vol. 1, no. 1, edisi juli 2012 tajuk utama keruing ... · pdf filetutup bak air panas, lantai...

14
KERUING: Oleh : dan Barly Putera Parthama PENSUBSTITUSI KAYU IMPOR UNTUK COOLING TOWER Tajuk Utama Tajuk Utama Depan Unit 1 ( ), tengah (Unit 2) dan belakang (Unit 3) kayu keruing Redwood Depan (Unit 1) kayu , Tengah dan belakang (Unit 2 dan 3) kayu keruing Redwood S etiap proses produksi yang melibatkan panas dan/atau menghasilkan air panas sebagai dampak sampingan, memerlukan menara pendingin atau . adalah suatu sistem atau sarana yang berfungsi untuk mendinginkan air panas yang dihasilkan sebelum digunakan kembali atau dikembalikan ke tanah/bumi. juga merupakan salah satu sarana paling vital dalam industri pemanfaatan sumber energi panas bumi (geothermal). Ke depan pemanfaatan energi terbarukan panas bumi akan semakin meningkat dengan terbitnya ketentuan yang membolehkan “penambangan” panas bumi pada kawasan hutan lindung. Sejalan dengan itu, kebutuhan akan r juga akan meningkat. Bagi sebagian orang, sebuah mungkin dibayangkan semata sebuah menara dengan tangki air di atasnya. Tidak sepenuhnya salah, hanya saja“menara”tersebut bisa sebesar gedung berlantai empat dengan ukuran tower panjang 50 m, lebar 17 m dan tinggi 15 m dengan kapasitas tangki 6.840 m / jam atau 164.160.000 liter/hari. Dengan ukuran sebesar itu, bisa diperkirakan kayu yang diperlukan. Dan, karena bersentuhan dengan air, maka tidak sembarang kayu dapat diper- gunakan. Di sini, pemilihan jenis dan teknologi pengawetan kayu akan mendapat arena aplikasi yang cukup menantang. Mengapa Kayu? cooling tower Cooling tower Cooling tower cooling towe cooling tower 3 Cooling tower counter flow) fill packing cross flow bukan sekedar bangunan, melainkan sebuah sistem atau alat yang berfungsi untuk memindahkan panas melalui kontak langsung antara air panas dengan udara segar dengan bantuan kipas. Ada dua model, yaitu: pertama, model arah berlawanan ( di mana pergerakan udara segar dan air panas berlawanan arah 180 , mengalir tegak lurus keatas melalui . Kedua, model arah memotong ( ), dimana pergerakan udara segar dan air o panas bersilangan 90 , mengalir mendatar yang masuk melalui . Proses pendinginan uap air dapat dilakukan dengan cara alami, mekanis, dan atau kombinasi dari keduanya. Pada proses secara alami, biasanya digunakan konstruksi beton dan dilakukan pada menara pendingin yang berkapasitas besar. Sedangkan pada proses secara mekanis, digunakan kipas yang digerakan oleh motor untuk mendistribusikan udara segar ke dalam menara pendingin. Prinsip kerja pendingin sebagai berikut: Air panas dialirkan melalui pipa ke bak fill packing cooling tower o Forpro 6 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 =

Upload: trinhthien

Post on 06-Feb-2018

246 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

KERUING:

Oleh : danBarly Putera Parthama

PENSUBSTITUSI KAYU IMPOR

UNTUK COOLING TOWER

Tajuk UtamaTajuk Utama

Depan Unit 1 ( ), tengah (Unit 2)

dan belakang (Unit 3) kayu keruing

Redwood

Depan (Unit 1) kayu , Tengah dan belakang

(Unit 2 dan 3) kayu keruing

Redwood

Setiap proses produksi yang melibatkan

panas dan/atau menghasilkan air panas

sebagai dampak sampingan, memerlukan

menara pendingin atau .

adalah suatu sistem atau sarana yang

berfungsi untuk mendinginkan air panas yang

dihasilkan sebelum digunakan kembali atau

dikembalikan ke tanah/bumi. juga

merupakan salah satu sarana paling vital dalam

industri pemanfaatan sumber energi panas

bumi (geothermal). Ke depan pemanfaatan

energi terbarukan panas bumi akan semakin

meningkat dengan terbitnya ketentuan yang

membolehkan “penambangan” panas bumi

pada kawasan hutan lindung. Sejalan dengan

itu, kebutuhan akan r juga akan

meningkat. Bagi sebagian orang, sebuah

mungkin dibayangkan semata sebuah

menara dengan tangki air di atasnya. Tidak

sepenuhnya salah, hanya saja“menara”tersebut

bisa sebesar gedung berlantai empat dengan

ukuran tower panjang 50 m, lebar 17 m dan

tinggi 15 m dengan kapasitas tangki 6.840 m /

jam atau 164.160.000 liter/hari. Dengan ukuran

sebesar itu, bisa diperkirakan kayu yang

diperlukan. Dan, karena bersentuhan dengan

air, maka tidak sembarang kayu dapat diper-

gunakan. Di sini, pemilihan jenis dan teknologi

pengawetan kayu akan mendapat arena aplikasi

yang cukup menantang.

Mengapa Kayu?

cooling tower Cooling

tower

Cooling tower

cooling towe

cooling

tower

3

Cooling tower

counter flow)

fill packing

cross flow

bukan sekedar bangunan,

melainkan sebuah sistem atau alat yang berfungsi

untuk memindahkan panas melalui kontak

langsung antara air panas dengan udara segar

dengan bantuan kipas. Ada dua model, yaitu:

pertama, model arah berlawanan ( di

mana pergerakan udara segar dan air panas

berlawanan arah 180 , mengalir tegak lurus keatas

melalui . Kedua, model arah memotong

( ), dimana pergerakan udara segar dan air

o

panas bersilangan 90 , mengalir mendatar yang

masuk melalui . Proses pendinginan uap

air dapat dilakukan dengan cara alami, mekanis,

dan atau kombinasi dari keduanya. Pada proses

secara alami, biasanya digunakan konstruksi beton

dan dilakukan pada menara pendingin yang

berkapasitas besar. Sedangkan pada proses secara

mekanis, digunakan kipas yang digerakan oleh

motor untuk mendistribusikan udara segar ke

dalam menara pendingin.

Prinsip kerja pendingin sebagai

berikut: Air panas dialirkan melalui pipa ke bak

fill packing

cooling tower

o

Forpro6

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

Tutup bak air panas, lantai dan pagar

dari kayu keruing pada Unit 2 dan 3

Menara pendingin konstruksi beton Unit 4

milik Pertamina

penampungan di bagian atas ( ) dengan

menggunakan pompa, kemudian melalui corong

dimasukkan ke dalam mangkuk untuk dijatuhkan

melalui . Panas yang dilepaskan air

yang dijatuhkan, bersentuhan dengan udara segar

dari luar yang masuk melalui kisi-kisi dinding

( ). Aliran udara dipercepat dengan bantuan

kipas serta melepaskannya melalui cerobong udara

di bagian atas menara. Air yang sudah dingin dalam

bak penampung selanjutnya dinetralkan sebelum

dimanfaatkan kembali sebagai air proses,

diinjeksikan kembali ke perut bumi, atau dibuang

ke saluran umum.

Konstruksi utama umumnya terdiri

atas bagian luar (seperti dinding, lantai, dan bak

penampung air) dan bagian dalam (seperti

, , dan rangka). Konstruksi

tersebut semuanya menggunakan kayu, kecuali

bak penampung air dingin ( ) yang

terbuat dari beton bertulang. Kayu banyak

digunakan untuk , , ,

, , , ,

, , , , dan

. Jumlah sel (cell) yang dibuat bergantung

pada kapasitas air yang didinginkan (m /jam).

Dengan demikian makin banyak sel yang

digunakan makin banyak jumlah kayu yang

diperlukan.

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi

yang banyak digunakan untuk karena

memiliki banyak keunggulan dibandingkan

dengan beton dan baja, antara lain: elastis, mudah

dibentuk, relatif sangat kuat dibandingkan dengan

beratnya, tahan terhadap korosi, relatif lebih murah

dan yang sangat penting, kayu adalah penghantar

panas yang buruk.

water inlet

fill packing

louver

cooling tower

drift

eliminator fill packing

cold water basin

frame fill packing drift eliminator

hot water basin distribution box fan deck fan ring

handrail ladder spilce acces door partition

sheating

cooling tower

3

Jenis Kayu untuk Cooling Tower

Jamaknya sebuah sarana industri,

semestinya tidak boleh dibangun sekenanya,

karena ada spesifikasi standar yang berlaku, yang

dikeluarkan asosiasi internasional.

Penyimpangan dari spesifikasi standar, misalnya

bisa menyebabkan produk yang dihasilkan tidak

mendapat sertifikasi. Indonesia sendiri belum

memiliki SNI . Dan nampaknya

pembangunan di Indonesia belum

ketat benar dalam mengacu standar internasional.

Hanya persoalannya, ketika misalnya sebuah

perusahaan geothermal melakukan tender

pekerjaan pembangunan , pada

umumnya spesifikasi yang diacu adalah spesifikasi

standar internasional. Dalam spesifikasi tersebut

antara lain disebutkan jenis-jenis kayu yang dapat

digunakan dan tentu saja bukan jenis-jenis yang

ada di Indonesia.

Dalam spesifikasi pengawetan kayu tercantum

nama jenis-jenis kayu yang digunakan untuk

, yaitu

dan

. Semua jenis kayu ini adalah kayu asing,

dan bila ini diacu, maka bisa menimbulkan kesulitan

bagi pemborong lokal. Oleh sebab itu, adalah

sangat penting untuk mencari jenis-jenis lokal yang

memenuhi persyaratan termasuk teknologi

pengawetannya.

Jenis kayu tersebut di atas, memiliki sifat fisis-

mekanis yang setara dengan kayu Pinus (

) dan Melur ( sp.) yang tumbuh

di Indonesia. Kedua jenis kayu itu tidak lebih

rendah dibanding yang biasa dipakai

cooling tower

cooling tower

cooling tower

cooling tower

cooling tower

cooling tower Southern Pine, Ponderosa Pine,

Coastal Douglas-fir, Western Hemlock, Hemfir

Redwood

Pinus

merkusii Podocarpus

Redwood

Forpro 7

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

sebagai bahan konstruksi menara pendingin di

Amerika Serikat. Hasil uji laboratorium terhadap

kayu Douglas-fir menunjukkan nilai mekanisnya

setara dengan kayu meranti yang biasa digunakan

sebagai kusen di rumah sederhana, yaitu nilai MOE

55.000 kg/cm dan kekuatan tekan 230 kg/cm atau

kelas kuat IV. Dalam hal itu, kayu pinus lebih kuat,

yaitu kelas kuat III.

Pada tahun 1986, dipilih jenis kayu keruing

sebagai bahan konstruksi menara pendingin Unit II

dan III Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

(PLTPB) di Kamojang. Alasan dipilih jenis kayu

tersebut karena termasuk kelas kuat I-II, lebih kuat

dari jenis kayu daun jarum di Amerika. Selain itu

juga mudah diawetkan (kelas keterawetan I-II)

berdasarkan hasil pengujian menggunakan bahan

pengawet tipe CCA menurut proses vakum-tekan.

Bahan pengawet tersebut lazim digunakan dalam

proses pengawetan kayu untuk .

Hasil pengamatan pada tanggal 7 Juni 2012,

terhadap Unit II dan III PLTPB Kamo-

jang menunjukkan bahwa bangunan tersebut

masih kokoh atau bagus meskipun usianya sudah

mencapai 25 tahun. Penampilannya tampak

berbeda dengan Unit I yang dibuat dengan kayu

Redwood, dan kini telah berusia 30 tahun, yang

sudah mengalami penggantian pada bagian lantai

dan tutup bak menggunakan kayu keruing yang

diawetk an. Hasi l tersebut mengokohk an

kedudukan kayu keruing sebagai komponen

menara pendingin sebagai pengganti kayu impor.

Performa kayu keruing terbukti tidak kalah, selama

diawetkan dengan bahan pengawet yang tepat dan

dilakukan dengan benar sesuai standar.

Di bawah, dicantumkan berbagai standar

sebagai rujukan pada waktu mengawetkan kayu

keruing bahan konstruksi menara pendingin Unit II

dan III PLPTB Kamojang, yaitu :

1. AWPA standar C30-79 yang merujuk kepada

Standar C2-80, dimana tercantum persyaratan

retensi CCA yang diperlukan adalah 0,4 lb per

cu.ft atau 6,4 kg/m dihitung berdasarkan bahan

oksida.

2. British Standar BS 4485 yang mencantumkan

konsentrasi larutan CCA minimal 5% (b/b).

3. BWPA Manual (

) yang mencantumkan ketentuan konsen-

trasi larutan CCA berdasarkan umur layanan

kayu pada bangunan yang selalu berhubungan

2 2

3

cooling tower

cooling tower

British Wood Preserving Asso-

siation

Pengawetan Kayu Keruing

dengan air : 4% (15 tahun) dan 5% (30 tahun)

atau 5% (15 tahun) dan 6% (30 tahun) pada

bangunan yang berhubungan dengan air laut.

4. Australian Standar 1604-1980 mencantumkan

persyaratan retensi Celcure A(P) berdasarkan

ketebalan kayu, yaitu tebal kayu di atas 37 mm

sebesar 12 kg/m dan ketebalan sampai 37 mm

yaitu 24 kg/m .

5. Indian Standar IS: 401-1982 mencantumkan

persyaratan retensi CCA sebesar 12 kg/m .

6. Cooling Tower Institute CTI Bulletin WMS di

Amerika Serikat mencantumkan persyaratan

retensi CCA sebesar 0.4 lb/cu.ft atau 6,4 kg/m .

7. Standar Filipina PHILSA 104:1975 mencantum-

kan persyaratan Celcure A untuk struktural 13,42

kg/m dan rusuk (slats) 26,78 kg/m .

8. Standar Malaysia MS 360:1986 mencantumkan

persyaratan retensi CCA sebesar 16 kg/m

dengan penetrasi 25 mm.

Hasil pengawetan kayu keruing dengan cara

vakum-tekan menggunakan bahan pengawet CCA

yang dilakukan oleh PN Metrika di Cikampek,

dimuat dalam Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11

(8):1993. Bagan pengawetan yang diterapkan

berpengaruh nyata terhadap banyaknya bahan

pengawet yang terdapat di dalam kayu (retensi).

Disarankan untuk mencapai retensi 24 kg/m ,

konsentrasi yang digunakan minimal 6,25%

dengan absorbsi larutan sebanyak 384 liter per m .

Pengukuran retensi berdasarkan penimbangan

berat contoh dan pembacaan skala dapat dipakai

untuk memperkirakan retensi berdasarkan hasil

analisa kimia di laboratorium, biasanya lebih tinggi.

Sehingga perbaikan dalam mengatasi penyimpang

dapat segera dilakukan dan pemakai kayu dapat

cepat mengetahui hasilnya.

Pengalaman di atas, sudah dipakai sebagai

bahan pertimbangan dan saran bagi para pihak

yang memerlukan dan beberapa industri yang telah

menggunakan kayu untuk merenovasi

, di antaranya PT Star Energy, Pangalengan,

PT Karakatau Steel, Cilegon; Petrokimia, Gresik;

Pupuk Kujang, Cikampek; PT Stratomer, Merak,

Pupuk Iskandar Muda, Aceh; dan PT Pupuk

Sriwijaya, Palembang.

Karena sangat vital, maka

kondisinya harus selalu prima. Untuk mengetahui

adanya kerusakan pada komponen kayu struktural

dapat dilakukan pengukuran dengan meng-

3

3

3

3

3 3

3

3

3

cooling

tower

cooling tower

Diagnose Kerusakan

FORPro8

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

gunakan alat ultrasonik yang kemudian data uji

ultrasonik tersebut dikonversikan kekekuatan kayu.

Jika terjadi penurunan kekuatan selanjutnya

disarankan untuk diperbaiki. Pada komponen kayu

non struktural, kerusakan sering terjadi pada tutup

bak disekitar mulut pipa air panas dimasukkan

). Papan lantai dek, memangkuk (

disebabkan perbedaan suhu permukaan papan

pada bagian atas dan bawah, dan dapat diatasi

dengan cara penyemprotan ( ). Di bagian

pagar dan tangga kerusakan terjadi pada bidang

potong transversal ( ) disebabkan oleh

pelapukan. Pencegahan pelapukan dapat

dilakukan dengan cara melaburkan larutan bahan

pengawet pekat pada waktu cooling tower

diistirahatkan ketika kegiatan pemeliharaan

( ) .

(inlet cupping)

spraying

cross cutting

overhaul

Upaya dan Riset Lebih Lanjut

Beberapa hal yang perlu segera dilakukan dalam

mengantisipasi semakin meningkatnya kebutuhan

ke depan antara lain:

1. Menyusun SNI cooling tower termasuk aspek

jenis kayu dan pengawetannya.

2. Mencari jenis-jenis kayu lain, selain keruing yang

memenuhi syarat untuk cooling tower.

3. Mencari bahan pengawet alternatif selain CCA.

4. Mem- penanaman jenis keruing,

termasuk dalam pengembangan HTI kayu

pertukangan kayu keruing sudah makin langka

dan harganya tinggi.

Memang masih banyak kerja keras yang harus

dilakukan, khususnya oleh Litbang Kehutanan,

apabila tidak mau untuk keperluan

Indonesia harus mengimpor berbagai jenis kayu

e

cooling tower

promote

cooling tower

temperat .

Mengenal GAHARUOleh : Jamal Balfas

Tajuk UtamaTajuk Utama

Latar Belakang

Istilah Gaharu

Dalam dekade terakhir terjadi perubahan harga

gaharu secara signifikan, sementara pada sisi lain

banyak institusi, ormas dan media yang melakukan

sosialisasi produksi gaharu secara buatan.

Situasi ini telah menarik banyak pihak yang

terlibat dalam pengusahaan gaharu di seluruh

Indonesia. Banyak investasi dilakukan oleh ber-

bagai kalangan, mulai dari kelompok tani hingga

pengusaha kelas besar dengan ekspektasi yang

sama, yaitu memperoleh keuntungan maksimal.

Namun fakta yang dijumpai dalam beberapa tahun

terakhir menunjukkan hasil sebaliknya, banyak

pihak mengalami kerugian baik dalam per-

dagangan maupun budidaya gaharu. Faktor utama

yang berperan dalam fenomena tersebut adalah

kekeliruan informasi mengenai gaharu. Dalam

tulisan ini diuraikan beberapa aspek yang perlu

diketahui oleh semua pihak yang tertarik menekuni

usaha gaharu.

Gaharu adalah nama perdagangan nasional

untuk kayu aromatik yang dikenal di berbagai

daerah dengan sebutan garu, alim, karas, ahir,

age, kereh, seringak, nyabak dan beberapa nama

daerah lainnya. Kayu gaharu dalam perdagangan

internasional biasa dikenal dengan nama -

, , , ,

dan istilah lainnya. Kayu ini merupakan kayu

termahal di dunia karena harganya dapat mencapai

lebih dari US$ 10,000 per kilogram (Anonim, 2007).

Kayu gaharu yang benar, atau disebut ”gaharu

betul” adalah bagian kayu yang mengandung

minyak dan resin sebagai akibat gangguan fisis

pada jaringan kayu yang diikuti dengan infeksi oleh

mikroba pada jenis tertentu terutama dari genus

dan , famili Thymeleaceae

(Sidiyasa dan Suharti, 1998; Anonim, 1999b).

Formasi minyak dan resin juga terjadi pada genus

lainnya, seperti , , dan

namun gaharu dari kelompok ini

bernilai rendah dan dikenal dengan istilah ”gaharu

buaya”. Dengan demikian secara praktis dapat

digunakan pedoman dalam penentuan jenis

agar

wood kingswood eaglewood aloeswood, oudh

jinkoh

Aquilaria Gyrinops

Gonystylus Aetoxylon Enkleia

Wikstroemia

FORPro 9

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

gaharu secara anatomis, apakah sampel kayu wangi

(aromatik) termasuk pada gaharu betul atau gaharu

buaya berdasarkan struktur anatomi yang dimiliki

oleh genus tertentu sebagaimana tampak pada

Gambar 1.

Jenis gaharu yang paling umum dijumpai di

Indonesia adalah dan

untuk wilayah Jawa, Sumatera dan

Kalimantan. Sedangkan dan spp.

umumnya diperoleh dari wilayah Nusa Tenggara,

Sulawesi, Maluku dan Papua. Semua kayu dari

kelompok jenis tersebut berwarna cerah, putih

sampai berwarna krem, serta memiliki berat jenis

yang rendah (sekitar 0,3) bila tidak mengandung

minyak dan resin.

Aquilaria malaccensis A.

microcarpa

A. fillaria Gyrinops

Kualitas dan Harga Kayu Gaharu

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa kayu

gaharu mengandung bahan aromatik berupa

minyak dan resin. Kehadiran dua bahan aromatik

pada kayu ini secara umum menentukan kualitas

kayu tersebut, makin tinggi kandungan minyak dan

resin, maka makin tinggi kualitas dan harga kayu

gaharu. Kayu gaharu yang memiliki kualitas terbaik

biasa dikenal dengan kelas ” ” atau

” ” (Gambar 2), sedangkan kualitas terendah

biasa dikenal dengan istilah ”TGC” (Tanggung

Campur) atau ”kemedangan”. Istilah

dimaksudkan pada kayu gaharu yang nyaris atau

tenggelam di air, artian kayu gaharu kelas ini

memiliki berat jenis mendekati atau lebih dari 1. Hal

ini berarti kayu mengandung minyak

dan resin secara kumulatif lebih dari 200% berat

kayu gaharu tanpa isi. Kayu dapat

mengandung minyak hingga 12% dari berat kering,

selebihnya adalah resin, yaitu sekitar 188% atau

lebih dari berat kering. Sedangkan kelompok kayu

kemedangan adalah kayu gaharu yang paling

sedikit mengandung minyak (sekitar 0,1% dari berat

kering) dan resin sekitar 8% dari berat kering. Oleh

sebab itu berat jenis kayu kemedangan mendekati

berat jenis kayu gaharu tanpa isi, yaitu sekitar 0,3.

Harga kayu yang dipasarkan oleh

pedagang di Jakarta beberapa bulan lalu dapat

mencapai lebih dari Rp 600 juta/kg, sementara

pembelinya dapat menjual barang yang sama di

China dengan harga lebih dari US$ 100.000/kg.

Harga kayu gaharu dari kelompok kelas super

di Jakarta umumnya dipasarkan di bawah US$

20.000/kg. Kayu gaharu dari kelompok kelas A,

B dan C memiliki keragaman harga yang sangat

lebar, mulai dari US$ 250 hingga US$ 3.000/kg.

double super

super

double super

double super

double super

double super

Aquilaria malaccensis Gyrinops spp.

Gambar 1. Struktur anatomi kayu gaharu

Gambar 2. Contoh kayu gaharu super

Kegunaan Gaharu

Penggunaan kayu gaharu secara umum dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pengobatan

Kayu gaharu telah digunakan untuk pengobatan

sejak abad ke-3 oleh bangsa China dan Jepang

(Wikipedia, 2008). Kemudian menyebar kebangsa

lainnya, seperti India, Yunani dan Arab. Kayu gaharu

digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit

gangguan pencernaan, ginjal, paru, hati dan

jantung. Jenis kualitas gaharu yang digunakan

untuk pengobatan umumnya berasal dari kualitas

baik, yaitu kelas A, atau .

Konsumsi obat dari kayu ini dilakukan dengan

mengunyah serpihan gaharu, atau merebus

serpihan gaharu, kemudian meminum larutan

ekstraknya. Cara lain yang paling banyak dilakukan

dewasa ini adalah menghirup asap dari bakaran

kayu gaharu atau dikenal dengan istilah aroma

terapi.

Super Double Super

FORPro10

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

2. Meditasi

Penggunaan kayu gaharu untuk keperluan

meditasi dilakukan oleh hampir seluruh pemuka

agama di dunia. Kualitas gaharu yang digunakan

untuk keperluan ini sangat beragam, mulai dari

yang paling baik ( ) untuk patung dan

tasbih, hingga kualitas rendah, bahkan gaharu

sintetik banyak digunakan sebagai pengharum

ruang peribadatan.

3. Parfum dan Dupa

Penggunaan kayu gaharu untuk parfum

umumnya dilakukan melalui pengolahan destilasi

serpihan gaharu menjadi minyak. Minyak yang

dihasilkan kemudian digunakan sebagai parfum

atau bahan campuran parfum. Bahan baku kayu

gaharu untuk pembuatan minyak umumnya ber-

asal dari kelas gaharu rendah, terutama keme-

dangan dan kelas tanggung campur (TGC). Bahan

baku dari kelompok kelas ini memiliki batasan harga

maksimum sekitar Rp 100.000/kg. Batasan ini dapat

berubah di masa mendatang bila harga minyak

gaharu dapat meningkat secara nyata.

Limbah penyulingan minyak gaharu berupa

serpihan kecil atau serbuk selanjutnya dimanfaat-

kan sebagai bahan baku untuk pembuatan dupa.

Serbuk tersebut biasanya dicampur dengan

perekat (kanji) dan bahan pewangi, kemudian

dicetak menjadi dupa menurut bentuk dan selera

konsumen.

Dalam dekade terakhir banyak dijumpai produk

kayu gaharu sintetik. Kayu gaharu jenis ini secara

umum terdiri dari dua kelompok produk, yaitu

kelompok murni sintetik dan kelompok semi

sintetik. Kelompok murni sintetik diawali dengan

melakukan ekstraksi resin pada serbuk gaharu

dengan pelarut metanol, kemudian resin yang

diperoleh ditingkatkan konsentrasinya dan

selanjutnya dimasukkan ke dalam kayu gaharu

kualitas rendah dengan cara impregnasi. Produk

kayu gaharu sintetis ini biasa dikenal dengan

istilah ” ” atau disebut BMW

(Gambar 3). Cara ini mampu meningkatkan

kandungan resin dan kualitas kayu gaharu,

sehingga harga kayu gaharu yang semula bernilai

sekitar Rp 30.000/kg dapat meningkat hingga

mencapai lebih dari Rp 1.000.000/kg.

Kelompok gaharu semi sintetik adalah produk

gaharu yang diperoleh melalui perlakuan

gangguan fisis pada pohon gaharu dewasa dengan

atau tanpa diikuti perlakuan inokulasi. Setelah

Double Super

Black Magic Wood

Gaharu Sintetik

Gambar 4. Contoh gaharu semi sintetis hasil inokulasi

Gambar 3. Contoh gaharu murni sintetik (BMW)

FORPro 11

DAFTAR PUSTAKA

______. 1999. Plant Resources of South-East Asia No.

1 9 : E s s e n t i a l - o i l p l a n t s . P r o s e a

Foundation. Bogor.

______. 2007. Factual information about cultivated

agarwood. http://www.traffic.org/ news/

press releases/wood. Diakses tanggal 5 April

2008.

Donovan, D. dan R. Puri. 2004. Learning from

traditional knowledge of non-timber forest

products: PenanBenalui and the autecology

of in Indonesian Borneo. EcologyAquilaria

infeksi pada pohon berlangsung selama lebih dari

satu tahun atau sudah terjadi pembentukan

gaharu, pohon ditebang, kemudian bagian kayu

yang mengandung gaharu dipisahkan dari jaringan

lainnya (Gambar 4). Menurut Donovan dan Puri

(2004) teknologi inokulasi telah dikembangkan di

India sejak tahun 1930-an. Kayu gaharu dari

kelompok ini umumnya mengandung sedikit

minyak dan resin, serupa dengan kelas

kemedangan atau TGC. Harga kayu sintetik ini

berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 1.500.000/kg,

setara dengan harga kayu gaharu alam kualitas

rendah.

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

and Society 9(3): 3. [online] URL: http://www.

ecologyandsociety.org/vol9/iss3/art3/

Sidiyasa, K. dan S. Suharti. 1998. Potensi jenis pohon

penghasil gaharu. Prosiding Lokakarya

Pengembangan Tanaman Gaharu. Direktorat

Oleh : Andianto*

ENAM JENIS POHONBERKHASIAT OBATDANKEBERADAANNYA

ENAM JENIS POHONBERKHASIAT OBATDANKEBERADAANNYA

ArtikelArtikel

Bu d a y a

p e n g o b a t a n

t r a d i s i o n a l

dengan memanfaat-

kan bagian-bagian

tanaman sudah lama

teruji dan tumbuh

b e r k e m b a n g d i

Indonesia. Dalam per-

kembangannya, di-

kenal istilah jamu, kemudian dikenal dengan

adanya obat herbal terstandar (OHT), dan

terakhir yang kita kenal dengan istilah

fitofarmaka. Ketiganya merupakan tingkatan

produk obat-obatan yang berasal dari

tumbuhan. Jamu dapat dibedakan dengan obat

tradisional lainnya karena jamu belum

mengalami proses standardisasi bahan baku.

Menurut Poerwadarminta (1976) jamu adalah

obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-

daunan, kulit dan sebagainya atau bahan obat-

obatan dari tumbuhan. Standardisasi bahan

baku sangat diperlukan dalam uji praklinik

maupun uji klinik sebagai persyaratan untuk

mendapatkan status fitofarmaka yang setara

dengan obat konvensional yang dapat

diresepkan oleh dokter.

Slogan “kembali ke alam” mendasari pengguna-

an bahan tumbuhan sebagai pengobatan

tradisional saat ini. Kesadaran adanya efek samping

bila mengkonsumsi obat konvensional (modern)

dalam waktu yang lama, bahan alam yang relatif

murah dan kemudahan memperolehnya, serta

kenyataan adanya penyakit tertentu yang belum

dapat diobati dengan obat modern menjadi sekian

alasan mengapa obat bahan alami mulai kembali

digunakan.

Pemanfaatan hasil hutan di Indonesia belumlah

mampu menggali potensi sumber daya alam secara

optimal. Hal ini dibuktikan dengan lebih

dominannya konsumsi hasil hutan berupa kayu

dibandingkan hasil hutan non kayu atau hasil hutan

ikutan lainnya. Salah satu hasil hutan ikutan

diantaranya berupa bahan kimia alami yang berasal

dari jenis-jenis tanaman hutan yang dapat

digunakan sebagai bahan baku obat. Sebagai

wilayah mega biodeversity, tidak dipungkiri bahwa

hutan di Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis

tumbuhan. Dari sekitar 30.000 jenis tumbuhan di

Indonesia, tidak kurang dari 1.000 jenis diantaranya

diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku

obat (Hamid , 1990 dalam Zuhud, 1991).

Tumbuhan obat adalah jenis tumbuhan yang

berpotensi sebagai bahan baku obat bahan alam

maupun modern (Dalimartha, 2008). Diantara

tumbuhan yang berkhasiat obat tersebut diketahui

87 jenis adalah pohon hutan (Jafarsidik, 1986).

Komponen kimia tumbuhan terbagi ke dalam

beberapa golongan senyawa yang sebagian besar

merupakan bahan ekstraktif tumbuhan. Zat

ekstraktif merupakan produk akhir proses

metabolisme yang terbagi ke dalam dua kategori,

yaitu metabolisme primer dan metabolisme

sekunder. Metabolisme primer merupakan susunan

kimia sederhana (gula, asam amino, lemak

sederhana) dan terdapat pada semua tanaman

serta jumlahnya bergantung pada jenis, gen, unsur

et al.

FORPro12

Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan

Sosial. Jakarta.

Wikipedia. 2008. Agarwood. http://en.wikipedia.

org/wiki/Agarwood. Diakses tanggal 12 April

2008.

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

hara, iklim dan taksonominya tidak berbeda. Pada

metabolisme sekunder penyebaran senyawanya

terbatas (hanya ada pada jenis tertentu) dan

campuran senyawanya lebih kompleks (seperti

tanin, lignin, lemak, terpen), serta taksonominya

berbeda. Golongan senyawa ekstraktif tersebut

dikenal dalam beberapa kelompok senyawa,

yaitu : 1. kelompok terpens dan terpenoids

seperti resin, minyak atsiri; 2. gabungan senyawa

phenolik seperti tanin; 3. lemak seperti minyak

lemak; dan 4. lilin (wax) seperti karet, gum. Terpens

merupakan zat ekstraktif kayu yang mengandung

semua kelas terpen (dari monoterpenes hingga

tetraterpenes, kecuali sesterpena yang merupakan

kelas yang sangat jarang). Terpen merupakan

hidrokarbon murni. Gabungan senyawa phenolik

meliputi tanin, lignin, flavonoids, stilbene dan

quinon. Minyak lemak yang dihasilkan oleh

tumbuhan dikelompokkan dalam senyawa lemak.

Lemak merupakan ester asam karbonat tinggi

(asam lemak) dengan gliserol. Sedangkan lilin

adalah ester asam lemak dengan alkohol tinggi

(Syafii, 2009).

Kelompok senyawa-senyawa yang berasal dari

tumbuhan selain merupakan sumber dari banyak

bahan farmasi dan obat-obatan juga digunakan

sebagai bahan baku industri cat, pewarna, plastik

dan korek api. Kelompok senyawa terpens seperti

resin sebagian dihasilkan dari Famili Dipterocar-

paceae yaitu , , . Jenis

tumbuhan ini menghasilkan produk yang dikenal

dengan damar mata kucing. Produk ini memiliki

komposisi asam damar, damar resin yang berguna

sebagai bahan baku pembuatan korek api,

kembang api, plastik, plester, vernis dan lak. Kopal

juga merupakan produk dari kelompok resin yang

dihasilkan dari pohon yang memiliki

komposisi seperti pinena yang berguna dalam

pembuatan cat, vernis, lak merah dan tinta. Produk

lain dari kelompok resin ini adalah gondorukem,

yang berasal dari suku . Gondorukem

memiliki komposisi kimia anhidrida asam abietat

dan abietat anhidrida yang berguna dalam

pembuatan sabun, campuran cat, tinta, pelitur.

Produk lainnya adalah jernang yang diperoleh dari

jenis yang memiliki komposisi kimia

berupa resin drako yang diperlukan dalam

pembuatan bahan pewarna keramik, marmer, cat

dan keperluan farmasi. Kemenyan juga salah satu

produk yang berasal dari jenis yang memiliki

k o m p o s i s i k i m i a b e r u p a e s te r b e n zo a t ,

benzeldehida, vanilin, asam sinamat dan sterol yang

digunakan untuk obat batuk, obat luka, kosmetik

Shorea Vatica Dryobalanops

Agathis

Pinaceae

Daemanorops

Styrax

dan industri vernis (Syafii, 2009).

Akar wangi, cendana, nilam, kayu putih,

eukaliptus, gandapura, dan kamper menghasilkan

produk minyak atsiri yang berguna untuk bahan

kosmetik, farmasi, aroma pewangi dan insektisida.

Pohon jarak, kemiri, tengkawang dan wijen juga

menghasilkan senyawa lemak yang dimanfaatkan

untuk farmasi, energi, pangan dan kosmetik.

Sedangkan bahan sebagai penyamak dapat

diambil dari berbagai jenis pohon seperti akasia dan

jenis-jenis pohon mangrove. Sebagai bahan karet

dapat diambil dari pohon perca, jelutung, jenis

dan jenis-jenis dari suku Sapotaceae.

Bahan ini dimanfaatkan dalam produk insulator

kabel, pembuatan gigi, perekat, cat dan permen

karet. Gom dihasilkan dari pohon

yang dimanfaatkan dalam

pembuatan perekat, korek api, dan tinta (Syafii,

2009).

Potensi pemanfaatan jenis-jenis pohon sebagai

sumber bahan kimia terutama yang diketahui

berkhasiat obat sudah banyak dikenal, namun

kondisi keberadaan jenis-jenis tersebut di lapangan

dewasa ini belum banyak diketahui. Daerah-daerah

di Indonesia yang menginformasikan data

keberadaan jenis pohon tertentu yang dikenal

berkhasiat obat belum semuanya benar, hal ini bisa

saja karena berbagai perubahan dan kondisi di

lapangan akibat berbagai faktor yang terjadi.

Gencarnya exploitasi menyebabkan tidak sedikit

jenis-jenis tertentu mulai langka atau bahkan tidak

lagi diketahui keberadaannya.

Tulisan ini menyajikan informasi sekilas me-

ngenai keberadaan 6 (enam) jenis pohon ber-

khasiat obat baik yang tumbuh di hutan alam

maupun di areal kebun masyarakat hasil survey

tahun 2005 hingga tahun 2009, serta manfaat

kandungan kimia alami-nya yang disadur dari

beberapa sumber literatur

.

Jenis pohon spp. termasuk dalam

suku Lauraceae. Menurut Rismunandar (1989) suku

Lauraceae memiliki ciri pohon mulai kulit batang

hingga ranting yang mengandung minyak atsiri,

daunnya tunggal, berseling dan berwarna hijau.

Pucuk daun ada yang berwarna kemerah-merahan.

Bunga kecil berkelamin dua berwarna hijau atau

kuning. Bentuk buah buni, berbiji satu, berdaging

bulat memanjang. Kostermans (1957) me-

ngelompokkan 2.000 hingga 2.500 jenis anggota

Palaqium

Acasia, Sterculia

dan, Swietenia

Cinnamomum

A. P a k a n a n g i / K i s e r e h (

)

C i n n a m o m u m

parthenoxylon/C. porrectum

FORPro 13

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

famili ke dalam 31 marga (genus)

diantaranya adalah genus , ,

, , dan .

Terdapat sekitar 600 jenis pohon di Indonesia yang

dikenal dan biasa disebut dengan nama daerah

“medang” yang di dalamnya termasuk genus

. Dalam Prosea No. 5 (2) tahun 1995

disebutkan bahwa marga (genus) Cinnamomum

beranggotakan sekitar 250 jenis. Heyne (1987),

menyinggung beberapa anggota marga

Cinnamomum diantaranya seperti Bl.,

Nees & Eberm., Bl.,

Bl., Bl., Meissn.,

Bl., dan Breyn.

Pakanangi/Kisereh (

dapat ditemukan di lahan perkebunan

coklat milik rakyat di Desa Namo, dusun Sada Unta,

Gunung Panto Lumba Kec. Kulawi, Kabupaten

Donggala propinsi Sulawesi Tengah. Pohon ini

tumbuh pada lahan dataran tinggi dan

pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 mdpl.

Pohon yang ditemui berdiameter kecil dan

merupakan trubusan dari tunggak pohon

tebangan yang sudah mati.

Pada peninjauan ke lokasi pabrik pengolahan

minyak pakanangi (PT. Artha) tahun 2008 di Desa

Batu Suya, Kecamatan Sindue Kabupaten

Lauraceae

Cinnamomum Sassafras

Litsea Eusideroxylon Cryptocarya Cassytha

Cinnamomum

C. burmanii C.

camphora C. Cassia C. culilawan

C. javanicum C. Parthenoxylon C.

Sintok C. zeylanicum

C. par thenox ylon/C.

porrectum)

Pohon dan batang kayu pakanangi/kisereh

( )C. parthenoxylon/C. porrectum

Donggala, bahan baku yang digunakan umumnya

berupa tunggak-tunggak dan akar pohon

pakanangi yang berasal dari daerah Kabupaten

Poso, dan sekitar Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi,

Sulawesi Tengah. Penyelamatan/pelestarian jenis

pohon pakanangi perlu segera dilakukan karena

saat ini keberadaannya sudah sangat sulit

ditemukan. Penghentian pengolahan minyak

pakanangi perlu dipertimbangkan apabila tidak

ada upaya budidayanya. Apabila hal ini dibiarkan

berlangsung, dikhawatirkan jenis pohon pakanangi

nasibnya akan serupa dengan jenis pohon eboni

yang sudah masuk dalam jenis yang dilindungi.

B. Kulilawang/Kulilawan ( )C. halmaherae

Pohon berkhasiat obat dengan nama setempat

kulilawan ditemukan pada areal hutan adat di Desa

Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku

Tengah. Hutan adat ini berada di bawah lereng yang

berbatasan dengan daerah luar kawasan Taman

Nasional Manusela. Saat ditemukan terdapat sekitar

10-15 pohon dan kurang lebih 20-25 anakan

kulilawan (sapling) dengan kondisi tapak hutan

berupa batu-batu berkarang. Berdasarkan hasil

identifikasi pada herbarium Puslitbanghut Hutan

dan Konservasi (Puskonser) Bogor, nama botanis

pohon ini adalah

Kosterm.

Berdasarkan informasi masyarakat setempat,

pemungutan kulit kulilawan dilakukan dengan cara

menebang pohon hingga roboh. Hal tersebut

mengakibatkan keberadaan pohon kulilawan di

Desa Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten

Maluku Tengah semakin berkurang dan sulit

ditemukan. Sepuluh tahun silam, di sekitar daerah

ini pernah terdapat usaha penyulingan minyak

kulilawan yang dikelola oleh masyarakat setempat.

Karena bahan baku semakin berkurang, usaha ini

akhirnya gulung tikar dan saat ini usaha demikian

sudah tidak ditemukan lagi. Selain kulilawan, di

daerah ini juga terdapat jenis pohon lain dengan

nama daerah kanini, kole, linghua, kenari, kayu besi

dan meranti. Masyarakat memanfaatkannya untuk

bahan pembuatan rumah, kayu bakar dan

pembuatan perabot rumah tangga. Pada lahan

areal hutan adat ini sudah banyak ditanami jenis-

jenis pohon perkebunan seperti cengkeh, coklat

dan jati super.

Hasil peninjauan di Desa Negeri Lima,

Kecamatan Leihitu di kabupaten yang sama

ditemukan sejenis pohon dengan ciri kulit batang

mengeluarkan bau harum balsam. Namun

Cinnamomum halmaherae

FORPro14

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

Daun dan kayu Kulilawan (C. halmaheirae Kosterm)

demikian jenis pohon ini belum diketahui nama

setempatnya dan belum dimanfaatkan sebagai

tanaman obat oleh masyarakat. Hasil identifikasi

contoh herbarium, pohon ini memiliki nama

botanis A.Gray suku

. Kurangnya pengetahuan masyarakat

setempat mengenai jenis-jenis pohon yang

memiliki khasiat obat menyebabkan ketidak

pedulian terhadap jenis ini, sehingga pemanfaatan

pohonnya hanya sebatas untuk pembuatan

rumah.

Produk dari beberapa jenis pohon

umumnya berasal dari bagian kulitnya yang berasa

manis, sehingga kebanyakan masyarakat menyebut

jenis ini dengan pohon kayu manis. Kulit kayu manis

padang adalah kulit batang dalam

perdagangan dikenal dengan nama

dengan bau khas aromatik, rasa agak manis, agak

pedas dan kelat. Jenis dalam dunia

perdagangan dikenal dengan .

Jenis yang asli Indonesia dalam

perdagangan diberi nama padang kaneel atau

eks. padang. Jenis Blume banyak

ditemukan di Jawa Barat dan Tengah. Sedangkan

Blume asli dari Ambon (Rismunandar,

1989).

Menurut Anonim (2007), penyebaran

di Indonesia banyak terdapat di daerah

Sumatera, khususnya di daerah Provinsi Sumatera

Barat dan Kabupaten Kerinci. Pohon kayu manis di

Sumatera disebut dengan holim, holim manis,

modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis

(Melayu), madang kulit manih (Minangkabau). Di

Jawa dikenal dengan huru mentek, di kalangan

masyarakat suku Sunda dikenal dengan kiamis,

kanyengar (Kangean), dan di daerah lain seperti

kesingar (Nusa Tenggara), kecingar, cingar (Bali),

onte (Sasak), kaninggu (Sumba), Puundinga

(Flores). Selanjutnya dijelaskan bahwa tanaman ini

juga terdapat di daerah Srilanka, namun kulit

Alphitonia zizyphoides

Rhamnaceae

Cinnamomum

C. burmannii,

Cassia vera

C. zeylanicum

ceylon cinnamon

C. burmanni

cassia vera C. sintok

C.

culilawan

C.

burmannii

C. Kayu Manis ( sp.)Cinnamomum

batangnya lebih tipis dari kulit batang

yang ada di Indonesia. Dikenal 2 varietas

, varietas pertama yang berdaun muda

berwarna merah pekat dan varietas kedua berdaun

hijau ungu. Varietas pertama terdiri dari 2 tipe, yaitu

tipe pucuk merah tua dan tipe pucuk merah muda.

Varietas yang banyak ditanam di daerah pusat

produksi di Sumatera Barat dan Kerinci adalah

varietas pertama. Varietas kedua hanya didapat

dalam jumlah populasi yang kecil. Kayu manis

pucuk merah mempunyai kualitas yang lebih baik,

tetapi produksinya lebih rendah daripada kayu

manis yang berpucuk hijau.

Meskipun keberadaan pohon kayu manis

awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah

banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan,

dan pekarangan penduduk. Kegunaan dan manfaat

jenis kayu ., seperti kayu manis

sangat luas dan kandungan kimianya telah banyak

diinformasikan. Bahan aktif pada kayu manis adalah

eugenol dan safrol yang ditemukan pada kayu atau

kulit (Putra, 2005) dalam Triantoro dan Susanti

(2006). Menurut Sastrohamidjojo (

2005) dalam Triantoro dan Susanti (2006)

disebutkan bahwa komponen senyawa kimia yang

diperoleh dari kayu kulilawan ( .)

hampir sama dengan senyawa kimia yang berasal

dari kulitnya, yaitu eugenol (69,0%) dan safrol

(21,0%). Eugenol dan safrol tidak hanya terdapat

pada tanaman kulilawang dan masoi tetapi juga

pada pala ( ), kayu manis

( , cengkeh ( ), dan

sirih ( . Di Indonesia banyak pohon

penghasil minyak atsiri yang

mengandung komponen safrole (Sumadiwangsa,

2006). Hasil penelitian Triantoro dan Susanti (2006)

pada Kulilawan menunjukkan bahwa eugenol kayu

teras di bagian pangkal (66,23%) lebih tinggi

dibandingkan dengan bagian ujung (34,36%), dan

sebaliknya safrol berkadar lebih tinggi pada bagian

ujung (12,10%) dibandingkan dengan bagian

pangkal (9,56%). digunakan sebagai

bahan baku farmasi, yaitu sebagai obat analgesik

lokal dan antiseptik. Selain itu disebutkan pula

bahwa eugenol dapat dikonversi menjadi senyawa

turunan amfetamin maupun L-DOPA (dihidroksi

fenil alanin) yang dikenal sebagai obat parkinson.

Safrole dapat digunakan sebagai bahan baku pada

pembuatan tropical antiseptik dan ekstasi

(Triantoro dan Susanti, 2006). Beragamnya

kegunaan senyawa safrole mengindikasikan

perlunya kehati-hatian dalam penggunaan jenis

kayu .

C. burmannii

C.

burmannii

Cinnamomum spp

Personal comm.,

C.culilawane Bl

Myristica fragrans

C.burmanii) Sizygium aromatica

Piper betle)

Cinnamomum

Cinnamommum

Eugenol

FORPro 15

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

Masyarakat Kabupaten Solok di Sumatera Barat

sebagian besar memanfaatkan pohon kayu manis

untuk diambil kulitnya. Pemanfaatan batang pohon

kayu manis umumnya digunakan untuk kayu bakar

dikarenakan kayunya yang cepat mengalami

retakan, sehingga sebagian kecil masyarakat

memanfaatkannya sebagai kayu pertukangan.

Pohon kayu manis ( Camm dan

Blume) banyak tumbuh di Desa/Jorong

Bukit Gompong, Petak Tinggi, Koto Gadang Talang,

Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Pohon ini

ditemukan di areal lahan perkebunan swasta, hutan

alam serta hutan rakyat. Tumbuh pada lahan yang

datar hingga dataran tinggi dan pegunungan,

dengan ketinggian sekitar 900 mdpl. Tinggi pohon

berkisar antara 4 - 15 m dengan diameter pangkal

batang antara 7-50 cm. Potensi pohon kayu manis

cukup tersedia di daerah setempat, terlihat pada

pekarangan dan kebun masyarakat dan merupakan

usaha sampingan selain menanam tanaman

kebun/ladang.

Selain di Kabupaten Solok, pohon kayu manis

juga tumbuh di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi

Selatan pada areal lahan pekarangan rumah dan

kebun warga. Jenis yang ditemui adalah

Miq., Blume dan

Miq. Jenis-jenis ini tumbuh pada lahan

yang datar hingga dataran tinggi dan pegunungan

dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Tinggi pohon

berkisar antara 3 - 15 m dengan diameter pangkal

batang antara 8 - 25 cm. Potensi pohon kayu manis

cukup tersedia di daerah setempat (desa Cindranae

dan sekitarnya).

C. coriaceum

C.burmanii

C.subavenium C.inners Reinw ex.

C.celebicum

Di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi

Tengah juga ditemukan pohon kayu manis

( ). Pohon ini ditemukan di areal lahan

hutan yang sudah dibuka menjadi lahan

perkebunan coklat milik rakyat. Tumbuh pada lahan

dataran tinggi dan pegunungan dengan ketinggian

sekitar 800 mdpl. Jenis kayu manis yang ada di

daerah ini merupakan hasil penanaman masyarakat

pada tahun 1972 yang merupakan jenis tanaman

dalam program reboisasi saat itu. Namun saat ini

pohon kayu manis digantikan dengan jenis

tanaman perkebunan (coklat), sehingga pohon

kayu manis yang terdapat di daerah ini hanya

merupakan sisa hasil penanaman tahun 1972 yang

belum di tebang.

Di Kecamatan Kedungbanteng, Desa Windujaya,

Dusun Peninis yang terletak di lereng Gunung

Slamet-Jawa Tengah, pohon kayu manis didominasi

oleh yang dikenal dengan nama

setempat Keningar dan yang dikenal dengan

manis atau ki teja. Tinggi pohon tercatat antara

10 - 15 m dan diameter pangkal batang antara

25 - 30 cm. Umur pohon diperkirakan 15-30 tahun.

Daerah ini memiliki curah hujan tercatat rata-rata

3000-4000mm/tahun (type B). Pohon kayu manis

tumbuh pada lahan dataran tinggi dengan

ketinggian 500-1000 mdpl, dimana suhu udara

berkisar antara 24,4 - 30,9 C. Kondisi lahan setempat

memiliki kemiringan lereng sekitar 25-40% yang

merupakan zona pegunungan Serayu utara yang

sebagaian besar tertutup oleh endapan Gunung

Slamet dengan jenis tanah latosol coklat. Daerah

setempat merupakan daerah aliran sungai (DAS)

Serayu, Sub Das Logawa.

Salah satu jenis tumbuhan yang juga diketahui

berkhasiat obat adalah Pulai ( sp.). Jenis ini

termasuk ke dalam suku . Secara

hirarki taksonomi jenis ini berturut-turut termasuk

ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta,

Klas Magnoliopsida, Ordo Gentianales, Suku/famili

dan Genus (Anonim, 2008).

Dari sekitar 40 hingga 60 jenis pohon spp.

yang dikenal dengan nama Pulai diantaranya

adalah

dan yang

terkenal adalah (L.) R.Br. (Anonim, 2008).

Salah satu jenisnya, yaitu (pulai

rawa) dapat mencapai diameter 100 cm dengan

tinggi 40-50 m, mempunyai banir dan batang

C.burmanii

C.burmanii

C.iners

Alstonia

Apocynaceae

Apocynaceae Alstonia

Alstonia

A. macrophylla, A. angustiloba, A. angustifolia,

A. spatulata, A. elliptica, A. oblongifolia, A.

pneumatophora, A. scholaris, A. costaca

A.scholaris

A.pneumatophora

0

D. Pulai ( sp.)Alstonia

Pohon, daun dan batang kayu manis

( sp.) di Kabupaten Banyumas - Jawa TengahCinnamomum

Pohon dan batang kayu manis ( sp.)

di Kabupaten Solok - Sumatera Barat

Cinnamomum

FORPro16

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

bergalur berwarna abu-abu hingga putih. Jenis

kayu ini cocok untuk ukiran, peti dan kayu lapis.

Jenis ini memiliki akar nafas yang besar dan

panjang, sehingga dikenal dengan pulai rawa.

Bagian kulit mengandung alkaloid

sebagai bahan obat. Kayunya banyak digunakan

untuk papan tulis sekolah, sehingga dinamakan

scholaris. Pohon dapat mencapai tinggi

lebih dari 40 m, batang pohon tua beralur sangat

jelas, sayatan berwarna krem dan banyak

mengeluarkan getah berwarna putih (Anonim,

2001) Jenis umumnya disebut dengan

pulai gading (Pulai putih) dan tersebar luas

terutama di Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat

(Anonim, 2008). Genus terdiri dari sekitar

40 jenis, dimana dua jenis merupakan tumbuhan

asli di daerah tropis Afrika, empat jenis di Australia,

sekitar 15 jenis di daerah Pasifik, 12 jenis di daerah

Malesiana dan sisanya di benua Asia. (Rudjiman

., 1994). Selanjutnya diinformasikan bahwa kulit

jenis ini mengandung latex yang penting dan sering

digunakan sebagai obat tradisional, di daerah Fiji

digunakan untuk mata yang bermasalah, kulitnya

digunakan untuk melawan malaria dan bahan

obat penenang di Pilipina dan jenis ini begitu

populer di India dan Jawa untuk penyakit diare

dan disentri. Heyne (1987) mencatat bahwa di

Indonesia terdapat 11 jenis , yaitu

Miq, Wall,

M i q , M i q , M i q ,

Backer, Miq,

R. BR., BL., dan

Miq).

Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu

wilayah dimana dapat ditemui keberadaan pohon

jenis pulai. Tiga jenis pulai yang dapat ditemui

di daerah ini adalah pulai putih ( ),

pulai hitam ( ) dan pulai rawa

( ). Selain di kawasan hutan

KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus)

Balai Penelitian Kehutanan Palembang, tegakan

pulai rawa ( ) terlihat tumbuh di

sudut pinggiran jalan arah ke luar kota.

Pohon Pulai diinformasikan banyak digunakan

sebagai bahan obat-obatan. Menurut Heyne (1987)

getah dimanfaatkan untuk

penyembuhan luka bernanah, dan kulit

dapat digunakan untuk membersihkan lambung

dari lendir, mengobati perut kembung dan

pembengk ak an l impa. Jenis

mengandung tiga senyawa alkaloid yaitu ditamine,

echitamine (ditaine), Echitenines, beberapa

senyawa lemak dan resin, sedangkan dalam

A.scholaris

A.scholaris

A.scholaris

Alstonia

et

al

Alstonia

A.acuminata A.angustifolia A. angustiloba

A . e x i m i a A . g r a n d i f o l i a

A.pneumatophora A.polyphylla

A.scholaris A.spathulata A.villosa

(Blaberopus villosus

A. scholaris

A. angustiloba

A. pneumatophora

A. pneumatophora

A.pneumatophora

A.scholaris

A . s c h o l a r i s

penggunaan sebagai obat kulitnya dimanfaatkan

untuk obat tradisional sebagai obat diare dan

disentri (Grieve, 2009). Menurut Anonim (2008),

kulit mengandung alkaloida ditanin,

ekitamin (ditamin), ekitanin, ekitamidin, alstonin,

ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin dan triterpen,

sedangkan daunnya mengandung pikrinin, dan

bunga pulai mengandung asam ursolat dan lupeol

yang dapat mengatasi borok, bisul, rasa sakit

setelah melahirkan (nifas), beri-beri dan payudara

bengkak karena bendungan ASI. Kulitnya

diberitakan dapat mengatasi demam, malaria,

limpa membesar, batuk berdahak, diare, disentri,

kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut,

kolik, kencing manis, tekanan darah tinggi, wasir,

anemia, gangguan haid, rematik akut.

Famili dari beberapa jenis penghasil gaharu

adalah genus ,

dan . tercatat

memiliki 12 jenis. Jenis dari

diantaranya adalah

Manfaat gaharu dikelompokkan ke dalam

penggunaan obat-obatan, parfum dan kosmetika

(Anonim, 2002). Menurut Sidiyasa dan Suharti

(1987) dalam Anonim (2002), selain jenis tumbuhan

spp. dan spp., gaharu dapat

diperoleh dari jenis-jenis tumbuhan seperti

spp; spp; spp;

spp; dan spp. Dalam buku

(1960) tercatat bahwa fami l i

terdiri dari beberapa genus, yaitu

,

dan

Di sekitar daerah Samboja, Kabupaten Kutai

Kertanegara ditemukan beberapa jenis pohon

penghasil gaharu genus . Batang pohon

ini memiliki diameter berkisar 20 cm - 65 cm

dengan tinggi berkisar 10 m - 25 m. Masyarakat

setempat mengenal 4 jenis pohon penghasil

A.scholaris

Thymelaeaceae Aetoxylon, Aquilaria

Gyrinops Gonystylus Genus Aquilaria

Thymelaeaceae

Amyxa pluricornis Domke,

Gyrinopsis cumingiana, Phaleria Sp., Gyrinops

versteegii (Gilg) DOMKE, Aquilaria malaccensis LAMK.,

A.beccariana VAN TIEGH., dan A.microcarpa BAILL.

Aquilaria Gonystilus

Weikstromia Enkleia Actoxylon

Gyrinops Dalbergia Flora

M a l e s i a n a

Thymelaeaceae

Aquilaria Enkleia, Linostoma, Wikstroemia, Daphne,

Gyrinops, Drapetes, Pimelea Amyxa.

Aquilaria

E. Gaharu ( sp., sp )Aquilaria Gyrinops .

Daun dan kayu pulai putih (A. scholaris)

FORPro 17

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012

(Aquilaria sp.)Pohon dan kayu gaharu

F. Pasak Bumi ( Jack)Eurycoma longifolia

Jenis pohon pasak bumi ( Jack)

termasuk anggota dari suku . Suku

Dayak Kenyah menggunakannya untuk obat sakit

E.longifolia

Simaroubaceae

perut dan demam, suku Banjar menggunakannya

untuk (penunjang stamina) sedangkan

di Thailand digunakan untuk anti malaria. Pasak

bumi sudah merupakan komoditi ekspor (Mandang

dan Andianto, 2005).

aphrodisiac ,

FORPro18

gaharu yang dicirikan dengan penampakan kulit

batang pohon dan bentuk daun, yaitu gaharu

buaya, gaharu tanduk, gaharu air, dan gaharu

beringin. Dari beberapa sumber Herbarium

Wanariset Samboja, diperoleh informasi bahwa di

sekitar daerah Samboja hanya dapat ditemukan

2 jenis pohon penghasil gaharu, yaitu ,

dan . Diinformasikan juga bahwa

belum pernah ditemukan di daerah

Kaltim bagian selatan (Kutai Kertanegara).

Adanya sejumlah masyarakat yang masih

menebang pohon penghasil gaharu yang belum

tentu kayunya mengandung gaharu, dikhawatirkan

akan semakin langkanya jenis-jenis pohon

penghasil gaharu. Dikahawatirkan apabila

penebangan pohon ini terus berlanjut akan

menimbulkan kelangkaan di daerah Samboja.

Kegiatan pembudidayaan anakan pohon penghasil

gaharu, serta penyuntikan pohon guna mendapat-

kan kandungan gaharu sudah diupayakan saat ini.

Pohon gaharu ( ) juga

ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur di

wilayah kerja RPH Anfoang selatan pada tanah yang

berbatu kapur keras yang minus air. Tinggi pohon

sekitar 4 - 6 m dan diameter antara 15 - 20 cm. Pohon

ini banyak tumbuh di hutan alam kawasan lindung

yang mutlak tidak boleh ada kegiatan produksi.

Umumnya tumbuh pada daerah tanah berbatu,

miskin hara dan air.

A.beccariana

A.microcarpa

A. Malaccensis

G.versteghii, G.cumingiana

Pohon pasak bumi dapat ditemukan di desa-

desa Kecamatan Bangkinang Barat -Kabupaten

Kampar Provinsi Riau. Ditemukan di kebun karet

rakyat yang berumur kurang lebih 15 tahun. Pohon

ini memiliki ketinggian sekitar 0,5 - 9 m dengan

diameter pangkal batang 1-12 cm, adapun ukuran

diameter pangkal akar berkisar 1-15 cm dan

panjang akar 45 - 245 cm.

Lokasi ditemukannya pasak bumi ini awalnya

merupakan wilayah hutan adat (ulayat). Menurut

informasi salah satu warga setempat, hutan adat

dapat dijadikan areal perkebunan dengan biaya

sangat murah. Untuk lahan seluas 1-2 Ha

masyarakat cukup membayar seharga 300 - 400 ribu

kepada orang yang dituakan, yaitu Nini Mama

(Datuk). Bila keadaan ini berlangsung terus,

dikhawatirkan hutan adat semakin berkurang dan

berubah menjadi perkebunan.

Pohon pasak bumi di daerah ini umumnya masih

berbentuk anakan tingkat tiang (sapling) dan

junmlahnya agak jarang, namun demikian

ditemukan juga pohon dengan akar berdiameter

sebesar ukuran paha orang dewasa dengan

panjang kurang lebih dua meter. Masyarakat sekitar

masih menganggap pohon pasak bumi sebagai

tanaman penggangu (gulma), sehingga pada saat

pembersihan lahan untuk perkebunan maka pohon

pasak bumi banyak yang ditebas. Dikarenakan sifat

pohon yang mudah bertunas diduga akar pasak

bumi berfungsi sebagai tempat penyimpanan

cadangan makanan. Hal ini terlihat pada ukuran

akar yang umumnya hampir sama atau lebih besar

dari ukuran batang pohon. Pohon pasak bumi

berbuah pada bulan Juni, namun belum diketahui

kapan mulai dan berakhir menghasilkan buah.

Pohon dan akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.)

Penutup

Sejalan dengan perkembangan industri obatmaupun farmasi yang berbahan baku tumbuhan(herbal), maka seiring itu pula eksploitasi terhadaptumbuhan berkhasiat obat gencar dilakukan yangnotabene hingga saat ini masih banyak yang

Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �

berasal dari hutan alam. Usaha secara bijaksanamelalui pengkayaan atau penanaman jenis-jenispohon berkhasiat obat secara intensive perlusegera dilakukan guna mencegah dan mengurangilangkanya jenis-jenis pohon tersebut terutamajenis-jenis tertentu yang sangat bernilai ekonomis.Sudah saatnya program pembangunan HutanTanaman Industri (HTI) juga diarahkan kepadaupaya pemenuhan bahan baku industri obat danfarmasi.

Sumber Bacaan

Anonim, 2001. I nformasi s ingk at benih.No.2.Alstonia scholaris (L) R.Br. IndonesiaForest Seed Project. T.H.R. Ir.H. Juanda.Bandung. http://www. dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/ Alstonia_scholaris.pdf. diakses tgl. 27-10-2009. jam 11.58.

_____. 2002. Rekomendasi Strategi GenerikPengembangan Industri Gaharu. Biro Kerja-sama Luar Negeri dan Investasi. SekretariatJenderal. Departemen Kehutanan.

_____. 2007a. Kayu Manis, http : //www.wikipedia.org., diakses 26 April 2007.

_____. 2007b. (http :

//www.usda.com., diakses 27 April 2007.

_____. 2008a. Jenis poh Pulai.http:// pule3.wordpress.com/ diakses tgl 27-10-2009 jam12.10

_____. 2008b. Kenalilah Pulai (Alstonia sp.).......(Bagian III) . Teknik silvikultur.http://ozonsilampari.wordpress.com/2008/02/01/diakses tgl. 27-10-2009. jam 12.05

_____. 1995. PROSEA. Plant Resources of South-EastAsia No 5 (2). Timber trees: Minor commercialtimbers. Bogor Indonesia.

_ _ _ _ _ . 1 9 6 0 . Fl o r a M a l e s i a n a . S e r i e s I .Spermatophyta Flowering Plants. Vol 6, part6. Wolters-Noordhoff Publishing. Groningen,The Netherlands.

Dalimartha, S. 2008. Jamu, Dahulu, Sekarang, DanMasa Depan. Makalah Semiloka: Jamu,Brand Indonesia. Kementrian koordinatorBidang Perekenomian. Jakarta.

Cinnamomum burmannii Nees&Th.Nees) Nees ex Blume Padang cassia,

FORPro 19

Heyne, K. 1987.Tumbuhan berguna Indonesia. JilidII. Terjemahan. Badan Litbang Kehutanan,Jakarta.

Jafarsidik, Y.1986. Potensi tumbuhan hutan (pohon)penghasil obat tradisional. Prosiding diskusipemanfaatan kayu kurang dikenal. 13-14Januari, 1987. Cisarua, Bogor. Badan LitbangKehutanan, Bogor.

Kostermans, A.J.G.H. 1957. PENGUMUMAN.Communication. Balai Besar PenjelidikanKehutanan Indonesia. Nr 57. Lauraceae. BalaiBesar Penjelidikan Kehutanan Indonesia.Bogor.

Mandang, Y.I. dan Andianto. 2005. Identifikasi jeniskayu berkhasiat obat. Laporan Hasil Peneliti-an. Pusat Penelitian dan pengembanganTeknologi Hasil Hutan. Belum dipublikasikan.

Poerwadarminta, J.W.J.S. 1976. Kamus umumbahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka. Jakarta.

Rudjiman, Gintings, N., Martawijaya, A., Ilic, J. 1994.Plant Resources of South-East Asia 5. (1)Timber trees: Major commercial timbers. P.82-90. PROSEA. Bogor.

Rismunandar, 1989. Kayu Manis. Penebar Swadaya.Jakarta.

Syafii,W. 2009. Kontak personal dan Bahan kuliahPemanfaatan Komponen Kimia Hasil Hutan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumadiwangsa S, E . 2006. Laporan MengikutiSecond Regional Survey Meeting on Safrole-Rich Essential Oils. 28-30 September 2006.Kuala Lumpur, Malaysia.Tidak diterbitkan.

Triantoro, R.G.N. dan Susanti, C.M.E. 2006.Kandungan bahan aktif kayu kulilawang( .) dan Masoi( ). Makalah padapelatihan fungsional peneliti tingkat pertamaangkatan XXXV-LIPI, Cibinong. Tidakditerbitkan.

Zuhud, E.A.M. 1991. Pelestarian pemanfaatantumbuhan obat hutan tropis Indonesia.Kerjasama Jurusan Konservasi SumberdayaHutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor danYayasan Pembinaan Suaka Alam danMargasatwa Indonesia, Bogor.

Cinnamomum culilawane BlCryptocaria massoia

� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012