vol. 1, no. 1, edisi juli 2012 tajuk utama keruing ... · pdf filetutup bak air panas, lantai...
TRANSCRIPT
KERUING:
Oleh : danBarly Putera Parthama
PENSUBSTITUSI KAYU IMPOR
UNTUK COOLING TOWER
Tajuk UtamaTajuk Utama
Depan Unit 1 ( ), tengah (Unit 2)
dan belakang (Unit 3) kayu keruing
Redwood
Depan (Unit 1) kayu , Tengah dan belakang
(Unit 2 dan 3) kayu keruing
Redwood
Setiap proses produksi yang melibatkan
panas dan/atau menghasilkan air panas
sebagai dampak sampingan, memerlukan
menara pendingin atau .
adalah suatu sistem atau sarana yang
berfungsi untuk mendinginkan air panas yang
dihasilkan sebelum digunakan kembali atau
dikembalikan ke tanah/bumi. juga
merupakan salah satu sarana paling vital dalam
industri pemanfaatan sumber energi panas
bumi (geothermal). Ke depan pemanfaatan
energi terbarukan panas bumi akan semakin
meningkat dengan terbitnya ketentuan yang
membolehkan “penambangan” panas bumi
pada kawasan hutan lindung. Sejalan dengan
itu, kebutuhan akan r juga akan
meningkat. Bagi sebagian orang, sebuah
mungkin dibayangkan semata sebuah
menara dengan tangki air di atasnya. Tidak
sepenuhnya salah, hanya saja“menara”tersebut
bisa sebesar gedung berlantai empat dengan
ukuran tower panjang 50 m, lebar 17 m dan
tinggi 15 m dengan kapasitas tangki 6.840 m /
jam atau 164.160.000 liter/hari. Dengan ukuran
sebesar itu, bisa diperkirakan kayu yang
diperlukan. Dan, karena bersentuhan dengan
air, maka tidak sembarang kayu dapat diper-
gunakan. Di sini, pemilihan jenis dan teknologi
pengawetan kayu akan mendapat arena aplikasi
yang cukup menantang.
Mengapa Kayu?
cooling tower Cooling
tower
Cooling tower
cooling towe
cooling
tower
3
Cooling tower
counter flow)
fill packing
cross flow
bukan sekedar bangunan,
melainkan sebuah sistem atau alat yang berfungsi
untuk memindahkan panas melalui kontak
langsung antara air panas dengan udara segar
dengan bantuan kipas. Ada dua model, yaitu:
pertama, model arah berlawanan ( di
mana pergerakan udara segar dan air panas
berlawanan arah 180 , mengalir tegak lurus keatas
melalui . Kedua, model arah memotong
( ), dimana pergerakan udara segar dan air
o
panas bersilangan 90 , mengalir mendatar yang
masuk melalui . Proses pendinginan uap
air dapat dilakukan dengan cara alami, mekanis,
dan atau kombinasi dari keduanya. Pada proses
secara alami, biasanya digunakan konstruksi beton
dan dilakukan pada menara pendingin yang
berkapasitas besar. Sedangkan pada proses secara
mekanis, digunakan kipas yang digerakan oleh
motor untuk mendistribusikan udara segar ke
dalam menara pendingin.
Prinsip kerja pendingin sebagai
berikut: Air panas dialirkan melalui pipa ke bak
fill packing
cooling tower
o
Forpro6
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
Tutup bak air panas, lantai dan pagar
dari kayu keruing pada Unit 2 dan 3
Menara pendingin konstruksi beton Unit 4
milik Pertamina
penampungan di bagian atas ( ) dengan
menggunakan pompa, kemudian melalui corong
dimasukkan ke dalam mangkuk untuk dijatuhkan
melalui . Panas yang dilepaskan air
yang dijatuhkan, bersentuhan dengan udara segar
dari luar yang masuk melalui kisi-kisi dinding
( ). Aliran udara dipercepat dengan bantuan
kipas serta melepaskannya melalui cerobong udara
di bagian atas menara. Air yang sudah dingin dalam
bak penampung selanjutnya dinetralkan sebelum
dimanfaatkan kembali sebagai air proses,
diinjeksikan kembali ke perut bumi, atau dibuang
ke saluran umum.
Konstruksi utama umumnya terdiri
atas bagian luar (seperti dinding, lantai, dan bak
penampung air) dan bagian dalam (seperti
, , dan rangka). Konstruksi
tersebut semuanya menggunakan kayu, kecuali
bak penampung air dingin ( ) yang
terbuat dari beton bertulang. Kayu banyak
digunakan untuk , , ,
, , , ,
, , , , dan
. Jumlah sel (cell) yang dibuat bergantung
pada kapasitas air yang didinginkan (m /jam).
Dengan demikian makin banyak sel yang
digunakan makin banyak jumlah kayu yang
diperlukan.
Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi
yang banyak digunakan untuk karena
memiliki banyak keunggulan dibandingkan
dengan beton dan baja, antara lain: elastis, mudah
dibentuk, relatif sangat kuat dibandingkan dengan
beratnya, tahan terhadap korosi, relatif lebih murah
dan yang sangat penting, kayu adalah penghantar
panas yang buruk.
water inlet
fill packing
louver
cooling tower
drift
eliminator fill packing
cold water basin
frame fill packing drift eliminator
hot water basin distribution box fan deck fan ring
handrail ladder spilce acces door partition
sheating
cooling tower
3
Jenis Kayu untuk Cooling Tower
Jamaknya sebuah sarana industri,
semestinya tidak boleh dibangun sekenanya,
karena ada spesifikasi standar yang berlaku, yang
dikeluarkan asosiasi internasional.
Penyimpangan dari spesifikasi standar, misalnya
bisa menyebabkan produk yang dihasilkan tidak
mendapat sertifikasi. Indonesia sendiri belum
memiliki SNI . Dan nampaknya
pembangunan di Indonesia belum
ketat benar dalam mengacu standar internasional.
Hanya persoalannya, ketika misalnya sebuah
perusahaan geothermal melakukan tender
pekerjaan pembangunan , pada
umumnya spesifikasi yang diacu adalah spesifikasi
standar internasional. Dalam spesifikasi tersebut
antara lain disebutkan jenis-jenis kayu yang dapat
digunakan dan tentu saja bukan jenis-jenis yang
ada di Indonesia.
Dalam spesifikasi pengawetan kayu tercantum
nama jenis-jenis kayu yang digunakan untuk
, yaitu
dan
. Semua jenis kayu ini adalah kayu asing,
dan bila ini diacu, maka bisa menimbulkan kesulitan
bagi pemborong lokal. Oleh sebab itu, adalah
sangat penting untuk mencari jenis-jenis lokal yang
memenuhi persyaratan termasuk teknologi
pengawetannya.
Jenis kayu tersebut di atas, memiliki sifat fisis-
mekanis yang setara dengan kayu Pinus (
) dan Melur ( sp.) yang tumbuh
di Indonesia. Kedua jenis kayu itu tidak lebih
rendah dibanding yang biasa dipakai
cooling tower
cooling tower
cooling tower
cooling tower
cooling tower
cooling tower Southern Pine, Ponderosa Pine,
Coastal Douglas-fir, Western Hemlock, Hemfir
Redwood
Pinus
merkusii Podocarpus
Redwood
Forpro 7
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
sebagai bahan konstruksi menara pendingin di
Amerika Serikat. Hasil uji laboratorium terhadap
kayu Douglas-fir menunjukkan nilai mekanisnya
setara dengan kayu meranti yang biasa digunakan
sebagai kusen di rumah sederhana, yaitu nilai MOE
55.000 kg/cm dan kekuatan tekan 230 kg/cm atau
kelas kuat IV. Dalam hal itu, kayu pinus lebih kuat,
yaitu kelas kuat III.
Pada tahun 1986, dipilih jenis kayu keruing
sebagai bahan konstruksi menara pendingin Unit II
dan III Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTPB) di Kamojang. Alasan dipilih jenis kayu
tersebut karena termasuk kelas kuat I-II, lebih kuat
dari jenis kayu daun jarum di Amerika. Selain itu
juga mudah diawetkan (kelas keterawetan I-II)
berdasarkan hasil pengujian menggunakan bahan
pengawet tipe CCA menurut proses vakum-tekan.
Bahan pengawet tersebut lazim digunakan dalam
proses pengawetan kayu untuk .
Hasil pengamatan pada tanggal 7 Juni 2012,
terhadap Unit II dan III PLTPB Kamo-
jang menunjukkan bahwa bangunan tersebut
masih kokoh atau bagus meskipun usianya sudah
mencapai 25 tahun. Penampilannya tampak
berbeda dengan Unit I yang dibuat dengan kayu
Redwood, dan kini telah berusia 30 tahun, yang
sudah mengalami penggantian pada bagian lantai
dan tutup bak menggunakan kayu keruing yang
diawetk an. Hasi l tersebut mengokohk an
kedudukan kayu keruing sebagai komponen
menara pendingin sebagai pengganti kayu impor.
Performa kayu keruing terbukti tidak kalah, selama
diawetkan dengan bahan pengawet yang tepat dan
dilakukan dengan benar sesuai standar.
Di bawah, dicantumkan berbagai standar
sebagai rujukan pada waktu mengawetkan kayu
keruing bahan konstruksi menara pendingin Unit II
dan III PLPTB Kamojang, yaitu :
1. AWPA standar C30-79 yang merujuk kepada
Standar C2-80, dimana tercantum persyaratan
retensi CCA yang diperlukan adalah 0,4 lb per
cu.ft atau 6,4 kg/m dihitung berdasarkan bahan
oksida.
2. British Standar BS 4485 yang mencantumkan
konsentrasi larutan CCA minimal 5% (b/b).
3. BWPA Manual (
) yang mencantumkan ketentuan konsen-
trasi larutan CCA berdasarkan umur layanan
kayu pada bangunan yang selalu berhubungan
2 2
3
cooling tower
cooling tower
British Wood Preserving Asso-
siation
Pengawetan Kayu Keruing
dengan air : 4% (15 tahun) dan 5% (30 tahun)
atau 5% (15 tahun) dan 6% (30 tahun) pada
bangunan yang berhubungan dengan air laut.
4. Australian Standar 1604-1980 mencantumkan
persyaratan retensi Celcure A(P) berdasarkan
ketebalan kayu, yaitu tebal kayu di atas 37 mm
sebesar 12 kg/m dan ketebalan sampai 37 mm
yaitu 24 kg/m .
5. Indian Standar IS: 401-1982 mencantumkan
persyaratan retensi CCA sebesar 12 kg/m .
6. Cooling Tower Institute CTI Bulletin WMS di
Amerika Serikat mencantumkan persyaratan
retensi CCA sebesar 0.4 lb/cu.ft atau 6,4 kg/m .
7. Standar Filipina PHILSA 104:1975 mencantum-
kan persyaratan Celcure A untuk struktural 13,42
kg/m dan rusuk (slats) 26,78 kg/m .
8. Standar Malaysia MS 360:1986 mencantumkan
persyaratan retensi CCA sebesar 16 kg/m
dengan penetrasi 25 mm.
Hasil pengawetan kayu keruing dengan cara
vakum-tekan menggunakan bahan pengawet CCA
yang dilakukan oleh PN Metrika di Cikampek,
dimuat dalam Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11
(8):1993. Bagan pengawetan yang diterapkan
berpengaruh nyata terhadap banyaknya bahan
pengawet yang terdapat di dalam kayu (retensi).
Disarankan untuk mencapai retensi 24 kg/m ,
konsentrasi yang digunakan minimal 6,25%
dengan absorbsi larutan sebanyak 384 liter per m .
Pengukuran retensi berdasarkan penimbangan
berat contoh dan pembacaan skala dapat dipakai
untuk memperkirakan retensi berdasarkan hasil
analisa kimia di laboratorium, biasanya lebih tinggi.
Sehingga perbaikan dalam mengatasi penyimpang
dapat segera dilakukan dan pemakai kayu dapat
cepat mengetahui hasilnya.
Pengalaman di atas, sudah dipakai sebagai
bahan pertimbangan dan saran bagi para pihak
yang memerlukan dan beberapa industri yang telah
menggunakan kayu untuk merenovasi
, di antaranya PT Star Energy, Pangalengan,
PT Karakatau Steel, Cilegon; Petrokimia, Gresik;
Pupuk Kujang, Cikampek; PT Stratomer, Merak,
Pupuk Iskandar Muda, Aceh; dan PT Pupuk
Sriwijaya, Palembang.
Karena sangat vital, maka
kondisinya harus selalu prima. Untuk mengetahui
adanya kerusakan pada komponen kayu struktural
dapat dilakukan pengukuran dengan meng-
3
3
3
3
3 3
3
3
3
cooling
tower
cooling tower
Diagnose Kerusakan
FORPro8
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
gunakan alat ultrasonik yang kemudian data uji
ultrasonik tersebut dikonversikan kekekuatan kayu.
Jika terjadi penurunan kekuatan selanjutnya
disarankan untuk diperbaiki. Pada komponen kayu
non struktural, kerusakan sering terjadi pada tutup
bak disekitar mulut pipa air panas dimasukkan
). Papan lantai dek, memangkuk (
disebabkan perbedaan suhu permukaan papan
pada bagian atas dan bawah, dan dapat diatasi
dengan cara penyemprotan ( ). Di bagian
pagar dan tangga kerusakan terjadi pada bidang
potong transversal ( ) disebabkan oleh
pelapukan. Pencegahan pelapukan dapat
dilakukan dengan cara melaburkan larutan bahan
pengawet pekat pada waktu cooling tower
diistirahatkan ketika kegiatan pemeliharaan
( ) .
(inlet cupping)
spraying
cross cutting
overhaul
Upaya dan Riset Lebih Lanjut
Beberapa hal yang perlu segera dilakukan dalam
mengantisipasi semakin meningkatnya kebutuhan
ke depan antara lain:
1. Menyusun SNI cooling tower termasuk aspek
jenis kayu dan pengawetannya.
2. Mencari jenis-jenis kayu lain, selain keruing yang
memenuhi syarat untuk cooling tower.
3. Mencari bahan pengawet alternatif selain CCA.
4. Mem- penanaman jenis keruing,
termasuk dalam pengembangan HTI kayu
pertukangan kayu keruing sudah makin langka
dan harganya tinggi.
Memang masih banyak kerja keras yang harus
dilakukan, khususnya oleh Litbang Kehutanan,
apabila tidak mau untuk keperluan
Indonesia harus mengimpor berbagai jenis kayu
e
cooling tower
promote
cooling tower
temperat .
Mengenal GAHARUOleh : Jamal Balfas
Tajuk UtamaTajuk Utama
Latar Belakang
Istilah Gaharu
Dalam dekade terakhir terjadi perubahan harga
gaharu secara signifikan, sementara pada sisi lain
banyak institusi, ormas dan media yang melakukan
sosialisasi produksi gaharu secara buatan.
Situasi ini telah menarik banyak pihak yang
terlibat dalam pengusahaan gaharu di seluruh
Indonesia. Banyak investasi dilakukan oleh ber-
bagai kalangan, mulai dari kelompok tani hingga
pengusaha kelas besar dengan ekspektasi yang
sama, yaitu memperoleh keuntungan maksimal.
Namun fakta yang dijumpai dalam beberapa tahun
terakhir menunjukkan hasil sebaliknya, banyak
pihak mengalami kerugian baik dalam per-
dagangan maupun budidaya gaharu. Faktor utama
yang berperan dalam fenomena tersebut adalah
kekeliruan informasi mengenai gaharu. Dalam
tulisan ini diuraikan beberapa aspek yang perlu
diketahui oleh semua pihak yang tertarik menekuni
usaha gaharu.
Gaharu adalah nama perdagangan nasional
untuk kayu aromatik yang dikenal di berbagai
daerah dengan sebutan garu, alim, karas, ahir,
age, kereh, seringak, nyabak dan beberapa nama
daerah lainnya. Kayu gaharu dalam perdagangan
internasional biasa dikenal dengan nama -
, , , ,
dan istilah lainnya. Kayu ini merupakan kayu
termahal di dunia karena harganya dapat mencapai
lebih dari US$ 10,000 per kilogram (Anonim, 2007).
Kayu gaharu yang benar, atau disebut ”gaharu
betul” adalah bagian kayu yang mengandung
minyak dan resin sebagai akibat gangguan fisis
pada jaringan kayu yang diikuti dengan infeksi oleh
mikroba pada jenis tertentu terutama dari genus
dan , famili Thymeleaceae
(Sidiyasa dan Suharti, 1998; Anonim, 1999b).
Formasi minyak dan resin juga terjadi pada genus
lainnya, seperti , , dan
namun gaharu dari kelompok ini
bernilai rendah dan dikenal dengan istilah ”gaharu
buaya”. Dengan demikian secara praktis dapat
digunakan pedoman dalam penentuan jenis
agar
wood kingswood eaglewood aloeswood, oudh
jinkoh
Aquilaria Gyrinops
Gonystylus Aetoxylon Enkleia
Wikstroemia
FORPro 9
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
gaharu secara anatomis, apakah sampel kayu wangi
(aromatik) termasuk pada gaharu betul atau gaharu
buaya berdasarkan struktur anatomi yang dimiliki
oleh genus tertentu sebagaimana tampak pada
Gambar 1.
Jenis gaharu yang paling umum dijumpai di
Indonesia adalah dan
untuk wilayah Jawa, Sumatera dan
Kalimantan. Sedangkan dan spp.
umumnya diperoleh dari wilayah Nusa Tenggara,
Sulawesi, Maluku dan Papua. Semua kayu dari
kelompok jenis tersebut berwarna cerah, putih
sampai berwarna krem, serta memiliki berat jenis
yang rendah (sekitar 0,3) bila tidak mengandung
minyak dan resin.
Aquilaria malaccensis A.
microcarpa
A. fillaria Gyrinops
Kualitas dan Harga Kayu Gaharu
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa kayu
gaharu mengandung bahan aromatik berupa
minyak dan resin. Kehadiran dua bahan aromatik
pada kayu ini secara umum menentukan kualitas
kayu tersebut, makin tinggi kandungan minyak dan
resin, maka makin tinggi kualitas dan harga kayu
gaharu. Kayu gaharu yang memiliki kualitas terbaik
biasa dikenal dengan kelas ” ” atau
” ” (Gambar 2), sedangkan kualitas terendah
biasa dikenal dengan istilah ”TGC” (Tanggung
Campur) atau ”kemedangan”. Istilah
dimaksudkan pada kayu gaharu yang nyaris atau
tenggelam di air, artian kayu gaharu kelas ini
memiliki berat jenis mendekati atau lebih dari 1. Hal
ini berarti kayu mengandung minyak
dan resin secara kumulatif lebih dari 200% berat
kayu gaharu tanpa isi. Kayu dapat
mengandung minyak hingga 12% dari berat kering,
selebihnya adalah resin, yaitu sekitar 188% atau
lebih dari berat kering. Sedangkan kelompok kayu
kemedangan adalah kayu gaharu yang paling
sedikit mengandung minyak (sekitar 0,1% dari berat
kering) dan resin sekitar 8% dari berat kering. Oleh
sebab itu berat jenis kayu kemedangan mendekati
berat jenis kayu gaharu tanpa isi, yaitu sekitar 0,3.
Harga kayu yang dipasarkan oleh
pedagang di Jakarta beberapa bulan lalu dapat
mencapai lebih dari Rp 600 juta/kg, sementara
pembelinya dapat menjual barang yang sama di
China dengan harga lebih dari US$ 100.000/kg.
Harga kayu gaharu dari kelompok kelas super
di Jakarta umumnya dipasarkan di bawah US$
20.000/kg. Kayu gaharu dari kelompok kelas A,
B dan C memiliki keragaman harga yang sangat
lebar, mulai dari US$ 250 hingga US$ 3.000/kg.
double super
super
double super
double super
double super
double super
Aquilaria malaccensis Gyrinops spp.
Gambar 1. Struktur anatomi kayu gaharu
Gambar 2. Contoh kayu gaharu super
Kegunaan Gaharu
Penggunaan kayu gaharu secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pengobatan
Kayu gaharu telah digunakan untuk pengobatan
sejak abad ke-3 oleh bangsa China dan Jepang
(Wikipedia, 2008). Kemudian menyebar kebangsa
lainnya, seperti India, Yunani dan Arab. Kayu gaharu
digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit
gangguan pencernaan, ginjal, paru, hati dan
jantung. Jenis kualitas gaharu yang digunakan
untuk pengobatan umumnya berasal dari kualitas
baik, yaitu kelas A, atau .
Konsumsi obat dari kayu ini dilakukan dengan
mengunyah serpihan gaharu, atau merebus
serpihan gaharu, kemudian meminum larutan
ekstraknya. Cara lain yang paling banyak dilakukan
dewasa ini adalah menghirup asap dari bakaran
kayu gaharu atau dikenal dengan istilah aroma
terapi.
Super Double Super
FORPro10
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
2. Meditasi
Penggunaan kayu gaharu untuk keperluan
meditasi dilakukan oleh hampir seluruh pemuka
agama di dunia. Kualitas gaharu yang digunakan
untuk keperluan ini sangat beragam, mulai dari
yang paling baik ( ) untuk patung dan
tasbih, hingga kualitas rendah, bahkan gaharu
sintetik banyak digunakan sebagai pengharum
ruang peribadatan.
3. Parfum dan Dupa
Penggunaan kayu gaharu untuk parfum
umumnya dilakukan melalui pengolahan destilasi
serpihan gaharu menjadi minyak. Minyak yang
dihasilkan kemudian digunakan sebagai parfum
atau bahan campuran parfum. Bahan baku kayu
gaharu untuk pembuatan minyak umumnya ber-
asal dari kelas gaharu rendah, terutama keme-
dangan dan kelas tanggung campur (TGC). Bahan
baku dari kelompok kelas ini memiliki batasan harga
maksimum sekitar Rp 100.000/kg. Batasan ini dapat
berubah di masa mendatang bila harga minyak
gaharu dapat meningkat secara nyata.
Limbah penyulingan minyak gaharu berupa
serpihan kecil atau serbuk selanjutnya dimanfaat-
kan sebagai bahan baku untuk pembuatan dupa.
Serbuk tersebut biasanya dicampur dengan
perekat (kanji) dan bahan pewangi, kemudian
dicetak menjadi dupa menurut bentuk dan selera
konsumen.
Dalam dekade terakhir banyak dijumpai produk
kayu gaharu sintetik. Kayu gaharu jenis ini secara
umum terdiri dari dua kelompok produk, yaitu
kelompok murni sintetik dan kelompok semi
sintetik. Kelompok murni sintetik diawali dengan
melakukan ekstraksi resin pada serbuk gaharu
dengan pelarut metanol, kemudian resin yang
diperoleh ditingkatkan konsentrasinya dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam kayu gaharu
kualitas rendah dengan cara impregnasi. Produk
kayu gaharu sintetis ini biasa dikenal dengan
istilah ” ” atau disebut BMW
(Gambar 3). Cara ini mampu meningkatkan
kandungan resin dan kualitas kayu gaharu,
sehingga harga kayu gaharu yang semula bernilai
sekitar Rp 30.000/kg dapat meningkat hingga
mencapai lebih dari Rp 1.000.000/kg.
Kelompok gaharu semi sintetik adalah produk
gaharu yang diperoleh melalui perlakuan
gangguan fisis pada pohon gaharu dewasa dengan
atau tanpa diikuti perlakuan inokulasi. Setelah
Double Super
Black Magic Wood
Gaharu Sintetik
Gambar 4. Contoh gaharu semi sintetis hasil inokulasi
Gambar 3. Contoh gaharu murni sintetik (BMW)
FORPro 11
DAFTAR PUSTAKA
______. 1999. Plant Resources of South-East Asia No.
1 9 : E s s e n t i a l - o i l p l a n t s . P r o s e a
Foundation. Bogor.
______. 2007. Factual information about cultivated
agarwood. http://www.traffic.org/ news/
press releases/wood. Diakses tanggal 5 April
2008.
Donovan, D. dan R. Puri. 2004. Learning from
traditional knowledge of non-timber forest
products: PenanBenalui and the autecology
of in Indonesian Borneo. EcologyAquilaria
infeksi pada pohon berlangsung selama lebih dari
satu tahun atau sudah terjadi pembentukan
gaharu, pohon ditebang, kemudian bagian kayu
yang mengandung gaharu dipisahkan dari jaringan
lainnya (Gambar 4). Menurut Donovan dan Puri
(2004) teknologi inokulasi telah dikembangkan di
India sejak tahun 1930-an. Kayu gaharu dari
kelompok ini umumnya mengandung sedikit
minyak dan resin, serupa dengan kelas
kemedangan atau TGC. Harga kayu sintetik ini
berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 1.500.000/kg,
setara dengan harga kayu gaharu alam kualitas
rendah.
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
and Society 9(3): 3. [online] URL: http://www.
ecologyandsociety.org/vol9/iss3/art3/
Sidiyasa, K. dan S. Suharti. 1998. Potensi jenis pohon
penghasil gaharu. Prosiding Lokakarya
Pengembangan Tanaman Gaharu. Direktorat
Oleh : Andianto*
ENAM JENIS POHONBERKHASIAT OBATDANKEBERADAANNYA
ENAM JENIS POHONBERKHASIAT OBATDANKEBERADAANNYA
ArtikelArtikel
Bu d a y a
p e n g o b a t a n
t r a d i s i o n a l
dengan memanfaat-
kan bagian-bagian
tanaman sudah lama
teruji dan tumbuh
b e r k e m b a n g d i
Indonesia. Dalam per-
kembangannya, di-
kenal istilah jamu, kemudian dikenal dengan
adanya obat herbal terstandar (OHT), dan
terakhir yang kita kenal dengan istilah
fitofarmaka. Ketiganya merupakan tingkatan
produk obat-obatan yang berasal dari
tumbuhan. Jamu dapat dibedakan dengan obat
tradisional lainnya karena jamu belum
mengalami proses standardisasi bahan baku.
Menurut Poerwadarminta (1976) jamu adalah
obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-
daunan, kulit dan sebagainya atau bahan obat-
obatan dari tumbuhan. Standardisasi bahan
baku sangat diperlukan dalam uji praklinik
maupun uji klinik sebagai persyaratan untuk
mendapatkan status fitofarmaka yang setara
dengan obat konvensional yang dapat
diresepkan oleh dokter.
Slogan “kembali ke alam” mendasari pengguna-
an bahan tumbuhan sebagai pengobatan
tradisional saat ini. Kesadaran adanya efek samping
bila mengkonsumsi obat konvensional (modern)
dalam waktu yang lama, bahan alam yang relatif
murah dan kemudahan memperolehnya, serta
kenyataan adanya penyakit tertentu yang belum
dapat diobati dengan obat modern menjadi sekian
alasan mengapa obat bahan alami mulai kembali
digunakan.
Pemanfaatan hasil hutan di Indonesia belumlah
mampu menggali potensi sumber daya alam secara
optimal. Hal ini dibuktikan dengan lebih
dominannya konsumsi hasil hutan berupa kayu
dibandingkan hasil hutan non kayu atau hasil hutan
ikutan lainnya. Salah satu hasil hutan ikutan
diantaranya berupa bahan kimia alami yang berasal
dari jenis-jenis tanaman hutan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku obat. Sebagai
wilayah mega biodeversity, tidak dipungkiri bahwa
hutan di Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis
tumbuhan. Dari sekitar 30.000 jenis tumbuhan di
Indonesia, tidak kurang dari 1.000 jenis diantaranya
diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku
obat (Hamid , 1990 dalam Zuhud, 1991).
Tumbuhan obat adalah jenis tumbuhan yang
berpotensi sebagai bahan baku obat bahan alam
maupun modern (Dalimartha, 2008). Diantara
tumbuhan yang berkhasiat obat tersebut diketahui
87 jenis adalah pohon hutan (Jafarsidik, 1986).
Komponen kimia tumbuhan terbagi ke dalam
beberapa golongan senyawa yang sebagian besar
merupakan bahan ekstraktif tumbuhan. Zat
ekstraktif merupakan produk akhir proses
metabolisme yang terbagi ke dalam dua kategori,
yaitu metabolisme primer dan metabolisme
sekunder. Metabolisme primer merupakan susunan
kimia sederhana (gula, asam amino, lemak
sederhana) dan terdapat pada semua tanaman
serta jumlahnya bergantung pada jenis, gen, unsur
et al.
FORPro12
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial. Jakarta.
Wikipedia. 2008. Agarwood. http://en.wikipedia.
org/wiki/Agarwood. Diakses tanggal 12 April
2008.
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
hara, iklim dan taksonominya tidak berbeda. Pada
metabolisme sekunder penyebaran senyawanya
terbatas (hanya ada pada jenis tertentu) dan
campuran senyawanya lebih kompleks (seperti
tanin, lignin, lemak, terpen), serta taksonominya
berbeda. Golongan senyawa ekstraktif tersebut
dikenal dalam beberapa kelompok senyawa,
yaitu : 1. kelompok terpens dan terpenoids
seperti resin, minyak atsiri; 2. gabungan senyawa
phenolik seperti tanin; 3. lemak seperti minyak
lemak; dan 4. lilin (wax) seperti karet, gum. Terpens
merupakan zat ekstraktif kayu yang mengandung
semua kelas terpen (dari monoterpenes hingga
tetraterpenes, kecuali sesterpena yang merupakan
kelas yang sangat jarang). Terpen merupakan
hidrokarbon murni. Gabungan senyawa phenolik
meliputi tanin, lignin, flavonoids, stilbene dan
quinon. Minyak lemak yang dihasilkan oleh
tumbuhan dikelompokkan dalam senyawa lemak.
Lemak merupakan ester asam karbonat tinggi
(asam lemak) dengan gliserol. Sedangkan lilin
adalah ester asam lemak dengan alkohol tinggi
(Syafii, 2009).
Kelompok senyawa-senyawa yang berasal dari
tumbuhan selain merupakan sumber dari banyak
bahan farmasi dan obat-obatan juga digunakan
sebagai bahan baku industri cat, pewarna, plastik
dan korek api. Kelompok senyawa terpens seperti
resin sebagian dihasilkan dari Famili Dipterocar-
paceae yaitu , , . Jenis
tumbuhan ini menghasilkan produk yang dikenal
dengan damar mata kucing. Produk ini memiliki
komposisi asam damar, damar resin yang berguna
sebagai bahan baku pembuatan korek api,
kembang api, plastik, plester, vernis dan lak. Kopal
juga merupakan produk dari kelompok resin yang
dihasilkan dari pohon yang memiliki
komposisi seperti pinena yang berguna dalam
pembuatan cat, vernis, lak merah dan tinta. Produk
lain dari kelompok resin ini adalah gondorukem,
yang berasal dari suku . Gondorukem
memiliki komposisi kimia anhidrida asam abietat
dan abietat anhidrida yang berguna dalam
pembuatan sabun, campuran cat, tinta, pelitur.
Produk lainnya adalah jernang yang diperoleh dari
jenis yang memiliki komposisi kimia
berupa resin drako yang diperlukan dalam
pembuatan bahan pewarna keramik, marmer, cat
dan keperluan farmasi. Kemenyan juga salah satu
produk yang berasal dari jenis yang memiliki
k o m p o s i s i k i m i a b e r u p a e s te r b e n zo a t ,
benzeldehida, vanilin, asam sinamat dan sterol yang
digunakan untuk obat batuk, obat luka, kosmetik
Shorea Vatica Dryobalanops
Agathis
Pinaceae
Daemanorops
Styrax
dan industri vernis (Syafii, 2009).
Akar wangi, cendana, nilam, kayu putih,
eukaliptus, gandapura, dan kamper menghasilkan
produk minyak atsiri yang berguna untuk bahan
kosmetik, farmasi, aroma pewangi dan insektisida.
Pohon jarak, kemiri, tengkawang dan wijen juga
menghasilkan senyawa lemak yang dimanfaatkan
untuk farmasi, energi, pangan dan kosmetik.
Sedangkan bahan sebagai penyamak dapat
diambil dari berbagai jenis pohon seperti akasia dan
jenis-jenis pohon mangrove. Sebagai bahan karet
dapat diambil dari pohon perca, jelutung, jenis
dan jenis-jenis dari suku Sapotaceae.
Bahan ini dimanfaatkan dalam produk insulator
kabel, pembuatan gigi, perekat, cat dan permen
karet. Gom dihasilkan dari pohon
yang dimanfaatkan dalam
pembuatan perekat, korek api, dan tinta (Syafii,
2009).
Potensi pemanfaatan jenis-jenis pohon sebagai
sumber bahan kimia terutama yang diketahui
berkhasiat obat sudah banyak dikenal, namun
kondisi keberadaan jenis-jenis tersebut di lapangan
dewasa ini belum banyak diketahui. Daerah-daerah
di Indonesia yang menginformasikan data
keberadaan jenis pohon tertentu yang dikenal
berkhasiat obat belum semuanya benar, hal ini bisa
saja karena berbagai perubahan dan kondisi di
lapangan akibat berbagai faktor yang terjadi.
Gencarnya exploitasi menyebabkan tidak sedikit
jenis-jenis tertentu mulai langka atau bahkan tidak
lagi diketahui keberadaannya.
Tulisan ini menyajikan informasi sekilas me-
ngenai keberadaan 6 (enam) jenis pohon ber-
khasiat obat baik yang tumbuh di hutan alam
maupun di areal kebun masyarakat hasil survey
tahun 2005 hingga tahun 2009, serta manfaat
kandungan kimia alami-nya yang disadur dari
beberapa sumber literatur
.
Jenis pohon spp. termasuk dalam
suku Lauraceae. Menurut Rismunandar (1989) suku
Lauraceae memiliki ciri pohon mulai kulit batang
hingga ranting yang mengandung minyak atsiri,
daunnya tunggal, berseling dan berwarna hijau.
Pucuk daun ada yang berwarna kemerah-merahan.
Bunga kecil berkelamin dua berwarna hijau atau
kuning. Bentuk buah buni, berbiji satu, berdaging
bulat memanjang. Kostermans (1957) me-
ngelompokkan 2.000 hingga 2.500 jenis anggota
Palaqium
Acasia, Sterculia
dan, Swietenia
Cinnamomum
A. P a k a n a n g i / K i s e r e h (
)
C i n n a m o m u m
parthenoxylon/C. porrectum
FORPro 13
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
famili ke dalam 31 marga (genus)
diantaranya adalah genus , ,
, , dan .
Terdapat sekitar 600 jenis pohon di Indonesia yang
dikenal dan biasa disebut dengan nama daerah
“medang” yang di dalamnya termasuk genus
. Dalam Prosea No. 5 (2) tahun 1995
disebutkan bahwa marga (genus) Cinnamomum
beranggotakan sekitar 250 jenis. Heyne (1987),
menyinggung beberapa anggota marga
Cinnamomum diantaranya seperti Bl.,
Nees & Eberm., Bl.,
Bl., Bl., Meissn.,
Bl., dan Breyn.
Pakanangi/Kisereh (
dapat ditemukan di lahan perkebunan
coklat milik rakyat di Desa Namo, dusun Sada Unta,
Gunung Panto Lumba Kec. Kulawi, Kabupaten
Donggala propinsi Sulawesi Tengah. Pohon ini
tumbuh pada lahan dataran tinggi dan
pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 mdpl.
Pohon yang ditemui berdiameter kecil dan
merupakan trubusan dari tunggak pohon
tebangan yang sudah mati.
Pada peninjauan ke lokasi pabrik pengolahan
minyak pakanangi (PT. Artha) tahun 2008 di Desa
Batu Suya, Kecamatan Sindue Kabupaten
Lauraceae
Cinnamomum Sassafras
Litsea Eusideroxylon Cryptocarya Cassytha
Cinnamomum
C. burmanii C.
camphora C. Cassia C. culilawan
C. javanicum C. Parthenoxylon C.
Sintok C. zeylanicum
C. par thenox ylon/C.
porrectum)
Pohon dan batang kayu pakanangi/kisereh
( )C. parthenoxylon/C. porrectum
Donggala, bahan baku yang digunakan umumnya
berupa tunggak-tunggak dan akar pohon
pakanangi yang berasal dari daerah Kabupaten
Poso, dan sekitar Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi,
Sulawesi Tengah. Penyelamatan/pelestarian jenis
pohon pakanangi perlu segera dilakukan karena
saat ini keberadaannya sudah sangat sulit
ditemukan. Penghentian pengolahan minyak
pakanangi perlu dipertimbangkan apabila tidak
ada upaya budidayanya. Apabila hal ini dibiarkan
berlangsung, dikhawatirkan jenis pohon pakanangi
nasibnya akan serupa dengan jenis pohon eboni
yang sudah masuk dalam jenis yang dilindungi.
B. Kulilawang/Kulilawan ( )C. halmaherae
Pohon berkhasiat obat dengan nama setempat
kulilawan ditemukan pada areal hutan adat di Desa
Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku
Tengah. Hutan adat ini berada di bawah lereng yang
berbatasan dengan daerah luar kawasan Taman
Nasional Manusela. Saat ditemukan terdapat sekitar
10-15 pohon dan kurang lebih 20-25 anakan
kulilawan (sapling) dengan kondisi tapak hutan
berupa batu-batu berkarang. Berdasarkan hasil
identifikasi pada herbarium Puslitbanghut Hutan
dan Konservasi (Puskonser) Bogor, nama botanis
pohon ini adalah
Kosterm.
Berdasarkan informasi masyarakat setempat,
pemungutan kulit kulilawan dilakukan dengan cara
menebang pohon hingga roboh. Hal tersebut
mengakibatkan keberadaan pohon kulilawan di
Desa Telutih Baru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten
Maluku Tengah semakin berkurang dan sulit
ditemukan. Sepuluh tahun silam, di sekitar daerah
ini pernah terdapat usaha penyulingan minyak
kulilawan yang dikelola oleh masyarakat setempat.
Karena bahan baku semakin berkurang, usaha ini
akhirnya gulung tikar dan saat ini usaha demikian
sudah tidak ditemukan lagi. Selain kulilawan, di
daerah ini juga terdapat jenis pohon lain dengan
nama daerah kanini, kole, linghua, kenari, kayu besi
dan meranti. Masyarakat memanfaatkannya untuk
bahan pembuatan rumah, kayu bakar dan
pembuatan perabot rumah tangga. Pada lahan
areal hutan adat ini sudah banyak ditanami jenis-
jenis pohon perkebunan seperti cengkeh, coklat
dan jati super.
Hasil peninjauan di Desa Negeri Lima,
Kecamatan Leihitu di kabupaten yang sama
ditemukan sejenis pohon dengan ciri kulit batang
mengeluarkan bau harum balsam. Namun
Cinnamomum halmaherae
FORPro14
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
Daun dan kayu Kulilawan (C. halmaheirae Kosterm)
demikian jenis pohon ini belum diketahui nama
setempatnya dan belum dimanfaatkan sebagai
tanaman obat oleh masyarakat. Hasil identifikasi
contoh herbarium, pohon ini memiliki nama
botanis A.Gray suku
. Kurangnya pengetahuan masyarakat
setempat mengenai jenis-jenis pohon yang
memiliki khasiat obat menyebabkan ketidak
pedulian terhadap jenis ini, sehingga pemanfaatan
pohonnya hanya sebatas untuk pembuatan
rumah.
Produk dari beberapa jenis pohon
umumnya berasal dari bagian kulitnya yang berasa
manis, sehingga kebanyakan masyarakat menyebut
jenis ini dengan pohon kayu manis. Kulit kayu manis
padang adalah kulit batang dalam
perdagangan dikenal dengan nama
dengan bau khas aromatik, rasa agak manis, agak
pedas dan kelat. Jenis dalam dunia
perdagangan dikenal dengan .
Jenis yang asli Indonesia dalam
perdagangan diberi nama padang kaneel atau
eks. padang. Jenis Blume banyak
ditemukan di Jawa Barat dan Tengah. Sedangkan
Blume asli dari Ambon (Rismunandar,
1989).
Menurut Anonim (2007), penyebaran
di Indonesia banyak terdapat di daerah
Sumatera, khususnya di daerah Provinsi Sumatera
Barat dan Kabupaten Kerinci. Pohon kayu manis di
Sumatera disebut dengan holim, holim manis,
modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis
(Melayu), madang kulit manih (Minangkabau). Di
Jawa dikenal dengan huru mentek, di kalangan
masyarakat suku Sunda dikenal dengan kiamis,
kanyengar (Kangean), dan di daerah lain seperti
kesingar (Nusa Tenggara), kecingar, cingar (Bali),
onte (Sasak), kaninggu (Sumba), Puundinga
(Flores). Selanjutnya dijelaskan bahwa tanaman ini
juga terdapat di daerah Srilanka, namun kulit
Alphitonia zizyphoides
Rhamnaceae
Cinnamomum
C. burmannii,
Cassia vera
C. zeylanicum
ceylon cinnamon
C. burmanni
cassia vera C. sintok
C.
culilawan
C.
burmannii
C. Kayu Manis ( sp.)Cinnamomum
batangnya lebih tipis dari kulit batang
yang ada di Indonesia. Dikenal 2 varietas
, varietas pertama yang berdaun muda
berwarna merah pekat dan varietas kedua berdaun
hijau ungu. Varietas pertama terdiri dari 2 tipe, yaitu
tipe pucuk merah tua dan tipe pucuk merah muda.
Varietas yang banyak ditanam di daerah pusat
produksi di Sumatera Barat dan Kerinci adalah
varietas pertama. Varietas kedua hanya didapat
dalam jumlah populasi yang kecil. Kayu manis
pucuk merah mempunyai kualitas yang lebih baik,
tetapi produksinya lebih rendah daripada kayu
manis yang berpucuk hijau.
Meskipun keberadaan pohon kayu manis
awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah
banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan,
dan pekarangan penduduk. Kegunaan dan manfaat
jenis kayu ., seperti kayu manis
sangat luas dan kandungan kimianya telah banyak
diinformasikan. Bahan aktif pada kayu manis adalah
eugenol dan safrol yang ditemukan pada kayu atau
kulit (Putra, 2005) dalam Triantoro dan Susanti
(2006). Menurut Sastrohamidjojo (
2005) dalam Triantoro dan Susanti (2006)
disebutkan bahwa komponen senyawa kimia yang
diperoleh dari kayu kulilawan ( .)
hampir sama dengan senyawa kimia yang berasal
dari kulitnya, yaitu eugenol (69,0%) dan safrol
(21,0%). Eugenol dan safrol tidak hanya terdapat
pada tanaman kulilawang dan masoi tetapi juga
pada pala ( ), kayu manis
( , cengkeh ( ), dan
sirih ( . Di Indonesia banyak pohon
penghasil minyak atsiri yang
mengandung komponen safrole (Sumadiwangsa,
2006). Hasil penelitian Triantoro dan Susanti (2006)
pada Kulilawan menunjukkan bahwa eugenol kayu
teras di bagian pangkal (66,23%) lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian ujung (34,36%), dan
sebaliknya safrol berkadar lebih tinggi pada bagian
ujung (12,10%) dibandingkan dengan bagian
pangkal (9,56%). digunakan sebagai
bahan baku farmasi, yaitu sebagai obat analgesik
lokal dan antiseptik. Selain itu disebutkan pula
bahwa eugenol dapat dikonversi menjadi senyawa
turunan amfetamin maupun L-DOPA (dihidroksi
fenil alanin) yang dikenal sebagai obat parkinson.
Safrole dapat digunakan sebagai bahan baku pada
pembuatan tropical antiseptik dan ekstasi
(Triantoro dan Susanti, 2006). Beragamnya
kegunaan senyawa safrole mengindikasikan
perlunya kehati-hatian dalam penggunaan jenis
kayu .
C. burmannii
C.
burmannii
Cinnamomum spp
Personal comm.,
C.culilawane Bl
Myristica fragrans
C.burmanii) Sizygium aromatica
Piper betle)
Cinnamomum
Cinnamommum
Eugenol
FORPro 15
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
Masyarakat Kabupaten Solok di Sumatera Barat
sebagian besar memanfaatkan pohon kayu manis
untuk diambil kulitnya. Pemanfaatan batang pohon
kayu manis umumnya digunakan untuk kayu bakar
dikarenakan kayunya yang cepat mengalami
retakan, sehingga sebagian kecil masyarakat
memanfaatkannya sebagai kayu pertukangan.
Pohon kayu manis ( Camm dan
Blume) banyak tumbuh di Desa/Jorong
Bukit Gompong, Petak Tinggi, Koto Gadang Talang,
Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Pohon ini
ditemukan di areal lahan perkebunan swasta, hutan
alam serta hutan rakyat. Tumbuh pada lahan yang
datar hingga dataran tinggi dan pegunungan,
dengan ketinggian sekitar 900 mdpl. Tinggi pohon
berkisar antara 4 - 15 m dengan diameter pangkal
batang antara 7-50 cm. Potensi pohon kayu manis
cukup tersedia di daerah setempat, terlihat pada
pekarangan dan kebun masyarakat dan merupakan
usaha sampingan selain menanam tanaman
kebun/ladang.
Selain di Kabupaten Solok, pohon kayu manis
juga tumbuh di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi
Selatan pada areal lahan pekarangan rumah dan
kebun warga. Jenis yang ditemui adalah
Miq., Blume dan
Miq. Jenis-jenis ini tumbuh pada lahan
yang datar hingga dataran tinggi dan pegunungan
dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Tinggi pohon
berkisar antara 3 - 15 m dengan diameter pangkal
batang antara 8 - 25 cm. Potensi pohon kayu manis
cukup tersedia di daerah setempat (desa Cindranae
dan sekitarnya).
C. coriaceum
C.burmanii
C.subavenium C.inners Reinw ex.
C.celebicum
Di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi
Tengah juga ditemukan pohon kayu manis
( ). Pohon ini ditemukan di areal lahan
hutan yang sudah dibuka menjadi lahan
perkebunan coklat milik rakyat. Tumbuh pada lahan
dataran tinggi dan pegunungan dengan ketinggian
sekitar 800 mdpl. Jenis kayu manis yang ada di
daerah ini merupakan hasil penanaman masyarakat
pada tahun 1972 yang merupakan jenis tanaman
dalam program reboisasi saat itu. Namun saat ini
pohon kayu manis digantikan dengan jenis
tanaman perkebunan (coklat), sehingga pohon
kayu manis yang terdapat di daerah ini hanya
merupakan sisa hasil penanaman tahun 1972 yang
belum di tebang.
Di Kecamatan Kedungbanteng, Desa Windujaya,
Dusun Peninis yang terletak di lereng Gunung
Slamet-Jawa Tengah, pohon kayu manis didominasi
oleh yang dikenal dengan nama
setempat Keningar dan yang dikenal dengan
manis atau ki teja. Tinggi pohon tercatat antara
10 - 15 m dan diameter pangkal batang antara
25 - 30 cm. Umur pohon diperkirakan 15-30 tahun.
Daerah ini memiliki curah hujan tercatat rata-rata
3000-4000mm/tahun (type B). Pohon kayu manis
tumbuh pada lahan dataran tinggi dengan
ketinggian 500-1000 mdpl, dimana suhu udara
berkisar antara 24,4 - 30,9 C. Kondisi lahan setempat
memiliki kemiringan lereng sekitar 25-40% yang
merupakan zona pegunungan Serayu utara yang
sebagaian besar tertutup oleh endapan Gunung
Slamet dengan jenis tanah latosol coklat. Daerah
setempat merupakan daerah aliran sungai (DAS)
Serayu, Sub Das Logawa.
Salah satu jenis tumbuhan yang juga diketahui
berkhasiat obat adalah Pulai ( sp.). Jenis ini
termasuk ke dalam suku . Secara
hirarki taksonomi jenis ini berturut-turut termasuk
ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta,
Klas Magnoliopsida, Ordo Gentianales, Suku/famili
dan Genus (Anonim, 2008).
Dari sekitar 40 hingga 60 jenis pohon spp.
yang dikenal dengan nama Pulai diantaranya
adalah
dan yang
terkenal adalah (L.) R.Br. (Anonim, 2008).
Salah satu jenisnya, yaitu (pulai
rawa) dapat mencapai diameter 100 cm dengan
tinggi 40-50 m, mempunyai banir dan batang
C.burmanii
C.burmanii
C.iners
Alstonia
Apocynaceae
Apocynaceae Alstonia
Alstonia
A. macrophylla, A. angustiloba, A. angustifolia,
A. spatulata, A. elliptica, A. oblongifolia, A.
pneumatophora, A. scholaris, A. costaca
A.scholaris
A.pneumatophora
0
D. Pulai ( sp.)Alstonia
Pohon, daun dan batang kayu manis
( sp.) di Kabupaten Banyumas - Jawa TengahCinnamomum
Pohon dan batang kayu manis ( sp.)
di Kabupaten Solok - Sumatera Barat
Cinnamomum
FORPro16
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
bergalur berwarna abu-abu hingga putih. Jenis
kayu ini cocok untuk ukiran, peti dan kayu lapis.
Jenis ini memiliki akar nafas yang besar dan
panjang, sehingga dikenal dengan pulai rawa.
Bagian kulit mengandung alkaloid
sebagai bahan obat. Kayunya banyak digunakan
untuk papan tulis sekolah, sehingga dinamakan
scholaris. Pohon dapat mencapai tinggi
lebih dari 40 m, batang pohon tua beralur sangat
jelas, sayatan berwarna krem dan banyak
mengeluarkan getah berwarna putih (Anonim,
2001) Jenis umumnya disebut dengan
pulai gading (Pulai putih) dan tersebar luas
terutama di Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat
(Anonim, 2008). Genus terdiri dari sekitar
40 jenis, dimana dua jenis merupakan tumbuhan
asli di daerah tropis Afrika, empat jenis di Australia,
sekitar 15 jenis di daerah Pasifik, 12 jenis di daerah
Malesiana dan sisanya di benua Asia. (Rudjiman
., 1994). Selanjutnya diinformasikan bahwa kulit
jenis ini mengandung latex yang penting dan sering
digunakan sebagai obat tradisional, di daerah Fiji
digunakan untuk mata yang bermasalah, kulitnya
digunakan untuk melawan malaria dan bahan
obat penenang di Pilipina dan jenis ini begitu
populer di India dan Jawa untuk penyakit diare
dan disentri. Heyne (1987) mencatat bahwa di
Indonesia terdapat 11 jenis , yaitu
Miq, Wall,
M i q , M i q , M i q ,
Backer, Miq,
R. BR., BL., dan
Miq).
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu
wilayah dimana dapat ditemui keberadaan pohon
jenis pulai. Tiga jenis pulai yang dapat ditemui
di daerah ini adalah pulai putih ( ),
pulai hitam ( ) dan pulai rawa
( ). Selain di kawasan hutan
KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus)
Balai Penelitian Kehutanan Palembang, tegakan
pulai rawa ( ) terlihat tumbuh di
sudut pinggiran jalan arah ke luar kota.
Pohon Pulai diinformasikan banyak digunakan
sebagai bahan obat-obatan. Menurut Heyne (1987)
getah dimanfaatkan untuk
penyembuhan luka bernanah, dan kulit
dapat digunakan untuk membersihkan lambung
dari lendir, mengobati perut kembung dan
pembengk ak an l impa. Jenis
mengandung tiga senyawa alkaloid yaitu ditamine,
echitamine (ditaine), Echitenines, beberapa
senyawa lemak dan resin, sedangkan dalam
A.scholaris
A.scholaris
A.scholaris
Alstonia
et
al
Alstonia
A.acuminata A.angustifolia A. angustiloba
A . e x i m i a A . g r a n d i f o l i a
A.pneumatophora A.polyphylla
A.scholaris A.spathulata A.villosa
(Blaberopus villosus
A. scholaris
A. angustiloba
A. pneumatophora
A. pneumatophora
A.pneumatophora
A.scholaris
A . s c h o l a r i s
penggunaan sebagai obat kulitnya dimanfaatkan
untuk obat tradisional sebagai obat diare dan
disentri (Grieve, 2009). Menurut Anonim (2008),
kulit mengandung alkaloida ditanin,
ekitamin (ditamin), ekitanin, ekitamidin, alstonin,
ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin dan triterpen,
sedangkan daunnya mengandung pikrinin, dan
bunga pulai mengandung asam ursolat dan lupeol
yang dapat mengatasi borok, bisul, rasa sakit
setelah melahirkan (nifas), beri-beri dan payudara
bengkak karena bendungan ASI. Kulitnya
diberitakan dapat mengatasi demam, malaria,
limpa membesar, batuk berdahak, diare, disentri,
kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut,
kolik, kencing manis, tekanan darah tinggi, wasir,
anemia, gangguan haid, rematik akut.
Famili dari beberapa jenis penghasil gaharu
adalah genus ,
dan . tercatat
memiliki 12 jenis. Jenis dari
diantaranya adalah
Manfaat gaharu dikelompokkan ke dalam
penggunaan obat-obatan, parfum dan kosmetika
(Anonim, 2002). Menurut Sidiyasa dan Suharti
(1987) dalam Anonim (2002), selain jenis tumbuhan
spp. dan spp., gaharu dapat
diperoleh dari jenis-jenis tumbuhan seperti
spp; spp; spp;
spp; dan spp. Dalam buku
(1960) tercatat bahwa fami l i
terdiri dari beberapa genus, yaitu
,
dan
Di sekitar daerah Samboja, Kabupaten Kutai
Kertanegara ditemukan beberapa jenis pohon
penghasil gaharu genus . Batang pohon
ini memiliki diameter berkisar 20 cm - 65 cm
dengan tinggi berkisar 10 m - 25 m. Masyarakat
setempat mengenal 4 jenis pohon penghasil
A.scholaris
Thymelaeaceae Aetoxylon, Aquilaria
Gyrinops Gonystylus Genus Aquilaria
Thymelaeaceae
Amyxa pluricornis Domke,
Gyrinopsis cumingiana, Phaleria Sp., Gyrinops
versteegii (Gilg) DOMKE, Aquilaria malaccensis LAMK.,
A.beccariana VAN TIEGH., dan A.microcarpa BAILL.
Aquilaria Gonystilus
Weikstromia Enkleia Actoxylon
Gyrinops Dalbergia Flora
M a l e s i a n a
Thymelaeaceae
Aquilaria Enkleia, Linostoma, Wikstroemia, Daphne,
Gyrinops, Drapetes, Pimelea Amyxa.
Aquilaria
E. Gaharu ( sp., sp )Aquilaria Gyrinops .
Daun dan kayu pulai putih (A. scholaris)
FORPro 17
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012
(Aquilaria sp.)Pohon dan kayu gaharu
F. Pasak Bumi ( Jack)Eurycoma longifolia
Jenis pohon pasak bumi ( Jack)
termasuk anggota dari suku . Suku
Dayak Kenyah menggunakannya untuk obat sakit
E.longifolia
Simaroubaceae
perut dan demam, suku Banjar menggunakannya
untuk (penunjang stamina) sedangkan
di Thailand digunakan untuk anti malaria. Pasak
bumi sudah merupakan komoditi ekspor (Mandang
dan Andianto, 2005).
aphrodisiac ,
FORPro18
gaharu yang dicirikan dengan penampakan kulit
batang pohon dan bentuk daun, yaitu gaharu
buaya, gaharu tanduk, gaharu air, dan gaharu
beringin. Dari beberapa sumber Herbarium
Wanariset Samboja, diperoleh informasi bahwa di
sekitar daerah Samboja hanya dapat ditemukan
2 jenis pohon penghasil gaharu, yaitu ,
dan . Diinformasikan juga bahwa
belum pernah ditemukan di daerah
Kaltim bagian selatan (Kutai Kertanegara).
Adanya sejumlah masyarakat yang masih
menebang pohon penghasil gaharu yang belum
tentu kayunya mengandung gaharu, dikhawatirkan
akan semakin langkanya jenis-jenis pohon
penghasil gaharu. Dikahawatirkan apabila
penebangan pohon ini terus berlanjut akan
menimbulkan kelangkaan di daerah Samboja.
Kegiatan pembudidayaan anakan pohon penghasil
gaharu, serta penyuntikan pohon guna mendapat-
kan kandungan gaharu sudah diupayakan saat ini.
Pohon gaharu ( ) juga
ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur di
wilayah kerja RPH Anfoang selatan pada tanah yang
berbatu kapur keras yang minus air. Tinggi pohon
sekitar 4 - 6 m dan diameter antara 15 - 20 cm. Pohon
ini banyak tumbuh di hutan alam kawasan lindung
yang mutlak tidak boleh ada kegiatan produksi.
Umumnya tumbuh pada daerah tanah berbatu,
miskin hara dan air.
A.beccariana
A.microcarpa
A. Malaccensis
G.versteghii, G.cumingiana
Pohon pasak bumi dapat ditemukan di desa-
desa Kecamatan Bangkinang Barat -Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Ditemukan di kebun karet
rakyat yang berumur kurang lebih 15 tahun. Pohon
ini memiliki ketinggian sekitar 0,5 - 9 m dengan
diameter pangkal batang 1-12 cm, adapun ukuran
diameter pangkal akar berkisar 1-15 cm dan
panjang akar 45 - 245 cm.
Lokasi ditemukannya pasak bumi ini awalnya
merupakan wilayah hutan adat (ulayat). Menurut
informasi salah satu warga setempat, hutan adat
dapat dijadikan areal perkebunan dengan biaya
sangat murah. Untuk lahan seluas 1-2 Ha
masyarakat cukup membayar seharga 300 - 400 ribu
kepada orang yang dituakan, yaitu Nini Mama
(Datuk). Bila keadaan ini berlangsung terus,
dikhawatirkan hutan adat semakin berkurang dan
berubah menjadi perkebunan.
Pohon pasak bumi di daerah ini umumnya masih
berbentuk anakan tingkat tiang (sapling) dan
junmlahnya agak jarang, namun demikian
ditemukan juga pohon dengan akar berdiameter
sebesar ukuran paha orang dewasa dengan
panjang kurang lebih dua meter. Masyarakat sekitar
masih menganggap pohon pasak bumi sebagai
tanaman penggangu (gulma), sehingga pada saat
pembersihan lahan untuk perkebunan maka pohon
pasak bumi banyak yang ditebas. Dikarenakan sifat
pohon yang mudah bertunas diduga akar pasak
bumi berfungsi sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan. Hal ini terlihat pada ukuran
akar yang umumnya hampir sama atau lebih besar
dari ukuran batang pohon. Pohon pasak bumi
berbuah pada bulan Juni, namun belum diketahui
kapan mulai dan berakhir menghasilkan buah.
Pohon dan akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.)
Penutup
Sejalan dengan perkembangan industri obatmaupun farmasi yang berbahan baku tumbuhan(herbal), maka seiring itu pula eksploitasi terhadaptumbuhan berkhasiat obat gencar dilakukan yangnotabene hingga saat ini masih banyak yang
Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 �
berasal dari hutan alam. Usaha secara bijaksanamelalui pengkayaan atau penanaman jenis-jenispohon berkhasiat obat secara intensive perlusegera dilakukan guna mencegah dan mengurangilangkanya jenis-jenis pohon tersebut terutamajenis-jenis tertentu yang sangat bernilai ekonomis.Sudah saatnya program pembangunan HutanTanaman Industri (HTI) juga diarahkan kepadaupaya pemenuhan bahan baku industri obat danfarmasi.
Sumber Bacaan
Anonim, 2001. I nformasi s ingk at benih.No.2.Alstonia scholaris (L) R.Br. IndonesiaForest Seed Project. T.H.R. Ir.H. Juanda.Bandung. http://www. dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/ Alstonia_scholaris.pdf. diakses tgl. 27-10-2009. jam 11.58.
_____. 2002. Rekomendasi Strategi GenerikPengembangan Industri Gaharu. Biro Kerja-sama Luar Negeri dan Investasi. SekretariatJenderal. Departemen Kehutanan.
_____. 2007a. Kayu Manis, http : //www.wikipedia.org., diakses 26 April 2007.
_____. 2007b. (http :
//www.usda.com., diakses 27 April 2007.
_____. 2008a. Jenis poh Pulai.http:// pule3.wordpress.com/ diakses tgl 27-10-2009 jam12.10
_____. 2008b. Kenalilah Pulai (Alstonia sp.).......(Bagian III) . Teknik silvikultur.http://ozonsilampari.wordpress.com/2008/02/01/diakses tgl. 27-10-2009. jam 12.05
_____. 1995. PROSEA. Plant Resources of South-EastAsia No 5 (2). Timber trees: Minor commercialtimbers. Bogor Indonesia.
_ _ _ _ _ . 1 9 6 0 . Fl o r a M a l e s i a n a . S e r i e s I .Spermatophyta Flowering Plants. Vol 6, part6. Wolters-Noordhoff Publishing. Groningen,The Netherlands.
Dalimartha, S. 2008. Jamu, Dahulu, Sekarang, DanMasa Depan. Makalah Semiloka: Jamu,Brand Indonesia. Kementrian koordinatorBidang Perekenomian. Jakarta.
Cinnamomum burmannii Nees&Th.Nees) Nees ex Blume Padang cassia,
FORPro 19
Heyne, K. 1987.Tumbuhan berguna Indonesia. JilidII. Terjemahan. Badan Litbang Kehutanan,Jakarta.
Jafarsidik, Y.1986. Potensi tumbuhan hutan (pohon)penghasil obat tradisional. Prosiding diskusipemanfaatan kayu kurang dikenal. 13-14Januari, 1987. Cisarua, Bogor. Badan LitbangKehutanan, Bogor.
Kostermans, A.J.G.H. 1957. PENGUMUMAN.Communication. Balai Besar PenjelidikanKehutanan Indonesia. Nr 57. Lauraceae. BalaiBesar Penjelidikan Kehutanan Indonesia.Bogor.
Mandang, Y.I. dan Andianto. 2005. Identifikasi jeniskayu berkhasiat obat. Laporan Hasil Peneliti-an. Pusat Penelitian dan pengembanganTeknologi Hasil Hutan. Belum dipublikasikan.
Poerwadarminta, J.W.J.S. 1976. Kamus umumbahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka. Jakarta.
Rudjiman, Gintings, N., Martawijaya, A., Ilic, J. 1994.Plant Resources of South-East Asia 5. (1)Timber trees: Major commercial timbers. P.82-90. PROSEA. Bogor.
Rismunandar, 1989. Kayu Manis. Penebar Swadaya.Jakarta.
Syafii,W. 2009. Kontak personal dan Bahan kuliahPemanfaatan Komponen Kimia Hasil Hutan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumadiwangsa S, E . 2006. Laporan MengikutiSecond Regional Survey Meeting on Safrole-Rich Essential Oils. 28-30 September 2006.Kuala Lumpur, Malaysia.Tidak diterbitkan.
Triantoro, R.G.N. dan Susanti, C.M.E. 2006.Kandungan bahan aktif kayu kulilawang( .) dan Masoi( ). Makalah padapelatihan fungsional peneliti tingkat pertamaangkatan XXXV-LIPI, Cibinong. Tidakditerbitkan.
Zuhud, E.A.M. 1991. Pelestarian pemanfaatantumbuhan obat hutan tropis Indonesia.Kerjasama Jurusan Konservasi SumberdayaHutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor danYayasan Pembinaan Suaka Alam danMargasatwa Indonesia, Bogor.
Cinnamomum culilawane BlCryptocaria massoia
� Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012