utang pemerintah dan kesinambungan fiskal (final tanpa cover) - edit pagi

19
PENDAHULUAN Pengelolaan utang publik adalah proses pembentukan dan pelaksanaan strategi untuk mengelola utang pemerintah dalam rangka meningkatkan jumlah yang diperlukan untuk pendanaan pemerintah, mencapai tujuan sesuai biaya dan risikonya, dan untuk memenuhi tujuan pengelolaan utang publik lainnya yang telah ditetapkan, seperti mengembangkan dan mempertahankan pasar yang efisien dan likuid untuk sekuritas pemerintah. Tujuan utama dari pengelolaan utang publik adalah untuk memastikan pemenuhan kebutuhan keuangan pemerintah dan pembayaran kewajibannya dikelola dengan biaya yang paling rendah untuk jangka menengah sampai dengan jangka panjang, dan konsisten dengan tingkat risiko yang ditetapkan. Dalam konteks makroekonomi yang lebih luas untuk kebijakan publik, pemerintah harus berusaha untuk memastikan bahwa baik tingkat dan laju pertumbuhan utang publik mereka pada dasarnya berkelanjutan dari waktu ke waktu, dan dapat dilayani dalam berbagai keadaan. Manajer utang pemerintah memiliki kepentingan yang sama dengan penasihat kebijakan fiskal dan moneter agar utang sektor publik tetap pada jalur yang berkelanjutan dan terdapat strategi yang terpercaya untuk mengurangi tingkat utang yang berlebihan. Pengelola utang harus memastikan bahwa otoritas fiskal menyadari dampak kebutuhan pembiayaan pemerintah dan tingkat utang pada biaya pinjaman. Contoh indikator yang membahas isu keberlanjutan utang termasuk rasio utang sektor pelayanan publik, dan rasio utang publik terhadap PDB dan pendapatan pajak. 1

Upload: made-suandi-putra

Post on 22-Oct-2015

288 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

moni

TRANSCRIPT

Page 1: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

PENDAHULUAN

Pengelolaan utang publik adalah proses pembentukan dan pelaksanaan strategi untuk

mengelola utang pemerintah dalam rangka meningkatkan jumlah yang diperlukan untuk

pendanaan pemerintah, mencapai tujuan sesuai biaya dan risikonya, dan untuk memenuhi

tujuan pengelolaan utang publik lainnya yang telah ditetapkan, seperti mengembangkan dan

mempertahankan pasar yang efisien dan likuid untuk sekuritas pemerintah.

Tujuan utama dari pengelolaan utang publik adalah untuk memastikan pemenuhan kebutuhan

keuangan pemerintah dan pembayaran kewajibannya dikelola dengan biaya yang paling rendah

untuk jangka menengah sampai dengan jangka panjang, dan konsisten dengan tingkat risiko

yang ditetapkan.

Dalam konteks makroekonomi yang lebih luas untuk kebijakan publik, pemerintah harus

berusaha untuk memastikan bahwa baik tingkat dan laju pertumbuhan utang publik mereka

pada dasarnya berkelanjutan dari waktu ke waktu, dan dapat dilayani dalam berbagai keadaan.

Manajer utang pemerintah memiliki kepentingan yang sama dengan penasihat kebijakan fiskal

dan moneter agar utang sektor publik tetap pada jalur yang berkelanjutan dan terdapat strategi

yang terpercaya untuk mengurangi tingkat utang yang berlebihan. Pengelola utang harus

memastikan bahwa otoritas fiskal menyadari dampak kebutuhan pembiayaan pemerintah dan

tingkat utang pada biaya pinjaman. Contoh indikator yang membahas isu keberlanjutan utang

termasuk rasio utang sektor pelayanan publik, dan rasio utang publik terhadap PDB dan

pendapatan pajak.

Pengelola utang, pembuat kebijakan fiskal, dan bank sentral harus memiliki pemahaman yang

sama mengenai tujuan dari kebijakan pengelolaan utang, fiskal, dan moneter sehingga tercipta

koordinasi yang baik. Kebijakan fiscal maupun moneter harus dibuat sedemikian rupa sehingga

menciptakan kondisi ekonomi yang menjaga stabilitas resiko pasar sehingga dengan demikian

menjaga resiko atas utang. Sebagai contoh kebijakan moneter untuk menjaga tingkat suku

bunga dan menjaga nilai tukar mata uang untuk meminimalisir resiko terkait utang yang dimiliki

pemerintah.

1

Page 2: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

UTANG PEMERINTAH

Pengertian

Utang merupakan bagian integral dari kebijakan fiskal dalam kerangka kebijakan pengelolaan

ekonomi secara keseluruhan. Utang menjadi konsekuensi dari postur APBN yang mengalami

defisit, dimana Pendapatan Negara lebih kecil daripada Belanja Negara. Selain untuk menutup

defisit, utang juga dipergunakan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt

refinancing).

Tujuan dan Kebijakan/Strategi Umum Pengelolaan Utang

Tujuan

1. Tujuan Jangka Panjang

a. Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada

tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara;

b. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar surat berharga negara (SBN) yang dalam,

aktif dan likuid.

2. Tujuan Jangka Pendek

Memastikan tersedianya dana untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok

utang secara tepat waktu dan efisien.

Kebijakan/Strategi Umum Pengelolaan Utang

1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik melalui penerbitan SBN

rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri;

2. Melakukan pengembangan instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih

berbagai instrumen yang lebih sesuai, cost-efficent dan risiko yang minimal;

3. Pengadaan pinjaman luar negeri dilakukan sepanjang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang wajar (Favourable) bagi

pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditor;

4. Mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri dalam periode jangka

menengah;

5. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan otoritas pasar modal, terutama

dalam rangka mendorong upaya financial deepening;

6. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka

meningkatkan efisiensi pengelolaan pinjaman dan sovereign credit rating.

2

Page 3: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Jenis-Jenis Utang

Secara Umum utang pemerintah terbagi dalam 2 (dua) jenis yaitu

1. Pinjaman, yang terdiri dari Pinjaman Luar Negeri dan Pinjaman dalam Negeri

a. Pinjaman Luar Negeri

World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development Bank dan kreditor bilateral

(Jepang, Jerman, Perancis dll), serta Kredit Ekspor.

1) Pinjaman Program :

Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrix

di bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan, pendidikan,

pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy terkait dengan climate

change dan infrastruktur.

2) Pinjaman proyek :

Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi, dll);

proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).

b. Pinjaman Dalam Negeri

Pinjaman dalam negeri merupakan instrumen pembiayaan utang yang ditujukan untuk

pengadaan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri, meningkatkan produktivitas

industri strategis di dalam negeri, dan mendorong percepatan pembangunan

infrastruktur di dalam negeri. Biasanya pinjaman dalam negeri berasal dari Badan

Usaha Milik Negara (BUMN), Pemerintah Daerah dan Perusahaan Daerah. Penggunaan

pinjaman dalam negeri sebagai salah satu instrument pembiayaan APBN dimulai sejak

tahun 2010 dengan pagu maksimal sebesar Rp1,0 triliun per tahun.

2. Surat Berharga Negara (SBN)

Terdapat dua instrumen Surat berharga Negara (SBN) yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan

Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Instrumen SUN yang diterbitkan terdiri atas Obligasi Negara (ON) dengan: (1) tingkat suku

bunga tetap, yaitu seri fixed rate (FR) dan Obligasi Negara Ritel (ORI), (2) tingkat suku

bunga mengambang, yaitu seri variable rate (VR), (3) tanpa bunga, yaitu Surat

Perbendaharaan Negara (SPN) dan Zero Coupon Bond (ZC), serta (4) ON valas.

Sementara itu, instrumen SBSN yang diterbitkan terdiri atas Ijarah Fixed Rate (IFR), Sukuk

Ritel (SUKRI), Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), Surat Perbendaharaan Negara Syariah

(SPNS), Project Based Sukuk (PBS), dan sukuk valas.

3

Page 4: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Landasan Hukum Pengelolaan Utang

1. Ketentuan Perundang-undangan

a. Undang-Undang No 17/2003 tentang Keuangan Negara;

b. Undang-Undang No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

c. Undang-Undang No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara;

d. Undang-Undang No 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara;

e. Undang-Undang No 24/2002 tentang Surat Utang Negara;

f. Peraturan Pemerintah No 10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri

dan Penerimaan Hibah;

g. Peraturan Pemerintah No 54/2008 tentang Tata

2. Mengatur antara lain, prinsip-prinsip Good Governance

a. Pengadaan/penerbitan utang melalui mekanisme APBN/mendapatkan persetujuan DPR;

b. Koordinasi Pemerintah (Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas), dan BI

dalam perencanaan dan pengelolaan utang;

c. Pengawasan perdagangan SBN di pasar sekunder oleh otoritas pasar modal;

d. Pertanggungjawaban pengelolaan utang dan publikasi data & informasi utang.

KESINAMBUNGAN FISKAL

Risiko Fiskal

Secara konseptual, APBN dikatakan berkesinambungan apabila ia memiliki kemampuan untuk

membiayai seluruh belanjanya selama jangka waktu yang tidak terbatas (Langenus, 2006;

Yeyati dan Sturzenegger, 2007). Konsekuensinya, kesinambungan fiskal harus mampu pula

memperhitungkan risiko fiskal.

Cebotari, Aliona, dkk (2008) mendefinisikan risiko fiskal sebagai “the possibility of deviations in

fiscal variables from what was expected at the time of the budget or other forecast”. Risiko fiskal

adalah kemungkinan penyimpangan dalam variabel-variabel fiskal dari apa yang diharapkan

pada saat penyusunan anggaran maupun perkiraan lainnya. Sumber risiko fiskal terutama

berasal dari guncangan ekonomi makro dan realisasi kewajiban kontinjensi.

4

Page 5: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Brixi, Hanna Polackova dan Allen Schick (2002) mendefinisikan risiko fiskal sebagai “a source

of financial stress that could face a government in the future”. Risiko fiskal adalah sumber

tekanan finansial yang mungkin dihadapi oleh pemerintah di masa depan. Risiko fiskal terutama

terjadi karena terjadinya peristiwa yang tidak tentu. Risiko fiskal sering dihubungkan dengan

kewajiban kontinjensi pemerintah.

Schick, Allen memberikan alternatif definisi risiko fiskal sebagai “the contingency of future

revenues or expenditures on uncertain future events”.

Sementara itu, dalam subbab Risiko Fiskal dalam Nota Keuangan dan APBN Tahun 2012,

risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu

di luar kendali Pemerintah. Risiko fiskal disebabkan oleh beberapa hal, antara lain realisasi

ekonomi makro yang berbeda dengan asumsi yang digunakan dalam menyusun APBN, syarat

dan ketentuan dalam utang Pemerintah Pusat, realisasi kewajiban kontinjensi Pemerintah, dan

konsekuensi kebijakan desentralisasi fiskal.

Terjadinya risiko fiskal yang tidak diantisipasi dengan baik akan membebani anggaran dan

mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi dengan cakupan dan kedalaman efek yang

berbeda antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Risiko fiskal yang terjadi

pada negara-negara maju akan menimbulkan beban pada anggaran dan berpeluang

menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pada negara-negara berkembang implikasinya lebih berat. Terjadinya risiko fiskal yang

membebani anggaran akan menjalar dengan cepat pada perekonomian secara keseluruhan,

mendorong pelarian modal (capital outflow), dan bahkan mengubah arah pertumbuhan

ekonomi. Lebih jauh, pada negara-negara berkembang dengan kelembagaan ekonomi yang

masih lemah, ekspektasi terjadinya risiko fiskal akan mempengaruhi perilaku agen-agen

ekonomi sehingga berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi kendati risiko fiskal tersebut

belum terjadi sesungguhnya (Barnhill dan Kopits, 2003).

Fiscal Sustainability Indicators

Fiscal sustainability adalah kapasistas untuk mempertahankan posisi fiskal saat ini tanpa perlu

melakukan penyesuaian dalam kebijakan pajak atau pengeluaran dalam rangka memastikan

kesanggupan untuk membayar utang sebagaimana ditentukan oleh constraint berupa present

value anggaran.

Adanya peningkatan dalam rasio utang publik terhadap GDP atau rasio stok utang publik

terhadap GDP dapat menunjukkan posisi fiskal yang lebih bermasalah bagi pemerintah,

5

Page 6: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

sebagaimana GDP mencerminkan potensi pendapatan pajak yang harus dikumpulkan. Tentu

saja, potensi ini akan bervariasi dari satu negara ke negara, dan dapat bervariasi dalam suatu

negara dari waktu ke waktu, tergantung pada tingkat pengembangan kelembagaan dan struktur

ekonominya. Oleh karenanya, perbandingan dan interpretasi rasio tersebut harus dilakukan

dengan hati-hati.

Apabila tujuannya adalah untuk memprediksikan rasio utang terhadap GDP pada periode

selanjutnya, persamaan di bawah ini dapat menunjukkan bahwa primary surplus yang lebih

rendah tidak akan secara langsung diasosiasikan dengan peningkatan rasio utang terhadap

GDP, karena rasio ini dapat dipengaruhi oleh real interest rate, real growth rate, dan initial debt

to GDP ratio. Demikian pula initial debt to GDP ratio yang tinggi belum tentu diikuti dengan

subsequent debt to GDP ratio.

Untuk dapat memperhitungkan hubungan saling keterkaitan antar variabel tersebut, dibutuhkan

indikator yang lebih mutakhir. Apabila ˜s adalah augmented primary surplus to GDP ratio yang

akan dipertahankan dari waktu ke waktu, dan b0 adalah debt to GDP ratio pada periode 0, agar

debt to GDP ratio tetap konstan dari waktu ke waktu, nilainya pada periode 1, b1, harus sama

dengan b0, demikian juga dengan nilai debt to GDP ratio pada periode berikutnya. Dari

persamaan di atas, dapat diperoleh persamaan berikut:

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk memperoleh nilai ˜s atau required augmented

primary surplus:

Indikator “one-period primary gap” atas ketahanan fiskal adalah selisih antara required

augmented primary surplus tersebut dengan actual augmented primary surplus. Apabila gap

tersebut nilainya positif, maka diindikasikan bahwa required primary surplus lebih tinggi

daripada actual primary surplus yang artinya penyesuaian fiskal harus dilakukan di masa

mendatang agar debt to GDP ratio tidak meningkat. Sedangkan apabila nilainya negatif, maka

6

Page 7: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

debt to GDP ratio akan mengecil seiring berjalannya waktu, dengan asumsi bahwa primary

surplus to GDP ratio dan variable lain yang relevan nilainya tetap konstan.

Indikator one-periode primary gap ini dapat dihitung untuk periode yang berurutan, dalam

rangka menentukan perubahan postur kebijakan fiskal dari waktu ke waktu. Perhitungan satu-

periode ini dapat dikatakan naif karena variabel ekonomi dan fiskal yang relevan diasumsikan

konstan, namun mudah untuk diterapkan karena tidak diperlukan prakira ekonometrik atas

variabel ekonomi dan fiskal di masa mendatang. Selain one-period primary gap, terdapat pula

versi multi-period yang melonggarkan asumsi bahwa variabel yang relevan (terutama real

interest rate dan real growth rate) akan tetap konstan, dan menggunakan prakira atas variabel

tersebut di masa mendatang. Pendekatan tersebut akan sangat bermanfaat apabila

diperkirakan akan terjadi perubahan atas kebijakan atau kondisi di masa mendatang.

7

Page 8: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

PEMBAHASAN

A. Profil Utang Pemerintah

Jumlah total utang pemerintah baik pinjaman luar negeri maupun pinjaman dalam negeri

selama periode 2008 – 2013 dapat dilihat dari grafik berikut ini:

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa tren utang pemerintah dari tahun ke tahun

cenderung naik. Namun dari segi komposisi yang terus mengalami peningkatan adalah dari

Surat Berharga Negara. Jumlah utang pemerintah yang cenderung meningkat tersebut akan

membebani APBN karena mengakibatkan adanya lonjakan dalam pembayaran cicilan

pokok utang dan bunga setiap tahunnya.

Namun demikian, pihak pemerintah (DJPU) menyatakan bahwa utang pemerintah Indonesia

masih dalam batas aman (wajar). Hal ini dilihat dari rasio utang terhadap produk domestik

bruto (PDB) yang cenderung semakin menurun yang mengindikasikan peningkatan

kemampuan Indonesia dalam membayar utang. Pada tahun 2008 rasio utang terhadap PDB

masih sebesar 33,0% kemudian turun menjadi 23,4% pada tahun 2013, seperti ditunjukan

pada grafik berikut ini:

8

Page 9: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rasio utang terhadap PDB Indonesia dibandingkan

dengan negara lain termasuk kecil. Diperbandingkan dengan beberapa negara dengan

tingkat pendapatan perkapitanya yang relatif sama, seperti Argentina dan Turki, rasio utang

Indonesia juga lebih baik, bahkan dengan negara maju seperti Amerika, Itali, dan Jepang.

9

Page 10: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

B. Risiko utang

Dengan jumlah utang yang semakin besar banyak ekonom yang memeringatkan

pemerintah akan adanya risiko jebakan utang (debt trap) dimana utang sudah terlalu

membebani anggaran Negara untuk membayar angsuran pokok utang dan bunga. Risiko

lainnya terkait dengan tereksposure-nya pemerintah Indonesia kedalam risiko

perekonomian global. IMF dan World Bank (2001) mengidentifikasi beberapa risiko yang

dihadapi suatu Negara terkait dengan jumlah utang yang besar yaitu market risk, funding

risk, liquidity risk, credit risk, dan operational risk.

Market risk merupakan risiko yang berkaitan dengan fluktuasi suku bunga, nilai tukar mata

uang, harga komoditas, dan inflasi. Sebagai contoh akibat dari perkembangan moneter

global, nilai tukar mata uang Yen terhadap dolar Amerika Serikat meningkat tajam pada

akhir 2008. Proses perubahan peran mata uang Yen tersebut (deleveraging) menjadikan

utang Pemerintah Indonesia yang sebagian besar berasal dari Jepang meningkat cukup

tajam. Demikian juga, menguatnya dolar AS terhadap rupiah berdampak cukup signifikan

terhadap beban APBN untuk membayar angsuran pokok utang dan bunga yang jatuh

tempo. Jika pada akhir 2007 nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sebesar Rp9.419,00, pada

akhir 2008 nilai tukar tersebut meningkat tajam menjadi Rp10.950,00. Peningkatan tersebut

mengakibatkan kenaikan jumlah utang luar negeri dalam rupiah yang diperkirakan sebesar

Rp41,8 trilyun, jika nilai tukar 2008 stabil (Harinowo, 2009).

Funding risk merupakan risiko ketika pemerintah memerlukan dana untuk pembiayaan

anggaran ataupun roll-over utang pada tingkat yang dapat diterima. Risiko ini terkait dengan

kemampuan pemerintah untuk melakukan pinjaman baru yang dibutuhkan. Semakin besar

jumlah utang (sebagai % dari PDB) yang dimiiliki suatu Negara semakin besar risiko

(kesulitan) pemerintah dalam mendapatkan pinjaman baru. Risiko lainnya adalah risiko

roll-over yaitu risiko bahwa utang akan diroll-over dengan biaya yang sangat tinggi atau

bahkan risiko utang tidak dapat diroll-over sama sekali. Ketidakmampuan untuk

memperpanjang jatuh tempo utang tersebut dapat menimbulkan krisis utang dan

menimbulkan kerugian ekonomi yang riil. Pengelolaan risiko ini sangat penting khususnya

bagi Negara yang sedang berkembang.

10

Page 11: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Liquidity risk berkenaan dengan manajemen kas pemerintah. Risiko likuiditas menunjuk ke

suatu keadaan dimana volume aset lancar (kas) menurun dengan cepat karena timbulnya

kewajiban pembayaran yang tidak diantisipasi sebelumnya atau kesulitan dalam

memperoleh kas melalui pinjaman jangka pendek. Pembayaran angsuran pokok utang dan

bunga yang setiap tahun meningkat membawa risiko terhadap likuiditas APBN. Apabila

jebakan utang tidak segera diselesaikan maka akan mengarah ke liquidity trap. Mexico

merupakan salah satu Negara yang mengalami liquidity trap yang sangat besar sehingga

akhirnya dinyatakan default. Dari APBN tahun 2008 terlihat bahwa anggaran yang harus

disediakan pemerintah Indonesia untuk membayar bunga utang sebesar Rp89,46 trilyun

(mencapai 10% dari total pendapatan atau 9% dari total belanja). Pada tahun 2009,

diprediksi pembayaran bunga utang sebesar Rp101,66 trilyun atau 10,3% dari total

pendapatan atau 9,8% dari total belanja.

Credit risk berkenaan dengan kinerja yang rendah dari peminjam atas kesepakatan

keuangan yang telah dituangkan dalam kontrak. Risiko tersebut relevan khususnya dalam

pengelolaan aset lancar. Risiko kredit juga terkait dengan penerimaan atas penawaran

surat berharga (surat utang) yang diterbitkan pemerintah ataupun kontrak-kontrak derivatif

yang ditutup oleh pemerintah. Risiko kredit yang tinggi akan menjadikan pemerintah

dikenakan premi yang tinggi pada saat menjual surat utang atau menutup kontrak

derivative, sehingga menjadikan biaya peminjaman (cost of borrowing) lebih tinggi di atas

rata-rata tarif premi pasar.

Operasional risk meliputi berbagai jenis risiko seperti kemungkinan kesalahan berbagai

tahapan pelaksanaan dan pencatatan transaksi, ketidakcukupan atau kegagalan

pengendalian intern atau kegagalan sistem, risiko reputasi, risiko hukum, risiko keamanan

dan risiko bencana alam yang mempengaruhi aktivitas pemerintah. Contoh nyata dari risiko

operasional adalah adanya pembangunan fisik yang salah sasaran dan dilaksanakan

dengan tidak efisien. Juga risiko dana pembangunan dari utang yang dikorupsi.

C. Utang Pemerintah dan Kesinambungan Fiskal

Berdasarkan Teori Ketangguhan Fiskal (Marks, 2004, Fiscal Sustainability) yang telah

diuraikan pada bagian Pendahuluan, dapat disimpulkan bahwa kesinambungan fiskal dapat

dicapai jika tidak ada utang. Kalaupun pemerintah harus berutang, kondisi kesinambungan

fiskal masih dapat dipertahankan apabila besaran tambahan utang harus sebanding dengan

nilai augmented primary surplus.

11

Page 12: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Suatu negara dapat dikatakan sebagai net debtor (yang dicerminkan melalui bt > 0 ) akan

menghadapi dua kemungkinan sebagai berikut:

a. Jika (r–g) > 0, maka untuk mencapai solvabilitas fiskal dibutuhkan surplus dalam

keseimbangan primer sejumlah nilai s.

b. Jika (r–g) < 0, meskipun suatu negara sudah memiliki stok pinjaman sejumlah bt, masih

dimungkinkan memiliki defisit anggaran (diukur dalam keseimbangan primer) tanpa

membahayakan solvabilitas fiskal asal defisit tersebut tidak melebihi nilai s.

Dengan demikian, besarnya pinjaman suatu negara, tidak secara langsung dapat

menggambarkan kesinambungan fiskal. Suatu negara yang memiliki tingkat pinjaman

rendah namun masih tetap menghadapi masalah solvabilitas fiskal, apabila prospek

perekonomian negara tersebut buruk yang dicerminkan (r–g) > 0. Sebaliknya, suatu negara

bisa memiliki tingkat pinjaman yang relatif tinggi tanpa membahayakan solvabilitas fiskal

karena memiliki prospek perekonomian yang cerah secara teknis dicerminkan (r–g) < 0.

Namun patut dicatat bahwa hal semacam ini bukan berarti suatu negara dapat memiliki

tingkat pinjaman yang terlalu tinggi. Risiko paling berat adalah ketika suku bunga tinggi dan

prospek pertumbuhan ekonomi yang rendah.

Utang Pemerintah Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (utang = bt),

namun karena struktur anggaran defisit, dimana Pendapatan Negara lebih kecil daripada

Belanja Negara (r-g < 0), maka kebijakan pembiayaan dari utang akan terus dilakukan.

Utang pemerintah tersebut tidak akan membahayakan kesinambungan fiskal apabila

augmented primary surplus masih dapat dijaga.

Contoh sederhana perhitungan (APBN-P 2013 dan Angka Sementara utang 2013) :

s= -224,2 T/1+1726,2T x 23,4%

= -0,030

Hasil pengujian sederhana di atas memberi simpulan bahwa ketangguhan APBN masih

sangat rapuh. Kerapuhan ini sangat terkait dengan situasi dan kondisi perekonomian yang

akan terjadi. Konsekuensinya, risiko kerapuhan fiskal ini perlu diantisipasi sejak dini.

Temuan utama adalah bahwa ketangguhan fiskal Indonesia tidak/belum tercapai kendati

memiliki solvensi untuk pembayaran utang domestik dan utang luar negeri. Sumber

ketidaksinambungan ini adalah beban utang dalam negeri yang peningkatannya jauh lebih

pesat daripada peningkatan utang luar negeri.

12

Page 13: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

Studi ini memberikan implikasi bahwa penerbitan Surat Utang Negara perlu dilakukan

dengan kehatihatian dengan mempertimbangkan beban pembayaran SUN yang jatuh

tempo. Saat jatuh tempo SUN sepatutnya disesuaikan dengan kemampuan APBN pada

tahun yang bersangkutan. Dalam kaitan ini, telaah yang cermat beban-beban APBN lain

perlu dikalkulasi dengan lebih matang. Untuk itu, eksposure risiko fiskal sepantasnya

menjadi panduan dalam setiap penerbitan SUN.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, dapat kami simpulkan bahwa:

1. Utang Pemerintah diperlukan untuk membiayai defisit APBN, penyediaan arus kas jangka

pendek, dan refinancing utang lama.

2. Meskipun utang nominal mengalami peningkatan, namun rasio terhadap PDB cenderung

menurun dan saat ini telah mencapai batas yang aman.

3. Pengelolaan utang pemerintah diarahkan untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan

biaya dan risiko rendah, jangka panjang, dan tidak ada ikatan politik

4. Ketangguhan fiskal Indonesia tidak/belum tercapai kendati memiliki solvensi untuk

pembayaran utang domestik dan utang luar negeri. Sumber ketidaksinambungan ini adalah

beban utang dalam negeri yang peningkatannya jauh lebih pesat daripada peningkatan

utang luar negeri.

13

Page 14: Utang Pemerintah Dan Kesinambungan Fiskal (Final Tanpa Cover) - Edit Pagi

DAFTAR PUSTAKA

Staffs of the International Monetary Fund and the World Bank Amended. 2003.Guidelines for

Public Debt Management

Mark, S.V., 2004, Fiscal Sustainability and Solvency

DJPU. 2013.Profil Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman & Surat Berharga Negara)

http://risikofiskal.blogspot.com/2011/12/apa-itu-risiko-fiskal.html

14