· web viewcontoh, di amerika serikat terdapat beberapa kelompok suku indian yang berasal dari...

85
BAB I PENDAHULUAN 1. HASIL PRAKONGRES KEBUDAYAAN V Prakongres Kebudayaan V dengan tema “Konsep, Kebijakan, dan Strategi Kebudayaan” dilaksanakan pada tanggal 28 – 30 April 2003 di Ruang Wiswa Sabha, Komplek Kantor Gubernur Bali, diikuti 148 orang peserta dari seluruh Indonesia yang terdiri atas: pemakalah sebanyak 45 orang, wakil-wakil dari propinsi, kabupaten/kota dan peserta umum lainnya dari berbagai kalangan Perguruan Tinggi, Asosiasi Keilmuan, Lembaga Swadaya Masyarakat, pemuka, tokoh/pemangku adat. Setelah mendengarkan sambutan Gubernur Provinsi Bali, Bapak Dewa Beratha dan sambutan pembukaan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata R.I., Bapak I Gede Ardika, dan setelah mendengarkan presentasi dan diskusi sidang-sidang pleno dan sidang-sidang kelompok, dirumuskan sebagai berikut: Hasil diskusi sidang pleno dan sidang kelompok menghasilkan rumusan 3 (tiga) sub tema sebagai berikut: Sub tema: A. Lokalitas, Nasionalitas dan Globalitas Integrasi dan Disintegrasi 1. Pengalaman dalam proses mengindonesia diwarnai dinamika integrasi dan disintegrasi bangsa. Dominasi pada strategi politik dan ekonomi menghasilkan pemerintahan yang otoriter dan sentralistik telah menimbulkan konflik yang disintegratif. 2. Perlu pengindonesiaan secara terus menerus dengan sebuah “strategi baru” yang menekankan nasion (bukan PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 1

Upload: ngothu

Post on 30-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

BAB I

PENDAHULUAN

1. HASIL PRAKONGRES KEBUDAYAAN V

Prakongres Kebudayaan V dengan tema “Konsep, Kebijakan, dan Strategi

Kebudayaan” dilaksanakan pada tanggal 28 – 30 April 2003 di Ruang Wiswa Sabha, Komplek

Kantor Gubernur Bali, diikuti 148 orang peserta dari seluruh Indonesia yang terdiri atas:

pemakalah sebanyak 45 orang, wakil-wakil dari propinsi, kabupaten/kota dan peserta umum

lainnya dari berbagai kalangan Perguruan Tinggi, Asosiasi Keilmuan, Lembaga Swadaya

Masyarakat, pemuka, tokoh/pemangku adat. Setelah mendengarkan sambutan Gubernur

Provinsi Bali, Bapak Dewa Beratha dan sambutan pembukaan oleh Menteri Kebudayaan dan

Pariwisata R.I., Bapak I Gede Ardika, dan setelah mendengarkan presentasi dan diskusi sidang-

sidang pleno dan sidang-sidang kelompok, dirumuskan sebagai berikut:

Hasil diskusi sidang pleno dan sidang kelompok menghasilkan rumusan 3 (tiga) sub tema

sebagai berikut:

Sub tema:

A. Lokalitas, Nasionalitas dan Globalitas

Integrasi dan Disintegrasi

1. Pengalaman dalam proses mengindonesia diwarnai dinamika integrasi dan

disintegrasi bangsa. Dominasi pada strategi politik dan ekonomi menghasilkan

pemerintahan yang otoriter dan sentralistik telah menimbulkan konflik yang

disintegratif.

2. Perlu pengindonesiaan secara terus menerus dengan sebuah “strategi baru” yang

menekankan nasion (bukan nasionalisme) dan berwawasan kebudayaan yang

tercerahkan.

3. Solidaritas sosiologis yang muncul pada budaya populer adalah wacana potensi

multikultural dalam ruang-ruang keluarga Indonesia. Pada sisi lain, potensi

multikultur itu berada pada berbagai konflik etnik, yang menuntut adanya

transformasi. Baik melalui pengelolaan konflik dan institusionalisasi konflik

secara demokratis. Upaya ini dapat mengurangi menjalarnya kekerasan maupun

etnosentrisme.

B. Identitas dan Krisis Budaya

1. Transisi Identitas

a. Kearifan lokal hendaknya menjadi perhatian pemerintah pusat dan

Pemerintah daerah, serta menjadi landasan moral berbangsa. Untuk PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 1

Page 2: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

membangun kembali karakter bangsa, perlu dilakukan tindakan bersama,

menyeluruh dan berkesinambungan. (Kasus-kasus perlakuan

diskriminatif terhadap suku Dayak, Papua dan Aceh misalnya, dalam

penguasaan penggarapan hutan, dan pengelolaan sumber daya

hendaknya memperhatikan hak-hak dasar masyarakat tempatan).

b. Masyarakat majemuk akan berhadapan dengan feodalisme dan

konformisme kebudayaan dominan, pelanggaran moral, merosotnya

kewibawaan hukum, hancurnya otoritas dan legitimasi kepemimpinan

c. Transisi perubahan kebudayaan melahirkan krisis identitas dan situasi

heteronomi. Aspek konservatif dan progresif dalam kebudayaan akan

mencari keseimbangannya, untuk menjadi acuan bersama. Pengelolaan

krisis pada masa transisi dapat dilakukan melalui pendekatan integratif.

d. Agama dan nilai gotong royong, pada pengalaman bermasyarakat, tidak

terbukti digunakan sebagai dasar pembentukan masyarakat budaya

plural. Perpecahan dalam agama sering terjadi dan gotong royong hanya

efektif dalam budaya agraris, namun tidak tahan berhadapan dengan

kebutuhan ekonomi

2. Konflik dan Kekerasan

a. Suku-suku bangsa tertentu memiliki keterikatan yang sangat kuat kepada

tanah dan hutan, religi dan adat serta kebersamaan, namun tersingkir dan

terpinggirkan.

b. Potensi konflik budaya dapat dicairkan lewat pendekatan interaktif dan

transformatif.

C. Perubahan dan Pemberdayaan

1. Hukum dan Produktivitas

a. Pengakuan atas hak intelektual menghindari eksploitasi ekonomi dan

moral bagi pemegang hak.

b. Mengkaji dan mempertahankan perangkat hukum yang terkait dengan

kepentingan umum dalam bidang kebudayaan dan pengetahuan lokal

(indigenous knowledge). Undang-undang yang terkait dengan HaKI,

tanah, adat dan lingkungan hendaknya mengakomodasi perkembangan

dan kepentingan kolektif.

c. Kebijakan dalam pelestarian dan perlindungan bentang-pandang budaya

(cultural landscape) dikembangkan dalam prinsip: masyarakat sebagai

pusat pengelolaan, terciptanya mekanisme kelembagaan yang mampu PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 2

Page 3: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

menyerap apresiasi dan aksi bersama, adanya dukungan legal, serta

bersifat berkelanjutan.

d. Diperlukan dukungan hukum terhadap politik pengembangan kesenian

dan industri budaya.

2. Pendidikan

a. Mencerdaskan kehidupan bangsa berarti membuat bangsa siap hidup

dalam budaya modern dan wahana yang perlu disiapkan adalah satu

sistem pendidikan nasional yang berwawasan budaya

b. Pendidikan di sekolah perlu, karena tidak semua dapat diajarkan di

rumah, maka sekolah pun perlu diperbaiki sehingga benar-benar

membuat siswa dapat mengalami ‘the joy of discovery’ dan tidak lagi

menjadi tempat korupsi (tawar-menawar) rundingan tentang nilai

c. Terabaikannya kewajiban membaca buku dan bimbingan mengarang di

dunia pendidikan kita selama 60 tahun berakibat lulusan kita tetap

‘rabun membaca dan pincang mengarang.

d. Kongres Kebudayaan hendaknya menghasilkan suatu rencana aksi yang

antara lain berkenaan dengan sistem persekolahan dan pembelajaran

sosial.

Butir-butir tersebut di atas yang menyangkut sub tema: A. Konsep, Lokalitas, Nasionalitas dan

Globalitas, B. Identitas dan Krisis Budaya, C. Perubahan dan Pemberdayaan telah terangkum

dan disimpulkan sebagai berikut:

Perihal Konsep Kebudayaan:

Konsep kebudayaan Indonesia sebagai budaya nasional masih dipertanyakan, bahkan

puncak-puncak kebudayaan daerah dalam kaitan dengan budaya nasional perlu diberi relevansi

baru. Reformasi memberi harapan terjadinya demokratisasi budaya tetapi yang lebih sering

terjadi adalah konflik antara kelompok budaya bukan dalam identitas budaya utuh masing-

masing, tetapi dalam variasi unsur-unsur yang terbuka, baik secara lintas budaya maupun lintas

generasi.

Perihal Kebijakan Kebudayaan:

Membangun masyarakat multikultur merupakan keniscayaan – namun tak bisa begitu

saja diterima dan tidak dilaksanakan secara otoriter. Kebijakan tersebut diupayakan secara

sistematis, programatis, terpadu dan berkesinambungan. Tindakan ini dapat melalui pendidikan

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 3

Page 4: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

multikultur, lewat lembaga-lembaga mediasi interkultural dan kebijakan-kebijakan progresif

yang berpihak (affirmative action).

Perihal Strategi Kebudayaan:

Demokratisasi budaya diupayakan terwujud melalui dekonstruksi budaya dominan,

seperti feodalisme, otoritarianisme dan konformisme. Adalah suatu ironi bahwa di satu pihak

dirasakan kerinduan terhadap integritas budaya etik, tetapi di lain pihak dirasakan pula

keterpasungan lewat adat dan tradisi, sehingga diperlukan reinterpretasi dan reposisi.

Rekomendasi:Dalam penyelenggaraan Prakongres Kebudayaan V di Denpasar belum

tercakup beberapa wilayah dan tema-tema yang cukup penting dan perlu diikutsertakan

mengingat relevansinya dalam kebudayaan. Rangkaian tema tersebut adalah: ekonomi rakyat,

industri budaya (perbukuan, seni populer dll.), religi dan spiritualitas, kesetaraan gender, ilmu

pengetahuan dan teknologi, bahasa dan simbol serta lingkungan hidup.

http://kongres.budpar.go.id/agenda/precongress/hasil.htm

2. SOAL POSISI KEBUDAYAAN DALAM ORGANISASI PEMERINTAHAN

KETIKA sektor kebudayaan yang telah 55 tahun damai bersatu dengan sektor

pendidikan dipindahkan guna bergabung dengan pariwisata menjadi Departemen Kebudayaan

dan Pariwisata (2000), salah satu rujukannya adalah susunan kabinet di Malaysia. Di sana

keduanya disatukan dalam Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Pelancongan.

RUJUKAN itu sekarang berubah. Dalam susunan kabinet Malaysia yang baru

(27/3/04), kebudayaan dan kesenian dipisahkan dari pelancongan atau pariwisata menjadi

Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan dipimpin oleh Datuk Rais Yatim, sementara

Kementerian Pelancongan diterajui oleh Datuk Leo Michel Toyad.

Pemisahan itu disebut sebagai era baru kebudayaan dan pelancongan serta disambut

gembira oleh kalangan budayawan dan seniman Malaysia. Mereka berpendapat, kebudayaan

mempunyai agenda yang sama sekali tidak selari (selaras?) dengan pelancongan yang menjual

produk untuk tujuan komersial. "Apabila kebudayaan dan pelancongan yang kontradiksi ini

berada dalam satu kementerian, yang kita lihat adalah pelancongan," demikian mereka

menyimpulkan. Dengan pemisahan itu, menurut mereka, "pertindihan kebudayaan dan

pelancongan telah berakhir".

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 4

Page 5: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Posisi kebudayaan

Dalam lima tahun terakhir, posisi kebudayaan dalam tata organisasi pemerintahan

mengalami masa gonjang-ganjing. Dalam tempo sesingkat itu, di samping harus pindah rumah,

juga mengalami empat kali "bongkar-pasang" organisasi. Ketidakstabilan itu mulai muncul

sejak tahun 1998. Ketika itu, dibentuk Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya

(Deparsenibud), sementara nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih tetap ada. Ini

berarti ada dua lembaga pemerintah yang menangani bidang yang sama. Agar misinya tidak

tumpang tindih, disepakati Direktorat Jenderal Kebudayaan menangani hal-hal yang berkaitan

dengan pembinaan, pengembangan, perlindungan, dan pemanfaatan kebudayaan (bagian hulu),

sedangkan Deparsenibud menangani hal-hal yang berkaitan dengan pemanfaatan kebudayaan

untuk pariwisata (bagian hilir). Meskipun demikian, tumpang tindih pengelolaan kebudayaan

tidak terelakkan.

Belum ada satu tahun organisasi baru itu berjalan, terjadi perubahan lagi. Nama

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional

(Depdiknas). Tugas pokoknya mengalami perubahan pula. Kata "kebudayaan" tidak tercantum

lagi dalam uraian tugas pokok Depdiknas. Usaha mempertahankan agar posisi kebudayaan

tetap bersatu dengan pendidikan berhasil. Presiden menyetujui dalam tugas pokok Depdiknas

ditambahkan kata "termasuk kebudayaan" menjadi: "melaksanakan sebagian tugas

pemerintahan dan pembangunan di bidang pendidikan, termasuk kebudayaan". Hanya berjalan

beberapa bulan saja, upaya mempertahankan posisi itu akhirnya pupus. Bidang kebudayaan

resmi pindah dari Depdiknas bergabung dengan pariwisata menjadi Departemen Kebudayaan

dan Pariwisata (Depbudpar).

Belum mencapai usia satu tahun, status Depbudpar berubah lagi menjadi Kementerian

Negara Kebudayaan dan Pariwisata (Menneg Budpar). Perubahan status itu membawa

konsekuensi tugas pokoknya menjadi terbatas pada penyusunan kebijakan saja. Lalu, siapa

yang akan menangani pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan? Untuk mengatasi hal itu

dibentuklah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata (BP Budpar). Nasib lembaga

ini pun tidak terlalu baik. Karena adanya mosi tidak percaya dan sejumlah Asosiasi Industri

Pariwisata terhadap kinerja BP Budpar, lembaga yang baru berusia 1,5 tahun itu pun

dibubarkan. Pokok permasalahan kericuhan terletak pada pariwisata. Tetapi, sebagai

konsekuensinya bidang kebudayaan harus ikut menanggung. Suatu realitas yang sangat tidak

menguntungkan kinerja bidang kebudayaan.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 5

Page 6: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Setelah penggabungan

Sejak awal masalah penggabungan, kebudayaan dan pariwisata telah banyak

mendapatkan reaksi. Di samping misi antara keduanya berbeda, alasan penggabungan dinilai

tidak transparan. Jika penggabungan itu didasarkan atas kemudahan dalam pemanfaatan

kebudayaan bagi pariwisata, bukanlah yang dijadikan daya tarik wisatawan tidak hanya

kebudayaan? Bukankah pusaka alam dan pusaka saujana (gabungan alam dan budaya dalam

kesatuan ruang dan waktu) Indonesia memiliki daya tarik yang luar biasa?

Reaksi itu semakin memuncak ketika BP Budpar dibubarkan lalu digabungkan ke

dalam Menneg Budpar. Langkah itu dinilai tidak menciptakan suasana kerja yang sejuk, tetapi

sebaliknya. Sebagai sebuah kementerian negara yang tugasnya terbatas pada "penyusunan

kebijakan", ternyata juga menampung tugas "pelaksanaan kebijakan". Di samping misinya

yang rancu, nomenklatur satuan-satuan organisasi bidang kebudayaan juga membingungkan.

Salah satu perubahan nomenklatur yang mendapat sorotan adalah perubahan satuan

organisasi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) menjadi Asisten Deputi

Arkeologi Nasional. Dalam rincian tugasnya yang baru tertulis "melaksanakan penyimpangan

dan penyusunan kebijakan, pemantauan, analisis, hubungan kerja, evaluasi serta penyusunan

laporan di bidang arkeologi nasional". Tidak tercantum tugas pelaksanaan kegiatan penelitian.

Tugas baru itu dinilai tidak mencerminkan misinya yang amat penting, yaitu melakukan

penelitian untuk mengungkap sejarah awal kehidupan manusia atau menyingkap misteri

sangkan paraning dumadi, seperti yang dikatakan oleh Prof Dr Daoed Joesoef pada "Seminar

Kebudayaan, Makna, dan Pengelolaannya", tanggal 15 Januari 2004. Di samping itu,

nomenklatur deputi pun menimbulkan pertanyaan karena di samping terdapat Deputi

Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan juga terdapat Deputi Sejarah dan Purbakala serta

Deputi Seni dan Film. Bukankah sejarah dan purbakala serta seni dan film merupakan unsur

dari kebudayaan?

Kondisi demikian itu menimbulkan keprihatinan sejumlah pemerhati kebudayaan.

Sebagai salah satu bentuk keprihatinan itu, peserta Kongres Kebudayaan 2003 yang terdiri atas

para budayawan, seniman, cendekiawan, pemangku adat, dan tokoh masyarakat kembali

menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah agar dalam kabinet yang akan datang dibentuk

kementerian kebudayaan tersendiri. Usul itu memang bukan hal baru. Sebuah keinginan yang

wajar dan tulus itu telah dilontarkan sejak 4,5 bulan setelah Indonesia merdeka. Dalam

Musyawarah Kebudayaan tanggal 31 Desember 1945 di Sukabumi, para peserta sepakat

menyampaikan desakan kepada pemerintah agar segera dibentuk kementerian kebudayaan.

Meskipun usul tersebut telah dibahas dan disampaikan lagi pada Kongres Kebudayaan 1948,

1951, 1954, 1991, dan Kongres Kesenian 1995, hingga kini belum mendapatkan tanggapan.PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 6

Page 7: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Bentuk keprihatinan yang lain juga disampaikan 16 ahli arkeologi dan kebudayaan serta

8 wakil organisasi profesi di bidang kebudayaan dengan menyampaikan petisi kepada presiden

pada pertengahan Desember 2003. Dalam petisi tersebut disampaikan dua permohonan.

Pertama, agar pemerintah kembali mengaktifkan unit-unit organisasi pemerintah yang sebelum

restrukturisasi telah menangani penelitian arkeologi pada khususnya dan kebudayaan pada

umumnya. Kedua, agar pemerintah tidak menggabungkan urusan pembinaan kebudayaan

dengan pengembangan pariwisata.

Kinilah saatnya

Secara diam-diam (tidak melalui kongres atau petisi) Malaysia telah mengambil

langkah strategis, memisahkan kebudayaan dan pelancongan. Langkah ini menambah jumlah

deretan "acungan jempol" bagi Negeri Jiran dalam keberanian dan kejelian membaca

perkembangan. Tujuan pemisahan itu sangat cantik, yaitu untuk memartabatkan kebudayaan

dengan memberi tanggung jawab kepada sebuah kementerian yang khusus memartabatkan

peradaban bangsa dalam memasuki pergaulan global.

Bagaimana halnya dengan Indonesia? Masalah kebudayaan di Indonesia memiliki

dimensi yang lebih kompleks dibandingkan dengan Malaysia. Indonesia yang terdiri atas

hampir 500 suku bangsa memiliki agama, bahasa, dan budaya yang berbeda. Oleh karena itu,

masalah yang dihadapi tidak hanya terkait dengan benda cagar budaya, kesenian, dan bahasa

saja, tetapi juga masalah jati diri bangsa, persatuan bangsa, peradaban Indonesia, serta

pengenalan kebudayaan di luar negeri sebagai salah satu upaya mengangkat derajat dan

martabat kita sebagai bangsa. Untuk kesemuanya itu diperlukan perhatian yang khusus.

Kinilah saatnya untuk menempatkan posisi dan misi kebudayaan dalam sistem

pemerintahan secara tepat. Meskipun dalam kampanye pemilu pertama tidak tampak calon

presiden atau wakil presiden yang secara lugas menawarkan platform pembangunan

kebudayaan, kinilah saatnya berani mengambil kebijakan membentuk organisasi kebudayaan

tersendiri. Adapun bentuknya bisa departemen, kementerian, atau LPND. Siapa pun yang akan

menjadi pemimpin bangsa.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 7

Page 8: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

BAB II

Kebudayaan (Cultural)

Kata kebudayaan sering kali dikaitkan dengan suatu penghargaan atas benda-benda atau

hasil seni dan kreasi manusia yang bermutu tinggi dan mempunyai nilai artistik seperti

misalnya, lukisan, opera, sandiwara dan lain-lain. Akan tetapi dalam ilmu sosiologi kata

kebudayaan mempunyai arti lain yang tidak mempunyai kaitan dengan hal-hal seperti itu.

Sir Edward Burnet Taylor seorang antropolog bangsa Inggris adalah orang yang

pertama kali mendefinisikan kebudayaan (dalam bukunya Primitive Culture, 1871) sebagai:

“that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other

capabilities and habits acquired by man as a member of society”. Secara sosiologis kebudayaan

dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, sistem kepercayaan dan keseluruhan tingkah laku

yang menjadi ciri anggota suatu masyarakat tertentu yang dipelajari dan diwariskan dari satu

generasi ke generasi lainnya. Kadang-kadang kata kebudayaan disamakan dengan istilah

“warisan sosial” atau “pola hidup”. Kebudayaan bersifat sosial dan sangat bergantung kepada

interaksi manusia. Kebudayaan juga harus dipelajari dan bukan merupakan warisan biologis.

Sebab itu hanya masyarakat manusia saja yang mempunyai kebudayaan.

1. Komunikasi Simbolik

Salah satu faktor penting yang membedakan manusia dari benatang adalah kemampuan

manusia dalam berkomunikasi secara sempurna. Kemampuan manusia dalam berkomunikasi

itulah yang menyebabkan mereka mampu menyebarluaskan kebudayaan dari suatu generasi ke

generasi berikutnya dan yang menyebabkan pula mereka mampu bertahan untuk hidup terus.

Manusia dapat berkomunikasi dengan menggunakan simbol-simbol yang terdiri dari

dua macam. Yang pertama lazim disebut sebagai simbol referential (denotative) yakni simbol

yang menunjukkan referens tertentu seperti misalnya mesin tik, meja, kursi dan lain-lain. Yang

kedua adalah simbol yang memiliki sifat expressive (conotative) yang sering memiliki makna

yang jamak dan abstrak, seperti misalnya musik, bentuk tarian dan lain-lain.Tetapi pada

umumnya manusia berkomunikasi dengan menggunakan sekelompok simbol yang kita sebut

“bahasa”. Yakni dalam bentuk “bahasa percakapan” (spoken language) yang merupakan pola-

pola bunyi-bunyian yang mengandung arti tertentu. Disamping itu terdapat juga cara

berkomunikasi dengan menggunakan “bahasa tertulis” (written language) yakni pencatatan

dengan tulisan yang mendorong ke arah pelestarian kebudayaan tersebut. Dan yang tidak kalah

pentingnya adalah “bahasa isyarat” (body language) yaitu suatu ungkapan atau pernyataan

melalui isyarat atau gerakan-gerakan tubuh. Dengan percakapan manusia mampu mengajarkan PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 8

Page 9: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

dan menurunkan kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan bahasa tulisan

manusia mampu melestarikan apa-apa yang dianggap penting, seperti misalnya resep-resep

obat-obatan, teknik bercocok tanam, cara membuat peralatan dan sebagainya.

Manusia berpikir atas dasar sekelompok simbol-simbol atau bahasa tetapi apa yang ia

pikirkan ditentukan oleh budayanya yakni melalui bahasa itu. Benyamin Whart, seorang ahli

bahasa, mengatakan bahwa bahasa menentukan realitas. Sebagai contoh didalam bahasa Inggris

ada “time tense” atau pemisah waktu yakni dengan menggunakan waktu lampau, waktu

sekarang dan waktu yang akan datang. Struktur bahasa Indian Hopi, kata Whart, lebih

menggambarkan kenyataan yang ada dan tidak memperhatikan masalah waktu. Sebagai contoh

untuk menunjukkan suatu tindakan, bahasa Indian Hopi selalu menyebut sifat dari pembuktian

untuk menunjukkan apakah tindakan itu suatu pengalaman langsung, suatu kepercayaan atau

suatu generalisasi. Dalam bahasa Inggris kita dapat berkata: “The boy ran down the hill”

(waktu lampau), sedangkan bahasa Indian Hopi menggunakan “wari” (suatu petunjuk bahwa

“lari-nya” itu telah terlihat secara langsung dan tidak menunjukkan bahwa “lari-nya” itu telah

terjadi (past tense) atau apakah “lari-nya” itu sedang terjadi (present tense). Nampaknya

perhatian selektif dalam suatu bahasa menggambarkan pengalaman dan masalah yang unik

dalam suatu masyarakat. Kata “snow” bagi orang Inggris hanya menggambarkan satu macam

obyek pengamatan, tidak perduli apakah salju itu berbentuk pasir, berbentuk kapas atau

berbentuk karang. Tetapi bagi kebudayaan Eskimo “salju” itu dapat digambarkan dengan kata

atau sifat yang berbeda-beda. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa bagi orang Eskimo

penjenisan apa yang disebut salju itu sangat penting dalam mempertahankan hidup mereka.

Sebab itu melalui bahasa setiap kebudayaan menghasilkan berbagai macam konsep-konsep

tentang realitas bagi para anggota masyarakatnya. Jadi tidak perlu heran bahwa beberapa kata

tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa lain.

2. Sikap dan Nilai Budaya

Sikap adalah suatu keadaan yang menyebabkan seseorang bereaksi atau berprilaku

tertentu apabila diberikan suatu rangsangan tertentu. Sedangkan nilai (Values) adalah

pertimbangan-pertimbangan atas suatu kehendak/keinginan atau pertimbangan-pertimbangan

tentang pentingnya sesuatu. Dalam hal ini sikap sangat tergantung pada sistem nilai. Apabila

kita menilai “hak milik” sebagai sesuatu yang penting, maka kita selalu akan berusaha untuk

memiliki sesuatu.

Baik sikap maupun sistem nilai, keduanya tidak bersifat konkrit, tetapi merupakan ide-

ide atau sistem kepercayaan yang ditentukan dengan jalan mengamati prilaku semua manusia.

Sikap dan nilai-nilai keduanya ditentukan oleh kebudayaan dan oleh sebab itu akan berbeda-PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 9

Page 10: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

beda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Di Amerika Serikat, dapat masuk satu

team football di suatu perguruan tinggi dinilai sangat tinggi. Akan tetapi di negara lain

permainan football yang mengutamakan adu kekuatan badan mungkin tidak disukai.

Sikap dan nilai diperoleh berdasarkan interaksi dengan sesama manusia. Akan tetapi

sering terjadi bahwa pengalaman interaksi dengan manusia lain sangat terbatas, sehingga

menimbulkan pandangan sempit yang dikenal dengan istilah “stereotypes” (penyamarataan).

Beberapa contoh, misalnya di Amerika Serikat, pegawai negeri di “stereotype” kan sebagai

pemalas, tidak memiliki kompentensi; mereka tidak dapat hidup terus kalau mereka bekerja

diluar pemerintah. Orang Indian juga sering di “stereotype”kan sebagai pemabuk, kotor; orang

Negro di “stereotype” kan sebagai hitam, malas, setengah buta huruf dan berbibir tebal.

Stereotypes mungkin sering tidak benar, tetapi dapat mengatur pola prilaku, sebab

stereotype memberi cara (alternatif) bagaimana mengantisipasi prilaku orang lain. Orang putih

di Amerika Serikat sangat mengharapkan agar orang Black mengikuti mereka dalam

berprilaku. Kadang-kadang ada orang yang baik tetapi di cap nakal, maka orang itu terpaksa

harus berprilaku sebagaimana cap (label) yang diberikan kepadanya.

3. Norma-Norma Kebudayaan

Norma adalah aturan-aturan tingkah laku yang menetapkan bagaimana manusia harus

berprilaku dalam suatu keadaan tertentu. Bagaimana siswa harus berprilaku di dalam kelas

tatkala guru sedang mengajar. Dengan kata lain norma kebudayaan adalah suatu standar

konkrit tentang apa yang diharapkan atau disetujui oleh kelompok manusia mengenai pikiran-

pikiran atau prilaku mereka. Norma berbeda-beda antara satu masyarakat dengan masyarakat

lainnya. Apa yang dianggap norma dalam suatu masyarakat belum tentu merupakan norma di

masyarakat lainnya. Orang yang dibesarkan di Jepang diharapkan dapat makan dengan alat

yang disebut “chopstick”. Tetapi kalau dibesarkan di Amerika Serikat diharapkan dapat makan

dengan menggunakan sendok, garpu dan pisau. Bagaimana di Jawa Barat? Kira-kira anda

diharapkan dapat makan dengan tangan. Norma berfungsi sebagai prilaku standard yang akan

membawa keteraturan dan keserasian. Di Indonesia sudah terbiasa orang berjalan di sebelah

kiri, sebaliknya di Amerika Serikat orang sudah terbiasa berjalan di sebelah kanan jalan.

Kebiasaan berjalan di Indonesia sudah tentu jangan dipakai di Amerika Serikat. Bila anda

kebetulan jalan-jalan disalah satu jalan di kota New York dengan membawa kebiasaan jalan di

Indonesia akan dapat bertabrakan terus.

Norma juga sering mempunyai sifat komplementer, artinya saling mengisi antara yang

satu dengan yang lainnya. Keadaan seperti ini sering disebut normative (normative system).

Akan tetapi karena norma yang berbeda-beda sering berlaku dalam kelompok-kelompok yang PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 10

Page 11: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

berbeda dalam satu masyarakat, maka sering terjadi konflik. Beberapa waktu yang lampau

(bahkan sekarangpun masih berlaku di beberapa pedesaan) wanita selalu membiarkan laki-laki

(suami) berada di depan bila sedang berjalan berkelompok. Tetapi dikalangan anak muda

jaman sekarang biasanya laki-laki akan membiarkan wanita berada di muka bila sedang

berjalan berkelompok.

Norma dalam beberapa hal adalah sama atau mirip dengan sikap dan nilai-nilai.

Keduanya bersikap abstrak dan tidak dapat dilihat kecuali bila kita mengamati prilaku manusia

dalam kondisi yang terpisah. Disamping itu norma juga mengurangi tugas pengambilan

keputusan para individu. Kita tidak perlu lagi menentukan apakah memakai baju atau tidak

kalau berpergian atau pergi tidur.

4. Variasi Norma-Norma

Seorang ahli ilmu sosiologi bangsa Amerika, William Graham Summer, didalam

bukunya Folkways (1907) membedakan tiga macam norma yang penting. Yang pertama ia

sebut “folkways” yakni adat istiadat atau kebiasaan berprilaku yang bersifat tradisionil.

Folkways adalah merupakan prilaku yang disenangi atau yang paling disarankan. Dalam

upacara adat perkawinan mempelai pria dan wanita selalu mengenakan pakaian yang sesuai

dengan daerahnya. Pelanggaran terhadap adat istiadat tidak menimbulkan hukuman, yang

mungkin ada adalah “cemoohan”. Adat istiadan atau folkways merupakan kejadian yang tidak

direncanakan, timbulnya kadang-kadang hanya secara kebetulan. Menghadiri upacara

perkawinan memakai baju batik sudah dapat diterima oleh sebagian anggota masyarakat di

pulau jawa. Yang kedua adalah “mores” yaitu kebiasaan-kebiasaan yang membawa implikasi

penting bagi kehidupan para anggota masyarakat. Mores memisahkan mana yang benar mana

yang salah. Membunuh sesama manusia adalah salah, meskipun jaman dahulu membunuh

musuh dibenarkan. Diwaktu perang membunuh masih dianggap perbuatan yang benar.

Pelanggaran terhadap meres dapat dijatuhi hukuman berat. Sebab itu manusia wajib mentaati

mores. Yang ketiga adalah “hukum” (laws) yakni mores yang telah dirumuskan menjadi

peraturan-peraturan oleh pihak yang mempunyai wewenang atau kekuasaan (pemerintah).

Hukum bersifat memaksa, artinya setiap warga masyarakat wajib mengetahui dan mentaatinya.

Kadang-kadang hukum tidak sejalan dengan mores. Berdiri telanjang dimuka umum mungkin

tidak dianggap melanggar hukum, tetapi jelas melanggar mores, karena melanggar kepantasan.

5. Perbedaan dan Persamaan Kebudayaan

Ada perbedaan dalam kebudayaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain,

masing-masing sejalan dengan sistem kepercayan, sistem nilai dan norma-norma yang berlaku. PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 11

Page 12: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Sebagai contoh, didalam setiap masyarakat selalu tersedia sekumpulan norma yang mengatur

sistem perkawinan atau sistem pendidikan anak-anak. Dibeberapa masyarakat berlaku norma

perkawinan yang monogamus (seorang suami untuk seorang istri), dilain masyarakat berlaku

norma perkawinan yang poligamus (seorang suami untuk lebih dari satu orang istri).

Dibeberapa masyarakat terdapat kebebasan memilih calon pasangan hidup, sedangkan

dimasyarakat lain calon pasangan hidup telah ditetapkan oleh orang tanya masing-masing.

Disatu masyarakat kekuasaan keluarga berada dipihak laki-laki (Batak), dilain masyarakat

kekuasaan berada dipihak wanita (Minangkabau).

Banyak alasan yang menimbulkan perbedaan-perbedaan tersebut, antara lain adalah: (1)

adanya perbedaan tingkat perkembangan/pertumbuhan masyarakat, misalnya cepat atau

lambatnya suatu masyarakat yang tradisionil berubah menjadi masyarakat moderen; (2) adanya

perbedaan geografis, misalnya bagi orang Eskimo tidak memungkinkan membangun rumah

seperti di Indonesia; (3) adanya perbedaan dalam sejarah pertumbuhan suatu masyarakat

misalnya, setiap masyarakat memiliki cara-cara yang baik untuk memenuhi kebutuhan

biologisnya (misalnya pangan), akan tetapi cara-cara yang mana yang akan diambil dan

dibudayakan tergantung keadaan, bahkan sering terjadi secara kebetulan saja.

6. Organisasi Kebudayaan

Kebudayaan disusun melalui cara yang sistematis agar para anggota masyarakat dapat

saling berinteraksi secara efisien. Salah satu sifat kebudayaan yang biasa disebut “cultural

trait” yaitu yang merupakan unit terkecil dari suatu kebudayaan. Cultural trait dapat berbentuk

suatu benda, suatu isyarat atau kata-kata. Kuku adalah cultural trait, sebab ia tidak dapat

diuraikan lagi (mungkin dapat juga dipecah-pecah menjadi bentuk lain, tetapi apa namanya?).

Kumpulan dari pada cultural trait biasanya disebut sebagai suatu komplek kebudayaan

(cultural complex). Bersalaman mungkin dapat dianggap sebagai suatu cultural trait; tetapi bila

bersalaman dihubungkan dengan berbagai prilaku, misalnya bersalaman untuk “sungkem”

(bahasa jawa) bersalaman sebagai “selamat jalan” bagi yang mau pergi, maka bersalam-

salaman tersebut dapat dianggap komplek. Aspek dari pada komplek budaya tersebut menjadi

penting karena salah satu komplek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Gabungan beberapa

komplek kebudayaan biasa dikenal dengan istilah “cultural pattern” atau pola kebudayaan.

Beberapa diantara ahli sosiologi menanamkan pola kebudayaan sebagai institution

(kelembagaan). Jadi lembaga adalah merupakan suatu sistem hubungan sosial yang memiliki

pola-pola tertentu untuk dijalankan oleh manusia sebagai anggota di dalamnya.

Kebanyakan ahli sosiologi mendefinisikan kelompok folkways, mores dan hukum

sejalan dengan kegiatan-kegiatan suatu kelembagaan (institution) dalam masyarakat. Ada lima

macam bentuk kelembagaan dalam ilmu sosiologi, yaitu: (1) Keluarga (family); (2) Agama PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 12

Page 13: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

(relegion); (3) Pemerintah (goverment); (4) Pendidikan (education) dan (5) Sistem

perekonomian (the economic system). Pentingnya kelembagaan-kelembagaan itu meningkat

melalui berbagai tata cara dalam menjalankan ibadah keagamaan, upacara-upacara adat/tradisi

dan perayaan-perayaan yang kesemuanya itu berfungsi sebagai penunjang terhadap kumpulan-

kumpulan norma yang menjadi dasar kehidupan kelembagaan tersebut. Dalam kebudayaan

suatu masyarakat juga sering dikenal istilah “sub-culture” yakni kelompok kebudayaan kecil

yang menginduk kepada kebudayaan yang besar karena ia masih mengakui sejumlah norma

kebudayaan induknya. Namun sub-culture dianggap berbeda karena ia memiliki norma-norma

tersendiri. Contoh, dalam masyarakat Amerika Serikat golongan menengah adalah yang

terbanyak jumlahnya (mayoritas). Mereka menanamkan nilai-nilai tertentu yang dianggap amat

penting bagi kehidupan, seperti kerja keras, disiplin pribadi, time is money dan sebagainya.

Akan tetapi anggota-anggota sub-culture (orang-orang Black, misalnya) menolak sebagian dari

nilai-nilai tersebut. Para anggota sub-culture tidak selalu terisolir dari masyarakat yang lebih

besar karena dalam berbagai hal mereka masih saling berinteraksi.

Disamping sub-culture, dalam suatu masyarakat sering terdapat kelompok pendobrak

yang disebut “counter culture” yakni mereka yang menentang atau menolak norma-norma

kelompok masyarakat yang berkultur dominan. Namun demikian timbulnya sub-culture atau

counter-culture merupakan gejala yang kurang baik bagi kehidupan suatu masyarakat. Oleh

karena itu perlu dicari cara atau jalan yang dapat memperbaiki keadaan. Cultural integration

atau integrasi budaya merupakan cara-cara terpadu dan fungsionil yang berlaku bagi seluruh

sifat dan bentuk (trait dan complex) dalam suatu kebudayaan. Ciri-ciri dari cultural integrated

(kebudayaan terpadu) adalah adanya sifat yang saling berkaitan erat, sehingga perubahan dalam

satu sifat akan mengakibatkan perubahan pada sifat tertentu yang pada akhirnya akan merubah

kebudayaan secara menyeluruh. Contoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku

Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara

Amerika, mereka ditampung dalam kamp penampungan. Mereka terpaksa dipisah dari “bison”

(sejenis kerbau) yang merupakan sumber makanan tradisionil. Hal ini bukan saja mengacaukan

kebiasaan-kebiasaan mereka dalam memperoleh makanan, tetapi juga mengganggu sistem

kepercayaan dan sistem sistem nilai yang mereka agungkan. Berburu bison bagi mereka bukan

sekedar suatu cara mencari nafkah, tetapi merupakan unsur pendidikan, terutama bagi anak-

anaknya. Berburu berarti menguji kepribadian dan keberanian yang sudah menjadi tata cara

hidup mereka.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 13

Page 14: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

7. Relativitas Kebudayaan

Karena banyaknya variasi kebudayaan antara masyarakat yang satu dengan yang

lainnya maka sering terjadi bahwa apa yang merupakan larangan di suatu masyarakat

merupakan perbuatan yang dibenarkan pada masyarakat lainnya. Contoh, dalam budaya orang

Eskimo ada suatu norma yang mengharuskan istrinya berhubungan sex dengan temannya

sebagai suatu penghormatan. Perbuatan seperti itu di Indonesia adalah suatu pelanggaran

norma dan dianggap sebagai zina. Adanya relativitas budaya tidak berarti bahwa unsur

moralitas diabaikan, sebab setiap masyarakat mempunyai konsep-konsep tentang apa yang

dianggap benar dan apa yang dianggap salah. Kekhususan didalam paugeran itulah yang

bersifat relatif. Sebab itu adalah salah bila kita menilai pada prilaku dan budaya suatu

masyarakat atas dasar standard moralitas masyarakat kita.

8. Ethnocentrism

Ethnocentrisme adalah tendensi atau kecenderungan yang membudaya yang sukar

dihindarkan dan bersifat universil yang menganggap kebudayaan suatu masyarakat lebih baik

dari pada kebudayaan masyarakat lain. Membudaya karena anggapan seperti itu dipelajari

secara formil melalui berbagai lembaga: keluarga, sekolah (kita umat Islam telah dididik bahwa

agama Islam adalah agama yang benar dan lurus. Orang India dididik bahwa agama Hindu

adalah agama yang benar, dsb); dan juga dipelajari secara informal, misalnya melalui homor-

humor: Orang Parahiyangan halus budi bahasanya, orang Batak kasar, dsb. Universal karena

masyarakat lain juga mempunyai anggapan yang sama terhadap masyarakat kita seperti halnya

anggapan kita terhadap masyarakat lain. Tidak dapat dihindari karena kita telah diexpose

terhadap budaya sejak kita lahir. Sistem kepercayaan, sistem nilai dan norma telah mendarah

daging disanubari tiap anggota masyarakat dan kita tidak pernah mempertanyakan hal itu.

Beberapa penelitian tentang ethnosentrisme memberikan banyak keterangan yang cukup

meyakinkan. Adorno dkk., dalam studinya “Authoritarian Personality” menemukan bahwa

ethnosentrisme cenderung “bias” terhadap semua tipe kelompok (Negro, Yahudi, orang asimg,

dll.). Altus dan Tabejian (Journal of Abnormal and Social Psychology, 48: 1953) menemukan

bahwa orang-orang tua yang berpendidikan rendah dan yang kurang mengikuti kejadian-

kejadian dalam masyarakat dan sangat taat kepada agama memiliki kecenderungan

ethnosetrisme yang tinggi.

Disamping aspek yang negatif, sudah tentu ada juga kebaikan atas pandangan yang

ethnosentris tersebut. Aspek yang baik dari ethnosentrisme antara lain adalah bahwa

ethnosentrisme menunjang “status quo”, sebab itu dapat mencegah perubahan-perubahan yang

mungkin kurang baik akibatnya bagi masyarakat. Disamping itu ethnosentrisme juga PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 14

Page 15: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

meningkatkan loyalitas kesatuan dan moral yang tinggi dalam suatu masyarakat, sebab itu

dapat memperkokoh persatuan. Pengaruh negatif dari ethnosentrisme antara lain adalah

menghabat perubahan-perubahan yang mungkin sangat penting bagi perkembangan dan

pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Ethnosentrisme juga mencegah saling pengertian dan

kerja sama antar bangsa. Ethnosentrisme juga menghambat asimilasi dan akulturasi kelompok-

kelompok minoritas dalam masyarakat.

9. Goncangan Budaya (Culture Shock)

Bagi individu-individu yang memiliki sifat terbuka dalam menerima kebudayaan luar

tetapi hidup dalam masyarakat yang tidak menganut keyakinan dan kepercayaan yang sama,

maka keadaan seperti itu dapat dikatakan sebagai goncangan budaya. Meskipun sebagian besar

anggota masyarakat enggan untuk melepaskan adat istiadat yang tradisionil, sistem nilai dan

sistem kepercayaan yang ada namun perubahan-perubahan dalam suatu masyarakat tidak dapt

dihindarkan. Change is normal untuk setiap masyarakat, kata para ahli. Hanya cara dan kadar

perubahannya yang tidak sama. Tantangan-tantangan terhadap perubahan muncul manakala

terdapat penyimpangan-penyimpangan yang besar terhadap nilai-nilai dan adat istiadat

tradisionil yang hakiki.

Diantara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya antara

lain adalah: kemajuan teknologi, lingkungan fisik, perubahan penduduk dan kebutuhan

manusia. Teknologi merupakan penyebab paling penting. Perkembangan dan perubahan dalam

bidang teknologi umumnya terjadi di negara-negara maju dan juga negara yang sedang

berkembang. Semakin cepat perubahan teknologi terjadi maka perubahan-perubahan sosial

budaya harus disesuaikan. Bila tidak maka akan muncul ketimpangan yang akan merugikan

masyarakat itu sendiri. Perubahan lingkungan (fisik) secara tiba-tiba jarang terjadi (misalnya

gempa bumi). Akan tetapi perubahan sistem hidrologis di dunia ini yang berjalan secara

perlahan-lahan pada akhirnya akan membawa perubahan sosial budaya bagi masyarakat.

Peristiwa kelaparan yang terjadi di Etiopia akhir-akhir ini menunjukkan betapa musim kemarau

dapat merubah sistem sosial budaya suatu masyarakat. Perubahan jumlah penduduk juga

membawa perubahan terhadap kehidupan sosial budaya. Keluarga Berencana yang pada masa

almarhum Presiden Soekarno dilarang oleh pemerintah, kini sangat dianjurkan. Para tokoh

agama (ulama) yang sebelumnya menentang KB kini harus menentukan sikap lain demi

kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kebutuhan manusia juga merupakan faktor yang dapat

merubah sosial budaya masyarakat. Kebutuhan anggota masyarakat terhadap energi (minyak)

merubah kebiasaan-kebiasaan memasak diantara anggota masyarakat. Sifat minyak yang

berbeda dengan kayu bakar menciptakan bentuk atau cara baru tentang bagaimana menyiapkan PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 15

Page 16: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

santapan bagi para anggota keluarga. Bentuk rumah yang dahulu dilengkapi dengan dapur

khusus kini berubah. Bahkan dengan semakin meningkatnya kebutuhan para anggota

masyarakat terhadap makanan yang dapat cepat disajikan, mungkin “dapur” dalam rumah akan

berubah fungsinya bukan tempat memasak tetapi sekedar tempat menghangatkan. Gejala

budaya “jajan di warung” sudah mulai meluas dikalangan ibu-ibu yang bekerja di kantor-

kantor atau pabrik-pabrik. Apakah perubahan tersebut baik atau buruk rasanya masih terlalu

pagi untuk mengatakannya.

10. Cultural Lag

Budaya manusia terdiri dari unsur materi dan non materi. Telah sering diperdebatkan

bahwa perubahan-perubahan hanya akan terjadi pada budaya materi saja. Masyarakat mungkin

akan menerima perubahan-perubahan dalam teknologi (sebagian dari budaya materi), tetapi

sedikit kemungkinan bahwa mereka mau merubah sistem kepercayaannya, sistem nilainya,

norma-normanya atau organisasi sosialnya. Hal tersebut menimbulkan celah perbedaan yang

disebut “cultural lag”, yakni manakala unsur-unsur non materi dari pada budaya mencoba

mengimbangi perubahan yang terjadi pada unsur materi.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 16

Page 17: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

BAB III

HUBUNGAN ANTAR SUKU-BANGSA DAN GOLONGAN SERTA MASALAH

INTEGRASI NASIONAL

1. Umum

Sifat majemuk dari bangsa Indonesia, disamping merupakan kebanggaan hendaknya

pula dilihat bahwa suatu negara dengan keanekaragaman suku-bangsa dan kebudayaan

mengandung potensi konflik. Oleh karenanya guna menuju suatu integrasi nasional Indonesia

yang kokoh, terdapat berbagai kendala yang harus diperhatikan.

Dalam rangka mempersatukan penduduk Indonesia yang beranekawarna,

Koentjaraningrat (1982:345-346) melihat ada empat masalah pokok yang dihadapi, ialah (a)

mempersatukan aneka-warna suku-bangsa, (b) hubungan antar umat beragama, (c) hubungan

mayoritas-minoritas dan (d) integrasi kebudayaan di Irian Jaya dengan kebudayaan Indonesia.

Diantara sekitar 210 juta orang penduduk Indonesia dewasa ini, sulit diketahui secara pasti

distribusi jumlah dari masing-masing suku-bangsa. Terakhir kalinya, Sensus Penduduk di

Indonesia yang memuat items suku-bangsa adalah yang dilakukan oleh pemerintah kolonial

Hindia Belanda; yang hasilnya dimuat dalam Volkstelling (1930).

Sensus Penduduk Indonesia yang dilakukan pada 1970 dan dalam dasawarsa

berikutnya, tidak mencantumkan items suku-bangsa. Mengingat hal tersebut, ada kesulitan

untuk mengetahui secara pasti laju pertumbuhan penduduk berdasarkan suku-bangsa dan

distribusi mereka. Sekalipun demikian, ada pula berbagai usaha untuk mengetahui hal di atas,

antara lain pernah dicoba oleh Pagkakaisa Research (1974), antara lain disebutkan bahwa suku-

bangsa bahwa Jawa mencapai 45,8 % dari total penduduk Indonesia pada 1974 (sekitar

120.000.000 orang). Berbagai distribusi penduduk Indonesia berdasarkan suku-bangsa ialah

Sunda (14,1 %), Madura (7,1 %), Minangkabau (3,3 %), Bugis (2,5 %), Batak (2,0 %), Bali

(1,8 %), 24 suku-bangsa lainnya (20,3 %) dan orang Cina (2,7 %). Sementara itu, di kalangan

para pakar masih terdapat perbedaan dalam mengklasifikasikan penduduk di Indonesia ke

dalam suatu konsep suku-bangsa. Koentjaraningrat (1982:346-347) menilai bahwa berapakah

sebenarnya jumlah suku-bangsa di Indonesia, sampai saat kini masih sukar ditentukan secara

pasti. Hal ini disebabkan ruang lingkup istilah konsep suku-bangsa dapat mengembang atau

menyempit, tergantung subyektivitas.

Sebagai contoh, paling sedikit di Pulau Flores terdapat empat suku-bangsa yang

berbeda bahasa dan adat-istiadatnya, ialah orang Manggarai, Ngada, Ende-Lio dan Sikka.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 17

Page 18: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Namun kalau mereka ada di luar Flores, mereka biasanya dipandang oleh suku-bangsa lainnya

atau mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai satu suku-bangsa, ialah Flores.

Hal ini juga terjadi dikalangan suku-bangsa Dayak di Pulau Kalimantan. Menurut

H.J.Malinckrodt, orang Dayak diklasifikasikan ke dalam enam rumpun atau stammen ras, ialah

Kenya-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Moeroet, Klemantan dan Poenan. Selanjutnnya jika

diamati lebih lanjut, di kalangan orang Dayak Kalimantan ada 405 suku-bangsa yang saling

berbeda satu dengan lainnya. Jika mereka berada di luar Pulau Kalimantan, orang lain

menyebut mereka dan mereka sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai suku-bangsa Dayak,

akan tetapi di Kalimantan sendiri antara satu dengan yang lain merasa memiliki perbedaan.

Demikian pula hanya di Irian Jaya, berdasarkan penelitian dari Summer Language Institute,

paling tidak terdapat 252 suku-bangsa yang masing-masing memakai bahasa yang berbeda.

Mengingat hal tersebut maka, Koentjaraningrat memandang perlu upaya pendifinisian konsep

suku-bangsa di Indonesia secara ilmiah, antara lain dengan mengambil beberapa unsur

kebudayaan sebagai indikator yang dapat berlaku bagi semua "suku-suku-bangsa" yang ada di

Indonesia.

Upaya untuk memahami keanekaragaman suku-bangsa dan kebudayaan di Indonesia

adalah sekaligus berpretensi pula mengungkapkan berbagai bentuk interaksi sosial yang terjadi

dikalangan suku-bangsa yang saling berbeda kebudayaannya. Dengan mempelajari proses

interaksi sosial yang terjadi, sekaligus diharapkan akan memberikan pengetahuan tentang

proses-proses sosial di kalangan mereka sehingga akan diketahui segi dinamis dari masyarakat

dan kebudayaan.

Berbagai perubahan dan perkembangan masyarakat yang merupakan segi dinamis

adalah akibat interaksi sosial yang terjadi diantara para warganya, baik orang perorangan,

orang dengan kelompok maupun antar kelompok manusia. Kerjasama (cooperation),

persaingan (competition), pertikaian (conflict), akomodasi (acomodation), asimilasi

(assimilation), akulturasi (acculturation) dan integrasi (integration) merupakan proses-proses

sosial yang perlu diperhatikan dalam rangka studi hubugan antar suku-bangsa, terutama untuk

mempercepat terwujudnya integrasi nasional Indonesia yang kokoh.

2. Prejudice dan Stereotype Ethnic

Dalam rangka upaya menuju integrasi nasional Indonesia yang kuat maka anekawarna

suku-bangsa di Indonesia itu saling berinteraksi, dan Sebagai konsekwensi dari suatu interaksi

sosial yang timbul maka seringkali muncul gambaran subyektif mengenai suku-bangsa lain.

Oleh karena itu, dalam kehidupan suatu suku-bangsa tertentu sehari-harinya dijumpai

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 18

Page 19: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

gambaran subyektif mengenai suku-bangsa lain atau yang lazim disebut dengan stereotipe

etnik.

Sementara ini stereotipe etnik, tidak selalu berupa gambaran yang bersifat negatif (akan

tetapi biasanya ini yang sering muncul) melainkan ada kalanya pula gambaran yang bersifat

positif. Ada penilaian bahwa stereotipe etnik yang negatif akan menghambat interaksi social

dalam kehidupan masyarakat yang multi etnik, yang pada gilirannya akan dapat pula

menyebabkan terhambatnya proses menuju integrasi nasional. Untuk memahami bagaimanakah

posisi dan hubungan seorang individu dalam konteks kelompoknya, Herbert M.Blalock

(1976:2) pernah mengusulkan dua model pendekatan, ialah secara mikro dan makro. Secara

mikro, individu dipakai sebagai pusat penelitian terutama yang berkaitan dengan berbagai hal

latar belakang timbulnya bentuk-bentuk prejudice (prasangka) maupun stereotipe etnik.

Selanjutnya dalam pendekatan secara makro, lebih dipusatkan terhadap studi mengenai

masalah diskriminasi dan kepemimpinan. Berbagai hal yang erat kaitannya dengan itu antara

lain mengenai bentuk-bentuk diskriminasi serta masalah status dan peranan ditempatkan

sebagai unit analisis yang penting.

Disadari sepenuhnya oleh Blalock (1976:16) bahwa sering terjadi ketidak-jelasan dalam

menafsirkan arti kata diskriminasi; apakah ditempatkan sebagai proses (discriminatory

behavior) ataukah sebagai hasil dari suatu proses. Oleh karenanya studi tentang diskriminasi,

unit analisisnya harus lebih dipusatkan kepada kelompok daripada perorangan. Hal ini antarala

disebabkan oleh kesukaran dalam mengukur 'derajad diskriminasi'; sama halnya dengan

mengukur favorable sebagai lawan unfavorable. Selanjutnya, dalam salah satu pembatasannya

tentang diskriminasi F.H.Hankins (1976:16) mengartikannya sebagai unequal treatment of

equals. Ada beberapa aspek yang terkandung dalam pengertian prejudice yang harus

diperhatikan (Blalock, 1976:2; Martin dan Franklin, 1973:144), antara lain rasa gelisah

(anxiety), rasa frustrasi, sifat otoriter, kekakuan (rigidity), rasa terasing (alienation), sifat kolot,

konvensional dan yang berkaitan dengan kedudukan. Berbagai aspek tersebut melekat dalam

struktur masyara-kat, karenanya untuk memahami perlu dikaitkan dengan berbagai hal yang

melatar belakanginya, misalnya pendidikan, pekerjaan, pekerjaan, kepercayaan, mobilita

vertikal dan horizontal seseorang. Selain itu, harus disadari pula bahwa ada kesulitan untuk

menentukan latar belakang yang manakah merupakan penentu utama bagi timbulnya suatu

prejudice.

Dalam tulisan Blalock (1976:3-10) dijelaskan bahwa dari hasil penelitian John D.

Photiadis dan Jeane Bigger dikalangan 300 orang dewasa di Dakota Selatan terbukti bahwa

authoritarianism berkorelasi tinggi dengan timbulnya prejudice. Akan tetapi jika hasil

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 19

Page 20: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

penelitian tersebut dibandingkan dengan yang dilakukan oleh peneliti lainnya dengan indikator

yang berbeda maka korelasi authoritarianism yang tinggi itu, ternyata tidak selalu tepat.

Prejudice dan stereotype saling erat berkaitan, baik secara logika maupun psikologis

(Martin dan Franklin, 1973:152-153). Kedua hal itu ada pada semua ras, suku-bangsa,

kepercayaan, pekerjaan maupun kebangsaan. Pada hakekatnya prejudice dan stereotype

merupakan imaginasi mentalitas yang kaku; yaitu dalam wujud memberikan penilaian negative

yang ditujukan kepada out-group, sebaliknya kepada sesama in-group memberikan penilaian

yang positip. Stereotype terhadap out-group yang kaku akan menyebabkan timbulnya prejudice

yang kuat. Oleh karenanya prejudice dinilai pula sebagai perkembangan lebih lanjut dari

stereotype.

Timbulnya stereotype dalam diri seseorang adalah sebagai akibat pengaruh suatu

persepsi tertentu dan berfungsi untuk menyakinkan diri sendiri. Adanya fungsi seperti itu, juga

dibenarkan oleh Milton M.Gordon (1975:97), yang antara lain disebabkan oleh akibat

terjadinya hubungan di kalangan dua kelompok yang berbeda. Adanya berbagai perbedaan

rasial (fisik) diantara segmen penduduk yang porsinya tidak sama dalam suatu wilayah

geografis atau sosial, akan dapat menimbulkan kesulitan. Oleh karenanya diusahakan untuk

memunculkan sesuatu yang dapat merupakan kepentingan dan loyalitas bersama. Guna

menumbuhkan loyalitas nasional, Linton (1957:28) menilai bahwa adanya keragaman dan

perbedaan kepercayaan dan berbagai unsur-unsur kebudayaan yang lain, bukanlah merupakan

ancaman untuk menumbuhkan solidaritas nasional. Oleh karenanya dalam mengamati inti

permasalahan yang dapat menjelaskan berbagai kristalisasi prejudice, ada kalanya tidak cukup

dijelaskan melalui adanya kendala perbedaan fisik semata.

Ada penilaian bahwa stereotipe etnik yang negatif akan menghambat interaksi social

dalam kehidupan masyarakat yang multi etnik, yang pada gilirannya akan dapat pula

menyebabkan terhambatnya proses menuju integrasi nasional. Studi mengenai etisitas sering

dikaitkan dengan derajat konformitas dari anggota suatu kolektiva (suku-bangsa) untuk

bersedia menerima norma-norma tertentu dalam suatu proses interaksi sosial. Oleh karenanya

para ahli antropologi seperti Mitchell (1956), Epstein (1958), Gluckman (1961) dan Barth

(1969); sering mengkaitkan studi mengenai etnisitas dengan perbedaan latar belakang

kebudayaan dari suatu kolektiva tertentu, terutama yang menunjuk pada aspek mendasar yang

bersifat primordial. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan seseorang untuk

mengidentifikasikan dirinya dengan etnik tertentu sementara itu pihak lain juga sering

mengidentifikasikan bahwa perilaku seseorang adalah terkait dengan latar belakang kesuku-

bangsannya.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 20

Page 21: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

3. Suku-Bangsa dan Golongan di Indonesia

Istilah ethnic atau yang diterjemakan ke dalam istilah suku-bangsa, berasal dari kata

Yunani eOvikos yang artinya heathen, yaitu penyembah berhala atau sebutan bagi orang yang

tidak ber Tuhan. Sementara itu, istilah itu sendiri dalam bahasa Yunani berasal dari akar kata

eOvos ("ethnos") yang diterjemahkan sebagai nation atau bangsa, yaitu suatu istilah yang lazim

dipakai untuk menunjuk pada bangsa-bangsa yang bukan Israel. Dengan kata lain, menurut The

Shorter Oxford English Dictionary on Historical Principles, ada dua pengertian yang

terkandung dalam istilah ethnic, ialah (a) menunjuk kepada bangsa-bangsa yang non Kristen

atau non Yahudi dan (b) menunjuk kepada bangsa yang masih menyembah berhala.

Dalam perkembangan berikutnya, istilah ethnic dikenal luas setelah dipakai secara

resmi oleh suatu Ethnological Society, yaitu suatu lembaga yang didirikan di London pada

1843. Lima tahun sebelumnya, di Paris juga terdapat lembaga serupa, ialah Societe

Ethnologique de Paris, dan di New York pada 1842 juga memiliki lembaga serupa tersebut di

atas American Ethnological Society. Lloyd Warner dalam tulisan Brian M.du Toit et al.

(1978:3) menjelaskan bahwa yang terkandung dalam pengertian ethnic menunjuk pada

individu-individu guna mempertimbangkan di manakah seseorang atau dirinya termasuk atau

dimasukkan sebagai anggotanya; yaitu yang di dasarkan atas latar belakang kebudayaan. Oleh

karena itu istilah ethnic cenderung lebih bersifat sosio-kultural dari pada yang berkaitan dengan

ras.

Salah satu batasan dari pengertian ethnic-group adalah dibuat oleh Schemerhorn

(1970:12) "........ as a collectivity within a larger society having real or putative common

acestrry, memories of a shared historical past, and a cultural focus on one or more symbolic

elements defined as the epitome of their peoplehood". Sebagai contoh dari berbagai unsur

simbolik tersebut meliputi "kinship patterns, physical contiguity (as in localism or sectioalist),

religious patterns, language aor dialiect form, tribal affiliation, nationality, phenotypical

feature, or any combination of these”. Selanjutnya, seringkali pemakaian istilah golongan

dalam konteks integrasi nasional, dikaitkan dengan kehadiran masyarakat Cina di Indonesia

yang diklasifikasi sebagai golongan minoritas. Secara sepintas, konotasi arti minoritas adalah

lebih dikaitkan dengan perbandingan jumlah mereka yang lebih kecil daripada beberapa suku-

bangsa yang ada di Indonesia, misalnya Jawa dan Sunda. Selain itu, jumlah mereka pada tahun

1971 adalah merupakan 2,7 % dari keseluruhan penduduk Indonesia; dan jumlah mereka pada

setiap ibukota kabupaten di Indonesia hanyalah berkisar lima sampai dengan sepuluh persen

dari keseluruhan penduduk suatu kota.

Jika dikaji lebih lanjut, istilah minoritas mengandung berbagai dimensi dan variabel.

Dalam suatu studi mengenai hubungan antar kelompok, Simson dan Yinger (1972:11) PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 21

Page 22: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

menganjurkan agar para peneliti hendaknya berhati-hati, terutama jika dikaitkan dengan

konsep-konsep yang mendasar. Istilah minoritas memang sering dipakai tetapi tidak dalam

konteks sebagai istilah teknis. Semula istilah tadi sering dipakai untuk menunjukkan kategori

orang-orang dan bukannya bukan berdasarkan kelompok. Akan tetapi semakinlama, istilah itu

juga dipergunakan untuk menunjuk pada kategori orang atau sejumlah penduduk yang

merupakan sasaran suatu prejudice atau prasangka dan diskriminasi; misalnya dipergunakan

oleh Theodorson dan Theodorson (1970:258), "Any recognizable racial, religion, or ethnic

group in community that suffer some disadvantage due to prejudice or discrimination".

Apabila ditelaah lebih lanjut, pengertian yang dikandung dalam pembatasan di atas adalah

masih umumnya sifatnya. Berbeda halnya dengan pembatasan yang dibuat oleh Louis Wirth

(1943:347), “We may define a minority as a group of people who, because of their physical or

cultural characteristics are single out from the other society in which they live for differential

and unequal treatment, and who therefore regard themselves as objects of collective

discrimination. The existence of minority in a society implies the existence of a corresponding

dominant group with higher social status and greater priviledges. Minority status carries it the

exclusion from full participation in the life of the society".

Jelas tampak melalui pembatasan tersebut bahwa konotasi arti minoritas tidak selalu

harus dikaitkan dengan variabel ras. Oleh karenanya, apabila pembatasan itu diterapkan

terhadap orang Cina di Indonesia, adalah kurang tepat. Orang Cina maupun berbagai suku-

bangsa bumiputera di Indonesia, sebagian besar adalah termasuk ke dalam klasifikasi ras

Mongoloid. Perbedaan di kalangan mereka itu, lebih tampak pada wujud fisik dan lebih

menunjuk pada perbedaan kebudayaan dan kehidupan sehari-harinya.

Timbulnya perlakuan 'diskriminatif' dalam konteks Louis Wirth adalah lebih

disebabkan oleh kurangnya keterlibatan orang Cina dalam berbagai aktivitas kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Lebih lanjut Louis Wirth juga mengemukakan bahwa kehadiran

golongan minoritas, tidak terlepaskan dari adanya kelompok dominan yang mempunyai

kedudukan lebih tinggi dan memiliki hak-hak istimewa (privileges). Oleh karena itu, untuk

lebih memahami bentuk-bentuk kehidupan dalam suatu masyarakat yang majemuk, kiranya

paradigma yang diusulkan Schermerhorn (1970:13) seperti orang Cina di Indonesia. tampak

pada bagan 1 di atas, dapat dipakai untuk menjelaskan posisi keturunan

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 22

Page 23: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Paradigma Kelompok Dominan dan Subordinat

Kelompok Dominan

Jumlah Kekuasaan

Kelompok A + + Golongan mayoritas

Kelompok B - + Elite

Kelompok Subordinat

Jumlah Kekuasaan

Kelompok C + - Subyek massa

Kelompok D - - Golongan minoritas

Melalui bagan di atas tampak bahwa paradigma kelompok dominan dan subordinat,

didasarkan atas dua dimensi, ialah size (jumlah) dan power (kekuasaan). Berdasarkan

paradigma itu maka keturunan orang Cina di Indonesia yang lazim diklasifikasikan sebagai

golongan minoritas adalah lebih memiliki karakteristik sebagai kelompok B dan D; sebaliknya

berbagai suku-bangsa bumiputera yang sering dikategorikan sebagai golongan mayoritas

adalah lebih memiliki ciri-siri kelompok A dan C. Oleh karenanya apabila konotasi golongan

minoritas (kelompok D) menurut model paradigma tersebut diterapkan untuk orang Cina di

Indonesia, adalah tidak tepat. Dilihat dari perbandingan jumlah orang Cina dengan keseluruhan

penduduk, konotasi minoritas bagi orang Cina memang tepat. Akan tetapi ditinjau dari

kekuasaan yang dimilikinya, terutama dalam pengertian ekonomik, adalah tidak tepat jika

golongan Cina di Indonesia termasuk minoritas.

Secara ekonomik, orang Cina di Indonesia memiliki peranan yang cukup besar.

Paradigma yang dikemukakan oleh Schemerhorn adalah sebagai salah satu upaya untuk lebih

dapat memahami pengertian minoritas yang memiliki kompleksitas dimensi dan variabel.

Selanjutnya, berdasarkan dimensi dan variabel lain, pemakaian istilah golongan

minoritas bagi orang Cina dapat dibenarkan karena dalam rangka hubungan dengan penduduk

bumiputera, posisi mereka adalah sebagai subordinat; sebaliknya berbagai suku-bangsa

bumiputera tidak selalu berada pada kedudukan supraordinat atau kelompok dominant.

Pengklasifikasian apakah belum ditulis, misalnya adanya kecenderungan untuk melakukan

perkawinan dengan sesama golongannya seperti yang dikemukakan oleh Wagley dan Maris.

Pendapat Wagley dan Maris mengenai hal tersebut dikutip oleh Simpson dan Yinger (1972:12-

13); dikatakannya bahwa golongan minoritas memiliki lima karakteristik. Pertama, golongan

minoritas adalah merupakan segmen dari subordinat dalam suatu negara yang kompleks.

Kedua, golongan minoritas memiliki bentuk fisik yang berbeda dan unsur-unsur kebudayaan

yang dimilikinya dinilai lebih rendah oleh golongan mayoritas. Ketiga, bahwa golongan PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 23

Page 24: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

minoritas memiliki kesadaran akan dirinya merupakan suatu kesatuan dengan ciri-ciri tertentu.

Keempat, bahwa keanggotaan seseorang dalam golongan minoritas adalah diperoleh karena

keturunan atau karena ciri-ciri kebudayaan dan fisik yang melekat pada dirinya. Kelima,

perkawinan yang terjadi di kalangan golongan minoritas adalah cenderung dengan sesamanya.

4. Asimilasi dan Integrasi Nasional

Asimilasi sebagai salah bentuk proses-proses sosial adalah erat kaitannya dengan proses

dan pertemuan dua kebudayaan atau lebih. Oleh karenanya, istilah asimilasi dan akulturasi

dipergunakan dalam pengertian yang sama; dan sebagai akibatnya kedua pengertian yang

diberikan kepada kedua istilah tersebut bertumpang tindih. Ada sebagian pendapat yang

mengatakan bahwa istilah asimilasi lebih sering dipakai oleh para ahli sosiologi, sedangkan

istilah akulturasi lebih sering dipergunakan oleh ahli antropologi (Gordon, 1964:61).

Lebih lanjut M.J.Herskovits berpendapat bahwa akulturasi lebih spesifik istilah yang

lazim dipakai di Amerika. Lapangan studi mengenai akulturasi di kalangan sebagian

mahasiswa di Jerman, lebih dikenal dengan kajian mengenai perubahan kebudayaan,

sedangkan di Inggris lebih populer dengan studi perihal kontak kebudayaan. Mengingat hal

tersebut maka melalui The Social Research Council 1930, selain mengusahakan perumusan

yang lebih tepat mengenai akulturasi, juga disusun suatu pedoman metodologi yang berisikan

sejumlah permasalahan yang harus diperhatikan. Untuk pertama kalinya, pembatasan akulturasi

yang dibuat oleh tiga orang ahli antropologi (R.Redfield, R.Linton dan M.J.Herskovits) sebagai

hasil rumusan sub komite akulturasi dari kongres di atas, dimuat dalam "Memorandum for the

Study of Acculturation" dalam American Anthropologist Vol.38 No.1 (Januari-Maret

1936:149). Lebih lanjut, perumusan mengenai hal itu dikembangkan lebih lanjut dan dimuat

dalam Outline for the Study of Acculturation (Herskovits, 1958:131-136). Selanjutnya, pada

dasarnya pengertian yang terkandung dalam istilah asimilasi dan akulturasi; disamping

mengandung pengertian yang sama, tetapi juga menunjukkan ada dimensi yang berbeda.

Sebagai contoh pembatasan asimilasi yang dibuat oleh Robert E.Park dan Ernest W.Burgess

(1921:735), antara lain "......... a process of interpretation and fusion in which persons and

groups aquire the memories, sentiments, and attitude of other persons or groups, and, by

sharing their experience and history, are incorporated with them in a common cultural life".

Lebih lanjut, ketiga ahli antropologi di atas dalam memberikan pembatasan akulturasi

adalah "......... comprehends those phenomena which result when groups of individuals having

different culture comes into continous first hand contact, with subsequent changes in the

original cultural patterns of either or both groups".

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 24

Page 25: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Jika diamati, kedua pembatasan tersebut berisikan suatu pengertian mengenai terjadinya

pertemuan orang-orang atau perilaku budaya. Sebagai akibat pertemuan tersebut, kedua belah

pihak saling mempengaruhi dan akhirnya kebudayaan mereka saling berubah bentuk.

Sementara itu yang tampak membedakannya adalah tidak ditemukannya ciri-ciri struktural

dalam pembatasan akulturasi. Dalam pembatasan asimilasi, hubungan yang bersifat sosio-

struktural tercermin dari "sharing their experience" dan "incorporated with in in a common

cultural life". Lebih lanjut Herskovits (1958:10) juga berpendapat bahwa makna yang

terkandung dalam akulturasi adalah berbeda dengan perubahan kebudayaan (cultural change).

Akulturasi hanyalah merupakan salah satu aspek dari perubahan kebudayaan, sedangkan

akulturasi merupakan salah satu tahapan dari asimilasi. Lebih lanjut Arnold M.Rose (1957:557-

558) mengatakan bahwa “........the adoption by a person or group of the culture of another

social group" adalah akulturasi; sedangkan "leading to this adoption" adalah karakteristik dari

asimilasi.

Terwujudnya rumusan dari sub komite akulturasi tersebut di atas, tidak terlepaskan dari

perkembangan ruang lingkup dan obyek yang selalu mengalami perubahan, terutama sejak

awal abad XX. Sebagai akibat pengaruh Ero-Amerika, bangsa-bangsa 'primitif' mulai

menghilang; sementara itu sebagai akibat perkembangan yang terjadi di Amerika, konsepsi

asimilasi juga mengalami perubahan karena mulai dikaitkan dengan aspek politik.

Park dan Burgess (1921:736-737) mengatakan bahwa asimilasi merupakan produk

akhir yang sempurna dari suatu kontak sosial; dan pada bagian lain tulisannya, Park (1957:281)

memberikan istilah konsepnya sebagai 'asimilasi sosial', yaitu " .......... the process or processes

by which people of diverse racial origins and different cultural heritage, accupying a common

territory, achieve a cultural solidarity sufficient at least to sustain a national exixtence". Para

migran di Amerika dianggap telah berasimilasi apabila mereka itu secepatnya dapat

mempergunakan bahasa Inggris dan berperan serta dalam berbagai aktivitas sosial, ekonomi

dan politik tanpa menyebabkan timbulnya prasangka. Oleh karenanya dalam salah satu

tulisannya, Milton M.Gordon menunjuk adanya tujuh variabel yang harus dikaji dalam

asimilasi. Dalam hal itu asimilasi mengharuskan para migran untuk menyesuaikan dirinya pada

kelompok kebudayaan yang didatangi (host society). Ini berarti bahwa kebudayaan golongan

mayoritaslah yang dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan orang-perorangan atau suatu

kelompok dalam menyesuaikan dirinya. Konsepsi ini sesuai dengan pandangan Arnold

M.Rose, dalam asimilasi loyalitas mereka terhadap kebudayaan asal semakin kecil dan

akhirnya kelompok tersebut mengidentifikasikan dirinya ke dalam kebudayaan baru.

Guna mengupayakan terwujudnya asimilasi dalam rangka integrasi nasional, adalah

menarik mengkaitkannya dengan ungkapan dari Horace Kallen yang dikutip oleh Milton PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 25

Page 26: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

M.Gordon (1964:145), yaitu "Men may change their clothes, their wive, their religion, their

philosophies, to a greater or lesser extent; their cannot change the grandfather". Timbulnya

ungkapan tersebut adalah erat kaitannya dengan penilaian dalam bentuk stereotipe terhadap

orang Yahudi, 'sekali Yahudi tetap Yahudi'. Meskipun orang Yahudi hidup tersebar di berbagai

Negara tetapi mengingat kuatnya ikatan perasaan mereka terhadap keluarga, maka akar

kebudayaan Yahudi sangat mewarnai sepak terjang kehidupannya (Epstein, 1978:139).

Selanjutnya, para perantau orang Cina di berbagai negara Asia Tenggara juga sering disamakan

dan memiliki cirri seperti orang Yahudi (Purcell, 1964; Skinner, 1967; Somers, 1964).

Selain mengandung pengertian kuatnya ikatan suatu golongan terhadap keluarganya,

atau dalam arti luas terhadap nenek-moyang mereka; berbagai ciri tersebut bukanlah

merupakan suatu yang tidak dapat diubah atau berubah. Berbagai studi mengenai proses

perubahan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu kelompok manusia adalah menunjuk pada

suatu gerak yang dinamis. Yang menjadi masalah adalah bagaimanakah aspek primordial

attachment dapat dieliminasi sehingga tujuan akhir untuk membangun watak bangsa dapat

diwujudkan. Dalam salah satu ntulisannya, C.Geertz (1965:105-107) menjelaskan berbagai hal

yang berkaitan dengan primordial attachment, yaitu rasa keterikatan terhadap golongan

tertentu, misalnya karena ras, hubungan darah, bahasa, adat-istiadat dan agama. Berbagai

bentuk keterikatan tersebut antara lain disebabkan oleh sub national cultural value. Sebagai

akibatnya, proses pengembangan kebudayaan (politik) nasional menjadi terganggu. Dengan

kata lain, suatu proses asimilasi dalam rangka integrasi nasional akan berjalan tersendat.

5. Paradigma Orientasi Sentripetal (Sp) dan Sentrifugal (Sf)

A B

Superordinat Sp Sf

Cenderung ke arah integrasi

Subordinat Sp Sf

Assimilation Incorporation Cultural Autonomy

C D

Superordinat Sf Sp

Cenderung ke arah konflik

Subordinat Sp Sf

Forced segregration with resistance Forced assimilation with resistance

SP: Sentripetal, SF: SentrifugalPIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 26

Page 27: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional, terdapat dua aliran, ialah asimilasionis

dan pluralis, yaitu dua dari empat tipologi yang dipakai untuk meletakkan identitas golongan

minoritas, terutama yang berkaitan dengan penerapan suatu kebijaksanaan. Lebih lanjut Louis

Wirth (1945:347) mengatakan bahwa kebijakan asimilasionis merupakan upaya untuk

menggabungkan para anggota minoritas ke dalam masyarakat lebih luas dengan cara melarang

kebudayaan mereka dan mengharuskannya mengadopsi sistem nilai dan gaya hidup kelompok

dominan atau superordinat. Hal tersebut adalah berbeda dengan upaya yang dianut oleh kaum

pluralis.

Kelompok dominan bersikap toleran terhadap kebudayaan kelompok subordinat, atau

dengan kata lain golongan minoritas diperkenankan mempertahankan kebudayaan mereka. Jika

diperbandingkan maka kebijaksanaan asimilasi yang ditrapkan bagi orang Cina di Indonesia

dengan berbagai suku-bangsa yang ada di Indonesia, terdapat perbedaan. Untuk orang orang

Cina yang telah memiliki status kewarganegaraan Indonesia berlaku kebijaksanaan yang

bersifat asimilasionis; sedangkan untuk berbagai suku-bangsa di Indonesia cenderung berlaku

paham pluralis. Dalam konteks orang Cina diarahkan dan diharapkan menerima dan

menyatukan dirinya ke dalam salah satu kebudayaan kelompok superordinat, yaitu salah satu

kebudayaan yang dimiliki oleh suatu suku-bangsa bumiputera di Indonesia; sementara itu

hingga kini apakah itu kebudayaan nasional Indonesia, masih merupakan polemik yang

menarik.

Selanjutnya, jika kedua paham tersebut dikaji lebih lanjut, maka ada implikasi yang

mungkin dapat muncul dari kedua paham tadi, terutama jika dikaitkan dengan sejauh manakah

kelompok superordinat mampu melaksanakan dan memperkenankan kelompok subordinate

melaksanakan hal tersebut. Dalam hal ini, timbul pula suatu pertanyaan apakah kelompok

superordinat begitu saja percaya bahwa golongan minoritas akan berasimilasi ataukah akan

tetap mempertahankan kebudayaan mereka. Selain itu pula, apakah kelompok dominan dapat

menerima berbagai hal kontradiktip yang mungkin akan dilakukan oleh kelompok subordinat.

Oleh karenanya, jika berbagai hal tadi dapat diterima maka suatu integrasi akan berjalan

dengan baik, dan sebaliknya jika tidak maka akan timbul konflik, baik secara terbuka maupun

yang bersifat latent.

Selanjutnya, penting diperhatikan dalam mengidentifikasikan suatu integrasi, terutama

dalam menempatkan kelompok superordinat. Dalam hal ini ada dua konsep utama yang dapat

dipakai sebagai model bagi analisis, yaitu apakah cenderung bersifat sentripetal ataukan

sentrifugal. Suatu kecenderungan yang bersifat sentripetal, biasanya lebih menunjuk hal-hal

yang bersifat kultural, misalnya dalam bentuk diterimanya sistem nilai dan gaya hidup yang PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 27

Page 28: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

lazim berlaku di masyarakat. Sementara itu dapat pula dalam bentuk semakin meningkatnya

partisipasi dalam berbagai kelompok perkumpulan dan kelembagaan. Untuk melihat adanya

perbedaaan dalam tingkat analisis, maka yang pertama disebut dengan asimilasi sedangkat

yang kedua adalah

inkorporasi.

Selanjutnya, yang disebut sebagai suatu kecenderungan sentrifugal terjadi dikalangan

subordinat apabila ada keinginan untuk memisahkan diri dari kelompok dominan atau dari

berbagai ikatan yang ada di masyarakat. Secara kultural, biasanya hal tersebut lazim terjadi

karena kelompok subordinat seringkalai masih tetap menjaga berbagai tradisi, sistem nilai,

bahasa, agama, pola-pola rekreasi mereka dan lain sebagainya. Guna melindungi berbagai hal

tersebut, diperlukan persyaratan struktural, antara lain tampat dari adanya kecenderungan untuk

melakukan endogami atau mendirikan perkumpulan yang terpisah, dan bahkan memusatkan

diri pada suatu lapangan pekerjaan tertentu yang eksklusif terhadap out-group.

Akhirnya, suatu integrasi adalah mengandung kendala psikologis, antara lain berkaitan

dengan tingkat kepuasan tertentu dari suatu suku-bangsa atau golongan. Oleh karenanya dalam

suatu upaya mewujudkan integrasi, muncul pandangan yang menilai apakah itu suatu

agreement (permufakatan) ataukah congruency (penyesuaian), terutama yang berkaitan apakah

sentripetal ataukah sentrifugal. Apabila terjadi disagreement atau discrepancy

(ketidaksesuaian) maka berarti kelompok superordinat menang atas kebijaksanaan yang

bersifat sentripetal; padahal kelompok subordinat lebih menghendaki yang bersifat sentrifugal.

Jika hal ini terjadi maka akan timbul konflik yang menyebar luas.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 28

Page 29: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

BAB IV

Mencari Identitas Nasional?

 

Gus Dur: “Saat ini Indonesia sedang dalam proses mencari Identitas Nasional.

Namun harus diakui pemerintah menghadapi banyak sekali hambatan dan

masalah untuk mewujudkan hal tersebut, seperti ancaman separatisme,

militerisme dan konflik keagamaan. Bahkan, juga ada sekelompok kaum militan

yang merasa terancam”1[1].

 

Apa sebenarnya yang dimaksud Gus Dur dengan identitas nasional? Sebelum bicara

lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui apa arti dan makna kata tersebut. Identitas, kalau mau

lebih spesifik lagi, identitas kolektif, dapat dibagi menjadi lima kategorie: Identitas gender

(feminisme), identitas kedaerahan, identitas kelas-sosial, identitas etnis dan yang terakhir

identitas religius.2[2]

  Identitas kolektif. Feminisme sebagai identitas kolektif, memang pernah nge-trend,

terutama di negara negara (industri) maju; Eropa, Amerika Serikat dll. Kolektivitas jenis ini,

kendati populer, namun kurang mengikat, karena dibatasi oleh benua, negara, etnis dan agama.

Demikian pula, identitas kolektif yang bersifat kedaerahan (lokalisme/ regionalisme). Keunikan

sebuah daerah, (keunikan saja!) tak bisa dijadikan alat untuk memobilisasi massa. Rupanya ini

lebih banyak urusan ideologi dibanding ekologi (natur). Kemudian masalah kelas sosial3[3]

(borjuis vs. kelas buruh) sebagai identitas kolektif, bukan saja kurang atraktif, akan tetapi

keberadaannyapun sangat meragukan. Identitas kelas (buruh sedunia?) sebagai identitas

kolektif tak pernah – benar-benar – eksis. Karena terbukti, kurang lem perekat emosional,

disamping itu juga, karena, tidak memiliki akar budaya yang kuat. Kalau dibanding identitas

lain – seperti identitas religius atau etnis, misalnya. Perlu diketahui, kelompok interes, dengan

basis ekonomi, bukanlah termasuk bentuk identitas kolektif yang stabil.

  Identitas religius dan identitas etnis sering kali, mengikat dan merekayasa (basis) lebih

dari satu kelas-sosial. Identitas religius berbeda dengan kelas sosial, masing-masing berangkat

dari segi kebutuhan dan aktivitas manusia yang berbeda. Identitas kelas berangkat dari pola

produksi dan tukar menukar barang dan jasa. Sedangkan identitas religius tumbuh dan

berkembang sebagai akibat dari hasil komunikasi dan proses sosialisasi di masyarakat. Yang

bersumber dari elemen-elemen budaya seperti nilai-nilai, simbol, mitos, tradisi – yang sering

1 [1] Hal ini diungkapkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam pertemuan dengan sejumlah investor Inggris di Hotel Kempinski, Jakarta, 29 Mei 2000. (Tempo interaktif 29/5)

2[2] Mengenai identitas kolektif Anda bisa lihat: „National Identity“. A. D. Smith 1991: terutama h. 4-8 3[3] Diskusi lebih luas mengenai masalah kelas sosial baca Marx dan Weber.PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 29

Page 30: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

dikodifikasi menjadi adat-istiadat dan ritual, demikian menurut sosiolog Inggris Anthony D.

Smith.

  Komunitas religius seringkali bersimbiose dengan identitas etnis. Tatkala

agama-‘agama dunia’ bersaing ketat, mencoba, berusaha mengaburkan atau bahkan

menghapuskan batas-batas ke-etnisan, yang terjadi malah sebaliknya. Kebanyakan komunitas

religius menyatu dengan kelompok-kelompok etnis. Hubungan ini malah bisa lebih erat lagi.

Ceritanya seperti ini: Komunitas religius yang semula kecil dan sederhana, dalam kurun waktu

tertentu, bisa saja berubah bentuk menjadi sebuah komunitas etnis yang eksklusif. Sampai saat

ini masih banyak minoritas etnis yang memiliki ikatan religius.4[4]

  Definsi etnis dan nasion (bangsa) berubah-ubah dan selalu bermuatan politis dan penuh

rekayasa. Misalnya, identitas kolektif, bisa berarti identitas etnis dan bisa juga berarti identitas

nasional. Kenapa demikian?

  Begini. Dari perbedaan kultural, etnisitas membentuk batas-batas kultural. Dari batas-

batas kultural, sebuah bangsa membentuk batas wilayah negara. Kedua batas ini bukan

terbentuk secara alami, melainkan resultat dari berbagai macam strategi serta struktur

organisasi sosial/politik dll. baik batas yang merupakan produk kesewenang wenangan

kolonialisme abad 19, ataupun rekayasa kolonialisme internal (penguasa bangsa sendiri) akhir

abad 20. Singkat, kini etnisitas berarti: pertama sebagai pengganti status minoritas (hampir

disegala bidang) dan kedua, munculnya situasi dikotomis: penguasa versus kelompok tertindas.

Perlu diingat hanya gerakan etnis yang memiliki karakter kelas sosial, bisa menjadi politis. Dan

kalau politik mandeg gerakan etnislah yang mengisi ruang politik itu.

  Etnisitas bisa juga dilihat sebagai ekspresi seseorang (baca kelompok) yang mengacu

pada etnis tertentu. Perbedaan (etnis) muncul, sebagai akibat dari bentuk kultur yang berlainan.

Namun yang terpenting, bukan substansi perbedaan-perbedaan tersebut yang harus ditonjolkan,

melainkan; bagaimana sebuah kelompok menamakan diri mereka sendiri dan bagaimana

mereka dinamakan oleh kelompok lain (Barth, 1969). Hasil pemotretan pihak lain mestinya

bisa dipakai sebagai pengakuan terhadap eksistensi identitas diri sendiri. Jika cara ini tidak

klop, maka sudah pasti identitas yang dimiliki, tidak akan pernah stabil. (Elwert 1989:23).

Sebagai contoh mungkin sekarang orang Papua tak mau lagi kalau disebut sebagai orang Irian.

Dalam kondisi “normal” (tanpa krisis) soal identitas bukanlah masalah pokok. Namun dalam

suasana krisis multi dimensional, banyak orang bingung, yang kemudian lantas mencari tempat

untuk berlindung – rumah ibadah penuh. Acara-acara yang bernuansa religius dan kedaerahan

tambah marak. Wacana budaya lokal pun muncul. Masalah ini bisa dilihat sebagai akibat dari

kapitalisme yang makin meng-global, yang menyebabkan, fungsi negara-nasional, disatu pihak

4[4] Katholik/Protestan, Irlandia Utara. PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 30

Page 31: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

kurang optimal (lemah) dan dipihak lain munculnya sentimen budaya lokal, separatisme atau

nasionalisme etnis. Kenapa kita harus heran tatkala melihat bangkitnya nasionalisme etnis

dimana-mana?

  Nasionalisme etnis dan nasionalisme teritorial. Dalam hal ini Smith (1981:14-20)

membedakan antara nasionalisme etnis, yakni gerakan yang berusaha keras memperjuangkan

kemandirian tradisi, kultur atau adat istiadat lokal. Sedangkan nasionalisme teritorial, pertama

tama bertujuan membentuk sebuah negara teritorial. Pembagian Smith terasa kurang pas.

Karena itu, perlu direvisi. Berbeda dengan Smith–dan yang lebih relevan – Jäggi, membedakan

antara periphere nasionalisme dan nasionalisme sentral. Alasannya seperti ini; gerakan

nasionalisme pinggiran, yang tercerabut dari akar kulturalnya, memiliki dinamika yang

berbeda dengan nasionalisme dominan. ‘Nasionalisme pinggiran’ bertujuan merubah struktur

kekuasaan, sedangkan ‘nasionalisme di pusat’ memperkuatnya (Jäggi 1993:23). Dengan kata

lain, setiap usaha pencarian identitas (nasional), selamanya akan memicu munculnya identitas-

identitas “nasional” tandingan. Karena (kalau menurut Fredrik Barth 1969): Identity makes

counter- identity. Dan identitas kolektif tak pernah nyelonong begitu saja jatuh dari langit.

Identitas memiliki asal usul yang ‘jelas’ dan selamanya merupakan produk sejarah – penuh

rekayasa politik dan sarat muatan ideologi dan manipulasi. Akhirnya identitas etnis, misalnya,

dianggap sebagai sesuatu yang (pernah dan terus) eksis – walau ratusan tahun sekalipun.

  Aceh. Misalnya, peringatan 360 tahun wafatnya Sultan Iskandar Muda dirayakan secara

militer, 27 Desember tahun lalu, merupakan momentum bagi bangsa Aceh untuk

meningkatkan persatuan, katanya. Menurut Hasan Di Tiro, Aceh sedang berada di ambang

kemerdekaan – kembali ke masa pimpinan Sultan Iskandar Muda abad 16, yang terkenal ke

seluruh dunia. Kehidupan rakyatnya sangat makmur. Disebabkan pimpinan selalu bertindak

adil, bijaksana, dan selalu bersikap jujur sehingga terkenal di kawasan Asia, Eropa, dan tanah

Arab. Menurut dia, keadaan itulah yang hendak dikembalikan ketika Aceh Sumatera mencapai

kemerdekaannya nanti (lihat : Waspada 28 Desember 1999). Singkat, kasus Aceh boleh

dibilang sebagai kombinasi antara represi politik (DOM) dan penghisapan sumber daya alam,

yang kemudian menyebabkan identitas etnis yang sudah kuat menjadi makin kental.

  Maluku. Sedangkan konflik (“Kristen/Islam”) Maluku, lain lagi. Penyelesaian

persoalan, tidak mudah, kata Presiden Adurrahman Wahid, baru baru ini, karena ini berakar

sejak zaman Belanda, di mana golongan Kristen ketika itu mendapat perlakuan istimewa dari

Belanda, misalnya untuk menjadi anggota militer. Ketika Soeharto (dan kemudian Habibie)

berkuasa, keadaan terbalik, di mana kaum Muslimin menduduki berbagai posisi penting,

namun ketika Kristen protes, mereka dihadapi dengan kekerasan. Karena itu, kekerasan yang

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 31

Page 32: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

terjadi sekarang ini tidaklah mungkin dihadapi dengan kekerasan pula, ujar Abdurrahman

Wahid (Kompas 04/05/00).

  Kasus bangsa Papua lebih “spesifik” lagi. Kongres Rakyat Papua, (4/6), menyatakan,

menolak penyatuan Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Proses

penyatuan Papua yang dilakukan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Indonesia, selanjutnya

dikukuhkan PBB, dinilai cacat hukum. Sebab itu, kongres meminta dukungan internasional

untuk kemerdekaan Papua. Demikian resolusi KRP yang dibacakan oleh Thaha Al-Hamid di

hadapan ribuan warga Papua. Menurut resolusi yang dihasilkan oleh kongres itu, bangsa Papua

telah berdaulat sebagai sebuah bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961 (Kompas 05/05/00).

  Kasus Riau sederhana saja. Proklamator Riau Merdeka, Prof. Dr. Tabrani Rab menilai

kedatangan Gus Dur ke Pekanbaru Riau (29/4) , kecuali menghabiskan dana rakyat, juga tak

ada gunanya serta tak menyelesaikan akar persoalan. Tabrani menilai Gus Dur tak mampu

menyelesaikan persoalan Riau. Sebab, hingga saat ini, Gus Dur dianggapnya belum

memahami akar persoalan masyarakat Riau. "Ini jelas terlihat. Jangankan soal penyerahan

wewenang pengelolaan pendapatan daerah. Soal UU No 22 dan 25 saja, tak jelas

pelaksanaannya. Semua hanya omong kosong. Menurut Tabrani akar persoalan Riau sederhana

saja: perbaikan taraf hidup. Keinginan itulah yang mendorong munculnya Deklarasi Riau

Merdeka, 15 Maret 1999 lalu (Tempo Interaktif 29/04/00).

Tuntutan Lampung kelihatan masih lebih bersahaja. Sekitar enam ribu warga Bandar

Lampung, (21/3) yang umumnya petani dari delapan kabupaten di Lampung itu, berkumpul

untuk menuntut "kemerdekaan dari segala macam penindasan" terhadap rakyat dengan

menggunakan momentum peringatan hari jadi provinsi Lampung yang ke-36. (Waspada

22/03/00)

Perjuangan nationalisme-etnis, biasanya melalui empat tahap: fase keterpinggiran

(marginalisasi) yang cukup lama, fase penindasan yang brutal, fase perlawanan yang

menelan korban sangat banyak dan yang terakhir (kalau mujur) fase kemenangan. Korban

jiwa ataupun materi biasanya lebih banyak dihabiskan bukan untuk membidani lahirnya,

anak haram yang bernama separatisme melainkan usaha untuk membunuhnya.

Logika nasionalisme. Sebenarnya tak ada istilah perjuangan nasional ataupun

pembebasan nasional. Yang ada yalah perang yang gunanya memperkuat nasionalisme.

Menindas bangsa lain atau ditindas oleh bangsa lain – memiliki fungsi yang kira kira sama.

Nasionalisme pinggiran bakal mengatakan bahwa apa yang ‘mereka’ lakukan adalah

perang sebuah bangsa melawan negara sentral. Negara sentral akan mengaku, bahwa

mereka sedang memerangi teroris (GPK).

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 32

Page 33: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Nasionalisme dan integrasi nasional. Integrasi bukan hanya tergantung dari seberapa

besar kontrol pemerintah pusat terhadap daerah dan (sebaliknya) bagaimana respon daerah

terhadap pusat. Integrasi berarti saling ketergantungen antar daerah serta partisipasi

regional – dalam urusan atau masalah nasional. Pembedaan ini dapat dibandingkan dengan

perbedaan atara integrasi nasional dan nasionalisme. Nasionalisme berkaitan erat dengan

patriotisme, emosi nasionalis (perasaan senasib seperjuangan sebagai satu bangsa).

Kehadiran perasaan nasionalis ini diperlukan untuk mengatasi jiwa kerdil (regionalisme,

tribalisme, partikularisme atau sekterianisme) sembari memperkuat hubungan vertikal –

pusat daerah. Sebaliknya integrasi nasional adalah sebuah konsep yang jauh lebih luas,

yang tidak hanya membahas kasus-kasus atau masalah-masalah daerah (pinggiran) akan

tetapi juga menyoroti hubungan antara pusat dan daerah. Misalnya seperti ini: faktor

interaksi masyarakat, faktor saling ketergantungan antara pusat dan daerah, antara daerah

yang satu dengan yang lain, bukan tergantung dari emosi nasional. Melainkan lebih banyak

tergantung dari arah (dari mana dan kemana) mengalirnya kapital, apakah uang mengalir

lebih banyak dari pusat kedaerah atau sebaliknya – dari daerah ke pusat?

Separatisme. Kasus yang terjadi di berbagai negara (multi etnik) di dunia bukanlah

separatisme, melainkan masalah yang lebih ‘ringan’ yakni emansipasi warga masyarakat

atau karsa bersama menuju masyarakat madani (civil society), menciptakan kemakmuran

bersama (keadilan ekonomis) dan atau mengatasi masalah kerusakan lingkungan dsb.nya.

Lahirnya separatisme boleh dianggap sebagai sebuah hukuman terhadap negara karena

pemerintahnya terlalu banyak (atau malah sebelumnya terlalu sedikit?) memberikan ruang

gerak bagi sentimen lokal. Separatisme bukan merupakan masalah besar di dunia, yang

menjadi masalah ialah karena mereka semua mengaku (dan minta diakui) sebagai bangsa.

Identitas nasional dan teritorium (wilayah). Nasion (bangsa) adalah sebuah kesatuan

yang terikat dengan teritorium dan mesti memiliki wilayah (tanah tumpah daerah mereka

sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta

pembagian kerja berdasarkan profesi.

Tak ada satu pun bangsa di dunia ini yang tidak memanipulasi sejarahnya sendiri!

http://www.geocities.com/apii-berlin/aktual/identitas_0600.html

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 33

Page 34: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

BAB V

KAJIAN BEBERAPA BUDAYA DAERAH

1. TATA KRAMA SUKU BANGSA MELAYU BETAWI

A. Berbicara dan Mendengarkan

Bahasa Betawi merupakan bahasa yang komunikatif bagi orang Betawi, yang

dipergunakan dalam lingkunga eluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Sebagaimana

bahasa Indonesia pada umumnya yang tidak mengenal tingkatan pemakaianya, baik bila

berbicara dengan yang sebaya, lebih tua maupunberbicaradengan yang lebih muda. Hanya

dalam penggunaan kata ganti orang pertama tungal, bila orang berbicara dengan yang lebih tua

usianya, maka biasanya akan mengatakan ‘saya’, tetapi bila dengan yang sebaya atau yang

lebih muda usia, maka yang dipakai adalah ‘gua’, kecuali apabila yang sudah akrab betul

dengan yang lebih tua pun akan mengatakan ‘gua’.

Di dalam kehidupan tentunya ada orang yang dihormati, yakni mereka yang memiliki

usia yang lebih tua, dan bagi orang Betawi tatakrama lebih menitikberatkan pada usia yang

dimiliki seseorang, sekalipun demikian sopan santun kekerabatan perlu mendapat perhatian

sesuai dengan hubungan yang berlaku.

Seorang anak apabila bericara dengan orang tua harus lebih lunak sekalipun yang

digunakan adalah sama bahasa Betawi, karena bahasa Betawi tidak ada bahasa yang halus

dankasar. Anak tidak boleh menyebut ‘lu’ kepada orang tua, khususnya kepada ibu bapaknya.

Akan tetapi sebaliknya, orang tua terhadap anak tidak ada aturan, kadang-kadang suami

terhadap istripun lebih banyak menggunakan kata yang dianggap kasar, namun bagi orang

Betawi sendiri dianggap biasa, jadi bukannya kasar atau tidak hormat, iniseagai tanda

keakraban antara satu dengan lainnya. Misalnya saja seoran anak berbicara dengan ayahnya:

“Bapa, ini hari saya kagak bakal…..”, kata bapa adalah sebutan bagi ayah, sedangkan oran tua

atau yang lebih tua kepada anak atau yang lebih muda akan mengatakan: “lu kagak pantes…..”

noh gua…….” Jadi dalam bahasa Betawi, sebagai pernyataan hormat akan ditandai dengan

pengucapan kata ganti orang. Bila seseorang bertemu di jalan,maka akan mengatakan

“assalamualaikum” terlebih dahulu diucapkan yang usianya lebih muda, demikian pula bila

anak bertemu orang tua di jalan akan menyapa “assalamualaikum” dan dibalas oleh orang

tuanya “waalaikum salam” yang lebih muda selalu yang lebihdulu menyapa diiringi dengan

sikap yang agak membungkukkan badan. Selanjutnya sapaan diucapkan tergatung dari

hubungan kekerabatan yang ada, seperti menyapa kepada ibu, nyak/mak, sebaliknya orang tua PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 34

Page 35: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

menyebut anak perempuan dengan istilah noan, dan ntong untuk aak laki-laki. Sapaan kepada

anak tersebut sebagai pernyataan syang orang tua. Saudara yang muda kepada yang lebih tua,

menyebut mpok (perempuan) dan abang (laki-laki). Apabila memerintah atau menyuruh:

“Nyak lu, tolong ambilkan rokok gua”. Hal ini bila yang diperintah adalah istrinya. Cara

melaran melakukan sesuatu: “lebih baik jangan lu kerjainitu, kagak ada artinya”, apabila yang

dilarang adalah istri, anak, atau yang lebih muda. Cara menolak perintah: “segen” bila yang

memerintah sederajad, akan tetapi bila yang lebih tua: “saya nggak mau”. Cara menyangkal

perkataan: “ngomong jangan sembarangan, masa gua yang dikatain ……..”

B. Berpakaian dan Berdandan

Pada setiap orang Betawi tidaklah ada pakaian khusus yang harus dikenakan pada

waktu tertentu, mereka bebas mengenakan pakaian apapun pada waktu santai, tidur dan

melakukan kegiatan rumah tangga, kecuali waktu menghadiri pesta atau pergi mengaji. Untuk

wanita yang sudah berkeluarga biasanya menggunakan kain dengan kebaya panjang dilengkapi

dengan kerudung, sedangkan untuk laki-laki memakai celana panjang atau sarung dengan

kemeja yang longgar memakai krah kemeja berdiri (semacam kemeja Cina), yang disebut baju

koko, dan peci.

Bagi laki-laki yang sudah haji, biasanya ada tanda yang merupakan cirri khasnya, yaitu

mengenakan ikat pinggang besar warna hijau yang disebut amben,sedangkan perempuan

mengenakan stagen yang berwarna hijau pula. Untuk berpergian tentunya tidak sma dengan

pakaian yang dikenakan sehari-hari di rumah, biasanya bila berpergian pakaian yang dikenakan

lebih bagus dari pada pakaian sehari-hari. Orang tua tidak diperkenankan dan meanggalkan

pakaian di hadapan anak-anak yang sudah dewasa, demikian pula sebaliknya yang berlaku bagi

anak-anak yang sudah dewasa. Mereka biasanya pergi ke kamar, sehingga tidak diketahui oleh

anak-anak. Dalam sopan santun membetulkan pakaian di hadapan orang banyak tidak

diperkenankan. Bila suami sedang berhadapan dengan tamu misalnya, maka istri akan

memanggil suami masuk untuk memberitahukan pakaian yang dikenakan tidak betul, kemudia

suami sendirilah yang membetulkannya.

Bila menyusukan anak, tidak dilakukan di hadapan rang banyak, kecuali masih anggota

keluarganya. Apabila sedang ada tamu atau bepergian, maka si ibu akan encari tempat yang

tertutupuntuk menyusukan anak. Hal ini sesuai dengan sopan santun yang berlaku, lagi pula

tidak pantas mengeluarkan anggota tubuh di hadapa orang banyak,sekalipun anak sangat

membutuhkannya. Apabila bepergian, biasanya ibu membawa dot yang diisi susu, agar suatu

saat diperlukan dapat diberikan pada bayi.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 35

Page 36: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Berdandan dengan rapi merupakan salah satu keharusan bagi wanita, selain bagi daya

tarik, juga kerapian seseorang secara tidak langsung dapat merupakan gambaran pribadinya,

dalam hal ini berdandan tidak perlu menyolok. Berdandan dengan rapi namun sederhana

dilengkapi perhiasan yang sederhana

pula memberi ciri bahwa dia senang akan kehidupan yang sederhana.

C. Bersalam

Pada orang Betawi, tatakrama bersalam merupakan hal yang menonjol dalam

kehidupannya, ini merupakan cirri khas dari orang Betawi. Ucapan assalamualaikum yang

diucapkan ketika bertemu di jalan, diiringi dengan saling bersalaman tangan. Pada masyarakat

Betawi ada empat macam salam yang membedakan satu dengan lainnya yaitu :

a. Salam sebagai penghormatan, yakni salam dengan mencium tangan orang yang

dihormati.

b. Salam medok (salam akrab), yakni salam dengan menjabat tangan erat-erat, kadang-

kadang diikuti berpelukan dan menepuk bahu yangdisalami.

c. Salam curiga, yakni tangan kanan saling berjabatan, sementara tangan kiri emegang

lengan tangan kanan orang yang dicurigai.

d. Salam diendus (mengendus), yaitu salam sambil mencium tangan tetapi tidak sampai

kena, jadi hanya diendus. Salam inipun sebagai penghormatan, akan tetapi yang

dihormati bukan anggota keluarga atau kerabat.

Cara bersalaman seperti itu hanya berlaku bagi mereka yang sama jenis kelamin, kecuali

apabilamereka yang bersalaman tersebut masih sebagai kerabat.

Salam yang pertama bertujuan untuk menghormati orang yang lebih tua, terutama

ditujukan bagi orang tua, anak-anak yang akan pergi, berangkat sekolah atau kerja selalu

menyalami demikian, begitu pula sepulang dari kerja atau sekolah. Salam yang kedua

bertujuan untuk memelihara atau meningkatkan kekakraban diantara kedua belah pihak.

Berpelukan dan menepuk bahu biasanya sebagai pernyataan selamat atas keberhasilannya,

kerinduan atau akan terjadi perpsahan. Salam yang ketiga bertujuan untuk melindungi diri, agar

yang dicurigai tidak melakukan tinakan semena-mea. Salam yang keempat bertujuan untuk

menghormati orang yang patut dihormati, misalnya guru ngaji, tokoh-tokoh masyarakat, orang

lain yang lebih tua usianya.

Bersalam ketika menerima tamu, tergantung dari siapakah tamu tersebut, maka dapat

dilakukan salah satu dari keempat cara salam yang diuraikan di atas. Akan tetapi bila tamu

tersebut baru dikenalnya, maka dilakukan dengan kedua belah tangan dengan sikap agak

membungkuk. Sebenarnya salam dengan kedua belah tangan ini bukanlah merupakan salam PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 36

Page 37: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

asli Betawi, namun orang-orang Betawi yang menyesuaikan dengan yang umum sering

dilakukan.

D. Duduk

Pada masyarakat Betawi, tidak ada susunan (tempat) duduk yang menjadi ukuran

tatakrama dalam keluarga batih, baik yang berlaku pada waktu santai, menerima tamu dan

membicarakan masalah keluarga yang penting, hanya pada waktu makan, walaupun tidak

mutlak harus dilakukan, tetapi masih ada keluarga yang masih memiliki kebiasaan mengatur

susunan duduk pada waktu makan.

Kesempatan duduk dapat dibedakan antara duduk di atas tikar dengan duduk di atas

kursi. Duduk di atas tikar pada masyarakat Betawi, mempunyai dua cara yang dianggap sopan,

yaitu duduk bersila untuk laki-laki, dan duduk timpuh untuk perempuan. Duduk bersila adalah

duduk dengan melipat kedua belah kaki, dengan sebelah kaki berada di bawah (dijepit) kaki

sebelahnya.

Cara duduk bersila iniberlaku untuk segala acara, misalnya pada waktu makan, pada

waktu santai, menerima tamu dan membicarakan masalah keluarga yang penting. Pada

kesempatan yang sama, maka wanita akan duduk bertimuh.

Kesempatan duduk di kursi, dianggap tidak sopan bila kaki diangkat, dan diinjakkan ke

kursi yang dipakai untuk duduk, sikap yang patut untuk dilaksanakan adalah kedua belah kaki

secara sejajar menginjak lantai, badan duduk tegak dan tangan berada di atas tangan kursi atau

di atas paha. Duduk di kursi, sementara yang sudah tua duduk di bawah/tikar, dinyatakan

sebagai orang yang tidak tahu sopan santun. Disamping itu ada beberapa cara duduk yang

dianggap tidak baik untuk dilakukan, karena tidak sesuai dengan sopan santun yang berlaku.

Cara duduk tersebut diantaranya :

a. Dekukul, yaitu kaki diangkat sebelah, dengan tangan saling tumpang di dengkul. Duduk

seperti ini seringkali dilakukan pada waktu santai sendiri, akan tetapi apabila

berhadapan dengan orang lain, terutama yang lebih tua, tamu, atau kerabat, dinyatakan

sebagai orang yang tidak tahu adat sopan santun, tidak menghargai orang yang ada di

sekelilingnya.

b. Berdeku, yaitu cara duduk dengan kedua belah kaki dilipat ke belakang, posisi kaki di

bawah pantat, kedua belah tangan diletakkan di atas paha. Cara duduk semacam ini,

biasanya dilakukan padakesempatan upacara.

c. Istiras, yaitu cara duduk dengan kedua belah kaki setengah dilipat, kedua belah tangan

saling berpegangan, yang seolah-olah tergantung di dengkul. Cara duduk semacam ini

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 37

Page 38: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

biasanya dilakukan pada waktu istirahat bersama keluarga, dan tidak pantas apabila

berhadapan dengan tamu atau kerabat yang patut dihormati.

d. Loa-loa, yaitu duduk dengan mengangkat sebelah kaki, sementara jari-jari tangan saling

menjepit yang diletakkan di dengul, cara duduk seperti ini sangatlah tidak sopan apabila

dilakukan di hadapan orang lain yang pantas dihormati. Para orang tua akan marah,

apabila melihat anak-anak duduk seperti ini, kebiasaan duduk seperti ini akan membuat

orang jadi pemalas, dengan demikian rezekipun akan sulit didapat. Hal ini disebabkan

apabilaorang sudah terbiasa duduk demikian, akan lama bergerak dari tempat duduk,

karena duduk seperti ini mempunyai kenikmatan tersendiri.

E. Makan Minum

Pada orang Betawi, kegiatan makan dan minum dapat dilakukan di meja makan dan

gelar tikar, yakni duduk bersama-sama di lantai dengan beralaskan tikar. Makan di meja

biasanya dilakukan bila bersama-sama tamu atau kerabat yang sangat dihormati, kalau makan

biasanya cukup duduk di atas tikar.

Istri/ibu atau anak perempuan yang sudah dewasa yang mempersiapkan makan, pada

keluarga yang mempunyai anak gadis, dianjurkan agar dialah yang mempersiapkan segala

sesuatu untuk makan, baik alat makannya, maupun santapannya. Anak gadis dari kecil sudah

dididik segala sesuatu yang berhubungan dengan dengan pekerjaan rumah tangga, dari mulai

mempersiapkan hingga membereskannya. Dengan demikian dialah yang akan menggantikan

peran ibunya dalam rumah tangga, selagi ibunya tidak di rumah atau sebelum ia menikah.

Alat-alat makan yang dipersiapkan terdiri dari; piring, tesi (sendok), kobokan (tempat

yang berisi air untuk cuci tangan) dan gelas, setiap alat tersebut tidak ditempatkan menurut cara

atau aturan tertentu. Biasanya piring-piring dibiarkan ditumpuk, demikian pula sendoknya,

kadang-kadang diletakkan di atas tumpukan piring, kadang pula disamping piring. Kobokan

hanya disediakan satu atau dua buah saja, sehingga bila orang yang makan banyak, cuci tangan

dilakukan secara bergantian. Ikan dan nasi biasanya disajikan di tengah orang-orang yang

makan, sedangkansayur disajikan dengan menggunakan cawan atau piring sayur, peletakan

sayur tersebut tidak bersama lauk pauk yang lain, melainkan sudah disajikan di depan tempat

duduk masing-masing orang yang akan makan.

Cara duduk, suami berhadapan dengan istri, anak-anak berada di sebelah kanan atau

kiri orang tuanya. Istri biasanya duduk dekat nasi diletakkan, hal ini untuk memudahkan si istri

menyendok nasi, karena istrilah yang biasa mengambilkan nasi untuk suami dan anak-anak

yang masih kecil, sedangkan lauk pauknya anak (anak-anak) mengambilnya masing-masing.

Kecuali sayur istri biasanya mengambilkan langsung dari kuali yang masih disimpan di dapur. PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 38

Page 39: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Setiap orang yang makan akan mendapatkan sepiring sayur, kecuali anak-anak tergantung dari

kemauannya. Apabila ada yang ingin tambah sayur, maka istri jugalah yang mengambilkan di

dapur, jadi khusus sayur tidak disajikan di tempat makan.

Di saat makan sehari-hari dalam keluarga, tidak ada kata mempersilahkan makan, kalau

anak atau istri sudah selesai menyajikan makan, dengan sendirinya suami dan anak-anak sudah

berkumpul di tempat makan tersebut. Ada kalanya sebelum makan siap disajikan, orang-orang

sudah berkumpul di tempat makan. Kecuali makan bersama tamu atau kerabat, maka biasanya

istrilah yang mempersilakan makan. Istri mengambilkan nasi yang diperuntukkan bagi tamu

atau kerabat yang lebih tua.

Cara duduk bila makan bersama tamu, tergantung dengan siapa tamu tersebut, laki-laki

atau perempuan. Apabila tamu tersebut laki-laki, maka duduk bersebelahan dengan suami,

sebaliknya bila tamu tersebut perempuan duduknya dekat istri. Akan tetapi bila tamu itu terdiri

dari beberapa orang laki-laki, maka suamilah yang menemani makan, demikian pula halnya

bila tamu tersebut terdiri dari beberapa orang perempuan, maka istrilah yang menemani makan,

hal inmi dilakukan untuk menghindari supaya tamu tersebut dapat makan dengan leluasa an

tidak canggung.

Ketika berlangsung acara makan, anak-anak dilarang sambil berbicara, hal ini untuk

menghindari eselak, yaitu masuknya makanan tanpa dikunyah yang menimbulkan batuk-batuk,

tetapi bila makan bersama tamu, justru merupakan hal yang mengasikkan apabila makan

sampil bercakap-cakap, hingga kadang-kadang tidak terasa lagi sudah berkali-kali nasi

ditambah.

Anak-anak tidak selamanya harus makan bersama orang tuanya, kadang-kadang anak

dianjurkan makan lebih dulu, sebelum orang tua menyajikan makan, anak-anak tidak boleh

mengganggu orang tua yang sedang makan. Makan merupakan salah satu kegiatan untuk

menikmati karunia Tuhan, oleh karena itudi saat makan, suasananya betul-betul tenang,

sehingga makanan dapat dinikmati sepuas mungkin. Orang tua akan marah bila ditengah

makan, ada anaknya yang rewel, yang mengganggu apalagi makan bersama tamu, sedapat

mungkin anak yang rewek tersebut dibawa keluar oleh ibunya. Namun tentunya marah tersebut

tidak dilakukan di saat makan, karena marah pada waktu makan akan membuat suasana tegang,

sehingga makananpun tidak dapat dinikmati. Mengeluarkan bunyi alat-alat makan, misalnya

karena piring terantuk dengan piring, atau bunyi sendok yang beradu dengan piring, tidaklah

merupakan larangan, asalkan tidak disengaja seperti dianggap mainan. Justru dengan adanya

bunyi tersebut meandakan orang di rumah itu sedang makan, sehingga apabila ingin bertamu,

orang menjadi tahu diri, tidak mengganggu keluarga yang sedang makan.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 39

Page 40: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Walaupun bukan merupakan larangan, namun bagi orang Betawi tidaklah pantas makan

sambil bersendawa. Setiap orang Betawi apabila akan menambah makanan (nasi) tidaklah

diperbolehkan menghabiskan nasi yang ada di piring makan, setidak-tidaknya masih ada tersisa

sesuap atau sesendok di piring makan, baru nasi ditambah. Kebiasaan ini disebut long-longan,

yang berarti tidak ada batasnya, tidakada kenyangnya. Kebiasaan itu berdasarkan anggapan

bahwa rezeki harus dicari tanpa henti-hentinya, setiap rezeki yang datang merupakan tambahan

rezeki sebelumnya. Dengan kata lain dalam hidup ini, rezeki yang didapat tidak ada habisnya,

bahkansebelum rezeki yang bakal datang, rezeki sebelumnya masih tersisa, tidak habis sama

sekali. Dengan keyakinan seperti itu, maka orang Betawi tidak mau menyalahi kebiasaan

mereka. Setiap orang yang menambah nasi, menggunakan tangan kiri, apabila makan pakai

tangan kanan, tetapi apabila makan dengan tesi (sendok), nasi harus diambil dengan tangan

kanan, dengan lebih dulu meletakkan sendok secara terbuka di atas piring makan.Cara

membukakan sendok di atas piring makan, menandakan masih akan tambah nasi. Dalam

kehidupan sehari-hari keluarga Betawi, jarang sekali menggunakan garpun sebagai alat makan,

menurut pandangan mereka makan dengan garpu merupakan pengaruh kebudayaan modern,

dan tidak pantas makan duduk di atas tikar menggunakan garpu. Makan dengan sendok dan

garpu hanya dilakukan pada pesta-pesta, sedangkan bagi orang Betawi, secara tradisional,

dalam pestapun jarang dilakukan perjamuan makan, hanya sekedar makanan ringan dan minum

teh, nasi dan lauk pauk sudah ditata dalam kotak (besek), yaitu tempat nasi yang dibuat dri

bamboo, khusus dipakai pada waktu selamatan atau pesta untuk dibawa pulang ke rumah

masing-masing.

Minuman biasanya disajikan oleh ibu/istri sebagai slah satu cara pelayanan seorang istri

terhadap suami, bahkan pada kesempatan itu pula istri ikut mendampingi suami sambil

membicarakan maslah keluarga. Pisin atau piring kecil sering dijadikan sebagai alat bantu

untuk menuangkan air dari gelas, apabila air yang akan diminum masih panas. Bila minum

menggunakan pisin, gelas dipegang di tangan kanan, pisin di tangan kiri, air (teh atau kopi)

dituang ke dalam pisin, lalu diminum dengan tangan kiri pula. Minuman yang dihirup dari

pisin biasanya menimbulkan bunyi, justru di sinilah nikmatnya minum dengan menggunakan

alat bantu pisin.

Dalam kesempatan minum ini ada kalanya disertai dengan makanan ringan, seperti

goring pisang, ubi atau singkong, terutama pada pagi hari, karena kebiasaan orang Betawi

makan pertama sekitar pukul 10.00 – 11.00, jadi makan dan minum pagi itu dianggap sebagai

sarapan pagi.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 40

Page 41: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Makan yang kedua kali sekitar pukul 12.00 – 13.00, bagi orang Betawi disebut makan

mindo, berarti makan yang kedua kalinya, makan malam dilakukan biasanya menjelang Magrib

atau sesudah shalat Magrib.

F. KESIMPULAN

Tatakrama adalah sesuatu yang harus dipelajari, baik oleh warga masyarakat

pemakainya, maupun oleh orang lain yang ingin memahami masyarakat yang bersangkutan.

Anaka warga masyarakat itu sejak sejak awal memperoleh pendidikan tatakarama, dimulai dari

lingkungan yang lebih kecil, yaitu keluarganya sampai ke lingkungan yang lebih luas, lebar dan

rumit. Anak itu dipersiapkan dalam rangka hubungan antar pribadi sebagai salah satu tahap

bagi si anak untuk diterima secara penuh sebagai warga masyarakatnya.

Tatakrama mencakup hampir seluruh segi kehidupan suatu masyarakat, antara lain

meliputi kehidupan dalam kelompok sekaum, sekelas, sejenis kelamin, seagama, sependirian,

dan seusia. Disamping itu tatakrama juga untuk mengatur perilaku masyarakat yang berkaitan

dengan pemuasan kebutuhan kebutuhan hidup, berhubungan dengan dunia gaib, dan lain-klain.

Tatakrama dibentuk dan diperkembangkan oleh masyarakat. Tatakrama terdiri dari

aturan-aturan yang kalau dipatuhi diharapkan akan terciptanya interaksi sosial yang tertibdan

efektif dalam masyarakat yang bersangkutan. Konsekwensinya tatakrama yang diturunkan dari

suatu generasi ke generasi akan disertai dengan suatu perubahan-perubahan, sejalan dengan

tuntutan keadaan lingkungan sosial di zamannya. Aturan-aturan bergaul yang efektif pada

periode waktu tertentu, belum tentu masih tetap efektif pada periode berikutnya.

Namun tatakrama yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi, akan dapat tetap

dapat kita kenali. Hal ini dimungkinkan karena tatakrama mengandung berbagai segi. Ada segi

yang dapat berubah dengan cepat, dan ada segi yang berubahnya dengan lambat. Disamping itu

tatakrama tidak hanya terbuka bagi tuntutan-tuntutan zaman, melainkan juga dikekang oleh

pengendalian sosial seperti rasa takut, rasa malu, dan kesetiakawanan sosial.

Tatakrama yang dianut oleh sekelompok masyarakat, tidak selalu dipatuhi oleh semua

warganya, namun pelanggaran tatakrama sedikitnya akan menibulkan rasa tidak enak pada diri

si pelanggar.

Tatakrama suatu kelompok masyarakat dapat menyempit atau melebar, suatu kelompok

suku bangsa dapat saja hanya menganuttatakrama suku bangsanya sendiri, tetapi disamping itu

dapat juga menganut tatakrama masyarakat yang lebih luas tempat suku bangsanya merupakan

bagian dari masyarakat itu, misalnya bangsa, masyarakat regional, dan masyarakat ras. Apabila

suatu kelompak masyarakat menganut dua corak tatakrama semacam itu, dapat terjadi

sedikitnya tiga kemungkinan. Pertama, kedua corak tatakrama itu dapat berjalan serasi, dan PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 41

Page 42: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

saling melengkapi. Kedua, terjadi benturan-benturan diantara kedua corak tatakrama itu.

Ketiga, terjadi saling menyesuaikan diri. Misalnya tatakrama adat menyesuaikan diri dengan

tatakrama nasional, dan sebaliknya, tatakrama asional menyesuaikan diri pada tatakrama adat.

Tatakrama Suku Bangsa Melayu Betawi adalah bagian dari tatakrama nasional

Indonesia. Apalagi keberadaannya di wilayah ibu kota negara, yang menjadi tempat

berdomisili berbagai suku bangsa di Indonesia, menyebabkan orang-orang yang berasal dari

berbagai suku bangsa tersebut, mengikuti, mengadaptasi, tatakrama Betawi, disamping orang

Betawi sendiri juga mengikuti tatakrama dari etnis tertentu yang datang ke daerahnya.

2. SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MELAYU RIAU

A. Sejarah Kebudayaan Melayu Riau

Sejarah Riau mencatat bahwa Penduduk yang pertama mendiami kawasan ini adalah

suku Weddoide. Suku pengembara ini seluruhnya hidup dari alam dan menganut kebudayaan

Mesolithicum (Kebudayaan Batu Tua). Sisa dari ras Weddoide ini masih terdapat di Riau

sekarang yaitu suku Sakai, suku kubu, orang utan dan orang akit yang disebut suku-sukun asli.

Sekitar tahun 2500-1500 SM, datang penghuni baru yang dikenal sebagai suku Proto –Melayu

(Melayu Tua). Mereka menganut kebudayaan batu Muda (Neolithicum) , dan sisa-sisa suku

bangsa ini di Riau yaitu orang talang mamak dan suku laut atau orang Laut

Sekitar tahun 300-150 SM, datang pula suku bangsa / Ras Deutro – Melayu (Melayu

Muda) yang berkebudayaan Megalithicum (zaman batu Besar) dan perunggu. Sisa-sisa

peninggalan kebidayaan suku ini antara lain berupa arca kecil dari perunggu, manik-manik dan

gelang perunggu yang ditemui di desa Kuwing, kecamatan Bangkinang, dilubuk Ambacang

(Indragiri Hulu) dan di daerah Rokan. Keturunan suku bangsa Deutro - Melayu inilah yang

kemudian berkembang di kawasan ini yang sekarang disebut Melayu Riau

Dalam perkembangan selanjutnya Riau yang terletak dijalur lalu lintas perdagangan

yang strategis di selat Malaka dimasuki pula oleh bangsa-bangsa lain, seperti Cina, India, Arab

dan Eropah dengan agamanya masing-masing seperti hindu, Budha dan islam, hal ini

menyebabkan terjadinya akultrasi adaptasi dan asimilasi.

Dari perjalanan sejarah tersebut diatas tidaklah dapat dielakan apabila kebudayaan

Melayu Riau kemudian mengalami perubahan dan perkembangan. Percampuran secara

histories dan cultural itu mewujudkan masyarakat Riau yang majemuk serta melahirkan sosok

dan warna budaya yang ragam. Meskipun peninggalan agama Hindu dalam bentuk fisik belum

ditemui, namun pada beberapa unsur kebudayaan Melayu Riau masih terasa pengaruhnya PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 42

Page 43: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

sampai sekarang, setidaknya dapat dilihat dan terasa di dalam upacara-upacara tertentu.

Peninggalan agama budha yang terlengkap adalah kompleks candi Muara Takus di Kecamatan

XIII Koto Kampar (kabupaten Kampar), Prasasti Pasir Panjang di Karimun (Kabaupaten

Kepulauan Riau). Selain itu masih terdapat pula situs di Padang Candi (Kabupaten Indragiri

Hulu), situs di Sintung, Siarang-arang dan sedinginan ( Di Kabupaten Bengkalis ) dan lain

sebagainya, Rusdi Idar ( 1990).

Setelah islam masuk dan berkembang, maka hampir semua unsur kebudayaan yang

mentradisi sebelumnya (animisme, dinamisme, hindu dan budha) diislamkan sehingga pada

gilirannya nafas dan ajaran agama islam terasa lebih dominant didalam kebudayaan Melayu.

Unsur-unsur budaya yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama islam dihilangkan

meskipn tak sepenuhnya berhasil.Sisa-sisa budaya lama itu masih terasa melekat sampai

sekarang. Di dalam adat istiadat misalnya, dominasi islam itu dibakukan dengan motto “ adat

bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”. Ungkapan ini menyampaikan, bahwa adat

istiadat yang berlaku didalam masyarakat Melayu Riau adalah adat yang serasi dan tidak

bertentangan dengan ajaran agama islam. , Rusdi Idar ( 1990).

Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul kerajaan-kerajaan Melayu seperti

kerajaan Bintan dan Tumasik, Kerajaan Indragiri,Kerajaan Siak, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan

gunung Sahilan, Kerajaan Rambah, Kerajaan Rokan IV Koto, Kerajaan Tambusai, Kerajaan

Riau Lingga dan lain-lain. Setelah islam berkembang, maka kerajaan-kerajaan ini (yang masih

hidup) turut pula berperan dalam pengembangan agama islam, termasuk kebudayaan yang

bernafaskan islam. Karenanya islam semakin kokoh dan kemudian menyatu dengan

masyarakat Melayu Riau (dari situlah lahir istilah yang masuk islam disebut masuk melayu,

sebagai cerminan bersebatinya orang melayu dengan agama islam). Kemajemukan masyarakat

Melayu Riau tercermin dari keragaman penduduknya. Asda yang berdarah Arab, Bugis,

Banjar, Minangkabau,Tapanuli (terutama Tapanuli Selatan) Jawa dan sebagainya, yang telah

berbaur selama ratusan tahun. Perpaduan ini dari sisi lain menyebabkan terpadu pula berbagai

unsur kebudayaan suku bangsa itu yang menjelma dan memperkaya kebudayaan melayu Riau.

Istilah Melayu yang kita kenal dewasa ini bermula digunakan untuk menyebut

sekelompok penduduk yang mempunyai ciri-ciri fisik atau rasial yang berbeda dengan

kelompok penduduk yang memiliki ciri-ciri rasial Mongoloid yang berasal dan Asia Selatan.

Berdasarkan penelitian paleo-antropologi serta arkeologi, dapat diperkirakan bahwa sejak

2500 SM terjadi gelombang perpindahan penduduk dan daratan Asia ke arah kepulauan

Nusantara.

Selain ciri-ciri rasial yang menandai kedatangan orang-orang dan daratan Asia, juga

dibawa serta kompleks kebudayaan tertentu, karena itu mereka memang berhak menyandang PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 43

Page 44: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

nama sebagai pendukung kompleks kebudayaan khusus. Namun karena luasnya persebaran dan

besarnya keanekaragaman kebudayaan yang mereka kembangkan, seorang sarjana Perancis

yang mempunyai perhatian besar pada asul-usul, perkembangan, dan persebaran kebudayaan di

Asia Selatan menamakan kelompok penduduk dan kebudayaan yang menyebar di kepulauan

Nusantara sebagai Indonesia untuk membedakan dengan penduduk dan kebudayaan di daratan

Asia Tenggara. Di antara sempalan penduduk yang kemudian menetap di sepanjang pantai

kepulauan Nusantara dan kemudian mengembangkan kebudayaan pantai yang bertumpu

pada kebudayaan perdagangan ialah mereka yang kemudian dikenal sebagai orang Melayu. 

Harun Daud (1998).

Di Indonesia orang Melayu dikenal sebagai salah satu sukubangsa yang cukup besar

peranan dan sumbangan dalam pengembangan kebudayaan nasional.  Ciri paling mendasar

bagi identitas kesukubangsaan Melayu pada masa sekarang adalah bahasanya yang mendasari

bahasa nasional Indonesia, memeluk agama Islam, dan kebudayaan yang cenderung terbuka

terhadap pembaharuan. Ciri yang lain nampaknya berangkat dan anggapan penduduk ash,

bahwa orang atau kelompok yang beralih memeluk agama Islam adalah menjadi orang Melayu

seperti yang terjadi di pulau Kalimantan dan Sumatera. 

Menjadikan bahasa sebagai pegangan untuk mengidentifikasikan suku-suku bangsa

Melayu tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Karena suku-suku bangsa yang bahasanya

termasuk rumpun bahasa Melayu belum tentu mengaku sebagai orang Melayu, sebaliknya

mereka lebih suka menggunakan identitas kesukubangsaannya sendiri, seperti orang

Minangkabau. Lampung, Banjar, dan sebagainya. 

Sementara itu ada kelompok-kelompok sukubangsa yang dengan tegas menyebut

dirinya sebagai orang Melayu, yang dibedakan dari sukubangsa Melayu lain berdasarkan batas

geografis dan kesejahteraan. Dengan demikian dikenal adanya sukubangsa Melayu Langkat

atau Melayu Deli, Melayu Jambi, Melayu Riau, Melayu Bangka, Melayu Pontianak, dan

seterusnya. 

http://www.riauposonline.com/site/index2.php?option=content&task=view&id=988

B. Kehidupan Sosial Masyarakat Melayu

Kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa dan karya manusia amatlah erat

kaitannya dengan masyarakat pendukungnya.Kebudayaan Melayu Riau tidak dapat pula

dilepaskan dari latar belakangh sejarah penduduknya serta berbagai perkembangan yang terjadi

dalam proses yang amat lama dan panjang.

Orang Melayu di Riau amat sedikit yang bertanam padi di sawah, karena keadaan

alamnya tidak memungkinkan untuk itu, namun ada juga yang berladang. Pada masa lalu PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 44

Page 45: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

mungkin mereka lebih mengandalkan mata pencaharian mengolah sagu, mengumpulkan hasil

hutan, menangkap ikan, berladang, dan berdagang. Dalam sistem perladangan tanaman yang

biasa dibudidayakan antara lain padi, ubi, sayuran, dan buah-buahan. Mereka juga menanam

jenis tanaman keras yang sangat tinggi harganya, yaitu karet. 

Berdasarkan prinsip keturunan atau kekerabatan orang Melayu Riau menarik garis

keturunan yang cenderung bilateral. Setiap keluarga inti mendiami sendiri, kecuali pasangan

baru yang biasanya menumpang di rumah orang tua pihak istri sampai mereka memiliki anak.

Oleh sebab itu pola menetap orang Melayu Riau dapat dikatakan neolokal. Keluarga inti yang

disebut kelamin umumnya mendirikan rumah di lingkungan tempat tinggal pihak istri. 

Dahulu orang Melayu Riau hidup mengelompok menurut asal keturunan yang disebut

suku yang sifatnya patrilineal. Akan tetapi mereka yang bermukim dekat wilayah kebudayaan

Minangkabau membentuk suku yang matrilineal, dan ada yang menyebutnya hinduk (induk

atau cikal bakal). Setiap suku dipimpin oleh seorang penghulu. Kalau suku itu bermukim di

sebuah kampung, maka penghulu akan langsung menjadi datuk penghulu kampung (kepala

kampung). Setiap penghulu dibantu oleh beberapa tokoh adat, seperti, batin, jernang, tua-tua,

dan monti. Sedangkan di bidang kcagamaan dipimpin oleh imam dan khotib. 

Bentuk kesenian orang Melayu Riau kebanyakan bernafaskan budaya Islam. Di sini

berkembang seni sastra keagamaan yang dinyanyikan dengan iringan musik rebana, berdah,

kerompang, atau kompang, dan sebagainya. Di dalam masyarakat pernah terkenal bentuk-

bentuk teater rakyat, seperti makyong, dul muluk, mendu, dan lain-lain. Musik Melayu

dianggap sebagai dasar dan perkembangan musik dangdut yang populer sekarang. Anonim.

C. KEARIFAN MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

Bagi orang melayu Riau, lingkungan hidup itu disebut hutan tanah, artinya bahwa

lingkungan itu bukan hanya tanahnya saja tetapi meliputi hutan dan seluruh sumber daya yang

harus dilestarikan. Hutan sangat berharga bagi masyarakat melayu karena kandungan sumber

daya alam di dalamnya. Pada masyarakat Melayu mengenal pembagian tanah yang terdiri dari

tiga bagian yakni tanah perladangan, rimba larangan, rimba simpanan (ulayat) dan rimba

kepungan sialang. Pembagian tersebut merupakan salah satu upaya menjaga kelestarian

alam(hutan). Konsep pelestarian alam bahkan telah dibakukan dalam tradisi lisan ungkapan.

Hutan sialang merupakan hutan yang terdiri dari pohon besar sebagai tempat bersarangnya

lebah, sedangkan rimba kepungan sialang adalah hutan yang menyelimuti kayu-kayu sialang

tersebut. Sumber daya hutan yang diambil dari hutan ini adalah madu lebah. Tidak semua

pohon di hutan dihinggapi oleh lebah karena itu dilarang menebas hutan atau memotong pohon

sialang yang tumbuh di hutan. Keberadaan hutan di jaga ketat oleh masyarakat. Tidak satupun PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 45

Page 46: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

anggota masyarakat ayang diperbolehkan mengambil atau menebang pohon dari hutan sialang .

Karena itu pengelolaan hutan tersebut diatur oleh hukum adat. Pelanggaran terhadap peraturan

adat akan mendapatkan sangsi atau istilahnya dimakan adat atau dimakan undang. Pada masa

kesultanan selain sangsi dari adat ada juga sangsi dari Kesultanan Riau yang diatur dalam

undang –undang. Sangsi adat dari tua-tua adat sampai pada saat ini masih berlaku di Riau

daratan. Kegiatan pemungutan hasil hutan sialang, terlebih dahulu harus meminta ijin kepada

penguasa setempat yaitu kepala adat(kepala desa). Menurut ketentuan adat, barang siapa yang

akan mengambil madu dan lilin dari hutan sialang, harus memberikan 1/3 kepada pemanjat dan

1/3 kepada penjaga di bawah pohon.

Sesungguhnya dalam aktivitas meramu hasil hutan , mereka mengenal jenis kayu

seperti : Kelompok Kayu Matoa, terdiri atas kayu pometia (matoa), bintangur (canhopium),

merdondong (canarium), Gufasa (vilex cofasus), dan kayu besi. Kelompok kayu ketapang

(terminalia), pulai (alstrania), kedondong Hutan (spondias). Kayu yang dimanfaatkan buahnya

seperti kemiri dan pala hutan. Kelompok kayu bakau yang terdiri dari Rhizopora dan Bruguira

(tumbuhan endemik.) Hasil hutan non kayu yang berharga antara lain getah damar, kulit masoi,

sarang burung walet, kayu gaharu dan rotan. Anonim ( 2003)

a. Kearifan Masyarakat Melayu Riau

Sewajarnya, semakin maju peradaban manusia, semakin ariflah mereka dalam

mengelola sumber daya alamnya. Bagaimanapun meningginya tingkat keperluan manusia atas

alam, seharusnya juga diselaraskan dengan tingkat pemahaman manusia itu sendiri terhadap

alamnya. Tidak dapat kita pungkiri bahwa keperluan kita atas minyak, kayu, ikan, rotan atau

apapun namanya yang bersumber dari alam adalah sesuatu yang alamiah. Tapi bukankah

dengan bertambahnya kemajuan zaman, tingkat pengetahuan manusia dalam memahami alam

semakin bertambah.

Secara alamiah, sumber daya alam merupakan sumber daya yang mempunyai daya

dukung terbatas. Sekalipun kekayaan-kekayaan alam tertentu, seperti hutan akan mampu

memulihkan kondisi kembali, akan tetapi bila kekayaan ini terus menerima tekanan yang

bertubi melalui eksploitasi, daya pulih alamiahnya jelas akan melemah, atau bahkan mati.

Kiranya, tuntutan agar pengelolaan lingkungan dilakukan secara arif, adalah sesuatu yang

wajib dan akan mampu untuk menstabilkan antara daya dukung alam dengan tekanan

eksploitasi yang dilakukan oleh manusia. Kiranya ketidakarifan inilah yang terjadi dalam

pengelolaan kekayaan alam di Riau akhir-akhir ini.

Di Riau, rasanya kita tidaklah kekurangan pakar dalam bidang pengelolaan lingkungan.

Baik para pakar yang ditelurkan dari universitas luar negeri, maupun pakar-pakar lingkungan PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 46

Page 47: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

yang dihasilkan dari universitas domestik yang juga tidak kalah pemahamannya terhadap

alamnya. Bilangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan

pun selalu ikut memperkaya untuk memberikan rambu-rambu pengelolan lingkungan.

Perangkat hukum ( baik software ataupun hardware ) yang diperuntukkan agar pengelolaan

alam dilakukan secara benar, pun sudah dipersiapkan dari awal. Namun mengapa alam Riau

tetap porak-poranda bagai ladang perburuan, untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak-

banyaknya sehingga terkadang ada yang seharusnya mendapat bagian, tapi mereka tidak

menikmatinya? Mungkin satu jawaban yang pasti kita tidak lagi menemui kata "arif" dalam

kamus yang sekarang kita pakai.

Kalaulah kita mau bercermin, kita seharusnya bisa belajar dari kearifan masyarakat

lokal dalam mengelola sumber daya alamnya. Masyarakat, tak terkecuali masyarakat Melayu

Riau yang umumnya tinggal di kawasan pesisir. Umumnya, kearifan lokal yang berlaku dalam

keseharian mereka merupakan pesan-pesan budaya yang diwujudkan dan diekspresikan melalui

upacara tradisional, seloka-seloka, tabu-tabu dan tradisi lainnya.

Sebagai ilustrasi bagaimana masyarakat Melayu menjaga lautnya bisa dilihat dari posisi rumah

yang mereka tempati beranak-pinak selalu menghadap ke laut. Dalam artian, bagi mereka laut

sebenarnya bukanlah bagian belakang rumah mereka yang seringkali diartikan sebagai bagian

atau tempat pembuangan sampah. Laut bagi masyarakat Melayu Riau adalah masa depan dan

tantangan yang membuat mereka harus selalu berpikir untuk menaklukkannya.

Di sisi lain, pemahaman tentang kearifan dalam mengelola sumber daya alam bagi

masyarakat Melayu dipengaruhi oleh unsur budaya. Umumnya masyarakat Melayu Riau

dipengaruhi unsur-unsur kebudayaan Hindu, Budha serta Islam yang sangat dominan hingga

sekarang. Arus migrasi dari berbagai pelosok negeri dan "tangan terbuka" budaya Melayu

merupakan alasan mengapa perpaduan kebudayaan itu terjadi. Namun tetap saja budaya lokal

yaitu budaya Melayu serta agama Islam menjadi ciri utama masyarakat Melayu Riau ,oleh

sebab pengaruh agama di atas, kearifan yang mereka genggam seringkali berawal dari

kepercayaan terhadap kekuatan gaib ataupun ruh halus. Masyarakat Melayu begitu akrab

dengan berbagai pantang larang apabila berhubungan dengan alam. Masyarakat Melayu masih

meyakini adanya kekuatan gaib di luar diri mereka. Para ruh atau makhluk halus biasanya

menetap pada tempat tertentu, seperti pohon-pohon besar, puncak bukit, muara sungai, laut dan

tempat-tempat lain yang disebut penunggu atau puake dengan nama hantu, peri, jin, dan lain-

lain. Dengan kata lain apabila diusik/diganggu keberadaannya, maka dia akan marah dan yang

dapat membahayakan manusia.

Masyarakat Melayu di Senayang Lingga, misalnya. Mereka dalam berhabituasi dengan

alam mempunyai pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar. Pantang membuang PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 47

Page 48: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

sampah di laut. Kalau membuang sampah di laut, alamat ribut akan turun. Ini bermaksud agar

laut tidak tercemar oleh sampah. Apabila berjumpa ular di laut, tidak boleh memberikan

komentar. Bila membunuh, alamat hari ribut. Ini bermaksud agar manusia jangan membunuh

ular laut, karena jenis ini termasuk binatang langka. Pantang menyumbat lubang ketam, alamat

susah buang air. Ini dimaksudkan agar ketam yang ada di dalam lubang tersebut jangan sampai

mati lemas.

b. Suku Akit

Sukubangsa Akit berdiam di pulau Rupat, sebuah pulau di wilayah propinsi Riau. Pada

masa lampau kegiatan hidup mereka lebih banyak dilakukan di perairan laut dan muara-muara

sungai. Mereka mendirikan rumah di atas rakit-rakit yang mudah di pindahkan dan satu tepian

ke tepian lain. Daerah mereka termasuk ke dalam kepenghuluan Hutan Panjang, kecamatan

Rupat, kabupaten Bengkalis. Jumlah populasinya sekitar 3.500 jiwa.

Menurut cerita orang tua-tua mereka, nenek moyang orang Akit berasal dan salah satu

anak suku Kit yang menghuni daratan Asia Belakang. Karena suatu alasan mereka

mengembara ke selatan, melewati Semenanjung Malaka. Keadaan telah memaksa mereka

mengenal gelombang dan asinnya air laut, tetapi juga kebebasan bergerak di atas rakit dan

sampan. Dengan demikian mereka telah mulai mengembangkan kehidupan adaptif di perairan

kepulauan Riau.

Orang Akit menggantungkan kehidupannya kepada kegiatan berburu, menangkap ikan

dan mengolah sagu. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil dengan menggunakan

sumpit bertombak, panah, dan kadangkala pakai perangkap. Teman setia mereka untuk

perburuan macam itu adalah anjing.

Orang Akit memiliki adat kebiasaan bersunat yang sebenarnya sudah jauh sebelum

agama Islam masuk. Prinsip garis keturunan mereka cenderung patrilineal. Selesai upacara

perkawinan seorang isteri segera dibawa oleh suaminya ke rumah mereka yang baru, atau

menumpang sementara di rumah orang tua suami. Pemimpin otoriter boleh dikatakan tidak

kenal dalam masyarakat sederhana mi, tetapi karena pengaruh kesultanan Siak masa dulu

sukubangsa Akit mengenal juga pemimpin kelompok yang disebut batin. Orang Akit dikenal

pemberani dan berbahaya sekali dengan senjata sumpit beracunnya. Sehingga mereka diajak

bekerja sama memerangi Belanda yang pada zaman itu sering menangkapi orang Akit untuk

dijadikan budak. Mereka menyebut orang Melayu sebagai orang selam, maksudnya Islam.

Sistem kepercayaan aslinya berorientasi kepada pemujaan roh nenek moyang. Pada masa

sekarang sebagian orang Akit sudah memeluk agama Budha, terutama lewat perkawinan

perempuan mereka dengan laki-laki keturunan Tionghoa.PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 48

Page 49: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

c. Suku Sakai

Mestinya kita juga harus belajar dari suku Sakai bagaimana mereka memperlakukan

alamnya. Komunitas masyarakat adat ini mendiami daerah hutan dan sepanjang aliran sungai.

Tepatnya di daerah Duri. Bagi masyarakat sakai, hutan dan sungai adalah rentak nadi yang

menyatu dalam kehidupan yang mereka hadapi. Oleh sebab rasa kebersatuannya dengan alam,

Sakai kaya dengan kearifan-kearifan dalam berhubungan dengan lingkungannya.Hal ini bisa

dilihat dari cara mereka mengelola hutan. Bagi masyarakat Sakai, hutan adalah sebuah detak

nadi kehidupan yang mengandung unsur magis dan penuh arti bagi kehidupan mereka.

Kebersatuan dengan alam adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Budaya inilah yang

sangat melekat erat dan sangat sulit untuk dipisahkan dari setiap unsur kehidupan mereka. Oleh

karena berartinya hutan bagi mereka, orang Sakai juga telah mengelola hutan sedemikian rupa,

agar rantai kehidupan yang mereka jalani tetap berlanjut. Oleh sebab itu masyarakat Sakai telah

membagi hutan tanah menjadi tiga bagian; tanah peladangan (tanah pekarangan dan rumah),

rimba kepungan sialang dan rimba simpanan. Ketiga bagian kawasan ini pemakaiannya

diawasi oleh Batin (Kepala Suku). Setiap suku mempunyai tanah ulayatnya masing-masing

berupa tanah peladangan dan rimba kepungan sialang. Sedangkan rimba simpanan dipunyai

secara bersama. Maka tiap warga memakai tanah peladangan secara hak pakai. Bila warga atau

keluarga tidak memakainya lagi, maka Batin dapat menyerahkannya kepada warga lain yang

memerlukannya.Sementara rimba kepungan Sialang merupakan gugus-gugus hutan yang

membatasi beberapa tanah peladangan. Rimba ini, di samping sebagai tempat lebah bersarang,

juga menjadi semacam penyekat antar tiap ladang sekaligus berfungsi sebagai penahan erosi

dan untuk penghutanan kembali ladang itu setelah ditinggalkan buat sementara. Sebab mereka

berladang dengan sistem tebang bakar sehingga akhirnya kembali lagi kepada ladang

pertama.Bukankah Sakai atau masyarakat lokal lainnya memerlukan alam dalam memenuhi

keperluannya. Tapi mengapa mereka lebih arif daripada masyarakat modern yang seringkali

mengaku mempunyai peradaban maju

3. KESIMPULAN

Di Indonesia orang Melayu dikenal sebagai salah satu sukubangsa yang cukup besar

peranan dan sumbangan dalam pengembangan kebudayaan nasional.  Ciri paling mendasar

bagi identitas kesukubangsaan Melayu pada masa sekarang adalah:

1. Bahasanya yang mendasari bahasa nasional Indonesia,

2. Memeluk agama Islam, dan

3. Kebudayaan yang cenderung terbuka terhadap pembaharuan.PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 49

Page 50: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Setelah islam masuk dan berkembang, maka hampir semua unsur kebudayaan yang

mentradisi sebelumnya ( animisme, dinamisme, hindu dan budha ) diislamkan sehingga pada

gilirannya nafas dan ajaran agama islam terasa lebih dominant didalam kebudayaan Melayu.

Unsur-unsur budaya yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama islam dihilangkan

meskipn tak sepenuhnya berhasil. Sisa-sisa budaya lama itu masih terasa melekat sampai

sekarang. Di dalam adat istiadat misalnya, dominasi islam itu dibakukan dengan motto “ adat

bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”. Ungkapan ini menyampaikan, bahwa adat

istiadat yang berlaku didalam masyarakat Melayu Riau adalah adat yang serasi dan tidak

bertentangan dengan ajaran agama islam.

Bagi orang melayu Riau, lingkungan hidup itu disebut hutan tanah, artinya bahwa

lingkungan itu bukan hanya tanahnya saja tetapi meliputi hutan dan seluruh sumber daya yang

harus dilestarikan. Hutan sangat berharga bagi masyarakat melayu karena kandungan sumber

daya alam di dalamnya. Pada masyarakat Melayu mengenal pembagian tanah yang terdiri dari

tiga bagian yakni tanah perladangan, rimba larangan, rimba simpanan (ulayat) dan rimba

kepungan sialang. Pembagian tersebut merupakan salah satu upaya menjaga kelestarian

alam(hutan).

Kalaulah kita mau bercermin, kita seharusnya bisa belajar dari kearifan masyarakat

lokal dalam mengelola sumber daya alamnya. Masyarakat, tak terkecuali masyarakat Melayu

Riau yang umumnya tinggal di kawasan pesisir. Umumnya, kearifan lokal yang berlaku dalam

keseharian mereka merupakan pesan-pesan budaya yang diwujudkan dan diekspresikan melalui

upacara tradisional, seloka-seloka, tabu-tabu dan tradisi lainnya.

Sebagai ilustrasi bagaimana masyarakat Melayu menjaga lautnya bisa dilihat dari posisi

rumah yang mereka tempati beranak-pinak selalu menghadap ke laut. Dalam artian, bagi

mereka laut sebenarnya bukanlah bagian belakang rumah mereka yang seringkali diartikan

sebagai bagian atau tempat pembuangan sampah. Laut bagi masyarakat Melayu Riau adalah

masa depan dan tantangan yang membuat mereka harus selalu berpikir untuk menaklukkannya.

Mestinya kita juga harus belajar dari suku Sakai bagaimana mereka memperlakukan

alamnya. Bagi masyarakat sakai, hutan dan sungai adalah rentak nadi yang menyatu dalam

kehidupan yang mereka hadapi. Oleh sebab rasa kebersatuannya dengan alam, Sakai kaya

dengan kearifan-kearifan dalam berhubungan hutan. Bukankah Sakai atau masyarakat lokal

lainnya memerlukan alam dalam memenuhi keperluannya. Tapi mengapa mereka lebih arif

daripada masyarakat modern yang seringkali mengaku mempunyai peradaban maju.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 50

Page 51: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

DAFTAR PUSTAKA

Allport, Gordon W., The Nature of Prejudice, Boston, Beacon Press, 1951.

Allport, Gordon W., "The Problem of Prejudice", Racial and Ethnic Relations - Selected

Readings, Bernard E.Segal (ed.), New York, Thomas Y.Crowell Company, 1954,

Hlm.5-53.

Arimbi HP (1997 ).Penghancuran Secara Sistematis Sistem-sistem Adat oleh Kelompok

dominant. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Friends of the Earth

(FoE) Indonesia

Anonim ( 2003) Matrik Sosial Budaya Masyarakat kampong Hutan terhadap Lingkungan

hidup Indonesia Media

Anonim (2001) .Visi Riau 2020, Pusat Kebudayaan Melayu . Dinas Pariwita Propinsi Riau.

Blalock, Hurbert M., Toward a Theory of Minority Group Relations, John Willey and Sons

Inc., New York, 1967.

Bierstedt, Robert; The Social Order, (3rd ed.) Mc Graw-Hill, New York 1968;

Broom, Leonard, and Phillip Selznick; Sociology : A text with Adapted Readings. (4th ed.)

Harper & Row. New York 1968;

Cohen, Abner (ed.), Urban Ethnicity, Tavistock Publications, London-New York, 1974.

Geertz, Clifford, "The Inrtegrative Revolution: Primordial Sentiment and Civil Politics in the

New States", Old Societies and New States, C.Geertz (ed.), New York, The Free

Press, 1965, Hlm.105-107.

Gordon, Milton M., Assimilation in American Life, Oxford University Press, New York, 1964.

Green, Arnold W.; Sosiology : An Analysis of Life in Modern Society. (5th ed). Mc Graw-

Hill. New York. 1968;

Harun Daud(1998).Sejarah Melayu: Satu Kajian Daripada Aspek Pensejarahan Budaya,

Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur.

Herkovits, Melville J., Acculturation: The Study of Culture Contact, New York, Peter Smith,

1958.

Koentjaraningrat (ed.), Masalah-Masalah Pembangunan: Bunga Rampai Antropologi Terapan,

LP3ES, Jakarta, 1982.

Linton, Ralp (ed.), The Science of Man in the World Crisis, New York, Columbia University

Press, 1945.

Martin, James G and Clyde W.Franklin, Minority Group Relations, Charles E. Merrill

Publishing Company, Ohio, 1973.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 51

Page 52: · Web viewContoh, di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok suku Indian yang berasal dari Great Plain. Sebagai akibat kekalahan mereka melawan tentara Amerika, mereka ditampung

Merrill, Francis E. : Society and Culture : An Introduction to Sociology. (4th ed.) PrenticeHaal.

Englewood Cliffs, New York. 1969;

Rusdi Idar ( 1990). Mengibarkan panji-panji budi, daya dan karsa.Dinas Pariwita Propinsi

Riau

Schermerhorn,R.A., Comparative Ethnic Relations: A Framework of Theory and Research,

Random House, New York, 1970.

Shibutani T., Kian M.Kwan, Ethnic Stratification: A Comparative Approach, The MacMillan

Company, London, 1969.

Toit, Brian M.du (ed.), Ethnicity in Modern Africa, Westview Press, Colorado, 1978.

Wirth, Louis, "The Problem of Minority Groups", The Science of Man in the World Crisis,

R.Linton (ed.), New York, Columbia University Press, 1945, Hlm.347-372.

http://www.riauposonline.com/site/index2.php?option=content&task=view&id=988

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 52