uraian teori
TRANSCRIPT
URAIAN TEORI
2.1. Tingkat Ekonomi
2.1.1. Pengertian Ekonomi
Di dalam struktur sosial kemasyarakatan banyak terdapat ukuran–ukuran di dalam
pelapisan-pelapisan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut yang lebih dikenal dengan istilah
stratifikasi sosial. Diantaranya adalah pelapisan yang terjadi karena kekayaan seseorang yang
lebih dikenal dengan sebutan tingkat ekonomi. Ekonomi sendiri adalah sebuah cabang ilmu
social yang berobjek pada individu dan masyarakat, secara estimologis dapat diartikan ekonomi
teridiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu, oikos dan nomos yang berarti tata laksana rumah
tangga.1 Untuk melihat defenisi ekonomi sendiri secara utuh yang dijelaskan oleh Rosyidi, ilmu
ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan
pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan
manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk mencapai kemakmuran.2
Dari defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa ekonomi secara umum mengkaji mengenai
pemenuhan kebutuhan manusia dan kemakmuran manusia. Dua hal pokok dari permasalahan
ekonomi tersebut yaitu kebutuhan dan pencapaian kemakmuran merupakan salah satu dasar di
dalam pelapisan sosial masyarakat bila dihubungkan dengan permasalahan mikro tingkat
ekonomi masyarakat, dengan kata lain semakin makmur seseorang dan semakin mampu untuk
memenuhi kebutuhannya maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi seseorang di dalam struktur
sosial kemasyarakatan.
1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1996), hal.5.2 Ibid, hal.7
Selanjutnya, kita dapat melihat defenisi yang diungkap Silk, dimana ilmu ekonomi adalah
suatu studi tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi tentang
manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya sehari-hari,
serta sumber-sumber material yang mereka dapatkan.3 Dari defenisi di atas, terdapat satu unsur
yaitu kekayaan yang menjadi ukuran di dalam studi tentang ekonomi tersebut dimana unsur
kekayaan dan sumber-sumbernya merupakan akses di dalam pemenuhan tingkatan kebutuhan
manusia. Dengan kekayaan maka pemenuhan kebutuhan akan tercapai di mana semakin kaya
seseorang maka akan semakin tinggi kemampuannya untuk memenuhi tingkatan kebutuhannya.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ekonomi adalah studi tentang individu dan
masyarakat yang mengkaji tentang pemenuhan kebutuhan individu dan masyarakat yang terdiri
dari berbagai hierarkis kebutuhan dan keinginan masyaraakat, dimana konsep dari uraian di atas
menghasilkan beberapa unsur untuk mendukung konsep tersebut namun kesemuanya itu apabila
ditelaah tetap mengacu pada satu konsep yaitu kemampuan akses terhadap pemenuhan tingkat-
tingkat kebutuhan dan keinginan manusia yang bermuara kepada kemakmuran seseorang,
kemampuan akses tersebut diwujudkan melalui pendapatan seseorang dan kekayaannya yang
bertujuan untuk pemenuhan berbagai tingkatan kebutuhan dan keinginannya tersebut. Aspek-
aspek yang mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut tergolong dalam unsur indikator
penentuan tingkatan ekonomi seseorang.
3 Ibid, hal.27
2.1.2 Stratifikasi
Maka bentuk-bentuk dasar di dalam lapisan masyarakat tersebut sangat beragam tetapi tetap
menjurus kepada sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat.
Yang dimaksud status ekonomi adalah kedudukan seseorang di dalam pelapisan
masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan.4 Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan
pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya dan sebagai dasar di
dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat. Unsur-unsur
yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat pemilikan kekayaan seseorang individu
di dalam masyarakat, walaupun berkait dengan konsep status sosial lainnya, dapat dijadikan
indikator di dalam melihat status ekonomi seseorang di dalam masyarakat.
Ukuran atau kriteria yang ditawarkan para ahli dalam menggolong-golongkan anggota
masyarakat berdasarkan status ekonominya dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai dasar di dalam
melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan seseorang. Berdasarkan yang diungkapkan oleh
Soekanto, bahwa yang termasuk di dalam ukuran kekayaan seseorang dapat dilihat dari bentuk
rumah bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian, kebiasaan untuk
belanja barang-barang mahal.5 Lalu Surbakti sendiri mengungkapkan bahwa ukuran status
ekonomi seseorang dapat diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-
benda berharga dari orang tersebut.6
4 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hal.144. 5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2001) hal.263.6 Ramlan Surbakti, Op.Cit.,hal.144.
Dari penjelasan yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa seseorang itu termasuk
dalam status ekonomi tinggi, sedang, dan rendah dalam lapisan masyarakat adalah berdasarkan
banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat kepadanya dilihat dari kekayaan seseorang
sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan kebutuhan dan keinginan seseorang tersebut
dalam masyarakat. Maka ukuran yang dipakai dalam penelitian ini untuk melihat tingkat
ekonomi seseorang adalah penghasilan, pengeluaran, pemilikan terhadap benda-benda berharga,
jabatan pekerjaan/matapencaharian, dan pemenuhan tingkatan kebutuhan. Bedasarkan ukuran
ini, maka dapat ditetapkan seseorang berada dalam kedudukan status ekonomi tinggi, sedang,
dan rendah.
Semakin tinggi faktor-faktor di atas dimiliki seseorang, maka semakin tinggi tingkatan
status ekonominya dan sebaliknya. Adanya status ekonomi yang berbeda akan sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam pembentukan sikap politiknya dan tingkah laku
politiknya yang tertuang di dalam partisipasi politik yang dilakukan pada pemilihan kepala
daerah.
2.2 Partisipasi Politik
2.2.1 Pengertian Partisipasi Politik
Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan
Negara dan secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Berikut beberapa definisi Partisipasi politik dari beberapa ahli: Adapun pengertian partisipasi
politik menurut Michael Rush dan Philip Althoft yakni:
“Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin
pemerintahan”.7
Segala kegiatan warga negara yang mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan
kebijakan umum termasuk dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat digolongkan sebagai
kegiatan partisipasi politik. Dalam hubungan dengan Negara – Negara baru Samuel P. Hunington
dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Politik di Negara-Negara
Berkembang memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan
illegal dan kekerasan. Menurut mereka partisipasi politik adalah:
“Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, karena Partisipasi bisa bersifat
individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai
atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.8
7 Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2003), hal. 121.8 Samuel P. Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal.
16-18.
Kemudian Ramlan Surbakti juga memberikan pengertian yang sejalan dengan pengertian
partisipasi politik diatas, yakni:
“Partisipasi politik sebagai kegiatan warganegara biasa dalam mempengaruhi proses
pembuata dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan pemimpin
pemerintahan”.9
Partisipasi politik tersebut didefinisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh warga negara biasa. Lalu kemudian Miriam
Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik tersebut sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam
kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara, secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kebijakan negara. Kegiatan ini mencakup seperti
memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi salah satu
anggota partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan
pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya”.10
Dalam hal ini, Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai
kegiatan individu atau kelompok yang bertujuan agar masyarakat tersebut ikut aktif dalam
kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik.
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan oleh
beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi
politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata
dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh
warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi
9 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hal.118. 10 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Gramedia, 1998), hal. 1.
tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oeh warga negara asing yang tinggal di negara yang
dimaksud. Selain itu dalam partisipasi politik berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara
pemerintah dan masyarakatnya. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik
itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara biasa
yang tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan.
Dalam sistem pemerintahan, yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik
adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan
serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut.1111
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membedakan partisipasi menjadi dua yakni:
partisipasi otonom (dilakukan pribadi secara sadar) dan partisipasi yang dimobilisasi (digerakkan).12
Apabila kegiatan partisipasi itu dilakukan oleh pelakunya sendiri, maka partisipasi tersebut dapat
digolongkan kedalam partisipasi otonom, sedangkan jika kegiatan tersebut digerakkan oleh orang
lain maka dapat dimasukkan kedalam partisipasi mobilisasi. Masyarakat Indonesia yang memiliki
karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi kurang baik dan kurang memiliki akses informasi
membuat pola partisipasinya cenderung dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong
masyarakat untuk membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite partai
cenderung menggunakan cara-cara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarakat untuk mendukung
partai politik tertentu. Demokrasi parlementer yang dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan
politik yang memadai juga ditandai dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan
dukungan dari masyarakat.
Kemudian adapun fungsi dari partisipasi politik di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane,
yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri, mengejar nilai-nilai khusus,
11 Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), hal. 5-612 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 9-12
dan pemenuhan kebutuhan psikologis.13 Bagi pemerintah, partisipasi politik dapat dikemukakan
dalam berbagai fungsi. Fungsi yang Pertama: partisipasi politik masyarakat untuk mendukung
program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk
mendukung program politik dan program pembangunan. Fungsi yang Kedua: partisipasi masyarakat
berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi
pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Ketiga: sebagai sarana untuk
memberikan masukan , saran, dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan-
pelaksanaan pembangunan. Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) dan organisasi
sosial politik (orsospol) merupakan contoh dari fungsi politik ini.14
Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan atau
aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Sehubungan dengan itu penelitian yang dilakukan penulis
adalah menyangkut partisipasi politik atau keikutsertaan masyarakat pemilih, dikaitkan dengan faktor
sosial ekonomi di Kelurahan Bagan Deli Pada PILKADA SUMUT 2013, maka disini yang akan
dilihat adalah menyangkut:
a. Keikutsertaan seseorang dalam kampanye oleh salah satu partai
b. Keanggotaan seseorang dalam salah satu organisasi peserta pemilu
c. Pemberian suara kepada kekuatan politik tersebut
13 Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 181-182.
14 14 Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.86.
4.2.1. Bentuk Partisipasi Politik
Secara sederhana, Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi dua, yakni:
Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik
secara pasti oleh semua warga. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk pemberian suara (voting), diskusi
politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta
komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Kedua, partisipasi secara non-
konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat
yang melakukan partisipasi itu sendiri. Dapat dilihat dari tindakan pengajuan petissi, berdemonstrasi,
konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), serta
perang gerilya dan revolusi.15
Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Phillip Althoff juga
mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik yang mungkin, yakni sebagai berikut:
• Mencari jabatan politik / administratif,
• Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik,
• Menjadi anggota pasif organisasi politik,
• Menjadi anggota aktif organisasi semi-politik ( quasi-political ),
• Menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik,
• Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya,
• Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal,
15 Budi Suryadi, Sosiologi Politik, Sejarah, Definisi, dan Perkembangan Konsep, (Yogyakarta: IRCISOD, 2007),
hal. 133-134.
• Menjadi partisipan dalam pemungutan suara ( voting )16
Sedangkan Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi
politik tersebut menjadi:
1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana
partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain
yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun
pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-
pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi
keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di
sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan
pemberontakan.17
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk
klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau
kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman,
pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Di
16 Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 124.
17 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 16-18.
Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah
diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Perilaku warga Negara yang dapat dihitung
itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter
turnout ) dibanding dengan warga Negara yang berhak memilih seluruhnya.
4.4. Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat
Bagi sebuah Negara yang demokrasi untuk mencapai suatu demokratisasi yang tinggi maka
hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan partisipasi politik warga Negara tersebut. Namun,
pada kenyataannya kalau kita merujuk pada perkembangan demokratisasi pada Negara-negara dunia
ketiga lebih banyak mengalami permasalahan penegakan demokrasi khususnya dibanding dengan
Negara-negara maju lainnya. Dari berbagai penelitian yang dilaksanakan di Negara dunia ketiga
banyak terdapat permasalahan rendahnya wujud demokratisasi, sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut
bahwa Negara dunia ketiga adalah Negara-negara yang pertumbuhan ekonomi atau tingkat
ekonominya cenderung lebih rendah dibanding dengan Negara-negara maju. Hal ini diperjelas lagi
oleh pendapat Lipset dan Lerner dimana adanya hubungan yang positif antara pembangunan
ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisipasi
politik.18
Tingkat ekonomi suatu Negara menjadi factor atau variable penentu di dalam mewujudkan
sebuah Negara yang demokratis. Dalam konteks mikro perwujudan demokrasi di dalam sebuah
Negara ditentukan oleh bagaimana keterlibatan rakyat di dalam pemerintahan sebuah Negara, hal ini
akan mengacu pada partisipasi politik masyarakat, dimana semakin tinggi partisipasi politik
masyarakat maka akan semakin baik wujud demokratisasi di Negara tersebut. Seperti yang
diungkapkan oleh Sastroatmodjo, bahwa partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah
18 Hutington & Nelson, hal.27
tatanan Negara demokrasi.19 Maka dapat diartikan bahwa factor utama perwujudan demokrasi di
dalam sebuah Negara adalah partisipasi warganya di dalam proses politik di Negara tersebut. Pada
gilirannya tingkat kemakmuran sebuah Negara akan mempengaruhi warga negaranya untuk
berpartisipasi di dalam proses politik yang akan berdampak demi terwujudnya demokratisasi.
Dalam konteks mikro, tingkat ekonomi masyarakat akan mempengaruhi tingkat partisipasi
politik masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Samuel P. Huntington yang menyatakan
bahwa terdapat korelasi antara pembangunan sosial dengan partisipasi politik, dan tingkat status
sosial ekonomi masyarakat. Mereka yang berpendikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar, dan
mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif daripada mereka yang
miskin dan tidak berpendidikan.20 Selain itu ditegaskan juga oleh Surbakti, bahwa seseorang yang
memiliki status social dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki
pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan
kepercayaan pada pemerintah. Sebaliknya masyarakat yang miskin dalam sumber-sumber ekonomi
akan mengalami kesukaran untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakatnya yang akan
menyebabkan timbulnya frustasi dan keresahan yang pada gilirannya melumpuhkan demokrasi.21
Maka dari ungkapan tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi seseorang berkorelasi dan
sebagai salah satu variable yang menentukan terwujudnya partisipasi politik seseorang tersebut di
dalam proses politik.
5. Hipotesa
19 Sastroatmodjo, hal.6720 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 60-66. 21 Surbakti, hal.144,232
Hipotesa adalah kesimpulan sementara atau preposisi tentative tentang hubungan antara
dua variable atau lebih. Hipotesis yang baik harus memenuhi dua kriteria, pertama hipotesis
harus menggambarkan hubungan antara variable. Kedua hipotesis harus memberikan petunjuk
bagaimana pengujian hubungan tersebut.22 Maka penulis merumuskan hipotesa dalam penelitian
ini bahwa: Tingkat Ekonomi berkorelasi terhadap partisipasi politik masyarakat.
Maka penulis juga merumuskan secara statistik, dua alternative hipotesa untuk
memahami pengujian hubungan kedua variable diatas yaitu sebagai berikut:
Ho : μ = 0 ( Tidak ada hubugan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik
masyarkat)
Ha : μ ≠ 0 ( Ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik
masyarakat).
8. Metodologi Penelitian
8.1. Bentuk dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisa kuantitatif, dengan format penelitian
eksplanasi yaitu penelitian yang ingin melihat hubungan atau korelasi diantara dua variable yaitu
variable bebas dan variable terikat.23 Sebagai variable bebas adalah tingkat ekonomi dan variable
terikat adalah partisipasi politik yang akan diuji dengan rumus statistic.
Lokasi Penelitian
22 Singarimbun, hal.21-2223
Dalam menganalisis penelitian ini, maka peneliti melakukan penelitian di tempat yang
berlokasi di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
8.4. Populasi dan Sampel Penelitian
8.4.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.24 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih yang terdaftar dalam
PILKADA SUMUT 2013 yang berdomisili di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan
Medan Belawan.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.25
Untuk menentukan jumlah sample dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,
yaitu:
N = N
N.d2 + 1 ……………26
Keterangan:
24 Sugiyono, “Statistika Untuk Penelitian”, (Bandung: Alfabeta, 2006) hal. 55. 25 Ibid,26 Rahmat Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rodaskarya, 1995), hal. 82.
n= Jumlah Sampel
N= Jumlah populasi
d2= Presisi (tingkat kesalahan penarikan sample ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan
90%)
Adapun jumlah populasi pemilih yang terdaftar dalam PILKADA SUMUT 2013 di
Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berjumlah 1151 orang.
Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:
1151
N = = 92,0063
1151 × (0,01)2 + 1
Dengan demikian jumlah responden yang dijadikan obejek penelitian ini digenapkan
menjadi 92 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data guna dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan
metode, yaitu :
1. Observasi : Mengadakan pengamatan langsung unutk memperoleh gambaran nyata
mengenai situasi kondisi social dari lokasi yang diteliti.
2. Wawancara : melakukan tanya jawab dengan beberapa orang yang menguasai lokasi atau
daerah yang akan diteliti
3. Studi Dokumentasi : meneliti bahan-bahan tulisan dan dokumen kelurahan
4. Kuesioner tertutup (penyebaran angket) : menyebarkan daftar pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada responden.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, seluruh data ataupun informasi yang sudah terkumpul akan disusun
sedemikian rupa secara sederhana dan sistematis yang lalu kemudian diuraikan dengan cara
menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses pengumpulan data tersebut. Setelah
data-data dan informasi tersebut terkumpul dan disusun dengan teratur, maka akan dilakukan
analisis data. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tingkat status sosial ekonomi masyarakat
terhadap Partisipasi politik di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
yang dibahas dalam penelitian ini.
Defenisi Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh
para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami.
Agar tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan,
maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun defenisi konsep
yang dikemukakan disini adalah sebagai berikut:
1. Status ekonomi atau Tingkat ekonomi
Tingkatan stratifikasi social atau pelapisan social kemasyarakatan yang didasarkan pada
penghargaan kepada seseorang di dalam masyarakat dilihat dari kekayaan seseorang tersebut sebagai
kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan-tingkatan kebutuhan dan keinginan manusia yang
dipandang di dalam masyarakat, artinya semakin tinggi penghargaan masyarakat terhadap seseorang
dilihat dari kekayaan seseorang tersebut, maka akan semakin tinggi pula tingkat ekonomi atau status
ekonominya di dalam masyarakat tersebut.
2. Partisipasi Politik
Kegiatan, keterlibatan, keikutsertaan seseorang warga Negara biasa secara sukarela yang
dilakukan secara legal di dalam proses momen politik tertentu yang diantaranya bertujuan untuk
melakukan pemilihan terhadap penguasa atau pejabat pemerintahan baik ditingkat pusat maupun
daerah (lokal) secara langsung maupun tidak langsung.
Defenisi Operasional
Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan
karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Karakteristik-karakteristk tersebut
dapat dideskripsikan melalui indicator-indikator yang dapat diukur. Dalam penelitian ini yang
menjadi defenisi operasional adalah :
1. Variabel Y (Variabel Bebas) atau variabel pengaruh (independent variable) adalah variabel
penyebab yang diduga, terjadi lebih dahulu. Tingkat status sosial ekonomi masyarakat (individu)
yang diukur dari indikator berikut:
a. Tingkat Pendapatan
b. Tingkat Pengeluaran (pemenuhan kebutuhan)
c. Tingkat Kekayaan (pemilikan benda berharga)
d. mata pencaharian/pekerjaan
2. Variabel X (Variabel Terikat) atau variabel terpengaruh (dependent variable) adalah variabel
akibat yang diperkirakan terjadi kemudian. Partisipasi Politik yang mereka lakukan dapat diukur
dengan indicator-indikator, yaitu:
a. Keterlibatan dalam proses PILKADA
b. Keikutsertaan dalam kampanye
c. Keikutsertaan dalam menyuarakan hak pilihnya pada PILKADA SUMUT 2013
d. Dukungan terhadap kandidat Gubernur/Wakil Gubernur.
………............n= n= n= 99 orang Dari persamaan rumus diatas, maka dihasilkan jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian in adalah sejumlah 99 orang. 27Keterangan: n= Jumlah Sampel N= Jumlah populasi d2= Presisi (tingkat kesalahan penarikan sample ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%) Di Kelurahan Sitirejo I dimana peneliti melakukan penelitian jumlah populasi Pemilih yang terdaftar dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 berjumlah 8019 orang. Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah: n= =dNNn1)01.0(80198019+ 119,808019+ 19,818019Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian analisis determinasi dan analisis korelasi. Analisis determinasi bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh tingkat status sosial ekonomi terhadap Partisipasi politik pada masyarakat di Kelurahan Sitirejo.23 Kemudian analisis korelasi dipergunakan untuk melihat seberapa besar derajat hubungan antara variabel tingkat status sosial ekonomi terhadap partisipasi politik. Dan penelitian ini dianalisa secara kuantitatif dengan
menggunakan rumus statistik untuk membantu menganalisa data dan fakta yang diperoleh dari responden. 23 Sudjana, Op. Cit., hal. 367.
6. Defenisi Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh para
peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami. Agar
tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan, maka
perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun defenisi konsep yang
dikemukakan disini adalah sebagai berikut: 6.1. Status Sosial Ekonomi Kedudukan seseorang dalam
dalam masyarakat yang diukur/dilihat dari tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan.
asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak.20 Hipotesa dalam penelitian ini adalah bahwa: “Tingkat Status Sosial Ekonomi Masyarakat Berpengaruh Terhadap Partisipasi Politik Pada Pemilu Presiden 2009”. Dalam penelitian ini, hipotesis tersebut dapat diterima ataupun ditolak setelah melakukan pengujian hipotesis.
20 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2002), hal. 219.