values dissemination in esperanto speaking communities (indonesian)

135
PENYEBARAN NILAI-NILAI DALAM KOMUNITAS PENUTUR BAHASA ESPERANTO MELALUI BERBAGAI METODE KOMUNIKASI INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran ADI BRAMASTO G1B040534 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL JATINANGOR 2009

Upload: adi-bramasto

Post on 30-Nov-2015

86 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Thesis of Adi Bramasto

TRANSCRIPT

Page 1: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

PENYEBARAN NILAI-NILAI DALAM KOMUNITAS

PENUTUR BAHASA ESPERANTO MELALUI BERBAGAI

METODE KOMUNIKASI INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana

pada Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjadjaran

ADI BRAMASTO

G1B040534

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

JATINANGOR

2009

Page 2: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

2

ABSTRAK

Globalisasi, yang menjadi karakteristik dari sistem internasional

kontemporer, telah mengikis batas politis, geografis dan kultural dalam hubungan

antar manusia. Studi ini membahas hubungan antar-batas yang melibatkan

sejumlah besar manusia yang dipersatukan di bawah sebuah bahasa kedua dan

harapan yang sama yakni Esperanto. Semenjak penciptaannya pada 1887,

Esperanto, yang kemudian menjadi artificial auxiliary language paling

mengemuka, menghadapi beragam kendala dalam sejarah. Walaupun demikian,

bahasa tersebut dan komunitas yang menuturkan dan mengembangkannya

(Esperantist) terus bertahan dan bahkan bertambah signifikan seiring perjalanan

waktu. Penelitian kualitatif dengan penekanan khusus pada mode Participant

Observation dan Secondary Research dilakukan dalam studi ini untuk memahami

Esperanto dengan mengkaji nilai-nilai yang terdapat di dalam fenomena tersebut.

Melalui serangkaian interaksi meliputi wawancara formal dan informal dengan

informan dari tiga Komunitas Esperanto besar yakni Universala Esperanto Asocio

(UEA), Esperanto-kurso dan Lernu! serta pengkajian atas metode-metode

komunikasi komunitas-komunitas tersebut dengan analisa dokumen dan

partisipasi langsung, studi ini mengungkap bahwa suatu jalinan nilai-nilai yang

dikenal sebagai ‘esperantisme’ disebarluaskan dan diwariskan antar generasi di

dalam dan antar komunitas Esperantist. Kombinasi dari nilai-nilai tersebut, yang

mencakup kepercayaan sampai identitas, dan kemampuan adaptasi komunitas-

komunitas Esperantist dengan perkembangan teknologi informasi yang dihasilkan

oleh globalisasi telah menjaga keberlangsungan dan perkembangan Esperanto

seiring dengan keberlangsungan dan pertumbuhan komunitas Esperantist.

Kata Kunci: Esperanto, Nilai, Globalisasi, Komunikasi Internasional

Page 3: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

3

ABSTRACT

Globalization, which characterized the current international system, to the

certain extent corroded the political, geographical, and cultural boundaries

constraining human relations. The trans-boundaries relations examined in this

study involved a large group of people brought together under the same language

and, consequently, hope. Artificially created in 1887 by Ludwig L. Zamenhof,

Esperanto, that later became the most prominent artificial auxiliary language,

encountered many adversities throughout its history. Nonetheless, the language,

and respectively the people who speak and develop it (the Esperantists), survived

and even grew in significance overtime. A qualitative research with particular

emphasis on participant observation and secondary research mode was

conducted in this study to comprehend the nature of Esperanto by examining the

values within and beyond the language. Through a series of interactions including

formal and informal interviews with informants from three major Esperanto

Communities namely Universala Esperanto Asocio (UEA), Esperanto-kurso, and

Lernu! also through examinations on the communities’ communication methods

by documentary analysis and real live participation, the study retrieved the fact

that a set of values commonly known as ‘esperantism’ were disseminated and

handed on throughout generation within and between Esperantist communities.

Such values, ranged from belief to identity, combined with the adaptability of the

communities with the information technology advancement due to globalization,

ensure the survival and growth of Esperanto language, hand in hand with its

communities.

Keywords: Esperanto, Values, Globalization, International Communication

KATA PENGANTAR

Page 4: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

4

Terselesaikannya skripsi ini memiliki arti bahwa Jurusan Hubungan

Internasional yang terdapat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Padjadjaran, yang pada awalnya telah dipenuhi berbagai hasil kajian serta aliran

pemikiran, bertambah kekayaannya. Di tengah berbagai perbedaan pandangan

dalam studi di mana ia diperuntukkan, saya berharap buah karya ini dapat

menemukan dan mengisi tempatnya serta akan membantu, menyediakan rujukan,

menginspirasikan atau setidaknya memberikan pencerahan bagi individu atau

kelompok individu yang menggunakannya dengan berbagai cara untuk tujuan

akademis maupun praktis apapun.

Walaupun saya sebagai peneliti, penyusun dan penulis mengklaim

kontribusi dan tanggung jawab utama akan karya tulis ilmiah ini, terdapat pula

berbagai pihak-pihak lain yang memiliki porsi kontribusi beserta tanggung

jawabnya tersendiri akan keberadaan skripsi ini. Untuk alasan-alasan yang

beragam, di sini saya ingin secara tertulis menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan saya kepada pihak-pihak tersebut dengan urutan tidak berdasarkan

nilai penting mereka dan dengan mencatat bahwa pihak yang disebut tidak

memiliki keutamaan dibanding pihak yang tak tersebut karena hal-hal tertentu,

juga sebaliknya.

• Dia, dengan nama apapun manusia menyebut-Nya.

• Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran,

Pof. Dr. Asep Kartiwa, Drs., S.H., MS, atas kerja anda memimpin

Fakultas yang memungkinkan terciptanya skripsi ini. Ketua Jurusan

Page 5: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

5

Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjadjaran, Yanuar Ikbar, Drs., M.A., atas kerja anda

memimpin Jurusan yang memungkinkan terciptanya skripsi ini.

Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Drs. Taufik Hidayat, M.S., atas

kerjanya dalam memimpin Jurusan bersama Ketua Jurusan dan atas

kesediaannya menjadi penguji dalam Seminar Usulan Penelitian dan

Sidang Sarjana yang saya lakukan.

• Dosen Pembimbing Utama, Arry Bainus, Drs., M.A., atas segala

kesabaran, pengertiannya, serta kesediaannya meluangkan waktu di

tengah kesibukan yang luar biasa untuk proses pembimbingan skripsi.

Dosen pembimbing pendamping, Dadan Suryadipura, S.IP., juga atas

kesediaannya meluangkan waktu di tengah kesibukan yang luar biasa

untuk proses pembimbingan skripsi serta atas kesediaannya melakukan

yang bahkan tidak diwajibkan demi peningkatan mutu lulusan jurusan.

• Hadin Muda Siregar, Drs., M.S., yang sebagai Dosen Wali telah

memberikan berbagai nasehat dan dorongan semangat terutama pada

masa awal perkuliahan. Para staf pengajar Jurusan Hubungan

Internasional UNPAD yang telah memberikan pengetahuan dan

stimulus keingintahuan mengenai dunia tempat tinggal kita beserta

segala isinya dari berbagai sudut pandang. Para staf administrasi

Jurusan Hubungan Internasional dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Padjadjaran yang telah melakukan tugas mereka

Page 6: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

6

dengan baik.

• Al la informistoj:

• Aan de heer Professor Wim Jansen, Universiteit van Amsterdam:

hartelijk bedankt voor de waardevole informaties over de

esperanto's aspekten en de aanbevelingen voor andere

informatiebronnen. Deze thesis zou zonder u niet compleet geweest zijn.

• Au regretté Monsieur Claude Piron, Université de Genève: merci pour

vos conseils éclairés durant la phase initiale de mon travail. Que votre

âme repose en paix.

• Al mortinto sinjoro Don Harlow: dankon ĉar viaj skribaĵoj sur

esperanto, precipe sur ĝia historio, kaj ankaŭ ĉar la torĉojn al aliajn

materialojn vi donis sur nia kunsidoj de intervidiĝoj longatempe antaŭ.

Paco estas kun vian animon.

• Zu Professorin Sabine Fiedler, Universität von Leipzig; vielen dank für

schicken Ihre Artikel auf Esperanto Sprechen Gemeinschaft.

• To Professor Probal Dasgupta (Current President of the UEA),

Linguistic Research Unit, Indian Statistical Institute: HHHHH

HHHHHH HHHHHHHH, HHH �� HH HHHHHHHH HHHH

HHHHH HHH , HHHH HHHHHH HHH HHHH ��� HHHH

HH HHH �� HH � � HH HHHHHHHH HH HHHH HHH

HHHHH HHHH HH HHH. HHH HHH HHHH HHH HH HHH

HHHH � HHH HH � � HH HHHH HHHHH HHH HHH

HHHHH HHHH �� �� HHHHHHHH HH HHH HHHHH

Page 7: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

7

HHHH HHH.

• To Mr. William Harmon, the Coordinator of UEA for USA. Thanks for

the recommendation to Signor Corsetti, and for helping me during the

interviews despite of your age limitations, i really appreciate it.

• To Signor Renato Corsetti, Ex UEA President; grazie per la

spiegazione su il valore dentro Esperanto e su la convinzione degli

membri di UEA.

• To Igor Safonov, Vyacheslav Ivanov and all the members of esperanto-

kurso mailing list: СПАСЙБО! thank you for all your cooperations and

also for letting me in. Wish you all the best for the learning.

• To Russ William (Administrator of lernu! / member of the lernu team):

wkustek czegoś dla wywiad. Thanks a bunch for your comprehensive

explanations about values that reside within Esperanto and also for

keeping up with my troublesome questions on lernu and other related

stuffs.

• To Gary Mickle, member of Seannecia Asocio Tutmonda (SAT) and

Yves Bellefeuille (writer of Esperanto FAQ); thanks for providing me

with a bunch of valuable informations on the initial phase of the

research.

• Dankon al miaj [email protected] kaj [email protected]

amikoj, ĉar via obstino respondi miajn poŝton. Kaj al ĉiuj Esperantistoj

Page 8: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

8

en la tutmondo, multaj dankon!

• I’ll refrain myself from uttering my gratitude to mia familio kiu levi

min, as my mum prohibits me doing it; for it has been the obligation for

each and every one of us to support each other and to fulfill the duties

regarding to our respective positions in the family.

• To all the casts and cameos in the epilogue, with particular emphasis

on the few main characters: Worm The Coffee Alien, for providing a

tentative database, to be an adjunct to in various meaningless lunatic

journeys, for delivering endless giggles materials, curse you for

messing up our warehouse like hell many times over; One The Gossip

Queen, for finding and polishing the potentials of the young master, for

persevering with the routine till the very brink, for supplying

innumerable links that serve their purposem curse you for being so

unreasonably stubborn; Baldy the Pervert Scum, for filling in the

position of the last food chain, for the amusingly shallow-deep

discussions, for the ransoms of water, foods, and games (no JAV

please), curse you for being such a smart-ass, and for being correct

about it sometimes; finally, JNR, what can i say...thanks for just being

who you are and doing what you do, the immense pleasure is mine in

observing and accompanying you, to be a part of the entire process,

curse you for being so damned gorgeous.

• Dankon ciu.

Page 9: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

9

Salah satu alasan mendasar yang mendorong saya memilih topik dan

melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi ini ialah tidak populernya kajian

mengenai fenomena Esperanto secara luas dan secara khusus hampir tidak dapat

ditemukan kajian tertulis mengenainya dalam studi tertentu, dalam hal ini

Hubungan Internasional, ataupun negara tertentu, dalam hal ini Indonesia.

Terlepas dari isi dari karya yang saya tulis ini yang masih mengandung berbagai

kelemahan dan cacat, eksistensi dari karya ini semoga dapat mendukung

perubahan trend pemikiran untuk memisahkan popularitas dari bobot suatu

fenomena untuk dapat dikaji sebagaimana seharusnya. Dengan sedikit membuka

mata dan pikiran, niscaya kita akan melihat hal-hal baru yang tidak kita ketahui

keberadaannya sebelumnya, namun memiliki relevansi di luar praduga awal

apapun yang kita miliki. Sebagaimana yang dinyatakan oleh para filsuf mengenai

hakekat epistemologi ilmiah, veritas gratia veritatis.

Jatinangor, 1 Juli 2009

Adi Bramasto

Page 10: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan antar negara mewarnai Studi Hubungan Internasional sejak

pertamakali berdirinya studi ini sampai ke perkembangannya di masa kini, hal ini

disebabkan dominasi realisme di dalam hubungan internasional yang

mengabaikan aktor-aktor lain selain negara seperti individu dan Non

Governmental Organizations (NGO)1, dengan demikian pula negara dianggap

sebagai the basic building blocks of the international system2. Selain itu dominasi

realisme dalam Hubungan Internasional telah melahirkan dominasi isu-isu yang

berkaitan dengan terjadinya perang yang merupakan kondisi rutin yang selalu

terjadi di sistem internasional3, hal ini menimbulkan marjinalisasi isu-isu lain di

dalam Studi Hubungan Internasional.

Kondisi di atas mendorong saya4 sebagai penstudi Hubungan Internasional

untuk meneliti sebuah isu yang terpinggirkan di dalam Hubungan Internasional

namun memiliki relevansi untuk dibahas. Dalam penelitian ini juga, fokus

perhatian tidak akan terletak pada negara ataupun pada para representasi negara,

1 Robert Jackson and Georg Sørensen. Introduction to International Relations. Oxford: Oxford University Press, 1999, hal. 97. 2 W. Raymond Duncan, Barbara Jancar-Webster and Bob Switky. World Politics in the 21st Century. New York: Longman, 2003, hal. 48. 3 Tim Dunne dan Brian C. Schmidt, ‘Realism’, dalam John Baylis and Steve Smith. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations, Second edition. Oxford: Oxford University Press Inc., 2001, hal. 141. 4 Penggunaan kata ‘saya’ di sini merujuk pada The Student As Author dimana mahasiswa di dalam tulisannya dapat mengacu pada dirinya sebagai orang pertama sehingga penulis akan bertanggung jawab secara aktif akan konsekuensi dari karyanya, lihat A. P. Martinich. Philosophical Writing: An Introduction. Malden: Blackwell Publishing, 1996, hal. 11-17.

Page 11: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

11

melainkan pada aktor individu sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

Terlibatnya individu-individu non-negara di dalam Hubungan Internasional

digambarkan oleh Joshua S. Goldstein sebagai berikut:

Sometimes international relations is portrayed as a distant and abstract ritual conducted by a small group of people such as presidents, generals, and diplomats. This is not accurate. Although leaders do play a major role in international affairs, many other people participate as well.5

Kritik atas fokus bahasan Hubungan Internasional, berkaitan dengan isu dan

juga aktor, juga dinyatakan oleh Julian Saurin. Dalam artikelnya The end of

international relations? The state and international theory in the age of

globalization, Saurin memaparkan bahwa studi Hubungan Internasional selama

ini terobsesi dengan bentuk otoritas sosial yang imajiner dan ideologis yakni

Negara, Negara ini kemudian menjadi model dan unit konstitutif dari sistem

internasional sehingga timbulkan keutamaan ontologis yang kemudian secara

efektif menutup kemungkinan untuk memandang perubahan sosial dan perubahan

tatanan global yang diderivasikan dari pengalaman historis aktual dari para

manusia di berbagai belahan dunia. Obsesi terhadap Negara, yang sering juga

disebut state-centrism, telah menciptakan sebuah kebutaan dalam Hubungan

Internasional atas kekuatan-kekuatan utama dari perubahan sosial global.6

Secara lebih spesifik, yang akan saya teliti di dalam skripsi ini ialah sebuah

bahasa, yang mana bukan merupakan sebuah isu yang cukup sering dibahas di

dalam Studi Hubungan Internasional dan lebih jauh lagi bahasa tersebut bukanlah

5 Joshua S. Goldstein. International Relations: Third Edition. New York: Longman, 1999, hal. 1. 6 Julian Saurin, ‘The End of International Relations? The State and International theory in the Age of Globalization’, dalam John Macmillan and Andrew Linklater, Boundaries in Question: New Directions in International Relations, London: Cassel Publisher Limited, 1995, hal. 244 – 246.

Page 12: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

12

merupakan bahasa formal negara manapun sehingga dalam penelitian ini saya

tidak akan memfokuskan pada aktor negara, melainkan pada individu-individu

pencipta, pengembang dan pengguna bahasa tersebut.

Dalam hubungan internasional, hubungan yang dilakukan oleh aktor-aktor

yang berada di dalamnya melibatkan sebuah proses komunikasi yang

menggunakan media berupa bahasa, melalui bahasa akan tercipta sebuah

komunikasi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah saling pengertian antar

aktor-aktor dalam hubungan internasional. Tanpa saling pengertian, potensi

hubungan yang mungkin tercipta antar aktor dalam hubungan internasional

hanyalah yang bersifat konfliktual. Melalui logika berpikir ini saya melihat bahwa

bahasa merupakan sebuah isu yang memiliki arti penting dalam hubungan

internasional, dan oleh karena itu layak untuk diteliti.

Bahasa yang akan saya teliti di sini ialah Lingvo Internacia atau lebih

dikenal sebagai Bahasa Esperanto, ketertarikan saya untuk meneliti bahasa

tersebut disebabkan oleh sejarah panjang, hakekat dasar, potensi, dan relevansi

yang dimiliki bahasa tersebut di dalam komunitas internasional.

Lingvo Internacia memiliki makna ‘Bahasa Internasional’, adapun

Esperanto yang kemudian lebih sering digunakan sebagai nama untuk menyebut

bahasa ini berasal dari pseudonym seseorang yang dianggap sebagai pencipta

bahasa ini yakni Dr. Esperanto yang bernama Ludwig L. Zamenhof, Esperanto

sendiri memiliki arti ‘seseorang yang berharap’. Zamenhof menggunakan nama

pena Dr. Esperanto karena ia merupakan seorang Dokter yang memiliki sebuah

harapan agar sebuah bahasa internasional dapat tercipta untuk mengatasi dan

Page 13: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

13

mencegah konflik-konflik antar negara. Zamenhof memiliki harapan tersebut

karena sampai pada saat ia menciptakan Bahasa Esperanto, yang secara formal

ditandai dengan terbitnya buku Zamenhof pada 1887 setelah disusun selama

delapan tahun yang berjudul Lingvo Internacia, belum terdapat kesepakatan

secara luas untuk menggunakan sebuah bahasa sebagai bahasa internasional

seperti penggunaan Bahasa Inggris pada saat ini. Selain itu, Zamenhof dibesarkan

di Warsawa dimana ia melihat banyak terjadi konflik antar negara dan antar etnis

yang menurutnya disebabkan oleh tidak adanya saling pengertian antar pihak-

pihak yang berkonflik.7

Walaupun belum terdapat bahasa yang dapat menjembatani komunikasi

antar manusia yang memiliki bahasa nasional yang berbeda-beda secara luas, pada

masa hidup Zamenhof terdapat beberapa bahasa yang digunakan secara

internasional walaupun masih terbatas dalam kawasan tertentu seperti bahasa

Perancis, Jerman, Inggris dan Russia, dan juga terdapat bahasa yang dipergunakan

secara lebih luas namun dalam hanya bentuk kata-kata pembentuk istilah yakni

Bahasa Latin dan Bahasa Yunani. Namun Zamenhof menolak bahasa-bahasa

tersebut sebagai bahasa internasional karena sulitnya mempelajari mereka sebagai

bahasa kedua untuk alat komunikasi internasional. Alasan lain dari penolakkan

Zamenhof ialah karena bahasa-bahasa internasional tersebut merupakan sebuah

bahasa nasional yang akan memberikan keuntungan bagi penutur aslinya sehingga

akan menghilangkan aspek kesetaraan dalam komunikasi internasional8. Tiadanya

kesetaraan dalam komunikasi internasional dapat dilihat dalam kondisi saat ini 7 Don J. Harlow, ‘Esperanto – An Overview’, 1998, melalui http://www.webcom.com/~donh/efaq.html#who, diakses 17 Mei 2008. 8 Ibid.

Page 14: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

14

dimana Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional menjadi sebuah National

Advantage bagi Native-English Speaking countries9, lebih jauh lagi bahasa Bahasa

Inggris sebagai bahasa dominan di dalam komunitas internasional dapat

digunakan untuk memarjinalkan dan menekan kelompok-kelompok subordinat

atau Non-English Speaking Countries10.

Selain mengedepankan aspek kesetaraan karena seluruh pihak yang terlibat

dalam sebuah komunikasi internasional yang menggunakan Bahasa Esperanto

harus mempelajari bahasa tersebut, Bahasa Esperanto juga dibuat sebagai bahasa

yang mudah untuk dipelajari sebagai bahasa kedua untuk menghubungkan

individu-individu dengan bahasa ibu yang berbeda-beda, atau sebagai common

and easy auxiliary language11. Bahasa Esperanto disinyalir oleh Esperanto-USA,

sebuah asosiasi Esperantist (penutur Esperanto) di Amerika Serikat, empat kali

lebih mudah dipelajari dibanding bahasa-bahasa internasional lainnya12.

Relevansi Bahasa Esperanto di dalam sistem internasional sering

dipertanyakan karena jumlah penuturnya yang relatif kecil yakni sekitar dua juta

di seluruh dunia13. Walaupun demikian perlu dipahami bahwa jumlah penutur ini

didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Prof. Sidney S. Culbert dari

University of Washington (hasil penelitiannya ditampilkan di The World Almanac

9 Ian Seaton, ‘Linguistic non-imperialism’, dalam ELT Journal, vol. 51, no. 4, 1997, hal. 381. 10 R.K. Ashley dan R. B. J. Walker, “Reading Dissidence / Writing the Dicipline: Crisis and the Questions of Sovereignity in International Studies”, dalam International Studies Quarterly, vol. 34, 1990, hal. 416. 11 Privat, Edmond. Historio de la Lingvo Esperanto: La Movado, 1900-1927. Leipzig: Ferdinand Hirt & Sohn, 1927, hal. 198. 12 Esperanto-USA, “Esperanto is…”, 2005, melalui http://esperanto-usa.org/en/node/28 diakses pada 17 Mei 2008. 13 Mike Urban dan Yves Bellefeuille, “Frequently Asked Questions for soc.culture.esperanto and [email protected]”, 1999, melalui http://www.esperanto.net/veb/faq.txt diakses pada 17 Mei 2008.

Page 15: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

15

dan Book of Facts) yang berusaha untuk mengetahui jumlah penutur Esperanto di

seluruh dunia yang memiliki professional proficiency, sehingga jumlah penutur

Esperanto dengan mengeksklusikan faktor tersebut dapat melebihi angka dua juta.

Selain itu jumlah dua juta penutur Esperanto pada tahun 1998 ketika populasi

bumi mencapai enam milyar menunjukkan peningkatan yang pesat dari tahun

1927 dimana penutur Esperanto berjumlah kurang lebih 128.000 orang ketika

populasi bumi berjumlah sekitar dua milyar jiwa, data ini didapatkan dari

penelitian yang dilakukan oleh Dr. Johannes Dietterle dari the Reich Institut für

Esperanto yang terletak di Leipzig.14

Keberlangsungan Bahasa Esperanto melewati berbagai zaman dan

peningkatan jumlah penuturnya dapat dilihat sebagai faktor-faktor yang

menegaskan relevansi bahasa tersebut, terutama memperhatikan fakta bahwa

Bahasa Esperanto pernah diblokir penyebarannya oleh beberapa negara seperti

Perancis yang menolak dengan keras pengajuan Bahasa Esperanto sebagai bahasa

internasional di dalam Liga Bangsa-Bangsa yang baru terbentuk atau Russia,

Cina, Jepang, Romania, Iran, Iraq, Spanyol, Tanzania, serta Portugal yang pernah

melarang penggunaan dan penyebaran Bahasa Esperanto di dalam negaranya.

Lebih jauh lagi beberapa pemimpin negara yang sempat menjadi hegemon di

dalam sistem internasional secara spesifik pernah menyatakan ketidaksukaannya

terhadap Bahasa Esperanto seperti Josef Stalin yang menyebutnya sebagai

14 Harlow, loc. cit.

Page 16: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

16

“Bahasa yang berbahaya” atau Adolf Hitler yang menyebutnya sebagai “alat bagi

Yahudi untuk menguasai dunia” dalam pidatonya di Munich pada tahun 1922.15

Di dalam Studi Hubungan Internasional, Bahasa Esperanto memiliki

hubungan yang erat dengan konsep globalisasi. Globalisasi merupakan sebuah

konsep yang sangat penting di dalam Studi Hubungan Internasional kontemporer

karena dalam tigapuluh tahun belakangan ini the world has been becoming more

globalized that ever16, dimana the world atau dunia merupakan lapangan studi dari

Hubungan Internasional. Salah satu keeratan hubungan yang dimiliki oleh

Esperanto dan Globalisasi tercermin dari bagaimana bahasa Esperanto telah

menciptakan Interconnectedness atau kesalingterhubungan antara para

penggunanya yang tersebar di berbagai belahan bumi karena mereka terhubung

melalui bahasa kedua yang sama sebagai sebuah sarana komunikasi walaupun

mereka belum tentu memiliki bahasa ibu yang sama, hal ini sesuai dengan

konsepsi Anthony McGrew tentang Globalisasi yaitu semakin intensifnya

magnitude dan interconnectedness di seluruh ranah sosial17. Hal yang serupa juga

dinyatakan oleh Philippe Legrain, walaupun dengan kecenderungan yang berbeda.

This ugly word is shorthand for how our life are becoming increasingly intertwined with those of distant people and places around the world –economically, politically and culturally. These links are not always new, but they are more pervasive than ever before.18

Di sisi lain, globalisasi menimbulkan perluasan dari aktivitas sosial dimana

peristiwa dan aktivitas di suatu kawasan di dunia memiliki signifikansi dan

15 Ibid. 16 John Baylis and Steve Smith. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. Third Edition. New York: Oxford University. Press Inc., 2005, hal. 2. 17 Anthony McGrew, ‘Globalization and Global Politics’, dalam Baylis and Smith, ibid, hal. 22. 18 Phillipe Legrain. Open World: The Truth about Globalization. London: Time Warner Books UK, 2002, hal. 4.

Page 17: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

17

berdampak kepada individu dan komunitas di belahan dunia lain19. Efek yang

sama seperti ini juga dapat dilihat dari Keberadaan Esperanto sebagai sebuah

pergerakan sosial yang berskala global selain berupa sebuah bahasa, karena sifat

dasarnya ini maka tercipta sebuah kondisi dimana aktivitas dan kejadian yang

dialami oleh seorang Esperantist di suatu tempat memiliki dampak pada

Esperantist yang berada di belahan dunia lainnya, sebagai contoh dari hal ini ialah

kematian dua orang tokoh Esperanto Don J. Harlow dari Amerika Serikat dan

Swiss bulan Januari 2008 yang mengundang kesedihan berupa ungkapan

belasungkawa dari Esperantist yang berasal dari berbagai belahan dunia di dalam

berbagai e-forum dan mailing list Esperanto, Antara lain dalam

[email protected], [email protected],

[email protected], [email protected], mailing list dalam website Esperanto-

USA: http://www.esperanto-usa.org/en/node/75.

Keterkaitan antara Esperanto dan globalisasi sangatlah menarik terutama

memperhatikan fakta bahwa Bahasa Esperanto lahir jauh sebelum tercipta istilah

globalisasi yang baru muncul dalam American-English Dictionary untuk

pertamakalinya pada tahun 1961.20

1.2 Identifikasi Masalah

Partisipasi individu-individu non-negara sebagai personal maupun sebagai

kelompok di dalam hubungan internasional dapat dilihat dalam interaksi sesama

mereka di dalam sistem internasional, interaksi yang demikian terdapat di dalam

19 McGrew dalam Baylis and Smith, loc. cit. 20 Jan Aart Scholte. Globalization: a Critical Introduction. New York: Palgrave, 2000, hal. 43.

Page 18: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

18

penggunaan Bahasa Esperanto sebagai sebuah sarana komunikasi melintasi batas-

batas negara. Adanya interconnectedness dan perluasan dari social sphere dalam

perkembangan Bahasa Esperanto, dimana kejadian-kejadian yang terdapat di

suatu tempat dapat menjadi signifikan bagi belahan dunia lainnya, juga terkait erat

dengan Bahasa Esperanto sebagai sebuah sarana komunikasi internasional yang

menerjemahkan pesan-pesan dalam bahasa yang berbeda-beda dan

mentransmisikan dari suatu tempat ke tempat lain sehingga para penggunanya

saling terhubung melalui bahasa tersebut walaupun mereka menggunakan bahasa

nasional yang berbeda-beda dan terpisah oleh jarak. Jarak yang seakan

menghilang di dalam penggunan Bahasa Esperanto sebagai sarana komunikasi

internasional terkait erat dengan globalisasi yang menimbulkan kompresi ruang-

waktu21.

Adanya interconnectedness dalam derajat tertentu dapat dilihat di dalam

fenomena Bahasa Esperanto baik secara logis dari penggunaan Bahasa tersebut

yang menghubungkan penggunanya ataupun dari contoh yang telah saya berikan

di atas mengeni penyebaran berita di komunitas maya Esperantist, walaupun

demikian bagaimana interconnectedness dapat tercipta, terpelihara dan bahkan

berkembang di dalam komunitas individu yang terhubung oleh Bahasa Esperanto

hanya dapat diketahui melalui penelitian mendalam lebih lanjut. Hal ini

disebabkan terdapatnya nilai-nilai dan norma-norma, baik yang dimiliki oleh

individu ataupun komunitas, yang membentuk, memelihara, dan mengembangkan

interconnectedness tersebut yang hanya dapat diinternalisasi melalui interaksi

21 Mcgrew dalam Baylis and Smith, op. cit., hal. 24.

Page 19: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

19

intensif dengan para individu yang saling terkait melalui Bahasa Esperanto. Tanpa

adanya nilai-nilai dan norma-norma ini, Bahasa Esperanto tentunya akan musnah

karena tidak ada paksaan maupun dorongan sistemik untuk mempelajari dan

menggunakannya, tidak seperti dalam fenomena Bahasa Inggris sebagai bahasa

internasional yang ada saat ini dimana jika seseorang tidak menguasainya maka ia

akan mengalami banyak hambatan sistemik secara internasional untuk

mengembangkan dirinya dan untuk berinteraksi. Nilai-nilai dan norma-norma ini

terkandung dalam dan disosialisasikan melalui bentuk-bentuk komunikasi

internasional menggunakan Bahasa Esperanto karena hanya dengan demikianlah

para individu dapat memahaminya sebagai sebuah bahasa dan bahkan lebih;

sebagai sebuah tempat tinggal, ikatan, atau tujuan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, saya memutuskan untuk

menyusun Research Question dalam penelitian ini berupa:

Bagaimana nilai-nilai yang ada di dalam Bahasa Esperanto disebarkan

di dalam komunitas Esperantist melalui berbagai metode komunikasi

internasional.

Penelitian yang akan saya lakukan bertujuan untuk menjawab research

question di atas dan tidak akan menguji atau membuktikan hipotesis apapun

dikarenakan sifat dari metode penelitian kualitatif yang akan digunakan dalam

penelitian ini yakni metode penelitian kualitatif dimana dalam penelitian kualitatif

kita tidak memulai dengan sebuah teori untuk menguji atau membuktikan22.

22 John W. Creswell. Desain Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif. Terjemahan oleh Angkatan III & IV KIK-UI dan bekerjasama dengan Nur Khabibah. Jakarta: KIK Press, 2002, hal. 89.

Page 20: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

20

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan untuk menjawab research questions yang

terdapat di dalam identifikasi masalah dan tidak melibatkan pengujian hipotesis

secara empiris.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kedalaman makna mengenai

Bahasa Esperanto yang dapat dipandang sebagai fenomena globalisasi dan

komunikasi internasional yang melibatkan penyebaran nilai-nilai di dalamnya

dalam pelbagai bentuk interaksi internasional yang pada gilirannya membentuk,

mempertahankan atau memodifikasi konsep identitas, diri maupun komunitas, di

kalangan para Esperantist.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dimiliki oleh penelitian ini dapat dilihat dalam perspektif

praktis terapan maupun akademis pengembangan ilmu. Adapun kegunaan-

kegunaan tersebut ialah:

� Membawa pemahaman tentang konsep globalisasi dan komunikasi

internasional ke dalam sebuah fenomena praktis.

� Menegaskan bahwa di dalam Studi Hubungan Internasional

kontemporer, beragam isu internasional dapat dibahas, termasuk juga isu

bahasa.

Page 21: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

21

� Menyediakan landasan bagi penelitian selanjutnya yang akan dilakukan

oleh penstudi Hubungan Internasional lainnya yang akan meneliti tentang

Esperanto lebih jauh.

� Memperluas pengetahuan akan keberadaan Bahasa Esperanto sebagai

sarana komunikasi internasional, terutama di Indonesia dimana Bahasa

Esperanto belum dikenal luas.

� Memberikan sebuah pilihan alternatif akan sebuah bahasa internasional

untuk dipelajari yang dapat dipilih untuk dipelajari oleh para penstudi

Hubungan Internasional ataupun individu lainnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Dinamika Hubungan Internasional kontemporer dikarakteristikkan oleh

globalisasi yang semakin menyeluruh dalam perkembangannya. Menurut Anthony

McGrew, globalisasi menimbulkan percepatan laju interaksi global dan sistem

transportasi ide, berita, barang, informasi, uang dan teknologi ke seluruh dunia,

dan juga magnitude serta interconnectedness di seluruh ranah sosial menjadi

semakin intensif23. Karena pergerakan barang, ide dan manusia yang mengalami

percepatan luar biasa tidak lagi terhambat oleh batas-batas yang ada, globalisasi

dikatakan telah menimbulkan deterritorialisasi, yang merupakan sebuah proses

perubahan pola interaksi manusia dimana ruang-ruang sosial yang tercipta secara

global tidak lagi terbatasi oleh batas-batas geografis maupun batas-batas politis24,

hal ini juga berarti aktivitas-aktivitas sosial tidak lagi terbatasi oleh batas-batas

23 Mcgrew dalam Baylis and Smith, op. cit., hal. 25-27. 24 Scholte, op. cit., hal. 15-16.

Page 22: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

22

nasional - teritorial25. Konsep deteritorialisasi juga tersirat dalam pemikiran

McGrew tentang globalisasi yang meliputi meluasnya (stretching) aktivitas sosial

dimana peristiwa dan aktivitas di suatu kawasan di dunia, memiliki signifikansi

dan berdampak kepada individu dan komunitas di belahan dunia lain, perluasan

dari aktifitas sosial ini diiringi juga dengan meningkatnya extensity, intensity, dan

velocity dari Interaksi Global. Globalisasi merupakan sebuah proses historis yang

melibatkan pergeseran atau transformasi di dalam skala spasial organisasi sosial

manusia yang menghubungkan komunitas-komunitas yang berjauhan26, hal ini

memiliki arti bahwa komunitas-komunitas tersebut tetap berdiri sebagai sebuah

aktor tunggal yang berbeda satu sama lain akan tetapi mereka juga memiliki

kesamaan yang mengaitkan mereka dan batas-batas seperti batas politik dan fisik

negara-negara mulai tidak begitu relevan bagi hubungan mereka.

Deterritorialisasi, pergerakan ide dan informasi, perluasan ruang sosial,

terhubungnya manusia di berbagai belahan dunia, kesemuanya dimungkinkan

dengan keberadaan sarana dan media komunikasi yang dapat melintasi batas-batas

negara. Komunikasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Steve Smith, telah

mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia dan saat ini (di era Globalisasi) kita

hidup di sebuah dunia dimana suatu kejadian di suatu tempat dapat secara

langsung diamati di belahan dunia lain, Globalisasi mencakup proses revolusi

komunikasi elektronik yang menciptakan suatu kondisi di mana ruang dan waktu

seakan-akan runtuh. Pernyataan yang senada juga diungkapkan oleh Harvey

25 Mcgrew dalam Baylis and Smith, loc. cit. 26 ibid.

Page 23: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

23

mengenai globalisasi yakni kompresi ruang dan waktu27. Dengan demikian,

media, terutama media elektronik, dapat dinyatakan telah melewati batas-batas

Negara dan dapat menghubungkan manusia di berbagai belahan dunia. Walaupun

demikian, batas-batas antar Negara yang harus diatasi tidak berupa batasan

geografis dan politis saja, tetapi juga melingkupi perbatasan kultural yang

membatasi komunikasi terutama terkait dengan masalah bahasa. Di dalam Kamus

Linguistik, bahasa ialah sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh

suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.

Dari hakikat terbentuknya, bahasa dapat dibagi menjadi dua yakni Natural

Language dan Artificial Language. Natural Language ialah bahasa asli yang

dipergunakan oleh manusia yang berbeda dengan bahasa buatan, sedangkan

Artificial Language / Auxiliary Language ialah bahasa yang direka dengan tujuan

khusus untuk memperbaiki komunikasi internasional atau bahasa yang dibuat

orang untuk pemakaian tertentu; misalnya Bahasa Esperanto28. Agar terbentuk

sebuah interaksi – penyampaian dan persebaran ide secara internasional, mutlak

dibutuhkan sebuah bahasa yang dapat menjembatani komunikasi internasional

dimana terdapat kecenderungan yang besar bahwa pihak-pihak yang terlibat

dalam komunikasi tersebut menggunakan bahasa yang berbeda-beda.

Bahasa yang sejauh ini digunakan secara dominan sebagai bahasa

penghubung dalam komunikasi internasional antar pihak yang memiliki bahasa

pertama yang berbeda ialah Bahasa Inggris. Walaupun demikian, terdapat sebuah

bahasa yang sengaja dibuat untuk digunakan sebagai bahasa internasional pada

27 Baylis and Smith, op cit., hal. 11 dan 24. 28 Harimurti Kridalaksana. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia, 1982, hal. 17.

Page 24: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

24

saat dimana belum terdapat konsensus yang luas untuk menggunakan suatu

bahasa tertentu dalam komunikasi internasional. Bahasa tersebut dikenal sebagai

Bahasa Esperanto, sebagaimana yang telah tercantum di dalam latar belakang dan

di dalam penjelasan dari kamus linguistik di atas. Walaupun tidak terlalu populer

seiring dengan perkembangannya, Bahasa Esperanto tetap ada sampai saat ini dan

hal ini dapat dilihat dari penggunaannya oleh komunitas penggunanya yang sering

disebut sebagai Esperantist.

Bahasa Esperanto merupakan sebuah bahasa yang digunakan dalam

komunikasi internasional, baik secara normatif maupun secara praktis. Untuk

memahami konsep komunikasi (termasuk juga komunikasi internasional), kita

juga harus memahami konsep komunitas dimana komunikasi itu terjadi karena

komunikasi memiliki hubungan yang erat dengan konsep komunitas. Keeratan

hubungan ini ditunjukkan oleh fakta bahwa kedua kata ini memiliki akar yang

sama dari bahasa latin yakni comunis, yang berarti “membuat sama bagi banyak

orang, berbagi, membagi”. Dengan demikian, maka makna dari konsep ‘berbagi’

secara intrinsik terdapat dalam makna komunikasi. Komunikasi tidak dapat terjadi

tanpa sesuatu untuk ‘dibagi’ dan konsekuensi logis dari berbagi ialah bahwa dua

orang atau lebih yang terlibat dalam proses ini akan memiliki kesamaan. Salah

satu definisi dari komunitas adalah sekumpulan manusia yang memiliki

kesamaan, kesamaan karakter, kesamaan pemikiran, kesetujuan akan suatu hal

dan kesamaan identitas, Ini berarti bahwa komunikasi sangatlah esensial untuk

penciptaan dan pemeliharaan ‘komunitas’ baik di tingkat domestik maupun

internasional. Komunitas internasional ada berdasarkan asumsi bahwa para

Page 25: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

25

anggotanya melakukan komunikasi, dalam hal ini komunikasi internasional.

Berdasarkan penjelasan ini, komunikasi menjadi sangat vital untuk

mempertahankan suatu komunitas karena hanya melalui komunikasi, nilai-nilai

dapat disebarluaskan dan dibuat menjadi nilai bersama di dalam komunitas

tersebut. Suatu komunitas tidak akan tercipta apabila para anggotanya, baik

mereka berupa Negara, organisasi ataupun individu, saling berkomunikasi satu

sama lain.29

Komunikasi internasional menggunakan Bahasa Esperanto akan saya

analisa berdasarkan asumsi dasar teori komunikasi internasional yang

dikemukakan Mark D. Alleyne di atas yakni bagaimana komunitas Esperantist

bertahan melalui komunikasi internasional yang dilakukan di dalamnya untuk

menyebarluaskan nilai-nilai bersama yang ada di dalam komunitas tersebut yang

membuat komunitas tersebut tetap solid. Dengan demikian, dalam penelitian ini

saya akan berpartisipasi dan mengamati berbagai bentuk komunikasi internasional

dalam Bahasa Esperanto untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai nilai-nilai tersebut. Adapun yang saya maksud dengan ‘nilai’ di sini

mencakup belief dan belief-system30 serta, di dalam penelitian kualitatif,

merupakan pembentuk dari realitas dan “kebenaran” yang memiliki sifat socially

negotiable31, Dengan demikian analisa di dalam skripsi ini akan berfokus pada

29 Mark D. Alleyne. International Power and International Communication. London: Macmillan Press Ltd., 2004, hal. 3. 30 Beloo Mehra. ‘Bias in Qualitative Research’, dalam The Qualitative Report, Volume 7, Number 1, Maret, 2002, melalui http://www.nova.edu/ssss/QR/QR7-1/mehra.html, diakses 3 Februari 2009. 31 Gary Shank.’Semiotics and Qualitative Research’, dalam The Qualitative Report, Volume 2, Number 3, December, 1995, melalui http://www.nova.edu/ssss/QR/QR2-3/shank.html, diakses 3 Februari 2009.

Page 26: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

26

penyebaran kepercayaan dan sistem kepercayaan yang pada gilirannya

membentuk realitas serta kebenaran bagi komunitas Esperantist melalui berbagai

bentuk komunikasi internasional yang terdapat di dalam komunitas tersebut.

Untuk melihat dan mendekati fokus analisa diatas, saya akan menggunakan

perspektif dan atau pendekatan kosmopolitanisme di dalam Hubungan

Internasional karena perspektif-pendekatan ini memiliki serangkaian asumsi dan

penekanan yang sesuai dengan fokus pembahasan dalam skripsi ini.

Kosmopolitanisme merupakan sebuah aliran filsafat moral-politik yang

berkembang dari pemikiran para filsuf Yunani Kuno, menurut Standford

Encyclopedia of Philosophy, kata kosmopolitanisme berasal dari bahasa Yunani

yaitu cosmos yang berarti dunia dan polis yang berarti kota, masyarakat, atau

kewarganegaraan. Istilah ini kemudian digunakan secara luas oleh para filsuf

untuk menggambarkan cinta universal dari umat manusia secara keseluruhan,

tidak peduli dari bangsa dan negara manapun. Dalam alam pemikiran filsafat

sosial dan politik, kosmopolitanisme adalah sebuah perspektif dimana seluruh

umat manusia termasuk dalam satu komunitas yang sama walaupun mereka

memiliki afiliasi politik yang berbeda-beda. Pemikiran ini bertolak belakang

dengan paham patriotisme dan nationalisme. Kosmopolitanisme dapat

diidentikkan dengan hubungan moral, ekonomi dan politik yang lebih inklusif

antar bangsa atau antar individu yang berlainan bangsa.32

Kosmopolitanisme mendatangkan pengaruh terhadap berbagai bidang studi,

termasuk Hubungan Internasional. Dengan mempertahankan ciri utamanya berupa

32 Pauline Kleingeld and Eric Brown, ‘Cosmopolitanism’, 2006, melalui http://plato.stanford.edu/entries/cosmopolitanism/, diakses 21 Mei 2008.

Page 27: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

27

fokus pada manusia tanpa mempedulikan batas-batas, terutama batasan politik,

kosmopolitanisme dalam Hubungan Internasional mengembangkan ciri-ciri

spesifik yang dipengaruhi oleh karakter studi ini. Salah seorang pemikir

kosmopolitanisme dalam Hubungan Internasional, David Held, mengemukakan

pengertian istilah kosmopolitanisme sebagai, ”mempunyai karakteristik yang

timbul dari, atau sesuai dengan (dan) merentang di atas banyak negeri yang

berbeda; bebas dari pembatasan dan kubu nasional”, lebih lanjut Held menyatakan

bahwa Kosmopolitanisme menentang partikularitas Negara-Negara Bangsa33.

Menurut Peter Singer, kosmopolitanisme ialah sebuah pendekatan yang

memberikan penghormatan dan martabat yang setara bagi seluruh manusia34.

Sedangkan Chris Brown mendefinisikan kosmopolitanisme sebagai salah satu dari

dua pandangan yang ada di dalam normative theory, secara lebih lengkap berikut

ialah pandangan Brown:

“Kosmopolitanisme ialah sebuah pandangan dimana fokus sentral dari normative theory dalam world politics seharusnya merupakan umat manusia secara keseluruhan atau individu; di sisi lain, komunitarianisme mempertahankan pandangan bahwa fokus dari world politics seharusnya berupa komunitas politik (Negara)”.35

Di sini keberadaan kosmopolitanisme terkait erat dengan perihal level of

analysis dan dengan aktor-aktor yang terlibat di dalam Hubungan Internasional

(yang dikenal juga sebagai Politik Dunia atau World Politics), kosmopolitanisme,

menurut Brown, menawarkan suatu pandangan bawa di dalam Hubungan

Internasional yang seharusnya dijadikan fokus perhatian ialah manusia atau

33 David Held, Demokrasi dan Tatanan Global; Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolitan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 298. 34 Mary Ann Tétreault dan Ronnie D. Lipschultz. Global Politics as if People Mattered. Oxford: Rowman & Littlefield Publishers Inc., 2005, hal. 140. 35 Steve Smith, ‘Reflectivist and Constructivist Approaches to International Theory’, dalam Baylis dan Smith. The Globalization of World Politics, Second Edition, op. cit., hal. 230.

Page 28: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

28

individu-individu dan bukannya negara seperti pandangan komunitarianisme atau

realisme. Pemahaman tentang kosmopolitanisme yang serupa juga dikemukakan

oleh Andrew Dobson dimana menurutnya kosmopolitanisme dibangun dalam, dan

di sekitar, undifferentiated common humanity atau kemanusiaan universal36.

Walaupun demikian kosmopolitanisme tidak selalu terkait dengan

pandangan mengenai umat manusia sebagai suatu komunitas yang tunggal,

sebagaimana yang dinyatakan oleh Andrew Linklater bahwa kosmopolitanisme

menentang bentuk-bentuk moral favoritism yang mengimplikasikan bahwa

insider atau sesama anggota komunitas ialah lebih utama dibanding outsider atau

orang asing di luar komunitas37. Dengan demikian keberadaan komunitas manusia

yang beragam masih diakui dalam perspektif ini, termasuk juga komunitas politik

yakni negara, hanya saja komunitas-komunitas tersebut seharusnya tidak dijadikan

sebuah landasan diskriminasi yang menimbulkan favoritisme tertentu dimana

rekan satu komunitas dianggap lebih penting daripada individu dari luar

komunitas.

Chris Brown mengimplikasikan bahwa kosmopolitanisme merupakan

bagian dari tradisi liberalisme dalam pernyataannya bahwa kaum liberal

merupakan para kosmopolitan yang skeptis terhadap perbatasan (antar Negara)

dan melihat bahwa perbatasan hanya memiliki signifikansi instrumental dan

administratif. Kosmopolitanisme di sini terkait dengan identitas politik dimana

36 Andrew Dobson, ‘Globalisation, Cosmopolitanism and the Environment’, dalam International Relations, vol. 19, 2005, hal. 271. 37 Andrew Linklater, Cosmopolitan Political Communities in International Relations, 2000, A revised version of a public lecture delivered at the University of Wales, Aberystwyth in November 2000 as part of the Millennium Lecture Series organized by the Department of International Politics, hal. 2.

Page 29: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

29

identitas tidak perlu memiliki kandungan politis dan dapat dikarakterisasikan oleh

bahasa, literatur, kebiasaan dan kebudayaan dalam arti luas.38

Selain permasalahan identitas, kosmopolitanisme merupakan sebuah

perspektif yang memandang penting nilai-nilai dan dalam perspektif ini, sumber

utama dari nilai-nilai bukanlah institusi-institusi yang membagi-bagi umat

manusia ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil (dalam konteks ini, Negara),

tetapi adalah kemanusiaan itu sendiri. Masalah nilai dan cakupan dari nilai juga

menjadi penekanan tertentu dalam debat kosmopolitan – komunitarian.39

Kosmopolitanisme secara lebih mendalam diulas oleh David Held yang di

dalam debat Realism Vs Cosmopolitanism bersama Barry Buzan dengan Anthony

McGrew sebagai moderator.

“Perspektif kosmopolitanisme menggarisbawahi beberapa hal penting. Yang pertama ialah bahwa fokus utama realisme yakni political power dan Negara tidaklah cukup untuk mengkaji kompleksitas dunia yang kita tinggali saat ini. Dalam pandangan kosmopolitanisme, power tetap merupakan suatu hal yang penting, tetapi ia tidak hanya terdapat dalam hubungan-hubungan di dalam dan antar Negara, tetapi juga dalam dimensi-dimensi lain kehidupan sosial. Dengan demikian saya berpendapat bahwastruktur power bersifat multi-dimensional, mencakup di dalamnya fenomena ekonomi, politik, sosial, teknologi, kebudayaan, dan seterusnya. Di dalam fenomena-fenomena ini, dapat ditemukan power, power system dan juga power conflict.”40

Fokus dari perspektif atau pendekatan Kosmopolitanisme pada manusia

bukannya negara dan pada dimensi sosial dalam Hubungan Internasional telah

memungkinkan Bahasa Esperanto didekati, dipandang dan dibahas di dalam

38 Chris Brown, ‘Borders and Identity in International Political Theory’, dalam Mathias Albert, David Jacobson and Yosef Lapid, Indentities,Borders, and Orders: Rethinking international Relations Theory. Minnesota: University of Minnesota Press., 2001, hal. 120. 39 Molly Cochran, ‘Cosmopolitanism and Communitarianism in Post Cold War World’, dalam John Macmillan and Andrew Linklater. Boundaries in question: new directions in international relations. London: Cassel Publisher Limited, 1995, hal 169. 40 Barry Buzan, David Held, and Anthony McGrew, ‘Realism Vs. Cosmopolitanism: A debate between Barry Buzan and David Held, conducted by Anthony McGrew’, 1996, melalui http://www.polity.co.uk/global/global.htm, diakses 21 Mei 2008.

Page 30: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

30

kerangka Hubungan Internasional dengan berfokus pada interaksi antar manusia

penggunanya melintasi batas-batas negara. Asumsi dan pandangan mengenai

identitas dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia di dalam dan antar

komunitasnya juga akan saya gunakan untuk memahami nilai-nilai yang

berkembang di kalangan para penutur Esperanto yang memiliki identitas politis

serta etnis yang berbeda-beda.

1.6 Metode Penelitian

Di dalam pembagian metode penelitian menjadi dua kelompok yakni

kualitatif dan kuantitatif, dimana tujuan dari metode penelitian kuantitatif ialah

melakukan suatu pengukuran tertentu sedangkan tujuan dari metode penelitian

kualitatif ialah untuk mencapai sebuah kedalaman informasi, penelitian dalam

pembuatan skripsi ini akan saya lakukan menggunakan metode penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif menghendaki pemahaman subjektif dimana realitas

sosial adalah produk dari interaksi sosial yang bermakna sebagaimana yang dirasa

dari perspektif dari yang terlibat, dan bukan dari perspektif si pengamat.

Penelitian ini juga menekankan pentingnya konteks dan frame of reference dari si

subjek.41 Realitas dalam penelitian kualitatif dikonstruk secara sosial, variabel

dilihat sebagai sesuatu yang kompleks dan interwoven, sulit untuk diukur. Selain

itu konteks merupakan sesuatu hal yang penting bagi penelitian kualitatif.42

Alasan saya menggunakan metode penelitian kualitatif di dalam penelitian

yang akan saya lakukan ialah untuk mendapatkan sebuah makna yang mendalam 41 Robert B. Burns. Introduction to Research Methods. 4th Edition. New South Wales: Pearson Education Australia, 2000, hal. 388-391. 42 Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press, 2006, hal. 61-81.

Page 31: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

31

mengenai Bahasa Esperanto sebagai sebuah fenomena sosio-kultural internasional

yang menyangkut berbagai individu sebagai subjek di dalamnya, selain itu Bahasa

Esperanto merupakan sebuah hasil konstruksi pemikiran yang dinamis seiring

dengan perkembangannya dan juga bersifat value-laden mulai dari alasan

penciptaannya sampai dengan alasan para individu di ranah internasional

mempelajarinya.

Untuk lebih memperjelas tata cara ‘bagaimana’ penelitian ini akan

dilakukan, maka saya juga akan merujuk pada jenis mode penelitian sosial

menurut penstudi lain yang tidak menggunakan pembagian kualitatif-kuantitatif.

Menurut J. L. Simmons dan George J. McCall, terdapat empat major social

research modes yakni secondary research / secondary analysis, survey research,

participant observation, dan experiment, keempat mode penelitian ini tidak harus

digunakan secara eksklusif karena masing-masing mode dapat melengkapi satu

sama lain43. Mode penelitian yang akan saya gunakan dalam penelitian ini ialah

secondary research / secondary analysis dan participant observation karena

kedua mode ini dalam penerapannya memiliki tujuan yang selaras dengan metode

penelitian kualitatif yang telah saya gambarkan di atas dan dapat lebih jauh

membantu dalam menjawab research question.

Mode secondary research didasarkan pada fakta bahwa tidak selalu perlu

bagi seorang peneliti untuk mencari data-data baru untuk menjawab research

question yang diajukan. Jika data yang memadai sudah tersedia dan bahkan juga

telah dianalisa dengan baik, maka peneliti hanya harus mencari jawaban dari

43 J.L. Simmons dan George J. McCall. Social Research: The Craft of Finding out. New York: MacMillan Publishing Company, 1985, hal. 107.

Page 32: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

32

research question yang ia ajukan dan proses dari pencarian jawaban inilah yang

dinamakan secondary research. Jika data yang memadai sudah tersedia namun

belum dianalisa secara tepat, maka yang perlu dilakukan oleh peneliti ialah

meminjam data tersebut dan melakukan analisa yang dibutuhkan, proses ini

dinamakan secondary analysis. Simmons dan McCall juga menekankan bahwa

penelitian sekunder ini tidak bersifat less important or less noble dalam dunia

penelitian, perbedaan yang dimilikinya dengan mode lain hanyalah bahwa dalam

penelitian sekunder peneliti tidak secara langsung, dan melalui tangan pertama,

mengumpulkan data yang dibutuhkan.44

Mode penelitian lain yang akan saya gunakan untuk melengkapi penelitian

ini ialah participant observation, mode ini melibatkan sejumlah interaksi sosial di

lapangan subjek penelitian, beberapa wawancara formal dan sejumlah besar

wawancara informal, pengumpulan dokumen-dokumen dan artifak-artifak, serta

open-endedness atau keterbukaan dalam perkembangan penelitian yang

dilakukan. Di dalam participant observation juga dibutuhkan pengembangan

hubungan personal dengan sejumlah subjek penelitian. Mode penelitian ini

bergantung kepada konseptualisasi apa yang sedang diteliti sebagai sebuah sistem

yang terdiri dari bebagai bagian yang saling terhubung dan saling tergantung satu

sama lain.45

Mode-mode penelitian di atas memiliki kesesuaian dengan metode

penelitian kualitatif dengan kegunaan teknis yang lebih praktis dalam penelitian.

Penggunaan secondary research dan secondary analysis bersesuaian dengan

44 Ibid, hal. 111-112. 45 ibid, hal. 127-134.

Page 33: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

33

tujuan penelitian kualitatif untuk mendapatkan suatu kedalaman informasi dengan

tetap memperhatikan efisiensi dan efektifitas di dalam penelitian. Kedalaman

informasi dapat didapatkan melalui mode sekunder ini karena jumlah data yang

dihasilkan lebih beragam dan, jika telah tersedia analisa mengenai data tersebut,

dapat ditemukan penggambara subjektif yang mendalam mengenai fenomena

yang diteliti yang kemudian dapat membantu melengkapi analisa saya sebagai

peneliti atas fenomena Esperanto. Sedangkan mode penelitian participant

observation dapat membantu saya untuk memahami, bukan hanya sekedar

mendapatkan, informasi-informasi dan memaknainya. Dengan cara ini pula saya

dapat memahami, dan dalam beberapa tataran menginternalisasi, nilai-nilai yang

ada di dalam fenomena Bahasa Esperanto berdasarkan frame of reference atau

kerangka pemikiran para subjek yang diteliti yakni para Esperantist.

Keseluruhan elemen dari metode kualitatif dan mode patticipant observation

serta secondary research penelitian akan saya gunakan secara komplementer

untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam, serta value-laden mengenai

bagaimana nilai-nilai tersebar melalui interaksi para Esperantist melalui berbagai

bentuk komunikasi internasional. Tata cara teknis penelitian ini dimungkinkan

untuk dilakukan berkat perkembangan teknologi informasi internet yang

memperluas ruang sosial sehingga saya dapat melakukan interaksi sosial secara

terus-menerus di dalam ruang maya berupa e-forum dan mailing list tanpa kendala

jarak, waktu, maupun biaya yang berarti di dalam penelitian. Dengan

mempertimbangkan karakteristik dari penelitian kualitatif seperti yang telah

diungkapkan sebelumnya, dalam penulisan skripsi ini saya akan menghadirkan

Page 34: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

34

bab-bab di luar latar belakang, tinjauan pustaka, objek penelitian, pembahasan dan

kesimpulan yang berisi informasi yang perlu diketahui untuk memahami konteks

penelitian secara menyeluruh46.

Usaha untuk mendapatkan gambaran mengenai konteks yang menyeluruh

dari fenomena yang saya teliti dalam skripsi ini yaitu Bahasa Esperanto –

Komunitas Esperantist, mempengaruhi penentuan unit analisa dan pemilihan

sampel. Unit analisa dari penelitian ini ialah komunitas Esperantist secara luas,

akan tetapi karena terdapat sub-komunitas Esperantist (yang kemudian akan saya

sebut sebagai komunitas) maka unit analisa akan diturunkan ke tingkatan

komunitas-komunitas Esperantist spesifik yang memiliki perbedaan satu sama lain

sehingga sebuah gambaran yang lebih menyeluruh dapat didapatkan. Walaupun

demikian karena terdapat sejumlah besar komunitas Esperantist, maka harus

dilakukan pemilihan sampel agar penelitian dapat dilaksanakan. Adapun teknik

pemilihan sampel atau unit analisa dalam penelitian ini ialah purposive sampling

untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, bukan

untuk menciptakan generalisasi. Purposive sampling saya gunakan karena dalam

penelitian kualitatif tidak ada pengambilan sampel secara acak dan juga dengan

teknik ini dapat diperoleh sampel-sampel yang berbeda-beda yang dapat mengisi

keseluruhan kerangka komunitas Esperantist yang di dalamnya terdapat berbagai

variasi namun tidak bersifat mutually exclusive satu sama lain. Untuk

memperdalam informasi, maka saya juga akan menerapkan teknik snowball

sampling (masih terdapat dalam purposive sampling) dengan memulai pada suatu

46 Lihat Dr. Lexy J. Moleong, M.A. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, hal. 356 – 357.

Page 35: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

35

titik dan mengembangkannya seiring berjalannya penelitian dengan tetap

melakukan penyesuaian yang berkelanjutan.47

Menggunakan purposive sampling, dengan mempertimbangkan kriteria

variasi untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh dan juga snowball

sampling berupa rujukan dari para informan terdahulu, maka saya menentukan

tiga sampel untuk diteliti yakni UEA, lernu!, dan Esperanto-kurso. Rincian

spesifik mengenai karakteristik tiap sampel yang menunjukkan kesesuaian mereka

terhadap tujuan pemilihan sampel dalam purposive sampling, dan juga proses

snowball yang terlibat di dalamnya, akan dijelaskan secara lebih terperinci di bab

berikutnya mengenai komunitas Esperantist.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dengan menggunakan mode participant observation, diperlukan sejumlah

interaksi dengan objek yang diteliti. Lokasi penelitian utama dalam penelitian ini

adalah dunia maya, dimana di dalamnya terdapat ruang interaksi dengan aktor-

aktor pengguna bahasa Esperanto melalui situs internet, e-mail dan e-forum.

Selain itu di dalam internet juga dapat didapatkan dokumen-dokumen yang dapat

dipergunakan dalam secondary analysis dengan mempertimbangkan aspek

kredibilitas dari pengembang situs dan keterwakilan para penggunanya.

Dokumen-dokumen yang didapatkan ini juga dapat berupa salinan dari bentuk

fisiknya yang terdapat di dunia nyata yang mungkin sulit untuk didapatkan karena

berbagai kendala seperti jarak dan biaya.

47 Ibid, hal. 223 – 225.

Page 36: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

36

Adapun situs internet utama yang digunakan merupakan situs dari tiga

sampel yang dipilih menggunakan purposive sampling yakni milik Organisasi

Esperanto internasional yang dominan yakni Universala Esperanto Asocio (UEA)

serta situs internet interaktif untuk mempelajari bahasa Esperanto yakni

www.lernu.net. E-forum yang digunakan ialah forum pembelajaran bahasa

Esperanto terbuka terbesar48 [email protected]. Sejumlah

wawancara juga dilakukan dengan para informan dari website ataupun e-forum

diatas.

Penelitian dalam artian participant observation dan secondary research

telah dilakukan semenjak Oktober 2007, karena dilakukan secara terus-menerus

tanpa regularitas interval yang direncanakan, maka jadwal spesifik dari penelitian

tidak dapat saya cantumkan di sini. Secara formal, penelitian penyusunan skripsi

ini dilakukan pada Februari 2008 sampai Juni 2009 dengan juga

mempertimbangkan dokumen relevan yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya

untuk mendapatkan pemahaman dan internalisasi latar belakang fenomena yang

lebih mendalam.

48 Berdasarkan hasil pencarian di groups.yahoo.com, mailing list yang disediakan oleh web provider yang sangat dominan di dunia maya yakni yahoo.

Page 37: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Globalisasi dan Hubungan Internasional

Globalisasi merupakan suatu fenomena yang mewarnai hubungan

internasional kontemporer dan telah membawa dampak hampir ke setiap ruang

dalam kehidupan. Tidak pernah terdapat suatu kesepahaman mengenai definisi,

cakupan, dan kecenderungan dari globalisasi, bahkan terdapat kaum skeptis yang

berpendapat bahwa globalisasi tidak pernah benar-benar terjadi. Walaupun

demikian, pengaruh dari globalisasi benar-benar nyata dalam setiap segi

kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan kaum skeptis.

Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang berupa sebuah proses

menyeluruh yang mendatangkan pengaruh dan dipengaruhi oleh berbagai segi

kehidupan manusia, salah satunya ialah komunikasi. Komunikasi, sebagaimana

yang dinyatakan oleh Steve Smith, telah merubah cara kita berinteraksi dengan

dunia dan saat ini (di era Globalisasi) kita hidup di sebuah dunia dimana suatu

kejadian di suatu tempat dapat secara langsung diamati di belahan dunia lain, hal

ini disebabkan oleh komunikasi elektronik yang merubah pandangan kita

mengenai kelompok-kelompok sosial yang kita tinggali.49

Yang harus diperhatikan di dalam globalisasi ialah bahwa beberapa batas-

batas dan perbedaan menjadi kabur dan menghilang akan tetapi tetap terdapat

beberapa batas-batas dan perbedaan yang justru menguat. Batas-batas dan

49 John Baylis and Steve Smith. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. Third Edition. New York: Oxford University. Press Inc., 2005, hal. 11.

Page 38: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

38

perbedaan yang menghilang terutama terkait dengan globalisasi sebagai

deteritorialisasi (dimana batas antar negara terkikis relevansinya), yakni

merupakan sebuah proses perubahan pola interaksi manusia dimana ruang-ruang

sosial yang tercipta secara global tidak lagi terbatasi oleh batas-batas geografis

maupun batas-batas politis, hal ini juga berarti aktivitas-aktivitas sosial tidak lagi

terbatasi oleh batas-batas nasional - teritorial. Dalam dunia yang mengalami

proses deteritorialisasi, manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya tanpa

dihalangi oleh perbedaan lokasi ataupun kewarganegaraan. Walaupun demikian,

dalam proses deterritorialisasi negara tetaplah ada di dalam sistem internasional,

posisi negara di dalam dunia yang terdeteritorialisasi dapat digambarkan dengan

istilah yang dikemukakan oleh Anne-Marie Slaughter di dalam jurnal Foreign

Affairs, “The state is not disappearing, it is disaggregating”50.

Perbedaan dan batasan-batasan yang ada dan semakin menguat salah

satunya ialah yang berhubungan dengan budaya karena globalisasi menghasilkan

homogenisasi sekaligus makin menguatnya heterogenisasi karena adanya

reassertion nasionalisme, etnisitas dan perbedaan. Bahkan John Baylis

menggambarkan Budaya Kosmopolitan yang muncul dalam globalisasi sebagai

suatu kondisi dimana orang-orang berpikir secara global dan bertindak lokal.51

Globalisasi merupakan sebuah proses historis yang melibatkan pergeseran

atau transformasi di dalam skala spasial organisasi sosial manusia yang

menghubungkan komunitas-komunitas yang berjauhan52, hal ini memiliki arti

50 Anne-Marie Slaughter. 1997, ‘The Real New World Order’, Foreign Affairs, Volume 76, Number 5, September / October 1997, hal. 185. 51 Baylis and Smith, loc. cit. 52 Ibid.

Page 39: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

39

bahwa komunitas-komunitas tersebut tetap berdiri sebagai sebuah aktor tunggal

yang berbeda satu sama lain akan tetapi mereka juga memiliki kesamaan yang

mengaitkan mereka dan batas-batas seperti batas politik dan fisik negara-negara

mulai tidak begitu relevan bagi hubungan mereka.

Selain beberapa penggambaran globalisasi yang terdapat diatas, terdapat

pula beberapa pandangan skeptis tentang globalisasi yang juga berkaitan dengan

persamaan dan perbedaan (homogenisasi) dan untuk mendapatkan pemahaman

yang berimbang perspektif ini juga harus diperhatikan. Beberapa peneliti melihat

bahwa globalisasi sebenarnya sama dengan westernisasi yang merupakan sebuah

dinamika dimana struktur sosial dari modernitas tersebar ke seluruh dunia dan

biasanya menghancurkan kebudayaan yang ada sebelumnya53, hal ini senada

dengan kritik bahwa globalisasi memiliki dampak yang tidak imbang bagi para

aktor yang terlibat di dalamnya dan juga selalu terdapat para pecundang ketika

dunia menjadi semakin ter-globalisasi54.

Konsep-konsep dan teori-teori globalisasi yang berbeda-beda, dan dalam

tingkatan tertentu saling melengkapi ini memberikan gambaran mengenai setting

dan konteks hubungan internasional dalam melihat dan menginterpretasi

fenomena Bahasa Esperanto yang digunakan sebagai sarana interaksi

internasional antar para penggunanya. Selain dalam konteks praktis, globalisasi

juga memiliki pengaruh dalam konteks teoritis Hubungan Internasional yang pada

akhirnya mempengaruhi fokus subjek dan kajian studi ini.

Julian Saurin dalam artikelnya The end of international relations? The state and

53 Jan Aart Scholte. Globalization: a Critical Introduction. New York: Palgrave, 2000, hal. 5. 54 Baylis dan Smith, op., cit., hal. 10.

Page 40: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

40

international theory in the age of globalization, memaparkan bahwa studi Hubungan

Internasional terlalu terfokus pada negara sebagai unit kajiannya. Alih-alih

melihat Hubungan Internasional sebagai sebuah disiplin yang dalam dirinya

secara sui generis dibentuk oleh Negara dan manifestasi power Negara, Julian

Saurin ingin merelokasi Hubungan Internasional sebagai bagian dari teori sosial

secara keseluruhan yang mana teori sosial memiliki tujuan untuk menjelaskan

bentuk-bentuk, distribusi, artikulasi serta konsekuensi-konsekuensi yang lahir dari

power sosial. Sebagai bagian dari teori sosial, Hubungan Internasional telah

mengambil suatu unit analisis spasial tertentu yakni territorial state sebagai titik

tolak analitisnya, dengan kata lain keberadaan Negara-negara dalam arti

kewilayahan (berkaitan dengan perbatasan) adalah esensial sebagai titik tolak

awal Hubungan Internasional, akan tetapi dispersi dari aktivitas-aktivitas sosial,

ekonomi dan kultural tidak dibatasi oleh kewilayahan atau perbatasan. Dengan

demikian konsep kewilayahan dan perbatasan menjadi penting dalam memahami

bahwa aktivitas-aktivitas sosial, ekonomi dan kultural terjadi melintasi wilayah-

wilayah dan tidak terbatasi oleh perbatasan (antar Negara).

Saurin melanjutkan bahwa fokus dari rethinking atas Hubungan

Internasional ini merupakan rekonfigurasi otoritas sosial yang tidak berlandaskan

kewilayahan dan melampaui pembagian spasial dunia macam apapun dan juga

analisis globalisasi terhadap redefinisi dan rekomposisi dari semua bentuk otoritas

sosial yang mencakup prinsip-prinsip identitas dan representasi.55

55 Julian Saurin, “The End of International Relations? The State and International theory in the Age of Globalization” dalam John Macmillan dan Andrew Linklater, Boundaries in question: new directions in international relations, London: Cassel Publisher Limited, 1995, hal. 244 – 246.

Page 41: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

41

2.2 Komunikasi Internasional dalam Hubungan Internasional

Komunikasi internasional, atau komunikasi global, merupakan sebuah

kajian yang mendapatkan perhatian khusus dalam Hubungan Internasional dan

terdapat beberapa penstudi Hubungan Internasional yang telah meneliti serta

mengkaji topik ini.

Selain Mark D. Alleyne, yang pemikirannya telah digambarkan di Bab

sebelumnya, terdapat juga pemikir Hubungan Internasional yang mendekati

permasalahan komunikasi tanpa terbatasi oleh konsep negara-bangsa dan lebih

berkaitan dengan perihal ‘masyarakat’ atau komunitas yakni Karl W. Deutsch. Di

dalam karyanya, Deutsch menggambarkan keterkaitan yang kompleks antara

konsep masyarakat, bangsa serta komunikasi (terutama komunikasi internasional).

Komunitas merupakan sekelompok manusia yang memiliki kebudayaan

yang sama, kebudayaan dapat dilihat sebagai sekumpulan institusi dan juga

sekumpulan gagasan yang diterima bersama, seperti konsepsi ‘keindahan’ atau

‘perilaku baik’ yang diterima bersama, kompleks dari keseluruhan hal ini secara

teknis disebut sebagai konfigurasi budaya. Di dalam berbagai konfigurasi budaya

yang kasat mata, terdapat konfigurasi nilai-nilai yang tak kasat mata yang

menentukan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan dan nilai yang

menentukan apakah suatu hal bersifat baik ataupun buruk. Suatu budaya yang

dimiliki oleh suatu komunitas tidak hanya ditunjukkan oleh apa yang dapat kita

amati atau terlihat, tetapi juga ditunjukkan dari apa yang tidak terlihat di

Page 42: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

42

dalamnya; perilaku yang tidak terlihat karena tidak diterima, kata-kata yang tidak

terdengar karena dianggap tabu, maupun barang-barang yang tidak terlihat karena

tidak digunakan. Sebuah budaya bersama merupakan serangkaian preferensi dan

prioritas yang berulang dari para manusia yang terlibat di dalamnya yang

melibatkan perhatian, perilaku, pemikiran dan perasaan mereka. Preferensi-

preferensi ini membutuhkan komunikasi, untuk dapat tercipta dan tersebar dan

komunikasi lebih mudah terjadi diantara manusia yang berbagi kebudayaan yang

sama dibanding melintasi batas-batas perbedaan. Ketika kebudayaan yang sama

memfasilitasi komunikasi, maka komunitas terbentuk.56

Dengan adanya globalisasi yang menciptakan dan mempercepat penyebaran

pola perilaku dan gagasan yang sama (pada tahap tertentu dapat disebut sebagai

kebudayaan), komunikasi lintas batas kebudayaan yang dibatasi oleh negara-

bangsa menjadi lebih intensif dilakukan. kondisi ini tidak menegasikan teori

komunikasi di atas, melainkan dapat digambarkan sebagai munculnya suatu

komunitas yang lebih luas dari komunitas manusia di dalam negara-bangsa

dimana mereka berbagi konfigurasi budaya yang sama di atas konfigurasi

kebudayaan klasik yang berbeda dan kesamaan ini lebih lanjut memfasilitasi

komunikasi yang terjadi. Komunikasi internasional, dengan demikian, dapat

dipandang bukan lagi sebagai komunikasi yang dilakukan oleh sekelompok

manusia yang terbatasi oleh lebih banyak perbedaan dibanding persamaan,

melainkan suatu komunikasi di dalam komunitas yang sama hanya saja melintasi

batas-batas politik-geografis yang masih ada. Pemahaman ini senada dengan

56 Karl W. Deutsch. Nationalism and Social Communication. London: Chapman & Hall Ltd., 1967, hal. 62.

Page 43: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

43

penjelasan lanjutan Deutsch tentang komunitas atau masyarakat dimana

menurutnya masyarakat dan komunitas terbangun melalui pembelajaran sosial dan

terdiri atas orang-orang yang telah belajar untuk berkomunikasi satu sama lain dan

saling memahami satu sama lain, hubungan diantara para anggota masyarakat dan

komunitas melebihi sekedar pertukaran barang dan jasa belaka. Pemahaman ini

tentu saja berlaku jika kita menganggap komunikasi internasional yang terjadi

menciptakan saling pemahaman antar, setidaknya beberapa, anggota masyarakat

negara-bangsa yang berbeda dan menciptakan hubungan yang lebih dari sekedar

pertukaran barang dan jasa seperti yang telah disebutkan di atas.

Komunikasi merupakan salah satu saluran budaya yang bersifat pararel

dengan saluran komunitas yang juga terdiri dari fasilitas-fasilitas material, seperti

sarana komunikasi. Yang disalurkan melalui saluran-saluran ini sangat sulit untuk

dijelaskan. Beberapa bagian dari ‘hal-hal’ yang disalurkan ke seluruh anggota

komunitas ini kita sebut pengetahuan, bagian lain kita sebut nilai-nilai dan lainnya

sebagai kebiasaan, kode perilaku atau tradisi. Kita memiliki pemahaman kualitatif

mengenai ‘hal-hal’ ini dan kita dapat mengenalinya ketika kita mendengar atau

melihatnya, kita juga mengetahui bahwa hal-hal ini saling terhubung satu sama

lain tetapi tidak ada kata sehari-hari yang dapat menggambarkan kesatuan atau

hubungan diantara hal-hal ini, dan juga tidak terdapat konsep yang dikenal oleh

para ilmuwan sosial yang memungkinkan analisa akurat atau pengukuran

kuantitatif dapat dilakukan terhadap ‘hal-hal’ tersebut. Untuk dapat memahami

hal-hal ini dengan lebih baik, diperlukan pemahaman mengenai konsep informasi,

kapasitas sistem komunikasi, dan sifat komplementer dari bagian-bagian antar

Page 44: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

44

konsep tersebut57.

Pengertian Deutsch mengenai konsep komunitas, komunitas internasional,

komunikasi antar atau intra komunitas serta tersalurnya suatu kesatuan ‘hal-hal’,

yang dalam penelitian ini saya sebut sebagai nilai-nilai, melalui berbagai bentuk

komunikasi yang didukung oleh berbagai fasilitas material menyediakan landasan

teoritis untuk membantu memahami ‘nilai-nilai’, berbagai bentuk komunikasi dan

konsep komunitas yang saling terkait dalam penelitian tentang Esperanto ini.

2.3 Penelitian Mengenai Identitas dalam Hubungan Internasional

Tujuan utama dalam penelitian ini ialah mengungkap nilai-nilai yang

terdapat di dalam komunitas pengguna Esperanto yang dapat dilihat dari berbagai

bentuk komunikasi internasional di dalam komunitas tersebut, salah satu jenis

nilai (berupa sistem kepercayaan) yang tampak dominan dari tinjauan awal ialah

keberadaan sebuah ‘identitas’ yang mengikat para Esperantist di dalam sebuah

komunitas, walaupun seperti apa identitas yang mereka maknai dan melibatkan

unsur-unsur apa saja yang terlibat di dalamnya belum dapat diketahui sepenuhnya

sebelum dilakukan penelitian yang mendalam.

Dengan demikian, adalah penting untuk melihat karya pemikiran dan

penelitian para penstudi Hubungan Internasional lainnya mengenai nilai berupa

‘identitas’, terutama yang berhubungan dengan identitas yang melampaui

kesatuan politik Negara. Hal ini juga menjadi penting mengingat bahwa identitas

kelompok merupakan suatu penentu suatu komunitas yang memiliki kesatuan tak

57 ibid, hal. 64 – 66.

Page 45: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

45

terpisahkan dengan konsep komunikasi.

Richard Ned Lebow, di dalam artikelnya ‘Identity and International

Relations’ mendekati permasalahan identitas dalam Hubungan Internasional

dengan cara yang cukup menarik. Pertama-tama, Richard Ned Lebow

memaparkan penerapan pemikiran klasik Kant dan Hegel mengenai identitas

dalam Teori Politik dan Hubungan Internasional dimana menurut mereka sebuah

identitas hanya dapat diciptakan melalui penciptaan ulang berkesinambungan dan

melalui penciptaan stereotip negatif dari ‘others’ (orang lain / para individu yang

bukan merupakan anggota komunitas, orang-orang yang tidak berbagi identitas

yang sama). Beberapa pemikir besar Hubungan Internasional seperti Schmitt dan

Huntington menerima pola pemikiran biner seperti ini, dan beberapa lainnya

sepert Nietzsche, Habermas dan Rawls, mencari cara untuk menanggulangi

komposisi biner dari identitas tersebut.

Richard Ned Lebow menantang asumsi yang dibangun oleh Kant, Hegel dan

para penerusnya dengan menggunakan karya filsuf-sastrawan klasik Yunani kuno

Homer yakni Iliad dan serangkaian penelitian psikologis sebagai dasar

argumennya. Richard Ned Lebow menyatakan bahwa pembentukkan ‘identitas’

tidak memerlukan pembentukkan konsep others dan, secara rasional, terbentuk

sebelum konstruksi akan others dan juga bahwa others tidak selalu berkaitan

dengan stereotip negatif, dan walaupun dalam kondisi dimana terdapat stereotip

negatif akan others, batas-batas antara anggota kelompok dan bukan anggota

kelompok merupakan batasan buatan yang tidak rigid. Richard Ned Lebow,

melalui artikelnya menjelaskan bahwa sejarah modern telah membuktikan bahwa

Page 46: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

46

penciptaan dan pemeliharaan identitas seringkali terjadi melalui interaksi positif,

walaupun tidak selalu setara, dengan others. Berikut ialah rangkuman pemikiran

Richard Ned Lebow dalam artikelnya.

Di tahap awal, Lebow mengidentifikasi adanya pemahaman mengenai

identitas yang melibatkan prakondisi diciptakannya stereotip negatif dari others

dan juga bahwa hal ini penting untuk menjaga kekohesifan dari suatu komunitas

yang berbagi identitas yang sama, dalam pembahasan ini juga ‘komunitas’ yang

dimaksudkan oleh Lebow mulai dipertegas sebagai bangsa yang terikat di dalam

Negara, ini menekankan konteks Hubungan Internasional dalam pembahasan

lebih lanjut yang dilakukannya. Selanjutnya, Lebow mengidentifikasi adanya

perdebatan dimana para pemikir seperti Kant dan Hegel, di satu sisi, mendukung

pemikiran ini dan beberapa pemikir lain seperti Nietzche dan Habermas, melihat

adanya dangerous binary atau oposisi biner yang berbahaya ini dan mencoba

untuk mengatasinya melalui dialog dan cara berpikir dialektis. Mengikuti

pemikiran Lebow, perdebatan ini merupakan perdebatan antara Realpolitik

dengan Idealisme, antara penggambaran keadaan yang benar-benar terjadi dengan

keadaan yang seharusnya terjadi dan perdebatan ini terjadi di dalam empirical

vacuum atau ruang vakum empiris. Maka dari itu, Lebow melihat diperlukannya

sebuah afirmasi empiris melalui penelitian psikologis dan juga secara historis

melalui nilai-nilai ini yang terdapat di dalam sebuah karya sastra klasik yakni

“Iliad” dimana penggambaran Homer akan identitas berbagai bangsa di dalamnya

menggambarkan adanya suatu ide yang berbeda, yang sudah ada semenjak masa

lalu, mengenai identitas.

Page 47: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

47

Sebelum beranjak lebih jauh, Lebow melakukan peninjauan atas filsafat

identitas untuk mendapatkan landasan yang kuat dalam pembahasannya. Identitas

merupakan suatu konsep yang memiliki makna yang cair. Roger Brubaker dan

Frederick Cooper mengidentifikasi lima penggunaan utama dari istilah identitas.

Identitas dapat dipahami sebagai landasan atau basis tindakan sosial atau politik,

sebuah fenomena kolektif yang menandakan suatu kesamaan diantara anggota

sebuah kelompok atau kategori, sebuah aspek inti dari konsep selfhood atau ke-

diri-an individual maupun kolektif, sebuah produk tindakan sosial atau politis,

atau produk dari berbagai diskursus yang berkompetisi satu sama lainnya. Mereka

juga melihat bahwa konsep para konstruktivis mengenai identitas sangatlah kabur

dan tidak mempertimbangkan situasi dimana koersi digunakan untuk memaksakan

suatu identifikasi.

Di dalam filsafat, Ilmu Politik dan politik, konstruksi identitas telah secara

umum diasumsikan membutuhkan penciptaan others atau pihak antagonis yang

mengancam komunitas yang berbagi identitas. Bentuk paling ekstrim dari

pemahaman seperti ini ialah, seperti yang dinyatakan oleh Carl Schmitt, bahwa

identitas politik paling baik dibentuk melalui perjuangan dengan kekerasan

melawan musuh tertentu. Terdapat beberapa bukti historis yang mendukung klaim

ini, salah satunya ialah kasus Bangsa Israel kuno. Di era modern, terdapat

beberapa politisi dan kaum intelektual yang secara berkesinambungan

menciptakan atau mengeksploitasi dikotomi antara ‘kami’ dan others untuk

memajukan agenda politik rasis otoriter. Contoh yang prominen ialah Clash of

Civilization karya Samuel Huntington yang menyatakan bahwa para imigran

Page 48: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

48

keturunan Latin merupakan others yang tidak dapat berasimilasi dan Islam

merupakan suatu others eksternal yang mengancam kedigdayaan ekonomi dan

keamanan fisik Amerika Serikat. Sebagai tindak lanjut atas peristiwa 11

September, pemerintahan Bush telah cukup berhasil memobilisasi dukungan atas

‘perang melawan teror’ serta invasi Afghanistan dan Iraq dengan meyakinkan

masyarakat bahwa orang-orang di dunia dapat dibagi menjadi ‘masyarakat baik

pecinta kebebasan’ dan ‘teroris pengecut jahat’, konsep ‘kami’ dan oposisi biner

others yang negatif.

Konsep biner ‘us’dan others memiliki sejarah yang panjang. Pertamakali hal

ini dikonseptualisasikan pada abad ke delapanbelas melawan upaya-upaya

pemerintahan Eropa Barat yang mempromosikan kekohesifan dan pembangunan

domestik melalui konflik nternasional. Immanuel Kant menteorikan bahwa

unsocial sociability dari sekelompok manusia menyatukan mereka kedalam suatu

masyarakat tetapi kemudian membuat mereka melakukan tindakan yang justru

akan menghancurkan kesatuan mereka sendiri. Kant menyatakan bahwa sifat ini

terdapat dalam spesies manusia secara inheren dan hal inilah yang menciptakan

dasar bagi didirikannya Negara. Peperangan memisahkan beberapa kelompok

manusia, tetapi melalui peperangan identitas di dalam suatu kelompok menjadi

semakin kuat. Konsep ‘kami’ terus menerus diciptakan dan diperkuat dengan

mengorbankan others di dalam peperangan.

Hegel mengembangkan pemikiran yang serupa, dimana ia memperhatikan

bahwa Negara-negara modern sangatlah berbeda dengan Negara-negara terdahulu

dimana fondasi dasarnya tidak lagi berupa identitas kultural, keagamaan atau

Page 49: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

49

kebahasaan, tetapi merupakan kesetiaan para warga Negara terhadap otoritas

sentral yang menyediakan pertahanan bersama bagi mereka yang terdapat di

dalamnya. Dengan demikian, maka para warga Negara mengembangkan konsep

identitas melalui konflik eksternal Negara tersebut dengan others.

Beranjak ke dunia psikologis, beberapa pemikir dalam Ilmu Psikologi

seperti Marilynn Brewer menyayangkan bahwa terdapat sebuah kepercayaan

konvensional yang telah berkembang sejak lama bahwa solidaritas kelompok dan

permusuhan terhadap kelompok lain merupakan dua sisi mata uang yang saling

terhubung. Penelitian psikologis lebih lanjut dilakukan oleh Henri Tajfel dan

hasilnya menunjukkan bahwa identifikasi di dalam kelompok menciptakan bias

dimana anggota kelompok lainnya akan terlihat lebih baik sedangkan terdapat

pandangan penuh prasangka atas orang-orang yang bukan merupakan bagian dari

kelompok. Dari penelitian ini juga terlihat bahwa banyak anggota kelompok yang

mengalokasikan sumberdayanya untuk mendukung bias semacam ini walaupun

hal tersebut akan berdampak buruk bagi diri mereka sendiri.

Gordon Allport, dalam studi perintisnya akan prasangka yang diterbitkan

pada 1954, menyediakan landasan atas pemikiran bahwa solidaritas suatu

kelompok tidak memerlukan permusuhan terhadap bukan anggota kelompok.

Allport menyatakan bahwa perasaan dalam suatu kelompok merupakan

psychological primary dan konsep ini berkembang sebelum konsepsi apapun

mengenai luar kelompok. Allport juga menemukan bahwa perbatasan antara

dalam kelompok dan luar kelompok bersifat fleksibel: identifikasi suatu kelompok

dapat menjadi lebih atau kurang inklusif tergantung keadaan. Beberapa survey

Page 50: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

50

laboratorium dan studi lintas budaya juga memperkuat preposisi bahwa

identifikasi kelompok adalah independen dari perilaku negatif terhadap luar

kelompok. Secara umum, survey yang dilakukan membuktikan bahwa patriotisme

dan kebanggaan nasional, yang merupakan manifestasi dari solidaritas di dalam

kelompok, secara konseptual berbeda dari stereotip dan agresi terhadap luar

kelompok. Jane Mansbridge, peneliti yang melakukan survey ini, menyatakan

bahwa oppositional consciousness (identitas berdasarkan permusuhan terhadap

luar kelompok) lebih jarang terjadi di kenyataan dibanding yang dianggap

sebellumnya.

Menarik kesimpulan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, Brewer berkesimpulan bahwa permusuhan terhadap luar kelompok

disebabkan oleh kurangnya perasaan positif suatu anggota kelompok akan others

dan maka dari itu segala perasaan dan tindakan diskriminasi tidak selalu

menciptakan kekohesifan kelompok secara kolektif dan juga tidak membutuhkan

solidaritas kelompok untuk dapat muncul. Berdasarkan survey dan studi

perbandingan politik yang dilakukannya, Brewer melihat bahwa adanya stereotip

negative akan others biasanya terjadi pada kelompok yang berkompetisi dengan

kelompok lain untuk mendapatkan sumber daya fisik atau power politik.

Sherif dan Sherif membangun sebuah teori Psikologi bahwa terdapat

identitas ‘transenden’ yang melampaui identitas-identitas yang ada sebelumnya

dan identitas transenden ini menghilangkan rasa permusuhan antar kelompok serta

menyediakan landasan bagi empati antar manusia yang pada awalnya merupakan

anggota kelompok yang berbeda. Contoh dari identitas transenden ini antara lain

Page 51: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

51

ialah identitas kewilayahan yang melampaui identitas kekeluargaan, atau identitas

keagamaan yang melampaui identitas kewilayahan. Hal yang sama juga dapat

diterapkan dalam identitas kebangsaan atau kenegaraan dan identitas sebagai umat

manusia.

Setelah tinjauan psikologis, Lebow meninjau karya klasik Homer yakni

Iliad untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai identitas. Dengan

melakukan peninjauan mendalam terhadap Iliad, Lebow mencoba melihat nilai-

nilai yang hidup di masyarakat Yunani yang tercerminkan dari karya seninya

berupa prosa dan puisi. Di masa Yunani kuno, terdapat banyak kalangan

intelektual Yunani yang sepenuhnya menghapal Iliad karya Homer dan lebih

banyak lagi yang mengenalnya secara mendalam di dalam hati, bahkan Socrates

pun menyatakan bahwa masyarakat Yunani mengasimilasikan nilai-nilai Homerik

sampai ke taraf dimana terdapat beberapa rakyat Yunani yang menjalani

kehidupannya seperti kehidupan tokoh-tokoh di dalam karyanya dan nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya. Hal ini diperkuat dengan kemungkinan bahwa

kisah Iliad dibangun di atas dasar peperangan yang benar-benar terjadi yang

ceritanya disampaikan secara lisan lintas generasi.

Secara ringkas, di dalam Iliad Homer menggambarkan dua komunitas yang

berseteru, Yunani (Sparta) dan Troya. Walaupun di dalam epik tersebut terjadi

peperangan antara dua pihak, tetapi kedua pihak digambarkan sebagain

sekumpulan manusia yang sama-sama terhormat yang berjuang demi nilai-nilai

yang mereka percayai kebenarannya sehingga para pembaca merasa kehilangan

saat salah satu tokoh dari kedua pihak meninggal dalam peperangan. Di dalam

Page 52: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

52

konflik tersebut pun Yunani tidak menciptakan stereotip negatif dari lawannya

(Troya) untuk menciptakan kekohesifan identitas para prajurit, hal ini terlihat dari

pernyataan Achiless yang mewakili Yunani bahwa Bangsa Troya tidak pernah

merugikannya dalam bentuk apapun, “The Trojans never did me damage, not in

the least, they never stole my cattle or my horses, never in Phthia where the rich

soils breeds strong men did they lay waste my crops”.

Pada akhirnya, di dalam Iliad digambarkan bahwa peperangan Troya

Yunani terjadi melalui intervensi para Dewa-Dewa di Olympus dimana para

manusia di dalam epik tersebut menjadi ‘mainan’ para Dewa. Di dalam epik Iliad,

para pejuang terkemuka dari Troya dan Yunani mendapatkan identitas

‘kemanusiaan’ dan peranan mereka melalui engagement dengan para pejuang dari

kelompok lain. Konsep ‘diri’ dengan demikian tidaklah berlawanan dengan

konsep other, melainkan terkait erat dengannya, konsep identitas menjadi

meregang melampaui oikos atau keluarga dan kelompok etnik (Yunani), menjadi

identitas kemanusiaan menyeluruh dari para tokoh yang terlibat di dalam epik

Iliad. Setelah perang berakhir, para pejuang Troya dan Yunani sama-sama keluar

sebagai pahlawan yang hebat yang berkomitmen tidak hanya pada komunitasnya,

tetapi juga pada nilai-nilai bersama yang dijunjung oleh Yunani dan Troya, ini

menunjukkan fleksibelnya batasan antara identitas kelompok dengan others.

Kesamaan yang dibagi oleh kedua pihak juga dielaborasikan dalam beberapa bab

seperti kehebatan para pejuang unggulan, pemujaan atas Dewa dan nilai yang

sama, serta rasa kehilangan yang sama.

Page 53: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

53

Kesimpulan yang ditarik oleh Lebow dari epik Iliad ialah bahwa identitas

dan solidaritas Troya dan Yunani sudah tercipta kuat sebelum peperangan dan

tidak ada peningkatan yang berarti setelah peperangan berakhir. Terlebih lagi,

terjadinya peperangan juga mengungkapkan kerapuhan di dalam persatuan

Yunani.

Karya Homer mencerminkan beberapa temuan dari Psikologi modern

dimana konsep identitas mengemuka bahkan dengan tidak adanya others dan juga

permusuhan serta diskriminasi ditimbulkan oleh kelangkaan sumber daya,

kehormatan di dalam epik Iliad. Literatur-literatur Ilmu Psikologi dan Ilmu Politik

mengindikasikan bahwa terciptanya identitas melalui others lebih berupa sebuah

ideologi dibanding penggambaran akan kenyataan yang sebenarnya.

Penggambaran seperti ini, menurut Lebow, digunakan secara retoris untuk

memajukan agenda politik tertentu.58

Penelitian dari Lebow ini memberikan suatu pemahaman mengenai nilai

berupa identitas dan mengenai beberapa cara pencarian pengetahuan yang

mungkin dilakukan berkenaan dengan tema ini. Dengan demikian komunikasi di

dalam komunitas Esperantist akan saya pandang tidak terjadi dengan dipenuhi

stereotip negatif akan others, adapun perbatasan antara konsep komunitas dan

others dalam sudut pandang Esperantist harus dikaji lebih jauh. Cara pencarian

pengetahuan atau penelitian yang dapat dilakukan dalam Hubungan Internasional

untuk mendapatkan pemahaman mengenai identitas, yang seyogyanya dapat

58

Richard Ned Lebow, “Identity and International Relations”, dalam International Relations volume 22, 2008, melalui http://ire.sagepub.com/cgi/content/abstract/22/4/473, diakses pada 6 Februari 2009.

Page 54: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

54

diaplikasikan dalam pencarian pemahaman atas nilai-nilai lain, ditunjukkan oleh

Lebow melalui analisa teks dari suatu komunitas dengan preposisi dasar bahwa

teks tersebut merefleksikan nilai-nilai yang dipegang oleh komunitas tersebut.

Cara komplementer yang diterapkan melengkapi analisa teks merupakan analisa

psikologis dengan fokus berupa manusia / kelompok manusia untuk mengetahui

sistem kepercayaan mereka, walaupun Lebow memilih untuk melakukan

secondary analysis terhadap aspek psikologis ini, tidak menutup kemungkinan

sebuah analisa yang bersifat primer dilakukan melalui serangkaian observasi serta

interaksi dengan kelompok manusia yang diteliti atau perwakilan dari mereka.

2.4 Penelitian Terdahulu Mengenai Bahasa Esperanto

Melalui pencarian intensif di berbagai sumber, saya tidak menemukan

penelitian terdahulu dalam Studi Hubungan Internasional mengenai Bahasa

Esperanto secara khusus, termasuk juga mengenai aspek-aspek terkaitnya seperti

komunitas Esperantist yang terwakili oleh berbagai organisasi nasional, regional

dan internasional maupun metode komunikasi dalam Bahasa Esperanto atau

dalam komunitas Esperantist. Akan tetapi karena penelitian terdahulu mengenai

Bahasa Esperanto sangat perlu dirujuk untuk melihat bagaimana fenomena ini

didekati, maka saya mencantumkan penelitian dalam ranah ilmu non-Hubungan

Internasional mengenai Esperanto di sini.

Page 55: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

55

Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan dengan subjek Esperanto

dalam ranah keilmuan linguistik, penelitian linguistik mengenai Bahasa Esperanto

yang berkisar pada syntaksis atau struktur internal dari Bahasa Esperanto tentu

tidak memiliki relevansi yang besar untuk dibahas dalam kajian Hubungan

Internasional, adapun penelitian linguistik yang menurut saya relevan untuk dikaji

pada tahap ini ialah penelitian sosiolinguistik yang lebih memiliki penekanan pada

para pengguna dari suatu bahasa dan karakter-karakter yang ada dalam bahasa

tersebut yang mempengaruhi para penggunanya serta sebaliknya.

Seorang sociolinguist yang pernah melakukan penelitian mengenai Bahasa

Esperanto ialah Prof.. Sabine Fiedler dari University of Leipzig. Dalam penelitian

yang dilakukannya, Fiedler menerapkan metode participant observation, hal ini

memperkuat keputusan saya sebagai peneliti untuk menerapkan metode yang

sama dalam penelitian ini yang telah saya nyatakan di sub bab mengenai metode

penelitian. Berikut ialah hasil penelitian Fiedler mengenai Esperanto.

Bahasa Esperanto merupakan suatu sistem bahasa terencana satu-satunya

(diantara lebih dari 900 sistem bahasa terencana yang ada di dunia) yang telah

berhasil melalui transisi dari suatu proyek menjadi sebuah full-fledged language.

Hal ini dipengaruhi tidak hanya oleh sifat-sifat linguo-struktural dari bahasa

Esperanto, tetapi juga terutama oleh faktor-faktor ekstra-linguistik yakni faktor

yang melampaui aspek kebahasaan dari suatu bahasa. Bahasa Esperanto

digunakan dan dikembangkan oleh berbagai speech community (komunitas yang

terbentuk dan tersatukan melalui bahasa yang mereka tuturkan) yang berbeda,

Page 56: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

56

dengan demikian suatu penelitian mengenai komunikasi Esperanto selayaknya

dimulai dengan investigasi mengenai komunitas-komunitas ini

Speech community Esperanto memiliki karakteristik voluntary, non-etnis

serta non-teritorial. Terdapat perbedaan pandangan mengenai aspek non-etnis dari

komunitas Esperanto dimana beberapa ahli linguistik lebih memilih menggunakan

istilah quasi-etnis dengan menekankan keberadaan tradisi kultural bersama dalam

komunitas tersebut. Claude Piron menyatakan speech community Esperanto

memiliki kesamaan dengan komunitas diaspora. Walaupun para Esperantist tidak

memiliki latar belakang historis berupa lokasi tinggal yang sama, mereka

memiliki beberapa karakter yang serupa dengan komunitas yang mengalami

diaspora. Kesamaan karakter pertama antara speech community Esperanto dengan

komunitas diaspora yakni tersebarnya mereka di lebih dari seratus Negara di lima

benua, kemudian mereka juga memiliki infrastruktur komunikasi yang sangat

maju. Para anggota speech community Esperanto terhubung oleh jaringan-

jaringan komunikasi di tingkat lokal, nasional dan internasional yang meliputi

press independen, penerbit, organisasi, korespondensi, pergorganisiran perjalanan

kolektif, pertemuan, radio serta konferensi yang menggunakan bahasa Esperanto.

Selain itu para Esperantist juga memiliki kesadaran akan sejarah komunikatif

mereka selama lebih dari seratus tahun yang didokumentasikan dan diteruskan

melalui pelajaran dan literatur Esperanto, kesadaran ini meliputi juga memori

kolektif akan penindasan yang dilakukan terhadap mereka terutama oleh rezim

Hitler dan Stalin.

Page 57: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

57

Berhubungan dengan jaringan komunikasi Esperanto, terdapat sejumlah

besar karya sastra yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Esperanto seperti

Hamlet (Shakespeare), Revizor (Gogol), Iphigenie auf Tauris (Goethe), atau The

Battle of Life (Dickens). Hal ini dilihat Fiedler sebagai salah satu cara untuk

bukan mengembangkan Esperanto sebagai sebuah bahasa, tetapi juga untuk

menunjukkan bahwa bahasa Esperanto mampu menjalankan mengekspresikan

berbagai bentuk kebudayaan yang berbeda, hal ini yang menyebabkan berbagai

judul karya terjemahan ke dalam Bahasa Esperanto terus bertambah setiap

bulannya dan berdasarkan penelitiannya, Fiedler mengamati bahwa jumlah karya

terjemahan mencapai sekitar satu perempat dari total karya yang ada dalam bahasa

Esperanto.

Di dalam komunitas penutur Esperanto terdapat sebuah fakta yang menarik,

yakni bahwa sebagian besar dari mereka memiliki rata-rata pendidikan yang lebih

tinggi dibanding populasi umum. Berdasarkan survey yang dilakukan Fiedler,

para Esperantist memiliki rata-rata pengetahuan akan 3,45 bahasa asing selain

Bahasa Esperanto. Fakta ini menunjukkan bahwa motif para penutur Esperanto

untuk mempelajari bahasa ini tidak terbatas pada kebutuhan praktis akan suatu

cara komunikasi internasional yang efektif. Motif-motif yang lebih ‘jauh’ menjadi

dimiliki oleh para Esperantist, seperti adanya sebuah tujuan idealistis jangka

panjang.59

Dengan basis sosiologi, sejarah bahasa dan pengguna Esperanto selama

lebih dari 100 tahun telah memungkinkan perkembangan suatu kebudayaan 59 Sabine Fiedler. ‘On the Main Characteristics of Esperanto Communication’ dalam Karlfried Knapp dan Christiane Meierkord. Lingua Franca Communication. Frankfurt am Main: Peter Lang, 2002, hal. 53-86.

Page 58: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

58

tersendiri dari komunitas Esperantist. Fiedler mengidentifikasi ini dengan basis

pengertian yang dikemukakan oleh W. Goodenough mengenai kebudayaan yakni

“Kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui atau dipercayai oleh seseorang agar orang tersebut dapat diterima oleh para anggota masyarakat tersebut, hal ini berlaku untuk setiap anggota dan dalam peranan apapun yang mereka terima dalam masyarakat itu”.60 Di dalam konteks ini maka komunikasi yang terjadi antar Esperantist

menjadi komunikasi intrakultural selain juga interkultural yang melibatkan

individu-individu dengan latar belakang kebudayaan nasional yang berbeda-

beda.61

Dari penelitian yang dilakukan oleh Fiedler, terdapat berbagai afirmasi

mengenai keberadaan nilai-nilai, ideal, dan bahkan kebudayaan tersendiri di

dalam komunitas penutur Esperanto. Ini memperkuat basis dalam penelitian yang

akan saya lakukan mengenai penyebaran nilai-nilai pembentuk kebudayaan ini

melalui berbagai bentuk komunikasi internasional. Kata ‘internasional’ perlu

ditekankan disini dengan memperhatikan sifat Bahasa Esperanto sebagai auxiliary

language dan konteks penelitian yang dilakukan di dalam kerangka studi

Hubungan Internasional.

60

W. Goodenough. Cultural Anthropology and Linguistics. New York: Harper Row, 1967, hal. 36 - 40. 61 ibid.

Page 59: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

59

BAB III

BAHASA ESPERANTO

3.1 Sejarah Bahasa Esperanto62

Bahasa Esperanto ialah sebuah bahasa yang dirancang untuk memfasilitasi

komunikasi antara orang-orang yang berasal dari tempat dan budaya yang

berbeda-beda. Bahasa Esperanto secara formal pertama kali diterbitkan oleh Dr.

L. L. Zamenhof (1859 – 1917) menggunakan pseudonym “Dr. Esperanto” yang

berarti “seseorang yang berharap” dalam bahasa itu sendiri. Kemudian bahasa

tersebut, yang dinamakan lingvo internacia atau bahasa internasional, menjadi

lebih terkenal dengan nama bahasa Esperanto.

Zamenhof menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Dr. Esperanto karena ia

merupakan seorang Dokter Mata dan karena ia memiliki sebuah harapan agar

sebuah bahasa internasional dapat tercipta untuk mengatasi dan mencegah

konflik-konflik antar negara. Zamenhof memiliki harapan tersebut karena sampai

pada saat ia menciptakan Bahasa Esperanto, yang secara formal ditandai dengan

terbitnya buku Zamenhof pada 1887 setelah disusun selama delapan tahun yang

berjudul Lingvo Internacia, belum terdapat kesepakatan secara luas untuk

menggunakan sebuah bahasa sebagai bahasa internasional seperti penggunaan

Bahasa Inggris pada saat ini, selain itu pula Zamenhof dibesarkan di Warsawa

dimana ia melihat banyak terjadi konflik antar negara dan antar etnis yang

62 Mike Urban dan Yves Bellefeuille, “Frequently Asked Questions for soc.culture.esperanto and [email protected]” melalui http://www.esperanto.net/veb/faq.txt. Diakses pada 17 Mei 2008.

Page 60: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

60

menurutnya disebabkan oleh tidak adanya saling pengertian antar pihak-pihak

yang berkonflik.

Walaupun belum terdapat bahasa yang dapat menjembatani komunikasi

antar manusia yang memiliki bahasa nasional yang berbeda-beda secara luas, pada

masa hidup Zamenhof terdapat beberapa bahasa yang digunakan secara

internasional walaupun masih terbatas di daerah-daerah tertentu saja seperti

bahasa Perancis, Jerman, Inggris dan Russia, dan juga terdapat bahasa yang

dipergunakan secara lebih luas namun dalam hanya bentuk kata-kata pembentuk

istilah yakni Bahasa Latin dan Bahasa Yunani, namun Zamenhof menolak bahasa-

bahasa tersebut sebagai bahasa internasional karena sulitnya mempelajari bahasa-

bahasa tersebut sebagai bahasa kedua untuk alat komunikasi internasional. Alasan

lain dari penolakkan Zamenhof ialah karena bahasa-bahasa internasional tersebut

merupakan sebuah bahasa nasional yang akan memberikan keuntungan bagi

penutur aslinya, dengan demikian penggunaan bahasa nasional negara manapun

sebagai bahasa internasional akan selalu menghilangkan aspek kesetaraan dalam

komunikasi internasional.

Bahasa Esperanto lahir dari pemikiran dan harapan Zamenhof yang sudah

mulai membuat konsep mengenai sebuah bahasa internasional ketika ia duduk

dalam kursi Sekolah Menengah Atas dan akhirnya ia selesaikan pada masa

pernikahan sekaligus masa-masa awal karirnya sebagai Dokter (tahun 1887)

ketika ia menerbitkan buku Lingvo Internacia yang berisi tentang bahasa tersebut.

Buku ”Lingvo Internacia” terbit dalam bahasa Russia karena pada saat itu

Polandia, termasuk Warsawa, telah masuk ke dalam Uni Sovyet yang

Page 61: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

61

menggunakan bahasa Russia sebagai bahasa resmi negaranya. Dalam Lingvo

Internacia Zamenhof menggunakan pseudonym atau nama pena Dr. Esperanto,

seperti yang telah disebutkan di atas pada akhirnya bahasa yang ia cetuskan

sebagai bahasa internasional lebih dikenal sebagai Bahasa Esperanto

Esperanto lebih mudah dipelajari dibanding bahasa-bahasa nasional karena

rancangannya yang jauh lebih sederhana dan teratur dengan grammar dan

penyusunan kata-kata yang teratur dan juga aturan syntaksis yang reguler.

Esperanto menjadi lebih mudah karena bahasa ini merupakan merupakan sebuah

bahasa yang fonetis dimana setiap kata dibaca sesuai dengan ejaannya, setiap

huruf dibaca tanpa ada pengecualian sama sekali.

Di dalam bahasa Esperanto, komplikasi yang tidak diperlukan telah

dihilangkan, tidak ada jender gramatikal, hanya ada satu kata kerja konjugasi,

kaidah pembentukkan plural yang sama untuk setiap kata, terdapat sebuah prefiks

atau awalan untuk merubah suatu kata sifat menjadi kebalikannya dan seterusnya.

Urutan kata-kata dalam pembentukkan kalimat Esperanto yang fleksibel membuat

para penutur Esperanto dapat menggunakan struktur urutan kata yang biasa

mereka gunakan dalam bahasa Esperanto .

Bahasa Esperanto menciptakan komunikasi yang setara antara

pembicaranya dimana tidak ada keutamaan atas native speaker atau penutur asli

suatu bahasa yang digunakan dalam komunikasi dimana pembicaranya dapat

menggunakan bahasa nasional yang digunakan oleh lawan bicara. Penggunaan

Esperanto juga akan melindungi bahasa-bahasa minoritas yang akan lebih

memiliki kesempatan bertahan yang lebih besar dibanding di dalam sebuah dunia

Page 62: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

62

yang didominasi oleh beberapa bahasa besar / kuat.

Selain pendukung, banyak juga terdapat juga penentang bahasa Esperanto

yang memiliki beberapa keberatan dan keskeptisan. Yang paling utama ialah

mengenai ke’netral’an bahasa Esperanto, banyak yang berpendapat, dengan

penyederhanaan, bahwa bahasa Esperanto terlalu ‘KeEropaan’. Hal ini tidak akan

dibahas secara mendalam di skripsi ini karena akan memakan waktu dan

menimbulkan kerumitan yang tidak diperlukan karena merupakan bidang kajian

studi lain yakni linguistik. Namun secara umum dan tersederhanakan dapat

dinyatakan bahwa kosa kata bahasa Esperanto sebagian besar berasal dari rumpun

bahasa Latin dan Roman, yang sudah dikenal di seluruh dunia seperti kata ‘radio’,

namun secara struktur morfologi, bahasa Esperanto merupakan bahasa isolating,

yang mana karakter ini sangat jarang dimiliki oleh bahasa-bahasa Eropa.

Dalam sejarah perkembangannya, bahasa Esperanto mendapatkan beberapa

hambatan. Di dalam buku La Danĝera Lingvo, yang berarti bahasa yang

berbahaya (dikutip dari penyataan Stalin terhadap bahasa ini), Ulrich Lins

memaparkan bahwa ternyata di dalam sejarah terdapat beberapa pemerintah yang

menentang Bahasa Esperanto, sebagian besar, sayangnya, merupakan pemerintah

negara yang cukup dominan dalam sistem internasional pada waktu itu. Berikut

ialah pemerintah-pemerintah yang menentang penggunaan dan pembelajaran

Bahasa Esperanto di wilayahnya

Pemerintahan Tsar di Russia melarang masuknya seluruh majalah dan buku

yang ditulis dalam Bahasa Esperanto ke negaranya pada tahun 1895 sampai 1905;

pemerintah Uni Soviet membuat pembatasan penggunaan Bahasa Esperanto oleh

Page 63: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

63

warganya yang semakin lama semakin ketat semenjak tahun 1930, pelarangan ini

memuncak pada 1938 ketika para penutur Bahasa Esperanto di Uni Soviet

dikumpulkan kemudian diasingkan ke Siberia atau ditembak di tempat, semenjak

saat itu Bahasa Esperanto dilarang sepenuhnya di Uni Soviet sampai pada tahun

1956, sampai tahun 1979 penggunaan Bahasa Esperanto diperbolehkan tetapi

mendapatkan tekanan oleh pemerintah, akhirnya semenjak 1979 sampai akhir

1980-an penggunaan Bahasa Esperanto diperbolehkan sepenuhnya dengan

pengawasan yang sangat ketat dari pemerintah. Secara resmi, pemerintah Perancis

melarang pengajaran Bahasa Esperanto di seluruh sekolah-sekolah pada awal

1920-an.

Sebagian besar pemerintah negara-negara Eropa Tengah menekan

penggunaan dan pembelajaran Bahasa Esperanto dengan alasan bahwa para elit

penguasa di daerah tersebut ialah polyglots yakni orang yang menguasai banyak

bahasa, sedangkan pada saat yang bersamaan masyarakat bawah juga tidak

menginginkan penggunaan Bahasa Esperanto sebagai sebuah bahasa

internasional. Adolf Hitler secara spesifik menyebut Bahasa Esperanto sebagi

sebuah alat bagi bangsa Yahudi untuk menguasai dunia dalam pidato yang ia

sampaikan di Munich pada tahun 1922 dan kemudian ia mengeksplorasi ide ini

lebih lanjut dalam bukunya Mein Kampf, organisasi-organisasi Esperanto dilarang

di Jerman pada pertengahan tahun 1930-an dan pada masa pendudukan Perang

Dunia II, para penutur Bahasa Esperanto menghadapi tekanan dari pemerintah di

Jerman Barat dan dimusnahkan di Jerman Timur.

Page 64: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

64

Pemerintah Jepang, sebelum Perang Dunia II dan ketika Perang Dunia II,

menekan dan bahkan mengeksekusi para Esperantist di Jepang dengan dasar

bahwa mereka seperti semangka; hijau (warna yang sering dikaitkan dengan

Bahasa Esperanto) di luar dan merah (warna yang seringkali dikaitkan dengan

komunisme) di dalam. Ide-ide yang dianut oleh para Esperantist dianggap

berkaitan erat dengan komunisme oleh pemerintah Jepang pada saat itu.

Pemerintah Komunis Cina memiliki sikap yang ambigu terhadap bahasa

Esperanto. Mempelajari Bahasa Esperanto untuk tujuan-tujuan resmi atau

kenegaraan mendapatkan dukungan dari pemerintah, akan tetapi mempelajari

bahasa Esperanto di luar saluran dan tujuan resmi dianggap melanggar hukum dan

para pelakunya dapat mendapatkan hukuman kurungan, pada masa Revolusi

Kebudayaan di Cina hukuman yang diterapkan kepada orang-orang yang

mempelajari Bahasa Esperanto di luar saluran resmi bahkan lebih berat.

Bahasa Esperanto tidak ditolerir sama sekali pada masa kekuasaan rezim

Ceaucescu di Romania dan sebagian besar buku-buku dan majalah-majalah

berbahasa Esperanto dimusnahkan dan dilarang masuk ke Romania, buku-buku

dan majalah-majalah tersebut diselundupkan secara rutin oleh penutur Bahasa

Esperanto yang berasal dari Bulgaria, Hungaria dan Yugoslavia. Pada masa rezim

Ceaucescu, keterlibatan dalam pergerakan Esperanto ialah tiket satu arah menuju

interogasi panjang oleh petugas kepolisian di rumah tahanan.

Para Mullah di Iran mendukung Bahasa Esperanto semenjak 1979 ketika

mereka menyadari bahwa Bahasa Esperanto tidak tampak seperti sebuah real

Western language. Tetapi pada tahun 1981 ketika terungkap bahwa sekte Baha’i

Page 65: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

65

memiliki ketertarikan terhadap Esperanto, para Esperantist tidak dapat berkeliaran

secara bebas di Iran. Pada masa kekuasaan rezim Saddam Hussein di Iraq, seorang

Esperantist yang mencoba untuk mengajarkan Bahasa Esperanto kepada orang-

orang Iraq dipenjarakan dan kemudian dideportasi.

Pada masa kekuasaan rezim Franco di Spanyol, Bahasa Esperanto tidak

ditolerir sama sekali karena dua alasan, pertama karena bahasa tersebut memiliki

kecenderungan ’kiri’ dan kedua karena banyak Esperantist berjuang bersama

kaum Republikan pada Perang Sipil di Spanyol. Pada masa kekuasaan rezim

Salazar di Portugal Bahasa Esperanto sepenuhnya dilarang.

Pada tahun 1990-an di Tanzania dua Esperantist dipukuli oleh Petugas

Polisi karena mencoba mengajarkan Bahasa Esperanto di kamp pengungsian

Mandeleo. Namun insiden ini belum tentu merupakan representasi dari kebijakan

pemerintah Tanzania terhadap Esperanto, dan jikapun itu merupakan cerminan

kebijakan pemerintah Tanzania maka kebijakan tersebut terbukti tidak efektif

karena para bekas pengungsi di kamp tersebut kemudian membentuk

perkumpulan inti yang melahirkan Tanzanian Esperanto Association

Selain penggunaannya di dalam sebuah negara, Bahasa Esperanto juga

pernah mendapatkan penentangan untuk digunakan di dalam Organisasi

Internasional; ketika Liga Bangsa-Bangsa terbentuk, segala upaya untuk

mengadopsi Bahasa Esperanto sebagai bahasa resmi organisasi ini diblok oleh

Perancis karena bahasa internasional yang dgunakan secara luas pada saat itu ialah

Bahasa Perancis dan Perancis memiliki harapan bahwa kondisi ini akan terus

bertahan, harapan mereka terbukti pupus dalam duapuluh tahun.

Page 66: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

66

3.2 Struktur Bahasa Esperanto63

Untuk dapat menilai, memahami dan menganalisa bahasa Esperanto, adalah

penting untuk mengetahui setidaknya sekilas mengenai struktur bahasa Esperanto.

Di bagian ini, saya akan memberikan gambaran umum mengenai alfabet, kata-

kata, morfologi kata serta kaidah pembentukkan kalimat dasar dalam Bahasa

Esperanto. Dari bagian ini juga dapat dilakukan penilaian awal mengenai klaim

para pendukung Bahasa Esperanto mengenai kemudahan bahasa tersebut yang

membuatnya sesuai untuk dijadikan bahasa internasional.

Tabel 3.1 Alfabet dalam Bahasa Esperanto

A B C Ĉ D E F

G Ĝ H Ĥ I J Ĵ

K L M N O P R

S Ŝ T U Ŭ V Z

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, satu huruf dalam bahasa

Esperanto mewakili satu bunyi tanpa kecuali dalam kata apapun. Selain karakter-

karakter khusus dan huruf ‘Z’ serta ‘J’, huruf-huruf diatas memiliki bacaan yang

sama dengan dalam Bahasa Indonesia.

Cara baca karakter-karakter khusus: Ĉ: ‘ch’, Ĝ: ‘j’, Ĥ: kh, J: ‘y’, Ĵ: ‘z’, Ŝ:

‘z’, Ŭ: ‘w’, Z: ‘ts’.

Tabel 3.2 Angka dalam Bahasa Esperanto

63 The Lernu Team, “Lingoprezento”, 2009, melalui http://en.lernu.net/enkonduko/lingvolernado/index.php. Diakses 1 April 2009.

Page 67: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

67

1 unu 5 kvin 9 naŭ

2 du 6 ses 10 dek

3 tri 7 sep 100 cent

4 kvar 8 ok 1000 mil

Contoh angka-angka lanjutan dalam Bahasa Esperanto: 12: dek du; 278: ducent

sepdek ok.

Tabel 3.3 Kata Ganti dalam Bahasa Esperanto

Kata Ganti Personal Kata Ganti Kepemilikan

Mi Saya mia Milik saya

Vi Kamu via Milik kamu

Ŝi Dia (perempuan) ŝia Miliknya (perempuan)

Li Dia (lelaki) Lia Miliknya (lelaki)

Ĝi Itu / benda) ĝia Miliknya (itu / benda)

Ni Kami nia Milik kami

Ili They (mereka) ilia Milik mereka

Oni One (seseorang) Onia Milik seseorang

Artikel dan to be

Di dalam Bahasa Esperanto, Hanya ada satu artikel yaitu ‘la’ dan satu to be yaitu

‘estas’.

3.4 Morfologi dalam Bahasa Esperanto

Page 68: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

68

Semua kata benda berakhiran O

Contoh: instruisto (guru)

Semua kata sifat berakhiran A

Contoh: nova (baru)

Semua bentuk plural berakhiran J

(termasuk kata sifat yang

menyertainya)

Objek langsung diberi akhiran N,

menciptakan fleksibilitas urutan kata

Kata kerja bantu memiliki akhiran E, contoh: libere (dengan bebas)

Contoh kalimat dalam Bahasa Esperanto: Kucing-kucing cantik mencintai Anjing:

La belaj katoj amas la hundon, atau la hundon amas la belaj katoj, atau amas la

belaj katoj la hundon dan seterusnya.

Tabel 3.5 Bentuk Waktu Kata Kerja dalam Bahasa Esperanto

Infinitive Masa

Kini

Masa

Lampau

Masa

Mendatang Imperatif Pengandaian

I AS IS OS U US

vidi Vidas Vidis vidos vidu vidus

Lihat Melihat Telah melihat Akan melihat Lihatlah! Jika melihat

Akhiran tidak berubah menyesuaikan subjek, jumlah ataupun jender.

Prefiks dan Sufiks (Awalan dan Akhiran)

Ada 10 prefiks dalam bahasa Esperanto, salah satunya ialah MAL yang

sebagai awalan akan memberikan arti yang sebaliknya bagi kata sifat. Contoh: alta

(tinggi), malalta (rendah).

Ada 32 sufiks dalam bahasa Esperanto, salah satunya adalah ET yang

memberikan arti lebih kecil. Contoh: domo (rumah), dometo (rumah kecil).

Page 69: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

69

Penjelasan di atas merupakan struktur mendasar Bahasa Esperanto,

penjelasan yang terlalu terperinci sengaja saya hindari dengan alasan efektifitas

dan fokus kajian. Adapun kaidah-kaidah spesifik Bahasa Esperanto lainnya tetap

berada dalam kerangka utama yang telah saya paparkan di atas. Regularitas

struktural Bahasa Esperanto yang seperti inilah yang dapat menimbulkan

kepercayaan bahwa Bahasa Esperanto dapat diterapkan sebagai Bahasa

Internasional yang lebih baik.

Page 70: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

70

BAB IV

KOMUNITAS ESPERANTIST

4.1 Komunitas Esperantist

Walaupun pada awalnya Bahasa Esperanto dibuat dengan tujuan untuk

digunakan oleh seluruh manusia, dalam perkembangannya saat ini hanya terdapat

sekumpulan manusia yang mengembangkan, menggunakan, dan mempromosikan

bahasa tersebut. Esperantist ialah sebutan untuk para penutur Esperanto, yang juga

merupakan pemelihara dan juga pengembang dari Bahasa ini.

Komunitas Esperantist, menurut Richard E. Wood, merupakan sebuah

voluntary, non-ethnic, non-territorial speech community atau komunitas bahasa

sukarela non etnis dan non kewilayahan. Wood menggunakan istilah voluntary

karena Bahasa Esperanto bukanlah sebuah bahasa native dan maka dari itu

dipelajari secara sukarela, karakteristik non-etnis juga terdapat dalam komunitas

Esperantist yang tidak memiliki karakteristik kesamaan genealogis, seperti ras

atau suku, di dalamnya, akan tetapi beberapa peneliti lebih memilih menyebut

komunitas Esperantist sebagai komunitas quasi-etnis dengan menekankan fakta

bahwa terdapat tradisi kultural yang sama di dalam komunitas Esperantist. Claude

Piron melihat bahwa komunitas Esperantist memiliki kesamaan dengan komunitas

diaspora karena walaupun para Esperantist tidak pernah tinggal dalam suatu

wilayah yang sama. Salah satu persamaan antara komunitas Esperantist dengan

komunitas yang terdiaspora ialah tersebarnya para Esperantist ke lebih dari 100

negara di seluruh benua di dunia. Karakteristik lain yang serupa antara komunitas

Page 71: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

71

Esperantist dan diaspora ialah struktur komunikatif yang sangat berkembang, para

anggota dari komunitas ini terhubung oleh jaringan komunikasi aktif di tingkat

lokal, nasional dan internasional; termasuk di dalamnya pers independen,

penerbit, organisasi, korespondensi, perjalanan kolektif, pertemuan dan konferensi

yang menggunakan Bahasa Esperanto, serta siaran radio. Para anggota komunitas

Esperantist juga sadar akan memori sejarah represi komunikasi kolektif mereka

yang terutama berhubungan dengan rezim Hitler dan Stalin, memori kolektif ini

didokumentasikan dan diteruskan melalui berbagai pelajaran dan literatur

Esperanto.64

Karakteristik lain dari komunitas Esperantist, berdasarkan hasil survey

Sabine Fiedler, professor linguistik dari Leipzig University, ialah bahwa para

anggotanya secara umum memiliki pengetahuan yang baik akan bahasa asing;

selain Esperanto mereka memiliki pengetahuan akan rata-rata 3,45 bahasa asing

lainnya. Yang diperlihatkan oleh fakta ini ialah keputusan para Esperantist untuk

mempelajari Esperanto walaupun mereka sudah memiliki sarana komunikasi

internasional lainnya, selain muncul karena penilaian objektif, keputusan ini juga

dilandasi oleh suatu kepercayaan akan penilaian mereka tersebut.65

Benar-benar independen dari kendali Zamenhof, para Esperantist berkumpul

di atas berbagai perbedaan dan kesamaan dan membentuk komunitas-komunitas

(atau sub-komunitas) yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia. Perbedaan ini

dilandaskan atas cakupan – kedekatan geografis (nasional, regional atau

64 Sabine Fiedler, "On the main characteristics of Esperanto communication" dalam Karlfried Knapp dan Christiane Meierkord, Lingua Franca Communication. Frankfurt: Peter Lang Publication, 2002, hal. 54-55. 65 Fiedler, op. cit., hal. 58.

Page 72: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

72

internasional), bentuk (organisasi, lembaga studi atau kelompok belajar), tujuan

dan nilai (pembelajaran, pengembangan dan penyebaran Esperanto ataupun tujuan

yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan Esperanto) serta metode

interaksi dari komunitas-komunitas tersebut (pertemuan langsung, media berkala,

interaksi maya).

Komunitas Esperantist maya yang tergabung dalam berbagai mailing list

atau e-group / e-forum yang pada dasarnya merupakan suatu perkumpulan

berbagai individu di ruang maya dimana mereka terhubung melalui suatu forum

yang memungkinkan terjadinya interaksi antar banyak pihak dengan cara update

pesan yang terdapat di dalam forum secara berkala dan message forwarding ke e-

mail tiap anggota yang terdaftar di dalam forum tersebut. Dalam bentuk ini,

terdapat berbagai komunitas Esperantist yang berada di berbagai layanan penyedia

e-mail. Terdapat komunitas Esperantist yang membentuk mailing list di penyedia

email / web publik seperti yahoo (yahoogroups), di dalam penyedia ini terdapat

sejumlah besar mailing list seperti esperanto-kurso, curso-de-esperanto, esperanto-

ca, esperanto-em-brasilia, eperanto-rus-informoj, atau esperanto-lingvoj.66 Selain

itu, terdapat juga beberapa mailing list / e-forum Esperantist yang tidak

mengandalkan penyedia e-mail / web publik, melainkan membuat domain mereka

sendiri seperti esperanto-usa, debian-esperanto, MIT societo por esperanto dan

USEJ.67 Beberapa mailing list jenis ini diorganisir oleh suatu organisasi formal.

66 Yahoo, “Yahoo Culture and Community Groups”, 2009, melalui http://dir.groups.yahoo.com/search?query=esperanto&x=0&y=0. Diakses 1 April 2009. 67 Yahoo, “Search Esperanto Mailing list”, 2009, melalui http://search.yahoo.com/search?p=esperanto+mailing+list&ygmasrchbtn=web+search&fr=ush-groups. Diakses 1 April 2009.

Page 73: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

73

Komunitas Esperanto berupa lembaga studi bersifat nasional maupun non-

nasional dan hanya melibatkan beberapa Esperantist tanpa basis keanggotaan.

Contoh lembaga-lembaga studi ini ialah Esperantic Studies Foundation atau

Esperanto de Studo Centroj.68 Komunitas dalam bentuk organisasi formal

melibatkan lebih banyak individu karena keanggotaannya yang dapat bersifat

nasional, regional dan internasional dan dapat mencakup suatu isu khusus maupun

umum. Contoh dari organisasi-organisasi formal berbasiskan Esperanto ialah

Esperanto Association of Ireland, Esperanto Association of South Africa,

Canadian-Esperanto Association, Pasporta Servo, International Scouts and Girl

Guides Esperanto League, International Association of Esperanto Speaking

Cyclist, Universala Esperanto Associo, atau League for Gay, Lebian, Bisexual and

Transsexual Esperantist.69

Komunitas Esperantist memiliki keragaman yang sedemikian rupa sehingga

diperlukan beberapa sampel komunitas untuk mendapatkan sebuah gambaran

yang lebih utuh. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, saya

mempertimbangkan beberapa faktor dalam pemilihan sampel tidak acak untuk

memaksimalkan penelitian. Faktor pertama ialah jenis dari komunitas, kemudian

ukuran komunitas, dan yang terakhir ialah rekomendasi dari beberapa narasumber

yang telah berhasil diwawancarai pada awal penelitian yang mencerminkan

karakter dari snowball sampling.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, saya memilih tiga sampel

komunitas Esperantist untuk dibahas dalam skripsi ini, mereka adalah UEA 68 UEA, “Information About Esperanto”, 2009, melalui http://esperanto.net/info/index_en.html. Diakses 1 April 2009. 69 ibid.

Page 74: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

74

(Universala Esperanto Asocio), lernu!, dan esperanto-kurso. Berikut ialah

penjelasan mengenai karakteristik ketiga komunitas ini beserta keterangan yang

lebih mendalam mengenai alasan pemilihan mereka.

4.2 Universala Esperanto Asocio (UEA)70

Berdasarkan rekomendasi dari berbagai narasumber dan juga dari riset awal

terhadap bebagai dokumen yang berkaitan dengan Esperanto, UEA merupakan

organisasi Esperanto internasional yang terbesar dan paling signifikan dilihat dari

segi keanggotaannya yang besar (mencakup berbagai asosiasi Esperanto nasional,

regional dan non-nasional) dan dari segi hubungan yang dimilikinya, seperti

hubungan formal dengan UNESCO. UEA merupakan sebuah organisasi formal

yang memiliki struktur yang baku serta kegiatan-kegiatan yang rutin dan

terencana.

UEA lahir dari kepercayaan akan dibutuhkannya sebuah organisasi

internasional agar Bahasa Esperanto dapat benar-benar berfungsi di skala

internasional, walaupun aktivitas penyebaran informasi mengenai Bahasa

Esperanto juga dapat dilakukan oleh berbagai organisasi nasional dan regional.

UEA didirikan pada 1908, pada 1936 terdapat perseteruan politis internal

yang menyebabkan organisasi ini terpecah menjadi UEA dan IEL (Internacia

Esperanto Ligo), pada 1947 UEA yang “baru” didirikan untuk mengakhiri

perpecahan dan didaftarkan di London kemudian pada 1955 memindahkan Kantor

Pusatnya ke Rotterdam dan didaftarkan sebagai organisasi internasional di sana.

70 UEA, “Universala Esperanto Asocio”, 2009, melalui http://www.uea.org/info/angla.html. Diakses 1 April 2009.

Page 75: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

75

Beberapa tahun belakangan, UEA membuka 3 kantor pusat lainnya yakni Pusat

Grafis di Antwerp, Pusat Publikasi Saintifik di Budapest, dan kantor perwakilan

di Gedung Sekretariat PBB di New York untuk mempertahankan hubungannya

dengan UNESCO. UEA berafiliasi dengan berbagai organisasi Esperanto nasional

namun bertindak secara independen. UEA memiliki hubungan yang sangat erat

dengan organisasi-organisasi nasional tersebut dimana mereka memilih para

anggota Governing Committee UEA yang juga memiliki perwakilan dari

organisasi non-nasional faksional Esperanto (pendidikan, sains, literatur).

Governing Committee UEA kemudian memilih Dewan Direktur (Estraro) yang

biasanya terdiri dari tujuh orang yakni Presiden, Wakil Presiden, Sekjen, dan

empat orang anggota. Bahasa kerja yang digunakan di dalam UEA ialah, tentu

saja, Bahasa Esperanto.71

Sejauh ini UEA merupakan organisasi internasional terbesar yang

mengembangkan bahasa internasional Esperanto dan memiliki 117 negara

anggota. Para anggota UEA merupakan asosiasi-asosiasi Esperanto nasional dan

juga organisasi profesional / sektoral non-nasional berbasis Esperanto. UEA juga

memiliki hubungan dengan berbagai organisasi internasional lain yang tidak

berbasis Esperanto seperti PBB.

UEA memiliki jaringan perwakilan di ratusan kota di 70 negara. Terdapat

dua tipe dari perwakilan UEA: (a) perwakilan profesional yang menyediakan

layanan-layanan di berbagai lahan profesional atau aktivitas khusus dan (b)

71 Wawancara dengan William Harmon, Koordinator UEA di AS dan mantan anggota Governing Board UEA, melalui [email protected]. Dilakukan pada 13 November 2007.

Page 76: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

76

perwakilan biasa yang bertugas memberikan informasi mengenai kinerja UEA dan

untuk mewakili UEA di suatu wilayah.

UEA memiliki empat tujuan umum yaitu:

1. Memajukan penggunaan bahasa internasional Esperanto

2. Memberikan solusi dari kesulitan berbahasa dalam hubungan internasional

dan memfasilitasi komunikasi internasional

3. Mendukung semua jenis hubungan meteril dan spiritual antara masyarakat,

terlepas dari perbedaan kebangsaan, ras, sex, agama, politik, atau bahasa.

4. Memelihara rasa solidaritas yang kuat antaranggotanya, dan membangun

pemahaman dan penerimaan antar masyarakat.

Fokus khusus UEA adalah memajukan Esperanto di negara-negara dan

wilayah-wilayah dimana pergerakan Esperanto belum ada, dan membangun

jaringan bagi para aktivis Esperanto di tempat-tempat tersebut dengan pergerakan

di seluruh dunia.

4.3 Lernu!72

Lernu! berasal dari kata dalam Bahasa Esperanto yang memiliki arti belajar

(imperatif). Lernu! merupakan sebuah website interaktif gratis untuk mempelajari

Bahasa Esperanto. Yang membuat situs ini berbeda dari situs tentang Esperanto

lainnya ialah sifatnya yang interaktif serta melibatkan berbagai media, bahkan

interaksi dalam komunitas lernu! tidak terbatas dalam dunia maya saja karena juga 72 Lernu! Team, “About lernu!”. 2009, melalui http://en.lernu.net/pri_lernu/index.php. Diakses 1 April 2009.

Page 77: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

77

terdapat kegiatan tatap muka langsung yang secara rutin diadakan. Dengan

berbagai kelebihannya, saya mendapatkan rekomendasi dari beberapa narasumber

mengenai jumlah Esperantist pemula yang menggunakan situs ini.

Jumlah pengguna lernu! yang besar memperkuat basis untuk menggunakan

komunitas ini dalam penelitian. Tidak terdapat informasi pasti mengenai jumlah

pengguna lernu!, tetapi terdapat sebuah peta di website lernu! yang menunjukkan

para penggunanya beserta lokasi mereka.

Gambar 4.1 Peta pengguna lernu!

Ide mengenai lernu! pertamakali muncul pada seminar Esperanto@interreto

/ E@I (Esperanto di internet) yang diadakan di Swedia pada April 2000. Pada Juni

2002, proyek ini mendapatkan dukungan dari Esperantic Studies Foundation dan

pada akhirnya diluncurkan secara resmi pada Desember 2002.

4.4 Esperanto-kurso73

Esperanto-kurso merupakan mailing list pembelajaran Bahasa Esperanto

terbesar di penyedia layanan email yang cukup dominan yakni yahoo. Mailing list

73 Esperanto-kurso, “esperanto-kurso”, 2009, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/. Diakses 1 April 2009.

Page 78: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

78

ini memilikiu 1.707 anggota dari beberapa negara, namun karena keterbatasan

fitur dalam mailing list ini tidak dapat diketahui secara persis negara mana saja

yang terlibat. Namun berdasarkan wawancara dengan administrator dari mailing

list ini, ia secara pribadi mengetahui keberadaan beberapa kewarganegaraan di

dalam mailing esperanto-kurso seperti Israel, Ukraina, Belarusia dan Rusia74.

Dengan mengambil platform penyedia layanan e-mail umum yang cukup terkenal,

esperanto-kurso dapat menjaring para Esperantist pemula yang belum mengetahui

sumber-sumber dan komunitas-komunitas Esperanto spesifik yang hanya dapat

diakses dengan cara-cara tertentu.

Karena merupakan sebuah tempat untuk mempelajari Bahasa Esperanto

pemula, maka sebagian besar Esperantist yang terlibat di dalamnya ialah pemula

dengan beberapa administrator yang lebih menguasai Bahasa Esperanto sebagai

pembimbing. Terdapat beberapa metode komunikasi dalam esperanto-kurso yang

sebagian besar berhubungan dengan pembelajaran esperanto, baik satu arah

maupun dua arah. Lebih lanjut mengenai ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Dengan berbagai pertimbangan yang telah dikemukakan sebelumnya,

selanjutnya penelitian mengenai penyebaran nilai-nilai di dalam komunitas

Esperanto melalui berbagai bentuk komunikasi internasional akan berfokus pada

UEA, lernu!, dan esperanto-kurso.

74 Wawancara dengan Igor Safonov, Administrator esperanto-kurso, melalui [email protected]. Dilakukan pada 20 Februari 2009.

Page 79: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

79

BAB V

NILAI-NILAI DALAM BAHASA ESPERANTO DAN KOMUNITAS

ESPERANTIST

Dengan asumsi dasar penelitian kualitatif bahwa semua realitas memiliki

kedalaman makna yang value-laden, maka fenomena Esperanto juga harus

didekati dengan asumsi utama ini. Secara khusus, keberadaan nilai di dalam

fenomena kebahasaan dinyatakan oleh Urial Weinreich dalam konsepnya

mengenai Sprachloyalität atau loyalitas linguistik,

Eine Sprache kann wie eine Nation als eine bestimmte Menge von Verhaltensnormen gedacht werden; Sprachloyalität bezeichnet dann wie Nationalismus denjenigen Bewußtseinszustand, bei dem die Sprache (wie die Nation) als geschlossene Einheit und im Gegensatz zu anderen Sprachen einen hohen Rang in der Skala der Werte einnimmt, einen Rang, der der ‘Verteidigung’ würdig und bedürftig ist”. (“Sebuah bahasa,seperti sebuah bangsa, dapat dilihat sebagai serangkaian aturan perilaku; loyalitas lingusitik, sama halnya dengan nasionalisme, dengan demikian menggambarkan kesadaran di mana sebuah bahasa (sama seperti bangsa) merupakan sebuah unit yang tertutup dan dalam perbandingannya dengan bahasa-bahasa lain, memiliki tingkatan yang tinggi dalam skala cakupan nilai yang dimilikinya, tingkatan nilai ini sangatlah berarti dan perlu dipertahankan”.)75

Selain keberadaan nilai secara umum dalam suatu bahasa, secara khusus

nilai memerankan derajat kepentingan yang tinggi dalam fenomena Esperanto

karena para penutur bahasa ini mempelajari Bahasa Esperanto dengan asas sadar

dan sukarela dan, karena penggunaannya yang tidak terlalu luas, hampir tanpa

kegunaan praktis dalam artian tradisional seperti untuk mendapatkan akses

terhadap keuntungan finansial. Karena kondisi sukarena – ketidakpraktisan yang

75 Sabine Fiedler. Standardization and Self-Regulation in an International Speech Community: the Case of Esperanto. Offprint, 2002, hal. 6.

Page 80: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

80

serupa tidak terjadi dalam pembelajaran dan penggunaan bahasa-bahasa nasional

lokal dan bahasa nasional yang digunakan secara luas sebagai bahasa

internasional (Bahasa Inggris), maka nilai-nilai memiliki peranan yang lebih

penting di dalam Esperanto untuk mempertahankan dan mempersatukan para

Esperantist yang diikat oleh persamaan utama berupa Bahasa Esperanto yang

mereka kuasai tanpa memiliki kesamaan kultural lainnya, tidak seperti individu-

individu yang terikat oleh suatu bahasa nasional yang sama dalam suatu

kebangsaan yang meliputi juga di dalamnya kesamaan kebiasaan, pola hidup,

serta produk dan institusi kebudayaan.

Terdapatnya nilai-nilai dalam Esperanto juga dapat diperhatikan dari adanya

pengakuan akan hal ini oleh para Esperantist, secara eksplisit maupun implisit.

Nilai-nilai ini juga digunakan secara ekstensif dalam promosi penyebaran dan

pengembangan Bahasa Esperanto untuk menarik minat orang-orang yang

memiliki ketertarikan pada nilai tersebut, bahkan tanpa perlu memiliki

ketertarikan awal terhadap Bahasa Esperanto.

Nilai-nilai dalam Bahasa Esperanto memiliki sebutan tersendiri, dan

berdasarkan penyebutan umum serta faktor pembeda lain yakni epoch sejarah,

terdapat dua kelompok umum dari nilai-nilai yang dapat saya identifikasi dalam

Bahasa Esperanto dan komunitas Esperantist dengan bantuan beberapa peneliti

lainnya yakni interna ideo dan esperantisme. Istilah esperantisme digunakan

untuk menggambarkan nilai-nilai yang inheren terdapat dalam Bahasa Esperanto

dan yang dipegang oleh komunitas Esperantist yang, dengan demikian, juga

mencakup interna ideo di dalamnya. Namun ketika istilah interna ideo digunakan,

Page 81: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

81

maka yang dimaksud di sini ialah sebuah rangkaian nilai-nilai yang memiliki

kekhasan historis dan ideal tertentu yang terkadang membedakannya dengan

esperantisme secara umum. Berikut ialah penjelasan lebih lanjut mengenai

esperantisme dan interna ideo agar pembahasan lebih lanjut mengenai penyebaran

nilai-nilai ini dalam berbagai bentuk komunikasi internasional dapat dilakukan

dengan lebih terfokus.

5.1 Interna Ideo

Bahasa Esperanto merupakan Bahasa yang sejak awal kelahirannya

dipenuhi oleh nilai-nilai, landasan ini kemudian memberi pengaruh pada nilai-

nilai yang dianut oleh komunitas-komunitas Esperantist.

Berdasarkan sejarah Bahasa Esperanto yang telah dituturkan pada bab

sebelumnya, dapat dilihat dengan cukup jelas bahwa terdapat nilai-nilai tertentu

yang melatarbelakangi Zamenhof membuat Bahasa Esperanto yakni ide mengenai

perdamaian dan juga salingpengertian sehingga konflik akan dapat dihindari.

Dengan latar yang seperti ini, Zamenhofpun pada akhirnya memberikan

penjelasan secara eksplisit mengenai nilai-nilai yang ada di dalam Bahasa

Esperanto yang (seharusnya) menjadi inspirasi bagi para Esperantist dalam

mengembangkan dan menpromosikan bahasa ini secara luas. Nilai-nilai awal ini

disebut interna ideo oleh para Esperantist yang memiliki arti internal idea atau ide

/ nilai internal.

Interna ideo dinyatakan oleh Zamenhof dalam berbagai pidatonya yang

meliputi forgi la militon en la homa socio yakni menjauhkan perang dari

Page 82: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

82

masyarakat manusia, inter frateco kaj justeco inter ĉiuj popoloj76 yaitu

menciptakan persaudaraan dan keadilan diantara semua orang, dan juga

solidareco kaj amikeco inter la popoloj atau solidaritas dan persahabatan antar

seluruh masyarakat manusia77.

Interna ideo mencerminkan tujuan pasifis pencipta Esperanto (yang

seringkali dianggap sebagai utopis) dalam penciptaan sebuah bahasa yang sama

untuk membuat manusia dapat hidup dalam damai78, dengan memahami latar

belakang kehidupan Zamenhof, akan sangat mudah melihat bahwa interna ideo

yang ia kemukakan bersifat kontekstual dan pemaknaannya tidak dapat dipisahkan

dari konteks ini, walaupun demikian karena konsep mengenai ‘perdamaian’ dan

‘persaudaraan’ atau ‘persahabatan’ memiliki sifat yang berkesinambungan dan

tidak hanya muncul ke permukaan di saat konflik saja, maka nilai-nilai ini dapat

terus terdapat dalam landasan dan motivasi para Esperantist dalam pengembangan

Esperanto.

Untuk memahami interna ideo dengan lebih mendalam, saya akan

menyertakan analisa dari beberapa informan yang memiliki kompetensi untuk

berbicara secara lebih lanjut mengenai hal ini. Menurut Wim Jansen, profesor

Linguistik Perbandingan dari University of Amsterdam yang pernah meneliti

Bahasa Esperanto, sejak awal Bahasa Esperanto sudah terasosiasikan dengan

perasaan humanisme internasional, perasaan solidaritas internasional dan juga

kesetaraan bagi seluruh umat manusia, untuk berkontribusi terhadap

76 L. Kökény dan V. Bleier. 1986. Enciklopedio de Esperanto. Budapest: Hungara Esperanto-Asocio, 1986, hal. 250. 77 UEA. Revuo Esperanto, Februaro 2009. UEA: Zvolenska, Slowakia, hal. 10. 78 Kökény dan V. Bleier, loc. cit.

Page 83: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

83

salingpemahaman yang lebih baik Pencipta bahasa ini merupakan promotor

perdana dari nilai-nilai ini dan ia memelihara nilai-nilai ini dalam tulisan-

tulisannya serta pidatonya di berbagai kongres. Nilai-nilai ini pertama kali secara

formal dituliskan ke dalam resolusi kongres Esperanto internasional pada 1905

dan kemudian terus menerus dikemukakan secara berulang dalam bentuk dan

penekanan yang berbeda-beda oleh berbagai generasi dalam berbagai acara

Esperanto besar pada tahun 60-an, 80-an dan 1996. Nilai-nilai yang sama

memainkan peranan yang penting dalam hubungan yang berhasil dibangun oleh

organisasi yang paling representatif dalam pergerakan Esperanto internasional,

Universal Esperanto Association, dengan Liga Bangsa-Bangsa (Pada tahun 1920-

an) dan dengan Persatuan Bangsa Bangsa (semenjak 1954 sampai sekarang).

Interna ideo terus menjadi topik di dalam literatur Esperanto, baik fiksi maupun

essayistik, nilai-nilai ini juga terdapat dalam topik pembahasan berbagai klub

lokal Esperanto seperti di dalam acara seminar, pameran, serta korespondensi.

Justru adalah sulit untuk menemukan medium komunikasi Esperantist yang di

dalamnya tidak terdapat manifestasi dari nilai-nilai ini.79

Interna ideo dengan demikian dapat dianggap sebagai ide dasar, alasan dan

tujuan pembentukkan, serta semangat dari Esperanto itu sendiri. Tetap terjaganya

interna ideo sebagai akar pergerakan Esperanto akan memberikan arti yang

signifikan bagi keberlangsungan komunitas Esperantist, walaupun terdapat

tendensi bahwa dalam perkembangannya, penyesuaian-penyesuaian terhadap

79 Wawancara dengan Wim Jansen, melalui [email protected], dilakukan 6 Februari 2009.

Page 84: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

84

nilai-nilai ini dilakukan oleh para Esperantist agar pergerakan mereka dapat

melalu perubahan zaman.

5.2 Esperantisme

Seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan di atas, interna ideo

diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dan seiring dengan

perkembangan bahasa dan komunitas pengguna Esperanto, terdapat

perkembangan, penekanan yang berbeda, dan perubahan terhadap nilai-nilai ini.

Setelah mengalami beberapa penyesuaian dan perkembangan, nilai-nilai yang

hidup dalam bahasa Esperanto dan komunitas Esperantist sering disebut sebagai

esperantisme, seringkali istilah ini digunakan untuk secara umum menggambarkan

suatu keseluruhan nilai-nilai dalam komunitas Esperantist dan bahasa Esperanto,

namun secara lebih spesifik esperantisme juga muncul sebagai istilah baru yang

komplementer terhadap interna ideo untuk tetap menjaga ‘kemurnian’interna ideo

secara historis (tidak mengubah hasil kontemplasi normatif Zamenhof) dengan

tetap mempertimbangkan aspek perkembangan Esperanto dan Esperantist

kontemporer.

Kembali mempertimbangkan pemikiran Wim Jansen, nilai-nilai dalam

komunitas Esperantist (yang pada awalnya dipelopori oleh Zamenhof) pada

akhirnya menimbulkan beberapa bentuk simbolisme, seperti penggunaan bendera

atau pin Esperanto yang berlambangkan bintang hijau bersudut lima yang

melambangkan harapan untuk lima benua yang ada di dunia, simbolisme ini dapat

dipandang sebagai semacam ‘lagu kebangsaan’ bagi para Esperantist. Ekspresi

akan ide-ide esperantisme ini membuat para Esperantist terekspos kepada resiko

Page 85: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

85

untuk diperolok sehingga terkadang terdapat kecenderungan untuk

menyembunyikan bahasa ini sebagai sebuah sarana komunikasi fungsional yang

layak untuk mendapatkan ketertarikan objektif dan saintifik. Walaupun demikian,

Esperanto muncul sebagai satu-satunya bahasa non-native yang bisa membuat

orang-orang merasa tertarik secara emosional (karena nilai-nilai tersebut), dan

sebuah hubungan afektif dengan bahasa selain bahasa ibu merupakan suatu hal

yang luar biasa.80

Pandangan yang serupa, dengan penekanan pada sisi yang berbeda,

dikemukakan oleh Russ William, salah seorang administrator dalam lernu!.

Menurut Russ, sebagaimana halnya dengan kelompok-kelompok lain, terdapat

perbedaan nilai-nilai serta kepercayaan antara satu individu Esperantist dan

lainnya. Walaupun demikian terdapat nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan

yang dapat dikatakan dimiliki oleh para Esperantist typical yakni bahwa

Esperanto merupakan sebuah bahasa internasional yang lebih fair dan adil

dibanding bahasa nasional manapun yang digunakan untuk tujuan serupa,

misalnya Bahasa Inggris. Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan lainnya yakni

bahwa Bahasa Esperanto lebih cepat (mudah) untuk dipelajari dan bahwa Bahasa

Esperanto bukanlah bahasa suatu negara tertentu, sebagai tambahan Russ William

menggambarkan kondisi saat ini dimana Bahasa Inggris yang mendominasi

komunikasi internasional memberikan keuntungan yang sangat besar bagi penutur

aslinya (native speaker) dan bagi negara-negara seperti Inggris dan Amerika

Serikat, yang kaya semakin kaya dan orang-orang lainnya menghabiskan banyak

80 Jansen, loc. cit.

Page 86: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

86

waktu dan uang untuk mempelajari bahasa ‘para orang kaya’ tersebut. Russ

William menambahkan bahwa seorang Esperantis typical juga percaya kepada

toleransi, keadilan, anti-chauvinisme / anti-nasionalisme, serta humanisme.81

Selain itu, terdapat pula nilai-nilai berupa tujuan praktis yang memiliki

keragaman yang lebih luas. Salah satu nilai berupa tujuan praktis yang paling

mengemuka ialah “fina venko” melawan “raumismo”, pertentangan kedua prinsip

praktis ini terdapat di ranah pertanyaan apakah seorang Esperantist harus secara

aktif berusaha untuk meyakinkan orang lain untuk mempelajari bahasa Esperanto

(dan dengan strategi seperti apa) ataukah hanya menggunakan Bahasa Esperanto

dan mengajarkannya pada orang-orang yang tertarik saja.82

Nilai esperantisme lain yang berkembang di kalangan penutur Esperanto

menurut Renato Corsetti, mantan presiden UEA, ialah kesetaraan dan keadilan

dalam hubungan internasional, khususnya dalam bidang hubungan linguistik /

kultural. Semua kelompok manusia ialah setara dan (seharusnya) tidak terdapat

suatu kelompok yang dianggap lebih superior dibanding yang lain.83

Esperantisme, seperti yang telah dikemukakan di atas, juga meliputi

rangkaian nilai-nilai yang menjalin suatu konsep mengenai identitas. Menurut

Sabine Fiedler, professor lingusitik dari Leipzig University, identitas ini yang

diperkuat oleh dua faktor yakni apresiasi yang kecil atau bahkan penolakan atas

bahasa tersebut dan para penggunanya oleh mayoritas yaitu masyarakat luas dan,

yang kedua, situasi kompetitif yang dihadapi oleh Esperantist dengan sistem

81 Wawancara dengan Russ William, melalui [email protected] dan [email protected] pada 10 Februari 2009. 82 Ibid. 83 Wawancara dengan Renato Corsetti, melalui [email protected], dilakukan 9 Februari 2009.

Page 87: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

87

bahasa terencana lainnya seperti Ido atau Interlingua.84

Walaupun nilai-nilai yang terangkum dalam esperantisme dan interna ideo

menjadi motif normatif utama yang seringkali dikemukakan oleh komunitas

Esperantist, terdapat juga motif-motif lain dalam pembelajaran Bahasa Esperanto

yang juga perlu diperhatikan, antara lain motif sosial untuk tergabung dengan

suatu komunitas dan memiliki ikatan sosial dengan komunitas tersebut, motif

pragmatis untuk menggunakan bahasa tersebut secara praktis, motif prestise untuk

mendapatkan pengakuan yang mungkin tidak dapat didapatkan dalam kehidupan

sehari-hari, motif interlingusitik dalam bentuk ketertarikan akademis terhadap

fenomena bahasa tbuatan, motif heuristik (efek pemikiran interlingusitik dapat

berpegaruh dalam disiplin saintifik lainnya), serta motif intelektual-kreatif untuk

mendapatkan kesenangan di dalam bidang eksotis yang menawarkan kesempaan

kreatif untuk mendapatkan pekerjaan.85

Esperantisme dan interna ideo memang bukan merupakan motif dasar satu-

satunya yang menggerakkan para Esperantist, namun keberadaan nilai-nilai ini

dalam berbagai media komunikasi para Esperantist terlalu dominan untuk dapat

diabaikan. Dengan mengambil asumsi dasar dari tinjauan teoritis di bab

sebelumnya mengenai komunikasi internasional, kompleks nilai-nilai dalam

Bahasa Esperanto dan komunitas Esperantist ini, hanya dapat disebarluaskan

untuk kemudian diinternalisasi oleh para anggota komunitas melalui komunikasi.

Di dalam pembahasan di bab selanjutnya, saya akan melihat bagaimana nilai-nilai

84 Wawancara dengan Sabine Fiedler melalui [email protected], pada 20 Februari 2009 dan Sabine Fiedler, "On the main characteristics of Esperanto communication" dalam Karlfried Knapp dan Christiane Meierkord, Lingua Franca Communication. Frankfurt: Peter Lang Publication, 2002, hal. 53-86. 85 Fiedler, op. cit. hal. 6

Page 88: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

88

yang telah dijelaskan di atas disebarluaskan dalam berbagai bentuk komunikasi

internasional.

Walaupun demikian, fokus awal pada nilai dan penyebaran nilai dalam

komunikasi internasional ini tidak saya niatkan untuk membatasi hasil

pengetahuan yang didapatkan melalui penelitian ini. Prinsip open-endedness dari

penelitian kualitatif akan memungkinkan perolehan pengetahuan-pengetahuan lain

yang saling berkaitan untuk membentuk suatu gambaran yang mendekati holistik

dari fenomena Esperanto diperoleh melalui pemeriksaan seksama dari keberadaan

Esperanto sebagai sarana komunikasi, budaya, nilai, ide dan kepercayaan.

Page 89: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

89

BAB VI

PENYEBARAN ESPERANTISME DALAM BERBAGAI METODE

KOMUNIKASI INTERNASIONAL

Adanya Globalisasi menimbulkan the collapse of time and space yang

membuat jarak dan waktu bukan lagi menjadi halangan untuk transfer ide dan

nilai melalui komunikasi. Komunikasi intenasional yang dilakukan melalui

berbagai metode dan bentuk oleh para Esperantist saat ini terjadi dalam latar

belakang dunia yang telah terglobalisasi, dengan terutama memanfaatkan salah

satu hasil dari globalisasi yakni revolusi telekomunikasi berupa internet yang

merupakan sebuah dunia ‘tanpa batas’ dimana informasi yang disimpan dan

disampaikan dapat melintasi berbagai generasi dan berbagai batasan-batasan

politis maupun geografis.

Pencarian jawaban atas Research Question yang saya kemukakan dalam bab

pertama, yakni bagaimana nilai-nilai dalam Bahasa Esperanto disebarluaskan di

dalam komunitas Esperantist, saya lakukan di dalam setting ini dengan

konsekuensi logis berupa penggunaan sumber online yang intensif. Langkah

pertama dalam mencari jawaban dari Research Question ialah mengidentifikasi

metode-metode komunikasi yang ada di kalangan komunitas-komunitas tersebut,

hal ini meliputi cara, sarana, dan jenis pesan-pesan yang ditransmisikan dalam

komunikasi yang dilakukan. Pada awalnya metode-metode komunikasi yang

dimaksudkan menggunakan media berupa bahasa formal, namun ketika penelitian

berkembang, ternyata juga terdapat berbagai simbolisme dalam Bahasa Esperanto

Page 90: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

90

yang tidak berbentuk kata-kata dalam bahasa formal. Karena intensitas

kemunculan simbol-simbol ini yang cukup tinggi ketika penelitian berjalan, maka

saya memutuskan juga untuk mengikutsertakannya dalam analisis.

Untuk kepentingan penelitian, seperti yang juga telah disebutkan di bab

pertama, saya akan membatasi ‘komunitas Esperantist’ yang akan diteliti yakni

komunitas Esperantist yang berada di bawah naungan Universala Esperanto

Asocio (Organisasi Internasional berbasis Esperanto terbesar), komunitas

Esperanto yang menggunakan situs Esperanto interaktif, lernu!, dan komunitas

Esperanto yang menggunakan mailing list Bahasa Esperanto yang terbesar di

yahoomail yakni [email protected]. Pembatasan ini dilakukan

agar penelitian dapat dilakukan secara lebih efektif dan intensif dengan

memperhatikan derajat keterwakilan komunitas Esperantist internasional dengan

parameter berupa jumlah Esperantist yang terlibat, ragam metode komunikasi

yang terdapat di dalamnya, serta rekomendasi-rekomendasi dari serangkaian

wawancara formal dan informal yang telah dilakukan selama pra-riset terhadap

beberapa informan berupa praktisi (aktivis pergerakan / organisasi berbasis

Esperanto) dan akademisi.

Pembatasan objek kajian ini, yang juga melibatkan beberapa komunitas

manusia non-formal yang jarang diteliti dalam studi Hubungan Internasional dan

juga perspektif para individu yang terlibat di dalam komunitas-komunitas

tersebut, dimungkinkan oleh perspektif kosmopolitanisme dalam Hubungan

Internasional yang menekankan peran yang dimainkan individu atau humanity

yang tidak terbatasi oleh batas-batas politis suatu negara dalam sistem

Page 91: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

91

internasional. Esperantist dan komunitasnya menjadi suatu aktor tersendiri yang

dapat diteliti dalam Hubungan Internasional dengan mempertimbangkan bahwa

identitas tidaklah terbatas dalam bentuk political identity saja, tetapi juga dapat

terbangun melalui serangkaian folkway, literatur dan kebudayaan dalam arti luas

yang bersama-sama dimiliki oleh suatu komunitas.

6.1 Metode-Metode Komunikasi dalam Komunitas Esperantist

Berdasarkan wawancara dengan beberapa individu yang menjadi key

informant dan pencarian intensif di sumber-sumber terkait, berikut ialah metode-

metode komunikasi yang terkait dengan sarana-sarana material komunikasi yang

digunakan dalam komunitas-komunitas Esperantist yang saya teliti dalam skripsi

ini untuk menyalurkan informasi beserta suatu rangkaian nilai yang akan

diidentifikasi lebih lanjut. Metode-metode komunikasi yang saya teliti di sini

mendapatkan sifat ‘internasional’ karena anggota dari komunitas esperantist yang

berasal dari berbagai Negara membutuhkan metode komunikasi yang melintasi

batas Negara (seperti distribusi media komunikasi cetak) atau yang pada awalnya

memang tidak terikat batas Negara (seperti komunikasi melalui internet).

Tabel 6.1 Ragam Metode Komunikasi dalam UEA, Lernu! dan Esperanto- kurso

Metode Komunikasi UEA Lernu! Esperanto-kurso

Komunikasi online Interaktif (Chat, Forum

Diskusi).

V V

Komunikasi Online Satu Arah (Artikel,

Webpage).

V V

Page 92: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

92

Buku dan Dokumen. V V V

Terbitan Periodik (Jurnal, Majalah). V

Lagu. V V

Komunikasi Visual (Gambar, Logo). V V V

Event / pertemuan (Kongres, Seminar,

Fesival).

V V

Video, Film. V

Pembahasan mendalam mengenai metode-metode komunikasi ini akan saya

lakukan di sub bab berikutnya dengan mengikutsertakan analisis mengenai

penyebaran nilai yang ada di dalam pesan-pesan yang terkandung dalam berbagai

metode komunikasi tersebut.

6.2 Penyebaran Esperantisme melalui berbagai Metode Komunikasi

Internasional dalam Komunitas Esperantist

Para Esperantist merupakan aktor dalam hubungan internasional dan mereka

tidak hanya dapat dilihat sebagai individu-individu yang terpisah, melainkan

sebagai sebuah komunitas yang melintasi berbagai batasan, baik itu berupa

batasan waktu, spasial maupun kultural-lingusitik. Para Esperantist tinggal dan

tersebar di berbagai tempat dan terus bertahan, bahkan berkembang, dari awal

terciptanya landasan pemersatu mereka yani Bahasa Esperanto. Terciptanya,

berkembangnya serta bertahannya komunitas Esperantist melalui berbagai periode

zaman hanya dapat terjadi karena adanya suatu kesatuan kuat yang dibangun dari

sebuah kesamaan diatas berbagai perbedaan yang para anggota komunitas ini

Page 93: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

93

miliki, kesamaan-kesamaan normatif inilah yang membuat mereka selalu dapat

mengidentifikasi diri mereka sebagai suatu entitas yang sama; Esperantist.

Kesamaan ini dibangun melalui komunikasi-komunikasi yang terjadi di dalam

komunitas Esperantist, komunikasi ini menyalurkan suatu kompleks ‘hal-hal’,

yang demi kepentingan penelitian saya sederhanakan menjadi nilai-nilai (yang

dalam kasus ini saya sebut sebagai esperantisme), yang membentuk,

memperbaharui, dan meningkatkan ikatan kesamaan yang ada di dalam komunitas

Esperantist. Dengan kata lain, tanpa adanya penyebaran nilai-nilai melalui

komunikasi ini, maka komunitas Esperantist tidak akan pernah ada, dengan pola

pikir yang sama, penyebaran nilai melalui komunikasi internasional ini pulalah

yang memainkan peran determinan akan keberlangsungan hidup dan

perkembangan komunitas Esperantist sampai saat ini. Dengan demikian maka

penyebaran nilai-nilai melalui berbagai komunikasi internasional yang dilakukan

oleh para Esperantist di berbagai belahan dunia sangatlah penting untuk dibahas,

sama pentingnya dengan pembahasan mengenai komunitas Esperantist itu sendiri.

Selanjutnya saya akan melakukan pengkajian mengenai metode-metode

komunikasi yang ada di dalam ketiga komunitas yang saya teliti dalam skripsi ini.

Analisis akan saya lakukan terhadap metode komunikasi tersebut beserta pesan-

pesan yang terkandung di dalamnya untuk dapat mengekstraksi nilai-nilai yang

disebarkan melalui metode komunikasi tersebut. Demi alasan yang sama dengan

pembatasan komunitas yang diteliti yakni efektifitas, maka dengan tetap

mempertimbangkan derajat keterwakilan dan reliabilitas, analisa mendalam hanya

akan saya lakukan terhadap beberapa pesan dari tiap metode komunikasi yang

Page 94: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

94

saya anggap fundamental dalam penyebaran esperantisme.

6.2.1 Penyebaran Esperantisme di dalam UEA

Metode komunikasi pertama yang akan saya bahas ialah metode online dari

UEA. UEA tidak memiliki metode komunikasi online interaktif, satu-satunya

metode komunikasi online yang dimilikinya berupa website resmi dari

organisasinya (www.uea.org) dan juga halaman informasi umum mengenai

Esperanto beserta link-link untuk mengakses komunitas Esperantist lainnya

dengan alamat www.esperanto.net. Dalam homepagenya resmi organisasionalnya,

UEA menyediakan informasi dalam 7 bahasa yakni Perancis, Russia, Inggris,

Spanyol, Portugis, Jerman dan Esperanto. Karena di website ini juga terdapat

keterangan mengenai beberapa metode komunikasi lain di dalam UEA yang tidak

dapat diakses secara langsung, seperti konferensi, buku dan dokumen-dokumen,

maka metode-metode terkait ini juga akan dibahas secara berkesinambungan.

Di halaman utama, terdapat link untuk membaca beberapa dokumen UEA,

halaman mengenai UEA dan Esperanto yakni What is UEA dan An Update on

Esperanto, selain itu juga terdapat link untuk mengunjungi situs lernu,

esperanto.net, dan beberapa asosiasi nasional Esperanto dibawah naungan UEA.

Di halaman What Is UEA, terdapat penjelasan mengenai UEA sebagai

organisasi. Di halaman ini, sebagian besar informasi yang ditampilkan merupakan

informasi yang value-free seperti struktur organisasi dan kantor pusat UEA. Akan

tetapi, terdapat satu kalimat yang secara eksplisit menginformasikan nilai yang

dipegang oleh UEA,

Page 95: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

95

“But UEA is much more than just an organization providing services. It is also a movement that strives toward an ideal: an ideal of mutual understanding and cooperation among people. This means that much of its activity depends on the voluntary support of its members: it does not pay for itself, but demands gifts and sacrifices.”86 Secara eksplisit dinyatakan disini mengenai ideal yang dimiliki UEA;

mempromosikan salingpemahaman dan kerjasama antar manusia. Sedangkan

dalam halaman An update on Esperanto, terdapat informasi-informasi latar

belakang mengenai Bahasa Esperanto dan juga perkembangan bahasa tersebut di

masa kini. Di awal halaman, terdapat kalimat,

“In a world increasingly aware of minority rights and linguistic and cultural diversity, the international language Esperanto is gaining renewed attention from policy-makers”. Kalimat ini secara eksplisit menyatakan bahwa Bahasa Esperanto

mengandung nilai-nilai penghormatan atas hak minoritas dan juga

keanekaragaman kultural. Di paragraf selanjutnya, terdapat sebuah penjelasan

mengenai sejarah Bahasa Esperanto dan tujuan penciptaannya, di sini terlihat

bahwa dalam tujuan penciptaan Bahasa Esperanto, tercermin nilai-nilai yang

mendasari penciptaan dan penyebarluasan bahasa tersebut secara luas yakni ide

mengenai bahasa internasional buatan yang berfungsi sebagai bahasa kedua,

bukan untuk menggantikan bahasa pertama. Di sini juga tersirat pesan bahwa

sebagai bahasa yang terencana, Bahasa Esperanto memiliki kemudahan untuk

dipelajari.

Selanjutnya, terdapat penjelasan mengenai karakteristik Bahasa Esperanto

dimana dijabarkan bahwa Bahasa Esperanto dalam beberapa aspeknya (lexicon,

syntax, morfologi, morphemes) memiliki kedekatan dengan berbagai bahasa dari

berbagai belahan dunia. Walaupun penjelasan ini bersifat ‘ilmiah’, terdapat nilai

86 UEA, What is UEA, melalui http://uea.org/info/angle/an_kio.html, diakses 4 Maret 2009.

Page 96: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

96

tertentu di dalamnya berupa sebuah kepercayaan bahwa Bahasa Esperanto

merupakan bahasa yang ‘netral’ sampai derajat tertentu dan dengan demikian

merupakan sarana komunikasi internasional yang lebih adil dan fair.

Selain informasi-informasi mengenai Esperanto yang disediakan secara

langsung, di dalam halaman ini UEA juga memberikan himbauan bagi orang-

orang yang mencari informasi mengenai Esperanto untuk mengunjungi link yang

juga ditulis oleh UEA yakni www.esperanto.net atau mencari Esperanto di search

engine internet. Di halaman ini pula terdapat keterangan mengenai metode-

metode penggunaan Bahasa Esperanto lainnya seperti buku (dengan bahasa

penulisan asli Esperanto ataupun terjemahan), teater dan sinema (asli maupun

terjemahan), musik (asli dan terjemahan), Jurnal dan Majalah (diterbitkan oleh

UEA ataupun organisasi lain), siaran radio.87 Himbauan ini membuat situs UEA

membuka sarana komunikasi yang lebih luas bagi para pengaksesnya dan juga

membuka kemungkinan penyebaran nilai-nilai dalam Esperanto yang dipromotori

oleh komunitas / kontributor selain dirinya.

Salah satu dokumen UEA yang paling menarik dan penting yang

ditampilkan dalam website UEA ialah Prague Manifesto of the Movement for the

International Language Esperanto. Di dalam manifesto ini, secara eksplisit

tercantum prinsip-prinsip yang dipegang oleh para Esperantist yang menurut

mereka harus dipenuhi untuk penciptaan sebuah fair and effective language order

87 UEA, An Update on Esperanto, melalui http://uea.org/info/angle/an_ghisdatigo.html, diakses 4 Maret 2009.

Page 97: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

97

yakni: Democracy, Global Education, Effective Education, Multilingualism,

language Rights, Language Diversity, dan Human Emancipation88.

Dokumen lain yang perlu diperhatikan keberadaannya di dalam website

UEA ialah Complaint Letter yang ditulis oleh Renato Corsetti, Presiden UEA

terdahulu, kepada Uni Eropa mengenai Diskriminasi Bahasa yang diterapkannya.

Terdapat tiga tuntutan utama dari UEA yang tercantum dalam Complaint Letter

ini, antara lain: 1. Uni Eropa harus mengakui adanya diskriminasi dalam

perekrutan staff untuk jabatan-jabatan dalam Uni Eropa yang secara resmi terbuka

untuk seluruh warga Negara anggota Uni Eropa, namun secara tidak resmi hanya

diperuntukkan bagi orang-orang yang dapat berbahasa Inggris, 2. Uni Eropa harus

memastikan bahwa dirinya tidak akan memberikan pendanaan bagi organisasi

atau perusahaan yang menerapkan diskriminasi bagi warga Uni Eropa yang tidak

memiliki bahasa ibu berupa Bahasa Inggris, 3. Uni Eropa harus mencari cara-cara

dan solusi untuk mencegah atau mengatasi diskriminasi linguistik yang diterapkan

oleh organisasi yang didukung secara finansial, sebagian ataupun sepenuhnya,

oleh Uni Eropa.89 Dokumen ini menunjukkan perjuangan UEA atas nilai-nilai

yang dipercayainya, terlepas dari hasil yang dituai dari surat keluhan tersebut,

terdapat nilai-nilai yang secara eksplisit tercantum di dalam dokumen itu yakni

anti-diskriminasi linguistik dan juga solidaritas untuk melawan segala bentuk

diskriminasi tersebut.

88 UEA, Prague Manifesto of the Movement for the International Language Esperanto, melalui http://uea.org/info/angle/an_manifesto_prago.html, diakses 4 Maret 2009. 89 UEA, Language Discrimination Within EU, melalui http://www.uea.org/dokumentoj/plendo/plendo1.html, diakses 4 Maret 2009.

Page 98: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

98

Bagian terakhir yang saya bahas mengenai website resmi UEA disini ialah

halaman Culture of Peace. Di halaman ini terdapat penjelasan singkat bahwa di

millennium ketiga ini ini, ummat manusia membutuhkan lebih banyak dialog dan

lebih sedikit perang, terdapat juga ajakan dari UEA kepada seluruh lelaki dan

perempuan dari berbagai latar belakang kebudayaan untuk berdialog demi

mencapai salingpemahaman.90 Halaman ini mengandung nilai-nilai perdamaian

dan salingpemahaman yang ditujukan untuk disebarkan kepada seluruh ummat

manusia.

Mekanisme komunikasi dalam UEA berupa dokumen, buku dan jurmal

diserahkan kepada asosiasi nasional Esperanto di bawah naungan UEA di

berbagai Negara dan dapat diakses di kantor tersebut91. Untuk dokumen, seperti

yang telah dibahas sebelumnya terdapat akses langsung ke dalam beberapa

dokumen melalui website UEA. Untuk buku, akses langsung dapat dilakukan

melalui website http://uea.org/katalogoj, tetapi buku-buku tersebut hanya ada

dalam bentuk fisik dan untuk mendapatkannya diperlukan pemesanan dimana

judul dan pengarang harus telah diketahui. Disebabkan oleh batasan-batasan yang

diterapkan, termasuk masalah pembelian dan pengetahuan sebelumnya akan judul

dan pengarang, maka penyebaran nilai melalui buku dalam UEA tidak terjadi

secara intensif.

Buletin periodik UEA menurut mantan Presidennya terdahulu yaitu Renato

Corsetti merupakan metode komunikasi utama bagi para anggota UEA di seluruh

90 UEA, A Culture of Peace, melalui http://uea.org/info/angle/jardeko_an.html, diakses 4 Maret 2009. 91 UEA, What is UEA, loc. cit.

Page 99: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

99

dunia.92 Bulletin berjudul Revuo Esperanto yang diterbitkan per-bulan oleh UEA

terdiri atas beberapa artikel yakni keterangan mengenai program UEA yang telah

dilakukan, artikel mengenai Esperanto secara umum, resensi dan rekomendasi

buku serta serangkaian penjelasan mengenai organisasi-organisasi yang memiliki

hubungan dengan UEA seperti Esperantic Studies Foundation atau PBB. Artikel

mengenai program UEA yang telah berlangsung membuat bulletin ini menjadi

sarana komunikasi internal yang berfungsi untuk memberitahu perkembangan

UEA kepada para anggotanya, selain itu bagian ini juga dapat menyebarkan

pemahaman mengenai nilai-nilai yang melandasi kegiatan yang dilakukan oleh

UEA tersebut seperti yang tercantum dalam Bulletin UEA edisi Februari 2009

yang memuat artikel tentang festival tahun baru yang diadakan UEA yang di

dalamnya terdapat penampilan kebudayaan yang berbeda-beda dari para anggota

UEA, di sini dapat dilihat dengan jelas mengenai nilai multikulturalisme dalam

UEA. Di bagian artikel mengenai Esperanto secara umum, terdapat ruang yang

lebih luas bagi UEA untuk menyebarluaskan nilai-nilai karena nilai tersebut dapat

menjadi subjek utama yang dibahas tanpa perlu dibaurkan ke dalam subjek lain

seperti dalam artikel tentang kegiatan UEA. Hal ini dapat dilihat di bulletin edisi

yang sama dimana terdapat artikel mengenai pemikiran Zamenhof atas Esperanto

sebagai Neutrala Lingvo Kaj Nova Homaranismo Etiko atau bahasa netral dan

nilai-nilai etis kemanusiaan baru, artikel ini memberikan penggambaran yang

sangat jelas mengenai Esperanto dan nilai kesetaraan dalam komunikasi

internasional. Bagian mengenai resensi buku tidak selalu memuat nilai-nilai dalam

92 Wawancara dengan Renato Corsetti, melalui [email protected], dilakukan 10 Februari 2009.

Page 100: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

100

UEA karena buku yang dibahas tidak selalu memiliki tema Esperanto, walaupun

ditulis dalam bahasa ini, seperti yang terdapat di bulletin edisi Februari 2009

yakni tentang Urboj de Pollando atau pedesaan di Polandia.93

Komunikasi visual yang ada di dalam UEA di luar dugaan sangat terbatas,

berdasarkan pengamatan dari website dan bulletin UEA, hanya terdapat beberapa

bagian dimana warna hijau menjadi latar belakang dimana di kalangan Esperantist

hijau merupakan warna perdamaian yang diidentikkan dengan Esperanto. Selain

itu, tidak ada simbolisme lain yang muncul dari UEA, grafik yang ada dalam

publikasinya (bulletin) hanya berupa ilustrasi dari artikel yang menyertai grafik

tersebut.

Komunikasi berupa interaksi langsung dalam UEA ialah kongres tahunan

yang telah dimulai semenjak 1905 yang melibatkan 800 – 6.000 peserta

tergantung pada ukuran penginapan yang disediakan. Pada tahun 2003, Kongres

UEA diadakan di Gotenburg (Swedia), pada 2004 di Beijing (China), pada 2005

di Vilnius (Lithuania), 2006 di Florence (Italia), 2007 Yokohama (Jepang), 2008

Rotterdam (Belanda) dan pada 2009 akan diadakan di Bialystok (Polandia). UEA

memiliki beberapa pertimbangan untuk memilih lokasi kongres, salah satu

pertimbangan yang paling penting ialah prinsip bahwa setiap 3 sampai 4 tahun

sekali, UEA akan menyelenggarakan kongresnya di luar Eropa untuk menduung

perkembangan pergerakan Esperanto di benua selain Eropa. Selain itu, pentingnya

Negara lokasi kongres untuk pergerakan Esperanto dan juga kebutuhan akan

dukungan untuk pergerakan di Negara itu juga harus dipertimbangkan. Salah satu

93 UEA. Revuo Esperanto, Februaro 2009. UEA: Zvolenska, Slowakia, hal. 1-24.

Page 101: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

101

hal yang menentukan keputusan ini ialah keberadaan pergerakan nasional yang

kuat di Negara yang diajukan menjadi lokasi kongres, yang dapat merealisasikan

acara tersebut beserta segala persyaratan materialnya. Untuk dapat mengadakan

kongres, UEA juga mewajibkan organizer di Negara tempat kongres diadakan

mendapatkan izin dari pemerintah setempat dan mendapatkan kepastian (dari

kementerian / departemen dalam dan luar negeri) bahwa semua peserta, yang

berasal dari Negara manapun, dapat diizinkan untuk memasuki Negara tersebut

untuk kepentingan kongres. Setiap Negara yang memiliki asosiasi Esperanto lokal

atau nasional dapat mengajukan diri sebagai tuan rumah kongres dengan

menghormati landasan ideologis dan netralitas UEA.94

Dari proses awal, bahkan sebelum memasuki pembahasan dari materi dari

dari kongres itu sendiri, dapat terlihat jelas bahwa UEA ingin menegaskan dan

menyebarluaskan nilai-nilai yang dijunjung dalam pergerakan Esperanto yakni

prinsip anti-diskriminasi dan kesetaraan dalam pengharusan atas jaminan

kebijakan visa yang non-diskriminatif dari tuan rumah, serta prinsip yang juga

terkandung dalam Prague Manifesto yakni demokrasi dimana setiap Negara dapat

mengajukan diri menjadi tuan rumah.

Kongres yang diadakan oleh UEA memiliki cakupan kegiatan dan program

yang luas. Secara umum di dalam kongres UEA, terdapat pertemuan-pertemuan,

sesi seminar dimana pembicaranya adalah staff UEA atau organisasi Esperanto

lain tentang kemajuan program-program kultural Esperanto selama satu tahun

sebelum kongres tersebut diadakan. Kongres biasanya diadakan selama satu

94 UEA, An Update on the World Esperanto Association and its Congresses, melalui http://uea.org/info/angle/an_kongreso.html, diakses 4 Maret 2009.

Page 102: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

102

minggu penuh, satu hari dari satu minggu ini digunakan untuk kunjungan ke

berbagai tempat yang terletak di lokasi kongres diadakan untuk mendapatkan

pembelajaran sebanyak mungkin. Acara-acara kultural juga selalu ada dalam

kongres UEA. Kongres UEA memiliki karakteristik-karaktreristik khusus yang

membedakannya dengan acara-acara internasional sejenis. Perbedaan mendasar

pertama ialah bahwa interpreter atau penerjemah tidak dibutuhkan, karena

kongres ini menyediakan kesempatan bagi para pesertanya untuk menggunakan

Bahasa Esperanto dalam komunikasi internasional. Satu-satunya bahasa kerja dari

kongres UEA ialah Esperanto dan semua komunikasi (kecuali internal delegasi)

dilakukan dalam bahasa ini termasuk juga dalam panduan kunjungan-kunjungan

yang dilakukan, dalam stand-stand dan segala materi atau publikasi yang ada di

kongres.95

Isi halaman mengenai kongres UEA secara tersirat menggambarkan nilai-

nilai yang disebarluaskan oleh UEA kepada para peserta dan pihak yang terkait

dengan kongres, selain dari segi materi, ketentuan bahwa satu-satunya bahasa

kerja dalam kongres ialah Esperanto menunjukkan nilai kesetaraan yang dipegang

oleh UEA dimana tidak ada suatu bahasa asli yang digunakan secara lebih luas

dan menghasilkan ketidaksetaraan bagi para peserta yang bukan merupakan

penutur asli bahasa tersebut. Adanya kesempatan bagi organisasi Esperanto lain

untuk mengisi materi juga memperkuat nilai demokrasi dan kesetaraan yang ingin

UEA tanamkan pada anggotanya. Nilai multikulturalisme juga terkandung dalam

berbagai acara kebudayaan di dalam kongres.

95 ibid.

Page 103: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

103

Di dalam berbagai metode komunikasi di dalam UEA, terdapat variasi akses

informasi dimana beberapa metode komunikasi lebih terbuka dan yang lainnya

lebih tertutup. Metode komunikasi yang bersifat tertutup ialah buku dan jurnal

yang sama sekali tidak tersedia secara online dan juga kongres yang hanya dapat

diikuti oleh anggota UEA. Akan tetapi, metode komunikasi UEA berupa halaman

web dapat diakses oleh siapa saja tanpa mengharuskan adanya keanggotaan atau

pendaftaran, beberapa dokumen dan informasi mengenai kegiatan UEA (seperti

kongres) juga dapat diakses secara bebas. Hal ini menunjukkan bahwa sampai

derajat tertentu, UEA ingin menyebarluaskan nilai-nilai Esperanto bukan hanya ke

kalanagan Esperantist, melainkan kepada umat manusia secara lebih luas.

UEA merupakan sebuah asosiasi yang memiliki basis berupa organisasi-

organisasi dan individu-individu yang memiliki berbagai perbedaan meliputi

perbedaan kebangsaan, budaya, pandangan maupun tujuan yang terkait dengan

Esperanto. Melalui berbagai metode komunikasi di atas, UEA menyebarluaskan

persamaan pandangan, kepercayaan, dan nilai-nilai esperantisme tertentu di atas

perbedaan-perbedaan tadi sehingga eksistensi komunitas UEA tetap terjaga.

Memang tidak dapat dipastikan bahwa seluruh anggota UEA menerima

esperantisme yang dianut dan disebarluaskannya, namun keberadaan UEA sampai

saat ini menunjukkan bahwa sampai derajat tertentu para anggotanya memiliki

esperantisme yang selaras. Menanggapi hal ini, Renato Corsetti, mantan Presiden

UEA periode yang lalu, menyatakan bahwa yang menyatukan para Esperantist

(dalam naungan UEA) ialah keinginan untuk menciptakan keadilan dalam

hubungan internasional, khususnya dalam bidang hubungan linguistik / kultural.

Page 104: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

104

Dalam hubungan yang seperti ini, para penutur Esperanto ingin menciptakan

hubungan antar kelompok manusia dimana setiap kelompok ialah setara dengan

yang lainnya, Renato Corsetti menggambarkan keadaan ini dengan metafora

“there are (should be) no big brothers”.96

6.2.2 Penyebaran Esperantisme di dalam Lernu!

Lernu! merupakan sebuah komunitas pembelajaran Esperanto yang

berbasiskan website namun memiliki variasi yang luas dalam metode komunikasi

yang digunakan. Pertama, lernu memiliki halaman-halaman informasi yang

bersifat satu arah, informasi ini secara umum dapat dibagi menjadi dua yakni yang

berhubungan dengan Esperanto secara umum dan yang berhubungan dengan

pembelajaran Esperanto sebagai bahasa.

Informasi satu arah mengenai pembelajaran Esperanto dicantumkan dalam

halaman Introduction, words dan grammar. Informasi yang terkandung di

halaman-halaman ini bersifat value-free dan hanya berupa pengetahuan mengenai

berbagai aspek kebahasaan Esperanto.97 Karena basis pembelajaran kebahasaan

Esperanto di lernu bersifat interaktif, maka para pengguna situs lernu dapat

melatih pengetahuan yang didapatkannya melalui halaman informasi sebelumnya

di latihan dan ujian (exercise dan exam) yang tersedia dalam bentuk formal,

seperti (Grammar, Ana Pana, Jen Nia IJK)98, maupun informal dalam berbagai

96 Wawancara dengan Renato Corsetti, melalui [email protected], dilakukan 9 Februari 2009. 97 Lernu! Team, Learning, melalui http://en.lernu.net/lernado/index.php, diakses 4 April 2009. 98 Lernu! Team, Exercises, melalui http://en.lernu.net/lernado/ekzercoj/index.php, diakses 4 April 2009.

Page 105: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

105

permainan seperti Scrabble, Crossword Puzzle, Hangman, dan Translation

Memory99. Metode pengembangan bahasa Esperanto interaktif ini juga tidak

mengandung nilai-nilai secara eksplisit untuk disebarluaskan, namun keberadaan

metode berupa permainan merefleksikan keinginan lernu! untuk menyebarluaskan

bahwa Esperanto merupakan sebuah bahasa yang dapat dipelajari secara

menyenangkan.

Informasi satu arah mengenai Esperanto terdapat dalam halaman About

Esperanto, terdapat informasi yang sangat dipenuhi nilai-nilai dimana Esperanto

digambarkan sebagai “a language that is particularly useful for international

communication“. Di sini juga digambarkan karakteristik-karakteristik penting dari

bahasa Esperanto yang pada dasarnya merupakan suatu belief-system dari para

pengguna bahasa tersebut, antara lain international: sangat berguna untuk

komunikasi antar masyarakat dari berbagai bangsa yang tidak memiliki bahasa ibu

yang sama; neutral: tidak dimiliki oleh suatu masyarakat atau Negara tertentu;

equal: ketika seseorang menggunakan Esperanto dalam komunikasi internasional,

akan terasa sebuah kesetaraan linguistik yang lebih besar dibanding menggunakan

bahasa ibu suatu pihak saja (misalnya, meggunakan bahasa Spanyol untuk

berkomunikasi dengan seseorang penutur Spanyol asli); relatively easy: struktur

Bahasa Esperanto membuat bahasa ini lebih mudah dipelajari dari bahasa asing

lainnya dan living: Esperanto berkembang dan hidup sebagaimana halnya bahasa

lainnya dan dapat digunakan untuk mengekspresikan berbagai segi pemikiran dan

99 Lernu! Team, Games, melalui http://en.lernu.net/lernado/ludoj/index.php, diakses 4 April 2009.

Page 106: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

106

emosi manusia.100 Selain itu, terdapat pula ulasan mengenai sejarah singkat

Esperanto yang tidak terlalu berbeda dengan yang telah saya uraikan dalam bab 3,

dan di halaman mengenai sejarah masa lalu Esperanto ini juga terdapat kalimat

yang menunjukkan nilai yang berhubungan dengan masa depan Esperanto,

“The future of Esperanto depends on you and me! Everyone who uses Esperanto and is interested in it will contribute to its evolution”.101 Kalimat ini menunjukkan nilai yang dipegang dan disebarluaskan oleh

komunitas Esperantist lernu! mengenai bahasa Esperanto yang demokratis dimana

nasibnya terletak sepenuhnya pada individu-individu yang menggunakannya,

bukan pada suatu otoritas sentral.

Masih di dalam section yang sama, di halaman The Idea of Esperanto,

terdapat penjelasan mengenai nilai berupa ide dasar yang melandasi Esperanto

sebagi berikut,

The idea of Esperanto is: the foundation of a neutral language will help break down barriers between people and help everyone see each other as neighbors (L. Zamenhof, 1912). The basic idea of Esperanto is about tolerance and respect for people of diverse nations and cultures. Communication is indeed the essential part of understanding each other, and if that communication happens through a neutral language, that can help the feeling that we 'meet' on equal grounds and respect for one another.”102

Dalam penjelasannya mengenai Esperanto lebih jauh, lernu! juga

mencantumkan keterangan bahwa Esperanto memiliki kebudayaannya sendiri

meliputi musik, drama, literatur dan lain-lain103. Juga terdapat penjelasan singkat

mengenai simbol yang sering digunakan untuk melambangkan Esperanto yakni

100 Lernu! Team, About Esperanto; Introduction, melalui http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/index.php, diakses 4 April 2009. 101 Lernu! Team, About Esperanto; History, melalui http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/historio.php, diakses 4 April 2009. 102 Lernu! Team, About Esperanto; The Idea, melalui http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/ideo.php, diakses 4 April 2009. 103 Lernu! Team, About Esperanto; Culture, melalui http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/kulturo.php, diakses 4 April 2009.

Page 107: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

107

bintang hijau bersudut lima yang menggambarkan harapan dan para Esperantist

yang terletak di lima benua104.

Metode komunikasi interaktif di dalam lernu! dapat terjadi antar individu

melalui fasilitas message, postcard dan forum. Fasilitas message dan postcard

bersifat pribadi sehingga tidak dapat dianalisa karena perihal akses. Mengenai

forum, lernu! menyediakan beberapa thread untuk diskusi interaktif antar

anggotanya (dan dapat juga melibatkan administrator) yakni viewpoints: tempat

diskusi mengenai pandangan dan opini mengenai berbagai topik; sandbox: tempat

menguji kemampuan berbahasa Esperanto; news: tempat mendistribusikan

berbagai berita mengenai kegiatan-kegiatan Esperanto (termasuk yang tidak

diadakan oleh lernu!); questions: tempat menyampaikan dan mendiskusikan

pertanyaan-pertanyaan mengenai Esperanto sebagai sebuah bahasa mencakup

masalah grammar, istilah dan penerjemahan; Humour; About the Website: tempat

menhajukan pertanyaan, ide dan kritik mengenai website lernu; thread-thread

dalam bahasa selain Esperanto meliputi Bahasa Inggris, Arab, Cina, Perancis,

Jerman, Yunani, Ibrani, Spanyol, Hungaria, Italia, Jepang, Korea, Lithuania,

Belanda, Parsi, Polandia, Portugis, Russia, dan Bahasa-Bahasa Skadinavia.

Thread diskusi dalam bahasa lain yang belum ada di forum juga dapat

ditambahkan dengan menyarankannya kepada tim lernu!.105 Kondisi ini

menggambarkan upaya lernu! untuk menyebarluaskan nilai demokrasi dan

penghargaan atas multikulturalisme serta hak-hak minoritas.

104 Lernu! Team, About Esperanto; Frequently Asked Questions, melalui http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/demandoj.php, , diakses 4 April 2009. 105 Lernu! Team, Forum, melalui http://en.lernu.net/komunikado/forumo/index.php, diakses 4 April 2009.

Page 108: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

108

Berdasarkan participant observation, saya tidak menemukan thread yang

secara khusus dibuat mengenai pembahasan nilai-nilai Esperantist dalam forum

lernu!. Temuan ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu

administrator lernu!, Russ William, yang berkata bahwa,

I think almost every Esperantist surely knows about the first value (fairer international language) - it's hard to imagine someone learning Esperanto and NOT being aware that a primary goal of Esperanto from the beginning was to make international communication easier and fairer. I also think almost every Esperantist knows about the peaceful ideals of increased understanding and tolerance that are hoped to be a result of better communication.106 Karena hampir semua Esperantist yang mempelajari Bahasa Esperanto telah

mengetahui setidaknya beberapa nilai mendasar yang ada di dalamnya, maka

mereka cenderung tidak membicarakannya lagi di dalam forum, tim lernu! juga

tidak menggunakan forum sebagai media penyebaran nilai.

Lernu! juga menyediakan serangkaian dokumen dan e-book untuk

pembelajaran Esperanto secara offline yakni dengan tidak terhubung ke

administrator. Materi-materi pembelajaran ini tersedia dalam 8 bagian utama

yakni Introduction, Ana Pana, Ana Rekontas, Gerda Malaperis, Gramatiko, Jen

Nia IJK, Vojagu kun Zam, dan Detala Gramatiko. Di antara semua materi

tersebut, hanya bagian pertama yakni introduction yang selain memuat informasi

mengenai tata bahasa Esperanto, juga memuat informasi berbasiskan nilai-nilai

sebagai motivasi, latar belakang dan tujuan mempelajari bahasa tersebut. Di

bagian introduction ini, terdapat keterangan mengenai bahasa Esperanto yang

sama dengan yang terdapat di website lernu! secara online, yakni mengenai

106 Wawancara dengan Russ Williams, melalui [email protected], dilakukan 10 Februari 2009.

Page 109: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

109

sejarah, karakteristik, ide dan kebudayaan dalam Esperanto.107 Selain itu, lernu!

memiliki suatu halaman berupa bacaan-bacaan yang dianjurkan oleh individu

yang mempelajari Esperanto disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, bacaan

berupa buku ini tidak tersedia di lernu! tetapi untuk beberapa buku, lernu!

menyediakan link untuk dapat membaca atau mendownload bacaan tersebut108.

Lernu! juga menggunakan berbagai media audio, visual dan audio-visual

dalam websitenya walaupun tidak dengan intensif. Untuk media audio, lernu!

menyediakan contoh satu lagu dalam Bahasa Esperanto yang dapat di download

berjudul la espero yang berarti dan bercerita tentang harapan akan dunia yang

lebih baik dimana masyarakatnya dapat saling mengerti satu sama lain dengan

lebih baik109.

Media audio-visual berupa video dicantumkan di dalam website lernu! dan

juga terdapat keterangan bahwa video-video tersebut diupload di situs umum yang

menyediakan layanan video streaming yakni www.youtube.com. Salah satu video

yang paling informatif dari lernu! ialah Esperanto; lingvo tauxga por cxio yang

berarti Esperanto; bahasa yang cocok digunakan untuk berbagai keperluan. Dalam

video ini, nilai-nilai Esperanto terilustrasikan secara jelas dengan potongan

dokumentasi kegiatan-kegiatan Esperanto diselingi slide berupa tulisan-tulisan

dalam Bahasa Esperanto antara lain: tauga por internacia komunikado: berguna

untuk komunikasi internasional, diselingi dengan video dokumentasi yang

107 Lernu! Team, Introduction to Esperanto, hal. 1-11, melalui http://en.lernu.net/lernado/elsxutajxoj/pdf.php, diakses 4 April 2009. 108 Lernu! Team, Reading Suggestions, melalui http://en.lernu.net/biblioteko/legkonsiloj/index.php, diakses 4 April 2009. 109 Lernu! Team, La Espero, melalui http://en.lernu.net/sonoj/muziko/la_espero.mp3, diakses 4 April 2009.

Page 110: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

110

melibatkan banyak individu dari berbagai Negara; vojagoj: tamasya, diiringi

dengan berbagai kunjungan yang dilakukan dalam event-event Esperanto;

interreto: internet, diselingi dengan video mengenai aktivitas Esperanto dalam

alam maya; lingva festivaloj, interkultura lernado: festival bahasa, pembelajaran

interkultural, diselingi dengan video mengenai festival kebudayaan yang

menampilkan berbagai produk budaya Negara-negara yang berbeda; koncertoj:

konser, diselingi dengan video konser musik dalam Bahasa Esperanto dengan

bendera bintang bersudut lima berlatarbelakang hijau sebagai latar belakang; ludi:

bermain, diselingi video mengenai berbagai permainan dalam Esperanto; teatro:

teater; novaj amikoj: kawan-kawan baru; libroj: buku; kongresoj: kongres;

radioelsendoj: siaran radio; dan seminarioj: seminar, kesemuanya disertai dengan

ilustrasi video mengenai tema yang tertulis dalam slide kata / frase dalam Bahasa

Esperanto tersebut.110

Komunikasi visual berupa gambar digunakan oleh lernu! dalam

penjelasannya mengenai simbol yang sering digunakan untuk menggambarkan

Esperanto diiringi dengan nilai yang terkandung di dalam simbol tersebut seperti

yang telah digambarkan di atas.

Gambar 6.1 Bendera Esperanto

Selain itu, terdapat juga foto Zamenhof dalam penjelasan lernu! mengenai

110 Lernu! Team, Esperanto Estas, hal.1-11, melalui http://en.lernu.net/biblioteko/filmoj/eo_estas.php, diakses 4 April 2009.

Page 111: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

111

sejarah Esperanto, gambar beberapa sampel album musik dan literatur asli serta

terjemahan dalam bahasa Esperanto, dan juga gambar Zam yakni tokoh pemandu

dalam lernu! yang muncul dengan frekuensi yang sangat tinggi di hampir setiap

halaman lernu!.

Gambar 6.2 Zam dan Simbol Resmi lernu!

Tidak terdapat keterangan mengenai makhluk apa Zam tersebut, namun

kulit Zam yang berwarna hijau menunjukkan nilai perdamaian yang

dikomunikasikan oleh Zam kepada siapapun yang membuka website lernu, selain

Zam, lernu! juga memiliki logo resmi yang berwarna dominan hijau. Komunikasi

visual yang termanifestasikan dalam warna tanpa bentuk tertentu juga digunakan

oleh lernu! dimana setiap judul halaman webnya menggunakan huruf berwarna

hijau dan warna hijau dalam bentuk garis atau kotak juga selalu muncul dalam

setiap webpage lernu!.

Walaupun berupa komunitas maya, lernu! juga memiliki suatu event dimana

para anggotanya dapat bertemu langsung yakni Summer Esperanto Study atau

SES yang diadakan per tahun, pada tahun ini SES akan diadakan pada bulan Juli

di Modra-Harmonia, sebuah desa kecil di Slowakia. Dalam SES, kegiatan-

kegiatan yang dilakukan adalah pembelajaran Esperanto yang disesuaikan dengan

tingkat kemampuan peserta (new beginners, advanced beginners, intermediate

Page 112: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

112

dan post-intermediate), kunjungan, seminar, olahraga, working group, malam

kebudayaan nasional dan internasional, menari diiringi musik Esperanto dan

pemutaran film.111 Dari jenis-jenis kegiatan, dapat terlihat penekanan yang

dilakukan oleh lernu! mengenai pembelajaran Bahasa Esperanto yang

menyenangkan dan dapat terwujud dalam berbagai bentuk.

Lernu! menyediakan berbagai bentuk sarana komunikasi yang di dalamnya

terdapat penyebaran-penyebaran nilai yang tidak jauh berbeda dengan UEA, yang

membuatnya berbeda ialah penekanan lernu! pada pembelajaran Esperanto yang

menyenangkan dan beragam sehingga tidak membosankan. Lernu! juga sangat

fleksibel dengan sumber dan metode pembelajarannya, dengan menggunakan

sumber-sumber yang merujuk pada komunitas lain lernu! menegaskan konsep

identitas Esperantist yang melampaui satu komunitas tertentu dan dengan

mengadakan SES, lernu! telah membuka batasan-batasan komunitas tersebut yang

bukan hanya berupa batas geografis, tetapi juga batas maya – nyata. Fleksibilitas

dan jangkauan metode yang luas membantu lernu! dalam terus menyelenggarakan

komunikasi di dalamnya untuk kesinambungan komunitas tersebut.

6.2.3 Penyebaran Esperantisme di dalam Esperanto-kurso

Karena merupakan mailing-list, esperanto-kurso memiliki metode

komunikasi utama berupa forum online interaktif dimana para anggotanya dapat

berinteraksi./ Pada dasarnya keanggotaan dalam Esperanto-kurso bersifat terbuka,

dimana subscription dapat dilakukan oleh siapapun, walaupun demikian 111 Lernu! Team, Summer Esperanto Study, melalui http://en.lernu.net/pri_lernu/renkontighoj/SES/programo.php, diakses 4 April 2009.

Page 113: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

113

seseorang yang tidak bergabung dengan forum inipun tetap mendapatkan akses

terhadap informasi yang ada di dalamnya hanya saja tidak dapat melakukan

posting. Berdasarkan hasil participant observation, didapatkan pengetahuan

bahwa di dalam interaksi para peserta forum tidak terdapat penyebaran nilai

secara eksplisit melalui pembahasan tema-tema yang berhubungan dengan nilai

tersebut, ini terkait dengan tidak adanya thread khusus di dalam forum yang

disediakan untuk diskusi mengenai tema selain pembelajaran Bahasa Esperanto.

Temuan ini kemudian saya verifikasi melalui wawancara dengan salah

seorang administrator dari forum tersebut, Igor Safonov. Safonov berpendapat

bahwa Esperanto-kurso merupakan forum untuk mempelajari Bahasa Esperanto,

sehingga tujuan utama dari komunitas ini ialah Esperanto sebagai bahasa.112

Dengan keterangan ini maka jelaslah bahwa fokus dari komunitas Esperanto-

kurso ialah Esperanto sebagai bahasa, bukan sebagai sekumpulan nilai-nilai.

Di forum Esperanto-kurso, terdapat bagian file yang dapat diakses oleh para

anggotanya. Bagian file ini, sama seperti post pesan atau thread baru, dapat

dilakukan oleh semua anggota Esperanto-kurso dengan persetujuan sebelumnya

dari administrator. File-file yang terdapat di dalam Esperanto-kurso berupa

dokumen tertulis, lagu dan gambar.113 Dokumen-dokumen yang terdapat di dalam

Esperanto-kurso merupakan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

pembelajaran tata Bahasa Esperanto seperti Gerda Malaperis, Lasu min Paroli

Plu, Plena Vortaru. Dokumen-dokumen ini berisi tentang pelajaran Bahasa

112 Wawancara dengan Igor Safonov, melalui [email protected], dilakukan pada 13 Februari 2009. 113 Esperanto-kurso, Files, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/files, diakses 4 Maret 2009.

Page 114: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

114

Esperanto yang tidak bermuatan nilai-nilai, seperti isi Gerda Malaperis yang

berupa tata bahasa internal Esperanto ataupun isi dari Lasu min Paroli Plu yang

berupa wacana-wacana untuk memperlancar Bahasa Esperanto, wacana yang ada

berupa cerita sederhana yang tidak memiliki nilai Esperanto. Seperti misalnya

dalam wacana Izabela,

“La mondo ne estas bela,» diras Izabela al la spegulo. «Mi ne estas bela, mi ne estas granda, mi estas, juna, tro juna .En la tuta mondo ne estas juna viro, kiu venas al mi kaj rigardas al mi kaj diras : «Kara Izabela, vi estas juna kaj bela, sed vi laboras tro multe. Ne laboru nun. Venu kun mi. Ne demand, kiu mi estas, kio mi estas. Mi estas nur juna viro, kiu rigardas al vi kaj diras : «Vi estas tute sola. Venu kun mi. Kun mi la mondo estas bela kaj granda.»» Sed ne venas tiu knabo, kaj en la tuta mondo nenio okazas.”114

Dalam wacana ini seorang gadis bernama Izabela berbicara dengan

pikirannya sendiri mengenai topik umum yang tidak mengandung nilai Esperanto,

yakni tentang pandangannya akan dirinya yang cantik, muda, sangat muda

malahan, dan juga tentang pandangan orang-orang lain yang menganggap dirinya

juga cantik dan ingin tinggal bersamanya. Pemilihan tema umum seperti ini

menunjukkan preferensi komunitas ini menuju kelancaran berbahasa Esperanto,

karena tema-tema tentang nilai yang dikandung dalam Esperanto akan membuat

suatu wacana memiliki bobot yang ‘berat’ dan menghambat proses pembelajaran

tata bahasa.

File lain yang terdapat di dalam Esperanto-kurso ialah kantoj atau lagu.

Lagu-lagu yang terdapat di sini merupakan lagu yang sengaja dibuat dalam

Bahasa Esperanto dan juga file suara yang sebenarnya bukan merupakan lagu

yakni rekaman pidato Zamenhof. Karena juga ditujukan sebagai materi

114 Claude Piron, Lasu min Paroli Plu, 2003, hal. 3, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/files/Biblioteko/, diakses 4 Maret 2009.

Page 115: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

115

pengajaran, lagu-lagu yang ada di sini juga bercerita tentang tema-tema sederhana

yang tidak memiliki nilai yang secara eksplisit dinyatakan ada di dalam

Esperanto. Diantara lagu-lagu tersebut ialah Autuno, Karesa, Dometo, Mia Ama,

atau Dona yang liriknya tergambar jelas dari judul lagu-lagu tersebut yakni

mengenai musim gugur, perasaan cinta, kekasih, rumah kecil di pedesaan atau

kemurahan hati.115 Walaupun secara implisit dan tidak dinyatakan secara eksklusif

terdapat dalam pergerakan Esperanto, terdapat nuansa normatif dari nilai-nilai

umum yang terkandung di dalam lagu-lagu tersebut yang sebenarnya merupakan

penyebaran nilai-nilai secara sublim.

Pidato Zamenhof yang juga dimasukkan ke dalam kantoj memiliki nilai-

nilai yang lebih jelas tergambar, di dalam pidato tersebut ia berkata,

“Mi ne parolos tie cxi vaste pri tio, kian grandegan signifon havus por la homaro la enkonduko de unu komune akceptita lingvo internacia, kiu prezentus egalrajtan proprajxon de la tuta mondo, apartenante special al neniu el la ekzistantaj nacioj”.116

Dalam pidato ini, Zamenhof berkata tentang harapannya agar umat manusia

di seluruh dunia dapat menjadi satu komunitas yang utuh dan menerima

penggunaan Bahasa Internasional yang sama (Esperanto) tanpa menggantikan

bahasa ibu dari Negara-negara yang telah ada sebelumnya. Dengan

mencantumkan pidato ini, Esperanto-kurso telah berusaha untuk menyebarkan

nilai-nilai Esperanto mendasar yang dikemukakan pertamakali oleh Zamenhof.

Metode komunikasi lainnya, dan terakhir yang dibahas disini, yang terdapat

dalam Esperanto-kurso ialah metode visual berupa penggunaan gambar. Gambar

115 Esperanto-kurso, Kantoj, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/files/Kantoj/, diakses 4 Maret 2009. 116 Ludwig L. Zamenhof, Fundamenta Krestomatio de la Lingvo Lsperanto, 1902, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/files/Kantoj/, diakses 4 Maret 2009.

Page 116: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

116

tidak digunakan secara intensif sebagai metode komunikasi dan penyebaran nilai

di dalam Esperanto-kurso, hal ini dapat dilihat dari jumlah gambar yang sedikit

(hanya 6 buah). Gambar-gambar yang ada berupa foto dari administrator,

beberapa foto kegiatan Esperanto yang diikuti oleh administrator tersebut, dan

juga suatu logo lecionoj de Esperanto atau pelajaran Bahasa Esperanto yang

digunakan dalam mailing list ini. Nilai yang terlihat disebarkan dari gambar-

gambar ini hanya terdapat pada logo e-kurso dengan tampilan sebagai berikut.

Gambar 6.3 Logo Pelajaran Esperanto dalam Esperanto-kurso

Tampilan logo ini mengandung simbolisme yang sangat populer di kalangan

pergerakan Esperanto yakni warna hijau yang menyimbolkan harapan dan juga

pentakel (bintang bersudut lima) yang merepresentasikan (kepercayaan para

Esperantist tentang) para Esperantist yang tersebar di lima benua di dunia.

Dari keseluruhan metode komunikasi yang ada di dalam Esperanto-kurso,

dapat dilihat bahwa terdapat dominasi pesan-pesan yang tidak bersifat value laden

dan juga terdapat penyebaran nilai secara sublim. Hal ini terkait dengan kondisi

komunitas ini sebagai komunitas pembelajaran bahasa dan juga dengan fakta

bahwa suatu komunitas Esperanto dapat memiliki preferensi yang berbeda dengan

komunitas lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Igor Safonov,

“There are many different Esperantist in the world. Some of them are very passionate, and others are learning the language just for fun. The main group’s aim is to give base (basic) knowledge about Esperanto. The language is very useful for international usage and we are

Page 117: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

117

trying to explain this to our learners. But nobody tries to impose on others any values.”117

Dari pernyataan ini dapat dilihat bahwa Esperanto-kurso berusaha untuk

menghargai perbedaan motivasi tiap individu untuk mempelajari Esperanto dan

tetap melayani mereka terlepas dari motif yang mereka pegang. Preferensi

komunitas ini, yang tercermin dari jawaban Safonov di atas, tercermin jelas dari

sikap kehati-hatian yang mereka tunjukkan dalam penyebaran nilai-nilai bagi

internal komunitas. Namun tetap harus diperhatikan bahwa sesublim dan sesedikit

apapun, tetap ada nilai-nilai Esperanto yang disebarkan di dalam Esperanto-kurso

seperti yang terdapat dalam pidato Zamenhof ataupun yang tersirat dalam

wawancara dengan Safonov yakni kepercayaan bahwa Bahasa Esperanto dapat

dipergunakan dalam komunikasi internasional.

Komunitas Esperantist telah ada semenjak internet belum tercipta, setelah

internet ada mereka melakukan adaptasi untuk kemudian menggunakan sarana

tersebut sebagai fasilitas material komunikasi internasional diantara mereka dalam

berbagai bentuk seperti yang telah digambarkan di atas; forum, mailing list,

website, pencantuman dokumen, kegiatan yang telah dan akan dilakukan, lagu

atau video. Kemampuan adaptasi ini telah membuat komunikasi dalam

komunitas-komunitas Esperantist makin intensif dan makin tidak terhambat

batasan spasial atau waktu (dengan kata lain, time space compression). Ini dapat

dilihat dari para Esperantist dari berbagai negara yang tergabung dalam komunitas

online dan juga dari dokumen-dokumen lama, termasuk rekaman pidato

Zamenhof, yang dapat dengan mudah diakses oleh siapapun dan dengan demikian

117 Wawancara dengan Igor Safonov, melalui , dilakukan pada 21 Maret 2009.

Page 118: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

118

mempermudah transfer nilai-nilai Esperanto antar generasi. Adanya internet juga

membuat suatu komunitas Esperantist dengan mudah mengkaitkan diri dengan

komunitas-komunitas Esperantist lainnya seperti yang dilakukan oleh lernu! dan

UEA dengan cara mencantumkan link-link dari komunitas lain. Dengan demikian,

suatu kompleks kesamaan nilai membentuk identitas Esperantist yang melampaui

perbedaan komunitas.

Walaupun demikian, dengan banyaknya sarana komunikasi baru tidak

membuat sarana-sarana komunikasi konvensional ditinggalkan oleh komunitas

Esperantist. UEA masih memiliki Jurnal dan buku yang diterbitkan dalam bentuk

fisik dan lernu! memiliki SES dimana para anggotanya dapat bertatap muka di

dunia nyata. Kombinasi dari berbagai sarana komunikasi ini membuat komunitas

Esperantist terus dapat melakukan komunikasi lintas batas untuk mempertahankan

Bahasa Esperanto yang hanya akan ada jika digunakan, dan untuk

mempertahankan komunitas mereka sendiri. Pesan-pesan yang terkandung di

dalam berbagai komunikasi yang dilakukan oleh komunitas Esperantist memang

tidak selalu mengandung nilai-nilai yang eksplisit, namun bahkan keberadaan dari

metode komunikasi itu sendiri yang terbuka untuk diakses oleh siapapun bahkan

yang bukan merupakan anggota ‘resmi’ komunitas, dalam Bahasa Esperanto

ataupun bahasa lainnya, merupakan manifestasi dari esperantisme berupa sebuah

upaya untuk membangun salingpemahaman antar manusia; antara suatu

kebudayaan dengan kebudayaan lain, suatu bahasa dengan bahasa lain, antara

suatu komunitas dengan komunitas lain, antar Esperantist dan antara Esperantist

dengan manusia lain pada umumnya.

Page 119: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

119

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Globalisasi, yang menjadi latar dalam perkembangan komunitas Esperantist

kontemporer, dimanfaatkan dengan intensif oleh para komunitas tersebut. Dengan

menggunakan produk globalisasi berupa internet sebagai manifestasi revolusi

telekomunikasi yang menghilangkan, atau pada batasan tertentu mengurangi

relevansi, dari batasan-batasan geografis dan politis Negara, sebuah kompresi

ruang-waktu terjadi dimana batasan-batasan spasial tidak menjadi penghalang

dalam beragam komunikasi internasional para Esperantist, baik secara langsung

(real-time) melalui forum atau pembelajaran interaktif, maupun melalui

komunikasi tidak langsung seperti melalui media komunikasi satu arah elektronik

seperti e-book ataupun artikel. Kompresi waktu terlihat dalam bertahannya nilai-

nilai klasik Intena Ideo melalui beberapa dokumen-dokumen dari masa lampau

yang masih terus dapat diakses dengan mudah dari database para komunitas

Esperantist, seperti dokumen-dokumen yang ada di situs UEA dan pidato

Zamenhof yang terdapat di database file Esperanto-kurso.

Penyebaran nilai-nilai terjadi di dalam komunitas Esperantist melalui

berbagai bentuk komunikasi yang tidak terikat ruang (seperti dalam internet),

melintasi batas-batas Negara (seperti dalam distribusi jurnal antar Negara), dan

yang melibatkan berbagai manusia dari berbagai Negara (seperti dalam berbagai

forum atau konferensi internasional), dan maka dari itu dapat disebut komunikasi

Page 120: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

120

internasional. Komunikasi internasional ini terjadi antar manusia dengan latar

belakang kultural-nasional yang berbeda sehingga merupakan komunikasi

interkultural, tetapi dari sisi lain, dengan suatu rangkaian kepercayaan, kebiasaan

dan pola perilaku yang sama, maka komunikasi antar para Esperantist di dalam

komunitasnya juga dapat dianggap sebagai komunikasi intrakultural.

Komunikasi internasional inter dan intra kultural yang terjadi di dalam

ketiga komunitas Esperantist yang saya teliti menunjukkan terjadinya suatu

evolusi atau adaptasi nilai-nilai Esperantisme mengikuti perkembangan zaman.

Nilai-nilai awal yang ditanamkan melalui berbagai tulisan dan pidato oleh

Zamenhof, pencipta Esperanto, yang sering disebut sebagai interna ideo

mencakup menjauhkan perang dari masyarakat manusia (forgi la militon el la

homa socio), nilai ini perlu dipandang dalam konteks historio-spasial Zamenhof

dimana pada saat itu di beberapa belahan dunia sering terjadi perang dalam artian

tradisional. Namun dalam perkembangannya, saat ini sistem internasional tidak

begitu sering mengalami perang-perang dalam artian klasik dan dalam skala yang

besar. Hal ini dapat menjelaskan temuan di bab sebelumnya bahwa terdapat

sedikit sekali promosi Esperanto yang mengedepankan interna ideo yang

berkaitan dengan perang dan damai, interna ideo ini masih ada tetapi tidak

dikemukakan dengan tujuan untuk disebarkan karena penjelasan mengenai

pasifisme Esperanto ini hanya diletakkan di bagian sejarah Esperanto dan dapat

dilihat lebih memiliki tujuan informasi, bukannya persuasi.

Walaupun terdapat fleksibilitas, terdapat pula nilai utama dari interna ideo

yang masih dipertahankan sebagai nilai esperantisme yang mengikat para

Page 121: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

121

Esperantist, diantaranya ialah kesetaraan, terutama dalam komunikasi

internasional yang terlihat dalam berbagai pesan yang ditransmisikan melalui

berbagai metode komunikasi internasional dan nilai kesetaraan ini sangatlah

penting karena selalu terinkorporasi, secara eksplisit maupun implisit, dalam

berbagai komunikasi internasional dalam Bahasa Esperanto. Adanya kesetaraan

ini pula yang menjadi dasar kepercayaan bahwa Bahasa Esperanto merupakan

sarana komunikasi internasional yang lebih baik dibandingkan bahasa nasional

manapun, dengan kata lain jika nilai kesetaraan ini hilang maka Bahasa Esperanto,

dan tentu saja para Esperantist, akan hilang pada masa ini dimana sudah terdapat

Bahasa Inggris sebagai bahasa nasional yang secara luas digunakan dalam

komunikasi internasional. Eksistensi para Esperantist, dengan demikian, tetap

terjaga dengan kombinasi antara fleksibilitas dan konsistensi yang rigid.

Komunikasi internasional memainkan peranan determinan dalam eksistensi

komunitas Esperantist, selain sebagai sarana penyebarluasan nilai-nilai baru

maupun lama satu-satunya yang mengikat komunitas tersebut, khusus dalam

kasus Esperanto, juga karena yang mengikat para Esperantist merupakan bahasa

yang akan menghilang jika tidak digunakan untuk komunikasi. Penekanan khusus

pada kata ‘internasional’ juga harus kemukakan di sini karena Bahasa Esperanto

diciptakan untuk komunikasi antar pembicara bahasa yang berbeda, sehingga

komunikasi yang lebih banyak terjadi dan lebih determinan dalam preservasi

komunitas Esperantist merupakan komunikasi internasional.

Dalam aspek belief-system berupa identitas yang mempersatukan para

Esperantist dalam suatu komunitas, di satu sisi komunitas-komunitas ini dapat

Page 122: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

122

dikatakan solid karena berhasil bertahan hidup melalui perkembangan zaman dan

dapat mengembangkan diri melalui pengembangan metode-metode komunikasi

baru yang tersedia (terutama melalui internet) dan tetap menggunakan metode

klasik mereka (seperti buku dan radio), namun di sisi lain konsep ‘komunitas’

bagi komunitas Esperantist merupakan konsep yang longgar dan memiliki

fleksibilitas yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari, pertama, terkaitnya satu

komunitas Esperantist dengan komunitas Esperantist lainnya melalui berbagai link

internet yang berjejaring dan rekomendasi silang antar komunitas walaupun

mereka memiliki afiliasi / struktur otoritas yang berbeda. Dalam berbagai metode

komunikasinya, komunitas-komunitas Esperantist mengimplikasikan kesatuan

mereka dalam artian identitas walaupun diwarnai oleh beberapa perbedaan seperti

perbedaan seperti perbedaan tujuan spesifik sub-komunitas mereka dan cara

mereka mencapainya, kondisi ini dapat saya gambarkan dengan frase Sanskrit

yang cukup terkenal di Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian,

berbagai komunitas Esperantist juga memiliki derajat keterbukaan yang tinggi

dengan para non-Esperantist (pihak luar komunitas), hal ini dapat dilihat dari

keterbukaan informasi mereka secara umum yang tidak dibatasi keanggotaan,

dengan kata lain sebagian besar informasi dapat diakses oleh siapapun, kemudian

juga mereka menyediakan informasi tersebut dalam berbagai bahasa, tidak dalam

Esperanto saja. Secara kualitatif pun dapat saya nyatakan sebagai peneliti bahwa

mereka memiliki sebuah sikap terbuka dan kooperatif yang sangat tinggi dalam

membantu penelitian. Sikap ini mencerminkan nilai yang dipegang komunitas

Esperantist berupa kosmopolitanisme yang menekankan equal dignity of human

Page 123: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

123

beings dan bahwa insider doesn’t count more as outsider. Di sini juga terlihat

adanya sebuah konsep identitas yang tidak melibatkan stereotype negatif akan

others dengan ketiadaan pernyataan atau implikasi eksplisit maupun eksplisit akan

para non-Esperantist dalam berbagai komunikasi internasional di kalangan

Esperantist.

Beragam metode komunikasi klasik maupun modern digunakan untuk

menyebarluaskan nilai-nilai dalam komunitas Esperantist yang menyatukan

mereka, namun nilai-nilai yang biasa disebut esperantisme ini tidaklah eksklusif

dimiliki oleh para Esperantist. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai umum

yang, seharusnya, dianut oleh umat manusia secara luas; kesetaraan, perdamaian,

keterbukaan, persahabatan, solidaritas dan salingpengertian. Dengan menunjukkan

bahwa nilai-nilai tersebut dapat terpelihara dan termanifestasi dalam microsociety

mereka, para Esperantist mencoba untuk mengkomunikasikan pada macrosociety,

yakni umat manusia secara keseluruhan, bahwa keberadaan komunitas manusia

berjalan beriringan dengan keberadaan nilai-nilai luhur yang dipelihara di dalam

komunitas itu sendiri dan juga dengan usaha tanpa henti untuk mencapai

pemahaman dan pengertian satu sama lain dengan lebih baik.

Dalam kerangka studi Hubungan Internasional, penelitian mengenai

Esperanto ini telah mengukuhkan pandangan mengenai unit analisa dalam

Hubungan Internasional yang tidak selalu berupa Negara-negara, atau bahkan

tidak berupa unit analisa formal lainnya seperti Perusahaan Multinasional atau

Organisasi Internasional. Penelitian mengenai manusia, dalam kaitannya dengan

komunitas manusia secara luas, komunitas spesifik, ataupun individu dapat

Page 124: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

124

dilakukan dalam kerangka studi Hubungan Internasional dengan penekanan pada

interaksi yang tidak terbatasi oleh batas-batas Negara.

7.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Sesuai dengan tujuan penelitian di bagian awal skripsi ini, saya berharap

bahwa penelitian yang saya lakukan dapat memberikan sebuah dasar bagi

penelitian lebih lanjut mengenai Esperanto oleh para peneliti lain dari berbagai

bidang studi yang memiliki ketertarikan atas fenomena ini. Keinginan ini

diperngaruhi oleh minimnya penelitian yang telah dilakukan terhadap Esperanto,

terutama di Indonesia dan dalam Studi Hubungan Internasional.

Hasil evaluasi dari penelitian ini yang dapat digunakan sebagai masukan

untuk penelitian lebih lanjut terutama berhubungan dengan akses terhadap

komunitas-komunitas Esperantist yang menjadi sampel. Penggunaan teknik

purposive sampling dalam penelitian ini beberapa kali menemui kendala berupa

kondisi yang menghambat penelitian mendalam terhadap beberapa sampel yang

telah ditetapkan terlebih dahulu. Faktor penghambat pertama ialah keterbatasan

bahasa, komunitas Esperantist seperti UEA hanya menyediakan beberapa

dokumen-dokumen penting dalam Bahasa Esperanto saja, dengan demikian agar

penelitian dapat dilakukan dengan maksimal, peneliti harus beralih ke sampel

komunitas lain yang menyediakan dokumen-dokumen terutama dalam bahasa lain

sudah dapat dimengerti bahkan sebelum penelitian berlangsung atau mempelajari

Bahasa Esperanto pada masa awal penelitian atau sebelum penelitian dilakukan.

Page 125: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

125

Saya akan menyarankan kemungkinan kedua karena selain untuk mendapatkan

akses terhadap informasi-informasi yang relevan dalam penelitian, mempelajari

Bahasa Esperanto akan membuat sang peneliti makin memahami perspektif dari

komunitas yang diteliti dengan serangkaian nilai dan kepercayaan yang ada di

dalamnya.

Faktor penghambat lainnya ialah akses terhadap informan-informan tertentu

di dalam sebuah komunitas. Wawancara dengan informan-informan dalam

komunitas tertentu terbukti sulit untuk dilakukan, walaupun setiap komunitas

menyediakan saluran komunikasi untuk menghubungi mereka, seringkali sebuah

tanggapan atau jawaban resmi tidak diperoleh karena faktor-faktor yang tidak

dapat diperhitungkan sebelumnya oleh peneliti. Untuk mengatasi hal ini, teknik

snowball sampling dapat digunakan. Hal pertama yang harus dilakukan ialah

mencari dan menghubungi berbagai informan yang berkaitan dengan penelitian

walaupun terkadang mereka tidak memiliki degree of importance yang tinggi di

dalam, atau bahkan bukan merupakan anggota dari komunitas yang ingin diteliti.

Melalui kontak intensif dengan informan-informan semacam ini, saya

mendapatkan berbagai rekomendasi dan referensi yang membuat wawancara

dengan informan-informan penting dari suatu komunitas dapat dilakukan.

Fenomena ini terjadi sehubungan dengan adanya pergeseran skala prioritas, yakni

degree of importance sang peneliti di mata komunitas yang diteliti sebelum dan

setelah mendapatkan rekomendasi dan referensi, serta karena sifat tertutup

beberapa komunitas tertentu akan pihak asing.

Page 126: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

126

Selain masalah-masalah teknis di atas, penelitian terhadap sebuah fenomena

yang marjinal, dalam artian belum dieksplorasi dengan intensif dalam suatu

cakupan studi tertentu, hanya dapat dilakukan bila sang peneliti memiliki

ketertarikan yang tinggi atas fenomena tersebut. Ketertarikan ini perlu dimiliki

karena sang peneliti harus memiliki keuletan ekstra dalam menghadapi kondisi-

kondisi tertentu di dalam penelitian dimana tidak terdapat referensi khusus yang

dapat dijadikan panduan untuk menghadapi kondisi tersebut.

Page 127: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

127

DAFTAR PUSTAKA

Alleyne, M.D. 2004. International Power and International Communication.

London: Macmillan Press Ltd.

Ashley, R.K. and Walker, R.B.J. 1990. ‘Reading Dissidence / Writing the

Dicipline: Crisis and the Questions of Sovereignity in International Studies’,

dalam International Studies

Quarterly, volume 34.

Baylis, J. and Smith, S. 2005. The Globalization of World Politics: An

Introduction to International Relations. Third Edition. New York: Oxford

University. Press Inc.

Brown, C. 2001. ‘Borders and Identity in International Political Theory’, dalam

Albert, Mathias et al. Indentities, Borders, and Orders: Rethinking

international Relations Theory. Minnesota: University of Minnesota Press.

Burns, R.B. 2000. Introduction to Research Methods. 4th Edition. New South

Wales: Pearson Education Australia.

Buzan, B. and Held, D. 1996. ‘Realism Vs. Cosmopolitanism: A debate between

Barry Buzan and David Held, conducted by Anthony McGrew’, melalui

http://www.polity.co.uk/global/global.htm, diakses 21 Mei 2008.

Cochran, M. 1995. ‘Cosmopolitanism and Communitarianism in Post Cold War

World’, dalam Macmillan, J. and Linklater, A. Boundaries in question: new

directions in international relations. London: Cassel Publisher Limited.

Page 128: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

128

Creswell, J.W. 2002. Desain Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif. Terjemahan oleh

Angkatan III & IV KIK-UI dan bekerjasama dengan Nur Khabibah. Jakarta:

KIK Press.

Deutsch, Karl W. 1967. Nationalism and Social Communication. London:

Chapman & Hall Ltd.

Dobson, A. 2005. ‘Globalization, Cosmopolitanism and the Environment’ dalam

International Relations, vol. 19.

Duncan, W.R. et al. 2003, World Politics in the 21st Century. New York:

Longman.

Dunne, T. And Schmidt, B.C. 2001. ‘Realism’, dalam Baylis, J. and Smith, S. The

Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations

2nd edition. Oxford: Oxford University Press Inc.

Esperanto-kurso. ‘Files’, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-

kurso/files, diakses 4 Maret 2009.

_______ Kantoj, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-

kurso/files/Kantoj/, diakses 4 Maret 2009.

_______ ‘esperanto-kurso’, melalui http://groups.yahoo.com/group/esperanto-

kurso/, diakses 1 April 2009.

Esperanto-USA. 2005. ‘Esperanto is…’, melalui http://esperanto-

usa.org/en/node/28, diakses 17 Mei 2008.

Fiedler, S. 2002. ‘On the Main Characteristics of Esperanto Communication’,

dalam Knapp, Karlfried dan Meierkord, Christiane. Lingua Franca

Communication. Frankfurt am Main: Peter Lang.

Page 129: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

129

_______, 2002. Standardization and Self-Regulation in an International Speech

Community: the Case of Esperanto. Offprint.

Goldstein, J.S. 1999. International Relations: Third Edition. New York:

Longman.

Goodenough, W. 1967. Cultural Anthropology and Linguistics. New York:

Harper Row.

Harlow, D.J. 1998. ‘Esperanto – An Overview’, melalui

http://www.webcom.com/~donh/efaq.html#who, diakses 17 Mei 2008.

Held, D. 2004. Demokrasi dan Tatanan Global; Dari Negara Modern Hingga

Pemerintahan Kosmopolitan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Jackson, R. and Sørensen, G. 1999. Introduction to International Relations.

Oxford: Oxford University Press.

Kleingeld, P. and Brown, E. 2006. ‘Cosmopolitanism’, melalui

http://plato.stanford.edu/entries/cosmopolitanism/, diakses 21 Mei 2008.

Kökény, L. dan Bleier V. 1986, Enciklopedio de Esperanto. Budapest: Hungaria

Esperanto-Asocio.

Kridalaksana, H. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Lebow, R.N. 2008. ‘Identity and International Relations’, dalam International

Relations, volume 22, melalui

http://ire.sagepub.com/cgi/content/abstract/22/4/473, diakses 6 Februari

2009.

Legrain, P. 2002. Open World: The Truth about Globalization. London: Time

Warner Books UK.

Page 130: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

130

Lernu! Team. ‘About lernu!’, melalui http://en.lernu.net/pri_lernu/index.php,

diakses 1 April 2009.

_______ About Esperanto; Culture, melalui

http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/kulturo.php, diakses 4 April

2009.

_______ About Esperanto; Frequently Asked Questions, melalui

http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/demandoj.php, , diakses 4 April

2009.

_______ About Esperanto; History, melalui

http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/historio.php, diakses 4 April

2009.

_______ About Esperanto; Introduction, melalui

http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/index.php, diakses 4 April

2009.

_______ About Esperanto; The Idea, melalui

http://en.lernu.net/enkonduko/pri_esperanto/ideo.php, diakses 4 April 2009.

_______ Esperanto Estas, melalui

http://en.lernu.net/biblioteko/filmoj/eo_estas.php, diakses 4 April 2009.

_______ Exercises, melalui http://en.lernu.net/lernado/ekzercoj/index.php, diakses

4 April 2009.

_______ Forum, melalui http://en.lernu.net/komunikado/forumo/index.php,

diakses 4 April 2009.

Page 131: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

131

_______ Games, melalui http://en.lernu.net/lernado/ludoj/index.php, diakses 4

April 2009.

_______ Introduction to Esperanto, melalui

http://en.lernu.net/lernado/elsxutajxoj/pdf.php, diakses 4 April 2009.

_______ La Espero, melalui http://en.lernu.net/sonoj/muziko/la_espero.mp3,

diakses 4 April 2009.

_______ Learning, melalui http://en.lernu.net/lernado/index.php, diakses 4 April

2009.

_______ ‘Lingoprezento’, melalui

http://en.lernu.net/enkonduko/lingvolernado/index.php, diakses 1 April

2009.

_______ Reading Suggestions, melalui

http://en.lernu.net/biblioteko/legkonsiloj/index.php, diakses 4 April 2009.

_______ Summer Esperanto Study, melalui

http://en.lernu.net/pri_lernu/renkontighoj/SES/programo.php, diakses 4

April 2009.

Linklater, A. 2000. Cosmopolitan Political Communities in International

Relations, A revised version of a public lecture delivered at the University

of Wales, Aberystwyth in November 2000 as part of the Millennium

Lecture Series organized by the Department of International Politics.

Martinich, A.P. 1996. Philosophical Writing: An Introduction. Malden: Blackwell

Publishing.

McGrew, A. 2005. ‘Globalization and Global Politics’, dalam Baylis, J. and

Page 132: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

132

Smith, S. The Globalization of World Politics: An Introduction to

International Relations. Third Edition. New York: Oxford University Press

Inc.

Mehra, B. 2002. ‘Bias in Qualitative Research’, dalam The Qualitative Report,

Volume 7, Number 1, melalui http://www.nova.edu/ssss/QR/QR7-

1/mehra.html, diakses 3 Februari 2009.

Moleong, L.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Piron, C. 2003. ‘Lasu min Paroli Plu’, melalui

http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/files/Biblioteko/, diakses 4

Maret 2009.

Privat, E. 1927. Historio de la Lingvo Esperanto: La Movado, 1900-1927.

Leipzig: Ferdinand Hirt & Sohn.

Saurin, J. 1995. ‘The End of International Relations? The State and International

theory in the Age of Globalization’, dalam Macmillan J. and Linklater A.

Boundaries in question: new directions in international relations. London:

Cassel Publisher Limited.

Scholte, J.A. 2000. Globalization: a Critical Introduction. New York: Palgrave.

Seaton, I. 1997. ‘Linguistic non-imperialism’, dalam ELT Journal, volume 51, no.

4.

Shank, G. 1995. ‘Semiotics and Qualitative Research’ dalam The Qualitative

Report, Volume 2, Number 3, melalui http://www.nova.edu/ssss/QR/QR2-

3/shank.html, diakses 3 Februari 2009.

Page 133: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

133

Silalahi, U. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.

Simmons, J.L. dan McCall, G.J. 1985. Social Research: The Craft of Finding out.

New York: MacMillan Publishing Company.

Slaughter, A.M. 1997. ‘The Real New World Order’, dalam Foreign Affairs,

Volume 76, Number 5.

Smith, S. 2001. ‘Reflectivist and Constructivist Approaches to International

Theory’ dalam Baylis J. and Smith S. The Globalization of World Politics,

2nd Edition. London : Oxford University Press.

Tétreault, M.A. and Lipschultz, R.D. 2005. Global Politics as if People Mattered.

Oxford: Rowman & Littlefield Publishers Inc.

UEA. ‘Information About Esperanto’, melalui

http://esperanto.net/info/index_en.html, diakses 1 April 2009.

_______ ‘Universala Esperanto Asocio’, 2009, melalui

http://www.uea.org/info/angla.html, diakses 1 April 2009.

_______ ‘A Culture of Peace”, melalui http://uea.org/info/angle/jardeko_an.html,

diakses 4 Maret 2009.

_______ ‘An Update on Esperanto’, melalui

http://uea.org/info/angle/an_ghisdatigo.html, diakses 4 Maret 2009.

_______ ‘An Update on the World Esperanto Association and its Congresses’,

melalui http://uea.org/info/angle/an_kongreso.html, diakses 4 Maret 2009.

_______ ‘Language Discrimination Within EU’, melalui

http://www.uea.org/dokumentoj/plendo/plendo1.html, diakses 4 Maret

2009.

Page 134: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

134

_______ ‘Prague Manifesto of the Movement for the International Language

Esperanto’, melalui http://uea.org/info/angle/an_manifesto_prago.html,

diakses 4 Maret 2009.

_______ 2009. Revuo Esperanto, Februaro 2009. UEA: Zvolenska, Slowakia.

_______ ‘Universala Esperanto Asocio’, melalui

http://www.uea.org/info/angla.html, diakses 1 April 2009.

_______ ‘What is UEA’, melalui http://uea.org/info/angle/an_kio.html. Diakses 4

Maret 2009.

Urban, M. and Bellefeuille, Y. 1999. ‘Frequently Asked Questions for

soc.culture.esperanto and [email protected]’, melalui

http://www.esperanto.net/veb/faq.txt, diakses 17 Mei 2008.

Wawancara dengan Igor Safonov, Administrator esperanto-kurso, melalui

[email protected], dilakukan pada 13 Februari 2009.

_______ dilakukan pada 20 Februari 2009.

_______ dilakukan pada 21 Maret 2009.

Wawancara dengan Renato Corsetti, mantan Presiden UEA, melalui

[email protected], dilakukan pada 9 Februari 2009.

_______ dilakukan pada 10 Februari 2009.

Wawancara dengan Russ William, Administrator lernu!, melalui

[email protected] dan [email protected], dilakukan pada 10

Februari 2009.

Wawancara dengan Sabine Fiedler, Sociolinguist Leipzig University, melalui

[email protected], dilakukan pada 20 Februari 2009.

Page 135: Values DIssemination in Esperanto Speaking Communities (Indonesian)

135

Wawancara dengan William Harmon, Koordinator UEA di AS dan mantan

anggota Governing Boards UEA, melalui [email protected],

dilakukan pada 13 November 2007.

Wawancara dengan Wim Jansen, Linguist University of Amsterdam, melalui

[email protected], dilakukan pada 6 Februari 2009.

Yahoo. ‘Search Esperanto Mailing List’, melalui

http://search.yahoo.com/search?p=esperanto+mailing+list&ygmasrchbtn=w

eb+search&fr=ush-groups, diakses 1 April 2009.

Yahoo. ‘Yahoo Culture and Community Groups’, melalui

http://dir.groups.yahoo.com/search?query=esperanto&x=0&y=0, diakses 1

April 2009.

Zamenhof, L.L. 1902. Fundamenta Krestomatio de la Lingvo Lsperanto, melalui

http://groups.yahoo.com/group/esperanto-kurso/files/Kantoj/, diakses 4

Maret 2009.