uts teori keamanan internasional
DESCRIPTION
Credibility in Extended Nuclear DeterrenceTRANSCRIPT
![Page 1: UTS Teori Keamanan Internasional](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082321/55721305497959fc0b916e17/html5/thumbnails/1.jpg)
Ujian Tengah SemesterTeori Keamanan Internasional
Binar Sari Suryandari1006664685
Ilmu Hubungan Internasional
Dalam kajian keamanan internasional, deterrence merupakan salah satu
konsep penting yang perlu dipahami. Deterrence merupakan sebuah kondisi di
mana suatu pihak mengancam akan memberikan serangan balik jika pihak yang
lain melakukan tindakan yang tidak diinginkan terhadap pihak tersebut.1
Deterrence biasanya dilakukan untuk mencegah sesuatu untuk terjadi, dalam hal
ini deterrence dilakukan sebagai alternatif untuk mencegah terjadinya perang
terbuka yang dapat memiliki efek lebih menakutkan dan destruktif. 2
Keberadaan dan kepemilikan senjata nuklir membuat strategi deterrence
lebih kompleks. Nuklir merupakan senjata yang memiliki kapabilitas penghacuran
yang luar biasa besar. Nuklir nyatanya menjadi ancaman yang menakutkan serta
memiliki dampak yang sangat destruktif bagi seluruh negara di dunia. Ancaman
penggunaan nuklir merupakan bentuk deterrence yang lebih advanced karena
kapabilitas penghancuran yang dimiliki oleh nuklir mampu meningkatkan resiko
dan rasa keterancaman bagi suatu pihak, sehingga pihak tersebut akan berpikir
berulang kali sebelum melakukan serangan pertama. Namun demikian, pihak yang
menjadi deterrer perlu memiliki kredibilitas sebelum melakukan deterrence.
Kredibilitas dalam hal ini merupakan kemampuan deterrer untuk
memastikan dan meyakinkan pihak lawan bahwa pihaknya memang mampu untuk
memberikan serangan balik yang lebih destruktif. Negara perlu menjaga
kredibilitas penggunaan senjata nuklirnya serta menjamin bahwa nuklirnya dapat
bekerja seperti yang diinginkan oleh negara tersebut. Kredibilitas ini menjadi
penting karena merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan rasa
keterancaman bagi pihak lawan. Selain itu, logika deterrence pun selalu
mengandung unsur ketidakpastian, sehingga pembangunan dan pengembangan
persenjataan nuklir menjadi salah satu aspek yang diusahakan oleh negara demi
meningkatkan rasa keamanan negaranya.
Extended deterrence merupakan salah satu jenis dari deterrence. Extended
deterrence dapat diartikan sebagai perluasan perlindungan deterrence yang
dilakukan oleh suatu negara pada negara aliansinya.3 Pada dasarnya extended
deterrence ini dilakukan oleh suatu negara kepada negara atau kawasan lain yang
merupakan aliansinya, sehingga jika terdapat suatu pihak yang menyerang aliansi
negara tersebut maka negara tersebut akan melakukan serangan sebagai
1 Vesna Danilovic, When The Stakes Are High (Michigan: University of Michigan Press, 2002) hlm. 48.2 John J. Mearsheimer, “Nuclear Weapons and Deterrence in Europe” dalam International Security, Vol. 9, No. 3 (Winter, 1984-1985), hlm. 21.3 Colin S. Gray, War, Peace and International Relations: An Introduction to Strategic History (New York: Routledge, 2007), hlm. 282.
1.
![Page 2: UTS Teori Keamanan Internasional](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082321/55721305497959fc0b916e17/html5/thumbnails/2.jpg)
pembalasan kepada pihak tersebut. Extended deterrence ini seringkali melibatkan
unsur nuklir, mengingat nuklir tetap merupakan senjata dan ancaman yang paling
ditakuti, sehingga muncul pula istilah extended nuclear deterrence. Extended
deterrence ini biasanya dilakukan karena negara deterrer memiliki kepentingan
terhadap kawasan aliansi yang dilindunginya tersebut. Serupa dengan jenis
deterrence yang biasa, negara pun perlu menjaga dan menjamin kredibilitas
senjata nuklir yang dimilikinya untuk meyakinkan baik pihak yang dilindungi dan
pihak lawan.
Kredibilitas dalam extended nuclear deterrence lebih rumit lagi, hal ini
dikarenakan adanya pihak aliansi yang juga perlu diyakinkan. Sebagai ilustrasi,
kredibilitas dapat dijelaskan melalui pertanyaan berikut: bagaimana negara B
mampu mempercayai bahwa negara A (deterrer) akan melakukan serangan
balasan terhadap negara C jika negara C menyerang negara B ketika konsekuensi
dari hal ini adalah serangan balik lagi dari negara C pada negara A? Kredibilitas
inilah yang dipermasalahkan, karena pada dasarnya negara deterrer akan berada
di posisi yang lebih berbahaya dengan melindungi negara aliansinya. Penjelasan
tersebut merupakan aplikasi dari logika deterrence yang diaplikasikan dalam
extended nuclear deterrence, karena logika deterrence adalah bagaimana pihak
deterrer menjamin bahwa pihaknya akan mampu memberikan serangan balik yang
lebih destruktif dengan tujuan pihaknya tidak akan diserang oleh pihak lawan.
Dalam tulisannya, Vesna Danilovic mengatakan bahwa terdapat dua jenis
sumber kredibilitas dalam extended deterrence yang dijelaskan melalui dua teori,
yaitu commitment theory dan inherent capability theory.4 Teori komitmen
menjelaskan bahwa untuk meyakinkan negara aliansi dibutuhkan komitmen yang
besar dari negara deterrer. Komitmen ini biasanya diwujudkan dengan mobilisasi
pasukan negara deterrer pada negara aliansinya.5 Dengan demikian, negara aliansi
dapat lebih mempercayai perlindungan dari negara deterrer karena negara
deterrer telah menunjukkan komitmennya melalui tindakan yang nyata.
Teori kedua tentang penjelasan sumber kredibilitas yang dikemukakan oleh
Danilovic adalah inherent capability theory. Secara singkat, teori ini menjelaskan
bahwa adanya kepentingan yang melekat dalam situasi deterrence. Semakin besar
kepentingan deterrer terhadap kawasan yang dilindunginya, maka deterrer akan
semakin berniat untuk melindungi kawasan tersebut. Pencapaian kepentingan ini
dapat dilakukan dengan pemilihan teknik pemberian sinyal dan penyampaian
maksud secara meyakinkan pada negara yang akan dilindungi, sehingga negara
4 Vesna Danilovic, “The Sources of Threat Credibility in Extended Deterrence” dalam The Journal of Conflict Resolution, Vol. 45, No. 3. (Juni 2001), hlm. 343.5 Ibid., hlm. 345.
![Page 3: UTS Teori Keamanan Internasional](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082321/55721305497959fc0b916e17/html5/thumbnails/3.jpg)
tersebut setuju untuk berada di bawah lindungan negara deterrer karena yakin jika
deterrer memiliki kepentingan terhadap negaranya, maka deterrer akan berusaha
untuk melindungi kawasan negara tersebut.6
Fenomena yang mencerminkan pengimplementasian dari extended nuclear
deterrence adalah perlindungan yang diberikan Amerika Serikat terhadap kawasan
Eropa dari serangan Uni Soviet. Dalam hal ini, Amerika Serikat berusaha melindungi
Eropa dan menyatakan bahwa negaranya akan melakukan retaliation jika Uni
Soviet menyerang Jerman Barat, misalnya. Namun, masalah kredibilitas di sini
adalah bagaimana mungkin aliansi di kawasan Eropa percaya bahwa Amerika
Serikat akan melakukan serangan balasan pada Uni Soviet yang menyerang Jerman
Barat ketika konsekuensinya menjadi pembalasan lagi dari Uni Soviet terhadap
Amerika Serikat. Dalam hal ini, Amerika Serikat berusaha meyakinkan negara
Eropa melalui penempatan pasukannya di kawasan Eropa.7
Penjelasan di atas memang mengindikasikan bahwa terdapat ahli yang
berpendapat bahwa logika kredibilitas deterrence mungkin diaplikasikan pada
extended nuclear deterrence. Namun demikian, saya pribadi berpendapat bahwa
logika kredibilitas dalam extended deterrence sangat sulit dan bahkan hampir tidak
mungkin dapat sepenuhnya tercapai. Hal ini berdasarkan fakta bahwa kredibilitas
dalam extended deterrence sangatlah beresiko, terutama jika unsur nuklir
dilibatkan. Negara sebagai aktor yang rasional, menurut saya, tidak akan dengan
mudah melakukan extended nuclear deterrence karena dampaknya dapat sangat
merugikan negaranya sendiri. Bahkan, hal ini dapat membahayakan survivability
dari negara tersebut. Dengan demikian, walaupun beberapa ahli menyatakan
bahwa logika kredibilitas mungkin diaplikasikan dalam extended deterrence melalui
beberapa cara dan teori, saya merasa bahwa logika kredibilitas deterrence tidak
dapat benar-benar diaplikasikan, mengingat negara adalah aktor yang rasional dan
tidak akan memilih jalan yang membahayakan keselamatan negaranya sendiri.
6 Ibid., hlm. 347.7 Barry Buzan dan Lene Hansen, The Evolution of International Security Studies (Cambridge: Cambridge University Press, 2009), hlm. 82.