vi. analisadata · (3), kepala safety (1), chief qs dan purchasing department (1), bagian umum (2),...

18
VI. ANALISADATA 1. UMUM Dari 20 proyek konstruksi yang disurvey, jabatan responden yang berhasil ditemui meliputi: Site Office Engineer (1), Kasie Teknik dan Administrasi Kontrak (1), Manajer Proyek (4), Project Engineer (2), Operasional proyek (1), Site Manager (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana (1), dengan pengalaman kerja 5-14 tahun. Sedangkan jenis proyek yang sering ditangani oleh kontraktor tempat responden bekerja adalah proyek bangunan gedung bertingkat. Dengan pertimbangan-pertimbangan ini dan pertimbangan terhadap tanggapan responden mengenai masalah keselamatan kerja selama wawancara dilakukan, maka hasil kuestioner yang diperoleh telah sesuai dengan lokasi penelitian dan sumber data yang direncanakan.

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

VI. ANALISADATA

1. UMUM

Dari 20 proyek konstruksi yang disurvey, jabatan responden yang berhasil

ditemui meliputi: Site Office Engineer (1), Kasie Teknik dan Administrasi Kontrak

(1), Manajer Proyek (4), Project Engineer (2), Operasional proyek (1), Site Manager

(3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2),

Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

(1), dengan pengalaman kerja 5-14 tahun. Sedangkan jenis proyek yang sering

ditangani oleh kontraktor tempat responden bekerja adalah proyek bangunan gedung

bertingkat. Dengan pertimbangan-pertimbangan ini dan pertimbangan terhadap

tanggapan responden mengenai masalah keselamatan kerja selama wawancara

dilakukan, maka hasil kuestioner yang diperoleh telah sesuai dengan lokasi penelitian

dan sumber data yang direncanakan.

Page 2: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

59

2. KECELAKAAN KERJA

2.1. Jenis Kecelakaan Kerja

Jenis kecelakaan yang sering terjadi di lokasi proyek menurut

responden adalah terkena benda tajam (55%), kejatuhan benda (50%),

tergelincir (35%), jatuh dari suatu ketinggian (25%), terkena aliran listrik

(15%), terjepit mesin atau peralatan kerja (10%), benda asing masuk ke

dalam mata (5%), dan terbakar (5%) (Gambar 6.1).

Dari jawaban tersebut, dapat diketahui bahwa jenis kecelakaan yang

paling sering terjadi adalah terkena benda tajam, misalnya terkena paku

{struck against accident) dan kejatuhan benda, misalnya kejatuhan bata

{struck by accident). Data kecelakaan kerja pada proyek konstruksi yang

diperoleh dari literatur dan Depnaker (tabel 2.1-2.4) juga menunjukkan hasil

yang sama.

2.2. Penvebab Kecelakaan Kerja

Kecerobohan pekerja merupakan penyebab terbesar terjadinya

kecelakaan (95%). Sedangkan sisanya yaitu karena lingkungan dan kondisi

lapangan kerja sebanyak 20%, dan karena peralatan yang tidak memadai

sebanyak 5% (Gambar 6.2.). Jawaban yang ada ini mendekati hasil yang

diperoleh dari data statistik di Amerika dan penelitian yang dilakukan oleh

Sentanoe Kertonegoro, MSc, bahwa 85% kecelakaan adalah karena

kecerobohan manusia (Ratih dan Saptiwi, 1996, Clough and Sears, 1994).

Page 3: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

60

Selain itu, data statistik di Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran

pekerja akan pentingnya keselamatan kerja bagi dirinya sendiri maupun bagi

orang lain.

2.3. Sumber Bahava di Lokasi Kerja

Sumber bahaya yang sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja

adalah perkakas kerja tangan (55%), scaffolding (25%), lubang pada

permukaan lantai dan platform (25%), crane, hoist, lift (15%); ereksi

baja (10%); tangga (10%), segala sesuatu yang oerhubungan dengan

pekerjaan beton (25%), pekerjaan pengelasan dan pemotongan baja (15%),

pekerjaan elektrikal (10%); dan Iain-lain, meliputi benda atau material yang

belum terpasang (5%), segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan di

suatu ketinggian (5%), dan pembongkaran bekisting (5%) (Gambar 6.3).

Berdasarkan laporan kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi di

Indonesia antara tahun 1989-1991 yang dicatat oleh PT.ASTEK Jakarta,

didapat suatu kesimpulan bahwa perkakas kerja tangan merupakan sumber

bahaya yang paling sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan di Indonesia

(Suraji, Akhmad, 1995).

Kecelakaan yang terjadi karena perkakas kerja tangan seringkali

disebabkan oleh metode kerja yang salah, pekerja tidak berkonsentrasi pada

pekerjaan yang sedang dilakukannya, ataupun karena pekerja melakukan

pekerjaan yang bukan tugasnya. Sedangkan penyebab terjadinya kecelakaan

karena sumber bahaya lainnya lebih banyak disebabkan oleh metode kerja

yang salah dan kurangnya fasilitas penerangan yang tersedia.

Page 4: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

61

2.4. Pengaruh Kecelakaan Kerja

Dari 20 responden yang ada, 45% responden menjawab bahwa

kecelakaan kerja yang terjadi tidak berpengaruh terhadap proyek yang

sedang dilaksanakan. baik terhadap biaya, waktu, kualitas, produktivitas, dan

nama baik perusahaan (Gambar 6.4). Alasan responden-responden tersebut

adalah:

1. Kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah kecelakaan kerja yang tidak

berakibat fatal, dan hanya mengakibatkan terjadinya cedera-cedera

ringan, seperti tangan tergores, tertusuk paku, dan sebagainya, sehingga

tidak diperlukan biaya yang besar untuk pengobatan.

2. Semua pekerja telah diikutsertakan dalam asuransi sehingga apabila

terjadi kecelakaan yang fatal, pihak asuransi akan memberikan ganti rugi

yang sesuai.

Dari alasan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa responden-

responden tersebut masih belum menyadari akan adanya uninsured cost yang

timbul sebagai akibat terjadinya kecelakaan kerja, bagaimanapun ringannya

cedera yang terjadi. Uninsured cost tersebut dapat berupa pengeluaran biaya

tambahan untuk pengobatan, santunan, perbaikan peralatan (jika ada yang

rusak), serta hilangnya waktu kerja (lihat tabel 2.6).

Sedangkan 55% responden yang menjawab bahwa kecelakaan

berpengaruh terhadap proyek konstruksi menyebutkan bahwa kecelakaan

menimbulkan kerugian berupa: penurunan produktivitas (30%), peningkatan

biaya proyek (20%), keterlambatan penyelesaian proyek (15%), penurunan

Page 5: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

62

nama baik perusahaan (15%). penurunan kualitas hasil pekerjaan (5%), dan

Iain-lain (5%). yaitu waktu yang terbuang untuk mengantarkan korban

kecelakaan ke rumah sakit, membuat laporan ke pihak-pihak terkait, dsb,

dimana hal ini akan berakibat tertundanya pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan

yang telah direncanakan walaupun tidak sampai menyebabkan keterlambatan

penyelesaian proyek..

3. PROGRAM KESELAMATAN KERJA

3.1. Aiasan Melaksanakan Program Keselamatan Kerja/K3

Semua responden yang ada menjawab bahwa mereka telah

melaksanakan program keselamatan kerja'KJ dengan aiasan: merupakan

peraturan pemerintah (80%), meningkatkan citra perusahaan (65%),

menyelesaikan proyek dengan mutu yang baik (55%), tercantum dalam

clausul kontrak (25%), menyelesaikan proyek sesuai jadwal (20%),

menyelesaikan proyek sesuai anggaran (10%), dan Iain-lain (25%), yaitu

tujuan zero accident, merupakan company policy, merupakan suatu

keharusan, untuk keselamatan pekerja, dan K3 merupakan bagian terpenting

dalam pelaksanaan (Gambar 6.5).

Alasan-alasan yang ada tersebut menunjukkan bahwa selain karena

merupakan suatu keharusan pemerintah untuk melaksanakan program

keselamatan kerja/K3, pihak pemilik (owner) juga memegang peranan untuk

memotivasi para kontraktor untuk melaksanakan program keselamatan kerja

Page 6: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

63

yaitu dengan meminta dimasukkannya clausul keseiamatan kerja dalam

kontrak. Berdasarkan pada informasi yang diperoleh diketahui bahwa pihak

pemilik juga telah mulai memperhatikan prestasi keseiamatan kerja

kontraktor dalam melakukan seleksi Selain itu, responden juga mengakui

bahwa mutu hasil pekerjaan sangat dipengaruhi oleh keadaan keseiamatan

kerja di lokasi konstpjksi.

3.2. Koordinasi Keseiamatan Kerja di Lokasi Konstruksi

Koordinasi terhadap keadaan keseiamatan kerja di lokasi konstruksi

merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah pekerja telah melakukan

tugas dan tanggung jawab mereka untuk melakukan pekerjaan secara benar

dan aman. Jawaban yang ada menunjukkan bahwa koordinasi terhadap

keadaan lokasi kerja paling sering dilakukan oleh pimpinan proyek (75%).

Selain itu, pihak-pihak terlibat lainnya yang juga melaksanakan koordinasi

adalah Manajemen Konstruksi (35%), pengawas proyek (40%), komite

keseiamatan kerja (20%), konsultan keseiamatan kerja (5%), dan Iain-lain

(5%), yaitu direksi lapangan (Gambar 6.6).

Tidak semua proyek yang disurvey menggunakan jasa Manajemen

Konstruksi. Diantara 13 proyek yang menggunakan jasa Manajemen

Konstruksi, hanya 7 MK yang turut berperan dalam melakukan koordinasi

keadaan keseiamatan kerja di lokasi konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa

MK yang ada masih kurang mengerti mengenai peranan mereka dalam

pelaksanaan program keseiamatan kerja.

Page 7: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

64

3.3. Peralatan Keselamatan Kerja

Penyediaan peralatan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian

dari program keselamatan kerja (Bab III.2.1). Peralatan keselamatan kerja

yang ada dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu perlengkapan perlindungan diri

dan peralatan pengaman. Perlengkapan perlindungan diri yang disediakan

antara lain; sabuk pengaman (100%), helm (90%), sarung tangan (90%),

sepatu (90%>), pelindung mata dan wajah (65%), pelindung pernapasan

(20%), pakaian kerja (20%), dan penutup telinga (5%). Sedangkan alat

pengaman yang digunakan adalah: alat pemadam kebakaran (85%), jaring

pengaman (65%), dan tanda-tanda peringatan (65%) (Gambar 6.7).

Dari peralatan kerja yang telah disebutkan, terlihat bahwa hanya sedikit

kontraktor yang menyedia alat penutup telinga, pelindung pernapasan, dan

pakaian kerja, dengan alasan bahwa perlengkapan tersebut tidak terlalu

diperlukan sesuai dengan jenis konstruksi yang ditangani.

3.4. Sarana/Fasilitas Keselamatan Kerja

Selain menyediakan peralatan keselamatan kerja, masih terdapat

sarana/fasilitas lain yang disediakan oleh kontraktor. yaitu asuransi tenaga

kerja (100%), peralatan P3K (100%), tulisan dan poster keselamatan kerja

(80%), dan kerja sama dengan poliklinik atau rumah sakit (35%)

(Gambar 6.8).

Mengikutsertakan pekerja dalam asuransi tenaga kerja dan

menyediakan peralatan P3K pada lokasi kerja dan bekerja sama dengan

Page 8: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

(.5

poliklinik atau rumah sakit terdekat merupakan kewajiban pengusaha (lihat

bab III 2 2) Sedangkan tulisan dan poster keselamatan kerja merupakan

salah satu sarana yang dapat digunakan oleh kontraktor untuk memovitasi

pekerja agar selalu memperhatikan masalah keselamatan dalam melakukan

pekerjaan, misalnya: "KECEROBOHAN AWAL DARI KECELAKAAN",

"UTAMAKAN KESELAMATAN", dan "KECEROBOHAN ADALAH

PENYEBAB UTAMA TERJADINYA KECELAKAAN".

3.5. Kegiatan Keselamatan Kerja

Bagian terpenting dalam program keselamatan kerja adalah adanya

kegiatan yang terprogram yang harus dilaksanakan oleh manajemen

keselamatan kerja (bab III 2 2-III.2.7). Kegiatan keselamatan kerja yang

telah dilakukan oleh kontraktor antara lain: pengawasan terhadap metode

kerja dan kondisi lapangan (95%), pengarahan tentang keselamatan kerja

kepada pekerja (85%), penyehdikan penyebab kecelakaan (70%), pertemuan

berkala untuk membahas masalah keselamatan kerja (65%), pencatatan

keselamatan kerja (60%), dan program latihan (30%) (Gambar 6.9).

Dari hasil wawancara mengenai kegiatan yang telah dilakukan oleh

kontraktor, diketahui bahwa kegiatan penyehdikan dan pencatatan

kecelakaan dilakukan oleh kontraktor untuk membuat laporan kecelakaan

kerja ke kantor Depnaker dan ASTEK, untuk selanjutnya digunakan untuk

memperoleh ganti rugi atas santunan yang diberikan kepada pekerja. Hal ini

menunjukkan kurangnya kesadaran kontraktor untuk menggunakan hasil

Page 9: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

66

pencatatan kecelakaan tersebut sebagai alat kontrol (evaluasi) terhadap

efektifitas program keselamatan keria yang ada Hal lain yang diketahui dari

hasil wawancara adalah bahwa program latihan yang ada hanya ditujukan

untuk pegawai kontraktor. sedangkan untuk pekerja hanya dilakukan

pengarahan keselamatan kerja (safety briefing). Hal ini dikarenakan pekerja

yang digunakan adalah pekerja borongan, yang hanya bekerja pada

kontraktor yang bersangkutan selama proyek dilaksanakan. Dari literatur,

diketahui bahwa banyak kontraktor lain di Indonesia yang melakukan hal

yang sama (Yustono, Urip, cs., 1994).

3.6. Persentase Biava Keselamatan Keria Terhadap Biava Total Proyek

Berdasarkan pada jawaban yang diberikan, diperoleh keterangan

bahwa besamya biaya keselamatan kerja terhadap biaya total proyek

adalah: < 0,10% (20%); 0,10%-0,20% (25%); 0,20%-0..3O% (10%); 0,30%-

0,40% (5%), > 0,50% (10%), dan Iain-lain (30%) karena responden tersebut

belum dapat memperkirakan besamya biaya keselamatan kerja yang

dikeluarkan (Gambar 6.10). Di antara biaya-biaya yang telah dikeluarkan ini,

sebagian besar merupakan biaya untuk asuransi tenaga kerja dan hanya

beberapa kontraktor yang telah memasukkan biaya untuk menyediakan

peralatan keselamatan kerja.

Page 10: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

67

4. HAMBATAN PELAKSANAAN PROGRAM KESELAMATAN KERJA

Hambatan yang sering dihadapi oleh kontraktor dalam upaya untuk

menjalankan program keselamatan kerja adalah:

1. Kurangnya kesadaran pekerja akan keselamatan kerja.

2. Kurangnya kedisiplinan pekerja.

3. Kurangnya tingkat pendidikan dan pengetahuan pekerja.

4. Pergantian tenaga kerja.

5. Bahasa komunikasi antara atasan dan pekerja.

6. Kurang membudayanya tentang keselamatan kerja pada para pekerja.

5. KEADAAN KESELAMATAN KERJA BERDASARKAN OBSERVASI

Berdasarkan pada hasil kuestioner dan observasi, dapat diambil beberapa

kesimpulan mengenai keadaan keselamatan kerja pada proyek konstruksi yang ada di

Surabaya, yaitu:

1. Dari observasi terhadap kedisiplinan pekerja dalam menggunakan perlengkapan

perlindungan diri dan keadaan lokasi kerja, diperoleh hasil bahwa:

• 11 kontraktor telah menyediakan lokasi kerja yang baik pada proyek

konstruksi yang dilaksanakannya.

• 7 kontraktor berhasil mendisiplinkan pekerjanya untuk menggunakan

perlengkapan perlindungan diri dengan baik.

Page 11: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

68

Jadi hanya terdapat 7 kontraktor yang benar-benar telah berhasil menyediakan

kondisi kerja yang aman bagi pekerja-pekerjanya, sedangkan 4 kontraktor lainnya

masih mengalami kesulitan dalam mendisiplinkan pekerjanya. Dari hasil

wawancara, diketahui bahwa masalah yang dihadapi oleh para kontraktor untuk

mendisiplinkan pekerja adalah kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya

keselamatan kerja. Hal ini dapat diketahui dari alasan pekerja bahwa perlengkapan

perlindungan diri akan menambah beban kerja dan mengurangi kebebasan gerak

mereka. Sedangkan dari kontraktor yang telah berhasil melaksanakan program

keselamatan kerja dengan baik, diperoleh suatu kesamaan yaitu:

• Adanya kebijakan perusahaan untuk mengenakan sanksi/denda kepada

semua pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan keselamatan

kerja perusahaan.

• Adanya kedisiplinan dari manajemen atas dalam melaksanakan program

keselamatan kerja.

• Adanya pengawasan yang ketat terhadap kedisiplinan pekerja dalam

menggunakan perlengkapan perlindungan diri.

Hal ini membuktikan bahwa dukungan manajemen dalam memotivasi pekerja

memegang peranan yang sangat menentukan berhasil tidaknya program

keselamatan kerja yang ada. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa keberhasilan

program keselamatan kerja tidak hanya tergantung pada banyaknya pihak yang

terlibat dalam melakukan koordinasi, kelengkapan peralatan keselamatan kerja

yang disediakan, dan adanya program keselamatan kerja yang baik, tetapi juga

tergantung pada dukungan manajemen.

Page 12: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

69

2. Besarnya biaya untuk melakukan program K3 sangat tergantung pada rumit

tidaknya proyek yang sedang dilaksanakan. Dari hasil kuestioner dan observasi,

diketahui bahwa biaya yang paling banyak dikeluarkan untuk melaksanakan

program K3 adalah sekitar 0,10%-0,20% dari biaya total proyek (25%).

Sedangkan untuk proyek yang rumit (ditinjau bentuk strukturnya), biayanya

mencapai >0,50% dari biaya total proyek (10%). Hal ini menunjukkan bahwa

hasil yang diperoleh telah mendekati hasil analisa yang dilakukan oleh Ir.

Harangan P. Sianipar, Manajer Proyek PT.Wijaya Karya, terhadap kontraktor

yang telah melaksanakan K3 dengan benar, yaitu sebesar 0,25% dari total biaya

konstruksi, sedangkan untuk proyek yang tergolong rumit adalah sebesar 0,50%

dari total biaya konstruksi (Ratih dan Saptiwi, 1996). Sebagian besar responden

lainnya menjawab bahwa biaya yang dikeluarkan adalah sebesar <0,10% dari biaya

total proyek (20%). Dalam hal ini, dari hasil wawancara diketahui bahwa biaya

yang dikeluarkan hanya terbatas untuk keperluan asuransi tenaga kerja dan belum

mencakup biaya untuk menyediakan peralatan keselamatan kerja.

Page 13: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

6. GAMBAR GRAFIK

Gambar 6.1. Jenis kecelakaan kerja yang sering terjadi

z Ul Q z o Q. U) UJ Ct

I

5

95%

5%

X^ z kecerobohan peralatan lingkingan &

rrenusia kerja yang kondisi

idak lapangan

memBdai

PENYEBAB KECELAKAAN KERJA

Gambar 6.2. Penyebab Kecelakaan Kerja

Page 14: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana
Page 15: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

72

UJ a z o 0 . 10 UJ

a: x

1

16

14

12

10

7TZ 80%

-65%-

ALASAN MELAKSANAKAN PROGRAM K3

Gambar 6.5. Alasan Responden Melaksanakan Program Keselamatan Kerja/K3

Gambar 6.6. Pihak-Pihak yang Melakukan Koordinasi Keselamatan Kerja di Lokasi Proyek

Page 16: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana
Page 17: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

74

Gambar 6.8. Sarana/Fasilitas Keselamatan Kerja

i

85%

30%

Z 7 I

i i ij. 1] Gambar 6.9. Manajemen dan Kegiatan Keselamatan Kerja

Page 18: VI. ANALISADATA · (3), Kepala Safety (1), Chief QS dan Purchasing Department (1), Bagian Umum (2), Koordinator (1), Quality Control dan K3 (1), Kepala Pengawas (1), dan Pelaksana

75

Gambar 6.10. Persentase Biaya Keselamatan Kerja Terhadap Biaya Total Proyek