah tuturan yang menyatakan sesuatu yang dapat diuji kebenarannya dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia. Contoh:“Soeharto adalah presiden kedua republik Indonesia.“ Tuturan tersebut termasuk konstantif karena kebenaran tuturan tersebut dapat diterima berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh mitra tutur yang mendengarkannya, yaitu bahwa soeharto adalah presiden kedua republik Indonesia. Tuturan performatif adalah tuturan yang digunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh: “Mohon maaf atas segala kekurangan saya“ Tuturan tersebut merupakan performatif karena tuturan tersebut berfungsi memohon maaf kepada mitra tutur. Dalam tuturan performatif penutur tidak dapat menyatakan bahwa tuturan itu benar atau salah, tetapi sahih atau tidak sahih.

Austin (1962) dan Searle (1969) menyempurnakan teori mengenai tindak tutur yang terdahulu dan mengklasifikasikan tuturan menjadi tiga jenis, yakni tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna kata itu (di dalam

Tindak Tutur Direktif dalam Pidato Pasambahan Adat dalam Upacara Manjapuik ...

1229

kamus) dan makna kalimat itu sesuai dengan kaidah sintaksisnya. Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak tutur ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang diucapkan oleh seseorang penutur dan memiliki efek atau daya pengaruh bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat terjadi karena disengaja ataupun tidak disengaja oleh penuturnya.

Menindaklanjuti penelitian Austin (1962), Searle kembali membahas teori tindak tutur yang terpusat pada tindak tutur ilokusi, berdasarkan tujuan dari tindak dan pandangan penutur. Searle dalam Suyono, (1990:5) mengembangkan jenis tuturan ini menjadi lima, yaitu (a) tindak tutur representatif (asertif ), misalnya menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekulasi; (b) tindak tutur direktif (imposif ), misalnya memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba atau menantang; (c) tindak tutur ekspresif (evaluatif ), misalnya memuji, mengucapkan terimakasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, dan menyanjung; (d) tindak tutur komisif, misalnya berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, dan berkaul; (e) tindak tutur deklarasi (isbati), misalnya mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, dan memaafkan.

Karena adanya berbagai kekurangan pada teori tindak tutur Austin, upaya-upaya untuk mengadakan klasifikasi secara lebih cermat telah banyak dilakukan para ahli tindak tutur. Dalam kaitan ini, klasifikasi tindak tutur dilakukan oleh Searle, Leech , dan rangkuman klasifikasi tindak tutur dari berbagai ahli tindak tutur. Teori tindak tutur yang yang dikembangkan Searle dipandang lebih konkret oleh beberapa ahli. Searle menggunakan ide-ide Austin sebagai dasar mengembangkan teori tindak tuturnya. Bagi Searle, semua komunikasi bahasa melibatkan tindak. Unit komunikasi bahasa bukan hanya didukung oleh simbol, kata atau kalimat, tetapi produksi simbol, kata, atau kalimat dalam mewujudkan tindak tutur. Dalam perkembangannya, Searle (1975) mengembangkan teori tindak tuturnya yang berpusat pada

1230 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

ilokusi. Pengembangan jenis tindak tersebut didasarkan pada tujuan tindak dan pandangan penutur, yakni sebagai berikut. Pertama adalah asertif (assertives), yang pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya, menyatakan, mengusulkan, membuat, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Kedua adalah direktif (directives), yang ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur; misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan memberi nasihat. Ketiga adalah komisif (commissives), yang pada ilokusi ini penutur sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan petutur (mitra tutur). Keempat adalah ekspresif (expressive), yang fungsi ilokusi ini ialah mengungkap atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa. Kelima adalah deklarasi (declaration), yang berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat.

METODEJenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode

deskriptif. Objek penelitian ini adalah pidato pasambahan adat dalam upacara manjapuik marapulai di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Data penelitian berupa tuturan dari objek penelitian tersebut yang mengandung tindak tutur direktif permintaan, pertanyaan, larangan, perintah, perizinan, dan nasihat. Data dikumpulkan dengan teknik rekaman pidato pasambahan adat manjapuik marapulai dan dokumentasi lainnya. Data dianalisis dengan mentranskripsikan data rekaman berupa bahasa Minangkabau pada pidato pasambahan dalam upacara manjapuik marapulai ke dalam bahasa Indonesia, mengidentifikasikan bagian dari tindak tutur direktif berdasarkan pengelompokannya, menginterpretasikan data, dan menarik simpulan.

Tindak Tutur Direktif dalam Pidato Pasambahan Adat dalam Upacara Manjapuik ...

1231

HASIL PENELITIAN DAN BAHASANTindak tutur direktif yang ditemukan dalam pidato pada upacara manjapuik

marapulai berupa permintaan, pertanyaan, perintah, perizinan dan nasihat. Hasil temuan mengenai tindak tutur tersebut diuraikan berikut ini.a. Tindak tutur direktif berupa permintaan

Tuturan (pangka): manolah datuak, datuak sampono ameh (manalah datuk, datuk sampono ameh)Dari tuturan di atas, dapat diketahui bahwa tuturan tersebut diucapkan oeh si

pangka ke pihak ujuang. Pihak pangka mengajak dan mengundang pihak ujuang yang diwakili datuk sampono ameh untuk berbasa basi dengan manyapa pihak ujuang. Pihak pangka dengan sengaja meminta perhatian dari pihak ujuang berdasarkan tuturannya manolah datuak, datuak sampono ameh. Aspek yang dapat dilihat dari tuturan ini adalah tuturan direktif permintaan berkategori mengajak dan mengundang karena pihak pangka melalui tuturannya mengajak dan mengundang pihak ujuang berbasa-basi dahulu sebelum berpidato. Pada setiap permulaan pidato pasambahan yang disampaikan kepada lawan tutur selalu diawali dengan ajakan dan undangan, baik dari pihak pangka maupun ujuang untuk meminta perhatian dari lawan tuturnya.

b. Tindak tutur direktif berupa pertanyaanTuturan (p): lah bakupe lkolah sirieh lah barokok timbakau datuak (telah dikapurkan sirih, dan telah dirokokkan tembakau itu datuk)Tuturan di atas yang diucapkan oleh pihak si pangka di atas termasuk

dalam tindak tutur direktif pertanyaan. Pihak pangka bertanya kepada pihak ujuang apakah sirih yag telah disediakan telah dikapur dan tembakau apa telah dirokokkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tuturan di atas termasuk dalam tindak tutur direkif berupa pertanyaan.

c. Tindak tutur direktif berupa perintahTuturan (p) sungguehpun kapado datuak sorang, dang kato rapeklah datuak nan saisi rumah tanggo nangko ka tampek ambo maantakan pasambahan (sungguhpun kepada datuk seseorang rapatlah dengan seisi rumah tangga ini ke tempat hamba mengantarkan persembahan)

1232 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Tuturan di atas termasuk dalam tindak tutur direktif berupa perintah. Pihak pangka memberi secara halus kepada pihak ujuang untuk segera mengadakan rapat dengan pihak pangka itu sendiri. Pihak pangka melalui tuturannya secara tidak langsung telah memerintah pihak ujuang.

d. Tindak tutur direktif berupa perizinanTuturan: lai galik nan biaso datuak (benar, ini sudah biasa datuk)Tuturan di atas diungkapkan oleh pihak ujuang di atas merupakan tindak

tutur direktif perizinan yang berkategori menyetujui. Pihak ujuang menyetujui pernyataan pihak pangka yang menanyakan tuturan tersebut. Pernyataan persetujuan dari pihak ujuang ini memperkuat pernyataan pihak pangka tentang persembahan yang sedang dilakukan merupakan hal yang biasa dilakukan atau merupakan kebiasaan orang Minang.

e. Tindak tutur direktif berupa nasihatTuturan: limak nan dari pado itu adaik nan duo salanggano, cancang nan duo selandasan, nan bak pituah jo puntiang talatak di ulu dibawah kilrajati, asa rundiang nan dahulu, tigo limbago nan tajadi, partamo sambah manyambah, nan kaduo baso jo basi, nan katigo siireh jo pinang. Sambah manyambah dalam adaik tali batali undang-undang. Tasabuik bamuluik manih. Tapakai baso jo basi sarato ereang jo gendiang. Muluik ba pangarang baso. Budi baiak tali pikatan pangarang silaturahim. Banamo adaik sopan santun rajo alam Minangkabau.(Adat yang dua salinggano. Cencang du landasan, seperti pituah datuk juga punting terletak di hulu, di bawah Kliranjtaji, asal rundingan yang dihulu, tiga lembaga yang terjadi, pertama sembah menyembah, yang kedua basa basi, dan yang ketiga sirih dengan pinang. Sembah menyembah daam adat bertali undang-undang, tersebut bermulut manis. Terpakai basa basi serta ereng dengan gendeng. Mulut berpengarang baso. Budi baik tali ikatan pengarang silaturahmi. Bernama adat sopan santun raja alam Minangkabau. Tuturan di atas merupakan aspek tindak tutur direktif berupa nasihat.

Nasihat yang diberikan berupa pituah-pituah adat yang disusun dalam kata-kata adat dalam pidato. Pituah dalam pidato yang disampaikan oleh datuk merupakan kata-kata adat dalam nagari yang harus dipatuhi dan dijunjung

Tindak Tutur Direktif dalam Pidato Pasambahan Adat dalam Upacara Manjapuik ...

1233

tinggi sebagai peraturan yang mengatur hidup dan kehidupan dalam nagari. Tuturan tersebut memberikan nasihatnya tentang cara yang bisa disuguhkan kepada tamu dalam acara persembahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa nasihat-nasihat yang disampaikan tuturan ini berupa pituah-pituah adat.

SIMPULAN DAN SARANDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di dalam pidato

pasambahan adat merupakan pidato yang berbalasan antara pihak yang mempunyai rumah (pangka) dan pihak tamu (ujung) yang memperlihatkan budaya bertutur berdasarkan adat masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menggunakan tata cara bertutur dengan menggunakan kiasan yang tertuang dalam petatah-petitih dengan memberikan maksud tersirat di dalam perkataannya. Makna yang ingin disampaikan tidak secara langsung diutarakan tetapi diibaratkan kepada benda, orang dan lain-lain berdasarkan pepatah adat alam takambang jadi guru. Tindak tutur direktif yang terdapat dalam pidato adat pasambahan berupa permintaan, pertanyaan, perizinan, perintah, dan nasihat. Nasihat yang disampaikan dituangkan dalam petatah-petitih adat Minangkabau yang dirangkai dalam pidato pasambahan. Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah bahwa fungsi peran mamak sebagai perpanjangan dari panghulu di Minangkabau lebih ditingkatkan dalam memperkenalkan dan mengajarkan kepada anak kemenakannya mengenai pidato pasambahan agar budaya berpidato tidak hilang dan tetap lestari. Selanjutnya, diharapkan guru bahasa dan sastra Indonesia berfungsi sebagai inovator dan fasilitator dalam memperkenalkan budaya daerah kepada siswa dengan memberikan wacana atau tulisan kepada siswa. [ ]

DAFTAR PUSTAKAAmir. 2006. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta:

Mutiara Sumber Widya.Azrial, Yulfian. 1994. Budaya Alam Minangkabau. Padang: Angkasa Raya.Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.Austin, J.L. How to Do Things with Words. London: Oxford University Press.

1962.

1234 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 15, April 2018

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: Balai Pustaka. 1995.Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation” dalam Syntax and Semantics: Speech

Act. New York: Academic Press.Gunarwan, Asim. 1994. Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. New York: Longman.Searle, J.R. 1969. Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language. Cambridge:

Cambridge University Press.Searle, John R. 1976. “A Classification of Illocutionary Acts” dalam Language in

Society 5. Berkeley: University of California.Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. 5th Edition.

Cambridge: BlackWell. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

1. Artikel yang ditulis untuk LINGUA HUMANIORA meliputi hasil penelitian atau hasil telaah konseptual bidang pendidikan bahasa dan linguistik. Naskah diketik dengan huruf Trebuchet MS, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts sepanjang lebih kurang 15 halaman. Berkas (file) dalam format Microsoft Word dan dikirim via surel ke alamat lingua. humaniora. p4tkbahasa@gmail. com.

2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat surel untuk memudahkan komunikasi.

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai dengan judul pada setiap bagian artikel, kecuali pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besar di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan de ngan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan subbagian dicetak tebal atau tebal dan miring), dan tidak menggunakan ang ka/nomor pada judul bagian.

PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

4. Sistematika artikel hasil telaah konseptual (pemikiran) adalah: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa subbagian);

penutup atau simpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang; metode; hasil dan bahasan; simpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun teakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.

7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh (Davis, 2003: 47).

8. Daftar rujukan disusun dengan tata cara se-perti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Buku: Anderson, D. W. , Vault, V. D. & Dickson,

C. E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co

Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M. G. (Eds. ). 2002.

“Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah” (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.

Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. “An Alternative Conception:

Representing Representation”. Dalam P. J. Black & A. Lucas (Eds. ), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. ge.

Petunjuk bagi Calon PenulisLingua Humaniora

Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C. L. 2002. “Orientasi Baru

Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri”. Transpor, XX(4): 57-61.

Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002.

“Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan?”. Majapahit Pos, hlm. 4&11.

Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pe-ngarang): Jawa Pos. 22 April 1995. “Wanita Kelas Bawah

Lebih Mandiri”. hlm. 3.

Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 190. Jakarta: Armas Duta Jaya. a.

Buku terjemahan: Ary, D. , Jacobs, L. C. & Razavieh, A.

1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum

Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha dan Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.

Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M. G. 2001. “Isi dan Format Jurnal

Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat”. Banjarmasin, 9-11 Agustus.

Internet (karya individual): Hitchcock, S. , Carr, L. & Hall, W. 1996. A

Survey of STM Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm. (online), (http: //journal. ecs. soton. ac. uk/survey/survey. Html).

Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. “Pengukuran Bekal Awal

Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan”. (online), jilid 5, No. 4, (http: //www. malang. ac. Id).

Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. “Summary

of Citing Internet Sites”. NETTRAIN Discussion List. (online), (NETTRAIN@ubvm. cc. buffalo. Edu).

Internet (surel pribadi): Naga, D. S. (ikip-jkt@indo. net. id). 1 Oktober

1997. Artikel untuk JIP. Surel kepada Ali Saukah (jippsi@mlg. ywcn. or. id).

9. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris menggunakan ragam baku.

10. Semua naskah ditelaah secara secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya, penulis artikel diberikan kesempatan untuk melakukan revisi naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.

11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah.

12. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan peranti lunak komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang berkaitan dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.

ii

ga

ris p

oto

ng

garis potong

ga

ris p

oto

ng

garis potong

ga

ris li

pa

tg

aris

lip

at

ga

ris li

pa

tg

aris

lip

at

ga

ris p

oto

ng

garis potongg

aris

po

tong

garis potong

Diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanPusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 15, April 2018 ISSN 1978-7219

Lingua Humaniora Vol. 15 Hlm. 1167—1234 April 2018 ISSN 1978-72199 7 7 1 9 7 8 7 2 1 0 0 6

I S SN 1 9 7 8 - 7 2 1 9

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 15, April 20

18