voc

Upload: yogha-aldy

Post on 10-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

VOC

TRANSCRIPT

Perlawanan terhadap VOC diNusantara

PadaabadXVII negeri Belanda menjadi negara perdagangan terbesar di Eropa, tiga perempat dari muatan seluruh kapal pengangkut barang ke Eropa dikuasai Belanda. Semua itu tidak lepas dari peran Jan Pieterszoon Coen sebagai Gubernur Jendral VOC yang memberlakukan politik monopoli dalam perdagangan rempah-rempah diNusantara, Coen juga melakukan kekerasan untuk menjalankan kebijakannya, dia tidak segan-segan memerangi bahkan menghancurkan pihak yang tidak mengikuti aturannya, seperti penduduk Banda yang dibantai karena melakukan penyelundupan.Sementara itu Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam militer untuk semakin menancapkan pengaruhnya atas perdagangan di Nusantara. VOC membuat perjanjian-perjanjian perdamaian, pembangunan benteng-benteng, dan kekuatan angkatan laut yang kuat. Dirasa belum cukup, VOC menjadi semakin agresif, khususnya di daerah penghasil komoditas ekspor untuk Eropa. Hal tersebut tentu saja menimbulkan perlawanan dari berbagai daerah, seperti di Kepulauan Maluku,Sulawesi Selatandan Jawa.

Perlawanan di MalukuTahun 1635 timbul perlawanan di Ambon dipimpin oleh Kakiali, murid Sunan Giri di Jawa yang juga seorang Kapitan Hitoe (pemimpin masyarakat Hitu di bawah Belanda) . Awalnya pemberontakan ini menyulitkan pihak VOC, karena kekuatan militer yang tidak begitu memadai di Kepulauan Maluku, maka dengan siasat berusaha memadamkan pemberontakan tersebut yaitu dengan mengundang Kakiali ke kapal VOC, lalu menangkap dan menahannya. Namun hal itu justru membuat penduduk semakin marah, danperlawanan terhadap VOCpun menguat, sehingga pada 1637 Antonio van Diemen (Gubernur Jendral saat itu) membebaskan Kakiali, dan memberikan kembali jabatannya. Perang pun berhenti, namun persaan benci terhadap VOC tidak bisa padam.Setelah van Diemen meninggalkan meninggalkan Maluku, Kakiali membentuk persekutuan antara penduduk Hitu, orang-orang Ternate yang berada di Hoalmoal, dan Kerajaan Gowa serta kembali mendukung perdagangan-perdagangan gelap.Pada tahun 1638, van Diemen kembali ke Maluku agar Raja Ternate mau memberi VOC hak monopoli penuh atas dan kekuasaande factodi Maluku Selatan serta dihentikannya penyelundupan dengan imbalan 4000 real pertahun bagi Raja Ternate dan diakui kedaulatannya di Seram dan Hiu. Tuntutan ini tidak mencapai kata sepakat, sehingga hubungan dengan VOC kembali memanas dan pada 1641 Kakiali bersama sekutunya melakukan perlawanan, namun perlawanan tersebut salahmomentum, karena Belanda telah menguasai Malaka sehingga lebih mudah mengirimkan bala bantuan ke Maluku, saat itu VOC menjanjikan akan memberikan hadiah bagi siapa saja yang dapat membunuh Kakiali, dan Kakiali pun tewas tahun 1643 pada malam hari dengan cara ditusuk golok di tempat tidurnya sendiri oleh seorang berkebangsaan Spanyol yang membelot dari pihak Kakiali. Perlawanan dari rakyat Hitu baru berhenti ketika Telukabesi, pemimpin perlawanan Hitu yang terakhir menyerah dan bersedia masuk Kristen, namun begitu tetap dieksekusi mati pada September 1646.Setelah Hitu, di Ternate tahun 1650 terjadi perlawanan dari rakyat dipimpin oleh Saidi. Sultan Mandarsyah yang dianggap terlalu dekat dengan VOC diturunkan dari tahtanya. VOC mengirim de Vlamingh untuk mengembalikan tahta Mandarsyah. Namun hal tersebut justru mengobarkan perang total melawan VOC. Saat itu Ambon menghasilkan cengkih yang sangat banyak,bahkan melebihi kebutuhan konsumsi di seluruh dunia, hal ini dimanfaatkan oleh de Vlamingh dengan membawa Sultan ke Batavia pada Januari 1652 untuk menandatangani perjanjian yang melarang penanaman pohon cengkih di semua wilayah kecuali Ambon, yang diharapkan selain menjadikan cengkih barang langka juga untuk menghindari perdagangan gelap di daerah tersebut, perjanjian itu juga berlaku pada sultan-sultan lain di Maluku, namun sultan tetap mendapat uang konpensasi tiap tahun. Setelah perjanjian tersebut terealisasi, de Vlamingh mulai melakukan perang terhadap gerakan perlawanan mulai tahun 1652 sampai 1658 , dan bisa disebut yang paling berdarah dalamsejarahVOC.Adanya konpensasi bagi para sultan telah memperkuat kedudukan mereka menjadi kuat dan mandiri, seperti halnya Sultan Mandarsyah, yang bahkan menamai anaknya Sultan Amsterdam dan anaknya yang lain ia namakan Rotterdam. Namun demikian, di Maluku bukan hanya masalah persekutuan, seperti halnya kristenisasi yang didiukung sangat ditentang oleh Ternate, sehingga menimbulkan permusuhan keduanya pada 1680, tapi bila dibandingkan dengan persaingan lokal antara Ternate dengan Tidore yang satu agama dan satu etnik, lebih kuat pertentangan pada persaingan lokal.Perlawanan di Sulawesi SelatanSelain di Maluku, perlawanan juga muncul di Sulawesi Selatan, perlawanan menentang VOC adalah Kesultanan Gowa. Gowa menjadi masalah yang cukup serius bagi VOC, karena merupakan kesultanan yang kuat, hal ini ditambah dengan terjadinya aliansipolitikGowa-Tallo, dengan Raja dari Gowa sedangkan Perdana Mentri dari Tallo, sehingga menghasilkan wewenang ganda.Awalnya VOC tidak begitu manaruh minat pada Gowa, namun setelah mengetahui bahwa Gowa begitu strategis, yang letaknya sebagai tempat transit baik bagi kapal-kapal yang berlayar ke Maluku atau dari Maluku selain itu juga terletak antara Malaka dan Maluku yang mana keduanya adalah pusat perdagangan VOC serta pelabuhan yang aman dari gangguan-gangguan Portugis.Seperti kebiasaan VOC, pada awal interaksi dengan Gowa menunjukan sikap baik, namun sedikit demi sedikit mulai menunjukan sifat aslinya, seperti meminta agar tidak lagi menjual beras pada Portugis, menyerang kapal Makassar yang berlayar ke Maluku. VOC juga beranggapan bahwa Gowa merupakan musuh karena tempat memperjualbelikan barang selundupan atas dasar ini VOC melegitimasi tindakannya untuk menguasai Makassar, VOC juga menjalin aliansi dengan seorang pangeran Bugis bernama La Tenritatta to Unru yang lebih dikenal sebagai Arung Palakka yang melakukan pemberontakan pada 1660 dengan 10.000 orang Bugis dan Bone, namun berhasil ditumpas oleh Makassar dan meminta bantuan VOC.Pada tahun 1666 pecahlah perang antara Gowa melawan VOC yang didukung oleh Arung Palakka dan Raja Buton. Perang ini sukses dimenangkan oleh pihak VOC, dan Sultan Hasanuddin sebagai sultan Gowa terpaksa menandatangani Perjanjian Bungaya (18 November 1667), namun perjanjian tersebut tidaklah berarti karena sangat merugikan pihak Gowa sehingga 12 April 1668 melakukan penyerangan terhadap pendudukan Belanda di Wilayahnya dan pada 5 Agustus melakukan serangan berikutnya sampai Speelman (Gubernur Jendral saat itu) memuji Sultan Hasanuddin atas keberaniannya, tapi itulah kemenangan terakhir Gowa karena setelahnya VOC mengerahkan perang Total terhadap Gowa dan menjadi kekalahan paling telak untuk kerajaan Gowa.Perlawanan terhadap VOC juga dilancarkan oleh tokoh Bugis lain, yaitu Arung Singkang atau La Maddukelleng, bahkan karena keberaniannya dia dianggap sebagai bajak laut. Tahun 1739 Arung Singkang dan sekutunya menyerang VOC di Makassar. Namun karena VOC jauh lebih kuat, serangan tersebut bisa ditahan bahkan dipukul balik sampai ke Wajo, yang merupakan tempat asal Arung Singkang sendiri.

Perlawanan di JawaPerlawanan di Jawa yang pertama adalah dari Kesultanan Mataram, Mataram adalah kerajaan yang jauh lebih besar dari kerajaan-kerajaan yang pernah ditaklukan VOC, mempunyai daerah pedalaman yang luas, sehingga kekuatan angkatan laut tidak begitu berarti seperti di wilayah timur (Maluku dan Sulawesi) yang merupakan kerajaan-kerajaan maritim. Kepentingan VOC disini bukan karena adanya penyelundupan atau komoditas ekspor utama VOC, tapi kerajaan ini adalah penghasil beras terbesar (sebagai bahan pangan) dan kayu (sebagai bahan pembuatan kapal atau gedung). Selain itu juga berpotensi sebagai ancaman VOC di Batavia.Awal hubungan antara Mataram dan VOC seperti halnya dengan kerajaan-kerajaan lain, yaitu berdagang, namun VOC lama-lama menuntut hak yang lebih luas, sedangkan Sultan Agung yang berkuasa saat itu memegang falsafah hidup Sabdo Pandito Ratu artinya apa yang diucapkan raja adalah keramat, tidak boleh ditarik kembali. Kejadian tersebut terus terjadi sehingga memanaskan hubungan keduanya, selain itu terdapat beberapa peristiwa, diantaranya:VOC berkali-kali merampok kapal-kapal Mataram dan jung-jung Japara; meskipun telah dilaporkan, VOC tidak mengambil tindakan apa pun terhadap para perampok tersebut, bahkan mengelak dengan mengatkan bahwa yang merampok adalah orang-orang Inggris.Tingkah laku pemimpin kantor VOC, yaitu Baltashar van Eyndhoven, yang menghina agama Islam dan Raja Mataram serta sering memerkosa wanita.Tindakan VOC yang tidak sesuai dengan perjanjian tahun 1614 bahkan berusaha membatalkan perjanjian tersebut, janji-janji yang tidak ditepati selama empat tahun.Ketiga hal diatas menyebabkan terjadinya peristiwa 8 Agustus 1618 loji VOC di Jepara diserang oleh Adipati Jepara, sehingga semua penghuni loji tewas kecuali tiga orang yang mengalami luka. 8 November 1618 Jacob van March ditugaskan Coen untuk membeli Beras, dan datang ke Jepara seperti tanpa dendam, namun setelah mendapat beras, mereka melakukan serangan mendadak. Orang-orang Jepara yang tidak siap, tewas terbunuh sampai tiga puluh orang. Kejadian berlanjut pada tahun berikutnya, sehingga membuat Sultan Agung marah.Antara 1620 hingga 1628 VOC dalam keadaan bermusuh-musuhan dengan Mataram, hal ini menyebabkan hubungan Mataram dengan Malaka dipersulit Batavia. Atas dasar hal tersebut sultan mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia. Jalur yang harus ditempuh cukup sulit, karena jalan yang kurang memadai, ditambah saat itu sedang musim hujan. Jalur yang ditempuh adalah Banyumas, Umbanegara, Sumedang, terus ke Bogor. Pasukan dibagi tiga arah, Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur, pasukan kedua di timur dipimpin oleh Tumenggung Baureksa (Bupati Kendal) dan pasukan ketiga adalah kekuatan laut gabungan dari Banten dan Palembang. Pada 22 September 1628 Tumenggung Baureksa malancarkan serangan, pasukan Mataram menduduki kota pada malam hari, namun esok paginya terpaksa mundur karena seranganbalasanVOC. Serangan ini secara keseluruhan bisa dikatakan tidak berhasil. Penyebab utamanya adalah banyak tentara mataram yang kelaparan, dan malah mencari makan ketika perang berlangsung.Tahun 1929 Mataram kembali berencana menyerang Batavia, namun kali ini dengan persiapan yang lebih matang, salah satunya adalah persiapan ransum bagi pasukan, caranya ialah mengirim padi ke Tegal serta ditumbuk disana untuk diperdagangkan ke Batavia. Namun rencana tersebut terbongkar pihak VOC, yang langsung mengirim armada untuk menghancurkan lumbung-lumbung padi di Tegal. Selain itu, Cirebon yang juga menjadi lumbung padi bagi Mataram dibakar juga. Kegagalan pun kembali terulang, dengan sebab utama yang sama pada penyerangan pertama, yaitu KELAPARAN.Namun dua kegagalan tersebut bukan berarti gagal dalam segala hal, banyak serangan-serangan kecil Mataram yang membuat VOC pusing. Hubungan antara VOC dan Mataram bisa dikatakan tidak pernah membaik, bahkan sampai Sultan Agung wafat.Di Jawa, perlawanan terhadap VOC juga terjadi di Banten yang terjadi dari tahun 1655-1660 lebihn lama jika dibandingkan serangan Mataram yang hanya berlangsung selama dua tahun, hal itu dikarenakan jarak yang dekat serta tidak sejauh Mataram. Sebelumnya Banten adalah daerah nusantara pertama yang didatangi oleh Belanda itu sendiri dibawah pimpinan Cornelis De Houtman, dan seperti biasa dengan dalih dagang mereka memulai interaksinya.Memasuki zaman VOC, yang penuh kesewenang-wenangan, Banten melakukan perlawanan, mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Abul Fath Abdulfattah yang dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa. Kerajaan Banten lebih memusingkan dari Mataram. Tahun 1650 pasukan Banten yang dipimpin oleh Raden Senopati Ingalaga dan Haji Wangsaraja menyerang Batavia. Namun serangan ini telah diantisipasi VOC, sehingga pasukan Banten dipukul mundur, bahkan Istana pun dibakar oleh Sultan sendiri. Kemudian Sultan bersama para pengikutnya berdiam di hutan Kranggan, kemudian menuju daerah Lebak. Serangan Banten mungkin tidak sebesar perlawanan-perlawanan di daerah lain, tapi efek yang dtimbulkan tidak kalah hebat, malah sangat menguras tenaga dan dana VOC, yang mana saat itu harus memadamkan pemberontakan di daerah lain.Namun setelah 1680 ketika VOC telah selesai memadamkan pemberontakan, kekuatan VOC terfokus di Jawa Barat, khususnya Banten. Belanda menggunakan tipu muslihat, yaitu dengan menggunakan Sultan Haji, anak dari Sultan Ageng sendiri yang memang loyal pada VOC, yaitu dengan mengundang Ayahnya ke Istana, tapi sesampainya disana Sultan Ageng malah ditangkap pada 14 Maret 1683, dan dipenjarakan di Batavia.