upaya peningkatan kualitas kayu hutan...

20
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129 110 UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KAYU HUTAN RAKYAT SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI Oleh: Mohammad Muslich dan Krisdianto 1) ABSTRAK Perkembangan system agroforestry hutan rakyat telah mampu berperan dalam pengembangan ekonomi pedesaan dan fungsi lingkungsn lainnya, seperti pencegahan erosi dan banjir, peningkatan kesuburan lahan konservasi sumber air. Kayu dari hutan rakyat yang berawal untuk konsumsi sendiri, perlahan telah mampu menjadi alternatif asokan bahan baku bagi industri pengolahan kayu. Kualitas kayu dari hutan rakyat relatif lebih rendah dari kayu hutan alam, sehingga perlu perlakuan lanjutan dalam pengolahan kayunya. Perbaikan kualitas kayu rakyat dapat dilakukan melalui pemilihan bibit yang baik, perawatan tanaman dan perlakuan kayunya. Peningkatan kualitas kayu rakyat dapat dilakukan melalui pengawetan, pengeringan dan peningkatan berat jenis disesuaikan kebutuhan bahan bakunya. Kata kunci:Hutan rakyat, kayu, kualitas, industri I. PENDAHULUAN Pengembangan hutan rakyat berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi pedesaan. Masyarakat pedesaan yang memiliki pekarangan, tegalan, kebun, sawah dan sebagainya, umumnya mengandalkan penanaman padi dan palawija serta jenis tanaman pertanian lainnya sebagai penghasil utama. Dalam perkembangannya diusahakan kombinasi jenis tanaman yang meliputi tanaman pangan, buah-buahan dan tanaman tahunan, serta tanaman kehutanan yang kemudian dikenal dengan istilah agroforestry. Perkembangan system agroforestry ini dinilai mampu meningkatkan fungsi ekonomi, ekologi dan social (Nair, 1993). ________________________ 1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor

Upload: vutram

Post on 06-Sep-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

110

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KAYU HUTAN RAKYAT

SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI

Oleh:

Mohammad Muslich dan Krisdianto 1)

ABSTRAK

Perkembangan system agroforestry hutan rakyat telah mampu berperan dalam

pengembangan ekonomi pedesaan dan fungsi lingkungsn lainnya, seperti pencegahan erosi dan banjir,

peningkatan kesuburan lahan konservasi sumber air. Kayu dari hutan rakyat yang berawal untuk

konsumsi sendiri, perlahan telah mampu menjadi alternatif asokan bahan baku bagi industri

pengolahan kayu. Kualitas kayu dari hutan rakyat relatif lebih rendah dari kayu hutan alam,

sehingga perlu perlakuan lanjutan dalam pengolahan kayunya. Perbaikan kualitas kayu rakyat dapat

dilakukan melalui pemilihan bibit yang baik, perawatan tanaman dan perlakuan kayunya.

Peningkatan kualitas kayu rakyat dapat dilakukan melalui pengawetan, pengeringan dan

peningkatan berat jenis disesuaikan kebutuhan bahan bakunya.

Kata kunci:Hutan rakyat, kayu, kualitas, industri

I. PENDAHULUAN

Pengembangan hutan rakyat berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi

pedesaan. Masyarakat pedesaan yang memiliki pekarangan, tegalan, kebun, sawah dan

sebagainya, umumnya mengandalkan penanaman padi dan palawija serta jenis tanaman

pertanian lainnya sebagai penghasil utama. Dalam perkembangannya diusahakan

kombinasi jenis tanaman yang meliputi tanaman pangan, buah-buahan dan tanaman

tahunan, serta tanaman kehutanan yang kemudian dikenal dengan istilah agroforestry.

Perkembangan system agroforestry ini dinilai mampu meningkatkan fungsi ekonomi,

ekologi dan social (Nair, 1993).

________________________ 1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor

Page 2: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

111

Penerapan sistem agroforestry telah berkembang di masyarakat dengan variasi

jenis tanaman berbeda-beda di setiap daerah. Masyarakat di Jawa Barat dan Jawa Tengah

misalnya, banyak mengusahakan jenis sengon/jeunjing (Paraserianthes falcataria)

(Haeruman et al., 1986; Wahyuningsih, 1993). Sedangkan masyarakat di Gunung Kidul

dan Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, banyak mengembangkan jenis jati

(Tectona grandis) (Hardjanto, 2001). Di bangkalan, Madura, masyarakat mengusahakan

jenis Acacia auriculiformis (Widjayanto, 1992).

Pengusahaan kayu rakyat dalam bentuk agroforestry telah berlangsung sejak

puluhan tahun lalu, terutama di Jawa. Pada awalnya kayu dari hutan rakyat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan sendiri sebagai kayu bakar (90%) dan pertukangan (70%)

dan belum menjadi komoditi komersial (IPB, 1976; UGM, 1977). Namun dalam

perkembangannya kayu rakyat mampu memenuhi kebutuhan industri pertukangan

maupun mebel serta perkapalan baik di tingkat industri kecil, menengah maupun

industri padat modal. Dalam kondisi demikian, kayu rakyat telah menjadi alternatif

pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kayu.

Salah satu permasalahan dalam pengelolaan hutan rakyat adalah masyarakat

belum melakukan intensifikasi hutan rakyat. Dalam hal ini, petani belum menggunakan

bibit unggul dalam penanaman areal hutan rakyatnya. Selain itu, penanamannyapun tidak

memperhatikan jarak tanam dan cenderung tidak dirawat secara khusus. Dalam kondisi

demikian, kualitas batang yang dihasilkan cenderung kurang baik. Tulisan ini akan

mendiskusikan upaya peningkatan kualitas kayu dari hutan rakyat agar dapat digunakan

sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada bagian

pertama didiskusikan tentang pengertian kayu rakyat, dilanjutkan dengan potensi hutan

rakyat, kualitas kayu rakyat dan bagian akhir tentang upaya peningkatan upaya

peningkatan kualitas kayunya.

II. PENGERTIAN KAYU RAKYAT

Seperti telah disebutkan sebelumnya, pengusahaan hutan rakyat telah

berlangsung lama dan merupakan sistem agroforestry yang mampu meningkatkan

ekonomi pedesaan. Difinisi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki rakyat dengan luas

minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman lainnya lebih dari 50% atau pada tanaman

tahun pertama minimal sebanyak 500 tanaman per-hektar (Anonim, 2005). Hutan rakyat

Page 3: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

112

dapat dikembangkan pada lahan milik perorangan atau lahan yang dibebani hak-hak

lainnya di luar kawasan hutan yang memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat.

Gambar 1. Pohon jati di antara tanaman lada hitam di Kalimantan Timur

Saat ini, hutan rakyat telah mampu memberi manfaat sosial ekonomi seperti

dalam menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui

perdagangan kayu yang ditimbulkan dan dampak lingkungan lainnya, seperti pencegahan

erosi dan banjir, peningkatan kesuburan lahan dan konservasi sumber air.

Karakteristik pengelolaan hutan rakyat di Indonesia sebagian besar masih

bersifat individual yaitu oleh keluarga, organisasi petani, tidak mempunyai manajemen

formal, tidak responsif, subsisten dan dipandang sebagai tabungan bagi keluarga pemilik

hutan rakyat. Karakteristik seperti ini di dalam perkembangan ke depan kurang memiliki

daya saing dan tidak memiliki posisi daya tawar yang tinggi dengan pedagang maupun

industri. Namun demikian kita harus yakin pada semua pihak bahwa sistem hutan rakyat

mampu secara seimbang menjaga fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan dari hutan

tersebut. Di samping itu masyarakat mempunyai cara tersendiri dalam mengelola dan

memanfaatkan kekayaan yang ada di dalam sistem hutan rakyat mereka.

Agar hutan rakyat lebih memberikan manfaat maka strategi pengelolaan hutan

rakyat yang seringkali merupakan pengelolaan yang bersifat individual perlu

mendapatkan pengarahan secara intensif agar dapat lebih dikembangkan. Mengingat

hutan rakyat dapat berada pada berbagai kawasan fungsi, tingkat kekritisan lahan,

pemasaran, teknik silvilkultur, kondisi sosial ekonomi dan penanganan paska panen

seperti pengelolaan hasil. Diharapkan hasil dari hutan rakyat tetap dapat dirasakan

Page 4: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

113

manfaatnya oleh masyarakat sebagai investasi dan penghasilan tambahan yang dapat

diandalkan.

Keterlibatan pemerintah terhadap hutan rakyat sudah dimulai sejak tahun 1970-

an dengan adanya program sengonisasi, program penghijauan, program hutan rakyat

daerah transmigrasi dan sebagainya. Lebih lanjut peran pemerintah dalam

mengembangkan hutan rakyat adalah adanya instansi Dinas Perhutanan dan Konservasi

Tanah yang merupakan pelimpahan tugas dan wewenang pengembangan hutan rakyat

dari Departemen Kehutanan kepada Pemerintahan Dati II. Namun demikian, sampai

saat ini kegiatan lembaga ini terfokus pada penyediaan bibit kepada petani. Selain itu, di

beberapa daerah dijumpai juga penyebarluasan informasi dalam teknik budidaya dan

kerjasama penyediaan bibit, seperti misalnya kerjasama Perum Perhutani dengan

Pemerintah Daerah Gunung Kidul dalam pemberian pohon jati plus untuk menunjang

pengadaan bibit jati di Kabupaten Gunung Kidul.

II. POTENSI KAYU DARI HUTAN RAKYAT

Data potensi dan luas hutan rakyat diperkirakan mencapai 39.416.557,5 m3

dengan luas 1.568.415,6 ha (Wardana, 2005) dengan rincian seperti pada table 1.

Sedangkan data potensi hutan rakyat berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai

39.564.003 m3 dengan luas 1.560.229 ha. Jumlah pohon mencapai 226.080.019 dengan

jumlah pohon siap tebang sebanyak 78.485.993 atau potensi produksi sekitar 19.621.480

m3 (MKI, 2005). Perkiraan stok produksi kayu hutan rakyat dibandingkan dengan hutan

tanaman dan hutan alam adalah 3.284.700 m3/tahun, 6.534.800 m3/tahun dan

31.448.900 m3/tahun.

Tabel 1. Potensi dan luas hutan rakyat di Indonesia

No. Jenis Hutan Rakyat Luas (Ha) Potensi (m3) 1. Hutan Rakyat Swadaya 966.722,3 33.650.443,1 2. Hutan Rakyat Subsidi 131.090,5 4.935.417,5 3. Hutan Rakyat melalui KUHR 41.785,9 744.129,9 4. Hutan Rakyat DAK DR 40% 18.917.9 86.567,0 5. Hutan Rakyat Kegiatan GNRHL 409.899,0 0,0 Jumlah : 1.568.415,6 39.416.557,5

Page 5: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

114

Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara

formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat).

Di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka

ragam. Untuk hasil kayu misalnya sengon, jati, akasia, mahoni, surian, sungkai,

sonokeling dan lain-lainnya. Sedangkan yang hasil utamanya berupa getah antara lain

kemenyan, pinus dan dammar. Sementara itu yang hasil utamanya berupa buah antara

lain kemiri, durian, tengkawang dan sebagainya.

Pada tahun 2003, Biro Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Departemen

Kehutanan telah melakukan pandataan potensi hutan rakyat di Indonesia (Anonim,

2004). Sensus tersebut mencakup 22 jenis tanaman kehutanan, namun data potensi

hutan rakyat hanya mencakup 10 jenis, yaitu: akasia, bamboo, cendana, jati, mahoni,

pinus, sengon, rotan, sonokeling dan sungkai. Pemilihan kesepuluh jenis tanaman

kehutanan tersebut berdasarkan distribusi penyebarannya hamper merata di seluruh

Indonesia. Selain itu, jenis –jenis tersebut dianggap merupakan komoditi unggulan

nasional (Anonim, 2004). Sensus tersebut telah dilakukan di seluruh wilayah Indonesia

kecuali propinsi Nanggroe Aceh Darusallam. Jumlah pohon dan prosentase siap panen

dari 8 jenis pohon di beberapa daerah dirampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah pohon dan % siap panen pada 8 jenis pohon di beberapa daerah

Jumlah dan % siap panen Jenis pohon Jumlah

kebun rakyat Jumlah Siap panen (%)

Konsentrasi lokasi

Akasia 1.200.000 32.020.000 37,69 Jawa Cendana 73.400 66.330 30,01 NTT, Selsel, Jateng, DIY Jati 3.050.000 79.710.000 23,14 Jawa Mahoni 2.310.000 45.260.000 20,98 Jawa Pinus 156.000 5.820.000 46,73 Jawa, Sumut, Sulsel Sengon 2.320.000 59.830.000 41,13 Jawa Sonokeling 204.000 2.350.000 31,56 Jateng, DIY, Jatim Sungkai 22.300 1.010.000 37,72 Kalimantan, Sumsel, Sulsel

Sumber: BPS, Desember 2004

Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi tanaman hutan rakyart adalah di Pulau

Jawa. Seluruh jenis tanaman hutan rakyat yang disensus ada di Pulau Jawa, sedangkan

beberapa jenis tersebar di Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Data lengkap mengenal

potensi hutan rakyat ditampilkan dalam Lampiran 1.

Page 6: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

115

Hasil pembahasan Rakernis Departemen Kehutanan tahun 2005 menyebutkan

bahwa hutan rakyat sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai pemasok kayu. Luas

hutan rakyat Indonesia diperkirakan akan mencapai 1.279.581 ha dengan potensi

tegakan 42.965.520 m3 (Tabel 3). Prediksi ini cukup beralasan mengingat ketersediaan

lahan milik masyarakat masih cukup luas, dan adanya kecenderungan meningkatkan

variasi jenis tanaman.

Tabel 3. Luas dan potensi hutan rakyat tahun 2005

No. Propinsi Luas (ha) Potensi tegakan (m3)

Potensi pengembangan HR

(ha) 1. Jawa Barat dan Banten 79.156 4.457.327 389.715 2. Jawa Tengah 198.890 12.557.702 316.319 3. Jawa Timur 93.661 4.978.836 232.684 4. DIY 29.139 1.447.826 52.612 5. DKI Jakarta - - 1.673 6. NAD 11.140 38.544 138.298 7. Sumatera Utara 84.927 1.777.683 217.615 8. Sumatera Barat 41.947 67.927 362.190 9. Riau 14.863 1.757.875 1.110.429 10. Jambi 11.272 8.893 1.256.339 11. Sumatera Selatan 55.544 1.472.345 2.671.863 12. Bengkulu 1.750 pm 148.583 13. Lampung 10.558 pm 480.976 14. Bali 13.498 362.295 74.300 15. NTT 150.800 3.190.614 71.523 16. NTB 52.035 1.014.595 71.651 17. Kalimantan Selatan 136.363 3.885.764 369.822 18. Kalimantan Timur 9.174 pm 128.335 19. Kalimantan Tengah 13.459 pm 339 20. Kalimantan Barat 4.519 pm 341.399 21. Sulut dan Gorontalo 27.939 112.339 142.382 22. Sulawesi Tengah 27.939 112.339 142.382 23. Sulawesi Selatan 150.810 5.393.209 680.992 24. Sulawesi Tenggara 20.725 pm 30.284 25. Maluku 3.658 pm 2.943 26. Papua 36.010 pm -

Jumlah 1.279.581 42.965.520 9.371.996 Sumber: Rakernis Departemen Kehutanan 2005 (dalam Tampubolon, 2006)

Page 7: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

116

III. KUALITAS KAYU RAKYAT

Seperti telah disebutkan sebelumnya, kayu rakyat mempunyai kualitas batang

lebih rendah dari kayu dari hutan alam. Jenis kayu rakyat umumnya merupakan jenis

cepat tumbuh dan tidak dirawat seperti dalam hutan tanaman. Selain itu, umur masak

tebangnyapun bervariasi bergantung dari kebutuhan masyarakat pemilik hutan rakyat.

Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, misalnya kebutuhan biaya anak sekolah atau

hajadan, kayu rakyat dapat ditebang dan dijadikan sumber penghasilan untuk menutupi

kebutuhan tersebut. Pemilik kayu rakyat kurang peduli dengan umur pohon dan kualitas

batang yang dihasilkan. Pada saat krisis moneter, misalnya sebagian besar hutan rakyat di

Jawa ditebang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari sisi ekonomi hal

tersebut baik, karena masyarakat mempunyai tabungan yang dapat digunakan dalam

kondisi krisis. Namun kualitas batang yang ditebang relatif rendah, karena umumnya

yang ditebang adalah pohon yang masih muda.

Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka batang kayu rakyat umumnya

merupakan kayu muda (juvenile), berdiameter kecil dan banyak cabang. Kayu rakyat yang

muda menghasilkan kayu dengan berat jenis rendah. Selain itu, kayu muda menyebabkan

kayu tersebut kurang awet secara alami sehingga mudah diserang oleh organisme

perusak kayu. Diameter kecil kayu rakyat mengakibatkan rendemen penggergajian dolok

kayu rakyat relatif kecil. Banyaknya percabangan mengakibatkan timbulnya mata kayu

dalam papan gergajian.

Hal ini berbeda dengan kualitas batang kayu dari hutan alam. Umur kayu yang

berasal dari hutan alam umumnya sudah tua, dapat mencapai lebih dari 100 tahun. Salah

satu ciri kayu hutan alam adalah selama pertumbuhannya tidak ada campur tangan

manusia, pohon tumbuh berdesakan secara alami sehingga mengakibatkan adanya

persaingan yang ketat dalam mendapatkan sinar matahari dan hara. Pertumbuhan

demikian akan menjadi lambat yang menyebabkan pohon tersebut mempunyai berat

jenis atau kerapatan yang tinggi. Keadaan sebaliknya terjadi pada hutan rakyat, yang

selama pertumbuhannya banyak diatur oleh manusia dari pemilihan lokasi, penanaman

sampai penebangan.

Seperti yang diuraikan di depan umur pohon yang relatif lebih muda

dibandingkan dengan pohon yang berasal dari hutan alam, umumnya akan diperoleh

kayu yang berat jenisnya rendah. Dengan demikian kualitas kayu hutan rakyat akan

Page 8: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

117

berbeda dengan kayu yang berasal dari hutan alam. Kualitas kayu yang dimaksudkan

adalah sifat karakteristik kayu yang nantinya akan berpengaruh terhadap produk yang

dihasilkan dari kayu tersebut. Sifat karakteristik yang penting untuk suatu produk

tentunya akan berbeda untuk produk yang lain. Ladrach (1986) menyatakan bahwa

kualitas kayu bervariasi dengan jenis kayu, provenance, umur pohon, tempat tumbuh

atau ketinggian lokasi dari permukaan laut.

Gambar 2. Penebangan kayu jati rakyat berdiameter kecil

Brazier (1986) berpendapat bahwa kayu yang berasal dari hutan tanaman patut

diduga akan berbeda dengan kayu yang berasal dari hutan alam. Hal ini disebabkan

karena pertumbuhannya yang lebih cepat dan biasanya hutan tanaman termasuk hutan

rakyat yang biasa ditebang pada umur 20-40 tahun jauh lebih muda dari kayu yang

berasal dari hutan alam. Oleh karena itu kayu hutan rakyat umumnya akan lebih ringan,

teksturnya lebih kasar, lebih banyak mengandung mata kayu yang ukurannya lebih besar,

seratnya tidak teratur serta mengandung lebih banyak kayu remaja (juvenile wood). Senft

(1986) juga menyatakan bahwa kayu dari hutan tanaman yang tumbuh lebih cepat dan

Page 9: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

118

berdaur pendek mengandung lebih banyak kayu remaja. Kayu remaja memiliki sifat

lingkar tumbuh relatif lebih lebar pada tahun awal, kerapatan rendah dengan sel yang

lebih pendek dan mengandung lignin dengan kadar yang lebih tinggi, penyusutan

longitudinal lebih besar dan lebih banyak arah serat sepiral serta kekuatannya lebih

rendah. Pohon yang makin cepat pertumbuhannya pada periode awal, akan makin

banyak volume kayu remajanya dan bila ditebang pada umur yang masih muda maka

seluruhnya akan terdiri dari kayu remaja (Kininmonth, 1986).

Gambar 3. Percabangan pada kayu jati rakyat

Secara umum berat jenis kayu merupakan faktor utama yang menentukan

kekuatan mekanis kayu. Kayu yang mempunyai berat jenis tinggi lebih disukai untuk

bangunan konstruksi yang mengutamakan kekuatan. Sebaliknya kayu yang berat jenisnya

rendah lebih disukai untuk penggunaan yang mengutamakan kestabilan dimensi.

Sedangkan kayu dengan berat jenis medium sering lebih disukai untuk bahan pulp dan

Page 10: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

119

kertas. Pada umumnya dengan bertambah umur pohon akan bertambah pula kayu

terasnya. Kayu yang masih muda mempunyai bagian teras yang sedikit, kadar ekstraktif

yang rendah, keawetannya juga rendah (Harris, 1986). Kayu teras mempunyai keawetan

alami lebih tinggi dibandingkan dengan kayu gubal. Di samping itu kayu teras

mempunyai corak warna alami yang gelap dan menarik misalnya pada jati, eboni,

sonokeling dan lain sebagainya. Kayu hutan rakyat yang umumnya mempunyai mata

kayu yang banyak akan menentukan kualitasnya, terutama pada kayu bulat yang digergaji

menjadi berbagai sortimen dan yang dikupas menjadi venir. Secara umum telah

diketahui bahwa adanya mata kayu akan menurunkan kekuatan dan serat kayu tidak

lurus sehingga akan mempengaruhi dalam penampilan. Arah serat kayu yang tidak lurus

akan menurunkan kualitas sifat pemesinan dan kestabilan dimensi.

IV. PENINGKATAN KUALITAS KAYU RAKYAT

Peningkatan kualitas kayunya dapat dilakukan dalam 3 aspek, yaitu pemilihan

bibit, perawatan tanaman dan perlakuan kayu. Aspek pertama, pemilihan bibit dapat

dilakukan dengan memasok bibit dari kebun benih terpilih atau pohon plus yang

bersertifikat. Mengingat kayu rakyat diusahakan oleh masyarakat dengan penghasilan

rendah, maka penyediaan bibit dengan kualitas bagus dapat dilakukan melalui kerjasama

antara lembaga pemerintah tingkat desa dengan instansi terkait dalam program

pembinaan petani hutan rakyat. Sebagai contoh misalnya kerjasama antara Pemda

Gunung Kidul dengan Perum Perhutani dalam penyediaan pohon plus jati untuk

memasok bibit jati kepada masyarakat. Dalam pemasokan bibit kualitas bagus sebaiknya

disertai dengan pembinaan cara menanam dan memelihara tanaman rakyat, sehingga

kualitas tanaman dapat terjaga.

Aspek kedua, perawatan tanaman adalah hal-hal yang perlu dilakukan pada saat

tanaman tumbuh. Perawatan tanaman di dalamnya termasuk penjarangan, pembersihan

cabang (pruning) dan pemupukan. Dalam hal penyampaian informasi perawatan tanaman,

dapat dilakukan melalui program pembinaan aparat desa kepada petani hutan rakyat.

Aspek ketiga, perlakuan kayu rakyat setelah dipanen. Dalam perlakuan kayu

untuk meningkatkan mutu, berbagai perlakuan telah dikembangkan seperti pengawetan,

pengeringan dan peningkatan berat jenis (densifikasi). Setiap perlakuan tidak selalu cocok

untuk berbagai jenis kayu, sehingga diperlukan data yang akurat mengenai sifat dan

Page 11: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

120

karakteristik kayunya. Beberapa hasil penelitian mengenai perlakuan kayu yang telah

dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan ditampilkan pada Tabel

4.

Seperti telah diketahui kayu adalah bahan lignoselulose yang mudah diserang

oleh organisme perusak kayu. Untuk menjaga agar mutu kayu tetap baik dan dapat

berumur lebih panjang, dapat dilakukan dengan proses pengawetan. Proses pengawetan

adalah memberikan bahan kimia beracun kepada kayu agar kayu tersebut tidak terserang

organisme perusak. Pengawetan kayu dapat bersifat sementara (propilactic treatment) dan

permanen.

Pengawetan yang bersifat sementara bertujuan untuk mencegah serangan jamur

pewarna dan kumbang ambrosia. Beberapa jenis kayu hutan rakyat seperti pinus, kemiri,

pulai, dan gemelina khususnya dalam bentuk dolok yang baru ditebang dan papan

gergajian yang masih basah, mudah sekali diserang jemur pewarna dan kumbang

ambrosia. Jamur pewarna yang termasuk dalan kelas Ascomycetes dari genus Ceratocytis

dan Diplodia, dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Penampakan pada barang

jadi yang berwarna kotor, mutunya akan menurun meskipun kekuatan mekanis kayu

tidak berubah. Jamur pewarna yang sering kita jumpai yaitu jamur biru (blue stain),

menyerang kayu yang masih segar. Jamur ini mula-mula tumbuh di permukaan kayu,

kemudian menembus ke dalam dan menimbulkan warna kebiruan sampai kehitam-

hitaman. Serangan ini dimulai pada ujung dolok kayu atau pada permukaan kayu yang

kulitnya terkelupas.

Di samping serangan jamur pewarna, dolok yang masih segar dapat diserang juga

oleh kumbang ambrosia. Kumbang ini digolongkan dalam famili Platypodidae dan

Scolytidae yang membuat lubang gerek dalam kayu dan hidup dari jenis jamur yang

ditumbuhkan pada lubang gereknya. Pada umumnya serangan kumbang ambrosia

memerlukan kadar air kayu di atas 40% dan kayu yang kadar airnya di bawah 25% tidak

diserang lagi (Martawijaya, 1988). Serangan kumbang ambrosia berupa lubang-lubang

bulat kecil dengan diameter 0,5–2,0 mm. Dinding lubang gerek ditumbuhi jamur yang

merupakan makanan serangga tersebut. Pertumbuhan jamur ini menimbulkan warna

kehitam-hitaman pada dinding lubang gerek sehingga barang jadi akan menurun

mutunya. Untuk mencegah terjadinya cacat kayu karena serangan jamur pewarna dan

kumbang ambrosia dapat digunakan pestisida. Pencegahan dilakukan pada dolok dengan

penyemprotan atau pencelupan pada kayu gergajian.

Page 12: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

121

Tabel 4. Peningkatan kualitas kayu pada beberapa kayu hutan rakyat

No. Jenis kayu Perlakuan Masalah Hasil

1.

Ramin Disemprot : NaPCP 6%, NaPCP (6%), Dichlofluanid,Tributitin acetate

Rentan blue stain Masa protek sampai 4 minggu (Marawijaya et al. (1988)

2.

Ramin Disemprot: decamethrin (0,025%), cypermethrin (0,05%), cyhalothrin (0,05%), permethrin (0,3%)

Rentan kumbang ambrosia

Masa protek sampai 4 minggu (Martawijaya et al. (1988)

3. Kayu batu, keranji dan tapos

Impregnasi: Minyak laka dan minyak jarak

Perbaikan sifat fisis mekanis

Meningkatkan sifat fisis dan mekanis (Hadjib dan Sumarni, 2000)

4.

Pinus, mangium

Impregnasi: Furfural alcohol dengan katalis ZnCl2

Perbaikan sifat fisis mekanis

Sifat mekanik pinus naik 100% dan mangium 60%, tahan terhadap rayap (Hadjib dan Sumarni, 2000)

5. Karri, jarrah Acetilasi:

Acetate anhidrida Stabilisasi dimensi Meningkatkan stabilisasi dimensi

kayu karri dan jarrah (Balfas, 1993)

6. Flakeboard kayu karet

Acetilasi: Acetate anhidrida

Rentan rayap Lebih tahan serangan rayap tanah (Hadi dan Sumarni, 1996)

7. Karet Polimerisasi:

Monomer polystiren, metal metakrilat

Perbaikan sifat kuat dan awet

Meningkatkan sifat fisis mekanis dan lebih tahan terhadap rayap (Sumarni dan Utama, 1989)

8.

Jeunjing, dammar, jati HTI

Polimerisasi: Monomer stiren dan metal metakrilat

Perbaikan kelas kuat dan awet

Meningkatkan sifat fisis mekanis dan lebih tahan terhadap penggerek di laut (Muslich dan Hadjib, 1990)

9.

Karet, pinus, mahoni, leda, gmelina, cempaka

Pengawetan: Vakum tekan, bahan pengawet CCB

Perbaikan kelas awet

Keempat kayu yang dipasang di laut selama 6 bulan sudah hancur, sedangkan yang perlakuan masih utuh (Muslich, lempang dan Rulliay, 1999)

10. Rumah dari kayu jeunjing

Pengawetan: Vakum tekan, bahan pengawet CCA

Perbaikan kelas awet

Dibuat pada tahun 1965 sampai 2006 di Cimanggu oleh Martawijaya

11. Rumah dari kayu kemiri dan pinus

Pengawetan: Rendaman dingin, bahan pengawet CCB

Perbaikan kelas awet

Dibuat pada tahun 1995 dan 1996 sampai 2006 di Makassar (Muslich, 1996)

12.

Pal batas hutan dari randu, pinus gemelina

Pengawetan: Rendaman panas dingin dan vakum tekan, bahan pengaet CCB

Perbaikan kelas awet

Dipasang tahun 1995 sampai 2006 masih utuh di Malili, Tanah Toraja dan Borisalo Sulawesi Selatan (Muslich, 1995)

13. Mangium Shed drying Mudah retak Tanpa cacat dan warna lebih mengkilat (Basri, 2005)

Page 13: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

122

Pengawetan kayu secara permanent adalah upaya untuk memasukkan bahan

pengawet ke dalam kayu, agar kayu tidak diserang oleh organisme perusak sehingga

umur pakai kayu menjadi lebih panjang. Pengawetan kayu hanya memperbaiki mutu sifat

keawetannya saja dan tidak dapat memperbaiki sifat keteguhan ataupun kekerasannya.

Pengawetan kayu dapat dilakukan dengan banyak cara, mulai dari cara yang sederhana

sampai dengan cara yang sempurna. Masing-masing cara mempunyai tujuan yang sama

yaitu untuk memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu yang bayaknya dan

kedalamannya sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan (Findlay, 1985; Hunt dan

Garrat, 1953 dan Wilkinson, 1978).

Bahan pengawet yang dapat dipakai adalah bahan pengawet yang mengandung

bahan aktif yang dapat mencegah salah satu atau beberapa organisme perusak. Jenis-

jenis bahan pengawet tersebut harus memiliki nama dagang dan sudah terdaftar dan

diizinkan penggunaannya oleh menteri Pertanian atau komisi pestisida. Formulasi bahan

pengawet dapat berupa serbuk, pasta ataupun cairan siap pakai dan dapat dilarutkan

dalam air atau pelarut organik. Jenis kayu yang mempunyai kelas awet rendah, bila

diawetkan dengan benar dapat bertahan sampai umur pakai di atas 25 tahun. Sebagai

contoh, rumah sengon yang dibangun pada tahun 1965 di Cimanggu yang diawetkan

dengan CCA dengan metode vakum tekan, sampai sekarang masih utuh. Selain sengon,

pada tahun 1994 dan 1995, rumah dari kayu kemiri dan kayu pinus yang dibangun di

Makassar dengan terlebih dahulu diawetkan dengan CCB, dengan metode rendaman

dingin sampai sekarang masih layak huni. Selain rumah, pal batas dari kayu randu,

gemelina dan pinus di Sulawesi Selatan dari tahun 1994 sampai sekarang masih utuh.

Masalah yang sering dihadapi pada dolok kayu yang baru ditebang juga mudah

menjadi retak dan pecah, sehingga akan mengurangi mutu dan persediaan bahan baku.

Hal ini dapat dilakukan dengan menutup bagian bontos, untuk mencegah penguapan air

kayu yang terlalu cepat dan tidak seimbang, sambil menunggu proses penyiapan dalam

penggerjaan selanjutnya. Dolok kayu pinus, pulai, kemiri dan lainya yang sudah ditutup

pada bagian bontosnya tidak mengalami retak-retak (Kasmodjo, 2000). Sebaliknya jika

tidak dilakukan penutupan bontos, dalam jangka waktu 3 hari sudah mengalami retak-

retak. Penutupan bontos selain untuk mencegah retak dan pecah juga dapat mengurangi

serangan jamur dan organisme perusak lainnya. Kasmodjo (2000) menyatakan bahwa

bahan yang baik digunakan untuk menutup bagian bontos yaitu flinkote (warna biru),

Page 14: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

123

preservax atau glotex. Perlakuan penutupan dapat dilakukan dengan cara pelaburan,

penguasan atau penyemprotan.

Hal yang penting lainnya dalam peningkatan kualitas kayu adalah pengeringan

kayu. Kayu merupakan bahan hygroskopis, dimana kayu sangat peka terhadap kondisi

kelembaban udara di sekitarnya. Untuk mempertinggi kestabilan dimensi agar kayu tidak

lagi mengalami penyusutan atau pengembangan yang berarti perlu pengeringan.

Kembang susut kayu dapat terjadi pada kayu selama dalam pemakaian akibat adanya

perbedaan suhu dan kelembaban yang menyolok. Kayu yang sudah dikeringkan hanya

kemungkinan kecil akan mengalami retak, pecah ataupun cacat lainnya.

Pengeringan kayu juga dapat berfungsi untuk menghindari serangan bubuk kayu

basah dan jamur biru serta membuat warna yang lebih cerah terutama pada jenis-jenis

kayu tertentu. Pengeringan harus dilakukan sedini mungkin, dimulai sejak kayu keluar

dari penggergajian. Kayu segar yang dikeringkan sampai kadar 25% tidak lagi mendapat

serangan kumbang ambrosia, sedangkan pada kadar air kayu yang mencapai 18% jamur

biru tidak dapat berkembang dengan baik. Basri (2005) mengeringkan kayu mangium

(Acacia mangium Wild.) dengan metode shed drying dapat menghasilkan kayu kering

tanpa cacat dan warnanya lebih mengkilap meskipun memerlukan waktu agak lama.

Pengeringan kayu juga diperlukan untuk mempermudah dalam proses pengolahan

selanjutnya. Kayu yang sudah dikeringkan akan mudah dalam pengerjaan dengan alat

mesin, direkat dan finishing. Demikian juga kayu yang sudah kering lebih mudah

diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet larut minyak ataupun larut air dan

akan lebih cepat berfiksasi.

Selain pengawetan dan pengeringan, terdapat proses peningkatan berat jenis

kayu atau dikenal dengan istilah “densifikasi”. Seperti telah diketahui, berat jenis adalah

salah satu parameter penting dalam kualitas kayu terutama sifat mekanisnya. Semakin

tinggi berat jenis kayu, semakin kuat kayu tersebut. Secara teori proses densifikasi dapat

dibagi dua yaitu secara mekanis dan menggunakan bahan kimia/polymerisasi. Secara

mekanis kayu dengan berat jenis rendah dikukus terlebih dahulu untuk kemudian

ditekan/dipress dengan pemberian beban tertentu. Pemberian panas selama pengukusan

mempunyai tujuan melunakkan ikatan sel-sel kayu untuk kemudian ditekan dan

mengurangi ruang udara antar sel-sel kayu untuk kemudian ditekan dan mengurangi

ruang udara antar sel kayu (Krisdianto dan Balfas, 2005).

Page 15: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

124

Secara kimia, peningkatan mutu kayu dapat dilakukan dengan modifikasi sifat

kayu yaitu yaitu perlakuan kayu yang diberi bahan kimia, bertujuan untuk meningkatkan

kekerasan dan sifat mekanis, juga ketahanan terhadap api, kelembaban dan kerusakan

(USDA, 1987). Modifikasi sifat kayu dapat dilakukan secara fisik maupun kimia atau

kombinasi keduanya. Modifikasi sifat kayu meliputi impregnasi bahan kimia, dengan

bantuan panas dan tekanan atau kombinasi keduanya (Hadjib dan Sumarni, 2000).

Beberapa cara untuk memodifikasi sifat kayu antara lain dengan impregnasi, furfurilasi,

asetilasi dan polimerisasi. Impregnasi adalah penyimpanan dan pengendapan bahan

kimia ke dalam struktur kosong pada kayu, dinding sel atau bereaksinya bahan kimia

dengan komponen dinding sel tanpa merusak struktur kayu (Kollmann et al., 1975).

Tujuan impregnasi pada umumnya untuk meningkatkan resistensi terhadap biodegradasi

dan fotodegradasi, memperbaiki stabilitas dimensi, memperbaiki sifat-sifat kekuatan

lainnya serta untuk meningkatkan daya tahan terhadap api. Hal tersebut tergantung dari

jenis dan bahan kimia yang dipakai (Rowell, 1984).

Peningkatan mutu kayu dengan mengimpregnasikan bahan tertentu seperti

lilin/paraffin, minyak laka, minyak jarak, minyak kemiri atau gondorukem. Impregnasi

minyak laka dan minyak jarak dapat meningkatkan sifat fisis meknis pada kayu batu

(Parinarium corymbosum Miq.), keranji (Dialium indum L.) dan tapos (Elateriospermum tapos

Bl.) (Hadjib dan Sumarni, 2000). Sedangkan furfurilasi merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan mutu kayu dengan mengimpregnasi bahan furfural yang mampu

menimbulkan reaksi silang dengan gugus hidroksil di dalam dinding sel (Hadjib dan

Sumarni, 2000). Furfulasi dapat meningkatkan keteguhan kayu, ketahanan kayu terhadap

serangan jamur dan serangga (Golstein dan Dreher, 1961 dalam Balfas dan Sumarni,

1995). Pada kayu pinus (Pinus merkusi Jungh. Et de Vr.) dan mangium (Acasia mangium

Willd.) yang diimpregnasi dengan furfural alcohol menggunakan katalis larutan 5%

ZnCl2 dengan pelarut air, menunjukkan kenaikkan sifat mekanik kayu pinus sampai

100% dan mangium sampai 60% (Hadjib dan Sumarni, 2000). Kayu yang terfurfurilasi

akan tahan terhadap serangan rayap kayu kering dan rayap tanah (Hadjib dan Sumarni,

2000).

Stabilisasi dimensi juga dapat dilakukan dengan cara asetilasi, Balfas (1993)

melakukan acetilisasi pada kayu karri (Eucalyptus diversicolor) dan jarrah (Eucalyptus

marginata) dengan menggunakan asetat anhidrida dan xylene (25% : 75%) menunjukkan

bahwa perlakuan asetilasi dapat meningkatkan stabilitas dimensi kedua jenis kayu

Page 16: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

125

tersebut. Hadi dan Sumarni (1996) juga telah membuktikan bahwa flakeboard yang

dibuat dari kayu karet yang diasetilasi, lebih tahan terhadap serangan rayap tanah

dibandingkan dengan flakeboard tanpa perlakuan. Sedangkan polimerisasi merupakan

modifikasi yang dibuat dengan mengimpregnasi bahan plastik ke dalam sel-sel kayu,

yang dapat dilakukan dengan bantuan radiasi atau pemanasan. Polimerisasi lebih dikenal

sebagai kayu plastik atau WPC (wood Polymer Composite). Polimerisasi radiasi

mempunyai keuntungan dapat menghasilkan kayu plastik yang lebih homogen, tidak

diperlukan katalis dan dapat menurunkan pencemaran udara di sekitar pembuatan. Akan

tetapi investasi awal dari pembuatan kayu plastik dengan irradiator sangat tinggi. Kayu

karet yang dibuat kayu plastik dari bahan monomer polystiren, polyester stiren atau metil

metakrilat, ternyata mampu meningkatkan mutu kayu seperti sifat fisis mekanis,

ketahanan terhadap rayap (Sumarni dan Utama, 1989). Muslich dan Hadjib (1990)

membuat kayu plastik dari jeunjing (Parasrianthes falcataria), damar (Agathis loranthifolia)

dan jati HTI (Tectona grandis) melalui proses polimerisasi radiasi dengan monomer stiren

dan metil metakrilat (MMA) pada dosis iradiasi 20 dan 40 kGy. Setelah direndam selama

6 bulan di laut ternyata lebih tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut atau marine

borers.

Dengan demikian kayu hutan rakyat yang telah ditingkatkan kualitasnya akan

dapat digunakan secara luas dan efisien. Penggunaan kayu secara luas dan efisien

merupakan diversifikasi dalam penggunaan kayu. Efisiensi dan diversifikasi dalam

penggunaan kayu akan memberikan dampak yang positif terhadap kelestarian dan

kelangsungan fungsi hutan.

V. KESIMPULAN

1. Hutan rakyat telah mampu berperan dalam pengembangan ekonomi pedesaan dan

fungsi lingkungan lainnya, seperti pencegahan erosi dan banjir, peningkatan

kesuburan lahan dan konservasi sumber air.

2. Kayu rakyat telah mampu menjadi alternatif pasokan bahan baku bagi industri

pengolahan kayu.

3. Kualitas kayu rakyat lebih rendah dari kayu hutan alam, sehingga perlu perlakuan

lanjutan dalam pengolahan kayunya.

Page 17: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

126

4. Perbaikan kualitas kayu rakyat dapat dilakukan melalui pemilihan bibit yang baik,

perawatan tanaman dan perlakuan kayunya.

5. Perlakuan terhadap kayu rakyat berupa pengawetan, pengeringan dan peningkatan

berat jenis disesuaikan kebutuhan bahan bakunya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1976. Studi pendahuluan penyebaran dan konsumsi kayu di Pulau Jawa dan

Bali (Wilayah II). Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor.

_______, 1977. Feasibility study design wood centre Wilayah I. Fakultas Kehutanan,

UGM, Yogyakarta.

_______. 2004. Potensi hutan rakyat Indonesia 2003. Laporan kerjasama Pusat

inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan

Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik . Jakarta.

_______. 2005. Hutan rakyat Indonesia. Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi III: 32.

Jakarta.

Balfas, J. 1993. Stabilitas Dimensi Pada Kayu Tanaman Karri (Eucalyptus diversicolor) dan

Jarrah (E. marginata). Bag. I: Asetilasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol.

11:3 (89-91). Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor.

Basri, E. 2005.

Brazier, J.D. 1986. Growth features and structural wood performance. Procedeengs 18th

IUFRO World Congress, Division 5 Forest Products, Ljubljana.

Clouston, J.G. 1968. Status and technology of polymer containing fibrous materials in

the eastern hemisphere. Proceeding of Panel Conf. Bangkok. 217-230.

Departemen Kehutanan dan BPS. 2004. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Pusat

Inventarisasi dan Statistik, Departemen Kehutanan dan Direktorat Statistik

Pertanian. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Findlay, W.P.K. 1985. Preservation of Timber in the Tropic. Martinus Nijhoff/Dr W.

Junk Publishers, Dordreht.

Hadjib, N. dan G. Sumarni. 2000. Modifikasi Sifat Kayu Untuk Meningkatkan Mutu

Kayu. Diskusi Peningkatan Kualitas Kayu, 24 Februari 2000. Bogor.

Page 18: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

127

Haeruman, H. Hardjanto, E. Suhendang, dan S. Basuni. 1986. Penyusunan sistem

monitoring hutan rakyat di Jawa Barat. Laporan penelitian. Institut

Pertanian Bogor.

Hardjanto. 2001. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Usaha Kehutanan

Masyarakat di Jawa. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harris, J.M. 1981. Effect of rapid growth on wood processing. Proceedings 17th IUFRO

World Congress, Division 5 Forest Products, Kyoto.

Hunt, G.M. and Garrat. 1953. Wood Preservation. Mc.Graw-Hill Book Company, New

York.

Kasmodjo. 2000. Usaha Meningkatkan Kualitas Bahan Patung dan Ukiran. Prosiding

Diskusi Panel Pakar, P3HH dan Sosek, Bogor.

Kininmonth, J.A. 1986. Wood from fast-grown, short-rotation trees. Proceedings 18th

IUFRO World Congress, Division 5 Forest Products, Ljubljana.

Krisdianto dan J. Balfas. 2005. Anatomical changes of Kekabu wood (Bombax ceiba L.)

Due to mechanical densification. Journal of Forestry Research 2(1): 27-36.

Forestry Research and Development Agency, Jakarta.

Ladrach, W.E. 1986. Wood from fast-grown, short-rotation trees. Proceedings 18th

IUFRO World Congress, Division 5 Forest Products, Ljubljana.

Martawijaya, A. 1997. Protection of Freshout Logs Againts Ambrosia Beetle Attack In

Kalimantan. Eight Wortd Forestry Congress, Jakarta.

__________, 1988. Proteksi kayu ramin terhadap kumbang ambrosia dan blue stain.

Sifat dan Kegunaan Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri. Vol. 1. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

……………, 1994. Pedoman Teknis Pengawetan Kayu Untuk Kerajinan. Pusat Litbang

Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Martawijaya, A. dan Barly, 1991. Petunjuk Teknis Pengawetan Kayu Bangunan

Perumahan dan Gedung. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan, Jakarta.

Muslich, M. 1996. Penelitian rumah percobaan 3 unit. Laporan Hasil Penelitian Balai

Penelitian Kehutanan Ujung Pandang (tidak dipublikasikan).

__________, Kajian pengawetan jenis-jenis kayu Sulawesi. Laporan Hasil Penelitian

Balai Penelitian Ujung Pandang (tidak dipublikasikan).

Page 19: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

128

Muslich, M. dan N. Hadjib. 1990. The Preservation of Marine Borer by Wood

Polymerisation. IUFRO Symposium. Rutorua, New Zealand.

Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. Dordrecht, The Netherland

Kluwer Academic Publishers and ICRAF.

Panshin, A.J. and C. de Zeeuw. 1980. Texbook of Wood Technology. 14th ed. McGrw-

Hill Book Co.

Wilkinson, J.G. 1979. Industrial Timber Preservation. Associated Business press.

London.

Senft, J.F., M.J. Quanci, dan B.A. Bendtsen. 1986. Property profile of 60-year old

Douglas-fir. Proc. o a Cooperative Technical Workshop of Juvenile Wood.

Forest Product Research Society, Madison, USA. Pp 17 – 28.

Sumarni, G. dan M. Utama. 1989. Peningkatan Ketahanan Kayu terhadap Serangan

Bubuk Kayu Kering Heterobostrichus aequalis Watt. Melalui Polimerisasi

Radiasi. Risalah Simposium IV Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN,

Jakarta.

Tampubolon, A.P., Partama, P. dan E. Suryadi. 2006. Peranan Badan Litbang

Kehutanan dalam mendukung program hutan rakyat dan hutan

kemasyarakatan. Makalah pada Pelatihan dan Pengembangan Hutan

Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan. Nganjuk.

USDA, 1987. Wood Handbook: Wood as An Engineering Materials. Forest Prod. Lab.

Forest Servive, U.S. Departement of Agriculture USA, Washington DC.

Wahyuningsih, L. 1993. Peranan hutan rakyat sengon (Paraserianthes falcataria (L.)

Nielsen) terhadap pendapatan masyarakat di kabupaten Wonosobo, Jawa

Tengah. Skripsi S-1, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (tidak

dipublikasikan).

Widjayanto, W. 1992. Metode pengaturan hasil hutan rakyat Acacia auriculiformis A.Cunn.

studi kasus di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan Madura. Skripsi S-

1, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan).

Wilkinson, J.G. 1979. Industrial Timber Preservation. Associated Business press.

London.

Page 20: Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan Rakyatstorage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/BBIndustri.pdf · sebagai sumber alternatif untuk bahan baku industri pengolahan kayu. Pada

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 110-129

129

Lampiran 1. Populasi pohon yang diusahakan rumah tangga menurut Propinsi dan jenis tanaman 2003 Jumlah pohon (batang) Propinsi Akasia Bambu Cendana Jati Mahoni Pinus Rotan Sengon Sonokeling Sungkai

1. Sumatera Utara 39.000 634.802 590 507.606 171.436 1.095.569 17.564 22.994 1.825 970 2. Sumatera Barat 114.292 49.061 - 176.121 52.401 43.532 159.457 3.168 1.199 34.772 3. Riau 323.872 60.657 318 67.458 2.833 1.308 1.471 278.519 959 37.752 4. Jambi 424.298 57.907 2 85.006 3.243 386 3.967 533.231 1.229 4.354 5. Sumatera Selatan 1.157.695 376.885 25 - 95.719 2.648 19.105 711.233 7.126 84.236 6. Bengkulu 2.619 82.260 6 206.928 12.510 84 8.333 55.445 5.783 3.944 7. Lampung 607.920 243.529 131 1.713.680 235.283 7.725 626 1.054.627 83.458 8.454 8. Banka Belitung 5.590 10.526 - - 322 - 177 77.703 3.142 - 9. DKI Jakarta - 16.844 - - 3 - - - 174 - 10. Jawa Barat 2.947.865 8.233.079 210 2.592.907 7.333.856 501.298 20.616 11.099.868 126.789 11.385 11. Jawa Tengah 3.868.056 4.217.897 3.706 13.995.039 11.059.839 745.326 - 10.970.906 806.935 26.322 12. DI Yogyakarta 2.484.430 409.836 988 5.793.811 1.545.256 3.817 - 214.650 683.306 422 13. Jawa Timur 3.631.956 3.705.984 11 9.786.603 2.601.540 780.051 352 3.579.536 373.136 727 14. Banten 778.380 1.390.535 - 508.651 1.462.234 45.690 - 2.836.823 17.932 52.701 15. Bali 56.763 574.955 287 315.626 38.950 6.514 - 535.653 19.183 - 16. NTB 17.609 335.628 11 2.060.801 85.445 946 - 23.799 152.820 110 17. NTT 178.084 477.571 19.220 3.947.384 1.310.949 2.184 2.433 54.018 2.956 646 18. Kalimantan Barat 702.853 383.564 105 285.037 1.535 572 144.735 45.382 562 10.871 19. Kalimantan Tengah 18.749 71.049 - 129.115 4.118 261 13.265.448 358.103 21.439 43.558 20. Kalimantan Selatan 46.765 325.540 - - 15.617 9.108 1.290.618 182.640 994 100.467 21. Kalimantan Timur 520.120 47.537 18 297.014 37.636 5.915 2.190.159 1.189.415 8.924 72.853 22. Sulawesi Utara 4.416 136.714 302 144.839 60.193 7.661 19.306 4.301 1.041 116 23. Sulawesi Tengah 135 22.489 1 140.250 4.584 1.016 21.935 94.922 1.167 - 24. Sulawesi Selatan 116.429 717.338 4.868 2.450.118 49.561 671.158 10.431 52.706 6.004 86.611 25. Sulawesi Tenggara 1.664 38.942 25 1.048.300 10.823 1.491 1.242 148.825 16.065 1.600 26. Gorontalo 54 26.208 - 348.219 14.241 260 - 250 16 - 27. Maluku 19.498 117.265 - 266.479 1.046 34 3.362 4.081 8.447 392 28. Maluku Utara 230 31.116 10 33.790 298 - 117 49.876 - - 29. Papua 594 43.954 351 36.591 382 502 6.998 185 40 135 Jumlah 18.069.936 22.839.672 31.185 46.957.617 26.211.853 3.935.056 17.188.452 34.182.859 2.352.651 583.398