visi pembangunan kawasan
TRANSCRIPT
A. VISI PEMBANGUNAN KAWASAN
Dalam Perda No. 4 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Barru, telah
ditetapkan sebagai kawasan strategis Kabupaten, KSK Agrowisata
ditetapkan di Kecamatan Tante Riaja, sedangkan dalam pola ruang RTRW
Kabupaten Barru ditetapkan pada kawasan perencanaan dengan pola
ruang, hultikultura, hutan produksi biasa, pertanian lahan basah,
sehingga Visi dan Misi terhadap kegiatan penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan Kawasan Agrowisata Kecamatan Tanete Riaja,
Kabupeten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan kawasan
pusat kegiatan pertania, perkebunan, perternakan, hasil hutan, dan
pariwisata, diharapkan dapat diterapkan secara umum pada penataan
kawasan agrowisata Tanete Riaja, Kabupaten barru.
“VISI PENATAAN”
“TERWUJUDNYA AGROWISATA BUKIT HARAPAN KECAMATAN
TANETE RIAJA SEBAGAI DESTINASI WISATA BARU, MENDUKUNG
KABUPATEN BARRU YANG LEBIH MAJU SEJAHTERA BERNAFASKAN
KEAGAMAAN DAN BERLANDASKAN KEARIFAN LOKAL ”
“TUJUAN PENATAAN”
Adapun Tujuan penataan, yang merupakan penjabaran strategi dalam
mencapai visi besar diatas, adalah sebagai berikut.
Terwujudnya Pembangunan dan Pengembangan agrowisata Tanete
Riaja sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Barru
Terwujudnya salah satu kawasan prioritas sebagai zona inti, guna
mendorong pertumbuhan Kawasan Agrowisata Tanete Riaja
Terwujudnya tata bangunan dan lingkungan kawasan agrowisata
Tanete Riaja yang berkelanjutan dan bermartabat.
“KEBIJAKAN PENATAAN”
Pengembangan kawasan Agrowisata Tanete Riaja sebagai salah satu
kawasan strategis dan destinasi wisata baru
Pengelolaan Kawasan Agrowisata Tanete Riaja sebagai sebagai salah
satu obyek wisata unggulan
Pembangunan Kawasan Agrowisata Tanete Riaja untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah
Pengembangan Zona Inti untuk mendorong kawasan sekitarnya dalam
lingkup Kawasan Agrowisata tanete Riaja
Pengembangan sarana dan prasarana guna menunjang pertumbuhan
kawasan agrowisata
Pengembangan agrowisata melalui stimulasi pembangunan pada zona
inti
Perencanaan dan Pengaturan pemanfaatan ruang kawasan agrowisata
yang berwawasan lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan kawasan agrowisata Tanete Riaja
yang proporsional antara ruang terbangun dan ruang terbuka
Pengembangan kawasan agrowisata dengan mengedepankan kerafian
lokal
B. BLOK PENGEMANGAN KAWASAN DAN PROGRAM PENANGANAN
1. Morfologi Blok
Pembagian morfologi blok kawasan dilandasi oleh kecenderungan
kegiatan pemanfatan ruang dalam kawasan yang menekankan kepada
permintaan tapak, yakni permintaan ekonomi dan sosial (Bentley
Alcock, Murrain McGlynn Smith, 1992).
a. Permintaan Eknomi : Dipenuhi oleh penyaediaan ruang untuk
sejenis tata guna tertentu.
b. Perrmintaan Sosial : Dipenuhi oleh penyediaan ruang untuk
beberapa maksud yang spesifik dan dikenal
C. KONSEP KOMPONEN PERANCANGAN KAWASAN
1. Stuktur Peruntukan Lahan
Serangkaian kegiatan dalam Kawasan memperlihatkan beragam fungsi
di area tepiannya. Konsep perancangan terhadap kawasan agrowisata
Tanete Riaja berdasarkan kondisi saat ini dan arah kecenderungannya
di masa mendatang, meliputi :
Kawasan Pusat Perkantoran (Inti Kawasan)
Kawasan Pendidikan
Kawasan Permukiman
Kawasan Campuran
Kawasan Peribadatan
Kawasan Ruang Terbuka Hijau ( Open Space)
Kawasan Perdagangan dan Jasa
2. Tata Bangunan dan Lingkungan
a. Pengembangan Bangunan Baru
Tampilan dan Tipologi Bangunan
Tipologi bangunan merupakan pengembangan bentuk dan fungsi
dengan mengadopsi tampilan ciri arsitektur Bugis. Keselarasan
tampilan baru ini dapat diterima oleh lingkungan, sehingga
relevan menjadi generasi tipologi mendatang.
Orientasi Bangunan
Orientasi bangunan dirancang dengan memperhatikan skala
kawasan. Anatomi kawasan Agrowisata Tanete Riaja diartikulasi
oleh gugusan arah bangunan menuju jalan utama, sekaligus
untuk mempertegas koridor tersebut. Karena ciri atau image
kawasan dapat dipahami melalui presentasi secara ”segment
vision”, yakni sebuah kawasan tidak dapat dipahami/dinikmati
dalam titik tertentu (satu titik) saja, akan tetapi diperlukan
serangkaian pengamatan di dalam gerakan.
Orientasi bangunan pada segmen – segment kawsan agrowisata
juga mempertimbangkan ruang terbuka (open space) sebagai
ruang orientasi.
Ketinggian Bangunan
Perancangan kawasan terkait dengan ketinggian bangunan
meliputi pengendalian: (Attoes, 1984)
Relevansi visual dari ketinggian bangunan terhadap ruang-
ruang terbuka kawasan secara menyeluruh.
Terbentuknya garis langit (Skyline) kawasan yang positif,
skyline memberikan gradasi antara bangunan tinggi dan
rendah.
Terbentunya makna/simbol kawasan, alat orientasi dan
perangkat estetis.
Arsitektur Bangunan dan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan perlu memperhatikan
keselamatan dan kenyamanan lingkungan, sehingga mengacu
kepada faktor-faktor Garis Sempadan Bangunan (GSB), Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Ketinggian bangunan dan jarak antar
masa bangunan. Pada dasarnya merupakan serangkaian yang
diperlukan untuk pengendalian pemanfatan ruang dalam bentuk
bangunan berikut sarana dan prasarana serta mengatur
lingkungan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang
secara optimal. Disamping untuk mendapatkan distribusi
berbagai elemen intensitas lahan yang dapat mendukung
berbagai karakter khas dari berbagai segment yang
direncanakan. (Dirjen Cipta Karya, 2006 )
b. Ruang Kawasan
Ruang kawasan selalu menyiapkan bagi manusia sebuah keadaan
yang bersifat diluar (outside), yaitu diantara bangunan. ( Zahnd
Markus, 1999 yang mengutip Aldo Van Eyek), Ditambahkan lagi,
bahwa sebuah tempat/ruang kawasan dibentuk sebagai sebuah
ruang kawasan jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang
berarti bagi lingkungannya. Suasana itu tampak dari benda yang
kongkrit maupun benda yang abstrak, yaitu asosiasi cultural dan
regional yang dilakukan manusia di tempatnya.
Kawasan mengandung usaha pembentukan sebuah ruang sebagai
bagian yang penting bagi manusia yang hidup di alamnya.
Konsep penataan ruang kawasan Agrowisata Tanete Riaja,
mengacu pada upaya menghidupkan aktivitas yang telah
berlangsung serta kecenderungan aktivitas yang akan timbul,
melalui pemanfaatan masing-masing ruang kawasan yang
kontektual terhadap karakteristik lingkungan. Pemanfaatan ruang-
ruang kawasan ini terangkai dalam segment suasana tema
kawasan secara menyeluruh.
c. Perabot Jalan (Street Furniture)
Perabot jalan (steeet furniture) berfungsi sebagai estetika
kawasan, disamping fungsi perabot itu sendiri, seperti lampu
taman/hias dengan fungsi penerangan, tempat sampah dengan
fungsi menampung limbah sampah sehingga mendukung untuk
kebersihan lingkungan, dan elemen penanda (signed / Follies)
untuk kejelasan tempat serta kursi taman / sitting area untuk
duduk & istirahat.
d. Pengaturan Pengelolaan Area Peruntukan Yang Dapat
DiKelola
Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 Tentang RTBL,
Pembangunan Fisik yang dapat dikelola, meliputi :
a) pembangunan/peningkatan jalan lingkungan, dengan lebar jalan
maksimal 3 meter;
b) pembangunan/peningkatan saluran lingkungan, dengan dimensi
penampang saluran drainase ± 40x60 cm disesuaikan dengan
intensitas curah hujan;
c) pembangunan/peningkatan ruang terbuka publik (plaza) beserta
sarana/prasarana pendukungnya (gazebo, lampu
taman/pedestrian, tugu/monumen, dll);
d) pembangunan/peningkatan jalan pedestrian;
e) pembangunan kios pedagang semi permanen;
f) pembangunan/peningkatan gerbang kawasan;
g) rehabilitasi (konservasi) bangunan adat/tradisional milik umum
(Pemerintah Daerah) dan/atau masuk ke dalam Daftar Bangunan
Cagar Budaya, sesuai dengan persyaratan pelestarian bangunan;
dan
h) Taman Kota atau Taman Bermain beserta kelengkapan sarana
dan prasarananya.
3. Intensitas Pemanfaatan Lahan
Kawasan Agrowisata Kabupaten Barru, yang meliputi titik aktivitas
Pertanian, Perkebunan, Hasil Hutan, dan peternakan (merupakan
kawasan strategis Kabupaten Barru) diatur sesuai dengan konsep arah
rancangan dan perkembangannya.
Sedangkan tata letak bangunan berdasarkan pengaturan masa dan
bentuk bangunan, meliputi :
Pengaturan Bangunan
Rencana tata letak di segment rest area
Damija : 15 – 20 m
GSP : 7,5 m
GSB : 15 m
KDB : Maximal 80 %
KLB : 0,7 - 3
Ketinggian bangunan diarahkan tidak melebihi bangunan menara
masjid.
Rencana tata letak di Segment Hunian
Damija : 20 – 25 m
GSP : 10 m
GSB : 20 m
KDB : Maximal 70 %
KLB : 0,7 - 5
Rencana tata letak di Segment Agro
Damija : 20 – 25 m
GSP : 10 m
GSB : 20 m
KDB : Maximal 60 %
KLB : 0,7 - 3
4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
a. Jalan
Sistem pergerakan dikaitkan dengan skenario pengembangan
lingkungan kawasan dan sistem pedestrian. Kawasan Agrowisata
Tanete Riaja memiliki jaringan jalan yang terintegrasi dengan
sistem jaringan jalan skala regional, yakni terhubungkan dengan
pusat – pusat diwilayah Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng.
Hal ini memungkinkan pengembangan jalan di masa mendatang,
dimana kecenderungan meningkat-nya kendaraan bermotor.
b. Manajemen Traffic
Lintasan kendaraan baik bermotor maupun tidak bermotor diatur
sesuai dengan tingkat hirarki jalan. Pengaturan pada area spesifik
diatur sedemikian rupa sehingga aktivitas kendaraan terpisah
dengan kegiatan utama yang sedang berlangsung. Untuk
menunjuang aktivitas berkendaraan diperlukan kantong-kantong
pakir pemberhentian pada area tertentu, khususnya pada titik
kegiatan pada segment hunian dan segment rest area, hal ini untuk
mencegah pemadatan pada badan jalan.
c. Sirkulasi Kawasan
Sebagai Connecting, aktifitas kawasan perlu membetuk sirkulasi,
dimana sirkulasi kawasan agrowisata Tanete Riaja dibedakan
antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki (pedestrian).
Sirkulasi ini difasilitasi oleh :
Jalan utama kawasan ( Jalan Primer )
Jalur pejalan kaki ( pedestrian ).
Zona pejalan kaki (pedestrian) dibagi menjadi, zona lintasan
pejalan kaki dan zona penyangga ( lampu hias pohon, shalter dan
tempat duduk / sitting area).
d. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
Jalur pejalan kaki (pedestrian) dimulai dari kantong parkir atau
simpul pergerakan menuju pusat-pusat kegiatan kawasan. Jalur
pejalan kaki yang menghubungkan secara “linked” antar
magnet/titik generator memiliki jarak efektif maksimal 200 meter.
Pada jarak tertentu didesain ruang melebar untuk mengurangi
linieritas dan mendapatkan fleksibilitas gerak dan pada titik jenuh
terdapat sitting area.
M a g ne t M a g ne t
M a x 200 m
Pe d e stria n
Pedestrian Coridor
Zona Private(Fungsi perdagangan)
Bentuk keragaman a k t i v i t a s n y a berpengaruh terhadap area tepian publik.
Facade bangunan di ol ah membentuk karakter fungsinya dan sekaligus menjadi ciri k a w a sa n se c a r a menyeluruh.
Zona Tepian
Ruang publ ik yang diolah sebagai ruang akt i f , merupakan bentuk respon dari aktivitas ruang private.
Di samping berfungsi sebagai lintasan juga sebagai area
serta shoping
street social contact.
Overhange, sebagai elemenfacade bangunanjuga sebagai elemen penghalusantar ruang private dan ruang publik.
e. Transportasi Publik
Konstelasi Kawasan Agrowisata Tanete Riaja terjadi antar kawasan
secara internal maupun secara eksternal, sehingga perlu diakses
oleh transportasi publik untuk mendukung pengembangan masa
kini dan mendatang. Transportasi publik diarahkan kepada
kendaraan bermotor yang menghubungkan antar kegiatan dalam
kawasan dan dengan pusat-pusat kegiatan di sekitar berupa
angkutan mikro bus dan jenis lainnya.
f. Urban Lingkage ( Penghubung)
Lingkage is simply glue of the city it is the act by which we unite all
the layers of activity and resulting form in the city ( Zahnd Markus,
1999).
Lingkage (penghubung), yang memperhatikan dan menegaskan
hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan (dinamika) sebuah tata
ruang kawasan kota (urban fabric). Sebuah lingkage kawasan dapat
dikemukakan dalam tiga pendekatan, yaitu :
Lingkage yang Visual
Lingkage yang Struktural
Lingkage bentuk yang Kolektif.
a. Lingkage yang Visual
Pada dasarnya, urban lingkage di Kawasan Agrowisata Tanete
Riaja adalah hubungan yang bersifat sebagai fokus lebih
sedikit, karena memusatkan kawasan tersebut untuk
menunjukkan fungsi pokok. Secara makro, urban lingkage
didesain berupa penegasan sifat elemen masing-masing, seperti
pemakaian lansekape. Penanaman pohon-pohon merupakan
pendekatan dalam memunculkan “lingkage secara visual”,
disamping massa bangunan sebagai elemen lain. Pada segmen-
segmen kawasan dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan
dan pohon) membentuk suatu ruang koridor.
b. Lingkage yang Struktural
Adalah upaya menghubungkan kawasan-kawasan secara
struktural untuk mencapai kualitas kawasan. Ada tiga elemen
lingkage struktural yang mencapai hubungan secara arsitektural,
yaitu ; tambahan, sambungan, serta tembusan.
Secara Struktural elemen tambahan melanjutkan pola
pembangunan yang sudah ada sebelumnya. Lokasi pada
kawasan inti, bentuk massa bangunan dan ruang yang
ditambah dapat berbeda, namun pola kawasannya tetap
dimengerti sebagai bagian atau tambahan pola yang sudah
ada disekitarnya.
Elemen sambungan pada Kawasan Agrowisata Tanete Riaja,
diusahakan menyambung dua atau lebih banyak pola
disekitarnya, supaya keseluruhannya dapat di mengerti
sebagai satu kelompok yang baru memiliki kebersamaan
melalui sambungan itu.
c. Lingkage sebagai bentuk Kolektif
Untuk memperkuat kualitas kawasan melalui pengelompokkan
berbagai obyek sebagai bagian dari satu bentuk kolektif. Ciri
khas, organisasi, dan hubungan bentuknya yang bersifat kolektif
baik dari Segment rest area dengan segement agro dan
kawasan-kawasan lain. Elemen-elemen sistem bentuk bentuk
kolektif pada Kawasan Agrowisata Tanete Riaja memiliki tipe
bentuk kolektif, yaitu group form, yaitu muncul dari penambahan
akumulasi bentuk dan struktur yang di disainnya berdiri
disamping ruang terbuka publik. Tipe dikembangkan secara linier
melalui pola struktur bangunan yang saling terkait.
5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Ruang Terbuka ( Open Space )
Ruang terbuka yang dihasilkan dari gugusan masa bangunan atau
sebaliknya ruang terbuka sebagai pengikat bangunan harus dirancang
guna memungkinkan serangkaian kegiatan publik serta memberikan
kenyamanan visual (Visual Amenity), akan dapat mendukung
pemanfaatan ruang secara utuh bagi seluruh pemanfaatan dalam
berbagai harapan dan keinginan (Budiman Hanif, 2004).
Lansekap
Yaitu pola penanaman pohon yang disebar pada ruang terbuka publik,
misalnya disepanjang daerah milik jalan ( Damija), diruang jalur hijau
pembatas kawasan tertentu ( Dirjen Cipta Karya, 2006) . Letak dan
penempatan pohon serta elemennya dirancang agar tidak
menggannggu lintasan pejalan kaki dan lintasan kendaraan bermotor.
Taman dan elemen lunak (Vegetasi) dikondisikan terhadap aspek
tinggi serta aktivitas yang akan dilingkupi, karena faktor-faktor
ketinggian dan perletakan akan mempengaruhi jatuhnya sinar
matahari, daerah sinar yang akan dihindari dan diinginkan dapat
dirancang terhadap dimensi dan ketinggian.
6. Citra Kawasan
Citra ( Image ) kawasan sering disebut milestone dapat dibentuk oleh
elemen yang berada pada suatu kawasan. Menurut Kevin Lynch , citra
kawasan akan memberikan banyak hal yang sangat penting bagi
masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah
dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak merasa tersesat,
identitas yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan
dengan tempat-tempat yang lain. Adapun citra kawasan, meliputi :
Pusat (Distrik)
Sudut (Nodes)
Penanda (Land mark)
Tepian Kawasan (Edges)
Jalan/Ruang memanjang (Path)
Dalam RTBL Kawasan Agrowisata Tanete Riaja akan dikembangkan
komponen yang menunjukkan citra untuk mendukung tema kawasan,
yakni “TERWUJUDNYA AGROWISATA BUKIT HARAPAN
KECAMATAN TANETE RIAJA SEBAGAI DESTINASI WISATA BARU,
MENDUKUNG KABUPATEN BARRU YANG LEBIH MAJU SEJAHTERA
BERNAFASKAN KEAGAMAAN DAN BERLANDASKAN KEARIFAN
LOKAL ”
a) Pusat (Distrik)
Distrik merupakan area spesifik yang di dalamnya mengandung
unsur pusat atau tempat orientasi pergerakan.
Konsep pembentukan distrik :
Aktivitas yang spesifik pada kawasan
Konfigurasi dan citra yang dihadirkan sebagai suatu dominasi
dan kegiatan.
b) Sudut (Nodes)
Nodes sebagai yang menjadi pusat aktifitas, di mana orang
merasakan perubahan aktifitas dari suatu struktur ruang ke struktur
yang lain.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Agrowiata
Tanete Riaja dapat dibedakan meliputi :
1) Nodes Segment Rest Area
2) Nodes Segment Hunian
3) Nodes Segment Agro
c) Penanda (Landmark)
Landmark merupakan elemen pembentuk kota yang berupa
bangunan fisik, gubahan masa, ruang detail arsitektural dan
kawasan yang spesifik. Elemen ini dapat berupa Plaza yang
direncanakan pada Segment Hunian. Landmark juga difungsikan
sebagai penanda/tetenger suatu kawasan.
d) Tepian (Edges)
Konsep Edges atau tepian kawasan :
Membatasi kawasan perencanaan dari area sekitar yang
mungkin akan mempengaruhi kualitas kawasan.
Merupakan tepian kawasan yang spesifik.
e) Jalan/Ruang Memanjang (Path)
Path merupakan elemen-elemen pembentuk coridor space (ruang
linier) yang berupa jalan pedestrian, jalan kendaraan.
Skenario path :
Sebagai urban structure (kerangka kawasan).
Sebagai aliran pergerakan.
Sebagai tempat interaksi masyarakat (social contact).
Sebagai unsur yang menerus dan tidak terputus.
7. Sistem Prasarana, Sarana dan Utilitas Lingkungan
Prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) merupakan satu kesatuan
aktifitas kawasan, sehingga diperlukan perancangan yang
”komprehensive”.
Jaringan listrik, terletak mengikuti sisi jalan dimana titik tiang
tidak mengganggu lintasan terutama bagi pejalan kaki. Tiang listrik
dikondisikan dengan jarak 50 meter.
Jaringan air bersih, kebutuhan dasar ini dirancang dengan sistim
tanam dan terletak di sisi jalan. Jaringan air bersih dikondisikan
tersendiri dengan mempertimbangkan untuk menghindari
pengrusakan sarana lain bila terjadi perbaikan.
Jaringan Drainase, dirancang dengan sistem drainase tertutup
(Dibawah Pedestrian / Trotoar) yang dilengkapi dengan bak kontrol
pada jarak tertentu, hal ini untuk menghindari masuknya sampah
dari buangan aktivitas lintasan. Jaringan ini terletak pada sisi jalan,
dimana rancangan arah aliran mengikuti kontour tanah.