(canna edulis ker.) di wilayah eks

99
STUDI KERAGAMAN GANYONG (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS- KARESIDENAN SURAKARTA BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI DAN POLA PITA ISOZIM Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Santi Silfiana Ashary NIM. M 0406015 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: doankiet

Post on 13-Jan-2017

261 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

STUDI KERAGAMAN GANYONG (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS-

KARESIDENAN SURAKARTA BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI

DAN POLA PITA ISOZIM

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

Santi Silfiana Ashary

NIM. M 0406015

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

29

STUDI KERAGAMAN GANYONG (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS-

KARESIDENAN SURAKARTA BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI

DAN POLA PITA ISOZIM

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

Santi Silfiana Ashary

NIM. M 0406015

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

i

Page 3: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

30

Page 4: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

31

01978032001

Page 5: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

32

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri

dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, 2 Agustus 2010

Santi Silfiana Ashary

NIM. M 0406015

iv

Page 6: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

33

STUDI KERAGAMAN GANYONG (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS-

KARESIDENAN SURAKARTA BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI

DAN POLA PITA ISOZIM

Santi Silfiana Ashary

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman dan hubungan

kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta berdasarkan ciri

morfologi dan pola pita isozim.

Penelitian yang dilakukan meliputi pengamatan ciri morfologi dan

elektroforesis tunas rimpang ganyong untuk memperoleh pita isozim. Tunas

rimpang segar diekstrak dengan cara digerus dan ditambahkan buffer ekstraksi

kemudian disentrifuse pada kecepatan 13000 rpm selama 20 menit. Supernatan

ditambahkan dengan loading dye kemudian dielektroforesis pada gel

poliakrilamid. Ciri morfologi dan pola pita isozim yang diperoleh kemudian

dianalisis menggunakan Indeks Similaritas (IS) dan dikomputasi dengan program

Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSYS) versi 2.0

sehingga diperoleh dendogram hubungan kekerabatan ganyong.

Hasil penelitian menunjukkan adanya keragaman ciri morfologi ganyong

di wilayah eks-karesidenan Surakarta yang meliputi warna dan ukuran organ

tanaman. Pola pita isozim yang didapat juga menunjukkan keragaman yang

meliputi kemunculan dan tebal tipis pita. Berdasarkan ciri morfologi dan pola pita

isozim, ganyong Wonogiri dan ganyong Sukoharjo memiliki hubungan

kekerabatan terdekat dengan koefisien kemiripan 48%, sedangkan hubungan

kekerabatan terjauh yaitu antara C. hybrida dengan sampel yang lain pada

koefisien kemiripan 11,57%.

Kata kunci: ganyong, ciri morfologi, pita isozim, hubungan kekerabatan.

v

Page 7: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

34

DIVERSITY STUDY OF EDIBLE CANNA (Canna edulis Ker.) IN

SURAKARTA REGION BASED ON THE MORPHOLOGICAL

CHARACTERS AND ISOZYM BAND PATTERN

Santi Silfiana Ashary

Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Science

Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

The aim of the research is to study the diversity and relationship of Edible

Canna in Surakarta region based on the morphological characters and isozym

band pattern.

This research included morphological observation of Edible Canna and

electrophoresis of the rhizomes to get isozym band pattern. Edible Canna’s fresh

rhizomes were extracted with extract buffer and then centrifuged at 13000 rpm

during 20 minutes. Supernatan and loading dye were mixed and then

electrophored with poliacrilamide gel. The morphological characters and isozym

band pattern were analysed using Similarity Index (SI) and computed with

Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSYS) program 2.0

version until get the dendogram.

From the research, it can be concluded that there were diversity of Edible

Canna based on the morphological characters and isozym band pattern. The

diversity of morphological ganyong included the colour and size of Edible

Canna’s organs. The diversity of isozym band pattern included emergence and

thickness of band. Based on the morphological characters and isozym band

pattern, Edible Canna from Wonogiri and ganyong from Sukoharjo have the

closest relationship with similarity coefficient 48%, whereas the farthest was the

relationship of C. hybrida with the others at similarity coefficient of 11,57%.

Keyword: Edible Canna, morphological characters, isozym band, the relationship.

vi

Page 8: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

35

MOTTO

“Be yourself, do the best.”

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(Q.S. Al-Insyirah: 6).”

“Belajar adalah sama dengan mendayung melawan arus: Ketika anda berhenti

mendayung, anda mulai bergerak mundur”

(Anonymous).

“If you fail to prepare, you prepare to fail”

(Benjamin Franklin).

vii

Page 9: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

36

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Mama, Papa, dan adikku tercinta, kalian alasan aku

bertahan.

Samsul Ma’arif, kekasih yang selalu memberikan

semangat dan memaklumiku dengan sabar.

Sahabat-sahabatku, yang dengan tulus memberikan

dukungan dan bantuan.

Almamater-ku tercinta,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

viii

Page 10: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

37

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi dengan judul Studi Keragaman Ganyong (Canna edulis Ker.)

di Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta Berdasarkan Ciri Morfologi dan Pola Pita

Isozim. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis

mendapatkan masukan dan dukungan dari berbagai pihak yang sangat membantu

dan bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

Warsih Ashary, Satin Ahmad Rizal Ashary, Ikhsani May Rosita Ashary.

Mama, Papa, dan Adik tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan,

dan doa demi kelancaran studi penulis.

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Pembimbing Akademik penulis

sekaligus Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah memberikan izin dan

dukungannya selama penelitian.

Nita Etikawati, M. Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan proyek penelitian, saran, bimbingan, serta kesabaran dari awal

penelitian hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Suratman, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan serta dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih juga

atas pengetahuan yang berharga bagi penulis.

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, selaku Dosen Penelaah I atas segala

masukan dan dukungannya selama ini.

Elisa Herawati, M. Eng., selaku Dosen Penelaah II yang telah memberikan

saran dan dukungan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

ix

Page 11: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

38

Dosen-dosen di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah mendidik dan

memberikan dorongan baik moral maupun spiritual sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Staf administrasi Jurusan Biologi serta laboran yang telah membantu

kelancaran penelitian ini.

Kepala dan staf Laboratorium Pusat, Sub Laboratorium Biologi

Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah memberikan izin penelitian

beserta sarana, prasarana dan bantuan selama penelitian.

Solichatun, M.Si, Esty Elifah, S.Si., Muslihah Nur Hidayati, S.Si., Ida

Liana, S.Si., Wintang Nugraheni, S.Si, Ulfa Qurniawati, Rhosid Fajar Ismail,

Setya Budi, dan Fina Ernawati yang telah membantu dalam pengambilan sampel.

Shaffi Fauzi Rahman, S.Si., Sri Wardani, S.Si., Awan Atas Prahara,

A.Md., Rahmad Yulianto, Ibnu Solikhin, Joko Aribowo, Satyarani Devi, Hardian

Muladi Samodro, Muhammad Amri Yahya, Samsul Ma’arif, Ika Nugraha

Fitriana, Fatri Nikendari, Niyar Candra Agustin, Rianita, dan Fitri Afifah yang

telah memberikan bantuan dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.

Luthviasari Astudiro, Nanik Rustangingrum, sahabat terbaik penulis yang

selalu mendukung dan memberikan semangat.

Teman-teman Biologi semua angkatan khususnya angkatan 2006 yang

selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam melakukan penelitian hingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

x

Page 12: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

39

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

ABSTRACT ..................................................................................................... vi

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Perumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 6

A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6

1. Ganyong (Canna edulis Ker.) .............................................. 6

2. Ciri Morfologi ...................................................................... 12

3. Isozim ................................................................................... 13

4. Elektroforesis ....................................................................... 14

5. Gel Poliakrilamid ................................................................. 15

6. Hubungan kekerabatan ......................................................... 16

B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 17

C. Hipotesis ..................................................................................... 19

xi

Page 13: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

40

BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 20

A. Waktu dan Tempat penelitian ..................................................... 20

B. Alat dan Bahan ............................................................................ 20

C. Cara Kerja ................................................................................... 21

D. Analisis Data ............................................................................... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 28

A. Morfologi Ganyong ..................................................................... 28

1. Rimpang ............................................................................... 32

2. Batang .................................................................................. 33

3. Daun ..................................................................................... 34

4. Bunga ................................................................................... 35

5. Buah dan Biji ....................................................................... 37

B. Pola Pita Isozim .......................................................................... 38

C. Hubungan Kekerabatan ............................................................... 44

1. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Ciri

Morfologi ............................................................................. 44

2. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Pola Pita

Isozim .................................................................................. 48

3. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Ciri

Morfologi dan Pola Pita Isozim .......................................... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60

A. Kesimpulan ................................................................................. 60

B. Saran ............................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62

LAMPIRAN ..................................................................................................... 66

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 80

xii

Page 14: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ciri morfologi ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta. ..... 31

Tabel 2. Hasil analisis ketebalan pita isozim esterase ganyong .................... 40

Tabel 3. Hasil analisis ketebalan pita isozim peroksidase ganyong .............. 43

Tabel 4. Perbandingan ciri morfologi ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta ...................................................................... 45

Tabel 5. Perbandingan kemunculan pita isozim esterase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta ................................................. 48

Tabel 6. Perbandingan kemunculan pita isozim peroksidase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta ................................................. 51

Tabel 7. Kemunculan pita isozim esterase dan peroksidase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta ................................................. 53

Tabel 8. Perbandingan ciri morfologi dan pola pita isozim ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta ................................................. 56

xiii

Page 15: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

42

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi ganyong .................................................................. 9

Gambar 2. Bagan alir kerangka pemikiran ................................................ 18

Gambar 3. Morfologi ganyong hasil pengamatan ..................................... 30

Gambar 4. Zimogram hasil elektroforesis isozim esterase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta ......................................... 39

Gambar 5. Zimogram hasil elektroforesis isozim peroksidase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta .......................................... 42

Gambar 6. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan ciri morfologi ................... 46

Gambar 7. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan pola pita isozim esterase .. 49

Gambar 8. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan pola pita isozim

peroksidase ............................................................................... 52

Gambar 9. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan pola pita isozim esterase

dan peroksidase ........................................................................ 54

Gambar 10. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan ciri morfologi dan pola

pita isozim................................................................................ 58

xiv

Page 16: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

43

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Indeks Similaritas (IS) ciri morfologi, pola pita isozim, dan

penggabungan ciri morfologi dengan pola pita isozim

ganyong ................................................................................ 66

Lampiran 2. Matriks Indeks Similaritas (IS) ciri morfologi ganyong,

pola pita Isozim, dan penggabungan ciri morfologi dengan

pola pita Isozim ganyong ...................................................... 72

Lampiran 3. Hasil elektroforesis isozim ganyong ..................................... 74

Lampiran 4. Morfologi ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta ... 75

xv

Page 17: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

44

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

APS

DNA

EST

H2O

HCl

NTSYS

PER

Rf

SDS

TEMED

UPGMA

USA

ammonium persulphate

deoxyribose nucleic acid

esterase

air

asam klorida

Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System

peroksidase

Retardation factor

sodium dodecyl sulphate

N,N,N’,N’ tetramethyl-ethilenediamine

Unweighted Pair Group Method With Arithmatic Averages

United Stated of America

xvi

Page 18: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan terigu di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.

Sebagian besar gandum yang menjadi bahan baku terigu adalah hasil impor,

bahkan kini impor tepung terigu pun banyak dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan terigu di Indonesia yang diperkirakan mencapai 4,5 juta ton/tahun.

Biaya impor yang mahal mengakibatkan harga gandum meningkat setiap

tahunnya sehingga perlu dikembangkan alternatif pengganti terigu misalnya

ganyong (Plantus, 2007).

Ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan tanaman herba yang berasal dari

Amerika Selatan. Rimpang ganyong bila sudah dewasa dapat dimakan dengan

mengolahnya terlebih dahulu, atau untuk diambil patinya sebagai bahan baku

tepung sebagai alternatif pengganti terigu (Flach dan Rumawas, 1996).

Ganyong cukup berpotensi sebagai sumber hidrat arang. Persatuan Ahli

Gizi Indonesia (2009) menyebutkan bahwa kandungan gizi ganyong tiap 100

gram secara lengkap terdiri dari air 79,9 g; energi 77 kkal; protein 0,6 g; lemak

0,2 g; karbohidrat 18,4 g; serat 0,8 g; abu 0,9 g; kalsium 15 mg; fosfor 67 mg; besi

1,0 mg; vitamin C 9 mg; dan tiamin 0,10 mg.

Rimpang ganyong selain sebagai bahan makanan selingan atau bahan baku

tepung pengganti tepung terigu, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar

alternatif pengganti minyak tanah dan bensin. Kandungan pati dan gula yang

1

Page 19: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

46

cukup tinggi pada rimpang ganyong memiliki potensi sebagai bahan bioetanol.

Selain itu, tanaman ini mudah tumbuh, toleran pada naungan, dan punya potensi

yang cukup tinggi untuk dibudidayakan (Putri dan Sukandar, 2008).

Mengingat potensinya sebagai bahan pangan dan bahan baku bioetanol,

perlu dilakukan upaya pemuliaan tanaman ganyong agar diperoleh bibit dengan

kualitas unggul sehingga dapat menghasilkan produktivitas maksimal. Salah satu

sumber dasar pemuliaan adalah ketersediaan variasi yang tinggi di dalam tanaman

tersebut sehingga memungkinkan untuk dilakukan seleksi terhadap bibit yang

diinginkan.

Untuk mengidentifikasi variasi genetik dapat dilakukan melalui

pendekatan morfologi dan molekuler. Ciri-ciri morfologi dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi pola diversitas genetik namun sifat yang dapat digambarkan

hanya dalam proporsi kecil dari karakter genetik dan cenderung dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, oleh karena itu diperlukan identifikasi genetik secara

molekuler untuk melengkapi keterbatasan tersebut (Hadiati dan Sukmadjaja,

2002).

Penggunaan isozim sebagai penanda molekuler memiliki kelebihan karena

isozim diatur oleh gen tunggal dan bersifat kodominan dalam pewarisan,

merupakan produk langsung dari gen, bersifat stabil karena tidak dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, cepat dan akurat karena tidak menunggu tanaman sampai

berproduksi (Cahyarini dkk., 2004).

Isozim merupakan enzim yang dapat bereaksi dengan substrat yang sama

dan mengubahnya menjadi produk yang sama. Suatu organisme dapat memiliki

2

Page 20: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

47

isozim yang berbeda yang mampu mengkatalisis reaksi yang sama (Salisbury dan

Ross, 1995). Isozim yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi tanaman

yaitu esterase dan peroksidase. Esterase (EST) merupakan enzim hidrolitik yang

berfungsi melakukan pemotongan ester sederhana pada asam organik, asam

anorganik alkohol dan fenol serta mempunyai berat molekul yang rendah dan

mudah larut. Peroksidase (PER) merupakan anggota enzim oksidoreduktase.

Adanya enzim peroksidase mudah dideteksi karena aktivitasnya yang tinggi dan

dapat menggunakan sejumlah substrat sebagai donor hidrogen (Cahyarini dkk.,

2004).

Enzim esterase dan peroksidase mempunyai pola pita yang jelas dan

polimorfis, serta telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi tanaman seperti

kedelai (Cahyarini dkk., 2004), gadung liar (Maideliza dan Mansyurdin, 2007),

jarak pagar (Yunus, 2007), dan mentimun (Julisaniah dkk., 2008). Selain itu pola

isozim juga digunakan untuk identifikasi pada hewan seperti udang putih

(Sulistiyono dkk., 2005), udang windu (Bhagawati dkk., 2008), ikan betutu

(Abulias dan Bhagawati, 2008), dan lundi putih (Wardani, 2008).

Wilayah eks-karesidenan Surakarta yang meliputi Kotamadya Surakarta,

Kabupaten Wonogiri, Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, dan Karanganyar

memiliki potensi yang cukup besar di bidang pertanian, peternakan dan

holtikultura (Arial, 2009). Wilayah ini memiliki tanah bersifat pasiran dengan

komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Gunung

Merapi di barat dan Gunung Lawu di timur. Komposisi ini, ditambah dengan

ketersediaan air yang cukup melimpah karena adanya aliran sungai Bengawan

3

Page 21: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

48

Solo sehingga wilayah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran,

dan industri, seperti tembakau dan tebu (Haryo, 2009). Studi analisis keragaman

ganyong belum banyak dilakukan terutama di wilayah eks-karesidenan Surakarta

sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan:

1. Bagaimanakah keragaman ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

berdasarkan ciri morfologi?

2. Bagaimanakah keragaman ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

berdasarkan pola pita isozim?

3. Bagaimanakah hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta berdasarkan ciri morfologi dan pola pita isozim?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui keragaman ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

berdasarkan ciri morfologi.

2. Mengetahui keragaman ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

berdasarkan pola pita isozim.

3. Mengetahui hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta berdasarkan ciri morfologi dan pola pita isozim.

4

Page 22: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

49

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi

mengenai keragaman dan hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan ciri morfologi dan pola pita isozim sehingga

dapat dijadikan sebagai dasar untuk pemuliaan tanaman. Hal ini diharapkan dapat

digunakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia terutama dalam hal bahan

baku pangan dan bahan bakar alternatif.

5

Page 23: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

50

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ganyong (Canna edulis Ker.)

a. Klasifikasi :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Cannaceae

Genus : Canna

Spesies : Canna edulis Ker.

(Steenis, 2008).

b. Nama Daerah

C. edulis umum dikenal dengan nama ganyong. Selain disebut

ganyong, tanaman ini memiliki beberapa nama daerah yaitu ubi pikul

(Sumatra Utara), ganyong (Sunda), senitra (Jawa), banyur (Madura) (Balai

Kliring Keanekaragaman Hayati, 2009).

c. Habitat Ganyong

Ganyong dapat tumbuh baik di berbagai iklim, dengan penyebaran

curah hujan tahunan 1000-1200 mm, akan menghasilkan pertumbuhan yang

memuaskan. Jenis tersebut cenderung tumbuh pada daerah yang kering,

6

Page 24: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

51

tetapi bertoleransi pada tempat-tempat basah (bukan tempat yang tergenang

air), juga sangat toleransi terhadap naungan. Pertumbuhan normal terjadi

pada suhu di atas 10°C, tetapi juga dapat hidup pada suhu tinggi (30-32°C)

dan bertoleransi pada kondisi sedikit beku. Ganyong tumbuh mulai dari

pantai sampai pada ketinggian 1000-2900 m dpl. dan tumbuh dengan subur

pada banyak tipe tanah, termasuk daerah-daerah marginal (misalnya tanah

latosol asam); tetapi lebih menyukai tanah liat berpasir dalam, kaya akan

humus serta bertoleransi pada kisaran pH 4.5-8.0 (Flach dan Rumawas,

1996).

d. Daerah Asal dan Persebaran

Ganyong merupakan tanaman asli yang berasal dari Amerika tropis

tepatnya berasal dari Amerika Selatan. Fungsinya sebagai sumber pati

komersial, tanaman ini juga telah dibudidayakan tidak hanya di Amerika,

tapi juga di beberapa daerah tropis termasuk Asia Tenggara (Flach dan

Rumawas, 1996). Tanaman ini dibudidayakan di berbagai daerah di

Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Jambi,

Lampung dan Jawa Barat. Sedangkan di Sumatera Barat, Riau, Kalimantan

Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan

Maluku, tanaman ini belum dibudidayakan dan masih merupakan tumbuhan

liar di pekarangan dan di pinggir-pinggir hutan. Pada umumnya para petani

yang telah membudidayakan tanaman ganyong tersebut melakukan

penyiangan tetapi belum melaksanakan pemberantasan hama/penyakit

(Nuryadin, 2008).

7

Page 25: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

52

Ganyong merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan

medium fotosintesis dan toleran terhadap penaungan. Tanaman ini dapat

tumbuh liar di tepi semak belukar, atau dapat juga ditanam pada tanah yang

lembab. Pertumbuhan normal terjadi pada suhu di atas 9ºC meskipun

tanaman ini juga toleran terhadap penurunan suhu sampai 0ºC. Cahaya

menyebabkan daun layu dan memadatkan pati pada rimpang (Imai dkk.,

1994).

d. Morfologi Ganyong

Ganyong merupakan terna berimpang, tegak. Rimpang bercabang

horizontal, dengan buku-buku yang berdaging, tertutup dengan sisik daun,

dan serabut akar yang tebal. Batang berdaging, muncul dari rimpang,

seringkali berwarna ungu. Daun tersusun secara spiral dengan pelepah besar

terbuka, kadang-kadang bertangkai daun pendek, helaian daun bulat telur

sempit sampai jorong sempit. Perbungaan di ujung ranting, tandan, biasanya

sederhana tetapi kadang-kadang bercabang, muncul tunggal atau

berpasangan, tidak teratur, bunga biseksual. Kelopak membundar telur,

mahkota berbentuk pita, berwarna merah pucat sampai kuning, bibir bunga

melonjong-membundar telur sempit, berbintik kuning dengan merah. Buah

kapsul, membulat telur, merekah, bagian luar dengan duri-duri lunak. Biji

banyak, bulat, halus dan keras, kehitaman sampai merah tua (Flach dan

Rumawas, 1996). Morfologi ganyong tampak pada Gambar 1.

8

Page 26: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

53

Gambar 1. Morfologi ganyong: (a) habitus; (b) buah; (c) rimpang (Gepts, 2010;

Gonzales, 2007; Amstrong, 2000).

1). Rimpang

Rimpang bercabang horizontal, panjangnya dapat mencapai 60 cm,

dengan buku-buku yang berdaging menyerupai umbi, tertutup dengan

sisik daun, dan serabut akar yang tebal (Flach dan Rumawas, 1996).

2). Daun

Tanaman ganyong berdaun lebar dengan bentuk elips memanjang

dan bagian pangkal dan ujung runcing. Panjang daun 40 - 70 cm,

sedangkan lebarnya 20 - 40 cm. Warna daun beragam dari hijau muda

(a)

(b)

(c)

9

Page 27: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

54

sampai hijau tua. Kadang-kadang bergaris ungu atau keseluruhannya

ungu. Demikian juga dengan pelepahnya ada yang berwarna ungu dan

hijau (Backer dan Bakhuizen, 1968).

3). Bunga

Perbungaan di ujung ranting, tandan, biasanya sederhana tetapi

kadang-kadang bercabang, muncul tunggal atau berpasangan, tidak

teratur, bunga biseksual. Kelopak bulat telur, mahkota berbentuk pita,

berwarna merah pucat sampai kuning, bibir bunga lonjong - bulat telur

sempit, berbintik kuning dengan merah (Flach dan Rumawas, 1996).

4). Buah dan Biji

Buah kotak kerapkali tidak tumbuh sempurna, bulat memanjang

lebar, panjang kurang lebih 3 cm, tertutup papila. Biji 5 atau kurang per

ruangnya (Steenis, 2008).

e. Kultivar Ganyong

Di Indonesia dikenal dua macam ganyong, yaitu ganyong merah dan

ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan

pelepah yang berwarna merah atau ungu. Sedang yang warna batang, daun

dan pelepahnya hijau dan sisik umbinya kecoklatan adalah ganyong putih.

Ganyong merah memiliki batang lebih besar, agak tahan terkena sinar

matahari dan tahan kekeringan. Biji yang dihasilkan biasanya sulit

berkecambah, hasil umbi basah lebih besar tapi kadar patinya rendah.

Rimpang biasanya dimakan segar atau direbus. Ganyong putih lebih kecil

dan pendek, kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan. Menghasilkan

10

Page 28: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

55

biji yang bisa diperbanyak menjadi anakan tanaman. Hasil rimpang basah

lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi, umum diambil patinya (Direktorat

Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2009).

Daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif adalah

daerah pegunungan Andes (Amerika Selatan). Di daerah ini dikenal dua

kultivar ganyong yaitu verdes dan morados. Verdes mempunyai rimpang

berwarna putih dengan daun hijau terang, sedangkan rimpang morados

tertutup sisik yang berwarna ungu (Direktorat Budidaya Kacang-kacangan

dan Umbi-umbian, 2009).

f. Kandungan Kimia/Nutrisi

Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009) menyebutkan bahwa kandungan

gizi rimpang ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari air 79,9 g;

energi 77 kkal; protein 0,6 g; lemak 0,2 g; karbohidrat 18,4 g; serat 0,8 g;

abu 0,9 g; kalsium 15 mg; fosfor 67 mg; besi 1,0 mg; vitamin C 9 mg; dan

tiamin 0,10 mg.

Putri dan Sukandar (2008) menyatakan bahwa pati ganyong memiliki

kadar karbohidrat 80% dan kadar air 18%. Kadar pati yang tinggi

menunjukkan bahwa pati ganyong dapat dijadikan bahan baku untuk

pembuatan sirup glukosa.

g. Kegunaan

Rimpang ganyong bila sudah dewasa dapat dimakan dengan

mengolahnya terlebih dahulu, atau untuk diambil patinya sebagai bahan

baku tepung sebagai alternatif pengganti terigu (Flach dan Rumawas, 1996).

11

Page 29: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

56

Pati ganyong di Vietnam banyak digunakan sebagai bahan baku mie,

di Afrika biji ganyong digunakan sebagai instrumen perkusi, di Kamboja

bubur dari rimpang ganyong digunakan untuk menyembuhkan penyakit

kulit. Sedangkan di Jawa serbuk dari biji ganyong bisa digunakan untuk

meringankan sakit kepala dan ekstrak dari hasil tumbukan rimpang

digunakan sebagai obat disentri. Air rebusan dari rimpang segar ganyong

digunakan untuk pengobatan penyakit hepatitis akut di Hongkong (Flach

dan Rumawas, 1996).

Pati ganyong mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar

karbohidrat ini dapat dijadikan bahan untuk pembuatan sirup glukosa

melalui proses hidrolisis asam. Selain bisa digunakan sebagai alternatif

bahan pangan pati ganyong juga dapat diolah menjadi bioetanol melalui

hidrolisis asam dan fermentasi (Putri dan Sukandar, 2008). Kandungan pati

ganyong bisa digunakan untuk pembuatan ”soon” mie putih. Ganyong

sangat potensial sebagai bahan makanan alternatif (Susanto dan

Suhardiyanto, 2004).

2. Ciri Morfologi

Keanekaragaman tanaman dapat dilihat berdasarkan ciri morfologi atau

menggunakan penanda molekuler (Yunus, 2007). Perbedaan dan persamaan

kemunculan morfologi luar spesies suatu tanaman dapat digunakan untuk

mengetahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan (Suskendriyati dkk., 2000).

Menurut Wigati (2003), identifikasi untuk membedakan suatu makhluk

hidup seringkali didasarkan pada ciri morfologi yang biasa dilihat dengan

12

Page 30: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

57

mudah secara visual, sedangkan secara genetik belum banyak dilakukan. Ciri-

ciri morfologi suatu makhluk hidup dipengaruhi oleh lingkungan dan tidak

diturunkan, sedangkan secara genetik (genotip) adalah suatu ciri yang sifatnya

tetap (tidak berubah) dan diturunkan.

3. Isozim

Isozim merupakan enzim yang dapat bereaksi dengan substrat yang sama

dan mengubahnya menjadi produk yang sama (Salisbury dan Ross, 1995).

Abdullah (2001) menyatakan bahwa isozim merupakan berbagai bentuk

molekuler suatu jenis enzim dari jaringan suatu organisme yang mempunyai

daya katalisis sama.

Menurut Cahyarini dkk. (2004), penggunaan isozim dalam analisis

keragaman genetik memiliki kelebihan karena isozim diatur oleh gen tunggal

dan bersifat kodominan dalam pewarisan, kolonier dengan gen dan merupakan

produk langsung gen, penanda ini bersifat stabil karena tidak dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, lebih cepat dan akurat karena tidak menunggu tanaman

mulai berproduksi.

Produksi isozim dikontrol oleh gen yang berbeda yang mengontrol suatu

aktivitas metabolisme. Isozim dapat dideteksi dan diisolasi, sehingga dapat

digunakan sebagai penanda biokimia untuk membedakan makhluk hidup

(Abdullah, 2001).

Isozim telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi tanaman seperti

padi (Abdullah, 2001), jeruk besar (Purwanto dkk., 2002), salak (Harsono dan

Hartana, 2003), kedelai (Cahyarini, 2004), gadung liar (Maideliza dan

13

Page 31: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

58

Mansyurdin, 2007), jarak pagar (Yunus, 2007), mentimun (Julisaniah dkk.,

2008), dan genus Laurus (Aboel-Atta, 2009), serta genus Melilotus (Aboel-

Atta, 2009). Selain itu pola isozim juga digunakan untuk identifikasi pada

hewan seperti udang putih (Sulistiyono dkk., 2005), udang windu (Bhagawati

dkk., 2008), ikan betutu (Abulias dan Bhagawati 2008), lundi putih (Wardani,

2008) dan ikan lele (Begum dkk, 2009).

Esterase (EST) merupakan enzim hidrolitik yang berfungsi melakukan

pemotongan ester sederhana pada asam organik, asam anorganik alkohol dan

fenol serta mempunyai berat molekul yang rendah dan mudah larut (Cahyarini,

2004). Peroksidase (PER) merupakan anggota enzim oksidoreduktase. Adanya

enzim peroksidase mudah dideteksi karena memiliki aktivitas dan stabilitas

yang tinggi serta dapat menggunakan sejumlah substrat sebagai donor hidrogen

(Cahyarini, 2004).

Pewarnaan dengan isozim esterase dan eperoksidase secara teknis

mampu menghasilkan pola pita isozim yang jelas dan polimorfis serta telah

banyak digunakan unutk mengidentifikasi tanaman seperti nanas (Hadiati dan

Sukmadjaja, 2002), jeruk besar (Purwanto, dkk., 2002), dan kedelai (Cahyarini,

2004) maupun hewan seperti wereng hijau (Mariani, 2002), dan lundi putih

(Wardani, 2008).

4. Elektroforesis

Salah satu metode analisis molekuler secara modern adalah pemaparan

bahan genetik menggunakan alat yang dikenal sebagai elektroforesis. Metode

ini membutuhkan kemampuan listrik dan pendingin yang memadai. Selain itu

14

Page 32: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

59

faktor bahan kimia yang dibutuhkan dan alat-alat yang dipakai juga beragam

(Sudarmono, 2006).

Prinsip dasar elektroforesis yaitu bahwa setiap genom tumbuhan (enzim/

protein dan DNA) mempunyai berat molekul yang berbeda sehingga kecepatan

bergerak pada media gel juga berbeda. Hal tersebut dapat dilihat melalui

pewarnaan (Sudarmono, 2006).

Isozim dapat dipisahkan dengan metode elektroforesis pada gel pati

maupun gel poliakrilamid, hasilnya berupa zimogram pola pita yang diperoleh

setelah dilakukan pewarnaan. Zimogram hasil elektroforesis bercorak khas

sehingga dapat digunakan sebagai ciri untuk mencerminkan perbedaan genetik

(Indriani dkk., 2008).

Pelaksanaan penelitian isozim meliputi pengambilan contoh sampel,

pembuatan larutan buffer (buffer pengekstrak dan buffer elektrolit), pembuatan

gel poliakrilamid, ekstraksi enzim, elektroforesis, pembuatan larutan pewarna,

pewarnaan, pengamatan dan pembuatan zimogram, pembuatan foto pola pita

gel serta analisis pola pita isozim (Indriani dkk., 2008).

5. Gel Poliakrilamid

Gel poliakrilamid merupakan larutan dari akrilamid dan bisakrilamid.

Elektroforesis dengan menggunakan gel poliakrilamid lebih banyak digunakan

pada eksperimen analisis protein maupun campuran protein. Gel poliakrilamid

merupakan medium yang dipilih untuk elektroforesis sebagian besar protein.

Gel poliakrilamid memiliki keuntungan antara lain stabil pada kisaran pH,

15

Page 33: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

60

suhu, dan arus listrik tertentu serta jernih sehingga memudahkan dalam

pengamatan (Hames dan Rickwood, 1990 dalam Laely, 2008).

Menurut Fatchiyah (2006), gel poliakrilamid memiliki beberapa

karakteristik di antaranya: efektif untuk pemisahan fragmen protein/ DNA

antara 5-500 bp; ukuran perbedaan protein/DNA yang terpisah sampai 1 bp;

pembuatannya lebih sulit dibanding gel agarose karena biasanya digunakan

poliakrilamid dengan resolusi yang tinggi; medan gerak secara vertikal dan

listriknya konstan.

6. Hubungan Kekerabatan

Secara genetik tidak ada dua individu dalam satu spesies yang sama.

Faktor lingkungan juga ikut berpengaruh dalam timbulnya ciri-ciri yang

muncul sebagai fenotip. Perbedaan yang tampak pada tiap anggota spesies

menyebabkan adanya keragaman dalam spesies. Keragaman dalam spesies

menyebabkan tiap anggota spesies dapat dilihat adanya kekerabatannya satu

sama lain. Semakin banyak persamaan ciri-ciri yang dimiliki semakin dekat

kekerabatannya. Sebaliknya, semakin sedikit persamaan dalam ciri-ciri yang

dimiliki semakin jauh kekerabatannya (Sofro, 1994 dalam Wigati, 2003).

Analisis hubungan kekerabatan secara molekuler dapat memberikan

informasi genetik tetua yang akan dipilih dalam persilangan, sehingga

bermanfaat untuk budidaya tanaman, antara lain untuk perakitan varietas

unggul.

Jarak genetik atau hubungan kekerabatan di antara varietas dapat

menggambarkan perbedaan genetik antar varietas. Cluster dari sampel

16

Page 34: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

61

didasarkan pada matrik jarak genetik yang dapat ditampilkan dalam bentuk

dendogram dengan menggunakan metode Unweighted Pair Group Method

With Arithmatic Averages (UPGMA) (Suranto, 2002).

B. Kerangka Pemikiran

Ganyong (C. edulis) merupakan salah satu tanaman yang potensial sebagai

bahan pangan alternatif dan dapat digunakan untuk pengganti terigu mengingat

tingginya kebutuhan terigu Indonesia saat ini. Selain itu, rimpang ganyong dengan

kandungan pati dan karbohidrat yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku bioetanol. Hal ini menyebabkan perlunya studi mengenai tanaman ganyong

terutama variasi morfologi, pola pita isozim, serta hubungan kekerabatan dalam

suatu wilayah sehingga dapat menjadi dasar pemuliaan tanaman ganyong untuk

mendapatkan sifat-sifat unggul dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan

kesejahteraan manusia.

17

Page 35: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

62

Gambar 2. Bagan alir kerangka pemikiran.

Potensi ganyong sebagai bahan pangan alternatif dan bahan bakar

(bioetanol)

Eksplorasi dan penelitian terhadap ganyong

Studi variasi morfologi

Dasar pemuliaan tanaman

Isozim Peroksidase Isozim Esterase

Variasi pola pita isozim

Pengukuran jarak genetik (hubungan

kekerabatan)

Analisis pola pita isozim

dengan elektroforesis

Koleksi sampel di wilayah eks-karesidenan Surakarta

Pemenuhan kebutuhan manusia

18

Page 36: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

63

C. Hipotesis

1. Terdapat keragaman ciri morfologi dan pola pita isozim ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta.

2. Hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta dapat

ditentukan berdasarkan ciri morfologi dan pola pita isozim.

19

Page 37: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

64

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan

Desember 2009. Penelitian dilakukan di Sub Lab Biologi Laboratorium Pusat

MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: wadah untuk tempat

sampel, sasak, cetok, pisau, kertas label, dan alat tulis. Sedangkan untuk analisis

pola pita isozim, alat yang dibutuhkan adalah satu set alat elektroforesis BIO-

RAD Mini PROTEAN 3 tipe vertikal made in USA (casting stand, casting frame,

clamping frame, electrode assembly, kaca pencetak gel, sisir atau comb), sumber

tenaga DC BIO-RAD PowerPac 300, pH meter elektrik, timbangan elektrik,

pembuat kristal es, gelas ukur, erlenmeyer, mortar, mikropipet ukuran 2-20 l dan

100-1000 l, refrigerator, plastik/mika, gunting, penggaris, silet, pipet tip, spatula,

sentrifuge, tissue, serta nampan/cawan untuk pewarnaan dan pencucian gel. Alat

dokumentasi yaitu kamera digital.

Bahan yang digunakan adalah tunas rimpang ganyong (C. edulis Ker.)

segar. Ganyong yang digunakan yaitu ganyong kultivar merah dan juga digunakan

outgroup sebagai pembanding yaitu C. hybrida Hort. atau bunga kana hias. Selain

itu, digunakan bahan-bahan untuk analisis pola pita isozim, meliputi: asam boraks,

20

Page 38: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

65

boraks, akuades, akuabides, sistein, asam askorbat, sukrosa, Tris atau TRI

(Hydroximethyl) Methylene (PURISS), asam sitrat, akrilamid, bisakrilamid,

gliserol, bromphenol blue, N,N,N’,N’ tetramethyl-ethilenediamine (TEMED),

ammonium persulphate (APS), asam klorida (HCl), sodium dodecyl sulphate

(SDS), isobutanol jenuh, O-dianisidin, buffer asetat, hidrogen peroksida, -naftil

asetat ( -naphthyl acetate), aseton, buffer phospat, dan fast Blue BB salt.

C. Cara Kerja

1. Penelitian di Lapangan

a. Pengambilan Sampel

Sampel berupa tanaman ganyong segar diambil dari wilayah eks-

karesidenan Surakarta yang meliputi Kotamadya Surakarta, Kabupaten

Wonogiri, Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, dan Karanganyar.

b. Pengamatan Ciri Morfologi

Tanaman ganyong tersebut diamati dan dicatat ciri morfologinya

meliputi tinggi tanaman; warna sisik rimpang; diameter rimpang; warna

batang; diameter batang; bentuk daun; warna daun; panjang dan lebar daun;

warna mahkota bunga; warna kelopak bunga; jumlah bagian-bagian bunga;

ukuran bunga; bentuk buah, ukuran buah dan jumlah biji dalam buah.

2. Analisis Pola Pita Isozim

a. Pembuatan Buffer

Buffer yang digunakan dalam elektroforesis ini dibuat berdasarkan

Suranto (2000, 2002). Adapun cara pembuatannya adalah sebagai berikut:

21

Page 39: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

66

1) Tank Buffer (buffer boraks), dibuat dengan melarutkan asam boraks 14,4

gram dan boraks 31,5 gram dalam akuades hingga mencapai volume 2

liter.

2) Buffer ekstraksi, dibuat dengan melarutkan 0,018 gram sistein, 0,021

gram asam askorbat, dan 5 gram sukrosa dalam 20 ml tank buffer pH 8,4.

b. Pembuatan Larutan Stok

Untuk menyiapkan gel akrilamid, terlebih dahulu dibuat larutan stok

yaitu:

1) Larutan “L’: 27,2 gram Tris dan 0,6 gram SDS dilarutkan dalam 120 ml

akuades, diatur sampai pH 8,8 dengan ditambahkan HCl dan ditambahkan

akuades hingga volumenya 150 ml.

2) Larutan “M”: 9,08 gram Tris dan 0,6 gram SDS dilarutkan dalam 140 ml

akuades, diatur sampai pH 6,8-7,0 dengan ditambahkan HCl dan

ditambah akuades hingga volumenya 150 ml.

3) Larutan “N”: 175,2 gram aakrilamid dan 4,8 gram bisakrilamid dilarutkan

dalam 400 ml akuades dan dibuat volumenya hingga 600 ml.

4) Loading dye: Untuk membuat loading dye, 50 µl bromphenol blue

dilarutkan ke dalam 200 µl akuades, kemudian ditambah dengan 250 µl

gliserol.

c. Penyiapan Gel

Penyiapan gel dimulai dengan merangkai cetakan gel, yaitu cetakan

kaca yang dilengkapi spacer (pemisah) yang ditempatkan di belakang

22

Page 40: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

67

cetakan kaca yang berukuran lebih kecil. Cetakan kaca tersebut dipasang

pada casting frame, selanjutnya dipasang pada casting stand.

Untuk membuat discontinuous gel 12,5 %, bahan yang dicampur

berupa 3, 15 ml larutan “L”; 5,25 ml larutan “N”; 4,15 ml akuades; 10 µl

ammonium persulphate (APS) dengan konsentrasi 10 %, dan 10 µl TEMED.

Gel pemisah dituang pada cetakan, lalu ditambahkan isobutanol

jenuh. Setelah terbentuk gel yaitu kurang lebih 45 menit, isobutanol jenuh

tersebut dibuang dengan jalan diserap dengan kertas hisap, lalu dibilas

dengan air, dan diserap kembali air yang tersisa dengan kertas hisap. Setelah

itu dipersiapkan bahan-bahan untuk pembuatan stacking gel yaitu 1,9 ml

larutan “M”; 1,15 ml larutan “N”; 4,5 ml akuades; 10 µl APS dengan

konsentrasi 10 %, dan 5 µl TEMED.

Setelah stacking gel dituang di atas gel pemisah, sisir dipasang.

Setelah terbentuk gel, sisir dilepas dari cetakan. Gel yang terbentuk

dipindahkan ke clamping frame dan dimasukkan ke dalam buffer tank alu

diisi dengan running buffer sampai terendam.

d. Ekstraksi dan Penyiapan Sampel

Sampel yang digunakan adalah rimpang ganyong yang ditunaskan

selama 7 hari dengan 3 ulangan. Masing-masing mata tunas tersebut

ditimbang sebanyak 100 mg lalu ditumbuk hingga hancur menggunakan

mortar lalu ditambahkan dengan buffer ekstraksi dengan perbandingan 1:5

untuk pewarnaan peroksidase dan 3:1 untuk pewarnaan esterase kemudian

dimasukkan ke dalam tabung effendorf dan disentrifuse dengan kecepatan

23

Page 41: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

68

13000 rpm selama 20 menit. Larutan supernatan digunakan untuk proses

elektroforesis.

e. Elektroforesis

Elektroforesis dalam penelitian ini mengacu pada metode yang

dilakukan oleh Suranto (2000, 2002). Dalam penelitian ini alat yang

digunakan untuk elektroforesis adalah satu set alat elektroforesis BIO-RAD

Mini PROTEAN 3 tipe vertikal made in USA.

Supernatan diambil dengan menggunakan mikropipet sebanyak 7 l

untuk pewarnaan peroksidase dengan ditambahkan 3 l loading dye,

sedangkan untuk pewarnaan esterase, 15 µl supernatan diambil dengan

ditambahkan 3 µl loading dye. Sampel kemudian dielektroforesis dengan

tegangan listrik konstan 85 volt selama kurang lebih 60 menit. Elektroforesis

diakhiri apabila penanda warna bromphenol blue mencapai sekitar 56 mm

dari slot ke arah anoda. Gel yang telah selesai running dipindahkan ke

cawan pewarnaan untuk diwarnai dengan enzim pewarna.

f. Pewarnaan

Pewarnaan pada penelitian ini menggunakan dua sistem enzim,

yaitu esterase dan peroksidase. Untuk membuat larutan pewarna, komposisi

larutan yang digunakan disiapkan menurut Suranto (2000, 2002), yaitu

sebagai berikut:

1) Pewarnaan Esterase

Sebanyak 0,0125 gram -naftil asetat dimasukkan dalam cawan

pewarnaan dan dilarutkan dengan 2,5 ml aseton, kemudian ditambahkan

24

Page 42: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

69

50 ml dari 0,2 M buffer phosphat pH 6,5 dan 0,0125 gram fast Blue BB

salt. Gel yang telah dielektroforesis dikeluarkan dan dimasukkan dalam

larutan pewarna tersebut. Gel diinkubasi pada suhu kamar selama

minimal 120 menit sambil digoyang secara perlahan-lahan setiap 10

menit. Setelah muncul pita-pita, pewarna dibuang dan dibilas dengan

akuades, kemudian gel diambil gambarnya dengan kamera digital.

2) Pewarnaan Peroksidase

Dalam cawan pewarnaan, sebanyak 0,0125 gram O-dianisidin dilarutkan

dalam 2,5 ml aseton lalu ditambahkan 50 ml buffer asetat pH 4,5 dan 2

tetes hidrogen peroksida. Gel yang telah dielektroforesis dimasukkan

dalam larutan pewarna dan diinkubasi selama 10 menit sambil digoyang

secara perlahan-lahan setiap 2 menit. Setelah muncul pita-pita, pewarna

dibuang dan dibilas dengan akuades, kemudian gel diambil gambarnya

dengan kamera digital.

g. Proses Fiksasi Gel

Fiksasi dilakukan segera setelah proses pewarnaan gel selesai.

Larutan pewarna dibuang dan diganti dengan larutan fiksasi sebanyak 50

ml, dengan tujuan untuk menghentikan aktivitas isozim. Larutan fiksasi

yang dipakai tergantung sistem isozim yang digunakan.

Untuk isozim esterase dan peroksidase larutan fiksasi yang

digunakan adalah larutan fiksasi B yang dibuat dengan cara mencampurkan

250 ml alkohol; 25 ml aseton; dan 225 ml H2O. Selanjutnya gel disimpan

25

Page 43: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

70

dalam suhu dingin 4 oC selama 24 jam dan ditutup dengan plastik agar

larutan fiksasi tidak menguap.

h. Pengeringan dan Penyimpanan Gel

Gel yang telah difiksasi perlu dikeringkan supaya tetap awet, mudah

disimpan dan didokumentasikan. Pengeringan ini dilakukan dengan

menggunakan cellophane. Penyimpanan gel kering diperlukan untuk tujuan

penelitian lebih lanjut atau untuk pengamatan kembali pada masa

mendatang. Gel yang telah kering diambil. Berbagai keterangan mengenai

isozim, tanggal pengamatan, dan nomor sampel yang digunakan dicatat.

i. Pengamatan

Pola pita isozim hasil elektroforesis kemudian diamati dan digambar

sebagai zimogram. Keragaman kemunculan pita ada apabila pita isozim

khusus dengan posisi tertentu, muncul pada zimogram suatu wilayah tetapi

tidak muncul pada wilayah yang lain. Keragaman tebal tipisnya pita ada

apabila pita dengan letak sama muncul pada zimogram dari dua wilayah

berbeda, tetapi berbeda dalam ketebalan pitanya.

D. Analisis Data

1. Ciri Morfologi

Ciri morfologi ganyong dianalisis secara deskriptif dan dilakukan

pengelompokkan berdasarkan kesamaan ciri untuk mengetahui keragaman

ganyong. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk data biner

dengan memberikan angka 1 jika sampel yang diamati memiliki ciri morfologi

26

Page 44: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

71

yang ditentukan dan angka 0 jika tidak terdapat ciri morfologi pada sampel

tersebut.

2. Variasi Pola Pita Isozim

Pola pita isozim hasil elektroforesis dianalisis secara deskriptif. Pola

pita isozim pada zimogram diamati keragamannya berdasarkan kemunculan

dan tebal tipis pita pada Rf tertentu. Kemudian disajikan dalam bentuk data

biner seperti halnya pada data ciri morfologi.

3. Hubungan Kekerabatan

Hubungan kekerabatan dihitung dengan menentukan jarak genetik.

Jarak genetik menggambarkan perbedaan genetik antar populasi. Data biner

yang telah diperoleh dihitung besarnya indeks similaritas dan kemudian

dikomputasikan dalam program Numerical Taxonomy and Multivariate

Analysis System versi 2.0 (NTSYS) hingga diperoleh dendogram hubungan

kekerabatan (Rohlf, 1993 dalam Yuniastuti dkk., 2005).

27

Page 45: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

72

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Morfologi Ganyong

Tanaman ganyong yang digunakan dalam penelitian ini adalah ganyong

kultivar merah yang diperoleh dari wilayah eks-karesidenan Surakarta dan sebagai

pembanding digunakan outgroup yaitu C. hybrida yang diambil dari wilayah

Klaten. Penggunaan ganyong kultivar merah dalam penelitian ini dikarenakan

kultivar tersebut lebih banyak dibudidayakan masyarakat dan lebih disukai karena

memiliki rimpang dengan ukuran lebih besar dan rasa yang lebih manis daripada

ganyong kultivar putih.

Menurut Nuryadin (2008), terdapat dua kultivar ganyong di Indonesia,

yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna

batang, daun dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu, sedangkan

ganyong putih ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik

rimpangnya kecoklatan.

Ganyong merah memiliki batang lebih besar, agak tahan sinar dan tahan

kekeringan, serta sulit menghasilkan biji. Hasil rimpang basah lebih besar tapi

kadar patinya rendah. Rimpang lazim dimakan segar atau direbus (Nuryadin,

2008). Ganyong putih lebih kecil dan pendek, kurang tahan sinar tetapi tahan

kekeringan, selalu menghasilkan biji dan dapat diperbanyak menjadi anakan

tanaman. Hasil rimpang basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi dan hanya

lazim diambil patinya (Nuryadin, 2008).

28

Page 46: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

73

Secara umum, ganyong dari ketujuh tempat di wilayah eks-karesidenan

Surakarta (Surakarta, Wonogiri, Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, dan

Karanganyar) menunjukkan ciri morfologi yang hampir sama dengan adanya

beberapa variasi terutama warna dan ukuran.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di wilayah eks-karesidenan

Surakarta, dapat diketahui bahwa tanaman ganyong berupa herba tegak dengan

tinggi 69,58 - 121,2 cm. Batang sejati terdapat dalam tanah berupa rimpang yang

juga merupakan cadangan makanan, rimpang memiliki diameter 3,2 – 6,1 cm.

Pada rimpang terdapat sisik yang sebenarnya merupakan daun, berwarna hijau

keunguan dalam keadaan segar. Akar serabut dan keluar dari permukaan rimpang.

Daun berwarna hijau keunguan hingga ungu kehijauan dengan panjang 37,43 -

44,26 cm dan lebar 17,1 - 19,41 cm; rasio panjang : lebar 2,12 - 2,56 cm;

permukaan daun licin; tulang daun menyirip; pelepah daun bertumpuk

membentuk batang semu berwarna hijau keunguan dengan diameter 1,52 - 1,97

cm. Bunga kecil dengan 3 petala berwarna merah hingga merah gelap; panjang

petala 5,9 - 6,8 cm dan lebar 0,6 - 1,2 cm. Sepala berjumlah 3; berwarna hijau

kemerahan dengan panjang 4,3 - 4,9 cm dan lebar 0,6 - 1,1 cm. Panjang

staminodia 5 - 5,9 cm; lebar staminodia 0,5 - 0,8 cm. Putik berbentuk pipih seperti

pedang dengan panjang 4,7 - 5,8 cm dan lebar 0,3 - 0,6 cm. Panjang anter 0,7 - 1,3

cm, sedangkan lebar anter 0,1 - 0,2 cm. Buah beruang 3 dengan permukaan buah

berbenjol-benjol; diameter buah 0,64 - 1,46 cm; jumlah biji dalam buah 14 - 24.

Morfologi ganyong kultivar merah yang diambil dari wilayah eks-karesidenan

Surakarta tampak pada gambar 3.

29

Page 47: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

74

(b)

(a) (c)

Gambar 3. Morfologi ganyong hasil pengamatan: (a) habitus; (b) bunga; (c) buah.

Ganyong yang diamati di tujuh tempat di wilayah eks-karesidenan

Surakarta yaitu Surakarta, Wonogiri, Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, dan

Karanganyar memiliki ciri morfologi yang hampir sama tetapi terdapat perbedaan

dalam warna dan ukuran seperti tampak dalam Tabel 1.

30

Page 48: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

75

Tabel 1. Ciri morfologi ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta. Ciri

morfologi

I (C.

hybrida) II (Ska) III (Wng) IV (Klt) V (Byl) VI (Skh) VII (Srg)

VIII

(Kra)

Warna daun hijau Ungu

kehijauan

Hijau

keunguan

Ungu

kehijauan

Hijau

keunguan

Ungu

kehijauan

Hijau

keunguan

Ungu

kehijauan

Warna petala

bunga

Jingga bercorak

kuning

merah merah Merah

gelap merah merah merah merah

Warna sepala

bunga

Hijau

keputihan

Hijau kemeraha

n

Hijau kemeraha

n

Hijau kemeraha

n

Hijau kemeraha

n

Hijau kemeraha

n

Hijau kemeraha

n

Hijau kemeraha

n

Warna batang Hijau Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Warna sisik

rimpang

Hijau

kecoklatan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Hijau

keunguan

Panjang Daun 50,5 43,84 42,53 44,06 37,43 44,26 43,86 37,67

Lebar Daun 13,2 17,1 18,14 19,41 17,69 19,21 19,27 17,34

Rasio

panjang:

lebar daun

3,83 2,56 2,34 2,27 2,12 2,30 2,28 2,17

Tinggi

Tanaman 170 91,57 77,51 121,2 85,44 91,7 69,58 78,66

Diameter Batang

1,66 1,52 1,97 1,86 1,78 1,84 1,76 1,75

Diameter

Rimpang 1,1 3,6 3,2 4,5 3,4 3,2 6,1 3,7

Diameter buah

1,34 1,27 1,02 1,31 1,23 0,64 1,46 1,30

Jumlah biji

dalam buah 22 20 21 24 21 14 20 20

Panjang sepala

8,5 4,7 4,5 4,5 4,4 4,5 4,9 4,3

Lebar sepala 1,7 0,6 0,7 1,1 0,8 0,7 1,0 0,7

Panjang petala

13,5 6 6,2 6,6 6 5,9 6,8 6

Lebar petala 5,6 0,6 0,8 1 0,7 1 1,2 0,6

Panjang staminodia

11 5,5 5,5 5,7 5,6 5 5,9 5,5

Lebar

staminodia 3,8 0,7 0,5 0,6 0,5 0,5 0,8 0,7

Panjang putik 8 5,7 5,4 5,5 5 4,7 5,8 4,9

Lebar putik 0,9 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,6 0,3

Panjang anter 0,7 1 0,8 0,9 0,8 0,8 1,3 0,7

Lebar anter 0,2 0,1 0,1 0,1 0,15 0,1 0,2 0,1

Panjang

bunga 13,5 6 6 6,5 6,2 5,9 7,1 5,8

Diameter

pangkal

bunga

0,92 0,3 0,3 0,5 0,3 0,2 0,6 0,25

Sepala

menekuk/tidak

menekuk Tidak

menekuk

Tidak

menekuk

Tidak

menekuk

Tidak

menekuk

Tidak

menekuk

Tidak

menekuk

Tidak

menekuk

Keterangan:

I : C. hybrida,

II : Surakarta,

III : Wonogiri,

IV : Klaten,

V : Boyolali,

VI : Sukoharjo,

VII : Sragen,

VIII : Karanganyar.

31

Page 49: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

28

Berdasarkan data ciri morfologi tersebut selanjutnya akan dibahas satu-

persatu mengenai bagian-bagian atau organ tanaman ganyong tersebut yang

meliputi rimpang, batang, daun, serta bunga, buah, dan biji sehingga akan

diketahui keragaman ganyong berdasarkan ciri morfologi yang telah diamati.

1. Rimpang

Rimpang merupakan batang yang tumbuh di dalam tanah. Rimpang

ganyong juga berfungsi sebagai penyimpanan cadangan makanan. Rimpang

ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta seluruhnya memiliki sisik

rimpang berwarna hijau keunguan. Ganyong Sragen memiliki diameter yang

terbesar (6,1 cm) dengan perbedaan yang mencolok daripada ganyong dari

wilayah lain. Ganyong dari wilayah Klaten memiliki diameter terbesar kedua

yaitu 4,5 cm. Sedangkan ganyong dari wilayah lainnya (Surakarta, Boyolali,

Sukoharjo, Karanganyar) memiliki diameter yang tidak jauh berbeda satu sama

lain yaitu antara 3,2 – 3,7 cm.

Perbedaan ukuran rimpang yang cukup mencolok ini diduga karena

perbedaan lingkungan tempat tumbuh seperti yang dikemukakan Nuryadin

(2008) bahwa bentuk rimpang beraneka ragam begitu juga komposisi kimia

dan kandungan gizinya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh umur, varietas dan

tempat tumbuh tanaman.

Ukuran rimpang ganyong ini bila dikaitkan dengan tinggi tanaman,

ditemukan suatu keunikan dari ganyong di wilayah Sragen dibandingkan

ganyong dari wilayah lain. Ganyong di wilayah Sragen memiliki tinggi

tanaman yang terpendek (69,58 cm) jika dibandingkan dengan ganyong dari

32

Page 50: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

29

wilayah lain yaitu Wonogiri (77,51 cm), Karanganyar (78,66 cm), Boyolali

(85,44 cm), Surakarta (91,57 cm), Sukoharjo (91,7 cm), dan yang paling tinggi

yaitu dari wilayah Klaten (121,2 cm). Meskipun memiliki tinggi tanaman yang

terpendek (69,58 cm), ganyong dari wilayah Sragen memiliki diameter

rimpang yang terbesar (6,1 cm) jika dibandingkan dengan ganyong dari

wilayah Klaten (4,5 cm), Karanganyar (3,7 cm), Surakarta (3,6 cm), Boyolali

(3,4 cm), Wonogiri (3,2 cm) dan Sukoharjo (3,2 cm) yang merupakan diameter

rimpang terkecil. Keunikan morfologi ganyong dari wilayah Sragen yang

memiliki tinggi tanaman terpendek (69, 58 cm) tetapi diameter rimpang

terbesar (6,1 cm) tersebut kemungkinan menguntungkan karena pemanfaatan

ganyong yang umum dilakukan adalah diambil rimpangnya untuk diolah

menjadi bahan pangan dan bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Batang

Batang yang dimaksud adalah batang semu atau yang lebih umum

disebut dengan batang. Batang semu ini merupakan gabungan dari pelepah

daun yang bertumpuk membentuk bangunan menyerupai batang. Tidak

terdapat perbedaan warna batang ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta. Warna batang ganyong dari semua wilayah adalah hijau keunguan.

Akan tetapi diameter batang ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

beragam. Ganyong Wonogiri memiliki diameter batang paling besar yaitu (1,97

cm), bila dibandingkan dengan ganyong dari wilayah lain yaitu Klaten (1,86

cm), Sukoharjo (1,84 cm), Boyolali (1,78 cm), Sragen (1,76 cm), Karanganyar

(1,75 cm), sedangkan diameter batang yang terkecil yaitu ganyong Surakarta

33

Page 51: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

30

(1,52 cm). Tinggi tanaman ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

bervariasi, yang tertinggi yaitu ganyong dari wilayah Klaten (121,2 cm), jika

dibandingkan dengan ganyong dari wilayah lain yaitu Sukoharjo (91,7 cm)

Surakarta (91,57 cm), Boyolali (85,44 cm), Karanganyar (78,66 cm), Wonogiri

(77,51 cm), sedangkan yang terendah yaitu ganyong dari wilayah Sragen

(69,58 cm). Tinggi tanaman diukur mulai dari ujung daun tertinggi tanaman

sampai pangkal batang yang berada pada permukaan tanah (Hendriyani dkk.,

2009).

Perbedaan tinggi tanaman ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Sitompul dan

Guritno (1995) menyatakan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman

yang paling sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun

parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau

perlakuan yang diterapkan. Hal ini dilakukan karena tinggi tanaman merupakan

ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat. Sebagai parameter pengukur

pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap pengaruh lingkungan.

3. Daun

Ganyong berdaun lebar dengan bentuk elips memanjang dan bagian

pangkal serta ujung runcing. Daun ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta memiliki panjang 37,43 - 44,26 cm dan lebar 17,1 - 19,41; tulang

daun menyirip dan di bagian tengah terdapat ibu tulang daun yang tebal. Warna

daun hijau keunguan hingga ungu kehijauan. Merupakan daun lengkap karena

memiliki helaian daun, tangkai daun, dan pelepah daun.

34

Page 52: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

31

Ganyong dari wilayah Boyolali dan Karanganyar memiliki daun yang

lebih pendek dan sempit dibandingkan dengan ganyong dari wilayah yang lain.

Ganyong Boyolali memiliki panjang 37,43 cm dan lebar 17,69 cm sedangkan

ganyong Karanganyar memiliki panjang 37,67 cm dan panjang 17,34 cm. Akan

tetapi, ganyong Surakarta memiliki daun yang paling sempit yaitu panjang

43,84 cm dan lebar 17,1 cm. Sedangkan untuk warna daun, ada dua macam

warna yaitu hijau keunguan (Wonogiri, Boyolali, Sragen) dan ungu kehijauan

(Surakarta, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar).

Perbedaan warna serta ukuran daun pada tanaman ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta tersebut diduga karena adanya pengaruh faktor

lingkungan yang berbeda pada masing-masing wilayah sehingga menimbulkan

pengaruh yang berbeda pula pada pemunculan fenotip ganyong meskipun

perbedaan fenotip yang ditunjukkan tidak mencolok.

Faktor lingkungan juga ikut berpengaruh dalam timbulnya ciri-ciri yang

muncul sebagai fenotip. Perbedaan yang tampak pada tiap anggota spesies

menyebabkan adanya keragaman dalam spesies. Keragaman dalam spesies

menyebabkan tiap anggota spesies dapat dilihat adanya kekerabatannya satu

sama lain. Semakin banyak persamaan ciri-ciri yang dimiliki semakin dekat

kekerabatannya. Sebaliknya, semakin sedikit persamaan dalam ciri-ciri yang

dimiliki semakin jauh kekerabatannya (Sofro, 1994 dalam Wigati, 2003).

4. Bunga

Warna bunga ganyong kultivar merah di wilayah eks-karesidenan

Surakarta yaitu merah (red) dan merah gelap (darkred). Sepala berjumlah tiga

35

Page 53: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

32

buah, petala juga 3 buah yang salah satunya melengkung ke bawah. Benang

sari belum sempurna, anter melekat pada staminodia.

Bunga ganyong dari wilayah Klaten memiliki petala berwarna merah

gelap (darkred) sedangkan untuk wilayah lain (Surakarta, Wonogiri, Boyolali,

Sukoharjo, Sragen, Karanganyar) memiliki petala berwarna merah (red).

Sedangkan untuk sepala bunga semuanya berwarna hijau kemerahan dan lurus

(tidak menekuk). Hal ini berbeda dengan sepala C. hybrida yang menekuk pada

bagian dekat pangkal. Bunga ganyong yang memiliki ukuran paling panjang

adalah bunga dari wilayah Sragen (7,1 cm), disusul oleh bunga dari wilayah

Klaten (6,5 cm), sedangkan untuk bunga dari wilayah lain memiliki ukuran

yang tidak jauh berbeda yaitu antara 5,8 – 6,2 cm.

Bunga ganyong memiliki satu buah anther yang melekat pada

staminodia, putik berjumlah satu buah dan berbentuk pipih memanjang seperti

pedang. Anther terbesar dan terpanjang pada bunga ganyong dari Sragen

(panjang 1,3 cm dan lebar 0,2 cm). Hal ini sesuai dengan ukuran bunga

ganyong Sragen yang terbesar di antara yang lain.

Keragaman bunga ganyong meliputi warna dan ukuran tersebut diduga

karena adanya faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi kenampakan

atau fenotip dari tanaman ganyong. Fenotip adalah hasil gabungan antara

genetik dan lingkungan.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), penampilan bentuk tanaman

dikendalikan oleh sifat genetik tanaman di bawah pengaruh faktor-faktor

lingkungan. Faktor lingkungan yang diyakini dapat mempengaruh terjadinya

36

Page 54: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

33

perubahan morfologi tanaman antara lain iklim, suhu, jenis tanah, kondisi

tanah, ketinggian tempat, kelembaban.

5. Buah dan Biji

Buah ganyong berwarna hijau, beruang tiga, berbentuk agak bulat

dengan tonjolan-tonjolan seperti duri pada permukaannya. Buah dengan

diameter terbesar yaitu buang ganyong dari wilayah Sragen yaitu 1, 46 cm,

sedangkan buah ganyong yang memiliki diameter paling kecil yaitu buah

ganyong dari wilayah Sukoharjo (0,64). Di dalam buah terdapat biji ganyong

berbentuk bulat dan berwarna hitam. Apabila buah masih muda, biji ganyong

berwarna hijau. Jumlah biji dalam buah bervariasi. Buah ganyong dari wilayah

Sukoharjo dengan jumlah biji paling sedikit (14 biji) dan memiliki perbedaan

jumlah yang mencolok dengan ganyong dari wilayah lain yang pada umumnya

memiliki jumlah biji dalam buah hampir sama (20-24 biji).

Jumlah biji yang banyak pada tanaman ganyong ini dapat

dipertimbangkan apabila tanaman ganyong akan dibudidayakan secara

generatif melalui biji, mengingat perkembangbiakan ganyong yang dilakukan

selama ini lebih diutamakan secara vegetatif atau secara alami menggunakan

rimpang. Perbanyakan dengan rimpang ini menyebabkan hasil anakan memiliki

sifat yang sama dengan induknya sehingga dalam suatu populasi ganyong tidak

ditemukan adanya keragaman sifat dalam jumlah yang besar.

Menurut Indriani dkk. (2008), keragaman suatu populasi yang berasal

dari daerah dengan kisaran geografi yang rendah kemungkinan disebabkan oleh

proses adaptasi yang terus-menerus sehingga akan terjadi perubahan-perubahan

37

Page 55: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

34

baik secara biokimia maupun fisiologisnya, terjadinya interaksi antara genotip

dengan lingkungan yang terus-menerus menyebabkan fenotip yang hampir

sama.

Berdasarkan pengamatan ciri morfologi yang telah dilakukan, dapat

diketahui bahwa ganyong dari wilayah Sragen memiliki keunikan

dibandingkan ganyong dari wilayah lain. Keunikan tersebut yaitu ganyong dari

wilayah Sragen memiliki tinggi tanaman terendah (69,58 cm) tetapi memiliki

diameter rimpang tertinggi (6,1 cm), dan bagian-bagian bunga dengan ukuran

yang terbesar, serta diameter buah yang terbesar (1,46 cm).

B. Pola Pita Isozim

Pola pita isozim banyak digunakan untuk identifikasi variasi genetik baik

secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Variasi ini akibat dari peran gen yang

mengarahkan pembentukan isozim yang bersangkutan. Sistem enzim yang

digunakan dalam penelitian ini adalah esterase dan peroksidase karena secara

teknis mampu menghasilkan pola pita isozim yang jelas dan polimorfis serta telah

banyak digunakan untuk mengidentifikasi tanaman.

Penanda isozim digunakan dalam analisis keragaman genetik karena

dikendalikan oleh gen tunggal dan bersifat kodominan dalam pewarisannya.

Metode isozim telah banyak dimanfaatkan oleh pemulia tanaman untuk

mengidentifikasi tanaman hingga tingkat varietas karena memiliki kelebihan di

antaranya mudah dilakukan dan membutuhkan bahan dalam jumlah sedikit

(Julisaniah dkk., 2008).

38

Page 56: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

35

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif berdasarkan muncul

tidaknya pita dan tebal tipisnya pita pada gel hasil elektroforesis. Keragaman pola

pita dilihat berdasarkan nilai Rf yang terbentuk. Nilai Rf merupakan nilai

mobilitas relatif yang diperoleh dari perbandingan jarak migrasi isozim terhadap

jarak migrasi loading dye.

Keragaman kemunculan pita ada apabila pita isozim muncul pada

zimogram suatu wilayah/individu tetapi tidak muncul pada wilayah yang lain.

Keragaman tebal tipisnya pita ada apabila pita dengan letak sama muncul pada

zimogram dari dua wilayah/individu berbeda, tetapi berbeda dalam ketebalan

pitanya. Hasil analisis elektroforesis dengan menggunakan gel poliakrilamid pada

isozim esterase dapat diketahui pada Gambar 4.

Gambar 4. Zimogram hasil elektroforesis isozim esterase ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta.

Keterangan:

I : C. hybrida,

II : Surakarta,

III : Wonogiri,

IV : Klaten,

V : Boyolali,

VI : Sukoharjo,

VII : Sragen,

VIII : Karanganyar.

Dari zimogram di atas dapat diketahui adanya variasi dari molekul pita

yang terdeteksi. Pola pita isozim esterase muncul pada lima Rf yaitu 0,22; 0,28;

39

Page 57: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

2

0,34; 0,38; dan 0,41. Pita isozim esterase yang pertama (Rf 0,22) muncul pada

semua sampel dengan ketebalan yang sama. Pita isozim esterase yang kedua (Rf

0,28) muncul pada semua wilayah kecuali ganyong dari wilayah Boyolali (V),

dengan pita yang paling tebal muncul pada wilayah Klaten (IV). Hal ini berarti

berat molekul pita isozim pada wilayah Klaten merupakan yang paling besar di

antara yang lain.

Pita isozim yang ketiga (Rf 0,34) hanya muncul pada wilayah Klaten (IV),

Boyolali (V) dan Sragen (VII) dengan ketebalan yang sama. Sedangkan pita

isozim yang keempat (Rf 0,38) muncul pada wilayah Wonogiri (III), Sukoharjo

(VI), Sragen (VII), dan Karanganyar (VIII) dengan ketebalan yang sama. Pita

isozim yang kelima (Rf 0,41) muncul pada semua wilayah kecuali Karanganyar

(VIII) dan C. hybrida (I). Wilayah Sragen memiliki pita isozim terbanyak (Rf

0,22; 0,28; 0,34; 0,38; 0,41) bila dibandigkan dengan wilayah lain. Adapun

ketebalan pita yang dihasilkan terangkum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis ketebalan pita isozim esterase ganyong.

Rf I II III IV V VI VII VIII

0,22 ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

0,28 + + + +++ - ++ ++ +

0,34 - - - + + - + -

0,38 - - + - - + + +

0,41 - + + + + + + -

Keterangan:

+ = tipis

++ = tebal

+++ = sangat tebal

- = tidak ada

40

Page 58: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

3

Dalam Cahyarini (2004), disebutkan bahwa tebal tipisnya pita yang

terbentuk disebabkan karena perbedaan jumlah molekul yang termigrasi, pita yang

tebal berarti memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan pita

yang tipis. Pita yang memiliki kekuatan ionik lebih besar akan termigrasi lebih

jauh daripada pita yang berkekuatan ionik kecil.

Berdasarkan zimogram hasil elektroforesis pola pita esterase ganyong dari

delapan macam sampel dapat diketahui ada tujuh macam pola pita jika dianalisis

berdasarkan kemunculan pita yaitu pola pita A yang terdapat pada C. hybrida (I),

pola pita B yang terdapat pada ganyong dari wilayah Surakarta (II), pola pita C

yang terdapat pada ganyong dari wilayah Wonogiri dan Sukoharjo (III, VI), pola

pita D yang terdapat pada ganyong dari wilayah Klaten (IV), pola pita E yang

terdapat pada ganyong dari wilayah Boyolali (V), pola pita F yang terdapat pada

ganyong dari wilayah Sragen (VII), serta pola pita G yang terdapat pada ganyong

dari wilayah Karanganyar (VIII).

Berdasarkan kesamaan pola tersebut, hanya ganyong dari wilayah

Wonogiri dan Sukoharjo yang memiliki pola yang sama sedangkan ganyong dari

wilayah lain memiliki pola pita yang berbeda-beda. Perbedaan pola pita tersebut

dapat dilihat sebagai adanya keragaman pola pita isozim esterase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta. Menurut Purwanto dkk. (2002), isozim

merupakan produk langsung dari gen dan dapat digunakan untuk mempelajari

keragaman genetik individu dalam suatu populasi. Keragaman pola pita isozim

yang dihasilkan melalui elektroforesis dan pewarnaan menggambarkan keragaman

genetik tanaman tersebut.

41

Page 59: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

4

Adapun hasil analisis elektroforesis dengan menggunakan gel

poliakrilamid pada isozim peroksidase dapat diketahui pada gambar berikut ini.

Gambar 5. Zimogram hasil elektroforesis isozim peroksidase ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta.

I: C. hybrida, II: Surakarta, III: Wonogiri, IV: Klaten, V: Boyolali,

VI: Sukoharjo, VII: Sragen, VIII: Karanganyar.

Berdasarkan zimogram tersebut pita isozim peroksidase muncul pada

enam Rf yaitu 0,09; 0,16; 0,22; 0,38; 0,41; dan 0,44. Pita isozim peroksidase yang

pertama (Rf 0,09) muncul pada semua wilayah kecuali Sukoharjo (VI), dan pita

yang paling tebal yaitu pada wilayah Sragen (VII). Pita isozim yang kedua (Rf

0,16) hanya muncul pada wilayah Sukoharjo (VI). Pita isozim peroksidase yang

ketiga (Rf 0,22) muncul pada semua sampel dengan ketebalan yang sama dan

merupakan pita yang paling tebal dibandingkan pita pertama (Rf 0,09), pita kedua

(Rf 0,16), pita keempat (Rf 0,38), pita kelima (Rf 0,41) dan pita keenam (Rf 0,44).

Pita isozim peroksidase yang keempat (Rf 0,38) muncul pada semua

wilayah kecuali Surakarta (II) dan C. hybrida (I). Pita isozim yang kelima (Rf

0,41) hanya dimiliki oleh C. hybrida (I) dan ganyong dari wilayah Surakarta (II).

Sedangkan pita isozim peroksidase yang keenam muncul pada semua wilayah

kecuali C. hybrida (I). Adapun ketebalan pita isozim peroksidase yang diperoleh

dapat dilihat pada Tabel 3.

42

Page 60: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

5

Tabel 3. Hasil analisis ketebalan pita isozim peroksidase ganyong.

Rf I II III IV V VI VII VIII

0,09 + + + + + - ++ +

0,16 - - - - - + - -

0,22 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

0,38 - - + + + + + +

0,41 + + - - - - - -

0,44 - + + + - + + +

Keterangan:

+ = tipis

++ = tebal

+++ = sangat tebal

- = tidak ada

Berdasarkan zimogram hasil elektroforesis isozim peroksidase ganyong di

wilayah eks-karesidenan Surakarta, dari delapan macam sampel dapat diketahui

ada empat macam pola pita jika dianalisis berdasarkan kemunculan pita yaitu pola

pita A yang terdapat pada C. hybrida (I), pola pita B yang terdapat pada ganyong

dari wilayah Surakarta (II), pola pita C yang terdapat pada ganyong dari wilayah

Wonogiri (III), Klaten (IV), Boyolali (V), Sragen (VII), Karanganyar (VIII), serta

pola pita D yang terdapat pda ganyong dari wilayah Sukoharjo (VI).

Keragaman pola pita isozim esterase lebih beragam daripada isozim

peroksidase yaitu dengan adanya tujuh pola pita sedangkan pada isozim

peroksidase diperoleh empat pola pita. Keragaman pola pita pada tiap sampel

tersebut secara tidak langsung juga menunjukkan susunan genetik yang berbeda

pula pada tiap individu tanaman, karena enzim merupakan produk langsung dari

gen dengan asam amino sebagai penyusunnya (Purwanto, 2002).

43

Page 61: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

6

C. Hubungan Kekerabatan

Hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

ditentukan berdasarkan ciri morfologi, pola pita isozim, serta penggabungan ciri

morfologi dengan pola pita isozim. Semakin sedikit persamaan yang dimiliki

maka semakin jauh hubungan kekerabatannya, dan semakin banyak persamaan

yang dimiliki maka semakin dekat hubungan kekerabatannya.

Hubungan kekerabatan antara dua individu dapat diukur berdasarkan

kesamaan sejumlah ciri dengan asumsi bahwa ciri yang berbeda disebabkan oleh

adanya perbedaan susunan genetik. Ciri pada makhluk hidup dikendalikan oleh

gen. Gen merupakan potongan DNA yang hasil aktivitasnya (ekspresinya) dapat

diamati melalui perubahan ciri morfologi yang dapat diakibatkan oleh pengaruh

lingkungan (Souza dan Sorells dalam Hadiati dan Sukmadjaja, 2002).

Kedekatan kekerabatan antara kultivar maupun varietas berguna sebagai

informasi di bidang pemuliaan tanaman karena jika tanaman yang berkerabat

dekat disilangkan, maka variasi sifat keturunannya tidak jauh berbeda dari

induknya. Semakin jauh jarak genetik antar kultivar, maka akan menghasilkan

variasi yang lebih tinggi jika disilangkan. Walaupun demikian, dalam seleksi

materi untuk persilangan tidak hanya faktor jarak genetik yang diperhitungkan,

tetapi ciri lain yang menarik dan menonjol perlu dipertimbangkan untuk

menghasilkan rekombinan yang baik.

1. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Ciri Morfologi

Hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

dapat ditentukan berdasarkan keragaman dan persamaan-persamaan ciri

44

Page 62: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

7

morfologi dari tanaman ganyong di masing-masing wilayah di eks-karesidenan

Surakarta. Perbandingan ciri morfologi ganyong dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan ciri morfologi ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta. Ciri Morfologi I II III IV V VI VII VIII

Daun hijau 1 0 0 0 0 0 0 0

Daun hijau keunguan 0 0 1 0 1 0 1 0

Daun ungu kehijauan 0 1 0 1 0 1 0 1

Petala bunga warna jingga bercorak

kuning 1 0 0 0 0 0 0 0

Petala bunga warna merah (red) 0 1 1 0 1 1 1 1

Petala bunga warna merah gelap

(darkred) 0 0 0 1 0 0 0 0

Sepala bunga warna hijau keputihan 1 0 0 0 0 0 0 0

Sepala bunga warna hijau kemerahan 0 1 1 1 1 1 1 1

Batang warna hijau 1 0 0 0 0 0 0 0

Batang warna hijau keunguan 0 1 1 1 1 1 1 1

Warna sisik rimpang hijau kecoklatan 1 0 0 0 0 0 0 0

Diameter batang ≥ 1,70 cm 0 0 1 1 1 1 1 1

Diameter rimpang < 3,5 cm 1 0 1 0 1 1 0 0

Diameter rimpang ≥ 3,5 cm 0 1 0 1 0 0 1 1

Diameter buah < 1,25 cm 1 1 0 1 0 0 1 1

Diameter buah ≥ 1,25 cm 0 0 1 0 1 1 0 0

Jumlah biji dalam buah < 22 0 1 1 0 1 1 1 1

Jumlah biji dalam buah ≥ 22 1 0 0 1 0 0 0 0

Panjang sepala < 5 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang sepala ≥ 5 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar sepala < 1 cm 0 1 1 0 1 1 0 1

Lebar sepala ≥ 1 cm 1 0 0 1 0 0 1 0

Panjang petala < 7 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang petala ≥ 7 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar petala < 1 cm 0 1 1 0 1 0 0 1

Lebar petala ≥ 1 cm 1 0 0 1 0 1 1 0

Panjang staminodia < 6 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang staminodia ≥ 6 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar staminodia < 1 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Lebar staminodia ≥ 1 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Panjang putik < 6 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang putik ≥ 6 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar putik < 0,5 cm 0 1 1 1 1 1 0 1

45

Page 63: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

8

Tabel 4. Perbandingan ciri morfologi ganyong di wilayah eks-karesidenan

Surakarta (lanjutan). Ciri Morfologi I II III IV V VI VII VIII

Lebar putik ≥ 0,5 cm 1 0 0 0 0 0 1 0

Panjang anter < 1 cm 1 0 1 1 1 1 0 1

Panjang anter ≥ 1 cm 0 1 0 0 0 0 1 0

Lebar anter < 0,15 cm 0 1 1 1 0 1 0 1

Lebar anter ≥ 0,15 cm 1 0 0 0 1 0 1 0

Panjang bunga < 7 cm 0 1 1 1 1 1 0 1

Panjang bunga ≥ 7 cm 1 0 0 0 0 0 1 0

Diameter pangkal bunga < 0,5 cm 0 1 1 0 1 1 0 1

Diameter pangkal bunga ≥ 0,5 cm 1 0 0 1 0 0 1 0

Sepala menekuk 1 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan: I=C. hybrida, II=Surakarta, III=Wonogiri, IV=Klaten, V=Boyolali,

VI=Sukoharjo, VII=Sragen, VIII=Karanganyar, 1=ada, 0=tidak ada.

Dari data tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan indeks

similaritas (IS) diperoleh dendogram seperti tampak pada Gambar 6.

Gambar 6. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan ciri morfologi.

I = Canna hybrida, II= Surakarta, III= Wonogiri, IV= Klaten, V=

Boyolali, VI= Sukoharjo, VII= Sragen, VIII= Karanganyar.

7,14

32

33,2

39,6

42,8

42,8

44

46

Page 64: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

2

Berdasarkan dendogram yang diperoleh, dapat diketahui bahwa C.

hybrida (I) terpisah dari tujuh sampel lain. Hal ini disebabkan karena C.

hybrida merupakan spesies yang berbeda dari tujuh sampel lain yaitu ganyong

(C. edulis). Adapun koefisien kemiripan C. hybrida (I) dengan ganyong

sebesar 7,14%. Ganyong Wonogiri dan ganyong Sukoharjo mengelompok

dengan koefisien kemiripan 44% yang merupakan koefisien kemiripan

tertinggi, artinya ganyong Wonogiri memiliki hubungan kekerabatan paling

dekat dengan ganyong Sukoharjo jika dilihat dari persamaan ciri morfologi

yang dimiliki oleh keduanya. Ganyong Wonogiri (III) dan Sukoharjo (VI)

bergabung dengan ganyong Boyolali (V) pada koefisien kemiripan 42,8%.

Pada nilai koefisien kemiripan yang sama, ganyong Surakarta (II)

mengelompok dengan ganyong Karanganyar (VIII). Kedua kelompok tersebut

kemudian bergabung dengan koefisien kemiripan sebesar 39,6%. Pada

kelompok yang berbeda, terdapat ganyong Klaten (IV) dan Sragen (VII)

dengan koefisien kemiripan sebesar 33,2%. Kelompok ini bergabung dengan

kelompok sebelumnya pada koefisien kemiripan 32%.

Hubungan kekerabatan terdekat dimiliki oleh ganyong Wonogiri (III)

dan Sukoharjo (VI) pada koefisien kemiripan 44%. Hal ini berarti dikarenakan

keduanya lebih banyak memiliki kesamaan ciri morfologi yaitu petala bunga

berwarna merah, sepala berwarna hijau kemerahan, batang warna hijau

keunguan, warna sisik rimpang hijau keunguan, panjang daun < 50 cm, lebar

daun ≥ 15 cm, rasio panjang:lebar daun < 3, tinggi tanaman < 100 cm,

diameter batang ≥ 1,70 cm, diameter rimpang < 3,5 cm, diameter buah ≥ 1,25

47

Page 65: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

3

cm, dan seterusnya (lihat Tabel 1.). Sedangkan hubungan kekerabatan terjauh

yaitu antara C. hybrida (I) dengan tujuh sampel lainnya pada koefisien

kemiripan sebesar 7, 14%. Hal ini disebabkan karena C. hybrida memiliki ciri

morfologi yang berbeda dengan tujuh sampel lain yang merupakan ganyong

(C. edulis). C. hybrida dan ganyong terdapat dalam taksa yang sama yaitu

genus Canna yang termasuk famili Cannaceae, dimana famili tersebut hanya

memiliki satu genus yaitu Canna (Steenis, 2008).

2. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Pola Pita Isozim

Hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

dapat ditentukan berdasarkan kemunculan pita isozim esterase, peroksidase,

serta penggabungan keduanya.

a. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Pola Pita Isozim Esterase

Kemunculan pita isozim esterase ganyong dapat dilihat pada Tabel

5. di bawah ini.

Tabel 5. Perbandingan kemunculan pita isozim esterase ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta.

Rf I II III IV V VI VII VIII

0,22 1 1 1 1 1 1 1 1

0,28 1 1 1 1 0 1 1 1

0,34 0 0 0 1 1 0 1 0

0,38 0 0 1 0 0 1 1 1

0,41 0 1 1 1 1 1 1 0

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar,

1 = ada

0 = tidak ada

48

48

Page 66: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

1

Dari data tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan indeks similaritas

(IS) diperoleh dendogram seperti tampak pada Gambar 7.

Gambar 7. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan pola pita isozim esterase.

Keterangan:

I = Canna hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

Berdasarkan dendogram di atas dapat diketahui bahwa ganyong dari

wilayah Wonogiri (III) dan Sukoharjo (VI) mengelompok dengan koefisien

kemiripan 80%. Pada koefisien kemiripan yang sama ganyong dari wilayah

Klaten (IV) dan Sragen (VII) mengelompok pada kelompok yang berbeda

dari kelompok yang sebelumnya. Kedua kelompok tersebut bergabung

37,14

43,2

52,2

60

70

80

49

Page 67: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

2

dengan koefisien kemiripan sebesar 70%. Kelompok tersebut kemudian

bergabung dengan ganyong dari wilayah Surakarta (II) pada koefisien

kemiripan 60% dan selanjutnya bergabung dengan ganyong dari wilayah

Karanganyar (VIII) pada koefisien kemiripan 52,2%, dan kemudian

ganyong dari wilayah Boyolali (V) bergabung pada kelompok tersebut

dengan koefisien kemiripan sebesar 43,2% serta diikuti oleh C. hybrida (I)

yang bergabung pada ketujuh sampel yang lain dengan koefisien kemiripan

37,14%.

Hubungan kekerabatan terdekat adalah antara ganyong dari wilayah

Wonogiri (III) dan Sukoharjo (VI) yang mengelompok dengan koefisien

kemiripan 80%. Keduanya memiliki lebih banyak kesamaan pola pita

isozim esterase yang muncul setelah dilakukan elektroforesis dan

pewarnaan. Selain ganyong dari Wonogiri dan Sukoharjo, ganyong dari

wilayah Klaten (IV) dan Sragen (VII) juga memiliki hubungan kekerabatan

terdekat dengan koefisien kemiripan sebesar 80%. Sedangkan hubungan

kekerabatan terjauh yaitu antara C. hybrida dengan ketujuh sampel lain

seperti halnya pada dendogram berdasarkan ciri morfologi. Hal ini

dikarenakan C. hybrida merupakan spesies yang berbeda dari ketujuh

sampel yang lain yang merupakan ganyong.

Dendogram berdasarkan pola pita isozim esterase memiliki

perbedaan dengan dendogram berdasarkan ciri morfologi sehingga

hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta yang

ditentukan berdasarkan ciri morfologi akan berbeda apabila dibandingkan

50

Page 68: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

3

dengan hubungan kekerabatan ganyong yang ditentukan berdasarkan pola

pita isozim esterase. Hal tersebut dikarenakan ciri morfologi tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan.

Sitompul dan Guritno (1995) mengatakan bahwa penampilan bentuk

tanaman dikendalikan oleh sifat genetik tanaman di bawah pengaruh faktor-

faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang diyakini dapat mempengaruhi

terjadinya perubahan morfologi tanaman antara lain iklim, suhu, jenis

tanah, kondisi tanah, ketinggian tempat, kelembaban.

b. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Pola Pita Isozim Peroksidase

Kemunculan pita isozim peroksidase ganyong dapat dilihat pada

Tabel 6. di bawah ini.

Tabel 6. Perbandingan kemunculan pita isozim peroksidase ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta.

Rf I II III IV V VI VII VIII

0,09 1 1 1 1 1 0 1 1

0,16 0 0 0 0 0 1 0 0

0,22 1 1 1 1 1 1 1 1

0,38 0 0 1 1 1 1 1 1

0,41 1 1 0 0 0 0 0 0

0,44 0 1 1 1 0 1 1 1

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar,

1 = ada

0 = tidak ada

51

Page 69: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

4

Dari data tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan indeks

similaritas (IS) diperoleh dendogram seperti tampak pada Gambar 8.

Gambar 8. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan pola pita isozim peroksidase.

Keterangan:

I = Canna hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

Berdasarkan dendogram tersebut dapat diketahui bahwa ganyong

dari wilayah Wonogiri (III), Klaten (IV), Sragen (VII), dan Karanganyar

(VIII) mengelompok pada koefisien kemiripan 67%. Ketiganya bergabung

dengan ganyong Boyolali (V) pada koefisien kemiripan 50% dan kemudian

bergabung dengan ganyong Sukoharjo (VI) pada koefisien kemiripan

37,33

46,6

50

50

67

52

Page 70: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

5

46,6%. Sementara itu C. hybrida (I) mengelompok dengan ganyong

Surakarta (II) pada koefisien kemiripan 50%. Keduanya bergabung dengan

enam sampel yang lain pada koefisien kemiripan sebesar 37,33%.

Hubungan kekerabatan terdekat dimiliki oleh ganyong dari wilayah

Wonogiri (III), Klaten (IV), Sragen (VII), dan Karanganyar (VIII) yang

mengelompok pada koefisien kemiripan sebesar 67%. Sedangkan hubungan

kekerabatan terjauh dengan koefisien kemiripan 37,33% yaitu antara C.

hybrida dan ganyong Surakarta dengan ganyong dari enam wilayah yang

lain.

c. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Pola Pita Isozim Esterase

dan Peroksidase

Kemunculan pita isozim esterase dan peroksidase ganyong dapat

dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Kemunculan pita isozim esterase dan peroksidase ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta.

Rf I II III IV V VI VII VIII

0,22 1 1 1 1 1 1 1 1

0,28 1 1 1 1 0 1 1 1

0,34 0 0 0 1 1 0 1 0

0,38 0 0 1 0 0 1 1 1

0,41 0 1 1 1 1 1 1 0

0,09 1 1 1 1 1 1 1 1

0,16 0 0 0 0 0 1 0 0

0,22 1 1 1 1 1 1 1 1

0,38 0 0 1 1 1 1 1 1

0,41 1 1 0 0 0 0 0 0

0,44 0 1 1 1 0 1 1 1

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar,

1 = ada

0 = tidak ada

53

Page 71: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

0

Dari data tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan indeks

similaritas (IS) diperoleh dendogram seperti tampak pada Gambar 9.

Gambar 9. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan pola pita isozim esterase dan

peroksidase.

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

Berdasarkan dendogram tersebut dapat diketahui bahwa hubungan

kekerabatan terdekat yaitu ganyong dari Wonogiri dan Sragen yang

mengelompok pada koefisien kemiripan sebesar 73%. Keduanya bergabung

dengan ganyong Klaten pada koefisien kemiripan 68,4%. Ganyong

Sukoharjo mengelompok dengan ganyong Karanganyar pada koefisien

37,41

43,6

51

61

64

68,4

73

54

Page 72: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

1

kemiripan 64%. Ganyong Wonogiri, Sukoharjo, Klaten kemudian

bergabung dengan ganyong Sukoharjo dan Karanganyar pada koefisien

kemiripan 61%. Kelimanya kemudian bergabung dengan ganyong

Surakarta pada koefisien kemiripan 51% dan kemudian bergabung dengan

ganyong Boyolali pada koefisien kemiripan 43,6. Sedangkan pada

hubungan kekerabatan terjauh yaitu C. hybrida dengan ketujuh sampel lain

pada koefisien kemiripan 34,71%.

Hubungan kekerabatan terdekat dimiliki oleh ganyong Wonogiri

dan Sragen dengan koefisien kemiripan 73%. Hal ini dikarenakan keduanya

paling banyak memiliki kesamaan dalam kemunculan pola pita isozim.

Sedangkan hubungan kekerabatan yang terjauh yaitu antara C. hybrida

dengan sampel yang lain pada koefisien kemiripan 34,71% karena C.

hybrida merupakan spesies yang berbeda dari sampel lain sehingga secara

genetik pun menunjukkan adanya perbedaan yang tampak dari perbedaan

pola pita isozim yang dihasilkan.

Dendogram berdasarkan pola pita isozim esterase, peroksidase, dan

gabungan esterase dan peroksidase menunjukkan hasil yang berbeda. Hal

ini dikarenakan sifat yang digunakan sebagai dasar penentu hubungan

kekerabatan masih terbatas sehingga perlu dilakukan penambahan enzim

lainnya. Menurut Purnomo (1994) dalam Hadiati dan Sukmadjaja (2002),

untuk menelaah perbedaan individu dalam populasi disarankan paling

sedikit menggunakan delapan macam enzim.

55

Page 73: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

2

3. Hubungan Kekerabatan Ganyong Berdasarkan Ciri Morfologi dan Pola Pita

Isozim

Perbandingan ciri morfologi dan pola pita isozim ganyong dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan ciri morfologi dan pola pita isozim ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta.

Parameter I II III IV V VI VII VIII

Daun hijau 1 0 0 0 0 0 0 0

Daun hijau keunguan 0 0 1 0 1 0 1 0

Daun ungu kehijauan 0 1 0 1 0 1 0 1

Petala bunga warna jingga bercorak kuning 1 0 0 0 0 0 0 0

Petala bunga warna merah (red) 0 1 1 0 1 1 1 1

Petala bunga warna merah gelap (darkred) 0 0 0 1 0 0 0 0

Sepala bunga warna hijau keputihan 1 0 0 0 0 0 0 0

Sepala bunga warna hijau kemerahan 0 1 1 1 1 1 1 1

Batang warna hijau 1 0 0 0 0 0 0 0

Batang warna hijau keunguan 0 1 1 1 1 1 1 1

Warna sisik rimpang hijau kecoklatan 1 0 0 0 0 0 0 0

Warna sisik rimpang hijau keunguan 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang daun < 50 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang daun ≥ 50 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar daun < 15 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar daun ≥ 15 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Rasio panjang:lebar daun < 3 0 1 1 1 1 1 1 1

Rasio panjang:lebar daun ≥ 3 1 0 0 0 0 0 0 0

Tinggi tanaman < 100 cm 0 1 1 0 1 1 1 1

Tinggi tanaman ≥ 100 cm 1 0 0 1 0 0 0 0

Diameter batang < 1,70 cm 1 1 0 0 0 0 0 0

Diameter batang ≥ 1,70 cm 0 0 1 1 1 1 1 1

Diameter rimpang < 3,5 cm 1 0 1 0 1 1 0 0

Diameter rimpang ≥ 3,5 cm 0 1 0 1 0 0 1 1

Diameter buah < 1,25 cm 1 1 0 1 0 0 1 1

Diameter buah ≥ 1,25 cm 0 0 1 0 1 1 0 0

Jumlah biji dalam buah < 22 0 1 1 0 1 1 1 1

Jumlah biji dalam buah ≥ 22 1 0 0 1 0 0 0 0

Panjang sepala < 5 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

56

Page 74: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

3

Tabel 8. Perbandingan ciri morfologi dan pola pita isozim ganyong di wilayah

eks-karesidenan Surakarta (lanjutan).

Parameter I II III IV V VI VII VIII

Panjang sepala ≥ 5 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar sepala < 1 cm 0 1 1 0 1 1 0 1

Lebar sepala ≥ 1 cm 1 0 0 1 0 0 1 0

Panjang petala < 7 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang petala ≥ 7 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar petala < 1 cm 0 1 1 0 1 0 0 1

Lebar petala ≥ 1 cm 1 0 0 1 0 1 1 0

Panjang staminodia < 6 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang staminodia ≥ 6 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar staminodia < 1 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Lebar staminodia ≥ 1 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Panjang putik < 6 cm 0 1 1 1 1 1 1 1

Panjang putik ≥ 6 cm 1 0 0 0 0 0 0 0

Lebar putik < 0,5 cm 0 1 1 1 1 1 0 1

Lebar putik ≥ 0,5 cm 1 0 0 0 0 0 1 0

Panjang anter < 1 cm 1 0 1 1 1 1 0 1

Panjang anter ≥ 1 cm 0 1 0 0 0 0 1 0

Lebar anter < 0,15 cm 0 1 1 1 0 1 0 1

Lebar anter ≥ 0,15 cm 1 0 0 0 1 0 1 0

Panjang bunga < 7 cm 0 1 1 1 1 1 0 1

Panjang bunga ≥ 7 cm 1 0 0 0 0 0 1 0

Diameter pangkal bunga < 0,5 cm 0 1 1 0 1 1 0 1

Diameter pangkal bunga ≥ 0,5 cm 1 0 0 1 0 0 1 0

Sepala menekuk 1 0 0 0 0 0 0 0

Sepala tidak menekuk 0 1 1 1 1 1 1

Rf 0,22 1 1 1 1 1 1 1 1

Rf 0,28 1 1 1 1 0 1 1 1

Rf 0,34 0 0 0 1 1 0 1 0

Rf 0,38 0 0 1 0 0 1 1 1

Rf 0,41 0 1 1 1 1 1 1 0

Rf 0,09 1 1 1 1 1 1 1 1

Rf 0,16 0 0 0 0 0 1 0 0

Rf 0,22 1 1 1 1 1 1 1 1

Rf 0,38 0 0 1 1 1 1 1 1

Rf 0,41 1 1 0 0 0 0 0 0

Rf 0,44 0 1 1 1 1 1 1 1

Keterangan: I= C. hybrida, II= Surakarta, III= Wonogiri, IV=Klaten,

V= Boyolali, VI= Sukoharjo, VII= Sragen, VIII= Karanganyar.

57

Page 75: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

4

Dari data tersebut setelah dianalisis dengan menggunakan indeks

similaritas (IS) diperoleh dendogram seperti tampak pada Gambar 10.

Gambar 10. Dendogram hubungan kekerabatan ganyong di wilayah eks-

karesidenan Surakarta berdasarkan ciri morfologi dan pola pita

isozim.

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

Dari dendogram yang diperoleh dapat diketahui bahwa bahwa berdasarkan

ciri morfologi dan pola pita isozim, hubungan kekerabatan terdekat yaitu ganyong

dari wilayah Wonogiri yang mengelompok dengan ganyong dari wilayah

Sukoharjo pada koefisien kemiripan 48%. Ganyong Wonogiri dan ganyong

11,57

36,6

40

40,4

41,4

45

48

58

Page 76: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

5

Sukoharjo bergabung dengan ganyong Karanganyar pada koefisien kemiripan

45%. Ganyong Wonogiri, Sukoharjo, dan Karanganyar bergabung dengan

ganyong Surakarta pada koefisien kemiripan 41,4%. Ganyong Wonogiri,

Sukoharjo, Karanganyar, dan Surakarta bergabung dengan ganyong Boyolali pada

koefisien kemiripan 40,4%. Sedangkan ganyong Klaten dan ganyong Sragen

mengelompok pada koefisien kemiripan 40%. Keduanya bergabung dengan enam

sampel sebelumnya pada koefisien kemiripan 36,6%. Sedangkan C. hybrida

memiliki hubungan kekerabatan terjauh dari sampel yang lain yaitu dengan

koefisien kemiripan 11,57%.

Ciri morfologi dan pola pita isozim yang digabung dan digunakan menjadi

penentu hubungan kekerabatan memberikan hasil yang berbeda apabila keduanya

digunakan tanpa penggabungan. Semakin banyak ciri yang digunakan untuk

menentukan hubungan kekerabatan, semakin besar pula peluang mendapatkan

hasil dengan akurasi tinggi.

59

Page 77: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

6

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan ciri morfologi, ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

memiliki keragaman terutama pada warna dan ukuran tubuh serta organ

tanaman meliputi tinggi tanaman, warna daun, diameter rimpang, diameter

buah, lebar sepala, lebar petala, lebar anther.

2. Berdasarkan pola pita isozim, ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta

memiliki keragaman yang dilihat dari kemunculan serta tebal tipis pita pada Rf

0,28; 0,34; 0,38; 0,41 untuk isozim esterase dan Rf 0,09; 0,16; 0,38; 0,41; 0,44

untuk isozim peroksidase.

3. Berdasarkan ciri morfologi, ganyong Wonogiri dan ganyong Sukoharjo

memiliki hubungan kekerabatan terdekat dengan koefisien kemiripan 44%,

sedangkan hubungan kekerabatan terjauh yaitu antara C. hybrida dengan

sampel yang lain pada koefisien kemiripan 7,14%. Berdasarkan pola pita

isozim, ganyong Wonogiri dan Sragen memiliki hubungan kekerabatan

terdekat dengan koefisien kemiripan 73%, dan hubungan kekerabatan yang

terjauh yaitu antara C. hybrida dengan sampel yang lain pada koefisien

kemiripan 34,71%. Adapun berdasarkan ciri morfologi dan pola pita isozim,

ganyong Wonogiri dan ganyong Sukoharjo memiliki hubungan kekerabatan

terdekat dengan koefisien kemiripan 48%, sedangkan hubungan kekerabatan

60

Page 78: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

7

terjauh yaitu antara C. hybrida dengan sampel yang lain pada koefisien

kemiripan 11,57%.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi genetik ganyong

dengan penambahan jenis isozim dan penambahan sampel serta jenis kultivar

yang digunakan untuk menguatkan adanya variasi genetik pada spesies ganyong.

Selain itu juga perlu dilakukan penelitian lanjut dengan menggunakan penanda

molekuler DNA yang merupakan material genetik yang tidak dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan dan umur tanaman sehingga dapat secara representatif

mewakili keragaman genetik secara lebih akurat baik antar kultivar maupun

kerabat jauhnya.

61

Page 79: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

8

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B. 2001. The Use of Isozymes as Biochemical Markers in Rice

Research. Buletin AgroBio 4 (2): 39-44.

Aboel-Atta, A. I. 2009. Isozymes, RAPD and ISSR Variation in Melilotus indica

(L.) All. and M. siculus (Turra) B.G. Jacks. (Leguminosae). Academic

Journal of Plant Sciences 2 (2): 113-118.

Aboel-Atta. 2009. On the Taxonomy of Laurus L. (Lauraceae, Evidence from

Isozymes, RAPD and ISSR. Academic Journal of Plant Sciences 2 (2): 82-

91.

Abulias, M. N. dan D. Bhagawati. 2008. Studi Awal Keragaman Genetik Ikan

Betutu (Oxyeleotris sp.) di Waduk Penjalin Menggunakan Lima Macam

Isozim. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Universitas

Lampung, Lampung.

Arial. 2009. BATAN Selenggarakan Kuliah Umum Iptek Nuklir di UNS.

http://batan.go.id// [26 Juli 2010].

Armstrong, W. P. 2000. Canna edulis Ker. http://www.plantsciences.ucdavis.edu/

[25 April 2009].

Balai Kliring Keanekaragaman Hayati. 2009. Ganyong. http://bplhjabar.go.id/. [2

Juli. 2010].

Begum, M., S. Yesmine, N. Khan, A. T. M. Abdullah, and T. A. Khan. 2009.

Brief Study on the Genetic Variations at Isozyme Loci in Native Catfish

(Clarias batrachus), African Catfish (Clarias gariepinus) and their Hybrid

(Clarias gariepinus x Clarias batrachus). Bangladesh J. Sci. Ind. Res. 44

(4): 381-386.

Bhagawati, D., M. N. Abulias, dan A. H. Susanto. 2008. Analisis Kekerabatan

Filogenetik Udang Windu Berdasarkan Pola Pita Isozim. Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Universitas Lampung,

Lampung.

Cahyarini, R. D., A. Yunus, E. Purwanto. 2004. Identifikasi Keragaman Genetik

Beberapa Varietas Lokal Kedelai di Jawa Berdasarkan Analisis Isozim.

Agrosains 6 (2): 79-83.

Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2009. Ganyong.

http://bukabi wordpress.com/ [29 April 2009].

62

Page 80: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

9

Eko. 2008. Budidaya Ganyong. http://ditjentan.deptan.go.id/ [23 September

2008].

Fatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Lab. Sentral Biologi Molekuler dan Seluler

Departemen Biologi. Universitas Brawijaya, Malang.

Flach, M. and F. Rumawas. 1996. Plant Resources of South East Asia No. 9.

Plants Yielding Non Seed Carbohydrates. Prosea Foundation, Bogor.

Gepts, Paul. 2009. Who's Who in the History of Crop Evolution Studies.

www.plantsciences.ucdavis.edu. [31 Mei 2010].

Gonzalez, M. 2007. Canna edulis Ker. http://farm2.static.flickr.com/ [25 April

2009].

Hadiati, S. dan D. Sukmadjaja. 2002. Keragaman Pola Pita Beberapa Varietas

Nenas Berdasarkan Analisis Isozim. Jurnal Bioteknologi Pertanian 7 (20):

62-70.

Harsono, T. dan A. Hartana. 2003. Biosistematika Kultivar Salak di Bangkalan

Madura. Floribunda 2 (4): 95-101.

Haryo. 2009. Info Geografis Surakarta. http://surakarta.go.id/ [26 Juli 2010].

Hendriyani, I.S. dan N. Setiari. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan

Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang

Berbeda. Jurnal Sains dan Matematika 17 (3): 145 - 150.

Imai, K., T. Kanawa and K. Shimabe. 1993. Studies on Matter Production of

Edible Canna (Canna edulis Ker.). Japanese Journal of Crop Science 62:

601-602.

Indriani, F. C., Sudjindro, A. N. Sugiharto, dan L. Soetopo. 2008. Keragaman

Genetik Plasma Nutfah Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dan Beberapa

Spesies yang Sekerabat Berdasarkan Analisis Isozim. Agritek. 6 (9): 1793-

1802.

Julisaniah, N. I., L. Sulistyowati, dan A. N. Sugiharto. 2008. Analisis Kekerabatan

Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Metode RAPD-PCR dan

Isozim. Biodiversitas 9 (2): 99-102.

Laely, N. 2008. Variasi Genetik Ubi Jalar (Ipomoea batatas Linn.) Magelang

Berdasarkan Pola Pita Isozim. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

63

Page 81: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

10

Maideliza, T. dan Mansyurdin. 2007. Keragaman Alel Gadung Liar (Dioscorea

bulbifera L.) di Sumatera Barat. Makara Sains 11 (1): 23-27.

Mariani, Y. 2002. Studi Tentang Variasi Isozim dari Beberapa Koloni Wereng

Hijau (Neophotettix virescenc) Sebagai Vektor Pembawa Penyakit Tungro

Pada Padi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret,

Surakarta.

Nuryadin, A. 2008. Budidaya Ganyong. http://www.featikabsinjai.blogspot.com/

[10 Mei 2009].

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex

Media Komputindo, Jakarta.

Plantus. 2007. Tanaman Ganyong Bisa Jadi Substitusi Tepung Terigu.

http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/21/tanaman-ganyong-bisa-jadi-

substitusi-tepung-terigu/ [16 April 2009].

Pramono, S. 2009. Ganyong untuk Bioetanol. http://www.beritajogja.com/ [26

April 2009].

Purwanto, E., Sukaya, A. Setianto, dan H. Santoso. 2002. Identifikasi Berdasarkan

Penanda Isozim Terhadap Plasma Nutfah Jeruk Besar (Citrus maxima

Merr.) di Blora, Jawa Tengah. BioSMART 4 (2): 44-47.

Putri, L. S. E, dan D. Sukandar. 2008. Konversi Pati Ganyong (Canna edulis Ker.)

Menjadi Bioetanol melalui Hidrolisis Asam dan Fermentasi. Biodiversitas

9 (2): 112-116.

Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II

(diterjemahkan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB,

Bandung.

Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Sudarmono. 2006. Pendekatan Konservasi Tumbuhan dengan Teknik Molekuler

Elektroforesis. Jurnal Inovasi 7 (18).

Sulistiyono, E., Sutarno, dan S. B. Moria. 2005. Variasi Genetik Udang Putih

(Penaeus merguiensis de Man) di Juwana dan Banyuwangi Berdasarkan

Data Elektroforesis Enzim. Bioteknologi 2 (1): 1-8.

Suranto. 2002. Cluster Analysis of Ranunculus Species. Biodiversitas 3(1): 201-

206.

64

Page 82: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

11

Suranto. 2000. Electrophoresis Studies of Ranunculus triplodontus populations.

Biodiversitas 1 (1): 1-7.

Susanto, A. dan A. Suhardianto. 2004. Studi Tanaman Ganyong (Canna edulis

Ker.) sebagai Alternatif Sumber Karbohidrat dalam Rangka Meningkatkan

Ketahanan Pangan (Studi Kasus di Desa Jlegiwinangun, Kecamatan

Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah). Jurnal Matematika,

Sains dan Teknologi. 5 (1).

Suskendriyati, H., A. Wijayati, N. Hidayah, D. Cahyuningdari. 2000. Studi

Morfologi dan Hubungan Kekerabatan Varietas Salak Pondoh (Salacca

zalacca (Gaert.) Voss.) Di Dataran Tinggi Sleman. Biodiversitas 1 (2):

59-64.

Steenis, C. G. G. J. van. 2008. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Cetakan Kedua

Belas. (diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto, dkk.). Pradnya Paramita,

Jakarta.

Wardani, S. 2008. Karakterisasi Lundi Putih (Melolonthidae: Coleoptera) Pada

Agroekosistem Salak Pondoh Di Lereng Gunung Merapi Berdasarkan Pola

Pita Isozim. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Wigati, E. 2003. Variasi Genetik Ikan Anggoli (Pristipomoides multidens)

Berdasarkan Pola Pita Allozyme. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Yuniastuti, E., R. Setiamihardja, M. H. Karmana, N. Toruan-Mathius. 2005.

Analisis AFLP pada Abnormalitas Klon-klon Kelapa Sawit (Elaeis

Guineensis Jacq.) Hasil Kultur Jaringan yang Berbuah Normal dan

Abnormal. Agrosains 7(1): 7-12.

Yunus, A. 2007. Identifikasi Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha curcas

L.) di Jawa Tengah Berdasarkan Penanda Isoenzim. Biodiversitas 8 (3):

249-252.

65

Page 83: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

12

LAMPIRAN

Page 84: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

13

Lampiran 1. Indeks Similaritas (IS) ciri morfologi, pola pita isozim, dan

penggabungan ciri morfologi dengan pola pita isozim ganyong.

a. Ciri morfologi

IS I & II = 2/54 x 100 % = 3,70 %

IS I & III = 2/54 x 100 % = 3,70 %

IS I & IV = 7/54 x 100 % = 12,96 %

IS I & V = 3/54 x 100 % = 5,56 %

IS I & VI = 3/54 x 100 % = 5,56 %

IS I & VII = 7/54 x 100 % = 12,96 %

IS I & VIII = 2/54 x 100 % = 3,70 %

IS II & III = 21/54 x 100 % = 38,89 %

IS II & IV = 17/54 x 100 % = 31,48 %

IS II & V = 20/54 x 100 % = 37,04 %

IS II & VI = 21/54 x 100 % = 38,89 %

IS II & VII = 18/54 x 100 % = 33,33 %

IS II & VIII = 23/54 x 100 % = 42,59 %

IS III & IV = 17/54 x 100 % = 31,48 %

IS III & V = 23/54 x 100 % = 42,59 %

IS III & VI = 24/54 x 100 % = 44,44 %

IS III & VII = 17/54 x 100 % = 31,48 %

IS III & VIII = 22/54 x 100 % = 40,74 %

IS IV & V = 16/54 x 100 % = 29,63 %

IS IV & VI = 19/54 x 100 % = 35,19 %

IS IV & VII = 18/54 x 100 % = 33,33 %

IS IV & VIII = 18/54 x 100 % = 33,33 %

IS V & VI = 23/54 x 100 % = 42,59 %

IS V & VI = 18/54 x 100 % = 33,33 %

IS V & VIII = 21/54 x 100 % = 38,89 %

IS VI & VII = 17/54x 100 % = 31,48 %

IS VI & VIII = 22/54 x 100 % = 40,74 %

IS VII & VIII = 17/54 x 100 % = 31,48

66

Page 85: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

14

b. Pola pita isozim

Esterase

IS I & II = 2/5 x 100 % = 40 %

IS I & III = 2/5 x 100 % = 40 %

IS I & IV = 2/5 x 100 % = 40 %

IS I & V = 1/5 x 100 % = 20 %

IS I & VI = 2/5 x 100 % = 40 %

IS I & VII = 2/5 x 100 % = 40 %

IS I & VIII = 2/5 x 100 % = 40 %

IS II & III = 3/5 x 100 % = 60 %

IS II & IV = 3/5 x 100 % = 60 %

IS II & V = 2/5 x 100 % = 40 %

IS II & VI = 3/5 x 100 % = 60 %

IS II & VII = 3/5 x 100 % = 60 %

IS II & VIII = 3/5 x 100 % = 60 %

IS III & IV = 3/5 x 100 % = 60 %

IS III & V = 2/5 x 100 % = 40 %

IS III & VI = 4/5 x 100 % = 80 %

IS III & VII = 4/5 x 100 % = 80 %

IS III & VIII = 4/5 x 100 % = 80 %

IS IV & V = 3/5 x 100 % = 60 %

IS IV & VI = 3/5 x 100 % = 60 %

IS IV & VII = 4/5 x 100 % = 80 %

IS IV & VIII = 3/5 x 100 % = 60 %

IS V & VI = 2/5 x 100 % = 40 %

IS V & VII = 3/5 x 100 % = 60 %

IS V & VIII = 2/5 x 100 % = 40 %

IS VI & VII = 4/5 x 100 % = 80 %

IS VI & VIII = 4/5 x 100 % = 80 %

IS VII & VIII = 4/5 x 100 % = 80 %

67

Page 86: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

15

Peroksidase

IS I & II = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS I & III = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS I & IV = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS I & V = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS I & VI = 1/6 x 100 % = = 16,67 %

IS I & VII = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS I & VIII = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS II & III = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS II & IV = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS II & V = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS II & VI = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS II & VII = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS II & VIII = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS III & IV = 4/6 x 100 % = = 66,67 %

IS III & V = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS III & VI = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS III & VII = 4/6 x 100 % = = 66,67 %

IS III & VIII = 4/6 x 100 % = = 66,67 %

IS IV & V = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS IV & VI = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS IV & VII = 4/6 x 100 % = = 66,67 %

IS IV & VIII = 4/6 x 100 % = = 66,67 %

IS V & VI = 2/6 x 100 % = = 33,33 %

IS V & VII = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS V & VIII = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS VI & VII = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS VI & VIII = 3/6 x 100 % = = 50 %

IS VII & VIII = 4/6 x 100 % = = 66,67 %

68

Page 87: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

16

Esterase dan Peroksidase

IS I & II = 5/11 x 100 % = 45,45 %

IS I & III = 4/11 x 100 % = 36,36 %

IS I & IV = 4/11 x 100 % = 36,36 %

IS I & V = 3/11 x 100 % = 27,27 %

IS I & VI = 3/11 x 100 % = 27,27 %

IS I & VII = 4/11 x 100 % = 36,36 %

IS I & VIII = 4/11 x 100 % = 36,36 %

IS II & III = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS II & IV = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS II & V = 4/11 x 100 % = 36,36 %

IS II & VI = 5/11 x 100 % = 45,45 %

IS II & VII = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS II & VIII = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS III & IV = 7/11 x 100 % = 63,63 %

IS III & V = 5/11 x 100 % = 45,45 %

IS III & VI = 7/11 x 100 % = 63,63 %

IS III & VII = 8/11 x 100 % = 72,72 %

IS III & VIII = 8/11 x 100 % = 72,72 %

IS IV & V = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS IV & VI = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS IV & VII = 8/11 x 100 % = 72,72 %

IS IV & VIII = 7/11 x 100 % = 63,63 %

IS V & VI = 4/11 x 100 % = 36,36 %

IS V & VII = 6/11 x 100 % = 54,54 %

IS V & VIII = 5/11 x 100 % = 45,45 %

IS VI & VII = 7/11 x 100 % = 63,63 %

IS VI & VIII = 7/11 x 100 % = 63,63 %

IS VII & VIII = 8/11 x 100 % = 72,72 %

69

Page 88: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

17

c. Penggabungan ciri morfologi dan pola pita isozim

IS I & II = 7/65 x 100 % = 10,77 %

IS I & III = 6/65 x 100 % = 9,23 %

IS I & IV = 11/65 x 100 % = 16,92 %

IS I & V = 6/65 x 100 % = 9,23 %

IS I & VI = 6/65 x 100 % = 9,23 %

IS I & VII = 11/65 x 100 % = 16,92 %

IS I & VIII = 6/65 x 100 % = 9,23 %

IS II & III = 27/65 x 100 % = 41,54 %

IS II & IV = 23/65 x 100 % = 35,38 %

IS II & V = 24/65 x 100 % = 36,92 %

IS II & VI = 26/65 x 100 % = 40 %

IS II & VII = 24/65 x 100 % = 36,92 %

IS II & VIII = 29/65 x 100 % = 44,62 %

IS III & IV = 24/65 x 100 % = 36,92 %

IS III & V = 28/65 x 100 % = 43,08 %

IS III & VI = 31/65 x 100 % = 47,69 %

IS III & VII = 25/65 x 100 % = 38,46 %

IS III & VIII = 30/65 x 100 % = 46,15 %

IS IV & V = 22/65 x 100 % = 33,85 %

IS IV & VI = 25/65 x 100 % = 38,46 %

IS IV & VII = 26/65 x 100 % = 40 %

IS IV & VIII = 25/65 x 100 % = 38,85 %

IS V & VI = 27/65 x 100 % = 41,54 %

IS V & VII = 24/65 x 100 % = 36,92 %

IS V & VIII = 26/65 x 100 % = 40 %

IS VI & VII = 24/65 x 100 % = 36,92 %

IS VI & VIII = 29/65 x 100 % = 44,62 %

IS VII & VIII = 25/65 x 100 % = 38,85 %

70

Page 89: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

18

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

IS = Indeks Similaritas

IS = (m/n) x 100%

m = jumlah ciri yang sama

n = jumlah ciri keseluruhan

71

Page 90: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

19

Lampiran 2. Matriks Indeks Similaritas (IS) ciri morfologi ganyong, pola pita

Isozim, dan penggabungan ciri morfologi dengan pola pita Isozim

ganyong.

a. Ciri Morfologi

I II III IV V VI VII VIII

I x

II 3,70 x

III 3,70 38,89 x

IV 12,96 31,48 31,48 x

V 5,56 37,04 42,59 29,63 x

VI 5,56 38,89 44,44 35,19 42,59 x

VII 12,96 33,33 31,48 33,33 33,33 31,48 x

VIII 3,70 42,59 40,74 33,33 38,89 40,74 31,48 x

b. Pola Pita Isozim

Esterase

I II III IV V VI VII VIII

I X

II 40 X

III 40 60 X

IV 40 60 60 X

V 20 40 40 60 X

VI 40 60 80 60 40 X

VII 40 60 80 80 60 80 X

VIII 40 60 80 60 40 80 80 X

Peroksidase

I II III IV V VI VII VIII

I X

II 50 X

III 33,33 50 X

IV 33,33 50 66,67 X

V 33,33 33,33 50 50 X

VI 16,67 33,33 50 50 33,33 X

VII 33,33 50 66,67 66,67 50 50 X

VIII 50 33,33 66,67 66,67 50 50 66,67 X

72

Page 91: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

20

Esterase dan peroksidase

I II III IV V VI VII VIII

I X

II 45,45 X

III 36,36 54,54 X

IV 36,36 54,54 63,63 X

V 27,27 36,36 45,45 54,54 X

VI 27,27 45,45 63,63 54,54 36,36 X

VII 36,36 54,54 72,72 72,72 54,54 63,63 X

VIII 36,36 54,54 72,72 63,63 45,45 63,63 72,72 X

c. Penggabungan ciri morfologi dan pola pita isozim

I II III IV V VI VII VIII

I X

II 10,77 X

III 9,23 41,54 X

IV 16,92 35,38 36,92 X

V 9,23 36,92 43,08 33,85 X

VI 9,23 40 47,69 38,46 41,54 X

VII 16,92 36,92 38,46 40 36,92 36,92 X

VIII 9,23 44,62 46,15 38,85 40 44,62 38,85 X

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

73

Page 92: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

21

Lampiran 3. Hasil elektroforesis isozim ganyong.

a. esterase

I II III IV V VI VII VIII

b. peroksidase

I II III IV V VI VII VIII

Keterangan:

I = C. hybrida,

II = Surakarta,

III = Wonogiri,

IV = Klaten,

V = Boyolali,

VI = Sukoharjo,

VII = Sragen,

VIII = Karanganyar.

74

Page 93: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

22

Lampiran 4. Morfologi ganyong di wilayah eks-karesidenan Surakarta.

a. C. hybrida

b. Surakarta

75

Page 94: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

23

c. Wonogiri

d. Klaten

76

Page 95: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

24

e. Boyolali

77

Page 96: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

25

f. Sukoharjo

g. Sragen

78

Page 97: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

26

h. Karanganyar

79

Page 98: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

27

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama lengkap : Santi Silfiana Ashary

Tempat dan tanggal lahir : Cilacap, 28 maret 1989

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum menikah

Alamat asal : Jl. Tirtomulyo 116 RT 02/IX Mertasinga Cilacap

Utara Cilacap Jawa Tengah 53232

Alamat di Solo : Jl. Kabut RT 03/23 Panggungrejo Jebres Surakarta

No HP : 085642022664

Alamat E-mail : [email protected]

Pendidikan Formal

Tingkat Pendidikan Nama Tahun mulai Tahun selesai

SD

SLTP

SLTA

Perguruan Tinggi

SD Negeri Mertasinga 01

SMP Negeri 5 Cilacap

SMA Negeri 1 Cilacap

Universitas Sebelas Maret

1994

2000

2003

2006

2000

2003

2006

2010

Pendidikan Non Formal

Nama Pelatihan/Kursus Instansi Penyelenggara Tahun

1. Pelatihan Dokter Kecil Tingkat SD

2. Kursus Tari

3. Beladiri tangan kosong (BETAKO)

4. Ekstrakurikuler Komputer

5. Sosialisasi Karantina Pertanian Tingkat

SMU

6. Workshop and TOEFL Training

7. Training Budidaya Anggrek dengan

Kultur Jaringan

8. Training Pembuatan Nata de Coco

9. Pelatihan Training Asisten Biologi

Molekuler

Dinas Pendidikan

Sanggar Tari Cipto

Arum

PPS BETAKO Merpati

Putih

SMA Negeri 1 Cilacap

Departemen Pertanian

BEM UNS

KS Bioteknologi

KS Bioteknologi

UPT Lab. Pusat MIPA

UNS

1999

1998-

1999

1999-

2002

2006

2006

2009

2009

2009

2009

80

Page 99: (Canna edulis Ker.) DI WILAYAH EKS

28

Prestasi

Prestasi Tahun

1. Juara Harapan II Siswa Teladan Tingkat SD Se-Kabupaten Cilacap

2. Lulusan terbaik dan peraih nilai tertinggi SMP Negeri 5 Cilacap

3. Juara II First Aid Invitation Tingkat Wira Se-Jawa Tengah

4. Juara II Proposal PKM Lomba Keilmiahan HIMABIO FMIPA UNS

1999

2003

2004

2008

Beasiswa yang Pernah Diperoleh

Nama beasiswa Instansi Pemberi Tahun

1. Beasiswa Pendidikan

2. Beasiswa Pengembangan Prestasi

Akademik (PPA)

SMA Negeri 1 Cilacap

UNS

2002-2003

2008-2010

Pengalaman Organisasi

Organisasi Jabatan Tahun

1. PMR Madya Puma Palmera

2. PMR Wira SMA Negeri 1 Cilacap

3. GAPPALMERA CILACAP

4. UKM BKKT (Badan Koordinasi

Kesenian Tradisional) UNS

5. Keluarga Cilacap (KECAP UNS)

6. HIMABIO FMIPA UNS

7. HIMABIO FMIPA UNS

8. Kelompok Studi enviRo

9. Kelompok Studi Bioteknologi

10. Kelompok Studi Mutasi

Anggota

Sekretaris

Bendahara

Staff Bidang II

Anggota

Staff HUMAS Internal

Koord. Dept. HUMAS

Staff Divisi Riset

Anggota

Anggota

2001-2002

2004-2005

2004

2006-2007

2006-sekarang

2007

2008

2008

2009-sekarang

2009-sekarang

Pengalaman Bekerja

Pekerjaan Tahun

1. Tentor Les Privat

2. Asisten Praktikum Biokimia di Jurusan Biologi FMIPA UNS

3. Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta

4. Asisten Praktikum Taksonomi Tumbuhan dan Fisiologi Hewan di

Jurusan Biologi FMIPA UNS

5. Asisten Praktikum Taksonomi Modern dan Genetika Lanjut

Program Studi Biosains Pascasarjana UNS

6. Asisten Praktikum Struktur dan Perkembangan Hewan I, Struktur

dan Perkembangan Tumbuhan I, dan Struktur dan perkembangan

Tumbuhan II di Jurusan Biologi FMIPA UNS

2008

2008

2009

2009

2009

2010

Surakarta, 15 Juli 2010

Santi Silfiana Ashary

81