visi bank indonesia - bi.go.id · puji syukur kehadirat tuhan yme karena atas rahmat dan...
TRANSCRIPT
Visi Bank Indonesia: “Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”.
Misi Bank Indonesia: “Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan”.
Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia: “Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berprilaku yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan Kebersamaan”.
Visi Kantor Bank Indonesia Medan: “Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan”.
Misi Kantor Bank Indonesia Medan: “Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya”.
Kalender Publikasi Periode Publikasi Publikasi KER Triwulan I Pertengahan Mei KER Triwulan II Pertengahan Agustus KER Triwulan III Pertengahan November KER Triwulan IV Pertengahan Februari
Penerbit: Kantor Bank Indonesia Medan Jl. Balai Kota No.4 MEDAN, 20111 Indonesia Telp : 061-4150500 psw. 1729, 1770 Fax : 061-4152777 , 061-4534760 Homepage : www.bi.go.id Email : [email protected]
Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan karunia-Nya buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Sumatera Utara (Sumut) periode triwulan I-2012 ini akhirnya dapat kami sajikan kepada para pembaca sekalian. Buku KER ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan I-2012 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, perbankan, keuangan daerah, dan sistem pembayaran, serta prospek ekonomi Sumut ke depan dalam rangka pemberian informasi yang komprehensif kepada para stakeholders Bank Indonesia.
Secara umum kondisi perekonomian Sumut pada triwulan I-2012 masih menunjukkan optimisme walaupun sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan penurunan harga dari komoditas ekspor utama
Sumatera Utara yaitu karet alam dan CPO. Bahkan ekonomi Sumut di triwulan ini masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan angka nasional dimana ekonomi Sumut tumbuh 6,32% (yoy) sementara ekonomi nasional tumbuh 6,3% (yoy). Tingginya angka pertumbuhan ini juga disokong oleh pembiayaan dari perbankan yang tumbuh cukup tinggi di triwulan ini yaitu sebesar 19,92% (yoy).
Sementara itu, inflasi di Sumut pada triwulan I-2012 masih relatif terjaga dengan angka realisasi 3,86% (yoy) di akhir periode laporan, lebih rendah dibandingkan angka inflasi nasional sebesar 3,97% (yoy). Ke depan tantangan dalam menjaga inflasi masih cukup besar yang berasal dari ketidakpastian kebijakan pengurangan subsidi BBM serta fluktuasi harga-harga komoditas internasional sebagai dampak belum selesainya krisis ekonomi di negara-negara maju khususnya di zona Eropa. Namun demikian kami yakin dengan koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dengan instansi lainnya di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah kita mampu menjaga laju inflasi pada level yang diharapkan.
Dengan memperhatikan kondisi-kondisi tersebut kami yakin perekonomian Sumut masih masih bisa tumbuh 6,40% – 6,60% pada triwulan II-2012. Sementara inflasi diperkirakan masih terjaga di level 5% ± 1%.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Mei 2012 KEPALA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX
Nasser Atorf Direktur Eksekutif
Daftar Isi ii
Daftar Isi iii
Daftar Isi iv
Daftar Isi v
Daftar Isi vi
Daftar Isi vii
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif viii
Perekonomian Sumut pada triwulan I-2012 tumbuh 6,32% (yoy)
GAMBARAN UMUM
Kinerja Perekonomian Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan I-2012 menunjukkan perlambatan, namun demikian pertumbuhan ekonomi Sumut masih berada dalam tren positif. Indikator perekonomian sisi permintaan menunjukkan perekonomian masih ditopang oleh tingkat konsumsi dan investasi, sedangkan dari sisi penawaran, kinerja perlambatan perekonomian Sumut dipicu oleh perlambatan di sektor ekonomi utama.
Tekanan inflasi Provinsi Sumatera Utara sedikit meningkat dibandingkan triwulan lalu. Inflasi Sumatera Utara tercatat 3,86% (yoy) atau 0,63% (qtq). Kendati demikian level inflasi Sumatera Utara masih di bawah inflasi nasional.
Secara umum, kinerja industri perbankan relatif terjaga di triwulan I-2012 di tengah kekhawatiran adanya dampak krisis ekonomi global yang belum berakhir . Demikian pula dengan transaksi sistem pembayaran yang terus menunjukkan peningkatan dari sisi nilai maupun volume.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Pada triwulan I-2012 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,32% (yoy) yang berada sedikit diatas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,30% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV-2011 yang tumbuh sebesar 6,36%.
Dari sisi permintaan, perekonomian Sumut tumbuh melambat pada triwulan I-2012, namun demikian secara keseluruhan pada awal tahun 2012 masih tetap menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Aktivitas konsumsi dan kegiatan investasi masih merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Sumut.
Kendati tumbuh melambat, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi andalan Sumut tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan laporan. Struktur perekonomian Sumut pada triwulan laporan masih
didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor PHR. Kombinasi ketiga sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar 62,99%. Ketiga sektor utama tersebut masih menjadi sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Sumut. Kinerja sektor industri pengolahan dan sektor pertanian tercatat mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif ix
Inflasi Sumut pada triwulan I-2012 sebesar 3,86% (yoy) atau 0,63% (qtq) Industri perbankan Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan moderat sepanjang triwulan I-2012
sebelumnya. Sementara itu, sektor PHR masih menunjukkan tren yang meningkat pada triwulan laporan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Pada triwulan I-2012, Sumut mengalami inflasi 0,63% (qtq), lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulanan lalu sebesar 0,00%. Sementara itu, inflasi tahunan Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,86%, sedikit di atas inflasi tahunan triwulan IV-2011 sebesar 3,66%. Kendati demikian, inflasi Sumut pada periode ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 3,97% (yoy).
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, seluruh kelompok memiliki level inflasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu kecuali kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan justru mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok sandang sebesar 2,14% (qtq).
Secara tahunan, inflasi kelompok sandang (13,78%) juga merupakan yang tertinggi dibandingkan kelompok lain. Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan (1,60%) merupakan yang terendah dibandingkan kelompok lain. Meskipun mengalami inflasi terendah, namun inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan ini mengalami kenaikan dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 1,14%. Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga mengalami peningkatan. Kelompok sandang meningkat dari 10,95% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi 13,78% (yoy) pada triwulan I-2012.
Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumatera Utara, semuanya mengalami peningkatan bila dibandingkan triwulan lalu, kecuali Sibolga. Inflasi Sibolga (3,74%) masih menunjukkan level penurunan, bahkan yang terendah dibandingkan kota lain. Inflasi tertinggi terjadi di kota Pematangsiantar (4,67%). Sementara itu inflasi kota Medan adalah sebesar 3,75% dan Padangsidempuan sebesar 4,12%. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Industri perbankan Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan moderat sepanjang triwulan I-2012 . Total aset perbankan Sumut pada triwulan I-2012 mencapai Rp163,67 triliun, tumbuh sebesar 2,26% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 19,04% (yoy) dibandingkan akhir triwulan I-2011.
Total aset perbankan tersebut didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp156,74 triliun (95,77%), sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp6,93 triliun (4,23%).
Ringkasan Eksekutif x
Realisasi APBD Sumut triwulan I-2012 sebesar 9,22%
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun pada triwulan I-2012 tumbuh sebesar 1,14% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 14,43% (yoy) dibandingkan angka akhir triwulan I-2011 hingga mencapai jumlah Rp128,85 triliun.
Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 2,99% (qtq), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 7,42% (qtq). Namun demikian secara tahunan, kredit perbankan pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar 19,92% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian pada awal tahun 2012, perkembangan sistem pembayaran di wilayah Provinsi Sumut pada triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini ditandai oleh peningkatan volume transaksi baik tunai maupun non tunai secara tahunan.
Transaksi perbankan Sumatera Utara melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan I-2012 mengalami penurunan sebesar Rp24,28 triliun atau menurun 12,31% (qtq) menjadi Rp173,06 triliun dari nilai transaksi pada triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar Rp197,34 triliun.
Nilai transaksi kliring pada triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp35,80 triliun. Nilai ini menurun 0,48% atau Rp 173,96 miliar bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar Rp35,98 triliun.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi anggaran atau tingkat serapan APBD Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I-2012 sebesar 9,22% dari Rp7,33 triliun. Tingkat realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan realisasi APBD triwulan I-2011 sebesar 11,08% dari Rp5,35 triliun. Realisasi APBD sebesar 9,22% tersebut digunakan untuk belanja langsung (Rp109 miliar) dan belanja pegawai atau pembayaran gaji (Rp725 miliar).
Penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara melalui Kanwil Ditjen Pajak Sumut 1 Medan dan Kanwil Sumut 2 Pematangsiantar ditargetkan mencapai Rp10,8 triliun. Target tersebut telah mengalami revisi dari sebelumnya sebesar Rp11,5 triliun. Pemangkasan target pajak sebesar Rp700 miliar atau 6,08% tersebut sejalan dengan revisi
target pajak APBN yakni dari Rp911,1 triliun menjadi Rp885 triliun.
Ringkasan Eksekutif xi
Perkembangan ketenagakerjaan yang baik terindikasi dari peningkatan TPAK dan penurunan TPT Pertumbuhan ekonomi sumut triwulan II-2012 diproyeksikan sebesar 6,40% - 6,60% (yoy) dan laju inflasi tahunan triwulan II-2012 diperkirakan 5,00%±1%.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN Perkembangan ketenagakerjaan yang baik terindikasi
dari peningkatan partisipasi angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2012 tercatat sebesar 74,55% (meningkat dari sebelumnya 72,09%) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,31% (menurun dari sebelumnya 6,37%).
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX, indeks penghasilan saat ini masih berada dalam tren yang menurun. Pada akhir triwulan I-2012 Indeks Penghasilan Saat Ini tercatat sebesar 101,79, menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 103,13.
Dari sisi petani, daya beli petani yang tercermin dari NTP juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011. NTP mencerminkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam menghasilkan produk pertanian. Pada triwulan I-2012, NTP tercatat sebesar 101,79.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Setelah tumbuh melambat pada laju 6,32% (yoy) di triwulan I-2012, pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan II-2012 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 6,40%-6,60% (yoy) dengan kecenderungan pada batas bawah.
Laju inflasi tahunan pada triwulan II-2012 diperkirakan berada pada kisaran 5,00%±1%. Beberapa potensi risiko inflasi tetap perlu dicermati di antaranya adalah keputusan Rapat Paripurna DPR yang menetapkan harga jual eceran BBM tidak mengalami kenaikan, namun pemerintah diperbolehkan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan (6 bulan terakhir) mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN P 2012.
BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
“Perekonomian Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan I-2012 menunjukkan angka
pertumbuhan yang masih tinggi, walaupun sedikit melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya. Indikator perekonomian sisi permintaan
menunjukkan pertumbuhan ini didorong oleh tingkat konsumsi dan investasi,
sedangkan dari sisi penawaran, pertumbuhan Sumatera Utara dipicu oleh sektor-
sektor ekonomi utama“
1.1 KONDISI UMUM
Pada triwulan I-2012 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan
pertumbuhan positif sebesar 6,32% (yoy) yang berada sedikit di atas
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,30% (yoy), walaupun sedikit melambat
dibandingkan triwulan IV-2011 yang tumbuh sebesar 6,36%. Pertumbuhan ini
sesuai proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX pada kajian ekonomi
regional sebelumnya yang berkisar antara 6,30%-6,50% (yoy). Hal ini diperkirakan
dipengaruhi oleh faktor kembali normalnya aktivitas perekonomian pasca musim
liburan sekolah, tahun ajaran baru, dan perayaan hari besar keagamaan.
Sebagaimana tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perekonomian
Sumatera Utara cenderung mencapai puncaknya pada triwulan II dan III yang
kemudian melambat pada akhir tahun.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan laporan ditunjang oleh konsumsi dan kegiatan investasi yang tercatat
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 2
Tabel 1. 1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumut dari Sisi Permintaan
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan menjadi motor
penggerak perekonomian regional. Dari sisi penawaran, sektor-sektor ekonomi
andalan Sumatera Utara yaitu sektor pertanian dan industri pengolahan tetap
menunjukkan pertumbuhan walaupun cenderung melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan
restoran (PHR) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan masih
tingginya tingkat konsumsi pada triwulan laporan.
Sumbangan ketiga sektor ekonomi andalan tersebut tercatat sebesar 62,91%
terhadap total perekonomian secara keseluruhan, sedikit menurun dibandingkan
dengan share ketiga sektor tersebut pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
62,99%. Komposisi ketiga sektor ekonomi tersebut diantaranya adalah sektor
pertanian (23,37%), industri pengolahan (20,15%), dan PHR (19,40%). Besaran
Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara pada triwulan
laporan sebesar Rp 32,9 triliun atau meningkat sebesar Rp 670 miliar dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan output
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian Sumatera Utara pada triwulan
laporan. Sementara itu PDRB Provinsi Sumatera Utara berdasarkan harga berlaku
sebesar Rp85,06 triliun atau 4,31% dari PDB nasional (Rp1.972,4 triliun).
1.2 SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, perekonomian Sumatera Utara masih tumbuh tinggi
yaitu sebesar 6,32%, walaupun sedikit melambat pada triwulan I-2012. Aktivitas
konsumsi dan kegiatan investasi masih merupakan komponen yang dominan dalam
perekonomian Sumatera Utara. Pertumbuhan kegiatan konsumsi dan aktivitas
investasi ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan investasi tercatat memberikan pertumbuhan yang paling tinggi
dibandingkan dengan aktivitas perekonomian lainnya dari sisi permintaan. Sementara
itu, kegiatan perdagangan internasional menunjukkan perlambatan angka
pertumbuhan seiring dengan tren penurunan harga komoditi di pasar internasional
3 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
sebagai dampak menurunnya permintaan atas komoditas ekspor utama Sumatera
Utara yaitu CPO dan Karet.
Walaupun terjadi peningkatan nilai konsumsi di triwulan ini, namun mulai
terlihat adanya pesimisme konsumen. Hal ini tercermin dari penurunan Indeks
Keyakinan Konsumen pada hasil Survei Konsumen (SK) yang diindikasikan sebagai
dampak dari meningkatnya ketidakpastian terkait rencana pengurangan subsidi
terhadap BBM bersubsidi baik melalui kenaikan harga BBM bersubsidi, pembatasan
penggunaan BBM bersubsidi, konversi BBM ke BBG, atau alternatif kebijakan
lainnya.
Di sisi lain, kegiatan investasi di Sumatera Utara pada triwulan laporan
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dan tercatat mengalami
peningkatan signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu,
pertumbuhan transaksi perdagangan internasional Sumatera Utara pada triwulan
laporan cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik pada
kegiatan ekspor maupun impor. Namun demikian, secara keseluruhan transaksi
perdagangan internasional Sumatera Utara masih mencatatkan surplus neraca
perdagangan atau Net Ekspor sebesar Rp 8,39 Triliun.
1.2.1 Konsumsi
Konsumsi pada triwulan I-2012 tumbuh 5,36% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,09% (yoy). Hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX
juga memberikan konfirmasi mengenai masih tingginya level konsumsi di Sumatera
Utara. Pada triwulan laporan tingkat penjualan eceran mengalami peningkatan
Grafik 1.3 Pertumbuhan PDRB Sektor Konsumsi Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Penjualan
berdasarkan Survei Perdagangan Eceran
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 4
sebesar 7,53% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh negatif. Indikator lain juga menunjukkan peningkatan konsumsi yaitu
konsumsi BBM, penjualan makanan dan minuman, serta penjualan pakaian dan
perlengkapannya.
Beberapa hal yang diduga turut mendorong peningkatan konsumsi pada
periode ini adalah adanya peningkatan daya beli masyarakat tertentu sebagai
dampak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara yang mencapai
15,89% dan kenaikan tunjangan gaji PNS termasuk TNI dan Polri, serta adanya
perayaan hari besar tahun baru Imlek dan Cengbeng.
Walaupun mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya,
aktivitas konsumsi cenderung mengalami perlambatan pada akhir triwulan I-2012
yang berdampak pada tertahannya tingkat konsumsi untuk tumbuh lebih tinggi.
Grafik 1.5 Perkembangan Survei Konsumen
Provinsi Sumut
Grafik 1.6 Perkembangan Indeks NTPR Provinsi
Sumut
Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Sektor Konsumsi Provinsi
Sumut
5 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
Perlambatan aktivitas konsumsi terkonfirmasi oleh perkembangan Nilai Tukar Petani
Perkebunan Rakyat (NTPR) sebagai alat ukur kemampuan tukar barang-barang
(produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan
untuk konsumsi rumah tangga yang berada pada indeks 100.22, menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada pada indeks 103,96.
Penurunan indeks NTPR petani disebabkan menurunnya tren harga komoditas
perkebunan utama di provinsi Sumatera Utara seperti CPO dan Karet yang pada posisi
triwulan I-2012 secara tahunan mengalami penurunan masing-masing sebesar 4,53%
dan 25,47% (yoy). Besaran NTPR merupakan proxy tingkat konsumsi Sumatera Utara,
mengingat besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 43,90% dari
total tenaga kerja berdasarkan survei BPS.
Di sisi lain, adanya rencana kenaikan harga BBM bersubsidi juga
menyebabkan penyesuaian persepsi pelaku ekonomi terkait dengan tingkat
konsumsi masyarakat. Walaupun pada akhirnya terjadi penundaan terhadap
rencana dimaksud, namun masih terbukanya opsi untuk menaikkan harga BBM
bersubsidi ketika prasyarat dipenuhi serta masih belum adanya kepastian mengenai
upaya pengurangan subsidi lainnya mengakibatkan peningkatan ketidakpastian
yang membuat konsumen menjadi lebih pesimis dibandingkan periode sebelumnya.
Hal ini terlihat dari penurunan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK). Penurunan kondisi ini
juga dikonfirmasi oleh perlambatan penyaluran kredit konsumsi, yang menjadi salah
satu penopang pertumbuhan konsumsi masyarakat, yang tumbuh sebesar 16,38%
(yoy), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh
sebesar 20,79% (yoy).
1.2.2 Investasi
Pada triwulan I-2012 kegiatan investasi tumbuh sebesar 8,40%, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 6,17%.
Beberapa indikator kinerja investasi pada triwulan I-2012 memberikan konfirmasi
terjadinya peningkatan kinerja investasi di awal tahun ini.
Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan untuk tujuan investasi tercatat
mengalami peningkatan angka pertumbuhan pada triwulan laporan. Pertumbuhan
kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 29,26% (yoy) dengan baki debet
mencapai Rp23,93 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 25,73% (yoy). Tingginya kredit investasi diperkirakan juga didorong
oleh tren penurunan suku bunga kredit perbankan.
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 6
Berdasarkan informasi dari liaison contact Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh), pada triwulan laporan realisasi investasi
menunjukkan tren yang meningkat baik dalam bentuk penambahan kapasitas
produksi maupun perawatan mesin-mesin pabrik secara berkala. Namun demikian
terdapat beberapa kendala dalam melakukan kegiatan investasi, antara lain adanya
konversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit yang berdampak kepada kesulitan
memperoleh bahan baku bagi industri pengolahan karet, keterbatasan lahan untuk
mengembangkan areal industri yang menghambat proses penambahan kapasitas
produksi perusahaan, serta masih belum efektifnya peraturan daerah maupun
birokrasi terkait dengan kegiatan investasi.
Selain itu, kendala investasi juga dipicu oleh minimnya infrastruktur
pendukung yang ada di provinsi Sumatera Utara, diantaranya adalah minimnya
pasokan listrik dan pasokan gas. Permasalahan kelangkaan pasokan gas di Sumatera
Utara telah terjadi sejak tahun 2011. Pada awal tahun 2012, pasokan gas untuk
industri di Sumatera Utara rata-rata mencapai 11 juta kubik per hari, jauh menurun
dibandingkan periode tahun sebelumnya yang rata-rata mencapai 17-20 juta kubik
per hari. Semula pasokan gas di wilayah Sumatera Utara direncanakan akan
terpenuhi jika pembangunan proyek terminal gas terapung atau Floating Storage and
Regasification Unit (FSRU) di Belawan terealisasi. Namun dalam perkembangannya
pembangunan proyek terminal gas terapung tersebut akan dialihkan ke provinsi
Lampung, sedangkan kebutuhan pasokan gas di Sumatera Utara direncanakan akan
dipenuhi melalui pengalihan pasokan gas ke PLN kepada sektor industri di Sumut.
Grafik 1.8 Pertumbuhan PDRB Sektor Investasi Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Investasi Provinsi Sumut
7 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
Sementara itu, pembangunan infrastruktur sebagai salah satu indikator tingkat
investasi pada awal tahun 2012 tercatat mengalami perlambatan. Beberapa indikator
pembangunan infrastruktur memberikan konfirmasi terjadinya perlambatan
diantaranya adalah tingkat penjualan semen dan Survei Penjualan Eceran (SPE) untuk
tingkat pembelian barang konstruksi. Pertumbuhan kedua indikator tersebut tercatat
mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat
penjualan semen pada triwulan I-2012 diperkirakan mencapai 737,9 ribu ton atau
tumbuh sebesar 13,84% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar 41,98% (yoy).
Di sisi lain, impor barang modal
(capital goods) Sumatera Utara pada
triwulan laporan juga menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan, pertumbuhan volume impor
barang modal tercatat sebesar 21,60%
(yoy) dengan jumlah sebesar 36,1 ribu
ton atau menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang
mengalami pertumbuhan sebesar
46,49% (yoy). Berdasarkan laporan survei liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) menunjukkan bahwa kapasitas utilisasi
perusahaan relatif stabil pada kisaran 50% - 100% serta masih adanya optimisme
untuk melakukan penambahan kapasitas utilisasi. Beberapa liaison contact
Grafik 1.10 Perkembangan Penjualan Semen
Provinsi Sumut
Grafik 1.3 Nilai Penjualan Barang Konstruksi
berdasarkan Survei Perdagangan Eceran
Grafik 1.12 Impor Capital Goods Provinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 8
menyatakan bahwa rencana kegiatan investasi yang belum berjalan sesuai dengan
target pada tahun 2011 akan tetap diteruskan pada tahun 2012 mengingat masih
tingginya permintaan terutama permintaan domestik. Hal ini menunjukkan masih
tingginya optimisme pelaku usaha terkait dengan perkembangan ekonomi Sumatera
Utara pada triwulan mendatang.
1.2.3 Ekspor dan Impor
Kegiatan transaksi perdagangan internasional berdasarkan data PDRB pada
triwulan I-2012 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, kinerja ekspor dan impor tercatat masing-masing tumbuh
sebesar 6,46 % dan 5,58% (yoy) dengan pertumbuhan net ekspor sebesar 5,36% (yoy),
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kendati terjadi perlambatan pada
transaksi perdagangan internasional Sumatera Utara, neraca perdagangan masih
mencatatkan net ekspor sebesar Rp 8,39 triliun.
Transaksi ekspor Sumatera Utara tercatat tumbuh sebesar 0,50% (yoy) melambat
dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan sebelumnya yang tercatat
tumbuh sebesar 11,79% (yoy). Pelambatan pertumbuhan nilai transaksi ekspor ini lebih
disebabkan karena penurunan harga internasional dari komoditas ekspor utama
Sumatera Utara khususnya karet alam. Hal ini terlihat dari peningkatan volume ekspor
yang masih tinggi yaitu 29,33% (yoy).
Perkembangan ekspor komoditi CPO di sepanjang triwulan I-2012 menghadapi
beberapa tantangan antara lain adanya peningkatan tarif Bea Keluar ekspor CPO
menjadi 18%, ketidakjelasan ketentuan pajak mengenai pengkreditan PPN bagi usaha
yang terintegrasi yang berpotensi menambah beban pajak perusahaan perkebunan
sehingga mengurangi daya saing produk CPO, serta penolakan ekspor produk kelapa
Grafik 1.13 Pertumbuhan PDRB Aktivitas
Perdagangan Luar Negeri Provinsi Sumut
Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumut
9 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
sawit ke Amerika Serikat terkait dengan faktor lingkungan.
Berdasarkan kategori komoditi ekspor, kelompok barang intermediate goods
(bahan baku) dan consumption goods (barang konsumsi) mendominasi dengan
persentase masing-masing sebesar 86% dan 14%. Tingginya komposisi ekspor bahan
baku terhadap total ekspor berimplikasi pada rendahnya elastisitas harga terhadap
permintaan produk ekspor, dikarenakan produk ekspor merupakan bahan baku bagi
produk negara mitra dagang. Dengan kata lain, perkembangan ekspor Sumatera Utara
cenderung tidak sensitif terhadap kenaikan tingkat harga.
Sementara itu, berdasarkan klasifikasi komoditi menurut SITC, komoditi ekspor
Sumatera Utara didominasi oleh komoditi manufaktur bahan makanan dan produk
pertanian dengan presentase pada triwulan laporan masing-masing sebesar 47% dan
25%. Nilai ekspor Sumatera Utara pada periode ini tercatat sebesar 2,57 milyar USD
dengan komoditi ekspor dominan CPO dan karet, menurun dari periode sebelumnya
senilai 2,83 milyar USD.
Grafik 1.18 Volume Ekspor Komoditi Utama Provinsi Sumut
Grafik 1.17 Nilai Ekspor Komoditi Utama Provinsi Sumut
Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Ekspor Propinsi Sumut
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Ekspor per
Kelompok Komoditi Propinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 10
Volume ekspor Sumatera Utara terutama untuk komoditi CPO pada triwulan I-
2012 tercatat menurun sebesar 17% (qtq) dari 1,16 juta ton pada triwulan IV-2011
menjadi sebesar 970 ribu ton. Demikian juga secara nilai mengalami penurunan
sebesar 144 juta USD atau 12,54%. Tingginya Bea Keluar (BK) komoditas CPO di
tahun 2011 yang dimaksudkan untuk menjaga pasokan dalam negeri, berdampak
pada perlambatan aktivitas ekspor. Hal ini diperkirakan karena produsen cenderung
untuk menjual produk CPO ke pasar domestik untuk mengurangi beban bea keluar
yang relatif berdampak pada pengurangan margin keuntungan. Di sisi lain, adanya
penolakan ekspor CPO ke Amerika Serikat juga memberikan tekanan turunnya volume
ekspor CPO walaupun pada level yang tidak terlalu signifikan mengingat pasar utama
ekspor CPO Sumatera Utara ke negara India, Eropa, dan RRC. Namun demikian,
secara tahunan ekspor CPO Sumatera Utara masih mencatatkan pertumbuhan.
Pasar ekspor CPO ke negara-negara Eropa sampai dengan triwulan I-2012
secara tahunan maupun triwulanan tercatat masih mengalami pertumbuhan di
tengah krisis yang melanda negara-negara Eropa. Di sisi lain, seiring dengan
adanya penandatanganan Preferential Trade Agreement dengan Pakistan
memberikan peluang munculnya pasar ekspor CPO Sumatera Utara. Sampai
dengan triwulan I-2012 ekspor CPO Sumatera Utara ke Pakistan tercatat tumbuh
sebesar 132% (qtq).
Sementara itu, volume ekspor golongan karet dan barang dari karet di
Sumatera Utara pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 137 ribu ton, menurun
11,13% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (triwulan 1-2011) yang
tercatat sebesar 155 ribu ton. Adapun secara nilai, ekspor karet Sumatera Utara
tercatat sebesar 480 juta USD atau menurun sebesar 37% (yoy) dibandingkan triwulan
1-2011 yang tercatat sebesar 761 juta USD. Secara triwulanan, ekspor karet juga
mengindikasikan hal yang sama, dimana pada triwulan I-2012 volume dan nilai ekspor
Grafik 1.19 Aktivitas Bongkar-Muat di Pelabuhan
Belawan Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor Provinsi
Sumut
11 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
karet dari Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan masing-masing sebesar
2,83% dan 15,97% (qtq). Pasar ekspor karet Sumatera Utara ke negara-negara tujuan
utama menunjukkan perlambatan baik secara triwulanan maupun tahunan.
Penurunan ekspor karet Sumatera Utara ke negara tujuan terutama terjadi di negara-
negara Eropa seiring dampak terjadinya krisis.
Perkembangan indikator perlambatan aktivitas ekspor juga dikonfirmasi oleh
penurunan arus muat barang ekspor dari pelabuhan Belawan. Dilihat dari negara
tujuan ekspor, nilai ekspor Sumatera Utara pada triwulan laporan masih
didominasi oleh negara India sebesar 29%. Sementara itu, ekspor ke negara-negara
epicentrum krisis seperti AS dan kawasan Eropa memiliki kontribusi terhadap total
ekspor sebesar 28% sehingga perlu diwaspadai kemungkinan dapat terimbas oleh
dampak krisis di kawasan tersebut.
Volume impor Sumatera Utara pada triwulan laporan mencapai 1,2 juta ton
atau tercatat menurun sebesar 12,08% (yoy). Volume impor pada triwulan laporan
mengalami perlambatan setelah pada triwulan sebelumnya mencatatkan
pertumbuhan sebesar 0,30% (yoy). Jika dirinci menurut golongan penggunaan
barang terjadi perlambatan transaksi impor golongan barang konsumsi bahan dan
barang modal, sementara kelompok barang intermediate atau bahan baku masih
menunjukkan tren yang meningkat. Perlambatan transaksi impor terutama
dipicu oleh tren perlambatan impor bahan baku sebagai jenis komoditi terbesar
pada struktur impor Sumatera Utara. Tren perlambatan yang cukup tinggi juga
terjadi pada kelompok barang konsumsi setelah tumbuh cukup signifikan pada
triwulan I-2011. Dari struktur komoditi impor Sumatera Utara, bahan
Grafik 1. 5 Nilai Impor Provinsi Sumut Grafik 1. 4 Perkembangan Volume Impor per
Kategori Barang Provinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 12
baku/penolong masih memberikan andil yang cukup besar mencapai 88%. Sementara
itu, impor barang konsumsi memiliki share sebesar 9% terhadap total impor diikuti
dengan impor barang modal sebesar 3%.
Dilihat dari negara asal impor, nilai impor dari Cina mencatat nilai tertinggi pada
triwulan I-2012 sebesar 204,86 juta USD (38%), diikuti oleh Malaysia sebesar 98,96
juta USD (19%), dan kawasan Eropa sebesar 95,61 juta USD (18%).
1.3 SISI PENAWARAN
Kendati tumbuh melambat, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi andalan
Sumatera Utara tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan
laporan. Struktur perekonomian Sumatera Utara pada triwulan laporan masih
didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian,
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Kombinasi ketiga sektor tersebut
memberikan sumbangan sebesar 62,99% terhadap perekonomian Sumatera Utara.
Kinerja sektor industri pengolahan dan sektor pertanian tercatat mengalami
perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor PHR
masih menunjukkan tren yang meningkat pada triwulan laporan.
Grafik 1. 6 Presentase Volume Impor per Kategori
Barang Provinsi Sumut
Grafik 1.24 Negara Asal Impor Provinsi Sumut
Tabel 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumut dari Sisi Penawaran
13 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
1.3.1 Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan
yang positif dengan tumbuh sebesar 3,68% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,86% (yoy). Pada triwulan I-2012,
kinerja sektor pertanian tercatat tumbuh stabil seiring dengan mulai datangnya musim
panen pada bulan Februari – April 2012. Berdasarkan data Dinas Pertanian Sumatera
Utara menyebutkan realisasi panen gabah periode Januari –Februari 2012 tercatat
sebesar 967.685 ton serta tidak ditemukan adanya kegagalan panen.
Perlambatan kinerja sektor pertanian pada triwulan I-2012 juga mempengaruhi
tingkat kesejahteraan petani. Hal ini tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani (NTP)
yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil
pemantauan BPS Sumatera Utara pada triwulan I-2012, NTP mengalami tren yang
menurun. Hal ini mencerminkan bahwa kemampuan tukar produk pertanian yang
dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah
tangga mengalami penurunan.
Di sisi lain, kredit perbankan untuk kegiatan sektor pertanian pada triwulan
laporan masih menunjukkan tren yang meningkat seiring dengan mulai
berlangsungnya musim tanam pada periode ini. Kredit perbankan sektor pertanian
tercatat tumbuh sebesar 17,04% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,53% (yoy). Hal ini memberi harapan akan prospek
kinerja sektor pertanian yang lebih baik pada tahun 2012.
Grafik 1. 7 Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Tukar Petani
(NTP) Propinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 14
Perlambatan kinerja sektor pertanian diperkirakan disebabkan perlambatan
yang terjadi pada sub sektor perkebunan seiring dengan perlambatan ekspor komoditas
perkebunan utama Sumatera Utara yaitu CPO dan karet yang pada triwulan laporan
berada pada tren yang menurun. Perlambatan sub sektor perkebunan juga
terkonfirmasi oleh penurunan indeks NTPR. Indeks NTPR pada triwulan laporan
tercatat sebesar 100,22 menurun dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 103.96.
Sementara itu, sebagai lanjutan program peningkatan produktivitas padi,
target produksi padi tahun 2012 mencapai 4.027.301 ton atau naik dibandingkan
tahun 2011 yang hanya mencapai 3.659.683 ton. Upaya pencapaian produksi
tersebut akan didukung dengan pembuatan lahan sawah baru di daerah Nias Selatan
dan Mandailing Natal (Madina). Program lain yang diharapkan untuk mencapai
program ini adalah pembangunan infrastruktur, kelancaran distribusi pupuk
bersubsidi, serta percepatan bantuan pupuk.
Terkait dengan pembangunan infrastruktur pertanian, pembangunan irigasi
pertanian di Sumatera Utara tahun 2012 akan terus berjalan dari Anggaran
Pendapatan Belanja Nasional (APBN) sebesar Rp34,86 miliar dan APBD Sumatera
Utara mencapai sekitar Rp40 miliar dengan sasaran luas mencapai 10.650 hektar.
Kenaikan anggaran ini terjadi dengan tujuan merehabilitasi jaringan irigasi usaha
tani di Sumatera Utara. Upaya rehabilitasi jaringan irigasi tersebut meliputi
perbaikan infrastruktur jaringan irigasi tingkat usaha tani (Jitut), jaringan irigasi
desa (Jides), tata air mikro (TAM), jalan usaha tani, pompanisasi, dan rumah kompos.
Sedangkan anggaran yang bersumber dari APBD diperuntukan bagi 19
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor
Pertanian Propinsi Sumut
Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Tukar
Perkebunan Rakyat (NTPR) Propinsi Sumut
15 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
kabupaten/kota yang juga untuk pembangunan infrastruktur irigasi, system of rice
intensification (SRI) dan pupuk.
1.3.2 Sektor Industri Pengolahan
Kinerja sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor ekonomi
utama Sumatera Utara, pada triwulan I-2012 tercatat tumbuh sebesar 1,86%
(yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh
sebesar 2,22% (yoy). Namun demikian, secara tahunan kinerja sektor industri masih
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 1,80% (yoy). Beberapa
indikator sektor industri pengolahan seperti kredit perbankan sektor industri serta
indeks pertumbuhan produksi manufaktur memberikan konfirmasi terjadinya
perlambatan sektor industri pengolahan.
Pada triwulan laporan, kredit
perbankan sektor industri pengolahan
tercatat tumbuh sebesar 9,43% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar
11,55% (yoy). Di sisi lain, berdasarkan
data perkembangan pertumbuhan
produksi industri manufaktur di Provinsi
Sumatera Utara pada periode laporan
menunjukkan bahwa secara triwulanan
Grafik 1.31 Perkembangan Pertumbuhan Produksi
Industri Manufaktur Provinsi Sumut
Grafik 1.29 Pertumbuhan PDRB Sektor Industri Pengolahan
Grafik 1.30 Perkembangan Kredit Sektor Industri
Pengolahan Propinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 16
produksi industri manufaktur besar dan sedang mengalami penurunan sebesar 3%
(qtq). Penurunan produksi tersebut dipicu oleh turunnya produksi dari industri
furnitur sebesar 3,98%, penurunan produksi industri karet/barang dari karet dan
plastik sebesar 3,57% serta penurunan produksi industri makanan sebesar 2,65%.
Di sisi lain, permasalahan yang saat ini sedang dihadapi industri di Sumatera
Utara adalah sebanyak 54 industri di Sumatera Utara baik PMA maupun PMDN
terancam tidak mendapatkan pasokan gas yang sekaligus mengancam kelangsungan
usahanya. Kebutuhan gas bagi industri existing di Sumatera Utara saat ini sebesar 25
mmscfd (millions of standard cubic feet per day), tapi yang mampu dipenuhi
pasokannya oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) hanya sebesar 17 mmscfd. Keadaan
tersebut semakin memburuk, sebab sejak Oktober 2011 pasokan gas dipotong lagi
menjadi 11,4 mmscfd. Penurunan suplai gas akan berlangsung hingga akhir 2012.
Pada dasarnya pasokan gas di wilayah Sumatera Utara direncanakan akan
terpenuhi jika pembangunan proyek terminal gas terapung atau Floating Storage and
Regasification Unit (FSRU) di Belawan terealisasi. Namun demikian, pembangunan
proyek infrastruktur tersebut akan dialihkan ke Provinsi Lampung, sedangkan
kebutuhan pasokan gas di Sumatera Utara akan dipenuhi melalui pengalihan
pasokan gas ke PLN kepada sektor industri di Sumatera Utara
1.3.3 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan I-2012 tumbuh
sebesar 9,69% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
sebesar 8,98% (yoy).
Peningkatan kinerja sektor PHR pada triwulan ini mampu menahan
perekonomian Sumatera Utara untuk melambat lebih dalam. Memasuki awal tahun
2012, peningkatan kinerja sektor PHR dipicu oleh faktor musiman seiring dengan
adanya perayaan hari besar keagamaan (Tahun Baru Imlek dan Cengbeng) dan hari
libur nasional yang diperkuat dengan maraknya kegiatan promosi/sale di pusat-
pusat perbelanjaan. Di sisi lain adanya kenaikan gaji PNS termasuk TNI/Polri juga
menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kinerja sektor PHR.
Beberapa prompt indicator seperti perkembangan tingkat hunian hotel, nilai
penjualan berdasarkan hasil Survei Pedagang Eceran (SPE), serta kredit perbankan
sektor PHR menunjukkan peningkatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sektor
PHR. Perkembangan sub sektor perhotelan pada triwulan laporan menunjukkan tren
yang meningkat. Sampai dengan akhir triwulan I-2012 Tingkat Penghunian Kamar
(TPK) hotel berbintang di Provinsi Sumatera Utara tercatat tumbuh sebesar 46,93%
17 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
mengalami peningkatan dibandingkan dengan posisi akhir triwulan IV-2011 yang
tercatat tumbuh sebesar 44,16%. Sementara itu, berdasarkan hasil SPE yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan
Aceh) sampai dengan akhir triwulan I-2012 tercatat tumbuh sebesar 14,67% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan bulan sebelumnya, dan diperkirakan
masih akan terus mengalami peningkatan pada triwulan II-2012.
Indikator aktivitas perdagangan
dapat pula dilihat dari dukungan
pembiayaan perbankan pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan ini kredit sektor
PHR terus melanjutkan tren yang
meningkat sejak trend-reversal pada
triwulan I-2010 dengan mencatatkan
pertumbuhan yang signifikan sebesar
27,15% (yoy) dengan nilai mencapai
Rp26,93 triliun.
1.3.4 Sektor Keuangan
Grafik 1.32 Pertumbuhan PDRB Sektor PHR Grafik 1. 8 Perkembangan Tingkat Hunian Hotel
Provinsi Sumut
Grafik 1. 34 Perkembangan Kredit Sektor PHR Provinsi Sumut
Tabel 1. 3 Indikator Kinerja Perbankan Provinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 18
Dari seluruh sektor, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa mengalami
pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini yaitu sebesar 11,67% (yoy).
Pertumbuhan sektor ini sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 14,35% (yoy). Pelambatan ini searah dengan kinerja perbankan
Sumatera Utara yang memiliki pangsa dominan pada sektor ini yang pada triwulan
laporan membukukan pertumbuhan kredit sebesar 19,92% (yoy), melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
20,33%. Demikian pula dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan
Sumatera Utara yang pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan
pertumbuhan dari 16,81% (yoy) menjadi 14,43% (yoy).
Pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penghimpunan DPK perbankan menyebabkan tingkat LDR perbankan pada triwulan
laporan mengalami peningkatan dari 83,63% pada triwulan sebelumnya menjadi
85,17%. Kualitas penyaluran kredit perbankan pada periode ini relatif terjaga dengan
tingkat NPL sebesar 2,37% sedikit meningkat dari sebelumnya yang tercatat sebesar
2,28%.
1.3.5 Sektor Bangunan
Pada triwulan I-2012, sektor bangunan mengalami pertumbuhan yang
cukup tinggi sebesar 7,91% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
8,19% (yoy). Melambatnya kinerja sektor bangunan tidak terlepas dari siklus
pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang pada umumnya akan mulai berjalan
pada awal semester II seiring dengan mulai berjalannya proyek-proyek infrastruktur
pemerintah. Hal ini dikonfirmasi dengan melambatnya pertumbuhan penjualan Semen
di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan laporan. Realisasi pengadaan semen pada
triwulan I-2012 tercatat tumbuh sebesar 13,84% (yoy) dengan jumlah sebesar 737
Grafik 1. 9 Perkembangan Penjualan Semen Provinsi Sumut
Grafik 1. 10 Perkembangan Kredit Sektor Bangunan Provinsi Sumut
19 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1
ribu ton. Pertumbuhan penjualan semen tersebut mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 41,98% (yoy)
Sementara itu, pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan di Sumatera Utara ke
sektor bangunan dan konstruksi tercatat tumbuh 20,49% (yoy) meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 17,69%
(yoy).
1.3.6 Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Pada triwulan laporan, sektor pengangkutan dan komunikasi mencatat
pertumbuhan yang cukup tinggi dengan pertumbuhan sebesar 8,43% (yoy), stabil
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh 8,48%. Perlambatan
kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan dipicu oleh perlambatan
yang terjadi pada sub sektor pengangkutan seiring dengan adanya tren penurunan
ekspor pada triwulan laporan.
Perkembangan prompt indicator sub sektor pengangkutan, terutama kegiatan
bongkar muat barang di pelabuhan Belawan menunjukkan tren menurun pada triwulan
I-2012. Namun demikian, indikator sub sektor pengangkutan terutama untuk angkutan
transportasi, berdasarkan data perkembangan jumlah penumpang angkutan udara dan
angkutan laut masih menunjukkan peningkatan dan menjadi penopang stabilnya
kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini diperkirakan karena
meningkatnya aktivitas yang terkait dengan hari libur nasional pada triwulan I-2012.
Dilihat dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan perbankan terhadap
sektor pengangkutan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Namun demikian, kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan
Grafik 1.37 Perkembangan Jumlah Penumpang Angkutan Laut dan Udara Provinsi Sumut
Grafik 1.38 Perkembangan Kredit Sektor Pengangkutan Provinsi Sumut
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 20
laporan masih menunjukkan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Penyaluran
kredit pada triwulan ini tercatat tumbuh sebesar 49,13% (yoy) masih lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 53,75% (yoy).
Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Hortikultura | Boks 1
g
Kebijakan Pemerintah melakukan pembatasan impor hortikultura melalui
Permentan 88, 89, dan 90 Tahun 20111 tentunya tetap membawa dampak
terhadap impor hortikultura maupun aktivitas di Pelabuhan Belawan. Permentan
tersebut mulai berlaku tanggal 19 Juni 2012, ditunda dari penetapan
sebelumnya tanggal 19 Maret 2012. Dengan diterapkannya Permentan tersebut,
produk impor hortikultura yang sebelumnya dapat masuk melalui 8 pintu
masuk, dibatasi menjadi melalui 4 pintu masuk, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya, Pelabuhan Makassar, Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, dan
Pelabuhan Belawan Medan.
Pelabuhan Belawan sebagai pintu masuk utama perdagangan dari dan ke
luar Sumatera Utara, setiap tahunnya menerima produk impor hortikultura
sebanyak 438,57 ribu ton. Impor hortikultura melalui Pelabuhan Belawan ini
masih jauh di bawah produksi lokal.
Dalam menghadapi pemberlakuan regulasi tersebut, Balai Besar
Karantina Pertanian (BBKP) Belawan menyatakan kesiapan baik dari segi
sarana, prasarana, sumber daya manusia, maupun kapasitas instalasi. Saat ini
Balai Karantina memiliki instalasi karantina seluas 7.000 m2. Selain itu, dari 12
laboratorium penelitian barang karantina (BPTPH) yang ada di seluruh
Indonesia, Sumatera Utara memiliki 1 laboratorium. Dalam kondisi normal
Pelabuhan Belawan menerima 150 s.d 200 kontainer setiap bulannya. Kapasitas
maksimum yang dimiliki oleh Belawan International Container Terminal (BICT)
1 Permentan 88 Tahun 2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal
Tumbuhan Permentan 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan
dan/atau Sayuran Buah Segar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia Permentan 90 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup
Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
BOKS 1 DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR HORTIKULTURA
Boks 1 | Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Hortikultura
adalah 7.000 kontainer, sedangkan Belawan Logistic Center (BLC) mampu
menampung 200 kontainer.
Pelaku usaha (khususnya importir hortikultura) menyambut baik
kebijakan tersebut. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak akan merusak
tatanan produk lokal, dengan catatan daya saing buah lokal harus terus
ditingkatkan mengingat barang impor yang umumnya masuk ke wilayah
Indonesia cukup kompetitif.
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, tidak dipilih sebagai salah satu pintu
masuk karena kondisi pelabuhan saat ini sudah hampir mencapai over capacity.
Setiap bulannya Pelabuhan Tanjung Priok menerima 3.000 s.d 5.000 kontainer
komoditi holtikultura. Dengan diberlakukannya pembatasan pintu masuk bagi
impor komoditi holtikultura, maka diperkirakan pada 4 pintu masuk tersebut
masing-masing akan bertambah ± 1.250 kontainer per bulannya, sebagai
dampak dari impor yang selama ini masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Kondisi tersebut tentu saja akan meningkatkan volume barang impor yang
masuk melalui pelabuhan Belawan hingga 7 kali lipat bila dibandingkan dengan
kondisi normal. Namun BBKP Belawan menyatakan kesiapannya mengingat
kapasitas BICT dan BLC yang masih sangat besar.
Untuk menghindari terjadinya penumpukan barang impor pada pintu
masuk tertentu, diharapkan Kementrian Perdagangan segera menerapkan
pengaturan kuota impor pada masing-masing pintu masuk. Sedangkan untuk
meningkatkan daya saing produk lokal, diharapkan dinas terkait terus
melakukan pembinaan dan pelatihan bagi petani baik dari segi produksi
maupun pemasarannya. Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan melakukan
pengawasan ketat terhadap kualitas barang impor yang akan sampai di daerah-
daerah yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, mengingat
penambahan rantai distribusi dapat berdampak pada turunnya kualitas barang
dimaksud (bahkan dapat menjadi racun bagi tubuh).
Boks 2 | Tendensi Konsumen Triwulan I-2012 23
Isu ekonomi dan politik terkait rencana pembatasan subsidi BBM yang
berlarut-larut disinyalir merupakan penyebab dari terbentuknya sentimen
negatif masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan hasil
Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia Medan periode Maret 2012 yang
memperlihatkan terjadinya pelemahan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
sebesar -6,62% (yoy) atau sebesar -16,73% (mtm) menuju level pesimis. Sentimen
pesimis juga terjadi pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar -19,48%
(mtm), meskipun secara year on year meningkat tipis sebesar 0,36%.
Rencana pembatasan subsidi BBM tersebut telah menggiring ekspektasi
masyarakat terhadap kenaikan harga barang dan jasa secara umum, dimana
54,92% menyatakan bahwa akan terjadi sedikit kenaikan harga barang dan jasa
pada 3 bulan y.a.d., dan 15,56% lainnya menyatakan akan terjadi peningkatan
harga yang signifikan. Sedangkan 29,52% responden meyakini harga barang dan
jasa 3 bulan y.a.d akan berada pada kondisi yang relatif stabil.
Perkiraan kenaikan harga pada periode 3 bulan y.a.d diikuti dengan
peningkatan perkiraan pengeluaran, dimana 48,89% responden menyatakan
pengeluarannya pada 3 bulan y.a.d akan sedikit meningkat, dan 13,02% lainnya
menyatakan peningkatan pengeluaran yang signifikan. Sedangkan 38,10%
responden menyatakan bahwa pengeluaran pada 3 bulan y.a.d akan berada pada
level yang relatif tetap.
BOKS 2 TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I 2012
24 Tendensi Konsumen Triwulan I-2012 | Boks 2
Peningkatan pengeluaran tersebut diindikasikan akan terjadi pada
seluruh kelompok komponen pengeluaran, terutama pengeluaran terhadap
bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok & tembakau; serta perumahan,
listrik, gas dan bahan bakar.
Berdasarkan hasil survei singkat mengenai respon masyarakat terhadap
kenaikan BBM pada bulan Maret 2012 di Kota Medan dan sekitarnya, didapati
70,79% masyarakat mengeluarkan biaya antara Rp100.000,00 – Rp500.000,00
setiap bulannya untuk BBM.
Pengeluaran untuk BBM/bulan
Boks 2 | Tendensi Konsumen Triwulan I-2012 25
Dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM yang akan mendorong
peningkatan pengeluaran, khususnya BBM, 65,75% masyarakat memilih
mengalihkan moda transportasi mobil ke motor. Hal ini sejalan dengan realisasi
kredit kendaraan bermotor (KKB) dimana kredit pemilikan motor memiliki porsi
52% dari total KKB, sedangkan porsi kredit pemilikan mobil adalah 48%. Namun
realisasi kredit tersebut diperkirakan akan mengalami penurunan, khususnya
pada realisasi kredit bulan Juni 2012, sebagai akibat atas penerapan kebijakan
Bank Indonesia melalui Surat Edaran No.14/10/DPNP kepada semua bank
umum terkait dengan Loan to Value (LTV) pada KPR dan KKB, serta Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010./2012 tentang Uang Muka Pembiayaan
Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan.
Pilihan Pengalihan Moda Transportasi
BAB II Perkembangan Inflasi Daerah
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 26
“ Tekanan inflasi Provinsi Sumatera Utara sedikit meningkat
dibandingkan triwulan lalu. Inflasi Sumatera Utara tercatat 3,86% (yoy) atau
0,63% (qtq). Kendati demikian level inflasi Sumatera Utara masih di bawah
inflasi nasional“
2.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan I-2012, Sumut mengalami inflasi 0,63% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulanan lalu sebesar 0,00%. Sementara itu, inflasi tahunan
Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,86%, sedikit di atas inflasi tahunan
triwulan IV-2011 sebesar 3,66%. Kendati demikian, inflasi Sumut pada periode ini
masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 3,97% (yoy).
Ditinjau dari disagregasi inflasi, pada periode ini inflasi inti (4,91%) kembali
mendominasi inflasi Sumatera Utara. Sementara itu, inflasi volatile foods dan
administered prices masing-masing sebesar 1,40% (yoy) dan 3,89% (yoy).
Grafik 2.1. Inflasi Bulanan Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional Sumut dan Nasional
2.2. INFLASI TRIWULANAN
Inflasi triwulanan Sumut tercatat sebesar 0,63% (qtq), lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulanan nasional sebesar 0,88%. Apabila dibandingkan
dengan triwulan IV-2011 (0,00%), maka inflasi pada periode ini juga lebih tinggi.
BBBAAABBB 222 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
27
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
Tabel 2.1. Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Triwulan I-2012
Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012
Komoditas Andil
Inflasi Komoditas
Andil
Inflasi Komoditas
Andil
Inflasi
Angkutan udara 0,4930 Celana panjang
jeans
0,1211 Baru bata/ batu
tela
0,0311
Daging ayam ras 0,4167 Emas perhiasan 0,0733 Angkutan udara 0,0292
Dencis 0,1799 Bawang merah 0,0554 Gaun 0,0228
Tongkol 0,1266 Gaun 0,0374 Bawang merah 0,0223
Kembung/ Gembung 0,1028 Beras 0,0364 Kembung/ Gembung
0,0130
Kacang panjang 0,0569 Baju kaos/ T-shirt 0,0264 Dencis 0,0124
Wortel 0,0539 Tongkol 0,0250 Daging sapi 0,0120
Sumber: BPS
Tabel 2.2. Komoditas yang Memberikan Andil Deflasi
Triwulan I-2012
Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012
Komoditas Andil
Deflasi Komoditas
Andil
Deflasi Komoditas
Andil
Deflasi
Cabe merah -0,1094 Cabe merah -0,4533 Daging ayam ras -0,1146
Emas perhiasan -0,0583 Angkutan udara -0,3076 Beras -0,0833
Baju kaos/ T-shirt -0,0294 Daging ayam
ras
-0,0902 Tongkol -0,0517
Calana panjang jeans
-0,0286 Kacang panjang -0,0889 Cabe merah -0,0441
Daging sapi -0,0242 Kentang -0,0545 Bayam -0,0268
Tempe -0,0182 Wortel -0,0412 Emas perhiasan -0,0257
Teri -0,0154 Dencis -0,0371 Kentang -0,0203
Sumber: BPS
2.2.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, seluruh kelompok memiliki level
inflasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu kecuali kelompok bahan
makanan. Kelompok bahan makanan justru mengalami deflasi sebesar 0,27%
(qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok sandang (2,14%).
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 28
Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%)
Sumber: BPS
a. Kelompok Bahan Makanan
Sama halnya dengan triwulan IV-2011, pada triwulan I-2012 kelompok
bahan makanan mengalami deflasi bahkan dalam level yang lebih rendah. Deflasi
kelompok bahan makanan terutama disebabkan oleh subkelompok bumbu-
bumbuan yang mengalami deflasi 23,03%.
Grafik 2.3 Inflasi Triwulanan
Kelompok Bahan Makanan di Sumut
Penurunan harga bumbu-bumbuan khususnya cabe merah terkonfirmasi
dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan di kota Medan. Harga
cabe merah besar-segar mengalami penurunan dari Rp35.000 per kg pada akhir
triwulan IV-2011 menjadi Rp25.000 per kg pada akhir triwulan I-2012 (turun
28,57%). Cabe merah keriting menurun dari Rp38.000 per kg pada akhir triwulan
IV-2011 menjadi Rp13.000 per kg pada akhir triwulan I-2012 (turun 192,31%).
Selain komoditas cabe merah, komoditas beras yang memiliki bobot besar dalam
perhitungan inflasi juga mengalami penurunan harga karena berlangsungnya
musim panen di seluruh sentra produksi padi Sumatera Utara.
4,74
6,67
-1,16
6,93
-3,92
-0,97
7,91
-2,86
0,10
5,68
0,38
8,01
-0,73
-2,76
6,03
-0,01-0,27
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
29
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
Grafik 2.4 Perkembangan Harga Cabe Merah di Kota Medan
Sumber: Survei Pemantauan Harga
b. Kelompok Sandang
Di tengah penurunan tren harga emas, kelompok sandang masih tetap
menjadi kelompok dengan level inflasi tertinggi dibandingkan kelompok lain. Pada
triwulan I-2012, kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 2,14%. Pada periode
ini, inflasi kelompok sandang lebih banyak disumbang oleh subkelompok sandang
laki-laki dewasa, terutama komoditas celana panjang jeans dan baju kaos/ t-shirt.
Grafik 2.5 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut
c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau meningkat
menjadi 0,60% pada triwulan I-2012 dari sebelumnya sebesar 0,00 % pada
triwulan IV-2011. Subkelompok yang memberikan andil besar terhadap inflasi
kelompok ini adalah subkelompok makanan jadi (0,67%). Sementara itu inflasi
6,24
-1,38
0,57
3,64
7,22
-3,20
0,95
2,69
-0,50
3,47
1,13
4,07
-0,41
2,30
6,45
0,02
2,14
-4
-2
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 30
triwulanan subkelompok minuman yang tidak beralkohol dan subkelompok rokok,
tembakau, dan minuman beralkohol masing-masing sebesar 0,55% dan 0,45%.
Grafik 2.6 Inflasi Triwulanan
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau di Sumut
d. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Setelah sempat mengalami deflasi sebesar 0,02% pada triwulan IV-2011,
pada triwulan I-2012 kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan
mengalami inflasi sebesar 1,54% (qtq). Subkelompok transportasi memberikan
andil besar (2,04%) terhadap inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan, khususnya komoditas angkutan udara yang harganya sangat sensitif
terhadap faktor seasonal. Di awal tahun, tarif angkutan udara sempat mengalami
kenaikan 54% karena perayaan Tahun Baru Imlek.
Grafik 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan di Sumut
1,15
4,92
2,19 2,46
1,89 1,81
2,65
2,37
2,562,31
1,22
0,89
1,43
0,50
2,38
0,00
0,60
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: BPS, diolah
0,39
2,84
-0,02
-3,17-3,50
0,060,29
-1,61
0,660,47
2,20
-1,99
0,31
1,03
3,11
-0,02
1,54
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
31
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
Selain Tahun Baru Imlek, rencana kenaikan BBM turut mempengaruhi
kenaikan tarif angkutan, baik angkutan umum maupun angkutan barang.
Berdasarkan informasi kontak liaison1 tarif angkutan umum diperkirakan dapat
mengalami kenaikan hingga 33,69% apabila harga premium naik Rp1.500 per liter
menjadi Rp6.000 per liter. Sementara itu, tarif angkutan barang yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan antar pelaku ekonomi (tidak ditetapkan oleh pemerintah)
bahkan dapat meningkat hingga 90%.
e. Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan juga mengalami peningkatan inflasi triwulanan menjadi
0,64% (qtq) di triwulan I-2012. Subkelompok obat-obatan (2,22%) mengalami
inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya. Sementara itu, inflasi
subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika sebesar 0,54%. Subkelompok jasa
perawatan jasmani mengalami inflasi sebesar 0,10%. Subkelompok jasa kesehatan
mengalami inflasi 0,02%
Grafik 2.8. Inflasi Triwulanan
Kelompok Kesehatan di Sumut
f. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Dibandingkan dengan triwulan lalu, kelompok perumahan, air, listrik, gas
dan bahan bakar juga mengalami peningkatan dari 0,01% (qtq) pada triwulan IV-
2011 menjadi 0,67% (qtq) pada triwulan I-2012. Subkelompok biaya tempat tinggal
merupakan yang tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya. Inflasi subkelompok
1 Gafeksi
2,67
3,19
1,73
0,40
0,040,09
1,30
0,26
1,73
0,230,09
0,56
3,30
0,63
2,39
0,00
0,64
0
1
1
2
2
3
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 32
biaya tempat tinggal sebesar 1,07%. Inflasi subkelompok perlengkapan rumah
tangga sebesar 0,49%. Sementara itu, subkelompok penyelenggaraan rumah
tangga dan subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air masing-masing
mengalami inflasi sebesar 0,36% dan 0,28%.
Grafik 2.9. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar di Sumut
g. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Pada triwulan I-2012, inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olah
raga juga sedikit mengalami peningkatan dari 0,01% (qtq) pada triwulan IV-2011
menjadi 0,58% (qtq) pada triwulan I-2012. Subkelompok yang berkontribusi besar
terhadap inflasi kelompok ini adalah subkelompok perlengkapan/ peralatan rumah
tangga yang mengalami inflasi sebesar 2,34% (qtq).
Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut
1,16
2,74
3,12
1,16
0,56
0,06
0,64
2,91
1,67
0,21
2,642,77
0,881,02
0,74
0,01
0,67
0
1
1
2
2
3
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
0,010,84
6,33
0,190,00-0,05
8,54
-0,68
0,410,00
0,970,24
1,12
-0,18
2,63
0,010,58
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
33
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
2.2.2. INFLASI MENURUT KOTA
Dari 4 kota di Sumatera Utara yang dihitung inflasinya, 2 kota mengalami
peningkatan inflasi dan 2 kota mengalami penurunan inflasi triwulanan. Kota
Medan mengalami peningkatan inflasi menjadi 0,52% (qtq) dan kota
Pematangsiantar mengalami peningkatan inflasi menjadi 1,60% (qtq). Sementara
itu, inflasi Kota Padangsidempuan menurun menjadi 0,36% (qtq). Inflasi kota
Sibolga juga menurun menjadi 0,82% (qtq) pada triwulan I-2012.
Tabel 2.4. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
2.3. INFLASI TAHUNAN
Secara tahunan, inflasi Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,86%
(yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2011 sebesar 3,67% (yoy).
2.3.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Secara tahunan, inflasi kelompok sandang (13,78%) juga merupakan yang
tertinggi dibandingkan kelompok lain. Sementara itu, inflasi kelompok bahan
makanan (1,60%) merupakan yang terendah dibandingkan kelompok lain.
Meskipun mengalami inflasi terendah, namun inflasi kelompok bahan makanan
pada triwulan ini mengalami kenaikan dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 1,14%. Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga mengalami
peningkatan. Kelompok sandang meningkat dari 10,95% (yoy) pada triwulan IV-
2011 menjadi 13,78% (yoy) pada triwulan I-2012.
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 34
Tabel 2.5. Inflasi Tahunan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%)
Sumber: BPS
a. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan I-2012 tercatat sebesar
1,60% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,14% (yoy).
Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok kacang-kacangan (17,7%), ikan
diawetkan (11,8%), dan ikan segar (8,6%). Sebaliknya subkelompok bumbu-
bumbuan mengalami deflasi 18,8%. Salah satu penyebab deflasi subkelompok
bumbu-bumbuan adalah komoditas cabe yang sempat melambung tinggi pada
awal tahun 2011. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH)
di kota Medan yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan harga cabe merah.
Pada triwulan I-2011 harga cabe merah menembus Rp60.000 per kg dan pada
triwulan ini harganya telah menurun menjadi Rp30.000 per kg (cabe merah
kualitas besar-segar).
Grafik 2.11. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
11,98
22,96
17,91 18,08
5,14
0,44
9,69
-0,38
3,94
10,89
3,14
14,69
13,73
4,65
10,54
1,141,6
-4
1
6
11
16
21
26
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
35
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada
triwulan I-2012 sebesar 3,84% (yoy) menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar
4,70% (yoy). Subkelompok makanan jadi (4,82%) memiliki inflasi yang paling besar
dibandingkan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (2,86%) dan
subkelompok minuman yang tidak beralkohol (2,12%).
Grafik 2.12 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga pada triwulan I-2012
mengalami inflasi sebesar 4,20% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan IV-
2011 sebesar 4,76% (yoy). Bahkan subkelompok rekreasi mengalami deflasi
sebesar 0,87% (yoy). Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah
pendidikan, yakni sebesar 6,58% (yoy).
Grafik 2.13 Inflasi Kelompok
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
4,31
9,2710,41
11,1110,26
8,779,279,179,7210,278,73
7,165,98
4,15,3 4,7
3,84
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, diolah
11,8712,67
7,777,458,85
6,52
8,817,868,308,33
0,71,62
2,352,15
3,834,764,2
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
%
Sumber : BPS, Sumut
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 36
d. Kelompok Sandang
Kendati secara triwulanan (qtq), inflasi kelompok sandang menurun
dibandingkan triwulan lalu, namun inflasi tahunan (yoy) kelompok sandang
meningkat. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok sandang tercatat sebesar
13,78% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 12,87% (yoy).
Subkelompok yang memiliki level inflasi tinggi adalah subkelompok sandang laki-
laki sebesar 17,26% dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain sebesar
15,57%.
Grafik 2.14 Inflasi Kelompok Sandang
Harga emas perhiasan 22 karat meningkat dari Rp290.000 per gram pada
triwulan I tahun lalu menjadi Rp477.000 per gram pada triwulan ini. Untuk emas
perhiasan 24 karat meningkat dari Rp398.000 per gram pada triwulan I tahun lalu
menjadi Rp495.000per gram pada triwulan I-2012.
e. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan bakar
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar pada
triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,34%, sedikit menurun dibandingkan inflasi
triwulan lalu sebesar 3,56%. Inflasi subkelompok biaya tempat tinggal sebesar
4,60% (yoy), kembali menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,30%.
Inflasi subkelompok penyelenggaraan rumah tangga juga jauh menurun dari
10,95% (yoy) menjadi sebesar 4,24% (yoy). Senada dengan kedua subkelompok
tersebut, inflasi subkelompok perlengkapan rumah tangga juga sedikit menurun
dari 1,18% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 1,13% (yoy) pada triwulan ini.
Sebaliknya inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air justru
meningkat dari 0,48% (yoy) menjadi 0,74% (yoy).
16,3614,61
11,29
9,2210,30
8,398,807,81
-0,16
6,686,88
8,328,43
7,23
12,87
10,95
13,78
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, Sumut
37
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
Grafik 2.15 Inflasi Kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
f. Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan inflasi. Pada triwulan I-
2012, inflasi kelompok kesehatan tercatat sebesar 4,09% (yoy). Subkelompok
kesehatan yang level inflasinya tertinggi adalah perawatan jasmani dan kosmetika,
sebesar 7,54% (yoy). Sementara itu, subkelompok yang level inflasinya terendah
adalah jasa kesehatan, sebesar 0,48% (yoy).
Grafik 2.16 Inflasi Kelompok Kesehatan
g. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sedikit
meningkat pada triwulan laporan, dari 2,57% di triwulan IV-2011 menjadi 3,83%
di triwulan I-2012. Peningkatan inflasi kelompok ini terutama dipicu oleh
4,26
6,69
8,638,43
7,18
4,70
2,18
3,90
5,295,46
7,567,46
6,647,5
5,51
3,563,34
0
1
2
34
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, Sumut
3,18
6,25
7,988,21
5,36
2,742,292,14
3,403,58
2,432,65
4,254,63
6,95
6,84
4,09
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, Sumut
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 38
subkelompok transportasi yang meningkat dari 4,87% (yoy) pada triwulan IV-2011
menjadi 6,35% (yoy) pada triwulan I-2012. Rencana kebijakan kenaikan harga
premium sebesar Rp1.500 per liter berimbas pada kenaikan tarif transportasi.
Pengusaha angkutan umum khususnya di kelas non ekonomi yang penentuannya
tidak ditetapkan oleh pemerintah telah menaikkan harga sebelum terjadi kenaikan
harga BBM.
Grafik 2.17 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan
2.3.2. INFLASI MENURUT KOTA
Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, semuanya
mengalami peningkatan bila dibandingkan triwulan lalu, kecuali Sibolga. Inflasi
Sibolga (3,74%) masih menunjukkan level penurunan, bahkan yang terendah
dibandingkan kota lain. Inflasi tertinggi terjadi di kota Pematangsiantar (4,67%).
Sementara itu inflasi kota Medan adalah sebesar 3,75% dan Padangsidempuan
sebesar 4,12%.
Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy)
Sumber: BPS
Di keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, kelompok bahan
makanan dan kelompok sandang menjadi kelompok yang memiliki tingkat inflasi
1,82
3,953,81
-0,05
2,51
-6,53-6,24
-4,73
-0,60-0,19
1,721,32
0,981,52
2,41
2,57 3,83
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
%
Sumber : BPS, Sumut
39
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
tinggi di masing-masing kota, kecuali di Kota Pematangsiantar. Di Kota
Pematangsiantar, inflasi kelompok kesehatan (9,69%) merupakan yang tertinggi. Di
tengah rencana kebijakan kenaikan harga premium sebesar Rp1.500 per liter,
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan di Kota Padangsidempuan
justru mengalami deflasi 1,35% (yoy).
Tabel 2.7. Inflasi Tahunan di Sumut menurut Kota dan Kelompok Barang & Jasa (%,yoy)
Sumber: BPS
2.4. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFLASI
2.4.1 Faktor Fundamental
Ekspektasi Inflasi
Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah IX terjadi peningkatan indeks ekspektasi harga konsumen
3 bulan dan 6 bulan yang akan datang menjadi 170, dibandingkan triwulan lalu
indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang dan 6 bulan yang
akan datang masing-masing sebesar 156 dan 157. Kendati terjadi peningkatan
indeks ekspektasi harga, nampaknya masyarakat Sumut tetap optimistis,
tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang tetap terjaga di level 103.
BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 40
Grafik 2.18 Ekspektasi Konsumen terhadap Pergerakan Harga Barang/ Jasa
Sumber: Survei Konsumen dan BPS, diolah
Guna mengawal inflasi Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara merumuskan Lima
Langkah Pengendalian Inflasi Daerah, sebagai berikut:
1. Optimalisasi pemantauan harga barang-barang kebutuhan pokok dan
penyumbang inflasi terbesar
2. Pemanfaatan riset mengenai inflasi dan harga, terutama terkait dengan
produksi, distribusi dan ekspektasi masyarakat terhadap perkembangan
harga
3. Peningkatan manajemen ekspektasi masyarakat dan komunikasi publik
4. Pemantauan harga pangan dan menjaga kelancaran pasokan barang-barang
kebutuhan pokok
5. Percepatan pembangunan infrastruktur
2.4.2 Faktor Non Fundamental
Disagregasi Inflasi
Inflasi inti mendominasi inflasi Sumatera Utara pada triwulan I-2012, yakni
sebesar 4,91% (yoy), walaupun sedikit menurun dibandingkan triwulan lalu 5,25%
(yoy). Inflasi volatile foods justru meningkat dari 0,77% (yoy) pada triwulan IV-2011
menjadi 1,40% (yoy) pada triwulan I-2012. Senada dengan hal tersebut, inflasi
administered price juga meningkat dari 3,02% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
3,89% (yoy) pada triwulan I-2012.
41
Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2
Grafik 2.19 Disagregasi Inflasi Sumut
42 Ketersediaan BBM Bersubsidi di Sumatera Utara | Boks 3
Rencana penetapan kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga
premium sebesar Rp1.500 per liter pada 1 April 2012 yang lalu menuai respon
dari masyarakat termasuk aksi penolakan dan penimbunan BBM. Kendati
demikian Unit Pemasaran (UPms) I PT Pertamina memastikan bahwa
ketersediaan BBM di Provinsi Sumatera Utara mencukupi untuk kebutuhan
masyarakat Sumatera Utara. Berdasarkan Focus Group Discussion yang
dilaksanakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX dengan UPms I PT.
Pertamina diketahui bahwa premium yang tersedia sebanyak 39.008 kilo liter
dan diperkirakan dapat memenuhi konsumsi 9 hari ke depan. Sementara itu,
solar yang tersedia sebanyak 36.191 kilo liter atau mencukupi kebutuhan
konsumsi 12 hari ke depan. Ketersediaan stok BBM juga didukung oleh jaminan
pengadaan BBM untuk wilayah Sumut dalam waktu 24 s/d 36 jam.
Tabel Ketersediaan BBM
Sumber: UPms I PT Pertamina Medan
Ditreskrimsus Polda Provinsi Sumatera Utara juga melakukan Operasi
khususnya di daerah potensial penyimpanan BBM seperti Pangkalan Susu,
Belawan-Medan, Binjai, Pematangsiantar, Kisaran, Sibolga, dan Gunung Sitoli.
Disretkrimsus Polda Sumut juga melakukan pengawasan langsung di sebagian
besar SPBU, khususnya SPBU yang tingkat kebutuhannya tinggi seperti Medan,
Deli Serdang, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Pematangsiantar, Sibolga, dan
Gunung Sitoli.
BOKS 3 KETERSEDIAAN BBM BERSUBSIDI DI SUMUT
Boks 3 | Ketersediaan BBM Bersubsidi di Sumatera Utara 43
Gambar Daerah Potensial Tempat Penyimpanan dan Tinggi Kebutuhan BBM
Sumber: Disretkrimsus Polda Sumut
Berdasarkan hasil operasi di 308 SPBU dan 31 APMS ditemukan
penimbunan premium sebanyak 4.284 liter, solar sebanyak 27.216 liter, dan
minyak tanah sebanyak 39.300 liter. Beberapa modus operandi yang digunakan
di SPBU adalah menggunakan tangki ganda, tangki tumpah, dan
penyalahgunaan angkutan.
Gambar SPBU dan APMS di Provinsi Sumatera Utara
Sumber: Disretkrimsus Polda Sumut
44 Ketersediaan BBM Bersubsidi di Sumatera Utara | Boks 3
Beberapa upaya untuk meminimalisasi penyimpangan adalah sebagai
berikut:
1. Pengawasan langsung oleh kepolisian di setiap SPBU
2. Kartu kendali BBM untuk pembelian menggunakan jerigen
3. Rencana pemberian insentif kepada pengusaha angkutan umum
BAB III Perkembangan Perbankan Daerah dan Sistem Pembayaran
45 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
“Secara umum, kinerja industri perbankan relatif terjaga di triwulan
I-2012 di tengah kekhawatiran adanya dampak krisis ekonomi global yang
belum berakhir. Demikian pula dengan transaksi sistem pembayaran yang
terus menunjukkan peningkatan dari sisi nilai maupun volume“.
PERBANKAN
3.1 KONDISI UMUM
Industri perbankan Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan
moderat sepanjang triwulan I-2012 . Total aset perbankan Sumut pada
triwulan I-2012 mencapai Rp163,67 triliun, tumbuh sebesar 2,26% (qtq)
dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 19,04% (yoy)
dibandingkan akhir triwulan I-2011. Total aset perbankan tersebut
didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp156,74 triliun (95,77%),
sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp6,93
triliun (4,23%).
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun pada triwulan I-2012 tumbuh
sebesar 1,14% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh
14,43% (yoy) dibandingkan angka akhir triwulan I-2011 hingga mencapai
jumlah Rp128,85 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan simpanan
giro yang tumbuh 8,34% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2011. Penghimpunan
dana pihak ketiga untuk jenis simpanan deposito pada periode laporan relatif
tetap dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Sementara itu, jenis
simpanan tabungan di perbankan tercatat mengalami sedikit penurunan jika
dibandingkan triwulan IV-2011 yaitu sebesar -0,44% (qtq). Peningkatan
jumlah DPK ini menunjukkan masih tingginya kepercayaan masyarakat
Sumatera Utara terhadap industri perbankan. Secara tahunan,
dibandingkan triwulan I-2011 seluruh instrumen dana pihak ketiga
mengalami kenaikan dimana kenaikan tertinggi dialami oleh tabungan yaitu
sebesar 17,88% (yoy), sedangkan deposito dan giro naik masing-masing
sebesar 13,71%(yoy) dan 8,29% (yoy).
BBBAAABBB 333 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM
PEMBAYARAN
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46
Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di provinsi Sumatera
Utara mengalami pertumbuhan sebesar 2,99% (qtq), sedikit melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mengalami pertumbuhan
sebesar 7,42% (qtq). Namun demikian secara tahunan, kredit perbankan pada
triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar 19,92% (yoy). Dari sisi
jenis penggunaan, pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan laporan dialami
oleh kredit investasi yaitu sebesar 6,31% (qtq). Hal ini menunjukkan
tingginya dukungan pembiayaan perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi
Sumut.
Sumber : LBU, diolah
3.2 INTERMEDIASI PERBANKAN
Kegiatan intermediasi perbankan selama triwulan I-2012
menunjukkan peningkatan yang tercermin dari tren peningkatan loan to
deposit ratio (LDR) dari 83,63% menjadi 85,17%. Tingkat LDR pada periode
laporan tercatat sebagai pencapaian LDR tertinggi selama kurun waktu 3
tahun terakhir. Rata-rata pencapaian LDR perbankan selama 3 tahun
terakhir tercatat sebesar 80,52%. Stabilnya pertumbuhan kredit
dibandingkan dengan pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga
perbankan memberikan peranan besar dalam peningkatan LDR. Sampai
dengan triwulan I-2012, spread pertumbuhan kredit dibandingkan dengan
penghimpunan dana pihak ketiga perbankan secara tahunan tercatat
sebesar 5,49% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 3. 1 Indikator Utama Perbankan Sumut
47 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
3.2.1 Penghimpunan Dana Masyarakat
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Sumut hingga triwulan I-
2012 mencapai Rp128,85 triliun, tumbuh sebesar 1,14% (qtq), sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh
sebesar 5,63% (qtq). Ditinjau dari strukturnya, DPK Sumut, masih tetap
didominasi oleh tabungan dan deposito dengan pangsa masing-masing
sebesar 42,02% dan 40,95% dari total DPK dengan nilai nominal tercatat
masing-masing sebesar Rp54,14 triliun dan Rp52,76 triliun. Berdasarkan
jenisnya, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan ini didorong oleh
kinerja giro yang tumbuh sebesar 8,34% (qtq). Kinerja penghimpunan dana
pihak ketiga dalam bentuk deposito pada periode laporan relatif stabil dan
tidak menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kinerja tabungan pada triwulan ini
menunjukkan penurunan sebesar -0,44% (qtq). Tingginya aktivitas
konsumsi masyarakat diperkirakan menjadi salah satu penyebab
melambatnya pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga pada periode
ini.
Di sisi lain tren penurunan suku bunga acuan atau BI Rate pada
triwulan I-2012 menjadi 5,75% dari posisi akhir tahun sebelumnya sebesar
6,00% telah direspon oleh perbankan dengan menurunkan tingkat suku
bunga penghimpunan dana pihak ketiga. Pada periode triwulan I-2012,
Grafik 3. 1 Perkembangan DPK Sumut
Tabel 3. 2 Struktur DPK Sumut
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48
seluruh instrumen penghimpunan dana pihak ketiga perbankan (tabungan,
deposito, dan giro) mengalami penurunan. Dilihat dari rata-rata suku bunga
tertimbang, selama triwulan laporan deposito, tabungan, dan giro
mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,57%, 0,39%, dan 0,07%.
Di tengah tren penurunan suku bunga deposito, penghimpunan giro
perbankan di Sumut menjadi penyangga stabilnya pertumbuhan DPK.
Disamping itu sifat tabungan yang lebih likuid sehingga mudah ditarik
ataupun dilakukan switching apabila diperlukan, serta fitur-fitur dan
kemudahan dalam melakukan transaksi, mampu menjadi salah satu daya
tarik bagi masyarakat untuk menyimpan dananya dalam bentuk ini. Tren
penurunan suku bunga deposito tentunya akan semakin memberikan ruang
bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit sehingga mampu
menjadi penggerak peningkatan penyaluran kredit khususnya untuk
menggerakkan sektor riil yang bersifat produktif.
3.2.2 Penyaluran Kredit
Pada triwulan I-2012 kredit perbankan di Sumatera Utara tumbuh
2,99% (qtq) hingga mencapai Rp106,55 triliun. Dengan pertumbuhan
yang positif pada triwulan ini maka secara tahunan pertumbuhan kredit
menjadi 19,92% (yoy) yang diperkirakan sebagai dampak peningkatan
pertumbuhan ekonomi regional di tahun 2011. Pertumbuhan kredit pada
triwulan ini melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
Tabel 3. 3 Perkembangan Suku Bunga DPK
49 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
tumbuh sebesar 7,42% (qtq). Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan,
dipicu oleh peningkatan kredit investasi dan kredit modal kerja yang tercatat
masing-masing tumbuh sebesar 6,31% dan 2,28% (qtq). Berdasarkan
jenisnya, kredit modal kerja masih mendominasi pangsa penyaluran kredit
perbankan Sumut dengan proporsi sebesar 50,27% diikuti oleh kredit
konsumsi dan kredit investasi dengan pangsa masing-masing sebesar 27,92%
dan 21,81%.
Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan menunjukkan adanya
peningkatan porsi kredit untuk kegiatan investasi yang merupakan bentuk
kredit jangka panjang. Share kredit investasi tercatat tumbuh 0,68%
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,13%. Hal ini
mencerminkan adanya optimisme para pelaku usaha terhadap perekonomian
Sumut dimasa mendatang. Adanya tren peningkatan kredit investasi pada
akhirnya akan memberikan multiplier effect lebih besar terhadap peningkatan
pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
Grafik 3.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Sumut Grafik 3.5 Kredit Sumut per Jenis Penggunaan
(Rp milyar)
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50
Tabel 3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Sumut per Sektor Ekonomi
Tren penurunan BI Rate semenjak bulan Oktober 2011 hingga
triwulan I-2012 mulai diikuti dengan penurunan tingkat suku bunga kredit
perbankan walaupun dengan lag yang lebih lama dibandingkan dengan tren
penurunan suku bunga penghimpunan dana pihak ketiga. Pada triwulan I-
2012, suku bunga kredit tercatat sebesar 11,49% menurun 0,01%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tren penurunan suku bunga
perbankan Sumut, nampaknya mulai direspon oleh para pelaku usaha
dimana pada triwulan ini pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Secara keseluruhan kredit
investasi dan modal kerja mencapai Rp 79,10 triliun pada akhir triwulan
ini.
Berdasarkan sektor usaha, secara umum tidak terjadi perubahan
struktural pada komposisi penyaluran kredit pada triwulan I-2012.
Grafik 3.6 Perkembangan Suku Bunga, BI Rate, dan Penyaluran Kredit Sumut
51 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
Penyaluran kredit paling besar di wilayah Sumut diserap oleh sektor
Perdagangan sebesar 24,54% dan sektor Industri Pengolahan sebesar
19,46%. Sementara itu, baik secara triwulanan maupun secara tahunan
pertumbuhan kredit pada hampir semua sektor menunjukkan
pertumbuhan positif, kecuali kredit sektor Pertambangan, Industri, dan
Konstruksi yang mencatat kontraksi masing-masing sebesar -30,56%, -
5,11%, dan -3,92% (qtq). Dari sisi nominal kredit, peningkatan penyaluran
kredit pada sektor PHR tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar
Rp2,61 triliun (qtq). Cukup tingginya pertumbuhan kredit pada sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) menjadi salah satu indikator
meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat pada triwulan I-2012.
3.2.3 Penyaluran Kredit UMKM
Jumlah kredit UMKM pada triwulan I-2012 mengalami penurunan
sebesar 6,01% (qtq) dengan nominal sebesar Rp27,52 triliun. Secara
tahunan kredit UMKM tumbuh sebesar 15,81% (yoy) tumbuh melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 32,42%
(yoy). Share kredit UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar 25,08% dari
keseluruhan total kredit perbankan Sumut. Berdasarkan pangsa penyaluran
kredit UMKM Sumut, pada triwulan I-2012 didominasi oleh kredit menengah
(Rp 500 juta – Rp 5 miliar) dengan proporsi sebesar 49,71% dari total kredit
UMKM atau mencapai Rp 13,68 triliun, disusul dengan kredit skala kecil (Rp
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM Sumut Grafik 3.8 Pangsa Kredit UMKM Sumut
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 52
Grafik 3.10 Perkembangan Debitur KUR Sumut
50 juta – Rp 500 juta) senilai Rp 9,24 triliun (33,58%), dan kredit skala mikro
(dibawah Rp 50 juta) dengan baki debet sebesar Rp 4,60 triliun.
Dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan terutama
terkait dengan peningkatan penyaluran kredit UMKM, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) beserta Pemerintah
Daerah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I-2012 telah melakukan
beberapa upaya dalam memajukan UMKM diantaranya melalui upaya
pengembangan klaster pengusaha UMKM seperti klaster tanaman ubi kayu,
pengembangan industri kreatif daur ulang kertas, serta fasilitasi percepatan
implementasi resi gudang di wilayah provinsi Sumatera Utara. Selain itu,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) juga
menyusun KPJU Unggulan Sumut (lihat boks 3).
Sebagai salah satu daerah yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) yang merupakan salah satu skim kredit bagi UMKM, pada triwulan I-
2012 Propinsi Sumatera Utara telah menyalurkan KUR dengan total baki
debet sebesar Rp 1,70 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 253.091
debitur. Total baki debet penyaluran KUR Sumut mengalami pertumbuhan
sebesar 62,08% (yoy) dan 6,81% (qtq), melambat dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Sedangkan jumlah debitur KUR di Sumut tercatat tumbuh
sebesar 41,53% (yoy) dan 7,08% (qtq), melambat dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Sebagai upaya untuk mempercepat penyaluran KUR, Komite
Grafik 3.9 Perkembangan Penyaluran KUR Sumut
53 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
Kebijakan Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tanggal 10 Januari
2012, telah memutuskan untuk melakukan penurunan suku bunga KUR Ritel
(plafon lebih dari Rp 20 juta s.d. Rp 500 juta) dari semula 14% menjadi 13%.
Ketentuan tersebut berlaku untuk KUR Ritel yang perjanjian kreditnya sejak
tanggal 2 Februari 2012. Sementara itu, untuk mendorong percepatan
penyaluran KUR di wilayah Sumatera Utara PT Bank Sumut telah
mendapatkan ijin untuk menjadi salah satu bank penyalur KUR yang
ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor : KEP-08/M.EKON/01/2012 tanggal 31 Januari 2012
tentang Penambahan Bank Pelaksana KUR.
3.3 STABILITAS PERBANKAN
3.3.1 Risiko Kredit
Risiko kredit perbankan di
periode laporan relatif terjaga
walaupun mengalami sedikit
peningkatan rasio kredit bermasalah
terhadap total kredit atau Non
Performing Loan (NPL) gross. Rasio
NPL gross sampai dengan triwulan
laporan masih berada di bawah 5%.
NPL perbankan Sumut pada akhir
triwulan I-2012 sebesar 2,37%,
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat
sebesar 2,28%. Walaupun sedikit meningkat namun NPL perbankan Sumut
pada periode ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
NPL selama 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar 3,15%. NPL perbankan
Sumut yang selalu berada di bawah batas aman sejak tahun 2008
menunjukkan risiko kredit perbankan di Sumut yang relatif stabil meskipun
terdapat perlambatan ekonomi regional di paruh pertama 2009 sebagai
dampak krisis keuangan global.
Grafik 3.11 Perkembangan NPL Perbankan Sumut
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 54
Sebagai upaya mempertahankan stabilitas perbankan serta
meningkatkan prinsip kehati-hatian perbankan, Bank Indonesia pada
triwulan I-2012 telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Surat
Edaran Ekstern Nomor 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Resiko
pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang berlaku mulai tanggal 15 Maret
2012. Regulasi dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam
pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat ketahanan sektor
keuangan dilakukan melalui penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk
KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB.
Rasio Loan to Value (LTV) untuk perbankan yang menyalurkan KPR
ditetapkan paling tinggi sebesar 70% untuk kategori tipe bangunan diatas
70m2, sedangkan Down Payment (DP) untuk perbankan yang menyalurkan
KKB ditentukan sebesar 25% untuk pembelian kendaraan roda dua, 30%
untuk pembelian roda empat yang digunakan untuk keperluan non
produktif, serta 20% untuk pembelian kendaraan roda empat atau lebih
yang digunakan untuk keperluan produktif (angkutan orang atau barang).
3.3.2 Risiko Likuiditas
Risiko likuditas perbankan di Sumut pada triwulan IV-2011 tetap
terjaga. Dengan indikator Cash Ratio (CR) yang relatif stabil di atas 3%,
perbankan Sumut memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi
kewajibannya. Pada periode ini cash ratio perbankan tercatat sebesar
5.32%. Namun demikian, pada periode laporan perbankan Sumut perlu
memperhatikan terjadinya perubahan preferensi masyarakat dalam
melakukan penempatan dana di perbankan yang cenderung pada instrumen
jangka pendek seperti tabungan dibandingkan dengan instrumen jangka
panjang berupa deposito.
Sampai dengan triwulan I-2012, pertumbuhan penghimpunan tabungan
tercatat tumbuh sebesar 17,88% (yoy) sedangkan pertumbuhan
penghimpunan deposito tercatat mengalami pertumbuhan lebih rendah
sebesar 13,71% (yoy). Sementara di sisi lain, tren penurunan suku bunga
55 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
Tabel 3.3 Indikator Utama Perbankan Syariah Sumut
kredit pada periode ini mendorong peningkatan pertumbuhan penyaluran
kredit produktif jangka panjang berupa kredit investasi. Kondisi ini,
diharapkan diikuti dengan peningkatan kualitas pengelolaan likuiditas bank
guna mengantisipasi potensi mismatch likuiditas.
3.4 PERBANKAN SYARIAH
Peningkatan ekspansi usaha perbankan syariah di Sumut pada
periode triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan positif yang
mengindikasikan perkembangan perbankan syariah semakin diminati oleh
masyarakat. Perkembangan penyaluran kredit perbankan syariah pada
triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 5,38% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh
sebesar 5,23% (qtq). Sementara itu, kinerja penyaluran penghimpunan dana
perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,23% (qtq), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhannya pada triwulan sebelumnya yang
mencapai 20,43% (qtq). Rendahnya pertumbuhan penghimpunan dana
perbankan syariah dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan
menyebabkan peningkatan Financing to Deposits Ratio (FDR) pada triwulan
ini menjadi sebesar 111,14%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 107,81%.
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 56
Kualitas kredit perbankan syariah Sumut yang tercermin dari rasio Non
Performing Financing (NPF) gross tetap terjaga dengan baik pada kisaran
4,96%. Dari sisi regulasi terhadap perkembangan perbankan syariah, pada
triwulan I-2012 Bank Indonesia menerbitkan kebijakan melalui Surat Edaran
Bank Indonesia No.14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 Perihal Produk
Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pesatnya
perkembangan produk Qardh beragun emas yang biasa dikenal sebagai gadai
emas berpotensi meningkatkan resiko bagi perbankan syariah.
3.5 BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Perkembangan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumut pada
triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan yang positif. Aset BPR Sumut
pada triwulan laporan sebesar Rp 785 miliar dengan jumlah jaringan kantor
sebanyak 59 jaringan kantor atau tumbuh sebesar 2,51% (qtq), walaupun
sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
Tabel 3.3 Indikator Utama BPR Sumut
Grafik 3.12 Financing to Deposits Ratio (FDR)
Perbankan Syariah Sumut (%)
Grafik 3.13 Non Performing Financing (NPF)
Perbankan Syariah Sumut (%)
57 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
tumbuh sebesar 2,99% (qtq). Walaupun demikian, fungsi intermediasi BPR
di Sumut masih menunjukkan pertumbuhan yang positif, dimana LDR BPR
pada triwulan laporan tercatat sebesar 101,17% atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 100,59%. Peningkatan
LDR perbankan dipicu oleh pertumbuhan kredit BPR Sumut yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK BPR. Penyaluran kredit BPR
pada triwulan laporan senilai Rp 559 miliar atau meningkat sebesar 12,21%
(yoy) atau 3,47% (qtq). Sedangkan DPK BPR tercatat sebesar Rp 553 miliar
meningkat sebesar 4,88% (yoy) atau 2,89% (qtq) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
NPL gross BPR di Sumut pada
triwulan I-2012 tercatat sebesar
8,92%, mengalami penurunan
dibandingkan dengan NPL pada
posisi triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 9,26%. Untuk
lebih meningkatkan kinerja BPR,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IX telah memfasilitasi
upaya pembentukan APEX BPR
yang berperan dalam
penyatuan/pengumpulan dana (pooling of fund), pemberian bantuan
keuangan (financial assistance), dan dukungan teknis (technical services)
dari bank umum kepada BPR yang tergabung dalam APEX BPR dengan
tujuan akhir peningkatan fungsi intermediasi BPR.
B. SISTEM PEMBAYARAN
Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian pada awal
tahun 2012, perkembangan sistem pembayaran di wilayah Provinsi
Sumut pada triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan yang positif.
Hal ini ditandai oleh peningkatan volume transaksi baik tunai maupun non
tunai secara tahunan.
3.6 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
Grafik 3.14 Perkembangan NPL BPR Sumut
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 58
Tabel 3.4 Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara
3.6.1 Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara
Transaksi perbankan Sumatera Utara melalui Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement BI-RTGS) pada triwulan I-2012 mengalami
penurunan sebesar Rp24,28 triliun atau menurun -12,31% (qtq) menjadi
Rp173,06 triliun dari nilai transaksi pada triwulan IV-2011 yang tercatat
sebesar Rp197,34 triliun. Begitu pula dengan volume transaksi RTGS yang
tumbuh negatif sebesar -13,87% (qtq) menurun dibandingkan triwulan lalu
yang tumbuh sebesar 56,17% (qtq). Volume transaksi pada triwulan laporan
tercatat sebesar 224.345 transaksi. Namun demikian, secara tahunan
nominal dan volume transaksi RTGS masih menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Sejalan dengan penurunan transaksi BI-RTGS, besaran rata-rata per
hari nilai transaksi pada triwulan I-2012 yang tercatat sebesar Rp2,74
triliun, menurun -10,91% atau Rp 336 miliar bila dibandingkan dengan
triwulan IV-2011. Rata-rata volume transaksi per hari pada triwulan I-2012
menurun -12,50% menjadi 3.561 transaksi.
59 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
3.6.2 Kegiatan Transaksi Kliring
Nilai transaksi kliring pada triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp35,80
triliun. Nilai ini menurun -0,48% atau Rp 173,96 miliar bila dibandingkan
dengan triwulan IV-2011 yang sebesar Rp35,98 triliun. Sementara itu,
volume warkat kliring mengalami peningkatan sebesar 0,23% dibandingkan
triwulan lalu menjadi 1.124.046 lembar warkat. Hal ini menunjukkan
bahwa pada triwulan laporan jumlah transaksi cenderung merupakan
transaksi dengan nominal yang lebih kecil dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Pada triwulan I-2012,
besaran rata-rata per hari nilai
transaksi kliring adalah sebesar
Rp568 miliar, dengan rata-rata
jumlah warkat yang diproses
sebanyak 17.842 transaksi (warkat)
per hari. Sementara itu, jumlah
penolakan cek dan bilyet giro
(Cek/BG) kosong di wilayah Sumut
Tabel 3.5 Transaksi Kliring Perbankan Sumatera Utara
Grafik 3.15 Perkembangan Cek/BG Kosong
Perbankan Sumut
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 60
pada triwulan I-2012 tercatat sebanyak 15.746 warkat dengan nilai Rp388
miliar. Dengan demikian rata-rata penolakan cek dan bilyet giro per harinya
sebanyak 250 warkat dengan nilai Rp 6,15 miliar. Penolakan cek dan bilyet
giro (Cek/BG) kosong ini mengalami penurunan dibandingkan triwulan lalu
dari segi nilai sebesar -5,25% (qtq), tetapi dari segi volumenya justru
mengalami peningkatan sebesar 2,02% (qtq).
3.7 SISTEM PEMBAYARAN TUNAI
3.7.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow dan Outflow)
Perkembangan aliran uang kartal di Sumatera Utara pada triwulan I-
2012 mengalami net inflow, artinya jumlah aliran uang masuk lebih besar
dibandingkan aliran uang keluar. Kegiatan transaksi aliran uang kartal di
Sumatera Utara menunjukkan posisi net inflow sebesar Rp 3,16 triliun,
meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat net outflow
sebesar Rp 1,81 triliun. Posisi inflow atau aliran uang kartal yang masuk ke
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX di Medan pada periode
laporan tercatat sebesar Rp 7,08 triliun atau meningkat sebesar 33,74%
(qtq), sedangkan posisi outflow atau aliran uang kartal keluar tercatat
sebesar Rp 3,91 triliun atau menurun sebesar 44,89% (qtq).
Tabel 3.16 Perkembangan Aliran Uang Kartal melalui Bank
Indonesia di Sumatera Utara
61 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3
Guna meningkatkan kualitas layanan pengedaran uang kepada
masyarakat, pada tanggal 8 Februari 2012 telah dilakukan peresmian
kegiatan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX. Mekanisme TUKAB adalah
kegiatan saling memenuhi persediaan uang kartal layak edar sesama bank.
Jika salah satu kantor cabang bank mengalami posisi kas yang kurang,
maka kantor cabang bank tersebut bisa meminta uang kartal kepada salah
satu kantor cabang bank yang posisi kasnya berlebih. Kegiatan ini
dilakukan agar uang kartal yang ada dapat beredar merata di masyarakat
dan tidak menumpuk di satu bank atau satu wilayah tertentu saja.
Di sisi lain, dengan adanya TUKAB diharapkan kebutuhan
masyarakat akan uang layak edar akan dapat terlayani dengan baik.
Mekanisme TUKAB ini juga diharapkan akan mendorong efisiensi bagi
perbankan nasional sehingga meningkatkan daya saing industri perbankan
nasional terutama dalam menghadapi pembentukan Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015.
3.7.2 Temuan Uang Palsu
Temuan uang palsu di KBI Medan menunjukkan kecenderungan yang
menurun baik dari segi nominal maupun jumlah lembar uang palsunya.
Pada triwulan IV- 2011 ditemukan sebanyak 373 uang palsu dengan total
nilai sebesar Rp22.422.000. Sebagaimana periode triwulan-triwulan
sebelumnya, denominasi Rp50.000 paling banyak dipalsukan dibandingkan
pecahan lainnya, atau sebanyak 64,87% dibandingkan total temuan uang
palsu. Sementara itu jumlah temuan uang palsu Rp100.000 sebanyak 98
Tabel 3.17 Data Temuan Uang Palsu di Kantor Bank Indonesia Medan
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 62
lembar. Selebihnya, temuan uang palsu denominasi Rp20.000 (22 lembar),
denominasi Rp10.000 (9 lembar), denominasi Rp5.000 (2 lembar) dan
denominasi Rp2.000 sebanyak 1 lembar.
3.7.3 Penyediaan Uang Layak Edar
Salah satu tugas pokok Bank Indonesia dalam pengedaran uang
diantaranya adalah melakukan pemusnahan atau kegiatan Pemberian
Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak
edar (lusuh/rusak) sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal
yang diedarkan di masyarakat (clean money policy) secara
berkesinambungan. Pada triwulan I-2012 jumlah uang kartal yang telah
dikenai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) atau dimusnahkan tercatat
sebesar Rp1,86 triliun atau sebesar 26,29% dari jumlah inflow. Jumlah
uang kartal yang dicatat sebagai PTTB tersebut menurun dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar Rp3,44 triliun.
Tabel 3.17 Perkembangan Jumlah PTTB di Sumatera Utara
Boks 4 | Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011
63
Dalam upaya menunjang pembangunan ekonomi diperlukan data serta
informasi yang lengkap dan akurat serta dapat dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan maupun kebijakan strategis. Untuk memperoleh data
dan informasi yang handal diperlukan suatu kajian dan penelitian secara ilmiah
yang menggunakan metodologi yang tepat sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan serta bermanfaat untuk menjadi salah satu referensi
dalam pertimbangan suatu kebijakan ekonomi.
Sehubungan dengan itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX
(Sumut dan Aceh) bekerjasama dengan SEM Institut Jakarta telah
melaksanakan penelitian mengenai Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU)
Unggulan UMKM di 10 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yaitu
Serdang Bedagai, Binjai, Tanah Karo, Tebing Tinggi, Asahan, Labuhan Batu,
Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Mandailing Natal. Penelitian
ini menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dimodifikasi atau
modified AHP. Disebut demikian karena penelitian ini juga menggunakan Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Borda dan Metode Bayes. Penelitian
diawali dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tingkat Provinsi,
dilanjutkan dengan survei di seluruh Kecamatan di daerah yang menjadi obyek
penelitian serta melaksanakan FGD tingkat Kabupaten/Kota yang diteliti guna
mendapatkan data serta informasi yang akurat.
Sebagaimana diketahui, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam
perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa eksistensi
UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pertama, jumlah
industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Kedua,
potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, dan ketiga, kontribusi
UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari
total PDB (BPS, 2004). Melihat peran strategis UMKM dan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi, Bank Indonesia telah melakukan Penelitian Pengembangan
Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2011.
BOKS 4 DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN
KOMODITI/PRODUK/JASA USAHA (KPJU) UNGGULAN UMKM
DI PROVINSI SUMATERA UTARA - TAHUN 2011
Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011 | Boks 4
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengenal dan memahami profil daerah, meliputi: kondisi geografis,
demografi, perekonomian, dan potensi sumberdaya; profil UMKM di Provinsi
Sumatera Utara termasuk faktor pendorong dan penghambat dalam
pengembangan UMKM; Kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah (Daerah Tingkat I dan II) yang terkait dengan
pengembangan UMKM; dan Peranan Perbankan dalam pengembangan
UMKM;
2. Memberikan informasi tentang KPJU unggulan yang perlu mendapat
prioritas untuk dikembangkan di Provinsi Sumatera Utara, kabupaten/kota
dan kecamatan;
3. Memberikan informasi dan permasalahan yang timbul dari masing-masing
KPJU unggulan lintas sektoral di masing-masing kabupaten/kota, misal
mengenai bahan baku, tenaga kerja, teknologi yang digunakan, produksi,
kondisi permintaan, harga dan lokasi (kecamatan);
4. Memberikan informasi tentang KPJU potensial;
5. Memberikan rekomendasi KPJU unggulan yang perlu/dapat dikembangkan
di masing-masing kabupaten/kota; Peranan Perbankan dalam
pengembangan KPJU unggulan; dan rekomendasi Kebijakan kepada
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), yang dikaitkan pula
dengan kebijakan Pemerintah Pusat, dalam rangka pengembangan KPJU
unggulan UMKM.
KPJU unggulan UMKM di Provinsi Sumatera Utara dalam penelitian ini
didefinisikan secara operasional oleh multi stakeholder sebagai KPJU UMKM
yang secara eksisting (saat ini) telah unggul dalam sejumlah kriteria tertentu
dalam mencapai tujuan penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing, dan
pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Tujuan penetapan KPJU unggulan
yang paling dominan adalah penciptaan lapangan kerja (0,410), kemudian
selanjutnya berturut-turut adalah peningkatan daya saing (0,296) dan
pertumbuhan ekonomi (0,294).
Boks 4 | Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011
65
Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari
yang paling penting berturut-turut adalah: (1) Penyerapan Tenaga Kerja (0,170);
(2) Ketersediaan Pasar (0,144); (3) Sumbangan terhadap Perekonomian (0,143);
(4) Harga (0,099); (5) Tenaga Kerja Terampil (0,089); (6) Manajemen Usaha
(0,089); (7) Sarana Produksi/Usaha (0,069); (8) Modal (0,065); (9) Teknologi
(0,063); (10) Ketersediaan Bahan Baku (0,046); dan (11) Sosial Budaya (0,023).
KPJU Unggulan Kabupaten/Kota dan Pendekatan Penanganannya
Di setiap kabupaten/kota yang diteliti, melalui konfirmasi dan analisis lanjutan
dengan pendekatan metode MPE, AHP, Borda dan Bayes diperoleh 5 KPJU
unggulan lintas sektoral (dan 5 KPJU Potensial lintas sektoral). Lima KPJU
Unggulan lintas sektoral tersebut adalah sebagai berikut :
Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di
Provinsi Sumatera Utara, khususnya di 10 Kabupaten/Kota yang diteliti perlu
menggunakan titik kekuatan (yang selanjutnya dikembangkan menjadi
competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik kritisnya
(kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia.
Peluang yang dimaksud secara umum adalah positioning eksisting
Provinsi Sumatera Utara yang memiliki keunikan tersendiri dalam kerangka
perekonomian nasional, yakni sebagai daerah agraris yang menjadi pusat
pengembangan perkebunan dan hortikultura dan salah satu pusat
perkembangan industri dan pintu gerbang pariwisata di Indonesia. Ini terjadi
karena potensi sumberdaya alam dan karakteristik ekosistem yang memang
sangat kondusif bagi pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pada
beberapa daerah, peluang tersebut dituangkan dalam visi/misi dan kebijakan
daerah.
1 2 3 4 5
1 Labuhan Batu Padi Kelapa Sawit Ayam Jagung Bebek
2 Tebing Tinggi Restoran Ubi Kayu Angkutan Umum Padi Ikan Lele
3 Tapanuli Utara Tenun Ulos Padi jagung Kopi Ateng Cabai Merah
4 Karo Jagung Cabai Padi Hotel Kol
5 Maindailing Natal Padi Karet Cabai Karet/Latex Kelapa Sawit
6 Binjai Kedai Sampah Angkutan Umum Voucher Pulsa Rumah Sakit Minimarket
7 Tapanuli Selatan Padi Sawah Karet Cabai Salak Kelapa Sawit
8 Asahan Pabrik Kelapa Sawit Kelapa Sawit Karet Pengolahan Minyak Curah Showroom Sepeda Motor
9 Simalungun Padi Sawah Cabai Merah jagung Kelapa Sawit Kakao
10 Serdang Bedagai Padi Sawah Mie Iris Karet Pasar Harian Ubi Kayu
KPJu UnggulanKabupatenNo
Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011 | Boks 4
Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih
umumnya memang KPJU yang unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas
produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja dan kontribusinya bagi
perekonomian daerah.
Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada persoalan
biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum
optimal dan teknologi pengembangan yang belum ada/minim.
Rekomendasi
1. Rekomendasi Penetapan KPJU Unggulan dan Potensial
Direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang diteliti untuk
menetapkan 5 KPJU Unggulan (dan Potensial hasil penelitian ini sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya) sebagai KPJU Unggulan (dan Potensial) daerah.
2. Rekomendasi Peran Strategis
Direkomendasikan pembagian peran strategis yang dapat dilakukan antara
pemerintah, pelaku/asosiasi pengusaha UMKM, perbankan, dan stakeholder
lain dalam pengembangan UMKM dan KPJU unggulannya sebagai berikut:
a. Pemerintah. Peran pemerintah kini dan masa mendatang dalam
pembangunan UMKM adalah sebagai regulator, fasilitator, dan stimulator,
yang menekankan pada upaya kemandirian dalam pemberdayaan
masyarakat melalui penguatan UMKM berbasis KPJU Unggulan.
b. Pelaku/Asosiasi Pengusaha UMKM.
(1) Identifikasi akar masalah atas berbagai kendala dan hambatan yang
dihadapi di dalam pengembangan usaha mereka, serta
mengkomunikasikan hal tersebut kepada pihak-pihak yang dinilai
dapat membantu, seperti: penyedia BDS (Business Development
Service), asosiasi UMKM, instansi pemerintah terkait dan pihak-pihak
strategis lain.
(2) Meningkatkan kapasitas dan kompetensinya melalui upaya
pengembangan jiwa kewirausahaan, pengembangan etos kerja, disiplin
kerja serta peningkatan komitmen moral yang tinggi.
Boks 4 | Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011
67
(3) Melaksanakan secara seksama, konsisten dan berkesinambungan
program pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah dan lembaga
lainnya untuk pengembangan usahanya.
(4) Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing produk barang
dan jasa yang dihasilkan.
(5) Aktif dalam berbagai forum pengembangan usaha sebagai wahana
untuk pengembangan penyampaian aspirasi dan kebutuhannya untuk
pengembangan usaha serta memperluas jaringan usaha.
(6) Mengaktifkan KADIN sebagai forum strategis bagi penyaluran aspirasi,
fasilitasi, forum informasi dan komunikasi dan sinergisitas antar UMKM
dan dengan organisasi bisnis lainnya di dalam dan luar negeri dalam
pengembangan usahanya.
c. Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan LSM
(1) Melakukan identifikasi atas berbagai permasalahan dan kebutuhan
UMKM dalam pengembangan usahanya, serta merumuskan dan
menyampaikan program pemberdayaannya kepada pemerintah dan
lembaga lain yang relevan.
(2) Mengembangkan teknologi tepat guna dan paket teknologi dalam
rangka peningkatan efisiensi, produktivitas, serta daya saing UMKM.
(3) Mengembangkan program pendampingan, bimbingan, konsultasi,
pemanfaatan teknologi, informasi serta pelatihan untuk
mengembangkan kompetensi SDM UMKM, sehingga dapat
mengembangkan usahanya secara berkesinambungan.
(4) Mengembangkan penelitian dan pengkajian yang berkaitan dengan
pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, pengembangan
teknologi, pengembangan SDM UMKM, serta model-model
pengembangan alternatif untuk UMKM.
(5) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi pemberdayaan UMKM dengan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah
lainnya, Dekopinda, Asosiasi UKM/KADIN.
Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011 | Boks 4
(6) Melaksanakan advokasi kebijakan pemerintah dalam rangka
menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, dan pemberian
dukungan perkuatan bagi UMKM.
d. Perbankan
(1) Melakukan identifikasi atas berbagai permasalahan dan kebutuhan
pembiayaan UMKM dalam pengembangan usahanya, serta
merumuskan dan menyampaikan program pemberdayaannya kepada
pemerintah dan lembaga lain yang relevan.
(2) Mengembangkan paket pembiayaan dan permodalan untuk
mengembangkan usaha UMKM, termasuk pengembangan pola dan
model pembiayaan alternatif berbasis syariah. Pembiayaan basis
syariah sangat relevan dengan visi dan misi pembangunan di banyak
kabupaten/kota tersebut.
(3) Mengembangkan program pendampingan, bimbingan, konsultasi dan
pelatihan pemanfaatan pembiayaan dan permodalan untuk
pengembangan usahanya secara berkesinambungan
(4) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi perkembangan pembiayaan UMKM dengan pihak
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah
Daerah, instansi pemerintah lainnya, asosiasi Pengusaha UMKM dan
lembaga swadaya masyarakat.
3. Rekomendasi Khusus Pengembangan KPJU Unggulan
Dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan serta titik kekuatan dan
titik kritis setiap KPJU unggulan, telah direkomendasikan dalam FGD dan In-
depth Interview sejumlah rencana aksi, baik strategis (jangka panjang dan
menengah) maupun taktis (jangka pendek), kepada pelaku UMKM, Instansi
Pemerintah Terkait, dan Perbankan
Boks 5 | Perkembangan Sertifikasi Lahan Di Provinsi Sumatera Utara 69
Terdaftar24%
Belum Terdaftar
76%
Salah satu kendala dalam perkembangan investasi di wilayah Provinsi
Sumatera Utara adalah adanya keterbatasan lahan serta sengketa lahan. Selain
itu, faktor sulitnya pembebasan lahan juga menyebabkan pengembangan proyek-
proyek infrastruktur di Provinsi Sumatera Utara mengalami kendala dan
menyebabkan lamanya proses pembangunan suatu proyek infrastruktur seperti
proyek Bandara Kuala Namu yang hingga saat ini masih belum dapat
merealisasikan akses jalan tol menuju bandara.
Upaya legalisasi tanah juga memberikan permasalahan tersendiri bagi
para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dimana upaya legalisasi
tanah dapat memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM dalam
mengajukan kredit pembiayaan kepada perbankan. Oleh sebab itu, kejelasan
status tanah dapat meminimalisir adanya sengketa lahan yang pada akhirnya
akan memberikan kepastian dalam kegiatan berinvestasi. Di sisi lain, kejelasan
status tanah juga bertujuan meningkatkan akses pelaku UMKM terhadap sektor
perbankan.
Sampai dengan tahun 2010, tercatat sebesar 23,61% luas tanah yang
telah memiliki sertifikat, sedangkan sisanya sebesar 76,39% belum terdaftar
atau belum memiliki sertifikat. Jumlah total luas tanah di Propinsi Sumatera
Utara tercatat sebesar 7,31 juta Ha. Berdasarkan jenis sertifikatnya, jumlah
tanah terdaftar di Propinsi Sumatera Utara didominasi oleh SHM sebesar
BOKS 5 PERKEMBANGAN SERTIFIKASI LAHAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Grafik % Sertifikat Tanah Di Propinsi Sumatera Utara
Grafik Status Tanah Di Propinsi Sumatera Utara
Perkembangan Sertifikasi Lahan di Provinsi Sumatera Utara | Boks 5
80,60%, sedangkan sebesar 13,67% memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan.
Secara total, jumlah tanah yang telah terdaftar di Propinsi Sumatera Utara
sebesar 1,72 juta Ha. Berdasarkan daerahnya, jumlah presentase tanah tidak
terdaftar di Propinsi Sumatera Utara yang terbesar berada di daerah Tapanuli
Selatan sebesar 19,41% dengan jumlah luas tanah tidak terdaftar sebesar 10,81
juta Ha diikuti oleh daerah Mandailing Natal sebesar 11,57% dengan jumlah luas
tanah tidak terdaftar sebesar 6,44 juta Ha.
Sementara itu, presentase tanah belum terdaftar terhadap luas tanah di
beberapa daerah, masih berada pada level yang cukup tinggi dengan presentase
rata-rata sebesar 78,56%. Tapanuli Selatan merupakan daerah dengan luas
tanah belum terdaftar yang terbesar di wilayah Sumatera Utara yaitu sebesar
1,08 juta Ha atau sebesar 84,66% dari total jumlah tanah di wilayah tersebut.
PRONA UKM PERTANIAN REDIST IP4T JUMLAH
6.620 1.000 800 17.500 15.000 40.920
29.600 300 1.000 300 35.000
Grafik % Tanah Belum Terdaftar per Kota/Kab di Propinsi Sumatera Utara
Tabel Luas Tanah Belum Terdaftar per Kota/Kab di Propinsi Sumatera Utara
Tabel Program Sertifikasi Tanah Propinsi Sumatera Utara
Boks 5 | Perkembangan Sertifikasi Lahan Di Provinsi Sumatera Utara 71
Sebagai upaya percepatan sertifikasi tanah, Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Provinsi Sumatera Utara telah melakukan berbagai program yang dibiayai
oleh APBN, yaitu Program Operasi Nasional Pertanahan Agraria (PRONA),
program sertifikasi tanah untuk pelaku UMKM/pertanian/nelayan, program
sertifikasi tanah land reform, dan Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita).
Pada tahun 2010, luas bidang tanah yang belum disertifikasi tercatat
sebanyak 2.857.166 bidang tanah. Tahun 2010 BPN Sumatera Utara berhasil
melakukan sertifikasi terhadap 40.920 bidang tanah, dilanjutkan pada tahun
2011 sebanyak 35.000 bidang tanah (lebih rendah 14,47%). Untuk tahun 2012,
BPN mentargetkan dapat melakukan sertifikasi terhadap 33.000 bidang tanah.
Dalam proses sertifikasi tanah, biaya yang harus dikeluarkan adalah
biaya pengurusan sertifikat hak milik dari BPN untuk proses pengukuran,
pemeriksaan, dan pendaftaran tanah. Selain itu, pihak yang mengajukan
sertifikasi juga harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) yang relatif mahal. Biaya inilah umumnya yang menjadi kendala
masyarakat dalam melakukan pengurusan sertifikasi tanah, sehingga kerap
masyarakat tidak menebus sertifikat yang telah diproses oleh BPN. Dapat
diinformasikan bahwa BPHTB adalah salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD), oleh sebab itu penentuan biaya BPHTB sepenuhnya diserahkan kepada
kabupaten/kota.
Untuk mengatasi kendala terkait biaya BPTHB dimaksud, perlu dilakukan
kolaborasi antara perbankan (dalam hal ini Bank Indonesia), BPN, dan
stakeholders lainnya. Untuk itu, direkomendasikan dapat dibuat MoU antara
Bank Indonesia dengan BPN di level pusat (antara GBI dengan Kepala BPN).
BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah
BAB 4 | Perkembangan Keuangan Daerah 72
4.1. PENERIMAAN PAJAK
Penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara melalui Kanwil Ditjen Pajak
Sumut 1 Medan dan Kanwil Sumut 2 Pematangsiantar ditargetkan mencapai
Rp10,8 triliun. Target tersebut telah mengalami revisi dari sebelumnya sebesar
Rp11,5 triliun. Pemangkasan target pajak sebesar Rp700 miliar atau 6,08%
tersebut sejalan dengan revisi target pajak APBN yakni dari Rp911,1 triliun
menjadi Rp885 triliun.
Realisasi penghimpunan pajak hingga 30 April 2012 mencapai 29% dari
target sebelum revisi (Rp11,5 triliun), atau telah terealisasi sekitar Rp3,34 triliun.
Dengan memperhatikan angka revisi target, maka realisasi pajak hingga 30 April
2012 telah mencapai 32%.
4.2. REALISASI APBD
Realisasi anggaran atau tingkat serapan APBD Provinsi Sumatera Utara
pada triwulan I-2012 sebesar 9,22% dari Rp7,33 triliun. Tingkat realisasi tersebut
lebih kecil dibandingkan realisasi APBD triwulan I-2011 sebesar 11,08% dari
Rp5,35 triliun. Realisasi APBD sebesar 9,22% tersebut digunakan untuk belanja
langsung (Rp109 miliar) dan belanja pegawai atau pembayaran gaji (Rp725 miliar).
4.3. KENAIKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
Dengan disahkannya Perda No. 1 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota
(Perwal) No. 24 tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) serta Perda No. 3 Tahun 2011 dan Perwal No. 73 tentang PBB Kota
Medan, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2012, pengelolaan BPTHB dan PBB Kota
Medan berada di tangan Pemda Kota Medan. Hal ini merupakan amanah dari UU
No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang boleh ditagih
di daerah, di dalamnya termasuk PBB dan BPHTB. Sebab, PBB dan BPHTB sudah
menjadi pajak daerah.
Dengan berlakunya Perda No. 3 Tahun 2011, terdapat perubahan
perhitungan pengenaan tarif PBB yang cukup signifikan perbedaannya
BBBAAABBB 444 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
73 Perkembangan Keuangan Daerah | BAB 4
dibandingkan dengan perhitungan PBB tahun 2011. Hal ini mengakibatkan
kenaikan PBB yang cukup besar, hingga 100%.
Di dalam Perda No.3 Tahun 2011 terdapat dua tarif pengenaan PBB, yakni
untuk NJOP di atas Rp1 miliar tarif pajaknya 0,3% dan untuk NJOP di bawah Rp1
miliar tarif pajaknya 0,2%. Sistem perhitungan yang ada saat ini tidak lagi
menggunakan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) melainkan berdasarkan hasil perkalian
NJOP dengan tarif. Perbandingan cara perhitungan PBB 2011 dengan 2012
selengkapnya adalah sebagai berikut:
PBB 2011 = (NJOP-NJOPTKP) X 20% (atau 40%) x 0,5%.
PBB 2012 = (NJOP- Rp. 15.000.000,-) x 0,2% (atau 0,3%)
Terhadap kenaikan yang sangat signifikan tersebut, terdapat resistensi dari
masyarakat untuk membayarnya, yang dapat berdampak pada tercapainya target
penerimaan daerah.
Tabel 4.1. NJOP dan Tariff
NJOP Tariff
>Rp1 miliar 0,3%
≤Rp1 miliar 0,2%
4.3. ALOKASI APBD UNTUK PENDIDIKAN
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menghimbau Pemerintah Kabupaten /
Kota di Sumatera Utara agar mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar
20% dari total APBD masing-masing. Alokasi 20% ini ditujukan untuk perbaikan
saranan dan prasarana gedung sekolah, bantuan kepada seluruh guru di
Sumatera Utara. Total anggaran pendidikan di Sumatera Utara tahun 2012 sekitar
Rp150 miliar.
BAB V Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
74 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan| BAB 5
“Perkembangan ketenagakerjaan yang baik terindikasi dari peningkatan
partisipasi angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka“
5.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 5.1.1. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Angka Pengangguran
Pada Februari 2012, jumlah angkatan kerja Provinsi Sumatera Utara
tercatat sebanyak 6,56 juta orang, meningkat sebesar 3,86% dibandingkan
bulan Agustus 2011 yang tercatat sebesar 6,31 juta orang. Secara
keseluruhan, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara ditandai perubahan
beberapa indikator ketenagakerjaan yang membaik. Seiring dengan
peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas
yang bekerja dan menganggur juga mengalami peningkatan. Jumlah
penduduk yang bekerja sebanyak 6,14 juta orang dan yang menganggur
sebanyak 413,6 ribu orang. Dengan demikian Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) pada Februari 2012 tercatat sebesar 74,55% (meningkat dari
sebelumnya 72,09%) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,31%
(menurun dari sebelumnya 6,37%)
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber : BPS
5.1.2. Lapangan Pekerjaan Utama
Penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara masih bertumpu
pada sektor pertanian. Lebih dari setengah angkatan kerja di Sumut bekerja
di sektor pertanian, tepatnya 51,13%. Persentase tersebut mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan tahun lalu (50,90%). Senada dengan sektor
pertanian, tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri juga meningkat
BBBAAABBB 555 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
BAB 5 | Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 75
dari 10,14% (Februari 2011) menjadi 11,16% (Februari 2012). Sebaliknya
tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor jasa justru menurun dari 38,96%
menjadi 37,71%.
Tabel 5.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama (%)
Lapangan Pekerjaan Utama
Februari 2011
Februari 2012
(Persen) (Persen)
Pertanian (Agricultural) 50,90% 51,13%
Industri (Manufacturing) 10,14% 11,16%
Jasa (Services) 38,96% 37,71%
Jumlah 100,00% 100,00% Sumber : BPS
5.1.3. Status Pekerjaan Utama
Status pekerjaan utama pada dasarnya terbagi 2, yaitu formal dan
informal. Lebih rinci lagi dapat dibagi menjadi 6 status pekerjaan utama:
berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/ buruh tidak dibayar,
berusaha dibantu buruh tetap, dan buruh/ karyawan/ pegawai tergolong
formal. Sementara itu, yang tergolong bekerja di sektor informal adalah
pekerja bebas dan pekerja keluarga/ tidak dibayar.
Jika dilihat dari status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan
informal, pada bulan Februari 2012 hampir 80% tenaga kerja di Sumatera
Utara bekerja pada kegiatan formal. Secara umum, pekerja di Provinsi
Sumatera Utara bekerja sebagai buruh/karyawan/ pegawai. Dari total 6,14
juta orang yang bekerja di Provinsi Sumatera Utara, yang tercatat sebagai
buruh/karyawan/pegawai sebesar 30,67%, meningkat pangsanya
dibandingkan Februari 2011 sebesar 29,30%. Porsi terkecil adalah berusaha
dibantu buruh tetap/ buruh dibayar sebesar 3,34%.
Tabel 5.3. Angkatan Kerja Sumut Menurut Status Pekerjaan Utama (%)
Status Pekerjaan Utama 2011 2012
Februari Februari
1 Berusaha Sendiri 14,96% 15,81%
2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap / buruh tidak dibayar 21,57% 19,98%
3 Berusaha dibantu buruh tetap / buruh dibayar 3,61% 3,34%
4 Buruh/ Karyawan/Pegawai 29,30% 30,67%
5 Pekerja Bebas 5,79% 6,13%
6 Pekerja Keluarga 24,77% 24,06%
Jumlah 100,00% 100,0% Sumber : BPS
76 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan| BAB 5
5.1.4. Jumlah Jam Kerja
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2012, jumlah
jam kerja di atas 35 jam seminggu mengalami penurunan dari 66,70% pada
Februari 2011 menjadi 64,45% pada Februari 2012. Sebaliknya jumlah jam
kerja hingga 34 jam dalam seminggu meningkat dari 33,30% (Februari 2011)
menjadi 35,55% (Februari 2012). Sementara itu, pekerja dengan jumlah jam
kerja 1 hingga 7 jam dalam seminggu relatif kecil pangsanya, hanya 1,12%.
Tabel 5.4. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut
Jumlah Jam Kerja Seminggu di Provinsi Sumatera Utara
Jumlah Jam Kerja
Seminggu Februari
2011 Februari
2012
(jam) (Persen) (Persen)
1 - 7 0,86 1,12
8 - 14 4,05 4,28
15 - 24 12,87 12,97
25 -34 15,51 17,17
1 - 34 33,30 35,55
35+ *) 66,70 64,45
Jumlah 100,00 100,00
Sumber : BPS
5.1.5. Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan
Secara umum terjadi peningkatan penduduk yang bekerja dengan
pendidikan tertinggi di atas pendidikan dasar. Penduduk bekerja dengan
jenjang pendidikan terakhir SMP meningkat dari 23,41% menjadi 23,52%.
Penduduk yang bekerja dengan jenjang pendidikan terakhir SMA meningkat
dari 19,03% menjadi 19,50%. Penduduk yang bekerja dengan jenjang
pendidikan terakhir SMK meningkat dari 9,18% menjadi 9,39%. Senada
dengan jenjang pendidikan lainnya, penduduk yang bekerja dengan jenjang
pendidikan terakhir sarjana/ universitas juga meningkat dari 4,89% menjadi
5,21%.
Tabel 5.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi Sumatera Utara
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Februari 2011 Februari 2012
(Persen) (Persen
SD Kebawah 40,67 39,73
Sekolah Menengah Pertama 23,41 23,52
Sekolah Menengah Atas 19,03 19,50
BAB 5 | Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 77
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Februari 2011 Februari 2012
(Persen) (Persen
Sekolah Menengah Kejuruan 9,18 9,39
Diploma I/II/III 2,81 2,66
Universitas 4,89 5,21
Jumlah 100,0 100,0
5.2. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
5.2.1. Tingkat Penghasilan Masyarakat
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX, indeks penghasilan saat ini masih
berada dalam tren yang menurun. Pada akhir triwulan I-2012 Indeks
Penghasilan Saat Ini tercatat sebesar 101,79, menurun dibandingkan triwulan
lalu sebesar 103,13. Senada dengan penghasilan saat ini, masyarakat juga
memperkirakan akan terjadi penurunan penghasilan 6 bulan yang akan
datang. Nilai Indeks Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang pada
akhir triwulan I-2012 sebesar 122.
Grafik 5.1. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2009 2010 2011 2012
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yl Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad
5.2.2. Nilai Tukar Petani (NTP)
Dari sisi petani, daya beli petani yang tercermin dari NTP juga
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011. NTP
mencerminkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang
diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam
menghasilkan produk pertanian. Pada triwulan I-2012, NTP tercatat sebesar
101,79. Kendati NTP tersebut di atas 100, namun pada masa panen awal
78 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan| BAB 5
tahun di sejumlah sentra padi di Sumatera Utara, seharusnya terjadi
peningkatan daya beli petani. Hal tersebut sekaligus mengkonfirmasi bahwa
selama ini, peningkatan ataupun penurunan harga komoditas pertanian lebih
banyak ditentukan dan dinikmati oleh pedagang besar dalam struktur
pasarnya.
Grafik 5.2. Nilai Tukar Petani
Untuk periode Maret 2012, NTP Sumut per sub sektor masing-masing tercatat
sebesar 100,17 untuk subsektor padi & palawija (NTPP); 110,59 untuk
subsektor hortikultura (NTPH); 107,57 untuk subsektor tanaman perkebunan
rakyat (NTPR); 102,99 untuk subsektor peternakan (NTPT); dan 96,65 untuk
subsektor perikanan (NTN). Ironisnya, di tengah melambungnya harga beras
di awal Januari 2011, indeks NTPP hanya 99,94. Indikasi ini mencerminkan
peningkatan harga yang tinggi tersebut tidak dinikmati oleh petani, melainkan
oleh pedagang atau distributor.
BAB VI Prospek Perekonomian Daerah
BAB 6 | Prospek Perekonomian Daerah 79
6.1. Perkiraan Ekonomi
Setelah tumbuh melambat pada laju 6,32% (yoy) di triwulan I-2012,
pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan II-2012 diperkirakan berada
pada kisaran sebesar 6,40%-6,60% (yoy)1 dengan kecenderungan pada batas
bawah. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX hingga April 2012, ekspektasi
konsumen terhadap kondisi perekonomian yang akan datang, termasuk
kondisi ekonomi, ketersediaan lapangan kerja, dan ekspektasi penghasilan 6
bulan yang akan datang menunjukkan peningkatan optimisme ke depan.
Grafik 6. 1 Indeks Ekspektasi Konsumen
Sumber: Survei Konsumen, KBI Medan
Pertumbuhan triwulan mendatang masih ditopang oleh konsumsi
rumah tangga dan mulai berjalannya konsumsi pemerintah. Sementara
itu, investasi di Sumatera Utara diperkirakan belum banyak dimulai pada
triwulan II-2012 mendatang. Diperkirakan berbagai proyek pembangunan
infrastruktur belum banyak yang dimulai karena masih berada dalam
tahap pengadaan. Selain konsumsi, aktivitas ekspor diperkirakan juga
meningkat pada triwulan mendatang. Kenaikan harga komoditas CPO
yang diperkirakan terus berlanjut pada triwulan II-2012 turut mendukung
1 Angka Proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 6 | Prospek Perekonomian Daerah 80
peningkatan nilai ekspor Provinsi Sumatera Utara, khususnya nilai ekspor
CPO sebagai komoditas utama ekspor.
6.2. Perkiraan Inflasi Daerah
Laju inflasi tahunan pada triwulan II-2012 diperkirakan berada
pada kisaran 5,00%±1%. Hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX menunjukkan adanya tendensi
peningkatan harga pada 3 bulan dan 6 bulan yang akan datang.
Grafik 6. 2 Ekspektasi Konsumen dan Inflasi
Sumber : Survei Konsumen, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX
Kendati demikian, beberapa potensi risiko inflasi tetap perlu dicermati
di antaranya adalah keputusan Rapat Paripurna DPR yang menetapkan harga
jual eceran BBM tidak mengalami kenaikan, namun pemerintah
diperbolehkan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan
pendukungnya jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam
kurun waktu berjalan (6 bulan terakhir) mengalami kenaikan atau penurunan
lebih dari 15% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN P 2012.
Penundaan kenaikan harga BBM pada awal April 2012 tersebut
disinyalir sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga mendorong
keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke level yang optimis
menjadi BS 102.75 (IKK secara month to month). Namun demikian,
terdapatnya opsi untuk menyesuaikan harga BBM oleh pemerintah tanpa
melalui persetujuan DPR turut menciptakan ketidakpastian. Hal ini tercermin
BAB 6 | Prospek Perekonomian Daerah 81
dari kenaikan nilai IEK menjadi BS 98.2 namun tetap berada pada level yang
pesimis.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara dan
Kota Medan berupaya mengendalikan inflasi baik dari sisi demand maupun
supply. Beberapa rencana kerja yang telah diagendakan TPID Provinsi
Sumatera Utara dan TPID Kota Medan dalam waktu dekat adalah:
a. Memberikan informasi harga-harga kepada masyarakat melalui wartawan
berupa Press Release (dan atau Talkshow). Dalam press release tersebut
antara lain ditekankan informasi yang positif berkenaan dengan
perkembangan harga.
b. Mengundang distributor/ asosiasi gula pasir, minyak goreng, beras, dan
daging unggas (Forum Komunikasi Pedagang Unggas-FORGAS) untuk
menanamkan kesadaran sekaligus memperkuat hubungan antara TPID
dengan distributor/ asosiasi.
c. Mengundang Otorita Belawan, DPD Organda dan didampingi Divisi
Khusus Pelabuhan Belawan, Badan Otoritas Wilayah II Bandara Polonia,
Balai Besar Jalan Nasional Wilayah II pada rapat mendatang. Hal ini
dimaksudkan untuk mengawal inflasi dari sisi supply, khususnya
memastikan hasil produksi dapat terdistribusi dengan baik dan efisien.
d. Meningkatkan koordinasi antar instansi, terutama Bulog dan Dishub
terkait penyaluran raskin.
Lampiran
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank