uraian teori

28
URAIAN TEORI 2.1. Tingkat Ekonomi 2.1.1. Pengertian Ekonomi Di dalam struktur sosial kemasyarakatan banyak terdapat ukuran–ukuran di dalam pelapisan-pelapisan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut yang lebih dikenal dengan istilah stratifikasi sosial. Diantaranya adalah pelapisan yang terjadi karena kekayaan seseorang yang lebih dikenal dengan sebutan tingkat ekonomi. Ekonomi sendiri adalah sebuah cabang ilmu social yang berobjek pada individu dan masyarakat, secara estimologis dapat diartikan ekonomi teridiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu, oikos dan nomos yang berarti tata laksana rumah tangga. 1 Untuk melihat defenisi ekonomi sendiri secara utuh yang dijelaskan oleh Rosyidi, ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi 1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1996), hal.5.

Upload: lovelyochie

Post on 28-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: URAIAN TEORI

URAIAN TEORI

2.1. Tingkat Ekonomi

2.1.1. Pengertian Ekonomi

Di dalam struktur sosial kemasyarakatan banyak terdapat ukuran–ukuran di dalam

pelapisan-pelapisan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut yang lebih dikenal dengan istilah

stratifikasi sosial. Diantaranya adalah pelapisan yang terjadi karena kekayaan seseorang yang

lebih dikenal dengan sebutan tingkat ekonomi. Ekonomi sendiri adalah sebuah cabang ilmu

social yang berobjek pada individu dan masyarakat, secara estimologis dapat diartikan ekonomi

teridiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu, oikos dan nomos yang berarti tata laksana rumah

tangga.1 Untuk melihat defenisi ekonomi sendiri secara utuh yang dijelaskan oleh Rosyidi, ilmu

ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan

pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan

manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk mencapai kemakmuran.2

Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa ekonomi secara umum mengkaji mengenai

pemenuhan kebutuhan manusia dan kemakmuran manusia. Dua hal pokok dari permasalahan

ekonomi tersebut yaitu kebutuhan dan pencapaian kemakmuran merupakan salah satu dasar di

dalam pelapisan sosial masyarakat bila dihubungkan dengan permasalahan mikro tingkat

ekonomi masyarakat, dengan kata lain semakin makmur seseorang dan semakin mampu untuk

memenuhi kebutuhannya maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi seseorang di dalam struktur

sosial kemasyarakatan.

1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1996), hal.5.2 Ibid, hal.7

Page 2: URAIAN TEORI

Selanjutnya, kita dapat melihat defenisi yang diungkap Silk, dimana ilmu ekonomi adalah

suatu studi tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi tentang

manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya sehari-hari,

serta sumber-sumber material yang mereka dapatkan.3 Dari defenisi di atas, terdapat satu unsur

yaitu kekayaan yang menjadi ukuran di dalam studi tentang ekonomi tersebut dimana unsur

kekayaan dan sumber-sumbernya merupakan akses di dalam pemenuhan tingkatan kebutuhan

manusia. Dengan kekayaan maka pemenuhan kebutuhan akan tercapai di mana semakin kaya

seseorang maka akan semakin tinggi kemampuannya untuk memenuhi tingkatan kebutuhannya.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ekonomi adalah studi tentang individu dan

masyarakat yang mengkaji tentang pemenuhan kebutuhan individu dan masyarakat yang terdiri

dari berbagai hierarkis kebutuhan dan keinginan masyaraakat, dimana konsep dari uraian di atas

menghasilkan beberapa unsur untuk mendukung konsep tersebut namun kesemuanya itu apabila

ditelaah tetap mengacu pada satu konsep yaitu kemampuan akses terhadap pemenuhan tingkat-

tingkat kebutuhan dan keinginan manusia yang bermuara kepada kemakmuran seseorang,

kemampuan akses tersebut diwujudkan melalui pendapatan seseorang dan kekayaannya yang

bertujuan untuk pemenuhan berbagai tingkatan kebutuhan dan keinginannya tersebut. Aspek-

aspek yang mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut tergolong dalam unsur indikator

penentuan tingkatan ekonomi seseorang.

3 Ibid, hal.27

Page 3: URAIAN TEORI

2.1.2 Stratifikasi

Maka bentuk-bentuk dasar di dalam lapisan masyarakat tersebut sangat beragam tetapi tetap

menjurus kepada sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat.

Yang dimaksud status ekonomi adalah kedudukan seseorang di dalam pelapisan

masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan.4 Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan

pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya dan sebagai dasar di

dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat. Unsur-unsur

yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat pemilikan kekayaan seseorang individu

di dalam masyarakat, walaupun berkait dengan konsep status sosial lainnya, dapat dijadikan

indikator di dalam melihat status ekonomi seseorang di dalam masyarakat.

Ukuran atau kriteria yang ditawarkan para ahli dalam menggolong-golongkan anggota

masyarakat berdasarkan status ekonominya dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai dasar di dalam

melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan seseorang. Berdasarkan yang diungkapkan oleh

Soekanto, bahwa yang termasuk di dalam ukuran kekayaan seseorang dapat dilihat dari bentuk

rumah bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian, kebiasaan untuk

belanja barang-barang mahal.5 Lalu Surbakti sendiri mengungkapkan bahwa ukuran status

ekonomi seseorang dapat diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-

benda berharga dari orang tersebut.6

4 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hal.144. 5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2001) hal.263.6 Ramlan Surbakti, Op.Cit.,hal.144.

Page 4: URAIAN TEORI

Dari penjelasan yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa seseorang itu termasuk

dalam status ekonomi tinggi, sedang, dan rendah dalam lapisan masyarakat adalah berdasarkan

banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat kepadanya dilihat dari kekayaan seseorang

sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan kebutuhan dan keinginan seseorang tersebut

dalam masyarakat. Maka ukuran yang dipakai dalam penelitian ini untuk melihat tingkat

ekonomi seseorang adalah penghasilan, pengeluaran, pemilikan terhadap benda-benda berharga,

jabatan pekerjaan/matapencaharian, dan pemenuhan tingkatan kebutuhan. Bedasarkan ukuran

ini, maka dapat ditetapkan seseorang berada dalam kedudukan status ekonomi tinggi, sedang,

dan rendah.

Semakin tinggi faktor-faktor di atas dimiliki seseorang, maka semakin tinggi tingkatan

status ekonominya dan sebaliknya. Adanya status ekonomi yang berbeda akan sangat

berpengaruh terhadap seseorang dalam pembentukan sikap politiknya dan tingkah laku

politiknya yang tertuang di dalam partisipasi politik yang dilakukan pada pemilihan kepala

daerah.

Page 5: URAIAN TEORI

2.2 Partisipasi Politik

2.2.1 Pengertian Partisipasi Politik

Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang

untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan

Negara dan secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Berikut beberapa definisi Partisipasi politik dari beberapa ahli: Adapun pengertian partisipasi

politik menurut Michael Rush dan Philip Althoft yakni:

“Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin

pemerintahan”.7

Segala kegiatan warga negara yang mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan

kebijakan umum termasuk dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat digolongkan sebagai

kegiatan partisipasi politik. Dalam hubungan dengan Negara – Negara baru Samuel P. Hunington

dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Politik di Negara-Negara

Berkembang memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan

illegal dan kekerasan. Menurut mereka partisipasi politik adalah:

“Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, karena Partisipasi bisa bersifat

individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai

atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.8

7 Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2003), hal. 121.8 Samuel P. Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal.

16-18.

Page 6: URAIAN TEORI

Kemudian Ramlan Surbakti juga memberikan pengertian yang sejalan dengan pengertian

partisipasi politik diatas, yakni:

“Partisipasi politik sebagai kegiatan warganegara biasa dalam mempengaruhi proses

pembuata dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin

pemerintahan”.9

Partisipasi politik tersebut didefinisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan

pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh warga negara biasa. Lalu kemudian Miriam

Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik tersebut sebagai berikut:

“Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam

kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara, secara langsung atau

tidak langsung mempengaruhi kebijakan negara. Kegiatan ini mencakup seperti

memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi salah satu

anggota partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan

pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya”.10

Dalam hal ini, Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai

kegiatan individu atau kelompok yang bertujuan agar masyarakat tersebut ikut aktif dalam

kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik.

Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan oleh

beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi

politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata

dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh

warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi

9 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hal.118. 10 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Gramedia, 1998), hal. 1.

Page 7: URAIAN TEORI

tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oeh warga negara asing yang tinggal di negara yang

dimaksud. Selain itu dalam partisipasi politik berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara

pemerintah dan masyarakatnya. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik

itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara biasa

yang tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan.

Dalam sistem pemerintahan, yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik

adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan

serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut.1111

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membedakan partisipasi menjadi dua yakni:

partisipasi otonom (dilakukan pribadi secara sadar) dan partisipasi yang dimobilisasi (digerakkan).12

Apabila kegiatan partisipasi itu dilakukan oleh pelakunya sendiri, maka partisipasi tersebut dapat

digolongkan kedalam partisipasi otonom, sedangkan jika kegiatan tersebut digerakkan oleh orang

lain maka dapat dimasukkan kedalam partisipasi mobilisasi. Masyarakat Indonesia yang memiliki

karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi kurang baik dan kurang memiliki akses informasi

membuat pola partisipasinya cenderung dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong

masyarakat untuk membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite partai

cenderung menggunakan cara-cara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarakat untuk mendukung

partai politik tertentu. Demokrasi parlementer yang dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan

politik yang memadai juga ditandai dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan

dukungan dari masyarakat.

Kemudian adapun fungsi dari partisipasi politik di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane,

yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri, mengejar nilai-nilai khusus,

11 Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), hal. 5-612 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 9-12

Page 8: URAIAN TEORI

dan pemenuhan kebutuhan psikologis.13 Bagi pemerintah, partisipasi politik dapat dikemukakan

dalam berbagai fungsi. Fungsi yang Pertama: partisipasi politik masyarakat untuk mendukung

program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk

mendukung program politik dan program pembangunan. Fungsi yang Kedua: partisipasi masyarakat

berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi

pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Ketiga: sebagai sarana untuk

memberikan masukan , saran, dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan-

pelaksanaan pembangunan. Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) dan organisasi

sosial politik (orsospol) merupakan contoh dari fungsi politik ini.14

Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan atau

aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Sehubungan dengan itu penelitian yang dilakukan penulis

adalah menyangkut partisipasi politik atau keikutsertaan masyarakat pemilih, dikaitkan dengan faktor

sosial ekonomi di Kelurahan Bagan Deli Pada PILKADA SUMUT 2013, maka disini yang akan

dilihat adalah menyangkut:

a. Keikutsertaan seseorang dalam kampanye oleh salah satu partai

b. Keanggotaan seseorang dalam salah satu organisasi peserta pemilu

c. Pemberian suara kepada kekuatan politik tersebut

13 Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 181-182.

14 14 Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.86.

Page 9: URAIAN TEORI

4.2.1. Bentuk Partisipasi Politik

Secara sederhana, Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi dua, yakni:

Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik

secara pasti oleh semua warga. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk pemberian suara (voting), diskusi

politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta

komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Kedua, partisipasi secara non-

konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat

yang melakukan partisipasi itu sendiri. Dapat dilihat dari tindakan pengajuan petissi, berdemonstrasi,

konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), serta

perang gerilya dan revolusi.15

Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Phillip Althoff juga

mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik yang mungkin, yakni sebagai berikut:

• Mencari jabatan politik / administratif,

• Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik,

• Menjadi anggota pasif organisasi politik,

• Menjadi anggota aktif organisasi semi-politik ( quasi-political ),

• Menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik,

• Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya,

• Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal,

15 Budi Suryadi, Sosiologi Politik, Sejarah, Definisi, dan Perkembangan Konsep, (Yogyakarta: IRCISOD, 2007),

hal. 133-134.

Page 10: URAIAN TEORI

• Menjadi partisipan dalam pemungutan suara ( voting )16

Sedangkan Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi

politik tersebut menjadi:

1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana

partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain

yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;

2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud

mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;

3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun

pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;

4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-

pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan

5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi

keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di

sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan

pemberontakan.17

Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk

klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau

kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman,

pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Di

16 Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 124.

17 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 16-18.

Page 11: URAIAN TEORI

Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah

diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Perilaku warga Negara yang dapat dihitung

itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter

turnout ) dibanding dengan warga Negara yang berhak memilih seluruhnya.

4.4. Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat

Bagi sebuah Negara yang demokrasi untuk mencapai suatu demokratisasi yang tinggi maka

hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan partisipasi politik warga Negara tersebut. Namun,

pada kenyataannya kalau kita merujuk pada perkembangan demokratisasi pada Negara-negara dunia

ketiga lebih banyak mengalami permasalahan penegakan demokrasi khususnya dibanding dengan

Negara-negara maju lainnya. Dari berbagai penelitian yang dilaksanakan di Negara dunia ketiga

banyak terdapat permasalahan rendahnya wujud demokratisasi, sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut

bahwa Negara dunia ketiga adalah Negara-negara yang pertumbuhan ekonomi atau tingkat

ekonominya cenderung lebih rendah dibanding dengan Negara-negara maju. Hal ini diperjelas lagi

oleh pendapat Lipset dan Lerner dimana adanya hubungan yang positif antara pembangunan

ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisipasi

politik.18

Tingkat ekonomi suatu Negara menjadi factor atau variable penentu di dalam mewujudkan

sebuah Negara yang demokratis. Dalam konteks mikro perwujudan demokrasi di dalam sebuah

Negara ditentukan oleh bagaimana keterlibatan rakyat di dalam pemerintahan sebuah Negara, hal ini

akan mengacu pada partisipasi politik masyarakat, dimana semakin tinggi partisipasi politik

masyarakat maka akan semakin baik wujud demokratisasi di Negara tersebut. Seperti yang

diungkapkan oleh Sastroatmodjo, bahwa partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah

18 Hutington & Nelson, hal.27

Page 12: URAIAN TEORI

tatanan Negara demokrasi.19 Maka dapat diartikan bahwa factor utama perwujudan demokrasi di

dalam sebuah Negara adalah partisipasi warganya di dalam proses politik di Negara tersebut. Pada

gilirannya tingkat kemakmuran sebuah Negara akan mempengaruhi warga negaranya untuk

berpartisipasi di dalam proses politik yang akan berdampak demi terwujudnya demokratisasi.

Dalam konteks mikro, tingkat ekonomi masyarakat akan mempengaruhi tingkat partisipasi

politik masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Samuel P. Huntington yang menyatakan

bahwa terdapat korelasi antara pembangunan sosial dengan partisipasi politik, dan tingkat status

sosial ekonomi masyarakat. Mereka yang berpendikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar, dan

mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif daripada mereka yang

miskin dan tidak berpendidikan.20 Selain itu ditegaskan juga oleh Surbakti, bahwa seseorang yang

memiliki status social dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki

pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan

kepercayaan pada pemerintah. Sebaliknya masyarakat yang miskin dalam sumber-sumber ekonomi

akan mengalami kesukaran untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakatnya yang akan

menyebabkan timbulnya frustasi dan keresahan yang pada gilirannya melumpuhkan demokrasi.21

Maka dari ungkapan tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi seseorang berkorelasi dan

sebagai salah satu variable yang menentukan terwujudnya partisipasi politik seseorang tersebut di

dalam proses politik.

5. Hipotesa

19 Sastroatmodjo, hal.6720 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 60-66. 21 Surbakti, hal.144,232

Page 13: URAIAN TEORI

Hipotesa adalah kesimpulan sementara atau preposisi tentative tentang hubungan antara

dua variable atau lebih. Hipotesis yang baik harus memenuhi dua kriteria, pertama hipotesis

harus menggambarkan hubungan antara variable. Kedua hipotesis harus memberikan petunjuk

bagaimana pengujian hubungan tersebut.22 Maka penulis merumuskan hipotesa dalam penelitian

ini bahwa: Tingkat Ekonomi berkorelasi terhadap partisipasi politik masyarakat.

Maka penulis juga merumuskan secara statistik, dua alternative hipotesa untuk

memahami pengujian hubungan kedua variable diatas yaitu sebagai berikut:

Ho : μ = 0 ( Tidak ada hubugan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik

masyarkat)

Ha : μ ≠ 0 ( Ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik

masyarakat).

8. Metodologi Penelitian

8.1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah analisa kuantitatif, dengan format penelitian

eksplanasi yaitu penelitian yang ingin melihat hubungan atau korelasi diantara dua variable yaitu

variable bebas dan variable terikat.23 Sebagai variable bebas adalah tingkat ekonomi dan variable

terikat adalah partisipasi politik yang akan diuji dengan rumus statistic.

Lokasi Penelitian

22 Singarimbun, hal.21-2223

Page 14: URAIAN TEORI

Dalam menganalisis penelitian ini, maka peneliti melakukan penelitian di tempat yang

berlokasi di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

8.4. Populasi dan Sampel Penelitian

8.4.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.24 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih yang terdaftar dalam

PILKADA SUMUT 2013 yang berdomisili di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan

Medan Belawan.

Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.25

Untuk menentukan jumlah sample dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,

yaitu:

N = N

N.d2 + 1 ……………26

Keterangan:

24 Sugiyono, “Statistika Untuk Penelitian”, (Bandung: Alfabeta, 2006) hal. 55. 25 Ibid,26 Rahmat Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rodaskarya, 1995), hal. 82.

Page 15: URAIAN TEORI

n= Jumlah Sampel

N= Jumlah populasi

d2= Presisi (tingkat kesalahan penarikan sample ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan

90%)

Adapun jumlah populasi pemilih yang terdaftar dalam PILKADA SUMUT 2013 di

Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berjumlah 1151 orang.

Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:

1151

N = = 92,0063

1151 × (0,01)2 + 1

Dengan demikian jumlah responden yang dijadikan obejek penelitian ini digenapkan

menjadi 92 orang.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data guna dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan

metode, yaitu :

1. Observasi : Mengadakan pengamatan langsung unutk memperoleh gambaran nyata

mengenai situasi kondisi social dari lokasi yang diteliti.

2. Wawancara : melakukan tanya jawab dengan beberapa orang yang menguasai lokasi atau

daerah yang akan diteliti

3. Studi Dokumentasi : meneliti bahan-bahan tulisan dan dokumen kelurahan

4. Kuesioner tertutup (penyebaran angket) : menyebarkan daftar pertanyaan yang akan

ditanyakan kepada responden.

Teknik Analisis Data

Page 16: URAIAN TEORI

Dalam penelitian ini, seluruh data ataupun informasi yang sudah terkumpul akan disusun

sedemikian rupa secara sederhana dan sistematis yang lalu kemudian diuraikan dengan cara

menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses pengumpulan data tersebut. Setelah

data-data dan informasi tersebut terkumpul dan disusun dengan teratur, maka akan dilakukan

analisis data. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tingkat status sosial ekonomi masyarakat

terhadap Partisipasi politik di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

yang dibahas dalam penelitian ini.

Defenisi Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh

para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami.

Agar tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan,

maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun defenisi konsep

yang dikemukakan disini adalah sebagai berikut:

1. Status ekonomi atau Tingkat ekonomi

Tingkatan stratifikasi social atau pelapisan social kemasyarakatan yang didasarkan pada

penghargaan kepada seseorang di dalam masyarakat dilihat dari kekayaan seseorang tersebut sebagai

kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan-tingkatan kebutuhan dan keinginan manusia yang

dipandang di dalam masyarakat, artinya semakin tinggi penghargaan masyarakat terhadap seseorang

Page 17: URAIAN TEORI

dilihat dari kekayaan seseorang tersebut, maka akan semakin tinggi pula tingkat ekonomi atau status

ekonominya di dalam masyarakat tersebut.

2. Partisipasi Politik

Kegiatan, keterlibatan, keikutsertaan seseorang warga Negara biasa secara sukarela yang

dilakukan secara legal di dalam proses momen politik tertentu yang diantaranya bertujuan untuk

melakukan pemilihan terhadap penguasa atau pejabat pemerintahan baik ditingkat pusat maupun

daerah (lokal) secara langsung maupun tidak langsung.

Defenisi Operasional

Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan

karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Karakteristik-karakteristk tersebut

dapat dideskripsikan melalui indicator-indikator yang dapat diukur. Dalam penelitian ini yang

menjadi defenisi operasional adalah :

1. Variabel Y (Variabel Bebas) atau variabel pengaruh (independent variable) adalah variabel

penyebab yang diduga, terjadi lebih dahulu. Tingkat status sosial ekonomi masyarakat (individu)

yang diukur dari indikator berikut:

a. Tingkat Pendapatan

b. Tingkat Pengeluaran (pemenuhan kebutuhan)

c. Tingkat Kekayaan (pemilikan benda berharga)

d. mata pencaharian/pekerjaan

Page 18: URAIAN TEORI

2. Variabel X (Variabel Terikat) atau variabel terpengaruh (dependent variable) adalah variabel

akibat yang diperkirakan terjadi kemudian. Partisipasi Politik yang mereka lakukan dapat diukur

dengan indicator-indikator, yaitu:

a. Keterlibatan dalam proses PILKADA

b. Keikutsertaan dalam kampanye

c. Keikutsertaan dalam menyuarakan hak pilihnya pada PILKADA SUMUT 2013

d. Dukungan terhadap kandidat Gubernur/Wakil Gubernur.

………............n= n= n= 99 orang Dari persamaan rumus diatas, maka dihasilkan jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian in adalah sejumlah 99 orang. 27Keterangan: n= Jumlah Sampel N= Jumlah populasi d2= Presisi (tingkat kesalahan penarikan sample ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%) Di Kelurahan Sitirejo I dimana peneliti melakukan penelitian jumlah populasi Pemilih yang terdaftar dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 berjumlah 8019 orang. Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah: n= =dNNn1)01.0(80198019+ 119,808019+ 19,818019Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian analisis determinasi dan analisis korelasi. Analisis determinasi bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh tingkat status sosial ekonomi terhadap Partisipasi politik pada masyarakat di Kelurahan Sitirejo.23 Kemudian analisis korelasi dipergunakan untuk melihat seberapa besar derajat hubungan antara variabel tingkat status sosial ekonomi terhadap partisipasi politik. Dan penelitian ini dianalisa secara kuantitatif dengan

Page 19: URAIAN TEORI

menggunakan rumus statistik untuk membantu menganalisa data dan fakta yang diperoleh dari responden. 23 Sudjana, Op. Cit., hal. 367.

6. Defenisi Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh para

peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami. Agar

tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan, maka

perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun defenisi konsep yang

dikemukakan disini adalah sebagai berikut: 6.1. Status Sosial Ekonomi Kedudukan seseorang dalam

dalam masyarakat yang diukur/dilihat dari tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan.

asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak.20 Hipotesa dalam penelitian ini adalah bahwa: “Tingkat Status Sosial Ekonomi Masyarakat Berpengaruh Terhadap Partisipasi Politik Pada Pemilu Presiden 2009”. Dalam penelitian ini, hipotesis tersebut dapat diterima ataupun ditolak setelah melakukan pengujian hipotesis.

20 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2002), hal. 219.