urolithiasis
DESCRIPTION
UrolithiasisTRANSCRIPT
PROFIL ANALISIS PENYAKIT BATU SALURAN KEMIH
DI DEPARTEMEN BEDAH UROLOGI RSU Dr. SAIFUL ANWAR
DARI MEI 2009 HINGGA MEI 2011
REFERAT
Oleh:
Alia Daniella Bt Abd Halim 0610714006
Ananadarajah Shanmugam 0610714006
Faizanah Bt Mohd Shaul Hameed 0610714009
Jihad Bt Ahmad Kamarudin 0610714010
Fadillah Mutaqin 0610714006
I Putu Made Sasmita 0610714006
Pembimbing I : dr. Besut Daryanto, SpB, SpU
Pembimbing II : dr. Oka
DEPARTEMEN BEDAH UROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RSU. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2011
LEMBAR PERSETUJUAN
PROFIL ANALISIS PENYAKIT BATU SALURAN KEMIH
DI DEPARTEMEN BEDAH UROLOGI RSU Dr. SAIFUL ANWAR
DARI MEI 2009 HINGGA MEI 2011
Disusun oleh:
1. Alia Daniella Bt Abd Halim 0610714006
2. Ananadarajah Shanmugam 0610714006
3. Faizanah Bt Mohd Shaul Hameed 0610714009
4. Jihad Bt Ahmad Kamarudin 0610714010
5. Fadillah Mutaqin 0610714006
6. I Putu Made Sasmita 0610714006
Disetujui untuk dibacakan pada:
Hari :
Tanggal :
Menyetujui :
Pembimbing utama Pembimbing kedua
Dr. Besut, Sp.U(K) dr. Oka
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis telah
diberi kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini. Adapun judul penelitian ini Profil
Analisis Penyakit Batu Saluran Kemih di Departemen Bedah Urologi RSU dr. Saiful
Anwar dari Mei 2009 hingga Mei 2011. Terwujudnya penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan serta do`a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada:
1. dr. Besut Sp.U sebagai pembimbing utama yang telah memberikan petunjuk serta
saran kepada penulis.
2. dr.Oka, selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan demi
sempurnanya penelitian ini.
3. dr. Albert Linnardy yang telah memberikan banyak masukan.
4. Kepala ruang dan staff di RSU. Dr. Saiful Anwar Malang.
5. Kepala bagian rekam medik RSU. Dr. Saiful Anwar Malang.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan jasa-jasa yang telah diberikan
kepada penulis. Amien
Malang , Juni 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di di Indonesia. BSK
adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi (Lina, 2008). BSK sudah diderita manusia sejak
zaman dahulu, hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih pada
mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. 1
BSK pada sistem kolektivus dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus
ginjal atau infeksi dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan
nyeri karena dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal
dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dan penglepasan mediator
sakit (Ratu G et al, 2009). Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya
gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah sampai
timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal. 2
Kejadian BSK di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan di Eropa Utara
3-6%, sedangkan di Eropa Bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7%
dan di Taiwan 9,8%. Di Indonesia, penderita BSK masih banyak, tetapi data lengkap
kejadian penyakit ini masih belum banyak dilaporkan. Hardjoeno dkk1 di Makassar
(1977–1979) menemukan 297.Rahardjo dkk (1979–1980) 245 penderita BSK, Puji
Rahardjo dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita
penduduk Indonesia sekitar 0,5%, bahkan di RS PGI Cikini menemukan sekitar 530
orang penderita BSK pertahun.3
BSK sering dipermasalahkan baik dari segi kejadian (insidens), etiologi,
patogenesis maupun dari segi pengobatan. Kejadian (insidens), maupun komposisi batu
penderita BSK ini tidak sama diberbagai belahan bumi, bervariasi menurut suku bangsa
dan geografi sehingga data yang dikemukan oleh setiap peneliti menunjukkan angka
yang berbeda-beda. Bedasarkan hal tesebut, maka penelitian ini berusaha
mengumpulkan data-data tentang BSK agar menjadi masukan dalam bentuk data bagi
pendidikan dokter spesialis Bedah Urologi RSU dr. Saiful Anwar serta menjadi data
dasar dalam upaya pelayanan dan peningkatan kualitas kesehatan di RSU dr. Saiful
Anwar Malang khusunya di Departemen Bedah Urologi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik penderita batu saluran kemih di RSU dr. Saiful Anwar
pada periode Mei 2009 hingga Mei 2011?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita batu saluran kemih di RSU dr. Saiful Anwar
pada periode Mei 2009 hingga Mei 2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui total presentase kasus yang datang ke RSU dr. Saifull Anwar
pada periode Mei 2009 hingga Mei 2011.
b. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan
sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan.
c. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan
utama.
d. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis
batu.
e. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan letak
batu.
f. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan
penatalaksanaan medis.
g. Mengetahui distribusi penderita BSK berdasarkan lama rawatan
rata-rata.
h. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan
sewaktu pulang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam bentuk data bagi
pendidikan dokter spesialis Bedah Urologi RSU dr. Saiful Anwar serta menjadi
data dasar dalam upaya pelayanan dan peningkatan kualitas kesehatan di RSU
dr. Saiful Anwar Malang khusunya di Departemen Bedah Urologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Saluran Kemih
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan,penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam
ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada :
1. Ginjal (Nefrolithiasis)
2. Ureter (Ureterolithiasis)
3. Vesica urinaria (Vesicolithiasis)
4. Uretra (Urethrolithiasis). 4
2.2 Etiologi
1. Faktor Intrinsik
a. Heriditer/ Keturunan
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya Asidosis
tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal
atau kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik. Riwayat
BSK bersifat keturunan, menyerang beberapa orang dalam satu keluarga. Penyakit-
penyakit heriditer yang menyebabkan BSK antara lain:
1). Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D
sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat hiperkalsiuria,
proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya
mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.
2). Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih
rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis. 1
b. Umur
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Hasil penelitian yang
dilakukan terhadap penderita BSK di RS DR Kariadi selama lima tahun (1989-1993),
frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan enam. 1
c. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki lebih sering
terjadi dibanding wanita 3:1. Serum testosteron menghasilkan peningkatan produksi
oksalat endogen oleh hati. Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak
menyebabkan rendahnya kejadan batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak. 1
2. Faktor Ekstrinsik 5
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk
batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
b. Iklim dan temperatur
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
e. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life.
2.3 Patogenesis Pembentukan Batu Saluran Kemih 5
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan
batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
1. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan
mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat
berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
2. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran
kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena
jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah
oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat
menurun. Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal,
maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain :
1. Glikosaminoglikan (GAG)
2. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid
3. Nefrokalsin
4. Osteopostin.
2.4 Jenis-Jenis Batu Pada Saluran Kemih
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau
kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%),
xanthyn dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%). 6
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun fosfat.
Gambar 2. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat 7
Etiologi :
1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam.
Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :
1. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium melalui
usus.
2. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi
kalsium melalui tubulus ginjal.
3. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor
paratiroid.
2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini
banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus passca operatif usus dan
pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi
instan, minuman soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.
3. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24 jam.
4. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium berikatan dengan
oksalat atau fosfat. Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal,
sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam waktu lama.
5. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor timbulnya
batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan oksalat membentuk
magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat.5
2. Batu Struvit
Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea
atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH urine
menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada reaksi :
CO(NH2)2 + H2O → 2NH3 + CO2
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan
karbonat untuk membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP).
Gambar 3. Gambaran bentuk batu struvit 7
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. E.coli bukan
termasuk pemecah urea. 5
3. Batu asam urat 5
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-
80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat.
Gambar 4. Gambaran bentuk batu asam urat 7
Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak
menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Obesitas,
peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan
penyakit ini. Asam urat relatif tidak larut dalam urine, sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat.
Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah :
1. urine yang terlalu asam (pH urine < 6),
2. volume urine yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,
3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.
Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar spontan.
Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling
defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan bekuan darah.
4. Batu jenis lain 5
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.
Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin
di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim
xanthin oksidase.
Gambar 5. Gambaran bentuk bati sistin 7
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis 7
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa
keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin,
anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal
ginjal.
Penyakit terdahulu :
1. Riwayat keluarga dengan penyakit batu saluran kemih
2. Gangguan usus (IBS /Iritable bowel syndrom)
3. Fraktur tulang
4. Osteoporosis
5. Riwayat ISK dengan batu saluran kemih
6. Riwayat Gout
7. Solitari Ginjal
8. Kelainan anatomi
9. Renal Insufficiency
10. Batu dengan komposisi : cystine, asam urat, struvite
2.5.2. Pemeriksaan Fisik 7
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
1. Sudut kosto vertebra : nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal
2. Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
3. Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
4. Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium 7
Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria (nitrit), pH
urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum dan
kreatinin.
Urinalysis : pH > 7.5 : lithiasis karena infeksi
pH < 5.5 : lithiasis karena asam urat
2.5.4. Pencitraan 7
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat.
Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan ultrasonografi
atau intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT.
Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :
1. Dengan alergi kontras media
2. Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
3. Dalam pengobatan metformin
4. Dengan myelomatosis
Gambar 6. Temuan radiologis nefrolithiasis 7
Gambar 7. Temuan radiologis ureterolithiasis 7
Temuan gambaran :
1. Batu radioopak : kalsium oksalat, kalsium fosfat,
2. Semiopak : magnesium ammonium phosphate (struvit), cystine.
3. Batu radiolucent : asam urat, xanthine, triamterene
4. IVP : batu radiolucen, kelainan anatomi
2.6 Diagnosa Banding 7
1. Pielonefritis akut,
2. Tumor ginjal, ureter dan vesika urinaria,
3. Tuberkulosis ginjal,
4. Nekrosis piala ginjal,
5. Kolesistitis akut, dan
6. Appendisitis akut.
2.7 Komplikasi 7
1. Hidronefrosis,
2. pielonefrosis,
3. uremia
4. gagal ginjal.
2.8 Batu Ginjal (Nefrolithiasis)
Batu terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa,
sehingga disebut batu staghorn. Kelainan dan obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik) mempermudah timbulnya batu
saluran kemih.5
Gambar 8. Batu ginjal 7
2.8.1 Gejala klinis 7
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada : posisi atau letak batu, besar
batu, dan penyulit yang telah terjadi. Batu di dalam ginjal atau saluran kemih yang
berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan dapat keluar sendiri bersama air
seni. Tetapi batu yang lebih besar dapat menimbulkan hambatan atau bahkan sumbatan
aliran air seni. Jika hal ini terjadi maka akan timbul berbagai macam gejala, yang antara
lain :
1. Rasa nyeri yang berat dan tiba-tiba di daerah pinggang yang menjalar sampai pangkal
paha. Rasa nyeri tidak berkurang walaupun penderita mencoba posisi posisi tertentu,
misalnya berbaring, membungkuk, dll. Penderita biasanya harus menggeliat menahan
sakit. Bahkan karena rasa sakit yang amat sangat, seringkali penderita basah kuyup
oleh keringat.
2. Biasanya ada keluhan mual dan muntah.
3. Walaupun tidak selalu, kadang kala dijumpai darah pada air seni. Hal ini terjadi karena
batu mengiritasi saluran kemih sehingga menimbulkan luka.
4. Perasaan terbakar di saluran kemih saat kencing.
5. Rasa sangat ingin kecing.
6. Demam.
Gambar 9. Batu staghorn 7
2.9. Batu Ureter (Ureterolithiasis) 7
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik
ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya
menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ),
persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli. Komposisi batu
ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian
besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat
dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak
batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal) dan
komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang diputuskan.
Misalnya cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau melakukan
intervensi aktif.
Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar
spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita pilih.
Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu
mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat monohidrat
dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang
keras dan mudah pecah.
Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan dalam
penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan melakukan
tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan
dilakukan.
2.9.1. Gejala
1. Nyeri mendadak di perut kanan dan kiri tergantung letak batu. Nyeri dapat bersifat
kolik hebat sehingga penderita berteriak atau berguling. Kadang-kadang nyeri perut
terus-menerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya nyeri dimulai di daerah
pinggang kemudian menjalar ke arah testis, disertai mual dan muntah, berkeringat
dingin, pucat dan dapat terjdai renjatan.
2. Hematuria
3. Nyeri ketok costovertebral. 5
2.10 Batu Kandung Kemih (Vesikolithiasis) 7
Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu di dalam vesika
urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia 12 tahun dan 57% pada usia 1-6
tahun.
Gambar 12. Gambaran bentuk batu vesika urinaria. 7
a. Etiologi
Berasal dari batu ginjal atau ureter yang turun, akibat statis pada striktur uretra,
kontraksi leher buli-buli, sistokel, buli-neurogenik dan divertikel, infeksi traktus urinarius,
hiperparatiroid atau adenoma paratiroid, diet yang banyak mengandung kalsium dan
oksalat.
b. Gejala
1. Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan refered pain pada ujung
penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
2. Hematuria diserta urine yang keruh
3. Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan posisi
4. Polakisuria (sering miksi)
5. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menarik-narik penis,
miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani.
2.11. Batu Uretra 7
Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke
uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan stasis urin yang kronis
dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu
uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu uretra tidak
berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu uretra terletak di uretra posterior
dan sisanya di uretra anterior.
Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urin.
Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien
mengeluh nyeri pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Nyeri dirasakan pada
glands penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada uretra posterior,
nyeri dirasakan di perineum atau rectum
.
2.12 Terapi Batu Saluran Kemih
a. Terapi Konservatif
Batu kecil dalam ginjal yang tidak memberi tanda (silent stone) dapat diobati
secara konservatif dengan menunggu sampai batu dapat keluar dengan sendiri. Pasien
diberikan air minum minimal 2-3 liter per hari. Selain itu juga dilakukan pembatasan diet
kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu.8
b. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita BSK bertujuan mengurangi rasa sakit
yang hebat, mengusahakan agar batu keluar spontan, disolusi batu dan mencegah
kambuhnya batu. Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang
dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH
urin, selulosa fosfat untuk menghambat absorbsi usus, antibiotika untuk mencegah
infeksi, tiazid untuk diuresis dan sebagainya. 8
c. Tanpa Operasi
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum
banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.5
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu
kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria. 8
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK
yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra
atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan
secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi
laser.5
d. Tindakan Operasi.5
1. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
2. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-
tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan
melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi
atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk
batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK
yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif retrospektif.
3.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di departemen Bedah Urologi RSUD Saiful Anwar Malang dan
bekerjasama dengan bagian Rekam Medik rumah sakit tersebut.
3.3 Populasi Penelitian dan Besar Sampel
Populasi sampel adalah semua kasus yang didiagnosis dengan salah satu atau
lebih batu saluran kemih di departemen Bedah U rologi RSUD Saiful Anwar
Malang selama periode Mei 2009 – Mei 2011 (2 tahun). Sampel penelitian adalah
jumlah total dari populasi.
3.4 Kriteria Inklusi
a. Kasus yang didiagnosis dengan salah satu atau lebih jenis batu saluran
kemih.
b. Kasus tercatat dalam Rekam Medik yang diterima di departemen Bedah
Urologi.
c. Rekam medik periode Mei 2009 – Mei 2011.
3.5 Kriteria Ekslusi
Catatan rekam medik hilang, tidak lengkap, tidak memiliki nombor rekam medic
dan hilang.
Jumlah KasusUmur
Jenis kelaminJenis pekerjaan
Tingkat pendidikanKeluhan Utama
Letak BatuJenis BatuKebiasaan
Riwayat keluargaPenatalaksanaan Medis
Lama RawatanKeadaan Sewaktu Pulang
3.6 Kerangka Konsep
a. Mengetahui total
presentase kasus yang datang ke RSU dr. Saiful Anwar pada periode Mei 2009
hingga Mei 2011.
b. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan sosiodemografi yaitu
umur, jenis kelamin, , jenis pekerjaan, tingkat pendidikan
c. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan
Utama
d. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan letak
batu.
e. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis
batu.
f. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan kebiasaan
g. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan riwayat keluarga
h. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan
penatalaksanaan medis.
Rekam MedikRSUD Saiful Anwar Malang
Dep. Bedah Urologi
BATU SALURAN KEMIH
i. Mengetahui distribusi penderita BSK berdasarkan lama rawatan
rata-rata.
j. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan
sewaktu pulang.
3.7 Definisi Operasional
1. Penderita Batu Saluran Kemih adalah semua pasien yang dinyatakan menderita
batu saluran kemih, berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat di
rekam medik.
2. Sosiodemografi
a. Umur adalah usia penderita BSK sesuai dengan yang tercatat dalam status
rekam medik, dikelompokkan berdasarkan kelompok umur, risiko terjadinya
BSK, dikategorikan menjadi :
i. 0-20 tahun
ii. 21-40 tahun
iii. 41-60 tahun
iv. >60 tahun
b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki penderita sesuai dengan yang
tercatat di rekam medik, yaitu :
i. Laki-laki
ii. Perempuan
c. Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh
penderita sesuai dengan yang tercatat di rekam medik, dibedakan atas :
i. SD/Sederajat
ii. SLTP/Sederajat
iii. SLTA/Sederajat
iv. Akademi/Perguruan Tinggi
d. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sesuai dengan yang tercatat di rekam medik, dibedakan
atas :
i. PNS/TNI/POLRI/Pensiunan
ii. Wiraswasta
iii. Pegawai Swasta
iv. Ibu Rumah Tangga
v. Pelajar/Mahasiswa
vi. Petani
vii. lain-lain
e. Keluhan utama adalah keluhan yang dialami penderita BSK sesuai dengan yang
tercatat di rekam medik, dibedakan atas :
i. Keluhan Miksi (Urgensi, Hesitansi, Pancaran Lemah, Intermittensi,
Tidak Puas, frekuensi, nokturia, disuria, inkontinensia)
ii. Retensi Urine
iii. Hematuria
iv. Nyeri (Pinggang, Perut Atas, supra pubis, Kantung Zakar, Skrotum,
Suprasimfisis, Penis)
v. Benjolan/Massa
vi. Panas/ Demam
vii. Lain/Lain
f. Letak batu adalah lokasi dimana batu berada sesuai dengan yang tercatat di
rekam medik, dibedakan atas :
i. Batu ginjal
ii. Batu ureter
iii. Batu kandung kemih
iv. Batu Uretra
v. Dextra atau sinistra
vi. Unilateral atau Bilateral
g. Jenis Batu adalah komposisi yang terkandung dalam batu saluran kemih, dapat
dibedakan atas :
i. Batu Kalsium
ii. Batu struvit
iii. Batu asam urat
h. Riwayat keluarga adalah adanya keturunan yang mempunyai penyakit batu
saluran kemih.
a. Ada
b. Tidak Ada
i. Penatalaksanaan medis adalah penatalaksanaan yang dilakukan untuk
menanggulangi penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di rekam medik,
dibedakan atas :
i. Konservatif
ii. Operatif
j. Kebiasaan adalah kegiatan hari-hari yang dilakukan yang bisa memicu
pembentukkan batu saluran kemih, dibedakan atas:
a. Merokok
b. Minum Kopi
c. Alkohol
k. Lama rawatan adalah lamanya penderita BSK dirawat inap di RSU Dr. Saiful
Anwar sesuai dengan yang tercatat di rekam medik, ditentukan dengan lama
rawatan rata-rata.
l. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi atau keadaan penderita BSK pada
waktu keluar dari RSU Dr. Saiful Anwar sesuai dengan yang tercatat di rekam
medik, dibedakan atas :
i. Sembuh
ii. Pulang Paksa
iii. Belum Sembuh
iv. Meninggal dunia
3.8 Bahan dan Cara Kerja
Data untuk penelitian diperoleh dari :
1. Sistem pencatatan dan pelaporan atau rekam medik RSUD Saiful Anwar
Malang.
2. Catatan operasi rakam medic RSUD Saiful Anwar Malang.
Dari bahan penelitian tersebut dicatat mengenai hal berikut :
a. Total presentase kasus yang datang ke RSU dr. Saiful Anwar pada periode
Mei 2009 hingga Mei 2011.
b. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan sosiodemografi yaitu umur,
jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan.
c. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama.
d. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu.
e. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis batu.
f. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan kebiasaan
g. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan riwayat keluarga
h. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis.
i. Distribusi penderita BSK berdasarkan lama rawatan rata-rata.
j. Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
3.9 Pengolahan Data
Dari hasil pengumpulan catatan tersebut dirangkum dalam bentuk table induk dan
disajikan dalam bentuk distribusi jumlah dan persentase.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan pengumpulan data dengan metode pencatatan data rekam
medik dari bagian pengelolaan medik RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga
Mei 2011, didapatkan 178 kasus batu saluran kemih dalam rekam medik yang ditangani
oleh Departemen Bedah Urologi yang memenuhi kriteria penerimaan.
Karateristik penderita batu saluran kemih disajikan dalam bentuk tabel jumlah
dan presentase serta bentuk pie berdasarkan jumlah kasus umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, keluhan utama, jenis batu, letak batu, penatalaksanaan
medis, lama rawatan, berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
4.1 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Umur
Umur Jumlah %
0-20 10 5.6
21-40 46 25.8
41-60 92 51
>60 30 16.9
Tabel 1 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Umur
Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan umur di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei 2011.
Kelompok umur yang paling sering terkena BSK merupakan dari 41-60 tahun yaitu 92
orang (51 %), Kelompok umur 21-40 tahun yaitu 46 orang (25.8 %) dan >60 tahun yaitu
30 orang (5.6%) dan kelompok umur yang paling terrendah <20 tahun yaitu 10 orang
(5.6%).
4.2 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki 118 66.3
Perempuan 60 33.7
Tabel 2 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan jenis kelamin di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei
2011. Berdasarkan jenis kelamin, penderita BSK tertinggi pada kaum laki-laki 118 orang
(66,3%) berbanding kaum perempuan yang hanya 60 orang (33,7%).
4.3 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah %
Petani 32 18
Buruh 6 3
Kuli 6 3
Nelayan 1 0.6
Seles 1 0.6
Supir 4 2.2
Pasukan Kuning 1 0.6
Satpam 1 0.6
Karyawan 8 4.5
Swasta 32 18
Wiraswasta 5 2.8
PNS 15 8.4
IRT 12 6.7
Tidak Punya Pekerjaan 50 28.0
Tabel 3 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan jenis pekerjaan di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei
2011. Berdasarkan jenis pekerjaan, penderita BSK yang paling tertinggi pada penderita
yang tidak punya pekerjaan yaitu sebanyak 50 orang (28.0 %) dan dikuti pada
penderita yang berkerja sebagai petani dan karyawan swasta yaitu sebanyak 32 orang
(18%) masing-masing. Seterusnya pada penderita yang berkerja sebagaia Pegawai
Negeri Sipil yaitu sebanyak 15 orang (8.4%). Ibu Rumahtangga mencapai sebanyak 12
orang (6.7 %). Pekerjaan yang lain merupakan karyawan yaitu 8 orang (4.5%), kuli dan
buruh 6 orang (3.4%), wiraswasta 5 orang (2.8%), supir 4 orang (2.2%), dan nelayan,
sales, pasukan kuning dan satpam mencapai angka 1 orang setiap satu (0.6%).
4.4 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah %
SD/Sederajat 53 37
SLTP/Sederajat 31 21.6
SLTA/Sederajat 33 23
Akademi/Perguruan Tinggi 26 18.8
Tabel 4 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan tingkat pendidikan di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga
Mei 2011. Berdasarkan tingkat pendidikan yang paling tertinggi yang menderita BSK
adalah SD/Sederajat sebanyak 53 kasus (37%) dan diikuti SLTA/Sederajat sebanyak
33 kasus ( 23%), SLTP/Sederajat 31 kasus (21.6%) dan yang palin terendah adalah
Akademi/Perguruan Tinggi 26 kasus (18.8%).
4.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama
Keluhan Utama Jumlah %
Keluhan miksi 13 8
Retensi Urine 23 14
Hematuria 8 5
Nyeri Suprapubik 11 7
Nyeri pinggang 105 65
Benjolan/massa 2 1
Tabel 5 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Keluhan Utama
Pada Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan keluhan utama di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei
2011. Berdasarkan keluhan utama yang paling tertinggi adalah nyeri pinggang
sebanyak 105 kasus (65%) dan retensi urin sebanyak 23 kasus (14%), keluhan miksi
sebanyak 13 kasus (8%), nyeri suprapubik sebanyak 11 kasus (7%), hematuria
sebanyak 8 kasus (5%) dan yang paling terendah adalah benjolan/massa sebanyak 2
kasus (1%).
4.6 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu
4.6.1 Lokasi Batu
Lokasi Batu Jumlah %
Ginjal 54 30.3
Ureter 89 50
Buli-Buli 29 16.3
Urethra 6 3.4
Tabel 6 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Lokasi Batu
Pada Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan lokasi batu di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei
2011. Berdasarkan lokasi batu yang paling tertinggi yang menderita BSK adalah
batu ureter yaitu sebanyak 89 kasus (50%) dan diikuti batu ginjal sebanyak 54
kasus (30.3%), batu buli-buli sebanyak 29 kasus (3.4%) dan yang paling terendah
adalah batu urethra sebanyak 6 kasus (3.4%).
4.6.2 Dextra/ Sinistra dan Unilateral/ Bilateral (khusus pada Saluran
kemih Atas)
BagianUnilateral
BilateralDextra Sinistra
Jumlah 19 12 16
% 40.4 25.5 34.0
Tabel 7 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Dextra/ Sinistra dan Unilateral/ Bilateral
Pada Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan letak batu samada dextra/ sinistra dan unilateral/ bilateral di RSU dr. Saiful
Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei 2011. Berdasarkan dextra/ sinistra dan
unilateral/ bilateral yang paling tertinggi unilateral yaitu sebanyak 31 kasus (65%)
manakala batu bilateral sebanyak 16 kasus (34%). Batu unilateral bagian dextra lebih
tinggi yaitu 19 kasus (40.4%) berbanding sinistra yaitu 12 kasus (25.5%).
4.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Jenis Batu
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis batu di RSU dr. Saiful Anwar
dari periode Mei 2009 hingga Mei 2011 tidak dapat ditentukan karena tidak tercatat
dalam Rekam Medis RSU dr. Saiful Anwar.
Dari 178 kasus BSK tidak satu orang pun yang dilakukan analisis terhadap jenis
batu.
4.8 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Kebiasaan
Kebiasaan Jumlah %
Perokok 41 48.8
Minum Kopi 35 41.6
Alkoholik 4 4.7
Alergi 4 4.7
Tabel 9 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Kebiasaan
Pada Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan kebiasaan di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei
2011. Berdasarkan kebiasaan yang paling tertinggi yang menderita BSK adalah
perokok yaitu sebanyak 41 kasus (48.8%) dan diikuti minum kopi sebanyak 35
kasus (41.6%), alkoholik dan alergi masing-masing sebanyak 4 kasus (4.7%).
4.9 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Riwayat Keluarga
Riwayat Keluarga Jumlah %
Ada 4 2
Tidak Ada 165 98
Tabel 12 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Riwayat Keluarga
Pada Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan riwayat keluarga di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009 hingga Mei
2011.Penderita BSK yang mempunyai riwayat keluarga sebanyak 4 kasus (2%)
manakala penderita BSK yang tidak mempunyai riwayat keluarga sebanyak 165 kasus
(98%).
4.10 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis Jumlah %
Operatif 151 89.9
Konservatif 17 11.1
Tabel 13 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Penatalaksanan Medis
Pada Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan penatalaksanaan medis di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009
hingga Mei 2011. Berdasarkan penatalaksanaan medis yang paling tertinggi yang
adalah operatif yaitu sebanyak 151 kasus (89.9%) manakala konservatif sebanyak
17 kasus (11.1%).
4.11 Distribusi Penderita BSK Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata
Lama Rawatan Rata-Rata Jumlah %
1-7 hari 66 42.5
8-14 hari 59 38.0
15-21 hari 25 16.1
>21 hari 5 0.03
Tabel 14 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
lama rawatan rata-rata
Pada Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan lama rawatan rata-rata di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009
hingga Mei 2011. Berdasarkan lama rawatan rata-rata yang paling tertinggi yang
adalah selama 1-7hari yaitu sebanyak 66 kasus (42.5%) dan diikuti selama 8-14 hari
sebanyak 59 kasus (38%), 15-21 hari sebanyak 25 kasus (16.1%), >21 hari
sebanyak 5 kasus (0.03%).
4.12 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang.
Keadaan Sewaktu Pulang Jumlah %
Sembuh 142 86.0
Belum Sembuh 9 0.05
Pulang Paksa 7 0.04
Meninggal 7 0.04
Tabel 15 Distribusi Proposi Penderita BSK Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang
Pada Tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa distribusi proporsi penderita BSK
berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei
2009 hingga Mei 2011. Berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang paling tertinggi
yang adalah pasien sembuh yaitu sebanyak142 kasus (85.0%) dan diikuti pasien
yang belum sembuh sebanyak 9 kasus (0.05%), pulang paksa dan meninggal dunia
sebanyak0.04 kasus (16.1%)
BAB V
PEMBAHASAN
Data rekam medik dari bagian pengelolaan medik RSU dr. Saiful Anwar
didapatkan 178 kasus batu saluran kemih dalam rekam medik yang ditangani oleh
Departemen Bedah Urologi selama Mei 2009 hingga Mei 2011.
Menurut Tarihoran (2003), di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan terdapat 105
kasus penderita BSK selama tahun 2001 hingga tahun 2002. Menurut Hardjoeno
(2005), dari Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, 199 orang jumlah
pasien dengan BSK selama tahun 2002 hingga tahun 2004. Menurut Sinaga dkk
(2005),di Rumah Sakit Haji Medan terdapat 436 penderita BSK dari tahun 2000-2004.
5.1 Sosiodemografi Penderita BSK
Sosiodemografi penderita BSK medik RSU dr. Saiful Anwar dapat
dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin,jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan.
5.1.1 Umur
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan umur di RSU dr. Saiful
Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut
ini.
5,6%
25,8%
51%
16,9%
Persentase Berdasarkan Umur
0-20
21-40
41-60
>60
Gambar 5.1. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Umur di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan gambar diatas, kelompok umur yang paling sering terkena BSK
merupakan dari 41-60 tahun yaitu 92 orang (51 %), Kelompok umur 21-40 tahun yaitu
46 orang (25.8 %) dan >60 tahun yaitu 30 orang (5.6%) dan kelompok umur yang paling
terrendah <20 tahun yaitu 10 orang (5.6%).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tarihoran YM (2003) di RSUP. H.
Adam Malik Medan dengan desain penelitian case series yang melaporkan bahwa
penderita BSK lebih banyak pada umur 40-60 tahun sebesar 46,6%.Banyaknya proporsi
penderita BSK pada kelompok umur 40-60 tahun, dapat disebabkan kelompok umur
tersebut masih merupakan kelompok umur produktif yang berisiko besar terjadiny BSK.
Keadaan ini juga dipengaruhi oleh proses terbentuknya BSK yang berlangsung lama.
5.1.2 Jenis Kelamin
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis kelamin di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada gambar 5.2
berikut ini.
66,3%
33,7%
Presentase Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Gambar 5.2 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Jenis Kelamin di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan jenis kelamin di RSU dr. Saiful Anwar dari periode Mei 2009
hingga Mei 2011. Berdasarkan jenis kelamin, penderita BSK tertinggi pada kaum
laki-laki 118 orang (66,3%) berbanding kaum perempuan yang hanya 60 orang
(33,7%).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suwarni (2007) di RS. Martha
Friska Medan dengan desain penelitian case series yang melaporkan penderita
BSK yang rawat inap di rumah sakit tersebut lebih besar laki-laki (66,7%)
daripada perempuan (33,3%). Begitu juga menurut Hardjoeno (2006) di RS. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar diperoleh penderita BSK lebih besar pada laki-
laki yaitu 79,9% sedangkan perempuan sebesar 20,1%.
Banyaknya proporsi penderita laki-laki daripada perempuan bisa
disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran kemih bawah antara laki-
laki dan perempuan. Uretra pada laki-laki lebih panjang daripada perempuan,
yaitu kira-kira 20 cm sedangkan uretra perempuan hanya 4 cm. Faktor hormon
estrogen yang mencegah terjadinya agregasi garam kalsium juga menyebabkan
proporsi penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
5.1.3 Jenis Pekerjaan
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis pekerjaan di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.3
berikut ini.
0.00%5.00%
10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%
18%
3% 3%1% 1% 2% 1% 1%
5%
18%
3%8% 7%
28%
Persentase Batu Berdasarkan Pekerjaan
Persentase Pekerjaan
Gambar 5.3 Diagram Bar Penderita BSK Berdasarkan Jenis Pekerjaan di RSU
dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan jenis pekerjaan, penderita BSK yang paling tertinggi pada
penderitayang tidak punya pekerjaan yaitu sebanyak 50 orang (28.0 %) dan dikuti
pada penderita yang berkerja sebagai petani dan karyawan swasta yaitu sebanyak
32 orang (18%) masing-masing. Seterusnya pada penderita yang berkerja
sebagaia Pegawai Negeri Sipil yaitu sebanyak 15 orang (8.4%). Ibu Rumahtangga
mencapai sebanyak 12 orang (6.7 %). Pekerjaan yang lain merupakan karyawan
yaitu 8 orang (4.5%), kuli dan buruh 6orang (3.4%), wiraswasta 5 orang (2.8%),
supir 4 orang (2.2%), dan nelayan, sales, pasukan kuning dan satpam
mencapai angka 1 orang setiap satu (0.6%).
Menurut hasil penelitian Tarihoran YM (2003) di RSUP. H. Adam Malik
Medan yang melaporkan penderita BSK paling banyak bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI/Pensiunan yaitu 28,6%.
Jenis pekerjaan sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
BSK berhubungan dengan aktifitas yang dilakukan selama bekerja. Pekerjaan
lebih banyak alam posisi duduk dalam waktu yang cukup lama tanpa diimbangi
konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan mengakibatkan risiko penyakit BSK
semakin besar. Orang yang tidak punya pekerjaan jesteru aktivitasnya akan
berkurang sehingga risiko untuk terjadi BSK cukup tinggi. Pekerjaan petani dengan
aktifitas lebih banyak berada di bawah terik matahari menyebabkan pengeluaran
keringat dalam jumlah yang berlebih tanpa diimbangi konsumsi air putih yang
cukup juga akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit BSK.
5.1.4 Tingkat Pendidikan.
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan tingkat pendidikan di RSU
dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar
5.3 berikut ini.
Presentase Berdasarkan Tingkat Pendidikan
SD/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTA/Sederajat
Akademi/Perguruan Tinggi
Gambar 5.4 Diagram Bar Penderita BSK Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan tingkat pendidikan yang paling tertinggi yang menderita BSK adalah
SD/Sederajat sebanyak 53 kasus (37%) dan diikuti SLTA/Sederajat sebanyak 33 kasus
(23%), SLTP/Sederajat 31 kasus (21.6%) dan yang paling terendah adalah
Akademi/Perguruan Tinggi 26 kasus (18.8%).
Hasil penelitian Suwarni (2007) di RS.Martha Friska Medan yang melaporkan
penderita BSK lebih besar pada tingkat pendidikan SLTA yaitu 36,5%.
Peranan tingkat pendidikan formal masyarakat secara tidak langsung
berhubungan terhadap upaya-upaya pengenalan penyakit BSK, dampak yang
ditimbulkan dan pencegahan secara dini penyakit BSK, terutama kepada yang pernah
menderita penyakit BSK.
5.2 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.5
berikut ini.
8%
14%
5%
7%65%
1%
Presentase Batu Berdasarkan Keluhan Utama
Keluhan miksiRetensi UrineHematuriaNyeri SuprapubikNyeri pinggangBenjolan
Gambar 5.5 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama di RSU
dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan keluhan utama yang paling tertinggi adalah nyeri pinggang
sebanyak 105 kasus (65%) dan retensi urin sebanyak 23 kasus (14%),
keluhan miksi sebanyak 13 kasus (8%), nyeri suprapubik sebanyak 11 kasus
(7%), hematuria sebanyak 8 kasus (5%) dan yang paling terendah adalah
benjolan/massa sebanyak 2 kasus (1%).
Keluhan yang dirasakan oleh penderita BSK tergantung pada letak batu
dan besar batu. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktifitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberi sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
5.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu
5.3.1 Lokasi Batu
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan lokasi batu di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.6
berikut ini.
50%
3,4%
16,3
30,3%
Presentase Lokasi Batu
Calculus of UreterCalculus of UrethraCalculus of BladderCalculus of Kidney
Gambar 5.6 Diagram Bar Penderita BSK Berdasarkan Lokasi Batu di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan lokasi batu yang paling tertinggi yang menderita BSK adalah
batu ureter yaitu sebanyak 89 kasus (50%) dan diikuti batu ginjal sebanyak 54
kasus (30.3%), batu buli-buli sebanyak 29 kasus (3.4%) dan yang paling terendah
adalah batu urethra sebanyak 6 kasus (3.4%).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sinaga dkk (2005) di RS. Haji Medan
dengan desain penelitian case series yang melaporkan penderita BSK dengan
letak batu paling banyak pada saluran kemih atas yaitu 92,30%.
5.3.2 Dextra/ Sinistra dan Unilateral/ Bilateral (khusus pada Saluran
kemih Atas)
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan tingkat pendidikan
di RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat
pada Gambar 5.7 berikut ini.
Dextra40%
Sinistra26%
Bilateral34%
Presentase Berdasarkan Lokasi
DextraSinistraBilateral
Gambar 5.7 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama
di RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan dextra/ sinistra dan unilateral/ bilateral yang paling tertinggi
unilateral yaitu sebanyak 31 kasus (65%) manakala batu bilateral sebanyak 16
kasus (34%). Batu unilateral bagian dextra lebih tinggi yaitu 19 kasus (40.4%)
berbanding sinistra yaitu 12 kasus (25.5%).
5.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Jenis Batu
Distribusi proporsi penderita BSK rawat inap di RSU dr. Saiful Anwar
berdasarkan jenis batu tidak dapat di distribusikan karena tidak tersedianya data di
Rekam Medik RSU dr. Saiful Anwar .
Tidak semua pasien BSK dilakukan analisis terhadap jenis batu dengan
berbagai sebab yaitu faktor biaya dan batu dibawa pulang karena ingin ditunjukkan
pada saudara. Dari 178 kasus BSK tidak satu orang pun yang dilakukan analisis
terhadap jenis batu. Hasil analisis jenis batu adalah penting karena berdasarkan
teori, sebagian besar jenis batu adalah batu Ca oksalat dan Ca fosfat. Penelitian
Tosukhowang, menunjukkan sebagian besar BSK berumur 40-49 tahun dengan
materi pembentuk batu Ca Oksalat dan asam urat.
5.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Kebiasaan
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan kebiasaan di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.8
berikut ini.
46.6%
39.6%
4.6%4.6%
4.6%
Presentase Berdasarkan Kebiasaan
PerokokMinum KopiAlkoholikAlergiRiwayat Keluarga
Gambar 5.8 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Kebiasaan di RSU dr.
Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan kebiasaan yang paling tertinggi yang menderita BSK adalah
perokok yaitu sebanyak 41 kasus (48.8%) dan diikuti minum kopi sebanyak 35
kasus (41.6%), alkoholik dan alergi masing-masing sebanyak 4 kasus (4.7%).
5.6 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Riwayat Keluarga
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan riwayat keluarga di RSU dr. Saiful
Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Gambar 5.9 berikut ini.
2%
98%
Presentase Berdasarkan Riwayat Keluarga
PositiveNegative
Gambar 5.9 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Riwayat Keluarga di RSU
dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Penderita BSK yang mempunyai riwayat keluarga sebanyak 4 kasus (2%)
manakala penderita BSK yang tidak mempunyai riwayat keluarga sebanyak 165 kasus
(98%).
Menurut Lina. N (2008), menemukan tidak ada hubungan antara riwayat
keluarga BSK dengan kejadian BSK. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian G.C.
Curhan (2007) yang melaporkan bahwa riwayat keluarga BSK lebih banyak didapatkan
pada pria dengan BSK dibandingkan pada pria dengan tanpa riwayat BSK (Age adjusted
Prevalence Odds Ratio 3,16; 95%CI 2,90-3,45).
Penelitian menyebutkan bahwa risiko kelainan poligenik lebih besar pada
keturunan dimana salah satu dari orang tua menderita BSK dibandingkan yang tidak
BSK dan lebih besar lagi jika kedua orang tua menderita BSK. Risiko pria dengan orang
tua BSK atau saudara kandung tidak ada uang menderita BSK sebesar 29,2%. Risiko
meningkat menjadi 44,1% jika saudara laki-laki menderita BSK, 58% jika ayah
menderita BSK, 66,4% jika ibu menderita BSK dan 92,5% jika kedua orang tua
menderita BSK.
.
5.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis di
RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada
Gambar 5.10 berikut ini.
89.8%
10.2%
Presentase Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
OperatifKonservatif
Gambar 5.10 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaa Medis
di RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan penatalaksanaan medis yang paling tertinggi yang adalah
operatif yaitu sebanyak 151 (89.9%) kasus manakala konservatif sebanyak 17
kasus (11.1%).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tarihoran YM (2003) di RSUP. H.
Adam Malik Medan yang melaporkan penatalaksanaan yang paling banyak
dilakukan adalah operasi sebesar 51,4%.
Penatalaksanaan medis dengan tindakan operasi dilakukan dengan bedah
terbuka yaitu nefrolitotomi, pieliolitotomi, nefrektomi, ureterolitotomi dan
vesikolitotomi. Sedangkan tanpa operasi dilakukan dengan terapi medikamentosa
dan litrotipsi. Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya
dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Batu yang sudah menimbulkan
masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan
gangguan yang lebih berat. Tindakan operasi yang sering dilakukan yaitu
pieliolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak
jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah
tipis atau mengalami pengekerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan
infeksi yang menahun.Penderita BSK yang meninggal dunia sebanyak 4 orang,
tindakan operasi pada 3 orang yaitu dengan nefrektomi dan nefrolitotomi.
Sedangkan 1 orang tanpa operasi yaitu dengan litrotipsi.
5.8 Distribusi Penderita BSK Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis di
RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada
Gambar 5.11 berikut ini.
42.6%
38.1%
16.1%
3.2%
Presentase Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata
1-7 hari8-14 hari15-21 hari>21 hari
Gambar 5.11 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Lama Rawatan Rata-
Rata di RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan lama rawatan rata-rata yang paling tertinggi yang adalah
selama 1-7hari yaitu sebanyak 66 kasus (42.5%) dan diikuti selama 8-14 hari
sebanyak 59 kasus (38%), 15-21 hari sebanyak 25 kasus (16.1%), >21 hari
sebanyak 5 kasus (0.03%).
Lama rawatan penderita BSK dapat dikaitkan dengan penatalaksanaan yang
dilakukan. Penatalaksanaan medis terbanyak dengan tindakan operasi, sehingga
lama rawatan semakin panjang. Hal ini juga dilihat dari kondisi pasien pada saat itu.
Jika kondisi penderita BSK belum memungkinkan untuk pulang, dokter tidak akan
memberi izin pulang. Sedangkan lama rawatan yang paling singkat yaitu 1 hari, bisa
disebabkan karena permintaan dari pasien atau keluarga pasien sendiri atau karena
keadaan pasien yang tidak perlu dilakukan tindakan operasi, tapi hanya dengan
diberikan obat atau dengan minum air putih yang banyak.
5.9 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis di
RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011 dapat dilihat pada
Gambar 5.12 berikut ini.
86.1%
5.5%4.2%
4.2%
Presentase Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
SembuhBelum SembuhPulang PaksaMeninggal
Gambar 5.11 Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Lama Rawatan Rata-
Rata di RSU dr. Saiful Anwar periode Mei 2009 hingga Mei 2011
Berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang paling tertinggi yang adalah
pasien sembuh yaitu sebanyak142 kasus (85.0%) dan diikuti pasien yang belum
sembuh sebanyak 9 kasus (0.05%), pulang paksa dan meninggal dunia
sebanyak0.04 kasus (16.1%) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tarihoran YM
(2003) di RSUP. H.
Adam Malik Medan yang melaporkan keadaan sewaktu pulang penderita
paling besar dengan pulang berobat jalan (PBJ) sebesar 90,4%.Angka kekambuhan
BSK rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Karena itu,
diperlukan tindakan-tindakan pencegahan disertai motivasi kepada penderita untuk
mencegah timbulnya kembali penyakit BSK.
Penderita BSK harus rutin memeriksakan dirinya ke dokter, hal inilah yang
menyebabkan dokter memberikan izin pulang kepada penderita BSK tapi dengan
berobat jalan. Penderita BSK yang meninggal disebabkan sudah mengalami gagal
ginjal.
BAB VI
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil Rekam Medik RSUD Saiful Anwar Malang Dep. Bedah Urologi
menunjukkan bahwa selama periode Mei 2009 – Mei 2010 dianalisis sebanyak 178
sampel penderita BSK . Kejadian BSK lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.
Penderita BSK terbanyak ditemukan pada rentang umur 41 – 60 tahun . Berdasarkan
jenis pekerjaan, penderita BSK yang paling tertinggi pada penderita yang tidak punya
pekerjaan dan pada tingkat pendidikan yang paling tertinggi adalah SD/Sederajat.
Kebanyakan keluhan utama yang di derita penderita BSK adalah nyeri pinggang .
Berdasarkan lokasi batu yang paling tertinggi adalah batu ureter dan unilateral bagian
dextra. kebiasaan yang paling tertinggi yang menderita BSK adalah perokok. Penderita
BSK yang tidak mempunyai riwayat keluarga mencatat nilai tertinggi berbanding dengan
yang mempunyai riwayat penyakit. Penatalaksanaan medis yang paling tertinggi adalah
operatif dan berdasarkan lama rawatan rata-rata yang paling tertinggi adalah selama 1-
7hari. Pada keadaan sewaktu pulang yang paling tertinggi yang adalah pasien sembuh
yaitu sebanyak142 kasus (85.0%).
7.2 Saran
Dari hasil Rekam Medik RSUD Saiful Anwar Malang Dep. Bedah Urologi, tidak
tercatat jenis batu pada penderita BSK. Ini merupakan satu kekurangan karena dari data
mengenai kandungan atau komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk
usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lina N, 2008, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-Laki,
Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia, halaman xix -xciv
2. Ratu, 2008, Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboratorium
Patologi Klinik, RSWS Makassar, halaman114-117
3. Syafrina, 2008, Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih (BSK) Rawat Inap Di
Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara Medan, halaman 1- 69
4. Medicastore 2010. Batu Saluran Kemih
http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html diakses pada
Jumat 24 Jun 2011
5. Purnomo, B, Basuki. 2009. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung
Seto, Halaman 57-68
6. Shires Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed-6. Jakarta : EGC,
588-589.
7. Wahyu. 2011. Batu saluran Kemih. Universitas Abulyatama, Acheh. halaman 5-
21
8. Sastrowordoyo Sumarsono, 1997. Urologi Penuntun Praktis. FKUI, Jakarta